13

STUDI KASUS PADA PASIEN DEWASArepository.stikespantiwaluya.ac.id/524/3/Manuskrip Tri Esti... · Typhus abdominalis (Kode ICD-X A01.0). Saat dilakukan pengkajian didapatkan data subjektif

  • Upload
    others

  • View
    35

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: STUDI KASUS PADA PASIEN DEWASArepository.stikespantiwaluya.ac.id/524/3/Manuskrip Tri Esti... · Typhus abdominalis (Kode ICD-X A01.0). Saat dilakukan pengkajian didapatkan data subjektif
Page 2: STUDI KASUS PADA PASIEN DEWASArepository.stikespantiwaluya.ac.id/524/3/Manuskrip Tri Esti... · Typhus abdominalis (Kode ICD-X A01.0). Saat dilakukan pengkajian didapatkan data subjektif

STUDI KASUS PADA PASIEN DEWASA TYPHUS ABDOMINALIS DENGAN MASALAH HIPERTERMI DI RUMAH SAKIT

PANTI WALUYA SAWAHAN MALANG

Tri Esti Handayani, Emy Sutiyarsih, Nanik Dwi A. , Kristien Teguh

Prodi D-III Keperawatan Program RPL STIKes Panti Waluya Malang

Email: [email protected]

Typhus abdominalis merupakan penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. Bakteri ini ditularkan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh kotoran atau tinja dari penderita Typhus abdominalis. Salah satu masalah keperawatan yang dialami pada penderita Thypus abdominalis adalah hipertermi. Tujuan dari studi kasus ini adalah melaksanakan asuhan keperawatan pada satu penderita dewasa Typhus abdominalis dengan masalah hipertermi di Rumah Sakit Panti Waluya Malang. Subjek penelitian ini adalah seorang pasien yang mengalami masalah hipertermi. Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 10 Juli-12 Juli 2020 melalui pembimbing klinik. Intervensi yang diberikan adalah manajemen demam. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan format pengkajian asuhan keperawatan dan didapatkan hasil bahwa pasien Thypus abdominalis mengalami hipertermi dengan diagnosa keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses penyakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah keperawatan pasien Thypus abdominalis dengan hipertermi sudah teratasi melalui pemberian asuhan keperawatan yang sesuai prosedur. Dengan penelitian ini diharapkan pemberi asuhan keperawatan untuk memberikan perawatan yang baik dan tepat supaya dapat meningkatkan kesehatan pasien. Kata Kunci: Asuhan Keperawatan, Thypus abdominalis, Hipertermi

Typhus abdominalis is a small intestinal infection caused by Salmonella typhi or Salmonella paratyphi. These bacteria are transmitted through food and drink contaminated by feces or feces from abdominal typhus sufferers. One of the nursing problems experienced by abdominal typhus sufferers is hyperthermia. The aim of this case study is to carry out nursing care for adult patients with abdominal typhus with hyperthermia at Panti Waluya Hospital, Malang. This research method uses a case study nursing care approach. The intervention given is fever management. The data were collected using the nursing care assessment format and the results showed that the abdominal typhoid patient experienced hyperthermia with the hyperthermia nursing diagnosis associated with the disease process. The results show that the problem of treating abdominal Thypus patients with hyperthermia has been resolved through the provision of appropriate nursing care. With this research, it is hoped that nursing care providers will provide good and appropriate care in order to improve patient health. Keywords: Nursing Care, Abdominal Thypus, Hyperthermia

Page 3: STUDI KASUS PADA PASIEN DEWASArepository.stikespantiwaluya.ac.id/524/3/Manuskrip Tri Esti... · Typhus abdominalis (Kode ICD-X A01.0). Saat dilakukan pengkajian didapatkan data subjektif

PENDAHULUAN

Typhus abdominalis merupakan penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. Bakteri ini ditularkan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh kotoran atau tinja dari penderita Typhus abdominalis (Darmawati, 2012). Media penularan dari Typhus abdominalis ini salah satunya adalah lalat yang menghinggapi makanan terbuka dan benda – benda yang kotor. Lalat akan meninggalkan bakteri patogen yang terbawa oleh tubuhnya terutama pada bagian kakinya. Seekor lalat dapat membawa 6.500.000 jasad renik (Maryantuti, 2013).

Tanda dan gejala Typhus

abdominalis akan muncul setelah terinfeksi dan menyebabkan masalah bagi penderitanya. Pada umumnya gejala klinis timbul 8-14 hari setelah infeksi yang ditandai dengan demam tinggi mencapai 40°C yang tidak turun selama lebih dari 1 minggu, demam tinggi muncul terutama pada sore hari. Gejala lain yang mungkin dialami ialah sakit kepala hebat, nyeri otot, kehilangan selera makan, mual, muntah, sering sukar buang air besar (konstipasi) dan sebaliknya dapat terjadi diare. Masa inkubasi penyakit ialah 7-14 hari dengan rentang 3-30 hari, tergantung jumlah bakteri yang masuk (Thomas dan Sucipto, 2015).

Komplikasi pada pasien Typhus

abdominalis biasanya muncul pada minggu ke-2. Penanganan dan pengobatan yang terlambat akan menimbulkan masalah komplikasi Typhus abdominalis mulai dari yang ringan sampai berat bahkan kematian. Beberapa komplikasi yang sering terjadi pada Typhus abdominalis

adalah perdarahan usus dan perforasi, pembengkakan dan peradangan pada otot jantung, pneumonia, pankreatitis, infeksi ginjal atau kandung kemih, serta meningitis (Rezeki, 2011).

Typhus abdominalis merupakan

masalah kesehatan masyarakat di dunia. WHO menyatakan penyakit Typhus abdominalis di dunia mencapai 11 – 20 juta kasus per tahun yang mengakibatkan sekitar 128.000 – 161.000 kematian setiap tahunnya (WHO, 2018). Penyakit Typhus abdominalis sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Hal tersebut karena jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin sering bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk (Kemenkes RI, 2010). Di Indonesia, angka kejadian penyakit Typhus abdominalis mencapai 81% per 100.000 penduduk (Depkes RI, 2013). Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan Jawa Timur (2012), angka kejadian Typhus abdominalis sebanyak 483 kasus. Menurut Departemen Kesehatan Jawa Timur (2013), di Kota Malang sebanyak 1.2% dari 10.966 sampel pada tahun 2012 dinyatakan mengalami Typhus abdominalis. Angka kejadian Typhus abdominalis di Rumah Sakit Panti Waluya Malang berdasakan data rekam medik ialah 140 kejadian selama tahun 2019 terdapat 56 pasien dewasa, dimana 11 pasien dewasa terdiagnosa Typhus abdominalis, dan 45 pasien dewasa yang terdiagnosa Typhus abdominalis dengan disertai diagnosa medis lain (Data Rekam Medik Rumah Sakit Panti Waluya Malang, 2019).

Page 4: STUDI KASUS PADA PASIEN DEWASArepository.stikespantiwaluya.ac.id/524/3/Manuskrip Tri Esti... · Typhus abdominalis (Kode ICD-X A01.0). Saat dilakukan pengkajian didapatkan data subjektif

Salah satu masalah keperawatan yang muncul pada penderita Typhus abdominalis ialah hipertermi. Hipertermi adalah peningkatan suhu badan yang diukur melalui suhu aksila > 37.5 C. Hipertermi ini disebabkan oleh akibat adanya perubahan set point pada mekanisme pengontrolan suhu yang diatur oleh hipotalamus. Pada kondisi normal, ketika suhu inti naik diatas 37.5 C, laju pengeluaran panas akan meningkat sehingga suhu tubuh akan turun ke tingkat set point. Sebaliknya ketika suhu inti < 37 C , laju produksi panas akan meningkat sehingga suhu tubuh akan naik ke tingkat set point. Dalam keadaan ini termostat hipotalamus berubah secara tiba-tiba dari tingkat normal ke tingkat yang lebih tinggi akibat pengaruh kerusakan sel, zat-zat pirogen, atau dehidrasi pada hipotalamus. Selama fase interval , terjadi respon produksi panas yang biasanya muncul, yakni meriang,kedinginan, kulit dingin akibat vasokontriksi, dan menggigil yang dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh mengalami hipertermi (Setiawati,2012). Hipertermi jika tidak di tangani dapat menyebabkan dehidrasi yang akan mengganggu keseimbangan elektrolit, pada dehidrasi berat dapat menyebabkan syok dan bisa berakibat fatal hingga berujung pada kematian (Wijayahadi, 2011). Salah satu intervensi keperawatan terhadap pasien yang menderita Typhus abdominalis dengan masalah keperawatan hipertermi adalah melakukan tindakan keperawatan dengan pemberian kompres, pemberian makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat dan tinggi protein, istirahat total selama demam, pemberian terapi sesuai progam dokter, menganjurkan

pasien menggunakan pakaian tipis yang menyerap keringat, memberikan rehidrasi berupa minum, sayuran berkuah dan buah yang boleh di konsumsi pasien (Ngastiah, 2013).

Pada saat penulis melakukan

praktik klinik di Rumah Sakit Panti Waluya Malang pada bulan Desember 2019 sampai Januari 2020, penulis menemukan 2 pasien dewasa dengan diagnosa medis Typhus abdominalis dengan keluhan panas tinggi, sakit kepala, menggigil, dan mempunyai riwayat demam lebih dari 1 minggu. Saat dilakukan pengkajian di ruang rawat inap, di dapatkan data pasien pertama mengalami peningkatan suhu >37.5 C yang diukur melalui aksila, dan suhu naik turun pada waktu pagi dan sore hari. Sedangkan saat dilakukan pengkajian pada pasien ke dua yang sedang rawat inap didapatkan juga mengalami peningkatan suhu yaitu >37.5 C yang diukur melalui aksila, dan suhu naik turun pada waktu pagi dan sore hari. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang penyakit sistem pencernaan khususnya Typhus abdominalis dalam Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang berjudul Studi Kasus pada Pasien Dewasa Typhus abdominalis dengan masalah hipertermia di Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan Malang.

METODE PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus yatu studi kasus asuhan keperawatan dimana fokus permasalahannya dijabarkan menggunakan proses asuhan keperawatan secara sistematis dengan melalui lima tahap proses

Page 5: STUDI KASUS PADA PASIEN DEWASArepository.stikespantiwaluya.ac.id/524/3/Manuskrip Tri Esti... · Typhus abdominalis (Kode ICD-X A01.0). Saat dilakukan pengkajian didapatkan data subjektif

keperawatan yaitu pengkajian, menetapkan diagnosa keperawatan, menyusun rencana asuhan keperawatan, melakukan implementasi, dan mengevaluasi. Penelitian studi kasus ini adalah studi untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada satu pasien dewasa Typhus abdominalis dengan masalah hipertermi di RS Panti Waluya Sawahan Malang, dengan batasan karakteristik sebagai berikut:

1) Pada pasien dewasa dengan diagnosa medis Typhus abdominalis

2) Pasien dewasa berusia > 21 tahun

3) Menggigil 4) Pasien dewasa dengan atau

tanpa test widal > dari 1/80 atau IgM Salmonella > dari skala 4 ( indikasi kuat adanya infeksi Salmonella Tyhpi)

5) Pasien dewasa yang mengalami hipertermia dengan tanda dan gejala yaitu: suhu > 37,5 C, lidah nampak putih kotor, akral teraba hangat, kulit kemerahan

6) Takikardi ( nadi cepat) 7) Pasien Typhus abdominalis

dengan tanpa atau disertai penyakit penyerta seperti DHF atau diare.

Partisipan penelitian dalam penelitian ini adalah pasien dewasa yang mengalami Typhus abdominalis dengan masalah hipertermi yang dirawat inap di RS Panti Waluya Malang. Besar sampel sebanyak 1 partisipan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi. Waktu pengambilan data dilakukan pada 10 – 12 Juli 2020.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan tindakan yang dilakukan pada satu pasien dewasa dengan Typhus abdominalis dengan masalah hipertermi menggunakan metode proses asuhan keperawatan melalui pembimbing klinik, didapatkan hasil:

1. Pengkajian Berdasarkan hasil pengkajian, pasien mendapat diagnosa medis Typhus abdominalis dibuktikan dengan hasil laboratorium imunologi Salmonela typhi Igm = 5 (normal <= 2). Pada pasien, pengkajian dilakukan melalui perantara pembimbing klinik karena suatu kondisi tertentu. Dengan keluhan utama yang didapat saat pengkajian yaitu pasien mengeluh panas sudah ± 3 hari, panas naik turun di waktu pagi dan malam hari, pasien mengatakan kepalanya pusing dan pasien mengeluh mual. Keadaan umum pasien lemah dengan tekanan darah: 130/70 mmHg, nadi : 80 x/menit, suhu : 38,4º c, respirasi : 20 x/menit. Lidah nampak putih kotor, bibir kering, kulit teraba hangat dan lembab, wajah tidak tampak pucat, kulit tidak kemerahan, pasien tampak menggigil. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil laboratorium leukosit = 7.22 (normal 4.40 – 11.3). 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang ditegakkan kepada partisipan yaitu hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi).

Page 6: STUDI KASUS PADA PASIEN DEWASArepository.stikespantiwaluya.ac.id/524/3/Manuskrip Tri Esti... · Typhus abdominalis (Kode ICD-X A01.0). Saat dilakukan pengkajian didapatkan data subjektif

3. Rencana Asuhan Keperawatan Rencana keperawatan yang

disusun penulis untuk mengatasi hipertermi berhubungan dengan proses penyakit yaitu dengan manajemen demam melalui observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi. Tindakan tersebut berupa tindakan monitor tanda-tanda vital (misal suhu tubuh, frekuensi nadi, frekuensi nafas dan tekanan darah), tutupi badan dengan selimut /pakaian yang tepat (misal selimut/ pakaian saat merasa dingin dan selimut/ pakaian tipis jika merasa panas), berikan kompres air hangat, anjurkan memperbanyak minum, kolaborasi pemberian cairan elektrolit, antipiretik dan antibiotic jika perlu. 4. Implementasi

Implementasi yang dilakukan terhadap partisipan sebanyak 3 kali pertemuan sesuai dengan etik keperawatan yang berlaku. Kegiatan ini dilakukan dengan pemberian tindakan keperawatan yang berfokus terhadap termoregulasi tubuh pasien sesuai Standar Operasional Prosedur yang berlaku. Dari 7 rencana keperawatan yang telah direncanakan, semuanya telah diimplementasikan kepad pasien.

5. Evaluasi Dari implementasi yang telah diberikan selama 3 hari didapatkan hasil bahwa masalah teratasi teratasi. Hal ini dilakukan berdasarkan kriteria hasil yaitu Suhu tubuh dalam rentang normal (36 – 37.5 c), nadi dalam batas normal (60 – 100 x/menit), RR dalam rentang normal (12-20 x/menit) dan tidak ada perubahan warna kulit.

PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian didapatkan beberapa temuan yang akan dibahas secara terperinci sebagai berikut: 1. Pengkajian

Data yang didapatkan dari pembimbing klinik, pada pasien antara lain: pasien laki-laki berumur 21 tahun, dengan diagnosa medis Typhus abdominalis (Kode ICD-X A01.0). Saat dilakukan pengkajian didapatkan data subjektif bahwa pasien mengeluh panas sudah ± 3 hari, sudah meminum obat anti panas namun tidak kunjung sembuh, sakit kepala dan pasien mengeluh mual. Berdasar data subjektif menunjukkan keadaan umum lemah, tekanan darah: 130/70 mmHg, nadi 80 x/menit, suhu: 38,4ºc, respirasi : 20 x/menit, lidah kotor, bibir kering, kulit teraba hangat dan lembab, kulit tidak kemerahan, pasien tampak menggigil. Data penunjang berupa pemeriksaan laboratorium menunjukkan hasil leukosit = 7.22 (normal 4.40 – 11.3) dan hasil laboratorium imunologi Salmonela typhi Igm = 5 (nomal <= 2).

Peneliti berpendapat hasil dari pengkajian dan pemeriksaan penunjang dapat membantu menentukan diagnosa medis dan membantu peneliti untuk menentukan diagnosa keperawatan supaya dapat melakukan tindakan keperawatan selanjutnya secara baik dan tepat. Selain itu, peneliti juga berpendapat sesuai dengan teori bahwa penderita Typhus abdominalis dapat mengalami demam dikarenakan proses infeksi penyakit tersebut.

Dokumentasi pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang hasil pengkajian yang dilaksanakan untuk mengumpulkan

Page 7: STUDI KASUS PADA PASIEN DEWASArepository.stikespantiwaluya.ac.id/524/3/Manuskrip Tri Esti... · Typhus abdominalis (Kode ICD-X A01.0). Saat dilakukan pengkajian didapatkan data subjektif

informasi dari pasien, membuat data dasar tentang pasien, dan membuat catatan tentang respon kesehatan pasien. Pengkajian yang komprehensif atau menyeluruh, sistematis dan logis akan membantu dalam proses identifikasi masalah keperawatan pada pasien dengan tepat. Masalah-masalah ini dengan menggunakan data pengkajian sebagai dasar formulasi yang dinyatakan sebagai diagnosa keperawatan (Dinarti & Yuli, 2017).

Untuk kasus Typhoid abdominalis dengan masalah keperawatan hipertemi, pengkajian yang dilakukan meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat psikososial dan spiritual, pola fungsi kesehatan dan pemeriksaan fisik.

Typhus abdominalis adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang bersifat akutdan disebabkan oleh Salmonella typhi yang menyerang usus halus khususnya daerah ileum. Salmonella typhi merupakan bakteri gram negatif, tidak berkapsul, memiliki flagella peritrikosa dan mempunyai antigen antara lain antigen somatik (O) terdiri dari oligosakarida, antigen flagerlar (H) terdiri dari protein, antigen selubung (K) terdiri dari polisakarida endotoksin yang berupa makromolekuler (Bachrudin & Najib, 2016).

Hipertermi adalah salah satu indikator klinis dari adanya suatu penyakit serta salah satu alasan paling umum untuk konsultasi medis di seluruh dunia. Hipertermi sering terjadi sebagai respons terhadap infeksi, peradangan dan trauma. Secara umum disepakati bahwa hipertermi adalah kenaikan suhu

tubuh yang diatur diatas fluktuasi harian normal yang terjadi bersamaan dengan peningkatan titik setel termoregulasi (Dimmie, 2011).

2. Diagnosis Keperawatan

Berdasarkan data yang ditemukan, pasien memiliki masalah keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi). Dibuktikan dengan suhu >37,5 C serta akral teraba hangat, bibir kering, dan pasien menggigil. Hal ini berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 tentang diagsnosis keperawatan pada pasien dewasa dengan Thypus abdominalis. Diagnosa keperawatan yang muncul pada satu partisipan yaitu keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi.

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan. Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan asuhan keperawatan. Diagnosa keperawatan sejalan dengan diagnosa medis sebab dalam mengumpulkan data-data saat melakukan pengkajian keperawatan yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa keperawatan ditinjau dari keadaan penyakit dalam diagnosa medis (Dinarti & Yuli, 2017). Batasan karakteristik hipertermi menurut SDKI (2017) antara lain suhu tubuh di atas nilai normal > 37,5 derajat celcius, kulit merah, takikardi, takipnea dan kulit teraba hangat.

3. Rencana Asuhan

Keperawatan Rencana asuhan keperawatan

yang dilakukan kepada pasien dengan Typhus abdominalis antara dengan

Page 8: STUDI KASUS PADA PASIEN DEWASArepository.stikespantiwaluya.ac.id/524/3/Manuskrip Tri Esti... · Typhus abdominalis (Kode ICD-X A01.0). Saat dilakukan pengkajian didapatkan data subjektif

masalah hipertermi lain monitor tanda-tanda vital (misal suhu tubuh, frekuensi nadi, frekuensi nafas dan tekanan darah), tutupi badan dengan selimut /pakaian yang tepat (misal selimut/ pakaian saat merasa dingin dan selimut/ pakaian tipis jika merasa panas), kompres dengan air hangat bagian dahi dan pelipatan ketiak, anjurkan tirah baring, anjurkan memperbanyak minum, kolaborasi pemberian cairan elektrolit, antipiretik dan antibiotik jika perlu.

Peneliti berpendapat telah ditetapkannya rencana keperawatan secara mandiri dan kolaboratif, dalam tindakan rencana keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika pasien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Rencana keperawatan diberikan untuk memberikan pencegahan hipertermi secara menyeluruh, mulai dari anjuran menggunakan selimut dan pakian tipis,anjuran minum air putih yang banyak, pemberian cairan intravena, pemberian obat antibiotik, dan anti piretik jika perlu

Perencanaan keperawatan adalah suatu rangkaian kegiatan penentuan langkah-langkah pemecahan masalah dan prioritasnya, perumusan tujuan, perumusan rencana tindakan dan penilaian asuhan keperawatan pada pasien/pasien berdasarkan analisis data dan diagnosa keperawatan (Dinarti & Yuli, 2017). Rencana asuhan keperawatan bagi pasien telah sesuai dengan teori menurut Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2017) yaitu manajemen demam.

4. Implementasi Keperawatan Implementasi yang dilakukan

kepada pasien dengan Typhus abdominalis dengan masalah hipertermi antara lain mengukur dan mencatat suhu tubuh pada tingkat keparahan demam atau kapan dalam kondisi menggigil setiap 1-4 jam sekali, serta monitor tanda-tanda vital yang lain (misal frekuensi nadi, frekuensi nafas dan tekanan darah). Menganjurkan pasien utupi badan dengan selimut /pakaian yang tepat (misal selimut/ pakaian saat merasa dingin dan selimut/ pakaian tipis jika merasa panas). Memberikan kompres hangat pada daerah dahi atau ketiak. Menganjurkan pasien untuk tirah baring. Menganjurkan pasien untuk memperbanyak minum air putih. Berkolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena (cairan RL). Berolaborasi antipiretik jika perlu (parasetamol). Berkolaborasi antibiotik jika perlu (ciprofloxasin).

Peneliti berpendapat dengan dilakukannya tindakan seperti memonitor tanda-tanda vital dan tindakan lainnya yang sesuai dengan prosedur yang baik berguna untuk mengetahui keberhasilan pengobatan. Implementasi dilakukan selama 3 hari dengan perencanaan yang sama yaitu mengukur dan mencatat suhu tubuh 37.8 C, menganjurkan pasien memakai selimut dan pakaian tipis sebagai manajemen demam, kolaborasi dalam pemberian cairan intravena, kolaborasi dalam pemberian antibiotik, antipiretik, serta menganjurkan pasien untuk minum air putih yang banyak, melakukan dokumentasi tentang keadaaan pasien. Dari 7 intervensi yang di

Page 9: STUDI KASUS PADA PASIEN DEWASArepository.stikespantiwaluya.ac.id/524/3/Manuskrip Tri Esti... · Typhus abdominalis (Kode ICD-X A01.0). Saat dilakukan pengkajian didapatkan data subjektif

rencanakan pada pasien bisa terlaksana.

Wilkinson (2007) dalam Joel (2014) menganjurkan bahwa implementasi dipilih untuk memfasilitasi peningkatan kesehatan atau mencegah, memperbaiki, hingga menghilangkan masalah kesehatan.

Menurut Permenkes (2015), penatalaksanaan pada pasien Typhus abdominalis dengan masalah hipertermia antara lain kontrol dan monitor tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, kesadaran), kemudian dicatat dengan baik di rekam medik pasien. Impementasi awal yang dilakukan pada pasien yaitu memonitor tanda-tanda vital (tekanan darah, suhu, nadi dan frekuensi nafas).

Menurut SIKI (2018), monitor intake dan output cairan harus dilakukan. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat (Bachrudin & Najib, 2016).

Salah satu intervensi keperawatan terhadap pasien yang menderita Typhus abdominalis dengan masalah keperawatan hipertermi adalah melakukan tindakan keperawatan dengan pemberian kompres hangat (Ngastiah, 2013).

Menurut Permenkes (2015), terapi suportif dapat dilakukan dengan istirahat tirah baring dan mengatur tahapan mobilisasi dan mengonsumsi air putih yang cukup. Tindakan menganjurkan pasien untuk tirah baring dan minum air putih yang cukup telah dilakukan.

Menurut Permenkes (2015), penatalaksanaan pada pasien Typhus abdominalis dengan masalah hipertermia antara lain berkolaborasi pemberian cairan elektrolit, antipiretik dan antibiotic. Pemberian cairan elektrolit ntuk memenuhi kebutuhan nutrisi (Bachrudin & Najib, 2016), pemberian antiperik digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus (Purwanto, 2016) dan antibiotic untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan (Purwanto, 2016).

5. Evaluasi

Setelah dilakukan evaluasi keperawatan sampai dengan hari ke 3, didapatkan data hari pertama suhu 38.7 C , hari ke dua suhu 37,8 C, pada hari ke 3 suhu 36,8 C, dengan tindakan yang telah dilakukan, hasil evaluasi yang diperoleh berdasar data subjektif yaitu pasien mengatakan sudah tidak merasa demam dan mengatakan sudah membaik. Pada pengukuran tanda-tanda vital yang lain didapat keadaan umum baik, tekanan darah 90/70 mmHg, nadi : 88 x/menit, RR 20 x/menit, lidah bersih, bibir lembab, kulit teraba hangat dan lembab, kulit tidak kemerahan, tidak tampak menggigil, intake makanan baik, pasien menghabiskan makanan 1 porsi, intake minuman baik, pasien minum air putih ± 1000 ml, pasien hari ini BAB 1 kali, konsistensi padat berwarna coklat dan BAK ± 700 ml. Masalah keperawatan dengan pada pasien Typhus abdominalis teratasi.

Evaluasi sangat penting dalam rencana asuhan keperawatan karena memungkinkan perawat untuk memantau perkembangan pasien. Evaluasi keperawatan juga berfungsi dalam menilai keefektifan dari implementasi yang telah diberikan.

Page 10: STUDI KASUS PADA PASIEN DEWASArepository.stikespantiwaluya.ac.id/524/3/Manuskrip Tri Esti... · Typhus abdominalis (Kode ICD-X A01.0). Saat dilakukan pengkajian didapatkan data subjektif

Kebutuhan untuk merevisi rencana asuhan keperawatan mungkin diperlukan jika tanda-tanda perbaikan tidak ditunjukkan oleh pasien.

Berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah diidentifikasi, perawat mengevaluasi respon pasien dengan Typhus abdominalis. Kriteria hasil yang diharapkan meliputi suhu tubuh dalam rentang normal (36 – 37.5 c), nadi dalam batas normal (60 – 100 x/menit), pernafasan dalam rentang normal (12-20 x/menit), tidak ada perubahan warna kulit (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).

Kesimpulan Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada pasien dewasa Typhus abdominalis dengan hipertermi di Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan Malang melalui tindakan pengkajian sampai dengan evaluasi selama 3 hari, didapatkan kesimpulan bahwa suhu tubuh pasien kembali normal. Hasil tersebut menyatakan jika masalah keperawatan pada klien teratasi. Hal ini berdasarkan kriteri hasil yaitu suhu tubuh dalam rentang normal, nadi dan RR dalam rentang normal dan tidak ada perubahan warna kulit.

DAFTAR RUJUKAN

Ackley, Betty.J. & Ladwig, Gail.B 2010, Nursing Diagnosis Handbook: An. Evidence Based Guilt to Planning Care, USA: Deborah L, Vogel

Bachrudin & Najib. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan : Keperawatan Medikal Bedah I. Pusdik SDM Kesehatan : Jakarta

Balaji. 2018. Demam Typhus abdominalis : Masalah Dalam Deteksi Laboratorium, Opsi Perawatan & Kekhawatiran Dalam Manajemen Di Negara Berkembang. Future Science

Darmawati, 2012. Analisis Molekuler profil Protein Pilli untuk mengungkap Hubungan Similaritas, 26 strain Salmonella Typi Isolat Jawa, Vol. 1. No.1 pp. (13-19)

Dimie. 2011. Demam, Pola Demam Dan Penyakit Yang Disebut Demam. Departemen Kedokteran Rumah Sakit Pendidikan Universitas Bingham : Nigeria

Dinarti & Yuli. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan : Dokumentasi Keperawatan. Pusdik SDM Kesehatan : Jakarta

Depkes, RI, 2013. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013

Erikson, dalam Upton, 2012. Psikologi perkembangan. Terj. Jakarta: Erlanga

Kemenkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2015. Jakarta

Kemenkes Jatim,2012 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Malang

Kozier, et al.dalam Joel 2014. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses dan Praktik, Edisi 9. Volume 1. Jakarta.EGC

Nelwan. 2012. Tata Laksana Terkini Demam Tifoid. FK UI : Jakarta

Nursalam. 2015. Panduan Penyusunan Studi Kasus Program Studi Diploma 3 Keperawatan (http://www.pdpersi.com) diakses tanggal 2 Juni 2020.

Page 11: STUDI KASUS PADA PASIEN DEWASArepository.stikespantiwaluya.ac.id/524/3/Manuskrip Tri Esti... · Typhus abdominalis (Kode ICD-X A01.0). Saat dilakukan pengkajian didapatkan data subjektif

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. ( 2016). APLIKASI Asuhan keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC, Jogjakarta MediAction.

Nurvina, 2013. Hubungan antara sanitasi lingkungan, Hygiene perorangan dan Karateristik individu,Universitas Semarang

Ngastiah, 2013. Perawatan Anak Sakit Edisi 2, Jakarta EGC

Padila, 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam, Jakarta: Nuha Medika

Palataga, Joel. 2015. Rencana Asuhan Keperawatan: Alat Berbasis Bukti untuk Belajar dan Memberikan Perawatan Berkualitas Tinggi (https://www.researchgate.net/publication/236020214) diakses tanggal 2 Juni 2020

Pieter, H.Z. & Kubis, N.L. 2010. Pengantar Psikologi dalam keperawatan. Jakarta : Kencana

Purwanto, Hadi. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan : Keperawatan Medikal Bedah II. Pusdik SDM Kesehatan : Jakarta

Ralph & Taylor, 2008. Diagnsis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan. Edisi16. Penerbit Buku Kedokteran.EGC

RS Panti Waluyo Malang. 2019. Data Rekam Medik Rumah Sakit Panti Waluya Malang.

Setiawati, (2012). Prinsip Perawatan Demam pada Dewasa. Penerbit Pustaka Pelajar EGC, Jakarta, hal 27-141

Sucipto. 2015. Buku Emas Pemeriksaan Laboratorium Demam Typoid Pada Anak. Jurnal Skala Husada. Vol 12 No 22-26

Suprajitno. Bachrudin & Najib. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan : Pengantar Riset Kesehatan. Pusdik SDM Kesehatan : Jakarta

Sri Rejeki,S.H.( 2011). Demam Tifoid Pada Anak, apa yang perlu diketahui.Dalam www.itikindo.org

Tabakova, M. 2012. Vital Sign, Institute Of Nursing,JF MED CU, p10

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. DPP PPNI : Jakarta Selatan

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. DPP PPNI : Jakarta Selatan

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. DPP PPNI : Jakarta Selatan

Word Health Organization (WHO), 2018. Risiko Penyakit Berdasarkan Klasifiksi Umur menurut WHO. Sehatq.com

Wilkison, 2014. Buku Saku Diagnosis Keperwatan Edisi 9. Jakarta: EGC

Wijayahadi, dkk.2011. “ Faktor

Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Dewasa”. Sari Pediatri. Volume 2, Nomor 3

Page 12: STUDI KASUS PADA PASIEN DEWASArepository.stikespantiwaluya.ac.id/524/3/Manuskrip Tri Esti... · Typhus abdominalis (Kode ICD-X A01.0). Saat dilakukan pengkajian didapatkan data subjektif
Page 13: STUDI KASUS PADA PASIEN DEWASArepository.stikespantiwaluya.ac.id/524/3/Manuskrip Tri Esti... · Typhus abdominalis (Kode ICD-X A01.0). Saat dilakukan pengkajian didapatkan data subjektif