22
PERILAKU GETOK TULAR DI MEDIA SOSIAL….……………….................……….……………………………….(Widya) 1 SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM NIAT MENGGUNAKAN SYNCHRONOUS E-LEARNING: STUDI EMPIRIS PADA PERGURUAN TINGGI DI YOGYAKARTA Eka Noor Asmara Akademi Akuntansi YKPN e-mail: [email protected] ABSTRACT This study aims to provide empirical evidence of the influence of individual factors, social factors and institutional factors as the antecedent of behavioral intention through beliefs in using the technology of synchronous e-learning, such as perceived usefulness and perceived ease of use. Analysis uses structural equation models by using smartPLS software. Results of this research shown the support of 6 out of 7 proposed hypothesis, namely that there is a significant positive relationship between top management commitment and support, references from colleagues and computer self efficacy against perceived usefulness and perceived ease of use. Keywords: behavioral intention, perceived usefulness, perceived ease of use, computer self efficacy, synchronous e-learning. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris pengaruh faktor individual, faktor sosial dan faktor institusional sebagai anteseden behavioral intention melalui kepercayaan-kepercayaan menggunakan teknologi synchronous e-learning, yaitu perceived usefulness dan perceived ease of use. Analisis menggunakan model persamaan structural dengan menggunakan software smartPLS. Hasil penelitian menunjukkan terdukungnya 6 dari 7 hipotesis yang diajukan yaitu terdapat hubungan positif signifikan antara dukungan dan komitmen manajemen puncak, referensi rekan sejawat dan computer self efficacy terhadap perceived usefulness dan perceived ease of use. Kata kunci: Niat perilaku, kegunaan yang dirasakan, persepsi kemudahan penggunaan, efikasi diri komputer, sinkron e-learning. PENDAHULUAN Peningkatan jumlah pengguna internet di Indonesia yang semakin tinggi, memberikan dampak terhadap perubahan pada berbagai kegiatan, tak terkecuali kegiatan-kegiatan yang ada pada lingkungan pendidikan tinggi. Proses belajar mengajar secara online yang menekankan pada pemanfaatan teknologi informasi berbasis internet, saat ini telah berkembang dan banyak digunakan oleh perguruan tinggi sebagai bentuk perubahan proses belajar mengajar. Menurut Wagner dkk. (2008), penyelenggaraan pendidikan tinggi dengan menggunakan internet dapat dilaksanakan sesering mungkin karena dapat menciptakan peluang baru bagi perguruan tinggi dalam hal proses belajar mengajar, sedangkan bagi dosen dan mahasiswa yang menggunakan menjadi lebih menarik dan tidak membosankan.

SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM NIAT …

  • Upload
    others

  • View
    20

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM NIAT …

PERILAKU GETOK TULAR DI MEDIA SOSIAL….……………….................……….……………………………….(Widya)

1

SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM

NIAT MENGGUNAKAN SYNCHRONOUS E-LEARNING: STUDI

EMPIRIS PADA PERGURUAN TINGGI DI YOGYAKARTA

Eka Noor Asmara

Akademi Akuntansi YKPN

e-mail: [email protected]

ABSTRACT

This study aims to provide empirical evidence of the influence of individual factors, social factors and

institutional factors as the antecedent of behavioral intention through beliefs in using the technology of

synchronous e-learning, such as perceived usefulness and perceived ease of use. Analysis uses structural

equation models by using smartPLS software. Results of this research shown the support of 6 out of 7

proposed hypothesis, namely that there is a significant positive relationship between top management

commitment and support, references from colleagues and computer self efficacy against perceived

usefulness and perceived ease of use.

Keywords: behavioral intention, perceived usefulness, perceived ease of use, computer self efficacy,

synchronous e-learning.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris pengaruh faktor individual, faktor sosial dan

faktor institusional sebagai anteseden behavioral intention melalui kepercayaan-kepercayaan

menggunakan teknologi synchronous e-learning, yaitu perceived usefulness dan perceived ease of use.

Analisis menggunakan model persamaan structural dengan menggunakan software smartPLS. Hasil

penelitian menunjukkan terdukungnya 6 dari 7 hipotesis yang diajukan yaitu terdapat hubungan positif

signifikan antara dukungan dan komitmen manajemen puncak, referensi rekan sejawat dan computer self

efficacy terhadap perceived usefulness dan perceived ease of use.

Kata kunci: Niat perilaku, kegunaan yang dirasakan, persepsi kemudahan penggunaan, efikasi diri

komputer, sinkron e-learning.

PENDAHULUAN

Peningkatan jumlah pengguna internet di

Indonesia yang semakin tinggi, memberikan

dampak terhadap perubahan pada berbagai

kegiatan, tak terkecuali kegiatan-kegiatan yang

ada pada lingkungan pendidikan tinggi. Proses

belajar mengajar secara online yang

menekankan pada pemanfaatan teknologi

informasi berbasis internet, saat ini telah

berkembang dan banyak digunakan oleh

perguruan tinggi sebagai bentuk perubahan

proses belajar mengajar. Menurut Wagner dkk.

(2008), penyelenggaraan pendidikan tinggi

dengan menggunakan internet dapat

dilaksanakan sesering mungkin karena dapat

menciptakan peluang baru bagi perguruan tinggi

dalam hal proses belajar mengajar, sedangkan

bagi dosen dan mahasiswa yang menggunakan

menjadi lebih menarik dan tidak membosankan.

Page 2: SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM NIAT …

JRMB, Volume 13, No. 1, Juni 2018

2

Wentling (2000) menyatakan bahwa

pengajaran dengan menggunakan teknologi

berbasis internet sebagai alat bantu disebut

sebagai electronic learning (e-learning.) E-

learning digunakan sebagai upaya

menghubungkan pelajar dengan sumber

belajarnya yang secara fisik terpisah atau bahkan

berjauhan namun dapat saling berkomunikasi,

berinteraksi, berkolaborasi secara langsung

(synchronous) dan secara tidak langsung

(asynchronous) (Naidu, 2006). Menurut

Hrastinski (2008), asynchronous e-learning

didesain untuk pembelajaran mandiri dan

umumnya difasilitasi oleh media seperti e-mail

atau forum komunikasi, yang mendukung

hubungan antara dosen dengan mahasiswa

meskipun tidak saling terhubung disaat yang

sama. Sedangkan synchronous e-learning

didesain untuk pembelajaran yang langsung

berpusat pada sumbernya dan umumnya

difasilitasi oleh media seperti video conference

dan chatting, yang dapat mendukung pengguna

e-learning dalam pengembangan lingkungan

belajar.

Pemanfaatan teknologi synchronous e-

learning dalam dunia pendidikan merupakan

bentuk inovasi dari teknologi informasi.

Interaksi secara langsung antara dosen dan

mahasiswa dalam pembelajaran online

memungkinkan dosen untuk menyesuaikan

materi pelajaran dan memberikan dorongan

kepada mahasiswa selama pembelajaran

berlangsung. Hal ini dapat dilakukan karena

dalam pembelajaran online, dosen dapat

menerapkan pendekatan konstruktivistik, belajar

berdasarkan aneka sumber, belajar kolaborasi,

belajar bedasarkan masalah, belajar berdasarkan

kasus, dan belajar secara kontekstual (Padmo

dan Julaeha, 2007). Berkenaan dengan

penerapan inovasi, Errington (2001, dalam

Padmo dan Julaeha, 2007) menyatakan bahwa

kompetensi atau kemampuan pengguna,

dukungan sarana, dan kecukupan infrastruktur

merupakan faktor yang menentukan penerapan

synchronous e-learning dalam pembelajaran.

Berkenaan dengan penggunaan teknologi

dalam pembelajaran, Hartono (2008)

menyatakan bahwa penggunaan tersebut tidak

terlepas dari kepercayaan-kepercayaan (beliefs)

pemakai terhadap teknologinya. Kepercayaan-

kepercayaan mewakili struktur-struktur kognitif

yang dikembangkan oleh individual setelah

mengumpulkan, memproses dan mensintesis

informasi tentang teknologi informasi, dan

memasukkan penilaian-penilaian individual dari

bermacam-macam hasil yang berkaitan dengan

penggunaan teknologinya. Kepercayaan-

kepercayaan telah menunjukkan mempunyai

dampak yang mendalam terhadap perilaku

individual. Dengan demikian proses

pembentukan kepercayaan masih menjadi hal

menarik untuk diteliti lebih lanjut (Agarwal,

2000).

Pada umumnya penelitian-penelitian

mengenai pembentukan kepercayaan terutama

yang berhubungan dengan perilaku pemanfaatan

teknologi berdasarkan pada beberapa teori

keperilakuan, seperti Theory of Reasoned

Action/TRA (Fishbein dan Ajzen, 1975), Social

Cognitive Theory (Bandura, 1986), Theory of

Planned Behavior/TPB (Ajzen, 1988) dan

Technology Acceptance Model/TAM (Davis,

1989). Sampai saat ini, teori-teori tersebut masih

digunakan dalam penelitian di bidang teknologi

informasi dan sudah menunjukan validitasnya.

Akan tetapi, model penelitian tersebut masih

membutuhkan variabel-variabel penjelas lainnya

bahkan teori-teori baru masih dibutuhkan untuk

menjelaskan lebih lanjut fenomena yang

berkembang (Compeau dan Higgins, 1995).

Pengujian terhadap kepercayaan-

kepercayaan dalam menggunakan teknologi

informasi tidak dapat dipisahkan dari model

penerimaan teknologi (Technology Acceptance

Model (Davis, 1989)). Technology Acceptance

Model atau TAM merupakan salah satu teori

tentang penggunaan sistem teknologi yang

dianggap mampu untuk menjelaskan penerimaan

individual terhadap penggunaan sistem

teknologi informasi. Dalam model TAM,

variabel-variabel kepercayaan-kepercayaan

individu dalam penggunaan teknologi infromasi

adalah kegunaan persepsian (perceived

usefulness) dan kemudahan penggunaan

Page 3: SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM NIAT …

PERILAKU GETOK TULAR DI MEDIA SOSIAL….……………….................……….……………………………….(Widya)

3

persepsian (perceived ease of use). Sedangkan

variabel yang mempengaruhi kepercayaan-

kepercayaan dalam menggunakan teknologi

informasi disebut sebagai variabel-variabel

eksternal. Menurut Hartono (2008), variabel-

variabel eksternal yang digunakan dapat

dikategorikan misalnya, sebagai variabel-

variabel individual, organisasi, budaya dan

karakteristik-karakteristik tugas.

Meskipun penelitian sebelumnya telah

menguji faktor-faktor yang mendorong

terjadinya kepercayaan-kepercayaan akan tetapi

sebagian besar dari penelitian-penelitian tersebut

hanya fokus pada suatu anteseden-anteseden

yang spesifik dan terbatas saja (Agarwal dan

Prasad, 1999; Venkatesh, 2000; Venkatesh dan

Davis, 2000; dan Lewis dkk., 2003). Lewis dkk.

(2003) menyatakan bahwa pada saat individu

berinteraksi dengan teknologi, kepercayaan-

kepercayaan individu dapat terbentuk dan

dipengaruhi bukan saja oleh faktor individu,

tetapi dapat juga dipengaruhi faktor lingkungan

dan organisasi di mana individu tersebut

berinteraksi. Hal ini didasari pada penelitian-

penelitian sebelumnya yang belum memeriksa

bagaimana faktor individual, sosial dan

institusional ini mempengaruhi kepercayaan-

kepercayaan tentang teknologi informasi secara

bersama. Oleh karena itu, proses pembentukan

kepercayaan-kepercayaan merupakan suatu hal

yang menarik untuk diteliti lebih lanjut (Lewis

dkk., 2003). Hal ini sejalan dengan pernyataan

Agarwal dan Karahanna (2000) bahwa

penelitian sebelumnya mengenai kepercayaan-

kepercayaan hanya memfokuskan perhatiaannya

pada centrality of beliefs dalam hasil-hasil

penting, seperti sikap-sikap dan penggunaan,

serta masih sedikit yang menitikberatkan pada

bagaimana kepercayaan-kepercayaan tersebut

dibentuk.

Berdasarkan penjelasan di atas dan sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Lewis

dkk. (2003) yang menyatakan bahwa

kepercayaan-kepercayaan individu

menggunakan teknologi terbentuk karena

adanya faktor individu, faktor sosial dan faktor

institusional. Oleh karena itu, penelitian ini

bertujuan untuk menguji kembali model

penelitian yang dilakukan oleh Lewis dkk.

(2003). Yang membedakan penelitian ini dengan

penelitian Lewis dkk. (2003) adalah penelitian

ini menempatkan variabel niat untuk

menggunakan teknologi synchronous e-learning

sebagai variabel dependen, sedangkan penelitian

Lewis dkk. (2003) menempatkan variabel

kepercayaan-kepercayaan sebagai variabel

dependen. Sehingga secara spesifik, pertanyaan

yang diajukan dalam penelitian adalah apakah

faktor individual, faktor sosial dan faktor

institusional mempunyai hubungan signifikan

terhadap niat untuk menggunakan menggunakan

teknologi synchronous e-learning dengan

variabel kepercayaan-kepercayaan sebagai

variabel mediasi?

KAJIAN LITERATUR DAN

PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Technology Acceptance Model (TAM)

Salah satu model yang telah banyak

digunakan untuk menjelaskan penerimaan

sistem informasi dan dianggap sangat

berpengaruh adalah technology acceptance

model (TAM) (Hartono, 2008). Model ini

pertama kali dikenalkan oleh Davis dkk. (1989)

yang merupakan hasil pengembangan Theory of

Reasoned Action atau TRA (Ajzen dan Fishbein,

1980). Model TRA dapat diterapkan karena

keputusan yang dilakukan oleh individu untuk

menerima suatu teknologi sistem informasi

merupakan tindakan sadar yang dapat dijelaskan

dan diprediksi oleh niat perilakunya (Hartono,

2008). Dengan dasar tersebut, model TAM

bertujuan untuk menyediakan suatu penjelasan

dari faktor-faktor penentu penerimaan komputer

secara umum dan kemampuan menjelaskan

prilaku pengguna akhir suatu teknologi

informasi (Davis, 1989).

Menurut Davis (1989), individu akan

menerima atau menolak teknologi informasi

karena dipengaruhi oleh dua hal penting.

Pertama, individu cenderung menggunakan atau

tidak menggunakan suatu teknologi bagi mereka

yang percaya dapat membantu melakukan

pekerjaan menjadi lebih baik. Kedua, individu

Page 4: SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM NIAT …

JRMB, Volume 13, No. 1, Juni 2018

4

akan menggunakan teknologi informasi apabila

pengguna potensial percaya bahwa penggunaan

teknologi berguna, begitu juga sebaliknya.

Dengan dua hal penting tersebut, maka TAM

menambahkan dua konstruk utama ke dalam

model TRA, yaitu kegunaan persepsian

(perceived usefulness) dan kemudahan

penggunaan persepsian (percieved ease of use)

(Hartono, 2008).

Davis dkk. (1989) mendefinisi kegunaan

persepsian sebagai sejauh mana seseorang

percaya bahwa menggunakan suatu teknologi

akan meningkatkan kinerja pekerjaannya,

sedangkan kemudahan penggunaan persepsian

didefinisikan sebagai sejauh mana seorang

percaya bahwa menggunakan teknologi akan

bebas dari usaha. Sebagai konstruk utama dalam

model TAM, kegunaan persespsian dipengaruhi

oleh kemudahaan penggunaan persepsian dan

keduanya dianggap mempunyai pengaruh ke niat

perilaku (behavioral intention). Park (2008)

menyatakan bahwa penggunaan sesungguhnya

teknologi dipengaruhi secara langsung oleh niat

berperilaku dan secara tidak langsung oleh

kegunaan persepsian dan kemudahaan

penggunaan persepsian dari para pengguna

sistem. Sehingga konstruk yang digunakan

dalam model TAM adalah kegunaan persepsian,

kemudahan penggunaan persepsian, sikap

terhadap perilaku, niat perilaku dan perilaku

sesungguhnya (lihat Gambar 1).

Gambar 1. Technology Acceptance Model (TAM) (Davis dkk., 1989)

Untuk menguji validitas model TAM,

penelitian-penelitian sebelumnya mencoba

mengembangkan model TAM dengan

menambahkan beberapa variabel eksternal yang

dapat menerangkan lebih lanjut atau menjadi

antseden dari variabel kepercayaan-kepercayaan,

yaitu perceived usefulness dan perceived ease of

use. Menurut Lewis dkk. (2003), individu

membentuk kepercayaan-kepercayaan mengenai

penggunaan teknologi informasi selain

dipengaruhi faktor individual, juga dipengaruhi

faktor sosial dan faktor institusional. Sehingga

kepercayaan-kepercayaan terhadap penggunaan

teknologi informasi merupakan kepercayaan

sentral yang dibentuk dan dipengaruhi oleh

faktor individual, sosial dan institusional.

Berdasarkan penjelasan mengenai

konstruk dalam TAM dan penelitian Lewis dkk.

(2003), penelitian ini akan menggunakan

konstruk model TAM hanya sampai pada niat

berperilaku untuk menggunakan teknologi

synchronous e-learning. Hal ini disesuaikan

dengan tujuan penelitian yang menguji niat

menggunakan teknologi synchronous e-learning

Variabel-

variabel

Eksternal

Kegunaan

Persepsian

(Perceived

Usefulness)

Kemudahan

Penggunaan

Persepsian

(Perceived

Ease of Use)

Sikap terhadap

Menggunakan

Teknologi

(Attitude

towards Using

Technology)

Niat

Berperilaku

Menggunakan

(Behavioral

Intention to

Use)

Perilaku

(Behavioral)

Page 5: SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM NIAT …

PERILAKU GETOK TULAR DI MEDIA SOSIAL….……………….................……….……………………………….(Widya)

5

untuk pengajaran. Perilaku sesungguhnya

terhadap penggunaan sistem informasi informasi

tidak diuji dan tidak dimasukkan dalam konstruk

penelitian. Sedangkan untuk anteseden bagi

variabel kepercayaan-kepercayaan, penelitian ini

menggunakan variabel yang digunakan dalam

penelitian Lewis dkk. (2003) yaitu variabel

individual, variabel sosial dan variabel

institusional.

Kepercayaan-Kepercayaan (Beliefs)

Sebagai konstruk utama dalam model

TAM, konstruk kepercayaan-kepercayaan

(perceived usefulness dan perceived ease of use)

memicu perilaku penggunaan tekonologi

informasi dan mempunyai dampak terhadap niat

dan pemakaian sesungguhnya. Sebagai konstruk

pertama yang ditambahkan dalam model TAM,

perceived usefulness didefinisikan sebagai

sejauh mana seseorang percaya bahwa

menggunakan suatu teknologi akan

meningkatkan kinerja pekerjaannya. Dapat

dikatakan bahwa kegunaan persepsian adalah

tingkatan kepercayaan seseorang terhadap

sistem informasi yang dapat meningkatkan

kinerja pekerjaannya. Sesuai dengan penuturan

Gong dkk. (2004) bahwa perceived usefulness

merupakan kemungkinan utama pengguna

potensial menggunakan sistem tertentu karena

akan meningkatkan kinerja pekerjaan mereka

dalam konteks organisasi. Sedangkan Teo dkk.

(2008) menyatakan bahwa perceived usefulness

meliputi pengurangan waktu mengerjakan

pekerjaan, dan peningkatan kinerja yang lebih

efisien dan akurat. Sehingga perceived

usefulness merefleksikan calon pengguna

teknologi informasi yang akan menggunakan

teknologi karena akan menguntungkannya dan

memberikan kesejahteraan bagi organisasi yang

mengadopsinya (Teo dkk., 2008).

Konstruk tambahan kedua dalam model

TAM adalah perceived ease of use, yang

didefinisikan sebagai sejauh mana seorang

percaya bahwa menggunakan teknologi akan

bebas dari usaha. Davis dkk. (1989) dan Gong

dkk. (2004) mengutarakan bahwa perceived ease

of use adalah tingkat bila-mana calon pengguna

teknologi mengharapkan sistem akan bebas dari

usaha. Dari defenisi tersebut tampak bahwa

perceived ease of use merupakan kebebasan dari

kesulitan atau usaha yang lebih besar (Davis,

1989). Perceived ease of use juga merupakan

suatu kepercayaan tentang proses pengambilan

keputusan. Menurut Gong dkk. (2004), dalam

lingkungan instansi, seringkali individu atau

pengguna sistem informasi secara sukarela

mengatasi beberapa kesulitan dari penggunaan

suatu sistem. Hal tersebut tentu akan menjadi

berbeda jika individu dalam menggunakan

teknologi terdapat pilihan untuk menggunakan

sistem yang lebih mudah atau lebih sulit.

Sejak model TAM diusulkan pertama kali

pada tahun 1987, sudah banyak penelitian-

penelitian yang menguji kembali dua variabel

kepercayaan-kepercayaan yang terdapat dalam

model TAM. Banyak peneliti yang mencoba

menerapkan model TAM ke penelitian-

penelitian empiris dengan tujuan untuk menguji

teorinya atau untuk menjelaskan fenomena yang

terjadi, seperti Agarwal dan Karahanna (2000),

Lewis dkk. (2003), Lau dan Woods (2009) dan

Park (2009). Dalam penelitiannya, Agarwal dan

Karahanna (2000) menambahkan variabel

cognitive absorption sebagai variabel yang

berpengaruh terhadap kepercayaan-kepercayaan

menggunakan teknologi informasi. Sedangkan

penelitian Lewis dkk. (2003), yang biasa disebut

dengan model kepercayaan-kepercayaan (beliefs

model) dalam menggunakan teknologi,

menganggap bahwa kepercayaan-kepercayaan

terhadap teknologi informasi merupakan

kepercayaan sentral yang dibentuk dan

dipengaruhi oleh faktor individual, faktor sosial

dan faktor institusional.

Niat Menggunakan E-Learning

Theory of Reasoned Action atau TRA

(Ajzen dan Fishbein, 1980) menyebutkan bahwa

niat merupakan variabel yang mempengaruhi

perilaku. Dalam penelitiannya, Ajzen dan

Fishbein mendefinisikan niat sebagai keinginan

untuk melakukan perilaku. Menurut Hartono

(2008), niat berhubungan dengan perilaku-

perilaku atau tindakan-tindakan volitional dan

dapat memprediksi mereka dengan akurasi yang

tinggi. Konsisten dengan fokusnya pada perilaku

volitional, dan sesuai dengan penemuan-

Page 6: SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM NIAT …

JRMB, Volume 13, No. 1, Juni 2018

6

penemuan yang sudah dilaporkan, teori ini

mempostulasikan bahwa niat dari seseorang

untuk melakukan (atau tidak melakukan) suatu

perilaku merupakan penentu langsung dari

tindakan atau perilaku.

Dalam penelitian mengenai perilaku

menggunakan teknologi informasi atau yang

dapat dijelaskan dalam model TAM, Davis

(1989) menyatakan bahwa model TRA dapat

diterapkan karena keputusan yang dilakukan

oleh individu untuk menerima suatu teknologi

merupakan tindakan sadar yang dapat dijelaskan

dan diprediksi oleh niat perilakunya. Model

TRA juga mempertimbangkan informasi yang

tersedia dan secara implisit dan eksplisit juga

mempertimbangkan implikasi-implikasi dari

tindakan yang dilakukan. Sehingga seseorang

akan melakukan suatu perilaku (behavior) jika

mempunyai keinginan atau niat (behavioral

intention) untuk melakukannya.

Beberapa penelitian pemanfaatan

teknologi di bidang pendidikan yang

menggunakan pendekatan TAM, seperti Tobing

dkk. (2008) dan Low dan Woods (2009)

mendukung adanya hubungan signifikan antara

konstruk kepercayaan-kepercayaan terhadap niat

perilaku menggunakan suatu sistem di

pendidikan. Mereka menemukan bahaw kedua

konstruk perceived usefulness dan perceived

ease of use dengan niat menggunakan sistem

pendidikan e-learning berhubungan signifikan.

Sedangkan Gong dkk. (2004) menemukan

konstruk TAM orisinil yang mendukung niat

menggunakan sistem pembelajaran berbasis-

web. Hasil penelitian-penelitian tersebut

menunjukkan, bahwa niat berperilaku

merupakan prediksi yang baik dari penggunaan

teknologi oleh pemakai sistem (Hartono, 2008).

Pengembangan Hipotesis

Faktor Institusional

Menurut Robey (1979, dalam Lewis dkk.,

2003) sistem informasi manajemen dapat dan

akan gagal ketika faktor-faktor organisasional

diabaikan dari pengembangan sistem. Sejauh

pekerja-pekerja organisasional mencari untuk

mentaati arahan-arahan organisasional yang

berasal dari manajemen puncak, mereka akan

mengembangkan kognisinya yang konsisten

dengan konteks organisasi. Menurut Lewis dkk.,

(2003), faktor organisasional tidak dapat

dipisahkan dari teori institusional. Hal tersebut

disebabkan karena secara konseptual, teori

institusional dapat menjelaskan bagaimana dan

mengapa tindakan yang dilakukan oleh

individual dalam organisasi secara signifikan

dipengaruhi oleh norma-norma, nilai-nilai,

budaya dan sejarah organisasi. Pengaruh yang

diberikan organisasi melalui signifikasi atau

legitimasi atau dominasi dapat mempengaruhi

kognisi individu saat berinteraksi dan

menggunakan teknologi (Scott, 1995, dalam

Lewis dkk., 2003).

Menurut Scott (1995, dalam Lewis dkk.,

2003) signifikasi (signification) yang berarti

individual-individual menggunakan informasi

dari institusi untuk memahami bagaimana

mereka seharusnya membentuk kepercayaan-

kepercayaan tentang teknologi-teknologi baru

yang dikenalkan di dalam organisasi. Legitimasi

(legitimation) berupa berita-berita yang berasal

dari manajemen puncak yang digunakan sebagai

bentuk-bentuk normatif untuk meyakinkan

seseorang tentang legitimasi organisasional

tentang kepercayaan-kepercayaan dan tindakan-

tindakan. Dan yang terakhir adalah dominasi

(domination) menunjukkan situasi yang mana

organisasi meregulasi kepercayaan-kepercayaan

individual. Sejauh pekerja-pekerja

organisasional mencari untuk mentaati arahan-

arahan organisasional yang berasal dari

manajemen puncak, mereka akan

mengembangkan kognisinya yang konsisten

dengan organisasi.

Lewis dkk. (2003) beragumentasi bahwa

faktor institusional dalam bentuk komitmen

manajemen puncak hanya berpengaruh pada

perceived usefulness, sedangkan terhadap

perceived ease of use tidak diharapkan memiliki

hubungan. Lewis dkk. (2003) menyatakan

bahwa komitmen dan dukungan manajemen

puncak membentuk struktur signifikasi,

legitimasi dan dominasi yang membuka kepada

individual-individual cara-cara teknologi dapat

bermanfaat diproses kerja kata dan aktivitas-

aktivitas tugas mereka. Dengan kata lain,

dukungan dalam bentuk adanya komitmen

Page 7: SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM NIAT …

PERILAKU GETOK TULAR DI MEDIA SOSIAL….……………….................……….……………………………….(Widya)

7

manajemen puncak untuk pengembangan

teknologi, maka dapat mempengaruhi

pertimbangan-pertimbangan individual diban-

dingkan dengan tidak adanya dukungan dari

organisasi dan dapat menimbulkan petunjuk-

petunjuk tentang konsekuensi-konsekuensi dari

penggunaan teknologi tersebut dalam

mendukung proses dan aktivitas tugas.

Dalam konteks penggunaan teknologi e-

learning, penyediaan fasilitas penunjang dan

peralatan yang terkait dengan penggunaan

teknologi e-learning oleh manajemen puncak,

maka dosen akan semakin fokus dalam

menyiapkan dan menyelesaikan tugas

mengajarnya. Hal tersebut terjadi karena dosen

merasa dengan komitmen manajemen yang

mendukung sepenuhnya penggunaan teknologi

e-learning, maka tugas-tugas mengajar akan

menjadi lebih mudah. Selain itu, saat

menggunakan e-learning dosen akan merasa

sebagai suatu pengalaman yang menyenangkan.

Berdasarkan penjelasan tersebut dan sesuai

dengan penelitian Lewis dkk. (2003), maka

hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian

ini adalah:

H1: Komitmen manajemen puncak dalam

mendukung penggunaan e-learning

mempunyai hubungan positif terhadap

perceived usefulness.

Faktor Sosial

Teori yang menawarkan faktor sosial

sebagai salah satu variabel yang dapat

mempengaruhi kepercayaan-kepercayaan dan

sangat dominan dalam penelitian sistem

informasi adalah, Theory of Reasoned Action

dan Theory of Planne Behavior. Menurut teori

tersebut faktor sosial atau norma subyektif

merupakan tekanan sosial yang dipersepsikan

untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku

(Ajzen, 1991). Seiring berjalannya waktu,

konsepsualisasi mengenai faktor sosial muncul

dari penelitian-penelitian adopsi dan difusi

teknologi komunikasi yang didasarkan melalui

jaringan-jaringan sosial individu yang

mempengaruhi kognisi tentang teknologi yang

ditargetkan (Fulk, 1993; Schmitz dan Fulk,

1991).

Beberapa penelitian dalam konteks

teknologi informasi telah menunjukkan bukti

empiris tentang pengaruh faktor sosial, seperti

penelitian Venkatesh dan Davis (2000). Mereka

mengusulkan bahwa efek dari pengaruh sosial

terjadi lewat proses internalisasi

(internalization) dan identifikasi (identification).

Melalui internalisasi, individual menggunakan

opini dari pemberi referensi sebagai bagian dari

struktur kepercayaannya dan kepercayaan-

kepercayaan dari pemberi referensi ini kemudian

menjadi kepercayaannya sendiri. Sedangkan

lewat identifikasi, individual percaya dan

bertindak dengan cara mirip dengan mereka

yang memiliki kekuatan sebagai pemberi

referensi. Dengan demikian, pesan-pesan yang

terkompilasi yang diterima dari orang lain akan

mempengaruhi kognisi seseorang tentang hasil-

hasil yang diharapkan mengenai penggunaan

teknologi (Hartono, 2008).

Konsep Fulk (1993) dan konsep Schimitz

dan fulk (1991) menyatakan bahwa informasi

yang dibawa melalui jaringan-jaringan sosial

individual-individual yang mempengaruhi

kognisi tentang suatu teknologi yang

ditargetkan. Selain itu, Fulk beragumentasi dan

secara empiris menunjukkan bahwa seberapa

penting orang-orang lain memandang

penggunaan teknologi sebagai sesuatu yang

bermanfaat mempunyai suatu pengaruh positif

pada persepsi seseorang mengenai manfaatnya.

Dengan kata lain, kolega sejawat (peer),

pengawas, atau aktor lainnya di jaringan sosial

yang relevan percaya bahwa suatu teknologi

adalah berguna, maka mereka akan

menyebarkannya lewat suatu proses kognisi

(Hartono, 2008). Penelitian Lewis dkk. (2003)

yang menggunakan konsep Fulk (1993) dan

konsep Schimitz dan fulk (1991) menyatakan

bahwa faktor sosial berpengaruh secara langsung

hanya pada perceived usefulness. Menurut

Lewis dkk. (2003), pengaruh sosial akan

memperkuat kepercayaan-kepercayaan

individual hanya untuk kegunaan (usefulness)

dari suatu teknologi informasi.

Dalam konteks penggunaan e-learning,

sebagai fasilitas penunjang yang disediakan

perguruan tinggi untuk mendukung tugas

mengajar dosen, maka hal tersebut menuntut

Page 8: SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM NIAT …

JRMB, Volume 13, No. 1, Juni 2018

8

dosen untuk dapat mengoperasionalkannya.

Oleh karena itu, agar e-learning dapat digunakan

dengan baik, dosen yang memiliki kemampuan

penguasaan e-learning tidak cukup baik akan

cenderung mencari informasi tentang

penggunaan teknologi tersebut kepada dosen

yang memiliki kemampuan menggunakan e-

learning dengan baik. Dengan kata lain saran

yang diberikan rekan sejawat mengenai e-

learning merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi perceived usefulness. Sehingga,

berdasarkan penjelasan argumen tersebut dan

konsisten dengan penelitian Lewis dkk. (2003),

maka hipotesis yang dikembangkan dalam

penelitian ini adalah:

H2: Pengaruh sosial dari referensi rekan sejawat

untuk menggunakan e-learning mempunyai

hubungan positif terhadap perceived

usefulness.

Faktor Individual

Selain faktor institusional dan faktor

sosial, pengaruh yang penting terhadap kognitif

indivudal mengenai penggunaan teknologi

informasi dan telah dijelaskan serta ditunjukkan

dari hasil penelitian-penelitian terdahulu adalah

faktor individual. Dari sekian banyak faktor

individual, menurut Lewis dkk. (2003) terdapat

dua faktor individual yang banyak ditemukan di

penelitian-penelitian sebelumnya yaitu

keyakinan sendiri (self efficacy) dan keinovasian

personal (personal innovativeness). Sesuai

dengan penelitian Lewis dkk. (2003), penelitian

ini akan menguji kembali faktor self efficacy

sebagai variabel yang berpengaruh secara

langsung terhadap perceived usefulness dan

perceived ease of use.

Self efficacy mempunyai akar teori pada

social cognitive theory (Bandura, 1977).

Menurut Bandura (1986), self efficacy adalah

pertimbangan-pertimbangan manusia tentang

kemampuannya untuk mengorganisasikan dan

melakukan sekumpulan kegiatan yang

dibutuhkan untuk mendapatkan kinerja-kinerja

yang direncanakan. Hal ini berhubungan bukan

dengan keahlian yang dimiliki seseorang tetapi

lebih ke pertimbangan-pertimbangan apa yang

seseorang dapat melakukan dengan keahlian

yang dimilikinya. Sehingga self efficacy

mempengaruhi pilihan-pilihan tentang

melakukan perilaku, usaha dan persistensi untuk

menghadapi halangan mencapai kinerja dari

perilaku (Hartono, 2008).

Dalam penelitian penggunaan teknologi,

self efficacy sudah ditemukan sebagai penentu

untuk bermacam-macam persepsi pemakai

terhadap suatu teknologi. Penelitian tersebut

menggunakan konstruk computer self efficacy

sebagai variabel yang mempengaruhi

penggunaan komputer. Computer self efficacy

ini dihubungkan dengan suatu pertimbangan

kemampuan seseorang untuk menggunakan

suatu komputer dan tidak berhubungan dengan

apa yang sudah dilakukan seseorang di masa

lalu, tetapi lebih ke pertimbangan-pertimbangan

tentang apa yang dilakukan di masa depan

(Hartono, 2008).

Beberapa penelitian sebelumnya telah

menemukan bahwa computer self efficacy

berhubungan signifikan dengan perceived ease

of use dan perceived usefulness (Agarwal dkk.,

2000; Lewis dkk., 2003; Gong dkk., 2004; Park,

2009). Hasil penelitian tersebut memperlihatkan

bahwa pengguna sistem teknologi yang telah

terbiasa menggunakan sistem akan merasa

mampu untuk menggunakannya karena telah

dianggap mudah dan merasa berguna karena

terbiasa dengan manfaat sistem teknologi

informasi tersebut. Oleh karena itu, penelitian

ini beragumen bahwa semakin tinggi computer

self efficacy yang dimiliki oleh dosen dalam

penggunaan teknologi synchronous E-Learning

maka dosen yang bersangkutan cenderung akan

menganggap bahwa teknologi synchronous E-

Learning mudah digunakan dan dapat

memberikan manfaat untuk menunjang tugas

dalam mengajar. Berdasarkan penjelasan

tersebut dan konsisten dengan penelitian-

penelitian sebelumnya, maka hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini adalah:

H3a: Computer self efficacy dalam menggunakan

e-learning mempunyai hubungan positif

terhadap perceived ease of use.

H3b: Computer self efficacy dalam menggunakan

e-learning mempunyai hubungan positif

terhadap perceived usefulness.

Page 9: SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM NIAT …

PERILAKU GETOK TULAR DI MEDIA SOSIAL….……………….................……….……………………………….(Widya)

9

Perceived Ease Of Use dan Perceived

Usefulness

Konsisten dengan argumen teoritis yang

terdapat pada model TAM, beberapa penelitian

menunjukkan bahwa selain niat menggunakan

teknologi, perceived ease of use juga

mempengaruhi secara langsung perceived

usefulness. Lewis dkk. (2003) dalam

penelitiannya telah membentuk suatu model

yang disebut model kepercayaan-kepercayaan

(beliefs model). Dalam model tersebut, mereka

menguji dampak langsung perceived ease of use

terhadap perceived usefulness. Argumen yang

digunakan oleh Lewis dkk. (2003) adalah ketika

individual mempersepsikan teknologi adalah

secara relatif bebas dari usaha kognitif, maka

individu akan mempunyai persepsi bahwa

teknologi tersebut bermanfaat dalam aktivitas

kerja mereka.

Dalam penelitian-penelitian mengenai

pemanfaatan teknologi pada instansi pendidikan,

seperti penelitian yang dilakukan Tobing dkk.

(2008) dan Park (2009), ditemukan bahwa

konstruk perceived ease of use mempengaruhi

secara signifikan perceived usefulness.

Penelitian-penelitian tersebut menguji

pemanfaatan teknologi pembelajaran berbasis

website atau e-learning dalam mendukung

kinerja individu. Sehingga hasil penelitian

tersebut konsisten dengan penelitian yang

dilakukan Sun dan Zhang (2006) yang

melakukan analisis-meta terhadap 50 penelitian

yang menguji hubungan antara perceived ease of

use dengan perceived usefulness. Hasilnya

terdapat 43 penelitian yang memperoleh

hubungan signifikan, sedangkan sisanya

diperoleh hasil tidak signifikan.

Dalam penelitian ini, penulis memandang

bahwa dosen yang mempunyai persepsian

penggunaan teknologi untuk pendidikan berbasis

website (e-learning) akan lebih mudah

penggunaannya, maka mereka juga akan

mempersepsikan menggunakan teknologi

tersebut menjadi lebih berguna dan bermanfaat

dalam mendukung tugas-tugasnya. Selain

argumen tersebut, penelitian ini juga mengacu

pada hasil penelitian-penelitian sebelumnya

yang secara mayoritas menemukan bahwa

hubungan perceived ease of use berpengaruh

secara positif signifikan terhadap perceived

usefulness (Sun dan Zhang, 2006). Dengan

demikian, perceived ease of use terhadap

penggunaan teknologi synchronous e-learning

dianggap dapat mempengaruhi perceived

usefulness secara langsung, sehingga hipotesis

yang diusulkan adalah sebagai berikut:

H4: Perceived ease of use dalam pemanfaatan

teknologi E-Learning berhubungan secara

positif terhadap perceived usefulness.

Kepercayaan-Kepercayaan dan Niat

Menggunakan Teknologi E-Learning

Di penelitian penerimaan teknologi, dua

buah variabel kepercayaan-kepercayaan yaitu

perceived usefulness dan perceived ease of use

dipercaya mampu mempengaruhi perilaku

penerimaan teknologi (Lewis dkk., 2003).

Penelitian-penelitian sebelumnya telah

menunjukkan bahwa perceived usefulness dan

perceived ease of use merupakan konstruk yang

paling banyak signifikan dan penting dalam

mempengaruhi niat (behavioral intention) di

dalam menggunakan teknologi dibandingkan

dengan konstruk yang lainnya (Hartono, 2008).

Dalam konteks penelitian untuk menguji

penggunaan sistem informasi di perguruan tinggi

terutama pembelajaran berbasis website,

ditemukan pula bahwa niat individu dipengaruhi

oleh variabel kepercayaan-kepercayaan tersebut

(Saade, 2003; Tobing dkk., 2008; Park, 2009).

Saade (2003) menguji penilaian niat

mahasiswa terhadap pemakaian sistem informasi

pendidikan berbasis-web. Saade (2003)

menemukan bahwa perceived usefulness

mempunyai pengaruh positif secara signifikansi

terhadap intention behavioral untuk

meningkatkan studi mereka. Hal ini

menunjukkan bahwa mahasiswa akan berniat

menggunakan sistem informasi pendidikan

berbasis-web jika mereka merasa dapat

memperoleh manfaat dari sistem tersebut. Hasil

penelitian Saade (2003) didukung juga oleh

penelitian yang dilakukan Tobing dkk. (2008)

yang menguji penerimaan dari penyesuian

terhadap sistem e-learning. Dari hasil penelitian

tersebut memperlihatkan bahwa individu atau

mahasiswa akan berniat menggunakan sistem

Page 10: SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM NIAT …

JRMB, Volume 13, No. 1, Juni 2018

10

jika mereka mempersepsikan kegunaan sistem

tersebut dapat mendukung kinerjanya.

Berdasarkan penjelasan di atas nampak

bahwa perceived usefulness merupakan konstruk

penting dalam mempengaruhi niat untuk

berperilaku. Dapat dikatakan bahwa individu

berniat menggunakan web site jika mereka

memiliki persepsian yang baik terhap kegunaan

sistem atau telah memiliki pemikiran yang baik

atau positif terhadap kegunaan sistem tersebut.

Oleh karena itu, penelitian ini beragumen bahwa

dosen yang memiliki persepsi bahwa

menggunakan synchronous e-learning dapat

memberikan manfaat dan meningkatkan kinerja

dosen dalam proses belajar mengajar, maka

dosen tersebut akan berniat untuk

menggunakannya. Dengan demikian, hubungan

perceived usefulness dengan behavioral

intention dapat dihipotesiskan sebagai berikut:

H5: Perceived usefulness dalam pemanfaatan

teknologi E-Learning berhubungan secara

positif terhadap behavioral intention.

Sebagai konstruk tambahan yang kedua

dalam model TAM, perceived ease of use

merupakan suatu kepercayaan tentang suatu

proses pengambilan keputusan. Jika individu

percaya bahwa sistem informasi mudah

digunakan maka dia akan menggunakannya

(Hartono, 2008). Penelitian-penelitian terdahulu

terhadap pemanfaatan sistem informasi berbasis

website pada perguruan tinggi menemukan

bahwa konstruk perceived ease of use

mempengaruhi secara signifikan niat

menggunakan sistem informasi tertentu.

Penelitian Tobing dkk. (2008) yang menguji

penggunaan sistem e-learning, menemukan

bahwa perceived ease of use mempunyai

pengaruh signifikan terhadap niat menggunakan

sistem, meskipun memiliki tingkat singnifikansi

yang lebih kuat melalui kegunaan persepsian.

Penelitian Tobing dkk. (2008) didukung oleh

penelitian Park (2009) yang memperlihatkan

bahwa perceived ease of use berpengaruh

signifikan terhadap sikap dan niat menggunakan

pembelajaran berbasis-web.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan

bahwa penggunaan yang mudah memungkinkan

pengguna untuk terbebas dari usaha dan tidak

menghabiskan waktu mereka yang dibutuhkan

untuk mencari dan mengumpulkan materi dari

sistem sehingga pengguna potensial memiliki

pemikiran yang positif dan berniat menggunakan

sistem tersebut (Gong dkk., 2004). Sehingga

dapat dikatakan bahwa pembelajaran

menggunakan internet merupakan hal normal

yang dipertimbangkan sebagai sesuatu yang

mudah dan bermanfaat (Park, 2009). Dengan

demikian, perceived ease of use terhadap

penggunaan teknologi berbasis website dianggap

dapat mempengaruhi niat terhadap penggunaan

yang sesungguhnya. Berdasarkan penjelasan

tersebut, penelitian ini beragumen bahwa dosen

yang memiliki persepsi bahwa menggunakan

synchronous e-learning dapat terbebas dari

kesulitan atau tidak memerlukan usaha yang

lebih besar dalam proses belajar mengajar, maka

dosen tersebut akan berniat untuk

menggunakannya. Sehingga hubungan antara

perceived ease of use dan behavioral intention

dapat dihipotesiskan sebagai berikut:

H6: Perceived ease of use dalam pemanfaatan

teknologi E-Learning berhubungan secara

positif terhadap behavioral intention.

Model Penelitian

Dengan mempertimbangkan penjelasan-

penjelasan mengenai Technology Acceptance

Model dan Beliefs Model serta penelitian-

penelitian sebelumnya, maka model penelitian

yang dikembangkan dalam penelitian ini akan

tampak seperti Gambar 2. Dalam model

penelitian tersebut, terlihat bahwa variabel

dependen yang digunakan adalah behavioral

intention, sedangkan variabel kepercayaan-

kepercayaan atau perceived usefulness dan

perceived ease of use berperan sebagai variabel

independen sekaligus dependen yang

mempengaruhi secara langsung behavioral

inetention tersebut serta secara langsung

dipengaruhi juga oleh faktor institusional, faktor

sosial dan faktor individual

Page 11: SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM NIAT …

PERILAKU GETOK TULAR DI MEDIA SOSIAL….……………….................……….……………………………….(Widya)

11

Gambar 2. Model Penelitian

METODA PENELITIAN

Populasi Dan Sampel Penelitian

Populasi merupakan jumlah keseluruhan

elemen yang akan diteliti (Cooper dan Schindler,

2006). Populasi dalam penelitian ini meliputi

seluruh dosen yang menggunakan atau

memanfaatkan e-learning pada perguruan tinggi

yang terdapat di lingkungan Kopertis Wilayah V

Yogyakarta. Metode pengambilan sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah secara

non-probability yaitu purposive sampling

dengan tipe judgment. Kriteria utama yang

ditentukan dalam memperoleh sampel

penelitian adalah dosen yang telah

menggunakan teknologi synchronous e-

learning, yaitu dosen yang menggunakan media

video conference atau chatting sebagai alat

bantu dalam proses pembelajaran. Sehingga

dosen yang menjadi sampel dalam penelitian

ini merupakan individu yang benar-benar

merasakan faktor-faktor yang akan diuji dan

dapat memberikan informasi yang sesuai

kebutuhan penelitianData yang akan

dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data

primer. Menurut Cooper dan Schindler (2006),

data primer adalah data yang dikumpulkan

secara langsung oleh peneliti kepada sumber

data dan belum pernah diolah oleh pihak

manapun untuk tujuan penelitian tertentu.

Pengumpulan data dilakukan dengan

mengirimkan kuesioner (self administered

survey) kepada pengguna individu yang

termasuk ke dalam sampel tersebut. Kuesioner

yang digunakan memakai jumlah pertanyaan

yang disesuaikan dengan kebutuhan item

penentu variabel penelitian. Sehingga tanggapan

dosen yang diperoleh melalui pengisian

kuesioner menggunakan skala Likert

disesuaikan dengan pernyataan masing-masing

bagian.

Alat Analisis

Penelitian ini menggunakan alat analisis

Partial Least Square (PLS) yang digunakan

untuk menguji hipotesis yang diajukan. PLS

adalah teknik Structural Equation Modeling

(SEM) berbasis varian yang secara simultan

dapat melakukan pengujian model pengukuran

sekaligus pengujian model struktural (Hartono

dan Abdillah, 2009). PLS juga bertujuan untuk

memprediksi model untuk pengembangan teori.

Secara umum PLS sangat sesuai untuk

memprediksi aplikasi dan membangun teori,

menganalisis sampel yang berukuran kecil, dan

menguji keseluruhan fit model (overall model

fit) dengan baik (Gefen dkk., 2000). Selain itu,

PLS mampu memodelkan banyak variabel

dependen dan variabel independen, mampu

mengelola masalah multikolinearitas antar

variabel independen, hasil tetap kokoh (robust)

walaupun terdapat data yang tidak normal atau

hilang (missing value) (Hartono dan Abdillah,

2009).

Variabel dan Instrumen Penelitian

Computer Self

Efficacy

H5

H6

H4

H3B

H3A

H2

H1 Komitmen

Manajemen Puncak

Pengaruh sosial dari

rekan sejawat

Perceived

Usefulness

Perceived Ease

of Use

Behavioral

Intention

Page 12: SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM NIAT …

JRMB, Volume 13, No. 1, Juni 2018

12

Konstruk-kontstruk yang digunakan dalam

penelitian ini menggunakan instrumen-

instrumen dari variabel penelitian yang ada pada

model penerimaan teknologi (technology

acceptance model) dan model kepercayaan-

kepercayaan (beliefs model. Dalam penelitian

ini, variabel endogenous adalah niat

menggunakan teknologi (intention to use),

sedangkan variabel perceived ease of use dan

perceived usefulness merupakan variabel

endogenous dan variabel exogenous atau

variabel yang berperan sebagai variabel

mediasi antara sumber-sumber kepercayaan-

kepercayaan yaitu faktor institusional, sosial

dan individu terhadap niat. Kemudian,

variabel-variabel yang menjadi penyebab

perceived ease of use dan perceived usefulness

merupakan variabel exogenous. Variabel

exogenous yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dukungan dan komitmen manajemen

puncak (faktor institusional), pengaruh sosial

dari referensi orang lain atau rekan sejawat

(faktor sosial) dan computer self efficacy (faktor

individual).

Niat Berperilaku Menggunakan (Behavioral

intention to use) E-Learning

Menurut model penerimaan teknologi

(TAM), niat berperilaku merupakan variabel

dependen atau terikat dan dapat dipengaruhi

oleh variabel-variabel eksternal lainnya. Dalam

konteks penggunaan teknologi informasi, niat

berperilaku merupakan suatu keinginn seseorang

untuk melakukan perilaku menggunakan

teknologi. Konstruk niat berperilaku diukur

dengan menggunakan skala 5-item yang

diadaptasi dari penelitian Davis dkk. (1989).

Kegunaan Persepsian Menurut Davis dkk. (1989), kegunaan

persepsian didefinisikan sebagai sejauh mana

seseorang percaya bahwa menggunakan suatu

teknologi akan meningkatkan kinerja

pekerjaannya. Pengukuran terhadap kegunaan

persepsian menggunakan instrumen dari

penelitian yang dilakukan oleh Lewis dkk.

(2003) dan diukur dengan skala 5-item. Masing-

masing item yang digunakan dalam penelitian

ini menggunakan 5 poin skala Likert.

Kemudahan Kegunaan Persepsian Kemudahan penggunaan persepsian

didefinisikan sebagai sejauh mana seorang

percaya bahwa menggunakan teknologi akan

bebas dari usaha (Davis dkk., 1989). Konstruk

kemudahan penggunaan persepsian diukur

dengan menggunakan skala 4-item berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Lewis dkk.

(2003) dan masing-masing item yang digunakan

dalam penelitian ini menggunakan 5 poin skala

Likert.

Pengaruh Manajemen Puncak Menurut Lewis dkk. (2003), berdasarkan

teori institusional disebutkan bahwa bagaimana

dan mengapa tindakan yang dilakukan oleh

individual dalam organisasi secara signifikan

dipengaruhi oleh norma-norma, nilai-nilai,

budaya dan sejarah organisasi. Penelitian ini

menggunakan dukungan dan komitmen

manajemen puncak sebagai variabel yang dapat

mempengaruhi perceived usefulness dalam

menggunakan e-learning. Dukungan dan

komitmen manajemen puncak diukur dengan

skala 5-item dan masing-masing item

menggunakan 5 poin skala Likert.

Lingkungan Sosial

Definisi dari lingkungan sosial yang

digunakan dalam penelitian ini merujuk pada

penelitian yang dilakukan oleh Lewis dkk.

(2003). Konstruk pengaruh lingkungan sosial

diukur dengan menggunakan pertanyaan-

pertanyaan mengenai pengaruh kolega sejawat

organisasi dan kolega sejawat professional,

dengan masing-masing menggunakan skala 2-

item. Setiap item tersebut menggunakan 5 poin

skala Likert.

Faktor Individu Dalam penelitian ini, konstruk mengenai

faktor individu mengacu pada penelitian yang

dilakukan oleh Lewis dkk. (2003), yaitu

computer self efficacy. Menurut Compeau dan

Higgins (1995) computer self efficacy sebagai

persepsi individual mengenai kemampuannya

sendiri dalam menggunakan suatu sistem

informasi. Keinovasian personal yang digunakan

Page 13: SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM NIAT …

PERILAKU GETOK TULAR DI MEDIA SOSIAL….……………….................……….……………………………….(Widya)

13

dalam penelitian ini menggunakan skala 10-

item. Konstruk computer self efficacy dalam

penelitian ini merujuk pada penelitian yang

dilakukan oleh Compeau dan Higgins (1995),

Agarwal dan Prasad (1998) serta Lewis dkk.

(2003) dengan sedikit modifikasi yaitu masing-

masing item menggunakan 5 poin skala Likert.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Responden

Data dalam penelitian ini dikumpulkan

dari penyebaran 150 kuesioner pada dosen

perguruan tinggi di Yogyakarta yang

menggunakan synchronous e-learning untuk

proses belajar mengajar. Penyebaran kuesioner

dilakukan dengan cara mengantar langsung ke

responden. Untuk memenuhi sampel penelitian,

responden yang dipilih merupakan dosen yang

benar-benar menggunakan teknologi

pembelajaran berbasis website terutama

teknologi yang sesuai dengan synchronous e-

learning.

Dari jumlah kuesioner yang disebar,

sebanyak 122 kuesioner yang dikembalikan dan

dapat terkumpul, akan tetapi hanya 104

kuesioner yang dapat digunakan dan diolah lebih

lanjut. Hal tersebut disebabkan karena 18

responden mengisi kuesioner secara tidak

lengkap atau memberikan tanggapan yang tidak

rasional sehingg dikeluarkan dari daftar sampel.

Kuesioner yang dikeluarkan tersebut sesuai

dengan saran Cooper dan Schindler (2006),

bahwa penanganan kuesioner yang tidak lengkap

dan masalah dalam pola jawaban responden,

salah satu penanganannya dapat dilakukan

dengan mengeluarkan dari daftar sampel. Selain

itu, alasan pengeluaran sampel yang tidak

lengkap karena masih memenuhi kesepakatan

umum (rules of thumb) jumlah minimum sampel

yang mestinya diperlukan untuk analisi PLS,

yaitu 10 sampel tiap jalur (Hartono dan

Abdillah, 2009) atau 70 sampel untuk model

penelitian ini.

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi

yang diolah, responden dalam penelitian ini

didominasi oleh responden laki-laki

dibandingkan dengan responden perempuan.

Perbandingan antara laki-laki dan perempuan

adalah 66,47% dan 33,53%. Rata-rata dosen

yang menjadi responden dalam penelitian ini

memiliki pengalaman mengajar lebih dari 10

tahun dan ata-rata penggunaan internet adalah

sekitar 4 jam per hari (85,42%) serta telah

menggunakan teknologi e-learning lebih dari 1

kali. Hal ini didukung oleh device penunjang

yang dimiliki seperti komputer, laptop dan

smartphone yang dapat digunakan untuk koneksi

dengan internet dan setiap saat dapat online.

Selain itu, perguruan tinggi tempat mereka

bekerja juga mempunyai peralatan yang dapat

mendukung proses pembelajaran menggunakan

synchronous e-learning.

Model Pengukuran (Outer Model) Model pengukuran atau outer model

mendefinisikan hubungan antara indikator-

indikator dengan konstruk atau variabel latennya

yang digunakan dalam penelitian. Dalam model

pengukuran, peneliti dapat menguji sejauh mana

indikator-indikator pengukur sesuai dengan

teori-teori yang digunakan untuk mendefinisikan

suatu konstruk. Validitas konstruk dan

reliabilitas konstruk menjadi fokus utama dalam

outer model.

Validitas konstruk terdiri dari validitas

konvergen dan validitas diskriminan, sedangkan

reliabilitas konstruk dinilai dengan skor

Cronbach’s alpha untuk reliabilitas batas bawah

dan Composite reliability untuk reliabilitas

sesungguhnya. Menurut Cooper dan Schindler

(2006), uji validitas dilakukan untuk mengetahui

kemampuan instrumen penelitian mengukur apa

yang seharusnya diukur. Sedangkan uji

reliabilitas digunakan untuk mengukur

konsistensi alat ukur dalam mengukur suatu

konsep.

Validitas Konvergen

Validitas konvergen berhubungan dengan

prinsip bahwa pengukur-pengukur dari suatu

kontruk seharusnya berkorelasi tinggi (Hartono

dan Abdillah, 2009). Parameter validitas

konvergen dapat dilihat dari skor AVE dan

Communality, yang masing-masing harus

bernilai di atas 0,5 (Chin, 1995). Semakin tinggi

nilai AVE dan Communality, maka semakin baik

Page 14: SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM NIAT …

JRMB, Volume 13, No. 1, Juni 2018

14

validitas konvergen masing-masing konstruk.

Berdasarkan hasil pengujian model pengukuran,

maka output overview alogaritma (Tabel 1)

yang memuat nilai AVE, communalitiy, dan

redundancy untuk melihat skor loading-nya

digunakan untuk menjelaskan validitas

konvergen. Hasilnya menunjukkan bahwa semua

indikator memiliki AVE > 0,50, dan

communality > 0,50.

Tabel 1.

Tampilan Output Overview Algoritm

AVE

Akar

AVE Communality Redundancy Keterangan

Behavioral Intention 0,645519 0,803442 0,645519 0,396192 Valid

Computer Self Efficacy 0,764772 0,874512 0,764772 Valid

Ease of Use 0,674108 0,82104 0,674108 0,070235 Valid

Social Norm 0,626381 0,791442 0,626381 Valid

Top Management 0,555382 0,745239 0,555382 Valid

Usefulness 0,527895 0,726563 0,527895 0,099135 Valid

Sumber: Data primer diolah, 2017 (Output SmartPLS 2.0, kecuali Akar AVE)

Penelitian ini menggunakan konstruk

dengan indikator reflektif, sehingga uji validitas

konvergen dari model pengukuran dalam

penelitian ini dapat juga dinilai berdasarkan

loading factor indikator-indikator yang

mengukur konstruk tersebut. Hasil pengujian

validitas konvergen menunjukkan tingkat

keakurasian yang cukup tinggi. Hal ini tampak

dari skor loading factor indikator reflektif yang

mengukur semua konstruk penelitian mayoritas

diperoleh skor di atar 0,70 (lihat Tabel 2).

Meskipun terdapat beberapa indikator

memiliki faktor loading < 0,70. Namun,

indikator tersebut tidak perlu dikeluarkan karena

menurut Hartono dan Abdillah (2009) faktor

loading > 0,50 masih dianggap signifikan secara

praktikal dan masih memiliki tingkat kesalahan

pengukuran konstruk dibawah 0,5 yaitu AVE di

atas 0,50 atau kualitas pengukuran terhadap

konstruknya adalah communality di atas 0,50.

Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa data

telah memenuhi uji validitas konvergen.

Tabel 2.

Hasil Cross Loading

Behavioral

Intention Computer Self Efficacy Ease of Use

Usefulness Social Norm

Top Management

BI1 0.655336 0.564972 0.392798 0.518602 0.471582 0.208096

BI2 0.678849 0.420175 0.362457 0.430437 0.464750 0.054104

BI3 0.847723 0.296147 0.808563 0.349998 0.479364 0.138061

BI4 0.909807 0.365654 0.742786 0.475111 0.644641 0.198897

BI5 0.889332 0.473277 0.763008 0.441619 0.519686 0.148394

CSE1 0.457869 0.946408 0.292719 0.432146 0.422926 0.184666

CSE2 0.429799 0.614001 0.343981 0.448548 0.479656 0.088605

CSE3 0.465775 0.708737 0.334813 0.390221 0.478087 0.262430

Page 15: SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM NIAT …

PERILAKU GETOK TULAR DI MEDIA SOSIAL….……………….................……….……………………………….(Widya)

15

Tabel 2. Lanjutan

Behavioral

Intention Computer Self Efficacy Ease of Use

Usefulness Social Norm

Top Management

CSE4 0.354813 0.795335 0.136828 0.493480 0.329936 0.280930

CSE5 0.486691 0.968977 0.316036 0.445301 0.416037 0.173834

CSE6 0.425564 0.960320 0.261497 0.387823 0.372057 0.175805

CSE7 0.486691 0.968977 0.316036 0.445301 0.416037 0.173834

CSE8 0.400032 0.892246 0.268758 0.388743 0.347829 0.147676

CSE9 0.432220 0.932691 0.279487 0.393135 0.413114 0.166506

CSE10 0.391080 0.879830 0.269220 0.336766 0.336550 0.190875

PEU1 0.515091 0.247562 0.819954 0.067783 0.394715 0.172303

PEU2 0.594156 0.267621 0.811108 0.400883 0.561733 0.212221

PEU3 0.847723 0.296147 0.808563 0.349998 0.479364 0.138061

PEU4 0.566515 0.249987 0.844061 0.130418 0.374688 0.141437

PU1 0.388044 0.382285 0.201601 0.808104 0.458017 0.415555

PU2 0.421175 0.342399 0.289147 0.711819 0.378104 0.399528

PU3 0.448650 0.331852 0.235162 0.613996 0.358728 0.072347

PU4 0.331932 0.354134 0.197086 0.757330 0.373712 0.389981

PU5 0.355100 0.344821 0.237178 0.727472 0.375459 0.279986

SC1 0.863546 0.385478 0.756706 0.478803 0.701299 0.236798

SC2 0.322386 0.367096 0.309550 0.418764 0.878443 0.227848

SC3 0.420840 0.329293 0.312106 0.341166 0.682626 0.196115

SC4 0.350092 0.382899 0.333826 0.433044 0.880944 0.218605

TMC1 0.158067 0.210671 0.203052 0.368994 0.265414 0.819381

TMC2 0.179848 0.166316 0.164380 0.309925 0.246130 0.710777

TMC3 0.102421 0.068811 0.109774 0.324855 0.152808 0.699992

TMC4 0.117715 0.142814 0.125177 0.313643 0.154906 0.639266

TMC5 0.139782 0.193697 0.136814 0.310865 0.218201 0.837656

Sumber: Data primer diolah, 2017 (Output SmartPLS 2.0)

Validitas Diskriminan

Validitas diskriminan berhubungan

dengan prinsip bahwa pengukur-pengukur

konstruk yang berbeda seharusnya tidak

berkorelasi dengan tinggi. Pengukuran validitas

diskriminan dapat dinilai dengan menggunakan

skor cross loading atau dengan membandingkan

square root of average variance extracted (akar

AVE) untuk setiap konstruk dengan korelasi

antar konstruk dalam model. Model mempunyai

validitas diskriminan yang cukup jika skor cross

loading di atas 0,70 dan akar AVE untuk setiap

konstruk lebih besar daripada korelasi antara

konstruk dengan konstruk lainnya dalam model.

Pengujian data terhadap validitas

diskriminan diperlihatkan dalam output cross

loading pada Tabel 2 dan perbandingan akar

AVE dengan korelasi konstruk pada Tabel 3.

Dijelaskan pada Tabel 2 bahwa hasil pengujian

tiap indikator memiliki skor loading yang lebih

tinggi dan mengumpul pada konstruknya.

Misalnya, pada indikator-indikator behavioral

Page 16: SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM NIAT …

JRMB, Volume 13, No. 1, Juni 2018

16

intention yang memiliki skor loading lebih

tinggi dari indikator lainnya terhadap konstruk

behavioral intention dan mengumpul pada

konstruk behavioral intention. Sama halnya

dengan indikator-dindikator yang lain terhadap

konstruknya.

Hasil pengujian pada Tabel 3

membandingan akar AVE dengan korelasi antar

variabel. Hasilnya menunjukkan nilai dari akar

AVE lebih tinggi dari korelasi antar variabel.

Misalnya, akar AVE konstruk behavioral

intention sebesar 0,803442 lebih tinggi dari pada

korelasi dengan konstruk lainnya. Hal ini

menjelaskan bahwa tiap pengukur konstruk yang

berbeda tidak berkorelasi tinggi, sehingga

pengujian validitas diskriminan menggunakan

perbandingan akar AVE dan korelasi antara

konstruk telah terpenuhi.

Tabel 3.

Korelasi Variabel Laten dan Akar AVE

Behavioral

Intention

Computer

Self Efficacy

Ease of

Use

Social

Norm

Top

Management Usefulness

Behavioral Intention 0,803442

Computer Self Efficacy 0,503467 0,874512

Ease of Use 0,802320 0,328924 0,821040

Social Norm 0,640091 0,467709 0,563711 0,791442

Top Management 0,188046 0,211937 0,200939 0,281003 0,745239

Usefulness 0,534408 0,484006 0,318982 0,537576 0,439951 0,726563

Sumber: Data primer diolah, 2017 (Output SmartPLS 2.0, kecuali Akar AVE)

Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dalam PLS dapat diukur

dengan menggunakan dua metode pengukuran,

yaitu nilai Cronbach’s alpha dan Composite

Reability. Menurut Chin dan Gopal (1995),

Cronbach’s alpha mengukur batas bawah nilai

reliabilitas suatu konstruk sedangkan Composite

Reliability mengukur nilai sesungguhnya

reliabilitas suatu konstruk (dalam Hartono dan

Abdillah, 2009). Rule of thumb nilai alpha atau

Composite Reliability harus lebih besar dari 0,7

meskipun nilai 0,6 masih dapat diterima pada

studi yang sifatnya eksplorasi (Hair dkk., 2006).

Pengolahan data untuk menguji reliabilitas

dalam penelitian ini tampak pada Tabel 4.

Hasil pengujian data memperlihatkan nilai

Cronbach’s alpha terendah pada konstruk

perceived usefulness sebesar 0,773560 dan

tertinggi pada konstruk computer self efficacy

sebesar 0,963269. Pada pengujian Composite

reliability dihasilkan nilai terendah pada

konstruk perceived usefulness sebesar 0,847271

dan tertinggi pada konstruk computer self

efficacy sebesar 0,969639. Nampak bahwa nilai

Cronbach’s alpha dan Composite reliability >

0,70, serta nilai Composite reliability lebih

tinggi dari nilai Cronbach’s alpha. Berdasarkan

hasil pengujian tersebut, maka dapat dikatakan

bahwa data yang digunakan telah memenuhi

kriteria reliabilitas atau telah menunjukkan

akurasi, konsistensi dan ketepatan dalam

melakukan pengukuran terhadap konsep.

Model Struktural (Inner Model)

Pengujian structural model dilakukan

untuk menilai signifikansi hubungan antara

konstruk dengan konstruk lainnya yang terdapat

dalam model penelitian.

Model struktural dalam PLS dievaluasi

dengan menggunakan R-square untuk

variabel dependen dan nilai koefisien beta

(β) pada jalur atau path untuk variabel

independen yang kemudian dinilai

signifikansinya berdasarkan nilai t-statistic.

Hasil pengujian pada tabel 5 memperlihat

nilai R-square pada konstruk behavioral

intention sebesar 73,01%. Hal ini berarti

variasi perubahan konstruk behavioral

intention sebesar 73,01%. dijelaskan oleh

Page 17: SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM NIAT …

PERILAKU GETOK TULAR DI MEDIA SOSIAL….……………….................……….……………………………….(Widya)

17

variabel independen yaitu konstruk

perceived usefulness dan perceived ease of

use, sisanya dijelaskan oleh variabel lain di

luar model yang diajukan. Begitu juga untuk

konstruk perceived usefulness yang

mendapatkan nilai R-square sebesar

43,54%. Sehingga setiap variasi perubahan

konstruk perceived usefulness dapat

dijelaskan sebesar 43,54% oleh variabel

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

komitmen manajemen puncak, pengaruh

rekan rejawat, computer self efficacy dan

perceived ease of use.

Tabel 4.

Nilai Composite Reliability dan Cronbach’s Alpha

Composite

Reliability Cronbachs Alpha

Kriteria

Behavioral Intention 0,899416 0,861011 Tinggi

Computer Self Efficacy 0,969639 0,963269 Tinggi

Ease of Use 0,892144 0,844586 Tinggi

Social Norm 0,868616 0,795352 Tinggi

Top Management 0,860756 0,795448 Tinggi

Usefulness 0,847271 0,773560 Tinggi

Sumber: Data primer diolah, 2017 (Output SmartPLS 2.0)

Tabel 5.

Output Path Coefficients & R-Square (R2)

Hipotesis Path Original Sample T Statistics Alpha Keterangan

H1 Top Management -> Usefulness 0,291056 2,701686 0,01 Signifikan

H2 Social Norm -> Usefulness 0,341363 3,216507 0,01 Signifikan

H3A Computer Self Efficacy ->

Usefulness 0,269421 2,825913

0,01 Signifikan

H3B Computer Self Efficacy -> Ease of

Use 0,328924 3,026534

0,01 Signifikan

H4 Ease of Use -> Usefulness -0,020552 0,242763

- Tidak

Signifikan

H5 Usefulness -> Behavioral Intention 0,310028 5,122912 0,01 Signifikan

H6 Ease of Use -> Behavioral Intention 0,703426 12,928098 0,01 Signifikan

R-Square (R2): Behavioral Intention 73,01%

Perceived Usefulness 43,54%

Perceived Ease of Use 10,82%

Sumber: Data primer diolah, 2017 (Output SmartPLS 2.0)

Selanjutnya variabel independen akan

dinilai signifikansinya dengan menggunakan

nilai t-statistic pada masing-masing jalur.

Karena dalam hipotesis disebutkan hubungan

masing-masing variabel adalah positif, maka

penelitian ini menggunakan uji hipotesis satu

arah (one-tailed). Suatu hubungan antar variabel

dalam pengujian hipotesis satu arah dapat

Page 18: SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM NIAT …

JRMB, Volume 13, No. 1, Juni 2018

18

dikatakan signifikan, jika didapat nilai t-statistic

diatas 1,64 pada alpha 5% dan di atas 2,33 pada

alpha 1%. Hasil perhitungan koefisien path dari

bootstrapping menggunakan software smartPLS

2.0 dapat dilihat pada Tebel 5. dibawah ini.

Berdasarkan hasil pengolahan data yang tampak

pada tabel 5, dari tujuh hipotesis yang diusulkan

dalam penelitian ini diperoleh 6 hipotesis

terdukung secara positif signifikan dengan

tingkat keyakinan mencapai 99%. Hanya satu

hipotesis yang tidak terdukung, yaitu hubungan

antara perceived ease of use dengan perceived

usefulness.

PEMBAHASAN

Hipotesis 1 menyatakan bahwa dukungan dan

komitmen manajemen puncak dalam rangka

penggunaan teknologi internet untuk

mendukung proses belajar mengajar dipengaruhi

secara positif oleh perceived usefulness. Hasil

perhitungan smartPLS menunjukkan bahwa nilai

koefisien beta sebesar 0,291056 dan t-statistic

sebesar 2,701686. Dengan demikian, hipotesis 1

terdukung karena memiliki koefisien beta yang

positif dan t-statistic lebih besar dari t-tabel 2,33

pada alpha 1%. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa dukungan dan komitmen

manajemen puncak dianggap dapat membantu

dosen dalam mengatasi masalah-masalah saat

menggunakan teknologi synchronous e-learning

lewat tersedianya fasilitas dan peralatan yang

digunakan. Selain itu, peneliti beragumen bahwa

dosen dalam menggunakan teknologi

synchronous e-learning memiliki kepercayaan

jika manajemen berkomitmen pada

pengembangan teknologi akan “membuka jalan”

bagi dosen dan teknologi tersebut dianggap

dapat memberikan manfaat. Oleh karena itu,

penelitian ini memperkuat hasil penelitian yang

dilakukan oleh Lewis dkk. (2003).

Pengujian hipotesis 2 menunjukkan

bahwa faktor sosial berupa referensi rekan

sejawat dalam konteks pemanfaatan teknologi

synchronous e-learning untuk mendukung

proses pengajaran, berpengaruh secara positif

signifikan terhadap perceived usefulness. Hasil

pengujian hipotesis menunjukkan bahwa nilai

koefisien beta sebesar 0,341363 dan t-statistic

sebesar 3,216507. Dengan demikian, hipotesis 1

terdukung karena memiliki koefisien beta yang

positif dan t-statistic lebih besar dari t-tabel

2,33. Terdukungnya hipotesis 2 menunjukkan

hasil berbeda dengan penelitian yang dilakukan

Lewis dkk. (2003), yang menyatakan bahwa

faktor sosial dari rekan sejawat tidak

mempengaruhi perceived usefulness. Temuan

dari pengujian hipotesis 2, menunjukkan bahwa

referensi rekan sejawat terutama yang telah

menggunakan teknologi synchronous e-learning

dipersepsikan sebagai suatu yang dapat

dipercaya dan kredibel. Selain itu, hasil ini

menggambarkan bahwa perilaku sesungguhnya

dari rekan sejawat dalam penggunaan teknologi

merupakan sebuah sumber untuk membentuk

kepercayaan bahwa teknologi yang digunakan

memberikan manfaat dalam membantu tugas

mengajar.

Sebagai variabel individu yang digunakan

dalam penelitian ini, computer self efficacy

dihipotesiskan mempunyai pengaruh positif

kepada kepercayaan-kepercayaan menggunakan

teknologi, yaitu perceived usefulness (hipotesis

3A) dan perceived ease of use (hipotesis 3B).

Hasil pengujian hipotesis 3A menunjukkan

bahwa nilai koefisien beta sebesar 0,269421 dan

t-statistic sebesar 2,825913. Sedangkan hasil

pengujian hipotesis 3B didapat nilai koefisien

beta sebesar 0,328924 dan t-statistic sebesar

3,026534. Dengan demikian, hipotesis 3A dan

3B terdukung karena sesuai dengan hipotesis

yang diusulkan serta koefisien beta yang positif

dan nilai t-statistic lebih besar dari t-tabel 2,33.

Temuan dalam penelitian ini menunjukkan

bahwa semakin tinggi kapabilitas dan keahlian

komputer para dosen dalam penggunaan

teknologi informasi dapat mendorong dosen

untuk menggunakannya terutama untuk

membantu melakukan tugas-tugas yang

berhubungan dengan pengajaran. Selain itu,

semakin tinggi computer self efficacy yang

dimiliki dosen maka memudahkan mereka untuk

beradaptasi dengan teknologi dan kemungkinan

tidak akan mengalami kesulitan berarti dalam

mengoperasikannya, sehingga akan beranggapan

bahwa teknologi synchronous e-learning adalah

mudah. Hasil penelitian ini berbeda dengan

penelitian yang diperoleh oleh Compeau dan

Page 19: SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM NIAT …

PERILAKU GETOK TULAR DI MEDIA SOSIAL….……………….................……….……………………………….(Widya)

19

Higgins (1995) dan Lewis dkk. (2003) yang

mendapatkan computer self efficacy hanya

berpengaruh kepada salah satu dari variabel

kepercayaan-kepercayaan.

Hasil pengujian hipotesis 4

memperlihatkan bahwa perceived usefulness

pada penggunaan teknologi synchronous e-

learning tidak dipengaruhi secara positif oleh

perceived ease of use. Dari pengolahan data

diperoleh nilai koefisien beta sebesar -0,020552

dan t-statistic sebesar 0,242763. Dengan

demikian, hipotesis 4 tidak terdukung karena

diperoleh koefisien beta yang negatif dan nilai t-

statistic lebih kecil dari t-tabel 2,33. Temuan ini

tidak sesuai dengan prediksi sebelumnya, yaitu

dosen percaya bahwa teknologi yang digunakan

untuk mendukung pembelajaran berbasis

website dan dirasakan mudah penggunaannya

memungkinkan untuk mereka gunakan sehingga

teknologi tersebut akan dipersepsikan berguna

baginya. Malah sebaliknya, para dosen yang

menjadi responden kemungkinan memiliki

kepercayaan bahwa synchronous e-learning sulit

digunakan maka dosen akan mempersepsikan itu

tidak berguna baginya. Karena hasil penelitian

ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

Lewis dkk. (2003), maka penelitian ini menduga

bisa saja responden dalam penelitian ini adalah

individu yang belum berpengalaman dalam

penggunaan teknologi synchronous e-learning.

Hipotesis 5 menyatakan bahwa behavioral

intention dipengaruhi secara positif oleh

perceived usefulness dalam penggunaan

teknologi synchronous e-learning. Hasil

pengujian hipotesis tersebut diperoleh nilai

koefisien beta sebesar 0,310028 dan t-statistic

sebesar 5,122912 (positif dan lebih besar dari t-

tabel 2,33). Temuan dalam penelitian ini

menunjukkan bahwa manfaat menggunakan

teknologi synchronous e-learning yang semakin

tinggi dapat menyebabkan niat untuk

menggunakan semakin tinggi juga. Peneliti

beragumen bahwa dosen yang mempunyai

persepsi manfaat yang tinggi seperti dapat

membantu menyelesaikan pekerjaan, kinerja dan

produktivitas meningkat, menjadikan pekerjaan

lebih mudah dan secara menyeluruh bermanfaat

maka dosen cenderung termotivasi untuk selalu

menggunakan teknologi tersebut. Dengan

terdukungnya hipotesis ini, maka penelitian ini

memperkuat penelitian yang dilakukan oleh

Davis dkk. (1989), Saade (2003), Gong dkk.

(2004), Tobing dkk. (2008) dan Venkatesh

(2008).

Hipotesis 6 menyatakan bahwa perceived

ease of use mempengaruhi secara positif

behavioral intention dalam penggunaan

teknologi synchronous e-learning. Hasil

pengujian hipotesis tersebut diperoleh nilai

koefisien beta sebesar 0,703426 dan t-statistic

sebesar 12,928098. Dengan demikian, hipotesis

6 terdukung dengan tingkat keyakinan 99%

karena diperoleh koefisien beta yang positif dan

nilai t-statistic lebih besar dari t-tabel 2,33.

Penelitian ini membuktikan bahwa semakin

mudah menggunakan teknologi synchronous e-

learning menurut dosen maka akan

menyebabkan niat dosen untuk selalu

menggunakan teknologi tersebut juga

meningkat. Dosen yang beranggapan bahwa

teknologi synchronous e-learning yang

digunakan merupakan teknologi yang mudah

dipelajari, fleksibel untuk digunakan, dapat

dimengerti dan cepat mahir menggunakannya

serta secara keseluruhan mudah digunakan,

maka mereka cenderung berniat akan terus

menggunakan teknologi tersebut. Terdukungnya

hipotesis ini memperkuat hasil penelitian Saade

(2003), Gong dkk. (2004), dan Tobing dkk.

(2008).

KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN

SARAN

Sebagai pengembangan dari model

penelitian Lewis dkk. (2003) atau yang dikenal

dengan beliefs model, penelitian ini bertujuan

untuk memberikan bukti empiris hubungan

faktor individual, faktor sosial dan faktor

institusional sebagai anteseden dari behavioral

intention melalui kepercayaan-kepercayaan

dalam menggunakan teknologi synchronous e-

learning, yaitu perceived usefulness dan

perceived ease of use. Hasil yang didapat dalam

penelitian ini memberikan dukungan yang kuat

terhadap tujuan tersebut. Hal ini ditunjukkan

dengan terdapatnya pengaruh seluruh sumber-

sumber kepercayaan-kepercayaan terhadap

Page 20: SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM NIAT …

JRMB, Volume 13, No. 1, Juni 2018

20

kepercayaan-kepercayaan itu sendiri. Dengan

mayoritas hipotesis yang diajukan dalam

penelitian ini terdukung secara positif signifikan,

menunjukkan bahwa kepercayaan-kepercayaan

dosen dalam menggunakan teknologi

synchronous e-learning semakin kuat karena

adanya dukungan dari manajemen puncak, rekan

sejawat dan keyakinan sendiri. Sehingga hasil

penelitian ini dapat memvalidasi dalam

pengembangan beliefs model dari penelitian

Lewis dkk. (2003).

Dari 7 (tujuh) hipotesis yang diusulkan

dalam penelitian ini, terdapat 6 (enam) hipotesis

yang terdukung. Hanya ada satu hipotesis yang

tidak sesuai dengan perkiraan awal yaitu

hubungan antara perceived ease of use dengan

perceived usefulness. Tidak terdukungnya

hipotesis 4 yang menyatakan bahwa perceived

usefulness dipengaruhi oleh perceived ease of

use, mengindikasikan para responden

kemungkinan memiliki kepercayaan bahwa

synchronous e-learning masih sulit digunakan

sehingga dosen akan mempersepsikan itu tidak

berguna dan tidak memberikan manfaat dalam

rangka mendukung proses belajar mengajar.

Hasil penelitian ini memberikan implikasi

teoritis, yaitu membuktikan dan memperkuat

teori sebelumnya yang menyatakan bahwa

kepercayaan-kepercayaan menggunakan sistem

teknologi informasi dapat dipengaruhi oleh

faktor institusional, faktor sosial dan faktor

individual. Dalam penelitian ini, terbukti bahwa

ketiga faktor tersebut dapat meningkatkan

kepercayaan-kepercayaan dan meningkatkan

niat menggunakan teknologi synchronous e-

learning. Dari sisi praktis, hasil penelitian ini

berimplikasi memperkaya variabel yang dapat

diperhitungkan dalam membuat keputusan

pengembangan teknologi pembelajaran berbasis

website bagi perguruan tinggi.

Penelitian ini mengandung beberapa

kelemahan. Pertama, penelitian ini hanya

menggunakan data yang berasal dari satu

wilayah atau propinsi yaitu Yogyakarta. Hal ini

membuat hasil penelitian memiliki generalisasi

terbatas. Oleh karena itu, penelitian lanjutan

dapat dilakukan dengan menggunakan data

beberapa wilayah untuk memperluas

generalisasi hasil. Kelemahan kedua adalah

digunakannya satu ukuran untuk seluruh faktor

yang dapat mempengaruhi kepercayaan-

kepercayaan menggunakan teknologi

synchronous e-learning. Meskipun ukuran-

ukuran tersebut sudah teruji pada penelitian-

penelitian sebelumnya, penggunaan ukuran lain

atau bahkan beberapa ukuran dalam penelitian

lanjutan terutama untuk faktor institusional,

sosial dan individual sehingga dapat

menyempurnakan hasil dan manfaat penelitian.

DAFTAR REFERENSI

Agarwal, R., dan Karahanna, E. 2000. “Time

Flies When You’re Having Fun:

Cognitive Absorption and Beliefs About

Information Technology Usage”. MIS

Quarterly, 24 (4): 665-694.

Bandura, A. 1977. “Self-Efficacy: Toward a

Unifying Theory of Behavioral Change.

Psychological Review”, 84 (2): 191-215.

Bandura, A. 1986. Social Foundations of

Thought and Action: A Social Cognitive

Theory. Prentice Hall, Englewood Cliffs,

NJ.

Bandura, A. 1991. Social cognitive theory of

moral thought and action. In W. M.

Kurtines & J. L. Gewirtz (Eds.),

Handbook of moral behavior and

development, 1: 45-103. Hillsdale, NJ:

Erlbaum.

Chin, W. W., 1995. “Partial Least Squares is to

LISREL as Principal Components

Analysis is to Common Factor Analysis”.

Technology Studies, 2, 315-319.

Compeau, D., dan Higgins, Christopher A. 1995.

“Computer Self-Efficacy: Development of

a Measure and Initial Test”. MIS

Quarterly, 19 (2): 189-211.

Compeau, D., Higgins, Christopher A., dan

Huff, S. 1999. “Social Cognitive Theory

and Individual Reactions to Computing

Technology: A Longitudinal Study”. MIS

Quarterly, 23 (2): 145-158.

Davis, Fred D. 1989. “Perceived Usefulness,

Perceived Ease of Use, and User

Page 21: SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM NIAT …

PERILAKU GETOK TULAR DI MEDIA SOSIAL….……………….................……….……………………………….(Widya)

21

Acceptance of Information Technology”.

MIS Quarterly, 319 – 340.

Gong, Min., Xu, Yan., and Yu, Yuecheng. 2004.

“An Enhanced Technology Acceptance

Model of Web-Based Learning”. Journal

of Information System Education, 15 (4):

365 – 374.

Hair Jr., J.E., Anderson, R.E., Tatham R.L. and

Back, W.C. 2010, Multivariate data

Analysis, 7th Ed., New Jersey: Prentice-

Hall International, Inc.

Hartono, Jogiyanto M. 2008. Sistem Informasi

Keperilakuan. Edisi Revisi, Andi,

Yogyakarta.

Hartono, Jogiyanto M 2010. Metodologi

Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan

Pengalaman-pengalaman. Andi,

Yogyakarta.

Hartono, Jogiyanto M. dan Abdillah, Willy.

(2009). Konsep Aplikasi PLS Untuk

Penelitian Empiris. BP Fakultas

Ekonomika dan Bisnis UGM-Yogyakarta.

Leong, P. 2011. Role of Social Presence and

Cognitive Absorption In Online Learning

Environments. Distance Education, 32

(1): 5-28.

Lewis, W., Agarwal, R., Sambamurthy, V. 2003.

“Sources of Influence on Beliefs about

Information Technology Use: An

Empirical Study of Knowledge Workers”.

MIS Quarterly, 27 (4): 657-678.

Park, Sung Youl. 2009. “An Analysis of The

Technology Acceptance Model in

Understanding University Student’s

Behavioral Intention to Use e-Learning”.

Educational Technology and Society, 12

(3): 150 – 162.

Roca, J. C., dan Gagne, M. 2008.

“Understanding E-Learning Continuance

Intention In The Workplace: A Self-

Determination Theory Perspective”.

Computers In Human Behavior, 24:

1585-1604.

Saade, R., dan Bahli, B. 2005. “The Impact of

Cognitive Absorption on Perceived

Usefulness and Perceived Ease of Use in

On-line Learning: An Extension of The

Technology Acceptance Model”.

Information and Management, 42:317-

327.

Saade, George Raafat., Nebebe, Fassil., and Tan,

Weiwei. 2007. “Viability of the

“Technology acceptance Model “ in

Multimedia Learning Environments: A.

Comparative Study”. Interdisciplinary

Journal of Knowledge and Learning

Objects. 3:175 – 184.

Sekaran, Uma. 2006. Research Methods For

Business; Metodologi Penelitian untuk

Bisnis. Salemba Empat, Jakarta.

Sun, Heshan., dan Zhang, Ping. 2006. “The role

of moderating factors in user technology

acceptance”. Int. J. Human-Computer

Studies, 64: 53–78.

Supardi. 2014. Pengujian Cognitive Absorption

Terhadap Kepercayaan-Kepercayaan

Pengguna Untuk Berbagi Informasi Di

Lingkungan Virtual Worlds. Jurnal Riset

Keuangan dan Akutansi, 2 (3): 575-599.

Taylor, S., dan Todd, P. 1995. “Assessing IT

Usage: The Role of Prior Experience”.

MIS Quarterly, 19 (4): 561.

Teo, T., Lee, C.B., and Chai, C.S. 2008.

“Understanding Pre-Service Teacher’s

Computer Attitude: Technology Accep-

tance Model”. Journal of Computer

Assisted Learning, 24, 128 – 143.

Tobing, V., Hamzah, M., Sura, S., and Amin, H.

2008. Assessing the Acceptability of

Adaptive E-Learning System. Fifth

International Conference on eLearning

for Knowledge-Based Society, Bangkok,

Thailand.

Venkatesh, V. 2000. “Determinants of perceived

ease of use: Integrating control, intrinsic

motivation and emotion into the

Technology Acceptance Model”.

Information System Research, 11 (4): 342-

365.

Venkatesh, V., dan Davis, F. D. 2000. “A

Theoretical Extension of the Technology

Acceptance Model: Four Longitudinal

Field Studies”. Management Science, 46

(2): 186-204.

Venkatesh, V., Morris, M.G., Davis, G.B. and

Davis, F.D. 2003. “User acceptance of

Page 22: SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM NIAT …

JRMB, Volume 13, No. 1, Juni 2018

22

information technology: toward unified

view”. MIS Quarterly, 27 (3): 425-478.

Wentling 2000. E-learning - A Review of

Literature, Knowledge and Learning

Systems Group, University of Illinois at

Urbana-Champaign.

Zang, P., Li, Na., dan Sun, H. 2006. Affective

Quality and Cognitive Absorption:

Extending Technology Acceptance

Research. Proceedings of the Hawaii

International Conference on System

Science. Januari.