Skripsi TKG Erick

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Seiring perkembangan zaman kebutuhan makhluk hidup semakin meningkat terutama terkait sumber daya alam seperti minyak, mineral ekonomis dan juga gas bumi serta batubara. Hal ini membuat tuntutan terhadap pengetahuan mengenai eksplorasi sumber daya alam semakin meningkat pesat. Kemajuan teknologi demi tercapainya target-target eksplorasi juga semakin meningkat dilihat dengan semakin menjamurnya alat-alat bantu untuk mencari keberadaan cekungan-cekungan minyak dan gas bumi yang potensial, seperti well log, cutting core dan lain sebagainya.

Penelitian mengenai sumber daya alam ini dirasa semakin krusial mengingat kondisi bumi yang sebagian besar merupakan lautan lepas. Hal inilah yang terus mendorong sehingga dirasa perlu untuk meningkatkan pengetahuan eksplorasi khususnya didaerah lepas pantai. Untuk memahami secara menyeluruh perlu dilakukan beberapa penekatan-pendekatan, seperti mempelajari mengenai sedimentasi yang terjadi disekitar pantai.Pantai kita ketahui bersama merupakan tempat bertemunya antara laut dan daratan. Hal inilah yang mendorong saya merasa perlu untuk meneliti terkait sedimentasi yang terjadi di pantai. sehingga permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah Studi sebaran sedimen berdasarkan analisis ukuran butir pantai Marina Kecamatan Pajukukang, Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan.1.2 Lokasi Penelitian

Objek dari penelitian ini adalah Pantai Marina, Dusun Korong Batu, Desa Baruga, Kecamatan Pajukukang, Kabupaten Bantaeng. Berjarak sekitar tujuh kilometer dari Bulukumba, atau kurang lebih 12 kilometer dari kota Bantaeng.

Menurut Peta Rupa Bumi Indonesia Edisi 1-1991 yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal, termasuk ke dalam lembar Bulukumba nomor 2110-13 dengan skala 1 : 50.000

Gambar. Peta Rupa Bumi Indonesia Edisi 1-1991 yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal, termasuk ke dalam lembar Bulukumba nomor 2110-13 dengan skala 1 : 50.000 1.3 Manfaat dan Tujuan Penelitian

Penelitian ini sangat bermanfaat untuk mengetahui sebaran sedimen yang ada di daerah Pantai Marina, Dusun Korong Batu, Desa Baruga, Kecamatan Pajukukang, Kabupaten Bantaeng

Adapun tujuan dari penelitian ini, antara lain :1. Menentukan arah penyebaran sedimentasi dari batuan gunungapi bawakaraeng yang terdiri dari breksi, endapan lahar dan tufa.2. Mengetahui permodelan fasies pada batuan gunungapi bawakaraeng khususnya daerah Kecamatan Pajukukang, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan1.4 Hipotesis

Secara umum diperkirakan sedimen permukaan daerah penelitian disusun oleh semua populasi kelas ukuran sedimen. Populasi kerikil merupakan fraksi sedimen dengan proporsi yang terbanyak diantara populasi lainnya, hal ini diduga disebabkan oleh banyaksnya sumber sedimen yang berfraksi kasar akibat karakter dasar perairan daerah studi secara dominan disusun oleh breksi, endapan lahar dan tufa. Selain disebabkan oleh karakter dasar perairan, gelombang dan arus juga berperan penting dalam mentranspor sedimen lumpur ini.

Pada kawasan pantai diperkirakan terdapat dua arah transportasi sedimen. Pertama, pergerakan sedimen tegak lurus pantai (cross-shore transport) atau boleh juga disebut dengan pergerakan sedimen menuju dan meninggalkan pantai (onshore-offshore transport). Kedua, pergerakan sedimen sepanjang pantai atau sejajar pantai yang biasa diistilahkan dengan longshore transport. Kedua model transpor sedimen di atas juga terjadi di daerah studi.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional

Pemaparan tinjauan geologi regional daerah penelitian dan sekitarnya didasarkan pada laporan hasil pemetaan Geologi Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat, Sulawesi yang disusun oleh Rab Sukamto dan S. Supriatna (1982), Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Direktorat Geologi dan Sumberdaya Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi RI, Bandung, sebagai berikut :2.1.1 Geomorfologi RegionalBentuk morfologi yang menonjol di daerah lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai adalah kerucut gunungapi Lompobatang, yang menjulang mencapai ketinggian 2876 m di atas muka laut. Kerucut gunungapi ini dari kejauhan masih memperlihatkan bentuk aslinya, dan menempati lebih kurang 1/3 daerah lembar. Pada potret udara terlihat dengan jelas adanya beberapa kerucut parasit, yang kelihatannya lebih muda dari kerucut induknya, bersebaran di sepanjang jalur utara-selatan melewati puncak Gunung Lompobatang. Kerucut gunungapi Lompobatang ini tersusun oleh batuan gunungapi berumur Plistosen.

Dua buah bentuk kerucut tererosi yang lebih sempit sebarannya terdapat di sebelah barat dan sebelah utara Gunung Lompobatang. Di sebelah barat terdapat Gunung Baturape, mencapai ketinggian 1124 m dan di sebelah utara terdapat Gunung Cindako, mencapai ketinggian 1500 m. kedua bentuk kerucut tererosi ini disusun oleh batuan gunungapi berumur Pliosen.

Di bagian utara lembar terdapat 2 daerah yang tercirikan oleh topografi kars, yang dibentuk oleh batugamping Formasi Tonasa. Kedua daerah bertopografi kars ini dipisahkan oleh pegunungan yang tersusun oleh batuan gunungapi berumur Miosen sampai Pliosen.

Daerah sebelah barat Gunung Cindako dan sebelah utara Gunung Baturape merupakan daerah berbukit, kasar di bagian timur dan halus di bagian barat. Bagian timur mencapai ketinggian kira-kira 500 m, sedangkan bagian barat kurang dari 50 m di atas muka laut dan hampir merupakan suatu dataran. Bentuk morfologi ini disusun oleh batuan klastika gunungapi berumur Miosen. Bukit-bukit memanjang yang tersebar di daerah ini mengarah Gunung Cindako dan Gunung Baturape berupa retas-retas basal.

Pesisir barat merupakan dataran rendah yang sebagian besar terdiri dari daerah rawa dan daerah pasang-surut. Beberapa sungai besar membentuk daerah banjir di dataran ini. Bagian timurnya terdapat bukit-bukit terisolir yang tersusun oleh batuan klastika gunungapi berumur Miosen dan Pliosen.

Pesisir baratdaya ditempati oleh morfologi berbukit memanjang rendah dengan arah umum kira-kira baratlaut-tenggara. Pantainya berliku-liku membentuk beberapa teluk, yang mudah dibedakan dari pantai daerah lain pada lembar ini. Daerah ini disusun oleh batuan karbonat dari Formasi Tonasa.

Secara fisiografi pesisir timur merupakan penghubung antara Lembah Walanae di utara, dan Pulau Selayar di selatan. Di bagian utara, daerah berbukit rendah dari Lembah Walanae menjadi lebih sempit dibanding yang di utara (Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat), dan menerus di sepanjang pesisir timur Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai ini. Pegunungan sebelah timur dari Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat berakhir di bagian utara pesisir timur lembar ini.

Bagian selatan pesisir timur membentuk suatu tanjung yang ditempati sebagian besar oleh daerah berbukit kerucut dan sedikit topografi kars. Bentuk morfologi semacam ini ditemukan ini ditemukan pula di bagian baratlaut Pulau Selayar. Teras pantai dapat diamati di daerah ini sejumlah anatara 3 dan 5 buah. Bentuk morfologi ini disusun oleh batugamping berumur Miosen Akhir-Pliosen.

Pulau Selayar mempunyai bentuk memanjang utara-selatan, yang secara fisiografi merupakan lanjutan dari pegunungan sebelah timur di Lembar Pangkajene dan watampone bagian Barat. Bagian timur rata-rata berdongkak lebih tinggi dengan puncak tertinggi 608 m, dan bagian barat lebih rendah. Pantai timur rata-rata terjal dan pantai barat landai; secara garis besar membentuk morfologi lereng-miring ke arah barat.2.1.2 Stratigrafi RegionalTatanan Stratigrafi

Satuan batuan tertua yang telah diketahui umurnya adalah batuan sedimen flysch Kapur Atas yang dipetakan sebagai Formasi Marada (Km). Batuan malihan (S) belum diketahui umurnya, apakah lebih tua atau lebih muda dari pada Formasi Marada; yang jelas diterobos oleh granodiorit yang diduga berumur Miosen (19 2 juta tahun). Hubungan Formasi Marada dengan satuan batuan yang lebih muda, yaitu Formasi Salo Kalupang dan Batuan Gunungapi Terpropilitkan tidak begitu jelas, kemungkinan tak selaras.

Formasi Salo Kalupang (Teos) yang diperkirakan berumur Eosen Awal-Oligosen Akhir berfasies sedimen laut, dan diperkirakan setara dalam umur dengan bagian bawah Formasi Tonasa (Temt). Formasi Salo Kalupang terjadi di sebelah timur Lembah Walanae dan Formasi Tonasa terjadi di sebelah baratnya.

Satuan batuan berumur Eosen Akhir sampai Miosen Tengah menindih tak selaras batuan yang lebih tua. Berdasarkan sebaran daerah singkapannya, diperkirakan batuan karbonat yang dipetakan sebagai Formasi Tonasa (Temt) terjadi pada daerah yang luas di lembar ini. Formasi Tonasa ini diendapkan sejak Eosen Akhir berlangsung hingga Miosen Tengah, menghasilkan endapan karbonat yang tebalnya tidak kurang dari 1750 m. Pada kala Miosen Awal rupanya terjadi endapan batuan gunungapi di daerah timur yang menyusun Batuan Gunungapi Kalamiseng (Tmkv).

Satuan batuan berumur Miosen Tengah sampai Pliosen menyusun Formasi Camba (Tmc) yang tebalnya mencapai 4250 m dan menindih tak selaras batuan-batuan yang lebih tua. Formasi ini disusun oleh batuan sedimen laut berselingan dengan klastika gunungapi, yang menyamping beralih menjadi dominan batuan gunungapi. (Tmcv). Batuan sedimen laut berasosiasi dengan karbonat mulai diendapkan sejak Miosen Akhir sampai Pliosen di cekungan Walanae (Tmpw) dan Anggota Selayar (Tmps).

Batuan gunungapi berumur Pliosen terjadi secara setempat, dan menyusun Batuan Gunungapi Baturape-Cindako (Tpbv). Satuan batuan gunungapi yang termuda adalah yang menyusun Batuan Gunungapi Lompobatang (Qlv), berumur Plistosen. Sedimen termuda lainnya adalah endapan aluvium dan pantai (Qac).Perian Satuan Peta

Endapan PermukaanQac ENDAPAN ALUVIUM, RAWA DAN PANTAI: kerikil, pasir, lempung, lumpur dan batugamping koral; terbentuk dalam lingkungan sungai, rawa, pantai dan delta. Di sekitar Bantaeng, Bulukumba dan Sungai Berang endapan aluviumnya terutama terdiri dari rombakan batuan gunungapi Gunung Lompobatang; di dataran pantai barat terdapat endapan rawa yang sangat luas.Batuan Sedimen dan Batuan GunungapiKmFORMASI MARADA (T.M. VAN LEEUWEN, 1974): batuan sedimen bersifat flysch; perselingan batupasir, batulanau, arkose, grewake, serpih dan konglomerat; bersisipan batupasir dan batulanau gampingan, tufa, lava dan breksi yang bersusunan basal, andesit dan trakit. Batupasir dan batulanau berwarna kelabu muda sampai kehitaman; serpih berwarna kelabu tua sampai coklat tua; konglomerat tersusun oleh andesit dan basal; lava dan breksi terpropilitkan kuat dengan mineral sekunder berupa karbonat, silikat, serisit, klorit dan epidot.

Fosil Globotruncana dari batupasir gampingan yang dikenali oleh PT Shell menunjukkan umur Kapur Akhir, dan diendapkan di lingkungan neritik dalam (T.M. Van Leeuwen, hubungan tertulis, 1978). Formasi ini diduga tebalnya tidak kurang 1000 m.TemtFORMASI TONASA: batugamping, sebagian berlapis dan sebagian pejal; koral, bioklastika, dan kalkarenit, dengan sisipan napal globigerina, batugamping kaya foram besar, batugamping pasiran, setempat dengan moluska; kebanyakan putih dan kelabu muda, sebagian kelabu tua dan coklat. Perlapisan baik setebal anatara 10 cm dan 30 cm, terlipat lemah dengan kemiringan lapisan rata-rata kurang dari 25o; di daerah Jeneponto batugamping berlapis berselingan dengan napal globigerina.

Fosil dari Formasi Tonasa dikenali oleh D. Kadar (hubungan tertulis, 1973, 1974, 1975), dan oleh Purnamaningsih (hubungan tertulis, 1974). Contoh-contoh yang dianalisa fosilnya adalah: La.8, La.35, Lb.1, Lb.49, Lb.83, Lc.44, Lc.97, Lc.114, Td.37, Td.161, dan Td.167. Fosil-fosil yang dikenali termasuk: Discocyclina sp., Nummulites sp., Heterostegina sp., Flosculinella sp., Spiroclypeus sp., S. orbitoides DOUVILLE, Lepidocyclina sp., L. ephippoides JONES & CHAPMAN, L. verbeeki NEWTON & HOLLAND, L. cf. sumatrensis JONES & CHAPMAN, Miogypsina sp., Globigerina sp., Gn. Tripartite COCH, Globoquadrina altispira (CHUSMAN & JARVIS), Amphistegina sp., Cycloclypeus sp., dan Operculina sp. Gabungan fosil tersebut menunjukkan umur berkisar dari Eosen sampai Miosen Tengah (Ta-Tf), dan lingkungan pengendapan neritik dangkal sampai dalam dan sebagian laguna.

Formasi ini tebalnya tidak kurang dari 1750 m, tak selaras menindih batuan Gunungapi Terpropilitkan (Tpv) dan ditindih oleh Formasi Camba (Tmc); di beberapa tempat diterobos oleh retas, sil dan stok bersusunan basal dan diorit; berkembang baik di sekitar Tonasa di daerah Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat, sebelah utaranya.

TmcFORMASI CAMBA: batuan sedimen laut berselingan dengan batuan gunungapi, batupasir tufaan berselingan dengan tufa, batupasir dan batulempung; bersisipan napal, batugamping, konglomerat dan breksi gunungapi, dan batubara; warna beraneka dari putih, coklat, merah, kelabu muda sampai kehitaman, umumnya mengeras kuat; berlapis-lapis dengan tebal antara 4 cm dan 100 cm. Tufa berbutir halus hingga lapili; tufa lempungan berwarna merah mengandung banyak mineral biotit; konglomerat dan breksinya terutama berkomponen andesit dan basal dengan ukuran antara 2 cm dan 30 cm; batugamping pasiran mengandung koral dan moluska; batulempung kelabu tua dan napal mengandung fosil foram kecil; sisipan batubara setebal 40 cm ditemukan di Sungai Maros.

Fosil dari Formasi Camba yang dikenali oleh D. Kadar (hubungan tertulis, 1974, 1975) dan Purnamaningsih (hubungan tertulis, 1975), pada contoh batuan La.3, La.24, La.125, dan La.448/4, terdiri dari: Goloborotalia mayeri CUSHMAN & ELLISOR, Gl. Praefoksi BLOW & MANNER, Gl. Siakensis (LEROY), Flosculinella bontangensis (RUTTEN), Globigerina venezuelana HEDBERG, Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS), Orbulina universa DORBIGNY, O. suturalis BRONNIMANN, Cellanthus cratuculatus FICHTEL & MOLL, dan Elphidium advenum (CHUSMAN). Gabungan fosil tersebut menunjukkan umur Miosen Tengah (Tf). Lagi pula ditemukan fosil foraminifera jenis yang lain, ostrakoda dan moluska dalam formasi ini. Kemungkinan Formasi Camba di daerah ini berumur sama dengan yang di Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat yaitu Miosen Tengah sampai Miosen Akhir.

Formasi ini adalah lanjutan dari Formasi Camba yang terletak di Lembar Pangkajene dan bagian Barat Watampone sebelah utaranya, kira-kira 4250 m tebalnya; diterobos oleh retas basal piroksen setebal antara -30 m, dan membentuk bukit-bukit memanjang. Lapisan batupasir kompak (10-75 cm) dengan sisipan batupasir tufa (1-2 cm) dan konglomerat berkomponen basal dan andesit, yang tersingkap di Pulau Selayar diperkirakan termasuk satuan Tmc.

Tmcv, Batuan Gunungapi Formasi Camba: breksi gunungapi, lava, konglomerat dan tufa berbutir halus hingga lapili, bersisipan batuan sedimen laut berupa batupasir tufaan, batupasir gampingan dan batulempung yang mengandung sisa tumbuhan. Bagian bawahnya lebih banyak mengandung breksi gunungapi dan lava yang berkomposisi andesit dan basal; konglomerat juga berkomponen andesit dan basal dengan ukuran 3-50 cm; tufa berlapis baik, terdiri tufa litik, tufa kristal dan tufa vitrik. Bagian atasnya mengandung ignimbrit bersifat trakit dan tefrit leusit; ignimbrite berstruktur kekar maniang, berwarna kelabu kecoklatan dan coklat tua, tefrit lusit berstruktur aliran dengan permukaan berkerak roti, berwarna hitam. Satuan Tmcv ini termasuk yang dipetakan oleh T.M. Van Leeuwen (hubungan tertulis, 1978) sebagai Batuan Gunungapi Soppo, Batuan Gunungapi Pamusureng dan Batuan Gunungapi Lemo. Breksi gunungapi yang tersingkap di Pulau Selayar mungkin termasuk formasi ini; breksinya sangat kompak, sebagian gampingan, berkomponen basal amfibol, basal piroksen dan andesit (0,5-30 cm), bermasa dasar tufa yang mengandung biotit dan piroksen.

Fosil yang dikenali oleh D. Kadar (hubungan tertulis, 1971) dari A. 75 dan A.76.b termasuk: Amphistegina s., Globigerinids, Operculina sp., Orbulina universa DORBIGNY, Rotalia sp., dan Gastropoda. Penarikan jejak belah dari contoh ignimbrit menghasilkan umur 13 2 juta tahun dan K-Ar dari contoh lava menghasilkan umur 6,2 juta tahun (T.M. van Leeuwen, hubungan tertulis, 1978). Data paleontologi dan radiometri tersebut menunjukkan umur Miosen Tengah sampai Miosen Akhir.

Satuan ini mempunyai tebal sekitar 2500 m dan merupakan fasies gunungapi dari pada Formasi Camba yang berkembang baik di daerah sebelah utaranya (Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat); lapisannya kebanyakan terlipat lemah, dengan kemiringan kurang dari 20o; menindih tak selaras batugamping Formasi Tonasa (Temt) dan batuan yang lebih tua.

TmpwFORMASI WALANAE: perselingan batupasir, konglomerat, dan tufa, dengan sisipan batulanau, batulempung, batugamping, napal dan lignit; batupasir berbutir sedang sampai kasar, umumnya gampingan dan agak kompak, berkomposisi sebagian andesit dan sebagian lainnya banyak mengandung kuarsa; tufanya berkisar dari tufa breksi, tufa lapili dan tufa kristal yang banyak mengandung biotit; konglomerat berkomponen andesit, trakit dan basal, dengan ukuran -70 cm, rata-rata 10 cm.

Formasi ini terdapat di bagian timur, sebagai lanjutan dari lembah Sungai Walanae di lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat sebelah utaranya. Di daerah utara banyak mengandung tufa, di bagian tengah banyak mengandung batupasir, dan di bagian selatan sampai di Pulau Selayar batuannya berjemari dengan batugamping Anggota Selayar (Tmps); kebanyakan batuannya berlapis baik, terlipat lemah dengan kemiringan antara 10o-20o, dan membentuk perbukitan dengan ketinggian rata-rata 250 m di atas muka laut; tebal formasi ini sekitar 2500 m. Di Pulau Selayar formasi ini terutama terdiri dari lapisan-lapisan batupasir tufaan (10-65 cm) dengan sisipan napal; batupasirnya mengandung kuarsa, biotit, amfibol dan piroksen.

Fosil dari Formasi Walanae yang dikenali oleh Purnamaningsih (hubungan tertulis, 1975) pada contoh batuan La.457 dan La.468, terdiri dari: Globigerina sp., Globorotalia menardii (DORBIGNY), Gl. tumida (BRADY), Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS), Globigerinoides immaturus LEROY, Gl. obliquus BOLLI, dan Orbulina universa DORBIGNY. Gabungan fosil tersebut menunjukkan umur berkisar dari Miosen Akhir sampai Pliosen (N18-N20). Lagi pula ditemukan jenis foraminifera yang lain, ganggang, dan koral dalam formasi ini.

Tmps, Anggota Selayar Formasi Walanae: batugamping pejal, batugamping koral dan kalkarenit, dengan sisipan napal dan batupasir gampingan; umumnya putih, sebagian coklat dan merah; setempat mengandung moluska. Di sebelah timur Bulukumba dan di Pulau Selayar terlihat batugamping ini relatif lebih muda dari pada batupasir Formasi Walanae, tetapi di beberapa tempat terlihat adanya hubungan menjemari.

Fosil dari Anggota Selayar yang dikenali oleh Purnamaningsih (hubungan tertulis, 1975) pada contoh batuan La.437, La.438 dan La.479, terdiri dari: Globigerina nephentes TODD, Globorotalia acostaensis BLOW, Gl. dutertrei (DORBIGNY), Gl. margaritae BOLLI & BERMUDEZ, Gl. menardii (DORBIGNY), Gl. scitula (BRADY), Gl. tumida (BRADY), Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS), Gn. dehiscens (CHAPMANN-PARR-COLLINS), Globigerinoides extremus BOLLI & BERMUDEZ, Gd. immaturus LEROY, Gd. obliquus BOLLI, Gd. ruber (DORBIGNY), Gd. sacculifer (BRADY), Gd. trilobus (REUSS), Biorbulina bilobata (DORBIGNY), Orbulina universa (DORBIGNY), Hastigerina aequilateralis (BRADY), Pulleniatina primalis BANNER & BLOW, Sphaeroidinellopsis seminulina SCHWAGER, dan Sphaeroidinella Subdehiscens BLOW. Gabungan fosil tersebut menunjukkan umur berkisar dari Miosen Akhir sampai Pliosen Awal (N16-N19).

Tebal satuan diperkirakan sekitar 2000 m. Di Kepulauan Ara dan di ujung utara Pulau Selayar ditemukan undak-undak pantai pada batugamping; paling sedikit ada 3 atau 4 undak pantai. Daerah batugamping ini membentuk perbukitan rendah dengan ketinggian rata-rata 150 m, dan yang paling tinggi 400 m di Pulau Selayar.Batuan GunungapiTpvBATUAN GUNUNGAPI TERPROPILITKAN: breksi, lava dan tufa, mengandung lebih banyak tufa di bagian atasnya dan lebih banyak lava di bagian bawahnya, kebanyakan bersifat andesit dan sebagian trakit; bersisipan serpih dan batugamping di bagian atasnya; komponen breksi beraneka ukuran dari beberapa cm sampai lebih dari 50 cm, tersemen oleh tufa yang kurang dari 50%; lava dan breksi berwarna kelabu tua sampai kelabu kehijauan, sangat terbreksikan dan terpropilitkan, mengandung barik-barik karbonat dan silikat.

Satuan ini tebalnya sekitar 400 m, ditindih tak selaras oleh batugamping Eosen Formasi Tonasa, dan diterobos oleh batuan granodiorit gd; disebut Batuan Gunungapi Langi oleh van Leeuwen (1974). Penarikan jejak belah sebuah contoh tufa dari bagian bawah satuan menghasilkan umur 63 juta tahun atau Paleosen (T.M. van Leeuwen, hubungan tertulis, 1978).

TmkvBATUAN GUNUNGAPI KALIMISENG: lava dan breksi, dengan sisipan tufa, batupasir, batulempung dan napal; kebanyakan bersusunan basal dan sebagian andesit, kelabu tua hingga kelabu kehijauan, umumnya kasat mata, kebanyakan terubah, amigdaloidal dengan mineral sekunder karbonat dan silikat; sebagian lavanya menunjukkan struktur bantal.

Satuan batuan ini tersingkap di sepanjang daerah pegunungan sebelah timur Lembah Walanae, sebagai lanjutan dari Tmkv yang tersingkap bagus di daerah utaranya (Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat); terpisahkan oleh jalur sesar dari batuan sedimen dan karbonat Formasi Salo Kalupang (Eosen-Oligosen) di bagian baratnya; diterobos oleh retas dan stok bersusunan basal, andesit dan diorit. Satuan batuan ini diperkirakan berumur Miosen Awal; tebal satuan di lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat tidak kurang dari 4250 m.

Tpbv BATUAN GUNUNGAPI BATURAPECINDAKO : lava dan breksi, dengan sisipan sedikit tufa dan konglomerat, bersusunan basal, sebagian besar porfiri dengan fenokris piroksen besar-besar sampai 1 cm dan sebagian kecil kasatmata, kelabu tua kehijauan hingga hitam warnanya; lava sebagian berkekar maniang dan sebagian berkekar lapis, pada umumnya breksi berkomponen kasar, dari 15 cm sampai 60 cm, terutama basal dan sedikit andesit, dengan semen tufa berbutir kasar sampai lapili, banyak mengandung pecahan piroksen.

Komplek terobosan diorite berupa stok dan retas di Baturape dan Cindako diperkirakan merupakan bekas pusat erupsi (Tpbc); batuan di sekitarnya terubah kuat, amygdaloidal dengan mineral sekunder zeolit dan kalsit; mineral galena di Baturape kemungkinan berhubungan dengan terobosan diorite itu; daerah sekitar Baturape dan Cindako batuannya didominasi oleh lava Tpbl. Satuan ini tidak kurang dari 1250 m tebalnya dan berdasarkan posisi stratigrafinya kira-kira berumur Pliosen Akhir.

QlvBATUAN GUNUNGAPI LOMPOBATANG: aglomerat, lava, breksi, endapan lahar dan tufa, membentuk kerucut gunungapi strato dengan puncak tertinggi 2950 m di atas muka laut; batuannya sebagian besar berkomposisi andesit dan sebagian basal, lavanya ada yang berlubang-lubang seperti yang disebelah barat Sinjai dan ada yang berlapis; lava yang terdapat kira-kira 2 km sebelah utara Bantaeng berstruktur bantal; setempat breksi dan tufanya mengandung banyak biotit.

Bentuk morfologi tubuh gunungapi masih jelas dapat dilihat pada potret udara; (Qlvc) adalah pusat erupsi yang memperlihatkan bentuk kubah lava; bentuk kerucut parasit memperlihatkan paling sedikit ada 2 perioda kegiatan erupsi, yaitu Qlvpl dan Qlvp2. Di daerah sekitar pusat erupsi batuannya terutama terdiri dari lava dan aglomerat (Qlv), dan di daerah yang agak jauh terdiri terutama dari breksi, endapan lahar dan tufa (Qlvb). Berdasarkan posisi stratigrafinya diperkirakan batuan gunungapi ini berumur Plistosen.

Batuan Terobosan

gdGRANODIORIT : terobosan granodiorit, batuannya berwarna kelabu muda, di bawah mikroskop terlihat adanya feldspar, kuarsa, biotit, sedikit piroksen dan hornblende, dengan mineral pengiring zirkon, apatit dan magnetit; mengandung senolit bersifat diorite, diterobos retas aplit, sebagian yang lebih bersifat diorite mengalami kaolinisasi.

Batuan terobosan ini tersingkap di sekitar Birru, menerobos batuan dari Formasi Marada (Km) dan Batuan Gunungapi Terpropilitkan (Tpv), tetapi tidak ada kontak dengan batugamping Formasi Tonasa (Temt). Penarikan jejak belah dari contoh granodioritnya yang menghasilkan umur 19 2 juta tahun memberikan dugaan bahwa penerobosan batuan ini berlangsung di kala Miosen Awal (T.M. van Leeuwen, hubungan tertulis, 1987).

dDIORIT : terobosan diorite, kebanyakan berupa stok dan sebagian retas atau sil; singkapannya ditemukan di sebelah ditemukan di sebelah timur Maros, menerobos batugamping Formasi Tonasa (Temt); umumnya berwarna kelabu, berteksur porfir, dengan fenokris amfibol dan biotit, sebagian berkekar meniang.

Penearikan Kalium / Argon pada biotit dari aplit (lokasi 2) dan diorite (lokasi 3) menunjukkan umur masing-masing 9,21 dan 7,74 juta tahun atau Miosen Akhir (J.D. Obradovich hubungan tertulis, 1974).

t/aTRAKIT DAN ANDESIT : terobosan trakit dan andesit berupa retas dan stok; trakit berwarna putih, bertekstur porfir dengan fenokris sanidin sampai sepanjang 1 cm; andesit berwarna kelabu tua, bertekstur porfir dengan fenokris amfibol dan biotit. Batuan ini tersingkap di daerah sebelah baratdaya Sinjai, dan menerobos batuan gunungapi Formasi Camba (Tmcv).

BASAL terobosan basal berupa retas, sil dan stok, bertekstur porfir dengan fenokris piroksen kasar mencapai ukuran lebih dari 1 cm, berwarna kelabu tua kehitaman dan kehijauan; sebagian dicirikan oleh struktur kekar meniang, beberapa di antaranya mempunyai tekstur gabro. Terobosan basal di sekitar Jene Berang berupa kelompok retas yang mempunyai arah kira-kira radier memusat ke Baturape dan Cindako; sedangkan yang di sebelah utara Jeneponto berupa stok.

Semua terobosan basal menerobos batuan dari Formasi Camba (Tmc). Penarikan Kalium/Argon pada batuan basal, dari lokasi 1 dan 4, dan gabro dari lokasi 5 menunjukkan umur masing-masing 7,5, 6,99 dan 7,36 juta tahun, atau Miosen Akhir (Indonesi Gulf Oil Co., hubungan tertulis, 1972; J.D. Obradovich, hubungan tertulis, 1974). Ini menandakan bahwa kemungkinan besar penerobosan basal berlangsung sejak Miosen Akhir sampai Pliosen Akhir.

Batuan Malihan

sBATUAN MALIHAN KONTAK : batutanduk yang berkomposisi mineral-mineral antofilit, kordiorit, epidotit, garnet, kuarsa, feldspar, muscovite dan karbonat; berwarna kelabu kehijauan sampai hijau tua, tersingkap di daerah yang sempit ( 2 km2), pada kontak dengan granodiorit (gd) dan dibatasi oleh sesar dari batuan gunungapi Tmcv. Batutanduk ini mengandung banyak lensa magnetit.

2.1.3 Struktur Geologi RegionalBatuan tertua yang tersingkap di daerah ini adalah sedimen flysch Formasi Marada, berumur Kapur Atas. Asosiasi batuannya memberikan petunjuk suatu endepan lereng bawah laut, ketika kegiatan magma sudah mulai pada waktu itu. Kegiatan magma berkembang menjadi suatu gunungapi pada waktu kira-kira 63 juta tahun, dan menghasilkan Batuan Gunungapi Terpropilitkan.

Lembah Walanae di Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat sebelah utaranya menerus ke Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai, melalui Sinjai di pesisir timur. Lembah ini memisahkan batuan berumur Eosen, yaitu sedimen klastika Formasi Salo Kalupang di sebelah timur dari sedimen karbonat Formasi Tonasa di sebelah baratnya. Rupanya pada Kala Eosen daerah sebelah barat Lembah Walanae merupakan suatu paparan laut dangkal, dan daerah sebelah timurnya merupakan suatu cekungan sedimentasi dekat daratan.

Paparan laut dangkal Eosen meluas hamper ke seluruh daerah lembar peta, yang buktinya ditunjukkan oleh sebaran Formasi Tonasa di sebelah barat Birru, sebelah timur Maros dan di sekitar Takalar. Endapan paparan berkembang selama Eosen sampai Miosen Tengah. Sedimentasi klastika di sebelah timur Lembah Walanae rupanya berhenti pada Akhir Oligosen, dan diikuti oleh kegiatan gunungapi yang menghasilkan Formasi Kalamiseng.

Akhir daripada kegiatan gunungapi Miosen Awal diikuti oleh tektonik yang menyebabkan terjadinya permulaan terban Walanae, yang kemudian menjadi cekungan di mana Formasi walanae terbentuk. Peristiwa ini kemungkinan besar berlangsung sejak awal Miosen Tengah, dan menurun perlahan selama sedimentasi sampai kala Pliosen.

Menurunnya cekungan Walanae dibarengi oleh kegiatan gunungapi yang terjadi secara luas di sebelah baratnya dan mungkin secara local di sebelah timurnya. Peristiwa ini terjadi selama Miosen Tengah sampai Pliosen. Semula gunungapinya terjadi di bawah laut, dan kemungkinan sebagian muncul di permukaan pada kala Pliosen. Kegiatan gunungapi selama Miosen menghasilkan Formasi Camba, dan selama Pliosen menghasilkan Batuan Gunungapi Baturape-Cindako. Kelompok retas basal berbentuk berbentuk radier memusat ke G. Cindako dan G. Baturape, terjadinya gerakan mengkubah pada kala Pliosen.

Kegiatan gunungapi di daerah ini masih berlangsung sampai kala Plistosen, menghasilkan Batuan Gunungapi Lompobattang. Berhentinya kegiatan magma pada akhir Plistosen, diikuti oleh suatu tektonik yang menghasilkan sesar-sesar en echelon (merencong) yang melalui G. Lompobattang berarah utara-selatan. Sesar-sesar en echelon mungkin sebagai akibat dari suatu gerakan mendatar dekstral daripada batuan alas pesisir barat Lembah Walanae. Sejak kala Pliosen pesisir barat ujung lengan Sulawesi Selatan ini merupakan dataran stabil, yang pada kala Holosen hanya terjadi endapan aluvium dan rawa-rawa.

2.2 Sedimentologi

Tujuh puluh persen batuan yang menutupi permukaan bumi ini terdiri dari batuan sedimen. Yaitu batupasir, batugamping, lanau, lempung, breksi, konglomerat, dan batuan sedimen lainnya. Batuan tersebut terbentuk secara proses fisika, kimia, dan biologi yang terendapkan secara alamiah di berbagai lingkungan pengendapan dan terus berjalan hingga saat ini. Pembelajaran tentang batuan sedimen sangat besar kontribusinya terhadap penentuan dan pembelajaran batuan batuan sedimen purba atau yang berumur tua dalam skala waktu geologi.Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia maupun organisme, yang diendapkan lapis demi lapis pada permukaan bumi yang kemudian mengalami pembatuan (Pettjohn, 1975 )Sedimen alamiah batuan sedimen mempunyai suatu rentang ukuran partikel. Penyebaran ukuran di sekitar ukuran rata-ratanya disebut sorting. Sedimen dengan well-sorted menunjukkan penyebaran ukuran yang sempit, dan sedimen dengan poorly-sorted menunjukkan penyebaran ukuran yang lebar. Dalam praktek teknik sipil, istilah-istilah ini memiliki arti yang berlawanan. Sedimen dengan well- sorted adalah bergradasi jelek, dan sedimen dengan poorly-sorted adalah bergradasi baik. Sedimen dengan well-sorted cenderung makin seragam, sedangkan sedimen dengan poorly-sorted cenderung makin tidak seragam.

2.3 Analisa Ukuran Butir

Ukuran butir merupakan bagian yang mendasar dalam batuan sedimen klastik dan merupakan ciri-ciri yang harus ada dalam mendeterminasi batuan sedimen. Ukuran butir berkisar dari beberapa micron sampai beberapa meter, yang tersebar secara alami yang menunjukkan sebuah satu rangkaian yang saling berkaitan. Dikarenakan banyaknya ukuran butir maka dibutuhkan sebuah skala ukuran butir, dan yang umum digunakan adalah skala Udden-Wentworth. Skala ini pertama kali dikenalkan oleh Udden pada tahun 1898 dan kemudian dimodifikasi dan diperluas oleh Wentworth pada tahun 1922. Skala ini merupakan sebuah skala geometris yang setiap nilanya pada skala dua kali lebih besar dari nilai skala sebelumnya, atau satu setengah kali lebih besar. Skala Udden-wentworth berkisar dari 256 mm dan dibagi menjadi empat kategori ukuran (lempung, lanau, pasir dan kerikil) yang mana dibagi menjadi sub-bagian ukuran butir.

Modifikasi yang dilakukan pada skala udden-wentworth yang paling banyak digunakan adalah skala logaritma phi, yang mana data dapat memiliki nilai yang sama untuk data grafik dan perhitungan statistik. Skala ini dikenalkan oleh Krumbein pada tahun 1934, yang didasari pada hubungan :

dimana adalah ukuran phi dan S adalah ukuran butir dalam millimeter. Ukuran butir sebenarnya dinyatakan dalam millimeter dimana semakin menurun nilai ukuran butir maka nilai phi (+) bertambah dan semakin meningkat nilai ukuran butir maka nilai phi (-) bertambah, hal ini dikarenakan material sedimen berukuran pasir, lanau dan lempung lebih melimpah pada batuan sedimen.Table 1.1: Tabel ukuran butir material sedimen, menunjukkan kelas-kelas ukuran butir wentworth, ekuivalen dengan phi () dan nomor sieve Sieve Standar U.S berhubungan dengan ukuran phi () dan millimeter.

Catatan : nilai phi dinyatakan dalam positif (+) dan negatif (-)

Ukuran butir material sedimen dapat diukur dengan beberapa metode. Pemilihan metode didasarkan pada tujuan studi yang hendak dilakukan, jangkauan ukuran butir yang akan diukur dan derajat konsolidasi sedimen atau batuan sedimen. Partikel yang berukuran besar (kerakal, berakal, bongkah) baik material lepas atau batuan sedimen dapat diukur manual dengan menggunakan sebuah caliper. Ukuran butir biasanya dinyatakan dengan dimensi panjang atau dimensi intermediet sebuah partikel.

Partikel berukuran lanau halus dan lempung dapat ditentukan dengan metode sedimentasi dengan menggunakan hukum Stokes. Jika kecepatan pengendapan partikel dapat diukur pada temperature tertentu, diameter partikel dapat dihitung dengan hitungan matematika sederhana :

Dimana D adalah diameter partikel dalam cm, V adalah kecepatan pengendapan partikel, dan C adalah konstanta tergantung dengan berat jenis partikel serta berat jenis dan viskositas fluida (biasanya air).

Metode sedimentasi standar untuk mengukur partikel sedimen berukuran kecil dengan menggunakan analisis pipet. Untuk melakukan analisis pipet partikel sedimen berukuran halus diaduk hingga membentuk suspense dalam volume air yang telah diukur dalam sebuah tabung pengendapan. Material sedimen yang berukuran seragam dalam suspense akan tertarik ke pipet pada waktu tertentu dan pada kedalaman tertentu, kemudian diuapkan untuk dikeringkan dalam oven dan setelah itu ditimbang.

Ukuran butir partikel material lepas sedimen dapat diukur dengan menggunakan analisis sieve atau analisis sedimentasi. Ukuran dan pemilahan partikel berukuran pasir dan lanau dapat diperkirakan dengan menggunakan pantulan cahaya mikroskop binokuler dalam sayatan tipis sebuah batuan dengan menggunakan mikroskop petrografi dan disesuaikan dengan micrometer okuler. Partikel berukuran lanau halus dan lempung dalam batuan sedimen dapat dipelajari dengan menggunakan mikroskop electron.

Secara metematis terdapat tiga pengukuran rata-rata ukuran butir yang umum digunakan, yaitu :

1. Modus, yang merupakan frekuensi ukuran partikel yang paling sering muncul pada populasi butiran. Diameter ukuran butir ditunjukkan oleh titik yang paling tajam (titik potong) pada kurva kumulatif. Material lepas klastik dan batuan sedimen cenderung memiliki sebuah ukuran, tetapi beberapa material ada yang memiliki dua ukuran yaitu kasar pada akhir kurva dan satunya lagi ukuran halus, bahkan ada beberapa material memiliki banyak bentuk.

2. Median, yang merupakan ukuran titik tengah distribusi ukuran butir. Setengah berat dari butiran lebih besar dari pada ukuran median dan setengahnya lebih kecil. Median bernilai sekitar diameter presentil ke 50 pada kurva kumulatif (gambar 5).

3. Rata-rata (Mean), yang merupakan rata-rata ukuran aritmatik semua partikel. Sebenarnya mean tidak dapat dihitung karena kita tidak menghitung total jumlah butiran atau menghitung setiap butiran, dan hanya yang paling mendekati dengan mendapatkan nilai presentil.

4. dari kurva kumulatif dan menghitung nilai rata-ratanya.

Gambar 1.1 : Metode menghitung nilai presentil dari kurva kumulatif.2.4 Sortasi

Keseragaman atau Sortasi dapat menunjukkan batas ukuran butir atau keanekaragaman ukuran butir, tipe dan karakteristik serta lamanya waktu sedimentasi dari suatu populasi sedimen (Folk, 1968). Menurut Friedman dan Sanders (1978), sortasi atau pemilahan adalah penyebaran ukuran butir terhadap ukuran butir rata-rata. Sortasi dikatakan baik jika batuan sedimen mempunyai penyebaran ukuran butir terhadap ukuran butir rata-rata pendek. Sebaliknya apabila sedimen mempunyai penyebaran ukuran butir terhadap rata-rata ukuran butir panjang disebut sortasi jelek. Sortasi dihitung dengan menggunakan jangkauan ukuran butir dan luasnya sebaran disekitar ukuran rata-rata.

Gambar 1.2: Sortasi ukuran butir material sedimen dengan derajat yang berbeda-beda. (From Anstey, R.L. Chase, 1974, Environment through time : Burgess, Minneapolis, Minn. Fig. 1.2, p. 2, reprinted by permission of Burgess Publishing Co.)Sortasi dihitung dengan standar deviasi. Dalam statistik konvensional, satu standar deviasi mencakup 68 persen pada area pusat pada kurva frekuensi.

Gambar 1.3: Kurva frekuensi distribusi normal, menunjukkan hubungan antara standar deviasi dan mean (rata-rata). Satu standar deviasi (1) disetiap sisinya rata-rata bernilai 68 persen pada area dibawah kurva frekeunsi. (After Friedman, G. M., and J.E. Sanders, Principle of sedimentology. 1978 by John Wiley & Sons, Inc. Fig. 3.12, p.70, reprinted by permission of John Wiley & Sons, Inc., New York.)Rumus untuk menghitung standar deviasi dengan metode statistic :

Perlu diperhatikan untuk menghitung standar deviasi dengan rumus ini maka standar deviasi dinyatakan dengan nilai phi () dan disebut juga standar deviasi phi.

Tabel 1.3 : Tabel Standar Deviasi

2.5 Fasies Sedimen Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi karakteristik yang khas dilihat dari litologi, struktur sedimen dan struktur biologi memperlihatkan aspek fasies yang berbeda dari tubuh batuan yang yang ada di bawah, atas dan di sekelilingnya.

Fasies umumnya dikelompokkan ke dalam facies association dimana fasies-fasies tersebut berhubungan secara genetis sehingga asosiasi fasies ini memiliki arti lingkungan. Dalam skala lebih luas asosiasi fasies bisa disebut atau dipandang sebagai basic architectural element dari suatu lingkungan pengendapan yang khas sehingga akan memberikan makna bentuk tiga dimensi tubuhnya (Walker dan James, 1992).

Menurut Slley (1985), fasies sedimen adalah suatu satuan batuan yang dapat dikenali dan dibedakan dengan satuan batuan yang lain atas dasar geometri, litologi, struktur sedimen, fosil, dan pola arus purbanya. Fasies sedimen merupakan produk dari proses pengendapan batuan sedimen di dalam suatu jenis lingkungan pengendapannya. Diagnosa lingkungan pengendapan tersebut dapat dilakukan berdasarkan analisa faises sedimen, yang merangkum hasil interpretasi dari berbagai data, diantaranya :

1. Geometri :

a) regional dan lokal dari seismik (misal : progradasi, regresi, reef dan chanel)

b) intra-reservoir dari wireline log (ketebalan dan distribusi reservoir)

2. Litologi : dari cutting, dan core (glaukonit, carboneous detritus) dikombinasi dengan log sumur (GR dan SP)3. Paleontologi : dari fosil yang diamati dari cutting, core, atau side wall core4. Struktur sedimen : dari coreModel Fasies (Facies Model)Model fasies adalah miniatur umum dari sedimen yang spesifik. Model fasies adalah suatu model umum dari suatu sistem pengendapan yang khusus (Walker , 1992).

Model fasies dapat diiterpretasikan sebagai urutan ideal dari fasies dengan diagram blok atau grafik dan kesamaan. Ringkasan model ini menunjukkan sebagaio ukuran yang bertujuan untuk membandingkan framework dan sebagai penunjuk observasi masa depan. model fasies memberikan prediksi dari situasi geologi yang baru dan bentuk dasar dari interpretasi lingkungan. pada kondisi akhir hidrodinamik. Model fasies merupakan suatu cara untuk menyederhanakan, menyajikan, mengelompokkan, dan menginterpretasikan data yang diperoleh secara acak.

Ada bermacam-macam tipe fasies model, diantaranya adalah :

a) Model Geometrik berupa peta topografi, cross section, diagram blok tiga dimensi, dan bentuk lain ilustrasi grafik dasar pengendapan frameworkb) Model Geometrik empat dimensi adalah perubahan portray dalam erosi dan deposisi oleh waktu .c) Model statistik digunakan oleh pekerja teknik, seperti regresi linear multiple, analisis trend permukaaan dan analisis faktor. Statistika model berfungsi untuk mengetahui beberapa parameter lingkungan pengendapan atau memprediksi respon dari suatu elemen dengan elemen lain dalam sebuah proses-respon model.

Facies SequenceSuatu unit yang secara relatif conform dan sekuen tersusun oleh fasies yang secara genetik berhubungan. Fasies ini disebut parasequence. Suatu sekuen ditentikan oleh sifat fisik lapisan itu sendiri bukan oleh waktu dan bukan oleh eustacy serta bukan ketebalan atau lamanya pengendapan dan tidak dari interpretasi global atau asalnya regional (sea level change). Sekuen analog dengan lithostratigrafy, hanya ada perbedaan sudut pandang. Sekuen berdasarkan genetically unit.

Ciri-ciri sequence boundary :

1. membatasi lapisan dari atas dan bawahnya.2. terbentuk secara relatif sangat cepat (