Upload
vandan
View
243
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
Jurnal Teknik Sipil ISSN 2302-0253
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 13 Pages pp. 26- 38
Volume 2, No. 1, Februari 2013 - 26
STUDI REVITALISASI JALUR KERETA API BANDA ACEH –
BATAS SUMATERA UTARA
Yusrizal1, Sofyan M Saleh
2, Noer Fadhly
2
1) Magister Teknik Sipil Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
2)Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala
Abstract: The history of railways in Indonesia, especially in Aceh built since the year 1876 until
1939, and had reached its golden age. Over time with the reduction in government regulations,
advantages of rail decline and continues to weaken. In the coming decade to offset the
environmental development of transportation in getting the required increase in the share of
freight trains optimal revitalization by leveraging its strengths and advantages. Issues that will
be addressed in this study include: the demand for railroad revitalization needs of Banda Aceh -
North Sumatra limits in terms of movement and traction with the rise of socio-economic
parameters, and economic factors, financial railway construction Banda Aceh - the limit of
Sumatra north. The method used in the study is the analysis correlation and multiple linear
regression analysis to calculate the equation trip generation and trip traction in transport
modeling studies. Financial and economic studies. The results of this study indicate the
movement of the model equation trip generation in the province of Aceh's most fulfilling are: Y
= -276793.93+ 1.662X2 + 3.933X4 + 923.641X5 + 0.653X16 and models Equation trip attraction
in Aceh province's most fulfilling is Y = -381707.399 + 3.658X4 + 42.450X9 + 12.652X12.
Parameters that influencing movement is broad forest (X2), the total population (X4), the
population density per km2 (X5); GDP / Capita (X9), the number of agricultural production
(X16) and the number of motor vehicles (X12). The study analyzes the economic and financial
indicators with subsidies showed EIRR 10.17% and 15.02% FIRR is feasible, since most
investors want FIRR> 15%. These results indicate that the need for a clearer division of roles
between the public service functions (government) based on the principles of PSO, IMO, TAC.
Keywords :Trip generation and attraction, Investment costs, Socio-economic, Sensitivity
Abstrak: Sejarah perkeretaapian di Indonesia, khususnya di Aceh dibangun sejak tahun 1876
sampai tahun 1939, dan sempat mencapai masa keemasannya. Seiring waktu dengan semakin
berkurangnya regulasi dari pemerintah, keunggulan yang dimiliki kereta api mengalami
kemerosotan dan terus melemah. Dalam dekade mendatang untuk mengimbangi perkembangan
lingkungan transportasi dalam mengusahakan peningkatan pangsa angkutan maka diperlukan
revitalisasi kereta api yang optimal dengan memanfaatkan kelebihan dan keunggulan yang
dimilikinya. Permasalahan yang akan dibahas dalam studi ini antara lain: permintaan terhadap
kebutuhan revitalisasi jalur kereta api Banda Aceh – batas Sumatera Utara ditinjau dari segi
pergerakan bangkitan dan tarikan dengan parameter sosio ekonomi; dan faktor ekonomi,
finansial dari pembangunan jalur kereta api Banda Aceh – batas Sumatera Utara. Metode yang
digunakan dalam studi adalah analisis korelasi dan analisis regresi linier berganda untuk
menghitung persamaan bangkitan dan tarikan dalam kajian permodelan transportasi. Dan kajian
ekonomi finansial. Hasil studi ini menunjukan persamaan model pergerakan bangkitan di
Provinsi Aceh yang paling memenuhi adalah: Y = -276793,93+ 1,662X2 + 3,933X4 +
923,641X5 + 0,653X16 dan Persamaan model pergerakan tarikan di Propinsi Aceh yang paling
memenuhi adalah Y = -381707,399 + 3,658X4 + 42,450X9 + 12,652X12. Parameter yang
mempengaruhi pergerakan ini adalah luas hutan (X2); jumlah penduduk total (X4); kepadatan
penduduk per km2 (X5); PDRB/Kapita (X9); jumlah produksi pertanian (X16) dan jumlah
kenderaan bermotor (X12). Kajian analisis ekonomi dan finansial dengan subsidi menunjukan
indikator EIRR 10,17% dan FIRR 15,02% adalah layak, karena umumnya pihak investor
menginginkan FIRR > 15%. Hasil ini menunjukan bahwa perlu adanya pembagian peran yang
lebih jelas antara fungsi pelayanan umum (pemerintah) berdasarkan prinsip-prinsip PSO, IMO,
TAC.
Kata Kunci : Bangkitan Tarikan, Biaya investasi, Sosio-ekonomi, Sensitifitas
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
27 - Volume 2, No. 1, Februari 2013
PENDAHULUAN
Sejarah perkeretaapian di Indonesia,
khususnya di Aceh dibangun sejak tahun 1876
sampai tahun 1939, dan sempat mencapai masa
keemasannya dan seiring waktu dan sejalan
dengan semakin berkurangnya regulasi dari
pemerintah, keunggulan yang dimiliki kereta
api mengalami kemerosotan dan terus
melemah. Dalam dekade mendatang untuk
mengimbangi perkembangan lingkungan
transportasi dalam mengusahakan peningkatan
pangsa angkutan maka diperlukan revitalisasi
kereta api yang optimal dengan memanfaatkan
kelebihan dan keunggulan yang dimilikinya.
Penelitian ini dibatasi oleh lingkup tinjauan
dan kajian meliputi::
1. Kajian pergerakan penumpang untuk
kebutuhan permintaan jalur kereta api
Banda Aceh – batas Sumatera dengan
sistem permodelan bangkitan dan tarikan
dengan parameter sosioekonomi sehingga
memperoleh perkiraan jumlah penumpang
kereta api dari permodelan yang didapat;
2. Kajian kelayakan ekonomi dan finansial
ditinjau dari segi nilai investasi,
pendapatan dan tahun investasi dengan
sensitifitas suku bunga yang berlaku pada
rute lama.
KAJIAN KEPUSTAKAAN
Perencanaan Transportasi
Susantono (2004) yang dikutip dari Sofyan
(2009) menyatakan bahwa transportasi secara
definisi adalah pergerakan orang dan barang
dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan
berbagai maksud perjalanan dan menggunakan
berbagai moda alat angkut yang memungkinkan.
Definisi tersebut mengadung makna bahwa
perjalanan dilakukan dengan maksud tertentu,
dan sumber daya yang dibutuhkan untuk
melakukan perjalanan dialokasikan untuk
mendatangkan manfaat tersebut lebih besar dari
sumber daya (terutama biaya) yang dikeluarkan.
Analisis Bangkitan dan Tarikan
Tamin (2008) menyatakan model adalah
alat bantu atau media yang dapat digunakan
untuk mencerminkan dan menyederhanakan
suatu realita (dunia sebenarnya) secara terukur.
Suhermin (2008) menyatakan dalam
melakukan analisis bangkitan dan tarikan
pergerakan dengan model analisis korelasi.
Metode yang digunakan adalah stepwise1 dan
stepwise2. Analisis Regresi Linear Berganda
digunakan untuk mengukur pengaruh antara
lebih dari satu variabel prediktor (variabel
bebas) terhadap variabel terikat., lebih jelas
dapat dilihat persamaan 1. berikut ini.
Y=β0+β1X1+β2X2+...+βpXp+ε ......... (1)
Y = Variabel terikat
β0 = Konstanta
β1, β2 = Koefisien regresi
X1, X2 = Variabel bebas
Kelayakan Ekonomi
Tarquin (2005) menyatakan bahwa analisis
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 2, No. 1, Februari 2013 - 28
kelayakan secara ekonomi maupun finansial
dilakukan dalam konteks untuk mengetahui
seberapa besar manfaat yang diperoleh jika
dalam jaringan transportasi. Pada prinsipnya
hasil analisis kelayakan ini akan menentukan
pengambilan keputusan layak atau tidaknya
pembangunan dari suatu proyek.
Shiftan (2007) juga menyatakan komponen
manfaat dan komponen biaya tersebut
selanjutnya dilakukan perhitungan parameter-
parameter kelayakan ekonomi untuk
mengeluarkan sejumlah indikator kelayakan.
Tarquin (2005) juga menyatakan bahwa
dalam melakukan analisis kelayakan secara
ekonomi dan finansial terdapat beberapa prinsip
dasar yang membedakan kedua sudut padang
evaluasi ini. Dengan asumsi bahwa jalan KA ini
operasinya oleh swasta, maka rencana ini harus
layak secara finansial. Sedangkan dari sisi
pemerintah, maka pengembangan suatu
jaringan KA baik itu dilakukan sendiri oleh
pemerintah ataupun didelegasikan kepada
swasta, harus tetap memberikan nilai manfaat
kepada masyarakat, sehingga rencana ini juga
harus layak dari sisi ekonomi.
Parameter NPV diharuskan memiliki nilai
akhir yang lebih besar dari nol. Apabila
parameter NPV diperoleh dengan
mengurangkan komponen manfaat (benefit)
dengan komponen biaya (cost), maka parameter
BCR diperoleh dengan membagi komponen
manfaat dengan komponen biaya. Oleh karena
itu, dengan menggunakan parameter BCR ini
proyek baru akan dinyatakan layak apabila nilai
BCR > 1.
Parameter Internal Rate of Return
digunakan untuk mengetahui tingkat pada
kondisi NPV = 0, sehingga dengan mengetahui
tingkat bunga saat ini dan juga
kecenderungannya di masa mendatang maka
dapat diambil keputusan untuk
mengimplementasikan suatu kegiatan. Besarnya
EIRR harus lebih besar dari tingkat bunga yang
digunakan saat ini. Apabila EIRR lebih rendah
maka dapat dikatakan bahwa biaya pelaksanaan
akan lebih menguntungkan bila diinvestasikan
di tempat lain untuk kegiatan yang lain.
Analisa Sensitifitas
Blank & Tarquin (2005), menyatakan
analisis sensitifitas digunakan untuk melihat
seberapa besar sensitifitas perubahan suatu
variabel terhadap suatu indikator kelayakan
ekonomi. Dalam hal ini variabel yang akan
dilihat tingkat sensitifitasnya adalah suku bunga.
Analisis sensitifitas tersebut dapat berguna bagi
pengambil kebijakan untuk menentukan
keputusannya apabila terjadi perubahan-
perubahan pada penerapan rencana
pemanfaatan.
Pola Investasi dalam kelembagaan
PSO menurut DJA, Kemenkeu, 2007
dikutip dari Samosir (2012) adalah biaya yang
harus dikeluarkan oleh Negara akibat
disparitas/perbedaan harga pokok penjualan
BUMN/swasta dengan harga atas produk/jasa
tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah agar
pelayanan produk/jasa tetap terjamin dan
terjangkau oleh sebagian besar masyarakat
(publik). Sedangkan subsidi adalah biaya yang
harus dikeluarkan oleh negara akibat perbedaan
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
29 - Volume 2, No. 1, Februari 2013
harga pasar (disparitas) dengan harga atas
produk/jasa tertentu yang ditetapkan oleh
Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat miskin. Kesamaan dari PSO dan
subsidi adalah bertujuan meringankan beban
masyarakat terutama masyarakat miskin.
Infrastructure maintenance and operations
menurut SKB,1999 yang dikutip dari Agunan
(2012) adalah biaya yang harus ditanggung oleh
Pemerintah atas perawatan dan pengoperasian
prasarana kereta api yang dimiliki Pemerintah.
Pekerjaan pelaksanaan perawatan dan
pengoperasian kereta api meliputi perawatan
prasarana dan pengoperasian prasarana kereta
api milik negara. Perawatan prasarana terdiri
dari (i) perawatan jalan kereta api yaitu
perbaikan rel, perbaikan bantalan, penambahan
ballast, pemecokan dan lingkungan, (ii)
perawatan jembatan, (iii) perawatan wesel, (iv)
perawatan persinyalan, (v) perawatan instalasi
listrik aliran atas, (vi) perawatan telekomunikasi,
dan (vii) perawatan terowongan. Dalam
pelaksanaan pekerjaan perawatan dan
pengoperasian prasarana kereta api selalu
dituangkan dalam kontrak IMO dan TAC pada
tahun yang ditentukan. Kontrak tersebut
ditetapkan volume, lokasi kegiatan IMO
berdasarkan standar kinerja prasarana kereta api.
Standar kinerja prasarana kereta api meliputi:
(i) kondisi jalan rel pada tahun kontrak, (ii)
kemampuan jalan rel dengan kecepatan sesuai
grafik perjalanan kereta api (gapeka) pada tahun
kontrak, (iii) koridor jalan rel, (iv) tanda batas
dan (v) persinyalan, telekomunikasi dan listrik
aliran atas (LAA) dengan batas gangguan teknis
yang diijinkan per tahun.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian studi ini diawali
dengan pengumpulan data, dilanjutkan dengan
kajian dan analisis data, dengan parameter
sosioekonomi masyarakat provinsi Aceh. Atas
dasar strategi dan kebijaksanaan pembangunan
maka disusun skema metode penelitian pada
Gambar 1.
Gambar 1. Skema Metode Penelitian
Lokasi Penelitian
Lokasi studi ini dilakukan kawasan
Provinsi Aceh, kota-kota yang dilalui kereta api,
yaitu sepanjang pantai utara provinsi Aceh
meliputi beberapa ruas antara lain batas
sumatera utara Besitang-Langsa, Langsa-
Lhokseumawe, Lhokseumawe-Bireun, Bireuen-
Sigli dan Sigli-Banda Aceh. Pembangunan jalur
kereta api ini mengikuti jalur lama dan
beberapa jalur yang lokasi dipindahkan akibat
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 2, No. 1, Februari 2013 - 30
pengembangan kota dan permukiman padat.
Lokasi padat ini terbanyak terdapat dikota
Lhokseumawe dan sekitarnya diantaranya
Krueng Geukuh, Muara Batu, Batupat dan
Cunda.
Peta lokasi lebih jelas dapat dilihat pada
gambar 2.
Tahap Pengumpulan Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder merupakan
tahapan awal dari seluruh pekerjaan yang
dilakukan, pada tahap ini dilakukan penilaian
terhadap data data sosioekonomi dan studi-sudi
terdahulu yang berhubungan dengan
transportasi di Aceh. Data sekunder ini
diharapkan dapat menjadi parameter yang
dibutuhkan dalam penelitian ini untuk
memperoleh hasil yang tepat.
Adapun rencana data sekunder yang akan
dikumpulkan antara lain :
1. Peta daerah studi.
2. Jaringan Jalan dan Rel.
3. Data Arus Lalu Lintas, Matrik Asal Tujuan
(MAT) dan BOK.
4. Data Sosioekonomi.
5. Data Studi Terdahulu
Gambar 2. Peta Rute Kereta Api
Survey data sekunder juga dilakukan di
instansi-instansi yang terkait dengan pekerjaan
yang akan dilakukan. Adapun instansi yang
akan dihubungi dalam pengumpulan data
sekunder ini adalah :
1. PT. Kereta Api Indonesia;
2. Dinas Perhubungan, Komunikasi,
Informasi dan Telematika Propinsi Aceh;
3. BAPPEDA Aceh;
4. Biro Pusat Statistik;
Berdasarkan data-data sekunder yang
diperoleh dari instansi pemerintah yang terkait
tersebut diharapkan dapat digunakan untuk
mengetahui kondisi sosio ekonomi penduduk,
gambaran administratif daerah studi dan data-
data investasi.
Tahap Kajian
Setelah data-data terkumpul tahap
selanjutnya adalah pengkajian awal terhadap
aspek-aspek yang mendasari langkah-langkah
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
31 - Volume 2, No. 1, Februari 2013
teknis yang lebih spesifik pada tahap-tahap
berikutnya. Secara terklasifikasi aspek-aspek
tersebut adalah:
Kajian permodelan pergerakan :
1) Kajian dan analisis pergerakan ini
berdasarkan data-data sosio ekonomi daerah
studi. Dari data sosio ekonomi dipilih
parameter-parameter sumber daya yang
mempengaruhi pergerakan, kemudian
dilanjutkan ke tahap analisis korelasi dan
regresi. Analisis korelasi ini dilakukan untuk
memperkecil jumlah parameter yang
mempengaruhi pergerakan dengan suatu
persamaan yang mendekati kebenaran secara
statistika. Analisis korelasi dan regresi linier
berganda (Multiple Linier Regression)
dengan parameter-parameter sosio ekonomi.
Analisis ini dihitung dengan mengunakan
program Data Statistik Microsoft Exel
dengan perulangan regresi selangkah demi
selangkah.
2) Waktu tempuh rata-rata dan kecepatan rata-
rata adalah waktu perjalanan (Time Travel).
Kecepatan rata-rata perjalanan kereta api
adalah tetap dalam studi ini diasumsikan
berkecepatan 90 Km/jam berdasarkan data
PT. KAI. Waktu tempuh moda bus dari
Banda Aceh sampai Medan menurut data
Dinas Perhubungan, Komunikasi, Informasi
dan Telematika Propinsi Aceh 9 jam. Sedang
jarak antar kota lintas timur kemedan
diperoleh dari data ststistik BPS. Dengan
menggunakan data kecepatan kereta api,
Jarak tempuh antar kota dan waktu
perjalanan moda bus, maka dapat dihitung
nilai Time Saving;
3) Time Saving yang dihitung dalam penelitian
ini adalah selisih waktu perjalanan antara
moda transportasi kereta api dengan moda
transportasi bus rute Banda Aceh sampai
Medan dengan asumsi waktu tempuh rata-
rata moda bus adalah 9 jam.
2. Kajian Ekonomi dan Finansial:
1) Kajian ekonomi dilakukan dengan
menghitung pengembalian biaya dengan
pendekatan manfaat, khususnya
pengurangan biaya sistem tranportasi (nilai
waktu dan biaya operasi kendaraan) dan
manfaat-manfaat lainya bagi masyarakat.
2) Nilai waktu perjalanan diperoleh dengan
mengalikan time saving, PDRB (Produk
Domestik Regional Bruto) Aceh dengan
koefisien perjalanan dan koefisien waktu
kerja.
3) Perhitungan manfaat pembangunan jalan rel,
dilakukan dengan menghitung langsung dari
nilai waktu dan pendapatan penjualan tiket
penumpang untuk kajian ekonomi. Pada
kajian ekonomi saving merupakan nilai
pendapatan, kebalikan komulatif pendapatan
tahun tinjauan sebagai pendapatan yang
terus naik maksimal pada tiap tahun tinjauan,
merupakan pendapatan tiap tahun dalam
analisa ekonomi. Sedangkan mamfaat untuk
kajian finansial adalah pendapatan penjualan
tiket tiap tahun tinjauan.
4) Pada jalan-jalan dengan volume yang rendah
dan pada wilayah yang belum berkembang
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 2, No. 1, Februari 2013 - 32
atau pada wilayah-wilayah yang akan dibuka,
metode tersebut tidak dapat memberikan
justifikasi adanya pembangunan prasarana
jalan rel. Hal tersebut disebabkan oleh tidak
munculnya efek multiplier yang timbul dari
kegiatan yang berada dalam wilayah
pembangunan jalan rel tersebut.
5) Tingkat pengembalian rata-rata (gross
average) rate of return dalam memilih
beberapa rencana maka yang dipilih adalah
rencana yang memberi average of return
yang terbesar. Padahal rencana tersebut
masih bisa dibandingkan, misalnya dengan
rencana pembaharuan fasilitas perawatan
untuk mengurangi biaya dan untuk bisa lebih
bersaing.
Tahap Kompilasi Data dan Analisis
Selanjutnya akan dilaksanakan analisis dan
peramalan pergerakan penumpang yang
bersumber dari kajian permodelan. Sasaran dari
model ini adalah untuk mengontrol persiapan
jaringan jalan kereta api, untuk melayani
jumlah permintaan yang diprediksi untuk tiga
puluh tahun kedepan. Data kajian permodelan
pergerakan dan peramalan pergerakan ini
dikompilasi dengan data ekonomi finansial
untuk menentukan nilai investasi, pendapatan
dan priode serta memperoleh suku bunga
terjangkau dan ekonomis.
Tahap Estimasi Biaya Investasi
Pada tahap estimasi biaya investasi ini
meliputi menentukan kapasitas kereta api dan
konstruksi rel yang akan dibangun serta
komponen investasi lainnya berdasarkan kajian
permodelan pergerakan dan kajian sosial
ekonomi. Pada tahapan ini direncanakan
pentahapan estimasi biaya pembangunan
prasarana dan sarana serta biaya operasional
dan perawatan hingga diperoleh secara global
estimasi biaya pembangunan dan
pemeliharaan/km jaringan jalan rel, serta biaya
operasional/km/trip perjalanan beberapa
komponen biaya mengacu pada studi
sebelumnya, SNCF (2005).
Analisis Ekonomi, Finansial dan Sensitifitas
Analisis ekonomi dan finansial
dilaksanakan dengan menghitung pendapatan-
keuntungan (benafit) yang timbul secara
langsung (direct benafit) maupun secara tidak
langsung (indirect benafit) dengan adanya
proyek tersebut.
Secara umum ada 2 (dua) faktor utama
yang harus diperhatikan dalam evaluasi
ekonomi proyek, yaitu:
a. Biaya proyek (cost)
b. Keuntungan proyek (benefit)
Analisis kelayakan ekonomi dan finansial
pada dasarnya merupakan kajian terhadap
manfaat yang ditimbulkan dengan adanya
pemanfaatan kembali jalan rel sekaligus
peningkatan jasa pelayanan angkutan kereta api
pada ruas Banda Aceh - batas Sumatra Utara.
Dari komponen manfaat dan komponen biaya
tersebut selanjutnya dilakukan perhitungan
parameter-parameter kelayakan ekonomi dan
finansial. Dengan demikian, proses analisis
kelayakan dilakukan dalam 3 tahapan, yakni (1)
proses estimasi biaya ekonomi. Proses (2)
adalah melakukan estimasi manfaat ekonomi
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
33 - Volume 2, No. 1, Februari 2013
yang dihasilkan dari analisis dengan dan tanpa
proyek selama waktu tinjauan (time horison).
Setelah kedua proses tersebut dilakukan, maka
selanjutnya dalam proses (3) dilakukan analisis
kelayakan untuk mengeluarkan sejumlah
indikator kelayakan berupa NPV, BCR dan IRR.
HASIL PEMBAHASAN
Kajian Permodelan
Dalam perhitungan metode analisis
langkah-demi langkah terdapat 16
peubah/parameter bebas dan telah dilakukan
perhitungan sebanyak 29 tahap. Dari
keseluruhan tahap yang telah dilakukan untuk
memperkecil jumlah parameter/variabel yang
digunakan dalam persamaan maka dipilih
persamaan pada tahap 29. Dengan nilai R2 =
0,6526 tidak terlalu besar, namun parameter
atau peubah-peubah bebas yang terlibat
memiliki tanda (+).
Dari metode ini diperoleh persamaan model
bangkitan :
Y = -276793,93+ 1,662X2 + 3,933X4 +
923,641X5 + 0,653X16
Dimana :
X2 = Luas Hutan;
X4 = Jumlah Penduduk Total;
X5 = Kepadatan Penduduk per Km2;
X16 = Jumlah Produksi Pertanian (ton).
Persamaan model yang diperoleh sudah
mencukupi dalam memodelkan bangkitan
Propinsi Aceh, karena beberapa aspek penting
sudah terpenuhi seperti, digunakannya
parameter kepada yang berhubungan mobilitas
(terwakili dengan adanya parameter bebas
kepadatan penduduk dan jumlah penduduk total
yang terkait dengan aspek aksesibilitas juga),
parameter pendapatan daerah dimana
pendapatan suatu daerah berkaitan erat
pembangunan ekonomi daerah (terwakili
dengan adanya parameter produksi pertanian)
merupakan parameter potensi daerah. Akan
tetapi, apabila dilakukan lebih banyak tahap
perhitungan lagi sangat mungkin didapatkan
model yang lebih optimis dalam perencanaan
bangkitan Propinsi Aceh, dimana nilai R2 yang
diperoleh besar mendekati 1.
Dalam perhitungan metode tipe 2 ini
terdapat 16 parameter/peubah bebas dan telah
dilakukan perhitungan mencapai tahap 26. Dari
hasil tersebut, maka model yang terbaik adalah
parameter bebas yang terlibat memiliki tanda
(+) sesuai dengan jumlah variabel yang
diharapkan, dengan nilai R2 = 0,788, nilai
konstanta regresi (intersep) = -381707,399.
Dari metode ini diperoleh persamaan
model tarikan :
Y = -381707,399 + 3,658X4 + 42,450X9 +
12,652X12
Dimana :
X4 = Jumlah Penduduk Total;
X9 = PDRB/Kapita (Rp);
X12 = Jumlah Kenderaan Bermotor;
Persamaan model yang diperoleh sudah
mencukupi dalam memodelkan tarikan Propinsi
Aceh, karena beberapa aspek penting sudah
terpenuhi seperti, digunakannya parameter
kepada yang berhubungan mobilitas (terwakili
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 2, No. 1, Februari 2013 - 34
dengan adanya parameter bebas Jumlah
Penduduk Total dan jumlah kenderaan bermotor
yang terkait dengan aspek aksesibilitas juga),
parameter PDRB/Kapita dimana PDRB/Kapita
menunjukan kemampuan daerah dalam
menjalankan perekonomian yang baik pada
daerahnya. Akan tetapi, apabila dilakukan lebih
banyak tahap perhitungan lagi sangat mungkin
didapatkan model yang lebih optimis dalam
perencanaan bangkitan Propinsi Aceh, dimana
nilai R2 yang diperoleh besar mendekati 1.
Dari persamaan bangkitan dan tarikan
yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa
demand terhadap kereta api sangat tergantung
pada pergerakan yang dilakukan. Pergerakan
penumpang ini tergantung pada parameter-
parameter yang mempunyai pengaruh besar
dalam penentuan kelayakan revitalisasi kereta
api. Parameter yang mempengaruhi antara lain:
luas hutan, jumlah penduduk total, kepadatan
penduduk per km2, jumlah produksi pertanian,
PDRB/kapita, jumlah kenderaan bermotor.
Dalam hal ini pemerintah harus dapat
mempengaruhi parameter ini dalam melakukan
kebijakan pembangunan, dengan harapan
revitalisasi kereta api dapat memberikan
manfaat bagi masyarakat dan juga
menguntungkan bagi investor.
Kajian Ekonomi dan Finansial
Analisis ekonomi dilakukan dengan
mempertimbangkan nilai penghematan waktu
(time saving) pengguna kereta api jika
dibanding menggunakan moda bus. Time
saving merupakan selisih waktu yang
dibutuhkan dalam melakukan perjalanan
dengan menggunakan moda kereta api dan
moda bus. Selisih waktu ini akan sangat
bermanfaat (Benefit) bagi masyarakat kerana
dengan penghematan waktu banyak hal yang
bisa diselesaikan dan rencana yang telah
disusun dapat terlaksana dengan baik. Time
saving dapat dinilai dengan rupiah dengan
mengalikan nilai time saving dengan nilai
waktu diatas.
Analisis Finansial dilakukan untuk menilai
kelayakan dilihat dari segi investasi swasta
dengan benefit bagi pihak swasta.
Perencanaan investasi dengan menentukan
discount rate (suku bunga) investasi dari bank
sebesar 15%. Dengan suku bunga 15% maka
ditentukanlah sensitifitas untuk perubahan
variabel suku bunga terhadap suatu indikator
kelayakan ekonomi dan finansial, dalam hal ini
sensitifitas terhadap suku bunga dipilih adalah
10%, 12% dan 15% untuk melihat suku bunga
yang menguntungkan bagi investasi dengan
indikator NPV, BCR dan IRR. Sensitifitas
penggunaan tingkat suku bunga (discount rate)
yang tepat akan menguntungkan bagi investor
serta terjangkau bagi masyarakat.
Perhitungan cash flow analisis ekonomi
dengan benefit dihitung berdasarkan
pendapatan dan time saving dengan sensitifitas
yang direncanakan. Dan sensitifitas suku bunga
juga ditunjukan pada cash flow analisis
finansial dengan pendapatan tetap dari tiket
penumpang.
Hasil perhitungan, indikator kelayakan
ekonomi dan finansial dari investasi revitalisasi
kereta api Banda Aceh – Batas Sumatera Utara
ini disampaikan secara umum pada Tabel 4.1
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
35 - Volume 2, No. 1, Februari 2013
dan Tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 1. Indikator Kelayakan Ekonomi KA Banda
Aceh - Batas Sumatera Utara
Tabel 2. Indikator Kelayakan Finansial KA Banda
Aceh - Batas Sumatera Utara
Dengan Subsidi nilai EIRR sebesar 10,17%
menunjukan angka yang layak untuk dilakukan
revitalisasi jalur kereta api Banda Aceh – batas
Sumatera Utara ditinjau dari segi ekonomi
dengan discount rate maksimal 10%. Discount
rate maksimal 10% harus mendapat perlakuan
khusus dari pemerintah seperti subsidi tarif,
subsidi suku bunga ataupun sharing dana
pembangunan. Sedangkan secara finansialpun
dilihat dari FIRR-nya investasi revitalisasi jalur
kereta api Banda Aceh – Batas Sumatera Utara
ini layak dibangun dengan nilai FIRR sebesar
15,02%, angka yang tidak begitu besar, akan
tetapi pada umumnya pihak investor
menginginkan FIRR di atas 15% (diatas nilai
discount rate atau suku bunga yang berlaku
pada bank umum) supaya investasi
menguntungkan.
Rekomendasi Pola Investasi Dalam
Kelembagaan
Pembangunan jalan kereta api memerlukan
investasi yang besar dan mahal, sementara jika
ditinjau dari segi finansial sering tidak layak
karena komponen manfaat ditinjau dari
pendapatan melalui tarif penumpang yang harus
memperhatikan kompetisi dengan moda lain,
dalam hal ini bus.
Perhitungan analisis finansial diatas
ditinjau dari sisi PT. KAI sebagai badan
penyelenggara perkeretaapian, yang
bertanggung jawab atas penyediaan dan
pemeliharaan sistem prasarana perkeretaapian,
penyediaan dan pemeliharaan sarana
perkeretaapian maupun pengoperasiannya. Jika
diinginkan pihak swasta untuk berpartisipasi
dalam pengembangan jalan KA lintasan Banda
Aceh - Batas Sumatera Utara, maka terdapat
beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan
sbb:
(1) Perhitungan finansial di atas hanya
mempertimbangkan pendapatan dari tarif
penumpang saja
(2) Perlu dipertimbangkan lagi faktor
pendapatan dari komersialisasi lahan KA
dan pemanfaatan sarana lainnya, misal
lahan untuk pertokoan, wartel, iklan,
penjualan makanan dalam KA dan Stasiun
(3) Swasta dapat dilibatkan secara penuh
sebagai operator (penyediaan rolling stock,
NPV B/C EIRR NPV B/C EIRR
10% 292.433 1,087 (571.033) 0,831
12% (311.970) 0,904 (1.004.642) 0,692
15% (946.601) 0,697 (1.458.268) 0,533
SUBSIDI NON SUBSIDIDISCOUNT
RATE
10,17% 7,22%
NPV B/C FIRR NPV B/C EIRR
10% 1.815.761 1,538 578.857 1,172
12% 960.008 1,295 (45.951) 0,986
15% 39.498 1,013 (716.737) 0,771
DISCOUNT
RATE
SUBSIDI NON SUBSIDI
15,02% 11,15%
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 2, No. 1, Februari 2013 - 36
operasi KA, dan maintenance), meskipun
Fare Box Ratio tidak terlalu tinggi
(4) Untuk menarik investor sangat diperlukan
kompensasi dari sektor lain (perkebunan,
pertambangan, dlsb)
Sesuai dengan Undang-undang 13/1992,
tentang perkeretaapian, peran pemerintah
ditekankan pada penyediaan dan pemeliharaan
sistem prasarana perkeretaapian. Sedang
operator/BUMN/badan peyelenggara
perkeretaapian lebih bertanggung jawab dalam
penyediaan dan pemeliharaan sarana
perkeretaapian maupun pengoperasiannya.
Semenjak tahun 2000, subsidi pemerintah
tersebut ditetapkan sebagai kompensasi net
(PSO+IMO-TAC).
Skema Pendanaan (PSO, IMO dan TAC)
Besarnya pendanaan Net (PSO+IMO-
TAC) akan mempengaruhi cash flow dan
kondisi likuiditas keuangan PT. Kereta Api
(Persero). Tapi jumlah net yang diberikan
pemerintah bisa lebih kecil dari net yang
seharusnya diberikan. Pada model di atas net
memiliki faktor pengali koreksi untuk net yang
artinya pemerintah bisa memberikan net di
bawah net yang harus diberikan pada PT.
Kereta Api (Persero).
Landasan filosofis skema pendanaan
tersebut adalah adanya pembagian peran yang
lebih jelas antara fungsi pelayanan umum
(pemerintah) dengan fungsi komersial
perusahaan perkeretaapian, berdasarkan prinsip-
prinsip PSO, IMO, TAC sebagaimana
disebutkan dalam UU No. 13 Tahun 1992
tentang perkeretaapian. Dengan demikian,
fungsi pelayanan umum tetap dijaga (melalui
subsidi atau Public Service Obligation dari
pemerintah), namun dalam pengelolaannya
dapat lebih profesional, efisien, akuntabel
(kualitas pemeliharaan dan pengoperasiannya
melalui skema pendanaan infrastructure
maintenance and operation dari pemerintah
kepada badan penyelenggara perkeretaapian)
serta agar investasi dapat lebih bermanfaat,
efisien dan berkelanjutan (melalui penerapan
biaya track access charges bagi pengguna
prasarana perkeretaapian agar biaya
pemeliharaan dan operasi prasarana maupun
cost recovery terhadap depresiasi nilai investasi
prasarana dapat digantikan).
Opsi Kelembagaan Perkeretaapian
Menurut UU 13/1992 tentang
Perkeretaapian. Badan usaha milik swasta
hanya mungkin dapat terlibat melalui KSO,
dengan badan penyelenggara tunggal, saat ini
PT. Kereta Api (Persero). Skema pendanaan
sesuai SKB Tiga Menteri perihal PSO, IMO,
TAC berlaku dalam penggunaan aset,
pengoperasian dan pemeliharaan prasarana
perkeretaapian.
Opsi pertama, berupa rencana dibukanya
kesempatan kepada BUMS dan BUMD untuk
mengoperasikan angkutan ka (multi operator),
Operator prasarana masih dititipkan kepada PT.
Kereta Api (Persero), sebagai kontraktor IMO.
Opsi kedua, berupa pemisahan operator
prasarana, baik berupa UPT, Perum, maupun
Persero. Pada opsi ini diperkenalkan prinsip
negosiasi ataupun open access bagi para
pengguna prasarana. PT Kereta Api (Persero)
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
37 - Volume 2, No. 1, Februari 2013
hanya berperan sebagai operator angkutan.
Operator prasarana akan dikelola oleh lembaga
khusus di luar atau di dalam Pemerintahan,
yang akan menerima pungutan TAC.
Masing-masing opsi memiliki keuntungan
dan kerugian tersendiri. Saat ini PT. Kereta Api
(Persero) tengah melanjutkan agenda
restrukturisasi perusahaan. Beberapa lini bisnis
penting telah terbentuk, berupa Divisi telah
terbentuk Divisi Jabotabek, Divisi Sarana,
Divisi Properti, Divisi Pelatihan. Saat ini tengah
disiapkan pembentukan Divisi angkutan
penumpang, Divisi Angkutan Barang dan Divisi
IMO (prasarana).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Persamaan model pergerakan bangkitan di
Propinsi Aceh yang paling memenuhi
adalah: Y = -276793,93+ 1,662X2 +
3,933X4 + 923,641X5 + 0,653X16, yaitu
model yang diperoleh dengan metode
stepwise tipe 1. Persamaan model
pergerakan tarikan di Propinsi Aceh yang
paling memenuhi adalah Y = -381707,399
+ 3,658X4 + 42,450X9 + 12,652X12 yaitu
model yang diperoleh dengan metode
stepwise 2. Dengan Parameter yang
mempengaruhi pergerakan ini adalah Luas
Hutan (X2); Jumlah Penduduk Total (X4);
Kepadatan Penduduk per Km2 (X5);
PDRB/Kapita (X9); Jumlah Kenderaan
Bermotor (X12) dan Jumlah Produksi
Pertanian (X16).
2. Hasil Analisis ekonomi dengan subsidi,
indikator EIRR 10,17% menunjukan angka
yang layak untuk dilakukan revitalisasi
jalur kereta api Banda Aceh – batas
Sumatera Utara ditinjau dari segi ekonomi
dengan discount rate maksimal 10%.
Sedangkan secara analisis finansial dengan
subsidi dilihat dari indikator FIRR-nya
investasi revitalisasi jalur kereta api Banda
Aceh – Batas Sumatera Utara ini layak
yaitu 15,02%, karena umumnya pihak
investor menginginkan FIRR di atas 15%.
Sensitifitas penggunaan tingkat suku bunga
(discount rate) yang tepat akan
menguntungkan bagi investor serta
terjangkau bagi masyarakat.
Saran
1. Agar diperoleh model persamaan
matematis yang paling optimis, hendaknya
diidentifikasi terlebih dahulu data social-
ekonomi yang berkontribusi dominan
terhadap pergerakan di daerah tersebut.
2. Berharap pemerintah dalam melaksanakan
kebijakan pembangunan agar
mempengaruhi parameter sosio-ekonomi
yang berpengaruh dalam pergerakan
bangkitan tarikan sehingga revitalisasi
kereta api dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat dan juga menguntungkan bagi
investor.
3. Perlu dilakukan analisis ekonomi dengan
mempertimbangkan manajemen trip,
manajemen tarif, faktor-faktor eksternal
seperti biaya kecelakaan, biaya operasi
kendaraan, faktor lingkungan, sosial dan
budaya, nilai waktu, pengembangan
daerah, potensi daerah sehingga proyek ini
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 2, No. 1, Februari 2013 - 38
layak untuk dilaksanakan.
4. Perlu dilakukan perhitungan finansial
dengan manajemen trip, manajemen tarif
dengan dan tanpa subsidi, menghitung
pendapatan penyewaan lahan untuk iklan
di stasiun, sewa rumah makan, wartel dan
kios lainnya
5. Subsidi dari pemerintah diperlukan untuk
pembangunan konstruksi jalan rel ini,
mengingat investasi jalan rel
membutuhkan biaya yang sangat mahal
6. Perlu pembagian peran yang lebih jelas
antara fungsi pelayanan umum
(pemerintah) dengan fungsi komersial
perusahaan perkeretaapian, berdasarkan
prinsip-prinsip PSO, IMO, TAC dan
secepatnya dilaksanakan restrukturisasi
pendanaan perkeretaapian melalui skema
pendanaan PSO-IMO-TAC
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Anonim, 2005. Studi Perkeretaapian Nanggroe
Aceh Darussalam. Banda Aceh: SNCF
International.
Anonim, 2011. Perhitungan Nilai Waktu
Perjalanan Banda Aceh – Medan. TA
Teknik Sipil. Banda Aceh: Universitas
Syiah Kuala.
lank, LPE & Tarquin, APE., 2005. Engineering
Economy. Sixth Edition. McGraw Hill
Companies, New York.: Inc
Sofyan, MS., 2009. Kebijakan Sistem
Transportasi Barang Multimoda Untuk
Mengurangi Kerusakan Jalan Akibat
Beban Berlebih (Studi Kasus: Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam). Desertasi
Doktor. Bandung: Institut Teknologi
Bandung.
Tamin, OZ., 2008. Perencanaan, Permodelan
& Rekayasa Transportasi. Bandung:
Penerbit ITB.
Pustaka dari situs Internet :Financing For
Development, 2007. Dengan PSO
Menjembatani Kesenjangan
Infrastruktur. (diakses 6 oktober 2012
pukul 10.00 wib).
www.globalclearinghouse.org
Samosir, A., 2012. Prospek Perkeretaapian
PSO-IMO-TAC-BMN-PSL, (diakses
6 oktober 2012 pukul 11.00 wib),
http://www.fiskal.depkeu.go.id
Suhermin, AP, 2008. Analisis Regresi Linier
Berganda Untuk Mengetahui Hubungan
Antara Beberapa Aktifitas Promosi dan
Penjualan Produk, (diakses 12 oktober
2012 pukul 12.00 wib),
http://blog.its.ac.id.