Upload
phunglien
View
235
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
STRATEGI PENGELOLAAN TAMAN WISATA ALAM GUNUNG BAUNG
MANAGEMENT STRATEGY OF BAUNG MOUNTAIN NATURAL TOURISM PARK
1Dhany Triadi, 2 Amran Achmad, 2Roland A. Barkey
1 Balai Besar KSDA Jawa Timur 2 Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi: DHANY TRIADI Balai Besar KSDA Jawa Timur Jl. Bandara Juanda, Surabaya – Jawa Timur Hp. 081235240325 Email: [email protected]
Abstrak
Adanya berbagai permasalahan dalam pengelolaan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Baung dan juga ketergantungan masyarakat terhadap kawasan mengharuskan penyusunan strategi yang efektif dalam pengelolaan TWA Gunung Baung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) tingkat efektivitas pengelolaan TWA Gunung Baung; 2) keterkaitannya dengan perencanaan pembangunan wilayah Kabupaten Pasuruan; 3) merumuskan strategi pengelolaan TWA Gunung Baung. Penelitian dilakukan di TWA Gunung Baung, Kabupaten Pasuruan. Metode yang digunakan adalah wawancara dan studi dokumen yang dianalisa secara deskriptif dengan bantuan metode METT (Management Effectiveness Tracking Tools). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Jika dibandingkan dengan hasil efektivitas pengelolaan kawasan konservasi lainnya nilai efektivitas pengelolaan TWA Gunung Baung tergolong rendah; 2) Terdapat keterkaitan perencanaan pengelolaan TWA Gunung Baung dengan perencanaan pembangunan Kabupaten Pasuruan, namun untuk implementasi program/kegiatan masih berjalan masing-masing. 3) Strategi pengelolaan yang dihasilkan terbagi 2 yaitu untuk pengelola dan Pemerintah Daerah. Untuk pengelola Strateginya adalah: a) Pembentukan masyarakat peduli api (MPA); b) penambahan peralatan pemadaman kebakaran; c) Keberlanjutan program pemberdayaan masyarakat; d) Sistem pengelolaan anggaran dan kegiatan berbasis resort dan e) peningkatan koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait. Strategi untuk Pemerintah Daerah adalah: a) Pemberdayaan masyarakat pada desa penyangga dan b) Peningkatan koordinasi dan kerjasama dengan pengelola
Kata kunci : Efektivitas, Perencanaan, Taman Wisata Alam
Abstract
Various problems on management of mount Baung natural tourism park and dependency of community to the area require an effective strategy for Mount Baung natural tourism park management. The aims of this research are to determine: 1) Management effectiveness level of Mount Baung natural tourism park; 2 ) its association to development planning of Pasuruan region ; 3 )to formulate management strategies of Mount Baung natural tourism park. This study was conducted at Mount Baung natural tourism park, Pasuruan. The used methods were interviews and document study which were analyzed descriptively in METT method (Management Effectiveness Tracking Tools). The research results showed that : 1 ) The management effectiveness value of Mount Baung natural tourism park relatively low when it was compared to the results of others management effectiveness value of protected areas management; 2 ) There is a linkage between Mount Baung natural tourism park management planning to development planning of Pasuruan regency, but they run their own separated implementation program 3) The result of management strategies are divided into 2 users such as manager and local Government . The strategy for manager are : a) Establishment of community fire care , b ) improvement of fire fighting equipment ; c ) Sustainability of community empowerment programs ; d ) The budget management system and resort based activities and e ) improvement of coordination and cooperation with relevant agencies. The strategies for local Government are : a) Empowerment of rural communities in the buffer and b ) Improvement of coordination and cooperation with manager. Keywords : Effectiveness , Planning, Natural Tourism Park
PENDAHULUAN
Dalam ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya
Alam Hayati dan Ekosistemnya, kawasan konservasi dibagi menjadi dua bagian utama yaitu
kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan
ciri khas tertentu baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga
berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Sedangkan kawasan pelestarian alam
adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun diperairan yang mempunyai
fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan
dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
Berdasarkan data statistik (Kementerian Kehutanan, 2012) kawasan konservasi yang terdapat
di Propinsi Jawa Timur seluas 234,461.45 Ha. Kawasan konservasi tersebut terdiri dari cagar alam
seluas 11,661.85 Ha (18 cagar alam), suaka margasatwa seluas 17,976.60 Ha (2 suaka
margasatwa), taman wisata alam seluas 298.50 ha (3 taman wisata alam), taman nasional seluas
176,696.20 Ha (4 taman nasional) dan taman hutan raya seluas 27,828.30 Ha (1 taman hutan raya).
Taman Wisata Alam Gunung Baung merupakan salah satu kawasan konservasi yang
ditunjuk melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 657/Kpts/Um/9/1980 tanggal 11
September 1980 seluas 195,5 hektar yang terletak di Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur.
Dasar penunjukan kawasan ini sebagai taman wisata alam, karena kawasan Gunung Baung
mempunyai keanekaragaman hayati, keindahan alam dan kondisi geologis alamnya. Pengelolaan
kawasan ini berada di wilayah kerja Resort Konservasi Sumberdaya Alam (KSDA) Gunung
Baung, Seksi Konservasi Wilayah V, Bidang KSDA Wilayah III, Balai Besar KSDA Jawa
Timur.
Berdasarkan rencana pengelolaan jangka panjang (BBKSDA Jatim, 2011), pengelolaan
Taman Wisata Alam Gunung Baung bertujuan untuk melestarikan sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya agar dapat memenuhi fungsinya untuk (1) perlindungan sistem penyangga
kehidupan, (2) pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta (3) pemanfaatan
secara lestari sehingga dapat dimanfatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, budaya, wisata alam dan peran serta masyarakat. Untuk
mencapai tujuan tersebut perlu adanya strategi pengelolaan Taman Wisata Alam Gunung Baung
yang efektif dan efisien sehingga ketiga fungsi tersebut dapat tercapai.
Beberapa permasalahan yang terjadi saat ini di Taman Wisata Alam Gunung Baung adalah
masih adanya perambahan, kebakaran hutan dan juga tanah longsor. Berbagai permasalahan
tersebut harus segera dicari solusinya sehingga kelestarian Taman Wisata Alam Gunung Baung
dapat terwujud dan bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
Secara kewilayahan Taman Wisata Alam Gunung Baung merupakan bagian dari suatu
wilayah yaitu Kabupaten Pasuruan. Mengingat hal tersebut maka rencana pembangunan dan
pengembangan Taman Wisata Alam Gunung Baung harus memperhatikan pengembangan daerah
sekitarnya, sehingga dalam pengelolaannya perlu memperhatikan rencana pengembangan
wilayah, sehingga terjadi keterpaduan dan keselarasan dalam gerak langkah pembangunan dan
pengembangannya. Artinya harus ada keselarasan dan saling mendukung antara kawasan
tersebut dengan daerah sekitarnya.
Penelitian yang membahas tentang strategi pengelolaan kawasan konservasi dilakukan oleh
Handayani (2013) dengan judul Strategi Pengelolaan Terpadu Taman Nasional (TN)
Bantimurung Bulusaraung. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa efektivitas pengelolaan TN
Bantimurung Bulusaraung termasuk efektif dan juga terdapat kaitan antara pengelolaan TN
Bantimurung Bulusaraung dengan perencanaan pembangunan Kabupaten Pangkep dan Maros.
Berkenaan dengan hal tersebut maka penelitian ini mempunyai tujuan untuk melihat
bagaimana efektifitas pengelolaan kawasan Taman Wisata Alam Gunung Baung saat ini sesuai
dengan fungsinya sebagai kawasan konservasi dan bagaimana keterkaitan pengelolaan Taman
Wisata Alam ini dengan perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Pasuruan, untuk kemudian
dibuat strategi pengelolaan yang efektif dan efisien serta sesuai dengan perencanaan wilayah
Kabupaten Pasuruan.
METODE
Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan deskriptif digunakan
untuk menjelaskan tentang gambaran pengelolaan TWA Gunung Baung dengan menggunakan
metode METT. Pendekatan deskriptif digunakan untuk menjelaskan tentang gambaran pengelolaan
TWA Gunung Baung serta keterkaitannya dengan kebijakan pembangunan daerah Kabupaten
Pasuruan. Data hasil penelitian akan dianalisis secara kualitatif dengan bantuan METT
(Management Effectivenes Tracking Tools) untuk mengetahui gambaran efektivitas pengelolaan
TWA Gunung Baung dan analisis deskriptif untuk mendapatkan alternatif strategi pengelolaan
TWA Gunung Baung ke depan yang mempertimbangkan hasil pembahasan pada tujuan pertama
dan perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Pasuruan
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di TWA Gunung Baung Kabupaten Pasuruan, Propinsi Jawa Timur
dari bulan Oktober sampai dengan November 2013. Proses pengambilan data dilakukan di kantor Balai
Besar KSDA Jawa Timur dan komplek perkantoran Kabupaten Pasuruan, yaitu kantor Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, dan Dinas
Kehutanan dan Perkebunan
Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan
melalui wawancara mendalam. Data sekunder diperoleh melalui studi dokumen dari beberapa
sumber antara lain: dokumen perencanaan, laporan kegiatan, statistik serta jenis dokumen lain
yang berisi tentang pengelolaan TWA Gunung Baung dan Pembangunan Wilayah Kabupaten
Pasuruan untuk melengkapi data primer.
Teknik Analisis
Dalam penelitian ini teknik analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif dengan
menggunakan bantuan metode METT (Management effectiveness Tracking Tools)
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian digunakan sebagai gambaran pengelolaan TWA Gunung Baung yang telah
dilaksanakan selama ini, sehingga dapat dilihat efektivitas dan kesesuaian dengan fungsinya
sehingga menjadi bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan dalam pengelolaannya
HASIL
Efektivitas Pengelolaan TWA Gunung Baung
Dari hasil penilaian efektivitas pengelolaan meggunakan metode METT didapatkan
efektivitas pengelolaan TWA Gunung Baung sebesar 62,6% dengan nilai skoring seperti pada
Gambar 1. Tingkat efektivitas pengelolaan TWA Gunung Baung lebih kecil jika dibandingkan
dengan hasil yang diperoleh Taman Nasional gunung Gede Pangrango yang mendapat nilai 78%.
TWA Gunung dikelola dengan sistem blok yang terbagi menjadi blok perlindungan, blok
pemanfaatan terbatas, blok pemanfaatan intensif dan blok rehabilitasi (Gambar 2). Ancaman
terbesar yang didapatkan melalui penelitian ini adalah adanya kebakaran (Tabel 1) dan
perambahan kawasan, selain itu beberapa kriteria yang mempunyai skor rendah dengan
menggunakan metode METT diantaranya: rencana kerja regular, pengelolaan sumberdaya,
pelatihan pegawai, perlengkapan, pemeliharaan perlengkapan, masyarakat lokal, monitoring dan
evaluasi serta iuran. Kriteria yang mempunyai nilai tinggi diantaranya: status hukum, desain
kawasan lindung dan perencanaan tata guna lahan dan air.
Keterkaitan Pengelolaan TWA Gunung Baung dengan Perencanaan Pembangunan
Kabupaten Pasuruan
Dalam Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Pasuruan tahun 2005-2025
sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 2 Tahun 2008 disebutkan pada bab II
tentang kondisi umum daerah bahwa kawasan hutan di Kabupaten Pasuruan mempunyai fungsi
yang sangat penting karena sebagai daerah pertanian, hutan mampu menyimpan air hujan dan
mengeluarkannya dalam bentuk mata air yang bisa digunakan untuk kebutuhan hidup dan juga
pertanian. Tantangan yang dihadapi oleh Kabupaten Pasuruan adalah pengurangan luas hutan
yang terus terjadi karena alih fungsi lahan. Keterkaitan perencanaan TWA Gunung Baung dengan
RPJPD dan RTRW Kabupaten Pasuruan seperti pada Tabel 2, sedangkan keterkaitan dengan
RPJMD adalah terdapat pada strategi pembangunan daerah khususnya dalam urusan wajib dan
pilihan dimana pengelolaan TWA Gunung Baung masuk dalam bidang lingkungan hidup dan
kehutanan. Selain itu TWA Gunung Baung juga memberikan kontribusi nyata pada masyarakat
maupun kepada pemerintah daerah Kabupaten Pasuruan seperti pada Tabel 3.
Strategi Pengelolaan yang Dihasilkan
Berdasarkan penilaian dengan metode METT dan juga dengan memperhatikan perencanaan
pembangunan Kabupaten Pasuruan, strategi pengelolaan Taman Wisata Alam Gunung Baung
yang dihasikan terbagi menjadi 2, yaitu untuk pengelola dan Pemerintah Kabupaten Pasuruan.
Adapun strategi yang dihasilkan adalah: Untuk pengelola Strateginya adalah: a) Pembentukan
masyarakat peduli api (MPA); b) penambahan peralatan pemadaman kebakaran; c) Keberlanjutan
program pemberdayaan masyarakat; d) Sistem pengelolaan anggaran dan kegiatan berbasis resort
dan e) peningkatan koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait. Strategi untuk Pemerintah
Daerah adalah: a) Pemberdayaan masyarakat pada desa penyangga dan b) Peningkatan koordinasi
dan kerjasama dengan pengelola
PEMBAHASAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa efektivitas pengelolaan Taman Wisata Alam (TWA)
Gunung Baung yang dinilai menggunakan metode METT mendapatkan hasil sebesar 62,6%.
Ancaman terbesar dalam pengelolaan TWA Gunung Baung adalah terjadinya kebakaran dan
perambahan. Usaha yang telah dilakukan untuk mengatasi kebakaran adalah dengan pembuatan
sekat bakar agar jika terjadi kebakaran tidak meluas, sedangkan untuk perambahan diatasi dengan
program pemberdayaan masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan yang disampaikan Takandjandji
(2011) pada upaya mengatasi permasalahan pengelolaan di cagar alam Pulau Dua dengan
merubah status menjadi suaka margasatwa dan melibatkan masyarakat dalam mengelola kawasan
melalui pemberdayaan masyarakat di bidang wisata. Selain itu Sepriyanto (2012) juga
menegaskan bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan usaha untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan hutan dan meningkatkan martabatnya secara wajar
sehingga dapat hidup mandiri.
Berdasarkan metode METT kriteria yang memperoleh skor tinggi diantaranya status
kawasan dan desain kawasan. Status kawasan pada TWA Gunung Baung sudah jelas yaitu
sebagai taman wisata alam yang dikelola dengan sistem blok. Dengan demikian batas kawasan
antara hutan negara (TWA Gunung Baung) dengan lahan masyarakat sudah jelas. Menurut
verbist (2004) sebanyak 42% konflik lahan terjadi pada kawasan hutan negara dan lahan
masyarakat. Hal tersebut juga terjadi di TWA Gunung Baung dimana terdapat perambahan,
namun masyarakat sebenarnya sudah mengetahui bahwa lahan yang dirambah merupakan hutan
negara dan secara bertahap meninggalkan daerah rambahannya. Selain itu perlunya penegakan
hukum bagi para pelanggar sehingga menimbulkan efek jera. Handayani (2012) berpendapat
bahwa faktor yang berpengaruh dalam penegakan hukum khususnya di bidang kehutanan adalah
aparat penegak hukum, subtansi peraturan dan budaya hukum yang berkembang pada masyarakat
Indonesia. Dengan demikian diperlukan penegak hukum yang mempunyai integritas untuk dapat
mengamankan kawasan disamping memahami aturan-aturan yang berlaku.
Kriteria yang memperoleh nilai rendah diantaranya: rencana kerja reguler, pengelolaan
sumberdaya, pelatihan pegawai, perlengkapan, pemeliharaan perlengkapan, masyarakat lokal,
monitoring dan evaluasi serta iuran. Kriteria yang memperoleh skor rendah lebih banyak kepada
faktor internal pengelola kawasan. Menurut Sukardi (2007) suatu organisasi harus mempunyai
daya dukung dari berbagai aspek khususnya dalam pendanaan dan sumberdaya manusia agar
kinerjanya optimal. Untuk TWA Gunung Baung saat ini daya dukung yang dimiliki masih relatif
rendah sehingga agar pengelolaannya lebih efektif maka perlu adanya peningkatan daya dukung
baik berupa pendanaan maupun sumberdaya manusia. Jika kedua daya dukung tersebut dipenuhi
maka nilai rendah yang didapat dengan menggunakan metode METT bisa meningkat yang
otomatis akan meningkatkan nilai efektifitas pengelolaannya.
Terdapat keterkaitan perencanaan pengelolaan TWA Gunung Baung dengan perencanaan
pembangunan pemerintah Kabupaten Pasuruan dalam RPJPD, RPJMD dan RTRW. Dengan
adanya keterkaitan perencanaan tersebut seharusnya terdapat sinergitas dalam pelaksanaan
program/kegiatan di lapangan. Oleh karena itu diperlukan suatu forum/ pertemuan yang bisa
mempertemukan berbagai stakeholder untuk dapat mengkoordinasikan program/kegiatan yang
akan dilaksanakan di TWA Gunung Baung dan disekitarnya sehingga program/kegiatan yang
dilaksanakan bisa saling mendukung. Peran desa disini sangat penting karena desa bisa
bersinggungan langsung dengan pengelola TWA Gunung Baung dan pemerintah Kabupaten
Pasuruan sehingga bisa menjadi pihak yang memfasilitasi pertemuan tersebut. Dengan demikian
kolaborasi pengelolaan bisa dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing.
Menurut Winara (2011) kolaborasi pengelolaan kawasan konservasi umumnya dilakukan oleh
pemerintah pusat, pemerintah daerah dan juga lembaga nir pemerintah seperti yang terjadi di
Taman Nasional Teluk Cenderawasih.
Melihat hasil dari penilaian efektifitas menggunakan metode METT bahwa ancaman
terbesar dalam pengelolaan TWA Gunung Baung adalah adanya kebakaran hutan dan
perambahan. Jika dikaitkan dengan perencanaan pemerintah Kabupaten Pasuruan maka kedua
ancaman tersebut bisa ditangani secara bersama. Hal tersebut karena kebakaran hutan merupakan
salah satu urusan wajib dalam RPJMD Kabupaten Pasuruan sehingga merupakan
program/kegiatan utama di SKPD, khususnya SKPD yang membidangi lingkungan hidup dan
kehutanan. Untuk masalah perambahan, Balai Besar KSDA Jawa Timur selaku pengelola TWA
Gunung Baung saat ini sudah melakukan usaha untuk menekan perambahan tersebut yaitu
dengan melakukan pemberdayaan masyarakat desa sekitar melalui program model desa
konservasi (MDK). Dalam RPJMD Kabupaten Pasuruan, program pemberdayaan masyarakat
merupakan urusan wajib Kabupaten Pasuruan sehingga merupakan kegiatan utama yang
dilakukan Pemerintah Kabupaten Pasuruan. Dengan demikian maka seharusnya kedua ancaman
dalam pengelolaan TWA Gunung Baung tersebut bisa dikerjakan bersama antara Balai Besar
KSDA Jawa Timur selaku pengelola TWA Gunung Baung dengan Pemerintah Kabupaten
Pasuruan yang mempunyai wilayah. Untuk nilai skor yang rendah dalam penilaian metode
METT lebih ke faktor internal yaitu Balai Besar KSDA Jawa Timur sehingga untuk
meningkatkan nilai-nilai tersebut tergantung dari kemauan pengelolan kawasan dalam hal ini
Balai Besar KSDA Jawa Timur.
Negara (2011) menyampaikan bahwa kebijakan pengelolaan kawasan konservasi belum
memberikan perlindungan hukum bagi kelestarian dan keberlanjutan fungsi sumberdaya alam
karena terlalu memberikan dominasi pengelolaan kepada pemerintah pusat. Saat ini kebijakan
dalam pengelolaan kawasan konservasi mengarah ke pengelolaan bersama antar stakeholder
karena keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh pemerintah pusat. Beberapa faktor yang perlu
diperhatikan dalam pengembangan kawasan konservasi khususnya melalui public private
partnership diantaranya: adanya kebijakan politik yang diikuti dengan diterbitkannya berbagai
peraturan setingkat Peraturan Pemerintah (PP) yang menyatukan seluruh instansi pemerintah
terkait dengan kawasan konservasi, adanya kejelasan dan ketegasan tentang strategi nasional
dalam pembangunan pada kawasan konservasi, diperlukan penyamaan visi dan arah
pengembangan pada kawasan konservasi secara nasional dan yang tak kalah pentingnya adalah
penyediaan dana investasi dan operasional. Perlunya pengelolaan bersama menurut Alam dkk,
(2007) hutan memberikan nilai manfaat baik itu pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, hasil
hutan kayu dan non kayu sehingga perlu dilakukan bersama dalam pengelolaannya. TWA
Gunung Baung sebagai salah satu kawasan konservasi juga memberikan kontribusi pemanfaatan
kepada masyarakat dan Pemerintah Daerah. Dengan demikian kolaborasi pengelolaan perlu
dilakukan untuk dapat memanfaatkan sumberdaya hutan secara ekonomis dan berkelanjutan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan seperti yang diuraikan sebelumnya, maka
dapat disimpulkan bahwa nilai efektivitas pengelolaan TWA Gunung Baung lebih rendah jika
dibandingkan dengan nilai efektivitas pengelolaan kawasan konservasi lainnya. Selain itu
terdapat keterkaitan antara perencanaan pengelolaan TWA Gunung Baung dengan pemerintah
Kabupaten Pasuruan sehingga dimungkinkan dilakukan kolaborasi pengelolaan sesuai dengan
tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Strategi yang dihasilkan yaitu untuk pengelola dan
pemerintah Kabupaten Pasuruan dengan strategi sebagai berikut: Untuk pengelola Strateginya
adalah: a) Pembentukan masyarakat peduli api (MPA); b) penambahan peralatan pemadaman
kebakaran; c) Keberlanjutan program pemberdayaan masyarakat; d) Sistem pengelolaan anggaran
dan kegiatan berbasis resort dan e) peningkatan koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait.
Strategi untuk Pemerintah Daerah adalah: a) Pemberdayaan masyarakat pada desa penyangga dan
b) Peningkatan koordinasi dan kerjasama dengan pengelola.
DAFTAR PUSTAKA
Alam S. & Hajawa. (2007). Peranan Sumberdaya Hutan Dalam erekonomian dan Dampak Pemungutan Rente Hutan Terhadap Kelestarian Hutan di Kabupaten Gowa. Jurnal Perennial Vol. 3 No 2 ; 59-66.
BBKSDA Jawa Timur. (2011). Rencana Pengelolaan Jangka PanjangTaman Wisata Alam Gunung Baung 2008-2027. Surabaya
Handayani, I.G.A. Rachmi. (2012). Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Penegakan Hukum Kehutanan di Indonesia. Jurnal Ekosains Vol. IV No 2 Juli 2012
Handayani, Suci A. (2013). Strategi Pengelolaan Terpadu Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Tesis tidak diterbitkan. Makassar: Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
Kementerian Kehutanan. (2012). Statistik Kementerian Kehutanan Indonesia. Kementerian Kehutanan. Jakarta
Negara, PD. (2011). Rekonstruksi Kebijakan Pengelolaan Kawasan Konservasi Berbasis Kearifan Lokal Sebagai Kontribusi Menuju Pengelolaan Sumber Daya Alam Yang Indonesia. Jurnal Konstitusi Vol. IV No.2; 91-138.
Sepriyanto Y.D. (2012). Pemberdayaan Masyarakat Di Sekitar Balai Taman Nasional Gunung Palung Kecamatan Sukadana Kabupaten Kayong Selatan (Studi Kasus Desa Gunung Sembilang). Jurnal Tesis-PMIS UNTAN.
Sukardi. (2007). Analisis Pemberdayaan Resort Cinta Raja Seksi Konservasi wilayah IV Besitang Taman Nasional Gunung Leuser. Jurnal Hutan dan Masyarakat Vol II No.1: 188-198.
Takandjandji, M. (2011). Pengelolaan Cagar Alam Pulau Dua di Propinsi Banten sebagai Ekosistem Bernilai Penting. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol.8 No.1: 95-108.
Verbist B. & Pasya G. (2004). Perspektif Sejarah Status Kawasan Hutan, Konflik dan Negosiasi di Sumberjaya, Lampung Barat Propinsi Lampung. Jurnal Agrivita Vol 26 No 1: 20-28.
Winara A. & Mukhtar AS. (2011). Potensi Kolaborasi Dalam Pengelolaan Taman Nasional Teluk Cenderasih di Papua. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. 8 No.3; 217-226.
Lampiran
Gambar 1. Hasil Skoring Metode METT
Gambar 2. Peta Penataan Blok TWA Gunung Baung
00.5
11.5
22.5
33.5
Skor
Isu
Skor
Tabel 1. Luas Kebakaran di TWA Gunung Baung
No Tahun Luas (Ha) Lokasi Keterangan 1 2007 3,015 - - 2 2008 0,65 G.Krikil, blok lereng
selatan dan barat
3 2009 0,05 Blok atas air terjun - 4 2010 0 - - 5 2011 1 Blok G. Krikil - 6 2012 20 Lereng utara dan selatan
Gunung Baung Kebakaran pada tumbuhan bawah dan rumpun bambu
Sumber: Statistik BBKSDA Jawa Timur (2012)
Tabel 2. Hubungan RPJP TWA Gunung Baung dengan RPJPD dan RTRW Kabupaten Pasuruan
RPJP TWA Gunung Baung 2008-2027 RPJPD 2005-2025 Kabupaten Pasuruan RTRW 2009-2029 Kabupaten Pasuruan Sasaran dan arah pengelolaan TWA
Gunung Baung
Sasaran dan arah pembangunan bidang lingkungan hidup
Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang kawasan lindung
Optimalnya pemanfaatan serta terjaminnya kelestarian pemanfaatan sumberdaya alam dan ekosistem kawasan Gunung Baung melalui kegiatan ekowisata
1. Membaiknya pengelolaan dan pendayagunaan SDA dan pelestarian fungsi lingkungan hidup melalui terjaganya fungsi dan daya dukung serta kemampuan pemulihannya dalam mendukung kualitas kehidupan sosial ekonomi secara serasi seimbang dan lestari
2. Dalam usaha meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik sangat perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang
1. Mengembangkan kawasan yang memberikan perlindungan pada kawasan bawahannya sebagai hutan lindung dan kawasan resapan air
2. Mengembangkan kawasan lindung lainnya meliputi kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan pengungsian satwa dimana ekosistemnya harus dipelihara guna menjaga keberlanjutan kehidupan satwa dalam skala lokal, menjadikan kawasan sebagai obyek wisata dan penelitian saat terjadi pengungsian satwa
Meningkatnya kesadaran masyarakat sekitar kawasan Gunung Baung terhadap pentingnya pelestarian sumberdaya alam di Gunung Baung dan sekitarnya melalui kegiatan ekowisata
Meningkatnya kesadaran, sikap mental dan perilaku masyarakat akan pengelolaan SDA dan pelestarian lingkungan hidup untuk meningkatkan dan menjaga kualitas kehidupan
-
Meningkatnya kesempatan kerja, terutama untuk masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan Gunung Baung, melalui kegiatan ekowisata
Didalam memelihara kekayaan dan keragaman SDA untuk mewujudkan nilai tambah dan daya saing masyarakat sangat memerlukan kebijakan pengelolaan SDA yang didukung peningkatan kelembagaan SDA dan lingkungan hidup
Mengembangkan kawasan cagar alam dan pelestarian alam ini hanya diperuntukkan bagi kegiatan yang berkaitan dengan pelestarian kawasan diantaranya meningkatkan nilai dan fungsi kawasan dengan menjadikannya sebagai tempat wisata, objek penelitian, kegiatan pecinta alam yang pelaksanaan dan pengelolaannya secara bersama
Meningkatnya peluang usaha, perekonomian lokal, terutama Kecamatan Purwosari yang berbatasan langsung dengan TWA Gunung Baung dan perekonomian Kabupaten Pasuruan melalui kegiatan ekowisata
Menjaga dan melestarikan sumberdaya air sangat penting untuk menunjang kehidupan dan keberlanjutan pembangunan
Sumber: RPJP TWA Gunung Baung, RPJPD dan RTRW Kabupaten Pasuruan
Tabel 3. Kontribusi TWA Gunung Baung
Nilai Guna Langsung Nilai Guna Tak Langsung
Pemanfaatan obyek dan daya tarik wisata: 1. Pengelolaan wisata TWA Gunung Baung
a. Wisata air terjun Coban Baung b. Wisata minat khusus: rafting, bird watching
,outbound 2. Pengelolaan wisata terpadu desa Kertosari
Keanekaragaman hayati, sumber plasma nutfah, estetika: 1. Terdapatnya keanekaragaman jenis
flora dan fauna 2. Potensi Plasma nutfah 3. Potensi tanaman obat 4. Pendidikan konservasi dan penelitian
keanekaragaman hayati dan ekosistemnya
Pemanfaatan jasa lingkungan kawasan: 1. Potensi Sungai Welang untuk pengairan sawah 2. Potensi air minum untuk konsumsi masyarakat
di 4 desa: Desa Cowek, Kertosari, Semut dan Kademungan
3. Potensi aliran air untuk mikrohidro 4. Pemanfaatan & budidaya rebung 5. Potensi pengembangan pendanaan karbon dari
skema REDD
Fungsi ekologis kawasan : 1. Perlindungan dan pengamanan kawasan
sebagai pengatur hidrologi dan tata air bagi lingkungan sekitarnya
2. Pencegah erosi dan tanah longsor karena keadaan topografinya berbukit
Sumber: Diolah dari desain tapak, rencana pengelolaan dan laporan tahunan BBKSDA Jawa Timur