5

Click here to load reader

Sosiologi sastra

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sosiologi sastra

Sosiologi sastra

Masalah pokok pembahasan dalam sosiologi sastra

a. Bagaimana hubungan masyarakat dengan sastra?

b. Bagaimana hubungan sastra dengan sosiologi?

c. Apakah yang dapat kita ketahui dengan mempelajari hubungan sastra dengan

sosiologi?

sastra memiliki keterkaitan timbal-balik dalam derajat tertentu dengan masyarakatnya;

dan sosiologi sastra berupaya meneliti pertautan antara sastra dengan kenyataan

masyarakat dalam berbagai dimensinya (Soemanto, 1993).

Konsep dasar sosiologi sastra sebenarnya sudah dikembangkan oleh Plato dan Aristoteles

yang mengajukan istilah 'mimesis', yang menyinggung hubungan antara sastra dan

masyarakat sebagai 'cermin'.

Pengertian mimesis (dalam bahasa Yunani: perwujudan atau peniruan) pertama kali

dipergunakan dalam teori-teori tentang seni seperti dikemukakan Plato (428-348) dan

Aristoteles (384-322), dan dari abad ke abad sangat memengaruhi teori-teori mengenai

seni dan sastra di Eropa (Van Luxemburg, 1986:15

Menurut Plato, setiap benda yang berwujud mencerminkan suatu ide asti (semacam

gambar induk). Jika seorang tukang membuat sebuah kursi, maka ia hanya menjiplak

kursi yang terdapat dalam dunia Ide-ide. Jiplakan atau copy itu selalu tidak memadai

seperti aslinya; kenyataan yang kita amati dengan pancaindra selalu kalah dari dunia Ide.

Seni pada umumnya hanya menyajikan suatu ilusi (khayalan) tentang 'kenyataan' (yang

juga hanya tiruan dari 'Kenyataan Yang Sebenarnya') sehingga tetap jauh dari

'kebenaran'. Oleh karena itu lebih berhargalah seorang tukang daripada seniman karena

seniman menjiplak jiplakan, membuat copy dari copy.

Aristoteles juga mengambil teori mimesis Plato yakni seni menggambarkan kenyataan,

tetapi dia berpendapat bahwa mimesis tidak semata-mata menjiplak kenyataan melainkan

Page 2: Sosiologi sastra

juga menciptakan sesuatu yang haru karena 'kenyataan' itu tergantung pula pada sikap

kreatif orang dalam memandang kenyataan. Jadi sastra bukan lagi copy (jiblakan) atas

copy (kenyataan) melainkan sebagai suatu ungkapan atau perwujudan mengenai

"universalia" (konsep-konsep umum). Dari kenyataan yang wujudnya kacau, penyair

memilih beberapa unsur lalu menyusun suatu gambaran yang dapat kita pahami, karena

menampilkan kodrat manusia dan kebenaran universal yang berlaku pada segala zaman.

Levin (1973:56-60) mengungkapkan bahwa konsep 'mimesis' itu mulai dihidupkan

kembali pada zaman humanisme Renaissance dan nasionalisme Romantik. Humanisme

Renaissance sudah berupaya membilangkan perdebatan prinsipial antara sastra modern

dan sastra kuno dengan menggariskan paham bahwa masing-masing kesusastraan itu

merupakan ciptaan unik yang memiliki pembayangan historis dalam zamannya. Dasar

pembayangan historis ini telah dikembangkan pula dalam zaman nasionalisme Romantik,

yang secara khusus meneliti dan menghidupkan kembali tradisi-tradisi asli berbagai

negara dengan suatu perbandingan geografis. Kedua pandangan tersebut kemudian

diwariskan kepada zaman berikutnya, yakni positivisme ilmiah.

Hippolyte Taine (1766-1817). Dia adalah seorang sejarawan kritikus naturalis Perancis,

yang sering dipandang sebagai peletak dasar bagi sosiologi sastra modern. Taine ingin

merumuskan sebuah pendekatan sosiologi sastra yang sepenuhnya ilmiah dengan

menggunakan metode-metode seperti yang digunakan dalam ilmu alam dan pasti. Dalam

bukunya History of English Literature (1863) dia menyebutkan bahwa sebuah karya

sastra dapat dijelaskan menurut tiga faktor, yakni ras, saat (momen), dan lingkungan

(milieu). Bila kita mengetahui fakta tentang ras, lingkungan dan momen, maka kita dapat

memahami iklim rohani suatu kebudayaan yang melahirkan seorang pengarang beserta

karyanya. Menurut dia faktor-faktor inilah yang menghasilkan struktur mental

(pengarang) yang selanjutnya diwujudkan dalam sastra dan seni. Adapun ras itu apa yang

diwarisi manusia dalam jiwa dan raganya. Saat (momen) ialah situasi sosial-politik pada

suatu periode tertentu. Lingkungan meliputi keadaan alam, iklim, dan sosial. Konsep

Taine mengenai milieu inilah yang kemudian menjadi mata rantai yang menghubungkan

kritik sastra dengan ilmu-ilmu sosial.

Rene Wellek dan dan Austin Warren sosiologi sastra mempermasalahkan tentang

pembaca dan pengaruh sosialnya terhadap masyarakat.

Page 3: Sosiologi sastra

Abrams menulis bahwa dari sosiologi sastra ada tiga perhatian yang dapat dilakukan

oleh kritikus atau peneliti yaitu:

1. Penulis dengan lingkungan budaya tempat ia tinggal.

2. Karya, dengan kondisi sosial yang direfleksikan di dalamnya.

3. Audien atau pembaca (1981: 178).

Sosiologi Sastra Indonesia

Sosiologi sastra Indonesia dengan sendirinya mempelajari hubungan yang terjadi antara

masyarakat Indonesia dengan sastra yang ada di Indonesia, gejala-gejala baru yang terjadi

sebagai akibat antar hubungan tersebut.

masalah yang menarik adalah kenyataan bahwa masyarakat berada dalam posisi berubah

yang dinamis, yang disebabkan oleh pengaruh-pengaruh kebudayaan barat. Sebgai respon

interaksi sosial, maka karya sastra yang dihasilkan pun secara terus menerus berganti

baru, sesuai dengan tanggapan pengarang terhadap proses perubahan tersebut.

Proses yang agak jelas dan formal tampak pada periode seperti: Balai Pustaka, (masalah

tradisi, adat-istiadat, dan orientasi primordial pada umumnya) Pujangga Baru ( masalah

nasonalisme, emansipasi, dan perjuanga melawan penjajah), periode ‘45’ (masalah

kebabasan secara universal), periode 70-an dan seterusnya ( masalah kebebasan dan

usaha-usaha untuk menemukan identitas bangsa). Dalam periodesasi jelas terkandung

sejumlah ciri-ciri yang bersifat umum, yang mengorganisasikan sistem literer kedalam

suatu paradigma yang ralatif sama. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa ciri-ciri

analisis sosiologis menjadi sama. Masalah pokok sosiologi sastra adaalah karya sastra itu

sendiri karya sebagai aktivitas kreatif dengan ciri yang berbeda-beda.

Daftar Pustaka

Ratna, Yoman Khutha.2003.Paradigma Sosiologi Sastra.Pustaka

Belajar:Jakarta.

Mahanaya, Maman S.2005.9 Jawaban Sastra Indonesia.Bening

Publishing:Jakarta.

Page 4: Sosiologi sastra

Aminudin.2000.Pengantar Apresiasi Karya Sastra.Sinar Baru

Algensindo:Bandung.