83
POTENSI FORMULASI SEDIAAN SABUN PADAT MINYAK KELAPA DENGAN PENGISI KAOLIN SEBAGAI MEDIA PEMBERSIH NAJIS MUGHALLAZAH SKRIPSI Oleh VERA DIANA BR PANJAITAN 150405053 DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN AGUSTUS 2020 Universitas Sumatera Utara

SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

POTENSI FORMULASI SEDIAAN SABUN PADAT MINYAK

KELAPA DENGAN PENGISI KAOLIN SEBAGAI MEDIA

PEMBERSIH NAJIS MUGHALLAZAH

SKRIPSI

Oleh

VERA DIANA BR PANJAITAN

150405053

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

AGUSTUS 2020

Universitas Sumatera Utara

Page 2: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

POTENSI FORMULASI SEDIAAN SABUN PADAT MINYAK

KELAPA DENGAN PENGISI KAOLIN SEBAGAI MEDIA

PEMBERSIH NAJIS MUGHALLAZAH

SKRIPSI

Oleh

VERA DIANA BR PANJAITAN

150405053

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

AGUSTUS 2020

Universitas Sumatera Utara

Page 3: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

ii

Universitas Sumatera Utara

Page 4: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

iii

Universitas Sumatera Utara

Page 5: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

iv

Universitas Sumatera Utara

Page 6: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

v

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan

rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Proposal Penelitian yang berjudul

”Potensi Formulasi Sediaan Sabun Padat Minyak Kelapa dengan Pengisi

Kaolin sebagai Media Pembersih Najis Mughallazah” dengan sebaik-baiknya.

Selama pelaksanaan dan penulisan proposal penelitian ini, penulis

dibantu oleh banyak pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Lilis Sukeksi MSc, Ph.D sebagai Dosen Pembimbing dan Ibu ke-

2 saya yang telah banyak memberikan ilmu dan arahan dalam pelaksanaan

penelitian dan penyelesaian penulisan buku Skripsi ini.

2. Ibu Dr. Ir. Iriany M.Si sebagai Dosen Penguji sekaligus dosen yang

memberi banyak masukan serta andil dalam proses penelitian saya dan

penulisan buku Skripsi ini.

3. Ibu Dra. Siswarni, MZ, MS, sebagai Dosen Penguji yang telah memberikan

arahan dan saran dalam proposal penelitian dan penyelesaian buku Skripsi

ini.

4. Bapak Bambang Trisakti, S.T., M.T. sebagai Koordinator Penelitian

Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Ir. Maya Sarah, S.T., M.T., Ph.D., IPM sebagai Ketua Departemen

Teknik Kimia, Ibu Ir. Erni Misran, S.T., M.T., PhD. selaku Sekretaris

Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh Dosen/Staff Pengajar dan Pegawai Administrasi Departemen

Teknik Kimia yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan

bantuan kepada penulis selama menjalankan perkuliahan.

7. Orang tua yang telah banyak memberikan dukungan baik materil maupun

spiritual.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

vi

8. Partner penelitian penulis, Maria Grace yang telah bekerja sama dengan v

penulis dalam penelitian ini serta memberikan dukungan, motivasi dan doa

kepada penulis

9. Sahabat Jsquad, khususnya Rafika Husna, Nur Aina Ramadhani Purba, Riri

Adolina Siregar, Mhd Dedi Anggreawan, Axel Try Ido Dealy, Yuda Wibi

Ananda yang yang telah memberikan banyak pembelajaran hidup,

dukungan, semangat, doa dan kenangan yang tak terlupakan kepada penulis.

10. Syamsuddin Nur yang telah memberikan banyak waktu, tenaga, dukungan,

semangat, doa dan kenangan yang tak terlupakan kepada penulis.

11. TRP Kece, Me& Coffee Works Team dan Tim Artsari yang tetap profesional

dalam menyelesaikan tugas serta memberikan banyak dukungan, semangat

dan doa kepada penulis.

12. Teman-teman angkatan 2015 beserta senior maupun junior yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu di Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara

yang telah membantu penyelesaian penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa laporan hasil penelitian ini masih banyak

terdapat kekurangan, oleh karena itu sangat diharapkan adanya kritik dan saran

yang membangun agar tulisan ini lebih baik lagi ke depannya.

Medan, 19 Juni 2020

Penulis

Vera Diana Br Panjaitan

Universitas Sumatera Utara

Page 8: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

vii

DEDIKASI

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

Kedua orang tua tercinta Ayah Rudi Panjaitan dan

Ibu Sri Rahayu

Ayah dan Ibu adalah orang tua hebat yang telah

membesarkan, mendidik, memberikan motivasi, dan

mendukung dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.

Terima kasih atas pengorbanan, nasehat dan do’a yang

tiada hentinya diberikan selama ini.

Terima kasih juga kepada adik-adik tercinta Dita Amanda

Br Panjaitan, Kasih Aqila Bilqis Br Panjaitan, Raja

Pambarobo Panjaitan atas semangat, dukungan, serta do’a

yang telah diberikan.

Semoga kiranya Allah SWT selalu meridhoi segala jerih payah mereka serta memberikan balasan yang terbaik bagi

mereka

Universitas Sumatera Utara

Page 9: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

viii

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama: Vera Diana Br Panjaitan

Nim: 150405053

Tempat/tanggal Lahir: Bandar Pulau/ 02-03-

1998

Nama Orang Tua: Rudi Panjaitan dan Sri

Rahayu

Alamat Orang Tua:

Dusun 1 Bandar Pulau, Kab. Asahan,

Sumatra Utara 21274

Asal Sekolah:

• SDN 013831 Padang Pulau (2003-2009)

• SMP N 1 Bandar Pulau (2009-2012)

• SMA N 1 Kisaran (2012-2015)

Beasiswa yang pernah diperoleh:

1. Bantuan Belajar Mahasiswa (2016-2018)

2. Peningkatan Prestasi Akademik (2019)

Pengalaman Organisasi/ Kerja:

1. Covalen Study Group 2016- Sekretasi Bidang Hubungan Masyarakat

2. PEMA Fakulta Teknik USU 2018-Sekretasi Bidang Hubungan

Masyarakat

Artikel yang telah dipublikasikan dalam jurnal/pertemuan ilmiah:

1. Journal of Physics: Conference Series, Volume 1542, TALENTA-

International Conference on Science and Technology 2019 3 October

2019, Medan, Indonesia dengan judul “Preparation and

Characterization of Coconut Oil Based Soap with Kaolin as Filler”

Prestasi Akademmik/ Non Akademik yang pernah dicapai:

1.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

ix

Potensi Formulasi Sediaan Sabun Padat Minyak Kelapa dengan Pengisi

Kaolin sebagai Media Pembersih Najis Mughallazah

ABSTRAK

Al-Qur’an menjelaskan najis mughallazah harus disucikan menggunakan air

sebanyak 7 kali dan salah satunya menggunakan tanah. Penambahan tanah liat

pada sabun membantu menghilangkan DNA najis yang melekat dipermukaan

kulit. Penelitian ini diadakan untuk mengetahui pengaruh jumlah pengisi kaolin

dan suhu reaksi terhadap kualitas sabun; mengetahui apakah formula sabun

memenuhi syarat mutu SNI serta mengetahui apakah formula sabun mampu

menghilangkan residu DNA Babi menggunakan analisa metode PCR. Reaksi

dirancang pada 4 suhu reaksi (50ºC; 60ºC; 70 ºC; 80ºC), konsistensi kaolin (10%;

12,5%; 15%; 17,5% dan 20%). Proses reaksi penyabunan menggunakan minyak

kelapa 70 gram dan NaOH 35% dilakukan diatas hotplate selama 10 menit dengan

kecepatan pengadukan 250 rpm. Semua variasi sabun yang dihasilkan dilakukan

pengujian sesuai SNI 3532:2016, lalu varian terbaik dari sabun akan digunakan

sebagai sampel untuk menghilangkan residu DNA babi pada tangan manusia

dengan analisa metode PCR. Hasil penelitian menunjukkan semua variasi sabun

memenuhi standar SNI. Meningkatnya jumlah pengisi kaolin dan suhu reaksi pada

sabun padat menjadikan sabun padat yang dihasilkan memiliki kadar air dan pH

yang semakin besar, kadar asam lemak bebasnya semakin menurun, kekerasan

sabun lebih rendah, serta tidak mempengaruhi stabilitas busa pada sabun. Hasil

terbaik didapat pada sabun 15% pada suhu reaksi 50ºC yang memiliki

karakteristik kekerasan sabun mendekati sabun konvensional dan 17,5% pada

suhu reaksi 60ºC dengan karakteristik kadar air dan tampilan organoleptik yang

baik. Sabun padat variasi terbaik yang digunakan untuk menghilangkan residu

DNA babi mampu menghilangkan DNA najis yang dioleskan ketangan manusia

pada pencucian pertama. Sedangkan perbandingan pencucian DNA menggunakan

air mengalir dan Sabun konvensional menunjukkan sisa DNA pada elektroforesis

PCR. Formulasi sabun padat kaolin yang dihasilkan dapat menghilangkan DNA

serta memenuhi standart SNI 06-3532-2016.

Kata kunci: minyak kelapa, kaolin, najis mughallazah, sabun.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

x

Potential Formulation of Coconut Oil Solid Soap Preparation with Kaolin

Filling as Najis Mughallazah Cleansing Media

ABSTRACT

Al-Qur'an explains that the mughallazah najis must be purified using water 7

times and one of them uses soil. Adding clay to soap helps remove the unclean

DNA that sticks to the surface of the skin. This research was conducted to

determine the effect of the amount of kaolin filler and the reaction temperature on

the quality of soap; knowing whether the soap formula meets the SNI quality

requirements and knowing whether the soap formula is able to remove pig DNA

residues using PCR analysis method. The reaction was designed at 4 reaction

temperatures (50ºC; 60ºC; 70ºC; 80ºC), the consistency of kaolin (10%; 12.5%;

15%; 17.5% and 20%). The sapling reaction process using coconut oil 70 grams

and 35% NaOH is carried out on a hotplate for 10 minutes with a stirring speed of

250 rpm. All variations of the soap produced are tested according to SNI 3532:

2016, Then the best variant of soap will be used as a sample to remove pig DNA

residues in human hands by PCR analysis. The results showed that all variations

of soap met SNI standards. The increasing number of kaolin fillers and the

reaction temperature of the solid soap made the resulting solid soap have a greater

water content and pH, decreased free fatty acid content, lower soap hardness, and

did not affect the stability of the foam in the soap. The best results were obtained

for 15% soap at a reaction temperature of 50 ° C which had soap hardness

characteristics close to conventional soap and 17.5% at a reaction temperature of

60 ° C with good moisture content and organoleptic appearance characteristics.

The best variety of solid soap used to remove pig DNA residues is capable of

removing unclean DNA that is applied to human hands on the first wash.

Meanwhile, the comparison of DNA washing using running water and

conventional soap shows the residual DNA on PCR electrophoresis. The resulting

kaolin solid soap formulation can remove DNA and meet SNI 06-3532-2016

standards.

Keyword: coconut oil, kaolin, najis mughallazah, soap.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

xi

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ii

PENGESAHAN SKRIPSI iii

LEMBAR PERSETUJUAN iv

PRAKATA v

DEDIKASI vii

RIWAYAT HIDUP PENULIS viii

ABSTRAK ix

ABSTRACT x

DAFTAR ISI xi

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR TABEL xvi

DAFTAR LAMPIRAN xvii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 RUMUSAN MASALAH 4

1.3 TUJUAN PENELITIAN 4

1.4 MANFAAT PENELITIAN 4

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 SABUN 6

2.1.1 Minyak Kelapa 7

2.1.2 Tanah 8

2.1.3 Natrium Hidroksida (NaOH) 10

2.2 REAKSI SAFONIFIKASI 11

2.3 NAJIS 13

2.4 JENIS – JENIS PROSES PEMBUATAN SABUN 14

2.4.1 Proses Panas 14

2.4.2 Proses Dingin 14

2.5 POLIMERASE CHAIN REACTION (PCR) 15

2.5.1 Pengertian Polimerase Chain Reaction (PCR) 15

Universitas Sumatera Utara

Page 13: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

xii

2.5.2 Langkah – Langkah PCR (Polimerase Chain Reaction) 16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17

3.2 ALAT DAN BAHAN 17

3.2.1 Peralatan Penelitian 17

3.2.2 Bahan Penelitian 17

3.3 PROSEDUR PENELITIAN 18

3.3.1 Pembuatan Sabun Sabun Padat Berpengisi Kaolin 18

3.3.2 Proses Analisa Sabun 19

3.3.2.1 Pemeriksaan Bilangan Penyabunan 19

3.3.2.2 Pemeriksaan Kadar Air Pada Sabun 20

3.3.2.3 Pemeriksaan Kadar Alkali Bebas 20

3.3.2.4 Pengukuran Stabilitas Busa 21

3.3.2.5 Pengukuran/Pemeriksaan Derajat Keasaman (pH) 20

3.3.2.6 Analisa Kekerasan Sabun 21

3.3.3 Prosedur Analisa PCR 22

3.3.3.1Persiapan Sampel 22

3.3.3.2 Isolasi DNA 22

3.3.3.3 Uji Kemurnian DNA 23

3.3.3.4 Amplifikasi PCR 23

3.3.3.5 Elektoforesis Hasil Ampilfikasi 23

3.5 FLOWCHART PERCOBAAN 24

3.5.1 Pembuatan Sabun 24

3.5.2 Analisa Bilangan Penyabunan 25

3.5.3 Analisa Kadar Air Sabun 26

3.5.4 Analisa Kadar Alkali Bebas 27

3.5.5 Pengukuran Stabilitas Busa 28

3.5.6 Pengukuran/Pemeriksaan Derajat Keasaman (pH) 29

3.5.7 Pengukuran Kekerasan Sabun 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 ANALISA MUTU SABUN 30

4.1.1 Analisis Kadar Alkali Bebas pada Sedian Sabun Samak

Universitas Sumatera Utara

Page 14: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

xiii

dengan Penambahan Kaolin 30

4.1.2 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Kadar Air

Sabun Samak 31

4.1.3 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Kadar Asam

Lemak Bebas Sabun Samak 32

4.1.4 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Derajat

Keasaman (pH) Sabun Samak 34

4.1.5 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Stabilitas Busa

Sabun 35

4.1.6 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Nilai Kekerasan

Sabun 37

4.2 POTENSI SABUN SAMAK MENGHILANGKAN

NAJIS MUGHALAZAH (DNA BABI) 38

4.3 KOMPOSISI KANDUNGAN KAOLIN (Si DAN Al)

PADA SEDIAAN SABUN SAMAK 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 45

5.1 KESIMPULAN 45

5.2 SARAN 45

DAFTAR PUSTAKA 46

Universitas Sumatera Utara

Page 15: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Serbuk Kaolin 9

Gambar 2.2 Struktur Molekul Kaolin 10

Gambar 2.3 Reaksi Safonifikasi (Penyabunan) 11

Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Sabun 22

Gambar 3.2 Flowchart Analisa Bilangan Penyabunan 23

Gambar 3.3 Flowchart Analisa Kadar Air Sabun 24

Gambar 3.4 Flowchart Analisa Kadar Alkali Bebas 25

Gambar 3.5 Flowchart Pengukuran Stabilitas Busa 26

Gambar 3.6 Flowchart Pengukuran/Pemeriksaan Derajat Keasaman (pH) 27

Gambar 3.7 Flowchart Pengukuran Kekerasan Sabun 27

Gambar 4.1 Larutan Sabun berpengisi Kaolin 10% (a) Sebelum Titrasi,

(b Setelah Titrasi 30

Gambar 4.2 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Kadar Air Sabun Padat 31

Gambar 4.3 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Kadar Asam

Lemak Bebas Sabun 33

Gambar 4.4 Pengaruh Penambahan terhadap Derajat Keasaman (pH)

Sabun Samak 34

Gambar 4.5 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Stabilitas Busa Sabun 36

Gambar 4.6 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Kekerasan Sabun 37

Gambar 4.7 Penghilangan DNA dengan Air 39

Gambar 4.8 Penghilangan DNA dengan Sabun X 40

Gambar 4.9 Penghilangan DNA Babi dengan Sabun Samak 41

Gambar 4.9 Kandungan Sabun Samak 17,5% (60ºC) 43

Gambar 4.10 Kandungan Sabun Samak 15% (50ºC) 44

Gambar LC.1 Foto Hasil Pembuatan Sabun Samak 55

Gambar LC.2 Foto Hasil Pengujian Kadar Air 55

Gambar LC.4 Foto Hasil Pengujian Kadar Alkali Bebas 56

Gambar LC.5 Foto Hasil Pengukuran Stabilitas Busa 56

Gambar LC.6 Foto Hasil Pengukuran Derajat Keasaman 57

Gambar LC.8 Foto Hasil Pengujian Bilangan Penyabunan 57

Universitas Sumatera Utara

Page 16: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

xv

Gambar LC.9 Foto Hasil Pengujian Kekerasan Sabun Samak 58

Gambar LC.10 Foto Hasil Pengujian Kekerasan Sabun X

Sebagai Pembanding 58

Gambar LD. 1 Hasil Uji SEM Sabun Samak 17,5% (60ºC)

dengan Perbesaran 1500 X 59

Gambar LD. 2 Hasil Uji SEM Sabun Samak 17,5% (60ºC)

dengan Perbesaran 1000 X 59

Gambar LD. 3 Hasil Uji EDX Sabun Samak 17,5% (60ºC) 60

Gambar LD. 4 Hasil Uji SEM Sabun Samak 15% (60ºC)

dengan Perbesaran 1000 X 61

Gambar LD. 5 Hasil Uji SEM Sabun Samak 15% (60ºC)

dengan Perbesaran 1500 X 61

Gambar LD. 6 Penghilangan DNA dengan Air dan Sabun X 63

Gambar LD. 7 Penghilangan DNA Babi dengan Sabun Samak 64

Universitas Sumatera Utara

Page 17: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Penelitian-penelitian Terdahulu tentang Pembuatan Sabun Padat

dengan Menggunakan Pengisi Kaolin 3

Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa 8

Tabel 2.2 Kategori Najis dan Metode Pembersihannya 13

Tabel 3.1 Syarat Mutu Sabun Mandi 18

Universitas Sumatera Utara

Page 18: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A DATA PENELITIAN 51

LA.1 PENGUJIAN SABUN SAMAK 51

LAMPIRAN B CONTOH PERHITUNGAN 52

LB.1 PERHITUNGAN KADAR AIR 52

LB.2 PERHITUNGAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS 52

LB.3 PERHITUNGAN BILANGAN PENYABUNAN 52

LB.4 PERHITUNGAN STABILITAS BUSA 53

LAMPIRAN C DOKUMENTASI PENELITIAN 54

LC.1 HASIL PEMBUATAN SABUN SAMAK 54

LC.2 HASIL PENGUJIAN KADAR AIR 54

LC.3 HASIL PENGUJIAN KADAR ALKALI BEBAS 55

LC.4 HASIL PENGUKURAN STABILITAS BUSA 55

LC.5 HASIL PENGUKURAN DERAJAT KEASAMAN 56

LC.6 HASIL PENGUJIAN BILANGAN PENYABUNAN 56

LC.7 HASIL PENGUJIAN KEKERASAN SABUN 57

LAMPIRAN D HASIL UJI LABORATORIUM 58

LD.1 HASIL UJI SEM – EDX 58

LD.1.1 Hasil Uji pada Sabun Samak 17,5% (60ºC) 58

LD.1.2 Hasil Uji pada Sabun Samak 15% (50ºC) 60

LD.2 HASIL PENGUJIAN DNA PADA PCR 62

Universitas Sumatera Utara

Page 19: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sabun adalah senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak

nabati dan atau lemak hewani dan berbentuk padat, lunak atau cair, serta berbusa

(Langingi, dkk., 2012). Dua komponen utama penyusun sabun adalah asam lemak

dan alkali. Pemilihan jenis asam lemak menentukan karakteristik sabun yang

dihasilkan. Komponen minyak kelapa murni terdiri dari asam lemak jenuh (90%).

Kandungan asam lemak jenuh tersebut adalah asam lemak laurat (Widyasanti, dkk.,

2017). Sabun digunakan sebagai pembersih, dengan menambahkan zat pewangi,

dan bahan lainnya yang tidak membahayakan kesehatan (Langingi, dkk., 2012).

Globalisasi, perdagangan bebas dan Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) dewasa

ini berdampak meningkatnya peredaran produk makanan, minuman dan kosmetik

baik lokal maupun impor di masyarakat. Jaminan Produk Halal menjadi penting

mengingat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan, obat-obatan,

dan kosmetik yang berkembang pesat. Oleh karena itu lahirlah UU No.33 Tahun

2014 tentang perlindungan konsumen untuk produk halal merepresentasikan

tanggung jawab negara khususnya terhadap umat islam, untuk melindungi dan

memberikan rasa tenang dan aman dalam menggunakan produk yang sesuai syariat

yakni halal dan thoyib (Hasan, 2014). Kata halâl berasal dari bahasa Arab yang

berarti “melepaskan” dan “tidak terikat”, secara etimolgis halâl berarti hal-hal yang

boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan-

ketentuan yang melarangnya (Adam, 2017). Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-

obatan dan Kosmetika (LP POM) Majelis Ulama Indonesia adalah lembaga yang

bertugas untuk meneliti, mengkaji, menganalisis, dan memutuskan produk-produk

baik pangan dan turunannya, obat-obatan dan kosmetika apakah aman baik dari sisi

kesehatan dan sisi agama Islam (yakni halal dan baik untuk dikonsumsi bagi umat

Islam) khususnya di wilayah Indonesia, memberikan rekomendasi, merumuskan

ketentuan dan bimbingan kepada masyarakat (Chairunisyah, 2017).

Dengan adanya perkembangan deteksi komponen non-halal tersebut maka para

peneliti bidang halal pasti akan bersentuhan dengan derivat babi (daging, lemak

Universitas Sumatera Utara

Page 20: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

2

ataupun gelatin). Selain itu, babi dan anjing adalah hewan yang akrab dengan dunia

kedokteran, farmasi dan juga pemelihara anjing beragama islam. Semua yang berasal

dari sentuhan babi dan anjing adalah najis mughallazah. Apabila sesuatu terkena

najis ini, ia mestilah dibasuh sebanyak tujuh kali. Salah satu daripadanya ialah

dengan air yang bercampur tanah (Sidek dan Ridwan, 2018). Seiiring dengan

perkembangan zaman dan teknologi, penghilangan najis dengan menggunakan

debu/tanah dirasa kurang praktis dikehidupan modern, maka muncullah ide untuk

mengkombinasikan tanah didalam sabun sebagai pembersih yang lebih praktis untuk

kegunaan bersuci.

Semua bahan anorganik padatan dari tanah memiliki daya serap terhadap

hampir semua partikel, molekul, dan ion-ion yang masuk ke dalam struktur tanah

melalui pelarutan dengan air, bahkan lebih lanjut dapat mengamobilisasi semua

bentuk sel mikroorganisme. Sifat tersebut berasal dari kerangka struktur umum

senyawa-senyawa silikat dan aluminosilikat yang bermuatan, mampu berinteraksi

melalui mekanisme ionik maupun kepolaran (Suhendar, 2017). Lempung atau tanah

liat merupakan suatu produk yaitu hasil pelapukan dari batuan keras (Gonggo,dkk.,

2013), mineral tanah liat digunakan sebagai bahan aktif dalam kosmetik serta masker

wajah, karena tingkat adsorbensi yang tinggi dari zat-zat seperti minyak, racun, dan

lain – lain. Adapun tanah, jika dipertimbangkan sebagai representasi senyawa-

senyawa aluminosilikat, memiliki kemampuan membersihkan kotoran seperti najis

berat yang berasal dari air liur anjing, termasuk kandungan mikroorganisme-

mikroorganisme yang ada di dalamnya (Suhendar, dkk., 2013).

Tanah liat juga digunakan dalam krim, bubuk dan emulsi sebagai antiperspiran

dan untuk menghilangkan kilau dan menutupi noda. Mineral tanah liat seperti kaolin,

smektit, talc dan palygorskite sering digunakan (Carretero, 2002). Kaolin merupakan

masa batuan yang tersusun dari material lempung yang berwarna putih atau agak

keputihan. Kaolin tidak menyerap air sehingga tidak dapat mengembang jika

dicampurkan dengan air (Luftinor, 2018). Tambahan tanah liat (Kaolin)

dimaksudkan sebagai media tanah penghilang najis mughallazah.

Pemanfaatan Kaolin untuk pengisi sabun padat telah dilaporkan sebelumnya.

Adapun penelitian-penelitian terdahulu tentang pembuatan sabun padat kaolin

disajikan pada Tabel 1.1 berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 21: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

3

Tabel 1.1 Penelitian-penelitian Terdahulu tentang Pembuatan Sabun Padat dengan Menggunakan Pengisi Kaolin

No Nama

Peneliti Judul Penelitian

Variabel Hasil Penelitian

Tetap Berubah

1. Aja dan

Gbonhinor

, 2013

Physical Properties

of Kaolin Used In

Soap Production In

Nigeria

• Waktu pengadukan

= 5 menit

• Jumlah sampel =

30 gram

• Pelarut aquadest =

1000 Cl

• Variasi produk sampel =

Patterson Zochonis,

International Equitable

Association, Lever

Brothers Nigeria

• Variasi jenis Kaolin =

Brownish, Yelllowis, off-

white

Kinerja setiap distribusi ukuran partikel

disetiap sampel sabun berbeda

menunjukkan bahwa kaolin diendapkan

dalam kondisi yang sama. Tekstur

butiran halus dari kaolin membuatnya

berguna sebagai pengisi dalam produksi

sabun, kosmetik, dan juga industri

farmasi.

2. Kasim,

dkk., 2014

New Approach of

Samak Clay Usage

for Halal Industry

Requirement

Rasio pengenceran 1:

2.5 (kaolin: air)

diaduk selama 2 menit

• Variasi asal kaolin =

standart, Tapaah,

Bercham, Sayong

Semua sampel tanah liat memenuhi

kriteria yang diperlukan. Oleh karena

itu, mereka dapat digunakan sebagai

agen pembersih samak yang berlaku

untuk industri halal seperti dalam

makanan, farmasi, kosmetik dan

logistik. Pengembangan spesifikasi dan

standar tanah liat samak untuk aplikasi

pembersihan Islami dapat secara

signifikan berkontribusi pada

pertumbuhan industri halal secara

keseluruhan dan meningkatkan tingkat

kepercayaan konsumen terhadap produk

halal.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

4

Berdasarkan Tabel 1.1 Kaolin sudah pernah digunakan dalam pembuatan sabun

tetapi pengaruh penambahan kuantitas kaolin pada sabun terhadap hasil akhir sabun

belum pernah diteliti sebelumnya. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji

pengaruh penambahan konsistensi kaolin terhadap hasil akhir sabun, diharapkan

penambahan kaolin dapat memberikan sifat pendukung yang baik pada sabun dan

kemampuannya dalam menghilangkan najis.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Pembuatan sabun samak dengan variasi konsistensi pengisi kaolin belum

pernah dilakukan sebelumnya. Penambahan konsistensi kaolin dapat mempengaruhi

hasil akhir sabun. Dengan adanya penelitian ini akan diketahui formula sabun padat

berpengisi kaolin yang memenuhi syarat mutu SNI dan faktor – faktor yang

memengaruhi kualitas sabun padat yang meliputi suhu reaksi dan banyaknya

konsistensi kaolin. Sabun padat yang dihasilkan akan diuji untuk mengetahui

kemampuannya dalam menghilangkan derivat babi.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh jumlah pengisi (kaolin) dengan minyak kelapa yang

digunakan terhadapan sabun yang dihasilkan.

2. Mengetahui pengaruh suhu reaksi terhadap sedian sabun padat yang

dihasilkan.

3. Mengetahui apakah kualitas formula sabun padat memenuhi syarat mutu SNI.

4. Mengetahui apakah formula sabun padat memiliki kemampuan untuk

menghilangkan najis mughallazah (DNA Babi).

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penellitian ini ialah:

1. Meningkatkan efesiensi umat islam dalam menghilangkan najis mughallazah

dengan menggunakan sabun yang aman, nyaman dan praktis.

2. Memberi informasi baru kepada peneliti dan pihak – pihak lain tentang

kualitas dan kelayakan sabun padat kaolin.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

5

1.5 RUANG LINGKUP

Penelitian Pembuatan Sabun Samak Berbasis Minyak Kelapa dengan

Penambahan Kaolin sebagai pengisi ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi,

Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak kelapa,

natrium hidroksida (NaOH), kaolin dan aquadest. Peralatan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah hotplate, timbangan, beaker glass, oven, termometer dan

magnetic stirrer.

Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel tetap:

(1) Bahan Baku = minyak kelapa

(2) Waktu reaksi = 10 menit

(3) Konsentrasi NaOH = 35%

2. Variabel berubah:

(1) Konsistensi kaolin = 10%, 12,5%, 15%, 17,5%, 20%

(2) Suhu Reaksi = 50ºC, 60ºC, 70ºC dan 80ºC

Adapun analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan

Standar Nasional Indonesia (SNI) dan analisa tambahan adalah:

1. Analisa bilangan penyabunan

2. Analisa kadar air

3. Analisa kadar alkali bebas

4. Analisa stabilitas busa

5. Analisa derajat keasaman (pH)

6. Analisa kekerasan

7. Analisa formula sabun padat terhadap kemampuannya menghilangkan najis

mughallazah (residu DNA Babi) dengan Metode PCR (Polymerase Chain

Reaction).

Universitas Sumatera Utara

Page 24: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SABUN

Sabun merupakan hasil dari proses saponifikasi. Saponifikasi adalah proses

penyabunan yang mereaksikan suatu lemak atau gliserida dengan basa. Menurut

Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 1994 sabun mandi didefinisikan sebagai

senyawa Natrium dengan asam lemak yang digunakan sebagai pembersih tubuh,

berbentuk padat, berbusa, dengan atau penambahan lain serta tidak menyebabkan

iritasi pada kulit (Sukawati, dkk., 2016).

Sabun adalah satu macam surfaktan (bahan surface active), senyawa yang

menurunkan tegangan permukaan air. Sifat ini menyebabkan larutan sabun dapat

memasuki serat, menghilangkan dan mengusir kotoran dan minyak. Setelah kotoran

dan minyak dari permukaan serat, sabun menolong mencucinya karena struktur

kimianya. Bagian akhir dari rantai (ionnya) yang bersifat hidrofil (senang air)

sedangkan rantai karbonnya bersifat hidrofobik (benci air). Rantai hidrokarbon larut

dalam partikel minyak yang tidak larut dalam air. Ionnya terdispersi atau teremulsi

dalam air sehingga dapat dicuci (Sari, dkk., 2010). Molekul sabun terdiri atas rantai

seperti hidrokarbon yang panjang. Hidrokarbon tersebut terdiri atas atom karbon

dengan gugus yang sangat polar atau ionik pada satu ujungnya. Rantai karbon

bersifat lipofilik (terlarut dalam lemak dan minyak), dan ujung polar yang hidrofilik

(terlarut dalam air).

Bagian lipofilik dari molekul sabun melarutkan minyak. Ujung hidrofilik dari

butiran minyak menjulur ke arah air. Dengan cara ini, butiran minyak terstabilkan

dalam larutan air sebab muatan permukaan yang negatif dari butiran minyak

mencegah penggabungan. Sifat menonjol lain dari larutan sabun ialah tegangan

permukaan yang sangat rendah, yang menjadikan larutan sabun memiliki daya

pembersihan yang lebih baik dibandingkan air saja. Maka, sabun termasuk golongan

zat yang disebut surfaktan. Kerja permukaan dari larutan sabun memungkinkannya

untuk melepas kotoran, lemak, dan partikel minyak dari permukaan yang sedang

dibersihkan dan mengelmusikannya sehingga kotoran itu tercuci bersama air

(Gusviputri, dkk., 2013). Kualitas sabun padat biasanya ditentukan dari kadar alkali

Universitas Sumatera Utara

Page 25: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

7

bebas, pH, dan kekerasan. Alkali bebas merupakan alkali yang tidak terikat sebagai

senyawa pada saat pembuatan sabun. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan

alkali yang berlebihan pada saat proses penyabunan. Menurut SNI, kelebihan alkali

dalam sabun natrium tidak boleh melebihi 0,1% karena alkali bersifat keras dan

dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Kriteria mutu nilai pH menurut ASTM berkisar

antara 9-11. Nilai pH kosmetik yang terlalu tinggi atau rendah dapat menyebabkan

iritasi pada kulit.

Pada saat ini teknologi sabun telah berkembang pesat. Sabun dengan jenis dan

bentuk yang bervariasi dapat diperoleh dengan mudah di pasaran seperti sabun

mandi, sabun cuci baik untuk pakaian maupun untuk perkakas rumah tangga, hingga

sabun yang digunakan dalam industri. Fungsi sabun yaitu mengemulsi kotoran-

kotoran berupa minyak ataupun zat pengotor lainnya. Proses pembuatan sabun yaitu

melalui saponifikasi lemak atau minyak menggunakan larutan alkali dengan

membebaskan gliserol. Lemak atau minyak yang digunakan dapat berupa lemak

hewani, minyak nabati, lilin, ataupun minyak ikan laut. Semua minyak atau lemak

pada dasarnya dapat digunakan untuk membuat sabun. Sifat-sifat sabun yang

dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari komponen asam lemak yang

digunakan (Maripa, dkk., 2014).

Sabun digunakan sebagai pembersih, dengan menambahkan zat pewangi, dan

bahan lainnya yang tidak membahayakan kesehatan (Langingi, dkk., 2012).

Komponen – komponen sabun yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

2.1.1 Minyak Kelapa

Minyak kelapa merupakan minyak yang diperoleh dari kopra (daging buah

kelapa yang dikeringkan) atau dari perasan santannya. Kandungan minyak pada

daging buah kelapa tua diperkirakan mencapai 30-35%, atau kandungan minyak

dalam kopra berkisar 63,72%. Minyak kelapa sebagaimana minyak nabati lainnya

merupakan senyawa trigliserida yang tersusun atas berbagai asam lemak dan 90% di

antaranya merupakan asam lemak jenuh. Komposisi asam lemak pada minyak kelapa

dapat dilihat pada Tabel 2.1

Universitas Sumatera Utara

Page 26: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

8

Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa yang Digunakan

Jenis Asam Lemak Nomor Lipid Kandungan (%)

Asam Kaproat C6-0 0,3573

Asam Kaprilat C8-0 6,1101

Asam Kaprat C10-0 4,7605

Asam Laurat C12-0 47,5994

Asam Miristat C14-0 20,7215

Asam Palmitat C6-0 9,4841

Asam Stearat C18-0 2,9551

Asam Oleat C18-1 6,6128

Asam Linoleat C18-2 1,3064

Asam Arakidat C20:0 0,0664

Sabun yang dibuat dari minyak kelapa akan memiliki struktur yang keras.

Minyak kelapa memiliki daya pembersih yang bagus, namun jika dalam sabun

digunakan minyak kelapa yang terlalu banyak akan mengakibatkan kulit menjadi

kering. Karakteristik minyak kelapa antara lain:

Titik leleh : 24–26oC

Nilai Iodin : 7–12

Bilangan Penyabunan : 251– 263

Free Fatty Acid (FFA) : Maks 0,2%

2.1.2 Tanah

Lempung atau tanah liat merupakan suatu produk yaitu hasil pelapukan dari

batuan keras, seperti basalt, andesit, granit, dan lain - lain, sehingga lempung sangat

tergantung pada batuan asal. Lempung juga disebut batuan sedimen karena pada

umumnya setelah terbentuk dari batuan keras, lempung akan diangkut oleh air dan

angin kemudian diendapkan pada tempat yang lebih rendah (Gonggo, dkk., 2013).

Istilah lempung (clay) digunakan di Amerika Serikat dan International Society of

Soil Science, untuk menyatakan suatu batuan atau partikel mineral yang terdapat

pada tanah berukuran butir kurang dari 0.002 mm, mineral lempung merupakan

komponen yang paling umum dari semua sedimen, dan mineral lempung dapat

ditemukan sebagai penyusun tanah dari kutub hingga ke daerah khatulistiwa (Utami,

2018).

Universitas Sumatera Utara

Page 27: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

9

Gambar 2.1 Serbuk Kaolin

Salah satu jenis mineral yang memiliki sifat antimikroba dengan cara

mengadsorbsi bakteri dan virus adalah kaolin (Christian et al, 2006). Kaolin sering

digunakan untuk menyebut mineral lempung putih yang mempunyai komposisi

terbesar berupa kaolinit (Al2O3.2SiO2.2H2O). Komposisi kaolin berupa 46.54%

SiO2, 39.50% Al2O3, dan 13.96% H2O. Partikel kaolin biasanya berupa lembaran

heksagonal dengan diameter sekitar 0,05-10 µm (rata-rata 0,5 µm). Mineral kaolin

dapat terjadi melalui proses pelapukan dan proses hidrotermal alterasi pada

batuan beku felspartik dan mika. Kaolin biasanya berada sebagai mineral

kaolinit murni, atau mineral yang berhubungan, misalnya, haloisit, nakrit dan

dikrit yang bergabung dengan mineral lain seperti smektit, mika, kuarsa, dan

feldspar sebagai pengotor (Sunardi, dkk., 2011).

Struktur kristal kaolin terdiri dari pasangan lapisan lembaran silika tetrahedral

dan lembaran alumina oktahedral. Masing-masing pasangan dari lembaran tersebut

bergabung melalui atom oksigen secara selang-seling menjadi satu kesatuan melalui

ikatan hidrogen antara oksigen dari silika dan oksigen hidroksil dari alumina dengan

ketebalan tiap lapisan sekitar 0.72 nm (Gambar 2.2). Ikatan hidrogen tersebut cukup

kuat sehingga kaolin tidak mengembang ketika terhidrat dan kaolin hanya

mempunyai luas permukaan luar. Kaolin merupakan salah satu mineral lempung

dengan nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang relatif rendah (3-15 mek/100g)

serta luas permukaan spesifik yang relatif kecil, yaitu tidak lebih dari 20 m2/g

(Nugraha dan Umi, 2017).

Kaolin dapat digunakan dalam desinfektan air karena kemampuannya dalam

mengadsorbsi bakteri yang terdapat didalam air (Unabonah et al, 2017). Sebagai

Universitas Sumatera Utara

Page 28: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

10

keunggulan lain, kaolin juga dapat mengadsorbsi partikel halus dan minyak berlebih

dikulit (Christian et al, 2006).

Gambar 2.2 Struktur Molekul Kaolin

(Nugraha dan Umi, 2017)

2.1.3 Natrium Hidroksida (NaOH)

Natrium hidroksida (NaOH) juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium

hidroksida. Natrium hidroksida digunakan di berbagai macam bidang industri,

kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan kertas,

tekstil, air minum, sabun, dan deterjen. Natrium hidroksida murni berbentuk putih

padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%.

Natrium hidroksida bersifat higroskopis dan secara spontan menyerap CO2 dari udara

bebas membentuk Na2CO3. Natrium hidroksida sangat larut dalam air dan akan

melepaskan panas ketika dilarutkan. Natrium hidroksida juga larut dalam etanol dan

metanol, tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar lainnya. Larutan natrium

hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas (Hikmah dan

Zuliana, 2012). Sifat-sifat kimia dan fisika natrium hidroksida sebagai berikut:

1. Berat molekul : 40 g/mol

2. Wujud : zat padat putih

3. Densitas : 2,13 gr/cm3

4. Titik leleh pada 1 atm : 318,4 oC (591K)

5. Titik didih pada 1 atm : 1.390 oC (1.663K)

6. Kelarutan dalam air : 111g/100 ml (20 oC)

7. Kebasaan (pKb) : -2,43

Natrium hidroksida (NaOH) merupakan bahan penting dalam pembuatan sabun

mandi karena menjadi bahan utama dalam proses saponifikasi dimana minyak atau

Universitas Sumatera Utara

Page 29: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

11

lemak akan diubah menjadi sabun. Tanpa bantuan NaOH maka proses kimia sabun

tidak akan terjadi. Setelah menjadi sabun maka NaOH akan terpecah menjadi unsur

penyusunnya yang netral. Konsentrasi NaOH berpengaruh terhadap kualitas sabun

yang dibuat karena dapat mempengaruhi pH sabun, asam lemak bebas, alkali bebas,

kadar fraksi tak tersabunkan, asam lemak sabun, dan kadar air. Tinggi rendahnya

konsentrasi NaOH akan mempengaruhi kesempurnaan proses saponifikasi pada

sabun sehingga secara tidak langsung juga akan mempengaruhi kualitas sabun yang

dihasilkan (Maripa, dkk., 2015).

2.2 REAKSI SAFONIFIKASI

Proses pembuaatan sabun dikenal dengan istilah saponifikasi. Saponifikasi

adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa (NaOH). Sabun terutama

mengandung C12 dan C16 selain itu juga mengandung asam karboksilat.

Saponifikasi merupakan reaksi antara asam/lemak dengan basanya yang

menghasilkan sabun dan gliserol merupakan produk samping.

Gambar 2.3 Reaksi Safonifikasi (Penyabunan)

(Mabrouk, 2005)

Mula-mula reaksi penyabunan berjalan lambat karena minyak dan larutan alkali

merupakan larutan yang tidak saling larut (immiscible). Setelah terbentuk sabun,

maka kecepatan reaksi akan meningkat, di mana pada akhirnya kecepatan reaksi

akan menurun lagi karena jumlah minyak yang sudah berkurang (Febryanti, 2015).

Reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis, sehingga harus diperhatikan pada

saat penambahan minyak dan alkali agar tidak terjadi panas yang berlebihan. Pada

proses penyabunan, penambahan larutan alkali (KOH atau NaOH) dilakukan sedikit

Universitas Sumatera Utara

Page 30: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

12

demi sedikit sambil diaduk dan dipanasi untuk menghasilkan sabun. Untuk membuat

proses yang lebih sempurna dan merata, maka pengadukan harus dilakukan dengan

lebih baik (Gusviputri, dkk., 2013).

Faktor – faktor yang mempengaruhi proses saponifikasi:

1. Suhu

Operasi Proses saponifikasi trigliserida dapat berlangsung pada suhu kamar dan

prosesnya sangat cepat berlangsung. Ditinjau dari segi termodinamikanya, kenaikan

suhu akan menurunkan hasil, hal ini dapat dilihat dari persamaan Van`t Hoff :

dln𝐾 dT=ΔH RT ……(2.1)

Karena reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis (ΔH negatif), maka dengan

kenaikan suhu akan dapat memperkecil harga K (konstanta keseimbangan), tetapi

jika ditinjau dari segi kinetika, kenaikan suhu akan menaikan kecepatan reaksi. Hal

ini dapat dilihat dari persamaan Arhenius berikut ini:

𝑘 = 𝐴𝑒−𝐸 𝑅𝑇 ….....(2.2)

Dalam hubungan ini, k adalah konstanta kecepatan reaksi, A adalah faktor tumbukan,

E adalah energi aktivasi (cal/gr mol), T adalah suhu (ºK), dan R adalah tetapan gas

ideal (cal/gr mol.K). Berdasarkan persamaan tersebut maka dengan adanya kenaikan

suhu berarti harga k (konstanta kecepatan reaksi) bertambah besar. Jadi pada kisaran

suhu tertentu, kenaikan suhu akan mempercepat reaksi, yang artinya menaikkan hasil

dalam waktu yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah melebihi suhu

optimumnya maka akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga konstanta

keseimbangan reaksi K akan turun yang berarti reaksi bergeser ke arah pereaksi atau

dengan kata lain hasilnya akan menurun (Asturi dan Sany, 2012).

2. Pengadukan

Trigliserida, asam lemak, metil ester dan minyak sangat sukar larut dalam air,

sedangkan larutan basa seperti NaOH sangat larut dalam air. Sehingga jika kedua

reaktan ini diiamkan akan terbentuk dua lapisan dan reaksinya akan berlangsung

lambat. Untuk menghindari hal tersebut maka pengadukan yang cukup kuat perlu

dilakukan agar seluruh partikel dari reaktan dapat terdispersi satu sama lain dan

dengan demikian laju reaksi akan semakin cepat.

3. Konsentrasi

Universitas Sumatera Utara

Page 31: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

13

Reaktan dalam reaksi kimia, reaksi yang berlangsung cepat adalah pada saat

awal terjadinya reaksi, karena terdapat banyak reaktan dan produk yang masih

sedikit. Karena pada reaksi saponifikasi menghasilkan air sebagai produk samping

yang dapat membuat laju reaksi akan semakin kecil, maka untuk menghindari hal

tersebut dilakukan dengan cara melarutkan basa alkali dengan air yang secukupnya

sehingga menghasilkan larutan basa yang pekat (Sukeksi, dkk., 2017).

2.3 NAJIS

Menurut hukum Islam, najis didefinisikan sebagai sesuatu yang kotor dan

menjijikkan. Jika seorang Muslim melakukan kontak dengan najis, proses

pembersihan perlu dilakukan sebelum melanjutkan ke tugas keagamaan seperti

shalat. Kategori najis dan metode pembersihan ditunjukkan pada Tabel 1. Biasanya,

membersihkan dengan deterjen dan air bukan merupakan pemenuhan persyaratan

hukum Islam dalam pembersihan najis ekstrem. Untuk memenuhi persyaratan halal,

Islam membutuhkan pembersihan air tanah yang tepat melalui 7 langkah pencucian

dan salah satunya adalah air yang dicampur dengan tanah/tanah liat. Cara untuk

membersihkan najis berat ini disebut samak.

Tabel 2.2 Kategori najis dan metode pembersihannya

Klasifikasi Contoh Metode Pembersihan Najis

Ringan Urine anak laki-laki

berusia kurang dari 2

tahun dan disusui

sepenuhnya.

Bersihkan najis dan alirkan

air di atas area yang

terkontaminasi.

Sedang Antara najis yang berat

dan ringan, darah, urin,

dan sebagainya.

Hapus najis dan cuci

dengan air bersih mengalir

bebas sampai mencapai

tidak adanya penampilan /

warna, bau dan rasa

Berat Anjing dan babi serta

turunan dan turunannya.

Hapus najis dan tujuh kali

pembilasan dengan air

bersih; - salah satunya

adalah air yang dicampur

dengan tanah / tanah liat.

Metode pembersihan ini

disebut samak

Universitas Sumatera Utara

Page 32: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

14

2.4 JENIS – JENIS PROSES PEMBUATAN SABUN

Terdapat dua proses yang biasa digunakan dalam cara pembuatan sabun yaitu

proses dingin dan proses panas yang dapat kita lihat perbedaannya sebagai berikut

(Soocheta, 2017):

2.4.1 Proses Dingin

Dalam proses dingin, lemak/ minyak direaksikan dengan alkali pada suhu

kamar untuk memastikan pencairan lemak. Sabun yang dibuat dengan proses dingin

memerlukan curing time (waktu pematangan sabun) yang lama sampai dengan sabun

tersebut siap pakai. Curing time adalah waktu yang dibutuhkan untuk menguapkan

air dalam sabunn atural sehingga sabun akan menjadi aman digunakan, lebih keras,

busa lebih baik, semakinlembut jika dipakai dan lebih tahan lama. Semakin lama usia

sabun, maka kualitasnya akan semakin baik karena telah melewati proses cure

(pematangan) yang lama, sabun menjadi padat sempurna dan manfaat dari sabun

akan lebih baik. Sabun dapat bertahan sampai lebih dari tiga tahun dengan cara

penyimpanan yang tepat, yaitu dibiarkan dalam ruang terbuka (agar proses curing

tetap berjalan),tidak disimpan dalam suhu lembab, dan tidak tekena sinar matahari

langsung. Sabun yang dibuat dengan proses dingin membutuhkan waktu 4-6 minggu

untuk dapat digunakan, karena selama masa ini akan terjadi reaksi kimia antara

kaustik soda, minyak, dan air yang nantinya akan menghasilkan sabun. Selain itu

kandungan air dalam sabun juga akan menguap sehingga sabun lebih keras sewaktu

digunakan.

2.4.2 Proses Panas

Untuk memproduksi sabun secara massal, pabrik sabun komersial

menggunakan proses panas. Berbeda dengan proses dingin, dalam proses panas

waktu yang dibutuhkan sangat singkat karena sabun dipaksa untuk bereaksi dengan

cepat. Dengan metode hot process, waktu tunggu (curing time) hanya 18- 48 jam

agar sabun mengeras untuk dapat digunakan. . Cara ini efektif untuk menekan biaya

produksi sehingga sabun dapat dijual dengan harga murah. Reaksi penyabunannya

merupakan reaksi eksotermis sehingga harus diperhatikan pada penambahan larutan

alkali (KOH atau NaOH) dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dipanasi

untuk menghasilkan sabun. Untuk membuat proses yang lebih sempurna dan merata

Universitas Sumatera Utara

Page 33: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

15

maka pengadukan harus lebih baik, penambahan panas dan pengadukan yang cepat

cenderung mempercepat proses saponifikasi.

2.5 POLIMERASE CHAIN REACTION (PCR)

2.5.1 Pengertian Polimerase Chain Reaction (PCR)

Polymerase Chain Reaction PCR merupakan suatu teknik atau metode

perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme.

Dengan teknik ini, DNA dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif

singkat sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA.

Penerapan PCR banyak dilakukan di bidang biokimia dan biologi molekular karena

relatif murah dan hanya memerlukan jumlah sampel yang kecil.

PCR (Polimerase Chain Reaction) atau reaksi berantai polimerase adalah suatu

metode in vitro yang digunakan untuk mensintesis sekuens tertentu DNA dengan

menggunakan dua primer oligonukleotida yang menghibridisasi pita yang

berlawanan dan mengapit dua target DNA. Kesederhanaan dan tingginya tingkat

kesuksesan amplifikasi sekuens DNA yang diperoleh menyebabkan teknik ini

semakin luas penggunaannya (Elliwati, 2015).

Keunggulan PCR dikatakan sangat tinggi. Hal ini didasarkan atas spesifitas,

efisiensi dan keakuratannya. Spesifitas PCR terletak pada kemampuannya

mengamplifikasi sehingga menghasilkan produk melalui sejumlah siklus. Keakuratan

yang tinggi karena DNA polymerase mampu menghindari kesalahan pada

amplifikasi produk. Masalah yang berkenaan dengan PCR yaitu biaya PCR yang

masih tergolong tinggi. Produk PCR dapat diidentifikasi melalui ukurannya dengan

menggunakan elektroforesis gel agarosa. Metode ini terdiri atas menginjeksi DNA ke

dalam gel agarosa dan menyatukan gel tersebut dengan listrik. Hasilnya untai DNA

kecil pindah dengan cepat dan untai yang besar diantara gel menunjukkan hasil

positif (Yusuf, 2010).

2.5.2 Langkah – Langkah PCR (Polimerase Chain Reaction)

Proses PCR terdiri dari tiga tahapan, yaitu denaturasi DNA templat,

penempelan (annealing) primer, dan polimerisasi (extension) rantai DNA. Denaturasi

merupakan proses pemisahan utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal DNA

Universitas Sumatera Utara

Page 34: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

16

yang menjadi cetakan (templat) sebagai tempat penempelan primer dan tempat kerja

DNA polimerase, dengan pemanasan singkat pada suhu 90-95°C selama beberapa

menit.

Penjelasan ringkas tentang setiap siklus reaksi PCR adalah sebagai berikut:

1) Denaturasi.

Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua

untai tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan

putusnya ikatan hidrogen diantara basa-basa yang komplemen.Pada tahap ini, seluruh

reaksi enzim tidak berjalan, misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang

sebelumnya. Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 90ºC – 95ºC.

2) Penempelan Primer.

Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang

spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan

hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada templat.

Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50ºC – 60ºC. Selanjutnya, DNA polymerase

akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak

akan putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya misalnya pada

72ºC.

3) Reaksi Polimerisasi (Extension)

Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu

72ºC. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi

3‟nya dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan templat oleh DNA

polimerase.

Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua

primer akan di amplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa untai

ganda), sehingga mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan (2n)x.

Dimana n adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah awal molekul DNA. Jadi,

seandainya ada 1 DNA sebelum siklus berlangsung, setelah satu siklus, akan menjadi

2 DNA, sesudah 2 siklus akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akan menjadi 8 DNA dan

seterusnya. Proses PCR dilakukan menggunakan suatu alat yang disebut

thermocycler (Joshi dan Deshpande, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Page 35: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

17

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian pembuatan sabun padat ini dilaksanakan pada Laboratorium

Mikrobiologi, Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara Medan dan Laboratorium

Genetika, Biologi, Universitas Sumatera Utara.

3.2 ALAT DAN BAHAN

Adapun peralatan dan bahan yang digunakan dalam pembuatan sabun adalah:

3.2.1 Alat

1. Aluminium foil

2. Batang Pengaduk

3. Beaker glass

4. Cetakan

5. Erlenmeyer

6. Gelas ukur

7. Hotplate

8. Klem + statif + buret

9. Labu leher tiga

10. Magnetic stirrer

11. Neraca digital

12. Oven

13. Pipet tetes

14. Refluks Kondensor

15. Spatula

16. Termometer

17. Penetrometer

3.2.2 Bahan

1. Aquadest

2. Asam klorida

Universitas Sumatera Utara

Page 36: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

18

3. Etanol

4. Indikator phenolfthalein

5. Metanol

6. Minyak kelapa

7. Natrium Hidroksida

3.3 PROSEDUR PENELITIAN

Adapun prosedur pembuatan Sabun Padat Berpengisi Kaolin adalah:

3.3.1 Pembuatan Sabun Sabun Padat Berpengisi Kaolin

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu Penyamaan ukuran pengisi

(Kaolin) dengan proses pengayakan dan pembuatan sabun. Proses pembuatan sabun

dilakukan dengan menentukan waktu reaksi optimum yang dijadikan sebagai

penelitian pendahuluan. Variasi waktu reaksi selama 10, 15 dan 20 menit dilakukan

dan didapat waktu reaksi terbaik sabun adalah 10 menit dalam semua ragam variasi

pengisi kaolin (10%, 12,5%, 15%, 17,5%, dan 20%). Jika waktu reaksi melebihi 10

menit, sabun dengan variasi pengisi 15% - 20% sudah tidak bisa dituang kedalam

cetakan.

Penelitian ini dilanjutkan dengan memvariasikan suhu reaksi. Tahap pertama

dalam pembuatan sabun adalah dengan memanaskan minyak kelapa pada suhu 50oC,

60 oC, 70 oC, dan 80 oC . Kemudian ditambahkan dengan pengisi (kaolin), lalu

masukkan larutan NaOH 35% sambil diaduk menggunakan magnetic stirrer (250

rpm). Setelah itu aduk hingga campuran homogen selama 10 menit. Setelah itu

campuran dituang dalam cetakan dan dibiarkan 24 jam. Setelah 24 jam, sabun

dilakukan proses curing selama lebih kurang 2 minggu.

Adapun rancangan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Minyak kelapa = 70 gram

2. Larutan NaOH 35% = 30 gram

3. Pengisi Kaolin = 10%, 12,5%, 15%, 17,5%, 20%

Universitas Sumatera Utara

Page 37: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

19

Menurut Standar Nasional Indonesia, mutu sabun mandi yang harus terpenuhi

adalah:

Tabel 3.1 Syarat Mutu Sabun Mandi

No Uraian Tipe I Tipe II Superfat

1 Kadar air, % Maks 15 Maks 15 Maks 15

2 Jumlah lemak, % >70 64-70 >70

3 Alkali bebas

-dihitung sebagai NaOH, %

- dihitung sebagai KOH, %

Maks 0,1

Maks 0,14

Maks 0,1

Maks 0,14

Maks 0,1

Maks 0,14

4 Asam lemak bebas dan atau lemak

netral, % <2,5 <2,5 2,5-7,5

5 Minyak mineral Negatif Negatif Negatif

Adapun pemeriksaan/pengujian yang dilakukan terhadap bahan baku minyak

kelapa adalah pemeriksaan bilangan penyabunan. Prosedur pemeriksaan bilangan

penyabunan dapat dilihat pada bagian di bawah ini.

3.3.2 Prosedur Analisa Sabun

3.3.2.1 Pemeriksaan Bilangan Penyabunan

Analisis bilangan penyabunan dilakukan dengan menimbang sebanyak ±2

gram sampel minyak dan kemudian ditambahkan 25 mL Kalium Hidroksida (KOH)

alkoholis 0,5 N. Campuran dimasukkan ke dalam labu leher tiga dan labu kemudian

dihubungkan refluks condenser dan dipanaskan di atas penangas air serta diaduk

dengan menggunakan stirrer selama 1 jam. Selanjutnya larutan dimasukkan ke

dalam erlenmeyer dan ditambahkan 0,5 – 1 ml indikator phenolphthalein (PP) ke

dalam larutan tersebut dan dititrasi dengan Asam Klorida (HCl) 0,5 N sampai warna

berubah menjadi tidak berwarna.Lakukan penetapan duplo dan blanko.

Hasilnya dihitung dengan rumus (SNI, 1998):

Bilangan penyabunan = 56,1 × T ×(V0-V1)

M .........(3.1)

Keterangan:

V0 = volume titrasi blanko

V1 = volume titrasi sampel

T = normalitas HCl

M = berat sampel

Universitas Sumatera Utara

Page 38: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

20

Setelah sabun selesai dibuat dan dicetak, sabun akan diuji untuk melihat apakah

sabun yang diperoleh telah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Pemeriksaan/pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

3.3.2.2 Pemeriksaan Kadar Air Pada Sabun

Penetapan kadar air dari sabun, dilakukan dengan metode gravimetri.

Ditimbang 4 g sabun yang telah disiapkan. Dipanaskan dalam oven pada suhu 105º

C selama 2 jam dan didinginkan sampai berat tetap (Sukawaty,dkk., 2016).

Hasilnya dihitung dengan rumus :

Kadar air (%) = W1 – W2

W ×100% ......... (3.2)

Keterangan:

W1 = berat contoh

W2 = berat contoh setelah pengeringan

W = berat contoh

3.3.2.3 Pemeriksaan Kadar Alkali Bebas

Disiapkan alkohol netral dengan mendidihkan 100 mL alkohol dalam labu

erlenmeyer 250 mL. Ditambahkan 0,5 mL indikator pp dan didinginkan sampai suhu

70ºC kemudian dinetralkan dengan KOH 0,1 N dalam alkohol. Ditimbang 5 g sabun

dan dimasukkan ke dalam alkohol netral di atas, dan dipanaskan agar cepat larut di

atas penangas air, dididihkan selama 30 menit. Apabila larutan tidak berwarna

merah, didinginkan sampai suhu 70ºC dan dititrasi dengan larutan KOH 0,1 N dalam

alkohol, sampai timbul warna yang tetap selama 15 detik. Apabila larutan tersebut di

atas ternyata berwarna merah maka diperiksa bukan asam lemak bebas tetapi alkali

bebas dengan dititrasi menggunakan HCl 0,1 N dalam alkohol, sampai warna merah

hilang. Hasilnya dihitung dengan rumus (SNI, 2016):

% alkali bebas = V × N × 0,04

g contoh ×100% ........... (3.3)

Keterangan:

V = volume titrasi HCl (ml)

N = normalitas HCl (N)

3.3.2.5 Pengukuran Stabilitas Busa

Universitas Sumatera Utara

Page 39: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

21

Sabun sebanyak 1 gram dimasukkan ke tabung reaksi yang berisi 10 ml

aquadest, kemudian dikocok dengan vortex selama 1 menit. Busa yang terbentuk

diukur tingginya menggunakan penggaris (tinggi busa awal). Tinggi busa diukur

kembali setelah 1 jam (tinggi busa akhir), kemudian stabilitas busa dihitung dengan

rumus (Janna, 2009):

Stabilitas Busa = 100% - (% busa yang hilang)

Busa yang hilang = tinggi busa awal−tinggi busa akhir

tinggi busa awal ×100% ......... (3.4)

3.3.2.6 Pengukuran/Pemeriksaan Derajat Keasaman (pH)

Prosedur awal dalam pengukuran derajat keasaman (pH) yaitu menghaluskan

sampel berupa sabun padat sebanyak satu gram. Kemudian dilarutkan dalam 10 ml

aquadest ber-pH netral (±7). Setelah larut, pH larutan diukur menggunakan pH meter

yang telah dikalibrasi, diamkan beberapa saat hingga didapat pH yang tetap (Qisty,

2009).

3.3.2.7 Analisa Kekerasan Sabun

Pengukuran tingkat kekerasan terhadap sabun yang dihasilkan dilakukan

dengan menggunakan alat yang disebut penetrometer. Kekerasan suatu bahan diukur

dengan menjatuhkan sebuah jarum ke dalam benda tersebut. Hasil pengukuran

kekerasan bahan didapat dengan membaca skala penetrometer yang dinyatakan

dalam sepersepuluh milimeter. Semakin dalam penetrasi jarum, maka hasil

pengukuran semakin besar, berarti sampel tersebut semakin lunak. Kekerasan sabun

dipengaruhi oleh asam lemak jenuh yang digunakan pada pembuatan sabun. Asam

lemak jenuh merupakan asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap, tetapi

memiliki titik cair yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak yang memiliki

ikatan rangkap. Asam lemak jenuh biasanya berbentuk padat pada suhu ruang,

sehingga akan menghasilkan sabun yang lebih keras (Gusviputri, dkk., 2013).

Universitas Sumatera Utara

Page 40: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

22

3.3.3 Prosedur Analisa PCR

3.3.3.1 Persiapan Sampel

Sampel diambil dengan metode Swab menggunakan steryl cottonbut, dengan

menggunakan kontrol positif hasil swab daging babi dan hasil swab telapak tangan

peneliti yang telah dikontakkan dengan daging babi. Kontrol negatif berasal dari

telapak tangan peneliti yang tidak dikontakkan dengan daging babi. Pengambilan

sampel selanjutnya berdasarkan kebutuhan data yang akan diteliti. Sampel meliputi

telapak tangan yang telah dikontakkan dengan daging babi dan dicuci dengan air

mengalir (3 kali pencucian), telapak tangan yang telah dikontakkan dengan daging

babi dan dicuci dengan sabun X (1 kali pencucian), dan meliputi telapak tangan yang

telah dikontakkan dengan daging babi dan dicuci dengan sabun samak kaolin (3 kali

pencucian).

3.3.3.2 Isolasi DNA

Sampel ditambahkan 250 µl lysys buffer kemudian diinkubasi selama 30

menit pada suhu 70ºC. Hasil inkubasi di centrifuge dengan kecepatan 13.000 rpm

selama 2 menit. Ditambahkan 7 µl resin yang telah divortex selama 10 detik dengan

kecepatan tinggi. Vortex kembali campuran sampel selama 3 detik. Dilakukan

inkubasi pada suhu ruangan selama 5 menit, kemudian pindahkan larutan tanpa

mengganggu resin. Tambahkan 100 µl lysys buffer kemudian letakkan tube di

magnetic stand dan vortex sampel selama 3 detik. Letakkan kembali pada magnetic

stand, lalu pindahkan larutan tanpa mengganggu resin.

DNA yang telah terikat pada resin kemudian ditambahkan 100 µl wash buffer

dan vortex selama 3 detik. Letakkan kembali tube di magnetic stand, kemudian

kemudian buang wash buffer secara perlahan. Ulangi penambahan wash buffer

sebanyak 3 kali. Kering anginkan sampel didalam tube pada suhu ruang selama 5

menit. Ditambahkan 30 µl ellution buffer dan vortex selama 3 detik. Inkubasi pada

suhu 65ºC selama 5 menit. Vortex selama 3 detik, kemudian letakkan pada magnetic

stand dan pindahkan DNA ke tube baru.

Universitas Sumatera Utara

Page 41: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

23

3.3.3.3 Uji Kemurnian DNA

Hasil isolasi kemudian dicek keberadaan DNA dengan elektroforesis gel

agarose 1%. Tahap ini dimulai dengan penambahan loading dye pada sampel,

larutan DNA yang bermuatan negatif dimasukkan kedalam sumur-sumur yang

terdapat dalam gel agarose dan diletakkan dikutub negatif, kemudian dialiri arus

listrik sebesar 100 volt selama 60 dengan menggunakan larutan buffer yang

bermuatan negatif maka DNA akan bergerak kekutub positif. Lihat pita DNA hasil

elektroforesis menggunakan UV transiluminator.

3.3.3.4 Amplifikasi PCR

Reaksi PCR dibuat dalam total volume 25 µl yang mengandung nuclease free

water 7,5 μl, master mix 2x 12,5 μl, primer SSOC-11 F dan R (untuk analisa

pencucian dengan air), primer P14 F dan R (untuk analisa pencucian dengan sabun

kaolin, bentonit dan sabun X) masing-masing 2 μl dan 1 μl DNA hasil ekstraksi.

Amplifikasi dengan menggunakan primer spesifik P14 dilakukan dengan program

sebagai berikut: predenaturasi 94°C selama 5 menit, denaturasi 94°C selama 30

detik, annealing 61°C selama 30 detik, extension 72°C selama 1 menit, dengan siklus

PCR diulang sebanyak 35. Post extension 72°C selama 7 menit, kemudian suhu

diturunkan sampai mencapai 4°C selama 10 menit. Hasil PCR disimpan pada suhu

20°C sampai digunakan untuk analisis selanjutnya.

3.3.3.5 Elektoforesis Hasil Ampilfikasi

Visualisasi hasil PCR di elektroforesis pada 100 V gel agarose 2% selama 60

menit dalam 1x buffer TAE. Marker 100 bp (Vivantis) digunakan sebagai DNA

ladder. Hasil amplifikasi kemudian dianalisa secara visual dengan UV

transiluminator. Sampel dinyatakan positif tercemar babi apabila hasil visualisasi

sampel tersebut terbentuk pita DNA tunggal dengan ukuran 481 bp (Primer P14) dan

294 bp (Primer SSCOI-11) yang sesuai dengan kontrol positif.

Universitas Sumatera Utara

Page 42: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

24

3.4 FLOWCHART PENELITIAN

3.4.1 Pembuatan Sabun

Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Sabun

Mulai

Dipanaskan minyak kelapa (50oC, 60 oC, 70 oC, dan 80 oC)

Ditambahkan larutan NaOH suhu dijaga pada

variasi suhu reaksi

Tuang sabun ke dalam cetakan dan diamkan

selama 24 jam pada suhu ruang

Diberikan proses curing selama ± 2 minggu

Ditambahkan kaolin kemudian diaduk hingga

homogen (250 rpm)

Selesai

Universitas Sumatera Utara

Page 43: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

25

3.4.2 Analisa Bilangan Penyabunan

Gambar 3.2 Flowchart Analisa Bilangan Penyabunan

Mulai

Ditimbang 2 gram minyak dan ditambahkan 25 ml KOH

alkoholis 0,5 N

Dimasukkan campuran kedalam refluks dan dipanaskan selama 1 jam

Dimasukkan campuran kedalam erlenmeyer

Ditambahkan 0,5-1 ml indicator phenolfthalein

Dititrasi dengan HCl 0,5 N hingga warna

berubah menjadi tidak berwarna

Diulangi prosedur untuk penetapan duplo dan blanko

Dihitung bilangan penyabunan

Selesai

Universitas Sumatera Utara

Page 44: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

26

3.4.3 Analisa Kadar Air Sabun

Gambar 3.3 Flowchart Analisa Kadar Air Sabun

Selesai

Dihitung kadar air sabun

Dioven dan ditimbang setiap 5 menit hingga

diperoleh berat konstan

Dioven pada suhu 105oC selama 2 jam kemudian

ditimbang

Ditimbang 4 gram sabun pada cawan porselen

yang telah ditimbang berat kosongnya

Mulai

Universitas Sumatera Utara

Page 45: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

27

3.4.5 Analisa Kadar Alkali Bebas

Gambar 3.4 Flowchart Pemeriksaan Kadar Alkali Bebas

Selesai

Dihitung kadar alkali bebas

Dimasukkan 5 gram sabun kemudian direfluks selama

30 menit hingga homogen

Dititrasi dengan HCl 0,1 N hingga warna

berubah menjadi tidak berwarna

Dinetralkan dengan KOH 0,1 N dalam alkohol

Ditambahkan 0,5 ml indikator phenolfthalein

Mulai

Dididihkan alkohol sebanyak 100 ml pada

Erlenmeyer 250 ml

Universitas Sumatera Utara

Page 46: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

28

3.4.6 Pengukuran Stabilitas Busa

Mulai

Gambar 3.6 Flowchart Pengukuran Stabilitas Busa

Selesai

Dihitung stabilitas busa

Diukur tinggi busa yang tersisa (tinggi busa

akhir)

Diukur tinggi busa yang terbentuk kemudian

diamkan selama 1 jam (tinggi busa awal)

Dikocok selama 1 menit

Dilarutkan 1 gram sabun dengan 10 ml aquadest

dalam tabung reaksi

Universitas Sumatera Utara

Page 47: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

29

3.4.7 Pengukuran/Pemeriksaan Derajat Keasaman (pH)

3.4.8 Pengukuran Kekerasan Sabun

Didiamkan beberapa saat hingga didapat nilai pH

yang konstan/tetap

Selesai

Mulai

Dihaluskan sampel sebanyak 1 gram, kemudian

dilarutkan dalam aquadest

Diukur pH larutan menggunakan pH-meter yang

telah dikalibrasi

Gambar 3.7 Flowchart Pengukuran/Pemeriksaan Derajat Keasaman (pH)

Dicatat besarnya nilai angka yang tertera pada alat

penetrometer

Selesai

Mulai

Disediakan sabun dengan permukaan datar dan

diletakkan ditempat yang keras

Diletakkan ujung penetrometer diatas permukaan sabun, lalu

tekan hingga kedalam 0,1 cm

Gambar 3.8 Flowchart Pengukuran Kekerasan Sabun

Universitas Sumatera Utara

Page 48: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

30

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 ANALISA MUTU SABUN

4.1.1 Analisis Kadar Alkali Bebas Pada Sediaan Sabun Samak dengan

Penambahan Kaolin

Alkali bebas adalah alkali dalam sabun yang tidak terikat sebagai senyawa

sabun (Maripa, dkk, 2014). Jumlah alkali bebas pada sabun yang memenuhi standar

SNI 3532-2016 yaitu ˂0,1%. Kelebihan alkali bebas yang tidak sesuai standar dapat

menyebabkan iritasi kulit (Dyartanti, dkk, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh

Widyasanti, dkk., (2016) menyatakan bahwa penambahan zat yang mengandung

alkali akan meningkatkan kadar alkali bebas pada sabun.

Dalam penelitian ini dengan penambahan konsistensi Kaolin tidak

meningkatkan kadar alkali bebas (kadar alkali bebas 0%) dimana tidak terjadi

perubahan warna larutan sabun menjadi merah muda setelah penambahan indikator

phenolphtalein (Gambar 4.1). Hal ini dikarenakan konsentrasi NaOH bereaksi

seluruhnya dengan minyak dan tidak memiliki sisa alkali pada akhir waktu reaksi.

(a) (b)

Gambar 4.1 Larutan Sabun berpengisi Kaolin 10% (a) Sebelum Titrasi, (b Setelah

Titrasi

Penelitian ini menggunakan NaOH dengan konsentrasi 35% untuk

mensafonifikasi asam lemak menjadi sabun. Langingi dkk 2012 menyebutkan dalam

penelitiannya yang berjudul Pembuatan Sabun Mandi Padat dari VCO yang

Universitas Sumatera Utara

Page 49: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

31

Mengandung Karotenoid Wortel bahwa konsentrasi NaOH yang mendekati kualitas

sesuai SNI No. 3532-2016 adalah 30% dan 35% dan tidak terdapat alkali bebas pada

konsentrasi NaOH tersebut.

Penelitian Langingi dkk (2012) mendukung hasil penelitian yang diperoleh

saat ini, dimana tidak terdapat alkali bebas pada sabun samak dengan menggunakan

35% NaOH.

4.1.2 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Kadar Air Sabun Padat

Menurut standar SNI 3532-2016 tentang sabun padat, jumlah kadar air

maksimal pada sabun sebesar 15%. Kadar air yang melebihi standar SNI 3532-2016

akan menyebabkan sabun mudah berbau tengik dan lunak (Maripa, dkk., 2014).

Banyaknya air yang ditambahkan pada proses pembuatan sabun akan mempengaruhi

kelarutan sabun dalam air pada saat digunakan, semakin banyak air yang terkandung

dalam sabun maka dimensi sabun akan berubah pada proses penyimpanan (Maulana,

2014).

Gambar 4.2 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Kadar Air Sabun Padat

Pada Gambar 4.2 secara umum menunjukkan bahwa dengan meningkatnya

konsistensi kaolin menyebabkan peningkatan kadar air pada sedian sabun.

Peningkatan kadar air juga cenderung meningkat dengan naiknya konsistensi kaolin.

0

1

2

3

4

5

6

7

50 60 70 80

Kad

ar

Air

(%

)

Suhu (ºC)

Kaolin 10%

Kaolin 12,5%

Kaolin 15%

Kaolin 17,5%

Kaolin 20%

Universitas Sumatera Utara

Page 50: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

32

Kadar air terendah yang diperoleh dari penelitian ini sebesar 1,75% pada sabun

dengan konsistensi kaolin 10% (60ºC) dan kadar air tertinggi sebesar 6,12% yang

terdapat pada konsistensi kaolin 20% (80ºC). Terjadi fluktuasi kandungan air pada

suhu reaksi 50 ºC, dimana terjadi penurunan nilai kadar air pada sabun dengan

pengisi kaolin 15%.

Kaolin adalah salah satu jenis tanah liat yang mengandung SiO2 sekitar

46,54% dan kadar air terikat 13,96% (Sunardi, dkk., 2011). Kemampuan kaolin

dalam mengikat air menyebabkan kenaikan konsistensi pengisi kaolin meningkatkan

kadar air pada sediaan sabun. Air dapat teradsorpsi pada permukaan luar, dalam

ruang antarlapisan (dalam partikel pada skala mikroskopis <2 nm), dan pada skala

mesopori (antarpartikel) dan makropor (antara agregat tanah liat). Adsorbsi air pada

lapisan – lapisan mineral kaolin meliputi beberapa tahap, yaitu pengisian ruang antar

molekul dengan proses hidrasi adsorpsi air yang memasuki lapisan satu, dua, dan

kadang-kadang tiga lapisan antara lembaran aluminium silikat (Hatch et al, 2012)

Berdasarkan hasil uji, kadar air semakin meningkat seiring dengan

meningkatnya konsistensi kaolin dan suhu reaksi yang diterapkan pada pembuatan

sabun. Dlapa et al (2004) menyebutkan dari hasil penelitiannya bahwa gugus

hidroksil kaolin memiliki kerapatan yang tinggi, sehingga kaolin memiliki

kemampuan mengikat air dengan baik dibandingkan dengan tanah liat yang lain.

Dengan konsistensi kaolin yang sama dan perbedaan suhu reaksi kadar air sabun

semakin besar, ini dikarenakan kenaikan suhu akan mempercepat reaksi penyabunan,

yang artinya semakin cepat reaksi terjadi maka semakin banyak air yang

terperangkap didalam sabun.

Hasil pengujian kadar air pada sabun didapatkan kadar air tetinggi sebesar

2,36%. Maka sabun dengan penambahan kaolin pada variasi suhu dan konsentrasi

yang diperoleh telah memenuhi standar SNI 3532-2016 dengan syarat maksimal

kadar air adalah 15%.

4.1.3 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Kadar Asam Lemak Bebas

Sabun Samak

Asam lemak bebas merupakan asam lemak pada sabun yang tidak terikat

sebagai senyawa natrium ataupun senyawa trigliserida (lemak netral). Tingginya

Universitas Sumatera Utara

Page 51: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

33

asam lemak bebas pada sabun akan mengurangi daya bersih sabun, karena asam

lemak bebas merupakan komponen yang tidak diinginkan dalam proses pembersihan

atau disebut komponen pengganggu (Ratih dan Kesuma, 2016). Sabun yang baik

menurut SNI 3532-2016 adalah sabun dengan kadar asam lemak bebas ˂ 2,5%.

Asam lemak bebas juga menyebabkan bau sabun, apabila asam lemak bebas

melebihi standar menyebabkan sabun berbau tengik (Maripa., dkk, 2014). Adanya

asam lemak bebas dapat diperiksa apabila tidak terdapat warna merah pada pengujian

alkali bebas (SNI 3532-2016).

Gambar 4.3 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Kadar Asam

Lemak Bebas Sabun

Hasil analisa lemak bebas sabun pada Gambar 4.3 menunjukkan bahwa kadar

asam lemak bebas pada sabun berada pada angka 0,15 – 0,6 %. Kadar asam lemak

bebas menurun seiring dengan penambahan konsistensi kaolin dan meningkatnya

suhu reaksi. Asam lemak bebas berasal dari asam lemak yang tidak terikat dengan

natrium ataupun trigliserida. Kadar asam lemak bebas tidak boleh terlalu tinggi

karena akan memicu ketengikan dan mengurangi umur simpan sabun (Khopkar,

1990). Dalam suatu formulasi, asam lemak berperan sebagai pengatur konsistensi.

Spitz (1996) menyatakan bahwa asam lemak memiliki kemampuan terbatas untuk

larut dalam air. Hal ini akan membuat sabun menjadi lebih tahan lama setelah

digunakan.

Berdasarkan penelitian Sukeksi dkk (2017) menunjukkan hal yang sama,

dimana kadar asam lemak sabun semakin menurun seiring dengan naiknya suhu

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

50 60 70 80

Asa

m L

emak

Beb

as

(%)

Suhu (ºC)

Kaolin 10%

Kaolin 12,5%

Kaolin 15%

Kaolin 17,5%

Kaolin 20%

Universitas Sumatera Utara

Page 52: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

34

reaksi. Menurut Suryani (2009) kaolin mengandung SiO2, struktur silika oksida yang

tetrahedral dan membentuk rongga sehingga biasa digunakan sebagai adsorben untuk

menurunkan asam lemak bebas. Dalam penelitiaan Manuale et al., 2011 silika

mampu mengadsorbsi asam lemak bebas sebesar 140 g FFA/ 100 g sampel pada

pemurnian biodiesel berbasis adsorbsi. Penelitian terdahulu mendukung hasil yang

didapatkan pada penelitian ini, yaitu kadar asam lemak bebas menurun seiring

dengan penambahan konsistensi kaolin dan meningkatnya suhu reaksi.

Menurut SNI 3532-2016, persyaratan asam lemak bebas maksimal 2,5%,

sabun samak dengan penambahan kaolin 10%, 12,5%, 15%, 17,5% dan 20% pada

seluruh suhu reaksi memenuhi standart SNI 3532-2016. Asam lemak bebas dari

trigliserida berfungsi sebagai agen antimikroba selektif pada permukaan kulit. Basa

rantai panjang bebas berfungsi sebagai agen antimikroba yang bekerja lebih luas

pada permukaan kulit. Dalam beberapa kondisi, ini mungkin dapat digunakan untuk

mendukung eksogen untuk mencegah infeksi (Wertz, 2018).

4.1.4 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Derajat Keasaman (pH) Sabun

Samak

Gambar 4.4 Pengaruh Penambahan terhadap Derajat Keasaman (pH)

Sabun Samak

8.4

8.5

8.6

8.7

8.8

8.9

9

9.1

9.2

9.3

50 60 70 80

pH

Suhu (ºC)

Kaolin 10%

Kaolin 12,5%

Kaolin 15%

Kaolin 17,5%

Kaolin 20%

Universitas Sumatera Utara

Page 53: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

35

Berdasarkan hasil analisis, diperoleh nilai pH sabun cenderung meningkat

seiring dengan bertambahnya konsistensi kaolin dan meningkatnya suhu reaksi.

Derajat keasaman terendah pada sabun dengan konsistensi kaolin 10% pada suhu

reaksi 50ºC, dan pH tertinggi terdapat pada sabun dengan konsistensi kaolin 20%

pada suhu reaksi 80ºC.

Peningkatan pH sabun seiring dengan peningkatan konsentrasi Kaolin

disebabkan oleh pH Kaolin sebesar 4 – 7,5. Kehadiran Kaolin mempengaruhi

kenaikan pH akhir dari sabun. Sabun dengan pH yang cenderung basa dapat

membuka permukaan kulit sehingga dapat memaksimalkan proses pengangkatan

kotoran dari kulit (Fitriany, 2017).

Sabun yang biasa digunakan pada umumnya memiliki pH berkisar antara 7 dan

9 (Tarun et al, 2014). Nilai pH sabun yang diperoleh pada penelitian ini berkisar

antara 8,7 – 9,2. Permukaan kulit memiliki pH asam, pH kulit (4 – 4,5) menjaga agar

bakteri yang menempel di kulit, sedangkan pH basa (8-9) mendorong penghilangan

bakteri dari kulit. Jumlah bakteri yang terlepas dari kulit pada kondisi basa, tetapi

juga fakta bahwa pencucian berulang hampir tidak menunjukkan penurunan jumlah

bakteri yang dihilangkan (H. Lambers et al, 2006).

4.1.5 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Stabilitas Busa Sabun

Busa adalah gas yang terjebak oleh lapisan tipis cairan yang mengandung

sejumlah molekul sabun yang teradsorpsi pada lapisan tipis tersebut, dalam

gelembung, gugus hidrofobil surfaktan akan mengarah ke gas, sedang bagian

hidrofilknya akan mengarah ke larutan lalu gelembung akan keluar dari badan cairan.

Tegangan permukaan juga dapat mempengaruhi stabilitas busa. Penurunan tegangan

permukaan menyebabkan udara dari luar dengan mudah masuk ke dalam air. Udara

yang masuk tertangkap sabun dan membentuk busa (Qisty, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 54: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

36

Gambar 4.5 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Stabilitas Busa Sabun

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah Kaolin yang ditambahkan pada

sabun tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada nilai persentasi

kestabilan busa.

Persentase busa untuk produk sabun tidak ditetapkan dalam SNI 3532-2016,

karena tinggi rendah busa tidak berkaitan dengan kemampuan suatu produk sabun

dalam proses membersihkan, akan tetapi terkait dengan persepsi dan estetika

konsumen. Tinggi rendah busa suatu produk sabun dapat dipengaruhi oleh senyawa

tidak jenuh seperti dalam campuran minyak dan jenis zat tambahan yang digunakan

dalam pembuatan sabun, serta tingkat kesadahan air (Fitryani, 2017). Sabun X

sebagai pembanding memiliki stabilitas busa sebesar 92,4%, sabun X menggunakan

sodium laurat sulfat sebagai agen pembusa sintesis yang membantu mempertahankan

stabilitas busa sabun. Sabun samak yang dihasilkan memiliki nialai stabilitas

tertinggi sebesar 90,76% pada variasi pengisi kaolin 20%, 50ºC.

Sabun yang dibuat dari minyak kelapa dapat menghasilkan busa dengan baik

pada air yang mengandung garam atau berkesadahan tinggi. Karena bilangan Iodnya

yang sangat rendah (8 - 10) dan bilangan penyabunan yang tinggi (250-260), minyak

kelapa dapat menghasilkan sabun dengan daya pembentukan busa yang sangat baik

(Fachmi, 2008). Paten Sederhana Sabun Pumpkin Batangan Bersifat Natural dengan

Pengisi Labu Kuning oleh Lilis Sukeksi (2017) digunakan minyak kelapa sebagai

30

40

50

60

70

80

90

100

50 60 70 80

Sta

bil

ita

s B

usa

(%

)

Suhu (ºC)

Kaolin 10%

Kaolin 12,5%

Kaolin 15%

Kaolin 17,5%

Kaolin 20%

Universitas Sumatera Utara

Page 55: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

37

komponen minyak utama pembuatan sabun. Sabun yang dihasilkan memiliki busa

yang berlimpah tanpa menambahkan agen pembusa sintesis lainnya.

Mishra (2013) membuktikan pada penelitiannya, sabun dengan perbandingan

campuran minyak 3:1 (minyak kelapa: minyak jarak) menghasilkan daya pembersih

yang paling baik, dikarenakan kemampuan minyak kelapa dalam menghasilkan busa

lebih banyak pada sabun. Penelitian terdahulu oleh Oktari, dkk (2017)

menunjukkan hasil bahwa perlakuan jenis minyak berpengaruh nyata dan perlakuan

konsentrasi alginat (pengisi/pengental) dan interaksi antar perlakuan berpengaruh

tidak nyata terhadap stabilitas busa sabun cair cuci tangan. Hal serupa terjadi pada

penelitian ini penambahan konsistensi kaolin tidak mempengaruhi stabilitas busa

sabun samak yang dihasilkan.

4.1.6 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Nilai Kekerasan Sabun

Uji kekerasan sabun padat dengan menggunakan alat penetrometer

menunjukkan bahwa semakin kecil nilai penetrasi jarum ke dalam sabun berarti

sabun yang dihasilkan semakin keras dan sebaliknya semakin besar nilai penetrasi

jarum ke dalam sabun berarti semakin lunak sabun yang dihasilkan (Agustini dan

Austina, 2017).

Gambar 4.6 Pengaruh Penambahan Kaolin terhadap Kekerasan Sabun

Hasil uji kekerasan pada Gambar 4.6 menunjukkan peningkatan nilai

penetrasi sabun. Nilai penetrasi berbanding terbalik dengan kekerasan. Semakin

besar nilai penetrasi maka semakin lunak. Dari penelitian yang telah dilakukan

1.0

1.1

1.2

1.3

1.4

1.5

1.6

1.7

1.8

1.9

2.0

50 60 70 80

Pen

etra

si (

N/c

m 2

)

Suhu (ºC)

Kaolin 10%

Kaolin 12,5%

Kaolin 15%

Kaolin 17,5%

Kaolin 20%

Universitas Sumatera Utara

Page 56: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

38

peningkatan nilai penetrasi sebanding dengan peningkatan jumlah pengisi kaolin dan

peningkatan suhu reaksi. Peningkatan nilai penetrasi ini menunjukkan sabun semakin

lunak pada penambahan konsistensi kaolin dan peningkatan suhu reaksi. Hal ini

terjadi dikarenakan semakin banyak konsistensi kaolin yang ditambahkan maka

semakin banyak kadar air sabun. Air yang terdapat di dalam sabun telah terperangkat

dan diikat oleh kaolin sehingga air tidak menguap dan sabun yang dihasilkan

menjadi lebih lunak (Budianto, 2010).

Penelitian terdahulu yang berjudul Pemanfaatan SiO2 dalam pembuatan

komposit oleh (Khan et al 2016) menunjukkan hasil bahwa peningkatan penambahan

SiO2 mampu meningkatkan kekerasan pada komposit. Tetapi hasil berbeda didapat

pada penambahan pengisi pada sabun, dalam penelitian (Agustini dan Agustina,

2017) penambahan ekstrak kasar karotenoid pada sabun padat mempengaruhi

kekerasan sabun. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak kasar karotenoid yang

ditambahkan maka nilai kekerasan sabun atau nilai penetrasi jarum kedalam sabun

semakin tinggi yang berarti sabun akan semakin lunak.

Hasil penelitian ini menunjukkan semakin besar penambahan kaolin maka

semakin lunak sabun yang dihasilkan. Penambahan kaolin dapat meningkatkan kadar

air yang ditampilkan oleh Gambar 4.2. Semakin banyak kandungan air pada suatu

bahan menjadikan bahan tersebut semakin lunak dan berkurang kekerasnnya

(Biswas, 2017).

4.2 POTENSI SABUN SAMAK MENGHILANGKAN NAJIS

MUGHALAZAH (DNA BABI)

Gambar 4.7 menunjukkan hasil pembacaan elektoforesis PCR pada sampel

DNA babi. Pengambilan sampel DNA babi dilakukan dengan metode Swab

menggunakan Sterryl Cotton Bud lalu dilakukan metode lanjutan dan diuji

menggunakan PCR dengan primer SSCOI11 dan P14. Metode ini digunakan untuk

melihat pita DNA babi yang tersisa pada tangan manusia setelah dicuci

menggunakan air mengalir, sabun X dan sabun samak.

Universitas Sumatera Utara

Page 57: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

39

Gambar 4.7 Penghilangan DNA dengan Air

Keterangan Gambar 4.7:

M : Marka

K1 : Kontrol Negatif (tidak ada DNA babi)

K2 : Kontrol Positif (Terdapat DNA babi)

K3 : Kontrol Positif (DNA babi di tangan manusia)

A1 : pencucian dengan air pertama

A2 : pencucian dengan air ke-2

A3 : pencucian dengan air ke-3

Pada Gambar 4.7 terdapat pencucian dilakukan dengan air bersih. Sisa DNA

tidak dapat dihilangkan hanya menggunakan bilasan air mengalir, ini ditunjukkan

dengan masih adanya pita DNA yang dideteksi mengunakan primer SSCOI-11

dengan hasil positif DNA babi pada 294 bp pada Gambar 4.7 (A1, A2, A3). Primer

ini dapat digunakan untuk mendeteksi kation didalam daging babi pada olahan

daging dan campuran (Anita Spychaj, 2016). Penggunaan primer SSCOI-11 dalam

identifikasi DNA babi sebelumnya dilakukan oleh (Anita Spychaj, 2016) dan

menghasilkan ukuran pita DNA babi sebesar 294 bp. Penelitian terdahulu

mendukung hasil bacaan pita DNA sampel pada penelitian ini dengan menggunakan

primer yang sama.

Proses pembersihan oleh air merupakan proses pelarutan zat yang dianggap

sebagai pengotor/polutan. Zat-zat yang tergolong elektrolit dan zat-zat lain yang

polar dapat dihilangkan melalui proses pelarutan oleh air (Suhendra, 2017). Air tidak

M K1 K2 K3 A1 A2 A3

Universitas Sumatera Utara

Page 58: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

40

dapat membersihkan DNA dikarenakan air tidak mampu mengisolasi DNA dari

media.

Penghilangan DNA babi juga dilakukan dengan sabun X dan memberikan hasil

elektroforesis PCR pada Gambar 4.8. Penghilangan DNA babi dengan sabun X

diharapkan dapat menjadi pembanding antara hasil pencucian sabun samak

berpengisi kaolin dengan sabun X yang ada dijual secara umum.

Gambar 4.8 Penghilangan DNA dengan Sabun X

Keterangan Gambar 4.8:

M : Marka

K1 : Kontrol Negatif (tidak ada DNA babi)

K2 : Kontrol Positif (DNA babi di tangan manusia)

X : pencucian dengan sabun X

Identifikasi DNA babi pada pencucian sabun X menggunakan ampilifikasi

PCR dengan primer P14. Primer P14 merupakan salah satu dari 13 primer yang

menunjukkan lokus PRE-1 pada genom babi, dan menjadi salah satu standar analisis

makanan mengandung daging babi di Laboratorium Genetika LIPI (Fibriana, dkk.,

2012). Ukuran pita DNA yang terbaca pada kontrol positif (K2) menunjukkan angka

sebesar 481 bp. Pada penelitian (Fibriana, dkk., 2012) didapat pembacaan ukuran

pita DNA babi sebesar 481 bp. Penelitian sebelumya mendukung data yang

dihasilkan.

M K1 K2 X

Universitas Sumatera Utara

Page 59: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

41

Pencucian menggunakan sabun konvensional (tanpa tanah) tidak mampu

menghilangkan DNA Babi dikarenakan sabun hanya mengurangi tegangan

permukaan dan menghilangkan lemak dan kotoran (Maripa, dkk., 2014) tetapi tidak

mampu menghilangkan DNA Babi. Sabun sebagai surfaktan (molekul aktif); rantai

hidrokarbon panjang membentuk ekor hidrofobik non-polar dan ionik gugus

karboksilat membentuk kepala hidrofilik polar. Jadi, molekul surfaktan adalah

amphiphiles yang larut dalam air; dalam lingkungan berair, ekor hidrofobik non-

polar berinteraksi secara aktif dengan ujung hidrofobik minyak, lemak, dan kotoran

(Chaudhary et al, 2020).

Gambar 4.9 Penghilangan DNA Babi dengan Sabun Samak

Keterangan Gambar 4.9:

M : Marka

K1 : Kontrol Negatif (tidak ada DNA babi)

K2 : Kontrol Positif (DNA babi di tangan manusia)

Sa1 : pencucian dengan sabun (15%,50ºC) pertama

Sa2 : pencucian dengan sabun (15%,50ºC) ke-2

Sa3 : pencucian dengan sabun (15%,50ºC) ke-3

Sb1 : pencucian dengan sabun (17,5%,60ºC) pertama

Sb2 : pencucian dengan sabun (17,5%,60ºC) ke-2

Sb3 : pencucian dengan sabun (17,5%,60ºC) ke-3

M K1 K2 Sa1 Sa2 Sa3 Sb1 Sb2 Sb3

Universitas Sumatera Utara

Page 60: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

42

Sabun Samak dengan variasi konsistensi kaolin 15% (50ºC) dan 17,5% (60ºC)

mampu menghilangkan DNA babi yang dioleskan pada tangan peneliti dengan sekali

pencucian. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya pita DNA yang terdeteksi pada

PCR menggunakan primer P14 yang menunjukkan pita spesifik dengan ukuran 481

bp. Pada penelitian Fibriana dkk, 2012 menunjukkan hasil elektroforesis produk PCR

pita spesifik dengan ukuran sesuai yaitu 481 bp dan mendukung hasil dari penelitian

ini. Primer P14 merupakan salah satu dari 13 primer yang menunjukkan lokus PRE-1

pada genom babi, dan menjadi salah satu standar analisis makanan mengandung

daging babi di Laboratorium Genetika LIPI (Fibriana, dkk., 2012).

Dapat dilihat pada Gambar 4.8 DNA Babi hilang setelah dibersihkan

menggunakan sabun samak. Setelah dilakukan perlakuan pencucian sabun samak

pada sampel tangan yang telah dioleskan DNA, pembacaan elektoforesis hasil

amplifikasi PCR tidak menujukkan adanya pita DNA. Sabun samak dengan pengisi

kaolin mengandung 46.54% SiO2, 39.50% Al2O3 (Sunardi, dkk., 2011). Penghilangan

DNA pada proses pencucian diakibatkan oleh adanya komponen tanah liat memiliki

partikel yang mampu menukar kation (Nirschl, dkk., 1987). Tanah yang dicampur air

akan menghasilkan suspensi tanah yang makin memperkuat sifat adsorben karena

permukaannya jauh makin luas (Suhendra, 2017).

Rantai hidrokarbon panjang pada sabun membentuk ekor hidrofobik non-polar

dan ionik gugus karboksilat membentuk kepala hidrofilik polar. Jadi, molekul

surfaktan adalah amphiphiles yang larut dalam air; dalam lingkungan berair, ekor

hidrofobik non-polar berinteraksi secara aktif dengan ujung hidrofobik minyak,

lemak, dan kotoran (Chaudhary et al, 2020). Kaolin sebagai pengisi sabun samak

mengandungan silika dan membantu mengadsorbsi DNA. Prinsip dari pengikatan

silika dengan DNA adalah berdasarkan dari tingginya ikatan negatif di struktur DNA

terhadap muatan positif pada ikatan silika. Natrium yang berikatan dengan silika

pada sabun berperan sebagai jembatan kation yang menarik oksigen bermuatan

negatif pada gugus posfat di asam nukleotida DNA. Pemurnian molekul DNA dapat

terjadi pada kadar ion yang rendah (pH≥7) kemudian dengan menggunakan buffer

atau air suling (Tan dan Beow, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 61: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

43

Kemampuan sabun samak menghilangkan DNA dengan cara mengikis partikel

lemak yang terdapat pada massa pembawa DNA, lalu DNA diikat oleh silika yang

dikandung oleh Kaolin untuk kemudian hilang terbawa oleh air setelah dibilas.

4.3 KOMPOSISI KANDUNGAN KAOLIN (Si DAN Al) PADA SEDIAAN

SABUN SAMAK DENGAN ANALISA SEM-EDS

Gambar 4.9 Kandungan Sabun Samak 17,5% (60ºC)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10keV

0

10

20

30

40

50

60 cps/eV

C O Na Si Al

Spectrum: KAOLIN 17,5 60

El AN Series unn. C norm. C Atom. C Error (1 Sigma) K fact. Z corr. A corr. F corr.

[wt.%] [wt.%] [at.%] [wt.%]

-------------------------------------------------------------------------------------

C 6 K-series 32.48 61.89 71.30 4.27 0.457 1.353 1.000 1.000

O 8 K-series 11.93 22.73 19.66 1.94 0.105 2.171 1.000 1.000

Na 11 K-series 6.94 13.21 7.95 0.45 0.036 3.661 1.000 1.001

Si 14 K-series 0.67 1.28 0.63 0.07 0.003 3.900 1.000 1.004

Al 13 K-series 0.47 0.90 0.46 0.06 0.002 4.467 1.000 1.003

-------------------------------------------------------------------------------------

Total: 52.49 100.00 100.00

Universitas Sumatera Utara

Page 62: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

44

Gambar 4.10 Kandungan Sabun Samak 15% (50ºC)

Pada Gambar 4.9 merupakan sabun samak dengan konsistensi kaolin 17,5%

dan Gambar 4.10 merupakan sabun samak dengan konsistensi kaolin 15%. Dari hasil

EDS dapat dilihat bahwa kandungan Si pada cumpilan sampek sabun 17,5% lebih

banyak dibandingkan dengan sabun 15%. Ini dikarenakan konsistensi kaolin yang

berbeda diantaranya, semakin banyak konsistensi kaolin makan semakin banyak

unsur Si yang terdapat pada sabun. Begitu juga dengan unsur Al, semakin banyak

konsistensi kaolin pada sabun maka semakin banyak kandungan Al didalamnya.

2 4 6 8 10 12 14keV

0

1

2

3

4

5

6

7

8

cps/eV

C O

Na Si Al

Spectrum: KAOLIN 50 C 15

El AN Series unn. C norm. C Atom. C Error (1 Sigma) K fact. Z corr. A corr. F corr.

[wt.%] [wt.%] [at.%] [wt.%]

-------------------------------------------------------------------------------------

C 6 K-series 35.59 66.89 75.53 4.75 0.509 1.313 1.000 1.000

O 8 K-series 10.38 19.50 16.53 1.89 0.086 2.258 1.000 1.000

Na 11 K-series 6.73 12.64 7.46 0.46 0.031 4.015 1.000 1.001

Si 14 K-series 0.27 0.51 0.25 0.04 0.001 5.722 1.000 1.004

Al 13 K-series 0.24 0.46 0.23 0.04 0.001 5.084 1.000 1.003

-------------------------------------------------------------------------------------

Total: 53.21 100.00 100.00

Universitas Sumatera Utara

Page 63: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

45

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

1. Meningkatnya jumlah pengisi kaolin pada sabun padat menjadikan sabun

padat yang dihasilkan memiliki kadar air dan pH yang semakin besar, kadar

asam lemak bebasnya semakin menurun, kekerasan sabun lebih rendah, serta

kehadiran kaolin tidak mempengaruhi stabilitas busa pada sabun.

2. Semakin meningkatnya suhu pada proses penyabunan menyebabkan semakin

meningkatnya nilai pH dan kadar air, semakin menurunnya kadar asam

lemak bebas dan kekerasan sabun serta tidak memberikan pengaruh terhadap

stabilitas busa yang dihasilkan.

3. Sabun padat terbaik adalah sabun berpengisi kaolin 15% (50ºC) yang

memiliki karakteristik kekerasan sabun mendekati sabun konvensional dan

17,5% pada suhu reaksi 60ºC dengan karakteristik kadar air dan tampilan

organoleptik yang baik.

4. Sedian sabun padat berpengisi kaolin yang dihasilkan pada setiap variasi

memenuhi standar SNI.

5. Sabun samak berpengisi kaolin 15% (50ºC), 17,5% (60 ºC) memiliki potensi

untuk menghilangkan najis mughallazah (DNA babi).

5.2 SARAN

Setelah penelitian ini dilakukan, saran yang dapat penulis berikan adalah

sebagai berikut:

1. Sebaiknya dilakukan uji kesukaan kepada masyarakat agar didapat data yang

lebih akurat terhadap pengaplikasiannya.

2. Dianjurkan untuk melakukan penelitian lanjutan terhadap manfaat – manfaat

lain yang terdapat pada sabun selain menjadi sabun samak.

3. Sebaiknya dilakukan penelitian tambahan mengenai variabel kecepatan

pengadukan untuk mengetahui keseragaman sebaran partikel kaolin didalam

sabun.

Universitas Sumatera Utara

Page 64: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

46

DAFTAR PUSTAKA

Adam, Panji. 2017. Kedudukan Sertifikasi Halal Dalam Sistem Hukum Nasional

Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen Dalam Hukum Islam. Amwaluna,

Vol. 1 No. 1 Hal 150-165 EISSN: 2540-8402.

Agustini, N.W.S. and Winarni, A.H., 2017. Karakteristik dan Aktivitas Antioksidan

Sabun Padat Transparan yang Diperkaya dengan Ekstrak Kasar Karotenoid

Chlorella pyrenoidosa. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan

Perikanan, 12(1), pp.1-12.

Aja, A.A. and Randy, G.J. 2013.Physical Properties of Kaolin Used In Soap

Production in Nigeria. The International Journal of Engineering and Science

(IJES), 2(10), pp.10-15.

Anita Spychaj, M. S. (2016). Identifi cation of Bovine, Pig and Duck Meat Species

in Mixtures and in Meat Products on the Basis of the mtDNA Cytochrome

Oxidase Subunit I (COI) Gene Sequence. Institute of Animal Reproduction

and Food Research of the Polish Academy of Sciences , 31-36.

Astuti, Dwi Herry dan Sanny. Pemanfaatan Minyak Biji Mimba dari Biji Mimba

Sebagai Bahan Pembuatan Sabun dengan Proses Semi Boiled. Seminar

Nasional Teknik Kimia Soebardjo Brotoharrdjono IX.

Budianto, V., 2010. Optimasi formula sabun transparan dengan humectant gliserin

dan surfaktan cocoamidopropyl betaine: aplikasi desain faktorial.

Biswas, P. T. 2017. Effect of Moisture Absorption on the Mechanical Properties of

Ceramic Filled Jute/Epoxy Hybrid Composite. Materials Science and

Engineering 178 , 1-11.

Carretero, M. Isabel. Clay minerals and their beneficial effects upon human health. A

review. Applied Clay Science Vol. 21: 155–167.

Chairunnisyah, Sheilla. 2017. Peran Majelis Ulama Indonesia Dalam Menerbitkan

Sertifikat Halal Pada Produk Makanan Dan Kosmetika. Jurnal EduTech

Vol. 3 No.2, ISSN: 2442-6024.

Chaudhary, N.K., Chaudhary, N., Dahal, M., Guragain, B., Rai, S., Chaudhary, R.,

Sachin, K.M., Lamichhane-Khadka, R. and Bhattarai, A., 2020. Fighting the

SARS CoV-2 (COVID-19) pandemic with soap.

Christian, P.D., Richards, A.R. and Williams, T., 2006. Differential adsorption of

occluded and nonoccluded insect-pathogenic viruses to soil-forming

minerals. Appl. Environ. Microbiol., 72(7), pp.4648-4652.

Dede Sukandar, Sandra Hermanto, dan Eva Silvia. Sifat Fisiko Kimia Dan Aktivitas

Antioksidan Minyak Kelapa Murni Rvcoi Hasil Fermentasi Rhizopus

Orizae. JKTI, VOL. 11, No.2.

Universitas Sumatera Utara

Page 65: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

47

Dlapa,P., S.H. Doerr., Ľ. Lichner., M. Šír., M. Tesař. (2004) Effect of kaolinite and

Ca-montmorillonite on the alleviation of soil water repellency. Plant Soil

Environ. Vol. 50 No. 8, 358–363

Dyartanti, E.R., Cristie, N.A. and Fawzi, I., 2014. Pengaruh Penambahan Minyak

Sawit Pada Karakteristik Sabun Transparan. EKUILIBRIUM. Journal of

Chemical Engineering, 13(2), pp.41-44.

Febriyanti, Rizky. 2015.Laporan Tugas Akhir Pengaruh Konsentrasi Asam Stearat

sebagai Basis terhadap Sifat Fisik Sabun Transparan Minyak Jeruk Purut

(Oleum citrus hystrixd. C.) dengan Metode Destilasi.Politeknik Harapan

Bersama.

Fibriana, F., Widianti, T. and Retnoningsih, A., 2012. Deteksi Daging Babi Pada

Produk Bakso di Pusat Kota Salatiga Menggunakan Teknik Polymerase

Chain Reaction. Biosaintifika: Journal of Biology & Biology Education,

4(2).

Gonggo, Siang Tandi., Fina Edyanti dan Suherman. 2013. Physicochemical

Characterization Of Clay Minerals As A Raw Material Of Ceramic Industry

In Desa Lembah Bomban Kec. Bolano Lambunu Kab. Parigi Moutong. J.

Akad. Kim. 2(2): 105-113, ISSN 2302-6030.

Gusviputri, Arwinda., Njoo Meliana P. S., Aylianawati, dan Nani Indraswati. 2013.

Pembuatan Sabun Dengan Lidah Buaya (Aloe Vera) Sebagai Antiseptik

Alami. Widya Teknik Vol. 12, No. 1 [11-21].

Hasan, KN. Sofyan. 2014. Kepastian Hukum dan Lebelisasi Produk Halal. Jurnal

Dinamika Hukum Vol. 14 No 2.

Hasibuan, E., 2015. Peranan Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) Terhadap

Perkembangan Ilmu Pengetahuan.

Hatch, C.D., Wiese, J.S., Crane, C.C., Harris, K.J., Kloss, H.G. and Baltrusaitis, J.,

2012. Water adsorption on clay minerals as a function of relative humidity:

application of BET and Freundlich adsorption models. Langmuir, 28(3),

pp.1790-1803.

Joshi, Mohini dan Deshpande. 2011. Polimerase Chain Reaction Methods,

Principels, and Application. International Journal of Biomedical Research.

Vol. 2 no.1, pp: 81-97.

Kassim, Norrahimah, Puziah Hashim, Dzulkifly Mat Hashim, and Hamdan Jol.

2014."New approach of samak clay usage for halal industry

requirement." Procedia-Social and Behavioral Sciences vol.121, no. 2014,

pp: 186-192.

Khopkar, S.M., 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik (Terjemahan). Universitas

Indonesia, pp.201-218.

Universitas Sumatera Utara

Page 66: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

48

Lambers, H., Piessens, S., Bloem, A., Pronk, H. and Finkel, P., 2006. Natural skin

surface pH is on average below 5, which is beneficial for its resident

flora. International journal of cosmetic science, 28(5), pp.359-370.

Langingi, reymon., lidya I Momuat dan Mauren G Kumaunang. 2012. Pembuatan

Sabun Padat Dari VCO Yang Mengandung Kartenoid Wortel. Jurnal MIPA

Unsrat Vol. 1: (20 – 23).

Luftinor. 2018. Penggunaan Kaolin Sebagai Bahan Pengisi Kompon Lateks Untuk

Pelapis Kain. Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 29 No. 1: 46 - 56 .

Mabrouk, Suzanne T. 2005. Making Usable, Quality Opaque or Transparent Soap.

Journal of Chemical Education. Vol. 82 No. 10 [1534 – 1537].

Manuale, D.L., Mazzieri, V.A., Torres, G., Vera, C.R., Yori, J.C. (2011) Non-

catalytic biodiesel process with adsorption-based refining. Fuel. Vol. 90

No. 3, 1188-1196

Maripa, Baiq Risni, dkk. 2014. Pengaruh Konsentrasi NaOH terhadap Kualitas

Sabun Padat dari Minyak Kelapa (Cocos Nucifera) yang Ditambahkan

Sari Bunga Mawar (Rosa L.).Mataram: IKIP.

Mishra, Debesh. 2013. Preparation of Soap Using Different Types of Oils and

Exploring its Properties. India: National Institute of Technology.

Nirschl, et al. 1987.US Paten Document. 3862058.

Nugraha, Irwan dan Umi Kulsum. 2017. Sintesis dan Karakterisasi Material

Komposit Kaolin-ZVI (Zero Valent Iron) serta Uji Aplikasinya sebagai

Adsorben Kation Cr (VI). Jurnal Kimia VALENSI, Vol 3, No. 1 [59-70] .

Oktari, Sang Ayu Sri Eka., Luh Putu Wrasiati dan Ni Made Wartini. 2017. Pengaruh

Jenis Minyak Dan Konsentrasi Larutan Alginat Terhadap Karakteristik

Sabun Cair Cuci Tangan. Jurnal Rekayasa Dan Manajemen Agroindustri.

Vol.2 No. 5 (47-57).

Qisty, Rachmiati. 2009. Sifat Kimia Sabun Transparan dengan Penambahan Madu

pada Konsentrasi yang Berbeda. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Ratih, H.K., 2016. Pembuatan Sabun Padat Dari Minyak Sawit, Kelapa Dan Zaitun

Serta Pengaruh Penambahan Ekstrak Kunyit (Curcuma Longa L) Sebagai

Antioksidan (Doctoral dissertation, Politeknik Negeri Sriwijaya).

Sari, Tuti Indah., Julianti Perdana Kasih, dan Tri Jayanti Nanda Sari. 2010.

Pembuatan Sabun Padat Dan Sabun Cair Dari Minyak Jarak. Jurnal Teknik

Kimia, Vol. 17. No. 1.

Sidek, Tuan T. M. dan Ridzwan Ahmad. 2018. Aplikasi Najis Mughallazah Dalam

Penetapan Halal Semasa Di Malaysia Menurut Perspektif Maqasid Al-

Shariah. Jurnal AL-ANWAR, Persatuan Bekas Mahasiswa Islam Timur

(PBMITT). Vol. 5. No. 1: 1-21

Universitas Sumatera Utara

Page 67: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

49

SNI. 1998. SNI 01-3555-1998: Cara Uji Minyak dan Lemak. Balai Standarisasi

Nasional. Jakarta.

SNI. 2016. SNI 06-3532-2016: Sabun Mandi. Balai Standarisasi Nasional. Jakarta.

Soocheta, Vaidya. 2017. Upcycling Waste Cooking Oil into Soap . University Of

Mauritius Research Journal. Vol. 23A .

Spitz, L. (ed). 1996. Soaps and Detergents. A Theoretical and Practical Review.

AOCS Press.

Suhendar, Dede. 2017. Fikih (Fiqh) Air Dan Tanah Dalam Taharah (Thaharah)

Menurut Perspektif Ilmu Kimia. Jurnal UIN SGD. Volume X No. 1.170-

193.

Sukawaty, Yullia., Husul Warnida, dan Ananda Verranda Artha. 2016. Formulation

Of Bar Soap With Bawang Tiwai (Eleutherine Bulbosa (Mill.) Urb.) Bulbs

Ethanol Extract. Media Farmasi Vol. 13 No. 1: 14-22.

Sukeksi, Lilis., Andy Junianto Sidabutar, dan Chandra Sitorus. 2017. Soap Making

By Using Kapuk Fruit Peel (Ceiba Petandra) As A Source Of Alkali. Jurnal

Teknik Kimia USU, Vol. 6, No. 3 [8 – 13]

Sunardi., Utami Irawati dan Totok Wianto. Karakterisasi Kaolin Lokal Kalimantan

Selatan Hasil Kalsinasi. Jurnal Fisika FLUX, Vol. 8. No.1: (59 – 65).

Suryani, A.I., 2009. Penurunan Asam Lemak Bebas Dan Transesterfikasi Minyak

Jelantah Menggunakan Kopelarut Metil Tersier Butil Eter (Mtbe).

Taha, A.A., Ahmed, A.M., Abdel Rahman, H.H., Abouzeid, F.M. and Abdel

Maksoud, M.O., 2017. Removal of nickel ions by adsorption on nano-

bentonite: Equilibrium, kinetics, and thermodynamics. Journal of Dispersion

Science and Technology, 38(5), pp.757-767.

Tan, Siun Chee, dan Yiap Beow Chin. 2009."DNA, RNA, and Protein Extraction:

The Past and The Present." Journal of Biomedicine and Biotechnology.

Tarun, J., Susan, J., Suria, J., Susan, V.J. and Criton, S., 2014. Evaluation of pH of

bathing soaps and shampoos for skin and hair care. Indian journal of

dermatology, 59(5), p.442.

Utami, D.N., 2018. Kajian Jenis Mineralogi Lempung dan Implikasinya Dengan

Gerakan Tanah. Jurnal Alami: Jurnal Teknologi Reduksi Risiko Bencana,

2(2), pp.89-97.

Wertz, P.W., 2018. Lipids and the Permeability and Antimicrobial Barriers of the

Skin. Journal of lipids.

Widyasanti, Asri., Shayana Junita, Sarifah Nurjanah. 2017. Effect Of Virgin Coconut

Oils And Castor Oils To The Physicochemical And Organoleptic

Characteristics Of Liquid Soap. Jurnal Teknologi Dan Industri Pertanian

Indonesia – Vol.09 , No.1.

Universitas Sumatera Utara

Page 68: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

50

Yusuf, R., Ahmed, W., , Hasan, I., Goonetilleke, A. and Gardner, T., 2010.

Quantitative PCR assay of sewage-associated Bacteroides markers to

assess sewage pollution in an urban lake in Dhaka, Bangladesh. Canadian

journal of microbiology, 56(10), pp.838-845.

Universitas Sumatera Utara

Page 69: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

51

LAMPIRAN A

DATA PENELITIAN

LA.1 PENGUJIAN SABUN SAMAK

Tabel LA.1 Hasil Pengujian pada Sabun Samak

Run

Kadar

Air

(%)

ALB

(%) pH

Stabilitas

Busa

(%)

Kekerasan

(N/cm 2)

K1T1 3,5799 0,5836 8,7 79,54 1,4

K1T2 1,6915 0,5369 8,8 74,44 1,4

K1T3 3,2967 0,5135 8,9 80,64 1,4

K1T4 4,6511 0,3501 9 84,21 1,48

K2T1 3,9603 0,5500 8,7 79,34 1,49

K2T2 2,8 0,5200 8,8 78,65 1,55

K2T3 3,5603 0,5135 8,9 84,78 1,7

K2T4 5,3244 0,3268 9 84,53 1,75

K3T1 3,2197 0,5135 8,8 88,76 1,5

K3T2 3,3898 0,5000 8,9 79,75 1,6

K3T3 3,9164 0,4669 9 84,69 1,72

K3T4 6,0215 0,3035 9,1 87 1,76

K4T1 3,6329 0,3968 8,8 80,43 1,54

K4T2 3,9448 0,4669 8,8 79,77 1,65

K4T3 3,8136 0,4202 9 84,78 1,73

K4T4 6,1000 0,3000 9,1 87 1,76

K5T1 4,1485 0,3501 8,8 90,76 1,59

K5T2 4,3912 0,1634 8,9 80,89 1,65

K5T3 3,7895 0,3968 9 77,777 1,95

K5T4 6,1120 0,2700 9,2 87 1,8

Keterangan:

K1 = Kaolin 10%

K2 = Kaolin 12,5%

K3 = Kaolin 15%

K4 = Kaolin 17,5%

K5 = Kaolin 20%

T1 = Suhu 50ºC

T2 = Suhu 60ºC

T3 = Suhu 70ºC

T4 = Suhu 80ºC

Universitas Sumatera Utara

Page 70: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

52

LAMPIRAN B

CONTOH PERHITUNGAN

LB.1 PERHITUNGAN KADAR AIR

Diambil contoh pada run K1T1

Berat sabun (M1) = 4,19 gram

Berat sabun oven (M2) = 4,04 gram

Kadar Air = M1- M2

M1 x 100%

Kadar Air = 4,19- 4,04

4,04 x 100%

= 3,479 %

LB.2 PERHITUNGAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS

Diambil contoh pada run K1T1

Analisis kadar asam lemak bebas berdasarkan SNI 06-3531-1994.

Kadar ALB = V x N x Bst

W x 100%

V = KOH 0,1 N yang dipergunakan (ml)

N = Normalitas KOH yang digunakan (0,1 N)

W = Berat contoh (mg)

Bst = Berat setara asam laurat (205)

Dari hasil pengujian diperoleh V KOH yang dipergunakan sebesar 2,5 ml

Kadar ALB = V x N x 205

W x 100%

= 2,5 x 0,1 x 205

5000 x 100%

= 0,492%

LB.3 PERHITUNGAN BILANGAN PENYABUNAN

V0 = Volume titrasi blanko (ml)

V1 = Volume titrasi sampel (ml)

T = Normalitas HCl (0,5 N)

M = Berat sampel (gram)

Dari hasil pengujian diperoleh

Universitas Sumatera Utara

Page 71: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

53

V0 = 20,7 ml

V1 = 2,2 ml

Bilangan Penyabunan = 56,1 x 0,5 x (V0-V1)

m

= 56,1 𝑥 0,5 𝑥 (20,7−2,2)

2

= 259,462

LB.4 PERHITUNGAN STABILITAS BUSA

Diambil contoh pada run K1T1

Tinggi busa awal = 8,8 cm

Tinggi busa akhir = 7 cm

Busa yang hilang = 8,8-7

8,8 x 100%

= 20,4%

Stabilitas busa = 100% - busa yang hilang

= 100% - 20,4%

= 79%

Stabilitas busa Sabun X

Tinggi busa awal = 6,5 cm

Tinggi busa akhir = 6 cm

Busa yang hilang = 6,5-6

6,5 x 100%

= 7,6%

Stabilitas busa = 100% - busa yang hilang

= 100% - 7,6%

= 92,4%

Universitas Sumatera Utara

Page 72: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

54

LAMPIRAN C

DOKUMENTASI PENELITIAN

LC.1 HASIL PEMBUATAN SABUN SAMAK

Gambar LC.1 Foto Hasil Pembuatan Sabun Samak

LC.2 HASIL PENGUJIAN KADAR AIR

Gambar LC.2 Foto Hasil Pengujian Kadar Air

Universitas Sumatera Utara

Page 73: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

55

LC.3 HASIL PENGUJIAN KADAR ALKALI BEBAS

Gambar LC.3 Foto Hasil Pengujian Kadar Alkali Bebas

LC.4 HASIL PENGUKURAN STABILITAS BUSA

(a) (b)

Gambar LC.4 Foto Hasil Pengukuran Stabilitas Busa Sabun Samak

(a) Tinggi busa awal, (b)Tinggi busa akhir

Universitas Sumatera Utara

Page 74: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

56

(a) (b)

Gambar LC.5 Foto Hasil Pengukuran Stabilitas Busa Sabun X

(a) Tinggi busa awal, (b)Tinggi busa akhir

LC.5 HASIL PENGUKURAN DERAJAT KEASAMAN

Gambar LC.5 Foto Hasil Pengukuran Derajat Keasaman

Universitas Sumatera Utara

Page 75: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

57

LC.6 HASIL PENGUJIAN BILANGAN PENYABUNAN

Gambar LC.6 Foto Hasil Pengujian Bilangan Penyabunan

LC.7 HASIL PENGUJIAN KEKERASAN SABUN

Gambar LC.7 Foto Hasil Pengujian Kekerasan Sabun Samak

Universitas Sumatera Utara

Page 76: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

58

Gambar LC.8 Foto Hasil Pengujian Kekerasan Sabun X

Sebagai Pembanding

Universitas Sumatera Utara

Page 77: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

59

LAMPIRAN D

HASIL UJI LABORATORIUM

LD.1 HASIL UJI SEM – EDX

LD.1.1 Hasil Uji pada Sabun Samak 17,5% (60ºC)

Gambar LD. 1 Hasil Uji SEM Sabun Samak 17,5% (60ºC)

dengan Perbesaran 1500 X

Gambar LD. 2 Hasil Uji SEM Sabun Samak 17,5% (60ºC)

dengan Perbesaran 1000 X

Universitas Sumatera Utara

Page 78: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

60

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10keV

0

10

20

30

40

50

60 cps/eV

C O Na Si Al

Spectrum: KAOLIN 17,5 60

El AN Series unn. C norm. C Atom. C Error (1 Sigma) K fact. Z corr. A corr. F corr.

[wt.%] [wt.%] [at.%] [wt.%]

-------------------------------------------------------------------------------------

C 6 K-series 32.48 61.89 71.30 4.27 0.457 1.353 1.000 1.000

O 8 K-series 11.93 22.73 19.66 1.94 0.105 2.171 1.000 1.000

Na 11 K-series 6.94 13.21 7.95 0.45 0.036 3.661 1.000 1.001

Si 14 K-series 0.67 1.28 0.63 0.07 0.003 3.900 1.000 1.004

Al 13 K-series 0.47 0.90 0.46 0.06 0.002 4.467 1.000 1.003

-------------------------------------------------------------------------------------

Total: 52.49 100.00 100.00

LABORATORIUM FISIKA UNIMED Energy Dispersive Analysis (EDS)

Gambar LD. 3 Hasil Uji EDX Sabun Samak 17,5% (60ºC)

Universitas Sumatera Utara

Page 79: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

61

LD.1.2 Hasil Uji pada Sabun Samak 15% (50ºC)

Gambar LD. 4 Hasil Uji SEM Sabun Samak 15% (60ºC)

dengan Perbesaran 1000 X

Gambar LD. 5 Hasil Uji SEM Sabun Samak 15% (60ºC)

dengan Perbesaran 1500 X

Universitas Sumatera Utara

Page 80: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

62

2 4 6 8 10 12 14keV

0

1

2

3

4

5

6

7

8

cps/eV

C O

Na Si Al

LABORATORIUM FISIKA UNIMED Energy Dispersive Analysis (EDS)

Spectrum: KAOLIN 50 C 15

El AN Series unn. C norm. C Atom. C Error (1 Sigma) K fact. Z corr. A corr. F corr.

[wt.%] [wt.%] [at.%] [wt.%]

-------------------------------------------------------------------------------------

C 6 K-series 35.59 66.89 75.53 4.75 0.509 1.313 1.000 1.000

O 8 K-series 10.38 19.50 16.53 1.89 0.086 2.258 1.000 1.000

Na 11 K-series 6.73 12.64 7.46 0.46 0.031 4.015 1.000 1.001

Si 14 K-series 0.27 0.51 0.25 0.04 0.001 5.722 1.000 1.004

Al 13 K-series 0.24 0.46 0.23 0.04 0.001 5.084 1.000 1.003

-------------------------------------------------------------------------------------

Total: 53.21 100.00 100.00

Gambar LD. 6 Hasil Uji EDX Sabun Samak 15% (60ºC)

Universitas Sumatera Utara

Page 81: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

63

LD.2 HASIL PENGUJIAN DNA PADA PCR

Gambar LD.7 Penghilangan DNA dengan Air dan Sabun X

Keterangan Gambar LD.7:

M : Marka

K1 : Kontrol Negatif (tidak ada DNA babi)

K2 : Kontrol Positif (Terdapat DNA babi)

K3 : Kontrol Positif (DNA babi di tangan manusia)

A1 : pencucian dengan air pertama

A2 : pencucian dengan air ke-2

A3 : pencucian dengan air ke-3

M K1 K2 K3 A1 A2 A3

Universitas Sumatera Utara

Page 82: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

64

Gambar LD. 8 Penghilangan DNA Babi dengan Sabun Samak

Keterangan Gambar LD.8:

M : Marka

K1 : Kontrol Negatif (tidak ada DNA babi)

K2 : Kontrol Positif (DNA babi di tangan manusia)

Sa1 : pencucian dengan sabun (15%,50ºC) pertama

Sa2 : pencucian dengan sabun (15%,50ºC) ke-2

Sa3 : pencucian dengan sabun (15%,50ºC) ke-3

Sb1 : pencucian dengan sabun (17,5%,60ºC) sabun (15%,50ºC)

Sb2 : pencucian dengan sabun (17,5%,60ºC) ke-2

Sb3 : pencucian dengan sabun (17,5%,60ºC) ke-3

M K1 K2 Sa1 Sa2 Sa3 Sb1 Sb2 Sb3

Universitas Sumatera Utara

Page 83: SKRIPSI - TEKNIK KIMIA pdf/150405054.pdf · BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 17 3.2 ALAT DAN BAHAN 17 3.2.1 Peralatan Penelitian 17 3.2.2 Bahan Penelitian

65

LD.3 ANALISA KANDUNGAN ASAM LEMAK PADA MINYAK KELAPA

Universitas Sumatera Utara