Upload
muchsanah-dhelya-mayusma
View
73
Download
2
Embed Size (px)
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
STATUS PASIEN RUANG RAWAT INAP
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI BPK RSUZA BANDA ACEH
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. EE
Umur : 41 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Sp.4 Banda Sakti
No. CM : 0-80-27-33
Tanggal Masuk : 11 November 2010
Tanggal pemeriksaan : 12 November 2010
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : Sesak nafas
b. Keluhan Tambahan : Nyeri ulu hati, perut kembung
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUZA dengan keluhan sesak nafas yang
sudah dirasakan sejak ± 2 bulan yang lalu dan memberat sejak 15 hari
sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas tanpa disertai batuk, dahak dan
darah. Intensitas sesak nafas dirasakan saat beraktifitas ringan seperti
berjalan, dan memberat pada malam hari, sesak nafas juga dipengaruhi
oleh hawa dingin. Selain itu pasien juga mengeluhkan sulit tidur malam
dan sering terbangun tiba-tiba oleh karena sesak nafas. Pasien tidak
pernah mengeluhkan sesak karena terpapar debu, bulu binatang atau
bau-bau yang menyengat.
Pasien merasa lebih nyaman pada saat posisi duduk daripada
berbaring, sehingga pada saat tidur (berbaring), pasien lebih sering tidur
dengan diganjal 2-3 bantal pada punggungnya untuk mengurangi sesak
nafasnya. Pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati, perut yang semakin
membesar dan memberat dalam 1 minggu ini, pasien juga mengeluhkan
1
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
kaki yang membengkak sejak ± 2 bulan yang lalu, dan rasa yang mudah
lelah apabila beraktifitas ringan seperti berbicara, berjalan jarak dekat
(hanya mampu berjalan ± 3m). Pasien juga mengeluhkan akhir-akhir ini
dirinya merasa sangat cepat lelah. Lelah bahkan sudah dirasakan saat
pasien melakukan aktivitas yang sangat ringan seperti saat berjalan ke
kamar mandi. Pasien juga mengaku merupakan orang yang jarang
berolah raga dan gemar mengkonsumsi makanan berlemak.
Pasien merupakan rujukan dari Rumah Sakit KESREM
Lhokseumawe dan dirawat disana selama 13 hari, selama perawatan
pasien tidak mengalami perubahan maka Rumah Sakit KESREM
merujuk ke RSUZA.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Hipertensi (-)
- Diabetes Mellitus (-)
- Riwayat dirawat di RS KESREM Lhokseumawe ±13 hari dengan
keluhan yang sama
d. Riwayat Pemakaian Obat
Tidak ada
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama
f. Faktor Resiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi
- Jenis kelamin
- Usia
- Riwayat keluarga
g. Faktor Resiko yang Dapat Dimodifikasi
- Hipertensi: (-)
- Diabetes mellitus: (-)
- Berat badan lebih: (+)
- Jarang berolahraga: (+)
- Gemar mengkonsumsi makanan berlemak: (+)
2
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Present
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Frekuensi Jantung : 100 x/menit
Frekuensi Nafas : 30 x/menit
Temperatur : 36,7 oC
b. Status General
Kulit
Warna : Sawo matang
Turgor : Kembali cepat
Ikterus : (-)
Anemia : (-)
Sianosis : (-)
Oedema : (-)
Kepala
Bentuk : Kesan Normocephali
Rambut : Berwarna hitam, distribusi merata, sukar dicabut
Mata : Cekung (-), refleks cahaya (+/+),sklera ikterik (-/-)
Telinga : Normotia, Sekret (-/-), perdarahan (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), perdarahan (-/-)
Mulut
Bibir : Pucat (-), Sianosis (-)
Gigi geligi : Karies (-)
Lidah : Beslag (-), Tremor (-), atropi papil lidah (-)
Mukosa : Basah (+)
Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal
3
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
Faring : hiperemis (-)
Leher
Bentuk : Kesan simetris
Kel. Getah Bening : Kesan simetris, Pembesaran KGB (-)
Peningkatan TVJ : (-)
Thorax
1. Thoraks depan
Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Kesan simetris
Tipe pernafasan : Thorako-abdominal
Retraksi : (-)
Palpasi
Stem Fremitus Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap.Paru bawah Normal Normal
Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap.Paru bawah Sonor Sonor
Auskultasi
Suara pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap.Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap.Paru bawah Vesikuler Vesikuler
4
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
Suara tambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh(-) , Wh(-) Rh(-) , Wh(-)
Lap. Paru tengah Rh(-) , Wh(-) Rh(-), Wh(-)
Lap. Paru bawah Rh(-) , Wh(-) Rh(-), Wh(-)
2. Thoraks Belakang
Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Kesan simetris
Tipe pernafasan : Thorako-abdominal
Retraksi : (-)
Palpasi
Stem premitus Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Parutengah Normal Normal
Lap.Paru bawah Normal Normal
Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Parutengah Sonor Sonor
Lap.Paru bawah Sonor Sonor
Auskultasi
Suara pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap.Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap.Paru bawah Vesikuler Vesikuler
5
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
Suara tambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh(-) , Wh(-) Rh(-),Wh(-)
Lap. Paru tengah Rh(-) , Wh(-) Rh(-), Wh(-)
Lap. Paru bawah Rh(-) , Wh(-) Rh(-), Wh(-)
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V, linea midclavicula sinistra
- Perkusi :
- Atas : ICS III sinistra
- Kanan : Linea para sternalis dekstra
- Kiri : ICS V mid klavikularis sinistra
- Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, bising (-), S3 (-).
Abdomen
- Inspeksi : Kesan simetris, distensi (-)
- Palpasi : soepel (+), Nyeri tekan (-), Hepar/Lien tidak teraba
- Perkusi : Tympani (+), asites (-)
- Auskultasi : peristaltik usus (N)
Ekstremitas
Ekstrimitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianotik - - - -
Edema - - + +
Clubing
Finger
- - - -
Pucat - - - -
6
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium (12 November 2010)
Jenis pemeriksaan 12 November 2010 Nilai Rujukan
Hemoglobin 12,5 gr/dl 13 - 17 gr/dl
Leukosit 11,8 . 103 /ul 4,1-10,5.103/ul
Trombosit 350.103 / ul 150-400.103/ul
Hitung jenis 4/0/0/70/21/5 1-3/0-1/2-6/50-70/25-40/2-8
LED 9 0-20 mm/jam
Hematokrit 37 % 40-55%
Bil. Total 1,57 0-1mm/dl
Bil. Direct 1,17 0-0,25 mm/dl
SGOT 21 0-31U/L
SGPT 43 0-33 U/L
Alk. Fosfatase 120 100-290 U/L
Protein Total 5,7 6,3-8,3 U/L
Albumin 4,3 3,2-5,2 g/dl
Globulin 1,4 1,3-3,2 g/dl
Kreatinin Darah 0,9 0,6-1,1 mg/dl
Ureum 47 20-45 mg/dl
As. Urat Darah 9,2 3-7 mg/dl
Total Kolesterol 146 <200 mg/dl
HDL 33 ˃45 mg/dl
LDL 95 <160 mg/dl
KGDP 118 60-110 mg/dl
KGD 2J PP 164 11-110 mg/dl
Na 137 135-145 meg/L
K 3,4 3,5-4,5 meg/L
Cl 99 58-110 meg/L
7
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
A. Foto thoraks AP (Ny. EE 41 tahun) 11 November 2010:
Kesan:
Cardiomegali, CTR 81% dan Kongesti paru
B. Elektrokardiografi
Lead I
8
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
Lead II
Lead III
aVR
aVL
9
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
aVF
V1
V2
V3
10
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
V4
V5
V6
Lead II Panjang
11
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
Bacaan EKG tgl 11 November 2010
Irama : Sinus Aritmia
QRS Rate : 110 x/menit
Regularitas : Irregular
Axis : RAD (Right Axis Deviation)
Gel. P : Sulit dinilai
Interval PR : Sulit dinilai
Kompleks QRS : 0,06 s
Segmen ST elevasi : Tidak ditemukan
Segmen ST depresi : Tidak ditemukan
T inverted : (+) V2,V3,V4
Q patologis : Tidak ditemukan
S dalam : Tidak Ditemukan
QS pattern : (+) lead I, aVL,V2
Hipertrofi : Tidak ditemukan
Ekstrasistol : Tidak ditemukan
Interpretasi :
QRS rate yang meningkat menggambarkan takikardi
RAD menggambarkan adanya pergeseran axis jantung ke kanan
Terdapat gelombang P yang tidak diikuti oleh kompleks QRS pada
semua sadapan yang menunjukkan atrial fibrilasi.
Terdapat T inverted di sadapan V2,V3,V4 dan QS pattern di sadapan
I,aVL,V2 menunjukkan menunjukkan iskemia di daerah anterior
Kesan :
Iskemik miokard anterior + atrial fibrilasi.
12
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
V. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUZA dengan keluhan sesak nafas yang sudah
dirasakan sejak ± 2 bulan yang lalu dan memberat sejak 15 hari sebelum masuk
rumah sakit. Sesak nafas tanpa disertai batuk, dahak dan darah. Intensitas sesak
nafas dirasakan saat beraktifitas ringan seperti berjalan, dan memberat pada
malam hari, sesak nafas juga dipengaruhi oleh hawa dingin. Selain itu pasien juga
mengeluhkan sulit tidur malam dan sering terbangun tiba-tiba oleh karena sesak
nafas. Pasien tidak pernah mengeluhkan sesak karena terpapar debu, bulu
binatang atau bau-bau yang menyengat.
Pasien merasa lebih nyaman pada saat posisi duduk daripada berbaring,
sehingga pada saat tidur (berbaring), pasien lebih sering tidur dengan diganjal 2-3
bantal pada punggungnya untuk mengurangi sesak nafasnya. Pasien juga
mengeluhkan nyeri ulu hati, perut yang semakin membesar dan memberat dalam 1
minggu ini, pasien juga mengeluhkan kaki yang membengkak sejak ± 2 bulan
yang lalu, dan rasa yang mudah lelah apabila beraktifitas ringan seperti berbicara,
berjalan jarak dekat (hanya mampu berjalan ± 3m). Pasien juga mengeluhkan
akhir-akhir ini dirinya merasa sangat cepat lelah. Lelah bahkan sudah dirasakan
saat pasien melakukan aktivitas yang sangat ringan seperti saat berjalan ke kamar
mandi. Pasien juga mengaku merupakan orang yang jarang berolah raga dan
gemar mengkonsumsi makanan berlemak.
Pasien merupakan rujukan dari Rumah Sakit KESREM Lhokseumawe dan
dirawat disana selama 13 hari, selama perawatan pasien tidak mengalami
perubahan maka Rumah Sakit KESREM merujuk ke RSUZA.
Riwayat hipertensi disangkal, riwayat merokok (-).
Dari pemeriksaan vital sign didapatkan keadaan Umum: Sedang,
Kesadaran: CM, TD: 120/80 mmHg, HR: 100x/ menit, RR: 30x/menit, T: 36,7 0C.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan thorax simetris, suara vesikuler pada kedua
lapangan paru, suara rhonki tidak didapatkan pada kedua lapangan paru. Juga
didapatkan edema pada ekstremitas inferior.
13
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
VII. DIAGNOSA SEMENTARA
CHF e.c CAD + Kongesti paru
NYHA : Kelas 3
ACC/AHA : Stadium C
Killip : Derajat 2
VIII. PENATALAKSAAN
UMUM
- Tirah baring
● KHUSUS
- Inj Furosemid 1 amp/12 jam
- Spironolakton 1 x 25 mg
- Aspilet 1 x 80 mg
- Digoxin 1 x 1/2 tab 0,5 mg
IX. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam
Follow Up
14
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
Ny.EE, ♀, 41 tahun
Tanggal S O A P11/11/10
Jam 23.30 WIB
Os merasa sesak nafas
KU : sedangKes : CMTD : 120/80 mmHgHR : 100 x/menitRR : 30 x/ menitSuhu : 36,7 0C
Kepala : dbnMata : cekung (-/-) konj.pucat (-/-) sklera ikt (-/-)Telinga : serumen (-)Hidung : sekret (-), NCH (-)Mulut : bibir : pucat (-) sianosis (-) lidah : beslag (-) geligi : karies (-) faring : hiperemis (-)Leher : TVJ (-)Thorax : simetris, retraksi (-)Paru-paru : vesikuler (+/+) rh (-/-), wh (-/-)Jantung : bj I > bj II,
Abdomen : asites(+), hepar tidak teraba, nyeri tekan (+)
peristaltik (N)
Extremitas : - Superior : edema (-)- Inferior : edma (+)
CHF
NYHA
fc III
e.c
CAD
- O2 2 L/i
- Inj Furosemid
1amp/12 jam
- Spironolakton 1 x
25 mg
- Aspilet 1 x 80 mg
- Digoxin 1 x 1/2
15
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
12/11/10
Jam 07.00 WIB
Os merasa Sesak berkurang
KU : baikKes : CMTD : 120/80 mmHgHR : 90 x/menitRR : 28 x/ menitSuhu : 36,7 0C
Kepala : dbnMata : cekung (-/-) konj.pucat (-/-) sklera ikt (-/-)Telinga : serumen (-)Hidung : sekret (-), NCH (-)Mulut : bibir : pucat (-) sianosis (-) lidah : beslag (-) geligi : karies (-) faring : hiperemis (-)Leher : TVJ (-)Thorax : simetris, retraksi (-)Paru-paru : vesikuler (+/+) rh (-/-), wh (-/-)Jantung : bj I > bj II,
Abdomen : asites(+), hepar tidak teraba, nyeri tekan (-) peristaltik (N)
Extremitas : - Superior : edema (-)- Inferior : edma (+)
CHF
NYHA
fc III
e.c
CAD
- Inj Furosemid
1amp/12 jam
- Spironolakton 1 x
25 mg
- Aspilet 1 x 80 mg
- Digoxin 1 x 1/2
ANALISA KASUS
16
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan
merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.
Diperkirakan hampir 5 persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7%
wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 –
3,7 perseribu penderita pertahun. Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat
di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan
berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan
harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung.
Gagal jantung adalah suatu kondisi dimana fungsi jantung sebagai pompa
untuk mengantarkan darah yang kaya oksigen ke tubuh tidak cukup untuk
memenuhi keperluan-keperluan tubuh. Keadaan ini dapat timbul dengan atau
tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan
fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian
preload dan afterload. Gagal jantung merupakan suatu syndrome klinis yang
ditandai oleh sesak nafas dan fatique (saat istirahat atau saat aktivitas) yang
disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung.
Congestive heart failure (CHF) merupakan ketidakseimbangan dalam
fungsi pompa jantung di mana jantung gagal mempertahankan sirkulasi darah
yang memadai. Salah satu etiologi Congestive heart failure adalah hipertensi.
Kerja jantung dipengaruhi oleh kekuatan kontraksi otot jantung, tahanan pada
pembuluh darah besar (aorta) dan curah balik pembuluh darah vena. Peningkatan
tekanan darah arterial (hipertensi) dalam tubuh akan menambah beban jantung.
Jantung harus mampu meningkatkan tekanan di dalam jantung agar dapat
mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Kondisi ini akan memacu jantung untuk
bekerja lebih giat, bahkan melebihi kapasitas kerjanya. Apabila hal seperti ini
berlangsung terus menerus, lama kelamaan otot jantung akan mengalami
pembesaran (hipertrofi otot), dimulai dari bilik jantung sebelah kiri yang bertugas
memompa darah ke sirkulasi tubuh. Jika pembesaran ini tidak segera
diidentifikasi dan diatasi, maka curah jantung (jumlah darah yang dipompa keluar
jantung) juga akan mengalami penurunan. Akibatnya akan timbul gejala-gejala
17
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
Gagal Jantung Kongestif (jantung tidak mampu memompa darah sesuai dengan
kebutuhan tubuh). Seorang pasien yang menderita gagal jantung harus memiliki tampilan
berupa : gejala gagal jantung, nafas pendek yang tipikal saat istirahat atau saat
melakukan aktifitas disertai atau kelelahan, tanda-tanda retensi cairan seperti
kongestif paru atau edema tungkai kaki, adanya bukti objektif dari gangguan
struktur atau fungsi jantung saat istirahat.
Dari hasil anamnesis pasien, didapatkan bahwa pasien pada kasus ini
dengan jenis kelamin perempuan dan berusia 41 tahun. Berdasarkan penelitian
sebuah jurnal internasional, prevalensi dan insidensi pria dan wanita sama pada
kasus gagal jantung kongestif. Namun demikian, terdapat perbedaan klinis dan
fungsi yang diamati, antara lain wanita dengan gagal jantung lebih lama bertahan
daripada pria, wanita memiliki fungsi sistolik yang lebih baik, wanita cenderung
mengalami depresi dibandingkan pria, dan wanita mengalami gagal jantung pada
usia yang lebih tua daripada pria. Prevalensi gagal jantung kongestif meningkat
seiring bertambahnya usia. Prevalensi 1-2% terjadi pada populasi usia kurang dari
55 tahun dan meningkat sekitar 10% pada usia diatas 75 tahun. Singkatnya, gagal
jantung dapat terjadi pada berbagai tingkatan usia, tergantung penyebabnya.
Penyebab umum penurunan fungsi dari jantung adalah kerusakan atau
hilangnya massa otot jantung secara akut atau iskemik kronis, peningkatan
resistensi vaskuler dengan hipertensi atau berkembangnya takiaritmia seperti atrial
fibrilasi. Penyakit jantung koroner merupakan penyebab umum & penyakit
miokardial sebagai penyebab gagal jantung sebanyak 30%.
Berdasarkan penelitian secara epidemiologi telah mengidentifikasi faktor
indenpenden utama untuk Coroner Heart Disease, termasuk merokok,
peningkatan total dan LDL kolesterol, peninggian tekanan darah, rendahnya
kolesterol HDL, Diabetes mellitus, dan penambahan usia. Dari semua faktor
dependen tersebut, ada beberapa faktor yang terdapat pada pasien di antaranya
rendahnya kolesterol HDL, dan penambahan usia.
Menurut kepustakaan, faktor etiologi gagal jantung antara lain hipertensi
(10-15%), kardiomiopati (dilatasi, restriktif, hipertrofik), sindrom koroner akut,
18
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
infark miokardial/angina pectoris tidak stabil dengan iskemia yang bertambah luas
dan disfungsi iskemik, komplikasi kronik infark miokard akut, infark ventrikel
kanan, penyakit katup jantung (mitral dan aorta), aritmia, miokarditis berat akut,
congenital, hipertensi pulmonal, sindrom high output, obat-obatan dan alkohol.
Secara epidemiologi cukup penting untung mengetahui penyebab dari
gagal jantung, di negara berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi
merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang
menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit
jantung akibat malnutrisi. Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk
menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi
bersamaan pada penderita.
Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai
penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor
risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang
dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat
badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga
dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung.
Hipertensi telah dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya gagal
jantung pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung
melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi
ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik
dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk
terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel.
Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat
dengan perkembangan gagal jantung.
Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang
bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung
kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan
menjadi empat kategori fungsional : dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif
dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana
terjadi dilatasi abnormal pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel
19
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
kanan. Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat
seperti SLE, sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa. Kardiomiopati
hipertrofik dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal dominan) meski
secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai dengan adanya kelainan pada
serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris yang
berhubungan dengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopati hipertrofik
obstruktif). Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan serta
compliance ventrikel yang buruk, tidak membesar dan dihubungkan dengan
kelainan fungsi diastolik (relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel.
Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik,
walaupun saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju.
Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan
stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan
kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta
menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload).
Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan
dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada
penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul
bersamaan.
Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal
jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi).
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi
(penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 –
3% dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan
defisiensi vitamin. Obat – obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung.
Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga
dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot
jantung.
Gagal jantung kongestif merupakan komplikasi yang umum pada gagal
jantung lama yang tak diobati; dari penelitian Framingham lebih 80% penderita
gagal jantung kongestif mempunyai riwayat hipertensi di masa lalu..
20
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas myokard yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan
ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi
curah sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Sebagai respon
terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat: 1)
meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik, 2) Meningkatnya beban awal akibat
aktivasi system rennin angiotensin aldosteron, dan 3) Hipertrofi ventrikel. Ketiga
respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah
jantung. Kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya
tampak pada keadaan beraktivitas.
Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi akan menjadi
semakin kurang efektif. Menurunnya curah sekuncup pada gagal jantung akan
membangkitkan respon simpatik kompensatorik. Meningkatnya aktivitas
adrenergic simpatik merangang pengeluaran katekolamin dari saraf saraf
adrenergic jantung dan medulla adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi
akan meningkat untuk menambah curah jantung. Juga terjadi vasokonstriksi
arteria perifer untuk menstabilkan tekanan arteria dan redistribusi volume darah
dengan mengurangi aliran darah ke organ organ yang rendah metabolismenya
seperti kulit dan ginjal, agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan.
Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian
peristiwa: 1) penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus,
2) pelepasan rennin dari apparatus juksta glomerulus, 3)interaksi rennin dengan
angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin I, 4) konversi
angiotensin I menjadi angiotensin II, 5) Perangsangan sekresi aldosteron dari
kelenjar adrenal, dan 6) retansi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus
pengumpul.
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi
miokardium atau bertambahnya tebal dinding. Hipertrofi meningkatkan jumlah
sarkomer dalam sel-sel miokardium; tergantung dari jenis beban hemodinamik
yang mengakibatkan gagal jantung, sarkomer dapat bertambah secara parallel atau
21
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
serial. Respon miokardium terhadap beban volume, seperti pada regurgitasi
aorta,ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya tebal dinding.
Dari hasil anamnesis pada pasien ini didapatkan manifestasi klinis berupa
sesak nafas yang dirasakan sejak 2 bulan yang lalu . Awalnya sesak nafas ringan
dan semakin memberat sejak 15 hari yang lalu. Pasien mengeluh dirinya sulit
tidur malam karena sesak. Os tidur dengan menggunakan dua bantal bahkan tidak
jarang os tidur sambil duduk saat serangan sesak muncul. Pasien juga
mengeluhkan sering terbangun tengah malam karena sesak nafas. Pasien juga
mengeluhkan cepat lelah saat aktivitas. Berdasarkan teori di beberapa referensi
dijelaskan secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan
tanda seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP,
hepatomegali, edema tungkai, Paroxisimal Nochturnal Dyspnea.
Dari pemeriksaan vital sign didapatkan keadaan Umum: baik, Kesadaran:
CM, TD: 120/80 mmHg, HR: 100x/ menit, RR: 30x/menit, T: 36,7 0C. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan thorax simetris, suara vesikuler pada kedua
lapangan paru, suara rhonki tidak didapatkan pada kedua lapangan paru. Juga
didapatkan edema pada ekstremitas inferior. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
thorax simetris, suara vesikuler pada kedua lapangan paru bawah.
Seorang pasien yang menderita gagal jantung harus memiliki tampilan
berupa : gejala gagal jantung, nafas pendek yang tipikal saat istirahat atau saat
melakukan aktifitas disertai atau kelelahan; tanda-tanda retensi cairan seperti
kongestif paru atau edema tungkai kaki; adanya bukti objektif dari gangguan
struktur atau fungsi jantung saat istirahat.
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan,
gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal
jantung kongestif. Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu d’effort, fatigue,
ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama derap,
ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4, pernapasan cheyne stokes, takikardi,
pulsus alternans, ronkhi dan kongesti vena pulmonalis.
Pada gagal jantung kanan timbul edema, liver engorgement, anoreksia,dan
kembung. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertrofi jantung kanan, heaving
22
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
ventrikel kanan, irama derap atrium kanan, murmur, tanda tanda penyakit paru
kronik, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi P2 mengeras, asites,
hidrothoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali, dan pitting edema.Pada
gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan.
Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung
kongestif, kriterianya antara lain :
Diagnosis gagal jantung (1 kriteria mayor + 2 kriteria minor)
Kriteria Mayor Kriteria Minor
Paroksismal nocturnal dyspnoe (PND)
Distensi vena leher
Ronkhi paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peninggian tekanan vena jugularis
Refluks hepatojugular
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dyspnoe de’effort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 normal
Takikardi
BB turun >4,5 Kg dalam 5 hari masa terapi
Pada pasien diperoleh beberapa kriteria mayor di antaranya PND,
kardiomegali. Sementara kriteria minornya berupa sesak terutama saat beraktivitas
(dyspnoe de’effort), edema ekstremitas, dan takikardi. Untuk itu, pasien sudah
bisa didiagnosa dengan penyakit jantung kongestif berdasarkan kriteria
Framingham tersebut.
Banyak konsensus membuat suatu klasifikasi gagal jantung ini untuk
memudahkan kita dalam hal pengelompokan sesuai dengan gejala dan tanda yang
ada. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada penatalaksanaan terhadap masing-
masing pengelompokan tersebut. Berikut akan dijelaskan 3 pengelompokan gagal
jantung kongestif yaitu:
Klasifikasi fungsional NYHA ( New York Heart Assiaciation)
Kelas I : Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktifitas fisik. Aktifitas fisik
23
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak
Kelas II : terdapat batas aktivitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat istirahat,
namun aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan, plpitasi,atau sesak
nafas
Kelas III : terdapat batasan aktivitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat
istirahat tetapi aktifitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak
Kelas IV : tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa keluhan, terdapat gejala
saat istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktifitas
Klasifikasi ACC / AHA (American College of Cardiology / American
College Heart Association )
Stadium A : memiliki risiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal jantung.
Tidak terdapat gangguan fungsional jantung, tidak terdapat tanda atau gejala
Stadium B : telah terbentuk penyakit struktur jantung yang berhubungan dengan
perkembangan gagal jantung, tidak terdapat tanda atau gejala
Stadium C : gagal jantung yang simptomatis berhubungan dengan penyakit
struktural jantung yang mendasari
Stadium D : penyakit struktural jantung yang lanjut serta gagal jantung yang
sangat bermakna saat istirahat walaupun sudah mendapat terapi medis maksimal
Klasifikasi KILLIP mengenai derajat keparahan gagal jantung
Derajat I : tanpa gagal jantung
Derajat II : gagal jantung dengan ronkhi basah halus di basal paru, S3 gallop dan
peningkatan tekanan vena pulmonalis.
Derajat III : gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru
Derajat IV : syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik ≤ 90
mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguri,sianosis, dan diaforesis)
24
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus untuk
menegakkan diagnosa gagal jantung kongestif yaitu : pemeriksaan
Elektrokardiogram (EKG). Pada kasus ini gambaran EKG menunjukkan adanya
infark miokard lama yang digambarkan oleh gangguan irama jantung serta
abnormalitas sistem hantaran listrik jantung dan adanya hipertropi. Dari foto
thorax didapatkan adanya cardiomegali dengan CTR 81%.
Hal ini sesuai yang didapatkan pada literatur, pemeriksaan penunjang yang
dapat dikerjakan untuk mendiagnosis adanya gagal jantung antara lain foto thorax,
EKG 12 lead, ekokardiografi, pemeriksaan darah, pemeriksaan radionuklide,
angiografi dan tes fungsi paru. Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan
adanya pembesaran siluet jantung (cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran
kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan
vena pulmonal lebih dari 20 mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisura
horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25
mmHg didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan
adanya udema paru bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral,
tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkena adalah bagian kanan. Pada
elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir seluruh
penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada
10% kasus.
Gambaran yang sering didapatkan antara lain adalah gelombang Q,
abnormalitas ST – T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block dan fibrilasi
atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya menunjukkan gambaran
yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dispneu pada pasien
sangat kecil kemungkinannya. Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-
invasif yang sangat berguna pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat
menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita
yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah : semua pasien dengan tanda gagal
jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak yang
berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi
ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia).
25
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi
diastolik, mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.
Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai
penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta
komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan
mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu
adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang berat. Pemeriksaan
serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan ginjal,
juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum
kreatinin setelah pemberian angiotensin converting enzyme inhibitor dan diuretik
dosis tinggi. Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan
LDH) gambarannya abnormal karena kongesti hati. Pemeriksaan profil lipid,
albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan. Pemeriksaaan penanda
BNP sebagai penanda biologis gagal jantung dengan kadar BNP plasma 100pg/ml
dan plasma NT-proBNP adalah 300 pg/ml. Pada kasus didapatkan Total kolesterol
yang meningkat dari jumlah normal (298 mg/dl), hal ini menunjukkan fakltor
resiko hiperkolesterolemia terdapat pada pasien seperti yang dijelaskan pada
pembahasan faktor resiko dan etiologi di atas.
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan
secara non farmakologis dan secara farmakologis, keduanya dibutuhkan karena
akan saling melengkapi untuk penatalaksanan paripurna penderita gagal jantung.
Penatalaksanaan gagal jantung baik itu akut dan kronik ditujukan untuk
memperbaiki gejala dan prognosis, meskipun penatalaksanaan secara
individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi. Sehingga semakin
cepat kita mengetahui penyebab gagal jantung akan semakin baik
prognosisnya.
Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dikerjakan antara lain
adalah dengan menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, pengobatan
serta pertolongan yang dapat dilakukan sendiri. Perubahan gaya hidup seperti
pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan pada penderita dengan
kegemukan. Pembatasan asupan garam, konsumsi alkohol, serta pembatasan
26
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
asupan cairan perlu dianjurkan pada penderita terutama pada kasus gagal
jantung kongestif berat. Penderita juga dianjurkan untuk berolahraga karena
mempunyai efek yang positif terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel
serta neurohormonal dan juga terhadap sensitifitas terhadap insulin meskipun
efek terhadap kelengsungan hidup belum dapat dibuktikan. Gagal jantung
kronis mempermudah dan dapat dicetuskan oleh infeksi paru, sehingga
vaksinasi terhadap influenza dan pneumococal perlu dipertimbangkan. Profilaksis
antibiotik pada operasi dan prosedur gigi diperlukan terutama pada penderita
dengan penyakit katup primer maupun pengguna katup prostesis.
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban
kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi
miokardium, baik secara sendiri-sendiri maupun secara gabungan dari : 1) beban
awal, 2) kontraktilitas, dan 3) beban akhir.
Prinsip penatalaksanaan gagal jantung :
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas.
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung.
3. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema, dan
aritmia.
Untuk terapi farmakologis, obat – obat yang biasa digunakan untuk gagal
jantung kronis antara lain: diuretik (loop dan thiazide), angiotensin converting
enzyme inhibitors, blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol), digoxin,
spironolakton, vasodilator (hydralazine /nitrat), antikoagulan, antiaritmia, serta
obat positif inotropik. Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi
cairan (1,5 – 2 l/hari) dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien.
Tirah baring jangka pendek dapat membantu perbaikan gejala karena
mengurangi metabolisme serta meningkatkan perfusi ginjal.
Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi dimana
memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab,
perbaikan hemodinamik, menghilangkan kongesti paru, dan perbaikan
oksigenasi jaringan. Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan
27
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
pemberian oksigen konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan
pertama yang dapat dilakukan. Monitoring gejala serta produksi kencing yang
akurat dengan kateterisasi urin serta oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan
khusus. Base excess menunjukkan perfusi jaringan, semakin rendah menunjukkan
adanya asidosis laktat akibat metabolisme anerob dan merupakan prognosa yang
buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki asidosis, pemberian bikarbonat
hanya diberikan pada kasus yang refrakter.
Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan menyebabkan
venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun belum ada diuresis. Loop
diuretik juga meningkatkan produksi prostaglandin vasdilator renal. Efek ini
dihambat oleh prostaglandin inhibitor seperti obat antiflamasi nonsteroid,
sehingga harus dihindari bila memungkinkan.
Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi preload
serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan angina serta
gagal jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator vena dan pada
dosis yang lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner.
Sehingga dosis pemberian harus adekuat sehingga terjadi keseimbangan antara
dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi jaringan. Kekurangannya
adalah teleransi terutama pada pemberian intravena dosis tinggi, sehingga
pemberiannya hanya 16 – 24 jam.
Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan
pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai
krisis hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan
gangguanfu fungsi hati. Dosis 0,3 – 0,5 μg/kg/menit. Nesiritide adalah peptide
natriuretik yang merupakan vasodilator. Nesiritide adalah BNP rekombinan yang
identik dengan yang dihasilkan ventrikel. Pemberiannya akan memperbaiki
hemodinamik dan neurohormonal, dapat menurunkan aktivitas susunan saraf
simpatis dan menurunkan kadar epinefrin, aldosteron dan endotelin di plasma.
Pemberian intravena menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa meningkatkan
laju jantung, meningkatkan stroke volume karena berkurangnya afterload.
28
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
Pemberian dopamin akan merangsang reseptor adrenergik dan
menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular sistemik (vasodilatasi) dan
meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 – 3 μg/kg/mnt, untuk
meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 – 15 μg/kg/mnt. Pada pasien
yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih tinggi
yaitu 15 – 20 μg/kg/mnt.
Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut yang
disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita dengan
syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi
penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit. Obat yang biasa
digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus kontinyu
dengan dosis 0,05 – 0,5 μg/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2 – 1
μg/kg/mnt.
Diuretik tiazid tidak hanya menurunkan tekanan darah, tetapi juga
mengurangi retensi garam dan air sehingga memperbaiki beban volume berlebih
yang umum terdapat pada gagal jantung kongestif; tetapi mungkin kurang berguna
pada penderita gagal jantung yang terutama karena gangguan fungsi diastolik,
karena kontraksi volume intravaskuler menyebabkan penurunan lebih lanjut
pengisian ventrikel kir
Penentuan prognosis pada gagal jantung sangatlah kompleks. Variable-
variabel yang paling konsisten sebagai outcome independen adalah sebagai
berikut:
1. Demografik, meliputi:
a. Usia lanjut
b. Etiologi iskemia
c. Pasca resusitasi pada kasus mati mendadak
d. Kepatuhan buruk
e. Disfungsi ginjal
f. Diabetes
g. Anemia
29
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
h. PPOK
i. Depresi
2. Klinis, meliputi:
a. Hipotensi
b. Kelas fungsional III-IV NYHA
c. Riwayat rawat rumah sakit sebelumnya karena gagal jantung
d. Takikardia ronki paru
e. Gangguan nafas yang berhubungan dengan tidur
f. Indeks massa tubuh rendah
g. Stenosis aorta
3. Elektrofisiologik, meliputi:
a. Kompleks QRS lebar
b. Aritmia ventrikel kompleks
c. Hipertrofi ventrikel kiri
d. Gelombang Q
e. Takikardia
f. Gelombang T berubah-ubah (alternans)
g. Variasi laju jantung rendah
h. Fibrilasi atrial
4. Fungsional
a. Kemampuan kerja berkurang
b. Puncak konsumsi oksigen rendah
c. Hasil buruk pada uji jalan enam menit
d. Pernafasan periodik
5. Laboratorium
a. Peningkatan nyata kadar BNP/ NT proBNP
b. Hiponatremia
30
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
c. Peningkatan biomarker aktivasi neurohormonal
d. Peningkatan troponin
e. Peningkatan asam urat
f. Peningkatan bilirubin
g. Peningkatan kreatinin/BUN
h. Anemia
6. Pencitraan
a. Fraksi ejeksi ventrikel kiri rendah
b. Hipertensi pulmonal
c. Tekanan pengisisan ventrikel kiri yang tinggi
d. Gangguan fungsi ventrikel kanan
e. Peningkatan volume ventrikel kiri
DAFTAR PUSTAKA
31
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULAR- BPK RSUZA BANDA ACEH
1. Lily Ismudiati Rilantono, dkk. Buku Ajar Kardiologi. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia,2004.
2. Marulam P. Gagal jantung. dalam : Sudoyo AW, Setiohadi B, Setiani S.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 3. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia ; 2006.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman
Tatalaksana Penyakit Kardiovaskuler di Indonesia. Jakarta : PERKI;
2009.
4. Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata
S. Diagnosis dan Tatalaksana Praktis Gagal Jantung Akut. 2007.
5. Karim, Syukri. EKG dan Penanggulangan beberapa penyakit
Jantung Untuk Dokter Umum. Jakarta : FKUI ; 1996.
6. Brown CT. Penyakit Ateroslerotik Koroner. dalam : Price SA,
Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2005.
7. Mariyono, Harbanu H. Gagal Jantung. Bagian/SMF Ilmu Penyakit
Dalam, FK Unud/ RSUP Sanglah, Denpasar. Vol 8 : 3 . 2007
8. Gray, Huon H. Lecture Notes Kardiologi Edisi keempat. Jakarta:
Penerbit Erlangga; 2005.
32