38
BAB 2 Laporan Kasus……………………………………………………………... 3 BAB 3 Tinjauan Pustaka…………………………………………………………… 26 3.1. Pengertian Stroke dan Stroke Hemoragik……………………………………... 26 3.2. Epidemiologi Stroke dan Stroke Hemoragik………………………………….. 26 3.3. Etiologi Stroke Hemoragik……………………………………………………. 26 3.4. Faktor Resiko Stroke Hemoragik…………………………………………….... 27 3.5. Patogenesis Stroke Hemoragik………………………………………………... 32 3.6. Patofisiologi Stroke Hemoragik……………………………………………….. 33 3.7. Gejala Klinis Stroke Hemoragik………………………………………………. 35 3.8. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik………………........ 38 3.9. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik…………………………………………… 41 3.10. Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik……………………………….. 47 3.11. Pencegahan Stroke Hemoragik..................................................... .................... 48

stroke karena perdarahan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hemoragic

Citation preview

Page 1: stroke karena perdarahan

BAB 2 Laporan Kasus……………………………………………………………... 3

BAB 3 Tinjauan Pustaka…………………………………………………………… 26

3.1. Pengertian Stroke dan Stroke Hemoragik……………………………………... 26

3.2. Epidemiologi Stroke dan Stroke Hemoragik………………………………….. 26

3.3. Etiologi Stroke Hemoragik……………………………………………………. 26

3.4. Faktor Resiko Stroke Hemoragik…………………………………………….... 27

3.5. Patogenesis Stroke Hemoragik………………………………………………... 32

3.6. Patofisiologi Stroke Hemoragik……………………………………………….. 33

3.7. Gejala Klinis Stroke Hemoragik………………………………………………. 35

3.8. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik………………........ 38

3.9. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik…………………………………………… 41

3.10. Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik……………………………….. 47

3.11. Pencegahan Stroke Hemoragik......................................................................... 48

Page 2: stroke karena perdarahan

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Pengertian Stroke dan Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.(Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6. EGC, Jakarta. 2006.Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003)

3.2. Epidemiologi Stroke dan Stroke Hemoragik

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecacatan. Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganya akan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan hidup dengan kecacatan, dan sepertiga sisanya dapat sembuh kembali seperti semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai penyebab kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta) dari total kematian per tahunnya. (Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003)

Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik kuhusnya perdarahan intraserebral. Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada sekitar 40-80% yang akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47% wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78% berumur lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki menunjukkan outcome yang lebih buruk.( Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010.

[diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]

3.3. Etiologi Stroke Hemoragik

1. Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu: Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of

Neurology. Edisi 8. BAB 4. Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New York, 2005.

Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)

Ruptur kantung aneurisma

Ruptur malformasi arteri dan vena

Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)

Page 3: stroke karena perdarahan

Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati,

komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.

Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.

Septik embolisme, myotik aneurisma

Penyakit inflamasi pada arteri dan vena

Amiloidosis arteri

Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral, dan

acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.

3.4. Faktor Risiko Stroke Hemoragik

1. Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke hemoragik

dijelaskan dalam tabel berikut. (Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York. Thieme

Stuttgart. 2000.)

Faktor Resiko Keterangan

Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.

Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada

mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk

setiap 10 tahun di atas 55 tahun.

Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini

berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko

perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya,

risiko stroke pada tingkat hipertensi sistolik kurang dengan

meningkatnya umur, sehingga ia menjadi kurang kuat, meskipun

masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada orang tua.

Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki

berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum

usia 65.

Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara

kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-

laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik untuk

stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan

Page 4: stroke karena perdarahan

tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu

kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-laki

tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga

tampaknya berperan dalam kematian stroke antara populasi

Kaukasia kelas menengah atas di California.

Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes

meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat

hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes.

Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia

serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang

besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal

pada mikrosirkulasi serebral.

Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih

dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang

fungsi jantungnya normal.

Penyakit Arteri koroner :

Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular

aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural

karena miocard infarction.

Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :

Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke

Fibrilasi atrial :

Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial

karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke

sebesar 17 kali.

Lainnya :

Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti

prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium,

aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik

Page 5: stroke karena perdarahan

dari ascending aorta.

Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian stroke,

meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan tidak untuk stroke

khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.

Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,

menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan

risiko stroke untuk segala usia dan kedua jenis kelamin, tingkat

risiko berhubungan dengan jumlah batang rokok yang dihisap, dan

penghentian merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali

seperti bukan perokok dalam masa lima tahun setelah

penghentian.

Peningkatan

hematokrit

Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit

melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah

dari isi sel darah merah; plasma protein, terutamanya fibrinogen,

memainkan peranan penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari

polisitemia, hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya

menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus,

dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh

kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat

trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-

kadang dapat terjadi.

Peningkatan tingkat

fibrinogen

dan kelainan system

pembekuan

Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke

trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat,

seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S

dan berhubungan dengan vena thrombotic.

Hemoglobinopathy Sickle-cell disease :

Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik, intraserebral

dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan trombosis vena

kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam Sickle-cell disease

adalah 6-15%.

Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria :

Page 6: stroke karena perdarahan

Dapat mengakibatkan trombosis vena serebral

Penyalahgunaan

obat

Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk

methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.

Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat

mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus bidang

iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah

hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan

subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan setelah

penggunaan kokain.

Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan

penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke

kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi

faktor risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki

di bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan

bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan

intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan

yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.

Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke

pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan

masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor

risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun .

Mekanisme diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi estrogen

tentang produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun

Diet Konsumsi alkohol :

Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid

dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa

muda. Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke

termasuk efek pada darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma,

hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa

menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah

aliran otak dan autoregulasi.

Page 7: stroke karena perdarahan

Kegemukan :

Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas

telah secara konsisten meramalkan berikutnya

stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh

adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30%

di atas rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik infark

otak berikutnya.

Penyakit pembuluh

darah perifer

Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.

Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui

pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh

darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat

menyebabkan arteritis otak dan infark.

Homosistinemia atau

homosistinuria

Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko

stroke di usia muda adalah 10-16%.

Migrain Sering pasien mengalami stroke sewaktu serangan migrain.

Suku bangsa Kejadian stroke di Afrika-Amerika lebih tinggi secara tidak

proporsional dari kelompok lain.

Lokasi geografis Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara Eropa, stroke

merupakan penyebab kematian ketiga paling sering, setelah

penyakit jantung dan kanker. Paling sering, stroke disebabkan oleh

perubahan aterosklerotik bukan oleh perdarahan. Kekecualian

adalah pada setengah perempuan berkulit hitam, di puncak

pendarahan yang daftar. Di Jepang, stroke hemorragik adalah

penyebab utama kematian pada orang dewasa, dan perdarahan

lebih umum dari aterosklerosis.

Page 8: stroke karena perdarahan

Sirkadian dan faktor

musim

Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan

siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan

diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke.

Hubungan antara variasi iklim musiman dan stroke iskemik telah

didalihkan. Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di

Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi negatif

dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman

telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam

usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan pada

orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.

3.5. Patogenesis Stroke Hemoragik

A. Perdarahan Intraserebral

Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis melemahkan

arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau amfetamin dapat

menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi sangat tinggi. Pada beberapa

orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak.

Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan

perdarahan.( (Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York. Thieme Stuttgart. 2000.)

Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir, luka,

tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan

antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Pendarahan gangguan dan penggunaan

antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan intraserebral.( (Sotirios AT,. Differential

Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York. Thieme Stuttgart. 2000.)

B. Perdarahan Subaraknoid

Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan karena

cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke. (Sotirios AT,.

Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York. Thieme Stuttgart. 2000.)

Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu,

ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh.

Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah

Page 9: stroke karena perdarahan

arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari dinding

arteri itu. (Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York. Thieme Stuttgart. 2000.)

Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat

kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana

tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah

hasil dari aneurisma kongenital. (Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York. Thieme Stuttgart. 2000.)

Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya

koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak.

Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya

diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup

jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan

menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri kemudian dapat melemah dan pecah. (Sotirios AT,.

Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York. Thieme Stuttgart. 2000.)

3.6. Patofisiologi Stroke Hemoragik

Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 15-20

detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit.

Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke).

Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia.

Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya. ( Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.

Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan Na+

dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga menimbulkan

depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan

kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat

kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+.( Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta,

2007.

Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen

pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada

kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi,

yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi

yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut. ( Silbernagl, S., Florian Lang.

Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.

Page 10: stroke karena perdarahan

Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan

otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus

lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia,

gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.( Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.

Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik

kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior

dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan

bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbik. ( Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.

Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial

dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori.8( Silbernagl,

S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.

Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang

disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia

basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan

terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan

menyebabkan defisit sensorik.8( Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.

Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan

otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan

infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan

tergantung dari lokasi kerusakan:8( Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.

Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).

Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia

(traktus piramidal).

Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah

ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus

spinotalamikus).

Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus),

singultus (formasio retikularis).

Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan

persarafan simpatis).

Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf

hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf

Page 11: stroke karena perdarahan

okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).

Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran

tetap dipertahankan).

3.7. Gejala Klinis Stroke Hemoragik

Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan perdarahan

intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi

biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke

hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan

tekanan intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. [diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]

Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan, kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kana terpotong, dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan memotong bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan pengabaian dan kekurangan perhatian pada sisi kiri. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010.

[diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]

Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi

batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea,

dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain:

ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis,

hemisensori atau kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang

mengakibatkan kelainan diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia,

wajah ipsilateral dan kontralateral tubuh.Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. [diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]

MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Diperoleh dari: http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html [Tanggal: 23 Mei 2010].

A. Perdarahan Intraserebral

Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah penderita,

serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua,

Page 12: stroke karena perdarahan

sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak menggambarkan

perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti

kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu

sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu

atau hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual,

muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik

untuk menit.2,9 Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. [diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]

MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Diperoleh dari: http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html [Tanggal: 23 Mei 2010].

B. Perdarahan Subaraknoid

Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan pada

saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang

menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:2,9

Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut

sakit kepala halilintar)

Sakit pada mata atau daerah fasial

Penglihatan ganda

Kehilangan penglihatan tepi

Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma. Individu

harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.2,9

Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan

mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran

singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum mencapai rumah sakit.

Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun,

merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin

menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. 2,9

Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. [diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]

MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Diperoleh dari: http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html [Tanggal: 23 Mei 2010].

Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. 2 Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010.

[diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]

Page 13: stroke karena perdarahan

Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan

kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: 2,9 Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. [diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]

MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Diperoleh dari: http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html [Tanggal: 23 Mei 2010].

Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)

Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh

Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa

Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa menit atau

jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah perdarahan

subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti: 2,9

Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. [diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]

MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Diperoleh dari: http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html [Tanggal: 23 Mei 2010].

Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid dapat

membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan

serebrospinal) dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya, darah

terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus

mungkin akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala, mengantuk, kebingungan,

mual, dan muntah-muntah dan dapat meningkatkan risiko koma dan kematian.

Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat

kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, jaringan otak tidak

mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik.

Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti

kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau

memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.

Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam seminggu.

3.8. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik

Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien. Beberapa

gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain: hemiparesis, gangguan

sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia. Vertigo, afasia, disfagia,

disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara

mendadak.1 1 Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter

Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.

Page 14: stroke karena perdarahan

Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian berdasarkan

Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan prognosis pada pasien

stroke dengan perdarahan intraserebral.11

Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006. Diunduh

dari:http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.pdf/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html

[Tanggal: 24 Mei 2010]

Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak studi mengenai

perdarahan subaraknoid ini dipakai sistem skoring untuk menentukan berat tidaknya keadaan

perdarahan subaraknoid ini dan dihubungkan dengan keluaran pasien. 10

Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM, 2007. Diunduh dari:

http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/R@uuzQoKCrsAAFbxtPE1/SAH%20traumatik%20Neurona%20by%20Taufik%20M.doc?

nmid=88307927 [Tanggal: 24 Mei 2010]

Sistem grading yang dipakai antara lain :

Hunt & Hess Grading of Sub-Arachnoid Hemorrhage

Page 15: stroke karena perdarahan

WFNS SAH grade

WFNS grade GCS Score Major facal deficit

01 15 -2 13-14 -3 13-14 +4 7-12 + or -5 3-6 + or -

Modified Hijdra score

Fisher grade

Dari keempat grading tersebut yang dipakai dalam studi cedera kepala yaitu modified Hijdra score dan Fisher grade. Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada kasus SAH primer akibat rupturnya aneurisma. 10 Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM, 2007. Diunduh

Page 16: stroke karena perdarahan

dari: http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/R@uuzQoKCrsAAFbxtPE1/SAH%20traumatik%20Neurona%20by%20Taufik

%20M.doc?nmid=88307927 [Tanggal: 24 Mei 2010]

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan

menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita

stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit, dan

kadar serum glukosa. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. [diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]

Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah

langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan.

Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi

komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non

kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang dapat digunakan. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke

Emedicine. Medscape, 2010. [diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]

CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari

stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial

lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter

lebih dari 1 cm. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. [diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-

overview]

MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa diandalkan

daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi malformasi vaskular

yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape,

2010. [diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk

memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki

kejadian signifikan dengan stroke. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. [diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]

Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti: ensefalitis,

meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik, perdarahan subaraknoid,

hematoma subdural, kedaruratan hipertensif, hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic

Attack (TIA). Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. [diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-

overview]

3.9. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik

Page 17: stroke karena perdarahan

A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat

1. Evaluasi cepat dan diagnosis

2. Terapi umum (suportif)

a. stabilisai jalan napas dan pernapasan

b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi

c. pemeriksaan awal fisik umum

d. pengendalian peninggian TIK

e. penanganan transformasi hemoragik

f. pengendalian kejang

g. pengendalian suhu tubuh

h. pemeriksaan penunjang

B. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)

Terapi medik pada PIS akut:

a. Terapi hemostatik Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf

Indonesia: Jakarta, 2007.

Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat haemostasis

yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor

VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi

yang normal.

Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.

Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant,

tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.

b. Reversal of anticoagulation Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke 2007. Edisi

Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.

Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh

frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.

Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent

coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan

FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan

ginjal.

Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang memakai

warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus

Page 18: stroke karena perdarahan

tetap diikuti dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena efeknya

hanya beberapa jam.

Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin

diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya

gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi

platelet, atau keduanya.

Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian

obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan.

c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.

Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.

Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap

kontroversial.

Tidak dioperasi bila:

Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.

Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan

intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.

Dioperasi bila: 1

Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau

kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus

secepatnya dibedah.

PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma

cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi

strukturnya terjangkau.

Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.

Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda

dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.

B. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid

1. Pedoman Tatalaksana Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi.

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.

a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):

Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk upaya

menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.

Page 19: stroke karena perdarahan

Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan

lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit.

Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.

Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan

neurologi yang timbul.

b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif: 1

Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat

darurat.

Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas

yang adekuat.

Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.

Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian

status neurologi.

2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis

Saraf Indonesia. Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.

a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja tidak

direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA, namun

kedua hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA.

b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada

keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya

vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda.

c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.

d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.

3. Operasi pada aneurisma yang rupture Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke

2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.

a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang

setelah rupture aneurisma pada PSA.

b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA,

banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak

berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien

dengan grade yang lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan

Page 20: stroke karena perdarahan

klinis lain, operasi yang segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi

klinik khusus.

c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk

perdarahan ulang.

4. Tatalaksana pencegahan vasospasme Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke

2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.

a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau secara

oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti

memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium

antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna.

b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu

hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan “cerebral

perfusion pressure” sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat

vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien

yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.

c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna.

d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-

pasien yang gagal dengan terapi konvensional.

e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:

Pencegahan vasospasme:

Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.

3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.

Jaga keseimbangan cairan.

Delayed vasospasm:

Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.

Berikan 5% Albumin 250 mL IV.

Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14

mmHg.

Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.

Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.

5. Antifibrinolitik

Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering dipakai

adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid dengan dosis

Page 21: stroke karena perdarahan

6-12 g/hari. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis

Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.

6. Antihipertensi Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter

Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.

a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik

(TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum

tindakan operasi aneurisma clipping).

b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari

90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.

c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai

mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.

Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan

memberikan efek takikardi.

d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan

vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang

mungkin terjadi akibat vasospasme.

7. Hiponatremi

Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu diberikan

NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan

tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.

Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg

dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena

menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan

hiponatremi.

8. Kejang

Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak

direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin

timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media,

kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang

disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.

Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis

100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis

terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.

Page 22: stroke karena perdarahan

Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang

tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai

faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri

serebri media.

9. Hidrosefalus

a. Akut (obstruksi)

Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.

Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau drainase

eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang

dan infeksi.

b. Kronik (komunikan)

Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara temporer

atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.

10. Terapi Tambahan 1

a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular. Mencegah

trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic compression

devices.

b. Analgesik:

Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.

Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.

Tylanol dengan kodein.

Hindari asetosal.

Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:

Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.

Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.

Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.

Propofol 3-10 mg/kg/jam.

Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:

Antagonis H2

Antasida

Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.

Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.

Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.

Page 23: stroke karena perdarahan

3.10. Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik

Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010.[diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]

Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling ditakutkan pada

perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan deteoriasi pada 24-

48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan

perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam

3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan

kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal

yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas

permanen.2

Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta

ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan

prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah

yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome

fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam

ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan

antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome

fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.2

3.11. Pencegahan Stroke Hemoragik

Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi

berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko tinggi

yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1

Mengatur pola makan yang sehat

Melakukan olah raga yang teratur

Menghentikan rokok

Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat

Memelihara berat badan yang layak

Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi

Penanganan stres dan beristirahat yang cukup

Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat

Pemakaian antiplatelet

Page 24: stroke karena perdarahan

Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor

risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi

seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.1

BAB 4

DISKUSI KASUS

Pada kasus ini dirawat seorang laki-laki berusia 71 tahun dengan diagnosa

hemiparese sinistra + parese nervus VII sinistra UMN ec. Dd/ 1. stroke hemoragik; 2. Stroke

iskemik. Berdasarkan anamnesis yang didapatkan, keluhan utama yakni lemah lengan dan

tungkai sebelah kiri. Hal ini dialami os sekitar ±6 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan

ini terjadi secara tiba-tiba saat OS sedang beristirahat. Nyeri kepala dijumpai. Muntah (+)

dialami OS sebanyak 1 kali, muntah bersifat menyembur, isi apa yang dimakan dan diminum.

Muntah tidak didahului dengan rasa mual. Kejang tidak dijumpai. Riwayat hipertensi tidak

dijumpai. Riwayat DM tidak dijumpai. Riwayat penyakit jantung tidak dijumpai.

Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapati vital sign, yaitu kesadaran compos mentis,

TD 170/100 mmHg, frekuensi nadi 82 kali/menit, frekuensi napas 26 kali/menit, temperatur

36,3°C. Pada pemeriksaan saraf kranialis, nervus olfaktorius (I), optikus (II), okulomotorius

(III), troklearis (IV), trigeminus (V), abdusen (VI), akustikus (VIII), glossopharingeus (IX),

vagus (X), aksesorius (XI), serta hipoglossus (XII) dalam batas normal. Ditemukan parese

nervus VII sinistra tipe UMN.

Pada pemeriksaan refleks dijumpai refleks fisiologis dalam batas nomal di ekstremitas

atas dan bawah serta dijumpai refleks patologis tidak dijumpai. Pemeriksaan kekuatan

motorik pada ekstremitas atas dan bawah kiri 44444/44444 dan kanan 55555/55555.

Page 25: stroke karena perdarahan

DAFTAR PUSTAKA

2. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.

3. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010.[diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]

4. Rohkamm, Reinhard. Color Atlas of Neurology. Edisi 2. BAB 3. Neurological Syndrome. George Thieme Verlag: German, 2003.

5. Tsementzis, Sotirios. A Clinician’s Pocket Guide: Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery. George Thieme Verlag: New York, 2000.

6. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003

7. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8. BAB 4. Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New York, 2005.

8. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York.

Thieme Stuttgart. 2000.

9. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.

9. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Diperoleh dari: http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html [Tanggal: 23 Mei 2010].

10. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM, 2007. Diunduh dari:

http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/R@u uzQoKCrsAAFbxtPE1/SAH%20traumatik%20Neurona%20by%20Taufik %20M.doc?nmid=88307927 [Tanggal: 24 Mei 2010]

11. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006. Diunduh dari:

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.pdf/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html [Tanggal: 24 Mei

2010]

Page 26: stroke karena perdarahan

12. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6. EGC, Jakarta. 2006.