Upload
nguyenquynh
View
254
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
STRATEGI PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUM Desa)
DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA BENETE
KABUPATEN SUMBAWA BARAT
ISMOL BAHAR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini Penulis menyatakan bahwa Tesis berjudul Strategi Pengelolaan
Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) dalam Pemberdayaan Masyarakat
Desa Benete Kabupaten Sumbawa Barat adalah karya Penulis sendiri dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari Penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir Tesis ini.
Bogor, 23 September 2015
Ismol Bahar
I354120115
RINGKASAN
ISMOL BAHAR. Strategi Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa)
dalam Pemberdayaan Masyarakat Desa Benete Kabupaten Sumbawa Barat.
Di bawah bimbingan NINUK PURNANINGSIH dan SOFYAN SJAF.
Keberadaan BUM Desa telah dijadikan instrumen pemberdayaan masyarakat
oleh pemerintah pusat. Kelahiran BUM Desa pada level komunitas, harus melalui
ruang partisipasi publik, dimana masyarakat dan pemerintah Desa menjadi inisiator
utama. Keberadaan lembaga ini di dalam komunitas dapat menjadi pengerak kegiatan
ekonomi dengan membawa misi sosial dan komersial. Sebagai lembaga sosial, BUM
Desa diharapkan memberikan pelayanan kebutuhan dasar masyarakat miskin dengan
biaya terjangkau sedangkan sebagai organisasi bisnis berfungsi untuk memberikan
keuntungan bagi dirinya dan dapat berkontribusi bagi Pendapatan Asli Desa (PADes).
Sejak tahun 2004, BUM Desa Benete telah menjalankan usaha pelayanan kebutuhan
dasar masyarakat melalui bidang usaha pengelolaan air bersih, pengangkutan sampah
dan pengelolaan pariwisata Desa. Implikasi dari keberadaan usaha yang dijalankan
BUM Desa, dirasakan sangat bermanfaat oleh masyarakat terutama bagi warga tidak
mampu. Secara ekonomi, dari hasil usaha tersebut belum mampu memberikan
keuntungan baik bagi BUM Desa, maupun berkontribusi terhadap PADes.
Tujuan dari kajian ini adalah untuk merumuskan strategi pengelolaan BUM
Desa dalam mewujudkan pemberdayaan masyarakat berkelanjutan di Desa Benete.
Kajian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan ditunjang dengan
metode kuantitatif. Kajian dilakukan di Desa Benete Kabupaten Sumbawa Barat,
pada bulan Januari-Desember 2014. Pengumpulan data menggunakan wawancara
mendalam, focus group discussion (FGD), pengamatan partisipatif dan studi
dokumen.
Keberadaan BUM Desa Benete tidak terlepas dari peran, pengaruh dan
kepentingan para pihak (stakeholder). Hasil pemetaan stakeholder ditemukan
stakeholder kunci yaitu PTNNT, Kepala Desa, Pemerintah Desa, Pemda KSB
(BPMD), Pemerintah Kecamatan, Masyarakat/pelanggan, LSM LAKMUS dan
Pengelola BUM Desa. Hasil analisis terhadap stakeholder yang terlibat pada proses
pendirian dan operasional BUM Desa, menunjukkan bahwa PTNNT dan Kepala Desa
merupakan stakeholder utama yang memiliki pengaruh dan kepentingan tinggi.
Masyarakat dan pengelola berada pada kategori stakeholder sekunder yang memiliki
pengaruh rendah tetapi kepentingan tinggi. Pemerintah Desa dan Kabupaten memiliki
pengaruh tinggi tetapi belum berperan sebagaimana amanat regulasi dalam
memperkuat kelembagaan BUM Desa.
Hasil analisis faktor internal dan eksternal BUM Desa, menunjukkan bahwa
kapasitas SDM pengelola menjadi kelemahan. Keberadaan regulasi dari pemerintah
pusat menjadi peluang, serta ketersediaan sarana dan fasilitas usaha menjadi
keunggulan. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam membayar iuran merupakan
faktor penghambat bagi keberlanjutan usaha.
Strategi pengelolaan BUM Desa dalam pemberdayaan masyarakat
berkelanjutan adalah (1) meningkatkan partisipasi masyarakat, (2) penguatan
kemampuan pengelola, (3) perbaikan pada tata kelola bidang usaha pengolahan air
bersih dan pengangkutan sampah serta pengelolaan fasilitas wisata Pantai Benete.
Kata kunci: BUM Desa, pemberdayaan masyarakat, strategi pengelolaan.
.
SUMMARY
ISMOL BAHAR. Strategy of Management of village-owned enterprises (BUM
Desa) in the Village Community Empowerment at Benete West Sumbawa.
Supervised by NINUK PURNANINGSIH and SOFYAN SYAF.
BUM Desa existence of the village has been used as instruments of
community empowerment by the central government. Formation of BUM Desa at the
community level, must go through public participation, in which community and
village government became the main initiator. The existence of this institution in the
community can be locomotive economic activity by bringing social and commercial
mission. As a social institution, BUM Desa is expected to serve the basic needs of the
poor at an affordable cost, while on the other side of running a business function to
provide benefits for themselves and can contribute to the Revenue Villages (PADes).
Since 2004, BUM Desa Benete has been running business services basic needs of
society through business fields of water management, waste transport and
management of village tourism. The implications of the existence of the business
carried BUM Desa, has been very useful by the community, especially for the less
fortunate. Economically, the results of these efforts have not been able to provide
good profits for BUM Desa, as well as contributing to PADes. The objectives of this
study is to formulate a management strategy BUM Desa in realizing sustainable
community development in the village Benete. The study was conducted using
qualitative methods and supported by quantitative methods. Studies conducted in the
village Benete West Sumbawa regency, in January to December 2014. The data was
collected using in-depth interviews, focus group discussion (FGD), participatory
observation and document study.
The existence of the BUM Desa Benete can not be separated from the role,
influence and interests of the parties (stakeholders). The stakeholder mapping results
found that PTNNT key stakeholders, namely village government, local government of
KSB (BPMD), district government, community/ customer. LSM LAKMUS and
management BUM Desa. The results of this study related to the analysis of the
stakeholders involved in the process of establishing and operating BUM Benete
village, show that; PTNNT and village heads are the main stakeholders, namely the
influence and high importance while the public and the manager is in the category of
secondary stakeholders is low but the effect of high interest. The village and district
government have high influence but not act as mandated by regulation in institutional
strengthening BUM Desa.
The analysis on internal and external factors of BUM Desa showed that the
capacity of human resource at managemen level as a weakness. The regulations of
the central government as an opportunities, as well as the availability of business
facilities to be strenghtening factors. The low of participation in paying retribution is
a weakness factor for the business sustainability of BUM Desa.
The BUM Desa management strategies in sustainable community
empowerment (1) to increase public participation, (2) strengthening the ability of the
management, and (3) governance improvements in the business fields of water
treatment, waste transportation and tourism management.
Keywords: BUM Desa, community empowerment, strategy management
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh tulisan ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
STRATEGI PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUM Desa)
DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA BENETE
KABUPATEN SUMBAWA BARAT
ISMOL BAHAR
I354120115
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
pada Program Studi Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji luar pada saat ujian Tesis : Dr Ir Nurmala K. Panjaitan
Judul Tesis : Strategi Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) dalam
Pemberdayaan Masyarakat Desa Benete Kabupaten Sumbawa
Barat
Nama : Ismol Bahar
NIM : I354120115
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Ninuk Purnaningsih, MS
Ketua
Dr Sofyan Sjaf, Msi
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Magister Pengembangan Masyarakat
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Lala M. Kolopaking, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 23 September 2015 Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga Kajian Pengembangan Masyarakat yang berjudul Strategi
Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) dalam Pemberdayaan
Masyarakat Desa Benete Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara
Barat dapat terselesaikan. Tesis ini diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam menyelesaikan studi pada Program Magister Profesional
Pengembangan Masyarakat di Sekolah Pascasarjanan Institur Pertanian Bogor.
Pembahasan mengenai Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa)
dalam Pemberdayaan Masyarakat menjadi menarik karena keberadaan lembaga
ekonomi Desa yang kuat dibutuhkan dalam pengelolaan potensi sumberdaya Desa
untuk kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Sepanjang penulisan Tesis
ini, berbagai pihak telah turut membantu Penulis, maka pada kesempatan ini
Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Ibu Dr Ir Ninuk Purnaningsih, MS dan Bapak Dr Sofyan Sjaf, MSi
sebagai Ketua dan Anggota Komisi Pembimbing serta Ibu Dr Ir
Nurmala K. Panjaitan selaku penguji luar komisi.
2. Bapak Dr Ir Lala M. Kolopaking, MS, Ir Fredian Tonny Nasdian MS
atas saran, kritik dan masukan terhadap tulisan ini sehingga dapat
terselesaikan dengan baik.
3. Bapak dan Ibu Dosen MPM-IPB atas dedikasi dalam mentransfer ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta staf sekretariat MPM (Ibu Susi dan
Ibu Hetty) atas bantuannya yang sangat berarti bagi Penulis. Semoga
amal ibadah Bapak dan Ibu mendapat balasan berlipat ganda dari
Allah SWT.
4. Bapak Ir Martiono Hadianto selaku Presiden Direktur PT Newmont
Nusa Tenggara dan Bapak Dr Ir Amri Rachman Msi, mewakili Pemda
Kabupaten Sumbawa Barat atas semua bantuan pembiayaan
pendidikan dan dukungan fasilitas.
5. Rekan-rekan Mahasiswa MPM seperjuangan yang telah manjadi teman
dalam suku dan duka selama kuliah, berdiskusi dan berdebat secara
konstruktif, semoga menjadi kenangan yang tak terlupakan.
6. Seluruh keluargaku tercinta atas dukungan, kesabaran, kasih sayang
serta do’a tulusnya hingga perjuangan ini dapat tercapai.
7. Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu, semoga
semua bantuan dan dukungannya menjadi ibadah di sisi Allaw SWT.
Meskipun dalam proses penyusunan laporan Tesis ini, sarat dengan
masukan nilai-nilai akademik dari para dosen pembimbing, namun Penulis yakin
bahwa kajian ini masih banyak kekurangan. Semua kekurangan tersebut karena
keterbatasan Penulis untuk mengelaborasi dan menterjemahkan arahan dari
pembimbing. Oleh karena itu segala kekurangan dalam kajian ini merupakan
tanggungjawab Penulis sepenuhnya. Demikian, semoga karya ilmiah ini dapat
bermanfaat.
Bogor, 23 September 2015
Ismol Bahar
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xiv
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Kajian 6
Manfaat Kajian 6
Ruang Lingkup Kajian 7
2 PENDEKATAN TEORITIS 9
Tinjauan Pustaka 9
Pengertian dan Prinsip BUM Desa 9
Strategi Pengelolaan BUM Desa 12
Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan BUM Desa 18
BUM Desa dalam Pemberdayaan Masyarakat 19
Pemberdayaan Masyarakat 20
Kajian Terdahulu 23
Kerangka Pemikiran 24
3 METODE KAJIAN 27
Lokasi dan Waktu Kajian 27
Pendekatan Kajian 27
Teknik Pengumpulan Data 27
Pemilihan Informan 28
Pengolahan dan Analisis Data 29
Metode Kuantitatif 31
Pemilihan Responden 31
Pengumpulan dan Pengolahan Data 31
Analisis Deskriptif 31
Analisis Matriks SWOT 32
Perancangan Strategi dan Program Aksi 33
Metode Perancangan 33
Identifikasi Faktor Internal 33
Identifikasi Faktor Eksternal 33
Partisipan Perancangan 34
Proses Perancangan 34
4 GAMBARAN UMUM LOKASI KAJIAN 37
Profil Komunitas Desa Benete 37
Kependudukan 39
Jumlah dan Komposisi Penduduk 39
Pertumbuhan Penduduk 41
Kepadatan Geografis dan Agraris 42
Pendidikan Penduduk Desa Benete 43
Kondisi Infrastruktur Dasar dan Sarana Prasarana Desa 43
Sarana Jalan 43
Sarana Air Bersih dan MCK 44
Kelembagaan Ekonomi 44
Jaringan Bisnis 46
Mata Pencaharian Utama 47
Usaha Pertanian 47
Usaha Dagang 47
Usaha Jasa 47
Karyawan Swasta 48
Pegawai Pemerintah 48
Profil Pemerintahan Desa Benete 48
Aparatur Pemerintah Desa Benete 48
Keuangan Desa Benete 49
Gambaran Kerja BUM Desa Benete 50
Bidang Usaha Pengelolaan Air Bersih 51
Bidang Usaha Jasa Pengangkutan Sampah 54
Bidang Usaha Pengelolaan Pasilitas Pariwisata Pantai Benete 55
Personel BUM Desa Benete 56
5 ANALISIS PERAN, PENGARUH DAN KEPENTINGAN STAKE-
HOLDER DALAM PEMBENTUKAN DAN OPERASIONAL BUM
DESA BENETE 61
Keterlibatan Stakeholder dalam Pembentukan BUM Desa Benete 61
Pihak-pihak yang Terlibat Dalam Operasional BUM Desa Benete 65
Peran, Pengaruh dan Kepentingan Stakeholder dalam Pembentukan 66
serta Operasional BUM Desa Benete 66
6 KONDISI INTERNAL DAN EKSTERNAL SERTA KINERJA BUM
DESA BENETE DALAM PEMBER-DAYAAN MASYARAKAT 73
Kondisi Internal 73
Kondisi Personalia 73
Kelembagaan BUM Desa Benete 75
Kondisi Produksi 75
Kondisi Keuangan 77
Kondisi Pemasaran 78
Kondisi Sarana dan Prasarana 81
Kondisi Eksternal BUM Desa Benete 82
Jumlah Penduduk 83
Luas Wilayah 83
Jaringan Komunikasi antar Dusun 83
Prasarana dan Sarana Perhubungan dan Komunikasi 83
Pemasaran Produk Komunitas 83
Kelembagaan Sosial 84
Kelembagaan Produksi 84
Sarana dan Prasarana Pemerintahan 84
Sosial Budaya 84
Pola Nafkah Masyarakat dan Prasarananya 85
Keberadaan PTNNT 85
Kondisi Regional KSB 85
Pemerintah Pusat 85
Kinerja BUM Desa Benete Dalam Pemberdayaan Masyarakat 86
7 STRATEGI PENGELOLAAN BUM DESA BENETE YANG
BERKELANJUTAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 90
Perumusan Strategi Inti 93
Visi 93
Misi 93
Tujuan 93
Rumusan Strategi Pengelolaan BUM Desa Benete 95
SIMPULAN DAN SARAN 97
Simpulan 97
Saran 97
DAFTAR PUSTAKA 98
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Strategi lima “C” - pendekatan untuk pengubahan tata kelola
organisasi 15 Tabel 2 Teknik pengambilan data. 29 Tabel 3 Matriks Analisis SWOT 32 Tabel 4 Penduduk Desa Benete berdasarkan umur dan jenis kelamin 40 Tabel 5 Pertumbuhan jumlah penduduk Desa Benete 41 Tabel 6 Luas wilayah, kepadatan penduduk per Km
2 dan jumlah
penduduk di Kecamatan Maluk tahun 2012. 42 Tabel 7 Tingkat pendidikan masyarakat Benete Tahun 2013 43
Tabel 8 Lembaga ekonomi yang ada di Desa Benete Tahun 2013 45 Tabel 9 Tingkat Pendidikan Aparatur Desa Benete Tahun 2014 49 Tabel 10 Penilaian pelanggan terhadap kemampuan BUM Desa dalam
merumuskan aturan dan implementasinya 54 Tabel 11 Penilaian masyarakat terkait kemampuan pengelola dalam
melayani pelanggan 58 Tabel 12 Penilaian pelanggan terhadap kemampuan pengelola BUM Desa
dalam mendorong pelibatan masyarakat/pelanggan 59 Tabel 13 Matrik analisis peran, kepentingan dan pengaruh stakeholder ada
pengembangan BUM Desa Benete. 70 Tabel 14 Penilaian masyarakat/pelanggan terkait kemampuan SDM BUM
Desa Benete 74
Tabel 15 Jumlah pelanggan, pemakaian air dan penerimaan pada BUM
Desa Benete periode Januari-Agustus 2014 78 Tabel 16 Penilaian pelanggan terkait kinerja pengelolaan pada masing-
masing bidang usaha 79 Tabel 17 Pendapatan BUM Desa Benete dari pengolahan sampah tahun
2014. 80 Tabel 18 Matrik analisis faktor internal BUM Desa Benete Tahun 2014 81 Tabel 19 Matrik evaluasi faktor eksternal BUM Desa Benete tahun 2014 86
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Model manajemen strategi (Pearse dan Robinson 1997) 14
Gambar 2 Pengembangan kelembagaan saling memberdayakan pada
kawasan pedesaan berbasis komunitas 17
Gambar 3 Peta tingkat kepentingan dan tingkat pengaruh stakeholder 18 Gambar 4 Hubungan antar variabel pengelolaan BUM Desa dalam
pemberdayaan masyarakat Desa Benete 26 Gambar 5 Komponen dalam analisis data (interactive model) 30 Gambar 6 Peta administratif Kecamatan Maluk 38
Gambar 7 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dan jumlah
kepala keluarga per dusun 39 Gambar 8 Luas lahan menurut penggunaan di Desa Benete Tahun 2013 42
Gambar 9 Ketersediaan sarana air bersih dan sanitasi di Desa Benete
tahun 2013 44
Gambar 10 Grafik pekerjaan utama kepala keluarga di Desa Benete tahun
2012 48 Gambar 11 Grafik alokasi APBDes Desa Benete tahun 2013-2014 50 Gambar 12 Grafik perkembangan jumlah pelanggan air bersih 52 Gambar 13 Grafik partisipasi pelanggan air bersih dalam membayar iuran 53 Gambar 14 Jumlah pengangkutan sampah ke TPA 55 Gambar 15 Struktur organisasi BUM Desa Benete 56 Gambar 16 Proses pembentukan dan operasional BUM Desa Benete. 64 Gambar 17 Piramida tingkat keterlibatan stakeholder pada proses
pembentukan awal BUM Desa Benete 64 Gambar 18 Skema peran, pengaruh dan kepentingan stakeholder dalam
pembentukan serta operasional BUM Desa Benete 67 Gambar 19 Posisi stakeholder berdasarkan tingkat kepentingan terhadap
operasional BUM Desa Benete 68 Gambar 20 Peta Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pengaruh Stakeholder
BUM Desa Benete 71 Gambar 21 Kondisi pemasaran air bersih. 79 Gambar 22 Strategi perubahan kondisi internal BUM Desa Benete 82 Gambar 23 Potensi Usaha dan Hubungan dengan Kepentingan Stakeholder 88 Gambar 24 Proses manajemen strategi BUM Desa 92
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis peran, pengaruh dan kepentingan stakeholder dalam
pembentukan dan operasional BUM Desa Benete 100 Lampiran 2: Matrik Analisis SWOT BUM Desa Benete untuk peningkatan
kapasitas kelembagaan dan pengembangan unit usaha dalam
mewujudkan pemberdayaan masyarakat berkelanjutan. 101 Lampiran 3. Rencana aksi pengelolaan BUM Desa melalui peningkatan
kapasitas kelembagaan dalam mewujudkan pemberdayaan
masyarakat berkelanjutan. 102
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberdayaan komunitas desa memiliki arti penting sebagai sel penyusun
tubuh negara dan sumber kekuatan bagi komunitas negara. Desa-desa yang
berdayalah yang membentuk kecamatan dan kabupaten, propinsi dan negara yang
kuat, sebaliknya desa-desa yang rapuh akan menciptakan kecamatan serta
kabupaten, propinsi dan negara yang rapuh pula (Mubyarto 1999). Paradigma
pembangunan masyarakat desa yang bertumpu pada kekuatan swadaya dan
partisipasi sangat relevan dengan tantangan yang dihadadapi bangsa saat ini.
Melalui keswadayaan dan partisipasi masyarakat akan meningkatkan efisiensi
pembangunan dan memberikan kemudahan bagi pemerintah dalam menjalankan
program-program pengembangan masyarakat.
Mekanisme pengambilan keputusan dan penyelenggaraan program harus
benar-benar mencerminkan bottom up atau program yang lahir dari keinginan dan
kebutuhan masyarakat. Sebagaimana disampaikan oleh Mubyarto (1999) bahwa
salah satu upaya untuk merangsang lahirnya gerakan masyarakat pada komunitas
lokal, maka istilah program pengembangan masyarakat desa seharusnya tidak lagi
berkonotasi program masuk desa, melainkan program dari desa. Artinya dalam
segala kegiatan pembangunan desa, masyarakat desa itulah yang menjadi pelaku
utama. Masyarakat berpartisipasi dalam semua proses, mulai dari perumusan
masalah dan kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi sampai
pemanfaatan hasil-hasilnya, sehingga masyarakat akan dapat menerima
“kegagalan” maupun “keberhasilan” program secara bertanggung jawab.
Pelaksanaan desentralisasi (otonomi daerah) diharapkan proses
pemberdayaan masyarakat dapat mengalami percepatan melalui kebijakan yang
diterapkan oleh pemerintah daerah. Dalam hal ini, Prasojo (2003) menyebutkan
bahwa dari sudut pandang pemerintah dan masyarakat daerah, nilai utama
kebijakan desentralisasi adalah perwujudan political equality, yakni terbukanya
partisipasi masyarakat dalam berbagai aktivitas politik ditingkat nasional. Nilai
kedua adalah local accountability, yakni kemampuan pemerintah daerah dalam
memperhatikan hak-hak masyarakat ditingkat local dan nilai ketiga adalah local
responsiveness, yakni pemerintah daerah dianggap mengetahui lebih banyak
tentang berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakatnya.
Otonomi daerah menjadi sistem pemerintahan bukan dengan tujuan
berpikir dan bertindak lokal, tetapi diharapkan dapat lebih cepat dan tepat dalam
mengatasi masalah masyarakat serta menggerakkan potensi lokal. Sebagaimana
diungkapkan oleh Salam (2001) sebagai berikut:
1) Lebih mendekatkan pengambilan keputusan dengan masyarakat sebagai
sasaran sehingga operasionalisasi keputusan dapat lebih realistik, efektif dan
efisien;
2) Meringankan beban organisasi pada level yang lebih tinggi sehingga dapat
menggunakan waktu, energi dan perhatiannya ke sasaran permasalahan yang
lebih strategik;
3) Membina kemampuan bertanggung jawab demi para penerima wewenang
pada tingkat yang lebih rendah, sehingga secara langsung dapat menciptakan
iklim kaderisasi yang lebih empirikal dan sistimatik; dan
2
4) Dengan kewenangan yang diterimanya, kebanggaan para pengambil
keputusan dan pelaksanaan keputusan pada tingkat yang lebih rendah akan
terbangun karena merasa dipercaya oleh pemerintah yang lebih tinggi.
Sebagai strategi pembangunan dan pengembangan kelembagaan lokal,
keswadayaan di tingkat lokal memprioritaskan pada penciptaan kondisi-kondisi
masyarakat di suatu daerah dan komunitas dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
mereka sendiri dengan menggunakan sumber daya lokal yang berada di bawah
kontrol masyarakat lokal. Peranan unit-unit teritorial seperti pemerintah lokal
merupakan hal pokok dalam koordinasi kebijakan pembangunan dan
pengembangan kelembagaan lokal. Keberhasilan unit-unit organisasi teritorial
dinilai berdasarkan sampai sejauh mana organisasi-organisasi tersebut mempunyai
andil bagi penciptaan landasan pembangunan lokal secara mandiri (Nasdian 2014).
Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) telah dijadikan instrumen oleh
pemerintah pusat dalam pemberdayaan masyarakat, selanjutnya ditindaklanjuti
oleh pemerintah daerah melalui Perda dan operasionalisasinya melalui Perdes.
BUM Desa dalam konteks perundang-undangan telah diatur sejak terbitnya UU
No. 32 tahun 2004, pasal 213 yang berbunyi “Desa dapat mendirikan badan usaha
milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa”. Peraturan Pemerintah No.
72 Tahun 2005 tentang desa (pasal 78), PermenDagri No. 39 tahun 2010 dan
terakhir UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (pasal 87). Selanjutnya diterbitkan
Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2014 dan diperjelas dalam PermenDesa
PDTT No. 4 Tahun 2015.
Desa Benete merupakan salah satu Desa yang berada di kawasan lingkar
tambang karena letak wilayah berbatasan langsung dengan kawasan industri
pertambangan Batu Hijau yang dikelola PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT).
Sebagai sebuah komunitas desa yang berlokasi di kawasan industri, sudah barang
tentu memiliki karakteristik yang khas sebagai bentuk adaptasi budaya dari
keberadaan industri. Interaksi langsung dengan karyawan dan pendatang dari luar
daerah menunjukkan adanya kecenderungan mengikuti gaya hidup dan selera
yang berubah dari kebiasaan sebelumnya. Kehidupan komunitas desa sebelumnya
cenderung pasif menjadi sangat dinamis, ditandai tingginya ekspektasi warga
untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan peluang kerja di perusahaan.
Sebagai upaya menjaga stabilitas sosial dan ekonomi masyarakat, PTNNT
sebagai kontraktor utama pertambangan di Batu Hijau Sumbawa Barat,
menjalankan Kebijakan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP) salah satunya
adalah program pengembangan masyarakat. Kontribusi program pengembangan
masyarakat dalam menciptakan peluang ekonomi dan pembangunan infrastruktur
umum, cukup dirasakan manfaat oleh masyarakat. Perusahaan terus mendorong
partisipasi stakeholders pada setiap proses untuk menjamin keberlanjutan program.
Partisipasi masyarakat didorong agar program pengembangan masyarakat selalu
mempertimbangkan dimensi sosial, ekonomi maupun lingkungan secara
berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Selain peran pemberdayaan masyarakat yang dikelola perusahaan,
Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat (Pemda KSB) juga menjalankan program
pemberdayaan masyarakat dan bantuan sosial. Semangat otonomi daerah telah
mendorong inovasi Pemda KSB untuk menjalankan program yang pro kepada
kebutuhan masyarakat. Tercatat bahwa sejak tahun 2005 telah memberlakukan
program pendidikan dan pengobatan gratis bagi semua warganya.
3
Pada kajian profil komunitas Desa Benete tahun 2013, ditemukan bahwa
telah ada organisasi dan bisnis aktual dari BUM Desa yaitu menjalankan usaha di
bidang pelayanan air bersih, pengangkutan sampah, dan mengelola fasilitas
pariwisata di pantai Benete. Keberadaan usaha yang dikelola lembaga tersebut
telah membantu dalam penyediaan kebutuhan dasar masyarakat, meskipun dari
hasil usahanya belum berkontribusi terhadap pendapatan keuangan desa. Atas
kondisi tersebut maka diperlukan kajian untuk menemukan strategi pengelolaan
dan penguatan peran BUM Desa Benete dalam pemberdayaan masyarakat dan
kemandirian sebagai lembaga ekonomi milik Desa.
Perumusan Masalah
BUM Desa berada pada dua sisi organisasi, yaitu publik dan private.
Dinyatakan demikian, karena fungsinya dalam pelayanan sosial dan menciptakan
kegiatan ekonomi masyarakat (pemberdayaan masyarakat) dan dapat memberikan
keuntungan (ekonomi) bagi organisasi serta mampu menjadi sumber pendapatan
keuangan pemerintah desa. Pada kajian ini akan memperhatikan dua aspek
tersebut, walaupun akan mengedepankan kajian tentang kemampuan BUM Desa
dalam memberdayakan masyarakat. Makna mampu dalam hal ini adalah
menghasilkan aliran kas masuk bagi organisasi secara langsung atau terbentuk
usaha produktif pada masyarakat desa. Hal ini hanya dapat terjadi, jika
organisasi dijalankan dengan startegi pengelolaan yang tepat.
Konsep pembangunan melalui pola bantuan kepada masyarakat desa tidak
memberdayakan, dan sebaliknya malah menciptakan kultur ketergantungan. Dasar
pemikiran ini menuntut adanya upaya sistematis untuk memberdayakan dan
memandirikan ekonomi desa. BUM Desa dari aspek ekonomi merupakan lembaga
yang dapat diberdayakan menjadi basis kekuatan ekonomi masyarakat pedesaan
melalui konsolidasi kekuatan ekonomi pedesaan. BUM Desa sebagai lembaga
ekonomi perdesaan merupakan bagian penting dari proses pembangunan desa,
namun diakui masih banyak titik lemah dalam rangka mendukung penguatan
ekonomi pedesaan. Oleh karena itu diperlukan upaya sistematis dan berkelanjutan
untuk mendorong organisasi pedesaan agar mampu mengelola aset ekonomi
strategis di pedesaan sekaligus mengembangkan jaringan ekonomi demi
meningkatkan daya saing ekonomi perdesaan.
BUM Desa sebagai lembaga ekonomi milik desa akan dapat memberikan
sumbangan bagi peningkatan sumber pendapatan asli desa (PADes), sehingga
desa memiliki kemampuan melaksanakan pembangunan melalui prakarsa lokal
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan secara mandiri.
Ketersediaan material dari sumber daya alam dan tenaga kerja murah menjadikan
desa sebagai incaran para investor untuk pengembangan bisnisnya. Potensi desa
terancam dikelola oleh bisnis swasta dan investor dari luar daerah dengan manfaat
yang relatif kecil bagi kesejahteraan masyarakat. Kehadiran BUM Desa
diharapkan akan berkontribusi terhadap perubahan kesejahteraan masyarakat
karena menutup peluang dominasi kelompok tertentu dalam menguasai sumber
daya desa. Tentu dengan segala kelemahan yang dimiliki tidak dapat bersaing
dengan kekuatan inverstor luar. Kekuatan hukum yang melahirkan BUM Desa ini
justru diharapkan menjadi penangkal kekuatan arus pebisnis luar untuk menguasai
potensi ekonomi pedesaan.
4
Sebagaimana penjelasan pasal 87 UU Desa No. 6 Tahun 2014 bahwa
“BUM Desa dibentuk oleh Pemerintah Desa untuk mendayagunakan segala
potensi ekonomi, kelembagaan perekonomian, serta potensi sumber daya alam
dan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Desa”. Kehadiran BUM Desa diharapkan menjadi stimulan penggerak roda
perekonomian di pedesaan. Prinsipnya bahwa jika ingin mensejahterakan
masyarkat desa maka berdayakan dengan memberi akses pengelolaan aset
ekonomi desa oleh mereka sendiri. Substansi dan filosofi BUM Desa harus dijiwai
dengan semangat kebersamaan sebagai upaya memperkuat aspek ekonomi
kelembagaannya. Pada tahap ini, BUM Desa akan bergerak seirama dengan upaya
meningkatkan sumber-sumber pendapatan asli desa. Begitu juga untuk
menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat maka BUM Desa berperan sebagai
institusi yang menjadi payung bagi aktivitas ekonomi masyarakat desa.
Pendirian dan pengembangan usaha BUM Desa memungkinkan dilakukan
melalui kerjasama antar desa. Pendirian BUM Desa melalui kerjasama antar desa
dimaksudkan untuk mengkonsolidasi kekuatan ekonomi masyarakat desa dengan
potensi yang sama atau saling mendukung dengan potensi diluar desa, agar
tercipta kerjasama yang dapat mendorong skala ekonomi lebih kuat (UU No. 6
tahun 2014). Pandangan ini lebih ditujukan untuk pengembangan ekonomi
wilayah yang dapat menjadi kekuatan ekonomi berbasis masyarakat, dalam
mendorong percepatan pembangunan ekonomi daerah.
Sebagai lembaga ekonomi baru di pedesaan, maka keberadaan BUM Desa
membutuhkan landasan yang kuat bagi pertumbuhan dan perkembangannya serta
sebagai acuan operasional bagi keberlanjutan lembaga. BUM Desa secara spesifik
tidak dapat disamakan dengan badan hukum seperti perseroan terbatas, CV, atau
koperasi. Oleh karena itu, BUM Desa merupakan suatu badan usaha bercirikan
Desa yang dalam pelaksanaan kegiatannya di samping untuk membantu
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, juga untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat Desa. BUM Desa juga dapat melaksanakan fungsi pelayanan jasa,
perdagangan, dan pengembangan ekonomi lainnya. BUM Desa dalam
kegiatannya tidak hanya berorientasi pada keuntungan keuangan, tetapi juga
berorientasi untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa.
Melalui Permen Desa No. 43 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan
dan Pengelolaan, dan Pembubaran BUM Desa merupakan upaya rekognisi
terhadap usaha Desa yang telah dilakukan selama ini. Peraturan ini memudahkan
pembentukan BUM Desa, bagi Desa yang belum membentuk BUM Desa.
Sedangkan Desa yang sudah terbentuk BUM Desa maka diarahkan untuk
membentuk unit-unit usaha berbadan hukum dalam skema strategi inkremental.
Pada skala lokal, unit-unit usaha bentukan BUM Desa menjalankan bisnis sosial
(social business) sederhana yang memberikan pelayanan umum (serving),
Penyewaan (renting), Perdagangan (trading), menjadi induk usaha bersama
(holding), usaha jasa perantara (brokering) serta bidang bisnis jasa keuangan
(financial business).
Sebagai salah satu lembaga ekonomi di Desa Benete yang keberadaannya
terbentuk atas inisiatif pihak swasta (PTNNT). Dominannya peran swasta dalam
pembentukan dan operasional BUM Desa ini memiliki pengaruh terhadap
kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan serta kemandirian
lembaga tersebut. Atas dasar uraian ini, maka pertanyaan utama kajian ini adalah
5
“Bagaimana strategi pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) dalam
pemberdayaan masyarakat berkelanjutan di Desa Benete Kabupaten Sumbawa
Barat?”.
Untuk menjawab pertanyaan kajian tersebut maka diperlukan rumusan
masalah dengan mengidentifikasi potensi kelembagaan BUM Desa dalam
pemberdayaan masyarakat dan melakukan analisis para-pihak (stakeholder) yang
berperan dalam pembentukan dan operasional BUM Desa pada level desa dan
PTNNT. Selanjutnya adalah menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal
yang berpengaruh terhadap pengembangan BUM Desa. Adapun ujung dari kajian
ini adalah menemukan rumusan strategi yang dapat diterapkan untuk mengelola
BUM Desa dalam mewujudkan pemberdayaan masyarakat berkelanjutan di Desa
Benete Kabupaten Sumbawa Barat.
Kelahiran BUM Desa sebaga lembaga yang diharapkan memiliki
kemampuan menjadi pilar ekonomi Desa, semestinya lahir dari ruang partisipasi
masyarakat yang disinergikan dengan potensi sumberdaya desa. Kekuatan hukum
yang dimiliki oleh BUM Desa telah ada sejak diberlakukannya UU No. 32 tahun
2004 dan terakhir UU No. 6 tahun 2014 yang di perkuat dengan Permen Desa
PDTT No. 4 tahun 2015. Tujuannya adalah menciptakan kegiatan ekonomi bagi
masyarakat sehingga terjadi peningkatan pendapatan masyarakat (terberdayakan)
dan memberikan keuntungan finansial sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli
Desa (PADes) dari pembagian hasil usaha. Pendirian BUM Desa tidak terlepas
dari pengaruh dan kepentingan berbagai pihak. Berdasarkan fakta empiris dari
pendirian BUM Desa Benete, perlu dilakukan kajian tentang, “bagaimana peran,
pengaruh dan kepentingan para pihak (stakeholders) yang terlibat dalam
pembentukan dan operasional BUM Desa Benete?”
Kurun waktu lebih dari sepuluh tahun, karena tepatnya operasionalisasi
usaha BUM Desa Benete telah mulai sejak tahun 2004, sebagai bukti bahwa
organisasi tersebut telah mampu bertahan dengan ragam aktivitas usahanya.
Keberlanjutan usaha tidak terlepas dari kondisi internal dan eksternal
kelembagaan seperti dukungan keuangan serta aliansi strategis antar stakeholder
pada setiap level kebijakan. Sinergitas antara kondisi internal dan eksternal akan
menjadi faktor pengerak dalam mengembangkan BUM Desa sehingga perlu
dilakukan penggalian secara mendalam. Faktor internal BUM Desa Benete
muncul sebagai keunggulan atau kelemahan, dijadikan dasar untuk merumuskan
kebijakan pengelolaan internal dan menyesuaikannya dengan kondisi eksternal
yang tidak dapat dikontrol. Berdasarkan hal ini dimunculkan permasalahan,
“bagaimanakah kondisi internal dan eksternal serta kinerja BUM Desa Benete
dalam pemberdayaan masyarakat?”.
Permasalahan di atas dimunculkan sebagai tahapan proses untuk
menentukan strategi yang dapat digunakan dalam pengelolaan BUM Desa Benete,
untuk mencapai tujuannya sebagai lembaga ekonomi yang memberdayakan
masyarakat dan memberikan nilai tambah bagi pendapatan asli desa. Kondisi yang
diharapkan dari keberadaan BUM Desa adalah terbentuk usaha bisnis dengan
aliran kas masuk yang positif, proses produksi berjalan dengan baik dan sisi lain
masyarakat dapat diberdayakan melalui unit usaha yang dikembangkan BUM
Desa. Berhubungan dengan hal ini muncul pertanyaan, “apakah strategi yang
dapat dijalankan BUM Desa Benete dalam mewujudkan pemberdayaan
masyarakat berkelanjutan?”.
6
Untuk memecahkan permasalahan di atas, peneliti tidak murni
memposisikan diri sebagai pihak luar yang hanya berperan sebagai pengumpul
data dan menggali informasi dari informan. Dalam menemukan jawaban dan
menganalis pilihan strategi, peneliti juga memposisikan diri sebagai pihak yang
aktif dalam memberikan kontribusi agar BUM Desa Benete dapat mewujudkan
tujuannya.
Guna lebih fokusnya kajian ini, maka dapat dirumuskan pokok-pokok
permasalahan sebagai berikut:
1) Bagaimana peran, pengaruh dan kepentingan para pihak (stakeholders)
yang terlibat dalam pembentukan dan operasional BUM Desa Benete?
2) Bagaimanakah kondisi internal dan eksternal serta kinerja BUM Desa
Benete dalam pemberdayaan masyarakat?
3) Apakah strategi yang dijalankan BUM Desa Benete dalam
mewujudkan pemberdayaan masyarakat?
Tujuan Kajian
Tujuan utama dari kajian ini adalah untuk melakukan analisis mengenai
strategi pengelolaan BUM Desa dalam pemberdayaan masyarakat. Secara spesifik
tujuan kajian ini adalah :
1) Menganalisis peran, pengaruh dan kepentingan para pihak (stakeholders)
dalam pembentukan dan operasional BUM Desa pada level desa dan
PTNNT.
2) Menganalisis kondisi internal dan eksternal serta kinerja BUM Desa
Benete dalam pemberdayaan masyarakat.
3) Merumuskan strategi pengelolaan BUM Desa Benete berkelanjutan dalam
mewujudkan pemberdayaan masyarakat.
Manfaat Kajian
Diharapkan dari kajian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat ilmiah
Memberikan sumbangan khazanah pengetahuan, terutama pada
implikasi kebijakan pemerintah dalam pengentasan kemiskinan melalui
penguatan lembaga ekonomi desa yang dikelola dan dimanfaatkan oleh
masyarakat setempat. Memberikan tambahan bahan rujukan bagi peneliti
selanjutnya yang tertarik pada kajian yang sama, yaitu penguatan
kelembagaan ekonomi Desa, pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan
masyarakat melalui peran pemerintah dan swasta sebagai pemberi stimuli.
2. Manfaat praktis
Memberikan masukan untuk perbaikan dalam pengelolaan BUM Desa
di Desa Benete. Pada skala yang lebih besar diharapkan dapat memberikan
solusi konsep dalam posisi pemerintah sebagai perumus kebijakan publik.
7
Ruang Lingkup Kajian
Ruang lingkup kajian ini adalah: (1) melakukan analisis peran, pengaruh
dan kepentingan para aktor yang terlibat (stakeholders) dalam pendirian dan
operasional BUM Desa pada level desa dan PTNNT; (2) melakukan analisis
kondisi internal dan eksternal BUM Desa Benete untuk mengetahui peluang dan
tantangan dalam pengembangan usaha dan kemadirian kelembagaan; (3)
merumuskan strategi pengelolaan BUM Desa Benete berkelanjutan dalam
mewujudkan pemberdayaan masyarakat.
Secara umum bahwa melalui kajian ini diharapkan dapat menghasilkan
suatu strategi pengelolaan BUM Desa dalam mewujudkan pemberdayaan
masyarakat di Desa Benete Kabupaten Sumbawa Barat, serta dapat menjadi
rujukan pengalaman untuk pengembagan BUM Desa dalam pemberdayaan
masyarakat desa ditempat-tempat lainnya.
8
2 PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Pengertian dan Prinsip BUM Desa
Lahirnya konsep BUM Desa tidak lepas dari upaya pembelajaran yang
secara terus menerus dilakukan oleh pemerintah sebagai perumus kebijakan
publik. Pemberlajaran dalam konteks kerja pembangunan yang mengarah pada
pemberdayaan masyarakat telah ada mulai dari program Bimbingan Massal
(Bimas), Instruksi Massal (Inmas), kemudian ragam program pengentasan
kemiskinan, seperti tabungan Kesejahteraan Rakyat (Takesra), Kredit Usaha
Kesejaheraan Rakyat (Kukesra), P4K dan terakhir pada era orde baru adalah
program Inpres Desa Tertinggal (IDT). Era reformasi juga dikenal Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), selanjutnya yang terbaru atau
mendapatkan perhatian adalah Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa).
Pengertian BUM Desa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal
dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan
usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa (pasal 1
ayat 6 UU No. 06 tahun 2014). Pengertian Desa itu sendiri adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang
diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
BUM Desa didirikan sebagai upaya menampung seluruh kegiatan dibidang
ekonomi dan atau pelayanan umum yang dikelola oleh Desa dan/atau kerjasama
antar Desa (pasal 2 UU No. 6 Tahun 2014). Kehadiran BUM Desa sebagai
lembaga ekonomi Desa masih sangat muda. Kemungkinan pada prakteknya masih
lemah dalam permodalan, tata kelola dan kelemahan pada aspek lainnya, sehingga
perlu dukungan pemerintahan yang lebih tinggi dalam melakukan proteksi,
dukungan dan sejenisnya. Dapat dipastikan dalam implementasinya tidak selalu
memunculkan penguatan kelembagaan, karena organisasi ini didirikan untuk
meminimalisir praktek ekonomi yang selama ini menghambat kesejahteraan
masyarakat Desa seperti praktek ijon, rentenir dan sejenisnya. Selama ini, pihak
swasta yang jauh lebih awal telah mengenali kebutuhan masyarakat dan potensi
yang ada di Desa, sehingga ada persaingan dalam taraf pelaksanaan.
BUM Desa didirikan atas prakarsa (inisiatif) masyarakat dan pemerintah
Desa dan pengelolaanya berdasarkan pada prinsip-prinsip kooperatif, partisipatif,
(user-owned, user-benefited, and user-controlled), transparansi, emansipatif,
akuntable, dan sustainable dengan mekanisme member-base dan self-help
(PKDSP 2007). Berikut makna setiap item dari prinsip usaha BUM Desa, sebagai
berikut:
1) Kooperatif; semua komponen yang terlibat di dalam BUM Desa harus
mampu melakukan kerjasama yang baik demi pengembangan dan
kelangsungan hidup usahanya.
10
2) Partisipatif; semua komponen yang terlibat di dalam BUM Desa harus
bersedia secara sukarela atau diminta memberikan dukungan dan
kontribusi yang dapat mendorong kemajuan usaha BUM Desa.
3) Emansipatif; semua komponen yang terlibat di dalam BUM Desa harus
diperlakukan sama tanpa memandang golongan, suku, dan agama.
4) Transparan; aktivitas yang berpengaruh terhadap kepentingan masyarakat
umum harus dapat diketahui oleh segenap lapisan masyarakat dengan
mudah dan terbuka.
5) Akuntabel; seluruh kegiatan usaha harus dapat dipertanggung jawabkan
secara teknis maupun administratif.
6) Sustainabel; kegiatan usaha harus dapat dikembangkan dan dilestarikan
oleh masyarakat dalam wadah BUM Desa.
Posisi BUM Desa berbeda dengan lembaga lainnya yang pernah ada, terkait
dengan program pemerintah untuk pemberdayaan masyarakat. Aspek-aspek
pembedanya sebagaimana tercantum dalam UU No. 6 Tahun 2015 dan Peraturan
Pemerintah No. 43 Tahun 2014, terkait BUM Desa sebagai berikut: (1)
Kepemilikan bersama pemerintah Desa dan masyarakat; (2) Modal usaha
bersumber dari Desa dan dari masyarakat melalui penyertaan modal; (3)
Operasionalisasinya menggunakan falsafah bisnis yang berakar dari budaya lokal
(local wisdom); (4) Bidang usaha yang dijalankan didasarkan pada potensi desa
dan kebutuhan pasar; (5) Keuntungan yang diperoleh ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan anggota (penyerta modal) dan masyarakat yang
diatur dalam peraturan Desa (village policy); (6) Pembinaan dan pengawasan oleh
Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Desa; dan pada tingkatan opersionalisasi,
BPD melakukan pengawasan terhadap kinerja Pemerintah Desa dalam membina
pengelolaan BUM Desa.
Bidang usaha yang dapat dikembang melalui BUM Desa cukup luas
sebagaimana ketentuan PermenDesa No. 4 tahun 2015 yaitu terdiri dari:
1) Bisnis sosial (social business) sederhana yang memberikan pelayanan
umum (serving) kepada masyarakat dengan memperoleh keuntungan
finansial dan dapat memanfaatkan sumber daya lokal dan teknologi tepat
guna, meliputi:
a) air minum Desa;
b) usaha listrik Desa;
c) lumbung pangan; dan
d) sumber daya lokal dan teknologi tepat guna lainnya.
2) Bisnis penyewaan (renting) barang untuk melayani kebutuhan masyarakat
Desa dan ditujukan untuk memperoleh Pendapatan Asli Desa, meliputi:
a) alat transportasi;
b) perkakas pesta;
c) gedung pertemuan;
d) rumah toko;
e) tanah milik BUM Desa; dan
f) barang sewaan lainnya.
3) Usaha perantara (brokering) yang memberikan jasa pelayanan kepada
warga, meliputi:
a) jasa pembayaran listrik;
11
b) pasar Desa untuk memasarkan produk yang dihasilkan masyarakat;
dan
c) jasa pelayanan lainnya.
4) Bisnis yang berproduksi dan/atau berdagang (trading) barang-barang
tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dipasarkan pada
skala pasar yang lebih luas, meliputi:
a) pabrik es;
b) pabrik asap cair;
c) hasil pertanian;
d) sarana produksi pertanian;
e) sumur bekas tambang; dan
f) kegiatan bisnis produktif lainnya.
5) Bisnis keuangan (financial business) yang memenuhi kebutuhan usaha-
usaha skala mikro yang dijalankan oleh pelaku usaha ekonomi Desa, yaitu
dapat memberikan akses kredit dan peminjaman yang mudah diakses oleh
masyarakat Desa.
6) Usaha bersama (holding) sebagai induk dari unit-unit usaha yang
dikembangkan masyarakat Desa baik dalam skala lokal Desa maupun
kawasan perdesaan, meliputi;
a) pengembangan kapal Desa berskala besar untuk mengorganisasi
nelayan kecil agar usahanya menjadi lebih ekspansif;
b) Desa wisata yang mengorganisir rangkaian jenis usaha dari kelompok
masyarakat; dan
c) kegiatan usaha bersama yang mengkonsolidasikan jenis usaha lokal
lainnya.
Bidang usaha sesuai dengan fungsi di atas mutlak mengarah pada tujuan
pendirian BUM Desa, sebagaimana disebutkan dalam Permen Desa No. 4 tahun
2015 pasal 3 yaitu; (1) meningkatkan perekonomian desa; (2) mengoptimalkan
aset desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan desa; (3) meningkatkan usaha
masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi desa; (4) mengembangkan
rencana kerja sama usaha antar desa dan/atau dengan pihak ketiga; (5)
menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan
umum warga; (6) membuka lapangan kerja; (7) meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan pemerataan
ekonomi desa; (8) meningkatkan pendapatan masyarakat desa dan PADes.
Kegiatan usaha masyarakat harus berkembang, bukan mematikan usaha
yang telah ada. Keberadaan lembaga ekonomi lain di desa dengan pelibatan peran
swasta (private), tidak saling melemahkan. BUM Desa bukan pesaing organisasi
private, tetapi bersifat menguatkan kegiatan ekonomi tersebut. BUM Desa
dirancang bukan sebagai organisasi skala kecil, tetapi disiapkan untuk menjadi
organisasi atau kelembagaan ekonomi-sosial yang besar.
Dapat dilihat dari proses pendirian yang relatif kompleks, layaknya
perusahaan dengan skala investasi yang besar yaitu:
1) Mendisain struktur organisasi; diperlukan adanya struktur organisasi yang
menggambarkan bidang pekerjaan apa saja yang harus tercakup di dalam
organisasi tersebut. Bentuk hubungan kerja (instruksi, konsultatif, dan
pertanggunganjawab) antar personil atau pengelola BUM Desa.
12
2) Menyusun tugas dan fungsi pengelola; ada kejelasan tugas,
tanggungjawab, dan wewenang pemegang jabatan tidak terjadi duplikasi
yang memungkinkan setiap jabatan/pekerjaan yang terdapat di dalam
BUM Desa diisi oleh orang-orang yang berkompeten di bidangnya.
3) Menetapkan sistem koordinasi; penetapan sistem koordinasi yang baik
memungkinkan terbentuknya kerja sama antar unit usaha dan lintas Desa
berjalan efektif.
4) Menyusun bentuk aturan kerjasama dengan pihak ketiga; transaksi jual
beli atau simpan pinjam penting diatur ke dalam suatu aturan yang jelas
dan saling menguntungkan. Penyusunan bentuk kerjasama dengan pihak
ketiga diatur secara bersama dengan Dewan Komisaris BUM Desa.
5) Menyusun pedoman kerja organisasi BUM Desa; pihak-pihak yang
berkepentingan memahami aturan kerja organisasi.
6) Menyusun Desain sistem informasi; BUM Desa merupakan lembaga
ekonomi Desa yang bersifat terbuka. Untuk itu, diperlukan penyusunan
Desain sistem pemberian informasi kinerja BUM Desa dan aktivitas lain
yang memiliki hubungan dengan kepentingan masyarakat umum.
Sehingga keberadaannya sebagai lembaga ekonomi Desa memperoleh
dukungan dari banyak pihak.
7) Menyusun rencana usaha (business plan); penyusunan rencana usaha
penting untuk dibuat dalam periode 1-3 tahun. Sehingga para pengelola
BUM Desa memiliki pedoman yang jelas apa yang harus dikerjakan dan
dihasilkan dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan dan kinerjanya
menjadi terukur. Penyusunan rencana usaha dibuat bersama dengan
Dewan Komisaris BUM Desa.
8) Menyusun sistem administrasi dan pembukuan; bentuk administrasi dan
pembukuan keuangan harus dibuat dalam format yang mudah, tetapi
mampu menggambarkan aktivitas yang dijalankan BUM Desa.
9) Melakukan proses rekruitmen; persyaratan bagi pemegang jabatan di
dalam BUM Desa penting dibuat oleh Dewan Komisaris. Selanjutnya
dibawa ke dalam forum rembug Desa untuk disosialisasikan dan
ditawarkan pada masyarakat.
10) Menetapkan sistem pengupahan dan penggajian; sistem imbalan harus
jelas dan bernilai (PKDSP 2007).
Berbagai proses dalam pendirian BUM Desa bukan untuk syarat
kelembagaan yang kecil, karena perusahaan dalam skala kecil dan menengah tidak
mempunyai persyaratan pendirian yang kompleks. Berdasarkan syarat pendirian
tersebut, maka keberadaan BUM Desa bukan hanya beroperasional dalam skala
komunitas (Desa), tetapi juga lintas hubungan dengan komunitas lain secara
horisontal dan vertikal.
Strategi Pengelolaan BUM Desa
Strategi memiliki kaitan erat dengan konsep perencanaan dan pengambilan
keputusan, sehingga berkembang menjadi manajemen strategi. Menurut David
(2012) bahwa manajemen strategi adalah seni dan ilmu untuk memformulasikan,
mengimplmenetasikan dan mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang
memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuannya. Manajemen strategis tidak
13
hanya menjadi domain organisasi bisnis yang mencari laba semata tetapi juga
relevan diterapkan pada organiasi pemerintah, swasta, pendidikan, rumah sakit
dan organisasi nirlaba lainnya. Beberapa hasil kajian menunjukkan bahwa
organiasi yang memiliki dan menerapkan rancangan strategi dengan konsisten
ternyata lebih unggul kinerjanya dibandingkan dengan organiasi yang tidak
memformulasikan strateginya dengan jelas.
Definisi strategi menurut Tjiptono (2002) sebagai “apa yang suatu
organisasi ingin lakukan (intends to do) dan apa yang organisasi akhirnya lakukan
(eventually does)”. Definisi strategi tersebut diperjelas oleh Tripomo dan Udan
(2005) mengutip pendapat Barry yang menyatakan bahwa strategy is a plan of
what an organization intends to be in the future on how it will get there. Strategi
adalah rencana tentang apa yang ingin dicapai atau hendak menjadi apa suatu
organisasi di masa depan (arah) dan bagaimana cara mencapai keadaan yang
diinginkan tersebut (rute). Pada pandangan intends to do dijelaskan bahwa
strategi merupakan program untuk menentukan dan mencapai tujuan organisasi
dan mengimplementasikan misinya. Dalam hal ini manajer harus aktif, sadar dan
rasional dalam merumuskan strategi organisasi. Adapun dalam pandangan
eventually does, strategi dapat dinyatakan sebagai suatu pola tanggapan atau
respon organisasi terhadap lingkungannya sepanjang waktu.
Budiman at. al (1989) mendefinikan strategi sebagai “rencana yang
merupakan satu kesatuan (unified), bersifat luas (conprehensive) dan terpadu
(integrated) yang menghadapkan keunggulan-keunggulan strategik yang dimiliki
perusahaan dengan tantangan-tantagan lingkungan”. Rangkuty (2001) memaknai
strategi sebagai “tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan
terus menerus, dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan
oleh para pelanggan di masa depan. Perencanaan strategis dimulai dengan
pertanyaan “apa yang dapat terjadi” dan bukan pertanyaan “apa yang terjadi”.
PermenDesa PDTT No. 4 Tahun 2015, strategi pengelolaan BUM Desa
dijalankan secara bertahap dengan mempertimbangkan perkembangan dari inovasi
yang dilakukan oleh BUM Desa, meliputi:
1) Sosialisasi dan pembelajaran tentang BUM Desa;
2) Pelaksanaan musyawarah desa dengan pokok bahasan tentang BUM
Desa;
3) pendirian BUM Desa yang menjalankan bisnis sosial (social business)
dan bisnis penyewaan (renting);
4) Analisis kelayakan usaha BUM Desa yang berorientasi pada usaha
perantara (brokering), usaha bersama (holding), bisnis sosial (social
business), bisnis keuangan (financial business) dan perdagangan
(trading), bisnis penyewaan (renting) mencakup aspek teknis dan
teknologi, aspek manajemen dan sumberdaya manusia, aspek keuangan,
aspek sosial budaya, ekonomi, politik, lingkungan usaha dan lingkungan
hidup, aspek badan hukum, dan aspek perencanaan usaha;
5) Pengembangan kerjasama kemitraan strategis dalam bentuk kerjasama
BUM Desa antar desa atau kerjasama dengan pihak swasta, organisasi
sosial-ekonomi kemasyarakatan, dan/atau lembaga donor;
6) Diversifikasi usaha dalam bentuk BUM Desa yang berorientasi pada
bisnis keuangan (financial business) dan usaha bersama (holding).
14
Mungkin?
Strategi Umum
Sasaran
Tahunan
Umpan balik Visi, Tanggung jawab sosial dan etika
Perusahaan
Lingkungan
Eksternal Analisis Internal
Analisis dan Pilihan Strategi
Sasaran Jangka
Panjang
Strategi
Funsional Kebijakan
Melembagakan
Strategi
(struktur,
kepemimpinan dan
budaya organisasi)
Pengendalian, Evaluasi, Inovasi dan
kewirausahaan Strategis Umpan balik
Strategi dalam pendekatan yang dibangun oleh Robinson dan Pearce (1997)
diawali dengan upaya untuk mengetahui kondisi internal organisasi (muncul
sebagai kelemahan atau keunggulan) yang disesuaikan dengan kondisi eksternal
(peluang atau hambatan). Hasil penyesuaian dua faktor tersebut akan
menghasilkan strategi organisasi (strategi korporasi), sebagai dasar untuk
membangun strategi fungsional. Walaupun saat ini BUM Desa Benete belum
dibangun dengan pembagian departemen layaknya organisasi besar, tetapi
setidaknya ada arah perumusan strategi fungsional pada setiap aspek yang ada
seperti personalia, keuangan, pemasaran dan aspek lainnya yang relevan.
Beberapa definisi strategi tersebut terlihat jelas dalam proses perumusan
strategi seperti yang tunjukkan pada Gambar 1 bahwa organisasi (BUM Desa)
harus mempunyai visi, yang dioperasionalkan melalui misinya. Dua aspek ini
harus ada, sebagai pedoman dalam menjalankan bisnis atau dapat dinyatakan
sebagai sesuatu yang memberikan ciri khusus mengenai keberadaannya. Telaah
atas kondisi internal organisasi (BUM Desa) mutlak dilakukan, agar dapat
diberikan kriteria spesifik atas setiap faktor.
Gambar 1 Model manajemen strategi (Pearse dan Robinson 1997)
Sumber: Robinson dan Pearce (1997)
Proses manajemen strategik menurut Pearce dan Robinson (1997) terdiri
dari sembilan tugas penting yang harus dilakukan pengelola yaitu: (1)
merumuskan misi perusahaan, termasuk pernyataan yang luas mengenai maksud,
filosofi dan sasaran badan usaha; (2) melakukan suatu analisis yang
mencerminkan kondisi dan kapabilitas internal badan usaha; 3) menilai
lingkungan eksternal badan usaha, termasuk faktor persaingan dan kontekstual
umum lainnya; (4) menganalisis pilihan-pilihan yang dimiliki oleh badan usaha
dengan cara menyesuaikan sumberdaya dengan lingkungan eksternal; (5)
mengidentifikasikan pilihan paling menguntungkan dengan cara mengevaluasi
15
setiap pilihan berdasarkan misi badan usaha; (6) memilih satu set tujuan jangka
panjang dan strategi utama yang akan menghasilkan pilihan menguntungkan
tersebut; (7) mengembangkan tujuan tahunan dan strategi jangka pendek yang
sesuai dengan tujuan jangka panjang dan strategi utama yang telah ditentukan; (8)
mengimlementasikan strategi yang telah dipilih melalui alokasi sumberdaya yang
dianggarkan, dimana penyesuaian antara tugas kerja, manusia, struktur, teknologi
dan sistem penghargaan ditekankan; dan (9) mengevaluasi keberhasilan proses
strategi sebagai masukan pengambilan keputusan.
Tahapan strategi pengelolaan BUM Desa diawali dengan perumusan strategi.
Perumusan strategi merupakan sebuah proses memilih pola tindakan utama dalam
mewujudkan visi organisasi (BUM Desa). Adapun tahapan utama perumusan
strategi menurut Tripomo (2005) yaitu: (1) analisis arah, yaitu untuk menentukan
visi, misi dan tujuan jangka panjang yang ingin dicapai organisasi; (2) analisis
situasi, yaitu tahapan untuk membaca situasi dan menentukan kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman yang menjadi dasar perumusan strategi; (3)
penetepan strategi, yaitu tahapan untuk identifikasi alternatif dan memilih strategi
yang akan dijalankan organisasi.
Hubungan dengan konsep organisasi publik, Osborne dan Plastrik (1997)
mengidentifikasi lima strategi (five C’s), yaitu core strategy dijalankan pada
tingkatan purpose; consequanses strategy dijalankan pada level incentives;
customer strategy dijalankan pada level accountability; control strategy
dijalankan pada level power dan culture strategy dijalankan pada level culture.
Setiap strategi memunculkan pendekatan tertentu yang memberikan dampak pada
tumbuhnya organisasi atau kemampuan dalam mewujudkan tujuan organisasi
tersebut. Untuk itu BUM Desa Benete perlu dibangun dengan strategi yang tepat
dan dengan pendekatan yang tepat, sesuai dengan kondisi internal dan
eksternalnya.
Tabel 1 Strategi lima “C” - pendekatan untuk pengubahan tata kelola organisasi
Tingkat Strategi Pendekatan
Usaha Strategi Inti
(Core strategy) Membangun kejelasan usaha
Membangun kejelasan peran
Membangun kejelasan arah
Insentif Strategi Konsekuensi
(Consequences strategy) Pengelolaan persaingan
Pengelolaan organisasi
Pengelolaan kinerja
Akuntabilitas Strategi Pelanggan
(Customer strategy) Pilihan pelanggan
Pilihan keunggulan
Jaminan kualitas pelanggan
Kekuatan Strategi Kontrol
(Control srategy) Pemberdayaan organisasi
Pemberdayaan personel
Pemberdayaan masyarakat
Budaya Strategi Budaya
(Culture strategy) Merubah kebiasaan
Menyentuh hati
Memenangkan pikiran
Sumber : Osborne dan Plastrik (1997).
Pertumbuhan organisasi dengan kondisi kemampuan yang tinggi,
penguasaan pasar merupakan tujuan dari organisasi dengan orientasi profit.
16
Adapun organisasi formal (publik) diarahkan untuk mewujudkan kesejahteraan
yang lebih tinggi, rendah biaya dan lebih demokratis (Wasistiono 2001). Strategi
yang cukup dikenal dalam organisasi publik diajukan oleh Osborne dan Plastrik
(1997). Informasi strategi dalam organisasi publik dapat mengacu pada model
strategi yang dikenal dengan “The Five C’s Strategy. Gambaran informasi ragam
strategi dan pendekatan dapat dilihat pada Tabel 1.
Strategi merupakan acuan umum dan jangka panjang (strategi korporat),
sebagai dasar untuk merumuskan kebijakan (strategi fungsional). Pada BUM Desa
yang telah mempunyai departemen-departemen, unit usaha dan lainnya akan
melakukan penyesuaian internal dengan rujukan strategi korporat. Konteks yang
sifatnya lebih operasional adalah kebijakan, didukung dengan persiapan keuangan
dan fungsi lainnya. Hal terakhir yang penting adalah evaluasi harus tetap
dilakukan, agar dilakukan penyesuaian kembali pada arah yang lebih baik dalam
mewujudkan tujuan organisasi.
Dokumen penyusunan strategi merupakan acuan yang digunakan setiap
manager atau pengelola dalam menjalankan organisasi. Rumusan strategi dan
rencana aksi hendaknya mampu memberi informasi kepada pembacanya yang
sekaligus berarti mudah diperbaharui oleh setiap anggota manajemen puncak dan
setiap karyawan organisasi. Donelly (1996) menegaskan bahwa ada 6 (enam)
informasi yang tidak boleh dilupakan dalam suatu strategi, yaitu: (1) apa, apa
yang akan dilaksanakan; (2) mengapa demikian, suatu uraian tentang alasan
yang akan dipakai dalam menentukan apa diatas; (3) siapa yang akan
bertanggungjawab untuk atau mengoperasionalkan strategi; (4) berapa banyak
biaya yang harus dikeluarkan untuk mensukseskan strategi; (5) berapa lama waktu
yang diperlukan untuk operasional strategi tersebut; dan (6) hasil apa yang akan
diperoleh dari strategi tersebut.
Penyusunan atau perumusan strategi akan menyiapkan organisasi dalam
menghadapi kondisi eksternal dan sebagai dasar dalam mengatur arah perbaikan
aspek-aspek internal organisasi. Hal ini ditegaskan oleh Mulyadi (2007) bahwa
perumusan strategi menunjukkan dilakukannya pengamatan terhadap tren
perubahan lingkungan makro, lingkungan industri dan lingkungan persaingan.
Perubahan lingkungan eksternal tersebut menjadi dasar dalam mengelola
keuangan, produksi, personalia dan aspek lain yang dimiliki organisasi (BUM
Desa).
Pendekatan yang dilakukan pada setiap level strategi sangat jelas, bahwa
langkah awal yang dilakukan organisasi adalah membangun kejelasan usaha,
peraturan dan pengarahan. Hal ini relevan dengan upaya untuk memperjelas arah
pengelolaan bisnis dengan menetapkan visi dan misi. Pendekatan terakhir, adalah
bagaimana memenangkan hati dari pasar sasaran atau subyek yang menjadi
sasaran. Konsep ini relevan dengan bagaimana organisasi bisnis membangun
emosional dengan karyawan, sehingga akan terbangun komitmen untuk
menghendaki organisasi menjadi besar (Vishal dan Rachma 2011). Penggabungan strategi dalam pengelolaan BUM Desa mengacu pada
rancangan bisnis dan publik karena mempertimbangkan organisasi ini mempunyai fungsi sosial dan komersial. Penggalian makna pilihan strategi berdasarkan analisis SWOT akan menemukan kondisi internal kelembagaan (muncul sebagai keunggulan atau kelemahan) dan kondisi eskternal (muncul sebagai peluang atau hambatan), sehingga dasar kombinasi tersebut akan memberikan pilihan yang tepat atas bentuk usaha dan ragam kebijakan lainnya dalam organisasi BUM Desa.
17
Terkait dengan rancangan strategi mengacu pada lima “C” (5C) tersebut akan berimplikasi pada munculnya kekuatan kelembagaan dalam mengembangkan komunitas. Berbagai pendekatan yang dimunculkan disetiap aras strategi akan memberikan penguatan peran dari BUM Desa, baik dalam menjalankan fungsi sosial dan komersialnya.
Berdasarkan analisis strategi dengan dua konsep rancangan tersebut akan memberikan arah yang jelas bagi BUM Desa dalam memposisikan pengembangan kelembagaannya pada tiga aras yaitu internal komunitas, antar komunitas dan antar aras yang lebih tinggi diluar komunitas.
Pada Gambar 2 ditunjukkan, bahwa kelembagaan pengembangan kawasan perdesaan secara konsepsional memodifikasi pemikiran tentang tiga strategi akumulasi kapital sosial Woolcock (2001). Langkahnya dimulai dengan strategi penguatan kelembagaan di aras komunitas. Strategi langkah ini disebut sebagai bounding strategy, berupa membangun kesamaan pemahaman dan membangun kesatuan aksi multi-institusi di aras komunitas. Apabila langkah pertama ini berhasil, maka pengembangan kelembagaan pengembangan kawasan perdesaan berbasis komunitas dilanjutkan ke pengorganisasian antar komunitas (bridging strategy). Strategi ketiga adalah melakukan langkah memayungi kegiatan dalam satuan kawasan dalam kerjasama kemitraan dengan multi-pihak. Strategi ini mensyaratkan kreativitas semua pihak yang berkepentingan menjalin kerjasama dengan basis komunitas. Oleh karenanya, langkah ketiga ini disebut dengan creating or linking strategy.
Gambar 2 Pengembangan kelembagaan saling memberdayakan pada kawasan
pedesaan berbasis komunitas
Sumber : Kolopaking at. al 2013
Arah penyusunan strategi yang mengacu pada analisis faktor internal dan
eksternal dan 5C strategy serta kesesuaian dengan fungsi yang dijalankan dalam
pemerintahan Desa, termasuk keberadaan BUM Desa untuk melakukan kerjasama
dengan pihak luar desa. Hal ini dimungkinkan sesuai dengan ketentuan UU No. 6
tahun 2014 ayat 1 pasal 92, sebagai berikut: (1) pengembangan usaha bersama
yang dimiliki oleh Desa untuk mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing; (2)
kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan
masyarakat antar-desa; dan/atau (3) Bidang keamanan dan ketertiban.
18
Lingkup kerjasama antar Desa tidak hanya pada aspek sosial dan ekonomi,
tetapi juga dapat meliputi aspek keamanan. Kerjasama tersebut menghasilkan
kemampuan daya saing ekonomi pada setiap Desa, yang membentuk akumulasi
daya saing ekonomi pada level regional dan nasional.
Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan BUM Desa
Penerapan strategi dalam mencapai tujuan pendirian BUM Desa, tidak
terlepas dari keterlibatan berbagai pihak (stakeholder). Analisis stakeholder
diperlukan dalam memetakan para pihak (stakeholder mapping), sehingga para
pihak mana saja yang terlibat dalam proses perencanaan, pembentukan,
operasional dan pembiayaan kegiatan usaha BUM Desa. Pemetaan stakeholder
akan mengidentifikasi karakteristik dan memetakan posisi dari masing-masing
berdasarkan pengaruh dan kepentingannya, mengetahui apa yang menjadi
tanggung jawab, hak dan kewajibannya dalam mewujudkan tujuan pendirian
BUM Desa Benete.
Beberapa penulis memberikan definisi tentang stakeholders atau para pihak
terkait. Freeman (1984), mendefiniskan stakeholder sebagai pihak-pihak yang
dapat mempengaruhi atau dipengaruhi (menerima dampak) dari keputusan yang
diambil. Adapun Salam dan Noguchi (2006) mendefnisikan stakeholder sebagai
orang, kelompok atau lembaga yang memiliki perhatian dan/atau dapat
mempengaruhi hasil suatu kegiatan. Berdasarkan kedua definis tersebut, Kadir
et.al (2013) mendefinsikan stakeholder sebagai semua pihak baik secara individu
maupun kelompok yang dapat dipengaruhi dan mempengaruhi pengambilan
keputusan serta pencapaian tujuan suatu kegiatan.
Stakeholder secara umum dikelompokkan menjadi stakeholder primer dan
stakeholder sekunder. Stakeholder primer adalah pihak yang memiliki
kepentingan langsung dalam sumberdaya, baik sebagai mata pencaharian atau
pihak yang terlibat langsung dalam pemanfaatan sumberdaya. Adapun stakeholder
sekunder adalah pihak yang memiliki minat/kepentingan secara tidak langsung,
atau pihak yang tergantung pada sebagian kekayaan atau bisnis yang dihasilkan
oleh sumberdaya (Kadir et.al. 2013; Townsley1998).
Gambar 3 Peta tingkat kepentingan dan tingkat pengaruh stakeholder
Sumber: Dubois 1998
Pengaruh rendah Pengaruh tinggi
Kep
enti
ngan
ren
dah
Kep
enti
ngan
tin
ggi
(Kuadran III)
Bystanders
(Kuadran IV)
Actor
(Kuadran l)
Subject
(Kuadran II)
Player
19
Berdasarkan tingkat pengaruhnya, setiap stakeholder dikelompokkan ke
dalam pengaruh rendah dan pengaruh tinggi. Adapun berdasarkan tingkat
kepentingannya, setiap stakeholder dikelompokkan ke dalam kelompok
kepentingan rendah dan kepentingan tinggi. Posisi setiap stakeholder dipetakan
secara grafis, dimana sumbu x (absis) adalah tingkat pengaruh dan sumbu y
(ordinat) adalah tingkat kepentingan. Grafik hubungan antara tingkat pengaruh
dan tingkat kepentingan dibagi dalam 4 (empat) kuadran sebagaimana ditunjukkan
pada (Gambar 3). Posisi pada kuadran menggambarkan posisi dan peranan yang
dimainkan oleh masing-masing stakeholder yaitu: (a) Subject (kepentingan tinggi
tetapi pengaruh rendah); (b) Players (kepentingan dan pengaruh tinggi); (c)
Bystanders (kepentingan dan pengaruh rendah); dan (d) Actors (kepentingan
rendah tetapi pengaruh tinggi). Stakeholder yang berada di kuadran II (players)
merupakan kelompok stakeholders primer, dan stakeholders yang berada kuadran
IV (actors) merupakan kelompok stakeholder sekunder (Dubois 1998).
BUM Desa dalam Pemberdayaan Masyarakat
Kajian ini fokus pada peranan dari BUM Desa dalam mewujudkan
kelembagaan ekonomi di tingkat desa, yang berperan bagi keuangan pemerintah
desa dan pemberdayaan masyarakat. Adanya akses masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, merupakan salah satu hasil dari pemberdayaan atau ciri dari
keberdayaan, karena masyarakat atau rumah tangga yang ada mampu
menggunakan potensi diri dalam melakukan aktivitas ekonomi produktif.
Pemberdayaan masyarakat desa menurut UU No. 6 tahun 2014 adalah
upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan
meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran,
serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan,
dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan
masyarakat desa.
Pemberdayaan masyarakat desa dilaksanakan oleh Pemerintah desa, Badan
Permusyawaratan Desa (BPD), Forum Musyawarah Mesa (MUSDES), lembaga
kemasyarakatan desa, lembaga adat desa, BUM Desa, badan kerja sama antar-
desa, forum kerja sama desa, dan kelompok kegiatan masyarakat lain yang
dibentuk untuk mendukung kegiatan pemerintahan dan pembangunan pada aras
komunitas desa.
Adapun syarat dalam mendirikan BUM Desa harus mempertimbangkan;
(1) inisiatif pemerintah desa dan/atau masyarakat desa; (2) potensi usaha ekonomi
desa; (3) sumberdaya alam; (4) sumberdaya manusia yang mampu mengelola
BUM Desa; dan (5) penyertaan modal dari Pemerintah desa dalam bentuk
pembiayaan dan kekayaan desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai bagian
dari usaha BUM Desa (pasal 4 PermenDesa No. 4 Tahun 2015).
Pengelolaan BUM Desa yang profesional akan menciptakan penguatan
PADes dan sisi lain akan mampu menggerakkan ekonomi produktif masyarakat,
sesuai dengan potensi yang ada atau dapat memecahkan permasalahan yang
membelenggu kegiatan ekonomi produktif masyarakat. Posisi BUM Desa dalam
kegiatannya tidak hanya berorientasi pada keuntungan keuangan, tetapi juga
berorientasi untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. BUM
Desa diharapkan dapat mengembangkan unit usaha dalam mendayagunakan
20
potensi ekonomi. Kegiatan usaha dapat berjalan dan berkembang dengan baik,
sangat dimungkinkan pada saatnya BUM Desa mengikuti badan hukum yang
telah ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Keberadaan BUM Desa akhirnya diharapkan sebagai modal sosial
masyarakat desa, dengan adanya peran komersial dan sosial didalamnya. Posisi
ini dapat dipastikan sangat berat, karena fakta banyak lembaga negara yang
mempunyai dua peran tersebut secara sekaligus tidak mampu berbuat banyak.
Misalnya Perusahaan Umum (PERUM) Bulog selalu mengalami kerugian dengan
nilai ROE (return on equity) negatif (Bulog 2006). Kondisi yang merugi, maka
dapat dipastikan tidak akan dapat menghasilkan aliran kas masuk pada negara,
terlebih kerja sosial.
Albrecht (1995) menyatakan bahwa struktur organisasi sebagai jalur-jalur
syaraf dan pembuluh dalam organisasi. Untuk itu, kesesuaian struktur organisasi
dengan skala usaha menjadi sangat penting. Struktrur organiasi BUM Desa dapat
terdiri dari unit-unit usaha yang berbadan hukum. Pada pasal 10 PermenDesa
PDTT No. 4 tahun 2015, menjelaskan mengenai struktur organisasi BUM Desa
sebagai cermin organisasi yang besar dengan susunan kepengurusan organisasi
yang terdiri dari penasihat, pelaksana operasional dan pengawas. Sesuai
penjelasan peraturan tersebut menunjukkan bahwa BUM Desa disiapkan untuk
menjadi lembaga ekonomi desa yang dapat tumbuh dan besar sehingga
dibutuhkan strategi pengelolaan yang jelas sejak tahap awalnya.
Suharto (1997), mengidentifikasi ragam pendekatan dalam
memberdayakan masyarakat, sebagai berikut:
1) Pemungkinan; menciptakan iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang secara optimal.
2) Penguatan; memperkuat pengetahuan masyarakat dalam memecahkan
masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
3) Perlindungan; menghindari terjadinya persaingan tidak sehat.
4) Penyokongan; memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat
mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya.
5) Pemeliharaan; menjaga agar kondisi tetap kondusif.
Strategi dan pendekatan pemberdayaan tersebut secara langsung pada
masyarakat. Kajian akan difokuskan pada pola kerja organisasi (BUM Desa),
sehingga perlu dilakukan penyesuaian strategi dan pendekatan. Pada kajian ini
akan berupaya untuk menggabung konsep strategi perusahaan dan menyesuaikan
dengan konsep organisasi publik dalam menemukan pola implementasi dari
fungsi komersial dan fungsi sosial BUM Desa dalam pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan Masyarakat
Konsep welfare state tidak lagi menjadi pilihan kebijakan dari beberapa
negara, karena berdampak pada kemampuan daya saing tingkat global yang
rendah. Pada prakteknya negara hanya fokus pada penggunaan anggaran untuk
memanjakan masyarakat, yang menyebabkan masyarakat terlena dalam
meningkatkan nilai produksi. Pengaruh krisis dalam negara kesejahteraan jelas
terlihat pada level pemberian pelayanan. Mutu pelayanan semakin rendah,
pemotongan layanan-layanan publik kecuali bila ada kempuan untuk membayar
sendiri. Menghadapi situasi demikian, Ife (2006) memberikan pandangan bahwa
21
dalam keadaan negara kesejahteraan yang cenderung gagal untuk terus memenuhi
kebutuhan-kebutuhan manusia dan untuk memoromosikan HAM, dan dalam
keadaan ketidak berlanjutan ekologis dari struktur-struktur negara kesejahteraan
yang besar dan sentralistik, adalah penting untuk mempertimbangkan bagaimana
layanan-layanan kemanusiaan akan berjalan dalam model basis masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat dapat dikatakan sebagai salah satu bagian dari
sistem pelayanan sosial yang berbasis kepada masyarakat. Dalam hal ini,
Pemerintah perlu mengalihkan perhatian dalam memberikan pelayanan dan
pembangunan dengan cara meningkatkan kesempatan kerja, meningkatkan
kegiatan produktif masyarakat, sehingga mampu mendapatkan pelayanan yang
berkualitas di sektor pendidikan, kesehatan dan lainnya (Sondakh 2003). Sehingga
dapat dikatakan bahwa model pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat
(community empowerment) sangat relevan diterapkan dalam upaya pemerintah
memenuhi kebutuhan masyarakat Desa.
Membangun kawasan perDesaan harus dilewati dengan proses partisipatif
yang mampu memberdayakan masyarakat. Proses partisipatif yang dimaksud
dalam UU No. 6 tahun 2014 adalah pembangunan Desa dilakukan mulai dari
proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang mengedepankan
kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan
pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial (Pasal 78 ayat 2 dan 3).
Pemberdayaan harus menjadi tujuan program pengembangan masyarakat.
Makna pemberdayaan adalah “membantu” komunitas dengan sumber daya,
kesempatan, keahlian, dan pengetahuan agar kapasitas komunitas meningkat
sehingga dapat berpartisipasi untuk menentukan masa depan mereka sendiri
(Nasdian 2014). Arah dari pemberdayaan adalah penciptaan kemampuan yang
terwujud dari pengetahuan dan keterampilan serta kesempatan untuk dapat
beraktivitas dalam kegiatan ekonomi produktif.
Pengertian lain atas pemberdayaan adalah bagaimana masyarakat atau
organisasi atau komunitas mempunyai kekuasaan dalam menentukan
kehidupannya. Rapport dalam Suharto (2010) mendefinisikan pemberdayaan
sebagai “suatu cara dengan mana rakyat, organisasi dan komunitas diarahkan agar
mampu menguasai atau berkuasa atas kehidupannya”. Pada definisi tersebut ada
penegasan cara oleh pihak tertentu (dalam kajian ini pemerintah dan swasta), cara
tersebut harus dihasilkan melalui strategi yang lebih operasional, dengan obyek
dan subyek berupa individu ataupun kelompok individu.
Pemberdayaan adalah proses dan tujuan. Soetomo (2011) menyatakan
bahwa pemberdayaan masyarakat sebagai salah satu pendekatan dalam
pembangunan masyarakat, utamanya yang berorientasi pada rakyat (people
centred develompment). Pendekatan ini menyadari bahwa peningkatan kapasitas
masyarakat merupakan jalan menuju kemadirian dan kekuatan internal mayarakat.
Masyarakat memiliki kemampuan mengontrol sumberdaya baik materil maupun
non materil yang vital melalui redistribusi kepemilikan. Pemberdayaan sebagai
suatu proses, maka perlu dikenali faktor yang menyebabkan rakyat atau
masyarakat tidak berdaya. Faktor tersebut menurut Suharto (1997) berupa
penilaian diri yang negatif, interaksi negatif dengan orang lain dan lingkungan
yang lebih luas. Faktor yang berasal dari internal masyarakat tersebut, dalam
intensitas yang tinggi akan menghasilkan budaya kemiskinan dengan ciri
22
“ketidakberdayaan, ketergantungan dan rendah percaya diri” (Lewis dalam Astika
2010).
Keberdayaan pada konsep di atas tergolong sangat luas, terpenting pada
aspek yang berhubungan dengan ekonomi dan aspek lain yang berhubungan
dengan penciptaan kegiatan ekonomi produktif. Kajian ini perlu dipersempit,
dalam pengertian tidak mengangkat aspek politik. Pada aspek perilaku keputusan
rumah tangga dalam menggunakan aset tidak masuk dalam kajian ini, tetapi
intinya adalah rumah tangga mampu menciptakan kegiatan ekonomi produktif
melalui potensi diri dan kesesuaian dengan potensi yang ada di lingkungannya.
Dapat juga dalam makna kemampuan rumah tangga miskin dalam memecahkan
masalah pemenuhan kebutuhan dasar.
Kajian ini diarahkan untuk pengembangan atau pemberdayaan komunitas
dengan memperkuat kelembagaan perantara (BUM Desa). Di Indonesia terdapat
78.000 Desa merupakan suatu potensi yang sangat besar, terutama dengan
keberadaan BUM Desa dan kelembagaan lainnya. Sisi lain jumlah potensial Desa
tersebut tersimpan masalah yang sangat kompleks, karena 76.200 Desa sebagai
Desa tertinggal (Tempo 2013). Mutlak pemberdayaan komunitas (Desa) sebagai
pilihan untuk mewujudkan kemakmuran atau kesejahteraan yang berasaskan
kemerataan di Indonesia.
Dalam pemberdayaan bermuara pada community self reliance
(kemandirian). Pelaksanaannya mengacu pada enam konseptual (Alfitri 2011)
berikut: (1) learning by doing; (2) problem solving; (3) self evaluation; (4) self
development; (5) self selection; dan (6) self decision. Implementasi enam konsep
tersebut terkait keberadaan BUM Desa dilakukan dengan cara: (1) menciptakan
suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (setiap
Desa, masyarakat, individu mempunyai potensi); (2) upaya dijalankan dengan
memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat; (3) pemberdayaan bukan
hanya pada penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga perantaranya;
(4) meningkatkan partisipasi masyarakat; dan (5) melindungi (dalam proses
pemberdayaan) upaya pelemahan dari pihak lain.
Community development is a movement designed to promote better living
for the whole community with the active participation and on the initiative of the
community (Brokensha dan Hodge, dalam Nasdian 2014). Pengembangan
masyarakat Desain pergerakan untuk meningkatkan taraf kehidupan, dilakukan
partisipasi dan inisiatif anggota dari komunitas.
Definisi yang luas diberikan PBB (1960) dalam Nasdian (2014) yaitu:
The processes by which the eforts of the people themselves are united with
those of governmental athorities to improve the economic, social and
cultural conditions of communities, to integrate the communities into life
of the nation and to echance the contribute fully to national progress.
Dalam definisi tersebut perbaikan dan peningkatan kehidupan komunitas
bukan hanya pada aspek ekonomi, tetapi juga pada aspek sosial dan budaya.
Konsep pengembangan komunitas dari pemerintah dan selanjutnya ada perbaikan
di internal komunitas sehingga memberikan kontribusi lanjutan pada kemajuan
negara. Keberdayaan komunitas Desa, melalui peningkatan ekonomi, sosial dan
budaya anggota komunitas maka secara langsung dan tidak langsung akan
memberikan kontribusi pada kemajuan negara. Kemajuan negara dihasilkan dari
23
kemajuan regional, di mana kemajuan tersebut dihasilkan dari kemajuan sub
sistemnya.
Berbagai konsep atas dijadikan upaya dalam pelaksanaan pengembangan
dan sekaligus dijadikan sebagai indikator atau ciri terjadinya pengembangan
komunitas dari peran BUM Desa. Ragam prinsip ini dijadikan dasar dalam
menggerakkan atau menjalankan BUM Desa di komunitas, sehingga tujuan
pendiriannya untuk pengembangan potensi dan pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat dapat berjalan dengan baik.
Kajian Terdahulu
Kajian teori ini juga menampilkan hasil riset mengenai peran BUM Desa
dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Sayuti (2011) melakukan kajian
untuk mengetahui partisipasi masyarakat, dukungan otonomi desa dan peran
kelembagaan dalam pengentasan kemiskinan. Riset tersebut dilakukan di
Kabupaten Donggola. Simpulan dari hasil riset ini hanya bersifat normatif dari
konsep teori yang telah diuraikan mengenai BUM Desa. Di Kabupaten Donggala
sampai periode riset tersebut dilakukan, hanya ada satu BUM Desa di Desa Bale.
Fakta empiris kemampuan BUM Desa di desa tersebut dalam menggerakkan
perekonomian desa dan masyarakat dalam konteks kelembagaan BUM Desa tidak
diungkapkan.
Tujuan kajian ini relatif sama, dengan pendekatan akhir yang berbeda,
yaitu memunculkan strategi, kebijakan dan aspek lain yang mampu
mengembangkan ekonomi masyarakat, dalam konteks pemberdayaan melalui
penguatan kelembagaan BUM Desa tersebut. Tujuan yang dicantumkan dalam
riset tersebut belum terjawab sebagai dasar untuk penguatan peran kelembagaan
BUM Desa untuk perekonomian desa dan masyarakat. Kajian yang akan
dilakukan bukan hanya rancangan temuan empiris keberadaan BUM Desa Benete,
tetapi perlu diberikan rancangan strategi dan kebijakan pengelolaan yang
mengarah pada realisasi tujuan normatif keberadaan lembaga tersebut.
Kabupaten Donggola telah mempunyai PERDA yang mengatur pendirian
dan operasional BUM Desa, tetapi fakta empiris hanya baru satu desa yang
melaksanakan atau merealisasikannya. Kondisi yang berbeda dengan lokasi kajian,
belum ada PERDA yang mengatur mengenai BUM Desa di Kabupaten Sumbawa
Barat. Informasi yang didapatkan dari Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa
(BPM) KSB, menyebutkan bahwa di KSB telah terbentuk 16 unit BUM Desa
yang beroperasi di 16 Desa. Terdapat 4 unit BUM Desa terbentuk karena ada
kaitannya dengan program CSR PTNNT. Fakta empiris ini kemungkinan akan
menghasilkan temuan, termasuk juga rancangan strategi dalam pengembangan
BUM Desa sebagai modal sosial dan ekonomi untuk pemberdayaan komunitas,
baik dalam rancangan kerja internal komunitas, antar komunitas secara horisontal
dan dengan komunitas pada aras vertikal.
Suwondo et al. (2012) melakukan riset dengan tujuan untuk mengetahui
keberadaan BUM Desa di Desa Landungsari Kecamatan Dau Kabupaten Malang,
realisasinya dalam penguatan ekonomi Desa serta temuan atas faktor pendukung
dan penghambat. Ditemukan bahwa pendirian BUM Desa di Desa Landungsari
telah sesuai dengan perundangan yang berlaku. Fakta empiris kemampuan BUM
Desa dalam memberikan aliran kas masuk untuk PADesa belum teraktualisasi.
24
Fungsi pemenuhan kebutuhan masyarakat juga belum terealisasi. Faktor utama
yang menjadi permasalahan adalah permodalan.
Riset terdahulu sifatnya lebih memberikan deskripsi peran BUM Desa,
bukan dalam taraf aplikasi untuk memberikan solusi dalam memecahkan
permasalahan penguatan kapasitas BUM Desa sebagai rural income generator
dan pemberdayaan masyarakat berkelanjutan. Kajian ini diarahkan sampai pada
taraf terapan, sehingga hasil riset ini dapat dijadikan sebagai rekomendasi untuk
perbaikan keberadaan BUM Desa serta memperkuat perannya sebagai lembaga
sosial dan komersial pada tingkat komunitas Desa.
Kerangka Pemikiran
BUM Desa dibentuk oleh Pemerintah Desa bersama masyarakat untuk
mendayagunakan segala potensi ekonomi, kelembagaan perekonomian, serta
potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Desa Sehingga kehadiran BUM Desa diharapkan dapat
memberikan solusi sebagai kelembagaan ekonomi Desa yang kuat dan
terwujudnya kegiatan pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan. Posisi BUM
Desa menjadi payung sehingga masyarakat Desa dapat menjalankan aktivitas
ekonominya dengan ciri berdaya saing, berdasarkan potensi Desa dan secara
berkesinambungan menuju pemerataan kesejahteraan masyarakat. Ruang gerak
dari praktek monopoli pengelolaan potensi Desa oleh pihak pemodal dapat
dibatasi. Masyarakat dapat diberdayakan melalui dua fungsi utama BUM Desa
yaitu sebagai lembaga komersial dan sosial.
Pada kajian komunitas ditemukan informasi bahwa keberadaan BUM Desa
Benete terbentuk atas inisiatif dari pihak PTNNT (swasta) sebagai upaya mencari
solusi masalah sosial dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat berupa air
bersih dan kebersihan lingkungan di Desa Benete. Program penguatan
kelembagaan BUM Desa oleh PTNNT diarahkan menjadi cikal bakal
kelembagaan ekonomi masyarakat yang kuat di Desa Benete. Melalui usaha yang
dikelolah oleh BUM Desa Benete, telah membantu mengatasi masalah sosial
terkait kesulitan air bersih, kebersihan lingkungan, fasilitas usaha dan rekreasi.
Dampak kehadiran berbagai fasilitas usaha tersebut akan menjadi stimulan bagi
tumbuhnya inisiatif-inisiatif usaha ekonomi produktif dari masyarakat.
Berkembangnya kegiatan ekonomi masyarakat, menunjukkan adanya keberdayaan
ekonomi masyarakat.
Keberadaan BUM Desa di Desa Benete tentu tidak terlepas dari peran dan
pengaruh aktor (stakeholder) dalam menginisiasi pembentukan maupun dalam
mendukung operasionalnya. Keberadaan BUM Desa Benete diharapkan sebagai
modal sosial dan sarana pemberdayaan masyarakat. Untuk mewujudkan harapan
tersebut, maka peran inisiator dan pemerintah serta personil lainnya harus
memperkuat fungsi lembaga perantara tersebut. Proses yang dijalankan oleh
PTNNT dalam pendirian dan pihak-pihak yang berperan aktif sangat perlu
diketahui, termasuk partisipasi masyarakat dalam pemilihan usaha.
Analisis peran para pihak (stakeholder analysis) adalah sebuah proses
pengumpulan dan analisis informasi kualitatif secara sistematik untuk
memverifikasi pihak-pihak berkepentingan yang patut diperhitungkan pada saat
25
menyusun rencana strategis pengembangan BUM Desa maupun pada tahapan
implementasi pengelolaan BUM Desa.
Pemetaan para pihak (stakeholder mapping) adalah analisis posisi dan peran
stakeholder berdasarkan tingkat kepentingan dan tingkat pengaruhnya terhadap
pembentukan dan keberlanjutan operasional BUM Desa Benete. Pada kegiatan
pemetaan stakeholder akan mengidentifikasi karakteristik dari masing-masing
pihak yang terlibat, memetakan posisi serta pengaruh dan kepentingannya.
Mengetahui apa yang menjadi tanggung jawab, hak dan kewajiban, manfaat dan
dampak yang diperoleh, relasi antar pihak, serta mengkategorikan posisi para
pihak sebagai stakeholder utama atau stakeholder penunjang terkait keberadaan
dan keberlanjutan BUM Desa. Hasil pemetaan stakeholder digunakan untuk
mengetahui dukungan, komitmen, dan kontribusi yang dapat diberikan oleh
masing-masing stakeholder sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.
Operasionalisasi BUM Desa Benete sebagai lembaga ekonomi peDesaan
yang kuat sangat perlu, didasarkan atas penyusunan strategi korporat (strategi
umum) dan strategi fungsional (strategi operasional) yang tepat. Strategi tersebut
muncul sebagai hasil analisis atas kondisi internal dan eksternal BUM Desa.
Dalam rangka lengkapnya kajian ini, terlebih dahulu dilakukan analisis pengaruh
dan kepentingan stakeholder atas keberadaan BUM Desa Benete. Kelembagaan
ekonomi peDesaan yang kuat dicirikan oleh kemampuan dalam menghasilkan
aliran kas masuk dan terciptanya ruang bagi kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Keterangan:
: Garis hubungan antar variabel
: Tujuan yang hendak dicapai
Strategi Pengelolaan
BUMDes
Analisis stakeholder dan survey
persepsi pelanggan
Stakeholders/aktor - PTNNT - Masyarakat
- Pemerintah Desa
- Pemda KSB
Analisis Kondisi
Internal: - SDM
- Kelembagaan
- Kondisi produksi - Kondisi keuangan
- Kondisi pemasaran
- Sarana prasarana
Analisis Kondisi
Eksternal: - Tingkat desa
- Regional - Nasional
(aspek ekonomi, sosial, regulasi
dan budaya) dan kemungkinan keberadaan lembaga ekonomi
dan sosial di Desa.
BUM Des
BENETE
Kelembagaan
BUM Desa (kuat dan mandiri)
Pemberdayaan
Masyarakat
26
Gambar 4 Hubungan antar variabel pengelolaan BUM Desa dalam
pemberdayaan masyarakat Desa Benete
Kajian kondisi internal dan eksternal BUM Desa Benete merupakan
bagian dari proses penyusunan strategi penguatan kelembagaan. Langkah awal
yaitu mengidentifikasi faktor-faktor internal yang menjadi keunggulan dan
kelemahan serta faktor-faktor eksternal yang menjadi peluang dan hambatan
melalui proses diskusi dengan para pihak yang memahami dan terlibat dalam
pengelolaan BUM Desa. Penyesuaian kondisi internal dan eskternal organisasi
akan melahirkan strategi di internal BUM Desa (bonding strategy), antar lembaga
sosial secara horisontal (bridging strategy) dan antar lembaga sosial secara
vertikal (creating strategy). Untuk menemukan jawaban atas permasalah kajian
ini maka disusun kerangka berfikir sebagai rancangan kajian sebagaimana
digambarkan pada, Gambar 4.
Pola dalam melaksanakan strategi tersebut mengarah pada penciptaan
jejaring lembaga sosial/ekonomi untuk pemberdayaan masyarakat secara terus
menerus, yang diwujudkan melalui pembentukan usaha produktif dan penguatan
kapasitas kelembagaan sosial. Masyarakat dapat berpartisipasi sebagai konsumen
maupun keterlibatan langsung dalam kegiatan ekonomi produktif yang dijalankan
BUM Desa. Peran komersial dari BUM Desa dapat dipastikan akan berjalan,
karena dengan penguatan lembaga tersebut akan berpengaruh terhadap
pengembangan bidang usaha produktif dan perolehan keuntungan usaha.
27
3 METODE KAJIAN
Lokasi dan Waktu Kajian
Kajian ini dilakukan di Desa Benete Kecamatan Maluk Kabupaten
Sumbawa Barat. Kajian telah dilakanakan sejak bulan Januari – Desember 2014
dan tersusun dalam jadwal kajian.
Pendekatan Kajian
Kajian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif (mixed method)
dimaksudkan agar kedua metode ini dapat saling melengkapi dalam menemukan
jawaban atas permasalahan kajian. Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk analisis
data yang bersifat numerik dan kuantifikasi agar mempermudah pengukuran,
sementara pendekatan kualitatif fokus pada penggalian informasi yang bersifat
pendalaman dalam melihat persoalan yang tidak terukur.
Kanuk dan Schiffman (2008) memberikan penegasan bahwa perlu bagi
periset perusahaan untuk mengkombinasikan penelitian kuatitatif dan kualitatif.
Dua desain penelitian ini mempunyai keunggulan masing-masing, yang dapat
dimanfaatkan sebagai masukan dalam merumuskan strategi dan keputusan
organisasi. Hasil riset kualitatif digunakan untuk kajian gagasan baru dan
pengembangan, sedangkan hasil riset kuantitatif digunakan untuk proyeksi,
pembuatan model dan lainnya. Desain khusus penelitian kualitatif ini akan
diperkaya dengan peran peneliti sebagai partisipan. Manfaat akhir dari
pengaplikasian kedua pendekatan ini akan berujung pada penemuan strategi
pengelolaan BUM Desa untuk pemberdayaan masyarakat di Desa Benete
Kabupaten Sumbawa Barat. Oleh karena itu, unit analisis dalam kajian ini adalah
kelembagaan BUM Desa, dimana didalam kelembagaan terdapat pengelola,
pelanggan dan pihak-pihak lain (stakeholder) yang terkait dengan keberadaan
BUM Desa Benete.
Teknik Pengumpulan Data
Pada kajian kualitatif, pengumpulan data tidak dipandu oleh teori, tetapi
dipandu oleh fakta-fakta yang ditemukan pada saat kajian di lapangan (Sugiyono
2011). Pada kajian ini menggunakan beberapa tehnik agar diperoleh data yang
valid dan mampu memberikan gambaran sebenarnya dari kondisi yang ada.
Tehnik yang digunakan meliputi wawancara mendalam (indepth interview), focus
group discussion (FGD), pengamatan partisipatif dan pengumpulan dokumentasi.
Pengumpulan data terdiri atas data-data dasar, seperti: jumlah penduduk,
jumlah pelanggan, jumlah pengurus BUM Desa, data kondisi sarana dan prasarana
Desa dan BUM Desa, data PADes Benete, laporan keuangan BUM Desa dan data
lain yang berkaitan dengan kajian ini didapatkan melalui:
a) Telaah Pustaka: Sebelum mencari data primer, peneliti terlebih dahulu
menelaah data sekunder dalam bentuk telaah pustaka atau studi
dokumen. Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan berbagai jenis
data dan informasi pendukung mengenai topik kajian. Data-data
28
tersebut didapat dari dokumen-dokumen atau catatan-catatan yang
dimiliki oleh masing-masing stakeholder serta sumber-sumber lainnya
yang dapat memberikan informasi mengenai strategi pengelolaan/
penguatan BUM Desa dalam pemberdayaan masyarakat.
b) Teknik Non-Survei: Setelah telaah pustaka atau studi dokumen sudah
dilakukan, selanjutnya dilakukan kajian lapangan melalui kegiatan
non-survei. Hal ini ditujukan untuk mengumpulkan data dan informasi
terkait peran, pengaruh dan kepentingan stakeholder dalam
pembentukan dan pengelolaan BUM Desa Benete. Wawancara
mendalam dan diskusi kelompok terarah digunakan untuk mengkaji
faktor internal dan eksternal serta kinerja BUM Desa Desa Benete.
Selanjutnya untuk menguji validasi data, peneliti melakukan tehnik
triangulasi dimana memadukan informasi dari beragam informan yang
mengetahui tematik dalam kajian ini.
Data kualitatif yang dihasilkan selama kajian dapat dikelompokkan ke
dalam tiga kategori, yaitu:
a) Data hasil pengamatan: tulisan dari hasil interpretasi penulis dalam
bentuk deskripsi mengenai situasi, kejadian/peristiwa, orang-orang,
interaksi dan perilaku yang diamati secara langsung di lapangan, yang
disajikan dalam bentuk catatan lapang saat penulis melakukan
pengamatan dan wawancara.
b) Data hasil pembicaraan: kutipan langsung dari pernyataan orang-orang
yang menjadi subjek kajian. Kutipan ditulis sebagaimana yang
disampaikan informan mengenai pengalaman, sikap, keyakinan dan
pandangan/pemikiran mereka dalam kesempatan wawancara dengan
peneliti, maupun pada saat diskusi kelompok terarah berlangsung.
c) Data tertulis: petikan atau keseluruhan bagian dari dokumen yang
berkaitan tema kajian. Bahan tertulis lain yang dijadikan sebagai
referensi penulisan kajian ini adalah buku-buku dan artikel terkait,
serta berita dari media massa elektronik terutama internet.
Pemilihan Informan
Informan dipilih secara sengaja (purposive), yaitu individu yang memiliki
kompetensi dan mengetahui bagaimana proses pembentukan dan pemilihan usaha,
operasional, pengaruh dan kepentingan stakeholder terhadap pembentukan dan
pengembangan BUM Desa, kondisi internal dan eksternal, serta aspek lain dari
keberadaan BUM Desa Benete. Peneliti sangat terbantu karena adanya hubungan
yang kedekatan dengan para aktor yang terlibat dalam BUM Desa Benete
disamping peneliti adalah bagian dari komunitas tempat kajian ini dilakukan.
Melalui pendekatan pendahuluan, ditetapkan bahwa informan yang dipilih
berdasarkan jabatan atau pengaruh mereka terhadap lingkungan atau institusi
tempat mereka menjabat diantaranya yaitu: (1) Manager atau staf Specialist Social
Responsibility Departement PTNNT; (2) Kepala Badan Pemberdayaan
Masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat; (3) Kepala Desa Benete periode 2004-
2009; (4) Kepala Desa Benete periode 2013-2019; (5) Sekretaris Kecamatan
Maluk; (6) Ketua BPD Desa Benete; (7) Pengurus BUM Desa periode 2003-2005;
(8) pengelola Pelabuhan Benete; (9) tokoh masyarakat dan pihak terkait lainnya.
29
Adapun tehnik pengambilan data tematik kajian dan informan dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2 Teknik pengambilan data.
No. Tematik Data yg dibutuhkan
Tehnik
Pengambilan
Data
Informan/
responden
1. Analisi peran, pengaruh
dan kepentingan
stakeholder dalam
pembentukan dan
operasional BUM Desa
pada level desa dan
PTNNT.
Pemetaan peran,
kepentingan dan
pengaruh stakeholder.
Wawancara
mendalam,
FGD
Kepala Desa,
pengurus BUM
Desa
sebelumnya,
pihak Dept. SR
PTNNT.
2. Analsis kondisi internal
yang mempengaruhi
kinerja BUM Desa
Benete.
- Kondisi SDM
- Kelembagaan
- Kondisi produksi
- Kondisi keuangan
- Kondisi pemasaran
- Sarana prasarana
Wawancara
mendalam,
dokumentasi,
observasi,
survey dan
FGD
Pengelola BUM
Desa dan
masyarakat/
pelanggan.
3. Analsis kondisi eksternal
yang mempengaruhi
kinerja BUM Desa
Benete.
- Regulasi yangt
erkaitan dengan
BUM Desa
- Budaya: aspek nilai-
nilai berkaitan
dengan BUM Desa,
Kebiasaan warga
dalam bekerjasama
bidang sosial dan
ekonomi,
- Jaringan operasional
BUM Desa.
Wawancara
mendalam,
studi
dokumen
Pengelola BUM
Desa dan
masyarakat/
pelanggan.
4. Merumuskan strategi
pengelolaan BUM Desa
Benete dalam
mewujudkan
pemberdayaan
masyarakat berkelanjutan
di Desa Benete.
Analisis matrik SWOT,
pendekatan strategi 5C
dan penerapan bonding,
bridging dan creating
strategy.
FGD Kepala Desa,
Ketua BPD,
Ketua LPM,
masyarakat/
pelanggan,
pengurus BUM
Desa dan pihak
Dept. SR
PTNNT.
Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data terkait pengelolaan dan keterlibatan para aktor dalam
pembentukan dan operasional BUM Desa Benete dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus menerus sampai data jenuh. Pengolahan dan analisis data
dengan pendekatan kualitatif mengacu pada kerja yang diberikan Miles dan
Huberman (1984) dalam Sugiyono (2011). Data yang didapatkan dari pendekatan
30
kualitatif diolah melalui tiga jalur analisis, yaitu reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan (Gambar 5).
Gambar 5 Komponen dalam analisis data (interactive model)
Sumber: Sugiyono (2011)
Adapun penjelasan dari tahapan dalam analisis data kualitatif dengn
interactive model, adalah sebagai berikut:
1) Pengumpulan data
Kegiatan pengumpulan data dalam kajian ini lebih banyak dilakukan melalui
wawancara secara kelompok. Peneliti akan banyak memposisikan diri
sebagai pemadu/moderator wawancara dalam suatu pertemuan yang bersifat
partisipatif.
2) Reduksi data
Reduksi data diartikan sebagai proses pencatatan data secara teliti dan rinci.
Proses reduksi data mempunyai arti merangkum, memilih hal-hal pokok,
memfokuskan hal-hal penting dicari tema dan pola. Reduksi ditujukan untuk
menajamkan, menggolongkan, mengeliminasi yang tidak diperlukan serta
mengorganisir data untuk memperoleh kesimpulan akhir sebagai temuan
kajian. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan memberikan
gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti untuk mengumpulkan data
selanjutnya dan mencari bila diperlukan.
3) Penyajian data
Data yang telah direduksi kemudian disajikan dengan penyusunan
sekumpulan informasi sehingga memungkinkan untuk penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Melalui penyajian data maka akan
mempermudah dalam memahami apa yang terjadi serta dapat merencanakan
langkah berikutnya berdasarkan pemahaman atas informasi yang telah
didapatkan. Penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel, gambar, serta
berbagai kutipan penjelasan dari subyek kajian.
Pengumpulan Data
Data Collection Penyajian Data
Reduksi Data
Data Reduction
Penarikan Kesimpulan
Conclusions;
Drawing/verifying
31
4) Penarikan kesimpulan Melakukan verifikasi atas kesimpulan yang telah didapatkan selama proses pengumpulan data dengan tetap meninjau data-data yang telah dikumpulkan sebelumnya. Verifikasi data bertujuan untuk memastikan bahwa data yang dibutuhkan sudah lengkap, sehingga penarikan kesimpulan dapat dilakukan dengan tepat berdasarkan data-data yang sudah terkumpul. Kesimpulan dalam kajian kualitatif merupakan temuan baru yang belum pernah ada sebelumnya.
Metode Kuantitatif
Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengkaji kondisi internal dan mendapatkan informasi terkait penilaian pelanggan. Untuk kondisi internal, yang menjadi responden dalam kajian ini adalah pengelola BUM Desa. Penilaian partisipasi pelanggan yang menjadi respondennya adalah pelanggan atau masyarakat yang mengetahui keberadaan BUM Desa. Selanjutnya informasi yang diperoleh diubah dalam penskoran yang menunjukkan intensitas variabel dengan menggunakan skala Likert. Pemilihan Responden
Responden dalam penelitian ini adalah pengelola BUM Desa dan masyarakat/pelanggan yaitu penerima manfaat dan mengetahui keberadaan BUM Desa. Penentuan responden dilakukan dengan menggunakan sample random sampling. Besaran sampel yang digunakan sebanyak 10% dari jumlah pelanggan atau warga penerima manfaat dari unit-unit usaha BUM Desa. Populasi dalam penelitian ini adalah pelanggan BUM Desa baik yang masih aktif maupun tidak aktif dan masih berdomisili di Desa Benete. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Metode pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan metode survey terhadap responden untuk mendapatkan data terkait penilaian pelanggan/masyarakat terhadap kinerja BUM Desa. Instrumen penelitian digunakan adalah kuesioner. Data kuantitatif hasil penyebaran kuesioner di lapangan dilakukan editing, selanjutnya dilakukan pemindahan dari daftar pertanyaan ke lembar tabulasi yang sudah disiapkan. Data yang didapatkan dilakukan editing, untuk mengecek kelengkapan pengisian kuesioner selanjutnya dilakukan pengolahan dengan mengunakan tabel frekwensi dan tabulasi silang.
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk mengkaji hubungan-hubungan antar berbagai faktor yang mempengaruhi pengembangan kelembagaan BUM Desa Benete. Data-data sekunder yang digunakan terutama dari dokumen Maluk Dalam Angka Tahun 2007-2013 dan Informasi dari Profil Desa Benete tahun 2012-2013, laporan BUM Desa dan data lain yang relevan. Hasil kajian hubungan tersebut kemudian dilakukan interpretasi dan generalisasi, terhadap faktor-faktor yang berhubungan, kemudian dipetakan dan dianalisis.
32
Analisis Matriks SWOT
Hasil analisis lingkungan kelembagaan kemudian dikelompokkan ke dalam faktor internal dan eksternal, yang kemudian dilanjutkan dengan analisis SWOT. Dalam matriks SWOT alternatif formulasi strategi dilakukan dengan melakukan perbandingan berpasangan. Perbandingan berpasangan adalah suatu teknik membandingkan suatu komponen dengan komponen lain dalam satu kategori yang sama. Matriks SWOT membantu dalam melakukan perbandingan berpasangan antara faktor-faktor kekuatan, peluang kelemahan, dan ancaman, seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Matriks Analisis SWOT
Faktor
Internal
Faktor
Eksternal
Kekuatan (S)
1. ............................
2. ............................
3. ............................
Kelemahan (W)
1. ..........................
2. ..........................
3. ..........................
Peluang (O)
1. ..........................
2. ..........................
3. .........................
Strategi SO
1. ............................
2. ..........................
3. ..........................
Strategi WO
1. .........................
2. .........................
3. .........................
Ancaman (T)
1. ..........................
2. .........................
3. .........................
Strategi ST
1. ........................
2. ........................
3. .........................
Strategi WT
1. ..........................
2. .........................
3. ..........................
Sumber: Rangkuty (2001).
Melalui analisis SWOT dapat dikembangkan menjadi beberapa rumusan
strategi, dengan alternatif sebagai berikut:
1. Strategi SO (Strength – Opportunity), yaitu dengan menggunakan kekuatan
internal yang ada untuk memanfaatkan peluang eksternal, dalam upaya
mengembangankan kelembagaan BUM Desa untuk meningkatkan pendapatan
dan berkontribusi bagi pemasukan PADes Desa Benete.
2. Strategi ST (Strength – Threats), yaitu dengan menggunakan kekuatan yang
ada untuk mengatasi ancaman potensial, yang dapat menghambat
pengembangan kelembagaan BUM Desa dalam mewujudkan pemberdayaan
masyarakat berkelanjutan.
3. Strategi WO (Weaknesses – Opportunities), yaitu dengan memanfaatkan
peluang yang muncul, untuk mengatasi kelemahan dalam rangka
mengembangkan kelembagaan BUM Desa dalam mewujudkan pemberdayaan
masyarakat berkelanjutan.
4. Strategi WT (Weaknesses - Threats), yaitu upaya mengurangi kelemahan
internal serta menghindari ancaman eksternal dalam rangka mempertahankan
kelembagaan BUM Desa sebagai pengerak kegiatan pemberdayaan
masyarakat berkelanjutan.
33
Perancangan Strategi dan Program Aksi
Metode Perancangan
Rancangan strategi adalah sebuah temuan sehingga belum dapat diprediksi
secara otomatis apa bentuk kebijakan (strategi fungsional) termasuk rencana aksi
sebagai out put dari kajian ini. Kegiatan perancangan dilakukan dalam forum
FGD untuk pengumpulan data sebagai masukan dalam analisis faktor internal dan
eksternal yang akan digunakan dalam analisis SWOT. Metode ini dipilih karena:
(1) dapat memperoleh informasi-informasi penting yang terkait dengan
permasalahan dan tujuan kajian; (2) menstimulasi ide-ide dan konsep baru; (3)
mendiagnosis permasalahan; (4) menetapkan produk, program, pelayanan, dan
bentuk kelembagaan; (5) menafsirkan hasil-hasil evaluasi secara lebih baik, dan;
(6) mempelajari perilaku dan keinginan masyarakat.
Data terkait komunitas yang menjadi analisis faktor eksternal adalah
sebagai berikut: (1) jumlah penduduk; (2) luas wilayah; (3) jaringan komunikasi
antar dusun; (4) prasarana dan sarana perhubungan dan komunikasi; (5)
pemasaran produk komunitas; (6) kelembagaan sosial; (7) kelembagaan produksi;
(8) prasarana dan sarana pemerintahan komunitas; (9) sosial budaya yaitu suasana
yang memberikan kemungkinan adanya kerukunan hidup beragama dan
kerukunan hidup bermasyarakat dalam hubungannya dengan adat istiadat; (10)
pola nafkah masyarakat dan prasarananya.
Komponen dalam analisis faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan
faktor eksternal (peluang dan ancaman) sebagai berikut:
Identifikasi Faktor Internal
Strength (Kekuatan)
Strength dalam hal ini diartikan sebagai kekuatan atau hal positif yang
menonjol dari perusahaan/produk yang dapat dijadikan sebagai competitive
advantage (keunggulan bersaing). Misalnya: memiliki tenaga kerja yang cukup
terampil, berpengalaman, dan berdedikasi tinggi pada pekerjaan, memiliki
kemampuan memberikan kesejahteraan kepada masyarakat dan jaringan distribusi
yang luas.
Weakness (Kelemahan)
Kebalikan dari Strength, Weakness merupakan kekurangan atau hal-hal
yang tidak/belum dimiliki perusahaan untuk bersaing di pasar. Misalnya: brand
nama tidak terkenal, reputasi yang kurang baik di mata konsumen, biaya produksi
relatif mahal, menggunakan alat produksi dengan teknologi lama, biaya produksi
langsung atau tidak langsung cukup tinggi dan harga yang kurang kompetitif.
Identifikasi Faktor Eksternal
Opportunity (Peluang)
Opportunity dianggap sebagai bagian dari lingkungan eksternal
perusahaan yang dapat menjadi potensi untuk meningkatkan profit, market share
34
atau pertumbuhan. Beberapa contoh peluang antara lain: kondisi perekonomian
yang membaik sehingga meningkatkan daya beli masyarakat, adanya permintaan
atau kebutuhan tertentu yang selama ini belum dilayani oleh produk/perusahaan
lain, teknologi baru yang memungkinkan produksi/distribusi menjadi lebih efisien
atau dapat meningkatkan kualitas produk/jasa, peraturan pemerintah yang
mendukung usaha, masih berpeluang mendapatkan sumber biaya dari pemerintah
dan swasta, tingkat permintaan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dari
BUM Desa.
Threat (Ancaman)
Threat adalah kebalikan dari Opportunity, yang merupakan halangan atau
ancaman bagi perusahan dalam memperluas pasar atau mendapatkan profit.
Misalnya: rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk membayar tagihan tepat
waktu, munculnya produk substitusi/pengganti, konsumen mengurangi daya
konsumsinya, peraturan pemerintah, trend atau perubahan sosial yang kurang
menguntungkan bagi perusahaan.
Partisipan Perancangan
Penentuan partisipan dalam kegiatan perancangan dipilih secara sengaja
berdasarkan peran dan keterlibatannya dalam pengelolaan BUM Desa. Partisipan
dalam perancangan rumusan strategi pengelolaan BUM Desa dalam
pemberdayaan masayarakat di Desa Benete Kabupaten Sumbawa Barat terdiri
dari: (1) dari pengelola BUM Desa; (2) unsur perusahaan (PTNNT); (3) dari unsur
Pemda KSB; (4) dari unsur pengurus BUM Desa; dan (5) unsur pemerintah Desa
dan Kecamatan.
Proses Perancangan
Kegiatan perancangan dilakukan dalam sebuah forum diskusi terbatas
(FGD) dengan melibatkan partisipan perancang. Dalam penentuan strategi sebagai
dasar rancangan kebijakan dan program aksi akan dilakukan melalui tiga tahapan
analisis yang saling berkaitan, yaitu: (1) tahap pengumpulan data, (2) tahap
analisis, dan (3) tahap pengambilan keputusan strategis.
A). Tahap Pengumpulan Data
Kegiatan yang dilakukan dalam proses pengumpulan data/informasi
adalah sebagai berikut:
1) Analisis faktor-faktor internal
Analisis faktor-faktor internal mencakup kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
a) Mengidentifikasikan faktor-faktor kunci yang merupakan
kekuatan dan kelemahan organisasi dengan membuat check list
daftar pertanyaan
b) Jawaban hendaknya sespesifik mungkin.
35
2) Analisis faktor-faktor eksternal
Analisis faktor-faktor eksternal mencakup kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
a) Mengenali kekuatan kunci faktor-faktor eksternal yang
mempengaruhi kinerja pengelolaan BUM Desa.
b) Mengumpulkan data dan informasi mengenai faktor-faktor
tersebut
c) Apabila dianggap perlu, membuat proyeksi mengenai
perkembangan faktor-faktor tersebut selama periode
perencanaan
d) Mengidentifikasikan faktor-faktor eksternal tersebut yang
secara strategis merupakan peluang dan ancaman terhadap
pelaksanaan manajemen pengelolaan BUM Desa.
e) Secara umum, kekuatan kunci faktor-faktor eksternal yang
berpengaruh adalah: (1) kekuatan perekonomian makro
regional, (2) kekuatan politik, pemerintahan, hukum dan
kelembagaan, (3) kekuatan geografi, demografi, sosial, budaya
dan lingkungan.
B). Tahap Analisis
Hasil analisis faktor internal dan eksternal dimasukkan ke dalam
matrik SWOT dan selanjutnya dapat dikembangkan menjadi beberapa
rumusan strategi, dengan alternatif sebagai berikut: (1) Strategi S-O
(Strength – Opportunity); (2) Strategi S-T (Strength – Threats);
(3) Strategi W-O (Weaknesses – Opportunities); (4) Strategi W-T
(Weaknesses – Threats). Selanjutnya temuan strategi dari analisis
SWOT digunakan dalam menyusun program dan rencana aksi dengan
menyesuaikan pendekatan strategi akumulasi kapital sosial (Woolcock,
2001) yaitu, terapan bonding strategy, bridging strategy dan creating
strategy.
36
4 GAMBARAN UMUM LOKASI KAJIAN
Gambaran umum lokasi kajian menjelaskan hubungan profil komunitas
dengan keberadaan BUM Desa sebagai instrumen pemberdayaan masyarakat desa.
Pembangunan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan
kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan
kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi
ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara
berkelanjutan (pasal 78 UU No. 6 tahun 2014). Keberadaan BUM Desa
diharapkan memberi manfaat sosial dan komersial serta menjadi upaya
pengembangan komunitas (community based development). Adanya orientasi
tersebut, maka usaha yang dikembangkan BUM Desa harus mengarah pada
pengembangan potensi desa, pemenuhan kebutuhan masyarakat dan penciptaan
kemandirian serta berdampak pada sejahteraan masyarakat desa yang lebih merata.
Penggalian potensi yang ada di komunitas, serta lingkungan yang lebih
luas berhubungan dengan analisis peluang dan hambatan serta pemilihan usaha
BUM Desa. Kondisi tersebut merupakan bagian dari faktor eksternal yang
berimplikasi terhadap pengembangan BUM Desa. Kajian profil komunitas juga
menjadi informasi sangat mendasar dalam kerja pemberdayaan masyarakat.
Faktor-faktor yang mendapatkan perhatian dalam kajian ini adalah lokasi
komunitas (meliputi wilayah administratif dihubungkan dengan kecamatan dan
kabupaten, topografi dan potensi wilayah), karakteristik penduduk (informasi
terkait dengan penduduk berdasarkan umur, jenis kelamin, mata pencaharian,
pendidikan dan angkatan kerja), aktivitas penduduk (terkait dengan kegiatan
ekonomi), analisis migrasi (faktor sebagai penarik kedatangan dan faktor yang
menyebabkan penduduk keluar dari komunitas) serta pertumbuhan penduduk.
Profil Komunitas Desa Benete
Secara administratif Desa Benete berada di Kecamatan Maluk Kabupaten
Sumbawa Barat. Jarak ke ibukota Kabupaten sekitar 34 Km. Akses jalan sudah
cukup baik dengan jarak tempuh kurang lebih 40 menit jika menggunakan
kendaraan bermotor. Desa Benete merupakan pusat administrasi dari Kecamatan
Maluk. Terdapat lima Desa yang menjadi bagian dari Kecamatan Maluk yaitu
Desa Benete, Desa Bukit Damai, Desa Maluk, Desa Mantun dan Desa Pasir Putih.
Desa Benete sebelum tahun 2004, merupakan bagian dari wilayah Desa
Belo Kecamatan Jereweh. Penduduk Desa Benete merupakan pendatang.
Kedatangan penduduk ke Benete dilatarbelakangi oleh bencana tsunami di
wilayah pantai Selatan pada sekitar tahun 1977. Kejadian tersebut mengakibatkan
sebagian besar penduduk kehilangan tempat tinggal dan rusaknya lahan pertanian.
Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa berinisiatif memindahkan warga ke
lembah Benete. Perpindahan penduduk saat itu disebut dengan transmigrasi
spontan. Selain alasan kejadian Tsunami, wabah penyakit malaria dan kesulitan
transportasi warga di daerah pedalaman juga menjadi pertimbangan utama dalam
menentukan kebijakan transmigrasi lokal. Pada tahap awal, pemerintah telah
membangun rumah panggung komunal sebanyak 47 rumah di Dusun Tatar, 12
38
rumah di Dusun Nangkalanung, 12 rumah di Dusun Singa dan 8 rumah di Dusun
Jereweh. Masing-masing rumah awalnya dihuni oleh 2 sampai 3 kepala keluarga.
Migrasi penduduk ke wilayah Benete merupakan cikal bakal penduduk asli dan
menjadi generasi pertama penduduk Desa Benete. Untuk lebih jelas mengenai
lokasi komunitas dapat dilihat pada peta (Gambar 6).
Gambar 6 Peta administratif Kecamatan Maluk
Sumber: Maluk Dalam Angka Tahun 2013
Pemberian nama Dusun disesuaikan dengan nama daerah asal warga
transmigran sebelumnya. Perpaduan beberapa kelompok masyarakat ini dalam
satu komunitas “Benete” diharapkan ada perasaan dan komitmen bersama untuk
menjadi satu komunitas, yaitu komunitas Desa “Benete”. Pengabungan dari empat
komunitas tersebut tidak meninmbulkan masalah, karena ada kesamaan latar
belakang budaya, cara hidup, tradisi dan agama masih sama. Selain itu pandang
atas suatu permasalahan ekonomi dan sosial masih relatif sama, bahkan
pandangan atas potensi alam juga sama, karena dasarnya mempunyai pekerjaan
utama sebagai petani dan pemanfaat potensi hutan. Pekerjaan sebagai nelayan
tidak menjadi mata pencaharian utama penduduk asli, melainkan dilakukan oleh
warga pendatang dari Lombok dan Sulawesi.
SKALA 1 : 20000
PTNNT
Desa Benete
Ibu Kota Kecamatan
Ibu Kota Kabupaten
Batas Kecamatan
Batas Kabupaten
Jalan
Sungai
Danau
Desa Benete
Desa Bukit Damai
Desa Maluk
Desa Mantun
Desa Pasir Putih
PETA ADMINISTRASI KEC. MALUK
PETA ADMINISTRASI
KEC. MALUK KAB. SUMBAWA BARAT
Desa Maluk
Desa Mantun Desa Pasir
Putih
Desa Bukit Damai
Kec. Sekongkang
Kec. Jereweh
Kec. Sekongkang
PTNNT
39
Kependudukan
Jumlah dan Komposisi Penduduk
Jumlah penduduk Desa Benete pada tahun 2013 adalah 2.095 jiwa atau
17,33 persen dari total penduduk Kecamatan Maluk, dengan rincian masing-
masing 1.002 jiwa atau 47,8 persen orang laki dan 1.095 jiwa atau 52,2 persen)
perempuan dengan sex ratio 91,7 atau jumlah penduduk perempuan masih lebih
banyak dibandingkan penduduk laki-laki. Rumah tangga di Desa Benete
berjumlah 504 KK dengan anggota rata-rata 4 orang setiap KK. Jumlah KK
terbanyak terdapat di Dusun Nangkalanung yaitu 200 KK, Dusun Singa 130 KK,
Dusun Tatar 91 KK dan Dusun Jereweh 88 KK. Mayoritas warga Desa Benete
beragama Islam. Sebaran penduduk pada setiap dusun diinformasikan sebagai
berikut (Gambar 1).
Gambar 7 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dan jumlah kepala
keluarga per dusun
Sumber: Data yang diolah dari Buku Induk Penduduk Desa Benete tahun 2012
Sebaran penduduk yang merata memberikan keuntungan, terkait dengan
ketersediaan tenaga kerja dan permasalahan demografi lainnya. Sebaran penduduk
Desa Benete yang terbesar di Dusun Nangkalanung sebesar 42,77 persen, Dusun
Tatar sebesar 22,10 persen, Dusun Singa sebesar 18,66 persen dan Dusun Jereweh
16,47 persen. Penduduk Desa Benete terpusat di Dusun Nangkalanung.
Terpusatnya jumlah penduduk pada suatu wilayah, karena beberapa alasan, yaitu
sebagai pusat aktivitas pemerintahan atau kegiatan ekonomi.
Penduduk di Desa Benete tergolong multi etnik dan budaya. Kondisi ini
diharapkan sebagai potensi, dimana sub budaya mempunyai kebiasaan dan cara
hidup yang saling memberikan pengaruh positif antara satu sub dengan sub
lainnya. Konteks multikultural di suatu wilayah juga sebagai potensi negatif,
tetapi tergantung bagaimana pemerintah, tokoh masyarakat menjalankannya. Satu
sub budaya dengan budaya lainnya harus menjalankan nilai-nilai luhur, sehingga
memunculkan penguatan, bukan gap sosial, ekonomi dan budaya. Sub budaya
40
yang ada di Desa Benete terdiri atas beragam sub budaya (Jawa, Bali, Lombok,
Bima, Kalimantan dan Sulawesi), secara empiris dinyatakan oleh informan bahwa
tidak pernah terjadi gesekan antar etnik di Desa Benete.
Komposisi penduduk Desa Benete tahun 2012 menurut umur dan jenis
kelamin dapat dilihat pada Tabel 4 berikut:
Tabel 4 Penduduk Desa Benete berdasarkan umur dan jenis kelamin
No. Golongan Umur Laki Perempuan Jumlah (%)
1 0–4 15 22 37 1,77 2 5–9 120 118 238 11,36 3 10–14 124 90 214 10,21 4 15–19 75 79 154 7,35 5 20–24 78 87 165 7,88 6 25–29 100 114 214 10,21 7 30–34 93 117 210 10,02 8 35–39 97 118 215 10,26 9 40–44 101 119 220 10,50
10 45–49 49 60 109 5,20
11 50–54 46 53 99 4,73 12 55–59 39 27 66 3,15 13 60 – 64 24 24 48 2,29 14 65–69 12 32 44 2,10 15 70–74 14 20 34 1,62 16 75+ 15 13 28 1,34
TOTAL 1002 1093 2095 100
Sumber : Data yang diolah dari Buku Induk Penduduk Desa Benete tahun 2012.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), komposisi penduduk menurut
kelompok umur terdiri dari penduduk berusia muda (0-14 tahun), usia produktif
(15-64 tahun) dan usia tua ( > 65 tahun). Berdasarkan data kependudukan Desa
Benete pada tahun 2012, diketahui bahwa penduduk tergolong berusia muda
sebanyak 489 jiwa atau 23 persen, usia produktif sebanyak 1500 jiwa atau 72
persen dan usia tua 106 jiwa atau 5 persen.
Angka ketergantungan (dependency ratio) merupakan salah satu indikator
demografi yang penting. Angka dependency ratio adalah perbandingan jumlah
penduduk berumur 0-14 tahun dan 65 tahun ke atas dengan penduduk berumur
15-64 tahun. Semakin tinggi angka dependency ratio menunjukkan semakin
tingginya beban yang harus ditanggung penduduk produktif untuk membiayai
hidup penduduk belum produktif dan tidak produktif lagi. Berdasarkan data
penduduk Benete pada tabel 1 diatas maka rasio ketergantungan (dependency
ratio) penduduk Desa Benete adalah sebesar 40 persen. Artinya bahwa setiap 100
orang berusia produktif menanggung penduduk yang berusia belum dan tidak
produktif sebanyak 40 orang.
Jumlah penduduk dan angkatan kerja yang besar akan mampu menjadi
potensi pembangunan Desa apabila dapat dibina dengan baik. Peningkatan mutu
41
angkatan kerja dicerminkan dengan adanya peningkatan kualitas pendidikan dan
keterampilan terutama bagi penduduk yang masuk pada kategori usia produktif.
Aspek demografi di Desa Benete menjadi informasi penting, bahwa
terdapat jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari jumlah laki-laki, dengan
total masing-masing sebesar 47,83 persen laki-laki dan 52,17 persen penduduk
perempuan. Persentase penduduk usia angkatan kerja juga lebih banyak penduduk
perempuan. Kondisi empiris ini akan sangat tergantung pada pola pencarian
nafkah di setiap rumah tangga. Rumah tangga dengan tanggung jawab pencarian
nafkah hanya pada kaum laki-laki atau bapak, maka kondisi demografi tersebut
sebagai permasalahan yang serius.
Setiap aspek komunitas perlu menjadi perhatian dalam pemberdayaan
masyarakat, termasuk melalui peran BUM Desa sebagai modal sosial. Potensi
perempuan harus diberdayakan, melalui pelibatan dalam kegiatan usaha BUM
Desa dan kegiatan ekonomi produktif lainnya. Konsep kerja yang dapat
ditawarkan adalah pekerjaan yang mengacu pada keterampilan perempuan dan
dapat dikerjakan di rumah, sehingga fungsi mengatur rumah tangga tidak
terabaikan.
Pertumbuhan Penduduk
Penduduk mempunyai permasalahan yang kompleks, diantaranya adalah
kemampuan dalam pengendaliannya. Jumlah penduduk pada suatu wilayah dapat
mengalami perubahan, sebagai akibat jumlah kelahiran, kematian dan
perpindahan (masuk atau keluar). Jumlah penduduk di Desa Benete mengalami
pertumbuhan dengan rata-rata 3,37 persen per tahun. Informasinya pada Tabel 5.
Tabel 5 Pertumbuhan jumlah penduduk Desa Benete
Tahun Jumlah Penduduk (orang) Pertumbuhan ( %)
2006 1808
2007 1857 2,71
2008/09 1896 2,10
2010 1704 -10,13
2011 1987 16,61
2012 2097 5,54
Rata-rata 3,37
Sumber: Maluk Dalam Angka 2006-2012
Pertumbuhan penduduk Desa Benete cukup fluktuatif, memberikan
indikasi bahwa pertumbuhan bukan hanya akibat kelahiran dan kematian. Pada
tahun 2010 terjadi pengurangan jumlah penduduk, sebesar 10,13 persen
sedangkan pada tahun 2011 terjadi peningkatan yang tinggi, sebesar 16,61 persen.
Pertambahan jumlah penduduk yang di Desa Benete lebih banyak disebabkan oleh
faktor migrasi oleh pencari kerja dari luar daerah yang memilih menetap di Desa
Benete.
42
Kepadatan Geografis dan Agraris
Luas wilayah Desa Benete pada tahun 2013 adalah 60,87 km2.
dengan
tingkat kepadatan georafis rendah yaitu 33,14 jiwa/km2 atau kategori berpenduduk
jarang. Wilayah yang luas memberikan keleluasaan penduduk untuk memiliki
lahan yang cukup untuk usaha pertanian, perkebunan, peternakan dan usaha
ekonomi produktif lainnya. Asumsi penting dalam kondisi ini adalah pemilikan
lahan pertanian dan perkebunan merata, tidak ada permasalahan sosial budaya
yang menyebabkan pemilikan lahan berada pada kelompok masyarakat tertentu.
Kepadatan penduduk Desa Benete tergolong terjarang jika dibandingkan
dengan Desa lain di Kecamatan Maluk. Informasi terkait luas wilayah, kepadatan
penduduk per Km2 dan jumlah penduduk di Kecamatan Maluk tahun 2012 dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Luas wilayah, kepadatan penduduk per Km2 dan jumlah penduduk di
Kecamatan Maluk tahun 2012.
Nama Desa Luas Wilayah
(km)
Kepadatan
penduduk per
km2
Jumlah Penduduk
Jiwa Rumah
Tangga
Maluk 9,64 296 2.838 781
Mantun 5,86 371 2.174 718
Benete 60,87 34 2.095 504
Bukit Damai 6,72 355 2.385 695
Pasir Putih 9,35 269 2.515 844
Jumlah 92,42 130 11.957 3.542
Sumber : Kecamatan dalam Angka tahun 2012
Dari luas wilayah 60,87 km2, peruntukan untuk lahan pertanian seluas 200
ha, dengan kriteria 75 ha berupa lahan pertanian dengan irigasi teknis dan 125 ha
lahan pertanian tadah hujan. Peruntukan lainnya adalah 378 ha lahan kebun, 480
ha ladang, 37 ha untuk fungsi lain serta 84 ha tidak difungsikan. Informasi
penggunaan lahan di Desa Benete, sebagai berikut (Gambar 2).
Gambar 8 Luas lahan menurut penggunaan di Desa Benete Tahun 2013
Sumber : Profil Desa Benete tahun 2013
200
979
46
Sawah (Ha) Bukan Sawah (Ha) Non Pertanian (Ha)
Luas Lahan
43
Kondisi lahan yang ada merupakan potensi ekonomi bagi warga,
tergantung pada etos kerja masyarakat untuk memanfaatkannya. Pembangunan
sarana prasarana sesuai dengan potensi wilayah perlu didukung oleh program
pemerintah, seperti pembangunan bendungan dan irigasi teknis berdampak pada
produktivitas di sektor pertanian.
Pendidikan Penduduk Desa Benete
Kemampuan dalam pengembangan ekonomi secara mandiri dari
masyarakat ataupun kemampuan dalam menggerakan stimulan dari faktor
eskternal tergantung pada tingkat pendidikan masyarakat. Tingkat pendidikan
masyarakat dapat juga menjadi stratifikasi sosial, karena pendidikan relevan
dengan kemampuan memecahkan masalah diri dan masyarakat. Penduduk
Komunitas Benete masih didominasi dengan pendidikan wajib sembilan tahun
(wajar sembilan tahun). Informasi tingkat pendidikan anggota komunitas Benete,
sebagai berikut (Tabel 7).
Tabel 7 Tingkat pendidikan masyarakat Benete Tahun 2013
No. Pendidikan Jumlah
Persentase ( %) Laki-laki Perempuan Total
1. Sekolah Dasar (SD) 157 200 357 26,84
2. Sekolah Menengah
Pertama (SMP)
700 200 900 67,67
3. Sekolah Menengah Atas
(SMA)
10 20 30 2,26
4. Diploma (D3) 10 7 17 1,28
5. Sarjana (S1) 5 21 26 1,95
Jumlah 882 448 1.330 100,00
Sumber: Profile Desa Benete 2013
Masyarakat yang mempunyai potensi, relevan dengan pendidikan tinggi,
yaitu lulusan perguruan tinggi. Pendidikan tamat SMA belum dapat dinyatakan
tinggi, karena masih pada kriteria menengah serta ada beberapa konsep yang telah
menjadikannya sebagai pendidikan wajib dua belas tahun. Masyarakat Benete
yang berpendidikan D3 dan S1 tergolong cukup kecil, masing-masing sebanyak
1,28 persen dan 1,95 persen. Fakta empiris tingkat pendidikan masyarakat ini
perlu mendapatkan perhatian agar dapat menjadi potensi, bukan sebaliknya
menjadi penghambat dalam merealisasi ragam pemberdayaan yang masuk dan
dimunculkan di komunitas tersebut.
Kondisi Infrastruktur Dasar dan Sarana Prasarana Desa
Sarana Jalan
Kondisi infrastruktur jalan pada tahun 2014 di Desa Benete umunya
berupa jalan aspal/hotmix dan pengerasan. Jalan hotmix adalah status jalan
44
propinsi maupun jalan kabupaten yang melintasi Desa Benete. Panjang ruas jalan
hotmix mencapai 2 km. Jalan yang telah diperkeras yaitu sebagian besar melintasi
pemukiman sepanjang 1,5 km, sedangkan ruas jalan yang berada dipinggiran Desa
umumnya jalan tanah atau jalan pertanian yang panjangnya mencapai 1 Km.
Keberadaan sarana jalan di Desa Benete tidak muncul sebagai penghambat
masyarakat dalam melakukan aktivitas ekonomi, baik untuk mendapatkan
pelayanan publik, perolehan faktor produksi dan pemasaran hasil produksi.
Kondisi tersebut sepanjang tahun, baik di musim hujan ataupun musim kemarau.
Sarana Air Bersih dan MCK
Sarana air bersih masyarakat bersumber dari sumur pompa, sumur gali
dan leding. Sedangkan untuk sarana sanitasi sebagian besar masyarakat sudah
memiliki jamban/WC sendiri. Untuk lebih jelas gambaran sarana air bersih dan
sanitasi yang dimiliki oleh masyarakat Benete dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 9 Ketersediaan sarana air bersih dan sanitasi di Desa Benete tahun 2013
Sumber: Profile Desa Benete 2013
Sarana air bersih dan pendukungnya, seperti MCK merupakan kebutuhan
utama warga. Sebagian besar rumah tangga di Desa Benete telah memiliki
fasilitas MCK. Kesadaran atas cara hidup bersih dan sehat sudah menjadi budaya
baru bagi warga, terutama setelah memiliki sarana MCK sendiri dirumah masing-
masing.
Kelembagaan Ekonomi
Kelembagaan merupakan suatu perangkat aturan yang mengatur atau
mengikat dan dipatuhi oleh masyarakat. Aturan-aturan tersebut menentukan tata
cara kerjasama dan koordinasi anggota masyarakat dalam pemanfaatan sumber
daya serta membantu mereka dalam menentukan hak serta kewajiban masing-
masing (Haryami dan Kikuchi 1982). Kelembagaan pedesaan dapat berupa
kelembagaan penguasaan tanah, kelembagaan hubungan kerja dan kelembagaan
perkreditan.
98 184
345
0 0
627
0 0 0
200
400
600
800
SumurPompa
Sumur Gali Air Leding Sungai Mata Air WC Sendiri WC Umum Tdk punyaWC
Jumlah KK
45
Menurut data laporan Profil Desa Benete tahun 2013, kelembagaan
ekonomi dan kelompok usaha produktif yang ada di komunitas Desa Benete pada
tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Lembaga ekonomi yang ada di Desa Benete Tahun 2013
No. Kelembagaan Ekonomi Jumlah Satuan
1. Koperasi dan toko/kios
a) Koperasi simpan pinjam
b) Toko / kios
c) Tempat jual pulsa HP
1
8
4
unit
unit
unit
2. Industri kecil dan menengah
a) Industri makan / rumah makan
b) Industri material bahan bangunan
c) Pengilingan Padi
d) Industri pengolahan kayu
9
4
2
1
unit
unit
unit
unit
3. Usaha jasa pengangkutan
a) Pemilik angkutan Desa/perkotaan
b) Ojek kendaraan roda dua
7
30
unit
unit
4. Usaha dan jasa perdagangan toko/kios
a) Usaha peternakan
b) Usaha perikanan
c) Usaha perkebunan
1
2
1
unit
unit
unit
5. Usaha hiburan dan olah raga
a) Usaha jasa hiburan / group music
b) Tempat penyewaan VCD dan Play station
c) Gedung olah raga Footsal
d) Gedung olah raga Bulu tangkis dan Basket
1
3
1
1
unit
unit
unit
unit
6. Usaha jasa keterampilan
a) Tukang kayu
b) Tukang batu
c) Tukang jahit/bordir
d) Service elektronik
e) Bengkel/montir
f) Tukang gali sumur
g) Tukang pijat/urut
h) Tukang cukur
i) Tukang service perahu
5
12
14
1
4
3
2
1
2
orang
orang
orang
orang
orang
orang
orang
orang
orang
7. Usaha jasa penginapan
a) Rumah kontrakan / kos
7
unit
Sumber: Laporan Profil Desa Benete tahun 2013
Selain lembaga ekonomi yang disebutkan dalam Tabel 8, pada tahun 2005 Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) pernah ada di Desa Benete. Lembaga ini dibentuk oleh masyarakat dan pembiayaan dari PTNNT. Untuk penguatan kelembagaan, PTNNT bekerjasama dengan Yayasan Pengembangan Pertanian Terpadu (YPPT). Penguatan permodalan dilakukan melalui mekanisme networking, dimana KSM dihubungkan dengan lembaga keuangan/Bank yang telah beroperasi di Kecamatan Maluk. Imlementasi dari program tersebut adalah, KSM dihubungkan dengan Bank BRI, dimana peran PTNNT adalah penjamin pinjaman masyarakat di Bank. Proses selanjutnya adalah, pihak Bank membuat nota kesepakatan antara dengan PTNNT dan pengelola KSM. Besaran bungan
46
kredit ditentukan yaitu sebesar ± 1 persen per bulan. Masyarakat yang ingin mengakses dana tersebut harus menjadi anggota Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan harus mendapatkan rekomendasi dari Kepala Desa. Program tersebut tidak dapat berlembang, disebabkan alasan kredit macet karena anggota tidak mengembalikan kreditnya dan KSM tidak dapat memenuhi kewajiban pengembalian kredit ke Bank. Keberadaan 4 (empat) KSM yang pernah terbentuk di Desa Benete ini tidak lagi beraktifitas sejak tahun 2010 yang laluLembaga keuangan yang lain yang pernah ada di Desa Benete yaitu Koperasi Simpan Pinjam dengan dana awal diambil dari bantuan program PNPM mandiri tahun 2008. Menurut informasi dari pengurus PNPM (bapak SLM) “.... walaupun secara lembaga formal sudah tidak ada tetapi program masih berjalan di masyarakat”.
Jaringan Bisnis
Di desa Benete telah ada beberapa warga yang menjadi pengusaha. Untuk
memenuhi permintaan konsumen, mereka telah mampu membangun jaringan bisnis dengan pengusaha luar seperti Lombok, Bali dan Jawa. Kerjasama dengan pengusaha luar untuk mendapatkan modal, material dan keterampilan dalam menjalankan usahanya.
Keberadan PTNNT dan serta pengaruh dari interaksi dengan pendatang membuka wawasan beberapa warga beralih profesi dari petani atau peternak menjadi pengusaha. Pada umumnya mereka sebagai kontraktor dan suplier pada proyek PT NNT yang tergabung dalam Local Business Inisiative (LBI) yaitu sebuah prakarsa bisnis yang memberikan kesempatan akses atau menjadi mitra bisnis PT NNT. Pengusaha yang tergabung sebagai anggota LBI mendapat pembinaan berupa pelatihan kewirausahaan; keuangan; perpajakan; managemen usaha; e-bisnis, dan jaringan kemitraan.
Keberadaan dermaga umum di Desa Benete memberikan manfaat kepada pengusaha lokal untuk mendatangkan barang dari luar daerah dengan harga relatif murah. Mereka menggunakan jasa angkutan laut mengangkut bahan bangunan dan kebutuhan pokok dari Pulau Jawa. Akses langsung antar pulau melalui transportasi laut membuat harga material bangunan relatif murah. Manfaat lain dari keberadaan dermaga umum tersebut yaitu memberikan peluang kerja bagi masyarakat setempat menjadi buruh angkut di pelabuhan. Beroperasinya dermaga Benete juga dapat menjadi lahan pengembangan usaha BUM Desa sebagaimana disampaikan oleh Kepala Syahbandar Dermaga Benete, pak IL;
“Jika pelabuhan ini sudah berjalan dengan maksimal, ada banyak potensi usaha yang dapat dikelola melalui BUM Desa. Misalnya, BUM Desa bisa memfasilitasi Tenaga Bongkar Muat (TBM) untuk para buruh, akomodir penduduk lokal yang mau menjadi buruh. BUM Desa menginisiasi pembentukan koperasi ekspedisi Laut. Ini bisa berupa menyiapkan tenaga transportasi, baik truk dan lain sebagainya. Kemudian BUM Desa bisa juga mengelola lahan parkir di sekitar pantai selain usaha menjual air bersih dan air layak minum (fresh water) ke kapal-kapal yang bongkar muat di dermaga Benete”. (IL, 24/09/15).
47
Mata Pencaharian Utama
Penetrasi dan proses industrialisasi yang terjadi di daerah berdekatan
dengan kegiatan industri pertambangan telah membawa dampak ikutan antara lain
terdiferensiasinya mata pencaharian masyarakat dari yang semula hanya
mengandalkan sektor pertanian (alam) semata, bergeser ke sektor lain di luar
pertanian karena peluang mendapatkan penghasilan (income) dari sektor lain
tersebut semakin terbuka dan menjanjikan, yaitu usaha dagang, usaha jasa,
kontraktor dan menjadi karyawan swasta di sektor pertambangan. Selain itu
sebagai dampak dari otonomi daerah dan pemekaran wilayah yaitu terbentuk
Kabupaten Sumbawa Barat yang diikuti pembentukan Kecamatan Maluk dan
pemekaran desa baru telah memberikan kesempatan yang lebih luas bagi
masyarakat untuk menjadi pegawai pemerintah. Pekerjaan adalah kegiatan yang
menghasilkan barang dan jasa bagi diri sendiri atau orang lain. Pekerjaan akan
menentukan status sosial ekonomi seseorang. Pekerjaan tidak hanya mempunyai
nilai ekonomi namun usaha manusia untuk mendapatkan kepuasan dan imbalan
atau upah berupa barang dan jasa (Soekanto 1990).
Usaha Pertanian
Struktur perekonomian masyarakat telah mengalami transformasi yang
demikian cepat dari struktur perekonomian yang berbasis pertanian ke struktur
perekonomian yang berbasiskan industri, jasa, dan perdagangan. Meskipun
peluang usaha di bidang lain terbuka lebar, namun sampai saat ini usaha pertanian
tetap memegang peranan penting sebagai sumber mata pencaharian utama.
Pembangunan infrastruktur pertanian menjadi prioritas program dari Pemda KSB
maupun PTNNT, dengan pertimbangan bahwa sektor pertanian sangat penting
artinya dalam menopang kehidupan ekonomi masyarakat baik pada masa tambang
maupun pasca tambang nantinya.
Usaha Dagang
Usaha dalam bidang perdagangan merupakan kegiatan ekonomi yang
paling pesat perkembangannya dibandingkan jenis usaha lain yang dilakukan oleh
masyarakat. Usaha dagang ini meliputi usaha kios, usaha warung dan pedagang
pakaian. Jenis usaha baru dilakukan oleh masyarakat, seperti usaha dagang
kepeluan bahan pokok, toko alat-alat listrik, material bangunan, penjualan spare
part dan minyak pelumas skendaraan bermotor, kios sarana produksi pertanian
dan toko ATK (stationary).
Usaha Jasa
Usaha paling beragam yang dilakukan oleh masyarakat adalah usaha jasa.
Usaha jasa yang tumbuh dan berkembang meliputi jasa pada bidang transportasi
(ojek), jasa pertukangan, jasa perbengkelan, jasa jahit, jasa tukang urut, jasa TV
kabel, jasa penyewaan hand traktor, jasa foto copy, jasa penyewaan rumah atau
kos-kosan, dan bahkan jasa penangkapan ternak. Usaha di bidang jasa tidak
semata-mata mengandalkan modal material atau uang semata tapi diperlukan
modal keterampilan, pengalaman, dan keahlian.
48
Karyawan Swasta
Karyawan swasta yang dimaksud adalah tenaga yang bekerja pada
perusahaan tambang PT NNT dan perusahaan sub-kontraktor yang memperoleh
gaji tetap setiap bulan. Jumlah rumah tangga yang memiliki anggota bekerja
menjadi karyawan yang dimaksud relatif banyak dan memiliki kontribusi besar
terhadap perkembangan ekonomi di Desa Benete .
Pegawai Pemerintah
Setelah terbentuk Kabupaten Sumbawa Barat yang diikuti oleh pemekaran
wilayah kecamatan dan Desa, maka jumlah masyarakat yang menjadi pegawai
pemerintah (sebagai PNS maupun tenaga honorer) semakin meningkat. Ada yang
menjadi guru, staf administrasi sekolah, staf administrasi Kantor Cabang Dinas
Dikpora, staf kecamatan, dan staf Desa.
Gambar 10 Grafik pekerjaan utama kepala keluarga di Desa Benete tahun 2012
Sumber: Demografi Desa Benete 2012
Berdasarkan pekerjaan utama Kepala keluarga yaitu bekerja pada sektor
pertambangan/penggalian sebanyak 98 orang atau 31,00 persen, diikuti oleh
sektor pertanian 89 orang atau 29,00 persen, perikanan/nelayan 43 orang atau
14,00 persen, sektor angkutan 26 orang atau 8,00 persen, jasa perorangan 21
orang atau 7,00 persen dan sektor perdagangan 13 orang atau 4,00 persen.
Berikut gambaran mata pencaharian utama masing-masing kepala keluarga di
Desa Benete, dapat dilihat pada Gambar 4.
Profil Pemerintahan Desa Benete
Aparatur Pemerintah Desa Benete
Pemerintah Desa Benete mempunyai peran pada proses pendirian dan
menentukan pilihan usaha BUM Desa. Aparat Desa Benete terdiri dari Kepala
Desa, Sekretaris, Kepala Seksi dan staf administrasi. Kepala Desa dalam
menjalankan fungsinya dibantu oleh 4 (empat) orang Kepala Dusun, seluruh
31%
29%
8% 4%
14%
5% 7%
2% Pertambangan
Pertanian
Anggkutan
Perdagangan
Perikanan
Jasa Pemerintah
Jasa perorangan
Tidak bekerja
49
jabatan dalam struktur organisasi Pemerintah Desa pada tahun 2014 telah terisi
sesuai dengan kebutuhan. Tingkat pendidikan aparatur Desa Benete digambarkan
pada Tabel 9.
Tabel 9 Tingkat Pendidikan Aparatur Desa Benete Tahun 2014
No. Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1. Sekolah Dasar (SD) 3 21,43
2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) 2 14,29
3. Sekolah Menengah Atas (SMA) 7 50,00
4. Sarjana (S1) 2 14,28
Total 14 100,00
Sumber: Profile Desa Benete 2013
Tabel 7 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan aparatur Desa Benete
rata-rata berpendidikan dasar yaitu tamat SD dan SMP 35,72 persen. Sedangkan
64,28 persen adalah berpendidikan menengah keatas.
Jumlah keanggotaan BPD adalah 9 (sembilan) orang terdiri dari: ketua,
wakil ketua, sekretaris dan anggota. Fungsi BPD, sebagai penampung, penyalur
aspirasi masyarakat dan pengawasan kinerja kepala Desa serta memberikan
persetujuan terhadap pelaksanaan peraturan Desa. Sembilan orang personel BPD
Benete, seluruhnya berpendidikan SMA kecuali wakil ketua berpendidikan
tamatan S1 (sarjana).
Keuangan Desa Benete
Kondisi keuangan desa akan berimplikasi pada pelayanan dan
pemberdayaan masyarakat, jika digunakan untuk belanja pembangunan, dengan
asumsi kriteria pembangunan tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan dan potensi
desa. Pengaturan keuangan daerah otonom, ternyata relatif sama dengan
pengaturan keuangan otonomi desa. Belanja dibagi menjadi dua, yaitu belanja
langsung dan belanja tidak langsung. Dalam belanja langsung dan tidak langsung
ada belanja pegawai. Belanja pegawai dapat dipastikan bersifat konsumtif, hanya
untuk kepentingan pegawai semata, bukan untuk pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat.
Informasi keuangan dan arah belanja Desa Benete perlu mendapatkan
perhatian, karena akan muncul sebagai salah variabel dalam identifikasi kondisi
internal BUM Desa. Selanjutnya akan menjadi dasar dalam menentukan strategi
pemberdayaan masyarakat. Gambaran keadaan alokasi RAPBDes Desa Benete
tahun 2013 dan 2014 ditunjukkan dalam Gambar 5.
Informasi keuangan Desa Benete dapat diperoleh pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (PADes). Kemandirian keuangan desa dapat dilihat
dari PADes, sama dengan konsep penelitian keuangan daerah otonom. Pada tahun
2013, kontribusi PADes terhadap total pendapatan sebesar 5,29 persen.
Pada tahun 2014, dalam RAPBDes kontribusi dari PADes terhadap Total
Pendapatan sebesar 3,43 persen. Kriteria kemandirian keuangan pada dua tahun
terakhir ini di Desa Benete tergolong sangat kurang. Dapat dinyatakan bahwa
keuangan desa sangat tergantung dari bantuan pemerintah (pusat, propinsi dan
50
kabupaten). PADes bersumber dari tiga aspek, yaitu pengelolaan kekayaan Desa
dan lain-lain pendapatan yang sah. Pada tahun 2013 tidak ada komponen PADes
dari hasil usaha Desa atau dapat dipastikan tidak ada aliran kas dari laba BUM
Desa atau sejenisnya terhadap keuangan Desa.
Gambar 11 Grafik alokasi APBDes Desa Benete tahun 2013-2014
Sumber: laporan RAPBDes Desa Benete tahun 2013-2014
Pada tahun 2014 total belanja Desa Benete sebesar Rp.317.318.259,
dengan belanja barang dan modal sebesar Rp.88.818.259, sehingga persentasenya
sebesar 29,99 persen. Alokasi belanja keuangan Desa Benete yang direncanakan
untuk tahun 2014 lebih tidak berpihak pada kegiatan pemberdayaan ekonomi
masyarakat. Kondisi belanja keuangan desa yang demikian, sulit mengandalkan
pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat. Peran swasta dengan
penguatan BUM Desa sangat diharapkan, sehingga berdampak langsung atas
pelayanan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Gambaran Kerja BUM Desa Benete
BUM Desa Benete didirikan pada tahun 2004 atas inisiasi PTNNT dengan
tujuan untuk mengelola fasilitas umum yang dibangun sebagai program
pemberdayaan masyarakat. Struktur organisasi terdari ketua, sekretaris, bendahara
dan teknisi. Kepala Desa berada pada posisi sebagai pembina. Pengurus dipilih
oleh Kepala Desa dan ditetapkan dengan SK Kepala Desa.
Visi BUM Desa Benete adalah: menjadi mitra pemerintah desa dalam
membangun penguatan ekonomi desa untuk menciptakan masyarakat sesejahtra
dan berdaya saing. Untuk mencapai visi tersebut disusun beberapa misi antara lain:
(1) membentuk lembaga wirausaha melalui UKM dan pembinaan ekonomi kreatif;
(2) pelibatan pemuda dalam program ekonomi kreatif melalui peningkatan skill
dan profesionalisme kewirausahaan; (3) menciptakan lapangan kerja melalui
pembentukan unit usaha baru berdasarkan potensi desa; (4) meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan kebutuhan dasar dengan harga
terjangkau. Bidang usaha yang dikembangkan yaitu pengelolaan dan pelayanan
air bersih, pengangkutan sampah dan pengelolaan pariwisata pantai Benete.
APBDes PADes ADDBelanjaPegawai
Barang danJasa
Modal
Series1 317,318,259 10,800,000 306,438,259 228,600,000 56,418,259 32,300,000
Series2 318,614,770 16,860,000 301,754,770 172,505,000 41,924,500 104,185,270
-
50,000,000
100,000,000
150,000,000
200,000,000
250,000,000
300,000,000
350,000,000
An
gara
n (
Rp
)
51
Bidang Usaha Pengelolaan Air Bersih
Ketersediaan air bersih dan air minum merupakan kebutuhan utama
masyarakat Benete. Penggunaan air dalam kehidupan manusia sangat kompleks
berhubungan dengan standar kesehatan dan kualitas hidup suatu komunitas.
Menyadari pentingnya akses air bersih dan sanitasi lingkungan bagi masyarakat,
maka program pengembangan masyarakat yang jalankan oleh PTNNT fokus pada
penyediaan faslitas umum bidang sanitasi lingkungan dan air bersih. Hal ini
sejalan dengan target ke-10 dari MDGs yakni mengurangi hingga setengahnya
proporsi masyarakat Indonesia yang tidak memiliki akses terhadap air minum
yang aman dan sanitasi dasar. Sarana dan prasaran air bersih yang telah dibangun
menjadi milik masyarakat diserahkan pengelolaannya kepada Desa. Keberlanjutan
fungsi dari fasilitas yang telah ada sangat tergantung dari tata kelola dan
partisipasi masyarakat untuk menjaga dan memanfaatkannya.
Faktor yang mempengaruhi keberlanjutan pembangunan bidang air bersih
dan sanitasi lingkungan di wilayah perdesaan yaitu; seperti rusaknya infrastruktur
air bersih, karena rendahnya partisipasi masyarakat dalam fasilitas tersebut.
Belum efektifnya organisasi pengelola air bersih dan minimnya pengetahuan dan
pola perilaku masyarakat yang kurang sehat seperti buang air besar di sembarang
tempat, menggunakan air sungai sebagai sarana MCK dan tingginya penyakit
yang disebabkan oleh kurangnya air bersih dan sanitasi. Sedangkan disisi lain
target dari Millenium Development Goals (MDGs) di tahun 2015, cakupan
layanan air bersih harus mencapai 68,87 persen dan sanitasi dasar sebesar 62,4
persen (Bappenas 2010).
Pada tahun 2004, PTNNT bersama pemerintah desa menginisiasi
pembentukan BUM Desa sebagai lembaga ekonomi desa yang diharapkan
mampuh mengelola fasililtas tersebut secara berkelanjutan. Pada periode pertama
pengoperasian fasilitas air bersih, hampir semua rumah tangga mendapat akses air
bersih ke rumah masing-masing yang disalurkan melalui pipa primer dan skunder
yang terpasang disepanjang jalan utama dan jalan kampung. Masyarakat ingin
menjadi pelanggan cukup membayar uang jasa pemasangan instalasi sebesar Rp
250 ribu. Selanjutnya menjadi tugas BUM Desa untuk melakukan penyambungan
ke rumah-rumah penduduk yang ingin menjadi pelanggan. Hal ini terungkap dari
wawancara dengan mantan kepala Desa (bapak AM) yang menjabat pada periode
tersebut; “Pada tahun 2003, ada fasilitas air bersih yang dibangun oleh PTNNT.
Kami memikirkan bagaimana kelanjutan dari pengelolaan air bersih ini
karena pada tahun berikutnya pengelolaan akan diserahkan ke Desa.
Maka kemudian kami mencari lembaga apa yang tepat untuk mengelola
ini. Saat pertama penggagasan BUM Desa ini kami lakukan diskusi
bersama dan tercetus ide dari pihak PTNNT terkait nama lembaganya
yaitu Badan Usaha Milik Desa Benete. Saat itu yang terlibat saya selaku
Kepala Desa, kemudian dari pihak Comdev PT NNT pak Yuyud dan
Pengurus BPD pak Jabir. Saat itu PTNNT menyerahkan bantuan berupa
water meternya, kemudian BUM Desa melakukan pemasangan ke
rumah-rumah masyarakat. Tugas BUM Desa itu melanjutkan
pemasangan pipa dari pipa induk ke rumah-rumah masyarakat. Seingat
saya waktu itu setiap rumah dikenakan biaya Rp 250 ribu“ (Bapak AM,
5/07/14).
52
Masyarakat sangat antusias untuk menjadi pelanggan, dan hampir semua
dusun dapat teraliri jaringan pipa air bersih. Pada kondisi awal pelanggan air
bersih mencapai 358 rumah tangga (KK). Pelanggan air bersih terus berkurang
karena berbagai alasan lebih kepada faktor kemampuan tehnis fasiltas dan
beberapa hal terkait pelayanan dari pengelola. Berikut jumlah pelanggan air
bersih pada periode tahun 2006 sampai dengan tahun 2014 dapat dilihat pada
Gambar 6.
Gambar 12 Grafik perkembangan jumlah pelanggan air bersih
Sumber: Data yang diolah dari laporan BUM Desa Benete
Dari gambar tersebut diketahui dari bahwa jumlah pelanggan pada awal
operasional sampai dengan tahun 2014 menunjukan kecenderungan yang berbeda
pada setiap dusun. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu; (1) tofografi
yang berbeda pada setiap dusun yang berpengaruh terhadap debet air; (2) kualitas
air; dan (3) pasokan air tidak lancar. Keterbatasan kemampuan BUM Desa untuk
memberikan pelayanan air bersih sesuai yang diharapkan pelanggan
menyebabkan beberapa warga berhenti menjadi pelanggan. Hal tersebut
terungkap dari wawancara dengan pelanggan air ibu HS; …namun belakangan ini kondisinya sedikit berbeda. suplay air
kurang, kalaupun ada kualitas airnya tidak bagus. Kondisi airnya keruh
dan alirannya juga kecil. Disamping itu, pola penarikan distribusi juga
tidak jelas. Akhirnya kami memutuskan untuk tidak berlangganan lagi
air bersih yang dikelola BUM Desa, dan beralih ke sumur bor dalam
memenuhi kebutuhan air bersihnya kami” (HS, 09/09/15).
Untuk mempertahankan pelanggan, pengurus BUM Desa Benete
menerapkan aturan menyesuaikan dengan kondisi masyarakat. Adapun ketentuan
menjadi pelanggan air bersih adalah sebagai berikut:
1) Membayar uang administrasi sebesar Rp 250 ribu. Biaya tersebut sudah
termasuk biaya pembelian bahan dan ongkos pasang instalasi.
2) Pelanggan menyatakan bersedia untuk memenuhi kewajibannya sebagaimana
diatur dalam kontrak.
53
3) Pelanggaran seperti; keterlambatan pembayaran, melakukan pencurian air,
dan merusak jaringan atau meteran air maka dikenakan sangsi sesuai
ketentuan.
4) Keterlambatan pembayaran atau menunggak bayar selama 3 bulan berturut-
turut maka dikenkan denda sebesar Rp 25 ribu, jika dalam jangka waktu satu
minggu belum melakukan pembayaran maka petugas BUM Desa akan
menyegel sementara. Pemutusan sebagai pelanggan dilakukan jika semua
peringatan tidak dipatuhi.
5) Bila melakukan pengrusakan seperti yang dimaksud pada point 3 maka
dikenakan sangsi administrasi sebesar Rp150 ribu.
Pendapatan rata-rata perbulan BUM Desa Benete dari jasa air bersih,
retribusi sampah dan sewa stand/warung pantai yaitu Rp 4,5 juta. Penagihan
retribusi kepada pelanggan setiap tanggal yang ditentukan berdasarkan nilai
tagihan yang tercatat pada kartu pelanggan. Berikut gambaran partisipasi
pelanggan air bersih tahun 2013 dalam membayar iuran (Gambar 7).
Gambar 13 Grafik partisipasi pelanggan air bersih dalam membayar iuran
Sumber: Data yang diolah dari laporan BUM Desa Benete
Berdasarkan informasi dari Gambar 7, dapat diketahui bahwa jumlah
pelanggan menunggak bayar semakin berkurang. Hal tersebut membuktikan
bahwa semakin ada kesadaran masyarakat dalam mendukung keberlanjutan
program air bersih yang dikelolah BUM Desa Benete.
Kepatuhan pelanggan dalam membayar iuaran ditentukan juga oleh
perangkat aturan dan pelaksanaan aturan yang telah dibuat. Masing-masing pihak
yang terikat dalam perjanjian harus konsisten menjalankan hak dan kewajibannya.
Untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan aturan atau prosedur sebagai pelanggan
jasa usaha yang dijalankan oleh BUM Desa Benete, berikut gambarkan dalam
Tabel 10.
Hasil survey penilaian pelanggan terhadap kemampuan pengelola BUM
Desa dalam merumuskan prosedur atau aturan kerja, ditemukan pendapat bahwa
53,1 persen responden menyatakan bahwa pengelola BUM Desa telah mampu
merumuskan aturan. Terdapat 70,0 persen responden menilai bahwa prosedur
yang dijalankan sangat mudah, tetapi 65,0 persen reseponden menyatakan bahwa,
pengelola tidak konsisten dalam memberikan reaksi cepat saat melayani
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Bulan
Jumlah pelanggan
Pelanggan menunggakbayar
54
kebutuhan konsumen. Kelemahan ini dapat menjadi penyebab rendahnya kinerja
pemasaran untuk semua jenis usaha. Hal ini dibuktikan dari tingkat penerimaa
dari hasil usaha setiap bulan sangat minim, sehingga tidak dapat menutupi biaya
operasional.
Tabel 10 Penilaian pelanggan terhadap kemampuan BUM Desa dalam
merumuskan aturan dan implementasinya
No. Deskripsi penilaian
Kurang baik Baik
Jumlah Persentase
(%) Jumlah
Persentase
(%)
1 Ketepatan prosedur 18 45,0 22 55,0
2 Kecepatan pelayanan 26 65,0 14 35,0
3 Konsistensi penerapan prosedur 19 47,5 21 52,5
4 Kemudahan prosedur 12 30,0 28 70,0
Rata-rata 19 46,9 21 53,1
Sumber: Data yang diolah dari survey persepsi responden
Pengeluaran BUM Desa Benete rata-rata adalah Rp18 juta per bulan.
Anggaran tersebut digunakan untuk; (1) pembayaran gaji karyawan; (2)
pembayaran listrik; (3) pemeliharaan jaringan; (4) pembelian material; (5) setoran
pembagian Desa; (6) pemeliharaan fasilitas pasriwisata pantai; dan (7) biaya
administrasi kantor. Untuk menutupi defisit anggaran sebesar Rp13,5 juta (biaya
operasioanl Rp18 juta – Rp4,5 juta), BUM Desa Benete mendapatkan subsidi
biaya secara rutin dari PTNNT. Besaran dana subsidi setiap bulan yang diterima
rata-rata Rp14 juta. Mekanisme pencairan dana subsidi tersebut dilakukan
melalui proses penagihan resmi dari pihak BUM Desa dengan melampirkan daftar
pengeluaran dan laporan kegiatan bulan lalu. Pembayaran dilakukan dalam bentuk
dana transfer ke rekening giro atas nama BUM Desa Benete.
Bidang Usaha Jasa Pengangkutan Sampah
Peran BUM Desa Benete dalam unit usaha pengangkutan sampah adalah
sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam pemungutan retribusi sampah
khusus pelanggan dari warga Desa Benete. Mekanisme kerja pengangkutan
sampah yaitu kerjasama lintas desa yang dikoordinir oleh pemerintah Kecamatan
Maluk. Posisi PTNNT adalah pihak yang mendanai biaya operasional dan
penyediaan sarana angkut. Dana operasional disalurkan melalui LSM LAKMUS,
yaitu salah satu LSM mitra kerja PTNNT dalam pengembangan masyarakat
bidang kesehatan. LSM LAKMUS menjadi pendamping masyarakat dalam
menjalankan program Prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Salah satu
program produktif dalam menekan tingkat pencemaran sampah rumah tangga
adalah dengan membuka unit usaha Bank Sampah. Melalui Bank Sampah ini,
masyarakat bisa berpartisipasi mengurangi pencemaran lingkungan terutama dari
limbah palstik, kertas dan metal. Warga bisa mendapatkan uang dengan
membawa sampah-sampah tersebut ke Bank Sampah. Petugas Bank Sampah akan
55
menawarkan kepada warga yang datang membawa sampah-sampah tersebut
apakah uangnya diambil tunai atau uangnya ditabung.
Sejak tahun 2007, PNNT telah menyumbang 3 unit truk pengangkut
sampah kepada pemerintah Kecamatan Maluk untuk diperasikan pada 5 Desa
secara bergiliran. Rata-rata lebih 950 ton sampah yang diangkut ke pengolahan
akhir sampah (TPA). Untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam menjaga
kebersihan lingkungan, maka setiap rumah tangga atau unit usaha harus
membayar retribusi sampah sebesar Rp 10 ribu. Pembayaran retribusi sampah
dikoordinir melalui BUM Desa yang ada dimasing-masing Desa. BUM Desa
mendapatkan pembagian 25 persen dari iuran pelanggan yang telah terbayar.
Jumlah retase pengangkutan sampah dari wilayah Kecamatan Maluk ke TPA
ditunjukkan dengan grafik pada Gambar 8.
Gambar 14 Jumlah pengangkutan sampah ke TPA
Sumber: Data yang diolah dari laporan LSM LAKMUS
Dari Gambar 8, diketahui bahwa rata-rata jumlah kali pengangkutan
sampah dengan menggunakan dump truk dalam satu bulan yaitu; 100 dump truk
pada tahun 2012, tahun 2013 dilakukan 112 kali pengangkutan dan meningkat
menjadi 177 kali pengangkutan pada tahun 2014.
Bidang Usaha Pengelolaan Pasilitas Pariwisata Pantai Benete
Fasilitas pariwisata pantai Benete merupakan salah satu icon Desa Benete.
Beberapa fasilitas yang telah dibangun di sekitar lokasi pariwisata pantai Benete
adalah tempat bermain anak-anak, beruga (bangunan tempat duduk bersama
keluarga), penyewaan perahu, bangunan utama untuk pertemuan/makan dan
warung makan. Masyarakat dapat menikmati keindahan pantai sambil menyantap
hidangan makanan tradisional yang dijual dibeberap warung makan yang tertata
rapi. Pada lokasi tersebut BUM Desa Benete menjalankan usaha penyewaan stand
untuk warung makan. Masyarakat yang ingin menggunakan cukup membayar
uang sewa sebesar Rp 150 ribu per bulan kepada BUM Desa. Hingga saat ini,
BUM Desa Benete memiliki 4 Stand berupa bangunan permanen yang disewakan.
Adapun ketentuan penyewaan untuk tambahan tenda atau bangunan tidak
permanen ditentukan dengan harga yang berbeda. Pengujung tidak dipungut biaya
56
tambahan untuk menikmati fasilitas hiburan berupa tempat bermain termasuk
gratis bayar parkir dan menggunakan toilet.
Personel BUM Desa Benete
Syarat sukses dalam pengelolaan pemerintahan dan organisasi, di era
terapan otonomi adalah manusia pelaksana baik, keuangan cukup dan baik,
peralatan cukup dan baik serta organisasi dan manajemen yang baik (Salam 2001).
Ragam syarat tersebut, beberapa CEO sukses memberikan perhatian utama pada
sumber daya manusia, dengan pertimbangan sebagai sumber daya yang selalu
dapat disesuaikan dengan perkembangan yang ada (Schuler dan Jackson 2001).
Kajian atas personel BUM Desa hanya pada struktur organisasi tahun
2014 (Gambar 7). Fakta struktur organisasi BUM Desa Benete sangat sederhana
relatif jauh dengan struktur organisasi yang ideal sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah. Personel BUM Desa terdiri atas ketua dan sekretaris,
lainnya adalah teknisi dan asisten. Total personel yang ada sebanyak empat orang.
Pengelola hanya ada pada jabatan ketua dan sekretaris, sementara empat orang
lainnya lebih mengemban posisi sebagai tenaga operasional, teknisi atau
pelaksana (staf).
Keterangan:
_________ Garis tugas
------------- Garis koordinasi
Gambar 15 Struktur organisasi BUM Desa Benete
Struktur organisasi BUM Desa Benete tersebut sejak awal pendirian di
tahun 2004. Perubahan struktur organisasi belum terjadi, berarti belum ada
pengembangan usaha yang menyebabkan Desain struktur organisasi mengalami
perubahan. Desain struktur organisasi BUM Desa disiapkan untuk organisasi yang
besar, karena ada jabatan dewan komisaris, bagian keuangan, manajer, sekretaris,
bendahara dan karyawan (staf). Fakta empiris ini menunjukkan bahwa BUM Desa
Benete tergolong masih dalam skala kecil dari cita-cita kapasitas usaha yang
diamanat oleh pemerintah.
MANAGER KEPALA DESA
MUSDES
JURU TAGIH
IURAN TIAP RT
PEMBINA
TEKNISI AIR
BERSIH BAGIAN ADMINISTRASI TEKNISI SAMPAH
57
Kekuasaan tertinggi dalam BUM Desa Benete terletak pada muswayarah
Desa, tetapi dalam struktur organisasi tidak terlihat. Peraturan Desa Benete
memberikan penegasan juga bahwa musyawarah Desa sebagai bagian dari
struktur BUM Desa, termasuk juga adanya fungsi administrasi dan keuangan
(Pasal 3 Perdes Benete, 28 Februari 2014). PerDes tersebut terlihat masih
sederhana terutama paa pasal yang mengatur bidang tugas dan bidang usaha yang
dijalankan BUM Desa, terdiri atas teknisi air, sampah dan kerja personel penarik
iuran.
Temuan dalam penelitian ini, dilihat dari struktur organisasi dan profile
personel dapat dinyatakan bahwa kompetensinya masih rendah. Seluruhnya
maksimal berpendidikan SMA, sementara pengelola organisasi yang diharapkan
mampu memberikan fungsi penguatan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat
harus mempunyai kemampuan inovasi, kreativitas dan berpikir jauh ke depan
dalam memecahkan masalah-masalah masyarakat. Usaha yang ada saat ini, telah
ada di awal berdirinya BUM Desa Benete, terdiri atas pengelolaan air bersih,
sampah dan pengelolaan pantai Benete untuk menjadi sentral aktivitas bisnis.
Hasil wawancara dengan personel penggagas BUM Desa dari PTNNT, sebagai
berikut petikan wawancara dengan Staf SR PTNNT: “…seluruh usaha (pengelolaan air bersih, sampah dan pengelolaan
parawisata pantai) masih sebagai usaha awal. Usaha tersebut sangat
diakui diinisiasi oleh kami...pengelola BUM Desa sampai saat ini masih
belum mampu membuat usaha baru, baik yang sifatnya pemenuhan
kebutuhan pokok masyarakat dan pengembangan potensi Desa” (WA, 12
Juni 2014).
Informasi lainnya mengenai pesonil BUM Desa Benete:
“…sangat diakui personel yang ada tidak mempunyai kompetensi yang
unggul, sementara ketua tidak fokus karena sebagai karyawan PTNNT”
(YI, 13/07/2014).
Personel BUM Desa Benete tidak muncul sebagai potensi dengan ciri
pendidikan yang tinggi, kreativitas dan inovasi dalam menjalankan usaha.
Informan dari warga Benete mengomentari terkait kemampuan personel BUM
Desa; “…tenaga tehnisinya belum ahli dibidang pengelolaan air bersih.
Mereka hanya orang mencari pekerjaan kemudian dipekerjakan begitu saja
oleh BUM Desa tidak melalui seleksi pegawai sebagaimana mestinya.
Seharusnya pengelola BUM Desa banyak belajar ke tehnisi PDAM ( HUS,
11/07/2014).
Kondisi lemahnya kemampuan SDM yang dimiliki oleh BUM Desa dapat
saja terjadi sebagai implikasi subsidi dari PTNNT. Informasi sebagaimana
disampaikan oleh staf SR PTNNT sebagai berikut: “…BUM Desa Benete merupakan salah satu sarana dalam
menjalankan program CSR PTNNT.. seluruh sarana dan prasarana air
bersih, sampah dan pengembangan usaha di daerah wisata pantai Benete
masih didominasi bantuan dari PTNNT. Operasionalnya juga mendapatkan
subsidi...tidak kurang dari Rp 14 juta per bulan (AW, 13/07/2014).
58
Kinerja pemasaran yang dilakukan oleh pengelola tidak dapat berjalan
dengan baik karena keterbatasan kemampuan SDM pengelola. Keterbatasan
kemampuan pengelola dapat dijelaskan berdasarkan hasil survey penilaian
pelanggan atas kemampuan personel BUM Desa dalam melayani pelanggan
(Tabel 11).
Hasil survey pelanggan terhadap kemampuan pengelola dalam melayani
pelanggan, menunjukkan bahwa 53,80 persen pelanggan menyatakan bahwa
pengelola BUM Desa Benete belum mampu memberikan pelayananan yang
memuaskan kepada pelanggan. Keunggulan yang dimiliki pengelola BUM Desa
ada pada kemampuan dalam hal keterbukaan informasi kepada pelanggan dan
diakui oleh 62,5 persen responden. Sedangkan kelemahan pengelola adalah
kemampuan dalam mengantisipasi tuntutan pelanggan, hal ini dinyatakan oleh
37,5% responden.
Tabel 11 Penilaian masyarakat terkait kemampuan pengelola dalam melayani
pelanggan
No. Deskripsi penilaian
Kurang mampu Mampu
Jumlah Persentase
(%) Jumlah
Persentase
(%)
1 Kemampuan pengelola dalam
mengantisipasi tuntutan
25 62,5 15 37,5
2 Kemampuan pengelola dalam
mengikuti perkembangan teknologi
manajemen dan teknologi usaha
22 55,0 18 45,0
3 Kemampuan pengelola dalam
merespon keluhan pelanggan
22 55,0 18 45,0
4 Kemampuan pengelola dalam hal
keterbukaan informasi kepada
pelanggan
17 42,5 23 57,5
Rata-rata 21 53,80% 19 46,3
Sumber: Data yang diolah dari survey persepsi responden
Selain hasil survey diatas, juga dilakukan pendalaman informasi dengan
melihat pembukuan keuangan BUM Desa Benete. Ditemukan sampai pada bulan
terakhir 2014 (Juni, Juli, Agustus, September) ada aliran kas masuk dari Subsidi
PTNNT dengan kisaran minimal tercatat Rp 14 juta per bulan. Temuan ini
menunjukkan kemandirian dalam bisnis dan pembiayaan pada BUM Desa Benete
belum terwujud.
Berhubungan dengan kerja para personel BUM Desa Benete, berikut
informasi dari aparatur dan tokoh masyarakat Benete: “Usaha BUM Desa Benete masih lebih dikontrol oleh pihak PTNNT...
kontrol dalam makna positif untuk memastikan usaha yang dijalankan
berhasil.... inovasi dalam usaha yang sesuai potensi Desa belum terwujud.
Dapat saja ini terjadi, karena awal berdirinya bukan dari kesadaran
masyarakat, tetapi inisiatif dari PTNNT yang bertujuan membangun
masyarakat Desa Benete… tugas bagi PTNNT untuk memandirikan
BUM Desa Benete” (Ibu JB, 21/07/2014).
59
Beberapa hasil wawancara di atas menyatakan bahwa usaha yang
dijalankan dengan kapasitas personel BUM Desa Benete belum bisa mengarah
pada apa yang diharapkan pelanggan/masyarakat jika dihubungkan dengan
konsep pemberdayaan masyarakat. Program yang dijalankan hanya sebatas
mengikuti arahan pemberi modal, sedangkan pelibatan masyarakat sebagai subyek
dan obyek utama tujuan pembedayaan tidak dilibatkan.
Dari hasil survey pelanggan 53,80 persen menyatakan bahwa mereka tidak
pernah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan terkait kepentingan BUM
Desa, kecuali pada pertemuan penentuan tarif iuran sampah. Sedangkan pada
kegiatan yang terkait penentuan jenis usaha, 70,00 persen responden menyatakan
tidak pernah dilibatkan. Hal yang sama terjadi pada kegiatan penentuan prosedur
atau peraturan yang mengatur hubungan pelanggan dengan BUM Desa, dimana
62,5 persen responden menyatakan tidak pernah dilibatkan. Tabel penilaian
pelanggan terkait kemampuan pengelola dalam mendorong partisipasi pelanggan
dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Penilaian pelanggan terhadap kemampuan pengelola BUM Desa dalam
mendorong pelibatan masyarakat/pelanggan
No. Deskripsi penilaian
Kurang mampu Mampu
Jlh Persentase
(%) Jlh
Persentase
(%)
1 Pelibatan masyarakat dalam pemilihan bidang
usaha
28 70,0 12 30,0
2 Pelibatan masyarakat dalam peningkatan kualitas
pelayanan
18 45,0 22 55,0
3 Kemampuan pengelola untuk pelibatan masyarakat
dalam penyusunan prosedur
25 62,5 15 37,5
4 Penilaian pelanggan atas penetapan tarif dengan
mempertimbangkan kempuan masyarakat.
15 37,5 25 62,5
Rata-rata 22 53,8 19 46,3
Sumber: Data yang diolah dari survey persepsi responden
Dapat dipastikan jika pelibatan masyarakat tidak didorong maka BUM Desa
akan sangat tergantung terhadap subsidi biaya operasional dari luar. Pola
pendekatan yang dillakukan pengelola sudah saatnya dilakukan perubahan, dari
penerima subsidi aktif menjadi lembaga mandiri, karena partisipasi masyarakat
dapat ditingkatkan. Pengembangan usaha, membentuk produk, mengarahkan
perilaku masyarakat dan teraktualisasi dalam kehidupan ekonomi masyarakat
sebagai pekerjaan yang membutuhkan fokus waktu, fokus pemikiran, inovasi serta
kerelaan dalam bekerja. Peran yang perlu dimainkan oleh pengelola BUM Desa
Benete, setidaknya mendinamiskan kelompok, mencerdaskan komunitas,
mengakses sumberdaya, mengatasi konflik, mempresentasi dan advokasi,
penyampaian informasi di depan publik, menguasai media, menggali dan
membagi pengalaman, merumuskan gagasan, mengelola kegiatan dan melakukan
riset (Nasdian 2014).
60
Personel di BUM Desa Benete perlu memunculkan diri sebagai pemberdaya
masyarakat, sehingga harus mampu menggerakkan perilaku masyarakat, terkait
dengan kesadaran atas upaya pemenuhan kebutuhan dasar dengan baik dan benar
serta mampu mewujudkan perilaku produktif. Pada kondisi ini dapat diharapkan
fungsi personel BUM Desa tidak hanya sebagai pekerja rutin, tetapi diupayakan
menjadi perekat antara kepentingan masyarakat dengan BUM Desa.
Uraian di atas sesuai dengan hasil wawancara dengan beberapa personel
berikut: “…usaha yang ada saja belum optimal dilakukan, karena kendala modal.
Saya sendiri belum mendengar ada informasi usaha baru, usulan dari
pemerintah Desa, masyarakat termasuk dari pihak PTNNT... tiga usaha
yang ada menjadi andalan dan belum ditemukan usaha baru” (ibu SK,
03/07/2014).
Ada alasan hambatan modal yang menyebabkan BUM Desa Benete tidak
mampu mengembangkan usahanya. Adapun terkait dengan masalah modal BUM
Desa bahwa secara regulasi terdapat berbagai sumber modal, yaitu keuangan Desa,
kontribusi masyarakat dan pihak ketiga. Komposisi kepemilikan saham tetap
51,00 persen milik Desa. Syarat pemilik modal dalam BUM Desa Benete sangat
penting, sehingga tetap menjadi ciri khas dari suatu Badan Usaha Milik Desa.
Sebaliknya, jika komposisi modal yang lebih besar dari pihak ketiga (swasta),
maka badan usaha tersebut bukan lagi menjadi BUM Desa. Wawancara dengan
ketua BUM Desa Benete, sebagai berikut: “…saya sangat berharap pemerintah mangambil peran yang maksimal
dalam pengembangan BUM Desa. Terutama terkait regulasi. Saya juga
berharap BUM Desa ini dapat dikelola oleh SDM yang berkualitas.
kemudian dari jenis usaha, kami beraharap kita bisa mengembangkan
jenis usaha yang berkelanjutan dengan pendapatan yang maksimal.
Seperti usaha air minum isi ulang atau air kemasan. Ide ini pernah kami
sampaikan ke Perusahaan (PTNNT), namun belum dapat direalisasi
dalam waktu dekat. Potensi wisata di pantai Benete cukup bagus jika
dikelola dengan baik. saya juga berharap, BUM Desa nantinya memiliki
Koperasi sendiri terutama untuk mengelola hasil pertanian masyarakat”
(SH, 03/07/2014).
Keberadaan BUM Desa Benete dapat mengembangan perekonomian
masyarakat, jika mempunyai bidang usaha yang berhubungan dengan pekerjaan
masyarakat dan pengelolaan potensi sumber daya alam yang ada di desa.
Memberikan kemudahan dalam pemasaran hasil produksi, memunculkan perilaku
produktif masyarakat dan aspek lain yang mampu mewujudkan kegiatan produksi
di setiap keluarga di Desa Benete.
61
5 ANALISIS PERAN, PENGARUH DAN KEPENTINGAN
STAKEHOLDER DALAM PEMBENTUKAN DAN
OPERASIONAL BUM DESA BENETE
Analisis stakeholder diperlukan dalam memetakan para pihak (stakeholder
mapping), sehingga para pihak mana saja yang terlibat dapat dipetakan sebelum
kegiatan atau program dilaksanakan. Pemetaan stakeholder akan mengidentifikasi
karakteristik dari masing-masing pihak yang terlibat, memetakan posisi dari
masing-masing stakeholder terkait dengan pengaruh dan kepentingannya,
mengetahui apa yang menjadi tanggung-jawab, hak dan kewajiban, manfaat dan
dampak yang diperoleh, relasi antar pihak, serta mengkategorikan posisi para
pihak sebagai primary stakeholder atau secondary stakeholder.
Analisis keterlibatan para pihak (stakeholders) terhadap eksistensi BUM
Desa Benete dimaksudkan untuk mengetahui peran dan kepentingan dari masing-
masing pihak pada kegiatan pembentukan dan operasional BUM Desa Benete
dalam pengembangan masyarakat. Analisis stakeholder berdasarkan tingkat
pengaruhnya terhadap pembentukan dan operasional BUM Desa Benete, yaitu: (1)
stakeholder pengaruh tinggi yaitu yang memiliki posisi dominan dalam
mempengaruhi kegiatan operasional; (2) stakeholder pengaruh sedang yaitu yang
memiliki posisi tidak terlalu dominan dalam mempengaruhi kegiatan operasional;
(3) stakeholder pengaruh rendah yaitu yang memiliki posisi yang tidak dominan
dalam mempengaruhi.
Sedangkan keterlibatan stakeholder terhadap pembentukan dan operasional
BUM Desa Benete dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu : (1) kepentingan; stakeholder
yang memiliki kepentingan atas keberadaan dan kegiatan BUM Desa Benete; (2)
power adalah kekuasaan yang dimiliki oleh stakeholder yang dapat
mempengaruhi keberadaan dan operasional BUM Desa; (3) legitimasi adalah
stakeholder yang memiliki pengakuan dari pihak-pihak pendukungnya atau
instansi pemerintah. Idealnya, dalam pengelolaan BUM Desa semua stakeholder
dapat bersinergi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan keberlanjutan kegiatan
dalam mewujudkan pemberdayaan masyarakat. Analisis peran, pengaruh dan
kepentingan stakeholder dalam pembentukan dan operasional BUMDes Benete
dapat dijelaskan dalam matrik (Lampiran 1).
Keterlibatan Stakeholder dalam Pembentukan BUM Desa Benete
Empat pihak yang perlu mendapatkan perhatian dalam proses pendirian
BUM Desa Benete. Pihak-pihak tersebut adalah PTNNT, pemerintah KSB-
pemerintah desa, pengurus BUM Desa Benete dan masyarakat Desa Benete.
Konsep dasar dalam pendirian BUM Desa dari pemerintah desa dengan tujuan
meningkatkan sumber keuangan desa, dibangun dengan kesesuaian atas potensi
dan kebutuhan desa seperti potensi pengelolaan air bersih dan sampah.
Seperti pengelolaan air bersih pengelolaan sampah perlu ditangani dengan
baik karena dapat menimbulkan dampak terhadap kualitas lingkungan. Sampah
rumah tangga dan industri yang beserakan di tengah pemukiman penduduk yang
tidak dikelola dengan baik dan hanya membuang sampah tanpa penanganan
62
khusus mengakibatkan munculnya gas hasil dekomposisi sampah-sampah yang
menyebabkan pencemaran udara. Untuk mengatasi permasalahan persampahan ini,
pemerintah Desa Benete melalui BUM Desa Benete tidak bekerja sendiri namun
melibatkan pihak swasta dan masyarakat bersama-sama mengatasi permalahan
tersebut. Membangun infrakstruktur penyediaan layanan publik tersebut
memerlukan pembiayaan yang sangat besar. Oleh karena itu, pemerintah Desa
Benete menggandeng PTNNT untuk terlibat secara aktif dalam menanggulangi
persoalan tersebut.
Koordinasi kerjasama multi pihak dan lintas wilayah sangat dibutuhkan
dalam rangka pengelolaan sumberdaya air secara terintegrasi, harmoni, lestari dan
berkelanjutan. Untuk mewujudkan itu, dimungkinkan adanya kerjasama antar
pemerintah daerah dan antar instansi dalam hal pengelolaan sumberdaya alam
khususnya sumber daya air. Pasal 17 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa daerah memiliki kewenangan
untuk melakukan kerjasama antar daerah dalam hal pengelolaan sumberdaya alam
mulai dari pemanfaatan, budidaya, pengendalian dampak, dan pelestariannya.
Bahkan, daerah otonom diperbolehkan untuk melakukan bagi hasil atas
pemanfaatan sumberdaya alam tersebut. Namun, daerah juga wajib melakukan
penyelarasan lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan. Hal tersebut
diimplementasikan dalam PP No.16 tahun 2005 tentang Pengembangan Air
Minum, yang mengamanatkan pemerintah, termasuk pemerintah daerah, harus
menjamin tersedianya air bersih yang dibutuhkan oleh masyarakat. Hal ini
ditindaklanjuti dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 120/1730/SJ
tentang Kerja Sama Antar Daerah bahwa daerah wajib mengelola pelayanan
publik secara bersama dengan daerah lainnya untuk kepentingan masyarakat.
Keberadaan unit usaha pengelolaan air besih yang dikelolah BUM Desa
Benete tidak terlepas dari pengaruh dan kepentingan PTNNT. Sebagaimana
disampaikan dalam petikan wawancara dengan bapak AM, tokoh masyarakat dan
mantan Kepala Desa Benete;
“…melalui diskusi dengan pemerintah Desa, pihak PTNNT mengusulkan
agar dibentuk suatu lembaga yang akan mengelola fasilitas bantuan
perusahaan untuk masyarakat berupa unit pengelolaan air bersih” (AM,
05/07/2014).
Pihak PTNNT mempunyai inspirasi dan sekaligus yang aktif dalam proses
pendirian BUM Desa Benete. Hal ini diinformasikan oleh bapak SHI, 07/072014,
bahwa:
“....inisiatif pendirian BUM Desa datang dari PTNNT yang saat itu
dibawa oleh staf bagian Comdev dan sekarang departmen SR PTNNT”.
Informan berikut memberikan informasi lebih lanjut:
“…pada saat pertemuan di Desa, pihak PTNNT memberikan penjelasan,
termasuk tujuan utama pendirian BUM Desa untuk mengelola program
air bersih dan pelayanan kebutuhan dasar lainnya. Selanjutnya pihak
pemerintah Desa, tokoh masyarakat dengan dukungan personel PTNNT
melakukan proses pendirian BUM Desa Benete” (AW, 10/09/2014).
63
Konsep pendiriannya, maka jiwa pendirian harus dari masyarakat,
sehingga makna down-top (bootom-up) berjalan dengan sebenarnya.
Berhubungan dengan hal ini diperoleh informasi sebagai berikut:
…“kami sendiri juga mempunyai jiwa bagaimana BUM Desa Benete
akan menjadi organisasi milik Desa, dirasakan, dipentingkan
keberaadaannya, berupaya untuk menjadikannya besar dan rasa memiliki
dalam makna keberhasilan-kegagalan sebagai hasil kerja masyarakat.
Upaya yang kami lakukan adalah bagaimana memberikan penjelasan
bahwa BUM Desa Benete ini didirikan dan dioperasionalkan hanya
untuk kepentingan masyarakat. Keberhasilannya tergantung pada kerja
masyarakat. Dalam proses persiapan pendiriannya kami berikan kemudi
pada tokoh masyarakat” (YY, 10/07/2014).
Informasi proses dan peran serta pihak-pihak yang terlibat dalam pendirian
BUM Desa Benete. Seluruh informan memberikan informasi bahwa pihak
PTNNT memberikan ruang yang luas bagi masyarakat, walaupun sebagai
pencetus berdiri, usulan usaha dan penggalangan dana. Organisasi BUM Desa
Benete secara aktual telah berdiri dan mempunyai bisnis aktual, terkait dengan
kebutuhan dan potensi desa.
Kerja normatif pendirian BUM Desa harus bersifat bottom up,
memberikan gambaran partisipasi mayasrakat yang dominan. Kepengurusan
BUM Desa harus ada dari unsur pemerintah desa dan masyarakat (PermenDesa
PDTT No. 4 Tahun 2015). Sumber modal bersumber dari pemerintah desa,
tabungan masyarakat, bantuan pemerintah (kabupaten dan provinsi), pinjaman
dan penyertaan. Hal normatif lainnya yang diatur dalam perundangan adalah
BUM Desa didirikan melalui musyawarah desa.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa BUM Desa Benete sepakat
memulai usahanya dengan mengoptimalkan keberadaan air bersih dan
pengelolaan sampah rumah tangga merupakan wujud hasil pengenalan masalah di
beberapa desa yang ada di lingkar tambang (Kecamatan Maluk). Konteks ini telah
sangat bersesuaian dengan perundangan mengenai desa, yaitu adanya kerjasama
antar desa.
Keberlanjutan program pengembangan masyarakat yang telah dijalankan
tetap menjadi perhatian pihak PTNNT. Subsidi biaya operasional diberikan oleh
PTNNT adalah untuk memastikan keberlanjutan bidang usaha yang melayani
kepentingan masyarakat umum. Kemandirian lembaga terus didorong melalui
upaya penguatan kapasitas kelembagaan, dengan tujuan agar usaha BUM Desa
tetap berjalan meskipun subsidi biaya dihilangkan. Untuk mewujudkan harapan
tersebut, maka mejadi tugas utama dari pengelola dan pemerintah desa dalam
mendorong peningkatan partisipasi masyarakat pada setiap proses. Partisipasi
dapat berbentuk peran aktif dalam menjalankan usaha yang telah ada atau
memunculkan bidang usaha yang baru.
Proses pendirian cikal bakal BUM Desa Benete tidak didasarkan oleh
amanat UU No. 32 Tahun 2004, tetapi oleh fungsi CSR PTNNT. Dalam
perkembangannya guna menjaga keberlangsungan fungsi CSR dan kesesuaian
dengan kebijakan negara, maka proses lanjutan pendirian dan operasionalnya
64
65
Gambaran piramida di atas menunjukkan bahwa tingkat keterlibatan
PTNNT dalam pembentukan BUM Desa Benete sangat dominan. Pemerintah
Desa yang diwakili Kepala Desa berada pada posisi tengah piramida dengan peran
sebagai fasilitator dan pihak yang menindak lanjuti inisiatif pembentukan BUM
Desa melalui kapasitasnyas sebagai Pemerintah Desa. Pelibatan masyarakat dalam
pembentukan awal relatif kecil karena hanya melibatkan beberapa orang sebagai
pengurus.
Pihak-pihak yang Terlibat Dalam Operasional BUM Desa Benete
Pihak yang terlibat dalam tahapan operasionalnya dapat dilihat dari personel
yang ada di struktur organisasi. Personel yang terlibat dalam operasional, relatif
sama dari awal pendirian sampai periode akhir ini 2014. Personel yang ada hanya
bertukar jabatan, sehingga tidak ada pembaharuan dalam operasional organisasi.
Peran personel pengelola dalam pengembangan bidang usaha dan pemberdayaan
masyarakat tidak signifikan, meskipun eksistensi BUM Desa masih dapat
dipertahankan selama lebih 10 tahun. Hasil wawancara dengan pembina diperiode
awal, bapak AM, sebagai berikut: “Saya melihat usaha yang ada hanya ada tiga bidang itu saja, belum ada
pengembangan...bahkan masih jauh dari kriteria mandiri. Dua kegiatan
yang dijalankan, yaitu pengolahan sampah dan air bersih tergolong biaya
tinggi dibandingkan dengan penerimaan retribusi dari masyarakat. Murni
dua kegiatan usaha ini sebagai pelayanan sosial pada masyarakat.
Kegiatan usaha yang kemungkinan menghasilkan keuntungan belum ada.
Kegiatan usaha pariwisata pantai relatif menggunakan biaya operasional
rendah, meskipun pendapatan BUM Desa dari bidang usaha tersebut
relatif kecil” (AM, 24/07/2014).
Informan di atas masih aktif memberikan perhatian pada BUM Desa
Benete dari awal berdirinya dan terakhir pada tahun 2012, saat menjabat sebagai kepala Desa. Saat ini dapat diposisikan sebagai tokoh masyarakat yang aktif dalam memberikan perhatian atas pelaksanaan usaha BUM Desa Benete.
Pihak yang terlibat di BUM Desa Benete, umumnya personel di luar personel pemerintahan desa. Peran personel pemerintah hanya pada Kepala Desa yang menjabat, dengan posisi sebagai pembina. Pada periode 2004-2014 personel yang terlibat sebagai pengurus atau pengelola operasional BUM Desa Benete terdiri atas bapak JZ, SR, SK, AM, SHI, SMD dan MY. Pada setiap periode, personel yang berfungsi sebagai pengurus tidak lebih dari empat orang. Hal ini menunjukkan bahwa ada kemungkinan pengelola BUM Desa hanya terbatas pada kelompok tertentu saja. Lemahnya daya kontrol masyarakat terhadap rekrutmen pengelola dapat merupakan bentuk ketidak berdayaan dan rendahnya partisipasi masyarakat dalam mengembangkan organisasi tersebut.
Pertanyaan pentingnya adalah keberadaan anggota masyarakat dengan pendidikan yang tinggi, karena temuan pendidikan dari personel BUM Desa Benete selama ini mempunyai pendidikan dengan kisaran SMP-SMA serta rendahnya pergantian personel, walaupun dengan pendidikan yang relatif sama. Kajian atas aspek ini dilakukan dengan wawancara mendalam:
...“warga yang berpendidikan lebih tinggi mencari pekerjaan yang lebih baik secara ekonomi... warga yang berpendidikan berupaya menjadi PNS atau karyawan PTNNT atau karyawan sub kontraktor karena gajinya
66
lebih besar. ...terkait dengan ketua yang tidak optimal dalam mengurus BUM Desa, karena waktu lebih banyak di perusahaan, perlu mendapatkan perhatian agar yang mengelola BUM Desa Benete lebih fokus...berikan pada yang lebih banyak waktu dan profesional” (SB, 27/2014).
Memperkuat alasan tersebut, informan lain memberikan informasi sebagai
berikut: “Orang-orang ini yang aktif dari awal...saya lihat pihak pemerintah
Desa dan masyarakat tidak ada yang membicarakannya. Saya berpikir motivasi kerja dari tenaga potensial untuk mengembangkan BUM Desa Benete belum muncul. Dari awal kami menghendaki munculnya orang-orang baru yang mempunyai ide usaha untuk mengembangkan BUM Desa Benete, tetapi tidak muncul” (YI, 28/2014).
Konteks di atas perlu di cross check dengan personel lain di BUM Desa
(SMD dan SK), berikut hasil wawancaranya: “…jelas lebih banyak kami yang mengurus ...bisa dikatakan
kondisi internal BUM Desa Benete dan kondisi pelayanan yang diberikan hanya mendapatkan informasi dari kami” (SMD, SKI 04/08/2014).
Pada kondisi kerja ketua BUM Desa Benete yang demikian, maka relatif
sulit diperoleh perubahan dalam pengelolaan, perbaikan kinerja dan aspek lainnya. Organisasi akan dapat berkembang, jika personel yang ada bekerja dengan inovasi yang tinggi, bukan sebatas pelambangan atau pengisian jabatan semata. Perlu disadari, tanpa melakukan analisis yang mendalam, bahwa BUM Desa Benete membutuhkan personel yang mengerti pembukuan dasar (lulusan SMK atau SMA jurusan sosial). Fakta temuan ini menunjukkan bahwa personel yang ada di BUM Desa Benete masih jauh dari kriteria profesional dan kriteria lain yang dipersyaratkan untuk suksesnya pengembanan suatu jabatan.
Peran, Pengaruh dan Kepentingan Stakeholder dalam Pembentukan
serta Operasional BUM Desa Benete
Keberadaan BUM Desa sebagai instrumen pemberdayaan masyarakat desa
yang dicanangkan oleh pemerintah, berfungsi sebagai organisasi sosial dan
private (bisnis). Kemungkinan dalam prakteknya masih lemah dalam hal
permodalan, tata kelola dan kelemahan pada aspek tehnis lainnya, sehingga perlu
dukungan pemerintahan yang lebih tinggi dalam melakukan proteksi, dukungan
biaya dan sejenisnya. Kondisi keuangan desa dan ketersediaan modal yang
bersumber dari masyarakat desa tentu akan sulit didapatkan dalam jumlah yang
layak untuk membiayai operasional BUM Desa. Menyikapi kondisi ini maka
diperlukan dukungan pemerintah melalui anggaran pembangunan, termasuk
swasta melalui dana CSR.
Nasdian (2014) berpendapat bahwa pemerintah lokal perlu mengalokasikan
dana untuk masyarakat lapisan bawah atau pengusaha kecil di daerah. Dalam hal
ini penguatan kelembagaan merupakan hal penting dalam pemberdayaan
masyarakat. Untuk itu harus ada kesepakatan bahwa harus dimulai dengan
penguatan kelembagaan dan alokasi dana. BUM Desa sebagai lembaga ekonomi
yang dipilih dalam mengerakkan ekonomi pedesaan harus dapat melengkapi
kegiatan usaha-usaha produktif yang melibatkan masyarakat setempat sebagai
67
pelaku. Kewajiban Pemerintah daerah dalam mendukung pengembangan BUM
Desa dipertegas dalam UU No. 6 tahun 2014, pasal 90 bahwa peran Pemerintah
daerah adalah: (1) memberikan hibah dan/atau akses permodalan; (2) melakukan
pendampingan teknis dan akses ke pasar; dan (3) memprioritaskan BUM Desa
dalam pengelolaan sumber daya alam di Desa.
Pada tahap pembentukan awal BUM Desa Benete, peran pemerintah Desa
Benete yaitu sebagai fasilitator sedangkan peran aktual dalam operasionalisasi
dapat dinyatakan tidak ada. Pemerintah Desa tidak menggunakan pengaruhnya
untuk membuat aturan yang membantu biaya operasional dan penguatan kapasitas
BUM Desa. Terbukti dalam analisis atas aliran kas yang ada di BUM Desa Benete
tidak ada anggaran masuk yang bersumber dari APBDes. Peran yang dijalankan
oleh Pemerintah desa yang dilakukan oleh Kepala Desa dalam struktur orgasniasi
hanya menjadi pembina. Informasi lain ditemukan bahwa belum ada solusi
diberikan untuk pengembangan BUM Desa, karena selama ini BUM Desa hanya
menjalankan organisasi secara rutinitas dan tidak ada perubahan pada setiap
periode pergantian Kepala Desa.
Terkait hal ini dilakukan wawancara dengan personel BUM Desa Benete,
sebagai berikut: “…secara finansial, sepengetahuan saya dari tahun 2004 belum ada
bantuan keuangan dari pemerintah Desa untuk BUM Desa”.…semua
biaya operasional BUM Desa mendapat disubsidi dari PTNNT rata-rata
sebesar Rp.14 Juta per bulan setelah kami mengajukan pengagihan
dengan melampirkan laporan kegiatan kami. Dana ditransfer ke rekening
bendahara BUM Desa. Uang tersebut kami gunakan untuk biaya
operasional truk sampah, gaji pegawai dan bayar tagihan listrik mesin
pompa air pada instalasi pengolahan air bersih” (SHI, 24/07/2014).
Informasi di atas dianggap cukup dalam, karena penggalian dengan
menggunakan data dokumentasi, terkait dengan cash flow BUM Desa Benete
tidak ditemukan aliran kas dari APBDes ke BUM Desa Benete, sebagai akumulasi
pembentuk modal.
Gambar 18 Skema peran, pengaruh dan kepentingan stakeholder dalam
pembentukan serta operasional BUM Desa Benete
PTNNT
Peran: pencetus cikal bakal BUM Desa Benete, penentu pilihan bentuk lembaga,
memberikan modal, membangun fasilitas umum/aset usaha. Kepentingan: menjalankan
kebijakan CSR, reputasi dan lisensi sosial. Pengaruh: melakukan penguatan kapasitas
kelembagaan BUM Desa.
Pemerintah Desa:
Peran: sebagai
fasilitator. pentingan:
pemasukan bagi PADes dan
kesejahteraan masyarakat
Pengaruh: membuat
peraturan dan anggaran
Desa.
Masyarakat :
Peran: sebagai
partisipan & konsumen.
Kepentingan:
mendapatkan pelayanan
dengan biaya terjangkau.
Pengaruh: dapat
membentuk usaha baru.
Pengurus BUMDes:
Peran: sebagai pengelola
organisasi.
Kepentingan: sebagai
sebagai tempat bekerja.
Pengaruh: membuat
aturan internal.
68
Berdasarkan skema peran dan kepentingan stakeholder kunci (Gambar 10),
pihak yang paling berkepentingan atas manfaatnya keberadaan usaha yang
dijalankan BUM Desa adalah masyarakat/pelanggan. Hal ini ditunjukkan dengan
tingkat ketergantungan terhadap pelayanan kebutuhan air bersih serta
pengangkutan sampah.
Gambar 19 Posisi stakeholder berdasarkan tingkat kepentingan terhadap
operasional BUM Desa Benete
Gambaran posisi stakeholder dalam menerima manfaat dari operasional
BUM Desa sebagaimana digambarkan dalam bentuk paramida terbalik (Gambar 11), bahwa kepentinga atas keberadaan BUM Desa Benete berbanding terbalik dengan tingkat partisipasi masing-masing pihak pada proses pembentukan dan pembiayaan. Jika pada proses pembentukan BUM Desa, PTNNT berada pada level bawah dengan komitmen (pendampingan SDM, maintenance dan modal) tertinggi, maka fakta sebaliknya terjadi pada siapa sesungguhnya yang menikmati keberadaan BUM Desa tersebut. Dari piramida tersebut di atas tergambar bahwa kebutuhan akan air bersih dan pengelolaan sampah merupakan hajat hidup primer masyarakat Benete.
Alternatif strategi, selanjutnya kebijakan yang ditempuh dalam pengembangan proyek, khususnya pada proyek pemerintah yang sifatnya pemberdayaan, suatu yang dijadikan sebagai langkah yang harus diperkuat dengan alasan undang-undang, maka stakeholer perlu diposisikan dan diupayakan untuk mempunyai posisi kepentingan yang tinggi. Pada proyek tertentu, kepentingan tersebut dapat dimunculkan dari output yang dihasilkan oleh proyek yang dikembangkan. Alternatif kajian ini diberikan, berbeda dengan konsep teori yang menyatakan stakeholder tertentu diabaikan.
Mengacu pada prinsip dalam mengelola stakeholder Friedman and Miles (2006) sebagai berikut: (1) mengakui dan secara aktif memantau hal yang menjadi perhatian stakeholder, serta memperhatikan kepentingan mereka dalam pengambilan keputusan; (2) mendengarkan dan berkomunikasi secara terbuka dengan stakeholder mengenai hal yang menjadi perhatian dan kontribusinya, serta risiko yang mungkin terjadi akibat keterlibatannya; (3) mengadopsi proses dan cara berperilaku terhadap hal sensitif yang menjadi perhatian dan kemampuan masing-masing stakeholder; (4) mengakui saling ketergantungan dan berusaha untuk mencapai distribusi yang adil atas manfaat dan beban di antara stakeholder,
Masyarakat Benete
Pemerintah Desa
PTNNT
69
dengan mempertimbangkan risiko dan kerentanan masing-masing; (5) bekerja sama dengan entitas lain untuk memastikan bahwa risiko dan bahaya yang timbul dapat diminimalkan serta kompensasi yang tepat; (6) menghindari kegiatan yang membahayakan hak asasi manusia (misalnya hak untuk hidup) atau menimbulkan risiko yang tidak dapat diterima stakeholder; dan (7) mengakui potensi konflik akibat adanya peran dan tanggung jawab hukum dan moral bagi stakeholder, dan mengatasinya melalui komunikasi yang terbuka, pelaporan yang tepat, sistem insentif, dan bila perlu melibatkan pihak ketiga.
Peran yang harus dijalankan oleh PTNNT adalah membangun relasi secara terus menerus, meningkatkan kesadaran semua pihak yang terlibat, sehingga usaha yang ada dapat berjalan dengan mandiri, sebagai wujud terbentuknya aliran kas dari konsumen “masyarakat” dan tambahan modal dari pemerintah untuk peningkatan kapasitas bisnis. Adapun pihak pemerintah (Desa Benete) hanya muncul sebagai fasilitator, rendah dalam kepentingan dan rendah dalam power. Kepentingan dalam makna kesadaran tingginya BUM Desa Benete dalam pemenuhan kebutuhan dan pengembangan potensi masyarakat. Kontribusi ide dan dana selama ini, tidak terealisasi dari pihak pemerintah, baik pemerintah Desa ataupun pada level yang lebih tinggi.
Pada pihak masyarakat, menjadikan BUM Desa Benete sebagai fungsi pemenuhan kebutuhan dasar, berupa kebutuhan air minum dan kebersihan. Pelayanan ini masih dinikmati oleh sebagian masyarakat Benete, bukan seluruhnya. Kepentingan dalam makna pemilikan dan kesadaran menjadi organisasi pemenuh kebutuhan dasar dan pengembangan potensi Desa belum muncul. Kondisi ini terjadi, karena penerima pelayanan masih sebagian, termasuk juga masyarakat yang dapat manfaat ekonomi dari pengembangan stand di Pantai Benete.
Pengelola tidak dimunculkan sebagai media aktualisasi diri, dalam makna menunjukkan kemampuan diri dalam memecahkan masalah masyarakat. Fakta yang ada, keterlibatan personel pengelola BUM Desa Benete belum memberikan kontribusi dalam pengembangan usaha dan kemandirian. Kontribusi personel dalam memberikan keuntungan ekonomi bagi BUM Desa hampir tidak muncul, meskipun setiap bulan mereka mendapatkan gaji karena adanya subsidi. Secara umum masing-masing personel BUM Desa mendapatkan gaji pada kisaran Rp1,2 juta sampai dengan Rp1,5 juta. Tenaga operasional mendapat gaji Rp 1,2 juta, sedangkan untuk jabatan ketua dan staf administrasi mendapatkan gaji Rp1,5. Penentuan besaran gaji personel BUM Desa tidak menggunakan standar kinerja atau kontribusi masing-masing personel terhadap kinerja produksi atau pendapatan.
Berdasarkan hasil temuan di atas, maka dapat dipetakan peran, pengaruh dan kepentingan serta bentuk ketertarikan stakeholder dalam pembentukan dan pengembangan keberlanjutan usaha BUM Desa Benete sebagaimana digambarkan dalam matrik (Tabel 13). Posisi tersebut merupakan posisi relatif, karena tidak diuji melalui analisis kuantitatif, melainkan berdasarkan kesimpulan peneliti atas respon informan dalam bentuk pernyataan maupun sikap yang ditunjukkan pada saat dilakukan wawancara mendalam atau dalam forum diskusi terfokus. Informasi lain diperkuat oleh laporan dan dokumentasi lain yang peneliti dapatkan dari beberapa sumber yang dimiliki oleh stakeholder.
70
Tabel 13 Matrik analisis peran, kepentingan dan pengaruh stakeholder ada
pengembangan BUM Desa Benete.
Stakeholder Ketertarikan pada masalah Interest (+) (-)
Tingkat kepen-tingan
Tingkat penga
ruh
Pemda KSB
- Menetapkan regulasi untuk memperkuat BUM Desa
- Tanggung jawab pemberdayaan masyarakat - Penyediaan sarana produksi dan bantuan modal - Penyediaan air bersih untuk masyarakat - Pengembangan pariwisata Pantai Benete - Angaran untuk pengembangan BUM Desa
(+) (+) (+) (-) (+) (+)
*** *** *** ** ** **
**** **** **** **** **** ****
PTNNT
- Tanggung jawab sosial perusahaan - Anggaran untuk pengembangan BUM Desa - Reputasi dan hubungan baik dengan masyarakat
setempat - Mendapatkan lisensi sosial untuk kelanjutan
operasi
(+) (+)
(+) (+)
**** **** **** ****
**** **** **** ****
Pemdes Benete
- Menetapkan regulasi/Perdes terkait BUM Desa - Sumber PADes - Pelaksana pemberdayaan masyarakat - Pelayanan kebutuhan dasar masyarakat - Penyediaan air bersih - Pengembangan pariwisata - Anggaran Desa untuk BUM Desa
(+) (+) (+) (+) (+) (+) (+)
*** **** **** **** **** **** **
**** ** ** ** *** *** ****
Pengurus BUM Desa
- Tata kelola yang baik - Keberlanjutan program - Pelayanan terhadap konsumen - Dukungan dari pemerintah dan swasta (PTNNT) - Mendorong partisipasi dari masyarakat - Mendapatkan gaji
(+) (+) (+) (+) (+) (+)
*** **** *** *** *** ****
** ** ** ** ** **
Masyarakat
- Ketersediaan fasilitas umum melayani kebutuhan dasar
- Suasana lingkungan bersih dan sehat - Terbuka lapangan kerja melalui pengelolaan unit
usaha produktif - Partisipasi untuk pengembangan BUM Desa
(+) (+) (+)
(-)
**** **** **** **
** *** ** **
Pelanggan Air Bersih
- Ketersediaan air bersih - Mendapatkan pelayanan yang baik dari BUM
Desa - Partisipasi membayar iuran
(+) (+) (-)
**** **** **
** ** **
Pelanggan Sampah
- Lingkungan bersih dan sehat - Mendapatkan pelayanan yang baik dari BUM
Desa - Partisipasi membayar iuran
(+) (+) (-)
**** **** **
*** ** **
Penyewa Stand Pantai
- Fasilitas yang bersih dan lengkap - Kunjungan tinggi dan pembeli banyak - Partisipasi membayar iuran
(+) (+) (-)
**** **** **
*** *** ***
Keterangan : Skor penilaian (*) tidak ada; (**) kecil; (***) sedang; (****) besar
(+) positif; (-) negatif.
Sumber: Data yang diolah dari hasil FGD dan wawancara mendalam.
Informasi yang didapatkan dari hasil pemetaan kepentingan, pengaruh dan
intrest dari masing-masing stakeholder maka posisi mereka dapat ditunjukkan
71
dalam kuadran tingkat pengaruh dan kepentingan untuk keberlanjutan usaha
BUM Desa Benete. Kuadran posisi stakeholder dapat dilihat pada (Gambar 12).
Gambar 20 Peta Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pengaruh Stakeholder BUM
Desa Benete
Gambar 12 menunjukkan bahwa setiap stakeholder berdasarkan tingkat
pengaruh dan tingkat kepentingannya dikelompok menjadi stakeholder dengan
tingkat pengaruh rendah atau tinggi, serta kepentingan rendah atau tinggi. Posisi
pada kuadran menggambarkan posisi dan peranan yang dimainkan oleh masing-
masing stakeholder yaitu: (a) Masyarakat dan Pengelola BUM Desa berada pada
kuadran I (satu) yaitu stakeholder dengan kepentingan tinggi tetapi pengaruh
rendah; (b) PTNNT dan Kepala Desa berada pada kuadran II (dua) yaitu
stakeholder dengan kepentingan dan pengaruh tinggi; dan (c) Pemerintah Desa
dan Pemerintah Kabupaten berada pada kuadran IV (empat) yaitu stakeholder
dengan kepentingan rendah tetapi pengaruh tinggi. Stakeholder yang berada di
kuadran II (players) merupakan kelompok stakeholder primer, dan stakeholder
yang berada kuadran IV (actors) merupakan kelompok stakeholder sekunder.
Kepentingan masyarakat atas keberadaan BUM Desa Benete belum dapat
dinyatakan tinggi. Pada kondisi kepentingan yang tinggi, maka masyarakat akan
memberikan kontribusi atas kemandirian dan keberlangsungan usaha yang
dijalankan BUM Desa Benete. Fakta yang ada kepengurusan yang tidak optimal
dan relatif konstan sejak awal berdiri, bahkan pimpinan yang lebih banyak berada
pada pekerjaan utama tidak menjadi perhatian masyarakat.
Berdasarkan kepentingan dan proses aktual berdiri dan beroperasinya
usaha BUM Desa Benete, dapat dipastikan bahwa fungsi CSR PTNNT yang
dominan. Pengaruh yang dimiliki PTNNT, mulai dari ide pendirian, permodalan
dan pembersian subsidi setiap bulan kerja selama 10 tahun terakhir dijalankan
dengan tujuan yang memberikan kemudahan masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan hidup. Pengaruh yang diberikan tidak ada yang bersifat negatif,
seluruhnya untuk manfaatnya pada masyarakat. Kondisi ini sebenarnya tidak
berarti baik bagi NNT maupun masyarakat. Karena pada dasarnya keberhasilan
program pengembangan masyarakat ditentukan oleh sejauh mana keberhasilan
pihak donatur atau pengelola program dapat mendorong partisipasi dan
kemandirian masyarakat. Jadi dikatakan masyarakat telah berdaya jika dua
Pengaruh rendah Pengaruh tinggi
Kep
enti
ngan
ren
dah
Kep
enti
ngan
tin
ggi
Pemerintah Desa Benete,
Pemda KSB
Pengelola BUM Desa,
Masyarakat/
pelanggan
PTNNT,
Kepala Desa
72
indikator tersebut dapat terpenuhi. Posisi dalam kuadran akan bergeser ke arah
stakeholder dengan kepentingan tinggi dan pengaruh tinggi.
Pemerintah KSB, pemerintah Desa Benete dan pengurus BUM Desa Benete
berada pada kuadran “perioritas rendah” (Rudito dan Famiola 2008). Dalam
penelitian ini tidak dapat diposisikan demikian, karena semua pihak harus
memposisikan diri layaknya PTNNT, yaitu mempunyai kepentingan dan power
yang tinggi. Power tersebut dalam makna yang luas, dapat juga dimaknakan
penggunaan peran dan sumber daya yang dimiliki secara optimal. Fakta empiris
ini perlu mendapatkan kajian secara mendalam, selanjutnya akan dimunculkan
dalam penerapan strategi.
6 KONDISI INTERNAL DAN EKSTERNAL SERTA KINERJA
BUM DESA BENETE DALAM PEMBER-DAYAAN
MASYARAKAT
Tahapan kajian analisis dilakukan terhadap berbagai faktor internal dan
eksternal yang dianggap berpengaruh terhadap penguatan kelembagaan BUM
Desa Benete dan pemberdayaan masyarakat berkelanjutan. Kemudian kajian
dilanjutkan pada pembuatan matriks SWOT untuk mensintesis alternatif-alternatif
strategi S-O, W-O, S-T dan W-T berdasarkan faktor-faktor internal dan eksternal
yang ada. Pemilihan alternatif strategi selalu mempertimbangkan ketentuan UU
No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dan regulasi turunannya. Pertimbangan utama
yaitu kemampuan pendanaan Desa dan pendekatan kawasan, maka dilakukan
penyesuaian penerapan bonding, bridging dan creating strategy yang dijabarkan
dalam matrik strategi dan rencana program BUM Desa.
Kondisi Internal
Faktor-faktor internal yang mempengaruhi kinerja BUM Desa Benete
secara umum dibedakan atas faktor yang mendukung (faktor kekuatan) dan faktor
yang tidak mendukung (faktor kelemahan). Kekuatan dan kelemahan internal
merupakan aktivitas terkontrol suatu organisasi yang mampu dijalankan dengan
sangat baik atau buruk. Faktor tersebut akan muncul dalam manajemen,
pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan,
dan aktivitas sistem informasi manajemen bisnis (David 2010).
Kondisi internal BUM Desa Benete dikaji layaknya organisasi, baik dalam
konteks organisasi publik dan komersial. Dua konsep ini dipergunakan, karena
peran dari BUM Desa Benete dalam UU No. 06 tahun 2014 adalah peran
komersial dan sosial. Aspek internal yang dikaji adalah kondisi SDM,
kelembagaan, kondisi produksi, kondisi keuangan, kondisi pemasaran dan sarana
prasarana yang memberikan gambaran potensi dan kelemahan internal organisasi
tersebut.
Kondisi Personalia
Kondisi personalia dimaknai sebagai manajemen personalia yang
dijalankan oleh BUM Desa Benete. Peran ini tergolong sangat vital, karena
keberadaan karyawan dalam organisasi sebagai satu-satunya sumber daya yang
dapat diperbaharui, berbeda dengan sumber daya lainnya yang dipastikan ada
keausan dan keusangan, sehingga ada waktunya untuk diganti. Aspek SDM
meliputi kuantitas, kualitas dan kompetensi yang dimiliki, sehingga pekerjaan
dapat diselesaikan dengan baik serta ada konsep pengembangan yang terwujud
dari kemampuan melakukan inovasi.
Pada periode akhir (2014) jumlah karyawan yang dimiliki sebanyak 3
orang pada level manajemen dan 4 orang tenaga operasional. Seluruhnya hanya
pada kisaran pendidikan SMP-SMA. Kerja yang dijalankan hanya bersifat
rutinitas, seolah hanya menjalankan subsidi dari PTNNT (data dokumentasi dan
74
observasi kerja BUM Desa Benete selama bulan Juli-September 2014, bahkan
kembali diperkuat kembali pada kisaran bulan Oktober 2014).
Peran ketua tidak berjalan dengan baik, karena waktu, tenaga dan pikiran
telah habis tercurah dalam perannya sebagai pegawai PTNNT. Struktur organisasi
(terlampir), telusur atas fungsi, tanggungjawab dan wewenang sebagai dasar
evaluasi atas kerjanya tidak dimiliki oleh BUM Desa Benete. Organisasi (BUM
Desa Benete) tidak mempunyai Anggaran Dasar dalam mengatur kerja organisasi
belum dimiliki, sehingga kerja organisasi dan kerja karyawan hilang sasaran.
Fakta empiris ini akan berimplikasi pada kehilangan arah dalam operasional
karyawan dan arah pengembangan organisasi kedepannya.
Secara keseluruhan terkait kemampuan Sumberdaya Manusia (SDM) yang
dimiliki oleh BUM Desa Benete dapat dijelaskan melalui survey penilaian
pelanggan terhadap kemampuan SDM pengelola, pada Table 14.
Tabel 14 Penilaian masyarakat/pelanggan terkait kemampuan SDM BUM
Desa Benete
No. Deskripsi penilaian
Kurang baik Baik
Jlh Persentase
(%) Jlh
Persentase
(%)
1 Kemampuan pengelola terkait pengetahuan
dan keterampilan tehnis yang dimiliki
25 62,5 15 37,5
2 Kemampuan pengelola terkait pengetahuan
dan keterampilan bidang manajemen BUM
Desa
19 47,5 21 52,5
3 Sikap pengelola dalam memberikan
pelayanan
14 35,0 26 65,0
Rata-rata 19 48,3 21 51,7
Sumber: Data yang dioleh dari hasil survey persepsi pelanggan.
Terkait kemampuan SDM pengelola BUM Desa, masyarakat atau
pelanggan memberikan penilaian bahwa kinerja pengelola berdasarkan
kompentesi SDM yang dimiliki, dirasakan cukup baik oleh 51,7 persen responden.
Keunggulan yang dimiliki personel berada pada faktor sikap dalam memberikan
pelayanan. Faktor sikap pengelola dalam melayani berkontribusi 65,0 persen
dalam penilaian kemampuan SDM yang dimiliki oleh BUM Desa Benete. Adapun
kelemahan personel pengelola adalah pada faktor pengetahuan dan keterampilan
tehnis yang dimiliki pengelola masih kurang yaitu dinyatakan oleh 62,5 persen
responden. Faktor kemampuan pengelola terkait pengetahuan dan keterampilan
bidang manajemen BUM Desa dirasakan cukup baik oleh 52,5 persen responde.
Berdasarkan hasil kerja karyawan dengan latar belakang pendidikan dan
rendahnya kompetensi, tidak adanya fungsi manajemen personalia, maka dapat
dinyatakan bahwa kondisi SDM BUM Desa Benete muncul sebagai kelemahan.
Penilaian ini juga didasarkan atas perundangan yang mensyaratkan setiap jabatan
diemban oleh profesional. Pemerintah dalam menetapkan syarat ini tentu
mempunyai cita-cita yang besar atas keberadaan BUM Desa sebagai penguat
ekonomi Desa dan pemberdayaan masyarakat.
75
Kelembagaan BUM Desa Benete
Uraian singkat atas kondisi kelembagaan BUM Desa Benete belum dapat
dinyatakan sebagai keunggulan, baik dipandang dari internal ataupun hal yang
memperkuatnya dari aspek eksternal. Kelembagaan BUM Desa Benete belum
mempunyai kekuatan, karena belum diperkuat dengan akte notaris sebagai badan
hukum yang sah. Aspek ini juga tidak dapat dinyatakan sebagai keunggulan,
tetapi sebagai kelemahan.
Kondisi Produksi
Bisnis yang dijalankan BUM Desa Benete berupa pengolahan pengolahan
air bersih, pengangkutan sampah dan pengelolaan fasilitas pariwisata di Pantai
Benete. Untuk menciptakan kondisi bisnis yang mampu melayani konsumen
(masyarakat) dan memberikan keuntugan, maka pada usaha pengelolaan air bersih,
pengangkutan sampah dan pengelolaan fasilitas pariwisata pantai Benete
diperlukan pembenahan. Beberapa input terkait kondisi beberapa sarana dan
prasaran pendukung produksi ditemukan dari hasil wawancara dan FGD.
Masalah-masalah kelembagaan dan unit usaha BUM Desa Benete sebagai
berikut:
1) Dibutuhkan perbaikan instalasi air bersih utama dan jaringan ke rumah-
rumah penduduk;
2) Penggantian mesin dengan mesin baru karena boros biaya pemeliharaan;
3) Diperlukan tanki air baru pada instlasi pengolahan air (IPAL) dengan
kapasitas yang besar;
4) Pembersihan endapan lumpur pada saluran distribusi agar kualitas air yang
diterima pelanggan dalam keadaan bersih dan debet airnya lebih besar;
5) Mencari alternatif lokasi pompa baru untuk mengantisipasi semakin
berkurangya sumber air bersih untuk diolah;
6) Teknologi yang digunakan tidak ekonomis dan membutuhkan biaya
operasional besar berupa pembayaran listrik.
7) Pengelola BUM Desa sedangan menjalin kerjasama dengan PDAM
Sumbawa Barat untuk mengoptimalkan pelayanan air bersih di Desa
Benete.
8) Kurang partisipasi masyarakat dalam membayar retribusi air bersih karena
menganggap fasilitas air bersih adalah bantuan dari PTNNT.
9) Terjadi penurunan jumlah pelanggan air bersih, sebelumnya berjumlah 420
KK, saat ini telah berkurang menjadi 165 KK. Terutama pada
perkampungan warga yang letaknya lebih tinggi ( dusun Singa, Tatar dan
Jereweh) hampir sudah tidak ada aliran air.
10) Pelayanan air bersih hanya efektif dinikmati oleh warga yang tinggal di
daerah pantai (dusun Nangkalanung) karena lokasi lebih rendah dari dusun
yang lain.
11) Kemampuan tehnisi dan tenaga pengelola masih terbatas terutama pada
bidang manajemen administrasi dan keahlian tehnis terkait pengelolaan
fasilitas air minum.
76
Sub usaha pengelolaan sampah, diperoleh temuan sebagai berikut:
1) PTNNT telah membantu 3 unit truk sampah untuk digunakan secara
bersama oleh lima Desa di Kecamatan Maluk. Saat ini hanya 2 (dua)
unit yang layak operasi.
2) Belum ada fasilitas daur ulang sampah hanya ada TPA / landfill yang
digunakan bersama dua kecamatan yaitu Kec. Jereweh dan Kec, Maluk.
3) Perlu dukungan peraturan desa terkait pemungutan retribusi untuk
memperkuat pihak pengelola BUM Desa melakukan pemungutan
iuran dari warga.
4) Belum ada klasifikasi jumlah penarikan retribusi berdasarkan tingkatan
pengeluaran sampah di masing-masing warga.
5) Ada praktek yang merugikan dengan modus mengoperasional truk
sampah diluar fungsi/jam kerja dilakukan operator truk sampah, hal ini
menyebabkan bertambahnya biaya operasional pada truk sampah.
6) Minset masyarakat tidak mendukung produktifitas usaha BUM Desa
dengan tidak membayar retribusi karena alasan fasilitas yang
digunakan merupakan bantuan PTNNT jadi tidak perlu membayar.
7) Pendapatan dari pungutan retribusi sampah rata-rata Rp. 1 juta
perbulan, sedangkan jumlah pelanggan yang harus dilayani adalah
lebih dari 400 rumah tangga/unit usaha.
8) Jumlah retribusi yang dibebankan kepada warga sangat minim jika
dibandingkan dengan biaya operasional.
9) Belum ada pemisahan beban biaya yang (iuaran) antara rumah tangga
biasa dengan unit usaha yang menghasilkan sampah lebih banyak.
10) Kurang ada koordinasi antara pemerintah desa dengan pengelola BUM
Desa terkait masalah pengembangan usaha.
11) Pengelola BUM Desa sering tidak ada di kantor.
12) Mekanisme penarikan retribusi dilakukan langsung oleh pertugas truk
sampah dengan menggunakan kupon. Pola seperti ini sangat rawan
penyelewengan keuangan karena tidak tertib administrasi.
13) Bentuk kerjasama lintas desa dalam pelayanan truk sampah diatur oleh
pemerintah Kecamatan Maluk bekerjasama dengan LSM LAKMUS.
Pada tingkat kecamatan, dibentuk BUM Desa kecamatan untuk
mengkordinir pengelolaan operasional truk sampah. Kehadiran
lembaga perantara ini telah disepakati oleh masing-masing pemerintah
desa. Alasan mendasar karena 3 unit truk sampah yang menjadi aset
pemerintah kecamatan Maluk dari bantuan hibah PTNNT, harus bisa
digunakan secara bersama oleh masing-masing desa. Fungsi BUM
Desa Kecamatan adalah memastikan pembagian manfaat dari
keberadaan truk sampah tersebut secara bergiliran.
14) Petugas sampah mendapatkan faslitas asuransi kecelakaan.
Sub usaha bidang pengelolaan fasilitas pariwisata pantai Benete
ditemukan beberapa informasi sebagai berikut:
1) Tersedia 4 unit bangunan permanen dan 6 warung tenda yang cukup
representatif.
2) Tersedia fasilitas bermain anak-anak dan tempat santai keluarga.
3) Rencana pengadaan banana boat untuk meningkatkan kunjungan
wisata lokal ke Pantai Benete
77
4) Akan menambah petugas kebersihan menjadi 3 orang dari 1 orang
yang telah ada.
5) Fasilitas stand/kios disewa oleh 4 orang dengan biaya sewa masing-
masing Rp. 150 ribu per blok (stand/kios) dan Rp. 100 ribu untuk
kedai (6 unit warung tenda diluar bangunan utama).
6) Telah ada aturan atau kontrak dengan pengguna/penyewa.
7) Harga makanan, terutama jenis makanan tradisional yang dijual di
warung pantai Benete relatif lebih mahal dibandingkan di tempat lain
(wisata pantai Maluk).
8) BUM Desa telah berkotribusi bagi PADes sebesar Rp. 500 ribu tiap
bulan.
9) Suasana ketertiban dan kebersihan lingkungan belum sesuai harapan
pengunjung.
10) Pengelola BUM Desa sudah menjajaki kerjasama pengelolaan fasilitas
pantai sebagai obyek pariwisata andalan dengan melibatkan Pemda
KSB.
Berdasarkan beberapa informasi tersebut, maka dapat disebutkan bahwa
BUM Desa Benete belum mempunyai kemandirian atas usaha jasa pengangkutan
sampah. Dua unit truk yang masih layak pakai digunakan untuk melayani lima
Desa, maka dapat dipastikan belum muncul sebagai kondisi yang baik atau
keunggulan. Berjalan waktu, satu atau dua tahun, kondisi alat angkut tersebut
akan tidak layak pakai. Keberlanjutan kegiatan produksi perlu dijamin, sehingga
jelas muncul sebagai potensi, tetapi pada taraf yang rendah.
Usaha bidang penyewaan stand/warung di lokasi pariwisata pantai Benete
termasuk usaha yang menggunakan biaya rendah dan bisa dikatakan hampir
mandiri meskipun dari sisi pendapatan yang diterima BUM Desa relatif kecil.
Pendapatan dari uang sewa warung menjadi pemasukan pendapatan Desa yaitu
rata-rata Rp 500 ribu per bulan. Operasional usaha ini dapat dimunculkan sebagai
keunggulan, walaupun masih pada taraf yang rendah.
Kondisi Keuangan
Kondisi keuangan terkait dengan hasil analisis dari laporan keuangan
berupa neraca dan laba rugi. Fakta laporan ini tidak ada, tetapi hanya berupa
aliran kas. Pada laporan aliran kas Januari 2013 BUM Desa memiliki saldo kas
sebesar Rp20.944.000 tetapi pada laporan keuangan periode Desember 2013
berkurang menjadi sebesar Rp8.728.100 dan Agustus 2014 menjadi sebesar
Rp1.500.100. Pada bulan Agustus 2014 tercatat aliran kas masuk dari PTNNT
sebesar Rp13.300.000 sehingga dapat diketahui kemungkinan minus kas yang
dimiliki tanpa subsidi tersebut. Aliran kas masuk berupa pembayaran retribusi
atas pelayanan air bersih, sampah dan sewa stand. Pengeluaran yang dikeluarkan
untuk operasionalisasi usaha, gaji karyawan dan lainnya.
Adanya saldo kas pada Agustus 2014 bukan sebagai akibat nilai lebih dari
pendapatan terhadap ragam biaya/pengeluaran, tetapi adanya subsidi rutin dari
PTNNT sebesar rata-rata Rp 14 juta per bulan. Fakta ini menunjukkan bahwa
kondisi keuangan BUM Desa Benete dikategorikan sebagai kelemahan, baik
dalam makna kinerja keuangannya ataupun pengelolaannya. Kajian terkait kinerja
78
keuangan tidak dapat dilakukan, karena ternyata pengelola tidak memiliki laporan
keuangan yang lengkap.
Kondisi Pemasaran
Pemasaran berkaitan dengan analisis hubungan antara kualitas produk,
harga jual, biaya distribusi, biaya produksi, pelayanan konsumen dan biaya promosi serta kemampuan personel. Analisis kondisi pemasaran produk dari usaha BUM Desa hanya dilihat dari aspek kemampuan produksi, produk terjual, jumlah pelanggan dan jumlah penerimaan. Kajian dilakukan pada produk air bersih selama 2013 dapat dilihat pada Table 15.
Tabel 15 Jumlah pelanggan, pemakaian air dan penerimaan pada BUM Desa
Benete periode Januari-Agustus 2014
Bulan Pelanggan
(KK)*
Pemakaian
(kubik)
Penerimaan
(Rp)
Januari 152 4.348 4.439.000
Februari 152 4.047 4.040.000
Maret 105 - 3.430.000
April 93 - 2.227.000
Mei 91 - 2.647.000
Juni 90 2.534 2.615.000
Agustus 92 1.926 2.244.000
Keterangan)*: rumah tangga
Sumber: Laporan BUM Desa Benete
Jumlah pelanggan pada produk air minum bersih mengalami penurunan,
begitu juga dengan pemakaian dan perolehan pendapatan. Data total penerimaan untuk produk air bersih (bisnis utama) tidak mampu menutupi gaji karyawan, terlebih biaya operasional lainnya. Fakta penurunan kuantitas penjualan dan penerimaan atas produk utama menunjukkan bahwa fungsi pemasaran tidak berjalan dengan baik. Adanya penurunan jumlah pelanggan menunjukkan penurunan apresiasi atas produk yang ditawarkan oleh BUM Desa Benete.
Beberapa kondisi yang menjadi alasan pelanggan untuk tetap memilih bertahan atau berhenti berlangganan suatu produk disebabkan karena adanya rasa puas atau senang dengan produk atau jasa yang diterima. Menurut kotler (2003), Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesan terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya. Jadi, kepuasan merupakan fungsi dari persepsi atau kesan atas kinerja dan harapan. Jika kinerja berada dibawah harapan maka pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan maka pelanggan akan puas. Jika kinerja melebihi harapan maka pelanggan akan amat puas atau senang.
Berdasarkan hasil survey terhadap kinerja pengelola BUM Desa dalam menjalankan usaha, 51,7 persen responden menyatakan bahwa pengelola BUM Desa belum mampu, terutama dalam mengelola usaha bidang air bersih dan 75,0 persen responden beralasan bahwa pengelola BUM Desa belum mampu meningkatkan kualitas produksi air bersih yang diterima pelanggan. Bidang usaha pariwisata pantai menjadi potensi usaha BUM Desa jika dapat dikelola dengan baik. Untuk lebih jelas terkait penilaian pelanggan terkait kinerja
79
0
1,000,000
2,000,000
3,000,000
4,000,000
5,000,000
6,000,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tunggakan (Rp)
Penerimaan(Rp)Pemakaian Air (M3 )
pengelolaan pada masing-masing bidang usaha BUM Desa Benete dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Penilaian pelanggan terkait kinerja pengelolaan pada masing-masing
bidang usaha
No. Deskripsi penilaian Kurang mampu Mampu
Jumlah Persentase
(%) Jumlah
Persentase (%)
1 Kemampuan BUM Desa dalam mengelola usaha air bersih
24 60,0 16 40,0
2 Kemampuan BUM Desa dalam mengelola usaha pengangkutan sampah
18 45,0 22 55,0
3 Kemampuan BUM Desa dalam mengelola usaha pariwisata
19 47,5 21 52,5
4 Kemampuan BUM Desa dalam meningkatkan kualitas produksi air bersih yang diterima pelanggan
30 75,0 10 25,0
5 Kemampuan BUM Desa dalam menigkatkan kualitas mengelola usaha jasa pengangkutan sampah
17 42,5 23 57,5
6 Kemampuan BUM Desa dalam meningkatkan kualitas pengelolaan usaha pariwisata pantai
16 40,0 24 60,0
Rata-rata 21 51,7 19 48,3
Fakta empiris yang ada, masyarakat sangat ingin terus menjadi konsumen
air bersih, karena kebutuhan air bersih cukup sulit diapatkan terutama bagi warga
yang tinggal di daerah pantai. Kondisi ini telah menunjukkan potensi usaha
unggulan BUM Desa, tetapi tidak dapat dimanfaatkan karena kendala
keterbatasan kemampuan teknis dan tidak memiliki biaya pemeliharaan jaringan
distribusi. Adapun alasan lain yang diungkapkan oleh pelanggan yang
menyatakan bahwa kinerja BUM Desa dalam mengelola bidang usaha air bersih
kurang baik karena alasan debit air yang sangat kurang, faktor pelayanan yang
tidak memuaskan dan ketersediaan air dengan kondisi keruh. Produk air bersih
menjadi keunggulan jika bisa dilakukan pengolahan menjadi kualitas air minum.
Gambar 21 Kondisi pemasaran air bersih.
Sumber: Data yang diolah dari laporan BUM Desa Benete
80
Kebutuhan air ini relatif besar dan dapat dijual dengan harga yang lebih
tinggi dari tarif yang diberlakukan kepada masyarakat. BUM Desa dapat
melakukan diferensiasi dalam bidang usaha air bersih menjadi air minum dalam
kemasan atau isi ulang. Bisnis penjualan air untuk kebutuhan kapal di dermaga
Benete menjadi faktor produksi unggulan bagi usaha BUM Desa Benete. Kondisi
pemasaran air bersih terkait, perkembangan jumlah pelanggan dan distribusi air
dalam periode tahun 2012 ditunjukkan dalam Grafik 15.
Produk lainnya yang juga telah diterima oleh masyarakat Desa Benete
adalah pengolahan sampah. Asset pengelolaan sampah berupa unit truk yang
masih layak pakai sebagai milik bersama dengan lima Desa yang ada di
Kecamatan Maluk. Informasi pendapatan dari pengolahan sampah diperiode akhir
2014 dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 Pendapatan BUM Desa Benete dari pengolahan sampah tahun 2014.
Bulan Jumlah Pelanggan (KK) Penerimaan
(Rp)
Januari 167 450.000
Februari 167 0
Maret 167 0
April 167 600.000
Mei 167 605.000
Juni 167 1.005.000
Juli 167 0
Agustus 0 1.000.000
TOTAL 3.660.000
Sumber: Laporan pendapatan BUM Desa Benete dari usaha sampah
Pencatatan yang dilakukan personel BUM Desa Benete masih sangat
kurang, menyebbakan informasi internal dalam pelaksanaan usaha tidak secara
utuh diperoleh. Hal ini berdampak juga pada analisis bisnis dan upaya perbaikan
melalui perumusan strategi dan kebijakan. Usaha pengolahan sampah tidak
mempunyai jumlah data pelanggan, ermasuknya tidak tercatatnya penerimaan
pada tiga bulan di tahun 2014. Ada kecenderungan penerimaan dari sampah,
menunjukkan potensi pasar semakin baik.
Usaha yang terakhir adalah pengelolaan stand di Pesisir Pantai Benete,
terdiri atas 8 blok dan 1 kedai kopi. Retribusi yang dibayarkan untuk blok sebesar
Rp 150 ribu per bulan dan Rp 100 ribu per bulan untuk kedai kopi. Seluruh blok
dan kedai kopi terisi, sehingga secara normatif per bulan dapat diperoleh
penerimaan sebesar Rp 1,3 juta.
BUM Desa Benete dalam pengelolaan stand pesisir pantai menanggung
beban biaya berupa biaya tenaga kerja, biaya listrik dan biaya pemeliharaan.
Aliran kas yang terbentuk tidak dapat menutupi biaya yang dikeluarkan, karena
khusus untuk karyawan dikeluarkan biaya sebesar Rp2,2 juta per bulan. Temuan
ini menunjukkan bahwa pemasaran dan wujud fungsional lainnya dalam
pengelolaan usaha tidak berjalan dengan efektif dan efisien, sehingga berdampak
pada beban biaya yang lebih besar dibandingkan penerimaannya.
81
Kondisi Sarana dan Prasarana
Kondisi ini dalam pendekatan keuangan, khususnya pada pos aktiva akan
menggambarkan pemilikan kekayaan. Sisi lain dari aspek sarana dan prasarana dapat memberikan gambaran bahwa BUM Desa telah memiliki logistik yang cukup dalam menjalankan usahanya. Berdasarkan catatan inventaris BUM Desa pada Bulan Agustus 2014 bahwa pemilikan asset/sarana prasarana BUM Desa Benete adalah sebagai berikut:
1) Komputer (PC) 1 unit dan Laptop merk Acer 1 unit; 2) Printer (cannon) 2 unit; 3) Meja dan kursi 2 unit; 4) Dispenser 1 unit dan Ruangan kantor (1 ruang); 5) Pompa air 2 unit dan Mesin penetral air (Lux) 1 unit; 6) Instalasi pengolahan air bersih (1 unit) dan Jaringan pipa ke pelanggan;
telah terpasang di sepanjang jalan Desa; 7) Listrik dengan daya 10.000 watt; 8) Fasilitas pariwisata pantai Benete ( 4 los rumah makan dan 1 bangunan
untama untuk ruang makan dan tempat pertemuan). Pertambahan asset tersebut dibandingkan dengan periode awal, hanya
terjadi pada pengadaan satu unit laptop merek Accer dan usaha stand di Pantai Benete. Nilai dan produktifitas asset tersebut mengalami penurunan karena menurunnya usia ekonomis. Penambahan kapasitas untuk asset produksi belum dapat dilakukan karena keterbatasan anggaran dan belum bantuan dari pihak lain. Bisnis pengelolaan air bersih dan usaha di pantai Benete, menjadi asset internal sementara asset untuk unit usaha pengelolaan sampah masih menjadi milik bersama dengan Desa lainnya. Pemilikan sarana prasarana ini merupakan potensi internal, tetapi pengubahan bentuk untuk melakukan diversifikasi usaha tidak dapat dilakukan.
Melalui penilaian faktor internal di atas, maka dapat dikelompokan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dari beragam pihak (stakeholders). Berdasarkan temuan pada kondisi internal BUM Desa Benete dapat dibuatkan matrik sebagai berikut.
Tabel 18 Matrik analisis faktor internal BUM Desa Benete Tahun 2014
Kekuatan (Strength) – S Kelemahan (Weaknesses) –W 1) Tersedia sarana dan prasarana usaha 2) BUM Desa telah dikenal luas oleh
masyarakat 3) Cukup tersedia fasilitas perkantoran
dan pelayanan administrasi 4) Bidang usaha yang dikelola
melayani kebutuhan dasar masyarakat
5) Produk mudah dipasarkan
1) Kapasitas SDM pengelola rendah 2) Kinerja personal tidak berkontribusi terhadap
pendapatan BUM Desa 3) Tidak ada jobdescription masing-masing
pengelola 4) Kurangnya kinerja dalam mengembangkan usaha 5) Belum ada kejelasan visi dan misi organisasi 6) Struktur organisasi belum ideal 7) Kinerja keuangan tidak seimbang antara
pemasukan dibanding biaya 8) Lemah dalam manajemen administrasi 9) Mengandalkan sumber biaya hanya dari subsidi
PTNNT 10) Tidak ada jaringan kerja dengan lembaga lain 11) Unit produksi sudah tua dan biaya operasional
tinggi.
Sumber: Data primer diolah dari hasil FGD dan indept interview
82
Sesuai dengan uraian sebelumnya, personel organisasi sebagai sumber
penggerak utama bagi perkembangan usaha BUM Desa. Dasar pertimbangannya
adalah pengelola merupakan sumber daya yang mengelola potensi lain serta
sumber daya yang selalu dapat diperbaharukan kualitas dan keberadaanya. Faktor
internal lainnya, yang perlu mendapat perhatian yang sama yaitu faktor yang
muncul sebagai keunggulan berupa faktor produksi, sarana prasarana dan
pemasaran. Faktor produksi masih pada taraf perioritas rendah, sedangkan sarana
prasarana dan pemasaran pada taraf perioritas sedang.
Faktor personel, kelembagaan dan keuangan muncul sebagai kelemahan.
Kondisi internal organisasi ini akan dipadankan dengan kondisi eksternal, guna
membentuk matrik SWOT sebagai dasar untuk perumusan strategi pada level
fungsional (kebijakan).
Secara umum, kondisi internal BUM Desa Benete tersebut dapat
diijelasakan sebagai betikut:
Gambar 22 Strategi perubahan kondisi internal BUM Desa Benete
Kondisi Eksternal BUM Desa Benete
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan BUM Desa
Benete secara umum dibedakan atas faktor yang mendukung dan faktor yang tidak
mendukung. Berbagai kondisi eksternal BUM Desa Benete telah diuraikan saat
memberikan deskripsi profile komunitas Benete. Sub kajian ini hanya fokus pada
pemberiaan kriteria, yaitu muncul sebagai peluang atau hambatan. Analisis
lingkungan eksternal BUM Desa, merupakan analisis aspek diluar lembaga BUM
Desa, namun berpengaruh sebagai peluang atau sebagai hambatan. Aspek yang
akan dikaji meliputi: (1) jumlah penduduk; (2) luas wilayah; (3) jaringan
komunikasi antar dusun; (4) prasarana dan sarana, perhubungan dan komunikasi;
(5) pemasaran produk komunitas; (6) kelembagaan sosial; (7) kelembagaan
produksi; (8) prasarana dan sarana pemerintahan komunitas; (9) sosial budaya
yaitu suasana yang memberikan kemungkinan adanya kerukunan hidup beragama
dan kerukunan hidup bermasyarakat dalam hubungannya dengan adat istiadat; dan
(10) pola nafkah masyarakat dan prasarananya.
Kondisi saat ini:
1) Manajemen personalia masih kurang
2) Kelembagaan yang sederhana dan
tanpa prangkat yang memadai
3) sarana prasana yang belum maksimal
4) Pemasaran yang belum optimal
5) Keuangan yang masih rendah
6) produksi yang belum maksimal
Kondisi yang diharapkan:
1) Manajemen personalia yang efektif
2) Kelembagaan yang proporsional dan
fungsional
3) sarana prasana yang memadai
4) Pemasaran yang optimal
5) Keuangan dengan manajemen cash
flow yang baik dan balance
6) produksi yang maksimal dan optimal
Strategi Perubahan:
Proses Rekrutmen personalia, perubahan tata kelola, merumuskan pola dan pendekatan maintenance
sarana dan prasarana dengan biaya murah dan hasil maksimal, meningkatkan produksi melalui perbaikan
pola pelayanan yang maksimal dengan cakupan wilayah pemasaran yang lebih luas dan pelatihan
manajemen pengelolaan BUM Desa untuk pengelola.
83
Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk Desa Benete pada tahun 2012 sebanyak 2.095 jiwa,
dengan komposisi penduduk laki-laki 47,43 persen persen dan penduduk
perempuan 52,17 persen persen. Jumlah penduduk angkatan kerja (15-65 tahun)
sebanyak 71,60 persen. Struktur kependudukan yang terjadi di Desa Benete dapat
dikatakan sebagai peluang karena komposisi usia produktif lebih tinggi
dibandingkan usia non produktif. Terdapat banyak angkatan kerja yang dapat
digerakkan untuk mendukung kegiatan ekonomi sesuai dengan potensi ekonomi
Desa. Jumlah penduduk juga berhubungan dengan peluang pasar dan pendapatan
usaha, dengan asumsi jika penduduk dapat ditingkatkan produktifitasnya,
sehingga akan berpengaruh terhadap daya beli.
Luas Wilayah
Luas wilayah Desa Benete 60,87 km2, tergolong tidak padat dihubungkan
dengan jumlah penduduk (34,42 jiwa/km2). Luas wilayah tersebut tergolong
potensi, dilihat dari alokasi wilayah untuk pertanian dan potensi lainnya yang
dapat dikembangkan. Aspek luas wilayah merupakan peluang yang tinggi dari
BUM Desa Benete dalam menjalankan usaha dan pengembangan masyarakat.
Jaringan Komunikasi antar Dusun
Dusun merupakan sub bagian dari Desa, yang dipimpin oleh kepala dusun.
Dalam struktur organisasi jelas keberadaan kepala dusun, sehingga dipastikan ada
koordinasi antar dusun dan pemberian perintah atau wewenang dari pemerintah
Desa. Desa Benete Komunikasi antar Desa berjalan dengan baik, termasuk dalam
makna penggunaan alat atau aktualisasinya. Desa Benete sebagai salah satu Desa
di lingkar tambang PTNNT mendapatkan nilai manfaat keberadaan prasarana
komunikasi, dalam makna sinyal penggunaan alat komunikasi (HP dan internet)
tergolong sangat baik, sehingga muncul sebagai peluang dengan taraf tinggi.
Prasarana dan Sarana Perhubungan dan Komunikasi
Masyarakat secara umum mempunyai alat komunikasi, termasuk yang
dimiliki oleh BUM Desa Benete. Sarana dan prasarana untuk perhubungan di
internal desa dan eksternal (masyarakat kecamatan dan kabupaten) tergolong
tersedia dengan kriteria yang tinggi. Aspek ini dapat dimasukkan pada aspek
peluang yang tinggi, baik bagi masyarakat itu sendiri dan bisnis atau fungsi yang
dijalan BUM Desa Benete.
Pemasaran Produk Komunitas
Dese Benete mempunyai akses yang mudah, karena tersedianya sarana dan
prasarana, baik untuk perhubungan ataupun aktivitas ekonomi untuk menampung
hasil produksi. Aspek ini dapat dinyatakan snagat luas, bukan hanya pada lingkup
internal desa, tetapi juga sampai taraf regional (kabupaten). Hasil pertanian dapat
dengan mudah dipasarkan, tetapi hasil produksi pertanian dan hasil sektor lainnya
84
yang masih belum optimal. Masyarakat Desa Benete tidak mempunyai kesulitan
dalam memasarkan produk, karena pasar cukup tersedia dengan mudah dan cepat
diakses. Aspek ini juga muncul sebagai peluang yang dalam pengembangan usaha
produktif masyarakat.
Kelembagaan Sosial
Kelembagaan sosial di Desa Benete cukup banyak, baik yang mempunyai
lembaga formal ataupun informal. Kegiatannya mulai dari keorganisasian untuk
mendukung pemerintah, kesehatan, pendidikan, keseniaan dan budaya serta
peningkatan produktivitas, terutama pada sektor pertanian. Observasi yang
dilakukan peneliti, menunjukkan bahwa lembaga yang ada telah terjalin hubungan
harmonis satu sama lain. Hubungan yang tidak saling menjatuhkan merupakan
modal sosial untuk memperkuat kerja BUM Desa Benete dalam pemberdayaan
masyarakat. Aspek ini muncul sebagai peluang dalam membangun relasi bisnis
antar lembaga.
Kelembagaan Produksi
Lembaga manufaktur, dalam makna lembaga yang mengubah hasil alam
menjadi produk jadi yang menghasilkan nilai ekonomis yang lebih tinggi, masih
relatif kurang tersedia di Desa Benete. Jumlah dan variasinya masih sedikit
(informasinya pada Tabel 8). Kriteria keberadaan lembaga produksi ini bukan
penghambat, justeru muncul sebagai peluang untuk memperkuat jaringan kerja
kelembagaan dalam komunitas.
Sarana dan Prasarana Pemerintahan
Sarana dan prasarana pemerintahan di Desa Benete sudah menunjukkan
standar layak. Kepemilikan gedung, sarana dan prasarana penunjang kerja
lengkap. Pengelolaan administrasi sudah menggunakan sistem komputer dan telah
berlangsung cukup lama. Pemilikan sarana dan prasarana pemerintahan di Desa
Benete muncul sebagai peluang.
Sosial Budaya
Kondisi empiris sosial budaya Desa Benete relatif berubah, sebgai
implikasi keterbukaan. Fakta ini dapat dilihat dengan berjalannya penambangan
dan berbagai implikasi sosial budaya yang ada, bahkan telah masuk juga budaya
atau cara hidup individu dari luar negeri. Keterbukaan dalam makna positif telah
terjadi, di mana pengaruh yang bersifat positif dapat merubah cara hidup dan
kegiatan sosial ekonomi masyarakat setempat. Budaya yang sifatnya menghambat
pendidikan, pembaharuan dan pengembangan dapat dinyatakan tidak ada,
sehingga sosial budaya ini bukan menjadi penghambat. Seluruh program
pengembangan dan pemberdayaan dapat berjalan dan masuk di Desa Benete, tentu
dengan pola pendekatan yang tepat.
85
Pola Nafkah Masyarakat dan Prasarananya
Masyarakat Desa Benete umumnya mempunyai mata pencaharian sebagai
petani, tetapi juga telah banyak masyarakat yang bekerja dalam kegiatan
manufaktur, jasa dan perdagangan. Masyarakat Desa Benete bukan masyarakat
pedalaman yang hanya mencari nafkah secara primer. Fakta empiris ini telah
diuraikan, bahkan banyak pengusaha lokal yang telah tumbuh sesuai dengan
keberadaan PTNNT. Peran yang dilakukan oleh masyarakat, selanjutnya adalah
meningkatkan efektivitas dalam setiap pola pencarian nafkah, sehingga taraf
hidup masyarakat mengalami peningkatan.
Sepuluh faktor di atas menjadi faktor eksternal BUM Desa Benete pada
tingkat Desa. Faktor eskternal lain yang dijelaskan adalah pada tingkat regional
dan pusat. Faktor penting yang perlu mendapatkan perhatian adalah keberadaan
PTNNT dan peran yang dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat.
Keberadaan PTNNT
Perusahaan tambang taraf global ini telah memberikan sumbangan yang
sangat tinggi terhadap BUM Desa Benete, baik dalam proses pendirian dan
operasionalnya. PTNNT menjadi pencetus pendirian BUM Desa Benete dan
memberikan sumbangan dana yang terus menerus dalam jumlah yang besar, baik
saat awal pendirian dan subsidi per bulan. Subsidi tersebut secara terus menerus,
dari PTNNT menjadi peluang pengembangan usaha. Peran pengelola BUM Desa
sangat menetukan arah pemanfaat peluang tersebut.
PTNNT bukan hanya berperan dari aspek finansial, tetapi juga pemilihan
usaha dan membangun lembaga sosial yang dapat dijadikan penguat ekonomi di
tingkat desa dan kecamatan Maluk. PTNNT melalui fungsi CSR memperkenalkan
kerja antar desa untuk berkoordinasi, mengenali masalah desa dan potensi desa
untuk dikembangkan. Keberadaan PTNNT juga memberikan pengaruh positif
terhadap sosial ekonomi dan budaya masyarakat Benete.
Kondisi Regional KSB
Pembentukan Kabupaten Sumbawa Barat pada tahun 2003, mendekatkan
pelayanan kepada masyarakat, jika dibandingkan sebelum terjadi pemekaran
daerah otonom. Jarak yang harus ditempuh ke ibu kota Kabupaten (Sumbawa
Besar) lebih dari 160 Km, dengan kondisi sarana transportasi yang sangat terbatas.
Sebagai kabupaten baru terbentuk, maka beberapa perangkat hukum daerah
belum semuanya tersedia. Sampai periode akhir kajian ini tidak ditemukan Perda
KSB yang mengatur mengenai pendirian dan operasional BUM Desa. Kondisi ini
dapat dinyatakan bahwa belum ada dukungan nyata dalam bentuk kebijakan yang
diterapkan oleh pemerintah KSB sebagai upaya memperkuat kelembagaan dan
pembiayaan usaha BUM Desa Benete.
Pemerintah Pusat
Pengaruh pemerintah dilihat dari aspek produk regulasi dan keberpihakan
terhadap pengembangan BUM Desa. Dukungan positif dari regulasi yang ada
86
yaitu dalam bentuk kekuatan hukum dan potensi pembiayaan. Pemerintah pusat
melalui UU No. 32 Tahun 2004 diperkuat dengan peraturan dan perundangan
yang lain, terakhir UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa. BUM Desa muncul
sebagai salah satu penguat dalam instrumen pemberdayaan ekonomi desa.
Peluang tersebut harus dimanfaatkan dengan maksimal, terlebih dalam amanat
undang-undang akan ada alokasi dana pada kisaran Rp800 juta sampai Rp1,4
miliar per desa. Kondisi ini sebagai peluang pengembangan BUM Desa Benete di
masa yang akan datang, terutama dalam realisasi pemilikan modal oleh
pemerintah Desa minimal 51,00 persen atas total modal BUM Desa.
Melalui penilaian faktor eksternal di atas, diketahui peluang dan
tantangan. Setiap faktor menunjukkan posisi relatif dalam mempengaruhi
pengembangan BUM Desa. Rekapitulasi kondisi faktor eksternal tersebut dapat
dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19 Matrik evaluasi faktor eksternal BUM Desa Benete tahun 2014
Peluang (Opportunities) – O Tantangan (Threats) - T
1) Dukungan regulasi Pemerintah (UU No. 06
Tahun 2014) terkait BUM Desa
2) Dukungan dari program CSR PTNNT
3) Jumlah penduduk sebagai konsumen
4) Luas wilayah dan potensi SDA
5) Ketersediaan sarana dan perasarana
perhubungan/komunikasi yang memadai
6) Daya beli masyarakat dan permintaan pasar
7) Keberadaan kelembagaan sosial tingkat
komunitas
8) Ketersediaan kelembagaan produksi/usaha
jasa
9) Tersedia sarana dan prasarana pemerintahan
Desa
10) Kondisi sosial budaya yang kondusif
11) Pola nafkah masyarakat dan prasaranya
1) Dukungan regulasi dan pembiayaan
dari pemerintah Daerah dan Desa
2) Keterlibatan pihak swasta yang
belum dikelola dengan baik
3) Minset masyarakat terhadap
program CSR PTNNT
4) Rendah berpartisipasi masyarakat
5) Potensi sumber air terbatas
6) Ketidakpastian keberlanjutan
operasional perusahaan (PTNNT)
karena kesulitan memenuhi syarat
perijinan
Sumber: Data primer yang diolah
Kondisi faktor eskternal BUM Desa Benete, sebagai akumulasi internal
dekat (Desa dan regional) serta jauh (nasional), secara umum menghasilkan
kriteria sebagai peluang. Peluang yang dimunculkan tergolong tinggi, karena
hanya satu faktor yang menjadi penghambat, yaitu kondisi regional KSB yang
belum memberikan dukungan secara regulasi. Kondisi tersebut berimplikasi pada
tidak adanya dukungan finansial dan kebijakan dari pemerintah KSB dalam
mendukung berkembangnya BUM Desa Benete.
Kinerja BUM Desa Benete Dalam Pemberdayaan Masyarakat
Kinerja atau performa BUM Desa Benete dapat dipandang dari dua sudut,
yaitu laporan bidang usaha dimiliki organisasi dan implikasi dari bidang usaha
tersebut terhadap pengembangan dan aspek lain yang ada dalam makna
pemberdayaan masyarakat. BUM Desa Benete mempunyai tiga bidang usaha,
yaitu pengolahan sampah, pengolahan air bersih dan stand di Pantai Benete.
87
Kajian secara internal, dalam makna kinerja internalnya secara organisasi
belum dapat dianggap baik. BUM Desa Benete secara keseluruhan belum mampu
mandiri dalam pelaksanaan usaha, terutama pada usaha pengolahan air bersih dan
sampah. Kinerja internal yang masih rendah menjadi salah satu indikasi bahwa
BUM Desa Benete belum mampu berbuat secara maksimal dalam pemberdayaan
masyarakat. Organisasi profit ataupun non profit membutuhkan aliran kas masuk
dalam mengembangan usaha.
Pelayanan yang diberikan pada masyarakat pada usaha pengolahan air
bersih dan sampah masih pada kisaran 92 keluarga dari 504 rumah tangga di Desa
Benete. Masyarakat yang mampu memenuhi kebutuhan dasar dengan baik, yaitu
dalam mendapatkan air bersih dan sampah masing tergolong hanya sebagian kecil
masyarakat 18,25 persen. Masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan dasar
tersebut belum dapat dilayani, karena keterbatasan prasarana yang dimiliki.
Pemberdayaan masyarakat dihubungkan dengan kegiatan usaha, hanya
terjadi pada sembilan orang (8 orang mengelola warung makan di pantai Benete).
Implikasi pemberdayaan ekonomi dalam wujud pembuatan unit usaha baru (kerja
produktif) masih tergolong sangat minim. Konteks ini muncul dari kajian empiris
berdasarkan observasi dan dokumentasi yang dimiliki oleh BUM Desa Benete
dalam menjalankan usaha. Berdasarkan fakta ini dapat dinyatakan bahwa kinerja
BUM Desa Benete masih tergolong minim.
BUM Desa Benete tidak mengarahkan kegiatan lain, penggalian potensi
ekonomi pada bidang pertanian, manufaktur untuk pengolahan hasil primer
(pertanian dan hutan) belum terjadi. Kerja yang mengarah pada perubahan
perilaku produktif tidak menjadi perhatian pengelola BUM Desa Benete.
Cross check temuan tersebut dilakukan melalui wawancara dengan
masyarakat. Wawancara dilakukan dengan beberapa informan di setiap dusun.
Hasil wawancara yang diperoleh relatif sama, bahwa keberadaan dan usaha BUM
Desa Benete telah dapat dinikmati oleh masyarakat, meskipun beberapa
pelanggan akhirnya berhenti karena kecewa dengan pelayanan pengelola.
Beberapa diantaranya sebagai berikut:
“...di rumah saya belum sampai pipa air bersih... saya tahu
usahanya, yaitu mengangkut sampah, air bersih dan usaha di Pantai
Benete...hanya itu. Orang yang bekerja di BUM Desa Benete
paling merasakan manfaat karena mendapatkan gaji. Airnya
kurang lancar dan terkadang keruh. Lebih baik dari air sumur bor
tetangga saya. Tetapi membuat sumur bor sangat mahal dan
kedalam air cukup dalam” (DM, 25/07/2014).
“kami yang tinggal di sekitar pantai sangat butuh air bersih....yang
tinggal di kampung sana tentu tidak sama perasaannya dengan
kami...sangat membantu dalam memperoleh air bersih, jadi kami
bisa mengerjakan pekerjaan yang lain” (AMN, 29/07/2014).
“saya tidak dapat mengandalkan usaha air dari BUM Desa
Benete... lebih baik saya membuat sumur bor sendiri... saya yakin
kalau berhenti newmont berhenti sudah usaha ini... lebih bagus kita
siapkan diri (ibu WT, 29/09/2014).
88
Masyarakat memberikan penilaian bahwa air bersih sangat dibutuhkan
oleh masyarakat, begitu juga dengan pengangkutan sampah. Kinerja BUM Desa
Benete dalam pemberdayaan hanya pada konteks pemenuhan kebutuhan dasar,
dalam bentuk penyediaan air bersih dan pelayanan pengangkutan sampah dengan
iuaran terjangkau. Meskipun dalam prakteknya belum maksimal, yaitu belum
menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Pemberdayaan dalam makna peningkatan
taraf hidup, kemampuan lebih dalam menjalankan aktivitas ekonomi tidak
menjadi perhatian pengelola.
Kerja pemberdayaan secara tidak langsung melalui penguatan ekonomi
Desa juga tidak terjadi. Informasi dari BUM Desa Benete ada aliran kas ke Desa,
tetapi telusur dalam APBDes Benete tidak terdapat aliran kas masuk yang
bersumber dari BUM Desa Benete. Fakta ini dapat dinyatakan bahwa BUM Desa
Benete dalam menggerakkan ekonomi Desa, secara langsung dan tidak langsung
belum berjalan.
Berdasarkan pengamatan dan analisis data, kinerja BUM Desa yang
kurang maksimal lebih disebabkan oleh maindset pengelolanya yang tidak
konstruktif dan visioner. Keberdaan BUM Desa harus dikelola dengan baik agar
menghasilkan keuntungan dan memberikan nilai tambah bagi pengelolanya dalam
bentuk gaji atau tunjangan yang akan terus meningkat seiring pertambahan
keuntungan dari hasil usaha. Begitu juga dengan stakeholder lainnya, harus
melihat bahwa kontribusi mereka dalam penguatan BUM Desa sebagai unit bisnis
dan pelayanan sosial memiliki potensi keuntungan yang besar. Usaha yang
dikembangkan BUM Desa jika dikelola dengan baik tentu akan meningkatkan
produktifitas dan pencitraan yang baik pula. Berikut gambaran potensi usaha yang
dijalankan oleh BUM Desa Benete yang dihubungkan dengan manfaat bagi
stakeholder yang melingkupinya (Gambar 14).
Gambar 23 Potensi Usaha dan Hubungan dengan Kepentingan Stakeholder
Pengelolaan air Bersih, Sampah yang baik dan
Pariwisata pantai
PTNNT
Masyarakat
BUM Des
Benete
PEMDES
Benete
89
Gambar 14, tersebut di atas terlihat jelas bahwa jika usaha pengelolaan air
bersih, jasa pengangkutan sampah dan fasilitas pariwisata pantai Benete dikelola
secara optimal, maka akan memberikan manfaat bagi semua pihak. Meskipun
pengaruh dan kepentingan masing-masing stakeholder berbeda tetapi harus
menciptakan sinergi untuk terwujudnya kemandirian lembaga dan pemberdayaan
masyarakat. Pembagian daya dalam wujud sinergisitas antar stakeholder tidak
akan menghilangkan manfaat bagi pemberi daya. Terkait kondisi tersebut,
Nasdian (2014) menyatakan bahwa sebaliknya yang berlaku pada sisi dimensi
generatif, daya (kuasa) dapat bersifat positive-sum, artinya pemberi daya pada
pihak lain dapat meningkatkan daya sendiri. Apabila daya suatu unit sosial secara
keseluruhan meningkat, semua anggotanya dapat menikmati bersama-sama.
Pada kasus pengelolaan program air bersih, pengangkutan sampah dan
pengelolaan fasilitas pantai Benete oleh BUM Desa, maka pihak PTNNT
mendapatkan manfaat dari sisi pencitraan yang baik karena masyarakat sekitar
terbantu (terberdaya). Demikian pula dengan Pemerintah Desa dan masyarakat
serta pengelola BUM Desa itu sendiri akan merasakan manfaat dari sisi ekonomi
dan pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar. Kondisi ini akan tetap berlanjut jika
terjadi pergeseran tingkat pengaruh (daya) dimana masyarakat, pengurus dan
Pemerintah Desa tidak berada pada posisi kepentingan tinggi, melainkan juga
memiliki pengaruh (daya) yang tinggi pula. Implementasinya yaitu melalui
partisipasi aktif, dengan penerapan hak dan kewajibannya secara konsisten.
Partisipasi masyarakat diharapkan lebih meningkat, tidak saja dalam bentuk
pembayaran iuran atas pelayanan jasa yang didapatkan melainkan dapat
berkontribusi dalam penambahan aset dan modal bagi BUM Desa. Bentuk
penggambungan aset didalam usaha BUM Desa bisa berupa modal kerja atau
peralatan produksi. Perhitungan bagi hasil dapat diatur dalam Anggaran Dasar
/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) BUM Desa.
Untuk mencapai tujuan kemandirian kelembagaan dan pemberdayaan
masyarakat, maka peran yang diharapkan dari keberpihakan Pemerintah Desa
terhadap pengembangan BUM Desa adalah dalam bentuk penganggaran biaya,
pendampingan dan perlindungan secara hukum atas usaha-usaha yang dijalankan
melalui penguatan aturan pada level regulasi Desa (PerDes). Sedangkan
partisipasi yang diharapkan dari pengelola adalah komitmen untuk memberikan
kinerja terbaik dalam meningkatkan peran BUM Desa secara sosial maupun
secara ekonomi dalam arti memberikan keuntungan finansial bagi BUM Desa.
Dalam hal ini, Nasdian (2014), menyatakan bahwa memperkuat kelembagaan
komunitas merupakan tahap awal untuk menuju kepada partisipasi
90
91
7 STRATEGI PENGELOLAAN BUM DESA BENETE
YANG BERKELANJUTAN DALAM
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Sebagai badan usaha yang pembentukannya datang dari partisipasi banyak
pihak, maka perlu dilakukan pemetaan para pihak (stakeholder) kunci atas dasar
tingkat berpengaruh dan berkepentingannya terhadap BUM Desa Benete.
Stakeholder yang mempunyai kepentingan tinggi atas keberadaan BUM Desa
Benete adalah masyarakat, pemerintah, pengelola dan PTNNT (swasta).
Keterlibatan PTNNT dalam pengembangan BUM Desa adalah untuk memastikan
keberlanjutan program pengembangan masyarakat, dimana terdapat tiga bidang
usaha yang dikelola dengan menggunakan wadah BUM Desa.
Masih dominannya peran PTNNT ditunjukkan dengan tingginya
ketergantungan BUM Desa atas dana subsidi untuk biaya operasional usaha. Hal
ini disebabkan karena belum adanya interpensi pembiayaan dari sumber lain. Pada
kondisi ini, pihak PTNNT harus dapat menggerakkan stakeholder yang lain untuk
mempunyai kepentingan agar BUM Desa Benete dapat tumbuh menjadi lembaga
yang mandiri. Penegasan ini diperlukan, karena PTNNT mempunyai peran,
kepentingan dan pengaruh yang dominan. Satu sisi stakeholder yang lain masih
perlu diupayakan lebih maksimal dalam membentuk kepentingan, peran dan
pengaruhnya atas keberadaan dan bisnis BUM Desa Benete.
Konflik kepentingan antar stakeholder yang terlibat dalam pengembangan
BUM Desa tidak ditemukan termasuk dengan organisasi lain yang ada di Desa
Benete. Kondisi ini dapat dijadikan peluang, dengan menjalankan koordinasi kerja
dengan semua pihak. PTNNT melalui fungsi CSR tidak dapat bekerja secara
sendiri, tetapi bagaimana menggunakan seluruh sumber daya dan bersinergi
dengan stakeholder yang lain, bukan hanya pada pemberian pelayanan dasar,
tetapi yang lebih penting adalah mengubah minset terhadap arah pemberdayaan
teraktualisasi dalam prilaku produktif. Perhatian diberikan pada peran dan
kepentingan PTNNT, karena sebagai pihak yang mempunyai kemampuan sumber
daya yang tinggi lebih tinggi. Bagaimana kerja tersebut diarahkan, termasuk peran
dari stakeholder lainnya, maka perlu dilakukan pendekatan atas dasar konsep dan
teori pemberdayaan-pengembangan masyarakat yang ada.
Tahapan strategi pengelolaan BUM Desa diawali dengan perumusan strategi.
Perumusan strategi merupakan sebuah proses memilih pola tindakan utama dalam
mewujudkan visi organisasi (BUM Desa). Adapun tahapan utama perumusan
strategi menurut Tripomo (2005) yaitu: (1) analisis arah, yaitu untuk menentukan
visi, misi dan tujuan jangka panjang yang ingin dicapai organisasi; (2) analisis
situasi, yaitu tahapan untuk membaca situasi dan menentukan kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman yang menjadi dasar perumusan strategi; (3)
penetepan strategi, yaitu tahapan untuk identifikasi alternatif dan memilih strategi
yang akan dijalankan organisasi.
Sebagai pertimbangan dalam pengelolaan BUM Desa, dengan
memposisikan sebagai organisasi bisnis (mencari laba) dan sosial (kesejahteraan
masyarakat), maka penerapan strategi harus bersifat khusus, dengan cara
mereduksi konsep strategi dalam organisasi bisnis dan organisasi publik.
Berdasarkan konsep proses manajemen strategi yang dikembangkan oleh
92
Robinson dan Pearce (1997), maka dapat disederhanakan dalam kerangka konsep
proses manajemen strategi BUM Desa seperti ditunjukkan pada Gambar 15.
Gambar 24 Proses manajemen strategi BUM Desa
Penentuan visi dan misi merupakan langkah awal dalam proses perencanaan,
sedangkan penentuan tujuan mengikuti formulasi strategi (David 2009). Ketiga
komponen tersebut mempunyai hubungan yang saling menunjang serta
mempunyai peran dalam pelaksanaan perencanaan strategi. Visi merupakan suatu
pernyataan niat yang dirumuskan dengan seksama yang menetapkan tujuan atau
keadaan masa depan yang secara khusus digunakan oleh seseorang atau
sekelompok. Menurut David (2009) visi adalah pernyataan masa depan yang
mungkin dan didambakan oleh kelompok. Visi diperlukan untuk memotivasi
tenaga kerja secara efektif, visi bersama menciptakan perhatian bersama yang
dapat mengangkat pekerja dari kebosanan kerja sehari-hari dan menempatkan
mereka ke dunia baru yang penuh peluang dan tantangan.
Misi adalah tujuan atau alasan mengenai keberadaan organiasi, dalam misi
badan usaha yang ditetapkan apa yang ingin atau akan dicapai oleh badan usaha
tersebut. Misi ini mencakup tipe, lingkungan atau karakteristik yang dikerjakan
oleh badan usaha, harapan dan keinginan yang ingin dicapai (Jauch dan Gleueck
1999). Sedangkan menurut David (2009) misi akan lebih berkaitan dengan
tingkah laku masa kini. Misi merupakan pernyataan alasan keberadaan suatu
kelompok, pernyataan misi mengungkapkan misi jangka panjang dari suatu
kelompok dalam arti kelompok ingin menjadi seperti apa dan siapa yang ingin
dilayani.
Visi dan misi merupakan motivator dalam kelompok terutama tenaga kerja.
Misi adalah pernyataan tentang bisnis yang dijalankan oleh kelompok. Visi
biasanya dapat membangkitkan semangat. Misi dapat memastikan kebulatan
tujuan dalam kelompok, menyediakan standar untuk mengalokasikakan
Evaluasi visi
dan misi BUM Desa
Menganalisis
Lingkungan
External
Menganalisis
Lingkungan
Internal
Mengidentifikasi
Faktor Startegis
Peluang Ancaman
Mengidentifikasi
Faktor Strategis Kekuatan
Kelemahan
Pemberdayaan
Masyarakat dan pemasukan bagi
PADes
Menyusun/
merumus-kan
strategi
Mengimle-
mentasikan
Strategi
Analisis
SWOT
Evaluasi dan
Pengendalian Umpan balik
93
sumberdaya kelompok dan berfungsi sebagai titik pusat bagi individu dalam
menyelaraskan diri dengan tujuan dan arah kelompok.
Tujuan merupakan hasil akhir dari suatu kreatifitas atau kinerja. Tujuan
menyatakan secara tegas apa saja yang akan dicapai dan kapan serta berapa yang
harus dicapai. Tujuan badan usaha umumnya meliputi profitabilitas, efektivitas,
efisiensi, pertumbuhan, kesejahteraan, pemanfaatan sumberdaya secara penuh,
reputasi, kontribusi kepada karyawan melalui program kesejahteraan karyawan,
kepemimpinan pasar, dan mempunyai keunggulan kompetitif yang tinggi.
Perumusan Strategi Inti
Berdasarkan hasil analisis stakeholder dan evaluasi kondisi internal dan
eksternal BUM Desa Benete, maka selanjutnya dilakukan perumusan alternatif
strategi. Penyusanan strategi dan rencana aksi merupakan langkah awal dalam
menentukan arah perbaikan operasional dan kelembagaan dalam mencapai tujuan.
Strategi merupakan ilmu dan seni dalam memanfaatkan sumber daya yang ada
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Kolopaking et. al 2013).
Goldworthy dan Ashley (1996) mengusulkan tujuh aturan dasar dalam
merumuskan suatu strategi sebagai berikut: (1) Harus menjelaskan dan
menginterpretasikan masa depan, tidak hanya masa sekarang; (2) Arahan
strategi harus bisa menentukan rencana dan bukan sebaliknya; (3) Strategi
harus berfokus pada keunggulan kompetitif, tidak semata-mata pada
pertimbangan keuangan; (4) Harus diaplikasikan dari atas ke bawah, bukan dari
bawah ke atas; (5) Strategi harus mempunyai orientasi eksternal; (6) Fleksibilitas
adalah sangat esensial; dan (7) Strategi harus berpusat pada hasil jangka panjang.
Perumusan strategi merupakan sebuah proses memilih pola tindakan utama
dalam mewujudkan visi, misi dan tujuan BUM Desa Benete. Berikut pernyataan
terkait visi, misi dan tujuan BUM Desa Benete:
Visi:
Menjadi mitra pemerintah desa dalam membangun penguatan ekonomi desa untuk
menciptakan masyarakat sesejahtra dan berdaya saing.
Misi:
1) membentuk lembaga wirausaha melalui UKM dan pembinaan ekonomi
kreatif;
2) pelibatan pemuda dalam program ekonomi kreatif melalui peningkatan
skill dan profesionalisme kewirausahaan;
3) menciptakan lapangan kerja melalui pembentukan unit usaha baru
berdasarkan potensi desa;
4) meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan kebutuhan
dasar dengan harga terjangkau.
Tujuan:
Pembentukan BUM Desa Benete bertujuan untuk menjalan misi pengembangan
masyarakat melalui pengelolaan bidang usaha yang melayani kebutuhan dasar
94
masyarakat dengan mempertimbangkan aspek pemberdayaan masyarakat dan
aspek bisnis untuk mencapai kemandirian lembaga serta dapat berkontribusi bagi
pendapatan keuangan Desa.
Penyusunan strategi dilakukan melalui forum FGD untuk pengumpulan
data sebagai masukan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities and
Threats), yang merupakan suatu cara untuk mengidentifikasi berbagai faktor kritis
dalam suatu organisasi dengan sistimatis dalam rangka merumuskan berbagai
strategi. Metode Analisa ini didasarkan pada logika untuk dapat memaksimalkan
kekuatan (strength) dan memanfaatkan peluang (opportunities), dengan secara
bersamaan juga dapat meminimalkan dampak kelemahan (weaknesses) dan
mengantisipasi ancaman (threats) (Rangkuty 2011).
Dari hasil analisis matrik SWOT (Lampiran 2), diperoleh beberapa rumusan
strategi yaitu:
A. Strategi S-O (Strength – Opportunity), yaitu dengan menggunakan
kekuatan internal yang ada untuk memanfaatkan peluang eksternal, dalam
upaya mengembangankan kelembagaan BUM Desa untuk meningkatkan
pendapatan dan berkontribusi bagi pemasukan PADes Desa Benete.
Rumusan strategi S-O untuk BUM Desa Benete adalah:
1) Meningkatkan aktivitas bisnis/usaha melalui pemanfaatan potensi desa
dan peluang pasar.
2) Tingkatkan mutu pelayanan dan merubah pola pendekatan terhadap
konsumen.
3) Menambah unit usaha pada bidang usaha yang melayani kebutuhan
pokok masyarakat.
4) Perkuat kapasitas organisasi dengan mengoptimalkan pemanfaatan
bantuan dana dan fasilitas usaha dari PTNNT.
B. Strategi W-O (Weaknesses – Opportunities), yaitu dengan memanfaatkan
peluang yang muncul, untuk mengatasi kelemahan dalam rangka
mengembangkan kelembagaan BUM Desa dalam mewujudkan
pemberdayaan masyarakat berkelanjutan. Rumusan strategi W-O untuk
BUM Desa Benete adalah:
1) Meningkatkan kapasitas SDM melalui pelatihan keterampilan dan
motivasi kerja.
2) Menyusun struktur organisasi yang menyesuaikan bidang usaha
dengan mempertimbangkan kualifikasi dan kinerja individu personel
yang akan ditempatkan pada posisi tersebut.
3) Menetapkan rencana strategi berdasarkan pernyataan visi misi BUM
Desa Benete secara lebih operasional.
C. Strategi S-T (Strength – Threats), yaitu dengan menggunakan kekuatan
yang ada untuk mengatasi ancaman potensial, yang dapat menghambat
pengembangan kelembagaan BUM Desa dalam mewujudkan
pemberdayaan masyarakat berkelanjutan. Rumusan strategi S-T untuk
BUM Desa Benete adalah:
1) Menetapkan aturan Desa yang mendorong pelibatan masyarakat dalam
penguatan BUM Desa dan pengelolaan usaha produktif.
95
2) Memilih teknologi pengolahan air bersih yang efektif dan bangun
kerjasama dengan Desa lain untuk mengelola sumber air secara
bersama.
D. Strategi WT (Weaknesses - Threats), yaitu upaya mengurangi kelemahan
internal serta menghindari ancaman eksternal dalam rangka
mempertahankan kelembagaan BUM Desa sebagai pengerak kegiatan
pemberdayaan masyarakat berkelanjutan. Rumusan strategi W-T untuk
BUM Desa Benete adalah:
1) Mendorong pemerintah agar menerbitkan PERDA untuk pembinaan
dan pembiayaan pengembangan BUM Desa.
2) Mencari sumber alternatif pembiayaan baru dan membangun jaringan
usaha dengan lembaga lain diluar komunitas.
Rumusan Strategi Pengelolaan BUM Desa Benete
Rumusan strategi yang didapatkan dari analisis SWOT tersebut, masih
bersifat umum dan belum dapat dioperasionalkan. Pilihan strategi yang menjadi
prioritas disesuaikan berdasarkan tingkat urgensi, dengan kebutuhan operasional
dan kemampuan sumberdaya internal BUM Desa, rancangan strategi dan program
aksi pada lampiran 3.
Adapun pilihan strategi utama pada masing-masing bidang sasaran adalah
sebagai berikut:
A. Alternatif strategi penguatan kapasitas kelembagaan BUM Desa Benete
adalah:
a) Menyusun rencana strategis pengembangan usaha BUM Desa
berdasarkan visi dan misi BUM Desa Benete dalam bentuk operasional
pada bidang usaha yang dikelola;
b) Meningkatkan kemampuan personel dalam pengelolaan BUMDes
Benete;
c) Memperbaiki pola pelayanan terhadap konsumen; dan
d) Memperkuat seluruh potensi internal BUMDes Benete.
B. Alternatif strategi untuk keberlanjutan bidang usaha pengelolaan air bersih
adalah:
a) Menjalin kemitraan dengan PDAM KSB dalam meningkatkan
keterampilan tehnis dan manajemen pengelolaan air bersih; dan
b) Memperbaiki jaringan distribusi, mesin, unit pengolahan air untuk
menekan biaya operasional dan menciptakan efesiensi anggaran.
C. Alternatif strategi untuk keberlanjutan bidang usaha pengelolaan
pengangkutan sampah dan kebersihan lingkungan adalah:
a) Usaha pengelolaan sampah/kebersihan lingkungan perlu pendekatan lebih
kreatif dengan menerapkan konsep reduce, reuse dan recycle yang
dilakukan melalui kerjasama dengan pihak luar untuk memberikan nilai
tambah bagi keuangan BUM Desa; dan
b) Mengurangi biaya opeasional truk sampah dengan sistim penempatan bak
sampah komunal. Sampah dikumpulkan dari tempat tinggal pelanggan
dengan menggunakan gerobak sampah. Selanjutnya dilakukan pemisahan
96
pada jenis sampah plastik dan metal dengan sampah jenis organik.
Pengangkutan sampah ke TPA menggunakan truk sampah.
D. Alternatif strategi untuk keberlanjutan bidang usaha pengelolaan pariwisata
Pantai Benete adalah:
a) Diferensiasi usaha melalui kerjasama dengan pihak luar untuk menambah
fasilitas bermain dan hiburan dengan pembagian hasil yang tidak
merugikan BUM Desa; dan
b) Mendorong kontribusi Pemda dalam penataan dan promosi wisata pantai
Benete.
97
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1) Hasil analisis terhadap stakeholder yang terlibat pada proses pendirian dan
operasional BUM Desa, menunjukkan bahwa PTNNT dan Kepala Desa
merupakan stakeholder utama yang memiliki pengaruh dan kepentingan tinggi.
Masyarakat dan pengelola berada pada kategori stakeholder sekunder yang
memiliki pengaruh rendah tetapi kepentingan tinggi. Pemerintah Desa dan
Pemerintah Kabupaten memiliki pengaruh tinggi tetapi belum berperan
sebagaimana amanat regulasi dalam memperkuat kelembagaan BUM Desa.
2) Hasil analisis faktor internal dan eksternal BUM Desa, menunjukkan bahwa
kapasitas SDM Pengelola menjadi faktor kelemahan. Keberadaan regulasi dari
pemerintah pusat menjadi peluang, serta ketersediaan sarana dan fasilitas
usaha menjadi keunggulan. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam
membayar iuran merupakan faktor penghambat bagi keberlanjutan usaha.
3) Strategi pengelolaan BUM Desa dalam pemberdayaan masyarakat
berkelanjutan adalah; (1) meningkatkan partisipasi masyarakat; (2) penguatan
kemampuan pengelola;dan (3) perbaikan pada tata kelola bidang usaha
pengolahan air bersih dan pengangkutan sampah serta pengelolaan fasilitas
wisata Pantai Benete.
Saran
1) Stakeholder dapat memberikan kontribusi maksimal dengan komitmen yang
tinggi dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi masing-masing.
Masyarakat sebagai sasaran utama program pemberdayaan hendaknya tidak
menjadi penerima/konsumen tetapi dapat berkontribusi dalam
mengembangkan usaha BUM Desa melalui partisipasi aktif sesuai kewajiban
dan tanggung jawab yang telah disepakati. Pemerintah Desa dan Kecamatan
hendaknya lebih pro aktif melakukan koordinasi dengan SKPD terkait untuk
mendapatkan dukungan regulasi dan pembiayaan dari anggaran daerah dalam
pengembangan usaha BUM Desa.
2) Untuk meningkat produktifitas, personel BUM Desa Benete perlu diberikan
pelatihan dan kemungkinan pergantian personel dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan indikator kinerja lembaga dan kompetensi individu.
Fakta sarana dan prasarana yang dikelola BUM Desa Benete adalah bantuan
dari PTNNT kepada masyarakat. Kondisi ini masih abstrak sehingga perlu
kejelasan status sehingga menjadi bagian dari asset BUM Desa.
3) Strategi pemilihan untuk bidang usaha baru perlu menjadi pertimbangan
dengan melihat faktor potensi Desa dan kebutuhan pasar. Pilihan usaha yang
dilakukan sifatnya adalah padat karya, bukan padat modal dan
memprioritaskan pada kegiatan ekonomi produktif masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Albrecht, K. 1995. Pengembangan Organnisasi. Bandung [ID]: Angkasa. Anonim. 2006, Warta Intra Bulog; Evaluasi : Refleksi Internal. Jakarta: No. 11-
12/Th.XXXII/Nov-Des.2006. Astika, Sudhana K. 2010. Budaya Kemiskinan Di Masyarakat:Tinjauan Kondisi
Kemiskinan Dan Kesadaran Budaya Miskin Di Masyarakat. Jurnal Ilmiah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol. I No. 01. 20-26.
Budiman, SHR., dkk.1989. Business Policy & Strategic Management. Jakarta: Karunika.
David. 2006. Manajemen Strategik. Jakarta [ID]: PT Prenhallindo. David. 2009. Strategic Management: Manajemen Strategis Konsep. Edisi kedua
belas. Jakarta [ID]: Salemba Empat. Departemen Pendidikan Nasional - Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan
(PKDSP). 2007. Buku Panduan Pendirian dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Malang: Universitas Brawijaya.
Dubois O. 1998. Capacity to manage role changes in forestry. Introducing the 4Rs framework. Forest Participation Series No. 11, IIED, London.
Friedman, A.L. and S. Miles. 2006. Stakeholders. Theory and Practice. OXFORD University Press.
Hancock, B. 2002. An Introduction to Qualitative Research. Trent Focus Group. University of Nottingham.
Hayami Yujiro, Masao Kikuci, Asian Village Economy at the Crossroads. University of Tokyo Press, 1981.
Ife, Jim dan Frank Tesoriero. 2006. Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.
Jauch L, Glueck. 1999. Manajemen Strategi dan Kebijakan Perusahaan. Jakarta [ID]: Penerbit Erlangga.
Kadir A, S.A.Awang, R.H. Purwanto dan E.Poedjirahajoe. 2013. Analisis Stakeholder Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Provinsi Sulawesi Selatan (Stakeholder Analysis of Bantimurung Bulusaraung National Park Management, South Sulawesi Province). J. Manusia Dan Lingkungan, Vol. 20, No.1, Maret. 2013: 11 –21.
Kanuk L L dan Schiffman, L. 2008. Perilaku Konsumen. Jakarta: PT. Indeks. Kolopaking LM et al, 2013. Desain Pengembangan Kawasan Minapolitan
Percontohan Berbasis Industri Rumput Laut Kabupaten Sumbawa Barat. PSP3-IPB. Kotler, Philip, 2003, Marketing Management, 11th Edition, New Jersey:
Prentice Hall Int’l. Mubyarto.1999. Memacu Perekonomian Rakyat; Metedologi Kaji Tindak
Partisipatif. Yogyakarta: Aditya Media. Mulyadi. 2007. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen: Sistem Pelipat
ganda Kinerja Perusahaan. Jakarta: SalembaEmpat. Nasdian, FT. 2014. Pengembangan Masyarakat. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia. Osborne, David dan Peter Plastrik. 1997. Banishing Bureaucracy: The Five
Strategies for Reinventing Government. www.consultci.com/book_reviews/Banashing Bureaucracy.html.
99
Pemerintah Republik Indonesia. 2004. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Bandung [ID]: Fokusmedia.
______. 2005. Peraturan Pemerintah RI No. 72 Tahun 2005 tentang Desa. Jakarta. ______. 2010. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 39 Tahun 2010. Jakarta. ______. 2014. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2014. Jakarta. ______. 2014. Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 tentang Pemerintah Desa.
Jakarta [ID]: sekretaris Negara. ______. 2015. Peraturan Menteri Desa No. 4 Tahun 2015. Jakarta. Prasojo, Eko. 2003. Hasil penelitian: Pola dan mekanisme Pemberdayaan
Masyarakat di DKI Jakarta. Pusat Kajian Strategi Pembangunan dan Politik (PKSPSP) FISIP UI.
Rangkuty, Freddy. 2001. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia.
Robinson BR, Pearce AJ. 1997. Manajemen Strategik; Formulasi, Implementasi dan Pengendalian Jilid I. Jakarta: Binarupa Aksara.
Salam DS. 2001. Otonomi Daerah dalam Perspesktif Lingkungan, Nilai dan Sumber Daya. Jakarta: Djambatan.
Salam, Md. Abdus and T. Noguchi. 2006. Evaluating Capacity Development for Participatory Forest Management in Bangladesh Sal Forests Based on 4Rs Stakeholder Analysis. Forest Policy and Economics 8 (2006) 785–796. doi:10.1016/j.forpol.2004.12.004.
Schuler, Jackson. 2001. Manajemen Suber Daya Manusia Menghadapi Abad ke-21, jilid 2, edisi keenam. Jakarta [ID]: Penerbit Erlangga.
Sitorus M. T. Felix. 1998. Penelitian Kualitatif Suatu Perkenalan. Kelompok Dokumentasi Ilmu Sosial untuk Laboratorium Sosiologi, Antropologi, dan Kependudukan, Jurusan Sosial-Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soekanto S. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta [ID]: PT Raja Grafindo Persada.
Soetomo. 2011. Pemberdayaan Masyarakat; Mungkinkah Muncul Antitesisnya? Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sondakh W. Lucky. 2003. Globalisasi & Desentralisasi; Perspektif Ekonomi Lokal. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: CV. Alfabeta.
Suharto E. 1997. Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Spektrum Pemikiran, Bandung: LSP-STKS.
Suharto E. 2010. Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: Refika Aditama, PT.
Tjiptono F. 2002. Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Andi Offset. Tripomo TU dan. 2005. Manajemen Strategi. Bandung: Rekayasa Sains. Vishal S, Rachma S. 2011. Experiential Marketing: A Contemporary Marketing
Mix. International Journal of Management and Strategy. Vol. I. No. 11. Wasistiono S. 2003. Kapita Selekta Manajemen Pemerintahan Daerah, CV. Fokus
Media, Jakarta. Woolcock M. 2001. The Place of Social Capital in Understanding Social and
Economic Outcome. Canadian Journal of Policy Reserach. Vol 2 (1), page 1-27.
100
Lampiran 1. Analisis peran, pengaruh dan kepentingan stakeholder dalam pembentukan dan operasional BUM Desa Benete
No Faktor
Analisis
Stakeholder
Analisis Keterlibatan PTNNT
Pemerintah
Desa Benete Pemerintah Daerah KSB
Pengurus
BUMDes
Masyarakat/
Konsumen
A. Peran
1) Pembentuk
cikal bakal
BUMDes
Benete
2) Memberikan
modal
3) Membangun
fasilitas umum /
aset usaha
4) Penguatan
kapasitas
kelembagaan
BUMDes
1) Fasilitator
dalam
kegiatan
pembentukan
2) Memfasilitasi
kemitraan
antar lembaga
3) Merekomenda
sikan pengurus
dan membuat
SK
4) Sosialisasi
1) Bimbingan dan
pelatihan pengurus
2) Memfasilitasi
kemitraan antar
lembaga
1) Mengelola
organisasi
2) Merumuskan misi
dan arah organisasi
3) Menyusun
program kerja dan
penggaran
4) Melakukan
evaluasi dan
perbaikan kinerja
1) Sebagai
konsumen/
pengguna
2) Pembentukan
usaha baru
3) Menciptakan
kondisi kondusif
bagi
keberlanjutan
investasi dunia
usaha
Pihak PTNNT, Pemerintah Desa,
Pengurus dan masyarakat/pelanggan
sudah menjalankan peran sesuai
fungsinya sedangkan pihak Pemda
KSB belum menunjukkan peran
nyata.
B. Pengaruh
1) Penentu pilihan
bentuk lembaga
dan bisnis
BUMDes
2) Bantuan biaya
operasional
1) Membuat
regulasi
2) Koordinasi
lintas lintas
stakeholder
pada level
Desa
3) Penganggaran
melalui
APBDes
1) Membuat regulasi
2) Koordinasi lintas
lintas stakeholder
pada level
Kabupaten
3) Penganggaran
melalui APBD
1) Menggerakkan
organisasi
2) Kinerja organisasi
1) Partisipasi dalam
membayar iuran
dan membayar
jasa pelayanan
Stakeholder yang telah menggunakan
pengaruhnya yaitu; PTNNT,
Pengurus dan masyarakat (sebagian
kecil). Sedangkan pemerintah Daerah
dan Desa belum menggunakan
pengaruhnya secara nyata dalam
pengembangan BUMDes Benete.
C. Kepentinga
n
1) Menjalankan
kebijakan CSR
untuk
mendapatkan
lisensi sosial
2) Pemberdayaan
masyarakat.
1) Pemasukan
bagi PADes
2) Pemberdayaan
masyarakat
3) Menjalankan
amanat
regulasi/UU
Pemerintah
1) Pemasukan bagi
PAD
2) Pemberdayaan
masyarakat
3) Menjalankan amanat
regulasi/UU
Pemerintah
1) Kepentingan
sebagai salah satu
tempat bekerja
2) Mendapatkan gaji
1) Mendapatkan
pelayanan
dengan biaya
terjangkau.
2) Program
pemberdayaan
masyarakat
Satakeholder yang telah memenuhi
kepentingannya yaitu; PTNNT,
Pengurus BUMDes dan masyarakat.
Sedangkan Pemerintah Daerah dan
Desa belum memenuhi
kepentingannya terutama pada
imlementasi amanat regulasi.
101
Lampiran 2: Matrik Analisis SWOT BUM Desa Benete untuk peningkatan kapasitas kelembagaan dan pengembangan unit usaha dalam
mewujudkan pemberdayaan masyarakat berkelanjutan.
Kekuatan (Strength) - S
1. Tersedia sarana dan prasarana usahayang memadai
2. BUMDes telah dikenal luas oleh masyarakat
3. Cukup tersedia fasilitas perkantoran dan pelayanan administrasi
4. Bidang usaha yang dikelola melayani kebutuhan dasar
masyarakat
5. Produk mudah dipasarkan
Kelemahan (Weaknesses) – W
1. Kapasitas SDM pengelola rendah
2. Kinerja personal tidak berkontribusi terhadap pendapatan BUM Desa
3. Tidak ada jobdescription masing-masing pengelola
4. Kurangnya kinerja dalam mengembangkan usaha 5. Belum ada kejelasan visi dan misi organisasi
6. Struktur organisasi belum ideal
7. Kinerja keuangan tidak seimbang antara pemasukan dibanding biaya
8. Lemah dalam manajemen administrasi
9. Mengandalkan sumber biaya hanya dari subsidi PTNNT 10. Tidak ada jaringan kerja dengan lembaga lain
11. Unit produksi sudah tua dan biaya operasional tinggi.
Peluang (Opportunities) – O
1. Dukunganregulasi Pemerintah (UU No. 06 Tahun 2014) terkait
BUM Desa
2. Dukungan dari program CSR PTNNT
3. Jumlah penduduk sebagai konsumen
4. Luas wilayah dan potensi SDA
5. Ketersediaan sarana dan perasarana perhubungan/komunikasi yang memadai
6. Daya beli masyarakat dan permintaan pasar
7. Keberadaan kelembagaan sosial tingkat komunitas
8. Ketersediaan kelembagaan produksi/usaha jasa
9. Tersedia sarana dan prasarana pemerintahan Desa
10. Kondisi sosial budaya yang kondusif
11. Pola nafkah masyarakat dan prasarananya
Strategi S-O
1. Meningkatkan aktivitas bisnis/usahamelalui pemanfaatan potensi
desa dan peluang pasar
2. Tingkatkan mutu pelayanan dan merubah pola pendekatan terhadap konsumen
3. Menambah unit usaha pada bidang usaha yang melayani
kebutuhan pokok masyarakat. 4. Perkuat kapasitas organisasi dengan mengoptimalkan
pemanfaatan bantuan dana dan fasilitas usaha dari PTNNT.
Strategi W-O
1. Meningkatkan kapasitas SDM melalui pelatihan
keterampilan dan motivasi kerja
2. Menyusun struktur organisasi yang menyesuaikan bidang usaha dengan mempertimbangkan kualifikasi dan kinerja
individu personel yang akan ditempatkan pada posisi
tersebut. 3. Menetapkan sasaran program dan rumusan visi misi BUM
Desa Benete
Tantangan (Threats) - T
1. Dukungan regulasi dan pembiayaan dari pemerintah Daerah dan
Desa 2. Keterlibatan pihak swasta yang belum dikelola dengan baik
3. Minset masyarakat terhadap program CSR PTNNT
4. Rendah berpartisipasi masyarakat 5. Potensi sumber air terbatas
6. Ketidakpastian keberlanjutan operasional perusahaan (PTNNT)
karena kesulitan memenuhi syarat perijinan
Strategi S-T
1. Menetapkan aturan Desa yang mendorong pelibatan masyarakat
dalam penguatan BUM Desa dan pengelolaan usaha produktif. 2. Memilih teknologi pengolahan air bersih yang efektif dan
bangun kerjasama dengan Desa lain untuk mengelola sumber air
secara bersama.
Strategi W-T
1. Mendorong pemerintah agar menerbitkan PERDA untuk
pembinaan dan pembiayaan pengembangan BUM Desa. 2. Mencari sumber alternatif pembiayaan baru dan
membangun jaringan dengan lembaga lain.
Faktor-faktor Internal
Faktor-faktor Eksternal
102
Lampiran 3. Rencana aksi pengelolaan BUM Desa melalui peningkatan kapasitas kelembagaan dalam mewujudkan pemberdayaan masyarakat
berkelanjutan.
No. Strategi dan Kegiatan Pertimbangan* Aktor Waktu
Pelaksanaan Mekanisme Pelaksanaan Sumber Dana
A. Bonding Strategy
1. Evaluasi sasaran
program dan rumusan
visi misi BUMDes
Benete
- Ketidak jelasan tujuan BUMDes
Benete dan belum optimal dalam
pemilihan usaha yang berdasarkan
potensi Desa dan kebutuhan pasar.
Personel CSR
PTNNT dan
Personel
BUMDes Benete
Semester awal
tahun 2016
- Padukan Restra PTNNT
dengan RPJM KSB
- Lakukan analisi potensi
ekonomi Desa dan kebutuhan
pasar.
PTNNT
2. Perbaikan kemampuan
personel BUMDes
Benete
- Kapasitas personel pengurus rendah,
tata kelola organisasi dan kinerja
kinerja keuangan rendah.
Personel CSR
PTNNT dan
Personel
BUMDes Benete
Pertengahan
Tahun 2016
- Pilih pengurus berdasarkan
kompetensi,
- Pelatihan manajemen usaha
dan perbaikan struktur
organiasi
PTNNT dan
Dinas Terkait
Pemerintah
Daerah
3. Perkuat potensi
BUMDes Benete
- Pemanfaatan bantuan dana dan
fasilitas dari PTNNT tidak optimal.
- Bidang usaha sektor lain selain
bidang usaha dari bantuan PTNNT
belum tergarap.
Personel CSR
PTNNT,
Personel
BUMDes Benete
dan Pemdes
Benete
Semester kedua
tahun 2015 dan
semester awal
2016
- Pelatihan usaha dan
pengelolaan organisasi
- Melakukan diversifikasi usaha
pada bidang pengadaan sarana
pertanian, perikanan dan
kebutuhan pokok
- Membuka unit usaha koperasi
tani
PTNNT, Pemdes
Benete
4. Tingkatkan mutu
pelayanan dan merubah
pola pendekatan
- Kurang terbangunnya hubungan
emosional antara pengurus Bumdes
dengan masyarakat
- Rendahnya tingkat partisipasi
masyaratak serta masih kuatnya
mindset bahwa bantuan daari PTNNT
adalah gratis.
- Personil BUMDes tidak kompeten
Personel CSR
PTNNT, Pemdes
Benete dan
Personel
BUMDes Benete
Semester awal
2016
- Sosialisasi dan perbaikan
kinerja BUMDes.
- Pemdes menerbitkan Perdes
penarikan retribusi pelayanan
BUMDes
PTNNT, Pemdes
Benete
103
No. Strategi dan Kegiatan Pertimbangan* Aktor Waktu
Pelaksanaan
Mekanisme Pelaksanaan Sumber
Dana
B. Bridging Strategy
1. Membangun kemitraan
dengan karang taruna
dan PKK.
- Mengurangi biaya operasional yang
relatif mahal.
- Memungkinkan terbentuknya usaha
dari kegiatan daur ulang sampah.
PTNNT,
Personel
BUMDes,
Karang Taruna,
ibu-ibu PKK dan
pemerintah desa.
Semester awal
2016
- Menyiapkan alat angkut
sampah sederhana lintas RT.
Pelibatan karang taruna dan
ibu-ibu PKK, pelatihan
keterampilan recycle dan
reuse sampah.
PTNNT
2. Membangun kemitraan
dengan kelompok tani,
Rumah kompos dan
kelompok nelayan.
BUMDes Benete tidak bermitra dengan
potensi lembaga yang ada di desa untuk
menggerakkan potensi ekonomi
masyakat.
PTNNT,
personel
BUMDes Benete
Semester awal
2016
- Sosialisasi, kemitraan,
pemetaan potensi dan
penilaian kebutuhan
masyarakat.
PTNNT
C. Creating Strategy
1.
2.
3.
4.
Membangun kemitraan
dengan PDAM
Menjajaki peluang
kerjasama dengan
lembaga keuangan dan
mencari sumber
pembiayaan lain
Membangun kemitraan
dengan
Membangun kerjasama
dengan otoritas
Dermaga Benete
Infrastruktur Air Bersih telah ada,
tetapi tinggi biaya operasional.
Pembiyaan masih tergantung dari
subsidi PTNNT. Kondisi ini tidak
menguntungkan bagi kelangsungan
usaha BUM Desa jika operasi PTNNT
berakhir.
Diperlukan kolaborasi antar BUMDes
dan LKM untuk advokasi mendorong
pembahasan Perda BUMDes di KSB
Peluang usaha transportasi, pengadaan
air bersih dan jasa buruh angkutan
barang.
PTNNT, PDAM
KSB, Pemerintah
Daearah,
Kecamatan dan
Desa,
Otoritas
Pelabuhan
Benete
(Syahbandar)
Tahun 2016
Semester kedua
tahun 2016
Semester
pertama tahun
2016
Semester kedua
tahun 2016
- Pembuatan Perda tentang
BUMDes
- Pembuatan Perdes pengelolaan
BUMDes dan Perdes
Pembayaran Retribusi
- Kejelasan asset BUM Desa
(MOU PTNNT dan BUM
Desa Benete
- MOU BUMDes dengan
PDAM
- MOU dengan otoritas
Dermaga Benete
PTNNT;
DPR dan
pemerintah
KSB,
Pemdes
Benete, dan
PDAM
KSB
Keterangan: *sesuai kajian IFAS dan EFAS serta strategy 5C.