of 104 /104
PENGARUH METO DE PEMBELAJ ARAN PROBLEM SOLVING TERH ADAP PRESTASI BELAJAR KIMIA PO KO K BAHASAN IKATAN KIMIA DITINJAU DARI KEMAMP UAN PENALARAN PADA SISWA KELAS X S MAN 1 TAWANG SARI TAHUN AJARAN 2009/2010 Skripsi Oleh: Apriyanti K 3305003 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERS ITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Skripsi/Pengaruh... · Program Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Matematika ... Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

Embed Size (px)

Text of Skripsi/Pengaruh... · Program Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Matematika ... Skripsi ini telah...

  • PENGARUH METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING

    TERHADAP PRESTASI BELAJAR KIMIA POKOK BAHASAN

    IKATAN KIMIA DITINJAU DARI KEMAMPUAN

    PENALARAN PADA SISWA KELAS X

    SMAN 1 TAWANGSARI

    TAHUN AJARAN

    2009/2010

    Skripsi

    Oleh:

    Apriyanti

    K 3305003

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERS ITAS SEBELAS MARET

    SURAKARTA

    2010

  • ii

    PENGARUH METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING

    TERHADAP PRESTASI BELAJAR KIMIA POKOK BAHASAN

    IKATAN KIMIA DITINJAU DARI KEMAMPUAN

    PENALARAN PADA SISWA KELAS X

    SMAN 1 TAWANGSARI

    TAHUN AJARAN

    2009/2010

    Skripsi

    Oleh:

    Apriyanti

    K 3305003

    Diajukan sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana

    Program Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Matematika

    dan Ilmu Pengetahuan Alam

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERS ITAS SEBELAS MARET

    SURAKARTA

    2010

  • iii

    PERSETUJUAN

    Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji

    Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

    Surakarta.

    Persetujuan pembimbing:

    Pembimbing I

    Dra. Hj. Kus Sri Mart ini, M.Si

    NIP. 19500104 197501 2 001

    Pembimbing II

    Endang Susilowati, S.Si, M.Si.

    NIP.19700117 200003 2 001

  • iv

    PENGESAHAN

    Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

    Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima

    untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

    Hari:

    Tanggal:

    Tim Penguji Skripsi:

    Nama Terang

    Ketua : Dra. Bakt i Mulyani, M. Si. ...................

    Sekretaris : Drs. Sulistyo Saputro, M.Si. ....................

    Anggota I : Dra. Kus Sri Martini, M.Si. ....................

    Anggota II : Endang Susilowati, S.Si, M.Si. ....................

    Disahkan Oleh:

    Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

    Dekan.

    Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP. 19600727 198702 1 001

  • v

    ABSTRAK

    Apriyanti . PENGARUH METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP PRESTASI BELAJAR KIMIA POKOK BAHASAN IKATAN KIMIA DITINJAU DARI KEMAMPUAN PENALARAN PADA SISWA KELAS X SMAN 1 TAWANGSARI TAHUN AJARAN 2009/2010. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta. Pebruari 2010.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Pengaruh penggunaan

    metode pembelajaran Problem Solving terhadap prestasi belajar ikatan kimia. (2)

    Pengaruh kemampuan penalaran terhadap prestasi belajar ikatan kimia. (3)

    Interaksi antara penggunaan metode pembelajaran Problem Solving dan

    kemampuan penalaran terhadap prestasi belajar ikatan kimia.

    Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimen dan menggunakan

    rancangan penelitian Factorial Design 2x2. Sampel terdiri dari dua kelas yang

    diambil dengan teknik Cluster Random Sam pling. Satu kelas sebagai kelas

    eksperimen metode Problem Solving dan satu kelas untuk kelas kontrol. Populasi

    yang digunakan adalah siswa kelas X SMAN 1 Tawangsari Tahun Ajaran

    2009/2010. Teknik pengambilan data prestasi belajar siswa menggunakan tes

    bentuk obyektif untuk aspek kognitif dan angket untuk aspek afektif serta nilai

    kemampuan penalaran siswa dengan angket penalaran. Data yang telah terkumpul

    dianalisis dengan menggunakan pendekatan kuantitatif sebagai statistik uji

    Analisis Variansi Dua Jalan dengan frekuensi sel tidak sama.

    Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan: (1) Ada pengaruh

    penggunaan metode pembelajaran Problem Solving terhadap prestasi belajar

    ikatan kimia ditandai dengan nilai FA = 34,524 > F0,05; 1,60 = 4,00 untuk aspek

    kognitif tetapi tidak untuk aspek afektif. (2) Ada pengaruh kemampuan penalaran

    terhadap prestasi belajar ikatan kimia ditandai dengan nilai FB = 4,478 > F0,05; 1,60

    = 4,00 untuk prestasi kognitif tetapi tidak untuk aspek afekt if. (3) Tidak ada

    interaksi antara penggunaan metode pembelajaran Problem Solving dan

    kemampuan penalaran terhadap prestasi belajar ikatan kimia ditandai dengan FAB

    = 1,903 < F0,05; 1,76 = 4,00.

  • vi

    ABSTRACT Apriyanti . THE EFFECT OF PROBLEM SOLVING LEARNING METHOD ON THE CHEMISTRY LEARNING ACHIEVEMENT IN THE SUBJECT MATTER OF CHEMICAL BOND VIEWED FROM THE LOGICAL REASONING CAPABILITY IN THE X GRADERS OF SMA N 1 TAWANGSARI IN THE SCHOOL YEAR OF 2009/2010. Thesis. Teacher Training and Education Faculty Sebelas Maret University. Surakarta. February 2010.

    This research aims to find out: (1) the effect of the use of problem solving learning method on the chemical bond learning achievement, (2) the effect of the use of logical reasoning capability on the chemical bond learning achievement , and (3) the interaction between the use of problem solving learning method and the logical reasoning capability on the chemical bond learning achievement .

    This research was taken place in experimental method and used Factorial Design 2x2. The sample consist of two class was taken with Cluster Random Sampling, that is, two classes: one class is the experimental class of problem solving method and one control class. The population used was the X graders of SMA N 1 Tawangsari in the School Year of 2009/2010. Technique of collecting data employed were objective test method for the cognitive learning achievement , quistionnaire for the data on student learning affective and students logical reasoning capability. The data obtained was analyzed using quantitative approach of Two-way variance analysis with different cell.

    Based on the result of research can be concluded that: (1) there is the effect of the use of problem solving learning method on the chemical bond learning achievement because FA = 34,524 > F0,05; 1,60 = 4,00 for cognitive aspect but no for affective aspect, (2) There is the effect of the use of logical reasoning capability on the chemical bond learning achievement because FB = 4,478 > F0,05; 1,60 = 4,00 for cognitive aspect but no for affective aspect, and (3) There is no interaction between the use of problem solving learning method and the logical reasoning capability on the chemical bond learning achievement because FAB = 1,903 < F0,05; 1,76 = 4,00.

  • vii

    MO TTO

    Lakukan apa yang bisa kamu kerjakan hari ini.

    Setiap ada kesulitan pasti ada kemudahan.

    Kita hidup bukan untuk kita sendiri, lakukan yang terbaik untuk orang-

    orang yang mencintai kita.

  • viii

    PERSEMBAHAN

    Karya ini kupersembahkan untuk:

    1. Bapak dan Ibu tercinta,

    atas doa dan restunya.

    2. Aning & Bowo adik-adikku tersayang.

    3. Keponakanku Dika, Dody, Raha, Iga, Yoga

    terima kasih untuk semangatnya.

    4. Teman-teman seperjuanganku, Titik, Elmi,

    Evy, Linggar, Mas Mawan, Tina, Ika, Ima,

    Dieni, Titin, Astri terima kasih atas

    dukungannya.

    5. Rekan-rekan angkatan 2005.

    6. Almamater.

  • ix

    KATA PENGANTAR

    Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

    hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan proses penelitian dan penyusunan

    skripsi ini. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi syarat dalam mendapatkan gelar

    Sarjana Pendidikan Program Kimia Jurusan P. MIPA, Universitas Sebelas Maret

    Surakarta.

    Dalam menulis skripsi ini penulis mendapatkan bimbingan, petunjuk dan

    bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

    1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan

    dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah

    memberikan ijin penelitian kepada penulis.

    2. Ibu Dra. Kus Sri Martini, M. Si, selaku Ketua Jurusan Pendidikan

    Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Dosen Pembimbing I yang

    telah memberikan bimbingan sehingga skripsi ini dapat selesai dengan

    baik.

    3. Ibu Dra. Tri Redjeki, M. S, selaku Ketua Program Kimia yang telah

    memberikan ijin penelitian kepada penulis.

    4. Ibu Endang Susilowati, S.Si, M. Si, selaku Pembimbing II yang telah

    memberikan saran dan arahan kepada penulis.

    5. Bapak Prof. Dr. Ashadi, selaku Pembimbing Akademik yang selalu

    memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

    6. Ibu Sri Lastari, M.Pd selaku kepala SMAN 1 Tawangsari yang telah

    memberikan ijin kepada penulis.

    7. Bapak Drs. Daryono selaku Guru Kimia SMAN 1 Tawangsari yang telah

    meluangkan waktunya untuk membimbing dan membantu dalam kegiatan

    penelitian ini.

    8. Bapak ibu guru, segenap karyawan dan karyawati dan siswa SMAN 1

    Tawangsari, yang telah m emberikan dukungan.

  • x

    9. Teman-teman angkatan 2005 yang selalu memberi bantuan dan semangat

    dalam penyusunan makalah ini.

    10. Semua pihak yang belum penulis sebutkan satu per satu yang telah

    memberikan bantuan dalam penyusunan makalah ini.

    Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak

    kekurangannya, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun, salah satunya

    dengan penelitian lanjutan dari penelitian ini.

    Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

    Surakarta, Pebruari 2010

    Penulis

  • xi

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

    HALAMAN PENGAJUAN.......................................................................... ii

    HALAMAN PERSETUJUAN...................................................................... iii

    HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... iv

    ABSTRAK .................................................................................................... v

    HALAMAN MOTTO ................................................................................. vii

    HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... viii

    KATA PENGANTAR .................................................................................. ix

    DAFTAR ISI................................................................................................ xii

    DAFTAR TABEL........................................................................................ xiv

    DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xvii

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xix

    BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1

    A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1

    B. Ident ifikasi Masalah............................................................... 3

    C. Perumusan Masalah ............................................................... 4

    D. Tujuan Penelitian ................................................................... 4

    E. Manfaat Penelitian ................................................................. 4

    BAB II. LANDASAN TEORI................................................................... 5

    A. Kajian Teori........................................................................... 5

    1. Belajar .............................................................................. 5

    2. Pembelajaran Problem Solving ........................................ 6

    3. Prestasi Belajar ................................................................. 12

    4. Penalaran Formal ............................................................. 15

    5. Ikatan Kimia .................................................................... 19

  • xii

    B. Kerangka Pemikiran .............................................................. 28

    C. Hipotesis................................................................................. 29

    BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 30

    A. Tempat dan Waktu Penelitian................................................ 30

    1. Tempat Penelitian ............................................................ 30

    2. Waktu Penelitian.............................................................. 30

    B. Metode Penelitian .................................................................. 30

    1. Rancangan Penelitian....................................................... 30

    2. Prosedur Penelitian .......................................................... 30

    C. Populasi dan Sampel .............................................................. 31

    1. Populasi Penelitian........................................................... 31

    2. Sampel Penelitian ............................................................ 31

    D. Variabel Penelitian................................................................. 31

    1. Variabel Bebas.................................................................. 31

    2. Variabel Terikat............................................................... 32

    E. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 32

    1. Sumber Data .................................................................... 32

    2. Instrumen Penelitian ........................................................ 32

    a. Aspek Kognitif........................................................... 32

    1) Uji Validitas Soal .................................................. 32

    2) Uji Reliabilitas Soal .............................................. 34

    3) Taraf Kesukaran Soal ............................................ 35

    4) Daya Pembeda Soal............................................... 36

    b. Aspek Afekt if ............................................................ 37

    1) Uji Validitas Soal .................................................. 37

    2) Uji Reliabilitas Soal .............................................. 38

    c. Tes Kemampuan Penalaran ....................................... 39

    1) Uji Validitas Soal .................................................. 39

    2) Uji Reliabilitas Soal .............................................. 40

    3) Taraf Kesukaran Soal ............................................ 41

  • xiii

    4) Daya Pembeda Soal............................................... 42

    F. Teknik Analisis Data ............................................................. 44

    1. Uji Prasyarat .................................................................... 44

    2. Uji Normalitas.................................................................. 44

    3. Uji Homogenitas .............................................................. 45

    4. Uji T-Matching ................................................................ 46

    5. Pengujian Hipotesis.......................................................... 47

    BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................ 51

    A. Deskripsi Data ....................................................................... 51

    1. Data Nilai Kemampuan Awal Siswa ................................ 51

    2. Data Skor Kemampuan Penalaran ................................... 53

    3. Data Prestasi Belajar Kimia............................................. 57

    4. Data Nilai Afekt if ............................................................ 66

    B. Hasil Uji Prasyarat................................................................. 69

    1. Uji Keseimbangan............................................................. 69

    2. Uji Normalitas.................................................................. 69

    3. Uji Homogenitas .............................................................. 71

    C. Hasil Pengujian Hipotesis ...................................................... 72

    D. Pembahasan............................................................................ 74

    BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ............................... 81

    A. Kesimpulan............................................................................. 81

    B. Implikasi ................................................................................ 82

    C. Saran....................................................................................... 82

    DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 83

    LAMPIRAN ................................................................................................. 84

  • xiv

    DAFTAR TABEL Tabel 1. Konfigurasi Elektron Unsur-Unsur Gas Mulia ............................... 17

    Tabel 2. Daftar Keelektronegatifan ............................................................... 20

    Tabel 3. Contoh Moleul dan Bentuk Molekul ............................................... 21

    Tabel 4. Rancangan Analisis ......................................................................... 31

    Tabel 5. Rangkuman Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian Kognitif ...... 35

    Tabel 6. Rangkuman Hasil Uji Reabilitas Instrumen Penelitian Kognitif .... 37

    Tabel 7. Rangkuman Taraf Kesukaran Soal Instrumen Penelitian Kognitif . 38

    Tabel 8. Rangkuman Hasil Daya Pembeda Soal Instrumen Penelitian

    Kognitif ........................................................................................... 39

    Tabel 9. Rangkuman Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian Afektif ........ 40

    Tabel 10. Rangkuman Hasil Uji Realibilitas Instrumen Penelitian Afekt if .... 41

    Tabel 11. Rangkuman Hasil Uji Validitas Instrumen Tes Kemampuan

    Penalaran ......................................................................................... 42

    Tabel 12. Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian Tes

    Kemampuan Penalaran .................................................................... 43

    Tabel 13. Rangkuman Taraf Kesukaran Soal Instrumen Penelitian Tes

    Kemampuan Penalaran .................................................................... 44

    Tabel 14. Rangkuman Hasil Daya Pembeda Soal Instrumen Penelitian Tes

    Kemampuan Penalaran .................................................................... 45

    Tabel 15. Rangkuman Analisis Dua Jalan dengan Sel Tak Sama .................... 52

    Tabel 16. Jumlah Siswa, Rata-Rata dan Variansi Nilai Kemampuan Awal

    Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II ................................. 54

    Tabel 17. Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Awal Kelas Eksperimen

    Problem Solving .............................................................................. 55

    Tabel 18. Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Awal Kelas Eksperimen

    Konvensional ................................................................................... 56

    Tabel 19. Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Penalaran Kelas

    Eksperimen Problem Solving .......................................................... 57

  • xv

    Tabel 20. Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Penalaran Untuk Kelas

    Eksperimen Konvensional ............................................................... 58

    Tabel 21. Perbandingan Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Penalaran

    Anatara Kelas Eksperimen I (Problem Solving) dan Kelas

    Eksperimen II (Konvensional) ........................................................ 59

    Tabel 22. Distribusi Frekuensi Nilai Pretest Kognitif Kelas Eksperimen I

    dengan Metode Problem Solving pada Pokok Bahasan Ikatan

    Kimia ............................................................................................... 60

    Tabel 24. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Kelas Eksperimen I

    dengan Metode Problem Solving Pada Pokok Bahasan Ikatan

    Kimia ............................................................................................... 61

    Tabel 25. Distribusi Frekuensi Nilai Pretest Kognitif Kelas Eksperimen II

    dengan Metode Konvensional Pada Pokok Bahasan Ikatan Kimia 62

    Tabel 26. Distribusi Frekuensi Nilai Postes Kognitif Kelas Eksperimen II

    dengan Metode Konvensional Pada Pokok Bahasan Ikatan Kimia 63

    Tabel 27. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Kelas Eksperimen II

    dengan Metode Konvensional Pada Pokok Bahasan Ikatan Kimia 64

    Tabel 28. Perbandingan Distribusi Frekuensi Nilai Pretes Kognitif Siswa

    Antara Kelas Eksperimen I (Problem Solving) dan Kelas

    Eksperimen II (Konvensional) ........................................................ 65

    Tabel 29. Perbandingan Distribusi Frekuensi Nilai Postes Kognitif Siswa

    Antara Kelas Eksperimen I (Problem Solving) dan Kelas

    Eksperimen II (Konvensional) ........................................................ 66

    Tabel 30. Perbandingan Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa

    Antara Kelas Eksperimen I (Problem Solving) dan Kelas

    Eksperimen II (Konvensional) ........................................................ 67

    Tabel 31. Distribusi Frekuensi Nilai Afekt if Kelas Eksperimen Problem

    Solving Pada Pokok Bahasan Ikatan Kimia .................................... 68

    Tabel 31. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Kelas Eksperimen

    Konvensional Pada Pokok Bahasan Ikatan Kimia .......................... 69

  • xvi

    Tabel 32. Perbandingan Distribusi Frekuensi Nilai Afekt if antara Kelas

    Eksperimen I (Problem Solving) dan Eksperimen II

    (Konvensional) ................................................................................ 69

    Tabel 34. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Nilai Awal .................................... 70

    Tabel 35. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Kemampuan Penalaran ................ 70

    Tabel 36. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Nilai Pretes Kognitif .................... 70

    Tabel 37. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Nilai Postes Kognitif .................... 70

    Tabel 38. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Selisih Nilai Kognitif ................... 70

    Tabel 39. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Nilai Efektif .................................. 70

    Tabel 40. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Nilai Awal ................................ 71

    Tabel 41. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Nilai Pretes Kognitif ................. 71

    Tabel 42. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Nilai Pretes Kognitif ................. 71

    Tabel 43. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Nilai Postes Kognitif ................ 71

    Tabel 44. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Selisih Nilai Kognitif ................ 71

    Tabel 45. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Nilai Afekt if .............................. 71

    Tabel 46. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama Aspek

    Kognitif ........................................................................................... 72

    Tabel 47. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama Aspek

    Afektif ............................................................................................. 72

    Tabel 48. Perbandingan Metode Belajar Problem Solving dan Konvensional 74

  • xvii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Ikatan Kovalen Pada HCl ........................................................... 18

    Gambar 2. Ikatan Kovalen Rangkap Dua Pada O2 ...................................... 19

    Gambar 3. Ikatan Kovalen Rangkap Tiga Pada N2 ...................................... 19

    Gambar 4. Pembentukan Senyawa NH3. BCl3 ............................................. 20

    Gambar 5. Contoh Terjadinya Polarisasi Pada Ikatan Kovalen ................... 20

    Gambar 6. Rumus Lewis Senyawa BCl3 ...................................................... 22

    Gambar 7. Rumus Lewis Senyawa NO2 ....................................................... 23

    Gambar 8. Rumus Lewis PCl5. SF6. ClF6 .................................................... 24

    Gambar 9. Rancangan Penelitian ................................................................. 31

    Gambar 10. Histogram Nilai Kemampuan Awal Kelas Eksperimen Problem

    Solving ........................................................................................ 55

    Gambar 11. Histogram Nilai Kemampuan Awal Kelas Eksperimen

    Konvensional .............................................................................. 56

    Gambar 12. Histogram Skor Kemampuan Penalaran Kelas Eksperimen

    Problem Solving .......................................................................... 57

    Gambar 13. Histogram Skor Kemampuan Penalaran Kelas Eksperimen

    Konvensional .............................................................................. 58

    Gambar 14. Histogram Perbandingan Distribusi Frekuensi Skor

    Kemampuan Penalaran Antara Problem Solving dan Kelas

    Konvensional .............................................................................. 59

    Gambar 15. Histogram Nilai Pretes Kognitif Kelas Eksperimen I Metode

    Problem Solving pada Pokok Bahasan Ikatan Kimia ................. 60

    Gambar 16. Histogram Nilai Postes Kognitif Kelas Eksperimen I Metode

    Problem Solving pada Pokok Bahasan Ikatan Kimia ................. 61

    Gambar 17. Histogram Nilai Pretes Kognitif Kelas Eksperimen I Metode

    Problem Solving Pada Pokok Bahasan Ikatan Kimia ................. 62

    Gambar 18. Histogram Nilai Pretes Kognitif Kelas Eksperimen II Metode

    Konvensional Pada Pokok Bahasan Ikatan Kimia ...................... 63

  • xviii

    Gambar 19. Histogram Nilai Pretes Kognitif Kelas Eksperimen II Metode

    Konvensional pada Pokok Bahasan Ikatan Kimia ...................... 64

    Gambar 20. Histogram Selisih Nilai Kognitif Kelas Eksperimen II Metode

    Konvensional pada Pokok Bahasan Ikatan Kimia ...................... 65

    Gambar 21. Histogram Perbandingan Distribusi Frekuensi Nilai Pretes

    Kognitif Siswa Antara Kelas Eksperimen I (Problem Solving)

    dan Kelas Eksperimen II (Konvensional) ................................... 66

    Gambar 22. Histogram Perbandingan Distribusi Frekuensi Nilai Postes

    Kognitif Siswa Antara Kelas Eksperimen I (Problem Solving)

    dan Kelas Eksperimen II (Konvensional) ................................... 67

    Gambar 23. Histogram Perbandingan Distribusi Frekuensi Selisih Nilai

    Kognitif Siswa Antara Kelas Eksperimen I (Problem Solving)

    dan Kelas Eksperimen II (Konvensional) ................................... 68

    Gambar 24. Histogram Distribusi Frekuensi Nilai Afekt if Kelas Eksperimen

    Problem Solving pada Pokok Bahasan Ikatan Kimia ................. 69

    Gambar 25. Histogram Distribusi Frekuensi Nilai Afekt if Kelas Eksperimen

    Pada Pokok Bahasan Ikatan Kimia ............................................. 70

    Gambar 26. Histogram Perbandingan Distribusi Frekuensi Nilai Afektif

    Antara Kelas Eksperimen I (Problem Solving) dan Kelas

    Eksperimen II (Konvensional) .................................................... 71

  • xix

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Silabus ....................................................................................... 86

    Lampiran 2. Kisi-kisi Soal Tes Kemampuan Penalaran ................................ 89

    Lampiran 3. Soal Tes Kemampuan Penalaran .............................................. 90

    Lampiran 4. Kunci Jawaban Tes Kemampuan Penalaran ............................. 96

    Lampiran 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ........... 97

    Lampiran 6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Konvensional ........ 101

    Lampiran 7. Indikator Soal Kognitif SistemPeriodik Unsur Untuk Tes

    Kemampuan Awal Siswa .......................................................... 105

    Lampiran 8. Soal Kognitif Sistem Periodik Unsur Untuk Tes Kemampuan

    Awal Siswa ............................................................................... 106

    Lampiran 9. Kunci Jawaban Soal Kognitif Sistem Periodik Unsur Untuk

    Tes Kemampuan Awal Siswa ................................................... 116

    Lampiran 10. Kisi-Kisi Soal, Indikator Tes Kemampuan Kognitif Ikatan

    Kimia ........................................................................................ 117

    Lampiran 11. Soal Tes Kemampuan Kognitif Pokok Bahasan Ikatan Kimia . 119

    Lampiran 12. Kunci Jawaban Soal Tes Kemampuan Kognitif Pokok

    Bahasan Ikatan Kimia ............................................................... 128

    Lampiran 13. Kisi-Kisi Indikator Instrumen Penelitian Afekt if Pokok

    Bahasan Ikatan Kimia ............................................................... 129

    Lampiran 14. Instrumen Penilaian Afekt if Pokok Bahasan Ikatan Kimia ...... 130

    Lampiran 15. Daftar Siswa Kelas Eksperimen Problem Solving ................... 132

    Lampiran 16. Daftar Siswa Kelas Konvensional ............................................ 133

    Lampiran 17. Uji Validitas, Reliabilitas, Daya Beda dan Taraf Kesukaran

    Tes Kemampuan Kognitif Pokok Bahasan Sistem Periodik

    unsur ........................................................................................... 134

    Lampiran 18. Uji Validitas, Reliabilitas, Daya Beda dan Taraf Kesukaran

    Tes Kemampuan Kognitif Pokok Bahasan Ikatan Kimia ......... 137

  • xx

    Lampiran 19. Uji Validitas, Reliabilitas, Daya Beda dan Taraf Kesukaran

    Tes Kemampuan Afekt if Pokok Bahasan SPU ........................ 140

    Lampiran 20. Uji Validitas, Reliabilitas, Daya Beda dan Taraf Kesukaran

    Tes Kemampuan Penalaran ...................................................... 142

    Lampiran 21. Data Induk Penelitian ............................................................... 144

    Lampiran 22. Uji Normalitas Kemampuan Penalaran Kelas Metode Problem

    Solving ...................................................................................... 148

    Lampiran 23. Uji Normalitas Pretes Kognitif Kelas Metode Problem

    Solving ...................................................................................... 150

    Lampiran 24. Uji Normalitas Postes Kognitif Kelas Metode Problem

    Solving ...................................................................................... 151

    Lampiran 25. Uji Normalitas Selisih Kognitif Kelas Metode Problem

    Solving ...................................................................................... 152

    Lampiran 26. Uji Normalitas Pretes Kognitif Kelas Metode Konvensional ... 153

    Lampiran 27. Uji Normalitas Postes Kognitif Kelas Metode Konvensional .. 154

    Lampiran 28. Uji Normalitas Selisih Kognitif Kelas Metode Konvensional . 155

    Lampiran 29. Uji Normalitas Afektif Kelas Metode Problem Solving ........... 156

    Lampiran 30. Uji Normalitas Kemampuan Afekt if Kelas Metode

    Konvensional ............................................................................ 158

    Lampiran 31. Uji Homogenitas Kemampuan Penalaran Siswa ...................... 159

    Lampiran 32. Uji Homogenitas Pretes Kognitif .............................................. 160

    Lampiran 33. Uji Homogenitas Postes Kognitif ............................................. 161

    Lampiran 34. Uji Homogenitas Selisih Kognitif ............................................ 162

    Lampiran 35. Uji Homogenitas Kemampuan Afektif ..................................... 163

    Lampiran 36. Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama Prestasi Kognitif ... 164

    Lampiran 37. Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama Kemampuan

    Afektif ....................................................................................... 172

    Lampiran 38. Distribusi Frekuensi Nilai Keadaan Awal Siswa ...................... 179

    Lampiran 39. Uji Keseimbangan (Uji t Dua Pihak) ......................................... 181

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat

    menuntut bangsa Indonesia untuk lebih meningkatkan kualitas dirinya agar dapat

    sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Perubahan-perubahan yang dilakukan

    bangsa Indonesia untuk meningkatkan kualitas dirinya meliputi berbagai bidang.

    Sebagai contoh dalam bidang pendidikan, perubahan yang dilakukan pemerintah

    untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah pembaharuan kurikulum yang salah

    satunya menyangkut metode atau meningkatkan kualitas metode mengajar.

    Dengan adanya penyempurnaan kurikulum diharapkan dalam pembelajaran tidak

    hanya berpusat pada guru saja. Pembelajaran harus bertindak secara menyeluruh

    dan sesuai dengan sasaran yang dimaksudkan, yang akhirnya dapat meningkatkan

    hasil belajar-mengajar.

    Dewasa ini pemerintah menerapkan kurikulum yang menekankan pada

    pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar

    performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh siswa, berupa

    penguasaan terhadap beberapa kompetensi tertentu (Nurhadi, 2004 :18). Dengan

    adanya perubahan kurikulum tersebut maka diharapkan adanya pendekatan

    pembelajaran yang baru, agar tujuan yang dimaksudkan dapat tercapai.

    Salah satu mata pelajaran yang diberikan di SMA adalah mata pelajaran

    kimia. Kimia berkembang melalui pengamatan, percobaan, diskusi ilmiah dan

    sebagainya. Sama sepert i penguasaan materi pelajaran yang lain, penguasaan

    pelajaran kimia bagi siswa dipengaruhi beberapa faktor, yaitu faktor dari dalam

    siswa (faktor internal) maupun faktor dari luar siswa (faktor eksternal). Faktor

    internal antara lain: kondisi fisiologis siswa, tingkat kecerdasan, motivasi belajar,

    aktivitas belajar, minat dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal meliputi

    metode pembelajaran yang dilakukan guru dalam menyampaikan materi pelajaran,

    bahan pelajaran, waktu dan fasilitas yang tersedia, dan sebagainya.

    1

  • 2

    Menurut observasi yang telah dilakukan penulis pada bulan Juni di SMA

    N 1 Sukoharjo. Materi ikatan kimia adalah materi yang cukup sulit untuk

    dipelajari. Hal ini disebabkan oleh karena: (1) ikatan kimia merupakan sesuatu

    yang tidak tampak (abstrak), (2) gejala yang ditimbulkan ikatan kimia tidak dapat

    diperoleh dari eksperimen di laboratorium kimia biasa, (3) terjadinya ikatan kimia

    harus dipelajari secara teoritis, (4) penerapan teori ikatan kimia memerlukan

    kemampuan penalaran untuk penyelesaiannya.

    Metode pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting dalam

    menentukan berhasil dan tidaknya suatu proses belajar mengajar, karena dengan

    metode yang tepat, sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, materi pelajaran,

    lingkungan dan fasilitas yang tersedia, diharapkan siswa akan semakin mudah

    menerima materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Sehingga dengan

    digunakannya metode pembelajaran yang tepat akan memberi pengaruh yang baik

    terhadap prestasi belajar siswa.

    Untuk mengatasi kesulitan siswa, peneliti melihat dua hal yaitu

    kemampuan penalaran siswa dan penggunaan metode pembelajaran yang tepat.

    Kemampuan penalaran siswa merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

    keberhasilan pembelajaran kimia. Penggunaan metode pambelajaran yang tepat

    diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar ikatan kimia.

    Berdasarkan kesulitan yang disampaikan diatas, maka perlu diberikan

    suatu metode pembelajaran alternatif untuk mengatasi masalah tersebut. Salah

    satunya adalah metode Problem Solving. Metode Problem Solving adalah suatu

    penyajian materi pelajaran dengan menghadapkan siswa kepada persoalan yang

    harus diselesaikan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran ini,

    siswa diharuskan melakukan penyelidikan otentik untuk mencari penyelesaian

    terhadap mesalah yang diberikan. Siswa menganalisis masalah, mendefinisikan

    masalah, mengembangkan hipotesis, membuat ramalan, mengumpulkan dan

    menganalisis informasi, membuat referensi dan merumuskan kesimpulan.

    Seperti yang diungkapkan oleh Munir Tanrere (2008: 47): The best way

    for the students to learn science was by giving them challenge problems and

    forcing their m ind, stimulating habituation to think and doing action relate to

  • 3

    Problem Solving. Yang art inya cara terbaik untuk belajar IPA adalah dengan

    memberikan mereka suatu masalah dan memberdayakan seluruh pikiran dan

    rangsangan yang ada untuk berpikir dan melakukan tindakan yang berhubungan

    untuk memecahkan masalah.

    Di dalam pembelajaran Problem Solving ini kemampuan kognitif siswa

    sangat diperlukan, termasuk kemampuan penalaran. Karena dalam memecahkan

    masalah yang dihadapi siswa dituntut untuk menganalisis masalah, mencari

    jawaban penyelesaian dengan menghubungkan konsep-konsep yang telah

    diperoleh sehingga kesimpulan yang benar dapat ditemukan.

    Metode Problem Solving diharapkan tepat diterapkan untuk materi pokok

    ikatan kimia terutama pada penalaran karena dapat membantu siswa

    mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan ketrampilan

    berpikir. Selain itu dapat pula melatih kemandirian dalam menyelesaikan masalah

    dan merumuskan kesimpulan. Karena di dalam materi ikatan kimia semuanya

    dipelajari secara teoritis sehingga sangat mengandalkan kemampuan penalaran

    siswa.

    B. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat

    diidentifikasi masalah sebagai berikut:

    1. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar khususnya

    materi ikatan kimia?

    2. Apakah pembelajaran dengan metode Problem Solving berpengaruh terhadap

    prestasi belajar kimia khususnya materi ikatan kimia?

    3. Apakah ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki

    kemampuan penalaran yang tinggi dan rendah?

    4. Apakah kemampuan penalaran dan metode pembelajaran Problem Solving

    sangat berpengaruh dalam mempelajari materi ikatan kimia?

    C . Pembatasan Masalah

    Dari latar belakang dan Ident ifikasi masalah diatas, maka penelitian ini

    dibatasi pada:

    1. Kemampuan penalaran dibatasi pada Kemampuan Penalaran Formal.

  • 4

    2. Kemampuan penalaran ditunjukkan dengan skor tes kemampuan penalaran

    formal.

    3. Pembelajaran dilakukan dengan metode Problem Solving.

    4. Prestasi belajar ikatan kimia ditunjukkan dengan skor tes prestasi belajar

    ikatan kimia.

    5. Obyek penelitian hanya dibatasi pada kelas X semester gasal SMAN I

    Tawangsari Tahun Pelajaran 2009/2010.

    D. Perumusan Masalah

    Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah disebutkan

    diatas, maka penulis merumuskan masalah yang timbul sebagai berikut:

    1. Adakah pengaruh penggunaan metode pembelajaran Problem Solving

    terhadap prestasi belajar ikatan kimia?

    2. Adakah pengaruh kemampuan penalaran terhadap prestasi belajar ikatan

    kimia?

    3. Apakah ada interaksi antara penggunaan metode Problem Solving dan

    kemampuan penalaran terhadap prestasi belajar ikatan kimia?

    E. Tujuan Penelitian

    Sejalan dengan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk

    mengetahui:

    1. Pengaruh penggunaan metode pembelajaran Problem Solving terhadap

    prestasi belajar ikatan kimia.

    2. Pengaruh kemampuan penalaran terhadap prestasi belajar ikatan kimia.

    3. Pengaruh interaksi antara penggunaan metode pembelajaran Problem Solving

    dan kemampuan penalaran terhadap prestasi belajar ikatan kimia.

    F. Manfaat Penelitian

    Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Masukan dan bahan pert imbangan bagi guru dalam meningkatkan prestasi

    belajar siswa melalui penggunaan metode pembelajaran Problem Solving.

    2. Memberikan informasi tentang adanya pengaruh penggunaan metode

    pembelajaran Problem Solving dan kemampuan penalaran terhadap prestasi

    belajar ikatan kimia.

  • 5

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Kajian Teori

    1. Be lajar

    Gagne dalam Winkel (1996: 75) mengemukakan mengenai belajar konsep

    yakni cara belajar dengan pemahaman. Ciri khas yang diperoleh sebagai hasil

    belajar adalah adanya skema konseptual. Konsep-konsep dihubungkan satu sama

    lain atau dikombinasikan satu dengan yang lain sehingga lahir kaidah atau aturan.

    Kaidah menghubungkan pengert ian dan mengungkapkan relasi yang terdapat

    diantara konsep-konsep itu. Kaidah sangat berguna dalam menyelesaikan suatu

    masalah.

    Siswa disyaratkan memahami setiap konsep yang terdapat dalam aturan

    itu. Aturan yang lebih rendah merupakan prasyarat bagi pemahaman aturan pada

    tingkat yang lebih tinggi. Kebanyakan pelajaran di sekolah terdiri atas aturan-

    aturan, yang sederhana maupun yang kompleks. Untuk memahami aturan yang

    kom pleks, harus dikuasai aturan sederhana yang mendasarinya, bahkan konsep-

    konsep yang terdapat di dalamnya.

    Dari pengertian tersebut, pengertian belajar adalah merangkaikan konsep

    untuk membentuk suatu aturan yang berkaitan dengan cara penyampaian konsep

    dan pengaitan antar konsep sehingga dapat memecahkan masalah.

    C. Asri Budiningsih dalam M. Saekhan Muchits menjelaskan bahwa

    Kolb membagi tahap-tahap belajar menjadi 4, yaitu :

    a. Tahap pengalaman konkret .

    b. Tahap pengamatan akt if dan relatif.

    c. Tahap konseptualisasi.

    d. Tahap eksperimentasi aktif.

    Masing-masing aspek dijelaskan secara rinci sebagai berikut :

    5

  • 6

    a. Tahap Pengalaman Konkret

    Belajar akan efekt if jika desain dengan cara memberikan pengalaman

    secara optimal bagi peserta didik. Artinya, belajar adalah seseorang mampu atau

    dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu kejadian sebagaimana adanya.

    b. Tahap Pengamatan Aktif dan Reflektif

    Pada tahap ini belajar harus memberi kesempatan kepada seluruh siswa

    melakukan observasi secara akt if terhadap peristiwa yang dialaminya. Hal ini

    dimulai dengan cara mencari jawaban dan memikirkan kejadian yang ada dalam

    dunia sekitarnya.

    c. Tahap Konseptualisasi

    Tahap ketiga ini, rangkaian atau lanjutan dari tahap sebelumnya. Siswa

    diberi kebebasan untuk merumuskan (konseptualisasi) terhadap hasil

    pengamatannya. Art inya siswa berupaya untuk membuat abstraksi,

    mengembangkan suatu teori, konsep atau hukum dan prosedur tentang sesuatu

    yang menjadi objek perhatiannya.

    d. Tahap Ekperimentasi Aktif

    Pada tahap ini seseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep,

    teori-teori atau aturan-aturan ke dalam situasi nyata. Belajar harus memberikan

    ruang kebebasan untuk mempraktekkan dan menguji teori-teori serta konsep-

    konsep di lapangan. Ia tidak lagi mempertanyakan asal-usul teori atau suatu

    rumus, tetapi ia mampu menggunakan teori atau rumus-rumus tersebut untuk

    memecahkan masalah yang dihadapinya, yang belum pernah ia jumpai

    sebelumnya.

    (M. Saekhan Muchits, 2008: 82-84).

    2. Pembelajaran Problem Solving (Pemecahan Masalah)

    a. Pendekatan Kontekstual

    Pembelajaran konstektual adalah konsep belajar yang membantu guru

    mengaitkan antara pengetahuan yang di milikinya dengan penerapannya dalam

    kehidupan mereka sehari-hari dengan penerapannya dalam kehidupan mereka

  • 7

    sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif,

    yakni:

    1. Kontruktivisme (constructivisme)

    Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan

    kontekstual. Maksud kontruktivisme disini adalah pengetahuan di bangun oleh

    manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang

    terbatas (sempit) dan tidak secara mendadak.

    2. Menemukan (Inquiry).

    Menemukan merupakan kegiatan inti dari proses pembelajaran

    konstektual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan

    bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan

    sendiri.

    3. Bertanya (Questioning).

    Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran dengan menggunakan

    pendekatan konstektual. Dalam proses pembelajaran bertanya dipandang sebagai

    kegiatan guru untuk mendorong, membibimbing, dan menilai kemampuan

    berpikir siswa, bagi siswa kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam

    melaksanakan pembelajaran yang berbasis penemuan, yaitu menggali informasi,

    mengkonfirmasikan apa yang sudah diteliti dan mengarahkan pada aspek yang

    belum diketahui.

    4. Masyarakat belajar (Learning Comm unity).

    Konsep masyarakat belajar ini menyarankan agar hasil pembelajaran

    diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil pembelajaran diperoleh dari

    berbagi antara teman, antar kelompok dan antar yang tahu dengan yang tidak tahu.

    5. Pemodelan (Modeling).

    Pemodelan maksudnya adalah bahwa dalam sebuah pembelajaran

    ketrampilan atau pengetahuan tertentu harus ada model yang ditiru. Pemodelan

    akan lebih mengefektifkan pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan

    kontekstual untuk ditiru, diadaptasi atau dimodifikasi. Dengan adanya model

    untuk dijadikan contoh biasanya akan lebih dipahami atau bahkan bisa

    menimbulkan ide baru contoh : penyelesaian soal, penggunaan alat peraga.

  • 8

    6. Refleksi (Reflection).

    Refleksi adalah cara berpikir apa yang baru dipelajari atau berpikir ke

    belakang tentang apa yang sudah di pelajari. Refleksi merupakan respon terhadap

    kejadian aktifitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Refleksi berguna untuk

    mengevaluasi diri, koreksi, perbaikan, atau peningkatan diri.

    7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment).

    Asesmen otent ik adalah penilaian yang dilakukan secara konprehensif

    berkenaan dengan seluruh akt ifitas pembelajaran yang meliputi proses dan produk

    belajar sehingga seluruh usaha siswa yang telah dilakukan mendapat mendapat

    penghargaan. (Nurhadi, 2002:26)

    Menurut Erman Suherman dalam Nurhadi, model pembelajaran yang bisa

    diterapkan dalam pembelajaran konstektual diantaranya adalah :

    1. Pembelajaran langsung (Direct Instruction, DI).

    2. Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning).

    3. Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Instructional, PBI).

    4. Pembelajaran Problem Terbuka (Open Ended).

    5. Model SAVI (Som atic, Auditory, Visuality, Intelectuality).

    b. Pem belajaran Problem Solving

    Pembelajaran Problem Solving (Pembelajaran Pemecahan Masalah)

    Merupakan pengembangan dari Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based

    Intructional, PBI).Untuk mengetahui definisi dari pemecahan masalah terlebih

    dahulu harus diketahui apa sebenarnya masalah itu. Masalah menurut John Dewey

    dalam Mulyati Arifin (1995 : 99) adalah sesuatu yang diragukan atau sesuatu yang

    belum pasti.

    Belajar pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar menggunakan

    metode-metode ilmiah atau berpikir secara logis, sistematis, teratur, dan teliti.

    Tujuannya adalah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif untuk

    memecahkan masalah secara rasional, lugas, dan tuntas. Untuk itu kemampuan

    siswa dalam menguasai konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi sangat

    diperlukan. Dalam hal ini, guru khususnya yang mengajar eksakta, sepert i

    matematika dan IPA sangat di sarankan menggunakan model dan strategi

  • 9

    mengajar yang berorientasi pada cara pemecahan masalah (Muhibbin Syah, 1995:

    122).

    Menurut Rooijakkers, Ad (1991: 26) metode pemecahan masalah adalah

    menghadapkan peserta didik menyadari masalah, menelaah masalah dari

    bermacam-macam segi merumuskan masalah lalu mencari pemecahan masalah

    dengan berbagai cara. Dari pendapat di atas berarti bahwa peserta didik

    dihadapkan pada permasalahan-permasalahan kemudian merumuskan

    permasalahan dan mencari pemecahannya.

    A.Tabrani Rusyan, dkk (1989 : 12) mengemukakan pemecahan

    masalah (Problem Solving) adalah belajar memecahkan persoalan berdasarkan

    beberapa prinsip atau gejala atau peristiwa yang lalu dengan beberapa

    kemungkinan. Fakta-fakta masa lalu, gejala, prinsip dapat digunakan sebagai

    dasar dalam memecahkan masalah tersebut. Sebagai contohnya adalah konsep

    materi pelajaran sebelumnya dapat membantu dalam usaha pemecahan masalah.

    Atas dasar pernyataan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pemecahan

    masalah adalah kemampuan menggunakan berbagai fakta, prinsip, gejala, atau

    peristiwa yang dialami siswa untuk menyelesaikan persoalan dalam pembelajaran

    untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif.

    Metode Problem Solving (pemecahan masalah) bukan hanya sekedar

    metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu berpikir. Maka dalam

    pembelajaran IPA dan Matematika disarankan untuk menggunakan metode ini.

    Metode ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Menurut Syaiful

    Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002 : 104-105) Metode Problem Solving

    mempunyai kelebihan dan kekuarangan sebagai berikut :

    a. Kelebihan

    1). Metode ini dapat membuat dunia pendidikan di sekolah lebih relevan dengan

    kehidupan, khususnya dengan dunia kerja.

    2). Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan para

    siswa menghadapi secara terampil, apabila menghadapi permasalahan di

    dalam kehidupan dalam keluarga, masyarakat, dan bekerja. Nant inya

    kemampuan ini akan sangat bermakna bagi kehidupan manusia.

  • 10

    3). Metode ini merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa secara

    kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya, siswa banyak

    melakukan proses mental dengan menyorot i permasalahan dari berbagai segi

    dalam rangka mencari pemecahannya.

    b. Kekurangan

    1). Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat

    berpikir siswa, tingkat sekolah, dan Kelasnya serta pengetahuan dan

    pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan kemampuan dan

    ketrampilan guru.

    2). Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ini sering memerlukan

    waktu yang banyak dan terpaksa mengambil waktu pelajaran lain.

    3). Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima

    informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan

    permasalahan sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan

    berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.

    Menurut John Dewey dalam A Tabrani Rusyan, dkk (1989 : 174) belajar

    memecahkan masalah berlangsung sebagai berikut :

    a. Individu menyadari masalah kalau ia dihadapkan pada situasi keraguan dan

    kekaburan sehingga merasakan adanya kesulitan.

    b. Individu melokalisasi letak sumber kesulitan tersebut untuk memungkinkan

    mencari jalan pemecahan, menandai aspek mana yang mungkin dipecahkan

    dengan menggunakan prinsip atau dalil atau kaidah yang diketahui sebagai

    pegangan.

    c. Individu menghimpun berbagai informasi yang relevan termasuk bagaimana

    pengalaman orang lain dalam menghadapi pemecahan masalah serupa,

    kemudian mengidentifikasikan berbagai alternatif kemungkinan

    pemecahannya yang dapat dirumuskan sebagai jawaban sementara yang

    memerlukan pembuktian.

    d. Setiap alternatif pemecahan ditimbang, selanjutnya dilakukan pengambilan

    keputusan memilih alternat if yang dipandang mungkin.

  • 11

    e. Alternat if pemecahan yang dipilih, dipraktekkan atau dilaksanakan dari hasil

    pelaksanaan itu akan diperoleh informasi untuk membuktikan benar atau

    tidaknya hipotesis yang dirumuskan.

    Berdasarkan langkah-langkah yang dikembangkan oleh John Dewey

    terdapat aspek pent ing yang mencakup dalam langkah-langkah pemecahan

    masalah, yaitu :

    a. Pemecahan masalah terutama yang bersifat kompleks memerlukan

    kemampuan penalaran, baik dalam mengidentifikasi masalah itu sendiri

    maupun dalam melihat hubungan sebab akibat dari adanya masalah tersebut.

    b. Pemecahan masalah harus bersifat objekt if dalam menguji hipotesis atau

    dalam menarik kesimpulan pemecahan masalah haruslah didasarkan kepada

    fakta empiris, atau setidaknya dengan logika.

    c. Bersifat ilmiah, suatu kegiatan ilmiah menggunakan prosedur yang sistematis

    dan berdasarkan pada fakta.

    d. Menggunakan keseluruhan kemampuan yang bersifat potensial dan bersifat

    akademik.

    Proses pemecahan masalah merupakan kegiatan yang melibatkan

    pembentukan aturan tingkat tinggi, seseorang perlu memiliki prasyarat-prasyarat

    tertentu antara lain :

    a. Aturan-aturan.

    b. Konsep-konsep terdefinisi.

    c. Konsep-konsep konkrit.

    d. Deskripsi-deskripsi.

    Oleh karena ilmu kimia merupakan bagian dari IPA yang terdiri dari

    konsep-konsep, maka siswa diharapkan tidak hanya memiliki konsep-konsep yang

    hanya sepengetahuan siswa saja. Melalui perbendaharaan konsep, siswa

    diharapkan menggunakan konsep-konsep yang dimiliki untuk mengorganisasikan

    dan mengklasifikasikan pengalamannya untuk memecahkan masalah yang

    dihadapinya. Semakin banyak konsep yang dimiliki, semakin banyak alternatif

    yang dapat dipilih untuk pemecahan masalah.

  • 12

    Melters dalam Mulyat i Arifin (1995 : 101-102) mengemukakan tahap-

    tahap pemecahan masalah di sekolah oleh pelajar, dalam hal ini yang

    dimaksudkan adalah pemecahan soal, adalah sebagai berikut :

    a. Tahap analisis masalah.

    b. Tahap perencanaan pemecahan masalah :

    1). Memecahkan rumus standar.

    2). Meneliti hubungan antar konsep.

    3). Membuat tranfomasi.

    c. Tahap melakukan perhitungan.

    d. Tahap pengecekan.

    Sedangkan menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002 : 103-

    104) langkah-langkah pemecahan masalah adalah sebagai berikut :

    a. Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari

    siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.

    b. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk pemecahan

    masalah.

    c. Menetapkan jawaban sementara dari masalah, didasarkan pada data yang

    diperoleh.

    d. Menguji kebenaran jawaban sementara.

    e. Menarik kesimpulan.

    3. Prestasi Be lajar

    Proses belajar terjadi di dalam individu yang sedang belajar dan akan

    menghasilkan perubahan. Seberapa besar perubahan ini dapat diketahui dari

    prestasi belajar.

    Menurut W. J. S. Poerwodarminto (1991 : 787), kata prestasi belajar

    mempunyai pengert ian penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang

    dikembangkan oleh mata pelajaran yang lazimnya ditunjukan dengan nilai tes atau

    angka nilai yang diberikan oleh guru.

  • 13

    Sedangkan Peter dan Yenny Salim (1991 : 90) menyatakan bahwa :

    Prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai dari yang telah dilakukan. Prestasi

    belajar adalah penguasaan pengetahuan, ketrampilan terhadap mata pelajaran yang

    dibuktikan melalui tes .

    Dari pengertian diatas dapat disimpulakan bahwa prestasi belajar adalah

    hasil yang dicapai dari perbuatan belajar berupa penguasaan pengetahuan,

    ketrampilan yang ditunjukan dengan nilai tes. Dalam kurikulum Berbasis

    kom petensi, prestasi belajar meliputi tiga aspek, yaitu :

    a. Aspek kognitif.

    Evaluasi aspek kognitif, mengukur pemahaman konsep yang terkait pada

    percobaan yang dilakukan. Untuk aspek pengetahuan, evaluasi dapat dilakukan

    melalui tes lisan maupun tertulis. Aspek kognitif dapat berupa pengetahuan dan

    ketrampilan intelektual yang meliputi produk ilmiah dan proses ilmiah. Produk

    ilmiah meliputi : fakta, konsep, prinsip, generalisasi, teori dan penerapannya

    dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan proses ilmiah meliputi : pengamatan,

    pemahaman, aplikasi, analisis dan evaluasi (Mulyati Arifin, 1995 : 24).

    b. Aspek efekt if

    Evaluasi aspek efektif berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat

    penerimaan dan penolakan terhadap suatu objek. Disini digunakan penilaian

    kecakapan hidup meliputi kesadaran diri, kecakapan berpikir rasional, kecakapan

    sosial dan kecakapan akademik.

    c. Aspek Psikomotorik.

    Hasil belajar psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan

    kemampuan bertindak individual. Ada enam tingkatan ketrampilan, yaitu :

    1). Gerakan refleks.

    2). Gerakan dasar.

    3). Kemampuan Perseptual.

    4). Kemampuan fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan ketepatan.

    5). Gerakan-gerakan skill, mulai dari ketrampilan sederhana sampai pada

    ketrampilan yang kompleks.

  • 14

    6). Kemampuan yang berkenaan dengan kom unikasi nondiskursip.

    (Depdiknas, 2003 : 1)

    A.Tabrani Rusyan, dkk (1989 : 81-82) menyatakan bahwa prestasi belajar

    yang dicapai seorang individu merupakan hasil interaksi antara berbagai fakta

    yang mempengaruhi, baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri

    (faktor eksternal) individu. Adapun faktor-faktor yang dimaksud adalah :

    a. faktor dari dalam diri individu (faktor internal) yaitu :

    1). Faktor jasmaniah (fisiologis), baik yang bersifat bawaan maupun yang

    diperoleh.

    2). Faktor psikologis, terdiri atas :

    a). Faktor intelektif, t erdiri atas :

    i. Faktor potensial, yaitu kecerdasan dan bakat.

    ii. Faktor kecakapan nyata, yaitu prestasi yuang telah dimiliki.

    b). Faktor nonintelektif ialah unsur-unsur kepribadian tertentu sepert i

    sikap, kebisaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, dll.

    3). Faktor kematangan fisik maupun psikis.

    b. Faktor dari luar diri individu (faktor eksternal) yaitu :

    1). Faktor sosial yang terdiri atas :

    a). Lingkungan keluarga.

    b). Lingkungan sekolah.

    c). Lingkungan kelompok.

    2). Faktor budaya sepert i adat-istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan

    kesenian.

    3). Faktor lingkungan fisik sepert i fasilitas rumah, fasilitas belajar, dan iklim.

    4). Faktor lingkungan spiritual dan keagamaan.

    Jadi terdapat beberapa faktor yang berasal dari dalam diri siswa maupun dari luar

    diri siswa, yang saling berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung

  • 15

    4. Penalaran Formal

    a. Arti penalaran

    Sebagai suatu proses berpikir untuk mendapatkan pengetahuan, penalaran

    pada dasarnya adalah suatu bentuk pemikiran.

    R.G. Soekadijo (1983: 3) mengemukakan bahwa : Penalaran adalah suatu

    bentuk pemikiran. Adapun bentuk-bentuk pemikiran yang lain, mulai dari yang

    paling sederhana ialah : pengert ian atau konsep (conseptus, consept), preposisi

    atau pernyataan (propositio, statement) dan penalaran (ratiocinium, reasoning).

    Maka untuk memahami penalaran, ketiga bentuk pemikiran harus dipahami

    bersama-sama.

    Pada pembahasan proses berpikir dengan bertolak dari pengamatan

    indera atau observasi empirik akan didapat bahwa proses itu dalam pikiran

    menghasilkan sejumlah pengert ian dan proposisi sekaligus. Dari pengamatan-

    pengamatan indera yang sejenis, pikiran menyususun proposisi-proposisi yang

    sejenis pula. Berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui dan dianggap benar

    tersebut, dapat disimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak

    diketahui. Proses inilah yang disebut penalaran.

    Penalaran itu erat dan dekat sekali artinya dengan penyimpulan dan

    argumen. Kalau penalaran itu akt ivitas pikiran yang abstrak, maka argumen ialah

    lambangnya yang berbentuk bahasa atau bentuk-bentuk lambang lainnya.

    Ciri-ciri Penalaran Formal

    Menurut Arif dalam Kertiasa, anak yang telah sampai pada pemikiran

    formal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

    a. Anak telah dapat melakukan penalaran hipotesis induktif.

    b. Telah dapat merencanakan ekperimen dengan memperhitungkan pengaruh

    variabel lain yang mungkin dapat mempengaruhi.

    c. Telah mampu menginterpretasikan pengamatan dan kesimpulan dengan

    menggunakan teori dan model yang diidentifikasikan.

    d. Telah dapat memecahkan persoalan dengan menggunakan kemungkinan

    pengaruh variabel-variabel lain.

    Ada beberapa konsep dalam teori Piaget, antara lain :

  • 16

    1. Intelegensi. Intelegensi adalah proses atau kemampuan untuk melakukan

    adaptasi terhadap lingkungan. Seorang yang memiliki intelegensi dari

    perpekt if sosial adalah seorang yang mampu melakukan adaptasi terhadap

    lingkungan yang ada di sekitarnya.

    2. Organisasi. Dalam istialah Ilmu manajemen, organisasi diartikan kemampuan

    untuk memberdayakan segala potensi untuk mencapai tujuan. Dalam teori

    Piaget, organisasi dimaknai suatu proses untuk mengadakan sistematisasi,

    mengorganisasi berbagai elemen untuk mewujudkan sebuah teori atau

    pemahaman.

    3. Skema. Skema adalah suatu format atau bentuk dalam realitas miniatur.

    Art inya kualitas kognitif akan mudah dibangun jika diawali dari proses secara

    bertahap t erhadap suatu obyek tertentu.

    4. Asimilasi. Asimilasi adalah proses pengintegrasian konsep kedalam

    pengalaman nyata. Asimiasi dapat dimaksudkan proses untuk menyesuaikan

    konsep dengan realitas dilapangan.

    5. Akomodasi. Menurut Paul Suparno dalam M. Saekhan Muchits, akomodasi

    adalah proses untuk menyempurnakan konsep atau persepsi setelah

    mencocokan antara konsep dengan realitas lapangan. Akomodasi akan mampu

    melahirkan teori atau konsep baru.

    b. Tahap-tahap Perkembangan Intelektual

    Perkembangan kognitif anak didasarkan atas beberapa tahapan, antara lain:

    a. Tahap Sensorimotor (Umur 0 2 tahun)

    Tahap ini yang menonjol adalah kegiatan motorik dan persepsi yang

    sangat sederhana. Secara umum ciri dalam tahapan ini adalah :

    1. Melakukan rangsangan melalui sinar dan suara yang datang ke dalam

    dirimya.

    2. Suka memperhatikan sesuatu, kemudian dijadikan idola secara verbalis

    (membabi buta).

    3. Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya sesuai dengan

    persepsinya sendiri.

  • 17

    4. Selalu ingin atau segala obyek sehingga memiliki kecenderungan untuk

    melakukan perubahan (merubah).

    b. Tahap Preoperasional (Umur 2 18 tahun ).

    Tahap ini lebih ditandai dengan penggunaan simbol atau bahasa tanda.

    Tahap ini juga dimulai berkembangnya konsep-konsep intuitif. Tahap ini

    memiliki dua macam tahapan yaitu ; preoperasional (umur 2 4 tahun), tahap ini

    anak mulai mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsep, yang

    memiliki meskipun konsep itu masih sederhana. Akibatnya, anak sering

    melakukan kesalahan dalam memahami objek yang dilihat . Tahap ini memiliki

    beberapa ciri khusus ;

    1. Self counternya sangat dominan.

    2. Mampu melakukan klasifikasi objek yang bersifat sederhana.

    3. Belum mampu memusatkan perhatian terhadap berbagai objek yang

    bervariasi atau berbeda-beda tersebut.

    4. Memiliki kemampuan untuk mengumpulkan benda atau barang menurut

    kreteria yang benar serta memiliki kemampuan menyusun benda-benda

    meskipun mereka belum mampu menjelaskan makna darMi benda-benda

    tersebut.

    c. Tahap intuitif (umur 4 7 atau 8 tahun).

    Pada tahap ini anak mampu memperoleh pengetahuan atau informasi yang

    didasarkan terhadap kesan, makna, konsep yang bersifat abstraks. Tahap ini

    memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut :

    1. Memiliki kemampuan untuk membentuk kelas-kelas atau kategori dari

    sebuah objek.

    3. Memiliki kemampuan mengetahui hubungan secara logis terhadap hal-hal

    yang lebih kom pleks.

    4. Memiliki kemampuan melakukan tindakan terhadap berbagai fenomena

    atau ide yang kompleks.

    5. Memiliki kemampuan memperoleh prinsip-prinsip secara tepat dan benar.

  • 18

    d. Tahap Operasional Konkret ( Umur 7 atau 8 11 atau 12 tahun ).

    Tahap ini ditandai dengan adanya kemampuan menggunakan aturan-

    aturan yang sistematis, logis dan empiris. Operasi seringkali dimaknai suatu tipe

    tindakan yang mampu memanipulasi objek atau Gambaran yang ada di dalam

    dirinya sehingga tindakannya lebih efektif.

    Tahap ini diharapkan tidak ada proses trial and error (coba-coba). Karena

    coba-coba cenderung membuat kesalahan, tahap ini anak diasumsikan sudah dapat

    berpikir dengan menggunakan model kemungkinan dalam melakukan kegiatan

    tertentu. Anak dapat menggunakan atau mengaplikasikan hasil yang telah dicapai

    sebelumnya. Dengan kata lain, anak memiliki kemampuan menyelesaikan atau

    menangani sistem klasifikasi.

    e. Tahap Operasional Formal ( Umur 11 / 12 18 tahun )

    Tahap ini ditandai dengan adanya kemampuan anak dalam berfikir abstrak

    dan logis, serta memiliki kemampuan menggunakan pola berfikir kemungkinan

    mampu berpikir ilmiah dengan pendekatan hipothetico-deductive dan inductive.

    Tahap ini memiliki ciri khusus sebagai berikut :

    1. Memiliki kemampuan bekerja secara efektif, sistematis, logis dan realitis.

    2. Mampu melakukan analisis secara kombinasi.

    3. Mampu berpikir secara proporsional tentang C1, C2 dan R misalnya.

    4. Mampu menarik generalisasi secara mendasar terhadap suatu objek.

    Proses dan realitas pembelajaran anak pada tahap sensorimotor, memiliki

    perbedaan dengan proses belajar yang dialami oleh seorang anak pada tahap

    preoperasional, juga berbeda pula dengan para siswa yang sudah ada pada tahap

    operasional formal.

    Art inya, tahapan perkembangan akan berjalan secara linier atau relevan

    dengan kualitas berpikir, makin tinggi tahap perkembangan kognitif yang dimiliki

    muridnya, hal ini dimaksudkan agar dalam merancang dan melaksanakan proses

    pembelajaran sesuai dengan tahap-tahap tersebut dan karakteristik siswa, sehingga

    pembelajaran lebih efektif dan efesien.

    (M. Saekhan Muchith, 2008 :61-65).

  • 19

    Konsekuensinya guru harus benar-benar memahami tahap-tahap

    perkembangan kognitif yang dimiliki muridnya, hal ini dimaksudkan agar dalam

    merancang dan melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan tahap-tahap

    tersebut dan karakteristik siswa, sehingga pembelajaran lebih efektif dan efesien.

    5. Ikatan Kimia

    Ikatan kimia adalah daya tarik-menarik antara atom yang menyebabkan

    suatu senyawa kimia bersatu (Brady, James E, 1999: 325). Menurut Teori Lewis

    ada beberapa hal penting di dalam ikatan kimia:

    1. Elektron-elektron, terutama yang berada pada kulit terluar (elektron valensi),

    memainkan peranan utama dalam pembentukan ikatan kimia.

    2. Dalam beberapa hal, pembentukan ikatan kimia terjadi karena adanya

    perpindahan satu atau lebih elektron dari satu atom ke atom lain. Hal ini

    mendorong terjadinya pembentukan ion positif dan negatif dan terbentuknya

    suatu jenis ikatan yang disebut ikatan ion.

    3. Dalam hal lain, pembentukan ikatan kimia dapat terjadi dari pemakaian

    bersama pasangan elektron diantara atom-atom. Molekul yang dihasilkan ini

    mempunyai suatu jenis ikatan yang disebut ikatan kovalen.

    4. Perpindahan atau pemakaian bersama elektron berlangsung sedemikian rupa

    sehingga setiap atom yang terlibat mendapat suatu konfigurasi yang mantap.

    Konfigurasi umumnya merupakan konfigurasi gas mulia yaitu konfigurasi

    dengan 8 elekt ron terluarnya yang disebut oktet.

    (Petrucci, Ralph H. dan Suminar, 1985:269-270).

    Menurut kurikulum 2006 pokok bahasan ikatan kimia diajarkan pada

    siswa kelas X semester I. Standar kompetensi yang ingin dicapai dalam

    pengajaran materi ini adalah mendeskripsikan struktur atom, sifat-sifat periodik

    unsur dan ikatan kimia serta struktur molekul dan sifat-sifatnya. Sedangkan

    kom petensi dasar yang ingin dicapai yaitu mendiskripsikan kemungkinan

    terjadinya ikatan kimia dengan menggunakan Tabel periodik.

    Materi yang dibahas dalam pokok bahasan ikatan kimia adalah sebagai

    berikut :

  • 20

    a. Ikatan Ion.

    b. Ikatan Kovalen.

    c. Ikatan Kovalen Koordinat.

    d. Polarisasi Ikatan Kovalen.

    e. Pengecualian aturan Oktet.

    Dalam penelitian ini semua sub pokok bahasan diatas diajarkan.

    Unsur gas mulia merupakan golongan unsur yang paling stabil. Semua

    unsur gas mulia terdapat di alam sebagai gas monoatomik (atom-atom nya berdiri

    sendiri) dan sangat sukar bereaksi dengan unsur lain. Menurut pendapat W.

    Kossel dan Gilbert N Lewis, kestabilan sifat gas mulia disebabkan oleh elektron

    valensinya yang berjumlah delapan (kecuali He dengan elektron valensi dua).

    Konfigurasi elektron valensi gas mulia ini dikenal sebagai konfigurasi oktet,

    karena terdiri atas 8 elekt ron pada kulit luarnya. Konfigurasi elekt ron unsur-unsur

    Gas Mulia dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Konfigurasi Elektron Unsur-unsur Gas Mulia

    a. Ikatan Ion / Heteropolar / Elektrovalen

    Unsur lain akan melepaskan atau menerima elekt ron agar elektron

    valensinya serupa dengan elektron valensi unsur-unsur gas mulia sehingga

    mencapai kestabilan. Unsur golongan alkali dan alkali tanah cenderung

    melepaskan elektron terluarnya untuk mencapai kestabilan dengan membentuk

    ion positif. Unsur-unsur hologen mempunyai 7 elektron valensi, sehingga untuk

    membentuk konfigurasi elektron valensi seperti gas mulia (oktet) perlu menerima

    satu elektron, dengan demikian halogen lebih stabil dalam bentuk ion negatif.

    Periode Unsur Nomor

    atom

    Kulit

    K L M N O P

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    He

    Ne

    Ar

    Kr

    Xe

    Rn

    2

    10

    18

    36

    54

    86

    2

    2

    2

    2

    2

    2

    8

    8

    8

    8

    8

    8

    18

    18

    18

    8

    18

    12

    8

    18

    8

  • 21

    Senyawa biner dari logam alkali dengan golongan halogen sepert i NaCl, NaBr,

    KI, LiF dan CsCl, semuanya bersifat ionik. Senyawa dari logam alkali tanah juga

    bersifat ionik, kecuali beberapa senyawa dari Be.

    Contoh :

    1). Pada reaksi-reaksi berikut:

    Mg ( Z = 12 ) + Cl ( Z = 17 )

    masing-masing unsur dapat mencapai konfigurasi oktet. Tuliskan rumus elektron

    (rumus Lewis) dan rumus empiris senyawa yang terbentuk!

    Jawab :

    Mg (Z = 12) dan Cl (Z = 17) mempunyai konfigurasi elektron sebagai berikut :

    Mg : 2 8 2

    Cl : 2 8 7

    Untuk mencapai konfigurasi oktet, Mg harus melepas 2 elektron, sedangkan Cl

    menyerap 1 elekt ron. Atom Mg berubah menjadi ion Mg2+ , sedangkan atom Cl

    menjadi ion Cl.

    Mg (2 8 2) Mg2+

    (2 8) + 2e Cl (2 8 7) + e Cl (2 8 8)

    Ion Mg2+

    dan ion Cl kemudian bergabung membentuk senyawa dengan rumus

    MgCl2.

    b. Ikatan Kovalen / Homopolar.

    1). Ikatan Kovalen Tunggal

    Ikatan yang terbentuk karena penggunaan bersama pasangan elektron

    disebut Ikatan Kovalen. Ikatan Kovalen terbentuk karena serah terima elektron

    tidak dimungkinkan.

    Contoh:

    Gambarkan terjadinya Ikatan Kovalen pada HCl

    H = 1 Cl = 2, 8, 7

    Sesuaikan dengan aturan Oktet, atom H kekurangan 1 elektron (sehingga

    memyerupai helium). Demikian juga, atom klorin membutuhkan tambahan 1

    elektron (sehingga menyerupai argon). Meskipun keelektronegatifan Cl lebih

    besar dari hidrogen, atom Cl tidak dapat menarik langsung elektron dari atom H.

    Karena atom H juga mempunyai daya tarik elektron yang relatif besar. Keadaan

  • 22

    yang lebih stabil dapat dicapai dengan pemasangan elektron (membentuk Ikatan

    Kovalen) masing-masing atom H dan Cl menyumbang 1 elektron untuk

    membentuk pasangan elektron milik bersama. Ikatan kovalen pada HCl dapat

    diGambarkan seperti pada Gambar 1. dibawah ini :

    Gambar 1. Ikatan Kovalen pada HCl

    2). Ikatan Kovalen Rangkap dan Rangkap Tiga.

    Dua atom dapat membentuk ikatan dengan sepasang, dua pasang atau tiga

    pasang elekt ron bergantung pada jenis unsur yang berikatan. Ikatan dengan

    sepasang elekt ron disebut ikatan tunggal yang mengunakan dua pasang elektron

    ikatan rangkap, sedangkan yang menggunakan tiga pasang elektron disebut ikatan

    elektron rangkap tiga.

    Ikatan Kovalen rangkap misalnya pada pembentukan O2 di Gambar 2.

    sebagai berikut :

    Gambar 2. Ikatan Kovalen Rangkap Dua pada O2

    Ikatan kovalen rangkap tiga misalnya pada pembentukan N2 dapat dlihat

    pada Gambar 3. dibawah ini :

    Gambar 3. Ikatan Kovalen Rangkap Tiga pada N2

    3). Ikatan Kovalen Koordinat.

    Dalam beberapa senyawa, ikatan kovalen dapat pula terbentuk dengan

    penggunaan bersama sepasang elektron yang berasal dari salah satu atom yang

    berikatan, sedangkan atom lain hanya menerima saja pasangan elektron yang

    digunakan bersama itu. Ikatan Kovalen yang terbentuk disebut ikatan kovalen

    koordinat. Pasangan elektron ikatan pembentuk ikatan koordinat diGambarkan

  • 23

    dengan anak panah kecil yang arahnya menuju atom yang menerima pasangan

    elektron.

    Amonia (NH3) dapat bereaksi dengan boron triklorida (BCl3) membentuk

    senyawa NH3.BCl3. bentuk ikatan antara 2 molekul tersebut adalah sepert i

    Gambar 4. dibawah ini :

    Gambar 4. Pembentukan Senyawa NH3 . BCl3

    c. Polarisasi Ikatan Kovalen

    Keelektronegatifan yaitu sifat yang menyatakan kecenderungan relatif dari

    unsur-unsur dalam hal menarik elektron ikatan ke pihaknya. Daftar harga

    keelektronegatifan dapat dilihat pada Tabel 2.

    Tabel 2. Daftar Keelektronegatifan.

    Atom Harga Keelektronegatifan ( )

    H

    C

    N

    Cl

    O

    F

    2,1

    2,5

    3,0

    3,0

    3,5

    4,0

    Salah satu akibat dari perbedaan keelektronegatifan ialah terjadinya

    polarisasi pada ikatan kovalen. Gambar 5. berikut merupakan contoh terjadinya

    polarisasi ikatan kovalen.

    a. Non polar b. Polar

    Gambar 5. Contoh Terjadinya Polarisasi pada Ikatan Kovalen.

    . . H H H :

    . . Cl : . .

    *

  • 24

    Pada contoh (a), kedudukan pasangan elektron ikatan sudah pasti

    simetris terhadap kedua atom H. Dalam molekul H2 tersebut muatan negatif

    (elektron) tersebut tersebar secara homogen. Ikatan seperti itu disebut ikatan

    kovalen non polar. Pada contoh (b), pasangan elekt ron ikatan tertarik lebih dekat

    ke atom Cl, karena Cl mempunyai daya tarik elektron lebih besar dari pada H.

    Akibatnya, pada HCl terjadi polarisasi, dimana atom Cl lebih negatif dari pada

    atom H. ikatan seperti itu disebut ikatan kovalen polar.

    Molekul dengan ikatan kovalen non polar sepert i H2 Cl2 dan N2 sudah

    tentu bersifat non polar. Sebaliknya, molekul dengan ikatan polar bisa bersifat

    polar, bisa pula bersifat non polar, bergantung pada geometri (bentuk)

    molekulnya. Walupun ikatan bersifat polar jika molekul bersifat simetris maka

    secara keseluruhan molekul bersifat non polar. Contoh molekul dan bentuk

    molekul dapat dilihat pada Tabel 3.

    Tabel 3. Contoh Molekul dan Bentuk Molekul.

    Molekul Be Cl2 NH3 BF3

    Rumus

    Struktur

    Bentuk Molekul Linier Piramida Segi Tiga

    d. Ikatan Logam

    Unsur logam pada umumnya mempunyai sedikit elekt ron di kulit terluar.

    Oleh karena itu kulit terluar unsur logam relatif longar (terdapat banyak tempat

    kosong). Sehingga elekt ron dapat berpindah dari satu atom ke atom lain.

    Mobilitas elektron dalam logam sedemikian bebas sehingga elekt ron valensi

    logam mengalami delokalisasi, yaitu suatu keadaan dimana elekt ron valensi

    tersebut tidak tetap posisinya pada satu atom, tetapi senantiasa berpindah-pindah

    dari satu atom ke atom lain. Elektron-elektron valensi tersebut berbaur sehingga

    menyerupai awan atau lautan yang membungkus ion-ion positif logam

    didalamnya. Jadi, struktur logam dapat dibayangkan terdiri dari ion-ion positif

    yang dibungkus oleh awan atau lautan elektron valensi.

  • 25

    Struktur logam sepert i diatas dapat menjelaskan sifat-sifat khas logam,

    seperti daya hantar listrik, sifat dapat ditempa dan dapat ditarik. Logam

    merupakan konduktor yang baik karena elekt ron valensinya yang mudah

    mengalir. Logam dapat ditempa atau dapat ditarik karena ket ika logam dipukul

    atau ditarik, atom-atom logam hanya bergeser sedangkan ikatan didalamnya tidak

    terputus.

    (Unggul Sudarmo, 2006 : 48)

    e. Pengecualian Aturan Oktet

    Aturan oktet banyak membantu dalam meramalkan rumus kimia senyawa

    biner sederhana akan tetapi, aturan itu ternyata banyak dilanggar dan ternyata

    gagal dalam meramalkan rumus kimia senyawa dari unsur-unsur transisi.

    Pengecualian aturan Oktet adalah sebagai berikut :

    1). Senyawa yang Tidak Mencapai Aturan Oktet.

    Senyawa kovalen biner sederhana dari Berilium (Be), Boron (B) dan

    Alumunium (Al), yaitu unsur-unsur yang elektron valensinya kurang dari 4, tidak

    mencapai oktet. Contohnya adalah BeCl2, BCl3 dan AlBr3.

    Gambar 6. Rumus Lewis Senyawa BCl3

    2). Senyawa dengan Jumlah Elektron Valensi Ganjil

    Senyawa yang memiliki jumlah elektron valensi ganjil tidak mungkin

    memenuhi aturan oktet. Contohnya NO2, yang mempunyai elektron valensi ( 5 + 6

    + 6 ) = 17, kemungkinan rumus Lewis untuk NO2 adalah sebagai berikut:

    Gambar 7. Rumus Lewis Senyawa NO2

    :

  • 26

    3). Senyawa dengan Oktet Berkembang.

    Unsur-unsur dari periode 3 atau lebih dapat membentuk senyawa yang

    melampaui aturan oktet lebih dari 8 elekt ron pada kulit terluar. Hal itu dapat

    terjadi karena kulit (kulit M, N, dan seterusnya) dapat mempunyai 18 elektron

    atau lebih. Beberapa contoh adalah PCl5, SF6 dan ClF3 pada Gambar 8. dibawah

    ini :

    PCl5

    Gambar 8. Rumus Lewis PCl5, SF6, ClF3

    (Michael Purba, 2006 : 94-95)

    Dalam senyawa fosfor, klorin dan belerang mempunyai kelebihan elektron

    yang dibutuhkan untuk membentuk konfigurasi gas mulia. Hal ini terjadi karena

    SF6

    ClF3

  • 27

    dalam setiap ikatan kulit valensi dapat mengakomodasi lebih dari delapan elektron

    (P, S dan Cl berada pada periode tiga dan kulit ketiga dapat mengandung

    sampai18 elektron, sebab kesanggupan subkulit 3d yang relatif energinya

    rendah). Unsur dalam periode kedua (Li sampai Ne) tidak pernah membentuk

    senyawa dengan lebih dari delapan elektron dalam kulit valensinya sebab kulit

    kedua tidak dapat menempatkan elekt ron lebih dari satu oktet.

    (Brady, J. E, 1999: 335-336).

    B. Kerangka Pemikiran

    Belajar dan mengajar adalah merupakan dua konsep yang tidak bisa

    dipisahkan dalam kegiatan pengajaran. Belajar mengacu pada apa yang dilakukan

    siswa dan mengajar mengacu kepada apa yang dilakukan oleh guru sebagai

    fasilitator pembelajaran. Proses belajar mengajar berkaitan dengan tujuan yang

    akan dicapai dan materi yang akan diberikan serta metode belajar mengajar yang

    dipakai guru dan siswa dalam memberikan dan menerima materi tersebut.

    Berdasarkan uraian diatas bahwa keberhasilan belajar ikatan kimia

    ditentukan oleh kompetensi siswa dan juga metode pembelajaran yang digunakan

    oleh guru.

    Siswa yang memiliki kompetensi belajar yang tinggi akan dapat memperoleh

    prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang berpotensi

    rendah. Dengan membandingkan antara potensi yang dimiliki oleh siswa dengan

    prestasi belajar yang akan dicapai, dapat diketahui apakah siswa dapat

    merealisasikan potensinya. Jika prestasi belajar rendah, tidak sesuai dengan

    potensi yang dimiliki diperkirakan bahwa siswa tersebut mengalami kesulitan

    belajar.

    Metode belajar sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran. Satu

    metode belajar tidak dapat digunakan untuk semua jenis materi pelajaran.

    Keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dari prestasi belajarnya.

    Dengan mengetahui prestasi belajar dapat mengukur kemampuan siswa selama

    mengikuti proses belajar mengajar. Penggunaan metode mengajar yang tepat akan

    dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

  • 28

    Dalam proses pembelajaran bakat merupakan salah satu faktor penentu

    keberhasilan. Kemampuan penalaran adalah salah satu bakat yang dimiliki siswa.

    Siswa yang mempunyai kemampuan penalaran yang tinggi akan mampu

    menyelesaikan permasalahan yang memerlukan penalaran sepert i halnya materi

    ikatan kimia, sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan penalaran sangat

    berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa pada bidang studi kimia khususnya

    materi ikatan kimia.

    Metode Problem Solving adalah suatu penyajian materi pelajaran yang

    menghadapkan siswa pada persoalan yang harus dipecahkan atau diselesaikan

    dalam rangka mencapai tujuan belajar. Dalam memecahkan masalah dilakukan

    beberapa tahap yaitu: menganalisis soal, mencari informasi tentang teori yang

    mendukung, menganalisis data dan menarik kesimpulan. Dalam materi ikatan

    kimia sangat diperlukan kemampuan pemecahan masalah. Sehingga

    dimungkinkan metode Problem Solving sesuai diterapkan dalam proses belajar

    mengajar, dan dapat meningkatkan prestasi belajar.

    Dengan kemampuan penalaran yang baik siswa dapat menyelesaikan

    masalah-masalah dalam ikatan kimia juga akan baik. Kemampuan penalaran akan

    mendukung kemampuan pemecahan masalah dalammetode pembelajaran

    Problem Solving. Siswa yang memiliki kemampuan penalaran yang baik akan

    dapat menyelesaikan masalah dalam waktu yang singkat.

    Pembelajaran dengan metode Problem Solving apabila tanpa didukung

    kemampuan penalaran yang baik akan memberikan hasil yang kurang

    memuaskan. Demikian juga untuk siswa yang mempunyai kemampuan penalaran

    yang baik, apabila tidak didukung dengan metode Problem Solving yang

    menyelesaikan masalah menurut tahap-tahap tertentu prestasi belajar juga akan

    kurang memuaskan.

    Jadi dari uraian diatas, dapat diilustrasikan kerangka pemikiran sebagai

    berikut

  • 29

    Gambar 9. Kerangka Pemikiran.

    C. Hipotesis

    Dari kajian teori dan kerangka berpikir diatas, maka dapat diajukan hipotesis

    penelitian sebagai berikut:

    1. Ada pengaruh penggunaan metode pembelajaran Problem Solving

    terhadap prestasi belajar ikatan kimia.

    2. Ada pengaruh kemampuan penalaran terhadap prestasi belajar ikatan

    kimia.

    3. Ada interaksi antara penggunaan metode pembelajaran Problem Solving

    dan kemampuan penalaran terhadap prestasi belajar ikatan kimia

    Tes Awal

    Tes Penalaran

    Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

    Tes Akhir

    Metode Konvensional Konvensional

    Metode Problem Solving

    Prestasi Belajar

  • 30

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Tempat dan Waktu Penelitian

    1. Tem pat Penelitian

    Tempat penelitian adalah SMAN 1 Tawangsari pada kelas X semester

    ganjil Tahun Ajaran 2009/2010.

    2. Waktu penelitian

    Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2009/2010

    yaitu pada bulan Juni-Desember 2009 dengan rincian sebagai berikut:

    No Bulan Keterangan

    1. Juni-Agust us 2009 Pengajuan judul, kajian literatur,

    pembuatan proposal dan persiapan

    instrumen penelitian.

    2. September-Oktober 2009 Penelitian di SMAN 1 Tawangsari

    dan pengambilan data penelitian.

    3. Nopember-Desember 2009 Pengolahan data dan penyusunan

    laporan.

    B. Metode Penelitian

    1. Rancangan Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimen dan menggunakan

    rancangan penelitian Factorial Design 2x2. Dalam penelitian ini ada empat

    kelompok, keempat kelompok tersebut diasumsikan sama dan hanya berbeda

    dalam penggunaan metode Problem Solving dan kemampuan penalaran.

    Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sketsa rancangan tersebut dibawah ini:

    30

  • 31

    Tabel 4. Rancangan Analisis

    Kemampuan penalaran(B)

    Metode

    Pembelajaran (A)

    Tinggi (B1)

    Rendah (B2)

    Problem Solving (A1) A1B1 A1B2

    Konvensional (A2) A2B1 A2B2

    2. Prosedur Penelitian

    Urutan kegiatan yang dilaksanakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

    1. Observasi dan perijinan di SMAN 1 Tawangsari.

    2. Menentukan kelas yang akan digunakan untuk penelitian.

    3. Melaksanakan uji coba instrumen, mengolah hasil uji coba sehingga instrumen

    layak digunakan. Memberikan tes Sistem Periodik Unsur kepada kelas

    eksperimen dan Kelas kontrol untuk mengukur kemampuan awal siswa.

    4. Memberikan pretes kepada kelas eksperimen dan Kelas kontrol untuk

    mengukur ketrampilan kognitif sebelum obyek diberi perlakuan.

    5. Memberikan tes penalaran kepada sampel.

    6. Memberikan perlakuan kepada kelas eksperimen dengan menggunakan

    metode pembelajaran Problem Solving, dan kepada kelas kontrol dengan

    metode belajar konvensional.

    7. Memberikan postes pada kelas eksperimen dan Kelas kontrol untuk mengukur

    rata-rata ketrampilan kognitif setelah diber perlakuan.

    8. Mengolah data dan menganalisis data.

    9. Menguji hipotesis dan menarik kesimpulan.

    C . Populasi dan Sampel

    1. Populasi Penelitian

    Populasi adalah semua siswa kelas X SMAN 1 Tawangsari Tahun Ajaran

    2009/2010.

  • 32

    2. Sam pel Penelitian

    Sampel terdiri dari dua kelas yang dipilih sec