108
STRATEGI DAKWAH DALAM PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PESANTREN (Studi Kasus di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang) SKRIPSI untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Jurusan Manajemen Dakwah (MD) Disusun oleh: S U Y A T I 1105057 FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2010

STRATEGI DAKWAH DALAM PENGEMBANGAN SUMBER …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/91/jtptiain-gdl-suyati... · Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran

  • Upload
    lykhanh

  • View
    233

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

STRATEGI DAKWAH DALAM PENGEMBANGANSUMBER DAYA PESANTREN

(Studi Kasus di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang)

SKRIPSI

untuk memenuhi sebagian persyaratan

mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Jurusan Manajemen Dakwah (MD)

Disusun oleh:

S U Y A T I1105057

FAKULTAS DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2010

iii

iv

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsiku ini untuk:

v Almamaterku Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang

v Ayaha dan Ibu tercinta H. Syamsuri dan Almarhumah Hj. Srigati yang

senatiasa tulus mencurahkan kasih sayang, doa dan dukungan bagi

penulis.

v Kakak dan adik tercinta ( kak Yatno, kak Yanto, dek Tian) yang selalu

memberikan semangat bagi penulis.

v Teman-teman seperjuangan angkatan 2005 jurusan Manajemen Dakwah

Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang.

v

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya

sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah di ajukan untuk

memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan

lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari penerbit maupun yang belum atau tidak

diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.

Semarang, 21 Juni 2010

Tanda Tangan

SUYATI NIM:1105057

vi

MOTTO

í÷Š$#4’n<Î)È@‹ Î6 y™y7În/ u‘Ïp yJ õ3 Ïtø:$$Î/Ïp sà Ïã öq yJ ø9$#urÏpuZ|¡ ptø:$#(O ßgø9ω» y_urÓÉL©9$$Î/}‘Ïdß |¡ ômr&4¨b Î)

y7­/ u‘uq èdÞO n=ôã r&yJ Î/¨@|Êtã¾Ï& Î#‹ Î6 y™(uq èd urÞOn=ôã r&tûï ωtG ôgßJ ø9$$Î/ÇÊËÎÈ

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaranyang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. SesungguhnyaTuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari

jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapatpetunjuk. (QS. An-Nahl: 125)

vii

ABSTRAKSI

Suyati (1105057): “STRATEGI DAKWAH DALAM PENGEMBANGANSUMBERDAYA PESANTREN (Studi Kasus di Pondok Pesantren RoudlatutTholibin Rembang)” Fakultas Dakwah Jurusan MD IAIN Walisongo Semarang2010.

Sebagai lembaga dakwah, pesantren juga memiliki tanggung jawab untukmengembangkan sumber daya yang ada, baik fisik maupun non fisik. Sumberdaya pesantren seperti ustadz, santri, sistem pendidikan, organisasi pondokpesantren, sarana prasarana dan lain sebagai, harus dapat berfungsi secara optimaldalam mendukung pelaksanaan dakwah. Diharapkan dari sumber daya pesantrenyang ada, terjadi hubungan simbiosis mutualisme, dimana setiap komponen salingmenguntungkan satu sama lain. Dalam artian melalui strategi dakwah yang baik,akan dapat meningkatkan kualitas sumber daya pesantren.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatifmerupakan penelitian yang lebih menekankan analisisnya dalam prosespenyimpulan deduktif dan induktif, serta analisisnya terhadap dinamika hubunganantar fenomena yang diamati dan menggunakan logika ilmiah. Metodepengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode observasi, wawancara dandokumentasio. Sedangkan analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisisdata kualitatif.

Hasil dari penelitian ini adalah 1) Strategi dakwah yang dilakukanpesantren Raudlatut Tholibin Rembang sebagai upaya untuk pengembangansumber daya yang dimilikinya adalah dengan dakwah bil lisan, bil hal dan dakwahkonstruktif yaitu dengan beberapa cara: a) Mendirikan lembaga pendidikanRaudlatul Atfal (RA) dan Madrasah Diniyah (Madin), b) Mengadakan pengajianuntuk masyarakat, c) Menyediakan KBIH Al-Ibriz bagi masyarakat, d)Menyediakan koperasi Al-Ibriz bagi santri dan masyarakat sekitar, e)Bekerjasama dengan instansi pemerintah maupun swasta. 2) Implementasi strategidakwah tersebut dalam pengembangan sumber daya pesantren Raudlatut TholibinRembang dilakukan mulai dari tahap pendirian sampai pada partisipasinya dalammembantu masyarakat. Strategi dakwah yang dilakukan pondok pesantrenRaudlatut Tholibin Rembang lebih menitip beratkan pada aksi riil melaluikegiatan sosial kemasyarakatan. 3) Faktor pendukung penerapan strategi dakwahdalam pengembangan pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang diantaranya adalah dukungan pengasuh yang memiliki pengaruh kuat di masyarakat,SDM yang dimiliki cukup memadai, sistem pendidikan yang diterapkan sangatmenunjang untuk mencetak kader-kader dakwah, minat santri dan dukunganmasyarakat yang cukup besar dan Sarana dan prasarana yang ada cukup memadai.Sedangkan faktor penghambat penerapan strategi dakwah di pondok pesantrenRaudlatut Tholibin Rembang di antaranya: pengelolaan atau manajemennyakurang diperhatikan secara serius dan masih bersifat konvensional, belum adanyalembaga pendidikan formal (ilmu umum), kurang berkembangnya budayademokrasi dan disiplin dan belum maksimalnya pendidikan keterampilan. Faktor-faktor tersebut sedikit banyak menghambat proses dakwah dalam rangkapengembangan pondok pesantren.

viii

KATA PENGANTAR

Bismilahirrahmanirrahim

Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT, yang maha pengasih,

penyayang, dan pemurah karena hanya dengan rahmat dan pertolongan-Nya,

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “STRATEGI DAKWAH

DALAM PENGEMBANGAN SUMBERDAYA PESANTREN (Studi Kasus di

Pondok Pesantren Roudlatut Tholibin Rembang)”

Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan Nabi

besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan juga melimpah kepada umat Islam

seluruhnya.

Sadar sepenuhnya kemampuan dan keterbatasan penulis, untuk memenuhi

amanah studi dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan

banyak pihak baik moril maupun materiil sehingga selesainya penulisan skripsi

ini. Oleh karenanya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Jamil, M. A., selaku Rektor IAIN Walisongo

Semarang.

2. Bapak Drs. H. M. Zain Yusuf, MM., selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN

Walisongo Semarang.

3. Drs. H. Anasom, M. Hum Selaku pembimbing I Dan Bapak H. Adib Fathoni,

S.Ag. M.Si Selaku pembimbing II, yang telah bersedia meluangkan waktu,

tenaga, pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam

penyusunan skripsi ini.

4. Segenap Bapak, Ibu tenaga edukatif dan administratif Fakultas Dakwah IAIN

Walisongo Semarang yang telah memperlancar proses pembuatan skripsi ini.

5. Segenap keluarga besar Pondok Pesantren Roudlatut Tholibin Rembang yang

telah memberikan izin dan membantu dalam penelitian.

Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang pasti akan

membalas amal baik kita di dunia maupun di akhirat.

ix

Penulis menyadari masih memiliki kekurangan, oleh karena itu, kritik

serta saran apapun, tentu akan kami nantikan. Semoga karya ini bias bermanfaat

dan berguna bagi kita serta bagi ilmu pengetahuan.

Semarang, Juni 2010

Penulis

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ............................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv

HALAMAN PERNYATAAN....................................................................... v

HALAMAN MOTTO................................................................................... vi

ABSTRAKSI................................................................................................ vii

HALAMAN KATA PENGANTAR.............................................................. viii

HALAMAN DAFTAR ISI............................................................................ x

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 6

1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian................................................. 6

1.3.1 Tujuan Penelitian ............................................................. 6

1.3.2 Manfaat Penelitian ........................................................... 7

1.4 Telaah Pustaka.......................................................................... 7

1.5 Metode Penelitian ..................................................................... 9

1.5.1. Jenis Penelitian ................................................................. 9

1.5.2. Sumber Data dan Jenis Data.............................................. 10

1.5.3. Metode Pengumpulan Data ............................................... 11

1.5.4. Metode Analisis Data........................................................ 12

1.6 Sistematika Penulisan Skripsi ................................................... 15

BAB II STRATEGI DAKWAH DALAM PENGEMBANGAN

SUMBER DAYA MANUSIA........................................................ 17

2.1.Strategi Dakwah ....................................................................... 17

2.1.1 Pengertian Strategi Dakwah ............................................. 17

2.1.2. Langkah-langkah Perencanaan Strategi Dakwah........... 18

xi

2.2 Pengembangan Sumber Daya Pesantren.................................... 29

2.2.1 Pengertian Pengembangan Sumber Daya Pesantren......... 29

2.2.2 Konsep Pengembangan Lembaga (Organisasi) ................ 32

2.2.3 Macam-macam Sumber Daya Pesantren.......................... 34

2.2.4 Teknik-teknik Pengembangan Lembaga........................... 38

2.2.5 Proses Pengembangan Organisasi (Pondok Pesantren) .... 39

BAB III STRATEGI DAKWAH DALAM RANGKA

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PESANTREN DI

PONDOK PESANTREN ROUDLATUT THOLIBIN

REMBANG ................................................................................... 42

3.1 Sejarah Pondok Pesantre Roudlatut Tholibin Rembang............ 42

3.1.1 Fase Awal .................................................................... 42

3.1.2 Fase Kedua .................................................................. 45

3.1.3 Kondisi Kontemporer................................................... 47

3.2 Strategi Dakwah Pondok Pesantren Roudlatut Tholibin

Rembang .................................................................................. 49

3.2.1 Mendirikan Lembaga pendidikan Raudlatul Atfal dan

Madrasah Diniyah (Madin) ........................................... 49

3.2.2 Mengadakan Pengajian Untuk Masyarakat .................... 51

3.2.3 Mendirikan KBIH Al-Ibriz ............................................ 53

3.2.4 Mendirikan Koperasi Al-Ibriz ....................................... 54

3.2.5 Bekerjasama Dengan Instansi Pemerintah Maupun

Swasta........................................................................... 57

3.3 Pengembangan Sumber Daya Pondok Pesantren Raudlatut

Tholibin Rembang .................................................................... 60

3.3.1 Perkembangan Sumber Daya Manusia ......................... 61

3.3.2 Perkembangan Sumber Daya Material (Sarana

Prasarana) .................................................................... 63

3.3.3 Perkembangan Sumber Daya Teknologi Informasi ........ 64

3.3.4 Perkembangan Sumber Daya Kelembagaan .................. 65

3.3.5 Perkembangan Jaringan dengan Pihak Luar .................. 68

xii

BAB IV ANALISIS TENTANG STRATEGI DAKWAH DALAM

RANGKA PENGEMBANGAN SUMBER DAYA

PESANTREN DI PONDOK PESANTREN RODLATUT

THOLIBIN REMBANG ................................................................ 69

4.1 Analisis Strategi Dakwah dalam Rangka Pengembangan

Sumber Daya Pesantren di Pondok Pesantren Raudlatut

Tholibin Rembang .................................................................... 69

4.2 Analisis Implementasi Strategi Dakwah dalam

Pengembangan Sumber Daya Pesantren Raudlatut Tholibin

Rembang ................................................................................. 71

4.2.1 Implementasi Strategi Dakwah dalam Pengembangan

Sumber Daya Pesantren Melalui Strategi Dakwah Bil

Lisan, Bil Hal dan Dakwah Konstruktif ........................... 71

4.2.2 Indikasi Keberhasilan Lembaga Pondok pesantren

Raudlatut Tholibin ........................................................... 83

4.3.Faktor Pendukung dan Penghambat Strategi Dakwah dalam

Pengembangan Sumber Daya Pesantren.................................... 89

4.3.1 FaktorPendukung ............................................................ 89

4.3.2 Faktor Penghambat .......................................................... 90

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan .............................................................................. 92

5.2 Saran-saran............................................................................... 93

5.3 Penutup .................................................................................... 94

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

BIODATA PENULIS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang unik dan

diberi sebutan berbagai macam. Hasbullah, (1999:138) menyebut pesantren

sebagai "Bapak" Pendidikan Islam di Indonesia yang didirikan karena adanya

tuntutan dan kebutuhan zaman dan apabila dilacak kembali sesungguhnya

pesantren dilahirkan atas kesadaran adanya kewajiban da’wah Islamiyah,

sekaligus mencetak kader-leader ulama’ dan da’i.

Dalam kenyataan, hampir seluruh daerah atau pelosok di Indonesia

terdapat ulama’ ataupun da’i yang dihasilkan oleh pesantren. Mereka

mempunyai peranan penting dalam membina masyarakat khususnya dalam

pelaksanaan ajaran agama. Pesantren juga mengandung makna ”Indigenous”

artinya lembaga pendidikan asli Indonesia (Madjid, 1997: 3), yang apabila

dipelajari lebih jauh di masa lampau ternyata pondok pesantren merupakan

bentuk kebudayaan asli bangsa Indonesia sebab lembaga pendidikan dengan

pola kyai, murid dan asrama telah dikenal dalam kisah dan cerita rakyat

Indonesia khususnya di Pulau Jawa.

Pondok pesantren merupakan lembaga dakwah yang mempunyai

fungsi mengemban tugas agama dan risalah nubuwwah. Dalam

mengembangkan amanat ini, pondok pesantren mempunyai pola tersendiri,

xiv

sebab ia harus berhadapan dengan berbagai tantangan zaman yang berubah

sebagai tanda kehidupan yang dinamis.

Dinamika pondok pesantren tidak sama dengan lembaga-lembaga lain.

Ia bukanlah lembaga pendidikan yang bertugas mencerdaskan kehidupan

bangsa saja, melainkan juga sebagai suatu lembaga tempat penggodokan

calon-calon pemimpin umat. Hal ini yang tidak dimiliki oleh lembaga-

lembaga lain selain pondok pesantren.

Pesantren dalam proses perkembangannya disebut sebagai lembaga

keagamaan yang mengajarkan, mengembangkan dan mengajarkan ilmu agama

Islam. Dengan segala dinamikanya pesantren di pandang sebagai lembaga

yang merupakan pusat dari perubahan-perubahan masyarakat lewat kegiatan

dakwah Islam (Mas’ud, 2002: 39).

Sebagai lembaga pendidikan dan dakwah, keberadaan pondok

pesantren telah membudaya dikalangan sebagian besar bangsa Indonesia,

khususnya umat Islam. Sebagaimana diketahui bahwa hampir setiap daerah

yang mayoritas penduduknya pemeluk Islam didapati pondok pesantren.

Lembaga pendidikan ini menyelenggarakan pengajian atau pembinaan agama

kepada masyarakat disekelilingnya. Bahkan banyak santri yang datang dari

luar daerah karena karisma kyai atau karena keahlian kyai terhadap satu

cabang ilmu agama Islam, atau lebih. Selain itu, banyak juga santri yang

datang karena tertarik oleh kelebihan spiritual yang, dimiliki kyai. Hal-hal

diatas menjadi penyebab pondok pesantren dikunjungi ratusan bahkan ribuan

santri, dan mereka ini berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

xv

Meskipun dengan kondisi fisik yang sederhana, namun ternyata

pesantren mampu menciptakan tata kehidupan tersendiri yang unik, terpisah

dan berbeda dari kebiasaan umum. Bahkan lingkungan dan tata kehidupan

masyarakat sekitar pesantren memiliki tata nilai kehidupan yang positif

(Wahyutomo, 1999:65).

Pesantren juga merupakan lembaga pendidikan yang komplit, praktis

dan sederhana. Hal ini disebabkan karena lembaga ini digunakan sebagai

tempat untuk penampungan para santri dengan segala kelengkapannya.

Disamping itu di lingkungan pesantren ini terdapat suatu langgar atau masjid

yang digunakan sebagai tempat pendidikan dan pembinaan pelajar/santri

ataupun praktek-praktek ibadah serta kemasyarakatan pada umumnya, bahkan

di lembaga ini dibentuk organisasi untuk mengurus segala macam kebutuhan

masyarakat pesantren.

Sebagai lembaga dakwah, pesantren juga memiliki tanggung jawab

untuk mengembangkan sumber daya yang ada, baik fisik maupun non fisik.

K.H. Sahal Mahfudz mengemukakan bahwa kalau pesantren ingin berhasil

dalam melakukan pengembangan masyarakat yang salah satu dimensinya

adalah pengembangan semua sumber daya, maka pesantren harus melengkapi

dirinya dengan tenaga yang terampil mengelola sumber daya yang ada di

lingkungannya, disamping syarat lain yang diperlukan untuk berhasilnya

pengembangan masyarakat (Masyhud dan Khusnurdilo, 2004:19).

Sumber daya pesantren seperti ustadz, santri, sistem pendidikan,

organisasi pondok pesantren, sarana prasarana dan lain sebagai, harus dapat

xvi

berfungsi secara optimal dalam mendukung pelaksanaan dakwah. Diharapkan

dari sumber daya pesantren yang ada, terjadi hubungan simbiosis mutualisme,

dimana setiap komponen saling menguntungkan satu sama lain. Dalam artian

melalui strategi dakwah yang baik, akan dapat meningkatkan kualitas sumber

daya pesantren.

Menurut Dhofier (1982: 44) pondok pesantren memiliki 5 elemen

utama yang sekaligus menjadi sumber daya pesantren itu sendiri yaitu: 1)

Kyai, merupakan elemen yang paling esensial dalam pesantren, bahkan

seringkali ia merupakan pendiri pesantren itu, karenanya sudah sewajarnyalah

pertumbuhan, maju atau mundurnya pesantren tergantung daripadanya. 2)

Santri, adalah orang-orang yang belajar mendalami ilmu-ilmu agama Islam di

pesantren. Santri merupakan salah satu komponen yang berperan dalam

mengembangan pondok pesantren. Kualitas santri dapat menjadi tolok ukur

kemajuan pesantren. 3) Pondok dan sarana pendukung, sebagai tempat tinggal

santri, pondok dan kelengkapan sarana prasarana memiliki peran penting

dalam mendukung perkembangan pondok pesantren. Pondok pesantren yang

berkembang biasanya memiliki sarana dan prasarana lengkap yang dapat

mendukung proses belajar mengajar di pondok pesantren. 3) Masjid,

kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren

merupakan manifestasi universal dari sistem pendidikan Islam. Oleh karena

itu, masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah tetapi juga sebagai

tempat pembelajaran, diskusi dan kegiatan sosial lainnya. Sehingga

keberadaan masjid ini juga berpengaruh terhadap perkembangan pondok

xvii

pesantren. 5) Sistem pembelajaran pondok pesantren, salah satu ciri utama

pondok pesantren adalah pengajaran kitab-kitab Islam klasik. Namun saat ini

pondok pesantren juga mulai mengadopsi sistem pembelajaran umum. Sistem

pembelajaran ini sangat menentukan kualitas santri. Oleh karena itu, sistem

pembelajaran pondok pesantren yang bagus akan berimbas pada peningkatan

kualitas sumber daya manusia yang ada di pondok pesantren seperti kyai,

ustadz, dan santri.

Dari hasil observasi awal yang peneliti lakukan di pondok pesantren

Raudlatut Tholibin Rembang diketahui bahwa pondok pesantren tersebut

memiliki program pengembangan sumber daya pesantren, baik itu fisik

maupun non fisik. Pengembangan fisik lebih pada perbaikan sarana dan

prasarana, sedangkan pengembangan non fisik terfokus pada pemberdayaan

sumber daya manusia. Strategi dakwah yang dilakukan dalam pengembangan

sumber daya pesantren yang berbentuk fisik di antaranya dengan membentuk

pendidikan sekolah seperti Raudlatul Atfal (RA) dan Madrasah Tsanawiyah.

Dengan lembaga pendidikan tersebut, guru sekaligus sebagai dai telah

melakukan dakwah Islam. Sedangkan dalam mengembangkan sumber daya

manusia, strategi dakwah yang dilakukan adalah dengan melakukan kerja

sama dengan institusi pemerintah seperti Depag, misalnya dalam kegiatan

Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAK). Melalui kegiatan ini

esensinya pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang telah melakukan

syiar Islam.

xviii

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik melakukan

penelitian dengan judul: “STRATEGI DAKWAH DALAM

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PESANTREN (Studi Kasus di

Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang)”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok permasalahan yang

akan dikaji lebih lanjut adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana strategi dakwah dalam pengembangan sumber daya pesantren

Raudlatut Tholibin Rembang?

2. Bagaimana implementasi strategi dakwah dalam pengembangan sumber

daya pesantren Raudlatut Tholibin Rembang?

3. Apa faktor pendukung dan penghambat penerapan strategi dakwah dalam

pengembangan pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

xix

a. Untuk mengetahui strategi dakwah dalam pengembangan sumber

daya pesantren Raudlatut Tholibin Rembang.

b. Untuk mengetahui implementasi strategi dakwah dalam

pengembangan sumber daya pesantren Raudlatut Tholibin

Rembang.

c. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat penerapan

strategi dakwah dalam pengembangan pondok pesantren Raudlatut

Tholibin Rembang.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

a. Secara teoritis, yaitu untuk menambah khasanah kepustakaan

fakultas dakwah khususnya jurusan manajemen dakwah, dengan

harapan dapat dijadikan salah satu bahan studi banding oleh peneliti

lainnya.

b. Secara praktis yaitu agar dapat diterapkan dalam kehidupan

masyarakat, khususnya ketika peneliti berdakwah di tengah-tengah

masyarakat dalam hubungannya dengan aspek strategi dakwah.

1.4. Telaah Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan informasi dasar atau rujukan yang penulis

gunakan dalam penelitian ini. Pencantuman tinjauan pustaka bertujuan untuk

menghindari terjadinya plagiat, kesamaan dan pengulangan penelitian.

Adapun beberapa penelitian yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini

di antaranya adalah sebagai berikut:

xx

Pertama, skripsi yang disusun oleh Tuningsih tahun 2007 yang

berjudul Manajemen Dakwah Al-Irsyad dan Peranannya dalam

Pengembangan Dakwah di Kota Tegal Tahun 2004-2006. Dalam skripsinya

peneliti mendeskripsikan bahwa manajemen dakwah Al-Irsyad telah ikut

berperan mengembangkan aktifitas dakwah di kota Tegal. Di antara

indikasinya adalah dengan maraknya kegiatan-kegiatan keagamaan di kota

Tegal.

Kedua, skripsi yang disusun oleh Roisul Huda tahun 2008 yang

berjudul Manajemen Dakwah Pesantren Analisis terhadap Pengembangan

Kualitas Kader Dakwah Islam di Ponpes Sirojul Tholibin Desa Brabo Kec.

Tanggungharji Kab. Grobogan. Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa

manajemen dakwah yang baik dapat berimplikasi terhadap peningkatan

kualitas kader dakwah Islam. Esensinya seorang dai harus mampu melakukan

manajemen dakwah yang baik, supaya proses pelaksanaan dakwah dapat

berjalan dengan baik pula. Oleh karena itu manajemen dakwah yang dilakukan

di Ponpes Sirojul Tholibin Desa Brabo Kec. Tanggungharji Kab. Grobogan

berimplikasi terhadap kualitas dai.

Ketiga, skripsi Sumartini tahun 2008 yang berjudul Strategi

Pengembangan Sumber Daya Manusia pada Santri di Pondok Pesantren al-

Hikmah 2 Sirampog Brebes pada Tahun 2005-2007. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa penerapan strategi pengembangan sumber daya manusia

pada santri di Pondok Pesantren al-Hikmah 2 Sirampog Brebes meliputi

beberapa aspek yaitu pengkajian agama atau pengkajian kitab, pendidikan

xxi

formal, pendidikan kejuruan atau ketrampilan dan kegiatan sosial. Strategi

tersebut sangatlah penting untuk meningkatkan pemahaman santri di pondok

pesantren dan mengembangkan kemampuan berpikir yang pada akhirnya

meningkatkan aktifitas dan kreativitas santri.

Relevansi antara penelitian di atas dengan penelitian yang penulis

angkat adalah berkaitan dengan usaha yang dilakukan pondok pesantren dalam

rangka pengembangan sumber daya manusia. Adapun titik bedanya terletak

pada : pertama, usaha dan gerakan yang diaplikasikan dalam strategi dakwah

pada pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang. Kedua, fokus penelitian

lebih luas yaitu tentang pengembangan sumber daya pesantren, yang meliputi

sumber daya fisik dan non fisik.

1.5. Metode Penelitian

1.5.1. Jenis Penelitian

Sesuai rumusan masalah yang ada, maka jenis penelitian ini

adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian

yang lebih menekankan analisisnya dalam proses penyimpulan deduktif

dan induktif, serta analisisnya terhadap dinamika hubungan antar

fenomena yang diamati dan menggunakan logika ilmiah (Azwar, 1997:

5). Dalam konteks penelitian ini, peneliti dalam memperoleh data tidak

diwujudkan dalam bentuk angka, namun data itu diperoleh dalam

bentuk penjelasan dan berbagai uraian yang berbentuk lisan maupun

tulisan.

xxii

1.5.2. Sumber Data dan Jenis Data

Sumber data dalam penelitian adalah subjek mana data dapat

diperoleh (Arikunto, 1993: 114). Berdasarkan sumbernya, sumber data

dalam penelitian dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumber data primer

dan sumber data sekunder.

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer atau data tangan pertama adalah data

yang diperoleh secara langsung dari obyek penelitian dengan

menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung

pada obyek sebagai sumber informasi yang dicari (Azwar, 1997: 5).

Adapun sumber data primer dalam penelitan ini adalah informasi

langsung dari K.H. Musthofa Bisri sebagai pengasuh Pondok

Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang. Di samping itu, untuk

mendapatkan pengetahuan secara komprehensip tentang strategi

dakwah dalam pengembangan sumber daya pesantren penulis juga

akan mewawancarai beberapa pihak, di antaranya adalah pengurus

pondok, santri, alumni dan lain sebagainya.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder atau data tangan kedua adalah data

yang diperoleh melalui pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh

peneliti dari obyek penelitiannya (Azwar, 1997: 5). Dalam

penelitian ini, sumber data sekundernya adalah data-data tambahan

yang diambil dari buku-buku, hasil-hasil pemikiran para ahli yang

xxiii

mengkaji tentang strategi dakwah Islam, pengembangan sumber

daya pondok pesantren, lembaga dakwah, dan lain-lain yang ada

relevansinya dengan penelitian yang penulis kaji.

1.5.3. Metode Pengumpulan data

Dalam pengumpulan data ini penulis akan menggunakan metode

yang sesuai dengan jenis data yang akan dihimpun. Metode yang akan

digunakan meliputi :

a. Metode Observasi

Metode observasi yaitu pengamatan dan pencatatan secara

sistematis terhadap gejala atau fenomena yang diselidiki (Marzuki,

2003: 58). Metode ini digunakan dengan cara mencatat dan

mengamati secara langsung gejala-gejala yang ada kaitannya dengan

pokok masalah yang ditemukan di lapangan. Metode observasi ini

digunakan untuk mengambil data dan informasi tentang strategi

dakwah dalam pengembangan sumber daya pesantren pondok

pesantren Raudlatut Tholibin Rembang. Adapun obyek

observasinya adalah strategi dakwah pondok pesantren dan upaya

pengembangan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang

yang dilakukan oleh pengasuh, pengurus, dan santri.

b. Metode Wawancara

Metode wawancara yaitu suatu metode pengumpulan data

dengan jalan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada

seseorang yang berwenang tentang suatu masalah (Arikunto, 1993:

xxiv

104). Dengan kata lain wawancara merupakan suatu cara untuk

mengumpulkan data atau memperoleh informasi dengan

menanyakan secara langsung atau dialog kepada objek.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis wawancara

bebas terpimpin, artinya pewawancara berjalan dengan bebas tetapi

masih terpenuhi komparabilitas dan reliabilitas persoalan-persoalan

yang ada dalam penelitian ini. Metode ini digunakan untuk

mewawancarai pengasuh, pengurus dan santri guna memperoleh

data tentang strategi dakwah yang dilakukan di Pondok Pesantren

Raudlatut Tholibin Rembang serta upaya pengembangan Pondok

Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang melalui strategi dakwah

tersebut.

c. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu cara mengumpulkan data melalui

peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip, buku-buku, teori, dalil atau

hukum-hukum, dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah

penelitian (Margono, 2000: 181). Metode ini digunakan untuk

memperoleh data-data yang ada pada Pondok Pesantren Raudlatut

Tholibin Rembang.

1.5.4. Metode Analisis Data

Setelah data diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah

menyusun data-data tersebut kemudian melakukan analisis. Metode

analisis data adalah jalan yang ditempuh untuk mendapatkan ilmu

xxv

pengetahuan ilmiah dengan mengadakan pemerincian terhadap objek

yang diteliti atau cara penanganan terhadap suatu objek ilmiah tertentu

dengan jalan memilah-milah antara pengertian yang satu dengan

pengertian yang lain guna memperoleh kejelasan mengenai halnya

(Sudarto, 1997: 59).

Mattew B. Miles dan Michel Huberman menyatakan bahwa

analisis data kualitatif dilakukan dengan tiga tahap yaitu:

1. Reduksi data

Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian,

penyederhanaan, pengabstraksian, dan transformasi data kasar yang

muncul dari catatan-catatan tertulis di lokasi penelitian yaitu Pondok

pesantren Raudlatut Tholibin Rembang. Reduksi data dilakukan

sebelum pengumpulan data, selama pengumpulan data dan sesudah

pengumpulan data. Reduksi data sebelum pengumpulan data

dilakukan ketika peneliti telah memutuskan kerangka konseptual

wilayah penelitian, permasalahan penelitian dan pendekatan

pengumpulan data yang akan diperolehnya. Reduksi data selama

pengumpulan data adalah dengan cara membuat ringkasan,

mengkode, menelusuri tema, membuat gugus-gugus, membuat

partisi dan membuat memo. Reduksi data dilanjutkan terus sesudah

penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun.

xxvi

2. Penyajian Data

Penyajian data adalah penyampaian informasi berdasarkan

data yang diperoleh peneliti dari informan, catatan pengamatan pada

waktu mengamati aplikasi dari strategi dakwah dalam

pengembangan sumber daya di Pondok pesantren Raudlatut

Tholibin Rembang. Penyampaian informasi ini disusun secara

sistematis, runtut, mudah dibaca dan dipahami. Penyajian data

disampaikan dalam bentuk narasi, matrik, grafik atau bagan.

3. Menarik Kesimpulan/Verifikasi

Sedangkan menarik simpulan/verifikasi adalah peninjauan

ulang catatan-catatan lapangan dengan tukar pikiran untuk

mengembangkan kesepakatan inter subyektif atau upaya yang luas

untuk menempatkan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain.

Atau secara singkat yaitu memunculkan makna-makna dari data

yang harus diuji kebenarannya, kekokohannya dan kecocokannya

yang merupakan validitasnya dalam penelitian ini (Sugiyono, 2009:

91-99).

Dua model analisis data tersebut di atas dipakai dalam penelitian

ini, disesuaikan dengan jenis dan karakteristik data yang diperoleh di

lapangan.

xxvii

1.6. Sistematika Penulisan Skripsi

Untuk mempermudah pembahasan dan penulisan skripsi ini, maka

penulis menggunakan sistematika penulisan skripsi. Penulisan skripsi ini

meliputi lima bab, yang sebelumnya didahului dengan bagian halaman judul

skripsi, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, kata

pengantar, dan daftar isi. Kemudian dilanjutkan dengan :

Bab Pertama : pendahuluan. Bab ini berisi tentang latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka,

metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi.

Bab kedua, yang berisi landasan teori yang memuat tentang strategi

dakwah dalam pengembangan sumber daya pesantren. sub pertama mengenai

strategi dakwah meliputi pengertian strategi dakwah, langkah-langkah

perencanaan strategi dakwah,. sub kedua mengenai pengembangan

sumber daya pesantren meliputi pengertian pengembangan sumber daya

pesantren, konsep pengembangan lembaga (organisasi), macam-macam

sumber daya pesantren, teknik-teknik pengembangan lembaga, dan

proses pengembangan organisasi (pondok pesantren).

Bab Ketiga, yang memuat penyajian data yang meliputi strategi

dakwah dalam pengembangan sumber daya pesantren di pondok pesantren

Raudlatut Tholibin Rembang. Sub pertama mengenai sejarah Pondok

Pesantren Roudlatut Tholibin Rembang. Sub bab kedua membahas tentang

strategi dakwah Pondok Pesantren Roudlatut Tholibin Rembang. Dan

xxviii

sub bab ketiga tentang pengembangan sumber daya Pondok Pesantren

Raudlatut Tholibin Rembang.

Bab Keempat, merupakan bab analisis data yang meiputi analisis

tentang strategi dakwah dalam pengembangan sumber daya pesantren di

pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang. Sub bab pertama berisi

tentang analisis strategi dakwah dalam rangka pengembangan sumber

daya pesantren di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang. Sub

bab kedua membahas tentang analisis implementasi strategi dakwah dalam

pengembangan sumber daya Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin

Rembang. Dan sub bab ketiga tentang faktor pendukung dan penghambat

penerapan strategi dakwah dalam pengembangan sumber daya pesantren.

Bab Kelima, penutup. Dalam bab ini akan penulis paparkan

kesimpulan dari pembahasan skripsi ini yang dilengkapi rekomendasi dan

saran-saran, serta kata penutup.

xxix

BAB II

STRATEGI DAKWAH Dalam

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PESANTREN

2.1.Strategi Dakwah

2.1.1. Pengertian Strategi Dakwah

Hasibuan (2001: 102) berpendapat bahwa strategi merupakan

jenis rencana untuk menentukan tindakan-tindakan di masa yang akan

datang dengan memperhitungkan kelebihan dan kelemahan, dari dalam

maupun dari luar, selain itu juga memperhatikan faktor-faktor lain

semisal, ekonomi, sosial, psikologis, sosio-kultural, hukum ekologis,

giografis dan menganalisis dengan cermat rencana pihak-pihak lain

sebagai bahan merencanakan strategi dan mewujudkannya dalam

tindakan. Sedangkan istilah dakwah dapat dipahami sebagai seruan,

ajakan atau panggilan dalam rangka membangun masyarakat Islami

berdasarkan ajaran Islam yang hakiki (Pimay, 2006: 7).

Dari kedua definisi tersebut dapat dipahami bahwa strategi

dakwah adalah berbagai metode, siasat, atau taktik yang dipergunakan

dalam aktifitas dakwah (Syukir, 1983: 32).

Seorang dai atau mubaligh dalam menentukan strategi dakwah

sangat memerlukan pengetahuan dan kecakapan di bidang metodologi.

Tanpa metode yang pas, maka materi dakwah tidak akan dapat diterima

oleh publik secara baik. Metode-metode dakwah yang biasa digunakan

adalah metode ceramah, tanya jawab, debat (mujadalah), percakapan

xxx

antar pribadi, demonstrasi, metode dakwah Rasulullah SAW,

pendidikan agama dan metode silaturrahmi (kunjungan rumah).

Disamping metodologi, aspek penting lainnya dalam kegiatan

dakwah adalah media. Media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat

dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah

ditentukan. Media dakwah ini dapat berupa barang (material), orang,

tempat, kondisi tertentu dan sebagainya (Syukir, 1983: 163). Beberapa

media dakwah yang biasa digukanan adalah lembaga-lembaga

pendidikan formal, lingkungan keluarga, organisasi-organisasi Islam,

hari-hari besar Islam, media massa, dan seni budaya.

2.1.2. Langkah-langkah Perencanaan Strategi Dakwah

Pembahasan terhadap proses perencanaan strategi dakwah

meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

1. Perkiraan dan perhitungan masa depan.2. Penentuan dan perumusan sasaran dalam rangka pencapaian

tujuan dakwah yang telah ditetapkan sebelumnya.3. Penetapan tindakan-tindakan dakwah dan prioritas

pelaksanaannya.4. Penetapan metode.5. Penetapan dan penjadwalan waktu.6. Penempatan lokasi (tempat).7. Penetapan biaya, fasilitas dan faktor-faktor yang diperlukan

(Shaleh, 1986: 54-55).

Dengan memperhatikan dan memperhitungkan semua faktor di

atas, rencana strategis sangatlah perlu karena melihat fenomena dakwah

Islam sangatlah kompleks. Agar misi dakwah dapat berhasil dan

berjalan dengan rencana yang diinginkan maka rencana strategis harus

xxxi

disusun berdasarkan sekala urutan prioritas tindakan dengan penyelesian

secara bertahap. Tahapan-tahapan pelaksanaan yang ditetapkan dalam

urutan prioritas, harus saling berkaitan, saling menunjang, dan tidak

dipisah satu sama lainnya (Hasibuan, 2001: 103).

Untuk mencapai strategi yang tepat harus memperhatikan

delapan langkah proses perencanaan strategi yaitu:

1. Memprakarsai dan menyepakati suatu proses perencanaanstrategis

2. Memperjelas mandat organisasi3. Memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi4. Menilai lingkungan eksternal5. Menilai lingkungan internal6. Mengidentifikasi Isu strategis yang dihadapi organisasi7. Merumuskan strategi untuk mengelola isu-isu8. Menciptakan visi organisasi yang efektif untuk masa depan

(Bryson, 2001: 55–70)

Untuk lebih jelasnya, tiap langkah perencanaan strategis tersebut

dapat penulis paparkan sebagai berikut:

1. Memprakarsai dan menyepakati suatu proses perencanaan strategis.

Tujuan langkah pertama adalah menegosiasikan kesepakatan

dengan orang-orang penting pembuat keputusan (decision makers)

atau pembentukan opini (opini leaders) internal (dan mungkin

eksternal) tentang seluruh upaya perencanaan strategi dan langkah

perencanaan yang terpenting. Dukungan dan komitmen mereka

merupakan hal yang sangat penting jika perencanaan strategi ingin

berhasil. Juga, melibatkan orang-orang penting pembuat keputusan

di luar organisasi biasanya merupakan implementasinya akan

melibatkan banyak kelompok dan organisasi (Bryson, 2001: 55).

xxxii

Jelasnya, beberapa orang atau kelompok harus memulai

suatu proses. Salah satu tugas pemrakarsa adalah menetapkan secara

tepat siapa saja yang tergolong orang-orang penting pembuat

keputusan. Tugas berikutnya adalah menetapkan orang, kelompok,

unit atau organisasi manakah yang harus dilibatkan dalam upaya

perencanaan. Kesepakatan awal akan dinegosiasikan dengan

setidak-tidaknya beberapa dari pembuat keputusan, kelompok, unit

atau organisasi.

2. Memperjelas mandat organisasi.

Mandat formal dan informal yang ditempatkan pada

organisasi adalah “keharusan” yang dihadapi organisasi.

Sesungguhnya, mengherankan bagaimana organisasi tertentu

mengetahui dengan tepat apa yang harus dikerjakan dan tidak

dikerjakan sebagai tugas mereka. Beberapa anggota organisasi

misalnya, pernah membaca legislasi yang relevan, peraturan,

piagam, pasal-pasal dan perjanjian yang menguraikan mandat

formal organisasi. Maka, mungkin tidaklah mengherankan bila

banyak organisasi melakukan satu atau sekaligus dua kekeliruan

yang mendasar. Mereka percaya bahwa mereka dibatasi secara lebih

ketat dalam tindakan mereka daripada diri mereka; atau

menganggap bahwa jika mereka tidak dikatakan dengan eksplisit

untuk mengerjakan sesuatu, mereka tidak diizinkan mengerjakan hal

itu (Bryson, 2001: 56).

xxxiii

3. Memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi.

Misi organisasi, yang berkaitan erat dengan mandatnya,

menyediakan raison de’etre-nya, pembenaran sosial bagi

keberadaannya. Bagi perusahaan, lembaga pemerintahan atau

organisasi, hal ini berarti organisasi harus berusaha memenuhi

kebutuhan sosial dan politik yang dapat diidentifikasi. Melihat

dengan sudut pandang ini, organisasi harus dianggap sebagai alat

menuju akhir, bukan akhir di dalam dan dari organisasi itu sendiri.

Komunitas juga tidak seharusnya dipandang sebagai akhir dalam

komunitas itu sendiri, tetapi mesti mempertegas keberadaannya

yang didasarkan pada bagaimana sebaiknya mereka memenuhi

kebutuhan sosial dan politik stakeholder-nya yang beragam,

termasuk kebutuhan stakeholder itu terhadap “perasaan komunitas”.

Namun, menetapkan misi lebih dari sekedar mempertegas

keberadaan organisasi. Memperjelas maksud dapat mengurangi

banyak sekali konflik yang tidak perlu dalam suatu organisasi dan

dapat membantu menyalurkan diskusi dan aktivitas secara produktif.

Kesepakatan tentang maksud-maksud berarti menetapkan

gelanggang di mana organisasi akan berkompetisi dan, setidak-

tidaknya dalam uraian yang lebih luas, merencanakan jalan masa

depan. Lagi pula, misi yang penting dan dapat dibenarkan secara

sosial merupakan sumber ilham bagi stakeholder kunci, terutama

para pegawai. Bahkan, diragukan bahwa organisasi pernah mencapai

xxxiv

kebesaran atau kesempurnaan tanpa konsensus dasar di antara

stakeholder kunci tentang misi yang mengilhaminya (Bryson, 2001:

57).

4. Menilai lingkungan eksternal.

Tim perencanaan harus mengeksplorasi lingkungan di luar

organisasi untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman yang

dihadapi organisasi. Sebenarnya, faktor “di dalam” merupakan

faktor yang dikontrol oleh organisasi dan faktor “di luar” adalah

faktor yang tidak dikontrol oleh organisasi. Peluang dan ancaman

dapat diketahui dengan memantau pelbagai kekuatan dan

kecenderungan politik, ekonomi, sosial dan teknologi (PESTs).

PESTs merupakan akronim yang tepat bagi kekuatan dan

kecenderungan ini, karena organisasi biasanya harus berubah

sebagai jawaban terhadap kekuatan maupun kecenderungan itu dan

perubahan boleh jadi sangat menyakitkan. Sayangnya, semua

organisasi juga seringkali hanya memfokus kepada aspek yang

negatif dan mengancam dari perubahan itu, dan tidak memfokus

kepada peluang yang dimunculkan oleh perubahan tersebut.

Anggota badan pengurus dalam suatu organisasi, terutama

jika mereka dipilih, seringkali lebih baik dalam mengidentifikasi

dan menilai ancaman dan peluang eksternal ketimbang para pegawai

organisasi hal ini sebagian saja karena dewan pengurus (governing

board) bertanggung jawab untuk mengaitkan suatu organisasi

xxxv

dengan lingkungan eksternalnya dan juga sebaliknya. Sayangnya,

dewan pengurus ataupun pegawai biasanya tidak melakukan

pekerjaan yang sistematik atau efektif dalam mengamati lingkungan

eksternal. Akibatnya sebagian besar organisasi bagaikan kapal yang

berusaha melayari perairan berbahaya tanpa memanfaatkan indera

pengawas manusia atau radar dan peralatan sonar.

Karena hal ini, baik pegawai maupun anggota dewan

pengurus harus mengandalkan proses penilaian eksternal yang relatif

formal. Teknologi penilaian eksternal agak sederhana, mendorong

organisasi ––secara murah, pragmatis dan efektif–– untuk

mengawasi apa yang terjadi dalam dunia yang lebih besar yang

mungkin mempunyai pengaruh atas organisasi dan pencapaian

misinya (Bryson, 2001: 58–59).

5. Menilai lingkungan internal.

Untuk mengenali kekuasaan dan kelemahan internal,

organisasi dapat memantau sumber daya (inputs), strategi sekarang

(process) dan kinerja (outputs). Karena sebagian besar organisasi

biasanya mempunyai banyak informasi tentang inputs organisasi,

seperti gaji, pasokan, bangunan fisik dan personalia yang sama

dengan personalia purna waktu (full-time equivalent). Mereka

cenderung memiliki gagasan yang kurang jelas mengenai strategi

mereka sekarang, seluruhnya atau menurut fungsinya. Biasanya

xxxvi

mereka dapat sedikit mengatakan, jika segala hal, tentang outputs,

apalagi pengaruh outputs tersebut kepada para masyarakat.

Ketiadaan relatif mengenai informasi kinerja menimbulkan

masalah baik kepada organisasi maupun kepada stakeholder-nya.

Stakeholder akan menilai manfaat suatu organisasi sesuai dengan

kriteria yang hendak digunakan stakeholder––bukan yang

diperlukan organisasi. Terutama bagi stakeholder eksternal, kriteria

ini biasanya berkaitan dengan kinerja. Jika organisasi tidak dapat

menunjukkan keefektifannya terhadap kriteria stakeholder, maka

tanpa memperhatikan setiap manfaat inheren dari organisasi,

stakeholder mungkin menarik dukungan mereka (Bryson, 2001:

64).

6. Mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi.

Lima unsur pertama dari proses secara bersama-sama

melahirkan unsur keenam, identifikasi isu strategis–– persoalan

kebijakan penting yang mempengaruhi mandat, misi dan nilai-nilai,

tingkat dan campuran produk atau pelayanan, klien atau manajemen

organisasi. Perencanaan strategis memfokus kepada tercapainya

“percampuran” yang terbaik antara organisasi dan lingkungannya.

Oleh karena itu, perhatian kepada mandat dan lingkungan

eksternalnya dapat dipikirkan sebagai perencanaan dari luar ke

dalam (the outside in). Perhatian kepada misi dan nilai-nilai maupun

lingkungan internal dapat dianggap sebagai perencanaan dari dalam

xxxvii

ke luar (the inside out). Secara khas, perencanaan itu merupakan

masalah yang sangat penting bahwa isu-isu strategis dihadapi

dengan cara terbaik dan efektif jika organisasi ingin

mempertahankan kelangsungan hidup dan berhasil baik. Organisasi

yang tidak menanggapi isu strategis dapat menghadapi akibat yang

tidak diingini dari ancaman, peluang yang lenyap atau keduanya.

Dalam pernyataan isu strategis harus mengandung tiga

unsur, Pertama, isu harus disajikan dengan ringkas, lebih baik

dalam satu paragraf. Isu tersebut harus dibingkai sebagai

pertanyaan bahwa organisasi dapat mengerjakan sesuatu. Jika

organisasi tidak dapat melakukan sesuatu pun tentang hal itu, maka

hal tersebut bukan suatu isu ––setidaknya bagi organisasi.

Kedua, faktor yang menyebabkan sesuatu isu menjadi

persoalan kebijakan yang penting harus didaftar. Khususnya, faktor

mandat, misi, nilai-nilai atau kekuatan kelemahan internal, serta

peluang dan ancaman eksternal apakah yang menjadikan hal ini

suatu isu strategis? Mendaftar faktor ini akan bermanfaat dalam

langkah selanjutnya, pengembangan strategi. Setiap strategi yang

efektif akan dibangun di atas kekuatan dan mengambil keuntungan

dari peluang sambil meminimalkan atau mengatasi kelemahan dan

ancaman. Dengan demikian pembingkaian isu strategi menjadi

sangat penting karena pembingkaian itu akan memuat dasar bagi

pemecahan isu-isu.

xxxviii

Ketiga, tim perencanaan harus menegaskan konsekuensi

kegagalan menghadapi isu. Tinjauan terhadap konsekuensi akan

menguak pertimbangan mengenai bagaimana isu-isu yang beragam

itu bersifat strategis, atau penting. Oleh karenanya langkah

identifikasi isu strategis benar-benar penting untuk kelangsungan,

keberhasilan dan keefektifan organisasi (Bryson, 2001: 56–67).

7. Merumuskan strategi untuk mengelola isu-isu.

Strategi diidentifikasikan sebagai pola tujuan, kebijakan,

program, tindakan, keputusan atau alokasi sumber daya yang

menegaskan bagaimana organisasi harus mengerjakan hal itu.

Strategi dapat berbeda-beda karena tingkat, fungsi dan kerangka

waktu.

Selanjutnya, tim perencanaan harus merinci hambatan

mencapai alternatif, impian atau visi tersebut, dan tidak

memfokuskan secara langsung kepada prestasinya. Dalam hal ini,

suatu fokus tentang hambatan bukanlah ciri khas kebanyakan proses

strategis. Tetapi melakukan hal demikian merupakan satu cara untuk

menjamin bahwa strategi apapun yang dikembangkan akan

menghadapi kesulitan implementasi secara langsung dan tidak

serampangan.

Strategi yang efektif harus memenuhi beberapa kriteria.

Strategi yang efektif secara teknis harus dapat bekerja, secara politik

dapat diterima oleh para stakeholder kunci, dan harus sesuai dengan

xxxix

filosofi dan nilai organisasi. Strategi yang efektif harus menjadi

etika, moral dan hukum organisasi. Juga, strategi yang efektif harus

menghadapi isu strategis yang mesti diselesaikan (Bryson, 2001:

68).

8. Menciptakan visi organisasi yang efektif untuk masa depan.

Langkah terakhir dalam proses perencanaan, organisasi

mengembangkan deskripsi mengenai bagaimana seharusnya

organisasi itu sehingga berhasil mengimplementasikan strateginya

dan mencapai seluruh potensinya. Deskripsi ini merupakan “visi

keberhasilan” organisasi. Visi keberhasilan harus singkat –tidak

lebih dari beberapa halaman– dan memberi ilham. Orang-orang

diilhami oleh visi yang jelas dan kuat yang disampaikan dengan

penuh keyakinan. Visi yang jelas dan kuat yang disampaikan dengan

penuh keyakinan. Visi yang memberikan ilham, seperti pidato “Saya

Mempunyai Impian”-nya. Memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

Visi itu memfokus kepada masa depan yang lebih baik,

mendorong harapan dan impian, menarik nilai-nilai umum,

menyatakan hasil yang positif, menekankan kekuatan kelompok

yang bersatu, menggunakan bahasa gambar, rekaan dan metafora,

dan mengkomunikasikan entusiasme dan kegembiraan. Lebih lanjut,

bagi kebanyakan organisasi, pengembangan visi keberhasilan bukan

diperlukan untuk menghasilkan kemajuan yang dapat dilihat dalam

kinerja. Akan tetapi harus menunjukkan kemajuan yang substansial

xl

dalam keefektifan jika mereka benar-benar mengenali dan

memecahkan beberapa isu strategis dengan memuaskan (Bryson,

2001: 69–70).

Mengiringi delapan langkah di atas adalah tindakan, hasil dan

evaluasi ––ketiganya ini juga harus muncul dalam tiap-tiap langkah

dalam proses itu. Selanjutnya, sementara proses disajikan dengan cara

berurutan dan linear, sebetulnya proses itu berjalan secara berulang

karena pelbagai unsur dalam proses di atas jalan mereka untuk

merumuskan strategi yang efektif.

Perencanaan strategi adalah inovasi manajemen yang dapat

bertahan lama karena, tidak seperti banyak inovasi mutakhir lainnya,

perencanaan strategi menerima dan dibangun di atas sifat pembuatan

keputusan. Memunculkan dan memecahkan isu-isu penting adalah inti

pembuatan keputusan, sebagaimana hal itu merupakan inti perencanaan

strategis.

Perencanaan strategi berupaya memperbaiki bentuk pembuatan

keputusan yang paling buruk, namun, menjamin bahwa isu-isu

dimunculkan dan dipecahkan dalam cara-cara yang menguntungkan

organisasi dan stakeholder sebagai kuncinya.

Berpijak dari delapan langkah perencanaan strategis tersebut,

maka sebuah organisasi dalam hal ini pondok pesantren hendaknya

memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

xli

1. Strength (kekuatan)Yaitu harus memperhitungkan kekuatan yang dimiliki baikinternal maupun eksternal. Dan secara bersinggungan denganmanusia, dananya, beberapa kegiatan yang dimiliki.

2. Weakness (kelemahan)Yakni memperhitungkan kelemahan-kelemahan yangdimilikinya, yang menyangkut aspek-aspek sebagaimanadimiliki sebagai kekuatan misalnya kualitas manusianya,dananya, dan sebagainya

3. Opportunity (peluang)Yakni seberapa besar peluang yang mungkin tersedia diluar, hingga peluang yang sangat kecil sekalipun dapatditerobos

4. Threats (ancaman)Yakni memperhitungkan kemungkinan adanya ancaman dariluar (Rafi’udin dan Djaliel, 1997: 76-77).

Melalui analisis SWOT tersebut suatu pondok pesantren akan

mengetahui kekuatan dan kelemahannya sehingga mampu menyusun

strategi dakwah dengan sebaik-baiknya, sehingga mampu mencapai

hasil yang maksimal sesuai dengan tujuan pondok pesantren.

2.2.Pengembangan Sumber Daya Pesantren

2.2.1. Pengertian Pengembangan Sumber Daya Pesantren

Suatu organisasi, badan hukum, atau perusahaan yang tujuannya

ekonomis, keagamaan, politis, pendidikan, rekreatif, disebut lembaga.

Sedangkan istilah pengembangan lembaga juga bisa diartikan

sebagaimana konsep pengembangan organisasi.

Istilah pengembangan organisasi (lembaga) telah dipergunakan

pada banyak teknik perilaku dan teknik yang digunakan untuk

mendekati konflik dan perubahan dalam organisasi. Pengembangan

organisasi adalah upaya yang berencana, mencakup keseluruhan orang

xlii

dan dikelola dari atas untuk meningkatkan efektivitas dan kesehatan

organisasi melewati intervensi terencana atas proses yang terjadi dalam

organisasi dengan memanfaatkan pengetahuan yang berasal dari ilmu

perilaku (Gibson, 1997: 353).

Warner Bruke (Clark University) mendefinisikan

Pengembangan Organisasi sebagai suatu proses perubahan dalam

budaya organisasi melalui penggunaan teknologi, riset dan teori ilmiah

keperilakuan. Berbeda dengan Warner, Edgar Schein mengartikan PO

sebagai seluruh kegiatan yang disusun oleh para manajer, karyawan dan

lain-lain yang diarahkan menuju pembuatan dan penjagaan “kesehatan

organisasi sebagai suatu sistem total” (Handoko, 1995:337).

Sedangkan sumber daya itu sendiri terdiri dari sumber daya

material khususnya berupa sarana prasarana, sumber daya finansial

dalam bentuk alokasi dana untuk setiap program atau proyek, sumber

daya manusia, sumber daya teknologi dan sumber daya informasi.

Jadi, pengembangan sumber daya pesantren adalah proses yang

berencana, dimanajemeni dan secara sistematis untuk mengubah kultur,

sistem, dan perilaku organisasi pondok pesantren, guna meningkatkan

efektivitas dan kesehatan lembaga pesantren tersebut dalam

memecahkan masalah dan pencapaian sasaran (tujuan) berkaitan dengan

sumber daya yang dimilikinya.

Dilihat dari historis fenomenologis, pondok pesantren telah

berfungsi sebagai salah satu benteng pertahanan umat Islam, pusat

xliii

dakwah dan pusat pengembangan masyarakat muslim di Indonesia

(Dewan Redaksi, 1993: 99). Seperti komunitas lainnya, pondok

pesantren terbangun karena adanya ikatan–ikatan sosial keagamaan di

antara anggotanya. Dalam proses perkembangannya pesantren masih

tetap disebut suatu lembaga keagamaan yang mengajarkan,

mengembangkan dan mengajarkan ilmu agama Islam. Dengan segala

dinamikanya pesantren dipandang sebagai lembaga yang merupakan

pusat dari perubahan-perubahan masyarakat lewat kegiatan dakwah

Islam.

Menurut Hasbullah tujuan terbentuknya pesantren dapat

dibedakan menjadi dua macam: tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan

umum adalah membimbing manusia menuju kepribadian muslim,

mengarahkan masyarakat melalui ilmu dan amal. Sedangkan tujuan

khusus, untuk mempersiapkan santri menjadi alim ilmu agama,

bermanfaat bagi diri dan lingkungannya (Hasbullah, 1985: 24-25). Pada

intinya keberadaan pondok pesantren memiliki tujuan untuk

mewujudkan kemaslahatan masyarakat. Untuk dapat mengembangkan

sumber daya pesantren yang bermanfaat bagi masyarakat, maka pondok

pesantren perlu memiliki modal sosial.

Modal sosial adalah kemampuan masyarakat untuk bekerjasama

demi mencapai tujuan bersama di dalam berbagai kelompok dan

organisasi. Kemampuan bekerjasama muncul dari kepercayaan umum di

dalam sebuah masyarakat atau di bagian–bagian paling kecil dalam

xliv

masyarakat. Modal sosial bisa dilembagakan (menjadi kebiasaan) dalam

kelompok yang paling kecil ataupun dalam kelompok masyarakat yang

besar seperti pondok pesantren.

2.2.2. Konsep Pengembangan Lembaga (Organisasi)

Sebagai konsep formal Pengembangan Organisasi adalah baru,

dan “istilah Pengembangan Organisasi sendiri masih didefinisikan

secara tidak konsisten, terutama sebagai label berbagai kegiatan”.

Pengembangan organisasi berhubungan dengan suatu strategi, sistem,

proses-proses guna menimbulkan perubahan organisatoris sesuai dengan

rencana, sebagai suatu alat guna menghadapi situasi-situasi yang

berubah yang dihadapi oleh organisasi modern, dan yang berupaya

untuk menyesuaikan diri (adaptasi) dengan lingkungan mereka

(Winardi, 1994: 210).

Pengembangan Organisasi adalah suatu usaha jangka panjang

untuk memperbaiki proses-proses pemecahan masalah dan

pembaharuan organisasi, terutama melalui manajemen budaya

organisasi yang lebih efektif dan kolaboratif – dengan tekanan khusus

pada budaya tim-tim kerja formal – dengan bantuan pengantar

perubahan, katalisator, dan penggunaan teori dan teknologi ilmiah

keperilakuan terapan, mencakup riset kegiatan (Winardi, 1994: 210).

Jadi, pengembangan lembaga pesantren bertujuan untuk

mengubah semua elemen dari kultur lembaga yang ada, yang mencakup

misalnya keyakinan, sikap, nilai-nilai, struktur-struktur dan sebagainya

xlv

guna memungkinkan lembaga tersebut menghadapi perubahan-

perubahan teknologikal dan perubahan-perubahan lainnya yang

berlangsung dengan cepat, yang terjadi di dalam lingkungannya. Hal ini

dilakukan dengan tanpa menghilangkan ciri khasnya dan tidak

menghilangkan hal-hal yang baik di dalamnya.

Sasaran dan tujuan pengembangan organisasi tergantung pada

diagnosis kebutuhan-kebutuhan sesuatu organisasi, karena upaya

pengembangan organisasi berkaitan dengan metode-metode merangsang

perubahan yang terpusat pada klien. Menurut Gibson (1997: 353), ada

tiga sub sasaran pengembangan organisasi:

1. Perubahan Sikap

2. Modifikasi Perilaku

3. Menginduksi Perubahan Dalam Struktur dan Kebijakan

Tujuan PO pada hakekatnya adalah untuk mengubah seluruh

iklim organisatoris di mana para manajer bertugas. Sedangkan tujuan

normatif PO adalah:

1. Perbaikan dalam kompetensi antar pribadi2. Perubahan dalam sistem-sistem nilai demikian rupa, hingga

faktor-faktor manusia dan perasaan-perasaan dapat dianggapsah;

3. Pengembangan pemahaman antar kelompok dan intrakelompok guna mengurangi ketegangan-ketegangan(misalnya kapasitas dari kelompok-kelompok fungsionaluntuk bekerja efektif);

4. Pengembangan metode-metode lebih baik dalam halpenyelesaian konflik dibandingkan dengan metode-metodebirokratik yang biasanya dilaksanakan;

5. Pengembangan sebuah sistem organik dan bukan sebuahsistem mekanikal. (Gibson, 1997: 353)

xlvi

2.2.3. Macam-macam Sumber Daya Pesantren

Institusi pesantren memiliki beberapa potensi atau sumber daya

yang bisa digali. Jika dimanfaatkan dengan baik, maka lembaga ini

bisa menjadi rahmat bagi masyarakat sekitarnya. Ada beberapa potensi

positif yang dimiliki pesantren pada umumnya, yaitu:

1. Potensi Sumber Daya Manusia (SDM). Dengan kyaisebagai pemimpin yang kharismatik dan para santrinya yangberakhlak baik, mereka berpotensi sebagai agen penggerakpemberdayaan masyarakat desa. Namun, kharisma seorangkyai bila sangat diandalkan bagi perkembangan sebuahlembaga, maka pada suatu saat akan berbalik menjadi potensiyang sangat negatif.

2. Potensi Sumber Daya Alam (SDA), yaitu lahan luas yangdimiliki oleh pesantren, dapat dimanfaatkan oleh parapengelola pesantren untuk mengembangan pertanian. SDAini juga penting sebagai lahan percontohan bagi masyarakatsekitar yang ingin belajar di pesantren.

3. Potensi Teknologi yang dimiliki pesantren sebagai tempatuntuk berkembangnya dan mengaplikasikan teknologi sertameyebarluaskannya ke masyarakat sekitar.

4. Potensi Kelembagaan. Keberadaan pesantren yang menyebar dihampir setiap desa di Indonesia, sangat berpotensi untukmengembangkan perekonomian masyarakat pedesaan.

5. Potensi Jaringan Antar Pondok Pesantren, denganmengembangkan silaturrahmi dan ukhuwah islamiyyah.Potensi ini bisa dijadikan sebagai dasar membangun suatujaringan informasi dan jaringan pemasaran di antara lembaga-lembaga itu sendiri (Depag RI, 2003: 14).

Pesantren sebagai agen pengembangan masyarakat yang sangat

diharapkan bisa mempersiapkan sejumlah konsep pengembangan antara

lain dalam bidang sumber daya manusia, ekonomi dan teknologi, baik

untuk peningkatan kualitas pondok pesantren itu sendiri maupun untuk

peningkatan kualitas kehidupan masyarakat. Pengembangan-

pengembangan pondok pesantren juga diharapkan bisa menjadikan

xlvii

santri memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi (Abdullah, 2008: 79).

Parameter pengembangan sumber daya pesantren tersebut

dilakukan melalui tiga hal, yaitu:

1. Kepercayaan

Kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah

masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur, dan

kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Dalam

masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi, aturan-aturan

sosial cenderung bersifat positif serta hubungan-hubungan juga

bersifat kerjasama.

Pondok pesantren sebagai lembaga dakwah dipercaya

masyarakat karena telah berjuang demi kemaslahatan umat. Salah

satu misi pondok pesantren adalah menyebarkan ajaran yang

humanis religius. Humanisme adalah paham filsafat yang

menjunjung tinggi nilai dan kedudukan manusia serta

menjadikannya sebagai kriteria segala sesuatu. Dengan kata lain,

humanisme menjadikan tabiat manusia beserta batas-batas dan

kecenderungan alamiah manusia sebagai obyek (Tjaya, http://www.

kompas.com/kompas-cetak/0402/04/Bentara/824931.htm). Dengan

misi mengajarkan ajaran agama yang humanis, pondok pesantren

akan lebih mudah menanamkan kepercayaan kepada masyarakat.

xlviii

2. Norma

Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-

nilai, harapan-harapan dan tujuan-tujuan yang diyakini dan

dijalankan bersama oleh sekelompok orang. Norma yang dianut oleh

pondok pesantren adalah norma agama. Ajaran agama ini menjadi

modal utama bagi pondok pesantren dalam menjalin hubungan

dengan pihak luar.

Ajaran Islam merupakan kesempurnaan sikap cinta kepada

manusia, binatang, tanaman atau tumbuhan, benda-benda mati,

bumi dan surga, sebagai abdi Allah dan ketaatan pada hukum-

hukum alam. Al-Qur’an mengingatkan setiap orang yang beriman

untuk bertingkah laku yang baik dalam setiap rakaat shalat. Bahwa

segala puji bagi Allah, Dialah Tuhan semesta alam, Maha

Pemurah lagi Maha Penyayang. Dari sini dapat diketahui bahwa

Tuhan menyayangi makhluk-Nya, manusia yang diberi

kesempurnaan di dalam hidupnya seperti akal, supaya digunakan

untuk membantu dan menyayangi sesama.

Dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 159 dijelaskan:

$ yJÎ6 sù7p yJôm u‘z ÏiB«!$#|MZ Ï9öNßgs9(öq s9ur|MY ä.$ ˆà sùxá‹Î=xîÉ= ù=s)ø9$#(#q ‘Ò xÿR]wô` ÏB

y7 Ï9öq ym(ß# ôã$$ sùöN åk÷]tãö•ÏÿøótGó™$#uröNçl m;öNèdö‘ Ír$ x©ur’ ÎûÍ• öDF{ $#(#sŒÎ*sù|M øBz•tãö@©.uq tGsù

’ n? tã«!$#4¨bÎ)©!$#•= Ïtä†tû,Î#Ïj.uq tGßJø9$#ÇÊÎÒÈ

xlix

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlakulemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikapkeras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diridari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka,mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlahdengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamuTelah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepadaAllah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yangbertawakkal kepada-Nya.

Dengan landasan agama, segala sesuatu yang dilakukan

pondok pesantren bukan didasarkan pada tendensi materi melainkan

untuk beribadah dan mencapai ridha Allah. Dasar agama yang kuat

ini juga merupakan modal dalam membina hubungan baik internal

maupun eksternal yang membutuhkan kejujuran dan keterbukaan.

3. Jaringan

Kemampuan pondok pesantren dalam membangun jaringan

dapat memberikan kontribusi yang besar dalam pengembangan

pondok pesantren itu sendiri. Perkembangan pondok pesantren dapat

dilihat dari sejauhmana institusi supra struktur pondok pesantren

seperti Pemda, Kandepag, Kanwil, Departemen Agama Pusat dalam

memperhatikan pondok pesantren. Perhatian bukan hanya sekedar

kunjungan tetapi juga bantuan baik materiil maupun immaterial

(Nurhadi, 2007: 61). Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya

komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan

dan memperkuat kerjasama. Pondok pesantren perlu membangun

jaringan-jaringan yang kokoh supaya dapat meningkatkan sumber

l

daya yang ada, dengan cara membangun relasi kedalam maupun

keluar pesantren yang kuat, baik bersifat formal maupun informal.

Kemampuan pondok pesantren untuk bekerjasama dan

menumbuhkan kepercayaan baik di antara anggota–anggotanya maupun

dengan pihak luar merupakan kekuatan yang besar. Jika pondok

pesantren dan masyarakat saling bekerjasama dan saling percaya yang

didasarkan kepada nilai–nilai universal yang ada, maka tidak akan ada

sikap saling curiga, saling jegal, saling menindas dan sebagainya

sehingga ketimpangan–ketimpangan antara kelompok yang miskin

dengan yang kaya akan bisa diminimalkan. Di pihak lain komunitas

pesantren yang kuat dan mempunyai modal yang layak dipercaya akan

memudahkan jaringan kerjasama dengan pihak luar. Perluasan jaringan

ini dapat berpengaruh pada pengembangan pondok pesantren baik fisik

(misalnya kelengkapan sarana dan prasarana) maupun non fisik (seperti

peningkatan kualitas sumber daya manusia; kyai, ustadz dan santri).

2.2.4. Teknik-teknik Pengembangan Lembaga

Pada dasarnya, teknik-teknik pengembangan organisasi

mencakup tindakan-tindakan mempersatukan kelompok-kelompok atau

pasangan-pasangan kelompok guna mempelajari interaksi mereka

sendiri, aktivitas-aktivitas mereka dan sentimen-sentimen serta

hubungan-hubungan mereka dengan efektivitas organisatoris (Winardi,

1994: 216). Para manajer mempunyai banyak teknik dan pendekatan

intervensi yang tersedia, di mana teknik-teknik ini diklasifikasikan

li

menurut kelompok sasaran. Teknik-teknik yang dapat digunakan untuk

mengembangkan oraganisasi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pengembangan Organisasi (PO) untuk perseorangan. LatihanSensitifitas adalah teknik “PO” pertama dan cukup meluaspenggunaannya. Dalam kelompok “latihan”, kira-kira sepuluhpeserta diarahkan oleh seorang pemimpin yang terlatih untukmeningkatkan sensitifitas dan ketrampilan penangananhubungan-hubungan antar pribadi.

2. Pengembangan Organisasi untuk dua atau tiga orang. Analisatransaksional memusatkan perhatiannya pada gaya dan isikomunikasi (transaksi atau berita) antara orang-orang. Inimengajarkan orang-orang untuk mengirim berita yang jelas danbertanggung jawab serta memberikan tanggapan yang wajar danberalasan.

3. Pengembangan Organisasi untuk tim atau kelompok. Dalamkonsultasi proses, seorang konsultan bekerja dengan paraanggota organisasi untuk membantu mereka memahamidinamika hubungan-hubungan pekerjaan dalam berbagai situasikelompok merubah cara-cara mereka bekerja sama danmengembangkan berbagai ketrampilan diagnostik danpemecahan masalah yang dibutuhkan untuk memecahkanmasalah yang lebih efektif.

4. Pengembangan Organisasi untuk hubungan-hubungan antarkelompok. Untuk memungkinkan organisasi menilaikesehatannya sendiri dan untuk menetapkan rencana-rencanakegiatan bagi perbaikan, pertemuan (rapat) konfrontasi dapatdigunakan. Ini merupakan pertemuan satu-hari yang diikutisemua manajer organisasi dimana mereka membahas berbagaimasalah, menganalisa sebab-sebab yang mendasarinya, danmerencanakan kegiatan-kegiatan perbaikan.

5. Pengembangan Organisasi untuk organisasi keseluruhan.Teknik survai umpan balik dapat digunakan untuk memperbaikioprasi-oprasi organisasi keseluruhan. Ini meliputi pengarahansikap dan survey-survey lainnya serta pelaporan hasil-hasilsecara sistematik kepada para anggota organisasi. Para anggotakemudian menentukan kegiatan-kegiatan apa perlu diambiluntuk memecahkan masalah dan memanfaatkan kesempatanyang tidak terliput dalam survai (Winardi, 1994: 216).

2.2.5. Proses Pengembangan Organisasi (Pondok Pesantren)

Pengembangan organisasi merupakan sebuah pendekatan

situasional atau kontingensi, guna memperbaiki efektivitas sesuatu

lii

organisasi, termasuk dalam pondok pesantren. Pengembangan lembaga

pendidikan pesantren menjadi suatu proses yang berkelanjutan –

direncanakan, dan yang bersifat sistematik, kemudian dipusatkan pada

persoalan perubahan – yang bertujuan agar lembaga tersebut menjadi

lebih efektif, dan tentunya pengembangan itu dengan tanpa

menghilangkan ciri khasnya.

Termasuk di dalam pengembangan organisasi adalah berbagai

jenis perilaku manajerial seperti coaching, pelatihan, mentoring, dan

konsultasi tentang karir yang dirancang untuk meningkatkan

ketrampilan seseorang dan memudahkan penyesuaian terhadap

pekerjaannya serta pengembangan karirnya.

French dan Bell seperti dikutip Yuki (1994: 125) telah

mengidentifikasikan sekumpulan kondisi yang diperlukan bagi sukses

program pengembangan organisasi (lembaga), yang secara ringkas

dapat diperinci sebagai berikut:

1. Pengenalan oleh manajer atau lainnya, bahwa organisasimempunyai berbagai masalah

2. Penggunaan tenaga ahli dari luar organisasi sebagaikonsultan

3. Dukungan dan keterlibatan para manajer tingkat atas4. Keterlibatan para pemimpin kelompok kerja5. Pencapaian sukses awal dengan usaha PO6. Pendidikan bagi para anggota organisasi tentang PO7. Pengahargaan terhadap kekuatan-kekuatan para manajer8. Keterlibatan para manajer departemen personalia9. Pengembangan sumber daya PO internal10. Manajemen efektif program PO11. Pengukuran hasil-hasil pengembangan organisasi.

liii

Lappit dan Schmidt seperti dikutip Wahjosumidjo (2001: 71)

mengemukakan bahwa proses pengembangan organisasi dapat

digambarkan melalui enam tahap, yaitu:

1) Terciptanya organisasi baru (creating a new organization);

2) Hidup sebagai suatu sistem yang dapat berkembang (surviving as a

viable system);

3) Memperoleh stabilitas (gaining stability);

4) Memperoleh reputasi dan mengembangkan kebanggaan (gaining

reputation and developing puide);

5) Memperoleh keunikan dan kemampuan adaptasi (achieving

uniqueness and adaptability);

6) Membantu masyarakat (contributing to society).

Enam tahap proses pengembangan organisasi tersebut dapat

diimplementasikan pada pondok pesantren. Melalui enam tahap

perkembangan tersebut, pondok pesantren dapat berkembang secara

optimal.

liv

BAB III

STRATEGI DAKWAH DALAM RANGKA PENGEMBANGAN SUMBER

DAYA PESANTREN DI PONDOK PESANTREN RAUDLATUT

THOLIBIN REMBANG

3.1.Sejarah Pondok Pesantren Raudlatuth Tholibin Rembang

3.1.1 Fase Awal

Berdiri pada tahun 1945, pasca masa pendudukan Jepang,

pesantren ini semula lebih dikenal dengan nama Pesantren Rembang. Pada

awal masa berdirinya menempati lokasi Jl. Mulyo no. 3 Rembang saja

namun seiring dengan perkembangan waktu dan berkembangnya jumlah

santri, pesantren ini mengalami perluasan sampai keadaan seperti

sekarang. Tanah yang semula menjadi lokasi pesantren ini adalah tanah

milik H. Zaenal Mustofa, ayah dari KH. Bisri Mustofa pendiri Pesantren

Rembang. Kegiatan belajar mengajar sempat terhenti beberapa waktu

akibat ketidakstabilan kondisi waktu itu yang mengharuskan KH. Bisri

Mustofa harus mengungsi dan berpindah-pindah tempat sampai tahun

1949.

Pesantren ini oleh banyak orang disebut-sebut sebagai kelanjutan

dari Pesantren Kasingan yang bubar akibat pendudukan Jepang pada tahun

1943. Pesantren Kasingan pada masa hidup KH. Cholil Kasingan adalah

pesantren yang memiliki jumlah santri ratusan orang dan terkenal sebagai

pesantren tahassus ‘ilmu ’alat. Santri-santri dari berbagai daerah belajar di

lv

sini untuk menuntut ilmu-ilmu alat sebagai ilmu yang dijadikan keahlian

khusus macam nahwu (sintaksis Arab), shorof (morfologi Arab), balaghoh

(stilistika).

Atas usul beberapa santri senior dan mengingat kondisi pada

waktu itu pada tahun 1955, Pesantren Rembang diberi nama Raudlatuth

Tholibin dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan nama Taman

Pelajar Islam. Motto pesantren ini adalah ta’allama al-‘ilm wa ‘allamahu

al-naas (kurang lebih berarti: mempelajari ilmu dan mengajarkannya pada

masyarakat).

Metode pengajaran yang dikembangkan oleh pesantren ini pada

awal berdirinya adalah murni salaf (ortodoks). Pengajaran dilakukan

dengan cara bandongan (kuliah umum) dan sorogan (privat). Keduanya

diampu langsung oleh KH. Bisri Mustofa sendiri. Ketika jumlah santri

meningkat dan kesibukan KH. Bisri Mustofa bertambah maka beberapa

santri senior yang telah dirasa siap, baik secara keilmuan maupun mental,

membantu menyimak sorogan. Pengajian bandongan terjadwal dalam

sehari semalam pada masa KH. Bisri Mustofa meliputi pengajian kitab

Alfiyyah dan Fath al-Mu’in sehabis maghrib, Tafsir Jalalain setelah

jama’ah shubuh, Jam’ul Jawami’ dan …. Pada waktu Dhuha, selain itu

KH. Bisri Mustofa melanjutkan tradisi KH. Cholil Kasingan mengadakan

pengajian umum untuk masyarakat kampung sekitar pesantren tiap hari

Selasa dan Jum’at pagi.

lvi

1967, tiga tahun setelah putra sulung KH. Bisri Mustofa, yakni

KH. M. Cholil Bisri pulang dari menuntut ilmu, KH. Cholil Bisri

mengusulkan kepada ayahnya untuk mengembangkan sistem pengajaran

model madrasi dengan kurikulum yang mengacu kepada kurikulum

madrasah Mu’allimin Mu’allimat Makkah di samping pengajian

bandongan dan sorogan. Usul ini disepakati oleh K.Bisri sehingga

didirikanlah Madrasah Raudlatuth Tholibin yang terdiri dari dua jenjang

yakni I’dad (kelas persiapan) waktu tempuh 3 tahun dan dilanjutkan

dengan Tsanawi (kelas lanjutan) waktu tempuh 2 tahun. Pengajarnya

adalah kyai-kyai di sekitar Rembang dan santri-santri senior.

1970, putra kedua beliau yakni KH. A.Mustofa Bisri, sepulang

dari menuntut ilmu didesak oleh santri-santri senior untuk membuka

kursus percakapan bahasa Arab. Desakan ini dikarenakan KH. Bisri

Mustofa dalam banyak kesempatan hanya berkenan ngobrol dengan santri

senior dengan menggunakan bahasa Arab. Dengan ijin KH. Bisri Mustofa

kursus ini didirikan dengan standar kelulusan ‘kemampuan pidato dalam

bahasa Arab’. Pada tahun ini pula didirikan Perguruan Tinggi Raudlatuth

Tholibin Fakultas Da’wah, namun karena tidak mendapatkan ijin dari

pemerintah maka Perguruan Tinggi ini terpaksa ditutup setelah berjalan

selama 2 tahun.

1983, putra ketiga beliau yakni KH. M. Adib Bisri

mengembangkan pelatihan menulis dalam bahasa Indonesia dan

menterjemahkan kitab dalam bahasa Indonesia bagi para santri. Ini

lvii

terinspirasi oleh produktifitas kepenulisan KH. Bisri Mustofa dan KH.

Misbah Mustofa baik dalam bahasa Indonesia, Jawa maupun dalam bahasa

Arab. Pada saat yang sama kemampuan kepenulisan rata-rata santri dalam

bahasa Indonesia sangatlah minim. Selain itu pada tahun itu juga didirikan

Perpustakaan Pesantren sebagai sarana pendokumentasian dan sumber

rujukan literer bagi para santri.

3.1.2 Fase Kedua

Sepeninggal KH. Bisri Mustofa, 1977, pengajaran di pesantren

diampu oleh ketiga putra beliau. Madrasah tetap berjalan. Pengajian

bandongan Alfiyah dan satu judul kitab fiqh yang berganti-ganti sehabis

Maghrib diampu oleh KH. Cholil Bisri untuk santri-santri senior serta KH.

M. Adib Bisri untuk santri-santri yunior, Tafsir Jalalain setelah Shubuh

diampu oleh KH. Mustofa Bisri untuk semua santri, waktu Dhuha KH.

Cholil Bisri mengajar Syarah Fath al-Muin dan Jam’ul Jawami’ untuk

santri senior. Pengajian hari Selasa diampu oleh KH. Cholil Bisri dengan

membacakan Ihya’ Ulumuddin. Pengajian Jum’at diampu oleh KH.

Mustofa Bisri dengan membacakan Tafsir Al-Ibriz. Pada saat inilah mulai

diterima santri putri.

Sekitar akhir tahun 1989, KH. M. Adib Bisri mendirikan

Madrasah Lil-Banat. Madrasah ini khusus untuk santri putri.

Kurikulumnya disusun oleh ketiga bersaudara putra KH. Bisri Mustofa.

Madrasah Lil Banat ini memulai kegiatan belajar mengajarnya sejak pukul

14.30 dan selesai jam 16.30. Madrasah khusus putri ini terbagi menjadi

lviii

I’dad (kelas persiapan) 2 tingkatan dan Tsanawiy (lanjutan) 4 tingkatan.

Pengajarnya adalah santri-santri senior.

Pada perkembangannya kemudian, mengingat jumlah santri yang

semakin banyak, beberapa santri senior yang dianggap sudah cukup

mumpuni diminta untuk membantu mengajar bandongan bagi para santri

pemula. Pengajian setelah Shubuh diampu oleh KH. Cholil Bisri karena

kesibukan KH. Mustofa Bisri. KH. Mustofa Bisri kemudian diminta

mengajar khusus santri-santri yang sudah mengajar di Madrasah

Raudlatuth Tholibin setiap selesai pengajian Ba’da Maghrib. Sepeninggal

KH. M. Adib Bisri, 1994, pengajian ba’da Maghrib untuk santri yunior

dilanjutkan oleh putra KH. Cholil Bisri yaitu KH. Yahya C. Staquf.

Madrasah tetap seperti semasa KH. Bisri Mustofa yaitu dimulai

sejak pukul 10.00 sampai dengan pukul 13.00. Kurikulumnya mengacu

pada Madrasah Mu’allimin Mu’allimat pada masa KH. Cholil bersekolah

di sana, dengan beberapa tambahan yang disesuaikan dengan

perkembangan masyarakat secara tambal sulam misalnya pernah

ditambahkan materi sosiologi untuk Tsanawiyah, materi bahasa Indonesia

untuk i’dad, materi bahasa Inggris untuk Tsanawiyah dan lain sebagainya.

Pada tahun 2003, atas prakarsa Bisri Adib Hattani putra KH. M. Adib

Bisri, dengan seijin KH. Cholil Bisri dan KH. Mustofa Bisri, diadakanlah

madrasah yang masuk sore hari untuk santri-santri putra yang menempuh

‘sekolah umum’ pada pagi hari. Madrasah sore ini terdiri dari 5 tingkatan

yaitu 2 tingkat I’dad dan 3 tingkat Tsanawiy. Kurikulumnya merupakan

lix

perpaduan dari Madrasah Diniyah Nawawiyah (terkenal dengan nama

Madrasah Tasikagung) dan Madrasah Raudlatuth Tholibin Pagi. Kelas 3

Tsanawiyah sore beban pelajarannya setara dengan kelas 1 Madrasah

Tsanawiyah pagi.

3.1.3 Kondisi Kontemporer

Pada tahun 2004, KH. Cholil Bisri meninggal dunia. Beberapa

pengajian yang semula diampu oleh beliau sekarang diampu oleh santri-

santri tua. KH. Makin Shoimuri melanjutkan pengajian bandongan ba’da

Maghrib dan waktu Dluha. KH. Syarofuddin melanjutkan pengajian

bandongan ba’da Shubuh selain membantu mengajar santri yunior selepas

Maghrib. Pengajian bandongan santri yunior ba’da Maghrib diampu oleh

beberapa orang santri senior yang dianggap sudah mumpuni. Santri senior

yang sudah mengajar di madrasah dibimbing oleh KH. Mustofa Bisri

dengan pengajian setiap malam selepas Isya’. Kecuali ‘santri pengajar

madrasah’ semua santri mulai jam 21.00-23.00 diwajibkan berkumpul di

aula-aula untuk nderes (istilah untuk mengulang pelajaran yang sudah

diterima) bersama-sama.

Hari Selasa dan Jum’at semua pengajian bandongan diliburkan.

Malam Selasa seluruh santri diwajibkan untuk mengikuti munfarijahan

dan latihan pidato selepas maghrib. Malam Jum’at selepas maghrib semua

santri diwajibkan mengikuti keplok, yaitu membaca hapalan seribu bait

Alfiyyah bersama-sama diiringi tepuk tangan. Setelah acara tersebut,

lx

sekitar pukul 22.00-23.00 diadakan musyawarah kitab yang diikuti oleh

seluruh santri.

Pengajian untuk umum setiap hari Selasa yang semula diampu

oleh KH. Cholil Bisri sekarang dilanjutkan oleh putra beliau yaitu KH.

Yahya C. Staquf yang khusus diminta pulang dari Jakarta untuk membantu

mengurusi pesantren. Pengajian hari Jum’at diampu oleh KH. Mustofa

Bisri. Apabila keduanya berhalangan mengajar pada hari-hari tersebut

maka KH. Syarofuddin diminta untuk menggantikan mengajar.

Santri yang berjumlah sekitar 700 orang membuat manajemen

pengelolaan pun semakin kompleks. Untuk persoalan harian santri

dibentuk satu kepengurusan yang terdiri atas santri-santri senior yang

sudah magang mengajar. Kepengurusan ini dikoordinatori oleh seorang

ketua yang dipilih oleh semua santri setiap dua tahun sekali. Santri-santri

pengajar pengajian bandongan menjadi pengawas bagi berlangsungnya

proses kepengurusan selama dua tahun sebagai dewan penasehat.

Kesemuanya di bawah bimbingan langsung KH. Mustofa Bisri dan KH.

Yahya C. Staquf yang menggantikan kedudukan ayahnya. Para santri yang

mengikuti Pengajian Selasa dan Jum’at pagi biasa disebut dengan nama

Jama’ah Seloso-Jemuah pun memiliki kepengurusan tersendiri yang

mengurusi bantuan-bantuan kepada anggota jama’ah, ziarah-ziarah,

peringatan hari-hari besar Islam dan lain sebagainya yang terkait langsung

dengan masyarakat.

lxi

3.2. Strategi Dakwah Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang

Strategi dakwah yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Raudlatut

Tholibin Rembang tidak hanya dakwah bi lisan, tetapi juga difokuskan pada

pengembangan masyarakat sekaligus sebagai dakwah bi al-hal. Pada

hakekatnya untuk mencegah masyarakat melakukan kemungkaran harus dulu

memahami berbagai persoalan yang mereka hadapi dengan memberikan

solusi. Disinilah sebenarnya nilai dibalik ajakan amar ma ruf, yaitu semangat

“solusi” dengan memberikan alternatif pemecahan dari persoalan yang

dihadapi baru mencegah yang buruk, bukan langsung melakukan pencegahan

dengan membabi buta melalui berbagai pelarangan dengan dalil agama namun

sebaliknya masyarakat mesti diajak untuk bangkit dengan menawarkan solusi

dari berbagai masalah yang mereka hadapi, karena anjuran yang paling efektif

adalah berbentuk “tauladan” dan langkah nyata melalui berbagai program riil

yang menyentuh kehidupan masyarakat secara langsung.

Strategi dakwah yang dilakukan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin

Rembang di antaranya adalah:

3.2.1. Mendirikan Lembaga Pendidikan Raudlatul Atfal (RA) dan Madrasah

Diniyah (Madin)

Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang

mengembangkan model–model alternatif layanan pendidikan yang

efisien dan relevan bagi kelompok masyarakat yang kurang beruntung,

baik karena persoalan ketidakmampuan biaya, persoalan konflik sosial

politik, maupun minimnya kesempatan untuk mengenyam pendidikan

lxii

agama. Sebagai bentuk kepedulian pondok pesantren Raudlatut Tholibin

terhadap pendidikan agama yang dimulai sejak dini bagi masyarakat,

maka didirikanlah Raudlatul Atfal dan Madrasah Diniyah. Dua lembaga

ini didirikan untuk kalangan santri maupun masyarakat sekitar.

Pendirian RA dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa

pendidikan agama harus diberikan kepada anak sejak dini. Dengan

memberikan bekal agama sejak dini, maka anak akan mempunyai dasar

agama yang kuat dan nantinya dapat menjadi pegangan hidup saat

dewasa kelak. Sedangkan Madrasah Diniyah didirikan untuk

mengakomodir keinginan masyarakat yang ingin menyekolahkan

anaknya di lembaga pendidikan Islam. Madrasah Diniyah in dibuka

pada sore hari. Oleh karena itu, biasanya anak-anak yang masuk ke

Madrasah Diniyah Raudlatul Atfal adalah mereka yang sudah

mendapatkan pendidikan setingkat sekolah dasar.

Madrasah Diniyah pada tahun ajaran 2009/2010 memiliki 161

siswa, dengan rincian kelas I = 33 siswa, kelas II = 30 siswa, kelas III =

24 siswa, kelas IV = 24 siswa, kelas V = 27 siswa dan kelas VI = 23

siswa. Sedangkan jumlah siswa RA sebanyak 70 orang. RA dan Madin

ini juga didukung oleh tenaga pendidik yang kompeten dalam bidang

agama yang terdiri dari 15 orang guru Madin dan 7 orang guru RA.

Melalui lembaga pendidikan tersebut, Pondok Pesantren

Raudlatut Tholibin Rembang juga memberikan beasiswa kepada

keluarga miskin dan kepada siswa yang berprestasi dan bagi siswa yang

lxiii

secara sosial ekonomis tidak beruntung dengan memperhatikan prinsip

pemberdayaan, kesempatan, pemerataan dan keadilan.

Didirikannya RA, Madin dan pemberian beasiswa bagi siswa

tersebut juga merupakan bentuk dakwah bil hal. Dengan kurikulum

yang seratus persen agama, maka Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin

Rembang telah melakukan amar ma’ruf nahi mungkar melalui lembaga

pendidikan tersebut.

3.2.2. Mengadakan Pengajian untuk Masyarakat

Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang secara rutin

mengadakan pengajian bagi masyarakat umum. Pengajian tersebut

dilaksanakan setiap hari Selasa dan Jumat. Pada hari Selasa diadakan

pengajian kitab Irsyadul Ibad sedangkan pada hari Jum’at pengajian

tafsir al-Qur’an (al-Ibriz) dan tasawuf. Pengajian ini diikuti sekitar 100

orang jamaah yang terdiri dari masyarakat sekitar pondok.

Sebagai pondok pesantren yang tetap memegang teguh ciri

pondok salaf, maka pengajian kitab klasik menjadi bagian yang tak

terpisahkan. Kajian utama dalam pondok pesantren ini adalah nahwu

sharaf. Dijadikannya materi nahwu dan sharaf sebagai kajian utama

dimaksudkan untuk memberi pengetahuan secara mendalam kepada

santri tentang metode mengkaji kitab.

Namun esensinya, penekanan pada pengkajian kitab-kitab

klasik ini dimaksudkan supaya santri mampu menyerap ilmu

pengetahuan di dalamnya. Jadi tidak sekedar mampu membaca, tapi

lxiv

juga mengkaji dan mengamalkan isinya. Orientasinya adalah

terbentuknya santri-santri yang memiliki ilmu agama yang mendalam

dan nantinya mampu mengamalkan ilmunya pada masyarakat luas.

Dengan memegang teguh ciri pondok salaf, pondok pesantren

Raudlatut Tholibin mampu menarik simpati dan partisipasi masyarakat

khususnya dalam kegiatan keagamaan yang dilaksanakan oleh pihak

pondok. Setiap hari Selasa dan Jum’at pagi, pondok ini mengadakan

pengajian yang dibuka bagi masyarakat. Materi yang disampaikan

dalam pengajian tersebut adalah kajian kitab kuning dan tafsir al-Ibriz.

Strategi dakwah melalui pendidikan pondok salaf ini mampu

memberikan kontribusi positif bagi pengembangan pondok pesantren,

khususnya dalam menanamkan kepercayaan kepada masyarakat bahwa

pondok pesantren Raudlatut Tholibin konsisten memegang teguh tradisi

pondok klasik dan melakukan amar ma ruf nahi munkar.

3.2.3. Mendirikan KBIH Al-Ibriz

Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang menyediakan

Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) yang diberi nama KBIH Al-

Ibriz. KBIH Al-Ibriz ini memberikan pelayanan dan bimbingan praktek

ibadah haji bagi masyarakat. Didirikannya KBIH al-Ibriz ini bukan

semata-mata dilandasi faktor ekonomi, namun lebih pada komitmen

pondok pesantren untuk mengabdikan ilmu kepada masyarakat.

Pada awal berdirinya KBIH Al-Ibriz, jumlah jamaah haji yang

mengikuti bimbingan haji hanya sekitar 30 jamaah. Akan tetapi dari

lxv

tahun ke tahun jumlah jamaah haji bimbingan KBIH Al-Ibriz semakin

bertambah. Bahkan pada tahun 2009 KBIH Al-Ibriz memberangkatkan

sebanyak 107 orang, dengan rincian; 103 jamaah bimbingan KBIH Al-

Ibriz, 2 pembina dan 2 pendamping.

Keberadaan KBIH al-Ibriz ini juga sebagai sarana untuk

menjalin silaturrahmi dengan masyarakat luas sekaligus sebagai media

dakwah. KBIH ini diperuntukkan bagi masyarakat yang ingin

menunaikan ibadah haji. Dan tidak dipungkiri masih banyak masyarakat

yang belum memahami tata cara ibadah haji. Melalui KBIH al-Ibriz

orang-orang yang menunaikan ibadah haji dibimbing mulai dari awal

hingga prosesi ibadah haji selesai. Disini ada nuansa dakwah yang

kental, KBIH al-Ibriz bisa menjadi media yang jitu untuk berdakwa,

khususnya yang berkaitan dengan ibadah haji dan ibadah lainnya.

Melaksanakan haji adalah salah satu rukun Islam. Agar dapat

melaksanakannya dengan baik dan benar, tentu saja harus mempunyai

pengetahuan yang cukup mengenai haji tersebut. Setiap orang yang

ingin menunaikan ibadah haji harus mengetahui dasar-dasar hukum

Islam yang telah disyariatkan. Dengan mengajarkan syariat Islam,

Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang telah melakukan

dakwah kepada masyarkat luas.

3.2.4. Mendirikan Koperasi Al-Ibriz

Untuk menunjang perkembangan kegiatan pondok pesantren

dan masyarakat luas yang sudah solid dan mapan, Pondok Pesantren

lxvi

Raudlatut Tholibin Rembang mendirikan koperasi Al-Ibriz. Koperasi ini

ini merupakan wujud peran serta pesantren dalam pemberdayaan

ekonomi masyarakat kecil pedesaan yang berbasis kerakyatan. Misalnya

masyarakat bisa menitipkan hasil pertanian atau produk pangan lainnya

di koperasi ini dan mendapatkan keuntungan dari penjualan tersebut.

Dengan cara tersebut akan memungkinkan masyarakat dapat

memobilisasikan sumber-sumber yang ada secara produktif bagi

kepentingan peningkatan penghasilan mereka. Koperasi Al-Ibriz dipilih

sebagai alternatif kegiatan karena memiliki aspek ekonomi dan sosial,

seperti membina kebersamaan dan gotong-royong, serta aspek

keorganisasian sebagai entry point pengembangan kegiatan berikutnya.

Modal nyata yang utama digali dari dana investasi Koperasi

Al-Ibriz dalam kurun waktu 3 tahun terakhir diketahui kurang lebih

sebesar 30 juta rupiah. Untuk penambahan modal tersebut dengan cara

pemberian semacam saham dari pihak Ndalem sebesar 50 % dari total

modal yang masuk.

Sebagai wujud nyata dari implementasi ide dan gagasan besar

pesantren yang dicurahkan dalam kehidupan sosial ekonomi melalui

berbagai kegiatan kemasyarakatan, keberadaan Koperasi Al-Ibriz

memiliki arti penting dan strategis bagi segenap santri, karena dengan

keberadaannya santri bisa secara langsung dan konkret ikut serta belajar

dan berkarya dalam memanifestasikan segenap nilai dan ajaran yang

telah difahami dan diyakininya dengan ikut serta dalam kegiatan sosial

lxvii

ekonomi. Dalam konteks ini koperasi Al-Ibriz diandaikan sebagai

laboratorium sosial ekonomi bagi santri sehingga mereka diharapkan

nantinya tidak gagap dan mampu secara akseleratif menyesuaikan diri

ketika telah terjun langsung dalam proses pergulatan sosial ekonomi

yang sangat ketat dan menuntut berbagai kemampuan baik membaca

dan memahami situasi lalu memprakarsai berbagai kegiatan dalam

rangka pemberdayaan dan pengembangan masyarakat di berbagai

bidang ekonomi.

Koperasi Al-Ibriz sebagai laborat sosial ekonomi bagi para

santri mempunyai peran yang signifikan didalam mengasah nalar

komunal dan interprenership para santri, melalui berbagai program dan

aktifitas yang dilakukan Koperasi Al-Ibriz, santri baik secara langsung

ataupun tidak telah mendapat pendidikan dan referensi yang cukup

untuk bekal kehidupannya yang akan datang melalui keterlibatan

mereka dalam proses kegiatan ekonomi koperasi. Santri sudah sejak dini

dihadapkan pada pengetahuan bahwa sebagai mahluk sosial manusia

wajib melakukan berbagai aktifitas yang dimaksudkan untuk

memberdayakan potensi diri dan membantu orang lain. Dalam tradisi

santri ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diajarkan dan digunakan

untuk kemaslahatan orang banyak, karena ilmu yang tidak diamalkan

bagaikan pohon yang tidak berbuah. Ajaran dan keyakinan ini dengan

melalui berbagai kegiatan dan pendidikan yang diberlakukan di

pesantren secara pelan namun pasti telah menjadi nalar para santri,

lxviii

sehingga mereka akan menyadari sepenuhnya selain sebagai hamba

ciptaan Allah yang mempunyai kewajiban untuk beribadah mereka juga

memilki status sebagai khalifatullah yang bertanggung jawab atas

kelestarian dan kemakmuran kehidupan di bumi ini yaitu dengan

melakukan kerja-kerja sosial ekonomi.

3.2.5. Bekerjasama dengan Instansi Pemerintah Maupun Swasta

Sebagai bentuk perluasan jaringan dan ruang lingkup dakwah,

maka Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang perlu melakukan

kerjasama dengan pihak luar. Untuk mencapai tujuan yang dimaksud,

maka dalam aplikasinya Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang

telah melakukan berbagai usaha untuk menjalin kerjasama dengan

organisasi atau instansi lain baik itu pemerintah maupun swasta.

Berbagai kegiatan yang telah dilakukan antara lain:

1. Kerjasama dengan Kementerian Agama

Kerjasama antara Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin

Rembang dengan Kementerian Agama diimplementasikan dalam

bentuk kegiatan Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah

(PMTAK) dan pengembangan perpustakaan pondok yang juga

diperuntukkan bagi umum. Kegiatan PMTAK tersebut

diperuntukkan bagi anak-anak sekolah dasar yang ada di kabupaten

Rembang, sedangkan pengembangan perpustakaan pondok

pesantren tidak hanya diperuntukkan bagi santri tetapi juga bagi

masyarakat luas. Kegiatan tersebut disamping sebagai wujud

lxix

keperdulian sosial juga mengandung unsur dakwah. Kegiatan

membantu sesama dan membangun infrastruktur untuk umum

merupakan bentuk-bentuk dakwah kontruktif. Kegiatan ini bermuara

pada niat untuk membangun solidaritas sosial (ukhuwah islamiyah)

yang menjadi tonggak berdirinya bangunan peradaban sebuah

bangsa dan komunitas umat.

2. Kerjasama dengan Kementerian IPTEK

Untuk mewujudkan lembaga pendidikan pondok pesantren

yang berwawasan ilmu pengetahuan dan teknologi, Pondok

Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang mengadakan kerjasama

dengan Kementerian IPTEK. Kerjasama ini dalam bentuk sosialisasi

ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna bagi santri dan

masyarakat umum. Meskipun Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin

Rembang merupakan pondok salaf, namun selalu open minded

terhadap perkembangan yang ada. Oleh karena itu, pondok ini juga

memberikan pelatihan komputer, bahasa inggris, dan menjahit.

Disamping itu Kementerian IPTEK juga memberikan bantuan

berupa disalinasi air (penjernihan air) yang diperuntukan bagi santri

dan masyarakat luas. Melalui kegiatan yang berorientasi pada

pelayanan masyarakat, maka Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin

Rembang telah melakukan dakwah bil hal. Hal ini sesuai dengan

perintah agama, yaitu tolong menolong dalam kebaikan.

3. Kerjasama dengan Kementerian Pendidikan Nasional

lxx

Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang melakukan

kerjasama dengan Kementerian Pendidikan Nasional dalam bentuk

pengadaan Warung Informasi Teknologi (Warintek). Kerjasama ini

juga melibatkan masyarakat luas. Kemendiknas dan pihak pondok

melakukan pelatihan teknologi tepat guna. Pondok pesantren

sebagai pihak tuan rumah menjadi mediator kegiatan tersebut.

Kegiatan ini diikuti oleh masyarakat menengah ke bawah yang

belum mampu menggunakan teknologi tersebut. Warintek ini juga

bisa digunakan sebagai ajang untuk menjalin jaringan antar

pesantren dan menjadi media dakwah. Melalui Warintek tersebut,

masyarakat luas dapat mengakses informasi keagamaan dengan

lebih mudah.

4. Kerjasama dengan Sampoerna Foundation

Kerjamasama Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin

Rembang dengan Sampoerna Foundation dalam bentuk pemberian

bantuan komputer dan pelatihan komputer bagi santri dan

masyarakat sekitar pondok pesantren. Melalui pelatihan komputer

ini, masyarakat yang awam teknologi menjadi melek teknologi.

Paling tidak mereka telah menguasai dasar-dasar pengoperasian

komputer. Disamping pelatihan komputer pihak Pondok Pesantren

Raudlatut Tholibin Rembang beserta Sampoerna Foundation juga

memberikan bantuan berupa sumbangan sembako bagi warga yang

kurang mampu yang berada di sekitar pondok pesantren.

lxxi

3.3.Pengembangan Sumber Daya Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin

Rembang

Pada prinsipnya, perubahan atau pengembangan pondok pesantren

berusaha untuk mencapai prestasi baru yang lebih baik namun sama sekali

tidak meninggalkan dan merusak nilai-nilai atau keyakinan inti yang telah

dianut. Hal ini bertujuan agar pondok pesantren tidak kehilangan ciri khas dan

nilai-nilai yang telah dipegang selama ini dan juga untuk menghindarkan

terjadinya pergeseran arah.

Upaya pengembangan pondok pesantren dapat dikatakan sebagai

upaya transformasi pondok pesantren agar tetap survive dan semakin

berkembang ke arah yang lebih baik. Upaya transformasi ini dilakukan dengan

landasan kaidah yang menunjukkan bahwa pondok pesantren memang

berupaya terus untuk meningkatkan eksistensinya dengan melakukan berbagai

pengembangan dan perubahan ke arah yang lebih baik.

Upaya pengembangan tersebut diarahkan kepada penambahan dan

perubahan beberapa komponen, baik yang bersifat fisik maupun non fisik.

Beberapa komponen yang dikembangkan dalam pondok pesantren adalah:

3.3.1. Perkembangan Sumber Daya Manusia

Mekanisme kerja Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin

Rembang diatur oleh yayasan. Pondok ini memiliki pengasuh pesantren.

Di bawah pengasuh terdapat kepala-kepala madrasah, dewan guru

(ustad/ustadzah) dan pegawai. Pengasuh pesantren berperan sebagai

lxxii

penanggung jawab umum, yang membawahi kepala-kepala sekolah,

dewan guru (ustad/ustadzah), pegawai dan seluruh santri. Pengurus

pondok pesantren setiap bulan melakukan pertemuan sekali untuk

mengevaluasi hasil kerja, melakukan perbaikan, memecahkan kasus dan

berbagai persoalan.

Dari hasil wawancara dengan Bisri Adib Chattani yang biasa

disebut dengan Gus Adib, selaku pengasuh yang mengurusi masalah

jejaring sosial dengan pihak luar, diketahui bahwa secara kuantitatif

sumber daya manusia di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang

dapat dipetakan sebagai berikut:

a. Pengasuh 5 orang

b. Kepala RA 1 orang

c. Kepala Madin 1 orang

d. Dewan guru (ustad/ustadzah) 42 orang

e. Pegawai 15 orang

f. Santri 700 orang

g. Siswa RA 70 orang

h. Siswa Madin 161 orang

Keunggulan SDM yang ingin dicapai pondok pesantren adalah

terwujudnya generasi muda yang berkualitas tidak hanya pada aspek

kognitif, tetapi juga pada aspek afektif dan psikomotorik. Melihat

tantangan-tantangan yang dihadapi bangsa dan upaya dalam penguasaan

sains-teknologi untuk turut memelihara momentum pembangunan,

lxxiii

muncul pemikiran dan gagasan untuk mengembangkan pondok

pesantren sebagai wahana untuk menanamkan apresiasi, dan bahkan

bibit-bibit keahlian dalam bidang sains-teknologi. Selain itu,

pengembangan pesantren kearah ini tidak hanya akan menciptakan

interaksi dan integrasi keilmuan yang lebih intens dan lebih padu antara

ilmu-ilmu agama dengan sains-teknologi. Dalam kerangka ini, SDM

yang dihasilkan pondok pesantren tidak hanya mempunyai perspektif

keilmuan yang lebih integratif dan komprehensif antara bidang ilmu-

ilmu agama dan ilmu-ilmu keduniaan tetapi juga memiliki kemampuan

teoritis dan praktis tertentu yang diperlukan dalam masa modern seperti

sekarang ini.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Pondok Pesantren

Raudlatut Tholibin Rembang memberikan bekal, baik ilmu agama,

ketrampilan maupun teknologi. Untuk bekal ilmu agama setiap santri

diajarkan untuk menguasai ilmu agama secara komprehensif, dilatih

untuk menjadi guru dan diberi bekal ketrampilan pidato. Disamping

ilmu agama, para santri juga dibekali ketrampilan seperti komputer dan

menjahit. Kemudian untuk mengantisipasi perkembangan global dan

penguasaan bahasa asing, maka para santri juga dibekali dengan

ketrampilan bahasa Inggris dan bahasa Arab.

3.3.2. Perkembangan Sumber Daya Material (Sarana Prasarana)

lxxiv

Perkembangan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin juga

dapat dilihat dari sarana dan prasarana yang dimilikinya. Pesantren ini

memiliki sarana gedung yang cukup representatif baik untuk ruang

belajar, tidur, kamar mandi, perpustakaan, aula pertemuan dan olah

raga, masjid, dapur dan sebagainya. Masjid yang berada di komplek

pondok juga dilengkapi fasilitas pendukung seperti komputer dan mesin

jahit. Dan yang menarik adalah kebersihan pondok pesantren kelihatan

sangat terjamin. Hal ini berbeda dengan citra pondok pesantren

tradisional selama ini yang diidentikkan dengan penyakit kulit karena

kejorokannya. Hal yang juga menarik adalah bahwa ribuan alumni

lulusan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin ini terserap oleh

kebutuhan masyarakat modern yang haus secara spiritual. Mereka

menjadi mubaligh di berbagai penjuru di Indonesia dan beberapa negara

di luar negeri.

Menurut Bisri Adib Chattani perkembangan sumber daya

material Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang dapat di

jabarkan sebagai berikut:

1. Sarana Bangunan

a. Masjid 1 buah

b. Perpustakaan 2 buah

c. Gedung pertemuan 1 buah

d. Rumah Kyai 4 buah

lxxv

e. Asrama santri 2 buah, yang terdiri dari enam kamar putra dan

empat kamar putri.

f. Ruang tamu 2 buah

g. Ruang Pertemuan 1 buah

h. Aula 2 buah

i. Kantor sekretariat pondok pesantren 2 buah

j. Ruang ustadz 2 buah

k. Bangunan kelas 12 buah

l. Kantin dan dapur 2 buah

m. Mushola 1 buah

2. Sarana Pendukung

a. Komputer

b. Mesin jahit

c. Tenis Meja

d. Meja belajar

e. Alat-alat perkantoran

f. Alat keterampilan, kesenian, olah raga dan sebagainya.

3.3.3. Perkembangan Sumber Daya Teknologi Informasi

Dalam menghadapi era globalisasi dan informasi pondok

pesantren perlu meningkatkan peranannya. Dua aspek penting dalam

pengembangan pesantren yang berhubungan dengan teknologi informasi

adalah infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM). Selain kedua

aspek tersebut, tentunya masih banyak aspek lain diantaranya finansial.

lxxvi

Namun, lemahnya infrastruktur dan kelangkaan SDM merupakan

penyebab utama lambannya pengembangan teknologi informasi di

sebuah lembaga.

Adapun infrastruktur dalam teknologi informasi dan

komunikasi yang berkembang di Pondok pesantren Raudlatut Tholibin

Rembang sampai saat ini antara lain: jaringan listrik, jaringan telpon,

gedung sekolah, sarana untuk belajar dan kegiatan lainnya, dan masih

ada gedung kosong yang memungkinkan sekali dijadikan ruang

komputer dan dipasangi internet.

Dengan kondisi perekonomian yang baik dan fasilitas publik

yang relatif lengkap, maka soal akses teknologi komunikasi bukan yang

sulit bagi Pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang.

3.3.4. Perkembangan Sumber Daya Kelembagaan

Salah satu sumber daya kelembagaan adalah sumber daya

finansial. Salah satu faktor yang menentukan keberlangsungan

pesantren adalah masalah pendanaan. Begitu juga dengan Pondok

pesantren Raudlatut Tholibin Rembang, pendanaan termasuk faktor

utama yang mendukung perkembangan pondok pesantren. Menurut

Bisri Adib Chattani sumber pendapatan pondok pesantren ini di

antaranya adalah:

1. Jariyah santri

Setiap santri pondok pesantren Raudlatut Tholibin diberi

beban biaya pendidikan (jariyah) yang besarnya tidak ditentukan.

lxxvii

Setiap santri diperbolehkan menyerahkan jariyah sesuai dengan

kemampuannya.

2. Sumbangan dari masyarakat

Salah satu bentuk kepercayaan masyarakat kepada pondok

pesantren Raudlatut Tholibin adalah partisipasi masyarakat dalam

bidang pendanaan. Pondok pesantren Raudlatut Tholibin sering

mendapatkan bantuan finansial baik yang berasal dari orang tua

santri maupun dari masyarakat yang merasa terbantu oleh pondok.

3. Keluarga pondok pesantren.

Pondok pesantren Raudlatut Tholibin secara historisnya

merupakan lembaga pendidikan yang dikelola oleh keluarga besar

KH. Bisri Mustofa. Sebagai wujud tanggung jawab terhadap

perkembangan pesantren, keluarga pondok menyisihkan sebagian

pendaptannya untuk pembangunan pondok.

4. Koperasi

Pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang

mengarahkan para santrinya untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan

vocational dalam usaha koperasi. Bahkan pondok pesantren

Raudlatut Tholibin Rembang memiliki beberapa unit usaha sebagai

wahana pembelajaran ketrampilan seperti komputer dan menjahit.

Melalui kegiatan ketrampilan ini minat kewirausahaan para santri

dibangkitkan, untuk kemudian diarahkan menuju pengembangan

lxxviii

pengelolaan usaha-usaha ekonomi bila sang santri kembali ke

masyarakat.

5. KBIH Al-Ibriz

KBIH Al-Ibriz juga memberikan kontribusi finansial bagi

pondok pesantren Raudlatut Tholibin. Keuntungan finansial yang

didapat dari jasa bimbingan haji dimasukkan ke dalam kas pondok

pesantren dan digunakan untuk pengembangan pondok pesantren.

6. Bantuan dari pemerintah

Pondok pesantren Raudlatut Tholibin sering mendapat

bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain dari pemerintah

dan/atau pemerintah daerah. Dalam i

Disamping sumber daya finansial, yang termasuk dalam

sumber daya kelembagaan (pondok pesantren) adalah lembaga

pendidikan yang bernaung di bawah Pondok pesantren Raudlatut

Tholibin seperti RA dan Madin. Kedua lembaga pendidikan ini

merupakan potensi pesantren yang dapat digunakan sebagai salah satu

strategi dakwah melalui pendidikan agama.

3.3.5. Perkembangan Jaringan dengan Pihak Luar

Salah satu potensi yang dipunyai pondok pesantren Raudlatut

Tholibin adalah adanya relasi yang cukup kuat dengan pihak luar, baik

lxxix

hubungan antar pesantren, hubungan dengan instansi pemerintah,

maupun hubungan dengan pihak swasta.

Melalui hubungan ini pondok pesantren memiliki jaringan yang

cukup luas, sehingga memiliki efek positif bagi pengembangan pondok

pesantren, baik fisik maupun non fisik. Misalnya hubungan yang

dilakukan pondok pesantren dengan Sampoerna Foundation, sehingga

pihak perusahaan memberikan bantuan komputer. Melalui bantuan ini,

secara fisik pondok pesantren dapat melengkapi sarana dan prasarana

pondok. Sedangkan secara non fisik, bantuan ini dapat meningkatkan

ketrampilan santri dalam mengoperasikan komputer.

lxxx

BAB IV

ANALISIS TENTANG STRATEGI DAKWAH DALAM RANGKA

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PESANTREN DI PONDOK

PESANTREN RAUDLATUT THOLIBIN REMBANG

4.1.Analisis Strategi Dakwah dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya

Pesantren di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang.

Pengembangan organisasi (lembaga) berhubungan dengan suatu

strategi, sistem, proses-proses guna menimbulkan perubahan organisatoris

sesuai dengan rencana, sebagai suatu alat guna menghadapi situasi-situasi

yang berubah yang dihadapi oleh organisasi salaf, dan yang berupaya untuk

menyesuaikan diri (adaptasi) dengan lingkungan mereka (Winardi, 1994:

210). Oleh karenannya definisi pengembangan lembaga pendidikan pesantren

hampir sama dengan konsep tersebut, yaitu proses yang berencana,

dimanajemeni dan secara sistematis untuk mengubah kultur, sistem, dan

perilaku organisasi, guna meningkatkan efektivitas dan kesehatan lembaga

pesantren tersebut dalam memecahkan masalah dan pencapaian sasaran

(tujuan) secara menyeluruh agar tercipta suatu kesempurnaan ataupun

kematangan.

Namun demikian aplikasi pengembangan lembaga di pesantren

Raudlatut Tholibin tidak jauh berbeda dengan konsep tersebut di atas, hanya

saja kesan yang sering muncul bahwa pengembangan lembaga identik dengan

pengembangan yang bersifat fisik saja (mengarah pada sasaran fisik dan

lxxxi

kongkrit). Padahal sasaran pengembangan lembaga seharusnya tidak hanya

mengarah kepada bentuk fisiknya saja akan tetapi lebih dari itu; meliputi

pengembangan fisik maupun nonfisik.

Sasaran dan tujuan demikian tergantung pada diagnosis kebutuhan-

kebutuhan sesuatu organisasi, karena upaya pengembangan lembaga berkaitan

dengan metode-metode merangsang perubahan yang terpusat pada klien.

Begitu halnya dengan pengembangan suatu lembaga pesantren akan berbeda

dengan pengembangan lembaga-lembaga (organisasi) lain, seperti halnya

perusahaan.

Menurut hemat penulis, pengembangan pesantren pada hakekatnya

sama dengan konsep pengembangan lembaga-lembaga yang lain, namun yang

membedakan adalah kesiapan dari pesantren itu sendiri. Sebagai lembaga

dakwah, pesantren bisa menggunakan potensi yang ada untuk

mengembangkan pesantren. Secara bertahap, aktifitas dakwah di pesantren

memberikan kontribusi positif bagi pengembangan pondok pesantren.

Aktifitas dakwah tidak hanya dipahami sebagai mauidhoh khasanah

semata, tapi esensinya lebih luas dari itu. Segala sesuatu yang diupayakan

pondok pesantren untuk mengaplikasikan dan menyiarkan ajaran Islam pada

umat, maka itu bisa dinilai sebagai aktifitas dakwah.

Dakwah konstruksi atau infrastruktur merupakan bagian dari dakwah

bil hal. Dakwah ini biasanya digunakan untuk meningkatkan dan paling tidak

mempertahankan keimanan seseorang yang menjadi objek dakwah terhadap

aqidah yang benar. Dakwah Konstruksi adalah usaha dakwah yang

lxxxii

dimanifestasikan dengan pembangunan prasarana vital, perumahan, jembatan,

masjid, madrasah, taman bacaan, perpustakaan, gedung pertemuan, menara

azan dan lain sebagainya. Dakwah konstruktif juga bisa dilakukan dengan

melakukan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang memiliki tendensi ibadah.

Melalui strategi dakwah seperti ini, maka pondok pesantren akan mudah

mendapat kepercayaan dan simpati masyarakat, sehingga kedepannya bisa

bermanfaat bagi pengembangan pondok pesantren.

4.2.Analisis Implementasi Strategi Dakwah dalam Pengembangan Sumber

Daya Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang

4.2.1 Implementasi Strategi Dakwah dalam Pengembangan Sumberdaya

Pesantren Melalui Strategi Dakwah Bil Lisan, Bil Hal dan Dakwah

Konstruktif

Pada bab III telah dijelaskan beberapa strategi dakwah yang

digunakan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang dalam

rangka pengembangan pesantren. Strategi dakwah ini memiliki potensi

untuk mengembangkan sumber daya yang dipunyai oleh pondok

pesantren baik sumber daya yang berbentuk fisik maupun non fisik.

Implementasi strategi dakwah dalam rangka pengembangan sumber

daya pondok pesantren Raudlatut Tholibin adalah sebagai berikut:

a. Strategi dakwah melalui lembaga pendidikan Raudlatul Atfal (RA)

dan Madrasah Diniyah (Madin)

Melalui strategi dakwah ini, sumber daya pesantren yang

berkembang di antaranya adalah sumber daya kelembagaan. Strategi

lxxxiii

ini memberikan kontribusi bagi pengembangan lembaga pendidikan

yang bernaung di bawah Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin

Rembang. Pada awal pendirian, RA dan Madin ini belum ada, tetapi

setelah melihat kebutuhan masyarakat akan pendidikan agama,

maka didirikanlah lembaga pendidikan dasar yang mengkhususkan

pada materi-materi agama. Langkah ini merupakan salah satu

strategi dakwah melalui pendidikan. Interaksi antara peserta didik

dan ustadz bisa dinilai sebagai aktifitas dakwah, karena di dalam

proses pembelajaran ada upaya menanamkan nilai-nilai agama

kepada peserta didik, sehingga peserta didik mampu

mengaplikasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.

b. Strategi dakwah melalui pengajian untuk masyarakat

Pengajian yang dilakukan Pondok Pesantren Raudlatut

Tholibin Rembang untuk masyarakat umum memberikan

sumbangan penting bagi pengembangan pondok pesantren,

khususnya dalam memperluas jaringan sosial. Forum ini juga bisa

dijadikan sebagai ajang silaturrahmi antara pihak pesantren dengan

masyarakat umum. Hubungan ini juga mampu menumbuhkan

kepercayaan masyarakat terhadap Pondok Pesantren Raudlatut

Tholibin Rembang, sebagai lembaga dakwah yang konsisten

melakukan amar ma’ruf nahi munkar.

Disamping itu, strategi ini juga dapat mengembangan potensi

sumber daya manusia (SDM), khususnya Kyai, Ustadz dan santri.

lxxxiv

Sebagai lembaga dakwah, pondok pesantren harus menyiapkan

sumber daya manusia yang handal di bidang agama. Dengan adanya

pengajian untuk masyarakat umum, baik Kyai, Ustadz maupun

santri dapat meningkatkan pengetahuannya di bidang agama.

c. Strategi dakwah melalui KBIH Al-Ibriz

Dirikannya KBIH Al-Ibriz juga memberikan kontribusi

positif bagi pengembangan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin

Rembang, khususnya di bidang kelembagaan. Ada beberapa

keuntungan yang didapat Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin

Rembang dengan adanya KBIH Al-Ibriz ini, di antaranya:

1) Keuntungan finansial

KBIH Al-Ibriz berpotensi untuk mengembangkan

perekonomian masyarakat, karena dengan adanya KBIH Al-Ibrzi

ini banyak masyarakat sekitar yang mendirikan usaha seperti

warung makan, toko oleh-oleh, suvenir dan lain sebagainya.

Disamping itu keuntungan finansial dari bimbingan ibadah haji

ini dimasukkan ke kas pondok pesantren dan digunakan untuk

kebutuhan pondok pesantren.

2) Membangun kepercayaan masyarakat

KBIH Al-Ibriz sebagai lembaga swadaya yang bergerak

dalam bidang bimbingan haji memberikan kemudahan bagi

masyarakat yang ingin menunaikan ibadah haji. Calon jamaah

haji dapat menimba ilmu sebanyak-banyaknya tentang tata cara

lxxxv

ibadah haji. Sehingga terbangun kepercayaan di kalangan

masyarakat terhadap kompetensi pondok pesantren dalam

membimbing pelaksanaan ibadah haji.

d. Strategi dakwah melalui koperasi Al-Ibriz

Didirikannya koperasi Al-Ibriz juga memiliki motif dakwah,

khususnya di bidang muamalah. Melalui kegaitan ekonomi, santri

diperkenalkan dengan kegiatan ekonomi berbasis syari’ah, sehingga

nantinya santri diharapkan mampu berwirausaha dengan dasar nilai-

nilai Islam.

Koperasi Al-Ibriz merupakan usaha Pondok Pesantren

Raudlatut Tholibin pada bidang perekonomian. Koperasi ini

memberikan keuntungan finansial bagi pondok pesantren dan para

santri. Setiap tahunnya santri menerima Sisa Hasil Usaha (SHU)

dari setiap bidang usaha yang dipunyai oleh pondok pesantren

seperti toko kelontong, warung makan, rental komputer, dan

menjahit. Kelebihan dari SHU tersebut dimasukkan ke kas pondok

pesantren dan digunakan untuk pengembangan pondok pesantren.

e. Strategi dakwah melalui kerjasama dengan instansi pemerintah

maupun swasta

Salah satu strategi dakwah di Pondok Pesantren Raudlatut

Tholibin adalah dengan membangun relasi yang luas. Hubungan

yang harmonis dengan pihak luar baik instansi pemerintah maupun

swasta dapat memberikan kontribusi yang positif, baik fisik maupun

lxxxvi

non fisik. Pengembangan fisik diperoleh dari bantuan-bantuan

sarana dan prasarana seperti pengembangan perpustakaan pondok

pesantren, bantuan komputer, disalinasi air (penjernihan air) dan

pengadaan Warung Informasi Teknologi (Warintek). Sedangkan

pengembangan non fisik atau pengembangan sumber daya manusia

di antaranya adalah memberikan ketrampilan komputer,

pengetahuan tentang teknologi tepat guna bagi santri dan

menumbuhkan kemampuan komunikasi bagi para santri.

Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pengembangan

lembaga pesantren, maka kita harus tahu juga bagaimana tahap

perkembangannya dan apa saja indikatornya. Berikut penjelasan mengenai

tahap-tahap perkembangan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin melalui

strategi dakwahnya dan indikator keberhasilan dalam pengembangan

lembaga:

a. Tahap-tahap Perkembangan Lembaga Pondok Pesantren Raudlatut

Tholibin

Ada enam (6) tahap perkembangan lembaga pendidikan,

sebagaimana yang dijelaskan oleh Lappit dan Schmidt seperti dikutip

Wahjosumidjo (2001: 71) bahwa siklus kehidupan organisasi

digambarkan melalui enam tahap perkembangan, yaitu:

7) Terciptanya organisasi baru (creating a new organization);

8) Hidup sebagai suatu sistem yang dapat berkembang (surviving as a

viable system);

lxxxvii

9) Memperoleh stabilitas (gaining stability);

10) Memperoleh reputasi dan mengembangkan kebanggaan (gaining

reputation and developing puide);

11) Memperoleh keunikan dan kemampuan adaptasi (achieving

uniqueness and adaptability);

12) Membantu masyarakat (contributing to society).

Berdasarkan keenam tahap perkembangan tersebut di atas,

maka Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin termasuk pesantren yang

telah memiliki indikasi perkembangan dalam rangka mencapai

keberhasilan pondok. Tahap pengembangan Pondok Pesantren

Raudlatut Tholibin yang didasarkan pada strategi dakwahnya adalah

sebagai berikut:

1) Tahap pendirian dengan membentuk sistem pesantren salaf

Dalam tahap pendirian ini, pesantren berusaha merancang

AD/ART, membentuk Yayasan atau menyusun struktur

kepengurusan. Oleh karena itu, Pondok Pesantren Raudlatut

Tholibin berusaha agar memperbaharui sistem pendidikan

pesantren namun tetap memegang teguh ciri salafnya, yang

merupakan sistem pendidikan yang konsisten mengutamakan ilmu-

ilmu agama.

Pesantren Raudlatut Tholibin memiliki banyak sekali

bentuk organisasi yang ada di dalamnya, seperti organisasi yang

menangani KBIH, koperasi, madrasah, OSIS, dan perkumpulan

lxxxviii

alumni., yang kesemuanya itu selalu didasarkan pada

pengembangan pesantren dengan penanaman nilai-nilai dakwah di

dalamnya.

Melaui organisasi-organisasi tersebut, Pondok Pesantren

Raudlatut Tholibin melakukan dakwah. Niat awal pendirian

pondok pesantren ini adalah amar ma’ruf nahi munkar. Oleh

karena itu, Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin tetap konsisten

memegang sistem pondok salaf dan mengajarkan ilmu-ilmu agama.

Melalui sistem pondok salaf ini juga, Pondok Pesantren Raudlatut

Tholibin mendapatkan kepercayaan dari masyarakat luas.

Indikasinya dapat dilihat dari banyak santri yang masuk ke Pondok

Pesantren Raudlatut Tholibin.

2) Menerima dan memasukkan hal-hal baru

Evektifitas dan efisiensi pesantren menuntut kita untuk

menerapkan pelbagai rekayasa dan rekadaya yang didasari oleh

ilmu pengetahuan teoritik dan praktis sesuai dengan sasaran yang

digarap. Oleh karena itu diperlukan sitem dan metode yang

menarik. Orientasi pondok pesantren dalam zaman teknologi masa

kini dan masa depan perlu diubah pula.

Sudah seharusnya pesantren Raudlatut Tholibin hidup

sebagai suatu sistem yang dapat berkembang (surviving as a

viable system), dimana berbagai konsep baru, pruduk baru, dan

segala hal yang dianggap baru selalu diterima dengan tanpa

lxxxix

menghilangkan karakteristiknya sebagai pondok pesantren salaf,

misalnya dengan memasukkan kursus bahasa asing, kursus

komputer dan menjahit. Hal ini sesuai dengan konsep yang sering

ditawarkan: ”Mempertahankan hal-hal lama yang baik dan

menerima hal-hal baru yang lebih baik”.

Oleh karena pondok pesantren Raudlatut Tholibin selalu

terbuka untuk menerima masukan-masukan yang bersifat inovatif,

maka sudah barang tentu mereka berusaha mencari hal-hal baru

dan memahami apa yang dibutuhkan masyarakat pada masa yang

akan datang. Dengan demikian corak pesantren Raudlatut Tholibin

bersifat inovatif, bukan melestarikan apa yang ada/jelek

(maintenance), konservatif, pasif serta dogmatis.

Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin selalu berkembang,

baik secara fisik (gedung yang selalu bertambah, fasilitas yang

lengkap, pendanaan yang cukup dengan berbagai unit usahanya,

siswa /santri yang selalu bertambah, dan lain sebagainya) maupun

perkembangan yang berbentuk nonfisik (seperti kualitas santri,

guru, dan karyawan meningkat, motifasi kerja tinggi, solidaritas

dan kerja sama terjalin dengan baik, adanya peningkatan kualitas

manajemen dan lain sebagainya). Semua itu diantaranya

merupakan hasil dari strategi dakwah yang diterapkan di Pondok

Pesantren Raudlatut Tholibin yang mengedepankan aspek sosial

kemasyarakatan dalam berdakwah.

xc

3) Memperoleh stabilitas (gainning stability)

Indikasi stabilitas Pondok Pesantren adalah kemapanannya

dalam hal pengelolaan santri, karyawan, dan SDM lain,

penyusunan kurikulum, serta kemapanannya dalam mengelola dana

dengan membuat unit usaha secara mandiri. Oleh karena itu

pengelolaan pesantren secara menyeluruh harus dilakukan secara

profesional.

Contoh yang dapat dilihat yaitu dalam pengelolaan santri

misalnya, stabilitas input santri Pondok Pesantren Raudlatut

Tholibin sejak tahun 2003/2004 hingga tahun 2009/2010 ini secara

kuantitas dan kualitas teratur dan tidak menghawatirkan. Contoh

lain juga dapat dilihat dari kemapanan manajemen yang selama ini

diterapkan, dimana mereka sudah mengenal planning, organizing,

actuating, dan controling / evaluating.

Aktifitas dakwah yang dilakukan secara konsisten juga

terlihat stabil, dalam artian terjadi peningkatan secara signifikan.

Strategi dakwah yang dikembangkan di Pondok Pesantren

Raudlatut Tholibin menggunakan beberapa media yaitu: melalui

lembaga pendidikan formal seperti RA dan Madin, kegiatan

keagamaan, kegiatan kemasyarakatan dan menjalin relasi dengan

pihak luar yang juga memiliki misi dakwah.

4) Memperoleh reputasi dan mengembangkan kebanggaan (gainning

reputation and developing puide)

xci

Dengan umur yang relatif tidak muda lagi, Pondok

Pesantren Raudlatut Tholibin sudah mendapatkan legitimasi dari

masyarakat bahwa ia adalah pesantren yang maju dan berkualitas

(favorit / elit) yang mampu meraih prestasi dan mampu menyaingi

berbagai pesantren maupun madrasah yang ada di daerah

Kabupaten Rembang. Hal ini bisa dilihat dengan banyaknya

prestasi yang pernah diraih, baik prestasi nilai ujian nasional

madrasah, prestasi dari berbagai macam perlombaan, pelatihan,

dan lain-lain. Dalam bidang akademik misalnya, untuk MTs

Raudlatut Tholibin meraih peringkat 10 besar sekabupaten

Rembang.

Dari tahun ke tahun alumni pondok pesantren Raudlatut

Tholibin selalu lulus dengan prestasi yang memuaskan, sehingga

pimpinan pesantren merespon prestasi yang telah diperoleh

tersebut dengan mengeluarkan kebijakan yang sangat mendukung

dan memotivasi santri, contohnya seperti:

a) Memberikan Piagam Penghargaan bagi Rangking I, II dan III

serta mengumumkannya pada setiap akhir periode (pembagian

Raport).

b) Memberikan beasiswa bagi santri kelas III MTs. (rangking I / II

/ III).

xcii

c) Mengangkat santri berprestasi dan solid terhadap almamater

untuk ikut mengajar (pengabdian) di pesantren Raudlatut

Tholibin.

Dalam bidang dakwah, pondok pesantren Raudlatut

Tholibin sudah memiliki reputasi yang baik di mata masyarakat.

Salah satu faktor penting yang mendongkrak popularitas pondok

pesantren adalah figur KH. Mustofa Bisri yang selain sebagai

pengasuh pondok pesantren juga seorang penulis, seniman, dan dai

yang handal. Dan hal ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi

pondok pesantren. Disamping itu, sistem dakwah konstruktif

dengan pendekatan sosial kemasyarakat mendapat respon positif

dari masyarakat.

5) Memperoleh keunikan dan kemampuan adaptasi (achieving

uniqueness and adaptability)

Keunikan pesantren Raudlatut Tholibin dapat dilihat dari

berbagai segi, baik model pesantrennya, perkembangan fisiknya,

prestasi santrinya, prestasi guru dan kyainya, serta

perkembangannya secara komprehensip mampu membuat banyak

orang kagum, terpesona dan tertarik untuk mengetahui apa rahasia

yang ada di balik itu semua.

Kemampuan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin untuk

beradaptasi dengan masyarakat sekitar melalui strategi dakwah

konstruktif merupakan salah satu faktor keberhasilan yang selama

xciii

ini ia peroleh. Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin selama ini

mampu menampung berbagai aspirasi masyarakat. Misalnya

kebutuhan masyarakat Rembang akan ilmu pesantren (agama) yang

diberikan sejak dini diakomodir dengan mendirikan RA dan

Madin. Di sisi lain Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin juga

menampung dan mengembangkan bakat minat santrinya, baik

bidang seni, ketrampilan maupun keorganisasian.

Dengan demikian, keunikan Pesantren Raudlatut Tholibin

merupakan model salaf dengan pendekatan teknologi yang selama

ini diterapkan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin sangat

prospektif untuk dikembangkan di Kabupaten Rembang.

6) Membantu masyarakat (contributing to society)

Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin hingga saat ini sudah

mampu memberikan kontribusi yang sangat besar dalam

mencerdaskan kehidupan masyarakat, yang merupakan agent of

change (agen perubahan) kultur maupun peradaban masyarakat

Muslim melalui strategi dakwahnya konstruktif. Tujuan dakwah itu

adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekeliling

khususnya dan masyarakat Muslim Indonesia umumnya, baik

kesejahteraan lahiriah maupun bathiniah.

Out came Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin sudah

dianggap baik, hal ini terbukti dengan banyak alumni yang

xciv

mengajar di berbagai madrasah maupun sekolah-sekolah, bahkan

banyak juga yang menjadi tokoh masyarakat, dan lain-lain.

Adapun bantuan pesantren terhadap masyarakat sekitar

yang selama ini diberikan sangatlah banyak, baik materiil maupun

spirituil. Hal ini bisa dilihat dengan adanya jadwal ceramah agama

(pengajian), pengajian akhirussanah, kesempatan kerja bagi

masyarakat sekitar, kesempatan menjual barang/jajan di kopontren,

bantuan madrasah, dan lain-lain.

4.2.2 Indikasi Keberhasilan Lembaga Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin

Ukuran keberhasilan pengembangan suatu lembaga sangatlah

relatif dan tergantung dari sejauh mana tujuan dan sasaran pengembangan

yang direncanakan itu telah mereka capai. Untuk mendapatkan suatu

keberhasilan dalam pengembangan pesantren melalui strategi dakwah

konstruktif, maka harus difahami mengenai dasar pengembangan

manajemen berdasarkan Islam yang meliputi tujuh sasaran akhir yang

hendak dicapai, yaitu sebagai berikut:

a. Sikap mandiri yang berdasarkan keyakinan akan kemampuan diri

(self-confedence) yang mendalam dan istiqomah yang tumbuh karena

penalaran dan penghayatan intelektual dari pengenalan akan Allah

(bertauhid). Keyakinan akan menimbulkan rasa tanggung jawab,

amanah, dan keikhlasan dalam mengembangkan tugas dakwah yang

dipikulkan kepadanya.

xcv

b. Kebebasan berkomunikasi secara merata dan terbuka antara da’i dan

mad’u tanpa dibatasi oleh pangkat dan kedudukan.

c. Pengendalian pada kebijaksanaan musyawarah dalam menyelesaikan

setiap permasalahan yang timbul antara warga pesantren.

d. Pembinaan pengaruh hendaklah didasarkan pada keandalan

(kompetensi) ilmu pengetahuan teknis, bukan sekali-kali pada

kekuasaan dan kedudukan (egoisme) seseorang.

e. Terciptanya suasana yang memberikan peluang, bahkan

menggalakkan ekspresi pribadi; juga untuk berkembangnya tingkah

laku yang berorientasi pada tugas. Dengan kata lain, perlu

ditumbuhkan suasana pribadi yang egaliter, bertakwah kepada Allah

dan berdakwah dengan keikhlasan hati.

f. Kesediaan dan kemampuan untuk menyelesaikan setiap konflik yang

senantiasa ada di antara warga pesantren, secara rasional dan dewasa.

g. Kemampuan untuk menyalurkan setiap konflik menjadi suatu

persaingan yang sehat dan positif, berdasarkan asas musabaqah lil

khairat (Machendrawaty dan Syafei, 2001: 143).

Dari tujuh dasar pengembangan manajemen tersebut di atas, maka

sangat relevan sekali jika dasar ini dijadikan sebagai pijakan dalam

pengembangan pesantren melalui strategi dakwah yang jitu. Oleh

karenanya, jika kita mampu menerapkan tujuh dasar tersebut maka sudah

barang tentu keberhasilan pengembangan pesantren akan didapatkan.

xcvi

Raudlatut Tholibin sebagai salah satu lembaga yang memegang

teguh sistem salafi namun tidak menutup diri dengan perkembangan

zaman. Pondok pesantren Raudlatut Tholibin konsisten untuk

mengembangkan diri dan sudah terlihat adanya indikasi dalam

menerapkan tujuh dasar pengembangan manajemen tersebut di atas. Hal

ini dilakukan secara periodik dan bertahap, sebab segala sesuatu tidak

mungkin berubah secara mendadak (spontanitas). Namun demikian masih

banyak kekurangan-kekurangan yang di alami oleh pesantren Raudlatut

Tholibin, kebebasan berkomunikasi misalnya, seharusnya dilakukan secara

terbuka dan merata tanpa dibatasi pangkat dan kedudukan, akan tetapi

yang sering terjadi di pesantren adalah sebaliknya. Di Raudlatut Tholibin

sedikit demi sedikit sudah menerapkan hal tersebut, namun ada kalanya

terdapat hambatan-hambatan seperti rasa takut dengan kyai, sanksi, terasa

kurang etis, dan lain-lain.

Ada beberapa indikasi pokok yang dapat dipakai sebagai kriteria

keberhasilan pesantren Raudlatut Tholibin, yaitu:

1. Tercapainya tujuan Pesantren.

Tujuan pesantren Raudlatut Tholibin secara garis besar

sebagaimana tercantum dalam misi pesantren yaitu meningkatkan

lembaga pendidikan pondok pesantren yang berwawasan ilmu

pengetahuan dan teknologi informasi. Namun untuk mengetahui

apakah suatu tujuan lembaga pesantren sudah tercapai secara maksimal

atau belum, maka jawabannya adalah relatif, namun secara umum

xcvii

besar-kecilnya keberhasilan itu dapat dilihat dari indikator-indikator

yang ada.

Keberhasilan pesantren Raudlatut Tholibin dalam mencapai

tujuan dapat diketahui diantaranya dengan mengetahui keadaan santri

baik yang masih berada di Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin

maupun mereka yang sudah alumni (yang sudah terjun ke masyarakat)

dan yang meneruskan ke jenjang pendidikan berikutnya. Santri pondok

pesantren Raudlatut Tholibin diberi bekal ilmu agama yang

diintegrasikan dengan ketrampilan teknologi informasi. Secara

kualitatif, baik santri maupun alumni bisa dikatakan memiliki

kompetensi sesuai harapan dan tujuan pondok pesantren Raudlatut

Tholibin yaitu memiliki wawasan ilmu dan teknologi informasi.

2. Pesantren mampu memenuhi dan memanfaatkan segala sumber yang

ada secara maksimal.(SDM, SDA, Unit Usaha, dll.)

Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di Raudlatut Tholibin

meliputi Kyai, Guru, karyawan dan Santri, telah dapat dipenuhi dengan

baik dan dikelola secara profesional. Hal ini terlihat dengan

peningkatan gaji guru, pelatihan, pendidikan, pengembangan

kurikulum, pendanaan, sarana pendidikan dan lain-lain.

Sedangkan Sumber Daya Alam (SDA) yang selama ini

pesantren miliki cukup memuaskan dan dapat dikelola dengan baik,

seperti pengadaan sumber air bersih, tambak, dan lain lain.

xcviii

Unit Usaha dari berbagai macam bentuk telah dikembangkan

oleh pesantren baik warung serba ada, kantin, dapur umum, warung

telkom, klinik kesehatan, tailor, warung informasi dan lain-lain.

Adapun hasil dari unit usaha itu semua dapat digunakan untuk

pembangunan gedung dan pemenuhan sarana-prasarana pesantren

yang ada.

3. Mitra kerja (masyarakat) merasa puas.

Dengan berbagai kebijakan pimpinan pesantren dan hasil

kinerja seluruh komponen lembaga pesantren Raudlatut Tholibin

hingga mencapai keberhasilan yang memuaskan ini, tentunya seluruh

masyarakat dan unsur yang ada di dalam maupun di luar pesantren

Raudlatut Tholibin dapat menikmati hasilnya dengan antusias dan

bangga. Menyusul adanya usaha-usaha lembaga untuk merubah dan

mengembangkan segala kekurangan yang ada di dalam pesantren, baik

manajemen dan administrasinya maupun usaha menciptakan rasa

harmonis dan bekerjasama di lingkungan pesantren dengan berbagai

pendekatan. Pendekaan tersebut melalui strategi dakwah konstruktif

dengan mengedepankan aspek sosial kemasyarakatan.

4. Terdapat kesepakatan antara warga pesantren dari berbagai tingkatan

terhadap apa yang akan dan sedang dilakukan.

Dengan berbagai teknik dan pendekatan dalam memberikan

informasi, penjelasan dan petunjuk pelaksanaan, pimpinan pesantren

beserta stafnya mampu membuat seluruh anggota (unsur SDM)

xcix

pesantren mau mendukung dan sepakat atas segala kebijakan yang

sedang maupun yang akan dilaksanakan. Hal ini dapat dilakukan

dengan lancar karena kapandaian pemimpin dalam menjalankan

tugasnya, seperti halnya jika ada seorang atau beberapa orang yang

kurang sepakat atas suatu kebijakan, maka ia dipanggil untuk

mengungkapkan isi hatinya di hadapan pimpinan secara pribadi

sehingga ia bisa memahami maksud dan tujuan yang telah disepakati

bersama dan harus segera dilaksanakan.

5. Pesantren memberikan pelayanan yang paling baik terhadap

kepentingan masyarakat.

Dengan berbagai masukan dan saran dari seluruh masyarakat

pesantren Raudlatut Tholibin mampu memberikan pelayanan yang

sangat memuaskan, hal ini diakui oleh beberapa wali santri yang telah

dikonfirmasi oleh penulis. Selama ini orang tua santri merasakan

bahwa pesantren Raudlatut Tholibin ini selalu memberikan yang

terbaik buat santri.

Selain biaya yang murah, ternyata fasilitasnya pun lumayan

lengkap dibanding dengan sekolah-sekolah lain yang ada di Rembang.

Baik berupa gedung madrasah, ruang pertemuan, masjid, fasilitas

telepon, air bersih yang melimpah, lapangan sepak bola, dan lain-lain.

dan itu semua mampu memberikan manfaat bagi semua masyarakat

sekitar dan bahkan masyarakat luar daerah.

c

4.3. Faktor Pendukung dan Penghambat Strategi Dakwah dalam

Pengembangan Sumber Daya Pesantren

4.3.1 Faktor Pendukung

Kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh Pondok Pesantren

Raudlatut Tholibin Rembang di antaranya adalah :

1. Mempunyai pemimpin yang cukup potensial dan kharismatis

sehingga memudahkan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin

Rembang untuk berkembang dan membangun jaringan. Di

samping itu, peran pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan

dan lembaga dakwah dapat lebih mudah untuk direalisasikan,

karena didukung oleh sumberdaya yang memadai.

2. SDM yang dimiliki oleh Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin

Rembang cukup memadai. Hal ini disebabkan karena SDM yang

dimiliki oleh Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin tidak hanya

didukung oleh SDM yang berasal dari keluarga pengasuh yang ahli

dalam bidang agama, namun juga di dukung oleh SDM luar, baik

dari unsur masyarakat sekitar maupun masyarakat umum yang

cukup mumpuni.

3. Sistem pendidikan yang diterapkan sangat menunjang untuk

mencetak kader-kader dakwah yang mengutamakan akhlakul

karimah dan kepedulian terhadap realitas dan kondisi masyarakat.

Di samping itu, pembekalan keterampilan yang diberikan kepada

para santri dapat ikut menunjang aktivitas dakwah yang akan

ci

dilaksanakan di masa yang akan datang, sehingga para santri siap

untuk mengemban misi dakwah sekaligus mampu bersikap

mandiri.

4. Minat santri dan dukungan masyarakat yang cukup besar. Kondisi

ini tentu saja sangat mendukung upaya pengembangan dan

pemberdayaan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang,

khususnya sebagai lembaga pendidikan dan sebagai lembaga

dakwah. Di samping itu, Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin juga

diharapkan mampu berperan sebagai media solusi yang dihadapi

oleh umat mausia, terutama para santri dan masyarakat.

5. Sarana dan prasarana yang ada cukup memadai, sehingga mampu

menunjang proses pendidikan dan upaya pengembangan Pondok

Pesantren Raudlatut Tholibin dalam konteksnya sebagai lembaga

dakwah.

4.3.2 Faktor Penghambat

1. Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang seringkali

dipahami sebagai lembaga tradisional sehingga pengelolaan atau

manajemennya kurang diperhatikan secara serius dan bersifat

konvensional. Kondisi ini tentu saja akan berpengaruh terhadap

pola manajerial yang diterapkan, sehingga perlu dibenahi dan

dikembangkan kearah manajemen secara profesional.

2. Belum adanya lembaga pendidikan formal (ilmu umum) di Pondok

Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang sehingga para santri dan

cii

alumninya sangat kurang menguasai disiplin ilmu umum. Padahal

untuk melaksanakan aktivitas dakwah pada masa sekarang dan

utamanya di masa yang akan datang dibutuhkan keterampilan dan

keahlian, baik dalam bidang agama maupun dalam bidang umum.

Oleh karena itu, ke depan harus ada inisiatif dan usaha untuk

mengembangkan sistem pendidikan yang ada di Pondok Pesantren

Raudlatut Tholibin, baik yang berkaitan dengan ilmu agama

maupun disiplin ilmu pengetahuan umum.

3. Kurang berkembangnya budaya demokrasi dan disiplin sehingga

para santri dan alumni Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin

Rembang kurang dapat mengimbangi perkembangan dunia luar.

Jika dibiarkan, kondisi ini akan menghambat aktivitas dakwah

yang dilaksanakan, terutama aktivitas dakwah di masa yang akan

datang.

4. Belum maksimalnya pendidikan keterampilan yang diberikan

karena masih terbatas hanya pada beberapa bidang, sehingga untuk

bidang-bidang yang lain belum tergarap. Oleh karena itu, ke depan

harus dipikirkan usaha untuk menciptakan keterampilan santri

dalam berbagai bidang agar dapat lebih fleksibel dalam

melaksanakan dakwah dan mampu mengikuti perkembangan

zaman.

ciii

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari uraian pembahasan mengenai "STRATEGI DAKWAH DALAM

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PESANTREN (Studi Kasus di

Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang)", dapat penulis ambil

kesimpulan sebagaimana berikut:

1. Strategi dakwah yang dilakukan pesantren Raudlatut Tholibin Rembang

sebagai upaya untuk pengembangan sumber daya yang dimilikinya adalah

dengan dakwah bil lisan, dakwah bil hal dan dakwah konstruktif yaitu

dengan beberapa cara:

a. Mendirikan lembaga pendidikan Raudlatul Atfal (RA) dan Madrasah

Diniyah (Madin)

b. Mengadakan pengajian untuk masyarakat

c. Menyediakan KBIH Al-Ibriz bagi masyarakat

d. Menyediakan koperasi Al-Ibriz bagi santri dan masyarakat sekitar

e. Bekerjasama dengan instansi pemerintah maupun swasta

2. Implementasi strategi dakwah tersebut dalam pengembangan sumber daya

pesantren Raudlatut Tholibin Rembang dilakukan mulai dari tahap

pendirian sampai pada partisipasinya dalam membantu masyarakat.

Strategi dakwah yang dilakukan pesantren Raudlatut Tholibin Rembang

tersebut merupakan dakwah bil hal. Dakwah ini lebih menitip beratkan

pada aksi riil melalui kegiatan sosial kemasyarakatan.

civ

3. Faktor pendukung penerapan strategi dakwah dalam pengembangan

pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang di antaranya adalah

dukungan pengasuh yang memiliki pengaruh kuat di masyarakat, SDM

yang dimiliki cukup memadai, sistem pendidikan yang diterapkan sangat

menunjang untuk mencetak kader-kader dakwah, minat santri dan

dukungan masyarakat yang cukup besar dan Sarana dan prasarana yang

ada cukup memadai.

Sedangkan faktor penghambat penerapan strategi dakwah di

pondok pesantren Raudlatut Tholibin Rembang di antaranya: pengelolaan

atau manajemennya kurang diperhatikan secara serius dan masih bersifat

konvensional, belum adanya lembaga pendidikan formal (ilmu umum),

kurang berkembangnya budaya demokrasi dan disiplin dan belum

maksimalnya pendidikan keterampilan. Faktor-faktor tersebut sedikit

banyak menghambat proses dakwah dalam rangka pengembangan pondok

pesantren.

5.2 Saran-Saran

Suatu keyakinan dan keimanan yang paling fundamental dari fungsi

agama adalah pembebasan diri, baik pembebasan diri dari kebodohan,

kekufuran maupun kefakiran. Ini karena agama terkait dengan hubungan yang

sangat transenden dan pribadi antara manusia sebagai individu yang otonom

dengan Tuhan secara langsung. Kalau kemudian dari fungsi pembebasan diri

ini muncul kesadaran tentang pembebasan sosial, maka inilah yang

cv

seharusnya. Tetapi pada prinsipnya, agama jelas merupakan hak dan otonomi

individu dimana ia hanya diyakini dan dihayati oleh pribadi yang

bersangkutan yang orang lain tidak tahu dan tidak boleh melakukan intervensi.

Artinya Islam adalah agama penyelamat dan agama pembebas bagi

umat manusia dari ketertindasan. Oleh karena itu, pondok pesantren sebagai

lembaga dakwah harus mampu menjadi agent of change bagi masyarakat

dalam menghindarkan kekufuran, mengentaskan masyarakat dari kebodohan

dan kemiskinan. Dalam artinya dakwah yang dilakukan di pondok pesantren

tidak hanya bil lisan tapi juga bil hal melalui strategi dakwah konstruktif

dengan mengedepankan aspek pengembangan sosial kemasyarakatan.

5.3 Penutup

Mengakhiri skripsi ini, penulis memanjadkan puji syukur

Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayahNya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa penulis

mengucapkan banyak terimakasih kepada berbagai pihak terutama kepada

pembimbing yang dengan penuh keikhlasan dan kesadaran telah membantu

dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari keterbatasan dan kemampuan yang ada pada

penulis, maka saran dan kritik sangat diharapkan dari berbagai pihak demi

perbaikan dan kesempurna. Akhirnya penulis hanya berharap semoga skripsi

ini dapat bermanfaat bagi diri penulis pada khususnya dan pembaca pada

umumnya. Terimakasih.

cvi

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Irwan. 2008. Agama, Pendidikan Islam dan Tanggung Jawab SosialPesantren. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM dan Pustaka Pelajar.

Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek.Jakarta : Rineka Cipta.

Azwar, Saefudin. 1997. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Bryson, John M.. 2001. Perencanaan Strategis bagi Organisasi Sosial. Cet. IV.Yogyakarta: Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI).

Dewan Redaksi. 1993. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.

Dhofier, Zamakhsari. 1982. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Kyai.Jakarta: LP3ES.

Mas’ud, Abdurrahman, dkk. 2002. Dinamika Pesantren dan Madrasah.Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dengan PustakaPelajar.

Gibson, James L. (et.al). 1997. Organisasi; Perilaku Struktur dan Proses. AlihBahasa: Nunuk Adiarni. Jakarta: Binarupa Aksara.

Hasbullah. 1985. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

______. 1999. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.

Hasibuan, Malayu S.P. 2001. Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah,Jakarta: PT Bumi Aksara.

Machendrawaty, Nanih dan Agus Ahmad Syafei, 2001, PengembanganMasyarakat Islam; Dari Tradisi, Strategi, Sampai Tradisi, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

Madjid, Nurcholis. 1997. Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan.Jakarta: Paramadina.

Margono. 2000. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.

Marzuki. 2002. Metodologi Riset. Yogyakarta : Prasetya Widi Pratama.

cvii

Masyhud, M. Sulthon dan Moh. Khusnurdilo. 2004. Manajemen PondokPesantren. Jakarta: Diva Pustaka.

Nurhadi, Agus. 2007. Mengelola Modal Sosial untuk Pengembangan Madrasah.Semarang; Abshor.

Pimay, Awaludin. 2006. Metodologi Dakwah. Semarang: RaSAIL.

Rafi’udin dan Maman Abdul Djaliel. 1997. Prinsip dan Strategi Dakwah.Bandung:Pustaka Setia.

Shaleh, Abd. Rosyad. 1986. Manajemen Dakwah Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Sudarto. 1997. Metode Penelitian Filsafat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Surahmat, Winarno. 1970. Dasar dan Tehnik Research : Pengantar MetodeIlmiah. Bandung : Tasiro.

Syukir, Asmuni. 1983. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al Ikhlas.

Tim Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Depag RI. 2003. PolaPemberdayaan Masyarakat melalui Pondok Pesantren. Jakarta:Ditpekapontren Ditjen Kelembagaan Agama Depag RI.

Tjaya, Thomas Hidya. “Mencari Orientasi Pendidikan (Sebuah PerspektifHistoris)”, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0402/04/Bentara/824931.htm

Wahjosumidjo, 2001, Kepemimpinan Kepala Sekolah; Tinjauan Teoritik danPermasalahannya, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Wahyutomo. 1999. Perguruan Tinggi Pesantren, Pendidikan Alternatif MasaDepan. Jakarta: Guna Insani Press.

Winardi, 1994, Manajemen Konflik; Konflik Perubahan dan Pengembangan,Bandung: Mandar Maju.

Yuki, Gary. A.. 1994. Kepemimpinan dalam Organisasi. Penterjemah: JusufUdaya, Jakarta: Prenhallindo.

cviii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Suyati

Tempat/Tgl. Lahir : Rembang, 18 Oktober 1986

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Ronggolawe RT. 2 RW. 3 Pasar Banggi Rembang

Pendidikan :

1. Sekolah Dasar Negeri 01 Pasar Banggi lulus tahun 1999

2. Madrasah Tsanawiyah Negeri Lasem lulus tahun 2001

3. Madrasah Aliyah Al-Muayyad Solo lulus tahun 2004

4. Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang lulus tahun 2010

Demikian daftar riwayat hidup ini kami buat dengan sebenar-benarnya.

Semarang, 21 Juni 2010

Penulis

S U Y A T I1105057