40
Jurnal IDe Jurnal IDe Inspirasi Demokrasi Suara KPU Jawa Timur Mengawal Demokrasi Membangun Negeri KPU JAWA TIMUR PILKADA SERENTAK PARTISIPASI MASYARAKAT PADA PILKADA SERENTAK TAHUN 2015 DENGAN SATU PASANGAN CALON DI KABUPATEN BLITAR

Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe filetindak lanjut dari Surat KPU RI Nomor: 173/KPU/IV/2016 tentang Riset Partisipasi Masyarakat. Surat tersebut menyebutkan KPU Jatim bersama KPU Provinsi

Embed Size (px)

Citation preview

edisi 14Desember 2016

Jurnal IDeJurnal IDeInspirasi Demokrasi

Suara KPU Jawa Timur

Mengawal Demokrasi Membangun Negeri

KPU JAWA TIMUR

PILKADA

SERENTAK

PARTISIPASI MASYARAKAT PADAPILKADA SERENTAK TAHUN 2015 DENGAN SATU PASANGAN CALON

DI KABUPATEN BLITAR

Suara KPU Jawa Timur Desember 2016 1

Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur (KPU Jatim) pada bulan Desember 2016 kembali menerbitkan Jurnal Inspirasi Demokrasi (Ide) Suara KPU Jatim. Jurnal Ide Suara KPU Jatim saat ini sudah

masuk pada terbitan ke-14. Dengan ini, tentunya ucapan syukur patut Kita haturkan kepada Allah SWT. Tak lupa terima kasih Kami sampaikan kepada Komisioner KPU Jatim, Sekretaris dan seluruh staf yang mem-bantu dalam penyusunan Jurnal Ide. Rasa terima kasih ini Kami sam-paikan pula pada seluruh keluarga besar KPU se-Jawa Timur yang terus memberikan sumbangan ide tertulisnya.

Jurnal Ide KPU Jatim edisi ke-14 hadir sedikit berbeda dari edisi-edisi sebelumnya. Jika pada edisi sebelumnya berisi beberapa tulisan dari ke-luarga besar KPU se-Jatim, pada edisi kali ini sengaja menyajikan hasil riset yang berjudul “Partisipasi Masyarakat pada Pilkada Serentak Tahun 2015 dengan Satu Pasangan Calon di Kabupaten Blitar”. Riset ini sebagai tindak lanjut dari Surat KPU RI Nomor: 173/KPU/IV/2016 tentang Riset Partisipasi Masyarakat. Surat tersebut menyebutkan KPU Jatim bersama KPU Provinsi Jawa Barat dan KPU Provinsi Nusa Tenggara Timur menda-patkan tema riset terkait Pilkada 2015, dengan fokus pada daerah yang pilkada dengan satu pasangan calon.

Riset Partisipasi Masyarakat pada Pilkada Serentak Tahun 2015 dengan Satu Pasangan Calon di Kabupaten Blitar perlu diangkat karena pertama, dilaksanakannya Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu wu-jud dari negara demokrasi. Kedua, partisipasi politik masyarakat adalah salah satu bentuk aktualisasi dari proses demokratisasi. Ketiga, lazim-nya proses pemilihan diikuti lebih dari satu pasangan calon, namun re-alitasnya di Kabupaten Blitar pada Pilkada Serentak Tahun 2015 hanya ada satu pasangan calon/calon tunggal. Sehingga adanya fenomena ini, maka perlu diketahui partisipasi politik masyarakat dengan satu pasa-ngan calon dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Bli-tar pada Tahun 2015.

Harapannya dengan menampilkan hasil riset partisipasi masyarakat KPU Jatim pada Jurnal Ide, dapat membantu publikasi dari hasil riset. Se-hingga dapat menjangkau lebih banyak masyarakat. Dengan demikian manfaat dari riset dengan judul Partisipasi Masyarakat pada Pilkada Serentak Tahun 2015 dengan Satu Pasangan Calon di Kabupaten Blitar dapat tercapai.

Kami menyadari adanya keterbatasan dari Jurnal Ide ini. Saran dan kritik dari masyarakat ataupun pembaca sangat Kami harapkan untuk perbai-kan Jurnal Ide berikutnya. Akhirnya, semoga Jurnal Ide dapat menambah khasanah keilmuan dan dapat memberikan rekomendasi bagi pengam-bil kebijakan. Salam. r

Dari Redaksi

2

Pengarah: Eko Sasmito, Gogot Cahyo Baskoro, Choirul Anam, Dewita Hayu Shin-ta, Muhammad Arbayanto. Penanggung-jawab: HM. E. Kawima. Pemimpin Redaksi: Slamet Setijoadji. Redaktur: Azis Basuki. Sekretaris Redaksi: Dina Lestari. Kontributor: Keluarga Besar KPU se-Jawa Timur. Alamat Redaksi: Badan Hukum, Teknis, Hupmas Sekretariat KPU Provinsi Jawa Timur Jl. Raya Tenggilis No. 1-3 Surabaya.

Daftar Isi

Pendahulluan

Kerangka Teori

Metode Penelitian

Hasil dan Pembahasan

Penutup

Dari RedaksiHAL 1

HAL 4

HAL 7

HAL 14

HAL 15

HAL 36

HAL 36

Daftar Pustaka

Suara KPU Jawa Timur Desember 2016 3

Partisipasi Masyarakat Pada Pilkada Serentak Tahun 2015 Dengan Satu

Pasangan Calon di Kabupaten Blitar

4

Latar Belakang

Pelaksanaan demokrasi di Indo-nesia saat ini sedang berjalan menuju demokrasi yang de-

wasa, dimana rakyat sebagai peme-gang kekuasaan tertinggi menjadi hal yang dikedepankan. Partisipasi masyarakat dalam politik menun-jukkan bahwa demokrasi semakin tampak di Indonesia. Partisipasi poli-tik masyarakat merupakan salah satu bentuk aktualisasi dari proses demokratisasi, dimana membuka ruang dan membawa masyarakat untuk terlibat langsung dalam proses pemilihan pemimpin atau kepala daerah secara langsung.

Sebagian besar negara demokrasi, pemi-lihan umum dianggap salah satu lambang, sekaligus tolak ukur keberhasilan demokrasi. Hasil pemilihan umum dianggap mencer-minkan demokrasi meskipun tidak menjamin partisipasi dan kebebasan masyarakat ber-

jalan sepenuhnya. Sekalipun demikian, disa-dari bahwa Pemilihan Umum (Pemilu) bukan satu-satunya tolak ukur dalam demokrasi, masih diperlukan beberapa parameter beru-pa kegiatan lain yang lebih bersifat berkesi-nambungan, seperti partisipasi dalam kegia-tan partai, lobbying, dan sebagainya.

Beberapa negara berkembang partisi-pasi yang bersifat otonom, artinya lahir dari mereka sendiri, masih terbatas. Di beberapa negara yang rakyatnya apatis, sebab jika par-tisipasi mengalami jalan buntu, dapat terjadi dua hal yaitu “anomi” atau justru “ revolusi”. Maka melalui pemilihan umum yang se ring didefinisikan sebagai “ pesta kedaulatan rakyat”, masyarakat dapat secara aktif me-nyuarakan aspirasi mereka baik itu ikut ber-partisipasi dalam kegiatan partai, ataupun “menitipkan” dan “mempercayakan” aspirasi mereka pada salah satu partai peserta Pemi-lu yang dianggap dapat memenuhi, serta menjalankan aspirasi masyarakat yang telah dipercayakan pada partai tersebut. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dan juga sebagai demokrasi yang sedang berusa-

PENDAHULUAN

Pilkada satu pasangan calon adalah pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diiku-

ti oleh satu pasangan calon dimana pemilih mem-berikan pilihan/ suara “Setuju” atau “Tidak Setuju”

terhadap calon tersebut. Jika suara terbanyak pemi-lih adalah setuju, maka pasangan calon ditetapkan

sebagai pasangan calon terpilih. Sedangkan jika suara terbanyak pemilih adalah tidak setuju maka

pemilihan ditunda ke Pilkada berikutnya.

Suara KPU Jawa Timur Desember 2016 5

ha mencapai stabilitas nasional dan meman-tapkan kehidupan politik juga me ngalami ge-jolak-gejolak sosial dan politik dalam proses pemilihan umum.

Pelaksanaan pemilihan umum di daerah kabupaten/kota juga dilangsungkan un-tuk mengukur keberhasilan pelaksanaan demokrasi pada suatu daerah. Masyarakat daerah yang lebih dapat melakukan interaksi lebih dekat pemimpin di daerah, menjadikan masyarakat daerah antusias untuk berpar-tisipasi. Pelaksanaan Pilkada di tahun 2015 telah dilakukan di daerah-daerah dan secara keseluruhan telah berlangsung dengan baik. Sistem Pilkada memang telah dipersiapkan Pemerintah maupun KPU sejak beberapa bu-lan sebelum dilakukannya Pilkada. Mulai dari proses pendaftaran, sosialisasi, dan adminis-trasi pemilik suara.

Hanya saja dibeberapa daerah terdapat fenomena menarik, yakni pelaksanaan Pilka-da dengan satu pasangan calon. Dasar hukum pelaksanaan pilkada dengan satu pasangan calon tunggal adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 yang

selanjutnya diturunkan menjadi Peraturan KPU Nomor 14/2015 tentang Pemilihan Gu-bernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wak-il Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Wa-likota dengan Satu Pasangan Calon. Adanya dasar hukum ini memberikan konsekuensi kepada tiga kabupaten yang hanya memi-liki pasangan pasangan calon tunggal untuk tetap menyelenggarakan Pilkada.

Pilkada satu pasangan calon adalah pemi-lihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diikuti oleh satu pasangan calon dimana pemilih memberikan pilihan/ suara “Setuju” atau “Tidak Setuju” terhadap calon tersebut. Jika suara terbanyak pemilih adalah setuju, maka pasangan calon ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. Sedangkan jika suara terbanyak pemilih adalah tidak setuju maka pemilihan ditunda ke Pilkada berikutnya.

Pelaksanaa Pilkada Serentak Tahun 2015 di Kabupaten Blitar dengan satu pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati, berasal dari koalisi PDI Perjuangan dan Partai Gerindra, yaitu Rijanto-Marheinis Urip Widodo (RID-HO). Koalisi besar yang dipimpin PKB dengan

6

sekutu politik PAN, Partai Golkar, PPP, Partai Demokrat, Partai Nasdem, Partai Hanura dan PKS memilih untuk tidak mendaftarkan pasangan calon (paslon). Banyak pendapat menyatakan adanya satu pasangan calon ini disebabkan karena kurangnya partisipasi masyarakat Blitar untuk mencalonkan diri sekaligus melawan paslon RIDHO. Diduga karena mayoritas masyarakat Blitar memang dikuasai salah satu partai tertentu.

Adanya fenomena di atas, maka KPU se-bagai penyelenggara pemilu merasa perlu untuk menggali lebih dalam alasan dan pe-nyebab terjadinya Pilkada dengan satu serta mengetahui partisipasi masyarakat pada Pilkada tersebut. Dengan demikian, KPU Provinsi Jawa Timur mengemasnya ke dalam sebuah penelitian yang berjudul “Partisipasi Masyarakat pada Pilkada Serentak Tahun 2015 dengan Satu Pasangan Calon di Kabu-paten Blitar.”

Rumusan Masalah

Dari pemaparan tersebut di atas, maka hal-hal krusial yang patut diambil sebagai ru-musan masalah adalah:(1) Bagaimana pemahaman masyarakat Ka-

bupaten Blitar mengenai Pilkada Seren-tak Tahun 2015 dengan satu pasangan calon?;

(2) Bagaimana partisipasi masyarakat da-lam pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2015 dengan satu pasangan calon di Ka-

bupaten Blitar?;(3) Bagaimana kebijakan yang dapat me-

ningkatkan partisipasi masyarakat dalam Pilkada dengan Satu Pasangan Calon?

Tujuan Penelitian

Selanjutnya, berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitan yang diharapkan ialah:(1) Memahami dan menjelaskan pemaha-

man masyarakat Kabupaten Blitar me-ngenai Pilkada Serentak Tahun 2015 de-ngan satu pasangan calon;

(2) Memahami dan menjelaskan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Pilkada Se rentak Tahun 2015 dengan satu pasa-ngan calon di Kabupaten Blitar;

(3) Memahami dan menjelaskan kebijakan kedepan guna meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Pilkada dengan Satu Pasangan Calon.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:(1) Peningkatan kualitas penyelenggaraan

Pemilu;(2) Peningkatan partisipasi masyarakat;(3) Memberikan rekomendasi kebijakan

terkait Pemilu;(4) Pengembangan keilmuan terkait ke-Pemi-

lu-an dan partisipasi masyarakat. r

Suara KPU Jawa Timur Desember 2016 7

Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau ke-lompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yakni dengan cara memilih pimpinan negara dan,

secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebi-jakan pemerintah (public policy).

[Miriam Budiarjo (1994:183)]

Demokrasi

Secara etimologis, istilah demokra-si berasal dari bahasa Yunani, “demos” berarti rakyat dan

“kratos” atau “kratein” berarti kekua-saan. Konsep dasar demokrasi berarti “rakyat berkuasa” (government of rule by the people). Istilah demokrasi secara singkat diartikan sebagai pe-merintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Selain itu, demokrasi mengandung arti sebagai cara pemerintah negara yang disebut “autocratie” atau ”oli-garchie”. Yakni, pemerintahan yang dilakukan oleh segolongan kecil ma-nusia saja, yang menganggap diri nya sendiri tercakup dan berhak untuk mengambil dan melakukan segala kekuasaan diatas segenap rakyat.

Konsep demokrasi semula lahir dari pe-mikiran mengenai hubungan negara dan hukum di Yunani Kuno. Selanjutnya diprak-tekkan dalam kehidupan bernegara antara abad 4 SM - 6 M. Pada waktu itu, dilihat dari pelaksanaannya, demokrasi yang dipraktek-kan bersifat langsung (direct democracy), artinya hak rakyat untuk membuat kepu-tusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur ma yoritas. Di Yunani Kuno, demokrasi hanya berlaku

untuk warga negara yang resmi. Sedangkan penduduk yang terdiri dari budak, pedagang asing, perempuan dan anak-anak tidak dapat menikmati hak demokrasi.

Gagasan demokrasi Yunani Kuno lenyap ketika bangsa Romawi dikalahkan oleh suku Eropa Barat dan Benua Eropa memasuki abad pertengahan (600-1400). Walaupun be-gitu, ada sesuatu yang penting yang menjadi tonggak baru berkenaan dengan demokrasi abad pertengahan, yaitu lahirnya Magna Charta. Dari piagam tersebut, ada dua prin-sip dasar: Pertama, kekuasaan Raja harus dibatasi; Kedua, HAM lebih penting daripa-da kedaulatan Raja. Dalam negara modern demokrasi tidak lagi bersifat langsung, tetapi merupakan demokrasi berdasarkan perwaki-lan (representative democracy).

JJ Rousseau memandang pada dasarnya manusia itu sama. Pada kondisi alamiah antara manusia yang satu dengan dengan manusia lainnya tidak terjadi perkelahian. Manusia hidup aman, damai dan tentram. Seiring waktu hal ini akan berubah karena faktor alam, fisik dan moral menciptakan ketidaksamaan. Ketidaksamaan ini me-nyebabkan kekuasaan tunggal (otoriter) oleh sekelompok orang tertentu. Untuk meng-hadapi disparitas antara manusia yang satu dengan yang lain lahirlah “Du contract So-cial”. Kontrak sosial adalah kesepakatan yang rasional untuk menentukan seberapa luas kebebasan warga dan di lain pihak seberapa besar kewenangan pejabat negara. Kontrak

KERANGKA TEORI

8

Sosial ini dibentuk atas kehendak bebas dari semua untuk memantapkan keadilan dan pe-menuhan moralitas yang tinggi.1

Kehendak umum menciptakan negara yang memungkinkan manusia menikmati kebebasan lebih baik dari pada kebebasan yang di dapat dalam kondisi alamiah. Ke-hendak umum menentukan yang terbaik bagi masyarakat. Alasan pembentukan negara menurut Rousseau adalah sebagai kekuatan memaksa yang bersifat legal un-tuk mempergunakan kekerasan jika terdapat pengingkaran manusia yang melanggar akan kehilangan haknya serta dikenakan sanksi. Ar-gumentasi Rousseau sulit dimengerti dalam pengoperasian kewenangan dari kehendak umum ke pemerintah. Dalam penjelasannya Rousseau menyatakan yang memerintah ada-lah kehendak umum dengan menggunakan lembaga legislatif yang membawahi lembaga eksekutif. Di sini dia menekankan penting-nya demokrasi primer tanpa perwakilan dan perantara partai politik, sehingga masyarakat melalui kehendak umum dapat memerintah negara.2

Selain itu, Rousseau menyatakan konsep negara adalah hukum, artinya negara dipe-rintah oleh hukum. Dalam pemikirannya ba-dan legislatif berfungsi membuat aturan atau hukum, namun tidak memiliki aturan me-merintah. Menurutnya kekuasaan legislatif harus ditangan rakyat sedangkan eksekutif harus didasarkan pada kemauan bersama.3 Keberadaan lembaga legislatif dan eksekutif ini ada dengan pemilihan yang dilakukan oleh rakyat.

Bangsa Indonesia sejak dulu sudah mem-praktekkan ide tentang demokrasi walau bu-kan tingkat kenegaraan, masih tingkat desa yang disebut demokrasi desa. Contoh pelak-sanaan demokrasi desa pemilihan kepala desa dan rembug desa. Inilah demokrasi asli. Demokrasi desa mempunyai 5 ciri yakni ra-pat, mufakat, gotong royong, hak mengada-kan protes bersama dan hak menyingkir dari kekuasaan raja absolut mempergunakan pendekatan kontekstual.

1 Dedet Zelthauzallam, ‘Pemikiran Kontrak Sosial J.J. Rousseau dan Kontribusinya dalam Pemerintahan, Makalah Pemerintahan Sosial dan Politik, IPDN, Jakarta23 November 2013.

2 Ibid.3 Ibid.

Konsep negara hukum dikembangan per-tama kali oleh AV Dicey dengan sebutan The Rule of Law. Konsep negara hukum menurut Dicey bercirikan: (1) supremacy of law (2) Equality before the law (3) due procees of law.4 Prinsip-prinsip yang dianggap ciri pen-ting negara hukum menurut “The Interna-tional Commition of Jurists” adalah: (1) Nega-ra harus tunduk pada hukum, (2) pemerintah menghormati hak-hak individu dan (3) pera-dilan yang bebas dan tidak memihak.

Jimly Assiddiqie memaparkan suatu ne-gara modern dapat disebut negara hukum dalam arti yang memiliki ciri selain suprema-si hukum, persamaan hukum legalitas hukum adalah Pembatasan kekuasaan, Organ-organ eksekutif independen, peradilan bebas dan tidak memihak, peradilan tata usaha negara, peradilan tata negara, perlindungan hak asa-si manusia, bersifat demokratis, berfungsi se-bagai sarana mewujudkan tujuan bernegara dan transparansi dan kontrol sosial.

Philipus M. Hadjon dengan mendasarkan dari pada sifat-sifat liberal dan demokra-tis yang dikemukakan oleh S.W Couwen-berg berpendapat bahwa ciri-ciri rechtstaat (klasik) adalah:5

a. Adanya Undang-undang Dasar atau Kon-stitusi yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat;

b. Adanya pembagian kekuasaan negara yang meliputi kekuasaan pembuatan un-dang-undang yang ada pada parlemen, kekuasaan kehakiman yang bebas yang tidak hanya menangani sengketa antara individu rakyat tetapi juga antara pe-nguasa dan rakyat, dan pemerintah yang mendasarkan tindakannya atas undang-undang;

c. Diakui dan dilindunginya hak-hak kebe-basan rakyat.

Partisipasi Politik Masyarakat

Pada awalnya studi mengenai partisipasi partai politik memfokuskan diri pada partai

4 Jimly Assshiddiqie, Konstitusi dan Konstitual-isme Indonesia, Sekertariat Jenderal Kepaniter-aan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, h. 152.

5 Philippus M Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987, h. 76.

Suara KPU Jawa Timur Desember 2016 9

politik sebagai pelaku utama, tetapi dengan berkembangnya demokrasi banyak muncul kelompok mayarakat yang juga mempenga-ruhi proses pengambilan keputusan menge-nai kebijakan umum. Kelompok-kelompok ini lahir di masa pasca industrial (post industrial) dan dinamakan gerakan sosial baru (new so-cial movement). Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidu-pan politik, antara lain dengan jalan memilih pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung, memegaruhi kebijakan pe-merintah (public policy). Sedangkan menu-rut Herbet McClosky seorang tokoh masalah partisipasi mengemukakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung atau tidak langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum.6

Hal yang dikaji adalah tindakan-tindakan yang bertujuan untuk memengaruhi keputu-san-keputusan pemerintah, sekalipun fokus utamanya lebih luas tetapi abstrak, yaitu

6 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, hlm 367.

usaha-usaha untuk memengaruhi alokasi nilai secara otoritatif untuk masyarakat (the authoritative allocation of values for a so-ciety). Di negara-negara demokrasi konsep partisipasi politik bertolak dari paham bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat, yang dilak-sanakan melalui kegiatan bersama untuk menerapkan tujuan-tujuan serta masa de-pan masyarakat itu dan untuk menentukan orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan. Dapat disimpulkan bahwa parti-sipasi politik merupakan pengejawantahan dari penyelenggara kekuasaan politik yang absah oleh rakyat.7

Partisipasi politik erat sekali kaitanya dengan kesadaran politik, karena semakin sadar bahwa dirinya diperintah, orang kemu-dian menuntut diberikan hak bersuara dalam penyelenggaraan pemerintah. Perasaan ke-sadaran semacam ini dimulai dari orang yang berpendidikan, yang kehidupannya lebih baik dan orang-orang terkemuka.

Beberapa definisi partisipasi yang dike-mukakan oleh beberapa ahli diantaranya Wahyudi Kumorotomo (1999:112) mengata-kan partisipasi adalah berbagai corak tinda-kan massa maupun individual yang memper-7 Ibid, Hlm 368.

10

lihatkan adanya hubungan timbal balik antara pemerintah dan warganya. Menurut Samuel P. Hutington dan Joan Nelson (1997:3) me-ngatakan partisipasi adalah kegiatan warga yang bertindak sebagai pribadi-pribadi yang dimaksud untuk mempengaruhi pembua-tan keputusan oleh pemerintah, partisipasi bisa bersifat pribadi-pribadi atau kolektif, ter organisir atau spontan, mantap atau spo-radis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif. Miriam Budiarjo (1994:183) partisipasi poli-tik adalah kegiatan seseorang atau kelom-pok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yakni dengan cara memilih pimpinan negara dan, secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Michael Rush & Philip Althoff (2003: 23) partisipasi politik adalah keterlibatan individu sampai macam-macam tingkatan di dalam sistem politik. Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa partisipasi politik adalah suatu rang-kaian kegiatan yang melibatkan peran serta masyarakat baik langsung maupun tidak langsung yang bertujuan untuk mempenga-ruhi kebijakan pemerintah yang menyangkut kepentingan masyarakat umum.

Budiardjo (2009:367) menyatakan parti-sipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung, memengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). De ngan demikian Partisipasi politik erat kaitanya dengan kesadaran politik, karena semakin sadar bahwa dirinya diperintah, orang kemu-dian menuntut diberikan hak bersuara dalam penyelenggaraan pemerintah.

Menurut Herbert McClosky dalam Inter-national encyclopedia of the social sciences (Budiardjo,1996:183) partisipasi politik ada-lah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengam-bil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung da-lam proses pembentukkan kebijakan umum. Partisipasi politik seseorang dapat dilihat dari beberapa hal, diantaranya:8

a. Partisipasi AktifPartisipasi ini berorientasi kepada segi masukan dan keluaran suatu sistem

8 KPU Blitar, Kesukarelaan Warga dalam Politik di PEMILU Kabupaten Blitar Tahun 2014, hlm 8.

Suara KPU Jawa Timur Desember 2016 11

politik, misalnya kegiatan warga ne-gara mengajukan usul terkait kebijakan umum yang berbeda dengan kebijakan peme rintah, melakukan kritik dan saran kepada penyelenggara pemerintahan, dan ikut serta dalam berbagai pemilihan pimpinan pemerintahan di berbagai ting-katan.

b. Partisipasi PasifPartisipasi pasif, bentuk partisipasi ini berorientasi kepada segi keluaran suatu sistem politik. Misalnya, kegiatan men-taati peraturan/perintah, menerima, dan melaksanakan begitu saja setiap keputu-san pemerintah.

c. Golongan PutihGolongan putih (golput) atau kelompok apatis, karena menganggap sistem poli-tik yang ada telah menyimpang dari apa yang di cita-citakan. Namun dari ketiga bentuk partisipasi diatas ada sekelom-pok orang yang menganggap bahwa masyarakat dan sistem politik yang ada dinilia telah keluar dari ekpektasi se-hingga tidak ikut serta dalam partisipasi politik. Kategori ini mendapat julukan diantaranya apatis, sinisme, alienasi, dan anomie. Apatis atau masa bodoh dapat didefinisikan sebagai tidak punya minat, keinginan, dan perhatian kepada orang lain, situasi, kondisi, atau lainnya. Sinisme

adalah kecurigaan yang negatif dari ma-nusia dalam hal ini dia melihat bahwa politik adalah urusan yang jelek, kotor, tidak dapat dipercaya dan me nganggap bahwa partisipasi politik dalam bentuk apapun adalah sia-sia. Anomie menurut Lane adalah suatu perasaan kehidupan nilai dan ketiadaan awal de ngan kon-disi seorang individu mengalami pera-saan ketidakefektifan dan bahwa para penguasa bersikap tidak peduli yang mengakibatkan devaluasi dari tujuan-tujuan dan hilangnya urgensi untuk ber-tindak.Sedangkan Milbrath dan Goel (2007:289)

membedakan partisipasi politik menjadi be-berapa kategori perilaku yakni: (a) Apatis, adalah orang-orang yang menarik diri dari proses politik; (b) Spectator, yaitu berupa orang-orang yang setidaknya pernah ikut da-lam Pemilu; (c) Gladiator, yaitu orang-orang yang selalu aktif terlibat dalam proses politik; (d) Pengkritik, yaitu orang-orang yang ber-partisipasi dalam bentuk konvensional.

Menurut para ahli sosiologi politik telah dirumuskan berbagai bentuk partisipasi poli-tik. Berikut disajikan bentuk-bentuk partisi-pasi politik menurut beberapa ahli. Di dalam buku Pengantar Sosiologi Politik, Michael Rush dan Philip Althoff yang dikutip oleh Damsar dalam Pengantar Sosiologi Politik mengidentifikasi bentuk-bentuk partisipasi politik sebagai suatu tipologi politik. Hirarki

Partisipasi adalah kegiatan warga yang bertindak seba-gai pribadi-pribadi yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah, partisipasi bisa

bersifat pribadi-pribadi atau kolektif, ter organisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau

dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif. Miriam Budiarjo (1994:183) partisipasi politik ada-

lah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yakni dengan cara memilih pimpinan negara dan, secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebi-

jakan pemerintah (public policy).[Samuel P. Hutington dan Joan Nelson (1997:3)]

12

tertinggi dari partisipasi politik menurut Rush dan Althoff adalah menduduki jabatan politik atau administratif. Sedangkan hierarki yang terendah dari suatu partisipasi politik adalah orang yang apati secara total, yaitu orang yang tidak melakukan aktivitas poli-tik apapun secara total. Semakin tinggi hie-rar ki partisipasi politik maka semakin kecil kuantitas dari keterlibatan orang-orang.

Bentuk-Bentuk Partisipasi

Berpartisipasi merupakan gabungan dari kebebasan berpendapat dan berkelom-pok, di negara-negara demokrasi umumnya dianggap bahwa lebih banyak partisipasi masyarakat, lebih baik. Karena partisipasi menunjukkan bahwa warga mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin me-libatkan diri dalam kegiatan-kegiatan itu. Sebaliknya, tingkat partisipasi yang rendah pada umumnya dianggap sebagai tanda yang kurang baik, karena dapat ditafsirkan bahwa banyak warga tidak menaruh perhatian ter-hadap masalah kenegaraan.

Bentuk-bentuk partisipasi tersebut bisa berupa pemberian suara dalam pemilihan umum. Di sini masyarakat turut serta mem-berikan/ikut serta dalam memberi duku ngan

suara kepada calon atau partai politik. Par-tisipasi lainya adalah dalam bentuk kontak/ hubungan langsung dengan penjabat peme-rintah. Partisipasi dengan mencalonkan diri dalam pemilihan jabatan publik dan partisi-pasi dengan melakukan protes terhadap lem-baga masyarakat atau pemerintahan.

Partisipasi Masyarakat dalam Politik Seba-gai Implementasi Nilai-Nilai Demokrasi di Indonesia

Di Indonesia berpartisipasi politik di-jamin oleh Negara, tercantum dalam UUD 1945 pasal 28 yang berbunyi “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan sebagainya ditetap-kan dengan undang-undang”. Dan diatur secara jelas dalam dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 mengenai jaminan hak-hak sipil dan politik, dimana poin-poin hak yang harus dilindungi oleh Negara me-ngenai hak berpendapat, hak berserikat, hak memilih dan dipilih, hak sama dihadapan hu-kum dan pemerintahan, hak mendapatkan keadilan, dll. Seperti partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum, ini merupakan salah satu implementasi nilai-nilai demokrasi di Indonesia, yang mencerminkan nilai Kebe-

Suara KPU Jawa Timur Desember 2016 13

basan, dimana masyarakat diberi kebebasan penuh untuk memilih, mendukung calon yang di inginkan.

Dalam hal lain masyarakat Indonesia juga menunjukkan nilai kebebasan demokrasi da-lam hal melakukan protes terhadap peme-rintah. Ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam politik di Indonesia me-ngalami peningkatan. Budiarjo (1996:185) menyatakan dalam negara-negara demokra-tis umumnya dianggap bahwa lebih banyak partisipasi masyarakat lebih baik. Dalam alam pemikiran ini tingginya tingkat parti-sipasi menunjukkan bahwa warga negara mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan itu. Sebagai pelaksanaan nilai demokrasi, partisi-pasi masyarakat dalam politik memiliki peran penting. Karena dalam negara demokrasi semua bersumber pada rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Pemilihan Umum (Pemilu)

Menurut teori demokrasi klasik Pemilu merupakan suatu Transmission of Belt, sehing-ga kekuasaan yang berasal dari rakyat dapat be-ralih menjadi kekuasaan negara yang kemudian menjelma dalam bentuk wewenang pemerin-tah untuk memerintah dan mengatur rakyat.

Definisi demokrasi yang dikemukakan oleh International Commision of Jurist. “Demokrasi adalah suatu bentuk pemerin-tahan dimana hak untuk membuat keputu-san-keputusan politik diselenggarakan oleh warga negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan bertanggung jawab kepada

mereka melalui proses pemilihan yang be-bas”. Dengan demikian tentu dapat dikemu-kakan bahwa Pilkada merupakan ciri adanya demokrasi di Indonesia, dengan wujud par-tisipasi rakyat untuk terjun ke ranah politik baik sebagai calon maupun pemilik suara.

Berikut beberapa pernyataan beberapa para ahli mengenai Pemilu Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim: pemilihan umum tidak lain adalah suatu cara untuk memilih wakil-wakil rakyat. Dan karenanya bagi suatu negara yang menyebut dirinya sebagai ne-gara demokrasi, pemilihan umum itu harus dilaksanakan dalam wakru-waktu tertentu. Bagir Manan: Pemilihan umum yang diadakan dalam siklus lima (5) tahun sekali merupakan saat atau momentum memperlihatkan secara nyata dan langsung pemerintahan oleh rakyat. Pada saat pemilihan umum itulah semua calon yang diingin duduk sebagai penyelenggara ne-gara dan pemerintahan bergantung sepenuh-nya pada keinginan atau kehendak rakyat.

Berdasarkan UUD 1945 Bab I Pasal I ayat (2) dijelaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan menurut UUD. Dalam berdemokrasi yang menjalankan kedaulatan itu adalah wakil-wakil rakyat yang terpilih lewat pemilihan umum. Robert Dahl (1992:33) pemilihan umum adalah lembaga sekaligus praktik politik yang memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan perwa-kilan (representative goverment). Syarbaini (2002:80) pemilihan umum adalah suatu cara memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat serta salah satu pelayanan hak-hak asasi warga negara dalam bidang politik. r

Alasan pembentukan negara menurut Rousseau adalah sebagai kekuatan memaksa yang bersifat legal untuk mempergunakan kekerasan jika terda-pat pengingkaran manusia yang melanggar akan

kehilangan haknya serta dikenakan sanksi. Argumen-tasi Rousseau sulit dimengerti dalam pengoperasian kewenangan dari kehendak umum ke pemerintah.

14

Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif. Penelitian de ngan pendekatan kualitatif berusaha mengung-kap persepsi, keadaan dan kebutuhan masyarakat. Secara prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dilakukan de ngan menggambarkan keadaan subjek/objek pe-nelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya. Penggalian pemaha-man, pengalaman serta evaluasi atas pelak-sanaan partisipasi masyarakat dalam Pilkada di Kabupaten Blitar dilakukan secara lang-sung di masyarakat dan dengan mengada-kan beberapa forum. Secara deskriptif akan digambarkan semua data yang ada.

Teknik Pengumpulan DataAdapun teknik pengumpulan data yang

digunakan meliputi:1. Data primer menggunakan teknik pe-

ngumpulan:a. Teknik wawancara (interview).

Wawancara dilakukan dengan para Bupati Blitar, Ketua DPRD Kabupa-ten Blitar, KPU Kabupaten Blitar dan masyarakat Kabupaten Blitar.

b. Kuesioner. Kuesioner adalah sejum-lah pertanyaan tertulis yang digu-nakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.1 Obyek yang dituju adalah masyarakat Kabupaten Blitar.

c. Focus Group Discussion. Hasil anali-sis data pada penelitian hukum em-piris dan penelitian normatif diper-dalam dengan melakukan Focus Group Discussion (FGD). FGD diikuiti oleh semua stakeholder yang terli-bat yakni instansi yang terkait, tokoh masyarakat, LSM akan dihadirkan.

2. Data sekunder menggunakan teknik: Stu-di Pustaka,Berbagai artikel, tulisan dalam majalah

1 Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, Hal.140.

atau jurnal, hasil penelitian, buku-buku, dan situs-situs internet yang relevan akan dikaji dipadukan dan dijadikan sebagai kerangka teori dari penelitian ini.

Lokasi dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilakukan di Kabupaten Bli-

tar dan dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2016.

Metode Pemilihan SubyekPemilihan informan berfokus pada

masyarakat kabupaten Blitar. Selain itu juga untuk mengetahui proses Pilkada juga diper-lukan informasi dari partai politik dan pelak-sana Pilkada. Metode yang dipilih adalah model snowball sampling, yakni menemukan informan dari keterangan-keterangan yang diberikan oleh informan sebelumnya sam-pai mencapai titik jenuh atau jawaban yang sama.

Teknik Analisis DataAnalisis data dilakukan dengan menggu-

nakan tekni Analisis Interaktif dari Moleong (1995), yakni dimulai dengan pengumpulan data, mereduksi data, kemudian mengab-straksikan, menyusun dalam satuan, meng-kodefikasikan data, memeriksa kembali keab-sahan data dan terakhir adalah menafsirkan data. Pemeriksaan keabsahan data diujikan dengan menggunakan metode Triangulasi. Triangulasi yang digunakan pada rencana penelitian ini, adalah triangulasi sumber dan metode.

Triangulasi sumber dilakukan antara lain membandingkan hasil pengamatan dengan hasil wawancara, sedangkan triangulasi me-tode dicapai dengan mengecek kepercayaan penemuan beberapa hasil penelitian dari teknik pengumpulan data serta mengulang mendatangi sumber data dengan metode yang sama (Denzin dalam Moleong). Perpa-duan observasi/pengamatan terlibat serta hasil wawancara akan dicek kembali dengan metode yang sama untuk melengkapi data serta menghasilkan kesimpulan yang kom-prehensif. r

METODE PENELITIAN

Suara KPU Jawa Timur Desember 2016 15

Gambaran Umum dan Pelaksanaan Pilkada

Jawa Timur dalam konteks demokrasi, merupakan salah satu daerah yang menarik un-

tuk dikaji karena dinamika poli-tiknya yang senantiasa semarak dan perkembangan demokrasinya yang bisa memberikan ilustrasi kon-kret bagi daerah-daerah lain. Jika demokrasi dicirikan oleh tiga faktor utama yaitu nilai-nilai budaya politik yang mendukung, aktor yang aktif mendo rong proses demokrasi, dan lembaga daerah dengan beberapa capain yang positif dalam melak-sanakan demokrasi. Bagian ini akan menganalisi tiga faktor utama di Jawa Timur.1

1 R.Siti Zuhro.dkk, Model Demokrasi Lokal Jawa Timur, Sumatra Barat, Sulawesi Selatan dan Bali, Jakarta, PT THC Mandiri, hlm 149.

Tingkat keterlibatan masyarakat dalam proses politik cukup memadai meski pun cenderung variatif. Di Jawa Timur misalnya, peran masyarakat melalui CSO/LSM relatif dipertimbangkan oleh Pemda. Peran mereka, bahkan bisa memengaruhi kebijakan publik sehingga keputusan yang tidak menguntung-kan masyarakat bisa ditolak.2

Penelitian mengenai nilai-nilai budaya politik lokal di Jatim ini dilakukan dengan memetakan tiga wilayah budaya, yaitu: Arek, Mendalungan dan Mataraman.3 Dari ketiga wilayah budaya tersebut, terdapat cross cut-ting issue yang menarik dimana nilai-nilai budaya lokal relatif mendukung demokrasi. Secara umum budaya masyarakat Jatim merepresentasikan budaya egalitarian, ter-

2 Sebagai contoh CSO menolak Perda RTRW yang diputuskan oleh Pemerintah Kabupaten Malang.Ibid, hlm 255.

3 Penelitian dilakukan di Malang, Blitar dan Bojo-negoro.

HASIL DAN PEMBAHASAN

16

buka dimana tatanan sosialnya relatif tidak hierarkis, masyarakat cenderung ekspresif, toleran , partisipasi masyarakat dalam politik relatif tinggi, masyarakatnya juga taat hukum dan HAM relatif dikedepankan. Perlindu-ngan terhadap kelompok minoritas, seperti perempuan, relatif eksis. Ini terbukti dengan eksisnya partisipasi perempuan dalam poltik yang relatif meningkat jumlahnya. Demikian juga dengan keterlibatan perempuan sebagai pengurus partai politik dan anggota DPRD serta pemerintahan di daerah ini tampak makin signifikan.4 Selain itu terdapat ciri elite politik di Jawa Timur yaitu jejaring yang kuat di antara mereka. Jejaring ini tidak hanya da-lam internal partai, tetapi juga lintas partai.

Penelitian partisipasi warga negara ini di-lakukan di Kabupaten Blitar. Kabupaten Blitar memiliki luas wilayah 1.588.79 km dengan tata guna tanah terinci sebagai Sawah, Peka-rangan, Perkebunan, Tambak, Tegal, Hutan, Kolam Ikan dan lain-lain, Kabupaten Blitar juga di belah aliran sungai Brantas menjadi dua bagian yaitu Blitar Utara dan Blitar Sela-tan yang sekaligus membedakan potensi ke-dua wilayah tersebut yang mana Blitar Utara merupakan dataran rendah lahan sawah dan beriklim basah dan Blitar Selatan merupakan lahan kering yang cukup kritis dan beriklim 4 Ibid, hlm 257.

kering. Wilayah Blitar selatan terus berusaha mengembangkan segala potensi yang dimi-liki. Daya tarik Potensi dan kekayaan yang dimiliki Kabupaten Blitar bukan hanya pada sumber daya alam, produksi hasil bumi yang melimpah, hasil-hasil peternakan, perikanan dan deposit hasil tambang yang tersebar di wilayah Blitar Selatan.5

Penduduk merupakan salah satu potensi bagi Kabupaten Blitar untuk menggerakkan pembangunan, namun sebaliknya menjadi permaslahan apabila kualitas sumberdaya manusianya masih rendah. Jumlah pen-duduk yang besar dengan kualitas SDM yang tinggi akan sangat mendukung pemerintah dalam mencapai tujuan-tujuan kesejahte-raan masyarakat. Adapun jumlah penduduk Kabupaten Blitar pada tahun 2008 mencapai 1.268.194 jiwa, terdiri dari penduduk perem-puan 637.419 jiwa dan laki-laki 630.7754 jiwa. Adapun sebaran penduduk di Kabupa-ten Blitar untuk masing-masing kecamatan adalah sebagai berikut: (lihat tabel 1)

Secara administratif, Ibukota Kabupaten Blitar terletak di Kecamatan Kanigoro, memi-liki 22 kecamatan yang di dalamnya terdapat 220 desa dan 28 kelurahan. Kabupaten Blitar

5 Gambaran umum Kabupaten Blitar, http://www.blitarkab.go.id/2012/06/06/gambaran-umum-2/, diakses pada tanggal 13 Agustus 2016.

Suara KPU Jawa Timur Desember 2016 17

Tabel 1. Sebaran Penduduk di Kabupaten Blitar

18

1818

KPU Jawa Timur Dalam Bingkai

Rapat Pemetaan Pegawai KPU Provinsi Bersama 38 KPU Kab/Kota, di Aula Lt. II Kantor KPU Jatim, 1 November 2016.

Pelantikan PAW Anggota KPU Kab. Bojonegoro, Aula Lt. II Kantor KPU Jatim, 28 November 2016.

Sosialisasi dan Pemasangan Website JDIH ke KPU Jatim, di KPU Jatim, 3-4 November 2016.

Suara KPU Jawa Timur Desember 2016 19

Rakernis SPIP dan Reviu Laporan Keuangan Internal, di Aula Lt. II Kantor KPU Jatim, 3 November 2016.

Rapat Evaluasi Lakip Tahun 2016 dan Pencermatan RKA-KL Tahun 2017 KPU Provinsi dan KPU Kab/Kota Jatim, di Hotel Luminor Surabaya, 19-20 November 2016.

Koordinasi MOU Kerjasama KPU Jatim dengan BNN Provinsi Jatim, di KPU Jatim, 21 November 2016.

19

KPU Jawa Timur Dalam Bingkai

Suara KPU Jawa Timur Desember 2016

20

merupakan salah satu kabupaten di Jawa-Timur yang sebagian besar warganya be kerja ke luar negeri atau sebagai TKI. Terdapat 4.041 TKI asal Kabupaten Blitar yang bekerja di luar negeri. Dari jumlah tersebut, paling banyak bekerja di Taiwan dan Hongkong, dan 60% lebih berprofesi sebagai pembantu rumah tangga.6 Dari 22 kecamatan yang ada di Kabupaten Blitar, Ponggok dan Gandusari merupakan penyumbang terbesar yang me-ngirimkan TKI ke luar negeri. Banyaknya warga Kabupaten Blitar yang bekerja ke luar negeri ini ternyata juga menjadi salah satu alasan yang mempengaruhi rendahnya par-tisipasi masyarakat. Rendahnya partisipasi masyarakat juga disebabkan oleh banyaknya masyarakat yang pergi jauh, keluar kota mau-pun keluar negeri untuk melakukan studi atau ada yang bekerja sehingga penduduk dalam DPT yang datang ke TPS berkurang karena tidak semua orang tersebut bisa pu-lang ke daerah asalnya.7

Adanya putusan Mahkamah Konsti-tusi Nomor: 100/PUU-XIII/2015 tertang-gal 29 September 2015 berkenaan dengan 1 (satu) pasangan calon dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Serentak Tahun 2015. Keputusan itu memperbolehkan keberadaan calon tung-gal de ngan mekanisme pemilih menyalur-kan sua ranya untuk memilih kolom Setuju atau kolom Tidak Setuju jika daerahnya dipimpin oleh pasangan calon tunggal yang ada. Me respon keputusan MK tersebut,

6 Yudi, Kabid Pentalatas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Blitar, http://www.blitarkab.go.id/2014/02/03/ponggok-dan-gandusari-penyumbang-tki-terbanyak-di-kabu-paten-blitar/, diakses pada tanggal 13 Agustus 2016.

7 Hasil FGD, dilaksanakan di KPU Kab Blitar pada tanggal 17 Juni 2016.

KPU RI kemudian menerbitkan Surat Edaran KPU Nomor 642/KPU/X/2015 tanggal 1 Ok-tober 2015 yang kemudian disusul dengan Surat Edaran KPU Nomor 644/KPU/X/2015 tanggal 3 Oktober 2015 perihal Persiapan Pelaksanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bu-pati pasca Putusan Mahkamah Konstitusi. Intinya, menginstruksikan bagi daerah yang memiliki pasangan calon tunggal agar me-nyiapkan tahapan PILKADA berikutnya, sem-bari menunggu PKPU yang mengatur tentang pasangan calon tunggal selesai.

Tanggal 20 Oktober 2015, KPU RI me-netapkan PKPU Nomor 14 Tahun 2015 ten-tang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gu-bernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dengan Satu Pasangan Calon. PKPU ini menjadi dasar hu-kum bagi KPU Kabupaten Blitar untuk melak-sanakan pemilihan dengan pasangan calon tunggal yang ada. Tepat tanggal 22 Oktober 2015, KPU Kabupaten Blitar menetapkan pasangan calon Drs. H. Rijanto, M.M. dan Marhaenis U.W. sebagai Calon Bupati dan Wakil Bupati. Pasangan calon ini diusung oleh satu partai politik, PDIP.

Dalam Pemilu, pendaftaran dan pe-mutakhiran daftar pemilih adalah bagian penting dalam tahapan pelaksanaan. Dalam proses Pemutakhiran Data Pemilih Pilkada Kabupaten Blitar Tahun 2015 ini, Tahapan Pemutakhiran Daftar Pemilih memiliki ke-samaan langkah-langkah seperti kabupaten kota lain yang melaksanakaan Pilkada Se-rentak di Indonesia. Proses Pemutakhiran Data Pemilih di Kabupaten Blitar akhirnya dilaksanakan dengan maraton, diikuti oleh seluruh komponen PPK dan PPS, proses pe-netapan hasil pemutakhiran Daftar Pemilih Sementara (DPS), dilaksanakan pada tanggal 18 Oktober 2015 dengan jumlah DPS total

flow chart 1

flow chart 2

Suara KPU Jawa Timur Desember 2016 21

970.069 (sembilan ratus tujuh puluh ribu enam puluh sembilan) orang Pemilih. Pelak-sanaan Pilkada dilaksanakan dengan jumlah DPT sebanyak 964.928 (sembilan ratus enam puluh empat ribu sembilan ratus dua puluh delapan) orang Pemilih.

Pemutakhiran Pemilih di Kabupaten Blitar selain terkendala oleh berhentinya tahapan Pemilu, juga disebabkan banyaknya penduduk Kabupaten Blitar yang bermata-pencaharian sebagai tenaga kerja di luar negeri. Selain itu berakibat pada PPDP yang tidak bisa mencoret penduduk yang memi-liki KTP setempat, tetapi tidak berdomisili di Kabupaten blitar dalam jangka waktu yang lama. Data untuk Pilkada kabupaten Blitar berdasar Rekapitulasi dan penetapan DPTb-1 tingkat kabupaten terdapat 1279 pemilih. Adapun proses pemutakhiran data yang ada meliputi: (lihat flow chart 1)

Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan Pilkada yang telah dilakukan oleh KPU Blitar, terdapat beberapa persoalan yang dihadapi yaitu:a. Tahapan yang sempat terhenti, sehingga

PPDP kurang maksimal (terdapat jeda waktu 3 bulan, saat penundaan tahapan Pilkada dimulai tanggal 13 Agustus dan dimulainya kembali tahapan pada tang-gal 3 Oktober 2015. Pilkada dilakukan

pada tanggal 9 Desember 2015);b. Waktu tahapan pemutakhiran lebih sing-

kat;c. Kurang kesadaran masyarakat untuk me-

lihat daftar pemilih;d. Operator yang baru dan kurang familiar

terhadap aplikasi SIDALIH;e. Masih ada PPDP yang tidak melakukan

pendataan di lapangan;f. Pemutakhiran bersamaan hari Raya Idul

Fitri;g. Pemilih ganda antar kabupaten.

Berdasarkan hasil Pilkada Kabupaten Bli-tar Tahun 2015 rekapitulasi surat suara yang telah dilakukan adalah: (lihat flow chart 2)

Dapat dilihat suara sah dalam Pilkada tersebut cukuplah tinggi. Jika dikaitkan de-ngan proses pemilihan yang dilakukan ber-beda dengan pemilihan yang sebelumnya, maka sebenarnya masyarakat memahami proses pemilihan yang dilakukan dengan pasangan calon tunggal.

Pemahaman Masyarakat Mengenai Partisipasi Politik dan Pasangan Pasangan Calon Tunggal

Partisipasi politik adalah kegiatan se-seorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pemimpin Negara dan secara langsung atau tidak lang-

22

Tabel 2. Pemahaman Masyarakat

sung mempengaruhi kebijakan pemerin-tah (public policy). Kegiatan ini mencakup kegiatan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, mengadakan hubungan (contacting) atau lobbying dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen, menjadi anggota partai atausalah satu gerakan social dengan direct actionnya, dan sebagainya.

Dari pemahaman partisipasi tersebut, maka hasil wawancara yang dilakukan pada masyarakat sebagai subyek warga negara secara secara keseluruhan mereka mema-hami mengenai Pemilu, partisipasi warga negara dan peran mereka dalam partisipasi masyarakat. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut: (lihat tabel 2)

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pemahaman masyarakat mengenai Pemilu dan partisipasi warga negara dalam politik sudah cukup baik, karena dari 20 subyek yang ada 17 orang menyatakan faham dan mampu

memberikan penjelasan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh AN “Pemilu adalah pemi-lihan langsung, kita memilih pemimpin ada Presiden, Gubernur dan Bupati. Termasuk juga memilih DPRD. Pelaksanaannya hanya lima tahun sekali” Sedangkan pemahaman mengenai partisipasi dalam politik mereka semua juga memahami, menurut pendata salah satu informan partisipasi masayarakat adalah keikutsertaan masyarakat terhadap pemilihan umum dan saya kira hal ini sa-ngat penting dalam proses demokrasi karena memberikan hak kepada masyarakat untuk memilih pemimpin secara langsung. Bahkan menurut pengamatannya partisipasi warga negara di daerahnya sudah cukup baik “Se-jauh ini secara global baik karena di sini par-tisipasi masyarakat hampir 80 persen untuk wilayah ringinsari sehingga saya kira proses Pilkada berjalan dengan baik khususnya di wilayah Ringinsari”. Pada hal jika kita lihat rekap partisipasi yang dirilis oleh KPU Kabu-

Suara KPU Jawa Timur Desember 2016 23

Tabel 3. Rekapitulasi Partisipasi Masyarakat

Sumber : KPU Kabupaten Blitar

24

paten Blitar tidak ada yang lebih dari 80% di setiap kecamatan. Yang menarik hampir semua informan menilai bahwa angka parti-sipasi masyarakat pada Pilkada cukup tinggi didaerahnya. Namun saat disampaikan jika partisipasi masyarakat pada Pilkada kemarin cukup rendah, karena hanya 56% partisipasi warga negara Kabupaten Blitar mereka san-gat kaget. Akhirnya sebagaian subyek pene-litian menyampaikan bahwa rendahnya par-tisipasi warga negara salah satu alasannya adalah karena pasangan calon tunggal dalam Pilkada. Pemahaman masyarakat menge-nai ada nya pasangan calon tunggal, secara prosedural memahami jika adanya pasangan calon tunggal karena tidak adanya calon lain yang maju, “Kemungkinan memang tidak ada calon yang lain yang maju untuk berta-rung dalam Pilkada kemarin.” Pemahaman masyarakat terkait pasangan calon tunggal, dari penjelasan yang disampaikan oleh sub-yek secara keseluruhan mereka mengetahui dan memahami proses sampai terjadinya pasangan calon tunggal pada Pilkada. Selan-jutnya subyek juga turut serta untuk mengi-kuti Pilkada.

Namun masyarakat tetap menyayang-kan adanya pasangan calon tunggal dalam

Pilkada Blitar, karena tidak adanya alternatif lain “Seharusnya ya calon tidak cuma satu saja, jadi masyarakat bisa memilih yang lain dan tidak Cuma bisa memilih satu pasan-gan calon saja. Bisa memilih yang terbaik dari beberapa yang terbaik.” Masyarakat juga menyayangkan peran parpol yang di-anggap tidak aktif untuk memberikan calon pemimpin bagi masyarakat. Bahkan dalam hasil FGD seorang peserta menyatakan bah-wa adanya satu calon merupakan kegagalan parpol dalam melakukan pengkaderan . Hasil laporan kuliah lapangan merekomendasikan agar kedepan pencalonan kepala daerah bu-kan merupakan hak parpol, melainkan suatu kewajiban sehingga terdapat punishment terharap parpol yang tidak mencalonkan diri pada pencalonan kepala daerah.

Bahkan mereka berpendapat bahwa walaupun secara legal proses Pilkada ke-marin sah namun tidak sesuai dengan nilai demokrasi “Kalau saya secara pribadi sangat tidak puas, karena proses demokrasi saya kira kurang pas. Seharusnya calon ya dua atau le-bih. Apalagi calon yang maju kan incumbent mas, jadi kok semacam ada permainan gitu.” Hal ini juga dikuatkan oleh pendapat subyek antara lain “Harusnya Pilkada kemarin calon-

Suara KPU Jawa Timur Desember 2016 25

nya lebih dari satu pasangan biar rame, kalau cuman satu sudah pasti menangnya dan ma-sak itu sudah demokratis.”

Konteks pemahaman adalah adanya ketepatan antara apa yang dipahami de-ngan apa yang dilaksankan. Dari pemaparan pendapat masyarakat yang ada terdapat ke-sinkronan antara apa yang dipahami dengan apa yang dilaksanakan, masyarakat mema-hami pasa ngan calon tunggal itu apa dan mengapa sampai adanya pasangan calon tunggal. Selanjutnya dengan pemahaman yang ada tersebut maka masyarakat melak-sanakan hak pilihnya pada Pilkada 2015. Na-mun tidak dapat dinafikkan masyarakat juga tetap menginginkan ada calon yang lebih dari satu dalam proses Pemilu. Perihal gambaran partisipasi pemilih di Kabupaten Blitar dapat dilihat sebagai berikut: (lihat tabel 3)

Sedangkan dari 18 orang tersebut ham-pir secara keseluruhan memberikan haknya untuk memilih dalam Pilkada. Hanya ada satu orang yang tidak ikut memilih, pada-hal secara latar belakang pendidikan orang tersebut berpendidikan tinggi. Adapun ala-

sannya adalah: “Saya tidak memilih karena sudah jelas, memilih atau tidak bupatinya su-dah jelas yang jadi. Karena masyarakat sudah melihat bahwa bupati satu-satunya yaitu pak riyanto sudah tidak ada lawan. Gak milih itu bukan berarti gak setuju, karena sudah yakin kalau yang menang itu, yang kedua, kalau satu orang gak memilih kan gak pengaruh walaupun professor, kyai kan tidak berpe-ngaruh kecuali satu orang ini mampu me-ngajak banyak orang sehingga tidak memilih itu beda, tapi kan saya tidak begitu. Loh tidak memilih bukannya tidak berpartisipasi, tidak memilih itu bentuk dari pilihan saya. Gak masalah, walau angka partisipasi hanya 56% karena gak mempengaruhi legitimasi Bupati, toh sejauh ini juga baik-baik saja, pemerin-tahan baik, tidak ada indikasi korupsi, rakyat juga senang, apalagi terus, jadi gak masalah itu. Hasilnya tetap legitimate.”

Partisipasi Masyarakat dalam Pilkada den-gan Satu Pasangan Calon

Sistem Pilkada memang telah dipersiap-kan Pemerintah maupun KPU sejak beberapa

Tabel 4. Jadwal Sosialisasi KPU Kabupaten Blitar

Sumber : KPU Kabupaten Blitar

26

bulan sebelum proses pemilihan. Mulai dari proses pendaftaran, sosialisasi, dan adminis-trasi pemilik suara hingga pemilihan. Secara garis besar tahapan Pilkada di Kabupaten Blitar telah berlangsung dengan tahapan se-bagai berikut:a. Perencanaan program dan anggaran (18

Februari - 1 Agustus 2015);b. Perpanjangan pendaftaran pasangan

calon tahap I (29 Juli - 3 Agustus 2015);c. Perpanjangan pendaftaran pasangan

calon tahap II (6 Agustus - 11 Agustus 2015);

d. Penundaan tahapan pilbup (13 Agustus - Oktober 2015);

e. Sosialisasai/penyuluhan/bimbingan teknis (3 Oktober – 8 Desember 2015);

f. Laporan dan audit dana kampanye (29 Oktober - 12 November 2015);

g. Pemungutan dan penghitungan (9 Desember 2015).Adanya proses penundaan tahapan Pil-

bup dikarenakan sampai batas perpanjangan pendaftaran pencalonan tahap II hanya ada satu pasangan calon saja. Dengan keadaan tersebut berdasarkan ketentuan maka Pil-bup akan diundur penyelenggaraannya pada tahun 2017. Namun adanya putusan Mah-kamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 dan adanya Peraturan KPU Nomor 14/2015 Tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gu-bernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Dengan Satu Pasangan Calon. Pelaksanaan Pilbub di Kabu-paten Blitar dapat dilaksanakan dengan satu pasangan calon.

Pilkada satu pasangan calon adalah pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diikuti oleh satu pasangan calon dimana pemilih memberikan suara “Setuju” atau “Tidak Setuju” terhadap pasangan calon

tersebut. Jika suara terbanyak pemilih adalah setuju maka pasangan calon ditetapkan se-bagai pasangan calon terpilih. Sedangkan jika suara terbanyak pemilih adalah tidak setuju maka pemilihan ditunda ke Pilkada berikut-nya (KPU dalam Panduan KPPS satu Paslon, 2015: 22).

Pilbub Kabupaten Blitar hanya ada satu pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati yaitu Rijanto-Marheinis Urip Widodo (RID-HO) besutan koalisi PDI Perjuangan dan Par-tai Ge rindra. Koalisi besar yang dipimpin PKB de ngan dukungan PAN, Partai Golkar, PPP, Partai Demokrat, Partai Nasdem, Partai Ha-nura dan PKS juga memilih tidak mendaftar-kan paslon (pasangan calon). Pasangan calon tunggal ini disebabkan karena kurangnya par-tisipasi Masyarakat Blitar untuk mencalonkan diri sekaligus melawan paslon RIDHO. Diduga karena mayoritas masyarakat Blitar memang dikuasai PDIP.

Dapat diketahui bahwa KPU telah beker-ja keras dalam mencegah adanya pasangan calon tunggal yaitu menaati rekomendasi Ba-dan Pengawas Pemilu untuk memperpanjang pendaftaran pemilihan Kepala Daerah di Ka-bupaten/Kota yang hanya memiliki satu bakal calon. KPU meminta kepada KPU daerah di Ka-bupaten/Kota tersebut untuk mencabut status tunda dan agar membuka kembali pendaftaran bakal calon pada 9-11 Agustus ini yang semula berakhir tanggal 26-28 Juli. Dan memasukkan kegiatan sosialisasi selama tiga hari dimulai tanggal 6 sampai 8 Agustus 2015. Tetapi yang berhasil atau yang memenuhi syarat pencalo-nan hanya satu paslon.

Perpanjangan pendaftaran itu juga me-nimbulkan beberapa aksi massa dari aktivis. Mereka melakukan aksi di depan Kantor KPU Kabupaten Blitar pada hari Senin 08 Oktober 2015. Karena dianggap bahwa kem-

Tabel 5. Partisipasi Masayarakat 2010-2015

Sumber : KPU Kabupaten Blitar

Suara KPU Jawa Timur Desember 2016 27

bali dibukanya pendaftaran Cabup Cawabup ini menunjukkan lembaga penyelengara Pemilu ini tidak saling menghormati tugas, wewenang dan kewajiban masing-masing se suai dengan Undang-undang Nomor 15 Ta-hun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu.

Dengan adanya Putusan MK yang akhir-nya mempebolehkan adanya pasangan calon tunggal saat Pilkada, KPU pun telah me-ngadakan berbagai macam sosialisasi kepada pemilik suara. Seperti sosialisasi yang diberi-takan Blitar, kpu.go.id yaitu program KPU Goes to Community yang mana merupakan salah satu bentuk pendidikan pemilih yang dirancang untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Kelompok sasaran dari program ini adalah para pemilih pemula, pra pemi-lih, keagamaan, pemilih perempuan dan kelompok marginal/penyandang disabilitas. Tujuannya tentu untuk meminimalisir ke-salahan masyarakat yang wilayahnya hanya memiliki satu pasangan.

KPU Goes to Community dilakukan di Kampung Coklat yang berlokasi di Jalan Ban-teng Blorok 18, Desa Plosorejo, Kecamatan Kademangan Kabupaten Blitar, pada hari Minggu tanggal 22 November 2015. Selain itu acara sosialisasi serupa pada tanggal 9 Ok-tober 2015 bertempat di RM Telaga Indah Kani-

goro. Secara keseluruhan sosialisasi yang telah dilakukan KPU Blitar terdiri atas: (lihat tabel 4)

Jika kita cermati sosialisasi telah dilaku-kan secara optimal oleh KPU Kabupaten Blitar, namun dari penuturan beberapa informan menyatakan sosialisasi yang di-lakukan belum mampu menyentuh lapisan masyarakat tertentu. Hal ini seperti yang dituturkan AB: Masyarakat bingung dengan kebijakan-kebijakan baru yang muncul di setiap Pemilu apalagi memilih setuju dan tidak setuju, masyarakat jadi bingung dalam mencoblos karena sebelumnya mencoblos gambar. Ke depannya sosialisasi harus lebih di masifkan. Serta informan lain juga menutur-kan hal yang sama yaitu: sebelum pemilihan di sosialisasikan terlebih dahulu bagaimana cara memilih yang baik. Kedepannya sosialisasi yang dilakukan tentunya bisa dilakukan pada segmen masyarakat yang lebih bervariatif.

Terkait proses pilbup yang dilaksana-kan oleh KPU Blitar secara keseluruhan masyarakat menilai KPU telah melaksanakan tugasnya dengan baik hal ini diungkapkan oleh informan “kpu sudah melakukan pilbub dengan baik, walaupun waktu yang dise-diakan antara adanya putusan MK dengan pelaksanaan pilbub, hanya tersedia waktu sekitar 2 bulan saja”. Namun ada beberapa

28

petugas di lapnagan yang menyatakan “Ber-hentinya tahapan berefek pada partisipasi masyarakat, belum maksimalnya penyajian data pemilih karena waktu yang diberikan tidak sama dengan tahapan yang normal. Contohnya, data pemilih terdapat perbe-daan waktu antara partisipasi Pilkada dengan PILEG-PILPRES yang tahapannya normal”. Se-lain itu Perubahan dari 2 pasangan calon ke 1 pasangan calon membuat kinerja pelaksana adhoc jadi terhambat, mereka mengalami keraguan untuk melaksanakan tugas.

Perihal partisipasi masyarakat dalam pilbup 2015 terdapat penurunan angka jika dibanding-kan dengan pemilihan presiden maupun legis-latif. Adapun perbandingan angka partisipasi tersebut adalah: (lihat tabel 5)

Terdapat beberapa hal yang mempenga-ruhi rendahnya pertisipasi masyarakat dalam pilbup Kabupaten Blitar 2015, ditemukan dari proses wawancara dan kegiatan FGD dan wawancara:a. Masyarakat merasa tidak keberatan ter-

hadap pelaksanaan Pemilu, baik Pilkada, Pileg, dan Pilpres. Namun ada apatisme masyarakat terkait tidak adanya dampak langsung dari Pemilu tersebut yang dira-sakan masyarakat. Masyarakat menga-lami kecemburuan sosial karena merasa

hasil Pemilu tersebut hanya diprioritas-kan untuk para pegawai, misal gaji ke 13 dan gaji ke 14 serta sertifikasi. Masyarakat skeptis terhadap hasil Pemilu, misalnya sering terdengar kalimat “siapapun yang jadi kita tetap menjadi penambang pa-sir”. Hal ini dikarenakan rendahnya ke-sadaran politik masyarakat dan mereka se ring bertanya kalau mereka mening-galkan pekerjaan untuk datang ke TPS mereka diganti berapa?

b. Rendahnya partisipasi masyarakat juga disebabkan oleh banyaknya masyarakat yang pergi jauh, keluar kota maupun ke-luar negeri untuk melakukan studi atau ada yang bekerja sehingga penduduk dalam DPT yang datang ke TPS berkurang karena tidak semua orang tersebut bisa pulang ke daerah asalnya. Hal ini juga berhubungan denganbanyaknya warga Blitar yang bekerja sebagai TKI.

c. Sistem pencoblosan seperti Pilkada di blitar kurang efektif untuk masyarakat usia tua yang tidak suka baca tulis, me-reka lebih mengenal gambar, sedangkan dengan adanya 1 pasangan calon dengan cara memillih kalimat setuju/tidak setuju masyarkat usia tua mengalami kesulitan karena mereka memilih gambar yang

Suara KPU Jawa Timur Desember 2016 29

mengakibatkan surat suara tidak sah, pa-dahal banyak dari pemilih yang datang ke TPS adalah masyarakat usia tua. Sehing-ga terjadi kebingungan bagi pemilih yang berpendidikan rendan dan usia tua.

d. Perihal kebingungan dalam melakukan pemilihan tersebut dikarenakan sosialisa-si yang dilakukan tidak optimal. Memang KPU melaksanakan sosialisasi hanya saja itu tidak efektif karena tidak ke seluruh masyarakat dan waktunya singkat. Hal ini seperti dituturkan oleh seorang res-ponden “Saya tidak merasakan sosial-isasi yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu, malah yang saya rasakan sosial-isasi dilakukan oleh perangkat desa, ka-sun, ketua RT atau RW. Harusnya dana sosialisasi KPU itu diberikan kepada pe-merintah daerah untuk di salurkan pada perangkat setempat.”

e. Dengan adanya pilihan setuju/tidak setu-ju menimbulkan anggapan masyarakat bahwa jika mereka tidak datang ke TPS berarti tidak setuju. Beberapa responden menyatakan hal tersebut karena mereka beranggapan pasangan calon tunggal itu sudah pasti menang sehingga tidak masalah untuk tidak hadir, karena sudah otomatis menyatakan tidak setuju.

f. Secara substansi penggunaan kata “Setu-ju” dan “Tidak Setuju” dianggap bukan merupakan proses demokrasi karena tidak terdapat alternatif lain.

g. Terdapat perbedaan pergerakan mesin parpol, jika pada Pilpres dan Pileg mesin parpol bergerak untuk mendorong sebe-sar-besarnya partisipasi masyarakat. Se-dangkan pada Pilkada mesin parpol dapat dikatakan tidak bergerak. Sehingga tidak ada sosialisasi dari tim sukses pasangan calon. Kalau dibandingkan dengan Pileg dan Pilpres yang dibantu dengan kinerja tim sukses.

h. Secara teknis, karena menunggu putusan MK maka kinerja KPU sempat terhenti beberapa saat. Sehingga setelah putusan MK maka KPU bekerja dengan sisa waktu yang ada. Hal ini membawa dampak pada sosialisasi yang terjadi tidak pada seluruh lapisan masyarakat. Pada hal terdapat perbedaan surat suara sah antara Pilpres dan Pileg dengan dibandingkan Pilkada.

i. Adanya beberapa parpol yang berke-inginan untuk menunda pelaksanaan Pilkada di tahun 2017. Hal ini dikarena-kan beberapa calon berasal dari legislatif yang pada tahun 2015 baru satu tahun menjabat menjadi anggota legislatif. Adanya keberatan terkait aturan tidak ada kewajiban mundur dari jabatan bagi incumben sedangkan untuk calon lain yang dalam hal ini dari DPRD misalnya maka terdapat syarat untuk mengun-durkan diri. Pada hal para anggota DPRD tersebut baru terpilih pada tahun 2014. Dengan tidak mencalonkan diri dan me-narik pencalonan dirinya serang calon maka menurut mereka Pilkada dengan pasangan calon tunggal tidak akan dilak-sankan dan akan diundur pelaksanaan-nya. Realitasnya terdapat putusan MK yang memutuskan pasangan calon tung-gal tetap dapat maju pada Pilkada 2015. Dalam proses pencalonan Kepala Daerah maupun Kabupaten ini tentu dipengaruhi oleh rekruitment politik oleh partai poli-tik. Menurut Budiardjo, partai politik itu berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai (political recruitment). Dengan de-mikian partai politik turut memperluas partisipasi politik. Caranya ialah melalui kontrak pribadi, persuasi, dan lain-lain. Juga diusahakan untuk menarik golo-ngan muda untuk dididik menjadi kader dimasa yang akan datang sebagai peng-ganti pimpian yang lama (selection of leadership). Namun dalam kenyataannya partai politik diam seribu bahasa ketika ada tragedi pasangan calon tunggal di Pilkada Kabupaten Blitar ini. Pasangan lain Heri Romadon-Ahmad Fathoni yang diusung koalisi Rakyat Blitar Berjuang (PKB, PAN, Golkar, Demokrat, PKS, PPP, Hanura, dan PBB), hingga menit terakhir masa perpanjang pendaftaran tidak juga datang ke kantor KPU. Alasannya bahwa sampai batas terakhir pendaftaran oleh KPU masih ada dinamika dalam koalisi yang belum mencapai titik temu.

j. adanya perbedaan pengertian tentang pemilih dalam Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada. Dalam

30

Undang-undang Pemilu, yang dimasuk-kan dalam pemilih adalah warga negara yang berumur 17 tahun lebih tetapi yang berdomisili, yang faktanya berada di tempat. Sedangkan Undang-Undang Pilkada, semua WNI yang berdomisili di Kabupaten Blitar yang berumur 17 tahun lebih atau sudah menikah. Disini ada per-bedaan. Pada Undang-Undang Pemilu memang diatur bagi warga negara yang berada di luar negeri terfasilitasi dengan TPS luar negeri. Inilah perbandingannya dari DPT yang ditetapkan juga berbeda jauh. Kalau di DPT Pilkada 2015 kemarin ada 964 ribu sedangkan pada Pileg-Pil-pres, Undang-Undang yang dipakai ada-lah Undang-Undang Pemilu dimana DPT yang ditetapka hanya 920 ribu. Undang-Undang yang dipakai sudah berbeda. Hal ini juga berpengaruh pada tingakt partisi-pasi masyarakat tentunya.

k. Pasangan calon tunggal bisa menjadi fenomena yang menarik bagi parpol. Dari pengalaman calon tunggla ternya-ta biaya politik yang dikeluarkan tidak besar. Mesin-mesin parpol tidak perlu bekerja keras untuk memenangkan. Hal tersebut ke depan bisa menjadi pertim-bangan parpol-parpol.

l. Rendahnya partisipasi masyarakat pada pilbup Blitar terjadi karena: (a) kegagalan partai politik dalam menyadarkan kon-stituennya, parpol tdk mengadakan pen-didikan politik pada konstiuennya; (b) kegagalan parpol karena tdk mampu me-nyampaikan calon pemimpin, ada apa-tisme dari parpol sehingga parpol tidak menggerakkan konstituennya; (c) tidak adanya transaksi politik. Perihal tran-saksi politik ini pada saat FGD memang mengemuka dan perlu untuk dilakukan kajian mendalam apakah memang ada keterkaitan antara rendahnya partisipasi masyarakat dengan dugaan tidak adanya transaksi politik.

Perihal alasan masyarakat yang tidak memberikan aspirasisanya saat pilbup ter-dapat banyak faktor yang menyebabkannya, namun kesemuanya tersebut dapat diseder-hanakan lagi ke dalam dua kelompok besar yakni faktor internal dan eksternal.

a. Faktor InternalAda dua faktor yang menjadi alasan yang

datang dari individu pemilih yang mengaki-batkan mereka tidak menggunakan hak pilih. Pertama faktor teknis; ialah adanya kendala teknis yang dialami oleh pemilih sehingga menghalanginnya untuk menggunakan hak pilihnya. Seperti pada hari pencoblosan pemilih sedang sakit, ada kegiatan yang lain, ada diluar daerah, serta berbagai hal lainnya yang sifatnya menyangkut pribadi pemilih. Kondisi itulah yang secara teknis membuat pemilih tidak datang ke TPS untuk menggu-nakan hak pilihnya.

Kedua faktor pekerjaan; maksudnya ada-lah pekerjaan sehari-hari. Seperti suatu dae-rah yang banyak penduduknya yang mencari nafkah/bekerja diluar negeri sehingga ketika ada Pemilu tidak sempat ikut berpartisipasi. Sebagian besar faktor pekerjaan ini dilihat dari sektor pekerjaan informal seperti per-tanian, sektor perdagangan, Industri, serta jasa kemasyarakatan. Kondisi ini terjadi di Kabupaten Blitar yang banyak warganya yang bekerja sebagai TKI di luar negeri. Pada Pil-pres warga Blitar yang bekerja sebagai TKI masih bisa menggunakan hak pilihnya ka-rena terdapat TPS di lokasi kerja mereka di luar negeri. Sedangkan pada saat pilbup para TKI tersebut yang tidak dapat pulang ke Bli-tar tentunya tidak dapat menggunakan hak pilihnya. Kedepannya DPT-nya didasarkan pada pemilih yang ada, terkait para pihak yang bekerja dan yang akan menggunakan hak pilihnya pada hari hari pemilihan dengan menggunakan KTP.

b. Faktor EksternalFaktor eksterrnal yang berasal dari luar

yang mengakibatkan pemilih tidak meng-gunakan hak pilihnya. Ada tiga faktor yang termasuk dalam kategori ini. Pertama faktor administrasi; Faktor adminisistratif adalah faktor yang berkaitan dengan aspek admi-nstrasi yang mengakibatkan pemilih tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Diantaranya tidak terdata sebagai pemilih, tidak menda-patkan kartu pemilihan tidak memiliki iden-titas kependudukan (KTP). Hal-hal adminis-tratif seperti inilah yang membuat pemilih tidak bisa ikut dalam pemilihan. Pemilih tidak akan bisa menggunakan hak pilih jika tidak

Suara KPU Jawa Timur Desember 2016 31

terdaftar sebagai pemilih. Kedua faktor sosialisasi; Sosialisasi atau

menyebarluaskan pelaksanaan Pemilu di Indonesia sangat penting dilakukan dalam rangka memenimalisir golput. Hal ini di se-babkan intensitas Pemilu di Indonesia cukup tinggi mulai dari memilih kepala desa, bu-pati/walikota, gubernur Pemilu legislatif dan Pemilu presiden hal ini belum dimasukkan pemilihan yang lebih kecil RT/RW. Kondisi lain yang mendorong sosialisi sangat penting dalam upaya meningkatkan partisipasi politik masyarakat adalah dalam setiap Pemilu teru-tama Pemilu di era reformasi selalu diikuti oleh sebagian peserta Pemilu yang berbeda. Sehingga menuntut penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu, serta seluruh stakeholder baik Ormas, LSM, OKP serta masyarakat un-tuk terus selalu menyebarluaskan informasi tersebut secara masif.

Keputusan untuk melaksanakan Pilbup dengan pasangan calon tunggal ini memang sangat mengejutkan masyarakat Blitar, baik dari pihak calon, partai yang tidak mengusung calon maupun masyarakat. Pada saat FGD peserta menyatakan kalau saat menjalankan pilbup 2015 kemarin secara “sumeleh”, arti-nya para pihak sudah “pasrah” dan hanya menjalani saja karena hasilnya sudah dapat diprediksi.

Dengan jangka waktu yang cukup pendek KPU diwajibkan melakukan sosialisasi dan dari pemaparan sebelumnya KPU telah melakukan sosialisasi. Namun dengan jangka waktu yang pendek dan dengan teknis pemi-lihan yang berbeda dengan Pemilu sebelum-nya sehingga diperlukan sosialisasi yang lebih masif. Hal ini juga dituturkan oleh beberapa informan dan dari pemaparan saat FGD yang menginginkan agar kedepan sosialisasi di-lakukan lebih masif lagi.

Ketiga faktor politik; faktor ini adalah alasan atau penyebab yang ditimbulkan oleh aspek politik masyarakat tidak mau memilih. Seperti ketidak percaya dengan partai, tak punya pilihan dari kandidat yang tersedia atau tak percaya bahwa Pileg/Pilkada akan membawa perubahan dan perbaikan. Kon-disi inilah yang mendorong masyarakat un-tuk tidak menggunakan hak pilihnya. Stigma politik itu kotor, jahat, menghalalkan segala cara dan lain sebagainya memperburuk ke-

percayaan masyarakat terhadap politik se-hingga membuat masyarakat enggan untuk menggunakan hak pilih. Stigma ini terbentuk karena tabiat sebagian politisi yang masuk pada kategori politik instan. Politik dimana baru mendekati masyarakat ketika akan ada agenda politik seperti Pemilu. Maka kondisi ini meruntuhkan kepercayaan masyarakat pada politisi.

Masyarakat Kabupaten Blitar sadar akan hak politik mereka sehingga mereka me-nyalurkan aspirasinya pada saat pilbup. Ha-nya saja beberapa informan menyatakan ha-rusnya ada perubahan terhadap kehidupan mereka seperti yang dituturkan AB “Bosan mas, karena tidak ber effek langsung pada masyarakat umum, hanya berpengaruh pada kelompok-kelompok tertentu saja.” Disini terlihat kalau sebenarnya masyarakat telah apatis namun seperti penuturan AB dia tetap datang ke TPS karena posisinya sebagai tokoh masyarakat, namun terkait dia memilih atau tidak itu adalah haknya.

Faktor lain adalah para politisi yang tidak mengakar, politisi yang dekat dan mem-perjuangkan aspirasi rakyat. Sebagian poli-tisi lebih dekat dengan para petinggi partai, dengan pemegang kekuasaan. Mereka lebih menngantungkan diri pada pemimpinnya di bandingkan mendekatkan diri dengan kon-stituen atau pemilihnya. Kondisi lain adalah tingkah laku politisi yang banyak berkonflik mulai konflik internal partai dalam menda-patkan jabatan strategis di partai, kemudian konflik dengan politisi lain yang berbeda par-tai. Konflik seperti ini menimbulkan antipati masyarakat terhadap partai politik. Idealnya konflik yang di tampilkan para politisi seha-rusnya tetap mengedepankan etika politik.

Politik pragamatis yang semakin menguat, baik dikalangan politisi maupun di sebagian masyarakat. Para politisi hanya mencari ke-untungan sesaat dengan cara mendapatkan suara rakyat. Sedangan sebagian masyarakat kita, politik dengan melakukan transaksi se-makin menjadi-jadi. Baru mau mendukung, memilih jika ada mendapatkan keutungan materi, maka muncul ungkapan kalau tidak sekarang kapan lagi, kalau sudah jadi/terpilih mereka akan lupa janji. Kondisi-kondisi yang seperti penulis uraikan ini yang secara poli-tik memengaruhi masyarakat untuk meng-

32

gunakan hak pilihnya. Sebagian Masyarakat semakin tidak yakin dengan politisi. Harus diakui tidak semua politisi seperti ini, masih banyak politisi yang baik, namun mereka yang baik tenggelam dikalahkan politisi yang tidak baik.

Persoalan politik pragtis ini memang mengemuka saat FGD bahkan peserta FGD menengarai salah satu penyebab rendahnya partisipasi masyarakat adalah karena tidak ada politik uang. Karena hanya satu calon saja maka tidak diperlukan “pembagian uang” agar memilih salah satu pihak. Adanya biaya murah pada proses pemilihan menjadi-kan partisipasi rendah, demikian penuturan salah satu peserta FGD.

Kebijakan Terkait Partisipasi MasyarakatPengaturan mengenai partisipasi

masyarakat telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pene-tapan Peraturan Pemerintah Pengganti Un-dang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bu-pati dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Dalam ketentuan Pasal 131 disebutkan terkait kegiatan mendukung penyelenggaraan pemi-lihan dengan partisipasi masyarakat:a. Untuk mendukung kelancaran penye-

lenggaraan Pemilihan dapat melibatkan partisipasi masyarakat;

b. Partisipasi masyarakat sebagaimana di-maksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk pengawasan pada setiap tahapan Pemilihan, sosialisasi Pemilihan, pendidikan politik bagi Pemilih, survei atau jajak pendapat tentang Pemilihan, dan penghitungan cepat hasil Pemilihan.Dalam ketentuan tersebut memang

tidak dijelaskan terlebih dahulu pemahaman mengenai partisipasi masyarakat, yang ada mengenai bentuk dari partisipasi masyarakat dapat dilakukan dalam bentuk pengawasan. Dimana pengawasan dilakuka pada setiap tahapan pemilihan yaitu sosialisasi pemi-lihan, pendidikan politik bagi pemilih, survei atau jajak pendapat dan penghitugan cepat hasil pemilihan.

Pada ayat selanjutnya yaitu ayat (3) diatur mengenai beberapa hal yang harus dipenuhi dalam melakukan partisipasi masyarakat yaitu

tidak melakukan keberpihakan dan tidak meng-ganggu proses tahapan Pemilu. Adapun secara keseluruhan bunyi ayat (3) adalah:

Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:a. tidak melakukan keberpihakan yang me-

nguntungkan atau merugikan salah satu pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Wa-likota dan Calon Wakil Walikota;

b. tidak mengganggu proses penyeleng-garaan tahapan Pemilihan;

c. bertujuan meningkatkan partisipasi poli-tik masyarakat secara luas; dan

d. mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi penyelenggaraan Pemilihan yang aman, damai, tertib, dan lancar.Pada Peraturan KPU Nomor 5 Tahun

2015 tentang Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan atau Walikota dan Wakil Walikota diatur pengertian mengenai partisipasi masyarakat. Pada pasal 1 ayat (11) Partisipasi Masyarakat adalah keterlibatan perorangan dan/atau ke-lompok masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilihan. Sedangkan tujuan dari partisipasi masyarakat adalah: a. menyebarluaskan informasi mengenai

tahapan, jadwal dan program Pemilihan;b. meningkatkan pengetahuan, pemaha-

man dan kesadaran masyarakat tentang hak dan kewajiban dalam Pemilihan; dan

c. meningkatkan partisipasi Pemilih dalam Pemilihan.Perihal bentuk-bentuk partisipasi

masyarakat jika kita mengacu pada PKPU Nomor 5 Tahun 2015 tidak hanya berbentuk pemberian hak suaranya pada saat pemi-lihan. Namun terdapat bentuk-bentuk lain seperti keterlibatan masyarakat, pengawasan mengikuti sosialisasi mengikti pendidi-kan politik,survei dan penghitungan cepat. Jadi jika mengacu hanya pada persentase pemilih saja maka bentuk-bentuk lain yang sebenarnya merupakan bentuk pertisipasi masyarakat tidak diperhitungkan untuk me-ngukur partisipasi masyarakat. Pada hal proses pemilihan merupakan keseluruhan tahapan tidak hanya saat memilih. Hal ini

Suara KPU Jawa Timur Desember 2016 33

seperti yang ada pada pasal 19 ayat (2) men-jelaskan:

Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan dalam bentuk:a. keterlibatan masyarakat dalam penye-

lenggaraan Pemilihan;b. pengawasan pada setiap tahapan Pemili-

han;c. Sosialisasi Pemilihan;d. Pendidikan Politik bagi Pemilih;e. Pemantauan Pemilihan; danf. Survei atau Jajak Pendapat tentang Pemi-

lihan dang. Penghitungan Cepat Hasil Pemilihan.

Terkait pelaksanaan pilbub pasangan calon tunggal di Kabupaten Bitar maka ha-hal yang dapat dijadikan masukan kedepan adalah:a. Prasyarat pencalonan bagi calon untuk

mengundurkan diri dari jabata, maka prasyarat tersebut juga diberlakukan pada calon incumben. Adanya keberatan dari calon yang dari DPRD, karena PKPU Nomor 12 Tahun 2015 pasal 68 ayat (1) mensyaratkan mengundurkan diri dari

jabatan DPRD jika mencalonkan diri.b. Adanya batasan waktu yang lebih pan-

jang jika terdapat sebuah kebijakan yang memerintahkan untuk melaksanakan kembali tahapan pemilihan.

c. Diperlukan sosialisasi yang lebih masif ke masyarakat, terutama terkait adanya teknis surat suara dan penghitungan su-rat suara yang sah yang berbeda dengan pemilihan biasanya.

d. Diperlukan pemikiran mengenai bentuk surat suara yang berisi SETUJU dan TIDAK SETUJU. Jika mengacu pada pelaksanaan Pemilu di Amerika terkait pasangan calon tunggal cukup foto calon dan kotak ko-song.

e. Perlu dikaji ulang terkait daerah-daerah yang penduduknya banyak bekerja ke luar daerahnya/ ke luar negeri. Apakah diperlukan pembentukan TPS di luar negeri seperti pada Pilpres atau ada ke-bijakan yang lain.

f. Perlu dikaji ulang mengenai kebijakan KPU yang menyediakan APK dan kampa-nye, karena dianggap informasi kurang optimal.

34

Strategi Meningkatkan Partisipasi Masyara-kat dalam Pemilu

Peningkatan partisipasi masyarakat sa ngat penting dalam pelaksanaan pemilihan umum dalam proses memilih anggota le gislatif dan eksekutif. Karena bagaimanapun masyarakat memiliki andil yang cukup besar dalam proses pemilihan umum dimana masyarakat sebagai pemilih yang menentukan dalam pemenan-gan dalam proses pemilihan umum tersbut. Akan tetapi beberapa tahun terakhir partisipasi masyarakat akhir-akhir ini menurun karena di-sebabkan banyak faktor. Sudah menjadi tang-gungjawab bersama bagaimana upaya untuk meningkatkan peran masyarakat dalam Pemilu sebagai proses demokratisasi yang sudah ber-jalan di Indonesia.

a. Pendidikan Politik RakyatSalah satu hal mendasar menyebabkan

besarnya jumlah Golput adalah adanya moti-vasi yang beragam dari para peserta Pemilu. Motivasi tersebut lebih cenderung pada kepentingan politik semata dengan menga-baikan hal-hal ini seprti pendidikan politik rakyat. Istilah pendidikan politik sering disa-makan dengan istilah political socialization. Istilah political sosialization jika diartikan secara harfiah bermakna sosialisasi politik. Oleh karena itu, dengan menggunakan isti-lah political sosialization banyak yang mensi-nonimkan istilah pendidikan politik dengan istilah Sosialisasi Politik, karena keduanya memiliki makna yang hampir sama. Dengan kata lain, sosialisasi politik adalah pendidikan politik dalam arti sempit. Sosialisasi politik dibagi dua yaitu pendidikan politik dan indok-trinasi politik. Pendidikan politik merupakan suatu proses dialogik diantara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini para ang-gota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik.

b. Memaksimalkan Fungsi Partai PolitikTujuan parpol adalah untuk mencari dan

mempertahankan kekuasaan guna melaksa-nakan/mewujudkan program-program yang telah mereka susun sesuai dengan ideologi tertentu. Oleh karena itu maka untuk men-

capai tujuannya tersebut maka partai politik memiliki fungsi:

Sarana komunikasi politik; Komunikai politik adalah proses penyampaian informasi politik dari pemerintah kepada masyarakat dan sebaliknya dari masyarakat kepada pemerintah. Parpol disini berfungsi untuk menyerap, menghimpun (mengolah, dan menyalurkan aspirasi politik masyarakat da-lam merumuskan an menetapakan suatu kebijakan). Begitu juga dalam upaya me-ningkatkan partisipasi dalam Pemilu maka partai politik bisa menggunakan garis intruk-si dalam mensisialisasikan pemilihan umum tersebut dari tingkat pusat sampai tingkat desa secara struktural dan menyebarluas-kannya ke masyarakat.

Sosialisasi politik (political socializa-tion); adalah proses pembentukan sikap dan orien tasi politik mengenai suatu fenomena politik yang sedang dialami suatu negara. Proses ini disampaikan melalui pendidikan politik. Sosialisai yang dilakukan oleh parpol kepada masyarakat berupa pengenalan pro-gram-program dari partai tersebut. Dengan demikian, diharapkan pada masyarakat da-pat memilih parpol tersebut pada pemilihan umum. Ide, visi dan kebijakan strategis yang menjadi pilihan partai politik dimasyarakat-kan kepada konstituen untuk mendapatkan ‘feedback’ berupa dukungan dari masyarakat luas. Terkait dengan sosialisasi politik ini, par-tai juga berperan sangat penting dalam rang-ka pendidikan politik. Partai lah yang menjadi struktur-antara atau ‘intermediate structure’ yang harus memainkan peran dalam membu-mikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara.

Memaksimalkan Sosialisasi oleh Penyeleng-gara Pemilu

Pertama, hal yang perlu dilakukan adalah memaksimalkan proses sosialisasi tentang pentingnya Pemilu dalam sebuah Negara yang demokratis, bukan hanya sosialisasi teknis penyelenggaraan Pemilu. Meskipun dalam ketentuan undang-undang menya-takan bahwa sosialisasi dilakukan terkait de-ngan teknis penyelenggaraan Pemilu, namun sosialisasi segala hal yang melatarbelakangi penyelenggaraan Pemilu perlu untuk dilaku-kan. Hal ini menjadi penting karena pena-

Suara KPU Jawa Timur Desember 2016 35

naman pemahaman terkait dengan esensi dan kaidah-kaidah demokrasi merupakan inti peng-gerak semangat masyarakat untuk terus men-jaga demokrasi dan penyelenggaraan Pemilu.

Kedua, pendidikan bagi pemilih perlu mendapatkan fokus yang jelas. Ini terkait dengan proses segmentasi pendidikan pemi-lih. Pemilih pemula merupakan segmentasi penting dalam upaya melakukan pendidikan bagi pemilih dan tentunya pendidikan bagi pemilih pemula ini tidak hanya dilakukan ketika masuk usia pilih. Namun lebih dari itu, pendidikan bagi pemula seyogyanya dilakukan sedini mungkin, sehingga pemahaman terse-but terbangun dan ketika sudah mencapai usia pemilih, para pemilih pemula sudah siap meng-gunakan hak pilihnya secara cerdas.

Ketiga, survei atau jajak pendapat dan penghitungan cepat yang kini banyak mendapatkan sorotan publik terkait dengan integritas pelaksanaannya. Banyak angga-pan bahwa survei atau jajak pendapat dan penghitungan cepat dilakukan hanya untuk kepentingan profit saja. Namun, di satu sisi,

perlu diperhatikan bahwa keberadaan kegia-tan survei atau jajak pendapat dan penghi-tungan cepat sangatlah penting. Kegiatan tersebut juga bisa dijadikan sebuah sarana untuk menyebarluaskan informasi terkait dengan penyelenggaraan Pemilu. Untuk itu, kegiatan survei atau jajak pendapat dan penghitungan cepat perlu mendapatkan dukungan, karena kegiatan tersebut meru-pakan sarana yang tentu saja bukan hanya ditujukan untuk menghitung atau profit saja, namun lebih dari itu, ada proses pendidikan bagi para pemilih serta informasi terkait de-ngan penyelenggaraan Pemilu.

Keempat, tentu saja terkait dengan peningkatan kinerja penyelenggara Pemilu, bukan hanya terkait dengan kinerja teknis penyelenggaraan, namun juga dalam hal penumbuhan kesadaran tentang pentingnya partisipasi masayarakat dalam penyeleng-garaan Pemilu, sehingga masyarakat bisa memahami partisipasi apa saja yang dapat dilakukan dan apa output dari partisipasi tersebut. r

3636

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Peneli-tian. Jakarta: Rineka Cipta.

Assshiddiqie, Jimly. Konstitusi dan Konstitu-alisme Indonesia. Jakarta: Sekretariat Jenderal Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI.

Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Hadjon, Philippus M. 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu.

KPU Blitar. 2014. Kesukarelaan Warga dalam Politik di Pemilu Kabupaten Blitar Tahun 2014.

KPU Blitar. 2015. Evaluasi Pemilihan Bupati dan wakil Bupati Kabupaten Blitar.

Yudi. http://www.blitar kab.go.id/2014/

02/03/ponggok-dan-gandusari-penyumbang-tki-terbanyak-di-kabupaten-blitar/. [13 Agustus 2016].Zelthau zallam, Dedet. 2013. Pemikiran Kon-trak Sosial J.J. Rousseau dan Kontribusinya dalam Peme rintahan. Makalah Pemerintahan Sosial dan Politik. Jakarta: IPDN.

Zuhro, R.Siti, dkk, Model Demokrasi Lokal Jawa Timur, Sumatra Barat, Sulawesi Selatan dan Bali. Jakarta: PT THC Mandiri.

----------.2015. Evaluasi dan Monitoring Penye-lenggaraan Pilkada Kabupaten Blitar dengan Calon Tunggal. Laporan Kegiatan Kuliah Lapangan. Uni-versitas Airlangga: Program Pascasarjana, Departe-men Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

----------.Gambaran umum Kabupaten Blitar. http://www.blitarkab.go.id/2012/06/06/ gamba-ran-umum-2/ [13 Agustus 2016].

Kesimpulan

Masyarakat telah memahami arti partisipasi masyarakat dan pasa-ngan satu calon walaupun masing-

masing mengungkapkan dengan bahasanya sendiri-sendiri. Pemahaman terhadap parti-sipasi masyarakat dan pasangan satu calon tersebut berkorelasi dengan penggunaan hak pilihnya pada Pilkada Kabupaten Blitar. Perihal partisipasi masyarakat pada Pilkada dengan pasangan calon tunggal, secara persentase jika dibandingkan dengan Pilpres dan Pileg memang terdapat penurunan se-cara jumlah dikarenakan banyaknya warga Blitar yang bekerja menjadi TKI dan mereka masuk ke dalam DPT pemilih, adanya pema-haman tidak hadir sama dengan tidak setuju, sistem pencoblosan yang yang berbeda de-ngan pemilihan yang sebelumnya dan tidak efektifnya mesin-mesin parpol.

Kebijakan mengenai partisipasi masyara-kat memandang bentuk partisipasi tidak hanya besarnya persentase kehadiran pada saat pemilihan, namun juga keikutsertaan masyarakat pada seluruh tahapan pemili-han. Terkait kebijakan pasangan calon tung-gal maka, perlu dipertimbangkan kembali mengenai bentuk surat suara dengan kalimat

“Setuju dan Tidak Setuju” dirasa membi-ngungkan dan cara pemilihan yang berbeda dengan pemilihan sebelumnya. Adanya ke-beratan bagi calon dari DPRD/PNS/TNI/POLRI untuk mengundurkan diri jika mencalonkan.

SaranBerdasarkan hasil penelitian yang telah

diperoleh, maka saran dari penelitan ini ada-lah:a. Prasyarat pencalonan bagi calon untuk

mengundurkan diri dari jabatan, maka prasyarat tersebut juga diberlakukan pada calon incumben;

b. Adanya batasan waktu yang lebih pan-jang jika terdapat sebuah kebijakan yang memerintahkan untuk melaksanakan kembali tahapan pemilihan;

c. Diperlukan sosialisasi yang lebih masif ke masyarakat, terutama terkait adanya teknis surat suara dan penghitungan su-rat suara yang sah yang berbeda dengan pemilihan biasanya;

d. Diperlukan pemikiran mengenai ben-tuk surat suara yang berisi “Setuju” dan “Tidak Setuju”. Jika mengacu pada pelak-sanaan Pemilu di Amerika terkait pasa-ngan calon tunggal cukup foto calon dan kotak kosong. r

PENUTUP