44
SULUH MHSA | Edisi X|Maret 2012 1

Suluh MHSA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Majalah Berita dan Budaya Madura

Citation preview

Page 1: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 2012 1

Page 2: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 20122

Page 3: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 2012 3

pribadi dibanding untuk kebutuhan umat.

Pada saat pemimpin sibuk dengan dirinya sendiri, umat yang mestinya mendapat pembinaan pada akhirnya terabaikan. Ketika umat terabaikan, ia memutuskan masalah yang dihadapinya, dengan caran-ya sendiri. Sebab ketika hendak konsultasi dengan pemimpinnya yang selama ini tak sibuk dan punya waktu untuk membimb-ingnya, selalu tak ada ruang karena sibuk itu tadi. Meski tidak melarang, Tidjani in-gin, pemimpin formal maupun kultural beredar di garis orbitnya, menjadi tem-pat bernaung umat tanpa politik praktis. Tidjani terlebih dahulu wafat dan saat ini mimpinya belum menjadi kenyataan ke-tika sebagian pemimpin non formal justru semakin masuk ke pusaran politik.

Namun saat menjadi Ketua PBNU, KH Ha-zim Muzadi menegaskan, kiai atau ulama boleh saja terjun ke dunia politik. Sebab, berpolitik (bagi kiai dan ulama) bukan sebuah kesalahan, apalagi kejahatan. Itu jika jika dilakukan dengan benar. Hasyim, waktu itu, menanggapi statemen Menag (saat itu dijabat Maftuh Basyuni). Hasyim berpendapat ketika itu, para kiai yang ber-politik harus benar-benar mengerti apa yang mesti dilakukan. Namun demikian, Hasyim menyarankan agar para kiai sebai-knya tidak terjun ke gelanggang politik jika memang tidak memiliki kemampuan.

Bila kiai terjun ke politik tanpa kompetensi, maka politik akan menjadi mainan atau politik-politikan. Kalau tidak tahu soal poli-tik, lebih baik menjadi kiai dan mengajar saja di pesantren, kira-kira begitu pesan Hasyim saat itu. Jika memang tidak mampu dan politik tak lagi bisa dipaksakan, mem-injam kalimat Presiden Soeharto beberapa hari sebelum turun tahta, gak dadi pres-iden yo gak pateken. Apakah suatu ketika akan muncul dari salah seorang kiai yang mengatakan, misalnya, gak dadi politisi yo gak pateken?

Masih ingat dulu menejlang pilpres? Tak sedikit kiai kampung “terjerembab” ke da-nau politik praktis. Para guru ngaji yang

Politik merupakan proses pemben-tukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain

berwujud proses pembuatan keputusan, terutama menyangkut negara. Politik juga diartikan sebagai seni dan ilmu yang ber-tujuan untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Bagi Aristoteles, politik sebentuk usaha yang ditempuh warga negara guna mewu-judkan kebaikan bersama. Pendek kata, apapun makna gramatikal politik, ia tidak sama dengan poligami, sama sekali ber-beda.

Sebagian pihak, menafsir politik sebagai peperangan yang legal tanpa harus saling membunuh. Ujung-ujungnya kekuasaa, tahta, kuasa, dan bahkan kooptasi-hegem-onik. Tidak jarang, politik melahirkan ker-ingat, darah, pengorbanan, dan kegilaan yang nyata. Tetapi bagi yang bisa berpoli-tik, sirkuait ini menyenangkan, mengen-yangkan, dan berdimensi seni karena poli-tik seringkali tidak datar.

Oleh karena politik satu cermin yang me-mantulkan banyak gambar, maka politisi di dalamnya serupa pendekar seribu bayan-gan. Maka dewasa ini, siapa saja eksodus ke panggung politik, berperan atau men-cari peran. Sandiwara ini pada akhirnya dieprankan banyak tokoh. Ada yang me-mang ahli, ada juga yang tidak ahli tetapi seolah-olah merasa ahlinya, dan ada juga yang menyadari tempatnya bukan di situ tetapi memaksa ; siapa saja di karut-marut politik, termasuk kiai yang memang wajar dan tidak salah karena politik bukan hitam putih.

Saat Maftuh Basuni menjadi Menetri Agama, ia menyindir kiai yang lebih suka berpolitik daripada mengurus pesantren. Ini juga yang disayangkan ulama kharis-matik Madura KH Tidjani Djauhari di masa hidupnya. Tidjani, salah satu yang me-nyebabkan ekosistem kehidupan agak sedikit kacau, antara lain lantaran banyak pemimpin (struktural dan kultural) yang memiliki kesibukan. Kuat dugaan, kes-ibukan para pemimpin itu lebih bersikap

biasanya membicarakan pendidikan santri, aysik membicarakan politik dan kemenan-gan jagoan yang diusungnya. Saat itu, ada kencenderungan, kiai kampung mulai ter-buai kekuasaan.

Demokrasi, memang membebaskan siapa saja untuk berpolitik. Memilih-dipilih, mendukung-didukung, juga sah. Namun banyak pihak menyayangkan, tatkala zona politik dirambah kiai. Sebab, jagat politik adalah dunia “remang-remang”, rawan aroma tipu-daya dan nalar kuasa. Atas pertimbangan itulah, beberapa kalangan menyangsikan eksistensi para guru ngaji, ustadz langgar dan kiai kampung berpoli-tik, apalagi kompetensinya bukan di situ.

Banyak kekhawatiran, banyaknya kiai yang masuk ke zona politik ini pada akhirnya mirip tim kesebelasan yang tidak populer. Semua pemain termasuk penjaga gawang masuk ke garis tim kesebelasan lawan. Saat lawan melakukan serangan balik dan di baris belakang kebobolan. Atau, bisa jadi kiai tertentu yang ambisius karena tidak dibekali kompetensi ini mirip tentara Islam di jaman nabi dalam Perang Uhud.

Awalnya, rastusan tentara muslim sudah menang melawan ribuan kafir harbi. Na-mun karena terlalu riuh dengan keme-nangan, tentara Islam eksodus masuk ke zona lawan dan mengambil harta musuh yang sudah berhasil dikalahkan. Namun ibarat api, padamnya sekam pasti tidak seluruhnya mematikan api. Ini juga yang terjadi dalam perang Uhud. Tak ayal, ter-jadi serangan balik dan pada akhirnya ka-fir harbi menang meski awalnya terkalah-kan.

Dulu, kiai-kiai yang tidak memiliki kompe-tensi politik juga begitu. Tenang dan damai di pondok dan mengurusi umat. Meski bagitu, politisi dan pejabat politik sowan ke kiai, meminta bimbingan, nasehat, dan petuah. Kini, sering terlihat kelompok bersorban beringsut ke istana atau pen-dapa. Entah apa yang dibicarakan. Mung-kin penting, atau setidaknya tidak begitu penting. (*)

Sapatorial

Politiking

Page 4: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 20124

AkademiaDo’a & Bayang-Bayang Kecurangan UNAS

5

6

14

16

18

22

24

26

28

30

36

37

38

40

42

designed by ahmed david

Redaksi SULUH MHSA

Majalah Bulanan Suluh MHSA diterbitkan SAI (Said Abdullah Institute) Pembina: MH Said Abdullah, Januar Herwanto, Moh Rasul Junaidy. Pemimpin Umum/Redaksi: Abrari Alzael. Sekretaris Redaksi: Zeinul Ubbadi. Lay Outer: Ahmed David. Reporter: Busri Thaha, Veros Afif Fotografer: Saiful Bahri. Biro Sampang: Mamak. Biro Pamekasan: Syah Manaf. Biro Sumenep: Fauzi. Biro Bangkalan : Safi’. Biro Jakarta: Alwi Assegaf Koresponden: Rozaki (Jogja), AE: Badrul Ahmadi, Pemasaran: A. Rusdi Gogo. Alamat Redaksi : Jalan Adirasa 5-7 Sumenep 69417 tel. 0328-674374 faks. 0328-661719. email : [email protected]. web : www.suluhmhsa.com.

daftar isi

Menjelang unas ini, doa untuk dan atas nama kelulusan unas me-wabah di Madura yang terbentang antara Bangkalan sampai Sume-nep. Begitu pula, try out unas juga mewabah. UNAS menjadi seperti pemicu kecemasan yang me-na-sional.

ZAMAN POLITIK KIAI

Era ini ditandai dengan banyaknya partai politik yang mengatasnamakan aliran keagamaan tertentu dengan memanfaatkan para elite yang sudah berpengalaman di bidang politik. Saat itu, tidak semua mereka berpengala-man dalam bidang dengan politik prak-tis. Hanya karena keadaaan, mereka seakan-akan harus masuk ke pusaran politik.

Ada pengaruh hibridasi budaya (cara dimana suatu bentuk tertentu terlepas dari praktik sebelumnya dan direkombinasi dengan bentuk baru) ke dinamika politik dalam studi elite NU Jatim. Karena itu tidak bisa dipungkiri adanya hibridasi ini dari masyarakat homogen ke heterogen.

Suluh Utama

Suara Pembaca

Suluh utama

Suluh Khusus

Opini

Akademia

Fokus Lensa

Eksotika

Generasi Bangsa

Percik

Jeda

Kriminal

Olahraga

Iklim

Pembangunan

Oase

Page 5: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 2012 5

TOLAK KENAIKAN BBM

Semua masyarakat di berbagai daerah, termasuk di Sumenep menolak kenai-kan Bahan Bakar Minyak (BBM). Pakar Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin, menilai dalih pemerintah menaikkan BBM tidak tepat. Sebab, alasan bahwa subsidi BBM lebih baik digunakan untuk rakyat miskin daripada digunakan rakyat yang kaya pemilik kendaraan, tidak tepat.

Menurutnya, subsidi BBM adalah kewajiban pemerintah yang merupakan tu-runan pasal 33 UUD 1945. Sedangkan kewajiban memelihara fakir miskin dan anak terlantar, juga kewajiban lain yang tertuang dalam pasal 34 UUD 1945. Sehingga, keduanya tidak bisa dicampuradukkan.

Sementara, pemerintah berdalih menaikkan harga BBM demi keselamatan ekonomi secara nasional. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik, menjelaskan, ada beberapa alasan krusial terkait kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM Bersubsidi. Ia menjelaskan, tahun lalu, ketika pemerin-tah menyusun APBN 2012 diasumsikan harga minyak mentah Indonesia per barel USD 90 atau Rp 792.000 (berdasarkan kurs 1 USD = Rp 8.800). Satu barel sama dengan kira-kira 159 liter. Sehingga, ketika itu perkiraan harga minyak mentah Indonesia Rp 4.981 per liter.

Dengan berbagai alasan pemerintah, apa sebenarnya yang bisa dilakukan oleh pemerintah daerah jika mereka sama-sama ingin menolak kenaikan BBM? Sebab, setiap kali ada aksi penolakan BBM, mereka sepakat untuk menolak ke-naikan harga BBM. Tetapi, nyatanya apa perjuangan pemerintah daerah untuk ‘memenggal’ rencana kenaikan BBM tersebut?

BUSRIANTO THAHAAktifis Pemuda Kecamatan Rubaru Sumenep

PILKADA DAN PEMBANGUNAN MADURA

Tahun ini dua dari empat kabupaten yang ada di Madura direncanakan akan mengadakan perhelatan pemilukada. Yakni Kabupaten Bangkalan dan Kabu-paten Sampang. Bahkan untuk sementara ditetapakan, dua kabupaten ini akan menyelenggarakan pemilukada di hari yang sama: tanggal 12 bulan 12 tahun 2012.

Entahlah, apakah kerana tanggal ini adalah tanggal keramat, atau hanya sek-edar senang-senang aja karena dianggap sebagai waktu yang cantik karena hari, bulan dan tahunnya mengandung angka yang sama: 12/12/12.

Sejatinya yang penting bukanlah tanggal dan angka. Yang paling diharapkan masyarakat adalah bagaimana pemilukada di dua Kabupaten ini berjalan den-gan jujur, aman dan menghasilkan sosok yang benar-benar mampu membawa Bangkalan dan Sampang ke arah yang lebih baik.

Ke depan, pekerjaan rumah di dua kabupaten ini tidaklah mudah. Sebab di-mana teknologi semakin maju dan infrastruktur semakin canggih, para pelaku ekonomi (pemodal) akan ramai-ramai berinfestasi di Madura. Seperti banyak dikatakan pengamat, jika masyarakat madura tidak siap, maka ia hanya akan jadi penonton, atau paling banter menjadi pekerja untuk usaha orang lain dari luar Madura.

Tanpa hendak mendiskreditkan, dengan berat hati saya harus mengatakan, bahwa Sampang belum beranjak jauh dari kondisi beberapa tahun lalu, di-mana pendidikannya dinilai berada di zona kurang baik. Begitu juga dengan Bangkalan. Sekalipun mualai banyak bangunan mini market dan pasar mod-ern bertebaran, saya melihat itu hanya didominasi oleh beberapa kalangan elit belaka. Perekonomian belum merata dan memberdayakan masyarakat. Lebih terlihat seperti aktifitas perekonomian kapitalis dari pada perekonomian yang yang berprinsip kerakyatan.

BADRUN NURIMahasiswa STAIN Pamekasan

LOKASI WISATA YANG MEMPRIHATINKAN

Pulau madura ini menjadi pilihan para wisata-wan lokal maupun domestik karena di kabupat-en Sumenep banyak objek wisata religi maupun wisata alam yang bisa menjadi pilihan untuk dinikmati. diantaranya adalah lokasi Wisata alam di pantai salopeng yang terkenal dengan pohon kelapa dan pasirnya. Serta pantai lombang yang terkenal dengan pohon cemara udangnya.

Kedua tempat tersebut memang menjadi pili-han utama buat wisatawan lokal maupun do-mestik apalagi ketika hari-hari besar seperti hari raya islam, tahun baru dan hari libur lainnya. Namun sayangnya, hampir semua tempat atau lokasi wisata yang ada di kabupaten sumenep tidak seindah kenyataannya secara fisik dan prasarana.

Ketika kita melihat dengan seksama beberapa lokasi wisata tersebut terkesan tidak terawat. Seperti halnya di Pantai Wisata Lombang yang beberapa tahun lalu pernah menjadi tempat Lomba TRIATHLON se-Indonesia. Saat ini banyak sarana dan prasarana yang sudah rusak berta-hun-tahun tanpa ada pembenahan dari pemer-intah. Petugas tiket dan parkir yang kurang singkron. Hal ini juga terjadi di pantai wisata Sa-lopeng. Banyak tangkis laut yang rusak dan am-bruk serta para petugas yang kurang terorgani-sir. Wisata religi Asta Tinggi yang areal parkirnya masih amburadul serta Akses jalan dan trans-portasi ke Lokasi Wisata Religi Asta Yusuf di kecamatan talango belum dibenahi.Ini semua mencerminkan ketidak pedulian pemerintah kabupaten Sumenep untuk mengembangkan lokasi wisat.

Semoga kedepan, pemerintah kabupaten sume-nep khususnya DISBUDPARPORA yang bertang-gung jawab penuh atas hal tersebut tidak hanya bisa fokus pada lokasi-lokasi wisata baru akan tetapi juga bisa mementingkan dan membenahi lokasi wisata yang sudah ada agar tetap menjadi pilihan utama lokasi berwisata untuk para penik-mat wisata.

HARIS AYEKPengurus UKM Sanggar Cemara UNIJA

Terkait kenaikan BBM, pemerintah sebenarnya harus mencari upaya lain untuk menyelamat-kan APBN tanpa harus mengurangi subsidi BMM. Sebab siapapun tahu, korupsi sekarang merajalela. Semua orang yakin jika korupsi bisa terus dicegah, maka pemerintah tak perlu mengurangi subsidi BBM. Bahkan kalau perlu bisa menambahnya.

Dan soal Pemilukada di Sampang dan Bangka-lan, Redaksi no comment hehehe....

dari redaksi

suara pembaca

Page 6: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 20126

SULUH UTAMA Jelang Pemilukada di Madura

Sudah jamak diketahui, pemerinta-han di Madura (Bangkalan, Sam-pang, Pamekasan, dan Sumenep)

bercorak “Republik Kiai”. Ini dilihat dari kepala daerah di Madura memenuhi unsur kiai. Di Bangkalan, baik kepala dan wakil kepala daerah, dua-duanya kiai (Fuad Amin Imron dan Syafik Rofii), Fannan Hasib (Wabup Sampang), Kho-lilurrahman (Bupati Pamekasan), dan A Busyro Karim (Sumenep).

Wajah kepala daerah ini berbeda dibanding pra reformasi di mana semua kepala daerah di Madura tidak dari unsur kiai. Sebab saat itu, kiai berada di kedia-mannya masing-masing, menjadi pen-jaga moral, dan tidak masuk ke pusaran politik. Kini, saat kran demokrasi dibuka selebar mungkin, kiai masuk gelang-gang politik. Ini sah karena kiai bagian dari warga negara Indonesia yang dija-min undang-undang.

Riset Abdul Chalik tentang peranan kiai dalam politik dalam studi partisipasi politik elite NU Jatim menarik diperha-tikan. Bertitik tolak dari asumsi bahwa terjadi persoalan pada NU dalam ke-hidupan sosial-politik pasca lahirnnya kebebasan berpolitik (multi partai) pasca orba. Era ini ditandai dengan banyaknya partai politik yang mengatasnamakan aliran keagamaan tertentu dengan me-manfaatkan para elite yang sudah ber-pengalaman di bidang politik. Saat itu, tidak semua mereka berpengalaman dalam bidang dengan politik praktis. Hanya karena keadaaan, mereka seakan-akan harus masuk ke pusaran politik.

Ada pengaruh hibridasi budaya (cara dimana suatu bentuk tertentu terlepas dari praktik sebelumnya dan direkombinasi dengan bentuk baru) ke dinamika poli-tik dalam studi elite NU Jatim. Karena itu tidak bisa dipungkiri adanya hibridasi ini dari masyarakat homogen ke heterogen, interkoneksi masyarakat lama ke budaya masyarakat baru akibat interaksi budaya yang cukup lama dan intens. Inilah yang antara lain sebagian kiai keluar “kandang” dan masuk ke gelangnggang.

Berbeda dengan masyarakat biasa, kiai dianggap sebagai sosok yang memi-liki nilai lebih dalam semua kapasitasnya. Paling tidak ada tiga dimensi yang harus tercermin dalam sosok seorang kiai. Ke-tika kiai berpolitik, tiga dimensi ini akan menjadi lebih penting untuk ditumbuh-suburkan sebagai penopang perpoliti-kan yang akan dilakoni.

Pertama, spiritual. Dimensi tersebut dapat difungsikan sebagai rujukan kem-bali pada hati nurani daripada menggu-nakan rasio sebagaimana terjadi pada para politisi kita dewasa ini dan untuk mentransendensikan politik duniawi menjadi dimensi perjuangan yang bero-rientasi jangka panjang di masa depan.

Kedua, sosial. Dikatakan bahwa kiai adalah yang paling dekat dengan masyarakat. Dengan dimensi itu diharap-kan ketika kiai berpolitik dapat betul-bet-ul berangkat dari dan demi kepentingan

masyarakat umum, bukan kepentingan pribadi, golongan yang sifatnya tempo-ral. Sehingga, kebijakan-kebijakan yang dihasilkan nantinya sesuai dengan suara dan kebutuhan masyarakat.

Ketiga, , dimensi ini patut dikembang-kan untuk menopang proses pelemba-gaan politik agar praktik-praktik politik dapat berjalan secara akumulatif menuju terbentuknya sistem perpolitikan dan pemerintahan yang kokoh. Ketiga di-mensi itu harus dijadikan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, sehingga se-

Madura dalam Kuasa “Republik Kiai”

Page 7: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 2012 7

orang kiai dapat menampilkan citra kiai yang seutuhnya, terlebih bagi mereka yang terjun dalam dunia politik yang di-anggap kotor. Dengan dimensi-dimensi tersebut, bagaimana mereka bisa benar-benar dapat menjadi uswatun hasanah dalam setiap tindak-lakunya termasuk dalam dunia politik.

Terjunnya kiai ke ranah politik menda-pat beragam penilaian sebagian pihak. Satu sisi, ada yang menilai kiprah kiai di gelanggang politik adalah sebuah

prestasi. Di lain pihak ada yang menyay-angkan pilihan kiai untuk berpolitik. Ada juga yang menilai, pilihan kiai maju ke panggung politik kurang tepat sebab kiai meninggalkan tugasnya sebagai pembina santri.

Godaan politik ini diprediksi akan ter-us menjangkit siapa saja. Percaturan poli-tik -khususnya semakin lama semakin membabi buta. Para politikus seakan tak pernah capek bertempur di medan laga. Karena itulah, politik selalu saja asyik dan terus menarik. Bahkan, ada yang menye-but politik sebagai ajang peperangan yang dilindungi undang-undang meski tidak saling membunuh.

Dunia politik sering diidentikkan dengan dunia “hitam, kotor dan kejam”. Hingga tak jarang ditemui istilah-istilah politik yang konotasinya negatif, mis-alnya: politik kotor, politisi busuk, politik uang, politik pecah belah dan sejenisnya. Sementara itu, segala aktivitas manusia dalam tidak lepas dari nuansa politis dili-hat dari aspek manapun.

Politik kiai sangat marak dibuktikan dengan masuknya kiai di arena politik bahkan menjadi ketuanya. Usaha ini tidaklah sia-sia, karena hasilnya banyak figur kiai yang berhasil menduduki po-sisi penting di pentas pemerintahan. Ada yang duduk sebagai anggota dewan mulai dari tingkat daerah sampai di ting-kat yang paling atas. Bahkan Abdurah-man Wahid mencatatkan diri sebagai kiai yang berada di pucuk pimpinan pemer-intahan saat menjadi Presiden RI.

Sayangnya, realitas politik Indonesia sampai saat ini belum bisa membuktikan bahwa jawaban politik kiai ini benar-be-nar ikhlas dan murni karena misi keaga-maan. Berbagai fenomena perpecahan partai-partai islam dan konflik internal partai yang tak kunjung selesai, cukup menggambarkan betapa misi politik kiai yang sangat suci itu, terbentur tembok besar pragmatisme temporal dan agama terkesan dipoles sedemikian rupa dan menjadi tunggangan politik yang sangat empuk.

Ternyata fenomena politik kiai di Indo-nesia belum bisa meraih target dan misi suci keagamaannya. Sistem yang dingin-kan tidak bisa terealisasikan dengan baik, menejemen konflik di dalam tubuh par-tai-partai belum dikuasai, apalagi untuk menembus menejemen dalam tataran besar sebuah negara.

Di Madura, politik kiai sudah merata dan mampu memainkan peran yang sangat penting di kancah politik Madura secara keseluruhan. Ini sangat wajar, mengingat peran figur kiai secara umum dalam masyarakat Madura masih sangat mengakar dan menjadi tokoh sentral -meminjam bahasa Dr. Endang Turmudi dalam buku Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan (LKiS Jogja, 2004). Karena itu, ada ketergantungan yang sangat kuat antara masyarakat dengan kiai dalam segala aspek kehidupan mereka, tidak terkecuali aspek politik. Adapun proses terjadinya korelasi yang sangat kuat antara keduanya tersebut adalah pem-bahasan yang sangat panjang dan bu-kan menjadi fokus pembahasan penulis kali ini.

Kalau begitu adanya, pertanyaanya sejauh mana politik kiai di Madura me-mainkan peranya dalam membangun sistem pemerintahan yang lebih bagus sesuai dengan misi sucinya? Untuk men-jawab pertanyaan ini, alangkah baiknya kita melihat lebih dekat peran itu dari masing-masing kabupaten dari empat kabupaten di Madura; Sumenep, Pame-kasan, Sampang dan Bangkalan.

Di Sumenep, kabupaten yang dip-impin oleh seorang figur kiai. Di Pame-kasan, hal yang sama terjadi. Begitu pula di Sampang, wakil bupati Fannan Hasib dari latar kiai. Sedangkan di Bangkalan, bupati dan wakil bupatinya kiai. Maka lengkaplah sudah Madura ini sebagai bagian dari republik berkepala daerah kiai.

Namun demikian, keempat kabupat-en di Madura di bawah kekuatan politik kiai seperti tergambar di atas, masih sangat jauh dari yang diharapkan. Untuk tetap menjaga karisma kiai dalam ber-politik dan menyelamatkan misi politik sucinya, pertama, ada yang meberpen-dapat kiai sebetulnya tidak butuh terjun langsung sebagai praktisi politik dalam pemerintahan. Cukup dengan melaku-kan kontrol yang kuat, sistematis dan prosedural. Ini mengingat peran kiai di Madura yang masih sangat dibutuhkan masyarakat dalam semua aspek kehidu-pan, terutama dalam mendidik santri, bukan malah dipersempit hanya menja-di pelayan politik saja. Kedua, kiai politik harus benar-benar hadir untuk ummat, bukan untuk kelompok tertentu saja. Tetapi adakah kiai politik yang berjuang untuk umat? (**)

ilustrasi: ahmed david

Madura dalam Kuasa “Republik Kiai”

Page 8: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 20128

tSULUH UTAMA Jelang Pemilukada di Madura

Kiai, figur yang selalu dihormati ka-pan dan di manapun keberadaan-nya. Tak bisa dipungkiri jika ke-

hadirannya di anggap berkah tersendiri bagi masyarakat sekitar. Kiai merupakan pewaris para nabi sebagai penuntun ja-lan bagi kehidupan pada masa sekarang ini, di mana kebaikan merupakan hal as-ing atas menjamurnya nilai-nilai kejele-kan. Sehingga peran dan gerakan politik kiai, sampai saat ini mampu mewarnai perjalanan demokrasi di Indonesia. Bah-kan yang ikut memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia ini, tidak terlepas dari peranan para kiai.

Entah karena memang sudah demokrasi yang telah ternodai atau status kiai yang mulai bergeser (ke kiai politik) yang menjadikannya tidak siner-gis antara antara perkataan, perbuatan dan ketetapan dalam melaksanakannya, sebagaimana jamak terjadi dalam pang-gung politik.

Sebenarnya, kiai merupakan sen-tral pengetahuan, dan keagamaan. Masyarakat lebih mempercayakan setiap permasalahannya pada kiai daripada to-koh masyarakat lainnya. Karena predikat kiai tak hanya sebatas opini publik, mel-ainkan sosok yang seolah-olah memiliki tugas sebagai pengajar dan pendidik manusia. Bertitik tolak dari predikat kiai tersebut, sejatinya kiai merupakan pe-nunjuk jalan politik benar-salah dan

hitam putih bukan menang-kalah atau abu-abu dalam ranah politik.

Kiai muda asal Proppo KH Ali Thahir YZ menilai politik sebagai gelanggang yang dapat dimasuki siapa saja termasuk kiai sebagai keniscayaan warga bangsa. Pria yang juga politisi di DPRD Pamekasan ini menilai kini ingin berjihad untuk amar-makruf nahi mungkar melalui jalur poli-tik dan hal itu saha. Politik baginya, seba-gai wadah perjuangan di dalam politik. Kalau dibagi, ada dua zona perjuangan dalam menegakkan amar makruf dan nahi mungkar yakni melalui jalan poli-tik dan non politik. “Mereka (sebagian kiai) menilai ketika tidak masuk dalam sebuah sistem, khawatir tidak bisa mel-akukan kontrol secara langsung dan sis-tematis. “Bagi saya tidak ada masalah bila ada kiai yang berpolitik,” urainya.

Aktivis Dialog Antar-iman Hairus Salim Jogjakarta menilai, kiai dan politik itu tidak bisa dipisahkan seperti gula den-gan manis. Jika kiai manis maka politik adalah gula dan begitu juga sebaliknya. Itu dulu dan berbeda pada saat ini. Dulu, kiai berpolitik untuk tujuan aga-ma, untuk mengangkat moralitas dan menjunjung tinggi ajaran agama. Kini, beragama macam-macam jenisnya dan ujung-ujungnya untuk tujuan politik juga. Jadi, urainya, kalau dulu berpolitik utk tujuan agama, sekarang beragama untuk tujuan politik. “Dulu kiai memang berpolitik. Sekarang juga kiai berpolitik.

Tapi berpolitiknay kiai dulu dan sekarang kan tidak sama,” katanya.

Sementara Direktur Lembaga Survey Proximity Surabaya Whima Edy Nugroho kepada SULUH minilai tak ada masalah kiai masuk dalam politik. Dengan syarat, katanya, yang bersangkutan tetap men-junjung tinggi norma-norma yang diyak-ini kebenarannya. Artinya, dalam berpoli-tik tetap santun dan tidak menghalalkan segala cara. Politik, sejatinya dapat di-jadikan bagian dari jihad. Masalahnya, adakah hasil survey yang menyebutkan politik saat ini telah benar-benar menjadi jihad bagi kiai atad justru ada data yang lain dan bukan itu sisinya? “So, bagi saya silakan siapa saja (termasuk kiai) berpoli-tik,” urainya.

Ketua Aliansi Wartawan Pamekasan memandang peran kiai diperlukan dalam dunia perpolitikan saat ini. Kiai dengan kemampuan spiritual dan pema-haman ideoliginya, bisa menjadi rujukan, untuk kembali pada hati nurani. Paling tidak kiai bisa mensinergikan antara poli-tik duniawi dengan dimensi perjuangan yang berorientasi jangka panjang. Politisi muda yang cendrung mengedepankan rasio dan berorientasi pada kepentingan duniawi belum bisa berbuat banyak un-tuk memajukan negeri ini.

Bahkan, kata wartawan senio radio Ka-rimata FM ini, tidak sedikit politisi muda yang terjerat dugaan tipikor. Kiai yang dekat dengan masyarakat, diharapkan melahirkan kebijakan dari dan untuk masyarakat bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan. Tapi yang pasti, ketika kiai memilih terjun ke dunia poli-tik, harus mampu memberi teladan di dunia politik yang sudah agak keruh (untuk tidak menyebut kotor). “Jika tidak, citra kiai akan lebih jelek dari politisi yang paling busuk sekalipun,” jelasnya.

Lalu bagaimana dengan perempuan yang memandang kiai dalam politik? Ana Qika, mantan aktivis HMI Pamekasan yang kini bermukim di Sumatera ikut urun rembuk kepada SULUH. Dijelaskan, kiai berpolitik wajar-wajar saja. Tetapi, kiai yang hendak berpolitik harus punya latar belakang pendidikan politik baik formal maupun tidak formal. Setidak-tidaknya, kiai tidak saja paham tentang agama tetapi juga alim dalam soal politik multi-dimensi. Masalahnya saat ini, sebebrapa banyak kiai yang paham politik dan yang tidak menegrti dengan politik?,” paparn-ya. (abe)

Terperangkap di Pusaran Politik

ISTIGHATSAH: Sejumlah santri sedang melakukan istighasah untuk kebaikan Madura.

Foto

: Sai

ful B

ahri/

SM

Page 9: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 2012 9

t

Menjelang pilkada di tiga kabu-paten di Madura (minus Sume-nep) sejumlah bakal calon mulai

bermunculan. Di Bangkalan misalnya, sejumlah nama mulai digadang-gadang pendukungnya sebagai bakal calon bu-pati bangkalan mendatang. Diantaranya, mantan anggota DPR RI KH Imam Bu-chori Cholil dan tidak menutup kemung-kinan kiai-kiai yang lain, tua atau muda. Bahkan secara politik, bupati RKH Fuad Amin Imron pasti berkepentingan untuk meneruskan trahnya di lingkaran kiai un-tuk melanjutkan kepemimpinan kiai di Bangkalan.

Itu juga yang terjadi di Sampang. Wakil Bupati Sampang K Fannan Hasib telah disebut-sebut akan maju dalam pilkada Sampang akhir tahun ini. Hal yang sama di Kabupaten Pamekasan. Dari latar kiai, dua orang disebut yakni incumbent KH Kholilurrahman dan Ra Badrut (Badrut-tamam) dari unsur kiai muda untuk maju dalam pilkada Pamekasan awal 2013 mendatang. Namun demikian, politik seringkali memunculkan ketidakpas-tian sepanjang seseorang belum resmi mendaftarkan atau didaftarkan ke KPU untuk mengikuti pilkada. Kemungkinan-nya hanya ada dua, dalam pilkada kiai atau mungkin bukan kiai yang dominan dalam pencalonan pilkada. Ditilik dari aromanya, kiai masih dominan setidakn-ya diukur berdasar usaha dan isu publik yang mengemuka di masing-masing daerah.

Seperti dilansir media, Imam Bu-chori, yang yang hendak mengajukan diri menjadi calon bupati Kabupaten Bangkalan merasa dirugikan dengan diberlakukannya Pasal 59 ayat (1) huruf a UU 12/2008 sepanjang frasa “atau ga-bungan partai politik” dan Pasal 59 ayat (2) UU 12/2008 yang menyatakan, “Partai politik atau gabungan partai politik seba-gaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat mendaftarakan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan per-olehan sekurang-kuirangnya 15% dari jumlah kursi DPRD atau 15% dari akumu-lasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkuta”.

Menurut pemohon, Undang-Undang

tersebut tidak mengayomi kepentingan pemohon sebagai warga negara yang mempunyai persamaan kedudukan di depan hukum. Sehingga pemohon pu-nya hak untuk memilih dan dipilih ter-masuk dalam kaitannya menjadi kepala daerah, meski pemohon berangkat dari partai kecil yang hanya memperoleh lima kursi di DPRD Kabupaten Bangka-lan. Pemohon berpendapat, pasal a quo tidak mencerminkan adanya asas keadi-lan.

Hal ini dikarenakan pemohon yang berkeinginan untuk maju dalam pemi-lukada dan diusung PKNU, mau tidak mau harus bergabung dengan partai lain demi terpenuhinya kriteria 15% dari jumlah kursi DPRD sehingga jelas-jelas melanggar asas keadilan yang propor-sional bagi setiap warga negara tanpa kecuali. Konsekuensi penggabungan

uhi kuota 15 persen.

Tiga pilkada di Madura (Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan) dimungkin-kan menyelenggarakan pemilu secara bersamaan. Ketua KPU Bangkalan mis-alnya, telah mengancang-ancang pilka-da digelar tanggal 12 Desember 2012. Ketua KPU Bangkalan, Fauzan Jakfar, penentuan hari dan tanggal pelaksan-aan pilkada Bangkalan itu sesuai dengan hasil rapat KPU. “Jadwal sementara, pilak-da (Bangkalan) digelar pada angka yang serba 12 itu (12-12/2012),” katanya.

Sementara di Sampang, pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah (Pemilu Kada) direncanakan serba angka 12, yakni pada 12 Desember 2012 juga. Ini sesuai dengan hasil rapat internal Komisi Pe-milihan Umum (KPU) Sampang . Menu-rut ketua KPU Sampang Dhovier Syah,

Kaum Sorban Mewarnai Pilkada

jumlah kursi di DPRD Kabupaten, dapat dipastikan akan menimbulkan dampak negatif terhadap calon pasangan, ka-rena partai lain tersebut sudah pasti juga berkepentingan untuk mengusung calon dari partainya sendiri. Ini menegas-kan bahwa kiai masih ingin bertahta di kekuasaan politik.

Begitu juga di Sampang, Ra Fannan (K Fannan Hasib) akan tetap maju. Jika mel-alui parpol tertutup pintunya, Fannan akan maju melalui independen. Ini juga menjadi tanda bahwa kiai masih ingin bertahta. Sementara di Pamekasan, KH Kholilurrahman dipastikan lebih mudah mencari kendaraan. Kholil yang saat ini menjadi ketua dewan syuro PKB di Koat Gerbang Salam itu, memiliki modal lima kursi. Sesuai kuota 15% dari 45 orang anggota DPRD Pamekasan, Kholil hanya butuh dua kursi di DPRD untuk memen-

ketentuan tentang pelaksanaan pilkada itu masih belum final dan hanya berupa usulan internal anggota KPU. Pihaknya masih akan mengkomunikasikan lebih lanjut dengan pihak terkait, seperti dewan, pemerintah kabupaten serta jajaran muspida di wilayah itu. “Artinya rencana tanggal pelaksanaan Pilkada Sampang pada 12-12-2012 ini bisa saja berubah,” kata Dhovier.

Berbeda di Pamekasan, pilkada dijad-wal berlangsung pada tanggal 9 Januari 2013. Ini juga merujuk rapat internal KPU Pamekasan yang telah memutuskan (se-mentara) bahwa pilkada di Pamekasan berlangsung di awal Januari. Namun demikian, jadwal tersebut bisa berubah menunggu perkembangan dan tahapan pilkada selesai. “Sementara, kami (KPU Pamekasan) mematok pilkada 9 Januari (2013),” Ramli menjelaskan. (abe)

Politik seringkali memunculkan ketidakpas-tian sepanjang seseorang belum resmi mendaf-

tarkan atau didaftarkan ke KPU untuk mengi-kuti pilkada. Kemungkinannya hanya ada dua,

kiai atau mungkin bukan kiai yang dominan dalam pencalonan pilkada.

Page 10: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 201210

SULUH UTAMA Wawancara bersama Bupati Pamekasan

Assalamualaikum Pak Kiai

Waalaikum salam, lama tidak ke Pamekasan he

Pak Kiai akan maju kan dalam pilkada?

He he he, pertanyaannya menuduh sekali. Tetapi saya suka itu. Insyaallah, mohon dukungan dan doa restu jika harus begitu.

Apa sih alasannya kok mau maju lagi?

Diulangi lagi, memang harus pakai alasan ya he he. Jadi ingat saat hen-dak menyelesaikan S2 beberapa ta-hun lalu. Bikin tesis itu diminta harus ada alasan dalam proposal. Tapi kan Anda tahu pilkada bukan jenjang akademik dan tidak harus buat pro-posal kan.

Berarti maju ke pilkada tanpa alasan?

Saya tidak mengatakan begitu. Ala-sannya ada. Tetapi saya menganggap tidak harus disampaikan secara leng-kap kan he he. Paling tidak, ada be-berapa pekerjaan yang belum selesai di lima tahun terakhir masa jabatan saya. Karena itu bagi saya harus di-lanjutkan di lima tahun kedua mela-lui pilkada. Intinya ya berjuang untuk umat atas restu ulama dan para kiai khos khususnya di Pamekasan. Selain itu, ada nilai-nilai yang harus terus dikawal agar sinergitas ulama-umara semakin mudah terealisasi. Seba-

gaimana Anda tahu, Pamekasan itu berbeda dengan daerah lain dimana religiusitas begitu lekat di bawah bendera Gerbang Salam (Gerakan Pembangunan Masyarakat Islami).

Kira-kira, pekerjaan apa yang menu-rut Pak Kiai belum selesai?

Semua lini sejatinya belum ram-pung seluruhnya. Misalnya, pengen-tasan kemiskinan yang perlahan-lahan harus terus dilakukan agar masyarakat miskin berkurang karena adanya pemberdayaan. Pemerintah juga harus membantu mencarikan solusi agar angka pengangguran tidak semakin naik populasinya. Be-gitu juga layanan publik terutama menyangkut pendidikan dan kes-ehatan. Nah, semua obsesi menuju kepada yang lebih baik itu perlu di-lanjutkan karena umat berharap be-gitu besar. Nah, bingkai dari semua itu berbasis religiusitas. Sehingga, terjadi keseimbangan antara kehidu-pan duniawi dan ukhrawi.

Hal penting apa yang akan Pak Kiai perjuangkan?

Ada banyak faktor yang menurut saya tidak akan terputus-putus untuk selalu dikawal. Pertama, pendidikan. Sebab, pendidikan bisa menunjang pembentukan karakter dan SDM yang berkualitas. Ini sangat berguna untuk mentalitas SDM agar lebih kompeten, terarah, rasional dan ber-wawasan masa depan. Kedua, kes-

ehatan. Kesehatan ini memegang peranan yang sangat penting. Bisa dibayangkan bila seseorang sakit. Karena itu perlu solusi bersama-sama untuk menjaga fisik dan psikis agar tetap sehat. Ketiga, ekonomi. Tidak bisa dikatakan maju apabila pem-bangunan tidak ikut mendongkrak pertumbuhan ekonomi masyarakat. Kami tetap optimis ekonomi berba-sis kerakyatan perlahan-lahan naik dan berkembang serta umat bisa menikmati.

Hanya itu?

Tentu tidak. Ada lagi layanan publik yang harus mendapat perhatian dari jajaran-instansi terkait. Selain itu, kepedulian terhadap nilai-nilai aga-ma dan religiusitas. Sebab apapun yang tidak dilandasi dengan agama, pasti tidak ada rasa syukur kepada Allah. Nah, di Pamekasan seperti Anda tahu soal religiusitas ini sangat kental. Begitu juga sinergitas antara ulama-umara yang juga Anda tahu sangat dekat. Itu semua perlu dukun-gan bersama agar ada keseimbangan hidup. Keseimbangan itu ya tahu diri, mengerti orang lain, dan arif mem-perlakukan lingkungan. Insyaallah, jika anasir hidup itu dilakukan ber-sama-sama, dibimbing ulama, saya optimis jalan menuju kebaikan akan semakin terbuka lebar untuk kema-slahatan kita semua.

Kabarnya, ada kompetitor Pak Kiai yang tangguh?

Pasti akan muncul kandidat lain seba-gaimana pilkada di daerah lain. Hanya bagi saya, bahasa yang pas bukan kompetitor. Saya lebih juga saudara. Siapapun yang maju dalam pilkada itu saudara saya, saudara Anda juga. Jangan tanya siapa yang akan terpilih sebagai bupati di babak akhir pilkada. (**)

MENERUSKAN PEKERJAAN YANG

BELUM BERAKHIRKH Kholilurrahman, Bupati Pamekasan 2008-2013 dipastikan akan maju lagi menuju audisi pilkada 2013 mendatang. Meski belum jelas siapa calon wakilnya, Kholil tetap isyaratkan maju. Mengapa harus maju, berikut penuturannya kepada SULUH.

Page 11: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 2012 11

Page 12: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 201212

Ada dua buku yang menyoroti soal kiai dalam politik di Madu-ra. Pertama, generasi Madura

(Bangkalan) yang menulis buku Me-nabur Kharisma Menuai Kuasa, Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim Kembar di Madura (2004). Kedua, Ibnu Hajar (Sumenep) yang menulis buku Kiai di Tengah Pusaran Politik : Antara Peta-ka dan Kuasa (2009). Kedua penulis ini memberikan penilaian atas kiai dalam politik ; suatu spektrum paradoks ka-rena maqam yang lebih terhormat bagi kiai bukan di sana. Meski begitu, kedua penulis tersebut menilai kiai tidak haram berpolitik.

Warga Madura, dengan komplek-sitas budaya dan dinamika kehidu-pannya menarik untuk dikaji. Elly Touen Bousma, misalnya, meneliti kekerasan di Madura. A. Latief Wiyata mengulas tradisi carok sebagai ben-tuk penegakan harga diri orang Madura. Kuntowijoyo, melalui aspek ekolo-gis, memotret peru-bahan sosial Madura. Sedangkan Mutmain-nah, dengan kasus rencana pembangunan jembatan Suramadu, melihat peran ulama dalam konteks demokra-tisasi.

Abdur Rozaki yang Buku Menabur Kharisma Menuai Kuasa menambah deretan hasil riset tentang Madura. Berbeda peneliti lain, Ro-zaki memotret dua kekuatan penting di Madura serta relasi kuasa yang mereka bangun. Kekuatan itu adalah kiai dan blater (bajingan). Kenyataan ini men-empatkan tokoh agama (kiai) pada posisi yang sangat penting dan di tengah masyarakat karena mayoritas beragama Islam, minimal NU.

Bagi warga Madura, kiai tidak han-ya dipandang sebagai subyek yang mengajarkan ilmu agama. Namun ia juga sebagai subyek yang punya kekuatan lebih (barokah). Kadang, ia berperan sebagai tabib, memberi-kan mantra atau jimat bagi keluarga orang yang sedang sakit. Sedangkan struktur ekologis wilayahnya yang tandus menyebabkan masyarakatnya menemui kemiskinan sosial-ekonomi. Selain itu, pengalaman masyarakat Madura di masa kapitalisme kolonial

Di sini awalnya kiai melakukan transfer pengetahuan keagamaan. Tetapi pada ujungnya menjadikan dirinya sebagai kekuatan hegemoni dalam mengon-struk bangunan kognitif dan tindakan sosial-masyarakat.

Berbeda dengan kiai, dalam mem-bangun kekuatan sosial, blater mel-akukannya melalui praktik kriminal, seperti carok, sabung ayam, dan mo-dus pencurian dan perampokan. Blat-

er yang sudah kembali hidup normal dalam masyarakat, biasanya menjadi penengah dan mediator yang baik dalam menyelesaikan konflik antaranggota masyarakat. Itu sebabn-ya, ideologi sosial yang mereka bangun adalah membantu masyarakat. Dua kekuatan ini, dalam konteks pembentukan karakter masyarakat Madura, perannya san-gat terasa. Tradisi blater, misalnya, telah memben-tuk karakter masyarakat Madura yang keras dalam membela harga diri.

Sementara kiai, sangat kuat pengaruhnya dalam membangun suasana keagamaan.

Dalam perkembangannya, dua kekuatan sosial itu ternyata saling re-but dalam ruang sosial yang sangat luas dengan motif ekonomi dan politik. Dalam konteks ini, seperti diungkap Rozaki dalam buku ini, dua kekuatan itu bisa saling berebut dominasi. Misalnya, dalam kasus pemilihan kepala desa, pemilihan bupati, aktivitas di sekolah agama, dan bahkan politisasi nama ka-rismatik kiai.

Semua itu terjadi tidak lain untuk meraup keuntungan dan kepentingan mereka masing-masing, baik secara ekonomi maupun politik. Fenomena yang diungkap Rozaki ini memberi-kan penjelasan kepada betapa kekua-

Dalam Sorotan Penulis Buku MaduraKiai Politikmengalami proses eksploitasi dan de-humanisasi.

Realitas ini melahirkan (rawan) terjadinya prilaku kriminal di ten-gah masyarakat. Di sinilah blater muncul. Dalam konsepsi masyarakat Madura, blater merupakan orang yang memiliki kemampuan olah ka-nuragan dan kekuatan magis yang (biasanya) mereka digunakan dalam t i n d a k a n kriminal. Bagi

masyarakat Madura, ada dua pan-dangan mengenai sosok blater ini. Ada blater yang memberikan perlind-ungan keselamatan secara fisik ke-pada masyarakat, berperilaku sopan dan tidak sombong. Namun, ada juga blater yang disebut “bajingan” ka-rena tidak menjalankan peran sosial yang baik di masyarakat.

Dua sisi kekuatan sosial itu, menurut analisis Rozaki, ternyata sangat ber-pengaruh dalam membangun relasi kuasa di tengah masyarakat. Kiai mem-bangun relasi kuasa melalui proses kul-tural, yaitu melakukan islamisasi. Be-ragam media kultural diciptakan untuk membangun kesadaran keagamaan umat, misalnya, membangun langgar, pondok pesantren, dan sekolah agama.

SULUH UTAMA Kiai Politik dalam Buku

Studi Kasus Abdur Rozaki dan Ibnu Hajar

Page 13: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 2012 13

tan kharisma demikian signifikan di dalam masyarakat Madura. Di tengah motif sosial, ekonomi, dan politik, kekuatan karisma dari dua kekuatan sosial itu saling berebut dominasi dan kekuasaan di dalam masyarakat. Akhirnya sosok kiai yang semestinya sebagai penjaga moralitas agama bisa terjerembab pada kepentingan-kepentingan profan semata.

Pada sisi lain, kekuatan fisik, dan bahkan tindakan kriminal yang direpre-sentasikan oleh sosok blater, bisa saja menjadi pembentuk karisma untuk memperoleh kekuasaan. Dominasi dan perebutan kekuasaan dua kekuatan karismatik itu sangat kentara karena Rozaki dengan sengaja memilih dua kabupaten: Sampang dan Bangkalan sebagai wilayah obyek kajian. Di dua kabu-paten inilah, di samping tradisi blater tumbuh dan mengakar sangat kuat di ten-gah masyarakat, terdapat juga dinasti kiai yang ber-pengaruh hingga saat ini, bahkan sangat kuat.

Buku Rozaki ini, dalam konteks studi tentang Madura, seperti diakui Kun-towijoyo, merupakan teror mental. Betapa tidak, sejauh ini studi tentang Madura hanya berkisar soal kiai, masjid, dan pesantren. Namun, buku ini telah menyajikan sosok blater (jagoan) dengan berbagai jaringan dan peran sosialnya di masyarakat serta relasinya dengan kiai sebagai kekuatan dominan dan hegem-onik. Di atas semua itu, yang pa-tut dicatat dari buku ini adalah bahwa kharisma, dengan sega-la bentuknya, selalu saja beru-jung pada kuasa. (Daryati P Achmad, Kompas 19/6/2004)

Sedangkan pada buku Ibnu Hajar, Kiai di Tengah Pusaran Politik : Anta-ra Petaka dan Kuasa, menilai kuasa pada ujungnya selalu memegang taf-sir hegemonik untuk mengukuhkan status quo. Masyarakat sulit keluar dari dominasi itu. Hal-hal yang sakral (agama) telah tercampur aduk den-gan hal-hal profan. Ujung-ujungnya, insensibilitas moral-agama pun ter-jadi. Di mata masyarakat, kiai ada-lah sosok yang kepadanya segala keluh-kesah di-tumpahkan. Petuah

kiai adalah obat bagi setiap problem masyarakat dalam hal apa pun. Tidak hanya persoalan keagamaan, tetapi juga persoalan ekonomi, pertanian, nafkah hidup, hingga persoalan-per-soalan rumah tangga.

Sosok kiai begitu dekat di hati masyarakat. Pintu rumah kiai laksana masjid yang kapan pun orang datang bertamu, selalu terbuka. Napas dan detak jantung kiai adalah pengab-dian bagi kemaslahatan dan keba-hagiaan masyarakat. Kiai adalah air sumur yang memberi kesegaran bagi musafir yang dahaga di bawah terik

matahari. Karena kiai ada-

lah pewaris para nabi. Namun, “realitas ke-kiai-an” kini telah jauh berubah. Banyak kiai bergerombol antri menceburkan diri ke dunia poli-tik praktis. Dunia yang penuh intrik dan sarat dengan kekentalan sistem yang korup.

Memang, siapa pun boleh saja cawe-cawe dalam jagat politik yang amat menggelitik. Tidak ada hukum haram dalam fiqh bagi kiai untuk berpolitik. Bahkan, dalam perspektif tertentu, hukumnya bisa didudukkan di kursi

fardhu kifayah. Terbitlah mimpi, ketika kiai mengambil peran-peran strategis dalam birokrasi, masa depan bangsa akan membaik, kondisi masyarakat akan semakin stabil, dan sistem bi-rokrasi akan sembuh dari penyakit ko-rup. Akan tetapi, mimpi indah itu tak kunjung menjadi kenyataan.

Keterlibatan masif para kiai di ranah birokrasi tidak pernah mampu memberikan warna cerah bagi mata bangsa, malah tak jarang kiai terjer-embab dalam kelamnya sistem bi-rokrasi yang korup dan turut menjadi aktor dari praktik ketidakadilan dan kebobrokan sistem status quo.

Sementara itu, di balik dunia teduhnya, pesantren, para santri, dan masyarakat yang berada di pelosok desa kian terbengkalai lantaran kiai-kiainya telah hijrah ke alam politik praktis dan terlena dalam buaian ranjang easy gold, gospel, and glory. Lalu, kiai “mulai” dijelek-jelekkan, dicap buruk lantaran keterlibatan-nya dalam persoalan jabatan, uang,

kedudukan, perebutan kekuasaan, bantuan, proyek, dan “hal-hal eli-tis” lainnya.

Sungguh pilu, terenyuh, dan nestapa hati kita menyaksikan kiai tercinta kini kian sempurna dilukiskan dalam kanvas yang

penuh noda hitam. Sehingga, jub-elan pertanyaan meledak-ledak di hati setiap kita: “Sedemikian par-

ahkah perilaku kiai politisi kita?” (Back Cover, Kiai di Tengah Pusaran Politik, Diva Press, 2009).

Bila didalami, di dalam dua buku tersebut secara tidak langsung lebih menyukai kiai kembali ke habitatnya sebagai penjaga gawang moral. Tetapi, kenyataan tidak bisa dipung-kiri bahwa kiai berpolitik (praktis) sejak partai politik ada di republik ini. Namun satu hal yang agak ber-beda. Sebab, kiai dulu berlalu di garis politik yang beraroma ideologik. Se-dangkan saat ini, lalu waktu politik kiai agak rumit berjalan di lintas ide-ologik karena perdebatan soal ide-ologi dalam ber(partai) politik sudah selesai menyusul pendewasaan cara pandang publik terhadap politik. Dus, hasil akhir dari riset yang kemudian dibukukan penulis muda Madura itu pada akhirnya kembali kepada pub-lik apakah setuju, tidak setuju, ragu-ragu, atau apapun istilahnya apabila kiai berpoliti, atau tidak berpolitik. (tim)

Page 14: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 201214

SULUH KHUSUS Miras oh miras....

melakukan perubahan terhadap Perda Nomor 7/2005.

Sementara kemendagri berala-san, pencabutan perda-perda miras itu karena menyalahi aturan yang lebih tinggi, yaitu Keppres No. 3 Ta-hun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol. Sejak perda dinyatakan batal maka dalam waktu paling lama 15 hari harus dicabut dan tak diberlakukan. Melalui surat nomor: 188.34/4561/SJ tertanggal 16 November 2011, Mendagri meminta perda miras ka-bupaten pemberlaku perda miras segera dicabut.

Namun, sebagian pihak menilai alasan bertentangan dengan Kep-pres No. 3 Tahun 1997 itu terkesan dipaksakan. Keppres itu dikeluar-kan pada era orde baru yang sarat masalah. Mestinya Keppres ber-masalah itu yang harus dicabut.

Sebab Keppres itulah yang justru menjadi biang kerok maraknya per-edaran miras di tengah masyarakat. Apalagi adanya Keppres ini berarti menghalalkan perkara yang jelas-jelas diharamkan.

Ada dugaan, aroma kuatnya pengaruh bisnis miras pun me-nyeruak karena para pengusaha miras mengeluhkan kesulitan me-masarkan produk mereka lantaran terhadang adanya perda pelaran-gan miras. Padahal, Indonesia di-anggap pangsa pasar miras poten-sial. Data versi Gabungan Industri Minuman Malt Indonesia (GIMMI) orang Indonesia mengkonsumsi 100 juta liter bir per tahun. Jum-lah konsumen minuman keras do-mestik terus meningkat 3-4 % per tahun. Ini belum lagi dengan ber-tambahnya kunjungan wisatawan asing. Maka pengusaha miras ingin agar pembatasan miras dilonggar-

Kementerian Dalam Negeri men-dapat perlawanan karena diang-

gap hendak mencabut perda miras yang telah efektif berlaku di daerah. Alasannya, pemerintah menilai per-da miras melanggar HAM (Hak Asasi Manusia) begitukah?

Karena itu sejumlah kota yang menerapkan perda (larangan miras) melakukan klarifikasi ke-pada pemerintah. Di Tangerang misalnya, Perda Kota Tangerang No.7/2005 tentang Pelarangan Pengedaran dan Penjualan Minu-man Beralkohol dianggap melang-gar HAM. Anggapan itu langsung dibantah Wali Kota Tangerang, Wahidin Halim. Surat klarifikasi Perda tersebut ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. Isinya, menyatakan perda dimaksud tidaklah berten-tangan dengan HAM. Karena itu, wali kota menganggap tidak perlu

MIRAS: Hingga saat ini persoalan minum-minuman keras masih saja menjadi tarik ulur berbagai pihak. Bukan karena tidak tahu minuman ini lebih banyak efek jeleknya dari pada baiknya, tapi karena dari segi finansial bisnis minuman haram ini menguntungkan banyak pihak.

Foto: Istimewa

RAMAI-RAMAI MELAWAN MENDAGRI Cabut Perda Miras Dianggap Miris

Page 15: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 2012 15

kan dan kuota produksinya ditam-bah.

Mendagri Gamawan Fauzi merasa ditampar fitnah. Dia tidak berkompeten mencabut sembilan peraturan daerah (perda) larangan minuman keras (miras). Dia merasa diadu domba. Dia meluruskan, den-gan istilah ”mengevaluasi.” Bukan ”mencabut.” Itu dua kata yang ber-beda makna. Dia hanya memberi masukan kepada daerah agar jan-gan ada perda yang ’’adu pantat’’ dengan peraturan lebih tinggi, yak-ni Keppres No 3 tahun 2002.

Itu dibaca publik, sebagai ”Kalau ada Perda yang adu pung-gung, maka Perda-nya harus disesuaikan!” Memang, tipis sekali perbedaan makna itu. Kalau sedang terkena mabuk miras, pasti sulit membedakan dua makna itu. Fak-tanya, visi-misi perda dan keppres itu sendiri memang sudah bertolak belakang. Memang beda. Hanya saja, Gamawan Fauzi tidak mau di-anggap sebagai biangnya.

Terlepas dari persoalan ada dugaan pencabutan ini karena pesanan, kaukus parlemen Madura ramai-ramai menyoroti desakan pencabutan perda miras bagi dae-rah yang telah membuat perda di-maksud dengan bersusah-payah.

Ketua kaukus parlemen (komisi A) Madura M Suli Faris menilai, la-rangan tegaknya perda miras di-anggap menyakiti hati masyarakat. Sejauh ini, perda larangan miras su-dah efektif berjalan dan didukung masyarakat. Bila pemerintah mela-lui mendagri mendesak dicabut, bagi Suli sama artinya pemerintah sedang melawan dirinya sendiri.

Karena itu, kaukus parlemen (komisi A) membuat pernyataan sikap sebagai pembangkangan ter-hadap desakan pencabutan perda larangan miras di daerah. Menu-rutnya, Kepres No.3/1997 tentang pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol yang di jadi-kan dasar oleh Mendagri untuk mendesak pemerintah daerah Ka-bupaten Pamekasan sebagai pihak yang memiliki dan memberlakukan perda tentang pelarangan minu-

SUMRINGAH: Dua orang penari sedang memperagakan diri sebagai sapi kera-pan dalam acara Semalam di Madura.

man keras/minuman beralkohol kami anggap lemah dengan bee-brapa alasan.

Pertama, Kepres Nomor 3/1997 sebagai pelaksana teknis dari UU nomor 5 tahun 1974 tentang pokok pokok pemerintahan daerah. Semen-tara sebagaimana diketahui bahwa UU nomor 5/1974 telah diganti den-gan UU nomor 22 tahun 1999 ten-tang otonomi daerah dan diganti pula UU nomor 32 tahun 2004 ten-tang pemerintahan daerah.

Kedua, Kepres nomor 3/1997 sebagai pelaksana teknis dari UU nomor 5 tahun 1984 tentang per-industrian, sementara UU nomor 5 tahun 1984 telah di ganti dengan UU perindustrian yang baru. Ketiga, Kepres No.3/1997 bertentangan dengan Peraturan Pemerintah no-mor 38 tahun 2007 tentang pemba-gian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Dalam PP nomor 38 tahun 2007 diuraikan secara tegas tentang hak

daerah sesuai dengan ketentuan yang ada. Disamping itu materi mua-tan yang diatur dalam Perda 18/2001 merupakan aspirasi dan keinginan dari masyarakat Pamekasan teru-tama umat Islam. Seperti dimaklumi bersama, bahwa Perda 18/2001 telah berlaku efektif selama 11 tahun dan dalam kenyataanya sepanjang 11 tahun Perda dimaksud diberlaku-kan tidak ada masyalah. Umat Islam sebagai mayoritas merasa memiliki terhadap perda tersebut dan merasa terlindungi.

Kelima, di dalam UU No. 10/2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan dijelaskan tentang asas pembentu-kan peraturan perundang-undan-gan salah satunya adalah pengay-oman. Karena itulah, dia menilai perda 18/2001 dibuat dengan tu-juan untuk melindungi dan men-gayomi masarakat Pamekasan teru-tama umat Islam dari dosa besar karena minuman keras/minuman beralkohol yang dapat memabuk-kan. Keenam, informasi versi Ikatan

MIRAS: Minuman ini, sekalipun secara umum orang membencinya, tapi tetap saja menjadi ko-moditas laris yang sangat menguntungkan. Sehingga pemerintahpun tidak tegas menyikapinya.

dan wewenang yang menjadi uru-san kewenangan pemerintah dae-rah. Salah satu yang menjadi hak dan wewenang pemerintah daerah antara lain industri dan perijinan.

Keempat, Perda Kabupaten Pamekasan No. 18/ 2001 Tentang La-rangan Minuman Beralkohol proses pembuatannya sudah sesuai dengan mekanisne pembuatan peraturan

Dokter Indonesia (IDI) minuman keras atau minuman beralkohol sama sekali tidak bermanfaat bagi kesehatan dan bahkan sebaliknya, minuman keras atau minuman be-ralkohol justru membahayakan bagi kesehatan. “Ada yang lebih berbahaya dibanding melarang perda miras, kenapa terkesan dibi-arkan?,” katanya sambil menahan nafas panjang. (abe)

Page 16: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 201216

Opini

Setelah memasuki tahun keempat pasca pemilu, mungkin terlambat mengurai kembali fenomena poli-tik kiai-santri di Madura. Namun, memeriksa kembali naiknya wakil rakyat dari masyarakat kebanyakan, bukan keluarga kiai, tentu merupa-kan isu menarik. Jika pada tahun sebelumnya banyak para gus, sebu-tan untuk anak kiai, lolos ke gedung dewan, namun di Sumenep, wilayah bagian timur Pulau Garam, harus menelan pil pahit karena sebagian mereka tidak lagi dipilih oleh kha-layak. Tentu, kenyataan ini telah meruntuhkan kekuasaan patronase kiai santri yang tertanam selama ini. Namun demikian, dominasi partai-partai Islam tak tergoyahkan, seper-ti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Lalu, mengapa mereka tidak men-contreng sosok panutannya? Sedikit banyak saya merekam apa kata mereka tentang pemilihan wakil rakyat. Bagi kebanyakan, tugas wakil rakyat belum akrab di telinga mereka sebagai sosok yang mem-buat anggaran, mengawasi kinerja pejabat pemerintah dan mewakili mereka dalam memperjuangkan kemaslahatan orang ramai. Namun, mereka tak sejauh itu melihatnya. Pemilu adalah peristiwa sehari saja, setelah itu kehidupan berja-lan seperti biasa. Lagi pula, kehad-

iran calon menjelang pemilu telah menebalkan sikap cuek pemilih, ternyata penyambung lidah rakyat itu menyambangi konstituen hanya untuk meminta belas kasihan, sete-lah itu ngacir. Ironisnya, mereka yang duduk di kursi legislatif kadang hanya menghabiskan anggaran un-tuk kegiatan yang tidak berhubun-gan langsung dengan kepentingan masyarakat luas.

Celakanya, praktik kecurangan pemilihan umum tahun 2009 sem-pat mencuat ke permukaan. Sebagi-an calon wakil rakyat menabur uang untuk meraih suara. Besarannya dari Rp 5000,- hingga Rp 10.000,-. Sebuah angka yang tidak sepadan dengan nilai lima tahun masyarakat meminta tanggungjawab wakilnya agar mereka memperjuangkan as-pirasi orang ramai untuk mendapat-kan kesejahteraan dan pelayanan dari abdi rakyat. Malah, sehari sete-lah pemilihan sempat beredar ko-mentar sinis bahwa rakyat bisa di-beli hanya dengan sebungkus rokok. Tapi, siapa peduli? Kebiasaan meng-gunakan uang untuk meraih dukun-gan politik sebenarnya telah lama akrab dengan masyarakat dalam pemilihan kepala desa. Nah, praktik yang sama ternyata telah berpindah pada pemilihan wakil rakyat.

Tentu, kyai yang maju dalam pencalonan tidak akan melakukan politik uang untuk menjaring suara.

AHMAD SAHIDAH

Dosen Filsafat dan Etika Universitas Utara Malaysia.

Meluruskan Politik Kiai

Sejatinya, kaum santri sendiri

telah memutus-kan untuk tidak

sepenuhnya taat pada anu-

tan politik kiain-ya. Mereka telah memilih keyaki-

nannya sendiri

Page 17: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 2012 17

OpiniSayangnya, sebagian masyarakat mengatakan bahwa mereka mem-berikan suara pada mereka yang mau membayar meskipun tidak sepadan dengan nilai suara itu. Tambahnya, pemimpin pesantren yang terjun ke dunia politik prak-tis sekali pun tak berbuat apa-apa untuk kepentingan mereka apabila mereka duduk di kursi dewan. Keny-ataan ini jelas menunjukkan bahwa konstituen belum melek politik se-cara penuh. Tugas para anggota de-wan bukan seperti sinterklas, yang membagi-bagikan sembilan kebutu-han pokok atau uang. Mereka ditun-tut untuk menjadi perantara untuk mendorong pemerintah melaksana-kan agenda pembangunan yang tel-ah diluluskan oleh wakil rakyat.

Kiai-Santri dan Politik

Di tahun awal reformasi, gejolak politik kaum santri menemukan katup. Mereka hadir hampir di setiap partai politik, bahkan yang selama ini dianggap sekuler. Unikn-ya lagi, sikap kaum sarungan ini juga terbelah, bahkan telah menabrak tabu, keterlibatan kiai dan santri dalam Partai Amanat Nasional, yang pada kelahirannya melambungkan Amien Rais dalam kancah politik Na-sional. Orang yang tersebut terakhir menjadi momok bagi kaum santri, kecuali santri kota. Isu yang bere-dar sangat mengganggu ketentram kaum santri bahwa kemenangan PAN akan menyebabkan pelarangan tahlilan, sebuah kabar yang tentu lebih tepat disebut lelucon.

Sejatinya, kaum santri sendiri telah memutuskan untuk tidak sepenuhnya taat pada anutan poli-tik kiainya. Mereka telah memilih keyakinannya sendiri. Namun, sikap takzim tetap kokoh sebagai mu-rid yang tidak hanya mencari ilmu, tetapi juga berkah. Di luar kehidu-pan politik, hubungan patron-klien masih kuat. Apatah lagi, tidak semua kiai terjun ke dunia politik. Malah, lebih banyak kiai yang memilih men-jadi guru dan tokoh masyarakat. Ke-hadiran kiai dalam upacara, seperti tahlilah, perkawinan, perayaan hari besar masih menjadi magnet yang mampu menghadirkan masyarakat untuk hadir dengan penuh takzim. Perbedaan politik sama sekali tidak mengusik tradisi.

Lagi pula, perhelatan pemilu tidak membuat masyarakat harus ber-juang layaknya membela ideologi,

di mana nyawa dan harta mereka dipertaruhkan. Pesta demokrasi adalah jeda dari keseharian. Se-bagian dari mereka mendapatkan duit, yang lain tak enak hati kalau tidak mencontereng sebab sang calon masih terbilang keluarga, meskipun dalam sehari-hari tak be-gitu dekat. Kalau pun keikutsertaan rakyat sangat tinggi prosentase, itu karena mereka memang mem-punyai banyak waktu luang. Lalu, dengan keadaan demikian, apakah demokrasi perlu ditinjau ulang? Anak sekolahan menjawab tegas, ya, dan kita memerlukan delibera-tive democracy, sebuah demokrasi yang melibatkan orang ramai dalam menentukan keputusan, bukan di segelintir orang.

Jalan Lurus

Setelah reformasi, para kiai bet-ul-betul mengharu biru dunia poli-tik lokal. Orang nomor satu di Ka-bupaten hingga Dewan Perwakilan Daerah sebagian besar berada di genggaman mereka. Tentu, seka-ligus selama tiga periode, kaum santri turut menuai keberuntungan. Anggaran daerah juga mengalir ke madrasah dan pesantren. Dulu, di era orde baru, pesantren relatif mandiri, tak tergantung belas kasi-han pemerintah. Namun, minat masyarakat luas untuk mengirimkan anaknya ke lembaga ini tidak surut. Ironisnya, masyarakat pun tak lagi merasa memiliki pesantren, karena pemerintah daerah telah menggel-ontorkan bantuan yang melimpah. Sebagiaan mereka merasa tak perlu lagi menyumbang. Keadaan yang terakhir ini tentu membimbangkan

kita. Oleh karena itu, politik kiai harus betul-betul menimbang ke-merosotan dukungan seperti ini.

Lalu, apakah kiai yang duduk di kekuasaan berhasil mengantarkan daerahnya berhasil dalam pemban-gunan? Di masa kepemimpinan, K H Ramdlan Siraj, MM, misalnya, masyarakat melihat bahwa jalan-jalan beraspal menjangkau hingga ke pelosok, yang dianggap sebagai keberhasilan pembangunan paling nyata. Namun, banyak orang meli-hat itu belum cukup. Apalagi, dalam sebuah survei, Sumenep dianggap kabupaten yang terburuk dalam administrasi pada waktu itu. Belum lagi, sebagai daerah yang mempu-nyai sumber daya alam yang me-limpah, kabupaten berjuluk Sume-kar ini belum berhasil menjadikan potensi ini sebagai katalisator men-ingkatkan sektor ekonomi.

Hingga hari ini, para anutan war-ga Madura itu menggenggam keku-kasaan, dari ujung Timur hingga Barat. Meskipun mereka dikenal bersih, berbeda dengan bupati di banyak daerah yang terjerat kasus korupsi, bagaimanapun sosok ber-sih tidak cukup untuk menjadi orang nomor satu. Nah, karena dalam wak-tu dekat, masyarakat akan mengha-dapi pemilihan kepala daerah, tentu keberadaan media televisi dan ko-ran lokal yang juga masuk hingga ke pelosok sepatutnya memasyarakat-kan wacana manifesto politik para calon. Program nyata mereka harus bisa diaskses dan dipahami khalay-ak, sehingga nanti masyarakat bisa menghukum dengan tidak memilih mereka lagi jika gagal. Semoga!

Page 18: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 201218

Buku ini menawarkan revolusi paradigma-tik agar guru dapat lebih berperan dalam meningkatkan mutu pendidikan sehingga pada akhirnya dapat ikut serta memajukan mutu kehidupan masyarakat. Munif Chatib, penulisnya, menyebut guru sejati yang di-harapkan dapat menjadi bagian dari solusi masalah kebangsaan ini dengan istilah “gu-runya manusia”.

Munif menyebut lima syarat mendasar untuk menjadi gurunya manusia, yaitu ber-sedia untuk selalu belajar, membuat rencana pembelajaran sebelum mengajar, bersedia diobservasi, selalu tertantang untuk men-ingkatkan kreativitas, dan memiliki karakter yang baik.

Oleh Munif, gurunya manusia dibedakan dengan guru robot dan guru materialistis. Guru robot bekerja secara mekanis, sedang guru materialistis mengajar dengan logika dagang. Gurunya manusia bekerja dengan landasan ketulusan untuk menanamkan ilmu dan pengetahuan kepada anak didik sehingga ia terus berusaha untuk maju, berkembang, terus kreatif, dan tak bosan mengembangkan kompetensinya.

Sejauh ini, jika kita melihat di lapangan, doron-gan agar guru senantiasa terus mengembangkan diri sebenarnya telah dilakukan oleh pemerintah, misalnya melalui kebijakan sertifikasi guru. Namun demikian, kenyataan di lapangan tidaklah seindah yang dibayangkan. Beberapa pihak menilai bahwa semangat pemberdayaan yang diusung sertifikasi gagal. Indikasinya, di beberapa daerah ditemukan kecurangan dalam memenuhi portofolio sertifi-kasi. Bahkan, ada kecenderungan bahwa sertifikasi justru memicu lahirnya model guru yang oleh Mu-nif disebut guru materialistis.

Karena itu, penting sekali memberikan sejum-lah catatan yang bersifat prinsipil dalam rangka pengembangan mutu guru agar terhindar dari ekses buruk yang mungkin ditimbulkannya. Atau mungkin juga dengan mengajukan konsep pengembangan guru yang lain, seperti yang di-coba dilakukan Munif melalui buku ini.

Revolusi Paradigma Guru

Kualitas pendidikan di Indonesia hingga kini masih terus dipertanyakan. Amanat kemerdekaan untuk

memajukan bangsa dengan pendidikan tampak masih penuh masalah akut. Banyak pihak percaya bahwa guru

adalah kunci utama untuk mengurai masalah pendidi-kan dan kemajuan bangsa.

Percik Akademia Ulasan Buku

Judul buku: Gurunya Manusia: Menjadikan Semua Anak Istimewa dan Semua Anak Juara, Penulis: Munif Chatib, Penerbit: Kaifa, Band-ung, Cetakan: Pertama, Mei 2011, Tebal: xx + 256 halaman, Peresen-si: M. Musthafa, guru SMA 3 Annuqayah Sumenep, alumnus program Erasmus Mundus Masters Course in Applied Ethics Utrecht University, Belanda, dan NTNU, Norwegia

Page 19: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 2012 19

Munif percaya bahwa pada dasarnya guru itu adalah manusia pembelajar. Ini adalah kondisi ideal guru yang dituntut jika guru di-harapkan dapat memainkan peran penting dalam perubahan kualitas hidup masyarakat. Munif menyata-kan bahwa tak ada guru yang tidak mampu mengajar, asalkan ia mau terus belajar dan mengasah krea-tivitas dan kompetensinya.

Dalam buku ini, Munif, yang sebenarnya juga adalah seorang praktisi dan konsultan pendidikan, mengemukakan bahwa terkadang semangat guru untuk berkembang terhambat oleh kebijakan sekolah atau lembaga yang menaung-inya—yakni yayasan dalam kasus sekolah swasta. Karena itu Munif memberi petunjuk bahwa sekolah yang baik adalah sekolah yang banyak memberi kesempatan dan membuat program pengemban-gan kualitas guru secara terencana dan berkala.

Pada titik ini, Munif sebenarn-ya tengah mengemukakan kritik kelembagaan atas manajemen sekolah yang tak berhasil menum-buhkan iklim yang mendukung bagi pengembangan kreativitas dan kompetensi guru. Dengan de-mikian, menurut Munif, manaje-men sekolah memiliki peran yang sangat penting untuk menjawab masalah ini. Di buku ini Munif memberi sejumlah contoh praktis tentang cara merancang berbagai kegiatan pengembangan mutu guru di sekolah.

Namun kritik kelembagaan terkait dengan manajemen se-kolah yang dikemukakan Munif tampak tak bergerak lebih jauh, misalnya dengan mencoba mem-buka kemungkinan kritik atas kebijakan pemerintah di bidang pendidikan, baik pemerintah lokal, regional, maupun nasion-al. Padahal, dukungan dari pe-megang kebijakan juga sangat menentukan. Misalnya, masih adanya iklim korupsi dan feodal di daerah tertentu yang berimbas pada dunia pendidikan, termasuk juga guru.

... dari halaman 17

Selain konteks kelembagaan, Mu-nif dalam buku ini juga membahas panjang lebar paradigma seorang guru ideal dalam berhadapan den-gan anak didik. Gurunya manusia adalah guru yang berusaha mema-nusiakan anak didiknya. Bagaimana caranya? Yakni dengan berpegang pada cara pandang kecerdasan majemuk (multiple intelligences) sehingga terus berupaya meng-gali kemampuan dan potensi siswa. Anak didik diposisikan sebagai sosok yang istimewa dan didekati dengan hati, sehingga anak didik dapat menyerahkan hak untuk mengajar kepada guru.

Munif mencatat bahwa cukup banyak guru yang tidak sadar bah-wa sejak awal masuk kelas dia se-benarnya tidak diterima oleh anak didiknya. Karena itu, dalam satu bab khusus Munif membahas cara merebut ketertarikan dan minat be-lajar siswa di menit-menit pertama. Dalam ilmu pendidikan ini disebut dengan apersepsi. Langkah ini di-maksudkan agar tumbuh motivasi dari dalam diri siswa untuk menyi-mak topik pelajaran yang akan dis-ampaikan oleh guru.

Bagian yang paling banyak diba-has Munif dalam buku ini adalah kiat dan panduan praktis untuk menjadi guru yang melakukan ak-tivitas belajar-mengajar di kelas atas dasar pendekatan kecerdasan majemuk. Dalam pendekatan ini, anak didik menjadi pusat proses pembelajaran sehingga guru musti mengupayakan strategi pembela-jaran yang kreatif sesuai dengan beragam potensi dan gaya belajar siswa. Pada bagian ini, Munif mem-aparkan banyak contoh strategi be-lajar-mengajar dengan kecerdasan majemuk. Ada lima belas strategi yang dijelaskan Munif lengkap den-gan contohnya, seperti strategi dis-kusi, action research, analogi, sosio-drama, environment learning, dan sebagainya.

Bagian terakhir yang dijelaskan Munif adalah cara guru meny-iapkan Rencana Pelaksanaan Pemb-elajaran (lesson plan) yang populer disingkat RPP. Munif percaya bahwa

RPP sangat mendukung keberhasi-lan proses pembelajaran di kelas, karena selain untuk mematangkan persiapan, RPP juga dapat menjadi media refleksi dan evaluasi pemb-elajaran guru di kelas.

Buku ini sangat penting dibaca oleh para guru serta pengelola dan pemegang kebijakan pendidikan. Buku ini adalah sebuah upaya jawa-ban serta tawaran jalan keluar atas pihak-pihak yang kecewa dengan mutu guru. Memang, revolusi para-digmatik yang ditawarkan Munif dalam buku ini lebih banyak me-nyorot dan menyelami aspek teknis pedagogis, bukan menyangkut visi besar revolusioner ala Paulo Freire atau Ivan Illich yang berlandaskan kritik atas kapitalisme dan komer-sialisme pendidikan.

Namun demikian, visi dan para-digma guru yang hendak dibangun Munif dalam buku ini bisa dibilang cukup sejalan dengan kedua filsuf pendidikan tersebut karena sama-sama mengasumsikan visi kema-nusiaan yang mendalam. Mereka bersepakat dalam menempatkan guru sebagai aktor penting pem-bangun peradaban dan sama-sama memperlakukan anak didik seba-gai sosok unik yang perlu didekati dengan hati. Tapi dalam hal lain Munif tampak kurang menyelami aspek-aspek struktural menyang-kut kehidupan sosial, budaya dan ideologi secara lebih kritis.

Meski begitu, kita bisa menemu-kan kelebihan buku ini yang cukup baik, yakni arahan teknis yang be-gitu banyak digali untuk membu-mikan paradigma guru tersebut yang sebenarnya banyak dipetik dari pengalaman Munif selama ber-tahun-bertahun bergelut di dunia pendidikan.

Sebagai seorang guru, mela-lui buku ini Munif telah mencoba menginspirasi guru-guru yang lain dan masyarakat umum untuk lebih menguatkan peran pendidikan dan meningkatkan mutu guru pada khususnya sehingga bisa mengan-tar Indonesia menjadi bangsa yang bermartabat. (**)

PercikAkademiaUlasan Buku

Page 20: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 201220

Percik Akademia UNAS 2012

Selain itu, soal akan dicetak dalam lima versi untuk meng-hindari adanya kecurangan

saat Unas atau masih sama seperti pelaksanaan tahun sebelumnya. Meski dibuat dalam lima versi, tetapi memiliki tingkat kesulitan yang setara. Yang pasti, kelima seri soal tersebut tidak hanya dicetak dengan membolak-balik nomorn-ya, tetapi memang benar-benar soalnya berbeda satu sama lain.

Untuk kriteria nilai, menentukan ke-lulusan siswa dari satuan pendidikan

SMP dan SMA atau sederajat berdasar-kan perhitungan nilai ujian nasional dan nilai sekolah yang kemudian di-berinama nilai akhir. Ini dihitung den-gan rumus 0,6 nilai Unas ditambah 0,4 nilai sekolah. Siswa dinyatakan lulus apabila rata-rata nilai akhir paling ren-dah adalah 5,5 dengan nilai akhir mata pelajaran paling rendah 4,0. Untuk kri-teria kelulusan SD, langsung ditetap-kan sekolah yang bersangkutan mela-lui rapat dewan guru.

Unas tingkat SMA/MA digeber pada 16-19 April 2012 dengan ujian susu-

lan pada 23-26 April 2012. Sedang SMA LB, unas dilakukan pada 16-18 April dengan ujian susulan 23-25 April. Di tingkat SMP/MTs, Unas akan dilaksanakan 23-26 April 2012 den-gan Unas susulan 30 April hingga 4 Mei. Sedangkan Unas tingkat SD/MA akan dilakukan 7-9 Mei dengan ujian susulan pada 14-16 Mei. Pen-gumuman kelulusan untuk tingkat SMA/MA akan dilakukan pada 26 Mei 2012, tingkat SMP/MTs 2 Juni 2012 dan tingkat SD 4 Juni.

Berkait dengan Unas tersebut, jamak terjadi setiap tahun dimana ujian ini selalu dibayang-bayangi dibarengi doa dan bayang-bayang kecurangan. Satu sisi, doa memunculkan religiusi-tas yang tinggi karena civitas pen-didikan dan yang terkait dengannya menggelar doa bersama atau yang lazim disebut istighosah. Sisi lainnya, Unas sudah dianggap memonetum yang menakutkan sebab dibayang-bayangi ketidaklulusan. Masalahnya, saat civitas pendidikan khususnya siswa dalam ujian, tuhan disebut untuk membantu meluluskannya. Kenapa tidak ada istighosah pula pada saat mereka lulus, malah konvoi dan sorat-coret baju?

Doa dan Bayang-Bayang KECURANGAN UNAS

SERIUS: Para pelajar MAN Bangkalan saat mengikuti try out unas akhir Februari lalu

Sistem penyelenggaraan Ujian Nasional (Unas) 2012 tidak ban-yak berubah dibanding 2011. Namun, penyelenggara dituntut

lebih berkomitmen untuk meningkatkan kredibilitas pelaksan-aan Unas. Salah satu perbedaan dalam penyelenggaraan Unas

2012 dibanding tahun sebelumnya antara lain pada aspek peng-gandaan soal untuk SMP dan SMA yang kini dilakukan penye-

lenggara tingkat pusat bersama daerah.

Page 21: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 2012 21

PercikAkademiaUNAS 2012

Menjelang unas ini, doa untuk dan atas nama kelulusan unas mewabah di Madura yang terbentang antara Bangkalan sampai Sumenep. Begitu pula, try out unas juga mewabah. Di SMPN I Kalianget Sumenep misalnya, menjelang Unas, sekolah telah men-gajak orang tua/wali murid diharap-kan akan menambah motivasi kepa-da anak didik. Sebab peran orang tua dianggap tidak kalah penting dalam mempersiapkan anak didik dalam menghadapi ujian nasional. Jauh sebelum Unas, peserta didik sudah penggemblengan materi pelajaran agar seluruh siswa siap secara fisik maupun mental. Disamping men-gadakan bimbingan belajar, sekolah ini juga menggelar try out. Saat tiba saatnya, istighosah juga digelar di sekolah ini, dan sekolah lainnya di Sumenep.

Di Pamekasan, doa sudah pasti di-gelar karena kota ini memelihara Ger-bang Salam (Gerakan Pembangunan Masyarakat Islami). Tetapi, wakil ket-ua komisi D Djuhaini justru mende-sak dinas pendidikan agar berjaga-jaga dari kebocoran soal Unas 2012. Tidak disebutkan memang, apakah statemen anggota dewan yang ter-

hormat ini karena mengaca pelak-sanaan unas di daerah lain, atau unas di Gerbang Salam pernah bocor. Desakan sebelum unas digelar ber-manfaat agar saat unas para petugas tidak membocorkan kunci jawaban dengan alasan apapun. “Jangan lupa berdoa pula,” katanya.

Menjelang unas, kepala bidang kuri-kulum dan pengendalian mutu dis-dik sampang Abi Kusno mengakui jumlah peserta unas cukup banyak. Rinciannya, tingkat SMA mencapai 2.108 siswa dan MA 2.690 siswa. Dia berharap seluruh peserta unas bisa lulus 100 persen. Dari sisi kualitas dan kuantitas, siswa yang lulus se-mua dalam satu ujian menandakan ada sesuatu yang tidak beres dalam penyelenggaraan pendidikan. Be-gitu juga, siswa yang tidak lulus 100 persen juga jelas-jelas menyatakan ada KBM (kegiatan belajar mengajar) yang tidak semestinya.

Di Bangkalan, try out unas digelar di intra dan ekstra sekolah. Di MAN misalnya, mengusung try out sukses unas 2012 yang diikuti 300 Siswa. Soal-soal try out diploting dari Kan-wil Kemenag Jatim. Ada dua ke-

mungkinan try out yang difasilitasi Kanwil Kemenag Jatim ini. Pertama, ini memang terkait dengan program kanwil agar peserta didik di bawah naungan kemenag mayoritas lulus. Kedua, program ini terstruktur den-gan baik tanpa mengukur tingkat keberhasilan try out karena yang penting acara digelar sesuai dengan agenda kemenag Jatim.

Analis pendidikan dari Indec (Insti-tute for Education and Cultural Stud-ies) Pamekasan Prama Jaya menga-takan, nilai unas sebenarnya tidak bisa dijadikan satu-satunya patokan untuk melihat seseorang itu lulus atau tidak. Karena itu, dalam konversi unas dilakukan konvergensi antara nilai rapor yang menggambarkan keseharian siswa, nilai UAS dan unas. Terkait try out dan istighosah, Prama menilai hal tersebut sebagai agenda tahunan saja yang lebih bernuansa trend dibanding substansi pemb-elajaran. Sebab, pembelajaran yang baik sejatinya dilakukan berulang-ulang sejak awal tahun hingga jelang akhir pembelajaran. “Tapi tradisi be-lajar peserta didik kan in jury time. Di sepak bola, gol di waktu-waktu terse-but menyakitkan,” katanya. (abe)

MUNGKIN KHUSUSK: Sejumlah pelajar ketika mengikuti istighosah menjelang unas

Page 22: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 201222Foto: Saiful Bahri/SM

Page 23: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 2012 23

SRIKAYABuah yang biasa dikenal sebagai Buah Nona atau Buah Sirsak ini ternyata memiliki khasiat untuk

menyehatkan pencernaan dan mengobati gatal-gatal.

Page 24: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 201224

Fokus Lensa Eksotika Buah sirsak atau buah nona...

Page 25: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 2012 25

Fokus Lensa

Orang Madura ada yang menyebut buah sebagai “Serkaja” dan ada pula yang menyebutnya dengan hu-ruf a di belakang huruf s nya. Yakni “Sarkaja”. Sementa-ra dalam bahasa Indonesia ada yang menyebut buah ini dengan buah sirsak. Mungkin karena kulitnya yang bermata banyak serupa sirsak. Sebagian lain menye-but buah ini dengan “Buah Nona”. Kemungkinan besar orang yang menyebutnya Buah Nona karena merujuk nama latin buah ini yang bernama Annona squamosa.

Menurut para pakar tumbuhan, buah ini tergolong ke dalam genus Annona yang berasal dari daerah tro-pis. Atau biasa disebut daerah dengan dua musim. Seperti indonesia, Brazil, Costa Rica, Gabon dan Kongo.

Di Madura bagian timur, seperti Sumenep buah ini dihindari oleh orang yang sedang terkena penyakit gatal pada kulit dan batuk. Namun demikian, buah ini ternyata sangat bermanfaat untuk para penderita deare, menyembuhkan sembelit, dan melancarkan perncernaan. Kandungan gizi utama buah ini meli-puti energi yang mencapai 101 kalori untuk setiap 100 gram, karbohidrat 35,2 gram, dan protein 1,7 gram, serta serat 0,7 gram.

Selain itu kandungan mineralnya juga sangat tinggi. Buah in mengandung kalsium sebanyak 27 mg, fosfor 20 mg, dan zat besi 0,8 mg. Sedangkan kandun-gan vitaminnya yang cukup banyak adalah vitamin C sebanyak 22 mg, vitamin B1 0,08 mg, dan B2 0,04mg.

Pada sejumlah penelitian, ditemukan sejumlah senyawa pada buah srikaya yang telah masak. Di anta-ranya asam aminobutirat, arginin, ornitin, serta sitrulin yang berguna dalam mengatasi berbagai jenis para-sit, khususnya yang menyerang kulit tubuh maupun kepala.

Selain itu manfaat buah srikaya juga ditemukan pada bagian pohonnya. Hampir semuanya dapat dimanfaatkan sebagai obat. Di antarnya, biji srikaya banyak mengandung poliketida dan sejumlah unsur dari turunan bistetrahidrofuran. Kandungan ini sangat berguna untuk merangsang enzim pencernaan dan membunuh serangga.

Karena manfaatnya ini, maka serbuk biji buah srikaya juga banyak dimanfaatkan untuk mengatasi gatal-gatal pada kepala, gatal-gatal pada kulit tubuh, eksim, maupun penyakit lain akibat kutu. Termasuk untuk membersihkan kutu pada hewan peliharaan, seperti kambing maupun kucing.

Daun srikaya yang rasanya pahit juga bermanfaat untuk mengatasi bisul, sebagai anti radang, dan me-nyembuhkan penyakit cacing usus. Akar maupun kulit kayu srikaya banyak dimanfaatkan sebagai obat herb-al karena khasiatnya yang besar sebagai anti radang, anti depresi, dan sebagai tonikum untuk manambah daya tahan tubuh dan meningkatkan vitalitas dan ke-bugaran. (obeth, dari berbagai sumber).

Foto

-foto

: Sai

ful B

ahar

i/ SM

SRIKAYA

Foto: Saiful Bahri/SM

Page 26: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 201226

Yap, harus cerdas. Cerdas itu kreatif, mengerti betul apa

yang harus dilakukan dan fokus hanya kepada yang penting.

Tapi shobat, kadang persoalan-nya kita kurang mengerti betul

apa yang terpenting dalam hidup kita ini. Sehingga tin-

dakan kita kadang cenderung ngawur dan tidak tertata. Trus akibatnya, sesautu yang sebe-narnya harus kita capai, hilang

dengan sendirinya.Padahal katanya ya... kesem-patan itu selalu datang hanya

sekali.

Gimana sih tipsnya, biar tahu apa yang penting buat kita..?

Menurut Deny, caranya, kita mesti punya mimpi dan rencana

tentang masa depan kita. Trus tentukan sendiri apa saja yang kira-kira perlu untuk dikerjakan demi mencapai mimpi tersebut.

Nah, Kalo sudah keliatan apa saja yang perlu dikerjakan,

maka jadikan itu prioritas dalam menjalani aktifitas sehari-hari.

Usaha yang keras agar kita tidak melakukan apapun di luar

yang kita anggap penting itu.

“Kemudian jangan lupa berdo’a. Karena pada hakikatnya yang

tahu apa yang terbaik buat kita itu bukan diri kita. Tapi

Tuhan...”, pungkas cowok yang akrab disapa Deny (obeth)

BE SMARTDenny Potra

Page 27: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 2012 27

Konon ada cerita, dahulu kala para dayang di kayangan sangat iri terhadap manusia yang ada di bumi. Mereka sangat ingin hidup di bumi seperti manusia. Kare-nanya, sesekali mereka menyeli-nap keluar dari kayangan dan turun ke bumi untuk mandi dan bermain air di danau tertentu.

Mendengar cerita itu, saya heran, kenapa ya dayang yang katanya hidup dengan penuh kesenan-gan tanpa derita sedikitpun di kayangan bisa iri dan ingin hidup di bumi yang (katanya) penuh derita.

Usut punya usut, para dayang itu tidak betah hidup senang terus menerus. Kerena menu-rut mereka, itu tidak baik untuk perkembangan kedewasaan jiwa mereka.

Kehidupan di bumi yang berim-bang antara susah dan derita, memungkinkan manusia untuk terus menempa jiwanya agar terus lebih bijaksana dan lebih dewasa.

Hidup terus menerus senang seperti otot yang tak pernah diajak untuk olah raga. Hanya membuat tubuh sakit-sakitan dan tak pernah gagah.

“Derita, adalah jalan menuju per-baikan diri menjadi lebih dewasa” ungkap Esti dengan renyah.(obeth)

DERITA ITU... Estimasi Aisyiyah

Page 28: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 201228

Seorang anak, Arinal Haque (11) membaca puisi di hadapan perangkat desa hingga warga yang menjadi anggota DPR RI. Ia tampil di hadapan

ratusan warga dari dua kabupaten (Pamekadan dan Sumenep) terkait perayaan maulid nabi, be-berapa waktu lalu. Perempuan yang akrab disapa Arien itu curhat dan menagih janji pejabat dalam mensejahterakan warga, khususnya warga belajar di sekolahnya, di TK/PAUD Annawawi desa Payudan Karangsokon kecamatan Guluk-guluk Sumenep.

Di acara yang dirangkai dengan testimoni yang dis-ampaikan Arinal Haque ini, didedahkan bait-bait puisi. Perempuan 11 tahun ini membawakan puisi panjang (Yang Terhormat Ayahanda Tercinta). Puisi ini senada prosa lirik penyair Jogja Linus Suryadi AG yang Pengakuan Pariyem (Dunia Batin Seorang Wanita Jawa). Hanya, Arinal Haque yang membaca-

kan puisi sebentuk curhat anak desa yang hidup di kaki gunung dimana fasilitas pembelajaran tidak sesempurna gedung pendidikan di kota. Puisi ini dirajut secara khusus dan ditujukan kepada ayah kulturalnya, pejabat dan anggota dewan yang ter-hormat.

Dalam gubah puisi itu, Arinal Haque menilai hidup begitu berat, pelik, dan rumit. Bahkan ketidaksem-purnaan di sekolahnya ini dia nilai ikut andil dan menyebabkan anak-anak desa tidak sehebat anak kota. “Kalau saja fasilitas pendidikan kami sama (dengan kota), insyaallah, pasti kami jauh lebih baik, berprestasi, dan berkualitas. Kami tidak ingin meminta, tetapi patutlah perhatian itu juga diberi-kan kepada kami. Kami pasti bersyukur, dan tidak akan lupa sejarah karena kami diajari jasmerah (jangan sekali-kali melupakan sejarah). Tetapi li-

Serambi Percik Menagih Janji Lewat Puisi

MENAGIH JANJI LEWAT PUISI Seorang anak, Arinal Haque (11) membaca puisi di hadapan perangkat desa hingga warga

yang menjadi anggota DPR RI. Ia tampil di hadapan ratusan warga dari dua kabupaten (Pamekasan dan Sumenep) terkait perayaan maulid nabi, beberapa waktu lalu. Perem-

puan yang akrab disapa Arien itu curhat dan menagih janji pejabat dalam mensejahtera-kan warga, khususnya warga belajar di sekolahnya, di TK/PAUD Annawawi desa Payudan

Karangsokon kecamatan Guluk-guluk Sumenep.

Foto: Abrari/SMPENYAIR: Arinal Haque sedang membacakan puisi menagih janji pejabat untuk mensejahterakan warganya

Page 29: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 2012 29

PercikNasib Manuskrip

hatlah, halaman sekolah kami becek, pembangunan gedung sekolah ter-henti, dan tak ada perpustakaan di sekolah kami,” teriaknya dalam ba-hasa yang puitis diiringi musik Kitaro berjudul Heaven and Earth.

Lagu itu sesungguhnya lafal majazi yang disindirkan kepada siapa saja, yang mampu untuk berbagi, yang ada di sekitar lokasi itu. Karenanya, anggota DPR RI yang ketika itu hadir sebagai pembina SAI (Said Abdul-lah Institute) ikut-ikutan berpuisi. Pemandangan ini bukan acara ber-balas pantun bak pejabat RI Tifatul Sembiring selaku Menkominfo dalam sebuah acara. Tetapi Said pun bergerola yang dilampiaskan dengan bait-bait puitis juga.

Bagi Said, suara Arinal Haque tidak ditujukan kepada dirinya tetapi lay-ak didengar umat khususnya yang hadir di majelis maulid nabi. Said menduga kebersamaan dan go-tong-royong nampak belum sepe-nuhnya tegak dan karenanya pem-bangunan atas nama kepentingan umat belum seluruhnya rampung. “Baiklah Arinal Haq anakku, karena engkau yang memintaku untuk tidak diam, aku bantu sekolah ini agar pembangunannya tidak ter-henti. Lima puluh juta rupiah pasti tidak cukup tapi jika kurang jan-gan engkau memintaku lagi untuk memberi karena itulah kemam-puanku,” katanya lalu tersenyum setelah serah terima bantuan pem-bangunan sekolah diumumkan.

Dalam acara ini, sejumlah tokoh had-ir. Antara lain, pengusaha tembakau Haji Kamil (HK), wakil ketua DPRD Sumenep Hunain Santoso, ketua komisi B Bambang Prayogi, dan ang-gota dewan Ust S.Rijal. Hadir juga muballigh KH Muhadjir, pengurus AKD (asosiasi kepala desa) Sumenep, direktur PT WUS Sitrul A Musa’ie, ket-ua SAI Yanuar Herwanto, tokoh pe-muda Hefni, Yasir Zein, budayawan Abrari Alzael, aktivis koperasi Labeng Mesem Ummu al Imam, dan Carline. Bahkan, gadis model serupa Yanda, Safa Anies, ketua PDI Perjuangan Pamekasan Saiful Bahri, dan tokoh masyarakat baik dari kabupaten Pamekasan maupun Sumenep juga hadir dalam acara ini. (**)

Skriptorium naskah kuno baik berupa al Quran, kitab bertuliskan Arab maupun manuskrip lainnya mulai punah di Madura. Ada dua faktor yang menyebabkan

naskah ini hilang dari kehidupan masyarakat. Pertama, tidak adanya kepedulian yang menyebabkan manuskrip itu lenyap. Kedua, daya tahan kitab klasik itu yang semakin menua, aus, dan akhirnya rusak tak terselamatkan.

Ada banyak kitab karangan ulama terdahulu melalui kertas kapas. Awalnya, ker-tas ini berwarna putih, semakin tua semakin coklat warnanya, dan akhirnya lapuk. Ada banyak jenis kitab, termasuk al Quran tulisan tangan. Misalnya, ada Luffat al Tullab nama salah satu kitab kuno. Kitab karangan Syeikh Zakaria Ansari ditulis pada abad 16 masehi. Manuskrip kuno tulisan tangan Syeikh Zakaria itu berisikan belbagai macam topik, mulai dari hukum Islam, cara berjihad, seni dan sastra, sejarah, hingga pengobatan.

Ada pula Mir-at al Tullab karangan Syeikh Abdul Rauf al Singkili atau yang tenar dengan nama Syiah Kuala. Kitab ini menjadi rujukan Syiah Kuala, hakim agung kerajaan, dalam memutuskan belbagai perkara di Kesultanan Aceh Darussalam. Mir-at al Tullab digunakan pada masa pemerintahan Ratu Safiatuddin (1641-1675) hingga Ratu Kamalat Syah (1688-1699).

Di Singapura, buku-buku kuno disimpan dengan baik di sebuah musem dan ter-awat. Banyak koleksi naskah kuno yang ditulis orang Indonesia tempo dulu. Men-cari kitab-kitab kuno di Indoensia saat ini, hanya sedikit yang tersisa. Belum ada lembaga apalagi perorangan yang rela berkorban untuk melestarikan mahakarya itu. Namun demikian, masih ada yang memiliki dan tetap menjaganya hingga saat ini.

Salah satunya, keluarga Sumber Anyar di Tlanakan Pamekasan. Mohammad Ghozi dan Ulul Arham mengaku masih memiliki kitab kuno tersebut. Kedua orang

KLASIK: Ulul Arham, pemilik manuskrip saat memperlihatkan kondisi kitab lama di Sumber Anyar Tlanakan Pamekasan.

Ketika Skriptorium Memunah

yang masih berkerabat ini ngopeni secara tradisional atas kitab-kitab lama yang diwariskan leluhurnya. Memang, tidak semua isi kitab itu bisa dimengerti karena bahasanya beragam mulai dari Jawa, Madura, Melayu, dan Arab, kuno pula.

Merawat naskah kuno perlu biaya. Untuk sementara, Baik Ghozi maupun Ulul, merawat kitab kuno koleksinya dengan cara tradisional. Yakni, membalut manuskrip itu dengan kain yang telah ditaburi kapur barus, lada hitam, lada putih, dan cengkeh. Ini dilakukan agar tidak dimakan rayap. Ulul yakin selain dirinya, masih banyak orang yang menyimpan manuskrip itu. Masalahnya, apakah yang tersimpan itu masih dalam kondisi baik atau sudah lapuk. “Kami masih menyim-pan dan memelihara warisan leluhur ini dan merawatnay semampu kami,” ka-tanya. (abe)

Foto

: Sai

ful B

ahrI

/SM

Page 30: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 201230

SerambiMaulid Nabi

Pamekasan merupakan kota budaya atau banyak yang menye-butnya sebagai Jogja-nya Madura. Meski tidak sekental Jogja, kota yang populer dengan Gerbang Salam ini berbagai kegiatan hidup dan menghiasi kultur Pamekasan yang pernah menjadi ibu kota negara Madura saat negara ini masih menganut RIS di era 1948-1949.

Di Jogja, ada Sekaten yang identik dengan pasar malam, tempat hiburan untuk rakyat. Ini suatu event besar kerajaan yang men-jadi magnet bagi rakyat untuk mengunjunginya. Sekaten sendiri dalam sejarahnya memang diadakan dalam rangka menyebar-kan ajaran Islam, dimana kelahiran Nabi Mohammad SAW di pilih sebagai medianya. Tradisi kuno ini telah dimulai sejak Kera-jaan Demak dan berlangsung hingga sekarang di Kasultanan Ngayogyokarto, dan Kasunanan Surakarta.

Kata sekaten sendiri berasal dari kata sekati. Yaitu nama gamelan pusaka Kyai Sekati milik Kerajaan Demak. Gamelan sendiri merupakan media hiburan yang digemari saat itu. Sehingga Sunan Kalijaga memanfaatkan gamelan dan tetabuhan yang dimainkan di halaman Masjid Agung untuk menarik perhatian masyarakat pada waktu itu, yang sebagian besar belum masuk Islam dan belum mengetahui ajaran Islam.

Dalam upacara Gatean juga begitu, mirip dengan Sekaten ala Jogja. Tradisi tahunan ini digelar untuk memeriahkan Maulid Nabi Muhammad SAW ini diikuti seluruh karyawan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan masyarakat umum.

Gatean berasal dari bahasa Madura, gateh. Artinya semangat untuk berpartisipasi dan bekerjasama. Dalam memperingati maulid, terdapat tradisi umat Islam Pamekasan jaman dahulu.

Yakni, umat Islam dalam memperingati maulid bekerja sama dan bergotong royong dalam penyediaan keperluan maulid seperti makanan dan buah buahan yang dibawa ke masjid atau musala.

Karena setiap umat Islam tidak merayakan maulid di rumahn-ya masing-masing, langkah ini dilakukan sebagai pengganti. Peringatan maulid akhirnya dipusatkan di masjid secara bersama-sama. Semua kelom-pok peserta gatean memasuki arena Monumen Arek Lancor, di depan Masjid Agung Asy

Syuhada dari lajur yang berbeda sesuai arah mata angin. Mereka berbaris rapi menggunakan pakaian adat yang bernuansa Islami. Mereka juga membawa aneka ragam makanan dan buah buahan, ada pula yang mengendarai becak becak, ada yang dibawa mobil terbuka dengan kap terbuka.

Tidak hanya itu, dalam perayaan ini, terdapat kelompok yang had-ir bersama kelompok seninya, hadrah misalnya. Anggota dalam rombongan ini ikut berjoget mengikuti irama hadrah. Seperti halnya Sekaten, Gatean sama-sama pesta rakyat dengan momen-tum maulid nabi. Bedanya, Gatean bernuansa lokalistik sedang-kan Sekaten berlatar historis kuasa raja dan sejarah keislaman di Jogjakarta.

Kepada SULUH, Bupati Pamekasan Kholilurrahman menegas-kan Gatean sebagai tradisi yang bersifat lokalistik Gerbang Salam. Momen penting dan hikmah dalam peringatan ini tak lain ukhuwah, rasa bersama, gotong-royong, kemaduraan, kein-donesiaan, dan keislaman. “Ini (Gatean) sebenarnya kultur yang berbasis religi, layak diteruskan,” katanya didampingi Wabup Pamekasan yang sekaligus budayawan Madura, Kadarisman Sas-trodiwirjo. (abe)

KOMPAK: Suasana perayaan Gatean yang merangkai maulid Nabi Muhammad akhir Februari lalu di Arek Lancor Pamekasan.

Foto

: Sai

ful B

ahri/

SM

GATEAN, Sekaten ala Madura

Serambi Jeda

Foto

/ Sai

ful B

ahri/

SM

Page 31: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 2012 31

AdvertorialSuara Parlemen

Komisi C DPRD Kabupaten Sumenep berjibaku men-

gawal Raperda tentang PLH (Pengelolaan Lingkungan Hidup). Pertama, cara ini di-pandang meningkatkan upaya untuk mewujudkan Kabupaten Sumenep yang bersih, sehat, in-dah, dan nyaman. Kedua, ran-cangan peraturan tersebut un-tuk meningkatkan kesadaran, tanggungjawab, dan partisi-pasi di semua kalangan baik di lingkungan pemerintah, swasta maupun masyarakat umum. Ketiga, peraturan terse-but untuk melindungi kualitas, kuantitas, dan daya dukung lingkungan hidup. Ketiga pilar tersebut kemudian dijadikan pedoman dalam penyusunan

Komisi B begitu berkeringat untuk merealisasikan dua

raperda. Pertama, raperda men-genai pengusaha dan petani tembakau. Ini dilakukan agar niaga tembakau berjalan den-gan baik menguntungkan hajat hidup orang banyak terutama petani dan pengusaha tem-bakau lainnya.

Kedua, komisi B memandang perlu mewujudkan peraturan daerah yang berkait dengan pengelolaan barang milik dae-rah. Ini dilakukan agar barang milik daerah terdata dengan baik, dimanfaatkan secara maksimal, dan mendatangkan keuntungan. Perolehan hasil dari barang milik daerah yang dikelola ini bisa dimanfaatkan

Layanan ini dipersembahkan Sekretariat DPRD Kabupaten Sumenep

hal sebagai berikut. Pertama, komisi C merekomendasikan kepada ketua DPRD permasala-han lingkungan hidup untuk selanjutnya dibuatkan pera-turan daerah tersendiri sesuai karakteristik daerah dan keari-fan budaya lokal. Kedua, pera-turan daerah tentang lingkun-gan hidup dibuat berdasar atas kebutuhan dan potensi daerah. Ketiga, diharapwkan agar di-nas terkait selalu melakukan koordinasi dan komunikasi dengan instansi terkait lainnya untuk menggali serta mengo-lah data sebanyak-banyaknya. Ini agar perda yang dihasilkan dapat bermanfaat sebanyak-banyaknya untuk kemaslaha-tan masyarakat. (**)

Foto

/HM

Ruq

i Abd

illah

SH

/sul

uh

SEMANGAT : Anggota dewan HM Ruqi Abdil-lah SH menjadi juru bicara saat pembacaan hasil pembahasan komisi C DPRD terkait Raperda PLH.

Berjibaku, Kawal Perda PLH

SEMANGAT : Anggota dewan Syaiful Hasan menjadi juru bicara saat pembacaan hasil pembahasan komisi B DPRD terkait Raperda soal tembakau dan pengelolaan barang milik daerah.

Foto

/Sya

iful H

asan

/sul

uh

Soal Perda Tembakau dan Pengelolaan Asetoleh masyarakat.

Di sebagian kabupaten/kota yang telah berhasil memuncul-kan sebentuk dua peraturan daerah tersebut, dirasakan efek-tif-efisien dan berhasil guna. Terkait dengan tembakau, petani dan pengusaha tem-bakau lebih memiliki kepastian regulatif berbasis kedaerahan. Sehingga, niaga tembakau di-rasakan manfaatnya baik oleh petani dan yang bukan petani tembakau. Begitu pula terkait pengelolaan barang milik dae-rah. Pengelola barang milik daerah menyangkut pendataan dan pengelolaannya memerlu-kan perlindungan hukum agar jelas baik secara de jure mau-pun de facto. (**)

raperda tentang PLH. Dari beberapa uraian di atas,

dapat disimpulkan beberapa

Page 32: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 201232

Kementerian Kelautan dan Peri-kanan (KKP) optimis Madura kembali menjadi Pulau Garam

yang sanggup memproduksi garam berkualitas. Bahkan, hasil produksi garam Madura bisa memenuhi kebu-tuhan konsumsi garam nasional yang mencapai 1,5 juta ton dan keperluan garam industri (1,8 juta ton).

Beberapa waktu lalu, Menteri Ke-lautan dan Perikanan Sharif Cicip Su-tarjo bertandang ke Sumenep. Sharif menyatakan tekadnya dan hendak menjadikan Madura harus menjadi lumbung garam nasional. Kehadiran Pak Menteri untuk mencanangkan Madura sebagai pulau Garam. Out putnya, kebutuhan garam konsumsi dapat terpenuhi dari pasokan ke Ma-dura. “Petani garam Madura mem-beri andil besar dalam pemenuhan garam konsumsi sekitar 50 persen untuk kuota nasional,” kata Cicip, saat bertandang ke Sumenep pertenga-han Maret lalu

Selain itu, Pak Menteri datang ke

Sumenep terkait acara yang digagas Himpunan Masyarakat Petani Ga-ram (HMPG) Jawa Timurl Lokasinya, di Desa Pinggirpapas, Kecamatan Kalianget. Saat acara berlangsung, hujan turun. Tetapi, masyarakat tetap bertahan dan dan antusias mengi-kuti.

Ditargetkan, produksi garam kon-sumsi yang dihasilkan petani garam rakyat pada tahun 2012 mencapai 1,3 juta ton. Bila target tersebut ter-penuhi, tidak perlu lagi impor garam di tahun 2013. Karena itu, disarankan agar Madura kembali ke khittah-nya sebagai pendulang garam. “Kemba-likan Madura sebagai Pulau Garam,” dia berpidato begitu, diacara begitu.

Beberapa usaha yang dilakukan untuk pencapaian kebutuhan garam konsumsi yakni dengan program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (Pugar). Ini dilaksanakan di empat puluh kabupaten/kota di seluruh Indonesia serta melalui dukungan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM)

KEMBALIKAN GARAM KE MADURAdan non BLM sebesar Rp 107,6 mil-iar, di atas lahan seluas 16.500 hek-tare yang melibatkan 29.000 petani garam yang tergabung dalam 3.035 Kugar(kelompok usaha garam).

Disebutkan, tahun 2010 lalu, produksi garam nasional tercatat 30.000 ton. Pada tahun 2011 KKP membuat program Pugar dan ber-hasil meningkatkan produksi garam 880.000 ton dari 1,1 juta ton. Pada tahun 2011, Pugar dieksekusi di em-pat puluh kabupaten/kota dengan total BLM dan non BLM Rp. 86 miliar, dikembangkan di lahan seluas 9.530 ha lahan garam rakyat. Selain itu, diberdayakan 15.668 orang petam-bak garam yang tergabung dalam 1.684 Kugar.

Pak Menteri memberikan perha-tian khusus terhadap masyarakat pe-sisir, nelayan, pembudidaya ikan dan pengolah hasil perikanan skala mikro dan kecil (UMKM). Sehingga KKP mengembangkan Program Pengem-bangan Usaha Mina Pedesaan

Advertorial

Foto: IstimewaDEKLARASI PULAU GARAM: Menteri Kelauatan dan Perikanan RI Sharif Cicip Sutardjo (kuning) didampingi Wakil Gubernur Jatim (putih) dan Bupati Sumenep (hijau) saat pendeklarasian Madura sebagai Pulau Garam di Desa Karang Anyar Kalianget Sumenep.

Page 33: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 2012 33

Advertorial(PUMP). Nilai nominal yang diberikan pada masyarakat Madura untuk pro-gram tersebut mencapai Rp 39,3 mil-iar. Di Madura sendiri, BLM program Pugar untuk kabupaten Sumenep, Pamekasan, Sampang dan Bangka-lan sebesar Rp 22,2 miliar, BLM PUMP perikanan tangkap untuk Bangkalan sebesar Rp 500 juta. Sedangkan, BLM PUMP perikanan budidaya untuk Sumenep, Bangkalan, Pamekasan dan Sumenep senilai Rp 1,08 miliar.

KKP memberikan bantuan lainnya berupa fasilitas sarana air bersih 3 (tiga) unit senilai Rp. 3,08 miliar, ban-tuan pelatihan untuk para petambak garam dan bea siswa bagi anak para petambak garam sebesar Rp 7,32 miliar serta memberikan 1.558 kartu nelayan.

Hingga kuartal pertama tahun 2012 ini, masih ada sisa stok garam rakyat 2011 sebanyak 234 ribu ton di masyarakat atau pengumpul. Pihak Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) berjanji akan memfasilitasi pe-nyerapan garam rakyat agar bisa di-beli perusahaan produsen.

Selain itu, Pemerintah Kabupaten Sumenep melakukan uji coba la-han garam dengan sistem polybag sebagai upaya untuk terus mening-katkan produksi garam demi men-capai swasembada garam pada 2014 mendatang. Uji coba bertani garam dengan sistem polybag diproyek-sikan di tiga desa penghasil garam di Sumenep (Pinggir Papas, Karang Anyar, dan Gersik Putih). Program ini melibatkan 20 kelompok tani.

Bertani garam dengan sistem po-lybag, ladang garam terlebih dahulu dilapisi plastik biomembran sebelum dialiri air asin. Dengan sistem po-lybag, produksi garam rakyat akan meningkat 66 persen dibanding cara berladang konvensional. Menurut Jakfar, dengan menggunakan sistem polybag, produksi garam petani akan meningkat 66 persen. Kadar garam pun meningkat mencapai 99 persen, butir garam lebih jernih dan keras. Garam seperti itu paling diminati in-dustri.

Untuk garam konsumsi, pemer-intah pusat melalui program usaha garam rakyat (Pugar) mengucurkan dana pemberdayaan senilai Rp 9,9 miliar untuk 170 kelompok petani garam. Upaya peningkatan kualitas

dan produksi garam yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Sumenep mendapat banyak dukungan karena dianggap pro petani. Data menye-butkan, produksi garam di Sumenep selama 2011 mencapai 64 ribu ton dari total lahan seluas 2.100 hektare. Ini merupakan produksi tertinggi dalam tiga tahun terakhir.

Saat Menteri Kelautan dan Peri-kanan Fadel Muhammad, muncul larangan impor garam. Ini sebagai bentuk proteksi terhadap petani ga-ram agar tetap terselamatkan masa depannya. Karenanya, pemerintah seharusnya malu karena mengimpor garam padahal garam bisa diprod-uksi di Indonesia (terutama Madura).

Apakah sesederhana itu persoalan impor Garam? Trend harga garam du-nia saat ini jika merujuk pada produk-si Australia yang sangat melimpah ada pada kisaran U$ 64 per ton atau sekitar 576 rupiah per kilogram jika dolar dipatok pada angka optimis.

Angka tersebut sungguh jelas kalah bersaing dengan garam luar negeri yang jelas berkualitas karena hanya tinggal ditambang sudah menjadi garam kualitas nomor satu. Garam di luar negeri ditambang den-gan efisiensi yang gila-gilaan. Kiri-man garam kualitas satu dari Chile pada pertengahan tahun lalu bahkan bisa mencapai harga U$22 per ton.

Di luar garam sebagai komoditi ekonomi berbasis garam konsumsi dan industri, Pemerintah Kabupaten Sumenep berencana membangun obyek wisata garam di Desa Nam-bakor Kecamatan Saronggi. Bupati Sumenep, A Busyro Karim menga-takan, untuk mewujudkan obyek wisata garam tersebut, pihaknya su-dah menjalin kerjasama dengan PT Garam Kalianget. Bahkan, pihaknya bersama PT Garam sudah turun ke ke Desa Nambakor untuk mencari lokasi pembangunan wisata tersebut.

Pemkab Sumenep mengemas

Foto

: Sai

ful B

ahri/

SM

Perbandingan harga ini menjelaskan dilema garam nasional.

Tahun lalu, pemerintah mematok harga dasar garam nasional kelas satu sebesar Rp. 750. Sedangkan har-ga di tingkatan petani garam, untuk masuk ke angka Rp. 550 petani sudah sangat kerepotan karena produksi garam nasional memang sulit untuk mencapai kualitas nomor satu. Salah satu kelemahan alami garam yang dibuat dengan mengeringkan air laut adalah kualitas kadar garamnya. Proses kontrol kualitas sampai menu-ju ke kelas satu sungguh memboros-kan ongkos produksi.

wisata garam itu tidak hanya sek-edar obyek wisata garam semata. Melainkan juga sebagai obyek wisata yang lainnya memancing. Sehingga kemasan tersebut bisa menarik dan menyenangkan bagi pengunjung. Secara teknis pelaksana pengelolaan obyek wisata garam dilakukan PT Wira Usaha Sumekar (WUS) dengan pihak swasta, tapi masih di bawah koordinasi Dinas Kebudayaan, Pari-wisata, Pemuda dan Olahraga Kabu-paten Sumenep. (**)

Layanan ini dipersembahkan Ba-gian Humas dan Protokoler Setdakab

Sumenep.

GAMANG: Seorang petani garam sedang memandangi lahan garam yang kini makin dirasa makin asin bagi hidupnya.

Page 34: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 201234

Advetorial

ban pangan masyarakat miskin. Kabupaten Sumenep tidak bisa disamakan dengan kabupaten lain di Jatim karena Sumenep mempunyai 102 pulau yang dijang-kau petugas raskin. Busyro juga menyampaikan usu-lan perlunya perubahan paradigma terhadap kepala desa yang yang berhasil menurunkan angka kemiski-nan agar mendapat reward dari pemerintah.

Busyro memaparkan, apabila dari hasil survei terny-ata jumlah penerima raskin menurun, berarti jumlah warga miskinnya berkurang. Itu, sebagai pertanda prestasi telah datang karena kades dan perangkat de-sanya mampu membawa masyarakatnya hidup lebih baik. Namun kadang-kadang, saat penerima raskin berkurang justru dianggap persoalan. Padahal bisa jadi angka kemiskinannya mulai turun dan tak berhak lagi menerima raskin.

Pemerintah Kab Sumenepmenggelar sosialisasi pendistribusian program beras untuk rakyat

miskin (raskin). Sosialisasi melibatkan jajaran terkait di Bulog dan perangkat kerja di SKPD yang berkait dengan distribusi raskin mulai dari tingkat kabupat-en, kecamatan, dan desa.

Waka Divre Bulog Jatim, Gede Rempiana saat samb-utan berterima kasih kepada tim raskin Sumenep yang telah mensukseskan program raskin. Data di divre menunjukkan, raskin Sumenep tersalur 100% tanpa tunggakan. Diharapkan, raskin masa depan semakin baik dan berkah pagi penerima manfaat.

Bupati Sumenep A Busyro Karim memandang raskin sangat urgen di Kabupaten Sumenep. Apalagi, raskin sangat membantu dalam mengurangi be-

RASKIN MENEMBUS BATAS

RASKIN: Bupati Sumenep A. Busyro Karim memberikan Beras untuk kelu-arga miskin (RASKIN) secara simbolis kepada masyarakat penerima.

Page 35: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 2012 35

AdvetorialFenomena yang sering terjadi di masyarakat, apabila ada sesuatu yang bersifat bantuan, entah berupa raskin, dana BLT, dan semacamnya, maka se-muanya berebut untuk masuk men-jadi penerima. Kalau yang menerima bantuan jumlahnya banyak, itu berarti banyak warga miskin di daerah itu. Paradigma yang seperti ini yang pan-tas diubah karena mendidik keluarga senang menjadi warag miskin.

Sesuai surat Gubernur Jawa Timur ter-tanggal 13 Januari 2012, pagu maupun jumlah penerima raskin untuk jatah Januari-Mei 2012 masih berdasarkan hasil Pendataan Program Perlindun-gan Sosial (PPLS) 2008 oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Sesuai hasil PPLS 2008, penerima raskin di Sumenep sebanyak 145.788 rumah tangga. Se-dangkan jumlah beras yang disalurkan untuk merealisasikan program raskin sebanyak 2.186 ton lebih per bulan. Sementara untuk pagu dan jumlah penerima raskin jatah Juni-Desember 2012 akan menggunakan hasil PPLS 2011.

Dari pengalaman terdahulu, raskin se-lalu sampai hingga ke desa. Berdasar laporan, saat sudah di desa, kadang-kadang tidak semua raskin sampai ke penerima. Itu terjadi karena berbagai faktor. Pertama, raskin dijual oleh pen-erima kepada pembeli sebelum serah terima raskin. Kedua, raskin diserah-terimakan kepada penerima lain ka-rena data sebuah keluarga dianggap tidak bisa menerima raskin lagi me-nyusul naiknya strata ekonomi. Ketiga, kemungkinan raskin memang dijual oknum yang tidak bertanggungjawab.

Agar raskin tetap seperti yang di-inginkan pemerintah dan masyarakat miskin terkurangi bebannya, Pemkab Sumenep bersama bulog dan instansi terkait lainnya menggelar sosialisasi raskin. Sebab, realisasi raskin yang baru pun, masalahnya selalu men-gulang yang lama-lama. Pentingnya sosialisasi ini tak lain memberantas dugaan adanya mafia raskin, jika be-lum bisa tuntas, setidak-tidaknya raskin yang ditengara bocor di era sebelumnya bisa dikurangi ke tingkat titik terendah. (**)

Layanan informasi ini dipersembahkan oleh Ba-gian Humas dan Protokol Setdakab Sumenep.

Page 36: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 201236

KriminalPercik Kriminal Narkotika

Apalah arti sebuah nama, begitu Wil-liam Shakespeare berkisah di jamann-

ya. Apalah artinya istilah Serambi Madinah bila orang-orang di dalamnya tidak saki-nah bahkan mengonsumsi sabu. Bahkan, oknum polisi pun, di Madura juga terlibat dalam pemakaian narkoba. Lalu, apa kata dunia? Begitu Jenderal Naga Bonar berte-riak dalam film Naga Bonar.

Beberapa waktu lalu, empat orang oknum anggota Polres Bangkalan terbukti positif mengkonsumsi narkoba jenis sabu-sabu berdasarkan tes urine oleh Polda Jatim. Keempat oknum itu akhirnya disanksi kare-na dinilai melakukan perbuatan yang tidak layak bagi penegak hukum. Sebab, hukum tak bisa tegak bila penyanggahnay mudah terkoyak, seperti oknum polisi itu.

Oknum anggota korps seragam coklat itu akhirnya dipenjara selama 21 hari dan pe-nundaan kenaikan pangkat. Itu dilakukan karena tidak ada barang bukti sabu yang dikonsumsi sehingga tidak termasuk tindak pidana. Dalam sidang terungkap, oknum polisi itu mengaku mengonsumsi narkoba dengan alasan yang ilmiah dan rasional.

Penggunaan narkoba oleh oknum polisi ini karena ingin membongkar jaringan dan karenanya polisi berbaur dengan penyabu untuk mengungkap data dan fakta, sedalam mungkin lalu menikmat-inya. Seperti seorang peneliti, oknum polisi tersebut dalam kasus ini telah menjadi peneliti terlibat dibanding pe-neliti tidak terlibat. Ibaratnya, pengung-kapan kasus PSK akan lebih dalam jika peneliti ikut menikmati layanan PSK.

Alasan bisa dibuat belakangan baik un-tuk mengungkap fakta maupun data yang lebih dalam, akurat, tajam, dan terpercaya.

Masih di Bangkalan, sabu lain memun-culkan cerita yang berbeda. Tim gabun-gan Polres Bangkalan (Satnarkoba dan Sabara) awal Maret lalu menggerebek sebuah rumah di Desa Rabasan, Ke-camatan Socah. Kedatangan para petu-gas ke TKP sempat diketahui warga se-tempat. Alhasil, pemilik rumah dengan inisial (S) yang diduga menjadi bandar sabu-sabu berhasil kabur dari sergapan petugas. Sementara itu, tim gabungan Polres Bangkalan tersebut hanya men-ciduk satu orang yang diduga sebagai pemakai. Polisi menduga, tersangka pemakai itu masih memiliki jaringan dan masih akan diusut.

Polres Bangkalan juga berhasil menang-kap tiga orang lainnya yang bekerja se-bagai sopir truk saat asyik pesta sabu di wilayah hukum Kabupaten Bangkalan. Ketiga tersangka tersebut tidak bisa mengelak karena tertangkap basah. Dari rumah kost ini, polisi mengaman-kan sejumlah barang bukti milik ter-sangka, yakni alat penghisap sabu dan butiran sisa sabut dalam tiga paket kecil.

Sabu-sabu juga beredar di Sampang. Buktinya, jajaran Polres Sampang mer-ingkus seorang kurir narkoba jenis sabu-sabu yang diduga jaringan narapidana di rRutan Medaeng, Sidoarjo. Tersangka ditangkap di tengah jalan saat akan melakukan transaski jual beli narkoba di Sampang. Kurir narkoba yang diring-

kus jajaran Polres Sampang itu Mubarok (35) warga Desa Kemuning, Kecamatan Blega, Bangkalan.

Di hadapan tim penyidik Polres Sam-pang, Mubarok mengaku sudah lama berhubungan dengan seorang narapi-dana di rutan Medaeng Sidoarjo. Bahkan di Kabupaten Sampang sendiri kini telah banyak memiliki pelanggan.

Begitu pula di Pamekasan, sabu nyaris tak bisa dihindari. Di kota yang berba-sis Gerbang Salam ini, Satreskoba Pol-res Pamekasan menangkap seseorang karena ketahuan membawa satu poket narkoba jenis sabu-sabu. Tersangka ditangkap di sekitar SPBU Talang Ke-camatan Larangan. “Memang ada yang ditangkap karena diduga kuat terlibat narkoba,” kata kasubag humas Polres Pamekasan, Iptu Suyono.

Selang beberapa hari kemudian, Bea Cu-kai Jatim 1 Djuanda Surabaya menggaga-lkan penyelundupan sabu seberat 516,5 gram dari jenis methamphetamine senilai Rp 1 Miliar. Dalam pengungkapan terse-but diamankan tersangka bernama Robek Hamzah (30) warga Pamekasan Madura yang bekerja di Malaysia. Petugas berhasil mengamankan barang bukti sabu 516,5 gram. Tersangka sendiri dibekuk setelah menumpang pesawat Air Asia dengan rute penerbangan Kuala Lumpur- Sura-baya.

Sementara itu, Tim Satnarkoba Polres Sumenep mengungkap jaringan pera-daran sabu-sabu. Polres meringkus Da-fir, (38) warga Desa Tenonan Kecamatan Manding karena diduga bersindikat dalam narkoba ini. Dari penangkapan Dafir ini, ditemukan beberapa barang bukti. Diantaranya 6 poket sabu-sabu seberat 3,65 gram, timbangan elektrik, handphone, 60 lembar plastik kosong dan satu bungkus sedotan.

Kasus sabu dan narkoba yang ditan-gani Polres se Madura, jumlahnya di luar yang ditangkap bisa lebih banyak. Selain karena faktor sulitnya menagkap pengguna, pengedar atau bandar, ada sesuatu yang aneh dalam penanganan ini. Pertama, yang ditangkap polisi um-umnya hanya pengedar atau pemakai. Sedangkan bandar besarnya seolah-olah luput dari perhatian. Kedua, jar-ingan peredaran ini justru melibatkan orang dalam penjara bahkan tidak me-nutup kemungkinan ada oknum aparat yang berwajib juga bermain di wilayah keruh ini. Dari oknum yang terbukti dan mengaku telah mengonsumsi narkoba, dari sini seharusnya data dikorek dari-mana sabu mengalir. (fat/naf/bus)

Sabu Mengintai SERAMBI MADINAH

Page 37: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 2012 37

Percik

Foto

: Sai

ful B

ahri/

SM

Lama sudah olahraga kasti ini meng-hilang dari gegap gempita rakyat.

Dulu, olahraga ini populer di tahun 1980-an. Dalam satu tim, pemain terdi-ri atas 12 orang ditambah 5 pemain ca-dangan. Cara memainkannya, dibantu alat peraga bola tenis (orang kampung menyebutnya bola kasti) ditambah satu papan kayu yang berguna untuk memantulkan bola.

Ada dua zona dalam lapangan kasti. Satu tim bertugas di luar arena lem-par-pantul bola dan tim lainnya be-rada di dalam garis ini. Mula-mula, tim yang yang kebagian tempat di dalam garis lempar, menyepak bola dengan alat batu tandi yang disebut pakteppak. Bola kasti ditangkap pe-main luar. Kemudian, usai menyepak bola dengan pakteppak tadi pemain dalam berlari ke tempat pember-hentian sementara yang ditandai dengan tiang. Tiang ini (berada di sebelah kiri) yang lokasinya berada di jarak tempuh sepertiga pertama lapangan seluas 20 m x 60 m. Tiang peristirahatan pemain dalam ini bi-asanya disebut hong I

Pemain luar yang berhasil menang-kap bola akan melempar ke arah lawan. Bila lawan terkena lemparan, terjadi tukar tempat yang di luar mas-uk ke dalam dan begitu sebaliknya. Adapun cara mengukur siapa yang menang, ditandai dengan berhasil lolosnya pemain dalam dari lokasi penyepakan bola dengan pakteppak, lalu ke hong I atau langsung ke hong II (terdiri atas dua tiang satu di ujung lapangan sebelah kiri dan satu lain-nya di sebelah kanan), untuk seter-usnya masuk lagi ke lapangan dalam.

Bagi yang start dan pulang lagi dengan selamat (tidak terkena lem-paran), wasit akan memberi nilai 2 yang disebut dengan nilai PP (pulang pergi). Sedangkan pemain yang be-rada di hong II dan kembali pulang ke lapangan dalam menanti pemain berikutnya dan lolos dari lemparan memiliki nilai 1.

Permainan ini rawan sengketa khu-susnya antara pemain dan wasit dalam kasus lemparan dari pemain di lapangan luar ke pemain yang se-dang berposisi di lapangan dalam. Sebab, ada dua cara menilai dikena-

BERSEMANGAT: Seorang pemain kasti di Pamekasan tampak begitu bersemangat memukul bola tennis dalam permainan kasti yang ia ikuti.

OlahragaOlahraga Tradisional

tidaknya seorang pemain dari lem-paran lawan. Pertama, bola benar-benar mengenai pemain di lapangan dalam karena terjadi benturan bola ke tubuh pemain. Kedua, pemain dianggap terkena lemparan meski hanya terserempet bola.

Nah, di sinilah awal sengketa muncul karena memberi penilaian lemparan yang nyerempet itu. Satu pihak men-gatakan lemparan bola kasti itu tidak mengenai pemain dan pihak lain-nya mengatakan mengenai pemain. Jika kedua kubu ini ngotot, lahirlah anarkisme kasti.

Meski demikian, rakyat tetap saja menyelenggarakan lomba kasti. Buktinya, 31 tim bola kasti bersa-ing memperebutkan piala dalam ajang turnamen bolakasti Bupati

Cup 2012. Acara ini berlangsung di lapangan Desa Kertagena Laok, Ke-camatan Kadur, Pamekasan, yang berlangsung mulai awal Maret lalu. Acara ini digelar karena men-jadi salah satu olahraga tradisional yang banyak digemari masyarakat. “Kasti ini ada nilai olahraganya, ada seninya juga,” kata Kholilurrahman, Bupati Pamekasan.

Kalimat itu juga yang disampaikan ahli kasti dari Kertagena Laok, Mo-hammad Rifki. Pria yang juga bertin-dak sebagai panityia ini mengatakan, kasti di pelosok desa masih banyak penggemarnya terutama pemuda saat ini. Dia yakin kasti merupakan olahraga tradisional Madura karena adanya hanya di Madura. “Kasti, pas-ti,” terangnya sambil mengacungkan jempol. (abe)

KASTI, itu PASTI

Page 38: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 201238

KriminalPercik IKLIM Angin Kencang

Angin dalam sebulan terakhir ini bertiup sangat kencang di Madu-

ra. Akibat siklus udara yang bergerak cepat ini, sejumlah aktivitas ter-ganggu. Bahkan, jaringan listrik, lalu lintas di atas laut, sekolah, gudang, pepohonan, dan sekolah tak berdaya roboh dihantam angin.

Jaringan listrik misalnya, di Pulau Madura beberapa hari terakhir ini terganggu akibat cuaca buruk. Di be-berapa wilayah sering terjadi pemad-aman listrik akibat jaringan tertimpa ranting pohon yang patah karena hantaman angin kencang. Asisten Manajer PLN Area Pelayanan dan Jaringan (APJ) Madura Suroso Buang Syamsuri tidak menampik jaringan listrik sempat terganggu, disebabkan oleh angin. “Memang ada gangguan listrik karena siklus angin sedang ek-strim,“ katanya.

Tidak listrik yang terganggu angin, lalu lintas di selat Madura juga ter-ganggu. Penyeberangan kapal rute Ujung-Kamalsempat disetop semen-tara karena cuaca tak bersahabat. Belakangan ini, cuaca benar-benar memburuk di Selat Madura. Begitu ekstrimnya cuaca, sebagian kapal atau perahu motor terseret arus ka-rena tak sanggup melawan angin. Bahkan, PT Angkutan Sungai Danau Penyeberangan (ASDP) yang mel-ayani penyeberangan Ujung-Kamal mengambil kebijakan buka tutup perjalanan kapal karena tidak mau ambil resiko yang lebih buruk. “Men-jaga kemungkinan terjadinya hal terburuk tiba,” kata Manager Opera-sional PT ASDP Ujung Waluyo men-gatakan.

Gara-gara angin ini pula, sebuah ge-dung Sekolah Dasar Negeri (SDN) di

Bangkalan ambruk karena tertimpa pohon tumbang. Kabid sarana dan prasarana Disdik Bangkalan Bam-bang Budi Mustika menuturkan, ge-dung SD yang ambruk itu berlokasi di Desa Separah, Kecamatan Galis. Ambruknya gedung sekolah ini tidak saja mengancam jiwa. Selain itu, ak-tivitas pembelajaran di sekolah yang tertimpa pohon besar ini terpaksa diliburkan karena ruang belajar pe-serta didik ambruk. Dua ruang kelas (kelas II dan III) di SDN Separah I un-tuk sementara tak bisa digunakan dan segera diperbaiki.

Angin kencang jua merusak be-berapa unit rumah di Kabupaten Sampang. Diantaranya, rumah dan surau milik Ismail (51), warga Dusun Lombung, Desa Pasean, Kecamatan Kota Sampang rusak tetrimpa pohon yang tumbang karena hempasan

CUACA MEMBURUK DI PULAU GARAM

Foto

: Sai

ful B

ahri/

SM

CUACA EKSTRIM: Sebuah mobil yang sedang melintas di jalan raya Sumenep-Pamekasan berusaha menerobos genangan air yang cukup tinggi. Pemerintah diharapkan bisa memperbaikan gorong-gorong dan saluran air di pinggir jalan agar kondisi ini tidak terus terjadi.

Page 39: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 2012 39

angin. Meski dilanda musibah, Ismail masih beruntung karena anggota keluarganya selamat. Sebab saat pohon tumbang dan menimpa rumahnya, Ismail dan istrinya berada di ladang untuk bercocok tanam. Sedangkan dua anaknya mengikuti KBM (kegiatan belajar mengajar) di sekolahnya masing-masing. Saat diberi tahu warga, ayah dua anak itu langsung bubrah dari sawah menuju rumah dan mendapati rumahnya tak bisa dihuni lagi.

Belum puas rasanya bila angin hanya merobohkan po-hon dan menimpa rumah di Sampang. Selanjutnya, an-gin berembus sangat keras di Pamekasan. Angin ini “ber-hasil” merobohkan sebuah rumah warga di Kabupaten Pamekasan milik Juhairiyah, 56, warga Dusun Daleman Daja, Kecamatan Kadur. Berbeda dengan di Sampang di-mana pemiliknya selamat, di Pamekasan lain ceritanya. Akibat kejadian itu pemilik rumah menderita luka-luka karena tertimpa reruntuhan plafon dan genteng rumah dan sempat dilarikan ke puskesmas terdekat.

Selain merobohkan rumah, angin juga sempat memutus aliran listrik. Tidak hanya itu, sebuah rumah lainnya mi-lik Misna warga Dusun Sumor Kandang, Desa Larangan Luar, Kecamatan Larangan, juga ambruk setelah tertim-pa pohon tumbang akibat angin kencang.

Di Sumenep, punya cerita sendiri. Sebuah gudang lint-ing rokok milik Muhammad Hayat, warga Desa Juruan Laok, Kecamatan Batuputih, Sumenep ambruk setelah diterjang angin kencang. Kejadian itu diawali saat angin kencang berbentuk pusaran bergerak dari arah barat. Begitu mendekat ke desa Juruan Laok, gedung beruku-ran 12 x 6 meter itu tidak langsung roboh. Sebab sejurus sebelunya, angin terlebih dahulu menerbangkan atap gedung ini dan tak lama kemudian, gedung ikut ambruk. Ini setelah mendapat serangan angin secara bertubi-tu-bi. Meski tidak menimbulkan korban, namun ambruknya gedung ini menyita perhatian warga.

Berdasarkan prakiraan cuaca dari Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kalianget Sumenep, kondisi angin kecang berlangsung secara simultan hingga akhir bulan. Sesuai alat ukur di BMKG, Sumenep berawan dan angin bertiup dari arah barat dengan kece-patan 10-50 km/jam. Sedangkan gelombang di perairan Sumenep dengan ketinggian 1-5 meter. Kondisi ini me-nyebabkan nelayan tak bisa melaut.

Karena angin pula, dua kapal motor milik warga Pulau Sapeken, Kabupaten Sumenep dikabarkan pecah aki-bat dihantam ombak. Dua perahu motor itu (Danakan I dan II)bergerak menuju Bali dengan barang angkutan ikan kerapu. Memang tdak ada korban jiwa dalam peri-stiwa ini. Itu karena para anak buah kapal berhasil me-nyelamatkan diri menggunakan pelampung dan papan.

Sementara itu, empat kapal lainnya berlindung di Perai-ran Pulau Poteran, Kecamatan Talango. Diduga, kapal itu bermuatan batu bara yang diprediksi istirahat semen-tara karena cuaca buruk. Tetapi saat badai berlalu, kapal bergerak lagi menuju PLTU Paiton, Probolinggo. (abe)

Dentum Marching Band berdentang di Gerbang Salam, nama lain dari Kota Pamekasan akhir Februari lalu. Ini merangkai pelaksanaan lomba drumband/march-ing band Kejurprov Gubernur Cup XXXIII Jatim dan kejuaraan tournamen se Jawa Bali yang dituanrumahi Pamekasan. Berbagai kelompok marching band dari berbagai daerah hadir di sini membuat suasana gaduh berirama rancak. Bahkan dari Bali pun, hadir di Ger-bang salam.

Koordinator PDBI (Persatuan Drumband Indonesia) Indonesia Wilayah Madura Kadarisman Sastrodiwirdjo mengaku pelaksanaan lomba tersebut memuaskan. Namun demikian, di bagian yang lain masih perlu dibenahi menuju kesempurnaan. Keberlangsungan kegiatan tersebut dianggap menambah citra positif Ka-bupaten Pamekasan selaku tuan rumah pelaksanaan lomba drumband/marching band Kejurprov Gubernur Cup XXXIII Jatim dan kejuaraan tournament se Jawa Bali.

Pelaksanaan kegiatan lomba drumband/marching band Kejurprov Gubernur Cup XXXIII Jatim dan kejuaraan tournament se Jawa Bali melalui rute dari Kecamatan Galis Jalan Dasok, Jalan Pasar Pao (Pademawu), Jalan Jokotole, Jalan Jingga, Jalan Purba, Jalan Truno-joyo dan finish di Monumen Arek Lancor (Kota). Pe-serta datang dari Jakarta, Yogyakarta, Bali, Semarang, Blitar, Surabaya, dan koat lainnya di di Jawa dan Bali.

Saat lomba ini berlangsung, warga Pamekasan ber-hambur ke luar rumah. Mereka menyaksikan atraksi yang baru ditemukan karena sebelumnya hal yang sama tidak berlangsung di kota Gerbang Salam. Marching band ini memunculkan gerak, bunyi, dan atraksi yang berbeda-beda satu sama lain. “Luar biasa,” begitu komentar koordinator PDBI Kadarisman Sastrodiwirjo. (abe)

Marching Band Gebrak Gerbang Salam

ATRAKTIF: Seorang anggota TNI AL di Pamekasan sedang men-unjukkan kebolehannya dalam pertunjukan Marching Band

Page 40: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 201240

Jika dipaksakan, rakyat menyaran-kan duet SBY-Boediono mundur dari jabatannya sebagai presiden

dan wakil presiden karena dianggap tidak mendengarkan aspirasi rakyat. Mereka menganggap, pemerintah tidak hanya tak mendengar suara rakyat. Tetapi pemerintah sudah tidak mengindahkan suara tuhan. Sebab, mereka menganggap suara rakyat suara tuhan.

Di Bangkalan, aksi menolak kenaikan harga BBM disuarakan aktivis HMI. Aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dilakukan dengan cara memblokir jalan. Sehingga sepanjang jalan pro-tokol di Bangkalan sempat macet. Selain itu, aksi di Bangkalan ini beru-

jung nyaris ricuh. Itu terjadi ketika para pengguna sepeda motor beru-saha menerobos barisan mahasiswa yang sedang berorasi dan memicu kemarahan mahasiswa. Ketegangan berlanjut karena aparat memebri ke-san memaksa untuk membuka jalan yang diblokir mahasiswa.

Sedang di Sampang, demo menen-tang kenaikan harga BBM dikoman-dani Forum Komunikasi Pemuda dan Mahasiswa Sampang (Forkamsa). Mereka mendatangi gedung DPRD setempat. Aksi ini dilengkapi dengan happening art. Sejumlah aktivis men-gusung sebuah benda mirip jasad manusia bertuliskan SBY yang diarak saat mereka long march menuju ge-dung rakyat. Massa juga memben-

tangkan spanduk bergambar Pres-iden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa dan Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Dalam spanduk itu juga tertulis Kejar Citra Lewat 100 Ribu Rupiah.

Aksi ini dudukung rakyat yang dibuk-tikan dengan kehadiran Ketua DPRD Sampang Imam Ubaidilah yang hadir di tengah pengunjuk rasa. Di depan massa, ketua dewan menyatakan dukungan yang sebesar-besarnya ke-pada pemerintah jika tidak jadi me-naikkan BBM. Alasannya, kebijakan kenaikan BBM saat ini tidak disetujui rakyat Indonesia termasuk warga Sampang yang datang menemuinya di kantor wakil rakyat Sampang. “Atas nama pimpinan DPRD Sampang, kami mendukung pengunjuk rasa (yang menolak kenaikan harag BBM),” katanya saat menyambut kehadiran massa Imam.

Dukungan DPRD Sampang tidak han-ya sampai di orasi. Pimpinan dewan Sampang itu juga membubuhkan

MENOLAK TUNDUK, MENUNTUT TANGGUNG JAWAB

TOLAK KENAIKAN BBM: Seorang mahasiswa PMII Cabang Pamekasan sedang melakukan aksi teaterikal dengan menarik angkutan mogok.

Rencana kenaikan harga BBM yang dijadwalkan berlaku efektif April mendatang mendapat perlawanan dari rakyat

Madura. Dari ujung barat Bangkalan hingga ujung timur Sumenep, rakyat Madura menolak tunduk dan menuntut

tanggung jawab pemerintah. Mereka tidak sepakat atas kenaikan harga BBM.

KriminalPercik Pembangunan Madura tolak kenaikan BBM

Rakyat Madura Emoh BBM Naik Harga

Foto

-foto

: Sai

ful B

ahri/

SM

Page 41: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 2012 41

Obituari

TOLAK KENAIKAN BBM: Seorang mahasiswa PMII Cabang Pamekasan sedang mel-akukan aksi taterikal dengan menarik angkutan mogok.

tanda tangan di statement Forkamsa yang isinya menolak kenaikan harga BBM. Statemen penolakan yang tel-ah ditandatangani tokoh Sampang itu dikirim kepada pemerintah pusat melalui Pemprov Jatim.

Sementara di Pamekasan, unjuk rasa menolak kenaikan BBM disuarakan aktivis PMII. Aksi ini ditampilkan dalam bentuk teatrikal dan long march dari monumen Arek Lancor menuju kantor DPRD. Aksi teatri-kal mahasiswa PMII ini ditampilkan dalam bentuk visualisasi penarikan mobil MPU yang mogok karena tak sanggup membeli BBM. Mahasiswa menuding kenaikan BBM hanya pen-galihan isu untuk menutupi kasus korupsi yang menimpa para kader partai demokrat. Mereka menuding ketua pembina Demokrat panik atas kasus yang menimpa kader-kadernya di partai berlogo mercy itu. Akibatnya, atas nama pemerintah SBY berencana menaikkan harga BBM dengan dalih penyesuaian harga atas naiknya min-yak di dunia. Padahal, mahasiswa men-duga isu kenaikan BBM untuk menu-tupi kasus tipikor yang melanda kader terbaik Demokrat.

Berbeda dengan di Sampang di-mana ketua DPRD Imam Ubaidilah yang langsung bersuara mendukung pengunuk rasa dan bahkan bertanda tangan sebagai pernyataan sikap, di Pamekasan suara PMII hanya ditam-pung. Buktinya, Wakil Ketua DPRD Pamekasan Khairul Kalam yang men-emui peserta aksi hanya menam-pung dan berjanji akan menyam-paikan aspirasi penolakan terhadap rencana kenaikan harga BBM yang terus bermunculan.

Adapun di Sumenep, aksi penolakan terhadap kenaikan harga BBM datang bergelombang. Badan Eksekutif Ma-hasiswa (BEM) se Kabupaten Sume-nep mendesak SBY-Boediono untuk menanggalkan jabatan. Cara itu di-anggap lebih gentle untuk menegas-kan dirinya yang sungguh-sungguh tidak sanggup lagi mendengarkan suara rakyat. Di depan kantor de-wan, BEM menganggap pemerintah sudah tidak sanggup lagi menjalan-kan amanat penderitaan rakyat. Itu sebabnya, jika SBY-Boediono masih memiliki hati nurani, mundur dari

PercikPembangunanMadura tolak kenaikan BBM

jabatannay sebagai presiden dan wakil presiden dianggap lebih pas.

BEM memandang, kenaikan harga BBM sebagai petaka bagi demokrasi dan rakyat juga. Sebab, di mana-mana terjadi penolakan rencana kenaikan harga BBM. Seharusnya, saat rakyat menolak pemerintah membatalkan rencana kenaikan harag tersebut. Jiak pemerintah tetap melanjutkan ren-cana tersebut, sama artinya dengan tidak adanya lagi kedaulatan di repub-lik ini. Sebab, pemilih sah kedaulatan yang tak lain rakyat Indonesia sudah tidak dianggap lagi sebagai pemilik kedaulatan oleh pemerintah. Selain itu, kenaikan harga BBM sudah pasti akan diikuti dengan kenaikan harga-harga barang dan sembako lainnya. “Hanya ada dua opsi, SBY-Boediono mundur atau batalkan rencana kenaikan har-ga BBM,” teriak korlap aksi Eko yang berunjuk rasa di dewan dan di kantor bupati Sumenep.

Aksi penolakan terhadap kenaikan harga BBM lainnya di Sumenep, disuarakan Hisbut Tahrir Indonesia

Korlap aksi Edy Junaidi menilai dampak kenaikan BBM akan terasa lebih berat bagi warga kepulauan. Menurutnya, tidak adanya kenaikan harga saja warga kepulauan sudah tersiksa. Misalnya, pasokan BBM se-lalu telat ke pulau dan itupun dijual dengan harga lebih tinggi karena suplay BBM ke kepulauan memerlu-kan dana tambahan. Selain itu, ak-tivitas warga pulau sangat tergan-tung dengan BBM karena nelayan menggunakan perahu motor. “Bay-angkan, BBM tak naik saja warga pulau menderita, apa tidak lebih tersiksa jikaharga BBM dinaikkan lagi,” terangnya di depan gedung dewan.

Aksi warga Sumenep dari berba-gai elemen tentang kenaikan harga BBM itu direspon positif oleh Bupati Sumenep, A Busyro Karim. Busyro atas nama rakyat Sumenep meminta pemerintah pusat melakukan evalu-asi kembali terhadap rencana kenai-kan harga BBM. Dia tidak menampik kenaikan harga BBM sangat mem-buat masyararakat terganggu. Men-

(HTI). Aktifis HTI membawa poster dan menyebarkan selebaran berisi penolakan atas rencana kenaikan harga BBM. Para pendemo ini tidak peduli meski hujan mengguyur dan aksi tetap berlalu di ruas-ruas jalanan kota. Selain itu, ada lagi kelompok lain, Aliansi Warga Sumenep (AWS) yang juga berunjuk rasa menentang kenaikan harga BBM ini.

ruutnya, rakyat Sumenep yang men-ghuni ratusan pulau akan mengalami penderitaan yang luar biasa apabila pemerintah pusat tetap menaikkan harga BBM. “Kami minta pemerin-tah (pusat) mengevaluasi kembali (rencana menaikkan harga BBM), “ ujarnya menyikapi gelombang aksi penolakan kenaikan harga BBM di Sumenep. (mak/naf/bus)

Page 42: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 201242

Oase

Laras HatiOleh : Abrari Alzael

Gandamana sehingga jatuh ke dalam perangka-pnya, kubangan. Saat Gandamana di kubangan, Su-man kembali ke Hastina dan melapor kepada Pandu bahwa Gandamana telah berkhianat dan memihak musuh. Pandu yang saat itu labil segera memutus-kan untuk mengangkat Suman sebagai patih baru.

Tiba-tiba Gandamana yang ternyata masih hidup muncul dan menyeret Suman. Suman pun dihajar habis-habisan sehingga wujudnya yang tampan berubah menjadi jelek. Mulai saat itu, Suman dis-ebut Sengkuni, perpaduan dari dua kata saka yang berarti dari ucapan. Ini bermakna bahwa seseorang bertanggung jawab dari apa yang diucapkan seperti halnya cacat (buruk rupa) Suman justru karena hasil ucapannya sendiri. Beruntung Brahma tidak sekejam Gandamana karena jika Brahma sesifat Gandamana maka ia akan pensiun dari Dewa.

Tetapi Tuhan melampaui semuanya, pemaaf, pen-yabar, dan antikekerasan. Meski ditipu, tuhan tidak menipu. Konsistensi ini yang seharusnya diwarisi kholifahnya di muka bumi. Sebagai penjabat Tuhan di jagat raya, kholifah pantas memiliki lurus dan laras hati sebagai engkaulah satu-satunya seperti lagu Dewa. Setidak-tidaknya tidak lebay dan memiliki konsistensi. Sebab manusia pada akhirnya bukan ha-rimau yang menerkam dan tidak mati dengan men-inggalkan belang.

Bila Tuhan sesifat Gandamana, pastilah ia meng-hajar siapa saja yang tidak memiliki konsistensi, tak lama setelah peristiwa berlangsung. Tetapi Tuhan lain dan pasti berbeda, selalu memebri kesempatan lebih banyak bagi siapa saja yang menginginkan pembelajaran. Dalam bahasa Tuhan, belajar berarti memperbaiki tingkah dan selanjutnya ada peruba-han perilaku.

Seperti juga Angelina Sondakh atau siapa saja masih diberi kesempatan untuk berubah dan tidak mendahului takdir politik dan hukum. Dulu, artis yang juga politisi ini begitu gegap gempita dan bersemangat ketika tampil di televisi dengan kali-mat, katakan tidak pada korupsi. Kini, anggi sedang mengikuti ujian konsistensi dan kompetensi, pada saat yang sama. Namun Anggi barangkali ketiban sial meski mungkin sesungguhnya masih lebih ban-yak yang lebay tanpa laras hati. (**)

Suatu ketika, saat hari Jumat tiba. Di sebuah rumah ibadah, orang-orang berlarian karena salat segera dimulai. Mereka datang terlambat. Tetapi saat sembahyang usai, mereka buru-buru pulang, orang-orang yang terlambat datang itu. Padahal, mereka datang ke masjid hanya satu kali saja. Itupun jika tidak sedang dalam perjalanan dan yang begitu itu, orang-orang itu saja ditambah orang lain karena memang terburu-buru, sesekali saja.

Ketika datang pada seorang suhu, fenomena itu menjadi tanda bahwa perlahan-lahan Tuhan mulai dihi-langkan dalam religiusitas keseharian anak bangsa. Ada kecendrungan lebay kolektif yang menggurita. Cinta kepada Tuhan dengan model begitu, ibarat seorang hamba yang perayu kepada kekasihnya yang ditipu. Di depan kekasihnya, ia mengaku sangat cinta, amat rindu. Tetapi di belakangnya, ia memiliki kekasih lain dengan mengatakan hal yang sama, cinta dan rindu juga : kamulah satu-satunya, seperti bait sebuah lagu Dewa 19, Laras Hati.

Di senjakala lain pada peristiwa yang berbeda, se-orang yang lebay itu berhadapan dengan masalah yang pelik. Ia yang tidak begitu rindu pada tuhan tiba-tiba menyebut nama tuhan paling banyak bahkan dengan suara lantang, berkali-kali pula. Ibarat seorang pejabat di negeri sebelah, ia mulai baik-baik kepada atasannya dengan harapan naik pangkat atau setidaknya dibantu dalam menyelesaikan persoalan. Ketika benar-benar dibantu atau naik pangkat, kemungkinannya hanya ada dua ; tetap baik atau lupa pada kebaikan yang datang dari luar dirinya.

Inilah yang dialami Harya Suman. Seorang kstaria tampan yang tiba-tiba berubah buruk muka akibat di-hajar Patih Gandamana. Namanya pun berganti, men-jadi Sengkuni. Suatu ketika, Gandamana, pangeran dari Kerajaan Pancala yang memilih mengabdi sebagai patih di Kerajaan Hastina di era pemerintahan Pandu.

Diceritakan, Suman sangat ambisi merebut jabatan patih. Berbagai macam cara dilakukan untuk menying-kirkan Gandamana. Suatu hari, Suman berhasil men-gadu domba antara Pandu dengan muridnya Prabu Tremboko (raksasa). Akibat fitnah ini, terjadi ketegan-gan antara Kerajaan Hastina dan Kerajaan Pringgadani.

Pandu pun mengirim Gandamana sebagai duta perdamaian. Tetapi di tengah jalan, Suman menjebak

Page 43: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 2012 43

Page 44: Suluh MHSA

SULUH MHSA | Edisi X|Maret 201244