22
2.1.1 Pembersihan Pembersihan dalam penanganan bahan hasil pertanian adalah mengeluarkan atau memindahkan benda asing (kotoran) dan bahan-bahan yang tidak diinginkan dari bahan utama (produk yang diinginkan). Perbersihan bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada hasil pertanian. Kebersihan sangat mempengaruhi kenampakan. Oleh karena itu sebelum dipasarkan, hasil pertanian harus dibersihkan dari kotoran-kotoran dan bagian-bagian yang tidak diperlukan. Kotoran pada hasil pertanian sering dianggap sebagai sumber kontaminasi, karena kotoran dapat mengandung mikroorganisme yang dapat merusak hasil panen. Secara umum, pembersihan dapat dilakukan dengan dua cara: 1. Dry method yang diantaranya meliputi: Penyaringan (screening) Pemungutan dengan tangan (hand picking) 2. Wet method yang diantaranya adalah: Perendaman (soaking) Water sprays Rotary Drum Brush Washer Shuffle or Shaker Washer 2.1.1.1 Jenis Kotoran Pada Bahan Hasil Pertanian

Sortasi Grading

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sortasi Grading

2.1.1 Pembersihan

Pembersihan dalam penanganan bahan hasil pertanian adalah mengeluarkan

atau memindahkan benda asing (kotoran) dan bahan-bahan yang tidak diinginkan

dari bahan utama (produk yang diinginkan). Perbersihan bertujuan untuk

menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada hasil pertanian. Kebersihan

sangat mempengaruhi kenampakan. Oleh karena itu sebelum dipasarkan, hasil

pertanian harus dibersihkan dari kotoran-kotoran dan bagian-bagian yang tidak

diperlukan. Kotoran pada hasil pertanian sering dianggap sebagai sumber

kontaminasi, karena kotoran dapat mengandung mikroorganisme yang dapat

merusak hasil panen. Secara umum, pembersihan dapat dilakukan dengan dua

cara:

1. Dry method yang diantaranya meliputi:

Penyaringan (screening)

Pemungutan dengan tangan (hand picking)

2. Wet method yang diantaranya adalah:

Perendaman (soaking)

Water sprays

Rotary Drum

Brush Washer

Shuffle or Shaker Washer

2.1.1.1 Jenis Kotoran Pada Bahan Hasil Pertanian

Jenis kotoran pada bahan hasil pertanian, berdasarkan wujudnya dapat

dikelompokkan menjadi :

a. Kotoran Berupa Tanah

b. Kotoran Berupa Sisa Pemungutan Hasil

c. Kotoran Berupa Benda-Benda Asing

d. Kotoran Berupa Serangga Atau Kotoran Biologis Lain

e. Kotoran Berupa Sisa Bahan Kimia

2.1.2 Sortasi

Sortasi adalah proses pemisahan bahan-bahan yang sudah dibersihkan ke

dalam fraksi kualitas berdasarkan karakteristik fisik (kadar air, bentuk, ukuran,

Page 2: Sortasi Grading

berat jenis, tekstur, warna, benda asing/kotoran), kimia (komposisi bahan, baud an

rasa ketengikan), dan biologis (jenis dan jumlah kerusakan oleh serangga, jumlah

mikroba, dan daya tumbuh khususnya pada bahan pertanian berbentuk bijian).

Sebagai contoh, pada penanganan pasca panen padi, dimana gabah tercampur

dengan kotoran berupa butir pasir, serpihan jerami dan daun. Gabah sebagai

produk utama dari proses penanganan pasca panen padi harus bebas dari kotoran

tersebut.

Sortasi biasanya dilakukan untuk memisahkan produk luka, busuk, atau cacat

sebelum penanganan selanjutnya dilakukan. Sortasi akan menghemat tenaga

dimana bahan-bahan rusak tersebut tidak akan ikut lagi pada penanganan

selanjutnya. Memisahkan bahan-bahan busuk akan membatasi penyebaran infeksi

kepada unit-unit produk lainnya, khususnya bila pestisida pasca panen tidak

digunakan. Perlakuan sesegera mungkin dalam sortasi dapat membatasi

kerusakan/kehilangan hasil panen, juga penularan mikroba ataupun benda asing

lainnya.

Ada dua macam proses sortasi, yaitu sortasi basah dan sortasi kering.

Sortasi basah

Sortasi basah dilakukan pada saat bahan masih segar. Proses ini untuk

memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan

hasil pertanian tersebut. Misalnya dari akar suatu tanaman, maka bahan-

bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah

rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang. Hal tersebut dikarenakan

tanah merupakan salah satu sumber mikroba yang potensial. Sehingga,

pembersihan tanah dapat mengurangi kontaminasi mikroba pada hasil

pertanian.

Sortasi kering

Sortasi kering pada dasarnya merupakan tahap akhir. Tujuannya untuk

memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak

diinginkan dan pengotoran lain yang masih tertinggal pada barang hasil

pertanian. Sortasi dapat dilakukan dengan manual atau secara mekanik.

Tidak semua tanaman atau bagian tanaman yang dipanen layak untuk

dipasarkan, karena itu perlu dilakukan sortasi. Sortasi dilakukan dengan tujuan

Page 3: Sortasi Grading

untuk memisahkan hasil panen yang baik (tidak mengalami kerusakan fisik dan

terlihat menarik) dengan yang jelek (hasil yang telah mengalami

kebusukan/kerusakan fisik akibat penguapan atau serangan hama dan penyakit

serta benda asing yang tidak dikehendaki. Sortasi yang dilakukan ditingkat petani

berbeda dengan yang dilakukan ditingkat pedagang dan industri.

a. Sortasi di tingkat petani

Hasil panen dipisahkan secara sederhana antara yang cacatdengan yang

bai, hasil panen yang tidak lolos sortasi tidak dibuang tetapi dikonsumsi

sendiri kecuali yang busuk. Hasilpanen yang dinilai bagus dijual ke

pedagang atau supermarketsedangkan hasil yang agak jelek dijual ke

pedagang pengeceratau pasar tradisional.

b. Sortasi di tingkat pedagang

Sesampainya ditempat pedagang hasil panen segeradikeluarkan dari wadah

untuk segera disortir, pengeluaran dan penyortiran dilakukan dengan cepat

tetapi hati-hati supaya kerusakan yang terjadi akibat benturan dapat

dicegah. Penyortiran yang dilakukan oleh pedagang pada umumnya tidak

terlalu ketat, biasanya seluruh hasil sortiran yang rusak maupun yang baik

tetap dipasarkan meskipun dengan harga yang berbeda, hasil sortiran yang

dibuang adalah yang telah busuk. Untuk dipasarkan kepasar khusus

(supermarket, hotel dan restauratn) harus dilakukan sortasi secara ketat,

hasilpanen tidak hanya harus baik tetapi juga memenuhi kriteria tertentu

saat diterima konsumen. Hasil panen yang tidak memenuhi standar mutu

biasanya dijual kepasar tradisionalatau dikonsumsi sendiri.

c. Sortasi ditingkat industri

Hasil panen segar sebagai bahan baku industri diperlukan dengan kriteria-

kriteria tertentu, namun hasil panen petanimasih sangat beragam sehingga

tidak memenuhi kriteria industri, karenanya perlu dilakukan sortasi pada

hasil panen supaya didapat produk yang lebih seragam dengan demikian

akan memudahkan pembuatan standar pada tahap-tahap industri. Kegiatan

sortasi tidak berakhir ditempat penerimaan dan penampungan hasil panen

sebelum diolah, proses ini berlangsung terus selama periode proses

Page 4: Sortasi Grading

penyiapan bahan baku, proses sortasi yang dilakukan berdasarkan tingkat

kematangan, ukuran dan kecacatan.

2.1.2.1 Tujuan Sortasi

a. Untuk memperoleh bahan hasil pertanian yang dikehendaki, baik

kemurnian maupun kebersihannya

b. Memilih dan memisahkan bahan hasil pertanian yang baik dan tidak cacat.

c. Memisahkan bahan yang masih baik dengan bahan yang rusak akibat

kesalahan panen atau serangan patogen, serta kotoran berupa bahan asing

yang mencemari bahan hasil pertanian

2.1.2.2 Peraturan Sortasi

Menurut WHO Guidelines on Good Agricultural and Collection Practice

(GACP) for Madicinal Plants :

1. Pemeriksaan visual terhadap kontaminan yang berupa bagian-bagian

tanaman yang tidak dikehendaki/digunakan.

2. Pemeriksaan visual terhadap materi asing.

3. Evaluasi organoleptik, meliputi : penampilan, kerusakan, ukuran, warna,

bau, dan mungkin rasa.

2.1.3 Grading

Grading adalah proses pemilihan bahan berdasarkan permintaan konsumen

atau berdasarkan nilai komersilnya. Grading berkaitan erat dengan tingkat selera

konsumen suatu produk atau segmen pasar yang akan dituju dalam pemasaran

suatu produk. Terlebih apabila yang akan dituju adalah segmen pasar tingkat

menengah ke atas dan atau segmen pasar luar negeri. Kegiatan grading sangat

menentukan apakah suatu produk laku pasar atau tidak.

Dalam grading dilakukan pengelompokkan pada produk utama kedalam

berbagai kelas mutu. Biasanya dibagi dalam kelas 1, kelas 2, kelas 3 dan

seterusnya, atau kelas A, kelas B, kelas C dan seterusnya. Pada beberapa

komoditas ada kelas super-nya.

Page 5: Sortasi Grading

Pada kegiatan grading, penentuan mutu hasil panen biasanya didasarkan pada

kebersihan produk, aspek kesehatan, ukuran, bobot, warna, bentuk, kematangan,

kesegaran, ada atau tidak adanya serangan/kerusakan oleh penyakit, adanya

kerusakan oleh serangga, dan luka/lecet oleh mekanis. Pada usaha budidaya

tanaman, penyortiran produk hasil panenan dilakukan secara manual, yaitu

menggunakan tangan. Sedang grading dapat dilakukan secara manual atau

menggunakan mesin penyortir. Grading secara manual memerlukan tenaga yang

terampil dan terlatih, dan bila hasil panen dalam jumlah besar akan memerlukan

lebih banyak tenaga kerja.

Contoh hasil dari grading dari penangan beras adalah beras utuh, beras

kepala, beras patah dan menir. Secara umum, grading dalam penanganan pasca

panen bahan hasil pertanian merupakan lanjutan dari proses sortasi. Dalam

penerapannya, spesifikasi yang digunakan untuk menilai dan mengelompokkan

kelas mutu suatu bahan dapat lebih dari satu. Antara lain adalah derajat sosoh,

persentase beras utuh, beras kepala, beras patah dan menir, tingkat kadar air beras,

persentase beras, persentase butir kapur, butir kuning, dan butir merah.

Grading memberikan manfaat untuk keseluruhan industri, dari petani,

pedagang besar dan pengecer karena;

Ukurannya seragam untuk dijual

Kematangan seragam

Didapatkan buah yang tidak lecet atau tidak rusak 

Tercapai keuntungan lebih baik karena keseragaman produk, dan

Menghemat biaya dalam transport dan pemasarannya karena bahan-bahan

rusak disisihkan.

2.1.5 Standar Mutu Beras

Standar merupakan salah satu penentu dari keberhasilan pembangunan

pertanian dan memiliki peranan penting dalam upaya optimalisasi sumberdaya

sektor pertanian. Dalam hal ini, perangkat standardisasi memiliki peranan dalam

mendukung kemampuan berproduksi dan dalam meningkatkan produktivitas. 

Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 2008 mengenai beras merupakan

revisi dari SNI 01-6128-1999, Beras giling berdasarkan usulan dari seluruh

Page 6: Sortasi Grading

stakeholder beras dengan memperhatikan kondisi mutu beras Indonesia di pasaran

dan standar mutu beras yang digunakan oleh negara-negara produsen beras

lainnya. Standar ini bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya manipulasi mutu

beras di pasaran, terutama pencampuran/pengoplosan antar kualitas atau antar

varietas. Oleh karena itu dilakukan beberapa perubahan/penyempurnaan pada

beberapa bagian yaitu pada bagian syarat mutu, cara uji dan penandaan.

SNI untuk beras giling telah tersusun  dan disahkan oleh Badan Standardisasi

Nasional, namun demikian penerapannya belum optimal. Secara umum beras

giling harus memenuhi persyaratan bebas hama dan penyakit, bebas bau

(apek/asam) ataupun bau asam lainnya, bebas dari campuran bekatul, dan bebas

dari tanda-tanda adanya bahan kimia yang membahayakan. Dalam SNI yang telah

direvisi, beras giling dikelompokkan menjadi lima kelas  mutu.

Standar menetapkan ketentuan tentang persyaratan mutu, penandaan dan

pengemasan pada semua jenis beras yang beredar di pasar.  Sebagai acuan

normatif digunakan SNI 19-0428-1998 yang berisi tentang petunjuk pengambilan

contoh padatan   serta SNI 7313:2008 tentang batas maksimum residu pestisida

pada hasil pertanian.

Komponen  Beras

Butir kepala :

Butir beras baik sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih besar atau

sama dengan 0,75 bagian dari butir beras utuh

Butir patah :

Butir beras baik sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih besar dari

0,25 sampai dengan lebih kecil 0,75 dari butir beras utuh

Butir menir :

Butir beras baik sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih kecil dari

0,25 bagian butir beras utuh

Butir merah :

Butir beras utuh, beras kepala, patah maupun menir yang berwarna merah

akibat faktor genetis

Butir kuning :

Page 7: Sortasi Grading

Butir beras utuh, beras kepala, beras patah dan menir yang berwarna kuning,

kuning kecoklat-coklatan, dan kuning semu akibat proses fisik atau aktivitas

mikroorganisme

Butir mengapur :

Butir beras yang separuh bagian atau lebih berwarna putih seperti kapur

(chalky) dan bertekstur lunak yang disebabkan oleh faktor fisiologis

Butir rusak :

Butir beras utuh, beras kepala, beras patah dan menir berwarna putih/bening,

putih  mengapur, kuning dan berwarna merah yang mempunyai lebih dari satu

bintik yang merupakan noktah disebabkan proses fisik, kimiawi, dan biologi.

Beras yang berbintik kecil tunggal tidak termasuk butir rusak

Benda asing :

Benda-benda yang tidak tergolong beras, misalnya jerami, malai, batu kerikil,

butir tanah, pasir, logam, potongan kayu, potongan kaca, biji-bijian lain

serangga mati, dan lain sebagainya

Butir gabah :

Butir padi yang sekamnya belum terkelupas atau hanya terkelupas sebagian

Contoh primer  :

Contoh beras yang diambil secara acak dengan alat trier/sample probe dan

langsung dari populasi

Contoh Analisis :

Contoh terkecil yang diambil dari contoh kerja dengan menggunakan sample

devider atau dengan sistem quartering untuk keperluan analisis komponen

kualitas beras, dengan berat minimum 100 gram

Syarat Mutu Beras

a. Syarat Kualitatif

bebas hama dan penyakit;

bebas bau apek, asam atau bau asing lainnya;

bebas dari campuran dedak dan bekatul;

bebas dari bahan kimia yang membahayakan dan merugikan konsumen.

Page 8: Sortasi Grading

b. Syarat Kuantitatif

Tabel. 1 Spesifikasi persyaratan mutu beras SNI 2008

N

O

Komponen Mutu Satuan Mutu I Mutu II Mutu III Mutu IV Mutu V

1 Derajat sosoh (min) (%) 100 100 95 95 85

2 Kadar air (maks) (%) 14 14 14 14 15

3 Butir kepala (min) (%) 95 89 78 73 60

4 Butir patah (maks) (%) 5 10 20 25 35

5 Butir menir (maks) (%) 0 1 2 2 5

6 Butir merah (maks) (%) 0 1 2 3 3

7 Butir kuning/rusak (maks) (%) 0 1 2 3 5

8 Butir mengapur (maks) (%) 0 1 2 3 5

9 Benda asing (maks) (%) 0 0,02 0,02 0,05 0,20

10 Butir gabah (maks) Butir

(100gr)

0 1 1 2 3

Sumber : Badan Standardisasi Indonesia 2008

Page 9: Sortasi Grading

BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

Alat:

1. Pinset

2. Wadah plastik

3. Moisture tester

4. Timbangan

5. Sampling homogenizer

6. Rice Standard Chart

Bahan:

Beras

3.2 Prosedur Percobaan

1. Menyiapkan bahan dan ditimbang seberat 100 gram.

2. Memisahkan bahan ke dalam fraksi kualitas berdasarkan karakteristik fisik

(bentuk, ukuran, warna, benda asing dan kotoran).

3. Menimbang masing-masing bahan yang sudah dipisahkan.

4. Mengukur berat sosoh dari bahan dan mengukur kadar airnya

menggunakan moisture tester dengan tiga sampel.

Page 10: Sortasi Grading

BAB IV

HASIL PERCOBAAN

4.1 Kelompok 1

Tabel 2. Hasil pengamatan kelompok 1

No Pengamatan Bobot (gr) Persentase (%) Standard

1 Derajat sosoh 86,2 Min. 95%

2 Beras utuh 62,42 62,42 Min. 35%

3 Beras patah (2

10− 6

10¿ 22,50 22,50 Min. 25%

4 Beras menir (≤2

10) 0,18 0,18 Min. 2%

5 Beras hijau mengapur 8,84 8,84 Min 3%

6 Beras kuning / rusak 4,96 4,96 Min 3%

7 Benda asing 0 0 Min. 0,05 %

8 Gabah 0 0 Max. 2

Total 98,9

Bahan berat awal 100 gr

Kadar air : 1. 12,8 %

2. 12.8 % x=12,8 %+12,8 %+13,6 %3

=13,06 %

3. 13,6 %

*Max. 14%

Derajat sosoh: = [ 100 gr−(8,84+4,96+0+0 ) gr100 gr ]x 100 %

= 86,2 %

Beras hilang: = 100 gr – bobot total gr

= 100 gr – 98,9gr

= 1,1 gr

Page 11: Sortasi Grading

BAB V

PEMBAHASAN

Dalam praktikum kali ini, dilakukan percobaan dengan mengukur dan

mengamati proses sortasi dan grading bahan hasil pertanian, melakukan

perhitungan kualitas dan variabel kualitas. Pada praktikum ini bahan hasil

pertanian yang diamati adalah beras sebanyak 100 gr.

Proses sortasi pada beras, yaitu memisahkan beras yang baik (beras utuh)

dengan yang telah mengalami kebusukan/kerusakan fisik (butir patah, butir menir,

butir mengapur dan butir rusak) akibat penguapan atau serangan hama dan

penyakit serta benda asing yang tidak dikehendaki. Pengetahuan tentang sortasi

tersebut sangat diperlukan untuk memasukkan beras yang diuji pada kriteria/grade

yang telah ditentukan.

Percobaan yang dilakukan pada praktikum adalah menghitung kadar air,

derajat sosoh, beras utuh, beras patah, beras menir, beras mengapur, beras rusak,

benda asing dan gabah. Dari perhitungan tersebut diketahui termasuk mutu berapa

beras yang kita uji tersebut.

Menurut standar yang ada, nilai minimal derajat sosoh adalah 95%. Dari hasil

praktikum yang dilakukan oleh kelompok 1, diperoleh nilai derajat sosoh sebesar

86,2% yang artinya beras yang disortir kelompok 1 tidak memenuhi standar.

Sementara dilihat dari persentase butir utuh, persentase hasil percobaan sebesar

62,42% sedangkan berdasarkan standar minimalnya adalah 35% yang artinya

sampel beras memenuhi standar. Kadar air yang diperoleh adalah 13,06% dengan

standar maksimum kadar air adalah 14%. Untuk beras patah, persentase standar

minimumnya adalah 25% sedangkan hasil percobaan memiliki nilai dibawah

standar yaitu 22,5%. Standar beras hijau mengapur adalah maksimal 3%

sementara dari hasil percobaan diperoleh 8,84% melebihi standar. Presentase

beras menguning dari hasil percobaan lebih besar dari standar yaitu 4,96%

sedangkan standar maksimal adalah 3%. Namun dari hasil percobaan tidak

Page 12: Sortasi Grading

ditemukan benda asing atau gabah sama sekali. Dari perbandingan dengan standar

yang telah ada, beras pada hasil percobaan kelompok 1 termasuk ke dalam beras

dengan kualitas/mutu yang kurang baik.

Jika dibandingkan dengan standar SNI pada tabel 1, derajat sosoh beras yang

diuji memenuhi syarat mutu V, kadar air mutu I, butir utuh mutu V, butir patah

mutu 3, butir menir mutu I, butir mengapur mutu V, butir kuning mutu 4, benda

asing dan gabah mutu I. Jadi dapat disimpulkan bahwa beras yang diuji kelompok

1 adalah beras dengan kualitas tidak bagus dan termasuk pada mutu V.

Selanjutnya, hasil percobaan kelompok 2 yang dapat dilihat pada tabel 3,

derajat sosoh, beras utuh, beras patah, beras menir, juga pada beras kuning/rusak

memenuhi standar yang ada. Derajat sosoh 95,58% > 95%, beras utuh 60,82% >

35%, beras patah 33,18% > 25%, beras menir 0,80% < 2%, beras kuning/rusak

0,80% < 3%. Namun dari hasil percobaan, persentase beras hijau mengapur diluar

standar, standar maksimum adalah 3% sedangkan hasil percobaan 3,60%.

Sedangkan untuk benda asing memenuhi standar yaitu 0,02% dari batas

maksimum sebesar 0,05%. Tidak ditemukan gabah dari hasil percobaan. Dari

hasil percobaan dengan membandingkan dengan standar yang ada, beras hasil

percobaan kelompok 2 termasuk ke dalam beras dengan kualitas bagus.

Bila dibandingkan dengan standar SNI, derajat sosoh beras yang diuji

memenuhi syarat mutu III, kadar air mutu I, butir utuh mutu V, butir patah mutu

IV, butir menir mutu I, butir mengapur mutu IV, butir kuning mutu I, benda asing

mutu II dan gabah mutu I. Jadi dapat disimpulkan bahwa beras yang diuji

kelompok 2 adalah beras cukup bagus dan termasuk pada mutu III dilihat dari

spesifikasinya.

Selanjutnya percobaan yang dilakukan oleh kelompok 3 yang hasilnya dapat

dilihat pada tabel 4. Dari hasil percobaan, hampir semua spesifikasi memenuhi

standar kecuali beras hijau mengapur, yaitu sebesar 3,33% dari standar maksimum

3%. Derajat sosoh > 95% yaitu 96,65%, beras utuh > 35% yaitu 25,68%, beras

menir <2% yaitu 0,37%, beras kuning/rusak <3% yaitu 0,99%, benda asing

<0,05% yaitu 0%, dan gabah < 2, yaitu 0,03. Dari hasil percobaan dengan

membandingkan dengan standar yang sudah ada, beras hasil percobaan kelompok

3 termasuk ke dalam beras yang memiliki kualitas baik.

Page 13: Sortasi Grading

Jika dibandingkan dengan standar SNI, derajat sosoh beras yang diuji

memenuhi syarat mutu III, kadar air mutu I, butir utuh mutu V, butir patah mutu

IV, butir menir mutu I, butir mengapur mutu V, butir kuning mutu I, benda asing

mutu I dan gabah mutu I. Jadi dapat disimpulkan bahwa beras yang diuji

kelompok 3 adalah beras kurang bagus dan termasuk pada mutu IV dilihat dari

spesifikasinya.

Hasil percobaan kelompok 4 dapat dilihat dari tabel 5, persentase derajat

sosoh, beras patah, dan beras hijau mengapur tidak memenuhi standar, yaitu

derajat sosoh 94,85% < 95%, beras patah 20,84% < 25%, beras hijau mengapur

4,31% > 3%. Sedangkan untuk spesifikasi lainnya memenuhi standar, yaitu beras

utuh 71,60% > 35%, beras menir 0,77% < 2%, beras kuning/rusak 0,84% < 3%,

benda asing 0% < 0,005%, dan gabah 0 < 2. Dari hasil percobaan dengan

membandingkan dengan standar yang ada, beras hasil percobaan kelompok 4

termasuk ke dalam beras dengan kualitas cukup bagus.

Jika dibandingkan dengan standar SNI, derajat sosoh beras yang diuji

memenuhi syarat mutu IV, kadar air mutu I, butir utuh mutu V, butir patah mutu

IV, butir menir mutu I, butir mengapur mutu IV, butir kuning mutu I, benda asing

mutu I dan gabah mutu I. Jadi dapat disimpulkan bahwa beras yang diuji

kelompok 4 adalah beras kurang bagus dan termasuk pada mutu IV dilihat dari

spesifikasinya.

Lalu pada hasil percobaan kelompok 5 yang dapat dilihat dari tabel.6,

persentase derajat sosoh, beras patah, dan beras hijau mengapur tidak memenuhi

standar, yaitu derajat sosoh 92,62% < 95%, beras patah 23,36% < 25%, beras

hijau mengapur 6,21% > 3%. Sedangkan untuk spesifikasi lainnya memenuhi

standar, yaitu beras utuh 68% > 35%, beras menir 0,11% < 2%, beras

kuning/rusak 1,26% < 3%, benda asing 0% < 0,005%, dan gabah 0 < 2. Dari hasil

percobaan dengan membandingkan dengan standar yang ada, beras hasil

percobaan kelompok 5 termasuk ke dalam beras dengan kualitas kurang bagus.

Jika dibandingkan dengan standar SNI, derajat sosoh beras yang diuji

memenuhi syarat mutu V, kadar air mutu I, butir utuh mutu V, butir patah mutu

IV, butir menir mutu I, butir mengapur mutu V, butir kuning mutu III, benda asing

mutu I dan gabah mutu I. Jadi dapat disimpulkan bahwa beras yang diuji

Page 14: Sortasi Grading

kelompok 4 adalah beras tidak bagus dan termasuk pada mutu V dilihat dari

spesifikasinya.

Selanjutnya hasil percobaan kelompok 6 yang dapat dilihat pada tabel. 7,

persentase derajat sosoh, beras patah, dan beras hijau mengapur tidak memenuhi

standar, yaitu derajat sosoh 90,7% < 95%, beras patah 26,42% < 25%, beras hijau

mengapur 8,54% > 3%. Sedangkan untuk spesifikasi lainnya memenuhi standar,

yaitu beras utuh 63,01% > 35%, beras menir 0,25% < 2%, beras kuning/rusak

0,72% < 3%, benda asing 0,01% < 0,005%, dan gabah 0,03 < 2. Dari hasil

percobaan dengan membandingkan dengan standar yang ada, beras hasil

percobaan kelompok 6 termasuk ke dalam beras dengan kualitas kurang bagus.

Jika dibandingkan dengan standar SNI, derajat sosoh beras yang diuji

memenuhi syarat mutu V, kadar air mutu I, butir utuh mutu V, butir patah mutu

IV, butir menir mutu I, butir mengapur mutu V, butir kuning mutu I, benda asing

mutu I dan gabah mutu I. Jadi dapat disimpulkan bahwa beras yang diuji

kelompok 6 adalah beras tidak bagus dan termasuk pada mutu V dilihat dari

spesifikasinya.

Dari hasil percobaan keenam kelompok tersebut, mutu yang diperoleh

berbeda-beda. Berdasarkan standar mutu beras SNI, beras kelompok 1 termasuk

ke dalam V, kelompok 2 mutu III, kelompok 4 mutu IV, kelompok 5 mutu V, dan

kelompok 6 mutu V. Dengan melihat mutu beras dari setiap kelompok, dapat

disimpulkan bahwa sebagian besar mutu beras yang telah dipraktikumkan

termasuk ke dalam beras mutu V.

Terdapat beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan mutu ini,

salah satunya adalah ketelitian praktikan pada saat proses sortasi. Bisa saja terjadi

salah pengklasifikasian gradenya.

Sortasi dan grading merupakan hal penting dalam pengelolaan lebih lanjut

terhadap bahan hasil pertanian. Karena sortasi dan grading akan menentukan nilai

jual terhadap sebuah komoditas pertanian. Maka dari itu sortasi dan grading perlu

dilakukan dengan tepat dan teliti agar hasil dari komoditas tersebut dapat memiliki

nilai jual yang tinggi serta sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Page 15: Sortasi Grading