146
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user STRATEGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DALAM UPAYA MEWUJUDKAN IDENTITAS SOLO SEBAGAI KOTA BUDAYA (Studi Kasus Sekaten di Keraton Surakarta ) Skripsi Oleh: Yoyok Adi Hermawan K 8408066 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Juni 2012

digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

  • Upload
    vuthuy

  • View
    221

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

STRATEGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DALAM UPAYA

MEWUJUDKAN IDENTITAS SOLO SEBAGAI KOTA BUDAYA

(Studi Kasus Sekaten di Keraton Surakarta )

Skripsi

Oleh:

Yoyok Adi Hermawan

K 8408066

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

Juni 2012

Page 2: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Yoyok Adi Hermawan

NIM : K8408066

Jurusan/Program Studi : P.IPS/Pendidikan Sosiologi Antropologi

Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “STRATEGI

PENGEMBANGAN PARIWISATA DALAM UPAYA MEWUJUDKAN

IDENTITAS SOLO SEBAGAI KOTA BUDAYA (Studi Kasus Sekaten di

Keraton Surakarta)” ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain

itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil

jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.

Surakarta, Juni 2012

Yang membuat pernyataan

Yoyok Adi Hermawan

Page 3: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

STRATEGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DALAM UPAYA

MEWUJUDKAN IDENTITAS SOLO SEBAGAI KOTA BUDAYA

(Studi Kasus Sekaten di Keraton Surakarta)

Oleh:

Yoyok Adi Hermawan

NIM. K8408066

Skripsi

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar

Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sosiologi Antropologi

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

Juni 2012

Page 4: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji

Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Surakarta, Juni 2012

Pembimbing I

DR. H. Zaini Rohmad, M.Pd

NIP. 19581117 198601 1001

Pembimbing II

Dra. Hj. Siti Chotidjah, M.Pd

NIP. 19481214 198003 2 001

Page 5: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima

untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari :

Tanggal :

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. H. MH Sukarno, M.Pd ………………

Sekertaris : Dra. Hj. Siti Rochani Ch, M.Pd ………………

Anggota I : DR. H. Zaini Rohmad, M.Pd ........................

Anggota II : Dra. Hj. Siti Chotidjah, M.Pd ………………

Disahkan Oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

a.n Dekan

Pembantu Dekan I

Prof. Dr. rer.nat. Sajidan, M.Si

NIP. 19660415 199103 1 002

Page 6: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRAK

Yoyok Adi Hermawan. STRATEGI PENGEMBANGAN PARIWISATA

DALAM UPAYA MEWUJUDKAN SOLO SEBAGAI KOTA BUDAYA

(Studi Kasus Sekaten di Keraton Surakarta). Skripsi, Surakarta: Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juni. 2012.

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui strategi pengembangan

pariwisata sekaten keraton Surakarta ,(2) Mengetahui faktor penghambat dan

pendorong pengembangan pariwisata sekaten keraton Surakarta, (3) Untuk

mengetahui identitas yang dibangun pemerintahan kota Surakarta dalam

mewujudkan Solo kota budaya lewat sekaten.

Penelitian ini menggunakan metode deskiptif kualitatif dengan strategi

penelitian berupa studi kasus tunggal terpancang. Teknik sampling yang

digunakan yaitu teknik purposive sampling dan snowball sampling. Sedangkan

teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara mendalam, observasi

langsung, dan pengumpulan dokumen. Untuk meningkatkan kesahihan data,

peneliti menggunakan teknik triangulasi data yaitu triangulasi sumber dan metode.

Tahapan analisis interaktif penelitian ini yaitu pengumpulan data, reduksi data,

intepretasi data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) pengembangan sekaten sebagai

tujuan wisata di kota Solo dikemas menjadi tiga daya tarik wisata yakni wisata

religi, wisata budaya dan wisata ekonomi pada umumnya serta wisata belanja

pada khususnya, (2) faktor-faktor yang mendorong pengembangan wisata sekaten

adalah adanya potensi keraton yang menjadi pemangku adat atau yang punya

upacara itu sendiri, peran serta masyarakat baik dalam sekaten, barang-barang

yang memilki folosofi di sekaten masih banyak ditemukan di sekaten Surakarta

seperti gerabah dan sebagainya, peluang ke depannya yang bisa menempatkan

sekaten menajdi salah satu destinasi wisata internasional, sekaten juga bisa

menggerakan perekoomian masyarakat menengah kebawah, sebagai pelestarian

tradisi. Faktor–faktor penghambat pengembangan sekaten yakni; masalah

pendanaan yang masih kurang maksimal, karena sekaten membutuhkan biaya

yang cukup besar, pengelolaan yang dikelola oleh keraton sendiri, belum ada

regulasi kebijakan mengenai pengembangan sekaten sendiri. (3) Solo sebagai kota

budaya belum sepenuhnya terwujud, banyak berbagai aspek yang belum digarap

oleh pihak yang berwewenang dalam mengaktualisasikan nilai-nilai serta norma-

norma yang terkandung dalam kota budaya, baik yang berupa benda maupun yang

berupa non-benda,

Simpulan penelitian ini adalah strategi pengembangan sekaten kearah

pariwisata dikemas menjadi 3 daya tarik wisata yakni wisata religi, wisata budaya

dan wisata ekonomi. Solo kota budaya belum sepenuhnya terwujudkan.

Kata kunci : pariwisata, strategi pengembangan, kota budaya

Page 7: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

ABSTRACT

Yoyok Adi Hermawan. TOURISM DEVELOPMENT STRATEGY ON THE

EFFORT TO MAKE SOLO AS A CITY OF HERITAGE (Case Study On

Sekaten At Keraton Surakarta) thesis, Surakarta Faculty of teacher training and

education Universitas Sebelas Maret Surakarta, June 2012

The Purpose of this research is to (1) To know tourism development

strategy on Keraton Surakarta sekaten (2) to know the incentive and barrier factor

in advancing Keraton Surakarta Sekaten Tourism (3) to know what kind identity

that government of Surakarta want to make in the effort to realize Solo as a city of

heritage by Sekaten

This research use exploration descriptive methodology, with a single case

study analytical. sampling technics that used in this research is purposive

sampling technics and snowball sampling technics. while the gathering of data

technics that used is in depth interview, observation, and document aggregation.

To increase the validity of data, researcher use triangulasi data technics that is

resource and methode triangulasi. analytical stape of this research is data

gathering, data reduction, data interpretation, and conclusion.

The result of this research show that (1) the development of sekaten as a

tourism destination in Solo in general is packed in three tourism appeals which is

religious tourism, cultural tourism, and economical tourism also shopping tourism

in particular, (2) the factor that stimulate the development of sekaten tourism

which is keraton itself who held the festival, the participation of the society,

paraphernalia which has a philosophy meaning behind sekaten which like pottery

and so on are still easy to find, in the future sekaten can become international

tourism destination, the last is sekaten can become low-mid society economical

move, as a preservation of culture. The obstacle in developing sekaten which is :

lack of fund because sekaten festival need a lot fund to held, the festival which

still manage by the keraton itself, and there is still no regulation about the

development on the sekaten. (3) Solo as city of heritage has not wholly

materialized yet, there still a lot aspect that has not done by the authorized to

actualized the values and also norms that suppose contains in the city of heritage,

which is abstract or absolute thing

The conclusion of this research is sekaten developing strategy tourism, as

a tourism destination, packed into three tourism appeling which is religi tourism,

cultural tourism, and economic tourism. Solo, as a city of heritage, has not fully

realized yet.

Keywords : tourism, developing strategy, city of heritage

Page 8: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

MOTTO

Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin sungguh dia beruntung,

Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin sungguh dia merugi, dan

Barang siapa hari ini lebih buruk dari hari kemarin sungguh dia celaka

(Al Hadits)

Solo masa depan adalah Solo masa lalu

(Jokowi)

Tak ada yang tak mungkin, lakukanlah!

(peneliti)

Page 9: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya skripsi ini kepada :

1. Ibu dan Bapak, Kakung dan Yayi, serta keluarga

tercinta yang tiada lelah mencurahkan kasih,

sayang, serta doa disetiap hembusan nafas.

Semoga Allah SWT, melindungi dan

menyayangi mereka.

2. Kepada adikku tercinta Andika Dwi

Cahyaningrum yang telah berbagi rahim

denganku.

3. Ika Novitasari, terimakasih karena senantiasa

mendorong langkahku dengan perhatian dan

semangat .

4. Seluruh teman-temanku yang selalu

menghadirkan keceriaan dan warna dalam

hidupku.

5. Almamater

Page 10: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang

memberikan ilmu, inspirasi dan kemuliyaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “STRATEGI PENGEMBANGAN

PARIWISATA DALAM UPAYA MEWUJUDKAN IDENTITAS SOLO

SEBAGAI KOTA BUDAYA (Studi Kasus Sekaten di Keraton Surakarta)”

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk

mendapatkan gelar Sarjana dalam Program Studi Pendidikan Sosiologi-

Antropologi, Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa

terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan

pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih

kepada:

1. Prof.Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan, Universitas Sebalas Maret Surakarta.

2. Drs. H. Saiful Bachri, M.Pd Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebalas Maret Surakarta.

3. Drs. H. M.H. Sukarno, M.Pd Ketua Program Pendidikan Sosiologi

Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

4. DR. H. Zaini Rohmad, M.Pd sebagai Pembimbing I yang telah memberikan

motivasi, masukan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Dra. Hj. Siti Chotidjah, M.Pd sebagai Pembimbing II dan Pembimbing

Akademik yang telah memberikan ide, masukan, dan motivasi dalam

penyusunan skripsi.

6. Seluruh Dewan Dosen Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS.

7. Keraton Surakarta Hadiningrat serta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota

Surakarta

8. Teman-teman Prodi Sosiologi Antropologi angkatan 2008 yang telah

membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Page 11: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena

keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi

bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Surakarta, Juni 2012

Peneliti

Page 12: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL…………………………………………….................................. i

PERNYATAAN ………………………………....................................... ii

PENGAJUAN........................................................................................... iii

PERSETUJUAN……………………………………............................... iv

PENGESAHAN………………………………………………………… v

ABSTRAK……………………………………………………………… vi

MOTTO…………………………………………………………………. viii

PERSEMBAHAN…...................……………………………………….. ix

KATA PENGANTAR………………………………………………….. x

DAFTAR ISI………………………………………………………........ xii

DAFTAR TABEL………………………………………………………. xv

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………… xvi

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………. xvii

BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………. 1

A. Latar Belakang Masalah…………………………………….. 1

B. Rumusan Masalah…………………………………………… 6

C. Tujuan Penelitian……………………………………………. 6

D. Manfaat Penelitian………………………………………….. 6

BAB II. KAJIAN TEORI..........……………………………………….. 8

A. Tinjauan Pustaka…………………………………………. 8

1. Tinjauan tentang Kebudayaan....……………………........ 8

a. Pengertian Kebudayaan…..…………………………… 8

b. Unsur-unsur Kebudayaan............................................... 9

c. Wujud Kebudayaan....................……………………… 11

2. Tinjauan tentang Pariwisata dan Wisatawan…….....……. 18

a. Tinjauan Tentang Pariwisata............………………….. 18

Page 13: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

b. Bentuk-Bentuk Pariwisata...…………………………... 24

c. Jenis Pariwisata............................................................... 26

d. Pengertian Wisatawan..................................................... 30

3. Tinjauan tentang Strategi Pengembangan Pariwisata…….. 32

a. Pengertian Strategi.........……………………………….. 32

b. Pengembangan Pariwisata……………………………… 33

4. Tinjauan tentang Kota Budaya…………………………… 41

B. Penelitian Yang Relevan………………………………………….. 47

C. Kerangka Pemikiran………………………………………………. 48

BAB III. METODE PENELITIAN……………………………………… 50

A. Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................... 50

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian……….....………………………. 52

C. Data dan Sumber Data………....…………………………………. 54

D. Tehnik Sampling ( Cuplikan ).......................................................... 56

E. Teknik Pengumpulan Data……………………………………….. 57

F. Uji Validitas Data………………………………………………… 59

G. Analisis Data……………………………………………………… 61

H. Prosedur Penelitian……………………………………………….. 63

BAB IV. HASIL PENELITIAN………………………………………… 65

A. Deskripsi Lokasi Penelitian……………………………………….. 65

1. Gambaran Umum Kota Surakarta……………………………… 65

a. Tinjauan Historis Kota Surakarta......................................... 65

b. Keadaan Wilayah Kota Surakarta........................................ 66

c. Kondisi Sosial-Budaya Kota Surakarta............................... 67

2. Keraton Surakarta Hadingrat..........................………………… 69

3. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota Surakarta..................... 71

Page 14: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

B. Deskripsi Permasalahan Penelitian………………………………... 74

1. Strategi Pengembangan Pariwisata Sekaten.....………………… 74

a. Sekaten sebagai Pariwisata.................................................... 75

b. Pengembangan Sekaten sebagai Pariwisata Religi,

Budaya dan Belanja............................................................... 79

2. Faktor Pendorong dan Penghambat dalam Pengembangan

Wisata Sekaten…...................................…................................. 86

a. Faktor Pendorong.................................................................. 86

b. Faktor Penghambat............................................................... 89

3. Perwujudan Solo sebagai Kota Budaya…….............................. 90

a. Arah Perwujudan Solo sebagai Kota Budaya...................... 90

b. Sekaten sebagai Aktualisasi Kota Budaya........................... 94

c. Promosi Solo sebagai Kota Budaya..................................... 96

4. Temuan Hasil dari Lapangan....................................................... 99

C. PEMBAHASAN ………………………………………………… 102

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN…………………….. 123

1. Simpulan…………………………………………………………. 123

2. Implikasi…………………………………………………………. 125

3. Saran…………………………………………………………….. 127

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. 129

LAMPIRAN……………………………………………………………… 130

Page 15: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Waktu Penelitian................................................................. 52

Page 16: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Kerangka Pikir..................................................................... 49

Gambar 2. Komponen- komponen Analisis Model Interaktif.......................... 63

Page 17: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Fieldnote....................................................................................... 130

Lampiran 2. Perijinan Penyusunan Skripsi....................................................... 161

Lampiran 3. Perijinan Melaksanakan Penelitian.............................................. 163

Lampiran 4. Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian................................ 167

Lampiran 5. Foto............................................................................................. 169

Page 18: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pariwisata telah lama diakui sebagai sektor andalan perolehan devisa

non–migas dalam pembangunan nasional. Pariwisata juga telah diakui oleh para

pelaku wisata, pemerintah daerah dan masyarakat setempat sebagai dunia bisnis

yang menggiurkan, menantang sekaligus beresiko tinggi. Meskipun pariwisata

sangat menjanjikan, namun bagi daerah yang baru mulai mengolah potensi

wisatanya, pekerjaan ini bukanlah sesuatu yang mudah, seperti membalik telapak

tangan. Banyak langkah yang harus ditempuh, mulai dari inventarisasi potensi

wisata, pembangunan sarana dan prasarana, pemberdayaan masyarakat sampai

kepada sosialisasinya kepada masyarakat luas.

Di era otonomi daerah ini, setiap kabupaten atau kota mempunyai

kebebasan untuk menggali potensi daerahnya masing–masing untuk

meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, sesuai dengan UU

no.22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah terkandung prinsip–prinsip

demokratisasi dan memperhatikan keanekaragaman daerah. Setiap daerah diberi

kesempatan yang seluas–luasnya untuk mengelola rumah tangganya sendiri,

sehingga potensi alamnya dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk

perkembangan daerah tersebut, yang dapat digunakan untuk menambahkan

Pendapatan Asli Daerah (PAD). Didalam UU no.32 tahun 2004 terkandung dasar

pertimbangan terbentuknya daerah otonom diantaranya : Kemampuan ekonomi,

potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, serta

pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Setiap

daerah baik itu yang berpotensi tinggi, maupun rendah, sama–sama dituntut untuk

tetap bisa memaksimalkan potensi daerah tersebut, dengan dibantu oleh

pemerintah pusat.

Dengan demikian, peraturan daerah yang mengatur tentang dunia

kepariwisataan di daerah tidak lagi berorientasi pada pemikiran bagaimana

memberikan pelayanan kepada dunia usaha (pengusaha) dengan pemberian

Page 19: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

perizinan dan administratif dari kegiatan pariwisata yang dilakukan pengusaha

wisata. Pemerintah kota memiliki peran dan tugas yang cukup besar dalam

pembangunan kepariwisataan. Berdasarkan UU No.10 tahun 2009 Pembangunan

Pariwisata meliputi:

1. Industri Pariwisata,

2. Destinasi Pariwisata,

3. Pemasaran, dan

4. Kelembagaan kepariwisataan.

Surakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki potensi

dan merencanakan untuk melakukan pembangunan dibidang pariwisata.

Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 mengenai otonomi daerah, dimana

setiap daerah mempunyai wewenang untuk mengelola dan memberdayakan

potensi daerah yang ada, mendorong setiap kota di Indonesia untuk meninjau

ulang pendekatan dan cara pandang suatu daerah dalam mengelola potensi daerah

yang dimiliki. Di tengah era otonomi daerah seperti ini, Indonesia dihadapkan

pada persaingan global yang mana antara daerah satu dengan yang lain

bersaing dalam usaha memanfaatkan potensi daerah yang dimiliki untuk

membentuk identitas daerah/kota tersebut.

Dengan visi pembangunan Kota Solo adalah kota budaya yang

berorientasi pada nilai masa lalu. Dan konsep masa lalu ini sebagai konsep yang

mengarah pada “budaya”. Konsep ini perlu mendapat perhatian, karena “budaya”

tak melulu menyangkut masa lalu, namun yang utama adalah menyangkut “masa

depan”. Jika visi ke depan pembangunan Kota Solo adalah masa lalu, yang jadi

pekerjaan selanjutnya adalah bagaimana menggabungkan visi “masa depan”

budaya dengan kondisi “masa lalu” Solo.

Selain itu kota Solo merupakan kota yang memiliki kesejarahan yang

besar dalam membangun peradaban Solo sekarang ini. Keberadaan keraton

ditengah jangkar kota menjadi sebuah potensi yang besar dalam pengembangan

kota. Keraton memiliki begitu banyak wujud kebudayaan yang menjadi kekuatan

membangun pariwisata khususnya pariwisata budaya.

Page 20: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Salah satunya adalah Sekaten. Sekaten merupakan salah satu dari sekian

banyak acara upacara yang dilakukan keraton Surakarta. Sekaten merupakan

peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad (Maulid Nabi) yang dikemas dalam

rangkaian upacara tradisi Garebeg Mulud yang menjadi salah satu agenda acara

dan upacara adat yang paling semarak di Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Hingga sekarang, acara adat dan budaya ini masih rutin diselenggarakan setiap

tahun di Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Sekaten merupakan sebuah upacara kerajaan yang dilaksanakan selama

tujuh hari. Konon asal-usul upacara ini sejak kerajaan Demak. Upacara ini

sebenarnya merupakan sebuah perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad. Menurut

cerita rakyat kata Sekaten berasal dari istilah credo dalam agama Islam,

Syahadatain. Sekaten dimulai dengan keluarnya dua perangkat Gamelan Sekati,

Kyai Gunturmadu dan Kyai Guntursari, dari keraton untuk ditempatkan di depan

Masjid Agung Surakarta. Selama enam hari, mulai hari keenam sampai kesebelas

bulan Mulud dalam kalender Jawa, kedua perangkat gamelan tersebut

dimainkan/dibunyikan (Jw: ditabuh) menandai perayaan sekaten. Akhirnya pada

hari ketujuh upacara ditutup dengan keluarnya Gunungan Mulud. Saat ini selain

upacara tradisi seperti itu juga diselenggarakan suatu pasar malam yang dimulai

sebulan sebelum penyelenggaraan upacara sekaten yang sesungguhnya. Acara

sekaten menjadi salah satu pagelaran budaya yang besar di kota Surakarta.

Dengan adanya sekaten yang telah menjadi bagian dari kota Solo ini, sekarang

menjelma menjadi karakteristik kota yang bernuannsa budaya. Dengan adanya

sekaten ini menjadi suatu pembentuk identitas atau citra kota Solo sebagai kota

budaya bagi wisatawan yang datang ke kota Solo. Serta menjadi perwujudan

menjadi kota budaya,yang mengidentifikasi suatu bentuk kota yang memunculkan

identitas budayanya.

Setiap wilayah / daerah selalu memiliki konstruksi identitas tertentu yang

pada akhirnya akan memberi citra terhadap daerah itu sendiri, misalnya citra

perkotaan yang ditandai dengan kemegahan bangunan-bangunannya, banyaknya

jalan-jalan tol, pusat-pusat perbelanjaan, dan lain-lain. Sebaliknya adalah situasi

Page 21: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

yang sepi, daerah yang dikelilingi persawahan menjadi citra identitas dari daerah

pedesaan. Apalagi ditunjang oleh keadaan yang masih asri dan jauh dari polusi.

Identitas suatu daerah tidak semata-mata hadir begitu saja akan tetapi

melalui sebuah konstruksi baik sosial budaya, etnis, agama menjadi faktor yang

membuat suatu daerah memiliki ciri khas tersendiri yang menjadi daya tarik oleh

masyarakat yang lainnya. Seperti halnya pulau Bali yang dicitrakan sebagai pulau

surganya para turis baik domestik maupun turis asing yang tertarik untuk

berkunjung di pulau dewata menikmati keindahan panorama alamnya.

Identitas kota Solo tidak terlepas dari keberadaan dua lembaga adat

budaya Jawa yang hingga kini masih bertahan, yakni Keraton Kasunanan

Surakarta dan Pura Mangkunegaran. Dalam hal keterikatan budaya, Solo masih

sedikit tertinggal dibanding tetangganya, Yogyakarta. Ciri budaya yang hendak

ditampilkan Solo harus menjadi ikon kota dan mendapat positioning yang spesifik

ditengah jangkar kepariwisataan.

Perkembangan pelestarian kebudayaan di kota Solo semakin meningkat.

Hal ini juga tidak lain merupakan nilai tambah bagi Pemerintah kota dalam

menerapkan realisasi dari visi dan misi kota Solo dengan menerapkan berbagai

slogan sebagai ajang promosi kota Solo, antara lain; Solo ke depan adalah Solo

tempo dulu; Solo Kotaku, Jawa Budayaku; Solo The Spirit Of Java. Disini, secara

tidak sengaja nama Solo lebih famous dan marketable di Dunia.

Tak hanya berhenti sampai pada bangkitnya citra kota budaya, justru

kedepan diharapkan citra yang sudah terbangun ini kelak akan dapat memberikan

multiplier effect (efek ganda terhadap bidang ekonomi, sosial dan budaya),

termasuk di antaranya dalam menambah Pemasukan Asli Daerah (PAD). Peranan

pariwisata dalam membangun ekonomi nasional cukup tinggi, maka dari itu

pemerintah hendaknya mengalokasikan dana yang lebih besar untuk menggenjot

promosi pariwisata. Pemerintah melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yang

merupakan unsur pelaksana pemerintah dibidang kepariwisataan. Menurut Yoeti

pemerintah mempunyai tugas antara lain:

1. Merumuskan kebijakan teknis dibidang pariwisata dan kebudayaan yang

menjadi kewenangan Otonomi Daerah;

Page 22: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

2. Memberian perizinan dan Melaksanaan pelayanan umum bidang Pariwisata dan

Kebudayaan;

3. Pembinaan terhadap Unit Pelaksana Teknis Dinas Pariwisata dan Kebudayaan;

4. Mengelola urusan ketatausahaan;

5. Membina dan mengembangkan industri dibidang kepariwisataan;

6. Menyelenggaraan pemasaran, promosi, dan publikasi media kepariwisataan;

7. Membina hubungan kerjasama yang baik antar lembaga pariwisata baik

regional maupun internasional;

8. Mengelola fasilitas pelayanan pariwisata;

9. Mengembangkan teknologi informasi kepariwisataan dan lain – lain, (1996)

Mewujudkan sebuah kota yang berbasis budaya memang bukan semudah

membalikan telapak tangan. Meskipun secara sejarah kota Surakarta merupakan

kota yang memiliki warisan budaya yang begitu besarnya. Untuk mewujudkan hal

tersebut pasti membutuhkan strategi-strategi yang harus di lakukan pemeritah

daerah Surakarta. Ditunjang dengan semakin banyaknya pengunjung yang

mendatangi kota Solo.

Besarnya potensi yang dimiliki kota Solo ini menjadi tombak untuk

mewujudkan Kota Budaya. Sebagai kota yang sarat dengan nilai budaya, Solo

menjadi tempat yang menarik dikunjungi wisatawan. Melalui pengembangan

wisata yang kreatif akan sangat diperlukan untuk kemajuan pariwisata di Solo.

Wisata kreatif merupakan wisata yang mengandalkan pengembangan aset budaya.

Solo memiliki aset wisata kreatif yang menarik, seperti wisata kerajinan, wisata

pertunjukan budaya hingga wisata kuliner. Di Solo sudah ada semua, tergantung

bagaimana srategi pengemasan pariwisata agar menjadi ikon atau identitas Solo.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti mengadakan penelitian dengan judul :

Stategi Pengembangan Pariwisata dalam Upaya Mewujudkan Identitas Solo

sebagai Kota Budaya.

Page 23: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah

mengenai keberadaan Sekaten Keraton Surakarta Hadiningrat yaitu:

1. Bagaimana strategi pengembangan pariwisata sekaten Keraton Surakarta?

2. Apa yang menjadi faktor pendorong dan penghambat pengembangan pariwisata

sekaten Keraton Surakarta dalam upaya mewujudkan identitas Solo sebagai

kota budaya?

3. Bagaimana pemerintah kota mewujudkan Solo sebagai kota budaya lewat

sekaten Keraton Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui strategi pengembangan pariwisata sekaten Keraton Surakarta.

2. Mengetahui faktor penghambat dan pendorong pengembangan pariwisata

sekaten Keraton Surakarta dalam upaya mewujudkan identitas Solo

sebagai kota budaya.

3. Untuk mengetahui identitas yang di bangun pemerintahan kota Surakarta

dalam mewujudkan Solo kota budaya lewat sekaten Keraton Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritik

Penelitian ini bermanfaat bagi para ilmuwan sebagai pijakan untuk

melakukan penelitian selanjutnya.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Pemerintah

Dapat dimanfaatkan sebagai salah satu referensi Pemerintah Kota

Surakarta dalam upayanya meningkatkan pengembangan pariwisata

Kirab Budaya Kraton Surakarta.

Page 24: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

b. Bagi Masyarakat

Memberi informasi dan pemahaman kepada masyarakat berkaitan

dengan keuntungan adanya pengembangan pariwisata di Surakarta.

c. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan informasi bagi peneliti lain mengenai

seluk beluk kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Kota Surakarta

terkait pengembangan pariwisata Kirab Budaya Kraton Surakarta

Page 25: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

Page 26: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan

1. Tinjauan Tentang Konsep Kebudayaan

a. Pengertian Kebudayaan

Hakikat kebudayaan mengandung pengertian yang sangat luas dan

universal, terlebih apabila hal ini dikaitkan dengan apa yang peneliti lakukan

yang bersifat menyeluruh dan secara substansi berkaitan dengan banyak segi

keilmuan, terutama budaya, antropologi, sejarah, dan sosiologi. Untuk

mengetahui secara mendalam definisi mengenai kebudayaan, peneliti akan

menguraikan beberapa pendapat mengenai definisi kebudayaan dari para ahli

yang berkompeten mengenai hal ini.

Koentjaraningrat menyatakan bahwa “kebudayaan adalah

Keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam

kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar”

(2009:144). Hal tersebut berarti bahwa hampir seluruh tindakan manusia

adalah kebudayaan, karena hanya sedikit tindakan manusia dalam kehidupan

masyarakat yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar yakni hanya beberapa

tindakan naluri, refleks, beberapa tindakan akibat proses fisiologis, atau

kelakuan membabi buta. Bahkan berbagai tindakan manusia yang merupakan

kemampuan naluri yang terbawa kedalam gen bersama kelahirannya seperti;

makan ,minum, atau berjalan.

Senada dengan pernyataan di atas, Ihromi mengatakan bahwa

“Kebudayaan merupakan cara berperilaku yang dipelajari; kebudayaan tidak

tergantung pada transmisi biologis atau pewarisan melalui genetis” (2006:18).

Semua manusia dilahirkan dengan tingkah laku yang digerakan oleh insting

dan naluri yang walaupun tidak termasuk bagian dari kebudayaan, namun

mempengaruhi kebudayaannya. Hal ini senada dengan Kontjaraningrat yang

mendefinisikan kebudayaan merupakan hasil dari belajar.

Page 27: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Senada dengan pernyataan di atas C.Kluckhohn juga menyatakan

bahwa “ kebudayaan merupakan tindakan hidup yang tercipta dalam sejarah

yang explisit, implisit, rasional, irrasional yang terdapat pada setiap waktu

sebagai pedoman yang potensial bagi tingkah laku manusia (Koentjaraningrat

2009:145)”.

Jadi, kebudayaan menunjuk kepada berbagai aspek kehidupan. Hal ini

meliputi karya, cipta, karsa, cara-cara berlaku, kepercayaan-kepercayaan,

sikap-sikap dan juga hasil dari kegiatan manusia yang khas untuk suatu

masyarakat atau kelompok penduduk tertentu yang diperoleh lewat belajar.

Karena setiap manusia dilahirkan kedalam sebuah kebudayaan yang bersifat

kompleks dan kebudayaan itu kuat sekali pengaruhnya terhadap cara hidup

serta cara berlaku yang akan kita ikuti selama hidup manusia.

Dalam hal tersebut penelitian ini mengkaji mengenai strategi

pengembangan sebuah pariwisata yang berbasiskan kebudayaan, khususnya

kebudayaan zaman dahulu. Sekaten merupakan kebudayaan yang besar di

keraton Surakarta. Pagelaran sekatenan dilandasi akan suatu bentuk karya

manusia yang menjadi tindakan yang dilakukan manusia dikehidupannya.

Secara teoritik, sekaten merupakan suatu bentuk tindakan manusia untuk

menciptakan nilai-nilai dasar yang akan dianut oleh manusia itu sendiri. Maka

dari itu, sekaten menjadi salah satu sistem budaya pada diri masyarakat

Surakarta yang menjadi patokan untuk bertindak dan berbudaya. Sehingga dari

sini peneliti bisa menyajikan seluk beluk kebudayan tersebut.

b. Unsur-Unsur Kebudayaan

Kebudayaan di dunia ini juga memiliki unsur dari pembentuk

kebudayaan manusia. Di atas telah diulas mengenai arti kebudayaan manusia

yang merupakan keseluruhan dari tindakan manusia yang berkisar pranata-

pranata tertentu. Sebenarnya suatu masyarakat yang luas dapat diperinci

kedalam pranata-pranata yang khusus. Sejajar dengan itu kebudayaan yang luas

dapat pula kita perinci kedalam unsur-unsur yang khusus. Peneliti menanggapi

Page 28: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

suatu kebudayaan merupakan suatu keseluruhan yang terintergrasi, ketika

hendak menganalisis membaginya ke dalam unsur-unsur besar yang disebut

dengan unsur-unsur kebudayaan universal atau culture universal .

Banyak yang memperdebatkan unsur kebudayaan ini, akan tetapi

menurut C.Kluckhohn berpendapat bahwa unsur kebudayaan itu ada 7 unsur

yakni

1).Bahasa,

2). Sistem pengetahuan,

3). Organisasi sosial,

4). Sistem Tehnologi,

5). Sistem mata pencaharian,

6).Sistem religi,

7). Kesenian.

(Koentjaraningrat 2009:165)

Dari ke tujuh unsur kebudayaan itu dapat diuraikan dari unsur satu

dan unsur lainnya, yang pertama bahasa, terdiri dari bahasa lisan, bahasa

tertulis dan naskah kuno. Suatu kenyataan yang tidak luput dari setiap orang

adalah pengalamannya bahwa dalam masyarakat manusia yang bagaimanapun

bentuknya, selalu terdapat suatu bahasa yang cukup rumit susunannya. Hal ini

mengandung implikasi yang hebat dalam pewarisan kebudayaan. Hal ini juga

berarti jika manusia tidak memiliki bahasa yang simbolis kita tidak bisa

meneruskan atau menerima pewarisan kebudayaan yang demikian kaya dan

beraneka ragamnya.

Unsur yang kedua merupakan sistem pengetahuan manusia yang

meliputi teknologi dan kepandaian dalam hal tertentu, misalnya pada

masyarakat petani ada pengetahuan masa tanam, alat pertanian yang sesuai

lahan, pengetahuan yang menentukan proses pengolahan lahan. Kemudian

yang ketiga adalah organisasi sosial, yaitu cara-cara perilaku manusia yang

terorganisir secara sosial meliputi sistem kekerabatan, sistem komunitas, sistem

pelapisan sosial, sistem politik serta kelompok sosial mengorganisasikan diri.

Unsur yang keempat sistem peralatan hidup dan teknologi, yaitu alat-

alat produksi, senjata, peralatan distribusi dan transportasi, peralatan

komunikasi, peralatan konsumsi, pakaian dan perlengkapannya, makanan dan

Page 29: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

minuman, peralatan perlindungan atau istirahat. Unsur yang kelima sistem

mata pencaharian hidup, yaitu sistem dari nomaden yang menganut

foodgathering, semi producing, food producing hingga industri. Misalnya

perburuan, perladangan, perkebunan, pertanian, peternakan, perdagangan dan

industri. Unsur yang ke enam sistem religi, yaitu sistem keyakinan dan gagasan

tentang Tuhan, dewa-dewa, ruh-ruh halus, neraka dan surga.

Unsur yang terakhir kesenian, yaitu tentang gagasan-gagasan, ciptaan,

pikiran, dongeng atau syair. Semua unsur-unsur kebudayaan diatas mencakup

segala kebutuhan manusia dalam berkehidupannya, sehingga secara teoritis

peneliti mendefinisikan bahwa kebudayan merupakan segala sesuatu untuk

kebutuhan hidup manusia.

Tiap unsur-unsur kebudayaan universal sudah tentu juga menjelma

kedalam 3 wujud kebudayaan diatas tadi yaitu wujudnya berupa sistem budaya,

berupa sistem sosial, dan berupa unsur kebendaan fisik. Dengan demikian

sistem ekonomi misalnya memiliki wujud sebagai konsep, rencana,

kebijaksanaan, adat istiadat yang berhubungan dengan ekonomi, tetapi juga

mempunyai wujud sebagai tindakan dan interaksi sosial berpola antara

produsen, tengkulak, pedagang, serta ke konsumen, selain itu ekonomi juga

memiliki unsur-unsur yang berupa benda peralatan yang mendukung sistem

ekonomi.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa unsur-

unsur kebudayaan adalah pembagian sesuatu keseluruhan yang terintegrasi ke

dalam bentuk pranata-pranata atau bagian-bagian kecil dari kebudayaan.

Sehingga peneliti dapat memilah sesuai dengan kebutuhan penelitian mengenai

kebudayaan.

c. Wujud Kebudayaan

Pada dasarnya peneliti untuk mengkaji mengenai kebudayaan

berangkat dari unsur kebudayaan universal kemudian mengarah kedalam

wujud kenbudayaan yang lebih rinci dan detail. Secara umum wujud

Page 30: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

kebudayaan menurut Parson adalah ”wujud kebudayaan merupakan suatu

sistem ide dan konsep dari serangkaian tindakan dan aktifitas manusia”

(Koentjaraningrat 2009:150). Sedangkan Honigmann (1959) menenyatakan

bahwa “membedakan wujud kebudayaan menjadi 3 yakni ide, aktivitas,

artefak” (Koentjaraningrat 2009:150).

Senada dengan itu Koentjaraningrat mengatakan bahwa kebudayaan

itu ada 3 wujudnya yakni;

1.) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, nilai,

norma, peraturan.

2.) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan

berpola dari manusia di masyarakat

3.) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

(2009:150)

Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak,

tidak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di dalam pikiran manusia dimana

kebudayaan itu hidup. Kalau seseorang menuangkan gagasan mereka dalam

bentuk tulisan maka lokasi dari kebudayaan berada dalam buku karangan atau

buku-buku hasil peneulis yang bersangkutan. Ide dan gagasan manusia banyak

yang hidup bersama dalam suatu masyarakat memberi jiwa pada suatu

masyarakat itu. Gagasan itu menjadi satu dengan yang lain saling berkaitan

menjadi suatu sistem. Hal inilah yang biasa disebut sebagai culture value

system.

Wujud kedua dari kebudayaan adalah sistem sosial atau social system

mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri

dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, bergaul satu

sama lain dari waktu ke waktu, selalu menurut pola-pola tertentu yang

berdasarkan tata kelakuan. Sebagai rangkaian aktivitas manusia dalam suatu

masyarakat. Sistem sosial itu bersifat kongrit, terjadi disekeliling kita sehari-

hari, diobservasi, difoto dan didokumentasikan.

Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik. Berupa

seluruh benda fisik, aktifitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam

masyarakat. Sifatnya paling kongrit dan berupa benda-benda atau hal yang

Page 31: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

dapat diraba, dilihat dan difoto. Ada benda-benda yang sangat besar seperti

rumah, candi, bangunan sejarah, dan yang lainya. Baik yang tidak bisa

bergerak ataupun benda yang dapat bergerak seperti motor, kapal dan lain-lain.

Ketiga wujud kebudayaan diatas tadi, dalam kenyataan kehidupan

masyarakat tentu tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Kebudayaan

dan adat-istiadat mengatur dan memberi arah kepada manusia. Baik pikiran-

pikiran atau ide-ide, maupun tindakan dan karya manusia, menghasilkan

benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya, kebudayaan fisik membentuk

suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia

dari lingkungan alamiahnya, sehingga mempengaruhi juga pola perbuatannya

bahkan cara pikirnya juga. Sesungguhnya ketiga wujud kebudayaan ini

berkaitan satu dengan lainnya. Tetapi untuk keperluan analisis diadakan

pemisahan tiap wujud-wujudnya.

Peneliti memberi contoh Keraton. Keraton khususnya di Surakarta

merupakan tempat awal munculnya dari sebuah kebudayaan masyarakat

Surakarta. Keraton merupakan sebuah peradaban yang membangun

tatakelakuan manusia sekarang yang didasarkan atas sistem nilai yang diyakini,

dijunjung dan dihormati. Hal inilah yang melatar belakangi tindakan

masyarakatnya sampai saat ini. Keraton merupakan sebuah wujud kebudayaan

yang nyata dapat kita anut, lihat, diamati, maupun kita rasakan tata kelakuan

serta tindakan yang secara inderawi dapat kita tangkap. Namun sebanarnya

bukan hanya itu saja, keraton juga memiliki sistem gagasan yang diwujudkan

dalam sebuah sistem nilai. Dimana ada perihal yang harus di hormati

didalamnya, ada yang dianggap sakral, ada yang dianggap bisa membawa

masyarakatnya menuju keselamatan di dunia dan akhirat. Dalam kehidupan

bermasyarakat, pasti kita dapat melihat, adanya perbedaan yang mendasar

antara tata kelakuan masayarakat dalam keraton dengan masyarakat biasa.

Maka dari itu, peneliti menanggapi suatu kebudayaan itu kedalam keseluruhan

yang terintergrasi, sehingga peneliti dapat mengklasifikasikan ke dalam unsur

dan wujud guna kebutuhan analisa.

Page 32: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

Berkaitan dengan sistem gagasan atau ide yang lokasinya berada

didalam pikiran manusia. Sebuah ide atau sistem gagasan yang ada pada

pikiran manusia, pasti akan memunculkan tatakelakuan yang dianut oleh

manusia itu sendiri guna berhubungan dengan masyarakat diluar dirinya.

Seiring dengan itulah terbentuknya sistem nilai pada diri manusia yang

dianggap baik, luhur serta mampu memenuhi kebutuhan manusia.

Menurut Koentjaraningrat mengatakan bahwa “sistem nilai budaya

adalah tingkat yang paling abstrak dari adat yang terdiri dari konsepsi-

konsepsi, yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat,

mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup”

(2002:25). Suatu sistem nilai budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi

kelakuan manusia. Sistem-sistem tata kelakuan manusia lain yang tingkatannya

lebih kongret seperti aturan- aturan khusus, hukum dan norma-norma,

semuanya juga berpedoman pada sistem nilai budaya.

Sistem nilai budaya merupakan bagian dari adat istiadat dan wujud

ideal dari kebudayaan, sistem nilai budaya seolah-olah berada diluar dan di atas

diri para individu yang menjadi warga masyarakat yang bersangkutan. Para

individu ini sejak kecil telah diresapi dengan nilai-nilai budaya yang hidup

dalam masyarakatnya sehingga konsepsi-konsepsi yang sejak lama telah

berakar dalam diri mereka. Karena bagian dari adat, suatu sistem nilai budaya

biasanya dianut oleh sebagaian besar dari suatu masyarakat.

Adat adalah wujud ideal dari kebudayaan. Koentjaraningrat

menyatakan bahwa “Secara lengkap wujud kebudayaan dapat disebut sebagai

adat tata-kelakuan, karena adat sebagai pengatur tata kelakuan” (2002:11).

Sehingga segala yang dilakukan oleh manusia telah diatur dalam sebuah tata-

kelakuan dari kebudayaan manusia itu sendiri.

Menurut Koentjaraningrat adat dapat dibagi lebih khusus ke dalam

empat tingkat yakni

1) Tingkat nilai budaya

2) Tingkat norma

3) Tingkat hukum

Page 33: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

4) Tingkat aturan khusus; (2002:11)

Tingkat pertama adalah lapisan yang paling abstrak dan luas ruang

lingkupnya. Tingkat yang ini adalah mencakup ide-ide yang mengkonsepsikan

hal-hal yang paling bernilai dalam kehidupan masyarakat. Konsepsi- konsepsi

serupa biasanya luas dan kabur; tetapi walaupun demikian, justru karena kabur

dan tidak rasional biasanya dapat berakar dalam bagian emosional dari alam

jiwa manusia. Tingkat ini dapat disebut sebagai sistem nilai budaya.

Tingkat adat yang ke dua dan lebih konkret adalah sistem norma.

Norma-norma itu adalah nilai-nilai budaya yang sudah terkait dengan pranata-

pranata tertentu dari manusia dalam masyarakat. Peran manusia dalam

kehidupannya adalah banyak; dan manusia selalu berupah perannanya dari saat

ke saat. Tiap peranan yang dibawa oleh manusia selalu di sertai dengan

sejumlah norma bagi dirinya yang menjadi pedoman bagi kelakukan atau

tindakannya dalam memainkan perannya.

Tingkat yang ketiga adalah sistem hukum; baik hukum adat maupun

hukum tertulis dan pada tingkatan ini adat bersifat lebih konkret lagi di

bandingkan dengan norma. Hukum sudah jelas mengenai bermacam-macam

sektor kehidupan yang jelas batas ruang lingkupnya. Jumlah undang-undang

hukum dalam sebuah masyarakat sudah jauh lebih banyak di bandingkan

dengan norma yang menjadi pedoman dalam mengontrol tata kelakuan

masyarakatnya.

Tingkat yang ke empat dari adat adalah aturan-aturan khusus yang

mengatur aktivitas-aktivitas yang amat jelas dan terbatas ruang lingkupnya dalam

kehidupan masyarakat. Itulah sebabnya aturan-aturan khusus ini amat konkret

sifatnya dan banyak diantaranya terkait dengan sistem hukum.

Seperti halnya keraton, merupakan bagian dari suatu masyarakat yang

memiliki sistem nilai budaya tersendiri yang dianut oleh sebagian besar warga

masyarakat keraton, bahkan dengan sistem nilai budaya keraton dapat

menyebar pula ke luar masyarakat keraton karena adanya nilai budaya yang

dianggap baik atau bernilai. Sehingga, kedudukan keraton menjadi pembentuk

Page 34: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

sistem nilai budaya pada masyarakat juga tinggi. Keraton juga merupakan

pembentuk adat istiadat yang berupa tata kelakuan bagi masyarakat luas.

Dimana semua nilai yang dianggap baik tadi merupakan bentukan dari tata

kelakuan dalam keraton, sehingga masyarakatpun menjadi ikut meresapi hal

tersebut dengan diwujudkan dalam tindakan penghormatan terhadap adat-

istiadat keraton.

Sekarang ini banyak orang yang bertanya mengenai sistem nilai

budaya dalam suatu kebudayaan itu mengenai masalah apa saja. Menurut

C.Kluckhon dalam semua sistem nilai budaya dalam semua kebudayaan di

dunia, sebenarnya mengenai lima masalah pokok yakni;

1. Masalah mengenai hakekat dari hidup manusia (disingkat MH)

2. Masalah mengenai hakekat dari karya manusia ( disingkat MK)

3. Masalah mengenai hakekat dari kedudukan manusia dalam ruang

waktu ( disingkat MW)

4. Masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan alam

sekitarnya (disingkat MA)

5. Masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan

sesamanya (disingkat MM). (Koentjaraningrat 2002:28)

Cara berbagai kebudayaan didunia untuk mengkonsepsikan masalah-

masalah universal tersebut di atas bisa saja berbeda-beda, walaupun

kemungkinan untuk bervariasi itu terbatas adanya. Misalnya saja mengenai

masalah hidup (MH), ada kebudayaan yang memandang hidup manusia itu

pada hakekatnya suatu hal yang buruk dan menyedihkan dan karena itu harus

dihindari. Kebudayaan-kebudayaan yang terpengaruh agama budha misalnya;

mengkonsepsikan hidup sebagai hal yang buruk. Pola-pola kelakuan manusia

akan mementingkan segala usaha untuk menuju kearah tujuan untuk bisa

memadamkan hidup itu, (nirvana:meniup habis), dan meremehkan segala

kelakuan yang mengekalkan rangkaian kelahiran kembali. Adapun

kebudayaan-kebudayaan lain memandang hidup manusia itu buruk, tetapi

manusia dapat mengusahakan untuk menjadikan hidup suatu hal yang baik dan

menggembirakan.

Page 35: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Mengenai masalah yang ke dua yakni karya manusia, ada

kebudayaan-kebudayaan manusia yang memandang bahwa karya manusia itu

pada hakekatnya bertujuan untuk memungkinkannya hidup, kebudayaan lain

ada yang menganggap hakekat dari karya manusia itu memberikannya suatu

kedudukan yang penuh kehormatan dalam masyarakat, sedangkan ada juga

kebudayaan yang memandang hakekat karya manusia itu sebagai gerak hidup

yang harus menghasilkan lebih banyak karya lagi.

Kemudian mengenai masalah yang ke ketiga (MW), ada kebudayan-

kebudayaan yang memandang penting dalam hidup itu masa lampau. Pada

kebudayaan yang serupa ini, orang akan lebih sering mengambil pedoman

dalam kelakuannya kejadian-kejadian dalam masa yang lampau. Sebaliknya,

banyak juga kebudayaan yang hanya mempunyai suatu pandangan waktu yang

sempit. Warga dari suatu kebudayaan serupa itu tidak akan memusingkan diri

dengan memikirkan zaman yang lampau maupun masa yang akan datang. Ada

juga kebudayaan-kebudayaan yang memandang jauh ke masa depa hidup ini.

Dalam hal ini perencanaan hidup sangat penting bagi kebudayaan yang ini.

Selanjutnya mengenai masalah yang ke empat yakni (MA), dalam

dunia ini ada kebudayaan-kebudayaan yang memandang alam itu suatu hal

yang dahsyat, sehingga manusia pada hakekatnya hanya bisa bersifat menyerah

saja tanpa banyak yang dilakukan atau diusahakan. Sebaliknya, ada banyak

pula kebudayaan-kebudayaan lain yang memandang alam itu sebagai suatu hal

yang bisa dilawan oleh manusia dan mewajibkan manusia untuk selalu

berusaha menaklukan alam. Ada juga kebudayaan lain yang memandang

bahwa antar manusia dan alam itu diwajibkan hidup selaras.

Akhirnya mengenai masalah yang kelima yakni (MM). Hubungan

antara manusia dan manusia itu menempatkan manusia pada hubungan yang

vertikal. Ada yang di atas dan ada yang dibawah, ada suatu yang dihormati

dengan nilai yang lebih dimasyarakat. Dalam pola kelakuannya, manusia yang

hidup dalam suatu kebudayaan akan berpedoman kepada pimpinan, orang yang

senior, atau atasan. Ada juga suatu kebudayaan yang memandang dalam hidup

lebih mementingkan hubungan yang horisontal antara sesama manusia.

Page 36: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Disinilah yang akan memunculka manusia sebagai makluk sosial, dimana

manusia satu dengan manusia lain dalam sebuah kebudayaan akan amat merasa

tergantung kepada sesamanya, dan mengupayakan usaha untuk memelihara

hubungan ini dengan baik merupakan hal yang amat penting.

Berdasarkan uaraian diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa wujud

kebudayaan secara universal dapat dibagi menjadi tiga yakni: wujud ide,

perialaku, serta artefak atau karya berupa benda. Pada hakikatnya dalam

kehidupan berkebudayaan sebuah ide merupakan sistem gagasan yang dianut

oleh manusia, yang berupa tatakelakuan, adat-istiadat serta sistem nilai yang

berguna mengarahkan manusia didalam kehidupan bermasyarakat dan

berbudaya.

Kerangka mengenai kebudayaan inilah yang menjadi dasar penelitian

untuk menemukan serangkaian perwujudan kebudayaan sekarang ini. Baik

dalam bentuk pelestarian budaya atau mencapai komoditi industri yang

berbasis budaya. Sistem nilai keraton merupakan sebuah sistem dalam hidup

manusia, dimana di dalamnya mencakup kelima masalah pokok dalam sistem

nilai budaya. Maka dari itu sangatlah dekat sekali hubungan antar keraton

dengan segala hal yang ada d sekelilingnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka pada bagian terakhir peneliti

menyimpulkan bahwa sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling

abstrak dari adat yang terdiri dari konsepsi-konsepsi, yang hidup dalam alam

pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka

anggap amat bernilai dalam hidup. Suatu sistem nilai budaya berfungsi sebagai

pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem-sistem tata kelakuan

manusia lain yang tingkatannya lebih kongret seperti aturan- aturan khusus,

hukum dan norma-norma, semuanya juga berpedoman pada sistem nilai

budaya.

2. Tinjauan Tentang Pariwisata dan Wiastawan

a. Tinjauan Tentang Pariwisata

Istilah pariwisata berasal dari dua suku kata, yaitu pari dan wisata. Pari

berarti banyak, berkali-kali atau berputar-putar. Wisata berarti perjalanan atau

Page 37: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

bepergian. Jadi pariwisata adalah perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau

berputar-putar dari suatu tempat ke tempat yang lain. Sedangkan Murphy

menjelaskan bahwa “pariwisata adalah keseluruhan dari element-element yang

terkait (wisatawan , daerah tujuan wisata, perjalanan, industri dan lain-lain) yang

merupakan akibat dari perjalanan wisata ke daerah tujuan wisata sepanjang

perjalanan tersebut tidak permanen”. (Pitana, 2005:45)

Sedangkan Guye-Freuler menyatakan bahwa;

Pariwisata adalah gejala yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan

dan pergantian hawa, penilaian yang sadar dan menumbuh terhadap

keindahan alam, kesenangan,kenikmatan alam semesta, dan pada khususnya

disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas dalam

masyarakat sebagai hasil perkembangan perniagaan dan perdagangan serta

penyempurnaan alat-alat pengangkutan. (Pendit; 2002:34)

Menurut Pendit menyatakan bahwa:

pariwisata adalah kepergian orang-orang sementara dala jangka waktu

pendek ke tempat-tempat tujuan diluar tempat tinggal dan tempat bekerja

seharihari, serta kegiatan-kegiatan mereka selama berada di tempat-tempat

tujuan tersebut; ini mencakup kepergian untuk berbagai maksud, termasuk

kunjungan sehari atau darma wisata. (2002:33)

Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan

bahwa pariwisata adalah aktivitas bepergian orang-orang dalam jangka waktu

yang pendek, ke tempat-tempat di luar daerahnya yang mencakup menikmati

tempat yang dikunjungi dan tidak tinggal permanen. Pariwisata juga

merupakan fenomena kemasyarakatan, yang menyangkut manusia, masyarakat,

kelompok, organisasi, kebudayaan dan sebagainya yang merupakan kajian objek

sosiologi. Bidang kepariwisataan memang menjadi salah satu kajian dari ilmu

sosiologi, dimana pariwisata pada umumnya menyangkut adanya hubungan antar

manusia serta lebih luasnya antar budaya.

Kegiatan pariwisata merupakan gejala lintas sektoral, karena hakekatnya

pariwisata sebagai kegiatan yang diakibatkan oleh perjalanan manusia dengan

berbagai maksud, kecuali untuk menetap dan mencari nafkah. Sebagai suatu

kegiatan utuh, pariwisata meliputi kegiatan-kegiatan yang terjadi sebelum

Page 38: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

perjalanan dilakukan dan selama perjalanan itu berlangsung, atau kegiatan-

kegiatan yang mempunyai keterkaitan dari hulu sampai ke hilir beserta

penggunaan sarana dan prasarana yang diperlukan.

Pariwisata merupakan produk industri yang majemuk, yang mana

merupakan mata rantai yang kuat dalam berbagai social ekonomi (Yoeti; 1997).

Kekuatan mata rantai ini menetapkan nilai output, pemasukan dan kesepakatan

dalam usaha penggalian pekerjaan dengan mempertimbangkannya dari

pembelanjaan turis-turis. Berdasarkan pengertian pariwisata tersebut diatas, dapat

disimpulkan bahwa pariwisata adalah perjalanan yang dilakukan oleh seseorang

maupun kelompok dari daerah asalnya ke daerah tempat tujuan wisata dalam

jangka waktu tertentu hanya termotivasi untuk mengagumi dan menikmati objek

wisata yang dikunjungi.

Banyak peneliti mendefinisikan bahwa kepariwisataan dalam bentuk

industri tidak mengambil alih industri lainnya didalam suatu negara, melainkan ia

merupakan suatu industri yang berdiri sendiri yang pada hakikatnya membantu

serta melengkapi percepatan pertumbuhan industri-industri lainnya. Sebagai

industri, pariwisata tidak menggali atau menghisap bahan baku kekayaan alam

suatu negara, melainkan memberi serta menambah lapangan pekerjaan bagi

anggota-anggota masyarakat dalam lingkungan dimana industri itu berada, seperti

dalam usaha akomodasi (hotel, motel, cottege, dan sebagainya), restoran, jasa

pengemudi kendaraan, pramuwisata, penerjemah, seniman, pengrajin, serta biro

perjalanan dan berpuluh-puluh bidang kerja lainnya.

Seperti halnya kota Surakarta. Kota Surakarta merupakan kota yang

baru berkembang, khususnya dalam mengembangan sektor pariwisata.

Keberadaan Solo yang dilihat dari segi sejarahnya merupakan kota yang

memiliki peninggalan sejarah budaya yang besar. Adanya keraton Surakarta

hadiningrat; menjadi potensi dalam mengembangkan sektor pariwisata berbasis

budaya di kota Surakarta ini. Pengembangan pariwisata disekor budaya ini

bukan hanya menambah PAD/ pendapatan asli daerah namun juga

memunculkan citra bahwa kota Surakarta adalah kota Budaya.

Page 39: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Selanjutnya, sebagai sektor yang kompleks, pariwisata juga

merealisasikan industri-industri klasik seperti industri kerajinan tangan dan

cinderamata. Penginapan dan transportasi secara ekonomis juga dipandang sebagai

industri (Pendit; 2002). Kepariwisataan juga dapat memberikan dorongan

kemajuan pembangunan infrastruktur seperti, jalan raya, pilot project sasana

budaya dan kelestarian lingkungan, yang kesemuanya dapat memberikan

keuntungan yang bersangkutan maupun bagi wisatawan yang mengunjungi tempat

itu.

Meskipun ada variasi batasan mengenai pariwisata, ada beberapa

komponen pokok yang secara umum disepakati didalam WTO (World Tourism

Organization), memberikan batasan mengenai komponen pokok pariwisata

yakni:

1.) Traveler; yakni orang yang melakukan perjalanan antara dua atau

lebih lokalitas

2.) Visitor; yakni orang yang melakukan perjalanan ke daerah yang

bukan merupakan tempat tinggalnya, kurang dari 12 bulan dan tujuan

perjalanannya bukanlah untuk terlibat dalam kegiatan untuk mencari

nafkah, pendataan, atau penghidupan di tempat tujuan.

3.) Tourist, yakitu bagian dari visitor yang menghabiskan waktu paling

tidak satu malam (24 jam) di daerah yang dikunjungi. (Pitana;

2005:46)

Selanjutnya Mathienson dan Wall mengatakan bahwa pariwisata

mencakup elemen utama yakni ;

1.) A dynamic element, yaitu travel ke suatu destinasi wisata

2.) A static element, yaitu singgah di daerah tujuan

3.) A consequential element, yaitu akibat dari 2 hal di atas ( khususnya

pada masyarakat lokal), yang meliputi dampak ekonomi, sosial dan

fisik dari adanya kontak dengan wisatwan. (Pitana; 2005:46)

Sedangkan secara sosiologis, John Urry menyebutkan bahwa

pariwisata memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1.) Pariwisata adalah sebuah aktivitas bersantai atau aktivitas waktu

luang. Perjalanan wisata bukanlah suatu kewajiban dan umumnya

dilakukan pada saat seseorang bebas dari pekerjaan yang wajib

dilakukan yaitu pada saat mereka cutu atau libur. Dalam

perkembangan selanjutnya berwisata dapat di identikan dengan

Page 40: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

berlibur kedaerah lain, atau memanfaatkan waktu luang dengan

melakukan perjalanan wisata.

2.) Hubungan-hubungan pariwisata terjadi karena adanya pergerakan

manusia. Pergerakan ini terkait dengan dimensi ruang dan waktu.

Gerakan dan kunjungan yang bersifat sementara mempunyai sifat

yang berbeda dengan perpindahan penduduk secara permanen.

3.) Dilihat dari sisi wisatawan; pariwisata adalah aktivitas yang

dilakukan pada tempat dan waktu yang tidak normal. Tetapi

ketidaknormalan ini sifatnya sementara dan pelaku mempunyai

keinginan yang pasti untuk kembali kesituasi normal atau ke habitat

asalnya.

4.) Tempat dan atraksi yang dinikmati oleh wisatawan adalah tempat

atau peristiwa yang tidak langsung berhubungan dengan pekerjaan

atau penghidupan wisatawan.

5.) Cukup banyak dari proporsi dari penduduk masyarakat modern

terlibat dalam kegiatan pariwisata , sehingga pariwisata menjadi

wahana sosilaisasi baru.

6.) Destinasi wisata yang di kunjungi acapkali dipilih bedasarkan

khayalan atau fantasi atau karena citra destinasi yang bersangkutan.

Fantasi dan citra ini terbentuk dan terpelihara bukan saja melalui

aktivitas kepariwisataan (promosi), melainkan yang tidak kalah

pentingnya adalah melalui kegiatan non pariwisata.

7.) Perjalanan wisata adalah sesuatu yang bersifat tidak biasa .

Pengalaman yang diharapkan adalah pengalaman yang lain dari

biasanya atau sesuatu yang baru.

8.) Peranan simbol dan penanda sangat besar didalam keberhasilan

sebuah destinasi wisata. Simbol dan penanda ini sangat erkait

dengan citra.

9.) Setiap destinasi wisata selalu mengalami pembaharuan dan

penambahan produk-produk baru yang umumnya dilakukan oleh

para pelaku pariwisata. (Pitana 2005:46)

Selain itu dalam mengkaji pariwisata dalam segi sosiologis, ada

beberapa pendekatan yang diajukan oleh Erik Cohen mengemukakan bahwa

pariwisata dapat dipandang dari salah satu atau beberapa pendekatan dibawah

ini

1.) Tourism as a commercialised hospitality

2.) Tourism as a democratised travel

3.) Tourism as a modern leisure activity

4.) Tourism as a moder variety of a traditional pilgrimage

5.) Tourism as a expression of basic cultural themes

6.) Tourism as a acculturation process

7.) Tourism as a type of ethnic relation

Page 41: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

8.) Tourism as a form of neo colonialism”. (Pitana 2005:48)

Pendkatan-pendekatan di atas dapat diuraikan satu persatu, yakni yang

pertama; dalam pendekatan ini pariwisata adalah proses komersialisasi dan

hubungan tamu dengan tuan rumah. Tamu atau orang asing diberikan status

dan peranan sementara di masyarakat yang dikunjungi dan kemudian

diperhitungkan secara komersial. Pendekatan ini sesuai untuk mengalasis

perkembangan dan dinamika hubungan host-guest, termasuk berbagai konflik

yang muncul serta berbagai institus yang menanganinya.

Pendekatan yang kedua memandang pariwisata sebagai perilaku

perjalanan wisata dengan berbagai karakteristiknya. Pariwisata dipandang

sebagai demokratisasi dari perjalanan , yang dulu hanya dimonopoli oleh kaum

aristokrat, tetapi sekarang sudah dapat dilakukan siapa saja. Pendekatan yang

ketiga memandang bahwa fokus utamanya adalah pariwisata itu orang yang

santai,yang melakukan perjalanan, bebas dari berbagai kewajiban. Pariwisata

dipandang sebagi suatu institusi yang memiliki fungsi tertentu dalam

masyarakat modern yakni mengembalikan masyarakat kepada situasi harmoni

dan seimbang.

Pendekatan yang ke empat memandang pariwisata berasosiasi dengan

ziarah keagamaan yang bisa dilakukan masyarakat tradisional. Pendekatan ini

menganalisis makna struktural yang lebih dalam dari perjalanan wisata. Dalam

kaitanya ini Graburn dalam memandang pariwista identik dengan ziarah.

Dengan cara pandang ini, Graburn melihat pariwisata mempunyai fungsi

memelihara atau meningkatkan kesadaran kolektif (Pitana, 2005:49). Senada

dengan itu McCannel lebih mempertegas lagi bahwa “atraksi wisata yang

dinikmati wisatawan sekarang adalah persamaan dari simbol-simbol

keagamaan pada masyarakat primitif” (Pitana, 2005:49). Lebih jauh lagi,

pariwisata bahkan di pandang sebagai agama baru bagi orang modern (2005).

Pendekatan yang kelima memandang pariwisata dengan melihat

pemaknaan perjalanan dari pihak pelaku perjalanan tersebut. Dengan

pendekatan ini akan dapat ditemukan berbagai klasifikasi perjalanan dari pihak

Page 42: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

pelaku perjalanan. Pendekatan yang ke enam memfokuskan analisis pada

proses alkulturasi sebagai akibat dari interaksi host-guest yang memiliki latar

belakang yang berbeda. Pendekatan yang ke tujuh, menaruh perhatian pada

hubungan host-guest serta mengaitkannya dengan teori-teori etnisitas dan

hubungan antar etnis ataupun dampak-dampak yang terkait dengan identitas

etnis.

Pendekatan yang ke delapan, memfokuskan pada dependensi

(ketergantungan). Pariwisata dipandang sangat berperan didalam mempertajam

hubungan metropolis – periferi, karena negara-negara penghasil wisatawan

akan menjadi dominan, sedangkan negara penerima akan menjadi setellite dan

hubungan seperti ini merupakan pengulangan kolonialisme yang pada

muaranya akan terbentuk satu dominasi dan keterbelakangn struktural. Adanya

kebocoran ekonomi yang begitu besar ke negara-negara maju menyebabkan

pariwisata sesungguhnya merupakan wahana baru bagi munculnya

neokolonialisme.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti menarik kesimpulan bahwa

pariwisata merupakan sektor yang sangat potensial, selain merupakan sebagai

upaya pengembangan daerah, sektor pariwisata bisa menjadi salah satu jenis

industri yang menjanjikan. Sehingga dewasa ini tiap daerah berusaha untuk

mengembangkan daerahnya masing masing disektor pariwisata.

Selain definisi, konsep pariwisata mengarah pada hal yang lebih

kompleks, yakni mengenai bentuk dan jenisnya. Hal ini berguna dalam

mengkaji pariwisata itu sendiri, dengan adanya klasifikasi seperti berikut

peneliti di permudah dalam penelitiannya.

b. Bentuk-Bentuk Pariwisata

Setalah di atas dikemukakan dasar pemikiran tentang konsep dan

definisi pariwisata, maka perlu juga dibicarakan tentang bentuk-bentuk wisata

itu untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas menganai sektor pariwisata

ini. Menurut Pendit menyatakan bahwa

Page 43: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

bentuk pariwisata dapat di bagi menurut kategori sebagai berikut:

1.) Menurut asal wisatawan

2.) Menurut akibat terhadap neraca pembayaran

3.) Menurut jangka waktu

4.) Menurut jumlah wisatawan

5.) Menurut alat angkut yang digunakan. (2002:37)

Bentuk pariwisatawan di atas dapat kita lihat sehari-hari, di daerah

pariwisata pasti kita dapat menemukan seperti yang diterangkan di atas. Bentuk

yang pertama perlu diketahui bahwa apakan wisatawan itu berasal dari dalam

atau dari luar negeri. Kalau asalnya dari dalam negeri berarti sang wisatawan

hanya pindah tempat sementara didalam lingkungan wilayah negaranya sendiri

dan selama ini mengadakan perjalanan, maka disebut pariwisata domestik,

sedangkan kalau ia datang dari luar negeri disebut pariwisata internasional.

Bentuk yang kedua kedatangan wisatawan dari luar negeri adalah

membawa mata uang asing. Pemasukan valuta asing ini berarti memberi

dampak positif terhadap neraca pembayaran luar negeri suatu negara yang

dikunjunginya, yang ini disebut pariwisata aktif (Pendit 2002). Sedangkan

kepergian seorang warga keluar negeri memberikan dampak negatif terhadap

neraca pembayaran luar negerinya, disebut pariwisata pasif. Bentuk yang

ketiga menurut jangka waktu; kedatangan wistawan disuatu tempat atau negara

diperhitungkan pula menurut lamanya waktu dia ditempat atau negara yang

dikunjunginya. Hal ini menimbulkan istilah-istilah pariwisata jangka pendek

dan jangka panjang, yang mana tergantung pada ketentuan-ketentuan yang di

berlakukan oleh suatu negara untuk mengukur pendek atau panjangnya waktu

yang dimaksudkan (2002).

Bentuk yang ke empat; menurut jumlah wisatawan; perbedaan ini di

perhitungkan atas jumlah wisatawan yang datang, apakah sang wisatawan

datang sendiri atau rombongan . Maka timbul istilah pariwisata tunggal dan

pariwisata rombongan. Yang kelima menurut alat angkut yang digunakan;

dilihat dari sisi alat angkut yang digunakan oleh sang wisatawan, maka

kategori ini dapat dibagi menjadi pariwisata udara, pariwisata laut, pariwisata

kereta api, tergantung pada sang wistawan tiba menggunakan alat angkut apa.

Page 44: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Misalnya saja kota Solo yang menjadi salah satu jantung pariwisata di

area Joglosemar (Jogja, Solo dan Semarang) dengan banyaknya alternatif

wisata di Solo, serta ketersediaan sarana dan prasarana yang menunjang

perjalanan wisata di Solo menjadi tujuan wisatawan baik manca ataupun

domestik.

c. Jenis Pariwisata

Disamping bentuknya , jenis pariwisata juga harus dibicarakan untuk

menyusun data-data mengenai penelitian dan peninjauan yang lebih akurat

dalam bidang ini. Setiap orang telah memaklumi bahwa pembangunan

ekonomi modern tanpa penelitian dan peninjauan yang sistematik akan

menemui kegagalan dan berakibat kerugian serta pemborosan yang tidak

sedikit. Jenis-jenis pariwisata harus kita ketahui dan diperhitungkan supaya

dapat memberikan pengertian dan tempat yang wajar dalam pembangunan

industri pariwisata. Menurut Pendit jenis-jenis pariwisata antara lain:

1.) Wisata Budaya

2.) Wisata kesehatan

3.) Wisata olahraga

4.) Wisata komersial

5.) Wisata industri

6.) Wisata politik

7.) Wisata konvensi

8.) Wisata sosial

9.) Wisata pertanian

10.) Wisata maritim atau bahari

11.) Wisata cagar alam

12.) Wisata baru

13.) Wisata pilgrim

14.) Wisata bulan madu

15.) Wisata petualangan. (2002:38)

Wisata yang pertama dimaksudkan agar perjalanan yang dilakukan

atas dasar keinginan untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan

jalan mengadakan kunjungan ketempat-tempat lain ke luar negeri, mempelajari

keadaan rakyat, kebiasaan dan adat istiadat mereka, cara hidup mereka, budaya

dan seni mereka. Seringnya perjalanan serupa ini disatukan dengan

Page 45: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

kesempatan-kesempatan mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan budaya,

seperti eksposisi seni atau kegiatan yang bermotif kesejarahan dan sebagainya.

Jenis wisata budaya ini adalah jenis yang paling populer di tanah air kita,

seperti halnya keraton Surakarta Hadingrat. Jenis wisata inilah yang paling

utama bagi wisatawan luar negeri yang datang ke negara ini dimana mereka

ingin mengetahui kebudayaan kita, kesenian kita, dan segala sesuatu yang

berhubungan dengan adat istiadat dan kehidupan seni budaya yang kita miliki.

Wisata yang ke dua di maksudkan adalah perjalanan seseorang

wistawan dengan tujuan untuk menukar keadaan dan lingkungan tempat sehari-

hari dimana wisatawan itu tinggal demi kepentingan beristirahat bagi

wisatawan tersebut. Baik dalam segi jasmani ataupun rohaninya, dengan

mengunjungi tempat peristirahatan seperti mata air panas yang mengandung

mineral yang dapat menyembuhkan tempat yang memiliki iklim udara yang

menyehatkan atau tempat lainnya yang menyediakan fasilitas kesehatan

lainnya.

Wisata olahraga dimaksudkan bahwa wistawan-wisatawan yang

melakukan perjalanan dengan tujuan berolahraga dan memang sengaja

bermaksud mengambil bagian aktif dalam pesta olahraga di suatu tempat atau

negara. Macam cabang olahraga yang termasuk dalam jenis wisata olah raga

yang bukan tergolong dalam pesta olahraga atau games, misalnya berburu,

memancing, berenang, dan berbagai cabang olah raga dalam air atau diatas

pegunungan.

Wisata komersial termasuk perjalanan untuk mengunjungi pameran-

pameran dan pekan raya yang bersifat komersial, seperti pameran industri,

pameran dagang, dan lain sebagainya. Pada mulanya banyak orang yang

berpendapat bahwa hal ini tidaklah dapat digolongkan ke dalam dunia

pariwisata, dengan alasan bahwa perjalanan serupa ini hanya dilakukan untuk

urusan bisnis. Tetapi kenyataan dewasa ini , dimana pameran atau pekan raya

diadakan, banyak sekali yang mengnjungi dengan tujuan ingin melihat –lihat

fasilitas sarana serta sewa akomodasi dengan reduksi khusus yang menarik.

Dan tidak jarang pameran atau pekan raya ini dimeriahkan dengan berbagai

Page 46: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

macam atraksi dan pertunjukan kesenian. Karenanya wisata komersial ini

menjadi kenyataan yang sangat menarik dan menyebabkan kaum pengusaha

angkutan dan akomodasi membuat rencana-rencana istimewa untuk keperluan

tersebut.

Kemudian wisata industri yang erat kaitannya dengan wisata

komersial. Yakni; perjalanan yang dilakukan oleh rombongan pelajar atau

mahasiswa atau orang-orang awam kesuatu kompleks atau daerah perindustrian

dimana terdapat pabrik-pabrik atau bengkel-bengkel besar dengan maksud dan

tujuan untuk mengadakan peninjauan atau penelitian termasuk dalam golongan

wisata industri ini. Hal ini banyak dilakukan di negara-negara yang telah maju

perindustriannya dimana masyarakat berkesempatan mengadakan kunjungan

kedaerah-daerah atau kompleks-kompleks pabrik industri.

Beda lagi dengan wisata politik, dimana jenis wisata ini meliputi

perjalanan yang dilakukan untuk mengunjungi atau mengambil bagian secara

aktif dalam peristiwa kegiatan politik seperti misal peringatan ulang tahun

suatu negara , 17 Agustus di Jakarta, 10 Oktober di Moskow, atau penobatan

Ratu Inggris di London dan sebagainya, dimana fasilitas akomodasi, sarana

angkutan, dan atraksi aneka warna diadakan secara megah dan meriah bagi

para pengunjung baik dari dalam ataupun dari luar negeri.

Wisata yang dekat dengan wisata politik adalah wisata konvensi;

dimana berbagai negara dewasa ini membangun wisata konvensi, dengan

menyediakan fasilitas bangunan serta ruangan –ruangan tempat bersidang bagi

peserta suatu konferensi yang sifatnya nasional maupun internasional. Jerman

Barat misalnya memiliki pusat kongres internasional di Berlin, Filipina

mempunyai PICC di Manila dan Indonesia mempunyai balai sidang senayan di

Jakarta. Dalam hal ini Biro konvensi berusaha keras untuk menarik organisasi

atau badan-badan baik nasional atau internasional untuk mengadakan

persidangan mereka ditempat itu.

Kemudian ada wiasata sosial; dimana jenis wisata ini termasuk wisata

remaja. Wisata remaja merupakan pengorganisasian suatu perjalanan murah

serta mudah untuk memberi kesempatan kepada golongan masyarakat ekonomi

Page 47: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

yang lemah untuk mengadakan perjalanan. Organisasi ini membantu mereka

dengan mengadakan perjalanan untuk menambah pengalaman serta

pengetahuan sekaligus juga untuk memperbaiki kesehatan jasmaniah dan

mental mereka.

Selain itu ada wisata pertanian, seperti halnya wisata industri, wisata

ini merupakan pengorganisasian perjalanan yang dilakukan keproyek-proyek

pertanian, perkebunan, ladang pembibitan dan sebagainya dimana wistawan

rombongan dapat mengadakan kunjungan dan peninjauan untuk tujuan studi

maupun untuk melihat-lihat keliling sambil menikmati segarnya tanaman yang

beraneka ragam dan suburnya pembibitan berbagai jenis sayur mayur. Yang

berikutnya wisata maritim, jenis wisata ini banyak dikaitkan dengan kegiatan

olahraga air, lebih-lebih didanau pantai, teluk dan laut lepas seperti

memancing, berlayar, menyelam, berselancar dan lain-lain.

Wisata cagar alam merupakan jenis wisata yang banyak

diselenggarakan oleh agen-agen atau biro perjalanan yang mengkhususkan

jalan-jalan ke tempat atau daerah cagar alam, taman lindung, hutan daerah

pegunungan dan sebagainya yang kelestariannya dilindungi. Wisata cagar alam

banyak dilakukan oleh pecinta alam, dan berkaitan dengan memotret alam serta

flora dan fauna yang ada di alam. Kemudian wisata buru; wisata ini banyak

dilakukan di negeri-negeri yang memiliki daerah atau hutan tempat berburu

yang dibenarkan oleh pemerintah dan digalakan oleh agen biro perjalanan.

Wisata ini di atur dalam bentuk safari buru ke hutan yang telah ditetapkan.

Kemudian wisata pilgrim; wisata ini banyak dikaitkan dengan agama,

sejarah, adat istiadat, dan kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat.

Wisata pilgrim banyak dilakukan oleh perorangan atau rombongan ketempat-

tempat suci, kemakam- makam orang besar, atau gunung yang dianggap

keramat. Wisata pilgrim banyak dihubungkan dengan niat atau hasrat sang

wisatawan untuk memperoleh restu, berkah ataupun kekayaan yang berlimpah.

Kemudian wisata bulan madu; merupakan suatu penyelenggaraan perjalanan

bagi pasangan pengantin baru yang sedang berbulan madu dengan fasilitas-

fasilitas khusus dan tersendiri demi kenikmatan perjalanan dan kunjungannya.

Page 48: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Misalnya, kamar pengantin di hotel, tempat tidur dan dekorasi yang istimewa.

Yang terakhir adalah wisata petualangan; dikenal dengan adventure tourism,

seperti masuk hutan belantara yang belum pernah di jelajahi, di sungai yang

arusnya deras, dan lain-lain.

Sesungguhnya daftar jenis wisata lain dapat ditambahkan tergantung

dengan kondisi dan situasi perkembangan dunia pariwisata. Pendit (2002;43)

menyatakan bahwa “pada hakekatnya semua tergantung pada selera atau daya

kreativitas para profesional yan berkecimpung dalam bisnis industri pariwisata

ini”. Makin kreatif gagasan yang dimiliki oleh mereka yang mendedikasikan

hidup mereka bagi perkembangan dunia kepariwisataan di dunia ini, termasuk

gagasan untuk menciptakan bentuk dan jenis wisata baru (2002).

d. Pengertian Wisatawan

Tak hanya batasan mengenai pariwisata saja, karena pariwisata ada

karena adanya wisatawan sehingga kajian terhadap wisatawan juga penting

untuk memperdalam kajian mengenai kepariwisataan. Orang yang melakukan

perjalanan wisata disebut wisatawan atau tourism. Batasan mengenai

wisatawan sangat bervariasi, mulai dari yang umum sampai dengan yang

sangat teknis spesifik. Seperti pandangan Ogilive menyatakan bahwa

“Wisatawan adalah semua orang yang memiliki syarat, yakni yang pertama

mereka meninggalkan rumah kediamannya untuk jangka waktu kurang dari

satu tahun, dan kedua bahwa mereka mengeluarkan uang ditempat yang

mereka kunjungi tanpa dengan maksud mencari nafkah” (Pendit, 2002:35).

United Nation Conference on Travel and Tourism di Roma (1963)

memberikan batasan umum mengenai wisatawan dengan istilah Visitor yakni “

setiap orang yang mengunjungi negara yang bukan merupakan tempat

tinggalnya, untuk berbagai tujuan tetapi bukan untuk mencari pekerjaan atau

penghidupan dari negara yang dikunjungi” (Pitana 2005:43).

Sedangkan Norwal mengatakan bahwa “Seorang wisatawan adalah

seseorang yang memasuki wilayah negara asing dengan maksud tujuan apapun

asalkan bukan untuk tinggal permanen atau untuk usaha-usaha yang teratur

Page 49: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

melintasi perbatasan, dan mengeluarkan uang di negara yang dikunjungi, uang

mana telah diperoleh bukan dinegara tersebut melainkan dari negara asalnya”

(Pendit, 2002:35).

Sedangkan rekomendasi PATA (Pasific Area Travel Association)

yang didasarkan atas batasan League of Nation tahun 1936 yang telah diberi

amandeman oleh Komisi Tehnik IUOTO (Internasional Union of Official

Travel Organization ) menyatakan bahwa:

Istilah wisatawan pada prinsipnya haruslah diartikan sebagai orang-orang

yang sedang mengadakan perjalanan dalam jangka waktu minimal 24

jam dan maximal 3 bulan didalam suatu negara yang bukan merupakan

negara dimana biasanya mereka tinggal”. Mereka ini meliputi:

1.) Orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan untuk bersenang-

senang, untuk keperluan pribadi, kesehatan dan sebagainya.

2.) Orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan untuk maksud

menghadiri pertemuan, konfrensi, musyawarah, atau dalam hubungan

sebagai utusan berbagai badan atau organisasi (Ilmu pengetahuan,

administrasi, diplomatik, olahraga, keagamaan, dan lain sebagainya)

3.) Orang –orang yang sedang mengadakan perjalanan dengan maksud

bisnis. Pejabat pemerintah dan orang-orang militer beserta

keluarganya yang diposkan disuatu negara lain hendaknya jangan

dimasukan dalam kategori ini; tetapi apabila mereka mengadakan

perjalanan ke negeri lain maka hal ini dapat digolongkan sebagai

wisatawan. (Pendit ; 2002 : 36)

Jadi, dari uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa wisatawan

memang benar-benar orang yang melakukan perjalanan wisata ke luar dari

tempat asalnya untuk menikmati keragaman wisata di tempat lain, dan

wisatawan disebut kan juga sebagai konsumen murni yang menghabiskan uang

di tempat wisata.

Demikian konsep atau batasan mengenai pariwista dan wistawan

diatas begitu luas sehingga pariwisata menyangkut segala aspek kehidupan.

Hal ini juga untuk memungkinkan suatu negara mendapatkan gambaran yang

nyata atas volume pendapatan nasional yang dihasilkan dari kepariwisataan.

Apapun atau mana pun konsep dan definisi yang dipergunakan oleh suatu

negara dalam melakukan tindakan atau kebijakan industri kepariwisataannya,

yang jelas adalah suatu pegangan yang dapat dipergunakan.

Page 50: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

3. Tinjauan Tentang Strategi Pengembangan Pariwisata

a. Pengertian Strategi

Dalam perkembangannya konsep mengenai strategi terus berkembang.

Hal ini ditunjukkan oleh adanya perbedaan konsep mengenai strategi. Menurut

Hadari Nawawi “ Strategik dalam manajemen sebuah organisasi dapat diartikan

sebagai kiat, cara, dan taktik utama yang dirancang secara sistematik dalam

melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, yang terarah pada tujuan strategik

organisasi ” (2000:147).

Sedangkan Menurut J. Salusu “ Strategi ialah suatu seni menggunakan

kecakapan dan sumber daya suatu organisasi untuk mencapai sasarannya melalui

hubungannya yang efektif dengan lingkungan dalam kondisi yang paling

menguntungkan ” (2003:101). Senada dengan pendapat di atas J.L Thompson

1995 menyatakan bahwa “ strategi merupakan sebagian cara untuk mencapai

sebuah hasil akhir: hasil mencakup tujuan dan sasaran organisasi” (Sandra oliver ,

2007:2). Ada strategi yang luas untuk keseluruhan organisasi dan strategi

kompetitif untuk masing-masing aktivitas. Selanjutnya Bennett 1996

menggambarkan stategi sebagai arah yang dipilih organisasi untuk di ikuti dalam

mencapai misinya (Sandra Oliver ,2007:2).

Jadi, strategi dapat dikatakan sebagai kiat, cara, dan taktik utama yang

dirancang secara sistematis dalam melaksanakan misi, tujuan dan objek dasar dari

sebuah organisasi dalam mencapai sasaran yang berhubungan dengan lingkungan

untuk mencapai hasil yang diharapkan organisasi tersebut.

Maka dari itu, mengimplementasikan sebuah strategi bukan hanya di

lihat dari dalam organisasi itu, akan tetapi interaksi serta hubungan dengan

lingkungan eksternal sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan dari strategi

tersebut. Strategi juga merupakan goal directed action yakni aktivitas yang

menunjukkan „apa‟ yang diinginkan organisasi dan „bagaimana‟

mengimplementasikannya serta mempertimbangkan semua kekuatan internal

(sumber daya dan kapabilitas), serta memperhatikan peluang dan tantangan.

Page 51: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Dalam mewujudkan hal di atas, maka strategi yang di terapkan sebuah organisasi

harus selalu dapat di inovasi agar dapat tujuan dari organisasi tersebut

terimplementasi dengan baik. Maka dari itu, strategi merupakan program yang

mengacu pada peran aktif dari sebuah organisasi, baik tindakan yang disengaja

atau tidak didalam lingkungannya baik internal atau eksternal.

Konsep-konsep tersebut merupakan proses yang saling berhubungan dan

berkelanjutan dalam inovasi dan penetapan, berupa inovasi secara perlahan-lahan

ataupun radikal yang muncul dalam sebuah organisasi ketika sebuah strategi baru

digunakan oleh semua pimpinan. Dari beberapa konsep yang ada, inti dari strategi

adalah suatu cara/usaha yang direncanakan secara sistematis dan disesuaikan

dengan lingkungan organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

b. Pengembangan Pariwisata

Berdasarkan uraian diatas, diharapkan peneliti dapat mediskribsikan

strategi yang dimiliki oleh keraton Surakarta Hadiningrat untuk mengembangkan

sekaten kedepannya. Kepariwisataan berbasis budaya di Solo adalah salah satu

ikon penting yang menjadi motor dari beberapa pariwisata di kota tersebut.

Kegiatan pariwisata merupakan gejala lintas sektoral, yang meliputi sektor ekonomi,

politik budaya. Karena hakekatnya pariwisata sebagai kegiatan yang diakibatkan

oleh perjalanan manusia dengan berbagai maksud, kecuali untuk menetap dan

mencari nafkah. Sebagai suatu kegiatan utuh, pariwisata meliputi kegiatan-

kegiatan yang terjadi sebelum perjalanan dilakukan dan selama perjalanan itu

berlangsung, atau kegiatan-kegiatan yang mempunyai keterkaitan dari hulu

sampai ke hilir beserta penggunaan sarana dan prasarana yang diperlukan. Seiring

dengan kemajuan bidang pariwisata maka, sebuah produk keperiwisataan di

manapun wilayahnya pasti membutuhkan sebuah pengembangan agar objek

wisata yang ada di kota tersebut tidak kalah bersaing dengan objek yang lainnya.

Pengembangan merupakan suatu proses, cara, perbuatan menjadikan

sesuatu menjadi lebih baik, maju, sempurna dan berguna. Pengembangan

merupakan suatu proses/aktivitas memajukan sesuatu yang dianggap perlu untuk

ditata sedemikian rupa dengan meremajakan atau memelihara yang sudah

Page 52: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

berkembang agar menjadi lebih menarik dan berkembang. Menurut Gamal

suwantoro menjelaskan bahwa “strategi pengembangan pariwisata bertujuan

untuk mengembangkan produk dan pelayanan yang berkualitas, seimbang dan

bertahap” (1997:55). Dalam melakukan sebuah pengembangan pariwisata daerah,

peran serta pemerintah kota sangat mutlak dibutuhkan. Dengan tujuan,

pengembangan pariwisata tersebut mengarah pada pembangunan daerah. Dalam

mengembangkan sektor pariwisata Gamal Suwantoro mengklasifikasikan

mengenai pola kebijaksanaan pengembangan pariwisata yang meliputi:

1. Kebijakan Umum

2. Arah Pola Kebijaksanaan Pengembangan jalur wisatawan

3. Pola Kebijakan Pengembangan Objek Wisata

4. Kebijakan Pengembangan Sarana dan Prasarana

5. Pola Kebijakan Pengembangan Pemasaran

6. Kebijakan Pengmbangan Kelembagaan

7. Kebijakan Pengembangan industri meliputi (1997:57)

Berdasarkan tinjauan di atas, pengembangan pariwisata di sebuah daerah

ataupun dalam lingkup negara membutuhkan beberapa kebijakan serta pola

pengembangan yang sesuai dengan daya kembang pariwistaa daerah tersebut.

Sehingga, implementasi pengembangan kepariwisataan suatu daerah akan tepat

sesuai rencana. Pengembangan pariwisata merupakan suatu aplikasi dari

pemasaran pariwisata. Terutama dalam mengembangkan produk baru,

sesungguhnya suatu daerah tujuan wisata mempunyai banyak hal yang dapat di

tawarkan sebagai daya tarik wisatawan kepada pasar yang berbeda-beda dengan

selera wisatawan. Yang terpenting dalam pengembangan suatu daerah tujuan

wisata, agar dapat menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan potensial dalam

macam-macam pasar.

Kebijakan – kebijakan di atas merupakan dasar dalam pengembangan

pariwisata. Kebijakan umum; merupakan pola kebijakan yang bersifat umum

dalam pengembangan pariwisata yang meliputi, kebijakan untuk menjaga

keseimbangan antara peran serta pemerintah, swasta, dan masyarakat. Kebijakan

pengembangan wisata; Kebijakan pengembangan objek wisata, atraksi wisata,

taman rekreasi dan hiburan umum; kebijakan pengembangan sarana dan

Page 53: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

prasarana; kebijakan untuk menjaga keseimbangan antara arus wisatawan,

kemampuan menampung, melayani, dan menyelenggarakan, kepariwisataan.

Setelah kebijakan secara umum, pemerintah juga peran serta dalam mengarahkan

pola pengembangan jalur wisata; yang artinya bahwa mengarahkan pola arus

wisatawan baik mancanegara maupun nusantara yang sekaligus dapat

meningkatkan jumlah yang di dasarkan pada perkembangan objek wisata. Seiring

dengan mengarahkan laju wisatawan, pemerintah juga harus senantiasa

mengarahkan pengembangan objek wisatanya, dalam artian prioritas

pengembangan objek menjadi sangat penting dalam menarik wisatawan serta

pengembangan pusat-pusat penyebaran kegiatan wisatawan dalam meningkatkan

kegiatan penunjang pengembangan objek wisata. Kebijakan dalam pengembangan

pariwisata juga harus memperhatikan pengembangan sarana dan prasarana seperti

akomodasi, restoran, usaha rekreasi dan hiburan umum, gedung pertemuan,

perkemahan, Pondok wisata, mandala wisata, pusat informasi wisata,

pramuwisata, hal ini bertujuan untuk menciptakan rasa nyaman wisatawan agar

lebih lama dalam menghabiskan waktu dalam berwisatanya.

Promosi atau pemasaran merupakan bagian penting dalam

mengembangakan pariwisata, semakin baik dalam pemasaran, suatu objek wisata

juga akan lebih dikenal dan diketahui oleh masyarakat luas. Dalam hal pemasaran

ini pemerintah memberi kebijakan seperti peningkatan jumlah dan lama tinggal

wisatawan, meningkatkan kerjasama yang terpadu antara berbagai sektor,

mempercepat perkembangan pasar wisata. Dalam hal ini bertujuan agar

pengembangan pariwisata berjalan cepat dan efektif. Ditambah dengan kebijakan

kelembagaan yang menaungi setiap objek wisata agar lebih terkoordinasi. Dari

kebijakan di atas, juga dapat di kembangkannya sektor industri. Kebijakan

pengembangan industri meliputi: penyerahan tenaga kerja, peningkatan mutu dan

kemampuan tenaga kerja Indonesia, pengembangan srtuktur industri dengan

prioritas pada usaha untuk menghasilkan barang eksport non-migas, wahana

pengembangan teknologi dan memacu pertumbuhan/ perkembangan daerah.

Berdasarkan uraian di atas peneliti mengarahkan penelitianya pada

kebijakan yang ada di kota Surakarta menyangkut adanya pengembangan

Page 54: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

pariwisata yang sedang dilakukan oleh pemerintah kota Surakarta. Wisata budaya

seperti sekaten merupakan salah satu motor dalam meraup pendapatan daerah

yang cukup tinggi, sehingga pengembangan objek wisata sangat di butuhkan

dalam meningkatkan objek wisata ini.

Selanjutnya proses pengembangan objek wisata yang ada, tidak hanya

sekedar kebijakan semata, namun pengembangan pariwisata merupakan proses

yang konprehensif menyangkut segala bentuk sektor, seperti pemasaran sampai

dengan kampanye sadar wisata. Seperti yang dikemukakan Gamal Suwantoro

mengenai “Sapta kebijaksanaan Pengembangan Pariwisata” yang meliputi:

1. Promosi

2. Aksesbilitas

3. Kawasan Pariwisata

4. Wisata bahari

5. Produk wisata

6. Sumber Daya Manusia

7. Kampanye Nasional Sadar Wisata (1997:56)

Ketujuh kebijaksanaan di atas merupakan pedoman dasar yang menjadi

dasar dalam mengembangkan sapta pesona di wilayah wisata tertentu. Hal

tersebut dapat di jelaskan sebagai berikut, yang pertama promosi, promosi pada

hakekatnya merupakan pelaksanaan upaya pemasaran. Promosi pariwisata harus

dilaksanakan secara selaras dan terpadu, baik didalam negeri maupun di luar

negeri. Kedua, aksesbilitas merupakan salah satu aspek penting yang mendukung

pengembangan pariwisata yang menyangkut pengembangan lintas sektoral.

Ketiga, kawasan pariwisata merupakan pengembangn kawasan wisata yang

ditujukan untuk meningkatkan peran serta daerah dalam pengembangan

pariwisata serta memperbesar dampak pembangunan dan mempermudah

pengendalian terhadap dampak lingkungan. Keempat; wisata bahari merupakan

salah satu jenis produk wisata yang sangat potensial untuk dikembangkan karena

memiliki keunggulan komparatif yang sangat tinggi terhadap produk wisata

lainya. Kelima; produk wisata dalam pengembangan pariwisata merupakan upaya

untuk menampilkan sesuatu produk yang baru dan mempunyai daya saing yang

tinggi sehingga mampu meningkatkan pendapatan yang sifatnya lintas sektoral.

Page 55: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Keenam; sumber daya manusia merupakan salah satu modal dasar pengambangan

pariwisata. Sumber daya manusia harus memiliki keahlian dan keterampilan yang

diperlukan untuk memberikan jasa pelayanan pariwisata. Yang ketujuh; kampaye

nasional sadar wisata pada hakikatnya adalah untuk memasyarakatkan sapta

pesona yang turut menegakan disiplin nasional dan jati diri bangsa indonesia

melalui kegiatan kepariwisataan.

Dengan uraian di atas, peneliti melihat dengan sapta pesona ini dapat

menjadi acuan dalam pengembangan wisata sekaten di wilayah Keraton

Surakarta. Menurut Oka Yoeti tempat wisata harus memiliki 3 syarat di dalam

pengembangan wisata di daerah tersebut yakni:

1.) Daerah itu harus mempunyai apa yang disebut sebagai “something to

see”. Artinya daerah tersebut harus ada objek wisata dan atraksi

wisata yang berbeda dengan apa yang dimiliki dengan daerah lain.

Dengan kata lain, daerah tersebut harus memiliki daya tarik khusus,

disamping itu daerah tersebut harus mempunyai pula atraksi wisata

yag dapat di jadikan sebagai “entertaiments” bila orang datang ke

sana.

2.) Di daerah tersebut harus tersedia apa yang disebut dengan istilah

“something to do” . Artinya, di tempat tersebut setiap banyak yang di

saksikan, harus pula di sediakan fasilitas rekreasi atau amusements

yang dapat membuat wisatawan betah tinggal lebih lama di tempat

itu.

3.) Di daerah tersebut harus tersedia apa yang di sebut dengan istilah

“something to buy”. Artinya tempay tersebut harus tersedia fasilitas

untuk wisatawan berbelanja, terutama barang-barang souvenir dan

kerajinan rakyat sebagai oleh-oleh untuk di bawa pulang ke tempat

asal masing-masing wisatawan. Fasilitas untuk berbelanja ini tidak

hanya menyediakan barang-barang yang dapat di beli, tetapi harus

tersedia pula sarana-sarana pembantu lainya untuk lebih

memperlancar seperti money changer, bank, kantor pos. (1997:178)

Ketiga syarat di atas kiranya sejalan dengan pola tujuan pemasaran

pariwisata, yaitu dengan promosi yang dilakukan, sebenarnya hendak mencapai

sasaran agar lebih banyak wisatawan datang pada suatu daerah, lebih lama tinggal

dan lebih banyak mengeluarkan uangnya du tempat yang mereka kunjungi.

Seperti halnya wisata sekaten di Surakarta, dalam mengembangkan wisata

tersebut minimal harus memiliki ketiga syarat tersebut.

Page 56: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Selain uraian mengenai kebijakan pengembangan pariwisata diatas,

pengembangan pariwisata juga harus memiliki perencanaan yang matang dan

efisien. Hali ini membutuhkan strategi yang matang, karena pada hakekatnya

srtategi adalah suatu cara / usaha yang direncanakan secara sistematis dan sesuai

dengan tujuan. Di Indonesia pada umunya, jenis pariwista yang paling menonjol

adalah pariwisata budaya. Karena keanekaragaman suku bangsa, adat-istiadat,

serta kebiasaannya, maka Indonesia banyak dikunjungi oleh wisatawan asing,

sedangkan keindahan alamnya merupakan daya tarik yang ke dua. Karena itu daya

tarik wisatawan terhadap hasil seni budaya perlu ditingkatkan sejalan dengan

peningkatan fasilitas lainya.

Khususnya daerah Surakarta. Daerah tersebut terkenal karena aspek dari

seni budaya yang tersimpan didalam kota tersebut. Daya tarik seni budaya inilah

yang menjadi ujung tombak keparwisataan di kota Surakarta ini. Dengan adanya

keraton yang masih berdiri, sangat menyuguhkan aroma masa lampau ditengah

arus globalisasi disegala bidang.

Pengembangan pariwisata tidak lepas dari perkembangan politik,

ekonomi, sosial dan pembangunan disektor lainnya. Maka didalam pengembangan

pariwisata dibutuhkan perencanaan terlebih dahulu. Dari pemikiran di atas dapat

disimpulkan bahwa pengembangan adalah suatu proses yang terjadi secara terus

menerus, untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap ancaman yang

ada untuk dapat berkembang dalam mencapai tujuan individu dalam organisasi

dan tujuan organisasi secara keseluruhan.

Oka A.Yoeti mengungkapkan beberapa prinsip perencanaan pariwisata:

1) Perencanaan pengembangan kepariwisataan haruslah merupakan satu

kesatuan dengan pembangunan regional atau nasional dari

pembangunan perekonomian negara. Karena itu perencanaan

pembangunan kepariwisataan hendaknya termasuk dalam kerangka

kerja dari pembangunan.

2) Seperti halnya perencanaan sektor perekonomian lainnya,

perencanaan pengembangan kepariwisataan menghendaki pendekatan

terpadu dengan sektor-sektor lainnya yang banyak berkaitan dengan

bidang kepariwisataan.

Page 57: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

3) Perencanaan pengembangan kepariwisataan pada suatu daerah

haruslah dibawa koordinasi perencanaan fisik daerah tersebut secara

keseluruhan.

4) Perencanaan suatu daerah untuk tujuan pariwisata harus pula

berdasarkan suatu studi yang khusus dibuat untuk itu dengan

memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan alam dan budaya

di daerah sekitar.

5) Perencanaan fisik suatu daerah untuk tujuan pariwisata harus

didasarkan atas penelitian yang sesuai dengan lingkungan alam

sekitar dengan memperhatikan faktor geografis yang lebih luas dan

tidak meninjau dari segi administrasi saja.

6) Rencana dan penelitian yang berhubungan dengan pengembangan

kepariwisataan pada suatu daerah harus memperhatikan faktor

ekologi daerah yang bersangkutan.

7) Perencanaan pengembangan kepariwisataan tidak hanya

memperhatikan masalah dari segi ekonomi saja, tetapi tidak kalah

pentingnya memperhatikan masalah sosial yang mungkin

ditimbulkan.

8) Pada masa-masa yang akan datang jam kerja para buruh dan

karyawan akan semakin singkat dan waktu senggangnya akan

semakin panjang, karena itu dalam perencanaan pariwisata khususnya

di daerah yang dekat dengan industri perlu diperhatikan pengadaan

fasilitas rekreasi dan hiburan disekitar daerah yang disebut sebagai

pre-urban.

9) Pariwisata walau bagaimana bentuknya, tujuan pembangunan tidak

lain untuk meningkatkan kesejahteraan orang banyak tanpa

membedakan ras, agama, dan bahasa, karena itu pengembangan

pariwisata perlu pula memperhatikan kemungkinan peningkatan

kerjasama bangsa-bangsa lain yang saling menguntungkan. (1997:13-

14)

Untuk pengembangan ini dilakukan pendekatan-pendekatan dengan

organisasi pariwisata yang ada (pemerintah dan swasta) dan pihak-pihak terkait

yang diharapkan dapat mendukung kelangsungan pembangunan pariwisata

didaerah itu khususnya Dinas Pariwisata, Kebudayaan dan Seni Kota Surakarta.

Dalam hal ini kiranya dibutuhkan perumusan yang cermat dan diambil kata

sepakat, apa yang menjadi kewajiban pihak pemerintah dan mana yang

merupakan tanggung jawab pihak swasta, sehingga dalam pengembangan

selanjutnya tidak terjadi penanggungan yang tumpang tindih yang bisa

menimbulkan perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya. Pengembangan

pariwisata ini tidak lepas dari peran organisasi kepariwisataan pemerintah, seperti

Page 58: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Dinas Pariwisata yang mempunyai tugas dan wewenang serta kewajiban untuk

mengembangkan dan memanfaatkan aset negara yang berupa obyek wisata.

Setelah merumuskan berapa perencanaan dalam pengembangan

pariwisata, pelaku pariwisata menciptakan langkah-langkah yang bisa di tempuh

dalam proses pengembangan pariwisata. Menurut Gamal Suwantoro menjelaskan

mengenai langkah pokok dalam pengembangan pariwisata yakni:

a. Dalam jangka pendek dititik beratkan pada optimasi terutama untuk

1) Memprtajam dan memantapkan citra kepariwisataan

2) Meningkatkan mutu tenaga kerja

3) Meningkatkan kemampuan pengelolaan

4) Memanfaatkan produk yang ada

5) Memperbesar saham dari pasar pariwisata yang telah ada

b. Dalam jangka menengah dititik beratkan pada konsolidasi terutama

dalam

1) Memantapkan citra kepariwisataan indonesia

2) Mengkonsolidasikan kemampuan pengelolaan

3) Mengembangkan dan diversifikasi produk

4) Mengembangkan jumlah dan mutu tenaga kerja

c. Dalam jangka panjang dititik beratkan pada pengembangan dan

penyebaran pada:

1) Pengembangan kemampuan pengelolaan

2) Pengembangan dan penyebaran produk dan pelayanan

3) Pengembangan pasar parwisata baru

4) Pengembangan mutu dan jumlah tenaga kerja. (1997:55)

Langkah-langkah di atas dapat digunakan pelaku pariwisata dalam

mengembangakan daerah wisatanya, dalam jangkan pendek dapat di lakuka untuk

pencitraan destinasi/ objek wisata agar dapat di kenal oleh orang banyak, serta

memperbesar saham yang ada agar dapat mengelola baik objek wisata ataupun

sumber daya manusia yang ada, dalam mengoptimalkan pengembangan tersebut.

Dalam jangka menengah, dapat dioptimalkan pengembangan produk pariwisata

agar lebih menarik wisatawan baik mancanegara atau nusantara, serta menambanh

sumber daya yang sekarang ada. Selain jangka menengah dan pendek, dalam

pengelolaan wisata juga di butuhkan langkah yang bersifat jangka panjang dalam

mengembangkan pasar wisata yang baru serta mutu dari objek wisata tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa pengembangan

pariwisata disebuah daerah sangat diperlukan, hal ini berkaitan dengan segi

Page 59: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

ekonomisnya, dimana ketika banyak wisatawan yang datan ke daerah tersebut

maka secara otomatis akan menambah pendapatan daerah tersebut. Oleh karena

itu, dengan adanya pengambangan pariwisata tersebut maka dapat juga membuka

pintu pembangunan daerah tersebut.

4. Konsep Kota Budaya

Pengertian kota menurut Daldjoeni menyatakan bahwa “kota sebagai

tempat bermungkim penduduknya, baginya yang penting bukan tempat

tinggalnya, jalan raya, rumah ibadah, kantor, taman, dan lain-lain melainkan

penghuni yang menciptakan segalanya” (1997 : 39). Sedangkan menurut Bintarto

bahwa “kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai

dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan di warnai dengan strata sosial

ekonomi yang heterogen” (1991 : 8). Kota juga disebut juga sebagai benteng

budaya yang di timbulkan oleh unsur-unsur alami dan non-alami dan gelaja-gelala

pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan dan sifatnya yang

heterogen. Kemudian dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kota merupakan

tempat bermukim, belajar, hidup serta berbudaya. Sesuai hal ini maka selayaknya

kelestarian kota harus didukung.

Dalam memahami konsep penbentukan identitas kota budaya perlu

diketahui mengenai konsep citra kota yang di bentuk sebuah kota dalam

menentukan karakteristik kota tersebut. Diuraian awal, peneliti telah menjelaskan

mengenai konsep kota secara sederhana. Berangkat dari konsep itu, peneliti

menguraikan citra kota itu sendiri.

Mengutip dari Susan Sontag dalam Transpiosa Riomandha bahwa “citra

sebagai sebuah ilusi atau bayangan, copy bukan asli, representation bukan

reality”(2000: 35). Citra disini akan mempunyai jarak dengan realita yang

sebenarnya. Pada pengertian ini, Sontag lebih melihat bagaimana citra kolektif

tersebut mengkonstruksikan citra dari individu. Citra individu dipaksa untuk

tunduk pada citra kolektif. Ini dapat dilihat pada kasus bagaimana Malioboro

dipilih untuk menjadi identitas dari Yogyakarta. Sedangkan menurut Lowson,

Band Bovy, Mathienson,Wall dalam Pitana mengatakan bahwa “Citra is an

Page 60: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

expresion of all objective knowladge, impression, prejudices, imagination, and

emotional thoughts an individual or group have of a particular object or

place”(Citra adalah sebuah bentuk pengekpresian dari seluruh pengetahuan,

impresi, imaginasi dan emosi dari sebuah individu atau kelompok tertentu

didalam suatu objek atau tempat) (2005:64).

Dengan demikian citra kota dapat diartikan sebagai kumpulan dari

interaksi sensorik langsung seperti diimplementasikan melalui sistem nilai

pengamat dan diakomodasikan kedalam penyimpanan memori dimana input dari

sumber tak langsung sama pentingnya. Citra secara luas terkait dengan ruang, dan

dapat pula dikaitkan dengan rasa atau persepsi seseorang.

Darisinilah bagaimana sebuah citra kota dibentuk serta dikonstruksi oleh

masyarakat dan melekat pada pikiran manusia mengenai sebuah kota. Penjelasan

tersebut dapat disimpulkan bahwa citra sangat tergantung pada persepsi atau cara

pandang orang masing-masing. Citra juga berkaitan dengan hal-hal fisik. Citra

kota sendiri dapat diartikan sebagai gambaran mental dari sebuah kota sesuai

dengan rata-rata pandangan masyarakatnya. Citra kota menggambarkan suatu

persamaan dari sejumlah gabungan atau satuan informasi yang dihubungkan

dengan tempatnya. Dapat juga diterjemahkan melalui gambaran mental dari

sebuah kata sesuai dengan rata-rata pandangan masyarakatnya.

Sebuah citra lingkungan (kota) menurut Lynch dalam bukunya “Image of

the city” dapat dianalisis kedalam komponen yang meliputi:

1.) Identitas, suatu objek harus dapat dibedakan dengan objek-objek lain

sehingga dikenal sebagai sesuatu yang berbeda atau mandiri.

2.) Struktur, citra harus meliputi hubungan spasial atau hubungan pola citra

objek dengan pengamat dan dengan objek-objek lainnya.

3.) Makna, yaitu suatu objek harus mempunyai arti tertentu bagi pengamat

baik secara kegunaan maupun emosi yang ditimbulkan. (1960)

Citra kota setidaknya harus memiliki 3 komponen di atas, jika ketiga

komponen tersebut sudah ada dalam sebuah kota atau lingkungan maka, kota

tersebut telah mampu membuat masyarakat untuk memberikan label kota tersebut,

dengan berbagai ciri khusus yang ada dalam kota itu. Yang pertama yang harus

ada dalam sebuah kota adalah keunikan atau sebuah objek kota yang mampu

Page 61: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

membedakan dengan kota yang lain, sehingga dengan sesuatu yang berbeda

inilah, ada sebuah nilai lebih untuk menjual nama kota tersebut. Bukan hanya itu

saja, struktur dalam pola hubungan citra kota juga sangat menentukan, bukan

hanya berhenti pada potensi kota itu saja namun harus ada sebuah kekuatan lain

untuk membangun citra tersebut, seperti halnya pemeritah. Sehingga dengan

adanya hubungan antara potensi dan kekuatan yang sifatnya tehnis inilah yang

mampu mendorong masyarakat di luar kota tersebut memberikan makna pada apa

yang dilihatnya, hal inilah yang ada didalam citra kota.

Berdasarkan uraian element diatas diharapkan masyarakat mampu

memberikan interpretasi mengenai sebuah kota. Seperti halnya kota budaya, hal

ini merupakan salah satu pembentukan citra kota yang didasarkan atas potensi

lokal atau kearifan lokal yang terdapat di sebuah kota. Karena dalam

pembentukan identitas kota budaya, peranan pencitraan sangat besar sekali. Apa

yang ditampilkan oleh kota tersebutlah yang akan menjadi “merk” atau identitas

dari kota tersebut.

Citra kota merupakan bagian penting yang melatarbelakangi

pembentukan identitas kota. Citra apa yang ditunjukan sebuah kota maka dari hal

tersebut identitas kota dapat di ketahui. Karena identitas menurut Ubet Abdilah

menyatakan bahwa “identitas merupakan sesuatu yang tidak berdiri sendiri dan

yang berada di luar diri serta akan memasukan nama, jenis kelamin, bahasa,

agama dan kategori lainnya” (2002 : 26). Sehingga dapat dikatakan bahwa

identitas merupak pemberian dari luar diri kita. Stuart Hall 1996 menambahkan

bahwa “identitas merupakan sesuatu yang tidak pernah sempurna, selalu dalam

proses dan selalu dibangun dari dalam” (Ubed Abdilah 2002 : 27). Ubet Abdilah

menambahkan bahwa “ identitas adalah kata kunci yang mengacu pada konotasi

apa saja: sosial, politik, budaya, serta dalam situasi tertentu bisa bermakna lain”

(2002 : 27). Karena identitas bukanlah sesuatu yang final, atau sesuatu yang

senantiasa berubah. Jean Boudrillard menambahkan bahwa identitas merupakan

suatu subjek yang melekat ada pada diri” (Ubed 2002 : 28).

Sedangkan Yekti maunati menjelaskan bahwa “identitas merupakan

sebuah kontruksi” yang artinya bukalah suatu hal yang hadir begitu saja akan

Page 62: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

tetapi melalui proses panjang yang melibatkan berbagai aspek kehidupan (2004).

misalnya pemerintah, melalui Kantor Dinas Pariwisata sejak awal tahun 1990-an

secara aktif menyebarluaskan citra “Primitif” sebagai identitas masyarakat Dayak

di Kalimantan Timur dan keterlibatan-keterlibatan pemerintah dalam

mempromosikan pariwisata daerah-daerah lainnya. Dari penjelasan diatas

identitas segala sesuatu yang tidak berdiri sendiri dan yang berada diluar diri serta

akan memasukan nama, jenis kelamin, bahasa, agama dan kategori dan

merupakan sebuah perjalanan atau proses yang terjadi didalam kehidupan

manusia dan dapat diuraikan, dikenali dan memiliki kualitas serta karakteristik

yang dapat membedakan dengan yang lainnya.

Masyarakat dalam proses kehidupannya tidak terlepas dari proses

pencarian dan pembentukan identitas, baik identitas sosial, identitas kelompok,

identitas daerah/kota maupun identitas budaya. Identitas sosial merupakan suatu

proses, bukan tindakan atau perilaku. Sedangkan teori identitas kelompok lebih

banyak digunakan oleh antropologi yang menggunakan ciri-ciri etnik untuk

menentukan identitas berbagai kelompok. Identitas juga dapat dikatakan sebagai

sebuah proses pemberian label atau nama.

Konsep identitas adalah dan asal konsep yang bersifat relasional yang

berkaitan dengan identifikasi diri -usul sosial. Apa yang kita pikirkan sebagai

identitas kita tergantung kepada apa yang kita pikirkan sebagai bukan kita. Orang

Jawa bukan Madura, begitu juga Batak bukan bugis, dan lain-lainnya.

Konsekuensinya, identitas akan lebih baik dipahami sebagai proses penciptaan

batas-batas formasi dan ditegakkan dalam kondisi sosio-historis yang spesifik.

Oleh karena itulah, identitas dapat dikatakan eksis ketika orang mengklaim suatu

identitas tertentu bagi diri mereka dan didifinisikan oleh yang lain dengan

identitas tersebut. Yekti Maunati (2004) menyatakan bahwa identitas etnik

bermakna identifikasi dengan suatu kelompok etnik karena afiliasi ini.

Di sinilah identitas dipahami sebagai konsep yang dikonstruksi secara

budaya. Artinya, identitas maupun etnisitas diciptakan oleh proses sejarah yang

menggabungkan kelompok-kelompok sosial yang berbeda ke dalam suatu struktur

politik yang tunggal dibawah kondisi-kondisi sosial tertentu . Secara lebih rinci,

Page 63: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

identitas merupakan hasil konstruksi (proses) sosial yang lazim disebut askripsi

(ascription). Inilah proses sosial yang menandai sekelompok masyarakat tertentu

dengan sembarang . Artinya, apa pun tandanya asal bisa dipakai untuk

"menunjuk" (labelling) kelompok tertentu. Proses ini tentunya merupakan proses

yang berlangsung hingga berabad-abad lamanya. Proses askripsi adalah gejala

interaksi yang terjadi ketika orang dari aneka latar belakang bertemu satu sama

lain diberbagai lapangan kehidupan, bukannya ketika mereka benar-benar

"menyendiri". Yang menjadi spesifik dalam proses ini adalah ketika seseorang itu

tak diperlakukan sebagai pribadi yang mandiri, tapi sebagai contoh, anggota, atau

wakil suatu kelompok orang dengan askripsi tertentu. Proses askripsi lama

kelamaan berfungsi seolah-olah seperti deskripsi terhadap sekelompok orang.

Adapun bagi kelompok yang dideskripsikan tersebut, deskripsi itu merupakan

aturan bertindak.

Hal ini pula yang memberikan jalan bagi sebuah budaya untuk dijadikan

identitas dari sebuah kota. Kota budaya adalah kota yang dengan kreatif

melestarikan warisan budaya, baik yang benda (tangible) maupun yang tak-benda

(intangible), dan dengan bangga menjadikan kekayaan dan pesona warisan

budaya itu sebagai lambang identitas. Yang dimaksud dengan „budaya kota‟

adalah keseluruhan perilaku warga kota dalam interaksi sosial yang

mencerminkan kearifan lokal untuk mewujudkan keharmonisan hidup bersama.

Bali kaya akan nilai-nilai kearifan lokal seperti tat twam asi dan tri kaya

parisudha (berfikir, berkata, berbuat baik) yang bisa diadopsi dan diadaptasi

untuk membangun „budaya kota‟ sesuai dengan situasi dan kondisi.

Pembentukan identitas kota budaya tercermin dari kinerja penampilan

fisik kota yang pada hakekatnya menyangkut 3 aspek pertimbangan antara lain:

1. aspek normatis kota (kondisi sosial-budaya)

2. aspek fungsional kota (kegiatan khas masyarakat) dan

3. aspek fisik kota (kekhasan penampilan fisik kota) (1960)

Dari uraian tersebut terlihat bahwa aspek fungsional kota merupakan

aspek non fisik yang turut mempengaruhi terbentuknya identitas kota. Sejalan

Page 64: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

dengan pemikiran Lynch (1960) bahwa hal-hal yang dapat mempengaruhi

identitas kota selain objek fisik yang tampak terkait juga dengan:

1.) Makna sosial (social meaning)

2.) Fungsi (function)

3.) Sejarah (history)

4.) Nama (name) dari kota tersebut.

Sedangkan menurut Budihardjo (1991) terdapat 6 tolok ukur yang

sepantasnya digunakan dalam penggalian, pelestarian dan pengembangan

identitas kota, yaitu:

1) Nilai kesejarahan; baik dalam arti sejarah perjuangan nasional (Gedung

Proklamasi, Tugu Pahlawan) maupun sejarah perkembangan.

2) Nilai arsitektur lokal/tradisional

3) Nilai arkeologis; (candi-candi, benteng)

4) Nilai religiositas; (masjid besar, tempat ibadah lain)

5) Nilai kekhasan dan keunikan setempat baik dalam kegiatan sosial ekonomi

maupun sosial budaya.

6) Nilai keselarasan antara lingkungan buatan dengan potensi alam yang

dimiliki.

Jadi, identitas kota budaya merupakan pelabelan yang diberikan kepada

suatu kelompok masyarakat, yang terjadi melalui proses sejarah yang panjang

dengan menggabungkan berbagai kelompok sosial yang berbeda kedalam suatu

struktur sosial tertentu serta dibawah kondisi sosial budaya tertentu juga.

Identitas kota budaya dapat didasarkan pada konsep di atas.

Pembentukan kota budaya harus menyangkup seluruh sistem nilai budaya yang

ada di masyarakat tersebut. Baik dari segi ide, tata kelakuan atau perilakunya serta

menyakup sisi artefak atau hasil budaya yang berupa wujud kebendaan. Kota

budaya harus dapat mengkover segala aktualisasi budaya sebagai cerminan pola

hidup, pemikiran dan berbagai ekspresi emosi akan menggambarkan sejauhmana

tingkat peradaban suatu kelompok masyarakat. Sehingga sebuah kelompok

masyarakat terinternalisasi ke dalam bentuk tatanan kota berbasis budaya.

Berangkat dari konsep identitas di atas, peneliti mengkaji suatu bentuk

kebudayaan yang berada di suatu wilayah sengaja di bentuk untuk dijadikan

sebuah identitas wilayah tersebut oleh pemerintah daerah setempat. Solo

merupakan kota yang memiliki sejarah kebudayaan yang besar dengan adanya

keraton, akan tetapi jika tidak dikembangkan mungkin tidak akan menjadi ikon

Page 65: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

kepariwisataan serta identitas kota. Oleh karena itu, seperti apakah komodifikasi

pemerintah daerah kota solo yang menjadikannya ikon budaya sebagai identitas

dan citra kota budaya.

5. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian Haryanto (2011) yang berjudul Strategi Dinas Pariwisata dan

Kebudayaan ( DISPARBUD ) Kabupaten Boyolali dalam Mengembangkan

Obyek Wisata Pengging. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan strategi

pengembangan obyek pariwisata Pengging yang di lakukan oleh Dinas Pariwisata

dan Kebudayaan Boyolali.

Sesuai dengan tujuan penelitian maka penelitian ini menggunakan

metode penelitian diskribtif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini di peroleh

dari wawancara dengan narasumber dan arsip/ dokumen yang berkaitan dengan

penelitian. Tehnik penarikan sampel menggunakan purposive sampling dan

snowball sampling. Tehnik pengumpulan data yang di gunakan dalam penelitian

ini adalah dengan wawancara, obeservasi, dan telaah dokumen. Validitas data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode trianggulasi data. Analisis

data pada penelitian ini dengan menggunakan model analisis interaktif.

Berdasarkan hasil temuan data dilapangan bahwa Dinas Pariwisata dan

Kebudayaan Kabupaten Boyolali telah melaksanakan beberapa kegiatan

berdasarkan analisis SWOT tahun anggaran 2006-2010 seperti strategi

pengembangan infrastruktur, pengembangan promosi dan pemasaran, strategi

kerjasama dibidang pariwisata, strategi peningkatan sumber daya manusia dan

strategi pemberdayaan masyarakat.

Berdasarkan hasil penelitian ini juga dapat diketahui hambatan yang

ditemui dalam implementasi strategi Dinas Pariwista dan Kebudayaan Kabupaten

Boyolali dalam pengembangan pariwisata Pengging, yaitu; terbatasnya anggaran,

keterbatasan infrastuktur, masih rendahnya SDM yang ada, rendahnya investasi

dan dukungan stakeholder.

Page 66: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

B. Kerangka Pikir

Pengembangan sektor pariwisata ditujukan untuk meningkatkan kualitas

hidup dan kesejahteraan serta dapat memberikan manfaat terhadap pemenuhan

kebutuhan masyarakat. Dengan mengembangkan sektor pariwisata ini juga

diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan pemerintah

terutama dari segi pembiayaan pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah. Salah

satu kota yang menjadi pengembang pariwisata adalah kota Solo. Ekistensi kota

yang berlatar belakang sejarah budaya yang begitu tinggi ini menjadi potensi yang

bisa di kembangkan.

Berangkat dari sejarah kota Surakarta yang merupakan keraton Mataram

Islam yang memiliki segudang kebudayaan. Salah satunya adalah sekaten atau

yang lebih dikenal sebagai grebeg muludan. Grebeg Sekaten merupakan budaya

dari dalam keraton yang difungsikan untuk memperingati maulud Nabi

Muhammad Saw. Munculnya interakasi antara Keraton dalem dengan masyarakat,

kemudian sekaten dimunculkan sebagai budaya bersama antara keraton serta

masyarakat, dengan adanya grebeg gunungan hasil bumi yang diperebutkan

masyarakat. Hal tersebut menunjukan kirab Muludan bukan hanya milik keraton

tapi milik masyarakat juga. Keberadaan potensi budaya ini menjadi salah satu

pendorong kuat adanya pengembangan wisata budaya di Solo.

Keberadaan pemerintah kota Surakarta menjadikan sebuah kebudayaan

menjadi bentuk seperangkat pengembangan daerah. Berdasarkan Bab III RPJM-

Kota Surakarta 2005-2010 mengenai permasalahan Surakarta sebagai Kota

Budaya, Nomor 10 Tahun 2001 tentang Visi Misi Kota Surakarta, Nomor 2 Tahun

2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Surakarta

Tahun 2005-2025, pemerintah Surakarta dalam pembangunan kota; didasarkan

atas budaya yang ada di kota Surakarta tersebut; menjadi bentuk kepariwisataan

yang menunjang pembangunan daerah, serta untuk mewujudkan identitas Solo

sebagai kota budaya secara total. Karena perwujudan Solo kota budaya tak akan

lepas dari keberadaan keraton sebagai sumber budaya di kota Solo khususnya,

serta keberadaan pemerintah kota sebagai pihak yang berweweng dalam

memberlakukan regulasi atau kebijakan untuk mewujudkan Solo kota budaya.

Page 67: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

Secara lebih rinci alur pemikiran peneliti dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 1 : Kerangka Pikir Penelitian

Masyarakat di

Luar

Kraton

Kraton Solo

Hadiningrat Berinteraksi

Muncul Kirab Budaya

Sekaten

Pemerintah

Kota

surakarta

Pengembangan pariwisata Kota

Surakarta

Berdasarkan:

UU no.32 tahun 1999

tentang Otonimi Daerah

UU no.22 tahun 1999

tentang Pemerintah

Daerah

UU No.10 tahun 2009

tentang Pariwisata

RPJM-Kota Surakarta

2005-2010

Nomor 10 Tahun 2001

tentang Visi Misi Kota

Surakarta

Nomor 2 Tahun 2010

tentang Rencana

Pembangunan Jangka

Panjang Daerah Kota

Surakarta Tahun 2005-

2025

Solo Kota Budaya

Page 68: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

BAB III

METODE PENELITIAN

Sugiyono menjelaskan bahwa, ”Metode penelitian merupakan cara ilmiah,

yang bersifat empiris dan sistematis untuk mendapatkan data dengan tujuan dan

kegiatan tertentu” (2010: 5). Cara ilmiah ini merupakan kegiatan penelitian yang

rasional yaitu dilakukan dengan menggunakan cara akal sehat untuk menemukan

kebenaran berdasarkan penalaran manusia. Bersifat empiris artinya dilakukan

dengan cara melalui pengamatan indera manusia, sehingga orang lain dapat

mengamati dan mengetahui melalui inderanya. Dan sistematis artinya

menggunakan langkah–langkah tata urutan yang bersifat logis. Jadi metode

penelitian adalah suatu cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisasi untuk

menyelidiki suatu masalah tertentu dengan maksud mendapatkan data untuk

digunakan sebagai solusi atas masalah yang diajukan.

Untuk mendapatkan kebenaran dari suatu pengetahuan diperlukan adanya

metodologi. Metodologi adalah suatu keseluruhan metode-metode, prosedur,

konsep-konsep kerja, aturan-aturan, dan postulat-postulat, yang digunakan oleh

ilmu pengetahuan, seni, atau disiplin keilmuan. Metodologi menunjuk kepada

proses, prinsip, serta prosedur yang digunakan untuk mendekati masalah dan

mencari jawaban atas suatu masalah. Metodologi dalam kenyataannya juga

merupakan pola yang berfungsi untuk mengarahkan proses berpikir agar

penelitian menghasilkan kebenaran yang obyektif dan dapat mengantarkan

peneliti ke arah tujuan yang diinginkan yaitu hasil penelitian dapat

dipertanggungjawabkan.

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian (Setting)

Penelitian ini adalah penelitian mengenai strategi pengembangan

pariwisata Kraton Surakarta dalam upaya mewujudkan identitas Solo sebagai kota

budaya. Tempat penelitian di pilih kota Surakarta merupakan tempat potensial

Page 69: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

sesuai judul yang di ambil peneliti. Peneliti mengambil lokasi tersebut dengan

pertimbangan adanya potensi pariwisata yang sangat besar di kota Solo sebagai

perwujudan adanya keraton Surakarta Hadiningrat yang menjadi ikon budaya di

kawasan tersebut. Selain itu, dengan adanya warisan budaya ini adakah upaya

pelestarian serta adakah komodifikasi ekonomis dari adanya keraton ini. Dengan

demikian, peneliti dapat memperoleh data dan gambaran yang jelas dan sesuai

dengan tujuan dan pokok bahasan yang akan di teliti, yaitu pengembangan

pariwisata festival sekaten di keraton Surakarta.

Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti yaitu tentang strategi

pengembangan pariwisata. Eksistensi sekaten sebagai salah satu tujuan wisata

budaya di Solo, telah membuat citra yang kuat bagi Kota Solo dalam mewujudkan

kota budaya. Lokasi ini dipilih karena alasan metodologis yaitu karena Solo dekat

dengan domisili peneliti sehingga penggalian data dapat dilakukan secara

maksimal, mendalam, dan untuk keperluan kroscek data dapat dilakukan secara

berulang-ulang untuk menjamin validitas.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini diawali dengan penyusunan proposal, penyusunan desain

penelitian, pengumpulan data, analisis data, penulisan laporan sampai penulisan

laporan akhir. Adapun rincian waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian

ini adalah sebagai berikut:

Page 70: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Tabel 1. Waktu Penelitian

No

Jadwal Kegiatan

Tahun 2011-2012

Januari

2012

Februari

2012

Maret

2011

April

2011

Mei

2012

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Pengajuan judul

2. Penyusunan

proposal:

a. Konsultasi

proposal

b. Seminar

proposal

3. Penyusunan

dusunin

penelitian:

a. Pra penelitian

b. Mengurus

perizinan

penelitian

c. Penyusunan

instrumen

penelitian

4. Pengumpulan

data dan analisis

data

a. Pengumpulan

data

b. Menyusun

field note

c. Analisis data

dan penarikan

kesimpulan

5. Penulisan laporan

akhir

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian

1. Pendekatan Penelitan

Pendekatan dalam penelitian ini adalah deskriptif eksploratif. Menurut

Sutopo, “Penelitian deskriptif dalam penelitian kualitatif, studi kasusnya

Page 71: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

mengarah pada pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai potret

kondisi tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya di lapangan

studinya” (2002: 111). Dalam penelitian ini studi kasusnya mengarah pada

pendeskripsian atau memberi gambaran yang jelas tentang situasi-situasi sosial

tertentu. Situasi sosial yang dimaksud di sini adalah berbagai situasi yang terjadi

dilapangan kaitannya dengan situasi dimana pengembangan pariwisata di kota

Solo yang menjadi salah satu upaya dalam mewujudkan kota budaya, salah

satunya dengan festival sekaten.

Sedangkan eksploratif menurut Sutopo, “Penelitian eksploratif sifatnya

merupakan penelitian penjelajahan, artinya peneliti sama sekali belum mengetahui

apa yang terjadi di lapangan studinya” (2002: 110). Dalam penelitian ini

pendekatan eksploratif digunakan artinya mengungkap secara luas dan mendalam

tentang sebab-sebab dan hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu. Dalam

penelitian ini, peneliti berusaha untuk mengungkap secara luas dan mendalam

tentang strategi yang di lakukan dalam mengembangkan pariwisata sekaten dalam

mewujudkan kota budaya berorientasi kekinian.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus

tunggal terpancang. Menurut Yin, “Studi kasus adalah inkuiri empiris yang

menyelidiki fenomena dalam konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas

antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas dan dimana multi sumber

dimanfaatkan” (2008: 18). Lanjut menurut Yin menjelaskan bahwa, “Studi kasus

merupakan strategi penelitian yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu

penelitian berkenaan dengan “how” atau “why”, bila peneliti hanya memiliki

sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan

bila mana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di

dalam konteks kehidupan nyata” (2008: 1). Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan strategi penelitian studi kasus dengan pertimbangan bahwa fokus

penelitian tentang strategi pengembangan pariwisata sekaten di Solo berkenaan

dengan “how” sehingga untuk menjawabnya akan sesuai dengan menggunakan

Page 72: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

strategi penelitian studi kasus. Dalam penelitian ini studi kasusnya adalah studi

kasus tunggal terpancang yang mana batasan fokus permasalahannya mengarah

pada pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai strategi pengembangan

pariwisata sekaten di Solo.

Terkait dengan jenis penelitian studi kasus tunggal, Sutopo menjelaskan

bahwa,

Suatu penelitian disebut sebagai studi kasus tunggal bilamana penelitian

tersebut terarah pada satu karakteristik. Artinya penelitian tersebut hanya

dilakukan pada satu sasaran (satu lokasi studi atau satu subjek). Jumlah

sasaran (lokasi studi) tidak menemukan suatu penelitian berupa studi kasus

tunggal atau ganda meskipun penelitian ini dilakukan di beberapa lokasi

(beberapa kelompok atau sejumlah pribadi). Kalau sasaran studi tersebut

memiliki karakteristik yang sama atau seragam maka penelitian tersebut

tetap merupakan studi kasus tunggal. Terpancang artinya terfokus,

maksudnya adalah dalam penelitian ini memfokuskan pada suatu masalah

yang sudah ditetapkan sebelum peneliti terjun ketempat penelitian (2002:

111-112).

Sutopo mengungkapkan bahwa, “Aspek tunggal bisa dilakukan pada

sasaran satu orang atau lebih, satu desa, kecamatan, kabupaten, propinsi, negara

bangsa atau lebih, tergantung adanya kesamaan karakteristiknya atau adanya

keseragaman dalam banyak hal” (2002: 112-113). Aspek tunggal karakteristik

dalam penelitian ini yaitu festival sekaten keraton Surakarta, yang memiliki

keunikan tersendiri sebagai salah satu kerajaan Islam yang masih eksis sampai

saat ini dengan upacara adat tradisi yang masih terjaga keorisinilitasnya.

C. Data dan Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland (1984), “Sumber data utama dalam

penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data

tambahan seperti dokumen dan lain-lain” (Moleong, 2010: 157). Penelitian ini

menggunakan dua jenis data yaitu sumber data utama dan kedua. Sumber data

utama (primer) dalam dalam penelitian ini ialah kata-kata dan tindakan (aktivitas)

orang-orang yang diamati atau diwawancarai dari informan yang ditentukan.

Sedangkan sumber data kedua (sekunder) dalam penelitian ini ialah berupa

dokumen. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut:

Page 73: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

1. Informan

Informan adalah individu-individu tertentu yang dapat memberikan

keterangan dan data informasi untuk kepentingan penelitian. Sutopo

mengemukakan bahwa, “Dalam penelitian kualitatif posisi sumber data

manusia (nara sumber) sangat penting peranya sebagai individu yang memiliki

informasinya” (2002: 50). Informan dalam penelitian ini adalah orang yang

benar-benar tahu permasalahan peneliti yakni mengenai pengembangan

pariwisata sekaten di Surakarta. Dasar pemilihan informan adalah sebagai

berikut:

a. Pengelola Festival Sekaten di Keraton Surakarta

Informan yang dimaksud yaitu orang-orang yang memiliki wewenang

dan di anggap tahu mengenai segala hal di keraton dalam mengkoordinasi

semua lembaga yang ada di keraton, seperti Kepala Sasana Wilapa, dan

pengelola sekaten.

b. Pemerintah Kota Surakarta

Informan yang dimaksud adalah staff pada dinas terkait yang dalam hal

ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta. Aparat atau staff

pemerintah yang dijadikan informan dalam penelitian ini adalah orang yang

dianggap tahu dan dapat memberikan informasi pada dinas tersebut terkait

dengan informasi kebijakan, program atau fasilitas bagi pengembangan

pariwisata sekaten.

2. Peristiwa atau Aktivitas

Data atau informasi juga dapat dikumpulkan dari peristiwa, aktivitas,

atau perilaku sebagai sumber data yang berkaitan dengan sasaran

penelitiannya. Sutopo menyatakan bahwa, “Dari pengamatan pada peristiwa

atau aktivitas, peneliti bisa mengetahui proses bagaimana sesuatu terjadi secara

lebih pasti karena menyaksikan sendiri secara langsung” (2002: 51). Peneliti

menggunakan peristiwa atau aktivitas informan yang terjadi di lapangan

sebagai sumber data utama dalam penelitian ini dengan pertimbangan melalui

Page 74: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

peristiwa atau aktivitas ini peneliti dapat memperoleh gambaran yang riil

tentang realitas yang terjadi di lapangan. Untuk selanjutnya dari data tersebut

peneliti dapat memperkuatnya pada tahap wawancara dengan informan yang

telah ditentukan. Dalam penelitian ini tidak semua peristiwa bisa diamati

secara langsung kecuali merupakan aktivitas yang masih berlangsung pada saat

penelitian. Peristiwa atau aktivitas yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi

festival sekaten tahun 2012, dari malemannya, keluarnya gamelan sampai hari

puncaknya yakni keluarnya gunungan sekaten.

Dokumen

Dokumen dan arsip merupakan bahan tertulis yang bergayutan dengan

suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Ia merupakan rekaman tertulis

(tetapi juga berupa gambar atau benda peninggalan yang berkaitan

dengan suatu aktivitas atau peristiwa tertentu). Bila ia merupakan

catatan rekaman yang lebih bersifat formal dan terencana dalam

organisasi, ia cenderung disebut arsip (Sutopo, 2002: 54).

Dokumen yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah data dari

buku, surat kabar, majalah, internet, beragam foto dan catatan lapangan. Foto

yang dimaksud disini adalah foto yang mampu berbicara tentang kebenaran

suatu kejadian kaitanya dengan strategi pengembangan pariwisata sekaten, baik

foto yang dihasilkan peneliti sendiri maupun foto yang dihasilkan orang lain.

Menurut Moleong, “Foto menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga

dan sering digunakan untuk menelaah segi-segi subjektif dan hasilnya sering

dianalisis secara induktif” (2010: 160). Dokumen dalam penelitian ini adalah

acara festival sekaten serta keadaan fisik kota Solo yang menunjukana

perwujudan Solo kota budaya.

D. Teknik Sampling (Cuplikan)

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan purposive dengan

snowball sampling. Menurut Sutopo, “Metode purposive dilakukan dengan

memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalah yang hendak

diteliti secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang

mantap sehingga kemungkinan pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan

Page 75: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data,” (2002: 56). Dalam

teknik purposive, peneliti tidak menjadikan semua orang sebagai informan yang

dipandang tahu dan cukup memahami tentang fokus persolan dalam penelitian ini

melainkan peneliti melakukan seleksi supaya informan merupakan informan yang

tepat dalam mendukung pencarian data. Adapun kriteria penyeleksian informan

adalah dengan mendasarkan pada dasar pemilihan informan seperti yang telah

dijelaskan di atas..

Sementara itu teknik snowball sampling akan dilakukan untuk menentukan

informan dengan menghubungi informan kunci yang pertama dan mencari

informan kunci berikutnya. Pencarian ini akan berlangsung terus menerus sampai

data yang diperlukan dalam penelitian ini terpenuhi (Sutopo, 2002). Dalam

penelitian ini peneliti mencari informan kunci yaitu pengelaola sekaten dan staf

Disbudpar solo untuk dijadikan sebagai sumber data utama. Pencarian informan

kunci akan dilakukan secara terus menerus sampai data yang diperlukan dalam

penelitian ini dapat terpenuhi. Namun jika dalam pengumpulan data peneliti tidak

lagi menemukan variasi informasi, maka dalam hal ini peneliti menyatakan

pencarian informan dianggap selesai

Jadi metode dengan teknik purposive dengan snowball sampling

merupakan metode yang dilakukan dengan cara mencari informan kunci dengan

mengacu pada kriteria pemilihan informan yang telah peneliti tentukan di atas dari

informan kunci yang dianggap tahu kemudian dari informan kunci tersebut dicari

lagi informan kunci yang lain sampai peneliti tidak lagi menemukan variasi

informasi sehingga data yang diperoleh dapat diuji kebenarannya.

E. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara

dan observasi langsung. Secara lebih rinci dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Wawancara Mendalam

Moleong menjelaskan, “Wawancara adalah percakapan yang dilakukan

dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan

yang diwawancarai (interviwee) yang memberikan jawaban atau pertanyaan

Page 76: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

itu” (2010: 186). Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

wawancara yang tidak terstruktur atau lebih dikenal dengan wawancara

mendalam (in dept interviewing). Peneliti dalam hal ini mengajukan pertanyaan

yang bersifat “open-ended” dan mengarah pada kedalaman informasi serta

dilakukan secara tidak terstruktur. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat

menggali pandangan subjek yang diteliti secara mendalam tentang fokus

masalah dalam penelitian ini yaitu tentang strategi pengembangan pariwisata

sekaten di Keraton Surakarta, sehingga dapat disajikan data secara lengkap

mengenai pemikiran, motivasi, serta persepsi dari informan. Wawancara

dilakukan dengan bebas dengan suasana informal dan pertanyaan tidak

terstruktur namun tetap mengarah pada fokus masalah penelitian. Informan

yang dipilih adalah informan yang dianggap tahu tentang topik permasalahan

dalam penelitian ini dengan mengacu pada kriteria pemilihan informan yang

telah peneliti tentukan di atas. Peneliti mencatat informasi yang diberikan oleh

informan dan mendiskusikan yang belum jelas tanpa memberikan pengaruh

terhadap informan mengenai jawaban yang diberikan.

Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan pengelola festival

sekaten, serta staff Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Surakarta. Wawancara

dipilih karena untuk memperoleh informasi sesuai fokus penelitian yaitu

strategi pengembangan pariwisata sekaten di Surakarta.

b. Observasi Langsung

Sutopo menjelaskan bahwa, “Teknik observasi digunakan untuk

menggali data dari sumber data berupa peristiwa, tempat atau lokasi, benda dan

rekaman gambar” (2002: 64).

Spradley (1980) membagi dua bentuk observasi yaitu observasi tak

berperan dan observasi berperan, penjelasannya sebagai berikut:

Dalam observasi tak berperan, peneliti sama sekali tidak diketahui

keberadaannya oleh subjek yang diamati. Sedangkan observasi berperan

dilakukan dengan mendatangi subjek penelitian dan objek penelitian

mengetahui hal tersebut. Observasi berperan bertujuan untuk

mendapatkan keakraban yang dekat dan mendalam dengan satu

Page 77: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

kelompok individu dan mengamati perilaku mereka secara intensif

dengan lingkungan mereka. Observasi berperan dibagi menjadi tiga

yaitu: berperan pasif, berperan aktif dan berperan penuh dalam (Sutopo,

2002: 65).

Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik observasi

berperan pasif dimana peneliti hanya berperan sebagai pengamat dan tidak

melibatkan diri dalam kegiatan, namun pengamatan yang dilakukan peneliti

bersifat terbuka sehingga hal ini memungkinkan peneliti untuk secara bebas

mengamati situasi dan peristiwa yang terjadi di lapangan

Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi untuk melihat tempat

maupun benda yang ada dalam obyek penelitian. Selain itu melalui observasi,

peneliti dapat melihat peristiwa, penampilan fisik informan, tingkah laku,

ekspresi dan tindakan yang dilakukan subjek penelitian pada saat penelitian

dilakukan.. Dalam hal ini peneliti hanya bertugas untuk menangkap makna dari

perilaku informan untuk menjawab fokus persoalan tentang strategi

pengembangan pariwisata sekaten di Surakarta.

c. Dokumen

Teknik pengumpulan data berikutnya adalah dengan dokumen.

Moleong mengemukanan bahwa, “Dokumen adalah setiap bahan tertulis

ataupun film, lain dari record yang tidak dipersiapkan karena adanya

permintaan penyidik” (2010 : 216). Pada penelitian ini dokumen dijadikan

salah satu teknik pengumpulan data karena dokumen dapat memberikan

deskripsi mengenai kondisi lokasi penelitian pada saat ini. Dokumen dalam

penelitian ini adalah pengembangan pariwisata di berbagai media massa,

dokumen terkait program atau kebijakan terkait dengan pengembanga

pariwisata sekaten yang ada di foto dan catatan lapangan.

F. Uji Validitas Data

Dalam penelitian kualitatif, validitas data tidak dapat ditangkap secara

pasti. Untuk itu perlu digunakan teknik pemeriksaan keabsahan data. Dalam

Page 78: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

penelitian ini teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan adalah

triangulasi sumber dan trianggulasi metode. Menurut Sutopo, “Triangulasi

merupakan teknik yang didasari pola pikir fenomenologi yang bersifat

multiperspektif. Artinya untuk menarik simpulan yang mantap, diperlukan tidak

hanya dari satu cara pandang” (2002: 78). Terkait dengan triangulasi sumber,

Sutopo menjelaskan:

Cara ini mengarahkan peneliti dalam mengumpulkan data, ia wajib

menggunakan beragam sumber data yang tersedia. Artinya, data yang

sama atau sejenis, akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari

beberapa sumber data yang berbeda. Dengan demikian apa yang diperoleh

dari sumber yang satu, bisa lebih teruji kebenarannya bilamana

dibandingkan dengan data sejenis yang diperoleh dari sumber lain yang

berbeda baik kelompok sumber sejenis maupun sumber yang berbeda

jenisnya. Triangulasi sumber memanfaatkan jenis sumber data yang

berbeda-beda untuk menggali data yang sejenis. Di sini tekanannya pada

perbedaan sumber data, bukan pada teknik pengumpulan data atau yang

lain (2002: 79).

Terkait dengan trianggulasi metode Moleong menjelaskan bahwa dalam

penggunaan trianggulasi metode yang pertama; peneliti menggunakan pengecekan

keabsahan data hasil penelitian dengan beberapa tehnik pengumpulan data.

Kedua; pengecekan derajat keabsahan data hasil penelitian dari beberapa sumber

data dengan metode yang sama (2010:331)

Cara-cara yang ditempuh dalam melaksanakan triangulasi sumber dan

metode pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Menggali informasi tentang strategi pengembangan pariwisata festival sekaten

dalam perwujudan Solo sebagai kota budaya melalui berbagai informan yang

berbeda yaitu pengelola sekaten dan pemerintah pada dinas terkait.

2. Membandingkan jawaban informan yang satu dengan informan yang lain

mengenai strategi pengembangan pariwisata sekaten dalam perwujudan Solo

sebagai Kota Budaya.

3. Membandingkan data observasi yang bersumber dari aktivitas yang

menggambarkan adanya pengembangan festival sekaten dengan data hasil

wawancara dengan informan yang telah ditentukan.

Page 79: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

4. Menggali informasi dari sumber yang berupa dokumen seperti foto dan catatan

lapangan yang berkaitan dengan data yang dimaksud peneliti.

G. Analisis Data

Salim menjelaskan, “Proses analisis data pada penelitian kualitatif

berlangsung selama dan pasca pengumpulan data. Proses analisis mengalir dari

tahap awal hingga tahap penarikan kesimpulan hasil studi” (2006: 22). Dalam

penelitian ini peneliti menggunakan model analisis interaktif karena dengan

menggunakan model analisis ini, proses analisis data dapat dilakukan secara

menyeluruh (holistik) sehingga kesimpulan hasil studi dapat teruji validitasnya.

Adapun uraian model analisis interaktif sebagai berikut:

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Salim mengemukakan bahwa, “Reduksi data merupakan komponen

pertama dalam analisis data yang merupakan proses seleksi, pemfokusan,

penyederhanaan, abstraksi dan transformasi data kasar dari field note” (2006:

22). Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian. Bahkan

prosesnya diawali sebelum pelaksanaan pengumpulan data. Reduksi data ini

dapat dikatakan sebagai bagian dari proses analisis data yang mempertegas,

memperpendek, membuat fokus, membuat hal-hal yang tidak penting dan

mengatur sedemikian rupa sehingga kesimpulan penelitian dapat dilakukan.

Pada saat reduksi data, peneliti menentukan beberapa informan untuk

mengidentifikasikan strategi pengembangan pariwisata sekaten dalam

mewujudkan Solo sebagai kota budaya. Di dalamnya dibahas tentang strategi

yang dilakukan pengelola sekaten dalam memperoleh peluang kedepannya

sekaten untuk di jadikan festival yang lebih besar lagi, serta pengelolaan yang

dilakukan pemerintah terhadap festival sekaten dalam mewujudkan Solo

sebagai kota budaya.

2. Penyajian Data (Data Display)

Salim menjelaskan bahwa, “Penyajian data yaitu deskripsi kumpulan

informasi tersusun yang memungkinkan untuk melakukan penarikan

kesimpulan dan pengambilan tindakan” (2006: 23). Penyajian data dilakukan

Page 80: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

dengan merangkai data atau informasi yang telah direduksi dalam bentuk

narasi kalimat, gambar atau skema, maupun tabel yang memungkinkan

kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data ini merupakan rangkaian

kalimat yang disusun secara logis dan sistematis sehingga dibaca akan mudah

dipahami mengenai berbagai hal yang terjadi dalam penelitian yang

memungkinkan peneliti untuk melakukan sesuatu pada analisis atau tindakan

lain berdasarkan pemahaman tersebut. Penyajian data dalam penelitian ini

diperoleh dari observasi langsung dan wawancara mendalam.

Adapun penyajian data adalah untuk mendeskripsikan tentang strategi

yang dilakukan lembaga pengelola sekaten dan kebijakan pemerintah kota

yang dapat terindentifikasi melalui analisis data yang telah penulis dapatkan.

3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi (Conclusion Drawing and

Verification)

Penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan yang telah dicatat, dilihat,

ditemui serta didengar yang berdasarkan pada konfigurasi yang telah

dirancang. Kesimpulan yang dihasilkan memerlukan verifikasi agar benar-

benar valid dan dapat dipertanggung jawabkan kebenaranya. Dari hasil

verifikasi ini dapat diperoleh data yang telah teruji validitasnya. Untuk itu

peneliti melakukan aktivitas pengulangan untuk tujuan pemantapan,

penelusuran data kembali, melihat lagi fieldnote sehingga penelitian menjadi

lebih bisa dipercaya.

Page 81: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

Gambar 2. Komponen Analisis Data Model Interaktif (Interactive Model)

Sumber: Matthew B. Milles & A. Michael Huberman (1992: 20) dalam Agus

Salim (2006: 22)

H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian kualitatif tidaklah bersifat pasti seperti halnya dalam

penelitian kuantitatif. Prosedur sangatlah penting bagi peneliti untuk dijadikannya

sebagai kerangka acuan dalam melakukan tahap-tahap penelitian. Dengan

prosedur yang pasti inilah dapat mengarahkan dan memudahkan peneliti untuk

melakukan penelitian. Menurut Sutopo, “Prosedur penelitian adalah rangkaian

tahap demi tahap kegitan dari awal sampai akhir penelitian. Dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan prosedur atau langkah-langkah dari persiapan,

pengumpulan data, analisis data dan penyusunan laporan penelitian” (2002: 187-

190). Lebih jelasnya diuraikan sebagai berkut:

1. Persiapan

a. Menyusun proposal penelitian yang meliputi pengajuan judul dan tulisan

proposal penelitian kepada dosen pembimbing.

Pengumpulan Data Penyajian Data

Reduksi Data

Kesimpulan

dan Verifikasi

Page 82: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

b. Membuat dusunin penelitian yaitu dengan mengumpulkan bahan atau

sumber materi penelitian yang berasal dari lapangan berupa data dan

pengamatan awal serta menyiapkan instrumen penelitian atau alat observasi.

c. Mengurus perizinan penelitian.

2. Pengumpulan Data

a. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam dan

pengamatan berperan serta atau observasi partisipan.

b. Membuat fieldnote (catatan lapangan) dan transkrip hasil wawancara.

c. Memilah dan mengatur data sesuai kebutuhan.

3. Analisis Data.

a. Menentukan teknik analisis data yang tepat sesuai dusunin penelitian yang

meliputi reduksi data (pembuatan matriks hasil penelitian lapangan),

penyajian data (pembuatan matriks hasil lapangan dengan matriks teori) dan

penarikan kesimpulan (verifikasi).

b. Mengembangkan hasil interpretasi data dengan analisis lanjut kemudian

disesuaikan dengan hasil temuan di lapangan.

c. Melakukan pengayaan dalam menganalisis data yang sudah ada dengan

dosen pembimbing.

d. Membuat simpulan akhir sebagai temuan penelitian.

4. Penyusunan Laporan Penelitian

a. Penyusunan laporan awal

b. Review laporan yaitu mendiskusikan laporan yang telah disusun dengan

dosen pembimbing

c. Melakukan perbaikan laporan sesuai hasil diskusi

d. Penyusunan laporan akhir

Page 83: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

1. Gambaran Umum Kota Surakarta

a. Tinjauan Historis Kota Surakarta

Dalam sejarah berdirinya kota Surakarta, terlebih dulu perlu

diungkapkan adanya peristiwa yang disebut ”Geger Pacinan”. Suparno

(1983:13) dalam Budihardjo (1989:21). Peristiwa itulah yang antara lain

menyebabkan kepindahan ibukota Kerajaan Mataram Kartasura beserta

keratonnya ke desa Solo. Pada saat Keraton Kartasura diserbu oleh

pemberontak Cina yang dipimpin oleh Mas Garendi, Sri Paduka Paku Buwono

II melarikan diri ke Ponorogo, diikuti oleh putranya KGPAA Mangkunegoro.

Akibat adanya huru-hara tersebut kerajaan Mataram mengalami kerusakan

berat sehingga raja memerintahkan untuk memindahkan Keraton Kartasura ke

desa Solo pada tanggal 19 Februari 1745.

Dalam perkembangan selanjutnya, daerah kerajaan Surakarta pecah

menjadi dua karena adanya perang saudara yang dilatarbelakangi politik devide

et empera dari VOC. Dalam Perjanjian Giyanti tanggal 13 Februari 1755

kerajaan mataram dibagi menjadi dua yaitu sebelah timur tepat bernama

Surakarta Hadiningrat dan sebelah barat bernama Ngayogyakarta Hadiningrat.

Dalam perkembangannya kedua daerah kerajaan tersebut pecah lagi masing-

masing menjadi dua yaitu Surakarta Hadiningrat pecah menjadi Keraton

Kasunanan dan Istana Mangkunegaran. Sedangkan Ngayogyakarta Hadiningrat

pecah menjadi Keraton Kasultanan dan Pakualaman.

Kemudian seiring dengan berkembangnya zaman, desa atau tempat

yang dijadikan keraton yang baru tersebut dikenal sebagai kota Sala atau Solo,

ada juga yang mngatakan sebagai Salakarto dan juga ada Surakarta.

Page 84: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

b. Keadaan Wilayah Kota Surakarta

Kota Surakarta atau lebih dikenal dengan nama kota " Sala " atau

"Solo” berada pada dataran rendah. Popularitasnya semakin menanjak dengan

banyaknya nama, disebut dalam perjalanan sejarah Indonesia sebagai pusat

Kebudayaan Jawa maupun Kesenian serta berbagai sektor kehidupan lainnya,

baik ditingkat nasional maupun internasional. Kota Surakarta terletak di

Propinsi Jawa Tengah bagian selatan, yang merupakan penghubung antara

Propinsi Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta. dengan kondisi lalu

lintas yang sangat padat.

Berada didataran rendah dengan ketinggian ± 92 meter diatas

permukaan air laut, yang berarti lebih rendah atau sama tingginya dengan

permukaan Bengawan Solo, dan dilalui beberapa sungai yaitu Kali Pepe, Kali

Anyar dan Kali Jenes yang semuanya bermuara di Bengawan Solo. Kota

Surakarta terletak diantara : 110 ° - 110 °45' 35" Bujur Timur, 70°36' - 70° 56'

Lintang Selatan. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan

Kabupaten Boyolali, sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Karanganyar

dan Sukoharjo. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan

Karanganyar. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo.

Wilayah administrasi Kota Surakarta adalah sebagai berikut:

1.) Luas wilayah : ± 4.404.0593 M2 (+ 44,040 km2).

2.) Panjang maksimal : l 0,30 km (Utara – Selatan).

3.) Lebar maksimal : 7,50 km (Barat - Timur).

4.) Terbagi dalam 5 (lima) Kecamatan yang terdiri dari 51 Kalurahan, dengan:

589 RW, 2.616 RT, dan 124.940 KK.

Sebutan Kota Surakarta baru dimulai sejak adanya Undang-undang

No. 18 Tahun 1965 tanggal 1 September 1965 dan Ketetapan MPRS

No.XX/MPRS/1996. sejak kelahirannya, Kota Surakarta sudah mengalami 7

(tujuh) kali perubahan penyebutan nama, yaitu:

1.) Periode Pemerintahan Daerah Surakarta

Dimulai pada tanggal 16 juni 1946 (hari jadi) sampai dengan berlakunya

Undang-undang No.16 Tahun 1947 tanggal 5 juni 1947.

Page 85: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

2.) Periode Pemerintahan Daerah Haminte Kota Surakarta

Dimulai dengan berlakunya Undang-undang No. 16 Tahun 1947 sampai

dengan berlakunya Undang-undang No.22 Tahun 1948 tanggal 10 juli

1948.

3.) Periode Pemerintahan Kota Besar Surakarta

Dimulai dengan berlakunya Undang-undang No.22 Tahun 1948 tanggal 10

juli 1948 sampai dengan berlakunya Undangundang No.1 Tahun 1957

tanggal 18 januari 1957.

4.) Periode Pemerintahan Daerah Kota Praja Surakarta

Dimulai dengan berlakunya Undang-undang No.1 Tahun 1957 tanggal 18

januari 1957 sampai dengan berlakunya Undangundang No.18 Tahun

1965 tanggal 1 September 1965.

5.) Periode Pemerintahan Kotamadya Surakarta

Dimulai dengan berlakunya Undang-undang No.18 Tahun 1965 tanggal 1

September 1965 sampai dengan berlakunya Undang-undang No.5 Tahun

1974.

6.) Periode Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta

Dimulai dengan berlakunya Undang-undang No.5 Tahun 1974 sampai

dengan berlakunya Undang-undang No.22 Tahun 1999.

7.) Periode Pemerintah Kota Surakarta

Dimulai dengan berlakunya Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang

pemerintahan daerah sampai dengan sekarang.

c. Kondisi Sosial – Budaya Kota Surakarta

1) Kependudukan

Dalam suatu daerah perkembangan penduduk baik itu Negara

berkembang maupun Negara maju, yang dipengaruhi oleh jumlah kelahiran,

kematian dan migrasi memegang peranan penting dalam kehidupan dan

pelaksanaan pemerintahan. Pertumbuhan penduduk sendiri di satu pihak dapat

menambah jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan, namun di lain pihak dapat

menimbulkan permasalahan-permasalahan sosial, ekonomi, budaya dan

Page 86: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

pendidikan. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 2010, Penduduk kota

Solo mencapai 499.337 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 95,02; yang

artinya pada setiap 100 penduduk perempuan terdapat sebanyak 95 peduduk

laki-laki. Sementara, tingkat kepadatan penduduk kota Solo pada tahun 2010

mencapai 13.307 jiwa/km2. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi terdapat di

kecamatan Serengan yang mencapai angka 20.151. Dengan tingkat kepadatan

yang tinggi ini, sedikit banyak akan berdampak pada masalah-masalah sosial

seperti perumahan, kesehatan dan juga tingkat kriminalitas.

2) Kependidikan

Menurut Data Pokok Pendidikan (Dapodik) pada tahun ajaran

2010/2011 terdapat 68.153 siswa dan 869 sekolah di Surakarta, dengan

perincian: 308 TK/RA, 292 SD/MI, 97 SMP/MTs, 56 SMA/MA, 46 SMK, 54

PT, dan 16 sekolah lain. Di Solo terdapat dua universitas besar, yaitu

Universitas Sebelas Maret (UNS), Universitas Muhammadiyah Surakarta

(UMS),keduanya memiliki lebih dari 20.000 mahasiswa aktif dan termasuk

katagori 50 universitas terbaik dan menjanjikan di Indonesia. Demikian pula

terdapat Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta,Institut Seni Indonesia

(ISI) Surakarta . Selain itu terdapat 52 universitas swasta lainnya seperti

UNISRI, Universitas Tunas Pembangunan, Universitas Setia Budi, STIKES

Muhammadiyah.

3) Penganut agama

Bangunan ibadah bersejarah di Surakarta beragam, yang mencerminkan

keberagaman kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Solo, mulai dari masjid

terbesar dan paling sakral yang terletak di bagian barat kota Surakarta, yaitu

Masjid Agung Surakarta yang dibangun sekitar tahun 1727 atas prakarsa dari

Paku Buwono X, Masjid Mangkunegaran, masjid tertua di Solo, Masjid

Laweyan, Gereja St. Petrus di Jl. Slamet Riyadi, Gereja St. Antonius Purbayan,

hingga Tempat Ibadah Tri Dharma Tien Kok Sie, Vihara Am Po Kian, dan

Sahasra Adhi Pura.

Page 87: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

Selain dihuni oleh suku Jawa, ada banyak pula penduduk beretnis

Tionghoa, dan Arab yang tinggal di Surakarta. Walaupun tidak ada data pasti

berapa jumlah masing-masing kepercayaan maupun etnis penduduk dalam

sensus terakhir (2010), namun mereka banyak membaur di tengah-tengah

warga Solo pada umumnya.

Perkampungan Arab menempati tiga wilayah kelurahan, yaitu

Kelurahan Pasar Kliwon, Semanggi dan Kedung Lumbu di Kecamatan Pasar

Kliwon.Penempatan kampung Arab secara berkelompok tersebut sudah diatur

sejak jaman dulu untuk mempermudah pengurusan bagi etnis asing di

Surakarta dan demi terwujudnya ketertiban dan keamanan. Etnis Arab mulai

datang di Pasar Kliwon diperkirakan sejak abad ke-19. Terbentuknya

perkampungan di Pasar Kliwon, selain disebabkan oleh adanya politik

pemukiman di masa kerajaan, juga tidak terlepas dari kebijakan pemerintah

kolonial.

Kondisi kota Surakarta mencerminkan sebagai kota budaya dengan

adanya berbagai lambang dan semboyan yang tertulis di lingkungan sekitarnya.

Perayaan yang berhubungan dengan budaya juga selalu diadakan rutin oleh

pemerintah kota Surakarta. Kegiatan keseharian warga juga masih

mempertahankan adat merupakan adanya sikap saling mendukung antara

pemerintah dan masyarakatnya demi terwujudnya Surakarta sebagai kota

budaya.

2. Keraton Surakarta

Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat terletak di Pusat Kota Solo,

yaitu di Kelurahan Baluwarti, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta,

Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Pembangunan Keraton dilakukan oleh

Susuhunan Pakubuwono II dari tahun 1743 hingga 1745. Konstruksi bangunan

keraton menggunakan bahan kayu jati yang diperoleh dari Alas Kethu di dekat

kota Wonogiri. Arsitek keraton ini adalah Pangeran Mangkubumi ( kerabat raja

Solo yang kelak memberontak dan mendirikan kesultanan Yogyakarta dengan

Page 88: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

gelar Sultan Hamengku Buwana ). Jadi tidak mengherankan jika bangunan

kedua keraton memiliki banyak kesamaan.

Keraton ini didirikan sebagai pengganti Istana atau Keraton Kartasura

yang porak-poranda akibat Geger Pecinan 1743. Istana terakhir Kerajaan

Mataram didirikan di desa Sala (Solo). Setelah resmi istana Kerajaan Mataram

selesai dibangun, nama desa itu diubah menjadi Surakarta Hadiningrat. Istana

ini pula menjadi saksi bisu penyerahan kedaulatan Kerajaan Mataram oleh

Sunan PB II kepada VOC di tahun 1749. Setelah Perjanjian Giyanti tahun

1755, keraton ini kemudian dijadikan istana resmi bagi Kasunanan Surakarta.

Jaman keemasan Keraton Surakarta dialami pada masa pemerintahan

Sunan Paku Buwono X di tahun 1893-1939. Keraton Surakarta melakukan

restorasi besar-besaran, dengan percampuran gaya arsitektur antara Jawa dan

Eropa dalam nuansa putih dan biru.

Beberapa pengertiaan Keraton menurut KRHT Wirodiningrat (Kantor

Sasono Wilopo), ada tujuh pengertian (saptawedha) yang tercakup dalam

istilah Karaton. Pertama, Karaton (Karaton) berarti kerajaan. Kedua, Karaton

berarti kekuasaan raja yang mengandung dua aspek: kenegaraan

(Staatsrechtelijk) dan (magischreligieus). Ketiga, Karaton berarti penjelmaan

“Wahyu nurbuwat” dan oleh karena itu menjadi pepunden dalam Kajawen.

Keempat, Karaton berarti istana, kedaton “Dhatulaya” (rumah). Kelima,

bentuk bangunan Karaton yang unik dan khas mengandung makna simbolik

yang tinggi, yang menggambarkan perjalanan jiwa ke arah kesempurnaan.

Keenam, Karaton sebagai Cultuur historische instelling (lembaga sejarah

kebudayaan) menjadi sumber dan pemancar kebudayaan. Ketujuh, Karaton

sebagai Badan (juridische instellingen), artinya Karaton mempunyai barang-

barang hak milik atau wilayah kekuasaan (bezittingen) sebagai sebuah dinasti.

Dalam setahun sekali keraton Surakarta mengadakan perayaan sekaten.

Sekaten diadakan setiap bulan Mulud untuk memperingati kelahiran Nabi

Muhammad SAW. Pada tanggal 12 Mulud diselenggarakan Grebeg Maulud.

Kemudian diadakan pesta rakyat selama dua minggu. selama dua minggu ini

pesta rakyat diadakan di Alun-alun utara. Pesta rakyat menyajikan pasar

Page 89: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

malam, arena permainan anak dan pertunjukan-pertunjukan seni dan akrobat.

Pada hari terakhir Sekaten, diadakan kembali acara Grebeg di Alun-alun Utara.

Upacara Sekaten diadakan pertama kali pada masa pemerintahan Kerajaan

Demak.

Keraton Surakarta merupakan kerajaan yang terletak ditengah kota.

Perayaan yang rutin diadakan oleh keraton Surakarta merupakan lambang

bahwa pentingnya mempertahankan kebudayaan. Keraton Surakarta dapat

membantu mewujudkan kota Surakarta sebagai kota budaya, dengan

mempertahankan berbagai kegiatan perayaan sakral yang rutin diadakan serta

pantang ditinggalkan oleh keraton Surakarta, maka akan membentuk

masyarakat yang selalu mendukung untuk mewujudkan kota Surakarta sebagai

kota budaya.

3. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta

a. Dasar Hukum Berdirinya Organisasi

Peraturan Daerah Kota Surakarta nomer 6 tahun 2001 tentang

Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomer 4

Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomer 6 Tahun 2001.

b. Tugas Dan Fungsi Organisasi

Tugas pokok dan fungsi Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kota

Surakarta berdasarkan Keputusan Walikota Surakarta Nomer 25 Tahun 2001

tentang Pedoman Uraian Tugas Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kota

Surakarta adalah sebagai berikut:

Tugas Pokok : menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pariwisata,

seni, dan budaya.

Fungsi :

1.) Penyusunan rencana program, pengendalian, evaluasi, dan pelaporan;

2.) Pengembangan usaha akomodasi wisata, rekreasi, dan hiburan umum;

3.) Pembinaan pelaku wisata;

Page 90: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

4.) Pengendalian dan pengembangan aset wisata, seni, dan budaya;

5.) Pemasaran wisata;

6.) Pembinaan jabatan fungsional;

g. Penyelenggaraan urusan tata usaha dinas.

c. Visi , Misi Dan Tujuan Organisasi

Didalam Undang – undang Nomer 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional, pada Pasal 1 ayat (12) disebutkan bahwa

Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir

perencanaan. Adanya rumusan visi dimaksudkan untuk mewujudkan suatu

sasaran yang mungkin dicapai dalam jangka waktu tertentu. Visi merupakan

suatu cita – cita atau harapan yang diyakini dapat diwujudkan dala kurun waktu

tertentu.

Sedangkan pada ayat (13) dalam Undang – undang tersebut

dinyatakan bahwa Misi adalah rumusan umum mengenai upaya – upaya yang

akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi. Dengan kata lain Misi adalah

rumusan mengenai apa – apa yang diyakini dapat dilakukan. Misi disusun

berdasarkan visi yang telah dirumuskan karena misi merupakan penjabaran

secara operasional dalam rangka pewujudan visi itu.

Sedangkan tujuan merupakan penjabaran, implementasi atau

operasional dari penyataan misi.

Visi :

Terwujudnya kota Solo sebagai kota tujuan wisata berbasis budaya.

Misi :

1.) Mendorong pelestarian dan pengembangan obyek dan daya tarik wisata

unggulan;

2.) Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia bidang pariwisata dan

budaya serta memberdayakan masyarakat da dunia usaha yang berdaya

saing global;

3.) Menyediakan database yang lengkap da akurat di bidang pariwisata dan

kebudayaan yang berbasis teknologi informasi;

Page 91: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

4.) Meningkatkan kerja sama / kemitraan antar daerah dan antar pelaku wisata

dalam pengolahan obyek dan daya tarik wisata serta promosi pariwisata.

Tujuan :

1.) Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan potensi obyek dan daya

tarik wisata.

2.) Meningkatkan profesionalisme SDM pariwisata dan budaya serta

kemampuan masyarakat dan dunia usaha untuk dapat berpartisipasi aktif

dalam pembangunan pariwisata.

3.) Meningkatkan media promosi, informasi dan jaringan pemasaran

pariwisata.

4.) Meningkatkan jaringan kemitraan strategi yang saling menguntungkan di

bidang pariwisata

d. Susunan Kepegawaian Dan Perlengkapan

1.) Susunan Kepegawaian

Susunan Kepegawaian pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota

Surakarta pada tahun 2008 adalah sebagai berikut:

Menurut status kepegawaian:

PNS : 80 orang

CPNS : 9 orang

THL : 23 orang

Jumlah : 117 orang

Menurut eselon (PNS):

Eselon 2 : 1 orang

Eselon 3 : 4 orang

Eselon 4 : 12 orang

Menurut Pendidikan (PNS dan CPNS):

S2 : 3 orang

S1 : 39 orang

D3 : 3 orang

Page 92: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

SLTA : 45 orang

SLTP : 4 orang

SD : 23 orang

Menurut Golongan (PNS):

Golongan IV : 5 orang

Golongan III : 42 orang

Golongan II : 41 orang

Golongan I : 6 orang

2.) Perlengkapan

Perlengkapan atau sarana dan prasarana pada Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata Kota Surakarta berdasarkan Data Inventaris pada September tahun

2008 yang telah di rekap ulang oleh penulis terdiri dari tiga jenis inventaris

yaitu Kendaraan Operasional, Peralatan Elektronik, Mebelair dan

Perlengkapan.

B. DESKRIPSI PERMASALAHAN PENELITIAN

Deskripsi dan analisis penelitian dimaksudkan untuk menyajikan data

yang dimiliki peneliti yang sesuai dengan pokok permasalahan yang dikaji pada

peelitian ini yaitu strategi pengembangan wisata budaya sekaten Keraton

Surakarta Hadiningrat, faktor pendorong dan penghambat pengembangan wisata

sekaten, identitas yang di bangun dari wisata sekaten dalam mewujudkan kota

budaya di Surakarta. Adapun nama subjek penelitian dibawah ini merupakan

nama samaran dari informan.

1. Strategi Pengembangan Pariwisata Sekaten

Adanya globalisasi dan otonomi daerah membawa sebuah konsekuensi

logis bahwa tingkat persaingan semakin tajam, baik di tingkat regional, nasional,

dan internasional. Setiap daerah dituntut untuk lebih meningkatkan potensi-

potensi yang dimilikinya dalam rangka peningkatan perekonomian dan daya saing

daerah tersebut. Salah satu potensi yang sekarang ini yang baru dikembangkan

diberbagai daerah adalah pariwisata. Pariwisata merupakan fenomena yang sangat

Page 93: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

komplek dan sifatnya yang unik, karena pariwisata yang sifatnya multidimensional

dalam berbagai segi, baik fisik, sosial, ekonomi, politik dan budaya. Pariwisata juga

menawarkan jenis produk dan wisata yang beragam, mulai dari wisata alam,wisata

budaya, wisata sejarah hingga wisata minat khusus.

Pariwisata sebagai bentuk pembangunan yang sangat menguntungkan,

untuk para pelaku wisata itu sendiri, akan tetapi bukan hanya untuk pelakunya

saja pembangunan di sektor pariwisata dapat menjadikan penumbuh

perekonomian masyarakat baik secara mikro ataupun sampai pada taraf makro

atau nasional. Dilihat dari segmen pasarnya, pariwisata sangat dinamis dan

semakin terdiferensiasi dan skala operasinya yang berjenjang. Mulai dari tingkat

komunitas, lokal, nasional, regional dan global. Selain itu pariwisata juga

menuntut fasilitas pendukung yang kompleks. Pariwisata juga memiliki

komponen yang sangat kompleks berhubungan denganh sebuah sistem yang lebih

besar (pembangunan nasional) dan subsistem-subsistem lain yang menjadi

komponennya. Diluar semua itu masih harus di tambah satu hal bahwa pariwista

memiliki kompleksitas yang tinggi dan dampaknya sangat pelik serta tidak mudah

diukur, tergantung pada konteksnya yang sangat beragam dan menuntut instrumen

mitigasi dampak yang sangat luas.

a. Sekaten sebagai Pariwisata

Dalam mengembangkan sebuah bentuk kepariwisataan sangat

membutuhkan berbagai perencanaan yang mantab agar pengembangan ini tepat

sasaran. Salah satu potensi wisata budaya yang ada di Keraton Surakarta

Hadingrat adalah sekaten. Meskipun bukan satu-satunya even budaya namun

sekaten menjadi salah satu even adat tradisi keraton yang cukup populer,

sehingga menjadi salah satu ikon acara adat tradisi di Keraton Surakarta.

Sekaten merupakan upacara adat tradisi yang diselenggarakan oleh keraton

Surakarta khususnya, seperti menurut EA bahwa

“Sekaten adalah kegiatan rutin dari keraton setiap tahun dalam rangka

mulud nabi. Di meriahkan oleh berbagai tontonan di keraton. Setahu saya

itu, kemudian ada yang jualan di malam harinya baik yang jualan mainan

sampai yang jualan makanan”.(W/EA/Museum Keraton surakarta/4/4/12)

Page 94: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

Sekaten selalu dan rutin diselenggarakan tiap tahunnya, karena hal itu

adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh penerus budaya leluhur khususnya

keraton Surakarta dan masyarakat jawa pada umumnya. Even yang sekarang

ada dikeraton merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh pihak keraton.

Kegiatan tersebut merupakan kegiatan rutin yang telah menjadi kegiatan baku,

karena semua kegiatan tersebut berupa kegiatan adat budaya tradisi, dan yang

berkewajiban untuk menghidupkan itu adalah lembaga keraton, khususnya

Keraton Surakarta. Salah satunya adalah sekaten. Sekaten dilakukan rutin

setiap tahunnya dalam memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad SAW,

dalam agama Islam. Pelaksanaannya bertepatan pada bulan Mulud pada

penanggalan jawa. Menurut MS bahwa:

“sekaten itu memang merupakan suatu serangkaian upacara adat untuk

merayakan kelahiran nabi Muhammad, khususnya pada pemeluk agama

islam sekaten merupakan hari besar,,,sekaten sebenarnya hanya

serangkaian acara selama 7 hari itu, pada awal munculnya gamelan dan

gamelan itu mulai di bunyikan sampai pada acara puncaknya yakni

keluar gunungan”.(W/MS/Pagelaran Keraton Surakarta/5/4/12)

Pendapat di atas hampir sama juga dengan pendapat informan kunci

yang merupakan kepala lembaga yang ada di Keraton Surakarta. Menurut WK

sekaten adalah

“Kegiatan tersebut merupakan kegiatan rutin yang telah menjadi kegiatan

baku, karena semua kegiatan tersebut berupa kegiatan adat budaya

tradisi, dan yang berkewajiban untuk menghidupkan itu adalah lembaga

keraton, khususnya Keraton Surakarta. Salah satunya adalah sekaten.

Sekaten dilakukan rutin setiap tahunnya dalam memperingati hari

lahirnya Nabi Muhammad SAW, dalam agama Islam”. (W/WK/Keraton

Surakarta/4/4/12)

Pendapat informan di atas merupakan jawaban dari apa itu sekaten.

Sekaten memang merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh Keraton

Surakarta, karena sekaten merupakan acara adat tradisi yang diwariskan dari

leluhur Keraton Surakarta yang wajib dilaksanakan. Seperti yang di jelaskan

oleh informan kunci dalam penelitian ini WK bahwa:

Page 95: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

“Sekaten itu dilaksanakan pada bulan Mulud,,,karena penanggalan yang

dipakai adalah penanggalan jawa, mengapa? Karena gini,,, karena

keraton memiliki tanggung jawan untuk menghargai perjuangan nenek

moyang kita, menghargai apa yang telah diciptakan oleh leluhur, yang

telah berhasil menciptakan tahun jawa itu sendiri, siapa yang

menciptakan? Tahun jawa yang menciptkan adalah Kanjeng Sultan

Agung Prabu Hanyakrakusuma Narendra Mataram Islam, jadi tahun

Jawa sama dengan tahun Sultan Agung”. (W/WK/Keraton

Surakarta/4/4/12)

Informan kunci ini menambahkan bahwa:

“Bulan mulud merupakan bulan yang hanya ada dalam penanggalan jawa

tersebut, jadi karena keraton merupakan lembaga adat maka yang di

pakai juga penanggalan adat tersebut, yakni penanggalan Jawa, dan

penanggalan ini bukan hanya dipakai oleh keraton saja, tapi pada

umumnya, seluruh orang Jawa juga menggunakan penangggalan

ini”.(W/WK/Keraton Surakarta/4/4/12)

Sekaten merupakan pagelaran yang diselenggarakan guna

memperingati hari besar keagamaan, khususnya agama Islam yakni hari

kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sekaten dilaksanaakan pada bulan Mulud.

Karena sekaten merupakan acara adat tradisi Keraton Surakarta otmatis

penanggalan yang di gunakan adalah tahun Jawa. Hal ini di jelaskan oleh salah

satu informan kunci pada penelitian ini.

Seperti yang dijelaskan informan kunci bahwa sekaten juga ada

perjalanan sejarahnya yang seharusnya diketahui dan dimengerti oleh

masyarakat, bukan hanya pihak keraton saja. WK menjelaskan bahwa:

“Sebenarnya sekaten itu tidak hanya di Surakarta saja, awalnya sekaten

dilaksanakan di Demak, pada awalnya merupakan syiar agama,,, setelah

runtuhnya kerajaan Majapahit terus ke Demak, di Demak masyarakat

masih menganut Hindu-Budha, waktu itu Kanjeng Sunan Kalijaga

mendapat petunjuk, pengembangan agama Islam bisa lancar harus

disaranai oleh gamelan, Di Demak ada gamelan sekaten yang bernama

Kyai Nagawilaga.

Sunan Klijaga mendapat petunjuk bahwa, 5 hari sebelum tanggal 12

mulud diadakan bunyi-bunyian gamelan, dan gamelan tersebut diletakan

di halaman masjid,,,setiap orang yang mau melihat, ketika masuk gapura

diwajibkan untuk membaca kalimat shahadat,,,otomatis,,,orang tersebut

masuk islam, terus, kemudian lama-kelamaan shyahadaten berubah

menjadi sekaten”.

Page 96: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

Karena setelah runtuhnya Demak, gamelan tersebut disimpan di Cirebon,

setelah Pajang tidak kocap, sampai ke pleret Mataram,,,yakni pada zaman

Sultan Agung, diadakan lagi, Sultan Agung membuat gamelan sendiri,

dari saat itu, maulud Nabi dijadikan hari besar, yakni hari pasoannanya

bupati-bupti pesisir, gamelan tersebut dinamakan Kyai Guntur Sari,

selama satu minggu, dan diakhiri tanggal 11 mulud kemudian pada

tanggal 12nya merupakan puncak acara, dengan adanya gunungan itu”.

(W/WK/Keraton Surakarata/4/4/12)

Sejarah sekaten yang telah mengalami perjalanan panjang sejak dari

kerajaan Demak pada waktu itu merupakan kerajaan Islam yang pertama di

tanah Jawa. Memang pada waktu itu mayoritas masyarakat Jawa masih

meganut agama Hindu-Budha, sehingga sekaten ini menjadi salah satu senjata

dalam syiar Islam pada waktu itu.

Sekaten saat itu tak lepas dari syiar Islam yang dilakukan para wali.

Ketika itu memang merupakan kecangihan atau kecerdasan dari para wali yang

membuat gamelan dalam menarik masyarakat untuk masuk menjadi Islam.

Syiar Islam pada saat itu memang masih menggunakan kearifan budaya lokal

dan itu masih terlaksanan sampai 200 tahun kemudian.

Sekarang sekaten menjadi salah satu objek wisata yang berada di

keraton, yang mampu menyedot banyak wisatawan yang mengunjungi sekaten

ini. Seperti yang di jelaskan oleh WK bahwa:

“pada dasarnya sekaten itu merupakan sebuah acara adat tradisi secara

turun menurun, jadi pada awalnya bukan sebagai kesengajaan menjadi

pariwisata, karena sebelum ada kepriwisataan sekaten itu sudah ada sejak

dulu, toh sekarang menjadi salah satu objek wisata yang dapat menyedot

banyak pengunjung ke Solo kan mas”(W/WK/Keraton Surakarta/4/4/12)

Dilihat dari segi historisnya memang keraton khususnya Surakarta

memiliki sejarah yang panjang dan sangat berharga. Oleh karena itu dengan

adanya potensi yang sangat besar ini dapat di jadikan salah satu kekuatan untuk

mengembangkan segi pariwisata, guna mendatangkan orang ke Solo, dan tak

hanya itu, dengan adanya pariwisata inilah pasti akan memberikan dampak

yang besar bagi masyarakatnya. Sekaten merupakan potensi yang sangat bagus

untuk menambah pesona wisata di kota Surakarta ini, karena dewasa ini wisata

Page 97: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

budaya menjadi tren dikalangan wisatawan baik mancanegara maupun

wisatawan domestik.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa sekaten merupakan kegiatan rutin yang

diselenggarakan oleh Keraton Surakarta Hadiningrat yang sifatnya tradisi

budaya guna memperingati hari besar keagamaan yakni memperingati lahirnya

Nabi Muhammad SAW, yang telah dilakukan dari zaman kerajaan Demak

sampai saat ini di Keraton Surakarta, serta sebagai potensi wisata yang

progresif di Solo ini.

b. Pengembangan Sekaten sebagai Pariwisata Religi, Budaya dan

Belanja

Paiwisata menjadi salah satu sarana dalam mngembangkan potensi

yang ada untuk dapat di jual atau dapat menarik orang untuk datang ke suatu

daerah atau tempat. Pariwisata juga mampu memberikan sokongan terhadap

daerah tersebut untuk mengembangkan daerah tersebut. Dengan kata lain

pariwisata sebagai salah satu jalan dalam pembangunan daerah. Akan tetapi

dengan adanya potensi tersebut harus dibarengi dengan upaya untuk

mengembangkan potensi pariwisata itu, agar potensi wisata tersebut dapat

dikemas sedemikian rupa agar dapat dinikmati oleh masyarakat.

Pengembangan sektor pariwisata ditujukan untuk meningkatkan kualitas

hidup dan kesejahteraan serta dapat memberikan manfaat terhadap pemenuhan

kebutuhan masyarakat. Dengan mengembangkan sektor pariwisata ini juga

diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan pemerintah

terutama dari segi pembiayaan pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah.

Pariwisata dalam artian modern adalah merupakan fenomena dari zaman

sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa,

penilaian yang sadar dan menumbuhkan cinta terhadap keindahan alam dan pada

khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas

masyarakat manusia sebagai hasil daripada perkembangan perniagaan,

perdagangan serta penyempurnaan dari pada alat-alat pengangkutan, sehingga

dalam perjalannannya harus mengalami pengembangan secara mantab dan efektif.

Page 98: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

Dalam penelitian ini mengenai pengembangan sekaten sebagai salah

satu atraksi wisata di kota Solo di dapat data sebagai berikut:

“untuk wisata sekaten sendiri itu belum ada yang baku wisatanya seperti

apa,,,yang pasti sejak zaman dahulu sekaten itu hanya ada di masjid

agung saja,,,sekaten tidak lepas dari syiar keagamaan,tentunya islam

pada saat itu,,,dimana syiar keagamaan itu tidak lepas dari kearifan lokal

pada zaman itu,,,”.(W/MS/Pagelaran Keraton Surakarta/5/4/12)

Selama ini sekaten memang merupakan acara adat tradisi yang selalu atau rutin

diselenggarakan oleh Keraton Surakarta, yang sifatnya wajib dilaksanakan.

Secara turun-temurun acara seperti itu selalu dilakukan, hal ini untuk

menjunjung tinggi budaya leluhur. Seperti yang dijelaskan WK bahwa:

“ sekaten merupakan adat tradisi yang ada sejak dulu,,,dan kemungkinan

kecil untuk di ubah,,,atau sengaja di ubah dalam upacara adatnya ,

sehingga sejak dulu ya adat tradisi yang ada di dalam sekaten”.

(W/WK/Keraton Surakarta/4/4/12)

Selanjutnya DN juga mengungkapkan pendapatnya bahwa:

“sekaten itu kan merupakan suatu bentuk perayaan untuk memperingati

kelahiran Nabi gitukan,,,karena apa,,,keraton kan merupakan keturunan

atau penerus dinasti Mataram Islam otomatis masih menyelenggarakan

hal itu,,,dalam khasanah budaya sekaten kan merupakan suatu peristiwa

tradisi budaya yang sampai sekarang masih berjalan”(W/DN/10/4/12)

Dilihat dari pendapat informan di atas sekaten bukan merupakan acara yang

baru dibentuk dan diselenggarakan. Sekaten sudah ada sebelum negara ini ada,

jadi sekaten merupakan acara adat tradisi yang senantiasa diselenggarakan

untuk menjunjung budaya nenek moyang, bagi masyarakat Jawa pada

umumnya dan Keraton Surakarta pada khususnya.

Sekaten sekarang menjadi salah satu tujuan para wisatawan di kota

Solo khusunya pada bulan Maulud, karena pada bulan ini pasti akan ada

festival sekaten. Sekaten sangat perlu digarap agar bisa menjadi wisata andalan

atau bahkan menjadi ikon kota Solo. Seperti yang dikemukakan oleh salah satu

informan kunci pada penelitian ini, MS bahwa:

Page 99: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

“pada saat itu adalah kerajaan Demak yang membuat gamelan,,,dimana

pada saat itu gamelan masuk masjid untuk syiar agama islam itu,,,lha

itulah canggihnya para wali sebagai pemuka agama pada saat itu,,,karena

mereka menggunakan kearifan kebudayaan setempat untuk menarik

masyarakat agar masuk islam...nah,,,itulah sekaten yang sebenarnya

belum digarap total oleh para pelaku yang memiliki wewenang,,,sekaten

nantinya menjadi ikon kota Solo,sebagai wisata religius,,,karena kalo kita

bicara mengenai wisata sekaten pasti kita akan bicara mengenai wisata

budaya,religius dan sampai ke wisata belanja,,,dan itu harus kita garap

bersama-sama,,,”.(W /MS/ Pagelaran Keraton Surakarta/5/4/12)

Untuk mengembangkan sekaten agar bisa menjadi salah satu objek wisata yang

populer, sangat membutuhkan penggarapan yang mantab serta kontribusi dari

berbagai pihak manapun itu. Baik itu pemerintah, keraton sendiri ataupun

masyarakat dan para pelaku budaya dan pariwisata. MS menambahkan bahwa:

“sampai saat ini masih banyak orang yang mengatakan bahwa sekaten

kok hanya itu-itu saja,,, iya gini,,,kalo bicara sekaten itu hanya 7 hari

saja, dari keluarnya gamelan sampai puncak keluar gunungan

sekaten,,,acara sakral nya ya hanya 7 hari itu saja,,,kalo sebelumnya ada

acara, seperti pasar malemnya itu,,,hal itu keraton menamainya maleman

sekaten,,,kalo disini kan cuma 25 hari beda dengan jogja yang sampai 45

hari,,,ya seharusnya kita semua duduk bersama untuk membicarakan ini

bersama, karena apa? Nantinya kalo sekaten ini digarap saya yakin pasti

akan mendatangkan banyak dampak positif bagi kita semua, baik itu bagi

masyarakat, keraton, atau pun pemerintah,,,lha wong dari tukang parkir

sampai jasa penerbangan,misalnya gitu mas,,,pasti mendapat keuntungan

kok mas dari sekaten ini” (W/MS/Pagelaran Keraton Surakarta/5/4/12)

Semua pihak harus duduk bersama dalam merencanakan atau

menggagas sekaten ini. Arah dari pengembangan sekaten haruslah terarah, agar

apa yang hendak di capai akan menghasilkan sesuai dengan apa yang di

harapkan. Pengembangan sekaten yang sekarang ini dilakukan memang

belumlah maksimal, namun arah pengembangan sekaten diarahkan pada

ekonomi rakyat. Karena jika bicara mngenai pariwisata, pasti tidak lepas dari

dampak-dampak yang dimunculkan oleh kepariwisataan ini. Baik dampak

Page 100: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

ekonomis, sosial budaya, dan sebagainya. Seperti yang dikatakan oleh MS

bahwa:

“kalo kita berbicara mengenai pariwista pasti kita juga akan berbicara

mengenai dampak ekonominya,,,karena pariwista buka hanya sekedar

jalan-jalan, menghabiskan uang saja, tapi bagaimana pariwisata mampu

menggerakan perekonomian masyarakat, khususnya lagi ekonomi

kerakyatan...” (W/MS/Pagelaran Keraton Surakarta/5/4/12)

Seperti yang dijelaskan oleh Pak DN bahwa:

”sekarang tradisis budaya itu menjadi sebuah daya tarik wisatawan,

kemasannya ya tradisi budaya itu sendiri, dari prosesi jamasan sampai

proses keluar gunungan dan gamelan, itulah yang menarik wisatawan,

secara keseluruhan sekaten ini yang menjadi daya tariknya adalah wisata

budaya, wisata ekonomi karena di alun-alun banyak pedagang, serta

wisata religi di masjid agung”(W/DN/10/4/12)

Pariwisata bisa menjadi penggerak perekonomian masyarakat, baik itu dari

yang terkecil sampai yang terbesar. Selanjutnya MS menegaskan bahwa:

“Konsep sekaten disini memang sangat mengedepankan konsep

merakyat,,,beda dengan jogja yang lebih mengusung konsep yang lebih

maju,,,atau dibuat seperti jakarta fair,,,kalo kita lebih menekankan pada

ajang promosi yang membuat sekaten menjadi seperti jakarta fair atau

yang lainnya,,,hal itu akan membunuh pedagang yang berada di strata

menengah ke bawah...”.(W/MS/Pagelaran Keraton Surakarta/5/4/12)

Sekaten di Solo merupakan sekaten yang masih mengedepankan

masyarakat kecil, sehingga seperti sekaten tahun ini yang masih saja seperti

yang biasanya. Banyak pedagang-pedagang yang berjualan serta mainan –

mainan yang kalo dilihat masih seperti aslinya, misalnya celengan masih dari

tanah dan lain sebagainya. Tambah KRM Mas Satriyo bahwa:

“di sekaten itu kita harus menguri-uri beberapa produk yang memiliki

filosofis dalam sekaten ini, yang sekarang ini sudah mulai

tergeser,,,contohnya celengan yang seharusnya dari tanah sekarang di

buat dari plastik,,,telur asin sudah di gambar, pecut juga begitu,,,nah

inilah yang membunuh industri kecil,,dan lama-kelaman tidak ada ruang

lagi bagi pernik-pernik yang memiliki filosofis tersebut“.

(W/MS/Pagelaran Keraton Surakarta/5/4/12)

Page 101: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

Selanjutnya MS menambahkan bahwa:

“keraton masih berupaya untu mempertahankan itu,,,meskipun banyak

orang yang mencibir,,,akan tetapi disitulah tersimpan makna yang

besar,,,karena berorientasi kepada wong cilik...karena keraton itu tidak

bisa lepas dari masyarakat kecil, karena kebanyakan yang datang kesini itu

masyarakat kecil”. (W/MS/Pagelaran Keraton surakarta/5/4/12)

Pengembangan sektor sekaten mengarah pada pelestarian budaya asli

guna mempertahankan filosofi yang terkandung dalam pagelaran sekaten

tersebut. Sekaten juga dikembangkan kearah ekonomi rakyat, karena sebagian

besar pelaku wisata di sekaten ini merupakan kalangan menengah kebawah.

Hal itu akan berefek pada apa yang ditawarkan kepada masyarakat. WK

menjelaskan bahwa:

“ sekaten merupakan adat tradisi yang ada sejak dulu,,,dan kemungkinan

kecil untuk diubah,,,atau sengaja diubah dalam upacara adatnya,

sehingga sejak dulu ya adat tradisi yang ada didalam

sekaten”.(W/WK/Keraton Surakarta/4/4/12)

Selanjutnya MS menambahkan mengenai apa yang ditawarkan sekaten kepada

calon wisatawan untuk datang ke sekaten:

“wisata sekaten tentukan kita tahu, sekaten itu hanya kalo bicara sekaten

itu hanya 7 hari saja, dari keluarnya gamelan sampai puncak keluar

gunungan sekaten,,,acara sakral nya ya hanya 7 hari itu saja,,,kalo

sebelumnya ada acara, seperti pasar malemnya itu,,,hal itu keraton

menamainya maleman sekaten...hal-hal inilah yang bisa di tawarkan

kepada masyarakat untuk datang ke sekaten ini,,,maleman sekaten

manjadi daya tariknya,,,”. (W/MS/Pagelaran Keraton Surakarta/5/4/12)

Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Wakil ketua ASITA saat ini

bahwa:

“kombinasi dari ke tiga wisata tadi seperti wisata budaya, wisata

ekonomi dan tentunya wisata religius inilah yang dapat ditawarkan

kepada wisatawan khususnya disini ekonomi kerakyatankan, karena baik

yang berjualan maupun yang datang kemari adalah kalangan menengah

kebawah”.(W/DN/10/4/12)

Page 102: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

Dari pendapat beberapa informan diatas dapat dilihat bahwa sekaten

memiliki potensi yang cukup besar dalam mengembangkan sekaten menjadi

destinasi wisata yang unggul di kota solo ini. Dengan kombinasi 3 wisata yang

disatukan dan dikemas menjadi wisata yang dapat menarik wisatawan untuk

datang.

Selanjutnya dari data yang ditemukan dilapangan menunjukan bahwa

adanya strategi pengembangan untuk membangun sekaten kearah yang lebih

kontributif. Karena kalo sudah sampai ke pariwisata, akan membahas

mengenai bagaimana mengemas wisata itu sendiri. Seperti pendapat salah satu

informan DN mengungkapkan bahwa:

“Ya mestinya kalo dari kaca mata pariwisata sekaten ini memang yang di

kembangkan adalah bagaimana kemasan sekaten ini bisa layak jual dan

layak di kunjungi oleh wisatawan baik wisatawan mancanegara ataupun

wisatawan domestik, pertama di ciptakan aksesbilitas dan kemudahan

yakni tidak ada copet ya tow,,,itu kenyamanan tow,,,yang ke dua

kemasannya, karena daya tarik itu berasal dari keotentikan atau

orisinilitas, yang ketiga mensinergikan kemasannya itu sendiri, misalnya

ada pameran dan berbagai sektor yang ada,,,kemudian yang tak kalah

pentingnya dalam pengembangan sekaten ini adalah bagaimana

mempromosikan sekaten menjadi atraksi yang sangat menarik,,,,7 hari itu

kan memang intinya kan,,,namun perayaannya bisa sebulan dua bulan,

sebenarnya banyak sekali peluang-peluang yang bisa di

kembangkan,,,sehingga sekaten itu tidak hanya sebagai kegiatan

budaya,tapi juga bisa menggerakan perekonomian masyarakat di tambah

lagi managemen yang baik bahwa perayaan ke depan keraton dan

mangkunegaran itu merevitalisasi penyelenggaraan,,,esensinya tetap

pelestarian, tetap kerakyatan tapi kemasanya harus lebih baik

lagi”.(W/DN/10/4/12)

Pendapat yang hampir sama diungkapkan oleh MS bahwa

“untuk strategi pengembangan dari sekten sendiri ada beberapa cara

dalam mengembangkan ini,,,akan tetapi yang kita pikirkan adalah

bagaimana manarik orang untuk datang,,,kalo 7 hari terakhir memang

orang yang datang itu penuh sekali,,,luar biasa sekali orang yang

datang,,,akan tetapi bagaimana membuat yang 18 hari itu juga

laku,,,bagaimana membuat even yang dapat menyedot masyarakat untuk

Page 103: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

datang,,,karena begini kalo ada upacara adat semua sektor perekonomian

pasti mendapat rejeki,,,dari tukang parkir sampai perhotelan atau

penerbangan pun akan mendapat rejeki...”. (W/MS/5/4/12)

Berdasarkan pendapat di atas dapat dilihat bahwa dengan mengemas sekaten

lebih menarik lagi untuk mendatangkan wisatawan merupakan pengembangan

yang tepat, karena dengan hal itu sekaten dapat menjadi objek wisata yang

unggulan di Solo, akan tetapi tanpa mengurangi esensi dari perayaaan itu

sendiri, tidak mengubah orisinilitas dari sekaten itu. Membawa sekaten kearah

wisata budaya, religi dan sampai ke arah wisata belanja atau ekonomi.

Lebih lanjut lagi yang menjadi pertanyaan besar untuk melihat

bagaimana sekaten ini akan dibawa ke arah mana. Hal inilah yang menarik

juga untuk kita lihat. Pengembangan wisata khususnya wisata sekaten ini

sekarang baru direncanakan untuk menjadi salah satu wisata unggulan di

kawasan Solo raya, bahkan sampai pada tinggkat naisonal. Hal itu seperti yang

diungkapkan MS bahwa:

“sebenarnya tujuan dari pengembangan ini itu apa, yang pertama

pastinya, upacara adat itu wajib untuk dilaksanakan, kita melaksanakan

hal itu di dasari atas menjunjung tinggi budaya nenek moyang kita,,,yang

kedua pastinya kalo kita berbicara wisata pasti akan berdampak

ekonomisnya,,,untuk menggerakan ekonomi kerakyatan tadi...kemudian

adanya inovasi-inovasi pada sekaten itu sendiri,,,misalnya saja pameran

didalam,,,setiap tahunnya kita ganti-ganti, dan tahun ini,sekaten yang

kemaren kita tampilkan foto-foto atau tempat-tempat yang ada di

keraton,hal ini di tujukan agar masyarakat yang melihat juga memiliki

rasa ingin tahu yang kemudian akan berdampak pada kunjungan

masyarakat ke keraton juga”. (W/MS/Pagelaran Keraton

Surakarta/5/4/12)

Pendapat MS hampir sama denga pendapat DN bahwa sekaten bisa di

kembangkan menjadi festival Islam terbesar di Indonesia:

“kalo sekaten itu tidak di kembangkan, yang 7 hari itu memang itu

merupakan tradisi, dan tidak bisa di tambah atau dikurangi, ya memang

itu ,,,esensinya samakan prosesi dari dalam keraton sampai ke masjid

agung, kemudian ada gunungan,,,hanya yang sangat bisa di kembangkan

adalah perayaannya,,,yak malemannya itu,,,bagaimana pameran di

pagelaran ini bisa mengeplorasi tentang produk unggulan wisata yang

ada di Indonesia,,,kita bicara Indonesia,,,karena sekaten itu berpotensi

Page 104: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

sebagai daya tarik wisata yang sifatnya nasional. Nah,,,Indonesia kan

termasuk negara OKI, negara Islam terbesar di dunia,,,apa ada sekarang

ini festival islam di Indonesia? Nah sekaten ini memang layak

dikembangkan ke kancah nasional”.(W/DN/10/4/12)

Pengembangan sekaten kearah yang lebih besar menjadi wisata yang

bukan hanya milik Solo, tapi bisa menjadi milik Indonesia dan DN yakin akan

hal itu bisa di wujudkan asalkan dengan managemen yang baik dalam segala

sektor. Bedasarkan beberapa pendapat yang mengungkapkan mengenai

pengembangan sekaten ke arah yang lebih maju lagi, sehingga dapat di

simpulkan bahwa pengembangan sekaten agar bisa menjadi salah satu bentuk

pariwisata yang bagus dan potensial dapat dilakukan dengan mengemas

sekaten menjadi suatu yang menarik masyarakat. Pengemasan sekaten menjadi

3 yakni wisata religi, wisata budaya dan pastinya wisata belanja atau ekonomi.

Serta dikemas didalam perayaan maleman sekaten tersebut yang tidak

mengurangi esensi dari upacara adat tradisinya.

2. Faktor-faktor pendorong dan penghambat dalam pengembangan wisata

sekaten

Arah dalam mengembangkan sebuah atraksi budaya menuju sebuah

atraksi wisata yang menarik , tidak akan lepas dari berbagai faktor-faktor yang

mempengaruhi hal itu, baik itu dalam hal yang bisa mendorong untuk menjadi

pengembang atau bahkan menjadi penghambat dari pengembangan sekaten itu

sendiri.

a. Faktor Pendorong Pengembangan Sekaten di Surakarta

Sekaten merupakan salah satu potensi wisata yang bisa dikembangkan

kearah yang lebih maju dan besar lagi, karena di dalam potensi sekaten ini

banyak terdapat keunggulan-keunggulan, yang jika bisa digali dan

dimanagemen dengan baik, akan menadatangkan banyak hal yang

menguntungkan baik bagi keraton sebagai pemangku adat, pemerintah maupun

bagi masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh MS bahwa

Page 105: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

“kalo faktor kekuatan sebenarnya banyak mas...yang pertama kita sudah

punya keraton itu sendiri”.(W/KMS/Pagelaran Keraton Surakarta/5/4/12)

Pendapat MS hampir sama dengan pendapat dari DN bahwa:

“saya lihat di Solo ini lebih cenderung ke pada kalangan menengah ke

bawah, saya tidak bisa lagi menemukan gerabah di Jogja, tapi di Solo

masih banyak, itu salah satu yang menjadi kekuatan sekaten di Solo,

kemudian ada jenang itu masih banyak ditemukan di Solo, padahal itu

dari Jogja, kemudian kekuatannya lagi yakni UKM di Solo masih

berperan aktif terlibat dalam sekaten, dan kita harus memanageman itu

lebih baik lagi,,,kemudian dengan adanya festival ini bisa jadi sebagai

alat pemersatu berbagai golongan kan ”.(W/DN/10/4/12)

Kriteria yang unik yang masih dimiliki oleh sekaten di Solo lah yang

menjadi faktor pendorong pengembangan ini. Ditambah lagi dengan konsep

ekonomi kerakyatan yang diterapkan di sekaten Solo, semakin menambah nilai

plus dari sekaten di Solo itu sendiri. Lebih lanjut lagi bahwa bukan hanya yang

sekarang ada di sekaten namun kita bisa melihat bagaimana peluang yang

dapat dijadikan pemacu pengembangan sekaten itu sendiri. Seperti yang di

jelaskan oleh DN bahwa peluang kedepan untuk sekaten ini luar biasa sekali:

“untuk peluang sebenarnya sekaten ini memiliki peluang yang cukup

besar ke depanya, karena di Indonesia belum ada festival Islam,

kemudian kedepannya juga bisa di kembangkan untuk wisata

belanjanya, karena ada pasar malamnya itu, kemudian harus ada

penyamaan persepsi antara keraton yang punya adatnya, pemerintah

dan masyarakat supaya penyelenggaraan ini memang satu;esensi

penyelenggaraan itu mengena, kedua; tingkat partisipasi masyarakat

itu ada dan perlu ditingkatkan lagi, seperti bagaimana kedepannya

masyarakat Solo, atau perkelurahan bisa menampilkan potensi-potensi

unggulannya,,, saya juga bisa melihat sekaten ini bisa menjadi atraksi

wisata budaya yang berkelas internasional yang di punyai

indonesia,,,banyangkan kita kalo bicara sekaten kita bicara wali songo

lho, bicara syiar Islam,,,bagaimana menjadikan sekaten ini jadi

festivalnya islam di Indonesia ini,,,coba banyangkan kerajaan –

kerajaan Islam di Indonesia terlibat dalam festival ini,,,akan di

libatkan musium-musium islam, pondok pesantren, melibatkan

komunitas Islam di Indonesia, jadi kedepan sekaten bisa menjadi syiar

islam dalam dimensi kekinian, dan harus melibatkan steakholder

Page 106: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

nasional,dengan ini semua kan mungkin tow sekaten di dedikasikan

sebagai even internasional,,,seperti halnya festival Cheng ho,,,nah di

sekaten nanti bisa saja ada sinergi antara Jogja, Solo dan Cirebon kan

sama menyelenggarakan sekaten,,,kalo dijual kemasannya bisa jadi

touring even”, (W/DN/10/4/12)

Selanjutnya MS menambahkan bahwa

“peluang kedepan sebenarnya sangat bagus,,,asalkan mas,,,pemerintah

daerah itu juga ikut duduk bersama mengoptimalkan cagar budaya

ini,,,bersama-sama menginvebtaris apa kendala-kendalanya agar sekaten

bisa tetap maju dan mungkin jadi ikonnya Solo...kedepannya kita cuma

akan menata lagi saja mas keberadaan pedagang-pedagang itu, kami juga

mendidik mereka,agar mereka tidak manja kedepannya...”

(W/MS/Pagelaran Keraton Surakarta5/4/12)

Memang peluang di dunia pariwisata sangat besar sekali untuk

sekaten ini, dengan pengembangan yang tepat serta managemen yang baik hal

ini bisa diwujudkan dengan sinergitas pemerintah dengan segala kontribusinya.

Dari pendapat di atas, faktor pendorong dari pengembangan sekaten meliputi

1.) Adanya potensi keraton yang menjadi pemangku adat atau yang punya

upacara itu sendiri.

2.) Peran serta masyarakat baik dalam partisipasi wisatawan maupun menjadi

penyokong berjalannya sekaten tersebut, dalam artian sebagai pedagang

yang berperan aktif di sekaten.

3.) Barang-barang yang memilki filosofi di sekaten masih banyak ditemukan

di sekaten seperti gerabah dan sebagainya dapat menggerakkan UKM yang

berkonsentrasi di hal itu.

4.) Peluang ke depannya yang bisa menempatkan sekaten menjadi salah satu

destinasi wisata budaya religi dan ekonomi yang bersifat internasional.

5.) Sekaten juga bisa menggerakan perekonomian masyarakat menengah

kebawah.

6.) Secara otomatis pelestarian budaya akan bisa dilakukan.

Page 107: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

b. Faktor Penghambat Pengembangan Sekaten di Surakarta

Selain faktor yang mendorong, pengembangan sekaten juga terdapat

beberapa faktor yang menghambat pengembangan tersebut. Dalam

pengembangan wisata faktor penghambat bisa menjadi sebuah stagnanisasi

bagi destinasi wisata itu sendiri, dimaksudkan destinasi wisata tersebut tidak

mampu berkembang dengan maksimal. Padahal disisi lain, potensi wisata

tersebut memiliki daya tarik yang bagus untuk dijadikan destinasi wisata.

Faktor penghambat dalam pengembangan sekaten terletak pada

kerjasama dalam pengeloalaan. Seperti yang dikatakan MS bahwa:

“untuk kelemahan tentunya kurang optimalnya pelaksanan

sekaten,,,kepedulian pemerintah serta pelaku wisata yan masih relatif

rendah, dan tidak adanya komunitas budaya yang membrakdon hal

ini..”(W/MS/Pagelaran Keraton Surakarta/5/4/12)

Selanjutnya pendapat dari informan kunci yang hampir sama yang menyatakan

bahwa:

“kelemahan mungkin dari pendanaan yang cukup besar, akan tetapi

dengan tekad untuk melestarikan tradisi kita selalu bisa

menyelenggarakan hal ini, dengan ramai”.

(W/ WK/ Keraton Surakarta/4/4/12)

Pendapat WK mirip dengan pendapat dari DN yang mengungkapkan bahwa

antara pendanaan dan regulasi sangat mempengaruhi pengembangan sekaten

ini. DN mengungkapkan bahwa:

“faktor kelamahan mungkin sebenarnya bisa di kurangi atau bahkan bisa

di hilangkan, seperti pendanaan, untuk sekaten itu kan pendanaan tidak

ada, dana berasal dari pedagang itu, sehingga outputnya ya pasti berbeda

dengan yang punya dana, kemudian kurangnya sinergi pemerintah utuk

mengelola sekaten ini, karena selama ini hanya keraton saja yang

mengelola acara ini, ya kedepannya regulasi nya harus di benahi lagi

dalam mengelolaan sekaten ini”.(W/DN/10/4/12)

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor

penghambat dari pengembangan sekaten meliputi:

Page 108: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

1.) Masalah pendanaan yang masih kurang maksimal, karena festival sekaten

membutuhkan biaya yang cukup besar.

2.) Pengelolaan yang di kelola oleh keraton sendiri

3.) Manajemen yang kurang maksimal, karena manajemen festival masih

tertutup. Maksudnya selama ini hanya orang dari dalam keraton saja yang

menjadi panitia pengelola sekaten.

4.) Regulasi kebijakan dari pemerintah kota yang kurang mendukung

pengembangan sekaten sebagai pariwisata yang lebih maju lagi.

3. Perwujudan Solo sebgai Kota Budaya

a. Arah Perwujudan Solo sebagai Kota Budaya

Masyarakat dalam proses kehidupannya tidak terlepas dari proses

pencarian dan pembentukan identitas atau citra, baik identitas sosial, identitas

kelompok, identitas daerah/kota maupun identitas budaya. Identitas sosial

merupakan suatu proses, bukan tindakan atau perilaku. Identitas dikatakan

sebagai sebuah proses dan sesuatu yang dibentuk. Kemudian muncul pula

adanya identitas etnis atau budaya yang berada dalam lingkup kebudayaan

lokal. Identitas budaya menjadi isu yang banyak diperbincangkan dewasa ini.

Identitas budaya itu terwujud sebagai akibat dari politik nasional dan sebagai

dampak dari globalisasi. Politik nasional yang melibatkan seperangkat

pemerintahan menjadi faktor terbentuknya identitas budaya, semisal slogan

Bhineka Tunggal Ika sebagai pengikat suatu bangsa yang terdiri dari berbagai

kelompok etnis.

Hal itu pun terjadi disalah satu kota di Indonesia ini, tepatnya di Kota

Solo. Solo atau Surakarta menjadi salah satu kota yang baru berkembang ke

arah kota maju, serta mengembangkan konsep kota yang bernuansakan budaya.

Sering kita dengar dengan sebutan Solo kota budaya. Banyak masyarakat yang

masih mempertanyakan kalimat ini, seperti halnya peneliti sendiri, sehingga

masalah ini sangat menarik untuk dilihat. Solo kota budaya apakah benar-benar

sebuah cerminan semangat kota Solo yang sudah lama di kenal sebagai

Page 109: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

pusatnya kebudayaan Jawa, ataukah hanya sebuah komodifikasi saja untuk di

jadikan branding sebuah kota yang besar kaitannya dengan segi ekonomis.

Seperti yang dikatakan oleh DW. Informan berasal dari kota

Semarang, yang sedang jalan-jalan di kota Solo ini,mengatakan bahwa:

“menurut saya ya,,,kota budaya itu kota yang mengedepankan sisi

budaya yang ada di kota tersebut, dan untuk saat ini memang sedang di

galakan ,khususnya di solo ini, saya lihat di media-media masa,

khususnya koran”.(W/DW/4/4/12)

Selanjutnya Ea yang sedang menikmati benda – benda pusaka di Museum

Keraton Surakarta menuturkan bahwa:

“kota budaya itu kota yang mempertahankan segi-segi budayanya,akan

tetapi juga mengangkat berbagai potensi budaya yang ada di kota

itu”.(W/EA/4/4/12)

Kota budaya dapat dikatakan sebagai eksistensi sebuah kota dengan

mengangkat segi-segi budaya yang ada di kota tersebut, sehingga kota Solo

dapat dilihat sebagai kota budaya. Selanjutnya apa hanya sebatas

mempertahankan serta mengangkat budaya saja, informan kunci berikutnya

menambahkan bahwa:

“sejak dulu Solo tu kan sudah kota budaya, yang menjadi identitas kota,

karena apa, seluruh kegiatan masyarakat solo tak lepas dari budaya”.

(W/KK/2/4/12)

Menurut pendapat KK kota budaya di Solo ini bukan hanya sekedar identitas

saja, namun sudah menjadi aktivitas masyarakat Solo yang tak lepas dari

budaya. Menurut pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kota budaya adalah

kota yang masih mempertahankan segi-segi budayanya baik dalam kehidupan

sehari-hari masyarakatnya, sehingga budaya tersebut mampu mengangkat

identitas kota sebagai kota budaya, khususnya di kota Solo.

Lebih lanjut lagi, sebenarnya kota budaya ini mau dibawa kemana?,

dan bagaimana dampak-dampak yang di timbulkan dari hal ini serta apa saja

yang dapat mempengaruhi hal tersebut. Hal inilah yang kemudian menarik

untuk dilihat, mau dibawa kearah mana Solo kota budaya ini. MS berpendapat

bahwa:

Page 110: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

“sebenarnya yang belum saya pahami itu mengetahui definisi kota

budaya sendiri oleh pemerintah, Solo sebagai budaya itu yang apa?,yang

bagaimana?, kalo bicara Solo sebagai budaya,,,kalo bicara budaya itu kan

besar ya mas,,,utuh,,,kalo menurut saya kalo kita bicara mengenai

budaya,kita ndak bisa lepas dari keraton dan Mangkunegaran,,,ya

kan,,,nggak mungkin Wonogiri bikin kota budaya,,,”.(W/MS/5/4/12)

Pendapat MS mirip dengan pendapat WK yang mengatakan bahwa

untuk mewujudkan kota budaya itu konsekwensinya luas sekali.

Selanjutnya WK mengemukakan pendapatnya mengenai kota budaya

bahwa:

“kalo menurut saya kota budaya itu harusnya bukan hanya memiliki dan

bernamakan,,,akan tetapi ada konsekwensi yang lebih luas dari itu, yaitu

melestarikan, menghidupi dan melindungi aset budayanya, akan tetapi

selama ini belum terwujud secara penuh...kalo mau mewujudkan Solo

sebagai kota budaya,,,ya pangkal budayanya itu di pelihara, bukan hanya

maunya tok...kan gitu”.(W/WK/4/4/12)

Berdasarkan kedua informan ini dapat disimpulkan bahwa arah dari

kota budaya itu belum jelas, apa yang mau diangkat sebagai kota budaya. Hal

ini dikarenakan bukan hanya keinginan saja dalam mewujudkan kota budaya

ini akan tetapi caranya untuk menuju ke arah itu, serta konsekuensi yang

mencakup pelestarian cagar budaya ini harus benar-benar dilaksanakan.

Selanjutnya MS berpendapat mengenai arah dan apa yang seharusnya

dilakukan dalam mewujudkan kota budaya ini.

“ nah inilah mas yang belum dipahami, belum ada definisi yang jelas

mengenai solo kota budaya itu yang seperti apa, mau di bawa

kemana,tempo dulu atou yang bagaimana,menurut saya itu hanya parsial

saja,,,apakah dengan city walk, ornamen batik yang dianggap menunjang

hal itu, tapi apakah dengan batik bisa menuju ke kota budaya, di kota –

kota lainpun juga banyak batik, Pekalongan lebih gila lagi.. “arah dari

kota budaya inilah yang menurut saya belum jelas,mau dibawa kemana

solo ini, seharusnya kan kalo mau membuat kota budaya pastinya harus

ada karakteristik yang menjadi ikonnya Solo yang tidak ada di kota

lainnya...Yang seperti saya katakan tadi mas, adanya keraton dan

Page 111: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

Mangkunegaranlah sebenarnya jika dikelola dengan seksama pasti akan

terwujud kota budaya itu...”.(W/MS/5/4/12)

Menurut pendapat MS ini, harus ada kerjasama yang sinergik, antara pelaku

budaya serta pemerintah. Karena pelaku budaya khususnya disini, Solo punya

keraton, pemerintah seharusnya hanya menonjolkan salah satu karakteristiknya

saja yang belum ada di kota lainnya. Adanya sumber kebudayaan seperti

keraton, menjadi modal utama bagi perwujudan kota budaya ini. Pendapat WK

hampir mirip dengan pendapat di atas, bahwa:

“isi pokok kota budaya itu adalah sendi-sendi budaya di kota tersebut

harus hidup,,, seperti bangunannya sampai ke perilaku

masyarakatnya,,,kalo tidak ya gak bakal terwujud... maunya kan kota

budaya,,,tapi kalo saya, tidak paham mau di arahkan kemana,,,akan tetapi

jika dalam bentuk promosi saja,,,kalo tidak ada upaya sinergitas nya ya

sulit juga untuk menjadi kota budaya,,,kan tanpa keraton dan pura

Mangkunegaran, Solo itu tidak ada artinya”.(W/WK/4/4/12)

Pendapat WK hampir sama dengat pendapat DN. Informan yang

berasal dari Buluwarti ini mengemukakan pendapatnya bahwa:

“kalo saya melihatnya bukan kulitnya ya,,,Solo kota budaya kan

sebenarnya itu ruh yang melekat di sendi-sendi kehidupan,,,yang simpel

adalah bagaimana budaya solo yang ramah, santun sebagai orang jawa

yang berjiwa jawa,,,bagi saya solo kota budaya itu lebih dari sekedar

bagaimana kita bisa hidup rukun, karena rukun ini esensinya dari budaya,

ini yang aslinya,,,tapi kalo kita harus pakai pakaian jawa, atau kirab, itu

hanya kulitnya saja untuk mempertegas, memperkuat dengan

memunculkan ikon-ikon budaya, dan ini kan juga mengerah pada

pelestarian tadi,,,yang terpenting itu bahwa bagaimana mentalitas kita

untuk lebih menjiwai sebagai orang jawa itu”.(W/DN/10/4/12)

Berdasarkan pendapat kedua informan tersebut dapat dilihat bahwa harus ada

integritas pemberdayaan antara pemangku adat budaya yakni Keraton

Surakarta dan Mankunegaran dengan pemerintah Kota, dalam mewujudkan

kota budaya ini. Serta sekarang ini hanya kulitnya saja yang dimunculkan,

padahal bukan itunya yang seharusnya dimunculkan dalam Solo kota budaya,

Page 112: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

tapi seperti pendapat DN tadi, mentalitas manusianya yang harus memunculkan

budaya itu sendiri.

Singkatnya, dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

kota budaya belum sepenuhnya diwujudkan, banyak berbagai aspek yang

belum digarap oleh pihak yang berwewenang dalam mengaktualisasikan nilai-

nilai serta norma-norma yang terkandung dalam kota budaya itu sendiri.

Memang sejak dahulu Solo merupakan kota budaya, yang memiliki nilai-nilai

yang terkandung didalamnya, sehingga dengan konsep kekinian diharapakan

nilai-nilai yang terkandung didalam kota budaya akan memberikan spirit atau

semangat bagi masyarakat agar nilai-nilai budaya tersebut terinternalisasi

kedalam tubuh masyarakat. Berdasarkan hal tersebut nilai-nilai kota budaya

akan dijunjung tinggi serta diaplikasikan didalam mental serta perilaku sehari-

hari.

b. Sekaten sebagai Sarana Aktualisasi Kota Budaya

Kota Budaya tak lepas dari budaya yang ada di sebuah kota tersebut,

yang tercermin dari aktivitas yang dijalankan masyarakatnya sehari-hari. Salah

satunya adalah sekaten. Sekaten merupakan pagelaran adat tradisi yang di

selenggarakan oleh Keraton Surakarta untuk memperingati hari kelahiran Nabi

Muhammad SAW. Acara ini merupakan perwujudan dari tata-kelakuan

masyarakat yang masih menjujung tinggi nilai-nilai budaya itu sendiri.

Lebih lanjut perwujudan kota budaya bisa dilakukan dengan hal-hal

yang sifatnya seperti sekaten ini. Seperti pendapat WK mengenai sekaten

sebagai salah satu wujud kota budaya:

“mungkin saja,,,silahkan kalo mau menjadikan solo kota budaya, asalkan

harus konsekwen saja,,, itu yang kaitannya dengan income,,,akan tetapi

upacara adat disini sudah terkenal, untuk mau di apakan ya terserah ndak

pa,,,apalagi untuk menjadikan solo kota budaya,,,ya silahkan saja,,,”.

(W/WK/4/4/12)

WK sangat mendukung sekali jika sekaten dikelola dengan baik serta dijadikan

sebagai perwujudan kota budaya, menurut beliau yang terpenting tidak

Page 113: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

menggeser makna sekaten itu sendiri yang telah menjadi acara adat tradisi, baik

bagi masyarakat pada umumnya atau bagi keraton Surakarta pada khususnya.

Sedangkan menurut MS upacara adat itu cagar budaya dan modal

kulturalnya:

“iya pastinya mas,,,sekaten kan termasuk cagar budaya, kalo di kelola

dengan baik pasti sekaten merupakan salah satu nya yang menjadi ikon

solo ini”. (W/MS/5/4/12)

MS beranggapan bahwa perwujudan kota budaya harus berangkat dari

sumberdaya budaya yang dimiliki, salah satunya sekaten yang sudah terbukti

menjadi salah satu ikon acara budaya di Solo ini.

Selanjutnya DW yang memandang bahwa salah satu pembentuk kota

budaya adalah lewat upacara-upacara adat tradisi:

“tolok ukurnya ya seperti kegiatan yang merupakan upaya pelestarian

budaya, seperti bangunan-bangunannya, keraton di ekspos ke luar, ada

festival-festival kebudayaan, dan seperti sekaten kan juga merupakan

sebuah pencerminan dari kota budaya di Solo ini, menurut saya

gitu,,,”.(W/DW/24/4/12)

Pendapat diatas hampir sama dengan pendapat DN yang mengungkap

bahwa sekaten itu sangat bisa untuk mewujudkan kota budaya di Solo ini. DN

mengungkapkan bahwa:

“sebetulnya sangat bisa ya,,,kalo di sekaten itu kan banyak yang bisa kita

lihat dan resapi serta di jiwai filosofi-filosofi yang ada, karena acara itu

kan merupakan proses budaya sampai kita sekarang ini, kemudian

perayaannya,,,itu bisa menjadi penyadaran bahwa begitu besar arti dari

prosesi itu, misalnya saja endok kamal, kalo kita kupas maknanya bisa

menjadi tuntunan dalam kehidupan berbudaya, kinang, celengan, pecut,

secara langsung kan itu,,,selain kita datang untuk tahu budaya, kita di

sana bisa belajar mengenai religi,,,trus kemudian dari keraton kita

mengerti sejarah perjalanan manusia berbudaya, nah itu menurut saya

bisa menghantarkan seseorang untuk mengerti budaya, kemudian lebih

bagus lagi jika bisa di pahami dan di jalankan dalam kehidupan sehari-

hari”. (W/DN/10/4/12)

Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa adanya

potensi sumber budaya yang menjadi cagar budaya dalam hal ini adalah

Page 114: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

upacara adat tradisi sekaten yang sangat bisa dijadikan media untuk

mewujudkan Solo kota budaya, karena Solo kota budaya bukan hanya sebatas

pemakaian baju yang menyimbolkan budaya, lebih pada perwujudan mental

dan perilaku masyarakatnya. Salah satunya adalah sekaten, sekaten merupakan

culture value system bagi masyarakat Solo. Sekaten mampu memberikan spririt

yang berupa tuntunan dalam kehidupan yang mengarahkan manusia untuk

selalu berbudaya, berperilaku baik dan sesuai dengan tuntunan ajaran

agamanya.

c. Promosi Solo sebagai Kota Budaya

Promosi merupakan salah satu faktor yang cukup penting dalam

membentuk citra kota. Khususnya kota Solo, peran promosi yang dilakukan

Dinas Kebudayaan dan Pariwista kota Surakarta menjadi sangat penting dalam

mewujudkan Solo Kota Budaya itu sendiri. Dengan adanya promosi baik itu

secara nasional dan internasional akan membawa pengaruh yang luar biasa.

Potensi budaya yang ada saat ini di Solo menjadi sumber kekuatan

dalam mengembangkan Solo kota budaya. Even-even budaya menjadi daya

tarik tersendiri bagi wisatawan untuk datang ke Solo, salah satunya sekaten,

dapat dilihat bahwa sekaten mampu menyedot animo masyarakat untuk datang

ke Solo. Dengan ini dapat dilihat bagaimana sekaten dapat membentuk Solo

sebagai kota budaya.

Berikut adalah pendapat informan kunci KK, yang menjelaskan

menurut pendapatnya

“Untuk promosi, kita punya kalender event tahunan, kalende even ini

berupa deretan agenda atau kegiatan yang ada di kota solo dalam satu

tahun. Selain itu, setiap kita dinas keluar agenda kita bawa agar di

perkenalkan di luar”.(W/KK/2/4/12)

Lebih lanjut, pendapat KK hampir sama dengan pendapat BS yang

menjelaskan bahwa

“Kami punya kalender even,,,kalender even ini ada di web site,,,di koran,

juga di media elektronik,,,ya perannan dari kalender even ini cukup besar

untuk mempromosikan even-even yang akan di selenggarakan di

Page 115: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

solo,,,dan itu sebagian besar adalah even yang bernuansa budaya,,,seperti

SBC, Solo Menari, Sekaten dan lain-lain mas...”.(W/ BS/2/4/12)

Menurut pendapat yang diungkapkan informan di atas menunjukan dalam

promosi produk wisata yang dimiliki kota Solo sudah terstruktur dalam

kalender even yang berisikan sederetan jadwal even kota Solo dalam satu

tahun. Salah satu agendanya adalah sekaten, meskipun secara pengelolaan

dipegang oleh pihak keraton namun Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota

Surakarta juga memasukan sekaten dalam serangkaian even di kota Solo.

Seperti yang dijelaskan oleh KK bahwa:

“ tugas dari Dinas Pariwisata dalam sekaten itu tidak ada, karena apa,

sekaten yang mengelola itu pihak Keraton sendiri, kalo dinas Cuma tahu

saja, ketika rapat dinas ya ikut dalam rapat, tapi tidak mengelola. Dinas

Cuma membrikan hibah atau bantuan berupa dana untuk keraton, itu

sifatnya universal, tidak untuk salah satu acara saja, tpi untuk semuanya,

silahkan keraton yang memanfaatkan itu. Untuk sumbangsih, kita hanya

melakukan promosi saja, agenda keraton kami masukan dalam kalender

event kota solo. Akan tetapi pelaksanaan ya keraton”.(W/KK/2/4/12)

Selanjutnya pendapat yang hampir sama, BS menjelaskan

pendapatnya mengenai pengelolaan sekaten bahwa:

“Kalo bicara sekaten mas,,, sekaten itu secara pengelolaan di kelola oleh

keraton sendiri,,dari segala hal,,,semuanya,,,pemerintah hanya memberi

dana hibah atau bantuanlah mas kepada pihak keraton,,,tapi sifatnya

universal,,,bukan hanya untuk sekaten saja,,,mungkin untuk

pengembangannya, pemerintah atau khususnya dinas pariwisata hanya

sebatas mempromosikan segala bentuk acara keraton, salah satunya

sekaten,, tapi untuk kegiatannya sepenuhnya pihak

keraton”(W/BS/9/4/12)

Dari kedua informan dapat terlihat bahwa Dinas Pariwisata kota Surakarta

sampai sekarang ini hanya bekerja sebagai promosi saja kaitannya dengan

upacara sekaten, belum ada kerja sama yang sinergik dalam pengelolaan

sekaten.

Tidak jauh berbeda dari keterangan informan di atas, informan lain

menganggap belum ada kerjasama antara keraton dan pemerintah dalam

pengelolaan sekaten. Seperti yang dipaparkan MS bahwa

Page 116: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

“Pemerintah tu kayaknya masih setengah-setengah dalam mengelola

keraton dan mangkunegaran”.(W/MS/5/4/12)

Dapat dilihat dari beberapa informan bahwa sekaten belum dikelola

secara baik, hanya pihak tertentu yang mengelola sekaten. Dengan kurang

maksimalnya pengelolaan sekaten ini maka apa yang ditampilkan di Sekaten

pun kurang sempurna.

Selanjutnya dapat dilihat bagaimana managemen promosi yang di

gunakan pemerintah dalam mewujudkan Solo kota budaya. Kaitannya dengan

sekaten; bagaimana nanti kita dapat melihat apa yang dilakukan pemerintah

dengan menggunakan sekaten untuk mewujudkan Solo kota budaya. Menurut

BS, promosi menuju kota budaya ditujukan pada pemberian spririt kepada

masyarakat:

“iya gini mas,,,promosi merupakan salah satu sektor penting juga untuk

mengangkat produk yang kita ciptakan , dalam mewujudkan solo kota

budaya ada beberapa strategi, salah satuny ini, kalender even yang

memuat even-even yang akan di selenggarakan di Solo dalam satu tahun,

kemudian dengan slogan-slogan, Solo spirit of Java, ada Solo pass Solo

future, ada lagi tahun ini Solo nyaman Solo berkesan,,,hal ini diarahkan

untuk memberikan spirit-spirit kepada kita, masyarakat juga”.

(W/BS/9/4/12)

Selanjutnya pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Bu KK bahwa

“adanya kalender even untuk promosi bahwa solo itu punya kegiatan

budaya. Selain itu, even-even itu sendiri sebenarnaya sebagai wadah

untuk para pelaku budaya untuk tampil di kenal

masyarakat”.(W/KK/2/4/12)

Berdasarkan penuturan kedua informan ini terlihat bahwa melalui

even-even budaya serta slogan – slogan ini diharapkan dapat menumbuhkan

representatif bahwa Solo merupakan kota yang masih mempertahankan

kebudayaannya. Selanjutnya Kepala bidang pemasaran Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata Kota Surakarta menuturkan terkait dengan strategi promosi bahwa:

“kemudian untuk mewujudkan ini semua kita memiliki 3 pilar dalam

manajemen promosi yakni 1. Manajemen brand, 2. Manajemen product,

3. Manajemen costumer. Ketiga pilar ini yang akan membragdown

pembentukan kota budaya ini.”(W/BS/9/4/12)

Page 117: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

Lebih lanjut lagi beliau menjelaskan mengenai 3 pilar ini bahwa kebijakan ini

mengarah pada:

“untuk arah promosinya kita mengecu pada 3 pilar tadi,,,yang pertama

manajemen brand,,,ini bagaimana membuat Solo ini menjadi terkenal,

membuat Solo dapat di kenal masyarakat luas, salah satunya dengan

even-even yang bernuansakan budaya itu, karena apa, kita membangun

berdasarkan potensi yang ada, dan di Solo ini potensinya apa, budaya kan

yang paling besar. Yang ke dua managemen pruduk, ini kaitannya

dengan produk-produk budayanya, Solo kota budaya, spirit of Java di

sini akan membawa kita ke pasar yang lebih luas, kemudian yang ke tiga

ada manajemen costumer, setelah 2 hal tadi di depan tercapai baru masuk

yang ke tiga ini,,,bagaimana menciptakan kenyaman baik itu wisatawan

untuk datang dan betah untuk tinggal lebih lama di Solo, dengan

memberikan pelayanan yang baik itu dapat menciptakan itu, kemudian

dengan adanya ini, muncul investor-investor yang menanamkan

sahamnya di solo,hal ini akan memberikan dampak yang luar biasa,

khususnya bagi masyarakat,,,menggerakan roda perekonomian Solo,,,

batik hidup, kuliner hidup, suvenir hidup,,,”.(W/BS/9/4/12)

Dari pendapat informan di atas dapat dilihat bahwa adanya 3 pilar

kebijakan pembangunan Solo kota budaya ini di harapkan dapat menjadi salah

satu alat dalam memperkenalkan kembali Solo sebagai kota budaya, yakni

manajemen branding, manjemen produk serta manajemen custemer, sehingga

dengan ketiga hal ini di arahkan dalam memunculkan kembali spirit-spririt kota

Solo sebagai kota budaya.

4. Temuan Hasil dari Lapangan

Bedasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan dapat ditarik

beberapa pokok permasalahan mengenai strategi pengembangan sekaten sebagai

upaya pembentukan solo kota budaya, hasilnya sebagai berikut;

a. Sekaten merupakan sistem nilai budaya masyarakat yang berisikan

kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh Keraton Surakarta Hadiningrat

yang sifatnya tradisi budaya guna memperingati hari besar keagamaan

yakni memperingati lahirnya Nabi Muhammad SAW, yang telah di

Page 118: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

lakukan dari zaman kerajaan Demak sampai saat ini di Keraton

Surakarta, serta sebagai potensi wisata yang progresif di Solo ini.

b. Pengembangan sekaten kearah yang lebih besar menjadi wisata yang

bukan hanya milik Solo,tapi bisa menjadi milik Indonesia, hal itu bisa di

wujudkan asalkan dengan manageman yang baik dalam segala sektor.

Bedasarkan beberapa pendapat yang mengungkapkan mengenai

pengembangan sekaten ke arah yang lebih maju lagi, sehingga dapat di

simpulkan bahwa pengembangan sekaten agar bisa menjadi salah satu

bentuk pariwisata yang bagus dan potensial dapat dilakukan dengan

mengemas sekaten menjadi suatu yang menarik masyarakat. Pengemasan

sekaten menjadi 3 yakni wisata religi, wisata budaya dan pastinya wisata

belanja atau ekonomi, tanpa mengurangi esensi dari upacara adat

tradisinya.

c. Adanya faktor pendorong dari pengembangan sekaten meliputi

1.) Adanya potensi keraton yang menjadi pemangku adat atau yang

punya upacara itu sendiri.

2.) Peran serta masyarakat baik dalam partisipasi wisatawan maupun

menajdi penyokong berjalannya sekaten tersebut, dalam artian

sebagai pedagang yang berperan aktif di sekaten.

3.) Barang-barang yang memilki folosofi di sekaten masih banyak

ditemukan di sekaten seperti gerabah dan sebagainya dapat

menggerakkan UKM yang berkonsentrasi di hal itu.

4.) Peluang ke depannya yang bisa menempatkan sekaten menajdi salah

satu destinasi wisata budaya religi dan ekonomi yang bersifat

internasional.

5.) Sekaten juga bisa menggerakan perekoomian masyarakat menengah

kebawah.

6.) Secara otomatis pelestarian budaya akan bisa dilakukan.

d. Adanya faktor penghambat dari pengembangan sekaten meliputi:

1). Masalah pendanaan yang masih kurang maksimal, karena festival

sekaten membutuhkan biaya yang cukup besar.

Page 119: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

2). Pengelolaan yang dikelola oleh keraton sendiri

3). Manageman yang kurang maksimal, karena manageman festival

masih tertutup. Maksudnya selama ini hanya orang dari dalam

keraton saja yang menjadi panitia pengelola sekaten.

4). Regulasi kebijakan dari pemerintah kota yang kurang mendukung

pengembangan sekaten sebagai pariwisata yang lebih maju lagi.

e. Kota budaya belum sepenuhnya diwujudkan, banyak berbagai aspek yang

belum digarap oleh pihak yang berwewenang dalam mengaktualisasikan

nilai-nilai serta norma-norma yang terkandung dalam kota budaya itu

sendiri. Memang sejak dahulu Solo merupakan kota budaya, yang

memiliki nilai-nilai yang terkandung didalamnya, sehingga dengan

konsep kekinian diharapakan nilai-nilai yang terkandung didalam kota

budaya akan memberikan spirit atau semangat bagi masyarakat agar

nilai-nilai budaya tersebut terinternalisasi kedalam tubuh masyarakat.

Berdasarkan hal tersebut nilai-nilai kota budaya akan dijunjung tinggi

serta diaplikasikan didalam mental serta perilaku sehari-hari.

f. Potensi sumber budaya yang menjadi atraksi budaya dalam hal ini adalah

upacara adat tradisi sekaten yang sangat bisa di jadikan media untuk

mewujudkan Solo kota budaya, karena solo kota budaya bukan hanya

sebatas pemakaian baju yang menyimbolkan budaya, lebih pada

perwujudan mental dan perilaku masyarakatnya. Salah satunya adalah

sekaten, sekaten merupakan culture value system bagi masyarakat Solo.

Sekaten mampu memberikan spririt yang berupa tuntunan dalam

kehidupan yang mengarahkan manusia untuk selalu berbudaya,

berperilaku baik dan sesuai dengan tuntunan ajaran agamanya.

g. Adanya 3 pilar kebijakan pembangunan solo kota budaya ini diharapkan

dapat menjadi salah satu alat dalam memperkenalkan Solo sebagai kota

budaya, kebijakan manajemen tersebut adalah manajemen branding,

manjemen produk serta manajemen custemer, sehingga dengan ketiga hal

ini diarahkan dalam memunculkan kebali spirit-spririt kota Solo sebagai

kota budaya.

Page 120: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

C. PEMBAHASAN

Pembahasan ini dimaksudkan untuk memperoleh makna yang mendasari

temuan-temuan penelitian yang berkaitan dengan teori – teori yang relevan yang

dapat menjadi penemuan teori baru, dari hasil penelitian kemudian dinyatakan

dalam bentuk kesimpulan. Temuan-temuan data yang dihasilkan dari penelitian

ini kemudian di analisis berdasarkan teori-teori atau pendapat yang ada atau

sedang berkembang. Lebih jelasnya berikut ini akan dilakukan pembahasan secara

rinci.

Berdasarkan hasil penelitian Strategi Pengembangan Pariwisata dalam Upaya

Mewujudkan Solo sebagai Kota Budaya, dengan studi kasus Sekaten di Keraton

Surakarta Hadiningrat dan berdasarkan rumusan masalah yang dihubungkan

dengan kajian teori maka didapat hasil analisa sebagai berikut:

1. Strategi pengembangan pariwisata sekaten Keraton Surakarta

Hadiningrat

a. Sekaten merupakan Value System bagi Masyarakat

Setelah melakukan penelitian dilapangan dan terangkum didalam

temuan diatas, maka dapat diketahui bahwa Sekaten merupakan hasil dari

kebudayaan yang telah mengalami proses yang panjang serta penganut yang

tinggi juga. Sekaten dapat memberikan pengaruh yang besar juga terhadap

semua orang yang mempercayainya sebagai suatu berkah dari Sang pencipta

lewat prosesi ini. Sekaten didefinisikan sebagai upacara adat tradisi yang di

selenggarakan oleh keraton, khsusnya keraton Surakarta untuk memperingati

hari kelahir Nabi Muhammad SAW. Seperti yang dikatakan C.Kluckhohn

bahwa kebudayaan merupakan tindakan hidup yang tercipta dalam sejarah

yang explisit, implisit, rasional, irrasional yang terdapat pada setiap waktu

sebagai pedoman yang potensial bagi tingkah laku manusia (Koentjaraningrat

2009:145). Semua tindakan hidup yang dilakukan oleh manusia dapat di

Page 121: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

katakan sebagai kebudayaan, karena segala sesuatu yang tercipta oleh manusia

pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia itu sendiri.

Keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam

kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar juga

merupakan kebudayaan (Koenjtaraningrat, 2009:144). Hasil karya meliputi

banyak aspek, baik itu secara materiil atau non-materiil, baik itu berupa benda

atau bukan benda. Hal tersebut berarti bahwa hampir seluruh tindakan manusia

adalah kebudayaan, karena hanya sedikit tindakan manusia dalam kehidupan

masyarakat yang tidak perlu di biasakan dengan belajar yakni hanya beberapa

tindakan naluri, refleks, beberapa tindakan akibat proses fisiologis, atau

kelakuan membabi buta. Bahkan berbagai tindakan manusia yang merupakan

kemampuan naluri yang terbawa kedalam gen bersama kelahirannya seperti;

makan, minum, atau berjalan juga mempunyai tata kelakuan dalam

melakukanya.

Kebudayaan merupakan perilaku yang dipelajari, seperti yang

dikemukakan oleh Ihromi. (Ihromi, 2006:18) mengatakan bahwa Kebudayaan

merupakan cara berperilaku yang dipelajari; kebudayaan tidak tergantung pada

transmisi biologis atau pewarisan melalui genetis. Semua manusia dilahirkan

dengan tingkah laku yang digerakan oleh insting dan naluri yang walaupun

tidak termasuk bagian dari kebudayaan, namun mempengaruhi kebudayaannya.

Hal ini senada dengan Kontjaraningrat yang mendefinisikan kebudayaan

merupakan hasil dari belajar.

Dengan teori di atas menunjukan bahwa kebudayaan menunjuk

kepada berbagai aspek kehidupan. Hal ini meliputi karya, cipta, karsa, cara-

cara berlaku, kepercayaan-kepercayaan, sikap-sikap dan juga hasil dari

kegiatan manusia yang khas untuk suatu masyarakat atau kelompok penduduk

tertentu yang diperoleh lewat belajar. Karena setiap manusia dilahirkan

kedalam sebuah kebudayaan yang bersifat kompleks dan kebudayaan itu kuat

sekali pengaruhnya terhadap cara hidup serta cara berlaku yang akan kita ikuti

selama hidup manusia.

Page 122: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

Sesuai dengan data dilapangan bahwa sekaten merupakan hasil

kebudayaan yang besar di keraton Surakarta. Pagelaran sekatenan dilandasi

akan suatu bentuk karya manusia yang menjadi tindakan yang dilakukan

manusia dikehidupannya. Secara teoritik, sekaten merupakan suatu bentuk

tindakan manusia untuk menciptakan nilai-nilai dasar yang akan dianut oleh

manusia itu sendiri. Maka dari itu, sekaten menjadi salah satu sistem budaya

pada diri masyarakat Surakarta yang menjadi pedoman untuk bertindak dan

berbudaya.

Seperti apa yang dikatakan C.Kluckhohn bahwa kebudayaan

merupakan tindakan hidup yang tercipta dalam sejarah yang explisit, implisit,

rasional, irrasional yang terdapat pada setiap waktu sebagai pedoman yang

potensial bagi tingkah laku manusia (Koentjaraningrat 2009:145). Sekaten

merupakan hasil dari sejarah manusia, khususnya manusia Jawa.

Menurut data dilapangan, seperti yang dituturkan WK, awal mula

muncul adanya upacara sekaten itu bukan serta-merta dari Surakarta, karena

sekaten muncul jauh sebelum Surakarta ada yakni pada zaman kerajaan Demak

Bintara. Ketika itu kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di

pulau Jawa. Sekaten merupakan alat yang digunakan oleh para wali untuk syiar

Islam, karena mayoritas penduduk Jawa masih beragama Hindu-Budha. Kala

itu para wali membuat gamelan yang bernama Kyai Nagawilaga, kemudian

gamelannya diletakan di serambi masjid. Mengapa demikian, karena gamelan

merupakan seni budaya yang ada pada saat itu, gamelan merupakan sebuah

tontonan yang menarik, sehingga dengan dibuatnya gamelan itu, dimaksudkan

agar masyarakat tertarik untuk melihatnya. Sehingga, banyak orang yang

datang ke masjid untuk melihat. Disisnilah terlihat betapa canggihnya

pemikiran para wali saat itu, seperti yang dikemukakan oleh MS, itulah

canggihnya para wali sebagai pemuka agama pada saat itu. Karena mereka

menggunakan kearifan kebudayaan setempat untuk menarik masyarakat agar

masuk Islam. Dengan kebudayaan inilah seluruh kebutuhan manusia bisa

terpenuhi.

Page 123: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

Lebih lanjut lagi, mengapa hal ini di katakan sebagai sekaten, karena

ketika masyarakat akan melihat gamelan, sebelum masuk area masjid,

masyarakat diwajibkan untuk membaca kalimat Shahadat, “As

haduallailahaillah, wa ashaduanna Muhammadarosullullah”. Kemudian

upacara seperti itu di sebut dengan sekaten yang berasal dari kata sahadaten.

Jadi, esesnsi yang terkandung dari sekaten itu sendiri adalah sebagai alat untuk

syiar Islam, untuk mengembangkan agama Islam, dan esensi itu masih di

rasakan sampai saat ini.

Menurut data dilapangan sekaten yang ada di Demak dan di Surakarta

memiliki perbedaan namun secara esensial masih memiliki arti yang sama.

Menurut penuturan KP Winarnokusuma, antara Demak dan Surakarta itu

sekatennya beda, tapi pada makna penggunaannya sama. Sekaten di Surakarta

ada ketika zaman Kanjeng Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma Narendra

Mataram Islam yang lebih di kenal dengan sebutan Sultan Agung. Setelah

runtuhnya kerajaan Demak gamelan yang ada disana disimpan di Cirebon.

Kemudian sampai di Pleret Mataram oleh Sultan Agung acara semacam itu

diadakan lagi dan Sultan Agung membuat gamelan sendiri yang bernama Kyai

Guntur Sari. Acara ini sejak zaman Sultan Agung acara ini digunakan untuk

memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dan dijadikan hari besar

keagamaan khusunya agama Islam, selama satu minggu dan diakhiri tanggal 11

mulud kemudian pada tanggal 12 nya merupakan puncak acara, dengan adanya

gunungan sekaten yang terdiri dari gunungan lanang/ laki-laki yang bentuknya

lancip menjulang keatas, gunungan wedok/ wanita yang bentuknya cempluk /

lebih bulat, serta gunungan anakan. Gunungan tersebut memiliki arti bahwa

dalam kehidupan ini berasal dari laki-laki dan perempuan sehingga

memunculkan anak, dan hal tersebut dilambangkan kedalam simbol gunungan

sekaten tersebut.

Lebih lanjut lagi, upacara adat tradisi ini dilaksanakan sampai pada

zaman Pakubuwana III terjadi “palihan nagari” atau lebih diartikan sebagai

disintegrasi di keraton Surakarta. Pada saat Pukubuwana II menduduki jabatan

sebagai raja, adiknya yakni Kanjeng Mangkubumi juga ingin jadi raja, sampai

Page 124: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

pada zaman Pakubuwana III, kanjeng Mangkubumi masih menagih ingin

menjadi raja, kemudian diijinkan akan tetapi bukan di Surakarta yakni di

Yogyakarta (1755), kemudian peristiwa itu dikenal dengan perjanjian Giyanti.

Dengan adanya perjanjian itu bukan hanya tahta kerajaan saja yang dibagi 2,

akan tetapi segala sesuatu yang ada di Surakarta juga dibagi dua termasuk

gamelan Kyai Guntursari tambah WK. Singkatnya, kemudian sampai pada

zaman Pakubuwana IV beliau melengkapi gamelan yang ada di Surakarta, agar

utuh tidak hanya Guntursari lagi, tapi lebih dari itu, ngarso dalem punya

maksud agar gamelan ini seimbang, kemudian PB IV membuat satu set

gamelan lagi dengan nama Kyai Gunturmadu. Di Surakarta gamelan sekaten

ada dua perangkat yakni, Kyai Guntursari dan Kyai Gunturmadu. Sejak saat itu

oleh Pakubuwana IV makna sekaten di Surakarta berasal dari kata sekati atau

seimbang, dengan dibuatnya gemelan pelengkap sekaten itu tadi, yang artinya

jadi raja itu harus adil, harus timbang, tidak boleh “mban cinde mban siladan”

dan itu menjadi lambang sampai sekarang. Sekaten dilaksanakan selama 7 hari

diakhiri pada tanggal 12 Maulud yang ditandai dengan keluar gunungan

sekaten.

Bedasarkan temuan dilapangan, sekaten dilihat sebagai upacara adat

tradisi yang memiliki nilai historis yang sangat luar biasa, hal ini dikarenakan

bahwa sebuah hasil cipta, rasa dan karsa dari manusia bisa menjadi pedoman

dalam perjalanan kehidupan manusia yang tak pernah putus dan selalu terjalin

dari waktu-kewaktu. Seperti halnya sekaten yang telah dijelaskan secara

historis diatas tadi. Sekaten sampai sekarang masih dijalankan dan dipercayai

bisa mendatangkan berkah bagi siapapun yang mempercayainya. Sekaten

dilihat dari sisi kebudayaan merupakan wujud dari kebudayaan itu sendiri yang

terdiri dari ide, aktiviti, serta artefaknya. Talcott Parsons yang dikutip

Koentjaraningrat (2009:150) menyatakan wujud kebudayaan merupakan suatu

sistem ide dan konsep dari serangkaian tindakan dan aktifitas manusia. Hal ini

seperti yang dikemukakan Koentjaraningrat(2009 : 150) mengatakan

kebudayaan itu ada 3 wujudnya yakni

Page 125: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

1.) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, nilai,

norma, peraturan.

2.) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan

berpola dari manusia di masyrakat

3.) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak,

tidak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di dalam pikiran manusia dimana

kebudayaan itu hidup. Ide dan gagasan manusia banyak yang hidup bersama

dalam suatu masyarakat memberi jiwa pada suatu masyarakat itu. Gagasan itu

menjadi satu dengan yang lain saling berkaitan menjadi suatu sistem. Hal inilah

yang biasa disebut Koentjaraningrat (2002) sebagai culture value system. Dari

sisi wujud ide sekaten merupakan gagasan dari wali songo ketika itu Kanjeng

Sunan Kalijaga membuat gamelan yang difungsikan sebagai syiar Islam,

dengan cara ini dimaksudkan bisa mengembangkan agama Islam di tanah Jawa

ini. Sampai di Surakarta sekaten dijadikan sebagai perayaan memperingati hari

kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dari inilah sesuai dengan pandangan

Koentjaraningrat bahwa sekaten yang dilihat dari wujud kebudayaan berupa

ide atau gagasan.

Selanjutnya, Wujud kedua dari kebudayaan adalah sistem sosial atau

social system mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial

ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan,

bergaul satu sama lain dari waktu ke waktu, selalu menurut pola-pola tertentu

yang berdasarkan tata kelakuan. Dilihat dari sisi wujud yang kedua sekaten

memiliki serangkaian kegiatan dalam prosesinya. Dari mengeluarkan gemelan

dari dalam keraton , kemudian ada jamasan, membunyikan gamelan pertama,

serta ceramah keagamaan, sampai pada prosesi keluarnya gunungan sekaten

pada tanggal 12 Maulud. Inilah yang menurut Koentjaraningrat disebut sebagai

wujud kebudayaan yang berupa aktifitas, dimana ada aktiftas yang dilakukan

yang bisa di amati dan di dokumentasikan serta mengikuti pola tertentu, karena

Page 126: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

prosesi sekaten bukan proses yang sembarangan, tidak semua orang bisa

melakukan prosesi ini.

Kemudian wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik.

Berupa seluruh benda fisik, aktifitas, perbuatan, dan karya semua manusia

dalam masyarakat. Sifatnya paling nyata dan berupa benda-benda atau hal yang

dapat diraba, dilihat dan difoto. Sekaten memiliki banyak kebudayaan yang

sifatnya kebendaan fisik, seperti gamelan sekaten, ada gunungan, ada celengan,

endok kamal / telur asin, pecut, kinang.

Dari ketiga wujud di atas merupakan serangkaian aktifitas kebudayaan

yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain, yang artinya ketiga wujud

tadi adalah satu rangkaian yang menjadi satu kesatuan dalam wujud

kebudayaan sekaten.

Selanjutnya didalam sekaten terkandung makna yang begitu besar

yaitu sebagai pedoman dalam diri manusia untuk melakukan kehidupannya

sehari-hari. Makna – makna ini berada pada seluruh rangkaian prosesi sekaten.

Hal inilah yang disebut (Koentjaraningrat, 2002 : 25) dengan sistem nilai

budaya. Sistem nilai budaya adalah tingkat yang paling abstrak dari adat yang

terdiri dari konsepsi-konsepsi, yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar

warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai

dalam hidup. Suatu sistem nilai budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi

bagi kelakuan manusia. Sistem-sistem tata kelakuan manusia lain yang

tingkatannya lebih kongret seperti aturan- aturan khusus, hukum dan norma-

norma, semuanya juga berpedoman pada sistem nilai budaya. Seperti halnya

sekaten, merupakan sistem nilai budaya karena sekaten bisa dijadikan pedoman

dalam bertindak di kehidupan sehari-hari manusia. Hal ini terdapat pada

tuntunan – tuntunan yang terkandung di dalam komponen-komponen sekaten

itu sendiri. Seperti halnya dari kata sekaten atau syahadaten; yang memiliki arti

seperti yang dituturkan WK, arti yang pertama : menghilangkan 2 sifat yaitu

sifat binatang dan sifat setan. Arti yang kedua :menanamkan 2 hal yaitu

ngrungkebi budi suci dan ngabdi taqwa dhateng Gusti Ingkang Maha Agung.

Page 127: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

Arti yang ketiga : percaya akan 2 hal yaitu syahadat taukid (Allah Yang Maha

Kuasa dan percaya Nabi Muhammad SAW adala utusan Allah)

Bukan hanya itu saja, masih banyak makna yang terkandung didalam

sekaten itu sendiri, yang memberiakan tuntunan kepada masyarakat.

Bedasarkan data yang ditemukan dilapangan yakni mengenai makna dari

Sekaten yang berasal dari kata sekati atau seimbang yang mempunyai arti

bahwa menjadi raja atau pimpinan itu harus adil, harus timbang, tidak boleh

mban cinde mban ciladan artinya tidak boleh memihak salah satu pihak, harus

memihak yang benar. Selain itu makna sekaten juga terkandung pada

komponen-komponen yang tersaji pada waktu sekaten yaitu

1). Kinang : berdasarkan penuturan WK; setiap bunyi pertama gamelan

sekaten, masyarakat itu siap dengan kinangnya, kinang terdiri dari suruh,

tembakau, gambir dan injet. Kinang dikunyah, dengan makna bahwa kinang

akan mendatangkan orang awet muda, dan itu lah yang di percaya

masyarakat. Sebenarnya kinang itu mengandung anti-biotik yang berfungsi

untuk menguatkan gigi, serta memberikan warna merah alami pada bibir,

sebab itu orang jaman dahulu giginya utuh-utuh, kemudian efek dari ludah

kinang yang dapat memberi kesan merah pada bibir membuat orang terlihat

awet muda.

2). Telur asin / Ndok kamal yang mempunyai arti bahwa dalam ajaran agama

atau ajaran dai orang tua, di ajarkan bahwa orang hidup itu hendaknya

banyak berbuat amal/kebaikan, amal baik yang bisa dirasakan oleh orang

banyak, lebih mendalam lagi bahwa orang hidup itu harus berguna,

bermanfaat bagi hidup dan kehidupannya. Hal ini diibaratkan seperti telur

asin ini; satu butir telur asin bisa dipakai lauk untuk menghabiskan satu

piring nasi.

3). Pecut yang mempunyai makna yang berkaitan dengan sekaten bahwa suatu

gambaran yang perlu dipahami oleh setiap pemeluk agama, kalau

diperhatikan bentuk pecut dari pangkal menuju puncak, semakin tinggi

semakin mengecil dan bila ditegakan semakin melengkung/merunduk yang

artinya bila manusia semakin dewasa akan semakin taqwa kepada

Page 128: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

Tuhannya, semakin merasa kecil dihadapan Tuhannya. Oleh sebab itu tidak

sepantasnya bila seorang menjadi congkak / sombong dihadapan Tuhannya ,

karena manusia hidup di dunia adalah makluk ciptaan Tuhan, yang memberi

segalanya adalah Tuhan.

4). Gunungan sekaten yang mempunyai makna bahwa gunungan tadi dibuat

dari hasil bumi yang artinya merupakan ucapan syukur raja atas anugrah

yang telah diberikan yang telah menganugrahkan bumi beserta isinya yang

mengeluarkan hasil yang dinikmati raja dan masyaratkatnya. Senantiasa

gunungan ini perlambang ucapan syukur; karena semua gunungan itu bisa

dimakan dan dinikmati, yang kedua merupakan bentuk kepedulian raja

kepada masyarakat, dengan memberikan hiburan gratis yang dirangkai

dengan tatacara tradisi. Gunungan tersebut setelah di bawa dari dalam

keraton kemudian dibacakan doa di masjid Agung, kemudian diberikan

kepada masyarakat bukan dirayahke atau diperebutkan.

Bedasarkan penjelasan di atas, makna yang terkandung didalam

sekaten, merupakan tuntunan bagi manusia untuk lebih memahami

kehidupannya. Sekaten merupakan bentuk sistem nilai budaya yang ada di

masyarakat. Sekaten memberikan pedoman dalam hidup yang digunakan untuk

mengatur hubungan-hubungan yang terjalin antara Tuhan dengan manusia dan

seisi alam ini. Seperti yang dikatakan oleh Koentjaraningrat; (2002 : 28)

mengenai sistem nilai budaya dalam suatu kebudayaan itu mengenai hakekat

dari hidup manusia, hakekat dari karya manusia, hakekat dari kedudukan

manusia dalam ruang waktu, hakekat dari hubungan manusia dengan alam

sekitarnya, hakekat dari hubungan manusia dengan sesamanya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya dalam kehidupan

berkebudayaan sebuah ide merupakan sistem gagasan yang dianut oleh

manusia, yang berupa tatakelakuan, adat-istiadat serta sistem nilai yang

berguna mengarahkan manusia didalam kehidupan bermasyarakat dan

berbudaya, dan semua ini dapat dilihat diupacara adat tradisi sekaten di

Keraton Surakarta.

Page 129: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

b. Pengembangan Sekaten sebagai Pariwisata Religi, Budaya, Ekonomi

dan Festival Islam Indonesia.

Dari data penelitian yang diperoleh, diketahui bahwa Sekaten

merupakan salah satu jenis wisata yang ada di Kota Solo. Hal ini sama yang di

katakan oleh Nyoman S Pendit (2002 : 38) yang mengklasifikasikan jenis-jenis

pariwisata menjadi 15 jenis wisata dan salah satunya adalah wisata budaya.

Wisata budaya dimaksudkan agar perjalanan yang dilakukan atas dasar

keinginan untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan jalan

mengadakan kunjungan ketempat-tempat lain ke luar negeri, mempelajari

keadaan rakyat, kebiasaan dan adat istiadat mereka, cara hidup mereka, budaya

dan seni mereka. Seringnya perjalanan serupa ini disatukan dengan

kesempatan-kesempatan mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan budaya,

seperti eksposisi seni atau kegiatan yang bermotif kesejarahan dan akan

memperluas pandangan hidup seseorang. Jenis wisata budaya ini adalah jenis

yang paling populer di tanah air kita, seperti halnya Sekatan keraton Surakarta

hadingrat. Jenis wisata inilah yang paling utama bagi wisatawan luar negeri

yang datang ke negara ini dimana mereka ingin mengetahui kebudayaan kita,

kesenian kita, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan adat istiadat dan

kehidupan seni budaya yang kita miliki.

Adanya keraton Surakarta Hadiningrat; menjadi potensi dalam

mengembangkan sektor pariwisata berbasis budaya di kota Surakarta ini.

Pengembangan pariwisata di sektor budaya ini bukan hanya menambah PAD/

pendapatan asli daerah namun juga memunculkan citra bahwa kota Surakarta

adalah kota Budaya. Salah satunya adalah upacara adat sekaten. Seperti yang di

kemukakan MS, “Sekaten nantinya menjadi ikon kota solo,sebagai wisata

religius,karena kalau kita bicara mengenai wisata sekaten pasti kita akan

bicara mengenai wisata budaya,religius dan sampai ke wisata belanja, itu

harus kita garap bersama-sama”. Sekaten merupakan sumber potensial yang

bisa dikembangkan lebih bagus lagi yang bermanfaat bagi semua pihak yang

ada di Solo, karena kepariwisataan berbasis budaya di Solo adalah salah satu

ikon penting yang menjadi motor penggerak dari beberapa pariwisata di kota

Page 130: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

tersebut. Kegiatan pariwisata merupakan gejala lintas sektoral, yang meliputi

sektor ekonomi, politik budaya (Yoeti).

Seperti yang di katakan MS, bicara mengenai pariwisata, kita akan

bicara mengenai dampak ekonominya dan itu karena pariwisata bukan hanya

sekedar berfoya-foya saja, bagaimana sebuah pariwisata berdampak ke sektor

ekonomi, paling tidak bisa menggerakkan ekonomi dari yang terkecil sampai

yang besar, oleh karena itu keraton membuat adanya maleman sekaten. Oleh

karena itu keraton berserta tim penyelenggara sekaten berupaya untuk

membuat sekaten ini bisa dikemas menjadi lebih menarik lagi. Wakil ASITA,

DN mengungkapkan; sekarang tradisis budaya itu menjadi sebuah daya tarik

wisatawan, tradisi budaya itu sendiri harus dikemas secara menarik, dari

prosesi jamasan sampai proses keluar gunungan dan gamelan, itulah yang

menarik wisatawan, secara keseluruhan sekaten ini yang menjadi daya tariknya

adalah wisata budaya, wisata ekonomi karena di alun-alun banyak pedagang,

serta wisata religi di masjid Agung .

Lebih lanjut lagi, Gamal suwantoro (1997:55) menjelaskan bahwa

strategi pengembangan pariwisata bertujuan untuk mengembangkan produk

dan pelayanan yang berkualitas, seimbang dan bertahap. Disini pengembangan

produk sekaten inilah yang harus dikembangkan. Bagian mana yang perlu di

kembangkan; sekaten merupakan upacara adat tradisi yang tidak bisa diubah,

dikurangi atau ditambahi, karena sekaten ini sifatnya ritual, dapat dikatakan

sebagai prosesi yang sudah ada pedomannya. Baik dari keluarnya gamelan

sampai pada keluar gunungan.

Pengembangan ini harus jeli melihat sisi positifnya, seperti yang

diungkapkan MS; sekaten tentu kan kita tahu, sekaten itu hanya kalo bicara

sekaten itu hanya 7 hari saja, dari keluarnya gamelan sampai puncak keluar

gunungan sekaten, acara sakral nya ya hanya 7 hari itu saja, kalou

sebelumnya ada acara, seperti pasar malemnya, hal itu keraton menamainya

maleman sekaten, inilah yang bisa di tawarkan kepada masyarakat untuk

datang ke sekaten ini, maleman sekaten menjadi daya tariknya. Bersamaan

dengan itu DN memperjelas bahwa kombinasi dari ke tiga wisata tadi seperti

Page 131: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

113

wisata budaya, wisata ekonomi dan tentunya wisata religius inilah yang dapat

ditawarkan kepada wisatawan. Dari sini bagaimana pengembangan sekaten

sangat bisa dikembangkan, dengan modal keotentikan atau orisinil wisata

budaya itu, dengan berbagai bentuk atraksi budaya inilah yang menarik

wisatawan untuk melihat, orisinil, bukan di buat-buat, secara otomatis dengan

konsep otentik dalam mengemas atraksi budayanya maka pelestarian budaya

akan berjalan. Yang kedua wisata religiusnya, pengembangan disini harus

melihat bagaimana peluang kedepan dengan adanya festival religi sekaten ini,

karena kalau kita bicara mengenai sekaten kita akan bicara mengenai syiar

islam. Peluang kedepannyalah yang menjadi acuan untuk pengembangan lebih

besarnya. DN menangkap peluang kedepan sekaten ini luar biasa, karena

sekaten bisa di jadikan festivalnya Islam di Indonesia, dengan melibatkan

kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, musium-musium Islam, komunitas Islam,

pondok pesantren, jadi kedepan sekaten bisa menjadi syiar Islam dalam

dimensi kekinian. Dengan konsep seperti ini tidak mustahil sekaten bisa

diwujudkan sebagai even internasional seperti festival Cheng Ho. Pengembangan

sekaten juga bisa dilakukan sinergitas dari ketiga kota di Jawa yang hampir

memilki kesamaan dalam penyelenggaraan festival ini, antara Solo, Jogja dan

Cirebon bisa dijadikan touring even bagi wisatawan.

Pengembangan yang ke tiga dari sisi wisata ekonominya, seperti yang

dikemukakan MS, maleman sekaten manjadi daya tariknya bagi wisatawan

untuk melakukan kegiatan ekonomi. Bicara mengenai pariwisata, tak akan

lepas dari dampak ekonominya. Pengembangan maleman sekaten dipastikan

tidak akan lepas dari ekonomi kerakyatan, hal ini di karenakan yang pertama,

untuk melindungi pedagang menengah ke bawah agar tetap bisa hidup, untuk

melindungi benda-benda yang memiliki makna filosofi yang ada di sekaten

seperti gerabag, celengan, pecut, telur asin, dan lain-lain. Hal ini jangan

dibandingkan dengan penyelenggaraan sekaten di Jogjakarta yang telah punya

regulasi untuk sekaten. Akan tetapi semua benda berfilosofi yang ada di Solo

tidak ditemukan Jogja lagi. Disinilah pihak pengelola sekaten di Solo lebih

Page 132: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

114

mengedepankan ekonomi kerakyatan. Ditambah lagi dengan banyaknya UKM

yang terlibat penyelenggaraan sekaten di Solo.

Pengembangan sekaten menuju yang lebih baik lagi menjadi prioritas

utama dari pihak penyelenggara sekaten. Dari data yang didapat di lapangan,

diketahui bahwa pemberian aksesbilitas, kenyamanan, kebersihan, keamanan

menjadi sebuah perencanaan kedepan penyelenggaraan sekaten. Sehingga

dengan suasana yang merakyat, dengan konsep ekonomi menengah kebawah

dipastikan akan banyak orang yang datang, dengan kenyaman dan keamanan

yang terjamin akan menambah nilai lebih dari sekaten di Solo, meskipun

suasanannya ramai, suk-sukan.

Lebih lanjut lagi dengan uraian di atas, Oka Yoeti (1996 : 178) tempat

wisata harus memiliki 3 syarat didalam pengembangan wisata di daerah

tersebut yakni: Somethink to see, Somethink to do, Somethink to buy. Dilihat

dari data di lapangan, dapat dilihat bahwa pengembangan sekaten

mengutamakan apa yang di sebut somethink to see, sekaten dikembangkan

untuk dilihat upacara tradisi yang masih diselenggarakan sampai saat ini

dengan keorisinilitasnya yang tinggi, sehingga wisatawan puas dengan melihat

itu. Kemudian mengarah pada something to do, wistawan diarahkan untuk

melakukan kegiatan disana karena sekaten bukan hanya 1 atau 2 hari saja, tapi

selama 7 hari penuh dari keluarnya gamelan sampai grebeg gunungan sekaten

itu muncul, sehingga wisatawan bisa tinggal lebih lama di Solo. Yang

berikutnya adalah somethink to buy , hal ini menyangkut pengembangan yang

dilakukan disektor maleman sekaten, karena dengan maleman sekaten ini

wistawan bisa membelanjakan uangnya disitu, sehingga sekaten bisa menjadi

tujuan wisata yang lengkap dengan berbagai keunggulan yang ada di sana.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pengembangan pariwisata merupakan

pengembangan yang berupa pengemasan produk wisata agar lebih menarik

agar para wisatawan ataupun investor datang tujuan wisata tersebut, baik untuk

menikmati atraksi wisata ataupun menenemkan modal di sana. Seperti halnya

sekaten, pengemasan sekaten di arahkan pada 3 wisata yang potensial yakni

wisata religius, wisata budaya dan wisata belanja/ekonomi.

Page 133: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

115

2. Faktor – faktor yang memepengaruhi pengembangan sekaten sebagai

pariwisata religi, budaya dan ekonomi.

Selanjutnya, sebuah pengembangan wisata tak lepas dari faktor-faktor

yang mempengarui, baik itu faktor yang mendorong maupun faktor yang

mengahmbat. Berdasarkan data yang didapat di lapangan, dapat dilihat faktor

pendorong pengembangan dapat dilihat karena banyaknya peluang kedepan

yang bisa diraih dalam pengembangan sekaten ke arah wisata yang baik dan

maju. Adapun faktor pendorongnya antara lain:

1.) Adanya potensi keraton yang menjadi pemangku adat atau yang punya

upacara itu sendiri.

2.) Peran serta masyarakat baik dalam partisipasi wisatawan maupun menajdi

penyokong berjalannya sekaten tersebut, dalam artian sebagai pedagang

yang berperan aktif di sekaten.

3.) Barang-barang yang memilki folosofi di sekaten masih banyak di temukan

di sekaten seperti gerabah dan sebagainya dapat menggerakkan UKM

yang berkonsentrasi di hal itu.

4.) Peluang ke depannya yang bisa menempatkan sekaten menjadi salah satu

destinasi wisata budaya religi dan ekonomi yang bersifat internasional.

5.) Sekaten juga bisa menggerakan perekoomian masyarakat menengah

kebawah.

6.) Secara otomatis pelestarian budaya akan bisa dilakukan.

Selanjutnya, selain faktor-faktor pendorong, dalam pengembangan

wisata pasti juga ada faktor penghambat. Faktor penghambat dari

pengembangan sekaten di Surakarta antara lain:

1). Masalah pendanaan yang masih kurang maksimal, karena festival sekaten

membutuhkan biaya yang cukup besar.

2). Pengelolaan yang di kelola oleh keraton sendiri

3). Manajeman yang kurang maksimal, karena manajeman festival masih

tertutup. Maksudnya selama ini hanya orang dari dalam keraton saja yang

menjadi panitia pengelola sekaten.

Page 134: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

116

4). Regulasi kebijakan dari pemerintah kota yang kurang mendukung

pengembangan sekaten sebagai pariwisata yang lebih maju lagi.

Selanjutnya dari data dilapangan dapat dilihat, faktor panghambat

yang paling mempengaruhi penyelenggaraan sekaten dan pengembangan

sekaten kedepan adalah faktor pandanaan dan faktor regulasi dari pemerintah.

Seperti yang dikemukakan oleh Ketua penyelenggara sekaten, MS; kurang

optimalnya pelaksanan sekaten dipengaruhi oleh kepedulian pemerintah serta

pelaku wisata yan masih relatif rendah. Selama ini pemerintah daerah belum

ikut serta dalam penyelenggaraan sekaten di Surakarta, pemerintah hanya

mempromosikan lewat kalender even kota Solo yang dikelola oleh Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta. Dengan regulasi yang belum ada,

hal ini mengakibatkan pihak penyelenggara yakni Keraton Surakarta jalan

sendiri untuk menyelenggarakan serta merencankan pengembangan sekaten.

Jadi dapat di simpulkan bahwa pengembangan sekaten ke arah wisata

yang lebih maju dan bisa menjadi multiplaned bagi masyarakat Solo dengan

mengembangkan sekaten ke 3 arah wisata yakni wisata religi, wisata budaya

dan wisata ekonomi/belanja. Serta pengembangan wisata sekaten di arahkan

pada marketeble nasional menjadi festival islam Indonesia dengan tujuan yang

di arakan kepada pelestarian budaya, penggerak ekonomi masyarakat, syiar

Islam dengan konsep kekinian serta untuk mewujudkan Solo yang berbudaya.

Akan tetapi itu semua harus dan tanpa mengurangi atau mengintervensi

upacara adat tradisi yang lebih dari 200 tahun diselenggarakan oleh Keraton

Surakarta. Serta pengambilan peluang kedepan yang menjadi arah

pengembangan sekaten harus bisa diraih, agar kedepannya sekaten bisa

menjadi salah satu daya tarik wisata yang berkelas, bukan hanya di Solo tapi

lebih ke arah nasional bahkan Internasional. Serta peminimalan faktor-faktor

penghambat, yakni dengan sinergitas antara Keraton sebagai pemangku adat,

pemerintah yang punya wewenang serta masyarakat untuk membicarakan

sekaten ini kedepannya. Ditambah lagi dengan adanya regulasi yang

Page 135: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

117

mendukung pengembangan sekaten, yang diharapkan pendanaan sekaten bisa

dimaksimalkan.

3. Aktualisasi Nilai-Nilai Budaya sebagai Perwujudan Identitas Kota Solo

Setelah didepan membahas mengenai sekaten dan pengembanganya

kearah wisata yang lebih maju, serta faktor-faktor yang mempengaruhi

pengembangan sekaten, maka dalam bagian terakhir ini peneliti menganalisi dan

membahas mengenai upaya dalam aktualisasi nilai-nilai budaya sebagai

perwujudan identitas Solo sebagai kota budaya. Berdasarkan data yang didapat di

lapangan, dapat dilihat adanya keterkaitan antara pengembangan pariwisata

budaya dalam mewujudkan Solo sebagai kota budaya. Khususnya sekaten, yang

merupakan wisata budaya yang ada di Solo.

Pembahasan mengenai identitas kota budaya perlu diketahui mengenai

konsep citra kota yang dibentuk sebuah kota dalam menentukan karakteristik kota

tersebut. Susan Sontag menjelaskan citra sebagai sebuah ilusi atau bayangan, copy

bukan asli, representation bukan reality (Transpiosa Riomandha, 2000 : 35). Citra

disini akan mempunyai jarak dengan realita yang sebenarnya. Dengan demikian

citra kota dapat diartikan sebagai kumpulan dari interaksi sensorik langsung

seperti diimplementasikan melalui sistem nilai pengamat dan diakomodasikan

kedalam penyimpanan memori dimana input dari sumber tak langsung sama

pentingnya. Citra secara luas terkait dengan ruang, dan dapat pula dikaitkan

dengan rasa atau persepsi seseorang. Citra juga berkaitan dengan hal-hal fisik.

Dari data di lapangan dapat terlihat bahwa secara fisik Solo mampu memberikan

stimulus terhadap seseorang untuk diarahkan kedapa nuansa budaya, terlihat di

armada bus kota Solo Batik Trans, bus Werkudara, ornamen batik ditiap gapura

kelurahan, bangunan fisik mall paragon, even-even budaya. Menurut Susan

Sontag itulah yang dinamakan citra.

Citra kota sangat erat kaitannya dengan pembentukan identitas kota.

Citra apa yang ditunjukkan sebuah kota maka dari hal tersebut identitas kota dapat

diketahui. Seperti yang dikemukanan oleh Jean Boudrillard, identitas merupakan

suatu subjek yang melekat ada pada diri (Ubet , 2002 : 28). Identitas kota Solo tak

Page 136: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

118

lepas dari apa yang melekat di dalam kota Solo itu sendiri. Seperti dengan adanya

batik di kota Solo yang dijadikan salah satu ikon di kota Solo, kemudian Solo

dikenal sebagai kota batik. Selanjutnya bagaimana dengan Solo kota budaya?.

Selanjutnya Yekti maunati (2004 : x) menjelaskan bahwa identitas

merupakan sebuah kontruksi yang artinya bukanlah suatu hal yang hadir begitu

saja akan tetapi melalui proses panjang yang melibatkan berbagai aspek

kehidupan. Solo kota budaya merupakan sebuah konstruksi. Dapat kita lihat

pemerintah daerah khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta

membuat kalender even, membuat even-even yang didominasi dengan sisi

budaya. Seperti Solo Batik Carnival, Solo Menari, Solo Batik Fashion,

Mangkunegaran performing art, Solo International Ethik Music, Solo

International Performing Art. Semua even ini merupakan even budaya, karena

pemerintah tahu benar potensi yang dominan di kota Solo ini adalah budaya.

Karena konsep identitas adalah konsep yang bersifat relasional yang berkaitan

dengan identifikasi diri dan asal-usul sosial.

Bedasarkan hal tersebut di atas identitas kota Solo dapat dipahami

sebagai konsep yang dikonstruksi secara budaya. Artinya, identitas terbangun

melalui proses sejarah yang menggabungkan kelompok-kelompok sosial yang

berbeda ke dalam suatu struktur politik yang tunggal dibawah kondisi-kondisi

sosial tertentu . Secara lebih rinci, identitas merupakan hasil konstruksi (proses)

sosial yang lazim disebut askripsi (ascription). Inilah proses sosial yang menandai

sekelompok masyarakat tertentu dengan sembarang . Artinya, apa pun tandanya

asal bisa dipakai untuk "menunjuk" (labelling) kelompok tertentu. Proses ini

tentunya merupakan proses yang berlangsung hingga berabad-abad lamanya.

Keberadaan keraton Surakarta yang telah mencapai umur 200 tahunan lebih

menjadi salah satu faktor kuat Solo ini banyak diberi label oleh masyarakat

sebagai kotanya budaya.

Kebudayaan adalah proses panjang. Ketika sebuah kota melabeli diri

menjadi Kota Budaya sebagaimana kota Solo, yang sejatinya kota tersebut yang

direprentasikan lewat kebijakan pemimpinnya telah menemukan jati dirinya.

Pemilihan menjadi kota budaya menjadikan kota Solo menemukan hakekat yang

Page 137: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

119

selama ini hilang yaitu identitas kultural yang tidak dimiliki oleh kota lain, yaitu

keunggulan budaya. Keunggulan itulah yang harus dieksplorasi agar masyarakat

merasa dituntun menuju ke arah pencerahan (enlightment), yang akan

menghasilkan pemberdayaan (enpowerment). Muara dari itu semua adalah

masyarakat Kota Solo menemukan kembali (re inventing) jati dirinya. Hasil akhir

dari semua proses tersebut adalah kebudayaan yang utuh,meliputi seluruh tata

nilai, pola fikir dan tingkah laku masyarakat. Kota Solo memilih label sebagai

Kota Budaya, pada hakekatnya label dan ciri tersebut adalah penanda yang

sifatnya non fisik yakni berupa tata kelakuan masyarakat Solo. Penanda non fisik

adalah penanda bersifat kultural. Harapannya adalah masyarakat kota Solo dapat

menjadi ujung tombak perilaku berbudaya (Jawa) yang mengedepankan sikap

lembah manah,ambeg parama arta dan lain-lain.

Esensi yang terkandung didalam semboyan itulah yang menarik. Budaya

atau kebudayan adalah totalitas eksperimentasi pengalaman kehidupan suatu

bangsa. Totalitas tersebut menemukan hasil/resultannya berupa kebudayaan,yang

merupakan intisari dari olah fikir sebuah bangsa. Semboyan Solo Kota Budaya

membawa konsekuensi kepada semua elemen masyarakat kota Solo. Konsekuensi

itu adalah rasa untuk ikut mendukung semboyan itu yang dimanifestasikan berupa

totalitas rakyat Solo yang sesuai dengan nilai-nilai budaya Jawa. Ini menjadi

tantangan yang paling besar karena tipologi masyarakat Solo yang terdidik dan

memiliki sikap kritis bahkan pembangkangan, apabila semboyan Solo Kota

Budaya tidak menyentuh kehidupan masyarakat banyak dan hanya menjadi

komoditas elit kota.

Berdasarkan data di lapangan identitas Solo sebagai kota budaya

sekarang ini hanya sebatas kulitnya saja, hanya berada pada tataran fisik nya saja,

hal inilah yang kemudian dimanfaatkan pemerintah kota untuk menjual kota di

bidang pariwisata. Pemerintah kota memaksa membuat sebuah keeksotikan

budaya, khususnya budaya di Kota Solo ini untuk kepentingan pemasukan dana /

income. Pariwisata yang merupakan pasar yang menjanjikan menjadi lahan

pemerintah daerah untuk membawa kota menunjukkan citranya. Hal ini pula yang

memberikan jalan bagi sebuah budaya untuk dijadikan identitas dari sebuah kota.

Page 138: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

120

Selanjutnya dari data yang didapat di lapangan, dapat dilihat bahwa kota

budaya yang merupakan identitas kota Solo belum sepenuhnya diintegrasikan

kepada seluruh elemen kota Solo. Dalam mewujudkan solo kota budaya yang

terpenting adalah mengembangkan manusia yang menjiwai budaya khususnya

budaya Jawa itu sendiri, dengan itu semua bisa sekali kota budaya ini untuk

mempromosikan kota Solo sebagai tempat tujuan wisata yang baik, sehingga

pelestarian budaya otomatis berjalan disini. Yang dimaksud kota budaya itu

seharusnya keseluruhan perilaku warga kota yang mengikuti nilai-nilai dalam

interaksi sosial yang mencerminkan kearifan lokal untuk mewujudkan

keharmonisan hidup bersama. Seperti halnya Solo, perwujudan kota budaya

bukan hanya kulitnya saja, dengan adanya festival atau yang lain, tapi lebih ke

arah jiwa kehidupan sehari-hari yang mampu menjadi cerminan kota budaya itu

sendiri.

Menjadikan Kota Solo sebagai Kota Budaya bukan semata-mata karena

persentuhan dengan kehadiran kehidupan keraton yang masih tetap eksis. Posisi

keraton dalam wacana Solo Kota Budaya adalah sebagai spirit dan penanda bagi

masyarakat kota Solo dalam berinteraksi dengan masyarakat daerah lain. Solo

kota budaya juga bukan merupakan proses metamorfosis sebuah kota. Karena

sejatinya inti dari kota Solo adalah kebudayaan itu sendiri. Kebudayaanlah yang

membentuk kota Solo, bukan kota Solo yang membentuk kebudayaan.

Kebudayaan yang meliputi dan bersinggungan dengan semua aspek kehidupan,

misalnya sikap santun dalam tata pergaulan, dan tata kehidupan baik yang sakral

mulai dari ritual menyambut kelahiran hingga ritual melepas sebuah kematian

sampai yang profan berupa budaya abangan yang tidak dijumpai di daerah lain.

Menjadikan Solo Kota Budaya memberikan sudut pandang lain dari kota Solo

yang sudah terlebih dahulu menjadi kota perdagangan dan jasa dari kaca mata

ekonomi.

Hal inilah yang malah menjadi inti dari perwujudan Solo kota budaya,

masyarakatnya bisa menjalankan nilai-nilai budaya Jawa dalam kehidupan sehari-

harinya. Kalo memakai beskab, pelaksanaan kirab, seperti ketika ada ajang Asean

paragames, itu hanya untuk mempertegas dan menambah pesona dari kota Solo

Page 139: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

121

saja. Seperti halnya sekaten itu sendiri sebenarnya sekaten merupakan tuntunan

yang bisa mengarahkan masyarakat Solo sebagai kota budaya, didalamnya

terkandung banyak filosofi mengenai kehidupan manusia, khususnya masyarakat

Jawa. Akan tetapi, sekarang ini sekaten hanya diambil kulitnya saja oleh

pemerintah kota , untuk digunakan sebagai ajang promosi kota Solo sebagai kota

budaya. Karena sekaten merupakan salah satu atraksi budaya yang ada di kota

Solo ini.

Lewat semboyan Solo kota budaya sejatinya yang bisa ditunjukkan

kepada dunia luar dari kota ini adalah semua wujud dari kebudayaan, Di kota Solo

sangat banyak atraksi yang bisa ditampilkan. Mulai dari aspek budaya, sejarah

dan wisata kuliner, even-even, kirap, pemakaian pakaian adat, eforia batik, yang

di gunakan sebagai perwujudan Solo kota budaya. Semuanya tinggal digarap

dengan professional agar tidak timbul kesan asal-asalan tanpa perencanaan yang

matang. Sebenarnya pada hakekatnya karnaval kesenian yang dikemas dalam

kebudayaan bernama batik misalnya; hanya untuk menambah pesona yang selama

ini sudah ada berupa wisata budaya.

Lebih lanjut lagi, dengan adanya 3 pilar pembangunan kota Solo yang

mengenai perwujudan kota budaya tersebut mengacu pada 3 kebijakan yang

dikemukakan oleh Kepala Bidang Pemasaran Disbudpar kota Solo yakni;

manajeman branding, manajemen produk, manajemen costumer. Tiga langkah ini

merupakan salah satu kebijakan dari Walikota Solo untuk membangun kota

menjadikan Solo sebagai kota budaya. Manajemen branding mengacu pada

pembentukan citra kota dengan tujuan agar kota Solo dapat dikenal, contohnya

dengan banyaknya even bernuansa budaya yang ada di kota Solo, dengan tujuan

kota Solo dapat dikenal sebagai kota budaya, kota yang masih menggarap budaya

yang ada di daerah tersebut. Sebenarnya semua orang tahu bahwa Solo merupakan

kota budaya, sejak zaman dulu Solo sudah sebagai ikon budaya, salah satunya

dengan adanya keraton dan pura Mangkunegaran. Hal inilah yang di gunakan oleh

Pemkot Solo untuk membentuk sebuah brand atau nama untuk kota Solo.

Berikutnya adalah manajemen product, disini produk yang dimaksudkan adalah

segala sesuatu yang dihasilkan oleh kota tersebut, seperti even-even budaya, kota

Page 140: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

122

yang hijau, kota batik dan lain-lain. Solo sekarang ini dalam mewujudkan kota

budaya memang banyak sekali produk kota yang bernuansakan budaya. Hal inilah

yang sebenarnya dijual kepada masyarakat, turis/wisatawan, investor. Dengan hal

ini kota Solo akan mampu menyediakan multiplier bagi masyarakat, karena roda

perekonomian akan berkembang. Yang ketiga manajemen costumer menyangkut

wisatawan, investor tersebut untuk datang ke Solo.

Pembangunan kota Solo memang menuju kota budaya, namun pada

kenyataannya hanya sebagai pembangunan kota belum mencakup pembangunan

masyarakatnya. Karena kota budaya bukan hanya sebagai pembangunan kota

untuk menjadi kota yang bernuasakan budaya, tapi tingkah perilaku dari

masyarakatnya wajib berbudaya. Sebenarnya live icon nyalah yang seharusnya

diaktualisasikan, dan dijalankan. Dengan pembentukan live icon kota budaya ini

akan dapat mengangkat citra kota budaya secara menyeluruh, turis datang ke Solo

disambut dengan keramahtamahan, turis sedang jajan tidak dinaikan harganya, ini

yang mencerminkan manusia berbudaya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulakan bahwa Solo kota budaya

belum sepenuhnya terwujud, karena perwujudan kota budaya di Solo hanya baru

kulit luarnya saja, dengan benyaknya even budaya, ornamen budaya, yang

terpampang dibagian fisik kota. Namun, perwujudan kota budaya bukan hanya

sebatas itu saja, pembentukan live icon atau ikon kota budaya yang hidup harus

menjadi arah perwujudan kota budaya di Solo, karena penanaman nilai-nilai

budaya sangat penting sekali dalam mewujudkan Solo sebgai kota budaya.

Sehingga Solo sebagai kota budaya dapat diartikan sebagai kota yang dengan

kreatif melestarikan warisan budaya, baik yang benda (tangible) maupun yang

tak-benda (intangible), dan dengan bangga menjadikan kekayaan dan pesona

warisan budaya itu sebagai lambang identitas.

Page 141: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

123

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada

Bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Sekaten merupakan sistem nilai budaya masyarakat yang berisikan tuntunan

nilai-nilai kehidupan dan merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan

oleh Keraton Surakarta Hadiningrat yang sifatnya tradisi budaya guna

memperingati hari besar keagamaan yakni memperingati lahirnya Nabi

Muhammad SAW, yang telah diselenggarakan dari zaman kerajaan Demak

sampai saat ini di Keraton Surakarta.

2. Pengembangan sekaten sebagai tujuan wisata di kota Solo dikemas menjadi 3

daya tarik wisata yakni wisata religi, wisata budaya dan wisata ekonomi pada

umumnya serta wisata belanja pada khususnya.

3. Pengembangan sekaten sebagai pariwisata dapat lihat dari 3 aspek yakni

wisata religi, wisata budaya, wisata ekonomi / belanja.

a. Wisata religi yakni mampu membawa sekaten menjadi sarana syiar Islam

dengan konsep kekinian.

b. Pengembangan sekaten sebagai wisata budaya dapat membawa kearah

pelaestarian budaya yakni upacara adat tradisi budaya sekaten.

c. Pengembangan sekaten sebagai wisata ekonomi atau belanja mampu

menggerakan perekonomian rakyat yang berupa kuliner, souvenir dan

sebagainya.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan sekaten dibagi menjadi 2

yakni faktor pendorong dan faktor penghambat.

a. Berdasarkan faktor-faktor yang mendorong pengembangan wisata sekaten

yakni

1. Adanya potensi keraton yang menjadi pemangku adat atau yang punya

upacara itu sendiri.

Page 142: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

124

2. Peran serta masyarakat baik dalam partisipasi wisatawan maupun

menjdi penyokong berjalannya sekaten tersebut, dalam artian sebagai

pedagang yang berperan aktif di sekaten.

3. Barang-barang yang memilki folosofi di sekaten masih banyak

ditemukan di sekaten seperti gerabah dan sebagainya dapat

menggerakkan UKM yang berkonsentrasi dihal itu.

4. Peluang ke depannya yang bisa menempatkan sekaten menajdi salah

satu destinasi wisata budaya religi dan ekonomi yang bersifat

internasional.

5. Sekaten juga bisa menggerakan perekoomian masyarakat menengah

kebawah.

6. Secara otomatis pelestarian budaya akan bisa dilakukan.

b. Faktor – faktor penghambat pengembangan sekaten yakni;

1. Masalah pendanaan yang masih kurang maksimal, karena festival

sekaten membutuhkan biaya yang cukup besar.

2. Pengelolaan yang di kelola oleh keraton sendiri

3. Manajeman yang kurang maksimal, karena manajeman festival masih

tertutup. Maksudnya selama ini hanya orang dari dalam keraton saja

yang menjadi panitia pengelola sekaten.

4. Regulasi kebijakan dari pemerintah kota yang kurang mendukung

pengembangan sekaten sebagai pariwisata yang lebih maju lagi.

5. Solo sebagai kota budaya belum sepenuhnya terwujud, banyak berbagai aspek

yang belum digarap oleh pihak yang berwewenang dalam mengaktualisasikan

nilai-nilai serta norma-norma yang terkandung dalam kota budaya, baik yang

berupa benda (tangible) maupun yang berupa non-benda (ingtangible).

6. Sekaten menjadi potensi sumber nilai budaya dalam mewujudkan Solo sebagai

kota budaya, karena Sekaten pada esensinya merupakan tuntunan yang berisi

spririt- spirit dan nilai-nilai serta norma-norma bagi kehidupan manusia dalam

berbudaya.

7. Kebijakan manajemen untuk merealisasikan Solo sebagai kota budaya ada 3

pilar, yakni; (1) manajemen branding, (2) manajemen produk , (3)

Page 143: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

125

manajemen custumer, sehingga dengan ketiga hal ini diarahkan dalam

memunculkan kembali spirit-spririt kota Solo sebagai kota budaya dan

mampu mampu menjadi komoditas dalam meningkatkan perekonomian

masyarakat kota Solo.

B. Implikasi

Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan yang telah diuraikan diatas,

maka penelitian ini memiliki beberapa implikasi yang diuraikan sebagai berikut:

1. Implikasi Teoritis

Berdasarkan hasil temuan studi yang dikaitkan dengan beberapa teori yang

dikemukakan Koentjaraningrat mengenai kebudayaan serta sistem nilai budaya

dan pengembangan pariwisata milik Gamal Suwantoro. Selain itu ada konsep citra

dalam pariwisata yang dapat membangun identitas milik Susan Sontag dan

Identitas sebagai konstruksi milik Yekti Maunati. Beberapa teori ini berperan

besar dalam menganalisis data yang telah ditemukan di lapangan.

Teori kebudayaan dan sistem nilai budaya melihat bahwa sekaten

merupakan wujud kebudayaan yang berupa ide, perilaku dan benda serta menjadi

sistem nilai yang ada di masyarakat khususnya kota Solo, yang memberikan

tuntunan nilai-nilai dalam berkehidupan dan berbudaya. Sekaten dalam

perkembangan zaman dikembangkan sebagai pariwisata, sesuai dengan yang di

kemukakan Gamal Suwantoro bahwa pengembangan pariwisata bertujuan untuk

mengembangkan produk dan pelayanan yang berkualitas, seimbang dan bertahap.

Strategi pengembangan parwisata khususnya wisata seakten sebagai wisata religi,

budaya dan ekonomi / belanja merupakan langkah positif yang wajib dilakukan

oleh pihak yang berwewenang.

Selanjutnya dalam pariwisata muncul brand atau citra. Susan Sontag

melihat citra sebagai representation bukan reality. Sedangkan Pitana memandang

citra merupakan persepsi dari masyarakat mengenai apa yang dilihatnya. Solo

yang memunculkan berbagai aspek fisik kemudian dikonstruksi dan melekat pada

siapasaja yang melihatnya. Seperti Solo kota budaya saat ini hanya sebatas

konstruksi sejarah budaya kota Solo yang dipadukan dengan tampilan fisik kota

Page 144: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

126

Solo yang bernuansakan budaya, sehingga orang yang melihat merepresentasikan

sebagai kota budaya.

Lebih lanjut, inilah yang dimaksud Yekti Maunati sebagai identitas.

Karena identitas menurutnya merupakan hasil konstruksi, artinya identitas

bukalah suatu hal yang hadir begitu saja akan tetapi melalui proses panjang yang

melibatkan berbagai aspek kehidupan

2. Implikasi Metode

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan studi kasus tunggal

terpancang karena hanya dilakukan pada satu lokasi yaitu Kota Surakarta. Hal ini

dikarenakan strategi pengembangan pariwisata dalam upaya pembentukan

identitas Solo sebagai kota budaya, khususnya festival sekaten di Keraton

Surakarta berlokasi di Kota Surakarta . Dalam penelitian ini studi kasus mengarah

pada pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai potret kondisi tentang

apa yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya di lapangan dan terpancang

karena dalam penelitian ini memfokuskan pada suatu masalah yang sudah

ditetapkan sebelum peneliti terjun ke tempat penelitian. Oleh karena itu, metode

tersebut tepat untuk digunakan peneliti dalam penelitian.

3. Implikasi Praktis

Pengembangan pariwisata merupakan upaya sebagai pembangunan

daerah, dimana pariwisata merupakan industri listas sektor, bukan hanya sebagai

wisata saja untuk rekreasi tapi, pariwisata juga mampu untuk mengerakan roda

perekonomian rakyat dari yang kalangan bawah sampai kalangan atas. Pariwisata

juga mampu memberikan multiplier effect (efek ganda terhadap bidang ekonomi,

sosial dan budaya), termasuk di antaranya dalam menambah Pemasukan Asli

Daerah (PAD). Peranan pariwisata dalam membangun ekonomi nasional cukup

tinggi, maka dari itu pemerintah hendaknya mengalokasikan dana yang lebih

besar untuk menggenjot promosi pariwisata. Pariwisata juga dapat di jadikan

ajang dalam pelestarian budaya khususnya wisata yang berpotensi budaya seperti

keraton Surakarta. Sehingga kerjasama dari berbagai pihak sangat di butuhkan

Page 145: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

127

dalam mewujudkan mangeman yang baik untuk pengembangan wisata budaya ke

depannya, serta terwujudnya solo sebagai kota budaya secara total.

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta kesimpulan di atas,

maka penulis mengajukan saran sebagai berikut:

1. Pemerintah

a. Pemerintah kota Surakarta hendaknya segera mengambil langkah

bijaksana dalam mengembangkan potensi cagar budaya yang ada di

kota Surakarta yakni Keraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran

sebagai potensi wisata budaya.

b. Pemerintah kota Surakarta hendaknya segera mencanangkan regulasi

penuh atas pengembangan festival budaya yang ada di Keraton

Surakarta khusus nya festival sekaten, hal ini terkait pendanaan,

pengelolaan, dan pengembangan festival sekaten yang ke depannya

sangat-sangat bisa di kembangkan kearah yang lebih baik lagi.

c. Pemerintah hendakya mengembangkan dan merangkul usaha

masyarakat di kota Solo yang berkaitan dengan kuliner, souvenir,

yang mampu mendukung pengembangan pariwisata di kota Solo dan

pada khususnya festival sekaten.

d. Pemerintah hendaknya menjadi penggerak kerjasama dalam hal

pengelolaan festival sekaten kedepannya, agar mampu menjadi festival

bertaraf nasional dan bahkan internasional.

e. Pemerintah hendaknya mulai dari sekarang menanamkan nilai-nilai

budaya ke masyarakat lewat pendidikan formal atau non-formal, agar

Solo sebagai kota budaya akan terwujud sepenuhnya.

Page 146: digilib.uns.ac.id/Strategi... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Yoyok Adi Hermawan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

128

2. Keraton Surakarta Hadingrat

a. Kerton Surakarta hendaknya mampu memanageman secara baik dalam

pengelolaan dan pengembangan festival sekate, agar sekaten bisa lebih

maju lagi serta mampu memberikan multiplier effect kepeda

masyarakat luas, menyakup segi ekonomi, sosial budaya. Bukan hanya

melestarikan budaya adat tradisi nenek moyang tapi bisa

memanageman sekaten sebagai penggerak ekonomi rakyat, karena

selama ini hanya keraton saja sebagai pengelola sekaten.

b. Keraton Surakarta sebagai sumber budaya yang ada di kota solo,

hendaknya mampu memberikan pengaruhnya dalam membentuk

perilaku orang solo, dalam mewujudkan kota solo sebagai kota

budaya.

c. Keraton Surakarta hendaknya melakukan open manageman festival

sekaten agar pengelolaannya lebih bagus lagi dan menjadikan festival

sekaten menjadi milik bersama antara keraton, pemerintah dan

masyarakat.

3. Masyarakat

a. Masyarkat hendaknya berperan aktif dalam mengembangkan festival

sekaten .

b. Masyarakat hendaknya kritis dalam membangun Solo sebagai tujuan

wisata, karena pariwisata mampu memberiakan efek ganda yakni

sebagai pelestari budaya dan menggerakan ekonomi masyarakat.

c. Masyarakat Solo hendaknya harus siap menjadi ikon yang hidup Solo

sebagai kota budaya, karena ikon hidup inilah yang mampu membawa

kota Solo benar-benar sebagai kota berbudaya.