23
TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULAR PENDAHULUAN Aritmia merupakan kelainan irama jantung yang sering dijumpai. Aritmia adalah irama jantung di luar irama sinus normal. Istilah aritmia sebenarnya tidak tepat karena aritmia berarti tidak ada irama. Oleh karena itu sekarang lebih sering dipakai istilah disritmia atau irama tidak normal. 1 Takikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan frekuensi jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150 sampai 280 per menit. TSV merupakan jenis disritmia yang paling sering ditemukan pada usia bayi dan anak. Prevalensi TSV kurang lebih 1 di antara 25.000 anak lebih. Serangan pertama sering terjadi sebelum usia 4 bulan dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan sedangkan pada anak yang lebih besar prevalensi di antara kedua jenis kelamin tidak berbeda. 1,2 Pengenalan secara dini jenis takidisritmia ini sangat penting, terutama pada bayi karena sifatnya yang gawat darurat. Diagnosis awal dan tatalaksana SVT memberikan hasil yang memuaskan. Keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dan memberikan terapi akan memperburuk prognosis, mengingat kemungkinan terjadinya gagal jantung bila TSV berlangsung lebih dari 24-36 jam, baik dengan kelainan struktural maupun tidak. 1,2 1

supraventrikular takikardi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

supraventrikular takikardia

Citation preview

TAKIKARDI SUPRAVENTRIKULARPENDAHULUANAritmia merupakan kelainan irama jantung yang sering dijumpai. Aritmia adalah irama jantung di luar irama sinus normal. Istilah aritmia sebenarnya tidak tepat karena aritmia berarti tidak ada irama. Oleh karena itu sekarang lebih sering dipakai istilah disritmia atau irama tidak normal.1Takikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan frekuensi jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150 sampai 280 per menit. TSV merupakan jenis disritmia yang paling sering ditemukan pada usia bayi dan anak. Prevalensi TSV kurang lebih 1 di antara 25.000 anak lebih. Serangan pertama sering terjadi sebelum usia 4 bulan dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan sedangkan pada anak yang lebih besar prevalensi di antara kedua jenis kelamin tidak berbeda.1,2Pengenalan secara dini jenis takidisritmia ini sangat penting, terutama pada bayi karena sifatnya yang gawat darurat. Diagnosis awal dan tatalaksana SVT memberikan hasil yang memuaskan. Keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dan memberikan terapi akan memperburuk prognosis, mengingat kemungkinan terjadinya gagal jantung bila TSV berlangsung lebih dari 24-36 jam, baik dengan kelainan struktural maupun tidak.1,2 DEFINISITakikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150 kali/menit sampai 250 kali/menit. Kelainan pada TSV mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan TSV mempunyai kompleks QRS normal.1,2 Kelainan ini sering terjadi pada demam, emosi, aktivitas fisik dan gagal jantung.3,4EPIDEMIOLOGI

Takikardi supraventrikular merupakan kegawatdaruratan kardiovaskular yang sering ditemukan pada bayi dan anak. Angka kejadian TSV diperkirakan 1 per 250.000 sampai 1 per 250. Angka kekerapan masing-masing bentuk TSV pada anak berbeda dengan TSV pada dewasa.1 Menurut Emily dkk5 bahwa angka kejadian TSV pada anak berkisar 1 dari 250 anak tapi sering gejalanya samar-samar dan sering disalahartikan dengan gejala dari penyakit umum lainnya pada anak.

TSV pada bayi biasanya terjadi pada hari pertama kehidupan sampai usia 1 tahun, tapi sering terjadi sebelum umur 4 bulan. Sebagian besar TSV pada bayi dengan struktur jantung yang normal dan hanya 15% bayi TSV yang disertai dengan penyakit jantung, karena obat-obatan atau karena demam.6,7ELEKTROFISIOLOGI8Gangguan irama jantung secara elektrofisiologi disebabkan oleh gangguan pembentukan rangsang, gangguan konduksi rangsang dan gangguan pembentukan serta penghantaran rangsang.a. Gangguan pembentukan rangsang

Gangguan ini dapat terjadi secara pasif atau aktif. Bila gangguan rangsang terbentuk secara aktif di luar urutan jaras hantaran normal, seringkali menimbulkan gangguan irama ektopik dan bila terbentuk secara pasif sering menimbulkan escape rhytm (irama pengganti).

Irama ektopik timbul karena pembentukan rangsang ektopik secara aktif dan fenomena reentry Escape beat (denyut pengganti) ditimbulkan bila rangsang normal tidak atau belum sampai pada waktu tertentu dari irama normal, sehingga bagian jantung yang belum atau tidak mendapat rangsang itu bekerja secara otomatis untuk mengeluarkan rangsangan instrinsik yang memacu jantung berkontraksi.

Active ectopic firing terjadi pada keadaan dimana terdapat kenaikan kecepatan automasi pembentukan rangsang pada sebagian otot jantung yang melebihi keadaan normal. Reentry terjadi bila pada sebagian otot jantung terjadi blokade unidirectional (blokade terhadap rangsang dalam arah antegrad) dimana rangsang dari arah lain masuk kembali secara retrograd melalui bagian yang mengalami blokade tadi setelah masa refrakternya dilampaui. Keadaan ini menimbulkan rangsang baru secara ektopik. Bila reentry terjadi secara cepat dan berulang-ulang, atau tidak teratur (pada beberapa tempat), maka dapat menimbulkan keadaan takikardi ektopik atau fibrilasi.b. Gangguan konduksi

Kelainan irama jantung dapat disebabkan oleh hambatan pada hantaran (konduksi) aliran rangsang yang disebut blokade. Hambatan tersebut mengakibatkan tidak adanya aliran rangsang yang sampai ke bagian miokard yang seharusnya menerima rangsang untuk dimulainya kontraksi. Blokade ini dapat terjadi pada tiap bagian sistem hantaran rangsang mulai dari nodus SA atrium, nodus AV, jaras HIS, dan cabang-cabang jaras kanan kiri sampai pada percabangan purkinye dalam miokard. c. Gangguan pembentukan dan konduksi rangsangan

Gangguan irama jantung dapat terjadi sebagai akibat gangguan pembentukan rangsang bersama gangguan hantaran rangsang.Mekanisme Terjadinya TSV

Berdasarkan pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak, terdapat dua mekanisme terjadinya takikardi supraventrikular yaitu:1(1). Otomatisasi (automaticity)Irama ektopik yang terjadi akibat otomatisasi sebagai akibat adanya sel yang mengalami percepatan (akselerasi) pada fase 4 dan sel ini dapat terjadi di atrium, A-V junction, bundel HIS, dan ventrikel. Struktur lain yang dapat menjadi sumber/fokus otomatisasi adalah vena pulmonalis dan vena kava superior. Contoh takikardi otomatis adalah sinus takikardi. Ciri peningkatan laju nadi secara perlahan sebelum akhirnya takiaritmia berhenti. Takiaritmia karena otomatisasi sering berkaitan dengan gangguan metabolik seperti hipoksia, hipokalemia, hipomagnesemia, dan asidosis. (2). Reentry

Ini adalah mekanisme yang terbanyak sebagai penyebab takiaritmia dan paling mudah dibuktikan pada pemeriksaan elektrofisiologi. Syarat mutlak untuk timbulnya reentry adalah:

a. Adanya dua jalur konduksi yang saling berhubungan baik pada bagian distal maupun proksimal hingga membentuk suatu rangkaian konduksi tertutup.b. Salah satu jalur tersebut harus memiliki blok searah.

c. Aliran listrik antegrad secara lambat pada jalur konduksi yang tidak mengalami blok memungkinkan terangsangnya bagian distal jalur konduksi yang mengalami blok searah untuk kemudian menimbulkan aliran listrik secara retrograd secara cepat pada jalur konduksi tersebut.

Gambar 1. Proses terjadinya TSV9KLASIFIKASITerdapat 3 jenis TSV yang sering ditemukan pada bayi dan anak, yaitu:

Takikardi atrium primer (takikardi atrial ektopik)Terdapat sekitar 10% dari semua kasus TSV, namun TSV ini sukar diobati. Takikardi ini jarang menimbulkan gejala akut. Penemuannya biasanya karena pemeriksaan rutin atau karena ada gagal jantung akibat aritmia yang lama. Pada takikardi atrium primer, tampak adanya gelombang p yang agak berbeda dengan gelombang p pada waktu irama sinus, tanpa disertai pemanjangan interval PR. Pada pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak tidak didapatkan jaras abnormal (jaras tambahan).1,10 Atrioventricular re-entry tachycardia (AVRT)

Pada AVRT pada sindrom Wolf-Parkinson-White (WPW) jenis orthodromic, konduksi antegrad terjadi pada jaras his-purkinye (slow conduction) sedangkan konduksi retrograd terjadi pada jaras tambahan (fast conduction). Kelainan yang tampak pada EKG adalah takikardi dengan kompleks QRS yang sempit dengan gelombang p yang timbul segera setelah kompleks QRS dan terbalik. Pada jenis yang antidromic, konduksi antegrad terjadi pada jaras tambahan sedangkan konduksi retrograd terjadi pada jaras his-purkinye. Kelainan pada EKG yang tampak adalah takikardi dengan kompleks QRS yang lebar dengan gelombang p yang terbalik dan timbul pada jarak yang jauh setelah kompleks QRS.1 Atrioventricular nodal reentry tachycardia (AVNRT)

Pada jenis AVNRT, reentry terjadi di dalam nodus AV, dan jenis ini merupakan mekanisme yang paling sering menimbulkan TSV pada bayi dan anak. Sirkuit tertutup pada jenis ini merupakan sirkuit fungsional. Jika konduksi antegrad terjadi pada sisi lambat (slow limb) dan konduksi retrograd terjadi pada sisi cepat (fast limb), jenis ini disebut juga jenis typical (slow-fast) atau orthodromic. Kelainan pada EKG yang tampak adalah takikardi dengan kompleks QRS sempit dengan gelombang p yang timbul segera setelah kompleks QRS tersebut dan terbalik atau kadang-kadang tidak tampak karena gelombang p tersebut terbenam di dalam kompleks QRS. Jika konduksi antegrad terjadi pada sisi cepat dan konduksi retrograd terjadi pada sisi lambat, jenis ini disebut jenis atypical (fast-slow) atau antidromic. Kelainan yang tampak pada EKG adalah takikardi dengan kompleks QRS sempit dan gelombang p terbalik dan timbul pada jarak yang cukup jauh setelah komplek QRS.1 Gambar 2. Gambaran EKG pada TSV6Penyebab111. Idiopatik, ditemukan pada hampir setengah jumlah pasien. Tipe idiopatik ini biasanya terjadi lebih sering pada bayi daripada anak.

2. Sindrom Wolf Parkinson White (WPW) terdapat pada 10-20% kasus dan terjadi hanya setelah konversi menjadi sinus aritmia. Sindrom WPW adalah suatu sindrom dengan interval PR yang pendek daninterval QRS yang lebar; yang disebabkan oleh hubungan langsung antara atrium dan ventrikel melalui jaras tambahan.23. Beberapa penyakit jantung bawaan (anomali Ebsteins, single ventricle, L-TGA)

Gejala Klinis

Gejala klinis takikardia supraventrikular (TSV) pada bayi tidak khas, umumnya terjadi pada bayi di bawah usia 4 bulan. Bayi biasanya dibawa ke dokter karena mendadak gelisah, irritabel, diaforesis, tidak mau menetek atau minum susu,. Kadang-kadang orangtua membawa bayinya karena bernafas cepat dan tampak pucat. Dapat pula terjadi muntah-muntah. Laju nadi sangat cepat sekitar 200-300 per menit, tidak jarang disertai gagal jantung atau kegagalan sirkulasi yang nyata.2,6Takikardia supraventrikular pada anak yang serangan pertamanya dimulai pada usia yang lebih tua seringkali disebabkan oleh sindrom WPW, baik yang manifes maupun yang tersembunyi (concealed). Berbeda dengan TSV pada bayi, pada kelompok ini tidak dijumpai tanda gagal jantung atau kegagalan sirkulasi karena frekuensi jantung yang lebih lambat. Yang sering menyebabkan pasien dibawa ke dokter adalah rasa berdebar dan perasaan tidak enak.1Berbeda dengan TSV pada bayi dan anak, TSV kronik dapat berlangsung selama berminggu-minggu bahkan sampai bertahun-tahun. Hal yang menonjol adalah frekuensi denyut nadi yang lebih lambat, berlangsung lebih lama, gejalanya lebih ringan dan juga lebih dipengaruhi oleh sistem susunana saraf autonom. Pada sebagian besar pasien terdapat disfungsi miokard akibat TSV pada saat serangan atau pada TSV sebelumnya.1,2Gejala klinis lain TSV dapat berupa palpitasi, lightheadness, mudah lelah, hoyong, nyeri dada, nafas pendek dan bahkan penurunan kesadaran. Pasien juga mengeluh lemah, nyeri kepala dan rasa tidak enak di tenggorokan.6,12,13Risiko terjadinya gagal jantung sangat rendah pada anak dan remaja dengan TSV tapi risikonya meningkat pada neonatus dengan TSV, neonatus dengan WPW dan pada anak dengan penyakit jantung.6 Bila takikardi terjadi saat fetus, dapat menyebabkan timbulnya gagal jantung berat dan hidrops fetalis.4DIAGNOSIS

Diagnosis TSV berdasarkan pada gejala dan tanda sebagai berikut:3,10a. Pada bentuk akut: pucat, gelisah, takipneu dan sukar minum

b. Denyut jantung; 180-300 kali/menit (mungkin sulit dihitung)

c. Dapat terjadi gagal jantung (bila dalam 24 jam tidak membaik)

d. EKG:

e. Pemeriksaan esophageal electrophysiology dapat digunakan sebagai prediktor apakah

bayi membutuhkan obat anti aritmia.7PENATALAKSANAANSecara garis besar penatalaksanaan TSV dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu:2a. Penatalaksanaan segera

b. Penatalaksanaan jangka panjang

a. Penatalaksanaan segera1. Tindakan yang dulu lazim dicoba pada anak yang lebih besar adalah perasat valsava tidak dianjurkan pada bayi, karena jarang sekali berhasil. Perasat valsava berupa pemijatan sinus karotis, dan tekanan pada bola mata akan tetapi berisiko terjadinya luka pada mata dan retina.6,11 Apabila tidak jelas terdapat gagal jantung kongestif atau kegagalan sirkulasi dapat dicoba refleks selam (diving reflex). Cara lain yang dianjurkan oleh karena sering dilaporkan berhasil (lebih kurang pada 25% kasus) adalah dengan menutup muka bayi dengan kantong plastik berisi air es (sekitar 10-20 detik) dan jangan sekali-sekali membenamkan muka bayi ke`dalam air es. Cara ini efektif pada jenis takikardi yang melibatkan nodus AV tapi responnya kurang baik pada sebagian besar bentuk takikardi atrial primer.1,2,112. Pemberian adenosin. Adenosin merupakan nukleotida endogen yang bersifat kronotropik negatif, dromotropik, dan inotropik. Efeknya sangat cepat dan berlangsung sangat singkat dengan konsekuensi pada hemodinamik sangat minimal. Adenosin dengan cepat dibersihkan dari aliran darah (sekitar 10 detik) dengan cellular uptake oleh sel endotel dan eritrosit. Obat ini akan menyebabkan blok segera pada nodus AV sehingga akan memutuskan sirkuit pada mekanisme reentry. Adenosin mempunyai efek yang minimal terhadap kontraktilitas jantung.1,4,6Adenosin merupakan obat pilihan dan sebagai lini pertama dalam terapi TSV karena dapat menghilangkan hampir semua TSV. Efektivitasnya dilaporkan pada sekitar 90% kasus. Adenosin diberikan secara bolus intravena diikuti dengan flush saline, mulai dengan dosis 50 g/kg dan dinaikkan 50 /kg setiap 1 sampai 2 menit (maksimal 250 /kg). Dosis yang efektif pada anak yaitu 100 150 g/kg. Pada sebagian pasien diberikan digitalisasi untuk mencegah takikardi berulang.1,11,14Efek samping adenosin dapat berupa nyeri dada, dispnea, facial flushing, dan terjadinya A-V bloks. Bradikardi dapat terjadi pada pasien dengan disfungsi sinus node, gangguan konduksi A-V, atau setelah pemberian obat lain yang mempengaruhi A-V node (seperti beta blokers, calsium channel blocker, amiodaron). Adenosin bisa menyebabkan bronkokonstriksi pada pasien asma.63. Verapamil juga tersedia untuk penanganan segera TSV pada anak berusia di atas 12 bulan, akan tetapi saat ini mulai jarang digunakan karena efek sampingnya. Obat ini mulai bekerja 2 sampai 3 menit, dan bersifat menurunkan cardiac output. Banyak laporan terjadinya hipotensi berat dan henti jantung pada bayi berusia di bawah 6 bulan. Oleh karena itu verapamil sebaiknya tidak digunakan pada pasien yang berusia kurang dari 2 tahun karena risiko kolap kardiovaskular.4,6 Jika diberikan verapamil, persiapan untuk mengantisipasi hipotensi harus disiapkan seperti kalsium klorida (10 mg/kg), cairan infus, dan obat vasopressor seperti dopamin. Tidak ada bukti bahwa verapamil efektif mengatasi ventrikular takikardi pada kasus-kasus yang tidak memberikan respon dengan adenosin.1 Tahun 2008, penelitian oleh Leitner dkk15, menemukan bahwa verapamil intravena efektif pada 100% pasien TSV.4. Pada pasien AVRT atau AVNRT, prokainamid mungkin juga efektif. Obat ini bekerja memblok konduksi pada jaras tambahan atau pada konduksi retrograd pada jalur cepat pada sirkuit reentry di nodus AV. Hipotensi juga sering dilaporkan pada saat loading dose diberikan.15. Digoksin dilaporkan juga efektif untuk mengobati kebanyakan TSV pada anak. Digoksin tidak digunakan lagi untuk penghentian segera TSV dan sebaiknya dihindari pada anak yang lebih besar dengan WPW sindrom karena ada risiko percepatan konduksi pada jaras tambahan. Digitalisasi dipakai pada bayi tanpa gagal jantung kongestif.1,11 Penelitian oleh Wren dkk16 tahun 1990, pada 29 bayi dengan TSV, pengobatan efektif dengan digoksin. Digoksin memperbaiki fungsi ventrikel, baik melalui pengaruh inotropiknya maupun melalui blokade nodus AV yang ditengahi vagus.106. Bila adenosin tidak bisa digunakan serta adanya tanda gagal jantung kongestif atau kegagalan sirkulasi jelas dan alat DC shock tersedia, dianjurkan penggunaan direct current synchronized cardioversion dengan kekuatan listrik sebesar 0,25 watt-detik/pon yang pada umumnya cukup efektif. DC shock yang diberikan perlu sinkron dengan puncak gelombang QRS, karena rangsangan pada puncak gelombang T dapat memicu terjadinya fibrilasi ventrikel. Tidak dianjurkan memberikan digitalis sebelum dilakukan DC Shock oleh karena akan menambah kemungkinan terjadinya fibrilasi ventrikel. Apabila terjadinya fibrilasi ventrikel maka dilakukan DC shock kedua yang tidak sinkron. Apabila DC shock kedua ini tetap tidak berhasil, maka diperlukan tindakan invasif.27. Bila DC shock tidak tersedia baru dipilih alternatif kedua yaitu preparat digitalis secara intravena. Dosis yang dianjurkan pada pemberian pertama adalah sebesar dari dosis digitalisasi (loading dose) dilanjutkan dengan dosis digitalisasi, 2 kali berturut-turut berselang 8 jam.28. Bila pasien tidak mengalami gagal jantung kongestif, adenosin tidak bisa digunakan, dan digitalis tidak efektif, infus intravena phenylephrine bisa dicoba untuk konversi cepat ke irama sinus. Phenylephrine dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat dan mengubah takikardi dengan meningkatkan refleks vagal. Efek phynilephrin (Neo-synephrine) sama halnya dengan sedrophonium (tensilon) yang meningkatkan reflek vagal seperti juga efek anti aritmia lain seperti procainamid dan propanolol. Metode ini tidak direkomendasikan pada bayi dengan CHF karena dapat meningkatkan afterload sehingga merugikan pada bayi dengan gagal jantung. Dosis phenylephrin 10 mg ditambahkan ke dalam 200 mg cairan intravena diberikan secara drip dengan pengawasan doketr terhadap tekanan darah. Tekanan sistolik tidak boleh melebihi 150-170 mmHg.2,49. Price dkk pada tahun 2002, menggunakan pengobatan dengan flecainide dan sotalol untuk TSV yang refrakter pada anak yang berusia kurang dari 1 tahun. Flecainide dan sotalol merupakan kombinasi baru, yang aman dan efektif untuk mengontrol TSV yang refrakter.1310. Penelitian oleh Etheridge dkk7 tahun 1999, penggunaan beta bloker efektif pada 55% pasien. Selain itu juga penggunaan obat amiodarone juga berhasil pada 71% pasien dimana di antaranya sebagai kombinasi dengan propanolol. Keberhasilan terapi memerlukan kepatuhan sehingga amiodarone dipakai sebagai pilihan terapi pada beberapa pasien karena hanya diminum 1x sehari. Semua pasien yang diterapi dengan amiodarone, harus diperiksa tes fungsi hati dan fungsi tiroid setiap 3 bulan. Propanolol dapat digunakan secara hati-hati, sering efektif dalam memperlambat fokus atrium pada takikardi atrial ektopik.10 Gambar 3. Algoritma Manajemen Jangka Pendek TSV17b. Penanganan Jangka PanjangUmur pasien dengan TSV digunakan sebagai penentu terapi jangka panjang TSV. Di antara bayi-bayi yang menunjukkan tanda dan gejala TSV, kurang lebih sepertiganya akan membaik sendiri dan paling tidak setengah dari jumlah pasien dengan takikardi atrial automatic akan mengalami resolusi sendiri. Berat ringan gejala takikardi berlangsung dan kekerapan serangan merupakan pertimbangan penting untuk pengobatan.1

Gambar 4. Algoritma Manajemen Jangka Panjang TSV17

Pada sebagian besar pasien tidak diperlukan terapi jangka panjang karena umumnya tanda yang menonjol adalah takikardi dengan dengan gejala klinis ringan dan serangan yang jarang dan tidak dikaitkan dengan preeksitasi. Bayi-bayi dengan serangan yang sering dan simptomatik akan membutuhkan obat-obatan seperti propanolol, sotalol atau amiodaron, terutama untuk tahun pertama kehidupan.1

Pada pasien TSV dengan sindrom WPW sebaiknya diberikan terapi propanolol jangka panjang. Sedangkan pada pasien dengan takikardi resisten digunakan procainamid, quinidin, flecainide, propafenone, sotalol dan amiodarone.4

Pada pasien dengan serangan yang sering dan berusia di atas 5 tahun, radiofrequency ablasi catheter merupakan pengobatan pilihan. Pasien yang menunjukkan takikardi pada kelompok umur ini umumnya takikardinya tidak mungkin mengalami resolusi sendiri dan umunya tidak tahan atau kepatuhannya kurang dengan pengobatan medikamentosa. Terapi ablasi dilakukan pada usia 2 sampai 5 tahun bila TSV refrakter terhadap obat anti aritmia atau ada potensi efek samping obat pada pemakaian jangka panjang. Pada tahun-tahun sebelumnya, alternatif terhadap pasien dengan aritmia yang refrakter dan mengancam kehidupan hanyalah dengan anti takikardi pace maker atau ablasi pembedahan.1ABLASI KATETER

Prosedur elektrofisiologi hampir selalu diikuti oleh tindakan kuratif berupa ablasi kateter. Ablasi kateter pertama sekali diperkenalkan oleh Gallagher dkk tahun 1982. Sebelum tahun 1989 ablasi kateter dilakukan dengan sumber energi arus langsung yang tinggi (high energy direct current) berupa DC Shock menggunakan kateter elektroda multipolar yang diletakkan di jantung. Karena pemberian energi dengan jumlah tinggi dan tidak terlokalisasi maka banyak timbul komplikasi. Saat ini ablasi dilakukan dengan energi radiofrekuensi sekitar 50 watt yang diberikan sekiatr 30-60 detik. Energi tersebut diberikan dalam bentuk gelombang sinusoid dengan frekuensi 500.000 siklus per detik (hertz).1,18

Selama prosedur ablasi radiofrekuensi (ARF) timbul pemanasan resistif akibat agitasi ionik. Jadi jaringan yang berada di bawah kateter ablasi yang menjadi sumber energi panas, bukan kateter itu sendiri. Thermal injury adalah mekanisme utama kerusakan jaringan selama prosedur ARF. Meningkatnya suhu jaringan menyebabkan denaturasi dan evaporasi cairan yang kemudian menimbulkan kerusakan jaringan lebih lanjut dan koagulasi jaringan dan darah. Kerusakan jaringan permanen timbul pada temperatur sekitar 50 derajat celsius.1,18

Prosedur ARF adalah prosedur invasif minimal dengan memasukkan kateter ukuran 4-8 mm secara intravaskular (umumnya ke jantung kanan) dengan panduan sinar X. Biasanya prosedur ini bersamaan dengan pemeriksaan elektrofisiologi. Selanjutnya kateter ablasi diletakkan pada sirkuit yang penting dalam mempertahankan kelangsungan aritmia tersebut di luar jaringan konduksi normal. Bila lokasi yang tepat sudah ditemukan, maka energi radiofrekuensi diberikan melalui kateter ablasi. Umumnya pasien tidak merasakan adanya rasa panas tapi kadang-kadang dapat juga dirasakan adanya rasa sakit. Bila tidak terjadi komplikasi pada pasien, hanya perlu dirawat selama 1 hari bahkan bisa pulang hari.1

Indikasi untuk ARF bergantung pada banyak hal seperti lama dan frekuensi takikardi, toleransi terhadap gejala, efektivitas dan toleransi terhadap obat anti aritmia, dan ada tidaknya kelainan struktur jantung. Untuk TSV yang teratur, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa ARF lebih efektif daripada obat dalam aspek peningkatan kualitas hidup pasien dan penghematan biaya daripada obat anti aritmia.1

Dari beberapa meta analisis didapatkan angka keberhasilan rata-rata ARF pada TSV adalah 90-98% dengan angka kekambuhan sekitar 2-5%. Angka penyulit sekitar 1%. ARF dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama dibandingkan dengan obat-obatan.1PACU JANTUNG DAN TERAPI BEDAH Alat pacu jantung akan segera berfungsi bila terjadi bradikardi hebat. Alat pacu jantung untuk bayi dan anak yang dapat diprogram secara automatik (automatic multiprogrammable overdrive pacemaker) akan sangat memudahkan penggunaannya pada pasien yang memerlukan. Pacu jantung juga dapat dipasang di ventrikel setelah pemotongan bundel HIS, yaitu pada pasien dengan TSV automatik yang tidak dapat diatasi. Tindakan ini merupakan pilihan terakhir setelah tindakan pembedahan langsung gagal.1

Tindakan pembedahan dilakukan pertama kali pada pasien sindrom WPW. Angka keberhasilannya mencapai 90%. Karena memberikan hasil yang sangat memuaskan, akhir-akhir ini cara ini lebih disukai daripada pengobatan medikamentosa. Telah dicoba pula tindakan bedah pada TSV yang disebabkan mekanisme automatik dengan jalan menghilangkan fokus ektopik secara kriotermik. Gillete tahun 1983 melaporkan satu kasus dengan fokus ektopik di A-V junctionyang berhasil diatasi dengan tehnik kriotermi dilanjutkan dengan pemasangann pacu jantung permanen di ventrikel.2

Dengan kemajuan di bidang kateter ablasi, tindakan bedah mulai ditinggalkan. Akan tetapi di beberapa senter kardiologi, kesulitan melakukan ablasi transkateter dapat diatasi dengan pendekatan bedah dengan menggunakan tehnik kombinasi insisi dan cryoablation jaringan. Pada saat yang sama adanya residu kelainan hemodinamik yang menyebabkan hipertensi atrium dan ventrikel dapat dikoreksi sekaligus.1KESIMPULANTakikardi supraventrikular merupakan kegawatdaruratan kardiovaskular yang sering ditemukan pada bayi dan anak. Penyebab TSV adalah idiopatik, sindrom Wolf Parkinson White (WPW) dan beberapa penyakit jantung bawaan (anomali Ebsteins, single ventricle, L-TGA).

Gejala klinis lain TSV dapat berupa gelisah, irritabel, diaforesis, tidak mau menetek atau minum susu. Kadang-kadang orangtua membawa bayinya karena bernafas cepat dan tampak pucat. Dapat pula terjadi muntah-muntah. Laju nadi sangat cepat sekitar 200-300 per menit, tidak jarang disertai gagal jantung atau kegagalan sirkulasi yang nyata, palpitasi, lightheadness, mudah lelah, hoyong, nyeri dada, nafas pendek dan bahkan penurunan kesadaran. Pasien juga mengeluh lemah, nyeri kepala dan rasa tidak enak di tenggorokan. Risiko terjadinya gagal jantung sangat rendah pada anak dan remaja dengan TSV tapi risikonya meningkat pada neonatus dengan TSV, neonatus dengan WPW dan pada anak dengan penyakit jantung.

Diagnosis TSV berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan EKG. Penatalaksanaan TSV berupa penatalaksanaan segera dan jangka panjang yaitu medikamentosa, DC shock, ablasi kateter, pemakaian alat pacu jantung dan tindakan bedah.16