Upload
dangbao
View
237
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
STUDI ANALISIS TERHADAP PEMBUKTIAN PERKARA
CERAI GUGAT DENGAN ALASAN PERSELISIHAN DAN
PERTENGKARAN TERUS MENERUS DI PENGADILAN
AGAMA SUKOHARJO (STUDI KASUS PUTUSAN
PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO NOMOR
0213/Pdt.G/2012/PA.Skh)
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh
Wawan Nur Azizi
NIM. E0008257
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
“Inna ma‟al „usri yusroo.” Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.
“Tiadanya keyakinanlah yang membuat orang takut menghadapi tantangan, dan
saya percaya pada diri saya sendiri (Muhammad Ali)”
”Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar
(KhalifahUmar)”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
a. Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, dan
rizkinNYA.
b. Nabi Muhammad SAW.
c. Bapak Ibuku Adik-adikku dan keluarga besarku
untuk cinta, doa dan kepercayaan yang
diberikan.
d. Eva Kurnia Damayanti yang selalu memberikan
semangat dan motivasi.
e. Sahabat-sahabat, teman-teman, dan teman
dekatku yang selalu memberikan dukungan dan
doa yang begitu besar.
f. Dan untuk semua yang telah memberiku
semangat dan bantuan hingga skripsi ini
terwujud.
g. Pembaca yang budiman.
h. Almamater.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRAK
Wawan Nur Azizi. 2008. STUDI ANALISIS TERHADAP PEMBUKTIAN
PERKARA CERAI GUGAT DENGAN ALASAN PERSELISIHAN DAN
PERTENGKARAN TERUS MENERUS DI PENGADILAN AGAMA
SUKOHARJO (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA
SUKOHARJO NOMOR 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh). Fakultas Hukum UNS.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai cara
pembuktian perkara cerai gugat dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus
menerus di Pengadilan Agama Sukoharjo, untuk mengetahui secara detail
mengenai alat-alat bukti yang digunakan dalam pembuktian putusan cerai gugat
dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus di Pengadilan Agama
Sukoharjo Nomor 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris bersifat
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber data bersal dari sumber data
primer yaitu hasil wawancara dengan Hakim di lingkungan Pengadilan Agama
Sukoharjo. Sumber data sekunder berasal dari literatur, buku-buku ilmiah,
makalah/hasil ilmiah para sarjana, dan dokumen-dokumen yang berhubungan
dengan objek penelitian.
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Pembuktian
perkara cerai gugat dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus
berdasarkan Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo.
Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam, dimana apabila perkara perceraian didasarkan
atas alasan perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus, Hakim harus
mendengarkan keterangan keluarga dekat atau orang-orang yang dekat dengan
suami istri. Secara formal, alat bukti tertulis yang foto copy telah dimeteraikan di
Kantor Pos. Terdapat alat bukti autentik yang sah yaitu Akta Nikah yang
membuktikan sahnya pernikahan penggugat dengan tergugat. Akta Nikah
memiliki kekuatan hukum yang sempurna dan mengikat maksudnya Hakim harus
menganggapnya benar serta tidak memerlukan pembuktian lain dalam
membuktikan pernikahan antara penggugat dengan tergugat. Terdapat alat bukti
penunjuk bahwa antara penggugat dan tergugat telah terjadi suatu perselisihan dan
pertengkaran yang menjadi sebab perceraian seperti surat pernyataan penggugat,
transkrip SMS, foto copy surat perjanjian yang nilai pembuktiannya tergantung
penilaian Hakim. Saksi-saksi yang digunakan yaitu saksi keluarga dan orang
dekat yang mempunyai nilai kekuatan pembuktian sempurna maksudnya Hakim
dalam memutus perkara Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh sudah cukup mengacu
pada alat bukti saksi yang ada karena saksi-saksi dalam perkara Nomor:
0213/Pdt.G/2012/PA.Skh telah mengetahui, melihat, dan mendengar sendiri
perselisihan dan pertengkaran yang terjadi antara penggugat dengan tergugat.
Kata kunci : Pembuktian, Alat Bukti, Perkara Cerai Gugat dengan Alasan
Perselisihan dan Pertengkaran Terus menerus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
ABSTRACT
Wawan Nur Azizi. 2008. AN ANALYSIS OF THE STUDY OF PROOF
CASE TO SUE FOR DIVORCE ON GROUNDS OF DISCORD AND
CONTENTION CONTINUOUSLY IN SUKOHARJO COURT RELIGION
(SUKOHARJO RELIGIOUS COURT RULING CASE STUDY NO.
0213/Pdt. G/2012/PA.Skh). Faculty Of Law UNS.
This research aims to find out more about how to prove something to sue
for divorce on grounds of discord and quarrels constantly in court Religion
Sukoharjo, to find out in detail about evidence of tools used in the evidentiary
ruling of the plaintiff by reason of divorce disputes and quarrels constantly in
Court No. 0213/Sukoharjo Religion Pdt. G/2012/PA. Skh.
This research using the method of empirical legal research is descriptive
qualitative approach. The source data comes from the primary data source that is
the result of an interview with the judge in a court environment Religion
Sukoharjo. Secondary data source derived from the literature, books, scholarly
papers/scientific results, scholars and documents relating to the object of research.
From the results of the research and the discussion can be inferred that the
Evidentiary case to sue for divorce on grounds of discord and contention
continued support under article 22, paragraph (2) Government Regulation No. 9
1975 Jo. Article 134 of the compilation of Islamic law, where in a case of divorce
based on disputes and quarrels constantly, the judge must listen to a description of
a close family or people close to husband and wife. Formally, a tool that copy
written evidence has been sealed at the post office. There is evidence that a
legitimate authentic Deed that proves the marriage the plaintiff and defendant
legitimately. Deed has legal power that is perfect and binding means that the
Judge must consider it correct and do not need other proof in proving a marriage
between plaintiffs and defendants. There is an instrument of evidence pointer that
between the plaintiff and the defendant has happened a contentions and quarrels
who became for divorce such as a statement of a plaintiff, a transcript sms the
photo copy testament epistle pembuktiannya whose value depends appraisement
judge. Witnesses who used is legitimate and it has value the power of verifiable
perfect that is the judge in the case cut number: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh ve had
enough, referring to an instrument of evidence of a witness who exists because
witnesses in the matter of number: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh had known, saw and
hear own contentions and quarrels that occur between a plaintiff by the defendant.
Keywords: Proof, Evidence, Cases to sue for divorce on grounds of discord and
Contention continuously
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillahirobbil alamin atas kehadirat Allah SWT atas
segala rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis dalam
pembuatan skripsi ini dari awal dan akhir, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi berjudul STUDI ANALISIS TERHADAP PEMBUKTIAN.
Skripsi ini membahas tentang bagaimana cara pembuktian perkara cerai
gugat dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus tersebut di
Pengadilan Agama Sukoharjo dan alat bukti yang digunakan dalam putusan
Pengadilan Agama Sukoharjo Nomor 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh.
Dalam penyusunan skripsi ini, Penulis banyak mengalami hambatan dan
kesulitan, tetapi atas bantuan, dorongan dan dukungan dari semua pihak yang
telah banyak membantu, akhirnya Skripsi ini dapat terselesaikan. Dalam
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
antara lain kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S, selaku Rektor Universitas Sebelas
Maret.
2. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret.
3. Bapak Edi Herdyanto, S.H, M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Acara.
4. Bapak Dr. Soehartono, S.H., M.Hum., selaku pembimbing skripsi dalam
penelitian hukum ini yang telah menyediakan waktu, pikiran, dan
petunjuk, bimbingan maupun motivasinya kepada penulis hingga
terselaikannya skripsi ini.
5. Bapak Syafrudin Yudhowibowo, S.H.,M.H selaku pembimbing skripsi II
dalam penelitian hukum ini yang telah menyediakan waktu, pikiran, dan
petunjuk, bimbingan maupun motivasinya kepada penulis hingga
terselaikannya skripsi ini.
6. Bapak Prof. Dr. Supanto, S.H.,M.Hum selaku pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan selama penulis menjalani kuliah di Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ .... iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ........................................................................................ v
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ vi
ABSTRAK ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
b. Rumusan Masalah ............................................................................ 4
c. Tujuan Penelitian.............................................................................. 4
d. Manfaat Penelitian............................................................................ 5
e. Metode Penelitian ............................................................................. 5
f. Sistematika ....................................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
a. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 11
1. Kerangka Teori.......................................................................... 11
1. Tinjauan Tentang Peradilan Agama ..................................... 11
1) Kedudukan dan Dasar Hukum Peradilan Agama ........... 11
2) Asas Umum Peradilan Agama ........................................ 13
2. Tinjauan Tentang Perceraian ............................................... 15
1) Pengertian Perceraian ..................................................... 15
2) Tujuan Perceraian ........................................................... 17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
3) Alasan-alasan Perceraian ................................................ 18
4) Macam-macam Perceraian .............................................. 19
5) Langkah-langkah Perceraian........................................... 21
6) Asas-asas Pemeriksaan Perkara Perceraian .................... 23
7)Tata Cara Pemeriksaan Perkara Perceraian Dengan
Alasan Perselisihan dan Pertengkaran Terus Menerus .... 24
3. Tinjauan Tentang Pembuktian .............................................. 25
1) Pengertian Pembuktian ................................................... 25
2) Beban Pembuktian .......................................................... 27
3) Macam-macam Alat Bukti .............................................. 29
b. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 41
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
a. Cara Pembuktian Perkara Cerai Gugat Dengan Alasan Perselisihan
dan Pertengkaran Terus Menerus Di Pengadilan Agama Sukoharjo 43
(1) Perkara di Pengadilan Agama Sukoharjo .................................. 43
(2) Cara Pembuktian Perkara Perceraian ........................................ 45
(3) Cara Pembuktian Perkara Cerai Gugat Dengan Alasan
Perselisihan dan Pertengkaran Terus Menerus di Pengadilan
Agama Sukoharjo ....................................................................... 47
b. Kekuatan Alat Bukti yang Digunakan Dalam Perkara Cerai Gugat
Dengan Alasan Perselisihan dan Pertengkaran Terus Menerus Di
Pengadilan Agama Sukoharjo ........................................................... 60
BAB IV PENUTUP
a) Kesimpulan....................................................................................... 66
b) Saran ................................................................................................. 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 : Teknik Analisi Data .............................................................. 9
Gambar 2 : Kerangka Pemikiran ............................................................. 41
Gambar 3 : Perkara yang Diterima di pengadilan Agama Sukoharjo Tahun
2011 ........................................................................................ 43
Gambar 4 : Perkara Cerai Gugat yang Diterima Pengadilan Agama Sukoharjo
Pada Tahun 2011 .................................................................... 44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta kepada Pengadilan
Agama Sukoharjo.
Lampiran 2 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di Pengadilan
Agama Sukoharjo.
Lampiran 3 : Putusan Nomor 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam, hal ini membuktikan
pentingnya Peradilan Agama dalam negara Indonesia. Lahirnya Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 kedudukan Peradilan Agama semakin kuat.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 perubahan kedua atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama telah
mengatur definisi Peradilan Agama sebagaimana Pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Nomor 50 Tahun 2009 perubahan kedua atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang menyebutkan bahwa
Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam.
Tampak jelas bahwa Lembaga Peradilan Agama khusus diperuntukan bagi
umat Islam sedangkan selebihnya bagi orang-orang kristen, hindu, budha, dan
lain-lain tidak termasuk di dalamnya (Gatot Supramono, 1993 : 6). Di mana
yang berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara tersebut
adalah Hakim.
Hakim dalam memeriksa suatu perkara perlu adanya pembuktian untuk
mencari kebenaran fakta dan peristiwa yang dijadikan dasar atau dalil
gugatan oleh penggugat dalam menuntut haknya. Pembuktian diperlukan
apabila timbul dalam suatu perkara terhadap sesuatu hal di muka peradilan,
dimana seseorang mengakui bahwa sesuatu hal tersebut adalah haknya,
sedang pihak lainnya menyangkal terhadap pengakuan yang dikemukakan
oleh seseorang. Jadi pembuktian adalah untuk meyakinkan hakim tentang
kebenaran dalil suatu perkara yang dikemukakan baik penggugat, pemohon
maupun tergugat atau termohon.
Pasal 164 HIR menyebutkan bahwa alat bukti berupa : bukti surat, saksi,
persangkaan, pengakuan dan sumpah. Hal ini berlaku untuk perkara pada
umumnya, hal ini juga berlaku pembuktian di Pengadilan Agama,
berdasarkan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 telah diubah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua Undang-Undang
Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, bahwa hukum acara yang
berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan agama adalah hukum
acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan
umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang ini
(Zaenal Abidin Abu Bakar, 1992 : 260).
Intinya bahwa pembuktian termasuk dalam ruang lingkup hukum acara
yang mana hukum acara yang berlaku di peradilan umum juga berlaku di
peradilan agama, tetapi dalam undang-undang tersebut menyebutkan tentang
adanya pengecualian, hal ini diatur secara khusus dalam Undang-Undang
Nomor 50 Tahun 2009 perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Kekhususan tersebut telah diatur
secara tegas yaitu tentang perceraian, yang di dalamnya diatur tentang
bagaimana cara mengajukannya, bagaimana cara memeriksanya,
membuktikannya termasuk adanya lembaga-lembaga yang tidak diatur dalam
hukum acara yang berlaku di persidangan umum, seperti sumpah Li’an untuk
pembuktian zina. Sumpah Li’an terjadi apabila permohonan diajukan dengan
alasan termohon melakukan zina, sedangkan pemohon tidak dapat
melengkapi bukti-bukti dan termohon menyanggah alasan tersebut, dan
Hakim berpendapat bahwa permohonan itu bukan tiada pembuktian sama
sekali serta upaya peneguhan alat bukti tidak mungkin lagi diperoleh
termohon, maka Hakim karena jabatannya dapat menyuruh pemohon untuk
bersumpah.. Sumpah Li’an khusus dalam perkara permohonan talak dengan
alasan istri berbuat zina. Menurut hukum islam, jika suami sudah bersumpah
meli’an istrinya sekalipun disangkal oleh istri dengan sumpah pula,
perkawinan mereka tetap bercerai untuk selama-lamanya, artinya tidak perlu
lagi diikuti dengan ikrar talak misalnya, tidak perlu lagi pembuktian lainnya,
melainkan sudah tercerai langsung karena Li’an. Hal ini berarti sumpah Li’an
termasuk alat bukti yang sah jika dilaksanakan di hadapan sidang Pengadilan
Agama. Kemudian hal khusus lainnya yaitu perceraian dengan alasan
pertengkaran terus-menerus Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Tahun 1975 yang pembuktiannya menggunakan hukum sebagaimana Pasal
76 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 telah diubah Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2006 kemudian diubah Undang-Undang Nomor 50
Tahun 2009 tentang Peradilan Agama.
Perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus
menerus ada hal yang berbeda dengan perkara lainnya dalam hal
pembuktiannya. Perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan
pertengkaran terus-menerus terjadi dimana suami istri saling berselisih, dan
sudah tidak dimungkinkan lagi untuk rukun kembali, tetapi pihak istri tidak
mempunyai alasan yang kuat untuk bercerai, sedang suami bersiteguh tidak
mau menceraikannya. Padahal di sini perselisihan antara suami dengan istri
merupakan suatu peristiwa yang sifatnya rahasia dan cenderung ditutupi
dalam kehidupan rumah tangga sudah tentu tidak akan dibuat dalam bentuk
tulisan untuk kepentingan pembuktian seperti peristiwa perdata lainnya.
Peristiwa tersebut hanya dapat diketahui oleh mereka yang kebetulan berada
di tempat kejadian dengan melihat dan mendengar sendiri peristiwanya,
sedangkan dalam perkara perdata lainnya tidak diperbolehkan menggunakan
saksi keluarga, karena berdasar pada Pasal 145 ayat (1) HIR, yang berbunyi:
(1) Yang tidak dapat didengar sebagai saksi, adalah :
a. Keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut keturunan yang
lurus dari salah satu pihak
b. Suami atau istri salah satu pihak, meskipun telah bercerai.
c. Anak-anak yang umurnya tidak diketahui dengan benar bahwa
mereka sudah berumur lima belas tahun.
d. Orang gila, walaupun kadang-kadang ingatannya terang.
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana
cara pembuktian dalam perkara cerai gugat dengan alasan perselisihan dan
pertengkaran terus menerus dan kekuatan pembuktian alat bukti yang
digunakan dalam pembuktian perkara cerai gugat tersebut. Penulis hendak
mengkaji lebih jauh atau lebih jelas lagi. Oleh karena itu, penulis menemukan
suatu permasalahan di Pengadilan Agama Sukoharjo tentang pembuktian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
cerai gugat dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus-menerus dan
menyusun penulisan hukum yang berjudul : “ STUDI ANALISIS
TERHADAP PEMBUKTIAN PERKARA CERAI GUGAT DENGAN
ALASAN PERSELISIHAN DAN PERTENGKARAN TERUS
MENERUS DI PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO (STUDI KASUS
PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO NOMOR
0213/Pdt.G/2012/PA.Skh) “
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merumuskan pokok
permasalahan yaitu :
a. Bagaimana cara pembuktian perkara cerai gugat dengan alasan
perselisihan dan pertengkaran terus menerus tersebut di Pengadilan
Agama Sukoharjo?
b. Bagaimanakah kekuatan pembuktian alat bukti yang digunakan dalam
putusan Hakim Nomor 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh?
C. Tujuan Penelitian
Dalam suatu penelitian, pastilah ada tujuan yang hendak dicapai. Tujuan
ini tidak terlepas dari permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya.
Tujuan dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai cara pembuktian perkara
cerai gugat dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus
di Pengadilan Agama Sukoharjo.
b. Untuk mengetahui secara detail mengenai kekuatan pembuktian alat-
alat bukti yang digunakan dalam pembuktian putusan cerai gugat
dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus Nomor
0213/Pdt.G/2012/PA.Skh.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk mendapatkan data dan informasi sebagai bahan utama dalam
penyususan penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
b. Untuk menambah dan memperluas pengetahuan, wawasan penulis di
bidang hukum acara perdata khususnya mengenai alat bukti yang
digunakan dalam proses pembuktian dan cara pembuktiannya.
D. Manfaat Penelitian
Penulisan suatu penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat yang
dapat diperoleh, terutama bagi bidang ilmu yang diteliti. Manfaat yang
diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat melukiskan lebih lanjut cara pembuktian perkara cerai gugat
dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus di
Pengadilan Agama Sukoharjo. .
b. Memberikan referensi tambahan terkait dengan kekuatan pembuktian
alat-alat bukti yang digunakan dalam pembuktian putusan cerai gugat
dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus di
Pengadilan Agama Sukoharjo.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang
berarti bagi peningkatan dan pengembangan ilmu hukum pada
umumnya serta Hukum Pembuktian pada khususnya.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan bahan masukan, saran dan gagasan pemikiran kepada
semua pihak khususnya Pengadilan Agama Sukoharjo.
b. Memperluas dan mengembangkan pola pemikiran dan penalaran
sekaligus untuk mengimplementasikan ilmu penulis yang diperoleh.
E. Metode Penelitian
Penelitian merupakan cara-cara ilmiah untuk memahami dan
memecahkan masalah, sehingga didapatkan kebenaran ilmiah (Muhammad
Idrus, 2009 : 9). Metode pada hakekatnya memberikan pedoman tentang cara-
cara seorang ilmuwan mempelajari, menganalisa, dan memahami lingkungan-
lingkungan yang dihadapinya (Soerjono Soekanto, 2006 : 6).
Dalam Penelitian ini metode yang digunakan penulis adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
1. Jenis Penelitian
Pada Penelitian ini penulis menggunakan penelitian yang tergolong
dalam penelitian hukum empiris. Maksudnya metode penelitian yang
dilakukan untuk mendapatkan data primer dan menemukan kebenaran
dengan menggunakan metode berpikir induktif dan kriterium kebenaran
koresponden serta fakta yang digunakan untuk melakukan proses induksi
dan pengujian kebenaran secara koresponden adalah fakta yang mutakhir
(Soerjono Soekanto & Sri Mamudji : 14). Data primer tersebut dari hasil
tanya jawab atau wawancara di Pengadilan Agama Sukoharjo.
2. Sifat Penelitian
Sifat dari penelitian hukum ini adalah penelitian deskriptif.
Maksudnya penelitian yang bertujuan untuk melukiskan tentang sesuatu
hal di daerah tertentu dan pada saat tertentu(Waluyo, 1991 : 13). Penelitian
ini digunakan untuk mengetahui cara pembuktian dan nilai pembuktian
alat bukti Perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran
terus menerus di Pengadilan Agama Sukoharjo.
3. Pendekatan Penelitian
Penelitian empiris salah satu model penelitian kualitatif. Ada dua jenis
pendekatan dalam penelitian kualitatif, yaitu :
a. Pendekatan holistik, yang mengarahkan studi pada subyeknya secara
menyeluruh dengan berbagai aspeknya, tanpa memilih (etnografis,
grounded).
b. Pendekatan terpancang, yang memutuskan studi pada aspek yang
dipilih berdasarkan kepentingan, tujuan, dan minat penelitiannya,
yang sering disebut dengan studi kasus (HB. Sutopo, 2002 : 90).
Pada penulisan penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan
terpancang, dimana penulis melakukan studi kasus di Pengadilan
Agama Sukoharjo. Penulis memilih pendekatan terpancang untuk
mengetahui bagaimana cara pembuktian perkara cerai gugat dengan
alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus tersebut di
Pengadilan Agama Sukoharjo dan alat bukti yang digunakan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
putusan Pengadilan Agama Sukoharjo Nomor
0213/Pdt.G/2012/PA.Skh.
4. Lokasi Penelitian
Untuk memperoleh data yang diperlukan, penulis mengambil lokasi di
Pengadilan Agama Sukoharjo, karena data-data yang digunakan penulis
dalam menyusun penulisan ini berada di Pengadilan Agama Sukoharjo.
5. Jenis dan Sumber Data Penelitian
a. Jenis Data
1) Data Primer
Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan Hakim di
Pengadilan Agama Sukoharjo
2) Data Sekunder
Keterangan-keterangan atau pengetahuan yang secara tidak
langsung diperoleh melalui studi kepustakaan. Dalam penulisan ini
diperoleh dari Undang-Undang, buku-buku ilmiah, dan lain
sebagainya
b. Sumber data
1) Sumber data primer
Pihak yang terkait langsung dengan masalah yang diteliti. Dalam
penelitian ini pihak yang terkait yaitu : Hakim di lingkungan
Pengadilan Agama Sukoharjo, karena penelitian yang dilakukan
oleh penulis bersumber pada hasil wawancara dengan Hakim yang
ada di Pengadilan Agama Sukoharjo.
2) Sumber data sekunder
Jenis data yang mempunyai hubungan erat dan secara langsung
mendukung sumber data primer yang diperoleh dari keterangan-
keterangan atau pengetahuan yang secara tidak langsung diperoleh
melalui studi kepustakaan. Dalam penulisan ini diperoleh dari
Undang-Undang, buku-buku ilmiah dan lain sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara untuk mendapatkan data
yang diinginkan. Dengan ketetapan penggunaan teknik pengumpulan data,
maka data yang diperoleh akan sesuai dengan yang diinginkan.
Sebagaimana telah diketahui, di dalam penelitian ini teknik pengumpulan
data yang digunakan penulis, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka,
wawancara.
a. Studi dokumen atau bahan pustaka
Merupakan teknik pengumpulan data dengan mengambil diantara
berkas-berkas yang sudah putus yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap di Pengadilan Agama Sukoharjo dan mengumpulkan
bahan-bahan dari bahan pustaka lainnya berbentuk data tertulis yang
menyangkut dengan objek yang diteliti.
b. Wawancara
Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan
wawancara atau tanya jawab secara langsung dengan responden dalam
hal ini adalah Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Sukoharjo dan
Hakim Pengadilan Agama Sukoharjo, baik lisan maupun tertulis atas
sejumlah data yang diperlukan.
7. Teknik Analisis Data
Menurut Soerjono Soekanto, metode (analisis) kualitatif adalah suatu
tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis yaitu apa
yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku
yang nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. Dengan
kata lain bahwa seorang peneliti yang menggunakan metode kualitatif
tidaklah semata-mata bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran belaka,
akan tetapi juga untuk memahami kebenaran tersebut. Penelitian ini
menggunakan metode analisis kualitatif dengan model interaktif yaitu
komponen reduksi data dan sajian data dilakukan bersama dengan
pengumpula data, kemudian setelah data terkumpul, maka ke tiga
komponen tersebut berinteraksi dan bila kesimpulan dirasa kurang kuat,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
maka perlu ada verifikasi (dan penelitian kembali mengumpulkan data di
lapangan). Selain itu dilakukan pula suatu proses siklus antara tahap-tahap
tersebut sehingga data yang terkumpul akan berhubungan satu dengan
yang lainnya secara sistenatis (HB. Sutopo, 2002 : 96).
Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan gambar di bawah ini :
Gambar 1 : Teknik Analisis Data (HB. Sutopo, 2002 : 96)
Analisis Interaksi
Pada umumnya peneliti harus bergerak diantara empat sumbu
kumparan itu selama pengumpulan data, selanjutnya bolak balik diantara
kegiatan reduksi, penyajian dan penarikan kesimpulan selama sisa waktu
penelitian. Aktivitas yang dilakukan dengan proses itu komponen-
komponen tersebut akan didapat yang benar-benar mewakili dan sesuai
dengan permasalahan yang diteliti. Setelah analisis data selesai, maka
hasilnya akan disajikan secara diskriptif, yaitu dengan jalan apa adanya
sesuai dengan masalah yang diteliti dan data yang diperoleh. Setelah
semua data dikumpulkan, kemudian diambil kesimpulan dan langkah
tersebut tidak harus urut tetapi berhubungan terus menerus sehingga
membuat siklus (HB, Sutopo, 2002 : 13). Analisa dimaksudkan untuk
memperjelas di dalam memahami proses riil penelitian dari pengumpulan
data hingga penarikan kesimpulan. Mengenai terjadinya analisa data dalam
penelitian ini, maka analisa data sudah mulai sejak pengumpulan data di
lapangan dan analisa tersebut terus berlanjut pada tahap berikutnya hingga
pada penarikan kesimpulan.
PENGUMPULAN DATA
KESIMPULAN
SAJIAN DATA REDUKSI DATA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
F. Sistematika Penulisan Hukum
Sistematika penulisan hukum memberikan gambaran secara menyeluruh
dari penulisan hukum ini. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri
dari empat bab. Sistematika tersebut adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab pendahuluan berisi anatara lain : latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian, sitematika penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab tinjauan pustaka pada sub pertama kerangka teori berisi
tentang : tinjauan umum tentang perceraian, tinjauan umum tentang
pembuktian, dan tinjauan umum tentang Pengadilan Agama. Pada
sub bab kedua berisi tentang kerangka pemikiran.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab hasil penelitian dan pembahasan berisi hasil penelitian
dan pembahasan meliputi : cara pembuktian perkara cerai gugat
dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus tersebut
di Pengadilan Agama Sukoharjo dan alat bukti yang digunakan
dalam putusan Pengadilan Agama Sukoharjo Nomor
0213/Pdt.G/2012/PA.Skh.
BAB IV PENUTUP
Dalam bab penutup menguraikan secara singkat tentang kesimpulam
akhir dari pembahasan dan jawaban atas rumusan permasalahan, dan
diakhiri dengan saran-saran yang didasarkan atas hasil keseluruhan
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Kerangka Teori
a. Tinjauan tentang Peradilan Agama
1) Kedudukan dan dasar hukum Peradilan Agama
Berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen keempat,
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung
dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang. Pasal 24
ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Amandemen keempat menyebutkan bahwa kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan
umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi.
Guna memenuhi apa yang ditentukan dalam Pasal 24 ayat
(2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Amandemen keempat diundangkanlah Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam Bab III
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman ditentukan badan-badan kekuasaan kekuasaan
kehakiman yang akan melaksanakan fungsi dan kewenangan
peradilan dalam negara Republik Indonesia. Pasal 18 Undang-
Undang nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
menyebutkan bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Sejajar dengan ketiga lingkungan peradilan, Peradilan
Agama sebagai salah satu badan pelaksana kekuasaan kehakiman.
Untuk memenuhi pelaksanaan ketentuan Pasal 18 Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bersamaan
dengan diundangkannya undang-undang tersebut, di lingkungan
Peradilan Agama juga telah diundangkan Undang-undang Nomor
50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama .
Pasal 2 jo. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
telah diubah Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan
kedua Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan
Agama, disebutkan bahwa Pengadilan agama bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di
tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
a. perkawinan;
b. warta;
c. wasiat;
d. hibah;
e. wakaf;
f. zakat;
g. infaq;
h. shadaqah; dan
i. ekonomi syari'ah.
Kewenangan Peradilan Agama memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara di bidang perdata, sekaligus dikaitkan
dengan asas personalita keislaman yakni yang dapat ditundukkan ke
dalam kekuasaan Peradilan Agama, antara orang-orang yang
beragama Islam. Maksud dari “antara orang-orang yang beragama
Islam” adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam
mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama
sesuai dengan ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 perubahan pertama atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama.
2) Asas umum Peradilan Agama
Asas-asas Hukum Acara Peradilan Agama antara lain :
a. Asas Personalita Keislaman
Asas personalita keislaman yaitu asas yang menjelaskan bahwa
yang tunduk dan dapat ditundukkan kepada kekuasaan
Peradilan Agama, antara orang-orang yang beragama Islam.
Maksud dari “antara orang-orang yang beragama Islam”
adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan
sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum
Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan
Agama sesuai dengan ketentuan Pasal 49 Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 perubahan pertama atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
b. Asas kebebasan
1) Bebas dari campur tangan pihak kekuasaan negara lainnya.
Peradilan dan hakim dalam melaksanakan fungsi
kekuasaan kehakiman tidak boleh dicampuri oleh badan
kekuasaan pemerintahan yang lain. Kebebasan dan
kemerdekaan Peradilan Agama bersifat absolut dan
mandiri.
2) Bebas dari paksaan, direktiva, atau rekomendasi yang
datang dari pihak extra judicial.
Maksudnya hakim dalam memutus perkara tidak
boleh dipengaruhi oleh pihak manapun. Paksaan yang
datang dari manapun dan dalam bentuk apapun tidak dapat
ditoleransi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
3) Kebebasan melaksanakan wewenang peradilan
Sifat kebebasannya tidak mutlak, tapi kebebasan
hakim terbatas dan relatif.
c. Asas wajib mendamaikan
Khusus dalam perkara perceraian, terutama atas alasan
perselisihan dan pertengkaran, asas mendamaikan menjadi
kewajiban hukum bagi hakim. Hasil akhir perdamaian harus
benar-benar kesepakatan kehendak bebas dari kedua belah
pihak. Tidak boleh ada kekhilafan, paksaan dalam segala
bentuk baik fisik dan psikis. Asas ini diatur dalam Pasal 65 dan
Pasal 82 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 telah diubah
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan
Agama.
d. Asas sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Asas ini diatur dalam penjelasan Pasal 57 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 telah diubah Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2006 dan perubahan kedua Undang-Undang Nomor 50
Tahun 2009 tentang Peradilan Agama. yang berbunyi:
Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya
ringan. Tidak diperlukan pemerikasaan dan acara yang
berbelit-belit yang dapat menyebabkan proses sampai
bertahun-tahun, bahkan kadang-kadang harus dilanjutkan oleh
para ahli waris pencari keadilan. Biaya ringan artinya biaya
yang serendah mungkin sehingga dapat terpikul oleh rakyat.
Ini semua dengan tanpa mengorbankan ketelitian untuk
mencari kebenaran dan keadilan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
e. Asas persidangan terbuka untuk umum
Penerapan asas persidangan terbuka untuk umum dikecualikan
dalam pemeriksaan perkara perceraian. Hal ini sebagaimana
diatur dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
jo. Pasal 13 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan kehakiman mengenai Pemeriksaan gugatan
perceraian dilakukan dalam sidang tertutup. Namun demikian
dalam pembacaan putusannya harus dilakukan dalam
persidangan yang terbuka untuk umum.
f. Asas legalitas dan persamaan
Asas ini diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi
“pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak
membeda-bedakan hukum”. Artinya bahwa pengadilan
mengadili berdasarkan aturan hukum yang berlaku, dan
menganggap semua orang adalah sama kedudukannya di depan
hukum.
g. Asas aktif memberi bantuan
Pemberian bantuan dan nasihat yang dibenarkan hukum
sepanjang mengenai hal-hal yang berhubungam dengan maslah
formal. Hal yang berkenaan dengan masalah materiil atau
pokok perkara, tidak dijangkau oleh pemberian nasihat dan
bantuan.
b. Tinjauan Tentang Perceraian
1) Pengertian perceraian
Perceraian menurut bahasa adalah perpisahan,
pelepasan, sedangkan menurut fiqih disebut Thalaq. Thalaq
berasal dari kata Thalaq yang artinya melepaskan atau
meninggalkan berarti perceraian dan thalaq adalah sama
yaitu perpisahan, sedangkan menurut istilah thalaq atau
perceraian adalah melepaskan ikatan perkawinan atau
bubrahnya hubungan perkawinan (Sayid Sabig, 1996 : 9).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Menurut Moh. Saifulloh Al Aziz S menerangkan bahwa
Thalaq berasal dari bahasa Arab “Ithlaq” artinya melepaskan atau
meninggalkan. Sedangkan menurut syara’ adalah melepaskan atau
membatalkan perkawinan. Thalaq merupakan perbuatan yang halal
tetapi sangat dibenci oleh Allah (Moh. Saifulloh Al Aziz S, 2005 :
501).
Abubakar Muhammad menjelaskan bahwa thalaq itu
menurut pengertian bahasa : pelepasan ikatan yang kokoh. Thalaq
menurut pengertian istilah ialah pelepasan akad perkawinan
(Abubakar Muhammad, 1992 : 609).
Menurut HA. Fuad Sa’id yang dimaksud perceraian adalah
“putusnya perkawinan antara suami dengan istri karena tidak
terdapat kerukunan dalam rumah tangga atau sebab lain, seperti
mandulnya istri atau suami dan setelah diupayakan perdamaian
dengan melibatkan keluarga kedua belah pihak” (Abdul Manan.
2001. Vol. 12 No. 52 Hal 7). Oleh karena itu, perceraian baru dapat
dilaksanakan apabila telah dilakukan berbagai cara untuk
mendamaikan kedua belah pihak untuk tetap mempertahankan
keutuhan rumah tangga mereka dan ternyata tidak ada jalan lain
kecuali hanya dengan jalan perceraian.
Adapun menurut Kompilasi Hukum Islam antara Thalaq
dan perceraian dibedakan tetapi hal ini tetap diartikan suatu
perceraian, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 114 Kompilasi
Hukum Islam, bahwa putusnya perkawinan yang disebabkan
karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan
gugatan perceraian.
Berdasarkan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang perkawinan, untuk putusnya hubungan
perkawinan karena perceraian dilakukan oleh salah satu pihak
dengan cara mengajukan gugatan ke Pengadilan yang berwenang.
Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.
Sebab Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan dalam hal perceraian menganut prinsip mempersukar
terjadinya perceraian. Sebab perceraian dapat memberi pengaruh
baik atau buruknya pada kehidupan masyarakat. Karena itu selain
perkawinan, perceraian perlu dimengerti dan dipahami dengan
sempurna oleh setiap warga negara Indonesia.
2) Tujuan perceraian
Perceraian dilakukan untuk menghilangkan
kemelaratan dari salah seorang suami istri atau dari kedua-
duanya adalah karena terkadang-kadang salah seorang dari
mereka buruk akhlaknya, atau rusak benar pendidikannya
atau selalu terjadi tabi‟at sehingga selalu timbul
perselisihan, lalu masing-masingnya menjadi neraka dunia
bagi yang lain ( T.M Hasbi Ash. Shiddieqy, 1975 : 425-
426).
Tabi’at sama artinya dengan kebiasaan. Maksudnya
kebiasaan jika terus-terusan dipaksaan untuk tetap bersatu antara
suami istri, justru akan tambah tidak baik, pecah dan kehidupannya
menjadi kalut.
Ketidaksenangan kepada sifat-sifat pasangannya juga
menjadi faktor penyebab perceraian itu terjadi. Ketidaksenangan
itulah nantinya yang dapat menyebabkan bermacam-macam bahaya
misalnya karena ketidaksenangan kepada sifat pasangannya
bawaannya jika ketemu ingin bertengkar terus yang nantinnya
dapat menimbulkan kejenuhan dan pasangannya senang kepada
orang lain. Sebab lainnya, karena suami istri tidak memperoleh
keturunan, dan jika masing-masing ganti dengan yang lain
barangkali bisa punya anak. Karena itu, hendaknya perceraian itu
diberi jalan (Sayyid Sabiq, 1996 : 14). Apabila perkawinan itu
dilanjutkan atau terus dipaksakan justru akan tambah tidak baik,
pecah dan kehidupannya menjadi kalut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Syari’at Islam membolehkan perceraian adalah untuk
memenuhi hak kemanusiaan. Membolehkan perceraian dalam
keadaan-keadaan yang sudah tidak mungkin lagi untuk bersatu
berarti telah melepaskan masing-masing dari kecelakaan yang
terus-menerus dan penghidupan yang pahit.
3) Alasan-alasan perceraian
Perceraian dapat dilakukan dan diajukan di depan sidang
pengadilan harus dengan alasan yang kuat dan mendasar, sebab
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan dalam hal perceraian menganut prinsip mempersukar
terjadinya perceraian, sebab perceraian dapat memberi pengaruh
baik atau buruk pada kehidupan masyarakat. Karena itu selain
perkawinan, perceraian perlu dimengerti dan dipahami dengan
sempurna oleh setiap warga negara indonesia, agar perceraian tidak
lagi menjadi permainan atau dipermainkan oleh anggota
masyarakat demi kebahagiaan, kesejahteraan, dan ketentraman
keluarga, masyarakat dan negara.
Alasan-alasan perceraian yang diatur dalam penjelasan
Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 19
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, jo Pasal 116
Kompilasi Hukum Islam sebagai berikut :
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,
penjudi dan lain sebagaimana yang sukar disembuhkan.
b. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun
berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah
atau karena hal lain di luar kemauannya.
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau
hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan
berat yang membahayakan terhadap pihak lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang
mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai
suami istri.
f. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan tidak
ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Dalam pasal 116 Kompilasi Hukum Islam ditambahkan dua
alasan lagi, yaitu :
a) Suami melanggar taklik talak.
b) Peralihan agama /murtad yang menyebabkan terjadinya
ketidakrukunan dalam rumah tangga.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas mengenai alasan-
alasan perceraian dapat dijadikan dasar untuk perceraian, pada sub
f disebutkan antara suami istri terus-menerus terjadi perselisihan
dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi
dalam rumah tangga.
4) Macam-macam perceraian
Di dalam Kompilasi Hukum Islam menyebutkan Thalaq
berdasarkan boleh tidaknya merujuk bekas istrinya, dalam hal ini
dibagi menjadi :
a) Thalaq Raj‟i adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami
berhak rujuk selama istri dalam masa iddah (Pasal 118
Kompilasi Hukum Islam).
b) Thalaq Ba‟in Shughraa adalah talak yang tidak boleh rujuk
tapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun
dalam masa iddah, hal ini dibagi menjadi :
(1) Talak yang terjadi qobla aldukhul (belum berhubungan
kelamin).
(2) Talak dengan tebusan atau khuluk.
(3) Talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama (Pasal 119
Kompilasi Hukum Islam).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Talak ini tidak boleh rujuk, hanya bisa nikah baru lagi apabila
bekas suami ingin kembali lagi ke bekas istrinya.
c) Thalaq Ba‟in Kubro adalah talak yang terjadi untuk tiga
kalinya. Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat
dinikahkan kembali, kecuali apabila pernikahan itu dilakukan
setelah bekas istri menikah dengan orang lain dan kemudian
terjadi perceraian ba’da dukhul dan habis masa iddahnya
(Pasal 120 Kompilasi Hukum Islam).
Talak menurut boleh tidaknya mentalak terdiri dari :
a) Talak Sunny, yaitu talak yang dibolehkan. Talak yang
dijatuhkan terhadap istri yang sedang suci dan tidak dicampuri
dalam waktu suci tersebut.
b) Talak Bid‟i, yaitu talak yang dilarang. Talak yang dijatuhkan
pada waktu istri dalam keadaan haid atau istri dalam keadaan
suci tapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut (Pasal 122
Kompilasi Hukum Islam).
Adapun menurut siapa yang mengajukannya perceraian dibagi
menjadi :
a) Cerai Talak adalah cerai yang diajukan oleh suami, dalam hal
ini suami mengajukan perkaranya di Pengadilan Agama
dimana istri bertempat tinggal. Suami mengajukan perkara
dengan permintaan untuk ijin menjatuhkan talak. Sedangkan
talaknya dilakukan apabila pengadilan sudah memutuskan
untuk mengijinkan menjatuhkan talak dan putusan mana harus
sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka ditetapkan
sidang ikrar talak itu dilakukan di depan Sidang Pengadilan
Agama.
b) Cerai gugat diajukan oleh istri dan diajukan di Pengadilan
Agama tempat kediaman istri. Hal ini putusan perceraian.,
apabila perceraian tersebut dengan khuluk atau ba’in, maka hal
ini disebut dengan hukum cerai khuluk sebab cerai dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
putusan pengadilan atau cerai gugat adalah perceraian yang
disebabkan oleh adanya suatu gugatan lebih dahulu oleh salah
satu pihak kepada pengadilan dan perceraian itu terjadi karena
putusan pengadilan. Dan perceraian ini dinyatakan sah apabila
putusan mana sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.
5) Langkah-langkah perceraian
a) Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau
Kuasanya dalam cerai Talak, antara lain :
(1) Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada
pengadilan agama (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal 66
UU No. 7 Tahun 1989);
(2) Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada
pengadilan agama tentang tata cara membuat surat
permohonan (Pasal 119 HIR, 143 R.Bg jo. Pasal 58 UU
No. 7 Tahun 1989);
(3) Surat permohonan dapat dirubah sepanjang tidak merubah
posita dan petitum. Jika Termohon telah menjawab surat
permohonan ternyata ada perubahan, maka perubahan
tersebut harus atas persetujuan Termohon
(Justsikur.http://justsikur.blogspot.com/2010/08/tata-cara-
pengajuan-cerai-talak-di.html 15 september 2012. Pukul
11). 51 WIB).
(4) Permohonan diajukan ke Pengadilan Agama, berdasarkan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah
diperbarui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 dalam hal cerai
talak pasal 66, yang berbunyi :
Ayat (1) : Seorang suami yang beragama islam yang akan
menceraikan istrinya mengajukan
permohonan kepada Pengadilan untuk
mengadakan sidang guna menyelesaikan ikrar
talak.
Ayat (2) : permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam
ayat (1) diajukan kepada Pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi tempat kediaman
Termonon, kecuali apabila Termohon dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
sengaja meninggalkan tempat kediaman yang
ditentukan bersama tanpa ijin.
Ayat (3) : Dalam hal Termohon bertempat kediaman di
luar negeri permohonan diajukan kepada
pengadilan yang daerah hukumnya meliputi
tempat kediaman Pemohon.
Ayat (4) : Dalam hal Pemohon dan Termohon bertempat
kediaman di Luar Negeri, maka permohonan
diajukan kepada pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman mereka
dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama
Pusat.
b) Langkah-langkah dalam mengajukan cerai gugat:
(1) Secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama.(Pasal
118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal 73 UU No. 7 Tahun 1989).
(2) Penggugat dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada
pengadilan agama tentang tata cara membuat surat
gugatan (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal 58 UU No.7
Tahun 1989).
(3) Surat gugatan dapat dirubah sepanjang tidak merubah
posita dan petitum. Jika Tergugat telah menjawab surat
gugatan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut
harus atas persetujuan Tergugat (http://pa-
rangkasbitung.net/index.php/prosedur-
berperkara/ceraigugat . 15 september 2012. Pukul 11.55
WIB)
(4) Gugatan diajukan ke Pengadilan Agama, berdasarkan
Pasal 73 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah
diperbarui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, dalam hal cerai
gugat, yang berbunyi:
Ayat (1) : Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau
kuasanya kepada Pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman
Penggugat, kecuali apabila Penggugat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
dengan sengaja meninggalkan tempat
kediaman bersama tanpa ijin Penggugat.
Ayat (2) : Dalam hal Penggugat bertempat kediaman di
Luar Negeri, gugatan perceraian diajukan
kepada Pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman Tergugat.
Ayat (3) : Dalam hal Penggugat dan Tergugat bertempat
kediaman di Luar Negeri, maka gugatan
diajukan kepada Pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi perkawinan mereka
dilangsungkan atau kepada Pengadilan
Agama Jakarta Pusat.
6) Asas-asas pemeriksaan perkara perceraian.
Baik perkara cerai talak maupun cerai gugat mengenai asas-asasnya
yang manjadi pedoman pemeriksaan sama dan persis. Asas-asas
yang dimaksud yang terdiri :
a) Pemeriksaan yang dilakukan oleh majelis hakim
Perhatikan Pasal 80 Undang-Undang nomor 7 Tahun 1989,
yang telah diperbarui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan
Agama. yang memerintahkan pemerikasaan perkara dilakukan
oleh majelis yang terdiri dari 3 orang hakim.
b) Pemeriksaan dalam sidang tertutup
Menurut Pasal 68 ayat (2) dan 80 ayat (2) Undang-Undang
nomor 7 Tahun 1989, yang telah diperbarui Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun
2009 tentang Peradilan Agama pemeriksaan perkara perceraian
dilakukan dengan sidang tertutup.
c) Pemeriksaan 30 hari dari tanggal pendaftaran gugatan
Hal ini ditentukan Pasal 68 ayat (1) dan Pasal 80 ayat (1)
Undang-Undang nomor 7 Tahun 1989, yang telah diperbarui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang
Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama serta Pasal
131 KHI dan 141 ayat (1) KHI. Pembatasan ini selambat-
lambatnya 30 hari.
d) Pemeriksaan In Person atau Kuasa
Tidak mutlak penggugat atau tergugat in person yang
menghadiri pemeriksaan di sidang Pengadilan. Penggugat atau
tergugat dapat diwakili kuasanya asal didukung surat kuasa
khusus.
e) Usaha mendamaikan selama pemeriksaan berlangsung
Pasal 70 jo. Pasal 82 ayat (4) Undang-Undang nomor 7 Tahun
1989, yang telah diperbarui Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang
Peradilan Agama menegaskan kepada hakim untuk berupaya
secara bersungguh-sungguh mendamaikan suami istri dalam
perkara perceraian.
7) Tata cara pemeriksaan perkara perceraian dengan alasan
perselisihan dan pertengkaran terus-menerus.
Hal yang berkenaan dengan tata cara pemeriksaan perkara
perceraian atas dasar alasan perselisihan dan pertengkaran terus
menerus diatur dalam Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam,
dimana apabila perkara perceraian didasarkan atas alasan
perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus, hakim harus
mendengarkan keluarga dekat atau orang-orang yang dekat dengan
suami istri.
Pengertian perselisihan dan pertengkaran terus menerus
yang disebut dalam penjelasan di atas, sama makna dan hakikatnya
dengan apa yang dirumuskan pada penjelasan pasal 39 ayat (2)
huruf f Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 19 huruf f
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang berbunyi : Antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
c. Tinjauan Tentang Pembuktian
1) Pengertian pembuktian
Menurut Mukti Arto, Membuktikan artinya
mempertimbangkan secara logis kebenaran suatu fakta/peristiwa
berdasarkan alat-alat bukti yang sah dan menurut hukum
pembuktian yang berlaku (Mukti Arto, 1996 : 135). Dalam
pembuktian itu, maka para pihak memberi dasar-dasar yang cukup
kapada Hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna
memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan.
Menurut M. Yahya Harahap, pembuktian adalah
kemampuan Penggugat atau Tergugat memanfaatkan
hukum pembuktian untuk mendukung dan membenarkan
hubungan hukum dan peristiwa-peristiwa yang di dalilkan
atau dibantahkan dalam hubungan hukum yang
diperkarakan (M. Yahya Harahap, 1991 : 01).
Menurut Roihan A. Rasyid berpendapat bahwa pembuktian adalah
menyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil
yang dikemukakan di muka sidang dalam suatu
persengketaan. Jadi membuktikan itu hanyalah dalam hal
adanya perselisihan sehingga dalam perkara perdata di
muka pengadilan, terhadap hal-hal yang tidak di bantah oleh
pihak lawan, tidak memerlukan untuk dibuktikan (Roihan
A. Rasyid, 2000 : 138).
Mukti Arto mengungkapkan bahwa Pembuktian harus
mengikuti hukum pembuktian. Menurut hukum pembuktian dalam
acara perdata, maka pembuktiannya adalah:
a) Bersifat mencari kebenaran formil.
Dari setiap peristiwa yang harus dibuktikan adalah
kebenarannya. Dalam acara perdata, kebenaran yang dicari
ialah kebenaran yang bersifat formil berarti hakim tidak boleh
melampaui batas-batas yang diajukan oleh pihak-pihak yang
berperkara. Hakim dilarang untuk menjatuhkan ptusan atas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
perkara yng tidak dituntut atau meluluskan lebih dari yang
dituntut.
b) Tidak disyaratkan ada keyakinan baru.
Dalam pembuktian dibedakan antara perkara pidana dan
perdata. pembuktian dalam perkara pidana mensyaratkan
adanya keyakinan hakim, sidang dalam perkara perdata tidak
secara tegas mensyaratkan adanya keyakinan.
c) Alat bukti harus memenuhi syarat formiil dan materiil.
Dalam hukum pembuktian, terdiri dari unsur materiil dan
unsur formil. Hukum pembuktian materiil mengatur tentang
dapat tidaknya diterima pembuktian dengan alat-alat bukti
tertentu di persidangan serta kekuatan pembuktiannya, sedang
hukum pembuktian formil mengatur cara mengadakan
pembuktian.
d) Hakim wajib menerapkan hukum pembuktian.
Hakim wajib mengikuti ketentuan-ketentuan yang mengatur
hukum pembuktian, baik tentang alat bukti, menerima atau
menolak alat bukti dalam pemeriksaan perkara. (Mukti Arto,
1996 : 136)
Pembuktian hanya diperlukan sepanjang mengenai hal-hal
yang dibantah atau hal yang masih disengketakan, atau hanya
sepanjang yang menjadi perselisihan di antara pihak-pihak yang
berperkara. Pembuktian adalah upaya para pihak yang berperkara
untuk meyakinkan hakim akan kebenaran peristiwa atau kejadian
yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa dengan alat-alat
bukti yang telah ditetapkan undang-undang (Abdul Manan, 2000 :
129). Oleh karenanya masing-masing pihak akan berupaya sekuat
tenaga untuk menyampaikan fakta-fakta yang menurut mereka
akan dapat memberi keyakinan kepada Pengadilan tentang adanya
hubungan hukum tersebut.
Pembuktian dalam acara perdata berdeda dengan
pembuktian pada acara pidana. Dalam hukum acara perdata untuk
memenangkan seseorang tidak perlu adanya keyakinan hakim
sebagaimana dalam hukum pidana, yang terpenting adalah adanya
alat bukti yang sah dan berdasarkan alat-alat bukti tersebut hakim
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
mengambil keputusan siapa yang kalah, dengan kata lain bahwa
dalam hukum acara perdata cukup dengan kebenaran formil saja
kebenaran yang dicapai oleh hakim tidak boleh melampaui batas-
batas yang diajukan oleh pihak pihak berperkara. Hal ini sesuai
dengan Pasal 178 ayat (3) HIR dan Pasal 189 ayat (3) R.Bg. yang
menyebutkan ia dilarang memberikan keputusan tentang hal-hal
yang tidak dimohonkan atau memberikan lebih dari yang
dimohonkan, disamping itu juga disebutkan dalam Pasal 162 HIR
berbunyi bahwa tentang bukti dan tentang menerima atau menolak
alat bukti dalam perkara perdata, hendaklah Pengadilan
memperhatikan peraturan pokok yang berikut ini. Ketentuan pasal
tersebut di dalam pembuktian, hakim harus berpokok pangkal
kepada peraturan-peraturan yang terdapat dalam HIR yaitu Pasal
163, sedangkan untuk Peradilan Agama ditambah dengan peraturan
yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 yang
telah diperbarui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama,
sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 54 Undang-Undang
tersebut yang berbunyi : Hukum acara yang berlaku pada
Pengadilan dalam Lingkungan peradilan agama adalah hukum
acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan
peradilan umum, kecuali yang telah diatur dalam Undang-Undang
ini.
2) Beban pembuktian
Dalam suatu proses perdata salah satu tugas hakim adalah
untuk menyelidiki apakah suatu hubungan hukum yang menjadi
dasar gugatan benar-benar ada atau tidak, adanya hubungan hukum
inilah yang harus dibuktikan apabila penggugat tidak berhasil untuk
membuktikan dalil-dalilnya yang menjadi dasar gugatannya, maka
gugatannya akan ditolak, sedangkan apabila bisa membuktikannya
maka akan dikabulkan. Kemudian, dalam hal yang diakui maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
tidak dibebani pembuktian, hal ini termasuk hal-hal yang sudah
diketahui kalayak umum yang disebut dengan faktor notair (sudah
diketahui kalayak umum) sudah merupakan pengetahuan umum
dan juga keadaan yang sudah diketahui sendiri oleh hakim, tetapi
tidak termasuk fakta notair peristiwa-peristiwa yang kebetulan
dilihat oleh hakim yang bersangkutan, karena hal itu sulit
digolongkan ke dalam “ diketahui umum “ dalam hal masih timbul
peristiwa harus dibuktikan lebih lanjut. Oleh karena itu, hakim
harus bersikap arif, tidak boleh berat sebelah, hakim harus
mendengar kedua belah pihak atau disebut asas audi et alterm
partem artinya hakim wajib menyamakan kedudukan para pihak
yang berperkara.
Pasal yang terpenting dalam peraturan pokok yang
mengatur tentang bukti adalah Pasal 163 HIR. Dalam Pasal 163
HIR terdapat asas “siapa yang mendalilkan sesuatu dia harus
membuktikannya”. Berkenaan mengenai asas pembuktian dimuat
dalam Pasal 163 HIR. yang berbunyi : barang siapa mengatakan
mempunyai “barang suatu hak, atau mengatakan suatu perbuatan
untuk meneguhkan haknya atau untuk membantah hak orang lain,
haruslah membuktikan hak itu atau adanya perbuatan itu”, ini
berarti kedua belah pihak yang berperkara dapat dibebani
pembuktian, terutama penggugat berkewajiban membuktikan
peristiwa yang diajukannya sedangkan tergugat berkewajiban
membuktikan bantahannya.
Dalam praktek, tidak demikian halnya, sebab
apabila diperhatikan dengan teliti jawaban dari tergugat,
maka hal-hal yang tidak dibantah oleh tergugat tidak perlu
dibuktikan oleh penggugat, dan dengan demikian kewajiban
penggugat adalah hanya terhadap hal-hal yang dibantah saja
oleh tergugat. Berkenaan dengan beban pembuktian,
pengadilan harus benar-benar adil dan selalu mendasarkan
pada ketentuan hukum acara yang berlaku dengan
memandang bahwa semua pihak berperkara dihadapan
pengadilan mempunyai kedudukan sama, dalam menilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
secara tepat tentang beban pembuktian (Hensyah Syahlani,
2007 : 9).
Dalam hal pembuktian hanya peristiwa yang disengketakan
saja yang harus dibuktikan, hakim terikat pada peristiwa yang
menjadi sengketa yang diajukan para pihak dan para pihaklah yang
diwajibkan untuk membuktikan, bukan hakim, yang disebut dengan
asas Verhandlungs Maxime. Tidak semua peristiwa yang diajukan
oleh penggugat dan tergugat harus dibuktikan, melainkan hanya
yang relevan/penting saja yang harus dibuktikan misalnya, dalam
perkara perceraian harus dibuktikan ketidakrukunannya atau tidak
harmonisnya rumah tangga, misalnya karena pertengkaran terus
menerus yang tidak bisa dirukunkan lagi, disebabkan
pertengkarannya tersebut.
3) Macam-macam alat bukti
Dalam hukum acara perdata menurut HIR bahwa hakim
terikat pada alat-alat bukti yang sah, yang berarti hakim hanya
boleh mengambil keputusan berdasarkan alat-alat bukti yang
ditentukan Undang-Undang. Alat-alat bukti dalam hukum acara
perdata sesuai Pasal 164 HIR ada lima macam, ialah :
a) Alat bukti surat
b) Bukti saksi
c) Persangkaan
d) Pengakuan
e) Bukti sumpah
Bukti-bukti tersebutlah nantinya yang akan membantu hakim
dalam memutus suatu perkara.
a) Bukti surat
Menurut Sudikno Mertokusumo , alat bukti surat adalah
segala sesuatu yang memuat tanda bacaan yang dimaksudkan
untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan buah
pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
(Sudikno Mertokusumo, 1988 : 116). Dalam hukum acara
perdata dikenal macam-macam surat, yaitu ada tiga kelompok :
surat biasa, akta autentik, akta di bawah tangan, yang dimana
masing-masing bukti surat tersebut mempunyai kedudukan
yang berbeda-beda. Perbedaan ketiga macam surat tersebut,
yaitu dalam kelompok mana suatu tulisan termasuk, itu
tergantung dari cara pembuatannya. Menurut Retnowulan
Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata surat dibagi tiga, yaitu:
(1) Surat biasa adalah surat dibuat tidak dengan maksud untuk
dijadikan bukti, apabila surat tersebut dijadikan bukti
hanya merupakan kebetulan saja, misalnya surat cinta.
(2) Akta autentik sesuai pasal 165 HIR, yaitu surat yang
dibuat oleh atau dihadapan pegawai umum yang berkuasa
akan membuatnya, mewujudkan bukti yang cukup bagi
kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang
yang mendapat hak daripadanya, yaitu tentang segala hal,
yang tersebut dalam surat itu dan juga tentang yang
tercantum dalam surat itu sebagai pemberitahuan saja,
tetapi yang tersebut kemudian itu hanya sekedar yang
diberitahukan itu langsung berhubung dengan pokok akta
itu.
(3) Akta di bawah tangan
Akta yang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti oleh para
pihak tanpa bantuan seorang pejabat yang berwenang.
Akta di bawah tangan dapat dibubuhi pernyataan oleh
seorang notaris, atau pegawai lain yang ditunjuk oleh
undang – undang dan dibubukan menurut aturan yang
diadakan oleh undang-undang (Retnowulan Sutantio,
Iskandar Oeripkartawinata 1995 : 64-69).
Bedanya akta dan surat biasa, yaitu pada pembuatannya,
kalau surat biasa dibuat semula bukan untuk dijadikan bukti,
sedangkan akta dibuat dengan sengaja dijadikan sebagai alat
bukti, akta misalnya kwitansi, akta kelahiran, akta nikah, dll.
Akta itu sendiri ada dua macam, yaitu :
(a) Akta autentik yang dibuat oleh pejabat yang diberi
wewenang untuk itu oleh penguasa atau akta yang dibuat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
pejabat yang berwenang, misalnya panggilan jurusita,
surat putusan hakim.
(b) Akta yang dibuat dihadapan pejabat yang berwenang,
misalnya akta nikah yang dibuat di hadapan pegawai
pencatat nikah, surat perjanjian dibuat dihadapan notaris.
Mengenai bukti surat dalam Pasal 137 HIR yang
menyebutkan : kedua belah pihak boleh timbal balik menuntut
melihat surat keterangan lawannya yang untuk maksud itu
diserahkan kepada hakim. Kemudian dalam Pasal 138 HIR
mengatur bagaimana cara bertindak, apabila salah satu pihak
menyangkal keabsahan dari surat bukti yang diajukan oleh
pihak lawan.
Jika ada sangka yang beralasan, bahwa surat
tersebut adalah palsu atau dipalsukan oleh orang yang
masih hidup, maka surat tersebut dikirimkan kepada jaksa
untuk dilaksanakan penuntutan sebagaimana mestinya.
Apabila terjadi hal itu, pemeriksaan perkara perdata, untuk
sementara ditangguhkan, sampai perkara pidananya diputus
(Retnowulan Sutantio, Iskandar Oeripkartawinata 1995 :
63).
b) Bukti saksi
(1) Pengertian saksi
Pembuktian dengan saksi dalam praktek lazim
disebut kesaksian. Dalam hukum acara perdata pembuktian
dengan saksi sangat penting artinya terutama untuk
perjanjian-perjanjian dalam hukum adat, dimana pada
umumnya karena adanya saling percaya tidak dibuat sehelai
surat pun, oleh karena bukti berupa surat tidak ada, pihak-
pihak akan berusaha mengajukan saksi yang dapat
membenarkan atau menguatkan dalil-dalil yang diajukan di
muka persidangan. Begitu pula dalam perkara-perkara pada
umumnya di samping menggunakan alat bukti tertulis juga
menggunakan saksi, misalnya perkara perceraian, di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
samping adanya bukti surat seperti surat nikah untuk
membuktikan bahwa para pihak (Penggugat dan Tergugat)
telah menikah secara resmi dan sah, juga untuk
membuktikan ketidakharmonisan rumah tangga,
pertengkaran rumah tangga juga perlu saksi untuk
membuktikannya.
Tentang keterangan saksi yang dapat dijadikan alat
bukti yang sah menurut hukum sebagaimana yang
disebutkan dalam Pasal 164 HIR dan Pasal 184 HIR.
Keterangan saksi harus terbatas pada peristiwa-peristiwa
yang dialami, dilihat, atau didengar sendiri dan harus pula
disertai alasan-alasan bagaimana diketahuinya peristiwa
yang diterangkan oleh saksi-saksi tersebut. Terkait
mengenai pengertian saksi, saksi-saksi adalah orang-orang
yang mengalami, mendengar, merasakan dan melihat
sendiri suatu peristiwa atau kejadian dalam perkara yang
sedang dipersengketakan (Abdul Manan, 2000 : 143).
Kesaksian dalam bentuk keterangan dari orang yang
mengetahui, mengalami dan mendengar sendiri disebut
dengan Ratio Sciendi, dan keterangan yang diperoleh atau
karena mendengar dari orang lain tidak diperoleh atau yang
disebut Testimonium de auditu, yaitu kesaksian yang
mendapat dari atau mendengar dari orang lain bukan
merupakan alat bukti. Keterangan seorang saksi saja tanpa
adanya alat bukti lainnya juga bukan dianggap sebagai alat
bukti, hal ini disebut Unus testis nullus testis (seorang saksi
bukan saksi), apabila seorang yang memberikan kesaksian
tersebut didukung dengan bukti lain, maka dapat merupakan
sebagai alat bukti yang sempurna, tetapi apabila hanya
seorang saksi saja (sumpah supletoir) dan sebelum saksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
memberikan kesaksian, maka harus disumpah sesuai dengan
agamanya.
(2) Dasar Hukum alat bukti saksi
Alat bukti saksi diatur dalam Pasal 168-172 HIR
dan 306-309 R.Bg. Pembuktian dengan saksi pada dasarnya
diperbolehkan dalam segala hal, kecuali jika Undang-
Undang menentukan lain, misalnya tentang persatuan harta
kekayaan perkawinan. Terkait tentang siapa yang dapat
diajukan menjadi sakasi dan yang tidak dapat didengar
sebagai saksi terdapat dalam Pasal 145 HIR, yang berbunyi:
1) Yang tidak dapat didengar sebagai saksi, adalah :
a. Keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut
keturunan yang lurus dari salah satu pihak
b. Suami atau istri salah satu pihak, meskipun telah
bercerai.
c. Anak-anak yang umurnya tidak diketahui dengan
benar bahwa mereka sudah berumur lima belas
tahun.
d. Orang gila, walaupun kadang-kadang ingatannya
terang.
2) Akan tetapi keluarga sedarah atau keluarga semenda
tidak akan boleh ditolak sebagai saksi karena keadaan
itu dalam perkara tentang keadaan menuut hukum sipil
daripada orang yang berperkara atau tentang suatu
perjanjian pekerjaan.
3) Orang tersebut dalam Pasal 146 (1) a dan b HIR , tidak
berhak meminta mengundurkan diri daripada memberi
kesaksian dalam perkara yang tersebut dalam ayat di
muka.
Adapun yang dimaksud dengan keluarga sedarah
menurut keturunan lurus adalah meliputi keturunan lurus ke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
atas dan lurus ke bawah. Keluarga sedarah menurut
keturunan lurus ke bawah yaitu anak, cucu, dan seterusnya,
sedangkan menurut keturunan lurus ke atas yaitu orang tua
(bapak, ibu), orang tua dari orang tua (kakek, nenek), dan
seterusnya.
Kemudian yang dimaksud dengan keluarga
semenda ialah hubungan keluarga karena pertalian
perkawinan. Disinipun keluarga semenda menurut
keturunan lurus ke bawah maupun keturunan ke atas.
Keluarga semenda menurut keturunan lurus ke bawah yaitu
menantu, anak tiri. Sedangkan menurut keturunan lurus ke
atas yaitu mertua (baik laki-laki atau perempuan), bapak
atau ibu tiri salah satu pihak.
Pasal 39 Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 jo.
Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
di pasal ini menyebutkan mengenai alasan-alasan dapat
melakukan perceraian. Kemudian mengenai tata cara
pemeriksaan yang dikehendaki terdapat dalam Pasal 22 ayat
(2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal
134 Kompilasi Hukum Islam dimana apabila perkara
perceraian didasarkan atas alasan perselisihan dan
pertengkaran yang terus menerus, hakim harus
mendengarkan keluarga dekat atau orang-orang yang dekat
dengan suami istri. Jika ternyata keluarga dekat tidak ada
atau jauh, dan sulit untuk menghadirkan, hakim dapat
meminta siapa-siapa orang yang dekat dengan suami istri.
c) Persangkaan
Alat bukti persangkaan dalam bahasa Belanda dinamakan
Vermoeden, yang di dalam Hukum Acara Islam disebut al
Qarinah yang artinya hal-hal yang mempunyai hubungan atau
pertalian yang erat sedemikian rupa terhadap sesuatu sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
memberikan petunjuk. (Roihan A Rasyid, 2000 : 166).
Persangkaan adalah kesimpulan hakim yang ditarik dari suatu
peristiwa yang telah dianggap terbukti atau peristiwa yang
dikenal ke arah suatu peristiwa yang belum terbukti, yang
menarik kesimpulan itu adalah Hakim dan Undang-Undang.
Menurut Mukti Arto, Persangkaan ialah kesimpulan yang
ditarik dari suatu peristiwa yang telah dikenal atau dianggap
terbukti kearah suatu peristiwa yang tidak dikenal atau belum
terbukti, baik yang berdasarkan undang – undang atau
kesimpulan yang ditarik oleh hakim (Mukti Arto, 1996 : 169).
Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1915 KUHPer
“Persangkaan adalah kesimpulan-kesimpulan yang oleh
undang-undang atau oleh Hakim ditariknya dari suatu
peristiwa yang terkenal ke arah suatu peristiwa yang tidak
terkenal“ (gatot Supramono, 1993 : 37).
Persangkaan diatur dalam Pasal 173 HIR dan Pasal 310
R.Bg., sedangkan di KUHper diatur dalam ketentuan Pasal
1915 sampai dengan Pasal 1922. Persangkaan itu sendiri ada
dua, yaitu :
(1) Praesuntiones juris yaitu persangkaan berdasarkaan
Undang-Undang. Menurut pasal 1916 KUHPer, disebut
persangkaan Undang-Undang, karena kesimpulan-
kesimpulan yang ditarik berdasarkan Undang-Undang
dihubungkan dengan perbuatan-perbuatan tertentu atau
peristiwa-peristiwa tertentu. Misalnya : kekuatan yang oleh
Undang-Undang diberikan kepada suatu putusan hakim
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, kekuatan
yang oleh Undang-Undang diberikan kepada pengakuan
atau sumpah salah satu pihak, akan tetapi persangkaan
tersebut dalam hukum acara perdata kita harus dianggap
sebagai perbandingan saja, yang oleh hakim harus masih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
dipertimbangkan, terutama dalam kasus harta benda,
perkawinan, hibah antara suami dan istri, karena hukum
keluarga menurut BW dan hukum keluarga yang diatur
dalam Undang-Undang Perkawinan berbeda. Kekuatan
pembuktian persangkaan berdasarkan undang-undang
bersifat memaksa. Hakim terikat pada ketentuan undang-
undang, kecuali jika dilumpuhkan oleh bukti lawan ( Mukti
Arto, 1996 : 171)
(2) Praesuntiones facti yaitu kesimpulan yang ditarik oleh
hakim. Menurut Mukti Arto (Mukti Arto, 1996 : 169),
Persangkaan yang berupa kesimpulan yang ditarik oleh
Hakim dari keadaan yang timbul di persidangan, seperti :
Tentang sesuatu yang penting dan seksama,
Atau tentang sesuatu yang terang dan pasti,
Dan saling bersesuaian.
Misalnya, perceraian yang didasarkan zina, karena
sulitnya pembuktian karena sukarnya menemukan saksi-
saksi yang melihat sendiri waktu melakukan zina, oleh
karena sudah menjadi yurisprodensi tetap bahwa apabila
dua orang pria dan wanita dewasa yang bukan suami istri
tidur bersama dalam satu kamar yang hanya mempunyai
satu tempat tidur.
Kemudian ada yang membagi lagi bahwa persangkaan itu
dibedakan menjadi dua yaiu berdasarkan kenyataan dan
berdasarkan hukum. Berdasarkan kenyataan, hal ini hakimlah
yang memutuskan berdasarkan kenyataan apakah mungkin dan
sejauh mana kemungkinannya untuk membuktikan suatu
peristiwa atau kejadian dengan peristiwa atau kejadian yang
lain. Persangkaan berdasarkan hukum dibagi menjadi dua,
yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
(1) Praesuntiones yuris tantum yaitu persangkaan yang
memungkinkan adanya pembuktian lawan.
(2) Praesuntiones yuris et de jure yaitu persangkaan yang
tidak memungkinkan adanya bukti lawan.
Persangkaan merupakan dugaan hakim. Persangkaan
berdasarkan kenyataan, kekuatan pembuktiannya diserahkan
kepada pertimbangan Hakim. Hakim bebas dalam menemukan
persangkaan berdasarkan kenyataan dan Hakim wajib
mempertimbangkan secara logis. Tentang dugaan dan
kesimpulan yang ditarik Hakim maka ada syarat-syarat dalam
bukti persangkaan Hakim, yaitu :
(1) Dugaan mengenai suatu kejadian harus didasarkan atas
hal-hal yang telah terbukti.
(2) Hakim harus berkeyakinan bahwa hal-hal yang telah
terbukti itu dapat menimbulkan dugaan terhadap
terjadinya sesuatu peristiwa yang lain.
(3) Hakim dalam mengambil dari bukti-bukti itu tidak boleh
mendasarkan keputusannya atas hanya satu dugaan saja.
(4) Dugaan/persangkaan itu harus bersifat penting, seksama,
tertentu dan ada hubungannya satu sama lain.
(5) Persangkaan semacam ini hanya boleh diperhatikan
dalam hal undang-undang membolehkan pembuktian
dengan saksi. (Mukti Arto, 1996 : 170).
Meskipun persangkaan merupakan alat bukti namun tidak
semua persangkaan dapat dijadikan sebagai alat bukti. Roihan
A. Rasyid memberikan beberapa kriteria persangkaan yang
dapat dijadikan sebagai alat bukti, yaitu :
Menurutnya qarinah tersebut harus jelas dan meyakinkan
sehingga tidak bisa dibantah lagi oleh manusia normal dan
berakal. Kriteria lainnya adalah semua persangkaan menurut
undang-undang di lingkungan peradilan sepanjang tidak jelas-
jelas bertentangan dengan hukum islam (Roihan A. Rasyid,
1991 : 174 ).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
d) Pengakuan
Pengakuan diatur dalam Pasal 174, 175, dan 176 HIR dan
pasal 311 R.Bg serta Pasal 1923-1928 KUHPer. Menurut
hukum acara perdata pengakuan ada dua macam yaitu :
3. Pengakuan yang dilakukan di dalam persidangan.
4. Pengakuan yang dilakukan di luar persidangan.
Kedua pengakuan tersebut berbeda dalam hal nilai
pembuktiannya, berdasarkan Pasal 174 HIR bahwa pengakuan
yang diucapkan di depan hakim menjadi bukti yang cukup
untuk memberatkan orang yang mengakui tersebut, baik
pengakuan tersebut diucapkan sendiri maupun diucapkan oleh
seorang yang istimewa dikuasakan untuk melakukannya
sedangkan pengakuan di luar persidangan berdasarkan Pasal
175 HIR kekuatannya diserahkan kepada hakim.
Pengakuan di depan sidang merupakan keterangan sepihak
baik tertulis maupun lisan yang membenarkan seluruh atau
sebagian peristiwa/kejadian, hak atau hubungan hukum yang
berakibat pemeriksaan lebih lanjut oleh hakim tidak perlu lagi
dan juga pengakuan merupakan keterangan sepihak yang tidak
memerlukan persetujuan pihak lain. Pengakuan merupakan
pernyataan yang tegas karena pengakuan secara diam-diam
tidak memberikan kepastian kepada hakim tentang kebenaran
suatu peristiwa atau kejadian.
Pengakuan di muka persidangan tidak bisa ditarik kembali,
pengakuan di depan persidangan adalah merupakan bukti yang
sempurna dan mengikat. Sedangkan pengakuan di luar
persdangan merupakan bukti bebas. Perbedaannya lagi bahwa
pengakuan di dalam pesidangan tidak perlu membuktikan lagi,
sedangkan di luar persidangan masih perlu pembuktian lebih
lanjut dengan saksi-saksi dan alat bukti lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
e) Bukti sumpah
Dalam hukum acara perdata dikenal alat bukti yang disebut
sumpah. Sumpah adalah keterangan yang diberikan seseorang
dengan mengatasnamakan Tuhannya (Gatot Supramono, 1993
: 44). Sumpah diatur dalam HIR Pasal 155, 156, 157, 158 dan
177.
Sebagai alat bukti dikenal tiga macam sumpah yang
dimaksudkan sebagai alat bukti, yaitu :
(1) Sumpah suppletoir
Sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatannya
kepada salah satu pihak untuk melengkapi pembuktian
peristiwa, kejadian yang menjadi sengketa. Untuk sumpah
ini terlebih dahulu harus ada bukti permulaan yang belum
mencakup dan tidak ada alat bukti lain dan kalau ditambah
dengan sumpah suppletoir pemeriksaan perkaranya akan
selesai sehingga hakim dapat menjatuhkan putusannya.
Pembebanan sumpah ini bukan kewajiban akan tetapi
sekedar menjadi wewenangnya untuk itu harus diangkat
syarat-syaratnya (HIR Pasal 155 dan R.Bg Pasal 182).
(2) Sumpah penaksiran
Sumpah penaksiran yang diperintahkan oleh Hakim
karena jabatannya kepada penggugat untuk menentukan
jumlah atau besarnya ganti rugi. Kekuatan pembuktian
sumpah ini sama dengan sumpah suppletoir, bersifat
sempurna dan masih dimungkinkan adanya bukti lawan.
(3) Sumpah decisoir
Sumpah yang dibebankan atas permintaan salah satu pihak
kepada pihak lawannya. Pihak yang meminta disebut
dengan deferent, sedangkan pihak yang harus bersumpah
disebut delaat (HIR Pasal 156 dan R.Bg. Pasal 183).
Sumpah decisoir dapat dibebankan/ diperintahkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
meskipun tidak ada pembuktian sama sekali, dapat
dilakukan setiap saat selama pemeriksaan persidangan
inisiatif datang dari pihak deferent dan ia pulalah yang
menyusun rumusan atau bunyi sumpahnya dapat
dibebankan secara pribadi, pihak-pihak atau orang yang
diberi kuasa khusus, hakim harus meneliti terlebih dahulu
apakah permintaan itu memenuhi syarat atau tidak. Hakim
dapat menolak atau mengabulkan, seandainya pihak delaat
menolak, maka berakibat kekalahan baginya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 2 : Kerangka Pemikiran
Keterangan :
Permasalahan yang timbul akibat pertengkaran dalam suatu keluarga
dipicu dari berbagai faktor. Hal demikianlah apabila salah satu pihak tidak
rela, maka akan mengakibatkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga.
Perselisihan
Mengajukan gugatan ke
Pengadilan Agama
Dapat
Diselesaikan
melalui
mediasi
Mediasi
gagal
Proses
persidangan
Pembuktian
Alat bukti pasal
164 HIR :
Surat
Saksi
Persangkaan
Pengakuan
sumpah
Alat bukti memenuhi
syarat dan cara
pembuktianya telah
sesuai peraturan yang
berlaku
Pasal 19 huruf (f) PP
No. 9 Tahun 1975
Putusan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Salah satu ciri dari ketidakharmonisan dalam rumah tangga adalah
terjadinya perselisihan dan pertengkaran terus-menerus yang tidak
mungkin bisa dirukunkan lagi, yang kemudian tidak ada harapan akan
hidup dalam rumah tangga, sebagaimana tersebut dalam Pasal 19 huruf (f)
Peraturan Pemerinah Nomor 9 tahun 1975. Setelah diajukan ke Pengadilan
yang berwenang menangani maka perlu dilakukan pembuktian. Dalam
melakukan pembuktian alat bukti yang diajukan harus memenuhi syarat
dan cara pembuktiannya sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan alat-
alat bukti tersebut dapat membantu hakim dalam memutus perkara
tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Cara Pembuktian Perkara Cerai Gugat Dengan Alasan Perselisihan Dan
Pertengkaran Terus Menerus Di Pengadilan Agama Sukoharjo
1. Perkara di Pengadilan Agama Sukoharjo
Pengadilan Agama Sukoharjo mempunyai wilayah hukum meliputi
12 kecamatan, dimana berdasarkan sumber yang diperoleh dari
Kepaniteraan Pengadilan Agama Sukoharjo, perkara yang diterima pada
tahun sebelumnya yaitu tahun 2011 sebagai berikut :
Gambar 3 : Perkara yang diterima di Pengadilan Agama Sukoharjo 2011
Total perkara yang diterima di Pengadilan Agama Sukoharjo sebanyak
1280 perkara pada tahun 2011 tersebut. Dimana perkara-perkara tersebut
meliputi masalah perkawinan, kewarisan, P3HP/penetapan ahli waris.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Perkara cerai gugat yang diterima di Pengadilan Agama Sukoharjo
pada tahun 2011 ada 805 perkara, dengan rincian sebagai berikut :
Gambar 4 : perkara cerai gugat yang diterima di Pengadilan Agama
Sukoharjo pada tahun 2011
Data yang diperoleh dari Pengadilan Agama Sukoharjo
menunjukkan bahwa tingkat perceraian khususnya cerai gugat cukup
tinggi di Sukoharjo. Perceraian tersebut disebabkan karena
ketidakmampuan untuk saling memahami dan toleransi terhadap
perbedaan-perbedaan yang menimbulkan suatu konflik antara pasangan
suami istri dalam kehidupan berumah tangga. Apabila konflik tidak dapat
terselesaikan dengan baik, maka yang timbul adalah perselisihan-
perselisihan kecil bahkan perselisihan yang berkepanjangan yang bahkan
mungkin akan berakibat putusnya ikatan perkawinan tersebut dengan
perceraian. Namun tidak semua konflik ataupun masalah dapat dijadikan
alasan untuk melakukan perceraian. Hanya hal-hal yang terdapat dalam
Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam dan Pasal 19 Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975 yang dapat dijadikan alasan untuk melakukan
perceraian. Perceraian tersebut diajukan ke Pengadilan Agama, maka
berlaku hukum acara peradilan agama. Berdasarkan Pasal 54 Undang-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Undang Nomor 7 Tahun 1989 telah diubah Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2006 dan perubahan kedua Undang-Undang Nomor 50 Tahun
2009 tentang Peradilan Agama, bahwa hukum acara yang berlaku pada
pengadilan dalam lingkungan peradilan agama adalah hukum acara
perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan
umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang
ini. Kekhususan tersebut telah diatur secara tegas yaitu tentang
perceraian, yang di dalamnya salah satunya mengatur mengenai
bagaimana cara membuktikannya.
2. Cara pembuktian perkara perceraian
Setiap perkara perdata yang sampai di persidangan Pengadilan,
bermula dari adanya suatu sengketa antara pihak yang satu dengan pihak
yang lainnya. Hal ini dikarenakan antara pihak satu dengan pihak yang
lain atau di sini pihak yang melanggar dan yang dilanggar haknya tidak
dapat diselesaikan melalui jalan perdamaian, maka sesuai dengan prinsip
negara hukum penyelesaian sengketa tersebut dengan melalui jalur
hukum, yaitu gugatan ke Pengadilan. Setelah proses persidangan tentang
perdamaian, jawaban dari tergugat/termohon, replik dari
penggugat/pemohon dan duplik dari tergugat/termohon dan sudah sampai
pada tahap pembuktian, Dalam suatu persidangan, pembuktian
mempunyai peranan yang penting dalam suatu proses pemeriksaan
perkara dalam persidangan di Pengadilan. Dengan adanya pembuktian,
dapat memberikan suatu gambaran yang jelas terhadap suatu peristiwa
yang sedang menjadi sengketa di Pengadilan tersebut. Pembuktian
membantu Hakim dalam memutus suatu peristiwa, maka para pihak pada
sidang pembuktian tersebut diberikan kesempatan untuk membuktikan
pada sidang pembuktian tersebut terkait dengan dalil-dalil
gugatan/permohonan atau bantahan-bantahannya dengan cara atau
langkah-langkah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
a. Penggugat mengajukan alat bukti tertulis, misalnya foto copy akta
nikah/duplikat sebagai bukti sahnya perkawinan dan foto copy Kartu
Tanda Penduduk sebagai bukti diri untuk menentukan
kewenangannya. Pihak Pengadilan Agama Sukoharjo berwenang
mengadili atau tidak dan terkait dengan bukti tersebut apabila foto
copy harus dimeteraikan/dilegalisir ke kantor Pos.
b. Alat bukti tersebut dikonfirmasikan dengan tergugat apakah alat
bukti tersebut benar atau tidak.
c. Penggugat mengajukan saksi sebagai penguat gugatannya dan saksi
tersebut berupa saksi keluarga atau orang lain yang dekat yang
mengetahui, melihat, mendengar langsung tentang kejadian tersebut.
d. Saksi penggugat dipanggil ke persidangan.
e. Hakim menanyakan saksi tersebut tentang identitas saksi.
f. Saksi bersumpah menurut agamanya.
g. Hakim menanyakan tentang kedekatan saksi dengan penggugat dan
tergugat, tentang keadaan keluarga penggugat dan tergugat, tentang
pertengkarannya, sebab pertengkarannya, kapan terjadi
pertengkarannya, frekuensi pertengkarannya, lihat berapa kali
pertengkaran tersebut, sejauh mana tentang pertengkarannya dan
apakah saksi mengetahui sendiri atau tidak dengan kejadian yang
diterangkan di muka persidangan.
h. Keterangan dikonfirmasikan dengan tergugat, bagaimana tentang
keberatan kebenaran atau tidaknya tentang keterangan saksi.
i. Hakim menanyai pihak penggugat apakah ada saksi lagi yang mau
dihadirkan. Jika tidak ada, tergugat diberi kesempatan untuk
mengajukan alat bukti tertulis bila ada sanggahan terhadap bukti
penggugat.
j. Tergugat mengajukan saksi sebagai penguat sanggahannya dan saksi
tersebut berupa saksi keluarga atau orang lain yang dekat yang
mengetahui, melihat, mendengar langsung tentang kejadian tersebut.
k. Saksi tergugat dipanggil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
l. Kemudian ditanya identitas dan kesediaannya menjadi saksi.
m. Bersumpah.
n. Ditanyakan sebagaimana saksi penggugat.
o. Dikonfirmasikan dengan penggugat dengan keberatan tidaknya,
kebenaran tidaknya dengan keterangan saksi tergugat.
p. Disamping itu saksi penggugat atau saksi tergugat dimintai
pendapatnya tentang kesediaannya atau dapat tidaknya untuk
menasehati.
Apabila para pihak tidak keberatan dan menyatakan kebenarannya
dengan bukti-bukti tersebut baik tertulis maupun para saksi, maka
Majelis Hakim bermusyawarah untuk menentukan putusannya.
Dalam perkara perceraian, meskipun para pihak telah ada
pengakuan, Pembuktian tetap dilakukan karena apabila hanya berpegang
pada pengakuan para pihak tersebut ditakutkan akan terjadi suatu
kebohongan yang dapat merugikan pihak lain, seperti anak atau pihak-
pihak lain yang terkait. Karena dalam perkara perceraian yang berat
adalah akibat dari perceraian tersebut.
3. Cara pembuktian perkara cerai gugat dengan alasan perselisihan dan
pertengkaran terus menerus di Pengadilan Agama Sukoharjo
Dilihat dengan seksama, cara pembuktian perkara perceraian dengan
perselisihan dan pertengkaran terus menerus hampir sama dengan
pembuktian perkara pada umumnya, meskipun demikian pada perkara
perceraian dengan alasan perselisihan atau pertengkaran terus menerus
ada hal yang berbeda dengan perkara lainnya dalam hal pembuktiannya.
Perkara perceraian dengan alasan perselisihan atau pertengkaran terus-
menerus terjadi dimana suami istri saling berselisih, dan sudah tidak
dimungkinkan lagi untuk rukun kembali, tetapi pihak istri tidak
mempunyai alasan yang kuat untuk bercerai, sedang suami bersiteguh
tidak mau menceraikannya. Padahal di sini perselisihan antara suami
dengan istri merupakan suatu peristiwa yang sifatnya rahasia dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
cenderung ditutupi dalam kehidupan rumah tangga sudah tentu tidak
akan dibuat dalam bentuk tulisan untuk kepentingan pembuktian seperti
peristiwa perdata lainnya. Peristiwa tersebut hanya dapat diketahui oleh
mereka yang kebetulan berada di tempat kejadian dengan melihat dan
mendengar sendiri peristiwanya.
Dalam hal ini yang dibuktikan dalam masalah perselisihan dan
pertengkaran terus menerus adalah tentang sahnya perkawinan, identitas
dan juga retaknya keluarga, berupa terjadinya perselisihan dan
pertengkaran serta sebab-sebab atau semua unsur yang terdapat dalam
gugatannya. Adapun beban pembuktiannya adalah diberikan secara
seimbang kepada penggugat atau pemohon dan tergugat atau termohon.
Hal ini Hakimlah yang menyatakan para pihak diberikan kesempatan
untuk membuktikan sebagaimana telah disebutkan pada cara-cara
pembuktian tadi bahwa setelah penggugat membuktikannya lalu tergugat
diberi kesempatan untuk menanggapi alat bukti yang disampaikan oleh
penggugat dan diberikan juga untuk membuktikan dan begitu juga
sebaliknya penggugat juga diberi kesempatan untuk menanggapinya alat
bukti yang disampaikan oleh tergugat.
Untuk lebih jelasnya penulis memberikan suatu gambaran mengenai
pembuktian suatu perkara cerai gugat dengan alasan perselisihan dan
pertengkaran terus menerus melalui putusan Pengadilan Agama Nomor
0213/Pdt.G/2012/PA.Skh, perkara tersebut pihak penggugat berinisial
SW binti SI, sedangkan pihak tergugat berinisial YT bin KW. Bahwa
untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya, penggugat telah mengajukan
alat bukti surat sebagai berikut:
1. Foto copy Kartu Tanda Penduduk atas nama Penggugat Nomor
3311085706890001 tanggal 22 Maret 2007 yang dikeluarkan
oleh Camat Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, bermeterai cukup
dan sudah dicocokkan dan ternyata cocok dengan aslinya serta
isinya tidak dibantah oleh pihak tergugat (Bukti P-1);
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
2. Foto copy kutipan Akta Nikah Nomor: 435/61/IX/2011 tanggal 20
September 2011 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama
Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, bermeterai cukup
dan sudah dicocokkan dan ternyata cocok dengan aslinya, serta
isinya tidak dibantah oleh tergugat (Bukti P-2);
3. Surat pernyataan penggugat tertanggal 30 April 2012 (Bukti P-3);
4. Transkrip SMS yang dibuat oleh penggugat tertanggal 30 April
2012 (Bukti P-4);
5. Foto copy surat perjanjian tanggal 27 Desember 2012 yang
ditandatangani oleh penggugat dan tergugat serta kedua orang
saksi yang diketahui oleh Kepala Urusan Agama Kecamatan
Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, bermeterai cukup dan sudah
dicocokkan dan ternyata cocok dengan aslinya dan isinya diakui
oleh pihak tergugat (Bukti P-5);
Bahwa di samping itu, penggugat telah mengajukan bukti saksi
masing-masing sebagai berikut:
Saksi I penggugat bernama SI bin WK, umur 53 tahun, pekerjaan buruh,
bertempat tinggal Dusun Godegan Rt.001, Rw.015, Desa Wirun,
Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, mempunyai hubungan
keluarga dengan penggugat sebagai ayah kandung penggugat, dibawah
sumpahnya telah memberikan keterangan sebagai berikut:
Bahwa penggugat dan tergugat adalah suami istri sah yang
menikah pada bulan September 2011;
Bahwa setelah menikah penggugat dan tergugat hidup bersama di
rumah orang tua tergugat selama 1,5 bulan dan belum dikaruniai
anak;
Bahwa rumah tangga penggugat dan tergugat tidak harmonis sering
bertengkar karena pernikahannya dijodohkan oleh saksi dan orang
tua tergugat disamping itu tergugat cemburu;
Bahwa sejak oktober 2011 penggugat dengan tergugat berpisah
tempat tinggal hingga sekarang karena penggugat dipulangkan ke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
rumah saksi dengan dipasrahkan oleh tergugat kepada saksi,
sedangkan tergugat hidup bersama dengan orang tuanya sendiri dan
selama pisah antara penggugat dan tergugat tidak lagi
berhubungan;
Bahwa saksi pernah berusaha merukunkan penggugat dan tergugat,
tetapi tidak berhasil;
Saksi II penggugat bernama SH bin TA umur 48 tahun, pekerjaan buruh,
bertempat tinggal di dusun Godegan, Rt. 001, Rw. 015, Desa Wirun,
Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, tidak mempunyai
hubungan keluarga dengan penggugat dimana saksi adalah sebagai
tetangga penggugat, dibawah sumpahnya telah memberikan keterangan
sebagai berikut:
Bahwa penggugat dan tergugat adalah suami istri sah yang
menikah pada bulan september 2011;
Bahwa setelah menikah penggugat dan tergugat hidup bersama di
rumah orang tua tergugat selama 1,5 bulan dan belum dikaruniai
anak;
Bahwa rumah tangga penggugat dan tergugat tidak harmonis sering
bertengkar karena tergugat cemburu penggugat menjalin cinta
dengan laki-laki lain;
Bahwa sejak oktober 2011 penggugat dan tergugat berpisah tempat
tinggal hingga sekarang karena penggugat dipulangkan ke rumah
orang tua penggugat dengan dipasrahkan oleh tergugat dan selama
pisah antara penggugat dan tergugat tidak lagi berhubungan;
Bahwa pihak keluarga pernah berusaha merukunkan penggugat dan
tergugat, tetapi tidak berhasil;
Saksi III penggugat bernama SW bin SRD umur 27 tahun, pekerjaan
karyawan swasta, bertempat tinggal di dusun Godegan Rt. 001 Rw. 015,
desa Wirun, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, mempunyai
hubungan keluarga dengan penggugat sebagai kakak kandung penggugat,
dibawah sumpahnya telah memberikan keterangan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Bahwa penggugat dan tergugat adalah suami istri sah yang
menikah pada bulan September 2011;
Bahwa setelah menikah penggugat dan tergugat hidup bersama di
rumah orang tua tergugat selama 1,5 bulan dan belum dikaruniai
anak;
Bahwa rumah tangga penggugat dan tergugat tidak harmonis sering
bertengkar karena pernikahannya dijodohkan oleh orang tuanya
dan tidak ada saling mencintai;
Bahwa sejak oktober 2011 penggugat dan tergugat berpisah tempat
tinggal hingga sekarang karena penggugat dipulangkan ke rumah
orang tua penggugat dengan dipasrahkan oleh tergugat dan selama
pisah antara penggugat dan tergugat tidak lagi berhubungan;
Bahwa pihak keluarga pernah berusaha merukunkan penggugat dan
tergugat, tetapi tidak berhasil;
Bahwa tergugat telah mengajukan bukti untuk melumpuhkan bukti
penggugat sebagai berupa saksi-saksi:
Saksi I tergugat bernama SWN bin MDY, umur 59 tahun, pekerjaan
perangkat desa, bertempat tinggal di dusun Kerten, Rt. 002, Rw. 004,
Desa Ngombakan, Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo, tidak
mempunyai hubungan keluarga dengan penggugat, saksi sebagai
tetangga tergugat, dibawah sumpahnya telah memberikan keterangan
sebagai berikut:
Bahwa penggugat dan tergugat adalah suami istri sah yang
menikah pada bulan September 2011;
Bahwa setelah menikah penggugat dan tergugat hidup bersama di
rumah orang tua tergugat selama 2 bulan dan belum dikaruniai
anak;
Bahwa sejak bulan Oktober 2011 rumah tangga penggugat dan
tergugat tidak harmonis saling bertengkar karena pernikahannya
dijodohkan, penggugat kurang perhatian dengan tergugat dan
tergugat cemburu terhadap penggugat;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Bahwa pihak keluarga pernah berusaha merukunkan penggugat dan
tergugat, tetapi tidak berhasil;
Saksi II tergugat bernama YTM binti KW, umur 40 tahun, pekerjaan tani,
bertempat tinggal di dusun Kerten Rt. 002, Rw. 004, desa Ngombakan,
Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo, mempunyai hubungan
keluarga dengan tergugat dimana saksi sebagai kakak kandung tergugat,
dibawah sumpahnya telah memberikan keterangan sebagai berikut:
Bahwa penggugat dan tergugat adalah suami istri yang sah yang
menikah pada bulan September 2011;
Bahwa setelah menikah penggugat dan tergugat hidup bersama di
rumah orang tua tergugat selama 1,5 bulan dan belum dikaruniai
anak;
Bahwa rumah tangga penggugat dan tergugat tidak harmonis sering
bertengkar karena penggugat tidak perhatian terhadap tergugat;
Bahwa sejak Oktober 2011 penggugat dengan tergugat berpisah
tempat tinggal hingga sekarang karena penggugat berada di rumah
orang tua penggugat sendiri dan tergugat juga di rumah orang tua
tergugat sendiri;
Bahwa pihak keluarga pernah berusaha merukunkan penggugat dan
tergugat, tetapi tidak berhasil;
Pertimbangan hukum secara singkatnya dalam putusan Pengadilan
Agama Nomor 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh dalam hal pembuktiannya,
sebagai berikut:
Menimbang, bahwa dari bukti P.1 berupa Kartu Tanda Penduduk
telah ternyat penggugat bertempat tinggal di wilayah hukum Pengadilan
Agama Sukoharjo, maka perkara ini secara relative juga merupakan
kompetensi Pengadilan Agama Sukoharjo;
Menimbang bahwa bukti P.2 akta perkawinan yang dikeluarkan
oleh pejabat yang berwenang, bermeterai cukup dan cocok dengan
aslinya serta isinya tidak dibantah oleh tergugat, oleh karena itu akta
tersebut memiliki nilai pembuktian penuh dan mengikat para pihak yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
berperkara sehingga telah terbukti bahwa penggugat dan tergugat adalah
suami istri yang sah;
Menimbang bahwa bukti P.3 berupa surat pernyataan penggugat,
P.4 berupa transkrip SMS dan P.5 berupa surat perjanjian yang isinya
tidak dibantah oleh tergugat, oleh karena itu bukti tersebut memiliki nilai
pembuktian yang penuh dan mengikat para pihak yang berperkara,
sehingga terbukti bahwa antara penggugat dan tergugat terindikasi bahwa
rumah tangganya sudah tidak rukun lagi;
Menimbang, bahwa para saksi penggugat maupun para saksi dari
tergugat telah menerangkan dibawah sumpah berdasarkan agama dan
kepercayaannya yang dianut oleh para saksi maka keterangan saksi
tersebut telah memenuhi syarat formal sebagai saksi;
Menimbang bahwa keterangan saksi I, II dan III penggugat
menjelaskan antara penggugat dan tergugat bertengkar yang disebabkan
pernikahannya dijodohkan orang tua dan tergugat bersifat pencemburu
terhadap penggugat, sudah berpisah tempat tinggal selama 4 bulan karena
penggugat dipulangkan ke rumah orang tuanya oleh tergugat, penggugat
dan tergugat sudah dirukunkan, tetapi tidak berhasil;
Menimbang, bahwa saksi I dan II tergugat menerangkan bahwa
antara penggugat dan tergugat sering bertengkar karena pernikahannya
dijodohkan dan penggugat kurang perhatian terhadap tergugat, dan
sekarang sudah berpisah tempat tinggal, penggugat ikut orang tuanya
sendiri dan tergugat juga bersama dengan orang tua tergugat sendiri yang
hingga sekarang sudah 4 bulan, dan pihak keluarga sudah merukunkan
penggugat dan tergugat, tetapi tidak berhasil;
Menimbang bahwa apa yang diterangkan tersebut didasarkan pada
pengelihatan, pendengaran, pengalaman sendiri mengenai fakta-fakta
yang diterangkannya serta tidak ada saksi pihak lawan yang
menerangkan bahwa ia seorang yang berperilaku buruk (tidak bersifat
adil) maka Pasal 171 ayat (1) dan Pasal 172 HIR, maka keterangan saksi
tersebut dapat diterima sebagai alat bukti;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Menimbang, bahwa para saksi penggugat maupun dari tergugat
adalah orang dekat dari penggugat maupun tergugat maka hal ini telah
sesuai dengan maksud Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975 jo. Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam;
Menimbang bahwa berdasarkan bukti saksi-saksi penggugat yang
didukung oleh saksi-saksi tergugat dan bukti tertulis, telah terbukti fakta-
fakta sebagai berikut:
1. Bahwa, antara penggugat dan tergugat sering bertengkar
penyebabnya karena pernikahannya dijodohkan oleh orang
tuanya masing-masing, tergugat cemburu dan penggugat kurang
memperhatikan tergugat;
2. Bahwa, sejak Oktober 2011, empat (4) bulan terakhir ini antara
penggugat dan tergugat berpisah tempat tinggal, penggugat
pulang ke rumah orang tuanya sendiri dan tergugat tetap berada
di rumah orang tua tergugat sendiri, dan selama pisah tidak ada
hubungan lahir maupun batin;
3. Bahwa, keluarga sudah berusaha merukunkan penggugat dan
tergugat, tetapi tidak berhasil;
Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut Majelis Hakim
berkesimpulan bahwa rumah tangga penggugat dan tergugat telah pecah
dan tidak bisa dirukunkan kembali dalam rumah tangganya.
Dalam pembuktian perkara tersebut para pihak yaitu dari penggugat,
saksinya merupakan ayah kandung penggugat sendiri, kemudian tetangga
penggugat dan yang terakhir kakak kandung penggugat itu sendiri,
sedangkan dari tergugat saksinya tetangga tergugat dan kakak kandung
tergugat itu sendiri, karena mereka yang kebetulan berada di tempat
kejadian dengan melihat, mendengar, dan mengetahui sendiri
peristiwanya. Setelah itu, tergugat diberi kesempatan untuk menanggapi
saksi penggugat dan tergugat juga diberi kesempatan untuk menanggapi
saksi penggugat. Alat bukti tertulis yang digunakan juga diakui oleh
tergugat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Menurut para Hakim di Pengadilan Agama Sukoharjo yang
memeriksa dan memutus Perkara Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh,
yaitu:
a. Menurut Abdul Basir selaku Hakim Anggota dua (2)
Cara pembuktian dalam perkara cerai gugat dengan alasan
perselisihan dan pertengkaran terus menerus hampir sama dengan
pembuktian perkara-perkara perceraian pada umumnya, yaitu
Penggugat mengajukan alat bukti tertulis, misalnya foto copy akta
nikah/duplikat sebagai bukti sahnya perkawinan dan foto copy Kartu
Tanda Penduduk sebagai bukti diri untuk menentukan
kewenangannya. Pihak Pengadilan Agama Sukoharjo berwenang
mengadili atau tidak dan terkait dengan bukti tersebut apabila foto
copy harus dimeteraikan/dilegalisir ke kantor Pos, yang kemudian
alat bukti tersebut dikonfirmasikan dengan tergugat apakah alat bukti
tersebut benar atau tidak. Selanjutnya penggugat mengajukan saksi
sebagai penguat gugatannya dan saksi tersebut berupa saksi keluarga
atau orang lain yang dekat yang mengetahui, melihat, mendengar
langsung tentang kejadian tersebut. Saksi penggugat dipanggil ke
persidangan untuk selanjutnya Hakim menanyakan saksi tersebut
tentang identitas saksi. Setelah selesai menanyakan identitas saksi
tersebut, dilanjutkan Saksi bersumpah menurut agamanya. Setelah
itu Hakim menanyakan tentang kedekatan saksi dengan penggugat
dan tergugat, tentang keadaan keluarga penggugat dan tergugat,
tentang pertengkarannya, sebab pertengkarannya, kapan terjadi
pertengkarannya, frekuensi pertengkarannya, lihat berapa kali
pertengkaran tersebut, sejauh mana tentang pertengkarannya dan
apakah saksi mengetahui sendiri atau tidak dengan kejadian yang
diterangkan di muka persidangan. Keterangan dikonfirmasikan
dengan tergugat, bagaimana tentang keberatan kebenaran atau
tidaknya tentang keterangan saksi. Hakim menanyai pihak
penggugat apakah ada saksi lagi yang mau dihadirkan. Jika tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
ada, tergugat diberi kesempatan untuk mengajukan alat bukti tertulis
bila ada sanggahan terhadap bukti penggugat. Apabila ada suatu
keberatan, tergugat harus dapat membuktikan keberatannya tersebut,
dengan menghadirkan saksi, Saksi tergugat dipanggil kemudian
ditanya identitas dan kesediaannya menjadi saksi untuk selanjutnya
saksi tergugat tersebut bersumpah menurut agamanya, dan
ditanyakan sebagaimana saksi penggugat. Terakhir dikonfirmasikan
dengan penggugat bagaimana tentang keberatan kebenaran atau
tidaknya tentang keterangan saksi tergugat, disamping itu saksi
penggugat atau saksi tergugat dimintai pendapatnya tentang
kesediaannya atau dapat tidaknya untuk menasehati.
b. Menurut Makali selaku Hakim Ketua Majelis
Beliau mengatakan tentang cara pembuktiannya sama
dengan apa yang dikatakan oleh Bapak Abdul Basir. Beliau juga
menjelaskan bahwa dalam kasus tersebut perselisihan antara suami
dengan istri bersifat rahasia dan sudah tentu tidak akan dibuat dalam
bentuk tulisan untuk kepentingan pembuktian seperti peristiwa
perdata lainnya. Peristiwa tersebut hanya dapat diketahui oleh
mereka yang kebetulan berada di tempat kejadian dengan melihat
dan mendengar sendiri peristiwanya. Hakim di dalam memberikan
pembuktian kepada para pihak sesuai dengan asas-asas hukum acara
perdata yaitu para pihak diberi kesempatan yang sama untuk
membuktikannya. Pembuktian dalam perkara Nomor
0213/Pdt.G/2012/PA.Skh sama dengan perkara perdata lainnya
hanya bedanya dalam pemeriksaan perkaranya saksi yang digunakan
dapat menggunakan saksi keluarga hal ini dikarenakan peristiwa
tersebut hanya dapat diketahui oleh mereka yang kebetulan berada di
tempat kejadian dengan melihat dan mendengar sendiri peristiwanya,
sedangkan yang berada di dekat tempat kejadian biasanya anggota
keluarga atau tetangga dekat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Dalam hal pembuktian saksi, saksi sebelum memberikan
keterangan harus bersumpah terlebih dahulu, karena hal ini
merupakan syarat formal dalam persidangan. Tentang keterangan
satu persatu, saksi penggugat dipanggil terlebih dahulu dan
menerangkannya, lalu setelah selesai baru saksi tergugat dipanggil
masuk dan menerangkan sampai selesai, yang pada intinya saksi
yang menghadap dipanggil satu persatu untuk masuk ruang
persidangan. Selanjutnya saksi ditanya tentang identitasnya, yang
pada intinya Hakim menanyakan kepada saksi tentang nama,
pekerjaan, umur, tempat tinggal, dan tentang hubungannya dengan
penggugat dan tergugat.
Mengenai pembuktian dengan alat bukti tertulis, Beliau
juga menambahkan terkait dengan cara pembuktian dengan
menggunakan alat bukti tertulis yang bentuk foto copy, maka alat
bukti tersebut harus dimeteraikan terlebih dahulu ke kantor pos. Hal
ini juga berlaku di Pengadilan Agama Sukoharjo, yang telah
diserahkan kepada Hakim untuk dijadikan alat bukti.
c. Menurut Achmad Baidlowi selaku Hakim Anggota satu (1)
Beliau mengatakan cara pembuktian perkara perceraian
dengan alasn perselisihan dan pertengkaran terus menerus sama
dengan pembuktian perkara persidangan yang lainnya. Hanya di sini
keluarga sedarah atau semenda dapat didengar sebagai saksi. Hal ini
dikarenakan keluarga sedarah atau semenda dipandang lebih
mengetahui peristiwa yang terjadi. Dengan mendengar keterangan
saksi tersebut Hakim dapat menilai sampai sejauh mana perselisihan
antara suami istri tersebut terjadi, keadaan keluarga penggugat dan
tergugat, tentang pertengkarannya, sebab pertengkarannya, kapan
terjadi pertengkarannya, frekuensi pertengkarannya, lihat berapa kali
pertengkaran tersebut, sejauh mana tentang pertengkarannya dan
apakah saksi mengetahui sendiri atau tidak dengan kejadian yang
diterangkan di muka persidangan. Perkara perceraian yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
didasarkan percekcokkan dan pertengkaran tersebut bisa dikatakan
syiqaq atau hanya perselisihan dan pertengkaran saja tergantung dari
tingkat keadaan dan unsurnya.
Berdasarkan uraian tersebut berarti dapat ditemukan bahwa
putusan Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh cara pembuktiannya sudah
tepat dan sesuai dengan tata cara pembuktian Pasal 22 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam,
dimana apabila perkara perceraian didasarkan atas alasan perselisihan
dan pertengkaran yang terus menerus, hakim harus mendengarkan
keterangan keluarga dekat atau orang-orang yang dekat dengan suami
istri, dikarenakan peristiwa tersebut hanya dapat diketahui oleh mereka
yang kebetulan berada di tempat kejadian dengan melihat dan mendengar
sendiri peristiwanya, sedangkan yang berada di dekat tempat kejadian
biasanya anggota keluarga atau tetangga dekat. Pembuktian putusan
Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh, Hakim mengacu pada Pasal 22 ayat
(2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 134 Kompilasi
Hukum Islam saja karena perceraian dengan alasan perselisihan dan
pertengkaran terus menerus tersebut belum sampai dikatakan Syiqaq. Hal
ini berarti dalam hal cara pembuktiannya Hakim belum sampai
mengangkat Hakam, dikarenakan alasan perceraian yang didasarkan
percekcokkan dan pertengkaran tersebut belum sampai kepada tingkat
darurat dan tidak mengandung unsur-unsur yang membahayakan.
Perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus
tersebut belum sampai dikatakan Syiqaq, sehingga tidak sampai
mengangkat hakam karena Hakim telah dapat mengetahui sebab-sebab
pertengkarannya dari keterangan saksi-saksi tersebut dan telah
mempunyai gambaran yang jelas atas persengketaan yang terjadi.
Dalam pembuktian perkara tersebut, saksi sebelum memberikan
keterangan telah bersumpah terlebih dahulu, karena hal ini merupakan
syarat formal dalam persidangan. Hal ini berarti telah sesuai dengan
Pasal 147 HIR, yaitu jika tidak diminta mengundurkan diri atau jika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
penolakan itu dianggap tidak beralasan buat memberikan kesaksiannya,
maka sebelum saksi itu memberikan keterangannya, ia terlebih dahulu
disumpah menurut agamanya.
Putusan Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh, saksi penggugat telah
dipanggil terlebih dahulu dan menerangkannya, setelah itu Hakim
menanyakan kepada pihak tergugat apakah ada saksi selanjutnya, apabila
tidak ada lalu setelah selesai baru saksi tergugat dipanggil masuk dan
menerangkan sampai selesai, hal ini telah sesuai Pasal 144 ayat (1) HIR
dan Pasal 171 ayat (1) RBg. Intinya saksi yang menghadap dipanggil satu
persatu untuk masuk ruang persidangan. Selanjutnya saksi ditanya
tentang identitasnya, hal ini berarti telah sesuai dengan Pasal 144 ayat (2)
HIR dan Pasal 171 ayat (2) RBg, menyebutkan Ketua menanya namanya,
pekerjaannya, umurnya, dan tempat diam atau tinggalnya, lagi pula
apakah mereka itu berkeluarga sedarah dengan kedua belah pihak atau
salah satu dari padanya, atau karena berkeluarga semenda, dan jika ada,
berapa pupu, dan apakah mereka makan gaji atau jadi bujang pada salah
satu pihak. Saksi dalam putusan Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh
tersebut tidak atas dasar mendengar dari orang lain (Testimonium de
Auditu). Saksi-saksi dalam putusan tersebut telah mengetahui sendiri,
mendengar sendiri, dan melihat sendiri. Saksi tersebut tidak boleh atas
dasar mendengar dari orang lain (Testimonium de Auditu), karena hal
tersebut bukan merupakan alat bukti.
Hakim harus memerintahkan para pihak yang berperkara untuk
menunujukkan akta yang asli guna dicocokkan dengan foto copy yang
telah diserahkan kepada Hakim untuk dijadikan alat bukti. Terkait
dengan cara pembuktian dengan menggunakan alat bukti tertulis yang
bentuk foto copy, secara formal maka alat bukti tersebut harus
dimeteraikan terlebih dahulu ke kantor pos. Maka hal ini telah sesuai
dengan Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang
Bea Meterai, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
(3) Dikenakan Bea Meterai sebesar Rp 1000,- (seribu rupiah) atas
dokumen yang digunakan sebagai pembuktian di muka Pengadilan :
a. Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
b. Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai
berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau
digunakan oleh orang lain, lain dari maksud semula;
Berdasarkan hal tersebut, menurut Penulis cara pembuktian perkara
perselisihan dan pertengkaran terus menerus tersebut telah tepat dan
sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Seperti yang telah dituangkan
sebelumnya bahwa cara pembuktiannya telah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
B. Kekuatan Alat Bukti Yang Digunakan Dalam Perkara Cerai Gugat
Dengan Alasan Perselisihan Dan Pertengkaran Terus Menerus Di
Pengadilan Agama Sukoharjo
Seperti yang telah ditulis penulis dalam Bab II bahwa Dalam hukum
acara perdata menurut HIR Hakim terikat pada alat-alat bukti yang sah, yang
berarti hakim hanya boleh mengambil keputusan berdasarkan alat-alat bukti
yang ditentukan Undang-Undang. Alat-alat bukti dalam hukum acara perdata
sesuai Pasal 164 HIR ada 5 macam, ialah :
a. Alat bukti surat
b. Bukti saksi
c. Persangkaan
d. Pengakuan
e. Bukti sumpah
Bukti-bukti tersebutlah nantinya yang akan membantu hakim dalam memutus
suatu perkara.
Di Pengadilan Agama Sukoharjo setelah Penulis mengamati dan
menanyakan kepada para Hakim bahwa alat bukti yang digunakan berupa alat
bukti tertulis yaitu akta autentik dan para saksi. Dalam hal saksi di Pengadilan
Agama Sukoharjo ada yang menggunakan saksi orang lain, yang biasanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
terdiri dari tetangga dekat atau teman dekat yang mengetahui
peristiwa/kejadian yang saksi lihat atau ketahuannya dalam hal/peristiwa
yang diajukan oleh para pihak.
Di samping menggunakan tetangga dekat sebagai saksi dari orang lain,
juga ada yang menggunakan saksi dari keluarganya, yaitu keluarga sedarah
dan semenda dari para pihak sebagaimana ketentuan pasal 145 ayat (2) HIR
seperti ayah, ibu, paman, bibi, kakak atau adik bahkan anak atau seorang
yang dianggap sebagai keluarga atau orang lain sebagai wakil dari keluarga,
yang dalam hal ini harus orang-orang yang oleh Undang-Undang dipandang
mengetahui peristiwanya. Untuk saksi keluarga biasanya digunakan dalam
perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus
menerus dan juga syiqaq. Saksi dari keluarga tersebut merupakan dari garis
lurus ke atas, ke bawah maupun menyamping atau orang lain yang dianggap
dekat dengan para pihak sebagai wakil dari keluarganya, hal mana harus
mengetahui, mendengar dan melihat sendiri peristiwa yang dilakukan oleh
para pihak.
Menurut para Hakim di Pengadilan Agama Sukoharjo yang memeriksa
dan memutus perkara Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh, yaitu :
a. Menurut Abdul Basir selaku Hakim Anggota Dua (2)
Beliau mengatakan bahwa dalam suatu perceraian alat bukti tertulis
yang penting untuk pembuktian adalah akta nikah. Menurut beliau Akta
nikah merupakan bukti autentik penggugat dan tergugat telah menikah
secara sah, sehingga hal ini sesuai dengan prinsip perkawinan yang
tercantum dalam Undang-Undang perkawinan yaitu untuk menjamin
kepastian hukum. Beliau menambahkan bahwa hal tersebut telah
ditegaskan pada Pasal 6 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam yang
menyebutkan “perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai
Pencatatan tidak mempunyai kekuatan hukum”, di samping itu juga
ditegaskan pada Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975 yang bunyinya “pencatatan perkawinan dari mereka yang
melangsungkan perkawinannya menurut agama islam dilakukan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Pegawai Pencatat”. Hal ini sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) Kompilasi
Hukum Islam.
Berdasarkan hal tersebut, maka setelah akta nikah ditandatangani,
perkawinan seseorang telah resmi menurut hukum. Oleh sebab itu,
perkawinan tersebut harus dilindungi oleh hukum serta adanya hubungan
hukum nikah suami istri telah dilindungi oleh hukum. Dikatakan juga
bahwa perkawinan bagi orang yang menikah menurut hukum islam
hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh Pejabat
Pencatat Nikah (PPN).
Oleh sebab itu, dalam pembuktian perkara perceraian yang
dijadikan sebagai alat bukti bahwa penggugat dan tergugat telah
menikah adalah dengan kutipan akta nikah. Akta nikah tersebut
membuktikan bahwa sebelumnya penggugat dan tergugat benar telah
melangsungkan suatu perkawinan.
Kemudian mengenai Kartu Tanda Penduduk menurut beliau
merupakan bukti diri dari Penggugat untuk membuktikan tentang
keberadaan penggugat. Hal ini dibuktikan dengan bukti yang masih
berlaku yaitu Kartu Tanda Penduduk atau surat keterangan tentang
kependudukan yang lain yang dibuat oleh Pejabat yang berwenang,
misalnya Kartu Tanda Penduduk sementara. Mengenai saksi-saksi yang
digunakan di Pengadilan Agama Sukoharjo dalam perkara perselisihan
dan pertengkaran terus menerus dapat menggunakan saksi keluarga atau
tetangga perkara perceraian atas dasar alasan perselisihan dan
pertengkaran terus menerus diatur dalam Pasal 22 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam,
dimana apabila perkara perceraian didasarkan atas alasan perselisihan
dan pertengkaran yang terus menerus, hakim harus mendengarkan
keluarga dekat atau orang-orang yang dekat dengan suami istri.
b. Menurut Makali selaku Hakim Ketua Majelis
Mengenai alat bukti tertulis, hal-hal yang telah diakui oleh pihak
lawan maka alat bukti tersebut telah memiliki nilai pembuktian yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
penuh dan mengikat. Kemudian apabila pihak lawan tidak
menanggapinya dan tidak ada bukti lain yang melemahkan bukti tersebut
maka Hakim menilai bahwa alat bukti tersebut telah diakui
kebenarannya. Beliau juga mengatakan mengenai Akta Nikah merupakan
bukti autentik penggugat dan tergugat telah menikah secara sah.
Dikarenakan dalam suatu proses perceraian yang dibuktikan terlebih
dahulu adalah kedua pihak tersebut telah melakukan suatu pernikahan.
Maka untuk membuktikan perkawinan tersebut dengan menggunakan
Akta Nikah.
Mengenai Kartu Tanda Penduduk untuk menentukan Kewenangan
Relatif Pengadilan Agama untuk mengadili. Hal ini menunjukkan
Pengadilan mana yang berwenang dalam mengadili perkara tersebut. Di
sini Kartu tanda Penduduk penggugat menunujukkan tempat tinggalnya
di wilayah hukum Pengadilan Agama Sukoharjo, maka secara relative
merupakan kompetensi Pengadilan Agama Sukoharjo.
c. Menurut Achmad Baidlowi selaku Hakim Anggota Satu (1)
Beliau menjelaskan alat bukti tertulis yang digunakan dalam
perkara tersebut, yaitu surat pernyataan penggugat tertanggal 30 April
2012, transkrip SMS yang dibuat penggugat tertanggal 30 April 2012,
foto copy surat perjanjian tanggal 27 Februari 2012 yang ditandatangani
oleh penggugat dan tergugat serta kedua orang saksi yang diketahui oleh
Kepala Urusan Agama Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo
merupakan alat bukti yang digunakan untuk menunjukkan indikasi
bahwa antara penggugat dan tergugat telah terjadi suatu perselisihan dan
pertengkaran yang menjadi sebab perceraian tersebut terjadi.
Berdasarkan putusan Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh dan pendapat
Hakim di atas berarti di sini dapat ditemukan bahwa putusan Nomor:
0213/Pdt.G/2012/PA.Skh alat bukti yang digunakan telah memenuhi syarat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai alat
bukti tertulis yang digunakan, yaitu Akta Nikah merupakan bukti autentik
penggugat dan tergugat telah menikah secara sah. Berdasarkan pada Pasal 7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
ayat (1) Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan “perkawinan hanya
dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat
Nikah”. Dikarenakan dalam suatu proses perceraian yang dibuktikan terlebih
dahulu adalah kedua pihak tersebut telah melakukan suatu pernikahan. Maka
untuk membuktikan perkawinan tersebut dengan menggunakan Akta Nikah.
Ditegaskan pula dalam Pasal 165 HIR yang menyebutkan surat (Akte) yang
syah, ialah suatu surat yang diperbuat demikian oleh atau di hadapan pegawai
umum yang berkuasa untuk membuatnya, menjadi bukti yang cukup bagi
kedua belah pihak dan ahli warisnya dan sekalian orang yang mendapat hak
daripadanya, tentang segala hal yang disebut di dalam surat itu dan juga
tentang yang ada dalam surat itu sebagai pemberitahuan sahaja, dalam hal
terakhir ini hanya jika yang diberitahukan itu berhubungan dengan perihal
pada surat (akte) itu. Maka, Akta Nikah merupakan bukti yang sah dan telah
memiliki kekuatan hukum yang penuh dan mengikat.
Mengenai alat bukti tertulis lainnya dalam putusan Nomor:
0213/Pdt.G/2012/PA.Skh seperti surat pernyataan penggugat tertanggal 30
April 2012, transkrip SMS yang dibuat penggugat tertanggal 30 April 2012,
foto copy surat perjanjian tanggal 27 Februari 2012 yang ditandatangani oleh
penggugat dan tergugat serta kedua orang saksi yang diketahui oleh Kepala
Urusan Agama Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo sesuai dengan
pernyataan Achmad Baidlowi selaku Hakim Anggota 1 merupakan alat bukti
yang digunakan untuk menunjukkan indikasi bahwa antara penggugat dan
tergugat telah terjadi suatu perselisihan dan pertengkaran yang menjadi sebab
perceraian tersebut telah terjadi. Jadi, alat bukti tertulis seperti surat
pernyataan penggugat tertanggal 30 April 2012, transkrip SMS yang dibuat
penggugat tertanggal 30 April 2012, foto copy surat perjanjian tanggal 27
Februari 2012 yang ditandatangani oleh penggugat dan tergugat serta kedua
orang saksi yang diketahui oleh Kepala Urusan Agama Kecamatan
Mojolaban, Kabupaten Sukoharjotersebut sebagai bukti petunjuk yang
membuktikan bahwa pertengkaran itu sudah terjadi sebelumnya. Dimana nilai
pembuktiannya tergantung penilaian Hakim. Jika isinya mengandung fakta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
maka dapat dipergunakan sebagai bukti permulaan atau sebagai surat
keterangan yang memerlukan dukungan alat bukti lain.
Saksi yang digunakan para pihak dalam putusan Nomor:
0213/Pdt.G/2012/PA.Skh adalah saksi keluarga dan tetangga yaitu dari
penggugat dari ayah kandung penggugat, tetangga penggugat, kakak kandung
penggugat. Sedangkan dari tergugat yaitu tetangga tergugat dan kakak
kandung tergugat. Saksi yang digunakan dalam perkara tersebut telah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini telah sesuai
dengan Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo.
Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam, dimana apabila perkara perceraian
didasarkan atas alasan perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus,
hakim harus mendengarkan keterangan dari keluarga dekat atau orang-orang
yang dekat dengan suami istri. Maka, berdasar pada Pasal 22 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 134 Kompilasi Hukum
Islam saksi keluarga diperbolehkan dimintai keterangannya dalam
persidangan perkara cerai gugat dengan alasan perselisihan dan pertengkaran
terus menerus. Sehingga alat-alat bukti saksi dalam putusan Nomor:
0213/Pdt.G/2012/PA.Skh sudah sah dan mempunyai nilai kekuatan
pembuktian sempurna maksudnya Hakim dalam memutus perkara Nomor:
0213/Pdt.G/2012/PA.Skh sudah cukup mengacu pada alat bukti saksi yang
ada karena saksi-saksi dalam perkara Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh telah
mengetahui, melihat, dan mendengar sendiri perselisihan dan pertengkaran
antara penggugat dengan tergugat.
Oleh karena itu, Pengadilan Agama Sukoharjo telah tepat didalam
menerapkan alat bukti dalam putusan Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh.
Sekali lagi menyatakan bahwa dalam putusan tersebut alat bukti yang
digunakan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Cara pembuktian perkara cerai gugat dengan alasan perselisihan dan
pertengkaran terus menerus di Pengadilan Agama Sukoharjo berbeda
dengan pembuktian perkara-perkara yang lainnya. Pembuktian perkara
cerai gugat dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus
berdasarkan Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
Jo. Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam, dimana apabila perkara perceraian
didasarkan atas alasan perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus,
hakim harus mendengarkan keterangan keluarga dekat atau orang-orang
yang dekat dengan suami istri. Hal ini untuk mengungkapkan sifat-sifat
pertengkarannya, sebab-sebab pertengkarannya atau dengan kata lain
memperoleh gambaran yang jelas atas persengketaan yang terjadi.
2. Alat bukti yang digunakan dalam putusan Nomor:
0213/Pdt.G/2012/PA.Skh adalah alat bukti tertulis berupa foto copy Akta
Nikah, foto copy Kartu Tanda Penduduk, surat pernyataan penggugat
tertanggal 30 April 2012, transkrip SMS yang dibuat penggugat tertanggal
30 April 2012, foto copy surat perjanjian tanggal 27 Februari 2012 yang
ditandatangani oleh penggugat dan tergugat serta kedua orang saksi yang
diketahui oleh Kepala Urusan Agama Kecamatan Mojolaban, Kabupaten
Sukoharjo. Secara formal, alat bukti tertulis yang foto copy tersebut telah
dimeteraikan di Kantor Pos. Terdapat alat bukti autentik yang sah yaitu
Akta Nikah yang membuktikan sahnya pernikahan penggugat dengan
tergugat dan telah memiliki kekuatan hukum yang sempurna dan mengikat
maksudnya Hakim harus menganggapnya benar serta tidak memerlukan
pembuktian lain dalam membuktikan pernikahan antara penggugat dengan
tergugat. Terdapat pula alat bukti tertulis petunjuk bahwa antara
penggugat dan tergugat telah terjadi suatu perselisihan dan pertengkaran
yang menjadi sebab perceraian terjadi seperti surat pernyataan penggugat,
transkrip SMS, foto copy surat perjanjian dimana nilai pembuktiannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
tergantung pada penilaian Hakim karena dapat dipergunakan sebagai bukti
permulaan. Saksi-saksi yang digunakan juga telah tepat dan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu saksi dari keluarga dan
orang-orang dekat dari penggugat atau dari tergugat, dengan mengacu
pada Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo.
Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam. Sehingga alat bukti saksi dalam
putusan Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh mempunyai nilai kekuatan
pembuktian sempurna maksudnya Hakim dalam memutus perkara Nomor:
0213/Pdt.G/2012/PA.Skh sudah cukup mengacu pada alat bukti saksi yang
ada karena saksi-saksi dalam perkara Nomor: 0213/Pdt.G/2012/PA.Skh
telah mengetahui, melihat, dan mendengar sendiri perselisihan dan
pertengkaran yang terjadi antara penggugat dengan tergugat.
B. Saran
1. Di dalam memutus suatu perkara, Hakim tetap berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan diharapkan para Hakim di
Pengadilan Agama bisa berijtihad dengan sungguh-sungguh supaya
melahirkan hukum baru.
2. Berkaitan dengan hal tersebut, maka para Hakim, panitera, pegawai
Peradilan terutama di Peradilan Agama untuk terus menambah ilmunya,
meneruskan studinya maupun membaca literatur-literatur untuk menambah
wawasan dan pengetahuannya agar wawasan dan pengetahuannya menjadi
lebih luas. Semakin luas wawasan dan pengetahuannya khususnya bagi
Hakim akan semakin mempermudah dalam memeriksa, mengadili dan
memutus suatu perkara.