87
SKRIPSI RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIEMETIK PADA MUAL MUNTAH KEHAMILAN DI RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN 2011-2015 Oleh : ERWIN TOGATOROP 130100317 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

SKRIPSI RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIEMETIK PADA …

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

MUNTAH KEHAMILAN DI RSUD DR PIRNGADI MEDAN
TAHUN 2011-2015
MUNTAH KEHAMILAN DI RSUD DR PIRNGADI MEDAN
TAHUN 2011-2015
Kelulusan Sarjana Kedokteran
Mual dan muntah sering didapati pada wanita hamil. Pemberian antiemetik
yaitu pencegah atau penghilang rasa mual dan muntah harus rasional agar tidak
merugikan ibu dan janinnya seperti biaya yang mahal, adanya efek samping obat
yang tidak diharapkan, peningkatan angka morbiditas dan mortalitas penyakit.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasionalitas peresepan
antiemetik di RSUD Dr Pirngadi Medan tahun 2011-2015. Ditinjau dari aspek
tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, cara pemberian dan lama pemberian. Desain
penelitian yang dipilih adalah restrospektif. Pengambilan data diambil dari data
sekunder berupa rekam medis pasien. Hasil penelitian dan disajikan dalam bentuk
deskriptif dan analitik.
Dari 64 data rekam medik yang dianalisa, didapati 71,9 % penggunaan
antiemetik tepat indikasi, 75% diklasifikasikan sebagai tepat dosis dan 100% dari
peresepan obat diklasifikasikan sebagai tepat obat, tepat cara dan lama pemberian
obat.
yang tidak rasional, banyaknya penggunaan antiemetik yang tidak rasional
dikarenakan ketidaktepatan indikasi penggunaan dan ketidaktepatan dosis
pemberian.
iii
ABSTRACT
Nausea and vomiting are often found in pregnant women. Administration
of antiemetic or nausea and vomiting relieving drugs should be given rationally in
order to not harm the mother and fetus, prescribing would be detrimental as cost,
side effects of drugs that are not expected, an increase in morbidity and mortality
of the disease.
This study aims to determine the rationality of the use of antiemetic at the
hospital of RSUD Dr Pirngadi Medan from 2011-2015. The aspect assesed were
precise indications, right drug, right dose, route of administration, and duration
of administration. The selected research design was a retrospective case study of
data medical records of patients. The results of this research were presented in
the form of descriptive and analytic study.
Among 64 medical records that had been analyzed, 71,9% were classified
as right indication, 75% were classified as right dose, and 100% of the
antiemetics prescription was classified as right drug, route of administration, and
duration of administration.
The study still found the irrasionality of antiemetics usage in nausea and
vomiting pregnancy (NVP), many antiemetics usage were irrational because
wrong indication of usage and wrong dose of administration.
Keywords : Antiemetic, Nausea and Vomiting of Pregnancy, Rasionality
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan Kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas
berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran
program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Karya tulis ilmiah ini berjudul “Rasionalitas Penggunaan Antiemetik
pada Mual Muntah Kehamilan di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2011-
2015” dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak menerima bantuan
dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan kepada :
1. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) selaku Dekan Fakultas
Kedoteran Universitas Sumatera Utara.
2. Drs. Admar Djas, S.Apt, M.Sc dan dr. Letta Sari Lintang, Sp.OG,
selaku dosen pembimbing saya yang telah sabar menyediakan waktu,
tenaga, dan pemikirannya dalam membimbing saya menyelesaikan
karya tulis ilmiah ini dengan baik, kiranya berkat melimpah dari Tuhan
Yang Maha Kuasa selalu berserta dokter dan keluarga.
3. dr. Mustafa Mahmud Amin, M.Ked(KJ), Sp.KJ dan dr. Hidayat,
M.Biomed, selaku dosen penguji yang telah membantu dan
memberikan arahan dan masukan kepada saya sehingga saya dapat
menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
4. dr. Anggia Chairudin Lubis, Sp.JP, selaku dosen penasehat
akademik saya selama belajar di Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Utara yang telah mengajari selama mengikuti pendidikan kedokteraan
ini.
v
6. Direktur RSUD Dr Pirngadi Medan yang beserta jajaran yang telah
memberikan begitu banyak kemudahan dan izin dalam menggunakan
fasilitas selama saya melakukan penelitian.
7. Keluarga saya terutama kedua orang tua saya yang merupakan
kebanggaan saya dan panutan saya. Saya juga mengucapkan terima
kasih buat kakak-kakak saya yang selalu memberikan semangat
kepada saya selama pengerjaan skripsi ini.
8. Seluruh teman dan sahabat yang telah membantu, memberikan
semangat dan masukan dalam pengerjaan penelitian ini.
Penulis menyadari dalam penulisan karya tulis ilmiah ini banyak hal yang
harus disempurnakan. Untuk itu, penulis mengharapkan masukan berupa kritik
dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.
Akhir kata, semoga Tuhan senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada
kita semua. Penulis berharap karya tulis ilmiah ini dapat diterima dan memberikan
manfaat bagi semua pihak. Terima kasih.
Medan, Desember 2016
2.1. Kehamilan .............................................................................................. 5
2.2.7. Penatalaksanaan Emesis Gravidarum ......................................... 9
2.3. Hiperemis Gravidarum ........................................................................ 10
2.3.6. Penatalaksanaan Hiperemesis Gravidarum ............................... 13
2.4. Obat dan Kehamilan ............................................................................ 14
2.4.1. Farmakokinetika obat pada kehamilan ...................................... 14
2.4.2. Kategori Obat pada Ibu Hamil .................................................. 15
2.4.3. Penggunaan Obat pada Masa Kehamilan .................................. 16
2.5. Obat Antiemetik ................................................................................... 17
2.5.2. Penatalaksanaan Mual Muntah dengan Antiemetik .................. 25
2.6. Penggunaan Obat yang Rasional dalam Praktek ................................. 26
2.7. Penggunaan Obat yang Tidak Rasional ............................................... 27
BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS .............. 29
3.1. Kerangka Teori .................................................................................... 29
3.2. Kerangka Konsep ................................................................................. 30
4.1. Rancangan Penelitian ........................................................................... 31
4.3. Populasi dan Subjek Penelitian ............................................................ 31
4.4. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 32
4.5. Teknik Analisa Data ............................................................................. 33
4.6. Variabel dan Defenisi Operasional ...................................................... 33
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 35
5.1. Hasil Penelitian .................................................................................... 35
6.1. Kesimpulan .......................................................................................... 50
6.2. Saran ..................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 52
Tabel 2.1. Klasifikasi Emesis Gravidarum .................................................................. 8
Tabel 2.2. Obat-obatan untuk Tata Laksana Mual dan Muntah pada Kehamilan....... 24
Tabel 2.3. Algoritme Penatalaksanaan Farmakologi untuk Mual Muntah dalam
Kehamilan .................................................................................................. 25
Tabel 5.2. Distribusi frekuensi berdasarkan usia kehamilan....................................... 36
Tabel 5.3. Distribusi frekuensi berdasarkan status gravida......................................... 37
Tabel 5.4. Distribusi frekuensi berdasarkan tingkat pendidikan ................................. 37
Tabel 5.5. Distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan ............................................... 38
Tabel 5.6. Karakteristik gangguan mual muntah berdasarkan penyakit
penyerta ...................................................................................................... 39
ix
a. AKI Angka Kematian Ibu b. AKB Angka Kematian Bayi
c. USG Ultrasonografi
f. IV Intravena
h. IUGR Intra Uterine Growth Restriction
i. IM Intramuscular
l. 5-HT 5-Hydroxytryptamine
q. ISPA Infeksi Saluran Pernafasan Atas
r. IMT Indeks Masa Tubuh
s. SPSS Statistical Package For The Sosial Sciences
1
khusus agar dapat berlangsung dengan baik demi tercapainya persalinan yang
aman dan melahirkan bayi yang sehat dengan harapan dapat menekan Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Kehamilan dapat dibagi
dalam 3 bagian, yaitu triwulan I (0-12 minggu), triwulan II (12-28 minggu), dan
triwulan III (28-40 minggu). Dalam 3 triwulan tersebut terjadi perubahan-
perubahan dalam tubuh ibu.1
Perubahan anatomi dan fisiologi pada ibu hamil sebagian besar terjadi
segera setelah fertilisasi dan terus berlanjut selama kehamilan. Kebanyakan
perubahan ini merupakan respons terhadap janin. Kelainan gastro instestinal
seperti mual (nausea) dan muntah (vomitting), pening, perut kembung, dan badan
terasa lemah dapat terjadi hampir pada 50% kasus ibu hamil, dan terbanyak pada
usia kehamilan 6-12 minggu.2
Mual (nausea) dan muntah (emesis) adalah gejala yang wajar dan sering
didapatkan pada kehamilan trisemester awal kehamilan. Mual biasanya terjadi
pada pagi hari, tetapi dapat pula timbul setiap saat dan malam hari. Mual dan
muntah terjadi pada 60-80% primigravida dan 40-60 % multigravida. Emesis
gravidarum merupakan istilah yang digunakan di bidang kedokteran untuk
kejadian mual-muntah pada ibu hamil. Emesis gravidarum dapat menimbulkan
gangguan aktifitas sehari-hari dan bahkan bisa membahayakan bagi ibu dan janin.
Salah satu komplikasi mual muntah kehamilan yang sangat membahayakan ibu
hamil dan bisa berdampak pada kematian ibu dan janin adalah mual muntah
berlebihan yang berkelanjutan menjadi hiperemesis gravidarum.3
Hiperemesis gravidarum yang tidak segera ditangani dapat mengakibatkan
pertumbuhan janin terganggu, janin mati dalam kandungan dan dapat mengalami
2
keseimbangan asam basa, dan kekurangan kalium.4
Sebagaimana telah diketahui bahwa masa hamil muda adalah saat mula
terbentuknya berbagai organ tubuh (organogenesis), sehingga erat sekali
kaitannya dengan cacat maupun kelainan pada janin, di pihak lain para dokter
yang menangani wanita hamil harus menyadari dan memahami mekanisme kerja
suatu obat serta dampaknya bagi janin. Penggunaan obat pada wanita hamil perlu
berhati-hati karena banyak obat yang dapat melintasi plasenta. Mengingat dalam
plasenta obat mengalami proses biotransformasi, sehingga dapat menyebabkan
teratogenik atau dismorfogenik.
diberikan secara rasional. Penggunaan obat dikatakan rasional bila tepat
diagnosis, dosis dan pemilihan sedian untuk periode waktu yang adekuat, serta
waspada akan efek samping obat, Penggunaan obat yang tidak rasional akan
memberikan dampak yang buruk bagi pasien. Salah satu dampak buruk bagi
pasien yaitu efek samping yang dapat memperlambat penyembuhan dan
menambah keluhan bagi pasien.5
Berdasarkan Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik dikatakan
bahwa belakangan ini sering dijumpai penggunaan obat yang tidak rasional dalam
praktik sehari-hari. Peresepan obat tanpa indikasi yang jelas, penentuan dosis,
cara pemberian, dan lama pemberian yang keliru, serta ketidakwaspadaan akan
efek samping. Dengan demikian perlu pemahaman yang baik mengenai obat dari
segi dosis, jenis obat, indikasi, lama dan cara pemberian obat serta apa saja yang
relatif tidak aman sehingga harus dihindari selama kehamilan agar tidak
merugikan ibu dan janin yang dikandungnya. Dasar inilah yang mendorong
dilakukannya penelitian tentang rasionalitas penggunaan antiemetik pada
penderita mual muntah kehamilan.
Belum banyak dijumpai penelitian yang serupa, satu yang dijumpai yaitu
penelitian tentang evaluasi penggunaan antiemetik pada mual muntah kehamilan
Di RSUD Dr Moewardi Surakarta Tahun 2009 dengan hasil penelitian
menunjukkan bahwa metoklopramid (85,29%) dan ondasentron (14,71%) adalah
3
obat yang paling sering digunakan dan hasil penelitian menunjukkan bahwa
penggunaan antiemetik 100% memenuhi kriteria tepat indikasi, tepat pasien, tepat
obat, dan tepat dosis. Namun, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut apakah hasil
serupa dapat dijumpai di RSUD Dr Pirngadi Medan.
Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan di RSUD Dr Pirngadi
kota medan didapati jumlah data ibu hamil yang menderita mual muntah yang
menjalani perawatan pada tahun 2011-2015 berjumlah sebanyak 99 orang pasien
dengan diagnosa hiperemesis gravidarum. Berdasarkan uraian diatas maka penulis
merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang rasionalitas penggunaan obat
antiemetik pada ibu hamil dalam mengatasi mual dan muntah pada kehamilan di
RSUD Dr Pirngadi Medan.
sebagai berikut: Apakah penggunaan obat antiemetik pada mual muntah
kehamilan di RSUD Dr Pirngadi Medan rasional ?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
antiemetik pada mual muntah kehamilan di RSUD Dr Pirngadi Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui rasionalitas peresepan pada ibu hamil ditinjau dari aspek
tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat lama dan cara pemberian
obat.
4
muntah kehamilan di RSUD Dr Pirngadi Medan.
3. Untuk mengetahui karakteristik gangguan mual muntah pada ibu hamil
berdasarkan sosiodemografi umur ibu, usia kehamilan, status gravida,
pendidikan dan pekerjaan.
4. Untuk mengetahui karakteristik gangguan mual muntah pada ibu hamil
berdasarkan penyakit penyerta, dan penggunaan terapi lain selain
antiemetik.
1.4.1. Bagi penulis
wawasan mengenai mual dan muntah pada ibu hamil, faktor faktor
pencetus mual muntah, dan terapi yang rasional untuk mengurangi gejala
mual muntah tersebut serta sebagai salah satu syarat kelulusan semester
akhir.
Sebagai bahan refrensi untuk mendukung pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
1.4.3. Bagi masyarakat
sehingga dapat menghindari pengunaan obat yang irrasional.
5
didefenisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum yang
dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga
lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau
10 bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender internasional.
Kehamilan terbagi dalam 3 trimester yaitu :
a. Kehamilan Trimester I : 12 minggu (minggu ke- 1 hingga ke-12)
b. Kehamilan Trimester II : 15 minggu (minggu ke-13 hingga ke- 27),
c. Kehamilan Trimester III : 13 minggu (minggu ke- 28 hingga ke- 40).
Selama 3 trimester tersebut akan terjadi perubahan-perubahan dalam tubuh
ibu. Perubahan tersebut antara lain adalah perubahan produksi dan pengaruh
hormonal serta perubahan anatomik dan fisiologik selama kehamilan.2
2.2. Emesis Gravidarum
Emesis gravidarum adalah muntah-muntah pada wanita hamil. Keadaan ini
biasanya didahului rasa mual (Kamus Kedokteran). Berdasarkan studi prospektif
oleh Lacasse, dari 367 wanita hamil, 78.5% melaporkan mengalami mual dan
muntah pada trimester pertama, 52.2% mengalami mual muntah ringan, 45.3%
mual muntah sedang, dan 2.5% mual muntah berat.6 Lacroix melaporkan, emesis
gravidarum terjadi sekitar 75% pada wanita hamil dan lamanya berlangsung
sekitar 35 hari.7
2.2.2. Etiologi Emesis Gravidarum
Muntah atau emesis secara umum adalah suatu cara dimana saluran cerna
bagian atas membuang isinya bila terjadi iritasi, rangsangan atau tegangan yang
berlebihan pada usus. Muntah merupakan refleks terintegrasi yang kompleks
terdiri atas tiga komponen utama yaitu detector muntah, mekanisme integratif dan
efektor yang bersifat otonom somatik. Rangsangan pada saluran cerna
dihantarkan melalui saraf vagus dan aferen simpatis menuju pusat muntah. Pusat
muntah juga menerima rangsangan dari pusat-pusat yang lebih tinggi pada
sereberal, dari chemoreceptor trigger zone (CTZ) pada area postrema dan dari
aparatus vestibular via serebelum. Beberapa signal perifer mem-bypass trigger
zone mencapai pusat muntah melalui nucleus traktus solitarius. Pusat muntah
sendiri berada pada dorsolateral daerah formasi retikularis dari medula oblongata.
Pusat muntah ini berdekatan dengan pusat pernapasan dan pusat vasomotor.
Rangsang aferen dari pusat muntah dihantarkan melalui saraf kranial V, VII, X,
XII ke saluran cerna bagian atas dan melalui saraf spinal ke diapragma, otot iga
dan otot abdomen.8
Mual dan muntah dalam kehamilan tampaknya disebabkan oleh kombinasi
hormon estrogen dan progesteron, walaupun hal ini tidak diketahui dengan pasti.
Hormon chorionic gonadotropin juga berperan dalam menimbulkan mual dan
muntah. Gastroesophageal refluks terjadi kurang lebih 80% dalam kehamilan, dan
dapat disebabkan oleh kombinasi menurunnya tekanan sfingter esofageal bagian
bawah, meningkatnya tekanan intragastrik, menurunnya kompetensi sfingter pilori
dan kegagalan mengeluarkan asam lambung. Konstipasi disebabkan oleh efek
hormon progesteron yang dapat menyebabkan relaksasi otot polos dan
peningkatan waktu transit dari lambung dan usus sehingga dapat meningkatkan
absorbsi cairan.2
Progesteron dan estrogen memiliki efek yang kuat terhadap otot polos
uterus untuk mempertahankan miometrium dalam keadaan yang relatif relaksasi.
Pengaruh ini juga terjadi pada otot polos sistem organ lain termasuk
7
lambung dan waktu transit intestinal memanjang sehingga dipikirkan menjadi
faktor predisposisi terjadi mual dan muntah. 9
Seiring dengan makin besarnya uterus, lambung dan usus akan tergeser.
Demikian juga dengan yang lainnya seperti appendiks yang akan bergeser kearah
atas lateral. Kompresi lambung dan peningkatan tekanan intraabdominal akibat
pembesaran uterus menyebabkan perubahan yang nyata pada penurunan motilitas
otot polos pada traktus digestivus dan penurunan asam hidroklorid dan peptin
dilambung sehingga akan menimbulkan gejala berupa pyrosis (heartburn) yang
disebabkan oleh refluks asam lambung ke esofagus bagian bawah sebagai akibat
perubahan posisi lambung dan menurunnya tonus sfingter bagian bawah. Mual
terjadi akibat penurunan asam hidroklorid dan penurunan motilitas, serta
konstipasi akibat penurunan motilitas usus besar.2
Faktor resiko atau pertanda untuk mual muntah pada kehamilan belum
dapat ditetapkan secara pasti. Beberapa studi menemukan timbulnya gejala
berkaitan dengan umur ibu hamil yang lebih tua, pekerjaan, merokok, dan jenis
kelamin janin. Hipertensi, gangguan renal dan liver, penggunaan vitamin, dan
stress menunjukkan peningkatkan resiko terkena mual muntah. Karakterisik
seperti pendidikan, ras, umur yang lebih tua, tingkat paritas yang tinggi, dan
peningkatan berat badan yang kurang selama kehamilan juga telah ditemukan
berkaitan dengan timbulnya late/delayed onset dari gejala mual muntah.10
Pola makan calon ibu sebelum maupun pada minggu-minggu awal
kehamilan, gaya hidup juga berpengaruh terhadap terjadinya emesis gravidarum
ini. Studi membuktikan bahwa calon ibu yang makan- makanan berprotein tinggi
namun berkabohidrat dan bervitamin B6 rendah lebih berpeluang menderita mual
hebat. Keparahan mual pun berkaitan dengan gaya hidup calon ibu. Kurang
makan, kurang tidur atau istirahat dan stress dapat memperburuk rasa mual.11
8
aktivitas sehari-hari, yaitu:12
Nausea dan vomiting
Gejala persistent selama
> 5 episode vomiting
Sumber : Guidelines Nausea and Vomiting of Pregnancy, Albama
Perinatal Excellence Collaborative
2.2.4. Manifetasi Klinis Emesis Gravidarum
Mual (nausea) dan muntah (emesis) adalah gejala yang wajar dan sering
didapati pada kehamilan trimester pertama. Mual biasanya terjadi pada pagi hari,
tetapi dapat pula timbul setiap saat dan malam hari. Gejala gejala ini kurang lebih
terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama
kurang lebih 10 minggu.3
a. Rasa mual, bahkan dapat sampai muntah
Mual dan muntah ini dapat terjadi 1-2 kali sehari, biasanya terjadi
di pagi hari tetapi dapat pula terjadi setiap saat.
b. Nafsu makan berkurang.
Biasanya semakin tua kehamilan akan semakin berkurang kejadiannya.13
2.2.6. Pengaruh Emesis Gravidarum pada Ibu dan Janin
Emesis merupakan dalam keadaan normal, tidak banyak menimbulkan
efek negatif terhadap kehamilan dan janin, hanya saja apabila emesis gravidarum
ini berkelanjutan dan berubah menjadi hiperemesis garvidarum akan
meningkatkan resiko terjadinya gangguan pada kehamilan.3
Wanita- wanita hamil dengan gejala emesis gravidarum berpotensi besar
mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Tanda- tanda klinis dehidrasi yang dapat diamati antara lain :14
a. Penurunan berat badan.
berkurang, dan mata cekung.
c. Turgor kulit menurun
e. Takikardi atau denyut nadi meningkat
2.2.7. Penatalaksanaan Emesis Gravidarum
muntah pada kehamilan antara lain:12
a. Beristirahat.
tajam.
d. Makan makanan dengan sumber karbohidrat seperti sereal atau
biskuit serta kurangi konsumsi makanan yang berlemak dan pedas.
e. Ginger capsule 250 mg 4x per hari.
f. Penatalaksanaan dengan teknik akupressur.
10
Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi pada awal kehamilan
sampai umur 20 minggu. Keluhan muntah kadang- kadang begitu hebat dimana
segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga mempengaruhi
keadaan umum dan mengganggu pekerjaan sehari- hari, berat badan menurun,
dehidrasi, dan terdapat aseton dalam urin bahkan seperti gejala penyakit
apendisitis, pielitis, dan sebagainya.2
2.3.2. Etiologi Hiperemesis Gravidarum
hidramnion, kehamilan ganda, estrogen dan HCG tinggi, mola
hidatidosa.
perubahan metabolik akibat hamil, resistensi yang menurun dari
pihak ibu dan alergi
3. Faktor psikologis: rumah tangga yang retak, hamil yang tidak
diinginkan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut
terhadap tanggung jawab sebagai ibu dan kehilangan pekerjaan.3
2.3.3. Manifestasi Klinis
Batas jelas antara mual yang masih fisiologik dalam kehamilan dengan
hiperemesis gravidarum tidak dijumpai; tetapi bila keadaan umum penderita
terpengaruh, sebaiknya ini dianggap sebagai hiperemesis gravidarum.
Hiperemesis gravidarum menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam 3
tingkatan:
1. Tingkatan I: Muntah terus-menerus yang mempengaruhi keadaan umum
penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun
dan merasa nyeri pada epigastrium. nadi meningkat sekitar 100 kali/menit
11
dan tekanan darah sistolik turun, turgor kulit mengurang, lidah mengering
dan mata cekung.
2. Tingkatan II: penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit
mengurang, lidah mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu
kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterik. Berat badan menurun dan
mata menjadi cekung, tensi turun, hemokonsentrasi oliguria dan
konstipasi. Aseton dapat tercium dalam hawa pernafasan, karena
mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing.
3. Tingkatan III : Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran
makin menurun hingga mencapai somnolen atau koma, terdapat
ensefalopati werniche yang ditandai dengan: nistagmus, diplopia,
gangguan mental, kardiovaskuler ditandai dengan: nadi kecil, tekanan
darah menurun, dan temperature meningkat, gastrointestinal ditandai
dengan: ikterus makin berat, terdapat timbunan aseton yang makin tinggi
dengan bau yang makin tajam. Keadaan ini adalah akibat sangat
kekurangan zat makanan termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya
ikterus menunjukkan adanya payah hati.3
2.3.4. Diagnosa Hipremesis Gravidarum
1. Amenore yang disertai muntah hebat, pekerjaan sehari-hari terganggu.
2. Fungsi vital: nadi meningkat 100 kali permenit, tekanan darah
menurun pada keadaan berat, subfebril dan gangguan kesadaran
(apatis- koma)
3. Fisik : dehidrasi, kulit pucat, ikterus, sianosis, berat badan menurun,
pada vaginal toucher uterus besar sesuai besarnya kehamilan,
konsistensi lunak, pada pemeriksaan inspekulo serviks berwarna biru
(livide)
molahidatidosa.
12
the left, benda keto dan proteinuria.
6. Pada keluhan hiperemesis yang berat dan berulang perlu dipikirkan
untuk konsultasi psikologi
Hiperemesis gravidarum dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan
lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tidak
sempurna terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam
hidroksi butirik dan aseton dalam darah. Kekurangan volume cairan yang
diminum dan kehilangan karena muntah menyebankan dehidrasi sehingga cairan
ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan khlorida air kemih turun. Selain
itu juga dapat menyebabkan hemokonsentrasi sehingga aliran darah kejaringan
berkurang. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya
ekskresi lewat ginjal menambah frekuensi muntah-muntah lebih banyak, dapat
merusak hati dan terjadilah lingkaran yang sulit dipatahkan.3
Muntah yang berlebihan menyebabkan dapat menyebabkan cairan tubuh
makin berkurang sehingga darah menjadi kental (hemokonsentrasi),
memperlambat peredaran darah yang berarti konsumsi O2 dan makanan ke
jaringan berkurang. Kekurangan makanan dan O2 ke jaringan akan menimbulkan
kerusakan jaringan yang dapat menambah beratnya keadaan janin dan wanita
hamil.15
Pada ibu hiperemesis kekurangan vitamin B1 akibat muntah yang terus-
menerus serta kurangnya asupan nutrisi menyebabkan terjadinya diplopia, palsi
nervus ke-6, nistagmus, ataxia, dan kejang. Jika hal ini tidak ditangani akan terjadi
psikosis korsakoff (amnesia, menurunnya kemampuan beraktivitas), ataupun
kematian. Oleh karena itu pada kasus yang lebih parah seperti pada hiperemesis
tingkat III perlu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan. Selain itu,
penurunan berat badan yang kronis akan meningkatkan kejadian gangguan
pertumbuhan janin dalam rahim (IUGR).2
13
3. Pemberian bat sedativa IM seperti fenobarbital, klorpromazin, atau
diazepam jika diperlukan.
5. Diet : Dianjurkan untuk meminta advis ahli gizi
a. Diet Hiperemesis I, diberikan pada hiperemesis tingkat III.
Makanan hanya berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan
tidak diberikan bersama makanan tetapi 1- 2 jam sesudahnya.
Makanan ini kurang mengandung zat gizi, kecuali vitamin C
sehingga hanya diberikan selama beberapa hari.
b. Diet Hiperemesis II, diberikan bila rasa mual dan muntah
berkurang. Secara berangsur-angsur mulai diberikan bahan
makanan yang benilai gizi tinggi. Minuman tidak diberikan
bersama makanan. Makanan ini rendah dalam semua zat gizi,
kecuali vitamin A dan D.
c. Diet Hiperemesis III, diberikan kepada penderita dengan
hiperemesis ringan. Menurut kesanggupan penderita minuman
boleh diberikan bersama makanan. Makanan ini cukup dalam
semua zat gizi, kecuali kalsium.
6. Rehidrasi dan suplemen vitamin.
7. Pemberian obat antiemetik.
dopamin antagonis (metoklopramid, domperidon), fenotiazin
(klorpromazin, prokloperazine), antagonis reseptor histamin
(prometazin). Namun jika gejala masih menetap dapat digunakan
kombinasi kortikosteroid dengan reseptor antagonis.2
14
Meskipun janin di dalam kandungan telah dilindungi dari pengaruh luar
oleh plasenta dan selaput ketuban, tetapi ia sama sekali tidak terlepas dari
pengaruh buruk obat yang dikonsumsi oleh sang ibu. Secara khusus, penggunaan
obat-obatan pada ibu hamil tidak hanya memberikan efek samping pada sang ibu,
tetapi lebih dari itu ada pengaruh buruk pada janin, yang berupa cacat-cacat
bawaan. Obat atau agen lain yang dapat mengakibatkan cacat bawaan yang nyata
lazim disebut sebagai obat yang bersifat teratogenik atau dismorfogenik.16
Kebanyakan obat yang digunakan oleh ibu hamil dapat melintasi plasenta
dan menimbulkan efek farmakologis dan efek teratogenik pada embrio dan janin
yang sedang berkembang. Faktor faktor penting yang mempengaruhi transfer obat
ke plasenta dan efek obat terhadap janin meliputi:16
1. Kelarutan dalam lipid
bergantung
pada kelarutan lipid dan derajat ionisasi obat, obat lipofilik cenderung
berdifusi dengan mudah melintasi plasenta dan masuk sirkulasi janin.
2. Ukuran Molekul
500 dapat melintasi plasenta dengan mudah, bergantung pada
kelarutan lipidnya dan derajat ionisasi. Obat dengan berat molekul
500-1000 lebih sulit melintasi plasenta, dan obat dengan berat molekul
lebih dari 1000 sangat sulit melintasi plasenta.
3. Ikatan Protein
mempengaruhi laju transfer dan jumlah obat yang dipindahkan.
15
Namun, jika obat sangat mudah larut lipid, tidak akan banyak
dipengaruhi oleh ikatan protein
Terdapat dua mekanisme yang memberikan perlindungan janin dari
obat dalam sirkulasi darah maternal: 1. Plasenta sendiri berperan baik
sebagai sawar semipermeabel dan sebagai tempat metabolisme
beberapa obat yang melaluinya. 2. Obat yang telah melewati plasenta
masuk dalam sirkulasi janin melalui vena umbilikus.
2.4.2. Kategori obat pada ibu hamil
Sistem penggolongan kategori resiko pada masa kehamilan dapat mengacu
pada sistem penggolongan FDA (Food and Drug Administration) atau ADEC
(Australian Drug Evaluation Committee). Untuk sediaan farmasi yang
mengandung lebih dari satu bahan obat, penggolongan resiko sesuai dengan
komponen obat yang mempunyai penggolongan paling ketat.Penggolongan ini
berlaku hanya untuk dosis terapetik anjuran bagi wanita usia produktif. Kategori
obat pada kehamilan menurut FDA, adalah sebagai berikut:17
a. Kategori A
janin pada kehamilan trimester pertama (dan tidak ada bukti mengenai
resiko terhadap trimester berikutnya), dan sangat kecil kemungkinan
obat ini untuk membahayakan janin.
b. Kategori B
adanya resiko terhadap janin tetapi belum ada studi terkontrol yang
diperoleh pada ibu hamil. Studi terhadap reproduksi binatang
percobaan memperlihatkan adanya efek samping (selain penurunan
fertilitas) yang tidak didapati pada studi terkontrol pada wanita hamil
16
trimester berikutmya).
terhadap janin (teratogenik), dan studi terkontrol pada wanita dan
binatang percobaan tidak tersedia atau tidak dilakukan. Obat yang
masuk kategori ini hanya boleh diberikan jika besarnya manfaat
terapeutik melebihi besarnya resiko yang terjadi pada janin.
d. Kategori D Terdapat bukti adanya resiko pada janin, tetapi manfaat
terapeutik yang diharapkan mungkin melebihi besarnya resiko
(misalnya jika obat perlu digunakan untuk mengatasi kondisi yang
mengancam jiwa atau penyakit serius bilamana obat yang lebih aman
tidak digunakan atau tidak efektif.
e. Kategori X
abnormalitas pada janin, atau terdapat bukti adanya resiko pada janin.
Besarnya resiko jika obat ini digunakan pada ibu hamil jelas-jelas
melebihi manfaat terapeutiknya. Obat yang masuk dalam kategori ini
dikontraindikasikan pada wanita yang sedang atau memiliki
kemungkinan hamil.
2.4.3. Penggunaan Obat Pada Masa Kehamilan.18
a. Pertimbangkan perawatan pada masa kehamilan
b. Obat hanya diresepkan pada wanita hamil bila manfaat yang diperolah
ibu diharapkan lebih besar dibandingkan risiko pada janin
c. Sedapat mungkin segala jenis obat dihindari pemakaiannya selama
trimester pertama kehamilan
d. Apabila diperlukan, lebih baik obat-obatan yang telah dipakai secara
luas pada kehamilan dan biasanya tampak aman diberikan daripada
obat baru atau obat yang belum pernah dicoba secara klinis
17
e. Obat harus digunakan pada dosis efektif terkecil dalam jangka waktu
sesingkat mungkin
2.5. Obat Anti Emetik
Obat anti emetik adalah obat yang digunakan untuk mencegah atau
meringankan gejala mual dan muntah (kamus dorland).
2.5.1. Obat Anti Emetik pada Kehamilan
Berikut adalah golongan obat yang sering digunakan pada ibu hamil.
a. Piridoksin
dan piridoksamin merupakan bentuk vitamin B6 yang terpenting.
Piridoksin dalam bentuk pyridoksalfosfat terlibat dalam metabolisme
karbohidrat, lemak, protein, dan asam amino, termasuk dalam sintesa
neurotransmitter 5HT dan GABA. 19
Farmakokinetik
terpenting dari piridoksn adalah 4-asam piridoksat. Ekskresi melalui
urin terutama dalam bentuk 4-asam piridoksat dan piridoksal.20
Farmakodinamik
efek farmakodinamik yang nyata. Dosis yang sangat besar yaitu 3-4
g/kgBB dapat menyebabkan kejang dan kematian pada hewan coba,
tetapi dosis kurang dari ini umumnya tidak menyebabkan efek yang
jelas. Piridoksal fosfat dalam tubuh merupakan koenzim yang penting
dalam metabolisme berbagai asam amino, diantaranya dekarboksilasi,
18
bersulfur dan amino hidroksida.19
diketahui. Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
penggunaan piridoksin mengurangi tingkat keparahan dari mual
muntah tetapi tidak mempengaruhi frekuensi dari mual muntah itu
sendiri. Seperti pada penelitian Vutyvanich yang membandingkan
efek dosiss 25 mg piridoksin dengan placebo dan menemukan bahwa
setelah 5 hari terapi rerata skor nausea menurun pada grup yang
diintervensi tetapi tidak menunjukkan pengurangan episode dari
muntah. Sehingga dikatakan bahwa efek piridoksin kemungkinan
berkaitan dengan dosis.21
emesis yang terbukti efektif. Namun, piridoksin dapat menyebabkan
neuropati sensorik atau sindrom neuropati dalam dosis antara 50 mg-
2g per hari untuk jangka panjang. Gejala awal berupa sikap yang tidak
stabil, rasa kebas diakaki, diikuti pada tangan dan sekitar mulut. Gejala
akan berangsur- angsur hilang setelah beberapa bulan setelah asupan
piridoksin dihentikan. Tidak dijumpai adanya efek teratogenik pada
janin sehingga oleh FDA dikategorikan sebagai kategori A.20
b. Antihistamin
system (H1 receptors) dan chemoreceptor trigger zone (H2 receptors).
Obat ini digunakan secara luas sebagai first-line medication therapy
untuk wanita hamil dengan keluhan mual muntah. Diphenhydramine
19
golongan antara lain:19
dan sedatif yang agak kuat. Contoh obatnya:
Difenhidramin: merupakan antihistamin derivat etanolamin yang
memiliki daya kerja antikolinergik yang agak kuat. Disamping
daya antikolinergik dan sedatif yang kuat, antihistamin ini juga
bersifat spasmolitik, anti-emetis, dan anti vertigo (anti pusing). 20
Dimenhidrinat : merupakan senyawa klorteofilinat dari
difenhidramin yang khusus digunakan sebagai terhadap mabuk
jalan dan muntah karena kehamilan.19
Doxylamine : merupakan antihistamin derivat etanolamin yang
juga memiliki daya antikolinergik yang kuat.
Derivat Fenotiazine
antikolinergik yang tidak begitu kuat, tetapi sering sekali berefek
sentral kuat dengan khasiat neuroleptis. Contoh obatnya antara
lain:19
sejak 1949 sebagai antiemetikum untuk mencegah mual dan
muntah. Selain itu promethazine juga digunakan pada vertigo dan
sebagai sedativum pada batuk dan sukar tidur, terutama untuk
anak-anak.19
H1. Obat ini memiliki sifat antikolinergik, CNS depressant dan
anastetik lokal. Efek antiemetik dan antivertigo belum diketahui.
Obat ini menekan labyrinth excitability and stimulasi vestibular,
dan juga dapat mempengaruhi medullary chemoreceptor trigger
D1 dan D2.19
terhadap histamin maupun asetilkolin.
Pada sistem saraf pusat
keletihan, depresi, kelemahan, atau perasaan berat pada kedua
tangan dan gangguan koordinasi
menimbulkan vasodilatasi sehingga terjadi hipotensi, hipotensi
ortostatik dan sakit kepala
Gangguan usus dan hati
nyeri abdomen, konstipasi, diare, mual atau muntah ketika
menggunakan obat antihistamin.
Efek samping antimusarinik
mukus yang membasahi dinding epitel tubuh seperti dinding
traktus digestivus, respiratorius dan traktus urogenitalis dan
konjungtiva mata. Sehingga dapat timbul perasaan tidak nyaman
dan haus.
selama kehamilan tidak menyebabkan resiko teratogenik pada
dopamine (D2) di CNS chemoreceptor trigger zone dan juga memiliki
efek yang sedang terhadap reseptor H1. Metoclopramide (Reglan)
benzamide, memiliki mekanisme aksi baik pada sentral maupun
perifer. Obat ini mengantagonis baik dopamin (D1) dan reseptor
serotonin (5-HT3) secara sentral dan meningkatkan waktu
pengosongan lambung. 21
biasanya menyebabkan sedasi dan resiko timbulnya serangan kejang
meningkat pada ibu yang menderita epilepsi selain itu, obat golongan
ini juga dapat menyebabkan kelainan postur dan gerakan jika diberikan
dalam dosis tinggi (extrapyramidal symptoms). Pada pemberian
metoclopramide selain dapat menyebabkan gangguan ekstrapiramidal
juga dapat menyebabkan tardive dyskinesia terutama jika digunakan
lebih dari 12 minggu.22
Farmakologi.
dan radiasi. Senyawa lain dari golongan ini sekarang telah tersedia,
antara lain granisetron, dolasetron dan tropisetron. Mekanisme
kerjanya diduga dilangsungkan dengan mengantagonisasi reseptor 5-
HT yang terdapat pada chemoreceptor trigger zone di area postrema
otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna. Ondansetron
juga mempercepat pengosongan lambung, bila kecepatan
pengosongan basal rendah, tetapi waktu transit saluran cerna
22
efektif untuk pengobatan motion sickness.23,24
Pada pemberian oral, obat ini diabsorpsi secara cepat. Kadar
maksimum tercapai setelah 1-1,5 jam, terikat protein plasma sebanyak
70-76%, dan waktu paruh 3 jam. Ondansetron di eliminasi dengan
cepat dari tubuh. Metabolisme obat ini melalui jalur sitokrom P450
secara hidroksilasi dan konjugasi dengan glukuronida atau sulfat
dalam hati.23,24
berhubungan dengan operasi dan pengobatan kanker dengan
radioterapi dan sitostatika. Obat ini juga efektif untuk mengatasi
hiperemesis kehamilan dan mual pascaoperasi. Dosis 0,1-0,2 mg/kg
IV.23
ditemukan ialah konstipasi. Gejala lain dapat berupa sakit kepala,
flushing, mengantuk, dan gangguan saluran cerna. Belum diketahui
adanya interaksi dengan obat SSP lainnya seperti diazepam, alkohol,
morfin atau antiemetika lainnya.23,24
ondansetron. Obat ini sebaiknya tidak digunakan pada kehamilan dan
ibu masa menyusui karena kemungkinan disekresi dalam ASI. Pasien
dengan penyakit hati mudah mengalami intoksikasi, tetapi pada
insufisiensi ginjal agaknya dapat digunakan dengan aman. Karena
obat ini sangat mahal, maka penggunannya harus dipertimbangkan
23
banyak.23,24
muntah persistent. Mekanisme kerjanya belum dapat dimengerti
namun, beberapa wanita mengalami pengurangan gejala yang cepat
ketika diterapi dengan kortikosteroid. Kortikosteroid oral berhubungan
dengan gangguan penutupan cleft palate janin ketika diberikan pada
umur kehamilan dibawah 10 minggu sehingga pemberiannya perlu
diperhatikan.22
24
Agen
Piridoksin, 10-25 mg
dibutuhkan ditambah 12,5
dibutuhkan
25 mg setiap jam
16 mg setiap 8 jam selama
3 hari, kemudian dosis
minggu
Tabel 2.2. Obat-obatan untuk Tata Laksana Mual dan Muntah pada Kehamilan.25
Sumber : New England Journal of Medicine
25
Tabel 2.3. Algoritme Penatalaksanaan Farmakologi untuk Mual Muntah dalam
Kehamilan
26
WHO memperkirakan bahwa lebih dari separuh seluruh obat di dunia
diresepkan, diberikan dan dijual dengan cara yang tidak tepat dan separuh dari
pasien menggunakan obat secara tidak tepat. Tujuan penggunaan obat rasional
untuk menjamin pasien mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan
kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dengan harga yang terjangkau.5
Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang
tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan
terpaksa mengacu pada diagnosis yang keliru. Akibatnya obat yang diberikan juga
tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya. Tepat indikasi penyakit setiap
obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Antibiotik, misalnya diindikasikan
untuk infeksi bakteri. Dengan demikian,pemberian obat ini hanya dianjurkan
untuk pasien yang memberi gejala adanya infeksi bakteri.5,26
Tepat pemilihan obat adalah keputusan untuk melakukan upaya terapi
diambil setelah diagnosis ditegakkan dengan benar. Dengan demikian, obat yang
dipilih harus yang memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit. Tepat
dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi obat.
Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang
terapi yang sempit, akan sangat beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya
dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi.5,26
Tepat cara pemberian contohnya obat antasida seharusnya dikunyah dulu
baru ditelan. Demikian pula antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu, karena
akan membentuk ikatan, sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi dan menurunkan
efektivtasnya. Tepat interval waktu pemberian, cara pemberian obat hendaknya
dibuat sesederhana mungkin dan praktis, agar mudah ditaati oleh pasien. Semakin
sering frekuensi pemberian obat per hari (misalnya 4 kali sehari), semakin rendah
tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus diminum 3 x sehari harus diartikan
bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam.5,26
Tepat lama pemberian, lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya
masing masing. Pemberian obat yang terlalu singkat atau terlalu lama dari yang
27
samping Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak
diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, karena itu muka
merah setelah pemberian atropin bukan alergi, tetapi efek samping sehubungan
vasodilatasi pembuluh darah di wajah. Pemberian tetrasiklin tidak boleh dilakukan
pada anak kurang dari 12 tahun, karena menimbulkan kelainan pada gigi dan
tulang yang sedang tumbuh.5,26
Ciri- Ciri Penggunaan obat yang tidak rasional dapat dikategorikan sebagai
Berikut:5
penyakit yang bersangkutan. Contohnya, pemberian obat antibiotik
pada ISPA non pneumonia (umumnya disebabkan oleh virus),
pemberian obat dengan dosis yang lebih besar daripada yang
dianjurkan dan jumlah obat yang diberikan lebih dari yang diperlukan
untuk penyakit tersebut merupakan beberapa contoh dari peresepan
berlebih. Pemberian obat berlebihan memberi resiko untuk timbulnya
efek yang tidak diinginkan seperti: interaksi, efek samping dan
intoksikasi.
termasuk dalam kategori ini.
Yaitu jika memberikan beberapa obat untuk satu indikasi penyakit
yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih
dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan
dengan satu jenis obat.
Mencakup pemberian obat untuk indikasi yang keliru, untuk kondisi
yang sebenarnya merupakan kontraindikasi pemberian obat,
memberikan kemungkinan resiko efek samping yang lebih besar,
pemberian informasi yang keliru mengenai obat yang diberikan
kepada pasien, dan sebagainya.
Dalam kenyataannya masih banyak penggunaan obat yang tidak rasional
terjadi dalam praktik sehari-hari dan umumnya tidak disadari oleh para klinisi.
Hampir setiap klinisi mengatakan bahwa pengobatan adalah seni, oleh sebab itu
setiap dokter berhak menentukan jenis obat yang sesuai untuk pasiennya. Hal ini
bukannya keliru, tetapi jika tidak dilandasi dengan alasan ilmiah akan menjurus ke
pemakaian obat yang tidak rasional.Sekarang ini, ada budaya dalam interaksi
dokter-pasien yang berperanan menimbulkan penggunaan obat yang tidak
rasional. Baik dokter maupun pasien memandang bahwa memberikan resep obat
dipandang sebagai (1) bukti bahwa diagnosis telah ditegakkan, (2) cara untuk
menutup sesi konsultasi dan (3) sarana untuk memperpanjang interaksi dokter-
pasien. Dokter merasa tidak nyaman kalau perpisahan dengan pasien tidak disertai
dengan pemberian resep obat, sebaliknya ada kecenderungan pada pasien untuk
memanfaatkan fasilitas kesehatan karena ia menggunakan system pembiayaan
prabayar.27
29
Peningkatan estrogen
penelitian ini adalah:
untuk melihat rasionalitas penggunaan antiemetik pada mual muntah kehamilan di
RSUD Dr Pirngadi Medan. Pengambilan data diambil dari data sekunder berupa
rekam medis pasien.
Tempat pengambilan sampel penelitian dilakukan di bagian Rekam Medik
RSUD Dr Pirngadi Medan. Waktu pengambilan data mulai dari Juli – Desember
2016.
4.3.1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah ibu hamil yang dirawat di RSUD Dr Pirngadi
Medan tahun 2011-2015.
4.3.2. Subjek Penelitian
Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah rekam medik ibu hamil
yang datang RSUD Dr Pirngadi Medan yang mengalami mual muntah kehamilan
mulai tahun 2011-2015 dengan jumlah sampel adalah dengan menggunakan
metode total sampling dan jumlah pasien yang didapatkan dari survey
pendahuluan di RSUD Dr Pirngadi Medan tahun 2011-2015 adalah berjumlah 99
pasien dengan diagnosa hiperemesis gravidarum.
32
Kriteria Inklusi adalah rekam medik yang lengkap dengan pengobatan
antiemetik di RSUD Dr Pirngadi Medan tahun 2011-2015. Kelengkapan data,
meliputi:
7. Dosis obat yang digunakan
8. Lama pengobatan
obat antiemetik yang tidak lengkap.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder pasien
yang didapat dari rekam medik ibu di RSUD Dr Pirngadi Medan yang memenuhi
kriteria inklusi. Kriteria penilaian didasarkan pada kelengkapan:
1. Indikasi
Selanjutnya data dianalisis secara deskriptif meliputi parameter tepat indikasi,
tepat obat, tepat dosis, tepat cara dan lama pemberian obat, selanjutnya disajikan
dalam bentuk tabel, diagram, grafik dan dianalisa secara deskriptif untuk
menentukan rasionalitas penggunaan obat antiemetik pada ibu hamil yang
dilakukan dengan bantuan program komputer SPSS.
4.6. Variabel dan Defenisi Operasional
Rasionalitas peresepan antiemetik dikatakan rasional bila pasien menerima
obat yang sesuai dengan kebutuhannya, umtuk periode waktu yang
adekuat dengan harga yang paling murah untuk pasien dan masyarakat.
Cara Pengukuran : Observasi
Cara Pengukuran : Observasi
2. Tidak tepat indikasi
34
Jenis obat adalah macam- macam obat yang digunakan dalam terapi mual
dan muntah
Skala Ukur : Nominal
efek terapi pada fungsi tubuh yang mengalami gangguan
Cara Pengukuran : Observasi
obat
mengkonsumsi obat
Skala Ukur : Interval
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr Pirngadi Medan yang berlokasi di
Jalan Prof. H. M. Yamin SH No.47, Medan. Rumah sakit tersebut merupakan
rumah sakit negeri tipe B. Rumah sakit ini mampu memberikan pelayanan
kedokteran spesialis dan subspesialis terbatas sehingga dapat dijumpai pasien
dengan latar belakang yang cukup bervariasi.
5.1.2. Karakteristik Subjek Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif retrospektif
dengan meneliti data-data yang diambil dari rekam medis pasien mual muntah
kehamilan yang datang berobat ke RS Dr Pirngadi Medan dari Tahun 2011 hingga
Tahun 2015. Pada penelitian ini didapati kasus sebanyak 99 pasien, namun yang
memenuhi kriteria sebanyak 64 pasien.
36
Sosiodemografi (Umur, Usia Kehamilan, Status Gravida, Tingkat
Pendidikan dan Pekerjaan)
Usia Ibu Hamil (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
20-25 15 23,4
26-30 25 39,1
31-35 17 26,6
>35 7 10,9
Total 64 100
Sebagian besar ibu hamil berada pada kelompok usia 26-30 tahun
berjumlah 25 orang (39,1%) dan sebagian kecil berada kelompok usia >35 tahun
berjumlah 7 orang (10,9%).
Usia Kehamilan
Sebagian besar ibu hamil dengan keluhan mual muntah berada pada
kelompok usia kehamilan ≤16 minggu berjumlah 56 orang (87,5%) dan sebagian
37
kecil berada pada kelompok usia kehamilan >16 minggu berjumlah 8 orang
(12,5%).
Status Gravida Jumlah (orang) Persentase (%)
Primigravida 22 34,4
Multigravida 41 64,0
Grandemultigravida 1 1,6
Total 64 100
primigravida berjumlah 22 orang (34,4%), dan kelompok ibu hamil dengan
jumlah kehamilan 2-5 kali atau multigravida berjumlah 41 orang (64,0%),
sedangkan kelompok ibu hamil dengan jumlah kehamilan >5 kali atau
grandemultigravida berjumlah 1 orang (1,6%).
Tabel 5.4. Distribusi frekuensi berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
SD 1 1,55
SMP 1 1,55
SMA 46 71,9
kelompok terbanyak yaitu berjumlah 46 orang (71,9%), sedangkan pasien yang
38
tingkat pendidikan SD dan SMP merupakan kelompok terkecil berjumlah masing
masing 1 orang (1,55%).
Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)
Pegawai Swasta 6 9,37
Pegawai Negri 16 25
Mual muntah pada kehamilan banyak diderita oleh kelompok ibu rumah
tangga yaitu berjumlah 40 orang (56,25%) dan yang paling sedikit diderita oleh
kelompok pegawai swasta dan wiraswasta yaitu masing-masing berjumlah 6
orang (9,37%).
Penyakit Penyerta, dan Gambaran Penggunaan Terapi lain selain
Antiemetik
penyerta
Tanpa Penyakit
Total 64 100
Dapat dilihat bahwa paling banyak ibu hamil yang menderita mual muntah
tidak menderita penyakit penyerta lain berjumlah 55 orang (86%), penderita
penyakit gastritis didapati berjumlah 7 orang (11%), dan yang paling sedikit
adalah penyakit DM, Hipertiroid, dan Asma bronchial masing-masing berjumlah
1 orang (1,56%).
Kelas Terapi
Cairan infus
Penguat
yang ditegakkan. Dari hasil penelusuran data rekam medik terdapat jumlah
pemberian antiemetik tepat indikasi sebesar (71,9%). Ketidaktepatan indikasi obat
antiemetik terhadap pasien dapat terjadi apabila antiemetik yang diberikan tidak
sesuai dengan diagnsosis yang dialami pasien, dijumpai (28,1%) pemberian
antiemetik yang tidak tepat indikasi.
5.1.4.2 Tepat Obat
Jenis obat adalah macam- macam obat yang digunakan dalam terapi mual
dan muntah. Pilihan pengobatan yang paling tepat tergantung pada
penyebabnya, dan keputusan untuk penggunaan obat dilakukan setelah adanya
diagnosis yang tepat. Dari analisis data yang diperoleh dijumpai penggunaan
mediamer B6 saja berjumlah 20 orang (31,25%), mediamer B6 bersama dengan
metoklopramide berjumlah 2 orang (3,125%), metoklopramide dan ondansentron
berjumlah 4 orang (6,25%), penggunaan ondansentron tunggal berjumlah 31
orang (48,43%), serta penggunaan metoklopramide tunggal sebanyak 7 orang
(10,9%). Dan ketepatan obat pada terapi mual muntah kehamilan mencapai
persentase 100%.
efek terapi pada fungsi tubuh yang mengalami gangguan. Tepat dosis
merupakan pemilihan dosis dan frekuensi pemberian obat. Dari hasil penelitian
didapati ketepatan dosis sebanyak 48 kasus dengan persentase 75% dan
ketidaktepatan dosis sebanyak 16 kasus dengan persentase 25%.
42
Lama pemberian obat adalah waktu yang ditetapkan dalam
mengkonsumsi obat. Proporsi terbanyak adalah pengobatan yang rentang lama
pengobatan ≤ 4 hari dengan proporsi 100%. Dari data deskriptif tersebut
menunjukkan bahwa lama pemberian obat kepada pasien telah tepat yaitu sebesar
100%
Cara pemberian merupakan aturan pemakaian obat yang harus
diperhatikan. Setiap obat memiliki aturan pakai yang berbeda beda. Aturan
pemakaian ini meliputi waktu penggunaan obat (sebelum atau sesudah makan),
frekuensi pemberian dan rute pemberian. Dari hasil penelitian dijumpai pemberian
terbanyak secara oral yaitu sebanyak 45%, pemberian secara intravena sebanyak
36%, dan pemberian secara oral dan intravena sebanyak 19%. Dari data deskriptif
tersebut menunjukkan bahwa cara pemberian obat kepada pasien telah tepat yaitu
sebesar 100%. Namun, aturan penggunaan obat (sebelum/sesudah makan) tidak
tertera pada rekam medik sehingga tidak dapat dicantumkan dan dianalisis dalam
ketepatan cara pemberian obat.
Sebagai hasil penelitian, dari 64 sampel yang diteliti, mayoritas pasien
mual muntah kehamilan berada pada kelompok usia 26-30 tahun yaitu berjumlah
25 orang (39,1%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Ruri Puriati dan Nurul Misbah tahun 2011 di RSUD Dr. Adjidarmo
Rangkasbitung yang menemukan bahwa ibu hamil yang mengalami hiperemesis
gravidarum pada kelompok umur 20-35 tahun sebesar 93,7%.28 Hal ini terjadi
karena walaupun pada umur 20-35 tahun adalah umur yang sesuai dan bisa
menerima kehamilan karena kematangan fisik serta organ-organ lainnya, tetap
saja dapat dipengaruhi oleh faktor psikologis. Hubungan faktor psikologis dengan
kejadian hiperemesis gravidarum belum begitu jelas tetapi besar kemungkinan
bahwa wanita yang menolak hamil, takut kehilangan pekerjaan, keretakan
hubungan dengan suami dan sebagainya, diduga dapat menjadi faktor kejadian
hiperemesis gravidarum.29
Dari segi usia kehamilan, mayoritas kasus terjadi pada kelompok usia
kehamilan ≤16 minggu dengan jumlah 56 orang (87,5%). Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian ini sesuai dengn penelitian yang dilakukan oleh Silviana
Sari tahun 2013 di RSUD Raden Mattaher Jambi yang menemukan bahwa
prevalensi ibu dengan umur kehamilan ≤16 minggu yang mengalami kasus yaitu
85,4%.30 Mual dan muntah pada kehamilan lebih sering terjadi pada usia
kehamilan ≤16 minggu ini disebabkan karena peningkatan kadar sekresi hCG dan
estrogen yang dihasilkan oleh sel trofoblas blastosit pada 12-16 minggu pertama
kehamilan, hCG melewati kontrol ovarium di hipofisis dan menyebabkan korpus
luteum terus memproduksi estrogen dan progesteron sehingga merangsang mual
dan muntah.31
Dilihat dari segi jumlah kehamilan atau gravida, paling sering mual
muntah dialami pada multigravida dengan jumlah orang 41 orang (64,0%). Hal ini
tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa hiperemesis lebih sering
terjadi pada ibu hamil primigravida bila dibandingkan multigravida yang
44
disebabkan karena pada primigravida memiliki kadar hormon estrogen yang lebih
tinggi dibandingkan dengan multigravida. Ibu yang pertama kali hamil
(primigravida) belum dapat beradaptasi dengan peningkatan human Chorionic
Gonadotropin (hCG) dan estrogen yang diduga menjadi penyebab hiperemesis
gravidarum.33 Elabd MM menjelaskan bahwa estrogen dapat menyebabkan
peningkatan sensitivitas olfactorius (penciuman) terhadap aroma atau bau yang
tidak enak yang dapat merangsang mual muntah.34 Dijelaskan pula bahwa
kehamilan pertama adalah pengalaman baru bagi ibu hamil dimana ibu belum siap
secara mental menghadapi kehamilannnya, cemas dan takut dalam menghadapi
kehamilan dan persalinan, dan tanggung jawab sebagai ibu sehingga kondisi
demikian dapat menstimulasi stress yang mempengaruhi psikologis ibu.31 Hasil
yang tidak sesuai dengan literatur juga dijumpai pada penelitian Ardianti N tahun
2012 di RS Bhakti Yuda Depok yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara
hiperemesis terhadap faktor resiko gravida ibu dikarenakan jumlah ibu hamil
multigravida yang berkunjung lebih banyak dibandingkan ibu hamil
primigravida.35
Bila ditinjau dari segi pendidikan, sebagian besar pasien berada kelompok
pendidikan yang dikategorikan sebagai pendidikan yang tinggi ≥ SMA berjumlah
62 orang (97%). Secara teoritis, pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana
seseorang untuk bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya.
Orang yang berpendidikan tinggi biasanya akan bertindak lebih rasional. Oleh
karena itu orang yang berpendidikan akan lebih mudah menerima gagasan baru.
Demikian halnya dengan ibu yang berpendidikan tinggi akan memeriksakan
kehamilannya secara teratur demi menjaga keadaan kesehatan dirinya dan anak
dalam kandungannya.36 Oleh sebab itu, ibu yang memiliki pendidikan dan
pengetahuan yang rendah akan lebih mudah terkena hyperemesis
gravidarum daripada ibu yang memiliki pendidikan dan pengetahuan yang tinggi,
di karenakan kurangnya pengetahuan dan sumber informasi tentang hyperemesis
gravidarum.
45
Berdasarkan pekerjaan, paling sering didapatkan pasien dengan profesi
sebagai ibu rumah tangga berjumlah 36 tahun (56,25%). Hasil penelitian sejalan
dengan penelitian Tri Anasari tahun 2012 di RSU Ananda Purwokerto yang
menemukan 88,8% dari ibu yang mengalami mual muntah tidak memiliki
pekerjaan. Pekerjaan memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian
hiperemesis gravidarum. Hasil penelitian Armilah tahun 2010 di RS Islam Kustati
Surakarta mengungkapkan bahwa ibu yang bekerja lebih besar risikonya terhadap
kejadian hiperemesis gravidarum dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja.37
Hal ini sesuai dengan pendapat Winkjosastro yang mengungkapkan bahwa faktor
psikologi memegang peranan penting dalam penyakit ini, misalnya, kehilangan
pekerjaan, beban pekerjaan yang berat, dapat menyebabkan konflik mental yang
dapat memperberat mual dan muntah sebagai pelarian kesukaran hidup. Hal ini
tidak jarang dapat diatasi dengan cara memberikan suasana baru, sehingga dapat
mengurangi frekuensi muntah.
datang berkunjung tanpa disertai dengan penyakit penyerta sebanyak 54 orang
(84,3%). Penyakit penyerta terbanyak yang dijumpai mual muntah kehamilan di
RSUD Dr Pirngadi adalah Gastritis sebanyak 7 kasus (11%). Hasil ini didukung
oleh penelitian Syahril Syamsuddin tahun 2014 di Puskesmas Poasia Kota
Kendari yang menemukan bahwa gastritis berhubungan dengan kejadian
hiperemesis gravidarum.38
Berdasarkan terapi pendukung dijumpai sebagian besar pasien diberikan
cairan infus sebanyak 56 orang (87,5%) dengan total pemberian 64 kali. Muntah
yang terus-menerus disertai dengan kurang minum yang berkepanjangan dapat
menyebabkan dehidrasi. Jika terus berlanjut, pasien dapat mengalami syok.
Dehidrasi yang berkepanjangan juga menghambat tumbuh kembang janin. Oleh
karena itu, pada pemeriksaan fisik harus dicari apakah terdapat abnormalitas
tanda-tanda vital, seperti peningkatan frekuensi nadi (>100 kali per menit),
penurunan tekanan darah, kondisi subfebris, dan penurunan kesadaran.
Selanjutnya dalam pemeriksaan fisis lengkap dapat dicari tanda-tanda dehidrasi,
46
kulit tampak pucat dan sianosis, serta penurunan berat badan selanjutnya,
pemberian terapi pengganti intravena harus segera dilakukan jika sudah
ditemukan tanda tanda dehidrasi pada mual muntah kehamilan.39
Dijumpai (28,1%) pemberian antiemetik yang tidak tepat indikasi.
Keluhan muntah yang berat dan persisten tidak selalu menandakan hiperemesis
gravidarum. Penyebab-penyebab lain seperti penyakit gastrointestinal,
pielonefritis dan penyakit metabolik perlu diekslusi. Beberapa parameter diambil
untuk membantu menyingkirkan penyebab lain mual muntah kehamilan antara
lain: 1) Onset mual muntah, hampir seluruh kasus onset mual muntah dimulai
pada usia kehamilan dibawah 9 minggu dan berakhir pada trimester pertama
kehamilan 2) Gejala penyerta, ditemukannya gejala penyerta yang bukan khas
hyperemesis gravidarum antara lain; nyeri perut, demam, sakit kepala 3) memiliki
penyakit kronis.31,32,39 Terdapat 12 pasien yang didianosa hiperemesis gravidarum
dengan onset mual muntah pada trimester II usia kehamilan, hal ini dianggap
tidak tepat indikasi berdasarkan teori yang menyebutkan bahwa mual dan muntah
yang berhubungan dengan kehamilan biasanya dimulai pada minggu ke 4 sampai
minggu ke 16 kehamilan, mencapai puncaknya pada minggu ke 11-13 dan
berakhir pada minggu ke-14-16. Mual dan muntah ini disebabkan karena
meningkatnya kadar hormon human Chorionic Gonadotropin (hCG) yang
dihasilkan oleh sel-sel trofoblas blastosit khususnya pada 12-16 minggu pertama
kehamilan. hCG melewati kontrol ovarium di hipofisis dan menyebabkan korpus
luteum terus memproduksi estrogen dan progesteron sehingga merangsang mual
dan muntah dan berangsur-angsur akan menurun seiring dengan bertambahnya
usia kehamilan karena ibu sudah dapat beradaptasi dengan kenaikan hormon
akibat kehamilan.31 Terdapat 6 pasien yang memiliki gejala penyerta yang bukan
khas hiperemesis antara lain nyeri ulu hati dan nyeri perut juga dianggap tidak
tepat indikasi. Hal ini sejalan dengan penelitian Kenneth L koch tahun 2002 yang
menyebutkan bahwa wanita hamil dengan gejala nyeri abdomen dan mual muntah
harus dipertimbangkan kelainan gastrointestinal seperti gastroesofageal reflux,
peptic ulcer dan kolesistitis.40
Dosis adalah jumlah atau ukuran yang diharapkan dapat menghasilkan
efek terapi pada fungsi tubuh yang mengalami gangguan. Ketepatan dosis tersebut
dianalisis menurut frekuensi penggunaan serta dosis obat yang digunakan.
1. Mediamer, dosis anjuran untuk mediamer adalah 1-2 tablet perhari.
2. Ondansentron oral ataupun injeksi dengan sediaan 4 mg dan 8 mg. Dosis
anjuran 4-8 mg per 6-8 jam perhari dengan maksimal dosis 32 mg perhari .
3. Metoclopramide, dengan sediaan 5 mg dan 10 mg per oral serta injeksi.
Dosis anjuran 5-10 mg per 8 jam atau dengan dosis perhari 15-30 mg.
Dari data hasil penelitian dijumpai ketidak tepatan dosis dengan proporsi
sebesar 25%
Ondansetron adalah obat yang paling sering digunakan di RSUD Dr
Pirngadi dengan proporsi 48% dari data penelitian yang menggunakan obat
tunggal. Banyak digunakannya ondansetron disebabkan karena obat ini bersifat
sangat selektif yang dapat menekan mual dan muntah yang hebat. Mekanisme
kerjanya diduga dilangsungkan dengan mengantagonisasi reseptor 5-HT yang
terdapat pada chemoreceptor trigger zone di area postrema otak dan mungkin juga
pada aferen vagal saluran cerna. Keunggulan lain dari ondansetron yaitu dapat
mempercepat pengosongan lambung dan relatif lebih aman dari obat antiemetik
lainnya. Tidak dijumpai adanya teratogenitas pada hewan percobaan bahkan
dengan dosis yang lebih besar dari dosis yang digunakan pada manusia ataupun
laporan kasus tentang penggunaannya ditrimester pertama kehamilan. Sehingga
pemberian ondansentron sebagai anti mual muntah pada kehamilan dikatakan
tepat obat. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Abbas, MN tahun 2014
yang membandingkan penggunaan metoclopramide dan ondansentron pada mual
muntah kehamilan, dimana berdasarkan efek samping yang ditimbulkan,
penggunaan ondansentron menghasilkan efek samping minimal dibandingkan
dengan metoclopramide, sehingga lebih aman untuk digunakan walaupun secara
farmakoekonomi penggunaan metoclopramide lebih dianjurkan.23,24,41
48
Kombinasi antara Pyrathiazin theoclate 40 mg dan vitamin B6 37,5 mg
(Mediamer B6®) dijumpai dengan proporsi 31,25%. Pyrathiazine theoclate secara
sentral menghambat impuls refleks muntah dipusat pada chemoreceptor trigger
zone sedangkan pyridoxin HCl dapat mengurangi mual muntah pada saat
kehamilan. Penggunaan Mediamer B6 diindikasikan untuk mengurangi mual
muntah kehamilan sehingga dikatakan tepat obat.
Metoclopramide dijumpai dengan proporsi 10,9% adalah golongan
dopamine receptor antagonist yang bekerja sebagai antiemetik dan prokinetik
dengan cara mempersingkat gastric empting time dan sekaligus bekerja pada
central chemoreceptor trigger zone. Meskipun dengan data yang terbatas, tidak
dijumpai studi pada hewan maupun manusia yang menunjukkan peningkatan
resiko gangguan pada janin dengan penggunaan dopamin receptor antagonis.
Sehingga pemberian metokloppramide sebagai anti mual muntah pada kehamilan
dikatakan tepat obat.21
Approach 7th Edition tahun 2008 pengobatan kombinasi yang memiliki
farmakodinamik dan farmakokinetik yang hampir sama merupakan indikasi
irrasional. Dari hasil penelitian dijumpai penggunaan antiemetik dengan
menggunakan dua jenis antiemetik antara lain metoklopramide dan ondasentron
berjumlah 4 orang (6,25%), mediamer B6 bersama dengan metoklopramide
berjumlah 2 orang (3,125%). Berdasarkan famakodinamik dan farmakokinetiknya
masing masing kombinasi obat berbeda, dan sebagai catatan penggunaan obat
obatan tidak digunakan secara bersamaan sehingga penggunaan obat tersebut
dikatakan sebagai tepat obat.
Pemberian obat antiemetik dapat diberikan sesuai dengan keluhan mual
dan muntah dan dapat dihentikan bila keluhan mual dan muntah tersebut sudah
hilang. Dari data diatas didapat lama pengobatan ≤ 4 hari dengan proporsi 100%.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustin (2014) bahwa
pemberian obat antiemetika paling lama diberikan selama 3 hari, karena
49
pemberian obat tetapi berhubungan dengan hilangnya rangsang mual pada pasien.
Sehingga evaluasi lama pemberian antiemetik pada kasus mual muntah kehamilan
di RSUD Dr Pirngadi dikatakan tepat 100%.42
Berdasarkan penelusuran data rekam medis diperoleh hasil bahwa cara
penggunaan antiemetik pada penderita mual muntah kehamilan di RSUD Dr
Pirngadi didominasi pada pemberian secara oral 45%. Pemberian antiemetik
secara oral ditujukan bagi pasien mual muntah yang masih dapat mentoleransi
pemberian secara oral dengan baik dan tanpa disertai dengan dehidrasi berat.
Pemberian secara intravena dijumpai dengan proporsi 36 %.Penderita yang
mengalami mual muntah yang hebat diberikan ondansetron dalam sediaan injeksi
agar efek mual muntah cepat ditangani. Obat dalam sediaan injeksi dalam
pembuluh darah menghasilkan efek tercepat dalam waktu 18 detik, yaitu waktu
satu peredaran darah, obat sudah tersebar ke seluruh jaringan. Tetapi, lama kerja
obat biasanya hanya singkat. Cara ini digunakan untuk mencapai efek yang sangat
cepat dan kuat dengan dosis yang tepat dan dapat dipercaya. Sediaan dalam
bentuk intravena efeknya lebih cepat dibandingkan dengan yang oral karena obat-
obatan dalam sediaan injeksi langsung diabsobsi oleh tubuh sehingga efeknya
lebih cepat dan mual muntah yang dialami pasien segera dapat teratasi. 42 Cara
pemberian antiemetik pada pasien mual muntah kehamilan di RSUD Dr Pirngadi
tepat 100%.
sebagai berikut:
(75%). Pemberian antiemetik berdasarkan ketepatan jenis obat, lama
pemberian obat dan cara pemberian obat tepat (100%).
2. Frekuensi penggunaan antiemetik pada kasus mual muntah kehamilan di
RSUD Dr Pirngadi adalah (100%).
3. Distribusi Proporsi penderita mual muntah kehamilan berdasarkan
karakteristik tertinggi adalah sebagai berikut : usia terbanyak berada
pada kelompok usia 20-35 (89,1%), kelompok usia kehamilan terbanyak
pada ≤16 minggu (87,5%), dengan status gravida terbanyak multigravida
(64,0%), tingkat pendidikan terbanyak adalah SLTA (71,9%), pekerjaan
terbanyak adalah ibu rumah tangga (56,25%), penyakit penyerta terbanyak
adalah tanpa penyakit penyerta (84,3%), penggunaan terapi lain selain
antiemetik terbanyak adalah terapi cairan dengan frekuensi 64.
6.2. Saran
keselarasan antara jumlah pasien yang terdaftar dirumah sakit dengan data
yang terdapat dalam rekam medis.
2. Isi rekam medis sebaiknya dapat dicantumkan secara lengkap mulai dari
pemeriksaan awal berupa anamnesa sampai pengobatan sehingga tidak
terjadi kesalahan saat mengambil data berupa data tidak lengkap atau
terkesan rancu.
3. Diperlukan studi lebih lanjut mengenai pemberian antiemetik pada mual
muntah kehamilan serta pentingnya pembuatan pedoman (guideline)
penggunaan antiemetik khususnya pada kasus ibu hamil.
4. Perlu diteliti lebih lanjut faktor-faktor yang mempengaruhi dokter dalam
memberikan terapi antiemetik dan memilih jenis antiemetik pada kasus
mual muntah kehamilan.
1. Morgan Geri, Hamilton Carol. Obstetri dan Ginekologi: Panduan Praktik.
Jakarta: EGC; 2009.
Sarwono Prawirohardjo; 2010.
Sarwono Prawirohardjo; 2006.
4. Saifuddin, BA. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pusataka Sarwono Prawirohardjo; 2006.
5. Direktur Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan. Modul
Penggunaan Obat Rasional Kementrian Kesehatan RI. Jakarta: Direktur
Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan; 2011
6. Lacasse A, Rey E, Ferreira E, et al. Epidemiology of nausea and vomiting
of pregnancy: prevalence, severity, determinants, and the importance of
race/ethnicity. BioMed Central Ltd. 2009 Jul [cited 2016 mei 18]; 9.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2713199.
7. Lacroix R, Eason E, Melzack R. Nausea and vomitting during pregnancy:
a prospective study of its frequency, intensity, and patterns of change.
2000 Apr [cited 2016 Mei 18]; 182. Available from:
http://www.ajog.org/article/S0002-9378(00)70349-8 .
8. Guyton AC. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed (11). Jakarta: EGC;
2010. p. 865.
9. Fauzi A, Rani AA, Laksmi PW, et al. Gangguan sistem gastrointestinal
pada kehamilan: Penyakit penyakit pada kehamilan. Jakarta: Pusat
Penerbit Ilmu Penyakit Dalam; 2008. p. 91-102.
10. Ronna LC, Andrew FO, David AS, et al. Maternal Influences on Nausea
and Vomitting in Early Pregnancy. Matern Child Health J [internet]. 2011
Jan [cited 2016 Mei 18]; 15(1). Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20012346 .
13. Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. Pengantar Kuliah Obstetri.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2007
14. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Ed(6). Jakarta: EGC; 2006. P.321-2
15. Manuaba IBG. Ilmu Kebidanan, penyakit Kandungan dan KB untuk
Pendidikan Bidan. Ed(2). Jakarta: EGC; 2010. p.229
16. Sary Y. Panduan Obat Aman Untuk Kehamilan. Yogyakarta: Penerbit
Andi; 2009.
17. Katzung BG. Farmakologi Dasar dan Klinik ed.10. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2007.
18. ISO Informasi Spesialite Indonesia Volume 49. Jakarta Barat: PT. ISFI
Penerbitan; 2014-2015.
19. Tjay TH, Rahardja K. Obat-Obat Penting: Khasiat, penggunaan, dan efek-
efek sampingnya. Ed(6). Jakarta: Elex media komputindo; 2010.
20. Gunawan SG, Nafrialdi RS, Elysabeth. Farmakologi dan terapi UI. Ed (5).
Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2007.
21. King TL, Murphy PA. Evidence-Based Approaches to Managing Nausea
and Vomiting in Early Pregnancy. Journal of Midwifery & Women's
Health [internet]. 2009 Nov [cited 2016 Mei 20]; 54(6). Available from:
http://www.medscape.com/viewarticle/712662 .
22. Jordan, Sue. Farmaklogi Kebidanan. Jakarta: EGC; 2004. p.120-145.
23. Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. Farmakologi Dasar & Klinik Vol 2.
Ed (12). Jakarta: EGC; 2013. p. 1246-1249.
24. Goodman et al. Dasar Farmakologi Terapi Vol 2. Ed (10). Jakarta: EGC;
2012. p. 183-185.
25. Niebyl, JR. Nausea and vomiting in pregnancy. N Engl J Med [internet].
2010 Oct [cited 2016 Mei 30]; 363. Available from:
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp1003896 .
Churchill Livingstone; 2004.p. 441-452.
27. Avorn J, Solomon DH. Cultural and economic factor that (mis)shape
antibiotic use: the nonpharmocologic basis of therapeutics. Ann Intern
Med [internet]. 2000 Jul [cited 2016 Mei 30]; 33(8). Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10896639 .
28. Puriati R, Misbah N. Hubungan Paritas Dan Umur Ibu Dengan Kejadian
Hiperemesis Gravidarum Di RSUD Adjidarmo Rangkasbitung Tahun
2011. Jurnal Obstretika Scientia. 2014 Jun 2(1):180-191.
29. Manuaba IBG. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC. 1998
30. Sari S. Hubungan Beberapa Faktor Risiko Ibu Hamil Dengan Hiperemesis
Gravidarum [skripsi]. Jambi: Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi. 2013
31. Tiran D. Mual Dan Muntah Kehamilan. Jakarta: EGC; 2008. hal. 2-35
32. ACOG Buletin. Nausea and Vomiting of Pregnancy. 04 Apr 103(4):803-
815
33. Fell DB, Dodds L, Joseph KS, Allen, Victoria M; Butler B. Risk Factors
for Hyperemesis Gravidarum Requiring Hospital Admission During
Pregnancy. Green J. 2006;107(2). Part1.
34. Elabd MM, Fawzy AA, et al. New Treatment Of Hyperemesis
Gravidarum A Randomized Study. 2006 42(1):49-53
35. Ardianti N. Hubungan Karakteristik Ibu Hamil Dengan Tingkatan
Hiperemesis Gravidarum Di RSU Bhakti Yudha Depok Periode Januari
2007 – Desember 2011 [skripsi]. Jakarta: FK UPN. . 2012
36. Walyani Elisabeth, Siwi.Asuhan Kebidanan. Yogyakarta. 2015.
37. Armilah. Hubungan umur ibu dan pekerjaan terhadap kejadian
hiperemesis gravidarum di RS Islam Kustati Surakarta tahun 2009
[skripsi]. Surakarta. 2009
Dengan Sindrom Hiperemesis Gravidarum di Wilayah Kerja Puskesmas
Poasia Kota Kendari Tahun 2014 [skripsi]. Kendari: Universitas Halu
Oleo. 2014
Assoc. 2011 Nov 61(11): 458-464
40. Kenneth L. Koch. Gastrointestinal factors in nausea and vomiting of
pregnancy. AJOG article Am J Obstet Gynecol. 2002 May;186:S198-203
41. Abas MN Ondansetron compared with metoclopramide for hyperemesis
gravidarum: a randomized controlled trial. Obstet Gynecol. 2014 Jun
123(6):1272-9
Yogyakarta Periode Januari-Juni Tahun 2012 [skripsi]. Yogyakarta:
Politeknik Kesehatan Bhakti Setya Indonesia. 2012
Agama : Kristen
2. Sekolah Menengah Pertama Swata Fatima II Tahun 2007-2010
3. Sekolah Menengah Atas Sutomo 1 Tahun 2010-2013
4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Program Studi
Pendidikan Dokter Tahun 2013-2017
NO Umur
Paritas Penggunaan Terapi lain selain Antiemetik
1 24 16-18 mgg SLTA IRT Tidak Ada G1P0A0 IVFD RL 20 gtt/i, Paracetamol 3x500mg, Antasida syr 3x2 Cth, inj Ranitidin 1amp/8jam
2 25 14 mgg SLTA IRT Tidak Ada G1P0A0 IVFD Aminofel 20 gtt/i, Cimetidin 1 amp/8jam
3 31 8 mgg Sarjana PN Tidak Ada G3P2A0 IVFD RL 20 gtt/i, Folavit tab 400mg 1x1
4 25 14-16 mgg SLTA PN Tidak Ada G1P0A0 Ranitidin 2x1
5 25 6-8 mgg SLTA PS Tidak Ada G1P0A0 IVFD RL 20 gtt/i, Folavit tab 400ng 1x1
6 26 8 mgg SLTA IRT Tidak Ada G3P2A0 IVFD NaCl 20 gtt/i, Antasida syr 3x1 Cth 1, vit B6 2x1, Asam Folat 400mg 1x1
7 27 16 mgg SLTA IRT Tidak Ada G2P1A0 IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i, IVFD Dextrose 5%
8 31 10-12 mgg SLTA IRT Tidak Ada G4P3A0 IVFD RL 20gtt/i
9 30 9 mgg SLTA PS Tidak Ada G3P2A0 IVFD DS 5%, NaCl 0,9%, As. Folat 1x1
10 33 12-14 mgg Sarjana PN Tidak Ada G1P0A0 Emeniton 1x1, As. Folat 1x1, Aminofec drop 600/12 jam
11 21 11-12 mgg SLTA IRT Tidak Ada G2P1A0 IVFD RL 20gtt/i, As. Folat 2x1, B.Comp 2x1, Antasidad syr Cth1
12 38 10-12 mgg SD IRT Tidak Ada G4P3A0 Antasida syr 3x1 Cth1, As.Folat 1x1, B6 tab 2x1
13 31 7 mgg Sarjana PN Tidak Ada G1P0A0 IVFD RL 20 gtt/i
14 29 12-14 mgg Sarjana PN Tidak Ada G4P1A2 IVFD RL 20 gtt/i
15 24 18-20 mgg SLTA IRT Tidak Ada G2P1A0 IVFD RL 20 gtt/i, As. Folat 2x1, Antasida syr 3x Cth1
16 39 9 mgg SLTA WS Tidak Ada G7P6A0 IVFD Dex 5%, Inj.Ranitidin, As.Folat 2x1, Ambroxol syr 3x Cth 1
17 31 10-12 mgg SLTA IRT Tidak Ada G3P2A0 IVFD KAEN, B6 3x1, Inj.Ranitidin 30mg/ 12jam
18 33 19-20 mgg SLTA IRT Tidak Ada G2P0A1 Infus NaCl 0,9%, IVFD D5%, Neurodex 2x1, Bcomp 2x1
19 26 9-10 mgg SLTA PS Tidak Ada G2P1A0 IVFD KAEN, As.Folat 400mg1x1, B6 2X1
20 34 8 mgg Sarjana IRT Gastritis G3P2A0 IVFD KAEN, As. Folat 400mg 1x1
21 34 12 mgg SLTA WS Tidak Ada G2P1A0 IVFD RL 20gtt/i, Antasida syr, SulfasFerosus 1X1, B.Comp 2X1
22 21 11-12 mgg SLTA IRT Asma G1P0A0 IVFD Aminofel, IVFD Dextrose, As. Folat 1x1 400mg, Calsium 1x1
23 33 8-10 mgg SLTA PN Tidak Ada G2P1A0 Infus NaCl 0,9%, IVFD D5%, Ampicilin 4x500mg, Silex syrup
24 33 11-12 mgg SLTA IRT Tidak Ada G4P3A0 As. Folat1x1 400mg, Bcomplex 1x1
25 31 6 mgg SLTA IRT Gastritis G1P0A0 IVFD DEX 5%, Inj.Ranitidin 1amp/8jam Magtral syrup 3x cth1, Histolan 2x1
26 30 8-9 mgg SLTA IRT Tidak Ada G1P0A0 Infus RL 20gtt/i, B.complex 2x1
27 30 28-29 mgg SLTA IRT Gastritis G1P0A0 IVFD NaCl 0,9%, Amoxicillin 2x500mg, Inj.Ranitidin 1amp/12jam
28 32 8-10 mgg Sarjana PN Tidak Ada G1P1A0 IVFD Aminofel, B6 tab, B.comp
29 25 28-30 mgg SLTA IRT Gastritis G3P2A0 Ranitidin tab 3x1, Antasida 3xcth1
30 30 6-8 mgg SLTA IRT Tidak Ada G3P1A1 IVFD RL 20gtt/i, Antasida syr
31 26 15-16 mgg SLTP IRT Tidak Ada G2P1A0 IVFD RL 20gtt/i, Omeprazole 3x1
32 22 10 mgg SLTA WS Gastritis G1P1A0 IVFD RL 0,5%, inj.Ranitidin 1amp/12jam
33 30 16-17 mgg SLTA IRT Gastritis G2P1A0 IVFD RL 20gtt/i, inj.Ranitidin 1amp/12jam, As.Folat 2x400mg, B.comp 1x1
34 27 10-12 mgg SLTA IRT Tidak Ada G3P2A0 IVFD NaCl 0,9%, As.Folat 1x1, Antasida syr 3xcth1
35 28 20-28 mgg SLTA IRT Tidak Ada G1P0A0 IVFD RL 20gtt/i, inj.Ranitidin 50mg/12jam
36 27 12-14 mgg SLTA IRT Tidak Ada G2P1A0 IVFD RL
37 30 11 mgg SLTA IRT Tidak Ada G2P1A0 IVFD NaCl 0,9%, As.Folat 3x100mg, vit B6 3x1
38 29 10 mgg Sarjana WS Tidak Ada G1P0A0 IVFD RL
39 30 8 mgg Sarjana IRT Tidak Ada G2P0A1 IVFD RL, Antasida
40 38 8-10 mgg Sarjana PN Tidak Ada G2P1A0 IVFD RL, Antasida 3x1 tab, Nemodex 1x1, Neurobion injeksi, Omeprazol
41 28 9 mgg Sarjana PS Tidak Ada G2P1A0 IVFD RL, As.Folat 3x100mg, Antasid 3x1
42 39 8-10 mgg SLTA IRT Tidak Ada G3P2A0 IVFD RL, As.Folat 1x1
43 25 10 mgg SLTA WS Tidak Ada G1P0A0 IVFD Asering, IVFD D5% + Neurobion 5000
44 25 10 -12 mgg Sarjana PN Tidak Ada G1P1A0 IVFD Nacl, As Folat, B.complx
45 34 12-14 mgg SLTA IRT Tidak Ada G3P2A0 IVFD RL, Folavit
46 20 10 mgg SLTA IRT Tidak Ada G1P0A0 IVFD RL , Vit B6 3x2, inj Ranitidin 1amp/8jam
47 29 15 mgg SLTA IRT Tidak Ada G2P1A0 IVFD Dextrose
48 30 8-10 mgg SLTA PN Tidak Ada G4P1A2 Folavit 1x1
49 29 7-8 mgg SLTA IRT Tidak Ada G2P1A0 IVFD Dextrose, inj.Ranitidin 50mg/8jam
50 29 10 mgg SLTA IRT Tidak Ada G2P0A1 IVFD Nacl, IVFD D5%, inj.Ranitidin 1amp/12 jam
51 33 8-10 mgg SLTA PS Tidak Ada G3P2A0 IVFD RL, Aminofel, Ranitidin tab 1x1, inj.Ranitidin 1amp/12 jam, Novemi
52 39 12-14 mgg Sarjana PN Hipertiroid G3P2A0 inj.Ranitidin 1amp/12 jam
53 24 8 mgg SLTA IRT Tidak Ada G1P0A0 IVFD RL, As.Folat 2x1, Antasida syr 3x1,
54 31 5-6 mgg Sarjana WS Tidak Ada G3P2A0 IVFD RL, Antasida 3xcth1, inj. Ranitidin
55 31 32-34 mgg Sarjana PS Tidak Ada G2P1A0 IVFD RL, inj. Ranitidin 1amp/12jam
56 36 4 mgg SLTA IRT DM G3P2A0 IVFD RL
57 25 8-10 mgg Sarjana IRT Tidak Ada G1P0A0 IVFD RL, Ranitidin, B.comp tab 2x1
58 26 6-8 mgg SLTA PN Tidak Ada G1P0A0 IVFD RL, Stocain 3x1, Folavit 1x1
59 29 10-12 mgg SLTA PN Tidak Ada G3P2A0 IVFD RL, As.Folat 1x1, Premaston 2x1
60 30 8-10 mgg SLTA IRT Gastritis G1P0A0 IVFD RL, Folavit 1x1
61 35 10-12 mgg Sarjana PN Tidak Ada G2P0A1 IVFD KAEN
62 38 13 mgg SLTA PN Tidak Ada G3P2A0 IVFD D5%
63 20 12-13 mgg SLTA IRT Tidak Ada G1P0A0 IVFD RL
64 30 6-8 mgg SLTA PN Tidak Ada G2P1A0 Tab Gastran 3x1, Folavit 1x1
KETEPATAN DOSIS
1x 1 hari 1x 1 hari TD TTD
1 Mediamer B6 (po) 1 tablet 3 tablet 1 tablet 1-2 tablet Dosis Berlebih √
2 Mediamer B6 (po)
1 tablet 3 tablet 1 tablet 1-2 tablet Dosis Berlebih √
10 mg 30 mg 5-10 mg 15-30 mg Dosis Tepat
3 Mediamer B6 (po) Metoclopramide (iv)
1 tablet 3 tablet 1 tablet 2 tablet Dosis Berlebih √
10 mg 30 mg 5-10 mg 15-30 mg Dosis Tepat
4 Ondasentron (iv) 4 mg 8 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat √
5 Mediamer B6 (po) 1 tablet 3 tablet 1 tablet 1-2 tablet Dosis Berlebih √
6 Metoclopramide (po)
10 mg 30 mg 5-10 mg 15-30 mg Dosis Tepat √
4 mg 8 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat
7 Ondasentron (iv) 4 mg 8 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat √
8 Ondasentron (iv) 4 mg 8 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat √
9 Mediamer B6 (po) 1 tablet 1 tablet 1 tablet 1-2 tablet Dosis Tepat √
10 Metoclopramide (iv)
10 mg 30 mg 5-10 mg 15-30 mg Dosis Tepat √
8 mg 16 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat
11 Ondasentron (po) 4 mg 12 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat √
12 Ondasentron (iv) 4 mg 8 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat √
13 Ondasentron (iv) 4 mg 8 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat √
14 Mediamer b6 (po) 1 tablet 2 tablet 1 tablet 1-2 tablet Dosis Tepat √
15 Metoclopramide (iv) 10 mg 30 mg 5-10 mg 15-30 mg Dosis Tepat √
16 Mediamer B6 (po) 1 tablet 3 tablet 1 tablet 1-2 tablet Dosis Berlebih √
17 Ondasentron (iv dan po) 4 mg 8 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat
√ 4 mg 12 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat
18 Ondasentron (iv dan po) 4 mg 12 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat
√ 4 mg 12 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat
19 Ondasentron (iv) 4 mg 8 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat √
20 Ondasentron (iv) 4 mg 8 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat √
21 Mediamer b6 (po) 1 tablet 3 tablet 1 tablet 1-2 tablet Dosis Berlebih √
22 Ondasentron (iv) 4 mg 8 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat √
23 Ondasentron (po) 4 mg 12 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat √
24 Mediamer b6 (po) 1 tablet 3 tablet 1 tablet 1-2 tablet Dosis Berlebih √
25 Ondasentron (po) 8 mg 16 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat √
26 Ondasentron (iv) 4 mg 8 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat √
27 Ondasentron (iv) 4 mg 12 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat √
28 Metoclopramide (po)
10 mg 30 mg 5-10 mg 15-30 mg Dosis Tepat √
4 mg 8 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat
29 Ondasentron (po) 4 mg 12 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat √
30 Ondasentron (iv dan po)
4 mg 8 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat √
4 mg 12 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat
31 Metoclopramide (iv dan po) 10 mg 30 mg 5-10 mg 15-30 mg Dosis Tepat
√ 10 mg 30 mg 5-10 mg 15-30 mg Dosis Tepat
32 Metoclopramide (iv) 10 mg 30 mg 5-10 mg 15-30 mg Dosis Tepat √
33 Ondasentron (iv) 4 mg 8 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat √
34 Mediamer b6 (po) 1 tablet 3 tablet 1 tablet 1-2 tablet Dosis Berlebih √
35 Ondasentron (iv) 4 mg 12 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat √
36 Metoclopramide (iv) 10 mg 30 mg 5-10 mg 15-30 mg Dosis Tepat √
37 Ondasentron (iv) 4 mg 12 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat √
38 Mediamer b6 (po) 1 tablet 3 tablet 1 tablet 1-2 tablet Dosis Berlebih √
39 Metoclopramide (iv) 10 mg 30 mg 5-10 mg 15-30 mg Dosis Tepat √
40 Ondasentron (iv) 4 mg 12 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat √
41 mediamer b6 (po) 1 tablet 3 tablet 1 tablet 1-2 tablet Dosis Berlebih √
42 mediamer b6 (po) 1 tablet 3 tablet 1 tablet 1-2 tablet Dosis Berlebih √
43 Ondasentron (iv) 4 mg 12 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat √
44 Ondasentron (iv) 4 mg 12 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat √
45 Ondasentron (iv) 4 mg 12 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat √
46 Metoclopramide (iv) 10 mg 30 mg 5-10 mg 15-30 mg Dosis Tepat √
47 Metoclopramide (po) 10 mg 20 mg 5-10 mg 15-30 mg Dosis Tepat √
48 Ondasentron (po) 4 mg 12 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat √
49 Mediamer b6 (po) 1 tablet 3 tablet 1 tablet 1-2 tablet Dosis Berlebih √
50 Ondasentron (iv dan po) 4 mg 8 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat
√ 4 mg 12 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat
51 Ondasentron (po) 8 mg 16 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat √
52 Ondasentron (iv) 4 mg 12 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat √
53 Mediamer b6 (po) 1 tablet 2 tablet 1 tablet 1-2 tablet Dosis Tepat √
54 Mediamer b6 (po) 1 tablet 3 tablet 1 tablet 1-2 tablet Dosis Berlebih √
55 Mediamer b6 (po) 1 tablet 2 tablet 1 tablet 1-2 tablet Dosis Tepat √
56 Mediamer b6 (po) 1 tablet 2 tablet 1 tablet 1-2 tablet Dosis Tepat √
57 Ondasentron (iv dan po) 4 mg 12 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat
√ 8 mg 16 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat
58 Mediamer b6 (po) 1 tablet 3 tablet 1 tablet 1-2 tablet Dosis Berlebih √
59 Mediamer b6 (po) 1 tablet 2 tablet 1 tablet 1-2 tablet Dosis Tepat √
60 Ondasentron (iv dan po) 4 mg 12 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat
√ 4 mg 12 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat
61 Ondasentron (po) 4 mg 12 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat √
62 Mediamer b6 (po) 1 tablet 3 tablet 1 tablet 1-2 tablet Dosis Berlebih √
63 Ondasentron (iv) 4 mg 8 mg 4-8 mg 8-32 mg Dosis Tepat √
64 Mediamer b6 (po) 1 tablet 3 tablet 1 tablet 1-2 tablet Dosis Berlebih √
KETEPATAN INDIKASI
TI TTI
1 Mual Muntah sudah dialami selama ± 3 bulan ini Frek > 3x/hr, isinya apa
yang dimakan. Demam (+). sejak 2 hari ini mencret 2x/ hari. Hyperemesis Gravidarum + PG + KDR(16-18 minggu) + AH √
2 Mual (+), Muntah(+), Nyeri pada ulu hati akibat muntah berlebihan. Hyperemesis Gravidarum (Usia kehamilan 14 minggu) √
3
Mual Muntah sudah dialami selama ± 2 hari ini Frek >10x/hr, 3-5 sendok teh/
kali muntah, isinya apa yang dimakan, Demam (-), Mulas(-), keluar darah(-),
BAB(+)N, BAK(+)N.

4 Mual Muntah sudah dialami selama ± 2 hari ini Frek >5x/hr, isinya apa yang
dimakan, nyeri dada (+),mules(-), keluar darah(-), BAB(+)N, BAK(+)N.
Hyperemesis Gravidarum + PG + KDR(14-16 minggu) + AH

5 Mual Muntah sudah dialami selama ± 2 hari ini Frek >5x/ hr, isinya apa yang
dimakan, nyeri ulu hati(-), Mules (-), keluar darah(-), BAB(+)N, BAK(+)N.
Hyperemesis Gravidarum + PK + KDR(6-8 minggu) + AH

6 Mual Muntah sudah dialami selama ± 1 mgg ini Frek 10-15x/hr, isinya apa
yang dimakan, mules(-), BAB(+)N, BAK(+)N.
Hyperemesis Gravidarum (Usia kehamilan 8 minggu)

7 Mual Muntah sudah dialami selama ± 1 hari ini, isinya apa yang dimakan,
mules (-), BAB(+)N, BAK(+)N.

8 Mual Muntah sudah dialami selama ± 3 mgg dan memberat 1 mgg ini, Mules
(-), BAB(+)N, BAK(+)N.

9 Mual Muntah sudah dialami sela