122
TESIS SWISS BALL EXERCISE DAN KOREKSI POSTUR TIDAK TERBUKTI LEBIH BAIK DALAM MEMPERKECIL DERAJAT SKOLISIS IDIOPATIK DARIPADA KLAPP EXERCISE DAN KOREKSI POSTUR PADA ANAK USIA 11 13 TAHUN SURIANI SARI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013

swiss ball exercise dan koreksi postur tidak terbukti lebih baik dalam

  • Upload
    ngohanh

  • View
    279

  • Download
    12

Embed Size (px)

Citation preview

TESIS

SWISS BALL EXERCISE DAN KOREKSI POSTUR

TIDAK TERBUKTI LEBIH BAIK DALAM

MEMPERKECIL DERAJAT SKOLISIS IDIOPATIK

DARIPADA KLAPP EXERCISE DAN

KOREKSI POSTUR PADA ANAK

USIA 11 – 13 TAHUN

SURIANI SARI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

TESIS

SWISS BALL EXERCISE DAN KOREKSI POSTUR

TIDAK TERBUKTI LEBIH BAIK DALAM

MEMPERKECIL DERAJAT SKOLISIS IDIOPATIK

DARIPADA KLAPP EXERCISE DAN

KOREKSI POSTUR PADA ANAK

USIA 11 – 13 TAHUN

SURIANI SARI

NIM 1190361001

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAH RAGA

KONSENTRASI FISIOTERAPI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

ii

SWISS BALL EXERCISE DAN KOREKSI POSTUR

TIDAK TERBUKTI LEBIH BAIK DALAM

MEMPERKECIL DERAJAT SKOLISIS IDIOPATIK

DARIPADA KLAPP EXERCISE DAN

KOREKSI POSTUR PADA ANAK

USIA 11 – 13 TAHUN

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olahraga - Konsentrasi Fisioterapi,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

SURIANI SARI

NIM 1190361001

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAH RAGA

KONSENTRASI FISIOTERAPI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

iii

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL 3 OKTOBER 2013

Mengetahui,

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Ketua Program Studi Fisiologi Olahraga – Fisioterapi

Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, M.sc, SP.And

NIP. 19440201 196409 1 001

Direktur

Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi, Sp.S(K)

NIP. 195902151985102001

iv

Tesis ini Telah Diuji pada

Tanggal 3 Oktober 2013

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No.: 1815/UN.14.4/HK/2013, Tanggal 25 September 2013

Ketua : Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS. AIF

Sekretaris : Sugijanto, Dipl.PT., M.Fis

1. Prof.dr. N. T. Suryadhi, MPH, Ph.D

2. S. Indra Lesmana, SKM, SSt.Ft, M.Or

3. Dr.dr.I Putu Gede Adiatmika, M.Kes

v

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS UDAYANA

Kampus Bukit Jimbaran

Telepon (0361) 701812, 701954, 703138, 703139, Fax.(0361)-701907, 702442

Laman: www.unud.ac.id

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Suriani Sari

NIM : 1190361001

Program Studi : Magister Fisiologi Olahraga Konsentrasi Fisioterapi

Judul Tesis : Swiss Ball Exercise Dan Koreksi Postur Tidak Terbukti

Lebih Baik Dalam Memperkecil Derajat Skoliosis Daripada

Klapp Exercise Dan Koreksi Postur Pada Anak Usia 11 –

13 Tahun

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila

dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia

menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 05 Oktober 2013

Pembuat Pernyataan

(Suriani Sari)

NIM: 1190361001

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama–tama perkenankan penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan

Yang Maha Esa. Karna hanya atas izin dan karunia-Nya, tesis ini dapat di

selesaikan.Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar –

besarnya kepada Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS. AIF selaku pembimbing utama dan

Bapak Sugijanto, Dipl. PT, M. Fis yang penuh perhatian, telah memberikan

dorongan, semangat,bimbingan dan saran selama penulis menyusun tersis hingga

penulis dapat menyelesaikan tesis ini tahap demi tahap.

Ucapan yang sama ditujukan kepada Bapak Rektor Universitas Udayana

Prof.Dr.dr. Ketut Suastika, Sp.PD,KEMD, Direktur Program Pascasarjana Univeritas

Udayana Prof.Dr.dr. A.A.Raka Sudewi, SpS(K) dan Ketua Program Studi

Pascasarjana Fisiologi Olahraga Universitas Udayana Prof.Dr.dr. J.Alex Pangkahila,

M.Sc,Sp.And atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti

pendidikan di Universitas Udayana.

Ucapan terima Kasih penulis sampaikan Kepada Ketua STKIP Pontianak

Prof.Dr. H Samion AR, M. Pd dan Kaprodi Pendidikan Penjaskes STKIP PGRI

Pontianak H. Hendri Maksum, M. Pd, atas ijin yang di berikan kepada penulis untuk

melanjutkan Pendidikan Pascasarjana pada Progran Studi Megister Fisiologi

Olahraga Konsentrasi Fisioterapi di Universitas Udayana. Ungkapan terima kasih

juga penulis sampikan kepada Para Dosen Program Studi Fisiologi Olahraga dan

Konsentrasi Fisioterapi, atas segala ilmu, semangat, dorangan dan bimbingan yang di

berikan selama studi.

Ucapan yang sama juga di tujukan kepada Kepada Kepala Sekolah Dasar Negri

12 Erna, S. Pd, Kepala Sekolah Sekolah Dasar Negeri 42 Hj. Asnul Yani, S.Pd dan

Kepala Sekolah Dasar Kartika V Hj. Wailam Matna, S. Pd yang telah memberi ijin

kepada peneliti untuk melakukan penelitian di Sekolah Dasar Kecamatan Pontianak

Kota dan tak lupa pula penulis mengucapkan kepada para adik – adik yang telah

ikutberparisipasi dalam penelitian ini dan meluangkan waktu dengan teratur dalam

kegian penelitian ini sampai dengan selesai. Dan tidak lupa juga Penulis sampaikan

ucapan terima kasih kepada Kedua Orang tua Bapak Burhan Dan Ibu Nurhayati

Tercinta serata kak Pipin Yusnita, Mas Sauqi, Edo serta Keponakan Kak Long nia

dan Mas Arya yang Tersayang. Serta Suami Basep Kasep yang Terkasih yang

dengan penuh pengertian dan kesabarannya selalu mendampingi penulis selama ini

serta putriku tercinta Airira Hanum Maheswari sebagai penyemangat penulis.

Penulis sadar bahwa isi dari tulisan ini masih jauh dari kata sempurna sehingga

bila terdapat kesalahan – kesalahan dalam penulisan dan lain- lain, penulis sangat

mengharapkan saran dan masukan sehingga tulisan ini menjadi lebih baik. Sebagai

penutup penulis sampaikan semoga tesis ini bermanfaat bagi dunia kependidikan

terutama bidang fisiologi olahga konsentrasi Fisioterapi.

Denpasar, 05 Agustus 2013

Penulis

vii

ABSTRAK

SWISS BALL EXERCISE DAN KOREKSI POSTUR TIDAK TERBUKTI

LEBIH BAIK DALAM MEMPERKECIL DERAJAT SKOLIOSIS

IDIOPHATIK DARIPADA KLAPP EXERCISE DAN KOREKSI POSTUR

PADA ANAK USIA 11–13 TAHUN

Skoliosis adalah kelainan-kelainan pada rangka tubuh berupa kelengkungan

tulang belakang, dimana terjadi pembengkokan tulang belakang ke arah samping kiri

atau kanan atau kelainan tulang belakang pada bentuk C atau S. Tanda umum

skoliosis antara lain tulang bahu yang berbeda, tulang belikat yang menonjol,

lengkungan tulang belakang yang nyata, panggul yang miring, perbedaan antara

ruang lengan dan tubuh. Derajat skoliosis dapat diketahui dengan test adam forward

Bending dan inclinometer.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar efektifnya

pelatihan swiss ball exercise dan koreksi postur dan efektifitas pelatihan klapp

exercise dan koreksi postur dalam memperkecil derajat scoliosis pada anak usia 11-

13 tahun. Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan desain pre and post with

contol group. Dalam penelitian ini, 15 responden diberikan pelatihan swiss ball

exercise dan 15 responden diberikan pelatihan klapp exercise. Masing – masing

perlakuan di berikan koreksi postur setiap melakukan aktivitas. Latihan dilakukan

dengan durasi 45 menit frekuensi 3 kali seminggu selama 12 minggu data berupa pre

test dan post test. Hasil yang didapat berupa menurunnya derajat skoliosis.

Hasil dari penelitian ini adalah pada kelompok perlakuan pelatihan swiss ball

exercise terjadi perbedaan rerata derajat skoliosis debgan nilai p<0,05 dan

menunjukan adanya perbedaan yang signifikan. Sedangkan pada kelompok pelakuan

pelatihan klapp exercise terjadi perbedaan rerata derajat skoliosis dengan nilai

p<0,05 dan menunjukan perbedaan yang signifikan.

Simpulan penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi swiss ball exercise dan

koreksi postur sama efektifitas dalam memperkecil derajat skoliosis dengan

kombinasi klapp exercise dan koreksi postur pada anak usia 11 – 13 tahun.

Kata kunci : swiss ball exercise, klapp exercise, derajat skoliosis

viii

ABSTRACT

APPLICATIO OF SWISS BALL EXERCISE AND POSTURE CORRECTION

WAS NOT PROVED BETTER IN REDUCING THE DEGREE OF

SCOLIOSIS IDIOPHATIC THAN KLAPP EXERCISE AND POSTURE

CORRECTION IN CHILDREN AGED 11 – 13 YEARS

Scoliosis is abnormalities in skeletal form of the curvature of the spine, where

the spine bending occurs towards the left or right side or abnormalities spine in the

form of C or S. Common Signs of scoliosis include different shoulder bone,

protruding shoulder blades, spine curvature real, pelvic tilt, the difference between

arm and body space. Degree of scoliosis can be known with adam forward Bending

and inclinometer test.

The purpose of this study was to determine effectivity of swiss ball exercise

training and posture correction and training effectiveness Klapp and posture

correction exercise in reducing the scoliosis degree in children aged 11-13 years.

This type of research was experimental design with pre and post contol group. In this

study, 15 respondents were given swiss ball exercise training and 15 respondents

were given Klapp excercise training. Each posture correction treatment was given

every activity. Exercises performed with 45-minute frequency of 3 times a week for

12 weeks of data in the form of pre test and post test. Obtained by decreasing the

degree of scoliosis.

The results of this study are in the treatment group swiss ball exercise training

the degree of scoliosis occurs with mean difference value of p < 0.05 and showed a

significant difference. While in the commission of exercise training occurs Klapp

mean difference degrees of scoliosis with a value of p < 0.05 and showed a

significant difference.

The conclusion of this study is the combination of swiss ball exercises and

posture correction equally effective in reducing the degree of scoliosis with Klapp

combination of exercise and posture correction in children aged 11-13 years.

Keywords : swiss ball exercise, Klapp exercise, the degree of scoliosis

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL DALAM ......................................................... i

HALAMAN PRASYARAT GELAR .................................................. ii

HALAMAN LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................. iii

HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ..................... iv

SURAT KETERANGAN BEBAS PLAGIAT ...................................... v

UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................. vi

ABSTRAK ......................................................................................... viii

ABSTRACT ......................................................................................... ix

DAFTAR ISI ...................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR .......................................................................... xiii

DAFTAR TABEL ............................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang .................................................................. 1

2. Rumusan Masalah ............................................................. 7

3. Tujuan Penelitian ............................................................. 7

4. Manfaat Penelitian ............................................................ 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA

1. Skoliosis ........................................................................... 9

2.1 Definisi Skoliosis ........................................................... 9

2.2 Kurva Skoliosis .............................................................. 10

2.2.1 Klasifikasi dari derajat Skoliosis ............................ 10

2.2.2 Etiologi skoliosis .................................................... 11

2.2.3 Patologi Skoliosis .................................................. 15

2.2.4 Tipe Skoliosis ........................................................ 18

2.1.6.1 Skoliosis idiopatik infantil ......................... 19

2.1.6.2 Skoliosis idiopatik juventil ........................ 19

2.1.6.3 Skoliosis idiopatik adolescent ................... 20

2.2.5 Prognosis Skoliosis ............................................... 22

2.2.6 Deformitas Skoliosis ............................................. 23

2.2.7 Komplikasi Skoliosis ............................................. 24

2.2.8 Diagnosis Skoliosis ............................................... 25

2.3 Vertebra ............................................................................ 29

2.3.1 Anatomi Vertebra .................................................. 29

2.3.2 Biomekanika Vertebra ........................................... 38

2.4 Latihan Pada Skoliosis ...................................................... 44

2.4.1 Swiis Ball Exercise ................................................ 44

2.4.2 Klaap Exercise ...................................................... 52

2.4.3 Koreksi Postur ....................................................... 58

BAB III KERANGKA BERFIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

x

1. Kerangka Berfikir ........................................................ 60

2. Kerangka Konsep ......................................................... 64

3. Hipotesis Penelitian ..................................................... 64

BAB IV METODE PENELITIAN

1. Rancangan Penelitian ....................................................... 65

2. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................... 66

1. Tempat Penelitian .................................................... 66

2. Waktu Penelitian ..................................................... 66

3. Penentuan Sumber Data .................................................... 66

1. Penentuan Populasi .................................................. 66

2. Penentuan Sample .................................................... 67

1. Kriteria Inklus ............................................ 67

2. Kriteria Ekslusi .......................................... 67

3. Kriteria drop out ......................................... 67

4. Besaran Sample ......................................... 67

5. Teknik Pengambilan Sample ...................... 69

4. Variabel Penelitian ............................................................ 70

5. Definisi Operasional ......................................................... 70

6. Instrumen Penelitian ......................................................... 76

7. Prosedur Penelitian ........................................................... 76

1. Cara Penelitian ........................................................ 76

2. Alur Penelitian ......................................................... 77

8. Analisa Data ..................................................................... 78

BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

1. Karakteristik Subjek Penelitian ....................................... 81

2. Uji Persyaratan Analisis (Normalitas dan Homogenitas) .. 83

3. Uji Hipotesis ..................................................................... 85

BAB VI PEMBAHASAN

1. Karakteristik sampel ....................................................... 89

2. Distribusi dan Varian Subyek Penelitian ......................... 90

3. latihan Swiss Ball exercise dalam

memperkecil derajat scoliosis idiopatik .......................... 91

4. latihan klapp exercise dalam memperkecil

derajat scoliosis idiopatik ................................................ 93

5. latihan swiss ball exercise dan koreksi

Postur sama baiknyadengan klapp exercise dan koreksi dalam

memperkecil derajat scoliosis idiopatik ........................... 95

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

1. Simpulan ........................................................................ 98

2. Saran .............................................................................. 98

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 99

LAMPIRAN – LAMPIRAN

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Skematis Skoliosis ............................................................ 18

Gambar 2.2 Adam Forward Bending Test ........................................... 26

Gambar 2.3 Pengukuran Incliometer ................................................... 28

Gambar 2.4 Columna Vertebralis ........................................................ 30

Gambar 2.5 Otot-otot Punggung ......................................................... 33

Gambar 2.6 Struktur Vertebra ............................................................. 43

Gambar 2.7 Stability ball cruch ........................................................... 46

Gambar 2.8 Rear Lateral Rasiss .......................................................... 47

Gambar 2.9 One arm arw .................................................................... 48

Gambar 2.10 Prone ball Roll ................................................................ 48

Gambar 2.11 Back Extention .............................................................. 49

Gambar 2.12 Arm and leg extention .................................................... 50

Gambar 2.13 Supine Hip extention ...................................................... 50

Gambar 2.14 Crawl posture near the ground ....................................... 53

Gambar 2.15 Horizontal slidding ........................................................ 54

Gambar 2.16 Lateral Slidding ............................................................. 54

Gambar 2.17 Lateral crawl .................................................................. 55

Gambar 2.18 Big arch ......................................................................... 56

Gambar 2.19 Arm Turn ....................................................................... 56

Gambar 2.20 Big curve ....................................................................... 57

Gambar 3.1 Bagan kerangka konsep ................................................... 64

Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian ............................................ 65

Gambar 4.2 Bagan alur Penelitian ....................................................... 77

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Pengulangan dan set swiss ball exercise .............................. 51

Tabel 2.2 Pengulangan dan set klapp exercise .................................... 58

Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian ........................................... 81

Tabel 5.2 Data katagorik Karakteristik Subjek Penelitian ................... 82

Tabel 5.3 Nilai rerata sebelum, sesudah, dan selisih pada kelompok

kontrol dan perlakukan ....................................................... 82

Tabel 5.4 Uji Normalitas dan Uji homogenitas data ........................... 84

Tabel 5.5 Uji beda rerata sebelum dan sesudah swiss ball exercise ..... 86

Tabel 5.6 Uji beda rerata sebelum dan sesudah klapp exercise ............ 86

Tabel 5.7 Uji Beda rerata Selisih antara swiss ball exercise dan

Klapp exercise ..................................................................... 87

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Surat pernyataan persetujuan ......................................................... 102

2. Daftar pemeriksaan dasar penelitian ............................................... 103

3. Surat izin pelaksanaan penelitian ..................................................... 104

4. Surat keterangan telah melakukan penelitian ................................. 107

5. Daftar absensi penelitian ................................................................ 110

6. Tabulasi dan entry data hasil penelitian ............................................ 112

7. Analisis data hasil penelitian menggunakan SPSS ........................... 114

8. Uraian jadwal kegiatan ................................................................... 119

9. Dokumentasi penelitian ................................................................... 120

10. Daftar riwayat hidup penulis .......................................................... 120

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kondisi kesehatan rakyat Indonesia terus mengalami peningkatan beberapa

dekade terakhir ini. Yang mana penduduknya merupakan terbesar keempat setelah

Amerika Serikat. Pemerintah harus lebih meningkatkan derajat kesehatan sambil

meretruksi dan mereformasi sistem kesehatan di era disentralisasi ini. Pengertian

kesehatan itu sendiri menurut World Health Organization (WHO) sehat adalah

keadaan sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial dan tidak hanya bebas dari

penyakit dan cacat. Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari

penyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi

aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual.

Kesehatan menurut Undang-Undang RI no 36 tahun 2009 adalah keadaan sehat

baik secara fisik, mental dan spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap

orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Sehat berarti seseorang harus

diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan kemampuan yang dibawa

sejak lahir (potensial genetic) menjadi realitas fenotipik (phenotypic ralities). Hal ini

sangat terkait dengan pola kependudukan serta lingkungan yang mempengaruhinya.

Sebagaimana dilihat, piramida kependudukan di Indonesia pada saat ini

menunjukkan besarnya jumlah anak-anak umur 0 – 15 tahun yaitu 28,9% dari jumlah

seluruh penduduk (Badan Pusat Statistik, 2012).

2

Dilain pihak perkembangan teknologi dan pendidikan pada sekolah–sekolah

yang bergerak maju yang menuntut anak didik mereka untuk selalu aktif dan kreatif.

Sering kali keaktifan mereka di sekolah dengan mengikuti bimbingan belajar atau

ekstrakulikuler, dapat berakibat buruk yang dapat menimbulkan cidera pada jaringan

lunak tulang maupun syaraf jika tidak terorganisir dengan baik. Tulang Belakang

adalah bagian tubuh kita yang sering kali kita abaikan. Padahal di tulang belakang

inilah tersimpan dan terlindung dengan baik syaraf-syaraf yang sangat penting

terutama sumsum tulang belakang. Rangka atau tulang dapat mengalami kelainan.

Kelainan ini dapat mengakibatkan perubahan bentuk tulang. Kelainan pada tulang

belakang disebabkan oleh kebiasaan duduk dengan posisi yang salah. Akibat

kesalahan postur dan sikap antara lain menyebabkan trauma pada tulang belakang,

seperti terjadinya deformitas misalnya skoliosis, kiposis maupun lordosis.

Kebiasaan duduk dapat menimbulkan nyeri pinggang apabila duduk terlalu lama

dengan posisi yang salah, hal ini akan menyebabkan otot punggung akan menjadi

tegang dan dapat merusak jaringan disekitarnya terutama bila duduk dengan posisi

terus membungkuk atau menyandarkan tubuh pada salah satu sisi tubuh. Posisi itu

menimbulkan tekanan tinggi pada saraf tulang setelah duduk selama 15 sampai 20

menit otot punggung biasanya mulai letih maka mulai dirasakan nyeri punggung

bawah namun orang yang duduk tegak lebih cepat letih, karena otot-otot

punggungnya lebih tegang sementara orang yang duduk membungkuk kerja otot

lebih ringan namun tekanan pada bantalan saraf lebih besar. Orang yang duduk pada

posisi miring atau menyandarkan tubuh atau salah satu sisi tubuh akan menyebabkan

ketidakseimbangan tonus otot yang menyebabkan skoliosis (Tarwaka et al, 2004).

3

Skoliosis merupakan kelainan-kelainan pada rangka tubuh berupa kelengkungan

tulang belakang, dimana terjadi pembengkokan tulang belakang kearah samping kiri

atau kanan atau kelainana tulang belakang pada bentuk C atau S. Tanda umum

skoliosis antara lain tulang bahu yang berbeda, tulang belikat yang menonjol,

lengkungan tulang belakang yang nyata, panggul yang miring, perbedaan antara

ruang lengan dan tubuh.

Duduk dengan sikap miring ke samping akan mengkibatkan suatu mekanisme

proteksi dari otot-otot tulang belakang untuk menjaga keseimbangan, manifestasi

yang terjadi justru overuse pada salah satu sisi otot yang dalam waktu terus menerus

dan hal yang sama yang terjadi adalah ketidakseimbangan postur tubuh ke salah satu

sisi (Rahayussalim, 2011). Jika hal ini berlangsung terus menerus pada sistem

muskulosketal tulang belakang akan mengalami bermacam-macam keluhan antara

lain: nyeri otot, keterbatasan gerak (range of motion) dari tulang belakang atau back

pain, kontraktur otot, dan menumpukan problematik akan berakibat pada

terganggunya aktivitas kehidupan sehari-hari bagi penderita, seperti halnya gangguan

pada sistem pernapasan, sistem pencernaan, sistem saraf dan sistem kardiovaskuler

(Tan, 2008).

Pertumbuhan merupakan faktor risiko terbesar terhadap memburuknya

pembengkokan tulang belakang. Lengkungan skoliosis idiopatik kemungkinan akan

berkembang seiring pertumbuhan. Biasanya, semakin muda waktu kejadian pada

anak yang struktur lengkungannya sedang berkembang maka semakin serius

porgnosisnya. Pada umumnya struktur lengkungan mempunyai kecendrungan yang

kuat untuk berkembang secara pesat pada saat pertumbuhan dewasa., dimana

4

lengkungan kecil non struktur masih fleksibel untuk jangka waktu yang lama dan

tidak menjadi semakin parah, tetapi skoliosis tidak akan memburuk dalam waktu

yang singkat. Skoliosis dapat menyebabkan berkurangnya tinggi badan jika tidak

diobati.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Triangto (2008) ada hubunganya sikap

duduk dengan terjadinya skoliosis pada anak usia 10 sampai 12 tahun yang

menunjukan bahwa memang ada hubungannya sikap duduk yang salah pada siswa

menimbulkan terjadinya skoliosis dan perlu diketahui, keadaan kursi/meja juga dapat

berpengaruh terhadap sikap duduk anak bila posisi duduk yang salah ini berlangsung

terus menerus anak beresiko mengalami kelainan postur dan gangguan pertumbuhan

dengan gejala munculnya ketegangan otot yang di tandai dengan ketegangan nyeri di

leher, sakit pundak dan anak sering menggerak – gerakkan leher saat belajar. Kalau

tidak segera di koreksi akan terjadi perubahan pada fisik anak, seperti bahu tinggi

sebelah, kepala miring, panggul tinggi sebelah dan adanya tonjolan di punggung.

Dan penelitian yang dilakukan oleh Rosadi (2009) juga mengatakan hal yang sama

bahwa ada hubungannya kebiasaan duduk terhadap skoliosis usia 11 sampai 13

tahun.

Pravelensi terjadinya skoliosis di kota Pontianak dari 825 anak Setelah

dilakukan pengukuran dengan Test Foward Beanding dan menggunakan

inclinometer terdapat 45 anak yang mengalami skoliosis dengan derajat kurang dari

10 derajat sebesar 5,4 % dan lebih dari 10 derajat sebesar 0,3 % . Perbandingan

antara laki - laki dan perempuanyang mengalami skoliosis sebesar satu berbanding

sembilan.

5

Mengacu pada data di atas diketahui bahwa sebagian besar anak mengalami

skoliosis idiopatik di mana kebengkokan tulang belakang kurang dari 10 derajat

hanya memiliki asimetris pada tulang belakang (Blackman, 2011). Kondisi ini

biasanya ditandai dengan adanya ketegangan otot. Kelainan tersebut dapat dikoreksi

dengan sejumlah latihan dan melakukan senam khusus untuk memperbaiki postur

tubuhnya. Tetapi pada anak jika hal ini tidak ditindak lanjuti kurva skoliosis akan

mengalami progesivitas selama masa pertumbuhan, sehingga perlu menggunakan

alat tertentu atau menjalani operasi (Rahayu, 2007). Jika di biarkan dalam waktu

yang lama maka derajat kurva skoliosis akan terus meningkat dan menimbulkan

permasalahan diantaranya keseharan mental, komplikasi jantung paru dan

keterbatasan fungsi (buyks.at.al, 2010).

Banyak tindakan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki derajat skoliosis

berupa gips, bracing (bingkai penguat tulang punggung), traksi (penarikan), latihan,

atau oprasi untuk derajat skoliosis yang derajat pembengkokannya besar lebih dari 40

derajat. Dari beberapa latihan yang di berikan pada kasus skoliosis adalah swiss ball

exercise dan klapp exercise. Tujuan utama dari pelatihan adalah menghentikan

peningkatan kurva dan memperkecil derajat skoliosis. Koreksi postur merupakan hal

yang terpenting dalam pengembalian kurva skoliosis ke posisi normal vertebra.

Swiss ball exercise merupakan suatu latihan yang meningkatkan kekuatan yang

lebih efektif untuk melatih sistem muskuloskeletal. Latihan kekuatan dengan bola

sebagai penyangga dipercaya pada permukaan yang labil akan membuat tulang

belakang mempunyai tantanganyang besar untuk menstabilkan otot antar vertebra

dan meningkatkan keseimbangan dinamis dan melatih stabilitas tulang belakang

6

untuk mencegah stabilitas berulang. sehingga pada penderita skoliosis idiopatik

dapat mempengaruhi derajat kurvanya menjadi lebih kecil. Selain itu latihan dengan

menngnakan bola memberkan daya tarik tersendiri buat terutama pada anak – anak.

Klapp exercise merupakan latihan dengan posisi merangkak yang mana juga

dapat memperbaiki skoliosis. Pada klapp exercise lebih ditekankan pada penguluran

dan penguatan otot antar vertebra yang mana pada penderita skoliosis idiopatik

terjadi ketegangan otot sehingga pada latihan ini otot menjadi rileks dan

memperkecil derjat skoliosis.

Pemeriksaan yang paling sederhana adalah Adam Forward Bending Test dan

memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang baik untuk skrining skoliosis. Cara

melakukannya cukup dengan menyuruh pasien untuk menyentuh ujung jari kaki dari

posisi berdiri. Tetapi dengan tes ini tidak dapat melihat seberapa besar derajat

skoliosis yang terjadi. Untuk mengukur derajat skoliosis yaitu dengan menggunakan

inclinometer sehingga dapat diketahui besar derajat skoliosis pada rib hump anak

tersebut. Hal ini disebabkan karna adanya rotasi pada daerah thorakal.

Sejauh ini banyak sekali penelitian-penelitian yang dilakukan untuk

memperbaiki dan memperkecil derajat skoliosis. Penelitian-penelitian yang

dilakukan adalah dengan menggunakan brace yang di gunakan selama 23 jam per

hari atau dengan tindakan operasi. Tetapi jarang sekali yang melakukan tindakan

latihan atau terapi konservatif. Skoliosis idiopatik dengan derajat ringan yang dirasa

tidak menimbulkan permasalahan sehingga kurang diperhatikan. Tetapi apabila tidak

dilakukan perbaikan secara cepat dan tepat maka akan terjadi peningkatan yang dapat

menimbulkan permasalahan.

7

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan maka rumusan masalah

peneliti adalah “Apakah kombinasi swiss ball exercise dan koreksi postur lebih baik

dalam memperkecil derajat skoliosis idiopatik daripada kombinasi klapp exercise dan

koreksi postur pada anak usia 11 - 13 tahun?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui “kombinasi swiss ball exercise

dan koreksi postur lebih baik dalam memperkecil derajat skoliosis idiopatik daripada

kombinasi klapp exercise dan koreksi postur pada anak usia 11 - 13 tahun”.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi dunia pendidikan

Memberikan informasi ilmiah tentang skoliosis idiopatik perihal cara mencegah

terjadinya skoliosis lebih lanjut.

1.4.2 Bagi masyarakat

Dapat memberikan informasi kepada tenaga kesehatan dan masyarakat,

sehingga lebih mengenal dan mengetahui tentang gambaran dari penyakit skoliosis

idiopatik baik mulai dari gejala dan tanda sampai pada tahap bagaimana cara

memberikan penyelesaiannya.

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1. Skoliosis

Skoliosis berasal dari kata Yunani yang berarti lengkungan, mengandung arti

kondisi patologik. Vertebra servikal, torakal, dan lumbal membentuk kolumna

vertikal dengan pusat vertebra berada pada garis tengah. Skoliosis adalah deformitas

tulang belakang yang menggambarkan deviasi vertebra kearah lateral dan rotasional.

Bentuk skoliosis yang paling sering dijumpai adalah deformitas tripanal dengan

komponen lateral, anterior posterior dan rotasional.

2.1 Definisi skoliosis

Skoliosis adalah suatu kelainan yang menyebabkan suatu lekukan yang

abnormal dari spine (tulang belakang) hal ini biasanya disebabkan oleh idiopatik

skoliosis (70% - 80% dari kasus) tidak di ketahui penyebabnya. Spine mempunyai

lekukan-lekukan yang normal ketika dilihat dari samping, namun tampak lurus ketika

dilihat dari depan. Skoliosis dapat dibagi atas dua yaitu skoliosis struktural dan non

struktural (postural). Pada skoliosis postural, deformitas bersifat sekunder atau

sebagai kompensasi terhadap beberapa keadaan diluar tulang belakang, misalnya

dengan kaki yang pendek, atau kemiringan pelvis akibat kontraktur pinggul, bila

pasien duduk atau dalam keadaan fleksi maka kurva tersebut menghilang. Pada

skoliosis struktural terapat deformitas yang tidak dapat diperbaiki pada segmen

tulang belakang yang terkena.

9

2.2 Kurva skoliosis

Deskripsi kurva skoliosis yaitu :

a. Arah skoliosis ditentukan berdasarkan letak apexnya.

b. Kurva mayor/kurva primer adalah kurva yang paling besar, dan biasanya

struktural. Umumnya pada skoliosis idiopatik terletak antara T4 s/d T12

c. Kurva kompensatori adalah kurva yang lebih kecil, bisa kurva struktural

maupun non struktural. Kurva ini membuat bahu penderita sama tingginya.

d. Kurva mayor double, disebut demikian jika sepadan besar dan keparahannya,

biasanya keduanya kurva struktural.

e. Apex kurva adalah vertebra yang letaknya paling jauh dari garis tengah spine.

2.2.1 Klasifikasi dari derajat kurva skoliosis

Klasifikasi dari derajat kurva skoliosis :

a. Skoliosis ringan : kurva kurang dari 20º

b. Skoliosis sedang : kurva 20º – 40º /50º. Mulai terjadi perubahan struktural

vertebra dan costa.

c. Skoliosis berat : lebih dari 40º /50º. Berkaitan dengan rotasi vertebra yang

lebih besar, sering disertai nyeri, penyakit sendi degeneratif, dan pada sudut

lebih dari 60º - 70º terjadi gangguan fungsi kardiopulmonal bahkan

menurunnya harapan hidup.

Sedangkan menurut letaknya, dapat di klafisikasikan menjadi thoracal, lumbal

atau kombinasi. Menurut bentuknya dapat dapat di klafisikasikan menjadi:

10

a. Kurva C : umumnya di thoracolumbal tidak terkompensasi, kemungkinan posisi

asimetris dalam waktu yang lama, kelemahan otot atau sitting balance yang tidak

baik

b. Kurva S : lebih sering terjadi pada skoliosis idiophatik, di thoracal kanan dan

lumbal kiri, umumnya struktural.

2.2.2 Etiologi skoliosis

Skoliosis di bagi dalam 2 jenis yaitu struktural dan non struktural, skoliosis

non stuktural biasanya disebabkan oleh :

a. Seperti membawa tas yang berat pada sebelah bahu saja (menyebabkan sebelah

bahu menjadi tinggi), postur badan yang tidak bagus (seperti selalu

membongkok atau badan tidak seimbang).

b. Posisi duduk yang tidah simetris atau miring ke salah satu tulang belakang

c. Kaki tidak sama panjang

d. Kesakitan, biasanya yang disebabkan cidera pada ekstermitas bawah

menyebabkan aantara tulang vertebra tidak simetris dan menekan jaringan saraf

di daerah tersebut.

e. Olahraga yang tidak terorganisisr

f. Skoliosis stuktural di sebabkan oleh pertumbuhan tulang yang tidak nornal. Ciri

– ciri fisiknya adalah sebagai berikut :

a) Bahu tidak sama tinggi.

b) Garis pinggang tidak sama tinggi.

c) Badan belakang menjadi bongkok sebelah.

d) Payudara besar sebelah ( pada wanita)

11

e) Pinggul tidak sama tinggi

f) Badan kiri dan kanan menjadi tidak simetri.

Penyebab seseorang dapat mengalami skoliosis tidak dapat diketahui secara pasti

(idiopatik). Penyebab skoliosis 70-90 % belum dapat diketahui (idiopatik) sebagian

kecil yang penyebabnya sudah diketahui dikelompokan pada: Kelainan tulang dan

sendi, kelainan pada otot (miopati). Kelainan pada syaraf (neuropati) infeksi, trauma

dan lain-lain (Anonim, 2009). Selain itu ada beberapa perbedaan teori yang

menunjukkan penyebabnya lain selain idiopatik seperti faktor genetik, hormonal,

abnormalitas pertumbuhan, gangguan biomekanik dan neuromuskular tulang, otot

dan jaringan fibrosa.

Klasifikasi penyebab skoliosis dan sisi postural (non struktural) karena

kebiasaan postur tubuh yang kurang baik, nyeri pada tulang belakang, ataupun

karena tungkai bawah yang tidak sama panjang. Skoliosis jenis ini bersifat dapat

berubah kembali seperti sedia kala (reversible) apabila penyebabnya diatasi dan sisi

struktural, penyebabnya karena kelainan bawaan dan lahir ataupun yang didapat pada

masa perkembangan tubuh. Kelainan tersebut dapat berasal dari kelainan tulang

(osteopathic skoliosis), kelainan pada sistem syaraf (neuropathic skoliosis), kelainan

pada otot (myopathic skoliosis), ataupun skoliosis yang tidak diketahui penyebabnya

(skoliosis idiopatik).

Skoliosis pada klasifikasi berdasarkan usia penderita terdiri atas tipe; Infantile

terjadi pada usia 0 hingga 3 tahun, Juvenile muncul di antara usia 4 hingga 9 tahun,

dan Adolescent kelainannya muncul di antara usia 10 tahun hingga akhir masa

pertumbuhan tulang (16-17 tahun). Sebab-sebab pembengkokan (skoliosis) belum

12

seluruhnya diketahui, tetapi ada beberapa sebab yang jelas diantaranya:

a. Conginental

Disini pembengkakan disebabkan semenjak lahir dan sifatnya bisa progresif.

b. Karena salah sikap

c. Imbalance

Skoliosis ini disebabkan karena rusaknya keseimbangan otot-otot disebelah kiri

dan kanan tulang punggung, terutama pada penyakit polio dan Pontius dapat

menyebabkan imbalance skoliosis ini.

d. Metabolic skoliosis

Beberapa kali menamakan metabolic skoliosis ini idiopathic skoliosis, sebab

musababnya tidak begitu jelas, akan tetapi dipikirkan adanya hubungan antara

idiophatik skoliosis dan proses metabolisme didalam tubuh terutama yang

berhubungan dengan pertumbuhan tulang.

Skoliosis yang banyak dijumpai pada penyakit neurofibromatosis dimana juga

terdapat bintik-bintik cafeaulit pada kulit gejala-gejala klinis biasanya sudah jelas

karena skoliosis merupakan cacat yang mudah dilihat kadang-kadang sama sekali

tidak disertai perasaan nyeri. Penderita datang pada dokter umum atas pertimbangan-

pertimbangan kosmetik tubuh memang ada kalanya skoliosis, terutama yang sangat

berat, menimbulkan gejalagejala sesak napas atau lebih berat gejala-gejala jantung.

Penyebab skoliosis idiopatik tidak diketahui, namun ada beberapa perbedaan

teori yangmenunjukkan penyebabnya seperti faktor genetik, hormonal, abnormalitas

pertumbuhan, gangguan biomekanik dan neuromuskular tulang, otot dan jaringan

fibrosa.

13

a. Faktor genetik

Dilaporkan bahwa faktor genetik mempunyai komponen pada perkembangan

skoliosis, terjadi peningkatan insiden pada keluarga pasien dengan skoliosis idiopatik

dibandingkan dengan pasien yang tidak mempunyai riwayat penyakit skoliosis.

b. Faktor hormonal

Defisiensi melatonin diajukan sebgai penyebab skoliosis. Sekresi melatonin pada

malam hari menyebabkan penurunan progresivitas skoliosis dibandingkan dengan

pasien tanpa progresivitas. Hormon pertumbuhan juga diduga mempunyai peranan

pada perkembangan skoliosis. Kecepatan progresivitas skoliosis pada umumnya

dilaporkan pada pasien dengan growth hormone.

c. Perkembangan spinal dan teori biomekanik

Abnormalitas dari mekanisme pertumbuhan spinal juga menunjukkan penyebab

dari perkembangan dan progresivitas skoliosis, dimana dihubungkan dengan waktu

kecepatan pertumbuhan pada remaja.

d. Abnormalitas Jaringan.

Beberapa teori diajukan sebagai komponen struktural pada komponen tulang

belakang (otot, tulang, ligamentum dan atau diskus) sebagai penyebab skoliosis.

Beberapa teori didasari atas observasi pada kondisi seperti syndrome Marfan

(gangguan fibrillin), duchenne muscular dystrophy (gangguan otot) dan displasia

fibrosa pada tulang.

2.2.3 Patologi skoliosis

Kelainan bentuk tulang punggung yang disebut skoliosis ini berawal dari adanya

syaraf – syaraf yang lemah atau bahkan lumpuh yang menarik ruas – ruas tulang

14

belakang. Tarikan ini berfungsi untuk menjaga ruas tulang belakang berada pada

garis yang normal yang bentuk nya seperti penggaris atau lurus. Tetapi karena suatu

hal, diantaranya kebiasaan duduk yang miring, membuat sebagian syaraf yang

bekerja menjadi lemah. Bila ini terus berulang menjadi kebiasaan, maka syaraf itu

bahkan akan mati. Ini berakibat pada ketidakseimbangan tarikan pada ruas tulang

belakang. Oleh karena itu, tulang belakang yang menderita skoliosis itu bengkok atau

seperti huruf “S” ataupun huruf “C”. Dari 4% populasi terdapat 10-15 tahun yang

kebanyakan perempuan bentuk normal dari tulang belakang dilihat dari belakang

berbentuk lurus dari atas sampai os coccygeus. Bentuk skoliosis yang paling sering

dijumpai adalah deformitas tripanal dengan komponen lateral, anterior posterior dan

rotasional (Rosadi, 2008).

Gambaran patologi anatomi skoliosis non-idhiopatik sangat berhubungan dengan

penyebab (etiologi). Pada skoliosis idiopatik, terdapat gambaran yang khas yang

dapat diikuti. Pada skoliosis idiopatik, kurva struktural dimulai sebagai kurva non-

struktural (fungsional). Tidak semua kurva non-struktural akan menjadi struktural

akan terjadi perubahan struktur jaringan lunak sebagai berikut:

1. Kapsul sendi intervertebralis memendek pada sisi cekung (konkaf), terjadi

komperesi pada sendi facet

2. Pemendekan ligamen-ligamen pada sisi cekung (konkaf)

a. ligamen longitudinal anterior

b. ligamen longitudinal posterior

c. ligamen interspinosus

15

Pada otot-otot juga terjadi suatu perubahan seperti kontraktur (pemendekan)

otot-otot sisi konkaf yaitu:

1. otot erector spine

2. otot kuadratus lumborum

3. otot psoas mayor dan minor

4. otot latisimus dorsi

5. otot perut obeliqus abdominis, Kecuali otot multifidus dikatakan lebih pendek

disisi konveks akibat kurva kelateral bersama rotasi vertebra. Apabila sudah

terjadi ”mal aligement” posisi struktur berubah kolumna vertebralis terjadi rotasi

korpus vertebra kearah konveks.

Perbedaan tekanan antara kedua sisi vertebra menyebabkan perbedaan kepadatan

dan kesempatan bertumbuh. Terjadi kondisi asimetris dimana sisi konkaf cekung

menjadi lebih pendek. Diskus intervertebralis sisi konkaf menipis. Vertebra yang

mengalami gaya tekan terbesar akan terdorong lebih menjauh dari gaya kompresi

tersebut akan menjadi apex puncak vertebra dari skoliosis. Ruas vertebra torakalis

menyebabkan tulang-tulang iga pada sisi konveks tergeser kearah posterior, akan

timbul tonjolan iga rib hump ke posterior. Tulang-tulang iga sisi konkaf bergeser ke

anterior, sehingga rongga thorak bebentuk oval. Pada anak wanita akan tampak buah

dada (mammae) sisi konvek lebih kecil.

Terkadang ditemukan ”rib hump” yang ternyata pada skoliosis lumbalis sebagai

akibat kompresi vertebra thorakalis, meskipun dari gambaran klinis dan radiologis

terlihat skoliosis daerah thorakal sangat minim. Penamaan skoliosis dihubungkan

dengan letak konveksitas (Keim HA, Rakasiwi, 2008). Skoliosis menyebabkan

16

deformitas pada tulang vertebra dan costa. Pada skoliosis postural, deformitas terjadi

kerena akibat sekunder atau kompensasi dari beberapa kondisi di luar vertebrae,

contoh: tungkai yang berbeda panjangnya dan pelvis yang miring oleh kerena

kontraktur hip. Dengan posisi duduk, kurva struktur, deformitas awal segmen

vertebra yang terlibat mungkin masih dapat sikap atau postur tubuh tidak akan

menghilangkan bentuk deformitas.

Deformitas skala tinggi dapat menyebabkan gangguan fungsi kardiopulmonal

akibat kompensasi dari ketidaknormalan tulang vertebra sehingga mempengaruhi

bentuk costa. Akibat terus menerus berkontraksi. Jika berlanjut akan mengkibatkan

pemendekan jaringan (kontraktur). Komplikasi dari kontraksi otot terus menerus di

satu sisi tubuh.

a b c d

Gambar 2.1 Skematis skoliosis

( Keim HA, Rakasiwi 2008)

17

Keterangan :

1. Torakal kanan

2. Torakolumbal kanan

3. Lumbal kiri

4. Torakal kanan, lumbal kiri.

2.2.4 Type skoliosis

Skoliosis dengan tipe struktural adalah kondisi dimana terjadi hilangnya

fleksibilitas normal. Pada posisi berbaring, miring kesamping (lateral fleksi) maupun

membungkuk kedepan (fleksi kedepan) tidak terjadi perubahan perbaikan koreksi

kurvatura. Hal ini dapat terlihat secara klinis ataupun radiologis. Suatu kurvatura

lateral spine yang reversibel dan cenderung terpengaruh oleh posisi. Di sini tidak ada

rotasi vertebra. Umumnya foward (side) bending atau posisi supine (prone) dapat

mengoreksi skoliosis ini. Skoliosis Idiopatik Lembaga Penelitian Skoliosis (The

Skoliosis Research Society) merekomendasikan bahwa skoliosis idiopatik

digolongkan berdasarkan umur pasien pada saat diagnosis ditegakkan.

2.2.4.1 Skoliosis idiopatik infantile

Kelengkungan vertebra berkembang saat lahir sampai usia 3 tahun.pada

umumnya dideteksi sejak tahun pertama kelahiran, kasus ini lebih sering terjadi pada

laki-laki daripada perempuan dan sebagian besar torakal melengkung kiri. Mayoritas

sembuh secara sepontan, walau tidak di obati dan mungkin hasil dari pembentukan di

rahim. Beberapa kasus berkembang menjadi struktur lengkungan yang kaku, keras

dan prognosisnya jelek.

18

2.2.6.2 Skoliosis idiopatik juvenile

Skoliosis idiopatik juvenil terjadi pada umur 4-10 tahun. Berbagai bentuk dapat

terjadi namun kurva torakal biasanya kekanan. Skoliosis juvenil biasanya lebih

progresif dari adolesent. Perbedaan antara kasus remaja awal dengan fase anak- anak

biasanya sulit dipisahkan kecuali didasarkan atas pemeriksaan x-ray. Kebanyakan

dari kasus ini dideteksi lebih dari usia 6 tahun dan berlokasi pada kurvathorak kanan.

Pada kelompok umur ini, pravelensi kasus diantara perempuan dan laki – laki secara

merata.

2.2.6.3 Skoliosis idiopatik adolescent

Skoliosis idiopatik adolescent didiagnosa ketika kurva dilihat pada usia 10 tahun

dan skeletal yang matang. Bentuk dari thorak kanan dan thoracolumbal lebih

dominan. Perubahan bentuk kurva ini lebih banyak dideteksi pada kelompok umur

ini namun sudah terjadi sebelum umur 10 tahun, tetapi tidak terdeteksi hingga usia

menjelang dewasa. Delapan pulauh persen skoliosis dewasa terjadi pada perempuan,

dan kurva yang terbantuk cendrung ke kanan.

Skoliosis postural (non sruktural) pada umumnya disebabkan oleh kerena suatu

kebiasaan postur yang salah, bukan merupakan gangguan srtuktural anatomi secara

bawaan tetapi misalnya oleh kerena cara membawa tas berat yang salah dengan

memberikan beban pada satu sisi bahu, berdiri atau duduk dengan memberikan

tumpuan berat badan pada satu sisi tubuh (Siong, 2006).

Dari sisi struktural, penyebab skoliosis kerena kelainan bawaan dari lahir

ataupun yang didapat pada masa perkembangan tubuh, kelainan tersebut dapat

berasal dari kelainana tulang (osteopathic skoliosis) ataupun skoliosis yang tidak

19

diketahui penyebabnya (idiopathic skoliosis), kelainan pada otot (myopathic

skoliosis), ataupun skoliosis yang tidak diketahui penyebabnya (idiopathic skoliosis).

Skoliosis pada klasifikasi berdasarkan usia penderita, terdiri dari empat tipe

infantive, yaitu terjadi pada usia 0 hingga 3 tahun, tipe juvenile yaitu kelainan ini

muncul di antara usia 4 hingga 9 tahun dan tipe andolescent kelainan muncul

diantara usia 10 tahun hingga akhir masa partumbuhan tulang (16 – 17 tahun)

(Anonim, 2009).

Secara umum, skoliosis dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu reversibel

(dapat kembali) dan non reversibel (tak dapat kembali). Skoliosis reversibel bisa

disebabkan oleh sikap tubuh yang buruk, rasa sakit dan kejang otot di sekitar saraf

tulang belakang, rasa sakit akibat peradangan dan kanker tulang belakang. Infeksi

saluran pencernaan seperti usus buntu atau infeksi di sekitar ginjal juga dapat

menimbulkan skoliosis reversibel. Penyebab lainnya adalah panjang tungkai yang

berbeda. Dari seluruh kasus skoliosis, 85% di antaranya berupa non-reversibel yang

penyebabnya tidak dapat dideteksi. Jenis ini terbagi lagi dalam tiga kelompok yaitu

jenis infantil yang muncul pada bayi sejak lahir hingga usia 3 tahun, jenis juvenil

pada anak usia 4-9 tahun, dan jenis adolesent pada remaja usia 10 tahun hingga akhir

masa pertumbuhan (Sana, 2005).

Skoliosis yang disebabkan oleh kelainan bentuk tulang bisa bersifat bawaan,

misalnya bentuk tulang belakang yang tidak normal atau bisa juga merupakan bentuk

yang didapat, misalnya karena patah atau bergesernya tulang belakang. Selain itu,

skoliosis juga bisa disebabkan oleh kekurangan mineral atau kelainan pada dada

(Sana, 2005).

20

Keadaan ini paling sering terjadi di daerah thoracal dan dapat diakibatkan

kerusakan otot atau vertebra. Paralylis otot akibat osteomyelitis dapat menimbulkan

skoliosis hebat, demikian juga adanya hemivertebra kongenital. Sering skoliosis

bersifat kompensasi pada kaki yang pendek sebelah atau penyakit panggul

(Snell,1997). Sesorang dikatakan skoliosis apabila tulang belakang melengkung

kesatu sisi melebihi 10 derajat. Dari populasi skoliosis 50% penderita mengalami

masalah tulang belakang 20 derajat, melebihi 30 derajat dan 10% melebihi 40

derajat. Ada yang berpendapat bahwa skoliosis akan diperburuk oleh kerena suatu

kebiasaan yang salah antara lain cara membawa tas berat yang salah pada satu sisi

bahu, atau posisi duduk atau berdiri dan tumpuan pada satu sisi tubuh (Siong, 2006).

Untuk mengetahui adanya skoliosis dapat dilakukan beberapa pemeriksaan

antara lain dengan cara:

(1) Pasien berdiri tegak lurus dengan punggung terbuka, tali schit load (bandul)

dipasang tepat pada vertebra prominen (Anonim, 2009)

(2) Bahu anak tidak sama tinggi, penonjolan pada satu sisi dan tulang panggulya

menonjol pada satu sisi, biasanya lengkungan tulang belakang sudah mencapai 30

derajat (Kostuik, 1990). Pemeriksaan dilakukan di daerah belakang dan kelainan ini

lebih jelas terlihat jika penderita mendudukan badan kearah depan fleksi lumbal.

2.2.5 Prognosis skoliosis

Prognosis tergantung atas besarnya derajat kurva, deformitas dan maturitas da

derajat kurva yang ringan dengan skeletal yang sudah matur umumnya tidak

mengalami progresif (Rosadi,2008). Pada umumnya skoliosis tidak akan memburuk

dalam waktu yang singkat. Semakin muda usia munculnya skoliosis, semakin besar

21

kemungkinan menjadi lebih parah, sebab waktu perkembangan skoliosis juga

menjadi lebih lama. Semakin besar sudut, semakin besar skoliosis kemungkinan akan

memburuk (Safitri,2010). Adapun kondisi yang dapat memperburuk scoliosis adalah:

a. Kegemukan

Kelebihan berat badan dapat memperberat beban terhadap tulang belakang

disamping memengaruhi keberhasilan pemakaian brace dan latihan.

b. Usia

Semakin muda usia munculnya skoliosis, semakin besar kemungkinan gangguan

ini akan menjadi semakin parah jika tidak diperbaiki.

c. Sudut kurva

Semakin besar sudut, semakin besar kemungkinan akan mengalami perburukan

apabila tidak dilakukan tindakan.

d. Lokasi

Skoliosis di bagian tengah atau bawah tulang punggung lebih kecil kemungkinan

menjadi buruk ketimbang skoliosis di bagian atas karena beban berat badan di

bagian bawah lebih besar.

2.2.6 Deformitas skoliosis

Deformitas spinal sebagai bentuk yang berlawanan dengan derformitas vertebra

individual yang mempengaruhi bentuk punggung dan muncul sebagai kurva yang

abnormal, dalam bidang korona skoliosis atau bidang sagital, kifosis dan lordosis

(Apley, 1995).

Aktivitas otot yang minimal pada tulang belakang untuk mempertahan postur

yang tegak, tetapi apabila terjadi rileksasi pada otot maka kurva spinal menjadi

22

berlebih dan struktur pasif yang menyukong untuk mempertahankan postur tubuh.

Ketika tejadi pergerakan yang berlebih maka strain terjadi dengan plastisitas dan

reritribusi cairan dalam penyangga jaringan sehingga otot sangat peka untuk terjadi

cidera.

Kurva yang berlebih secara terus menerus akan menyebabkan gangguan postural

dengan ketidak seimbangan antara kekuatan otot dan fleksibilitas serta keterbatasan

jaringan lunak lainnya atau hipomobile. Secara alamiah otot akan dipertahankan

dalam posisiterulur sehingga otot menjadi melemah sehingga terjadi pergeseran dan

kurva lengtht tansion hal ini dikenal sebagai strech weaknes. Sedangkan otot – otot

yang dipertahankan dalam kondisi memendek secara habitual akan hilang

elastisitasnya (Kisner, 2007).

2.2.7 Komplikasi skoliosis

Skoliosis adalah penyakit 3 dimensi yang sangat komplek walaupun prinsipnya

berasal dari kurva ke arah lateral yang kemudian membuat vertebra berputar.

Perputaran vertebra merubah bentuk dan volume dari rongga thorak maupun rongga

abdominal. Sehingga berujung pada organ di dalamnya misalnya berkurangnya

system kerja kardiopulmonal, jantung, dan dapaat menimbulkan nyeri

(harjono,2006).

Skoliosis merupakan kelainan bentuk kurva tulang belakang. Bentuk tulang

belakang yang melengkung ke kiri ataupun ke kanan dengan tingkat derajad

kelengkungan besar akan mendesak organ-organ dalam tubuh. Akibatnya terjadi,

mempengaruhi sistem pencarnaan, pernapasan, jantung dan tentunya muscular

dengan manifestasinya berbagai macam, yaitu nyeri otot, spasme otot, kontraktur

23

otot, penurunan elasisitas otot, penurunan kekuatan otot dan penurunan lingkup

gerak sendi pada tulang belakang.

Skoliosis dengan derajat kurva tulang belakang yang basar dapat menyebabkan

gangguan fungsi kardiopulmonal yang disebabkan kompensasi dari ketidak normalan

tulang vertebra sehingga mempengaruhi bentuk costa. Akibat terus menerus

berkontraksi, sehingga akan mengkibatkan pemendekan jaringan, kontraktur,

komplikasi dari kontraksi otot terus menerus di satu sisi tubuh.

2.2.8 Diagnosis skoliosis

Perlu ditanyakan riwayat keluarga akan skoliosis atau suatu catatan mengenai

beberapa kelainan selama kehamilan atau persalinan, kejadian penting dalam

perkembangan harus dicatat. Pada kurva yang lebih besar kadang-kadang di sertai

dengan keluhan nyeri dan sesak nafas. Gambaran yang terlihat pada skoliosis adalah

manifestasi dari tiga dari deformitas, gambaran tersebut di akibatkan oleh kombinasi

deviasi lateral korpus vertebra dan dinding dada. Bila terjadi devisi lateral vertebra,

vertebra berotasi disekeliling sumbunya yang panjang. Lengkungan yang cembung

kekanan memperlihatkan berbagai derajat Rotasi, yang menyebabkan penonjolan iga

(rib hump).

Ada beberapa jenis pemeriksaan skoliosis diantaranya :

1. Test adam forward bending

Salah satu cara untuk mengetahui apakah skoliosis atau tidak adalah dengan

forward bending test. Karena pada posisi fleksi lumbal kedepan, deformitas rotasi

dapat diamati paling mudah, dan penonjolan iga atau penonjolan para lumbal dapat

dideteksi dengan komponen rotasinya. Pada umumnya, jika deviasi lateral vertebrata

24

meningkat, begitu juga deformitas rotasinya, tetapi hubungan ini tidak linier dan

banyak lengkung minor memperlihatkan rotasi yang nyata sedangkan beberapa

deformitas skoliotik sedang dan berat hanya memperlihatkan unsur rotasional yang

lebih ringan.

Gambar 2.2 Adam Forward Bending Test

(sumber : www.google.com)

2. Scoliometer (inclinometer)

Scoliometer (inclinometer) adalah sebuah alat untuk mengukur sudut kurva pada

tulang belakang pada procesus spinosus yang asimetris (Gordon,et.al, 2008). Cara

pengukuran dengan inclinometer dilakukan pada pasien dengan posisi membungkuk,

kemudian atur posisi pasien karena posisi ini akan berubah-ubah tergantung pada

lokasi kurvatura scoliosis, sebagai contoh kurva dibawah vertebra lumbal akan

membutuhkan posisi membungkuk lebih jauh dibanding kurvapada thorokal.

Kemudian letakkan inclinometer pada apeks kurva, biarkan inclinometer tanpa

25

ditekan, kemudian baca angka derajat kurva. Pada screening, pengukuran ini

signifikan apabila hasil yang diperoleh labih besar dari 5 derajat, hal ini biasanya

menunjukkan derajat adanya rib hump. Ini disebabkan karna adanya rotasi pada

daerah vertebra thorakal, dan ini juga dapat menunjukan kelengkungan vertebra.

Perlu dicatat hal ini hanya menunjukan adanya kelainan pada spine akan tetapi tidak

menunjukan tingkat keparahan dan deformitas tersebut.

Gambar 2.3 Pengukuran inclinometer

3). Skilot

Pemeriksaan lain yang di lakukan oleh fisioterpi adalah menggunakan skilot,

sejenis bandul panjang yang melewti kepala, badan, dan garis tengah gluteal.

Caranya orang yang akan di test dalam posisi berdiri dengan kaki terbuka. Kemudian

letakkna ujung tali yang bebas pada poe dan biarkan bandulnya jatuh melewati garis

26

tengah gluteal. Jika bandul tidak melewati garis tengah gluteal dengan penyimpangan

kira – kira lebih dari 10 derajat, maka memungkunan terjadi scoliosis.

4). Pemeriksaan radiologi

X-Ray Proyeksi Foto polos harus diambil dengan posterior dan lateral penuh

terhadap tulang belakang dan krista iliaka dengan posisi tegak, untuk menilai derajat

kurva dengan metode Cobb dan menilai maturitas skeletal dengan metode Risser.

Kurva strutural akan memperlihatkan rotasi vertebrata pada proyeksi posterior-

anterior, vertebrata yang mengarah ke puncak prosessus spinosus menyimpang

kegaris tengah pada ujung atas dan bawah kurva diidentifikasi sewaktu tingkat

simetri vertebrata diperoleh kembali.

Cobb Angel di ukur dengan menggambar garis tegak lurus dari

batas superior dari vertebra paling atas pada lengkungan dan garis tegang lurus dari

akhir inferior vertebra paling bawah. Perpotongan kedua garis ini membentuk suatu

sudut yang diukur.

2.3 Vertebra

Vertebra atau dikenal dengan tulang punggung yang merupakan tulang yang tak

beraturan yang membentuk punggung serta mudah digerakkan dan merupakan pilar

utama tubuh yang berfungsi melindungi medulla spinalis dan menunjang berat kepal

tubuh serta batang tubuh, yang di teruskan ke tulang – tulang paha dan tungkai yang

mana membutuhkan vertebra sebagai stabilisator dan inisator gerak.

2.2.1 Anatomi vertebra

Tulang merupakan alat penggerak pasif dan dapat memberi bentuk tubuh.

Tulang belakang salah satu fungsinya adalah melindungi medulla spinalis dan

27

menunjang berat kepala serta batang tubuh, yang diteruskanya ke tulang–tulang paha

dan tungkai bawah serta penyangga dan peredam kejut gerak bawah selalu

memerlukan dukungan tulang belakang sebagai stabilisator maupun insiator gerak.

Terdapat 33 tulang , 24 tulang saling bersendi membentuk collumna yang fleksibel

dengan bentuk yang tidak beraturan pada tulang belakang. Masing–masing di

pisahkan oleh diskus intervertebralis. Seluruh diskus menyusun seperempat panjang

columna vetrebrae yang di kelompokan sebagai berikut ; 7 buah os cervicalis, 12

buah os thoracal, 5 buah os lumbal,1 buah (penyatuan 5 buah ) os Sacralis, dan 1

buah (penyatuan 3-5 buah) os coccygeus.

Dua vertebra cervicalis pertama digunakan untuk kepala melakukan rotasi, lima

vertebralis sisannya tempat melekatnya otot – otot yang menjaga kepala untuk tetap

tegak. Dua belas vertebra thoracalis menjadi tempat perlekatan bagian costa. Badan

(corpus) kelima vertebra lumbalis lebih besar karena strukturnya harus menyangga

berat tubuh. Lima tulang sacrum dan coccygeus menyatu untuk menbentuk dua

satuan yang terpisah. Seperti yang telihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.4 Columna Vertebralis (www.geocities.ws)

28

Fungsi tulang vertebra mempunyai tiga fungsi :

a. Fungsi statik, untuk menjaga beban dan postur tubuh.

b. Fungsi dinamis atau pergerakan untuk sendi faset dan diskus intervertebralis.

c. Fungsi protektif terhadap medula spinalis dan akar saraf tepi atau nervi spinalis

(Harsono, 2001).

Unit fungsional tulang belakang dibagi dalam dua segmen yaitu : segmen

anterior dan segmen posterior. Segmen anterior berfungsi sebagai penahan berat

badan dan meredam gerakan, terdiri dari korpus vertebra yang dihubungkan satu

dengan lain oleh diskus intervertebralis yang berfungsi sebagai peredam kejut (shock

absorber). Diskus intervertebralis bagian sentral disebut nucleus pulposus dan

segmen bagian depan tersebut diperkuat oleh beberapa ligamentum longitudinale

anterior yang melekat pada korpus vertebra dan annulus fibrosis. Segmen posterior

yang terdiri dari arkus vertebra, procesus tranversus, procesus spinalis, facet, sendi

superior, inferior dengan beberapa ligamen yang berfungsi sebagai pelindung organ

dan penentu arah gerakan (Sudaryanto, 2012).

Pada fasies lateralis, akan terlihat lengkungan di regio cervicalis, thoracalis,

lumbalis dan pelvic. Lengkungan di cervicalis, convex ke arah ventral yang di awali

dengan avinces dentis sampai kepertengahan dan vertebrae thoracica paling

menonjol ke arah dorsal dan processus spinosus vertebrat thoracal VII. Di regio

lumbalis convex ke arah ventral yang di mulai dengan thoracal XII dan berakhir

diangulus sacrovertebralis. Sedangkan di regio pelvic, concavitas lebih kearah caudal

dan ventral yang di mulai dari articulatio sacrovertebrale dan berakhir di ujung os

coccygis.

29

Tulang belakang didukung oleh otot–otot penunjang agar tetap tegak, yaitu dari

punggung, perut, pinggang dan tungkai yang kuat dan fleksibel. Semua otot ini

berfungsi sebagai penahan agar tulang belakang dan diskus tetap dalam posisi

normal. Tulang belakang digerakan oleh banyak otot, sebagai besar melekat pada

vertebra, sementara yang lain seperti musculus Strnocleidomastodeus dan otot

dinding perut melekat pada kranium atau fascia. Diamati dari ventral, colum vertebra

juga mempunyai lekukan ke arah lateral yang disebut skoliosis. Lengkungan ini

mungkin disebabkan oleh pengaruh aktifitas otot. Anggota sebelah kanan aktif dari

pada yang kiri sehingga lengkungan ke lateral lebih condong ke arah kanan kecuali

pada orang kidal.

Otot-otot spine terdiri atas otot-otot intrinsik dan ekstrinsik dengan fungsi utama

sebagai stabilisator, disamping sebagai penggerak. Pada bagian depan regio cervical

terdapat m. rectus capitis anterior, m. rectus capitis lateralis, m. longus capitis, m.

longus colli dan 8 buah otot hyoideus. Pada abdominal terdapat m. rectus abdominis,

m. obliquus externus dan internus.

Bagian belakang regio cervical terdapat m. splenius capitis, m. splenius cervicis

sebagai ekstensor utama. Pada toracalis dan lumbal terdapat m. thoracalis posterior,

m. sacrospinalis, m. semispinalis, m. spinalis, m. longissimus dan m. iliocostalis, dan

otot-otot spinalis dalam m. multifidi, m. rotatores, m. interspinalis, m.

intertransversarii, m. levatores costarum.

Bagian lateral daerah cervical terdapat m. sternocleidomastoideus, m. levator

scapulae, dan m. scalenus anterior, posterior dan medius. Pada lumbal terdapat m.

30

quadratus lumborum dan psoas mayor. Untuk lebih jelas lihat pada gambar dibawah

ini

Gambar 2.5 Otot – otot punggung (Sobbota, 2009)

31

Struktur ligamen-ligamen yang memperkuat vertebra adalah :

a. Ligamen longitudinal anterior

Ligamen ini melekat dari basis occiput ke sacrum pada bagian anterior vertebra.

Ligamen longitudinal anterior merupakan ligamen yang tebal dan kuat, dan berperan

sebagai stabilisator pasif saat gerakan ekstensi.

b. Ligamen longitudinal posterior

Ligamen ini melekat dari basis occiput ke canalis sacral pada bagian posterior

vertebra tetapi pada regio lumbal, ligamen longitudinal posterior mulai menyempit

dan semakin sempit pada lumbosacral sehingga ligamen ini lebih lemah daripada

ligamen longitudinal anterior, dan diskus intervertebralis lumbal pada bagian

posterolateral tidak terlindungi oleh ligamen longitudinal posterior. Ligamen ini

sangat sensitif karena banyak mengandung serabut saraf afferent nyeri (A delta dan

tipe C) dan memiliki sirkulasi darah yang banyak.

c. Ligamen flavum

Ligamen ini sangat elastis dan melekat pada arcus vertebra tepatnya pada setiap

lamina vertebra. Ke arah anterior dan lateral, ligamen ini menutup capsular dan

ligamen anteriomedial sendi facet. Ligamen ini mengandung lebih banyak serabut

elastin daripada serabut kolagen dibandingkan dengan ligamen-ligamen lainnya pada

vertebra.

d. Ligamen interspinosus

Ligamen ini sangat kuat yang melekat pada setiap processus spinosus dan

memanjang kearah posterior dengan ligamen supraspinosus.

32

e. Ligamen supraspinosus

Ligamen ini melekat pada setiap ujung processus spinosus. Ligamen ini

menonjol secara meluas pada regio cervical, dimana dikenal sebagai ligamen nuchae

atau ligamen neck. Pada regio lumbal, ligamen ini kurang jelas karena menyatu

dengan serabut insersio otot lumbodorsal. Bersama dengan ligamen longitudinal

posterior, ligamen flavum, dan ligamen interspinosus bekerja sebagai stabilisator

pasif pada gerakan fleksi.

f. Ligamen intertransversal

Ligamen ini melekat pada tuberculum asesori dari processus transversus dan

berkembang baik pada regio lumbal. Ligamen ini berperan sebagai stabilisator pasif

pada gerakan lateral fleksi.

Tulang belakang disambung ke depan oleh tulang rangka. Di dalam rangka

terdapat organ-organ dalam kehidupan manusia. Seperti halnya paru-paru. Tulang

belakang disambung ke depan oleh tulang rangka. Di dalam tulang rangka terdapat

organ-organ dalam kehidupan manusia. Seperti halnya paru-paru, jantung, ginjal,

hati. Tulang rangka berfungsi untuk melindungi organ-organ dalam tubuh dari

benturan yang keras atau traumatik yang mungkin terjadi. Pada tulang dada, otot

pernapasan otot-otot abdominal. Otot-otot abdominal mempunyai peran penting

dalam memposisikan tubuh menjadi tegak.

Penekanan pada sisi konkaf oleh gravitasi yang asimetris dan pemendekan

jaringan lunak menekan efifisis pada sisi tersebut sehingga pada sisi tersebut

pertumbuhan terhambat dan mengakibatkan perubahan struktur tulang, seperti

terjadinya korpus vertebra yang berbentuk wedge dan lainya. Rotasi terjadi oleh

33

kerena pada sisi konkaf struktur–struktur berhempitan dan mendorong rotasi kearah

konvek, dimana hal ini sesuai dengan prinsip pembengkokan pada multi segmen.

Oleh karena sesuatu yang bengkok mudah bertambah, maka akan terjadi skoliosis.

Meskipun pertumbuhan telah berhenti kurva akan bertambah oleh gravitasi, berat

diatas level skoliosis dan oleh bowstring effect otot-otot lumbal yang melebihi sudut

35 derajat dan skoliosis torakal dengan sudut melebihi 40-50 derajat (Satyanegara,

1998).

Bagian tengah ruas tulang belakang terdapat suatu saluran yang disebut saluran

sumsum tulang belakang (canalis medula spinalis) dan di dalamnya terdapat

sumsum tulang belakang. Fungsi dari tulang belakang adalah menahan kepala dan

alat – alat tubuh lainnya, melindungi alat halus yang ada didalamnya (sumsum tulang

belakang) tempatnya melekatnya tulang iga dan tulang panggul serta menentukan

sikap tubuh.

Saat janin, columna vertebralis dan medulla spinalis memiliki panjang yang

sama. Namun karena columna vertebralis tumbuh lebih cepat dari medulla spinalis

ujung bawah. Medulla spinalis perlahan – lahan akan semakin tinggi, setinggi L3

saat lahir dan setinggi batas bawah L1 orang dewasa. Dengan alasan ini juga radiks

nervus anterior dan posterior menjadi semakin dari atas ke bawah sehingga radiks

sacralis dan lumbalis membentuk gumpalan kauda ekuina yang mengisi bagian

bawah kanalis spinalis. Ganglia radiks posterior mengisi voramina intervertebralis

sehingga radiks tidak menyatu sampai di titik ini. Medulla spinalis berakhir sebagai

fillum terminale. Suatu lembaran fibrosa tipis yang merupaka bagian dari kauda

ekuina. Medulla spinalis memiliki dua pembersaran pada regio sacralis dan lumbalis,

34

sesuai dengan regio saraf – saraf pleksus eksteremitas. Dengan alasan inilah kanalis

vertebralis lebih besar di regio ini, dan merupakan regio dengam mobilitas terbesar.

Fungsi dari medula spinalis adalah pusat gerakan otot-otot tubuh terbesar dari

kornu motorik atau kornu ventralis, mengurus reflek-reflek spinalis serta reflek-

reflek lutut, menghantarkan ransangan koordinasi dari otot dan sendi ke cerebelum

sebagai penghubung antar segmen medula spinalis, mengadakan komunikasi antar

otak dengan semua bagian tubuh. Medula spinalis secara kasar berbentuk silindris.

Pada bagian atas mulai pada foramen magnum tengkorak, berlanjut ke medula

oblongata otak dan pada orang dewasa berakhir setinggi batas bawah vertebra

lumbalis ketiga. Medula spinalis dilindungi oleh tiga meningen yaitu duramater,

arachnoideamater, filamen dan juga dilindungi oleh cairan cerebro spinalis

(Satyanegara,1998).

Penyebaran semua saraf medula spinalis dimulai dari torakal satu sampai ketiga

mempunyai cabang-cabang saraf yang akan keluar membentuk pleksus dan ini akan

membentuk saraf tepi yang terdiri dari:

a. Pleksus servikalis

Suatu bagian yang dibentuk oleh cabang-cabang saraf servikalis anterior.

Cabang ini berkerja sama dengan saraf vagus dan nervus assesoris. Untuk otot leher

dan bahu. Saraf frenik pada diafragma.

b. Pleksus brakhialis

Suatu bagian yang dibentuk oleh persatuan cabang-cabang anterior dari saraf

servikal empat dan torakal satu. Sarap terpenting nervus medianus yaitu nervus

35

ulnaris radialis dan mempersarafi anggota gerak atas yaitu sensasi tangan dan fleksi

jari – jari.

c. Pleksus lumbalis

Dibuat oleh serabut saraf dan torakal dua belas. Saraf terbesar yaitu nervus

femoralis dan nervus obturatoir. Untuk otot – otot tungkai bawah dan dinding

abdomen bawah.

d. Pleksus sakralis

Dibentuk oleh saraf dari lumbal dan sakral, saraf skiatik yang merupakan saraf

terbesar keluar mempersarafi otot anggota gerak bawah setinggi vertebra lumbal satu

yang dikelingi dan dilindungi oleh tulang belakang.

2.2.2. Biomekanika vertebra

Pergerakan columna vertebralis pada tulang sakrum diangggap sebagai tempat

yang tidak bergerak atau dianggap sebagai titik tetapnya. Gerakan yang terjadi

masing-masing vertebra ditentukan oleh bentuk permukaan persendian, ligamen-

ligamen disekeliling persendian dan juga ditentukan oleh otot-otot yeng

menggerakan persendian terebut. Meskipun gerakan pada tiap-tiap vertebra yang

berbatasan sangat sedikit, tetapi gerak keseluruhan dari columna vertebralis

mempunyai jarak gerak sendi yang sangat luas. Karena terdapat perbedaan struktural

dan adanya sejumlah costa, maka besarnya gerakan yang dihasilkan juga beragam

antara vertebra yang berdekatan pada regio cervical, thoracal, dan lumbal.

Pada setiap regio, dua vertebra yang berdekatan dan jaringan lunak antara kedua

vertebra tersebut dikenal dengan segmen gerak (Segmen Junghan’s). Segmen gerak

tersebut merupakan unit fungsional dari spine (vertebra). Setiap segmen gerak terdiri

36

atas tiga sendi. Corpus vertebra terpisah oleh adanya diskus intervertebralis yang

membentuk tipe symphysis dari amphiarthrosis. Facet joint kiri dan kanan antara

processus artikular superior dan inferior adalah tipe plane/glide joint dari diarthroses

yang dilapisi oleh cartilago sendi.

Lebih jelasnya, unit fungsional dari columna vertebralis terdiri dari anterior

pillar dan posterior pillar. Anterior pillar dibentuk oleh corpus vertebra dan diskus

intervertebralis yang merupakan bagian hidraulik, weight bearing, dan shock

absorbing. Posterior pillar dibentuk oleh processus artikular dan facet joint, yang

merupakan mekanisme slide untuk gerakan. Juga dibentuk oleh 2 arcus vertebra, 2

processus transversus, dan processus spinosus.

a. 1. Anterior Pillar

Corpus vertebra pada regio cervical lebih kecil daripada vertebra thoracal dan

lumbal. Secara progresif, corpus vertebra semakin besar ke bawah dari regio cervical

sampai regio lumbal. Pada regio lumbal, corpus vertebranya besar dan lebih tebal

daripada regio diatasnya. Hal ini sesuai dengan tujuan fungsional, bahwa pada saat

posisi tubuh tegak maka setiap vertebra harus menopang semua berat trunk, lengan

dan kepala sehingga area permukaan vertebra lumbal yang luas/besar akan

mengurangi besarnya stress yang terjadi.

Diskus intervertebralis merupakan fibrocartilago kompleks yang membentuk

articulatio antara corpus vertebra, dikenal sebagai symphisis joint. Diskus

intervertebralis pada orang dewasa memberikan kontribusi sekitar ¼ dari tinggi

spine. Diskus intervertebralis merupakan salah satu komponen three-joint kompleks

antara 2 vertebra yang berdekatan dan makin ke caudal makin tebal. Diskus

37

intervertebralis mulai ada pada segmen C2-C3 sampai segmen L5-S1. Peran diskus

intervertebralis adalah memberikan penyatuan yang sangat kuat, derajat fiksasi

intervertebralis yang penting untuk aksi yang efektif dan proteksi alignment dari

canal neural. Diskus juga dapat memungkinkan gerak yang luas pada vertebra. Setiap

diskus terdiri atas 2 komponen yaitu:

a. Nukleus pulposus merupakan substansia gelatinosa yang berbentuk jelly

transparan, mengandung 90% air, dan sisanya adalah collagen dan

proteoglycans yang merupakan unsur-unsur khusus yang bersifat mengikat atau

menarik air. Nukleus pulposus merupakan hidrophilic yang sangat kuat & secara

kimiawi di susun oleh matriks mucopolysaccharida yang mengandung ikatan

protein, chondroitin sulfat, hyaluronic acid dan keratin sulfat. Nukleus pulposus

tidak mempunyai pembuluh darah dan saraf. Nukleus pulposus mempunyai

kandungan cairan yang sangat tinggi maka dia dapat menahan beban kompresi

serta berfungsi untuk mentransmisikan beberapa gaya ke annulus & sebagai

shock absorber.

b. Annulus fibrosus tersusun oleh sekitar 90 serabut konsentrik jaringan collagen

yang nampak menyilang satu sama lainnya secara oblique dan menjadi lebih

oblique kearah sentral. Karena serabutnya saling menyilang secara vertikal

sekitar 30o satu sama lainnya maka struktur ini lebih sensitif pada strain rotasi

daripada beban kompresi, tension, dan shear. Orientasi serabutnya juga

memberikan kekuatan tension ketika vertebra mengalami beban kompressi,

twisting, atau pembengkokan sehingga membantu mengendalikan gerakan

vertebra yang beragam. Serabut-serabutnya sangat penting dalam fungsi

38

mekanikal dari diskus intervertebralis, memperlihatkan suatu perubahan

organisasi dan orientasi saat pembebanan pada diskus dan saat degenerasi

diskus. Susunan serabutnya yang kuat melindungi nukleus di dalamnya dan

mencegah terjadinya prolapsus nukleus. Secara mekanis, annulus fibrosus

berperan sebagai coiled spring (gulungan pegas) terhadap beban tension dengan

mempertahankan corpus vertebra secara bersamaan melawan tahanan dari

nukleus pulposus yang bekerja seperti bola.

Diskus intervertebralis memiliki nukleus pulposus yang berbentuk bulat ibarat

bola yang terletak antara 2 papan, sehingga memiliki 6 derajat gerak yaitu :

a) Tilting depan-belakang pada bidang sagital sebagai fleksi – ekstensi,

b) Giding ke depan-belakang pada bidang sagital sebagai anterior dan posterior

glide,

c) Tilting ke samping kanan-kiri dalam bidang frontal sebagai fleksi lateral kanan-

kiri,

d) Gliding ke samping kanan-kiri dalam bidang frontal sebagai gerak geser kanan-

kiri,

e) Rotasi kanan-kiri dalam bidang frontal sebagai rotasi kanan-kiri,

f) Gliding sumbu lingitudinal sebagai traksi-komresi.

Cartilaginous end-plate menutup nukleus pulposus kearah superior dan inferior,

terletak antara nukleus dan corpus vertebra. Setiap cartilaginous dikelilingi oleh

cincin apophyseal dari masing-masing corpus vertebra. Serabut-serabut collagen dari

lapisan dalam annulus fibrosus berinsersio didalam cartilaginous end-plate dan

membentuk sudut kearah sentral, sehingga membentuk kapsul pada nukleus

39

pulposus. Nutrisi akan berdifusi dari sumsum corpus vertebra ke diskus melalui

cartilaginous end-plate.

2. Posterior Pillar

Bagian posterior pillar yang paling penting adalah facet joint (sendi facet) yang

dibentuk oleh processus artikularis superior vertebra bawah dan processus artikularis

inferior vertebra atas. Sendi facet termasuk dalam non-axial diarthrodial joint. Setiap

sendi facet mempunyai cavitas articular dan terbungkus oleh sebuah kapsul.

Gerakan yang terjadi pada sendi facet adalah gliding (gerak geser), menekuk dan

rotasi sehingga memungkinkan terjadi gerak tertentu yang lebih dominan pada

segmen tertentu. Fungsi mekanis sendi facet adalah mengarahkan gerakan. Besarnya

gerakan pada setiap vertebra sangat ditentukan oleh arah permukaan facet articular.

Arah facet pada cervical dalam bidang transversal, pada thoracal dalam bidang

frontal, dan pada lumbal dalam bidang sagital.

Sendi facet dan diskus memberikan sekitar 80% kemampuan spine untuk

menahan gaya rotasi torsion dan shear, dimana ½-nya diberikan oleh sendi facet.

Sendi facet juga menopang sekitar 30% beban kompresi pada spine, terutama pada

saat spine hiperekstensi. Gaya kontak yang paling besar terjadi pada sendi facet L5-

S1.

Struktur lainnya pada bagian posterior adalah canalis spinalis yang berisi spinal

cord, foramen intervertebralis yang merupakan tempat keluarnya radiks (akar) saraf

vertebra, costovertebral dan costotransversal pada regio thoracal, processus spinosus.

Untuk lebih jelas lihat gambar di bawah ini :

40

Gambar 2.6 Struktur Vertebra (Sudaryanto, 2012)

2.4 Latihan Pada Skoliosis

2.4.1 Swiss ball exercise

Stability/fleksibility ball exercise atau disebut juga swiss ball exercise adalah

sebuah bola yang sangat besar, di pompa dan terbuat dari karet. Swiss ball exercise

ini ditemukan di Italia pada tahun 1960 yang di gunakan untuk menstabilkan otot

yang tidak stabil menjadi lebih stabil karena dengan bola yang terbuat dari karet ini

akan mengatifkan otot yang sudah lama tidak melakukan fungsinya menjadi

teraktifasi kembali.

Swiss ball exercise tidak hanya di gunakan sebagai treatment tetapi juga untuk

mempertahankan kondisi tubuh. Latihan ini sangat mudah, aman dan menarik di

gunakan dan dapat di gunakan oleh semua jenjang usia, laki – laki maupun

perempuan. Latihan dengan bola ini tanpa membutuhkan ruangan yang besar dan

41

ruangan khusus. Hanya saja pada orang yang lanjut usia yang mengalami cidera dan

wanita hamil harus lebih berhati – hati harus dengan pengawasan atau instruktur

karna beresiko untuk jatuh. Swiss ball exercise dapat dilakukan dirumah atau pada

gymnastic class. swiss ball exercise dapat di berikan pada pasien skoliosis.

Penelitian yang di lakukan oleh Waiss (1994) menyatakan latihan dengan

menggunakan bola dapat memperendah progresifitas sebesar 6 derajat sekitar 25%

dari 181 pasien, peningkatan stabilitas 57 persen dan dapat menurunkan derajat

kurva skoliosis sebesar dengan 6 derajat sekitar 18% dengan treatment selama 4 – 6

minggu (Carriere, 1998).

Swiss ball exercise adalah latihan yang menggunakan stabilitas pada bola. Pada

saat latihan dengan bola diperlukan keseimbangan dan koordinasi yang dapat dilatih

secara bersamaan dengan kekuatan dan stabilitas. Sehingga pasien skoliosis yang

memiliki kelengkungan kurva yang mengakibatkan otot, tulang dan sendi di daerah

kelengkungan tersebut menjadi tidak stabil sehingga punggung menjadi asimetris.

Pada saat latihan dengan menggunakan bola stabilisasi tulang belakang berpindah

ke bola sehingga otot menjadi lebih rilek dan dengan mudah untuk kembali ke

posisinya dan ikuti dengan oleh pergerakan tulang.

Latihan dengan menggunakan bola dapat meningkatkan keseimbangan statis

maupun dinamis, keseimbangan statis dapat meningkatkan proprioseptive dan dapat

meningkatkan fungsional (Browne, 2006).

Latihan ini baik di gunakan apabila tubuh dalam keadan tidak stabil sehingga

swiss ball exercise dapat mengatifkan otot-otot sesuai dengan fungsinya seperti otot

abdominal dan otot intervertebralis. Swiss ball exercise tanpa menggunakan latihan

42

pembebanan tetapi menggunakan anggota gerak atas dan anggota gerak bawah pada

waktu yang bersamaan.

Dengan demikian swis ball exercise berarti latihan yang bertujuan untuk

keseimbangan dan memiliki efek positif terhadap tubuh dapat meningkatkan

kekuatan dan daya tahan otot. Sehingga latihan ini akan menambah fleksibilitas,

menambah stabilitas sendi dan koordinasi serta meningkatkan propioceptive.

Gerakan – gerakan yang dilakukan untuk swiss ball exercise adalah :

a. Sit up / stability ball cruch

Responden tidur terlentang dengan punggung di sangga bola dengan hip lurus

dan knee fleksi 90 derajat. Kedua tangan menyangga kepala. Lakukan gerakan

dengan mengangkat kepala dan punggung.pada saat melakukan gerakan naik turun

tetap melakukan melakukan koreksi aktif pada tulang belakang. Gerakan ini

dilakukan selama 8 detik.

Gambar 2.7 Stability ball Cruch

(sumber : www.google.com)

43

b. Rear lateral raises

Responden duduk di atas bola dengan ke dua kaki di depan dan knee fleksi 90

derajat dan di buka lebar. Angkat kedua tangan ke atas dan turunkan sampai jari –

jari menyentuh lantai dan di berikan korensi aktif pada tulang belakang untuk tetap

dalam keadaan lurus, dan kepala berada di kedua tangan. Gerakan ini dilakukan

selama 8 detik.

Gambar 2.8 Rear lateral raises

(sumber : www.google.com)

c. One arm arw

Responden duduk dilantai dengan bersandarkan bola disisi lateral kemudian

tangan yang satu berada di atas bola dan yang satu diangkat ke atas. Lakukan koreksi

postur yaitu dengan tulang belakang tetap dalam keadaan lurus. Kemudian dengan

menarik nafas dalam tangan yang disangga bola menggapai lantai dan lakukan

pernapasan seperti biasa dan pada saat turun di usakan saat menghembus nafas.

Gerakan ini dilakukan selama 8 detik.

44

Gambar 2.9 one arm arw

(sumber : www.google.com)

d. Prone ball roll

Responden seperti posisi merakangkak dengan tangan disangga bola lakuakan

koreksi postur tulang belakang yaitu dengan tulang belakang dalam kedaan lurus.

Kemudian lakukan gerakan dengan menggerakkan bola ke arah depan.

Gambar 2.10 Prone ball roll

(sumber : www.google.com)

45

e. Back extention

Responden posisi terlungkup dengan perut di sangga oleh bola jari–jari kaki

menyentuh lantai. Kedua tangan di letakkan di leher. Lakuakn koresi postur tulang

belakang yaitu dengan tulang belakang dalam keadaan lurus. Kemudian kepala

diangkat dan kaki di luruskan tetap masih menyentuh lantai. Pandangan lurus

kedepan. Gerakan ini dilakukan selama 8 detik.

Gambar 2. 11 Back extention

(sumber : www.google.com)

f. Arm and leg extention

Responden masih dalam posisi terlungkup dengan perut disangga oleh bola dan

jari – jari tangan dan kaki menyentuh bola. Lakukan koreksi tulang belakang yaitu

dengan memposisi tulang belakang tetap dalam keadaan lurus. kemudian angkat

tangan kiri dan kanan secara bersamaan kemudian ulangi gerakan dengan sisi yang

berbeda. Gerakan ini dilakukan selama 8 detik.

46

Gambar 2. 12 Arm and leg extention

(sumber : www.google.com)

g. Supine hip extention

Pasien di minta untuk tidur terlentang di lantai dengan kaki diletakkan di atas

bola. Lakukan koreksi pada tulang belakang dengan memposisikan tulang belakang

dalam keadaan lurus. kemudian mengakat badan dengan tangan masih menempel di

latai. Kemudian angkat salah satu kaki secara bergantian. Gerakan ini dilakukan

selama 8 detik.

Gambar 2.13 Supine hip extention

(sumber : www.google.com)

47

Tujuan dari swiss ball exercise pada skoliosis idiopatik adalah :

a) Stabilitas tulang belakang tertama untuk pengutan otot dam mengembaliakan

otot pada tempatnya

b) Mencapai kesadaran tubuh yang mana memberikan koreksi karena kesalahan

postur dan kebiasaan

c) Menambah mobilitas pada tulang belakang dan ekstremitas.

d) Menambah keseimbangan.

Tabel 2.1

Pengulangan dan set swiss ball exercise

(sumber : Seo et al, 2012)

Minggu

1-3 4-6 6-9 10-12

a. Situps/ stability ball crunch 3x3 3x4 4x5 5x5

b. Rear lateral reise 3x3 3x4 4x5 5x5

c. One arm arw 3x3 3x4 4x5 5x5

d. Prone ball roll 3x3 3x4 4x5 5x5

e. Back extension 3x3 3x4 4x5 5x5

f. Leg drop 3x3 3x4 4x5 5x5

g. Supine hip extention 3x3 3x4 4x5 5x5

2.4.2 Klapp exercise

Suatu teknik yang sudah lama digunakan yang bertujuan untuk memperkuat

otot – otot tulang belakang dengan posisi seperti kucing (posisi merngka) atau

binatang kaki empat. Metode ini telah dirancang pada tahun 1940 oleh Rodoph

Klapp yang menyebutkan binatang berkaki empat tidak mengalami skoliosis

berbeda dengan manusia yang menopang berat tubuh hanya pada kedua kakinya

(Ferreira, 2001).

Pada klapp exercise merupakan salah satu motor learning teknik. Untuk

membuat otot menjadi lebih kuat yaitu dengan memperkuat rangsangan pada

serabut otot secara efektif. dan serabut otot dapat di aktivasi secara keseluruhan,

48

(Browne, 2006). Klapp exercise masih sering di lakukan dengan tujuan stabilitas

dan simetris tetapi pada laihan klaap exercise memberikan penekanan pada tulang

belang sehingga pada pasien scolosis perlu dilakukan latihan isometrik

(Carriere,et.al, 1998)

Sebelum melakukan klaap exercise pasien di minta untuk melakukan relaksasi

pada sebelum melakuan latihan sehingga pada saat latihan inti di mulai tidak ada

ketegang dan keraguan saat melakukan gerakan. Pada saat melakukan gerakkan inti

dilakukan sesuai dengan kemampuan pasien. Ada tujuh latihan yang di lakukan

dengan metode klaap :

a. Crawl posture near the ground

Responden dalam posisi merangkak dengan support elbow 90 derajat dan tangan

menempel dilantai, kepala tegak lurus kedepan hip dan knee 90 fleksi derajat

sehingga posisi torakal hiperkyposis, kemudian kontraksikan otot abdomen dan otot

vertebra.

Gambar 2.14 Crawl posture near the ground

(Sumber : Lunes, 2010)

b. Horizontal slidding

49

Responden dalam posisi merangkak dengan hip dan knee fleksi 90 derajat dan

dalam posisi ini responden diminta untuk meluruskan tangan dengan menyentuh

lantai dan sejauh mungkin tanpa elbow menyentuh lantai. Dan posisi kepala tegak

lurus diantara kedua tangan.

Gambar 2.15 Horizontal slidding

(Sumber : Lunes, 2010)

c. Lateral sliding

Responden di minta untuk dalam posisi yang sama seperti horizontal sliding ke

arah samping pada sisi yang punggung yang lebuh tinggi (convex).

50

Gambar 2.16 Lateral Sliding

(Sumber : Lunes, 2010)

d. Lateral crawl

Responden dalam posisi merangkak satu tangan ke arah medial (kearah dada)

dan posisi lutut yang ipsilateral dengan tangandan sedikit maju dan kepala lateral

rotasi pada arah yang sama. Di lakukan pada sisi punggung yang lebih rendah.

Gambar 2.17 Lateral crawl

(Sumber : Lunes, 2010)

e. Big arch

Responden dalam posisi merangkak seperti lateral crawling tetapi pada anggota

gerak yang belawanan di luruskan dengan posisi kepala tetap pada lateral rotasi pada

arah seperti lateral crawl.

51

Gambar 2.18 Big arch

(Sumber : Lunes, 2010)

f. Arm turn

Respoden di posisikan merangkak tangan dan kaki yang ipsilateral pada

punggung yang tinggi dengan melakukan ekstensi elbow dan abduksi shoulder 90

derajat.

Gambar 2.19 Arm turn

(Sumber : Lunes, 2010)

g. Big curva

52

Latihan terakhir ini pasien di minta untuk tetap posisi merangkak tangan dan

kaki yang ipsilateral diangkat secara bersamaan dan tegak lurus.

Gambar 2.20 Big curve

(Sumber : Lunes, 2010)

Tabel 2.2

pengulangan dan set klapp exercise

(Sumber : Lunes, 2010)

Minggu

1-3 4-6 6-9 10-12

1. Crawl posture near the ground 3x3 3x4 4x5 5x5

2. Horizontal sliding 3x3 3x4 4x5 5x5

3. Lateral sliding 3x3 3x4 4x5 5x5

4. Lateral crawling 3x3 3x4 4x5 5x5

5. Big arch 3x3 3x4 4x5 5x5

6. Arm turn 3x3 33x4 4x5 5x5

7. Big Curva 3x3 3x4 4x5 5x5

2.4.3 Koreksi Postur

53

Postur tubuh yang baik bukan sekedar membuat punggung tetap tegak,

melainkan mengetahui bagaimana mengetahui bentuk tubuh yang tepat (dari kepala,

bahu, pinggul, hingga lutut) sehingga kita bisa memperbaikinya ketika tubuh

mulai keluar jalur.

Struktur tubuh dan fungsinya akan berkeja dengan baik membutuhkan suatu

postur yang baik juga. Postur dapat di pengaruhi oleh kebiasaan yang salah sehingga

terjadi ketidakseimbangan.

Prinsip koreksi postur menurut Bialex and Hanggo (2010) yaitu :

a. Memberikan pemahan kepada anak tentang kelainan tulang belakang yang

dialaminya. Dengan memberikan koreksi skoliosis ke arah yang benar

b. Merileksasikan struktur otot dengan cara memberikan koreksi agar tidak terjadi

peningkatan pada kurva skoliosis

c. Meningkatkan stabilitas lumbar-sacral

d. Merelaksasikan ketengan otot pada puncak skoliosis dengan koreksi postur agar

skoliosis bergeser ke arah anatomis

e. Membiasakan tubuh dalam posisi tulang belakang yang benar dengan

menstabilkan dan melihara koreksi postur pada kurva skoliosis

f. Memfasilitasi koreksi postur dengan breathing exercise

g. Membiasakan tubuh pada posisi yang benar yaitu mensimetriskan posisi kepala,

bahu kanan-kiri, scapula kanan-kiri, segitiga pinggang dan panggul- duduk ,

berjalan dan aktivitas sehari – hari.

h. Latihan keseimbangan dan peningkatan koordinasi neuromuscular.

54

BAB III

KERANGKA BERFIKIR, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Berfikir

Berdasarkan latar belakang dan kajian pustaka yang terdapat di bab sebelumnya,

maka kerangka konsep yang dapat saya paparkan di bab ini adalah sebagai berikut :

skoliosis merupakan salah satu kelainan dari tulang belakang yang melengkung ke

arah samping. Normalnya tulang belakang jika diamati dari samping berbentuk S.

Pada bagian cervical dan lumbal ke arah anterior, dan bagian thoracal dan pelvic

kearah posterior, sementara dilihat dari belakang tulang belakang yang normal lurus

dari cervical sampai cocigys. Pada skoliosis terjadi salah satunya mengalami

kelengkungan yang tidak wajar.

Skoliosis lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pada pria beberapa

literatur mengatakan delapan berbanding satu dan penyebabnya tidak diketahui

(idiopatik). Faktor lain penyebab skoliosis adalah genetik dan hormonal. Hal ini di

bisa saja terjadi pada anak usia SD hingga SMP di karenakan kebiasaan duduk pada

saat belajar yang miring kekanan atau kekiri atau kanan. Ketidak ergonomisan antara

kursi dan dengan meja belajar, posisi duduk anak pada saat bermain game dirumah

atau tas yang di bawa terlalu berat hal ini bisa saja menyebabkan anak mengalami

skoliosis. Skoliosis tidak menimbulkan rasa nyeri, tetapi bisa mengganggu rasa

percaya diri anak jika kurang dari 40 derajat.

Posisi duduk yang terbaik didepan meja belajar atau bermain game dikomputer

adalah menyandarkan ke kursi, yang terbukti bisa membantu meminimalkan cedera

55

otot-otot pada punggung. Duduk dalam 3 posisi membungkuk dimana posisi tubuh

condong ke depan dengan sudut kemiringan sekitar 70 derajat, posisi duduk tegak

(90 derajat) dan duduk santai dengan postur kemiringan 135 derajat. Diskus saat

menerima beban berat badan terpusat semuanya pada tulang belakang sehingga

piringan sendi keluar tempatnya. Pergerakan pinggang sendi ini ditentukan pada

posisi duduk 90 derajat dan kursi (posisi tegak sempurna), sementara posisi 135

derajat ialah posisi terbaik karena posisi tersebut tidak menyebabkan tekanan pada

ligamentum dan otot-otot tetap berada dalam posisi baik dipunggung. Duduk dalam

posisi anatomis adalah sangat penting karena jaringan pada tulang belakang

terhubungan dengan ligamentum yang bisa menjadi gangguan tulang belakang yang

kronis seperti skoliosis.

Gambaran yang terlihat pada skoliosis adalah manifestasi dari 3 deformitas,

gambaran tersebut diakibatkan oleh kombinasi deviasi lateral korpus dan dinding

dada. Bila terjadi deviasi lateral vertebra, vertebra berotasi di sekeliling sumbunya

yang panjang. Lengkungan yang cembung kekanan memperlihatkan berbagai derajat

rotasi yang menyebabkan penonjolan iga (rib hump). Jika dilihat dari belakang dapat

memperlihatkan deviasi lateral prosesus spinosus dari garis tengah. Pada kurva

thorakal tampak punggung yang miring, rib hump dan asimetris scapula. Pada kurva

lumbal tampak penonjolan asimetris salah satu pinggul.

Pertumbuhan memang merupakan faktor risiko terbesar terhadap memburuknya

pembengkokan tulang punggung. Deteksi dini sangat penting, agar penanganan bisa

segera dimulai, tidak ada patokan baku untuk membantu membuat keputusan

penanganan skoliosis, karena sangat dipengaruhi usia anak, derajat pembengkokan

56

tulang punggung, serta prediksi tingkat keparahan sejalan dengan pertumbuhannya.

Tulang anak-anak lebih rentan terkena skoliosis daripada tulang orang dewasa. Hal

ini disebabkan tulang pada tubuh anak masih terus berkembang karena didukung

dengan banyaknya kandungan sel-sel tulang rawan pada tubuh mereka.

Pada anak – anak tulang masih terus berkembang sampai usia 17 tahun dan

masih banyak memiliki sel – sel tulang rawan sehingga usia ini lebih mudah

mengalami perubahan, yang disebabkan oleh beban yang berlebih dan kebiasan

tubuh atau postur. Berbeda halnya dengan orang dewasa yang mana tulang relatif

kurang berkembang dan sel – sel.

Skoliosis karena kesalahan postur menyebabkan otot – otot dan tulang belakang

dipaksa untuk melakukan kerjanya, yaitu mengikuti sikap atau melakukan

penyesuaian terhadap postur yang sudah terpola. Hal ini apabila terjadi secara terus

menerus akan mengakibatkan ketegangan otot antar vertebra, yang mengakibatkan

perubahan kurve vertebra sehingga kontol postur menurun dan posisi vertebra

menjadi tidak anatomis.

Beberapa penelitian yang dilakukan karena kesalahan postural biasanya

memiliki derajat skoliosis yang sangat rendah sehingga dapat dilakukan terapi

konservatif yaitu dengan swiss ball exercise atau klapp exercise yang dilakukan

selama 45 menit dan di lakukan 3 kali dalam seminggu dan selama 12 minggu, dan

tetap melakukan koreksi postur jika melakukan aktivitas yaitu dengan membiasakan

duduk tegak atau tidak membawa beban yang berat pada tulang belakang.

Dalam penelitian yang saya lakukan disini adalah melihat derajat skoliosis yang

terjadi pada anak Sekolah Dasar Negeri 12, Sekolah Dasar Negeri 42 dan Sekolah

57

Dasar Kartika V usia 11 – 13 tahun dengan pemberian latihan yaitu berupa swiss ball

exercise di bandingkan dengan klapp exercise yang mana keduanya di kontol dengan

koreksi postur. Berdasarkan kajian pustaka yang di lakukan swiss ball exercise lebih

memperkecil derajat skoliosis karena di dalam latihan swiss ball tidak hanya untuk

peninggkatan dan pengutan otot saja tetapi juga fleksibitas dan stabilitas sendi serta

propioseptif.

3.2 Kerangka Konsep

Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep

Skoliosis idiopatic

klapp exercise + koreksi

postur

Memperkecil derajat

skoliosis

Faktor internal :

Usia

Jenis kelamian

Hormonal

Genetik

Faktor eksternal

Kebiasaan duduk

Ergonomi

Pembebanan

tulang belakang

Swiss ball exercise + koteksi

postur

58

3.3 Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep tersebut di atas sehingga dapat dirumuskan

hipotesis penelitian ini adalah “Kombinasi swiss ball exercise dan koreksi postur

lebih baik dalam memperkecil derajat skoliosis idiopatik daripada kombinasi klapp

exercise dan koreksi postur pada anak usia 11 – 13 tahun”.

59

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Metode yang digunakan dalam ini adalah eksperimen. Desain penelitian ini

adalah pre and post with contol group desain. Penelitian ini dibagi menjadi dua

kelompok dengan dua perlakuan yang berbeda. Perlakuan 1 pada kelompok 1 yaitu

swiss ball exercise dengan koreksi postur dan perlakuan 2 pada kelompok 2 yaitu

klapp excercise dengan koreksi postur. Sebelum di berikan perlakuan kepada kedua

kelumpok maka diberi pre tets. Setelah di berikan perlakuan maka kedua kelomppok

di berikan post test. Kemudian di hitung perbedaan rerata antara pre test dengan post

test dari masing – masing kelompok dan perbedaan tersebut. Kemudian

dibandingkan secara statistik. Bagan rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut :

P 1

P 2

Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian

Keterangan:

P : Populasi

S : Sempel

R : Radom untuk perlakuan

O1 : Observasi kelompok 1 sebelum di berikan pelakuan dengan swiss ball

exercise

O2 : Observasi kelompok 1 setelah di berikan pelakuan dengan swiss ball exercise

setelah 30 kali

P S R

O

2

O1

O

4

O3

60

O3 : Observasi kelompok 2 sebelum di berikan pelakuan dengan klapp exercise

O4 : Observasi kelompok 2 setelah di berikan pelakuan dengan klapp exercise

setelah 30 kali

P1 : Perlakuan 1 menggunakan swiss ball exercise

P2 : Perlakuan 2 menggunakan klapp exercise

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1 Tempat penelitian

Tempat penelitian di lakukan di SDN 12, SDN 42 dan SD Kartika yang

meruapakan SD yang masih dalam satu gugus di Pontianak Kota.

4.2.2 Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 12 minggu yang di lakukan sebanyak 3 kali

dalam seminggu yang berlangsung dari tanggal Maret – Mei 2013.

4.3 Penentuan Sumber Data

4.3.1 Penentuan Populasi

Populasi adalah seluruh subjek penelitian (Arkunto, 2006). Subjek penelitian ini

bisa manusia, perilaku atau saja sebuah kejadian tergantung yang akan di teliti.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SDN 12, SDN 42 dan SD Kartika V Di

Pontianak Kota dengan rentangan usia 11 – 13 tahun.

4.3.2 Penentuan Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan di teliti (Arikunto,

2006).

4.3.2.1 Kriteria inklusi:

a. Siswa SDN 12, SDN 42 dan SD Kartika V

b. Laki – laki dan perempuan

c. Usia 11 – 13 tahun

61

d. Mengalami skoliosis (test Adam Foward bend (+))

e. Tidak mengalami kelainan fisik

4.3.2.2 Kriteria ekslusi (penolakan ) :

a. Responden tidak bersedia mengikuti latihan dan tidak bisa berkerja sama

saat penelitian.

b. Responden memiliki penyakit yang menyebabkan terjadinya skoliosis

seperti osteoarthritis, osteoporosis,fibromyalgia, skoliosis, rematik dll.

4.3.2.3 Kriteria drop out :

a. Responden tidak selesai mengikuti latihan atau tidak teratur dalam

mengikuti program

b. Responden tidak mengikuti penelitian dengan baik.

4.3.2.4 Besaran Sampel

Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini berdasarkan rumus Pocock

(2008) berikut ini:

,

22

12

2

n

Keterangan:

n = Jumlah Sampel = Simpang baku = Tingkat kesalahan I (ditetapkan 0,05)

Interval kepercayaan 95,0)1( = Tingkat kesalahan tipe II (ditetapkan 0,2)

),( = interval kepercayaan 7,9

1 = rerata nilai awal pada kelompok perlakuan

2 = rerata nilai akhir pada kelompok perlakuan

62

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Williams.et.al , Reability

Of The Modified-Modified Schober And Duble Inclinometer Methods For

Measuring Lumbar Flexion and Extention, diperoleh nilai rerata inclinometer untuk

kelompok kontrol adalah µ1 = 13,34 dan standar deviasi = 10,5, sedangkan

kelompok perlakuan adalah µ2 = 1,76, dengan harapan peningkatan sebesar 20%.

Dengan demikian dapat dihitung besaran sampel sebagai berikut :

Jadi, berdasarkan hasil perhitungan sampel diatas diperolehjumlah sampel

sebanyak 14,9 orang (14,9 dibulatkan menjadi 15) pada setiap kelompok sampel

sehingga total sampel sebanyak 30 orang.

Dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok masing-masing 15 orang

dengan perlakuan sebagai berikut :

63

1. Kelompok 1 diberikan perlakuan berupa swiss ball exercise dengan koreksi

postur. Swiss ball exercise dilakukan selama 45 menit. Frekuensi terapi 3 kali

seminggu

2. Kelompok 2 diberikan perlakuan berupa klapp exercise dengan koreksi postur.

Klapp exercise dilakukan selama 45 menit. Frekuensi terapi 3 kali seminggu

4.3.2.5 Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Mengadakan pemilihan sejumlah sampel dari seluruh populasi siswa/i

Pontianak berdasarkan kriteria inklusi.

2. Jumlah sampel yang terpilih, diseleksi lagi berdasarkan kriteria eksklusi.

3. Mengadakan pemilihan besar sampel sebanyak 30 orang secara acak sederhana

dari subjek yang terpilih tersebut.

4. Melakukan pembagian kelompok secara acak sebanyak dua kelompok dengan

masing-masing kelompok sejumlah 15 orang. Pembagian kelompok dilakukan

dengan cara acak sederhana. Selanjutnya kelompok 1 akan menerima swiss

ball exercise dengan koreksi postur, kelompok 2 akan menerima klapp exercise

dengan koreksi postur.

4.4 Variabel Penelitian

1 . Varabel Terikat

Derajat Skoliosis

2. Variabel Bebas

a. Swiss ball exercise

b. Klapp exercise

64

c. Koreksi Postur

.4.5 Definisi Operasional Variabel

a. Derajat skoliosis adalah sudut dari kurva skoliosis yang di ukur dengan

inclinometer. Inclinometer adalah untuk mengetahui derajat skoliosis

dengan cara pasien diminta untuk membuka baju dan kemudian di minta

untuk membungkukkan badan dan inclinometer di letakkan pada vertebra

yang lebih menonjol, kemudian lihat derajat skoliosis responden

b. Test Adam Forward bending adalah responden di minta untuk tidak

menggunakan pakaian, kemudian responden di minta untuk

membungkukkan badan dengan posisi kaki lurus , kemudian amati

daerang punggung responden apabil mengalami skoliosis maka

punggung kanan dan kiri asimetris.

c. Swiss ball exercise merupkan latihan yang menggunakan ball exercise

yang berdiameter 45 cm. Waktu yang di butuhkan untuk latihan 45 menit

. Dilakukan dengan frekuensi 3 kali seminggu selama 12 minggu.

Sebelum latihan lakukan releksasi atau pemanasan dengan duduk diatas

bola dan pelvic forward and backward, kemudian arahkan duduk ke

kanan dan kiri, kemudian kedua kaki diantara kedua bola, gerakan

gerakan intinya :

(1) Situp / stability ball cruch

Responden tidur terlentang dengan punggung di sangga bola dengan hip lurus

dan knee fleksi 90 derajat. Kedua tangan menyangga kepala.dan tulang belakang di

65

koreksi aktif dalam keadaan lurus. Lakukan gerakan dengan mengangkat kepala

setinggi mungkin.dilakukan selama delapan detik.

(2) Rear lateral raises

Responden duduk di atas bola dengan ke dua kaki di depan dan knee fleksi 90

derajat dan di buka lebar. Angkat kedua tangan ke atas dan turunkan sampai jari –

jari menyentuh lantai. Dan kepala berada di kedua tangan. Dan lakukan koreksi aktif

agar postur dengan tetap keadaan lurus.

(3) One arm arw

Responden duduk dilantai dengan bersandarkan bola disisi lateral kemudian

tangan yang satu berada di atas bola.dengan koreksi postur. Kemudian dengan

menarik nafas dalam pada saat menghembus nafas tangan yng disangga bola

menggapai lantai dan lakukan pernapasan seperti biasa dan pada saat turun di usakan

saat menghembus nafas.

(4) Prone ball roll

Responden seperti posisi merkangkak dengan tangan disangga bola kemudian

lakukan gerakan kedepan. Dan koreksi postur tulang belakang.

(5) Back extention

Responden posisi terlungkup dengan perut di sangga oleh bola jari – jari kaki

dan tangan menyentuh lantai. Kemudian kedua tangan diangkat dan kaki di luruskan

tetapi masih menyentuh lantai. Pandangan lurus kedepan. Lakukan dengankoreksi

postur tulang belakang.

66

(6) Arm and leg extention

Responden masih dalam posisi terlungkup dengan perut disangga oleh bala dan

jari – jari tangan dan kaki menyentuh bola. kemudian angkat tangan kiri dan kanan

secara bersamaan kemudian ulangi gerakan dengan sisi yang berbeda. Dilakukan

dengan tetap mengoreksi postur.

(7) Supine hip extention

Pasien di minta untuk tidur terlentang di lantai dengan kaki diletakkan di atas

bola kemudian angkat badan dengan tangan masih menempel di lantai dengan koreki

postur tulang belakang. Kemudian angkat salah satu kaki secara bergantian. Setelah

melakukan swiss ball lakukan pendingingan dengan latihan pernapasan pada posisi

terlentang dan lakukan di atas bola dan lakukan pendinginan seperti pemanasan

diatas.

d. Klapp exercise

Klapp exercise merupakan metode latihannya yang tujuannya untuk penguluran

dan pengningkatan kekuatan otot punggung. Waktu yang di butuhkan untuk latihan

45 menit. Dilakukan dengan frekuensi 3 kali seminggu selama 12 minggu. Sebelum

melakukan latihan di lakukan releksasi terlebih dahulu yaitu dengan tidur terlentang.

Panggul lutut dan tangan dalam keadaan lurus, kemuadian atur pernapasan yang

pelan dan dalam di lakukan kurang lebih lima menit agar semua otot rilek dan dalam

melakukan gerakan tidak mengalami ketengan dan keragu – raguan. Setelah releksasi

maka mulai melakukan gerakan – gerakannya :

67

(1) Crawl posture near the ground

Responden dalam posisi merengkak dengan support elbow 90 derajat dan tangan

menempel dilantai kepala tegak lurus kedepan hip dan knee 90 fleksi derajat

sehingga posisi torakal hiperkyposis, kemudian kontraksikan otot abdomen dan otot

vertebra.

(2) Horizontal slidding

Responden dalam posisi merangkak dengan hip dan knee fleksi 90 derajat dan

dalam posisi ini responden diminta untuk meluruskan tangan dengan menyentuh

lantai dan sejauh mungkin tanpa elbow menyentuh lantai. Dan posisi kepala tegak

lurus diantara kedua tangan.

(3) Lateral sliding

Responden masih di minta untuk dalam posisi yang sama seperti horizontal

sliding ke arah samping pada sisi yang punggung yang lebuh tinggi (convex).

(4) Lateral crawl

Responden dalam posisi merangkak satu tangan ke arah medial (kearah dada)

dan posisi lutut yang ipsilateral dengan tangandan sedikit maju dan kepala lateral

rotasi pada arah yang sama.Di lakukan pada sisi punggung yang lebih rendah.

(5) Big arch

Responden dalam posisi merangkak seperti lateral crawling tetapi pada anggota

gerak yang belawanan di luruskan dengan posisi kepala tetap pada lateral rotasi pada

arah seperti lateral crawl.

68

(6) Arm turn

Respoden di posisikan merangkak tangan dan kaki yang ipsilateral pada

punggung yang tinggi dengan melakukan ekstensi elbow dan abduksi shoulder 90

derajat.

(7) Big curva

Latihan terakhir ini pasien di minta untuk tetap posisi merangkak tangan dan

kaki yang ipsilateral diangkat secara bersamaan dan tegak lurus.

Setelah di lakukan latihan inti maka lakukan pendinginan yaitu dengan cara

tidur terlentang kaki dan tangan lurus lakukan latihan pernapasan yang pelandan

dalam pada saat tarik napas kedua tangan diangkat dan pada saat hembus napas

kedua tangan di rentangkan ke samping. Dilakukan kurang lebih 5 menit.

e. Koreksi postur adalah memberitahu kepada responden untuk selalu mengoreksi

postur saat dirumah yang di awasi oleh orang tua dan di sekolah di awasi oleh

guru.

f. Umur adalah usia yang ditentukan atas dasar tanggal, bulan, tahun kelahiran

berdasarkan akte kelahiran.

g. Jenis kelamin adalah perbedaan antara laki – laki dan perempuan secara biologis

sejak seseorang dilahirkan.

4.6 Instrumen Penelitian

Alat yang di gunakan pada penelitian ini

a. Inclinometer adalah sudut untuk mengukur kurva skoliosis

b. Exercise ball merek kettler

c. Stopwach

69

4.7 Prosedur Penelitian

4.7.1 Cara penelitian

Cara yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1) Menentukan judul penelitian

2) Mencari sumber data dan referensi (dari buku, jurnal, internet dan lain-lain yang

relevan dengan topik penelitian)

3) Menentukan sample penelitian

4) Membuat jadwal pelaksanaan penelitian

5) Melakukan test adam foward bending

6) Melakukan pengukuran dengan inclinometer sebelum perlakuan

7) Menentukan derajat skoliosis

8) Memberikan perlakuan pada masing – masing kelompok

9) Melakukan pengukuran dengan dengan skoliosis setelah perlakuan

10) Melakukan analisa data

70

4.7.2 Alur penelitian

Gambar 4.2 Bagan alur penelitian

Sampel

Populasi

Acak

sederhana Kriteria inklusi

dan eksklusi

Alokasi acak sederhana

Kelompok I Kelompok II

Tes Awal Tes Awal

Klapp exercise dengan koreksi

postur Swiss ball exercise dengan

koreksi postur

Tes Akhir Tes Akhir

Penyusunan laporan

Analisis Data

71

4.8 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisa dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Statistik Diskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik fisik sampel

yang meliputi umur, jenis kelamin, derajat skoliosis sebelum tes awal dimulai.

2. Uji normalitas data (skor derajat skoliosis) dengan Saphiro Wilk Test, bertujuan

untuk mengetahui distribusi data masing-masing kelompok perlakuan. Tingkat

Kepercayaan adalah 95% (α = 0,05). Hasilnya p > 0,05 maka dikatakan data

berdistribusi normal dan apabila p ≤ 0,05 ini berarti data tidak berdistribusi

normal.

3. Uji homogenitas data (derajat skoliosis ) dengan uji Levene’s test, bertujuan

untuk mengetahui apakah varian kedua data yang akan dianalisa bersifat

homogen atau tidak. Batas kemaknaan atau tingkat kepercayaan yang digunakan

adalah α = 0,05, Jika hasilnya p > 0,05 maka dikatakan data homogen dan

apabila p < 0,05 ini berarti data tidak homogen.

4. Uji Beda I memperkecil derajat skoliosis setelah di lakukan swiss ball exercise

pada kelompok perlakuan I karena data berdistribusi tidak normal dan tidak

homogen maka menggunakan uji beda non parametrik (Wilcoxon Sign Rank

Test). Uji ini bertujuan untuk mengetahui penurunan derajat skoliosis setelah di

berikan swiss ball exercise. Batas kemaknaan yang digunakan adalah α =

0,05. Dengan pengujian hipotesa H0 diterima bila nilai P> nilai (0,05),

sedangkan H0 ditolak bila nilai P< nilai (0,05).

Ho : Swiss ball exercise tidak dapat memperkecil detrajat skoliosis

Ha : Swiss ball exercise dapat memperkecil detrajat skoliosis

72

5. Uji Beda 2 data memperkecil derajat skoliosis setelah di lakukan klapp exercise

pada kelompok perlakuan II karena data normal dan homogen keduanya maka

menggunakan uji beda parametrik (pairet t sampel test). Uji ini bertujuan untuk

mengetahui penurunan derajat skoliosis setelah dilakukan klapp exercise. Batas

kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05. Dengan pengujian hipotesa H0

diterima bila nilai P> nilai (0,05), sedangkan H0 ditolak bila nilai P< nilai (0,05).

Ho : klapp exercise tidak dapat memperkecil derajat skoliosis.

Ha : klapp exercise dapat memperkecil derajat skoliosis.

6. Uji Beda data (selisih derajat skoliosis) pada pada ke dua kelompok perlakuan

karena data berdistribusi tidak normal dan tidak homogen maka menggunakan

uji beda non parametrik (Mann Whitney U Test). Uji ini bertujuan untuk

meambandingkan derajat skoliosis sebelum dan sesudah latihan di antara ke dua

kelompok terapi yaitu swiss ball exercise dengan klapp exercise, sehingga

diketahui apakah swiss ball exercise memperbaiki derajat skoliosis di banding

klapp exercise atau tidak. Batas kemaknaan yang digunakan α = 0,05. Dengan

pengujian hipotesa H0 diterima bila nilai P > nilai (0,05), sedangkan H0 ditolak

bila nilai P < nilai (0,05).

H0 : swiss ball exercise tidak lebih memperkecil derajat skolisis idiopatik

dibanding klapp exercise pada usia 11 -13 tahun.

Ha : swiss ball exercise lebih memperkecil derajat skolisis idiopatik dibanding

klapp exercise pada usia 11 -13 tahun.

73

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

5.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini pada skoliosis idiopatik, dalam tindakan terapinya

terbagi atas dua kelompok perlakuan yaitu swiss ball exercise dan klapp exercise.

Karakteristik subjek penelitian yang meliputi ; umur, tinggi badan, dan berat badan

pada kedua kelompok pelatihan dapat dilihat pada Tabel 5.1

Tabel 5.1

Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik

subjek

Swiss Ball Exercise Klapp exercise

Rerata Simpangan

baku Rerata

Simpangan

baku

Umur (thn) 11,93 0,704 11,93 0,704

TB (cm) 133,33 4,483 138,93 6,319

BB (kg) 31,53 7,170 33,20 5,858

Tabel 5.1 menunjukkan nilai rerata dan standar deviasi sampel berdasarkan

karakteristik sampel. Dilihat dari umur diperoleh nilai 11,93 ± 0,704 untuk swiss ball

exercise dan diperoleh nilai 11,93 ± 0,704 untuk klapp exercise. Dilihat dari tinggi

badan dalam satuan sentimeter 133,33± 4,483 untuk swiss ball exercise dan

diperoleh nilai 138,93 ±6,319 untuk klapp exercise. Dilihat dari berat badan dengan

satuan kilogram 31,53± 7,170 untuk swiss ball exercise dan diperoleh nilai

33,20±5,585 untuk klapp exercise.

74

Tabel 5.2

Data Karakteristik Jenis Kelamin Subjek Penelitian

Kategori Swiss ball exercise klapp exercise

n % N %

Laki-laki 2 13,3 2 13,3

Perempuan 13 86,7 13 86,7

Kemudian, dilihat dari jenis kelamin pada swiss ball exercise diperoleh sampel

laki-laki sebanyak 2 orang (13,3%) dan sampel perempuan sebanyak 13 orang

(86,7%). Sedangkan pada klapp exercise diperoleh sampel laki-laki sebanyak 2 orang

(13,3%) dan sampel perempuan sebanyak 13 orang (86,7%).

Tabel 5.3

Nilai rerata sebelum, sesudah, dan selisih

pada kelompok swiss ball exercise dan klapp exercise

Variabel

Swiss ball exercise Klapp exercise

Rerata Simpangan

baku Rerata

Simpangan

baku

Sebelum 8,67° 3,559º 7,73° 1,223º

Sesudah 3,67º 1,496° 3,87º 1,187°

Selisih 5,00° 2,390º 3,87° 1,506º

Tabel 5.3 menunjukkan nilai rerata sampel berdasarkan nilai sebelum, sesudah

dan selisih pada swiss ball exercise dan klapp exercise. Pada swiss ball exercise,

dilihat nilai derajat skoliosis sebelum latihan diperoleh 8,67 ± 3,559. dan rerata

sesudah latiahan sebesar 3,67 ± 1,496 dengan selisih 5,00 ± 2,390. Pada klapp

exercise, dilihat nilai derajat skoliosis sebelum latihan di peroleh 7,73 ± 1,223 dan

rerata sesudah latiahan sebesar 3,87 ± 1,187 dengan selisih 3,87 ± 1,506.

75

5.2. Uji Persyaratan Analisis (Normalitas dan homogenitas)

Untuk menentukan pilihan penggunaan statistika dalam pengujian hipotesis,

maka akan dilakukan uji persyaratan analisis yaitu pengujian distribusi normal dan

pengujian homogenitas varian. Adapun uji statistik yang digunakan adalah Shapiro-

wilk test untuk uji distribusi normal atau tidak normal dan Levene’s test untuk

homogenitas varian.

Tabel 5.4

Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Data

Variabel

Probabilitas Uji Normalitas

(Shapiro Wilk-Test) Probabilitas

Homogenitas

(Levene-Test) Swiss Ball Exercise Klapp

Exercise

Sebelum 0,001 0,090

0,077

Sesudah 0,003 0,297 0,733

Selisih 0,001 0,025 0,587

Tabel 5.4 menunjukkan hasil uji normalitas dengan Shapiro-Wilk test dan uji

homogenitas varian dengan Levene’s test. Dilihat dari derajat skoliosis diperoleh

hasil uji Shapiro-Wilk Test pada swiss ball exercise sebelum latihan yaitu nilai p <

0,05, hal ini menunjukkan bahwa data berdistribusi tidak normal dan pada klapp

exercise sebelum latihan yaitu nilai p > 0,05, hal ini menunjukkan bahwa data

berdistribusi normal.

Kemudian, hasil uji Shapiro-Wilk pada swiss ball exercise sesudah latihan yaitu

nilai p < 0,05, hal ini menunjukkan bahwa data berdistribusi tidak normal dan pada

klapp exercise sesudah latihan yaitu nilai p > 0,05, hal ini menunjukkan bahwa data

berdistribusi normal. Dan untuk selisis di kedua swiss ball exercise dan klapp

76

exercise yaitu nilai p < 0,05, hal ini menunjukkan bahwa data berdistribusi tidak

normal.

Berdasarkan uji homogenitas dengan Levene’s test diperoleh data untuk derajat

scoliosis idiopatik sebelum latihan yaitu nilai p > 0,05 yang berarti data bersifat

homogen dan sesudah latihan yaitu nilai p > 0,05 yang berarti data bersifat homogen.

Dan untuk selisih keduanya yaitu nilai p > 0,05 yang berarti data bersifat homogen.

Melihat keseluruhan hasil uji persyaratan analisis di atas maka peneliti dapat

mengambil keputusan untuk menggunakan uji statistik parametrik (uji paired sample

t) untuk klapp exercise dan pada swiss ball exercise uji statistik non parametrik

(wilcoxon sign rank test) dan uji statistik non parametrik (mann whitney u test)

untuk membuktikan efektifitas antara kedua kelompok sampel, sebagai pilihan

pengujian statistik.

5.3. Uji Hipotesis

Berdasarkan hasil analisis dan sintesis maka peneliti menetapkan hipotesis

penelitian yang akan dilakukan pengujian berdasarkan data yang telah dikumpulkan.

Adapun hasil pengujian akan dijabarkan di bawah ini. Dari hasil pengumpulan data

dengan menggunakan instrumen penelitian maka diperoleh nilai sebagai berikut :

Tabel 5.5

Uji Beda Rerata Swiss Ball Exercise dan Koreksi Postur

Variabel Rerata Simpangan

Baku z p

Sebelum 8,67° 3,559º

-3,494

0,001

Sesudah 3,67° 1,496°

77

Tabel 5.5 menunjukkan hasil pengujian hipotesis menggunakan wilcoxon sign

rank test untuk kelompok swiss ball exercise. Dilihat dari derajat skoliosis diperoleh

nilai p < 0,05 yang berarti bahwa ada perbedaan rerata nilai derajat skoliosis yang

bermakna sebelum dan sesudah latihan. Hal ini menunjukkan bahwa swiss ball

exercise dapat memperkecil derajat skoliosis yang bermakna pada kondisi skoliosis

idiopatik.

Tabel 5.6

Uji Beda Rerata Klapp Exercise dan Koreksi Postur

Variabel Rerata Simpangan

Baku t p

sebelum 7,73º 1,223º

9,947

0,001

sesudah 3,87º 1,187°

Tabel 5.6 menunjukkan hasil pengujian hipotesis menggunakan uji paired t

sample untuk klapp exercise. Dilihat dari derajat skoliosis diperoleh nilai p<0,05

yang berarti bahwa ada perbedaan rerata nilai derajat skoliosis yang bermakna

sebelum dan sesudah latihan. Hal ini menunjukkan bahwa klapp exercise dapat

memperkecil derajat skoliosis yang bermakna pada kondisi skoliosis idiopatik.

Tabel 5.7

Uji Beda Rerata ± Simpangan Baku Antara Swiss Ball Exercise dan Klapp

Exercise

Variabel Swiss Ball

Exercise Klapp exercise u p

Sebelum 8,67º ± 3,559° 7,73º ± 1,187° 110,500 0,931

Sesudah 3,67° ± 1,496º 3,87º ± 1,187° 93,001 0,401

Selisih 5,00º ± 2,390° 3,87º ± 1,506° 89,500 0,326

78

Tabel 5.7 menunjukkan hasil uji mann whitney u test untuk pengujian hipotesis

di atas, antara kedua kelompok yaitu swiss ball exercise dan klapp exercise. Dilihat

dari derajat skoliosis diperoleh nilai p > 0,05 yang berarti bahwa tidak ada

perbedaan rerata yang bermakna antara rerata sebelum,sesudah dan selisih latihan

dalam memperkecil derajat skoliosis pada swiss ball exercise dan rerata

sebelum,sesudah dan selisih latihan dalam memperkecil derajat skoliosis pada klapp

exercise.

Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi swiss ball exercise dan koreksi postur

sama efektifitas dalam memperkecil derajat skoliosis dengan kombinasi klapp

exercise dan koreksi postur pada anak usia 11 – 13 tahun.

79

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1. Karakteristik Sampel

Penelitian ini diikuti 30 responden yang terbagi menjadi 2 kelompok sampel

masing masing kelompok 15 orang. Deskripsi sampel pada penelitian ini terdiri

deskripsi berdasarkan umur, jenis kelamin,tinggi badan, berat badan serta derajat

skoliosis. Berdasarkan umur di peroleh data bahwa kelompok swiss ball exercise

memiliki rerata umur 11,93±0,704 dan kelompok klapp exercise memiliki rerata

umur 11,93±0,704. Berdasarkan jenis kelamin menujukan bahwa sampel laki – laki

sebanyak 2 orang (13,3%) dan perempuan sebanyak 13 orang (86,7%) pada disetiap

kelompok baik pada swiss ball exercise maupun klapp exercise. Berdasarkan tinngi

badan pada kelompok swiss ball exercise memiliki rerata tinggi badan 113,33±4,483

dan kelompok klapp exercise memiliki rerata tinngi badan 138,93±6,319. Berdasrkan

berat badan pada kelompok swiss ball exercise memiliki rerata berat badan

31,53±7,710 dan kelompok klapp exercise memiliki rerata tinngi badan 33,20±5,858.

Kemudian berdasarkan selisih derajat skoliosis pada kelompok swiss ball exercise

memiliki rerata selisis derajat skoliosis 5,00 ± 2,390 dan padakelompok klapp

exercise memiliki rerata selisis derajat skoliosis 3,87 ± 1,506.

Skoliosis adalah deformitas tulang belakang yang menggambarkan deviasi

vertebra kearah lateral dan rotasional. Skoliosis merupakan kelainan tulang belakang

dimana tulang belakang mengalami pembengkokan ke arah samping (lateral

curvature), hampir 80% kasus skoliosis tidak diketahui penyebabnya (idiopatik)

(Anna, 2013). Hingga saat ini belum ditemukan penyebab jelas skoliosis. Skoliosis

80

fungsional (skoliosis postural) disebabkan oleh berbagai hal yang membuat vertebrae

itu menjadi cenderung untuk bengkok ke satu sisi misalnya adanya spasme otot,

kebiasaan mempertahankan postur yang asimetris, dan perbedaan panjang tungkai.

Beberapa Penelitian menyebutkan, skoliosis lebih banyak ditemukan pada

perempuan dari pada laki – laki dengan usia dewasa dengan pravelensi delapan

berbanding satu (Rakasiwi, 2008). Skoliosis lebih sering terjadi pada perempuan dan

muncul pada usia 10 – 11 tahun. Hal ini disebabkan tulang belakang perempuan

lebih lentur daripada laki–laki. Sebaliknya, laki–laki memiliki tulang punggung yang

lebih tebal. Lengkungan skoliosis idiopatik kemungkinan akan berkembang seiring

pertumbuhan. Biasanya, semakin muda waktu kejadian pada anak yang struktur

lengkungannya sedang berkembang maka semakin serius porgnosisnya. Pada

umumnya struktur lengkungan mempunyai kecendrungan yang kuat

untuk berkembang secara pesat pada saat pertumbuhan dewasa., dimana lengkungan

kecil non struktur masih fleksibel untuk jangka waktu yang lama dan tidak menjadi

semakin parah, (Anonim,2012)

6.2 Distribusi dan Varian Subyek Penelitian

Distribusi subyek penelitian kedua kelompok sebelum dan sesudah perlakuan

dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas. Variabel yang diuji adalah derajat

skoliosis idiopatik sebelum dan sesudah perlakuan pada masing-masing kelompok,

selisih derajat skoliosis idiopatik sebelum dan sesudah latihan pada kedua kelompok.

Hasil uji normalitas menggunakan uji Shapiro Wilk test menunjukkan bahwa

derajat skoliosis idiopatik sebelum perlakuan pada kelompok swiss ball exercise dan

sesudah perlakuan berdistribusi tidak normal (p < 0,05), dan derajat skoliosis

81

idiopatik sebelum perlakuan pada kelompok klapp exercise dan sesudah perlakuan

juga berdistribusi normal (p > 0,05).

Hasil uji homogenitas menggunakan uji Levene menunjukan bahwa nilai p lebih

besar dari 0,05 (p > 0,05). Dengan demikian menunjukan bahwa kedua latihan pada

swiss ball exercise dan klapp exercise adalah homogen atau sama.

6.3 Latihan Swiss Ball exercise dalam memperkecil derajat skoliosis idiopatik

Berdasarkan tabel 5.4 hasil swis ball exercise dalam memperkecil derajat

skoliosis sebelum dan sesudah latiahan didapat perbedaan yang signifikan nilai

derajat skoliosis sebelum latihan lebih besar daripada nilai derajat skoliosis setelah

latihan, yang berarti bahwa swiss ball exercise dapat memperkecil derajat skoliosis.

Berdasarkan pengujian hipotesis dengan menggunakan wilcoxon sing rank test

diperoleh nilap<0,05 untuk, swiss ball exercise yang berarti bahwa ada perbedaan

rerata derajat scoliosis idiopatik secara bermakna sebelum dan sesudah latihan swiss

ball exercise. Hal ini menunjukkan bahwa swiss ball exercise dapat memperkecil

derajat skoliosis pada kondisi skoliosis idiopatik.

Skoliosis adalah suatu kelainan yang menyebabkan suatu lekukan yang

abnormal dari spine (tulang belakang). Spine mempunyai lekukan-lekukan yang

normal ketika dilihat dari samping, namun harus nampak lurus ketika dilihat dari

depan. Skoliosis dapat bersifat non struktural (postural). Pada skoliosis postural,

deformitas bersifat sekunder atau sebagai kompensasi terhadap beberapa keadaan

diluar tulang belakang, misalnya dengan kaki yang pendek, atau kemiringan pelvis

akibat kontraktur pinggul, bila pasien duduk atau dalam keadaan fleksi maka kurva

tersebut menghilang (Judarwanto, 2009).

82

Skoliosis perlu ditangani dengan baik, karena seiring dengan pertumbuhan

badan anak, scoliosis bisa mengganggu postur tubuh. kondisi tulang belakang yang

tidak sempurna akan menyebabkan fungsi organ yang ada di dalam tubuh menjadi

terganggu. latihan-latihan yang di berikan agar tidak terjadi spasme, kelemahan,

fatigue, dan untuk menjaga sirkulasi darah tetap lancar pada area yang terkena

skoliosis.Dalam penelitian ini swiss ball merupakan salah satu metode latihan yang

dapat memperkecil derajat skolioasis pada anak yang termasuk dalam katagori

skoliosis adelecont idiophatik yaitu skoliosis yang terjadi pada anak usia di atas 10

tahun.

Pada swiss ball exercise dilakukan postur tubuh selalu terjaga karena tubuh

harus selalu dalam keadaan seimbang sehingga pada kasus skoliosis idiopatik posisi

punggung dalam keadaan lurus. Sehingga latihan dengan bola sangat efektif untuk

melakukan peregang - peregangan pada otot – otot antar vertebra dan costa. Latihan

dengan menggunakan swiss ball merupakan latihan yang mudah dilakukan dan

mudah utuk di modifikasi serta digemari anak – anak.

Pengunaan swiss ball dapat meningkatkan keseimbangan otot abdominal dan

otot – otot pernapasan. Karena dengan berada di atas swiss ball tubuh selalu

diposisikan dalam keadaan seimbang (muscle imbalance) dapat meningkatkan otot

yang lemah terutama daerah yang konvek. Selain imbalace untuk meningkatkan

kekuatan otot serta dijumpai adanya pemendekan otot serta soft tissue lainnya pada

daerah konkaf. Latihan ini juga memungkinkan otot-otot yang lain seperti,

punggung, dan pinggul mendapatkan latihan yang sama baiknya, dan jika dilakukan

83

dengan benar dapat meningkatkan keseimbangan tubuh dan menjaga postur tubuh

menjadi lebih baik.

Swiss ball exercise juga dapat meningkatkan kekuatan otot dan fleksibitas pada

sendi dan meningkatlan ROM pada tulang belakang (Byoung, et al. 2011). Sehingga

dengan latihan yang di berikan pada penelitian ini dengan riwayat skoliosis terjadi

perbaikan dengan memeperkecil derajat skoliosis yang menyebabkan otot punggung

terileksasi sehingga rib hump kembali ke posisi semula dan diharapkan tidak terjadi

peningkatan. Dengan latihan ini dapat meningkatkan propriocetion dan juga terjadi

penyesuaian pada vestibular sehingga merubah perasaan lurus, bertujuan untuk

merubah kalibrasi titik nol pada vestibular

Latihan klapp exercise dalam memperkecil derajat scoliosis idiopatik

Bedasarkan tabel 5.6 hasil klapp exercise terdapat perbedaan nilai derajat

skoliosis sebelum dan sesudah latihan setelah diberikan klapp exercise dimana nilai

derajat skoliosis sebelum latihan lebih besar dari pada selah latihan. Dengan

demikian klapp exercise dapat memperkecil derajat skoliosis.

Berdasarkan uji hipotesis menggunakan uji paired t sample untuk kelompok

klapp exercise. Dilihat dari derajat scoliosis diperoleh nilai p<0,05 yang berarti

bahwa ada perbedaan rerata nilai derajat skoliosis yang bermakna sebelum dan

sesudah latihan. Hal ini menunjukkan bahwa klapp exercise dapat memperkecil

derajat skoliosis idiopatik yang bermakna pada kondisi scoliosis idiopatik.

Seperti yang jelaskan di atas tentang skoliosis idiopatik pada kelompok

klapp exercise pada latihan ini membuat otot menjadi lebih kuat yaitu dengan

memperkuat rangsangan pada serabut otot secara efektif. dan serabut otot dapat di

84

aktivasi secara keseluruhan, (Browne, 2006). Klapp exercise masih sering di

lakukan dengan tujuan stabilitas dan simetris pada tulang belakang latihan

berdampak besar untuk memperkuat tulang dan membangun lebih banyak kekuatan,

daya tahan, ketangkasan serta koordinasi sehinnga lengkungan tulang belakang

berkurang hingga di bawah dua puluh derajat, dan harus terbiasa dengan rutinitas

dalam program latihan (Lau, 2012).

Latihan ini didasarkan pada konsep dari skoliosis sebagai hasil dari sebuah

kompleks asimetri otot (ketidakseimbangan kekuatan terutama di belakang) yang

dapat setidaknya sebagian dikoreksi oleh latihan yang ditargetkan. Latihan skoliosis

dengan menggunakan klapp exercise merupakan latihan yang dapat memperkecil

derajat skoliosi dengan penguluran otot, stabilisasi dan penguatan pada otot yang

asimetris. Sehinnga setelah melakukan latihan 12 minggu juga terjadi perbaikan

yang signifikan dalam memperkecil derajat skoliosis dengan harapan tidak terjadi

peningkatan yang progresif.

6.4 Latihan swiss ball exercise dan koreksi postur sama baiknya dengan klapp

exercise dan koreksi postur dalam memperkecil derajat scoliosis idiopatik

Berdasarkan tabel 5.7 selisih hasil latihan pada swiss ball exercise dan klapp

exercise keduanya sama efektifnya dalam menunkan derajat skoliosis. Hali ini

dibuktikan dengan hasil perhitungan statistik berdasakan hasil uji mann whitney

untuk pengujian hipotesis diatas, antara kedua kelompok yaitu kelompok 1 dan

kelompok 2. Dilihat dari derajat skoliosis idiopatik diperoleh nilai p > 0,05 yang

berarti bahwa ada tidak perbedaan rerata yang bermakna antara rerata sesudah latihan

85

dalam memperkecil derajat scoliosis idiopatik pada swiss ball exercise dan rerata

sesudah latihan dalam memperkecil derajat scoliosis idiopatik klapp exercise.

Skoliosis merupakan kelekungan dari tulang belakang yang tidak simetris

sehingga berdampak pada postur baik secara anatomi maupun kosmetika. Pada

penelitian ini koreksi postur hanya sebagai kontol bagi ke dua kelompok sehingga di

sini peliti hanya memberikan edukasi pada orang tua, guru dan siswa untuk selalu

melakuan koreksi postur selama melakukan aktivitas. Koreksi postur bertujuan untuk

memposisikan tubuh tetap dalam keadaan yang benar (Anatomis) karena pada

penderita skoliosis postur tubuh berubah sesuai dengan kebengkokan dan derajat

kelengkungan yang abnormal. Sehingga pada penderita skoliosis dengan melakukan

koreksi postur berarti tubuh memposisikan pada posisi anatomis dan apabila terjadi

deformitas pada tulang belakang dengan sendirinya akan melakuan perbaikan secara

bekesimabungan setelah di berikan swiss ball exercise maupun klapp exercise.

Swiss ball exercise dan klapp exercise pada kondisi skoliosis dengan derajat

ringan ternyata sama efektifnya dalam menperkecil derajat skoliosis. Hal ini

dikarnakan kedua latihan tersebut sama – sama memberikan penguluran di otot yang

terjadi pemendekan dan spasme otot memperbaiki deformitas tulang dan fleksibilitas

sendi lebih tejaga mengunakan swiss ball exercise. Dalam penelitian ini swiss ball

exercise lebih di gemari oleh anak – anak sehinnga memberkan daya tari dan jual

dalam perbaikan skoliosis tetapi untuk ukuran swiss ball pada anak – anak sangat

sulit di jumpai sehinnga beberapa diameter bola tidak sesuai dengan tinngi badan

anak. Pada klapp exercise merupakam medode lama yang di percaya memberikan

perbaikan pada kondisi skolisis dengan tujuan stabilitas asimetris serta meningkatkan

86

kekuatan otot. Prinsip terapi latihan pada skoliosis adalah mengembalikan mobilitas

sendi-sendi yang telah hilang, meregangkan otot yang kontraktur, meningkatkan

kekuatan otot, memutar balik dari rotasi deformitas vertebra, mengembangkan

musculatur seluruh badan supaya mampu memelihara curve yang telah di koreksi,

memelihara keseimbangan dan keindahan sikap yang telah di koreksi semaksimal

mungkin, dan membuat kompensasi apabila koreksi tidak mungkin.

87

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Simpulan

Berdasarkan analisis penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan

bahwa kombinasi swiss ball exercise dan koreksi postur tidak terbukti lebih baik

dalam memperkecil derajat skoliosis idiopatik dibanding kombinasi klapp exercise

dan koreksi postur pada anak usia 11 – 13 tahun.

7.2. Saran

Beberapa saran yang dapat diajukan berdasarkan temuan dan kajian dalam

penelitian ini adalah :

1. Perlu penelitian lanjutan terkait jumlah sampel dengan derajat skoliosis yang

lebih besar dan interfensi tambahan lain yang diberikan pada penderita

skoliosis idiopatik

2. Diperlukan pengembanagan penelitian selanjutnya pada penderita skoliosis

idiophatik dengan melihat efektifitas antara swiss ball exercise dan klapp

exercise dengan latihan yang lain.

88

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Asuhan Keperawatan Aspek Scoliosis Jumat 3 okt 2008.

(cited: 1 Februari 2013). Available from: URL:

http/www.Fprote/orth/exam/scls/exmint.htm

Anonim. 2009. Fakta Mengenai Skoliosis Pada Remaja.Singapore Medical Grup.

Available from : URL: Hppt//www.css.sg/bahasa/patien.06.html.

2009. Undang – Undang RI No.36 Tahun 2009 . Tentang Kesehatan.

Jakarta. Available from : URL: Hptt//www.dikti.go.id/file/atu/sehat/UUD-36-

2009-kesehatan.pdf.

Anonim. 2012. Skoliosis. 05 Mai 2012 Available from : URL:

Hppt//www.scaiseira.blogsport/scolioosi/5/2012/06.html.

Apley.A., Lois S.1995. Buku ajar Ortopedik Dan Fraktur Sistem Aplay. Edisi ke

tujuh. Widia Medika. Jakarta. P 84-90.

Badan Pusat Statistik. 2012. Available from : URL: http :

//wikipedia.org/wiki/Daftar-Negara.

Biatex M, Hanggo, M.A. 2010. Complex Diagnostic and Therapy of Spine

Curvatures and Scoliosis according to FITS (Fungsional Individual Therapy

Scoliosis. University Medical Sciences. [BiomedCentral]. 96-105 ISBN 978-

83 7597-1097-1

Blackman, Ronal, MD. 2011. Scoliosis Treatment.Scoliosis Research Institute.

Available from : URL : hhpt : /www.Scoliosisrx.com.

Breden, Lincoln. 2009 . Stability Ball Exercise. Maret . (3 Februari 2013) Available

from : URL : hhpt : /www.Fitnestreningforlife.com.

Budi, D.P.S. 2010. School Screening for Scoliosis in Surabaya. Universitas

Airlangga

Buyks D, Clough J, Jaspersen L, et al.2010. Axemanation Of The Physical Therapy

Objective Treatmens And Outcome Use For Patient’s In Adolecent Idiophatic

Scoliosis. September. Phisycal Therapy. University Of Alberta.

Carriere.B. Re..R. C.B. Tanzberger. R. 1998. The Swiss Ball Theory. Basic Exercise

And Clinical Aplication

Del C.A. 2010. Physical Therapy IN The Treatment Of Aduls And Pediatric Spinal

Deformities.The Spinal Cor Metode Scoliosis. Volume 5.Suplemen 1 : 031

89

Ferreira, M.S. 2001.Metode Klaap Fisio.(cited : 29 januari 2013). Available from :

URL : http/www.wgate.co.br/conteudo/media.naesaude/fisioterapia/

Harjono, J. 2005 .Scoliosis.Temu Ilmiah Tahunan Fisiterapi XX. Cirebon

Harsono. 2001. Coaching dan Aspek-aspek Psikologis dalam Choching. CV.Tembak

Kusum

Judaryanto, W. 2009. “Gangguan Bentuk Tulang Punggung : Scoliosis”. Koran Anak

Indonesia. 13 Desember 2009.available from : URL:

http:/12/13/gangguan.bentuk-tulang-punggung.scoliosis/html

Kisner, C., Allen Colby. 2007. Therapeutic Exercise Foundation and Techniques Six

Edition. Philadelphia : F A. Davis Company.

Kuntari, T. 2013. Pelayanan Kesehatan Lansia. Departemen Ilmu Kesehatan

Masyarakat

Lau. K. Dr. 2012. Program Pencegahan Dan Penyembuhan Skoliosis. Kesehatan di

tangan anda.

Lonsteen, J.E. 2006. Scoliosis Surgical versus non surgical treatment clin orthop

Relad. Res.;[PubMed] 443-243-566

Luftinger, V.M.2008. Aetiology of Idiophatic Scoliosis

Lusen, D.H, Cecilio, M.B.B, Dozza, M.A et al. 2010. Quantitative Photogrammetic

analysis of the Klaap for treating idiophatic scoliosis. (cited: 29 januari 2013).

Available from: URL:http/www.ptjournal.org.html

Luthfi, M. 2012. Scoliosis Incar Wanita Muda. (serial online) sabtu, 6 oktober 2012

(cited: 1 feb 2013) available from:

URL:http:/www.allyainnaz.net/2012/10/scoliosis.incar-wanita.muda.html

Nenstein.L.S., Gordon.C.M., Katzman. D.K., Rausen. D.S., Woods.E.R. 2006.

Adolescent Health Care. A practical Guide. Fifth Edition. P.235-243.

Pocock Stuart J .2008 . Clinical Trials A Practical Approach. John Wiley and Sons

Ltd. Southern Gate. Chichester .P 127-129

Rahayu,S.U. 2007. Tulang Bengkok Akibat Salah Posisi. (serial online) 6

november(cited: 7 februari 2013). Available from : URL:

http:/www.aisyiyahdea.wordpress.com//2007/II/page/2/

90

Rahayusalim. Dr. Sp.Ot(k).2011. Kelainan Pada Tulang Belakang Anak. Scoliosis.

selasa,12 juli 2011. Http//www.Tumbuh-Kembang.com /pages/index/id/

12/articel/17/.

Rakasiwi ,A.M. 2008 “ Hubungan Sikap Duduk Dengan Terjadinya Scoliosis dini

pada anak usia 10 – 12 Di Sekolah Dasar Negeri Jentis 1 Juring” (skripsi).

Surkarta . Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Rosadi, R. 2008 “ Hubungan Sikap Duduk dengan Terjadinya Scoliosis Pada Anak

umur 10 -12 tahun di SD Pabelan “(skripsi). Surakarta. Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Safitri. W. P.,2010. Waspadai Scoliosis Pada Anak. Unair. Sabtu, 13 Maret 2010.

Hppt//www.Windi.chan.blogsport.com/2013/03/waspadai-pada-anak.html

Seo B.D, Yun Y.D, Kim H.R. 2012. Effect of 12 weeks Swiss Ball Exercise Program

on Physical Fitness and Balance Ability of Elderly Women. 24;11-15

Available from: URL : http/www.ptjournal.org.HML

Snell, Richard S.1998. Anatomi Klinik.EGC.Jakarta

Sobbota. 2009. Atlas of Anatomy.h.f. Ullmann Pennsylvania State University

Sudariyanto, 2012 . “Biomekanika Vertebra”. Makasar. Depkes Makasar.

Tarwaka Bahri, Sudiajeng. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan Kerja dan

Produktivitas.Uniba Press. (cited : 3 Feb 2013). Available from

:URL:http://www.pustaka.unhuru.ac.ic/index.php?p:show-detail&id:660

Williams R.Binkley, J.,Bloch, R. Et al. 1993. Reliability of the Modified-Modified

Schober ad Duble Incliometer Methods for Measuring Lumbar Flexionand

extention (serial online) 1 Jan 93. Volume 73 p.26-40 (cited 28 januari 2013).

Available from: URL: http/ptjournal.apta.or.

Lampiran 1 : Lembar Pernyetaan Persetujuan

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama :...............................................................

Tempat Tanggal Lahir / Umur :...............................................................

Alamat :................................................................

SD Asal :.................................................................

Dengan ini menyatakan bersedia mengikuti penelitian yang akan dilakukan oleh

Suriani Sari yang berjudul “SWISS BALL EXERCISE DAN KOREKSI POSTUR

LEBIH MEMPERKECIL DERAJAT SKOLIOSIS IDIOPATIK DARIPADA

KLAAP EXERCISE DAN KOREKSI POSTUR PADA ANAK USIA 11 - 13

TAHUN “. Saya telah mendengar penjelasan penelitian ini dan sudah

mengetahui/mengerti tujuan penelitian dan latihan yang akan saya lakukan disertai

resiko dan keuntungannya.

Saya mengerti bahwa saya dapat mengundurkan diri setiap saat sebagai peserta

penelitian tanpa ada konsekuensi.

Pontianak, .............................2013

Peneliti

Pembuat pernyataan

(Suriani Sari)

(..........................................)

Lampiran 2 : Daftar pemeriksaan dasar penelitian

DAFTAR PERTANYAAN DAN PEMERIKSAAN DASAR PENELITIAN

1. Tanggal Pemeriksaan :

2. No. Penelitian :

3. Nama :

4. Umur :

5. Alamat :

6. Jenis Kelamin :

7. Tinggi Badan : cm

8. Berat Badan : kg

9. Derajat skoliosis : derajat

10. Riwayat Penyakit :

Pemeriksa

(...................................)

"sW/

YAYASAN KARTIKA JAYA KOORDINATOR KOREM 121

CABANG V DAERATI VI TANJI'NGPURASEKOLI\H DASAR KAR'TIKAV - 8

Jalan Gusti Hamzah No. 13 Pontianak Kota No. Telepon (0561) 765048Terahreditasi *A"

NSS : 101236005069 I'{PSN : 30105256

SURAT KETERANGANNO :421 l Ts lsDR-v l2ot3

Dengan ini menerangkan Bahwa :

Nama : Suriani Sari, SSt X'T

Mahasiswi Pasca Sarjana Universitrs daypga Denpasar.

Memang benar telah melakukan penelitian pada sekolah kami untuk keperluan peneliti yang

bersangkutan dengan judul " ,Sniss Ball Exercise dan Korcksi Postur Lebih Memperkecil

Derajot Sholiosis Idiopotih Dari pona noq F.xcrcise dan Koreksi Postur pada Anak

asia 10 - 13 Tahw " yang dilakukan dari bulan Marct - Mei 2013.

Demikianlah surat keterangan ini disampaikan agar dapat dipergunakan sebagaimana

mestinya.

Atas perhatiannya, diucapkan terima kasih-

Pontianak,4 Juni 2013

#$mloI-"!9KlEIA(

197502 2 0U

PETERII{TAH KOTA FOI{TIA]*AK

DINAS PENDIDIKAN

SEKOTAH DASAR NEGERI 1.2KECATATAN PONTIANAK KOTA

Jatrn Al&rnyang Kelurahan Sungrai Bangkong Telp. 0581-73800{Posrtlenak Kota 781{8

MSN.3CInxiallNS$: l0rF6i0060ril

SURAT KETERANGANNo.422l 117 /SDN lA 2Al3

yang bertanda tangan di batirah ini Ke,pala Sekolah Dasar Negeri 12 Kmamatan

Pontianak Kota menerangkan bahwa:

Nama

NIM

Jurusm

: SI.JRIANI SAR[, SSt. FT

:1190361001

: Fisiolgi Olahragp Konsentrasi Fisioterapi

Univ. Udayana DenPasar

:I

I

IDengan ini menerangkan hhwa Mahasistra yary mmmya t€rcmtum didas, benr telah

melalgkan penelitian di SDN 12 Pontianak Kota dengan judul: o'Swiss Ball Exercise dan

Koteksi Postrn L€bih lvle,mperkecil D€rqid Skoliosis Idiopatik Dari Pada Klaap Exercise

dan Korcksi Postur pada anak Usia 11 - 13 tahun'o yang dilakukan dari bulan Maret s.d

Mei 2013.

Demikian surat keterangan ini dibuat rmtuk d4at sebagaimanamestinya

15 Juni 2013

6Ee,,c>----lWtVill

I}INAS PENDIDIKAN

SEKOLAII DASAR I\TEGERI 42KECAMATANT PONTIANAK KOTA

Jalan Kota Bam Pontianak Telp. ( 0561) 6590535

SURATKETEFANGANNomor :4221475 / SDN.42 NlTll2013

Yang bertMa 'rr gm dibauffi

Kota dengan ini me*erangkan :

Nama

NIM

.Iufir,Sm

;ei Ke66Ia &kotah E}m Neeei 42 Kecm*u Poffiek

: SURIANI SARI SSTFT

:1190361001

: Fisio@i Olahrage EMmi Fisistffiryi

Batrwa Mahasiswa yang namanya di atas benar telah melakukan Penelitian di SDN 42

Pontianak Kota dengan judul "Swiss Ball Exercis dan Koreksi Postur Lebih Memperkecil

D€r4id Skoliffiis fdiryctik tlei re E@ E:reicise dm lfor*si FM,r ffi tu& Usia t I -13 Tahrm' ymg dilalarkm dai hrtrm Itdret sd Mei 2013-

Demikian surat keterangan ini dikrikan, untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

]isr- rr

2S@ber2tll3

tvrlozz w3

Lampiran 5 : Daftar absensi penelitian

DAFTAR ABSENSI

KLAPP EXERCISE MINGGU KE 1 -12

NO NAMA PESERTA

PERTEMUAN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Aan Najib V V V V V v V V V V V V

2 Dewi sartika V V V V V V V V V V V V

3 Cici Lestari V V V V V V V V V V V V

4 Dona Awaliya V V V V V V V V V V V V

5 Kurnia V V V V V V V V V V V V

6 Jeki V V V V V V V V V V V V

7 Jumirah V V V V V V V V V V V V

8 Leoni Dyah V V V V V V V V V V V V

9 Marsia V V V V V V V V V V V V

10 Melly Amelia V V V V V V V V V V V V

11 Misna V V V V V V V V V V V V

12 Nur'aini Eka V V V V V V V V V V V V

13 Raihan Faizah V V V V V V V V V V V V

14 Siti Aminah V V V V V V V V V V V V

15 Zulfa Setia V V V V V V V V V V V V

DAFTAR ABSENSI

SWISS BALL EXERCISE MINGGU KE 1 -12

NO NAMA PESERTA

PERTEMUAN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Abil V V V V V V V V V V V V

2 Adisty V V V V v v v V v v v v

3 Agung Priyono V V V V V V V V V V V V

4 Aprilia Pratiwi V V V V V V V V V V V V

5 Ayu Fibri V V V V V V V V V V V V

6 Bela V V V V V V V V V V V V

7 Bibeh V V V V V V V V V V V V

8 Delila V V V V V V V V V V V V

9 Diny Agustini V V V V V V V V V V V V

10 Ega V V V V V V V V V V V V

11 Elsa V V V V V V V V V V V V

12 Icha Triana V V V V V V V V V V V V

13 Siti Hajar V V V V V V V V V V V V

14 Ira Nazlira V V V V V V V V V V V V

15 Mutmainah V V V V V V V V V V V V

Lampiran 6 : Tabulasi dan entry data hasil penelitian

DESKRIPTIF

KLAPP EXERCISE

N

O

NAMA

PESERTA

JENIS KELAMI

N

JENIS

KELAMIN

UMUR (TAHUN

)

TINGGI BADA

N (CM)

BERAT BADAN

(KG)

DERAJAT SCOLIOSIS

PRETEST

POS

T

TEST

Se

lisih

1 Aan Najib L 1 11 140 28 7 5 2

2 Dewi sartika P 2 12 132 26 8 5 3

3 Cici Lestari P 2 12 150 44 7 4 3

4 Dona Awaliya P 2 12 142 43 8 3 5

5 Kurnia P 2 12 138 33 10 4 6

6 Jeki L 1 13 135 30 10 5 5

7 Jumirah P 2 13 138 28 7 2 5

8 Leoni Dyah P 2 11 130 25 8 3 5

9 Marsia P 2 12 150 33 6 3 3

10 Melly Amelia P 2 12 131 32 9 4 5

11 Misna P 2 12 131 30 8 2 6

12 Nur'aini Eka P 2 12 142 35 8 6 2

13 Raihan Faizah P 2 13 142 33 7 5 2

14 Siti Aminah P 2 11 141 40 7 3 4

15 Zulfa Setia P 2 11 142 38 6 4 2

116 58 58

Kode

7,73 3,87 3,87

1 Laki-kaki

2

Perempua

n

DESKRIPTIF

SWISS BALL EXERCISE

N

O NAMA PESERTA

JENIS

KELAMIN

JENIS

KELAMI

N

UMUR

(THN)

TINGG

I

BADA

N (CM)

BERAT

BADA

N (KG)

DERAJAT SCOLIOSIS

PRETES

T

POST

TEST

Selisi

h

1 Abil L 1 11 125 25 7 2 5

2 Adisty Pratama Putri P 2 12 130 28 8 3 5

3 Agung Priyono L 1 12 135 50 10 3 7

4 Aprilia Pratiwi P 2 13 141 39 7 5 2

5 Ayu Fibri P 2 11 135 30 8 4 4

6 Bela Dwi Septiani P 2 12 130 28 7 3 4

7 Bibeh P 2 13 135 30 7 3 4

8 Dellila Novita P 2 12 140 38 20 8 12

9 Diny Agustini P 2 12 133 26 7 3 4

10 Ega Puspita Sari P 2 11 138 40 6 2 4

11 Elsa Retno julianti P 2 13 135 32 8 4 4

12 Icha Triana P 2 12 130 26 7 3 4

13 Siti Hajar P 2 12 130 26 7 3 4

14 Ira Nazlira P 2 12 135 30 8 4 4

15 Mutmainah P 2 11 128 25 13 5 8

130 55 75

Kode

8,67 3,67 5

1 Laki-kaki

2 Perempuan

Lampiran 7: Uraian Jadwal Kegiatan

RENCANA PENELITIAN

No Kegiatan 2012 2013

11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Penyusunan Pra

Proposal

2 Pengumpulan

Bahan kepustakaan

3 Konsultasi pakar

dan pembimbing

4 Penyusunan

proposal

5 Ujian proposal

6 Pelaksanaan

penelitian

7 Pengolahan data

dan hasil

8 Studi kelayakan

9 Ujian tesis

10 Publikasi

Lampiran 8 : Dokumentasi Penelitian

Gambar 1: Skoliosis Idiopatik Dengan Test Adam Forward Bending

Gambar 2. Pengukuran derajat skoliosis dengan inclinometer

Gambar 3 : kelompok Swiss ball exercise

Gambar 3 kelompok klapp exercise

Lampiran 9 : Analisis data hasil penelitian menggunakan SPSS

Frequency Table

JnsKlmnKE

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Laki-Laki 2 13.3 13.3 13.3

Perempuan 13 86.7 86.7 100.0

Total 15 100.0 100.0

JnsKlmnSBE

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Laki-laki 2 13.3 13.3 13.3

Perempuan 13 86.7 86.7 100.0

Total 15 100.0 100.0

Descriptives

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

UmurKE 15 11 13 11.93 .704

TBKE 15 130 150 138.93 6.319

BBKE 15 25 44 33.20 5.858

UmurSBE 15 11 13 11.93 .704

TBSBE 15 125 141 133.33 4.483

BBSBE 15 25 50 31.53 7.170

Valid N (listwise) 15

Descriptives

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

PreTestKE 15 6 10 7.73 1.223

PosttesKE 15 2 6 3.87 1.187

SelisihKE 15 2 6 3.87 1.506

PreTestSBE 15 6 20 8.67 3.559

PostTestSBE 15 2 8 3.67 1.496

SelisihSBE 15 2 12 5.00 2.390

Valid N (listwise) 15

Explore

Klp Sampel

Tests of Normality

Klp Sampel

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

Pretest Klap Exercise .214 15 .064 .898 15 .090

Swiss Ball Exercise .374 15 .000 .610 15 .000

Postest Klap Exercise .167 15 .200* .931 15 .279

Swiss Ball Exercise .272 15 .004 .795 15 .003

Selisih Klap Exercise .241 15 .019 .861 15 .025

Swiss Ball Exercise .329 15 .000 .711 15 .000

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Pretest Based on Mean 3.377 1 28 .077

Based on Median .880 1 28 .356

Based on Median and with

adjusted df .880 1 15.464 .363

Based on trimmed mean 1.703 1 28 .202

Postest Based on Mean .118 1 28 .733

Based on Median .000 1 28 1.000

Based on Median and with

adjusted df .000 1 21.227 1.000

Based on trimmed mean .054 1 28 .818

Selisih Based on Mean .301 1 28 .587

Based on Median .012 1 28 .913

Based on Median and with

adjusted df .012 1 16.093 .913

Based on trimmed mean .139 1 28 .712

T-Test

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 PreTestKE 7.73 15 1.223 .316

PosttesKE 3.87 15 1.187 .307

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 PreTestKE & PosttesKE 15 .220 .431

Paired Samples Test

Pair 1

PreTestKE -

PosttesKE

Paired Differences Mean 3.867

Std. Deviation 1.506

Std. Error Mean .389

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower 3.033

Upper 4.700

T 9.947

Df 14

Sig. (2-tailed) .000

NPar Tests

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

PostTestSBE - PreTestSBE Negative Ranks 15a 8.00 120.00

Positive Ranks 0b .00 .00

Ties 0c

Total 15

a. PostTestSBE < PreTestSBE

b. PostTestSBE > PreTestSBE

c. PostTestSBE = PreTestSBE

Test Statisticsb

PostTestSBE -

PreTestSBE

Z -3.494a

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Based on positive ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

NPar Tests

Mann-Whitney Test

Ranks

Klp Sampel N Mean Rank Sum of Ranks

Selisih Klap Exercise 15 13.97 209.50

Swiss Ball Exercise 15 17.03 255.50

Total 30

Test Statisticsb

Selisih

Mann-Whitney U 89.500

Wilcoxon W 209.500

Z -.981

Asymp. Sig. (2-tailed) .326

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .345a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: Klp Sampel