Upload
baiq-novaria-rusmaningrum
View
235
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DEFINISI
Stroke hemorragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak yang menyebabkan pengeluaran darah ke parenkim otak, ruang cairan cerebrospinal di
otak, atau keduanya. Adanya perdarahan ini pada jaringan otak menyebabkan terganggunya
sirkulasi di otak yang mengakibatkan terjadinya iskemik pada jaringan otak yang tidak
mendapat darah lagi, serta terbentuknya hematom di otak yang mengakibatkan penekanan.
Proses ini memacu peningkatan tekanan intrakranial sehingga terjadi shift dan herniasi
jaringan otak yang dapat mengakibatkan kompresi pada batang otak.
Stroke dahulu dianggap sebagai penyakit yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi
pada siapa saja, dan sekali terjadi tidak ada lagi tindakan efektif yang dapat dilakukan untuk
mengatasinya. Namun, data-data ilmiah terakhir secara meyakinkan telah membuktikan hal
yang sebaliknya. Selama dekade terakhir telah terjadi kemajuan besar dalam pemahaman
mengenai faktor resiko, pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi stroke.
ETIOLOGI
Penyebab stroke antara lain aterosklerosis( trombosis), embolisme, hipertensi yang
menimbulkan perdarahan intraserebral dan rupture aneurisma . Stroke biasanya disertai satu
atau beberapa penyakit lainnya yang menjadi faktor resiko seperti hipertensi, penyakit
jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus, atau penyakit vaskuler perifer.
Adapun penyebab perdarahan pada stroke hemoragik.
A. Intrakranial :
Perdarahan intraserebral primer (hipertensiva)
Pecahnya aneurisma
Pecahnya malformasio arterio-venosa
Penyakit moya-moya
Tumor otak (primer/metastasis)
Infeksi (meningoensefalitis)
B. Ekstrakranial :
Leukemia
Hemofilia
Anemia
Obat-obat antikoagulan
Penyakit liver
FAKTOR RESIKO
Berbagai faktor resiko berperan bagi terjadinya stroke antara lain:
a. Faktor resiko yang tak dapat dimodifikasi, yaitu :
1. Kelainan pembuluh darah otak, biasanya merupakan kelainan bawaan.
Pembuluh darah yang tidak normal tersebut dapat pecah atau robek sehingga
menimbulkan perdarahan otak. Adapula yang dapat mengganggu kelancaran
aliran darah otak sehingga menimbulkan iskemik.
2. Jenis kelamin dan penuaan, pria berusia 65 tahun memiliki resiko terkena
stroke iskemik ataupun perdarahan intraserebrum lebih tinggi sekitar 20 %
daripada wanita. Resiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun.
Setelah mencapai 50 tahun, setiap penambahan usia 3 tahun meningkatkan
risiko stroke sebesar 11-20%, dengan peningkatan bertambah seiring
usia terutama pada pasien yang berusia lebih dari 64 tahun dimana pada usia
ini 75% stroke ditemukan.
3. Riwayat keluarga dan genetika, kelainan turunan sangat jarang menjadi
penyebab langsung stroke. namun gen berperan besar dalam beberapa faktor
risiko stroke misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes, dan kelainan
pembuluh darah.
4. Ras
Di Amerika Serikat, insidens stroke lebih tinggi pada populasi kulit hitam
daripada populasi kulit putih. Lelaki negro memiliki insidens 93 per 100.000
jiwa dengan tingkat kematian mencapai 51% sedang pada wanita negro
memiliki insidens 79 per 100.000 jiwa dengan tingkat kematian 39,2%.
Lelaki kulit putih memiliki insidens 62,8 per 100.000 jiwa dengan tingkat
kematian mencapai 26,3% sedang pada wanita kulit putih memiliki insidens
59 per 100.000 jiwa dengan tingkat kematian 39,2%.
b. Faktor resiko yang dapat di modifikasi yaitu :
1. Hipertensi, merupakan faktor resiko utama bagi terjadinya trombosis infark
cerebral dan perdarahan intrakranial. Hipertensi mengakibatkan pecahnya
maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Pecahnya pembuluh darah
otak menimbulkan perdarahan otak, dan apabila pembuluh darah otak
menyempit maka aliran darah ke otak terganggu mengakibatkan sel-sel otak
mengalami kematian. Usia 30 tahun merupakan kewaspadaan terhadap
munculnya hipertensi, makin lanjut usia seseorang makin tinggi
kemungkinan terjadinya hipertensi.
2. Penyakit jantung, beberapa penyakit jantung berpotensi menyebabkan stroke
dikemudian hari antara lain: penyakit jantung rematik, penyakit jantung
koroner, dan gangguan irama jantung. Faktor resiko ini umumnya
menimbulkan sumbatan/hambatan darah ke otak karena jantung melepas
gumpalan darah atau sel-sel/jaringan yang mati ke dalam aliran darah.
Munculnya penyakit jantung dapat disebabkan oleh hipertensi, diabetes
mellitus, obesitas ataupun hiperkolesterolemia.
3. Diabetes mellitus, penyakit diabetes mellitus menyebabkan penebalan
dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar dan akhirnya
mengganggu kelancaran aliran darah otak dan menimbulkan infark otak.
4. Hiperkolesterolemia, meningginya kadar kolesterol dalam darah, terutama
LDL merupakan faktor resiko penting bagi terjadinya aterosklerosis
sehingga harus segera dikoreksi.
5. Serangan iskemik sesaat, sekitar 1 dari 100 orang dewasa akan mengalami
paling sedikit satu kali serangan iskemik sesaat ( transient ischemic attack
atau TIA) seumur hidup mereka. Jika tidak diobati dengan benar, sekitar
sepersepuluh dari pasien ini akan mengalami stroke dalam 3 bulan serangan
pertama, dan sekitar sepertiga akn terkena stroke dalam lima tahun setelah
serangan pertama.
6. Obesitas, berat badan berlebih, masih menjadi perdebatan apakah suatu
faktor resiko stroke atau bukan. Obesitas merupakan faktor resiko terjadinya
penyakit jantung sehingga obesitas mungkin menjadi faktor resiko sekunder
bagi terjadinya stroke.
7. Merokok, merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen; peningkatan
ini akan mempermudah terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan
peningkatan viskositas darah sehingga memudahkan terjadinya
aterosklerosis.
KLASIFIKASI STROKE
Secara garis besar stroke dibagi menjadi dua yaitu infark non hemoragik/iskemik dan
hemoragik.
1. Infark nonhemoragik/iskemik, umumnya disebabkan oleh trombus yang
menyebabkan oklusi menetap, mencegah adanya reperfusi pada organ yang
infark sehingga menyebabkan terjadinya keadaannya anemia atau iskemik
Secara patologi didapatkan infiltrasi leukosit selama beberapa hari terutama
pada daerah tepi infark. Makrofag menginvasi daerah infark dan aktif bekerja
sampai produk-produk infark telah dibersihkan selama periode waktu tertentu (
beberapa minggu). Eritrosit sangat jarang ditemukan. Hampir 85% stroke
nonhemoragik disebabkan oleh sumbatan bekuan darah, penyempitan arteri/
beberapa arteri yang mengarah ke otak, embolus (kotoran) yang terlepas dari
jantung atau arteri ekstrakranium yang menyebabkan sumbatan di satu atau
beberapa arteri ekstrakranium. Pada usia lebih dari 65 tahun penyumbatan atau
penyempitan dapat disebabkan oleh aterosklerosis.
2. Infark hemoragik, terjadinya infark hemoragik yang telah lama diketahui
adalah adanya reperfusi oleh pembuluh darah setelah oklusi hilang.
Diasumsikan bahwa adanya tekanan baru arteri pada kapiler-kapiler
menyebabkan terjadinya diapedesis eritrosit melalui dinding kapiler yang
hipoksia. Semakin sering terjadi reperfusi, semakin rusak pula dinding kapiler
dan makin memperbanyak kemungkinan daerah infark hemoragik. Berbeda
dengan infark nonhemoragik secara patologik pada infark hemoragik
ditemukan banyak eritrosit di sekeliling daerah nekrosis yang umumnya
menetap lebih lama yaitu beberapa jam sampai 2 minggu ataupun setelah
oklusi arteri. Ini adalah jenis stroke yang sangat mematikan, tetapi relatif hanya
menyusun sebagian kecil dari stroke total (10-15% untuk perdarahan
intraserebrum dan 5% untuk perdarahan subarakhnoid).
Menurut WHO dalam International Statistical Classification of Disease and Related
Health Problems 10th Revision, stroke Hemoragik di bagi atas :
1. Perdarahan Intraserebral
a. Perdarahan intraserebral biasanya disebabkan suatu aneurisma yang pecah ataupun
karena suatu penyakit yang menyebabkan dinding arteri menipis dan rapuh seperti
pada hipertensi dan angiopati amiloid.(7,8)
b. Pada perdarahan intraserebral, perdarahan terjadi pada parenkim otak itu sendiri.
Adapun penyebab perdarahan intraserebral :
- Hipertensi (80%)
- Aneurisma
- Malformasi arteriovenous
- Neoplasma
- Gangguan koagulasi seperti hemofilia
- Antikoagulan
- Vaskulitis
- Trauma
- Idiophatic (6)
2. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarachnoid merupakan perdarahan yang terjadi di rongga subarachnoid.
Perdarahan ini kebanyakan berasal dari perdarahan arterial akibat pecahnya suatu
aneurisma pembuluh darah serebral atau AVM yang ruptur di samping juga sebab-
sebab yang lain. Perdarahan subarachnoid terdiri dari 5% dari semua kejadian stroke.
Pada perdarahan subarachnoid, perdarahan terjadi di sekeliling otak hingga ke ruang
subarachnoid dan ruang cairan serebrospinal.Penyebab perdarahan subarachnoid :
Aneurisma (70-75%)
Malformasi arterivenous (5%)
Antikoagulan ( < 5%)
Tumor ( < 5% )
Vaskulitis (<5%)
Tidak di ketahui (15%)
INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI
Di Eropa, stroke adalah penyebab kematian nomor tiga di negara-negara industri di
Eropa. Insidens global stroke diperkirakan akan semakin meningkat sejak populasi
manula berusia lebih dari 65 tahun meningkat dari 390 juta jiwa menjadi 800 juta jiwa
yang diperkirakan pada tahun 2025. Stroke iskemik adalah tipe yang paling sering
ditemukan, kira-kira 85% dari seluruh kasus stroke. Sedangkan stroke hemoragik
mencakup 15% dari seluruh kasus stroke. Di USA, sebanyak 705.000 kasus stroke terjadi
setiap tahun, termasuk kasus baru dan kasus rekuren. Dari semua kasus tersebut, hanya
80.000 kasus adalah stroke hemoragik.
Perdarahan intraserebral adalah penyebab utama kecacatan dan kematian dan
mencakup 10-15% dari kasus stroke pada orang kulit putih dan sekitar 30% pada orang
kulit hitam dan Asia. Insidens Perdarahan Intraserebral (PIS) dari keseluruhan kasus
stroke adalah lebih tinggi di Asia dan lebih rendah di Amerika Serikat. Estimasi insidens
perdarahan intraserebral per 100.000 per tahun bervariasi dari 6 kasus di Kuwait hingga
411 di China.
Kehamilan dapat meningkatkan factor resiko terkena stroke hemoragik, terutama
pada eklampsia yaitu sekitar 40% dari kasus perdarahan intraserebral pada kehamilan.
Lokasi dari perdarahan intraserebral adalah putamen(40%), lobar(22%), thalamus (15%),
pons (8%), cerebellum (8%) dan caudate (7%).
Perdarahan Subarachnoid memiliki kasus yang signifikan di seluruh dunia,
menyebabkan kecacatan dan kematian. Perdarahan Subarachnoid biasanya didapatkan
pada usia dewasa muda baik pada laki-laki maupun perempuan. Insidens perdarahan
subarachnoid meningkat seiring umur dan lebih tinggi pada wanita daripada laki-laki.
Populasi yang terkena kasus perdarahan subarachnoid bervariasi dari 6 ke 16 kasus per
100.000, dengan jumlah kasus tertinggi di laporkan di Finlandia dan Jepang. Selama
kehamilan, resiko untuk terjadinya rupture malformasi arteriovenous meningkat, terutama
pada trimester ketiga kehamilan.
PATOFISIOLOGI
Aterosklerosis atau trombosis biasanya dikaitkan dengan kerusakan lokal pembuluh
darah akibat aterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai dengan adanya plak berlemak
pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteri serebri menjadi tipis dan
berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan
berjumbai, sehingga lumen pembuluh darah sebagian terisi oleh materi sklerotik. Plak
cenderung terbentuk pada daerah percabangan ataupun tempat-tempat yang melengkung.
Trombosit yang menghasilkan enzim mulai melakukan proses koagulasi dan menempel
pada permukaan dinding pembuluh darah yang kasar. Sumbat fibrinotrombosit dapat
terlepas dan membentuk emboli atau dapat tetap tinggal di tempat dan menutup arteri
secara sempurna.
Emboli kebanyakan berasal dari suatu thrombus dalam jantung, dengan kata lain
hal merupakan perwujudan dari masalah jantung. Meskipun lebih jarang terjadi embolus
juga mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus karotis atau arteri karotis interna.
temapt yang paling sering terserang emboli serebri adalah arteri serebri media, terutama
bagian atas.
Perdarahan intraserebral sebagian besar terjadi akibat hipertensi dimana tekanan
darah diastoliknya melebihi 100 mmHg. Hipertensi kronik dapat menyebabkan
pecah/ruptur arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan/atau
subarakhnoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan
tertekan. Daerah distal dari tempat dinding arteri pecah tidak lagi kebagian darah
sehingga daerah tersebut menjadi iskemik dan kemudian menjadi infark yang tersiram
darah ekstravasal hasil perdarahan. Daerah infark itu tidak berfungsi lagi sehingga
menimbulkan deficit neurologik, yang biasanya menimbulkan hemiparalisis. Dan darah
ekstravasal yang tertimbun intraserebral merupakan hematom yang cepat menimbulkan
kompresi terhadap seluruh isi tengkorak berikut bagian rostral batang otak. Keadaan
demikian menimbulkan koma dengan tanda-tanda neurologik yang sesuai dengan
kompresi akut terhadap batang otak secara rostrokaudal yang terdiri dari gangguan pupil,
pernapasan, tekanan darah sistemik dan nadi. Apa yang dilukis diatas adalah gambaran
hemoragia intraserebral yang di dalam klinik dikenal sebagai apopleksia serebri atau
hemorrhagic stroke.
Arteri yang sering pecah adalah arteria lentikulostriata di wilayah kapsula interna.
Dinding arteri yang pecah selalu menunjukkan tanda-tanda bahwa disitu terdapat
aneurisme kecil-keci yang dikenal sebagai aneurisme Charcot Bouchard. Aneurisma
tersebut timbul pada orang-orang dengan hipertensi kronik, sebagai hasil proses
degeneratif pada otot dan unsure elastic dari dinding arteri. Karena perubahan degeneratif
itu dan ditambah dengan beban tekanan darah tinggi, maka timbullah beberapa
pengembungan kecil setempat yang dinamakan aneurismata Charcot Bouchard. Karena
sebab-sebab yang belum jelas, aneurismata tersebut berkembang terutama pada rami
perforantes arteria serebri media yaitu arteria lentikolustriata. Pada lonjakan tekanan
darah sistemik seperti sewaktu orang marah, mengeluarkan tenaga banyak dan
sebagainya, aneurima kecil itu bisa pecah. Pada saat itu juga, orangnya jatuh pingsan,
nafas mendengkur dalam sekali dan memperlihatkan tanda-tanda hemiplegia. Oleh
karena stress yang menjadi factor presipitasi, maka stroke hemorrhagic ini juga dikenal
sebagai “stress stroke”.
Pada orang-orang muda dapat juga terjadi perdarahan akibat pecahnya aneurisme
ekstraserebral. Aneurisme tersebut biasanya congenital dan 90% terletak di bagian depan
sirkulus Willisi. Tiga tempat yang paling sering beraneurisme adalah pangkal arteria
serebri anterior, pangkal arteria komunikans anterior dan tempat percabangan arteria
serebri media di bagian depan dari sulkus lateralis serebri. Aneurisme yang terletak di
system vertebrobasiler paling sering dijumpai pada pangkal arteria serebeli posterior
inferior, dan pada percabangan arteria basilaris terdepan, yang merupakan pangkal arteria
serebri posterior.
Fakta bahwa hampir selalu aneurisme terletak di daerah percabangan arteri
menyokong anggapan bahwa aneurisme itu suatu manifestasi akibat gangguan
perkembangan embrional, sehingga dinamakan juga aneurisme sakular (berbentuk seperti
saku) congenital. Aneurisme berkembang dari dinding arteri yang mempunyai kelemahan
pada tunika medianya. Tempat ini merupakan tempat dengan daya ketahanan yang lemah
(lokus minoris resistensiae), yang karena beban tekanan darah tinggi dapat
menggembung, sehingga dengan demikian terbentuklah suatu aneurisme.
Aneurisme juga dapat berkembang akibat trauma, yang biasanya langsung
bersambung dengan vena, sehingga membentuk “shunt” arteriovenosus. Apabila oleh
lonjakan tekanan darah atau karena lonjakan tekanan intraandominal, aneurisma
ekstraserebral itu pecah, maka terjadilah perdarahan yang menimbulkan gambaran
penyakit yang menyerupai perdarahan intraserebral akibat pecahnya aneurisma Charcor
Bouchard. Pada umumnya factor presipitasi tidak jelas. Maka perdarahan akibat
pecahnya aneurisme ekstraserebral yang berimplikasi juga bahwa aneurisme itu terletak
subarakhnoidal, dinamakan hemoragia subduralis spontanea atau hemoragia subdural
primer.
PENATALAKSANAAN
Penanganan tepat dan segera pada pasien dengan infark hemoragik merupakan
penanganan kegawatdaruratan. Pasien dengan stroke hemoragik harus dirawat dalam
ruangan khusus.
Penatalaksaan pasien dengan infark hemoragik terdiri atas dua yaitu:
1. Konservatif
Amankan jalan napas dan pernapasan. Jika perlu pemberian intubasi dan
hiperventilasi mekanik. Intubasi endotrakeal dilakukan pada pasien dengan
koma yang tidak dapat mempertahankan jalan napas dan pasien dengan gagal
pernapasan. Analisa gas darah harus diukur pada pasien dengan gangguan
kesadaran
Keseimbangan cairan. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit mudah
ditemui pada pasien-pasien ICU. Hal ini disebabkan oleh respon simpatis
terhadap adanya injuri neuron akibat iskemik ataupun hemoragik, subsitusi
cairan/elektrolit yang tidak seimbang, regimen nutrisi yang tidak adekuat,
dan pemberian diuretik ataupun obat-obat lainnya. Pilihan terapi enteral/
cairan isotonik intravena. Monitoring keseimbangan cairan dan elektrolit
perlu dilakukan.
Nutrisi. Menurut penelitian Davaks dan kawan-kawan, malnutrisi merupakan
faktor independen bagi prognosis buruk pada pasien stroke. Hasil penelitian
yang sama oleh Gariballa dan kawan-kawan bahwa status nutrisi
mempengaruhi perburukan pasien secara signifikan selama periode tertentu.
Mereka menemukan bahwa konsentrasi serum albumin mempunyai
hubungan signifikan dengan komplikasi infeksi dan merupakan prediktor
independen kematian dalam waktu 3 bulan. Penelitian ini menunjukkan
pentingnya suplai kalori dan protein adekuat pada pasien stroke akut.
- Follow up ketat
- Mannitol dan diuretik berguna untuk menurunkan tekanan intrakranial
lebih cepat.
- Jika demam, berikan acetominofen dan kompres mekanik. Demam
merupakan prediktor bagi prognosis buruk sehingga harus ditemukan
penyebabnya.
- Keadaan hiperglikemia menunjukkan adanya cedera sel-sel saraf
ataupun pemberian tissue plasminogen activator (rt-PA) pada iskemik
akut yang memicu peninggian serum glukosa.
- Kontrol hipertensi melalui pemberian antihipertensi.
Manajemen pasien stroke hemoragik disertai hipertensi masih
kontroversi. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat
mencegah terjadinya perdarahan ulangan, namun dilain pihak hal ini
dapat mencetuskan iskemik perihematomal. Beberapa peneliti
menyarankan penurunan tekanan darah menuju tekanan darah rata-rata
harus dilakukan perlahan hingga , 130 mmHg namun penurunan
tekanan darah lebih darah 20% harus dicegah dan tekanan darah tidak
boleh turun lebih dari 84 mmHg.
- Mencegah diatesis perdarahan dengan pemberian plasma darah,
antihemofilik, vitamin K, transfusi platelet, dan transfusi darah.
2. Operasi
- Drainase hematoma – drainase stereotaktik atau evakuasi operasi
- Drainase ventrikular atau shunt
- Evakuasi perdarahan malformasi arterivenous atau tumor
- Memperbaiki aneurisma.
Penatalaksaan operatif pada pasien dengan perdarahan intraserebral masih
kontroversi. Walaupun terdapat indikasi-indikasi jelas bahwa pasien memerlukan suatu
tindakan operatif ataupun tidak, masih terdapat daerah ”abu-abu” diantaranya. Sebagai
contoh pasien usia muda dengan perdarahan intraserebral pada hemisfer nondominan
yang awalnya sadar dan berbicara kemudian keadaannya memburuk secara progresif
dengan perdarahan intraserebral area lobus memerlukan penanganan operatif. Sebaliknya,
pasien usia lanjut dengan perdarahan intraserebral luas pada hemisfer dominan disertai
perluasan ke area talamus dan berada dalam kondisi koma tergambar memiliki prognosis
jelek sehingga tindakan operatif tidak perlu dipertimbangkan.
Tindakan pembedahan untuk evakuasi atau aspirasi bekuan darah pada stadium akut
kurang begitu menguntungkan. Intervensi bedah pada kasus-kasus demikian adalah :
a. Pasien yang masih dapat tetap bertahan setelah iktus awal setelah beberapa hari, di
mana pada saat itu bekuan sudah mulai mencair dan memungkinkan untuk di
aspirasi sehingga massa desakan atau defisit dapat dikurangi.
b. Hematom intraserebeler, mudah segera dikeluarkan dan kecil kemungkinan
menimbulkan defisit neurologis. Dalam hal ini biasanya dapat segera dilakukan
operasi pada hari-hari pertama.
c. Hematom intraserebral yang letaknya supericial, seringkali mudah diangkat dan
tidak memperburuk defisit neurologis.
Kontraindikasi tindakan operasi terhadap kasus-kasus perdarahan intraserebral
adalah hematom yang terletak jauh di dalam otak (dekat kapsula interna) mengingat
biasanya walaupun hematomnya bisa dievakuasi, tindakan ini malahan menambah
kerusakan otak.
Operasi juga tidak dipertimbangkan pada pasien dengan volume hematoma
sedikit dan defisit fokal minimal tanpa gangguan kesadaran. Hal tersebut diatas
menunjukkan indikasi jelas mengapa seseorang memerlukan tindakan operatif atau tidak.
Hal inilah yang menjadi ketidakmenentuan mengenai indikasi apakah operasi diperlukan
atau tidak.
Jenis-jenis operasi pada stroke hemoragik antara lain:
1. Kraniotomi
Mayoritas ahli bedah saraf masih memilih kraniotomi untuk evakuasi hematoma.
Secara umum, ahli bedah lebih memilih melakukan operasi jika perdarahan
intraserebral terletak pada hemisfer nondominan, keadaan pasien memburuk, dan
jika bekuan terletak pada lobus dan superfisial karena lebih mudah dan kompresi
yang lebih besar mungkin dilakukan dengan resiko yang lebih kecil. Beberapa ahli
bedah memilih kraniotomi luas untuk mempermudah dekompresi eksternal jika
terdapat udem serebri yang luas.
Gambar 1. Flap lebar tulang kranium pada Hemicraniotomi dan dekompresi operasi
untuk infrak area arteri cerebri media.
Gambar 2. Insisi kulit pada suboksipital kraniotomi dan drainase ventrikular.
A. Insisi Linear. B. Insisi question mark untuk kepentingan kosmetik.
Gambar 3. Prosedur Sub-sekuen Kraniotomi.
2. Endoskopi
Melalui penelitian Ayer dan kawan-kawan dikatakan bahwa evakuasi hematoma
melalui bantuan endoskopi memberikan hasil lebih baik. pada laporan observasi
lainnya penggunaan endoskopi dengan tuntunan stereotaktik dan ultrasonografi
memberikan hasil memuaskan dengan evakuasi hematoma lebih sedikit (volume <
30 ml) namun teknik ini belum banyak diaplikasikan dan validitasnya belum
dibuktikan.
3. Aspirasi dengan bantuan USG
Hondo dan Lenan melaporkan keberhasilan penggunaan aspirator USG pada
aspirasi stereotaktik perdarahan intracerebral supratentorium, namun prosedur ini
masih diobservasi.
4. Trombolisis intracavitas
Blaauw dan kawan-kawan melalui penelitian prospektif kecil meneliti pasien
perdarahan intraserebral supratentorial dengan memasukkan urokinase pada
kavitas serebri (perdarahan intraserebri) dan setelah menunggu periode waktu
tertentu kemudian melakukan aspirasi. Namun penelitian ini dinyatakan tidak
berpengaruh pada angka mortalitas, walaupun pada beberapa pasien menunjukkan
keberhasilan. Pasien perdarahan intraserebral dengan ruptur menuju ke ventrikel
drainase ventrikular eksternal mungkin berguna. Namun cara ini belum melalui
penelitian prospektif luas dan patut dicatat bahwa melalui penelitian observasi
menunjukkan prognosis buruk.
Perdarahan intraserebral dan subarahnoid biasanya dikaitkan dengan adanya
malformasi arterivenous (AVM). Jika lesi dapat terlihat maka evakuasi perdarahan
harus dilakukan sehingga perdarahan tidak terkontrol dari AVM dapat diatasi.
Apabila perdarahan intraserebral di terapi secara konservatif biasanya ahli bedah
saraf memilih menunggu 6-8 minggu dahulu karena operasi dapat mencetuskan
AVM yang terletak pada dinding perdarahan intraserebral. Pilihan penanganan
operatif pada AVM antara lain: pengangkatan endovaskular, eksisi,stereotaxic
radiosurgery, dan kombinasi diantaranya.
1. Eksisi langsung AVM semakin berkembang dengan adanya mikroskop
operasi sehingga menurunkan resiko kecacatan dan kematian. Komplikasi
mayor eksisi langsung seperti kehilangan jaringan otak normal beserta
fungsi neurologisnya yang dikenal dengan breakthrough phenomenon.
2. Pengangkatan endovaskular menggunakan teknik embolisasi dapat
dilakukan sebelum ataupun saat berlangsungnya operasi. Penanganan ini
berguna untuk lesi yang tidak dapat terjangkau melalui operasi ataupun
tambahan pengangkatan pada operasi. Komplikasi yang dapat berkembang
yaitu perdarahan,iskemik, dan angionekrosis karena toksisitas materi
emboli.
3. Radioterapi, teknik ini menggunakan energi tinggi x-ray, gamma, dan
proton menginduksi deposisi kolagen subendotelial dan substansi hialin
yang menyempitkan lumen pembuluh darah kecil dan mengerutkan AVM
dalam beberapa bulan setelah terapi. komplikasi cara ini berupa
radionekrosis jaringan otak normal, perdarahan, hidrosefalus, kejang post
terapi, kehilangan regulasi temperatur, defisit fungsi kongnitif.
KOMPLIKASI
Komplikasi stoke dapat di bagi menjadi komplikasi akut, biasanya dalam 72 jam, dan
komplikasi yang muncul di kemudian hari.
1. Komplikasi akut berupa edema serebri, peningkatan TIK dan kemungkinan
herniasi, pneumonia aspirasi dan kejang.
2. Komplikasi postfibrinolitik di sekeliling pusat perdarahan. Pada perdarahan
intraserebral yang luas biasanya muncul dalam 12 jam setelah penanganan.
Perdarahan potensial yang lain juga dapat muncul di traktus gastrointestinal,
traktus genitourinarius dan kulit terutama di sekitar pemasangan intravenous
line.
3. Komplikasi subakut, yaitu pneumonia, trombosis vena dalam dan emboli
pulmonal, infeksi traktus urinarius, luka dekubitus, kontraktur, spasme,
masalah sendi dan malnutrisi.
4. beberapa orang yang selamat dari stroke juga mengalami depresi. Hal ini dapat
diatasi dengan identifikasi dan penanganan dini depresi pada pasien untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita.
PROGNOSIS
Angka kesembuhan pada perdarahan intraserebral bergantung pada lokasi,
ukuran, dan kecepatan perkembangan hematoma. Pasien dengan hematoma kecil,
berlokasi jauh ke dalam dan dekat denganmidline sering diikuti dengan herniasi sekunder
dan massa sehingga mortalitasnya tinggi. Penyembuhan pasien dengan perdarahan
intraserebral biasanya disertai defisit neurologis.
Pasien dengan perdarahan subarahnoid masif sejak awal dapat berakhir dengan
kematian ataupun kerusakan otak. Namun jika perdarahan terbatas, pasien dapat bertahan
dengan resiko perdarahan ulangan pada beberapa hari/minggu berikut setelah perdarahan
subarahnoid pertama. Jika tidak di terapi segera, perdarahan subarahnoid yang
disebabkan oleh ruptur AVM beresiko terhadap perdarahan ulangan pada 24 jam
sesudahnya, 1-2 % 1 bulan sesudahnya, dan sebesar 3 % terjadi 3 bulan setelah serangan
awal. Evaluasi dan penanganan pasien dengan perdarahan subarahnoid harus segera
diberikan untuk mencegah prognosis buruk pasien.