231

Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

xxx

Citation preview

Page 1: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan
Page 2: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga

Suara Pembangunan

Sebuah Studi RPJM-Desa di Kabupaten Sumba Timur

Page 3: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan
Page 4: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga

Suara Pembangunan

Sebuah Studi RPJM-Desadi Kabupaten Sumba Timur

Page 5: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Tim Studi dan Penulis :

Ferdinand Rondong, Angelus Taseng, John T. Joz, Dianus U. Sunga, dan Imelda S. Seda, dan Martha Hebi

Editor : Sutoro EkoFoto & Foto Sampul : Yosefina LindaDesain Sampul : candracoret

Suara Warga Suara PembangunanSebuah Studi RPJM-Desa di Kabupaten Sumba Timur

Cetakan 1, Januari 2011Hak Cipta dilindungi undang-undangAll Rights Reserved

Page 6: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Pengantar

Bupati Sumba Timur

Paling tidak ada tiga persoalan penyelenggaraan peme-rintahan desa dalam rangka otonomi desa saat ini, yaitu Pertama, kurangnya data monografi desa yang akurat dan akuntabel, padahal desa merupakan basis dari seluruh kegiatan pemerintahan, baik yang di tingkat desa, kabupaten, provinsi maupun pusat. Kedua, penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa), padahal APBDesa memuat rincian anggaran terhadap pelaksanaan kegiatan dari Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP-Desa) tahunan yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM-Desa) yang sangat urgent untuk diperhatikan ketika membicarakan otonomi desa. Karena kewenangan desa, tidak hanya dalam mengelola perencanaan pembangunan, tetapi juga pengelolaan keuangan desa. Di dalam APBDesa, RKP-Desa dan RPJM-Desa inilah kita dapat melihat sejauhmana desa dapat mengatur dan mengurus rumah tangga desanya sendiri secara otonom. Ini merupakan indikator penting untuk mengukur kemajuan otonomi desa. Ketiga, masih ada kesan yang kuat bahwa sebagian besar rakyat masih menempatkan diri sebagai warga pemerintah. Akibatnya, terjadi proses perubahan yang menuntut suatu kualitas tertentu dari keterlibatan warga masyarakat, terdapat kesan mereka tidak siap, menunggu, bahkan masih ingin menggantungkan nasib mereka kepada pemerintah.

Page 7: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

vi

Studi RPJM-Desa

Ketiga kondisi di atas, tentu tidak dapat dijadikan alasan atau sebagai justifikasi untuk kembali ke pola lama atau untuk mendiskreditkan warga masyarakat, melainkan perlu menjadikan rujukan untuk memperbiki pengelolaan pembangunan pedesaan agar sesuai dan relevan dengan konteks kebijakan dan realitas sosial, budaya, ekonomi, dan politik kelokalan yang ada. Jika ketiga aspek ini masih belum dapat diperbaiki, maka kita tidak perlu berharap akan terealisasinya otonomi desa. Malahan yang terjadi nanti adalah terus membesarnya permintaan bantuan desa kepada pemerintah tingkat atasnya yang pada gilirannya akan memperkuat struktur dan budaya ketergantungan masyarakat desa kepada pemerintah secara sistemik. Dikatakan demikian karena sudah jelas bagi kita bahwa jika APBDesa, RKP-Desa dan RPJM-Desa tidak disusun, maka tidak ada hal yang diatur dan diurus oleh Kepala Desa dan warga masyarakatnya sebagai konsekuensi dari pelaksanaan otonomi desa, dan tidak ada yang perlu dipertanggungjawabkan oleh Kepala Desa kepada BPD walaupun dana terus dikucurkan dari pemerintah tingkat atas ke pemerintah desa.

Persoalan ini tentu tidak boleh dibiarkan berlanjut bila kita ingin otonomi desa itu terealisir dan pada akhirnya masyarakat akan lebih mandiri dan sejahtera dalam ke-hidupannya sebagai warga negara. Karena itulah, maka Pemerintah Kabupaten Sumba Timur berusaha mencari solusi terbaik terhadap persoalan-persoalan di atas melalui salah satu Catur Program Pembangunan Sumba Timur yang akan memasuki Jilid III yakni mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan berkomitmen untuk menjadikan perencanaan pembangunan desa sebagai basis perencanaan pembangunan daerah.

Dalam rangka menindaklanjuti komitmen tersebut, maka salah satu upaya yang dilakukan untuk mengoptimalkan

Page 8: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

vii

Suara Warga Suara Pembangunan

program itu adalah membangun kemitraan antara Pemerintah Kabupaten Sumba Timur dengan ACCESS dan Mitra Samya serta LSM lokal melalui kegiatan fasilitasi penyusunan RPJM – Desa/Kelurahan pada 11 Desa dan 2 Kelurahan di Kabupaten Sumba Timur dengan menggunakan pendekatan CLAPP-GPI.

Dalam pelaksanaannya, langkah ini ternyata dapat membentangkan kesempatan yang luas bagi masyarakat, terutama orang miskin dan perempuan, untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan desa. Keraguan yang ada sebelumnya di mana warga masyarakat dan pemerintah desa/kelurahan tidak mampu membuat perencanaan penganggaran yang berkualitas dan dapat diimplementasikan, menjadi hilang. Sejalan dengan itu, mulai muncul harapan dan optimisme baru bahwa warga masyarakat dan pemerintah desa, didukung oleh pemerintah di atasnya dan Organisasi Masyarakat Sipil dan lembaga donor, bisa mewujudkan otonomi desa secara meyakinkan. Hal ini dapat terlihat jelas dari hasil studi pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan, yang publikasikan dalam buku “Suara Warga Suara Pembangunan”. Buku ini banyak mengungkapkan berbagai cerita sukses, pendekatan, kekuatan-kekuatan, gambaran positif masa depan desa/kelurahan setelah RPJM-Desa/Kelurahan di 11 Desa dan 2 Kelurahan diterapkan beserta rekomendasi-rekomendasi untuk pemerintah, lembaga donor, LSM serta pemerintah desa/kelurahan dan warga masyarakatnya. Pemaparannyapun dinarasikan secara sederhana, lugas, dan disertai dengan data-data yang valid sehingga mudah dipahami oleh siapapun yang berkepentingan dengan isu-isu penting dan kekinian terkait pembangunan pedesaan/kelurahan seperti otonomi desa, demokrasi, kesejahteraan, pendekatan pembangunan yang partisipatif, pembangunan berbasis kekuatan, dan sebagainya.

Page 9: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

viii

Studi RPJM-Desa

Bagi pemerintah, tepatlah kiranya apabila program pengembangan atau pemberdayaan masyarakat, didiskusikan dan direncanakan secara matang dan dibuat secara periodik, sebab membangun masyarakat tidak dapat dicapai dengan upaya-upaya yang sifatnya parsial, tetapi harus komprehensif dan terintegrasi. Ia harus menjadi kebutuhan bersama dan digerakkan secara komprehensif, gradual dan terus menerus dengan arah dan tujuan serta strategi yang jelas dan tepat. Pergerakkan semacam ini tidak mungkin dapat terwujud jika tidak ada kesepakatan untuk kita secara bersama-sama mewacanakan dan mendiskusikannya kemudian membuat-nya dalam sebuah domuken perencanaan yang baik untuk ditaati bersama dalam pelaksanaannya.

Oleh karena itu, bagi segenap jajaran Pemerintah Kabupaten Sumba Timur dan siapapun juga kiranya perlu mencermati dan memperhatikan hasil studi ini untuk lebih mengoptimalkan komitmen kita untuk membangun desa/kelurahan dalam mewujudkan otonomi desa dan kesejah-teraan warga masyarakat secara adil dan bermartabat. Belajar dari pengalaman, pembelajaran dan cerita sukses 13 desa/kelurahan yang telah memiliki dan menerapkan RPJM-Desa dalam pembangunan desa/kelurahan selama ini, maka Pemerintah Kabupaten Sumba Timur telah mengalokasikan dana dari APBD untuk bekerjasama dengan ACCESS dan LSM lokal untuk memfasilitasi penyusunan RPJM-Desa, RKP-Desa, APBDesa bagi desa-desa yang belum memiliki dokumen perencanaan penganggaran desa yang bermutu dan dapat diterapkan. Selain itu, Pemerintah juga sudah memberikan ADD Proporsional kepada desa untuk mendukung imple-mentasi program-program dalam RPJM-Desa.

Harapan kami, berbagai cerita sukses dan rekomendasi dari hasil studi ini, dalam pelaksanaannya, dapat meng-kulturasikan diri dalam budaya lokal, dan membuang prinsip-

Page 10: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

ix

Suara Warga Suara Pembangunan

prinsip pemerintahan demokrasi yang fundamental agar bisa terlahir apa yang dinamakan peradaban pemerintahan, sehingga keinginan kita untuk mewujudkan desa sebagai sumber data yang akurat, pengelola pembangunan dan keuangan yang baik dengan mengedepankan prinsip-prinsip partisipasi, transparansi, akutabilitas, dan berkeadilan sosial, serta mampu mewujudkan pelanyanan pemerintahan yang adil, mandiri, dan sejahtera mudah untuk dicapai. Perlu mengantisipasi dan menghindari, agar jangan sampai proses pengenalan, penetrasi dan pemantapan nilai-nilai baru berupa RPMJ-Desa/Kelurahan, yang sesungguhnya atau mungkin saja asing bahkan tidak disukai oleh masyarakat setempat, dapat menimbulkan resistensi dan penolakan dari masyarakat. Sehingga yang muncul bukannya prestasi atau keberhasilan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat, demokrasi dan emansipasi desa, tapi malah sebaliknya, ketidakberdayaan dan menghancurkan nilai dan kearifan lokal.

Demikianlah sambutan kami atas diterbitkannya buku Suara Warga Suara Pembangunan. Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada ACCESS, KOPPESDA, tim peneliti dan pihak-pihak lain yang telah bekerja sehingga lahirnya buku ini. Semoga buku ini dapat menambah wawasan, menjadi panduan sekaligus mendukung sikap kita dalam mengoptimalkan pelaksanaan pembagunan pedesaan/kelurahan secara efesien, efektif dan berkelanjutan.

Waingapu, 13 Desember 2010

BUPATI SUMBA TIMUR

Drs. GIDION MBILIJORA, M.Si

Page 11: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan
Page 12: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Pengantar ACCESS

Partisipasi Warga dalam Tata

Kepemerintahan Lokal Demokratis

Paul BoonDirektur Program ACCESS Tahap II

Tata Kepemerintahan Lokal Demokratis (TKLD) me-nuntut peran warga yang aktif dan kritis, melalui partisipasi langsung dalam berbagai kegiatan publik dan menjalin interaksi yang dinamis (engagement) dengan pemerintah (Negara). Ini berarti, warga memiliki peran besar terhadap peningkatan dalam TKLD, dan dalam waktu yang sama juga membutuhkan peran pemerintah (Negara) yang kuat, serta interaksi (engagement) keduanya. Pada dasarnya, peningkatan dalam TKLD berkaitan erat dengan perubahan pada relasi kekuasaan (power relations) yang semakin setara antara warga dan pmerintah (Negara). Pertanyaannya adalah bagaimana caranya agar partisipasi warga dalam pemerintahan lokal demokratis berkontribusi kepada pe-rubahan sosial yang demokratis dan keadilan sosial yang sungguh-sungguh? Apakah warga membutuhkan ruang dan mekanisme khusus yang menghubungkannya dengan pemerintah (Negara)? Pendekatan dan cara ACCESS be-kerja, sebagai sebuah program yang menyumbang kepada

Page 13: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

xii

Studi RPJM-Desa

peningkatan dalam TKLD, demokrasi dan pembangunan di kawasan timur Indonesia, yang diuraikan dalam pengantar ini, mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan krusial ini.

Program mercusuar desentralisasi dan demokrasi yang sedang bergulir saat ini masih menyimpang dan tergelincir dari harapan-harapan besar yang menyertainya, dan gagal memperdalam makna demokrasi (Oyugi, 2000), lahirnya preman, meluasnya praktik politik uang dan korupsi, kolusi dan nepotisme ke daerah (Antlov 2003; Hadiz 2005; Malley 2003; Mietzner 2007; Sidel 2004 dalam Erb & Sulistiyanto 2009; Holtzappel, & Ramstedt, 2009). Sejalan dengan itu, dominasi berbagai bentuk kelembagaan demokrasi dan techno-birokrasi telah meminggirkan dan mengalienasi keterlibatan warga dalam pengambilan keputusan kepe-merintahan (Fung & Wright, 2001), elit mengontrol demokrasi dan politik lokal (Aspinal & Mietzner, 2010).

Untuk mengembalikan semangat dan tujuan desen-tralisasi dimana melalui proses desentralisasi pemerintah lokal dapat menyediakan kesempatan bagi pemerintah (Negara) dan warganya untuk bersama-sama berpartisipasi dalam pemerintahan, menyediakan kemungkinan untuk partisipasi akar rumput dalam konteks politik lokal dan partisipasi politik langsung (Erb & Sulistiyanto, 2009), maka formasi pemerintahan yang mengaitkan warga secara langsung menuntut sebuah pendekatan partisipasi warga yang memungkinkan warga, di manapun dan siapapun dia, menjadi pembuat dan penentu keputusan (Cornwall & Gaventa, 2000). Itu berarti, partisipasi warga juga men-cakup akses warga untuk mengidentifikasi prioritas lokal, merencanakan dan melaksanakan program, dengan mem-posisikan warga sebagai aktor kunci pembuat kebijakan. Dalam konteks ini, partisipasi warga dapat dimaknai sebagai “perluasan agenda masyarakat”, di mana masyarakat dapat

Page 14: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

xiii

Suara Warga Suara Pembangunan

memobilisasi dan merumuskan tuntutannya (Cornwall & Gaventa, 2001). Partisipasi tidak hanya sekedar sebagai hak tetapi juga sebagai “ruang atau arena beraktifitas” yang melampaui batasan-batasan antara negara dan masyarakat sipil. Dalam logika ini, partisipasi yang dimaksud bukan partisipasi yang dipaksakan (induced and invited partici-pation), atau artifisial atau hanya sebatas aksesoris pem-bangunan, tetapi partisipasi di mana warga masyarakat datang untuk membangun ruangnya sendiri dan melakukan perubahan menurut strateginya sendiri (Cornwall, 2000).

Menurut Dadang Solihin (2004), dalam konteks gover-nance, masyarakat bukanlah sebagai klien (client) atau penerima manfaat melainkan sebagai warga (citizen). Masya-rakat bukan dalam posisi yang diperintah tetapi sebagai partner pemerintah dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan. Partisipasi bukanlah pemberian pemerintah tetapi sebagai hak warga masyarakat. Masyarakat bukan sekadar obyek pasif penerima manfaat kebijakan pemerintah, tetapi sebagai aktor atau subyek yang aktif menentukan kebijakan. Bahkan, Cornwall (2000), menempatkan warga sebagai pihak yang dapat bertindak (as the exercise of agency), ketimbang sekumpulan hak sebagaimana pemikiran kaum liberal. Pemaknaan kewargaan sebagai “pihak yang dapat bertindak” ini menjadi dasar dari sebuah pendekatan yang lebih inklusif dengan sejumlah hak yang dikembangkan oleh warga itu sendiri.

Praktik partisipasi sebagai hak, dan juga sebagai ruang/arena di mana warga dapat bertindak memiliki tiga substansi penting yaitu voice (bersuara), akses dan kontrol. Voice, yaitu hak dan tindakan warga menyampaikan aspirasi, gagasan, kebutuhan, kepentingan, dan tuntutan terhadap komunitas terdekatnya maupun kebijakan pemerintah. Akses, yaitu ruang dan kapasitas warga untuk masuk dalam

Page 15: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

xiv

Studi RPJM-Desa

arena government, yakni mempengaruhi dan menentukan kebijakan serta terlibat aktif mengelola barang-barang publik. Dan, kontrol yaitu pengawasan warga masyarakat terhadap lingkungan komunitasnya maupun proses politik yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan.

Program ACCESS Tahap II diberi mandat agar men-dukung mitra lokal dalam upaya-upaya untuk memastikan bahwa “Warga dan organisasi mereka berdaya untuk melakukan interaksi aktif dengan pemeritahan lokal dalam upaya meningkatkan hasil-hasil pembangunan di 16 kabupaten di kawasan timur Indonesia”. Pernyataan ini memiliki tiga substansi penting di dalamnya yaitu (1) warga dan organisasi warga yang berdaya, (2) hubungan atau interaksi aktif (engagement) antara warga dengan pemerintah (negara), dan (3) meningkatkan hasil-hasil pembangunan.

Warga dan organisasi warga yang berdaya, dalam perspektif ACCESS, memiliki pemaknaan, penekanan dan pendekatan khusus terhadap: Pertama, konsep kewargaan (citizenship) terutama dalam mendorong upaya-upaya untuk memastikan terpenuhinya hak-hak sipil dan politik kewargaan dan keanggotaan dari sebuah komuniti/organisasi. ACCESS memberikan perhatian khusus kepada perempuan, orang miskin, dan kelompok marginal lainnya, serta organisasi berbasis komunitas seperti community center, kelompok perempuan, kelompok tani, komite sekolah, kelompok peduli hutan, kelompok pemuda, serta Organisasi Masyarakat Sipil lainnya (Lembaga Swadaya Masyarakat).

Kedua, program ACCESS berfokus pada pembangunan dan penguatan pada sisi warga masyarakat sipil (demand side). Hal ini didasari pada sebuah asumsi bahwa pemerintah (Negara) akan bisa berubah semakin baik kalau tuntutan untuk peningkatan dalam tata kepemerintahan yang lebih baik (lebih partisipatif, transparan, akuntabel, pemberian

Page 16: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

xv

Suara Warga Suara Pembangunan

pelayanan publik yang berkualitas, dan pengakuan hak-hak sipil dan politik serta penegakkan hukum secara adil) berasal dari serta harus diartikulasikan dan diperjuangkan secara aktif, kolektif, dan terus menerus oleh warga masyarakat sipil sendiri. Selama ACCESS bekerja pada 16 kabupaten miskin di kawasan timur Indonesia, ACCESS memperoleh pengalaman dan pengetahuan baru bahwa warga yang aktif dan kritis merupakan pilar utama bagi proses demokratisasi lokal dan perubahan yang berkelanjutan yang bermanfaat bagi orang miskin, perempuan dan kaum terpinggirkan lainnya.

Ketiga, program ACCESS berfokus pada pemberdayaan (empowerment) warga dan organisasi mereka. Menurut Cornwall (2004), pemberdayaan merupakan proses yang membantu orang-orang yang dimarginalkan untuk mengenali dan menggunakan kemampuan mereka untuk bertindak dengan tujuan yang jelas dan pasti. Dalam proses itu, ACCESS menekankan pemberdayaan warga dan organisasinya pada tiga aspek atau Tiga O yaitu Otak, Organisasi dan Ongkos.

Pemberdayaan pada aspek “Otak” yaitu berkaitan dengan pembangunan dan penguatan kesadaran kritis dan pemahaman warga terhadap hak dan kewajiban mereka. Pemberdayaan pada aspek “Organisasi” yaitu berkaitan dengan memfasilitasi terbentuk dan berfungsinya organisasi-organisasi warga untuk melayani kepentingan anggotanya dan mewadahi aspirasi mereka dalam berinteraksi dengan pihak lain untuk mendialogkan atau memperjuangkan padangan (views) dan kepentingan (interests) mereka. Sementara, pemberdayaan terkait aspek “Ongkos”, yaitu upaya-upaya yang mendorong warga dan organisasi mereka untuk mengelola dan memobilisasi secara optimal sumber-sumber daya atau asset-asset yang dimiliki untuk

Page 17: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

xvi

Studi RPJM-Desa

membiayai kegiatan-kegiatan atau program pembangunan guna meningkatkan kualitas kesejahteaan hidup dan me-wujudkan kemandirian warga dan organisasi mereka.

Dengan menggunakan pendekatan berbasis pada ke-kuatan/asset (Strength Based Approach), berfokus pada aktor, dan menebar investasi pada pembagunan kapasitas manusia, ACCESS bersama OMS mitra membantu komunitas dan pemerintah dari tingkat desa hingga kabupaten untuk merancang dan memimpin sebuah masa depan yang fantas-tis. ACCESS percaya bahwa kita semua bisa menjadi bintang (champion) di lingkungan kita. Kita semua memiliki kekuatan dan karunia. Kita semua memiliki kelebihan, keistimewaan dan keandalan. Oleh karena itu, kita mulai mengerjakan sesuatu hari ini dengan apa yang sudah kita punyai untuk menggapai masa depan yang lebih baik. Skema merancang agenda kabupaten untuk mendorong peningkatan dalam TKLD dapat dilihat pada skema 1.1 pada halaman berikut.

Interaksi aktif (engagement) antara masyarakat sipil dengan pemerintah. ACESS mendorong Inisiatif-inisiatif untuk mempromosikan dan memastikan partisipasi warga masyarakat sipil dalam pemerintahan lokal atau kemitraan masyarakat sipil dengan pemerintah (Negara). Ini berarti menciptakan dan/atau membuka ruang/arena bagi warga dan organisasi masyarakat sipil melakukan interaksi (engagement) atau berhubungan dengan pemerintah (Negara). Karena akan terjadi kontestasi dalam proses merebut dan menguasai “ruang interaksi” tersebut, maka masalah representasi, legitimasi dan relasi kekuasaan (power relations) harus menjadi perhatian utama. Oleh karena itu, dengan memberi-kan perhatian besar kepada penguatan kapasitas warga masyarakat sipil, bagaimana saluran partisipasi bisa ter-jangkau oleh kedua belah pihak, dan strategi jitu untuk meningkatkan dan memastikan berartinya voice, akses dan

Page 18: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

xvii

Suara Warga Suara Pembangunan

kontrol warga, khususnya perempuan, orang miskin, dan kaum marginal lainnya kepada pembuatan kebijakan dan implementasinya.

Proses pemberdayaan warga dan organisasi warga dapat berkontribusi kepada engagement yang lebih dinamis, kritis dan setara antara warga masyarakat sipil dengan pemerintah (Negara). Karena salah satu tujuan dari pemberdayaan warga dan organisasi warga agar mereka mampu mempengaruhi proses pembutan peraturan dan pengambilan keputusan (legislatif), pelaksanaan dan penegakkan keputusan (ekse-kutif), pemeriksaan dan pengadilan (yudikatif) yang dapat mempengaruhi kehidupan mereka (Lachapalle et all, 2004). Julius Court, Enrique Mendizabal, David Osborne, dan John Young (2006) menyebut engagement jenis ini sebagai policy engagement. Ruang dan proses kebijakan yang bisa dipengaruhi oleh warga masyarakat sipil dalam konteks policy engagement mulai dari penyusunan agenda (agenda setting), formulasi kebijakan (policy formulation), pembuatan/pengambilan kebijakan (decision-making), implementasi kebijakan (policy implementation), hingga monitoring dan evaluasi kebijakan (policy monitoring and evaluation) (Court et all, 2006).

Dalam konteks citizen-state policy engagement, partisi-pasi warga dalam pembuatan kebijakan publik bersama pemerintah tidaklah berdiri sendiri dan tidak cukup mendorong peningkatan yang berarti terhadap TKLD, demokrasi, dan desentralisasi. Dia terkait dan saling melengkapi dengan beberapa aspek lainnya seperti trans-paransi dan akuntabilitas, keadilan sosial dan gender, serta penegakkan hukum dan HAM. Dalam perspektif ini, ACCESS memetakan empat ruang/arena kunci di mana masyarakat sipil bisa berinterkasi dengan pemerintah (Negara) untuk mewujudkan TKLD, demokrasi, dan desentralisasi yang

Page 19: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

xviii

Studi RPJM-Desa

baik yaitu (1) memastikan partisipasi langsung warga dan organisasi warga dalam proses pembuatan kebijakan hingga pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi, (2) meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, (3) memastikan pengelolaan pelayanan publik yang bermutu, serta (4) mengupayakan keadilan sosial dan penegakkan hukum. Hal ini serupa dengan indikator-indikator yang dapat digunakan dalam menilai pemerintahan yang baik yang disampaikan oleh Estrella (2001) yang terdiri atas lima aspek yaitu (1) partisipasi, (2) gaya kepemimpinan yang baru, (3) akuntabilitas dan transparansi, (4) pengelolaan pelayanan publik yang kapabel, dan (5) penegakkan hukum dan HAM.

Policy engagement warga masyarakat sipil dengan pemerintah daerah bisa dilihat dan dalam konteks untuk mempengaruhi, untuk memperjuangkan nilai dan prinsip, untuk memastikan terpenuhi hak-hak sipil dan politik, dan untuk memastikan lingkungan yang kondusif. Selama proses engagement, kemampuan warga masyarakat sipil dalam melakukan lobi, advokasi, mediasi, dan negosiasi ditempa. Dan secara tidak langsung warga sipil semakin terampil berpolitik.

Meningkatkan hasil-hasil pembangunan. Dengan berfokus pada pemberdayaan warga dan organisasi warga, serta mendorong interaksi dinamis masyarakat sipil dengan pemerintah dalam keselurahan proses kebijakan (dari proses formulasi, proses pembuatan, implementasi, monitoring dan evaluasi) diharapkan akan meningkatkan hasil-hasil pembangunan yang kemudian berkontribusi kepada pe-ngurangan kemiskinan. Memang, demokrasi atau TKLD tidak secara langsung mengurangi kemiskinan, apalagi membuat kenyang perut orang miskin seketika. Demokrasi dan desentralisasi, secara teoretis, sering dibayangkan sebagai kondisi yang diperlukan bagi efektivitas pembangunan.

Page 20: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

xix

Suara Warga Suara Pembangunan

Desentralisasi dan demokrasi akan membuat aparat negara lebih terbuka dan akuntabel sehingga lebih cepat tanggap dan bertanggung jawab (responsiveness) dan representatif (representativeness) terhadap kebutuhan dan aspirasi lokal (Betham 1996; Crook dan Sverrisson, 2001). Namun, hu-bungan antara desentralisasi-demokrasi dan pengurangan kemiskinan tidak seluruhnya jelas. Studi Bank Dunia, World Development Report 2000/1, yang berjudul Attacking Poverty, menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang konsisten antara pro-poorness dan demokrasi.

Dalam perspektif ACCESS, pengurangan kemiskinan bukan berarti memberi santunan atau sedekah secara langsung kepada warga miskin atau pembangunan fisik, tetapi harus dengan menebar investasi pada penguatan kapasitas SDM dan kebijakan yang lebih populis, yang memungkinkan warga, khususnya orang miskin mempunyai ruang, akses dan kontrol secara memadai. Demokrasi (partisipasi, akuntabilitas, transparansi, responsivitas, pe-ngakuan hak-hak sipil dan politik, dan penegakkan hukum secara adil) tentu saja akan membuka ruang dan kesempatan bagi proses belajar, menciptakan interaksi atau hubungan antara pemerintah dengan warga miskin secara lebih manusiawi dan setara, membangkitkan kesadaran kritis dan kekuatan kolektif warga miskin, membuka kesempatan akses politik bagi kaum miskin, membuat pejabat publik lebih bertanggungjawab, responsif dan representatif, me-ngurangi praktik-praktik kebocoran dalam alokasi dana yang memungkinkan program lebih tepat sasaran untuk kaum miskin, dan seterusnya. Proses kebijakan yang lebih partisipatif dan responsif tentu memungkinkan lahirnya kebijakan yang relevan dengan kebutuhan dan kepentingan orang miskin, bukan sekadar kebijakan yang bias preferensi elit.

Page 21: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

xx

Studi RPJM-Desa

ACCESS menyadari bahwa TKLD sendiri merupakan fokus besar. Sejalan dengan pemetaan ruang engagement antara masyarakat sipil dengan pemerintah, dan hasil agenda kabupaten untuk TKLD, maka dalam meningkatkan hasil-hasil pembangunan pada 16 kabupaten/kota di kawasan timur Indonesia, ACCESS berkontribusi kepada lima wilayah tematik pembangunan untuk peningkatan dalam TKLD dan penanggulangan kemiskinan. Lima wilayah tematik tersebut yaitu (1) akses orang miskin dan perempuan terhadap pelayanan publik yang lebih berkualitas dan adil, (2) perencanaan dan penganggaran desa yang dipimpin masyarakat, (3) pengelolaan sumber daya alam yang lestari, (4) pengembangan ekonomi lokal, dan (5) keadilan sosial. Tema-tema pembangunan TKLD ini merupakan Rencana Aksi (Plan of Actions) milik OMS mitra serta warga dan organisasi warga, yang didukung oleh pemerintah daerah setempat dan ACCESS serta stakeholders pembangunan lainnya.

Perencanaan dan penganggaran desa partisipatif, me-rupakan salah satu dari lima wilayah tematik TKLD yang paling banyak diminati dan menjadi perhatian utama stakeholder lokal dan ACCESS sendiri, selain pelayanan publik yang berkualitas dan adil. Contoh yang cukup populer adalah pengembangan metodologi pengembangan kapasitas kader pembangunan masyarakat (KPM) untuk memfasilitasi proses-proses perumusan RPJM-Desa, RKP-Desa, APB-Desa dalam kerjasama dengan pemerintah desa, kecamatan dan pemerintah kabupaten yang memanfaatkan RPJM-Desa tersebut sebagai kerangka Musrenbang tahunan sekaligus memastikan penentuan sasaran program penanggulangan kemiskinan dan mengkoordinasikan program SKPD agar tepat sasaran.

Page 22: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

xxi

Suara Warga Suara Pembangunan

ACCESS bersama OMS mitra mendukung memfasilitasi penyusunan perencanaan penganggaran desa karena: Per-tama, perencanaan dan penganggaran desa merupakan “ruang/arena”, saluran, mekanisme dan strategi yang tepat bagi warga dan organisasi warga sipil untuk melakukan eksperimentasi, memperjuangkan dan membudayakan nilai dan prinsip TKLD seperti partisipasi, transparansi, akuntabilitas, keadilan sosial dan gender, dan lain sebagainya pada lingkup komunitas dan desa mereka. Selain itu, melalui mekanisme formal Musrenbang, tema ini merupakan ruang dan saluran yang strategis bagi warga masyarakat sipil untuk melakukan policy engagement dengan pemerintahan supradesa (kabupaten) untuk mengakses kebijakan, program, dan dana (APBD).

Kedua, perencanaan dan penganggaran desa sejalan dengan agenda dari otonomi daerah, dan merupakan bagian dari kebijakan yang menempatkan desa sebagai basis desentralisasi dan demokrasi. Kebijakan ini penting karena tiga alasan yaitu: (1) sebagian besar warga masyarakat Indonesia hidup di daerah pedesaan, dan desa merupakan pabrik dan kantong orang miskin. Hingga Maret 2010, jumlah penduduk miskin mencapai 31,02 juta, dimana 64,23 % penduduk miskin tersebut berada di daerah perdesaan (BPS, 2010); (2) komunitas pedesaan itu terkelompok ke dalam satuan masyarakat hukum yang memiliki pemerintahan yang otonom, dan (3) desentralisasi di tingkat desa akan meningkatkan fungsi pemerintahan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya.

Ketiga, perencanaan dan penganggaran desa relevan dengan perspektif yang menempatkan desa sebagai basis partisipasi langsung (demokrasi deliberatif), di mana warga masyarakat tidak hanya menggunakan haknya, tetapi juga menjadi pihak yang bertindak (warga masyarakat datang

Page 23: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

xxii

Studi RPJM-Desa

untuk membangun ruangnya sendiri dan melakukan perubahan menurut strateginya sendiri). Perspektif ini berpijak dari pengalaman historis dan empiris bahwa desa telah lama menjalankan fungsinya sebagai self governing community. Desa mempunyai pengalaman panjang di dalam mengembangkan pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan warganya. Desa juga memiliki sumberdaya lokal yang dapat menjamin berlangsungnya pemerintahan. Potensi partisipasi yang tinggi dari warga juga dapat ditumbuhkan karena masyarakatnya mempunyai modal sosial yang tinggi untuk mendukung dan mengontrol jalannya pemerintahan.

Dari pengalaman selama ini, manfaat dari partisipasi langsung warga dalam proses perencanaan penganggaran desa antara lain (1) program dan pelaksanaannya lebih aplikatif terhadap konteks sosial, ekonomi dan budaya yang sudah ada, sehingga memenuhi kebutuhan masyarakat (sesuai kebijakan desentralisasi); (2) menciptakan rasa memiliki dan tanggung jawab di antara semua pihak terkait dalam merencanakan dan melaksanakan program, sehingga dampaknya dan begitu pula program itu sendiri berkesinambungan; (3) memberikan peran bagi semua orang untuk terlibat dalam proses, khususnya dalam hal pengambilan dan pertanggungan jawab keputusan sehingga memberdayakan semua orang yang terlibat; (4) pelaksanaan kegiatan-kegiatan menjadi lebih obyektif dan fleksibel berdasarkan keadaan setempat dan konteks kelokalan dan berfokus kepada keputusan warga masyarakat; dan (5) transparansi dan akuntabilitas semakin terbuka lebar akibat penyebaran informasi dan wewenang.

Keempat, ACCESS bekerja dengan dan dalam sistem dan mekanisme yang sudah ada di pemerintah dan masyarakat. Indonesia sudah memiliki sistem dan mekanisme formal perencanaan dan penganggaran pembangunan, dan wadah-

Page 24: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

xxiii

Suara Warga Suara Pembangunan

nya adalah Musrenbang, yang diselenggarakan secara berjenjang dari desa, kecamatan, kabupaten, provinsi hingga nasional/pusat. Melalui perencanaan dan penganggaran desa, ACCESS bersama OMS mitra berkontribusi kepada peningkatan kualitas proses dan hasil Musrenbang khusus-nya di ranah desa, khususnya dalam proses menetapkan RPJMD Desa, RKP Desa dan APBD Desa.

Dalam skema Musrenbang, ACCESS bersama OMS mitra berperan untuk memfasilitasi warga masyarakat desa pada tahap pra-musrenbang-desa atau sebelum kegiatan musrenbang-desa dilaksanakan. Hal ini dilakukan untuk menjamin dan memastikan keterlibatan aktif semua pemangku kepentingan di desa terutama orang miskin, perempuan dan kaum marginal lainnya dalam setiap tahapan dan prosesnya. Karena hal yang krusial dalam perencanaan adalah partisipasi dan interaksi aktif warga untuk me-nyampaikan aspirasinya (bersuara), bermusyawarah untuk mufakat, memiliki akses dan kontrol dalam proses pembuatan keputusan. Selain itu, manakala Musrenbang-Desa lazimnya dilaksanakan hanya 1 hari saja, intervensi pada tahap pra-musrenbang adalah untuk memastikan ketersediaan waktu dan ruang yang memadai bagi warga masyarakat untuk berproses dan belajar dari proses sehingga penyusunan perencanaan penganggaran desa tidak hanya sekedar mengisi format, mekanis dan artifisial. Juga, untuk memastikan semua aspirasi atau kepentingan dari warga masyarakat desa (terutama perempuan, kaum miskin dan kaum marginal lainnya) terakomodir dalam perencanaan penganggaran pembangunan desa.

Dalam persepktif ACCESS, hal yang lebih penting bukanlah benda seperti RPJM-Desa, RKP-Desa, APB-Desa atau aturan-aturan. Memang itu penting, tapi semua itu hanya alat. Hal yang lebih penting bagi ACCESS adalah

Page 25: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

xxiv

Studi RPJM-Desa

warga dan organisasi mereka berdaya, terutama orang yang miskin, perempuan dan kelompok marginal lain sudah berdaya. Dengan demikian mereka bisa merencanakan dan menentukan pembangunan sendiri.

Buku “Suara Warga Suara Pembangunan” yang Anda baca saat ini merupakan rekaman dari pengelolaan pembangunan desa/kelurahan yang telah dilaksanakan selama ini oleh 13 desa/kelurahan di Kabupaten Sumba Timur, NTT yang di dalamnya bercerita tentang berbagai upaya, inovasi, cerita sukses, tantangan, dan pembelajaran berharga yang dilakukan oleh warga masyarakat dan pemerintah desa/kelurahan dalam menggapai sebuah masa depan yang fantastis. Proses perencanaan penganggaran desa/kelurahan yang dipimpin masyarakat sendiri, yang dimulai dari dusun, desa/kelurahan dan dibawa ke mekanisme dan proses Musrenbang (desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten) ternyata telah menuai sejumlah hasil dan perubahan sosial yang membanggakan di ranah desa/kelurahan.

Bagi ACCESS, buku ini menjadi salah satu kebangggan karena buku ini memberikan bukti nyata dan menjadi salah satu bahan untuk pertanggungjawaban kepada Pemerintah Australia, Pemerintah Indonesia dan publik yang lebih luas bahwa investasi program terutama pada wilayah tematik perencanaan penganggaran partisipatif telah berkontribusi secara signifikan kepada pencapaian mandat program yaitu “Warga dan organisasi mereka berdaya untuk melakukan interaksi aktif dengan pemeritahan lokal dalam upaya meningkatkan hasil-hasil pembangunan di 16 kabupaten di kawasan timur Indonesia”. Bagi kami, tidak ada jalan lain untuk meningkatkan kualitas hidup orang miskin, perempuan, dan kaum marginal lainnya, dan mendorong peningkatan pada Tata Kepemerintahan lokal demokratis, selain warga dan organisasi warga sendiri yang sudah berdaya

Page 26: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

xxv

Suara Warga Suara Pembangunan

yang mengartikulasikan dan menuntutnya secara aktif, kolektif, dan berkelanjutan. Mereka yang merencanakan dan menentukan pembangunan sendiri. Mereka yang mengambil tanggung jawab, berkuasa dan memimpin pembangunan dan benar-benar mendapat manfaatnya. Buku ini juga merupakan penghargaan yang dalam terhadap perjuangan warga masyarakat, khususnya perempuan, orang miskin dan kaum marginal lainnya, serta pemerintah desa/kelurahan dalam mengartikulasi hak partisipasi kewargaan, tanggung jawab pemerintah, dan membangun budaya emansipasi dan demokrasi pada komunitas dan desa/kelurahan.

Bagi para pembaca yang budiman, semoga kehadiran buku ini dapat memperkaya perspektif dan memperbanyak referensi Anda untuk melahirkan berbagai terobosan dan gerakan baru yang inovatif dan kreatif, serta memberi amunisi baru untuk memperteguh keyakinan kita atas pelayanan yang sungguh-sungguh untuk memberdayakan warga dan organisasi warga, mendorong engagement antara warga masyarakat sipil dengan pemerintah (Negara) dalam meningkatkan hasil-hasil pembagunan, serta mematangkan demokrasi, dan memberi makna terhadap program mercusuar desentralisasi.

Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah berkontribusi dengan caranya masing-masing terhadap penerbitan buku ini. Secara khsusus ucapan terima kasih diberikan kepada Pemda Kabupaten Sumba Timur, warga masyarakat dan pemerintah desa/kelurahan dari 13 desa/kelurahan yang menjadi mitra program di Kabupaten Sumba Timur, KOPPESDA sebagai mitra yang menjalankan studi ini, tim peneliti dan penulis, editor, dan semua pihak yang tidak sempat kami sebutkan namanya satu per satu. Bagi perempuan, orang miskin, dan kaum

Page 27: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

xxvi

Studi RPJM-Desa

marginal di wilayah kerja ACCESS, kepada Anda buku ini juga kami persembahkan. Warga berdaya, negara kuat, kita semua sejahtera. Betapa tidak dan mengapa tidak. Selamat membaca.

Page 28: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Pengantar Bupati Sumba Timur .................................... vPengantar ACCESS ...................................................... xiDaftar Isi ...................................................... xxvi Daftar Tabel/Garfik/Skema ............................................. xxix Pengantar Editor ...................................................... 1

BAB I PENDAHULUAN ............................................ 23 Latar Belakang ................................................ 23 Titik Pijak dan Tujuan Studi .......................... 26 Metodologi dan Pelaksanaan ......................... 28 Sistematika Penulisan .................................... 32

BAB II MEMAHAMI KONSEP, KERANGKA REGULASI DAN KONTEKS PERENCANAAN

DESA ...................................................... 35

Konsep Dasar ................................................. 35 Nasional ...................................................... 41 Kerangka Regulasi Versus Praktik .................. 48 Eksperimentasi Pengintegrasian Pendekatan Clapp – GPI Dalam Pembangunan Partisipatif ...................................................... 53

BAB III KEPUASAN WARGA KUALITAS PEMBANGUNAN ........................................... 59

Gambaran Umum Karakteristik Responden . 60 Temuan dan Analisis ..................................... 63

• Manfaat RPJM-Desa/Kelurahan terhadap Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat .. 63

Daftar ISI

Page 29: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

xxviii

Studi RPJM-Desa

• Manfaat RPJM-Desa/Kelurahan terhadap Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan .. 66

• Manfaat RPJM-Desa/Kelurahan terhadap Peningkatan Kualitas Hidup

Orang Miskin ............................................ 68• Manfaat RPJM-Desa/Kelurahan terhadap

Peningkatan Kualitas Hidup Kelas Menengah .................................................. 71• Manfaat RPJM-Desa/Kelurahan terhadap

Peningkatan Kualitas Hidup Orang Kaya .. 72• Manfaat RPJM-Desa/Kelurahan terhadap

Peningkatan Kualitas Perencanaan Pembangunan Pedesaan/Kelurahan .......... 74

• Proses Penyusunan dan Hasil RPJM-Desa/Kelurahan Mengakomodir Kebutuhan

Perempuan ................................................. 76• Penggunaan RPJM-Desa/Kelurahan Membantu Membuat Keputusan terkait

Pengelolaan Keuangan Desa/Kelurahan .... 80• Penggunaan RPJM-Desa/Kelurahan Membantu Membuat Keputusan terkait

Pengelolaan Program yang Masuk ke Desa/Kelurahan ................................................... 82

BAB IV PERENCANAAN, DEMOKRASI DAN KESEJAHTERAAN ......................................... 85

Temuan Eksekutif .......................................... 87 Pengalaman dan Praktik Baik Pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan ................................... 94 Berbagai Cerita Sukses Pembangunan Desa/

Kelurahan ...................................................... 96• Potret Cerah Kesejahteraan Lokal ............. 96• Penyelenggaraan Pemerintahan Desa/Kelurahan

semakin Demokratis .................................. 102• Pendidikan Masyarakat Meningkat ........... 103• Kesehatan Masyarakat Membaik .............. 110• Ekonomi Lokal kian Bergairah ................. 118

Page 30: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

xxix

Suara Warga Suara Pembangunan

• Pembangunan Infrastruktur masih sebagai• Ikon Pembangunan Lokal .......................... 127• Pembangunan Infrahuman mulai menjadi• Fokus Pembangunan .................................. 141• Desa/Kelurahan Goes Green dan Keamanan

Lingkungan ................................................ 143• Keadilan Sosial dan Jender menjadi• Buah Bibir Masyarakat ............................. 146• Program RPJM-Desa/Kelurahan yang belum

Terealisasi .................................................. 149 Pemanfaatan Peta Sosial ............................... 152 Faktor Penting di Balik Keberhasilan Implementasi

Rpjm-Desa/Kelurahan .................................... 154 Praktik Cerdas Advokasi RPJM-Desa/Kelurahan .................................... 158 Pengawalan Partisipatif Warga Dalam Implementasi RPJM-Desa/Kelurahan 158 Tantangan Dalam Implementasi RPJM-Desa/Kelurahan .................................... 160

BAB V GAGASAN KE DEPAN: MELIPATGANDAKAN ANTUSIASME CITA-CITA PERUBAHAN .... 164

Berbagai Rekomendasi ................................... 169 Pemerintah Kabupaten ................................... 169

• Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ............ 173• Kecamatan ................................................. 174• Warga Masyarakat dan Pemerintah Desa/

Kelurahan ................................................... 174• Lembaga Donor, Organisasi Masyarakat Sipil

(LSM) dan Swasta ...................................... 176• Ketika Air Mata Haru Menetes .................. 179

Cerita “Ketika Air Mata Haru Menetesdi Kahaungu Eti” ...................................................... 179Biodata Penulis ...................................................... 189Daftar Pustaka ...................................................... 191

Page 31: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Daftar Tabel

Tabel 1.1 Nama Desa/Kelurahan Lokasi Studi ........... 30 Tabel 2.1 Perbedaan Konsep “Membangun Desa”

(Pembangunan Perdesaan) dan “Desa Membangun” (Pembangunan Desa) ............ 42

Tabel 2.2 Jenis Perencanaan Pembangunan Desa ....... 49Tabel 3 .1 Rekapitulasi Hasil Survei Kepuasan Warga atas Pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan ... 62Tabel 4.1 Potret Angka Kemiskinan Desa/Kelurahan .. 97 Peningkatan Anggaran Pemerintah Daerah Bagi Desa/Kelurahan .................................... 98Tabel 4.2 Anggaran Tahun 2007 .................................. 98Tabel 4.3 Anggaran Tahun 2008 .................................. 99Tabel 4.4 Anggaran Tahun 2009 .................................. 100Tabel 4.5 Anggaran Tahun 2010 .................................. 100Tabel 4.6 Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Menurut Desa/Kelurahan ............................. 106Tabel 4.7 Realisasi Pembangunan Infrastruktur

Pendidikan .................................................. 108Tabel 4.8 Dukungan PNPM Untuk Pembangunan

Infrastruktur Pendidikan ............................ 110Tabel 4.9 Ketersedian Petugas dan Fasilitas Kesehatan

Menurut Desa/Kelurahan ............................. 114Tabel 4.10 Realisasi Pembangunan Infrastruktur Kesehatan .................................................... 115Tabel 4.11 Realisasi Pembangunan Infrahuman Kesehatan ..................................................... 117Tabel 4.12 Jumlah dan Jenis Pembelanjaan Ternak dari

ADD/ADK dan APBD ................................... 121

Page 32: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Tabel 4.13 Realisasi Pengadaan Alat Produksi Pertanian/Ekonomi ....................................... 122Tabel 4.14 Realisasi Pengadaan Ternak ........................ 125Tabel 4.15 Realisasi Pembangunan Infrastruktur Air .. 129Tabel 4.16 Realisasi Pembangunan Infrastruktur

Penerangan ................................................... 132Tabel 4.17 Realisasi Pembangunan Jalan Desa/Kelurahan ............................................ 136Tabel 4.18 Realisasi Pembangunan Infrastruktur

Pemerintah Desa ......................................... 139Tabel 4.19 Realisasi Pengadaan Input untuk Penghijauan dan Keamanan Lingkungan ... 145Tabel 4.20 Program RPJM-Desa/Kelurahan yang belum

Terealisasi ..................................................... 150Tabel 5.1 Model kelembagaan perencanaan desa ...... 167

Daftar Grafik

Grafik 3.1 Manfaat RPJM-Desa/Kelurahan terhadap Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat .... 63Grafik 3.2 Manfaat RPJM-Desa/Kelurahan terhadap

Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan ..... 65Grafik 3.3 Manfaat RPJM-Desa/Kelurahan terhadap

Peningkatan Kualitas Hidup Orang Miskin . 68Grafik 3.4 Manfaat RPJM-Desa/Kelurahan terhadap

Peningkatan Kualitas Hidup Orang Menengah .......................................... 71Grafik 3.5 Manfaat RPJM-Desa/Kelurahan terhadap

Peningkatan Kualitas Hidup Orang Kaya .... 73Grafik 3.7 Proses Penyusunan dan Isi Dokumen RPJM-Desa Mengakomodir Kebutuhan

Perempuan ................................................... 76

Page 33: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

xxxii

Studi RPJM-Desa

Grafik 3.8 Proses Penyusunan dan Isi Dokumen RPJM-Desa Mengakomodir Kebutuhan Orang Miskin ............................................... 78Grafik 3.9 RPJM-Desa/Kelurahan Membantu Membuat

Keputusan terkait Pengelolaan APB-Desa/Kelurahan dan ADD/ADK ............................ 80

Grafik 3.10 RPJM-Desa/Kelurahan Membantu Membuat Keputusan terkait Pengelolaan Program yang Masuk Desa/Kelurahan ................................ 83

Daftar Bagan

Bagan 1 Piramida Sejati Otonomi Desa ............................ 4Bagan 2.1 Pembangunan Skala Desa, Perdesaan, Regional dan Nasional ................................. 41Bagan 2.2 Pengintegrasian CLAPP-GPI dalam Skema

Musrenbang ................................................. 56

Page 34: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

ACCESS : Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme

ADD : Alokasi Dana Desa

ADK : Alokasi Dana Kelurahan

AIPMNH : Australia Indonesia Partnership for Maternal and Neonatal Health

APBD : Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

Bappeda : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Bimas Bimbingan Masyarakat

BPD : Badan Permusyawaratan Desa

BPM : Badan Pemberdayaan Masyarakat

BLM : Bantuan Langsung Masyarakat

BOS : Bantuan Operasional Sekolah

CCF : Christian Children Fund

CLAPP – GPI : Community Led Assessment and Planning Process – Gender and Poverty Inclusive

Dinas PPO : Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga

DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Fasdes : Fasilitator Desa

FGD : Focus Group Discussion

Jamkesda : Jaminan Kesehatan Daerah

Jamkesmas : Jaminan Kesehatan Masyarakat

Daftar Istilah

Page 35: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

xxxiv

Studi RPJM-Desa

KBD : Kebun Bibit Dinas

KK : Kepala Keluarga

KKM : Kepala Keluarga Miskin

KOPPESDA : Lembaga Koordinasi Pengkajian Pengelolaan Sumber Daya Alam

KPM : Kader Pemberdayaan Masyarakat

KPMD : Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa

LPM : Lembaga Pemberdayaan Masyarakat

LPMD : Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa

LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat

MCK : Mandi Cuci Kakus

Musrenbang : Musyawarah Perencanaan Pembangunan

NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia

NPK : Nitrogen, Phosphorus, dan Kalsium

NTT : Nusa Tenggara Timur

OMS : Organisasi Masyarakat Sipil

P2KP : Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan

PAUD : Pendidikan Anak Usia Dini

Pemdes : Pemerintahan Desa

Pemilu Kada : Pemilihan Umum Kepala Daerah

Perda : Peraturan Daerah

Perdes : Peraturan Desa

Permendagri : Peraturan Menteri Dalam Negeri

PIDRA : Participatory Integrated Development in Rainfed Areas

PLTA Perusahaan Listrik Tenaga Air

PKH : Program Keluarga Harapan

PKK : Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga

PLN : Perusahaan Listrik Negara

Page 36: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

xxxv

Suara Warga Suara Pembangunan

PNPM : Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

PNPM GSC : Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Generasi Sehat Cerdas

PNPM MP : Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan

PNS : Pegawai Negeri Sipil

Polindes : Pondok Bersalin Desa

Posyandu : Pos Pelayanan Terpadu

PP : Peraturan Pemerintah

PT : Perseroan Terbatas

Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat

Pustu : Pusat Kesehatan Masyarakat Pembantu

RAPB-Desa : Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

Raskin : Beras bagi Masyarakat Miskin

RKA : Rencana Kerja dan Anggaran

RPJMD : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

RPJM-Desa : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa

RKP-Desa : Rencana Kerja Pemerintah Desa

RPJM-Kel : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan

RT : Rukun Tetangga

RW : Rukun Warga

Sekcam : Sekretaris Camat

Sekdes : Sekretaris Desa

SD : Sekolah Dasar

SDM : Sumber Daya Manusia

SKPD : Satuan Kerja Pemerintah Daerah

Page 37: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

xxxvi

Studi RPJM-Desa

SMP : Sekolah Menengah Pertama

SMU/A : Sekolah Menengah Umum/Atas

SMK : Sekolah Menengah Kejuruan

SPP : Simpan Pinjam Perempuan

SPPN : Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

SPSS : Statical Package for Social Science

TK : Taman Kanak-kanak

Tupoksi : Tugas Pokok dan Fungsi

UBSP : Usaha Bersama Simpan Pinjam

UU : Undang-Undang

WC : Water Closet

WVI : Wahana Visi Indonesia

Yasalti : Yayasan Wali Ati

YCM : Yayasan Cendana Mekar

Page 38: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Pengantar Editor

MERAYAKAN PERENCANAAN LOKAL

UNTUK MEMPERKUAT

“NEGARA KECIL”

Sutoro Eko

Suara otonomi desa tengah membahana di seluruh pelosok negeri. Kebijakan nasional maupun kebijakan daerah senantiasa menelorkan cita-cita pengembangan desa mandiri, sebagai jawaban atas ketergantungan, keterbelakangan, ketertinggalan dan kemiskinan desa selama ini. Para pemimpin desa selalu menuntut otonomi yang lebih jelas dan lebih besar, sementara yang lain telah bekerja keras mengembangkan potensi dan prakarsa lokal.

Namun pemahaman tentang otonomi desa masih se-lalu simpang siur dan tidak jelas. Prof. Selo Soemardjann (1992), Bapak Sosiologi Indonesia, sejak dulu selalu berujar bahwa sikap pemerintah tentang desa tidak jelas meskipun wacana otonomi desa selalu hadir. Di Kementerian Dalam Negeri pun terdapat pemahaman yang beragam tentang posisi dan makna desa. Ditjen Otoda selalu abai dengan desa karena otonomi desa dianggap menganggu otonomi daerah. Bagi mereka, otonomi sudah dibagi habis dan berhenti di kabupaten/kota sehingga tidak lagi ada tempat bagi otonomi desa. “Kalau pelayanan publik yang diselenggarakan oleh

Page 39: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

2

daerah sudah baik, buat apa ada otonomi desa. Desa cukup diberi tugas pembantuan”, demikian ungkap Dr. Made Suwandi, seorang pejabat Ditjen Otoda. Sementara Ditjen PMD memandang desa sebagai entitas yang sangat penting; desa sebagai organisasi pemerintahan paling depan yang dekat dengan masyarakat. Karena itu otonomi desa harus diperkuat, antara lain dengan cara membagi kewenangan berskala lokal kepada desa.

Pandangan yang berbeda muncul dari Bappenas. Institusi ini merasa kurang firm dengan gagasan RUU Desa, sebab RUU ini mereka anggap terlalu memberi bobot pada isu pemerintahan (governance), yang kurang memperhatikan aspek pembangunan (development). Kalau PMD memandang desa sebagai basis pembangunan, sementara Bappenas memandang desa sebaiknya dikembangkan menjadi basis ekonomi atau basis pembangunan. Karena itu Bappenas tampil sebagai salah satu promotor RUU Pembangunan Perdesaan.

Dua RUU, Desa dan Pembangunan Perdesaan, sebenarnya bisa disatukan sebab kalau bicara desa selalu mengandung tiga unsur: pemerintahan (governance), pembagunan (rural development) termasuk di dalamnya mencakup livelihood dan pemberdayaan (community empowerment). Tetapi karena kondisi pemerintahan yang cenderung terfragmentasi dan kuatnya ego sektoral, kedua RUU itu sampai sekarang belum disatukan menjadi satu RUU, yang kelak bisa menjadi sebuah keputusan politik dan legal tentang otonomi desa.

Wacana dan gerakan otonomi desa sebaiknya digulirkan terus di seluruh pelosok negeri untuk mempengaruhi dan mewarnai keputusan politik kedepan. Kita membutuhkan pemahaman otonomi desa yang lebih sempurna dan berpihak kepada desa meski harus sesuai dengan koridor konstitusi. Berbeda dengan pemahaman otonomi daerah yang meminjam berbagai mazhab impor, otonomi desa sebaiknya dipahami

Page 40: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

3

dalam konteks keragaman dan keunikan Indonesia. Desa-desa di Indonesia memiliki mazhab tersendiri tentang desa yang tidak bisa disamakan dengan desa-desa di negara lain, juga tidak bisa dipahahami dalam kerangka desentralisasi.

Orang Minangkabau, misalnya, sejak dulu meyakini nagari (desa) sebagai “republik kecil”. Belakangan seorang anggota DPD dari Papua, Paulus Yohanes, mengatakan dengan lantang bahwa desa adalah sebuah “negara kecil”, yang dalam konteks NKRI, bukan sebagai pemerintahan terendah seperti pada zaman Orde Baru, tetapi sebagai pemerintahan paling depan, paling bawah dan paling dekat dengan rakyat dan masyarakat. Negara kecil bukan berarti “negara dalam negara” sebagaimana ditampilkan oleh kementerian sektoral, bukan juga sebagai “kepanjangan tangan negara” sebagaimana hadir dalam bentuk kelurahan. Kalau desa sebagai “negara kecil” tentu dia mempunyai wilayah, kekuasaan, rakyat, sumberdaya, maupun institusi (identitas, norma, nilai, aturan, lembaga, aktor, dan lain lain). Indonesia sebagai “negara besar” merupakan kumpulan (unity) dari negara-negara kecil yang membentang secara beragam di desa. Negara besar itu akan kuat bila ditopang oleh kuatnya negara-negara kecil.

Konsep negara kecil berarti desa mempunyai wilayah, masyarakat, tata kuasa, pemerintahan, rakyat, dan sumberdaya lokal sebagai sumber penghidupan warga. Desa bukan sekadar satuan administratif, bukan pula tempat bermukim penduduk, bukan juga hanya satuan komunitas lokal, tetapi juga organisasi pemerintahan yang paling dekat, paling bawah dan paling depan berhadapan dengan masyarakat. Kepala Desa, misalnya, selama ini mempunyai multifungsi bagi masyarakat sebagai administrator, orang tua, pemimpin dan bahkan hakim perdamian. Warga Aceh biasa menyelesaikan berbagai masalah dengan keuchik (kepala

Page 41: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

4

desa), hal yang sama juga ditemui di Jawa, dan juga di Papua. Studi Justice for the Poor Bank Dunia (2007) menunjukkan bahwa masyarakat lokal lebih banyak memilih kepala desa (42 %) dan tokoh masyarakat (35 %) ketimbang pengadilan (4,0 %) dalam menyelesaikan masalah dan mencari keadilan.

Konsep negara kecil itu sebaiknya digunakan untuk memahami otonomi desa. Sesuai dengan konstitusi dan perjalanan sejarah, saya memahami otonomi desa dalam bentuk piramida (bagan 1).

Bagan 1 Piramida Sejati Otonomi Desa

Piramida itu menggambarkan bahwa otonomi dari dalam merupakan fondasi yang harus lebih besar dan lebih kuat daripada otonomi dari bawah, apalagi otonomi dari atas. Otonomi dari dalam sering disebut dengan indigenous autonomy atau otonomi asli yang berangkat dari hak asal-usul desa. Hal ini mencakup sumberdaya lokal seperti tanah adat atau tanah ulayat, institusi lokal dan kearifan lokal dalam memelihara sumberdaya lokal. Konstitusi telah memberikan pengakuan dan penghormatan (rekognisi) terhadap otonomi asli itu. Sedangkan otonomi dari bawah (local autonomy)

Page 42: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

5

adalah prakarsa dan gerakan lokal dalam menemukan dan mengembangkan potensi sumberdaya lokal. Sebagai contoh desa secara mandiri bergerak mengembangkan desa kopi, desa kakao, desa pusaka, desa cengkih, desa ikan, desa kerajinan, desa batik, desa wisata dan seterusnya. Sementara otonomi dari atas datang dari pemerintah dalam bentuk transfer kewenangan dan keuangan kepada desa, termasuk program-program pemerintah yang berupaya merangsang partisipasi dan kemandirian masyarakat desa.

Agar piramida otonomi desa itu berjalan dengan baik untuk mencapai kesejahteraan dan kemandirian, maka dibutuhkan perencanaan desa. Jika meminjam cara pandang governance, pilar dan kerangka institusional otonomi desa adalah kewenangan, perencanaan dan keuangan. Kewenangan adalah kekuasaan desa untuk mengambil keputusan tentang pemanfaatan hak asal-usul maupun aset lokal, yang kemudian diwadahi dalam perencanaan desa. Agar perencanaan desa bisa berjalan, maka dibutuhkan dukungan keuangan, baik yang bersumber dari desa sendiri (PADes) maupun transfer dana (Alokasi Dana Desa – ADD) dari pemerintah. Otonomi desa tentu bukan bermakna kesendirian, yang berarti desa membiayai perencanaan desa dengan uang sendiri atau dengan eksploitasi swadaya masyarakat, tetapi sesuai dengan prinsip keadilan, negara harus membagi uang kepada desa.

Perencanaan Desa/Kelurahan

Perencanaan, sebagai sebuah pilihan tindakan untuk masa depan, bukan sekadar sebuah rancang bangun (master plan) yang dibuat para ahli (teknokrat), tetapi sebagai sebuah keputusan politik. Sebagai sebuah keputusan politik, perencanaan setidaknya mengandung beberapa

Page 43: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

6

elemen penting dalam konteks hubungan antara pemimpin dengan rakyat. Pertama, perencanaan merupakan wujud konkret visi dan komitmen politik pemimpin yang dipilih atau memperoleh mandat dari rakyat. Kedua, perencanaan bermula dari berbagai aspirasi politik yang beragam dari masyarakat, dan perencanan adalah sebuah negosiasi yang mengambil keputusan secara strategis dan priositas di antara banyak aspirasi dan pilihan. Ketiga, perencanaan mensyaratkan tersedianya sebuah institusi politik (lembaga dan proses politik) untuk mengambil keputusan.

Di sisi lain, dimensi politik perencanaan juga terkait dengan posisi desa dalam hubungannya dengan peme-rintah daerah. Jika kita mengacu pada prinsip dasar otonomi desa, perencanaan desa tentu bukanlah bagian atau subsistem dari perencanaan daerah dan perencanaan nasional, melainkan sebagai perencanaan desa yang mandiri (village self planning). Artinya desa membuat perencanaan bukan semata-mata hanya “mengusulkan” kepada daerah tetapi “memutuskan” sendiri perencanaan lokal itu sesuai dengan konteks masalah, kebutuhan dan potensi lokal, meski secara normatif perencanaan desa perlu mengacu pada perencanaan daerah. Dengan kalimat lain, sesuai dengan prinsip subsidiarity, perencanaan desa ini adalah perencanaan yang berhenti di desa, bukan sekumpulan usulan yang disampaikan ke atas.

Jika kita lihat dari dua dimensi politik di atas, tentu ada perbedaan yang kontras antara perencanaan desa dan perencanaan kelurahan. Perencaan kelurahan sebenarnya merupakan konsep yang tidak relevan dan terlalu dipaksakan, sebab kelurahan bukanlah sebuah institusi politik yang berwenang mengambil keputusan secara mandiri. Kelurahan hanya sebuah SKPD atau sebuah unit administratif yang hanya bertugas melayani masyarakat, bukan sebagai institusi

Page 44: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

7

yang berwenang mengambil keputusan politik untuk rakyat. Di kelurahan hanya membuka kemungkinkan terbentuknya Community Action Plan (CAP) yang dijalankan oleh berbagai institusi lokal, meski akuntabilitas CAP ini juga problematik.

Sementara perencanaan desa mempunyai dua prasyarat politik di atas. Pemerintah desa dan BPD merupakan institusi politik yang dibentuk secara mandiri oleh rakyat desa, yang kemudian mempunyai kewenangan, tanggungjawab (akuntabilitas) dan legitimasi dalam mengambil keputusan tentang perencanaan dan penganggaran desa. Di sisi lain, karena desa memiliki otonomi, maka ia juga berwenang memutuskan perencanaan desa secara mandiri yang relevan dengan konteks lokal.

Perencanaan desa sebenarnya bisa juga menerapkan pendekatan politik dari atas, teknokrasi dan partisipasi dari bawah meskipun tidak harus dibuat rumit seperti halnya perencanaan daerah dan perencanaan nasional. Pendekatan politik berangkat dari visi seorang kepala desa. Dalam setiap perjumpaan dengan kepala desa, misalnya, saya selalu bertanya: “Selama Anda dipercaya oleh rakyat menjadi kepala desa, apa impian Anda? Desa yang Anda pimpin ini mau Anda bawa kemana dan mau Anda jadikan apa?” Perencanaan desa tentu berupaya menjabarkan impian sang pemimpin desa itu, meskipun harus melalui proses politik berupa proses negosiasi dengan aspirasi masyarakat secara partisipatif serta cara pandang dan kepentingan dari kalangan BPD.

Pendekatan politik tidak cukup. Agar perencanaan desa menjadi berkualitas dan bermakna perlu disertai dengan pendekatan teknokrasi dan agar mempunyai le-gitimasi diperlukan pendekatan partisipasi dari bawah. Kalau pendekatan politik berupaya melakukan akomodasi terhadap partisipasi, maka pendekatan teknokrasi berupaya

Page 45: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

8

melakukan translasi atas pendekatan politik dan partisipasi. Pendekatan teknokratis bukanlah pendekatan birokratis yang hanya sekadar mengisi blanko kosong secara rutin. Secara konseptual teknokrasi mengandung dimensi teori dan metodologi untuk mengelola data, informasi dan aspirasi secara logis, tepat dan cermat. Teori dan meto-dologi mengharuskan agenda perencanaan membuat ana-lisis masalah dan tujuan secara tepat, sehingga mampu menghasilkan kebijakan yang tepat atau menjawab masalah dengan benar. Jika teori dan metodologi yang dipakai salah maka kebijakan atau tindakannya pasti keliru. Kalau kekeliruan ini dilakukan berulang-ulang maka masalahnya semakin akut dan susah ditangani.

Pendekatan teknokrasi akan membuat perencanaan partisipatif lebih bermakna dan menjawab masalah. Di sisi lain, memasukkan partisipasi dalam proses teknokrasi akan membuahkan perencanaan yang lebih legitimate dengan didukung trust yang kuat dari masyarakat. Di dalam arena partisipasi pasti terjadi banyak kepentingan dan perspektif dalam memahami masalah, yang membuat pendekatan teknokrasi menjadi lebih kaya, dan sebaliknya pendekatan teknokrasi juga membantu menentukan perspektif yang tepat untuk memilih dan menjawab masalah. Engagement antara teknokrasi dan partisipasi secara nyata dapat dilihat dalam kisah pengambilan keputusan prioritas di antara berbagai kepentingan.

Deliberasi merupakan sebuah proses yang memper-temukan antara pendekatan politik, teknokrasi dan parti-sipasi. Musrenbang desa untuk menyusun perencanaan desa merupakan bentuk deliberasi atau sebagai praktik demokrasi deliberatif yang mempertemukan ketiga pendekatan itu, sekaligus menjadi arena persenyawaan (engagement) antara pemerintah desa, BPD, institusi lokal maupun kelompok-

Page 46: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

9

kelompok marginal lainnya. Proses deliberasi melalui musrenbang itu bermanfaat untuk membangun keber-samaan, partisipasi, hubungan saling percaya (mutual trust), legitimasi dan memutuskan pilihan-pilihan terbaik untuk perencanaan desa.

Pengabaian Perencanaan Desa

Perencanaan desa sejauh ini masih diabaikan oleh banyak pihak, setidaknya oleh empat rezim sekaligus yaitu rezim desentralisasi, rezim perencanaan, rezim pembangunan, dan rezim demokrasi. Rezim desentralisasi di bawah payung UU No. 32/2004 memberikan bobot yang sangat besar pada perencanaan daerah sebagai bagian dari agenda pemerintahan dan pembangunan daerah. Meskipun UU ini juga mengatur tentang desa tetapi ia tidak menyebutkan secara eksplisit perencanaan pembangunan desa.

Rezim perencanaan, atau sistem perencanaan pem-bangunan nasional, yang bekerja di bawah payung UU No. 25/2004 sama sekali tidak menyebut perencanaan pembangunan desa. UU ini memberikan bobot yang lebih besar pada perencanaan pembangunan nasional serta perencanaan pembangunan daerah baik di level provinsi maupun kabupaten/kota. Sistem perencanaan diharapkan terkoordinasi dan sinkron yang dibantu dengan kombinasi pendekatan dari atas (top down) dan dari bawah (bottom up), selain juga ada pendekatan politik dan pendekatan teknokratik. UU ini hanya mengenal musrenbang desa, sebuah eksperimen pendekatan partisipasi dari bawah, yang menjadi titik awal perencanaan daerah dan nasional. Namun UU ini tidak mengamanatkan musrenbang desa untuk membangun decentralized planning di aras desa atau memutuskan village self planning yang berhenti di desa, melainkan sebagai proses

Page 47: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

10

untuk mengusulkan perencanaan kepada daerah melalui musrenbang kecamatan. Dengan logika dan sistem seperti ini, orang desa mengusulkan rencana sebanyak-banyaknya meskipun harus dipotong di tingkat kecamatan, dan yang terjadi secara empirik usulan-usulan itu hampir tidak pernah terealisir. Masyarakat cenderung enggan mengikuti musrenbang desa karena ketidakjelasan itu, dan sebaliknya mereka sangat bersemangat dalam mengikuti musyawarah desa dalam PNPM Mandiri karena program ini begitu jelas dalam memberikan “ruang” dan “uang”.

Rezim pembangunan dimiliki oleh berbagai kementerian sektoral yang sejauh ini tidak tunduk pada rezim desentralisasi dan juga tidak mengakui desa sebagai negara kecil (otonomi desa). Dengan membawa agenda penanggulangan kemis-kinan melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat, para kementerian sektoral membawa langsung program-program dan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) ke desa. ESDM mempunyai program desa mandiri energi, Pertanian mengusung program Desa Mandiri Pangan me-lalui proyek Pengembangan Usaha Agribisnis Pertanian (PUAP), Budaya dan Pariwisata mengembangkan desa-desa wisata, Kementerian PDT mempunyai program bedah desa di desa-desa tertinggal, Kesehatan mempunyai desa siaga, Kelautan dan Perikanan mempunyai program masuk desa pesisir, Koperasi dan UMKM membina Koperasi Unit Desa, dan yang paling baru adalah program desa produktif karya Kementerian Transmigrasi dan Tenaga Kerja. Meski mereka mempunyai sebutan desa, tetapi konsep desa yang dimiliki oleh beberapa Kementerian ini berbeda dengan konsep desa yang dikenal dalam rezim desentralisasi.

PNPM Mandiri Perdesaan saat ini merupakan produk rezim pembangunan paling terkemuka yang masuk ke ranah desa. Program ini memang bukan program untuk

Page 48: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

11

memperkuat kemandirian desa, melainkan sebagai program penanggulangan kemiskinan melalui pendekatan pember-dayaan masyarakat atau yang disebut Bank Dunia sebagai pembangunan yang digerakkan oleh masyarakat (community driven development - CDD). CDD pada dasanya meletakkan masyarakat sebagai aktor utama yang menggerakkan partisi-pasi, aksi kolektif dan modal sosial untuk mengambil keputusan, merencanakan, melaksanakan dan memanfaatkan program pembangunan. Model ini ditempuh dengan cara memberikan (delivery) dana pembangunan secara langsung kepada masyarakat tanpa melalui jalur hirarkhis birokrasi pemerintah. Peran birokrasi pemerintah diminimalisir dari regulator menjadi fasilitator (Ghazal Mansuri & Vijayendra Rao, 2004; Frederick Rawski, 2006; Victoria A. Beard and Aniruddha Dasgupta, 2006).

Dalam praktik, PNPM yang menggunakan model CDD itu, ditempuh dengan pemberian Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dari pemerintah pusat dan daerah langsung kepada kelompok-kelompok masyarakat di desa. Kepala desa tidak boleh melakukan regulasi dan intervensi terhadap penge-lolaan dana PNPM. Sejauh ini PNPM dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat karena dana PNPM lebih jelas dan lebih besar, hampir tidak ada dana yang tercecer, dana dimanfaatkan untuk membangun berbagai infrastruktur serta dana bergulir bagi kaum perempuan, serta proses pengelolaan dana berlangsung secara partisipatif, transparan dan bertanggungjawab.

Tetapi PNPM tampil seperti “negara dalam negara” yang abai terhadap realitas dan harapan desa sebagai “negara kecil”. Meskipun dana sangat bermanfaat bagi masyarakat, tetapi PNPM tidak memberikan kontribusi, bahkan memperlemah, posisi dan peran pemerintah desa maupun institusi formal di desa. PNPM juga tidak menyatu

Page 49: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

12

dengan sistem pemerintahan dan sistem perencanaan daerah maupun desa. Desa mempunyai perencanaan desa sendiri dan menyelenggarakan musrenbang secara reguler, sementara PNPM juga mempunyai musrenbang dan rencana tersendiri yang terpisah dari perencanaan desa. PNPM beserta program-program BLM yang lain telah membuat desa sebagai outlet atau pasar sehingga menciptakan terjadinya fragmentasi perencanaan.

Perencanaan desa melalui musrenbang juga diabaikan oleh rezim demokrasi. Pemerintah, politisi dan masyarakat Indonesia sejauh ini masih sibuk merayakan demokrasi elektoral (berbagai bentuk pemilihan), sehingga terjebak apa yang disebut Lani Guinier (2008) sebagai “elektokrasi”, yakni penyelenggaraan pemerintahan yang semata-mata didasarkan pada proses elektoral. Jebakan elektokrasi bisa dilihat dari menguatnya pendekatan politik atau politi-sasi setiap pengambilan keputusan dan proyek-proyek pembangunan; sekaligus juga pengabaian demokrasi delibe-ratif dalam musrenbang. Para pemimpin politik lebih suka membuat pernyataan-pernyataan yang bersifat politis dan populis, atau lebih suka merayakan setiap perhelatan pemilihan yang sarat akan mobilisasi rakyat; sementara mereka kurang tertarik untuk merayakan musrenbang dari desa sampai daerah. Para anggota DPRD juga lebih bersemangat menggelar jaring asmara di dapil-dapil mereka daripada mengikuti musrenbang.

Terobosan dan Gerakan

Meskipun UU No. 25/2004 dan UU No. 32/2004 tidak secara eksplisit memberi amanat tentang perencanaan pembangunan desa, tetapi PP No. 72/2005 justru melakukan terobosan, bahkan Yando Zakaria menyebutnya sebagai

Page 50: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

13

subversi, yang memberikan amanat, hak, kewenangan dan tanggungjawab kepada desa untuk menyiapkan perencanaan pembangunan desa.

Terobosan ala PP No. 72/2005 itu diikuti oleh gerakan lokal mengembangkan perencanaan desa. Tetapi gerakan lokal ini mengikuti rute yang tidak lazim. Rute yang lazim adalah kewenangan, perencanaan dan keuangan. Kebijakan dan gerakan lokal menempuh rute terbalik: keuangan, perencanaan dan kewenangan. Sejauh ini hampir 100% kabupaten/kota belum memberikan transfer sebagian kewe-nangan kepada desa. Sementara keuangan (ADD) datang lebih dulu daripada kewenangan dan perencanaan. Begitu PP No. 72/2005 keluar, selain desakan dari Kemendagari, Asosiasi Desa yang didukung NGOs melakukan perjuangan merebut ADD sebab pemda pada umumnya tidak secara otomatis menelorkan kebijakan ADD. Sekarang sebagian besar kabupaten sudah menjalankan kebijakan ADD, meski mayoritas tidak mengikuti pola block grant yang memberi kepercayaan kepada desa sebagaimana diamanatkan PP. Para kepala desa di Lombok Barat, misalnya, berujar: “Kami dikasih beras oleh pemda tetapi kami tidak boleh memasaknya”.

Setelah ADD berjalan kemudian diikuti dengan gerakan mempersiapkan perencanaan pembangunan desa. Kerjasama yang sinergis antara pemerintah daerah, NGOs dan lembaga-lembaga donor memungkin proses fasilitasi perencanaan desa di banyak daerah berjalan dengan baik. Yang paling dasar, mereka memfasilitasi para pelaku desa menemukenali potensi, masalah dan kebutuhan lokal melalui metode yang partisipatif sebagai basis untuk mempersiapkan perencanaan desa. Meskipun kewenangan desa belum ada sebagai dasar untuk menentukan perencanaan, tetapi ada proses memilah dan memilih usulan lokal yang sesuai dengan skala dan kemampuan lokal sebagai pintu masuk membuat

Page 51: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

14

perencanaan. Proses perencanaan itu berlangsung cukup melelahkan tetapi sungguh dinikmati oleh para pemimpin dan masyarakat desa. Ada proses musyawarah besar di level desa, ada pula musyawarah di tingkat yang lebih kecil seperti dusun maupun institusi-institusi lokal. Selain melalui proses politik dan partisipasi itu, desa juga memiliki tim “teknokrat” desa yang melakukan kajian, membuat rancangan draft serta membuat rumusan dari proses-proses musyawarah.

Berdasarkan pengalaman, untuk memperkuat peren-canaan desa dibutuhkan kombinasi pendekatan regulasi dan fasilitasi dari atas dan emansipasi dari bawah. Regulasi berisi kebijakan dan komitmen pemerintah daerah untuk memperkuat desa, sedangkan fasilitasi merupakan tindakan dan gerakan bersama pemerintah daerah dengan kalangan NGOs maupun donor dalam meningkatkan kapasitas desa serta mendorong aksi kolektif berbagai komponen desa mulai dari menyiapkan sampai dengan melaksanakan perencanaan desa. Namun regulasi dan fasilitasi itu tidak akan mempunyai makna kalau tidak ada emansipasi desa secara mandiri, yakni prakarsa dan gerakan lokal mengembangkan aset-aset yang mereka miliki. Emansipasi ini yang antara lain menghasilkan ciri khas unggulan desa atau lebih dikenal dengan satu desa satu produk (one village one product), sebagai penopang kemakmuran warga masyarakat.

Bruce Mitchell (1994), misalnya, meski tidak memakai konsep emansipasi itu, tetapi telah menunjukkan bahwa ke-arifan lokal dan struktur pemerintahan tradisional Bali, yang mengutamakan kerjasama, konsensus dan keseimbangan, telah memberikan fondasi yang kuat bagi pembangunan desa yang berkelanjutan. Sebaliknya keputusan pembangunan yang berasal dari luar desa justru menimbulkan masalah dalam inisiatif pembangunan lokal.

Page 52: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

15

Belum lama ini saya melakukan kajian cepat terhadap desa-desa di Kabupaten Jembrana, Bali, yang berjumlah 41 desa. Jembrana tidak mempunyai desa tertinggal dan angka kemiskinan sebesar 5,5% pada tahun 2009. Secara geografis wilayah dan tata ruang Jembrana dapat dipotret dengan mudah dan jelas, yakni terbelah oleh jalan utama dan terbagi menjadi “utara” dan “selatan”. Wilayah selatan yang berdekatan dengan laut dan kegiatan perikanan mempunyai budaya sharing of poverty, dimana kantong kemiskinan berada di desa-desa di tepi laut. Kaum miskin itu sebagian besar adalah pendatang dari kabupaten lain, Jawa, Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, Maluku Utara dan Madura, yang sebagian besar tidak memiliki aset.

Sebaliknya wilayah utara adalah lahan pertanian, perkebunan, dan hutan yang mayoritas penghuninya adalah “orang asli” Bali. Orang-orang utara masih memegang teguh adat Bali yang mempunyai kultur sharing of prosperity dengan baik. Desa-desa di sebalah utara barat (Kecamatan Melaya dan Negara) pada umumnya merupakan “desa kakao”, dan desa-desa di utara timur merupakan “desa cengkih”. Di utara-barat Kecamatan Melaya, terdapat Desa Blimbingsari (komunitas Kristen) dan Desa Ekasari (komunitas Katholik) yang masih memegang teguh adat Bali untuk mengelola tata ruang, lingkungan, sawah, kebun, dan lain-lain. Dua desa ini begitu tertata, bersih, indah dan makmur karena ditopang oleh sumber kakao dan jaringan sosial di Eropa, Jepang dan Amerika. Rintisan kakao di dua desa ini juga berkembang di desa-desa tetangganya seperti Nusasari dan Warnasari. Sementara di utara-timur di wilayah Kecamatan Pekutatan (Asah Duren, Manggissari, Pengragoan, dan lain lain) merupakan “desa cengkih” yang dirintis oleh Driyo Pangarso dari Jawa dan kemudian diteruskan oleh orang-orang lokal. Meskipun desa-desa di utara-timur tidak memiliki tata ruang

Page 53: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

16

yang cantik seperti halnya di utara-barat, tetapi desa-desa di utara timur telah lama membangun dirinya sendiri dan mampu melakukan sharing of prosperity secara mandiri. Hasil cengkih dan kakao tersebut kemudian dimanfaatkan untuk investasi manusia melalui pendidikan, yang menghasilkan banyak orang pintar. Kata kunci dari pengalaman ini adalah gerakan lokal yang bersandar pada emansipasi, kearifan dan konteks lokal, bukan karena intervensi dari pemerintah. Baik di utara-barat maupun utara-timur, pemerintah tidak banyak campur tangan; kalaupun campur tangan dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan yang angkanya kecil, misalnya melalui program-program PNPM maupun program daerah.

Tentang Buku Ini

Kabupaten Sumba Timur, Provinsi NTT, telah gegap gempita mendorong dan memfasilitasi penyiapan peren-canaan desa pada tahun 2006-2007. Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Timur, ACCESS Phase I dan Mitra Samya serta LSM lokal memfasilitasi penyusunan RPJM-Desa/Kelurahan pada 11 desa dan 2 kelurahan di Sumba Timur. Pengalaman Kabupaten Sumba Timur dalam penyusunan RPJM-Desa/Kelurahan tersebut sudah menjadi kebanggaan kabupaten dan mengantar kabupaten ini menjadi kabupten model di Provinsi NTT dalam kaitannya dengan perencanaan pembangunan partisipatif.

Setelah perencanaan lokal itu berjalan, kemudian menimbulkan tantangan dan pertanyaan lanjutan. Apa makna perencanaan desa? Perubahan sosial dan pembangunan apa yang sudah terjadi pada 13 desa/kelurahan tersebut setelah mereka memiliki dokumen perencanaan dan peng-anggaran pembangunan yang lebih baik? Keberhasilan pada perencanaan tidaklah berarti apa-apa kalau tidak

Page 54: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

17

disertai dengan keberhasilan pada tahap implementasi serta didukung oleh kebijakan lokal. Sejauhmana pembangunan partisipatif berkontribusi kepada peningkatan kesejahteraan hidup warga masyarakat secara keseluruhan, terutama orang miskin, perempuan dan kaum terpinggirkan lainnya. Untuk menjawab beberapa pertanyaan krusial ini, maka Pemda Kabupaten Sumba Timur, ACCESS Phase II dan KOPPESDA bersama dengan 13 desa/kelurahan berinisiatif untuk melakukan “refleksi” terhadap implementasi RPJM-Desa/Kelurahan dalam mewujudkan pembangunan yang pro orang miskin dan perempuan. Studi reflektif itu dinarasikan melalui buku ini.

Buku ini menyampaikan sejumlah pelajaran, temuan dan keyakinan penting. Pembaca bisa membaca sendiri lembar demi lembar buku ini, mulai dari hasil suvei yang menunjukkan betapa puasnya warga terhadap RPJMDes/Kelurahan, hingga story telling bermakna yang disampaikan para fasilitator dalam penyiapan perencanaan desa/kelurahan. Bagi saya buku ini mempunyai sejumlah pelajaran berharga.

Pertama, buku ini memberi cerita bahwa desa ternyata mampu berbuat, berbeda dengan stigma dari atas bahwa desa tidak siap dan desa tidak mampu. Melalui arena perencanaan, desa mampu melakukan aksi kolektif bersama warga dalam menemukenali potensi dan kebutuhan lokal, sekaligus menyiapkan sebuah perencanaan secara partisipatif dan responsif. Pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan telah berkontribusi kepada peningkatan pembangunan infra-struktur seperti jalan raya, sarana air bersih, irigasi, fasilitas kesehatan, penerangan, pembangunan rumah layak huni, penambahan gedung baru atau ruang sekolah. Dengan adanya sarana air bersih yang lebih dekat dengan pemukiman penduduk maka beban pekerjaan ibu-ibu dan

Page 55: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

18

anak perempuan semakin berkurang. Anak-anak tidak terlambat lagi ke sekolah karena biasanya sebelum ke sekolah mereka harus mengambil air untuk kebutuhan di rumah. Akses masyarakat atas pelayanan publik di bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi semakin baik dan terjangkau. Semakin banyak ibu hamil yang mendapat pelayanan kesehatan (melahirkan di Puskesmas dan dilayani oleh tenaga kesehatan). Anak-anak semakin rajin ke sekolah sehingga partisipasi pendidikan dasar meningkat. Perbaikan jalan memungkinkan kegiatan ekonomi berjalan lancar. Warga desa lebih mudah menjual hasil-hasil buminya. Pembuatan jalan raya juga membuka keterisolasian desa, sehingga warga desa lebih mudah melakukan mobilitas atau berinteraksi dengan desa lain, kecamatan dan kabupaten. Implementasi RPJM-Desa/Kelurahan juga mampu menghidupkan kembali (revitalisasi) modal sosial seperti gotong royong, musyawarah untuk mufakat dan swadaya. RPJM-Desa/Kelurahan tidak hanya dipakai untuk mengakses program dan anggaran dari kabupaten, tetapi juga mendorong swadaya masyarakat dan kepemilikan lokal atas pembangunan. Dengan demikian desa mampu membuktikan bukan sebagai beban bagi pemerintah, tetapi emansipasi yang kuat membuat mereka lebih mandiri dan lebih berguna bagi warga.

Kedua, buku ini memberikan cerita yang bermakna tentang kemitraan yang sinergis antara pemerintah daerah, LSM lokal dan lembaga donor dalam memfasilitasi kebang-kitan desa. Pendekatan fasilitasi yang mereka tempuh itu pada gilirannya membangkitkan emansipasi dan aksi kolektif berbagai komponen desa untuk maju ke depan melalui wadah dan proses perencanaan desa. Tentu hal ini merupakan sebuah investasi besar yang meletakkan fondasi dasar pembangunan berkelanjutan bagi desa. Secara inkremental dan berkelanjutan, desa bakal tumbuh mandiri

Page 56: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

19

dalam mengembangkan berbagai aset lokal sebagai basis penghidupan warga.

Ketiga, ADD/ADK, meskipun secara nominal sangat kecil, bahkan sering saya sebut “sisanya sisa”, tetapi sungguh bernilai dan bermakna bagi desa. Studi ini menemukan bahwa ADD/ADK dipakai untuk mendukung program-program dari RPJM-Desa/Kelurahan, bukan dipakai untuk kepentingan segelintir elite atau kaum mampu di desa/kelurahan. Tidak ditemukan adanya penyimpangan atau penyalahgunaan penggunaan ADD/ADK di luar dari program RPJM-Desa/Kelurahan. Kenyataan ini tentu menjawab keraguan dan kekhawatiran banyak pihak akan bahaya korupsi jika desa menerima ADD. Dana itu juga memperkuat kewenangan dan hak desa/kelurahan untuk mengelola ADD/ADK untuk kesejahteraan masyarakat. Kehadiran ADD/ADK juga telah mendorong efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan publik, membuat RPJM-Desa/Kelurahan lebih bermakna dan dinamis. Hal ini relevan dengan salah satu tujuan besar desentralisasi yakni membawa perencanaan daerah lebih dekat kepada masyarakat lokal dan otonomi (termasuk pengelolaan keuangan) tidak hanya berhenti di kabupaten, tetapi mengalir terus hingga ke desa. ADD/ADK telah menjadi arena pembelajaran bagi desa/kelurahan untuk menempa kapasitas dalam perencanaan, merawat dan “membudayakan” akuntabilitas dan transparansi dan sebagainya.

Keempat, buku ini kian memperkaya konsep dan praktik tentang apa yang disebut Hilary Wainwright (2003) sebagai “merebut negara” (reclaim the state) dan pendalaman demokrasi (deepening democracy). Merebut negara bukan dalam pengertian warga merebut aset-aset negara dengan cara pembalakan liar, melainkan mengambil domain atau ruang-ruang politik yang selama ini dimonopoli oleh

Page 57: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

20

tangan-tangan negara. Pendalaman demokrasi sebenarnya merupakan sebuah bentuk “merebut negara”, sekaligus sebagai upaya untuk menjawab defisit demokrasi prosedural. Upaya memperdalam demokrasi antara lain bisa ditempuh melalui: (a) memperkuat voicing warga daripada voting dalam pemilihan; (b) membuka ruang-ruang publik; (c) mengembangkan partisipasi dan participatory governance; (d) memperkuat organisasi masyarakat sipil menjadi penyeimbang negara dan masyarakat politik; (e) menjalankan desentralisasi yang lebih dengan masyarakat lokal; (f) memperkuat aksi kolektif organisasi maupun komunitas lokal; (g) memperkaya praktik-praktik demokrasi deliberatif; (h) membiasakan praktik engagement antara masyarakat dengan pemerintah (Archon Fung dan Erik Olin Wright, 2003; John Gaventa, 2006; Alan Fowler & Kees Biekart, 2008)

Konsep dan praktik perencanaan desa itu sendiri mempunyai makna “merebut negara”, mengingat ia berupaya menerobos rezim pemerintahan, rezim perencanaan, rezim pembangunan dan rezim demokrasi yang selama ini meng-abaikan desa. Pada saat yang sama, perencanaan desa menjadi arena pendalaman demokrasi lokal yang sangat dekat dengan warga. Buku ini menyampaikan keyakinan bahwa demokrasi desa/kelurahan, tidak hanya berjalan secara prosedural tapi juga subtansial (bermakna), dan praktik baik democratic governance di akar rumput bertumbuh subur, berakar kuat dan mulai menjalar. Partisipasi langsung warga masyarakat dan organisasi mereka selama implementasi RPJM-Desa/Kelurahan menunjukkan peningkatan yang impresif. Wujud partisipasi tidak hanya sekadar kehadiran secara fisik atau mobilisasi warga (demokrasi prosedural) sebagaimana dilakukan pada tahun-tahun sebelum RPJM-Desa/Kelurahan, tetapi sudah menekankan pada partisipasi untuk bersuara, memanfaatkan akses dan kontrol dalam

Page 58: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

21

pembuatan kebijakan publik di desa/kelurahan, dan adanya penghargaan atas hak-hak kewarganegaraan terutama orang miskin, perempuan, kaum minoritas dan marginal lainnya (demokrasi subtansial).

Dengan partisipasi langsung warga dalam proses pembangunan merupakan “jalan ketiga” untuk menutup “kegagalan demokrasi perwakilan”. Manakala wakil rakyat daerah gagal atau “disengajakan” tidak memperjuangkan kepentingan konstituennya, maka perjuangan lewat RPJM-Desa/Kelurahan, adalah solusinya. Dengan cara itu, warga masyarakat dapat merencanakan, melaksanakan dan mengontrol sumberdaya publik (termasuk anggaran), bagaimana uang rakyat dikelola dan kemana uang rakyat dibelanjakan.

Selain itu, partisipasi langsung dalam gimplementasi RPJM-Desa/Kelurahan selama 3-4 tahun terakhir memper-lihatkan perubahan dan peningkatan cara pandang dan pemahaman warga masyarakat dan organisasi mereka ter-hadap proses-proses pembuatan kebijakan di tingkat desa/kelurahan dan rasa kepemilikan lokal terhadap keputusan yang diambil. Implikasinya, kepercayaan warga masyarakat kepada pemerintah desa/kelurahan semakin meningkat. Konflik vertikal (antara warga dengan pemerintah desa/kelurahan) maupun horizontal (antara sesama warga masyarakat) jarang terjadi. Hal ini karena pemerintah desa/kelurahan memiliki legitimasi yang kuat di hadapan rakyat karena lebih akuntabel, transparan dan responsif. Rasa saling curiga atau berburuk sangka, warga terhadap kepala desa/lurah beserta aparatnya, atau sebaliknya, berkurang secara cukup menyolok.

Pada saat yang sama, partisipasi perempuan di ranah publik dan menduduki posisi strategis di tingkat lokal semakin meningkat. Perempuan terlibat langsung dalam pertemuan-

Page 59: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

22

pertemuan formal maupun informal desa/kelurahan, seperti Musrenbang, pertemuan desa dan lain-lain. Mereka semakin berani dan percaya diri untuk menyampaikan pendapat-nya saat pertemuan, dan terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan. Perempuan juga mulai menduduki beberapa posisi strategis di pemerintahan dan organisasi akar rumput. Misalnya, ada Fasilitator Desa (Fasdes) perempuan yang menjadi anggota DPRD Kabupaten Sumba Timur, perempuan menjabat sebagai kepala desa, sekretaris desa, anggota BPD, LPMD, Ketua RT, Ketua RW, dan pengurus kelompok. Fakta-fakta ini menggambarkan bahwa emansipasi dan demokrasi desa berbasis gender mulai tumbuh subur. Perempuan tidak hanya berpartisipasi pada ranah bersuara dan telibat dalam pembuatan keputusan publik, tetapi juga mulai menjangkau wilayah lainnya yang krusial yaitu “kekuasaan” publik dengan menduduki posisi strategis.

Interaksi dinamis antara warga dengan pemerintahan lokal (citizen – local government engagement) juga tumbuh semakin meningkat. Warga dan pemerintah desa/kelurahan semakin aktif melakukan interaksi dinamis dengan pemerintahan supradesa (Bupati, SKPD, keca-matan) dan pihak-pihak lain untuk meminta hak dan dukungan dalam pengimplementasian RPJM-Desa/Kelurah-an. RPJM-Desa/Kelurahan menjadi alat advokasi desa/kelurahan ketika melakukan interaksi. Interaksi aktif warga (engagement) dengan pemerintah daerah dalam konteks untuk mempengaruhi, untuk memperjuangkan nilai-nilai dan prinsip, untuk memastikan terpenuhi hak, dan untuk memastikan lingkungan yang kondusif. Selama proses interaksi, kemampuan warga dalam melakukan lobi, advokasi, mediasi, dan negosiasi ditempa, dan secara tidak langsung warga semakin terampil berpolitik.

Page 60: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Desa menurut UU 32/2004 adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa ada bagaikan “negara kecil” yang (1) memiliki wilayah yuridiksi teritorial, (2) mempunyai rakyat – kumpulan orang dari satu hubung-an genealogis dan/atau bukan hubungan genealogis, (3) memiliki pemerintahan sendiri, (4) mempunyai ke-kayaan – sumber daya (alam, manusia, ekonomi dan keuangan, sarana dan prasarana fisik, serta sosial, budaya dan politik), dan (5) memiliki kebijakan atau peraturan, termasuk kewenangan untuk mengatur dan mengurus ke-pentingan masyarakat setempat. Kewenangan tersebut terkait dengan menjalankan fungsi pembangunan (rural development), fungsi kepemerintahan (village governance) dan fungsi kemasyarakatan (community empowerment). Semuanya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat desa (human-well being) dan mengurangi bahaya laten kemiskinan struktural dan kultural yang masih menggerogoti desa.

Page 61: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

24

Dalam menjalankan kewenangan “mengurus dan mengatur” urusan rumah tangga dan kepentingan masyarakat setempat, desa berhak, berwenang dan wajib memiliki perencanaan dan penganggaran pembangunan dalam periode tertentu. Perencanaan pembangunan tersebut harus mencerminkan kebutuhan dan kepentingan masyarakat setempat, berbasis pada potensi-kekuatan keaslian desa, yang disusun secara partisipatif dengan melibatkan semua pemangku kepentingan desa (terutama orang miskin, perempuan, kaum muda dan kelompok marginal lainnya). Karena, mereka merupakan pemilik sumber daya sekaligus sebagai pihak yang akan terkena dampak dari perencanaan pembangunan tersebut.

Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia (Pasal 1 ayat 1 UU No.25/2004 dan Pasal 1 ayat 1 PP No.8/2008). Perencanaan pembangunan adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan guna pemanfaatan dan peng-alokasian sumber daya yang ada dalam jangka waktu tertentu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perencanaan pembangunan desa adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan desa bersama masyarakat dengan me-manfaatkan secara optimal semua potensi-kekuatan keaslian desa. Dengan adanya perencanaan, desa memiliki road map tentang masa depannya.

Regulasi makro yang mengatur tentang perencanaan pembangunan, seperti UU No. 25/2004 tentang SPPN, dan UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah, memang tidak secara eksplisit memberikan ruang bagi perencanaan desa. Tetapi PP No. 72/2005 tentang Desa secara tegas memberikan payung bagi hak, kewenangan dan kewajiban bagi desa untuk mempersiapkan perencanaan pembangunan desa.

Page 62: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

25

PP itu secara operasional dijabarkan dalam Permendagri No. 66/2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa, yang memberikan amanah bahwa partisipasi langsung warga masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan merupakan kunci bagi pembangunan yang pro rakyat miskin dan perempuan menuju kesejahteraan dan keadilan sosial. Dengan demikian proses penyusunan perencanaan dan penganggaran pembangunan (RPJM-Desa) merupakan pintu masuk bagi upaya peningkatan partisipasi langsung warga masyarakat dalam pembangunan. Pararel dengan upaya membangun negara yang demokratis (demo-cratic state) yang didasari pada nilai dan prinsip good governance, dalam jangka panjang, RPJM-Desa merupakan alat yang efektif untuk mempromosikan otonomi desa yang lebih luas serta memperkuat pembangunan emansipasi dan demokrasi desa.

Pada tingkat implementasi, berbagai inisiatif lokal (pilot projects) telah dikembangkan untuk memfasilitasi desa menyusun perencanaannya sendiri secara partisipatif, transparan dan akuntabel. Misalnya, pada tahun 2006 hingga 2007, Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Timur, ACCESS Phase I dan Mitra Samya serta LSM lokal memfasilitasi penyusunan RPJM-Desa/Kelurahan pada 11 desa dan 2 kelurahan di Kabupaten Sumba Timur. Keberhasilan Kabupaten Sumba Timur dalam penyusunan RPJM-Desa/Kelurahan tersebut sudah menjadi kebanggaan kabupaten dan menghantar kabupaten ini menjadi kabupten model di Provinsi NTT dalam kaitannya dengan perencanaan pembangunan partisipatif.

Perubahan sosial dan pembangunan apa saja yang sudah terjadi pada 13 desa/kelurahan tersebut setelah mereka memiliki dokumen perencanaan dan penganggaran pembangunan yang lebih baik? Keberhasilan pada peren-

Page 63: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

26

canaan tidaklah berarti apa-apa kalau tidak disertai dengan keberhasilan pada tahap implementasi serta didukung oleh kebijakan lokal. Pada akhirnya sejauhmana pembangunan partisipatif berkontribusi kepada peningkatan kesejahteraan hidup warga masyarakat secara keseluruhan, terutama orang miskin, perempuan dan kaum terpinggirkan lainnya. Untuk menjawab beberapa pertanyaan krusial ini, maka Pemda Kabupaten Sumba Timur, ACCESS Phase II dan KOPPESDA bersama dengan 13 desa/kelurahan berinisiatif untuk melakukan “refleksi” terhadap implementasi RPJM-Desa/Kelurahan dalam mewujudkan pembangunan yang pro orang miskin dan perempuan.

Titik Pijak dan Tujuan Studi

Studi ini bertitik pijak pada Pasal 66, PP 72/2005 tentang desa yang memberi ruang bagi evaluasi terhadap pelaksanaan perencanaan desa. Meski hingga saat ini belum ada Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Timur yang bisa dijadikan sebagai panduan aplikatif bagi desa untuk melakukan evaluasi, tetapi sebuah refleksi penting untuk dilakukan bukan hanya mencari baik dan buruk, tetapi membuat narasi tentang pembelajaran berharga dari implementasi perencanaan desa.

Studi ini tentu bukanlah sebuah studi berbasis akademik seperti yang dilakukan oleh lembaga-lembaga riset ternama atau kalangan universitas. Istilah yang lebih tepat adalah sebuah ”refleksi dan narasi yang menemukan berbagai pelajaran berharga” dari pengalaman 13 desa/kelurahan dalam implementasi RPJM-Desa/Kelurahan. Boleh dikatakan studi ini adalah studi dampak implementasi RPJM-Desa/Kelurahan terhadap peningkatan kesejahteraan hidup warga masyarakat. Ketimbang memusatkan pada permasalahan dan kekurangan warga masyarakat desa/kelurahan, studi ini

Page 64: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

27

lebih berfokus pada mencari dan menemukan cerita-cerita sukses atau perubahan-perubahan menggugah yang telah terjadi pada 13 desa/kelurahan yang menjadi lokasi studi.

Pertanyaan utama (grand question) studi ini adalah sejauh-mana RPJM-Desa/Kelurahan telah berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat setempat dan mengurangi kemiskinan lokal. Berangkat dari pertanyaan ini, secara spesifik studi ini merupakan sebuah upaya untuk:

• Mengetahui tingkat kepuasan warga (orang miskin, perempuan, orang/kelas menengah dan kaya) dan pe-merintahan desa/kelurahan atas pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan terhadap peningkatan kesejahteraan hidup warga masyarakat dan kualitas pengelolaan perencanaan dan penganggaran pembangunan desa/kelurahan.

• Mengetahui konsistensi pemerintah desa/kelurahan menggunakan RPJM-Desa/Kelurahan sebagai acuan pembangunan desa/kelurahan.

• Mengetahui perubahan atau manfaat yang dirasakan desa/kelurahan, terutama orang miskin, perempuan, kaum muda, anak, dan kelompok marginal lainnya sebagai dampak dari implementasi RPJM-Desa/Ke-lurahan.

• Menemukenali pola-pola atau praktik-praktik baik yang dilakukan oleh desa/kelurahan dalam mem-perjuangkan implementasi RPJM-Desa/Kelurahan.

• Mengetahui faktor-faktor yang memungkinkan ter-jadinya perubahan, beserta peluang dan tantangan selama implementasi RPJM-Desa/Kelurahan.

• Menghasilkan rekomendasi untuk perubahan kebijak-an publik dan program pembangunan perdesaan/kelurahan yang semakin pro rakyat miskin dan

Page 65: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

28

perempuan. Rekomendasi ini akan disampaikan kepada pemerintah daerah, lembaga donor dan Or-ganisasi Masyarakat Sipil (OMS) serta agen-agen pembangunan lainnya (agents of development).

Metodologi dan Pelaksanaan

Studi ini bukanlah field study yang mendalam, tetapi hanyalah rapid study dengan pengumpulan data melalui wawancara, diskusi kelompok terfokus atau Focus Group Discussion (FGD), observasi lapangan, survei, story telling, dan pertemuan kabupaten untuk pendalaman hasil temuan lapangan dan rekomendasi. Tim studi juga melakukan pengumpulan, analisa data sekunder dan studi dokumen seperti dokumen RPJM-Desa/Kelurahan, Kabupaten Sumba Timur Dalam Angka, Kecamatan Dalam Angka, profil desa, dan lain-lain.

Teknik survei dilakukan untuk mengetahui kepuasan warga dan pemerintah desa/kelurahan terkait manfaat RPJM-Desa/Kelurahan terhadap peningkatan kesejahteraan hidup warga masyarakat. Pemilihan responden dilakukan secara purposive dengan mempertimbangkan keterwakilan dari kategori tingkat kesejahteraan masyarakat (miskin, menengah dan kaya), keseimbangan antara laki-laki dan perempuan, dan mereka yang dipilih adalah orang-orang yang terlibat secara langsung dalam proses penyusunan dan implementasi RPJM-Desa/Kelurahan. Jumlah responden per desa 10 orang, terdiri dari 4 orang (2 laki dan 2 perempuan) dari kelompok kelas bawah-orang miskin, 4 orang (2 laki dan 2 perempuan) dari kelompok menengah, dan 2 orang (1 laki dan 1 perempuan) dari kelompok atas-orang kaya. Total responden 128 orang (67 laki-laki dan 61 perempuan). Data

Page 66: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

29

hasil survei diolah dengan menggunakan Statistical Package for Social Science (SPSS) dan hasilnya ditampilkan dalam bentuk grafik.

Wawancara dan story telling dilakukan dengan berbagai pelaku perencanaan desa. Tim peneliti memandu berbagai pertanyaan yang memungkinkan mereka bertutur (story telling) mengenai pemahaman dan pengalaman mereka, mulai dari mempersiapkan, melaksanakan sampai dengan memanfaatkan hasil-hasil perencanaan desa.

Diskusi kelompok terfokus atau FGD dilakukan di setiap desa/kelurahan. Diskusi ini dilakukan untuk mengisi Tabel Kemajuan Pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan dan pendalaman hasil. Total keseluruhan peserta FGD 303 orang, 177 laki-laki dan 126 perempuan. Jumlah peserta per desa berkisar 18 hingga 25 orang. Dengan memperhatikan perwakilan dari stratifikasi sosial di desa/kelurahan (miskin, menengah dan kaya), seimbang laki-laki dan perempuan dan ada perwakilan dari pemerintah desa/kelurahan dan ka bupaten.

Observasi lapangan dilakukan untuk mengamati peru-bahan-perubahan fisik dan non-fisik yang terjadi di desa/kelurahan. Termasuk mengecek kebenaran atau memban-dingkan antara apa yang disampaikan oleh peserta pada waktu diskusi kelompok atau wawancara dengan fakta fisik atau non-fisik yang ada di lokasi tersebut.

Pertemuan kabupaten untuk memperdalam hasil temuan studi dan rekomendasi. Pertemuan ini dihadiri oleh SKPD-SKPD terkait, LSM, lembaga donor, termasuk pemerintah kecamatan serta desa dan warga masyarakat (utusan) dari desa/kelurahan lokasi penelitian.

Studi ini dilaksanakan selama 3 bulan (Februari-April 2010) pada 11 desa dan 2 kelurahan yang tersebar pada 5

Page 67: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

30

kecamatan di Kabupaten Sumba Timur (Lihat Tabel 1.1 di bawah ini).

Tabel 1.1 Nama Desa/Kelurahan Lokasi Studi

No. Desa/Kelurahan Kecamatan1 Kamanggi Kahaungu Eti2 Matawai Katingga3 Kataka4 Laimbonga5 Kotak Kawau6 Matawai Maringu7 Meurumba8 Mauramba9 Kambata Bundung10 Ndapayami Kanatang11 Praihambuli Nggaha Ori Angu12 Kelurahan Malumbi Kambera13 Kelurahan Kawangu Pandawai

Keterbatasan dan Tantangan

Sebagai sebuah rapid research, tentu studi ini meng-hadapi beberapa keterbatasan dan tantangan yang dialami. Pertama, keterbatasan waktu. Waktu untuk persiapan dan pelaksanaan studi cukup singkat. Alokasi waktu persiapan hanya dua hari sehingga ada kegiatan yang harus dilakukan pada tahap persiapan seperti pre-test kuesioner tidak dilaku-kan. Alokasi waktu untuk FGD juga hanya satu hari per desa/kelurahan sehingga penggalian informasi kurang leng-kap. Terutama terkait dengan pengisian Tabel Kemajuan Pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan. Ada cukup banyak in-formasi yang belum sempat digali.

Page 68: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

31

Kedua, keterbatasan SDM. Tim studi yang melakukan pengumpulan data lapangan, termasuk memfasilitasi FGD, hanya dua orang. Dengan alokasi tim lapangan yang sangat efisien, satu desa satu orang, kecuali FGD di Kelurahan Malumbi yang melibatkan 3 orang, maka skuad ini kurang efektif dalam mendapat informasi desa secara lengkap. Selain itu, tim lapangan yang terlibat, mereka pernah menjadi fasilitator dari LSM yang terlibat dalam memfasilitasi penyususan RPJM-Desa. Walaupun mereka hanya memfasilitasi pada dua desa, tetapi bisa berpengaruh terhadap faktor independesi dan obyektivitas tim studi.

Ketiga, keterbatasan data skunder di desa/kelurahan. Tim studi lapangan mengalami kesulitan untuk mendapat laporan-laporan tertulis tentang perkembangan program dan penggunaan dana (ADD/ADK). Semua desa belum memiliki sistem data base desa/kelurahan yang lengkap sehingga lebih banyak informasi diperoleh dengan mengandalkan kemampuan daya ingatan. Selain itu, ada desa yang tidak membawa dokumen RPJM-Desa pada saat FGD. Mereka mengakui bahwa dokumennya ada, tetapi disimpan di rumah kepala desa atau sekretaris desa.

Keempat, tim studi sedikit mengalami kesulitan dalam mengumpulkan warga masyarakat karena pelaksanaan studi ini bertepatan dengan persiapan pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah (Pemilu Kada). Warga masyarakat dan pemerintah desa/kelurahan lebih “hati-hati” dalam menyelenggarakan pertemuan di desa/kelurahan, karena kuatir dituding memobolisasi rakyat untuk mendukung kandidat tertentu.

Meskipun demikian pelaksanaan studi ini sungguh memberikan pembelajaran bagi kami, terutama bagi tim studi. Dengan prinsip learning by doing kami betul-betul belajar melakukan penelitian, yang menghasilkan stok

Page 69: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

32

pengetahuan guna memperkuat kapasitas dan kepercayaan diri kami dalam melakukan advokasi otonomi desa.

Sistematika Penulisan

Sistematika laporan studi ini terdiri atas lima bab. Dimulai dengan Bab Pertama yang membahas secara detail tentang (1) rasionalisasi pelaksanaan studi, (2) tujuan dan hasil yang diharapkan, (3) metodologi dan pelaksanaan, (4) keterbatasan dan tantangan, serta (5) sistematika penulisan laporan.

Bab Kedua, secara umum mengupas tentang kerangka regulasi dan konteks pembangunan perdesaan. Bab ini membahas sejauhmana regulasi memberi kewenangan kepada desa untuk membuat perencanaan pembangunan sendiri. Dan bagaimana proses perencanaan dilakukan dan menjamin partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran. Bab ini memiliki tiga sub pokok pembahasan yaitu (1) konsep dasar, (2) kerangka regulasi versus praktik penyusunan perencanaan dan penganggaran pembangunan desa, dan (3) eksperimentasi pengintegrasian pendekatan CLAPP – GPI dalam pembangunan partisipatif.

Kepuasan warga masyarakat merupakan bukti kualitas pembangunan, dibahas secara lengkap dalam Bab Ketiga. Bab ini mengupas secara tuntas tentang hasil survei kepuasan warga terhadap pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan dalam mewujudkan peningkatan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan, baik yang dirasakan oleh kelas miskin, menengah hingga orang kaya. Karena sejatinya, RPJM-Desa/Kelurahan didesain untuk semua warga negara di desa/kelurahan tanpa pengecualian. Pada bagian ini, juga menghadirkan penilaian responden mengenai pemanfaatan RPJM-Desa terhadap pengelolaan ADD/ADK dan sinergisitas program-program yang masuk ke ranah desa/kelurahan.

Page 70: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

33

Perencanaan, demokrasi dan kesejahteraan dibahas pada Bab Keempat. Bab ini sejatinya mengupas secara lengkap disertai dengan bukti-bukti dari lapangan mencakup (1) temuan eksekutif studi, (2) pengalaman dan praktik baik desa/kelurahan terkait pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan, (3) berbagai cerita sukses dari lapangan terkait pembangunan perdesaan/kelurahan seperti: (a) potret cerah kesejahteraan lokal, (b) peningkatan anggaran Pemda bagi desa/kelurahan, (c) penyelenggaraan pemerintahan desa/kelurahan demokratis, (d) pendidikan, kesehatan dan ekonomi desa/kelurahan yang kian bergairah, (e) pembangunan infrastruktur tetap sebagai ikon pembangunan sementara pembangunan infrahuman masih sebagai pelengkap, (f) desa/kelurahan goes green dan keamanan lingkungan, (g) keadilan sosial dan jender jadi buah bibir masyarakat, dan (h) program yang belum terealisasi. Hal mendasar lainnya yang disoroti pada bab ini, yaitu pemanfaatan peta sosial, faktor pendukung dibalik keberhasilan RPJM-Desa/Kelurahan, praktik-praktik cerdas advokasi RPJM-Desa/Kelurahan, pemantauan partisipatif warga masyarakat, dan tantangan dalam implementasi, juga tidak luput disoroti dalam bab ini.

Bab terakhir, yaitu Bab Kelima membahas tentang gagasan ke depan: melipatgandakan antusiasme. Bagian ini terdiri dari rekomendasi kebijakan dan program yang ditujukan kepada pemerintah daerah, lembaga donor dan Organisasi Masyarakat Sipil, dan desa/kelurahan. Rekomendasi ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembangunan pedesaan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.

Sebuah cerita “Ketika Air Mata Haru Menetes di Kahaungu Eti”, menutupi lembar akhir buku ini. Cerita ini merupakan ungkapan hati dan rasa bangga dari seorang

Page 71: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

34

fasilitator LSM yang dulu terlibat dalam memfasilitasi penyusunan RPJM-Desa/Kelurahan.

Page 72: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

BAB II

MEMAHAMI KONSEP,

KERANGKA REGULASI

DAN KONTEKS PERENCANAAN

DESA

Semua level pemerintah dari pusat hingga desa menjalankan pembangunan untuk menyejahterakan rakyat. Dalam kerangka desentralisasi dan otonomi, pemerintah desa diberi kewenangan untuk menyusun program pembangunannya sendiri melalui proses partisipatif dan pelibatan masyarakat agar lebih mempercepat upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat secara merata dan berkeadilan. Sejauhmana regulasi memberi kewenangan kepada desa untuk membuat perencanaan pembangunan sendiri? Dan bagaimana proses perencanaan dilakukan? Bagaimana menjamin partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran? Bagian ini membahas beberapa hal ini, termasuk situasi yang mendorong lahirnya inovasi dan eksperimentasi pendekatan untuk penyusunan perencanaan pembangunan pada 13 desa/kelurahan di Kabupaten Sumba Timur.

Konsep Dasar

Kita sudah biasa menghadapi istilah desa versus kelurahan maupun konsep pembangunan perdesaan dan pembangunan desa. Konsep desa dan kelurahan mulai

Page 73: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

36

diperkenalkan secara seragam dalam UU No. 5/1979. Desa untuk menyebut organisasi pemerintahan paling bawah di bawah camat di wilayah perdesaan, sementara kelurahan adalah satuan pemerintahan yang berada di wilayah perkotaan. Karena itu sejak 1982, desa-desa di kotamadya diubah secara serentak menjadi kelurahan. Sejak saat itu sampai sekarang muncul pemahaman yang salah kaprah bahwa desa-desa di perkotaan, termasuk yang berada di ibukota kecamatan, harus diubah menjadi kelurahan. Belakangan sebenarnya tidak ada aturan yang mengharuskan desa-desa di perkotaan diubah menjadi kelurahan. Buktinya empat kabupaten di DIY (Sleman, Bantul, Gunungkidul, dan Kulon Progo) sampai sekarang tidak mempunyai kelurahan. Di Kota Batu, Jawa Timur, juga masih mempertahankan desa. Kota Ambon, selain memiliki 20 kelurahan, juga tetap mempertahankan sejumlah 22 negeri (desa adat) dan 8 desa. Bahkan di Banda Aceh, sejumlah 70an kelurahan, yang dibentuk pada tahun 1982, secara serentak dikembalikan menjadi desa (gampong) sejak 2008. Meskipun belum ada payung hukum yang tegas mengatur perubahan dari kelurahan menjadi desa, tetapi hal itu bisa dilakukan dengan mudah, yakni pemda melakukan pembubaran terhadap kelurahan, dan kemudian dibangun prakarsa pemda bersama masyarakat untuk membentuk kembali desa.

Dilihat dari sisi otonomi dan demokrasi lokal, pe-rubahan dari desa menjadi kelurahan sungguh merupakan kerugian yang besar. Desa, bagaimanapun, berposisi sebagai sebuah institusi politik yang mempunyai otonomi dan berhak memiliki aset asal-usul, dan sekaligus berhak menyelenggarakan pemilihan pemimpin secara demokratis oleh rakyat. Sebagai sebuah institusi politik, desa tentu mempunyai hak-kewenangan untuk membuat perencanaan desa yang sesuai dengan preferensi dan konteks lokal. Jika desa

Page 74: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

37

bisa disebut sebagai “negara kecil”, maka kelurahan hanya merupakan “kepanjangan tangan negara”. Kelurahan adalah satuan administratif atau sekarang disebut sebagai satuan kerja perangkat daerah yang berada di bawah kecamatan. Karena bukan institusi politik, sebenarnya kelurahan tidak memenuhi syarat membuat perencanaan kelurahan, kecuali hanya Community Action Plan yang disiapkan oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan. Di sebagian besar kota di Indonesia, perilaku masyarakat sebenarnya masih bersifat komunal seperti halnya masyarakat desa, dimana mereka masih mengharapkan uluran tangan lurah untuk mengatasi berbagai masalah privat dan komunal, dan meminta pelayanan lurah 24 jam tanpa henti. Tetapi sesuai dengan prosedur administratif, lurah bisa datang dari tempat lain dan tidak mungkin berkantor selama 24 jam tiada henti sebagaimana dijalankan oleh kepala desa.

Jika di kelurahan di kota mengenal pembangunan masyarakat (community development) maupun pembangunan perkotaan (urban development), di desa di kabupaten mengenal konsep pembangunan desa (village development) dan pembangunan perdesaan (rural development). Rural development di kabupaten dan urban development pada ranah desa di Indonesia menampilkan perbedaan yang fundamental. Sebagian besar kabupaten di Indonesia, kecuali kabupaten-kabupaten yang dikaruniai kekayaan sumberdaya alam, menghadapi tantangan keterbatasan input, proses dan output pertumbuhan. Dengan anggaran yang sangat terbatas, pemerintah kabupaten diharuskan membangun pendidikan, kesehatan, infrastruktur, per-tanian dan perdesaan. Kabupaten memiliki banyak desa, yang sebagian besar menghadapi keterbatasan sumber penghidupan sehingga desa selalu menjadi hulu kemiskinan dan ketertinggalan. Banyak kabupaten yang mendulang

Page 75: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

38

sukses dalam membuat pendidikan dan kesehatan secara pro poor, yang berarti mampu meningkatkan akses orang miskin terhadap pelayanan dasar itu. Tetapi kabupaten umumnya menghadapi kesulitan yang serius dalam membangun ekonomi lokal dari sisi pertanian, perdesaan dan desa. Kesalahan strategi yang diambil membuat desa bukan menjadi potensi pembangunan, tetapi justru menjadi beban yang berat bagi kabupaten. Karena itulah predikat “daerah tertinggal” bukan diberikan kepada kota, tetapi kabupaten. Desa tentu menjadi penyokong terbesar predikat “daerah tertinggal” itu.

Sebaliknya, kota memiliki cakupan geografis yang lebih kecil serta surplus pertumbuhan, yang ditopang oleh sektor nonpertanian serta kecukupan berbagai fasilitas publik (pendidikan, kesehatan, transportasi, komunikasi, informasi dan sebagainya). Setiap titik kota menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, mulai dari sekadar warung kecil hingga investasi yang besar seperti mall. Surplus pertumbuhan dalam bentuk penumpukan kue di kota yang mendorong orang-orang desa melakukan urbanisasi ke kota. Masalah dan tantangan yang serius di kota adalah dampak pertumbuhan (growth impact), yakni marginalisasi dan segregrasi komunitas dan lingkungan (M. Nadarajah and Ann Tomoko Yamamoto, 2007; Edgar Pieterse, 2008; Carl Maida, 2008), dalam bentuk lingkungan yang kotor, perkampungan kumuh (slum), kelangkaan air, krisis ruang publik, anak-anak jalanan dan pengemis yang berkeliaran, kejahatan, dan lain-lain. Dengan bahasa yang bertenaga Eben Fodor (2001) mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi di kota membuat komunitas menjadi lebih besar (bigger), tetapi tidak membuat komunitas menjadi lebih baik (better).

Para aktivis selalu anti pertumbuhan, sebab per-tumbuhan menimbulkan kerusakan sosial dan lingkung-

Page 76: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

39

an. Tetapi jalan lain apa yang bisa dilalui untuk melakukan urban development dan governance reform, mengingat pertumbuhan tidak bisa dihindari. Tentu tidak ada resep tentang “kota ideal” di saat pertumbuhan sudah melaju. Mungkin yang lebih pas adalah gagasan tentang “kota bermakna” sebagai jalan lain untuk mengontrol (dan menjadi penyeimbang) atas surplus pertumbuhan kota beserta dampak-dampak negatifnya. Enrique Penalosa (Walikota Bogota Colombia 1998-2001), ketika berkunjung ke Jakarta beberapa bulan lalu banyak bercerita bagaimana membuat kota menjadi bermakna. Bagi Penalosa, kota bukan sekadar tempat untuk bisnis dan kendaraan, tetapi juga untuk anak-anak, anak muda dan orang tua. Kota bukan sekadar sebagai pusat kekuasaan politik, bukan juga pusat kekayaan, tetapi juga sebagai tempat reproduksi kebudayaan (Malcom Miles, 2007).

Kota yang bermakna tentu membutuhkan berbagai strategi yang beyond pertumbuhan ekonomi. Sudah banyak teori dan stretegi tentang merawat kota yang bermakna dan berkelanjutan. Para pemerhati yang kritis pada krisis kota umumnya menaruh perhatian pada strategi kebudayaan sebagai penyeimbang strategi ekonomi. Edgar Pieterse (2008) mengedepankan konsep recursive political empowerment, yakni memperkuat masyarakat sipil sebagai kekuatan penyeimbang negara dan pasar. Di sisi lain berbagai literatur tentang community development menaruh harapan besar terhadap model community driven development maupun community based organization sebagai penjaga ke-berlanjutan kota. Bagi Shatkin (2007), misalnya, komunitas lokal (community based organization) itu menjadi tempat berlindung (shelter) yang utama bagi anak-anak, orang usia lanjut, perempuan dan bahkan kaum miskin kota.

Page 77: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

40

Sebaliknya di kabupaten, pertumbuhan dan desa menjadi tantangan tersendiri. Keberadaan desa itu menghasilkan dua konsep yang berbeda tetapi tetap berkaitan, yakni pembangunan desa dan pembangunan perdesaan. Bagan 2.1 memberi gambaran tentang skala pembangunan, sementara tabel 2.1 mendeskripsikan perbedaan antara pembangunan perdesaan dan pembangunan desa. Melalui cara pandang geografi politik, bagan 2.1 itu menggambarkan tentang tempat (place), ruang (space), skala, dan level pemerintahan dan pembangunan. Sebagai tempat (place), desa mengandung wilayah, kekuasaan, tata ruang, tata pemerintahan, sumber-daya lokal, identitas lokal dan komunitas. Karena itu desa bisa disebut negara kecil. Di masa lalu, dan bahkan sisa-sisanya masih ada, desa mempunyai kearifan lokal dan aturan/adat lokal untuk mengatur dan mengurus pengelolaan sumberdaya lokal (tanah, hutan, kebun, sungai, dan lain-lain) untuk kemakmuran masyarakat secara komunal. Pengelolaan ini pada umumnya disandarkan pada prinsip kecukupan, keseimbangan dan keberlanjutan. Atas pengalaman ini, konstitusi maupun regulasi memberikan pengakuan atas hak asal-usul kesatuan masyarakat adat atau desa. Jika dikaitkan dengan teori pembangunan, model inilah yang disebut dengan indigenous development yang berlandaskan pada kearifan lokal dan modal sosial. Karena itu, konsep “desa membangun” atau “pembangunan desa” sebaiknya berdasarkan pada indigenous development itu, selain harus mengacu pada indikator-indikator modernitas seperti pendidikan dan kesehatan.

Page 78: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

41

Bagan 2.1 Pembangunan Skala Desa, Perdesaan, Regional dan Nasional

Nasional

Sebagai ruang (space), desa menyediakan arena bagi perencanaan pembangunan, penyelenggaraan pelayanan publik, modal sosial, gerakan lokal, pemberdayaan dan pembelajaran, partisipasi dan lain-lain. Masyarakat yang aktif dan semarak (engage society) di ranah desa bisa terjadi kalau komponen-komponen lokal itu terus disemai. Konsep skala dan level memperlihatkan cakupan dan kewenangan dalam pembangunan yang berbeda antara desa, perdesaan, regional dan nasional. Pembangunan desa atau “desa membangun” merupakan skala dan level desa, yang menjadi kewenangan pemerintah desa beserta masyarakat desa.

Selama ini ada banyak praktik pembangunan yang menyimpang dari prinsip-prinsip tempat, ruang, skala dan level. Pertama, kementerian di pusat, kecuali Kementerian

Desa (village)

Perdesaan (rural)

Daerah (regional)

Nasional

Page 79: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

42

Dalam Negeri, mengabaikan desa sebagai kenyataan dan tempat (place). Desa hanya dianggap sebagai unit administratif. Kementerian Dalam Negeri adalah pemakai utama konsep desa, termasuk juga menggunakan konsep “pembangunan desa”. Beberapa kementerian lain juga memakai desa, misalnya Departemen Kesehatan punya “desa siaga”, Departemen Kehutanan punya “hutan desa”, Departemen Kelautan dan Perikanan bermain di “desa pesisir” atau “desa nelayan”, Departemen ESDM punya “desa mandiri energi”, Departemen Pertanian punya “desa mandiri pangan”, Departemen Pariwisata mampunyai mainan “desa wisata”, dan Kementerian PDT mempunyai “desa tertinggal”. Tetapi konsep desa yang dimiliki oleh beberapa departemen/kementerian ini berbeda dengan konsep desa yang dimiliki Kementerian Dalam Negeri. Mereka menyebut desa dalam pengertian lembaga-lembaga dan masyarakat sebagai penerima manfaat program-program mereka, bukan sebagai tempat (place) atau kesatuan masyarakat hukum atau organisasi pemerintahan yang memiliki otonomi.

Tabel 2.1 Perbedaan Konsep “Membangun Desa” (Pembangunan Perdesaan) dan “Desa Membangun” (Pembangunan Desa)

Item/IsuMembangun desa

(pembangunan perdesaan)

Desa Membangun (pembangunan desa)

Pintu masuk Perdesaan DesaPendekatan Functional LocusLevel Rural development Local development

Page 80: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

43

Isu dan konsep-konsep terkait

Rural-urban linkage, market, pertumbuhan, lapangan pekerjaan, infrastruktur, kawasan, sektoral, dan lain-lain.

Otonomi, kearifan lokal, modal sosial, demokrasi, partisipasi, kewenangan, alokasi dana, gerakan lokal, pemberdayaan, dan lain-lain.

Level, skala dan cakupan

Kawasan ruang dan ekonomi yang lintas desa.

Dalam jangkauan skala dan yurisdiksi desa

Skema kelembagaan

Pemda melakukan perencanaan dan pelaksanaan didukung alokasi dana khusus. Pusat melakukan fasilitasi, supervisi dan akselerasi.

Regulasi menetapkan kewenangan skala desa, melembagakan perencanaan desa, alokasi dana dan kontrol lokal.

Pemegang kewenangan

Pemerintah daerah Desa (pemerintah desa dan masyarakat)

Tujuan Mengurangi keterbelakangan, ketertinggalan, kemiskinan, sekaligus membangun kesejahteraan.

• Menjadikan desa sebagai basis penghidupan dan kehidupan masyarakat secara berkelanjutan.

• Menjadikan desa sebagai ujung depan yang dekat dengan masyarakat, serta desa yang mandiri.

Peran pemerintah daerah

Merencanakan, membiayai dan melaksanakan.

Fasilitasi, supervisi dan pengembangan kapasitas desa.

Item/IsuMembangun desa

(pembangunan perdesaan)

Desa Membangun (pembangunan desa)

Page 81: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

44

Peran desa Berpartisipasi dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.

Sebagai aktor utama yang merencanakan, membiayai dan melaksanakan.

Hasil • Infrastruktur lintasdesa yang lebih baik.

• Tumbuhnya kota-kota kecil sebagai pusat pertumbuhan dan penghubung transaksi ekonomi desa kota.

• Terbangunnya kawasan hutan, collective farming, industri, wisata, dan lain-lain.

• Pemerintah desa menjadi ujung depan penyelenggaraan pelayanan publik bagi warga.

• Satu desa mempunyai produk ekonomi unggulan (one village one product).

Item/IsuMembangun desa

(pembangunan perdesaan)

Desa Membangun (pembangunan desa)

Page 82: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

45

Kotak 1: Prinsip-Prinsip Pembangunan Desa (Desa Membangun)

Desa mempunyai perencanaan mandiri (village self planning).

Berdasarkan pada kearifan lokal dalam pengelolaan tata ruang dan sumberdaya lokal.

Berada di desa dan berskala desa.

Berdasarkan pada kewenangan desa, yakni kewe-nangan asal-usul dan kewenangan nyata yang tumbuh berkembang bersamaan dengan dinamika masyarakat lokal. Kewenangan asal-usul untuk mengelola communal goods dan kewenangan nyata untuk mengelola public goods (jalan desa, kesehatan, pendidikan, air bersih, dan lain-lain).

Menjadi kewenangan pemerintah desa dan masya-rakat.

Membutuhkan aktor-aktor baik lokal maupun pen-damping yang memahami konteks lokal dan mampu membangkitkan kearifan lokal dan gerakan lokal.

Pemerintah tidak perlu campur tangan terlalu dalam dan detail dalam ranah desa atau menjadi pemain langsung di tingkat desa, melainkan memberikan pe-ngakuan, dukungan, penguatan dan supervisi.

Alokasi dana dari pemerintah masuk ke satu pintu Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa untuk membiayai perencanaan desa.

Page 83: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

46

Sementara kementerian lain (Bappenas, Departemen PU, Depdiknas) tidak menggunakan desa, melainkan menggunakan perdesaan dan secara spesifik pembangunan

Kotak 2: Prinsip-Prinsip Dasar “Membangun Desa” atau Pembangunan Perdesaan:

Berskala kawasan perdesaan atau lintas desa/desa.

Mempunyai cakupan lebih besar dan strategis dari-pada pembangunan desa.

Menjadi kewenangan dan tanggungjawab peme-rintah kabupaten/kota.

Mengandung sektor-sektor (pendidikan, kesehatan, infrastruktur, air minum, pertanian, kehuatanan, dan lain-lain).

Perencanaan didasarkan pada potensi yang perlu dikembangkan dan kerentanan yang membutuhkan afirmasi.

Menyediakan ruang-ruang mobilitas sosial ekonomi warga dan masyarakat desa, termasuk menyediakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan ma-syarakat dan daerah.

Membutuhkan analisis dan pendekatan spasial yang integrated, dan didukung dengan model consolidated budget.

Membutuhkan pendekatan teknokratis yang cang-gih.

Membutuhkan keseimbangan antara pro poor, pro growth, pro jobs dan pro environment.

Melibatkan partisipasi desa.

Responsif pada masalah lingkungan dan sosial.

Page 84: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

47

perdesaan. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 dan RPJPMN 2009-2014 serta UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 – yang merupakan karya besar Bappenas – mempunyai satu bab tentang Pembangunan Perdesaan, yang lebih banyak berbicara tentang perdesaan daripada desa. RPJMN dan RPJP ini sama sekali tidak melihat desa ataupun masyarakat adat sebagai sebuah entitas, basis dan hulu penghidupan dan kehidupan masyarakat. Di atas semua itu, UUD 1945 sama sekali tidak menyebut desa dan perdesaan.

Kedua, pemerintah pusat (yang sebenarnya mempunyai tanggungjawab pada pembangunan nasional) masuk terlalu dalam sampai ke dalam desa. Apa yang dilakukan pemerintah ini tidak bisa disebut sebagai pembangunan perdesaan atau pembangunan desa, melainkan pembangunan di desa. Pe-merintah mengusung program-program pemberdayaan dan dana stimulan yang jenisnya sangat beragam untuk memajukan desa dan mengurangi kemiskinan desa. Dana yang beragam itu membuat desa menjadi obyek atau menjadi pasar pembangunan, yang justru mematikan indigenous development (kearifan dan gerakan lokal), sebab semua orang di desa sibuk mengurus uang yang berasal dari pemerintah, mulai dari perencanaan sampai pelaporan. Tetapi berbagai program silih berganti dan mengalami inovasi dari tahun ke tahun yang tentu mendatangkan manfaat bagi masyarakat desa, tetapi semua itu tidak membuahkan hasil signifikan berupa kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa.

Ketiga, baik pemerintah pusat maupun daerah tidak menaruh perhatian secara serius pada ranah pembangunan perdesaan/perdesaan (rural development). Kebijakan pem-bangunan terlalu banyak masuk ke ranah desa dan masuk ke sektor yang bias kota. Di hampir semua daerah, proyek-

Page 85: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

48

proyek sektoral (pendidikan, kesehatan, infrastruktur, air bersih dan sanitasi, dan sebagainya) lebih banyak diletakkan di kota mengingat kota tempat konsentrasi penduduk. Akibatnya kawasan perdesaan dan masyarakat cenderung terabaikan.

Kerangka Regulasi Versus Praktik

Pembicaraan tentang perencanaan desa berada dalam konteks dan konsep pembangunan desa atau desa mem-bangun. Perencanaan pembangunan desa itu sangat otentik dan relevan dengan otonomi desa dan regulasi supra-desa yang berkaitan dengan sistem perencanaan pembangunan. Secara makro, dasar hukum perencanaan pembangunan desa berpijak pada regulasi yang mengatur tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU No. 25/2004) dan regulasi tentang Pemerintahan Daerah (Pasal 212 UU No. 32/2004). Lebih lanjut, secara spesifik dasar hukumnya adalah Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa yang kemudian dijabarkan dalam Permendagri No. 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa.

Pasal 63 ayat 1 PP 72/2005 mengatur bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa disusun peren-canaan pembangunan desa sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan daerah kabupaten/kota. Dalam konteks ini, walaupun perencanaan pembangun-an desa ditempatkan sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan daerah kabupaten/kota, itu tidak berarti lebih banyak kebijakan pembangunan yang masuk di ranah desa diarahkan dari atas (government driven development), justru sebaliknya, digerakkan dari dalam dan bawah (community driven development). Karena itu, perencanaan pembangunan desa disusun secara partisipatif oleh pemerintahan desa

Page 86: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

49

sesuai dengan kewenangannya (ayat 2), dan wajib melibatkan lembaga kemasyarakatan desa (ayat 3). Dengan demikian, partisipasi langsung warga masyarakat dalam proses perenca-naan dan penganggaran pembangunan merupakan kunci bagi pembangunan yang pro rakyat miskin dan perempuan.

Lebih lanjut, dalam pasal 64 ayat 1 PP 72/2005 meng-atur bahwa perencanaan pembangunan desa tersebut mencakup Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM-Desa) untuk jangka waktu 5 tahun dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP-Desa) untuk jangka waktu satu tahun, yang merupakan penjabaran dari RPJM-Desa. Dengan demikian, desa harus memiliki dua dokumen perencanaan pembangunan yaitu RPJM-Desa dan RKP-Desa (Lihat Tabel 2.2 di bawah ini). RKP-Desa merupakan penjabaran dari RPJM-Desa. Dengan demikian, sebelum membuat RKP-Desa, desa harus memastikan telah memiliki dokumen RPJM-Desa. Secara empirik, hampir semua desa hanya memiliki RKP-Desa. Praktik penyusunan RKP-Desa yang terjadi selama ini melalui proses Musrenbang-Desa belum sesuai dengan ketentuan yang ada. Mayoritas RKP-Desa merupakan “anak haram” karena ia terlahir bukan dari induknya “RPJM-Desa” sebagaimana amanah PP 72/2005.

Tabel 2.2 Jenis Perencanaan Pembangunan Desa

Jenis Perencanaan

Nama Forumnya

Keluaran (Output)Nama

DokumenFormat Hukum

Perencanaan Lima Tahunan Desa

Musrenbang RPJM-Desa

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa yang selanjutnya disingkat RPJM-Desa

Peraturan Desa

Page 87: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

50

Perencanaan Tahunan Desa

Musrenbang-Desa

Rencana Kerja Pembangunan Desa yang selanjutnya disingkat RKP-Desa

SK Kepala Desa

RPJM-Desa dapat dimaknai sebagai dokumen ”cetak biru” atau “buku pintar” pembangunan desa. Secara konsepsional dan empirik, dokumen ini memuat arah dan orientasi pembangunan desa selama lima tahun yang mencakup strategi dan arah kebijakan pembangunan desa, arah kebijakan keuangan desa dan program prioritas kewilayahan, yang disertai dengan rencana kerja tahunan dan anggaran. RPJM-Desa merupakan penjabaran dari visi dan misi dari kepala desa terpilih (Pasal 5 ayat 1 Permendagri No. 37/2007). RPJM-Desa disusun untuk menjadi panduan atau pedoman bagi warga masyarakat desa dan supradesa, dalam rangka mengelola pembangunan desa. Karena itu, RPJM-Desa merupakan dokumen perencanaan yang terintegrasi dengan perencanaan pembangunan kabupaten/kota. Namun, itu tidak berarti RPJM-Desa hanya meng-“copy-paste” atau mengikuti arahan RPJM-Daerah atau Renstra Dinas/SKPD.

RPJM-Desa juga tidak hanya dipakai untuk mengakses program dan anggaran pembangunan dari pemerintah kabupaten melalui mekanisme Musrenbang yang dilaksana-kan setiap tahun sebagaimana diatur dalam sistem perencanaan nasional. Akan tetapi, ia juga merupakan “alat kontrol dan negosiasi” desa untuk mengakses program dan anggaran dari aktor-aktor pembangunan di luar pemerintahan supradesa (negara) seperti lembaga donor, lembaga keagamaan, LSM dan dunia usaha swasta yang

Jenis Perencanaan

Nama Forumnya

Keluaran (Output)Nama

DokumenFormat Hukum

Page 88: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

51

melakukan kegiatan pembangunan di desa. Dengan cara itu, pembangunan desa tidak dilaksanakan secara sporadis tetapi terkontrol dan terkelola dengan baik, dan semua sumber daya (uang, tenaga, peralatan, fasilitas, dan lain-lain) yang biasanya dipakai untuk melakukan penjajakan kebutuhan (need assessment) di desa bisa direalokasi untuk mendukung implementasi program-program dari RPJM-Desa. Sehingga sumber daya tersebut dikelola secara lebih efektif dan efisien, dan pada sisi lain, desa merasa upaya mereka diakui dan didukung. Inilah wujud konkrit dari upaya “membumikan” otonomi desa dan memperkuat kedaulatan warga masyarakat atas pembangunan. Karena RPJM-Desa merupakan instrumen pembangunan yang efektif untuk mempromosikan otonomi desa yang lebih luas dengan membuat road map bagi warga masyarakat untuk menemukan sumber daya mereka sendiri untuk pembangunan lokal dan memberi mereka ruang dan kesempatan yang lebih besar untuk mengontrol proses pembuatan keputusan desa.

Dalam praktik, tidak banyak desa yang memiliki atau mampu menyusun RPJM-Desa dan RKP-Desa. Pasalnya, Permendagri Nomor 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa tidak menyebut secara detail bagaimana seharusnya kedua dokumen tersebut disusun. Selain itu hampir seluruh pemerintah kabupaten/kota tidak memiliki peraturan daerah yang bisa dijadikan sebagai panduan aplikatif bagi desa untuk menyusun kedua dokumen itu. Contohnya, hingga tahun 2006, semua desa dan kelurahan (140 desa dan 16 kelurahan) di Kabupaten Sumba Timur, Provinsi NTT belum memiliki dan mampu menyusun dokumen RPJM-Desa/Kelurahan. Setiap tahun, Desa menyusun RKP-Desa melalui Musrenbang-Desa. Namun, RKP-Desa tersebut bukan merupakan penjabaran dari RPJM-Desa sebagaimana diamanahkan oleh PP 72/2005. Ditambah lagi dengan proses

Page 89: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

52

pembuatan RKP-Desa melalui forum Musrenbang-Desa yang masih defisit roh demokrasi dan pemberdayaan.

Proses penyusunan RKP-Desa dalam forum Musren-bang, pada praktiknya, masih bersifat mekanistik, elitis, formalistik, seremonial dan defisit roh demokrasi (terutama partisipasi langsung perempuan, orang miskin, dan kaum marginal lainnya). Musrenbang-Desa dilaksanakan tanpa ada persiapan masyarakat secara memadai. Apalagi Musrenbang-Dusun jarang dilakukan. Peserta yang hadir pada Musrenbang-Desa hanya didominasi oleh tokoh-tokoh atau elit dari desa, kecamatan dan kabupaten. Sehingga lebih banyak waktu diisi oleh kata sambutan dari pejabat ketimbang menyediakan “ruang dan kesempatan” bagi warga desa untuk bermusyawarah dan bermufakat. Tidak ada fasilitator Musrenbang yang handal dan independen dalam memfasilitasi proses. Dari praktik tersebut, Musrenbang-Desa lebih cocok dimaknai sebagi “forum deliberatif elit lokal” ketimbang “forum deliberatif warga” untuk merancang pembangunan secara partisipatif, akuntabel dan transparan. Implikasinya, hasil (isi dan substansi) usulan dalam RKP-Desa lebih banyak didominasi oleh daftar keinginan segelintir elit/kaum mampu desa daripada kebutuhan mayoritas warga desa (orang miskin, perempuan, kaum muda dan kelompok marginal lainnya).

Selain itu, usulan dalam RKP-Desa lebih banyak untuk pembangunan fisik – investasi untuk pembangunan infrastruktur pedesaan ketimbang untuk penguatan kapasitas SDM – investasi pada infrahuman pedesaan. Sehingga pembangunan desa tidak lebih dari sekedar perbaikan sarana fisik atau infrastruktur pedesaan. Akibatnya, pemerintahan supradesa yang mengurus pembangunan desa hanya SKPD tertentu yang berurusan dengan pembangunan fisik seperti Dinas Pekerjaan Umum karena usulan-usulan lebih banyak

Page 90: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

53

menumpuk di instansi tersebut. Selain itu, usulan untuk pembangunan fisik lebih dominan karena sifatnya yang “basah”, alias ada peluang untuk melakukan manipulasi (mark up) dan korupsi proyek.

Berangkat dari kondisi yang telah diuraikan di atas, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Timur bersama dengan ACCESS dan LSM memfasilitasi 13 desa/kelurahan untuk penyusunan RPJM-Desa, RKP-Desa dan RAPB-Desa.

Eksperimentasi Pengintegrasian Pendekatan Clapp – Gpi dalam Pembangunan Partisipatif

Sejak tahun 2003, Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme (ACCESS), sebuah program kemitraan antara pemerintah Asutralia dan Indonesia, bekerja sama dengan Mitra Samya bersama beberapa mitra OMS lokal pada 8 Kabupaten di kawasan timur Indonesia mengembangkan sebuah pendekatan pembangunan yang mengakomodasi kemiskinan dan jender dalam pemberdayaan masyarakat. Pendekatan ini disebut dengan nama CLAPP-GPI (Community Led Assessment and Planning Process - Gender and Poverty Inclusive) atau “Proses Pengkajian dan Perencanaan yang Dipimpin Masyarakat dan Bersifat Inklusif Kemiskinan dan Jender”. Pada tahun 2006, CLAPP-GPI secara khusus didesain untuk menyusun RPJM-Desa dan RKP-Desa dan diintegrasikan dalam skema dan mekanisme Musrenbang. Eksperimen awalnya, hanya terbatas dilaksanakan di 16 desa yang tersebar pada 8 kabupaten. Di Kabupaten Sumba Timur, mulanya hanya pada 2 desa, kemudian pada tahun 2007 memperluas cakupannya ke 9 desa dan 2 kelurahan. Hingga tahun 2007, ada 13 desa/

Page 91: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

54

kelurahan yang mampu menyusun dan memiliki dokumen RPJM-Desa/Kelurahan.

Dalam proses penyusunan RPJM-Desa/Kelurahan, ACCESS mempromosikan sebuah inovasi pendekatan pembangunan partisipatif yaitu CLAPP-GPI. Pendekatan ini memiliki bebe-rapa tahapan dan proses pokok mencakup:

• Persiapan sosial dan desain kajian.

• Identifikasi kondisi umum desa.

• Analisis kemiskinan/kesejahteraan.

• Refleksi mendalam.

• Penyusunan RPJM-Desa (5 tahun).

• Penyusunan RKP-Desa (1 tahun).

• Pleno membangun komitmen.

Dalam skema Musrenbang, posisi dan intervensi CLAPP-GPI terletak pada tahap pra-musrenbang-desa (lihat Bagan 2.2 di bawah). Artinya, ke-7 tahapan yang disebutkan di atas, mulai dari persiapan sosial dan desain kajian hingga pleno membangun komitmen, dilakukan sebelum kegiatan Musrenbang-Desa. Hal ini dilakukan untuk menjamin dan memastikan keterlibatan aktif semua pemangku kepentingan di desa terutama orang miskin, perempuan dan kaum marginal lainnya dalam setiap tahapan dan prosesnya. Karena hal yang krusial dalam perencanaan adalah partisipasi dan interaksi aktif warga (active citizen engagement) seperti berani bersuara, memiliki akses dan kontrol dalam proses pembuatan keputusan. Selain itu, manakala Musrenbang-Desa lazimnya dilaksanakan hanya 1 hari saja, intervensi CLAPP-GPI pada pra-musrenbang adalah untuk memastikan ketersediaan waktu dan ruang yang memadai bagi masyarakat untuk berproses dan belajar dari proses sehingga penyusunan

Page 92: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

55

RPJM-Desa tidak hanya sekedar mengisi format. Juga, untuk memastikan semua aspirasi atau kepentingan dari warga masyarakat desa (terutama perempuan, kaum miskin dan kaum marginal lainnya) terakomodir dalam RPJM-Desa.

Sebagai pendekatan yang berfokus pada analisis ke-miskinan dan jender, pendekatan ini tidak hanya meng-hasilkan RPJM-Desa, RKP-Desa dan RAPB-Desa, tetapi lebih mendasar dari itu adalah ia mampu meletakan nilai dan fondasi pemberdayaan masyarakat yang tangguh dengan memberikan perhatian khusus kepada kaum perempuan, keluarga/orang miskin, serta kaum marginal lainnya dengan cara memberi ruang, kesempatan, kekuasaan dan trust seluas-luasnya kepada mereka untuk berani berbicara, terlibat secara penuh dalam setiap proses dan tahapan pengambilan keputusan dalam pembangunan pedesaan/kelurahan. Warga masyarakat ditempatkan sebagai pemimpin dan pusat pembangunan. Pembelajaran berharga dari proses ini yaitu kalau ada proses yang baik maka warga akan antusias, ingin terlibat dan mempunyai rasa memiliki. Hasil yang baik hanya bisa lahir dari sebuah proses yang baik. Dengan sendirinya, mereka menyadari dan meyakini bahwa partisipasi masyarakat adalah hal krusial dan merupakan kunci utama pembangunan yang pro rakyat miskin dan perempuan.

Pendekatan CLAPP-GPI berfokus pada pembangunan infrahuman (investment in people). Transformasi kapasitas masyarakat untuk mendukung proses perubahan dan pem-bangunan sosial di desa dengan menggunakan pendekatan ini dilakukan dengan mempersiapkan para fasilitator CLAPP-GPI, yang semuanya adalah komunitas desa dan disebut Fasilitator Desa (Fasdes). Ada 5 orang Fasdes pada setiap desa yang terdiri dari unsur pemerintahan desa, unsur masyarakat yang dipilih langsung oleh komunitas, dan unsur organisasi perempuan yang ada di desa/kelurahan.

Page 93: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

56

Dukungan pendampingan dilakukan oleh 1 orang fasilitator dari LSM setempat dan 1 orang fasilitator wakil instansi perencana dari kabupaten. Dengan pendekatan ini, maka desa memiliki orang-orangnya sendiri (village champion) yang mampu memfasilitasi perencanaan pembangunan yang inklusif orang miskin dan perempuan.

Bagan 2.2 Pengintegrasian CLAPP-GPI dalam Skema Musrenbang

Eksperimentasi pendekatan ini telah menghasilkan banyak fasilitator desa – orang-orang biasa di desa – yang dilatih dan memiliki kapasitas, antusiasme dan rasa percaya diri yang mumpuni untuk memfasilitasi penyusunan peren-canaan-penganggaran desa. Kini, selain sebagai fasilitator perencanaan pembangunan desa, ada dari mereka yang berperan aktif di ranah publik dan menduduki posisi

Page 94: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

57

strategis pada beberapa organisasi seperti sebagai kepala desa, sekretaris desa, BPD, LPM, fasilitator PNPM (KPMD) dan lain sebagainya. Bahkan, pada pemilu legislatif tahun 2009, salah satu Fasdes dari Kahaungu Eti, Ibu Dorkas Day Duka, terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sumba Timur.

Page 95: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan
Page 96: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

BAB III

KEPUASAN WARGA

KUALITAS PEMBANGUNAN

Kepuasan warga, terutama orang miskin, perempuan dan kaum marginal lainnya, atas pembangunan merupakan tolok ukur untuk menilai tingkat kualitas kinerja pembangunan. Artinya, sudah sejauhmana pembangunan itu telah membuat warganya merasa puas dan sejahtera. RPJM-Desa/Kelurahan merupakan salah satu “alat perencanaan pembangunan” yang didesain untuk meningkatkan kualitas pelayanan pembangunan publik di ranah desa/kelurahan. Dalam konteks desentralisasi, desentralisasi kepemerintahan yang baik (dari kabupaten ke desa) dalam kerangka untuk pemberian pelayanan publik yang lebih baik kepada masyarakat.

Kepuasan warga terhadap pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan dalam pembangunan desa/kelurahan merupakan data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat terhadap pembangunan desa/kelurahan selama ini. Data ini dapat menjadi bahan penilaian terhadap pencapaian pelayanan pembangunan pedesaan/kelurahan selama ini serta menjadi pendorong untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik ke depannya.

Tentu kepuasan warga tidak cukup hanya dilihat dari pendapat subyektif warga melalui survei terhadap sejumlah

Page 97: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

60

responden yang representatif, melainkan juga harus dibukti-kan oleh kinerja pembangunan yang konkret. Kinerja ini akan diuraikan dalam bab IV, sementara bab III ini akan menguraikan hasil survei yang berkaitan dengan kepuasan warga terhadap pelaksanaan perencanaan desa/kelurahan.

Gambaran Umum Karakteristik Responden

Survei kepuasan warga terhadap pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan dilaksanakan pada bulan Februari dan Maret 2010. Survei ini telah melibatkan 128 responden (67 laki-laki dan 61 perempuan), pada 13 desa/kelurahan di Kabupaten Sumba Timur. Ada 10 orang responden per desa/kelurahan, kecuali Ndapayami yang hanya melibatkan 8 orang.

Karakteristik responden, menurut jenis kelaminnya, hampir seimbang dimana 48% perempuan dan 52 % laki-laki. Dari sisi umur, responden yang terlibat dalam survei ini berasal dari umur 20 hingga lebih dari 50 tahun. Dengan perbandingan per kategori, 12 % di atas 20 hingga 30 tahun, 31 % di atas 30 hingga 40 tahun, 34 % di atas 40 hingga 50 tahun, dan 23 % di atas 50 tahun. Data ini memperlihatkan bahwa mayoritas responden adalah kelompok usia produktif.

Dari sisi pendidikan terakhir responden, lebih dari dua pertiga responden hanya tamat SD/sederajat bahkan tidak bersekolah dimana 34 % tidak sekolah atau tidak tamat SD, 42 % tamat SD/sederajat. Selebihnya, 12 % tamat SMP, 9 % tamat SMA, dan hanya 3 % yang tamat perguruan tinggi. Sementara, dari sisi pekerjaan responden cukup bervariasi, walaupun mayoritas pekerjaan responden adalah 74 % petani, 10 % bekerja sebagai aparat desa/kelurahan, 8 % sebagai Ibu Rumah Tangga, 2 % bekerja sebagai PNS, 2 % wiraswasta, 1 % peternak, dan 3 % lain-lainnya. Dari data pendidikan dan pekerjaan ini memperlihatkan bahwa

Page 98: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

61

sebagian besar responden berpendidikan rendah dengan mata pencaharian utama mereka adalah bertani. Data ini menggambarkan bahwa dan memperkuat lokasi studi ini adalah di daerah pedesaan. Dari segi status atau strata sosial ekonomi, 41 % responden berasal dari kalangan miskin, 40 % menengah dan 19 % kaya. Ini memperlihatkan bahwa studi ini bersifat inklusif karena ada perwakilan dari setiap strata sosial di masyarakat.

Hasil survei, secara umum, menunjukkan bahwa 68 % responden (baik dari kaum miskin, menengah maupun kaya) merasa sangat puas bahwa RPJM-Desa/Kelurahan bermanfaat terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat. RPJM-Desa/Kelurahan membantu dalam meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan pedesaan/kelurahan, ada 86 % responden yang merasa sangat puas. Sementara, 80 % responden merasa sangat puas bahwa RPJM-Desa/Kelurahan membantu dalam pengelolaan APB-Desa/ADD dan APB-Kel/ADK. Selanjutnya, 80 % responden merasa sangat puas bahwa RPJM-Desa/Kelurahan membantu dalam mengakses dan mengelola program dan anggaran yang masuk ke desa/kelurahan. Dari sisi proses dan konten/muatan RPJM-Desa/Kelurahan, 69 % responden merasa sangat puas bahwa proses dan konten RPJM-Desa/Kelurahan merefleksi/mengakomodir kebutuhan/kepentingan perempuan. Sementara, 77 % responden merasa sangat puas bahwa proses dan konten RPJM-Desa/Kelurahan mengakomodir kebutuhan dan kepentingan orang miskin. Gambaran lebih detail tentang hasil survei dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini.

Page 99: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

62

Tabel 3 .1 Rekapitulasi Hasil Survei Kepuasan Warga atas Pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan

No. Item PengukuranPersentase (%)

Tidak

Puas

Kurang

PuasPuas

Sangat

Puas

1 Manfaat RPJM-Desa/Kelurahan terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat

0 0 23 77

2 Manfaat RPJM-Desa/Kelurahan terhadap peningkatan kualitas hidup perempuan

0 1 22 77

3 Manfaat RPJM-Desa/Kelurahan terhadap peningkatan kualitas hidup orang miskin

0 2 20 78

4 Manfaat RPJM-Desa/Kelurahan terhadap peningkatan kualitas hidup orang menengah

3 5 40 52

5 Manfaat RPJM-Desa/Kelurahan terhadap peningkatan kualitas hidup orang kaya

7 8 28 57

6 Manfaat RPJM-Desa/Kelurahan terhadap peningkatan kualitas perencanaan pembangunan desa/kelurahan

0 5 9 86

7 Proses penyusunan dan isi dokumen RPJM-Desa/Kelurahan telah mengakomodir kebutuhan perempuan

1 8 22 69

8 Proses penyusunan dan isi dokumen RPJM-Desa/Kelurahan mengakomodir kebutuhan orang miskin

1 13 9 77

9 Penggunaan RPJM-Desa/Kelurahan membantu membuat keputusan terkait pengelolaan APB-Desa/ADD/ADK

2 3 15 80

10 Penggunaan RPJM-Desa/Kelurahan membantu membuat keputusan terkait pengelolaan program-program yang masuk di desa/kelurahan

1 3 16 80

Page 100: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

63

Temuan dan Analisis

Bagian ini membahas secara detail hasil temuan beserta analisis dari survei kepuasan warga terhadap pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan dalam pembangunan lokal.

• Manfaat RPJM-Desa/Kelurahan terhadap Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat

Hasil survei ini memperlihatkan bahwa responden merasa sangat puas (77%) karena RPJM-Desa/Kelurahan bermanfaat bagi peningkatan dalam kualitas hidup ma-syarakat secara keseluruhan. Tingginya persentasi ini memperlihatkan bahwa pembangunan pedesaan/kelurahan yang direncanakan secara baik dan berkualitas berkontribusi secara mencolok terhadap perbaikan kualitas hidup ma-syarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, perencanaan menjadi prasyarat penting agar pembanguan pedesaan/kelurahan memiliki arah dan orientasi yang jelas yang pada akhirnya berkontribusi kepada peningkatan kualitas hidup masyarakat. Tanpa perencanaan, program pembangunan desa hanya sekedar daftar kegiatan tanpa arah dan tujuan.

Page 101: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

64

Beberapa alasan yang diutarakan responden mengapa mereka merasa sangat puas dengan manfaat RPJM-Desa/Kelurahan. Pertama, mereka sangat puas dengan proses pe-nyusunannya. Dimana RPJM-Desa/Kelurahan dibuat dengan melibatkan semua komponen masyarakat dengan penekanan pada partisipasi yang luas dari kelompok yang umumnya “voiceless dan powerless” seperti perempuan, orang miskin dan kaum marginal lainnya. Dari proses ini mereka belajar bahwa kalau ada proses yang baik maka warga akan antusias, ingin terlibat dan mempunyai rasa memiliki. Mereka sadar bahwa partisipasi masyarakat adalah hal krusial dalam pembangunan pedesaan/kelurahan. Oleh karena itu mereka berpartisipasi langsung.

Kedua, program-program dari RPJM-Desa/Kelurahan dan pelaksanaannya sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan ril masyarakat setempat serta memiliki arah dan tujuan yang jelas yaitu untuk peningkatan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan. Dengan adanya RPJM-Desa/Kelurahan maka pembangunan pedesaan/kelurahan terdokumentasi secara baik, pelaksanaannya lebih baik dan lancar, peruntukannya tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan dan harapan masyarakat. Masyarakat melihat, merasakan dan mendapat secara langsung bantuan atau program dari pemerintah.

Ketiga, ada bukti nyata dari hasil dan perubahan, baik fisik maupun non fisik, yang dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Ada perbaikan infrastruktur pedesaan seperti jalan raya, sarana air bersih, irigasi, fasilitas kesehatan (Posyandu, Polindes, Pustu, Puskesmas, dan lain-lain), penerangan, pembangunan rumah layak huni, penambahan gedung baru atau ruang kelas untuk SD, SMP dan SMU. Dengan adanya sarana air bersih yang lebih dekat dengan pemukiman penduduk maka beban pekerjaan ibu-ibu dan anak perempuan berkurang. Anak-anak tidak terlambat lagi

Page 102: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

65

ke sekolah karena biasanya sebelum ke sekolah mereka harus mengambil air untuk kebutuhan di rumah. Akses masyarakat atas pelayanan publik di bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi semakin baik dan terjangkau. Semakin banyak Ibu hamil yang mendapat pelayanan kesehatan (melahirkan di Puskesmas dan dilayani oleh tenaga kesehatan). Anak-anak semakin rajin ke sekolah sehingga partisipasi pen-didikan dasar meningkat. Dengan adanya perbaikan jalan maka kegiatan ekonomi berjalan lancar. Warga desa lebih mudah menjual hasil-hasil buminya. Pembuatan jalan raya juga membuka keterisolasian desa, sehingga warga desa lebih mudah melakukan mobilitas atau berinteraksi dengan desa lain, kecamatan dan kabupaten. Selain itu, pengimplementasian RPJM-Desa/Kelurahan mampu meng-hidupkan kembali (revitalisasi) kapital sosial lokal seperti gotong royong, nilai-nilai lokal seperti musyawarah untuk mufakat dan swadaya. RPJM-Desa/Kelurahan tidak hanya dipakai untuk mengakses program dan anggaran dari kabupaten, tetapi juga mendorong swadaya masyarakat dan kepemilikan lokal atas pembangunan.

Page 103: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

66

• Manfaat RPJM-Desa/Kelurahan terhadap Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan

Hasil survei ini menunjukkan bahwa mayoritas res-ponden merasa sangat puas karena RPJM-Desa/Kelurahan memberikan kontribusi yang impresif terhadap peningkatan kualitas hidup perempuan. Hasil persentasi yang sangat bagus ini mencerminkan bahwa RPJM-Desa/Kelurahan berpihak kepada kepentingan kaum perempuan. Itu ber-arti kebijakan pembangunan pedesaan/kelurahan yang pro perempuan tidak hanya sebatas retorika belaka atau jargon, tetapi betul-betul terbukti. Setidaknya, pencapaian yang luar biasa ini mencermikan kualitas dari proses penyusunan dan hasil RPJM-Desa/Kelurahan. Hal ini bisa terjadi karena dari sisi prosesnya, penyusunan RPJM-Desa/Kelurahan dirancang sedemikian rupa sehingga partisipasi kelompok perempuan terjadi. Selama proses, ada kreasi ruang ditambah pendekatan khusus, memiliki cara pe-nanganan yang berbeda, dan pendekatan yang integratif dan berfokus. Karena, sejatinya, kebutuhan kelompok yang berbeda sulit muncul pada perencanaan yang biasa. Selain itu, pada tahap implementasinya, perempuan betul-betul terlibat secara aktif dan mempunyai rasa memiliki terhadap program. Bahkan, perempuan tidak hanya hadir, bersuara dan terlibat dalam pengambilan keputusan. Tetapi, berkat proses pemberdayaan yang ditanamkan selama penyusunan RPJM-Desa/Kelurahan, perempuan sudah mulai memasuki wilayah “kekuasaan” dengan menduduki beberapa posisi strategis dalam masyarakat dan pembangunan.

Beberapa argumentasi atau alasan yang dituturkan responden yang memperkuat penilaian rasa sangat puas mereka terhadap manfaat RPJM-Desa/Kelurahan bagi perem-puan diantaranya: Pertama, dengan implementasi RPJM-Desa/

Page 104: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

67

Kelurahan, perempuan mendapat haknya, yang sebelumnya tidak diperhatikan, apalagi mendapatkannya. Dalam pertemuan atau musyawarah desa, peserta harus seimbang laki-laki dan perempuan. Perempuan diberi kesempatan untuk berbicara dan terlibat dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan desa/kelurahan. Pembuatan kebijakan pembangunan desa/kelurahan tanpa keterlibatan langsung perempuan, demokrasi desa mati.

Kedua, akses dan kontrol perempuan terhadap pembangunan lebih mudah. Peran dan tanggung jawab mereka untuk pembangunan dalam keluarga dan desa/kelurahan meningkat. Perempuan terlibat dalam kegiatan membangun desa seperti membangun fasilitas kesehatan, sarana air bersih, pembentukan kelompok-kelompok usaha simpan pinjam, dan sebagainya. Perempuan menjadi kader pembangunan desa, kader kesehatan, ketua kelompok, kepala desa, dan lain sebagainya. Ada beberapa Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (KSPP) yang didukung oleh PNPM MP semakin berfungsi dan melayani kebutuhan anggota dengan baik. Perempuan merasakan ada peningkatan pendapatan keluarga, peningkatan taraf hidup perempuan.

Ketiga, perempuan merasakan manfaat langsung dari realisasi program-program dalam RPJM-Desa/Kelurahan. Seperti program air bersih dan perpipaan, simpan pinjam, kesehatan, pendidikan, bantuan-bantuan sosial seperti BLM, Jamkesmas, Jamkesda, PKH, Raskin dan lain sebagainya. Dalam RPJM-Desa ada program khusus untuk perempuan seperti pelatihan kepemimpinan perempuan, pelatihan teknologi rumah tangga, dan lain-lain.

Keempat, perempuan merasakan ada peningkatan dalam perubahan pola pikir, peningkatan semangat hidup, peningkatan keterampilan, berani berbicara, lebih percaya diri, dan berkomitmen untuk membagi peran yang merata

Page 105: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

68

dalam rumah tangga dengan suami. Selain itu, minat anak perempuan untuk masuk sekolah baik pada jenjang SD, SMP maupun SMU meningkat secara cukup signifikan.

Kelima, kelompok-kelompok yang berbasis keanggotan pada perempuan semakin banyak dan kuat seperti kelompok simpan-pinjam, arisan, dan lain-lain. Kelompok-kelompok ini menjadi forum untuk menukar gagasan dan membagi pengalaman, memperkuat solidaritas antara sesama perem-puan, mencari solusi dan sebagai alat perekat sosial.

• Manfaat RPJM-Desa/Kelurahan terhadap Peningkatan Kualitas Hidup Orang Miskin

Hasil survei ini memperlihatkan bahwa pemanfaaatn RPJM-Desa/Kelurahan berkontribusi secara signifikan ter-hadap peningkatan kualitas hidup orang miskin. Selain RPJM-Desa/Kelurahan berpihak kepada perempuan, tinggi-nya persentasi rasa puas responden, menggambarkan bahwa RPJM-Desa/Kelurahan juga berpihak kepada kaum miskin, kaum marginal atau kaum terpinggirkan lainnya. Hal ini

Page 106: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

69

bisa terjadi karena dari segi proses, masyarakat miskin berpartisipasi secara aktif pada kegiatan penyusunan RPJM-Desa/Kelurahan. Ada pendekatan dan penanganan khusus sebagai tindakan afirmatif yang memungkinkan kaum miskin dan kaum marginal lainnya terlibat secara penuh. Kalau ada proses yang baik maka warga miskin akan merasa antusias, ingin terlibat dan mempunyai rasa memiliki. Dari segi substansi, program-program dari RPJM-Desa/Kelurahan merupakan program-program yang berkaitan dengan peme-nuhan hak-hak dasar orang miskin seperti kebutuhan akan sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, air bersih dan sanitasi, juga partisipasi.

Tingginya penilaian responden terhadap manfaat RPJM-Desa/Kelurahan bagi peningkatan kualitas hidup orang miskin diantaranya karena: Pertama, ada program dalam RPJM-Desa/Kelurahan yang memberikan perhatian khusus untuk peningkatan taraf hidup orang miskin. Misalnya, pembuatan rumah layak huni, bantuan alat produksi pertanian, bantuan ternak, beasiswa dan lain-lain. Orang miskin tidak hanya sebagai penerima manfaat, tetapi diberi ruang dan kesempatan untuk terlibat dalam pertemuan dan proses-proses pembuatan keputusan di desa/kelurahan.

Kedua, proses yang dibangun selama penyusunan RPJM-Desa/Kelurahan dan pada tahap implementasinya, hampir semua orang miskin terlibat. Hal ini mendorong orang miskin untuk semakin bergairah dan rajin bekerja sehingga terjadi peningkatan hasil pertanian mereka dan kemudian secara perlahan-lahan mereka bisa keluar dari jeratan kemiskinan. Orang miskin tidak hanya bergantung pada bantuan dari luar. Orang miskin merasa yakin dan percaya diri bahwa mereka memiliki kemampuan untuk keluar dari kemiskinan. Mereka mempunyai harapan untuk memperoleh hidup yang lebih baik.

Page 107: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

70

Ketiga, orang miskin mendapat lebih banyak perhatian dan bantuan dari pemerintah kabupaten dan juga Organisasi Masyarakat Sipil seperti WVI, CD Bethesda, gereja, PNPM MP dan PNPM GSC. Orang miskin/KKM/RTM mendapat bantuan dari pemerintah kabupaten dan OMS setiap tahun. Misalnya melalui pembuatan rumah layak huni, Jamkesda, Raskin, PKH, BLM, serta pendidikan dan pelatihan keterampilan. Selain itu, perbaikan infrastruktur pedesaan/kelurahan seperti fasilitas kesehatan, pendidikan, jalan raya serta air bersih dan sanitasi, membuat orang/keluarga miskin memiliki akses untuk mendapat pelayanan publik yang semakin lebih murah, mudah dan terjangkau. Peta sosial yang dihasilkan pada proses penyusunan RPJM-Desa/Kelurahan menjadi alat negosiasi orang miskin untuk mendapat bantuan-bantuan yang masuk ke desa. Dengan peta itu, maka target pemberian bantuan menjadi lebih tepat sasaran. Dengan mengalir begitu banyak program yang masuk ke desa/kelurahan dan targetnya tepat, maka ada keluarga miskin yang mengalami peningkatan dalam status kesejahteraan hidupnya. Misalnya, ada cukup banyak KKM yang naik menjadi kategori keluarga menengah. Hal ini, berkontribusi kepada perbaikan stratifikasi sosial dan struktur kemiskinan di desa/kelurahan.

Keempat, program-program yang masuk ke desa/kelurahan dari pemerintah, PNPM, P2KP, WVI, CD Bethesda, gereja dan lain-lain mendukung pelaksanaan program yang ada dalam RPJM-Desa/Kelurahan. Dukungan mereka memberi amunisi kepada desa/kelurahan dalam “mempercepat” proses pembangunan pedesaan/kelurahan dalam mengurangi kemiskinan pedesaan/kelurahan dan meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat secara keseluruhan.

Page 108: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

71

• Manfaat RPJM-Desa/Kelurahan terhadap Peningkatan Kualitas Hidup Kelas Menengah

Hasil survei ini juga memperlihatkan bahwa penduduk pedesaan/kelurahan dari kelas menengah juga merasa sangat puas dengan pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan. Tingginya persentasi kepuasan kelas menengah pedesaan/kelurahan merefleksikan bah-wa RPJM-Desa/Kelurahan tidak hanya disusun dan bermanfaat untuk orang miskin, perempuan dan kaum terpinggirkan lainnya, akan tetapi juga untuk kepentingan dan peningkatan kesejahteraan hidup warga masyarakat dari kelas menengah. Hal ini bisa terjadi karena pada proses penyusunan RPJM-Desa/Kelurahan, kaum menengah di pedesaan juga terlibat secara penuh. Kehadiran mereka dalam proses tersebut juga merupakan kesempatan untuk menyuarakan kebutuhan mereka. Hal ini bisa terjadi karena proses penyusunan RPJM-Desa/Kelurahan (metologi CLAPP – GPI) bersifat inklusif, terbuka bagi semua kelas sosial di pedesaan/kelurahan untuk terlibat secara penuh.

Page 109: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

72

Beberapa alasan yang diulas responden yang memperkuat penilaian mereka bahwa pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan berkontribusi kepada pening-katan taraf hidup kelas menengah pedesaan/kelurahan di antaranya: Pertama, kelas menengah pedesaan/kelurahan terlibat secara aktif dalam proses penyusunan RPJM-Desa/Kelurahan, mengusulkan kebutuhan-ke-butuhan mereka, sehingga kebutuhan mereka juga tidak luput dari perhatian pembangunan. Mereka juga mendapat bantuan dari pemerintah kabupaten.

Kedua, kelas menengah pedesaan/kelurahan juga merasa bahwa akses untuk mendapat pelayanan pem-bangunan terkait pendidikan, kesehatan, ekonomi, sanitasi dan air bersih semakin lebih baik, mudah dan terjangkau jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Ketiga, usaha-usaha bisnis mereka juga mengalami peningkatan dari segi omzet dan pendapatan karena ada sarana jalan yang memungkinkan arus perdagangan dan pemasaran-pembelian hasil-hasil bumi masyarakat berjalan lebih lancar. Akibatnya, mereka merasakan ada peningkatan kualitas kesejahteraan hidup. Dengan adanya RPJM-Desa/Kelurahan maka pengelolaan pembangunan pedesaan/ke-lurahan lebih terarah, terukur dan bermanfaat untuk semua lapisan masyarakat. RPJM-Desa/Kelurahan dirancang untuk semua, bukan hanya untuk kelompok-kelompok tertentu saja. Sehingga semua lapisan masyarakat mendapat manfaatnya.

• Manfaat RPJM-Desa/Kelurahan terhadap Peningkatan Kualitas Hidup Orang Kaya

Hasil survei menunjukkan bahwa kelas mampu/kaya pedesaan/kelurahan juga merasakan manfaat yang

Page 110: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

73

berarti dari pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan terhadap peningkatan kualitas hidup mereka. Pencapaian yang cukup impresif ini mencerminkan bahwa RPJM-Desa/Kelurahan juga bermanfaat untuk orang kaya. Pembangunan pedesaan/kelurahan adalah untuk semua penduduk dari desa/kelurahan tersebut. Karena orang kaya pun memiliki hak untuk menikmati hasil-hasil pembangunan.

Beberapa alasan yang mendukung penilaian responden bahwa RPJM-Desa/Kelurahan juga membuat orang/kaum kaya merasa puas di antaranya: Pertama, kaum kaya mendapat haknya dari negara lewat pembangunan yang dilaksanakan di desa/kelurahan. Ada perhatian untuk mereka walaupun secara ekonomi mereka sudah memiliki kemampuan dan kemandirian. Meskipun, orang kaya bukan menjadi fokus utama pembangunan pedesaan/kelurahan, tetapi mereka merasakan manfaat dari pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan.

Kedua, perbaikan infrastruktur pedesaan seperti jalan, jembatan, penerangan, pendidikan, kesehatan, sanitasi dan air bersih, keamanan juga dirasakan manfaatnya oleh orang kaya. Dengan membuka jalan raya, transportasi dan komunikasi maka usaha mereka semakin berkembang. Adanya peningkatan modal usaha, lebih mudah mendapat

Page 111: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

74

informasi dan jaringan pemasaran lebih luas. Selain itu, adanya peningkatan keterampilan masyarakat karena diberikan pelatihan-pelatihan pengembangan kapasitas SDM, baik oleh pemerintah provinsi, kabupaten, maupun LSM-LSM.

Ketiga, meningkatnya rasa kepekaan dan solidaritas sosial, terutama untuk mengutamakan kepentingan orang miskin, perempuan dan kaum marginal lainnya.

• Manfaat RPJM-Desa/Kelurahan terhadap Peningkatan Kualitas Perencanaan Pembangunan Pedesaan/Kelurahan

Perencanaan yang baik membuat desa/kelurahan me-miliki arah dan tujuan pembangunan yang jelas. Peren-canaan pembangunan pedesaan/kelurahan tidak hanya sekedar daftar kegiatan. Jika desa/kelurahan sudah memiliki RPJM-Desa/Kelurahan maka pemerintah desa/kelurahan tidak merasa susah lagi untuk membuat usulan pada saat Musrenbang karena acuannya sudah ada. Mereka tinggal membuka dokumen RPJM-Desa/Kelurahan saja. Hasil survei ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden merasa sangat puas di mana pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan dapat meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan pedesaan/kelurahan. Pencapaian yang cukup berarti ini menggambarkan bahwa pembangunan itu berkualitas kalau memiliki perencanaan yang matang yang dihasilkan melalui sebuah proses yang partisipatif. Ilmu managemen mengatakan bahwa jika kita sudah memiliki perencanaan yang baik, itu berarti kita sudah menyelesaikan 50 % dari pekerjaan kita.

RPJM-Desa/Kelurahan berkontribusi kepada pengelolaan pembangunan pedesaan/kelurahan secara lebih berkualitas

Page 112: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

75

karena beberapa alasan. Pertama, pembangunan pedesaan/kelurahan dilakukan setelah ada kesepakatan yang dilakukan melalui sebuah proses yang partisipatif dan inklusif antara semua warga dan aparat pemerintah desa/kelurahan. Jadi, ada proses musyawarah, negosiasi, dan mufakat. Ini merupakan sebuah proses deliberatif warga atas pembangunan.

Kedua, RPJM-Desa menjadi acuan atau buku pintar pembangunan pedesaan/kelurahan. Hampir semua program pembangunan yang masuk ke desa/kelurahan, dan yang dibiayai secara swadaya oleh masyarakat, sesuai dengan RPJM-Desa/kelurahan. hampir tidak ada program yang dijalankan di luar program RPJM-Desa/Kelurahan.

Ketiga, pembangunan pedesaan/kelurahan lebih ter-kelola dan terkontrol dengan baik, mempunyai arah yang jelas dan terukur karena ada tujuan, target dan indikator per tahunnya. Hal ini membantu pemerintah desa/kelurahan untuk mengelola secara efektif berbagai sumber daya yang ada untuk mendukung implementasi program-program dari RPJM-Desa/Kelurahan.

Keempat, pemerintah desa/kelurahan merasa semakin dekat dengan masyarakat, semakin akuntabel dan transparan dalam pengelolaan program dan anggaran-anggaran yang masuk ke desa/kelurahan, terutama pengelolaan ADD/ADK.

Kelima, dengan adanya dokumen RPJM-Desa/Kelurahan, ia membantu pemerintah dan warga desa/kelurahan ketika menyusun usulan pada kegiatan Musrenbang tahunan. Musrenbang menjadi lebih dinamis, transparan, akun-tabel, dan partisipatif. Hasilnya lebih berkualitas karena Musrenbang menjadi forum deliberatif warga untuk menyepakati kebijakan pembangunan.

Keenam, pembangunan desa/kelurahan memberikan perhatian khusus kepada perempuan dan orang miskin untuk

Page 113: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

76

terlibat aktif dalam pembangunan. Dengan memberikan perhatian khusus berupa menciptakan ruang, menyediakan kesempatan dan memberi trust kepada orang miskin dan perempuan, maka mereka lebih antusias, ingin terlibat dan mempunyai rasa memiliki terhadap pembangunan.

Ketujuh, dengan melibatkan masyarakat dalam perencanaan pembangunan, maka masyarakat mengetahui secara baik proses-proses penyelenggaraan pemerintahan desa/kelurahan. Hal ini kemudian akan menghasilkan pemerintah desa/kelurahan yang memiliki legitimasi yang kuat karena didukung warganya. Sehingga proses-proses pembangunan akan berjalan lancar karena mendapat dukungan dan rasa kepemilikan yang besar dari warga masyarakat setempat.

• Proses Penyusunan dan Hasil RPJM-Desa/Kelurahan Mengakomodir Kebutuhan Perempuan

Page 114: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

77

“Ibu-ibu berebutan berbicara pada saat penyusunan RPJM-Kelurahan. Setiap orang menyampaikan apa yang mereka butuhkan. Mereka berani berbicara. Tidak biasanya begitu. Pokonya menarik sekali prosesnya waktu itu” (Ridja Ana Ndiha, Fasilitator RPJM-Kelurahan Malumbi). Ini merupakan salah satu kesaksian atau testimoni dari seorang fasilitator terkait keterlibatan perempuan selama proses penyusunan rencana pembangunan kelurahan. Hasil survei ini memperlihatkan bahwa responden merasa sangat puas terkait proses penyusunan dan hasil RPJM-Desa/Kelurahan karena mengakomodir kepentingan dan kebubutuhan kaum perempuan. Pencapaian yang cukup impresif ini mencerminkan proses penyusunan RPJM-Desa/Kelurahan memiliki kualitas yang baik dan keberpihakan yang jelas terhadap kepentingan kaum perempuan. Hal ini bisa terjadi karena pendekatan CLAPP-GPI yang dipakai dalam penyusunan RPJM-Desa/Kelurahan memberikan perhatian yang besar dan berfokus kepada orang miskin dan perempuan.

Mendorong perempuan untuk terlibat aktif dalam kegiatan memang memiliki tantangan yang luar biasa beratnya baik dari segi sosial budaya maupun kapasitas yang dimiliki perempuan. Namun demikian, jikalau kita konsisten dan betul-betul memberi ruang, kesempatan dan trust kepada mereka dan didukung dengan proses yang dirancang sedemikian rupa, mereka menjadi antusias dan ingin terlibat.

RPJM-Desa/Kelurahan bisa mengakomodir kebu-tuhan kaum perempuan karena: Pertama, perempuan diberi kesempatan untuk berbicara dan menyampaikan kebutuhan-kebutuhan perempuan pada proses penyu-sunan RPJM-Desa maupun Musrenbang tahunan. Isu

Page 115: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

78

jender menjadi pembahasan yang selalu dibicarakan dan berulang-ulang (repetitive) selama proses penyusunan RPJM-Desa/Kelurahan. Sehingga kaum perempuan sangat puas dengan proses dan hasilnya.

Kedua, perempuan mendapat hak dan perlakuan yang sama. Bahkan, perempuan diberi tempat untuk terlibat aktif dalam pembangunan di desa/kelurahan. Ada program-program khusus yang dirancang untuk perempuan seperti pelatihan kepemimpinan perempuan, pengolahan pangan lokal, usaha simpan pinjam, dan lain-lain.

Ketiga, fasilitator perempuan yang memfasilitasi proses perencanaan desa/kelurahan mampu membangkitkan antu-siasme perempuan untuk terlibat secara penuh, bersuara, dan terlibat dalam proses pembuatan keputusan.

Proses Penyusunan dan Hasil RPJM-Desa/Kelurahan Mengakomodir Kebutuhan Orang Miskin

Perencanaan pembangunan di Indonesia mau-

Page 116: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

79

pun negara berkembang lainnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup warga masyarakat dan menanggulangi kemiskinan. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan taraf hidup atau kesejahteraan hidup orang miskin menjadi perhatian utama pem-bangunan saat ini, termasuk tujuan pembangunan milenium. Perhatian khusus terhadap orang miskin ini juga menjadi keberpihakan para pihak dalam penyusunan RPJM-Desa/Kelurahan. Hasil survei ini memperlihatkan secara nyata bahwa sebagian besar responden menyatakan sangat puas karena proses penyusunan dan program-program dari RPJM-Desa/Kelurahan merefleksi kebutuhan-kebutuhan orang miskin dan kaum marginal lainnya.

Tingginya rasa kepuasan responden terhadap proses dan hasil RPJM-Desa/Kelurahan yang mengutamakan pemenuhan hak-hak dasar orang miskin karena: Pertama, ada proses yang baik. Orang miskin diberi ruang dan kesempatan untuk berbicara, menyampaikan aspirasi mereka dan terlibat dalam proses pembuatan keputusan. Mereka menjadi antusias dan percaya diri untuk mengungkapkan hal-hal yang mereka cita-citakan dan yang dibutuhkan. Selama proses, ada perhatian khusus untuk kelompok-kelompok marginal seperti janda, kelompok lanjut usia (Lansia), dan cacat fisik (kaum difabel). Walaupun mereka belum berani berbicara, tetapi para fasilitator mendorongnya dengan trik-trik khusus, akhirnya mereka berani berbicara atau menyampaikan aspirasi mereka dengan cara yang mereka bisa lakukan. Orang miskin senang karena merasa dihargai, pendapat mereka didengarkan dan diakomodir dalam RPJM-Desa/Kelurahan. Lebih banyak program dalam RPJM-Desa/Kelurahan diperuntukkan bagi orang miskin dan kelompok marginal lainnya.

Page 117: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

80

Kedua, ada program-program khusus yang dirancang untuk orang miskin, seperti pembuatan rumah layak huni, pengadaan ternak, pemberian beasiswa bagi anak sekolah dari keluarga kurang mampu, bantuan alat dan sarana produksi pertanian, dukungan modal usaha, dan lain sebagainya.

Ketiga, mereposisi peran dan fungsi orang miskin dalam pembangunan pedesaan/kelurahan, dimana mereka bukan lagi sebagai obyek atau penerima manfaat proyek tetapi sebagi pelaku utama pembangunan. Merekalah yang memimpin proses pembangunan di desa/kelurahan. Pembangunan pedesaan/kelurahan kehilangan rohnya jika orang miskin tidak terlibat secara proaktif.

• Penggunaan RPJM-Desa/Kelurahan Membantu Membuat Keputusan terkait Pengelolaan Keuangan Desa/Kelurahan

Hasil survei ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden merasa sangat puas karena ketika desa/kelurahan memiliki dokumen perencanaan yang baik, maka membantu mereka dalam membuat keputusan terkait pengelolaan keuangan desa/kelurahan, terutama ADD/ADK. Selain desa, Pemda Kabupaten Sumba Timur juga memberikan ADK kepada pemerintah kelurahan. Pemberian ADD/ADK di Kabupaten Sumba Timur telah menggunakan asas proporsional. Dari hasil studi ini memperlihatkan bahwa dengan adanya dokumen perencanaan, maka pemerintah desa/kelurahan dapat mengelola ADD/ADK secara lebih akuntabel dan transparan. Ada begitu banyak program-program dalam RPJM-Desa/Kelurahan terimplementasi karena didukung oleh ADD/ADK. Namun, menurut Bagian Pemerintahan Desa, Setda Kabupaten SumbaTimur, belum semua

Page 118: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

81

desa dapat membuat laporan pertanggungjawaban penggunaan ADD secara tepat waktu dan bermutu. Hal ini diakuinya karena kapasitas perangkat desa belum memadai dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut.

Sebagian besar responden merasa sangat puas dimana RPJM-Desa/Kelurahan membantu desa/kelurahan dalam membuat keputusan terkait pengelolaan keuangan desa/kelurahan karena: Pertama, dana-dana (APB-Desa/ADD, dan APB-Kelurahan/ADK) mendukung pengimplementasian program-program yang sudah disepakati bersama dalam RPJM-Desa/Kelurahan. Artinya, dana-dana yang ada dipakai berdasarkan rencana bersama, bukan keinginan segelintir orang atau elit desa/kelurahan. Juga, dibuat kesepakatan antara kepala desa/lurah dengan LPM, BPD dan masyarakat. Sehingga tidak ada saling curiga karena ada kesepakatan gelap yang dibuat.

Kedua, pemanfaatan ADD/ADK lebih tepat sasaran, terarah, terukur, akuntabel, dan transparan, serta ada laporan

Page 119: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

82

pertanggungjawaban kepada masyarakat. Dengan ini, maka desa/kelurahan dilatih untuk membudayakan transparansi, akuntabilitas dan partisipasi dalam pengelolan keuangan publik. Bagaimana dan kemana uang rakyat dibelanjakan, direncanakan dan ketahui oleh masyarakat.

Ketiga, dengan adanya RPJM-Desa/Kelurahan, dana-dana yang masuk ke desa mendukung pelaksanaan program dari RPJM-Desa/Kelurahan. Misalnya, dana dari PNPM, WVI, CD Bethesda, gereja, dan lain-lain disalurkan untuk mendukung program-program masyarakat. Dengan adanya RPJM-Desa/Kelurahan, maka intervensi dari pihak luar atau elit-elit desa/kelurahan dalam menentukan pemanfaatan dana publik (ADD/ADK) dapat dicegah sedini mungkin.

• Penggunaan RPJM-Desa/Kelurahan Membantu Membuat Keputusan terkait Pengelolaan Program yang Masuk ke Desa/Kelurahan

Hasil survei ini memperlihatkan bahwa mayoritas res-ponden merasa sangat puas di mana RPJM-Desa/Kelurahan membantu desa/kelurahan dalam membuat keputusan secara lebih tepat terkait pengelolaan program-program yang masuk ke desa/kelurahan. Pencapaian yang lumayan impresif ini menggambarkan bahwa RPJM-Desa/Kelurahan merupakan alat negosiasi dan kontrol warga terhadap pengelolaan pembangunan pedesaan/kelurahan. Pihak-pi-hak yang masuk ke desa/kelurahan menggunakan dokumen RPJM-Desa/Kelurahan sebagai acuan dalam membuat pro-gram. Misalnya, PNPM MP, PNPM GSC, WVI, gereja, dan program-program dari pemerintah kabupaten menggunakan dokumen yang sudah ada untuk kegiatan pembangunan di desa/kelurahan. Pencapaian yang impresif ini karena kepala desa/lurah aktif melakukan lobi, negosiasi dan promosi

Page 120: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

83

RPJM-Desa/Kelurahan kepada aktor-aktor pembangunan yang masuk di desa/kelurahan. Mereka menggunakan metode informal yaitu “menjemput bola” dan tidak hanya menunggu mekanisme formal Musrenbang-Desa/Kelurahan. Desa/Kelurahan aktif dalam mempromosikan, melobi dan membangun interaksi yang dinamis dengan berbagai aktor dan institusi yang memberi perhatian pada pembangunan desa/kelurahan sehingga membuat program-program yang ada dalam RPJM-Desa/Kelurahan dilaksanakan sesuai dengan harapan masyarakat. Walaupun belum semua program dilaksanakan secara tuntas.

Sebagai besar responden merasa sangat puas dimana RPJM-Desa/Kelurahan membantu mengelola program yang masuk ke ranah desa/kelurahan karena pemerintah desa/kelurahan memiliki bahan untuk melakukan lobi dan negosiasi dengan pihak-pihak yang masuk ke desa/kelurahan. Telah menjadi kesepakatan bersama, bahwa RPJM-Desa/Kelurahan menjadi acuan bagi semua program yang masuk

Page 121: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

84

di desa. Siapa saja yang masuk ke desa/kelurahan diharapkan menggunakan dokumen yang sudah ada. Ada beberapa program yang masuk ke desa/kelurahan dan mendukung pengimplementasian RPJM-Desa/Kelurahan, seperti PNPM MP, PNPM GSC, P2KP, LSM-LSM, dan gereja. Pemerintah kabupaten juga mendorong semua pihak, termasuk SKPD-SKPD untuk menggunakan RPJM-Desa/Kelurahan yang sudah ada dalam merancang program pembangunan pedesaan/kelurahan. Semua stakeholders patuh, mau bekerjasama, dan saling membantu. Hal ini mendukung pelaksanaan kebijakan satu desa satu perencanaan.

Page 122: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

BAB IV

PERENCANAAN, DEMOKRASI

DAN KESEJAHTERAAN

Partisipasi warga dalam pembangunan merupakan istilah yang sering terdengar, baik dalam jargon politik maupun dalam praktek pemerintahan (state) dan organisasi masyarakat sipil di Indonesia. Namun sayangnya, secara konseptual dan empirik, partisipasi warga belum menjadi diskursus pengetahuan yang dielaborasi secara baik. Padahal pemahaman kritis mengenai konsep, konteks, praktik parti-sipasi serta hasil dan dampaknya sangat penting untuk membangun pengetahuan yang lengkap mengenai partisipasi itu sendiri. Bagian ini, tidak membahas tentang konsepnya secara teoritis, tetapi menyajikan praktik, hasil dan dampak konkrit dari partisipasi warga dalam pembangunan. Terutama berkaitan dengan pembangunan pada level desa/kelurahan.

Berbeda dari partisipasi politik yang lebih menekankan “representasi” dan partisipasi sosial yang menempatkan partisipasi sebagai mobilisasi warga di luar lembaga peme-rintahan atau sekedar kepedulian terhadap “penerima ban-tuan”, partisipasi warga dalam studi ini sebagai “partisipasi langsung” warga dalam pengambilan keputusan pada lembaga dan proses kepemerintahan dan dalam implementasi. Suara warga suara pembangunan artinya pembangunan yang di-

Page 123: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

86

gerakkan berdasarkan “suara” atau aspirasi keaslian warga (citizen driven development). Warga yang secara langsung menyusun, melaksanakan, mengevaluasi dan melaksanakan pembangunan itu sendiri serta memetik pembelajarannya. Penyusunan dan implementasi RPJM-Desa/Kelurahan se-cara partisipatif merupakan bukti nyata dari partisipasi langsung warga dalam proses dan siklus pembangunan desa/kelurahan.

Seperti yang telah diuraikan pada bagian pendahuluan bahwa ada 13 desa/kelurahan di Kabupaten Sumba Timur, yang telah memiliki RPJM-Desa/Kelurahan. Dalam rentang waktu tiga hingga empat tahun sejak penyusunan, setiap desa/kelurahan tentu sudah memiliki pengalaman dalam implementasi. Sejalan dengan itu, berbagai perubahan pun telah digapai. Pertanyaannya adalah sudah sejauh mana implementasi dan perubahan-perubahan seperti apa yang telah terjadi pada ranah desa/kelurahan dan pemerintah supradesa/kelurahan.

Sebagaimana studi ini mendasari pendekatannya pada pendekatan pencarian apresiatif, artinya sebuah studi yang didesain untuk menemukan (1) cerita-cerita sukses masa lalu terutama selama implementasi RPJM-Desa/Kelurahan, (2) kekuatan-kekuatan yang ada dalam warga masyarakat saat ini, dan (3) menemukan mimpi mereka, ketimbang mencari masalah-masalah dalam warga masyarakat, studi ini telah menemukan keberhasilan-keberhasilan yang impresif dari 13 desa/kelurahan dalam pelaksanaan RPJM-Desa/Kelurahan. Melalui wawancara apresiatif, diskusi kelompok terfokus dengan 303 warga masyarakat (177 laki-laki dan 126 perempuan), dan observasi lapangan, serta story telling, studi ini telah menemukan dan menyimpulkan beberapa keberhasilan mendasar, yang diringkas pada bagian temuan eksekutif berikut ini.

Page 124: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

87

Temuan Eksekutif

RPJM-Desa/Kelurahan diperlakukan sebagai “buku pintar” pembangunan lokal. Semua desa dan kelurahan menggunakan RPJM-Desa/Kelurahan secara konsisten sebagai acuan dalam perencanaan pembangunan desa/kelurahan. Warga dan pemerintah desa/kelurahan merasa bahwa dokumen RPJM-Desa/Kelurahan sangat membantu mereka dalam mengakses program dan anggaran dari ka-bupaten dan membuat usulan pada proses Musrenbang-Desa/Kelurahan setiap tahun. Mereka tinggal membuka dokumen tersebut dan mengambil program-program yang sudah ada untuk diusulkan pada Musrenbang. Selain itu, ia membantu desa/kelurahan untuk melakukan “negosiasi dan kontrol” dalam rangka mensinkronkan atau mensinergikan program-program lain yang masuk ke ranah desa/kelurahan dengan RPJM-Desa/Kelurahan. Seperti program dari PNPM, LSM dan pihak-pihak lainnya. Praktiknya selama ini, PNPM dan LSM tidak membuat program yang sama sekali baru. Akan tetapi mereka mendukung pelaksanaan program-program dari RPJM-Desa/Kelurahan. Untuk pendalaman program agar sesuai dengan tujuan dan strategi programnya, mereka biasanya melakukan review.

Sekitar 70 % program dari RPJM-Desa/Kelurahan sudah terealisasi. Program-program yang dirancang dalam RPJM-Desa/Kelurahan sebagian besar atau hampir semuanya sudah dan sedang terlaksana. Secara rata-rata, tingkat pelaksanaannya sudah mencapai 70 % dengan tingkat keberhasilan yang cukup memuaskan. “Kami menilai bahwa sekitar 70 % program-program dalam RPJM-Kel telah terlaksana. Masyarakat sudah menikmati hasilnya” (Andreas Mulla, SE, Lurah Malumbi). Keberhasilan yang impresif terjadi pada pembangunan infrastruktur dan pelayanan

Page 125: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

88

publik yang semakin baik. Pencapaian yang luar biasa ini terjadi karena ada dan meningkatnya dukungan program dan penganggaran dari pemerintah daerah kabupaten melalui SKPD-SKPD, ADD/ADK yang dikelola secara akuntabel dan transparan, peningkatan swadaya dan partisipasi warga desa/kelurahan, serta adanya dukungan dari PNPM, P2KP, PIDRA dan program-program LSM seperti WVI, CD Bethesda, gereja, dan lain-lain.

Pembangunan infrastruktur, infrahuman dan pelayan-an publik desa/kelurahan meningkat secara cukup signifi-kan. Perubahan yang paling banyak terjadi adalah terkait pembangunan infrastruktur desa/kelurahan seperti per-baikan atau pembukaan jalan baru, pembangunan atau penambahan gedung sekolah, pembangunan rumah layak huni bagi keluarga miskin, pembangunan fasilitas ke-sehatan, pembangunan sarana air bersih dan sanitasi, ekonomi, dan lain sebagainya. Pada saat yang sama, juga terjadi peningkatan pelayanan publik terutama pada sektor pendidikan, kesehatan dan ekonomi, serta peningkatan kualitas SDM. Perubahan pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik yang semakin baik berimplikasi pada meningkatnya partisipasi pendidikan dasar, angka kematian bayi dan ibu berkurang karena semakin banyak ibu yang melahirkan di fasilitas kesehatan dan ditolong tenaga medis (bidan desa). Juga, pada beberapa desa/kelurahan mengalami pengurangan angka kemiskinan. Karena ada beberapa orang miskin yang naik status kesejahteraan hidupnya. Hal ini tentunya memperbaiki stratifikasi sosial dan struktur kemiskinan desa/kelurahan.

Pengelolaan ADD/ADK semakin transparan, akuntabel dan mendorong efektivitas dan efisiensi pelayanan publik desa/kelurahan. ADD adalah dana distribusi pemerintah daerah kepada desa untuk memperkuat otonomi (keman-

Page 126: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

89

dirian) desa, sementara ADK bisa disebut sebagai bantuan langsung masyarakat (BLM) untuk mendukung community development maupun community empowerment. Penerima ADD adalah pemerintah desa, sementara penerima BLM ADK adalah masyarakat.

ADD/ADK merupakan “ikon terkemuka” dan merupakan salah satu komponen APB-Desa yang paling utama saat ini dalam pengelolaan pemerintahan dan pembagunan desa/kelurahan. Hal ini karena 13 desa/kelurahan yang ada belum mengembangkan pendapatan asli desa/kelurahan yang cukup besar. Untuk menyelenggarakan pembangunan bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya, Pemda Kabupaten Sumba Timur memberikan ADD/ADK dengan azas adil (ADD/ADK Proporsional). ADD merupakan hak desa/kelurahan untuk memperoleh anggaran dari APBD karena sesuai dengan amanah PP 72/2005 tentang Desa.

Studi ini menemukan bahwa ADD/ADK dipakai untuk mendukung program-program dari RPJM-Desa/Kelurahan, bukan dipakai untuk kepentingan segelintir elite atau kaum mampu di desa/kelurahan. Tim studi tidak menemukan ada-nya penyimpangan atau penyalahgunaan penggunaan ADD/ADK di luar dari program RPJM-Desa/Kelurahan. Hal ini tentu mampu mematahkan kekhawatiran sebagian pihak, termasuk pajabat pusat, akan risiko korupsi terhadap ADD/ADK yang dilakukan oleh elite lokal.

Selain itu ADD/ADK kian memperkuat kewenangan dan hak desa dan masyarakat kelurahan untuk mengelola ADD/ADK untuk kesejahteraan masyarakat. Juga, tidak ada intervensi dari pihak luar. Meskipun masih ada beberapa desa yang masih terlambat dalam pembuatan laporan pertanggungjawaban karena keterbatasan kapasitas SDM, hal itu sebagai proses pembelajaran. Pengalaman yang akumulatif yang disertai dengan supervisi dengan baik,

Page 127: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

90

niscaya kapasitas SDM tersebut akan semakin meningkat secara inkremental.

Kehadiran ADD/ADK telah mendorong efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan publik, membuat RPJM-Desa/Kelurahan lebih bermakna dan dinamis. Hal ini relevan dengan salah satu tujuan besar desentralisasi yakni membawa perencanaan daerah lebih dekat kepada masyarakat lokal dan otonomi (termasuk pengelolaan keuangan) tidak hanya berhenti di kabupaten, tetapi meng-alir terus hingga ke desa. ADD/ADK telah menjadi arena pembelajaran bagi desa/kelurahan untuk menempa kapasitas dalam perencanaan, merawat dan “membudayakan” akun-tabilitas dan transparansi dan sebagainya. Di sinilah praktik-praktik tata kepemerintahan lokal demokratis pada tingkat akar rumput (democratic governance at grass root level) menemukan bentuknya.

Demokrasi lokal di desa/kelurahan, tidak hanya prose-dural tapi juga subtansial, dan praktik baik democratic governance di akar rumput bertumbuh subur, berakar kuat dan mulai menjalar. Partisipasi langsung warga ma-syarakat dan organisasi mereka selama implementasi RPJM-Desa/Kelurahan menunjukkan peningkatan yang impresif. Wujud partisipasi tidak hanya sekedar kehadiran secara fisik atau mobilisasi warga (demokrasi prosedural) sebagaimana dilakukan pada tahun-tahun sebelum RPJM-Desa/Kelurahan, tetapi sudah menekankan pada partisipasi untuk bersuara, memanfaatkan akses dan kontrol dalam pembuatan kebijakan publik di desa/kelurahan, dan adanya pengakuan, penghargaan dan pemberian jaminan atas hak-hak kewarganegaraan terutama orang miskin, perempuan, kaum minoritas dan marginal lainnya (demokrasi subtansial). Dengan ini, gagasan awal dan asli tentang demokrasi yaitu tentang bentuk pemerintahan (kratos) oleh rakyat (demos)

Page 128: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

91

atau pemerintahan rakyat menemui maknanya karena pada akhirnya demokrasi hanya bermakna apabila pengakuan tehadap hak-hak sipil dan politik individu diberikan, dijamin, dan dihormati (civil liberties).

Dengan partisipasi langsung warga dalam proses pembangunan merupakan “jalan ketiga” untuk menutup “kegagalan demokrasi perwakilan”. Manakala wakil rakyat daerah gagal atau “disengajakan” tidak memperjuangkan kepentingan konstituennya, maka perjuangan lewat RPJM-Desa/Kelurahan, adalah solusinya. Dengan cara itu, warga masyarakat dapat merencanakan, melaksanakan dan mengontrol sumberdaya publik (termasuk anggaran), bagaimana uang rakyat dikelola dan kemana uang rakyat dibelanjakan.

Selain itu, partisipasi langsung dalam implementasi RPJM-Desa/Kelurahan selama 3-4 tahun terakhir memper-lihatkan perubahan dan peningkatan cara pandang dan pemahaman warga masyarakat dan organisasi mereka ter-hadap proses-proses pembuatan kebijakan di tingkat desa/kelurahan dan rasa kepemilikan lokal terhadap keputusan yang diambil. Implikasinya, kepercayaan warga masyarakat kepada pemerintah desa/kelurahan semakin meningkat. Konflik vertikal (antara warga dengan pemerintah desa/kelurahan) maupun horizontal (antara sesama warga masyarakat) jarang terjadi. Hal ini karena pemerintah desa/kelurahan memiliki legitimasi yang kuat dari rakyatnya karena lebih akuntabel, transparan dan responsif. Rasa saling curiga atau berburuk sangka, warga terhadap kepala desa/lurah beserta aparatnya, atau sebaliknya, berkurang secara cukup mencolok.

Partisipasi perempuan di ranah publik dan menduduki posisi strategis di tingkat lokal semakin meningkat. Perem-puan terlibat langsung dalam pertemuan-pertemuan formal

Page 129: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

92

maupun informal desa/kelurahan, seperti Musrenbang, pertemuan desa dan lain-lain. Mereka semakin berani dan percaya diri untuk menyampaikan pendapatnya saat pertemuan, dan terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan. Perempuan juga mulai menduduki beberapa posisi strategis di pemerintahan dan organisasi akar rumput. Misalnya, ada Fasilitator Desa (Fasdes) perempuan yang menjadi anggota DPRD Sumba Timur, perempuan menjabat sebagai kepala desa, sekretaris desa, anggota BPD, LPMD, Ketua RT, Ketua RW, dan pengurus kelompok. Fakta-fakta ini menggambarkan bahwa emansipasi dan demokrasi desa berbasis gender mulai bertumbuh. Perempuan tidak hanya berpartisipasi pada ranah bersuara dan telibat dalam pembuatan keputusan publik, tetapi juga mulai menjangkau wilayah lainnya yang krusial yaitu mengisi ruang “kekuasaan” publik dengan menduduki posisi-poisis strategis dalam pemerintahan desa/kelurahan.

Interaksi dinamis antara warga dengan pemerintahan lokal (citizen – local government engagement) semakin meningkat. Warga dan pemerintah desa/kelurahan semakin cukup aktif melakukan interaksi dinamis dengan pemerintahan supradesa (Bupati, SKPD, kecamatan) dan pihak-pihak lain untuk meminta hak dan dukungan dalam implementasi RPJM-Desa/Kelurahan. RPJM-Desa/Kelurahan menjadi alat advokasi desa/kelurahan ketika melakukan interaksi. Interaksi aktif warga (active civic engagement) dengan pemerintah daerah dalam konteks untuk mempengaruhi, untuk memperjuangkan nilai-nilai dan prinsip, untuk memastikan terpenuhi hak, dan untuk memastikan lingkungan yang kondusif. Selama proses interaksi, kemampuan warga dalam melakukan lobi, advokasi, mediasi, dan negosiasi ditempa. Dan secara tidak langsung warga semakin terampil berpolitik.

Page 130: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

93

Upaya “menjemput bola” oleh desa/kelurahan dilaku-kan baik melalui mekanisme formal – Musrenbang maupun mekanisme non-formal di luar Musrenbang seperti melalui lobi, negosiasi, pertemuan informal, memanfaatkan jaringan sosial, dan membuat proposal untuk diberikan kepada SKPD-SKPD. Pada saat yang sama, daya tanggap atau respon balik dari pemerintah kabupaten juga menunjukkan peningkatan yang cukup berarti. Pemerintah daerah semakin akuntabel kepada warganya, dan warga semakin mendukung pemerintahnya.

Pemerintah Kabupaten Sumba Timur semakin responsif dalam mendukung pembangunan desa/kelurahan melalui kebijakan dan anggaran. Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Timur memberi pengakuan dan dukungan yang luar biasa melalui pemberian anggaran dan kebijakan terhadap implementasi RPJM-Desa/Kelurahan. Dari sisi anggaran, pemberian ADD/ADK selama 4 tahun (2007-2010) kepada 13 desa/kelurahan, secara total, sebesar Rp. 5.156.433.400,- (Lima Milyard Seratus Lima Puluh Enam Juta Empat Ratus Tiga Puluh Tiga Ribu Empat Ratus Rupiah). Tahun 2009, total APBD Kabupaten (melalui SKPD-SKPD) kepada 13 desa/kelurahan, sebesar Rp. 6.852.703.000 (Enam Milyard Delapan Ratus Lima Puluh Dua Juta Tujuh Ratus Tiga Ribu Rupiah).

Dari sisi kebijakan, walaupun sejauh ini Pemda Kabupaten Sumba Timur belum memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang RPJM-Desa atau pembangunan partisipatif, namun Bupati dan Bappeda selalu menghimbau SKPD-SKPD untuk menggunakan RPJM-Desa/Kelurahan sebagai basis dan acuan pembangunan daerah. Adanya kemauan baik pimpinan daerah dan perangkat daerah (SKPD-SKPD) didukung dengan semakin meningkatnya program dan alokasi anggaran daerah kepada 13 desa/kelurahan menggambarkan

Page 131: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

94

bahwa Pemda Kabupaten Sumba Timur serius mendukung implementasi RPJM-Desa/Kelurahan. Dengan demikian, pro poor planning dan budgeting yang sering terdengar di mazhab desentralisasi dan otonomi saat ini, tidak hanya sekedar jargon atau retorika, tetapi ada buktinya.

Pengalaman dan Praktik Baik Pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan

Desa/kelurahan memiliki pengalaman dan praktik yang cukup banyak dalam pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan selama ini. Studi ini menemukan bahwa desa/kelurahan menggunakan RPJM-Desa/Kelurahan sebagai acuan pem-bangunan desa/kelurahan. Studi ini mencatat beberapa pengalaman dan praktik baik yang dilakukan desa/kelurahan dalam pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan.

RPJM-Desa/Kelurahan dipakai sebagai acuan pelaksana-an Musrenbang dan pengelolaan APB-Desa/Kel dan ADD/ADK. Usulan-usulan yang masuk dalam Musrenbang berasal dari program-program dalam RPJM-Desa/Kelurahan. Hanya, kalau ada kebutuhan mendesak warga masyarakat yang belum ada dalam RPJM-Desa/Kelurahan, maka usulan tersebut akan ditambahkan dalam usulan Musrenbang. Selain Musrenbang, Desa/Kelurahan menggunakan RPJM-Desa/Kelurahan sebagai acuan dalam pengelolaan keuangan APB-Desa/Kelurahan dan ADD/ADK. Sehingga pengelolaan keuangan desa lebih terarah, tepat sasaran, transparan dan akuntabel. RPJM-Desa/Kelurahan juga menjadi acuan untuk mengukur kemajuan atau perkembangan pembangunan desa/kelurahan dan pengelolaan keuangannya. Termasuk, kinerja pemerintah desa/kelurahan dalam menjalankan kewenangan dan fungsinya terkait pembangunan (rural development), fungsi penyelenggaraan pemerintahan

Page 132: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

95

(village governance) dan fungsi pemberdayaan masyarakat (community empowerment).

RPJM-Desa/Kelurahan dipakai sebagai alat negosiasi atau koordinasi program dengan pihak-pihak lain. Pada saat penggalian gagasan dengan program PNPM, desa/kelurahan menggunakan RPJM-Desa/Kelurahan sebagai acuan pada saat menyusun perencanaan program. PNPM juga mengakomodir dan mendukung program-program dari RPJM-Desa/Kelurahan yang sudah ada. Hal yang sama juga dilakukan ketika desa/kelurahan membuat program dengan pihak lainnya seperti PIDRA, Gapoktan, LSM dan lain-lain.

Desa/kelurahan menggunakan RPJM-Desa/Kelurahan untuk melakukan lobi dengan pemerintahan supradesa (SKPD-SKPD) untuk mengakses program dan anggaran dari kabupaten. Beberapa kepala desa/lurah membawa dokumen RPJM-Desa/Kelurahan atau membuat proposal dengan mengacu pada RPJM-Desa/Kelurahan dan kemudian diserahkan kepada kepala dinas atau SKPD-SKPD terkait. Misalnya, Desa Mauramba, berhasil mendapat 27 ekor sapi dan bantuan beras dari kabupaten karena melobi di luar mekanisme Musrenbang.

Selama implementasi RPJM-Desa/Kelurahan, desa/kelurahan juga menemukan berbagai tantangan atau hambatan seperti keterbatasan sumber-sumber pembiayaan, kapasitas SDM yang masih terbatas, usulan-usulan yang naik ke kabupaten yang belum terealisasi, swadaya lokal yang masih minim, dan ketergantungan desa/kelurahan terhadap kabupaten yang masih kuat. Terkait dengan usulan-usulan yang belum terealisasi, desa/kelurahan biasanya mengajukan lagi usulan tersebut pada tahun berikutnya, dengan tetap mempertimbangkan pada faktor kemendesakan, prioritas dan usulan tersebut merupakan kebutuhan mayoritas warga masyarakat.

Page 133: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

96

Berbagai Cerita Sukses Pembangunan Desa/Kelurahan

Selama tiga hingga empat tahun ini, berbagai cerita keberhasilan dari 13 desa/kelurahan tercipta menyertai upaya mereka melaksanakan perencanaan pembangunan yang mereka buat. Perubahan-perubahan impresif terjadi, baik pada aspek pembangunan infrastruktur, akses masyarakat terhadap pelayanan publik, maupun perubahan pada aspek manusianya (infrahuman) serta modal sosial. Pembangunan desa/kelurahan telah berkontribusi terhadap pengurangan angka kemiskinan desa dan peningkatan kesejahteraan hidup warga masyarakat secara keseluruhan.

• Potret Cerah Kesejahteraan Lokal

Hasil studi ini menemukan peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat di beberapa desa/kelurahan. Sementara, di beberapa desa/kelurahan tidak mengalami perubahan dan ada yang turun, walaupun turunnya tidak signifikan (Lihat Tabel 4.1). Dari wawancara dengan warga dan aparat pemerintah desa/kelurahan, peningkatan kesejahteraan ini terjadi karena adanya program dari RPJM-Desa/Kelurahan yang sudah terlaksana, terutama program yang berkaitan langsung dengan indikator kemiskinan, seperti kepemilikan rumah dan hewan. Desa/kelurahan yang mengalami peningkatan kesejahteraan atau penurunan angka kemiskinan yaitu Mauramba, Kataka, Ndapayami dan Kelurahan Malumbi. Sementara, Matawai Maringu dan Matawai Katingga merupakan dua desa yang angka kemiskinannya bertambah. Menurut kepala desa, penambahan ini terjadi karena faktor kekeringan yang mengakibatkan banyak petani mengalami gagal tanam dan gagal panen.

Page 134: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

97

Tabel 4.1 Potret Angka Kemiskinan Desa/Kelurahan

No.Desa/

Kelurahan

Data KKM Tahun

2008/2009

Data KKM Tahun 2010

Jumlah KKM (-/+)

Keterangan

1 Mauramba 121 85 36 Berkurang karena pembuatan rumah layak huni dan pengadaan kerbau

2 Meurumba 227 156 71 Pembuatan rumah layak huni

3 Ndapayami 122 75 47 Pembuatan rumah layak huni

4 Malumbi 335 324 32 Pembuatan rumah layak huni

5 Kataka 150 150 0 Tidak ada pengurangan kemiskinan

6 Kamanggi 188 188 0 Tidak ada pengurangan kemiskinan

7 Matawai Maringu

140 147 7 Tambah karena gagal tanam dan panen

8 Matawai Katingga

107 109 2 Bertambah karena gagal tanam dan panen

Pembuatan rumah layak huni untuk warga miskin, selain meningkatkan status sosialnya, tetapi juga mengurangi ketergantungan atau beban pada keluarga besarnya. “Pada awalnya, setelah menikah, saya masih menumpang di rumah mertua. Dengan adanya program ini, saya sudah memiliki rumah sendiri. Hidup saya tidak bergantung lagi pada keluarga mertua. Saya senang sekali karena saya sudah punya rumah sendiri” (Bpk. Thomas Kore Radja, warga di Kelurahan Malumbi).

Page 135: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

98

• Peningkatan Anggaran Pemerintah Daerah Bagi Desa/Kelurahan

Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Timur menye-diakan dukungan anggaran yang cukup besar terhadap implementasi RPJM-Desa/Kelurahan. Jumlah total pem-berian ADD/ADK selama 4 tahun (2007-2010) kepada 13 desa/kelurahan, sebesar Rp. 5.156.433.400,- (Lima Milyard Seratus Lima Puluh Enam Juta Empat Ratus Tiga Puluh Tiga Ribu Empat Ratus Rupiah). Tahun 2009, total APBD Kabupaten (melalui SKPD-SKPD) kepada 13 desa/kelurahan, sebesar Rp. 6.852.703.000 (Enam Milyard Delapan Ratus Lima Puluh Dua Juta Tujuh Ratus Tiga Ribu Rupiah). Informasi yang diperoleh selama studi ini tentang anggaran dari Pemda (ADD/ADK dan APBD) dari tahun 2007 – 2010, dan pihak lainnya untuk mendukung implementasi RPJM-Desa/Kelurahan dapat dilihat pada beberapa tabel di bawah ini.

Tabel 4.2 Anggaran Tahun 2007

Desa/Kelurahan

APB-Desa/ADD; APB-Kel/ADK

APBD Kabupaten

Pro-pinsi

Pusat PNPM/P2KP

LSM

Matawai Maringu

79,621,800 50,000,000

Matawai Katingga

79,340,450

Kotak Kawau 94,651,800 60,000,000

Laimbonga 82,101,650 360,000,000

Praihambuli 92,742,800

Kelurahan Kawangu

131,881,150 175,000,000

Kamanggih 91,468,300 62,500,000

Mauramba 79,684,350

Meurumba 91,678,250

Page 136: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

99

Kelurahan Malumbi

91,590,850

Kambata Bundung

95,497,400

Ndapayami 83,591,300

Kataka 88,283,650

TOTAL 1,182,133,750 707,500,000 - - - -

(Sumber data dari hasil FGD lapangan, Bappeda dan Setda Bagian Pemdes Kabupaten Sumba Timur).

Tabel 4.3 Anggaran Tahun 2008

Desa/Kelurahan

APB-Desa/ADD; APB-Kel/ADK

APBDKabupaten

Pro-pinsi(juta)

Pusat(juta)

PNPM/P2KP (juta)

LSM

Matawai Maringu

79,621,800 25,000,000

Matawai Katingga

79,340,450 10,000,000 1,5

Kotak Kawau

94,651,800 100

Laimbonga 82,101,650 42,200,000 103

Praiham-buli

92,742,800 24,000,000 10

Kelurahan Kawangu

131,881,150 21,915,000 16

Kamanggih 91,468,300 68,750,000 172

Mauramba 79,684,350

Meurumba 91,678,250

Kelurahan Malumbi

91,590,850

Kambata Bundung

95,497,400

Ndapayami 83,591,300 420,000,000

Kataka 88,283,650

TOTAL 1,182,133,750 611,865,000 100 198 104,5 -

(Sumber data dari hasil FGD lapangan, Bappeda dan Setda Bagian Pemdes Kabupaten Sumba Timur).

Desa/Kelurahan

APB-Desa/ADD; APB-Kel/ADK

APBD Kabupaten

Pro-pinsi

Pusat PNPM/P2KP

LSM

Page 137: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

100

Tabel 4.4 Anggaran Tahun 2009

Desa/Kelurahan

APB-Desa/ADD; APB-

Kel/ADK

APBDKabupaten

Pro-pinsi

Pusat(juta)

PNPM/P2KP(juta)

LSM(juta)

Matawai Maringu

79,621,800 280,000,000

Matawai Katingga

79,340,450 75,625,000

Kotak Kawau 94,651,800 152,000,000

Laimbonga 82,101,650 1,202,200,000 228,000,000

Praihambuli 92,742,800 80,000,000 2,250,000 354,000,000

Kelurahan Kawangu

131,881,150 151,250,000 45

Kamanggih 91,468,300 1,292,764,000

Mauramba 79,684,350 175,000,000

Meurumba 91,678,250 1,503,000,000

Kelurahan Malumbi

91,590,850 1,034,864,000 669,560,200

Kambata Bundung

95,497,400 476,000,000 29,9 juta

Ndapayami 83,591,300 430,000,000 742,000,000

Kataka 88,283,650

TOTAL 1,182,133,750 6,852,703,000 2,250,000 45 1,993,560,200 29,9

(Sumber data dari hasil FGD lapangan, Bappeda dan Setda Bagian Pemdes Kabupaten Sumba Timur).

Tabel 4.5 Anggaran Tahun 2010

Desa/Kelurahan

APB-Desa/ADD; APB-Kel

APBD Kabupaten

Propinsi Pusat PNPM/P2KP LSM

Matawai Maringu

94,644,050

Matawai Katingga

94,208,550

Kotak Kawau 114,950,000

Laimbonga 97,378,650 150,000,000

Praihambuli 114,460,900

Kelurahan Kawangu

134,131,000 134,131,000

Page 138: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

101

Kamanggih 111,020,800

Mauramba 94,434,500 40,000,000

Meurumba 111,184,650

Kelurahan Malumbi

93,840,800 298,840,800

Kambata Bundung

116,265,850

Ndapayami 99,648,800 112,505,000 225,000,000

Kataka 105,891,800

TOTAL 1,382,060,350 735,476,800 - - 225,000,000 -

(Sumber data dari hasil FGD lapangan, Bappeda dan Setda Bagian Pemdes Kabupaten Sumba Timur).

Dalam pemberian ADD, Kabupaten Sumba Timur telah menggunakan asas ADD Proporsional. Sama halnya dengan desa, Pemda juga menyediakan dana khusus untuk kelurahan (ADK Proporsional). Dari tahun 2007 hingga 2009, ADD/ADK jumlahnya sama. Sementara pada tahun 2010, jumlah ADD bertambah. Sementara, sejak tahun 2010, Pemda sudah tidak memberikan ADK kepada kelurahan, tetapi masuk dalam ABPD Kabupaten (sama dengan SKPD).

Dari tabel-tabel di atas terlihat bahwa pemerintah ka-bupaten, melalui kebijakan anggaran, mempunyai komitmen yang besar untuk mendukung implementasi RPJM-Desa/Kelurahan. Informasi tentang anggaran (APBD Kabupaten) pada tabel-tabel di atas belum menggambarkan secara menyeluruh dana kabupaten untuk desa/kelurahan. Karena informasi ini baru sebatas informasi yang dicatat oleh tim studi dari FGD bersama warga masyarakat dan dari Bappeda dan Setda Bagian Pemerintahan Desa Kabupaten Sumba Timur.

Desa/Kelurahan

APB-Desa/ADD; APB-Kel

APBD Kabupaten

Propinsi Pusat PNPM/P2KP LSM

Page 139: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

102

• Penyelenggaraan Pemerintahan Desa/Kelurahan semakin Demokratis

Pemerintah desa/kelurahan merasakan manfaat yang luar biasa dari pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan. Mereka tidak lagi bekerja keras untuk membuat perencanaan pembangunan karena perencanaannya sudah ada. Ketika pelaksanaan Musrenbang-Desa/Kelurahan, mereka tinggal membuka dokumen tersebut. Dokumen RPJM-Desa/Kelurah-an juga membantu kepala desa/lurah untuk mengelola dan mensinergikan program pembangunan dari lembaga lain yang masuk ke ranah desa/kelurahan. “Semua program yang kami buat berdasarkan hasil penjajakan pada 4 dusun yang dituangkan dalam RPJM-Desa kemudian dimasukan dalam skala prioritas program. Kami menggunakan RPJM-Desa sebagai acuan pembangunan desa. Musrenbang-Dusun dan Desa selalu mengacu pada RPJM-Desa. Bantuan-bantuan lain yang masuk di desa, juga selalu mengacu pada RPJM-Desa. Dengan adanya RPJM-Desa sangat berkontribusi pada pembangunan di desa. Kami sangat merasakan manfaatnya” (U.B. Taranggela, Kepala Desa Laimbonga).

Dengan adanya RPJM-Desa/Kelurahan, maka pengelolaan keuangan desa/kelurahan (APB-Desa/Kel dan ADD/ADK) semakin akuntabel dan transparan. Dikatakan akuntabel, karena hasil studi ini menemukan bahwa dana ADD/ADK dipakai untuk mengimplementasikan program-program dari RPJM-Desa/Kelurahan yang sudah ada. Walaupun studi ini bukan untuk mengevaluasi penggunaan ADD/ADK, namun selama proses pengumpulan data di lapangan, tim studi tidak mendapat informasi penyalahgunaan pemanfaatan ADD/ADK. Oleh karena itu, studi ini menyimpulkan bahwa salah satu faktor keberhasilan implementasi RPJM-Desa/Kelurahan adalah dukungan dana ADD/ADK dari pemerintah

Page 140: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

103

daerah dan karena ADD/ADK dikelola secara transparan dan akuntabel oleh pemerintah desa/kelurahan.

RPJM-Desa/Kelurahan telah membantu pemerintah desa/kelurahan untuk melaksanakan wewenang mereka dalam “mengatur dan mengurus” kepentingan masyarakat setempat secara partisipatif, akuntabel dan transparan. Kepala desa/lurah tidak lagi menjadi “penguasa tunggal” dalam hal mengatur dan mengurus pembangunan desa/kelurahan. Tetapi melaksanakan “mandat pembangunan” yang telah didesain secara partisipatif oleh warga. Inilah wujud dari pembangunan yang demokratis yaitu pembangunan yang dipimpin warga. Sehingga pemerintah semakin responsif terhadap warganya. Dan sebaliknya, warganya semakin mendukung pemerintahnya sehingga menghasilkan peme-rintah yang kuat dan berwibawa.

• Pendidikan Masyarakat Meningkat

Program dari RPJM-Desa/Kelurahan untuk bidang pendidikan telah menghasilkan perubahan yang cukup signifikan pada sisi supply maupun demand. Pada sisi supply – sebagai penyedia layanan yaitu Pemda, guru, dan lembaga pendidikan – perubahan terjadi pada peningkatan pembangunan infrastruktur pendidikan, penyediaan dana dan tenaga guru, serta cakupan (coverage) dan pusat pela-yanan publik pendidikan dasar yang berada di tengah atau semakin dekat dengan masyarakat. Pada sisi demand – sebagai penerima layanan yaitu masyarakat – perubahan terjadi pada cara pandang dan kesadaran masyarakat yang semakin baik tentang pendidikan. Kepala Desa Kamanggih mengatakan bahwa kalau dulu adat dan acara kematian diutamakan, tapi sekarang yang diutamakan adalah pendidikan untuk anak. Selain orang tua, anak-anak usia sekolah juga semakin antusias untuk bersekolah.

Page 141: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

104

Ketika akses masyarakat terhadap pendidikan lebih mudah dan terjangkau, maka pendidikan bukan lagi barang langkah. Dari segi pembangunan infrastruktur pendidikan, hasil studi ini menemukan bahwa semua desa/kelurahan memiliki minimal satu Sekolah Dasar. Dan selama 3-4 tahun

Page 142: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

105

terakhir, pembangunan rehabilitasi gedung atau penambahan gedung dan ruang kelas baru untuk SD, hampir terjadi di semua desa/kelurahan. Selain hanya memiliki SD, ada juga desa/kelurahan yang memiliki TK, SMP dan bahkan SMU, seperti Desa Praihambuli dan Kelurahan Kawangu. (Gambar di atas: SMA Negeri 1 Pandawai, Kelurahan Kawangu, program RPJM-Kel).

Dari fakta-fakta ini, secara keseluruhan, masyarakat di 13 desa/kelurahan, terutama anak usia pendidikan dasar, memiliki akses yang lebih mudah dan terjangkau untuk mendapat pendidikan dasar tingkat SD. Namun akses ke pendidikan dasar SMP masih cukup sulit, terutama bagi anak-anak yang ada di desa Laimbonga, Kambata Bundung, Meurumba, Mauramba dan Ndapayami. Karena secara geografis, desa-desa tersebut masih jauh dari desa/kelurahan yang memiliki SMP seperti Kamanggih, Kataka dan Praiham-buli. Apalagi sarana transportasi ke desa/kelurahan yang memiliki SMP cukup sulit. Informasi tentang jumlah se-kolah, murid dan guru dapat dilihat pada Tabel 4.6 di bawah ini. (Gambar di samping, Guru Honor di SDI Nari, Matawai Katingga. Sudah 4 tahun ia mengajar sebagai guru honor).

Hasil studi ini juga menemukan bahwa partisipasi sekolah pada pendidikan dasar meningkat secara cukup signifikan. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah anak usia sekolah yang masuk sekolah. Misalnya, di SDM Mauramba, jumlah murid pada tahun 2009 yaitu 105 orang, dan tahun 2010 bertambah menjadi 118 orang. SD di Kambata Bundung, jumlah murid pada tahun 2009 115 orang, tahun 2010 bertambah menjadi 132 orang. Sementara, SDN Ndapayami, jumlah murid pada tahun 2009 sebanyak 87 orang, tahun 2010 bertambah menjadi 95 orang. Perubahan yang signifikan juga terjadi berkaitan dengan persentase kelulusan pada ujian akhir nasional. Misalnya, dalam dua

Page 143: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

106

tahun terakhir, persentase kelulusan SDM Laimbonga mencapai 100%, dibandingkan sebelumnya hanya mencapai 60% – 70%.

Tabel 4.6 Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Menurut Desa/Kelurahan

No Desa/Kelurahan

JenisSe-

kolah

Jumlah # Murid # Gu-ru

Ra-tioSe-

ko-lah

Ge-dung

Ke-las

L P To-tal

1 Laim-bonga

SD Masehi

2 2 4 - - 65 11 10

SD Pararel

- - 55

2 Matawai Katingga

SD Negeri

1 - - 49 36 85 3 28

3 Matawai Maringu

SD Negeri

1 2 6 55 41 96 8 12

4 Kamanggi SD Swasta

1 2 8 169 133 302 9 25

TK Swasta

1 - - - - - - -

SMP Negeri

1 2 3 - - - - -

5 Kotak Kawau

SD Inpres

1 2 6 119 104 223 15 14

SD Negeri

1 2 6

6 Kataka SD Negeri

1 2 6 169 133 302 8 37

SMP Negeri

1 2 3 - - - - -

7 Mau-ramba

SD Masehi

1 3 7 49 58 107 7 15

8 Meu-rumba

SD 2 6 12 101 64 165 12 14

9 Kambata Bundung

SD 2 3 11 169 133 302 13 23

Page 144: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

107

10 Praiham-buli

TK Swasta

1 - - - - 85 5 17

SD Negeri

1 - - - - 120 8 15

SD Swasta

1 - - - - 231 18 12

SMP Negeri

1 - - - - 75 10 7,5

11 Kelurahan Kawangu

TK Negeri

1 - - - - 45 6 7,5

SD Negeri

3 - - 431 330 761 44 17

SMP Negeri

1 - - 394 370 764 34 22

SMA Negeri

1 - - - - 276 19 14,5

12 Ndapa-yami

SD Negeri

1 3 7 49 36 85 6 17

13 Kelurahan Maulumbi

SD Negeri

1 3 11 134 127 261 13 20

Peningkatan pendidikan juga terjadi pada orang dewasa dengan adanya penurunan angka buta huruf di kalangan masyarakat dewasa.Tahun 2008, ada 117 orang orang dewasa di Desa Laimbonga dan Matawai Katingga yang bisa membaca huruf latin karena ada program pemberantasan buta huruf (kecakapan fungsional) dan paket A dari Dinas PPO (Pendidikan Luar Sekolah). Beberapa program dari RPJM-Desa/Kelurahan yang sudah terealisasi yang berkontribusi kepada peningkatan pendidikan masyarakat diuraikan berikut ini.

Pembangunan infrastruktur pendidikan yang terealisasi selama ini mencakup rehabilitasi dan/atau pembangunan gedung sekolah baru, perumahan guru, penambahan bangku dan meja belajar dan penambahan fasilitas pendidikan lainnya (Lihat Tabel 4.7 di bawah).

No Desa/Kelurahan

JenisSe-

kolah

Jumlah # Murid # Gu-ru

Ra-tioSe-

ko-lah

Ge-dung

Ke-las

L P To-tal

Page 145: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

108

Tabel 4.7 Realisasi Pembangunan Infrastruktur Pendidikan

NoDesa/

KelurahanJenis Pembangunan

Infrastruktur PendidikanKeterangan

1 Laimbonga • Pembangunan gedung baru (dua ruang) kelas SDM Laimbonga

• Dinas PPO (Rp. 360.000.000), tahun 2007

2 Matawai Katingga

• Pembangunan gedung (dua ruang kelas) SDN Matawai Katingga

• Pembangunan MCK dan lapangan bola voly

• Dinas PPO, tahun 2007

• WVI, tahun 2007

3 Meurumba • Pembangunan kantor sekolah SD Inpres Lakombu dan SDK Lindi Pingu

• Sedang dalam proses pembangunan 4 unit mes (perumahan) guru

• Dinas PPO, tahun 2008

• Dinas PPO, tahun 2010 – sekarang

4 Kotak Kawau

• Rehab 2 gedung sekolah, pembangunan 2 unit perumahan guru, 2 unit kantor sekolah dan WC

• Pembangunan lapangan bola voly, pengadaan bola dan net untuk masing-masing SD Negeri dan SD Inpres

• Dinas PPO, tahun 2009

• WVI, tahun 2009

5 Kamanggi • Pembangunan gedung SMP Negeri

• Pembangunan gedung baru (3 ruang kelas) bagi SDM Kamanggi

• Rehab 3 unit perumahan guru, penambahan bangku SDM Kamanggi dan pembangunan SD Pararel

• Dinas PPO dan ADD, tahun 2007

• Dinas PPO, tahun 2008

• Dinas PPO, tahun 2009

Page 146: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

109

6 Praiham-buli

• Pembangunan 1 unit gedung SMP Negeri dan perumahan guru

• Pembangunan 1 unit gedung SDK dan SDN Uma Hapi

• Dinas PPO, tahun 2008

• Bantuan hibah dari Pemerintah Belanda, tahun 2009

7 Malumbi • Rehab gedung sekolah dan pembangunan WC SDI Malumbi

• Dinas PPO, tahun 2009

8 Matawai Maringu

• Pembangunan 1 unit gedung SD Inpres Matawai Maringu

• Dinas PPO, tahun 2008

Penambahan sumber daya manusia dan peningkatan kesejahteraan melalui penyediaan insentif bagi guru honor terjadi di hampir semua desa/kelurahan yang memiliki guru honor. Misalnya, ada penambahan guru di SDN Matawai Katingga yaitu 1 guru PNS dan 2 orang guru honorer. Sesuai dengan kebijakan nasional, maka pemerintah daerah memberikan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) bagi semua sekolah di 13 desa/kelurahan. Juga, pemberian beasiswa kepada anak dari keluarga kurang mampu dan berprestasi. Misalnya, pada tahun 2008 dan 2009, ada 40 anak di Desa Laimbonga yang mendapat beasiswa sebesar Rp. 14.800.000 dari Dinas PPO dan 45 anak di Kelurahan Malumbi mendapat beasiswa sebesar Rp. 19.000.000 dari P2KP.

PNPM-GSC atau PNPM MP dan LSM seperti WVI mendukung program pendidikan yang ada dalam RPJM-Desa/Kelurahan. Dukungan dari program atau lembaga tersebut berupa penyediaan makanan tambahan anak sekolah, pemberian pakaian seragam, sepatu, alat tulis menulis, alat

NoDesa/

KelurahanJenis Pembangunan

Infrastruktur PendidikanKeterangan

Page 147: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

110

penerangan untuk belajar. Beberapa dukungan dari PNPM dan WVI yang berhasil dicatat selama studi ini dapat dilihat pada Tabel 4.8 di bawah ini.

Tabel 4.8 Dukungan PNPM Untuk Pembangunan Infrastruktur Pendidikan

No. Desa/Kelurahan

Jenis Dukungan PNPM/WVI

Keterangan

1 Laimbonga • Pakaian seragam, sepatu, alat tulis menulis dan pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMTAS)

• 120 anak SDM Laimbonga dan SD Pararel Marda Mbalar dan 24 murid SMP, tahun 2008 dan 2009

2 Matawai Katingga

• Biaya persiapan siswa baru ke SMP

• Pakaian seragam, sepatu, alat tulis menulis dan PMTAS

• 10 orang, Rp. 1.500.000,-, tahun 2008

• 99 murid SD dan 11 siswa SMP, tahun 2008

3 Pandawai • Pakaian seragam, sepatu dan alat tulis menulis

• 803 anak SD dan SMP, tahun 2008

4 Kotak Kawau • Pakaian seragam, sepatu dan alat tulis menulis

• Bantuan lantera – alat penerangan bagi siswa berprestasi

• 200 anak di 2 SD, tahun 2008

• 72 anak dari WVI, tahun 2008

• Kesehatan Masyarakat Membaik

Implementasi program kesehatan dari RPJM-Desa/Kelurahan telah menujukkan perubahan yang impresif di

Page 148: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

111

kalangan masyarakat di satu pihak, dan penyedia/penye-lenggara pelayanan publik pada sektor kesehatan pada pihak lainnya.

Pada masyarakat, terjadi perubahan pola perilaku terkait kesehatan seperti menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar, pembangunan rumah yang lebih sehat. Pembangunan rumah dengan memperhatikan pemisahan antara ruang tidur atau ruang keluarga dengan dapur. Membuat rumah berlantai (bukan rumah panggung) sehingga ada pemisahan antara kandang ternak dan tempat tinggal. Ternak, seperti kuda, kambing, babi dan ayam, tidak dipelihara di kolong

rumah. Walaupun, masih ada juga warga yang membuat rumah panggung dan mereka masih memelihara ternak di kolongnya.

Kebiasaan masyarakat untuk berobat atau mendapat pelayanan kesehatan dari tenaga kesehatan daripada dukun kampung semakin meningkat. Hal ini dapat terlihat dari meningkatnya jumlah kunjungan masyarakat ke Posyandu, Pustu, Polindes, dan Puskesmas terdekat. Di beberapa desa/

Page 149: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

112

kelurahan yang ada tenaga medisnya, tingkat kematian bayi baru lahir menurun karena semakin banyak Ibu hamil yang melahirkan di fasilitas kesehatan dan ditolong oleh tenaga medis. Misalnya, selama tahun 2010, ada 10 ibu hamil di Desa Kamanggi yang melahirkan di Puskesmas. Desa Kataka, tahun 2009, ada 4, dan tahun 2010 ada 3 ibu hamil yang melahirkan di Puskesmas. (Gambar di samping: Puskesmas Kataka di Desa Kamanggi – program RPJM-Desa). Hal yang sama, juga di Desa Kambata Bundung, tahun 2009, ada 1 orang ibu hamil, dan tahun 2010, ada 2 ibu hamil yang melahirkan di Puskesmas. Sementara di Desa Ndapayami, tahun 2009 ada 2 ibu hamil, dan tahun 2010 ada 2 ibu hamil yang melahirkan di Puskesmas. Warga juga merasakan adanya peningkatan gizi bagi keluarga, terutama bagi ibu hamil dan menyusui, dan Balita karena ada penyediaan makanan tambahan oleh Dinas Kesehatan dan PNPM.

Akses masyarakat untuk mendapat pelayanan kesehatan yang cepat, terjangkau dan murah semakin baik. Karena fasilitas dan sarana kesehatan ada di tengah masyarakat. Biaya tinggi untuk kebutuhan kesehatan berkurang karena masyarakat tidak perlu harus selalu ke kota. Sehingga biaya transportasi menjadi lebih murah. Pasien yang mengalami penanganan khusus bisa dirawat di Puskesmas. Mereka tidak perlu harus dibawa ke rumah sakit di Kota Waingapu, kecuali kalau Puskesmas tidak mampu menanganinya.

Akses masyarakat untuk mendapat air bersih juga lebih mudah karena terealisasinya program pipanisasi dan pem-buatan sumur. Masyarakat memperolah supply air bersih yang memadai untuk masak, minum, mandi, cuci dan pengembangan tanaman sayuran (apotik hidup). Selain itu, penyakit kulit seperti kudis, koreng dan gatal-gatal berkurang secara cukup mencolok karena masyarakat lebih sering dan rajin membersihkan badan (mandi) dan mencuci pakaian.

Page 150: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

113

Pelayanan kesehatan bagi masyarakat semakin efektif dan efisien. Pelayanan diberikan di tempat tinggal atau pemukiman penduduk dan diberikan oleh tenaga kesehatan (bidan desa, kader kesehatan, dan lain-lain) yang lebih handal dan profesional. Dinas kesehatan juga menyediakan pelayanan kesehatan keliling sebulan sekali terutama bagi desa yang di Pustu dan Polindesnya belum ada petugas kesehatan. Pemberian insentif bagi tenaga medis juga dapat meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan. Mereka semakin termotivasi untuk bekerja dan tinggal menetap di desa. Walaupun di beberapa desa masih ada bidan desa yang kurang betah tinggal di desa karena selalu datang ke kota.

Dari segi supply – penyedia layanan, studi ini menemukan bahwa ketersediaan infrastruktur dan infrahuman kesehatan desa/kelurahan masih jauh api dari panggang (Lihat Tabel 4.9 di bawah). Jumlah dokter dan petugas kesehatan (bidan dan perawat) masih sangat terbatas. Pembangunan infrastruktur kesehatan “berjalan lebih di depan” ketimbang ketersediaan tenaga kesehatan. Pustu atau Polindes ada hampir di semua

Page 151: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

114

desa/kelurahan. Namun sayangnya, ada bangunan Polindes atau Pustu menjadi mubazir karena tidak digunakan secara efektif karena ketiadaan petugas. Bangunannya ada, tetapi petugasnya tidak ada. Misalnya, Desa Laimbonga dan Kambata Bundung memiliki bangunan Polindes yang permanen. Tapi petugasnya belum ada. Bangunan kurang terawat dan penuh dengan kotoran ternak. Keterbatasan petugas kesehatan juga dapat dilihat dari belum terpenuhinya permintaan dari beberapa desa untuk penempatan tenaga medis (Bidan) di desa/kelurahannya. “Kami masih sangat mengharapkan perhatian pemerintah untuk menempatkan bidan di Pustu kami sehingga kami bisa mendapat pelayanan kesehatan yang optimal dan cepat” (Ibu Ketua PKK Desa Mauramba). Memang, Pemda Sumba Timur mengakui bahwa kekurangan tenaga kesehatan merupakan tantangan terbesar yang dihadapi daerah hingga saat ini. (Gambar di atas: Polindes Kataka dan Bidan Desa yang bertugas, Desa Kataka.)

Tabel 4.9 Ketersedian Petugas dan Fasilitas Kesehatan Menurut Desa/Kelurahan

No Desa/Kelurah-

an

# Petugas Kesehatan # Fasilitas Kesehatan

Dok Bi-dan

Pe-rawat

Ka-der

Du-kun

Pus-tu

Pos-yan-du

Po-lin-des

Pus-kes-mas

1 Laim-bonga

- - - 8 - 1 3 - -

2 Matawai Katingga

- - - 12 - 1 3 1 -

3 Matawai Maringu

- 1 10 - - 2 - -

4 Kamang-gih

1 1 4 20 - 1 5 1

5 Kotak Kawau

- 1 1 18 - 1 4 1 -

6 Kataka - 1 - 15 3 1 3 1 -

7 Mau-ramba

- - - 10 - 1 2

Page 152: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

115

8 Meu-rumba

- 1 - 8 - 1 2 - -

9 Kambata Bundung

- - - 13 - 1 2 - -

10 Praiham-buli

- 1 - - - - 3 1 -

11 Kelurah-an Kawangu

2 1 6 23 - - 5 1 1

12 Ndapa-yami

- 1 - 9 - - 2 1 -

13 Kelurah-an Mau-lumbi

- 2 - - 5 - 4 1 -

Beberapa program dalam RPJM-Desa/Kelurahan yang

sudah terealisi sehingga berkontribusi kepada perubahan mencolok pada infrastruktur kesehatan desa/kelurahan, dipaparkan berikut ini.

Pembangunan infrastruktur kesehatan desa/kelurah-an: pembangunan ini mencakup pembangunan gedung baru, merehab gedung yang sudah rusak, pengadaan fasilitas atau sarana kesehatan. Beberapa pembangunan infrastruktur kesehatan yang telah terealisasi selama 3 – 4 tahun belakangan ini dapat dilihat pada Tabel 4.10 di bawah.

Tabel 4.10 Realisasi Pembangunan Infrastruktur Kesehatan

No. Desa/Kelurahan

Jenis Pembangunan Infrastruktur

Keterangan

1 Matawai Katingga

• Pembangunan 1 unit Polindes

• Dinas Kesehatan, tahun 2007

2 Kambata Bundung

• Pembangunan 3 unit Polindes di 3 dusun

• Dinas Kesehatan, tahun 2009

No Desa/Kelurah-

an

# Petugas Kesehatan # Fasilitas Kesehatan

Dok Bi-dan

Pe-rawat

Ka-der

Du-kun

Pus-tu

Pos-yan-du

Po-lin-des

Pus-kes-mas

Page 153: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

116

3 Malumbi • Penambahan gedung (ruang) Polindes

• Dinas Kesehatan dan PNPM MP (Rp. 121.000.000)

4 Kamanggih • Penambahan ruang nginap di Puskesmas

• Dinas Kesehatan, tahun 2009

5 Praihambuli • Pembangunan 2 unit Posyandu

• PNPM – MP (Rp. 240.000.000), tahun 2009

Pembangunan infrastruktur kesehatan lainnya adalah berupa penyediaan sarana air bersih seperti program pipanisasi di Desa Mauramba, Kambata Bundung, Matawai Katingga, Kotak Kawau dan pembuatan sumur gali di Desa Kamanggi, Mauramba, Kawangu, dan Praihambuli. Tahun 2008, Desa Kotak Kawau, mendapat bantuan dari CD Bethesda (LSM) berupa penampung air bersih dari fiber dan pembangunan WC bagi 30 KK. Tahun 2009, Kelurahan Malumbi mendapat dukungan dari PNPM MP (Rp. 25. 750.000) untuk pembangunan 5 unit MCK umum yang dimanfaatkan oleh 162 KK di kelurahan tersebut. Pemberian kelambu di Desa Kambata Bundung, Meurumba, Mauramba, Laimbonga, dan Kamanggih. Misalnya, Tahun 2009 246 KK di Desa Kambata Bundung mendapat bantuan kelambu dari Dinas Kesehatan.

Pembangunan infrahuman kesehatan: mencakup penambahan sumber saya manusia, pengembangan kapasitas manusia, dan peningkatkan kesejahteraan petugas (Lihat Tabel 4.11 di bawah ini).

No. Desa/Kelurahan

Jenis Pembangunan Infrastruktur

Keterangan

Page 154: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

117

Tabel 4.11 Realisasi Pembangunan Infrahuman Kesehatan

No. Desa/Kelurahan

Jenis Pembangunan Infrahuman

Keterangan

1 Kambata Bundung

• Penempatan 1 orang bidan

• Dinas Kesehatan, tahun 2009

2 Mauramba • Penempatan 1 orang bidan

• • Penyediaan insentif

bagi kader Posyandu

• Dinas Kesehatan, tahun 2008

• Dinas Kesehatan, tahun 2008

3 Kataka • Pelatihan Kader Posyandu dan masyarakat, pola hidup sehat dan pencegahan dini dari penyakit (30 peserta)

• Dinas Tenaga Kerja Provinsi NTT, tahun 2008

4 Meurumba • Penyediaan insentif bagi Kader Posyandu

• Dinas Kesehatan, tahun 2008

5 Matawai Katingga

• Bantuan PMT bagi 27 orang ibu hamil, 30 orang ibu menyusui, dan 97 Balita

• PNPM – GSC, tahun 2008

6 Ndapayami • Bantuan PMT bagi 6 orang ibu hamil

• Dinas Kesehatan, 2008

7 Matawai Maringu

• PMT bagi ibu hamil, ibu menyusui dan Balita

• PNPM – GSC 2008

8 Praihambuli • PMT bagi 10 ibu hamil, dan 30 Balita

• Dinas Kesehatan, tahun 2008

Page 155: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

118

Dukungan pengadaan rumah sehat (layak huni) bagi warga dari kalangan ekonomi kurang mampu merupakan salah satu pencapaian impresif untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Dengan bantuan rumah, maka rumah mereka lebih sehat. Dan, secara signifikan meningkatkan status kesejahteraan dan sosial mereka di masyarakat. Misalnya, tahun 2008, Desa Maramba membangun 8 unit rumah sehat bagi 8 KKM dari ADD. Tahun 2009, pengadaan material untuk pembuatan rumah sehat bagi 5 KKM (seng 50 lembar dan semen 20 sak) di Ndapayami. Sementara di Malumbi, tahun 2009, PNPM MP mendukung pembangunan 31 unit rumah sehat bagi 31 KKM. Dana untuk pembangunan 31 unit rumah tersebut sebesar Rp. 127.500.000. Di Desa Meurumba, sedang dibangun 20 unit rumah sehat bagi 20 KK miskin dari Dinas Pertambangan dan Energi.

• Ekonomi Lokal kian Bergairah

“Ekonomi lokal semakin bergairah. Pemasaran hasil panen berjalan lancar. Karena kami sudah memiliki pasar kelurahan yang dulu direncanakan dalam RPJM-Kel” (Ketua PKK Kelurahan Kawangu). Ungkapan ini merupakan salah

Page 156: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

119

bentuk perubahan yang dirasakan masyarakat setempat. Selama 3-4 tahun terakhir, perubahan yang impresif terjadi pada kehidupan ekonomi masyarakat desa/kelurahan. Me-nurut penuturan warga masyarakat, kehidupan ekonomi mereka semakin baik, ada peningkatan pendapatan rumah tangga yang kemudian berkontribusi kepada peningkatan taraf kesejahteraan hidup mereka. Misalnya di Kelurahan Malumbi, dari hasil usaha tanam sayur (pemanfaatan lahan kering), Mama Maria Bela mampu membangun rumah tembok (permanen), dan Mama Yuliana Hamu mampu membeli motor untuk memperlancar usahanya. Di Desa Kamanggi, UKM bertumbuh subur. Misal pembuatan batako dari tanah (Gambar di atas: kerajinan batako di Desa Kamanggi).Hal itu bisa terjadi karena mereka bekerja keras ditambah dengan dukungan yang semakin meningkat dari pemerintah, PNPM, LSM, dan juga pihak-pihak lainnya.

Bantuan alat produksi ekonomi/pertanian (alat, bibit, pupuk dan modal usaha) berkontribusi kepada peningkatan produksi dan perluasan lahan garapan – ekstensifikasi. Warga masyarakat merasakan bahwa rata-rata perluasan lahan garapan menjadi setengah hingga satu hektar lebih. Selain itu, mereka juga menerapkan sistem intensifikasi melalui diversifikasi penanaman tanaman. Dengan peningkatan alat produksi tersebut, maka hasil produksi pertanian mereka meningkat. Ketersediaan kebutuhan pangan semakin mencukupi. Rumah tangga memiliki kecukupan pa-ngan. Meski, semua petani mengeluh karena kekeringan yang berkepanjangan. Tahun 2010 ini, banyak petani yang mengalami gagal tanam dan gagal panen. Akibat kekeringan tersebut maka Kabupaten Sumba Timur menjadi salah satu kabupaten rawan pangan di Provinsi NTT.

Bagi para kelompok usaha mikro desa/kelurahan, mereka merasakan adanya peningkatan omzet dan peng-

Page 157: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

120

hasilan meningkat. Hal ini karena adanya peningkatan dan perluasan jenis usaha. Perluasan atau peningkatan volume barang yang dijual karena mendapat bantuan dari PNPM MP dan juga dari pemerintah. Dengan adanya Gapoktan dari Dinas Pertanian dan KSPP dari PNPM MP, maka masyarakat memiliki akses yang lebih mudah untuk mendapat pinjaman modal usaha. Bagi para petani peternak, mereka juga mengalami penambahan ternak seperti kuda, kerbau, sapi, kambing dan babi. Selama tahun 2007-2010, dari data FGD lapangan, tercatat 1.115 ternak besar (sapi, kerbau, kuda, kambing dan babi) yang dibelanjakan melalui ADD/ADK, APBD Kabupaten untuk 13 desa/ kelurahan (lihat Tabel 4.12 di bawah). Kambing merupakan ternak yang paling banyak dibelanjakan dan dipelihara oleh masyarakat (57 %), kemudian diikuti oleh sapi, babi, kuda dan kerbau. Orang memelihara Kambing karena lebih mudah pemeliharaannya, perkembangbiakannya cepat dan lebih cepat dijual. Dengan program pengadaan ternak, keluarga miskin pun memiliki ternak. Sehingga kepemilikan ternak di desa tidak hanya didominasi oleh kaum bangsawan dan kelas Maramba. Orang Sumba menggunakan ternak untuk transportasi (kuda), mengolah lahan pertanian (kerbau), acara adat perkawinan dan kematian, serta dijual.

Page 158: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

121

Tabel 4.12 Jumlah dan Jenis Pembelanjaan Ternak dari ADD/ADK dan APBD

No.Desa/

Kelurahan

Jenis dan Jumlah TernakTotal

Sapi Kerbau Kuda Kambing Babi

1 Laimbonga 6 8 112 8 134

2 Matawai Katingga

5 25 30

3 Maurumba 27 8 8 102 145

4 Ndapayami 60 5 5 70

5 Kawangu 65 65

6 Kambata Bundung

10 10

7 Kataka 10 10

8 Kotak Kawau 20 27 78 125

9 Matawai Maringu

30 5 60 95

10 Kamanggi 41 41

11 Praihambuli 72 40 108 220

12 Malumbi 10 10

13 Meurumba 100 100 200

Total 281 13 83 655 123 1155

Beberapa program dari RPJM-Desa/Kelurahan yang sudah terealisasi dan berkontribusi kepada peningkatan kehidupan ekonomi desa/kelurahan adalah sebagai berikut:

Pembangunan alat produksi ekonomi atau pertanian: penggadaan sarana produksi pertanian seperti: pengadaan motor air, handtracktor, pacul/cangkul, bibit, pupuk, alat semprot hama (handsprayer), mesin pengolahan jagung (mol jagung), dan lain sebagainya. Informasi lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.13 di bawah ini.

Page 159: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

122

Tabel 4.13 Realisasi Pengadaan Alat Produksi Pertanian/Ekonomi

No.Desa/

KelurahanJenis Alat Produksi Keterangan

1 Kawangu • Pengadaan 90 unit pacul/cangkul bagi Pengadaan benang tenun bagi 186 KK dan pukat tembang 1 inchi bagi 5 KK

• Dari ADK (Rp. 4.500.00), tahun 2009

• Dari ADK (Rp. 12.090.000 untuk tenun, dan Rp. 3.275.000), tahun 2008

2 Mauramba • Pengadaan 1 unit mesin mol jagung, bagi 127 KK

• Pengadaan bawang merah 170 kg

• Dari PIDRA, tahun 2008

• Dinas Pertanian,

tahun 20093 Kotak

Kawau• Pengadaan 1 unit

handtracktor untuk 168 KK

• Pengadaan 2 unit motor pompa air untuk 199 KK

• Pengadaan 2 unit handsprayer untuk 10 KK

• Pengadaan handsprayer untuk 40 KK, 300 buat sabit bagi 100 KK, alat rumah tangga dan bibit padi bagi 12 KK

• Pengadaan bibit kacang bagi 100 KK

• Bantuan anakan kopi, jambu mente, jati, sukun, mahoni, kalengkeng dan mangga bagi 100 KK

• Bantuan bibit jagung 950 kg bagi 100 KK

• Dari ADD (Rp. 24.000.000), tahun 2008

• Dari ADD, tahun 2008

• Dari ADD, tahun

2008 • Dari WVI, tahun

2008 dan 2009

• Dari Dinas Pertanian, tahun 2009

• Dari Dinas Kehutanan dan WVI tahun 2008 dan 2009

• Dari Dinas Pertanian, tahun 2009

Page 160: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

123

4 Matawai Maringu

• Pengadaan 2 unit handtracktor dan gandengan untuk 155 KK

• Pengadaan 2 unit handtracktor untuk 154 KK

• Dari ADD (Rp. 45.000.000), tahun 2007

• Dari ADD, 2008

5 Malumbi • Pengadaan 2 unit tracktor, untuk semua masyarakat Malumbi

• Bantuan bibit sayuran dan pupuk bagi 200 KK

• Bantuan modal usaha bagi 8 kelompok (78 orang) Simpan Pinjam Perempuan

• Dari ADK (Rp. 22.500.000)

• Dari Dinas Pertanian, tahun 2009

• Dari PNPM MP (Rp. 76.310.200), tahun 2009

6 Ndapayami • Pengadaan 915 kg bibit jagung hibrida

• Pengadaan anakan mahoni, gamelina dan kemiri (luas areal 25 hektare)

• Pemberian bantuan modal usaha kelompok perempuan (SPP)

• Dinas Pertanian, tahun 2009

• Dinas Kehutanan

• Dari PNPM (Rp.

24.000.000), tahun 2009

7 Kambata Bundung

• Pengadaan 1.645 kg kacang kedelai

• Dinas Pertanian, tahun 2009

8 Meurumba • Pengadaan alat pertanian, benih padi unggul, bibit sayur, jahe merah, bawang merah dan putih, bagi 256 KK

• Dari ADD, tahun 2009

No.Desa/

KelurahanJenis Alat Produksi Keterangan

Page 161: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

124

9 Kamanggi • Pengadaan bibit jahe, kacang merah, kacang kedelai dan kacang hijau

• Dari Dinas Pertanian, 2009

10 Praihambuli • Bantuan bibit jagung dan padi untuk 50 KK

• Bantuan bibit jagung untuk 20 KK

• Bantuan penambahan modal usaha bagi 1 kelompok UBSP perempuan (12 orang) dan pemuda (20 orang)

• Bantuan 1.000 benih ikan nila bagi satu kelompok (20 orang),

• Bantuan penguatan usaha kelompok (7 orang)

• Dari Dinas Pertanian, tahun 2008

• Dari Dinas Pertanian, tahun 2009

• Dari BPM (Rp. 6.000.000), tahun 2008

• Dinas Perikanan

dan Kelautan, tahun 2008

• Dari Kementerian Daerah Tertinggal (Rp. 10.000.000), tahun 2008

11 Kawangu • Pengadaan pupuk NPK bagi 65 KK

• Dari ADK (Rp. 6.541.000), tahun 2009

12 Matawai Katingga

• Pemberian modal usaha kepada 2 kelompok UBSP (20 orang)

• Dari ADD (Rp. 3.000.000), tahun 2007

13 Kataka • Pengadaan pupuk dan obat-obatan

• Dari Dinas Pertanian, 2009

Selain program-program yang telah disebutkan di atas, penyediaan ternak bagi masyarakat merupakan “program unggulan” untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi desa/kelurahan. Realisasi pengadaan ternak dapat dilihat pada Tabel 4.14 di bawah ini.

No.Desa/

KelurahanJenis Alat Produksi Keterangan

Page 162: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

125

Tabel 4.14 Realisasi Pengadaan Ternak

No.Desa/

KelurahanJenis dan Jumlah Ternak Keterangan

1 Laimbonga • Pengadaan 8 ekor kuda untuk 88 KK

• Pengadaan 112 ekor kambing untuk 36 KK

• Dari ADD (Rp. 12.800.000), tahun 2007

• Dari BPM (Rp. 35.000.000), tahun 2008

2 Matawai Katingga

• Pengadaan 6 ekor sapi bagi 6 KK

• Pengadaan 25 ekor kambing bagi 5 KK

• Pengadaan 8 ekor anak babi bagi 8 orang perempuan dan 5 ekor sapi paron untuk 5 KK miskin

• Dari ADD, tahun 2007

• Dari ADD (Rp. 6.250.000), tahun 2008

• Dari ADD (Rp. 14.500.000), tahun 2009

3 Mauramba • Pengadaan 102 ekor kambing untuk 102 KKM.

• Pengadaan 8 ekor kerbau bagi 8 KKM, 8 ekor kuda bagi 8 KKM dan 27 ekor sapi paron bagi 27 KKM.

• Dari PIDRA dan P3DM, tahun 2008

• Dari ADD dan PIDRA tahun 2009

4 Ndapayami • Pengadaan 60 ekor sapi untuk 15 KK

• Pengadaan 5 ekor babi untuk 1 kelompok dan 5 ekor kambing

• Dari Dinas Peternakan, tahun 2009

• Dari BP4K, tahun 2009

5 Kawangu • Pengadaan 65 ekor ternak kambing untuk 65 KK

• Dari ADK (Rp. 26.000.000), tahun 2009

6 Kambata Bundung

• Pengadaan 10 ekor sapi untuk 10 KK

• Dari Dinas Peternakan, tahun 2009

7 Kataka • Pengadaan 10 ekor sapi untuk 10 KK

• Dari ADD, tahun 2009

Page 163: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

126

8 Kotak Kawau

• Pengadaan 78 ekor kambing bagi 26 KK dan 27 ekor kuda untuk 27 KK

• Pengadaan 13 ekor sapi untuk 13 KK

• • Pengadaan 7 ekor

sapi untuk 7 KK

• Dari P3MD (Rp. 60.000.000), tahun 2007

• Dari ADD (Rp. 32.500.000), tahun 2007

• Dari ADD (Rp. 21.000.000), tahun 2008

9 Matawai Maringu

• Pengadaan 30 ekor sapi bagi 10 KKM.

• Pengadaan 60 ekor kambing bagi 15 KK dan 5 ekor kerbau bagi 5 KKM.

• Dari Dinas Peternakan, tahun 2007

• Dari Dinas Peternakan, tahun 2008

10 Kamanggi • Pengadaan 12 ekor sapi untuk 12 KK

• Pengadaan 10 ekor sapi untuk 10 KK, dan sapi 19 ekor untuk 19 KK

• Dari P3DM, tahun 2006

• Dari P3DM, 2007 dan ADD tahun 2007

11 Praihambuli • Pengadaan 6 ekor kuda untuk 6 KK dan 40 ekor kambing untuk 20 KK

• Pengadaan 14 ekor ternak kuda bagi 14 KK dari ADD (Rp. 42.000.000),

• Pengadaan 40 ekor sapi untuk 40KK dan pengadaan 68 ekor ternak kambing untuk 20 KK

• Pengadaan 32 ekor sapi untuk 32 KK

• Dari ADD (Rp. 17.000.000), tahun 2008

• Dari ADD (Rp. 42.000.000), tahun 2009

• Dari Dinas Sosial (Rp. 114.000.000), tahun 2009

• Dari Departemen pertanian Pusat, tahun 2010

12 Malumbi • Pengadaan 10 ekor babi bagi 10 KK

• Dari ADK (Rp. 5.000.000), tahun 2009

No.Desa/

KelurahanJenis dan Jumlah Ternak Keterangan

Page 164: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

127

13 Meurumba • Pengadaan 100 ekor ternak kambing dan 100 ekor babi untuk 100 KK

• Dari ADD, tahun 2009

Program RPJM-Desa/Kelurahan lain yang telah terea-lisasi adalah program pengadaan lumbung pangan (padi dan jagung) bagi 5 kelompok (ada 150 KK) di Malumbi dari Bimas Sumba Timur. Dana untuk program ini sebesar Rp. 150.000.000. Program ini memberi jaminan ketahanan pangan masyarakat akibat kekeringan tahun 2010 yang mengakibatkan gagal tanam dan gagal panen. (Gambar di samping: Kambing dari ADD di Desa Kotak Kawau).

• Pembangunan Infrastruktur masih sebagai Ikon Pembangunan Lokal

No.Desa/

KelurahanJenis dan Jumlah Ternak Keterangan

Dari hasil studi ini memperlihatkan bahwa perubahan yang impresif terjadi pada pembangunan infrastruktur desa/kelurahan. Memang, selama 3-4 tahun berjalan, perubahan lebih banyak terjadi pada pembangunan sarana prasarana fisik desa/kelurahan ketimbang infrahuman. Sehingga, tidak

Page 165: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

128

bisa dipungkiri bahwa pembangunan desa/kelurahan lebih berfokus pada pembangunan dan perubahan infrastruktur, sehinga seolah-olah pembangunan desa itu hanya sekedar pembangunan fisik. Gambar di samping: Bak Air Minum, dari ADD, Desa Matawai Katingga).

Beberapa program dari RPJM-Desa/Kelurahan yang telah terealisasi dan berkontribusi kepada pencapaian pem-bangunan infrastruktur desa/kelurahan diuraikan berikut ini.

Pembangunan infrastuktur air untuk kebutuhan manusia, ternak, tanaman dan makhluk hidup lainnya. RPJM-Desa/Kelurahan membuat warga bisa mengkonsumsi air yang lebih layak dan sehat. “Dengan adanya RPJM-Desa maka pembangunan desa semakin meningkat dan berdampak pada masyarakat. Contohnya, dengan adanya pembangunan jaringan air bersih, masyarakat bisa mandi, cuci, masak, minum, dan lain-lain. Sebelumnya, masyarakat mandi di danau yang juga tempat mandi dan minum kerbau, sapi, kuda” (Ungkapan pada FGD di Desa Praihambuli).

Page 166: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

129

Realisasi pembangunan infrastruktur air seperti Cekdam, embung, saluran irigasi, pipanisasi dan tangki plastik penampung air. Pembangunan fasilitas air memberikan supply air yang cukup memadai untuk kebutuhan rumah tangga, irigasi, ternak, tanaman hortikultura, tanaman umur panjang dan lain-lain. Para petani merasakan ada peningkatan hasil produksi pertanian seperti padi, jagung, sayur-sayuran karena ketersediaan air yang mencukupi. (Gambar di atas: Persawahan di Desa Kataka. Pembuatan embung untuk irigasi dari ADD). Realisasi program infrastruktur dalam RPJM-Desa/Kelurahan dapat dilihat pada Tabel 4.15 di bawah ini.

Tabel 4.15 Realisasi Pembangunan Infrastruktur Air

No.Desa/

KelurahanPembangunan

Infrastruktur AirKeterangan

1 Matawai Katingga

Pembangunan jaringan perpipaan (paralon) bagi 36 KK

Dari ADD (Rp. 6.000.000), tahun 2008

2 Ndapayami Rehabilitasi saluran irigasi (16 meter)

Dari ADD, tahun 2009

Page 167: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

130

3 Kawangu • Pembangunan saluran irigasi untuk 73 KK

• Pengadaan mesin Pompa Air dan perlengakapan untuk mengairi lahan pertanian (kebun dan sawah), untuk 37 KK,

• Dari ADK (Rp. 49.472.000), tahun 2008

• Dari ADK (Rp. 3.677.000), tahun 2008

4 Kamanggi • Pembuatan sumur bor 1 unit dan jaringan perpipahan bagi 56 KK

• Pembangunan irigasi desa

• Perluasan jaringan perpipaan, pembuatan bak Penampung Air Hujan, irigasi dan cek dam, pengadaan sumur pompa, pemeliharaan mesin pompa air, pengamanan mata air dan jaringan perpipaan

• Dari Pemerintah Provinsi NTT, tahun 2009

• Dari ADD, tahun 2009

• Dari ADD, tahun 2009 dan 2010

5 Mauramba • Pembuatan 2 unit bak Penampung Air Hujan (PAH) dan perpipahan

• Dari PIDRA, tahun 2008

6 Kataka • Pembangunan embung untuk irigasi oleh dan selokan air 600 meter untuk irigasi.

• Dari Dinas Peternakan dan PU, tahun 2009

No.Desa/

KelurahanPembangunan

Infrastruktur AirKeterangan

Page 168: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

131

7 Praihambuli • Pembuatan 10 sumur gali untuk 150 KK,

• Pembuatan perpipaan, pembuatan bak penampung dan pengadaan mesin pompa air bagi semua warga desa dan desa tetangga (Tanatuku dan Makamenggit).

• Dari PPKD-BPM (Rp. 18.000.000), tahun 2008

• Dari Kimpraswil, tahun 2009

8 Malumbi • Pembangunan saluran irigasi tersier di Kapua Ratu, untuk pengairan sawah, dimanfaatkan oleh 67 KK

• Pembuatan jaringan perpipaan untuk menyuplai air bersih bagi 387 KK (1833 jiwa)

• Dari PNPM MP (Rp. 246.000.000), tahun 2009

• Dari PDAM,

tahun 2009

Pembangunan infrastruktur penerangan (listrik masuk

desa). Realisasi pembangunan penerangan ini termasuk perluasan jaringan listrik, pengadaan Genset, pengadaan listrik tenaga surya, dan PLTA. Pembangunan penerangan di desa/kelurahan berkontribusi kepada peningkatan hasil usaha produktif warga. Karena Ibu-Ibu bisa melakukan pekerjaan menenun dan menganyam pada malam hari. Anak-anak sekolah lebih siap untuk mengikuti pelajaran di sekolah karena mereka bisa belajar dan mengerjakan pekerjaan dari sekolahnya di rumah. Masyarakat juga bisa

No.Desa/

KelurahanPembangunan

Infrastruktur AirKeterangan

Page 169: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

132

mengakses informasi lewat berita televisi, radio dan hand phone. (Gambar di bawah: listrik masuk rumah orang miskin di Kawangu. Dari ADK). Bahkan, ada temuan yang tak terduga tapi sangat menarik, yaitu penerangan bisa menekan angka kelahiran penduduk di desa. Karena, menurut penuturan warga, jika ada penerangan di malam hari maka suami atau isteri bisa mengerjakan aktivitas lainnya seperti menganyam dan menenun, sehingga intensitas berhubungan badan berkurang. Realisasi pembangunan infrastruktur penerangan dapat dilihat pada Tabel 4.16 di bawah ini.

Tabel 4.16 Realisasi Pembangunan Infrastruktur Penerangan

No.Desa/

KelurahanJenis Infrastruktur

PeneranganKeterangan

1 Laimbonga • Pengadaan 1 unit Genset (mesin listrik) untuk 22 KK,

• Pengadaan 1 unit Genset 1500 watt untuk masyarakat

• Dari Distamben, tahun 2008

• Dari ADD (Rp. 4.000.000), tahun 2009

Page 170: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

133

2 Kawangu • Pengadaan 1 unit Genset kepada 87 KK

• Pengadaan 3 unit Genzet untuk 99 KK

• Dari Distamben, tahun 2008

• Dari PNPM – GSC, tahun 2010

3 Kotak Kawau

• Pengadaan 3 unit Genset untuk 116 KK dan SD Inpres

• Dari Distamben, tahun 2008

4 Kamanggi • Perluasan jaringan listrik bagi semua masyarakat

• Dari PLN Kabupaten, tahun 2008-2009

5 Malumbi • Pengadaan 1 unit Genset bagi 37 KK

• Pembangunan PLTA untuk semu masyarakat

• Dari Distamben, tahun 2008

• Dari PLN Kabupaten Sumba Timur dan PT dari Jakarta, 2009 – sekarang (penandatanganan MoU dan survey lapangan sudah dilakukan).

No.Desa/

KelurahanJenis Infrastruktur

PeneranganKeterangan

Page 171: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

134

Infrastruktur jalan desa/kelurahan. Pembangunan in-frastruktur ini mencakup pembuatan jalan baru, pening-katan kualitas jalan (penambahan luas badan jalan atau kualitasnya). Perubahan yang dirasakan masyarakat adalah membuka “keterisolasian” desa sehingga mobilitas atau pergerakan warga ke luar kampungnya lebih mudah, desa lebih terbuka dalam berinteraksi dengan lingkungan atau dunia sekitarnya. Anak-anak sekolah lebih mudah dan cepat ke sekolah sehingga mereka tiba tepat waktu di sekolah. Kegiatan ekonomi desa/kelurahan pun semakin bergairah karena masyarakat lebih mudah mendistribusikan atau memasarkan hasil buminya, seperti komoditi pertanian, peternakan dan kerajinan masyarakat. (Gambar di atas: pembuatan jembatan di Desa Ndapayami. Bantuan PNPM MP). Temuan menarik dari studi ini adalah ketersediaan sarana jalan yang baik dapat mengurangi angka kematian ibu hamil, ibu melahirkan, bayi baru lahir dan keluarga yang menderita sakit berat. Karena pasien atau orang sakit lebih cepat dibawa ke fasilitas kesehatan untuk mendapat pertolongan pertama dari tenaga kesehatan.

“Akibat adanya RPJM Desa pembangunan desa semakin meningkat, salah satunya jalan desa diaspal 1 km dan pengerasan atau pemberian sirtu 2 km. Dampaknya arus transportasi masuk dan keluar desa kami meningkat, baik pada musim kemarau maupun musim hujan. Masyarakat dapat memasarkan ke luar desa dengan lebih lancar hasil usaha tani dan ternaknya. Angka kematian ibu melahirkan yang sebelumnya berkisar antara 1-2 orang per tahun menjadi tidak ada. Sebelumnya, kematian ibu melahirkan paling sering terjadi pada saat musim hujan karena tidak ada kendaraan yang masuk Desa Laimbonga akibat jalan rusak dan medannya sangat berat. Sehingga ibu-ibu yang hendak melahirkan dan butuh pertolongan medis di puskesmas Desa

Page 172: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

135

Kamanggih tidak bisa tertolong, akhirnya meninggal. Karena itu, dalam RPJM-Desa, kami sepakat membuat pengaspalan jalan desa. Dan hasilnya sudah ada. Saat ini arus trasportasi sudah lancar, baik pada saat musim hujan maupun kemarau. Ibu melahirkan yang butuh pertolongan cepat dari tenaga medis bisa segera dibawa ke puskesmas Desa Kamanggi” (Cerita menarik warga masyarakat pada saat FGD di Desa Laimbonga). (Gambar di atas: Jalan Desa Laimbonga. Program RPJM-Desa. Bantuan dari PNPM dan ADD).

Page 173: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

136

Tabel 4.17 Realisasi Pembangunan Jalan Desa/Kelurahan

No.Desa/Kelurahan

Jenis Pembangunan Jalan

Keterangan

1 Laimbonga • Pengaspalan 1 km, dan pengerasan 2 km

• Dari PNPM MP, tahun 2009

2 Mauramba • Pembukaan jalan dusun

• Dari PIDRA dan swadaya masyarakat, tahun 2008

3 Ndapayami • Peningkatan jalan desa (pengaspalan 1.78 km, dan pengerasan 2 km)

• Dari ADD dan PNPM, 2009-2010

4 Kawangu • Perluasan badan jalan di Hudubrung sepanjang 5 km, penerima manfaat 238 KK

• Pembuatan jalan usaha tani 1 km bagi 32 KK

• Dari Kimpraswil, tahun 2009

• Dari Dinas Pertanian, tahun 2009

5 Kambata Bundung

• Peningkatan badan jalan sepanjang 8 km dan pembukaan badan jalan sepanjang 5 km

• Dari Dinas PU, tahun 2009

Page 174: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

137

6 Meurumba • Pembangunan jembatan La Kuta

• Program yang sedang berjalan, pembuatan jalan raya Watu Ngguling – Umadjawa, pembuatan jembatan di Pala Kaju, Umadjawa, La Kombu dan Tana Bara, pembuatan deker di Karipi, Langira, Karuku, La Liang, Lola Kudu, Nara

• Dari Dinas PU, tahun 2009

• Dari Dinas PU, tahun 2010

7 Kataka • Pembukaan jalan raya kataka-umbu rundi dan Kataka – Matawai Katingga

• Dari Dinas PU, tahun 2009

8 Kamanggi • Peningkatan dan pembukaan jalan baru – jalan dusun.

• Dari ADD, tahun 2010

9 Praihambuli • Pembukaan jalan 2.8 km dari Haurami ke Hapi, mendapat manfaat 600 jiwa.

• Dari PNPM-MP (Rp. 114.000.000), tahun 2009

No.Desa/Kelurahan

Jenis Pembangunan Jalan

Keterangan

Page 175: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

138

Pembangunan infrastruktur pemerintah desa/kelurah-an. Realisasi pembangunan ini mencakup pembangunan kantor dan pengadaan fasilitas untuk memperlancar pe-laksanaan pelayanan kepada masyarakat. Warga masyarakat dan pemerintah desa/kelurahan merasakan bahwa dengan terbangun dan tersedianya fasilitas pemerintah desa/kelurahan yang lebih memadai maka pelayanan yang di-berikan kepada masyarakat semakin optimal, pelayanan administrasi berjalan lebih lancar, masyarakat lebih mudah melakukan musyawarah desa, dan kemudahan untuk meng-akses informasi pembangunan desa. (Gambar di atas: Kantor Kepala Desa Laimbonga. Dari Dana ADD).

Selama 3-4 tahun ini, hampir semua desa menaruh perhatian besar pada pembangunan infrastruktur pemerintah-an, terutama pembangunan kantor dan pengadaan kendaraan bermotor untuk kepala desa. Sehingga hampir semua desa sudah memiliki kantor yang lebih layak dan memadai untuk penyelenggaraan pemerintahan. Realisasi pembangunan infrastruktur pemerintah desa/kelurahan dapat dilihat padaTabel 4.18 di bawah ini.

Page 176: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

139

Tabel 4.18 Realisasi Pembangunan Infrastruktur Pemerintah Desa

No.Desa/

Kelurahan

Jenis Pembangunan Infrastruktur

Pemerintah Desa/Kelurahan

Keterangan

1 Laimbonga • Pembangunan kantor desa

• • Pengadaan motor

dinas kepala desa • Pengadaan

meubeler kantor desa

• Dari ADD dan swadaya masyarakat, tahun 2008-2010

• Dari ADD (Rp. 20.500.000), tahun 2008

• Dari ADD (Rp. 4.000.000), tahun 2008

2 Matawai Katingga

• Pembangunan kantor desa

• Pengadaan 1 unit motor dinas bkepala desa

• Dari ADD, tahun 2007 – 2010

• Dari ADD (Rp. 21.000.000), tahun 2008

3 Meurumba • Pengadaan mesin ketik

• Dari ADD, tahun 2009

4 Mauramba • Pengadaan I unit sepeda motor untuk desa dan 1 unit mesin ketik

• Dari ADD, tahun 2008 dan 2009

5 Kotak Kawau • Penambahan 1 ruang kantor Desa dan pembuatan WC, yang mendapat manfaat 367 KK.

• Pembuatan jaringan air bersih ke kantor Desa.

• Pengadaan 1 unit motor dinas untuk kepala desa

• Dari ADD, tahun 2008

• Dari ADD, tahun 2008

• Dari ADD (Rp. 20.500.000), tahun 2008

Page 177: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

140

6 Kamanggi • Rehab lantai kantor desa

• Pengadaan sarana dan prasarana kantor desa seperti lemari, meja, kursi desa

• Dari ADD dan APBD Kabupaten, tahun 2007

• Dari ADD, tahun 2010

7 Praihambuli • Pengadaan motor dinas kepala desa

• Dari ADD (Rp. 22.000.000), tahun 2009

Pembangunan Pasar Inpres. Kelurahan Kamanggi ber-hasil membangun pasar inpres pada tahun 2009 sesuai dengan rencana dalam RPJM-Kelurahan mereka. Dalam pembangunan pasar tersebut, kelurahan mendapat dukungan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Ada sekitar 4.102 warga masyarakat setempat yang mendapat manfaat dari pasar ini. Masyarakat dapat memasarkan hasil-hasil buminya secara lancar, termasuk membelanjakan kebutuhan-kebutuhan rumah tangga. Masyarakat setempat tidak perlu

No.Desa/

Kelurahan

Jenis Pembangunan Infrastruktur

Pemerintah Desa/Kelurahan

Keterangan

Page 178: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

141

harus datang ke Kota Waingapu untuk memasarkan hasil bumi dan membelanjakan kebutuhan harian mereka.

Pembangunan infrastruktur lainnya. Misalnya, pem-bangunan bronjong pelindung erosi di Kawangu tahun 2009 oleh Kimpraswil. Sehingga ada perlindungan daerah aliran sungai dan kawasan pemukiman penduduk (ada 96 KK) terlindungi dari ancaman banjir bandang. Pada tahun yang sama juga, Kelurahan Kawangu melakukan pembuatan selokan pembuangan sepanjang 1.5 km untuk mengurangi banjir pada musim hujan dan melindungi 155 KK dari ancaman banjir. Program ini juga didukung oleh Kimpraswil. Pembangunan gedung BPPP (Badan Pelayanan Penyuluhan Pertanian), se-hingga infromasi dan teknologi, dan bantuan-bantuan lainnya lebih dekat, terjangkau dan cepat. Selain itu, di Ndapayami didirikan pusat pelayanan telekomunikasi dan informasi pe-desaan oleh Telkomesel (Lihat gambar di samping).

• Pembangunan Infrahuman mulai menjadi Fokus Pembangunan

Perhatian pembangunan desa/kelurahan tidak hanya berkaitan dengan pembangunan infrastruktur desa/kelurah-an saja, tetapi juga mencakup pembangunan manusia dan budayanya. Perubahan yang terjadi selama 3-4 tahun terakhir di antaranya peningkatan kesadaran warga dan pemerintah desa/kelurahan untuk menjaga kelestarian identitas dan budaya lokal. Misalnya di Kamanggi pemerintah desa mendukung pengadaan sarana tari-tarian dan kerajinan tangan. Budaya gotong royong sebagai kapital sosial masyarakat desa tetap terpelihara. Masyarakat berswadaya untuk membangun gedung gereja di Kambata Bundung dan Kamanggi. Sehingga kebutuhan keagamaan dan spiritualitas warga masyarakat setempat dapat terpenuhi.

Page 179: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

142

Desa/Kelurahan yang memberikan perhatian yang cukup besar untuk pengembangan kapasitas warga dan aparatnya adalah Malumbi dan Kamanggi. Misalnya, tahun 2009, Kelurahan Malumbi mengadakan beberapa pelatihan seperti pelatihan komputer bagi 10 orang, pelatihan menjahit bagi 5 orang, dan pelatihan meubeler (kerajinan bambu) bagi 10 orang. Pada tahun yang sama, Kelurahan Malumbi, juga menyelenggarakan pelatihan yang berkaitan dengan teknis pertanian seperti pembuatan pupuk bokashi, pestisida nabati, sambung pucuk, sekolah lapang dan pembuatan keripik pisang yang diikuti sekitar 50 orang warga masyarakat. Sementara di Desa Kamanggi, tahun 2008, mengadakan pelatihan penguatan kelembagaan desa (LPM, BPD dan pemerintah desa) dari Dinas Kehutanan. Pelatihan yang sama juga dilakukan pada tahun 2009 dan 2010, pelatihan aparat desa dan kelembagaan di tingkat desa (berkaitan dengan Tupoksi). Selain itu, tahun 2009, Desa Kamanggi juga menyelenggarakan pelatihan kerajinan tangan atas kerjasama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan.

Di Ndapayami, desa memiliki kebijakan untuk memberi-kan bantuan bagi warga desa yang sudah lanjut usia (Lansia). Tahun 2009, ada 23 orang Lansia yangmendapat bantuan dari ADD. Sementara di Kelurahan Malumbi, P2KP memberikan bantuan sosial kepada 37 orang Lansia, dengan total dana sebesar Rp. 17.000.000,-.

Secara keseluruhan, studi ini menemukan bahwa pem-bangunan manusia (investasi pada manusia) belum menjadi perhatian utama desa/kelurahan. Anggaran dari APB-Desa/Kelurahan atau ADD/ADK lebih banyak dipakai untuk pembangunan infrastruktur desa ketimbang infrahuman. Pembangunan manusia nampaknya masih menjadi peleng-kap pembangunan desa/kelurahan.

Page 180: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

143

• Desa/Kelurahan Goes Green dan Keamanan Lingkungan

Sumba Timur adalah kabupaten sabana dan kering, termasuk 13 desa/kelurahan yang menjadi lokasi studi ini. Pemerintah daerah kabupaten dan desa/kelurahan mempunyai perhatian yang besar untuk “menghijaukan” kabupaten padang sabana ini dan juga menjadi program prioritas dari RPJM-Desa/Kelurahan.

Beberapa pencapaian impresif selama 3-4 tahun ini di antaranya, pengadaan dan penanaman beberapa jenis tanaman umur panjang dan bernilai ekonomis tinggi seperti kopi, jambu mente, jati, gamalina, sukun, mahoni, kalengkeng, mangga, pinang di semua desa/kelurahan. Ini dilakukan untuk mencegah erosi, penangkapan dan penyerapan air, penyediaan kayu bakar dan bangunan rumah, buah-buahan, dan lain-lain. (Gambar di samping: Proyek Hutan Rakyat dari Dinas Kehutanan di Desa Kambata Bundung).Kesadaran masyarakat untuk menanam, meningkat secara signifikan.

Page 181: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

144

Hal ini terlihat dari meningkatnya permintaan terhadap anakan tanaman umur panjang seperti mahoni, gamalina, jati, jambu mente, sukun, mangga, kalengkeng, dan kopi dan semakin meluasnya tanah yang ditanami tanaman umur panjang tersebut. Untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan membuka akses untuk mendapat pembibitan tanaman dan bantuan teknis, maka Pemda membangun Kebun Bibit Dinas di tengah masyarakat seperti di Desa Matawai Katingga.

Pengelolaan fungsi lahan pun semakin baik. Masyarakat memisahkan lahan untuk padang gembala dan kebun rakyat dengan membangun pagar pemisah lahan kebun dan ternak. Hal ini membantu masyarakat untuk memastikan kejelasan status pemanfaatan lahan. Dengan adanya pagar, maka tanaman-tanaman penduduk bisa terlindungi. Dengan itu, hasil produksi pertanian mereka meningkat. Studi ini menemukan bahwa pembelanjaan pengadaan kawat berduri dari ADD/ADK cukup besar. Misalnya, Kelurahan Kawangu membelanjakan hampir lebih dari setengah anggaran ADK tahun 2008 untuk pengadaan kawat berduri. Realisasi pengadaan fasilitas untuk penghijauan dan keamanan lingkungan dapat dilihat pada Tabel 4.19 di bawah ini. Pengaturan status kepemilikan tanah juga menjadi perhatian pemerintah desa. Di Kambata Bundung, dilakukannya pendataan tanah untuk memperkuat status kepemilikan masyarakat atas tanah.

Page 182: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

145

Tabel 4.19 Realisasi Pengadaan Input untuk Penghijauan dan Keamanan Lingkungan

No.Desa/

KelurahanJenis Barang/Fasilitas Keterangan

1 Kawangu • Pengadaan kawat berduri untuk 135 KK

• Penyediaan anakan mahoni 2.000 pohon untuk 400 KK

• Dari ADK (Rp. 60.240.000), tahun 2008

• Dari Dinas Kehutanan, tahun 2009

2 Kambata Bundung

• Pengadaan 3.290 anakan jati dan mahoni

• Dari Dinas Kehutanan, tahun 2009

3 Mauramba • Penyediaan mahoni 11.000 pohon, mangga 45 pohon, Lemon China 18 pohon

• Dari PIDRA dan Dinas Kehutanan, tahun 2009

4 Kotak Kawau • Pengadaan kawat berduri 50 roll untuk 10 KK

• Dari ADD, tahun 2007

5 Matawai Maringu

• Pengadaan kawat berduri 160 rol bagi 155 KK (507) orang

• Dari ADD (Rp. 9.600.000), tahun 2007

6 Kamanggi • Pengadaan kawat berduri 36 roll

• Pengadaan 10.000 pohon anakan mahoni

• Pengadaan anakan mahoni, gamelina, sengon, jati, jambu mente, sukun, kakao, kopi arabika dan robusta, pembuatan hutan keluarga.

• Dari Dinas Peternakan, tahun 2008

• Dari Dinas Kehutanan, tahun 2008

• Dinas Kehutanan, Perkebunan dan ADD, tahun 2009

Page 183: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

146

7 Praihambuli • Pengadaan 1500 anakan mahoni bagi 100 KK

• Pengadaan 3000 anakan tanaman mahoni dan gamalina bagi 47 KK

• Hutan Rakyat 25 hektare untuk 25 KK

• Dari ADD (rp. 1.500.000), tahun 2009

• Dari Yayasan Sumba Sejahtera, tahun 2009

• Dinas Kehutanan, 2009

• Keadilan Sosial dan Jender menjadi Buah Bibir Masyarakat

Sumba memiliki budaya patriaki dan feodalisme yang masih cukup kuat mengakar. Stratifikasi sosial di Sumba Timur terdiri atas tiga yaitu Maramba (kaum bangsawan), Kabihu (kaum merdeka atau kelas menengah) dan Ata (kaum hamba). Masih banyak Maramba yang memiliki hamba. Di desa-desa di Sumba Timur, hingga saat ini fenomena penghambaan masih terjadi, meski sudah jauh berkurang. Adat di daerah ini memang masih kuat dan memungkinkan orang terpandang (Maramba) memiliki lebih dari satu budak atau mereka sebut hamba. Benar-benar hamba, karena yang dihambakan melakukan dengan sukarela. Dua kutub (tuan dan hamba) bekerjasama, hingga menyuburkan kebiasaan pengorbanan, yaitu pengorbanan diri rela mati demi tuannya.

Dulu, seorang hamba merasa terhormat jika bisa masuk liang kubur bersama tuannya. Itu berarti, mereka akan minta dikubur hidup-hidup atau sengaja dilakukan ritual untuk memenggal kepala menemani sang tuan yang sudah pindah ke dunia lain. Sekarang, kebiasaan itu sudah jauh berkurang.

No.Desa/

KelurahanJenis Barang/Fasilitas Keterangan

Page 184: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

147

Sebagai ganti, mereka akan memotong kuda atau hewan lain. Menjadi perlambang menemani sang tuan.

Dalam budaya patriaki, masih menganggap perempuan sebagai warga negara kelas dua. Tanggung jawab perempuan yang utama adalah hanya di wilayah domestik, sehingga lebih banyak perempuan yang tidak memahami tanggung jawab publiknya sebagai warga negara dan memilih untuk tidak ikut campur urusan negara dalam menentukan kebijakan publik. Dalam konteks kultur seperti ini, berbicara tentang keadilan sosial dan jender tidaklah semudah membalik telapak tangan.

Namun demikian, air yang jatuh terus menerus dapat melubangi karang yang keras. Hal yang sama juga bisa terjadi jika keadilan sosial dan jender dibicarakan oleh publik tiada henti dan secara konsisten, bukan tidak mungkin, dia bisa bertumbuh subur dalam budaya feodalisme, tanpa harus melakukan “revolusi budaya”. Dalam 3-4 tahun belakangan ini, berbicara tentang jender sudah menjadi “buah bibir” orang-orang desa/kelurahan. Bahkan, tidak hanya berhenti pada berbicara saja, tetapi sudah ada pencapaian yang meng-gembirakan. Studi ini menemukan beberapa pencapaian impresif sebagaimana dipaparkan berikut ini.

Partisipasi langsung kaum perempuan dan orang miskin (dari strata bawah – Ata) dalam proses pem-bangunan meningkat. Perempuan dan orang miskin sering dilibatkan dalam pertemuan-pertemuan formal maupun informal desa/kelurahan, seperti Musrenbang. mereka semakin berani dan percaya diri untuk menyampaikan pendapatnya saat pertemuan, dan terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan.

Perhatian khusus untuk perempuan meningkat. Misalnya, Desa Ndapayami menyelenggarakan pela-tihan kepemimpinan perempuan. Adanya dukungan terhadap

Page 185: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

148

kelompok-kelompok yang berbasis keang-gotaan perempuan seperti Usaha Bersama Simpan Pinjam, Simpan Pinjam Perempuan (program PNPM), dan kelompok tenun.

Perempuan menduduki posisi strategis di pemerintahan dan organisasi akar rumput. Perhatian untuk perempuan tidak hanya terkait adanya alokasi dana untuk kegiatan perempuan, tetapi perempuan menduduki posisi strategis di masyarakat dan pembangunan. Misalnya, ada Fasilitator Desa (Fasdes) perempuan yang menjadi anggota DPRD Sumba Timur, perempuan menjabat sebagai kepala desa, sekretaris desa, anggota BPD, LPMD, Ketua RT, Ketua RW, dan pengurus kelompok.

Pengakuan laki-laki terhadap keberadaan perempuan dan peran perempuan meningkat. Pada pertemuan di desa/kelurahan, laki-laki menghargai dan mendengar suara

Page 186: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

149

perempuan. Laki-laki memberi kesempatan atau mengizin-kan perempuan untuk mengikuti pertemuan dan kegiatan-kegiatan di luar rumah. Pembagian peran untuk pekerjaan domestik atau urusan rumah tangga semakin seimbang. Laki-laki sudah mau mengerjakan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh perempuan seperti menumbuk padi, mencuci, mengurus anak dan memasak. (Gambar di samping: seorang bapak sedang menumbuk padi, di Desa Matawai Katingga). Peranan perempuan dalam pembangunan desa semakin diakui oleh pemerintah desa/kelurahan.

• Program RPJM-Desa/Kelurahan yang belum Terealisasi

Studi ini mencatat beberapa program dari RPJM-Desa/Kelurahan yang belum terealisasi atau belum dilaksanakan. Secara umum, desa/kelurahan mengalami keterbatasan pembiayaan dan juga kapasitas SDM dalam mengeksekusi semua program dari RPJM-Desa/Kelurahan. Manakala PAD-Desa masih kecil bahkan tidak ada, maka ketergantungan desa/kelurahan terhadap kabupaten dan PNPM untuk mem-biayai pelaksanaan program RPJM-Desa/Kelurahan yang tersisa, masih tinggi.

Walaupun tersandung keterbatasan dana dan SDM, segenap warga dan pemerintah desa/kelurahan tetap ber-komitmen dan bekerja keras untuk mengimplementasikan program-program yang tersisa. Program yang belum tereali-sasi dapat dilihat pada Tabel 4.20 di bawah ini.

Page 187: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

150

Tabel 4.20 Program RPJM-Desa/Kelurahan yang belum Terealisasi

No. Desa/Kelurahan Program/Kegiatan Belum Terealisasi

1 Laimbonga Peningkatan kualitas badan jalan antara desa (Laimbonga-Matawai Katingga, Laimbonga – Kamanggi, Laimbonga-Maubokul. Pembangunan jaringan air bersih/perpipahan dan irigasi di Kabanda serta pembangunan jembatan yang menghubungkan Laimbonga-Kamanggih. Pembangunan mes guru.

2 Matawai Katingga Pembuatan irigasi kecil di Galu, pengadaan handtracktor Pembangunan rumah Posyandu, pengadaan genset, penambahan tenaga bidan.

3 Ndapayami Pembangunan PolindesPembangunan 50 unit rumah layak huniRehabilitasi 3 unit mess guruPeningkatan jalan dusun 13 kmPembuatan jembatan penyebrangan ke SDPelatihan kepemimpinan perempuan

4 Kawangu Pembangunan rumah PosyanduSertifikasi Lahan MasyarakatPembangunan aula Puskesmas KawanguPengadaan Genzet untuk RT 01, 06 dan 07Pemasangan gorong-gorong sumur

5 Kambata Bundung

Pembangunan rumah layak huniPembangunan kantor desaRehab gedung ibadah 4 unitPembangunan SMPPengadaan GensetPengadaan ternak kerbau 50 ekorPengembangan budidaya ikan tawarPenempatan 1 orang tenaga Petugas Penyuluh Lapangan

6 Mauramba Pembangunan 15 unit rumah layak huniPembukaan jalan raya desaRehabilitasi PustuPenempatan tenaga kesehatan (bidan desa)Pengadaan laptop untuk desaPengadaan Genset dan motor airPengadaan itik, babi, kambing dan sapiPembuatan perpipipahan 500 meter Pengadaan kawat berduri

Page 188: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

151

7 Kataka Pembangunan rumah layak huni 50 unit Pengadaan ternak sapi 10 ekorPengadaan bibit: padi 1200 kg, jagung hibrida 2300 kg, kelapa hibrida 1500 pohon, Mahoni 4000 pohon, Pengadaan kawat berduri 500 rollRumah adat 1 unitMes Guru SD Kataka 2 unit dan SMP Kataka 2 unitPenambahan tenaga guru SD Kataka dan SMP KatakaPembangunan rumah Posyandu 3 unit, pembuatan sumur borPengaspalan jalan 6 km dan peningkatan badan jalan 6 kmPengadaan Genset 1 unitPelatihan kader posyandu, pelatihan menjahit, pelatihan Tupoksi bagi aparat pemerintah desa

8 Kotak Kawau Pengadaan handtracktor 2 unitPengadaan pompa air 2 unitPengadaan komputer 1 unitPembangunan perlindungan (emper) PolindesPembuatan selokan air

9 Matawai Maringu Penempatan tenaga medis untuk Pustu.Pengaspalan jalan desaPembangunan rumah layak huniPenambahan 1 Gedung SD Pararel di Dusun Matawai Waki

10 Kamanggi Pengadaan sarana tari-taraian budaya11 Praihambuli Pembangunan tanggul penahan longsor di

BunduwaiPembukaan badan jalan dan peningkatan badan jalan: tana lingu – bunduwai, pinduluri – bunduwai Pembangunan perluasan jaringan listrik Makamenggit – Kahiri Pembangunan embung di Tana LinguPembangunan Gedung SMK

No. Desa/Kelurahan Program/Kegiatan Belum Terealisasi

Page 189: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

152

12 Malumbi Pembangunan PLTS dan penerangan jalanPembuatan pagar kelurahanPembuatan Peraturan Kelurahan tentang waktu penyimpanan mayat, batas pemotongan hewan untuk adat, miras dan judiPenambahan tenaga medis untuk polindes, pembangunan Posyandu dan pengadaan alat operasional (PMT)Pengembanagn PAUDPembuatan Bak SampahPengembangan wisata bendungan irigasiPengadaan kerambah pembenihan ikanPelatihan Tenun Ikat

13 Meurumba Pembangunan Posyandu 4 unitPembuatan rumah layak huni 20 unitPembuatan perumahan guru 4 unit

Pemanfaatan Peta Sosial

Salah satu instrumen atau alat kajian penyusunan RPJM-Desa/Kelurahan adalah pemetaan sosial dan ruang sumber daya. Produk dari pemetaan ini adalah Peta Sosial. Peta ini memberikan informasi kunci yang berkaitan dengan sebaran penduduk berdasarkan tingkat kesejahteraannya. Potensi sumberdaya alam dan permasalahannya. Akses dan kontrol laki-laki dan perempuan dalam pengelolaan sumberdaya alam. Sarana umum serta akses dan kontrol laki-laki dan perempuan terhadap pemanfaatan sarana umum tersebut. Semua desa/kelurahan memiliki peta sosial. Dalam studi ini, ditemukan masih ada desa/kelurahan yang menyimpan dengan baik peta sosial tersebut. Namun, ada juga yang sudah hilang.

Studi ini memperlihatkan bahwa warga dan peme-rintah desa/kelurahan menggunakan peta sosial untuk pembangunan desa/kelurahan. Beberapa cerita sukses tentang pemanfaatan peta sosial di antaranya:

No. Desa/Kelurahan Program/Kegiatan Belum Terealisasi

Page 190: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

153

Pertama, peta sosial dipakai sebagai acuan-data dasar untuk menyusun program pembangunan sehingga program lebih tepat target sasarannya (tepat siapa yang menerima), terarah (sesuai kebijakan desa/kelurahan untuk me-ngurangi kemiskinan dalam RPJM-Desa/Keluarahan) dan berfokus (menjadi pusat perhatian dan kepedulian utama pembangunan).

Kedua, mengetahui ketersebaran klasifikasi kesejah-teraan masyarakat: targeting individu (berdasarkan nama, alamat, rumah tangga dan jenis kelamin). Sehingga memudah-kan pemerintah desa/kelurahan mengetahui “daerah” atau kantong-kantong kosentrasi orang miskin-menengah-kaya di daerah yuridiksinya.

Ketiga, memantau-memonitoring: pergerakan/mobilitas vertikal “kesejahteraan masyarakat dalam stratifikasi sosial”: yaitu individu-individu atau rumah-rumah tangga mana saja “yang naik atau turun kelas kesejahteraannya” dalam struktur sosial – hal ini berkontibrusi kepada perbaikan struktur kemiskinan desa/kelurahan.

Keempat, alat/instrumen “negosiasi” warga dan pe-merintah desa/kelurahan dengan pemerintahan supradesa/kelurahan dalam membuat keputusan untuk men-goal-kan usulan-usulan program mereka yang masuk lewat mekanis-me Musrenbang dan juga PNPM. Juga, alat negosiasi dengan program-program non-pemerintah yang masuk ke desa/kelurahan seperti WVI, CD Bethesda, CCF, Yayasan Sumba Sejahtera, dan lain-lain.

Kelima, membantu pemerintah desa/kelurahan dalam menyalurkan program-program bantuan sosial secara tepat seperti PKH, BLM, Dana BOS, Raskin, Jamkesmas dan Jamkesda, dan lain-lain. Sehingga dapat meminimalisir konflik akar rumput- baik horizontal (antar warga) maupun vertikal (warga dengan aparat pemerintah desa/kelurahan)

Page 191: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

154

akibat penyaluran bantuan-bantuan yang tidak tepat sasaran atau penyalahgunaan wewenang kepala desa atau lurah.

Namun, ada permintaan dari Desa Matawai Katingga untuk mengkaji lagi klasifikasi kesejahteraan masyarakat. Ada beberapa masyarakat yang masuk kategori sedang sudah turun menjadi miskin karena panen kutu lack sudah tidak ada.

“Klasifikasi kesejahteraan desa harus dibuat ulang karena masyarakat yang masuk dalam kategori kesejahteraan sedang/menengah pada saat penyusunan RPJM-Desa dulu, sekarang mereka di kategori miskin. Kondisi sebelum dan saat penyusunan RPJM-Desa, masyarakat Matawai Katingga lagi hoki karena panen kutu lack dalam jumlah besar. Dari hasil penjualan kutu lack, masyarakat bisa membangun rumah layak huni, beli ternak besar, dan motor sehingga pada perhitungan kesejahteraan, mereka masuk pada kategori sedang/cukup. Sekarang tidak ada lagi panen kutu lack, karena ada hama. Akibatnya, banyak masyarakat yang menjual kembali ternak besar yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Dengan merevisi klasifikasi kesejahteraan, angka kemiskinan desa dapat dilihat kembali dan penyebaran rumah tangga miskin dalam peta sosial bisa lebih tepat dengan kondisi sekarang” (ungkapan masyarakat pada saat FGD di Desa Matawai Katingga).

Faktor Penting di Balik Keberhasilan Implementasi RPJM-Desa/Kelurahan

Studi ini menemukan beberapa faktor penting yang berkontribusi kepada keberhasilan pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan oleh 13 desa/kelurahan selama ini. Beberapa faktor penting tersebut dipaparkan berikut ini.

Regulasi: dasar hukum perencanaan pembangunan desa/kelurahan berpijak pada UU No. 25 Tahun 2004 tentang

Page 192: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

155

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU No. 32 Tahun 2004 Pemerintahan Daerah (Pasal 212). Dan beberapa peraturan sebagai penjabaran lebih lanjut dari UU ini, yaitu Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa dan PP No. 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan. PP 72/2005 kemudian dijabarkan dalam Permendagri No. 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa dan Permendagri No. 37/2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. Regulasi ini sangat otentik dan relevan dengan otonomi desa yang memberikan kewenangan kepada desa untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat setempat. Tiga belas desa/kelurahan di Sumba Timur menjalankan kewenangan ini melalui penyusunan dan implementasi RPJM-Desa/Kelurahan. Dengan ini, otonomi tidak hanya berhenti di kabupaten, tetapi mengalir terus hingga ke desa/kelurahan, sehingga akhirnya menjadi otonomi milik rakyat atau otonomi kerakyatan.

Kemauan politik Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Timur (Kabupaten dan Kecamatan). Bupati Sumba Timur memiliki kemauan dan komitmen politik yang kuat dalam mengakui dan mendukung proses penyusunan dan implementasi RPJM-Desa/Kelurahan. Dalam berbagai forum, baik di kabupaten, provinsi maupun nasional, Bupati selalu menegaskan bahwa basis perencanaan kabupaten adalah RPJM-Desa. Oleh karena itu, Bupati selalu menghimbau kepada semua SKPD untuk mengakomodir dan mensinkronkan perencanaan SKPD dengan perencanaan dari desa/kelurahan. Sehingga sejak tahun 2007, dukungan SKPD-SKPD terhadap 13 desa/kelurahan, melalui program dan anggaran (terutama ADD/ADK Proporsional), semakin meningkat secara cukup mencolok. Dukungan yang sama juga diberikan oleh camat. Misalnya, Camat dari Kecamatan Kahaungu Eti sangat mendukung program ini, bahkan terlibat

Page 193: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

156

secara langsung dalam proses penyusunan dan memonitor implementasi.

Kemauan baik dan komitmen kuat dari Bupati juga dapat dilihat dari adanya anggaran melalui APBD untuk membiayai penyusunan RPJM-Desa/Kelurahan dan penun-jukkan instansi BPM dan Bappeda bertanggungjawab dalam teknis pelaksanaannya. Bupati memiliki cita-cita bahwa pada tahun 2011, semua desa/kelurahan di Sumba Timur sudah memiliki dokumen RPJM-Desa/Kelurahan. Dan, ada gagasan untuk membuat Perda Pembangunan Partisipatif. Perda ini akan menjadi payung hukum di daerah untuk “melegitimasi” dukungan pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan dalam perencanaan kabupaten.

Musrenbang Tahunan – Mekanisme dan Ruang Peren-canaan Penganggaran Partisipatif. Walaupun RPJM-Desa/Kelurahan tidak hanya dipakai pada saat Musrenbang, tetapi mekanisme ini merupakan “jembatan yang berpengaruh” untuk mengakses program dan anggaran dari kabupaten, provinsi dan pusat. Banyak program dari RPJM-Desa/Kelurahan yang terealisasi berkat diakses lewat mekanisme ini. Sehingga Musrenbang merupakan “saluran advokasi” yang tepat untuk memperjuangkan kepentingan atau aspirasi warga masyarakat kepada pemerintah supradesa/kelurahan (negara).

Kemauan baik dan komitmen pemerintah desa/kelurahan. Kepala Desa/Lurah secara konsisten menggunakan RPJM-Desa/Kelurahan sebagai acuan atau buku pintar pembangunan. Mereka tidak menggunakan acuan-acuan yang lain, atau kepentingan segelintir orang, selain merujuk pada RPJM-Desa/Kelurahan yang ada. ADD/ADK dikelola secara akuntabel untuk mendukung implementasi RPJM-Desa/Kelurahan. Bahkan, ada beberapa kepala desa/lurah yang secara aktif melakukan promosi dan lobi kepada SKPD-

Page 194: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

157

SKPD, PNPM dan LSM untuk mendukung pelaksanaan program dari RPJM-Desa/Kelurahan.

Partisipasi Langsung Warga Masyarakat. Faktor lain yang juga krusial adalah partisipasi langsung warga masyarakat, adanya rasa kepemilikan dan keswadayaan lokal dalam mengkawal dan mengimplementasikan program-program RPJM-Desa/Kelurahan. Mereka menyadari betul bahwa RPJM-Desa/Kelurahan merupakan “alat perjuangan atau amunisi” untuk menggapai cita-cita mereka. Mereka mengetahui bahwa pemegang kunci keberhasilan pembangunan adalah mereka sendiri. Semua komponen masyarakat di desa/kelurahan memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan harapan dan cita-cita mereka dalam RPJM-Desa/Kelurahan. Oleh karena itu, implementasi program-program dari RPJM-Desa/Kelurahan tidak hanya menunggu bantuan dari pihak luar, seperti dari pemerintah kabupaten, PNPM atau pihak-pihak lainnya. Tetapi masyarakat juga memberikan kontribusi berupa swadaya lokal.

Dukungan dari lembaga atau program lain. Keberhasilan pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan sebagai acuan dalam pembangunan, juga tidak terlepas dari dukungan-dukungan yang diberikan oleh PNPM, PIDRA, ACCESS, AIP-MNH, dan LSM seperti WVI, CD Bethesda, Yasalti, YCM, Tananua, Yayasan Sumba Sejahtera, KOPPESDA, Pahadang Manjoru dan sebagainya. Lembaga-lembaga atau program-program ini mendukung pelaksanaan program dari RPJM-Desa/Kelurahan. Mereka tidak membuat program yang sama sekali baru, tetapi mengkaji ulang beberapa hal penting untuk menyesuaikan dengan strategi program mereka.

Page 195: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

158

Praktik Cerdas Advokasi RPJM-Desa/Kelurahan

Studi ini menemukan pola-pola atau praktik-praktik cerdas advokasi yang dilakukan oleh warga dan pemerintah desa/kelurahan dalam implementasi program-program dari RPJM-Desa/Kelurahan. Secara umum, praktik-praktik yang digunakan di setiap desa atau kelurahan hampir sama polanya. Diantaranya: memanfaatkan mekanisme Musren-bang, mempromosikan RPJM-Desa/Kelurahan di luar me-kanisme Musrenbang kepada para pihak seperti Pemda (SKPD-SKPD), DPRD, PNPM dan LSM. Mereka memberikan foto kopi dokumen RPJM-Desa/Kelurahan kepada para pihak tersebut. Mereka juga melakukan lobi, negosiasi, membuat proposal dan memanfaatakan hubungan kekerabatan.

Pemerintah desa/kelurahan juga menggunakan peta sosial sebagai alat/instrumen “negosiasi” warga dan pe-merintah desa/kelurahan dengan pemerintahan supradesa/kelurahan dalam membuat keputusan untuk men-goal-kan usulan-usulan program mereka yang masuk lewat mekanisme Musrenbang dan juga PNPM. Juga, alat negosiasi dengan program-program non-pemerintah yang masuk ke desa/kelurahan seperti WVI, CD Bethesda, dan lain-lain.

Pengawalan Partisipatif Warga dalam Implementasi RPJM-Desa/Kelurahan

Studi ini menemukan beberapa praktik cerdas warga dan pemerintah desa/kelurahan dalam memantau atau “memastikan” implementasi program-program dari RPJM-Desa/Kelurahan secara tepat dan konsisten. Secara umum, momentum atau ruang pemantauan partisipatif warga se-lama ini yaitu pada saat pertanggungjawaban tahunan kepala desa, pertemuan enam bulanan perangkat desa/kelurahan,

Page 196: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

159

pertemuan di tingkat dusun atau RT/RW, monitoring langsung di lapangan oleh warga, dan lain-lain. Meski, dari segi konsistensi dan intensitas, ada beberapa desa yang melakukan pemantauan secara rutin, ada juga yang belum. Juga, semua desa/kelurahan belum memiliki alat untuk memantau kemajuan implementasi RPJM-Desa/Kelurahan.

Beberapa contoh dari praktik baik warga dalam peman-tauan pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan diuraikan berikut ini:

• RPJM-Desa/Kelurahan dibahas setiap tahun pada saat sidang pertanggungjawaban kepala desa/lurah. Pada kesempatan ini kepala desa/lurah menyampaikan pen-capaian-pencapaian program RPJM-Desa/Kelurahan.

• RPJM-Desa/Kelurahan dibahas oleh kepala desa ber-sama perangkat desa lainnya seperti LPM, BPD, Ketua PKK dan tokoh-tokoh masyarakat sekali setiap enam bulan.

• Pertemuan tahunan di tingkat dusun, RT/RW. Juga, dibentuk kelompok dan memantau secara langsung di lapangan.

• Monitoring pada saat pelaksanaan program oleh pemerintah desa beserta perangkat yang ditunjuk kepala desa.

• Evaluasi RPJM-Desa/Kelurahan juga dilakukan pada saat Musrenbang – ketika menyusun Rencana Kerja Tahunan.

• Monitoring dilakukan secara internal oleh pemerintah desa untuk memantau pelaksanaan program baik dari ADD, SKPD maupun PNPM.

Page 197: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

160

Tantangan dalam Implementasi RPJM-Desa/Kelurahan

Walaupun ada berbagai cerita sukses tentang peman-faatan RPJM-Desa/Kelurahan, itu tidak berarti tidak ada hambatan atau tantangan yang dihadapi selama ini. Studi ini telah menemukan beberapa tantangan yang dihadapi desa/kelurahan selama implementasi RPJM-Desa selama ini. Diantaranya:

• Keterbatasan dana untuk pembiayaan program-program dari RPJM-Desa/Kelurahan. Sumber-sumber pendanaan masih terbatas. Selama ini, lebih banyak program-program dari RPJM-Desa/Kelurahan dibiayai oleh APBD Kabupaten dan ADD/ADK, termasuk PNPM. PAD desa/kelurahan masih minim. Swadaya dan kepemilikan lokal dari masyarakat sudah ada tapi belum cukup. Ketergantungan masyarakat pada pihak luar untuk menjalankan program-program dalam RPJM-Desa/Kelurahan masih cukup tinggi.

• Inisiatif lokal untuk memperjuangkan RPJM-Desa/Kelurahan, “salurannya” masih sebatas menggunakan mekanisme Musrenbang. Memang, ada praktik-praktik desa/kelurahan yang melakukan upaya di luar Musrenbang alias “menjemput bola” melalui lobi, promosi, negosiasi dengan pihak-pihak lainnya. Namun, upaya ini hanya faktor keberanian oknum-oknum tertentu kepala desa atau lurah. Belum menjadi gerakan sosial desa/kelurahan secara bersama.

• Tingkat partisipasi masyarakat desa/kelurahan pada Musrenbang Dusun dan Desa cukup tinggi. Namun ketika proses itu naik ke kecamatan dan kabupaten, tingkat partisipasi masyarakat berkurang sejalan dengan tingkat Musrenbangnya. Semakin tinggi

Page 198: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

161

tingkat Musrenbang semakin rendah partisipasi masyarakat desa/kelurahan. Dan, proses Musrenbang seolah-olah berhenti pada Musrenbang Kabupaten. Warga masyarakat desa tidak mendapat informasi pascamusrenbang Kabupaten. Hal ini karena belum ada mekanisme lokal pascamusrenbang yang mengatur dan menjadi “ruang atau saluran” untuk menyampaikan usulan mana yang diterima atau diakomodir dalam RKA-SKPD dan APBD dan usulan mana yang sudah dicoret.

• Kapasitas pemerintah desa/kelurahan dan perangkat-nya serta warga masyarakat dalam pengelolaan pembangunan desa/kelurahan masih kurang. Misal-nya, dalam hal pembuatan dan pemutakhiran data base desa/profil desa, pembuatan pelaporan per-tanggungjawaban penggunaan dana APB-Desa dan ADD. Juga, kapasitas untuk melakukan negosiasi atau melobi proyek dengan SKPD-SKPD dan program-program lainnya masih kurang. Pemerintah desa belum sepenuhnya transparan dan akuntabel terhadap masyarakat dalam pengelolaan ADD/ADK. Pada sisi lain, pengawasan dari masyarakat juga belum kuat.

• Mekanisme penyerahan dokumen-dokumen penting (termasuk RPJM-Desa/Kelurahan) dari kepala desa/lurah lama kepada pejabat yang baru. Ada beberapa kepala desa/lurah baru yang tidak menerima dokumen RPJM-Desa/Kelurahan dari pejabat yang lama.

• Pembangunan desa/kelurahan masih kental ber-orientasi pembangunan infrastruktur ketimbang pembangunan kapasitas manusia. Memastikan pem-bangunan infrastruktur dan infrahuman, dua-duanya, sama penting, juga untuk meningkatkan kesadaran bahwa proses dan hasil (output), dua-duanya juga

Page 199: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

162

sama penting, memiliki tantangan yang luar biasa.

• Keterbatasan tenaga kesehatan dan pendidikan. Semua desa/kelurahan memiliki sekolah dasar dan fasilitas kesehatan (Posyandu, Pustu, Polindes) tetapi petugasnya masih sangat terbatas atau bahkan tidak ada. Sarana fisik yang telah dibangun tidak digunakan secara maksimal.

• Perangkat regulasi yang mengatur tentang perencanaan partisipatif (RPJM-Desa/Kelurahan), baik di kabupaten maupun di desa, belum ada.

• Mencari titik temu “common interests” antara tiga kepentingan yaitu suara/aspirasi warga (RPJM-Desa/Kelurahan) – perencanaan birokratis dan teknokratis (SKPD-SKPD) – kepentingan politik (janji kampanye, jaring asmara), sangat kompleks. Kondisi faktual yang terjadi selama ini, suara atau aspirasi warga masyarakat masih menjadi perhatian pada urutan terakhir.

Page 200: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

BAB V

GAGASAN KE DEPAN:

MELIPATGANDAKAN ANTUSIASME

Secara kelembagaan perencanaan merupakan sebuah pilar penting dalam otonomi desa. Perencanaan pembangunan desa/kelurahan merupakan panduan bagi desa/kelurahan agar dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dan kepentingan masyarakat setempat secara efektif, efisien, transparan, akuntabel dan berkelanjutan. Oleh karena itu semua desa berhak dan wajib memiliki dokumen perencanaan, baik jangka panjang (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Desa-RPJP-Desa), jangka menengah (RPJM-Desa) maupun jangka pendek (RKP-Desa). Dengan ini, pembangunan desa/kelurahan memiliki arah dan tujuan yang jelas dan terukur.

Keberhasilan dari 13 desa/kelurahan dalam proses penyusunan maupun dalam pengimplementasian RPJM-Desa/Kelurahan memberikan kontribusi kepada peningkatan kesejahteraan hidup warga masyarakat setempat. Dan, merupakan bukti dari praktik cerdas perencanaan pembangunan partisipatif. Oleh karena itu, untuk melipatgandakan antusiasme perencanan pembangunan partisipatif perlu menemukan kekuatan dari keberhasilan

Page 201: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

164

pada masa lalu dalam komunitas, (2) menghargai apa yang komunitas miliki sekarang (kekuatan saat ini), dan (3) membuat mimpi sebagai daya tarik (pendorong) dari bayangan positif di masa depan. Masa lalu, sekarang dan masa depan adalah sumber pembelajaran, inspirasi dan interpretasi yang tiada habisnya untuk sebuah perubahan. Upaya menemukan cerita sukses atau keberhasilan 13 desa/kelurahan dalam pengimplementasian RPJM-Desa/Kelurahan selama ini merupakan upaya untuk menemukan keberhasilan, menghargai kekuatan saat ini, dan dari itu mereka merancang masa depannya.

Cita-Cita Perubahan

Hasil studi ini menemukan bahwa 13 desa/kelurahan memiliki cita-cita untuk membangun desa/kelurahannya secara lebih baik, terutama berkaitan dengan perencanaan pembangunan yang responsif dan partisipatif. Secara umum, cita-cita mereka adalah masih berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat secara lebih baik. Untuk mencapai itu, maka semua komponen masyarakat di desa/kelurahan harus bekerja keras, meningkatkan keswadayaan tanpa harus bergantung pada bantuan pihak luar, dan membangun dengan aset-aset atau kekuatan-kekuatan yang ada di komunitas. Mereka menyadari bahwa pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan secara efektif membantu mereka untuk mewujudkan mimpi mereka.

Cita-cita mereka adalah ingin memiliki dokumen RPJM-Desa/Kelurahan yang disusun oleh mereka sendiri dengan inputs atau bantuan yang minimal dari pihak luar seperti LSM. Mereka juga bercita-cita agar dokumen RPJM-Desa ditetapkan melalui Perdes tentang RPJM-Desa. Dan berharap, pemerintah kabupaten akan membuat Perda tentang RPJM-

Page 202: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

165

Desa dan meningkatkan pengalokasian anggaran untuk desa/kelurahan baik melalui ADD maupun melalui SKPD-SKPD.

Mereka juga berharap agar program-program dari RPJM-Desa/Kelurahan yang masih tersisa dapat diimplementasikan selama satu dua tahun ke depan, sehingga semua harapan mereka dalam RPJM-Desa bisa terwujud. Untuk mewujudkan-nya, mereka akan tetap meningkatkan kerjasama dengan semua pihak, terutama dengan pemerintah kabupaten, PNPM, LSM dan program-program bantuan lainnya yang masuk ke ranah desa/kelurahan. Mereka juga tetap ber-komitmen untuk meningkatkan swadaya masyarakat dan mengelola ADD/ADK secara lebih maksimal.

Beberapa peluang yang bisa memaksimalkan upaya 13 desa/kelurahan dalam menggapai cita-cita mereka untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial melalui pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan ke depannya adalah sebagai berikut:

• Kemauan politik dan komitmen yang kuat dari Pemda Kabupaten Sumba Timur untuk menjadikan RPJM-Desa/Kelurahan sebagai basis perencanaan pembangunan daerah. RPJMD 2010-2015 Kabupaten Sumba Timur akan menggunakan RPJM-Desa/Ka-bupaten sebagai basis penyusunan perencanaannya.

• Penyatuan perencanaan regular dan partisipatif. Mulai tahun 2011, PNPM tidak akan membuat perencanaan sendiri tetapi mengikuti proses dan mekanisme Musrenbang. Dengan demikian, PNPM akan menyatu dan mendukung RPJM-Desa/Kelurahan yang telah dihasilkan.

• Kebijakan satu desa satu perencanaan. Dengan de-mikian, aktor-aktor pembangunan yang masuk ke desa dan pemerintah desa/kelurahan tidak perlu

Page 203: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

166

membuat perencanaan baru, tetapi menggunakan dokumen perencanaan yang sudah ada.

• Dukungan dana dari APBD, ADD/ADK dan dana dari provinsi (program anggur merah) dan dari pusat.

• Dukungan dari lembaga donor, LSM, gereja dan program-program lain yang masuk ke ranah desa/kelurahan.

• Pengembangan otonomi (kemandirian) desa, dimana desa berhak dan berwenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dan kepentingan masyarakat setempat.

• Pemilihan Kepala dan Wakil Kepala Daerah serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) secara langsung, mendorong mereka untuk semakin responsif, akuntabel dan transparan terhadap konstituennya.

Pengalaman di 13 desa/kelurahan tentu memberikan pelajaran dan teladan yang baik sehingga dibutuhkan adaptasi ke desa/kelurahan yang lain. Pelajaran tentang perencanaan desa/kelurahan yang lebih terpadu, intensif, sistematis, responsif dan partisipatif cukup mudah diadaptasi untuk memperbaiki regulasi perencanaan yang sudah ada, sekaligus juga diadaptasi kepada desa-desa dan kelurahan-kelurahan lainnya. Adaptasi model baru ini sangat penting untuk penyegaran dan inovasi atas praktik perencanaan musrenbang yang membosankan, tetapi adaptasi bukan sekadar copy and paste atas model baru yang telah dilaksanakan menjadi regulasi baru.

Di balik adaptasi model tampaknya perlu memperhatikan pelajaran berharga dari program yang sebenarnya sangat berguna untuk menjaga konsistensi dalam implementasi,

Page 204: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

167

sekaligus membuat musrenbang dan perencanaan lokal menjadi lebih bermakna. Sebuah pelajaran bermakna yang kami catat, dengan sentuhan yang minimal sebenarnya mampu menghasilkan perubahan yang signifikan dalam musrenbang. Sentuhan itu antara lain hadir dalam bentuk informasi, ruang-ruang yang dibuka bagi masyarakat, kehadiran teman pendamping, stimulus dana yang tidak terlalu besar, dan lain-lain. ACCESS sebagai institusi dari luar tidak mungkin akan menjadi teman bagi desa/kelurahan dalam melakukan mengawal perencanaan secara terus-menerus. Pemerintah daerah maupun NGOs lokal diharapkan menjadi pemain utama dalam memberikan sentuhan-sentuhan yang memberdayakan kepada desa/kelurahan secara berkelanjutan, setidaknya tradisi baru perencanaan lokal yang bermakna terlembaga dengan baik dan desa/kelurahan mempunyai kemandirian yang lebih kuat.

Tabel 5.1 Model kelembagaan perencanaan desa

Fragmented planning

Integrated planning

Congested/network planning

Gambaran Desa terdapat berbagai outlet perencanaan atau program baik dari desa sendiri maupun dari luar

Desa mempunyai wadah tunggal RPJMDes dan APBDes. Semua program dan uang masuk ke dalam rencana dan penganggaran desa.

Desa mempunyai RPJMDes. Program-program yang masuk ke desa tidak membuka outlet secara bebas seperti model pasar, tetapi mengacu sekaligus memperkuat RPJMDes.

Page 205: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

168

Peran pemerintah desa

Minimalist state Pemerintah desa hanya menjadi fasilitator, bahkan hanya menjadi penonton

Maximalist state Pemdes menjadi regulator yang kuat

Congested state Melakukan kontrol dan memastikan bahwa program-program yang masuk desa sesuai dengan rencana desa.

Tujuan Memotong mata rantai perencanaan daerah yang ruwet seperti benang kusut. Juga memberi kepercayaan kepada masyarakat dalam kerangka community driven development.

Membuat agenda “desa membangun” lebih terarah dan terpadu guna memperkuat otonomi desa.

Menyambungkan “missink link” atau membuat jaringan berbagai program yang masuk ke desa dengan rencana desa.

Menyiapkan dan melembagakan perencanaan di level desa/kelurahan yang lebih terpadu (integrated) niscaya akan membuahkan hasil yang lebih baik dan mempercepat kemandirian masyarakat. Buku ini merekomendasikan pe-lembagaan dan penguatan perencanaan satu rumah dan satu pintu yang tidak hanya seolah-olah terpadu, tetapi benar-benar integrated planning, sebagaimana tersaji dalam tabel 5.1. Model ini mempunyai skema desa mempunyai wadah tunggal RPJM-Desa dan APB-Desa. Semua program dan uang masuk ke dalam rencana dan penganggaran desa. Pemerintah desa tidak hanya bertindak sebagai fasilitator tetapi menjadi regulator, yang mengatur dan mengurus barang-barang

Fragmented planning

Integrated planning

Congested/network planning

Page 206: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

169

publik untuk kepentingan warga. Tujuan besarnya tidak lain adalah membuat agenda “desa membangun” lebih terarah dan terpadu guna memperkuat otonomi desa. Kalau desa menjadi lebih kuat dan mandiri, maka hal ini bukan menjadi beban pemerintah sebagaimana selama ini terjadi, tetapi menjadi potensi dan fondasi yang lebih kuat di masa depan.

Berbagai Rekomendasi

Studi ini menghasilkan sejumlah rekomendasi, baik untuk pemerintah kabupaten, DPRD, kecamatan, desa/kelurahan, maupun organisasi masyarakat sipil yang me-naruh perhatian besar bagi upaya membangun kedaulatan rakyat atas pembangunan dengan titik masuk melalui desa/kelurahan.

• Pemerintah Kabupaten

Hasil studi ini memberikan rekomendasi ke Pemerintah Daerah Kabupaten. Pertama, Perencanaan desa itu akan semakin kuat bila didukung oleh penyerahan sebagian kewenangan dari kabupaten kepada desa. Pemerintah ka-bupaten bisa mengambil referensi jenis-jenis urusan yang tertuang dalam Permendagri No. 30/2006, yang tentu saja disesuaikan dengan kapasitas dan konteks lokal. Dari sekitar 230-an jenis urusan yang bisa diserahkan kepada desa, pemerintah kabupaten bisa mengambil jenis-jenis yang relevan, dan kemudian desa-desa juga akan mengambil jenis-jenis urusan yang sesuai dengan kondisi desa. Karena itu penyerahan urusan dari kabupaten ke desa ini bersifat beragam (asimetris).

Kedua, menyediakan regulasi melalui Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur mengenai tahapan, tata cara

Page 207: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

170

penyusunan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan ren-cana pembangunan desa, sesuai amanah Pasal 66 PP 72/2005 tentang desa. Penjabaran lebih lanjut dari pasal ini adalah Pasal 19 Permendagri 66/2007 menegaskan bahwa rencana pembangunan yang diatur oleh Perda adalah RPJM-Desa dan RKP-Desa (ayat 1). Perda yang dimaksud paling sedikit memuat RPJM-Desa dan RKP-Desa, penyusunan RPJM-Desa dan RKP-Desa dan pelaksanaan RPJM-Desa dan RKP-Desa (ayat 2). Dengan adanya Perda ini maka akan memberikan jaminan atau kepastian hukum terkait rencana pembangunan desa yang telah disusun.

Ketiga, menyediakan dukungan dana secara memadai melalui APBD untuk membiayai pengimplementasian ren-cana pembangunan desa. Termasuk, Kabupaten hendaknya mengalokasikan ADD kepada desa sesuai amanah Pasal 68 ayat 1 poin c, PP 72/2005 tentang Desa yaitu paling sedikit 10% dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota. Dalam pengalokasian ADD, kabupaten sebaiknya memperhatikan aspek formula, relevansi, desain implementasi, kapasitas, akuntabilitas dan lain-lain. Pada saat yang sama, kabupaten melakukan penguatan kapasitas, perencanaan dan sistem pengelolan APB-Desa.

Keempat, mendukung dan memperluas promosi perencanaan-penganggaran lokal yang sensitif jender (gender sensitive local planning and budgeting). Perencana-an-penganggaran lokal bersensitif gender tidak hanya sekedar pengalokasian anggaran untuk perempuan, tetapi juga partisipasi perempuan dalam proses-proses pem-bangunan, dan posisi perempuan dalam masyarakat dan pembangunan merupakan agenda yang sangat penting. Ini termasuk memastikan partisipasi perempuan dalam proses perencanaan dan penganggaran seperti delegasi masyarakat dalam Musrenbang. Kabupaten sebaiknya memperhatikan

Page 208: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

171

keseimbangan jender dalam tim delegasi Musrenbang (kecamatan dan kabupaten), dan meyediakan dana yang memadai untuk tim delegasi.

Kelima, menyiapkan kebijakan dan program yang “mengurus” desa. Fungsi mengurus ini antara lain melakukan fasilitasi terhadap perencanaan-penganggaran, pengelolaan keuangan desa, penguatan kapasitas pemerintah desa/kelurahan dan perangkatnya seperti LPM, BPD, Sekdes terkait Tupoksi, serta supervisi yang memadai.

Keenam, menempatkan tenaga kesehatan dan pendidikan bagi desa/kelurahan yang sangat membutuhkan. Sebaiknya, diutamakan bagi desa/kelurahan yang sudah memiliki gedung atau fasilitas, tetapi belum memiliki tenaganya.

Ketujuh, memfasilitasi dan membentuk Tim Koordinasi Pengendalian Perencanaan-Penganggaran Desa/Kelurahan untuk melakukan monitoring, evaluasi, sharing pembelajaran terkait perencanaan-penganggaran desa/kelurahan. Tim ini sebaiknya beranggotakan perwakilan dari instansi pemerintah, Organisasi Masyarakat Sipil dan Swasta yang memiliki program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility). Tim ini juga diberi peran untuk menyusun rekomendasi kebijakan kepada kabupaten dalam rangka meningkatkan kualitas perencanaan-peng-anggaran pembangunan desa/kelurahan.

Kedelapan, pemerintah kabupaten sebaiknya merayakan Musrenbang desa/kelurahan sampai daerah, sebagai forum deliberatif warga dan saluran perencanaan partisipatif yang dilaksanakan setiap tahun. Musrenbang desa/kelurahan dan daerah lebih baik dirayakan agar dinamika perencanaan daerah, termasuk proses engagement antara masyarakat dan pemerintah, menjadi lebih bermakna dan semarak. Musrenbang bagaimanapun identik dengan pemilihan

Page 209: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

172

umum atau pilkada, sebagai arena praktik demokrasi. Kalau pemilu/pilkada merupakan arena demokrasi elektoral untuk memilih wakil rakyat dan pemimpin yang datang lima tahun sekali. Sementara musrenbang sebenarnya merupakan arena demokrasi deliberatif, sebuah ruang dan arena bagi pemerintah daerah, wakil rakyat dan masyarakat berdialog dan bersenyawa (engagement) mengambil keputusan setip tahun tentang pilihan-pilihan perencanaan dan penganggaran. Secara teoretis, proses deliberasi itu akan mempertemukan antara pendekatan politik dari atas, pendekatan teknokrasi dalam tubuh birokrasi daerah dan partisipasi dari bawah, yang selama ini terjadi kesenjangan dan missing link. Proses deliberasi sangat berguna untuk mengambil keputusan lokal yang menjadi kesepahaman bersama, memanusiakan manusia, merevitalisasi kepercayaan (trust) masyarakat kepada pemerintah, sekaligus juga mendongkrak legitimasi pemerintah di hadapan rakyat.

Perayaan musrenbang desa/kelurahan dan daerah tentu tidak terlalu sulit untuk dirumuskan dan dijalankan. Bupati melakukan mobilisasi informasi, birokrasi dan pendanaan untuk mendukung proses pramusrenbang dari bawah hingga proses musrenbang daerah. Musrenbang disiapkan sebaik mungkin dengan didukung oleh jajaran birokrasi, informasi mengenai evaluasi pembangunan tahun lalu dan tahun berjalan, serta arah prioritas pembangunan tahun yang akan datang. Musrenbang sebaiknya dihadiri lengkap oleh jajaran pemerintah daerah, DPRD, kecamatan, desa/kelurahan, unsur masyarakat, maupun para pelaku ekonomi, tentu dengan waktu yang cukup. Sebagai pemimpin daerah, bupati tidak hanya memberi sambutan pada saat musrenbang dan setelah itu pergi, tetapi diharapkan dengan sabar dan berperan aktif memberikan pencerahan kepada masyarakat, memberikan dorongan kepada para pelaku pembangunan,

Page 210: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

173

menyampaikan informasi evaluasi dan kebijakan, mendengar aspirasi masyarakat sekaligus berdialog dengan para peserta musrenbang. Inilah proses deliberasi yang niscaya akan memperoleh banyak kebajikan dan menentukan pilihan-pilihan politik yang terbaik bagi daerah.

• Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Hasil studi ini memberikan rekomendasi kepada DPRD. Pertama, menggunakan RPJM-Desa/Kelurahan sebagai acuan untuk melakukan jaring aspirasi masyarakat. Sebaiknya, DPRD melakukan kegiatan jaring asmara selama proses pelaksanaan Musrenbang-Desa dan Kecamatan sehingga para wakil rakyat daerah mengetahui secara jelas kepentingan/aspirasi konstituennya dan memperjuangkannya pada saat pembahasan dan penetapan APBD dengan pihak eksekutif. DPRD juga sebaiknya memiliki atau memegang foto kopi dokumen RPJM-Desa/Kelurahan.

Kedua, berkoordinasi dengan eksekutif untuk membuat regulasi dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur mengenai tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan desa, sesuai amanah Pasal 66 PP 72/2005 tentang Desa.

Ketiga, sebaiknya, DPRD terlibat dalam proses penyusun-an perencanaan, pengimplementasian, monitoring, evaluasi dan sharing pembelajaran RPJM-Desa/Kelurahan. Sehingga DPRD memiliki gambaran yang lengkap tentang proses pembangunan di desa/kelurahan dan akan menjadi inputs dalam melakukan fungsinya (anggaran, regulasi dan kontrol).

Page 211: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

174

• Kecamatan

Hasil studi ini memberikan rekomendasi kepada Kecamatan untuk: Pertama, menggunakan RPJM-Desa/Kelurahan sebagai acuan untuk membuat rencana strategis kecamatan.

Kedua, memfasilitasi desa dan/atau kelurahan untuk melakukan monitoring, evaluasi dan sharing pembelajaran antar-desa terkait pengalaman pemanfaatan RPJM-Desa/Kelurahan serta upaya-upaya untuk melipatgandakan prak-tik-praktik yang baik.

Ketiga, memfasilitasi desa/kelurahan dalam mempersiap-kan pelaksanaan Musrenbang Kecamatan. Sebaiknya, pihak kecamatan menyediakan fasilitator kecamatan yang handal dan independen dalam memfasilitasi proses Musrenbang-Kecamatan dan jumlah harinya ditambah. Serta, memperhatikan Tim Delegasi dari desa/kelurahan agar seimbang jender.

Keempat, membantu desa/kelurahan untuk mendapat akses atas anggaran dan program dari pemerintah kabupaten, lembaga donor, swasta, LSM, dan pihak-pihak lainnya untuk mendukung pengimplementasian RPJM-Desa/Kelurahan.

• Warga Masyarakat dan Pemerintah Desa/Kelurahan

Studi ini memberikan rekomendasi kepada warga ma-syarakat dan pemerintah desa/kelurahan untuk: Pertama, me-ningkatkan swadaya masyarakat dan kepemilikan lokal dalam perencanaan, pengimplementasian, pemantauan, evaluasi dan pembelajaran pembangunan pedesaan/kelurahan.

Kedua, membuat regulasi dalam bentuk Peraturan Desa (Perdes) tentang RPJM-Desa sesuai amanah PP 72/2005 dan Permendagri 66/2007.

Page 212: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

175

Ketiga, tetap menggunakan RPJM-Desa/Kelurahan se-bagai acuan pembangunan desa/kelurahan. Sebaiknya, pe-merintah desa/kelurahan lebih pro-aktif (menjemput bola) untuk melakukan lobi, promosi, koordinasi dengan para pihak (kecamatan, SKPD-SKPD, PNPM, donor, LSM, swasta, dan lain-lain) dalam memperjuangkan pelaksanaan program-program dari RPJM-Desa/Kelurahan yang belum terealisasi.

Keempat, perlu membentuk Tim Terpadu untuk me-lakukan monitoring, evaluasi dan sharing pembelajaran terkait pelaksanaan RPJM-Desa/Kelurahan, manfaat, tantang-an, dan lain-lain.

Kelima, mempublikasikan data, informasi dan laporan perkembangan program dan penggunaan dana (APB-Desa, ADD, dan dari sember-sumber lainnya) melalui papan informasi desa/kelurahan atau disampaikan pada pertemuan-pertemuan desa/kelurahan, misalnya pada Musrenbang-Desa/Kelurahan, dan kesempatan-kesempatan lainnya.

Keenam, membuat data base kader-kader desa yang sudah dilatih atau mengikuti pelatihan-pelatihan, kete-rampilan-keterampilan yang dimiliki dan kebutuhan pe-ngembangan kapasitas mereka. Sebaiknya, desa/kelurahan juga mengkonsolidasi dan memfasilitasi kader-kader desa/kelurahan (KPM, KPMD, Fasdes/Faskel) untuk melakukan sharing pembelajaran, dan melembagakan dalam bentuk asosiasi.

Ketujuh, meningkatkan penggunaan peta sosial desa - data klasifikasi tingkat kesejahteraan (indikator kemiskinan lokal) tetap menjadi acuan dalam program pembangunan desa/kelurahan. Bagi desa/kelurahan yang menilai peta sosialnya sudah tidak relevan lagi dengan kondisi sekarang, maka sebaiknya segera direvisi.

Page 213: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

176

Kedelapan, memberi ruang, kesempatan dan kepercayaan yang lebih luas bagi perempuan, orang miskin, kaum muda dan kaum marginal lainnya untuk terlibat secara lebih aktif lagi dalam pembangunan desa/kelurahan.

• Lembaga Donor, Organisasi Masyarakat Sipil (LSM) dan Swasta

Studi ini memberikan rekomendasi kepada lembaga donor, OMS/LSM dan swasta untuk: Pertama, mendukung desa/kelurahan melalui dana dan program untuk pengimple-mentasian program dari RPJM-Desa/Kelurahan. Sebaiknya, tidak perlu membuat perencanaan yang sama sekali baru tetapi cukup mendalami atau mengkaji dokumen peren-canaan yang ada dan mensinergikan dengan strategi program lembaga.

Kedua, menyediakan bantuan pengembangan kapasitas bagi desa/kelurahan melalui pelatihan, pendampingan lapangan, studi banding, magang, diskusi dan jenis-jenis pengembangan kapasitas lainnya dalam mendukung peng-implementasian RPJM-Desa/Kelurahan. Pengembangan atau penguatan kapasitas tidak hanya berfokus orang per orangan tetapi juga kelembagaan desa/kelurahan dan organisasi warga. Namun sebaiknya, tetap mendukung swadaya dan kepemilikan lokal sehingga tidak menimbulkan budaya ketergantungan desa/kelurahan yang sistemik pada pihak luar.

Ketiga, memfasilitasi desa/kelurahan dalam melakukan Musrenbang-Dusun dan Desa, memonitoring, mengevaluasi serta membagi pembelajaran dari praktik-praktik yang baik terkait pembangunan desa/kelurahan. Juga, dalam peng-kawalan hasil perencanaan desa/kelurahan ke pemerintah supradesa/kelurahan.

Page 214: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

177

Keempat, membantu desa/kelurahan dalam mempro-mosikan kepada agen-agen pembangunan di luar pemerintah tentang RPJM-Desa/Kelurahan dan praktik-praktik baik desa/kelurahan dalam pengimplementasian RPJM-Desa/Kelurahan.

Kelima, membuat studi tentang (1) pengaruh penerangan terhadap angka kelahiran penduduk desa/kelurahan, (2) pengaruh aksesibilitas jalan terhadap angka kematian ibu hamil, ibu melahirkan, dan Balita di daerah pedesaan, (3) sejauhmana regulasi dan APBD Kabupaten mengakomodir perencanaan dan penganggaran pembangunan desa/kelurah-an, (4) pengelolaan ADD, dan studi-studi lainnya yang relevan terkait dengan otonomi atau demokrasi desa.

Page 215: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan
Page 216: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Ketika Air Mata Haru Menetes

Di Kahaungu Eti

Oleh: Imelda Sulis Seda

Tinggal bersama masyarakat, merasakan apa yang men-jadi kebiasaan, kebutuhan dan tradisi mereka, merupakan anugrah tersendiri bagi saya sebab hal ini tidak semua orang merasakannya. Sebuah panggilan kehidupan yang impresif.

Kalau selama ini, kita merasakan hidup yang serba mudah, enak dan mapan ternyata jauh di sana di pelosok desa, di balik bukit-bukit terjal dan hamparan padang sabana yang luasnya tak terkira, masih banyak teman dan sahabat kita yang belum merasakan kemerdekaan hidup. Setidaknya, hidup yang seperti saya alami.

Mereka belum merdeka dalam berbagai aspek kehidup-an. Miskin informasi sebab letak desa yang nun jauh dan sulit dijangkau oleh arus deras kemajuan informasi dan teknologi. Mereka belum merdeka atas pendidikan. Sekolah ibarat barang mewah. Sekolah jauh. Guru juga terbatas. Bahkan, hanya ada satu guru mengajar untuk satu sekolah. Begitupun kesehatan. Fasilitas serba minim. Petugas medis tidak berada di tempat. Padahal, gedungnya ada.

Perempuan saat itu belum berani untuk terlibat secara aktif dalam pertemuan di tingkat desa. Jangankan berani ber-bicara, hadir pada pertemuan saja jarang. Pokoknya, wilayah gerak perempuan hanya di sekitar dapur, sumur dan tikar. Atau orang pintar bilang wilayah domestik.

Page 217: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

180

Namun, mereka tidak merasa putus asa. Hidup mereka mengalir terus. Tidak ada kata menyerah. Mereka memiliki kekuatan bahwa mereka harus dan tetap berjuang untuk hidup mereka. Setidaknya, berjuang untuk mempertahankan hidup yang dianugerahkan Tuhan kepada mereka. Dan, berjuang untuk keluar dari cengkeraman kemiskinan yang sistemik dan membudaya.

Berawal dari kepedulian saya yang besar terhadap orang miskin, perempuan dan kaum terpinggirkan di desa, saya bergabung dengan Mitra Samya. Tahun 2006 hingga 2007, Mitra Samya yang didukung oleh ACCESS Phase I dan Pemda Sumba Timur, membantu 13 desa/kelurahan memfasilitasi penyusunan perencanaan desa (RPJM-Desa). Saya menjadi fasilitator CLAPP-GPI. CLAPP-GPI merupakan sebuah pen-dekatan yang dipakai untuk penyusunan perencanaan desa. Saya diberi tugas untuk memberi bantuan teknis bagi Fasilitator Desa (Fasdes) dalam proses penyusunan RPJM-Desa. Saya, bersama dengan beberapa fasilitator dari LSM lokal lainnya, ditempatkan di Kecamatan Kahaungu Eti.

Dengan semangat yang luar biasa, kami berangkat ke Kahaungu Eti. Setiap hari, kami berjalan dan melakukan pertemuan dari satu dusun ke dusun yang lain, dari satu desa ke desa yang lain. Jarak yang jauh, jalan desa yang berliku-liku, mendaki, menurun, panas matahari yang menyengat, angin malam yang dingin, tidak menjadi masalah. Bahkan, ada pengalaman yang tidak pernah pergi dari ingatan saya, yaitu ketika kami tidak makan selama satu hari dan satu malam. Waktu itu, makanan dan minuman sudah habis. Tapi, kami tetap melaksanakan pertemuan bersama masyarakat.

Rasa dahaga dan lapar tidak menjadi penghambat bagi kami untuk maju terus menggapai impian. Bahkan, kami merasa kenyang terus karena terobati dengan keberadaan masyarakat desa yang sangat berantusias mengikuti per-

Page 218: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

181

temuan, berdiskusi, tertawa ria, menari, menyanyi. Apalagi kaum perempuan berebutan untuk berbicara. Kami men-dorong mereka untuk berbicara dalam bahasa setempat. Berbicara apa saja. Tidak perlu takut salah atau benar. Ruang dan kesempatan, kami beri seluas-luasnya. Dan, ternyata, cara itu efektif.

Di beberapa desa, untuk mengumpulkan kaum perem-puan sulit, karena kesibukan mereka di kebun, rumah tangga dan kegiatan lainnya. Kami tidak hilang akal. Kami menyesuaikan dengan rutinitas mereka. Terkadang, kami harus melakukan pertemuan di malam hari dengan menggunakan penerangan yang ala kadarnya yaitu pelita. Walaupun pertemuan di malam hari dan jaraknya cukup jauh, tetapi mereka tetap datang ke pertemuan. Semangat mereka untuk berubah tidak bisa terhambat hanya karena ketiadaan penerangan.

Salah satu keberhasilan yang membanggakan adalah mereka berhasil menyusun indikator kemiskinan lokal. Mereka sendiri yang menentukan dan menyepakati siapa yang miskin, siapa yang menengah, dan siapa yang kaya di desanya. Mereka yang menentukan sendiri ciri-ciri pembeda, yang membedakan satu dengan yang lainnya. Ciri-ciri pem-beda ini, bukan bermaksud untuk membuat “gap” sosial baru. Akan tetapi, hal ini dilakukan semata–mata agar proses pembangunan desa lebih terarah dan tepat sasaran. Dengan ini, data kemiskinan desa menjadi sangat jelas. Jelas siapa orangnya, berjenis kelamin apa, dan tinggalnya di mana.

Kemudian, dari informasi-informasi kemiskinan lokal tersebut, masyarakat membuat visualisasinya dalam ben-tuk gambar peta sosial desa. Pada momen ini, imajinasi dan emosi mereka pada seni mengalir begitu saja di atas kanvas yang kami sediakan. Mereka berebutan menyumbag ide-ide kreatifnya untuk menggambar dan memberikan simbol

Page 219: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

182

pada peta sosial tersebut. Peta ini memberikan informasi kunci yang berkaitan dengan sebaran penduduk berdasarkan tingkat kesejahteraannya. Potensi sumberdaya alam dan permasalahannya. Akses dan kontrol laki-laki dan perem-puan dalam pengelolaan sumberdaya alam. Sarana umum serta akses dan kontrol laki-laki dan perempuan terhadap pemanfaatan sarana umum tersebut. Peta sosial ini dipasang di kantor desa dan juga dalam dokumen RPJM-Desa.

Momen lain yang tak kalah penting menarik dan berharganya bagi saya, ketika pelatihan tentang CLAPP-GPI bagi Fasilitator Desa. Pelatihan ini diselenggarakan di Hotel Jemmy, Waingapu. Difasilitasi oleh Mitra Samya.

Pelatihan ini dimulai dengan mengeksplorasi harapan peserta dari pelatihan. Tiba–tiba saja, saya didekati beberapa orang Fasdes. Mereka mengatakan, “Ibu, kami ini orang desa. Kami tidak tahu mau bicara apa di sini. Bahasa Indonesia kami kurang bagus. Jangan sampai, kami menjadi bahan tertawaan orang-orang”. Ada seorang Fasdes lain lagi. Ia seorang ibu rumah tangga. Ia mendekati saya dan mengatakan, “Ibu, saya sekolah tidak sampai SMA. Saya tidak sama seperti ibu mereka. Saya gugup duduk dengan peserta-peserta lain di sini. Apalagi, saya ini hanya seorang perempuan desa. Saya baru pertama kali ikut kegiatan seperti ini”. Dan, teman lainnya juga mengatakan, “Ibu, saya mau omong tapi bagaimana caranya?” Inilah potret kepolosan orang-orang desa. Mereka tidak malu mengatakan yang sebenarnya. Apa adanya. Tanpa tedeng aling-aling.

Lalu saya memberikan kekuatan dan membangkitkan rasa percaya diri mereka. “Bapa dan mama, jangan kuatir. Bapa dan mama, ungkapkan saja apa yang dipikirkan”. Kemudian saya memberi kertas meta plan dan spidol kepada mereka untuk menulis. Mereka mencoba menulis dan kemudian membacakan hasil tulisannya pada saat pleno.

Page 220: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

183

Ada yang tangannya gemetar dan napasnya tersengal-sengal ketika berdiri dan membaca tulisan tersebut.

Pada saat rehat, saya bertanya kepada seorang mama, “Bagaimana perasaan mama waktu membaca tulisan tadi?” “Saya punya jantung berdebar dan keringat dingin”, jawab mama itu polos. Kemudian saya katakan kepada mama itu, “Mama, di tempat ini tidak ada yang berbeda. Semua sama. Tidak akan pernah ada orang yang tertawa atau beranggapan bapak dan mama mereka tidak mampu. Kita di sini saling belajar. Kami juga ingin belajar dari mama. Oleh karena itu, kita berada di tempat ini sekarang untuk maksud itu”.

Inilah awal mulanya, transformasi pengetahuan bagi Fasdes, yang memfasilitasi proses penyusunan RPJM-Desa di desa. Mereka sangat sederhana dari penampilan. Miskin gaya. Polos dan lugu dalam berbicara. Namun, saya menghayati dengan sungguh bahwa di balik semua itu, mereka memiliki semangat dan militansi untuk berjuang serta ketulusan untuk mengabdi bagi sesama. Mereka memiliki rasa solidaritas sosial yang mumpuni dan orisinal untuk melayani sesama. Setelah pelatihan, kami bersama Fasdes memulai proses penyusunan RPJM-Desa.

Kami menghabiskan waktu tiga hingga empat bulan lamanya dalam memfasilitasi setiap desa menyusun RPJM-Desa. Tahun 2006, kami memfasilitasi dua desa dan tahun 2007, tujuh desa. Akhirnya, semua desa di Kecamatan Kahaungu Eti memiliki dokumen RPJM-Desa. Waktu yang sangat singkat, tetapi meninggalkan dan memberikan beribu pengalaman berharga bagi saya dalam menjalankan panggilan hidup di bidang pemberdayaan masyarakat. Benar kata orang bijak bahwa pengalaman harus dilalui, dan dijalani, tidak bisa diajarkan. Sejak itu, saya pun bekerja di desa lain di Sumba, dan bergabung dengan proyek Pro Air, GTZ.

Page 221: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

184

Waktu berjalan begitu cepat, hingga tak terasa, sudah tiga hingga empat tahun lamanya, RPJM-Desa berada dalam tahap pengimplementasian. Saya menjadi penasaran dan ingin tahu perubahan-perubahan yang telah terjadi di desa setelah mereka memiliki dokumen perencanaan yang lebih baik. Waktu yang ditunggu pun datang. Ketika saya diajak oleh Pak Ferdi Rondong (Koordinator Provinsi ACCESS Sumba), untuk berbicang tentang rencana merefleksi pemanfaatan RPJM-Desa di Kahaungu Eti. Kami sepakat untuk melakukan pertemuan dengan semua kepala desa pada tanggal 23 Januari 2010 di Kecamatan Kahaungu Eti.

Jam setengah tujuh pagi, tanggal 23 Januari 2010, saya bersama Pak Ferdi dan Ibu Linda (PAO ACCESS Sumba), berangkat dari Waingapu menuju Kahaungu Eti. Sekitar jam Sembilan kami tiba di kantor Kecamatan Kahaungu Eti. Pihak kecamatan dan beberapa kepala desa sudah menunggu kedatangan kami.

Pagi itu udara segar dan langit cerah. Sambil menikmati keindahan alam Kahaungu Eti, sebelum pertemuan dimulai, saya menyapa dan menyalami beberapa Fasdes yang dulu memfasilitasi RPJM-Desa. Saya senang karena kami masih saling kenal. Dan, diberi kesempatan untuk bersua lagi. Mulanya, saya mengira kalau mereka juga akan mengikuti pertemuan refleksi. Ternyata bukan. Mereka datang untuk mengikuti pertemuan dengan KPUD.

Mereka dipilih sebagai tim pengawas pemilu kepala daerah (Pemilu Kada) tingkat kecamatan. Kemudian saya bertanya lagi, “selain sebagai Tim Pengawas, aktivitas apa saja selama ini?” Mereka menjawab bahwa mereka sudah menjadi KPMD PNPM MP. “Kami dipilih menjadi fasilitator PNPM karena kami sudah memiliki kemampuan dan pengalaman memfasilitasi masyarakat pada waktu dengan Mitra Samya. Kami menggunakan cara CLAPP-GPI dalam

Page 222: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

185

memfasilitasi masyarakat”, demikan diungkapkan salah satu Fasdes. Jujur, saya merasa kaget, bangga dan terharu. Masih segar dalam ingatan saya, kalau Fasdes yang menjadi Panwas Pemilu Kada dan KPMD PNPM MP itu, adalah dia yang dulu pada saat pelatihan CLAPP-GPI di Waingapu, belum bisa berbicara, malu, kurang percaya diri, dan sebagainya. Sekarang dia sudah menjadi “orang”. Luarbiasa! Untuk membagi rasa haru itu, saya mengatakan kepada Pak Ferdi, “Pak, mereka ini dulu Fasdes. Tapi, sekarang sudah menjadi Tim Panwas Pemilu Kada dan KPMD PNPM”. Lalu Pak Ferdi mengatakan “wah bagus dan hebat ya”.

Setelah, semua kepala desa datang, kami memulai pertemuan. Saya menjadi fasilitator. Saya memberikan kesempatan kepada Sekcam untuk membuka pertemuan. Ke-mudian, kepada Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan dan KB, sebelumnya sebagai Camat Kahaungu Eti, Pak Okto, untuk menceritakan kilas balik penyusunan RPJM-Desa dan dukungan-dukungan yang diberikan dari kecamatan. Kemudian, kesempatan diberikan kepada Pak Ferdi untuk menjelaskan tujuan ACCESS terlibat dalam proses ini. Setelah itu, saya memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap kepala desa untuk bercerita tentang kemajuan pemanfaatan RPJM-Desa di desanya.

Dari sharing pengalaman tersebut, kami mendapat begitu banyak cerita keberhasilan dari setiap desa. Semua kepala desa mengatakan bahwa mereka menggunakan RPJM-Desa sebagai acuan pembangunan di desa. Mereka meng-gunakannya pada saat Musrenbang-Desa untuk mengakses dana dan program dari kabupaten. Mereka mendapat alokasi dana yang semakin meningkat dari Pemda Kabupaten. ADD lancar dan dipakai untuk melaksanakan program dari RPJM-Desa. Partisipasi masyarakat, terutama perempuan dan orang miskin, dalam komunitas dan pembangunan desa

Page 223: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

186

meningkat. Perempuan tidak hanya berbicara dan terlibat dalam proses pembuatan keputusan desa, tetapi juga mulai menduduki posisi-posisi strategis di kelembagaan desa, sebagai Kepala Desa, LPM, BPD, KPMD PMPN, dan lain-lain. Bahkan ada Fasdes dari Kecamatan Kahaungu Eti yang terpilih menjadi anggota DPRD pada pemilu tahun 2009. PNPM juga mendukung pelaksanaan program-program dalam RPJM-Desa.

Pembangunan sarana fisik perdesaan seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, penerangan, jalan raya serta sarana air bersih dan irigasi meningkat secara mencolok. Pelayanan publik pun semakin baik. Misalnya, di Laimbonga, satu gedung SDM Laimbonga sudah dibangun. Sehingga hasil pendidikan semakin baik. “Perubahan pada bidang pen-didikan sudah baik. Proses belajar-mengajar sudah berjalan lancar. Kehadiran murid di sekolah sudah mencapai 80 hingga 90%. Kehadiran guru-guru di sekolah juga sudah mencapai 80 hingga 90%. Dalam dua tahun terakhir, SDM Laimbonga lulus 100% pada ujian akhir nasional. Hal ini terjadi karena kami menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai bagi guru dan murid. Ini berkat RPJM-Desa”, (Kepala Desa Laimbonga).

Di Desa Meurumba, angka kemiskinan menurun. Dan diperkirakan sudah 60% program-program dalam RPJM-Desa sudah tercapai. “Tahun ini sudah masuk tahun ketiga. Dengan melihat tingkat perkembangan dan perubahan yang terjadi, saya menilai sudah 60% program-program yang ada dalam RPJM-Desa sudah tercapai. Ada penurunan angka kemiskinan. Ada pemberdayaan orang miskin dan perempuan. Pembangunan di desa selalu mengacu pada RPJM-Desa. Pengelolaan ADD pun mengacu pada RPJM-Desa. Kami sudah merencanakan untuk melakukan evaluasi

Page 224: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

187

secara menyeluruh setelah 5 tahun kami menggunakan RPJM-Desa” (Kepala Desa Meurumba).

Untuk menyukseskan program RPJM-Desa, maka kepala desa rajin “menjemput bola” alias melakukan lobi dengan SKPD-SKPD. Misalnya, Kepala Desa Kataka memberikan proposal kepada SKPD. Dimana, program-program yang sudah ada dalam RPJM-Desa ditulis lagi dalam bentuk proposal. ”Kami selalu melakukan lobi dengan dinas-dinas terkait di kabupaten berdasarkan perencanaan yang tertuang dalam RPJM-Desa dan kami buatkan dalam bentuk proposal. Dalam pembuatan usulan tersebut, kami tetap melibatkan perempuan, orang mikin, laki – laki dan semua unsur terkait di desa” (Kepala Desa Kataka).

Masih ada banyak lagi cerita sukses dari para kepala desa yang tidak ditulis dalam cerita ini. Saking banyaknya cerita sukses, pertemuan yang semulanya direncanakan tutup jam tiga sore, ternyata berlangsung hingga jam lima. Akhirnya, kami pulang ke Waingapu dengan rasa gembira yang luar biasa.

Dari sekian banyak cerita sukses tersebut, yang mem-buat saya terharu hingga air mata menetes tak terasa, adalah Fasdes yang telah berhasil menjadi “orang”. Betapa tidak! Bayangkan saja, kalau awalnya mereka mengatakan kami tidak bisa berbahasa Indonesia yang baik. Kami tidak berani berbicara. Kami tidak mampu memfasilitasi. Kami tidak tahu bagaimana melaksanakan program dari RPJM-Desa. Ternyata, kini semua ketakutan dan keterbatasan itu tidak punya arti apa-apa lagi. Mereka telah menjadi champion (bintang) perubahan sosial yang mumpuni di desa. Dari orang biasa menjadi orang luar biasa. Dari merasa diri tak berarti menjadi menjadi orang yang sangat berarti. Ini bukan keniscayaan, tetapi sungguh sebuah keberadaan dari perubahan nyata.

Page 225: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

188

Sebuah semangat yang mendorong saya untuk lebih banyak belajar dari mereka adalah mereka tidak pernah putus asa. Mereka tidak pernah kenal lelah berjuang untuk kehidupan yang lebih baik. Jujur, saya secara pribadi sebenarnya tidak mampu berkata–kata, sembari menetes air mata haru, saya membatin bahwa KEADILAN akan menjadi milik semua orang apabila ada rasa solidaritas dan mengakui bahwa setiap orang memiliki kekuatan. Setiap orang memiliki talenta. Talenta untuk menggapai mimpi akan sebuah kehidupan yang lebih baik, adil dan bermartabat. Betapa tidak dan mengapa tidak!

Page 226: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Dianus Umbu Sunga, aktif di Yayasan Pahadang Manjoru, sedang menekuni Pe-nguatan Ekonomi Lokal. Juga, Fasilitator Pe-rencanaan Penganggaran Partisipatif (CLAPP – GPI).

Sulis Setiawati Seda adalah Direktur Yayasan Peduli Kasih, Waingapu, saat ini aktif dalam isu perencanaan dan penganggaran desa bersama Mitra Samya. Juga sebagai Pelatih Perencanaan Penganggaran Partisipatif (CLAPP – GSI)

Johny T. Joz, aktif di Yayasan Pahadang Manjoru, sedang menekuni Penguatan Eko-nomi Lokal. Dan juga Fasilitator Perencanaan Penganggaran Partisipatif (CLAPP-GPI).

Angelus Taseng, saat ini sedang menekuni isu perencanaan dan penganggaran desa ber-sama Mitra Samya, Fasilitator Perencanaan Penganggaran Partisipatif (CLAPP – GSI).

Biodata Penulis

Page 227: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

190

Yosefina Linda P., Provincial Administrative Officer ACCESS NTT di Sumba

Martha Hebi, Program Officer ACCESS NTT di Sumba

Ferdinandus Rondong, Koordinator Provinsi ACCESS NTT di Sumba

Page 228: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Daftar Pustaka

Aspinal, E., and Mietzner, M., (2010), Problems of Democratization in Indonesia: Elections, Institution, and Society, Institute of Southeast Asian Studies, Singapore.

Badan Pusat Statistik, (2010) Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2010, Berita Resmi Statistik No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010.

Bank Dunia, (2000), World Development Report 2000/1, Attacking Poverty.

Beetham, D. (1996), “Theorising democracy and local government” in King, D. and Stoker, G. (eds.) Rethinking Local Democracy. Macmillan, London. 28-49.

Beard, Victoria. dan Aniruddha Dasgupta (2006), “Collective Action and Community-Driven Development in Rural and Urban Indonesia”, Urban Studies, Vol. 43, No. 9.

Cornwall, A. (2000), “Bridging the gap? ‘Good governance’, citizenship and rights.” In Cornwall, A. Beneficiary, customer, citizen: Perspectives on Participation for Poverty Reduction. SIDA studies No.2: 60-68.

Cornwall, A and Gaventa, J. (2000), From users and choosers to makers and shapers: Repositioning participation in social policy. IDS Bulletin 31 (4): 50-62.

Cornwall A. and Gaventa, J. (2001), “Bridging the gap: citizenship, participation and accountability”, in Deliberative Democracy and Citizen Empowerment

Page 229: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Studi RPJM-Desa

192

- PLA Notes 40:32-35. International Institute for Environment and Development (IIED), London.

Cornwall A. (2004), “Spaces for Transformation? Reflection on Issues of Power and Difference in Participation in Development”, in S. Hickey and G. Mohan (eds.), Participation: From Tyranny to Transformation? Exploring New Approaches to Participation in Development, pp. 75-91, London: Zed Books.

Court, J., Mendizabal, E., Osborne, D., and Young J., (2006), Policy Engagement, How Civil Society Can be More Effective, Overseas Development Institute.

Erb, M., and Sulistiyanto, P., (2009), Deepening Democracy in Indonesia” Direct Election for Local Leaders (Pilkada), Institute of Southeast Asian Studies, Singapore.

Estrella, M. (2001), Review of Literature on Indicators of Good Local Governance, Institute for Popular Democracy (IPD), Manila.

Fowler, Alan. dan Kees Biekart (eds) (2008), Civic Driven Change: Citizen’s Imagination in Action. The Hague: Institute of Social Studies.

Fung, Archon dan Erik Olin Wright (2003), Deepening Democracy: Institutional Innovations in Empowered Participatory Governance, London, New York: Verso.

Fung, A. and Wright, E. O. (2001), “Deepening Democracy: Innovations in Empowered Participatory Governance”, Politics and Society 29 (1): 5-41.

Gaventa, John. (2006), Triumph, Deficit or Contestation? Deepening the ‘Deepening Democracy’ Debate, IDS Working Papers 264.

Guinier, Lani (2008), “Beyond Electocracy: Rethinking the Political Representative as Powerful Stranger”, The Modern Law Review, Vol. 71, No. 1.

Page 230: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan

Suara Warga Suara Pembangunan

193

Holtzappel, C.J.G & Ramstedt, M., (2009), Decentralization and Regional Autonmy in Indonesia: Implementation and Challenges, Institute of Southeast Asian Studies, Singapore.

Lachapalle, Paul R., Smith, P. D., and McCool, S. (2004), “Access to Power or Genuine Empowerment? An Analysis of Three Community Forest Groups in Nepal”, in Human Ecology Review 11 (1).

Mansuri, Ghazal & Vijayendra Rao (2004), “Community-Based and –Driven Development: A Critical Review”, The World Bank Research Observer Vol 19 No. 1.

Mitchell, Bruce. (1994), “Sustainable Development at the Village Level in Bali, Indonesia”, Human Ecology, Vol. 22, No. 2.

Oyugi, W.O. (2000), “Decentralisation for good governance and development: Concepts and Issues.” Regional Development Dialogue 21 (1): 3-25.

Rawski, Frederick. (2006), “World Bank Community Driven Development Programming in Indonesia and East Timor”, International Law and Politics, Vol. 37, No. 919.

Soemardjann, Selo (1992), “Otonomi Desa: Apa Itu?”, Jurnal Ilmu-ilmu Sosial, No. 2.

Solihin, D, (2004), Perencanaan Partisipatif – Presentation Transcript, Latihan Keuangan Daerah Angkatan X L, Diklat LPEM Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.

Wainwright, Hilary. (2003), Reclaim the State: Adventures in Popular Democracy (London: Verso.

Page 231: Studi RPJMDes-Suara Warga Suara Perubahan