Upload
citra-martina-herytz
View
146
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
Spritualitas dan Komitmen Pekerja Bank Syariah(Hubungan Spiritual Well Being dengan Commitment Dalam Islamic
Spirituality Workplace )
A. Latar Belakang
Perkembangan penelitian dan aplikasi spiritual di tempat kerja tidak lepas
dari perubahan fenomena kerohanian manusia dan paradigma keilmuan itu sendiri.
Dewasa ini ilmu pengetahuan modern berkembang dalam dua arus besar yakni
sekularisme dan integralisme1. Sekularisme hadir mengatasi problem objektivitas
keilmuan melalui metode reduksionis dan pengabaian terhadap irrasionalitas agama.
Sementara integralisme menggugat metode reduksionis tersebut Melalui suatu
eksplorasi mendalam kaum integralisme menemukan bahwa ada keselarasan antara
ilmu dan nilai-nilia spiritual (agama) utamanya dalam prinsip prinsip memahami
fenomena kehidupan seperti adanya prinsip kemenyatuan, berpasangan dan keboleh
jadian.2
Di dunia barat hubungan ilmu dan agama (ajaran spiritual) paling tidak
berkembang pesat melalui dua area disiplin ilmu, yakni ilmu fisika dan ilmu
psikologi. Nilnaiqbal mengatakan bahwa, perkembangan ilmu fisika seperti fisika
kuantum terbukti sangat bersandar pada postulasi-postulasi atau aksioma-aksioma
1 Menurut Armahedi Mahzar, Integralisme melihat segala sesuatu dari pastikel fundamental hingga alam semesta membentuk sebuah hierarki seperti halnya pandangan sains modern (sekularisme, “pen”.). Akan tetapi, integralisme juga meletakkan hierarki ini dalam suatu hierarki yang lebih besar dengan memasukkan alam akhirat dan ciptaan Tuhan itu sendiri sebagai penghujung jenjeng material. Lihat Armahedi Mahzar, Revolusi Integralisme Islam Merumuskan paradigma sains dan teknologi Islami (Bandung, Mizan, 2004) hal. xxxvii
2 Diskusi paradigmatik tentang hubungan sains dan spiritualitas yang dimaksud disini dapat di lihat dalam Frijof Capra, Menyatu dengan Semesta Menyingkap Batas antara Sains dan Spiritualitas ”terj.”, Saut Pasaribu (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 1999)
yang dibangun di atas asas ketidak pastian. Ini memberi ruang yang semakin luas
berbicara tentang yang gaib.3 Pada prinsip dasar alam semesta sebagaimana
pandangan Fritjof Capra,4 tidak hanya merupakan karakteristik utama pengalaman
mistik, melainkan juga merupakan salah satu karakteristik kalam suci fisika modern
yang paling penting. Selanjutnya dikatakan “ Kesatuan alam semesta menjadi jelas
pada tingkat atomik, lebih dan semakin memanifestasikan dirinya sendiri bila
seseorang masuk lebih dalam lagi kedalam materi, turun ke dalam wilayah partikel-
partikel subatom.5
Sementara hubungan agama dan ilmu psikologi, dalam pengantar buku
kecerdasan spiritual Danah Zohar dan IAN Marshall, Jalaluddin Rahmat
mengungkapkan bahwa :
Sejak 1969, ketika Journal of Transpersonal Psychology terbit untuk pertama kalinya, psikologi mulai mengarahkan perhatiannya pada dimensi spiritual manusia. Penelitian dilakukan untuk memahami gejala-gejala ruhaniah, seperti peak experience, pengalaman mistis ektasi, kesadaran ruhaniah, kesadaran kosmis, aktualisasi transpersonal, pengalaman spiritual, dan akhirnya kecerdasan spiritual.6
Menurut Jalal psikologi transpersonal berusaha menggabungkan tradisi
psikologis dengan tradisi agama-agama besar di dunia. Dia ingin ambil pelajaran dari
kearifan perenial (fislafat perenial).7 Namun Zohar menegaskan perbedaan antara
relijiusitas dan spiriualitas, dalam pandangannya tentang kecerdasan spiritual
dikatakan :
3 Nilnaiqbal, “Dari Asas Fisika Kuantum ke “Yang Gaib” “, Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur’an (no.6 vol.II 1990 hal.66)
4 Fritjof Capra, Tao of Physics Menyingkap paralelisme Fisika Modern dan Mistisisme Timur. “terj.”, Pipit Maizier ( Yogyakarta : Jalasutra, 1997)
5 ibid6 Jalaluddin Rahmat SQ : Psikologi dan Agama dalam Danah Zohar dan Ian Marsha,l
Kecerdasan Spiritual (Bandung, Mizan, 7ibid.hal.xxvi
SQ tidak mesti berhubungan dengan agama. Bagi sebagian orang SQ mungkin menemukan cara pengungkapan melalui agama formal, tetapi beragama tidak menjamin SQ tinggi. Banyak orang humanis dan ateis memiliki SQ sangat tinggi; sebaliknya , banyak orang yang aktif beragama memiliki SQ sangat rendah.8
Sejak tahun 1990an berbagai penelitian dan pengamatan organisasi berkaitan
dengan perilaku dan budaya telah membawa jalinan hubungan ilmu dan nilai-nilai
menuju ke spiritualitas semakin intens. Hal ini ditunjukkan oleh berbagai analisis dan
penelitian. Amaldo Oliveira menegaskan tentang teori organisasi, bahwa spiritual
merupakan suatu gejala kebudayaan yang sangat mungkin mempengaruhi perilaku
organisasi. (cttkkAmaldo Oliveira). Pada tataran analisis praktis tentang spiritual
dalam organisasi, menunjukkan bahwa peran kepemimpinan sangat menetukan.
Adanya kejelian (smart) dan kemampuan internalisasi spiritual seorang pemimpin
dalam merumuskan potensi sumber daya individu melalui gejala-gejala rohaniah
dalam proses dan situasi kerja merupakan modal pembangunan sumber daya
manusia.
Mitroff dan Denton (1999b) mengidentifikasi lima jenis model organisasi
yang berdasarkan pada agama atau spiritualitas. Pertama, The Religious-based
Organization, organisasi berbasis agama baik positif terhadap agama dan spiritualitas
atau positif terhadap agama tetapi negatif terhadap spiritualitas. Kedua Evolutionary
Organizations, organisasi yang berevolusi mulai dengan afiliasi
dengan agama tertentu dan kemudian mengadopsi prinsip-prinsip yang lebih
oikumenis. Ketiga, Organisasi recovery, organisasi yang bekerja mirip dengan
lembaga-lembaga seperti ”Alcoholics Anonymous” sebagai cara untuk memupuk
8ibid hal 8
spiritualitas. Keempat, Social Responsible organization, organisasi yang bertanggung
jawab secara sosial, para pendiri dipandu oleh prinsip-prinsip rohani yang langsung
diterapkan pada bisnis. Kelima, Organisasi yang prinsip-prinsip filosofisnya tidak
terkait dengan agama tertentu atau pembimbing spiritualitas pendiri dan pemimpin
dari organisasi-organisasi berbasis nilai.
Menurut Denton dan Mitroff, pada dasarnya dorongan untuk mengejar
spiritualitas berasal dari keinginan untuk berhasil mengatasi krisis . Studi kritis
Miguel Pina E Cunha dkk tentang evolusi ideologi manajemen kaitannya dengan
spiritualitas mengungkapkan hal yang berbeda. Miquel dkk menyimpulkan bahwa
pada dasarnya teori management adalah teori spiritualitas organisasi. Evolusi teori
organisasi dan manajemen menunjukkan kaitan tersebut. Miquel dkk menunjukkan
gambaran evolusi tersebut seperti berikut ini :
Ideology Model of the person Model of the managementIndustrial betterment
Dependent Employees are unable to make the good choices. Vulnerable to immoral behaviors
Spiritual Employees must be guided by their bosses to a lifestyle congruent with Christian values
Scientific management
Dependent Unable to make the good choices. Egoistic and externally motivated by economic gains.
Secular Managers must create scientifically-designed organizational contexts. These will give access to better outcomes to employees.
Human relations Dependent Employees are unable to make the good choices. Childish and vulnerable to manipulation. Motivated by social belonging.
Spiritual Managers must view organizations as spiritual climates where people feel included.
Systems rationalism
Independent People as rational decision makers. Competent people collect, process and make use of information.
Secular Managers should design organizations as information processing machines, operated by cognitive personae
Organizationa Culture
Independent The need to increase autonomy and participation must be complemented with invisible and acceptable mechanisms of control. Culture may be one of such mechanisms, allowing the combination of independent action and organizational control
Spiritual
The organization can be designed as a source of personal identity. Employees are invited to become members and to devote both their hearts and minds to the organization.
Miguel Pina E Cunha dkk memetakan tipologi manajemen organisasi yang
berorientasi spiritual dalam hubungan matriks yakni: the soulful organization, the
holistic organization, the ascetic organization dan the professional organization.
Gambaran tipologi manajemen organisasi dan model manusianya secara matriks
dirumuskan oleh seperti dalam gambar berikut ini :
Dependent person Independent person
Management as spiritual practice
The soulful organization
Source of liberation: Search for integration between individuals and the firm Source of alienation: Spiritual imposition and intrusion, organizational cynicism
The holistic organization
Source of liberation: integral attention to human needs, inner meaning at work Source of alienation: the organization as religion
Management as secular practice
The ascetic organization
Source of liberation: rationality and clarity Source of alienation: narrow view of the organization’s purposes
The professional organization
Source of liberation: no spiritual demands placed on employees; “pastoral power” is not exerted over the individual Source of alienation: Calculative bonds with the organization, self-directed behaviors, social detachment
Studi literatur yang dilakukan oleh Peter McGhee & Patricia Grant
mnunjukkan perkembangan dan variasi pengertian dan pengungkapan nilai-nilai
spiritual dari tahun 1999 sampai 2005. Seperti dirangkum berikut ini :
AUTHOR(S) SPIRITUAL VALUES COMMENTJackson & Kriger &Hanson, (1999)
Equality, Honesty, Compassion, Avoiding Harm, Respect, Peace, Justice, Forgiveness, Service, DutyTrustworthiness, Being a Good Citizen, Peace,Thankfulness
Spiritual values from world’s main religions (Sikhism, Buddhism, Judaism, Christianity, Hinduism, Islam, Baha’ism, Confucianism & Jainism)
Synder & Lopez (2001)
Optimism, Hope, Humility, Compassion, Forgiveness, Gratitude, Love, Altruism, Empathy, Toughness, Meaningfulness
List of values linked to positive psychology and spirituality
Giacalone & Jurkiewicz, (2003)
Integrity, Humanism, Awareness, Meaningfulness, Responsibility, Love, Inner Peace, Truth, Humility, Sense of Community, Justice
Manifestations of spirituality in the form of spiritual attributes
Fry (2003) Forgiveness, Kindness, Integrity, Empathy, Honesty, Patience, Courage, Trust, Humility, Service to Others
Specifically tied to spiritual leadership; all subordinate under a single value altruistic love
Jurkiewicz & Giacalone, (2004)
Benevolence, Generativity, Humanism, Integrity, Justice, Mutuality, Receptivity, Respect,
Values framework for measuring workplace spirituality
Responsibility, TrustFry, (2005) Honesty, Forgiveness, Hope,
Gratitude, Humility, Compassion, Integrity
A set of core values reflecting a state of ethical and spiritual well-being experienced by a spiritual employee
Marques (2005) Respect, Understanding, Openness, Honesty, Giving, Trust, Kindness, Peace & Harmony, Acceptance, Creativity, Appreciation, Helpfulness
Vital themes for a spiritual workplace from the literature and compared with the statements of six business executives.
Reave (2005) Meaningfulness, Integrity, Honesty, Humility, Respect, Fairness, Caring & Concern, Listening, Appreciating Others, Reflective Practice
Spiritual values and practices as related to leadership effectivenessIntegrity viewed as the most crucial spiritual value for success
Sumber : Peter McGhee & Patricia Grant 2008
Dalam islam sejak awal kehadiannya dimuka bumi ini, telah menegaskan
konsep-konsep integralitas spiritual (rohani) dan material. Menurut Abul Ala
Maududi, Spiritualitas bukan hanya transcendental, dualisme spiritualitas dan materi
tetapi nucleus dari integrasi dan konsep kesatuan hidup. Selanjutnya dikatakan
Islam rejects and condemns the ascetic view of life, and proposes a set of methods and processes for the spiritual development of man, not outside this world but inside it. the real place for the growth of the spirit is in the midst of life and not in solitary places of spiritual hibernation.
Dasar dari pernyataan ini adalah bahwa
“ According to Islam, Allah has appointed the human soul as His Khalifah (vicegerent) in this world. He has invested it with a certain authority, and given it certain responsibilities and obligations for the fulfillment of which He has endowed it with the best and most suitable physical frame. The body has been created with the sole object of allowing the soul to use it in the exercise of its authority and the fulfillment of its duties and responsibilities. The body is not a prison for the soul, but its workshop or factory; and if the soul is to grow and develop, it is only through this workshop. Consequently, this world is not a place of punishment in which the human
soul unfortunately finds itself, but a field in which Allah has sent it to work and do its duty towards Him.
Jalan untuk mencapai pembangunan spiritual adalah pertama iman dimana
pikiran dan hatinya selalu waspada yang bertujuan menyenangkan Allah Swt. Kedua,
ketaatan manusia memberikan kemandiriaanya dan menerima sikap tunduk kepada
Allah Swt. Ketiga adalah taqwa sebagi manifestasi dari seseorang yang beriman
kepada Allah dalam kehidupan sehari-hari yang didasari atar garis-garis ketentuan
hokum Allah swt. Terakhir adalah Ihsan menandakan manusia telah mencapai
kesempurnaan tertinggi dalam kata-kata, perbuatan dan pikiran mengindentifikasi
kehendaknya dengan kehendak Allah dan menyelaraskannya melakukan yang terbaik
dari pengetahuan dan kemampuannya akan ilahi.
Jalan pembangunan rohani ini memiliki tahapan tahapan dan ditujukan tidak
hanya untuk kegiatan individu tetapi juga untuk kepentingan social dan Negara
melalui perkembangan rohani. Gelar untuk pencapaian tersebut adalah mukmin
(beriman), muslim (taat), muttaqin ( kesadaran ilahi) dan Muhsin (saleh). Untuk
mengantar melalui tahapan tahapan tersebut Islam menyediakan metode dan
mekanismenya melalui ibadah shalat, puasa, zakat, haji dan jihad.
Hubungan antara spiritualitas dan workplace dalam praktek Islam klasik
dapat di lihat dalam analisis kritis Sayyid Hussein Nasr. Nasr yang mengungkapkan
pandangan Islam tentang dunia kerja sepanjang sejarah Islam bahwa :
Pada prinsipnya etka kerja Islam melingkupi dua macam fungsi yaitu ‘amal dan shun’ sebab syariah mencakup seluruh jaringan tindakan dan perbuatan manusia. Sementara prinsip-prinsip aspek-aspek dari shun’ atau seni dalam pengerian primordial kata itu, berkaitan dengan dimensi spiritual pewahyuan Islami. Maka aspek etis baik dari ‘amal maupun shun’ atau apa
yang secara lahiriah dikerjakan manusia, ditemukan dalam petunjuk-petunjuk serta ajaran-ajaran syariah
Selanjutnya dikatakan bahwa
Ritme kehidupan tradisional Islam adalah bahwa jam jam kerja diselang selingi dengan sembahyan, dan ini berlaku juga untuk apa yang saat ini dipandang sebagai aktivitas budaya dan bersenang-senang
Bank syariah sebagai institusi bisnis islami seyogyanya dikelola oleh sumber
daya manusia yang memiliki integritas dan kapabilitas yang berangkat dari nilai-nilia
spiritual dan akhlak Islami (ctt.maududi dan nasr). Sebagaimana Maududi bahwa
meskipun lahan kegiatannya sama antara bank konvensional dan syariah, namun
konsep dan prinsip-prinsipnya tetaplah berbeda. Bank syariah adalah bank yang
melakukan aktivitas kerjasama usaha (bisnis) dan kegiatan jual beli serta layanan
jasa. Diatas nilai-nilia ajaran agama yang berkaitan dengan muamalah. Bank Syariah
seyogyanya dikelola atas dasar internalisasi ajaran agama dimana sumber daya
manusianya berahlak mulia, tercerahkan dan memiliki kinerja serta komitmen yang
baik.
Dengan demikian bank syariah tidak hanya membutuhkan keahlian dalam
bidang bisnis perbankan tapi juga sikap dan komitmen yang tinggi pada cita-cita
syariah Islam serta kesiapan menjadi moral modelling pada dunia bisnis. Disamping
itu misi keumatan harus ditunjukkan oleh aktivitas dalam bank syariah. Pengelola
bank syariah harus sedemikian rupa mencegah terjadinya moral hasard dan
pengkhianatan moral, karena harapan kejayaan peradaban Islam bertumpuh pada
dirinya. Dapat dikatakan bahwa saat secara politis lembaga bank syariah baru
berhasil pada tahap menunjukkan sikap inklusifitasnya melalui dialektika akademis
yang baik.
Fakta dilapangan menunjukkan bahwa terbatasnya tenaga ahli perbankan
syariah yang paham prinsip syariah dan mengerti serta menguasai seluk beluk bisnis
perbankan menjadi permasalahan yang krusial. Salah satu permasalahan krusial
tersebut adalah munculnya aksi bajak membajak karyawan antar bank.. Menurut
Direktur Bank Muamalat H, M. Hidayat kecenderungan aksi perekutan pegawai
bank Syariah dari bank lain ini telah menggejala sejak dua tahun belakangan. Pada
tahun 2008 kurang lebih 20 orang karyawan level menengah Bank Muamalat pindah
ke bank lain. Dan sesunguhnya hal ini telah terjadi saban tahun sejak berdirinya Bank
Muamalat.9
Disisi lain bank syariah melakukan pelatihan pelatihan berkaitan dengan
peningkatan kesadaran spiritual dan qhirah Islam. Bank Muamalat sebagai pioner
bank umum syariah, sejak 2004 menerbitkan satu buku yang menjadi pedoman
training manajemen spiritual para karyawan yaitu celesial management yang
dikarang sendiri oleh pimpinannya Riawan Amin.10 Celessial management atau
manajemen langit berisi desain bank muamalat untuk mengenalkan visi, misi dan
tujuan organisasi yang dipadu dengan manajemen motivasi untuk meningkatkan
qhiroh dan internalisasi nilai-nilia spritual.
Bank syariah mandiri mengembankan pelatihan budaya SIFAT. Sedangkan
Karim Business Consulting mengembangkan Unlimeted Learning yang diterapkan
9 ?\Ibid.10 ?Buku yang menjadi panduan pelatihan motivasi spiritual di Bank Muamalat ini dapat
dibaca pada : A.Riawan Amin, Zikr, Pikr, Mikr The Celestial Management , (Jakarta, Senayan Abadi Publishing, 2004) cet.kedua
antara lain di BNI Syariah11. Tentunya tujuan dari semua aktivitas ini adalah
bagaimana melahirkan sdm-sdm yang amanah dan loyal bagi organisasi. Namun
demikian tentunya sdm syariah yang ideal bukan hanya menunjukkan komitmen
organisasi dan komitmen individu tapi juga komitmen sosial serta komitmen agama.
Islam adalah satu ajaran yang utuh memiliki pandangan hidup dan epistemologi
sendiri12. Dengan demikian islam memiliki jati diri dan pandangan yang dapat
membedakan dengan yang lainnya. Meskipun demikian internalisasi ajaran islam
dalam kegiatan muamalahnya merupakan suatu proses keyakinan yang berujung
pada kegiatan yang objektif atau rasional (rahmatan lil alamin). Selain itu nilai-nilai
ajaran Islam selalu menunjukkan pemihakan pada kaum yang lemah dan tertindas13.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, penelitian ini bermaksud menguji
hubungan antara spiritual well being, dengan work attitudes pekerja meliputi
komitmen serta intention to quit pekerja perbankan syariah.
B. Rumusan masalah
1. Apakah ada hubungan antara spiritual well being dalam islamic spiritual
workplace dengan komitmen organisasi, komitmen sosial serta komitmen
agama
11http://www.karimconsulting.com/new/files/Artikel_09_SDM_syariah.pdf . Diakses 28 Juni 2009 jam 12:30 “ integritas Diri Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Syariah”
12Munrokhim Misanan, Makalah “ Kajian Epistemologis untuk Pengembangan Ekonomi Islam” pada Workshop Asosiasi Dosen Ekonomi Islam ” STEI Yogyakarta di Hotel UIN Sunan Kalijaga, 5 desember 200813 ?Lihat Pemikiran Kuntowijoyo, dalam Islam sebagai Ilmu ( Yogyakarta, Tiara Wacana, 2006) edisi kedua
2. Apakah ada hubungan antara spiritual well being dalam islamic spiritual
workplace dengan intention to quit pekerja
3. Komponen apa saja dalam dimensi spiritual well being di lingkungan kerja
Islam
C. Tujuan Penelitian
. Penelitian ini bertujuan melakukan investigasi dimensi spiritual dalam kerja
. Khususnya menguji
1. hubungan antara spiritual well being dalam islamic spiritual workplace
dengan komitmen organisasi, komitmen sosial serta komitmen agama
2. hubungan antara spiritual well being dalam islamic spiritual workplace
dengan intention to quit pekerja
3. Komponen – komponen dalam dimensi spiritual well being di lingkungan
kerja Islam (islamic workplace)
D. Motivasi Penelitian
Meskipun saat ini di dunia barat, dimensi spiritual dalam dunia usaha dan
kerja telah berkembang sangat pesat namun penelitian dan pengembangan teori teori
ilmiah belumlah memadai ( The next step). Mayoritas penelitian dan pemahaman
workplace spirituality adalah non ideological (proposing a framework). Berkaitan
dengan islamic spiritual workplace dengan basis ideological yang kuat seperti bank
syariah belum ada penelitian yang serius (UII, UI,UPN dan Unpad) dan UGM). Disi
lain fokus penelitian bank syariah, lebih banyak mengkaji aspek etika, hukum, sikap
dan perilaku non spiritual, baik pelaku pebankan syariah maupun masyarakat
pengguna jasa perbankan.
E. Kajian Pustaka
Berbagai aspek penelitian berkaitan dengan spiritualitas di tempat kerja
(workplace spirituality). Penelitian eksplorasi Robert A Giacalone (cttkk) memetakan
agenda penelitian workplace spirituality dimasa datang meliputi variabel individu,
kelompok, organisasi dan sosial. Baik yang berhubugan dengan relijiusitas maupun
spiritualitas. (Robert A Giacalone). Beberapa penelitian lainnya berkaitan dengan
pengujian terhadap pengembangan perilaku individu, perilaku organisasiteori,
pengembangan alat ukur, keterlibatan sosial.
Spiritualitas dan relijiusitas sering dipandang sebagai dua konsep yang
berbeda (Meta analisis 2002) . Dalam review Rick Zawatzky tersebut dinyatakan
bahwa spiritualitas dapat didefinisikan sebagai suatu perasaan, pikiran dan
pengalaman yang timbul dari suatu pengenalan mendalam tentang yang sakral.
Sementara relijiusitas dapat dipandang sebagai organisasi yang meliputi kepentingan
sosial dan spiritualitas. Bagi Karasu (cttk) kepercayaan spiritualitas memerlukan
suatu sistem kepercayaan yang tidak dinyatakan dalam agama formal (non
ideological) tertentu, tetapi merupakan kompromi dari tiga elemen dasar yaitu
percaya pada yang sakral, percaya pada kesatuan dan percaya pada transformasi
(continuity and rebirth).
Terlepas dari perbedaan pemahaman tersebut, Miguel Pina E Cunha dkk (ctk....)
melakukan studi eksplorasi hubungan antara manajemen dengan spiritualitas yang
menunjukan bahwa unsur unsur spiritualitas sejak awal munculnya ilmu manajemen
pada tahap tahap tertentu tidak lepas dari pengaruh-pengaruh unsur unsur
relijiusitas-spiritual (ideological). Beberapa peneliti fokus pada hubungan spiritual
dengan leadership dan transformasi organisasi.
Donald W. McCormick(ccttk) menggambarkan tantangan yang dihadapi manajer
yang mencoba untuk mengintegrasikan spiritualitas dan kerja. Penelitian ini fokus
pada aspek nilai-nilai, tugas dan persoalan-persoalan yang muncul dari latar belakang
tradisi spiritual pekerja yang berbeda beda. Mc Cormick menguji lima tema pokok;
compassion, right livelihood, selfless service, work as a form of meditation and
problem of pluralism. Gordon E Dehler dan M. Ann Welsh (cttkk) membahas
hubungan spiritualitas dan transformasi organisasional. Hal ini menjadi perhatian
penting ketika penelitian menunjukkan bahwa pendekatan rasional seperti
restrukturisasi atau reengineering tidak selamanya meningkatkan kinerja. Perluasan
pada aspek-aspek emosional termasuk visi, kepemimpinan transformative, motivasi
intrinstik, kerja sebagai bermain dan penyelarasan organisasi yang beimplikasi pada
pengelolaan spiritualitas berdasarkan model The Porras dan Silvers (1991).
Setelah Alvin Toffler meramalkan teknologi “gelombang ketiga”, Fraya Wagner
dan James Conley (cttkk) menyarankan adanya gelombang keempat organisasi, yaitu
perusahaan berbasil spiritual. Dalam eksplorasi terhadap sikap dasar dan praktek
yang penting bagi keberhasilan dalam mempertahankan budaya perusahaan
spiritual. Ada enam konsep kunci ditemukan melalui kajian literatur dan wawancara
mendalam dengan para pemimpin spiritual berbasis perusahaan: kejujuran dengan
diri sendiri, artikulasi spiritual korporasi berbasis filosofi, saling percaya dan
kejujuran, komitmen terhadap kualitas dan pelayanan, komitmen kepada karyawan,
dan seleksi personil agar sesuai dengan spiritual korporasi berbasis filosofi.
Eksplorasi yang dilakukan oleh Sukumarakurup dan Christoper P.Neck (ccttkk)
menunjukkan bahwa ada perbedaan pandangan tentang spiritualitas ditempat
kerja.perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh karena sipat pribadi yang sangat kuat
dari makna spiritual itu sendiri. Pandangan tersebut menjadi efektif jika para manajer
berusaha untuk memahami perbedaan pandangan spiritual dan juga mendorong
semua pandangan dalam sebuah organisasi menjadi bagian dari budaya spiritual
organisasi.
Penelitian yang berkaitan dengan pengaruh agama dalam pengambilan keputusan
manajer dilakukan oleh Anselmo Ferreira vasconcelos. Penelitian ini berusaha untuk
menunjukkan bahwa konvergensi antara rasional dan non-rasional dalam proses
pengambilan keputusan dapat dioptimalkan dengan mengintegrasikan beberapa
ajaran agama. Temuan penelitian ini adalah menemukan bukti kuat bahwa sebuah
kerangka kerja berbasis agama akan memperkaya topik sensitif proses pengambilan
keputusan dalam organisasi. Secara keseluruhan, penelitian ini berusaha untuk
menunjukkan bahwa intuisi dan doa adalah dua wajah koin yang sama, dan
berpendapat bahwa kedua bentuk proses-proses keputusan (misalnya rasional dan
non-analisis rasional) bisa hidup berdampingan secara sempurna dalam kerangka
integratif.
Marjolein Lips-Wiersma melakukan eksplorasi tentang pemahaman mengenai
makna pekerjaan. Penelitian ini berkaitan dengan pekerjaan memunculkan makna
berorientasi spiritual individu dengan suatu pandangan untuk menentukan apakah ada
agenda yang umum dapat diidentifikasi dan apakah pengaruh spiritualitas perilaku
kerja. Ditemukan bahwa meskipun mereka memiliki latar belakang yang beragam,
semua peserta penelitian menginginkan untuk mengungkapkan tujuan kehidupan
spiritualnya "mengembangkan diri dan menjadi diri sendiri", " menyatu dengan
orang lain", "mengekpresikan diri" dan "melayani orang lain" di tempat kerja.
Temuan kedua adalah bahwa mereka berusaha untuk menyeimbangkan ini dari
waktu ke waktu. Selain itu ditemukan bahwa spiritualitas jelas mempengaruhi
perilaku kerja peserta penelitian membuat transisi karir jika mereka tidak dapat
mengekspresikan spiritualitas mereka. Pelajaran dieksplorasi untuk organisasi
kontemporer yang tertarik mempertahankan karyawan yang berorientasi spiritual.
.
Lalu bagaimana hubungan antara perilaku organisasi dan spiritual ?.
Demikian juga spiritual ditempat kerja ?
perjalanan istilah transpersonal ini lahir. Empat asumsi dasar dari psikologi
ini adalah: (1) pendekatan kepada penyembuhan dan pertumbuhan yang menyentuh
semua tingkat spectrum identitas: prapersonal, personal, dan transpersonal; (2)
mengakui terurainya kesadaran diri terapis serta pandangan dunia spiritualnya
sebagai hal yang utama dalam membentuk sifat proses dan hasil terapi; (3)
kebangkitan (awakening) dari identitas kecil menuju identitas yang lebih besar; (4)
membantu proses kebangkitan dengan teknik-teknik yang mempertajam intuisi dan
memperdalam kesadaran personal dan transpersonal tentang diri. Hal ini mengantar
pada apa yang sekarang lazim dikenal sebagai intervensi spiritual dalam psikoterapi.
Psikologi Transpersonal http://peziarah.wordpress.com/2007/01/12/relasi-psikologi-dan-agama
Ken Wilber melihat bahwa psikologi, psikoterapi, filsafat dan tradisi spiritual tidak perlu bersaing dan saling menyingkirkan. Kita harus bisa melihat semuanya berada dalam spektrum kesadaran dan pengalaman yang berbeda.
Menurutnya, manusia bergerak dari tahap prapersonal ke personal lantas transpersonal. Pada tiap tahap yang baru manusia senantiasa mengintegrasikan ciri-ciri “kepribadian” tahap sebelumnya. Untuk kasus sains dan agama, sudah tiba saatnya keduanya untuk berinterasi.
Tokoh yang juga tak bisa diabaikan dalam pendirian aliran ini adalah Anthony Suttich, Abraham Maslow, Stanislav Grof, dan Victor Frankl yang dari pertemuan mereka istilah transpersonal ini lahir.
Empat asumsi dasar dari psikologi ini adalah: (1) pendekatan kepada penyembuhan dan pertumbuhan yang menyentuh semua tingkat spectrum identitas: prapersonal, personal, dan transpersonal; (2) mengakui terurainya kesadaran diri terapis serta pandangan dunia spiritualnya sebagai hal yang utama dalam membentuk sifat proses dan hasil terapi; (3) kebangkitan (awakening) dari identitas kecil menuju identitas yang lebih besar; (4) membantu proses kebangkitan dengan teknik-teknik yang mempertajam intuisi dan memperdalam kesadaran personal dan transpersonal tentang diri. Hal ini mengantar pada apa yang sekarang lazim dikenal sebagai intervensi spiritual dalam psikoterapi.
Maka, sekarang, psikolog tampaknya harus mengerti agama dan agamawan harus belajar psikologi.
Selanjutnya dikatakan:
Ilmu pengethuan tak akan sanggup mengetahui hakikat sesuatu. Yang dapat
diketahuinya hanyalah bagaimana sifat sesuatu tersebut pada keadaan lingkungan
tertentu; bagaimana hubungannya dengan yang lain. Tapi tak mungkin mengetahui
“apa” dia.Tak mungkin diketahui apa cahaya, apa electron. Kalau ada yang
Kesadaran spiritual tidak hanya lahir dari serangkain observasi dan eksplorasi keilmuan saja tapi juga lahir dari persoalan kehampaan dan pencarian makna dan nilai hidup manusia modern itu sendiri. Dalam tataran aksiologi, kegagalan sekularisme adalah munculnya penyakit sosial aspek kerohanian berkaitan dengan makna dan tujuan hidup yang benar. Meskipun demikian manusia sekuler
memandang hal-hal yang berkaitan dengan kerohanian tidak mesti berhubungan dengan agama (religion). Spiritualitas dalam ilmu perilaku dan manajemen organisasi tidak lepas dari kajian dan penelitian tentang psikologi manusia sebagai bagian dalam organisasi. Bermula dari teori saintifik Frederick W. Tailor, teori perilaku Elton Mayo sampai pada teori kebutuhan manusia Abraham Maslow. Abraham Maslow menjadi pelopor munculnya ilmu psikologi transpersonal.. Psikologi transpersonal merupakan bagian dari perkembangan
Pada tataran praktis didunia kerja nilai-nilai spiritual sejak tahun 1952
Gagasan tentang spiritualitas telah memasuki rana aktivitas “manusia sekuler “. Penemuan-penemuan yang berkaitan dengan otak manusiapun juga telah memberikan konribusi besar terhadap berkembannya kesadaran tentang spiritualitas. Danier Coleman tentang kecerdasan emosinal sampai Danah sohar kecerdasan spiritual
Sesungguhnya ajaran spiritual merupakan titik masuk kaum sekuler dalam naungan
agama. Namun bagi mereka agama yang menyapa kekosongan jiwanya bukan agama
yang berorientasi pada jihad (memperjuangkan agama itu sendiri). Ajaran ajaran
spiritual telah berkembang diberbagai aktivitas kehidupan manusia