87
Stroke Ellen R. Evans, MD I. Definisi. Stroke sesuai dengan definisi the National Survey of Stroke, adalah: suatu sindrom klinis yang terdiri dari awitan secara mendadak atau cepat suatu konstelasi temuan neurologis yang menetap lebih dari 24 jam akibat dari kecelakaan vaskular. II. Epidemiologi. Stroke adalah penyakit neurologis yang paling sering menimbulkan kecacatan dan kematian pada orang dewasa, dan mencakup separuh dari perawatan di rumah sakit untuk penyakit neurologi akut. Meskipun insidens dan kematian stroke di Amerika Serikat sudah semakin menurun sejak 1940-an, sekitar 500.000 orang masih mengalami stroke setiap tahunnya. A. Faktor-faktor risiko untuk stroke yang tercatat dengan baik digolongkan oleh American Heart Association sebagai golongan yang dapat diobati (hipertensi, penyakit jantung, serangan iskemik sekilas (TIA), polisitemia, dan penyakit sel sabit) dan golongan yang tak dapat diobati dalam kaitannya dengan kejadian stroke (usia [lanjut usia], jenis kelamin, pria, riwayat keluarga, ras [kulit hitam], diabetes melitus, kejadian stroke 1

STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

StrokeEllen R. Evans, MD

I. Definisi. Stroke sesuai dengan definisi the National Survey of Stroke,

adalah: suatu sindrom klinis yang terdiri dari awitan secara mendadak

atau cepat suatu konstelasi temuan neurologis yang menetap lebih dari

24 jam akibat dari kecelakaan vaskular.

II. Epidemiologi. Stroke adalah penyakit neurologis yang paling sering

menimbulkan kecacatan dan kematian pada orang dewasa, dan

mencakup separuh dari perawatan di rumah sakit untuk penyakit

neurologi akut. Meskipun insidens dan kematian stroke di Amerika

Serikat sudah semakin menurun sejak 1940-an, sekitar 500.000 orang

masih mengalami stroke setiap tahunnya.

A. Faktor-faktor risiko untuk stroke yang tercatat dengan baik

digolongkan oleh American Heart Association sebagai golongan

yang dapat diobati (hipertensi, penyakit jantung, serangan iskemik

sekilas (TIA), polisitemia, dan penyakit sel sabit) dan golongan

yang tak dapat diobati dalam kaitannya dengan kejadian stroke

(usia [lanjut usia], jenis kelamin, pria, riwayat keluarga, ras [kulit

hitam], diabetes melitus, kejadian stroke sebelumnya, dan bruit

asimtomatlk). Sekitar 75% stroke terjadi pada orang lanjut usia.

Faktor-faktor risiko yang berkait dengan penyakit jantung koroner

juga merupakan faktor untuk stroke: hiperiipidemia, merokok,

konsumsi garam diet yang besar, konsumsi alkohol berat, konsumsi

kopi, dan obesitas.

B. Diagnosis diferensial untuk stroke meliputi lesi-lesi massa

(hematoma subdural, neoplasma), proses infeksi (meningitis, abses

serebral), proses radang (arteritis temporal), dan proses-proses

idiopatik (epilepsi). Riwayat klinis dan pemeriksaan fisik merupakan

1

Page 2: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

kunci-kunci untuk menyingkirkan peristiwa-peristiwa noniskemik

yang terkesan dari awitan lambat gejala-gejalanya yang progresif

bertahap dan mengenai banyak daerah perdarahan. Gejala-gejala

iskemi koroner, disritmia jantung, gagal jantung kongestif, dan

penyakit katup membaritu untuk niengideniifikasi etiologi jantung.

C. Jenis-jenis stroke. Stroke aterotrombotik merupakan jenis yang

paling banyak, meliputi 60-70% stroke. Stroke hcrnoragik

mencakup sedikit lebih dari 15% stroke, dan stroke emboli serebral

terjadi sedikit kurang dari 15% kasus. Sepuluh persen stroke

merupakan akibat dari infark lakuna.

D. Prognosis. Kelumpuhan nervus III (yang menunjukkan hemiasi

unkus), umur pasien yang tua, dan kejadian hemoragik berkaitan

dengan prognosis kematian segera. Pada kejadian hemoragik,

defisit motorik unilateral total dan koma mempunyai prognosis yang

buruk. Perdarahan pons mempunyai prognosis yang sangat buruk.

Infark lakuna mempunyai angka kematian yang terendah di antara

semua stroke.

III.Patofisiologi

A. Stroke aterotrombotik disebabkan oleh stenosis arteri progresif

yang akhirnya menimbulkan sumbatan karena pernbentukan plak

aterosklerotik.

B. Stroke hemoragik digolongkan menurut lokasi.

1. Perdarahan intraserebral (ICH) biasanya disebabkan oleh

hipertensi. Penyebab lain ICH termasuk malformasi

arteriovena, tumor, dan diskrasia darah (antikoagulasi).

Angiopati amiloid serebral sekarang semakin dikenali sebagai

etiologi pada pasien yang tua.

2. Perdarahan subaraknoid, tidak seperti jenis stroke lainnya,

mewakili penyebab yang sering pada orang muda dan jarang

terjadi pada orang-orang yang berusia tua. Penyebab stroke

2

Page 3: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

biasanya adalah pecahnya aneurisma kongenital yang terletak

dalam sirkulus Willisi, karotis interna, arteri komunikans

anterior, atau arteri serebralis media.

C. Stroke emboli terjadi karena mobilisasi mendadak bahan-bahan

yang menyumbat semua kemungkinan batang atau cabang

pembuluh darah serebral ke dalam aliran darah; fragmen-fragmen

trombus mural yang lunak (jantung, pembuluh besar), kompleks

trombus-bakteri, fragmen kolesterol,, agregat tumor mikroskopik,

gelembung gas, lemak, atau benda asing.

Tabel 87-1 Gambaran Klinis Stroke

Tipe stroke/ arteri atau

daerah yang terkenaGambaran klinis Pemikiran khusus

Stroke aterotrombotik :

- arteri karotis interna (paling sering

ekstrakranial)

- Arteri vertebralis (paling sering

intracranial)

- Arteri basilaris

Awitan tersendat-sendat,

dapat terjadi saat bangun

Infark serebelar

menyebabkan edema

berat/kompresi batang otak

Didahului TIA pada

50% kasus

Stroke embolik:

Arteri serebralis media

Arteri serebralis anterior

Arteri serebralis posterior

Awitan mendadak, defisit

maksimal

Infark lacuna : (arteri yang

mempenetrasi)

- Perforator – lentikulostriata media

- Perforator serebralis posterior

- Arteri basilaris yang

mempenetrasi cabang

Mendadak berat atau

dalam beberapa jam (nyeri

kepala, hilangnya

kesadaran, emesis tidak

terjadi)

Sindrom lakunar;

hemiparese motorik

murni; hilangnya

sensoris murni; krural

dan ataksia / disrtria

(clumsy hand

syndrome)

Perdarahan intraserebral:

- Hemisfer serebralis profunda

(putamen)

- Substantia alba subkortikal

Awitan mulus meskipun

dapat mendadak (terjadi

emesis dan hilangnya

kesadaran)

Evakuasi bekuan

secara bedah

merupakan indikasi

pada pasien terpilih

3

Page 4: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

(perdarahan intracranial lobar)

- Serebelar

- Talamik

Perdarahan intracranial

serebelar mempunyai

perjalanan yang tidak

dapat diduga

Perdarahan Subaraknoid (aneurisma

rupture)

- Sirkulus willisi

- Karotis internal

- Arteri komunikans anterior

- Arteri serebralis media

Awitan mendadak (nyeri

kepala “brutal”, emesis,

hilangnya kesadaran

kemudian sadar dengan

nyeri kepala dan leher kaku

Catatan : aneurisma jarang

simptomatik sebelum ruptur

Komplikasi : rupture

ulang, obstruksi liran

cairan spinalis

(hidrosefalus

komunikans);

vasospasme 3-14 hari

setelah mengalami

stroke

D. Sekitar 75% infark lakuna terjadi pada pasien hipertensi. Arteri-

arteri serebralis perforans tersumbat oleh lipohialinosis,

degenerasi hipertensif arterial segmental, atau mikroateroma

(arteri-arteri perforans kecil).

IV. Diagnosis. Ditemukan tiga presentasi klinis yang jeias pada penyakjt

serebrovaskular yang terjadi akut: stroke lengkap (defisit neurologis

statis), strok yang sedang berjalan (defisit-defisit neurologis memburuk

secara progresif, paling banyak dengan trombosis pembuluh darah

besar, tetapi juga dengan lakuna-lakuna dan emboli), dan TIA (defisit

neurologis cepat menghilang yang mungkin merupakan awal bagi

stroke berikutnya).

A. Gejala dan tanda stroke dikaitkan dengan wilayah

serebrovaskular yan terkena proses stroke. Pembuluh-pembuluh

darah yang paling sering terkena dan gejala klinis yang sering

muncul dapat dilihat dalam Tabel 87-1

B. Uji laboratorium (llhat Bab 79, Penyakit Jantung Iskemik)

1. Hitung darah lengkap dan hitung trombosit diperlukan untuk

menylngkirkan anemia dan polisitemia. Pengukurari-pengukuran

kelainan metabolik lain juga dlindikasikan untuk menemukan

4

Page 5: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

kemungkinan lain yang memperburuk iskemia serebral: glukosa

darah, elektrolit serum, nitrogen urea darah (BUN), dan

kreatinin. Pemeriksaan profil-profil pembekuan, yakni waktu

protrombin (PT), waktu tromboplastin aktif (PTT), dan hitung

trombosit diperlukan bila dipikirkan pemberian antikoagulasi.

2. Pencitraan otak hendaknya dikerjakan pada saat awal untuk

mendeteksi adanya perdarahan dan untuk menyingkirkan

etiologi-etiologi lain, seperti tumor, abses, atau hematoma

subdural.

a. Tomografi komputer (CT) paling sering digunakan. CT

scan yang normal sering didapat pada infark lakuna atau

batang otak bila lesi-lesinya kecil. Selain itu, pada awal

perjalanan suatu infark iskemik, CT scan biasanya negatif,

meskipun mungkin dapat terdeteksi porubahan-perubahan

edematus awal. Penguatan dengan kontras . tidak

diperlukan secara rutin. Hasil diagnostik dari CT scan pada

iskemia paling besar tujuh hari sotelah peristiwaaya. Infark

akan terdeteksi pada CT scan pada sekitar 75% kasus.

b. Pencitraan resonansi magnetik (MRI) mempunyai manfaat

yang sangat tinggi untuk lokalisasi lesi. Penggunaan zat

kontras para-magnetik pada MRI otak biasanya tidak

membantu. Penggunaan MRI sekarang ini tergantung pada

ketersediaan alat ini dan keperluan untuk mengidentifikasi

suatu proses penyulit atau memperjelas gambaran klinis

yang meragukan.

c. Tomografi emisi positron (PUT), yang mendemonstrasikan

aliran darah regional dan metabolisme. serebral di daerah

tertentu, mempunyai manfaat yang tinggi untuk lokalisasi

lesi. Selain itu, PET mungkin memberikan sebuah metode

untuk menentukan reversibilitas iskemia serebral. Protokol-

protokol riset dan kasus yang pilihan-pilihari terapi utamanya

5

Page 6: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

bergantung pada diagnosis adalah situasi-situasi primer

yang sekarang memerlukan pemindatan PET.

d. CT diperjelas xenon dan tomografi komputer emisi foton

tunggal (SPECT) adaiah dua teknik lain untuk memeriksa

fungsi serebral yang sekarang tidak mempunyai peran rutin

pada manajemen sfroke.

3. Pemeriksaan awal pasien yang menunjukkan gejala-gejala

iskemia serebrovaskular akut hendaknya mencakup juga

pemeriksaan karotis non-invasif untuk mencari lesi-lesi yang

nyata pada arteri karotis. Angiografi serebral, standar emas

untuk pemotretan pembuluh darah, hendaknya dilakukan pada

kasus tertentu saja terutama bila dipikirkan akan dilakukan

interyensi bedah. Angiografi resonansi magnetik (MRA), yang

memungkinkan visualisasi arteri dan vena-vena tanpa

menggunakan kontras, potensial akan menggantikan angiografi

serebral.

4. Ekokardiografi dan monitoring Hotter 24 jam diperlukan bila

dicurigai terjadi proses emboli, bila direncanakan intervensi

bedah, atau bila pasien stroke tersebut mempunyai faktor-faktor

risiko yang tinggi untuk mengalami emboli, seperti, fibrilasi

atrium, dicurigai endocarditis infeksiosa, katup jantung prostetik,

kardiomiopati yariy mengalami dilatasi, atau infark miokard

anterior baru.

5. Pungsi lumbal bermanfaat bila pemotretan otak normal dan

dieurigai terjadi perdarahan subaraknoid atau meningitis.

Walaupun cairan serebrospinal biasanya mengandung darah bila

perdarahan hipertensif menyebar ke.ventrikel, pada malformasi

vaskular, dan aneurlsma pecah, cairan yang jernih tidak

menjamin tidak ada perdarahan. Infeksi dicurigai bila ada

leukositosis dalam cairan serebrospinal..

6

Page 7: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

6. Elektroensefalografi (EEG) dapat mendemonstrasikan

perlambatan gelombang-gelombarig pada stroke yang

melibatkan korteks dan dilakukan bila terjadi aktivitas kejang

atau dicurigai.

V. Terapi. Begitu diagnosis yang akurat telah ditegakkan, sasaran

perawatan akut adalah stabilisasi klinis pasien dan pencegahan

kerusakan akibat iskemia, Biasanya diperlukan perawatan di rumah

sakit, meskipun pasien-pasien yang menunjukkan stroke lengkap 48-

72 jam setelah peristiwa tanpa tanda-tanda keterlibatan fossa

posterior akan baik dirawat sebagaimana pasien rawat jalan dengan

bantuan sebuah agen perawatan kesehatan rumah yang aktif.

Rehabilitasi hendaknya dimulai sesegera mungkin setelah peristiwa

akut selesai.'

A. Stabilisasi pasien mencakup pengendalian tekanandarah,

deteksi dan terapi aritmia, penempatan pasien yang tepat untuk

menghindari luka tekanan, pencegahan overhidrasi, koreksi pada

gangguan metabolik yang ada dan monitoring progresi stroke

dengan pemeriksaan neurologis.

B. Pembatasan iskemia

1. Temuan-temuan penting pada the North American

Symptomatic Carotid Endarterectomy Trial (NASCET)

mengungkapkan bahwa endar- terektomi karotis (CEA)

mempunyai manfaat yang besar untuk mereka: yang

mengalami stenosis derajat tinggi (70-99%) yang disertai

dengan TIA hemisfer baru atau stroke yang tidak

menimbulkan cacat. Selain itu, plak-plak yang non-oklusif

tetapi mengalami ulserasi pada pasien TIA juga

dipertimbangkan untuk menjalani CEA.

Waktu yang tepat untuk CEA ditentukan oleh luasnya

lesi. Temuan adanya infark sentral besar pada pemotretan

7

Page 8: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

otak memerlukan operasi ini pada ernpat minggu setelah

peristiwanya. Infark perifer yang lebih kecil dan TIA boleh

dioperasi lebih cepat. CEA boleh diindikasikan atas dasar

kedaruratan pada pasien dengan stenosis karotis yang

mudah dijangkau, tercatat tidak ditemukan infark serebral

besar pada CT scan atau MRI, dan gejala-gejala strokenya

menjadi berat dan mereda yang disertai dengan selang waktu

fungsi neurologis normal atau crescendo TIA.

2. Terapi antikoagulasi telah dipakai untuk profilaksis dan

terapi untuk stroke, tetapi terapi ini masih kontroversiai.

Rekomendasi-rekomendasi baru rnenyokong penggunaan

terapi antikoagulasi untuk mencegah kambuhnya stroke-

stroke kardioemboli, stroke vertebrobasilar, dar stroke yang

progresif. Pasien-pasien dengan stroke progresif dan

crescendo TIA hendaknya diberi heparin segera bila akan

dilakukan intervensi bedah, angiografi, dan terapi obat lebih

lanjut. Antikoagulasi segera hendaknya mulai pada pasien

dengan embolus serebral yang tidak mengalami perdarahan

besar atau infark besar. (Lihat Bab 15 Dispnea.)

Terapi antikoagulasi jangka panjang dengan

Coumadin (natrium warfarin) dianjurkan pada kasus-kasus

tertentu. Mereka yang bertahan dari stroke dengan etiologi

pasti emboli jantung serta pasien-pasien TIA yang lesinya

tidak dapat dijangkau secara bedah serta masih

menunjukkan gejala dengan terapi aspirin dipertimbangkan

sebagai kandidat untuk antikoagulasi. Terapi antikoagulasi

dikontraindikasikan bila emboli serebralnya disebabkan oleh

endokarditis bakteri subakut; tetapi, terapi cepat untuk

Infeksinya diindikasikan. Terapi hendaknya secara umum

dilanjutkan sekurang-kurangnya enam hingga 12 bulan atau

bahkan sepanjang hidup pasien.

8

Page 9: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

3. Nimodipin adalah suatu penyekat (blocker) saluran kalsium

yang terutama mempengaruhi perdarahan sistem saraf pusat.

Obat ini sudah terbukti untuk mengobati iskemia serebral

yang berkaitan dengan perdarahan subaraknoid. Dianjurkan

memulai terapi dalam 96 jam setelah awitan peristiwanya

dongan dosis SO mg yang diberikan per oral setiap empat

jam selama 21 hari.

4. Terapi-terapi obat yang sedang diteliti untuk digunakan

pada kerusakan iskemik yang sebenamya sangat menarik

termasuk penyekat saluran kalsium dan penyekat reseptor N-

metil-D-aspartat (NMDA) (mis., dekstrometorfan).

Pentoksifilin (Trental), yang mengubah morfologi sel darah

merah, dan obat-obat trombolitik (mis., streptokinase

[Strepase], urokinase, dan aktivator plasminogen jaringan)

sedang diteliti.

5. Pada dasamya dua obat digunakan bila pencegahan atau

terapi edema serebral merupakan indikasi.

a. Steroid kadangkala diberikan untuk meredakan edema

serebral dan, mungkin, untuk meningkatkan

penyembuhan. Deksametason (Decadron) dimulai dengan

dosis 4-6 mg intramuskular setiap empat hingga enam

jam dan hendaknya dikurangi secara perlahan (tapering

off) bila pasiennya sembuh,

b. Mannitol adalah suatu diuretika osmotik yang bermanfaat

untuk mengurangi edema serebral. Mannitol (20%)

diberikan dengan dosis . 0,25-1 g/kg secara intravena

setiap tiga hingga enam jam sementara respons klinis,

osmolaritas, dan tekanan intrakranial dimonitor. Dosis

hendaknya dibatasi hingga 100-200 g dalam 24-48 jam.

Mannitol dikontraindikasikan pada pasien dengan kongesti

perdarahan paru.

9

Page 10: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

C. Pencegahan berulangnya stroke adalah kunci untuk penurunan

morbiditas dan mortalitas yang berkelanjutan akibat stroke.

Peran CEA (lihat hal 632) untuk mencegah stroke pada pasien

dengan lesi derajat tinggi sudah dibahas. Peranan CEA pada

pasien dengan stenosis kurang dari 70% dan pada pasien

asimtomatik dengan stenosis sedang diteliti.

1. Mengubah faktor-faktor risiko, terutama pengendalian

tekanan darah (tekanan darah arteri rata-rata hendaknya <

100 mm Hg), berhenti merokok, dan terapi penyakit jantung

adalah hal yang penting. Kebanyakah pasien stroke dan TIA

mengalami penyakit jantung.

2. Terapi antitrombosit

a. Aspirin sekarang dianjurkan untuk pasien stroke dan TIA

baik yang sudah menjalani CEA atau belum. Sementara

dosis harian 325 mg masih dipakai, penelitian-penelitian

baru mengindikasikan bahwa dosis harian sampai 30 mg

sama efektifnya. Pasien yang mempunyai risiko tinggi

perdarahan serebral hendaknya disingkirkan.

Dlplridamol (Persantine), 25-50 mg dua hlngga tiga

kali sehari sekurang-kurangnya satu jam sebelum makan,

tidak mempertinggi efek aspirin. .

b. Triklopidjn hidroklorida (Ticlid), 250 mg per oral dua kali

sehari, sekarang diindikasikan untuk digunakan pada

pasien yang tidak toleran terhadap aspirin. Efek samping

meliputi diare dan erupsi kulit. Neutropenia absolut

reversibel merupakan efek samping triklopidin yang jarang

tetapi serius.

VI. Strategi penatalaksanaan. Stroke merupakan penyakit vaskular

yang generalisata; keadaan ini merupakan satu kejadian dalam

proses yang berkepanjangan dan berlangsung lama. Strategi

penatalaksanaan dipusatkan pada pencegahan manifestasi penyakit

10

Page 11: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

yang lebih jauh dan memaksimalkan fungsi' pasca-stroke selama tiga

stadium stroke.

A. Stadium I. Stadium akut stroke berlangsung selama minggu

pertama. Perhatian dicurahkan untuk mengevaluasi, memelihara,

dan mengembalikan fungsi, termasuk rentang gerak pasif

ekstremitas, penempatan pasien secara tepat, pengubahan

posisi yang sering, dan pemeliharaan higiene yang baik.

B. Stadium II. Stadium subakut stroke biasanya berlangsung

selama tiga bulan. Pemulihan fungsi neurologis paling besar

pada masa-masa ini. Rehabilitasi yang meliputi penilaian

interdisipliner dan terapi oleh suatu tim yang terdiri dari perawat,

ahli fisloterapi, ahli terapi kerja, ahli terapi wicara, ahli diet, dan

dokter membantu memaksimalkan pengembalian fungsi dan

ketidaktergantungan pasien pada orang lain. Pemilihan tempat

rehabilitasi (mis., unit rehabilitasi formal, rumah perawatan yang

terlatih, rumah pasien dengan koordinasi oleh agen perawatan

kesehatan, atau fasilitas rawat jalan) tergantung pada kondisi

medis pasien, situasi keluarga (dukungan dan kelemahannya),

pertimbangan ekonomi, dan sumber-sumber yang tersedia.

Untuk mengambil keuntungan dari aneka macam rehabilitasi

tersebut, pasien harus mampu berkomunikasi (verbal atau

nonverbal), mengikuti dua sampai tiga langkah perintah, dan

mengingat apa yang telah dipelajarinya. Unit-unit rehabilitasi

menghendaki ketahanan kardiopulmonar pasien memungkinkan

untuk melaksanakan dua sampai tiga jam terapi intensif setiap

hari. Pasien dengan demensla berat, penyakit paru obstruktif

kronik yang berat, keterbatasan cadangan kardiovaskular yang

nyata, atau aneka penyakit sendi yang sangat berat tidak

mungkin mendapatkan * keuntungan dari rehabilitasi.

C. Stadium III. Stadium kronik pemulihan stroke mulai setelah tiga

bulan. Pengembalian neurologis mungkin berlangsung terus

11

Page 12: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

sampai selama satu tahun setelah peristiwa dan pemulihan

fungsional dapat terjadi sampai dua tahun Pemeliharaan

pencapaian fungsional yang telah dicapai pada stadium subakut

sangat penting.

1. Keterlibatan keluarga/pemberi perawatan dalam fase akut

dan fase antara pada perawatan stroke akan menambah

pengetahuan tentang kondisi pasien dan harapan-harapan

pasien. Format untuk suatu konferensi keluarga dengan

penyakit kronik dewasa tercantum dalam Tabel 87-2.

Koordinasi keterlibatan pasien dan keluarga secara tepeti"

dengan perencanaan pengeluaran pasien dari rumah sakit

meliputi sesit sesi pengajaran keluarga dan pemberi

perawatan bersama dengan. pasiennya dan dengan masing-

masing ahli terapi regular dan tim perawat yang merawat

pasien.

2. Keterlibatan agen perawatan kesehatan di rumah

memungkinkan transisi yang mulus dan memungkinkan

pemecahan masalah ketika pasien kembali ke rumah.

3. Monitoring pasien oleh dokter secara berkala dan teratur

penting untuk menilai dan meningkatkan strategi-strategi

penatalaksanaan risiko: menemukan dan memberi terapi

penyakit yang mempersulit (indeks Barthel, Tabel 87-3),

membicarakan tentang halangan-halangan potensial

teihadap pemeliharaan fungsi, dan mempermudah

penerimaan kecacatan tersebut oleh pasien.

VII. Perjalanan penyakit dan prognosis. Secara keseluruhah, sebagian

besar pasien yang sejak semula sadar akan berhasil melewati fase

akut stroke. Kematian pada fase akut umumnya disebabkan oleh

gangguan serebral yang berkaitan dengan kegagalan fungsi vital

yang ireversibel pada batang otak. Emboli paru dan gangguan

12

Page 13: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

jantung memperbesar kematian dini pada korban stroke. Penyebab

sistemik (mis., pneumonia, emboli paru, penyakit jantung iskemik,

stroke berulang, dll.) merupakan penyebab kematian yang sering

pada fase subakut dan fase kronik. Risiko berulangnya stroke besar

sekali. Komplikasi utama stroke adalah aspirasi, infeksi (mis., infeksi

saluran kencing dan pneumonia), luka tekanan (dekubitus), abrasi

kornea, dan depresi.

Tabel 87-2. Format untuk konferensi keluarga pada penyakit

kronik dewasa

13

1. Pendahuluan anggota-anggota keluarga dan professional perawatan kesehatan

2. Penyajian tentang ringkasan kasus:a. Riwayat medis pasien sekarang inib. Temuan-temuan klinis yang berkaitanc. Masalah-masalah jangka pendek, prognosis, dan rencanad. Masalah-masalah jangka panjang, prognosis, dan rencana

3. Tinjauan tentang genogram keluargaa. Faktor-faktor psikososialb. Faktor-faktor lingkunganc. Dinamika keluarga

4. Mendengarkan respon-respon keluarga/pasiena. Perasaanb. Pertanyaan-pertanyaan tentang kesehatanc. Rencana-rencana masa datang

5. Ringkasana. Perumusan rencanab. Pencapaian consensusc. Penemuan/pengenalan sumber-sumberd. Menetapkan tugas-tugas khusus

Page 14: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

Tabel 87-3 indeks barthel

14

Skor di atas 60 berarti diperlukan bantuan perawatan personal kurang dari dua jam sehari.Skor 60 atau kurang menunjukkan empat jam atau lebih bantuan perawatan personal diperlukan setiap hari. Skor 60 diberikan bila satu criteria tidak dapat dipenuhi.

Dengan bantuan tanpa bantuan1. Makan 5 102. Pindah dari tempat tidur ke kursi roda dan 15

Kembali ke tempat tidur lagi (termasuk duduk 5=dibantu hanya saat turun diatas tempat tidur) dari tempat tidur

10 = sedikit dibantu/dengan isyarat3. Merawat diri (cuci muka, menyisir rambut, 0 5

Bercukur termasuk mempersiapkan pisauCukur, gosok gigi, memakai sendiri alat make Up bila pakai)

4. Kegiatan toilet (pergi ke/dari toilet, memegang lap, 5 10Membersihkan, menyetor)

5. Mandi (tub, shower atau mandi spons lengkap) 0 56. Jalan-jalan, 50 yards, permukaan datar

a. Jalan (diperbolehkan dengan alat bantu) 10 15b. Tidak dapat berjalan(mis dengan kursi (0) (5)

Roda)7. Naik/turun tangga (diperbolehkan dengan alat 5 10

Bantu mekanik)8. Berpakaian (termasuk mengikat tali sepatu 5 10

Dan mengenakan alat-alat bantu; tidak termasuk Korset dan pakaian yang tidak diwajibkan olehDokter)

9. Kontinensia buang air besar (diperbolehkan 5 10Dengan supositoria, enema)

10. Kontinensia buang air kecil 5 10

Page 15: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

Gagal Jantung Kongestif

Gregory L. Clementz, MD

I. Definisi. Gagal jantung kongestif (GJK) ditandai oleh bendungan

paru atau sistemik abnormal yang berasal dari jantung.

II. Epidemiologi

A. Prevalensi. Terdapat lebih dari dua juta kasus GJK di AS, dan

setiap tahun-nya 400.000 kasus baru didiagnosis. Dari suatu

studi, GJK merupakan diagnosis tersering kesembilan belas

yang ditemukan pada praktik rawat jalan dokter keluarga. GJK

merupakan diagnosis tersering keempat pada pasien-pasien

rawat inap dari dokter keluarga yang tergabung dalam National

Study of the Content of Family Practice.

B. Kesimpulan dari studi Framingham sehubungan dengan

etiologi GJK

1. Sekitar 75% pasien dengan GJK kronik menderita

hipertensi. Baik hipertensi sistolik maupun diastolik

ditemukan sama pentingnya.

2. Penyakit arteri koroner dijumpai pada 46% pria dan 27%

wanita dengan GJK. Faktor-faktor risiko penyakit arteri

koroner seperti merokok, hiperkolesterolemia, dan diabetes

melitus, juga merupakan faktor-faktor risiko yang penting

untuk GJK.

3. Diabetes melitus ditemukan pada 16% pasien GJK.

Kardiomiopati diabetik dapat menjadi penyebab penting dari

GJK, terutama pasien-pasien diabetes melitus tergantung

insulin tanpa penyakit koroner.

4. Sekitar 15% kasus GJK berkaitan dengan kardiomiopati, dan

tiga persen kasus berhubungan dengan penyakit jantung

rematik.

15

Page 16: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

C. Faktor-faktor risiko lain pada GJK

1. Jenis kelamin. Terdapat sedikit dominansi pria pada

penderita GJK di bawah usia 65 tahun, dan sedikit dominansi

wanita pada penderita GJK di atas 75 tahun.

2. Usia merupakan suatu faktor risiko yang bermakna pada GJK

karena insidens GJK lebih dari dua kalinya per dasawarsa

mulai usia 45 hingga 75 tahun.

III. Patofisiologi.

A. Sebab-sebab GJK

1. Gangguan fungsi sistolik ventrikel

a. Afterload dan preload yang berlebihan, kontraktilitas

menurun, dan bradi dan takiaritmia dapat menyebabkan

gangguan fungsi sistolik. Penyebab gangguan fungsi

sistolik ventrikel kiri kronik diberikan pada Tabel 73-1.

Gagal ventrikel kanan biasanya disebabkan oleh gagal

ventrikel kiri atau penyakit paru-paru.

b. Fraksi ejeksi (rasio curah sekuncup terhadap volume

akhir diastolik) merupakan suatu parameter klinis yang

penting dalam menentukan fungsi sistolik dan biasanya

kurang dari 45% pada waktu istirahat pada pasien-pasien

GJK yang disebabkan gagal fungsi sistolik.

2. Peningkatan tekanan atrium dengan fungsi sistolik

normal

a. Penyakit katup seperti stenosis trikuspidalis atau mitralis

ataupun regurgitasi trikuspidalis atau mitralis dapat

menyebabkan peninggian tekanan atrium dengan fungsi

sistolik tetap normal.

b. Pasien dengan gangguan fungsi diastolik ventrikel

memiliki tekanan akhir diastolik yang lebih tihggi tanpa

memandang besarnya volume akhir diastolik ventrikel,

16

Page 17: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

akibatnya tekanan atrium menjadi tinggi dan timbul

bendungan paru atau sistemik dengan fungsi sistolik

normal.

(1) Gangguan fungsi diastolik ventrikel ki.i terjadi pada

fungsi sistolik ventri-kel kiri yang normal pada 35-40%

pasien dengan GJK klinis. Gangguan fungsi diastolik

seringkali terjadi bersama-sama gangguan fungsi

sistolik, tetapi dapat pula mendahului gangguan

fungsi sistolik pada pasien-pasien penyakit koroner

dan hipertensi.

Tabel 73-1 penyebab gangguan fungsi sistolik

1Kardiomiopati dapat dibatasi sebagai suatu penyakit miokardium yang tidak berkaitan

dengan hipertensi, anomali kongenital, ataupun kelainan vaskular. Seorang pasien

dengan kardiomiopati dapat atau tidak menderita GJK.

(2) Pengisian diastolik yang abnormal dianggap sekunder

dari gangguan relaksasi v/entrikel ataupun

berkurangnya daya regang ventrikel atau bilik

(berkurangnya kelenturan). Penyebab gangguan

fungsi diastolik ventrikel kiri saja diberikan dalam

Tabel 73-2.

(3) Gagal jantung curah tinggi diberi batasan sebagai

gagal jantung kongestif yang terjadi akibat kondisi-

17

Kardiomiopati iskemik kongestif1 ( gangguan fungsi sistolik pada infark miokardium yang mnyembuh)HipertensiPenyakit katup jantung (aorta atau mitralis)Kardiomiopati dilatasi

Idiopatik inflamatorikInfeksi (bakteri, mikobakteri, parasit, riketsia, spiroketa, dan jamur)Non infeksi (penolakan transplantasi, penyakit autoimun, reaksi hipersensitivitas, dan peripartum)Toksik (alkoholik, obat-obat kemoterapi dan katekolamin)Metabolic (endokrinopati dan dan masalahgizi)FamilialMikrovaskulatur koroner abnormal

Page 18: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

kondisi yang me-ningkatkan tuntutan hemodinamik

atau metabolik (lihat Tabel 73-3).

B. Mekanisme kompensasi pada GJK terjadi akibat berkurangnya

curah jantung ataupun meningkatnya tekanan atrium. GJK

terkompensasi adalah kondisi dengan fraksi ejeksi rnenurun

tetapi curah jantung dapat dipertahankan oleh mekanisme-

mekanisme berikut ini dengan atau tanpa terapi obat.

1. Mekanisme kompensasi sentral termasuk hubungan Frank-

Starling dan hipertrofi ventrikel akibat peningkatan preload

atau after-load.

Tabel 73-2 penyebab fungsi gangguan diastolik ventrikel kiri saja

2. Mekanisme kompensasi perifer mengakibatkan (1) aktivasi

sistem renin-angiotensin, (2) peningkatan kadar hormon-

hormon endogen lokal dan sirkulasi yang bersifat kontra-

regulasi terhadap renin-angiotensin, (3) aktivasi dari sistem

saraf simpatis dengan peningkatan kadar nor-epinefrin

serum, (4) redistribusi curah jantung untuk mompertahankah

aiiran darah ke jantung dan otak, dan (5) peninggian kadar

2,3-difos-fogliserat (DPG).

18

I. Berkurangnya kelenturan ventrikelA. Hipertrofi ventrikel kiri

1. Penyakit jantung hipertensi2. Kardiomiopati hipertrofik (lihat catatan kaki pada Tabel 73-

1)a. Obstruktifb. Non-obstruktif

B. Kardiomiopati restriktifC. Penyakit perikardium

II. Gangguan relaksasi ventrikel disebabkan oleh penyakit arteri koroneria yang berkaitan dengan iskemia

Page 19: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

IV. Diagnosis.

a. Tanda dan gejala. Pasien-pasien dengan gangguan fungsi sistolik

atau dengan peninggian tekanan atrium dengan fungsi sitolik normal

dapat memperlihatkan sejumlah gejala dan temuan yang

memungkinkan diagnosis klinis GJK. Secara umum, gejala-gejala

pasien merupakan petunjuk yang lebih peka dari GJK dibandingkan

temuan-temuan pada pemeriksaan fisik. (Lihat Tabel 73-4 dan 73-5.)

b. Pemeriksaan laboratorium

1. Elektrokardiografi. Suatu elektrokardiogram (EKG) pertu dibuat

pada semua pasien yang baru didiagnosis sebagai GJK atau yang

mengalami eksaserbasi GJK. Tabel 73-6 memberikan temuan-

temuan EKG yang berguna dalam menentukan penyebab GJK.

2. Sinar-X dada. Sinar-X dada sangat penting pada pasien-pasien

yang baru didiagnosis GJK dan pada kebanyakan pasien dengan

eksaserbasi GJK. Sinar-X memungkinkan Kita untuk melakukan

penilaian terhadap ukuran jantung baik secara keseluruhan

maupun pembesaran ruang tertentu, dan bersifat lebih peka

dibandingkan pemeriksaan fisik da|arn mendeteksi peninggian

tekanan vena paru-paru.

Vena-vena paru-paru yang teregang dan menonjol pada

dada atas berkorelasi dengan tekanan vena paru-paru di atas 13

mmHg. Edema paru-paru terjadi bila tekanan vena paru

melampaui 25 mmHg. Edema interstisial paru ditandai oleh

gambaran vaskular paru dan hilus yang tidak jelas. Garis-garis

Kerley B pada kedua dasar paru, cairan pleura yang menumpulkan

sudut kostofrenik, ataupun cairan edema yang menumpuk dalam

ruang-ruang interlobaris. Edema alveolar paru menghasilkan

gambaran "kupu-kupu" pada sinar-X dada.

19

Page 20: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

Tabel 73-4 Gejala-gejala Gagal Jantung Kongestif Kronik

Sensitivitas SpesifitasGejala-gejala gagal ventrikel kiri1. Dispnea. Klasifikasi

fungsional New York Heart AssociationI. Pasien tidak memiliki

gejalaII. PAsien dengan dispnea

atau kelelahan pada aktivitas sedang

III. Pasien yang mengalami dispnea atau kelelahan dengan aktivitas ringan

IV. Pasien yang mengalami dispnea atau kelelahan pada saat istirahat dan pada aktivitas ringan

66% 52%

2. Ortopnea 21% 81%3. Dispnea nocturnal

paroksismal33% 76%

4. Batuk malam hari - -5. Insomnia - -6. Diaphoresis - -7. Pernapasan cheyne-stokes - -8. Lemah - -9. Perasaan kacau. Terutama

pada orang tua- -

Gejala-gejala gagal jantung ventrikel kanan

1. Riwayat pertambahan berat badan

- -

2. Riwayat edema - -3. gejala-gejala saluran cerna

seperti anoreksia, mual, kembung, atau nyeri perut kanan atas

- -

4. Riwayat pertambahan lingkar perut

- -

3. Ekokardiografi dan angiografi radionuklid. Ekokardiografi

Doppler, M-mode, dan dua-dimensi, atau jika ini secara teknis

sulit, maka diperlukan angiokardiografi radionuklidfvenlrikulografi

nuklir atau gated pool study untuk menggolongkan pasien-pasien

GJK ber: dasarkan fungsi sistolik normal dan abnormal untuk

20

Page 21: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

menentukan terapi yang tepat. Diagnosis gangguan fungsi

diastolik saja dapat dibuat pada banyak pasien GJK dengan salah

satu metode di atas, tetapi hasilnya bergantung pada keahlian

individu dalam menginterpretasikan studi studi ini. Selain itu,

kedua pemeriksaan dapat mendeteksi kelainan kontraksi dinding

regional yang mengisyaratkan suatu penyakit arteri koronaria yang

mendasari. Kedua studi ini juga berguna until mengevaluasi

ventrikel kanan.

Ekokardiografi berguna dalam menggolongkan pasien-

pasien dengan kardiomiopati berdasarkan ukuran ventrikel dan

fungsi yaitu tipe dilatasi, hipertrolik, atau tipe restriktif-konstriktif.

Ekokardiografi dapat menilai penyakit katup jantung dan

memperkirakan keparahannya. Selain itu, ekokardiografi juga

dapat mendeteksi penyakit pericardium, hipertensi paru, dan

trombi intrakardiak.

4. Pemeriksaan laboratorium lainnya. Elektrolit serum, nitrogen

urea darah (BUN) dan kreatinin, uji fungsi hati, profil tiroid, dan

hitung darah lengkap merupakan indikasi pada kebanyakan pasien

GJK yang baru atau pasien GJK dengan eksaserbasi.

Tabel 73-5. Tanda-tanda gagal jantung kongestif

Sensitivitas SpesifitasTanda-tanda GJK kanan dengan atau tanpa gagal ventrikel kiri penyertaPertambahan BB lebih dari 4 kg (sebelum edema)

- -

Edema (sebagai tanda diagnostik dari gagal ventrikel kiri)

8-10% 93-100%

Refluks hepatojugular (sebagai tanda diagnostic gagal ventrikel kiri)

-17-20%

-91-100%

Distensi vena-vena leher pada 45 derajat

(sebagai tanda diagnostik dan gagal ventrikel kiri)

-

10-20%

-

97-100%

21

Page 22: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

Hepatomegali - -ASites abdominal - -Bunyi jantung ketiga ventrikel kanan - -Tanda-tanda GJK kiriRonki pada kedua dasar paru-paru

13-20% 91%

Mengi (asma jantung) - -Pekak pada dasar paru (efusi pleura) - -Bunyi jantung ketiga ventrikel kiri 16-31% 95-100%Perasat valsalva

(sebagai suatu tanda gangguan fungsi sistolik)(sebagai suatu tanda gangguan fungsi diastolik)

Sampai 88%Sampai 100%

--

1 Dari MJ Zema dalam Chest 1990; 97 : 772 dan MJ Zema et al dalam BR Heart J 1980; 44:560

a. Hiponatremia sering dijumpai pada pasien-pasien GJK dan

berkaitan baik dengan keparahan GJK maupun dengan kadar renin

serum yang tinggi.

b. Tes fungsi hati yang meninggi dengan sedikit peninggian bilirubin

serum dan enzim-enzim hati sering ditemukan pada pasien GJK dan

dikaitkan dengan bendungan pasif pada hati.

c. Azotemia prarenal sering ditemukan pada pasien-pasien GJK akibat

penurunan curah jantung dan perfusi ginjal.

d. Anemia dan hipo- atau hipertiroidisme dapat menyebabkan

kekambuhan GJK atau mencetuskan GJK pada pasien-pasien

dengan cadangan jantung terbatas (misal, pasien dengan

penurunan fraksi ejeksi hanya saat berlatih fisik).

5. Pemantauan Holter (EKG-24 jam). Enam puluh hingga 90% pasien

dengan GJK memiliki ektopi yang kompleks atau sering, dan hampir

80% pasien GJK mengalami takikardia ventrikular yang tidak menetap.

Oleh sebab itu, setiap pasien GJK yang memperlihatkan gejala-gejala

yang cocok dengan suatu aritmia, misalnya palpitasi, pusing, prasinkop

atau sinkop, perlu dipertimbangkan untuk pemantauan Holter.

Demikian pula tiap pasien GJK dengan fraksi ejeksi kurang dari 40%,

22

Page 23: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

dengan penyakit arteri koronaria, atau kardiomiopati hipertrofik perlu

dipertimbangkan untuk pemantauan Holter.

6. Studi-studi elektrofisiologis. Pasien-pasien GJK dengan takikardia

ventrikular yang menetap spontan (takikardia ventrikular yang

Tabel 73-6 Elektrokardiografi Pada Gagal Jantung Kongestif

beriangsung lebih dari 30 detik) telah diidentifikasi, dan beberapa

pasien dengan takikardia ventrikular yang tidak menetap, terutama

mereka yang mendeirta penyakit arteri koronaria, perlu

dipertimbangkan untuk studi-studi elektrofisiologis dan diberi terapi anti-

aritmik yang dipandu secara elektrofisiologis.

V. Pengobatan. Gejala-gejala GJK dapat dikontrol dengan kombinasi

pengobatan farmakologis dan non-farmakologis.

A. Pengobatan non-farmakologis

1. Pasien biasanya dinasehati untuk membatasi aktivitas fisik sesuai

dengan tingkat keparahan GJK. Akan tetapi, latihan isotonik

seperti berjalan atau naik sepeda statis telah dibuktikan dapat

memperbaiki toleransi latihan dan gejala-gejala GJK pada

sebagian pasien GJK ter-kompensasi. Sebaliknya, latihan

isometrik perlu dihindarkan.

2. Pasien-pasien perlu membatasi asupan natrium sainpai dua

hingga empat gram sehari bergantung pada keparahan GJK, guna

mengurangi preload.

B. Pengobatan farmakologis (lihat Tabel 73-7)

1. Diuretik mengurangi preload dan bendungan paru serta sistemik

pada pasien-pasien GJK. Efek samping yang mengkhawatirkan

23

Suatu EKG dapat membantu jika GJK dicetuskan oleh suatu aritmiaPembesaran atrium dapat didiagnosisSuatu kompleks QRS yang meningkat mengisyaratkan hipertrofi ventrikel kiriAda perubahan –petubahan akibat hipertrofi ventrikel kanan yang dapat dikaitkan

dengan gagal jantung kongestif kananKompleks QRS dengan voltage rendah dapat mengarahkan pada amiloidosis atau

penyakit pericardiumEKG dapat memperlihatkan perubahan-perubahan dari infark miokard akut atau gelombang Q abnormal dapat mengarahkan p[ada infark miokard terdahului S atau pola

pseudoinfark dapat ditemukan pada kasus-kasus kardiomiopati dilatasi, hipertrofik, restriktif

Kelainan konduksi seperti hambatan berkas cabang kiri terutama sering ditemukan pada kardiomiopati

Page 24: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

dari diuretik pada pasien GJK adalah hipokalemia, hiponatremia,

hipomagnesemia azotemia prarenal, hipotensi ortostatik, dan

penurunan curah jantung.

a. Dosis diuretik perlu dititrasi berdasarkan gejala-gejala pasien,

berat badan, serta hasil pengukuran elektrolit serum dan BUN.

Gunakanlah selalu dosis diuretik terendah yang masih efektif.

b. Tiazid biasanya memadai pada pasien-pasien dengan GJK

ringan bila bersihan kreatinin di atas 30. mL/menit. Diuretik

simpati seperti furosemid sebaiknya diberikan pada pasiien-

pasien GJK sedang hingga berat dan pada pasien-pasien

dengan bersihan kreatinin di bawah 30 mL/menit. dosis diuretik

sampai cukup bevariasi dan terutama bergantung pada fungsi

ginjal dan keparahan GJK. Jika seorang pasien tampaknya

menjadi resisten terhadap satu diuretic simpai, maka pemberian

diuretic simpai lainnya dapat saja efektif. Alternative lain adalah

penambahan suatu diuretik tiazid metolazol pada diuretik

simpai.

c. Pada pasien-pasien GJK, bila perlu suplemen kalium atau

obat- obat homat kalium seperti triamteren, amitorid, atau

spironolakton dapat ditambahkan pada diuretik-diuretik di atas.

hyperkalemia dapat terjadi dengan obat-obat ini jika ada

gangguan ginjal atau jika pasien mendapat suatu penghambat

enzim konversi angiotensin (ACE).

2. Vasodilator mengurangi preload dan afterload pada pasien-pasien

dengan gangguan fungsi sistolik. Obat-obat ini juga dapat

menyebabkan hipotensi pada pasien-pasien GJK dengan gangguan

fungsi diastolic saja, kondisi curah tinggi, atau dengan stenosis

mitralis atau aorta.

a.Nitrat kerja panjang terutama menyebabkan venodilatasi, penu-

runan preload, dan berakibat dengan penurunan tekanan akhir di-

astolik ventrikel. Isosorbid dmitrat atau nitrogliserin transdermal

24

Page 25: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

dapat diberikan dengan interval bebas nitrat untuk mencegah

toleransi. Nitrat saja dapat momperbaiki gejala-gejala pasien dan

kemampuan toleransi latihan fisik.

b.Hidralazin adalah suatu vasodilator arteriolar yang mengurangi

alterload dan meningkatkan curah jantung tanpa banyak mem-

pengaruhi tekanan akhir diastolik ventrikel. Hidralazin harus

diberikan bersama nitrat kerja panjang karena hidralazin saja

mungkin tidak dapat memperbaiki gejala-gejala penderita.

c.Penghambat ACE seperti kaptopril atau enalapril memperbaiki

gejala pada hampir 80% pasien GJK dalam enam minggu sejak

terapi dimulai. Kemunduran fungsi ginjal sering diamati pada

pasien GJK fungsionsl kelas III dan IV dengan hiponatremia dan

dengan tekanan darah sistolik di bawah 100 mmHg saat

manggunakan penghambat ACE. Pasien-pasien yang telah

mendapat diuretik biasanya memerlukan penurunan dosis

diuretik setelah pemberian penghambat ACE dimulai. Efek

samping penghambat ACE antara lain neutropenia; proteinuria,

disgeusia, dan mam (kaptopril); dan angioedema dan batuk

(enalapril). Namun, pada umumnya dapat dikatakan pasien-

pasien dengan gagal jantung sistolik dapat men-toleransi

penghambat ACE lebih baik daripada terapi kombinasi hidralazin

dan nitrat kerja panjang.

(1) Penghambat ACE mengurangi preload dan tekanan akhir

diastolik ventrikel dengan meningkatkan ekskresi natrium

dan air dan melalui venodilatasi langsung. Obat-obat ini

menyebabkan vasodilatasi arteriolar dan mengurangi

afterload dengan meng-hambat angiotensin II, menurunkan

tonus simpatis, dan mengaktifkan hormon-hormon lokal

endogen.

(2) Penghambat ACE mengurangi kadai norepinefrin serum

dengan akibat lebih sedikitnya disritmia ventrikel;

25

Page 26: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

memperbaiki hiponatremia, dan dapat mencegah dilatasi

ventrikel kiri pada pasien-pasien dengan gangguan fungsi

ventrikel kiri setelah infark miokardium anterior akut.

Tabel 73-7. Terapi Farmakologis untuk Gagal Jantung Kongestif

Ekokardiogram atau gated pool

Kelas Fungsi-onal

Diuretik/terapi pengganti kalium

Vasodilator Digoksin Inotrop negatif

GJK Sistolik I atau II 1. Berikan hidriklorotiazid (HTZ) 12,5-25mgqd. Namun jika bersihan kreatinin kurang dari 30 ml/menit, berikan furosemid saja hingga 20 mg bid untuk diuresis

Berikan ACE pada awalnya dengan suatu diuretic atau diuretik diberikan belakangan jika perlu Berikan katopril 6,25 mg qid, atau enelapril 2,5-20 mgqd

Tambahkan digoksin jika perluDosis awal5-10mcg/kg 24 jam terbagi dalam tiga dosis (tanpa memandang fungsi ginjal)Dosis pemeliharaanJka bersihan kretinin 25-50 ml/menit berikan 0,125-0,1875 mg qd

Pengham bat beta untuk sebagian pasien dengan kardiomio pati dilatasi idiopatik

2. Jika fungsi ginjal pasien normal dan tidak sedang diterapi dengan suatu ACE, maka pemberian suatu diuretic hemat kalium akan sangat menolong: amilorid 5 mg qd, spironolakton 25 mg bid, atau triamteren 50 mg qd. Alternative lain adalah penambahan kalium klorida biasanya 20-40 meq qd, jika perlu dalam dosis terbagi

Mulai (lihat atas) Lihat atas

II atau III 1. Berikan hidroklorotiazid 25-50 mq qd. Jika respons tidak memadai atau jika bersihan kreatinin kurang dari 30 mL/menit, berikan furosemid saja dalam dosis 20-40mg bid hingga 20mg bid efek dieresis

Tambahkan 1. ACE kaptopril 6,25

mg qid hingga 50mg qid, atau enalapril 2,5-20 mg qd

2. Jika perlu tambahkan kalium klorida, biasanya 20-80meq qd dalam dosis terbagi

2. Jika suatu ACE tidak digunakan, berikan isosorbid 40 mg PO bid, atau nitrogliserin transdermal ½-1

26

Page 27: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

tiap 6 jam atau dengan atau tanpa hidralazin 25 mg tid hingga 100 mg qid

IV 1. Berikan furosemid 40 mg bid hingga 300mg bid. Jika respons tidak memadai tambahkan metolazon mulai dengan dosis 2,5 mg qd hingga 10 mg qd. Jika rspons masih tak memadai, hentikan furosemid dan mulai bumetanid 0,5 – 2 mg qd hingga 10 mg dalam dua / tiga dosis terbagi, atau asam etakrinat dimulai dengan dosis 50 mg qd dan dapat ditingkatkan hingga 50-100 mg bid

Tambahkan 1. Kaptopril hingga

100 mg dosis individual atau enalapril hingga 40 mg qd atau

2. Terapi nitrat / hidralazin seperti di atas

Berikan (lihat atas) Lihat atas

2. Jika perlu tambahkan kalium klorida, biaasanya 20-80meq qd dalam dosis terbagi

GJK diastolic saja

Seperti di atas Nitrat membantu pada iskemia koronerPenghambat ACE membantu pada pasien hipertensi

Tidak diindikasikan Penghambat saluran kalsium atau penghambat beta terkadang membantu

1Dobutamin tidak diindikasikan meskipun kadang dapat membantu pada pasien GJK sistolik kelas IV. Konsultasi kardiologi dapat dianjurkan pada kebanyakan pasien ini.2Konsultasi kardiologi dapat dianjurkan pada pasien-pasien ini. Ada pertanyaan mengenai pemakaian penghambat beta pada kasus-kasus seperti ini3Konsultasi kardiologi dapat dianjurkan pada pasien-pasien tertentu

3. Obat-obat inotropik meningkatkan kontraktilitas miokardium dan

dapat bermanfaat pada pasien-pasien GJK dengan gangguan

fungsi sistolik. Digoksin seringkali diresepkan pada pasien-pasien

GJK. Meskipun beberapa penghambat fosfodiesterase dan agonis

beta seperti dobutamin dapat memberikan perbaikan hemodinamik

jangka pendek dan perbaikan gejala pada pasien-pasieh GJK yang

27

Page 28: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

berat, namun ada kekhawatiran bahwa obat-obat seperti ini dapat

bersifat pro-aritmik dan sebenarnya memperpendek harapan hidup.

a. Digoksin yang dianggap suatu obat inotropik lemah, efektif pada

pasien-pasien GJK dengan fibrilasi atrium yang memperlihatkan

resons ventrikel cepat. Obat ini dapat pula bermanfaat pada

pasien-pasien GJK-tanpa memandang kelas fungsionalnya-

dengan BJ3 dan dilatasi ventrikel atau gangguan fungsi sistolik

pada ekokardiografi. Pemberian digoksin pada pasien dengan

infark miokard akut dan GJK adalah controversial. Digoksin tidak

dianggap bermanfat pada pasien-pasien dengan kor pulmonale

dengan irama sinus normal atau pada pasien-pasien dengan

gangguan fungsi diastolic ventrikel semata.

b. Kadar digoksin serum perlu diperiksa setiap dua minggu setelah

terapi dimulai jika psien tidak mendapatkan dosis beban awal,

dan perlu diperiksa secara berkala sesudahnya. Dosis rumatan

perlu disesuaikan agar kadar serum digoksin antara 0,8-2,0

ng/ml tetapi harus selalu dikaitkan dengan gejala-gejala yang

diperlihatkan pasien. Denyut respons ventrikel biasanya cukup

memadai sebagai panduan pemberian digoksin yang optimal

pada pasien-pasien fibbrilasi atrium.

c. Toksisitas digoksin terjadi pada 15-20% pasien yang

mendapatkan digoksin. Dari pasien-psien yang mengalami

keracunan digoksin, 16% mengalami disritmia yang mengancam

jiwa karena digoksin. Gejala-gejala keracunan digoksin antara

lain anoreksia, mual, penurunan ketajaman penglihatan ataupun

gangguan penglihatan warna, neuralgia fasialis, dan gejala-

gejala neuromuscular atau neuropsikiatrik yang tidak jelas.

Pasien-pasien yang mendapat digoksin yang juga mendapat

kuinidin, verapamil, datau amiodaron harus mengurangi dosis

harian dari digoksin hingga separuhnya guna menghindari

toksisitas digoksin.

28

Page 29: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

4. Obat-obat inotropik negative seperti verapamil atau propanolol jika

diberikan bersama diuretic dapat mengatasi gejala-gejala GJK

pada sebagian pasien dengan gangguan fungsi diastolic saja yang

timbul sekunder dari penyakit jantung hipertensif atau kardiomiopati

hipertrofi tanpa obstruksi saat istirahat. Beberapa pasien dengan

kardiomiopati dilatasi idiopatik dan gangguan fungsi sistolik

mengalami perbaikan dalam hal kelas fungsional, hemodinamik

dan kelangsungan hidup dengan dosis rendah dari obat-obat

selektif ß1 eperti metoprolol. Konsultasi kardiologi biasanya dapat

dianjurkan sebelum memulai pemberian metaprolol pada psien-

pasien kardiomiopati dilatasi idiopatik karena obat ini dapat

menimbulkan eksaserbasi GJK pada sebagian pasien.

VI. Strategi penatalaksanaan

A. Menyingkirkan penyebab dasar GJK dapat mencegah penyakit

miokardium progresif

i. Pembedahan, misalnya dapat mempertimbangkan pada

pasien-pasien gagal jantung sekunder dari penyakit katup

ii. Revaskularisasi mekanis perlu dipertimbangkan pada pasien-

pasien dengan penyakit arteri koronaria dan gangguan fungsi

ventrikel kiri

iii. Terapi hipertensi yang memadai diperlukan pada pasien-

pasien yang gagal jantungnya disebabkan oleh hipertensi

(lihat Bab 75)

B. Menyingkirkan faktr-faktor pencetus (dapat ikut membantu) dalam

penatalaksanaan GJK (lihat tabel 73-3)

C. Tindak lanjut pasien

1. Frekuensi kunjungan lanjutan untuk pasien-pasien GJK perlu

didasarkan pada keparahan GJK, usia pasien, dan pada ada

tiaknya masalah medis lain yang menyertai. Sebagian pasien

GJK fungsional kelas I atau II tanpa masalah medis yang nyata

29

Page 30: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

lainnya perlu diperiksa setiap tinga hingga empat bulan. Pasien-

pasien GJK fungsional kelas IV atau pasien-pasien dengan

kelas fungsional yang lebih baik namun dengan masalah medis

penyulit lain mungkin perlu lebih sering dikontrol, misalnya tiap

dua hingga empat minggu.

2. Pada tiap kunjungan gejala-gejala GJK perlu ditimbulkan dan

kelas fungsional perlu ditentukan.

1. Berat bdan pasien dan tekanan darah berbaring dan berdiri

perlu dicatat, serta pemeriksaan kardiovaskular dan paru-

paru perlu dilakukan. BUN, kreatini serum, elektrolit dan

kadar digoksin mungkin perlu diukur tergantung usia pasien,

fungsi ginjal, dan tingkat keparahan GJK.

2. Kepatuhan pasien terhadap rejimen terapi termasuk

pemantauan berat badan di rumah perlu dipastikan dan tiap

masalah diatasi. Juga perlu dibicarakan tiap efek samping

obat yang mungkin timbul, demikian pula pencegahan dari

faktor-faktor presipitasi GJK Ilihat tabel 73-3).

VII. Riwayat alamiah dan prognosis

A. Mortilitas. Pasien-pasien dengan awitan gagal jantung baru

memiliki angka kelangsungan hidup lima tahun kurang dari 50%,

sementara pasien-pasien dengan GJK yang berat dapat memiliki

angka kelangusngan hidup satu tahun kurang dari 50%. Mortalitas

tergantung pada etiologi spesifik dari GJK, keparahan gangguan

fungsi ventrikel kiri, kelas fungsional menurut New York Heart

Association, derajat aktivasi neurohormonal, dam keparahan

aritmia ventrikel. Lima puluh persen dari mortalitas pasien-pasien

GJK adalah akibat kematian mendadak yang agaknya disebabkan

oleh takiaritmia ventrikel.

B. Enalapril, 2,5-40 mg/hari, pada kasus-kasus GJK berat, ataupun

suatu kombinasi dengan hidralazin 300 mg/hari dan isosorbid

30

Page 31: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

dinitrit 160 mg/hari pada kasus-kasus GJK ringan sampai sedang,

telah dibuktikan dapat mengurangi mortalitas hingga sepertiga

pada satu hingga tiga tahun.

C. Sepuluh hingga 15% pasien-pasien GJK kronik gagal berespons

terhadap terapi medis tradisional. Sebagian dari pasien-pasien ini

dapat dipertimbangkan untuk transplantasi jantung. Pasien-pasien

transplantasi jantung kini memiliki kualitas hidup yang lebih baik

dan angka kelangsungan hidup dua tahun hingga 95%. Namun

demikian, jumlah pasien yang dapat memiliki transplant jantung

terbatas oleh jumlah jantung donor yang tersedia.

31

Page 32: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

Penyakit Jantung Iskemik

William E. Neighbor, Jr., MD

I. Definisi. Penyakit jantung iskemik (PJI) menjelaskan suatu

kompleks gejala dan tanda yang diakibatkan oleh porfusi jaringan,

hantaran oksigen, dan pengeluaran metabolit yang tidak adekuat pada

miokardium. Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung

iskemik akibat penyakit arteri koronaria (PAK).

PJI merupakan penyebab utama penyakit jantung di Amerika Serikat.

Bersama dengan penyakit kardiovaskular lain, PJI merupakan

penyebab utama mortalitas dan morbiditas dan menempati urutan

kedua setelah kecelakaan dan trauma sebagai penyebab-penyebab

utama kehilangan tahun-tahun kehidupan sebelum usia 65.

Seperempat dari semua kunjungan ke praktik dokter adalah karena

PJI.

II. Epidemiologi '

A. Faktor-faktor risiko yang tak dapat dimodifikasi

1. Usia. Insidens PJI meningkat dengan pertambahan usia pada

wanita dan pria.

2. Jenis kelamin. Angka PJI pada wanita kira-kira separuh dari

pria. Perbedaan ini paling besar pada usia di bawah 50 dan

menghilang kira-kira sepuluh tahun setelah usia 50, yaitu usia

rata-rata menopause.

3. Riwayat keluarga. Individu-individu dengan riwayat PJK

sebelum usia 55 pada kerabat tingkat pertama dalam keluarga

memiliki risiko dua hingga lima kali lebih besar untuk menderita

PJK dibandingkan mereka yang tanpa riwayat ini. Akan tetapi,

sebagian besar kasus PJK di AS terjadi pada individu-individu

di atau usia 55 tanpa riwayat PJK dini dalam keiuarga, dan

32

Page 33: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

individu-individu tanpa riwayat keluarga jangan terburu-buru

diyakinkan akan rendahnya risiko.

B. Faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi

1. Merokok. Perokok mengalami peningkatan insidens serangan

PJK dua hingga tiga kali lebih sering dibandingkan bukan

perokok. Risiko serangan PJK berkurang pada pria dan wanita

terhadap bukan perokok akan berkurang dalam lima hingga

sepuiuh tahun setelah berhenti merokok.

2. Tekanan darah. Peningkatan tekanan darah sistolik dan

diastolik (sistolik dan diastolik) merupakan faktor-faktor risiko

independen untuk PJI. Risiko ini menjadi dua kali lebih besar

pada individu dengan tekanan sistolik di atas 150 mmHg

dibandingkan individu dengan tekanan sistolik di bawah 130

mmHg dan pada individu dengan tekanan diastolik di atas 94

mmHg dibandingkan mereka dengan tekanan diastolik kurang

dari 80 mmHg. Pengobatan hipertensi merendahkan risiko

gangguan serebrovaskular dan gagal jantung kongestif, tetapi

tidak konsisten dalam mengurangi risiko infark miokardium

(IM).

3. Kolesterol. Individu-individu dengan kadar kolesterol total lebih

dari 260 mg/dL memiliki risiko PJK dua kali lebih tinggi

dibandingkan mereka yang memiliki kadar kurang dari 180

mg/dL. Kolesterol lipoprotein densitas rendah (LDL), llpcprotein

B, dari lipoprotein (a) secara sendirl-sendiri memiliki asosiasl

positif dengan risiko PJK. Kolesterol lipoprotein densitas tinggi

(HDL) menunjukkan asosiasi negatif. Penurunan kolesterol LDL

dan peningkatan kolestrol HDL secara signifikan menurunkan

risiko PJK.

4. Diabetes melitus. Diabetes melitus dihubungkan dengan

peningkatan dua kali lipat insidens PJK. Optimlsasi kadar

glukosa darah agaknya menurunkan risiko ini.

33

Page 34: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

5. Obesitas. Studi-studi jangka panjang bukan studi jangka

pendek. menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor risiko

independen PJK meskipun lemah. Efek ini terjadi bahkan pada

Individu-individu yang mengalami peningkatan 10% berat relatif

dalam jangka waktu yang panjang.

6. Aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang aktual berkaitan secara

independen dengan penurunan risiko.PJI.

7. Pola perilaku. Pola perilaku tipe A, terutama komponen

kekasaran dan kemarahan yang tidak diekspresikan pada pria

berkaitan dengan peninggian risiko PJK baru dua hingga empat

kali dibandingkan perilaku tipe B

8. Hormon-hormon seks eksogen. Studi-studi yang dilakukan

pada tahun 70-an menunjukkan bahwa pemakaian pil

kontrasepsi oral pada wanita berkaitan dengan risiko IM yang

4,5 kali lebih besar pada bukan perokok dan 39 kali lebih besar

pada wanita perokok lebih dari 2 batang per hari (dibandingkan

dengan bukan perokok yang tidak menggunakan pil

kontrasepsi). Pil kontrasepsi oral yang digunakan pada waktu

itu meningkatkan kolesterol LDL secara bermakna dan

menurunkan kolesterol HDL. Sebaliknya, pil-pil dosis rendah

yang kini banya digunakan, mengandung progestin dengan

lebih sedikit sifat androgenik sehingga dapat meningkatkan

kolesterol HDL dan tidak berpengaruh buruk terhadap

kolesterol LDL. Berdasarkan hasil-hasil Nurse Health Study, pil-

pil ini tidak meningkatkan risiko PJK pada bukan perokok.

9. Faktor-faktor lain. Faktor-faktor lain yang terbukti menjadi

factor- faktor risiko PJK yang bermakna antara lain kadar

insulin darah yang meningkat, gangguan toleransi glukosa,

peningkatan kadar fibrinogen darah, kelainan dalam faktor-

faktor pembekuan darah, asupan mineral mineral tertentu, dan

status oksidatif dari lemak darah.

34

Page 35: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

III. Patofisiologi

A. Patogenesis dan patologi. Penebalan dinding pembuluh darah

akibat aterosklerosis merupakan penyebab utama dari penyakit

jantung iskemik AS. Lesi awal dari suatu aterosklerosis adalah

bercak lemak yang terbentuk oleh infiltrasi makrofag sarat lemak

(sel busa) ke dalam intima. Bercak lemak ini dapat mengalami

regresi, menetap atau berkembang menjadi pil, fibrosa yang

mengandung makrofag, sel-sel otot polos, dan jaringan ikat padat.

Selanjutnya, sel-sel, otot polos dari tunika media akan bermigrasi

dalam intima dan mengumpulkan lemak pula. Bercak lemak dapat

ditemukan pada 90% atau lebih individu, kulit hitam atau putih, pria

atau wanita, setelah usia 20 tahun. Plak fibrosa dan lesi-lesi yang

lebih lanjut ditemukan pada arteri koronaria lebih dari 50% pria kulit

putih pada usia 30 dan lebih dari 50% wanita sebelum usia 40.

B. Etiologi. Iskemia terjadi jika kebutuhan oksigen miokardium

melampaui suplai lewat aliran arteri koronaria. Episode-episode

iskemia berulang dapat berakibat kerusakan miokardium. Gambar

79—1 menunjukkan rangkaian kejadian pada suatu episode

iskemia miokardium.. Faktor-faktor yang mempengaruhi suplai dan

kebutuhan oksigen miokardium secara sendiri-sendiri atau

borsama-sama menentukan kemampuan hidup sel-sel miokardium

(lihat Tabel 79—1). Kebanyakan pasien mengalami penyakit

aterosklerotik yang permanen maupun vasospasme. Faktor-faktor

tambahan dapat mempengaruhi penggunaan oksigen dan aspek-

aspek metabolisme lain dari sel-sel miokardium.

IV. Diagnosis

A. Tanda dan gejala

1. Tanda-tanda iskemia jantung hamplr selalu tidak ditemukan pada

praktik rawat jalan, namun dapat berupa perubahan

hemodinamik seperti bunyi jantung ketiga dan keempat, impuls

apeks diskinetik, bising sistolik sementara di apeks akibat

35

Page 36: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

insufisiensi mitralis, atau suatu bising diastolik yang diduga

akibat aliran turbulen melalui arteri koronaria yang mengalami

stenosis selama episode iskemik. Penyebab PJI non-koroner

dapat ditunjukkan oleh bising kardiomiopati hipertrofik atau

stenosis aorta. Perubahan arteriolar retina, penurunan denyut

perifer, dan bruit arteri menunjukkan penyakit vaskular yang

difus.

Penurunan rasio aliran/kebutuhan miokardium regional

Penurunan kritis P02 regional

Perubahan metabolik miokardium regional

Perubahan hemodinamik

Penurunan aliran darah subendokardium

Perubahan elektrokardiografik

GAMBAR 79—1 .Rangkaian kejadian pada suatu episode iskemia miokardium. (Dimodifikasi dan dlreproduksi atas izin dari Hill JA, Pepine

CJ: Myocardial ischemia and chest pain: A misunderstood and oversimplified relationship? Cardiol Clin 1986;4:621:)

36

Resolusi (episode iskemik tersembunyi)

Manifestasi Minis (Nyeri Dada, Infrak miokardium,

Aritmia, Kematian)

Page 37: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

Tabel 79-1 Penyebab iskemia miokardium

Faktor ContohA. Penurunan suplai oksigen

miokardiumPenurunan FIO2 Tempat tinggiPenurunan oksigenasi atau kapaitas angkut oksigen

Penyakit paru-paru, anemia

Penurunan tekanan perfusi HipotensiWaktu perfusi yang tidak memadai TakikardiaPeningkatan resistensi terhadap aliran darahKompresi ekstravaskularPenebalan dinding vascularSpasme vascularPenyempitan intraluminal

Jembatan miokardium transkoroner AterosklerosisAngina varian, angina campuranThrombosis, embolisme, agregasi trombosit

B. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardiumPeningkatan tebal dinding Hipertrofi ventrikel kiriPeningkatan ukuran ruang Gagal jantung kongestifPeningkatan denyut jantung Aritmia jantungPeningkatan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri

Gagal jantung kongestif, stenosis aorta

Peningkatan kontraktilitas Digitalis

2. Gejala-gejala dari PJI termasuk angina pektoris, nyeri dada

atipik, dan ekuivalen angina, IM akut, gagal jantung kongestif,

kematian mendadak, dan disritmia jantung juga dapat terjadi.

Kata "angina" berarti nyeri spasmodik, mencekik, atau sesak.

Angina pektoris digambarkan sebagai nyeri atau perasaan

berat yang dalam di dada terletak retrosternal, prakordial, atau

pada epigastrium dan seringkaii menyebar ke lengan,leher,

tenggorok, atau rahang, yang seringkali disertai sensasi sesak

atau panik dan memiliki pola menguat-melemah.

Nyeri dada atipik memperlihatkan sebagian namun tidek

semua ciri-ciri dari angina pektoris dan seringkaii lebih sulit

diramalkan sifatnya. Ekuivalen angina termasuk kelelahan,

lemah, mual, dispnea, palpitasi, penurunan toleransi latihan,

perasaan kacau, gamang, atau pingsan. Angina pektoris atau

37

Page 38: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

nyeri dada atipik ditemukan pada 70—80% paslen dengan PJI

sebelum usia 80 tetapi kurang dari 50% kasus setelah usia 80

tahun. Setelah usia 80 tahun, ekuivalen angina merupakan

keluhan utama pada PJI.

Pola angina yang lazim antara lain angina kronik stabil,

angina tak stabil, angina varian, angina campuran, dan sindrom

X. Angina kronik stabil menjelaskan bagian dari perjalanan

angina pektoris akibat PJI yang terdiagnosis, dengan nyeri dada

bersifat intermiten dan tidak bermakna dalam hal perubahan

sifat, intensitas, durasi, frekuensi, atau tingkat aktivitas yang

diperlukan untuk mencetuskan nyeri dada. Angin tak stabil

ditandai oleh (1) peningkatan frekuensl, keparahan, ataupun

lamanya episode angina, berlangsung dalam beberapa bulan,

minggu atau hari (angina kresendo); (2) suatu penurunan

bermakna dari tingkat faktor-faktor presipitasi yang diperlukan

untuk memulai gejala (misalnya angina saat istirahat); atau (3)

awitan baru dari angina yang berat dan sering pada beban kerja

yang rendah. Angina varian ditandai oleh nyeri dada yang

terutama terjadi saat istirahat, biasanya tidak pada saat

beraktivitas fisik, dan seringkaii pada malam hari atau saat

bangun (irama sirkadian). Angina ini sering disertai disritmia.

Angina campuran memiliki ciri-ciri angina klasik akibat penyakit

arteri koronaria permanen maupun angina varian akibat

vasospasme. Sindrom X ditandai oleh nyeri dada yang

konslsten dengan iskemia tetapi terjadi tanpa adanya bukti-bukti

PAK atau vasospasme pada angiografi.

B.Pemeriksaan laboratorium

1. Elektrokardiografi (EKG) saat istirahat

a. Indikasi. Suatu EKG 12 hantaran perlu dilakukan pada

semua pasien yang mengeluhkan kemungkinan angina

pektoris. EKG saat istirahat penting untuk menyingkirkan

38

Page 39: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

kontraindikasi terhadap EKG saat berlatih dan dalam

membantu memilih antara EKG saat ber-latih dengan uji

radionuklir sebagai uji diagnostik tambahan. EKG saat istirahat

inl tidak direkomendasikan untuk menyingkirkan PAK pada

individu-individu tanpa gejala karena pemeriksaan ini tidak

cukup sensitif maupun spesifik. Pada individu-individu ini, hasil

pameriksaan, tidak memiliki nilai prediktif tambahan di luar

yang telah didapatkan dari pengetahuan akan faktor-faktor

risiko.

b. Temuan-temuan pada PJI termasuk inversi gelombang T

akibat iskemia epikardium, depresi segmen ST akibat cedera

subendokar-dium, elevasi segmen ST akibat cedera

transmural, dan disritmia ventrikel. Gelombang Q patologis

menunjukkan IM lampau. Hipertrofi ventrikel kiri seharusnya

mewaspadakan terhadap kemungkinan obstruksi aliran keluar

atau hipertensi sebagai penyebab iskemia. Karena faktor-

faktor non-iskemik yang mempengaruhi segmen ST,

gelombang T dan gelombang Q, temuan EKG harus

diinterpretasikan sesuai konteks penemuan lain (lihat Tabel 79

—2). Selain itu, derajat perubahan segmen ST tidak secara

konsisten berkorelasi dengan derajat iskemia. EKG saat

istirahat seringkaii normal pada pasien-pasien dengan PJI

yang sudah mapan. Namun, pemeriksaan ini memiliki derajat

sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi pada disritmia jantung,

infark miokardium akut, dan iskemia akut yang disertai gejala-

gejala klinis.

2. EKG saat berlatih. Tipe EKG ini memantau aktivitas listrik

jantung, , hemodinamik, dan gejala-gejala saat mendapat beban

kerja dinamik yang ditingkatkan bertahap yang terutama

meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium tanpa

mempengaruhi suplainya. Pasien-pasien yang tidak mampu

39

Page 40: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

melakukan latihan hirigga 85—90% dari perkiraan denyut

jantung maksimum periu diperfimbangkan untuk pemeriksaan

latihan lain, uji dipiridamol-thalium, atau jika mungkin

pemantauan EKG ambulatorik (lihat bawah). ,

a. Indikasi termasuk penentuan kemungkinan PAK pada

pasien-pasien dengan gejala yang mencurigakan, untuk

identifikasi pasien yang sebelumnya didiagnosis PAK yang

berisiko tinggi akibat penyakit yang sudah lanjut, evaluasi

kapasitas fungsional, penentuan tingkat pekerjaan dengan

iskemia dan gejala terjadi, dan evaluasi respons terapi.

Tabel 79-2. Penyebab Non Iskemik dari perubahan segmen ST dan gelombang T dan gelombang Q

Perubahan segmen STObat-obatan (antiaritmik, digitalis, fenotiazin, antidepresan trisiklik)Prolaps katup mitralisHipertrofi ventrikel kiriKardiomiopatiMiokarditisKelainan konduksi (missal, blok berkas cabang kiri, sindrom Wolff-Parkonson-White)HIpokalemiaHiperventilasiHipotermia

Perubahan gelombang TObat-obatan (antidepresan trisiklik, antipsikotik, lithium)

Gelombang QKardiomiopati hipertrofikAmiloidosis jantungSindrom Wolff-Parkinson-White

b. Kontraindikasi terhadap EKG saat berlatih maksimal antara

lain IM akut atau baru terjadi (dalam empat hingga enam

minggu), angina pektoris tak stabil, angina saat istirahat,

perikarditis, stenosis aortaf yang berat, gagal jantung

kongestif, disritmia jantung tak terkontrol, gangguan konduksi

40

Page 41: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

yang lebih berat dari blok tingkat pertama, hipertensi berat (>

170/100 mm Hg saat istirahat), dan penyakit sistemik akut.

c. Temuan-temuan yang mengarahkan pada PJI antara lain (1)

suatu depresi segmen ST datar sernentara atau menurun 2

mm atau lebih yang menghilang setelah latihan; (2) suatu

depresi segmen ST yang datar atau menurun yang terjadi

saat latihan, dan bertambah buruk setelah latihan, dan

kemudian kembali ke normal; dan (3) elevasi segmen ST.

Derajat perubahan segmen ST tidak konsisten berkorelasi

dengan derajat iskemia sesungguhnya. Temuan- temuan

positif lainnya antara lain penurunan tekanan.darah, respons

denyut jantung submaksimal, nyeri dada saat berlatih, ektopi

ventrikel, dan gallop S3.

3. Pemantauan EKG ambulatorik (AEM). AEM adalah

pemantauan EKG multiple lead untuk jangka waktu yang

bervariasi. Lamanya perekaman untuk mendeteksi iskemia tidak

dapat dipastikan, tetapi 48—72jam biasanya mencukupi.

a. Indikasi adalah evaluasi gejala- gejala yang mengarah pada

kasus-kasus dengan EKG normal pada saat latihan, untuk

memperjelas gejala-gejala spesifik pada pasien dengan CAD,

gejala-gejala yang timbul lemah pada aktivitas sehari-hari

namun meningkat pada saat latihan, menentukan terapi anti-

iskemik, dan identifikasi aktivitas-aktivitas yang berkaitan

dengan iskemia.

b. Temuan-temuan yang mengarahkan pada kemungkinan

penyakit jantung iskemik adalah serupa dengan temuan-

temuan EKG saat berlatih. Perubahan segmen ST dan

gelombang T saat pemantauan EKG ambulatorik dapat

ditimbulkan oleh penyebab iskemik maupun non-iskemik

(lihat Tabel 79—2).

41

Page 42: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

4. Pengujian radionuklir saat berlatih (ERT). ERT dengan

skintigrafi thalium 201 dilakukan pada puncak latihan dan empat

jam setelahnya memberikan suatu gambaran grafis dari perfusi

jaringan miokardium yang melengkapi informasi yang didapatkan

dari EKG saat berlatih. Distribusi thalium ditentukan oleh perfusi

dan ambilan selular, yang bergantung pada integritas dari pompa

natrium-kalium.

a. Indikasi. Dalam konteks diagnosis CAD, maka ERT

diindikasikan jika kelainan EKG saat istirahat seperti efek

digitalis ataupun gangguan konduksi akan mengganggu

interpretasi dari EKG saat latihan, yaitu bila EKG saat berlatih

berpola tidak diagnostik pada pasien-pasien dengan

kemungkinan CAD yang cukup tinggi, dan pada evaluasi

pasien-pasien dengan 85% dari denyut jantung maksimum

tidak dapat dicapai pada EKG latihan.

b. Kontralndikasi sama seperti untuk EKG latihan.

c. Temuan-temuan yang menunjukkan PJI antara lain

gangguan perfusi yang reversibel dan ireversibel,

pertambahan ukuran ruangan jantung, dan rasio abnormal

antara jantung dan distribusi pulmonal.

5. Uji dipiridamol-thalium. Dipiridamol intravena meningkatkan

kepekaan arteri koronaria terhadap adenosin, yang

menyebabkan penurunan resistensi koroner dan peningkatan

relatif aliran darah koroner melalui pembuluh-pembuluh yang

tidak mengalami obstruksi. Miokardium yang diperfusi oleh

pembuluh-pembuluh stenotik terlihat mengalami kekurangan

perfusi relatif pada skintigrafi thalium.

a. Indikasi termasuk pasien-pasien yang tidak dapat

menjalankan ERT bahkan untuk porsi latihan tingkat sedang.

b. Perhatian dan kontraindikasi. Dipiridamol dapat

mencetuskan iskemi & jantung dan bronkospasme, oleh

42

Page 43: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

sebab itu pengujian perlu dilakukan dengan hati-hati pada

pasien-pasien penyakit jantung iskemik atau penderita

penyakit bronkospastik ringan hingga sedang. Tindakan ini

tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien dengan penyakit

bronkospastik berat.

c. Temuan dan interpretasi pada pengujian ini adalah sama

seperti pada ERT.

6. Angiografi koroner

a. Indikasi. Dalam konteks diagnosis CAD, angiografi koroner

merupakan indikasi bila hasil-hasil dari pemeriksaan lainnya

tidak saling mendukung dan meragukan dan bila ada suatu

EKG istirahat yang abnormal pada orang-orang yang

bertanggung jawab terhadap keselamatan publik. Selain itu,

angiografi dipakai untuk menentukan perlu tidaknya terapi

invasif dan menentukan prognosis.

b. Kontraindikasi termasuk kandidat revaskularisasi yang

kurang baik, fasilitas uji yang tidak memadai, dan mortalitas

terkait prosedur yang melampaui perawatan standar. Dokter

pusat kesehatan primer harus memastikan bahwa fasilitas

yang dimiliki memenuhi persyaratan perawatan standar

sebelum melakukan angiografi.

Komplikasi termasuk kematian, infark miokardium,

gangguan peredaran darah otak, disritmia, ganggan vaskular

parlfer, trombosis, embolisme, perdarahan, perforasi jantung,

dan reaksi kontras. Angka mortalitas adalah 0,1—0,2%.

c. Temuan-temuan antara lain lokasi dan keparahan dari

obstruksi vaskular, luas miokardium yang mongalami

gangguan, fungsi ventrikel (tekanan pengisian ventrlkel kiri,

ukuran ruangan fraksi ejeksi, gerakan dinding), dan adanya

gangguan katup. Gangguan yang bermakna dibatasi sebagai

penyempitan lumen arteri utama kiri sebesar 50%, atau

43

Page 44: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

penyempitan 75% pada arteri koronaria kanan, desendens

anterior kiri, sirkumfleksa, dan salah satu cabang-cabang

utamanya.

d. Angiografi koroner adalah standar emas yang dipakai untuk

membandingkan pemeriksaan yang lain. Namun, karena

penebalan dinding vaskular dan gangguan intraluminal hanya

dua dari banyak faktor penentu suplai dan kebutuhan oksigen

miokardium, maka anatomi koroner tidak selalu berkorelasi

dengan tingkat iskemia.

C. Strategi diagnostik

1. Angina pektoris yang khas atau pernah infark miokardium. Bila

seorang pasien mengeluhkan angina pektoris klasik atau

mengakui perhah mengalami infark miokardium, maka

kemungkinan CAD adalah sangat tinggi dan diagnosis seiingkali

dapat dibuat tanpa pemeriksaan tambahan. Oleh sebab

hubungan antara faktor-faktor pencetus nyeri dada bergantung

pada keseimbangan dari banyak faktor yang mempengaruhi

suplai dan kebutuhan oksigen miokardium, maka sifat dari nyeri

merupakan indikator yang lebih peka untuk angina akibat

penyakit jantung iskemik dibandingkan faktor-faktor yang

mengawali ataupun membebaskan nyeri. Probabilitas angina

pektoris meningkat dengan jumlah dan lamanya paparan

terhadap faktor-faktor risiko CAD dan IHD. Anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan EKG istirahat perlu dilakukan untuk

mendeteksi sebab-sebab IHD yang lain (misal, anemia, dan

penyakit jantung lainnya yang dapat mempengaruhi keputusan

pengobatan, misalnya blok berkas cabang kiri atau gagal

jantung kongestif). Derajat nyeri dada tidak selalu berkaitan

dengan derajat CAD Angina tak stabil harus disingkirkan dari

anamnesis sebelum diagnosis angina stabil kronik dapat

ditegakkan.

44

Page 45: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

2. Nyeri dada atipik, ekuivalen angina, atau risiko penyakit

jantun! koroner yang jelas meninggi. Nyeri tidak khas yang

tidak tepat menggambarkan angina pektoris memberikan

probabilitas penyakit jantung iskemik kurang dari 25% pada

pasien-pasien dengar. sedikit faktor risiko. Sebaliknya, individu-

individu yang berisiko tinggi terhadap penyakit jantung iskemik

dapat saja telah mengalami penyakit tanpa nyeri dada.

Pendekatan diagnostik pada pasien-pasien ini dan pada

individu-individu yang mengalami kemungkinan ekuivalen

angina, dimulai dengan usaha mendapatkan EKG istirehat. Jika

EKG saat istirahat ini abnormal (misal, blok berkas cabang kiri)

akan menyulitkan interpretasi EKG saat berlatih, maka perlu

dilakukan EBT. Untuk pasien pasien dengan EKG istirahat

normal, maka pemeriksaan diagnostik selanjutnya berdasarkan

hasil-hasil EKG saat berlatih. Jika EKG saa berlatih negatif,

maka kemungkinan PAK adalah kecil dan life diperlukan

angiografi koroner. Namun, jika EKG saat berlatih meragukan

terdapat Indikasi ERT. Bila EKG saat berlatih positif tetapi tidak

tirnbul angina, terdapat indikasi ERT atau altematifnya yaitu

angiografi koroner. Jika EKG saat berlatih positif dan tirnbul

angina, maka kemungkinan . PAK besar dan angiografi koroner

tidak diperiukan untuk diagnosis tetapi untuk keputusan terapi.

Pada kasus-kasus yang melakukan ERT, hasil negatif membuat

kemungkinan PAK sangat kecil, sehlngga tidak perlu melakukan

angiografi koroner. Suatu pemeriksaan yang positif memberi

kemungkinan PAK dan pada kasus ini, diagnosis pasti

berlandaskan pada hasil angiografi koroner.

3. Angina varian memerlukan bukti angiografik adanya iskemia

jantung regional akibat spasme dari arteri-arteri koronaria utama

yang terjadi spontan ataupun sebagai reaksi terhadap uji

pfovokatif, seperti uji ergonovin. Perubahan-perubahan EKG

45

Page 46: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

ditentukan oleh jaringan yang mengalami iskemia akibat

spasme dan dapat berupa episode-episode elevasi atau depresi

segmen ST dan disritmia jantung serta gangggan konduksi,

termasuk blok jantung total dan takiaritmia ventrikular. Spasme

seringkali pada daerah-daerah lesi aterosklerptik meskipun

anatomi arteri koronaria dapat saja normal.

4. Diagnosis lain. Iskemia miokardium tersembunyi adalah

iskemia yang teridentifikasi pada saat menjalani EKG saat

berlatih ataupun AEM. Iskemia tirnbul tanpa gejala saat

melakukan aktivitas harian. Iskemia tersembunyi dapat

bermanifestasi sebagai ekuivalen angina dan perlu dicurigai

pada pasien-pasien yang memperlihatkan hipertrofi ventrikel

kiri, gangguan konduksi intraventrikular, kelainan segmen ST

dan gelonibang T yang tidak spesifik, atau pada individu-

individu asimtomatik risiko tinggi dengan EKG saat berlatih

positif namun tidak pemah mengalami angina. Dua puluh lima

persen pasien dengan angina stabil kronik dan EKG saat

beriatih positif memperlihatkan depresi ST pada AEM, dan 75%

dari episode ini tirnbul tanpa gejala.

Jika dicungai adanya penyakit jantung iskemik, maka pengujian

spesifik lebih diarijurkan dibandingkan percobaan terapi untuk

menegakkan diagnosis. Hilangnya nyeri epigastrium atau

substernal oleh pemberian antasid tidak menyingkhkan

diagnosis angina pektoris, demikian pula halnya respons

terhadap nitrpglfserin tidak dapat menyingkirkan nyeri dada non-

iskemik.

V. Pengobatan ditujukan untuk meningkatkan suplai oksigen miokardium

dan mengurarigi kebutuhan oksigen dengan manipulasi faktor-faktor

yang dibicarakan pada bagian Patofisiologi (lihat hal. 560). Pasien-

pasien dengan angina tak stabil perlu dirawat dt rumah sakit dan

diiangani sepeiti pasien dalarn ancaman infark miokardium, karena

46

Page 47: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

angina seperti itu berkaitan dengan risiko infark miokardium yang

bermakna.

A. Farmakoterapi. Dosis obat, frekuensi dan efek samping diberikan

daiam Tabel 79—3. Pada umumnya, nltrat, antagonis reseptor

beta, dan sebagian penghambat saluran kalsium efektif dalam

penatalaksan-aan iskemia akibat peningkatan kebutuhan oksigen

(serangan terjadi hanya pada saat melakukan latihan fisik),

sementara nitrat dosis tinggi dan sebagian penghambat kalsium

efektif pada iskemia akibat penurunan suplai oksigen miokardium

(serangan terjadi saat melakukan aktivitas biasa, atau serangan

tahpa adanya peningkatan denyut jantung sebagal faktor pen-

cetus, serangan yang memanjang, dan recurensl yang sering).

Aktivitas mental, paparan dingin, ataupun merokok menyebabkan

penurunan suplai dan peningkatan kebutuhan.

Pilihan obat tunggal adalah berdasarkan pertimbangan pola

angina, kejadian pencetus, efek samping dan koeksistensi dari

penyakit jantung \ atau non-jantung lainnya. Karena efek samplng

meningkat dengan pertambah'an jumlah obat yang diberlkan, maka

agen-agen farmakologis perlu diseleksi dengan seksama guna

menekan jumlah Obat yang diberikan namun tetap mencapai

respons terapi yang.memadal.

1. Nitrat

a. Pemilihan (lihat Tabel 79—3). Pengobatan harus dimulai

dengan dosis kecil agar pasien dapat mentolerir efek

samping. Karena Ipreparat nitrogliserin dan isosorbid dinitrat

atau tetranitrat yang kerja panjang dan sedang memiliki

insidens efek samping yang paling rendah, maka obat-obat

ini merupakan obat baris pertama dalam penatalaksanaan

jangka panjang pada angina kronik stabii. Nitrat bersama

penghambat saluran kalsium merupakan obat terpilih pada

pengobatan iskemia miokardium tersembunyi. Pemberian

47

Page 48: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

ObatCara

pemberianDosis Komentar

NITRAT Nitro-gliserin

Sublingual 0,15-0,6 mg prn

Mengatasi gejala dalam 30 detik hingga 30 menit. Dosis penuh lazim adalah 0,3-0,6 mg. efektif pada serangan angina akut

Semprotan lingual

1-2 dosis disemprotkan di atas atau di bawah lidah

0,4 mg/inhaler dosis terukur. Waktu simpan yang lebih panjang dibandingkan tablet

Bukal 1-2 mg prn atau tiap 8 jam

Pelepasan konstan. Memerlukan pengajaran mengenai bagaimana menempatkan obat secara bukal, namun dapat ditoleransi baik oleh kebanyakan pasien

Oral, lepas lambat

2,5-13 mg tiap 6 jamm

Awitan 60 menit. Dosis lazim 6,5 mg tid

Perkutan 1-4 inci salep 2 % di atas daerah 6x6 inci yang dtutup dengan balutan non absorben

Awitan 15 menit. Mengandung 15 mg/inci. Peningkatan adalah ½ inci. Peningkatan luas daerah akan meningkatkan kadar darah. Penghentian obat perlu dilakukan penurunan bertahap. Jangan digosokkan ke dalam kulit. Kertas lilin dapat dimanfaatkan sebagai penutup

Trans dermal

2,5-15 mg tiap 24 jam

Awitan 30 menit. Kadar terapeutik plasma 30-60 menit setelah pengolesan dan bertahan selama 30 menit setelah pengangkatan patch. Kecepatan pelepasan bergantung pada merek dagang

Isosorbid dinitrat

Sublingual oral

2,5-10 mg tiap 3-4 jam

Awitan 2-5 menit

Oral, lepas lambat

10-40 mg tiap 8-12 jam atau qhs

Awitan 15-30 menit. Terjadinya toleransi pada dosis tinggi akan lebih rendah jika digunakan kurang dari 2-3 kali sehari

Eritritil tetra-nitrat

sublingual 5 mg prn Awitan 60 menit

Antagonis adrenergik beta

Atenolol oral 50-200 mg tiap 24 jam

Selektivitas B1 rendah, solubilitas lemak rendah. Penyesuaian dosis pada gagal ginjal

metoprolol Oral Selektivitas B1 rendah, solubilitas lemak sedang. Kardioselektivitas hilang pada dosis di atas 100mg/hari

Asebutolol Oral Selektif b1. Aktivitas simptamomimetik intrinsic sedangNadolol Oral Tidak selektif, solubilitas lemak rendah. Penyesuaian dosis

pada gagal ginjalPindolol Oral Tidak selektif., solubilitas lemak sedang, aktivitas

simptamomimetik intrinsik nyata

48

Page 49: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

Propranolol

Oral Tidak selektif, solubilitas lemak rendah. Waktu paruh meningkat pada sirosis. Pemberian dosis tiap 12 jam dengan dosis total yang sama dapat memperlihatkan efektifitas yang ekuivalen

Oral, kerja panjang

Tidak selektif, solubilitas lemak tinggi

Timolol oral Tidak selektif, solubilitas lemak sedangLabetalol Oral Tidak selektif, aktivitas penghambat alfa dan beta

Penghambat saluran kalsiumNifedipin Oral, lepas

lambat30-90mg tiap 24 jam

oral 10-20 mg tiap 8 jam

Vasodilatasi sedang. Tidak ada efek terhadap system simpatis ataupun konduksi atrioventrikular. Dipakai pada pengobatan serangan angina akut, memperbaiki hemodinamik. Efek samping antara lain hipotensi, palpitasi, mual, flushing, edema

Nikardipin Oral 20-40mg tiap 8 jam

Efek samping serupa dengan nifedipin. Pengalaman terbatas. Agaknya kurang menyebabkan hipotensi ortostatik dan edema. Vasoselektivitas lenih tinggi dibandingkan dengan nifedipin. Perhatian kejadian angina yang semakin sering lebih tinggi dibandingkan nifedipin

Diltiazem Oral 30-90 mg tiap 6 jam

Vasodilatasi derajat rendah. Menghambat system simpatis dan konduksi AV (moderat). Tidak mengubah hemodinamik. Efek samping antara lain hipotensi, blok AV, flushing dan amat jarang gagal ventrikel kiri

verapamil Oral 80-160mg tiap 8 jam

Vasodilatasi sedang. Hambat reflex simpatik derajat rendah. Efek terhadap konduksi AV nyata. Efek samping termasuk blok AV, konstipasi, nausea, mual, flushing, gagal ventrikel kiri, peningkatan waktu paruh pada sliosis

transdermal dapat memperbaiki gejala, tetapi tampaknya

tidak memperbaiki toleransi latihan dan tidak memiliki

kelebihan dibandingkan cara pemberian lain.

Perkembangan toleransi tidak lazim pada pemberian

nitrogliserin sublingual "seperti yang diperlukan", tapi dapat

terjadi pada kadar nitrogliserin plasma yang tinggi terus

menerus, misalnya pada terapi peroral atau transdermal.

Karena adanya toleransi silang, maka tidak ada gunanya

untuk mencoba nitrat yang lain bila telah timbul toleransi

terhadap suatu nitrat. Suatu interval bebas nitrat malam hari

49

Page 50: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

selama 10—12 jam dapat memulihkan kepekaan terhadi

nitrat. Oleh sebab perkembangan ketergantungan nitrat pada

terapi jangka panjang, maka penghentian obat-obat kerja

panjang perlu pemantauan ketat.

i. Kontraindikasi. Kontraindikasi absoiut termasuk

hipersensitivit terhadap nitrat, hipotensi, dan hipovolemia.

Kontraindikasi rel| termasuk kardiomiopati obstruktif

hipeiirofik, kor pulmonale, d hipoksemia arterial. Nitrat

harus digunakan dengan berhati-hati af dihindaii pada

pasien-pasien dengan nyeri kepala berulang krori

terutama yang bersifat vaskular.

ii. Efek samping. Efek samping antara lain hipotensi

postural, reflex takikardia, nyeri kepala, semu merah

pada wajah, bradikardi (jarang), iskemia serebral

(jarang), dan semakin hebatnya edema perifer (kadang-

kadang). Methemoglobinemia dapat terjadi pada

pemakaian dosis tinggi jangka panjang. Preparat kulit

dapat menyebabkan dermatitis kontak.

iii. Interaksi obat. Alkohol dapat meningkatkan efek

hipotensi I nitrat, demikian juga obat-obat lain yang

menyebabkan vasodilatasi

2. Antagonis adrenergik beta

a. Pemilihan (lihat Tabel 79—3). Karena efek terapi dari obat-oba'

adalah serupa, maka pilihan terapi dilakukan menurut lama

kerja, kebutuhan akan kardioselektivitas, dan profil efek

samping

Peningkatan dosis meninggikan efek antiangina, meskipun

tidak lebih jauh menurunkan denyut jantung. Bila menghentikan

pemberian penghambat beta ataupun pengalihan terapi pada

nitrat ataupun penghambat saluran kalsium, maka dosis obat-

obat penghambat beta perlu diturunkan bertahap guna

50

Page 51: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

menghindari peningkatan aktivitas adrenergik beta yang dapat

berakibat iskemia miokardium, disritmia, dan kematian

mendadak. Obat-obat penghambat beta in-travena seperti

esmolol, dapat digunakan pada pasien-pasien yang mendapat

penghambat beta jangka panjang yang untuk sementara tidak

dapat melanjutkan pengobatan oral. Waktu paruh biologis untuk

semua obat golongan ini lebih panjang dibandingkan waktu

paruh plasma, sehingga pemberian dosis yang lebih sering

daripada yang ditunjukkan oleh waktu paruh plasma mungkin

efektif.

(1). Kardioselektivitas. Obat-obat non-selektif dapat mence-

tuskan spasme arteri koronaria terutama pada pasien-

pasien yang memiliki komponen vasospastik dari penyakit

jantung iskemik, seperti yang terjadi pada angina varian.

Pada dosis rendah, obat-obat selektif β1 sangat kecil

kemungkinannya menyebabkan bronkokonstriksi dan

konstriksi arteri perifer. Pada pasien-pasien dengan asma

ringan atau bronkospasme, hambatan selektif pada β1 dapat

dilakukan dengan penambahan suatu stimulan β2 per

inhalasi.

Jika gejala-gejala angina menjadi lebih buruk pada pasien

yang mendapat suatu antagonis adrenergik beta non

selektif, pasien dapat dialihkan ke obat yang selektif β1

antagonis alfa atau beta, nitrat, atau suatu penghambat

saluran kalsium. Gejala-gejala angina akan menjadi lebih

berat pada pasien-pasien dengan penyakit arteri koronaria

yang menetap dan mendapat nifedipin, yaitu akibat

fenomena "coronary steal."

(2). Aktivitas simpatomimetik intrinsik (ISA). Obat-obat dengan

ISA dapat menyebabkan kurang bradikardia. Namun, obat-

obat ini kurang efektif dibandingkan atenolol—suatu obat

51

Page 52: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

selektif β1 dalam mengurangi jumlah serangan iskemia.

Selain itu, gejala-gejala juga dapat bertambah buruk pada

pasien-pasien dengan angina saat istirahat ataupun angina

malam hari dengan tonus simpatis basal sedemikian rendah

sehingga efek agonistik dari obat-obat ISA dapat

mendominasi.

b. Kontraindikasi. Kontraindikasi absolut termasuk asma atau

bronkospasme yang berat, bradikardia simtomatik, curah

jantung rendah, gagal ventrikel kirl, blok jantung derajat tinggi,

depresi berat, perburukan dari klaudikasio intermiten, nekrosis

kulit, dan gangren. Kontraindikasi relatif antara lain asma ringan,

bronkospasme atau penyakit jalan napas kronik, gagal jantung

terkontrol, angina varian, dosis tinggi dari depresan konduksi

jantung, fenomena Raynaud, penyakit vaskular perifer, diabetes

melitus, gagal ginjal, dan kehamilan. Prosedur ini sebaiknya

tidak dilakukan pada pasien-pssien dengan infark miokardium

akut tanpa pemantauan.

c. Efek samping. Termasuk lethargi, kelemahan, mimpi buruk,

nyeri kepala: depresi, halusinasi, mual, diare, potensiasi dan

tersamamya hipoglikemia, bronkospasme, dispnea saat

berlatih, bradikardia, hipotensf postural, gagal jantung

kongestif, konstriksi vaskular perifer, impotensi, klaudikasio,

dan ratensl garam.

3. Penghambat saluran kalsium

a. Seleksi (lihat Tabel 79—3). Semua penghambat saluran

kalsium efektif untuk pengobatan iskemia miokardium.

Semua obat golongan ini meningkatkan perfusi koroner dan

mengurangi afterload. Pilihan obat adalah

berdasarkahpertimbangan profil efek samping, interaksi

obat, dan efek-efeknya terhadap penyakit penyerta.

Penghambat saluran kalsium adalah pilihan pertama

52

Page 53: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

sementara nitrat dosis tinggi menjadi pilihan kedua pada

pengobatan angina varian akibat spasme arteri koronaria.

Individu-individu dengan sindrom X seringkali juga

berespons terhadap obat-obat ini. Penghambat saluran

kalsium, bersama nitrat juga menjadi obat terpilih pada

pengobatan iskemia miokardium tersembunyi.

b. Kontraindikasi terhadap pemakaian verapamil dan

diltiazem termasuk sindrom sinus sakit, gangguan konduksi

atrioventrikular (AV), gagal jantung, hipotensi, keracunan

digitalis dengan blok AV, dan bradikardia sinus. Nifedipin

dikontraindikasikan pada hipotensi.

c. Efek samping. Profil efek samping bergantung pada

obat:obat spesifik seperti yang diberikan pada Tabel 79-3. Nyeri

kepala; semu merah, edema perifer dependen (tanpa penyakit

jantung koroner), gamang, mual dan konstipasi dapat terjadi

dengan semua obat-obat ini. Iskemia dapat menjadi lebih buruk

akibat refieks peringkatan denyut jantung dan kontraktilitas,

serta oleh penambahan aliran darah melalui arteri koronaria

normal, atau penurunan aliran melalui arteri yang stenotik, atau

yang dikenal sebagai "pencurian koroner." Pasien-pasien lanjut

usia tampaknya tidak lebih rentan terhadap efek-efek

farmakologis yang tidak diinginkan dari obat-obat ini.

d. Interaksi obat. Nifedipin dan verapamil dapat menaikkan kadar

digitalis. Diltiazem dan nifedipin menimbulkan efek hipotensi

bahan kon-tras intravena radiografi. Simetidin menurunkan

klirens semua obat

4. Aspirin (asam asetosalisilat). Aspirin mengurangi insidens infark

'miokardium dan kematian mendadak pada pasien dengan angina

tak stabil dan pasca infark miokardium, tetapi tampaknya tidak

mencegah iskemia tersembunyi. Dosis adalah 75-324 mg per hari.

Secara teoritis, aspirin dapat mengurangi vasospasme dengan

53

Page 54: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

mempengaruhi agregasi trombosit dan reaktivitas vaskular yang

dipengaruhi oleh trombosit.

5. Agen-agen farmakologik lainnya. Sedatif, penenang, dan

antidepre-san boleh dipertimbangkan jika ansietas dan depresi jelas

menyertai gejala-gejala ataupun kejadian iskemik. Antidepresan

perlu diberikan dengan berhati-hati karena efeknya terhadap

konduktivitas miokardium.

B. Terapi invasif. Indikasi untuk bedah pintas termasuk angina refrakter;

penyakit arteri koronaria cabang utama kiri, penyakit tiga pembuluh

dengan penurunan fungsi ventrikel kiri. Angioplasti koroner

transluminal perkutan (PTCA) diindikasikan pada lesi koroner

proksimal non-kalsifikasi dan kini semakin sering dilakukan pada

penyakit dua atau tiga pembuluh.

1. Cangkok pintas arteri koronaria {coronary artery bypass graf =

CABG)

a. Efek. CABG memperbaiki kelangsungan hidup pasien-pasiert

dengan penyakit arteri koronaria pada cabang utama kiri atau

pada! tiga pembuluh dan dengan penurunan fungsi ventrikel kiri.

Pengobatan ini serupa dengan penatalaksanaan medis pada

angina stabil akibat penyakit tiga pembuluh tanpa adanya gagal

ventrikel kiri. CABG tidak terbukti bermanfaat pada angina tak

stabil ataupun pada penyakit pembuluh kecil seperti yang

dialami penderita diabetes melitus. Cangkokan dapat menutup

pada 10—15% kasus pada , tahun pertama dan sesudahnya

pada satu hingga dua persen ka-sus per tahun

b. Pemilihan pasien. Faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan

pengobatan antara lain frekuensi dan beratnya iskemia, ketidak-

mampuan menjalankan pengobatan medis, luas dan distribusi

lesi, luasnya miokardium yang berisiko, serta gaya hidup dan

kualltas hidup.

2. Angioplasti koroner transluminal perkutan (PTCA)

54

Page 55: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

a. Efek. Kelebihan PTCA dibandingkan CABG adalah tanpa

anes-tesia umum dan torakbtomi dan biaya yang lebih rendah.

Baik PTCA rnaupun CABG memberikah hasil yang sama untuk

kelangsungan hidup jika berhasil mencapai patensi.

Komplikasi antara lain diseksi, oklusi, infark, spasme, disritmia,

infark miokardium, infeksi, dan perdarahan. Mortalitas kurang

dari satu persen .dan morbiditas 5—10%. Dengan demikian,

semua pasien yang dipertimbangkan untuk PTCA seharusnya

juga dapat menjadi kandidat untuk CABG. Patensi yang

berhasU dapat dicapai pada 80—90% pembuluh. Restenosis

terjadi paaa 20% kasus, tetapi 90% dari pembuluh ini dapat

berhasil dire-dilatasi.

b. Pemilihan pasien. Faktor-faktor seleksi adalah sama seperti

pada CABG. Pasien-pasien yang bukan kandidat CABG dapat

saja cocok untuk PTCA.

VI. Strategi Penatalaksanaan

A. Farmakoterapi kombinasi

1. Antagonis adrenergik beta dan nitrat. Penghambat beta

akan mengumpulkan refieks takikardia yang ditimbulkan nitrat,

sement&ra penurunan preload oleh nitrat merangsang

kecenderungan penghambat beta untuk meningkatkan tekanan

akhir diastolik dan volume ventrikel.

2. Penghambat saluran kalsium dan nitrat. Penghambat

saluran kalsium dapat ditambahkan pada nitrat. Namun karena

nitrat dan nifedipin memiliki profil efek samping yang sama,

maka pada kombinasi bersama nitrat lebih baik menggunakan

diltiazem atau verapamil.

3. Penghambat adrenergik beta dan penghambat saluran

kalsium. Penghambat beta dapat menumpulkan refieks

takikardia yang ditimbulkan nifedipin, sehingga bermanfaat bila

55

Page 56: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

diberikan bersama. Penghambat beta, verapamil, dan

diltiazem, semuanya memiliki efek inotropik dan kronotropik

negatif dan sebaiknya digunakan dengan berhati-hati bila

dikombinasi.

B. Penyuluhan pasien. Pasien perlu diberitahu tentang dosis,

frekuensi, efek samping, dan indikasi suatu terapi yang berhasil,

dan pada kebanyakan kasus perlunya penurunan dosis bertahap

sebelum penghentian pengobatan. Semua preparat lepas lambat

perlu ditelan ututi, jangan digerus atau dikunyah.

C. Modifikasi faktor risiko harus dipusatkan pada faktor-faktor yang

meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium dan faktor-faktor

yang berkaitah dengan perltembangan penyakit. Kebutuhan

oksigen miokardium dapat diturunkan dengan berhenti merokok,

pengobatan hipertensi, optimasi berat badan, dan modifikasi

perilaku tipe A. Suplai oksigen miokardium dapat ditingkatkan

dengan berhenti merokok dan perubahan perilaku. Berhenti

merokok saja dapat mengurangl risiko infark yang fatal, kematian

mendadak, dan mortalitas total sebesar 20—50% pada pasien-

pasien dengan penyakit arteri koronaria. Terapi perubahan

perilaku dapat mengurangi perilaku Tipe A dan telah dikaitkan

dengan berkurangnya rekurensi infark miokardium. Perkembangan

penyakit diperlambat dengan optimisasi semua faktor risiko,

terutama merokok, tekanan darah, lemak darah, dan diabetes

melitus. Latihan fisik mungkin tidak memperbaiki kolateral koroner,

meningkatkan suplai oksigen miokardium, ataupun mengurangi

mortalitas, koroner dan angka re-infarksi, tetapi mampu

meningkatkan kapasitas kerja, mengurangi denyut jantung.

mengurangi produk frekuensi-tekanan, mengurangi depresi,

memperbaiki kepercayaan diri, dan baik dalam modifikasi berat

badan, kolesterol HDL, dan kepekaan insulin. .

56

Page 57: STROKE, CHF, Penyakit Jantung Iskemik

D. Tindak lanjut dan rujukan. Pasien-pasien perlu sering

ditindaklanjuti selarna awal pengobatan, dan setidak-tidaknya

setiap enam bulan pada terapi rumatan, dan kembali menjadi lebih

sering bila iskemia memburuk. Pada tiap kunjungan, derajat dan

pola gejala, kepatuhan pada pengobatan, timbulnya efek samping,

denyut jantung, tekanan darah, dan pemeriksaan jantung paru

perlu dilakukan. Faktor-faktor risiko dibuat lebih optimal. Respons

pengobatan dapat dilihat dari perbaikan toleransi latihan baik

secara 1 subjektif, maupun melalui uji latihan, perbaikan faktor-

faktor yang berkaitanl dengan peningkatan kebutuhan oksigen

ataupun penurunan suplai (misal, penurunan denyut jantung dan

tekanan darah), perbaikan gejala-gejala, * peningkatan status

fungsional New York Heart Association, dan perbaikan kualitas

hidup. Pasien-pasien dengan angina yang refrakter terhadaps

penanganan medis, dan mereka yang mempunyai indikasi untuk

CABS atau PTCA harus dirujuk.

VII. Perjalanan penyakit dan prognosis. Faktor-faktor yang

mempengaruh, prognosis diperlihatkan dalam Tabel 79—4.

Kebanyakan pasien hanya; memerlukan EKG saat latihan untuk

menilai variabel-variabel prognostikV Lamanya latihan yang dilakukan

memiliki signifikansi prognostik yang lebih besaf dibandingkan derajat

perubahan segmen ST yang timbul. Kepentingan prognostik dari

iskemia tersembunyi semata tidak jelas. Angka mortalitas keseluruhan

pada pasien dengan angina pektoris adaiah empat persen setahun;

angka ini sekitar dua persen setahun pada kasus angina ringan akibat

penyakit dua pembuluh dengan fungsi ventrikel kiri normal, dan 4,5%

per tahun pada | kasus-kasus dengan penyakit tiga pembuluh.

57