Upload
ngohanh
View
279
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
TESIS
SWISS BALL EXERCISE DAN KOREKSI POSTUR
TIDAK TERBUKTI LEBIH BAIK DALAM
MEMPERKECIL DERAJAT SKOLISIS IDIOPATIK
DARIPADA KLAPP EXERCISE DAN
KOREKSI POSTUR PADA ANAK
USIA 11 – 13 TAHUN
SURIANI SARI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
TESIS
SWISS BALL EXERCISE DAN KOREKSI POSTUR
TIDAK TERBUKTI LEBIH BAIK DALAM
MEMPERKECIL DERAJAT SKOLISIS IDIOPATIK
DARIPADA KLAPP EXERCISE DAN
KOREKSI POSTUR PADA ANAK
USIA 11 – 13 TAHUN
SURIANI SARI
NIM 1190361001
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAH RAGA
KONSENTRASI FISIOTERAPI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
ii
SWISS BALL EXERCISE DAN KOREKSI POSTUR
TIDAK TERBUKTI LEBIH BAIK DALAM
MEMPERKECIL DERAJAT SKOLISIS IDIOPATIK
DARIPADA KLAPP EXERCISE DAN
KOREKSI POSTUR PADA ANAK
USIA 11 – 13 TAHUN
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olahraga - Konsentrasi Fisioterapi,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
SURIANI SARI
NIM 1190361001
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAH RAGA
KONSENTRASI FISIOTERAPI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
iii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL 3 OKTOBER 2013
Mengetahui,
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Ketua Program Studi Fisiologi Olahraga – Fisioterapi
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, M.sc, SP.And
NIP. 19440201 196409 1 001
Direktur
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi, Sp.S(K)
NIP. 195902151985102001
iv
Tesis ini Telah Diuji pada
Tanggal 3 Oktober 2013
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No.: 1815/UN.14.4/HK/2013, Tanggal 25 September 2013
Ketua : Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS. AIF
Sekretaris : Sugijanto, Dipl.PT., M.Fis
1. Prof.dr. N. T. Suryadhi, MPH, Ph.D
2. S. Indra Lesmana, SKM, SSt.Ft, M.Or
3. Dr.dr.I Putu Gede Adiatmika, M.Kes
v
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS UDAYANA
Kampus Bukit Jimbaran
Telepon (0361) 701812, 701954, 703138, 703139, Fax.(0361)-701907, 702442
Laman: www.unud.ac.id
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Suriani Sari
NIM : 1190361001
Program Studi : Magister Fisiologi Olahraga Konsentrasi Fisioterapi
Judul Tesis : Swiss Ball Exercise Dan Koreksi Postur Tidak Terbukti
Lebih Baik Dalam Memperkecil Derajat Skoliosis Daripada
Klapp Exercise Dan Koreksi Postur Pada Anak Usia 11 –
13 Tahun
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila
dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 05 Oktober 2013
Pembuat Pernyataan
(Suriani Sari)
NIM: 1190361001
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama–tama perkenankan penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Karna hanya atas izin dan karunia-Nya, tesis ini dapat di
selesaikan.Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar –
besarnya kepada Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS. AIF selaku pembimbing utama dan
Bapak Sugijanto, Dipl. PT, M. Fis yang penuh perhatian, telah memberikan
dorongan, semangat,bimbingan dan saran selama penulis menyusun tersis hingga
penulis dapat menyelesaikan tesis ini tahap demi tahap.
Ucapan yang sama ditujukan kepada Bapak Rektor Universitas Udayana
Prof.Dr.dr. Ketut Suastika, Sp.PD,KEMD, Direktur Program Pascasarjana Univeritas
Udayana Prof.Dr.dr. A.A.Raka Sudewi, SpS(K) dan Ketua Program Studi
Pascasarjana Fisiologi Olahraga Universitas Udayana Prof.Dr.dr. J.Alex Pangkahila,
M.Sc,Sp.And atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti
pendidikan di Universitas Udayana.
Ucapan terima Kasih penulis sampaikan Kepada Ketua STKIP Pontianak
Prof.Dr. H Samion AR, M. Pd dan Kaprodi Pendidikan Penjaskes STKIP PGRI
Pontianak H. Hendri Maksum, M. Pd, atas ijin yang di berikan kepada penulis untuk
melanjutkan Pendidikan Pascasarjana pada Progran Studi Megister Fisiologi
Olahraga Konsentrasi Fisioterapi di Universitas Udayana. Ungkapan terima kasih
juga penulis sampikan kepada Para Dosen Program Studi Fisiologi Olahraga dan
Konsentrasi Fisioterapi, atas segala ilmu, semangat, dorangan dan bimbingan yang di
berikan selama studi.
Ucapan yang sama juga di tujukan kepada Kepada Kepala Sekolah Dasar Negri
12 Erna, S. Pd, Kepala Sekolah Sekolah Dasar Negeri 42 Hj. Asnul Yani, S.Pd dan
Kepala Sekolah Dasar Kartika V Hj. Wailam Matna, S. Pd yang telah memberi ijin
kepada peneliti untuk melakukan penelitian di Sekolah Dasar Kecamatan Pontianak
Kota dan tak lupa pula penulis mengucapkan kepada para adik – adik yang telah
ikutberparisipasi dalam penelitian ini dan meluangkan waktu dengan teratur dalam
kegian penelitian ini sampai dengan selesai. Dan tidak lupa juga Penulis sampaikan
ucapan terima kasih kepada Kedua Orang tua Bapak Burhan Dan Ibu Nurhayati
Tercinta serata kak Pipin Yusnita, Mas Sauqi, Edo serta Keponakan Kak Long nia
dan Mas Arya yang Tersayang. Serta Suami Basep Kasep yang Terkasih yang
dengan penuh pengertian dan kesabarannya selalu mendampingi penulis selama ini
serta putriku tercinta Airira Hanum Maheswari sebagai penyemangat penulis.
Penulis sadar bahwa isi dari tulisan ini masih jauh dari kata sempurna sehingga
bila terdapat kesalahan – kesalahan dalam penulisan dan lain- lain, penulis sangat
mengharapkan saran dan masukan sehingga tulisan ini menjadi lebih baik. Sebagai
penutup penulis sampaikan semoga tesis ini bermanfaat bagi dunia kependidikan
terutama bidang fisiologi olahga konsentrasi Fisioterapi.
Denpasar, 05 Agustus 2013
Penulis
vii
ABSTRAK
SWISS BALL EXERCISE DAN KOREKSI POSTUR TIDAK TERBUKTI
LEBIH BAIK DALAM MEMPERKECIL DERAJAT SKOLIOSIS
IDIOPHATIK DARIPADA KLAPP EXERCISE DAN KOREKSI POSTUR
PADA ANAK USIA 11–13 TAHUN
Skoliosis adalah kelainan-kelainan pada rangka tubuh berupa kelengkungan
tulang belakang, dimana terjadi pembengkokan tulang belakang ke arah samping kiri
atau kanan atau kelainan tulang belakang pada bentuk C atau S. Tanda umum
skoliosis antara lain tulang bahu yang berbeda, tulang belikat yang menonjol,
lengkungan tulang belakang yang nyata, panggul yang miring, perbedaan antara
ruang lengan dan tubuh. Derajat skoliosis dapat diketahui dengan test adam forward
Bending dan inclinometer.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar efektifnya
pelatihan swiss ball exercise dan koreksi postur dan efektifitas pelatihan klapp
exercise dan koreksi postur dalam memperkecil derajat scoliosis pada anak usia 11-
13 tahun. Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan desain pre and post with
contol group. Dalam penelitian ini, 15 responden diberikan pelatihan swiss ball
exercise dan 15 responden diberikan pelatihan klapp exercise. Masing – masing
perlakuan di berikan koreksi postur setiap melakukan aktivitas. Latihan dilakukan
dengan durasi 45 menit frekuensi 3 kali seminggu selama 12 minggu data berupa pre
test dan post test. Hasil yang didapat berupa menurunnya derajat skoliosis.
Hasil dari penelitian ini adalah pada kelompok perlakuan pelatihan swiss ball
exercise terjadi perbedaan rerata derajat skoliosis debgan nilai p<0,05 dan
menunjukan adanya perbedaan yang signifikan. Sedangkan pada kelompok pelakuan
pelatihan klapp exercise terjadi perbedaan rerata derajat skoliosis dengan nilai
p<0,05 dan menunjukan perbedaan yang signifikan.
Simpulan penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi swiss ball exercise dan
koreksi postur sama efektifitas dalam memperkecil derajat skoliosis dengan
kombinasi klapp exercise dan koreksi postur pada anak usia 11 – 13 tahun.
Kata kunci : swiss ball exercise, klapp exercise, derajat skoliosis
viii
ABSTRACT
APPLICATIO OF SWISS BALL EXERCISE AND POSTURE CORRECTION
WAS NOT PROVED BETTER IN REDUCING THE DEGREE OF
SCOLIOSIS IDIOPHATIC THAN KLAPP EXERCISE AND POSTURE
CORRECTION IN CHILDREN AGED 11 – 13 YEARS
Scoliosis is abnormalities in skeletal form of the curvature of the spine, where
the spine bending occurs towards the left or right side or abnormalities spine in the
form of C or S. Common Signs of scoliosis include different shoulder bone,
protruding shoulder blades, spine curvature real, pelvic tilt, the difference between
arm and body space. Degree of scoliosis can be known with adam forward Bending
and inclinometer test.
The purpose of this study was to determine effectivity of swiss ball exercise
training and posture correction and training effectiveness Klapp and posture
correction exercise in reducing the scoliosis degree in children aged 11-13 years.
This type of research was experimental design with pre and post contol group. In this
study, 15 respondents were given swiss ball exercise training and 15 respondents
were given Klapp excercise training. Each posture correction treatment was given
every activity. Exercises performed with 45-minute frequency of 3 times a week for
12 weeks of data in the form of pre test and post test. Obtained by decreasing the
degree of scoliosis.
The results of this study are in the treatment group swiss ball exercise training
the degree of scoliosis occurs with mean difference value of p < 0.05 and showed a
significant difference. While in the commission of exercise training occurs Klapp
mean difference degrees of scoliosis with a value of p < 0.05 and showed a
significant difference.
The conclusion of this study is the combination of swiss ball exercises and
posture correction equally effective in reducing the degree of scoliosis with Klapp
combination of exercise and posture correction in children aged 11-13 years.
Keywords : swiss ball exercise, Klapp exercise, the degree of scoliosis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL DALAM ......................................................... i
HALAMAN PRASYARAT GELAR .................................................. ii
HALAMAN LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................. iii
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ..................... iv
SURAT KETERANGAN BEBAS PLAGIAT ...................................... v
UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................. vi
ABSTRAK ......................................................................................... viii
ABSTRACT ......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ...................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang .................................................................. 1
2. Rumusan Masalah ............................................................. 7
3. Tujuan Penelitian ............................................................. 7
4. Manfaat Penelitian ............................................................ 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
1. Skoliosis ........................................................................... 9
2.1 Definisi Skoliosis ........................................................... 9
2.2 Kurva Skoliosis .............................................................. 10
2.2.1 Klasifikasi dari derajat Skoliosis ............................ 10
2.2.2 Etiologi skoliosis .................................................... 11
2.2.3 Patologi Skoliosis .................................................. 15
2.2.4 Tipe Skoliosis ........................................................ 18
2.1.6.1 Skoliosis idiopatik infantil ......................... 19
2.1.6.2 Skoliosis idiopatik juventil ........................ 19
2.1.6.3 Skoliosis idiopatik adolescent ................... 20
2.2.5 Prognosis Skoliosis ............................................... 22
2.2.6 Deformitas Skoliosis ............................................. 23
2.2.7 Komplikasi Skoliosis ............................................. 24
2.2.8 Diagnosis Skoliosis ............................................... 25
2.3 Vertebra ............................................................................ 29
2.3.1 Anatomi Vertebra .................................................. 29
2.3.2 Biomekanika Vertebra ........................................... 38
2.4 Latihan Pada Skoliosis ...................................................... 44
2.4.1 Swiis Ball Exercise ................................................ 44
2.4.2 Klaap Exercise ...................................................... 52
2.4.3 Koreksi Postur ....................................................... 58
BAB III KERANGKA BERFIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
x
1. Kerangka Berfikir ........................................................ 60
2. Kerangka Konsep ......................................................... 64
3. Hipotesis Penelitian ..................................................... 64
BAB IV METODE PENELITIAN
1. Rancangan Penelitian ....................................................... 65
2. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................... 66
1. Tempat Penelitian .................................................... 66
2. Waktu Penelitian ..................................................... 66
3. Penentuan Sumber Data .................................................... 66
1. Penentuan Populasi .................................................. 66
2. Penentuan Sample .................................................... 67
1. Kriteria Inklus ............................................ 67
2. Kriteria Ekslusi .......................................... 67
3. Kriteria drop out ......................................... 67
4. Besaran Sample ......................................... 67
5. Teknik Pengambilan Sample ...................... 69
4. Variabel Penelitian ............................................................ 70
5. Definisi Operasional ......................................................... 70
6. Instrumen Penelitian ......................................................... 76
7. Prosedur Penelitian ........................................................... 76
1. Cara Penelitian ........................................................ 76
2. Alur Penelitian ......................................................... 77
8. Analisa Data ..................................................................... 78
BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
1. Karakteristik Subjek Penelitian ....................................... 81
2. Uji Persyaratan Analisis (Normalitas dan Homogenitas) .. 83
3. Uji Hipotesis ..................................................................... 85
BAB VI PEMBAHASAN
1. Karakteristik sampel ....................................................... 89
2. Distribusi dan Varian Subyek Penelitian ......................... 90
3. latihan Swiss Ball exercise dalam
memperkecil derajat scoliosis idiopatik .......................... 91
4. latihan klapp exercise dalam memperkecil
derajat scoliosis idiopatik ................................................ 93
5. latihan swiss ball exercise dan koreksi
Postur sama baiknyadengan klapp exercise dan koreksi dalam
memperkecil derajat scoliosis idiopatik ........................... 95
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan ........................................................................ 98
2. Saran .............................................................................. 98
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 99
LAMPIRAN – LAMPIRAN
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Skematis Skoliosis ............................................................ 18
Gambar 2.2 Adam Forward Bending Test ........................................... 26
Gambar 2.3 Pengukuran Incliometer ................................................... 28
Gambar 2.4 Columna Vertebralis ........................................................ 30
Gambar 2.5 Otot-otot Punggung ......................................................... 33
Gambar 2.6 Struktur Vertebra ............................................................. 43
Gambar 2.7 Stability ball cruch ........................................................... 46
Gambar 2.8 Rear Lateral Rasiss .......................................................... 47
Gambar 2.9 One arm arw .................................................................... 48
Gambar 2.10 Prone ball Roll ................................................................ 48
Gambar 2.11 Back Extention .............................................................. 49
Gambar 2.12 Arm and leg extention .................................................... 50
Gambar 2.13 Supine Hip extention ...................................................... 50
Gambar 2.14 Crawl posture near the ground ....................................... 53
Gambar 2.15 Horizontal slidding ........................................................ 54
Gambar 2.16 Lateral Slidding ............................................................. 54
Gambar 2.17 Lateral crawl .................................................................. 55
Gambar 2.18 Big arch ......................................................................... 56
Gambar 2.19 Arm Turn ....................................................................... 56
Gambar 2.20 Big curve ....................................................................... 57
Gambar 3.1 Bagan kerangka konsep ................................................... 64
Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian ............................................ 65
Gambar 4.2 Bagan alur Penelitian ....................................................... 77
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Pengulangan dan set swiss ball exercise .............................. 51
Tabel 2.2 Pengulangan dan set klapp exercise .................................... 58
Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian ........................................... 81
Tabel 5.2 Data katagorik Karakteristik Subjek Penelitian ................... 82
Tabel 5.3 Nilai rerata sebelum, sesudah, dan selisih pada kelompok
kontrol dan perlakukan ....................................................... 82
Tabel 5.4 Uji Normalitas dan Uji homogenitas data ........................... 84
Tabel 5.5 Uji beda rerata sebelum dan sesudah swiss ball exercise ..... 86
Tabel 5.6 Uji beda rerata sebelum dan sesudah klapp exercise ............ 86
Tabel 5.7 Uji Beda rerata Selisih antara swiss ball exercise dan
Klapp exercise ..................................................................... 87
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Surat pernyataan persetujuan ......................................................... 102
2. Daftar pemeriksaan dasar penelitian ............................................... 103
3. Surat izin pelaksanaan penelitian ..................................................... 104
4. Surat keterangan telah melakukan penelitian ................................. 107
5. Daftar absensi penelitian ................................................................ 110
6. Tabulasi dan entry data hasil penelitian ............................................ 112
7. Analisis data hasil penelitian menggunakan SPSS ........................... 114
8. Uraian jadwal kegiatan ................................................................... 119
9. Dokumentasi penelitian ................................................................... 120
10. Daftar riwayat hidup penulis .......................................................... 120
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kondisi kesehatan rakyat Indonesia terus mengalami peningkatan beberapa
dekade terakhir ini. Yang mana penduduknya merupakan terbesar keempat setelah
Amerika Serikat. Pemerintah harus lebih meningkatkan derajat kesehatan sambil
meretruksi dan mereformasi sistem kesehatan di era disentralisasi ini. Pengertian
kesehatan itu sendiri menurut World Health Organization (WHO) sehat adalah
keadaan sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial dan tidak hanya bebas dari
penyakit dan cacat. Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari
penyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi
aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual.
Kesehatan menurut Undang-Undang RI no 36 tahun 2009 adalah keadaan sehat
baik secara fisik, mental dan spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap
orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Sehat berarti seseorang harus
diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan kemampuan yang dibawa
sejak lahir (potensial genetic) menjadi realitas fenotipik (phenotypic ralities). Hal ini
sangat terkait dengan pola kependudukan serta lingkungan yang mempengaruhinya.
Sebagaimana dilihat, piramida kependudukan di Indonesia pada saat ini
menunjukkan besarnya jumlah anak-anak umur 0 – 15 tahun yaitu 28,9% dari jumlah
seluruh penduduk (Badan Pusat Statistik, 2012).
2
Dilain pihak perkembangan teknologi dan pendidikan pada sekolah–sekolah
yang bergerak maju yang menuntut anak didik mereka untuk selalu aktif dan kreatif.
Sering kali keaktifan mereka di sekolah dengan mengikuti bimbingan belajar atau
ekstrakulikuler, dapat berakibat buruk yang dapat menimbulkan cidera pada jaringan
lunak tulang maupun syaraf jika tidak terorganisir dengan baik. Tulang Belakang
adalah bagian tubuh kita yang sering kali kita abaikan. Padahal di tulang belakang
inilah tersimpan dan terlindung dengan baik syaraf-syaraf yang sangat penting
terutama sumsum tulang belakang. Rangka atau tulang dapat mengalami kelainan.
Kelainan ini dapat mengakibatkan perubahan bentuk tulang. Kelainan pada tulang
belakang disebabkan oleh kebiasaan duduk dengan posisi yang salah. Akibat
kesalahan postur dan sikap antara lain menyebabkan trauma pada tulang belakang,
seperti terjadinya deformitas misalnya skoliosis, kiposis maupun lordosis.
Kebiasaan duduk dapat menimbulkan nyeri pinggang apabila duduk terlalu lama
dengan posisi yang salah, hal ini akan menyebabkan otot punggung akan menjadi
tegang dan dapat merusak jaringan disekitarnya terutama bila duduk dengan posisi
terus membungkuk atau menyandarkan tubuh pada salah satu sisi tubuh. Posisi itu
menimbulkan tekanan tinggi pada saraf tulang setelah duduk selama 15 sampai 20
menit otot punggung biasanya mulai letih maka mulai dirasakan nyeri punggung
bawah namun orang yang duduk tegak lebih cepat letih, karena otot-otot
punggungnya lebih tegang sementara orang yang duduk membungkuk kerja otot
lebih ringan namun tekanan pada bantalan saraf lebih besar. Orang yang duduk pada
posisi miring atau menyandarkan tubuh atau salah satu sisi tubuh akan menyebabkan
ketidakseimbangan tonus otot yang menyebabkan skoliosis (Tarwaka et al, 2004).
3
Skoliosis merupakan kelainan-kelainan pada rangka tubuh berupa kelengkungan
tulang belakang, dimana terjadi pembengkokan tulang belakang kearah samping kiri
atau kanan atau kelainana tulang belakang pada bentuk C atau S. Tanda umum
skoliosis antara lain tulang bahu yang berbeda, tulang belikat yang menonjol,
lengkungan tulang belakang yang nyata, panggul yang miring, perbedaan antara
ruang lengan dan tubuh.
Duduk dengan sikap miring ke samping akan mengkibatkan suatu mekanisme
proteksi dari otot-otot tulang belakang untuk menjaga keseimbangan, manifestasi
yang terjadi justru overuse pada salah satu sisi otot yang dalam waktu terus menerus
dan hal yang sama yang terjadi adalah ketidakseimbangan postur tubuh ke salah satu
sisi (Rahayussalim, 2011). Jika hal ini berlangsung terus menerus pada sistem
muskulosketal tulang belakang akan mengalami bermacam-macam keluhan antara
lain: nyeri otot, keterbatasan gerak (range of motion) dari tulang belakang atau back
pain, kontraktur otot, dan menumpukan problematik akan berakibat pada
terganggunya aktivitas kehidupan sehari-hari bagi penderita, seperti halnya gangguan
pada sistem pernapasan, sistem pencernaan, sistem saraf dan sistem kardiovaskuler
(Tan, 2008).
Pertumbuhan merupakan faktor risiko terbesar terhadap memburuknya
pembengkokan tulang belakang. Lengkungan skoliosis idiopatik kemungkinan akan
berkembang seiring pertumbuhan. Biasanya, semakin muda waktu kejadian pada
anak yang struktur lengkungannya sedang berkembang maka semakin serius
porgnosisnya. Pada umumnya struktur lengkungan mempunyai kecendrungan yang
kuat untuk berkembang secara pesat pada saat pertumbuhan dewasa., dimana
4
lengkungan kecil non struktur masih fleksibel untuk jangka waktu yang lama dan
tidak menjadi semakin parah, tetapi skoliosis tidak akan memburuk dalam waktu
yang singkat. Skoliosis dapat menyebabkan berkurangnya tinggi badan jika tidak
diobati.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Triangto (2008) ada hubunganya sikap
duduk dengan terjadinya skoliosis pada anak usia 10 sampai 12 tahun yang
menunjukan bahwa memang ada hubungannya sikap duduk yang salah pada siswa
menimbulkan terjadinya skoliosis dan perlu diketahui, keadaan kursi/meja juga dapat
berpengaruh terhadap sikap duduk anak bila posisi duduk yang salah ini berlangsung
terus menerus anak beresiko mengalami kelainan postur dan gangguan pertumbuhan
dengan gejala munculnya ketegangan otot yang di tandai dengan ketegangan nyeri di
leher, sakit pundak dan anak sering menggerak – gerakkan leher saat belajar. Kalau
tidak segera di koreksi akan terjadi perubahan pada fisik anak, seperti bahu tinggi
sebelah, kepala miring, panggul tinggi sebelah dan adanya tonjolan di punggung.
Dan penelitian yang dilakukan oleh Rosadi (2009) juga mengatakan hal yang sama
bahwa ada hubungannya kebiasaan duduk terhadap skoliosis usia 11 sampai 13
tahun.
Pravelensi terjadinya skoliosis di kota Pontianak dari 825 anak Setelah
dilakukan pengukuran dengan Test Foward Beanding dan menggunakan
inclinometer terdapat 45 anak yang mengalami skoliosis dengan derajat kurang dari
10 derajat sebesar 5,4 % dan lebih dari 10 derajat sebesar 0,3 % . Perbandingan
antara laki - laki dan perempuanyang mengalami skoliosis sebesar satu berbanding
sembilan.
5
Mengacu pada data di atas diketahui bahwa sebagian besar anak mengalami
skoliosis idiopatik di mana kebengkokan tulang belakang kurang dari 10 derajat
hanya memiliki asimetris pada tulang belakang (Blackman, 2011). Kondisi ini
biasanya ditandai dengan adanya ketegangan otot. Kelainan tersebut dapat dikoreksi
dengan sejumlah latihan dan melakukan senam khusus untuk memperbaiki postur
tubuhnya. Tetapi pada anak jika hal ini tidak ditindak lanjuti kurva skoliosis akan
mengalami progesivitas selama masa pertumbuhan, sehingga perlu menggunakan
alat tertentu atau menjalani operasi (Rahayu, 2007). Jika di biarkan dalam waktu
yang lama maka derajat kurva skoliosis akan terus meningkat dan menimbulkan
permasalahan diantaranya keseharan mental, komplikasi jantung paru dan
keterbatasan fungsi (buyks.at.al, 2010).
Banyak tindakan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki derajat skoliosis
berupa gips, bracing (bingkai penguat tulang punggung), traksi (penarikan), latihan,
atau oprasi untuk derajat skoliosis yang derajat pembengkokannya besar lebih dari 40
derajat. Dari beberapa latihan yang di berikan pada kasus skoliosis adalah swiss ball
exercise dan klapp exercise. Tujuan utama dari pelatihan adalah menghentikan
peningkatan kurva dan memperkecil derajat skoliosis. Koreksi postur merupakan hal
yang terpenting dalam pengembalian kurva skoliosis ke posisi normal vertebra.
Swiss ball exercise merupakan suatu latihan yang meningkatkan kekuatan yang
lebih efektif untuk melatih sistem muskuloskeletal. Latihan kekuatan dengan bola
sebagai penyangga dipercaya pada permukaan yang labil akan membuat tulang
belakang mempunyai tantanganyang besar untuk menstabilkan otot antar vertebra
dan meningkatkan keseimbangan dinamis dan melatih stabilitas tulang belakang
6
untuk mencegah stabilitas berulang. sehingga pada penderita skoliosis idiopatik
dapat mempengaruhi derajat kurvanya menjadi lebih kecil. Selain itu latihan dengan
menngnakan bola memberkan daya tarik tersendiri buat terutama pada anak – anak.
Klapp exercise merupakan latihan dengan posisi merangkak yang mana juga
dapat memperbaiki skoliosis. Pada klapp exercise lebih ditekankan pada penguluran
dan penguatan otot antar vertebra yang mana pada penderita skoliosis idiopatik
terjadi ketegangan otot sehingga pada latihan ini otot menjadi rileks dan
memperkecil derjat skoliosis.
Pemeriksaan yang paling sederhana adalah Adam Forward Bending Test dan
memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang baik untuk skrining skoliosis. Cara
melakukannya cukup dengan menyuruh pasien untuk menyentuh ujung jari kaki dari
posisi berdiri. Tetapi dengan tes ini tidak dapat melihat seberapa besar derajat
skoliosis yang terjadi. Untuk mengukur derajat skoliosis yaitu dengan menggunakan
inclinometer sehingga dapat diketahui besar derajat skoliosis pada rib hump anak
tersebut. Hal ini disebabkan karna adanya rotasi pada daerah thorakal.
Sejauh ini banyak sekali penelitian-penelitian yang dilakukan untuk
memperbaiki dan memperkecil derajat skoliosis. Penelitian-penelitian yang
dilakukan adalah dengan menggunakan brace yang di gunakan selama 23 jam per
hari atau dengan tindakan operasi. Tetapi jarang sekali yang melakukan tindakan
latihan atau terapi konservatif. Skoliosis idiopatik dengan derajat ringan yang dirasa
tidak menimbulkan permasalahan sehingga kurang diperhatikan. Tetapi apabila tidak
dilakukan perbaikan secara cepat dan tepat maka akan terjadi peningkatan yang dapat
menimbulkan permasalahan.
7
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan maka rumusan masalah
peneliti adalah “Apakah kombinasi swiss ball exercise dan koreksi postur lebih baik
dalam memperkecil derajat skoliosis idiopatik daripada kombinasi klapp exercise dan
koreksi postur pada anak usia 11 - 13 tahun?”
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui “kombinasi swiss ball exercise
dan koreksi postur lebih baik dalam memperkecil derajat skoliosis idiopatik daripada
kombinasi klapp exercise dan koreksi postur pada anak usia 11 - 13 tahun”.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi dunia pendidikan
Memberikan informasi ilmiah tentang skoliosis idiopatik perihal cara mencegah
terjadinya skoliosis lebih lanjut.
1.4.2 Bagi masyarakat
Dapat memberikan informasi kepada tenaga kesehatan dan masyarakat,
sehingga lebih mengenal dan mengetahui tentang gambaran dari penyakit skoliosis
idiopatik baik mulai dari gejala dan tanda sampai pada tahap bagaimana cara
memberikan penyelesaiannya.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Skoliosis
Skoliosis berasal dari kata Yunani yang berarti lengkungan, mengandung arti
kondisi patologik. Vertebra servikal, torakal, dan lumbal membentuk kolumna
vertikal dengan pusat vertebra berada pada garis tengah. Skoliosis adalah deformitas
tulang belakang yang menggambarkan deviasi vertebra kearah lateral dan rotasional.
Bentuk skoliosis yang paling sering dijumpai adalah deformitas tripanal dengan
komponen lateral, anterior posterior dan rotasional.
2.1 Definisi skoliosis
Skoliosis adalah suatu kelainan yang menyebabkan suatu lekukan yang
abnormal dari spine (tulang belakang) hal ini biasanya disebabkan oleh idiopatik
skoliosis (70% - 80% dari kasus) tidak di ketahui penyebabnya. Spine mempunyai
lekukan-lekukan yang normal ketika dilihat dari samping, namun tampak lurus ketika
dilihat dari depan. Skoliosis dapat dibagi atas dua yaitu skoliosis struktural dan non
struktural (postural). Pada skoliosis postural, deformitas bersifat sekunder atau
sebagai kompensasi terhadap beberapa keadaan diluar tulang belakang, misalnya
dengan kaki yang pendek, atau kemiringan pelvis akibat kontraktur pinggul, bila
pasien duduk atau dalam keadaan fleksi maka kurva tersebut menghilang. Pada
skoliosis struktural terapat deformitas yang tidak dapat diperbaiki pada segmen
tulang belakang yang terkena.
9
2.2 Kurva skoliosis
Deskripsi kurva skoliosis yaitu :
a. Arah skoliosis ditentukan berdasarkan letak apexnya.
b. Kurva mayor/kurva primer adalah kurva yang paling besar, dan biasanya
struktural. Umumnya pada skoliosis idiopatik terletak antara T4 s/d T12
c. Kurva kompensatori adalah kurva yang lebih kecil, bisa kurva struktural
maupun non struktural. Kurva ini membuat bahu penderita sama tingginya.
d. Kurva mayor double, disebut demikian jika sepadan besar dan keparahannya,
biasanya keduanya kurva struktural.
e. Apex kurva adalah vertebra yang letaknya paling jauh dari garis tengah spine.
2.2.1 Klasifikasi dari derajat kurva skoliosis
Klasifikasi dari derajat kurva skoliosis :
a. Skoliosis ringan : kurva kurang dari 20º
b. Skoliosis sedang : kurva 20º – 40º /50º. Mulai terjadi perubahan struktural
vertebra dan costa.
c. Skoliosis berat : lebih dari 40º /50º. Berkaitan dengan rotasi vertebra yang
lebih besar, sering disertai nyeri, penyakit sendi degeneratif, dan pada sudut
lebih dari 60º - 70º terjadi gangguan fungsi kardiopulmonal bahkan
menurunnya harapan hidup.
Sedangkan menurut letaknya, dapat di klafisikasikan menjadi thoracal, lumbal
atau kombinasi. Menurut bentuknya dapat dapat di klafisikasikan menjadi:
10
a. Kurva C : umumnya di thoracolumbal tidak terkompensasi, kemungkinan posisi
asimetris dalam waktu yang lama, kelemahan otot atau sitting balance yang tidak
baik
b. Kurva S : lebih sering terjadi pada skoliosis idiophatik, di thoracal kanan dan
lumbal kiri, umumnya struktural.
2.2.2 Etiologi skoliosis
Skoliosis di bagi dalam 2 jenis yaitu struktural dan non struktural, skoliosis
non stuktural biasanya disebabkan oleh :
a. Seperti membawa tas yang berat pada sebelah bahu saja (menyebabkan sebelah
bahu menjadi tinggi), postur badan yang tidak bagus (seperti selalu
membongkok atau badan tidak seimbang).
b. Posisi duduk yang tidah simetris atau miring ke salah satu tulang belakang
c. Kaki tidak sama panjang
d. Kesakitan, biasanya yang disebabkan cidera pada ekstermitas bawah
menyebabkan aantara tulang vertebra tidak simetris dan menekan jaringan saraf
di daerah tersebut.
e. Olahraga yang tidak terorganisisr
f. Skoliosis stuktural di sebabkan oleh pertumbuhan tulang yang tidak nornal. Ciri
– ciri fisiknya adalah sebagai berikut :
a) Bahu tidak sama tinggi.
b) Garis pinggang tidak sama tinggi.
c) Badan belakang menjadi bongkok sebelah.
d) Payudara besar sebelah ( pada wanita)
11
e) Pinggul tidak sama tinggi
f) Badan kiri dan kanan menjadi tidak simetri.
Penyebab seseorang dapat mengalami skoliosis tidak dapat diketahui secara pasti
(idiopatik). Penyebab skoliosis 70-90 % belum dapat diketahui (idiopatik) sebagian
kecil yang penyebabnya sudah diketahui dikelompokan pada: Kelainan tulang dan
sendi, kelainan pada otot (miopati). Kelainan pada syaraf (neuropati) infeksi, trauma
dan lain-lain (Anonim, 2009). Selain itu ada beberapa perbedaan teori yang
menunjukkan penyebabnya lain selain idiopatik seperti faktor genetik, hormonal,
abnormalitas pertumbuhan, gangguan biomekanik dan neuromuskular tulang, otot
dan jaringan fibrosa.
Klasifikasi penyebab skoliosis dan sisi postural (non struktural) karena
kebiasaan postur tubuh yang kurang baik, nyeri pada tulang belakang, ataupun
karena tungkai bawah yang tidak sama panjang. Skoliosis jenis ini bersifat dapat
berubah kembali seperti sedia kala (reversible) apabila penyebabnya diatasi dan sisi
struktural, penyebabnya karena kelainan bawaan dan lahir ataupun yang didapat pada
masa perkembangan tubuh. Kelainan tersebut dapat berasal dari kelainan tulang
(osteopathic skoliosis), kelainan pada sistem syaraf (neuropathic skoliosis), kelainan
pada otot (myopathic skoliosis), ataupun skoliosis yang tidak diketahui penyebabnya
(skoliosis idiopatik).
Skoliosis pada klasifikasi berdasarkan usia penderita terdiri atas tipe; Infantile
terjadi pada usia 0 hingga 3 tahun, Juvenile muncul di antara usia 4 hingga 9 tahun,
dan Adolescent kelainannya muncul di antara usia 10 tahun hingga akhir masa
pertumbuhan tulang (16-17 tahun). Sebab-sebab pembengkokan (skoliosis) belum
12
seluruhnya diketahui, tetapi ada beberapa sebab yang jelas diantaranya:
a. Conginental
Disini pembengkakan disebabkan semenjak lahir dan sifatnya bisa progresif.
b. Karena salah sikap
c. Imbalance
Skoliosis ini disebabkan karena rusaknya keseimbangan otot-otot disebelah kiri
dan kanan tulang punggung, terutama pada penyakit polio dan Pontius dapat
menyebabkan imbalance skoliosis ini.
d. Metabolic skoliosis
Beberapa kali menamakan metabolic skoliosis ini idiopathic skoliosis, sebab
musababnya tidak begitu jelas, akan tetapi dipikirkan adanya hubungan antara
idiophatik skoliosis dan proses metabolisme didalam tubuh terutama yang
berhubungan dengan pertumbuhan tulang.
Skoliosis yang banyak dijumpai pada penyakit neurofibromatosis dimana juga
terdapat bintik-bintik cafeaulit pada kulit gejala-gejala klinis biasanya sudah jelas
karena skoliosis merupakan cacat yang mudah dilihat kadang-kadang sama sekali
tidak disertai perasaan nyeri. Penderita datang pada dokter umum atas pertimbangan-
pertimbangan kosmetik tubuh memang ada kalanya skoliosis, terutama yang sangat
berat, menimbulkan gejalagejala sesak napas atau lebih berat gejala-gejala jantung.
Penyebab skoliosis idiopatik tidak diketahui, namun ada beberapa perbedaan
teori yangmenunjukkan penyebabnya seperti faktor genetik, hormonal, abnormalitas
pertumbuhan, gangguan biomekanik dan neuromuskular tulang, otot dan jaringan
fibrosa.
13
a. Faktor genetik
Dilaporkan bahwa faktor genetik mempunyai komponen pada perkembangan
skoliosis, terjadi peningkatan insiden pada keluarga pasien dengan skoliosis idiopatik
dibandingkan dengan pasien yang tidak mempunyai riwayat penyakit skoliosis.
b. Faktor hormonal
Defisiensi melatonin diajukan sebgai penyebab skoliosis. Sekresi melatonin pada
malam hari menyebabkan penurunan progresivitas skoliosis dibandingkan dengan
pasien tanpa progresivitas. Hormon pertumbuhan juga diduga mempunyai peranan
pada perkembangan skoliosis. Kecepatan progresivitas skoliosis pada umumnya
dilaporkan pada pasien dengan growth hormone.
c. Perkembangan spinal dan teori biomekanik
Abnormalitas dari mekanisme pertumbuhan spinal juga menunjukkan penyebab
dari perkembangan dan progresivitas skoliosis, dimana dihubungkan dengan waktu
kecepatan pertumbuhan pada remaja.
d. Abnormalitas Jaringan.
Beberapa teori diajukan sebagai komponen struktural pada komponen tulang
belakang (otot, tulang, ligamentum dan atau diskus) sebagai penyebab skoliosis.
Beberapa teori didasari atas observasi pada kondisi seperti syndrome Marfan
(gangguan fibrillin), duchenne muscular dystrophy (gangguan otot) dan displasia
fibrosa pada tulang.
2.2.3 Patologi skoliosis
Kelainan bentuk tulang punggung yang disebut skoliosis ini berawal dari adanya
syaraf – syaraf yang lemah atau bahkan lumpuh yang menarik ruas – ruas tulang
14
belakang. Tarikan ini berfungsi untuk menjaga ruas tulang belakang berada pada
garis yang normal yang bentuk nya seperti penggaris atau lurus. Tetapi karena suatu
hal, diantaranya kebiasaan duduk yang miring, membuat sebagian syaraf yang
bekerja menjadi lemah. Bila ini terus berulang menjadi kebiasaan, maka syaraf itu
bahkan akan mati. Ini berakibat pada ketidakseimbangan tarikan pada ruas tulang
belakang. Oleh karena itu, tulang belakang yang menderita skoliosis itu bengkok atau
seperti huruf “S” ataupun huruf “C”. Dari 4% populasi terdapat 10-15 tahun yang
kebanyakan perempuan bentuk normal dari tulang belakang dilihat dari belakang
berbentuk lurus dari atas sampai os coccygeus. Bentuk skoliosis yang paling sering
dijumpai adalah deformitas tripanal dengan komponen lateral, anterior posterior dan
rotasional (Rosadi, 2008).
Gambaran patologi anatomi skoliosis non-idhiopatik sangat berhubungan dengan
penyebab (etiologi). Pada skoliosis idiopatik, terdapat gambaran yang khas yang
dapat diikuti. Pada skoliosis idiopatik, kurva struktural dimulai sebagai kurva non-
struktural (fungsional). Tidak semua kurva non-struktural akan menjadi struktural
akan terjadi perubahan struktur jaringan lunak sebagai berikut:
1. Kapsul sendi intervertebralis memendek pada sisi cekung (konkaf), terjadi
komperesi pada sendi facet
2. Pemendekan ligamen-ligamen pada sisi cekung (konkaf)
a. ligamen longitudinal anterior
b. ligamen longitudinal posterior
c. ligamen interspinosus
15
Pada otot-otot juga terjadi suatu perubahan seperti kontraktur (pemendekan)
otot-otot sisi konkaf yaitu:
1. otot erector spine
2. otot kuadratus lumborum
3. otot psoas mayor dan minor
4. otot latisimus dorsi
5. otot perut obeliqus abdominis, Kecuali otot multifidus dikatakan lebih pendek
disisi konveks akibat kurva kelateral bersama rotasi vertebra. Apabila sudah
terjadi ”mal aligement” posisi struktur berubah kolumna vertebralis terjadi rotasi
korpus vertebra kearah konveks.
Perbedaan tekanan antara kedua sisi vertebra menyebabkan perbedaan kepadatan
dan kesempatan bertumbuh. Terjadi kondisi asimetris dimana sisi konkaf cekung
menjadi lebih pendek. Diskus intervertebralis sisi konkaf menipis. Vertebra yang
mengalami gaya tekan terbesar akan terdorong lebih menjauh dari gaya kompresi
tersebut akan menjadi apex puncak vertebra dari skoliosis. Ruas vertebra torakalis
menyebabkan tulang-tulang iga pada sisi konveks tergeser kearah posterior, akan
timbul tonjolan iga rib hump ke posterior. Tulang-tulang iga sisi konkaf bergeser ke
anterior, sehingga rongga thorak bebentuk oval. Pada anak wanita akan tampak buah
dada (mammae) sisi konvek lebih kecil.
Terkadang ditemukan ”rib hump” yang ternyata pada skoliosis lumbalis sebagai
akibat kompresi vertebra thorakalis, meskipun dari gambaran klinis dan radiologis
terlihat skoliosis daerah thorakal sangat minim. Penamaan skoliosis dihubungkan
dengan letak konveksitas (Keim HA, Rakasiwi, 2008). Skoliosis menyebabkan
16
deformitas pada tulang vertebra dan costa. Pada skoliosis postural, deformitas terjadi
kerena akibat sekunder atau kompensasi dari beberapa kondisi di luar vertebrae,
contoh: tungkai yang berbeda panjangnya dan pelvis yang miring oleh kerena
kontraktur hip. Dengan posisi duduk, kurva struktur, deformitas awal segmen
vertebra yang terlibat mungkin masih dapat sikap atau postur tubuh tidak akan
menghilangkan bentuk deformitas.
Deformitas skala tinggi dapat menyebabkan gangguan fungsi kardiopulmonal
akibat kompensasi dari ketidaknormalan tulang vertebra sehingga mempengaruhi
bentuk costa. Akibat terus menerus berkontraksi. Jika berlanjut akan mengkibatkan
pemendekan jaringan (kontraktur). Komplikasi dari kontraksi otot terus menerus di
satu sisi tubuh.
a b c d
Gambar 2.1 Skematis skoliosis
( Keim HA, Rakasiwi 2008)
17
Keterangan :
1. Torakal kanan
2. Torakolumbal kanan
3. Lumbal kiri
4. Torakal kanan, lumbal kiri.
2.2.4 Type skoliosis
Skoliosis dengan tipe struktural adalah kondisi dimana terjadi hilangnya
fleksibilitas normal. Pada posisi berbaring, miring kesamping (lateral fleksi) maupun
membungkuk kedepan (fleksi kedepan) tidak terjadi perubahan perbaikan koreksi
kurvatura. Hal ini dapat terlihat secara klinis ataupun radiologis. Suatu kurvatura
lateral spine yang reversibel dan cenderung terpengaruh oleh posisi. Di sini tidak ada
rotasi vertebra. Umumnya foward (side) bending atau posisi supine (prone) dapat
mengoreksi skoliosis ini. Skoliosis Idiopatik Lembaga Penelitian Skoliosis (The
Skoliosis Research Society) merekomendasikan bahwa skoliosis idiopatik
digolongkan berdasarkan umur pasien pada saat diagnosis ditegakkan.
2.2.4.1 Skoliosis idiopatik infantile
Kelengkungan vertebra berkembang saat lahir sampai usia 3 tahun.pada
umumnya dideteksi sejak tahun pertama kelahiran, kasus ini lebih sering terjadi pada
laki-laki daripada perempuan dan sebagian besar torakal melengkung kiri. Mayoritas
sembuh secara sepontan, walau tidak di obati dan mungkin hasil dari pembentukan di
rahim. Beberapa kasus berkembang menjadi struktur lengkungan yang kaku, keras
dan prognosisnya jelek.
18
2.2.6.2 Skoliosis idiopatik juvenile
Skoliosis idiopatik juvenil terjadi pada umur 4-10 tahun. Berbagai bentuk dapat
terjadi namun kurva torakal biasanya kekanan. Skoliosis juvenil biasanya lebih
progresif dari adolesent. Perbedaan antara kasus remaja awal dengan fase anak- anak
biasanya sulit dipisahkan kecuali didasarkan atas pemeriksaan x-ray. Kebanyakan
dari kasus ini dideteksi lebih dari usia 6 tahun dan berlokasi pada kurvathorak kanan.
Pada kelompok umur ini, pravelensi kasus diantara perempuan dan laki – laki secara
merata.
2.2.6.3 Skoliosis idiopatik adolescent
Skoliosis idiopatik adolescent didiagnosa ketika kurva dilihat pada usia 10 tahun
dan skeletal yang matang. Bentuk dari thorak kanan dan thoracolumbal lebih
dominan. Perubahan bentuk kurva ini lebih banyak dideteksi pada kelompok umur
ini namun sudah terjadi sebelum umur 10 tahun, tetapi tidak terdeteksi hingga usia
menjelang dewasa. Delapan pulauh persen skoliosis dewasa terjadi pada perempuan,
dan kurva yang terbantuk cendrung ke kanan.
Skoliosis postural (non sruktural) pada umumnya disebabkan oleh kerena suatu
kebiasaan postur yang salah, bukan merupakan gangguan srtuktural anatomi secara
bawaan tetapi misalnya oleh kerena cara membawa tas berat yang salah dengan
memberikan beban pada satu sisi bahu, berdiri atau duduk dengan memberikan
tumpuan berat badan pada satu sisi tubuh (Siong, 2006).
Dari sisi struktural, penyebab skoliosis kerena kelainan bawaan dari lahir
ataupun yang didapat pada masa perkembangan tubuh, kelainan tersebut dapat
berasal dari kelainana tulang (osteopathic skoliosis) ataupun skoliosis yang tidak
19
diketahui penyebabnya (idiopathic skoliosis), kelainan pada otot (myopathic
skoliosis), ataupun skoliosis yang tidak diketahui penyebabnya (idiopathic skoliosis).
Skoliosis pada klasifikasi berdasarkan usia penderita, terdiri dari empat tipe
infantive, yaitu terjadi pada usia 0 hingga 3 tahun, tipe juvenile yaitu kelainan ini
muncul di antara usia 4 hingga 9 tahun dan tipe andolescent kelainan muncul
diantara usia 10 tahun hingga akhir masa partumbuhan tulang (16 – 17 tahun)
(Anonim, 2009).
Secara umum, skoliosis dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu reversibel
(dapat kembali) dan non reversibel (tak dapat kembali). Skoliosis reversibel bisa
disebabkan oleh sikap tubuh yang buruk, rasa sakit dan kejang otot di sekitar saraf
tulang belakang, rasa sakit akibat peradangan dan kanker tulang belakang. Infeksi
saluran pencernaan seperti usus buntu atau infeksi di sekitar ginjal juga dapat
menimbulkan skoliosis reversibel. Penyebab lainnya adalah panjang tungkai yang
berbeda. Dari seluruh kasus skoliosis, 85% di antaranya berupa non-reversibel yang
penyebabnya tidak dapat dideteksi. Jenis ini terbagi lagi dalam tiga kelompok yaitu
jenis infantil yang muncul pada bayi sejak lahir hingga usia 3 tahun, jenis juvenil
pada anak usia 4-9 tahun, dan jenis adolesent pada remaja usia 10 tahun hingga akhir
masa pertumbuhan (Sana, 2005).
Skoliosis yang disebabkan oleh kelainan bentuk tulang bisa bersifat bawaan,
misalnya bentuk tulang belakang yang tidak normal atau bisa juga merupakan bentuk
yang didapat, misalnya karena patah atau bergesernya tulang belakang. Selain itu,
skoliosis juga bisa disebabkan oleh kekurangan mineral atau kelainan pada dada
(Sana, 2005).
20
Keadaan ini paling sering terjadi di daerah thoracal dan dapat diakibatkan
kerusakan otot atau vertebra. Paralylis otot akibat osteomyelitis dapat menimbulkan
skoliosis hebat, demikian juga adanya hemivertebra kongenital. Sering skoliosis
bersifat kompensasi pada kaki yang pendek sebelah atau penyakit panggul
(Snell,1997). Sesorang dikatakan skoliosis apabila tulang belakang melengkung
kesatu sisi melebihi 10 derajat. Dari populasi skoliosis 50% penderita mengalami
masalah tulang belakang 20 derajat, melebihi 30 derajat dan 10% melebihi 40
derajat. Ada yang berpendapat bahwa skoliosis akan diperburuk oleh kerena suatu
kebiasaan yang salah antara lain cara membawa tas berat yang salah pada satu sisi
bahu, atau posisi duduk atau berdiri dan tumpuan pada satu sisi tubuh (Siong, 2006).
Untuk mengetahui adanya skoliosis dapat dilakukan beberapa pemeriksaan
antara lain dengan cara:
(1) Pasien berdiri tegak lurus dengan punggung terbuka, tali schit load (bandul)
dipasang tepat pada vertebra prominen (Anonim, 2009)
(2) Bahu anak tidak sama tinggi, penonjolan pada satu sisi dan tulang panggulya
menonjol pada satu sisi, biasanya lengkungan tulang belakang sudah mencapai 30
derajat (Kostuik, 1990). Pemeriksaan dilakukan di daerah belakang dan kelainan ini
lebih jelas terlihat jika penderita mendudukan badan kearah depan fleksi lumbal.
2.2.5 Prognosis skoliosis
Prognosis tergantung atas besarnya derajat kurva, deformitas dan maturitas da
derajat kurva yang ringan dengan skeletal yang sudah matur umumnya tidak
mengalami progresif (Rosadi,2008). Pada umumnya skoliosis tidak akan memburuk
dalam waktu yang singkat. Semakin muda usia munculnya skoliosis, semakin besar
21
kemungkinan menjadi lebih parah, sebab waktu perkembangan skoliosis juga
menjadi lebih lama. Semakin besar sudut, semakin besar skoliosis kemungkinan akan
memburuk (Safitri,2010). Adapun kondisi yang dapat memperburuk scoliosis adalah:
a. Kegemukan
Kelebihan berat badan dapat memperberat beban terhadap tulang belakang
disamping memengaruhi keberhasilan pemakaian brace dan latihan.
b. Usia
Semakin muda usia munculnya skoliosis, semakin besar kemungkinan gangguan
ini akan menjadi semakin parah jika tidak diperbaiki.
c. Sudut kurva
Semakin besar sudut, semakin besar kemungkinan akan mengalami perburukan
apabila tidak dilakukan tindakan.
d. Lokasi
Skoliosis di bagian tengah atau bawah tulang punggung lebih kecil kemungkinan
menjadi buruk ketimbang skoliosis di bagian atas karena beban berat badan di
bagian bawah lebih besar.
2.2.6 Deformitas skoliosis
Deformitas spinal sebagai bentuk yang berlawanan dengan derformitas vertebra
individual yang mempengaruhi bentuk punggung dan muncul sebagai kurva yang
abnormal, dalam bidang korona skoliosis atau bidang sagital, kifosis dan lordosis
(Apley, 1995).
Aktivitas otot yang minimal pada tulang belakang untuk mempertahan postur
yang tegak, tetapi apabila terjadi rileksasi pada otot maka kurva spinal menjadi
22
berlebih dan struktur pasif yang menyukong untuk mempertahankan postur tubuh.
Ketika tejadi pergerakan yang berlebih maka strain terjadi dengan plastisitas dan
reritribusi cairan dalam penyangga jaringan sehingga otot sangat peka untuk terjadi
cidera.
Kurva yang berlebih secara terus menerus akan menyebabkan gangguan postural
dengan ketidak seimbangan antara kekuatan otot dan fleksibilitas serta keterbatasan
jaringan lunak lainnya atau hipomobile. Secara alamiah otot akan dipertahankan
dalam posisiterulur sehingga otot menjadi melemah sehingga terjadi pergeseran dan
kurva lengtht tansion hal ini dikenal sebagai strech weaknes. Sedangkan otot – otot
yang dipertahankan dalam kondisi memendek secara habitual akan hilang
elastisitasnya (Kisner, 2007).
2.2.7 Komplikasi skoliosis
Skoliosis adalah penyakit 3 dimensi yang sangat komplek walaupun prinsipnya
berasal dari kurva ke arah lateral yang kemudian membuat vertebra berputar.
Perputaran vertebra merubah bentuk dan volume dari rongga thorak maupun rongga
abdominal. Sehingga berujung pada organ di dalamnya misalnya berkurangnya
system kerja kardiopulmonal, jantung, dan dapaat menimbulkan nyeri
(harjono,2006).
Skoliosis merupakan kelainan bentuk kurva tulang belakang. Bentuk tulang
belakang yang melengkung ke kiri ataupun ke kanan dengan tingkat derajad
kelengkungan besar akan mendesak organ-organ dalam tubuh. Akibatnya terjadi,
mempengaruhi sistem pencarnaan, pernapasan, jantung dan tentunya muscular
dengan manifestasinya berbagai macam, yaitu nyeri otot, spasme otot, kontraktur
23
otot, penurunan elasisitas otot, penurunan kekuatan otot dan penurunan lingkup
gerak sendi pada tulang belakang.
Skoliosis dengan derajat kurva tulang belakang yang basar dapat menyebabkan
gangguan fungsi kardiopulmonal yang disebabkan kompensasi dari ketidak normalan
tulang vertebra sehingga mempengaruhi bentuk costa. Akibat terus menerus
berkontraksi, sehingga akan mengkibatkan pemendekan jaringan, kontraktur,
komplikasi dari kontraksi otot terus menerus di satu sisi tubuh.
2.2.8 Diagnosis skoliosis
Perlu ditanyakan riwayat keluarga akan skoliosis atau suatu catatan mengenai
beberapa kelainan selama kehamilan atau persalinan, kejadian penting dalam
perkembangan harus dicatat. Pada kurva yang lebih besar kadang-kadang di sertai
dengan keluhan nyeri dan sesak nafas. Gambaran yang terlihat pada skoliosis adalah
manifestasi dari tiga dari deformitas, gambaran tersebut di akibatkan oleh kombinasi
deviasi lateral korpus vertebra dan dinding dada. Bila terjadi devisi lateral vertebra,
vertebra berotasi disekeliling sumbunya yang panjang. Lengkungan yang cembung
kekanan memperlihatkan berbagai derajat Rotasi, yang menyebabkan penonjolan iga
(rib hump).
Ada beberapa jenis pemeriksaan skoliosis diantaranya :
1. Test adam forward bending
Salah satu cara untuk mengetahui apakah skoliosis atau tidak adalah dengan
forward bending test. Karena pada posisi fleksi lumbal kedepan, deformitas rotasi
dapat diamati paling mudah, dan penonjolan iga atau penonjolan para lumbal dapat
dideteksi dengan komponen rotasinya. Pada umumnya, jika deviasi lateral vertebrata
24
meningkat, begitu juga deformitas rotasinya, tetapi hubungan ini tidak linier dan
banyak lengkung minor memperlihatkan rotasi yang nyata sedangkan beberapa
deformitas skoliotik sedang dan berat hanya memperlihatkan unsur rotasional yang
lebih ringan.
Gambar 2.2 Adam Forward Bending Test
(sumber : www.google.com)
2. Scoliometer (inclinometer)
Scoliometer (inclinometer) adalah sebuah alat untuk mengukur sudut kurva pada
tulang belakang pada procesus spinosus yang asimetris (Gordon,et.al, 2008). Cara
pengukuran dengan inclinometer dilakukan pada pasien dengan posisi membungkuk,
kemudian atur posisi pasien karena posisi ini akan berubah-ubah tergantung pada
lokasi kurvatura scoliosis, sebagai contoh kurva dibawah vertebra lumbal akan
membutuhkan posisi membungkuk lebih jauh dibanding kurvapada thorokal.
Kemudian letakkan inclinometer pada apeks kurva, biarkan inclinometer tanpa
25
ditekan, kemudian baca angka derajat kurva. Pada screening, pengukuran ini
signifikan apabila hasil yang diperoleh labih besar dari 5 derajat, hal ini biasanya
menunjukkan derajat adanya rib hump. Ini disebabkan karna adanya rotasi pada
daerah vertebra thorakal, dan ini juga dapat menunjukan kelengkungan vertebra.
Perlu dicatat hal ini hanya menunjukan adanya kelainan pada spine akan tetapi tidak
menunjukan tingkat keparahan dan deformitas tersebut.
Gambar 2.3 Pengukuran inclinometer
3). Skilot
Pemeriksaan lain yang di lakukan oleh fisioterpi adalah menggunakan skilot,
sejenis bandul panjang yang melewti kepala, badan, dan garis tengah gluteal.
Caranya orang yang akan di test dalam posisi berdiri dengan kaki terbuka. Kemudian
letakkna ujung tali yang bebas pada poe dan biarkan bandulnya jatuh melewati garis
26
tengah gluteal. Jika bandul tidak melewati garis tengah gluteal dengan penyimpangan
kira – kira lebih dari 10 derajat, maka memungkunan terjadi scoliosis.
4). Pemeriksaan radiologi
X-Ray Proyeksi Foto polos harus diambil dengan posterior dan lateral penuh
terhadap tulang belakang dan krista iliaka dengan posisi tegak, untuk menilai derajat
kurva dengan metode Cobb dan menilai maturitas skeletal dengan metode Risser.
Kurva strutural akan memperlihatkan rotasi vertebrata pada proyeksi posterior-
anterior, vertebrata yang mengarah ke puncak prosessus spinosus menyimpang
kegaris tengah pada ujung atas dan bawah kurva diidentifikasi sewaktu tingkat
simetri vertebrata diperoleh kembali.
Cobb Angel di ukur dengan menggambar garis tegak lurus dari
batas superior dari vertebra paling atas pada lengkungan dan garis tegang lurus dari
akhir inferior vertebra paling bawah. Perpotongan kedua garis ini membentuk suatu
sudut yang diukur.
2.3 Vertebra
Vertebra atau dikenal dengan tulang punggung yang merupakan tulang yang tak
beraturan yang membentuk punggung serta mudah digerakkan dan merupakan pilar
utama tubuh yang berfungsi melindungi medulla spinalis dan menunjang berat kepal
tubuh serta batang tubuh, yang di teruskan ke tulang – tulang paha dan tungkai yang
mana membutuhkan vertebra sebagai stabilisator dan inisator gerak.
2.2.1 Anatomi vertebra
Tulang merupakan alat penggerak pasif dan dapat memberi bentuk tubuh.
Tulang belakang salah satu fungsinya adalah melindungi medulla spinalis dan
27
menunjang berat kepala serta batang tubuh, yang diteruskanya ke tulang–tulang paha
dan tungkai bawah serta penyangga dan peredam kejut gerak bawah selalu
memerlukan dukungan tulang belakang sebagai stabilisator maupun insiator gerak.
Terdapat 33 tulang , 24 tulang saling bersendi membentuk collumna yang fleksibel
dengan bentuk yang tidak beraturan pada tulang belakang. Masing–masing di
pisahkan oleh diskus intervertebralis. Seluruh diskus menyusun seperempat panjang
columna vetrebrae yang di kelompokan sebagai berikut ; 7 buah os cervicalis, 12
buah os thoracal, 5 buah os lumbal,1 buah (penyatuan 5 buah ) os Sacralis, dan 1
buah (penyatuan 3-5 buah) os coccygeus.
Dua vertebra cervicalis pertama digunakan untuk kepala melakukan rotasi, lima
vertebralis sisannya tempat melekatnya otot – otot yang menjaga kepala untuk tetap
tegak. Dua belas vertebra thoracalis menjadi tempat perlekatan bagian costa. Badan
(corpus) kelima vertebra lumbalis lebih besar karena strukturnya harus menyangga
berat tubuh. Lima tulang sacrum dan coccygeus menyatu untuk menbentuk dua
satuan yang terpisah. Seperti yang telihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.4 Columna Vertebralis (www.geocities.ws)
28
Fungsi tulang vertebra mempunyai tiga fungsi :
a. Fungsi statik, untuk menjaga beban dan postur tubuh.
b. Fungsi dinamis atau pergerakan untuk sendi faset dan diskus intervertebralis.
c. Fungsi protektif terhadap medula spinalis dan akar saraf tepi atau nervi spinalis
(Harsono, 2001).
Unit fungsional tulang belakang dibagi dalam dua segmen yaitu : segmen
anterior dan segmen posterior. Segmen anterior berfungsi sebagai penahan berat
badan dan meredam gerakan, terdiri dari korpus vertebra yang dihubungkan satu
dengan lain oleh diskus intervertebralis yang berfungsi sebagai peredam kejut (shock
absorber). Diskus intervertebralis bagian sentral disebut nucleus pulposus dan
segmen bagian depan tersebut diperkuat oleh beberapa ligamentum longitudinale
anterior yang melekat pada korpus vertebra dan annulus fibrosis. Segmen posterior
yang terdiri dari arkus vertebra, procesus tranversus, procesus spinalis, facet, sendi
superior, inferior dengan beberapa ligamen yang berfungsi sebagai pelindung organ
dan penentu arah gerakan (Sudaryanto, 2012).
Pada fasies lateralis, akan terlihat lengkungan di regio cervicalis, thoracalis,
lumbalis dan pelvic. Lengkungan di cervicalis, convex ke arah ventral yang di awali
dengan avinces dentis sampai kepertengahan dan vertebrae thoracica paling
menonjol ke arah dorsal dan processus spinosus vertebrat thoracal VII. Di regio
lumbalis convex ke arah ventral yang di mulai dengan thoracal XII dan berakhir
diangulus sacrovertebralis. Sedangkan di regio pelvic, concavitas lebih kearah caudal
dan ventral yang di mulai dari articulatio sacrovertebrale dan berakhir di ujung os
coccygis.
29
Tulang belakang didukung oleh otot–otot penunjang agar tetap tegak, yaitu dari
punggung, perut, pinggang dan tungkai yang kuat dan fleksibel. Semua otot ini
berfungsi sebagai penahan agar tulang belakang dan diskus tetap dalam posisi
normal. Tulang belakang digerakan oleh banyak otot, sebagai besar melekat pada
vertebra, sementara yang lain seperti musculus Strnocleidomastodeus dan otot
dinding perut melekat pada kranium atau fascia. Diamati dari ventral, colum vertebra
juga mempunyai lekukan ke arah lateral yang disebut skoliosis. Lengkungan ini
mungkin disebabkan oleh pengaruh aktifitas otot. Anggota sebelah kanan aktif dari
pada yang kiri sehingga lengkungan ke lateral lebih condong ke arah kanan kecuali
pada orang kidal.
Otot-otot spine terdiri atas otot-otot intrinsik dan ekstrinsik dengan fungsi utama
sebagai stabilisator, disamping sebagai penggerak. Pada bagian depan regio cervical
terdapat m. rectus capitis anterior, m. rectus capitis lateralis, m. longus capitis, m.
longus colli dan 8 buah otot hyoideus. Pada abdominal terdapat m. rectus abdominis,
m. obliquus externus dan internus.
Bagian belakang regio cervical terdapat m. splenius capitis, m. splenius cervicis
sebagai ekstensor utama. Pada toracalis dan lumbal terdapat m. thoracalis posterior,
m. sacrospinalis, m. semispinalis, m. spinalis, m. longissimus dan m. iliocostalis, dan
otot-otot spinalis dalam m. multifidi, m. rotatores, m. interspinalis, m.
intertransversarii, m. levatores costarum.
Bagian lateral daerah cervical terdapat m. sternocleidomastoideus, m. levator
scapulae, dan m. scalenus anterior, posterior dan medius. Pada lumbal terdapat m.
30
quadratus lumborum dan psoas mayor. Untuk lebih jelas lihat pada gambar dibawah
ini
Gambar 2.5 Otot – otot punggung (Sobbota, 2009)
31
Struktur ligamen-ligamen yang memperkuat vertebra adalah :
a. Ligamen longitudinal anterior
Ligamen ini melekat dari basis occiput ke sacrum pada bagian anterior vertebra.
Ligamen longitudinal anterior merupakan ligamen yang tebal dan kuat, dan berperan
sebagai stabilisator pasif saat gerakan ekstensi.
b. Ligamen longitudinal posterior
Ligamen ini melekat dari basis occiput ke canalis sacral pada bagian posterior
vertebra tetapi pada regio lumbal, ligamen longitudinal posterior mulai menyempit
dan semakin sempit pada lumbosacral sehingga ligamen ini lebih lemah daripada
ligamen longitudinal anterior, dan diskus intervertebralis lumbal pada bagian
posterolateral tidak terlindungi oleh ligamen longitudinal posterior. Ligamen ini
sangat sensitif karena banyak mengandung serabut saraf afferent nyeri (A delta dan
tipe C) dan memiliki sirkulasi darah yang banyak.
c. Ligamen flavum
Ligamen ini sangat elastis dan melekat pada arcus vertebra tepatnya pada setiap
lamina vertebra. Ke arah anterior dan lateral, ligamen ini menutup capsular dan
ligamen anteriomedial sendi facet. Ligamen ini mengandung lebih banyak serabut
elastin daripada serabut kolagen dibandingkan dengan ligamen-ligamen lainnya pada
vertebra.
d. Ligamen interspinosus
Ligamen ini sangat kuat yang melekat pada setiap processus spinosus dan
memanjang kearah posterior dengan ligamen supraspinosus.
32
e. Ligamen supraspinosus
Ligamen ini melekat pada setiap ujung processus spinosus. Ligamen ini
menonjol secara meluas pada regio cervical, dimana dikenal sebagai ligamen nuchae
atau ligamen neck. Pada regio lumbal, ligamen ini kurang jelas karena menyatu
dengan serabut insersio otot lumbodorsal. Bersama dengan ligamen longitudinal
posterior, ligamen flavum, dan ligamen interspinosus bekerja sebagai stabilisator
pasif pada gerakan fleksi.
f. Ligamen intertransversal
Ligamen ini melekat pada tuberculum asesori dari processus transversus dan
berkembang baik pada regio lumbal. Ligamen ini berperan sebagai stabilisator pasif
pada gerakan lateral fleksi.
Tulang belakang disambung ke depan oleh tulang rangka. Di dalam rangka
terdapat organ-organ dalam kehidupan manusia. Seperti halnya paru-paru. Tulang
belakang disambung ke depan oleh tulang rangka. Di dalam tulang rangka terdapat
organ-organ dalam kehidupan manusia. Seperti halnya paru-paru, jantung, ginjal,
hati. Tulang rangka berfungsi untuk melindungi organ-organ dalam tubuh dari
benturan yang keras atau traumatik yang mungkin terjadi. Pada tulang dada, otot
pernapasan otot-otot abdominal. Otot-otot abdominal mempunyai peran penting
dalam memposisikan tubuh menjadi tegak.
Penekanan pada sisi konkaf oleh gravitasi yang asimetris dan pemendekan
jaringan lunak menekan efifisis pada sisi tersebut sehingga pada sisi tersebut
pertumbuhan terhambat dan mengakibatkan perubahan struktur tulang, seperti
terjadinya korpus vertebra yang berbentuk wedge dan lainya. Rotasi terjadi oleh
33
kerena pada sisi konkaf struktur–struktur berhempitan dan mendorong rotasi kearah
konvek, dimana hal ini sesuai dengan prinsip pembengkokan pada multi segmen.
Oleh karena sesuatu yang bengkok mudah bertambah, maka akan terjadi skoliosis.
Meskipun pertumbuhan telah berhenti kurva akan bertambah oleh gravitasi, berat
diatas level skoliosis dan oleh bowstring effect otot-otot lumbal yang melebihi sudut
35 derajat dan skoliosis torakal dengan sudut melebihi 40-50 derajat (Satyanegara,
1998).
Bagian tengah ruas tulang belakang terdapat suatu saluran yang disebut saluran
sumsum tulang belakang (canalis medula spinalis) dan di dalamnya terdapat
sumsum tulang belakang. Fungsi dari tulang belakang adalah menahan kepala dan
alat – alat tubuh lainnya, melindungi alat halus yang ada didalamnya (sumsum tulang
belakang) tempatnya melekatnya tulang iga dan tulang panggul serta menentukan
sikap tubuh.
Saat janin, columna vertebralis dan medulla spinalis memiliki panjang yang
sama. Namun karena columna vertebralis tumbuh lebih cepat dari medulla spinalis
ujung bawah. Medulla spinalis perlahan – lahan akan semakin tinggi, setinggi L3
saat lahir dan setinggi batas bawah L1 orang dewasa. Dengan alasan ini juga radiks
nervus anterior dan posterior menjadi semakin dari atas ke bawah sehingga radiks
sacralis dan lumbalis membentuk gumpalan kauda ekuina yang mengisi bagian
bawah kanalis spinalis. Ganglia radiks posterior mengisi voramina intervertebralis
sehingga radiks tidak menyatu sampai di titik ini. Medulla spinalis berakhir sebagai
fillum terminale. Suatu lembaran fibrosa tipis yang merupaka bagian dari kauda
ekuina. Medulla spinalis memiliki dua pembersaran pada regio sacralis dan lumbalis,
34
sesuai dengan regio saraf – saraf pleksus eksteremitas. Dengan alasan inilah kanalis
vertebralis lebih besar di regio ini, dan merupakan regio dengam mobilitas terbesar.
Fungsi dari medula spinalis adalah pusat gerakan otot-otot tubuh terbesar dari
kornu motorik atau kornu ventralis, mengurus reflek-reflek spinalis serta reflek-
reflek lutut, menghantarkan ransangan koordinasi dari otot dan sendi ke cerebelum
sebagai penghubung antar segmen medula spinalis, mengadakan komunikasi antar
otak dengan semua bagian tubuh. Medula spinalis secara kasar berbentuk silindris.
Pada bagian atas mulai pada foramen magnum tengkorak, berlanjut ke medula
oblongata otak dan pada orang dewasa berakhir setinggi batas bawah vertebra
lumbalis ketiga. Medula spinalis dilindungi oleh tiga meningen yaitu duramater,
arachnoideamater, filamen dan juga dilindungi oleh cairan cerebro spinalis
(Satyanegara,1998).
Penyebaran semua saraf medula spinalis dimulai dari torakal satu sampai ketiga
mempunyai cabang-cabang saraf yang akan keluar membentuk pleksus dan ini akan
membentuk saraf tepi yang terdiri dari:
a. Pleksus servikalis
Suatu bagian yang dibentuk oleh cabang-cabang saraf servikalis anterior.
Cabang ini berkerja sama dengan saraf vagus dan nervus assesoris. Untuk otot leher
dan bahu. Saraf frenik pada diafragma.
b. Pleksus brakhialis
Suatu bagian yang dibentuk oleh persatuan cabang-cabang anterior dari saraf
servikal empat dan torakal satu. Sarap terpenting nervus medianus yaitu nervus
35
ulnaris radialis dan mempersarafi anggota gerak atas yaitu sensasi tangan dan fleksi
jari – jari.
c. Pleksus lumbalis
Dibuat oleh serabut saraf dan torakal dua belas. Saraf terbesar yaitu nervus
femoralis dan nervus obturatoir. Untuk otot – otot tungkai bawah dan dinding
abdomen bawah.
d. Pleksus sakralis
Dibentuk oleh saraf dari lumbal dan sakral, saraf skiatik yang merupakan saraf
terbesar keluar mempersarafi otot anggota gerak bawah setinggi vertebra lumbal satu
yang dikelingi dan dilindungi oleh tulang belakang.
2.2.2. Biomekanika vertebra
Pergerakan columna vertebralis pada tulang sakrum diangggap sebagai tempat
yang tidak bergerak atau dianggap sebagai titik tetapnya. Gerakan yang terjadi
masing-masing vertebra ditentukan oleh bentuk permukaan persendian, ligamen-
ligamen disekeliling persendian dan juga ditentukan oleh otot-otot yeng
menggerakan persendian terebut. Meskipun gerakan pada tiap-tiap vertebra yang
berbatasan sangat sedikit, tetapi gerak keseluruhan dari columna vertebralis
mempunyai jarak gerak sendi yang sangat luas. Karena terdapat perbedaan struktural
dan adanya sejumlah costa, maka besarnya gerakan yang dihasilkan juga beragam
antara vertebra yang berdekatan pada regio cervical, thoracal, dan lumbal.
Pada setiap regio, dua vertebra yang berdekatan dan jaringan lunak antara kedua
vertebra tersebut dikenal dengan segmen gerak (Segmen Junghan’s). Segmen gerak
tersebut merupakan unit fungsional dari spine (vertebra). Setiap segmen gerak terdiri
36
atas tiga sendi. Corpus vertebra terpisah oleh adanya diskus intervertebralis yang
membentuk tipe symphysis dari amphiarthrosis. Facet joint kiri dan kanan antara
processus artikular superior dan inferior adalah tipe plane/glide joint dari diarthroses
yang dilapisi oleh cartilago sendi.
Lebih jelasnya, unit fungsional dari columna vertebralis terdiri dari anterior
pillar dan posterior pillar. Anterior pillar dibentuk oleh corpus vertebra dan diskus
intervertebralis yang merupakan bagian hidraulik, weight bearing, dan shock
absorbing. Posterior pillar dibentuk oleh processus artikular dan facet joint, yang
merupakan mekanisme slide untuk gerakan. Juga dibentuk oleh 2 arcus vertebra, 2
processus transversus, dan processus spinosus.
a. 1. Anterior Pillar
Corpus vertebra pada regio cervical lebih kecil daripada vertebra thoracal dan
lumbal. Secara progresif, corpus vertebra semakin besar ke bawah dari regio cervical
sampai regio lumbal. Pada regio lumbal, corpus vertebranya besar dan lebih tebal
daripada regio diatasnya. Hal ini sesuai dengan tujuan fungsional, bahwa pada saat
posisi tubuh tegak maka setiap vertebra harus menopang semua berat trunk, lengan
dan kepala sehingga area permukaan vertebra lumbal yang luas/besar akan
mengurangi besarnya stress yang terjadi.
Diskus intervertebralis merupakan fibrocartilago kompleks yang membentuk
articulatio antara corpus vertebra, dikenal sebagai symphisis joint. Diskus
intervertebralis pada orang dewasa memberikan kontribusi sekitar ¼ dari tinggi
spine. Diskus intervertebralis merupakan salah satu komponen three-joint kompleks
antara 2 vertebra yang berdekatan dan makin ke caudal makin tebal. Diskus
37
intervertebralis mulai ada pada segmen C2-C3 sampai segmen L5-S1. Peran diskus
intervertebralis adalah memberikan penyatuan yang sangat kuat, derajat fiksasi
intervertebralis yang penting untuk aksi yang efektif dan proteksi alignment dari
canal neural. Diskus juga dapat memungkinkan gerak yang luas pada vertebra. Setiap
diskus terdiri atas 2 komponen yaitu:
a. Nukleus pulposus merupakan substansia gelatinosa yang berbentuk jelly
transparan, mengandung 90% air, dan sisanya adalah collagen dan
proteoglycans yang merupakan unsur-unsur khusus yang bersifat mengikat atau
menarik air. Nukleus pulposus merupakan hidrophilic yang sangat kuat & secara
kimiawi di susun oleh matriks mucopolysaccharida yang mengandung ikatan
protein, chondroitin sulfat, hyaluronic acid dan keratin sulfat. Nukleus pulposus
tidak mempunyai pembuluh darah dan saraf. Nukleus pulposus mempunyai
kandungan cairan yang sangat tinggi maka dia dapat menahan beban kompresi
serta berfungsi untuk mentransmisikan beberapa gaya ke annulus & sebagai
shock absorber.
b. Annulus fibrosus tersusun oleh sekitar 90 serabut konsentrik jaringan collagen
yang nampak menyilang satu sama lainnya secara oblique dan menjadi lebih
oblique kearah sentral. Karena serabutnya saling menyilang secara vertikal
sekitar 30o satu sama lainnya maka struktur ini lebih sensitif pada strain rotasi
daripada beban kompresi, tension, dan shear. Orientasi serabutnya juga
memberikan kekuatan tension ketika vertebra mengalami beban kompressi,
twisting, atau pembengkokan sehingga membantu mengendalikan gerakan
vertebra yang beragam. Serabut-serabutnya sangat penting dalam fungsi
38
mekanikal dari diskus intervertebralis, memperlihatkan suatu perubahan
organisasi dan orientasi saat pembebanan pada diskus dan saat degenerasi
diskus. Susunan serabutnya yang kuat melindungi nukleus di dalamnya dan
mencegah terjadinya prolapsus nukleus. Secara mekanis, annulus fibrosus
berperan sebagai coiled spring (gulungan pegas) terhadap beban tension dengan
mempertahankan corpus vertebra secara bersamaan melawan tahanan dari
nukleus pulposus yang bekerja seperti bola.
Diskus intervertebralis memiliki nukleus pulposus yang berbentuk bulat ibarat
bola yang terletak antara 2 papan, sehingga memiliki 6 derajat gerak yaitu :
a) Tilting depan-belakang pada bidang sagital sebagai fleksi – ekstensi,
b) Giding ke depan-belakang pada bidang sagital sebagai anterior dan posterior
glide,
c) Tilting ke samping kanan-kiri dalam bidang frontal sebagai fleksi lateral kanan-
kiri,
d) Gliding ke samping kanan-kiri dalam bidang frontal sebagai gerak geser kanan-
kiri,
e) Rotasi kanan-kiri dalam bidang frontal sebagai rotasi kanan-kiri,
f) Gliding sumbu lingitudinal sebagai traksi-komresi.
Cartilaginous end-plate menutup nukleus pulposus kearah superior dan inferior,
terletak antara nukleus dan corpus vertebra. Setiap cartilaginous dikelilingi oleh
cincin apophyseal dari masing-masing corpus vertebra. Serabut-serabut collagen dari
lapisan dalam annulus fibrosus berinsersio didalam cartilaginous end-plate dan
membentuk sudut kearah sentral, sehingga membentuk kapsul pada nukleus
39
pulposus. Nutrisi akan berdifusi dari sumsum corpus vertebra ke diskus melalui
cartilaginous end-plate.
2. Posterior Pillar
Bagian posterior pillar yang paling penting adalah facet joint (sendi facet) yang
dibentuk oleh processus artikularis superior vertebra bawah dan processus artikularis
inferior vertebra atas. Sendi facet termasuk dalam non-axial diarthrodial joint. Setiap
sendi facet mempunyai cavitas articular dan terbungkus oleh sebuah kapsul.
Gerakan yang terjadi pada sendi facet adalah gliding (gerak geser), menekuk dan
rotasi sehingga memungkinkan terjadi gerak tertentu yang lebih dominan pada
segmen tertentu. Fungsi mekanis sendi facet adalah mengarahkan gerakan. Besarnya
gerakan pada setiap vertebra sangat ditentukan oleh arah permukaan facet articular.
Arah facet pada cervical dalam bidang transversal, pada thoracal dalam bidang
frontal, dan pada lumbal dalam bidang sagital.
Sendi facet dan diskus memberikan sekitar 80% kemampuan spine untuk
menahan gaya rotasi torsion dan shear, dimana ½-nya diberikan oleh sendi facet.
Sendi facet juga menopang sekitar 30% beban kompresi pada spine, terutama pada
saat spine hiperekstensi. Gaya kontak yang paling besar terjadi pada sendi facet L5-
S1.
Struktur lainnya pada bagian posterior adalah canalis spinalis yang berisi spinal
cord, foramen intervertebralis yang merupakan tempat keluarnya radiks (akar) saraf
vertebra, costovertebral dan costotransversal pada regio thoracal, processus spinosus.
Untuk lebih jelas lihat gambar di bawah ini :
40
Gambar 2.6 Struktur Vertebra (Sudaryanto, 2012)
2.4 Latihan Pada Skoliosis
2.4.1 Swiss ball exercise
Stability/fleksibility ball exercise atau disebut juga swiss ball exercise adalah
sebuah bola yang sangat besar, di pompa dan terbuat dari karet. Swiss ball exercise
ini ditemukan di Italia pada tahun 1960 yang di gunakan untuk menstabilkan otot
yang tidak stabil menjadi lebih stabil karena dengan bola yang terbuat dari karet ini
akan mengatifkan otot yang sudah lama tidak melakukan fungsinya menjadi
teraktifasi kembali.
Swiss ball exercise tidak hanya di gunakan sebagai treatment tetapi juga untuk
mempertahankan kondisi tubuh. Latihan ini sangat mudah, aman dan menarik di
gunakan dan dapat di gunakan oleh semua jenjang usia, laki – laki maupun
perempuan. Latihan dengan bola ini tanpa membutuhkan ruangan yang besar dan
41
ruangan khusus. Hanya saja pada orang yang lanjut usia yang mengalami cidera dan
wanita hamil harus lebih berhati – hati harus dengan pengawasan atau instruktur
karna beresiko untuk jatuh. Swiss ball exercise dapat dilakukan dirumah atau pada
gymnastic class. swiss ball exercise dapat di berikan pada pasien skoliosis.
Penelitian yang di lakukan oleh Waiss (1994) menyatakan latihan dengan
menggunakan bola dapat memperendah progresifitas sebesar 6 derajat sekitar 25%
dari 181 pasien, peningkatan stabilitas 57 persen dan dapat menurunkan derajat
kurva skoliosis sebesar dengan 6 derajat sekitar 18% dengan treatment selama 4 – 6
minggu (Carriere, 1998).
Swiss ball exercise adalah latihan yang menggunakan stabilitas pada bola. Pada
saat latihan dengan bola diperlukan keseimbangan dan koordinasi yang dapat dilatih
secara bersamaan dengan kekuatan dan stabilitas. Sehingga pasien skoliosis yang
memiliki kelengkungan kurva yang mengakibatkan otot, tulang dan sendi di daerah
kelengkungan tersebut menjadi tidak stabil sehingga punggung menjadi asimetris.
Pada saat latihan dengan menggunakan bola stabilisasi tulang belakang berpindah
ke bola sehingga otot menjadi lebih rilek dan dengan mudah untuk kembali ke
posisinya dan ikuti dengan oleh pergerakan tulang.
Latihan dengan menggunakan bola dapat meningkatkan keseimbangan statis
maupun dinamis, keseimbangan statis dapat meningkatkan proprioseptive dan dapat
meningkatkan fungsional (Browne, 2006).
Latihan ini baik di gunakan apabila tubuh dalam keadan tidak stabil sehingga
swiss ball exercise dapat mengatifkan otot-otot sesuai dengan fungsinya seperti otot
abdominal dan otot intervertebralis. Swiss ball exercise tanpa menggunakan latihan
42
pembebanan tetapi menggunakan anggota gerak atas dan anggota gerak bawah pada
waktu yang bersamaan.
Dengan demikian swis ball exercise berarti latihan yang bertujuan untuk
keseimbangan dan memiliki efek positif terhadap tubuh dapat meningkatkan
kekuatan dan daya tahan otot. Sehingga latihan ini akan menambah fleksibilitas,
menambah stabilitas sendi dan koordinasi serta meningkatkan propioceptive.
Gerakan – gerakan yang dilakukan untuk swiss ball exercise adalah :
a. Sit up / stability ball cruch
Responden tidur terlentang dengan punggung di sangga bola dengan hip lurus
dan knee fleksi 90 derajat. Kedua tangan menyangga kepala. Lakukan gerakan
dengan mengangkat kepala dan punggung.pada saat melakukan gerakan naik turun
tetap melakukan melakukan koreksi aktif pada tulang belakang. Gerakan ini
dilakukan selama 8 detik.
Gambar 2.7 Stability ball Cruch
(sumber : www.google.com)
43
b. Rear lateral raises
Responden duduk di atas bola dengan ke dua kaki di depan dan knee fleksi 90
derajat dan di buka lebar. Angkat kedua tangan ke atas dan turunkan sampai jari –
jari menyentuh lantai dan di berikan korensi aktif pada tulang belakang untuk tetap
dalam keadaan lurus, dan kepala berada di kedua tangan. Gerakan ini dilakukan
selama 8 detik.
Gambar 2.8 Rear lateral raises
(sumber : www.google.com)
c. One arm arw
Responden duduk dilantai dengan bersandarkan bola disisi lateral kemudian
tangan yang satu berada di atas bola dan yang satu diangkat ke atas. Lakukan koreksi
postur yaitu dengan tulang belakang tetap dalam keadaan lurus. Kemudian dengan
menarik nafas dalam tangan yang disangga bola menggapai lantai dan lakukan
pernapasan seperti biasa dan pada saat turun di usakan saat menghembus nafas.
Gerakan ini dilakukan selama 8 detik.
44
Gambar 2.9 one arm arw
(sumber : www.google.com)
d. Prone ball roll
Responden seperti posisi merakangkak dengan tangan disangga bola lakuakan
koreksi postur tulang belakang yaitu dengan tulang belakang dalam kedaan lurus.
Kemudian lakukan gerakan dengan menggerakkan bola ke arah depan.
Gambar 2.10 Prone ball roll
(sumber : www.google.com)
45
e. Back extention
Responden posisi terlungkup dengan perut di sangga oleh bola jari–jari kaki
menyentuh lantai. Kedua tangan di letakkan di leher. Lakuakn koresi postur tulang
belakang yaitu dengan tulang belakang dalam keadaan lurus. Kemudian kepala
diangkat dan kaki di luruskan tetap masih menyentuh lantai. Pandangan lurus
kedepan. Gerakan ini dilakukan selama 8 detik.
Gambar 2. 11 Back extention
(sumber : www.google.com)
f. Arm and leg extention
Responden masih dalam posisi terlungkup dengan perut disangga oleh bola dan
jari – jari tangan dan kaki menyentuh bola. Lakukan koreksi tulang belakang yaitu
dengan memposisi tulang belakang tetap dalam keadaan lurus. kemudian angkat
tangan kiri dan kanan secara bersamaan kemudian ulangi gerakan dengan sisi yang
berbeda. Gerakan ini dilakukan selama 8 detik.
46
Gambar 2. 12 Arm and leg extention
(sumber : www.google.com)
g. Supine hip extention
Pasien di minta untuk tidur terlentang di lantai dengan kaki diletakkan di atas
bola. Lakukan koreksi pada tulang belakang dengan memposisikan tulang belakang
dalam keadaan lurus. kemudian mengakat badan dengan tangan masih menempel di
latai. Kemudian angkat salah satu kaki secara bergantian. Gerakan ini dilakukan
selama 8 detik.
Gambar 2.13 Supine hip extention
(sumber : www.google.com)
47
Tujuan dari swiss ball exercise pada skoliosis idiopatik adalah :
a) Stabilitas tulang belakang tertama untuk pengutan otot dam mengembaliakan
otot pada tempatnya
b) Mencapai kesadaran tubuh yang mana memberikan koreksi karena kesalahan
postur dan kebiasaan
c) Menambah mobilitas pada tulang belakang dan ekstremitas.
d) Menambah keseimbangan.
Tabel 2.1
Pengulangan dan set swiss ball exercise
(sumber : Seo et al, 2012)
Minggu
1-3 4-6 6-9 10-12
a. Situps/ stability ball crunch 3x3 3x4 4x5 5x5
b. Rear lateral reise 3x3 3x4 4x5 5x5
c. One arm arw 3x3 3x4 4x5 5x5
d. Prone ball roll 3x3 3x4 4x5 5x5
e. Back extension 3x3 3x4 4x5 5x5
f. Leg drop 3x3 3x4 4x5 5x5
g. Supine hip extention 3x3 3x4 4x5 5x5
2.4.2 Klapp exercise
Suatu teknik yang sudah lama digunakan yang bertujuan untuk memperkuat
otot – otot tulang belakang dengan posisi seperti kucing (posisi merngka) atau
binatang kaki empat. Metode ini telah dirancang pada tahun 1940 oleh Rodoph
Klapp yang menyebutkan binatang berkaki empat tidak mengalami skoliosis
berbeda dengan manusia yang menopang berat tubuh hanya pada kedua kakinya
(Ferreira, 2001).
Pada klapp exercise merupakan salah satu motor learning teknik. Untuk
membuat otot menjadi lebih kuat yaitu dengan memperkuat rangsangan pada
serabut otot secara efektif. dan serabut otot dapat di aktivasi secara keseluruhan,
48
(Browne, 2006). Klapp exercise masih sering di lakukan dengan tujuan stabilitas
dan simetris tetapi pada laihan klaap exercise memberikan penekanan pada tulang
belang sehingga pada pasien scolosis perlu dilakukan latihan isometrik
(Carriere,et.al, 1998)
Sebelum melakukan klaap exercise pasien di minta untuk melakukan relaksasi
pada sebelum melakuan latihan sehingga pada saat latihan inti di mulai tidak ada
ketegang dan keraguan saat melakukan gerakan. Pada saat melakukan gerakkan inti
dilakukan sesuai dengan kemampuan pasien. Ada tujuh latihan yang di lakukan
dengan metode klaap :
a. Crawl posture near the ground
Responden dalam posisi merangkak dengan support elbow 90 derajat dan tangan
menempel dilantai, kepala tegak lurus kedepan hip dan knee 90 fleksi derajat
sehingga posisi torakal hiperkyposis, kemudian kontraksikan otot abdomen dan otot
vertebra.
Gambar 2.14 Crawl posture near the ground
(Sumber : Lunes, 2010)
b. Horizontal slidding
49
Responden dalam posisi merangkak dengan hip dan knee fleksi 90 derajat dan
dalam posisi ini responden diminta untuk meluruskan tangan dengan menyentuh
lantai dan sejauh mungkin tanpa elbow menyentuh lantai. Dan posisi kepala tegak
lurus diantara kedua tangan.
Gambar 2.15 Horizontal slidding
(Sumber : Lunes, 2010)
c. Lateral sliding
Responden di minta untuk dalam posisi yang sama seperti horizontal sliding ke
arah samping pada sisi yang punggung yang lebuh tinggi (convex).
50
Gambar 2.16 Lateral Sliding
(Sumber : Lunes, 2010)
d. Lateral crawl
Responden dalam posisi merangkak satu tangan ke arah medial (kearah dada)
dan posisi lutut yang ipsilateral dengan tangandan sedikit maju dan kepala lateral
rotasi pada arah yang sama. Di lakukan pada sisi punggung yang lebih rendah.
Gambar 2.17 Lateral crawl
(Sumber : Lunes, 2010)
e. Big arch
Responden dalam posisi merangkak seperti lateral crawling tetapi pada anggota
gerak yang belawanan di luruskan dengan posisi kepala tetap pada lateral rotasi pada
arah seperti lateral crawl.
51
Gambar 2.18 Big arch
(Sumber : Lunes, 2010)
f. Arm turn
Respoden di posisikan merangkak tangan dan kaki yang ipsilateral pada
punggung yang tinggi dengan melakukan ekstensi elbow dan abduksi shoulder 90
derajat.
Gambar 2.19 Arm turn
(Sumber : Lunes, 2010)
g. Big curva
52
Latihan terakhir ini pasien di minta untuk tetap posisi merangkak tangan dan
kaki yang ipsilateral diangkat secara bersamaan dan tegak lurus.
Gambar 2.20 Big curve
(Sumber : Lunes, 2010)
Tabel 2.2
pengulangan dan set klapp exercise
(Sumber : Lunes, 2010)
Minggu
1-3 4-6 6-9 10-12
1. Crawl posture near the ground 3x3 3x4 4x5 5x5
2. Horizontal sliding 3x3 3x4 4x5 5x5
3. Lateral sliding 3x3 3x4 4x5 5x5
4. Lateral crawling 3x3 3x4 4x5 5x5
5. Big arch 3x3 3x4 4x5 5x5
6. Arm turn 3x3 33x4 4x5 5x5
7. Big Curva 3x3 3x4 4x5 5x5
2.4.3 Koreksi Postur
53
Postur tubuh yang baik bukan sekedar membuat punggung tetap tegak,
melainkan mengetahui bagaimana mengetahui bentuk tubuh yang tepat (dari kepala,
bahu, pinggul, hingga lutut) sehingga kita bisa memperbaikinya ketika tubuh
mulai keluar jalur.
Struktur tubuh dan fungsinya akan berkeja dengan baik membutuhkan suatu
postur yang baik juga. Postur dapat di pengaruhi oleh kebiasaan yang salah sehingga
terjadi ketidakseimbangan.
Prinsip koreksi postur menurut Bialex and Hanggo (2010) yaitu :
a. Memberikan pemahan kepada anak tentang kelainan tulang belakang yang
dialaminya. Dengan memberikan koreksi skoliosis ke arah yang benar
b. Merileksasikan struktur otot dengan cara memberikan koreksi agar tidak terjadi
peningkatan pada kurva skoliosis
c. Meningkatkan stabilitas lumbar-sacral
d. Merelaksasikan ketengan otot pada puncak skoliosis dengan koreksi postur agar
skoliosis bergeser ke arah anatomis
e. Membiasakan tubuh dalam posisi tulang belakang yang benar dengan
menstabilkan dan melihara koreksi postur pada kurva skoliosis
f. Memfasilitasi koreksi postur dengan breathing exercise
g. Membiasakan tubuh pada posisi yang benar yaitu mensimetriskan posisi kepala,
bahu kanan-kiri, scapula kanan-kiri, segitiga pinggang dan panggul- duduk ,
berjalan dan aktivitas sehari – hari.
h. Latihan keseimbangan dan peningkatan koordinasi neuromuscular.
54
BAB III
KERANGKA BERFIKIR, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Berfikir
Berdasarkan latar belakang dan kajian pustaka yang terdapat di bab sebelumnya,
maka kerangka konsep yang dapat saya paparkan di bab ini adalah sebagai berikut :
skoliosis merupakan salah satu kelainan dari tulang belakang yang melengkung ke
arah samping. Normalnya tulang belakang jika diamati dari samping berbentuk S.
Pada bagian cervical dan lumbal ke arah anterior, dan bagian thoracal dan pelvic
kearah posterior, sementara dilihat dari belakang tulang belakang yang normal lurus
dari cervical sampai cocigys. Pada skoliosis terjadi salah satunya mengalami
kelengkungan yang tidak wajar.
Skoliosis lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pada pria beberapa
literatur mengatakan delapan berbanding satu dan penyebabnya tidak diketahui
(idiopatik). Faktor lain penyebab skoliosis adalah genetik dan hormonal. Hal ini di
bisa saja terjadi pada anak usia SD hingga SMP di karenakan kebiasaan duduk pada
saat belajar yang miring kekanan atau kekiri atau kanan. Ketidak ergonomisan antara
kursi dan dengan meja belajar, posisi duduk anak pada saat bermain game dirumah
atau tas yang di bawa terlalu berat hal ini bisa saja menyebabkan anak mengalami
skoliosis. Skoliosis tidak menimbulkan rasa nyeri, tetapi bisa mengganggu rasa
percaya diri anak jika kurang dari 40 derajat.
Posisi duduk yang terbaik didepan meja belajar atau bermain game dikomputer
adalah menyandarkan ke kursi, yang terbukti bisa membantu meminimalkan cedera
55
otot-otot pada punggung. Duduk dalam 3 posisi membungkuk dimana posisi tubuh
condong ke depan dengan sudut kemiringan sekitar 70 derajat, posisi duduk tegak
(90 derajat) dan duduk santai dengan postur kemiringan 135 derajat. Diskus saat
menerima beban berat badan terpusat semuanya pada tulang belakang sehingga
piringan sendi keluar tempatnya. Pergerakan pinggang sendi ini ditentukan pada
posisi duduk 90 derajat dan kursi (posisi tegak sempurna), sementara posisi 135
derajat ialah posisi terbaik karena posisi tersebut tidak menyebabkan tekanan pada
ligamentum dan otot-otot tetap berada dalam posisi baik dipunggung. Duduk dalam
posisi anatomis adalah sangat penting karena jaringan pada tulang belakang
terhubungan dengan ligamentum yang bisa menjadi gangguan tulang belakang yang
kronis seperti skoliosis.
Gambaran yang terlihat pada skoliosis adalah manifestasi dari 3 deformitas,
gambaran tersebut diakibatkan oleh kombinasi deviasi lateral korpus dan dinding
dada. Bila terjadi deviasi lateral vertebra, vertebra berotasi di sekeliling sumbunya
yang panjang. Lengkungan yang cembung kekanan memperlihatkan berbagai derajat
rotasi yang menyebabkan penonjolan iga (rib hump). Jika dilihat dari belakang dapat
memperlihatkan deviasi lateral prosesus spinosus dari garis tengah. Pada kurva
thorakal tampak punggung yang miring, rib hump dan asimetris scapula. Pada kurva
lumbal tampak penonjolan asimetris salah satu pinggul.
Pertumbuhan memang merupakan faktor risiko terbesar terhadap memburuknya
pembengkokan tulang punggung. Deteksi dini sangat penting, agar penanganan bisa
segera dimulai, tidak ada patokan baku untuk membantu membuat keputusan
penanganan skoliosis, karena sangat dipengaruhi usia anak, derajat pembengkokan
56
tulang punggung, serta prediksi tingkat keparahan sejalan dengan pertumbuhannya.
Tulang anak-anak lebih rentan terkena skoliosis daripada tulang orang dewasa. Hal
ini disebabkan tulang pada tubuh anak masih terus berkembang karena didukung
dengan banyaknya kandungan sel-sel tulang rawan pada tubuh mereka.
Pada anak – anak tulang masih terus berkembang sampai usia 17 tahun dan
masih banyak memiliki sel – sel tulang rawan sehingga usia ini lebih mudah
mengalami perubahan, yang disebabkan oleh beban yang berlebih dan kebiasan
tubuh atau postur. Berbeda halnya dengan orang dewasa yang mana tulang relatif
kurang berkembang dan sel – sel.
Skoliosis karena kesalahan postur menyebabkan otot – otot dan tulang belakang
dipaksa untuk melakukan kerjanya, yaitu mengikuti sikap atau melakukan
penyesuaian terhadap postur yang sudah terpola. Hal ini apabila terjadi secara terus
menerus akan mengakibatkan ketegangan otot antar vertebra, yang mengakibatkan
perubahan kurve vertebra sehingga kontol postur menurun dan posisi vertebra
menjadi tidak anatomis.
Beberapa penelitian yang dilakukan karena kesalahan postural biasanya
memiliki derajat skoliosis yang sangat rendah sehingga dapat dilakukan terapi
konservatif yaitu dengan swiss ball exercise atau klapp exercise yang dilakukan
selama 45 menit dan di lakukan 3 kali dalam seminggu dan selama 12 minggu, dan
tetap melakukan koreksi postur jika melakukan aktivitas yaitu dengan membiasakan
duduk tegak atau tidak membawa beban yang berat pada tulang belakang.
Dalam penelitian yang saya lakukan disini adalah melihat derajat skoliosis yang
terjadi pada anak Sekolah Dasar Negeri 12, Sekolah Dasar Negeri 42 dan Sekolah
57
Dasar Kartika V usia 11 – 13 tahun dengan pemberian latihan yaitu berupa swiss ball
exercise di bandingkan dengan klapp exercise yang mana keduanya di kontol dengan
koreksi postur. Berdasarkan kajian pustaka yang di lakukan swiss ball exercise lebih
memperkecil derajat skoliosis karena di dalam latihan swiss ball tidak hanya untuk
peninggkatan dan pengutan otot saja tetapi juga fleksibitas dan stabilitas sendi serta
propioseptif.
3.2 Kerangka Konsep
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep
Skoliosis idiopatic
klapp exercise + koreksi
postur
Memperkecil derajat
skoliosis
Faktor internal :
Usia
Jenis kelamian
Hormonal
Genetik
Faktor eksternal
Kebiasaan duduk
Ergonomi
Pembebanan
tulang belakang
Swiss ball exercise + koteksi
postur
58
3.3 Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep tersebut di atas sehingga dapat dirumuskan
hipotesis penelitian ini adalah “Kombinasi swiss ball exercise dan koreksi postur
lebih baik dalam memperkecil derajat skoliosis idiopatik daripada kombinasi klapp
exercise dan koreksi postur pada anak usia 11 – 13 tahun”.
59
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Metode yang digunakan dalam ini adalah eksperimen. Desain penelitian ini
adalah pre and post with contol group desain. Penelitian ini dibagi menjadi dua
kelompok dengan dua perlakuan yang berbeda. Perlakuan 1 pada kelompok 1 yaitu
swiss ball exercise dengan koreksi postur dan perlakuan 2 pada kelompok 2 yaitu
klapp excercise dengan koreksi postur. Sebelum di berikan perlakuan kepada kedua
kelumpok maka diberi pre tets. Setelah di berikan perlakuan maka kedua kelomppok
di berikan post test. Kemudian di hitung perbedaan rerata antara pre test dengan post
test dari masing – masing kelompok dan perbedaan tersebut. Kemudian
dibandingkan secara statistik. Bagan rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut :
P 1
P 2
Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian
Keterangan:
P : Populasi
S : Sempel
R : Radom untuk perlakuan
O1 : Observasi kelompok 1 sebelum di berikan pelakuan dengan swiss ball
exercise
O2 : Observasi kelompok 1 setelah di berikan pelakuan dengan swiss ball exercise
setelah 30 kali
P S R
O
2
O1
O
4
O3
60
O3 : Observasi kelompok 2 sebelum di berikan pelakuan dengan klapp exercise
O4 : Observasi kelompok 2 setelah di berikan pelakuan dengan klapp exercise
setelah 30 kali
P1 : Perlakuan 1 menggunakan swiss ball exercise
P2 : Perlakuan 2 menggunakan klapp exercise
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
4.2.1 Tempat penelitian
Tempat penelitian di lakukan di SDN 12, SDN 42 dan SD Kartika yang
meruapakan SD yang masih dalam satu gugus di Pontianak Kota.
4.2.2 Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 12 minggu yang di lakukan sebanyak 3 kali
dalam seminggu yang berlangsung dari tanggal Maret – Mei 2013.
4.3 Penentuan Sumber Data
4.3.1 Penentuan Populasi
Populasi adalah seluruh subjek penelitian (Arkunto, 2006). Subjek penelitian ini
bisa manusia, perilaku atau saja sebuah kejadian tergantung yang akan di teliti.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SDN 12, SDN 42 dan SD Kartika V Di
Pontianak Kota dengan rentangan usia 11 – 13 tahun.
4.3.2 Penentuan Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan di teliti (Arikunto,
2006).
4.3.2.1 Kriteria inklusi:
a. Siswa SDN 12, SDN 42 dan SD Kartika V
b. Laki – laki dan perempuan
c. Usia 11 – 13 tahun
61
d. Mengalami skoliosis (test Adam Foward bend (+))
e. Tidak mengalami kelainan fisik
4.3.2.2 Kriteria ekslusi (penolakan ) :
a. Responden tidak bersedia mengikuti latihan dan tidak bisa berkerja sama
saat penelitian.
b. Responden memiliki penyakit yang menyebabkan terjadinya skoliosis
seperti osteoarthritis, osteoporosis,fibromyalgia, skoliosis, rematik dll.
4.3.2.3 Kriteria drop out :
a. Responden tidak selesai mengikuti latihan atau tidak teratur dalam
mengikuti program
b. Responden tidak mengikuti penelitian dengan baik.
4.3.2.4 Besaran Sampel
Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini berdasarkan rumus Pocock
(2008) berikut ini:
,
22
12
2
n
Keterangan:
n = Jumlah Sampel = Simpang baku = Tingkat kesalahan I (ditetapkan 0,05)
Interval kepercayaan 95,0)1( = Tingkat kesalahan tipe II (ditetapkan 0,2)
),( = interval kepercayaan 7,9
1 = rerata nilai awal pada kelompok perlakuan
2 = rerata nilai akhir pada kelompok perlakuan
62
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Williams.et.al , Reability
Of The Modified-Modified Schober And Duble Inclinometer Methods For
Measuring Lumbar Flexion and Extention, diperoleh nilai rerata inclinometer untuk
kelompok kontrol adalah µ1 = 13,34 dan standar deviasi = 10,5, sedangkan
kelompok perlakuan adalah µ2 = 1,76, dengan harapan peningkatan sebesar 20%.
Dengan demikian dapat dihitung besaran sampel sebagai berikut :
Jadi, berdasarkan hasil perhitungan sampel diatas diperolehjumlah sampel
sebanyak 14,9 orang (14,9 dibulatkan menjadi 15) pada setiap kelompok sampel
sehingga total sampel sebanyak 30 orang.
Dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok masing-masing 15 orang
dengan perlakuan sebagai berikut :
63
1. Kelompok 1 diberikan perlakuan berupa swiss ball exercise dengan koreksi
postur. Swiss ball exercise dilakukan selama 45 menit. Frekuensi terapi 3 kali
seminggu
2. Kelompok 2 diberikan perlakuan berupa klapp exercise dengan koreksi postur.
Klapp exercise dilakukan selama 45 menit. Frekuensi terapi 3 kali seminggu
4.3.2.5 Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Mengadakan pemilihan sejumlah sampel dari seluruh populasi siswa/i
Pontianak berdasarkan kriteria inklusi.
2. Jumlah sampel yang terpilih, diseleksi lagi berdasarkan kriteria eksklusi.
3. Mengadakan pemilihan besar sampel sebanyak 30 orang secara acak sederhana
dari subjek yang terpilih tersebut.
4. Melakukan pembagian kelompok secara acak sebanyak dua kelompok dengan
masing-masing kelompok sejumlah 15 orang. Pembagian kelompok dilakukan
dengan cara acak sederhana. Selanjutnya kelompok 1 akan menerima swiss
ball exercise dengan koreksi postur, kelompok 2 akan menerima klapp exercise
dengan koreksi postur.
4.4 Variabel Penelitian
1 . Varabel Terikat
Derajat Skoliosis
2. Variabel Bebas
a. Swiss ball exercise
b. Klapp exercise
64
c. Koreksi Postur
.4.5 Definisi Operasional Variabel
a. Derajat skoliosis adalah sudut dari kurva skoliosis yang di ukur dengan
inclinometer. Inclinometer adalah untuk mengetahui derajat skoliosis
dengan cara pasien diminta untuk membuka baju dan kemudian di minta
untuk membungkukkan badan dan inclinometer di letakkan pada vertebra
yang lebih menonjol, kemudian lihat derajat skoliosis responden
b. Test Adam Forward bending adalah responden di minta untuk tidak
menggunakan pakaian, kemudian responden di minta untuk
membungkukkan badan dengan posisi kaki lurus , kemudian amati
daerang punggung responden apabil mengalami skoliosis maka
punggung kanan dan kiri asimetris.
c. Swiss ball exercise merupkan latihan yang menggunakan ball exercise
yang berdiameter 45 cm. Waktu yang di butuhkan untuk latihan 45 menit
. Dilakukan dengan frekuensi 3 kali seminggu selama 12 minggu.
Sebelum latihan lakukan releksasi atau pemanasan dengan duduk diatas
bola dan pelvic forward and backward, kemudian arahkan duduk ke
kanan dan kiri, kemudian kedua kaki diantara kedua bola, gerakan
gerakan intinya :
(1) Situp / stability ball cruch
Responden tidur terlentang dengan punggung di sangga bola dengan hip lurus
dan knee fleksi 90 derajat. Kedua tangan menyangga kepala.dan tulang belakang di
65
koreksi aktif dalam keadaan lurus. Lakukan gerakan dengan mengangkat kepala
setinggi mungkin.dilakukan selama delapan detik.
(2) Rear lateral raises
Responden duduk di atas bola dengan ke dua kaki di depan dan knee fleksi 90
derajat dan di buka lebar. Angkat kedua tangan ke atas dan turunkan sampai jari –
jari menyentuh lantai. Dan kepala berada di kedua tangan. Dan lakukan koreksi aktif
agar postur dengan tetap keadaan lurus.
(3) One arm arw
Responden duduk dilantai dengan bersandarkan bola disisi lateral kemudian
tangan yang satu berada di atas bola.dengan koreksi postur. Kemudian dengan
menarik nafas dalam pada saat menghembus nafas tangan yng disangga bola
menggapai lantai dan lakukan pernapasan seperti biasa dan pada saat turun di usakan
saat menghembus nafas.
(4) Prone ball roll
Responden seperti posisi merkangkak dengan tangan disangga bola kemudian
lakukan gerakan kedepan. Dan koreksi postur tulang belakang.
(5) Back extention
Responden posisi terlungkup dengan perut di sangga oleh bola jari – jari kaki
dan tangan menyentuh lantai. Kemudian kedua tangan diangkat dan kaki di luruskan
tetapi masih menyentuh lantai. Pandangan lurus kedepan. Lakukan dengankoreksi
postur tulang belakang.
66
(6) Arm and leg extention
Responden masih dalam posisi terlungkup dengan perut disangga oleh bala dan
jari – jari tangan dan kaki menyentuh bola. kemudian angkat tangan kiri dan kanan
secara bersamaan kemudian ulangi gerakan dengan sisi yang berbeda. Dilakukan
dengan tetap mengoreksi postur.
(7) Supine hip extention
Pasien di minta untuk tidur terlentang di lantai dengan kaki diletakkan di atas
bola kemudian angkat badan dengan tangan masih menempel di lantai dengan koreki
postur tulang belakang. Kemudian angkat salah satu kaki secara bergantian. Setelah
melakukan swiss ball lakukan pendingingan dengan latihan pernapasan pada posisi
terlentang dan lakukan di atas bola dan lakukan pendinginan seperti pemanasan
diatas.
d. Klapp exercise
Klapp exercise merupakan metode latihannya yang tujuannya untuk penguluran
dan pengningkatan kekuatan otot punggung. Waktu yang di butuhkan untuk latihan
45 menit. Dilakukan dengan frekuensi 3 kali seminggu selama 12 minggu. Sebelum
melakukan latihan di lakukan releksasi terlebih dahulu yaitu dengan tidur terlentang.
Panggul lutut dan tangan dalam keadaan lurus, kemuadian atur pernapasan yang
pelan dan dalam di lakukan kurang lebih lima menit agar semua otot rilek dan dalam
melakukan gerakan tidak mengalami ketengan dan keragu – raguan. Setelah releksasi
maka mulai melakukan gerakan – gerakannya :
67
(1) Crawl posture near the ground
Responden dalam posisi merengkak dengan support elbow 90 derajat dan tangan
menempel dilantai kepala tegak lurus kedepan hip dan knee 90 fleksi derajat
sehingga posisi torakal hiperkyposis, kemudian kontraksikan otot abdomen dan otot
vertebra.
(2) Horizontal slidding
Responden dalam posisi merangkak dengan hip dan knee fleksi 90 derajat dan
dalam posisi ini responden diminta untuk meluruskan tangan dengan menyentuh
lantai dan sejauh mungkin tanpa elbow menyentuh lantai. Dan posisi kepala tegak
lurus diantara kedua tangan.
(3) Lateral sliding
Responden masih di minta untuk dalam posisi yang sama seperti horizontal
sliding ke arah samping pada sisi yang punggung yang lebuh tinggi (convex).
(4) Lateral crawl
Responden dalam posisi merangkak satu tangan ke arah medial (kearah dada)
dan posisi lutut yang ipsilateral dengan tangandan sedikit maju dan kepala lateral
rotasi pada arah yang sama.Di lakukan pada sisi punggung yang lebih rendah.
(5) Big arch
Responden dalam posisi merangkak seperti lateral crawling tetapi pada anggota
gerak yang belawanan di luruskan dengan posisi kepala tetap pada lateral rotasi pada
arah seperti lateral crawl.
68
(6) Arm turn
Respoden di posisikan merangkak tangan dan kaki yang ipsilateral pada
punggung yang tinggi dengan melakukan ekstensi elbow dan abduksi shoulder 90
derajat.
(7) Big curva
Latihan terakhir ini pasien di minta untuk tetap posisi merangkak tangan dan
kaki yang ipsilateral diangkat secara bersamaan dan tegak lurus.
Setelah di lakukan latihan inti maka lakukan pendinginan yaitu dengan cara
tidur terlentang kaki dan tangan lurus lakukan latihan pernapasan yang pelandan
dalam pada saat tarik napas kedua tangan diangkat dan pada saat hembus napas
kedua tangan di rentangkan ke samping. Dilakukan kurang lebih 5 menit.
e. Koreksi postur adalah memberitahu kepada responden untuk selalu mengoreksi
postur saat dirumah yang di awasi oleh orang tua dan di sekolah di awasi oleh
guru.
f. Umur adalah usia yang ditentukan atas dasar tanggal, bulan, tahun kelahiran
berdasarkan akte kelahiran.
g. Jenis kelamin adalah perbedaan antara laki – laki dan perempuan secara biologis
sejak seseorang dilahirkan.
4.6 Instrumen Penelitian
Alat yang di gunakan pada penelitian ini
a. Inclinometer adalah sudut untuk mengukur kurva skoliosis
b. Exercise ball merek kettler
c. Stopwach
69
4.7 Prosedur Penelitian
4.7.1 Cara penelitian
Cara yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1) Menentukan judul penelitian
2) Mencari sumber data dan referensi (dari buku, jurnal, internet dan lain-lain yang
relevan dengan topik penelitian)
3) Menentukan sample penelitian
4) Membuat jadwal pelaksanaan penelitian
5) Melakukan test adam foward bending
6) Melakukan pengukuran dengan inclinometer sebelum perlakuan
7) Menentukan derajat skoliosis
8) Memberikan perlakuan pada masing – masing kelompok
9) Melakukan pengukuran dengan dengan skoliosis setelah perlakuan
10) Melakukan analisa data
70
4.7.2 Alur penelitian
Gambar 4.2 Bagan alur penelitian
Sampel
Populasi
Acak
sederhana Kriteria inklusi
dan eksklusi
Alokasi acak sederhana
Kelompok I Kelompok II
Tes Awal Tes Awal
Klapp exercise dengan koreksi
postur Swiss ball exercise dengan
koreksi postur
Tes Akhir Tes Akhir
Penyusunan laporan
Analisis Data
71
4.8 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisa dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Statistik Diskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik fisik sampel
yang meliputi umur, jenis kelamin, derajat skoliosis sebelum tes awal dimulai.
2. Uji normalitas data (skor derajat skoliosis) dengan Saphiro Wilk Test, bertujuan
untuk mengetahui distribusi data masing-masing kelompok perlakuan. Tingkat
Kepercayaan adalah 95% (α = 0,05). Hasilnya p > 0,05 maka dikatakan data
berdistribusi normal dan apabila p ≤ 0,05 ini berarti data tidak berdistribusi
normal.
3. Uji homogenitas data (derajat skoliosis ) dengan uji Levene’s test, bertujuan
untuk mengetahui apakah varian kedua data yang akan dianalisa bersifat
homogen atau tidak. Batas kemaknaan atau tingkat kepercayaan yang digunakan
adalah α = 0,05, Jika hasilnya p > 0,05 maka dikatakan data homogen dan
apabila p < 0,05 ini berarti data tidak homogen.
4. Uji Beda I memperkecil derajat skoliosis setelah di lakukan swiss ball exercise
pada kelompok perlakuan I karena data berdistribusi tidak normal dan tidak
homogen maka menggunakan uji beda non parametrik (Wilcoxon Sign Rank
Test). Uji ini bertujuan untuk mengetahui penurunan derajat skoliosis setelah di
berikan swiss ball exercise. Batas kemaknaan yang digunakan adalah α =
0,05. Dengan pengujian hipotesa H0 diterima bila nilai P> nilai (0,05),
sedangkan H0 ditolak bila nilai P< nilai (0,05).
Ho : Swiss ball exercise tidak dapat memperkecil detrajat skoliosis
Ha : Swiss ball exercise dapat memperkecil detrajat skoliosis
72
5. Uji Beda 2 data memperkecil derajat skoliosis setelah di lakukan klapp exercise
pada kelompok perlakuan II karena data normal dan homogen keduanya maka
menggunakan uji beda parametrik (pairet t sampel test). Uji ini bertujuan untuk
mengetahui penurunan derajat skoliosis setelah dilakukan klapp exercise. Batas
kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05. Dengan pengujian hipotesa H0
diterima bila nilai P> nilai (0,05), sedangkan H0 ditolak bila nilai P< nilai (0,05).
Ho : klapp exercise tidak dapat memperkecil derajat skoliosis.
Ha : klapp exercise dapat memperkecil derajat skoliosis.
6. Uji Beda data (selisih derajat skoliosis) pada pada ke dua kelompok perlakuan
karena data berdistribusi tidak normal dan tidak homogen maka menggunakan
uji beda non parametrik (Mann Whitney U Test). Uji ini bertujuan untuk
meambandingkan derajat skoliosis sebelum dan sesudah latihan di antara ke dua
kelompok terapi yaitu swiss ball exercise dengan klapp exercise, sehingga
diketahui apakah swiss ball exercise memperbaiki derajat skoliosis di banding
klapp exercise atau tidak. Batas kemaknaan yang digunakan α = 0,05. Dengan
pengujian hipotesa H0 diterima bila nilai P > nilai (0,05), sedangkan H0 ditolak
bila nilai P < nilai (0,05).
H0 : swiss ball exercise tidak lebih memperkecil derajat skolisis idiopatik
dibanding klapp exercise pada usia 11 -13 tahun.
Ha : swiss ball exercise lebih memperkecil derajat skolisis idiopatik dibanding
klapp exercise pada usia 11 -13 tahun.
73
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
5.1. Karakteristik Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini pada skoliosis idiopatik, dalam tindakan terapinya
terbagi atas dua kelompok perlakuan yaitu swiss ball exercise dan klapp exercise.
Karakteristik subjek penelitian yang meliputi ; umur, tinggi badan, dan berat badan
pada kedua kelompok pelatihan dapat dilihat pada Tabel 5.1
Tabel 5.1
Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik
subjek
Swiss Ball Exercise Klapp exercise
Rerata Simpangan
baku Rerata
Simpangan
baku
Umur (thn) 11,93 0,704 11,93 0,704
TB (cm) 133,33 4,483 138,93 6,319
BB (kg) 31,53 7,170 33,20 5,858
Tabel 5.1 menunjukkan nilai rerata dan standar deviasi sampel berdasarkan
karakteristik sampel. Dilihat dari umur diperoleh nilai 11,93 ± 0,704 untuk swiss ball
exercise dan diperoleh nilai 11,93 ± 0,704 untuk klapp exercise. Dilihat dari tinggi
badan dalam satuan sentimeter 133,33± 4,483 untuk swiss ball exercise dan
diperoleh nilai 138,93 ±6,319 untuk klapp exercise. Dilihat dari berat badan dengan
satuan kilogram 31,53± 7,170 untuk swiss ball exercise dan diperoleh nilai
33,20±5,585 untuk klapp exercise.
74
Tabel 5.2
Data Karakteristik Jenis Kelamin Subjek Penelitian
Kategori Swiss ball exercise klapp exercise
n % N %
Laki-laki 2 13,3 2 13,3
Perempuan 13 86,7 13 86,7
Kemudian, dilihat dari jenis kelamin pada swiss ball exercise diperoleh sampel
laki-laki sebanyak 2 orang (13,3%) dan sampel perempuan sebanyak 13 orang
(86,7%). Sedangkan pada klapp exercise diperoleh sampel laki-laki sebanyak 2 orang
(13,3%) dan sampel perempuan sebanyak 13 orang (86,7%).
Tabel 5.3
Nilai rerata sebelum, sesudah, dan selisih
pada kelompok swiss ball exercise dan klapp exercise
Variabel
Swiss ball exercise Klapp exercise
Rerata Simpangan
baku Rerata
Simpangan
baku
Sebelum 8,67° 3,559º 7,73° 1,223º
Sesudah 3,67º 1,496° 3,87º 1,187°
Selisih 5,00° 2,390º 3,87° 1,506º
Tabel 5.3 menunjukkan nilai rerata sampel berdasarkan nilai sebelum, sesudah
dan selisih pada swiss ball exercise dan klapp exercise. Pada swiss ball exercise,
dilihat nilai derajat skoliosis sebelum latihan diperoleh 8,67 ± 3,559. dan rerata
sesudah latiahan sebesar 3,67 ± 1,496 dengan selisih 5,00 ± 2,390. Pada klapp
exercise, dilihat nilai derajat skoliosis sebelum latihan di peroleh 7,73 ± 1,223 dan
rerata sesudah latiahan sebesar 3,87 ± 1,187 dengan selisih 3,87 ± 1,506.
75
5.2. Uji Persyaratan Analisis (Normalitas dan homogenitas)
Untuk menentukan pilihan penggunaan statistika dalam pengujian hipotesis,
maka akan dilakukan uji persyaratan analisis yaitu pengujian distribusi normal dan
pengujian homogenitas varian. Adapun uji statistik yang digunakan adalah Shapiro-
wilk test untuk uji distribusi normal atau tidak normal dan Levene’s test untuk
homogenitas varian.
Tabel 5.4
Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Data
Variabel
Probabilitas Uji Normalitas
(Shapiro Wilk-Test) Probabilitas
Homogenitas
(Levene-Test) Swiss Ball Exercise Klapp
Exercise
Sebelum 0,001 0,090
0,077
Sesudah 0,003 0,297 0,733
Selisih 0,001 0,025 0,587
Tabel 5.4 menunjukkan hasil uji normalitas dengan Shapiro-Wilk test dan uji
homogenitas varian dengan Levene’s test. Dilihat dari derajat skoliosis diperoleh
hasil uji Shapiro-Wilk Test pada swiss ball exercise sebelum latihan yaitu nilai p <
0,05, hal ini menunjukkan bahwa data berdistribusi tidak normal dan pada klapp
exercise sebelum latihan yaitu nilai p > 0,05, hal ini menunjukkan bahwa data
berdistribusi normal.
Kemudian, hasil uji Shapiro-Wilk pada swiss ball exercise sesudah latihan yaitu
nilai p < 0,05, hal ini menunjukkan bahwa data berdistribusi tidak normal dan pada
klapp exercise sesudah latihan yaitu nilai p > 0,05, hal ini menunjukkan bahwa data
berdistribusi normal. Dan untuk selisis di kedua swiss ball exercise dan klapp
76
exercise yaitu nilai p < 0,05, hal ini menunjukkan bahwa data berdistribusi tidak
normal.
Berdasarkan uji homogenitas dengan Levene’s test diperoleh data untuk derajat
scoliosis idiopatik sebelum latihan yaitu nilai p > 0,05 yang berarti data bersifat
homogen dan sesudah latihan yaitu nilai p > 0,05 yang berarti data bersifat homogen.
Dan untuk selisih keduanya yaitu nilai p > 0,05 yang berarti data bersifat homogen.
Melihat keseluruhan hasil uji persyaratan analisis di atas maka peneliti dapat
mengambil keputusan untuk menggunakan uji statistik parametrik (uji paired sample
t) untuk klapp exercise dan pada swiss ball exercise uji statistik non parametrik
(wilcoxon sign rank test) dan uji statistik non parametrik (mann whitney u test)
untuk membuktikan efektifitas antara kedua kelompok sampel, sebagai pilihan
pengujian statistik.
5.3. Uji Hipotesis
Berdasarkan hasil analisis dan sintesis maka peneliti menetapkan hipotesis
penelitian yang akan dilakukan pengujian berdasarkan data yang telah dikumpulkan.
Adapun hasil pengujian akan dijabarkan di bawah ini. Dari hasil pengumpulan data
dengan menggunakan instrumen penelitian maka diperoleh nilai sebagai berikut :
Tabel 5.5
Uji Beda Rerata Swiss Ball Exercise dan Koreksi Postur
Variabel Rerata Simpangan
Baku z p
Sebelum 8,67° 3,559º
-3,494
0,001
Sesudah 3,67° 1,496°
77
Tabel 5.5 menunjukkan hasil pengujian hipotesis menggunakan wilcoxon sign
rank test untuk kelompok swiss ball exercise. Dilihat dari derajat skoliosis diperoleh
nilai p < 0,05 yang berarti bahwa ada perbedaan rerata nilai derajat skoliosis yang
bermakna sebelum dan sesudah latihan. Hal ini menunjukkan bahwa swiss ball
exercise dapat memperkecil derajat skoliosis yang bermakna pada kondisi skoliosis
idiopatik.
Tabel 5.6
Uji Beda Rerata Klapp Exercise dan Koreksi Postur
Variabel Rerata Simpangan
Baku t p
sebelum 7,73º 1,223º
9,947
0,001
sesudah 3,87º 1,187°
Tabel 5.6 menunjukkan hasil pengujian hipotesis menggunakan uji paired t
sample untuk klapp exercise. Dilihat dari derajat skoliosis diperoleh nilai p<0,05
yang berarti bahwa ada perbedaan rerata nilai derajat skoliosis yang bermakna
sebelum dan sesudah latihan. Hal ini menunjukkan bahwa klapp exercise dapat
memperkecil derajat skoliosis yang bermakna pada kondisi skoliosis idiopatik.
Tabel 5.7
Uji Beda Rerata ± Simpangan Baku Antara Swiss Ball Exercise dan Klapp
Exercise
Variabel Swiss Ball
Exercise Klapp exercise u p
Sebelum 8,67º ± 3,559° 7,73º ± 1,187° 110,500 0,931
Sesudah 3,67° ± 1,496º 3,87º ± 1,187° 93,001 0,401
Selisih 5,00º ± 2,390° 3,87º ± 1,506° 89,500 0,326
78
Tabel 5.7 menunjukkan hasil uji mann whitney u test untuk pengujian hipotesis
di atas, antara kedua kelompok yaitu swiss ball exercise dan klapp exercise. Dilihat
dari derajat skoliosis diperoleh nilai p > 0,05 yang berarti bahwa tidak ada
perbedaan rerata yang bermakna antara rerata sebelum,sesudah dan selisih latihan
dalam memperkecil derajat skoliosis pada swiss ball exercise dan rerata
sebelum,sesudah dan selisih latihan dalam memperkecil derajat skoliosis pada klapp
exercise.
Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi swiss ball exercise dan koreksi postur
sama efektifitas dalam memperkecil derajat skoliosis dengan kombinasi klapp
exercise dan koreksi postur pada anak usia 11 – 13 tahun.
79
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Karakteristik Sampel
Penelitian ini diikuti 30 responden yang terbagi menjadi 2 kelompok sampel
masing masing kelompok 15 orang. Deskripsi sampel pada penelitian ini terdiri
deskripsi berdasarkan umur, jenis kelamin,tinggi badan, berat badan serta derajat
skoliosis. Berdasarkan umur di peroleh data bahwa kelompok swiss ball exercise
memiliki rerata umur 11,93±0,704 dan kelompok klapp exercise memiliki rerata
umur 11,93±0,704. Berdasarkan jenis kelamin menujukan bahwa sampel laki – laki
sebanyak 2 orang (13,3%) dan perempuan sebanyak 13 orang (86,7%) pada disetiap
kelompok baik pada swiss ball exercise maupun klapp exercise. Berdasarkan tinngi
badan pada kelompok swiss ball exercise memiliki rerata tinggi badan 113,33±4,483
dan kelompok klapp exercise memiliki rerata tinngi badan 138,93±6,319. Berdasrkan
berat badan pada kelompok swiss ball exercise memiliki rerata berat badan
31,53±7,710 dan kelompok klapp exercise memiliki rerata tinngi badan 33,20±5,858.
Kemudian berdasarkan selisih derajat skoliosis pada kelompok swiss ball exercise
memiliki rerata selisis derajat skoliosis 5,00 ± 2,390 dan padakelompok klapp
exercise memiliki rerata selisis derajat skoliosis 3,87 ± 1,506.
Skoliosis adalah deformitas tulang belakang yang menggambarkan deviasi
vertebra kearah lateral dan rotasional. Skoliosis merupakan kelainan tulang belakang
dimana tulang belakang mengalami pembengkokan ke arah samping (lateral
curvature), hampir 80% kasus skoliosis tidak diketahui penyebabnya (idiopatik)
(Anna, 2013). Hingga saat ini belum ditemukan penyebab jelas skoliosis. Skoliosis
80
fungsional (skoliosis postural) disebabkan oleh berbagai hal yang membuat vertebrae
itu menjadi cenderung untuk bengkok ke satu sisi misalnya adanya spasme otot,
kebiasaan mempertahankan postur yang asimetris, dan perbedaan panjang tungkai.
Beberapa Penelitian menyebutkan, skoliosis lebih banyak ditemukan pada
perempuan dari pada laki – laki dengan usia dewasa dengan pravelensi delapan
berbanding satu (Rakasiwi, 2008). Skoliosis lebih sering terjadi pada perempuan dan
muncul pada usia 10 – 11 tahun. Hal ini disebabkan tulang belakang perempuan
lebih lentur daripada laki–laki. Sebaliknya, laki–laki memiliki tulang punggung yang
lebih tebal. Lengkungan skoliosis idiopatik kemungkinan akan berkembang seiring
pertumbuhan. Biasanya, semakin muda waktu kejadian pada anak yang struktur
lengkungannya sedang berkembang maka semakin serius porgnosisnya. Pada
umumnya struktur lengkungan mempunyai kecendrungan yang kuat
untuk berkembang secara pesat pada saat pertumbuhan dewasa., dimana lengkungan
kecil non struktur masih fleksibel untuk jangka waktu yang lama dan tidak menjadi
semakin parah, (Anonim,2012)
6.2 Distribusi dan Varian Subyek Penelitian
Distribusi subyek penelitian kedua kelompok sebelum dan sesudah perlakuan
dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas. Variabel yang diuji adalah derajat
skoliosis idiopatik sebelum dan sesudah perlakuan pada masing-masing kelompok,
selisih derajat skoliosis idiopatik sebelum dan sesudah latihan pada kedua kelompok.
Hasil uji normalitas menggunakan uji Shapiro Wilk test menunjukkan bahwa
derajat skoliosis idiopatik sebelum perlakuan pada kelompok swiss ball exercise dan
sesudah perlakuan berdistribusi tidak normal (p < 0,05), dan derajat skoliosis
81
idiopatik sebelum perlakuan pada kelompok klapp exercise dan sesudah perlakuan
juga berdistribusi normal (p > 0,05).
Hasil uji homogenitas menggunakan uji Levene menunjukan bahwa nilai p lebih
besar dari 0,05 (p > 0,05). Dengan demikian menunjukan bahwa kedua latihan pada
swiss ball exercise dan klapp exercise adalah homogen atau sama.
6.3 Latihan Swiss Ball exercise dalam memperkecil derajat skoliosis idiopatik
Berdasarkan tabel 5.4 hasil swis ball exercise dalam memperkecil derajat
skoliosis sebelum dan sesudah latiahan didapat perbedaan yang signifikan nilai
derajat skoliosis sebelum latihan lebih besar daripada nilai derajat skoliosis setelah
latihan, yang berarti bahwa swiss ball exercise dapat memperkecil derajat skoliosis.
Berdasarkan pengujian hipotesis dengan menggunakan wilcoxon sing rank test
diperoleh nilap<0,05 untuk, swiss ball exercise yang berarti bahwa ada perbedaan
rerata derajat scoliosis idiopatik secara bermakna sebelum dan sesudah latihan swiss
ball exercise. Hal ini menunjukkan bahwa swiss ball exercise dapat memperkecil
derajat skoliosis pada kondisi skoliosis idiopatik.
Skoliosis adalah suatu kelainan yang menyebabkan suatu lekukan yang
abnormal dari spine (tulang belakang). Spine mempunyai lekukan-lekukan yang
normal ketika dilihat dari samping, namun harus nampak lurus ketika dilihat dari
depan. Skoliosis dapat bersifat non struktural (postural). Pada skoliosis postural,
deformitas bersifat sekunder atau sebagai kompensasi terhadap beberapa keadaan
diluar tulang belakang, misalnya dengan kaki yang pendek, atau kemiringan pelvis
akibat kontraktur pinggul, bila pasien duduk atau dalam keadaan fleksi maka kurva
tersebut menghilang (Judarwanto, 2009).
82
Skoliosis perlu ditangani dengan baik, karena seiring dengan pertumbuhan
badan anak, scoliosis bisa mengganggu postur tubuh. kondisi tulang belakang yang
tidak sempurna akan menyebabkan fungsi organ yang ada di dalam tubuh menjadi
terganggu. latihan-latihan yang di berikan agar tidak terjadi spasme, kelemahan,
fatigue, dan untuk menjaga sirkulasi darah tetap lancar pada area yang terkena
skoliosis.Dalam penelitian ini swiss ball merupakan salah satu metode latihan yang
dapat memperkecil derajat skolioasis pada anak yang termasuk dalam katagori
skoliosis adelecont idiophatik yaitu skoliosis yang terjadi pada anak usia di atas 10
tahun.
Pada swiss ball exercise dilakukan postur tubuh selalu terjaga karena tubuh
harus selalu dalam keadaan seimbang sehingga pada kasus skoliosis idiopatik posisi
punggung dalam keadaan lurus. Sehingga latihan dengan bola sangat efektif untuk
melakukan peregang - peregangan pada otot – otot antar vertebra dan costa. Latihan
dengan menggunakan swiss ball merupakan latihan yang mudah dilakukan dan
mudah utuk di modifikasi serta digemari anak – anak.
Pengunaan swiss ball dapat meningkatkan keseimbangan otot abdominal dan
otot – otot pernapasan. Karena dengan berada di atas swiss ball tubuh selalu
diposisikan dalam keadaan seimbang (muscle imbalance) dapat meningkatkan otot
yang lemah terutama daerah yang konvek. Selain imbalace untuk meningkatkan
kekuatan otot serta dijumpai adanya pemendekan otot serta soft tissue lainnya pada
daerah konkaf. Latihan ini juga memungkinkan otot-otot yang lain seperti,
punggung, dan pinggul mendapatkan latihan yang sama baiknya, dan jika dilakukan
83
dengan benar dapat meningkatkan keseimbangan tubuh dan menjaga postur tubuh
menjadi lebih baik.
Swiss ball exercise juga dapat meningkatkan kekuatan otot dan fleksibitas pada
sendi dan meningkatlan ROM pada tulang belakang (Byoung, et al. 2011). Sehingga
dengan latihan yang di berikan pada penelitian ini dengan riwayat skoliosis terjadi
perbaikan dengan memeperkecil derajat skoliosis yang menyebabkan otot punggung
terileksasi sehingga rib hump kembali ke posisi semula dan diharapkan tidak terjadi
peningkatan. Dengan latihan ini dapat meningkatkan propriocetion dan juga terjadi
penyesuaian pada vestibular sehingga merubah perasaan lurus, bertujuan untuk
merubah kalibrasi titik nol pada vestibular
Latihan klapp exercise dalam memperkecil derajat scoliosis idiopatik
Bedasarkan tabel 5.6 hasil klapp exercise terdapat perbedaan nilai derajat
skoliosis sebelum dan sesudah latihan setelah diberikan klapp exercise dimana nilai
derajat skoliosis sebelum latihan lebih besar dari pada selah latihan. Dengan
demikian klapp exercise dapat memperkecil derajat skoliosis.
Berdasarkan uji hipotesis menggunakan uji paired t sample untuk kelompok
klapp exercise. Dilihat dari derajat scoliosis diperoleh nilai p<0,05 yang berarti
bahwa ada perbedaan rerata nilai derajat skoliosis yang bermakna sebelum dan
sesudah latihan. Hal ini menunjukkan bahwa klapp exercise dapat memperkecil
derajat skoliosis idiopatik yang bermakna pada kondisi scoliosis idiopatik.
Seperti yang jelaskan di atas tentang skoliosis idiopatik pada kelompok
klapp exercise pada latihan ini membuat otot menjadi lebih kuat yaitu dengan
memperkuat rangsangan pada serabut otot secara efektif. dan serabut otot dapat di
84
aktivasi secara keseluruhan, (Browne, 2006). Klapp exercise masih sering di
lakukan dengan tujuan stabilitas dan simetris pada tulang belakang latihan
berdampak besar untuk memperkuat tulang dan membangun lebih banyak kekuatan,
daya tahan, ketangkasan serta koordinasi sehinnga lengkungan tulang belakang
berkurang hingga di bawah dua puluh derajat, dan harus terbiasa dengan rutinitas
dalam program latihan (Lau, 2012).
Latihan ini didasarkan pada konsep dari skoliosis sebagai hasil dari sebuah
kompleks asimetri otot (ketidakseimbangan kekuatan terutama di belakang) yang
dapat setidaknya sebagian dikoreksi oleh latihan yang ditargetkan. Latihan skoliosis
dengan menggunakan klapp exercise merupakan latihan yang dapat memperkecil
derajat skoliosi dengan penguluran otot, stabilisasi dan penguatan pada otot yang
asimetris. Sehinnga setelah melakukan latihan 12 minggu juga terjadi perbaikan
yang signifikan dalam memperkecil derajat skoliosis dengan harapan tidak terjadi
peningkatan yang progresif.
6.4 Latihan swiss ball exercise dan koreksi postur sama baiknya dengan klapp
exercise dan koreksi postur dalam memperkecil derajat scoliosis idiopatik
Berdasarkan tabel 5.7 selisih hasil latihan pada swiss ball exercise dan klapp
exercise keduanya sama efektifnya dalam menunkan derajat skoliosis. Hali ini
dibuktikan dengan hasil perhitungan statistik berdasakan hasil uji mann whitney
untuk pengujian hipotesis diatas, antara kedua kelompok yaitu kelompok 1 dan
kelompok 2. Dilihat dari derajat skoliosis idiopatik diperoleh nilai p > 0,05 yang
berarti bahwa ada tidak perbedaan rerata yang bermakna antara rerata sesudah latihan
85
dalam memperkecil derajat scoliosis idiopatik pada swiss ball exercise dan rerata
sesudah latihan dalam memperkecil derajat scoliosis idiopatik klapp exercise.
Skoliosis merupakan kelekungan dari tulang belakang yang tidak simetris
sehingga berdampak pada postur baik secara anatomi maupun kosmetika. Pada
penelitian ini koreksi postur hanya sebagai kontol bagi ke dua kelompok sehingga di
sini peliti hanya memberikan edukasi pada orang tua, guru dan siswa untuk selalu
melakuan koreksi postur selama melakukan aktivitas. Koreksi postur bertujuan untuk
memposisikan tubuh tetap dalam keadaan yang benar (Anatomis) karena pada
penderita skoliosis postur tubuh berubah sesuai dengan kebengkokan dan derajat
kelengkungan yang abnormal. Sehingga pada penderita skoliosis dengan melakukan
koreksi postur berarti tubuh memposisikan pada posisi anatomis dan apabila terjadi
deformitas pada tulang belakang dengan sendirinya akan melakuan perbaikan secara
bekesimabungan setelah di berikan swiss ball exercise maupun klapp exercise.
Swiss ball exercise dan klapp exercise pada kondisi skoliosis dengan derajat
ringan ternyata sama efektifnya dalam menperkecil derajat skoliosis. Hal ini
dikarnakan kedua latihan tersebut sama – sama memberikan penguluran di otot yang
terjadi pemendekan dan spasme otot memperbaiki deformitas tulang dan fleksibilitas
sendi lebih tejaga mengunakan swiss ball exercise. Dalam penelitian ini swiss ball
exercise lebih di gemari oleh anak – anak sehinnga memberkan daya tari dan jual
dalam perbaikan skoliosis tetapi untuk ukuran swiss ball pada anak – anak sangat
sulit di jumpai sehinnga beberapa diameter bola tidak sesuai dengan tinngi badan
anak. Pada klapp exercise merupakam medode lama yang di percaya memberikan
perbaikan pada kondisi skolisis dengan tujuan stabilitas asimetris serta meningkatkan
86
kekuatan otot. Prinsip terapi latihan pada skoliosis adalah mengembalikan mobilitas
sendi-sendi yang telah hilang, meregangkan otot yang kontraktur, meningkatkan
kekuatan otot, memutar balik dari rotasi deformitas vertebra, mengembangkan
musculatur seluruh badan supaya mampu memelihara curve yang telah di koreksi,
memelihara keseimbangan dan keindahan sikap yang telah di koreksi semaksimal
mungkin, dan membuat kompensasi apabila koreksi tidak mungkin.
87
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
Berdasarkan analisis penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan
bahwa kombinasi swiss ball exercise dan koreksi postur tidak terbukti lebih baik
dalam memperkecil derajat skoliosis idiopatik dibanding kombinasi klapp exercise
dan koreksi postur pada anak usia 11 – 13 tahun.
7.2. Saran
Beberapa saran yang dapat diajukan berdasarkan temuan dan kajian dalam
penelitian ini adalah :
1. Perlu penelitian lanjutan terkait jumlah sampel dengan derajat skoliosis yang
lebih besar dan interfensi tambahan lain yang diberikan pada penderita
skoliosis idiopatik
2. Diperlukan pengembanagan penelitian selanjutnya pada penderita skoliosis
idiophatik dengan melihat efektifitas antara swiss ball exercise dan klapp
exercise dengan latihan yang lain.
88
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Asuhan Keperawatan Aspek Scoliosis Jumat 3 okt 2008.
(cited: 1 Februari 2013). Available from: URL:
http/www.Fprote/orth/exam/scls/exmint.htm
Anonim. 2009. Fakta Mengenai Skoliosis Pada Remaja.Singapore Medical Grup.
Available from : URL: Hppt//www.css.sg/bahasa/patien.06.html.
2009. Undang – Undang RI No.36 Tahun 2009 . Tentang Kesehatan.
Jakarta. Available from : URL: Hptt//www.dikti.go.id/file/atu/sehat/UUD-36-
2009-kesehatan.pdf.
Anonim. 2012. Skoliosis. 05 Mai 2012 Available from : URL:
Hppt//www.scaiseira.blogsport/scolioosi/5/2012/06.html.
Apley.A., Lois S.1995. Buku ajar Ortopedik Dan Fraktur Sistem Aplay. Edisi ke
tujuh. Widia Medika. Jakarta. P 84-90.
Badan Pusat Statistik. 2012. Available from : URL: http :
//wikipedia.org/wiki/Daftar-Negara.
Biatex M, Hanggo, M.A. 2010. Complex Diagnostic and Therapy of Spine
Curvatures and Scoliosis according to FITS (Fungsional Individual Therapy
Scoliosis. University Medical Sciences. [BiomedCentral]. 96-105 ISBN 978-
83 7597-1097-1
Blackman, Ronal, MD. 2011. Scoliosis Treatment.Scoliosis Research Institute.
Available from : URL : hhpt : /www.Scoliosisrx.com.
Breden, Lincoln. 2009 . Stability Ball Exercise. Maret . (3 Februari 2013) Available
from : URL : hhpt : /www.Fitnestreningforlife.com.
Budi, D.P.S. 2010. School Screening for Scoliosis in Surabaya. Universitas
Airlangga
Buyks D, Clough J, Jaspersen L, et al.2010. Axemanation Of The Physical Therapy
Objective Treatmens And Outcome Use For Patient’s In Adolecent Idiophatic
Scoliosis. September. Phisycal Therapy. University Of Alberta.
Carriere.B. Re..R. C.B. Tanzberger. R. 1998. The Swiss Ball Theory. Basic Exercise
And Clinical Aplication
Del C.A. 2010. Physical Therapy IN The Treatment Of Aduls And Pediatric Spinal
Deformities.The Spinal Cor Metode Scoliosis. Volume 5.Suplemen 1 : 031
89
Ferreira, M.S. 2001.Metode Klaap Fisio.(cited : 29 januari 2013). Available from :
URL : http/www.wgate.co.br/conteudo/media.naesaude/fisioterapia/
Harjono, J. 2005 .Scoliosis.Temu Ilmiah Tahunan Fisiterapi XX. Cirebon
Harsono. 2001. Coaching dan Aspek-aspek Psikologis dalam Choching. CV.Tembak
Kusum
Judaryanto, W. 2009. “Gangguan Bentuk Tulang Punggung : Scoliosis”. Koran Anak
Indonesia. 13 Desember 2009.available from : URL:
http:/12/13/gangguan.bentuk-tulang-punggung.scoliosis/html
Kisner, C., Allen Colby. 2007. Therapeutic Exercise Foundation and Techniques Six
Edition. Philadelphia : F A. Davis Company.
Kuntari, T. 2013. Pelayanan Kesehatan Lansia. Departemen Ilmu Kesehatan
Masyarakat
Lau. K. Dr. 2012. Program Pencegahan Dan Penyembuhan Skoliosis. Kesehatan di
tangan anda.
Lonsteen, J.E. 2006. Scoliosis Surgical versus non surgical treatment clin orthop
Relad. Res.;[PubMed] 443-243-566
Luftinger, V.M.2008. Aetiology of Idiophatic Scoliosis
Lusen, D.H, Cecilio, M.B.B, Dozza, M.A et al. 2010. Quantitative Photogrammetic
analysis of the Klaap for treating idiophatic scoliosis. (cited: 29 januari 2013).
Available from: URL:http/www.ptjournal.org.html
Luthfi, M. 2012. Scoliosis Incar Wanita Muda. (serial online) sabtu, 6 oktober 2012
(cited: 1 feb 2013) available from:
URL:http:/www.allyainnaz.net/2012/10/scoliosis.incar-wanita.muda.html
Nenstein.L.S., Gordon.C.M., Katzman. D.K., Rausen. D.S., Woods.E.R. 2006.
Adolescent Health Care. A practical Guide. Fifth Edition. P.235-243.
Pocock Stuart J .2008 . Clinical Trials A Practical Approach. John Wiley and Sons
Ltd. Southern Gate. Chichester .P 127-129
Rahayu,S.U. 2007. Tulang Bengkok Akibat Salah Posisi. (serial online) 6
november(cited: 7 februari 2013). Available from : URL:
http:/www.aisyiyahdea.wordpress.com//2007/II/page/2/
90
Rahayusalim. Dr. Sp.Ot(k).2011. Kelainan Pada Tulang Belakang Anak. Scoliosis.
selasa,12 juli 2011. Http//www.Tumbuh-Kembang.com /pages/index/id/
12/articel/17/.
Rakasiwi ,A.M. 2008 “ Hubungan Sikap Duduk Dengan Terjadinya Scoliosis dini
pada anak usia 10 – 12 Di Sekolah Dasar Negeri Jentis 1 Juring” (skripsi).
Surkarta . Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Rosadi, R. 2008 “ Hubungan Sikap Duduk dengan Terjadinya Scoliosis Pada Anak
umur 10 -12 tahun di SD Pabelan “(skripsi). Surakarta. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Safitri. W. P.,2010. Waspadai Scoliosis Pada Anak. Unair. Sabtu, 13 Maret 2010.
Hppt//www.Windi.chan.blogsport.com/2013/03/waspadai-pada-anak.html
Seo B.D, Yun Y.D, Kim H.R. 2012. Effect of 12 weeks Swiss Ball Exercise Program
on Physical Fitness and Balance Ability of Elderly Women. 24;11-15
Available from: URL : http/www.ptjournal.org.HML
Snell, Richard S.1998. Anatomi Klinik.EGC.Jakarta
Sobbota. 2009. Atlas of Anatomy.h.f. Ullmann Pennsylvania State University
Sudariyanto, 2012 . “Biomekanika Vertebra”. Makasar. Depkes Makasar.
Tarwaka Bahri, Sudiajeng. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan Kerja dan
Produktivitas.Uniba Press. (cited : 3 Feb 2013). Available from
:URL:http://www.pustaka.unhuru.ac.ic/index.php?p:show-detail&id:660
Williams R.Binkley, J.,Bloch, R. Et al. 1993. Reliability of the Modified-Modified
Schober ad Duble Incliometer Methods for Measuring Lumbar Flexionand
extention (serial online) 1 Jan 93. Volume 73 p.26-40 (cited 28 januari 2013).
Available from: URL: http/ptjournal.apta.or.
Lampiran 1 : Lembar Pernyetaan Persetujuan
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama :...............................................................
Tempat Tanggal Lahir / Umur :...............................................................
Alamat :................................................................
SD Asal :.................................................................
Dengan ini menyatakan bersedia mengikuti penelitian yang akan dilakukan oleh
Suriani Sari yang berjudul “SWISS BALL EXERCISE DAN KOREKSI POSTUR
LEBIH MEMPERKECIL DERAJAT SKOLIOSIS IDIOPATIK DARIPADA
KLAAP EXERCISE DAN KOREKSI POSTUR PADA ANAK USIA 11 - 13
TAHUN “. Saya telah mendengar penjelasan penelitian ini dan sudah
mengetahui/mengerti tujuan penelitian dan latihan yang akan saya lakukan disertai
resiko dan keuntungannya.
Saya mengerti bahwa saya dapat mengundurkan diri setiap saat sebagai peserta
penelitian tanpa ada konsekuensi.
Pontianak, .............................2013
Peneliti
Pembuat pernyataan
(Suriani Sari)
(..........................................)
Lampiran 2 : Daftar pemeriksaan dasar penelitian
DAFTAR PERTANYAAN DAN PEMERIKSAAN DASAR PENELITIAN
1. Tanggal Pemeriksaan :
2. No. Penelitian :
3. Nama :
4. Umur :
5. Alamat :
6. Jenis Kelamin :
7. Tinggi Badan : cm
8. Berat Badan : kg
9. Derajat skoliosis : derajat
10. Riwayat Penyakit :
Pemeriksa
(...................................)
"sW/
YAYASAN KARTIKA JAYA KOORDINATOR KOREM 121
CABANG V DAERATI VI TANJI'NGPURASEKOLI\H DASAR KAR'TIKAV - 8
Jalan Gusti Hamzah No. 13 Pontianak Kota No. Telepon (0561) 765048Terahreditasi *A"
NSS : 101236005069 I'{PSN : 30105256
SURAT KETERANGANNO :421 l Ts lsDR-v l2ot3
Dengan ini menerangkan Bahwa :
Nama : Suriani Sari, SSt X'T
Mahasiswi Pasca Sarjana Universitrs daypga Denpasar.
Memang benar telah melakukan penelitian pada sekolah kami untuk keperluan peneliti yang
bersangkutan dengan judul " ,Sniss Ball Exercise dan Korcksi Postur Lebih Memperkecil
Derajot Sholiosis Idiopotih Dari pona noq F.xcrcise dan Koreksi Postur pada Anak
asia 10 - 13 Tahw " yang dilakukan dari bulan Marct - Mei 2013.
Demikianlah surat keterangan ini disampaikan agar dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Atas perhatiannya, diucapkan terima kasih-
Pontianak,4 Juni 2013
#$mloI-"!9KlEIA(
197502 2 0U
PETERII{TAH KOTA FOI{TIA]*AK
DINAS PENDIDIKAN
SEKOTAH DASAR NEGERI 1.2KECATATAN PONTIANAK KOTA
Jatrn Al&rnyang Kelurahan Sungrai Bangkong Telp. 0581-73800{Posrtlenak Kota 781{8
MSN.3CInxiallNS$: l0rF6i0060ril
SURAT KETERANGANNo.422l 117 /SDN lA 2Al3
yang bertanda tangan di batirah ini Ke,pala Sekolah Dasar Negeri 12 Kmamatan
Pontianak Kota menerangkan bahwa:
Nama
NIM
Jurusm
: SI.JRIANI SAR[, SSt. FT
:1190361001
: Fisiolgi Olahragp Konsentrasi Fisioterapi
Univ. Udayana DenPasar
:I
I
IDengan ini menerangkan hhwa Mahasistra yary mmmya t€rcmtum didas, benr telah
melalgkan penelitian di SDN 12 Pontianak Kota dengan judul: o'Swiss Ball Exercise dan
Koteksi Postrn L€bih lvle,mperkecil D€rqid Skoliosis Idiopatik Dari Pada Klaap Exercise
dan Korcksi Postur pada anak Usia 11 - 13 tahun'o yang dilakukan dari bulan Maret s.d
Mei 2013.
Demikian surat keterangan ini dibuat rmtuk d4at sebagaimanamestinya
15 Juni 2013
6Ee,,c>----lWtVill
I}INAS PENDIDIKAN
SEKOLAII DASAR I\TEGERI 42KECAMATANT PONTIANAK KOTA
Jalan Kota Bam Pontianak Telp. ( 0561) 6590535
SURATKETEFANGANNomor :4221475 / SDN.42 NlTll2013
Yang bertMa 'rr gm dibauffi
Kota dengan ini me*erangkan :
Nama
NIM
.Iufir,Sm
;ei Ke66Ia &kotah E}m Neeei 42 Kecm*u Poffiek
: SURIANI SARI SSTFT
:1190361001
: Fisio@i Olahrage EMmi Fisistffiryi
Batrwa Mahasiswa yang namanya di atas benar telah melakukan Penelitian di SDN 42
Pontianak Kota dengan judul "Swiss Ball Exercis dan Koreksi Postur Lebih Memperkecil
D€r4id Skoliffiis fdiryctik tlei re E@ E:reicise dm lfor*si FM,r ffi tu& Usia t I -13 Tahrm' ymg dilalarkm dai hrtrm Itdret sd Mei 2013-
Demikian surat keterangan ini dikrikan, untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
]isr- rr
2S@ber2tll3
tvrlozz w3
Lampiran 5 : Daftar absensi penelitian
DAFTAR ABSENSI
KLAPP EXERCISE MINGGU KE 1 -12
NO NAMA PESERTA
PERTEMUAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Aan Najib V V V V V v V V V V V V
2 Dewi sartika V V V V V V V V V V V V
3 Cici Lestari V V V V V V V V V V V V
4 Dona Awaliya V V V V V V V V V V V V
5 Kurnia V V V V V V V V V V V V
6 Jeki V V V V V V V V V V V V
7 Jumirah V V V V V V V V V V V V
8 Leoni Dyah V V V V V V V V V V V V
9 Marsia V V V V V V V V V V V V
10 Melly Amelia V V V V V V V V V V V V
11 Misna V V V V V V V V V V V V
12 Nur'aini Eka V V V V V V V V V V V V
13 Raihan Faizah V V V V V V V V V V V V
14 Siti Aminah V V V V V V V V V V V V
15 Zulfa Setia V V V V V V V V V V V V
DAFTAR ABSENSI
SWISS BALL EXERCISE MINGGU KE 1 -12
NO NAMA PESERTA
PERTEMUAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Abil V V V V V V V V V V V V
2 Adisty V V V V v v v V v v v v
3 Agung Priyono V V V V V V V V V V V V
4 Aprilia Pratiwi V V V V V V V V V V V V
5 Ayu Fibri V V V V V V V V V V V V
6 Bela V V V V V V V V V V V V
7 Bibeh V V V V V V V V V V V V
8 Delila V V V V V V V V V V V V
9 Diny Agustini V V V V V V V V V V V V
10 Ega V V V V V V V V V V V V
11 Elsa V V V V V V V V V V V V
12 Icha Triana V V V V V V V V V V V V
13 Siti Hajar V V V V V V V V V V V V
14 Ira Nazlira V V V V V V V V V V V V
15 Mutmainah V V V V V V V V V V V V
Lampiran 6 : Tabulasi dan entry data hasil penelitian
DESKRIPTIF
KLAPP EXERCISE
N
O
NAMA
PESERTA
JENIS KELAMI
N
JENIS
KELAMIN
UMUR (TAHUN
)
TINGGI BADA
N (CM)
BERAT BADAN
(KG)
DERAJAT SCOLIOSIS
PRETEST
POS
T
TEST
Se
lisih
1 Aan Najib L 1 11 140 28 7 5 2
2 Dewi sartika P 2 12 132 26 8 5 3
3 Cici Lestari P 2 12 150 44 7 4 3
4 Dona Awaliya P 2 12 142 43 8 3 5
5 Kurnia P 2 12 138 33 10 4 6
6 Jeki L 1 13 135 30 10 5 5
7 Jumirah P 2 13 138 28 7 2 5
8 Leoni Dyah P 2 11 130 25 8 3 5
9 Marsia P 2 12 150 33 6 3 3
10 Melly Amelia P 2 12 131 32 9 4 5
11 Misna P 2 12 131 30 8 2 6
12 Nur'aini Eka P 2 12 142 35 8 6 2
13 Raihan Faizah P 2 13 142 33 7 5 2
14 Siti Aminah P 2 11 141 40 7 3 4
15 Zulfa Setia P 2 11 142 38 6 4 2
116 58 58
Kode
7,73 3,87 3,87
1 Laki-kaki
2
Perempua
n
DESKRIPTIF
SWISS BALL EXERCISE
N
O NAMA PESERTA
JENIS
KELAMIN
JENIS
KELAMI
N
UMUR
(THN)
TINGG
I
BADA
N (CM)
BERAT
BADA
N (KG)
DERAJAT SCOLIOSIS
PRETES
T
POST
TEST
Selisi
h
1 Abil L 1 11 125 25 7 2 5
2 Adisty Pratama Putri P 2 12 130 28 8 3 5
3 Agung Priyono L 1 12 135 50 10 3 7
4 Aprilia Pratiwi P 2 13 141 39 7 5 2
5 Ayu Fibri P 2 11 135 30 8 4 4
6 Bela Dwi Septiani P 2 12 130 28 7 3 4
7 Bibeh P 2 13 135 30 7 3 4
8 Dellila Novita P 2 12 140 38 20 8 12
9 Diny Agustini P 2 12 133 26 7 3 4
10 Ega Puspita Sari P 2 11 138 40 6 2 4
11 Elsa Retno julianti P 2 13 135 32 8 4 4
12 Icha Triana P 2 12 130 26 7 3 4
13 Siti Hajar P 2 12 130 26 7 3 4
14 Ira Nazlira P 2 12 135 30 8 4 4
15 Mutmainah P 2 11 128 25 13 5 8
130 55 75
Kode
8,67 3,67 5
1 Laki-kaki
2 Perempuan
Lampiran 7: Uraian Jadwal Kegiatan
RENCANA PENELITIAN
No Kegiatan 2012 2013
11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Penyusunan Pra
Proposal
2 Pengumpulan
Bahan kepustakaan
3 Konsultasi pakar
dan pembimbing
4 Penyusunan
proposal
5 Ujian proposal
6 Pelaksanaan
penelitian
7 Pengolahan data
dan hasil
8 Studi kelayakan
9 Ujian tesis
10 Publikasi
Lampiran 9 : Analisis data hasil penelitian menggunakan SPSS
Frequency Table
JnsKlmnKE
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki-Laki 2 13.3 13.3 13.3
Perempuan 13 86.7 86.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
JnsKlmnSBE
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki-laki 2 13.3 13.3 13.3
Perempuan 13 86.7 86.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Descriptives
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
UmurKE 15 11 13 11.93 .704
TBKE 15 130 150 138.93 6.319
BBKE 15 25 44 33.20 5.858
UmurSBE 15 11 13 11.93 .704
TBSBE 15 125 141 133.33 4.483
BBSBE 15 25 50 31.53 7.170
Valid N (listwise) 15
Descriptives
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PreTestKE 15 6 10 7.73 1.223
PosttesKE 15 2 6 3.87 1.187
SelisihKE 15 2 6 3.87 1.506
PreTestSBE 15 6 20 8.67 3.559
PostTestSBE 15 2 8 3.67 1.496
SelisihSBE 15 2 12 5.00 2.390
Valid N (listwise) 15
Explore
Klp Sampel
Tests of Normality
Klp Sampel
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Pretest Klap Exercise .214 15 .064 .898 15 .090
Swiss Ball Exercise .374 15 .000 .610 15 .000
Postest Klap Exercise .167 15 .200* .931 15 .279
Swiss Ball Exercise .272 15 .004 .795 15 .003
Selisih Klap Exercise .241 15 .019 .861 15 .025
Swiss Ball Exercise .329 15 .000 .711 15 .000
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Test of Homogeneity of Variance
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Pretest Based on Mean 3.377 1 28 .077
Based on Median .880 1 28 .356
Based on Median and with
adjusted df .880 1 15.464 .363
Based on trimmed mean 1.703 1 28 .202
Postest Based on Mean .118 1 28 .733
Based on Median .000 1 28 1.000
Based on Median and with
adjusted df .000 1 21.227 1.000
Based on trimmed mean .054 1 28 .818
Selisih Based on Mean .301 1 28 .587
Based on Median .012 1 28 .913
Based on Median and with
adjusted df .012 1 16.093 .913
Based on trimmed mean .139 1 28 .712
T-Test
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 PreTestKE 7.73 15 1.223 .316
PosttesKE 3.87 15 1.187 .307
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 PreTestKE & PosttesKE 15 .220 .431
Paired Samples Test
Pair 1
PreTestKE -
PosttesKE
Paired Differences Mean 3.867
Std. Deviation 1.506
Std. Error Mean .389
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower 3.033
Upper 4.700
T 9.947
Df 14
Sig. (2-tailed) .000
NPar Tests
Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
PostTestSBE - PreTestSBE Negative Ranks 15a 8.00 120.00
Positive Ranks 0b .00 .00
Ties 0c
Total 15
a. PostTestSBE < PreTestSBE
b. PostTestSBE > PreTestSBE
c. PostTestSBE = PreTestSBE
Test Statisticsb
PostTestSBE -
PreTestSBE
Z -3.494a
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
Klp Sampel N Mean Rank Sum of Ranks
Selisih Klap Exercise 15 13.97 209.50
Swiss Ball Exercise 15 17.03 255.50
Total 30
Test Statisticsb
Selisih
Mann-Whitney U 89.500
Wilcoxon W 209.500
Z -.981
Asymp. Sig. (2-tailed) .326
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .345a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Klp Sampel