72
STUDI AWAL HISTOTEKNIK: FIKSASI 2 MINGGU PADA GAMBARAN HISTOLOGI ORGAN GINJAL, HEPAR, DAN PANKREAS TIKUS SPRAGUE DAWLEY DENGAN PEWARNAAN HEMATOXYLIN-EOSIN Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN Disusun oleh : MUHAMMAD AZHARAN ALWI 1113103000010 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016

STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

  • Upload
    vuthuy

  • View
    236

  • Download
    6

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

STUDI AWAL HISTOTEKNIK:

FIKSASI 2 MINGGU PADA GAMBARAN HISTOLOGI

ORGAN GINJAL, HEPAR, DAN PANKREAS TIKUS

SPRAGUE DAWLEY DENGAN PEWARNAAN

HEMATOXYLIN-EOSIN

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA KEDOKTERAN

Disusun oleh :

MUHAMMAD AZHARAN ALWI

1113103000010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2016

Page 2: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

i

Page 3: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

ii

Page 4: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

iii

Page 5: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

iv

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Puji serta syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat

rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta

salam semoga tetap tercurah limpahkan pada Nabi besar Muhammad SAW,

beserta keluarga, shabat dan umat Islam.

Penelitian ini tidak dapat terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan dan

motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan rasa terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Arif Sumantri selaku Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, dr. Achmad Zaki, S.Ked, M.Epid, Sp.OT selaku Ketua Program

Studi Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, serta seluruh dosen Program Studi Pendidikan Dokter yang selalu

membimbing serta memberikan ilmu kepada saya untuk menempuh masa

pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Nurlaely Mida Rachmawati, S.Si, M.Biomed, DMS dan dr. Devy

Ariany, M.Biomed selaku dosen pembimbing penelitian saya, yang selalu

membimbing dan mengarahkan saya dalam menyelesaikan penelitian ini

3. Rr. Ayu Fitri Hapsari, M.Biomed dan Dr. Endah Wulandari, S.Si,

M.Biomed selaku dewan penguji penelitian saya, untuk ilmu, waktu dan

tenaga dalam memperbaiki laporan penelitian ini.

4. Kedua orang tua tercinta, Dr. H. Saemu Alwi SE.M,si dan Hj. Nurlian

Arfa, S.Ag, MA, yang selalu memberikan kasih sayangnya, doa, nasihat,

bimbingannya, serta semangat sepanjang hidup saya.

Page 6: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

v

5. Kakak saya Nur Azminah Alwi dan adik saya Muhammad Azdahar Alwi

yang selalu memberikan dukungan dan semangatnya untuk menjalani

proses pembelajaran di Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggungjawab (PJ) modul riset PSPD

2012, drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD selaku PJ laboratorium Riset.

Ibu Nurlaely Mida R, S.Si, M.Biomed, DMS selaku PJ Animal house dan

Ibu Endah Wulandari, M.Biomed selaku PJ laboratorium Biokimia, Ibu

Rr. Ayu Fitri Hapsari, M.Biomed selaku PJ laboratorium histologi yang

telah memberikan izin atas penggunaan lab pada penelitian ini.

7. Untuk teman seperjuangan penelitian, Putri Junitasari, Fiizhda Baqarizky,

Fakhri Muhammad Suradi Kartanegara, Abdul Rasyid, M Imam

Alkautsar, Faisal Ravif, Galang Prahanarendra.

8. Untuk Fadel Askary dan Fahrizal Harris Harahap 2011, serta

Pathurrahman dan Annisa Mardhiyah 2013 yang memperbolehkan saya

untuk menggunakan tikus penelitiannya.

9. Seluruh mahasiswa PSPD 2013 yang berjuang bersama menempuh pre-

klinik serta sahabat saya.

10. Laboran yang terlibat Ibu Ai, Mba Din, Mba Suryani, Mas Rachmadi.

Juga pada Mas Haris, Mas Panji yang sangat membantu berlangsungnya

penelitian ini.

11. Dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Tidak menutup kemungkinan adanya kekurangan dalam penelitian ini.

Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

semua pihak yang membaca laporan penelitian ini. Akhir kata, semoga

peenelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca pada umumnya, bagi

peneliti pada khususnya.

Ciputat, 27 Juli 2016

Page 7: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

vi

ABSTRAK

Muhammad Azharan Alwi. Program Studi Pendidikan Dokter. Studi Awal :

Fiksasi 2 Minggu Pada Gambaran Histologi Organ Ginjal, Hepar, dan

Pankreas Tikus Sprague Dawley Dengan Pewarnaan Hematoxylin-Eosin.

2016.

Histoteknik adalah metode membuat sajian histologi dari spesimen tertentu

melalui suatu rangkaian proses hingga menjadi sajian yang siap untuk dianalisis.

Fiksasi adalah salah satu tahapan histoteknik yang bertujuan untuk mengawetkan

jaringan dan mengeraskan jaringan, agar jaringan yang akan diamati tidak

mengalami perubahan bentuk ataupun ukuran. Waktu yang terlalu lama pada

tahapan fiksasi menyebabkan pengerasan jaringan yang mengakibatkan hasil

jaringan yang buruk. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan data untuk

menyusun standar operasional prosedur (SOP) baku histoteknik yang dapat

diterapkan di laboratorium animal house dan histologi. Hasil penelitian

menunjukkan fiksasi selama 2 minggu menyebabkan terjadinya kerusakan organ.

Jaringan tampak rusak pada ketiga organ, kerusakan glomerulus dan tubulus

jaringan ginjal, kerusakan trias porta hepar, dan kerusakan struktur sel pada pulau

langerhans jaringan pankreas. Dapat disimpulkan, bahwa fiksasi 2 minggu tidak

memberikan gambaran yang baik pada organ ginjal, hepar, dan pankreas sehingga

tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku histoteknik di

laboratorium animal house dan histologi.

Kata kunci : histoteknik, fiksasi, standar operasional prosedur (SOP), ginjal,

hepar, pankreas, tikus

Page 8: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

vii

Muhammad Azharan Alwi. Medical Study Program. Preliminary Study :

Fixation Effect for 2 Weeks Against Histological Kidney, Liver, and Pancreas

Sprague-Dawley Rats With Hematoxylin-Eosin Staining

Histotechnique is a method of making a particular dish histology of the specimen

through a series of processes to be a dish that is ready for analysis. Fixation is one

of the stages of histotechnique that aims to preserve and harden the tissue, so the

tissue’s shape or size which observed does not change. Too much time on the

stage leading to hardening of tissue fixation resulting in poor tissue results. The

purpose of this research is to get the data to formulate standard operating

procedures (SOP) histotechnique standard that can be applied in a laboratory

animal house and histology. The results showed fixation for 2 weeks causing

organ damage. The tissue looks broken on these three organs, glomerular and

tubular damage on kidney tissue, hepatic portal triad damage, and damage on the

cell structure of Islet Langerhans in the pancreas tissue. It can be concluded, that

the fixation 2 weeks does not give a good overview on the kidneys, liver, and

pancreas. So it can not be used as raw data in the manufacture of SOP

histotechnique in laboratory animal house and histology.

Key words : Histotechniques, fixation, standard operational procedure (SOP)

pancreas, liver, kidney, mice.

Page 9: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ............................................................................................. iv

ABSTRAK ............................................................................................................... vi

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ x

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah ................................................................................... 2

1.3. Tujuan Penelitian..................................................................................... 2

1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................. 2

1.4.1. Bagi Peneliti .................................................................................. 2

1.4.2. Bagi Institusi……………………………………………………. .......... 3

1.4.3. Bagi Masyarakat ........................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori ........................................................................................ 4

2.1.1. Euthanasia ..................................................................................... 4

2.1.2. Teknik Fiksasi ................................................................................ 6

2.1.2.1. Fiksasi Formalin ............................................................. 11

2.1.3. Pengolahan Pembuatan Blok ...................................................... 13

2.1.3.1. Dehidrasi ......................................................................... 14

2.1.3.2. Clearing .......................................................................... 14

2.1.3.3. Embedding ...................................................................... 15

2.1.3.4. Blocking........................................................................... 16

2.1.4. Pemotongan Organ ..................................................................... 16

2.1.5. Teknik Pewarnaan ....................................................................... 19

2.1.6. Pewarnaan HE ............................................................................ 20

2.1.7. Gambaran Histologis Organ Tikus ............................................. 21

2.1.7.1. Ginjal .............................................................................. 21

2.1.7.2. Hepar .............................................................................. 23

2.1.7.3. Pankreas .......................................................................... 24

2.2. Kerangka Teori ...................................................................................... 26

2.3. Kerangka Konsep................................................................................... 27

2.4. Definisi Operasional .............................................................................. 28

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian................................................................................... 29

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 29

3.2.1. Waktu Penelitian ......................................................................... 29

3.2.2. Tempat Penelitin .......................................................................... 29

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................ 29

Page 10: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

ix

3.4. Cara Kerja Penelitian............................................................................ 29

3.4.1. Alat Penelitian ............................................................................. 29

3.4.2. Bahan Penelitian ......................................................................... 30

3.4.3. Adaptasi Hewan Coba ................................................................. 31

3.4.4. Tahap Nekropsi ........................................................................... 31

3.4.4.1. Fiksasi ............................................................................. 32

3.4.5. Tahap Pemrosesan Jaringan ....................................................... 32

3.4.5.1. Dehidrasi ......................................................................... 32

3.4.5.2. Clearing .......................................................................... 33

3.4.5.3. Embedding ...................................................................... 33

3.4.5.4. Blocking........................................................................... 34

3.4.6. Pemotongan Jaringan ................................................................. 34

3.4.7. Tahapan Pewarnaan HE ............................................................. 35

3.4.8. Foto Jaringan .............................................................................. 36

3.5. Alur Penelitian ....................................................................................... 37

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Makroskopik Jaringan yang Difiksasi 2 Minggu ................ 38

4.2. Gambaran Mikrokospik Jaringan yang Difiksasi 2 Minggu ................. 41

4.2.1. Ginjal ........................................................................................... 41

4.2.2. Hepar ........................................................................................... 43

4.2.3. Pankreas ...................................................................................... 45

4.3. Hambatan dan Solusi ............................................................................. 46

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan ................................................................................................ 47

5.2. Saran ...................................................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 48

LAMPIRAN ........................................................................................................... 50

Page 11: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1.a Ginjal tikus normal dengan perbesaran 4x ................................................ 23

2.1.b Ginjal tikus normal dengan perbesaran 10x .............................................. 23

2.1.c Ginjal tikus normal dengan perbesaran 20x .............................................. 23

2.1.d Ginjal tikus normal dengan perbesaran 40x .............................................. 23

2.2.a. Hepar tikus normal dengan perbesaran 4x ................................................ 25

2.2.b. Hepar tikus normal dengan perbesaran 10x .............................................. 25

2.2.c. Hepar tikus normal dengan perbesaran 20x .............................................. 25

2.2.d. Hepar tikus normal dengan perbesaran 40x .............................................. 25

2.3.a. Pankreas tikus normal dengan perbesaran 4x ........................................... 27

2.3.b. Pankreas tikus normal dengan perbesaran 10x ......................................... 27

2.3.c. Pankreas tikus normal dengan perbesaran 20x ......................................... 27

2.3.d. Pankreas tikus normal dengan perbesaran 40x ......................................... 27

4.1.A1.Potongan organ ginjal dalam cairan fiksasi formalin 10%

pada minggu pertama ................................................................................ 38

4.1.B1.Potongan organ hepar dalam cairan fiksasi formalin 10%

pada minggu pertama ................................................................................ 38

4.1.C1.Potongan organ pankreas dalam cairan fiksasi formalin 10%

pada minggu pertama ................................................................................ 38

4.1.A2.Potongan organ ginjal dalam cairan fiksasi formalin 10%

pada minggu kedua .................................................................................... 38

4.1.B2.Potongan organ hepar dalam cairan fiksasi formalin 10%

pada minggu kedua .................................................................................... 38

4.1.C2.Potongan organ pankreas dalam cairan fiksasi formalin 10%

pada minggu kedua .................................................................................... 38

4.2.A. Potongan organ ginjal saat perlakuan fiksasi

pada minggu kedua .................................................................................... 40

4.2.B. Potongan organ hepar saat perlakuan fiksasi

pada minggu kedua ................................................................................... 40

4.2.C. Potongan organ pankreas saat perlakuan fiksasi

pada minggu pertama ................................................................................ 40

4.3.A1.Ginjal tikus normal perbesaran 20x .......................................................... 41

4.3.A2.Ginjal tikus normal perbesaran 40x .......................................................... 41

4.3.B1.Ginjal tikus perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 20x ........................... 41

4.3.B2.Ginjal tikus perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 40x

(insert: Tubulus) ........................................................................................ 41

4.4.A1.Hepar tikus normal perbesaran 20x .......................................................... 43

4.4.A2.Hepar tikus normal perbesaran 40x .......................................................... 43

4.4.B1.Hepar tikus perlakuan fiksasi 2 minggu 20x (insert: trias porta) ............... 43

4.4.B2.Hepar tikus perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 40x ........................... 43

4.5.A1.Pankreas tikus normal perbesaran 20x ...................................................... 45

4.5.A2.Pankreas tikus normal perbesaran 40x ...................................................... 45

4.5.B1.Pankreas tikus perlakuan fiksasi 2 minggu 20x ......................................... 45

4.5.B2.Pankreas tikus perlakuan fiksasi 2 minggu 40x (insert: langerhans) ......... 45

6.1. Surat keterangan tikus sehat ...................................................................... 50

6.2. Sampel penelitian ....................................................................................... 51

Page 12: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

xi

6.3. Anestesi hewan coba .................................................................................. 51

6.4. Proses isolasi jaringan ............................................................................... 51

6.5. Proses fiksasi 2 minggu .............................................................................. 51

6.6. Proses dehidrasi ......................................................................................... 52

6.7. Proses clearing .......................................................................................... 52

6.8. Proses embedding ...................................................................................... 52

6.9. Proses blocking .......................................................................................... 52

6.10. Proses pemotongan .................................................................................... 52

6.11. Proses pewarnaan ...................................................................................... 52

6.12. Ginjal A1 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 20x .............................. 53

6.13. Ginjal A2 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 40x .............................. 53

6.14. Ginjal B1 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 20x .............................. 53

6.15. Ginjal B2 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 40x .............................. 53

6.16. Ginjal C1 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 20x ............................. 53

6.17. Ginjal C2 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 40x ............................. 53

6.18. Ginjal D1 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 20x ............................. 54

6.19. Ginjal D2 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 40x ............................. 54

6.20. Ginjal E1 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 20x .............................. 54

6.21. Ginjal E2 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 40x .............................. 54

6.22. Hepar A1 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 20x .............................. 54

6.23. Hepar A2 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 40x .............................. 54

6.24. Hepar B1 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 20x .............................. 54

6.25. Hepar B2 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 40x .............................. 54

6.26. Hepar C1 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 20x ............................. 54

6.27. Hepar C2 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 40x ............................. 54

6.28. Hepar D1 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 20x ............................. 54

6.29. Hepar D2 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 40x ............................. 54

6.30. Hepar E1 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 20x .............................. 55

6.31. Hepar E2 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 40x .............................. 55

6.32. Pankreas A1 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 20x ......................... 55

6.33. Pankreas A2 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 40x ......................... 55

6.34. Pankreas B1 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 20x ......................... 55

6.35. Pankreas B2 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 40x ......................... 55

6.36. Pankreas C1 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 20x ........................ 56

6.37. Pankreas C2 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 40x ........................ 56

6.38. Pankreas D1 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 20x ........................ 56

6.39. Pankreas D2 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 40x ........................ 56

6.40. Pankreas E1 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 20x ......................... 56

6.41. Pankreas E2 perlakuan fiksasi 2 minggu perbesaran 40x ......................... 56

Page 13: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1. Data Morfologi ginjal tikus fiksasi 2 Minggu ............................................... 41

4.2. Data Morfologi hepar tikus fiksasi 2 Minggu ............................................... 43

4.3. Data Morfologi pankreas tikus fiksasi 2 Minggu ........................................... 45

Page 14: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

1 Surat Keterangan Tikus Sehat ............................................................................ 50

2 Gambar Proses Penelitian ................................................................................. 51

3 Foto Jaringan ..................................................................................................... 53

4 Riwayat Penulis .................................................................................................. 58

Page 15: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Histoteknik adalah metode membuat sajian histologi dari spesimen

tertentu melalui suatu rangkaian proses hingga menjadi sajian yang siap untuk

dianalisis. Spesimen tertentu dapat berupa jaringan dari manusia atau hewan.

Teknik ini merupakan salah satu teknik laboratorium yang dipergunakan dalam

kegiatan eksperimental. Hasil pemeriksaan dari teknik ini adalah berupa spesimen

mikroskopik setelah dilakukan pewarnaan sesuai dengan yang dibutuhkan, salah

satunya adalah dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE).1,2,3

Salah satu tahapan histoteknik adalah fiksasi. Fiksasi bertujuan untuk

mengawetkan jaringan dan mengeraskan jaringan, agar jaringan yang akan

diamati tidak mengalami perubahan bentuk ataupun ukuran.3 Fiksasi juga dapat

membunuh bakteri yang dapat membuat jaringan membusuk. Fiksasi yang

digunakan pada penelitian ini adalah fiksasi formalin 10% karena formalin lebih

mudah dipersiapkan dan cairan fiksatif formalin akan mengawetkan struktur

jaringan dengan sangat baik. Proses fiksasi lebih dari 24 jam dapat menyebabkan

pengerasan jaringan.4 Pada penelitian ini fiksasi jaringan dilakukan selama 2

minggu, karena peneliti sebagai mahasiswa kedokteran memiliki jadwal yang

sangat padat, sedangkan waktu yang disarankan untuk fiksasi adalah 12-24 jam.

Sehingga, untuk melakukan penelitian sulit untuk medapatkan waktu.3,10

Penelitian di suatu laboratorium sebaiknya terdapat SOP (Standar

Operasional Prosedur). Namun, sejak tahun 2005 laboratorium Histologi dan

Animal House Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta belum mempunyai SOP mengenai histoteknik, khususnya tentang metode

fiksasi. Hal ini dapat mempengaruhi kegiatan pembelajaran mahasiswa di bidang

penelitian yang menggunakan laboratorium Histologi dan Animal House. Faktor

yang mempengaruhi validitas dari SOP suatu laboratorium di sebuah institusi

adalah mempunyai peralatan yang lengkap, peneliti yang memiliki kemampuan

dan pengalaman dalam meneliti, terdapat acuan dari petunjuk SOP lain, dan

Page 16: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

2

kemampuan dalam kontrol dan kendali mutu terhadap penelitian dan hasil

analisisnya.5 Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah

dengan mengubah SOP waktu fiksasi menjadi 2 minggu memberikan hasil lebih

baik, guna penyusunan SOP mengenai histoteknik, khususnya metode fiksasi 2

minggu.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah gambaran histologi ginjal, hepar, dan pankreas

tikus Sprague dawley yang difiksasi dengan formalin selama 2

minggu?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan umum

Mendapatkan data untuk menyusun SOP baku histoteknik yang dapat

diterapkan di laboratorium animal house dan Histologi FKIK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

1.3.2. Tujuan Khusus

Mengetahui gambaran histologi organ tikus ginjal, hepar, dan pankreas

tikus Sprague dawley yang difiksasi dengan formalin selama 2 minggu.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Peneliti

1. Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman akan penelitian

bersifat eksperimental.

2. Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman mengenai histoteknik.

3. Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 17: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

3

1.4.2. Bagi Institusi

1. Menjadi bahan acuan pembuatan SOP histoteknik di Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sehingga dapat dijadikan rujukan bagi peneliti lain.

2. Menambah referensi penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

sehingga dapat digunakan untuk penelitian lebih dalam lagi bagi

peneliti yang lain.

1.4.3. Bagi Masyarakat

1. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan pemahaman masyarakat

dalam melakukan histoteknik yang digunakan dalam pembuatan

preparat jaringan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 18: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1. Euthanasia

Euthanasia berasal dari istilah Yunani, eu yang artinya baik dan Thanatos

yang artinya kematian. Istilah ini biasanya digunakan untuk menggambarkan

mengakhiri kehidupan binatang atau individu dengan cara yang meminimalkan

atau menghilangkan rasa sakit dan penderitaan. Kebijakan Dinas Kesehatan

mensyaratkan yakni Kelembagaan Perawatan Hewan dan Penggunaan Komite

menentukan bahwa metode euthanasia digunakan dalam proposal penelitian

konsisten dengan rekomendasi dari 2013 American Veterinary Medical

Association ( AVMA ).

Kriteria yang digunakan sebagai dasar untuk euthanasia menurut

rekomendasi AVMA meliputi:

1. Nyeri, kecemasan, dan ketakutan yang dirasakan oleh hewan coba harus

seminimal mungkin,

2. Waktu yang dibutuhkan hingga hewan coba tidak sadarkan diri minimal,

3. Keandalan dan ireversibilitas,

4. Keselamatan laboran, khususnya efek emosional,

5. Spesies dan keterbatasan umur.6

Euthanasia menyebabkan kematian oleh tiga mekanisme dasar: (1) depresi

langsung neuron yang diperlukan untuk fungsi kehidupan, (2) hipoksia, dan (3)

gangguan fisik aktivitas otak. Proses euthanasia harus meminimalkan atau

menghilangkan rasa sakit, kecemasan, dan tekanan sebelum kehilangan

kesadaran.6,16

Page 19: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

5

Dari kriteria diatas, terdapat beberapa teknik yang dapat dipakai dan

diterima secara umum. Berikut adalah teknik-teknik euthanasia yang disetujui

oleh AVMSA :

1. Karbon dioksida

Menghirup CO2 menyebabkan asidosis resiratorik dan menghasilkan

keadaan anestesi yang reversibel oleh penurunan pH intraseluler yang

cepat.

Karbon dioksida memiliki potensi untuk menyebabkan distress pada

hewan melalui tiga mekanisme yang berbeda :

a. Nyeri akibat pembentukan asam karbonat pada saluran

pernafasan dan okular membran,

b. Hipoksia sehingga timbul perasaan sesak nafas,

c. Stimulasi langsung dari saluran ion dalam amigdala yang

terkait dengan respon rasa takut.6,8,9,16

2. Overdosis Barbiturat

Barbiturat menekan Sistem Saraf Pusat (SSP) dengan mekanisme yang

dimulai dari korteks serebral, dengan hilangnya kesadaran maju ke

anestesi. Dengan overdosis, anestesi yang mendalam berkembang menjadi

apnea karena depresi pusat pernapasan, dan ini diikuti oleh serangan

jantung.2 Semua turunan asam barbiturat digunakan untuk anestesi yang

dapat diterima untuk euthanasia bila diberikan intravena. Barbiturat yang

diinginkan adalah yang efeknya kuat, tidak menyebabkan iritasi, masa

kerjanya panjang, stabil dalam larutan, dan murah. Sodium pentobarbital

terbaik sesuai kriteria ini dan paling banyak digunakan.

Keuntungan utama dari barbiturat adalah:

a. Kecepatan tindakan. Efek ini tergantung pada dosis,

konsentrasi, rute, dan tingkat injeksi.

b. Barbiturat menginduksi euthanasia dengan sangat lancar, tetapi

ketidaknyamanan yang ditimbulkan juga sangat minimal.

c. Barbiturat lebih murah dibandingkan agen euthanasia lainnya.

d. Tim administrasi obat-obatan dan makanan menyetujui

barbiturat solusi yang tepat untuk euthanasia.6,8,16

Page 20: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

6

3. Dekapitasi Tikus Dewasa

Cara euthanasia seperti ini sebaiknya dihindari. Cara ini hanya dapat

dilakukan jika dalam penelitian terdapat kebutuhan khusus dan prosedur

ini sudah mendapatkan persetujuan dari Institusi hewan coba.6,8,16

4. Dislokasi Servikal

Metode ini dilakukan dengan cara memisahkan vertebra pada daerah

servikal dengan cubitan pada area leher dan menarik ekor tikus. Cara ini

mudah dan efisien, namun kurang direkomendasikan karena dapat

menimbulkan kerusakan jaringan, khususnya pada area servikal. Syarat

untuk dapat melakukan metode ini ialah, berat tikus kurang dari 200

gr.6,18,16

2.1.2. Teknik Fiksasi

Fiksasi adalah suatu usaha untuk mempertahankan komponen-komponen

sel atau jaringan agar tidak mengalami perubahan dan tidak mudah rusak. Proses

fiksasi ini diharapkan setiap molekul pada jaringan yang hidup tetap berada pada

tempatnya dan tidak ada molekul baru yang timbul. Pada prosesnya ini tentu tidak

akan berjalan dengan sempurna, apabila timbul molekul asing baru pada

jaringannya disebut artefak. Tujuan fiksasi ini agar jaringan tersebut tetap utuh.

Fiksasi harus dilakukan sesegera mungkin setelah pengangkatan jaringan atau

setelah kematian agar tidak terjadi autolisis.2,,4,11

Sel dari sebuah jaringan ditentukan dari bentuk dan ukuran makromolekul

yang ada di dalam sel. Makromolekul utama yang ada dalam sel adalah protein

dan asam nukleat. Fiksasi merupakan bagian terpenting dari semua teknik

histologi dan sitologi dengan tetap memberikan warna yang alami, untuk mecegah

terjadinya denaturasi protein yang berlanjut terdapat tiga metode, yaitu dengan

koagulasi, membentuk senyawa aditif, atau gabungan dari koagulasi dan senyawa

aditif.10,12

Page 21: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

7

Prinsip kerja dari fiksasi adalah mengawetkan bentuk sel dan organel

sehingga mendekati bentuk fisiologinya. Cairan fiksatif mengubah komposisi

jaringan secara kimiawi dan fisik. Secara kimiawi, protein sel diubah secara

fungsional dan struktural dengan cara koagulasi dan membentuk senyawa aditif

baru. Senyawa tersebut terbentuk dengan cara ikatan silang dari dua

makromolekul yang berbeda, yakni cairan fiksatif dan protein sel. Hal ini

menyebabkan sel resisten terhadap gerakan air dan cairan-cairan lainnya.

Akibatnya, struktur sel menjadi stabil, baik di dalam maupun di antara sel-sel.

Selain itu, kebanyakan enzim di dalam sel menjadi terinaktivasi, sehingga proses

metabolisme sel tidak terjadi, dan mencegah adanya autolisis sel. Secara fisik,

membran sel yang awalnya hidrofilik, dilarutkan dengan cairan fiksatif, yang

menyebabkan pori-pori sel membesar. Akibatnya, makromolekul dapat memasuki

sel. Hal ini membantu untuk teknik setelah fiksasi, khususnya pada proses

parafinisasi dan pewarnaan dimana zat-zat tersebut akan dapat masuk ke dalam sel

dan menempel dengan mudah. 4,10,12

Pada metode koagulasi tidak semua zat dikoagulasikan, contohnya fiksasi

dengan asam asetat dimana kromatin terkoagulasi tetapi protein tidak dapat

terkoagulasi. Hal ini memberi keuntungan untuk penggunaan parafin dan antibodi.

Dengan metode ini juga akan meningkatkan paparan sel terhadap antigen

sehingga sel tersebut menjadi lebih sensitif. Sedangkan pada metode kombinasi

akan memberikan efek lain pada sel yaitu mengontrol tekanan osmotik,

mengontrol pH, dan meniadakan efek sel yang membengkak ataupun mengkerut

akibat paparan zat lain.12

Fiksasi yang baik harus memenuhi beberapa syarat, sebagai berikut:

1. Fiksasi dilakukan dengan penekanan yang cepat dan sejajar,

2. Fiksasi tidak menyulitkan dan murah biaya,

3. Fiksasi menggunakan alat yang keras guna mempermudah pemotongan,

4. Fiksasi harus bisa menghambat pembusukan bakteri dan terjadinya

autolisis,

5. Fiksasi harus memberikan perbedaan gambaran mikroskopik yang

bagus,

Page 22: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

8

6. Fiksasi tidak boleh menyebabkan iritasi, keracunan, dan korosif,

7. Fiksasi tidak boleh menyebabkan penyusutan, pembengkakan, atau

perubahan sel lainnya,

8. Fiksasi harus bisa membuat jaringan menjadi tahan lama,

9. Fiksasi harus mendapatkan izin untuk pengembalian warna dasar sebagai

objek pengambilan foto.4,11

Klasifikasi fiksasi terdapat tiga kelas, berikut pembagiannya:

1. Berdasarkan komposisinya dibedakan menjadi dua, yaitu:

Sederhana : Larutan fiksasi yang hanya menggunakan 1 jenis.

contoh : formalin, etanol

Campuran :Larutan fiksasi yang digunakan lebih dari 1 jenis.

contoh: etanol + asam asetat glasial dan

formaldehida + merkuri klorida.

2. Berdasarkan efek terhadap sel dan jaringan:

Mikroanatomi : Fiksasi yang memperlihatkan jaringan dengan cara

yang disetujui oleh studi mikroskopik secara

umum.

Sitologi : Fiksasi dengan melihat struktur intrasel yangdibagi

menjadi dua bagian, yaitu nukleus dengan pH

kurang dari 4,6 dan sitoplasma dengan pH lebih

dari 4,6.

3. Berdasarkan golongannya:

Aldehid : formaldehida, glutaraldehida,

akrolein,

glioksal.

Oxidizing agents : osmium tetroksida, potassium

dikromat, asam kromatik.

Unknown mechanism : asam pikrat, merkuri klorida.

Protein-denaturing agents : asam asetat, metil alkohol, etil

alkohol.

Physical : panas, microwave.4,10

Page 23: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

9

Faktor-faktor yang mempengaruhi fiksasi:

1. pH

pH optimal untuk dilakukan fiksasi adalah 6-8. Jika pH diluar

rentang nilai tersebut maka secara garis besar dapat menyebabkan

perubahan pada struktur jaringan, menjadi rusak akibat presipitasi sel.

Perubahan pH akan mempengaruhi jumlah ion sehingga akan terjadi

peningkatan atau penurunan laju reaksi yang memberikan efek pada

pengamatan mikroskopik.4,10,15

2. Suhu

Fiksasi yang akan dilihat dengan mikroskop elektron lebih baik

disimpan pada suhu 0-4°C. Penggunaan panas untuk fiksasi dibidang

bakteriologi biasanya formalin yang dipanaskan dengan suhu 60°C.2,10

3. Penetrasi

Penetrasi saat fiksasi biasanya berlangsung lambat karena dinding

sel bersifat semi permeabel. Komponen yang ada dalam intrasel akan

menahan daya penetrasi saat fiksasi. Untuk menghitung kedalaman

penetrasi menggunakan rumus sebagai berikut :

d = K √𝑡

Dimana d merupakan kedalaman penetrasi dalam (mm), K merupakan

koefisien dari kemampuan difusi suatu zat fiksasi, dan t adalah waktu

fiksasi (jam).

Berikut adalah nilai K pada beberapa pelarut.

Zat fiksasi Nilai K

10% formalin dalam suhu ruangan 0,78mm/jam

0,1% asam pikrat C6H3N3O7 0,5mm/jam

Etanol C2H6O 0,1mm/jam

0,3% potassium dikromat 1,33mm/jam

Page 24: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

10

Untuk kebutuhan tertentu, penetrasi memiliki nilai tersendiri, seperti

pada mikroskop elektron (1mm3). Selain itu pengambilan penetrasi pada

jaringan seperti uterus harus dibuka dengan lebar, sedangkan limfa

dipotong dengan tipis.2,10

4. Perubahan volume

Selama fiksasi, volume jaringan biasanya mengalami perubahan.

Hal ini disebabkan oleh penghambatan respirasi intraseluler, perubahan

permeabilitas, dan perubahan transport ion. Fiksasi dengan formalin

yang berkepanjangan akan membuat sel menyusut. Volume sel harus

dijaga dalam batas normal agar pada saat pengamatan terlihat seperti sel

yang hidup.10

5. Osmolaritas

Osmolaritas berperan penting dalam menjaga bentuk sel. Nilai

normal untuk osmolaritas yang isotonik adalah 340-400 mOsm. Jika

osmolaritas terlalu tinggi atau hipertonik maka sel akan mengalami

penyusutan.10

6. Substansi yang ditambahkan pada larutan

Larutan fiksasi biasanya terdiri dari beberapa zat, yakni agen

fiksasi, larutan penyangga, dan air. Pada penelitian secara biokimiawi

penambahan garam dapat menyebabkan denaturasi, namun garam seperti

amonium sulfat dan potasium dihidrogen fosfat dapat memberikan efek

stabilisasi protein yang kuat. Asam tanik dapat meningkatkan fiksasi

lemak dan protein pada pengamatan mikroskop elektron yakni dengan

memperbaiki kerja mikrotubulus dan filamen.10

7. Penggunaan Detergen Selama Fiksasi

Penggunaan detergen selama fiksasi akan mempermudah

masuknya molekul besar tanpa merusak membran sel yang dilihat

dengan menggunakan mikroskop elektron. Penambahan detergen ini

hanya bisa dilakukan pada molekul yang memiliki berat >150.000

Daltons.10

Page 25: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

11

8. Konsentrasi

Konsentrasi memberikan efek positif yaitu dengan mempercepat

proses fiksasi melalui banyaknya molekul yang terbentuk. Namun ada

beberapa batasan dalam hal ini, yakni :

Pertama, beberapa fiksasi harganya mahal, sehingga tidak dapat

dikonsentrasikan.

Kedua, nilai maksimum suatu daya larut fiksasi menentukan pada

batas mana fiksasi bisa digunakan. Contohnya penggunaan asam

pikrat dengan konsentrasi 1% dapat digunakan sebagai fiksatif,

tetapi jika menggunakan konsentrasi 10% asam pikrat tidak bisa

digunakan sebagai fiksatif.10

9. Durasi/Waktu

Secara umum fiksasi dilakukan selama 12-24 jam pada suhu

ruangan yang berkisar 25-30°C. Waktu fiksasi tergantung dari jenis

fiksatifnya, larutan formalin harus membutuhkan waktu minimal 24 jam

baru bisa dilakukan dehidrasi. Jika jaringan difiksasi dengan formalin

selama 24 jam maka sebagian besar dari formalin tersebut akan luruh,

tetapi formaldehida bereaksi sangat cepat dengan komponen jaringan

dan sebagian reaksi bersifat reversible. Semakin lama fiksasi dengan

formalin dapat menyebabkan penyusutan dan pengerasan dari

jaringan.10,12

2.1.2.1.Fiksasi Formalin

Formalin atau formaldehida adalah gas yang terbentuk dalam gugus

aldehida (-CHO). Konsentrasi formaldehida yang sering digunakan untuk fiksasi

adalah 4%-10%. Formaldehida adalah gas yang keras sehingga dapat

menyebabkan terjadinya iritasi. Salah satu alasan menggunakan formaldehida

dalam fiksasi karena dapat menurunkan tekanan atmosfer dan vakum untuk

pemroresan jaringan. Formaldehida yang dijual di pasaran berkisar 35%-40%

namun kemungkinan terdapat zat-zat yang tidak murni seperti asam format dan

metanol. Tetapi formaldehida yang dapat digunakan untuk memfiksasi jaringan

Page 26: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

12

adalah konsentrasi 10%, sedangkan untuk memfiksasi jaringan otak digunakan

konsentrasi 15%.10,12

Dalam larutan, formalin berbentuk monohidrat yang setimbang dengan

metilen glikol, tetapi dalam kesetimbangan tersebut masih terdapat molekul

polimer. Pada beberapa penelitian formaldehida yang dianjurkan dengan

menggunakan pH 7 dan fosfat sebagai penyangga pH tersebut agar tetap konstan.

Proses fiksasi berlangsung selama 12-18 jam dan dilanjutkan dengan fenol

formalin selama 6 jam atau lebih. Penggunaan formalin sebagai fiksasi

direkomendasikan untuk kebutuhan teknik histologi dan histokimia. Dalam

beberapa fiksasi, alkohol ditambahkan ke dalam formalin karena memiliki

keuntungan lebih cepat dan menghasilkan glikogen yang lebih baik meskipun sel

darah merah banyak yang hancur.10,12

Kelebihan dari formaldehida:

1. Formalin lebih murah, mudah dipersiapkan, dan stabil.

2. Formalin memfiksasi jaringan tanpa merubah warna asli dari jaringan

tersebut.

3. Formalin tidak menyebabkan penyusutan dan kerapuhan.

4. Fiksasi yang terbaik untuk jaringan saraf.

5. Potongan beku lebih mudah diambil dengan menggunakan formalin.

6. Pewarnaan yang berbeda bisa digunakan dari jaringan yang

menggunakan formalin.

7. Fiksasi yang baik untuk lemak dan protein.

8. Ikatan fiksasi dari formalin dapat mudah dipersiapkan untuk pengerjaan

suatu jaringan. Jaringan yang telah menggunakan formalin tidak perlu

dicuci sebelum pengerjaan.4

Page 27: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

13

Kekurangan dari formaldehida :

1. Salah satu fiksasi yang beracun dan dapat menyebabkan iritasi pada

kulit jika digunakan dalam waktu yang lama.

2. Dapat menguap ke udara sehingga dapat menyebabkan iritasi pada

mukosa hidung.

3. Dapat menyebabkan asma pada orang yang mengalami alergi.

4. Dalam penyimpanan yang lama, terutama dalam suhu yang dingin

dapat berubah menjadi paraformaldehida yang tidak efektif untuk

fiksasi dan juga memiliki bau yang tidak nyaman akibat proses

dekomposisi.

5. Untuk penggunaan mikroskop elektron harus menggunakan formalin

yang murni tanpa metanol.

6. Asam format yang terdapat dalam formalin dapat menurunkan kualitas

pewarnaan dan mengotori nukleus.

7. Pada jaringan yang mengandung banyak darah seperti limfa, formalin

yang tidak berikan buffer akan menyebabkan pembentukan artefak

berwarna hitam dan bergranul.

8. Formalin memiliki kecepatan fiksasi yang standar karena waktu yang

dibutuhkan hanya 12-24 jam.4

2.1.3. Teknik Pembuatan Blok

Metode yang digunakan pada penelitian kali ini adalah metode parafin yaitu

metode yang paling sering digunakan. Keuntungan menggunakan metode ini yaitu

pertama, irisan dapat lebih tipis dibandingkan menggunakan metode lainnya yaitu

dapat mencapai ketebalan rata-rata 6 mikron. Kedua, irisan yang sifatnya seri

dapat dengan mudah dikerjakan. Ketiga, proses pengerjaannya lebih cepat

dibandingkan dengan metode seloidin (mikrotom beku). Selain keuntungan tentu

ada kerugian dari metode ini yaitu jaringannya akan menjadi keras, mengerut dan

mudah patah serta untuk jaringan yang besar akan sulit dikerjakan dan enzim-

enzim akan larut pada metode ini.

Proses pengolahan pembuatan blok ini dimulai dari fiksasi, pencucian

(washing), dehidrasi, perjernihan (clearing), infiltrasi parafin, penanaman

Page 28: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

14

(embedding), penyayatan (section), penempelan (affixing), deparafinisasi,

pewarnaan (staining), penutupan (mounting), dan labeling.4,10

2.1.3.1 Dehidrasi

Dehidrasi merupakan metode yang digunakan untuk mengeluarkan seluruh

cairan yang terdapat dalam jaringan setelah dilakukan proses fiksasi sehingga

nantinya dapat diisi dengan parafin untuk membuat blok preparat. Proses

dehidrasi ini menggunakan alkohol bertingkat. Mulai dari alkohol 30%, 50%,

70%, 80%, 95%, dan alkohol absolut. Prosesnya, suatu jaringan akan dicelupkan

dimasing-masing alkohol dengan kisaran waktu tertentu sampai prosesnya

berakhir.1,3

Dehidrasi kuat yang lebih cepat menarik air daripada alkohol adalah

aseton yang lebih murah biayanya, dan hanya membutuhkan satu macam

konsentrasi saja. Namun aseton dapat menyebabkan jaringan menjadi mengkerut,

distorsi, sangat kering, dan terlalu keras sehingga menyebabkan masalah saat

pemotongan setebal 2-7 mikron dengan mikrotom.4

2.1.3.2 Penjernihan (clearing)

Penjernihan adalah metode yang digunakan mengeluarkan alkohol dari

jaringan dan menggantikannya dengan suatu larutan yang berikatan dengan

parafin. Pada proses clearing ini sangat penting karena apabila dijaringan masih

tersisa alkohol walaupun sedikit, parafin tidak akan bisa masuk ke dalam jaringan.

Sehingga jaringan nantinya tidak akan sempurna dalam pembuatan blocking,

pemotongan, dan pewarnaan. Proses clearing ini menggunakan bermacam-macam

zat penjernih yaitu xylol atau xylene dan toluol atau toluene yang memiliki

kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Xylol atau xylene kelebihannya

yaitu prosesnya cepat dan harganya tidak terlalu mahal. Kekurangannya yaitu

jaringan yang dapat dipindahkan hanya dari alkohol absolut, dan jaringan yang

dijernihkan dengan xylene tidak begitu jelas menjadi transparan, sehingga tidak

diketahui proses ini berjalan sempurna atau tidak.1,4

Toluol atau toluene kelebihannya yaitu sudah banyak dipergunakan oleh

kebanyakan laboratorium, harganya murah, mudah didapat, dan jaringan yang

penjernihannya sempurna akan terlihat jelas transparan. Tetapi apabila jaringan

tidak terlihat transparan berarti proses dehidrasi yang sebelumnya belum

Page 29: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

15

sempurna. Kekurangannya yaitu jaringan hanya bisa dipindahkan dari alkohol

absolut apabila jaringan terlalu lama di toluol akan menyebabkan kerasnya

jaringan sehingga sukar untuk dipotong menggunakan mikrotom.13

Jenis larutan yang digunakan dalam penjernihan:

1. Xylene

Xylene memberikan hasil yang bagus pada jaringan yang lebarnya

tidak melebihi 4 mm. Pemberian minyak imersi juga tidak boleh

terlalu lama karena dapat mengalami distorsi pada jaringan.13

2. Toluene

Toluene memiliki kemampuan yang sama seperti xylene, tetapi tidak

berefek pada pemberian minyak imersi yang lama. Zat ini cocok untuk

pembersihan secara otomatis meskipun memiliki efek yang

berbahaya.13

2.1.3.3.Penanaman (embedding)

Penanaman (embedding) merupakan proses untuk mengeluarkan cairan

pembening dari jaringan dan digantikan dengan parafin. Jaringan ini harus

terbebas dari cairan pembening karena nantinya akan mengkristal dan sewaktu

dipotong jaringan akan mudah robek. Berdasarkan metode prosesnya yaitu

jaringan akan di dibenamkan di larutan parafin selama 3x dan dalam jangka waktu

tertentu sambil dipanaskan agar parafinnya tidak membeku. Keuntungan

menggunakan parafin dengan titik lebur rendah yaitu jaringannya tidak mudah

menjadi rapuh.3,4

Paraffin wax adalah medium yang sering digunakan untuk mengisi suatu

wadah dengan memecahkan minyak mineral dan digabung dengan senyawa

hidrokarbon jenuh. Beberapa jenis parafin memiliki titik lebur yang bervariasi

yang berkisar antara 40-70°C. Normalnya parafin melebur pada suhu 54-58°C.

Jika ingin mendapatkan parafin yang sesuai dengan kebutuhan dapat

menambahkan beberapa zat, seperti lard, beeswax, satiric acid, rubber, dan

ceresin.4,13

Page 30: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

16

Paraplast merupakan medium yang tersusun dari parafin murni dan

beberapa polimer plastik sintesis. Paraplast memiliki rentan titik lebur yang lebih

sempit daripada parafin yakni 56-57°C. Keuntungan memakai paraplast yaitu sifat

parafinnya sangat elastis sehingga tidak mudah sobek atau rusak ketika

dipotong.4,13

2.1.3.4.Pembuatan blocking

Pembuatan blocking merupakan proses pembuatan preparat agar dapat

dipotong menggunakan mikrotom. Proses ini menggunakan parafin sebagai alat

menempelkan jaringannya agar mudah dipotong. Prosesnya yaitu dengan

menyiapkan tempat blocking, dan menuangkan parafin, dilanjutkan dengan

memasukan organ kedalam parafin yang sudah disediakan. Selanjutnya setelah

blok parafin kering dan sudah beku dapat dikeluarkan dari tempat blocking dan

dapat dilanjutkan ke proses selanjutnya.13

Blok parafin yang sudah beku dan akan dipotong harus diberi label atau

disebut affixing, metode ini bertujuan agar diketahui organ yang akan dipotong

nanti. Pengecoran (Blocking) adalah proses pembuatan blok preparat agar dapat

dipotong dengan mikrotom.13

2.1.4. Pemotongan Organ

Pemotongan organ dilakukan menggunakan pisau khusus yang biasa disebut

mikrotom. Mikrotom adalah alat yang dilengkapi dengan pisau yang tajam dan

dapat mengiris potongan block dengan sangat tipis dan sesuai dengan ukuran

ketebalan yang kita inginkan. Terdapat berbagai jenis mikrotom yaitu:14

Page 31: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

17

1. Hand microtome

Merupakan jenis mikrotom yang sangat simpel dan biasanya digunakan

untuk memotong tumbuhan dan jaringan hewan, tetapi mikrotom jenis ini

sangat terbatas kemampuannya untuk memotong jaringan setipis

mungkin.4,14

2. Rocking microtome

Mikrotom jenis ini merupakan jenis yang hanya bisa memotong jaringan

yang lembut dan tingkat kesulitannya rendah. Untuk jaringan yang lebih

sulit contohnya, jaringan yang tingkat kekakuannya tinggi dapat

menggunakan jenis rotary microtome atau base sledge microtome

dibandingkan dengan rocking microtome.4,14

3. Rotary microtome

Mikrotom jenis ini memiliki banyak keuntungan dan jenis yang paling

cocok dengan metode block parafin. Mikrotom ini juga dapat memotong

jaringan yang sangat besar dan tingkat kesulitan yang besar. Dengan

metode ini, block dapat dipotong hingga ketebalan 0,5 sampai 2

mikrometer.4,14

4. Freezing microtome

Metode ini memiliki banyak keuntungan yaitu diantaranya prosesnya

cepat, jaringan yang mengkerut lebih sedikit dibandingkan dengan metode

parafin serta hampir semua metode pewarnaan dapat dilakukan

menggunakan metode ini. Selain keuntungan ada juga keburukannya yaitu,

irisan yang tipis dan irisan yang sering sulit untuk diperoleh.4,14

5. Base sledge microtome

Mikrotom jenis ini merupakan jenis yang paling banyak digunakan.

Karena mikrotom jenis ini dapat memotong berbagai jenis, ukuran, dan

tingkat kekerasan suatu jaringan. Mikrotom jenis ini cara pegoperasiannya

secara hidrolik, sehingga memudahkan pemotongan dan dapat memotong

bahan yang sangat keras sekalipun.4,14

6. Vibrating knife microtome

Mikrotom jenis dapat memotong jaringan tanpa melakukan fiksasi.

Mikrotom ini memiliki keuntungan pada preparat jaringan untuk uji

Page 32: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

18

enzimatik. Prinsip mikrotom ini dengan menggunakan elektron yang

berada di jaringan, sehingga mampu memproses untuk pemotongan

mikroskopik.4,14

Prosedur persiapan pemotongan jaringan yaitu:

1. Mempersiapkan pisau mikrotom

Jaringan yang akan dipotong harus menggunakan pisau yang tajam. Maka

dari itu, pisau harus dipastikan ketajamannya dan harus diasah terlebih

dahulu agar jaringan nantinya akan terpotong dengan baik. Selanjutnya

pisau mikrotom diletakkan dengan sudut tertentu dan diatur ketebalan

yang diinginkan. Kemudian blok parafin yang telah direkatkan pada holder

letakkan ditempatnya pada mikrotom.

2. Persiapkan kaca objek

Sebelum jaringan yang telah dipotong dimasukan ke kaca objek, terlebih

dahulu dilakukan pelapisan kaca objek menggunakan zat perekat.

Contohnya, albumin, gelatin, starch, cellulose, sodium siliate, resin, poly-

L-lysine.

3. Persiapkan waterbath dengan suhu 37-40°C,

4. Persiapkan kuas untuk memudahkan pengambilan jaringan yang telah

dipotong.14

Teknik pemotongan blok parafin yaitu:

1. Blok parafin yang berisi jaringan diletakkan pada dudukan mikrotom dan

dikunci dengan kuat.

2. Atur sudut kemiringan pisau mikrotom. Biasanya berkisar 20-30 derajat.

3. Atur ketebalan yang diinginkan, ketebalan yang dipakai biasanya 5-7

mikrometer.

4. Gerakkan blok preparat kearah pisau sedekat mungkin dan potonglah blok

preparat secara teratur ketebalannya. Buang pita-pita parafin yang tanpa

jaringan sampai mendapatkan potongaan yang mengandung preparat

jaringan.

Page 33: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

19

5. Pita parafin yang mengandung jaringan dipindahkan menggunakan kuas

ke dalam waterbath dengan suhu 37-40 derajat dan diamkan beberapa saat

sampai pita parafin yang berisi potongan jaringan mengembang dan tidak

menggulung.

6. Setelah pita parafin mengembang dengan baik, tempelkan pita parafin

pada kaca objek yang sebelumnya sudah direkatkan dengan albumin.

Masukkan kaca objek ke dalam waterbath sampai mendapatkan pita

parafin beserta jaringannya dan keluarkan secara perlahan.

7. Letakkan kaca objek yang berisi pita parafin diatas hotplate dengan suhu

40-45°C dan biarkan beberapa jam. Atau dapat juga menggunaakan cara

lain yaitu dengan melewatkan kaca objek di atas api sehingga pita parafin

merekat di atas kaca objek.

8. Setelah air mengering dan pita parafin sudah melekat dengan kuat, kaca

objek dapat dilanjutkan ke proses pewarnaan.1

2.1.5. Teknik Pewarnaan

Pewarnaan merupakan salah satu prosedur yang digunakan dalam bidang

histoteknik. Pewarnaan adalah proses pemberian warna pada jaringan yang telah

dipotong sehingga unsur jaringan menjadi kontras dan dapat diamati dengan

mikroskop. Zat warna yang sering digunakan dalam histoteknik sekarang adalah

hematoksilin dan eosin.4

Jika terdapat potongan jaringan yang tidak diwarnai dan langsung dilihat ke

mikroskop cahaya, maka komponen seluler tersebut terlihat sama antara organ

yang satu dengan yang lainnya. Pewarnaan dilakukan untuk memberikan

perbedaan warna pada komponen tiap sel.4

Faktor yang mempengaruhi pewarnaan:

1. Reaksi asam basa

Komponen sel di alam terdiri dari komponen asam dan basa. Untuk

komponen asam dapat diwarnai dengan komponen basa dan pelarut dasar,

begitupun sebaliknya.

‘’

Page 34: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

20

2. Adsorbsi

Dalam adsorbsi, molekul kecil nantinya akan menempel pada molekul sel

yang lebih besar.

3. Perbedaan kelarutan

Pada larutan yang berbeda, jenis pewarnaan tergantung dari tingkat

kelarutan yang ada pada sel. Contohnya, untuk pewarnaan lipid dapat

menggunakan sudan Black B atau Oil Red O.4

2.1.6. Pewarnaan HE

Hematoksilin didapatkan dari ekstrak pohon Haematoxyloncampechianum

Linnaeus yang berasal dari Amerika. Sebelum diberi warna oleh hematoksilin

terlebih dahulu jaringan harus dioksidasi dengan hematin, proses ini disebut

dengan pematangan. Jika menggunakan paparan oksigen proses pematangan ini

berlangsung spontan namun lama. Tetapi untuk proses pematangan yang

berlangsung dengan cepat dapat ditambahkan senyawa kimia, seperti merkuri

oksida dan sodium iodida.12

Saat ini hematoksilin yang dijual sudah dicampur dengan eosin untuk

mempermudah pewarnaan. Pada awalnya hematoksilin memberikan warna merah

baik pada sel maupun jaringan, untuk melihatnya disarankan untuk menggunakan

etanol 95% yang memiliki pH normal, agar jaringan dapat dilihat dengan

mikroskop. Hematoksilin dapat memberikan pewarnaan dengan dua metode yaitu,

secara progresif dan regresif. Pada metode regresif, jaringan dibiarkan dalam

larutan sampai beberapa waktu kemudian larutan tersebut dibuang. Sedangkan

pada metode progresif, jaringan di celupkan ke dalam larutan hematoksilin hingga

intensitas yang diinginkan tercapai seperti pada potongan jaringan yang beku.2,12

Eosin adalah pewarna asam yang memiliki afinitas terhadap sitoplasma sel

sedangkan pada hematoksilin memiliki afinitas terhadap nukleus. Eosin

penggunaannya lebih aman dibandingan dengan hematoksilin. Namun satu-

satunya masalah pada eosin adalah pewarnaan berlebih terutama pada jaringan

yang memiliki dekalsifikasi. 2,12

Page 35: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

21

2.1.7. Gambaran Histologi Organ Tikus

2.1.7.1 Ginjal

Ginjal adalah sepasang organ berbentuk seperti kacang dibungkus oleh

suatu kapsula yang tipis dari jaringan ikat. Setiap ginjal terdiri atas 1-1,4 juta unit

fungsional yang disebut dengan nefron. Ginjal dibagi menjadi korteks dan

medula, dimana di dalamnya terdapat bagian nefron yang berbeda. Pada korteks

terdiri dari glomerulus, kapsula bowman, tubulus kontortus, dan ansa henle

segmen tebal. Sedangkan pada medula ginjal terdiri dari ansa henle segmen tipis,

pembuluh darah kecil (vasa rekta), dan duktus kolektivus.17

Nefron terdiri atas korpuskulum renalis, tubulus kontortus proksimal, ansa

henle, dan tubulus kontortus distal, dan mencakup apparatus juxtaglomerularis.

Korpuskulum renalis terdiri atas glomerulus dan kapsula Bowman dan merupakan

struktur yang mana terjadi filtrasi darah. Kapsula Bowman pada korpuskulum

renalis terdiri atas lapisan viseralis dan lapisan parietalis. Korpuskulum renalis

memiliki epitel selapis gepeng yang membatasi kapsula Bowman. Pada tubulus

kontortus proksimal dibatasi oleh sel-sel epitel yang bentuknya tidak beraturan

(kubis sampai torak) yang mempunyai mikrovili membentuk batas sikat yang

jelas, dan sitoplasmanya banyak mengandung mitokondria akibatnya sel-sel epitel

ini sangat asidofil. Tubulus kontortus proksimal berlanjut sebagai tubulus lurus

yang lebih pendek dan memasuki medula serta menjadi gelung nefron. Gelung ini

merupakan struktur berbentuk U dengan segmen desendens dan segmen asendens.

Segmen tebal asendens gelung nefron menjadi lurus saat memasuki korteks, dan

kemudian berkelok-kelok sebagai tubulus kontortus distal. Selapis sel kuboid

tubulus ini berbeda dengan sel kuboid tubulus proksimal, karena lebih kecil dan

tidak memiliki brush border. Sel-sel tubulus distal lebih gepeng dan lebih kecil

daripada sel tubulus proksimal, tampak lebih banyak inti di dinding tubulus distal

ketimbang di dinding tubulus proksimal. Tubulus kontortus distalis melewati

korpuskulum ginjal dan bergabung dengan duktus koligens. Ketika melewati

korpuskulum ginjal, saluran ini ikut menyusun apparatus juxtaglomerularis.18

Page 36: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

22

Gambar 2.1. Ginjal tikus normal, dengan (a) perbesaran 4x, (b) perbesaran 10x,

(c) perbesaran 20x, dan (d) perbesaran 40x.21

(a) (b)

(c) (d)

Page 37: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

23

2.1.7.2.Hati/Hepar

Hati adalah organ viseral terbesar dan terletak di bawah kerangka iga. Hati

memproduksi empedu yang berperan dalam emulsifikasi dan absorpsi lemak. Hati

dibungkus oleh suatu simpai tipis jaringan ikat yang menebal di hilus, tempat

vena porta dan a. hepatika memasuki organ dan keluarnya duktus hepatika kiri

dan kanan serta pembuluh limfe dari hati. Pembuluh-pembuluh dan duktus ini

dikelilingi jaringan ikat di sepanjang perjalanannya ke bagian ujung di dalam

celah portal di antara lobulus hati.20

Hati terdiri atas satu jenis sel parenkim yaitu hepatosit. Hepatosit adalah sel

polihidral yang besar dengan diameter 20-30 µm. Di dalam sel hati terdapat 1 atau

2 inti berbentuk bulat dan terdapat organel-organel sel seperti retikulum

endoplasma, mitokondria, badan golgi, dan benda-benda inklusi seperti lemak

glikogen.17

Pada organ ini, terdapat sel-sel parenkim hati yang merupakan sel-sel epitel

kubus tersusun dalam lempeng dan tali-tali yang saling beranastomosis. Sel-sel

parenkim hati merupakan struktur yang kompleks yang mempunyai peranan

penting dalam berbagai fungsi hati. Secara histologi, sejumlah mikrovili pada

permukaan sel-sel parenkim hati menonjol ke dalam celah Disse, dan terkadang

serat kolagen dan serat retikulin dapat ditemukan celah Disse yang merupakan

celah antara sel-sel epitel sinusoid dan sel-sel parenkim.18

Page 38: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

24

Gambar 2.2.Hepar tikus normal dengan (a) perbesaran 4x, (b)perbesaran 10x, (c)

perbesaran 20x, dan(d) perbesaran 40x19

2.1.7.3.Pankreas

Pankreas adalah kelenjar campuran eksokrin-endokrin yang menghasilkan

enzim pencernaan dan hormon. Suatu simpai tipis jaringan ikat melapisi pankreas

dan menjulurkan septa ke dalamnya, dan memisahkan lobulus pankreas. Asini

sekretorik dikelilingi oleh suatu lamina basal yang disangga oleh selubung serat

retikular halus dan suatu jalinan kapiler yang luas. Enzim digestif dihasilkan oleh

sel bagian eksokrin dan hormon disintesis oleh kelompok sel epitel endokrin yang

dikenal sebagai pulau Langerhans. Sel-sel endokrin (pulau-pulau Langerhans)

pankreas mensekresi hormon insulin dan glukagon. Bagian eksokrin pankreas

adalah kelenjar asinar kompleks yang serupa dengan struktur kelenjar parotis. Sel-

sel eksokrin (asinar) mensekresi enzim-enzim pencernaan dan larutan berair yang

mengandung ion bikarbonat dalam konsentrasi tinggi.20

Pada sediaan histologi, keduanya dapat dibedakan karena tidak terdapat

duktus striata dan adanya pulau Langerhans pada pankreas. Ciri khas lain adalah

bahwa pada pankreas, bagian awal duktus interkalaris mempenetrasi lumen

(a) (b)

(c) (d)

Page 39: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

25

asinus. Sel sentroasinar kecil yang terpulas pucat membentuk bagian intra-asinar

di duktus interkalaris dan hanya ditemukan pada asinus pankreas. Duktus

interkalaris bergabung membentuk duktus interlobular berukuran lebih besar yang

dilapisi epitel silindris. Tidak terdapat duktus striata di pankreas. Setiap asinus

eksokrin pankreas terdiri atas beberapa sel serosa yang mengelilingi lumen. Sel-

sel asinar sangat terpolarisasi, dengan inti sferis dan merupakan sel penghasil

protein yang khas. Pankreas menyekresikan 1,5 sampai 2 L getah per harinya.

Getah pankreas kaya akan ion bikarbonat (HCO3-) dan enzim digestif, termasuk

beberapa protoase (tripsinogen, kimotripsinogen, proelastase E, kallikreinogen,

prokarboksipeptidase), α-amilase, lipase, dan nuclease (DNAase, RNAase).20

Gambar 2.3. Pankreas tikus normal dengan (a) perbesaran 4x, (b) perbesaran

10x, (c) perbesaran 20x,dan (d) perbesaran 40x.19

(a) (b)

(c) (d)

Page 40: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

26

2.2 Kerangka Teori

Fiksasi 2 minggu

Faktor yang mempengaruhi

Suhu pH Waktu Jenis cairan

fiksatif

Suhu rendah (<

0°C)menyebab

kan autolisis

sel

pH diluar rentang

dapat

menyebabkan

presipitasi sel

meningkat

Perbedaan daya

difusi

Kerusakan

jaringan

Gambar tidak baik

Lebih dari 24

jam semakin

mengeraskan

jaringan

Fiksasi dengan

formalin

Pembuatan

Jaringan

SOP Fiksasi pada

animal house

Page 41: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

27

2.3 Kerangka Konsep

Pembuatan preparat

histologi

Fiksasi 2 minggu

Pankreas Hepar Ginjal

Identifikasi

mikroskopik

- Sel asinus

- Pulau Langerhans

- Glomerulus

- Tubulus kontortus

- Kapsula Bowman

- Hepatosit

- Trias porta

- Lobulus hepar

Kerusakan

jaringan

Page 42: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

28

2.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi

operasional

Alat ukur Cara

pengukuran

Hasil pengukuran

1 Preparat

Ginjal

-glomerulus

-tubulus kontortus

distal dan

proksimal

-kapsula bowman

Mikroskop

Olympus

BX-41

Identifikasi

denngan

perbesaran

20x dan 40x

-glomerulus dan

tubulus yang

difiksasi 2 minggu

tidak sesuai

gambaran atlas.

2 Preparat

Hepar

-hepatosit

-trias porta

Mikroskop

Olympus

BX-41

Identifikasi

dengan

perbesaran

20x, dan

40x

-hepatosit normal

sesuai atlas

-trias porta yang

difiksasi 2 minggu

tidak sesuai

gambaran atlas

3 Preparat

pankreas

-sel asinar

-pulau langerhans

Mikroskop

Olympus

BX-41

Identifikasi

dengan

perbesaran

20x, dan

40x

-sel asinar dan

pulau langerhans

yang difiksasi 2

minggu tidak

sesuai gambaran

atlas

Page 43: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

29

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah desain

eksperimental.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Agustus 2014.

3.2.2. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Animal House, Biokimia,

Biologi, Farmakologi, dan Riset Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jl.

Kertamukti No. 05, Pisangan Ciputat 15419, Tangerang Selatan.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Hewan coba yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus jantan

strain Sprague dawley umur 80 hari dengan berat badan rata-rata 180-200

gram. Hewan coba diperoleh dari Departemen Patologi Institut Pertanian

Bogor. (Lampiran 1)

Pada penelitian ini menggunakan 1 sampel, organ yang digunakan sebagai

sampel adalah hepar, pankreas dan ginjal.

3.4. Cara Kerja Penelitian

3.4.1. Alat Penelitian

- Kapas

- minor set surgeon

- papan potong

- zipline plastic bag

- Gelas ukur (1000 ml, 500 ml)

- beaker Glass (1000 ml, 500 ml)

- corong kaca

- Incubator

- Hotplate stirer (sRS 710 HA), dan vials stopper tools neck.

Page 44: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

30

- Cetakan blocking

- bunsen

- mikrotom geser

- korek api gas

- waterbath

- kulkas

- beaker glass 200 ml

- Object glass

- Cover glass

- staining jar

- mikroskop shimadzu T025A

- spatula kaca

- timer

- Kotak preparat

- kamera preparat

- komputer lab, DVD foto

- mikroskop Olympus BX41

- Tisu dan Tisu berpori khusus.

3.4.2.Bahan Penelitian

- eter untuk anastesi.

- Formalin

- Aquades

- alkohol absolut CH3CH2OH Mallinckrodt Chemicals

- alkohol 95%.

- Paraplast Leica Microsystem.

- Spiritus

- Putih telur, gliserin

- es batu.

- Hematoksilin

- eosin

- Xylol

Page 45: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

31

- canada balsam

- aquadest

- H2SO4, alkohol absolut CH3CH2OH

- alkohol 95%.

3.4.3. Adaptasi Hewan Coba

Setelah hewan tiba di laboratorium Animal House, hewan coba

diadaptasikan selama 14 hari dengan diberi makan dan minum ad

libitum. Bedding dan kandang diganti dengan yang baru setiap 3 hari.

3.4.4. Tahap Nekropsi

Siapkan alat dan bahan yang diperlukan. Kemudian ambil

plastik yang sudah ditulis nama atau kode tikus dan organ. Tuangkan

formalin 10% ke dalam plastik sekitar 20x volume jaringan sampel.

Tikus dianastesi dengan cara dimasukkan ke dalam toples berisi kapas

yang diberikan eter. Tunggu hingga tikus hilang kesadaran dengan

cara memberikan rangsang nyeri pada telapak kaki tikus, bila tidak

memberi respon maka efek anastesi sudah bekerja. Proses

pembedahan dilakukan pada bagian abdominothoracal dan dilakukan

nekropsi organ hepar, pankreas, ginjal. Organ dipotong dengan

ketebalan 3-5 mm dan dimasukan ke dalam plastik yang berisi

formalin 10%.

Page 46: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

32

3.4.4.1. Fiksasi

Fiksasi bertujuan untuk mempertahankan kondisi jaringan agar

tidak mengalami kerusakan atau tetap berada dalam kondisi awalnya

dalam waktu yang lama. Cairan fiksasi yang digunakan adalah cairan

formalin 10%.

Potongan organ tersebut direndam ke dalam cairan formalin

10% selama 2 minggu pada suhu sekitar 4oC. Beri nama pada label

plastik sesuai kode yang dibutuhkan.

3.4.5. Tahap Pemrosesan Jaringan

3.4.5.1. Dehidrasi

Proses dehidrasi menggunakan alkohol dengan variasi

konsentrasi 50%, 70%, 80%, 90%. Pengenceran alkohol dilakukan

dengan cara penghitungan sebagai berikut:

1. Pengenceran alkohol 50% = 500 ml alkohol 95% + 450 ml

akuades

2. Pengenceran alkohol 70% = 700 ml alkohol 95% + 250 ml

akuades

3. Pengenceran alkohol 80% = 800 ml akohol 95% + 150 ml

akuades

4. Pengenceran alkohol 90% = 900 ml alkohol 95% + 50 ml

akuades

Setiap konsentrasi larutan alkohol tersebut ditempatkan pada 3

buah pot plastik masing-masing setinggi 2/3 pot plastik. Setiap pot

dengan konsentrasi alkohol yang sama diberi label I, II, III untuk

menandakan urutan proses dehidrasi.

Tahap dehidrasi dimulai dengan memasukkan potongan hepar,

ginjal, dan pankreas ke dalam pot plastik berlabel I, II, lalu III.

Page 47: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

33

Potongan organ direndam selama 15 menit secara berurutan ke

dalam larutan alkohol 50%, 70%, 80%, 90% dan 95%. 21

3.4.5.2.Clearing

Tahapan Clearing bertujuan untuk mengeluarkan alkohol dari

jaringan, karena alkohol dan parafin tidak dapat menyatu,

sehingga larutan yang akan dimasukkan ke dalam jaringan dapat

berikatan dengan parafin. Pada tahapan ini digunakan larutan

toluol:alkohol (1:1) dan toluol murni.

Pertama, potongan organ dimasukan ke dalam larutan

toluol:alkohol (1:1) dan direndam selama 25 menit. Kemudian

potongan organ tersebut dipindahkan dan direndam ke dalam toluol

murni selama 60 menit hingga menjadi bening. Perendaman dalam

toluol murni diperpanjang sampai potongan menjadi bening.

Waktu perendaman dalam toluol murni paling lama selama 120

menit, karena akan menyebabkan pengerasan pada jaringan

sehingga sulit untuk dilakukan pemotongan.

3.4.5.3.Embedding

Tahap embedding bertujuan untuk mengeluarkan cairan pada

saat proses clearing dan menggantinya dengan parafin karena

cairan saat proses clearing dapat mengkristal di dalam jaringan dan

menyebabkan jaringan mudah robek saat tahap pemotongan.

Pertama, buat larutan toluol : parafin (50 ml : 50 ml).

Kemudian bungkus organ menggunakan tissue berpori lalu rendam

dalam larutan tersebut dan diamkan pada suhu ruangan selama 24

jam. Setelah itu cairkan parafin dengan suhu diantara 56-62oC dan

diberi label I, II, III dan IV. Masukkan potongan organ ke dalam

larutan parafin secara berurutan, masing-masingnya selama 15

menit.

Page 48: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

34

3.4.5.4. Blocking

Tahapan ini merupakan proses pembuatan blok preparat agar

organ dapat dipotong dengan mikrotom. Cairkan parafin lalu

tuangkan sedikit ke dalam cetakan blok. Masukan potongan organ

secara perlahan dan kemudian tuangkan kembali parafin hingga

merendam organ.

3.4.6. Pemotongan Jaringan

Proses ini merupakan pemotongan jaringan dengan

menggunakan mikrotom geser. Pertama, rekatkan blok parafin diatas

blok kayu dengan cara memanaskan salah satu sisi blok parafin

hingga sedikit mencair kemudian langsung tempelkan. Letakan blok

parafin dan balok kayu tersebut pada holder (pemegang) di mikrotom

dan kencangkan. Lakukan pemotongan jaringan ini dengan ketebalan

6 µm. Jika diperlukan sudut kemiringan pisau mikrotom diatur pada

sudut 20-30 derajat.

Setelah blok parafin berhasil dipotong, dengan kuas dan

rendam potongan tersebut dalam waterbath dengan suhu air 37-40oC

hingga potongan terlihat meregang. Kemudian oleskan putih telur

yang dicampur dengan gliserin pada kaca objek secukupnya. Lalu

ambil potongan tersebut menggunakan kaca objek ke dalam

waterbath. Letakan kaca objek tersebut pada hotplate dengan suhu

40-45oC hingga kering. Setelah kering dan potongan melekat dengan

kuat pada kaca objek, angkat dari hotplate dan potongan siap untuk

diwarnai.

Page 49: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

35

3.4.7. Tahapan Pewarnaan HE

Sebelum memulai proses pewarnaan masukkan xylol, alkohol

dengan konsentrasi 70%, 80%, 90%, alkohol absolut, alkohol asam,

hematoksilin, eosin dan aquades ke dalam staining jar dengan ¾

volume maksimum. Masukkan dan rendam cawan yang berisi

preparat kedalam staining jar yang berisi xylol selama 10 menit

sebanyak 2 kali. Lalu pindahkan dan rendam cawan ke dalam staining

jar berisi alkohol absolut selama 5 menit sebanyak 2 kali. Pindahkan

dan rendam cawan ke dalam staining jar berisi alkohol konsentrasi

90% selama 1 menit.

Pindahkan dan rendam cawan ke dalam staining jar berisi

alkohol konsentrasi 80% selama 1 menit. Pindahkan dan rendam

cawan ke dalam staining jar berisi alkohol konsentrasi 70% selama 1

menit. Pindahkan dan rendam cawan ke dalam staining jar berisi

aquades selama 4 menit. Pindahkan cawan tersebut dan rendam ke

dalam staining jar yang berisi Hematoksilin dengan durasi hepar 4

menit; ginjal 2 menit; pankreas 1 menit. Selama durasi itu dilakukan

pengamatan dibawah mikroskop untuk menghindari terjadinya

overstainning hematoksilin. Lakukan perendaman cawan di dalam

staining jar berisi aquades sebanyak 3 kali dengan durasi 1 menit.

Pindahkan dan rendam cawan ke dalam staining jar berisi alkohol

asam selama 30 detik.

Kemudian pindahkan dan rendam cawan kedalam staining jar

yang sudah dialiri air mengalir selama 1 menit. Pindahkan dan

rendam cawan ke dalam staining jar berisi Eosin selama 1 menit.

Selama durasi itu dilakukan pengamatan dibawah mikroskop untuk

menghindari terjadinya overstainning eosin.

Lakukan pemindahan dan perendaman cawan di dalam staining

jar berisi aquades sebanyak 3 kali dengan durasi 1 menit. Pindahkan

secara berurutan dan rendam cawan ke dalam staining jar yang berisi

Page 50: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

36

alkohol dengan konsetrasi meningkat dari 70% sampai alkohol

absolut selama 1 menit dan xylol sebanyak 2 kali 3 menit.

Segera teteskan dan ratakan canada balsam secukupnya di atas

preparat dan ditutup dengan cover glass. Amati di bawah mikroskop

dan jangan biarkan ada gelembung udara pada preparat. Berikan nama

organ/kode organ serta tanggal pembuatan. Tunggu hingga kering.

Preparat siap disimpan.

3.4.8. Foto Jaringan

Preparat diamati dan difoto dengan menggunakan mikroskop

Olympus BX41 dan software Olympus DP2-BSW yang dimulai dari

perbesaran 4x, 10x, 20x, dan 40x.

Page 51: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

37

3.4.9. Alur Penelitian

Adaptasi hewan

coba (14 hari)

Embedding

(1 hari + 1 jam)

Nekropsi Jaringan

(2 jam)

Blocking

(30 menit)

Fiksasi

(2 minggu)

Dehidrasi

(6 jam)

Clearing

(1,5 jam)

Pemotongan

jaringan

(6µm)

Kontrol Atlas of

Laboratory Mouse

Histology

Pewarnaan HE

(1 jam)

Identifikasi mikroskopik

Foto Jaringan

Identifikasi

mikroskopik

Identifikasi

makroskopik

Page 52: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

38

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Makroskopik Jaringan yang Difiksasi 2 Minggu

Pada perlakuan fiksasi selama 2 minggu, setelah fiksasi berlangsung, dapat

diidentifikasi terjadi berbagai perubahan makroskopik pada jaringan, baik itu

ginjal, hepar, maupun pankreas. Ketiga jaringan tersebut mengalami pengerasan

dan jaringan menjadi kaku, berbeda dibandingkan dengan jaringan saat sebelum

dilakukan fiksasi.

Gambar 4.1. Potongan organ dalam cairan fiksasi formalin 10% (A1) ginjal, (B1) hepar, dan

(C1) pankreas pada minggu pertama ; (A2) ginjal, (B2) hepar, (C2) pankreas pada minggu kedua..

Pada gambar di atas, terlihat bahwa cairan fiksasi menjadi lebih keruh

pada minggu ke- dua dibandingkan dengan minggu pertama. Hal ini diakibatkan

karena semakin lama jaringan berada di dalam cairan fiksasi tersebut, maka

semakin banyak denaturasi protein yang terjadi pada jaringan, sehingga terjadilah

Page 53: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

39

pengendapan protein.4 Selain itu terdapat banyak potongan-potongan kecil lepas

dari potongan organ. Cairan fiksasi menempel dengan organ dengan cara

membentuk senyawa aditif, sehingga cairan fiksasi dapat menempel dengan

sangat kuat dengan setiap sel-sel organ tersebut. Ketika cairan fiksasi sudah

menempel dengan organ, cairan fiksasi dapat merubah fungsi fisik dan kimiawi

dari organ tersebut, salah satunya adalah dengan melarutkan protein, karbohidrat,

lemak, dan mineral. Semakin lama zat fiksasi menempel pada organ, semakin

banyak sel-sel organ terlarut. Akibatnya warna potongan organ menjadi lebih

pucat dan ikatan antar sel dapat terlepas, sehingga menghasilkan banyaknya

potongan-potongan kecil yang lepas dari organ asalnya.10,12

Fiksasi akan menghambat terjadinya pembusukan yang disebabkan oleh

kuman-kuman pembusuk yang berasal dari luar. Waktu fiksasi yang sesuai teori

adalah 12-24 jam menggunakan suhu ruang yaitu 25-30°C, sedangkan penelitian

ini dilakukan waktu fiksasi 2 minggu dengan temperatur yang sangat dingin (0-

4°C). Hasil yang didapatkan bahwa suhu tidak memberikan pengaruh terhadap

kerusakan jaringan tetapi diakibatkan oleh waktu fiksasi yang lama.4,10

Setelah minggu kedua, terlihat bahwa semakin banyak potongan-potongan

kecil yang ditemukan lepas dari organ asalnya. Hal ini menandakan bahwa

semakin lama organ berada di cairan fiksasi, maka cairan fiksasi akan semakin

mengeraskan jaringan, sehingga ikatan yang dihasilkan antara zat fiksatif dan sel

organ semakin kencang dan efek kerusakan yang dihasilkan akan semakin besar.12

Pada potongan organ yang difiksasi pada minggu kedua terlihat perubahan

yang signifikan untuk masing-masing potongan organ. Tekstur potongan organ

mengalami pengerasan setelah diberikan cairan fiksatif. Semakin lama waktu

fiksasi, semakin keras potongan organ tersebut. Hal ini membuktikan teori bahwa

cairan fiksatif menstabilkan sel-sel organ baik ekstraseluler maupun intraseluler.

Semakin lama fiksasi berlangsung, ikatan yang dihasilkan antara zat fiksatif dan

sel organ semakin kencang. Hal ini menyebabkan potongan organ menjadi

semakin keras dan kaku.12

Page 54: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

40

Gambar 4.2. Potongan organ saat dikeluarkan dari cairan fiksasi formalin 10% (A) ginjal, (B)

hepar, dan (C) pankreas pada minggu kedua.

Dari gambar di atas terlihat bahwa tidak ada perbedaan gambaran

makroskopik dari hasil yang diberikan antara masing-masing organ pada

perlakuan fiksasi 2 minggu. Ketiga organ tampak berwarna pucat akibat proses

fiksasi.14

4.2. Gambaran Mikroskopik Jaringan yang Difiksasi 2 Minggu

4.2.1. Ginjal

Page 55: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

41

Pada perlakuan fiksasi 2 minggu, gambaran glomerulus pada jaringan

dapat diidentifikasi dan bahwa jarak antar sel lebih longgar dan banyak

mengalami kerusakan jika dibandingkan dengan gambaran ginjal tikus normal.

Tabel 4.1 Data Morfologi ginjal tikus fiksasi 2 Minggu

No. Kode

Organ

Glomerulus Kapsula

Bowman

Ruang

Kapsula

Bowman

Tubulus

Kontortus

1 Ginjal 1 Rusak Normal Melebar Rusak

Gambar 4.3. (A1) Ginjal tikus normal perbesaran 20x (diadaptasi dari Atlas of Laboratory

Mouse Histology, 2004); (A2) Ginjal tikus normal perbesaran 40x; (B1) Ginjal perlakuan fiksasi 2

minggu 20x; (B2) Ginjal perlakuan fiksasi 2 minggu 40x (insert: Tubulus kontortus). Tanda panah

: a. Glomerulus normal, b. Tubulus kontortus normal, c. Glomerulus rusak, d. Ruang kapsula

bowman melebar, e. Tubulus kontortus rusak.

Pada gambar dapat diidentifikasi struktur umum ginjal yaitu glomerulus,

ruang bowman, baik dari perbesaran 20x maupun 40x. Tampak adanya kerusakan

jaringan pada fiksasi 2 minggu. Hal ini disebabkan karena terlalu lamanya organ

berada dalam cairan formalin ketika dilakukan fiksasi. Sedangkan waktu yang

dilakukan untuk fiksasi secara umum adalah 12-24 jam.1,3

Page 56: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

42

Ketika fiksasi dilakukan lebih lama, akan terjadi ikatan silang yang

bersifat ireversibel sehingga cairan fiksasi tidak dapat lepas dari jaringan sehingga

terjadilah pengerasan jaringan. Jika waktu fiksasi yang dilakukan lebih dari waktu

yang disarankan, maka nantinya dapat memberikan dampak yang buruk terhadap

pemotongan organ. Terlihat bahwa gambaran antar struktur dan dinding

glomerulus lebih jelas terlihat pada gambaran normal dibandingkan fiksasi 2

minggu.10

Dari beberapa gambar di atas terlihat bahwa diameter tubulus dan ruang

kapsula bowman terlihat lebih lebar pada perlakuan fiksasi 2 minggu. Jika

semakin lama fiksasi dengan formalin maka dapat menyebabkan penyusutan dan

pengerasan dari jaringan. Hal inilah yang menyebabkan ruang kosong antara

tubulus lebih luas. Penyusutan yang terjadi pada sel dengan perlakuan fiksasi 2

minggu disebabkan oleh meningkatnya efek dehidrasi yang diakibatkan oleh

membesarnya pori-pori membran sel yang merupakan efek dari fiksasi.10

Struktur tubulus lebih mudah teridentifikasi pada ginjal tikus normal.

Gambaran brush border lebih mudah teridentifikasi akibat struktur jaringan yang

lebih rapi dan minim kerusakan. Struktur glomerulus pada perlakuan fiksasi 2

minggu terlihat lebih kecil daripada gambaran tikus normal. Hal ini juga

disebabkan karena sel mengalami penyusutan akibat fiksasi yang membuat pori-

pori membran sel melebar, sehingga molekul di dalam sel dapat keluar ke

ekstrasel.10,20

Page 57: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

43

4.2.2. Hepar

Pada gambaran mikroskopik hepar tersebut, struktur umum sudah dapat

dibedakan pada ketiga gambar di atas, yaitu hepatosit, susunan trias porta yang

terdiri dari vena porta, arteri sentralis, dan duktus biliaris. Secara garis besar,

struktur jaringan yang difiksasi 2 minggu tampak lebih berantakan dibandingkan

dengan yang normal dan juga struktur lobulus hepar sulit diidentifikasi.

Tabel 4.2 Data Morfologi Hepar Tikus Fiksasi 2 Minggu

NO Kode Organ Trias porta Hepatosit

1 Hepar 1 Sebagian jelas, sebagian

tidak jelas

Normal

Gambar 4.4. (A1) Hepar tikus normal perbesaran 20x (diadaptasi dari Atlas of Laboratory

Mouse Histology, 2004); (A2) Hepar tikus normal perbesaran 40x; (B1) Hepar perlakuan fiksasi 2

minggu 20x (insert: trias porta); (B2) Hepar perlakuan fiksasi 2 minggu 40x. Tanda panas : a.trias

porta normal, b. hepatosit normal, c. duktus biliaris pada trias porta rusak.

Pada gambar struktur umum hepar dapat diidentifikasi, yakni hepatosit

pada lobulus hepar dan trias porta. Gambaran lobulus pada perlakuan fiksasi 2

minggu lebih sulit untuk diindentifikasi dan juga terlihat vena porta dan duktus

biliaris pada perlakuan 2 minggu tampak kecil dan rusak. Hal ini disebabkan oleh

Page 58: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

44

penyusutan akibat fiksasi yang terlalu lama membuat pori-pori membran sel

membesar, sehingga ketika dilakukan dehidrasi, alkohol yang bersifat hidrofilik

membuat cairan di dalam sel akan mudah keluar ke ekstrasel.10,12

Struktur trias porta sudah terlihat, yaitu arteri hepatika, vena cabang dari

vena porta hepatika, dan cabang dari duktus biliaris. Gambaran struktur sinusoid

lebih sulit untuk diidentifikasi dan terlihat juga taut antar sel yang lebih renggang.

Hal ini dikarenakan jaringan pada hepatosit terlihat berlubang-lubang akibat

pengerasan jaringan yang terlalu lama sehingga berefek pada pemotongan

jaringan yang tidak baik. Dinding vena porta terlihat lebih rusak pada perlakuan

fiksasi 2 minggu. Kerusakan yang ditimbulkan menyebabkan sel dari luar lumen

yang dapat masuk ke dalam lumen. Kerusakan dinding disebabkan oleh

pengerasan jaringan akibat fiksasi yang terlalu lama.12

Page 59: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

45

4.2.3. Pankreas

Pada gambaran mikroskopik pankreas tersebut, struktur umum sudah

dapat dibedakan pada ketiga gambar di atas, yaitu kelenjar eksokrin berupa asini

dan kelenjar endokrin berupa pulau langerhans. Secara garis besar, struktur

jaringan yang difiksasi 2 minggu tampak lebih berantakan dibandingkan dengan

yang normal.

Tabel 4.3 Data Morfologi Pankreas Tikus Fiksasi 2 Minggu

NO Kode Organ Bentuk sel Sel asinus Pulau langerhans

1 Pankreas 1 Bulat, normal Rusak Rusak

Gambar 4.5. (A1) Pankreas tikus normal perbesaran 20x (diadaptasi dari Atlas of Laboratory

Mouse Histology, 2004); (A2) Pankreas tikus normal perbesaran 40x; (B1) Pankreas perlakuan

fiksasi 2 minggu (1) 20x ; (B2) Pankreas perlakuan fiksasi 2 minggu (insert : pulau langerhans).

Tanda panah : a. asinus normal, b. pulang langerhans normal, c. sel asinus rusak, d. pulau

langerhans rusak.

Page 60: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

46

Terlihat bahwa jaringan pada perlakuan fiksasi 2 minggu jaringan tampak

lebih rusak. Hal ini disebabkan oleh pemotongan jaringan yang terlalu keras

akibat fiksasi yang terlalu lama. Waktu fiksasi formalin adalah 12-24 jam.

Struktur umum sudah dapat diidentifikasi dari beberapa gambar di atas, yaitu

kelenjar asinar dan pulau langerhans.10

Pulau langerhans mengalami kerusakan pada perlakuan fiksasi 2 minggu

dari beberapa gambar di atas. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya ruang kosong

diantara sel-sel pulau langerhans. Hal ini juga disebabkan oleh hasil pemotongan

yang buruk akibat pengerasan jaringan yang disebabkan oleh waktu fiksasi yang

terlalu lama.1,3 Terdapat pengekerutan sel yang lebih signifikan pada perlakuan

fiksasi 2 minggu pada sel. Hal ini disebabkan oleh efek dehidrasi yang meningkat

akibat efek samping fiksasi. Pada hasil gambar di atas, dapat dikatakan bahwa

teknik fiksasi yang terlalu lama dapat menyebabkan pengerasan jaringan yang

nantinya akan berpengaruh terhadap pemotongan jaringan.12

4.3. Hambatan dan Solusi

Pada penelitian yang dilakukan, terdapat beberapa kesalahan dalam

melakukannya, mulai dari pemotongan jaringan yang lebih tebal. Sedangkan tebal

irisan jaringan yang disarankan adalah 3-5mm. Sehingga pada saat melakukan

pengirisan, jaringan tampak terlipat. Karena ketika pengirisan dilakukan berulang-

ulang untuk mendapatkan hasil yang baik, maka jaringan yang diambil setelah

pengirisan yang pertama akan menyebabkan timbulnya panas pada jaringan yang

ada di blok parafin. Hal ini disebabkan karena terjadinya gesekan antara blok

parafin dengan pisau mikrotom.4,11

Perlakuan washing tidak dilakukan saat setelah jaringan direndam di

dalam cairan fiksasi formalin. Sebagaimana washing sangat penting untuk

membersihkan jaringan dari cairan fiksasi. Cara kerjanya dengan membilas zat

fiksasi yang masih menempel pada potongan organ yang sudah dikeluarkan dari

cairan fiksasi. Oleh karena itu washing harus dilakukan setiap selesai melakukan

fiksasi.14

Page 61: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

47

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Fiksasi 2 minggu tidak memberikan gambaran mikroskopik yang normal

pada organ ginjal, hepar, dan pankreas sesuai atlas (kontrol) sehingga tidak dapat

digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku histoteknik di lab Animal

House dan lab Histologi. Hasil mikroskopik tidak baik pada jaringan, karena

glomerulus dan tubulus spada ginjal, susunan trias porta pada hepar, dan pulau

langerhans pada pankreas mengalami kerusakan secara signifikan pada fiksasi 2

minggu.

5.2. Saran

Bagi peneliti selanjutnya :

1. Fiksasi organ tidak dilakukan selama 2 minggu, tetapi menggunakan

kontrol standar fiksasi umum yaitu 12-24 jam.

2. Pada tahap pewarnaan tidak menggabungkan organ yang berbeda.

3. Jumlah sampel di perbanyak.

Page 62: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

48

DAFTAR PUSTAKA

1. Jusuf, AA. Histoteknik Dasar. Bagian Histologi Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. 2009

2. Anil S, Rajendran R. Routine Histotechniques, Staining and Notes on

Immunohistochemistry. In: Rajendran and Sivapadasundaram (Eds).

Shafers Oral Pathology (Publisher: Elsevier India P Ltd) 2008.

3. Rina S. et al. Petunjuk Praktikum Mikroteknik. Yogyakarta : Bagian

Histologi dan Biologi Sel FK UGM. 2013.

4. Waheed U. Histotechniques Laboratory Techniques in Histopathology : a

Handbook for Medical Technologist. LAP LAMBERT Academic

Publishing. 2012

5. Kardono. Persyaratan Laboratorium Lingkungan dan Kondisinya di

Indonesia. Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan

Penerapan Teknologi. 2008 ; 2(1) : 109-120.

6. Hedrich H. The Laboratory Mouse. Amsterdam, Netherlands : Elsevier.

2004.

7. Boyd K. Necropsy of GEM : The good, the bad, and the ugly. Department

of Pathology Vanderbilt University Medical Center. 2009

8. Steven L. AVMA Guidelines for the Euthanasia of Animals. Schaumburg :

AVMA. 2013

9. Institutional Animal Care and Use Committee. Guidelines for the Use of

Carbon Dioxide (CO2) for Rodent Euthanasia. Texas : ORS. 2013

10. Hopwood, David; Bancroft, John D; Stevens, Alan. Theory and Practice

of Histological Techniques : Fixation and Fixatives. 3rd Edition.

Edinburgh, New York : Churchill Livingstone. 1990

11. Ulmer D. Fixation : The Key to Good Tissue Preservation. US : Journal of

the International Society for Plastination. 1994 ; 8 (1) : 7-10.

Page 63: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

49

12. Jamie, M. Novacek; Kumar, George L; Kiernan, John A. Education Guide

: Special Stains and H&E Second Edition. California, US : Dako North

America. 2010.

13. Gordon, Keith C; Bancrof, John D; Stevens, Alan. Theory and Practice of

Histological Techniques : Tissue Processing 3rd Edition. Edinburgh, New

York. 1990

14. Gordon, Keith C.; Bradbury, Paul; Bancrof, John D; Stevens, Alan. Theory

and Practice of Histological Techniques : Microtomy and Paraffin

Sections Chapter 4. Edinburgh, New York. 1990

15. Kuhlmann, Wolf D. Fixatives. Deutsches krebforschungszentrum

Germany : Division of Radiooncology. 2009

16. Olfert, Ernest D; Cross, Brenda M, McWilliam A. Ann. Guide to the Care

and Use of Experimental Animals Volume 1. Canada : CCAC. 1993.

17. Gartner L. Biologi sel dan histologi, edisi ke-6. Binarupa Aksara

Publisher. 2012

18. Johnson KE. Quick Review Histologi dan Biologi Sel. Binarupa Aksara

Publisher. 2011

19. Atlas of Laboratory Mouse Histology. Texas Histopages. 2004. Diakses di:

http://ctrgenpath.net/static/atlas/mousehistology/Windows/introduction.ht

ml Pada tanggal 24 november 2015.

20. Mescher AL. Junquieira’s Basic Histology Text & Atlas. USA : The

McGraw-Hill Companies. 2010.

Page 64: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

50

LAMPIRAN

Lampiran 1

Surat Keterangan Tikus Sehat

Gambar 6.1 Surat Keterangan Tikus Sehat

Page 65: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

51

Lampiran 2

Gambar Proses Penelitian

Gambar 6.4 Proses

Isolasi Jaringan Gambar 6.5 Proses

Fiksasi 2 minggu

Gambar 6.2 Sampel

Penelitian

Gambar 6.3 Anastesi

Hewan Coba

Page 66: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

52

Gambar 6.6 Proses

Dehidrasi

Gambar 6.7 Proses

Clearing

Gambar 6.8 Proses

Embedding

Gambar 6.9 Proses

Blocking

Gambar 6.10 Proses

Pemotongan

Gambar 6.11 Proses

Pewarnaan

Page 67: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

53

Lampiran 3

Foto Jaringan

Gambar 6.14 Ginjal B1

Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 20x

Gambar 6.15 Ginjal B2

Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 40x

Gambar 6.12 Ginjal A1

Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 20x

Gambar 6.13 Ginjal A1

Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 40x

Gambar 6.16 Ginjal C1

Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 20x

Gambar 6.17 Ginjal C2

Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 40x

Page 68: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

54

Gambar 6.18 Ginjal D1

Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 20x

Gambar 6.19 Ginjal D2

Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 40x

Gambar 6.20 Ginjal E1

Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 20x

Gambar 6.23 Hepar A2

Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 40x

Gambar 6.22 Hepar A1

Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 20x

Gambar 6.21 Hepar E2

Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 40x

Page 69: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

55

Gambar 6.24 Hepar B1

Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 20x

Gambar 6.25 Hepar B2 (Triad

Porta) Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 40x

Gambar 6.26 Hepar C1

Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 20x

Gambar 6.27 Hepar C2

Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 40x

Gambar 6.28 Hepar D1

Perlakuan Fiksasi 2 Minggu

Perbesaran 20x

Gambar 6.29 Hepar D2

Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 40x

Page 70: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

56

Gambar 6.30 Hepar E1

Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 20x

Gambar 6.31 Hepar E2

Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 40x

Gambar 6.32 Pankreas

A1 Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 20x

Gambar 6.33 Pankreas

A2 Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 40x

Gambar 6.34 Pankreas

B1 Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 20x

Gambar 6.35 Pankreas

B2 Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 40x

Page 71: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

57

Gambar 6.36 Pankreas

C1 Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 20x

Gambar 6.37 Pankreas

C2 Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 40x

Gambar 6.38 Pankreas

D1 Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 20x

Gambar 6.39 Pankreas

D2 Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 40x

Gambar 6.40 Pankreas

E1 Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 20x

Gambar 6.41 Pankreas

E2 Perlakuan Fiksasi 2

Minggu Perbesaran 40x

Page 72: STUDI AWAL HISTOTEKNIK FIKSASI 2 MINGGU PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34236/1/MUHAMM… · tidak dapat digunakan sebagai data dalam pembuatan SOP baku

58

Lampiran 4

Riwayat Penulis

Identitas

Nama : Muhammad Azharan Alwi

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat, Tanggal Lahir : Kendari, 02 juli 1995

Agama : Islam

Alamat : Jl. Martandu, lrg. Kharisma II No.2, kota

kendari

e-Mail : [email protected]

Riwayat Pendidikan

1999-2000 : TK Kuncup Pertiwi

2000-2006 : SDN 12 Baruga

2006-2008 : SMPN 1 Kendari

2008-2011 : SMAN 4 Kendari

2013 - sekarang : FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta