21
STRATEGI DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN Benny M. Chalik Jakarta 2004

Strategi dan Pengembangan Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Rendahnya perhatian dan pengawasan terhadap potensi sumberdaya kelautan dan perikanan tersebut telah mengakibatkan terdegradasinya sumberdaya kelautan dan perikanan

Citation preview

Page 1: Strategi dan Pengembangan Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan

STRATEGI DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN

Benny M. Chalik

Jakarta 2004

Page 2: Strategi dan Pengembangan Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan

STRATEGI DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN

Benny M. Chalik1

A. PENDAHULUAN

Paradigma pembangunan yang selama ini dikembangkan oleh pemerintah

lebih banyak diarahkan kepada pembangunan wilayah daratan dan masih belum

menyentuh pembangunan kelautan dan perikanan. Selain itu, jargon-jargon yang

menyebutkan Indonesia merupakan negara agraris seringkali cenderung

memberikan konotasi yang mengecilkan arti kelautan dan perikanan. Setelah

terpinggirkan sekian lama, baru dalam lima tahun terakhir ini pemerintah

membentuk Departemen Kelautan dan Perikanan yang secara definitif mulai

meletakkan dasar-dasar upaya peningkatan dan keberlangsungan

pembangunan sektor kelautan dan perikanan terkait dengan pembangunan

sosial budaya, ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan.

Rendahnya perhatian dan pengawasan terhadap potensi sumberdaya

kelautan dan perikanan tersebut telah mengakibatkan terdegradasinya

sumberdaya kelautan dan perikanan, serta menjadi tempat beroperasinya kapal-

kapal asing secara ilegal. Kerusakan terumbu karang dan menurunnya potensi

perikanan di perairan pantai memaksa nelayan-nelayan tradisional untuk

beroperasi lebih jauh dari perairan pantai. Keadaan ini merupakan faktor yang

berpengaruh terhadap penurunan produktivitas masyarakat nelayan. Bahkan

secara sistemik akan mengakibatkan penurunan pendapatan masyarakat

nelayan, yang secara langsung akan berdampak meningkatkan jumlah penduduk

miskin serta menurunkan kontribusi sektor kelautan dan perikanan terhadap

pembangunan nasional. Selain itu, adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan

juga ikut berpengaruh terhadap peningkatan kerusakan sumberdaya kelautan

1 Dr. Ir. Benny M. Chalik, MS., Staff Pengjar Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Page 3: Strategi dan Pengembangan Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan

dan perikanan. Kerusakan ini terus meningkat sejalan dengan adanya kegiatan

pengurasan sumberdaya kelautan dan perikanan oleh berbagai pihak tanpa

memikirkan kelestarian sumberdaya dalam jangka panjang.

Faktor lain yang juga secara langsung atau tidak langsung ikut berperan

terhadap terjadinya degradasi potensi kelautan dan perikanan adalah tingginya

inkonsistensi kebijakan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan

oleh departemen dan instansi terkait. Inkonsistensi kebijakan perencanaan

tersebut terjadi akibat tidak dilaksanakannya kegiatan perencanaan

pembangunan di tingkat pusat sesuai dengan pendekatan aliran bawah-atas

(bottom up approach), yaitu perencanaan pembangunan yang mencerminkan

muatan lokal dan aspirasi masyarakat setempat. Sebaliknya sampai saat ini

kegiatan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di tingkat kabupaten,

propinsi, dan pusat masih bersifat homogen terhadap semua wilayah (top-down

approach). Celakanya, pemerintah daerah juga bersikap menerima kebijakan

tersebut walaupun tidak sesuai dengan muatan perencanaan lokal. Akibatnya,

kegiatan pembangunan tidak mengarah kepada sasaran dan cenderung

menimbulkan sikap masyarakat yang skeptis terhadap kebijakan pembangunan

sektor kelautan dan perikanan.

Keadaan ini semakin menjadi rumit ketika masyarakat meminta untuk

dibentuk suatu kebijakan antardepartemen atau instansi. Rendahnya koordinasi,

monitoring dan evaluasi antardepartemen/instansi mengakibatkan tertundanya

berbagai kebijakan pembangunan yang mendesak. Baru setelah timbul kasus

yang mencuat secara nasional, pemerintah menyusun kebijakan-kebijakan yang

cenderung bersifat pemecahan masalah jangka pendek dan tidak tersosialisasi

dengan baik.

Terbentuknya kebijakan-kebijakan pembangunan tersebut sering bersifat

tumpang tindih dan menimbulkan berbagai tekanan terhadap pelaksanaan

kegiatan pembangunan, sehingga mengakibatkan terbentuknya situasi yang

tidak kondusif bagi peningkatan produktivitas sektor kelautan dan perikanan.

Page 4: Strategi dan Pengembangan Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan

Meskipun demikian hambatan pembangunan tersebut masih dapat diatasi

melalui peningkatan koordinasi antardepartemen/instansi terkait dengan

meningggalkan atribut sektoral, sehingga secara vertikal dan horizontal dapat

diarahkan kepada keberhasilan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan

pembangunan nasional.

Tanpa mengurangi nilai prestasi yang telah dilaksanakan pemerintah dalam

pembangunan sektor kelautan dan perikanan selama lima tahun terakhir ini,

secara nasional masih diperlukan reformulasi strategi dan penyusunan kebijakan

pembangunan. Kebijakan ini diharapkan mampu mengarahkan dan

menghasilkan rencana dan pelaksanaan kegiatan pembangunan yang dapat

memberikan kepastian terhadap peningkatan kelestarian ekosistem dan produksi

sektor kelautan dan perikanan, sesuai dengan karakteristik lokal, bertahap, dan

berkesinambungan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan penguatan pengkajian strategi

dan penyusunan kebijakan yang mampu mengarahkan pembangunan sektor

kelautan dan perikanan kepada upaya (a) pemberdayaan fungsi sosial ekonomi

masyarakat nelayan, (b) peningkatan kinerja setiap komponen organisasi

Departemen Kelautan dan Perikanan, serta (c) peningkatan koordinasi

antardepartemen dan instansi terkait.

B. PEMBERDAYAAN FUNGSI SOSIALEKONOMI MASYARAKAT NELAYAN

Meskipun dalam arti luas subsektor perikanan air tawar merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sosial budaya masyarakat pertanian,

akan tetapi antara sektor kelautan dengan pertanian terdapat perbedaan yang

sangat mendasar. Perbedaan ini terletak pada karakteristik pengelolaan

sumberdayanya.

Pengelolaan sumberdaya pertanian yang terpusat pada peningkatan

produktivitas per satuan lahan menunjukkan bahwa lahan merupakan faktor

Page 5: Strategi dan Pengembangan Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan

produksi yang cenderung bersifat tetap. Kandungan biofisik dan kimia lahan

secara konsisten dapat diperbaiki untuk dapat dipertahankan dalam

menghasilkan produksi pertanian. Karakteristik pengelolaan sumberdaya

pertanian inilah yang mampu meningkatkan kepastian kegiatan produksi di

sektor pertanian. Sebaliknya dalam sektor kelautan dan perikanan, produktivitas

satu satuan laut tidak dapat ditetapkan secara pasti. Perbaikan kandungan

biofisik dan kimia tidak dapat dilakukan secara parsial, sehingga pengelolaan

sektor kelautan dan perikanan memiliki resiko dan ketidakpastian produksi yang

jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sektor pertanian.

Tingginya resiko dan ketidakpastian dalam proses produksi perikanan laut

menyebabkan pertumbuhan investasi di dalam perekonomian masyarakat pesisir

menjadi rendah. Investasi yang hanya terbatas pada pengadaan perahu dan

alat tangkap sekedarnya cenderung menyebabkan perkembangan sosial

ekonomi dan budaya masyarakat pesisir masih bersifat subsisten. Pola produksi

yang bersifat subsisten inilah yang masih kuat dirasakan mewarnai persepsi dan

kegiatan kolektif masyarakat, sehingga terjadi dikotomi dalam pengelolaan

sumberdaya kelautan dan perikanan dari hulu ke hilir.

Dikotomi yang terjadi dalam perekonomian masyarakat pesisir adalah

adanya kecenderungan pemisahan yang kuat antara kelompok masyarakat

nelayan yang berfungsi sebagai faktor produksi yang menyediakan hasil laut

dengan kelompok masyarakat lainnya yang memegang tataniaga hasil

perikanan. Dengan kata lain, kelompok masyarakat yang memegang tataniaga

produksi perikanan akan meningkatkan kemampuan tataniaganya yang

mengarah kepada pasar monopoli atau oligopoli. Artinya secara langsung atau

tidak langsung, kelompok pemegang tataniaga produksi perikanan akan

mempertahankan atau menekan kelompok masyarakat nelayan yang hanya

difungsikan sebagai penyedia hasil kelautan.

Kekuatan kelompok masyarakat pemegang tataniaga untuk

mempertahankan eksklusivitasnya dicirikan oleh penguasaan informasi pasar

Page 6: Strategi dan Pengembangan Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan

secara regional dan nasional, serta tingginya kemampuan modal dalam

menguasai hasil tangkapan. Di sisi lain, kelompok nelayan yang difungsikan

sebagai faktor produksi hanya memiliki informasi yang bersifat lokal dan hanya

memiliki kekuatan tawar menawar yang rendah. Selain itu, informasi lokal

cenderung bersumber pada informasi dari mulut ke mulut dengan akurasi dan

ketersediaan yang rendah.

Rendahnya marjin keuntungan yang diperoleh oleh kelompok masyarakat

nelayan penyedia hasil kelautan menyebabkan timbulnya ketergantungan

kelompok tersebut kepada kelompok tataniaga. Bahkan sebagian besar dari

kelompok ini sangat tergantung kepada kelompok tataniaga terutama dalam

pemenuhan kebutuhan sehari hari dan biaya operasional penangkapan ikan.

Besarnya tekanan yang diberikan oleh kelompok tataniaga mengarahkan

kelompok nelayan untuk melakukan pengurasan sumberdaya kelautan dan

perikanan.

Menguatnya hubungan sosial ekonomi yang terbentuk di dalam masyarakat

nelayan tersebut dalam jangka panjang akan mengakibatkan terjadinya

kerusakan sumberdaya dan meningkatnya konflik di dalam masyarakat. Dengan

kata lain hubungan sosial ekonomi yang terbentuk di dalam masyarakat nelayan

membuktikan bahwa sistem perekonomian masih terbatas dalam memposisikan

nelayan sebagai faktor produksi dan belum meningkatkan keikutsertaan nelayan

sebagai pengelola sumberdaya kelautan dan perikanan.

Dari uraian tersebut di atas, tampak bahwa penyusunan strategi dan

pengembangan kebijakan pemerintah perlu diarahkan kepada upaya

pemberdayaan fungsi sosial ekonomi masyarakat nelayan yang merujuk pada

upaya (a) peningkatan peranserta masyarakat nelayan dalam pengelolaan

sumberdaya kelautan dan perikanan yang pada akhirnya mampu meningkatkan

kesejahteraan dan fungsi sosial pengawasan terhadap kelestarian dan

keamanan sumberdaya, (b) peningkatan informasi teknis pengelolaan dan harga,

dan (c) reformulasi kebijakan tataniaga produksi kelautan dan perikanan.

Page 7: Strategi dan Pengembangan Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan

a. Peningkatan Peranserta Masyarakat dalam Pengelolaan Sumberdaya

Kelautan dan Perikanan

Sebagaimana telah dijelaskan secara garis besar dalam uraian sebelumnya,

tujuan peningkatan peranserta masyarakat nelayan mencakup upaya

peningkatan kemampuan teknis manajerial dan fungsi pengawasan lokal

teritorial terhadap kelestarian dan keamanan sumberdaya kelautan. Tingginya

keikutsertaan mayarakat nelayan secara langsung akan meningkatkan

produkstivitas nelayan dan meningkatkan intensitas transaksi ekonomi secara

lokal, regional, dan nasional.

1. Peningkatan Kemampuan Teknis Manajerial Masyarakat Nelayan

Di dalam struktur masyarakat nelayan masalah-masalah yang terkait dengan

rendahnya produktivitas kelautan dan perikanan lebih disebabkan oleh (a)

rendahnya kemampuan teknis manajerial masyarakat nelayan dalam

pengelolaan kegiatan produksi, (b) rendahnya investasi, (c) kesulitan untuk

memperoleh sarana produksi, (d) harga komoditas hasil produksi lebih

rendah dari biaya produksi, serta (e) rendahnya ketersediaan bahan pangan

di pedesaan. Setiap faktor atau interaksi keseluruhan faktor tersebut secara

langsung mengakibatkan menurunnya kemampuan dan meningkatnya

keragu-raguan masyarakat pedesaan untuk melakukan investasi.

Ditambah lagi dengan pola hubungan sosial masyarakat nelayan yang belum

berkembang sepenuhya, seperti rendahnya rata-rata tingkat pendidikan

masyarakat nelayan, pola produksi yang bersifat subsisten, serta tingginya

kemampuan kelompok tataniaga dalam memonopoli produksi secara lokal

menjadikan upaya peningkatan kemampuan teknis manajerial masyarakat

pedesaan menjadi tidak berarti. Program penyuluhan dan bantuan modal

kerja dari pemerintah cenderung hanya memiliki pengaruh yang bersifat

sesaat. Tingginya efektivitas program hanya terjadi pada saat lembaga

pemerintah atau non pemerintah masih aktif berperan dalam program.

Page 8: Strategi dan Pengembangan Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan

Ketika aktivitas lembaga tersebut menurun, kekuatan kelompok tataniaga

kembali menguasai perekonomian masyarakat pedesaan dengan pola dan

cara seperti sebelum ada program. Keadaan ini hanya dapat diubah

sepenuhnya oleh masyarakat itu sendiri, yaitu melalui upaya perubahan

persepsi masyarakat yang secara kolektif mampu menghadapi kekuatan

kelompok tataniaga.

Dalam program pembangunan sebelumnya memang sudah ditawarkan dan

dilaksanakan pemberian insentif ekonomi untuk membangun persepsi

masyarakat nelayan dalam peningkatan produktivitas usaha. Akan tetapi

insentif yang ditawarkan tersebut belum bermuatan insentif sosial, dimana

secara sosial terdapat kelompok kelompok yang memiliki aspirasi dan teknis

produksi yang berbeda. Dengan kata lain, insentif ekonomi hanya mampu

berperan secara makro dalam proses pembentukan persepsi masyarakat,

sedangkan insentif sosial merupakan pendekatan program terhadap

kelompok atau individu dengan aspirasi yang sama.

Pendekatan insentif sosial diberikan kepada masyarakat nelayan melalui

pembentukan program yang mampu mewujudkan setiap aspirasi masyarakat

dalam melaksanakan usaha di sektor kelautan dan perikanan. Artinya,

program tersebut mampu meningkatkan diversifikasi kegiatan usaha sesuai

dengan aspirasi masyarakat. Pembentukan diversifikasi usaha

mensyaratkan setiap detail kegiatan usaha bagi setiap individu, sehingga

mampu mengarahkan masyarakat peserta program kepada persepsi

kemandirian usaha.

Program peningkatan teknis manajerial ini mencakup kegiatan penjaringan

aspirasi, pelatihan dan magang, pendampingan, sampai pada pembentukan

kelembagaan ekonomi terhadap masing-masing jenis kegiatan usaha di

dalam masyarakat nelayan. Dengan demikian program tersebut akan

menuntut biaya dan kemampuan penguasaan karakteristik sosial dan

Page 9: Strategi dan Pengembangan Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan

ekonomi tinggi dari individu pelaksana yang bertugas di wilayah dan sub

wilayah pembangunan pelaksana kegiatan.

Diharapkan melalui pelaksanaan program tersebut akan dapat diatasi

masalah keragu-raguan masyarakat untuk berinvestasi dan secara

bersamaan terbentuk pola diversifikasi usaha yang mampu meningkatkan

nilai ekonomis sumberdaya dalam kerangka pelestarian sumberdaya

kelautan dan perikanan.

2. Peningkatan Fungsi Pengawasan Lokal Teritorial terhadap Kelestarian dan

Keamanan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan

Terbentuknya diversifikasi usaha yang tinggi di dalam perekonomian

masyarakat nelayan, secara sosial akan terbentuk fungsi pengawasan oleh

setiap individu masyarakat nelayan terhadap setiap kegiatan ekonomi dalam

masing-masing wilayah perairan laut setempat. Kuatnya fungsi pengawasan

masyarakat akan tumbuh sejalan dengan kepentingan masing-masing

individu terhadap sumberdaya kelautan dan perikanan.

Kekuatan fungsi pengawasan masyarakat tersebut juga akan menghilangkan

pemahaman terhadap keberadaan sumberdaya kelautan dan perikanan

yang bersifat open access. Meningkatnya pemahaman terhadap pentingnya

kualitas ekosistem laut yang tinggi bagi setiap jenis usaha ekonomi kelautan

dan perikanan akan menekan terjadinya kerusakan ekosistem laut. Artinya

secara swadaya masyarakat akan melakukan pengawasan terhadap setiap

kegiatan di perairan setempat, baik terhadap kegiatan dari luar maupun dari

dalam wilayah itu sendiri.

Kemandirian dan pengawasan sosial secara swadaya tersebut secara

langsung atau tidak langsung merupakan sumbangan material dan

fungsional masyarakat nelayan terhadap pembangunan sistem keamanan

wilayah perairan laut secara lokal, regional, dan nasional.

Page 10: Strategi dan Pengembangan Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan

b. Peningkatan Ketersediaan Informasi Teknis Pengelolaan dan Harga

Sejalan dengan upaya peningkatan kemampuan teknis manajerial dari

masyarakat nelayan, diperlukan upaya peningakatan ketersediaan informasi

teknis pengelolaan dan harga. Selama ini, informasi teknis pengelolaan dan

harga dipegang oleh kelompok tataniaga sebagai cara untuk menguasai pasar

dan mempertahankan marjin keuntungan yang tinggi dari usaha kelautan dan

perikanan.

Ketersediaan informasi yang diperlukan masyarakat nelayan adalah

informasi yang terkait dengan permintaan pasar terhadap produksi sektor

kelautan dan perikanan. Informasi ini dapat berupa permintaan terhadap tingkat

kualitas dan jenis produksi tertentu, atau informasi tentang tingkat harga pasar

dari waktu ke waktu.

Rendahnya ketersediaan informasi terkait dengan permintaan dan harga

produksi memposisikan kelompok tataniaga pada posisi tawar yang tinggi dan

tetap rendahnya harga yang diterima nelayan. Dampak yang ditimbulkan oleh

rendahnya ketersediaan informasi adalah terbentuknya pola produksi kelautan

dan perikanan dengan produktivitas dan kualitas yang rendah.

Upaya pemerintah dalam mengatasi masalah ketersediaan informasi baru

pada penyediaan sarana dan prasarana di tingkat kecamatan. Sistem

pembangunan ketersediaan informasi ini menjadi tidak efektif ketika masyarakat

diharuskan berhadapan dengan aparat desa atau kecamatan untuk meminta

informasi. Kegagalan sistem ini bukan dalam penentuan unit terkecil dalam

program, melainkan belum dipertimbangkannya kondisi hubungan sosial

masyarakat nelayan dengan pejabat desa atau kecamatan.

Dengan mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat nelayan, penyediaan

informasi dapat dilakukan dengan membentuk pusat-pusat pertumbuhan

produksi hasil kelautan dan perikanan dalam wilayah lokal, regional, dan

nasional. Dalam hal ini, pemerintah pusat, propinsi, maupun kabupaten

Page 11: Strategi dan Pengembangan Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan

memberikan prioritas tinggi terhadap wilayah produksi tersebut dan terus

menerus dikembangkan kepada perluasan wilayah produksi lainnya.

Di dalam wilayah pengembangan produksi ini akan terjadi intensitas

transaksi yang tinggi, yang secara langsung atau tidak langsung akan

menyediakan informasi permintaan sesuai dengan pola hubungan sosial antara

konsumen dengan produsen.

c. Reformulasi Kebijakan Tataniaga Produksi Kelautan dan Perikanan

Peningkatan keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya

kelautan dan perikanan akan cenderung diikuti oleh meningkatnya kegiatan

masyarakat nelayan dalam mengeksploitasi sumberdaya kelautan dan

perikanan. Untuk mencegah timbulnya dampak negatif dari kegiatan tersebut

perlu dilakukan pengkajian ulang terhadap kebijakan tataniaga produksi kelautan

dan perikanan. Pengkajian dilaksanakan sesuai dengan karakteristik daerah

setempat, sehingga penerapan kebijakan tataniaga produksi akan meningkatkan

diversifikasi dan kualitas produksi dan bukan sebaliknya mematikan

pertumbuhan ekonomi setempat.

Beberapa masalah tataniaga yang perlu mendapat perhatian khusus antara

lain adalah:

1. Pembatasan Tataniaga kepada Tingkat Kualitas Produksi Tertentu

Dengan asumsi tidak terjadi perubahan lingkungan fisik-kimia terhadap

ekosistem perairan pantai, sampai tingkat tertentu secara alami sumberdaya

perikanan akan kembali pulih (renewable). Artinya, setiap kegiatan

pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan perlu diupayakan untuk

tidak berdampak merusak lingkungan fisik-kimia perairan pantai. Kebijakan

ini merupakaan syarat keharusan bagi setiap fihak yang secara langsung

atau tidak langsung terlibat dalam pengelolaan sumberdaya kelautan.

Page 12: Strategi dan Pengembangan Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan

Pembatasan tataniaga kepada tingkat kualitas produksi tertentu merupakan

kebijakan yang diarahkan untuk membatasi terjadinya kerusakan lingkungan

biologis biota laut. Kebijakan ini mencakup ketentuan terhadap ukuran dan

jenis ikan yang dapat diekstraksi sesuai dengan tujuan akhir pemanfaatan

hasil produksi. Kebijakan ini merupakan syarat kecukupan bagi kegiatan

pengelolaan sumberdaya dengan tujuan ekonomis, dimana tujuan dari

pembatasan tersebut adalah untuk mempertahankan anakan ikan dan jenis

tertentu dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan kelangsungan

produksi perairan setempat.

2. Peningkatan Keterkaitan Proses Ekstraksi Sumberdaya dengan Industri

Pengolahan dan Kegiatan Budidaya

Tingginya ketidakpastian musim dan jenis ikan yang mungkin diperoleh

menyebabkan proses ekstraksi sumberdaya kelautan dan perikanan

cenderung dilaksanakan dengan penggunaan teknologi produksi yang

memiliki kemampuan dan kapasitas tangkap yang tinggi. Situasi ini

menunjukkan bahwa sumberdaya kelautan dan perikanan masih bersifat

open access dan cenderung mengakibatkan kerusakan sumberdaya

kelautan dan perikanan.

Untuk mengatasi terjadinya kerusakan yang tinggi terhadap sumberdaya

kelautan dan perikanan, diperlukan perubahan terhadap sturuktur kebijakan

yang semula didasarkan pada kebijakan peningkatan kemampuan dan

kapasitas ekstraksi sumberdaya menjadi kebijakan yang mengarah kepada

keterkaitan proses ekstraksi sumberdaya dengan industri pengolahan dan

kegiatan budidaya. Keuntungan yang mungkin diperoleh dari tingginya

keterkaitan tersebut adalah dapat ditingkatkanya satuan produktivitas dan

diversifikasi usaha di sektor kelautan dan perikanan.

Kebijakan ini juga mencakup keharusan bagi perusahaan perkapalan

dengan kemampuan dan kapasitas tertentu untuk membangun industri

pengolahan, sekurang-kurangnya industri pengalengan ikan.

Page 13: Strategi dan Pengembangan Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan

3. Pembangunan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang sangat besar hampir tidak

dilirik oleh pemerintah sebagai salah satu sumber devisa negara yang

secara tetap dan berkesinambungan selalu dapat diusahakan. Kenyataan ini

ditunjukkan oleh tidak berkembangnya BUMN yang bergerak di sektor

perikanan baik dalam skala nasional maupun daerah.

Terlepas dari perlu atau tidaknya didirikan BUMN atau BUMD dari sisi

perekonomian nasional dan regional, BUMN/BUMD sektor di sektor

kelautan dan perikanan sangat diperlukan sebagai lembaga (a) percontohan

usaha, (b) sumber informasi dan laboratorium penyusunan kebijakan

pembangunan regional dan nasional, (c) pusat penelitian terapan, (d)

komponen pengembangan dan advokasi pembangunan, (d) mitra usaha

masyarakat, dan lain lain.

C. PENINGKATAN KINERJA KOMPONEN ORGANISASI DEPARTEMEN

KELAUTAN DAN PERIKANAN

Sesuai dengan tujuan pembangunan kelautan dan perikanan, yaitu

mewujudkan kelestarian dan keamanan sumberdaya kelautan dan perikanan,

memperkuat perekonomian rakyat serta mendukung perekonomian nasional bagi

kesejahteraan rakyat, secara langsung atau tidak langsung akan mengarahkan

Departemen Kelautan dan Perikanan bersama-sama instansi terkait lainnya

untuk terus meningkatkan peran dan fungsinya dalam upaya pengelolaan

sumberdaya kelautan dan perikanan. Terkait dengan pengembangan fungsi

pengelolaan tersebut, ketertinggalan pembangunan sektor kelautan dan

perikanan mengharuskan departemen melakukan percepatan pembangunan

melalui penerapan kebijakan peningkatan kinerja komponen organisasi

departemen.

Page 14: Strategi dan Pengembangan Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan

Dalam upaya peningkatan kinerja komponen organisasi perlu ditetapkan

kriteria dan indikator yang dapat digunakan untuk menilai peningkatan

keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan. Indikator-indikator tersebut

merupakan ukuran dari proyeksi kemampuan komponen organisasi dalam

memformulasikan kebijakan, perencanaan, dan pengawasan pembangunan.

Selain itu, ukuran tersebut merupakan kuantifikasi objektif terhadap optimalisasi

efektivitas dan efisiensi kinerja setiap komponen organisasi departemen.

Peningkatan kinerja komponen organisasi departemen mensyaratkan

adanya komitmen yang tinggi dari setiap individu dalam organisasi untuk terus

meningkatkan kapasitas dan kemampuan (capacity building) yang terkait dengan

formulasi dan penerapan kebijakan, perencanaan, serta monitoring dan evaluasi

kegiatan pembangunan.

a. Formulasi dan Penerapan Kebijakan Pembangunan

Kapasitas dan kemampuan yang tinggi dari setiap individu dalam formulasi

dan penerapan kebijakan mensyaratkan tingginya penguasaan individu dalam

memahami cara pandang masyarakat dalam menghadapi masalah

pembangunan setempat (social subjectives knowledge). Selama ini penguasaan

individu dalam memformulasikan kebijakan cenderung semata-mata didasarkan

pada pemahaman terhadap lingkungan fisik setempat dan berupaya mengubah

cara pandang masyarakat kepada cara pandang baru (objectives knowledge).

Formulasi dan penerapan kebijakan tersebut sering dihadapkan pada

berbagai masalah dan kegagalan. Hal ini terjadi karena formulasi dan

penerapan kebijakan didasarkan pada pemberian insentif ekonomi dalam

programnya. Dengan berakhirnya program, maka masyarakat akan

memutuskan kembali kepada cara pandang semula. Atau apabila terjadi

ketidaksesuaian kebijakan atau program secara mendasar, maka akan berakibat

terjadinya konflik di dalam masyarakat. Konflik ini akan berakhir dengan

ketidakpedualian masyarakat terhadap keberadaan kebijakan atau program yang

bersangkutan.

Page 15: Strategi dan Pengembangan Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan

Untuk menghadapi situasi seperti ini, setiap individu dalam komponen

organisasi diharapkan mampu membaca dan menangkap keinginan masyarakat

sesuai dengan cara pandang masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini upaya

perubahan persepsi masyarakat merupakan sisipan program, dimana dalam

jangka panjang dapat diarahkan kepada percepatan pembangunan yang

signifikan.

b. Perencanaan Pembangunan

Perubahan paradigma pembangunan yang semula bersifat sentralistik

menjadi desentralistik sampai saat ini masih belum dapat sepenuhnya dijalankan

oleh pemerintah pusat maupun daerah. Dalam bidang perencanaan, pemerintah

pusat melakukan perencanaan pembangunan tanpa atau masih sedikit sekali di

dasarkan pada usulan perencanaan pembangunan yang berasal dari daerah

propinsi atau kabupaten.

Alasan-alasan yang diajukan terkait dengan pola perencanaan

pembangunan yang bersifat sentralistik tersebut antara lain, pertama adalah

usulan perencanaan daerah memiliki banyak kelemahan dalam penetapan dasar

pemikiran, tujuan, metodologi, dan anggaran. Kelemahan ini terkait dengan

rendahnya kualitas sumberdaya manusia di dinas-dinas baik propinsi maupun

kabupaten. Selain itu, belum tersedianya format baku dalam penyusunan

rencana pembangunan dari departemen dan rendahnya kesiapan dan kesediaan

pegawai pemerintah pusat dalam membantu penyusunan program.

Kedua, perencanaan dengan mengakomodasikan usulan perencanaan

daerah memerlukan proses yang panjang dan waktu yang lama sehingga

menjadi tidak efisien dan efektif. Penerapan kebijakan seperti ini dianggap akan

banyak mengeluarkan biaya perjalan dan konsultasi, serta terdapat anggapan

yang besar bahwa pemerintah propinsi atau kabupaten belum tentu mampu

mewujudkan hasil konsultasi dengan pemerintah pusat. Tingginya biaya dan

rendahnya kemampuan untuk mewujudkan perencanaan tersebut seringkali

dianggap sebagai tindakaan yang tidak efektif dan efisien oleh pemerintah pusat.

Page 16: Strategi dan Pengembangan Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan

Ketiga, terdapat kecenderungan dari pemerintah daerah untuk menunggu

program pembangunan dari pusat. Perilaku ini terbentuk karena banyak usulan

pemerintah daerah yang tidak pernah terwujud dalam program yang sampai ke

daerah.

Keempat, rendahnya kemampuan administrasi di tingkat pusat untuk

menjaring dan menseleksi usulan pembangunan daerah. Rendahnya

kemampuan administrasi pemerintah ini terkait dengan rendahnya kualitas dan

jumlah pegawai yang ada.

c. Monitoring dan Evaluasi Pembangunan

Meskipun perangkat kebijakan pembangunan telah secara jelas

mengharuskan untuk dilakukannya kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap

setiap kegiatan pembangunan, akan tetapi dalam pelaksanaannya cenderung

bersifat formalitas dan belum mencapai kepada tujuan dan fungsi monitoring dan

evaluasi itu sendiri. Secara garis besar, kegiatan monitoring merupakan

kegiatan untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh suatu program

pembangunan secara bertahap atau keseluruhan. Dari hasil monitoring dan

evaluasi dapat ditentukan seberapa manfaat dan kelemahan program

pembangunan, yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai dasar dalam

menentukan kebijakan untuk mengembangkan atau menghentikan program.

Dengan kata lain, kegiatan monitoring dan evaluasi merupakan kegiatan kunci

yang menentukan keberlangsungan pembangunan, baik secara vertikal maupun

horizontal.

Kegiatan monitoring dan evaluasi program pembangunan yang bersifat

formalitas sering disebabkan tidak tersedianya kriteria dan indikator dalam

mengawasi kegiatan program pembangunan. Selain itu, petugas belum

memahami dan menguasai permasalahan pembangunan yang menjadi latar

belakang kebijakan untuk melahirkan program pembangunan tersebut.

Page 17: Strategi dan Pengembangan Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan

Upaya pemerintah untuk meningkatkan kinerja monitoring dan evaluasi

adalah dengan membentuk format kerja baku yang menyertai usulan

perencanaan program dan hasil pelaksanaannya merupakan sumber

pertimbangan dalam menentukan kebijakan untuk mengembangkan atau

menghentikan suatu kegiatan program pembangunan. Penerapan kebijakan

tersebut dilaksanakan dengan tujuan untuk menjaga dan mengembangkan

seluruh kegiatan pembangunan secara berkesinambungan. Dengan demikian

dapat diharapkan kegiatan pembangunan dapat memberi manfaat yang terus

meningkat dan menghilangkan kegiatan yang menekan perkembangan

pembangunan itu sendiri secara tepat dan cepat.

D. PENINGKATAN KOORDINASI ANTARINSTANSI TERKAIT

a. Peningkatan Koordinasi Antardepartemen

Tingginya volume kegiatan dan kepentingan pembangunan sektoral

seringkali menyebabkan rendahnya perhatian dan kerjasama suatu sektor

terhadap rencana dan pelaksanaan pembangunan sektor lainnya yang terkait

dengan sektor itu sendiri. Keadaan ini dapat berdampak negatif terhadap

pelaksanaan pembangunan nasional. Bahkan mungkin dapat mengakibatkan

terjadinya kebijakan yang tumpang tindih atau kebijakan antarsektor yang saling

menekan.

Adanya kebijakan yang tumpang tindih secara langsung akan menurunkan

efisiensi setiap program pembangunan masing-masing sektor. Sedangkan

kebijakan antarsektor yang saling menekan akan mengakibatkan rendahnya

manfaat pembangunan yang mungkin diperoleh suatu sektor dan menimbulkan

dampak negatif bagi perkembangan program pembangunan suatu sektor dan

sektor lainnya. Upaya mencegah timbulnya inefisiensi dan inefektivitas program

pembangunan secara sektoral maupun antarsektor perlu dilakukan peningkatan

koordinasi pembangunan sektor kelautan dan perikanan dengan departemen

atau instansi terkait. Sistem koordinasi ini meliputi kegiatan penyusunan

Page 18: Strategi dan Pengembangan Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan

kebijakan pembangunan, konsultasi teknis, monitoring dan evaluasi secara

proporsional dan bertanggungjawab.

Contoh klasik yang menggambarkan rendahnya koordinasi antardepartemen

adalah belum terkoordinasinya kebijakan pemberian ijin pengoperasian kapal

dengan pembangunan industri pengolahan perikanan. Dalam hal ini perlu

ditetapkan kebijakan perijinan wilayah operasi dan kapasitas kapal penangkap

ikan tertentu terkait dengan keharusan pembangunan industri pengolahannya,

atau sebaliknya.

Tujuan penetapan kebijakan antara Departemen Kelautan dan Perikanan

dengan Departemen Perindustrian dan Perdagangan adalah untuk

meningkatkan nilai tambah sumberdaya kelautan dan perikanan, peningkatan

penyerapan tenaga kerja, serta investasi di sektor kelautan dan perikanan.

b. Peningkatan Kerjasama Luar Negeri

Tingginya ketertarikan dunia internasional terhadap sumberdaya kelautan

dan perikanan Indonesia menimbulkan berbagai tawaran kerjasama bilateral

maupun multilateral dalam bentuk bantuan teknis dan penyediaan dana bagi

program pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Khususnya dalam

lingkungan negara-negara ASEAN dan Asia Timur, bentuk kerjasama bilateral

yang sering ditawarkan adalah kerjasama di bidang penangkapan dan budidaya.

Di sisi lain, kerjasama multilateral cenderung terarah kepada bentuk kerjasama

bantuan teknis dan penyediaan dana program pembangunan.

1. Kerjasama Bilateral

Dari kedua bentuk kerjasama internasional tersebut, pengalaman

departemen kelautan dan perikanan menunjukkan bahwa pelaksanaan

kerjasama bilateral masih terbatas kepada bidang perijinan operasional

kapal-kapal di wilayah perairan laut ke dua negara dan hubungan

pemasaran hasil kelautan dan perikanan. Selain Jepang, kerjasama

Page 19: Strategi dan Pengembangan Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan

bilateral dalam bentuk pertukaran teknologi budidaya dan pelestarian

lingkungan masih tergolong sangat rendah.

Dalam bidang perijinan operasional kapal, kelemahan sistem kerjasama

yang ditawarkan pihak Indonesia adalah belum dikembangkannya kewajiban

bagi pengusaha kapal kapal asing untuk bekerjasama dengan pengusaha

perkapalan dan atau industri perikanan di Indonesia untuk memperoleh ijin

operasi. Selain mengakibatkan rendahnya investasi asing, tidak adanya

kewajiban untuk mengikutsertakan pengusaha Indonesia tersebut

menyebabkan rendahnya fungsi pengawasan sosial terhadap kegiatan

operasi kapal-kapal asing di perairan laut Indonesia. Dengan demikian

dalam masa-masa mendatang, Departemen Kelautan dan Perikanan

diharapkan mampu mengembangkan sistem kemitraan dalam kerjasama

bilateral.

2. Kerjasama Multilateral

Sejak dibentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan, telah dilaksanakan

berbagai kerjasama multilateral antara pemerintah Indonesia dengan

negara-negara lainnya. Berdasarkan kesepakatan yang dihasilkan dalam

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) internasional, pemerintah mewujudkan

berbagai pembentukan dan pengembangan regulasi kawasan ekonomi

antarnegara. Selain itu kesepakatan kerjasama multilateral diwujudkan

dalam kerjasama dengan lembaga-lembaga keuangan internasional dalam

bentuk pinjaman dan hibah, yaitu antara lain dengan World Bank, Asean

Development Bank, dan Islamic Development Bank.

Dalam kerjasama multilateral ini, sering ditemukan kegagalan pencapaian

perolehan manfaat sosial ekonomi yang mungkin diperoleh masyarakat.

Kegagalan pelaksanaan kerjasama program pembangunan kelautan dan

perikanan cenderung bersumber kepada ketidaksesuaian program atau

proyek yang didanai oleh lembaga keuangan internasional terhadap situasi

sosial budaya ekonomi masyarakat setempat. Dimana selama ini pihak

Page 20: Strategi dan Pengembangan Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan

departemen cenderung menerima usulan program pembangunan yang

ditawarkan pihak bank dan bukan sebaliknya mengusulkan program

pembangunan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat lokal.

Apabila dipandang dengan lebih cermat, program pembangunan yang

diusulkan oleh lembaga-lembaga keuangan internasional cenderung

didasarkan pada situasi yang dihadapi masyarakat secara makro dan belum

didasarkan pada pendekatan perubahan struktur sosial, budaya dan

ekonomi masyarakat setempat. Dengan demikian program program

pembangunan tersebut cenderung memberikan manfaat dalam jangka

pendek dan belum menghasilkan performa yang baik dan

berkesinambungan dalam jangka panjang.

Untuk meningkatkan manfaat sosial ekonomi dari kerjasama multilateral

diharapkan pihak pemerintah melakukan identifikasi, penelitian dan

pengembangan terhadap rencana pembangunan daerah, yang selanjutnya

diusulkan sebagai prioritas program pembangunan kepada pihak lembaga

keuangan internasional. Integrasi vertikal program pembangunan tersebut

yang harus dihargai dan ditaati oleh lembaga keuangan internasional

sebagai pihak yang mengerti kebutuhan dan memiliki kepentingan terhadap

keberhasilan pembangunan sektor kelautan dan perikanan.

c. Peningkatan Peran Lembaga Swadaya Masyarakat

Sampai saat ini peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bekerja di

sektor kelautan dan perikanan masih cenderung berperan sebagai lembaga

advokasi bagi kegiatan-kegiatan pembangunan yang dicanangkan pemerintah

atau sebaliknya sebagai corong masyarakat dalam mengkritisi kebijakan

pembangunan pemerintah. Banyaknya LSM yang memilih peran sebagai

lembaga advokasi sering menimbulkan konflik dan kecurigaan di dalam

masyarakat. Hal ini terjadi akibat fungsi advokasi dua arah dari LSM hanya

berkonotasi kepada fungsi pengawasan sosial terhadap kebijakan dan program

pembangunan pemerintah.

Page 21: Strategi dan Pengembangan Kebijakan Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan

Sjalan dengan peningkatan fungsi pengawasan sosial tersebut, pemerintah

diharapkan mampu mengikutsertakan LSM sebagai lembaga yang berperan

dalam upaya pengembangan program, baik secara nasional atau lokal.

Kebijakan ini akan memposisikan LSM sebagai lembaga sosial yang mampu

memberikan solusi dan mengarahkan sikap masyarakat terhadap kebijakan dan

pelaksanaan program pembangunan setempat.

E. PENUTUP

Dalam upaya meningkatkan distribusi manfaat sosial ekonomi yang

berkeadilan, uraian strategi dan pengembangan kebijakan pembangunan sektor

kelautan dan perikanan merupakan pendekatan struktural dalam penyusunan

program pembangunan yang diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan

program pembangunan secara berkesinambungan. Pendekatan struktural

tersebut mengarahkan pengakajian strategi dan penyusunan kebijakan agar

mampu (a) meningkatkan pemberdayaan fungsi sosial ekonomi masyarakat, (b)

meningkatkan kinerja setiap komponen organisasi departemen, dan (c)

meningkatkan koordinasi antardepartemen.

Dalam penerapannya, pengakajian strategi dan pembentukan kebijakan

tersebut masih memerlukan penjabaran secara rinci dalam membentuk dan

mengarahkan pembangunan secara terintegrasi, baik secara vertikal maupun

horizontal. Dengan demikian hasil pembangunan akan terintegrasi secara

holistik ke dalam parameter dan indikator ke dalam tujuan pembangunan

nasional baik secara sosial, budaya, ekonomi, politik, kemanan dan pertahanan.