Upload
nguyenngoc
View
230
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SKRIPSI GAMBARAN PENERAPAN PENGADAAN OBAT SECARA E-PURCHASING
DI RUMAH SAKIT UMUM KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2016
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
Muhammad Luqman
NIM : 1112101000091
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437/2016 H
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
SKRIPSI, MARET 2017
Muhammad Luqman, NIM: 1112101000091
Gambaran Penerapan Pengadaan Obat Berdasarkan secara E-purchasing Di
Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan Tahun 2016
(xix+ Halaman 173, Tabel 7, Bagan 7, lampiran 40)
ABSTRAK
Pengadaan obat di Rumah Sakit merupakan suatu kegiatan yang bertujuan
untuk menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang
terjangkau dan sesuai standar mutu. Dalam hal ini pemerintah mengeluarkan
kebijakan pengadaan obat berdasarkan E-catalogue secara E-purchasing untuk
membantu fasilitas kesehatan dalam melakukan pengadaan obat. Pada
penerapannya di RSU Kota Tangsel diketahui masih terdapat beberapa kendala
seperti waktu tunggu obat yang terlalu lama, dan jumlah obat yang tidak sesuai.
Penelitian Ini bertujuan untuk melihat gambaran penerapan kebijakan pengadaan
obat secara E-purchasing.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan melakukan
wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen. Penelitian ini dilakukan di
Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan. Informan dalam penelitian ini
ditentukan dengan Snawball sampling, dan didapatkan beberapa informan yaitu
Kepala Instalasi Farmasi, Petugas Pengadaan, Pihak Penerima Hasil Pekerjaan,
Staff Pengadaan, dan Kepala Gudang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketersediaan input pengadaan
obat secara E-purchasing dari SDM dalam segi jumlah belum mencukupi tetapi
dalam kualitas telah cukup untuk menjalankan proses pengadaan, dari segi
anggaran telah mencukupi, Kebijakan terkait pengadaan secara E-purchasing
telah dipahami dan dijalani, serta sarana dan prasarana telah mencukupi. Proses
perencanaan kebutuhan obat telah sesuai dengan PMK No 63 tahun 2014, tetapi
perencanaan ini belum bisa menghindari kekosongan obat, Proses Pemesanan juga
telah sesuai dengan PMK No. 63 tahun 2014 tetapi waktu pemesanan obat belum
sesuai dengan Standar Pelayanan Kefarmasian. Proses Perjanjian Kontrak juga
telah sesuai dengan PMK No. 63 tahun 2014. Proses Pengiriman telah sesuai
dengan perjanjian yang telah dibuat. Output pengadaan obat yaitu ketersediaan
obat di rumah sakit belum sesuai dengan indikator yang ditetapkan yaitu
persentase stok obat harus 0% dikarenakan di temukan 30 jenis obat yang pernah
kosong pada tahun 2016. Kendala dari kekosongan obat ini adalah jumlah obat
yang tidak semuanya terealisasi, waktu pengiriman obat yang lama dari
distributor, pernah terjadi kekosongan obat secara nasional, serta belum
terdapatnya sistem informasi yang bisa memberikan peringatan jumlah obat yang
memasuki stok minimum, sehingga pengajuan pemesanan obat dilakukan tidak
terlambat. Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada Rumah Sakit Umum
iii
Kota Tangerang Selatan untuk memperhatikan perencanaan dengan melihat lead
time obat yang ada di E-catalogue.
Kata kunci : Kebijakan Pengadaaan obat, E-catalogue, E-purchasing, Rumah
Sakit.
Daftar Bacaan : 72 : 1989-2016
iv
Faculty Of Medicine And Health Sciences
Departement Of Public Health
Health Care Management
Udergraduated Thesis, March 2017
MUHAMMAD LUQMAN, NIM: 1112101000091
The Description Of The Medicine Procurement With E-Purchasing Procedure
In Tangerang Selatan Public Hospital In 2016
(xix+ 173 pages , 7 Tables , 7 Charts, 40 Attachements)
ABSTRACT
Medicine procurement in hospitals is an activity that aims to ensure the
availability, right timing at affordable prices and appropriate quality standards. In
this case, the government issued a procurement policy based on the E-catalogue
with E-purchasing procedure to help healthcare facilities in the medicine
procurement. In practice in Tangsel public hospitals (RSU Kota Tangsel) known
there are still some constraints such as the times for taking medicine are too long,
and the amount of medicine that are not appropriate. This study aims to look the
description of the implementation of a procurement policy based on the E-
catalogue by way of E-purchasing.
This kind of research is a qualitative deskriptive by doing in-depth
interview, observation, and study documents. This research was conducted at the
General Hospital of South Tangerang City. Informants in this study was
determined by Snowball sampling, and obtained several informants Head of
Pharmacy Installation, Procurement Officer, the results recipient Employment,
Procurement Staff, and Chief of the Warehouse.
The results of this study indicate that the availability of input medicine
procurement which is human resources in terms of quantity is not sufficient but
the quality is sufficient to run the procurement process, in terms of the budget has
been insufficient, policies related to procurement by E-purchasing is understood
and lived, and have sufficient infrastructure. The medicine needs planning process
in accordance with the Health minister regulation No. 63 of 2014, but these plans
have not been able to avoid any lack of medicine, Booking process also complies
with the regulation but the time of booking the medicine has not in accordance
with the Standards of Pharmaceutical Services. Contract Agreement process also
complies with the regulation. Delivery Process in accordance with agreements
made. Output of medicine procurement is the availability of medicines in
hospitals which is not in accordance with the indicators set out the percentage of
medicines stocks should be 0% due in 30 types of medicines found empty ever in
2016. The main obstacles are the amount of medicines that are not everything is
realized, a long time of medicines delivery from a distributor, a national
medicines emptiness, and yet the presence of an information system that could
provide warnings amount of medicines that enters the minimum stock, so that the
v
subscription of the medicine will not be late . Based on the research results
suggested to the General Hospital of South Tangerang City to pay attention to see
the lead time of the medicine that is available in the E-catalogue.
Keyword : Medicine Procrument Policy, E-catalogue, E-purchasing, Hospitals.
bibliography : 72 : 1989-2016
vii
PANITIA SIDANG SKRIPSI
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Data Pribadi
1. Nama Lengkap : Muhammad Luqman
2. Tempat Tanggal
Lahir
: Palembang, 4 juni 1994
3. Alamat Asal : Jl. Letnan Simanjuntak Lrg.
Lebak Mulyo No. 1387 RT 21
RW 08 Kelurahan Pahlawan
Kecamatan Kemuning Kota
Palembang
4. Alamat Domisili : Jl. Kertamukti, pisangan raya no.
20 RT 03 RW 09 Kelurahan
Cireundeu Kecamatan Ciputat
Timur Kota Tangerang Selatan
5. Agama : Islam
6. Jenis Kelamin : Laki-laki
7. Golongan Darah : A
8. Status : Belum Menikah
9. Program Studi : Kesehatan Masyarakat
10. Nomor Telepon : 089513815096
11. Alamat Email : [email protected]
II. Riwayat Pendidikan
1. TK RA. Al Firdaus Palembang
2. SDN 180 Palembang
3. MTS Negeri 1 Palembang
4. MA Negeri 3 Palembang
5. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan kuasa-Nya sehingga penulisan Skripsi yang
berjudul “Gambaran Penerapan Pengadaan Obat Secara E-purchasing di
Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan Tahun 2016” telah diselesaikan.
Penyusunan Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
program Strata Satu (S1) pada program studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penyelesaian Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat dan kelancaran sehingga
penulis dapat melaksanakan penyusunan skripsi ini.
2. Keluarga tercinta yang selalu mendoakan, memberi dukungan, semangat,
serta selalu memberikan kasih sayangnya yang tiada henti kepada penulis.
3. Dr. Arif Soemantri, MKM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M,Kes, Ph,D selaku Kepala Program Studi
Kesehatan Masyarakat.
5. Ibu Riastuti Kusumawardani, SKM, MKM selaku dosen Pembimbing I yang
telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skirpsi ini.
6. Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skirpsi ini.
x
7. Pak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku penguji I yang telah memberikan
masukan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.
8. Pak Baequni, M. Kes, Ph,D selaku penguji II yang telah memberikan
masukan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.
9. Ibu Susanti Tungka, MARS selaku penguji II yang telah memberikan
masukan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.
10. Ibu Agustina Ariyani, S. Si. Apt dan ibu Evi Budi Ardiyanti, S. Si. Apt yang
telah bersedia membantu dalam proses penelitian serta memberikan
pengarahan dalam penulisan skripsi ini.
11. Sofiani Handini. S. Kep. MA yang telah membantu dalam proses perizinan di
Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.
12. Teh Yayuk, Teh Ninin, Pak Midi, Bang Akbar, Bang Jajang, Bang Wawan
yang telah bersedia menerima dan menyediakan waktu dan tempat dalam
proses penelitian.
13. Yolanda Mutiara Christina yang telah banyak membantu dan mendukung
semua tahapan dalam penyusunan skripsi ini.
14. Teman-teman KBHCM Santo, Saeful, Rico, Tyo, Aida, Annisa, Ayu F, Ayu
H, Erika, Fitri, Halida, Ica N, Jupe, Laily, Mery, Nuril, Paramitha, Tantri,
Ratna, Rika, Toyyibah, Hesti, Nurzia, dan Umi Kalsum yang menjadi teman
seperjuangan selama ini.
15. Teman-teman kesmas cowo Tsabit, Rico, Yaumi, Rohem, Nizar, Faiz, Agin,
Viral, Santo, Saeful, Tyo, Ivan, Agus, Rizky, dan Richard, yang telah menjadi
tempat berkumpul dan teman seperjuangan selama awal kuliah sampai
sekarang.
xi
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi materi maupun teknik penulisan. Untuk itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun diharapkan dapat meningkatkan kualitas
skripsi ini. Terimakasih.
Jakarta, Maret 2017
Penulis
DAFTAR ISI
xii
DAFTAR ISI
SKRIPSI ................................................................................................................................ i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ................................................................................. i
ABSTRAK ......................................................................................................................... ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ................................................................................... vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ viii
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ix
DAFTAR ISI......................................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................................ xv
DAFTAR BAGAN ......................................................................................................... xvi
DAFTAR ISTILAH ....................................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... xix
1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................................. 8
1.3. Pertanyaan Penelitian ......................................................................................... 9
1.4. Tujuan ................................................................................................................ 9
1.4.1. Tujuan Umum .......................................................................................... 9
1.4.2. Tujuan Khusus ......................................................................................... 9
1.5. Manfaat ............................................................................................................ 10
1.6. Ruang lingkup Penelitian ................................................................................. 11
Bab II ............................................................................................................................... 12
2.1. Rumah Sakit .......................................................................................................... 12
2.1.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)....................................................... 13
2.2. Manajemen Logistik .............................................................................................. 14
2.2.1. Fungsi Manajemen Logistik ........................................................................ 15
2.3. Pengadaan obat ..................................................................................................... 18
2.3.1. Pengertian obat ............................................................................................. 18
2.3.2. Pengertian Pengadaan ................................................................................. 20
2.3.3. Proses Pengadaan Obat ............................................................................... 22
2.4. Kebijakan Pengadaan obat .................................................................................... 24
2.4.1. Pengadaan obat berdasarkan e-catalogue secara E-purchasing ............... 24
2.4.3. Alur Proses E-purchasing obat .................................................................... 28
xiii
2.5. Pengadaan Obat Non E-purchasing ...................................................................... 30
2.6. Logic Models ........................................................................................................ 31
2.7. Kerangka Teori ..................................................................................................... 36
Bab III .............................................................................................................................. 39
3.1. Kerangka Berpikir ............................................................................................ 41
3.2. Definisi Istilah .................................................................................................. 42
Bab IV .............................................................................................................................. 46
4.1. Desain Penelitian .............................................................................................. 46
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................ 46
4.3. Informan Penelitian .......................................................................................... 46
4.4. Instrumen Penelitian ......................................................................................... 47
4.5. Sumber data ...................................................................................................... 48
4.6. Pengumpulan data ............................................................................................ 49
4.7. Analisa Data ..................................................................................................... 50
4.7.1. Transcription ........................................................................................... 50
4.7.2. Familirisation with the interview ............................................................ 50
4.7.3. Coding ...................................................................................................... 51
4.7.4. Developing a working analitycal framework .......................................... 51
4.7.5. Applying the analitycal Framework ........................................................ 51
4.7.6. Chariting data into framework matrix .................................................... 52
4.7.7. Interpreting data ...................................................................................... 52
4.8. Validasi data ..................................................................................................... 52
BAB V ............................................................................................................................. 55
5.1. Gambaran Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan ...................................... 55
5.1.1 Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan .................... 55
5.1.2. Prinsip Dasar RSUD Tangsel ...................................................................... 56
5.1.3. Pelayanan rumah sakit................................................................................. 56
5.2. Karakteristik Informan .......................................................................................... 57
5.3. Pengadaan Obat di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan ....................... 58
5.4. Input Pengadaan obat di Rumah Sakit umum Kota Tangerang Selatan ................. 58
5.4.1. Sumberdaya Manusia .................................................................................. 59
5.4.2. Anggaran....................................................................................................... 61
5.4.3. Kebijakan ...................................................................................................... 63
xiv
5.4.4. Sarana dan Prasarana .................................................................................. 68
5.5. Proses Pengadaan Obat secara E-Purchasing ........................................................ 70
5.5.1. Proses Perencanaan Kebutuhan Obat ........................................................ 70
5.5.2. Pemesanan Obat ........................................................................................... 73
5.5.3. Proses Perjanjian Kontrak .......................................................................... 83
5.5.4. Pengiriman atau Distribusi obat ................................................................. 85
5.6. Output pengadaan obat secara E-purchasing ......................................................... 91
BAB VI ............................................................................................................................ 94
6.1. Keterbatasan Penelitian .................................................................................... 94
6.2. Pengadaan Obat secara E-purchasing di Rumah Sakit ..................................... 94
6.3. Input Pengadaan obat secara E-purchasing ...................................................... 95
6.3.1. Sumber Daya Manusia ........................................................................... 96
6.3.2. Anggaran ................................................................................................. 98
6.3.3. Kebijakan .............................................................................................. 100
6.3.4. Sarana dan Prasarana .......................................................................... 102
6.4. Proses Pengadaan Obat Berdasarkan secara E-purchasing ............................. 104
6.4.1. Proses Perencanaan Kebutuhan Obat ................................................ 104
6.4.2. Proses Pemesanan Obat ....................................................................... 107
6.4.3. Proses Perjanjian Kontrak secara E-Purchasing ............................... 113
6.4.4. Proses Pengiriman atau ditribusi obat ................................................ 114
6.5. Output pengadaan obat secara E-purchasing .................................................. 117
BAB VII......................................................................................................................... 121
7.1. SIMPULAN .............................................................................................. 121
7.2. SARAN ...................................................................................................... 123
Daftar Pustaka : .............................................................................................................. 124
Lampiran ........................................................................................................................ 133
Lampiran 1 Inform Concent ...................................................................................... 134
Lampiran 2 Izin Penelitian ......................................................................................... 135
Lampiran 3 Pedoman Penelitian ................................................................................. 138
Lampiran 4 hasil observasi ......................................................................................... 146
lampiran 5 hasil telaah Dokumen ............................................................................... 147
Lampiran 6 matriks Wawancara ................................................................................. 154
Lampiran 7 Triangulasi Data ...................................................................................... 168
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2. Definisi Istilah ............................................................................. 42
Tabel 4.8. Validasi Data ...................................................................................... 54
Tabel 5.1.3. Pelayanan Rumah Sakit ................................................................... 56
Tabel 5.2. Karakteristik Informan ........................................................................ 57
Tabel 5.4.3 Prosedur terkait pengadaan obat berdasarkan E-catalogue secara E-
purchasing ..........................................................................................................
66
Tabel 5.4.4. Daftar inventaris barang di ruang pengadaan RSU Kota Tangsel ... 68
Tabel 5.4.4. Obat yang tidak terealisasi pengadaan secara E-purchasing .......... 87
xvi
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1.1. Fungsi Logistik............................................................................ 15
Bagan 2.3.3. Siklus Pengadaan Barang............................................................. 22
Bagan 2.4.3. Alur Proses e-purchasing............................................................. 28
Bagan 2.5. Logic Models................................................................................... 33
Bagan 2.6. Kerangka Teori............................................................................... 36
Bagan 3.1. Definisi istilah ............................................................................... 41
Bagan 5.5.2. Alur Pemesanan Obat secara E-purchasing ................................ 75
xvii
DAFTAR ISTILAH
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
BLUD : Badan Layanan Umum Daerah
BMHP : Barang Medis Habis Pakai
DOEN : Daftar Obat Esensial Nasional
E-CATALOGUE : Elektronik Katalog
E-PROCRUMENT : Elektronik Procrument
E-PURCHASING : Elektronik Purchasing
E-TENDERING : Elektronik Tendering
FKTP : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
FKRTL : Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
FORNAS : Formularium Nasional
IFRS : Instalasi Farmasi Rumah Sakit
INAPROC : Indonesian Procrument
IPTEK : Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
ICU : Intensive Care Unit
KIE : Komunikasi Informasi dan Edukasi
KO : Kebutuhan Obat
LKPP : Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah
LPSE : Layanan Pengadaan Secara Elektronik
NICU : Neonatal Intensive Care Unit
PBF : Pedagang Besar Farmasi
PERMENKES : Peraturan Menteri Kesehatan
PMK : Peraturan Menteri Kesehatan
POKJA : Kelompok Kerja
PPK : Pejabat Pembuat Komitmen
xviii
PPHP : Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan
RKO : Rencana Kebutuhan Obat
SATKER : Satuan Kerja
SOP : Standar Operasional Prosedur
SK : Surat Keputusan
SP : Surat Perjanjian
SPK : Surat Perjanjian Kontrak
SPSE : Sistem Pengadaan Secara Elektronik
WHO : World Health Organization
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 inform concern ........................................................................... 134
Lampiran 2 Izin Penelitian...... ...................................................................... 135
Lampiran 3 Pedoman Penelitan .................................................................... 138
Lampiran 4 Hasil Observasi ......................................................................... 146
Lampiran 5 Hasil telaah Dokumen ............................................................... 147
Lampiran 6 Matriks Wawancara .................................................................. 154
Lampiran 7 Traingulasi Data ....................................................................... 168
1
BAB I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang memberikan
pelayanan secara paripurna, berdasarkan SK menteri Kesehatan RI no.
883/Menkes/SK/XII/1992 menyebutkan bahwa rumah sakit adalah tempat yang
memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar spesialistik dan
subspesialistik, serta memberikan pelayanan yang bermutu dan terjangkau bagi
masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Salah satu pelayanan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan
bermutu adalah pelayanan farmasi. Hal ini diperjelas dalam Peraturan Menteri
kesehatan, standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit bertujuan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi
tenaga kefarmasiaan, dan melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan
obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety)
(Peraturan Menteri Kesehatan RI no 58 tahun 2014).
Obat merupakan komponen yang penting dalam dalam upaya pelayanan
kesehatan. Semua obat yang beredar harus terjamin keamanan, khasiat dan
mutunya agar memberikan manfaat bagi kesehatan. Salah satu faktor yang dapat
menjamin ketersediaan obat bermutu dapat dipantau melalui proses pengadaan
obat (Wasir, 2011).
Pada umumnya rumah sakit memiliki biaya rutin terbesar pada pengadaan
sediaan farmasi, menurut kebijakan obat nasional menyatakan bahwa biaya obat
2
merupakan bagian yang cukup besar dari seluruh biaya kesehatan. Dari berbagai
survei dapat disimpulkan bahwa biaya untuk pembelanjaan obat dirumah sakit
dapat menyerap sekitar 40-50% dari jumah operasional pelayanan kesehatan
(Istinganah, 2006).
Pengadaan obat yang baik dan tepat akan memberikan dampak yang baik
bagi rumah sakit, tujuan pengadaan obat itu sendiri adalah tesedianya obat dengan
jenis jumlah yang cukup sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan, mutu obat
terjamin, obat dapat diperoleh pada saat diperlukan (Irmawati, 2014).
Pengadaan obat merupakan proses penting yang terjadi di instalasi
farmasi. karena dalam pengadaan obat kita harus mempertimbangkan secara detail
dan merencanakan secara rinci tentang rencana pengadaan obat yang dilakukan
(Suryoningrat, 2015). Sehingga dapat memenuhi fungsi dari instalasi farmasi
dalam memenuhi kebutuhan obat yang bermutu atau berkualitas.
Adapun permasalahan yang terjadi pada proses pengadaan yaitu seperti
pemesanan obat yang terlalu sedikit. Pemesanan obat yang terlalu sedikit
menyebabkan tersedianya obat di rumah sakit tersebut sedikit pula. Ketersediaan
obat yang terlampau sedikit memperbesar kemungkinan terjadinya stockout.
Stockout adalah ketika permintaan suatu barang atau obat tidak dapat terpenuhi
karena tidak tersedianya obat tersebut. Hal ini memungkinkan terjadinya
pembelian obat di luar rumah sakit yang secara tidak langsung akan
mempengaruhi pendapatan rumah sakit (Nugroho, 2012).
Untuk memenuhi kebutuhan obat yang banyak dan berkualitas serta harga
yang sesuai diperlukan pengadaan obat yang tepat, dalam hal ini pemerintah telah
3
mengeluarkan kebijakan tentang pengadaan obat melalui mekanisme E-
purchasing berdasarkan katalog elektronik (E-catalogue), yang bertujuan untuk
menunjang proses pengadaan obat pemerintah pada era JKN.
Katalog elektronik (E-catalogue) adalah sistem informasi elektronik yang
memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis, dan harga barang tertentu dari berbagai
penyedia barang/jasa pemerintah. Tata cara pembelian ini dilakukan dengan E-
purchasing yaitu pembelian barang/jasa melalui sistem katalog elektronik.
Pengaturan pengadaan obat berdasarkan katalog elektronik ini bertujuan untuk
menjamin transparansi/keterbukaan, efektifitas dan efisiensi proses pengadaan
obat sehingga pada akhirnya dapat mengurangi terjadinya korupsi. Karena dengan
E-catalogue pengadaan atau pembeliaan terhubung dengan LKPP sehingga
pembelian yang dilakukan terdokumentasikan di LKPP (Peraturan Menteri
Kesehatan. No 63, 2014).
Beberapa manfaat melalui pengadaan elektronik diantaranya yaitu
mengurangi siklus waktu pemesanan, pembayaran lebih sederhana, memperluas
basis pemasok, mengurangi dokumen, menghilangkan kesalahan pemesanan,
pengurangan persediaan, meningkatkan produktivitas dan pelayanan, menghemat
waktu, mengurangi biaya transaksi, manajemen pengadaan terdesentralisasi,
meningkatkan komunikasi dan kolaborasi dengan pemasok, meningkatkan
perencanaan dan proses kontrol dan lain-lain (Calipinar dan Soysal, 2012).
Proses pengadaan obat melalui elektronik selain memberi manfaat juga
terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaannya. Diantaranya resiko internal
bisnis (membangun integrasi dengan sistem infrastuktur seperti akuntan, sumber
daya manusia, manajemen aset, manajemen persediaan, biaya hutang,
4
perencanaan produksi, dan sistem kas manajemen), resiko eksternal bisnis (antara
pembeli dan pemasok harus ada standar komunikasi dan operasi yang sama),
resiko teknologi (harus disesuaikan dengan kebutuhan pembeli), resiko proses
pengadaan elektronik (keamanan sistem harus dijaga pembeli dan pemasok)
(Calipinar dan Soysal, 2012).
Menurut hasil pertemuan rutin dan rapat evaluasi penggunaan E-catalogue
direktorat bina obat publik dengan industri farmasi dan distributor (2016),
diketahui masih banyak kendala yang sering dihadapai dalam pembelian secara E-
purchasing. Kendala yang sering dijumpai adalah ketersediaan obat, karena masih
banyak item obat yang belum tercantum dalam E-catalogue sehingga Satker tidak
dapat melakukan pengadaan. Lalu pihak penyedia obat sering over supply, dan
masih ada permasalahan penyedia tidak melayani pemesananan manual E-
catalogue sesuai dengan Permenkes 63 tahun 2014.
Selain itu jumlah obat dalam E-catalogue masih lebih sedikit dari Fornas
(Formularium Nasional), fornas merupakan acuan dalam menetapkan obat dalam
E-catalogue. Jumlah obat dan BMHP yang sudah ada di E-catalogue baru
berjumlah 796 item sediaan, bukan item obat. Sementara Fornas 2015 terdiri dari
1060 item sediaan dari 574 item obat dan terbagi dalam 29 Kelas Terapi dan 90
Sub Kelas Terapi (Hani, 2016). Jumlah obat inilah yang membuat Satker atau
pembeli obat secara E-purchasing harus menyesuaikan pembelian dengan obat
yang ada sehingga obat yang tidak ada di dalam daftar harus dibeli diluar E-
catalogue yang harganya lebih mahal.
Berdasarkan pertimbangan diatas, diketahui besarnya manfaat pembelian
secara E-purchasing dalam menunjang pengadaan obat yang efisien dan terbuka
5
dari berbagai kecurangan. Tetapi terlihat masih banyak kendala dalam penerapan
pengadaan secara E-purchasing ini, kebijakan yang baru di keluarkan di tahun
2013 ini masih memiliki banyak kendala, seperti obat yang disediakan tidak
memenuhi kebutuhan atau realisasi penyerapan RKO (rencana kebutuhan obat)
menjadi KO (kebutuhan obat) ternyata melesat jauh. Pada tahun 2013
perbandingan RKO dengan realisasinya tidak mencapai 30%, dan pada tahun
2014 terjadi peningkatan perbandingan RKO dengan KO yaitu menjadi sekitar
40%. (Stefanus, bedjo. 2014).
Kurangnya ketersediaan obat di dalam E-catalogue obat juga ditemukan
dalam penelitian Adyaksa (2015) di Dinas Kesehatan kota Denpasar, yang mana
cakupan realisasi obat berdasarkan E-catalogue tidak tidak mencapai 100%
melainkan 60%. Permasalahan dalam realisasi obat disebabkan karena pada saat
sudah mengajukan pemesanan dengan E-purchasing ketersediaan obat tidak
mencukupi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Andryani (2015) di RSUD
kelas B Yogyakarta dan Sutriatmoko (2015) di Jawa tengah, ditemukan bahwa
proses penerapan E-purchasing berdasarkan E-catalogue memiliki hubungan
dengan peningkatan efisiensi pengadaan obat. Walaupun memberikan
peningkatan efisisensi pengadaan tetapi masih sering ditemukan kendala dalam
ketersediaan obat yang akan dibeli.
Pembelian obat E-catalogue dilakukan secara E-purchasing, berikut tata
cara pengadaan obat melalui E-purchasing. Daftara harga, spesifikasi dan nama
penyedia obat dapat dilihat melalui E-catalogue yang terdapat di portal pengadaan
nasional (INAPROC), lalu PPK dan panitia melakukan proses pengadaan obat
6
dengan cara E-purchasing menggunakan aplikasi E-purchasing obat yang terdapat
pada aplikasi SPSE, lalu PPK dan Panitia login melalui aplikasi SPSE, lalu
berkoordinasi dengan pihak penyedia yang harus login juga di aplikasi SPSE agar
dapar menggunakan aplikasi E-purchasing obat dan yang terkahir adalah proses
E-purchasing obat dimana pihak PPK dan panitia serta penyedia obat harus
berkoordinasi. (INAPROC, 2016)
Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang Selatan merupakan rumah sakit
pemerintah yang bertujuan Memberikan pelayanan kesehatan paripurna sesuai
dengan standar dan profesionalisme untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Untuk memenuhi tujuan tersebut RSU Kota Tangsel harus menaati
dan mengikuti kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, yaitu salah
satunya dengan menerapakan E-purchasing obat dan alkes berdasarkan E-
catalogue. Berdasarkan Studi Pendahuluan yang dilakukan pada bulan Februari,
diketahui bahwa RSU Kota ini telah menerapakan kebijakan pengadaan obat
berdasarkan E-catalogue tetapi dalam pelaksanaannnya pengadaan dengan E-
catalogue ini masih terdapat beberapa kendala yaitu, ketersediaan obat di E-
catalogue tidak banyak sehingga pihak rumah sakit membeli diluar E-catalogue,
lambatnya respon penyedia terhadap pesanan yang dilakukan serta keterlambatan
pengiriman obat E-catalogue.
Kendala dalam proses pembelian obat yang telah dipaparkan diatas dapat
dilakukan kajian ataupun dicari sumber permasalahannya dengan menggunakan
metode program logic model . Program logic model adalah gambaran bagaimana
suatu organisasi/institusi itu bekerja dengan teori dan asumsi program yang
7
berjalan untuk menghasilkan tujuan dengan melihat aktivitas/proses dan
asumsi/prinsip dari program (Kellog Foundation, 2004)
Tujuan dari program logic model ini adalah untuk menggambarkan urutan
peristiwa dengan menghubungakan kebutuhan yang program rencanakan dengan
program hasil yang diinginkan. Pemetaan program ini dibagi menjadi input,
proses, output, outcome, serta Impact. Sehingga dengan menggunakan program
logic model ini dapat mengeksplorasi kegiatan pengadaan E-catalogue secara E-
purchasing mulai dari input-proses-output, sehingga bisa mengeidentifikasi
masalah penerapan pengadaan obat.
Berdasarkan pertimbangan diatas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai Gambaran Penerapan Pengadaan Obat
Secara E-purchasing Di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan Tahun
2016.
8
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan studi pendahulaun yang dilakukan bersama kepala
Instalasi unit Farmasi RSU Kota Tangerang selatan, diketahui bahwa
RSU Kota Tangsel telah menerapkan pembelian obat secara E-purchasing
semenjak tahun 2013 disaat pertama kalinya kebijakan itu dikeluarkan
oleh pemerintah. Selain itu menurut informan, pembelian obat
berdasarkan E-catalogue sering terdapat kendala dalam kuota atau
persediaan obat yang tidak mencukupi pada saat pembelian secara E-
purchasing dalam E-catalogue obat, sehingga paket pembelian obat yang
dibuat harus disesuaikan dengan obat yang ada, serta sering terjadi
keterlambatan pengiriman obat dari penyedia.
Selain itu berdasarkan laporan kekosongan obat di Rumah Sakit
Umum Kota Tangsel terdapat 15 jenis obat yang stoknya kosong di bulan
Februari sampai dengan bulan Maret. Persentase stok kosong yang ada di
Rumah Sakit sebesar 4,4% dari 460 jenis obat yang ada di gudang.
Ketersediaan obat yang kosong ditakutkan akan menghambat
tersedianya kebutuhan obat, yang nantinya akan berdampak kepada
pelayanan di Rumah Sakit. Berdasarkan masalah diatas maka peneliti
tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang Gambaran penerapan
pengadaan obat secara E-purchasing di Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang Selatan.
9
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana input (Sumberdaya, Anggaran, Kebijakan, dan Sarana
Prasarana) pengadaan obat secara E-purchasing di RSU Kota Tangsel?
2. Bagaimana proses (Perencanaan Kebutuhan Obat, Pemesanan obat, dan
Distribusi/Pengiriman,) pengadaan obat secara E-purchasing di RSU Kota
Tangsel?
3. Bagaimana output pengadaan obat secara E-purchasing di RSU Kota
Tangsel?
1.4. Tujuan
1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui Gambaran Penerapan Pengadaan Obat secara E-
purchasing Di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan Tahun
2016
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran input (Sumberdaya, Anggaran, Kebijakan, dan
Sarana dan Prasarana) pengadaan obat secara E-purchasing di RSU
Kota Tangsel.
2. Mengetahui gambaran proses (Perencanaan Kebutuhan Obat,
Pemesanan obat dan Distribusi/Pengiriman,) pengadaan obat secara E-
purchasing di RSU Kota Tangsel.
3. Mengetahui gambaran output pengadaan obat secara E-purchasing di
RSU Kota Tangsel.
10
1.5. Manfaat
a. Bagi Rumah Sakit
- Dapat mengetahui kendala-kendala serta hambatan dalam
pengadaan obat secara E-purchasing yang dilakukan di RSU Kota
Tangsel.
- Hasil penelitian ini diharapakan dapat menjadi masukan dalam
evaluasi pengadaan obat di RSU Kota Tangerang Selatan dengan
menggunakan prosedur E-purchasing obat.
b. Bagi peneliti
Dapat mengimplementasikan pengetahuan yang didapat selama kuliah
dan memperluas wawasan dalam bidang kebijakan obat nasional dan
manajemen pengendalian obat khususnya pengadaan obat secara E-
purchasing.
c. Bagi Akademisi
- Dapat dijadikan sebagai referensi dalam manajemen pengadaan
obat secara E-purchasing.
- Dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya terkait
manajemen pengadaan obat.
11
1.6. Ruang lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran penerapaan pengadaan
obat secara E-purchasing di Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang Selatan pada
tahun 2016. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa semester IX peminatan
Manajemen Pelayanan Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan November sampai dengan Desember 2016.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptip. Jenis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dari observasi langsung wawancara mendalam dan telaah
dokumen. Informan dalam penelitian ini terdiri dari kepala instalasi Farmasi,
Petugas Pengadaan obat dan petugas keuangan Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang Selatan.
12
Bab II
Tinjauan Pustaka
2.1. Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit dijelaskan bahwa Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.
Sedangkan menurut WHO (World Health Organization) rumah sakit
adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi
menyediakan pelayanan paripurna (komperhensif), penyembuhan penyakit
(kuratif), dan pencegahan penyakit (preventif) pada masyarakat ( Laksito, 2014)
Dalam (Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit)dijelaskan juga tugas dan fungsi rumah sakit. Rumah sakit
mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna.
Pelayanan kesehatan paripurna adalah kesehatan yang meliputi peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit
(kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Adapun fungsi rumah sakit yaitu
sebagai berikut:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna.
13
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
Berdasarkan penjelasan diatas rumah sakit merupakan institusi pelayanan
kesehatan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat secara utuh baik itu
penyembuhan, pengobatan, serta pencegahan. Terdapat beberapa pelayanan di
rumah sakit untuk menunjang tujuan dari pelayanan itu sendiri salah satunya
adalah Pelayanan farmasi.
2.1.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat
(Irmawati, 2014).
Dalam (Keputusan Menteri Kesehatan No 1197 tahun 2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit) tugas instalasi farmasi rumah sakit yaitu:
a. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh
kegiatan Pelayanan Farmasi Klinis yang optimal dan profesional serta
sesuai prosedur dan etik profesi.
14
b. Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien.
c. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna memaksimalkan efek
terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko.
d. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta
memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien.
e. Berperan aktif dalam Tim Farmasi dan Terapi.
f. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan Pelayanan
farmasi klinis.
g. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium Rumah Sakit.
Selain itu, terdapat dua fungsi instalasi rumah sakit yang dijelaskan dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit yaitu mengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan
dan Bahan Medis Habis Pakai dan menyelanggaran pelayanan farmasi klinik.
Pengelolaan sedian farmasi ini sering disebut Manajemn logistik di Rumah Sakit.
2.2. Manajemen Logistik
Manajemen adalah serangkaian aktivitas (termasuk perencanaan dan
pengambilan keptusan, pengorganisasian, kepemimpinana, dan pengendalian)
yang diarahkan pada sumber-sumber daya organiasasi (manusia, finansia, fisik,
dan informasi) dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien
15
dan efektif (Griffin, 2004). Sedangkan menurut Febriawati (2013) logistik
merupakan bagian dari instansi yang tugasnya adalah menyediakan bahan/barang
yang dibutuhkan untuk kegiatan oeprasionalnya instansi tersebut dalam jumlah,
kualitas dan pada waktu yang tepat dengan harga serendah mungkin.
Manajeman logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan dan atau seni serta
proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan, pengadaan,
penyimpanana, penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan material/alat-alat.
Prinsip dalam manajemen merupakan pegangan umum untuk dapat
terselenggaranya fungsi-fungsi logistik dengan baik (Febriawati 2013).
2.2.1. Fungsi Manajemen Logistik
Fungsi-fungsi manajemen logistik sebenarnya sama dengan fungsi
manajemen pada umumnya, berikut fungsi manajemen logistik:
Bagan 2.2.1. Siklus Logistik
Sumber : Febriawati, 2013
Perencanaan dan
Penentuan Kebutuhan
Penganggaran
Pengadaan
Penghapusan
Pemeliharaan
Penyimpanan dan
Penyaluran
Pengendalian
16
1. Fungsi Perencanaan dan penentuan kebutuhan
Fungsi perencanaan mencakup aktivitas dalam menetapkan sasaran,
pedoman, pengukuran penyelenggaraan bidang logistik. Penentuan kebutuhan
merupakan perincian dari fungsi perencanaan, bila mana perlu semua faktor
yang mempengaruhi penentuan kebutuhan harus diperhitungkan.
2. Fungsi Penganggaran
Fungsi ini merupakan usaha-usaha untuk merumuskan perincian penentuan
kebutuhan dalam suatu skala standar, yakni skala mata uang dan jumlah biaya
dengan memperhatikan pengarahan dan pembatasan yang berlaku
terhadapnya.
3. Fungsi Pengadaan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 58 tahun 2014 pengadaan
merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan
kebutuhan.Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan
waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu.
Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari
pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebtuhan
dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemielihan pemasok, penentuan
spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran. Fungsi
Penyimpanan dan penyaluran
Fungsi ini merupakan penerimaan, penyimpanan dan penyaluran
perlengkapan yang telah diadakan melalui fungsi-fungsi terdahulu untuk
kemudian disalurkan kepada instans-instansi pelaksanan.
17
4. Fungsi Penyimpanan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 58 Tahun 2014 penyimpanan obat
harus dapat menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai sesuai dengan persyaratan kefaramasian.
Perseyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan
keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis
sedian farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
5. Fungsi Penyaluran/Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien
dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu.
6. Fungsi pemeliharaan
Fungsi ini adalah usaha atau proses kegiatan untuk mempertahankan kondisi
teknis, daya guna dan daya hasil barang inventaris.
7. Fungsi Penghapusan
Fungsi ini adalah berupa kegiatan dan usaha pembebasan barang dari
pertanggunggjawaban yang berlaku. Dengan kata lain, fungsi penghapusan
adalah usaha untuk menghapus kekayaan karena kerusakan yang tidak dapat
diperbaiki lagi, dinyatakan sudah tua dari segi ekonomis maupun teknis,
kelbihan hilang, susut, dan karena hal-hal lain menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
18
8. Fungsi Pengendalian
Fungsi ini merupakan inti dari pengelolaan perlengkapan yang meliputi usaha
untuk memonitor dan mengamankan keseluruhan pengelolaan logistik. Dalam
fungsi ini diantaranya terdapat kegiatan pengendaliaan inventarisasi yang
merupakan unsur-unsur utamanya. Dalam PMK No. 58 tahun 2014 dijelaskan
bahwa pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan
penggunaaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
Pengendalian penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan habis
pakai dapat dilakukan oleh instalasi farmasi harus bersama dengan tim famasi
dan terapi di rumah sakit.
Dari kedelapan fungsi diatas, fungsi pengadaan merupakan fungsi yang
sangat penting karena kontibusinya dalam merealisasikan rencana kebutuhan
sehingga teradakannnya obat berdasarkan pengadaan barang/jasa dalam rumah
sakit.
2.3. Pengadaan obat
2.3.1. Pengertian obat
Menurut Syamsuni (2006), Obat adalah semua bahan tunggal atau
campuran yang dipergunakan oleh semua makhluk untuk bagian dalam dan luar
tubuh guna mencegah, meringankan, dan menyembuhkan penyakit. Sedangkan
menurut Kepmenkes 2008, obat merupkan bahan atau paduan bahan-bahan yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi termasuk produk biologi.
19
Berdasarkan pengertian diatas diketahui bahwa Obat merupakan bahan atau
campuran yang diolah atau dipergunakan untuk mencegah, meringankan serta
menyembuhkan penyakit. Tak hanya itu secara khusus obat juga terbagi menjadi
beberapa istilah dalam penamaannya, yaitu :
1. Obat jadi, adalah obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk
serbuk, tablet, pil, kapsul, supositoria, cairan, salep, atau bentuk lainnya
yang secara teknis sesuia dengan FI atau buku resmi lain yang ditetapkan
pemerintah.
2. Obat paten, yaitu obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama
pembuat yang diberi kuasa dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang
memproduksinya.
3. Obat baru, yaitu obat-obat yang berisi zat, baik berkhasiat maupun tidak
berkhasiat seperti lapisan, pengisi, pelarut, pembantu atau komponen lain
yang belum dikenal sehingga tidak diketahui khasiat dan kegunaannya.
4. Obat asli, yaitu obat yang didapat langsung dari bahan-bahan alamiah
Indonesia, diolah secara sederhana berdsasrkan pengalaman dan
digunakan dalam pengobatan tradisioanal.
5. Obat tradisional, yaitu obat yang didapat dari bahan alam (mineral,
tumbuhan, atau hewan), diolah secara sederhana berdasarkan pengalaman
dan digunakan dalam pengobatan tradisioanl.
6. Obat esensial, yaitu obat yang paling banyak dibutuhkan untuk layanan
kesehatan masyarakat dan tercantum dalam daftar obat esensial nasional
(DOEN) yang ditetapkan oleh menteri kesehatan R.I.
20
7. Obat generik, yaitu obat dengan nama resmi yang ditetapkan dal FI untuk
zat berkhasiat yang dikandunngnya. (Syamsuni, 2006)
2.3.2. Pengertian Pengadaan
Menurut PMK no 58 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian
pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersedian,
jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar
mutu. Pengadaan merupakan kegiatan berkesinambungan dimulai dari pemilihan,
penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana,
pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak,
pemantuan proses pengadaan, dan pembayaran. Pengadaan dapat dilakukan
melalui :
a. Pembelian
Untuk rumah sakit pemerintah pembelian sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus sesuai dengan ketentuan
pengadaan barang dan jasa yang berlaku.
b. Produksi sediaan farmasi
Instalasi farmasi rumah sakit dapat memproduksi sediaan tertentu
apabila:
1. Sedian farmasi tidak ada di pasaran
2. Sediaan farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri
3. Sediaan farmasi dengan formula khusus
4. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil
5. Sediaan farmasi untuk penelitian
21
6. Sediaan farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat
baru. Sediaan yang dibuat di rumah sakit harus memenuhi
persyaratan mutu dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan di rumah sakit tersebut.
c. Sumbangan/ Dropping/ Hibah
Seluiruh kegiatan penerimaan sedian farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai dengan cara sumbangan/ dropping/ hibah
harus disertai dokumen administrasi yang lengkap dan jelas. Agar
penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai dapat membentu pelayanan kesehatan, maka jenis sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus sesuai
dengan kebutuhan rumah sakit. Instalasi farmasi dapat memberikan
rekomendasi kepada pimpinan rumah sakit untuk mengembalikan/
menolak sumbanga/dropping/hibah sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai yang tidak bermanfaat bagi kepentingan
pasien rumah sakit.
Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan proses untuk
penyedia obat yang dibutuhkan di unit pelayanan. Tujuan dari pengadaan obat
sendiri adalah pertama tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup
sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan, mutu obat terjamin, dan obat dapat
diperoleh pada saat diperlukan.
22
2.3.3. Proses Pengadaan Obat
Pengadaan obat atau Pengadaan barang/jasa pemerintah adalah sebuah
upaya strategis terencana untuk memperoleh barang/jasa dalam rangka mencapai
tujuan bernegara atau yang disebut dengan pembangunan nasional. Ketika
terdapat proses pengadaan barang/jasa yang terlepas dari unsur perencanaan, akan
berdampak negatif terhadap efisiensi dan efiktivitas pengelolaan uang negara.
Berikut siklus pengadaan barang/jasa :
Bagan 2.3.3. Siklus Pengadaan Barang
(Sumber: Ramli,2015 .)
A. Persiapan
Dalam tahap persiapan, terdapat tiga sub tahapan penting, yaitu:
1. Perencanaan umum meliputi identifikasi kebutuhan, anggaran,
pemaketan pekerjaan dan penyusuanan organisasi pengadaan.
2. Perencanaan pelaksanan pengadaan meliputi penyusunan dan
penetapan spesfikasi, harga perkiraan sendiri (HPS), dan rancangan
kontrak.
A. Persiapan
B. Pelaksanaan Pemilihan
C. Pelaksanaan kontrak
23
3. Perencanaan pemilihan penyedia, meliputi pengkajian ulang paket
pekerjaan dan jadwal pelaksanaan pemilihaan sistem pengadaan,
penetapan metode penilaian kualifikasi, penyusuanan jadwal
pelelangan, hingga penyusuanan dokumen pengadaan.
B. Pelaksanaan Pemilihan Penyedia
Garis besar proses pelaksanaan pemilihan penyedia, yaitu :
1. Pengumuman dan pemasukan dokumen kualifikasi.
2. Evaluasi dokumen kualifikasi dan pembuktian kualifikasi (untuk
prakualifikasi).
3. Pengumuman daftar penyedia yang lulus prakualifikasi.
4. Penyampian undangan atau pengumuman pemasukan penawaran.
5. Pejelasan pemilihan
6. Pemasukan dan pembukaan dokumen penawaran
7. Evaluasi penawaran dan pembuktian kualifikasi (untuk
Pascakualifikasi).
8. Penetapan pemenang, pengumuman, dan sanggah.
C. Penandatangan dan pelaksanaan Kontrak
1. Penunjukan penyedia barang/jasa.
2. Penandatangan kontrak.
3. Pengendalian pekerjaan.
4. Serah terima hasil pekerjaan.
5. Pelaporan dan penyerahan barang/jasa kepada pengguna atau
pengguna akhir.
24
2.4. Kebijakan Pengadaan obat
Bahwa dalam rangka meningkatkan efektifitas, efisiensi dan trasparansi
dalam proses pengadaan obat program jaminan kesehatan nasional dan obat
program lainnya pada satuan kerja di bidang kesehatan baik pusat maupun daerah,
pemerintah mengeluarkan kebijakan E-catalogue obat pada tahun 2013 yang pada
tahun pertama pemilihan obat masih menggunakan DOEN ( daftar obat esensial
nasional) sebagai dasar penentuan obat (LKPP, 2015).
Kebijakan ini dikeluarkan dalam rangka menjamin ketersediaan dan
pemerataan obat yang aman, bermutu, dan berkhasiat untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan, sehingga perlu dilaksanakan pengadaan obat pemerintah
secara efektif dan efisien serta hasil yang dapat dipertanggungjawabkan.
Kebijakan ini mencakup seluruh satuan kerja bidang kesehtaan di pusat maupun
daerah terhadap pengadaan obat yang tercantum dalam katalog obat yang
ditetapkan oleh LKPP.
2.4.1. Pengadaan obat berdasarkan e-catalogue secara E-purchasing
Katalog elektronik (E-catalogue) adalah sistem informasi elektronik yang
memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis, dan harga barang tertentu dari berbagai
penyedia barang/ jasa pemerintah. Pengadaan yang dilakukan secara elektronik
atau e-Procurement dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan
transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
kemajuan teknologi informasi lebih mempermudah dan mempercepat proses
pengadaan barang/jasa, karena penyedia barang/jasa tidak perlu lagi datang ke
kantor kelompok kerja unit layanan pengadaan untuk melihat, mendaftar, dan
25
mengikuti proses pelelangan, tetapi cukup melakukannya secara online pada
website pelelangan elektronik.
Penerapan e-procurement bertujuan untuk :
1. Meningkatkan transparansi/keterbukaan dalam proses pengadaan
barang/jasa
2. Meningkatakan persaingan yang sehat dalam rangka penyediaan pelayanna
publik dan penyelenggaraan pemerintah yang baik
3. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam pengelolaan proses
pengadaan barang/jasa.
Pengadaan barang/jasa secara elektronik atau E-procurement dapat dilakukan
dengan E-tendering atau E-purchasing. E-tendering merupkan tata cara penilihan
penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dan dapat diikuti oleh semua
penyedia barang/jasa yang terdaftar pada sistem elektronik. Sedangkan E-
purchasing obat merupakan tata cara pembelian barang sesudah system E-
catalogue terbangun. Dalam hal aplikasi E-purchasing mengalami kendala
operasional (offline) maka pembelian dapat dilaksanakan secara manual sesuai
denga surat edaran kepala LKPP Nomor 1 tahun 2013.
Dengan telah terbangunnya sistem E-catalogue obat, maka seluruh satuan kerja di
bidang kesehatan baik pusat maupun daerah dan FKTP atau FKRTL dalam
pengadaan obat baik untuk program jaminan kesehatan nasional maupun program
kesehatan lainnya tidak perlu melakukan proses pelelangan, namun dapat
langsung memanfaatkan sistem E-catalogue obat dengan prosedur E-purchasing.
26
Berdasarakan peraturan menteri kesehatan no. 63 ada beberapa tahapan dalam
prosedur e-purchasing yaitu sebagai berikut :
1. Persiapan
Pengadaan obat dilaksanakan oleh Pokja ULP atau pejabat pengadaan
satuan kerja berdasarkan perintah dari PPK satuan kerja di bidang
kesehatan baik pusat maupun daerah dan FKTP atau FKTRL dengan
tahapan sebagai berikut:
a. Satuan kerja di bidang kesehatan menyampaikan rencana kebuthan
obat kepada PPK.
b. PPK melihat e-catalogue obat dalam portal pengadaan nasional
yang memuat detail obat.
c. PPK menetapkan daftar pengadaan obat sesuai kebutuhan dan
ketersedian annggaran yang terdiri atas :
i. Daftar pengadaan obat berdasarkan E-catalogue
ii. Daftar pengadaan obat diluar E-catalogue
Kedua daftar pengadaan obat tersebut harus ditandatangani PPK
d. Daftar pengadaan obat berdasarkan E-catalogue yang sudah
ditandatangani selanjutnya diteruskan oleh PPK kepada pokja
ULP/ Pejabat pengadaan untuk diadakan dengan metode E-
purchasing.
e. Daftar pengadaan obat diluar E-catalogue selanjutnya diteruskan
oleh PPK kepada Pokja ULP/pejabat pengadaan untuk diadakan
dengan metode lainnya sesuai PP No. 54 tahun 2010 tentang
27
pengadaan barang/jasa pemerintah sebagaimana telah diubah
terakhir dengan PP No. 70 tahun 2012
2. Pengadaan obat dengan prosedur E-purchasing
Pembelian obat secara E-purchasing berdasarkan E-catalogue obat
dilaksanakan oleh PPK dan Pokja ULP melalui aplikasi E-purchasing
pada website layanan pengadaan secara elektronik (LPSE). Untuk dapat
menggunakan aplikasi E-purchasing, PPK dan Pokja ULP harus memiliki
kode akses dengan cara melakukan pendaftaran sebagai pengguna kepada
LPSE setempat.
Tahapan yang dilkukan dalam pengadaan obat melalui e-purchasing
adalah sebgai berikut:
1. Pokja ULP/Pejabat pengadaan membuat paket pembelian obat dalam
aplikasi E-purchasing berdsarkan daftar pengadaan obat sebagaiman
tercantum dalam formulir 2 yang diberikan oleh PPK. Paket pembelian
obat dikelompokkan berdsarkan penyedia.
2. Pokja ULP/Pejabat pengadaan selanjutnya mengirimkan permintaan
pembeliaan kepada penyedia obat.
3. Penyedia obat yang telah menerima permintaan pembeliaan obat
melalui E-purchasing dari pokja ULP/Pejabat pengadaan mmeberikan
persertujuan atas permintaan pembelian obat dan dan menunjuk
distributor/PBF. Apabila menolak harus menyampaikan alasan
4. Persetujuan penyedia obat kemudian oleh Pokja ULP/ Pejabat
pengadaan kepada PPK ditindaklanjuti.
28
5. PPK selanjutnya melakukan perjanjian/kontrak jual beli terhadap obat
yang telah disetujui dengan distributor/PBF yang ditunjuk penyedia
obat.
6. Distributo/PBF kemudian melaksanakan penyediaan obat sesuai
dengan isi perjanjian / kontrak jual beli.
2.4.3. Alur Proses E-purchasing obat
Alur proses pengadaan obat secara E-purchasing memiliki alur yang tidak
pendek, alur ini melewati pihak PPK, Panitia Obat, dan penyedia (obat), berikut
alurnya :
Bagan 2.4.3. alur proses E-purchasing
Sumber: LKPP, 2013
29
Berdasarkan alur yang telah digambarkan berawal dari melihat kebutuhan
untuk memenuhi jumlah obat, maka akan dilakukan perencanaan pembeliaan obat
sebelumnya. Obat yang telah direncanakan untuk dibeli bisa dilihat di E-
catalogue obat tersedia atau tidak. Setelah itu bisa melakukan proses pembeliaan
secara E-purchasing yang tentunya harus login ke website LPSE dan melakukan
proses pembelian yang telah dijelaskan diatas degan dilakukan secara online , jika
megalami kendala operasional dalam aplikasi (offline), pembelian dapat
dilaksanakan secara manual.
Kendala operasional dalam aplikasi (offline), pembelian dapat
dilaksanakan secara manual, menurut PERMENKES No. 63 tahun 2014,
pemeblian secara manual adalah pembelian yang dilaksanakan secara langsung
kepada industri farmasi yang tercantum dalam E-catalogue. Tahapan yang
dilakukan dalam pengadaan obat secara manual adalah sebagai berikut:
1. Pokja ULP/Pejabat Pengadaan membuat paket pembelian obat
berdasarkan daftar pengadaan obat berdasarkan E-catalogue.
2. Pokja ULP/Pejabat Pengadaan selanjutnya mengirimkan
permintaan pembelian obat kepada penyedia obat
3. Penyedia obat yang telah menerima permintaan pembeliaan obat
dari Pokja ULP/ Pejabat Pengadaan memberikan persetujuan atas
permintaan pembelian obat dan menunjuk distributor. Apabila
menolak, penyedia obat harus menyampaikan alasannya.
4. Persetujuan penyedia obat kemudian diteruskan oleh Pokja/
Pejabat Pengadaan kepada PPK untuk ditindaklanjuti.
30
5. PPK selanjutnya melakukan perjanjian/kontrak jual beli terhadap
obat yang telah disetujui dengan distributor yang ditunkuk oleh
penyedia obat.
6. Distributor melaksanakan penyediaan obat sesuai dengan isi
perjanjian/kontrak jual-beli.
2.5. Pengadaan Obat Non E-purchasing
Pengadaan obat dengan menggunakan prosedur E-purchasing memberikan
kemudahan kepada penggunanya, tetapi masih sering ditemukan kendala dalam
penerapannya. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 63 tentang Pengadaan
obat berdasarkan E-catalogue jika pada daftar pengadaan E-catalogue tidak
terdapat item yang akan dibeli maka bisa dilakukan metode pengadaan lainnya
yang seuai dengan Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012. Berikut kendala
sehingga pengadaan dilakukan dengan menggunakan metode diluar E-catalogue.
1. Tidak tersedia item obat yang akan dibeli di E-catalogue
2. Tidak mendapatkan Persetujuan dari penyedia obat terkait tindaklanjut
pengiriman permintaan pembelian obat dari pembeli.
Selain dari kedua masalah tersebut pengadaan obat di luar E-catalogue juga
bisa dilakukan jika terdapat kendala yang mengharuskan membeli diluar E-
catalogue tetapi harus memiliki izin dari Pejabat Pembuat Komitmen dari Rumah
Sakit atau jenis Faskes lainnya.
Pemesanan obat dengan cara Non E-purchasing bisa dilakukan dengan
metode :
31
1. Tender terbuka, berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar, dan
sesuai dengan kreteria yang telah di tentukan. Pada penentuan
harga metode ini lebih menguntungkan. Untuk pelaksanaannnya
memerlukan staf yang kuat, waktu yang lama serta perhatian
penuh.
2. Tender terbatas, sering disebutkan lelang tertutup. Hanya dilakukan
pada rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan memiliki riwayat
yang baik. Harga masih dapat dikendalikan, tenaga dan beban kerja
lebih ringan bila dibandingakan dengan lelang terbuka.
3. Pemeblian dengan tawar menawar, dilakukan bila item tidak
penting, tidak banyak dan biasanya dilakukan pendekatan langsung
untuk item tertentu.
4. Pembelian langsung, pemeblian jumlah kecil, perlu segera tersedia.
Harga tertentu, relatif agak lebih mahal.
2.6. Logic Models
Logic models adalah cara sistematis dan visual untuk menyajikan dan
menjelaskan pemahaman dari hubungan antara Sumberdaya yang dimiliki untuk
mengoperasikan program yang direncanakan, dan perubahan atau hasil yang ingin
dicapai (Kellog Foundation, 2003).
Menurut Helena Clark (2004) logic models adalah suatu grafis yang
menggambarkan seluruh komponen program, dan sehingga membantu pemangku
kebijakan mengidentifikasi hasil, masukan dan kegiatan/aktivitas.
32
Logic models ini sering digunakan untuk menggambarkan suatu program
atau kegiatan sehingga disebut juga program logic model. Tujuan dari program
logic models ini adalah untuk menggambarkan urutan peristiwa dengan
menghubungakan kebutuhan yang progmam rencanakan dengan program hasil
yang diinginkan. Pemetaan program ini dibagi menjadi input, proses, output,
outcome, serta effect. Sehingga pendekatan ini bisa diterapkan digunakan dalam
melihat proses pengaaan obat berdasarkan E-catalogue.
Logic models merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk
menggambarkan bagaimana organisisi itu menjalankan tujuannya berdasarkan
program yang dijalani dengan melihat aktivitas/proses dan teori atas
asumsi/prinsip dari suatu program. logic models ini sering disebut dengan
pendekatan sistem yang sering digunakan dalam pemceahan masalah dengan
melihat gambaran dari input, proses, output, outcome, serta impact dari suatu
program atau kegiatan.
Pengadaan obat berdasarkan E-catalogue merupakan suatu program atau
kebijakan pemerintah yang diterapkan di fasilitas kesehatan, untuk melihat
bagaimana gambaran dari proses tersebut bisa digunakan logic models dengan
melihat dari sistemnya itu sendiri. Logic models melihat suatu sistem itu terdiri
dari input, proses, output, outcome, dan effect. Berikut bagan logic models :
33
Bagan 2.5. logic models
Sumberdaya
yang
diperlukan
untuk
menjalankan
program
Menggunak
an
sumberday
a untuk
menjalanka
n rencana
Hasil keluaran
langsung dari
rencana
kegiatan.
Manfaat yang
akan datang dari
kegiatan yang
telah
direncanakan
Jika manfaat
telah tercapai
makan akan
membuat
perubahan
bagi organisasi
atau
masyarakat
dan instansi
Resources/
inputs
Activities Outputs Outcomes Impact
1 2 3 4 5
Yang direncanakan Hasil yang dituju
(terjemahan dari Kellog Fondation, 2003)
Berdasarkan gambar di atas logic models mengilustrasikan komponen-
komponen saling berhubungan diantara apa yang direncanakan dan apa yang
dipunya untuk menjalankan rencana tersebut. untuk menjalankan suatu rencana
program diperlukan sumberdaya yang akan diolah/proses menjadi keluaran
sehingga tercapainya tujuan rencana tersebut, sehingga diperlukan perhatian lebih
terhadap bagian tersebut.
Resources termasuk manusia, anggaran, organisasi, dan kumpulan
sumberdaya suatu program yang bisa dugunakan untuk menjalankan
rencana. Dalam pengadaan obat secara E-purchasing
resources/inputnya adalah Sumberdaya Manusia, Anggaran, Kebijakan,
dan Sarana dan Prasarana.
34
Aktivitas program/proses adalah menjalankan sumberdaya/input.
Aktivitas juga berarti proses, alat, kejadian, teknologi, dan aksi dari
bagian program yang akan diimpelmentasikan. Dalam pengadaan obat
secara E-purchasing aktivitas/prosesnya adalah Proses rencana
kebutuhan obat, Proses Pemesanan obat dan Proses
Distribusi/pengiriman.
Output merupakan keluaran dari rencana atau program, pengadaan obat
secara E-purchasing di rumah sakit ditujukan untuk memenuhi
ketersediaan obat dari rumah sakit berdasarkan pengadaan secara E-
purchasing.
Menurut Sosaline (2016), output dari monitoring dan evaluasi katalog
obat atau E-catalogue adalah realisasi dan ketersediaan pengadaan obat
katalog, yang hasilnya adalah ketersediaan obat pada pihak pengguna
atau pembeli obat berdasarkan sistem E-catalogue ini. selain itu
menurut irmawati (2014) tujuan dari pengadaan obat sendiri adalah
tersedianya obat yang cukup baik jumlah dan jenis bagi pelayanan
kesehatan
Outcome merupakan hasil atau perubahan dari program yang biasanya
tercapai 1-sampai 3 tahun untuk tujuan jangka pendek dan 4 sampai 6
tahun untuk jangka panjang. Tujuan dalam penggadaan obat
berdasarkan E-catalogue adalah proses pengadaan obat menjadi lebih
Transparan, akuntabel, efektif dan efisien.
35
Impact adalah dampak yang terjadi dalam waktu sekitar 7 sampai 10
tahun. perubahan yang dituju atau yang tidak diinginkan mendasar yang
terjadi dalam organisasi, masyarakat atau sistem sebagai akibat dari
kegiatan program dalam waktu 7 sampai 10 tahun. Dampak dari
pengadaan obat berdasarkan E-catalogue ini sendiri adalah untuk
meningkatkan pemerataan dan keterjangkauan obat secara
berkelanjutan, agar tercapai kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya.
36
2.7. Kerangka Teori
Berdasarkan penjelasan sebelumnya diketahui bahwa Logic Models adalah
penerapan dari cara berpikir yang sistematis dan logis dalam membahas dan
mencari pemecahan dari suatu maslah atau kedaaan yang dihadapi. Sistem sendiri
terbagi dari berbagai elemen yaitu input, proses, output,outcome, dan impact
(Kellog Foundation, 2003).
Menurut Ramli (2010) terdapat siklus dalam tahapan pengadaan
barang/jasa pemerintah yaitu tahap persiapan (perencanaan umum, perencanaan
pelaksanaan, perencanaan pemilihan penyedia), tahap pelaksanaan pemilihan
(pemilihan penyedia, penawaran kepada penyedia, evaluasi penawaran, serta
penetapan pemenang), tahap pelaksanaan kontrak (penunjukkan penyedia,
penandatangan kontrak, serah terima barang).
Berdasarkan Peraturan menteri kesehatan No. 63 tentang pengadaaan obat
berdasarkan E-catalogue tahun 2014, terdapat beberapa tahapan dalam proses
pengadaaan obat berdasarkan E-catalogue yaitu tahap persiapan (Perencanaan
pengadaan obat), tahap pembelian secara E-purchasing (proses pemesanan obat,
proses perjanjian kontrak dan proses pengiriman/distribus), serta pembelian secara
offline.
Tujuan dari pengadaan obat secara E-purchasing adalah meningkatkan
transparansi/keterbukaan dalam proses pengadaan barang/jasa meningkatkan
persaingan yang sehat dalam rangka penyediaan pelayanan publik dan
penyelenggaraan pemerintah yang baik meningkatkan efektifitas dan efisiensi
dalam pengelolaan proses pengadaan barang/jasa, sehingga pada jangka yang
37
panjang bisa meningkatkan pemerataan dan keterjangkauan obat di Rumah Sakit
Umum Tangerang Selatan bahakan indonesia secara berkelanjutan.
38
Bagan 2.6. Kerangka Teori
Modifikasi Teori : Kellog Foundation (2003), Ramli (2010), dan PMK no 63 tentang pengadaan obat berdasarkan E-catalogue 2014
Input:
Sumberdaya Manusia
Anggaran
Kebijakan
Sarana dan Prasarana
Outcome:
1. Transparansi
Pembelian Obat
2. Akuntabel
3. Efektifitas dan
efisiensi
pengadaan
Proses :
1. Tahap Persiapan
a. Perencanaan
kebutuhan obat
2. Tahap Pembelian
Secara E-purchasing
a. Proses pemesanan
obat
b. Proses perjanjian
kontrak
c. Proses
pengiriman/distribusi
3. Pembelian secara
Offline
Output:
Ketersediaan
Obat berdasarkan
E-catalogue di
Rumah Sakit
Effect :
Pemerataan dan
keterjangkauan
obat di RSU
Tangsel secara
berkelanjutan
39
Bab III
Kerangka Berpikir& Definisi Istilah
Kerangka Berpikir
Penelitian ini menggunakan logic models dari Kellog Foundation (2003)
yaitu dengan melihat lima (5) bagian input, proses, output,outcome, impact.
Tetapi pada penelitian ini dengan keterbatasan yag ada peneliti hanya meneliti
input, proses, outut, saja. Input merupakan segala sesuatu yang harus disediakan
untuk menjalankan kegiatan, sedangkan proses adalah mengelola input sehingga
bisa menjalankan kegiatan, dan output merupakan keluaran hasil dari proses input
atau lebih tepatnya hasil akhir. Di dalam pendekatan sistem semua bagian ini
menjadi satu bagian yang tidak dapat terpisahkan, sehingga logic models ini bisa
digunakan dalam melakukan kinerja dari suatu kegiatan ataupun melihat masalah
dari suatu sistem.
Input dari penelitian ini adalah Sumberdaya Manusia, Anggaran,
Kebijakan, Sarana dan prasana. Input diperlukan sebagai dasar dari suatu
kegiatan, karena input akan menunjang setiap proses pengadaan yang akan
dilakukan. Proses dari penelitian ini adalah perencanaan pengadaan obat secara
E-purchasing, proses pemesanan obat, proses perjanjian kontrak, proses
pengiriman/distribusi secara E-purchasing, serta laporan-laporan pengadaan obat
berdasarkan E-catalogue (Dirjen Bina Kefarmasian Dan Alkes, 2014).
40
Output dari penelitian ini adalah ketersediaan obat secara E-prchasing di
Rumah sakit umum daerah Tangerang Selatan, ketersediaan ini akan dilihat
dengan menghitung jumlah obat yang tersedia dibagi rata-rata pemakaian obat
perbulan akan diketahui berapa tingkat ketersediaan obat yang ada (Harsono,
2012).
Pada Penelitian ini peniliti hanya meneliti sampai tahapan output,
dikarenakan untuk hasil dari outcome bisa terlihat 1-3 tahun dari yang
direncanakan dan impact atau dampak dari suatu rencana akan terlihat 7-10 tahun
(Kellog Foundation ,2003). Sehingga dikarenakan waktu itu peneliti membatasi
meneliti tidak sampai ke outcome dan impact karena waktu yang diperlukan
cukup lama.
.
41
3.1. Kerangka Berpikir
Bagan 3.1. Kerangka Berpikir
Input:
Sumberdaya Manusia
Anggaran
Kebijakan
Sarana dan Prasarana
Proses :
- Perencanaan
Kebutuhan Obat
- Proses
pemesanan obat
- Proses Perjanjian
Kontrak
- Proses
pengiriman/distri
busi
Output:
Ketersediaan Obat Di
Rumah Sakit Umum Daerah
Tangerang Selatan
42
3.2. Definisi Istilah
Tabel 3.2. Definisi istilah
No Domain Definisi Cara ukur Alat ukur
1 Ketersediaan Input
Sumberdaya Manusia Jumlah
Tenaga/Personil di
RSU Kota Tangsel
yang terlibat dalam
Pengadaan Obat secara
E-purchasing serta
memiliki latar belakang
pendidikan
Kefarmasian.
Wawancara
Mendalam,
Telaah
Dokumen
Pedoman
Wawancara,
Pedoman Telaan
Dokumen
Anggaran Jumlah dana yang
mencukupi untuk
terselenggaranya
pengadaan obat serta
pemakaian dana yang
tepat dalam pengadaan
obat secara E-
purchasing
Telaah
Dokumen
dan wawan
cara
mendalam
Pedoman
wawancara
Pedoman Telaah
Dokumen
43
Kebijakan Peraturan yang
berisikan pedoman
dalam proses
pengadaan secara E-
purchasing, bisa berupa
Prosedur dan Petunjuk
teknis.
Telaah
Dokumen,
wawancara
mendalam,
dan
Observasi
Pedoman
wawancara
Pedoman Telaah
Dokumen
Pedoman
Observasi
Sarana dan Prasarana Peralatan yang
menunjang kegiatan
pengadaan obat secara
E-purchasing
Observasi
dan
wawancara
mendalam
Pedoman
observasi
Pedoman
wawancara
2 Perencanaan
Pengadaan obat
Proses atau kegiatan
menyusun kebutuhan
obat yang dilakukan
oleh tenaga/personil
untuk pengadaan obat
secara E-purchasing
Wawancara
Mendalam
Telaah
Dokumen
Pedoman
Wawancara
Pedoman Telaah
Dokumen
3 Proses Pemesanan
Obat
Proses mengirimkan
permintaan pembelian
obat kepada penyedia
obat/industri oleh
Wawancara
Mendalam,
Telaah
Dokumen
Pedoman
Wawancara
mendalam,
pedoman telaah
44
Petugas pengadaan
dengan menggunakan
prosedur E-purchasing
dan prosedur Non E-
purchasing.
Dokumen
4 Proses Perjanjian
Kontrak
Perjanjian tertulis
antara pihak pembeli
(PPK/petugas
Pengadaan) dengan
distrbutor/ PBF yang
ditunjuk penyedia obat/
industri farmasi
Wawancara
Mendalam,
Telaah
Dokumen
Pedoman
Wawancara
mendalam,
pedoman telaah
Dokumen
5 Distirbusi/pengiriman
obat
Kegiatan realisasi obat
yang sesuai dengan
kesesuaian jumlah obat,
jenis obat, dan waktu
tunggu obat dengan
perjanjian kontrak yang
telah dilakukan dengan
pihak distributor obat.
Wawancara
Mendalam
Telaah
Dokumen
Pedoman
wawancara
Pedomaan
Telaah
dokumen
6 Ketersediaan Obat Kondisi Tersedianya
Obat di gudang dengan
jumlah yang tidak
Wawancara
mendalam
Pedoman
Wawancara
45
kosong dan tidak di
bawah jumlah
minimum stok
Telaah
Dokumen
Pedoman Telaah
Dokumen
46
Bab IV
Metodelogi Penelitian
4.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kualitatif dengan melakukan
pengamatan langsung atau observasi, wawancara dan telaah dokumen. Menurut
Bogdan dan Taylor dam Moelong (2001), penelitian kualitatif merupakan
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pada penelitian ini,
penelitii menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendapatkan informasi yang
lebih mendalam tentang penerapan pengadaan obat secara E-purchasing di
Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang Selatan
yang terletak di Jl. Raya Padjadjaran No. 101, Pamulang Barat, Kota Tangerang
Selatan. Penelitian ini dilakukan pada bulan November sampai dengan bulan
Desember.
4.3. Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini ditetapkan dengan menggunakan metode
Snawball sampling, yaitu teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya
kecil, kemudian membesar. Dalam penentuan sampel, pertama-tama yang dipilh
satu atau dua orang, tetapi karena dengan dua orang ini belum merasa lengkap
terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang dipandang
47
lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan orang sebelumnya
(Sugiyono, 2011).
Pemilihan sampel tidak didasari pada kuantitas melainkan didasarkan pada
kualitas informan atas masalah yang diteliti dan informan penelitian secara
langsung ditentukan oleh peneliti sesuai dengan kriteria pemilihan informan, yaitu
:
a. Kesesuaian (appropriatness)
Pemilihan informan dipilih berdasarkan pengetahuan yang dimiliki
berkaitan dengan sistem pengadaan obat di RSU Kota Tangerang
Selatan.
b. Kecukupan (adequacy)
Data yang diperoleh dari sampel dapat menggambarkan seluruh
fenomena yang berkaitan dengan topik penelitian, hingga peneliti
mendapatkan informasi yang dibutuhkan dengan lengkap dan jelas
Berikut informan yang telah sesuai dengan kriterian pemilihan, yaitu :
1. Kepala Instalasi Farmasi RSU Kota Tangerang Selatan
2. Petugas Pengadaan Obat Farmasi RSU Kota Tangerang Selatan
3. Staff Pegadaan obat RSU Kota Tangerang Selatan
4.4. Instrumen Penelitian
Pada penelitan ini peneliti melakukan wawancara mendalam terhadap
informan, serta melakukan observasi pada kegiatan proses pengadan obat secara
E-purchasing dan juga melakukan telaah dokumen. Instrumen penelitian yang
digunakan adalah pedoman wawancara, lembar observasi, dan telah dokumen
48
yang mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 63 tentang Pengadaan obat
berdasarkan E-catalogue dan pedoman pengadaan E-purchasing obat dari
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, serta referensi lain
terkait pengadaan obat secara E-purchasing.
4.5. Sumber data
a. Data Primer
Pada penelitian ini sumber data primer yang didapatkan melalui
observasi langsung kegiataan pengadaan obat secara E-purchasing,
serta dilakukan wawancara mendalam terhadap informan-informan
yang telah ditetapkan dengan menggunakan pedoman wawancara dan
lembar ceklist, selain itu juga dilakukan telaah dokumen yang
berkaitan dengan pengadaan obat secara E-purchasing di unit farmasi
Rumah sakit umum daerah Tangerang selatan.
b. Data Sekunder
selain data primer, juga dilakukan pengumpulan data sekunder yang
berasal dari studi dokumentasi yang berkaitan dengan pengadaan obat
secara E-purchasing. data sekunder ini nantinya akan menunjang hasil
dari penelitian. data sekuder ini terdiri dari:
- Profil Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang Selatan
- Profil unit Farmasi Rumah Sakit Daerah Tangerang Selatan
- Kebijakan terkait Pengadaan obat secara E-purchasing
- Rencana Kebutuhan obat
- Realisasi Kebutuhan obat
49
4.6. Pengumpulan data
pengumpulan data pada peneltian ini dilakukan oleh berbagai cara, yaitu :
a. Wawancara Mendalam (indepth interview)
Untuk mendapatkan data secara mendalam, akurat dan terbuka
dilakukan wawancara mendalam bersama informan kunci dalam proses
pengadaan obat secara E-purchasing yaitu dengan kepala bagian
pengadaan obat di unit farmasi, petugas keuangan di rumah sakit, serta
kepala unit Farmasi Rumah sakit Umum Daerah tangerang Selatan
dalam mendapatkan data primer mengenai pengadaan obat secara E-
purchasing.
b. Telaah Dokumen
Telaah dokumen adalah pengumpulan data melalui pencatatan
terhadap dokumen. Dokumen disini adalah standar operasional (SOP),
data anggaran, pedoman pengadaan obat secara E-purchasing, serta
dokumen-dokumen lain yang terkait dengan proses pengadaan obat di
unit Farmasi RSU Kota Tangsel.
c. Observasi
Observasi adalah kegiatan pengamatan terhadap suatu obyek atau
orang lain atau pengumpulan data melalui pengamatan visual dengan
mengunakan panca indera. Objek dalam penelitian yang diamati adalah
Sarana dan Prasarana dan SOP pengadaan obat.
50
4.7. Analisa Data
Analisis data bertujuan untuk mendeskripsikan dan menginterpretasikan
data yang telah diolah. Pendekatan ini mengidentifikasi persamaan dan perbedaan
data kualitatif, sebelum berfokus pada hubungan antara bagian-bagian yang
berbeda dari data, sehingga berusaha untuk menggambarkan peristiwa dan / atau
menjelaskan kesimpulan dari berbagai arah. Proses atau prosedur analisis data
dimulai dari Transcription, Familirisation with the interview, Coding, Developing
a working analytical framework, Applying the analytical framework, Chariting
data into Framework matrix, dan Interpreting data ( Gale, 2013)
4.7.1. Transcription
Rekaman audio dan video menjadi sangat penting dalam membantu
mengumpulkan data. Rekaman ini digunakan pada saat wawancara mendalam
bersama informan sehingga semua informasi ketika wawancara bisa dididapatkan.
Setelah dilakukan wawancara terhadap informan yang berhubungan dengan
pengadaan obat berdasarkan E-catalogue maka hasil wawancara itu akan di
transkripkan sehingga data yang didapat bisa dipindahkan dalam bentuk tulisan.
4.7.2. Familirisation with the interview
Setelah dilakukan transkrip dari hasil pengumpulan data oleh peneliti, perlu
juga dilakukan familirisasi data yaitu mengulang lagi data yang telah ditranskrip.
Tujuan dilakukan familisasi adalah untuk mengetahui lebih dalam data yang
ditranskrip sehingga bisa mengetahui setiap data yang ditranskrip.
Hasil dari wawancara terhadap informan tentang pengadaan obat berdasarkan
E-catalogue dalam bentuk transkrip dilakukan pengulangan atau pencocokan dari
data yang telah ditranskrip tadi dengan data mentah yang berupa catatan atau
51
rekaman sehingga data yang di dapatkan bisa lebih akurat dalam mengurangi
kesalahan dalam menerjemahkan data.
4.7.3. Coding
Setelah dilakukan Familirisasi untuk memudahkan peneliti dalam mengelola
data, maka dilakukan coding, yaitu mengkategorikan data yang didapat. Kategori
atau coding di dalam penelitian ini dibagi dalam perdomain yaitu SDM,
angggaran, Prosedur, Sarana dan Prasarana, proses rencana kebutuhan, proses
pemesanan, proses pengiriman, laporan, serta ketersediaan obat di Rumah Sakit
Umum Kota Tangerang Selatan.
4.7.4. Developing a working analitycal framework
Setelah dilakukan coding terhadap data yang dianalisis, maka setiap akan
di bagi lagi menjadi code yang lebih besar seperti SDM, Anggaran, Prosedur serta
Sarana dan Prasarana akan masuk kedalam Kode input Pengadaan obat secara E-
purchasing serta rencana kebutuhan obat, proses pemilhan dan pemesanan serta
pengajuan kontrak masuk kedalam proses pengadaan obat. Dan Ketersediaan obat
di RSU Tangerang Selatan masuk kedalam output dari Pengeadaan obat
berdasarkan E-catalogue.
4.7.5. Applying the analitycal Framework
Setelah dilakukan pengkodean, maka selanjutnya data yang telah
ditranskip sebelumnya dimasukkan kedalam setiap kode masing-masing data yang
telah ditentukan sebelumnya. Sehingga pada setiap kode akan berisikan semua
data yang telah ditranskip.
52
4.7.6. Chariting data into framework matrix
Setelah semua data telah dikodekan menggunakan kerangka analisis, maka
akan dilanjutkan dengan meringkas semua data dalam matriks untuk setiap tema
dari berbagai metode pengumpulan data.
Bentuk matriksnya berisikan semua data dari berbagai sumber data dari
informan seperi Petugas pengadaan, Kepala Instalasi Farmasi, dan Petugas
keuangan. Lalu juga dimasukkan data dari metode pengumpulaannya yaitu
wawancara mendalam, observasi serta telaah dokumen.
4.7.7. Interpreting data
Langkah selanjutnaya dalam analisis data adalah interpretasi data atau
penarikan kesimpulan, yaitu Data yang telah dikelompokkan sebelumnya akan
dilkukan analisis terhadap data tersebut atau di interpretasikan hasilnya baik dari
komponen input proses pengadaan, komponen proses pengadaan, serta output
pengadaan itu sendiri. Selanjutnya data yang telah dianalisis, dijelaskan dan
dimaknai dalam bentuk kata-kata untuk mendiskripsikan fakta yang ada di
lapangan, pemaknaan atau untuk menjawab pertanyaan penelitian yang kemudian
diambil intisarinya saja. Sehingga bisa mendapatkan gamabaran penerapan
pengadaan obat secara E-purchasing di Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang
Selatan.
4.8. Validasi data
Untuk menjaga keabsahan dan keakuratan data yang diperoleh, peneliti
melakukan validasi data. Dalam penelitian ini validasi data yang dilakukan
dengan melakukan triangulasi sumber dan triangulasi metode.
53
a. Triangulasi sumber dilakukan dengan menyesuaikan data hasil
penelitian yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam kepada
Kepala Seksi penunjang medis, kepala unit farmasi dan penanggung
jawab program pengadaan obat di Rumah Sakit.
b. Pada penelitian ini triangulasi metode yang digunakan adalah, metode
observasi, metode wawancara, serta metode telaah dokumen. observasi
dan telaah dokumen dilakukan untuk mendukung hasil wawancara
yang dibandingkan dengan struktur orgaisasi, uraian tugas dan
Standard Operational Procedure (SOP).
Dengan dilakukannya triangulasi data pada penelitian ini diharapkan
peneliti dapat melakukan analisis secara tepat, akurat dan percaya. Sehingga
didapatkan analisis data yang tepat, akurat dan terpercaya. Adapun tabel
triangulasi data pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.8.
54
Tabel 4.8
Triangulasi Data
Variabel Penelitian Triangulasi Data
Triangulasi Sumber Triangulasi metode
Petugas
Pengadaan/kepala
instalasi Farmasi
Koordinator
perbekalan
Kepala
gudang
Wawancara
mendalam
Observasi Telaah
dokumen
Sumberdaya
Manusia
√ √ - √ - √
Anggaran √ √ - √ - √
Kebijakan √ √ - √ - √
Sarana dan Prasarana √ √ - √ √ -
Perencanaan
Pemesanan obat
√ √ - √ - √
Proses Pemesanan √ √ - √ - √
Proses Perjanjian
Kontrak
√ √ - √ - √
Pengiriman/distribusi
obat
√ √ √ √ - √
Ketersediaan Obat √ √ √ √ - √
55
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Gambaran Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan
Rumah Sakit Umum Pemerintah Kota Tangerang Selatan pertama
kali diresmikan pada tanggal 07 april 2010 yang bertepatan dengan hari
kesehatan sedunia dengan nama RSUD As-Sholihin. Rumah sakit ini
diresmikan langsung oleh Gubernur Banten pada saat itu yaitu Hj. Ratu Atut
Chosiyah dan direktur pertama yaitu drg. Hj. Ida Lidia. Dan pada tanggal 29
Maret 2012 barulah Rumah sakit ini berpindah ke jalan Raya Pajajran No.
101 Pamulang dengan bangunan lima lantai dan berkapasitas 133 tempat
tidur.
5.1.1 Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan
Visi Rumah Sakit Umum Daerah Tangsel
Menjadi Rumah Sakit Pilihan yang Bermutu dan Amanah (Aman, Nyaman,
Mandiri, Ramah) di Kota Tangerang Selatan.
Misi Rumah Sakit Umum Daerah Tangsel
1. Meningkatkan kualitas pelayanan yang bermutu, modern dan
terstandarisasi
2. Meningkatkan SDM kesehatan yang profesional dan religius
3. Meningkatkan sistem komunikasi yang terbuka dan menerima
glaobalisasi sesuai kebutuhan masyarakat yang bermartabat
4. Mengikuti perkembangan IPTEK serta saran pendukung yang
berkualitas dan berwawasan lingkungan.
56
5.1.2. Prinsip Dasar RSUD Tangsel
Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang Selatan memiliki tujuan untuk
memberikan kesehatan paripurna sesuai dengan standar dan profesionalisme
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Hal ini didukung oleh
motto RSUD Tangsel yaitu “melayani sepenuhi Hati”.
5.1.3. Pelayanan rumah sakit
Pelayanan yang terdapat di RSUD Tangsel terbagi menjadi dua yaitu
pelayanan medis dan penunjang, pelayanan ini meliputi :
Tabel 5.1.3. Pelayanan Rumah Sakit
Layanan Medis
Rawat Jalan Rawat Inap
Poliklinik Penyakit
Dalam
Poliklinik Kulit Dan
Kelamin
NICU
Poliklinik Syaraf Poli Dots ICU
Poliklinik Anak Poliklinik Jiwa Rawat Inap Anak
Poliklinik Bedah Dokter Anastesi Rawat Inap Penyakit Dalam
Poliklinik Gigi Ortho
Denti
Poliklinik VCT Rawat Inap Paru
Poliklinik Paru Poliklinik Bedah
Tulang
Rawat Inap Nifas
57
Poliklinik Medical
Check Up (MCU)
Polklinik
Laboraturium
Poliklinik Rehabilitas
Medik
Layanan Penunjang
Laboraturium klinik Apotik dan
Farmasi
Radiodiagnostik Penunjang
Diagnostik lain
- Hematologi - Apotik 24
jam
- Ultra Sonografi - Spirometri
- Kimia Klinik - Konvensional
Radiologi
- Cairan Tubuh lain
5.2. Karakteristik Informan
Informan pada penelitian ini berjumlah 5 (lima) orang. Hal tersebut
disebabkan karena keterbatasan perizinan dan kesibukan dari pihak rumah sakit
sehingga informan yang terpilih berjumlah 5 (lima) orang yang tetap dapat
mewakili dan dapat memberikan informasi yang tepat dan memadai penelitian.
Informan terbagi menjadi informan kunci , informan utama, dan pendukung.
Berikut informan tersebut:
58
Tabel 5.2. Karakteristik Informan
No. Informan Jenis Kode
1. Kepala Instalasi Farmasi Informan Kunci Inf 01
2. Petugas Pengadaan Informan Utama Inf 02
3. Staff Pengadaan Informan
Pendukung
Inf 03
4. Petugas PPHP Informan
Pendukung
Inf 04
5. Kepala Gudang Informan
Pendukung
Inf 05
5.3. Pengadaan Obat di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan
Pengadaan obat yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang
Selatan telah menggunakan pengadaan obat dengan prosedur E-purchasing
berdasarkan E-catalogue. Pengadaan secara E-purchasing ini telah dilakukan pada
tahun 2013 sampai dengan sekarang. E-purchasing adalah tata cara pembelian
barang/jasa melalui sistem katalog elektronik atau E-catalogue. Kebijakan
Pengadaan obat berdasarkan E-catalogue secara E-purchasing ini bertujuan untuk
meningkatkan efektifias dan efisiensi dalam pengadaan obat. Terdapat beberapa
proses dalam pengadaan obat secara E-purchasing, proses pengadaaan ini
didukung oleh input dalam pelaksanaannya. Berikut Input, proses, dan output
pengadaan obat secara E-purchasing.
5.4. Input Pengadaan obat di Rumah Sakit umum Kota Tangerang Selatan
Input merupakan masukan dari suatu sistem, masukan dari sistem
pengadaan obat terdiri dari sumber daya manusia, anggaran, prosedur, serta sarana
dan prasarana pengadaan obat.
59
5.4.1. Sumberdaya Manusia
Sumber daya manusia merupakan salah satu input dari pengadaan obat
secara E-purchasing. Sumber daya manusia yang ada di pengadaan dijelaskan dari
wawancara mendalam dan telaah dokumen terkait Sumber daya manusia yang
bertugas di pengadaan farmasi. Berdasarkan hasil wawancara mendalam bersama
beberapa informan diketahui bahwa Sumber daya manusia yang ada di tim
pengadaan Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan berjumlah 4 orang yaitu
dua orang pejabat pengadaan BLUD, satu orang pejabat pengadaan APBD, serta
satu orang Staff. Pejabat pengadaan ini memiliki tugas masing-masing yaitu ada
petugas pengadaan untuk umum dan pengadaan farmasi.
Jumlah petugas pengadaan Farmasi yang bertugas melakukan pengadaan
obat secara E-purchasing terdiri dari Petugas pengadaan Farmasi yaitu Kepala
Instalasi Farmasi, dibantu oleh dua petugas yaitu satu petugas perencanaan dan
staff pengadaan. Hal ini berdasarkan wawancara terhadap ketiga informan,
ketiganya menyebutkan bahwa terdapat 3 SDM :
“kalo untuk jumlah dari petugas pengadaan secara umum sih, ada tiga orang
yang 2 orang untuk khusus APBD dan 1 orang khusus untuk BLUD, ditambah
lagi 1 staff, dan satu orang dari perencanaan yang sering membantu ibu saat
pembelian secara e-purchasing, untuk pengadaan farmasi Cuma saya seorang
tapi dibantu juga dari pengadaan dan staff”(inf 01)
Secara umum ada pejabat pengadaan blud 2, pejabat pengadaan apbd 1, staff 1.
Dari pejabat pengadaan tadi ada yang bertugas sebagai pengadaan farmasi satu
60
orang, tetapi juga sering dibantu oleh ibu dari perencananaan dan staff
pengadaan (inf 02).
Kalau pengadaan untuk e-catalogue atau farmasi bu tina yang pegang sama mba
evi juga yang sering membantu dan saya juga membantu yang kurang-kurang.
(inf 03).
Tugas dari pengadaan obat berdasarkan E-catalogue secara E-purchasing
berdasarkan telaah dokumen tentang pembelian secara E-catalogue yang
dilakukan adalah mengajukan usulan pengadaan kepada ketua bidang penunjang
dengan persetujuan kepala seksi penunjang medis. Setelah disetujui maka akan
melakukan pembelian obat secara E-purchasing. Tugas ini dibantu oleh petugas
perencanaan dengan membantu mempersiapkan perencanaan kebutuhan obat yang
akan diajukan, serta staff yang membantu mempersiapkan data yang dibutuhkan
dalam pengadaan obat secara E-purchasing.
Berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan bersama informan
diketahui bahwa jumlah dari petugas pengadaan yang ada di rumah sakit masih
kurang, terlebih lagi staff pengadaan hanya satu untuk semua pengadaan baik
umum ataupun Farmasi serta untuk petugas pengadaan juga memiliki rangkap
tugas selain pengadaan juga bertanggung jawab terhadap perencanaan obat, serta
penerimaan obat. Hal ini berdasarkan wawancara terhadap ketiga informan,
ketiganya menyebutkan bahwa SDM yang ada masih kurang :
“SDM yaa, klo mnrt ibu sih kita masih kekurangan orang Selain itu tidak
semua orang juga bisa masuk disini jadi tim pengadaan karena harus ada
61
sertifikat dari dan syarat dari LKPP. Dan tidak semua orang di rumah sakit yang
memiliki sertifikat tadi” (inf 01).
Petugas pengadaan di farmasi masih kurang,ditambah dengan hanya
memiliki satu staff yang tugasnya menangani 3 staff penjabat lainnya. menurut
saya ya. Mana bisa staf Cuma satu pejabat 3, berarti staf ini menangani 3
pejabat. Jadikan pengadaan staffnya Cuma satu, untuk pengadaan secar umum
dan farmasi, disini juga saya merangkap tugas sebagai petgas pengadaan,
perencanaan, serta petugas penerimaan barang” (inf 02)
Jumlah petugas yang terlibat dalam proses pengadaan obat secara E-
purchasing berjumlah 3 orang. Petugas pengadaan yang terlibat dalam pengadaan
obat secara E-purchasing memiliki latar belakang pendidikan farmasi, seperti
petugas pengadaan adalah seorang Apoteker, petugas perencanaan juga adalah
seoerang Apoteker, hanya seorang staff yang tidak memiliki latar belakang
kefarmasian dikarenakan staff ini menangani semua pengadaan baik umum
ataupun Farmasi.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Sumberdaya
Manusia yang ada pada pengadaan obat secara E-purchasing, dalam jumlah
petugas masih kurang tetapi untuk kualitas petugas pengadaan telah memiliki latar
belakang pendidikan farmasi yaitu seorang Apoteker.
5.4.2. Anggaran
Anggaran merupakan salah satu input yang perlu disediakan dalam
kegiatan pengadaan obat di rumah sakit baik pengadaan itu secara E-purchasing
ataupun lelang serta metode pembelian lainnya. Berdasarkan hasil wawancara
62
bersama mendalam kepada informan di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang
Selatan ketersediaan dana telah mencukupi dalam menunjang proses pengadaan
obat dengan menggunakan prosedur E-purchasing. Dana pengadaan obat untuk
pengadaan obat bersumber dari dana APBD dan BLUD. Dana yang disediakan
meningkat setiap tahunya sehingga belum ditemukan masalah terkait proses
pengadaan obat secara E-purchasing serta jumlah dana yang tersedia telah
menucukpi keseluruhan dana yang dibutuhkan. Hal ini berdasarkan wawancara
kepada kedua informan, keduanya menyebutkan bahwa anggaran berasal dari dua
sumber :
“anggaran dari rumah sakit telah cukup untuk dan tidak ada masalah
kekurangan dana juga, apalagi setiap tahun anggaran untuk pengadaan obat
meningkat. Anggaran kita jugakan berasal dari APBD dan BLUD jadi dari dua
anggaran itu sudah memberikan dana yang cukup untuk keseluruahan yang
dibutuhkan untuk pengadaan sehingga kita belum mengalami masaalh dana
kurang” (inf 01).
“kalo e-catalogue angarannya berasal dari apbd, di tambah oleh blud
tapi biasanya pembeliaannya offline, tapi juga bisa secara online. Anggarannya
juga sudah cukup untuk melakukan pengadaan obat” (inf 02).
Dana yang disediakan untuk pengadaan obat di Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang Selatan telah mencukupi, untuk pembelian obat secara E-purchasing
berasal dari dana APBD dengan dibantu dan dari BLUD yang biasa digunakan
untuk pembelian secara offline, untuk penggunaan anggaran juga telah digunakana
secara tepat karena dana yang disediakan tidak pernah bersisa dan kurang. Hal ini
63
berdasarkan wawancara terhadap dua informan, keduanya menyebutkan bahwa
dana yang ada telah cukup:
“anggaran dari rumah sakit telah cukup untuk pengadaan dan tidak ada masalah
kekurangan dana juga, apalagi setiap tahun anggaran untuk pengadaan obat
meningkat. Anggaran kita jugakan berasal dari APBD dan BLUD jadi dari dua
anggaran itu uda memberikan dan yang cukup untuk pengadaaan sehingga kita
belum ngalamin masalh dana kurang “ (inf 01)
“kalo e-catalogue dari apbd, di tambah oleh blud tapi biasanya pembeliaannya
offline, tapi juga bisa secara online. Anggaran juga sudah dimanfaatkan dengan
baik, karena anggarannya juga kita gunaain pas ga bersisa. Paling pernah
kekurangan sedikit, karena penambahan dokter. Tapi karena ada tambahan dan
blud jadi bisa tertupi. “ (inf 2).
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa anggaran dalam
pengadaan obat secara E-purchasing memiliki jumlah dana yang tersedia untuk
terselenggaranya pembelian obat, dana berasal dari APBD dan BLUD. Selain itu
juga anggaran telah digunakan secara optimal dengan melihat dari penggunaaan
anggaran yang tidak bersisa dan tidak juga kurang.
5.4.3. Kebijakan
Hasil wawancara mendalam dan telaah dokumen yang dilakukan peneliti
menunjukkan bahwa kebijakan pengadaan obat secara E-purchasing telah
diterapkan semenjak peraturan ini dikeluarkan yaitu pada tahun 2013. Kebijakan
ini digunakan sebagai pedoman dalam pengadaan obat. Kebijakannya berupa
Peraturan Menteri Kesehatan No 63 tahun 2014 tentang pengadaan obat
64
berdasarkan E-catalogue secara E-purchasing. Selain itu juga petugas pengadaan
juga mengacu terhadap Peraturan Presiden RI No 4 tahun 2015 tentang pengadaan
barang/jasa pemerintah. Hal ini berdasarkan pada wawancara bersama dua
informan, kedua informan menyebutkan pengadaan obat mengacu kepada
kebijkan pemerintah dan juknis yang ada :
“untuk kebijakan kita mengacu kepada Perpres yang terbaru yaitu,
Perpres No 4 tahun 2015 dan kebijakan E-catalogue itu sendiri, selain kebijakan
pasti ada juga juknis yang keluar bersamaan dengan kebijakan itu sendiri. Kita
juga menerapkan juknis pengadaan yang telah di sosialisasiin ke kita pada setiap
tahunnya.” (inf 01)
“ kita sudah menerpakan kebijakan ini dari awal kebijakan ini keluar,
terdapat beberapa kebijakan terkait pengadaan ini. kebijakan E-catalogeu itu
sedniri, Kebijakan Perpres tentang pengadaan barang dan jasa.” (inf 02)
Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah di dampingi oleh petunjuk
teknis dan prosedur dalam membatu kegiatan operasional rumah sakit. Terdapat
prosedur pengadaan obat di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang selatan, serta
prosedur terkait pengadaan obat yaitu prosedur perencanaan obat dan penerimaan
barang. Prosedur tersebut telah di dkumentasikan dalam bentuk buku standar
prosedur operasional yang dikeluarkan oleh Direktur RSU Kota Tangsel nomor
188.4/046-yanmed/2016 tentang pelayanan RSU Kota Tangsel. berikut standar
prosedur operasional Pengadaan obat dan BMHP di RSU Kota Tangsel:
1. Kepala instalasi farmasi mengajukan usulan pengadaan kepada keapala
bidang penunjang dengan persetuuan keapala seksi penunjang medis.
65
2. Kepala bidang penunjang menolak/menyetujui usulan pengadaan obat dan
BMHP
3. Jika usulan disetujui, koordinator perbekalan farmasi mealkukan
koordinasi dengan pejabat pengadaan.
4. Untuk pembelian langsung keapal instalasi farmasi membuat dan
menandatangani usrat pesanan rangkap 2 (dua) kepada distributor dengan
jenis dan jumlah obat atau bmhp didasarkan usulan.
5. Untuk pesanan Psikotropika, Narkotika dan Prekursor menggunakan surat
pesanan psikotropika/narkotika/ prekursor
6. Koordinator perbekalan farmasi mengarsipkan SP
Selain standar operasional prosedur diatas, terdapat juga beberapa prosedur
serta petunjuk teknis dan peraturan terkait pengadaan obat berdasarkan E-
catalogue secara E-purchasing yaitu :
66
Tabel 5.4.3 Prosedur terkait pengadaan obat berdasarkan E-catalogue secara E-
purchasing
No Prosedur Jenis
1 Standar operasional prosedur proses
perencanaan obat dan BMHP
Pedoman Teknis
2 Standar operasional prosedur pengadaan obat
dan BMHP
Pedoman Teknis
2 Standar operasional prosedur penerimaan obat
dan BMHP
Pedoman Teknis
3 Permenkes RI Nomor 63 tahun 2014 tentang
pegadaan obat berdasarkan E-catalogue
Peraturan Pemerintah
4 Petunjuk teknis pengadaan obat secara E-
purchasing
Pedoman teknis
5 Peraturan Presiden No. 4 tahun 2015 tentang
pengadaan barang dan jasa pemerintah
Peraturan Pemerintah
Pada tahun pertama keluarnya kebijakan pengadaan obat secara E-purchasing
yaitu pada tahun 2013, kebijakan ini disertakan bimbingan dari pihak LKPP bagi
Fasilitas kesehatan sebagai pengguna aplikasi E-catalogue, bimbingan ini juga
disertakan penjelasan petunjuk juknis pembelian secara E-purchasing. Pedoman
atau juknis yang dikeluarkan pihak LKPP dalam bentuk bagan dirasakan mudah
67
untuk dipahami selain itu juga sering diadakan bimbingan dari LKPP sehingga
petugas pengadaan lebih mudah memahami prosedur atau juknis yang diberikan.
Hal ini berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap dua informan, keduanya
menyebutkan bahwa prosedur dan juknis telah mudah dipahami :
“kita pada saat keluarnya peraturan kita langsung ngejalalanin, dan dari pihak
LKPP juga langsung memberikan pelatihan dan bimbingan teknis kepada kita
terkait Prosedur LKPP, jadi kita bisa memahami E-catalogue secara cepat.
karena kita tadi dapet pelatihan, jadi kita mengerti dengan prosedur dari lkpp.
Prosedurnya juga mudah dipahami karena jelas dan bertahap “ (inf 01)
“prosedur yang ada untuk pembelian obat secara E-purchasing mudah untuk
dipahami terlebih lagi petunjuk yang digunakan simple, jadi lebih mudah
dipahami serta diterapkan” (inf 02)
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan
pengadaan obat secara E-purchasing telah dipahami oleh petugas, dan terdapat
beberapa prosedur dan petunjuk teknis di rumah sakit yaitu standar operasional
prosedur perencanaan obat dan BMHP, standar operasional prosedur pengadaan
obat dan BMHP, standar operasional prosedur pengadaan obat dan BMHP,
petunjuk teknis pembelian obat secara E-purchasing, Permenkes No. 58 tentang
E-catalogue, Perpres RI No. 4 tahun 2015 tentang pengadaan barang dan jasa
pemerintah.
68
5.4.4. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana juga merupakan salah satu input yang mendukung
kelancaran kegiatan pengadaan obat di RSU Kota Tangerang Selatan. Data sarana
dan prasarana di dapatkan melalui Wawancara mendalam, Observasi, dan telaah
dokumen. Berikut hasil dari telaah dokumen terkait sarana dan prasarana terkait
pengadaan obat secara E-purchasing :
Tabel 5.4.4. Daftar inventaris barang di ruang pengadaan RSU Kota
Tangsel
No Nama barang Jumlah
1. Komputer 1
2. Scanner 1
3. Printer 4
4. Komputer LCD 18” 1
5. Laptop 3
6. Penghancur kertas 2
7. Meja kerja 2
8. Ac 1 PK 1
9. Meja kerja ½ biro 1
10. Meja unitrend 1
Berdasarkan tabel diatas terdapat beberapa sarana yaitu komputer,
scanner, printer, komputer LCD, laptop, penghancur kertas, berbagai macam
meja, serta AC. Hasil dari telaah dokumen ini juga didukung dari hasil observasi
yang dilakukan bahwa sarana yang ada di dokumen telah ada di tempatnya, selain
69
itu juga di ruangan pengadaan di temukan juga kursi dan jaringan internet yang
tidak tertulis di inventaris ruangan Pengadaan.
Berdasarkan hasil dari wawancara mendalam yang dilakukan bersama
ketiga informan diketahui bahwa sarana dan prasarana yang ada di RSU Kota
Tangerang Selatan telah mencukupi untuk melakukan proses pengadaan obat
secara E-purchasing, sehingga belum terdapat masalah ataupun kendala yang
tejadi dikarenakan sarana dan prasarana. Selain itu juga fasilitas internet di rumah
sakit selalu stabil sehingga tidak ada kendala dalam pembelian secara E-
purchasing yang menggunakan layanan internet atau secara online.
“sarana dan prasarana disini telah mencukupi, dan untuk pengadaan
berdasarkan E-catalogue juga ga terlalu banyak memerlukan peralatan, yang
paling penting kita harus mempunyai komputer/laptop, jaringan internet yang
cepat, ATK, serta ruangan dan perlkangapan kantor kayak meja dan lemari.
Semuaya uda cukup untuk membantu proses pengadaan “ (inf 01)
Sarana dan prasarana untuk pemebelian secara e-catalogue ya paling,
laptop, internet, alat kantor, ruangan, sudahh sangat cukup sih klo sarana dan
prasarana jadi ga ada kendala kurang alat-alat gitu kita, selain itu juga
internetnya juga selalu stabil. Masalahnya sih di e-cataloguenya sering susah
diakses minggu kemaren tuh dari hari kamis ga bisa diakses. Jadi itu kendalanya
di e-catalogue klo sarananya uda bagus (inf 02).
“untuk sarana dan prasaran pengadaan E-Catalogue tidak terlalu banyak.
Kita memerlukan komputer, meja, kursi,ATK, telepon, dan ruangan untuk bekerja,
70
serta akses internet yang stabil. Semuanya telah terpenuhi sehngga proses
berjalan dengna lancar “ (inf 03).
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa RSU Kota
Tangerang Selatan memiliki sarana dan prasarana yang cukup untuk menunjang
proses kegiatan pengadaan obat secara E-purchasing. Berikut sarana dalam
pengadaan obat secara E-purchasing berupa meja, kursi, lemari, buku/rak,
komputer/mesin tik, alat tulis kantor, telepon serta akses internet yang stabil.
Selain itu juga dilengkapi prasarana yang berupa ruangan pejabat pengadaan.
5.5. Proses Pengadaan Obat secara E-Purchasing
Terdapat beberapa proses dalam pengadaan obat secara E-purchasing,
proses pertama adalah proses perencanaan kebutuhan obat, setelah itu proses
pemesanan obat, lalu proses perjanjian kontrak, serta proses pengriman atau
distribusi obat.
5.5.1. Proses Perencanaan Kebutuhan Obat
Proses perencanan kebutuhan obat yang dilakukan oleh RSU Kota
Tangerang Selatan terkait dengan pengadaan obat secara E-purchasing dilakukan
dengan pola konsumsi. Data perencanaan pengadaan obat didapatkan melalui
wawancara mendalam dan telaah dokumen. Proses perencanaan pengadaan obat
di rumah sakit memiliki beberapa tahapan, berikut tahapannya:
1. Pertama bagian perencanaan obat digudang menggunakan pola
konsumsi untuk melihat pemakaian obat dalam 3 (tiga) tahun terakhir,
sehingga bisa ditentukan obat apa saja yang pemakaiannya sangat
dibutuhkan untuk rumah sakit dengan memperhatikan stok cadangan
71
juga untuk obat tersebut. Hal ini berdasarkan wawancara yang
dilakukan kepada kedua informan, keduanya menyebutkan bahwa
perencanaan pengadaan obat menggunakan pola konsumsi :
“proses perencanaan itukan bermacam-macam, tapi kita disini
menggunakan pola konsumsi kita melihat pemakaian obat pada tahun
terakhir, yang mana obat yang paling banyak pemakaiannya sama
sedikit jadi bisa kita menentukan berapa banyak obat yang harus kita
beli. Selain itu kita juga memperhatikan buffernya sebesar 20% (inf
01)”
“kita membuat perencanaannya berdasarkan metode konsumsi, jadi
kita melihat pemakaian selama tiga tahun” (inf 02)”
2. Setelah diketahui obat apa saja yang pemakaiannya banyak dan telah
menghitung berapa jumlah yang harus dibeli, maka hal yang dilakukan
selanjutnya adalah melihat katalog elektronik atau E-catalogue pada
websitenya, dengan melihat E-catalogue petugas bisa memilah mana
obat yang masuk pembelian secara E-catalogue dengan prosedur E-
purchasing dan yang tidak masuk dalam E-catalogue. Obat yang tidak
masuk dalam E-catalogue maka dilakukan pembelian diluar E-
catalogue. Hal ini berdasarkan wawancara terhadap dua informan,
keduanya menyebutkan bahwa proses pembelian dibagi menjadi dua :
“perencanaan ini dibuat untuk pengadaan secara umum, setelah tadi
kita lihat pemakaiaannya nanti baru kita pisah2 yang mana bisa kite
beli pake e-catalogue, dan non e-catalogue dengan melihat di website
E-catalogue (inf 01)”
72
“Jadi kita lihat e-catalogue dulu. Kita print dulu langusng semuanya.
Karena klo kita nyusun itu langsung e-catlogue dan non e-catalogue
(inf 02)”
3. Setelah itu dilakukan proses pemesanan dengan mengajukan
pembelian obat kepada kepala instalasi farmasi yang akan diteruskan
ke kepala bidang penunjang dengan persetujuan kepala seksi
penunjang medis. Hal ini berdasarkan hasil wawancara kepada dua
informan, keduanya menyebutkan bahwa pemesanan dilakukan dengan
persetujuan oleh beberapa pihak:
“ sebelum melakukan pemesanan kita akan mengajukan dulu, bermula
dari perencanan ke kepala instalasi farmasi terus akan dilanjutkan ke
kabid penunjang dan kepala seksi medis untuk disetujui” (inf 01)
“ pemesanan akan kita lakukan jika pengajuan yang kita ajukan telah
disetujui oleh kepala instalasi farmasi, kabid penunjang dan kepala
seksi medis. “(inf 02)
Penjelasan diatas juga didukung dengan hasil telaah dokumen standar
operasional prosedur perencanaan kebutuhan obat dan BMHP, yang berisikan
tentang proses perencanaaan secara umum yaitu dilakukan oleh koordinator
perbekalan di gudang yang membuat kompilasi pemakaian obat dan BMHP,
dengan menggunakan data dan laporan obat dan BMHP dari penanggung jawab
gudang, setelah itu mengajukan usulan pengadaan ketika persediaan menipis,
setelah diajukan maka kepala instalasi farmasi akan memilah jenis pengadaan, dan
menyusun perencanaan kebutuhan obat ke masing-masing jenis pengadaan, dan
73
terakhir kepala instalsi farmasi ke ke kepala bidang penunjang dengan persetujuan
kepala seksi penunjang medis.
Berdasarkan penjelasan diatas disimpulkan bahwa proses perencanaan
kebutuhan dimulai dari koordinator perbekalan membuat kompilasi pemakaian
dengan metode konsumsi lalu setelah diajukan ke kepala instalasi farmasi, maka
akan ditentukan ke jenis pengadaannya berdasarkan perencanaan kebutuhan yang
dibuat. Sehingga bisa memisahkan pembelian dengan E-catalogue dan non E-
catalogue.
5.5.2. Pemesanan Obat
Proses pemesanan obat di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan
terbagi menjadi dua yaitu pemesanan dengan menggunakan prosedur E-
purchasing berdasarkan E-catalogue dan pemesanan dengan menggunakan
prosedur non E-purchasing atau non E-catalogue. Pemesanan obat dengan
menggunakan prosedur E-purchasing adalah prosedur utama yang ditetapkan
tetapi ada beberapa keadaan yang menyebabakan petugas pengadaan melakukan
pembelian di luar E-catalogue yaitu :
1. Item obat tidak tersedia di portal E-catalogue
2. Tidak mendapatkan persetujuan dari penyedia obat E-catalogue
3. Respon yang lama dari penyedia obat
4. Serta Pengiriman yang terlambat dari penyedia obat E-catalogue
Hal ini berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada tiga informan,
ketiganya menyebutkan bahwa pembelian obat bisa dilakukan diluar E-catalogue
jika petugas mendapati beberapa kendala :
74
“ pembelian dengan menggunakan E-catalogue itu memberikan
kemudahan bagi kita, tapi tidak semua obat yang mau kita beli ada di E-
catalogue jadi kita beli diluar E-catalogue kita beli di luar E-catalogue juga
milih-milih harga yang paling murah dan jika bisa harganya sama seperti obat di
E-catalogue. Selain itu kadang juga ada kendala dari lamanya persetujuan,
pengiriman obat, terkadang juga tidak di approve dari penyedianya sedangkan
kebutuhan di gudang harus segera dipenuhi, terpaksa kita belu diluar E-
catalogue” (inf 02)
“tahun ini pengiriman obat E-catalogue sering banget terlambat jadinya
kita harus beli diluar E-catalogue biar terpenuhi gudang kita, selain itu juga kita
beli diluar E-catalogue karan tidak semua obat ada di E-catalogue” (inf 05)
“kita melakukan pembelian diluar E-catalogue jika obat yang mau kita
beli tidak ada di E-catalogue selain itu juga melihat kebutuhan kita jika kita
sudah mesan obat di E-catalogue tetapi tidak dikirimkan sedangkan obat sudah
mau habis atau kosong kita lakukan pembelian diluar E-catalogue untuk
mengcover ketersediaan obat di gudang” (inf 01)
Proses pemesanan obat diluar metode E-purchasing dilakukan melalui
pelelangan umum dilakukan petugas pengadaan dengan memilah harga obat yang
murah dan mendekati harga E-catalogue. Petugas pengadaan akan mendahului
item obat yang memiliki harga mirip dengan E-catalogue dengan melihat kualitas
dan waktu expired obat. Proses pemesanan secara lelang dilakukan oleh pejabat
pengadaan dengan melihat dan mencari informasi obat di perusahaan obat,
petugas pengadaan bisa mencari informasi melalui internet, via telpon, ataupun
75
bagian perencanaan mengajukan usulan permintaan ke ketua
Intalasi Farmasi
kepala Instalasi farmasi mengajukan permintaan ke Kepala bidang Penunjang dengan persetujuan kepala
seksi medis
kepala bidang penunjang dalam hal ini sebagai PPK membuat keputusan setuju
atau tidak setuju
usulan disetujui , koordinator perbekalan melakukan koordinasi
dengan pejabat pengadaan
pejabat pengadaan masuk ke website pembelian
untuk memesan obat atau melakukan pemebelian
secara lelang
distributor yang sering datang untuk menawarkan produknya. Kendala utama
dalam lelang ini adalah harga, petugas pengadaan mencari harga yang mendekati
dengan E-catalogue atau yang sama dengan harga E-catalogue tetapi tidak banyak
perusahaan yang bisa menyanggupinya. Hal ini berdasarkan hasil wawancara
kepada informan, informan menyebutkan bahwa pemebelian diluar E-catalogue
dengan menggunakan lelang:
“kalau di luar E-catalogue, kita menggunakan metode lelang. Kita pilih
harga obat yang paling murah dan mendekati harga E-catalogue. Ada beberapa
perusahaan yang menyanggupi harga sama dengan E-catalogue, tetapi banya
yang ga bisa menyanggupi dengan harga E-catalogue. Jadi kendalanya lebih ke
harga bila kita beli diluar E-catalogue, harganya pasti lebih mahal” (inf 02).
Berdasarkan penjelasan diatas diketahui bahwa terdapat dua metode
pemesanan yang dilakukan yaitu pemesanan dengan menggunakan prosedur E-
purchasing dan prosedur non E-purchasing. Sebelum melakukan pemesanan obat
ada beberapa tahapan yang harus dilewati, tahapan ini akan dijelaskan lewat alur
pemesanan dibawah ini:
Bagan 5.5.2. Alur Pemesanan Obat di RSU Kota Tangsel
76
Penjelasan pada alur diatas juga didukung dengan hasil wawancara yang
dilakukan bersama informan yaitu : Proses pemesanan obat dilakukan oleh
beberapa pihak. Prosesnya dimulai dari pihak perencanaan yang mengajukan ke
kepala instalasi farmasi untuk di tandatangani. Setelah itu diteruskan ke kabid
penunjang dalam hal ini sebagai PPK dengan persetujuan kepala seksi penunjang
medis , maka kabid penunjang akan memberikan nota dinas ke pejabat pengadaan
untuk melakukan pembelian secara E-purchasing atau pun Non E-purchasing.
Alur proses pemesanan obat diatas memakan waktu kurang lebih 4 (empat) hari,
untuk lamanya waktu yang dihabiskan menurut informan waktunya lumayan
cepat sehingga tidak memakan waktu yang lama. Hal ini berdasarkan hasil
wawancara kepada dua informan, keduanya menyebutkan bahwa terdapat
beberapa alur pemesanan dan alur tersebut memakan waktu yang tidak lama:
“proses pemesanan obat kita dari farmasi mengajukan apa yang akan
dibeli ke Kabid penunjang nanti baru kabid penunjang atau disebut juga PPK
memberikan izin untuk petugas pengadaan untuk melakukan E-purchasing. Untuk
prosesnya memakan waktu kurang lebih 4 (emapat) hari” (inf 01)
“kitakan ngajuinn nih ada ttd kepala farmasinya nanti ke pak surdjana,
jadi pak surdjanaya nota dinas ke pejabat pengadaan jadi nnti dklik oleh pejabat
pengadaan, setelah di klik kita harus nunggu kabar dari penyedia untuk disetujui,
untuk dikirim barangnya. Biasanya prosesnya kurang lebih 4-5 hari” (inf 02)
Waktu Pemesanan obat dilakukan pada saat obat mempunyai stok aman di
gudang atau safety stok yaitu berkisar 2-3 bulan stok aman. Tetapi pada
77
penerapannya di tahun 2016 pemesanan obat sering dilakukan saat stok obat mau
habis dan kosong. Pengajuan pemesanan obat dilakukan oleh pihak gudang ke
koordinator perbekalan atau bagian perencanaan obat. Pada tahap ini pengajuan
obat di gudang sering mengajukan obat yang hampir kosong dan juga obat yang
sudah kosong di gudang. Menurut pihak gudang pengajuan yang telat ini
dikarenakan pihak gudang yang masih menggunakan sistem manual sehingga
belum ada sistem yang memberikan peringatan jika obat sudah memasuki stok
yang tidak aman. Hal ini berdasarkan wawancara kepada tiga informan, ketiganya
menyebutkan bahwa pengajuan pemesanan yang dilakukan sering mengalami
keterlambatan:
“ pengajuaan dari gudang pada tahun ini memang sering terlambat, jadi
keadaan ini yang sering menyebabkan kosongnya obat di gudang” (inf 01)
“pengajuan obat seharusnya kita mengajukan 2-3 bulan untuk stok obat
yang fast moving, kalau obat low moving 1 bulan. Tetapi pada tahun ini kita
sering mengajukan pemesanan obat pada saat stok obat sudah menipis dan
kosong. Kendalanya karena pihak gudang belum menggunakan sistem, masih
manual dalam monitoring obatnya. Apalagi jarak gudang jauh, jadi tiba-tiba obat
sudah habis saja. (inf 02)
“pengajuan yang kita lakukan dari gudang memang sering telat, kita
sering mengajukan pada saat obat hampir dan obat kosong. Itu karena kita masih
belum maksimal karena kita masih manual dalam mengangani gudang obat jadi
kita tidak ada sistem yang memperingati kita jika obat itu sudah habis, apalagi
78
jumlah obat itukan banyak banget jadi itu kendala kita memang perlu sistem
dalam memonitoring ketersediaan obat di gudang” (inf 05)
Setelah mendapatkan persetujuan maka pejabat pengadaan akan
melakukan pemesanan. Pemesanan obat dilakukan melalui dua metode yaitu
dengan menggunakan prosedur E-purchasing dan non E-purchasing yang bisa
berupa lelang. Proses pemesanan diluar E-purchasing dilakukan dikarenakan oleh
beberapa hal.
Proses pemesanan dengan menggunakan prosedur E-purchasing adalah
metode utama yang digunakan untuk melakukan pembelian obat di Rumah Sakit
Umum Kota Tangerang Selatan. Berikut proses pemesanan obat secara E-
purchasing :
1. Pejabat pengadaan login ke dalam SPSE, pada halaman home terdapat
link “ aplikasi e-procrument lainnya”, klik untuk masuk
2. Lalu pada halama Inaproc, pilih E-purchasing produk barang/jasa klik
tombol masuk versi production.
3. Setelah masuk akan tampil syarat dan ketentuan pengunaan aplikasi.
4. Lalu pilih menu katalog komoditas barang/jasa yang akan dibeli.
79
5. Apabila sudah memilih salah satu komoditas, maka akan tampil
katalog produk dari komoditas tersebut. klik tombol beli pada produk.
Setelah mengklik akan muncul halaman keranjang belanja.
6. Pada halaman keranjang belanja terdapat fitur untuk pilih produk lagi,
tahap selanjutnya, form paket pembelian, dan kosongkan seluruh isi
belanja. Apabila hendak membuat paket dari produk barang/jasa yang
sudah dipilih, klik tahap selanjutnya, form paket pembelian maka akan
tampil halaman Form paket.
80
7. Selanjutnya Pejabat Pengadaan wajib mengisi form pembelian produk.
8. Kemudian pilih daftar produk, isikan jumlah produk yang akan dibeli
pada kolom kuantitas. Selanjutnya klik simpan untuk menyimpan
paket.
9. Setelah menyimpan paket, paket juga bisa dibatalkan dengan
menggunakan salah satu tab. Selain itu juga pejabat pengadaan bisa
menggunakan tab pencarian untuk mencari paket yang disimpan
sebelumnya.
81
10. Setelah berhasil disimpan , aplikasi akan kembali ke halaman daftar
paket. Klik paket maka akan tampil detail paket. Setelah itu klik kirim
ke penyedia, sehingga penyedia bisa memproses paket tersebut.
11. Setelah pejabat pengadaan mengirim paket, maka akan muncul pada
detail paket “tombol cetak pesanan” jika PPK sudah menyetujui paket.
Dan pesanan bisa dicetak, selain itu paket juga bisa diubah dengan
menggunakan tab “edit”.
12. Pada daftar detail paket pejabat pengadan menunggu persetujuan dari
penyedia, jika sudah maka pejabat pengadaan dapat mengirim ke PPK.
13. PPK akan membuat pernjanjian kontrak, setelah itu pejabat pengadaan
bisa mengunduh perjanjian kontrak di informasi kontrak. Selain
membuat kontrak PPK juga akan mengisi form pembayaran.
14. Setelah menentukan kontrak dan pembayaran, maka akan menunggu
obat diterima di PPK. Dan setelah di terima maka PPK akan mengisi
riwayat penerimaan yang datanya bisa dilihat oleh pejabat pengadaan.
Proses pemesanan obat yang dilakukan secara E-purchasing dilakukan
dengan masuk ke website LKPP dan mengklik obat yang mau dibeli, lalu
82
menunggu konfirmasi pihak penjual untuk menerima persetujuan pembelian obat.
Dalam proses ini sering terdapat kendala pada saat menunggu persetujuan dari
pihak penjual, sehingga petugas pengadaan harus menunggu lama sedangkan
kebutuhan rumah sakit harus diselesaikan segera. Selain lamanya respon dari
pihak penjual, jumlah barang juga menjadi kendala karena jumlah obat yang tidak
banyak, sehingga harus melakukan tindakan pembelian diluar E-catalogue. Hal
ini berdasarkan hasil wawancara kepada dua informan, keduanya menyebutkan
bahwa terdapat kendala berupa lamanya respon penyedia obat:
“ kendalanya adalah penyedianya lama menanggapi jadi kita harus
menunggu dibales dulu sama penyedianya padahal kita juga perlu obat cepat,
terus jumlah obatnya banyak yang kurang, sehingga kita beli diluar e-catalogue
yang harganya lebih mahal walaupun ada beberapa distributor yang mau
harganya sama seperti e-catalogue., dan terkadang penyediaanya sulit
dihubungi.”(inf 01)
Kita juga terkadang ada kendala dalam pemesanan, jadi kita sudah
mengeklik kadang suka lama penyedia mengeprovenya terkadang sampai kita
follow up, terus yang kedua barangnya di klik di aprove ternyata barangnya di
distributor tidak ada. sehingga barang kita jadi kosong kerena lama, jadi kita
juga harus mencari di luar yang harganya lebih mahal (inf 02).
Berdasarkan penjelasan diatas disimpulkan bahwa proses pemesanan obat
secara E-purchasing dilalui beberapa tahap yaitu melawati persetujuan dari kepala
instalasi Farmasi, kepala seksi penunjang medis, dan ketua bidang penunjang atau
PPK, barulah obat bisa dipesan oleh pejabat pengadaan di website dengan cara
83
login dan mengikuti prosedur yang telah ada. Kendala dalam pemesanan obat
secara E-purchasing adalah jumlah obat yang tidak mencukupi, respon dari
distrbutor yang lama dan kontak person di E-catalogue sulit dihubungi. Kendala
ini menyebabkan pihak rumah sakit harus menunggu dan untuk obat yang
jumlahnya sedikit pihak rumah sakit membeli obat diluar E-catalogue.
Berdasarkan penjelasan yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa
terdapat dua metode pemesanan obat di rumah sakit umum kota tangerang selatan
yaitu pemesanan dengan menggunakan prosedur E-purchasing dan non E-
purchasing. Kendala utama dalam pemesanan obat adalah waktu tunggu
persetujuan dari penyedia, serta pengajuan pemesanan yang terlambat karena
belum terdapatnya sistem informasi di gudang yang bisa mengingatkan jika
keadaan stok telah mendekati minimum stok.
5.5.3. Proses Perjanjian Kontrak
Kontrak pengadaan obat yang selanjutnya disebut kontrak adalah
perjanjian tertulis antara PPK dengan penyedia Barang/jasa atau pelaksana
swakelola. Berdasarkan telaah dokumen yang dilakukan diketahui bahwa
perjanjian kontrak dilakukan setelah data-data yang akan dibeli lengkap, PPK
(pembeli) mengunduh format kontrak pengadaan dan melakukan kontrak dengan
distributor/pelaksana pekerjaan yang ditunjuk oleh penyedia. Kesepakatan yang
sudah ada dalam contoh format kontrak dapat ditambah maupun dikurangi sesuai
dengan perjanjian yang disepakati antara PPK (pembeli) dengan
distributor/pelaksana pekerjaan tersebut.
84
Perjanjian kontrak pengadaan obat di RSU Kota Tangerang Selatan sering
disebut SP atau surat perjanjian. Pembeliaan dalam jumah nominal 50 (lima
puluh) juta lebih maka akan dibuat Surat perjanjian kontrak (SPK) dan jika
dibawah 50 (lima puluh) juta hanya dibuat Surat perjanjian biasa (SP). Selain itu
Khusus untuk obat narkotika / psikotropika / prekursor harus ditambah surat
keterangan khusus dari pihak farmasi dan tandatangan kepala instalasi farmasi.
Hal ini berdasarkan hasil wawancara kepada dua informan, keduanya
menyebutkan bahwa terdapat surat perjanjian terbagi menjadi dua:
“kalau buat perjanjian kontrak, mudah kita cuma buat dari sini seperti
surat perjanjian, itu juga obat yang dengan pembelian diatas 50 juta harus buat
surat pernjanjian selian itu kalau ada obat psikotropika dan narkotika ditambah
surat keterangan khusus dari pihak farmasinya” (inf 01)
“jadi kalau disini uda ngeklik, aprove, dan keluar e-purchasing , nanti
pejabat pengadaan kasih lembar satu disini satu ke pak surdjana, lalu mas arif
buat spk staf pak surdnaja. Kalau diatas 50 SPK kalau dibawah SP biasa.” (inf
02)
Di dalam Surat perjanjian tertera peraturan yang harus disepakati
berdasarkan telaah dokumen dari surat perjanjian pembelian obat di rumah sakit
diketahui bahwa di dalam surat perjanjian (SP) dijelaskan rincian barang yang
dibeli, waktu penyelesaian, syarat-syarat pekerjaan, alamat pengiriman barang,
dan denda keterlambatan. Lain halnya dengan surat perintah kerja (SPK)
dijelaskan rincian barang, syarat umum yang meliputi lingkup pekerjaan, hukum
yang berlaku, penyedia jasa mandiri, harga SPK, hak kepemilikan, cacat mutu,
85
perpajakan, pengalihan dan atau subkontrak, jadwal, penaggunaan dan resiko,
pemeliharaan lingkungan, pengawasan dan pemeriksaan, pengujian, laporan hasil
kerja, waktu penyelesaian pekerjaan, penerimaan barang/jasa, serah terima
pekerjaan, perubahan SPK, peristiwa kompensasi, perpanjangan waktu,
penghentian dan pemutusan SPK, pembayaran, denda, penyelesaian perselisihan,
dan larangan pemberian komisi.
Berdasarkan penjelasan diatas disimpulkan bahwa perjanjian kontrak yang
dibuat dibagi menjadi dua SPK (Surat Perjanjian Kontrak) dan SP (Surat
Perjanjian), serta untuk obat janis Narkotika/psikotropika/prekuersor harus
ditambah surat keterang khusus dari kepala insatalasi Farmasi. SPK dibuat dengan
pembelian obat diatas 50 (lima puluh) juta dan SP dibawah 50 (juta). Surat
perjanjian kontrak ini dibuat oleh staff PPK.
5.5.4. Pengiriman atau Distribusi obat
Setelah dilakukan pemesanan obat dan perjanjian kontrak, maka obat akan
dikirimkan pihak distributor (penyedia) ke pembeli sesuai dengan perjanjian yang
telah ditetapkan. Data untuk pengiriman atau distribusi obat didapatkan melalui
wawancara mendalam dan telaah dokumen. Berdasarkan hasil telaah dokumen
yang dilakukan diketahui bahwa proses penerimaan obat dari distributor di RSU
Kota Tangsel dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, ketika obat
datang maka obat akan diterima oleh pihak penerima hasil pekerjaan (PPHP)
untuk di cek jumlah, fisik barang, dan nomor batchnya sesuai dengan perjanjian
pembelian secara E-purchasing sebelumnya. Berikut proses penerimaan obat atau
barang oleh tim PPHP :
86
- Obat datang dari distributor
- Penerimaan barang diterima oleh pihak penerima hasil pekerjaan
(PPHP) RSUD Tangsel
- Suplier datang membawa faktur pembelian
- Pihak penerima melakukan pemeriksaan terhadap faktur dengan
barang
- Pihak penerima mengecek jumlah barang, no batch, fisik barang,
kadaluarsa, serta nomor faktur untuk dicocokkan dengan SP
- Setelah semuanya telah cocok maka pihak penrima akan
menandatangani dan memberikan stempel pada lembarang faktur
- Suplier akan memegang faktur asli, dan pihak penerimam
memgang copyan dari faktur
- Petugas menginput data barang ke buku harian penerimaan
- Setelah itu barang disimpan berdasarkan sedian
- Dibuat kartu stok
Berdasarkan penjelan diatas, diketahui bahwa setelah obat datang maka
tim PPHP akan mengecek lagi obat yang datang baik jumlah, fisik barang,
kadalurasa, dan nomor batch sehingga obat yang dikirimkan bisa dilihat apakah
telah sesuai. Dalam hal ini peneliti melihat kesesuaian antara jumlah, jenis, dan
waktu pengiriman obat, berikut penjelasannya.
1. Jumlah obat yang sesuai dengan pemesanan bisa dilihat dari Laporan
Pembelian obat berdasarkan E-catalogue secara E-purchasing di
Rumah Sakit Umum Kota Tangerang selatan pada tahun 2016.
Berdasarkan laporan tersebut diketahui bahwa rumah sakit telah
87
melakukan proses pembelian obat sebanyak 293 jenis obat dengan 5
jenis obat yang tidak terealisasi atau tidak sesuai kontrak pada saat
pemesanaan sebelumnya. Realisasi pengadaan obat berdasarkan E-
catalogue secara E-purchasing pada tahun 2016 tidak mencapai 100%
yaitu sebesar 98,29%. Berikut nama-nama obat yang tidak terealisasi :
Tabel 5.4.4. Obat yang tidak terealisasi pengadaan secara
E-purchasing
No Nama Obat Ket
1 Fenofibrat Tidak Terkirim Sebagian
2 Travatan ED tidak sesuai
3 Ramipril 2,5 mg Tidak terkirim
4 Difenhidramin Tidak terkirim
5 Amiodaron Tidak terkirim
Penjelasan diatas juga didukung dengan hasil wawancara
mendalam bersama petugas PPHP yang menyatakan bahwa penerimaan
obat dari tim PPHP sering mendapatkan jumlah obat yang tidak sesuai
dengan perjanjian yang telah ditetapkan, dan terlebih lagi waktu
pengiriman yang sering telat dari distributor sehingga mereka sering
mengantarkan pesanan dengan cara mencicil, selain itu distributor juga
pernah tidak memenuhi jumlah obat yang dipesan mereka memberikan
surat kosong sebagai alasan bahwa pihak distributor tidak bisa memenuhi
pesanan. Kendala ini menyebabkan petugas pengadaan harus membeli lagi
obat yang kurang serta obat yang belum datang sehingga kebutuhan obat
88
di rumah sakit terpenuhi. Pembelian obat diluar E-catalogue memiliki
perbedaan dengan jumlah harga yang sebagian besar terkadang lebih
mahal dari pembelian di E-catalogue, selain itu proses pembelian obat
yang tidak sebentar membuat stok yang ada di rumah sakit menjadi sedikit
dan terkadang kosong. Berikut hasil wawancara :
“kalo obat sering banget jumlahnya tidak sesuai dengan yang sudah
dipesan, distributor beralasan karena memang stok obat kosong dan lagi
banyak permintaan produksinya jadi hanya bisa memenuhi beberapa dan
terkadang tidak bisa memnuhi semuanya “ (inf 01)
“ada beberapa yg tidak sesuai dengan pesananan, tahun ini lumayan
sering. Mungkin karena kuotanya banyak permintaan, produksi kurang.
Ada kita ngeklik bulan maret dateng bulan november jadi begitu
kendalanya sedangakan pelayanan harus berjalan jadi kita harus beli
keluar, selain itu juga mereka ngasih surat kosong yaitu jumlah obat
kosong sehingga tidak bisa mengirim lagi.” (inf 04)
“tahun ini lumayan banyak obat yang dikirim tidak sesuai pesanan. Kita
sudah lama menunggu ternyata mereka ngirim surat kosong kalau mereka
tidak menyanggupi pesanan yang kita minta. Lalu banyak juga jumlah obat
yang dikirim tidak sesuai dengan yang kita minta” (inf 05)
2. Kesesuaian jenis obat yang dibeli dengan prosedur E-purchasing di
rumah sakit umum kota Tangsel telah sesuai, karena berdasarkan
wawancara mendalam yang dilakukan tidak ditemukan kesalahan
dalam jenis obat yang dikirim dari pihak distributor. Semua obat yang
89
dikirimkan di rumah sakit telah sesuai dengan pesanan atau kontrak
yang telah disepakati bersama. Berdasarkan telaah dokumen diketahui
ada 316 jenis obat dan semuanya telah sesuai dengan pesanan atau
perjanjian kontrak. Hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan tiga
informan, ketiganya menyebutkan bahwa jenis obat telah sesuai:
“ kalau untuk jenis obat sudah sesuai dengan yang kita pesan,
tidak ada masalah, masalahnya biasanya jumlah dan waktu
tunggu” (inf 01)
“ tidak ada masalah pada jenis obat semua telah sesuai pesanan”
(inf 04)
“selama ini belum ada masalah untuk jenis obat yang dikirim
karena sesuai dengan yang dipesan “ (inf 05)
3. Kesesuaian waktu pengiriman obat berdasarkan E-purchasing obat
juga dilihat dari wawancara mendalam dan telaah dokumen terkait
waktu pengiriman yang di terima oleh Pejabat Penerima Hasil
Pekerjaan (PPHP). Berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan
diketahui bahwa waktu pengiriman obat dari distributor sering
terlambat, tetapi pihak distributor mengajukan adendum atau
perpanjangan waktu kerja sehingga pihak distributor tidak mendapati
denda atau melanggar kontrak. Dokumen terkait dengan waktu
pengiriman obat tidak bisa didapatkan oleh peniliti dikarenakan
keterbatasan data yang bisa diakses, sehingga hanya didapatkan data
dari wawancara mendalam. Hal ini berdasarkan hasil wawancara
90
kepada tiga informan, sebagian besar informan menyebutkan bahwa
penyedia atau distributor sering melakukan perubahan kontrak:
“ waktu pengiriman obat dari pihak distributor sebenarnya
memang sering telat tetapi merka mengajukan lagi ke PPK untuk
memperjang waktu kerja namanya addendum, karena permintaan
obat ke mereka lagi over sehingga diperlukan waktu untuk
mencukupi permintaan obat” (inf 01)
“ pengiriman obat dari ditributor sering telat, tapi karena mereka
bisa merubah waktu perjanjian yang telah ditetapkan, karena ppk
kita juga menyetujui untuk perpanjangan waktu pengiriman,
sehingga mereka bisa dikatakan tidak melanggar aturan.
Terkadang hal ini juga yang menyebabkan kita kewalahan karena
waktu tunggu yang lama sedangkan permintaan obat harus segera
dipenuhi” (inf 04)
“terkadang pengiriman yang dilakukan lama baru dikirim, jadi
pihak gudang juga harus membuat rencana pembelian lagi untuk
menutupi waktu tunggu tadi” (inf 05)
Berdasarkan penjelasan diatas disimpulkan bahwa pengiriman obat dari
distributor dikirimkan ke rumah sakit di terima oleh tim PPHP, alur penerimaan
obat dari distributor sesuai dengan prosedur yang ditetapkan di rumah sakit.
Tetapi dalam realisaasi pengiriman obat dari distributor tidak mencapai 100% ,
untuk kesesuian jenis telah sesuai dengan surat perjanjian tetapi untuk ketepatan
waktu dilakukan perubahan kontrak atau addendum.
91
5.6. Output pengadaan obat secara E-purchasing
Output dari pengadaan obat secara E-purchasing bisa dilihat dari
ketersediaan obat di gudang, dalam hal ini peneliti melihat ketersediaan obat di
gudang RSU Kota Tangsel melalui wawancara mendalam dan telaah dokumen
terkait ketersediaan obat di gudang.
Berdasarkan laporan buku kosong di gudang farmasi RSU Kota Tangsel
diketahui bahwa ketersediaan obat di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang
Selatan pada tahun 2016 sering ditemukan obat yang stoknya kosong digudang,
stok kosong yang pernah terjadi pada tahun 2016 adalah sebanyak 30 macam obat
dan 35 macam obat yang mempunyai stok yang hampir habis. Dari 65 macam
obat yang kosong dan stoknya hampir habis 32,30% dari jumlah tersebut adalah
obat yang dibeli secara E-purchasing. Hal ini juga didukung oleh hasil
wawancara mendalam yang dilakukan bersama informan, informan menyebutkan
bahwa keadaan jumlah obat pada tahun ini tidak cukup bagus:
“kalau jumlah obat digudang , belum terlalu bagus kayaknya, karena
masih ada stok yang kosong dan stok yang hampir habis tahun ini, yaitu karena
kita sering terkendala pemesanan obat yang obat lama dateng kadang sudah di
tunggu lama tapi distributor mengirim surat kosong jadinya kita harus beli keluar
ke Non E-catalogue yang harganya tentu lebih mahal dan bakal makan waktu
lebih lama lagi” (Inf 05).
Faktor yang mempengaruhi ketersedian obat digudang adalah
keterlambatan waktu pengajuan pemesanan yang dilakukan, pemesanan dilakukan
pada saat stok obat hampir habis dan stok sudah habis. Hal ini dikarenakan
92
pengajuan yang terlambat dari gudang, tidak adanya sistem informasi sehingga
menyebabkan pemantauan jumlah obat digudang masih manual sehingga tidak
ada peringatan jika obat telah memasuki jumlah minimum stok. Selain itu terdapat
juga kendala dari waktu tunggu obat yang lama dari distributor obat dikarenakan
kekosongan obat pada distributor, dan ketidaksesuaian kontrak pada E-purchasing
bersama distbutor seperti jumlah obat yang tidak sesuai sehingga membuat pihak
gudang harus mengirim permintaan pembelian obat lagi dan memakan waktu
lebih lama, sehingga waktu tunggu obat menjadi lebih lama, selain itu juga pernah
terjadi kekosongan obat secara nasional . Hal ini berdasarkan hasil wawancara
kepada tiga informan, ketiganya menyebutkan bahwa kekosongan obat
dinpengaruhi oleh keterlambatan waktu pemesanan obat.
“ketersedian obat di gudang dipengaruhi oleh waktu pemesanan obat
yang diajukan pada saat stok obat mau habis sehingga stok obat di gudang jadi
kosong, selain itu juga terkadang kendala dari obat E-purchasing juga sering
menghambat, selain itu juga memang ada kekosongan obat secara nasional.” (inf
01).
“Faktor yang mempengaruhi kekosongan obat di tahun ini salah satunya
keterlamabatan pengajuan pemesanan dari kita (gudang). Pemesanan yang
terlambat tidak bisa mengcover kebutuhan obat di rumah sakit sehingga terjadi
kekosongan obat, ini karena kita belum mempunyai sistem informasi digudang
jadi kita tidak mengetahui jika jumlah obat telah memasuki jumlah minimum.
Selain itu juga keterlambatan pengiriman dan ada beberapa obat yang tidak
terealisasi menjadi salah satu faktor kekosongan obat” (inf 02).
93
“ kosongnya obat di gudang tahun ini dikarenakan oleh beberapa hal,
yaitu pembelian yang dilakukan pengirimannya sering terlambat. Lalu kita juga
terlambat mengajukan pemesanan sehingga kita tidak bisa mengcover kebutuhan
obat. Ini karena monitoring yang kita lakukan digudang masih manual “ (inf 05)
Berdasarkan penjelasan diatas disimpulkan bahwa ketersediaan obat di
gudang terdapat kekosongan obat yang berjumlah 127 macam obat dan 62 obat
yang mempunyai stok hampir habis pada tahun 2016. Penyebab kekosongan obat
ini adalah terlambatnya pengajuan pemesanan yang dilakukan dikarenakan tidak
adanya sistem informasi yang memberikan peringatan jika jumlah obat telah
minimum, selain itu juga terdapat kendala dari waktu pengiriman obat E-
purchasing ,tidak terealisasinya semua obat yang dipesan dan pernah terdapat
kekosongan obat secara nasional..
94
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif deskriftip. Pengumpulan
data dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara, observasi dan telaah
dokumen. Adapun keterbatasan dalam penelitian yang dilakukan tentang
penerapan pengadaan obat berdasarkan E-catalogue secara E-purchasing di
Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan tahun 2016 antara lain :
1. Peneliti tidak bisa menelaah dokumen terkait anggaran yang disediakan
oleh Rumah Sakit untuk pelaksanaan pengadaan dikarenakan izin yang
tidak diberikan oleh pihak rumah sakit.
2. Peneliti tidak bisa melakukan wawancara dengan Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK), dikarenakan tebatasnya ruang lingkup penelitian yang
diizinkan pihak rumah sakit.
6.2. Pengadaan Obat secara E-purchasing di Rumah Sakit
Pengadaan merupakan salah satu kegiatan yang terdapat dalam siklus
manajemen logistik. Kegiatan pengadaan mencakup kegiatan perencanaan dan
penentuan kebutuhan sampai dengan penerimaan logistik. (Irmawati, 2014).
Pengadaan obat secara E-purchasing merupakan salah satu cara dalam proses
pembelian yang di tetapkan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan fasilitas
kesehatan terutama Rumah sakit dalam kebutuhan obat yang bermutu dan serta
harga yang sesuai. Di rumah sakit, kegiatan pengadaan obat merupakan salah satu
dari bagian siklus manjemen farmasi. Kegiatan pengadaan obat di rumah sakit
menjadi tanggung jawab istalasi farmasi rumah sakit (Permenkes, 2014).
95
Pengadaan obat secara E-purchasing telah dijalankan pihak Rumah Sakit
Umum Kota Tangerang Selatan semenjak peraturan itu dikeluarkan yaitu 2013
sampai dengan sekarang. Untuk melihat bagaimana implementasinya di rumah
sakit digunakannlah teori Logic Models dengan melihat dari input sampai dengan
output dari program atau kebijakan E-catalogue ini.
Input dari pengadaan obat secara E-purchasing ini adalah Sumber daya
manusia , anggaran, prosedur, sarana dan prasarana. Proses dari pengadaan obat
secara E-purchasing adalah bermula dari perencanaan kebutuhan, pemesanan
obat, perjanjian kontrak, serta pengiriman obat. Untuk output dari pengadaan obat
secara E-purchasing sendiri adalah ketersediaan obat di Rumah Sakit Umum kota
Tangerang Selatan.
6.3. Input Pengadaan obat secara E-purchasing
Input merupakan masukan yang perlu disediakan atau harus tersedia untuk
melaksanakan seuatu kegiatan atau proses. Input memegang peranan yang penting
dalam suatu sistem. Jika input tidak tersedia dengan baik, maka dapat
menghambat kegiatan yang terjadi dalam proses pada suatu sistem, bahkan dapat
menghambat suatu sistem dalam mencapai tujuannya.
Dalam penelitian ini kegiatan pengadaan obat berdasarkan E-catalogue suatu
Rumah sakit harus dapat menyediakan input yang menunjang proses kegiatan
tersebut. input dari pengadaan obat secara E-purchasing ialah Sumber daya
manusia, Anggaran, prosedur, Sarana dan Prasarana.
96
6.3.1. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan faktor penentu tercapainya suatu tujuan
organisasi. Sumber daya manusia merupakan asset yang sangat penting dari suatu
organisasi. Keberhasilan dari suatu organisasi hanya dapat dicapai jika peraturan
atau kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan manusia dari organisasi
tersebut saling berhubungan dan memberikan sumbangan terhadap pencapaian
tujuan organisasi (Hamid, 2014).
Sumber daya manusia di bidang kesehatan atau SDM Kesehatan
merupakan semua orang yang kegiatan pokoknya ditujukan untuk meningkatkan
kesehatan. SDM Kesehatan di bidang farmasi di bagi menjadi dua klasifikasi yaitu
untuk pekerjaan kefarmasian yaitu Apoteker dan Tenaga teknis kefarmasian
(Standar Pelayanan Farmasi, 2014)
Sumber daya yang bertugas di dalam proses pengadaan obat di Rumah
Sakit Umum Kota Tangerang Selatan berjumlah 4 orang yaitu terdiri dari dari
pejabat pengadaan APBD dua orang dan pejabat pengadaan BLUD satu orang
serta ditambah dengan satu Staff. Untuk perencanaan obat farmasi atau pengadaan
secara E-purchasing sendiri terdiri dari kepala instalasi farmasi, dengan dibantu
oleh koordinator perencanaan. Ketersediaan SDM terkait dengan pengadaan obat
secara E-purchasing dapat dilihat dari dua aspek yaitu kuantitas dan kualitas.
Secara kuantitas jumlah sumber daya yang dimiliki rumah sakit masih
kurang terkait dengan proses pengadaan obat secara E-purchasing. Petugas
pengadaan obat secara E-purchasing memiliki tugas tambahan selain dari tugas
utamanya dalam pengadaan obat. Tugas tambahan yang lebih maka akan
97
mengganggu kinerja dari petugas, hal ini juga ditemukan di dalam penelitian
Ningsih (2013) di dalam penelitiannya di Rumah Sakit Mata Dr. YAP Yogyakarta
menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara beban kerja dengan kinerja
karyawan atau tenaga kesehatan di rumah sakit, semakin besar beban kerja makin
menurun juga kinerjanya. Penelitian ini juga berbanding lurus dengan penelitian
yang dilakukan Suryaningrum (2015) bahwa terdapat hubungan antara beban
kerja denga stress kerja petugas kesehatan atau perawat di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta.
Selain itu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Adyaksa (2015)
bahwa keterbatasan sumber daya serta sumber daya yang telah memiliki tupoksi
lain menjadikan tim pengadaan obat berdasarkan E-catalogue secara E-
purchasing tidak efektif menjalankan proses pengadaan tersebut.
Peningkatan dan pengembangan kualitas SDM Kesehatan yang dimiliki
instansi kesehatan akan mampu menunjang tercapainya suatu pelayanan kesehatan
yang efektif dan efisien pada era JKN (Badan PPSDM Kesehatan RI, 2013).
Secara kualitas, sumber daya yang dimiliki oleh Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang Selatan sudah cukup memiliki kompetensi terkait dengan proses
pengadaan serta telah memiliki latar belakang pendidikan Kefarmasian. Kualitas
Sumber daya ini bisa dilihat dengan pemahaman terhadap prosedur kerja yang
telah diterapakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
Berdasarkan standar pelayanan farmasi di rumah sakit tahun 2014 instalasi
farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang sesuai
dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan
98
instalasi farmasi rumah sakit. Ketua instalasi farmasi harus dipegang oleh
Apoteker serta dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian. Sumber Daya yang ada di
Instalasi Farmasi RSU Kota Tangerang Selatan jika dilihat dari kualitas telah
sesuai dengan peraturan tersebut dengan dikepalai oleh Apoteker dan dibantu oleh
tenaga teknis kefarmasian, sementara secara kuantitas masih kurang dikarenakan
petugas yang memegang tugas adalah petugas yang memiliki rangkap tugas.
6.3.2. Anggaran
Anggaran merupakan input dari Pengadaan Obat secara E-purchasing.
Anggaran berfungsi sebagai alat bantu bagi manajemen untuk mencapai tujuan
dari organisasi, karena anggaran merupakan alat perencanaan dan pengendalian
dalam aktivitasi di dalam organisasi (Sirait, 2006) . Anggaran yang ada di Rumah
Sakit ditujukan untuk biaya operasional dalam kegiatan yang ada di rumah sakit.
Anggaran ini berasal dari berbagai sumber. Berdasarkan Undang-undang No. 4
tahun 2009 tentang Rumah Sakit, sistem pembiayaan di rumah sakit dapat
bersumber dari penerimaan rumah sakit , anggaran pemerintah, subsidi anggaran
pemerintah daerah, subsidi pemerintah daerah atau sumber lain yang tidak
mengikat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Ketersediaan Anggaran berperan besar dalam penentuan perencanaan obat,
dengan anggaran yang baik maka akan mempermudah proses perencanaan obat
yang akan di teruskan ke dalam pengadaan. Menurut Irmawati (2014) proses
dalam perencanaan obat salah satunya adalah penyesuaian antara anggaran dan
pengadaannya yang dipertimbangkan prioritasnya.
99
Anggaran yang disediakan oleh Rumah Sakit Umum Kota Tangrang Selatan
untuk pengadaan telah disediakan. Anggaran ini bersumber dari dana APBD dan
BLUD. Berdasarkan wawancara mendalam anggaran yang disediakan adalah
anggaran untuk pengadaan secara umum baik E-purchasing ataupun non E-
purchasing. Anggaran yang telah disediakan telah cukup untuk melakukan
aktivitas pengadaan dan keseluruhan dana yang telah direncanakan di rumah sakit
selain itu setiap tahun anggaran di pengadaan meningkat. Selama ini belum
terdapat kendala terkait anggaran yang disediakan karena pihak rumah sakit
belum mengalami kekurangan dana saat melakukan pembelian obat.
Dalam penelitian ini melihat anggaran dari jumlah dana yang mencukupi dan
pemakaian dana yang tepat. Untuk jumlah dana di Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang selatan telah mencukupi untuk terselenggaranya pengadaan obat secara
E-purchasing karena anggaran yang berasal dari dua sumber serta petugas
pengadaan tidak mengalami kekurangan biaya untuk melakukan pembelian obat
secara E-purchasing , dan hal ini juga terlihat dari jumlah dana yang tersedia telah
menucukpi keseluruhan dana yang dibutuhkan, sehingga proses pengadaan bisa
berjalan dengan baik. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Afriadi (2005) dan Ukai (2009) bahwa pengadaan obat yang berjalan dengan
baik mendapatkan dukungan dari beberapa sumber anggaran dan tepatnya jadwal
kedatangan obat.
Selain itu anggaran juga dilihat dari segi pemakaiaannya atau penggunaannya
berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan bersama beberapa petugas
pengadaan diketahui bahwa pemanfaatan dana telah dilakukan secara maksimal,
dana yang digunakan tidak bersisa, semua dana dikeluarkan untuk melakukan
100
pembelian obat secara E-purchasing dan non E-purchasing sehingga anggaran
yang disediakan telah digunakan secara maksimal untuk pengadaan obat secara E-
purchasing.
Pemanfaatan Penggunaan dana untuk pembelian yang ada di rumah sakit
telah digunakan secara maksimal dengan mengadaakan semua obat yang telah
direncanakan. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Octadevi (2016) di RSUD Kabupaten Sukoharjo penggunaan dana tidak maksimal
dikarenakan tidak semua obat yang direncanakan di adakan, RSU Kota Tangsel
lebih baik dalam penggunaan anggaran karena telah menggunakaan anggaran
dengan maksimal dilihat dari semua obat yang direncanakan telah di adakan.
Berdasarkan penjelasan diatas diketahui bahwa Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Tangerang Selatan telah memiliki anggaran yang cukup untuk melakukan
pengadaan obat secara E-purchasing, serta telah memanfaatkan dana secara
maksimal untuk melakukan pengadaan obat secara E-purchasing.
6.3.3. Kebijakan
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar
rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak.
Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor
swasta serta individu (Supriyanto, 2014). Kebijakan Pengadaan obat berdasarkan
E-catalogue secara E-purchasing bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam
akses pengadaan obat di indonesia. Kebijakan ini keluar pada tahun 2013 dan
mengalami sedikit perubahan pada tahun 2014.
101
Pelaksanan pengadaan obat secara E-purchasing di Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang Selatan telah ditunjang dengan petunjuk teknis pelaksanaan. Petunjuk
teknis pelaksanaan diberikan melalui sosialisasi yang dilakukan oleh pihak LKPP.
Petunjuk teknis pelaksanaan proses pengadaan obat secara E-purchasing telah
diatur dan ditetapkan dalam peraturan menteri kesehatan No. 63 tahun 2014
tentang Pengadaan obat berdasarkan E-catalogue secara E-purchasing.
Pada setiap tahunnya terdapat perubahan terhadap petunjuk teknis pengadaan
obat secara E-purchasing, tetapi perubahan ini didampingi oleh sosialisasi
ataupun bimbingan dari LKPP sehingga petugas mudah untuk memahami
perubahan yang telah dibuat. Selain petunjuk teknis pengadaan di Rumah Sakit
Umum Kota Tangsel juga terdapat prosedur kerja yang harus di terapkan.
Prosedur kerja merupakan bagian dari input pengadaan obat, menurut
Nuraida (2008) prosedur merupakan metode-metode yang dibutuhan untuk
menjalani aktivitas-aktivitas yang akan datang, urutan aktivitas untuk mencapai
tujuan tertentu dan pedoman untuk bertindak. Prosedur kerja yang baik akan
membuat koordinasi kerja yang jelas dan dan baik juga tentunya. Rumah Sakit
Umu Kota Tangerang Selatan telah membuat Prosedur kerja untuk setiap kegiatan
yang ada di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.
Prosedur kerja pengadaan obat dibuat secara umum yaitu untuk semua tata
cara pembelian baik E-purchasing dan Non E-purchasing karena untuk secara
teknisnya telah diberikan petunjuk teknis untuk pembelian obat. Berdasarkan hasil
Wawancara mendalam diketahui bahwa Sumberdaya pengadaan telah memahami
dan menjalankan prosedur ataupun juknis tentang pengadaan berdasarkan E-
102
catalogue secara E-purchasing dikarenakan selain prosedurnya mudah dipahami
pihak rumah sakit juga diberikan bimbingan dari pihak pemerintah. Pengetahuan
dan pemahaman terhadap prosedur merupakan hal yang penting, berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Sa’adah Dkk (2014) diketahui bahwa pentingnya
memahami SOP, pengetahuan terhadap SOP merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi efisiensi perbekalan Farmasi di Instalasi Bedah Sentral Rumah
Sakit umum Daerah Gambiran Kediri.
Petunjuk teknis pelaksanaan pengadaan obat berdasarkan E-catalogue juga
sudah disebarkan keseluruh satuan kerja di bidang kesehatan dan telah dilakukan
sosialisasi mengenai juknis tersebut. Pada pelaksanaan prosedur serta petunjuk
teknis yang ada sudah mulai dijalankan petugas baik berupa prosedur pengadaan,
perencanaan kebutuhan obat, penerimaan obat serta petujuk teknis pengadaan obat
secara E-purchasing.
Berdasarkan penjelasan diatas diketahui bahwa petugas pengadaan di Rumah
Sakit Umum Kota Tangerang Selatan yang telah mealkukan pengadaan obat
secara E-purchasing telah memahami petunjuk teknis yang diberikan serta telah
menajalankan prosedur yang ada di rumah sakit .
6.3.4. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan salah satu input yang harus disiapkan untuk
menjalankan suatu kegiatan. Dalam Permenkes RI No 58 tentang standar
pelayanan farmasi di rumah sakit, pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang
meliputi 2 (dua) kegiatan yaitu yang bersifat manajerial dan klinik. Kegiatan
tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana dan peralatan.
103
Untuk sarana dan prasarana yang harus disediakan agar menunjang kegiatan
prengadaan obat secara E-purchasing di Rumah Sakit maka diperlukan fasilitas
utama seperti ruang kantor/administrasi. Serta didukung oleh macam-macam
peralatan yaitu meja, kursi, lemari buku/rak, komputer/mesin tik, alat tulis kantor,
telepon (Permenkes No 58 2014). Lalu untuk mendukung kelancaran pembelian
obat secara E-purchasing diperlukan akses internet.
Berdasarkan PMK No 63 dijelaskan bahwa pembelian secara E-purchasing,
pembelian secara E-purchasing dilakukan dengan menggunakan akses jaringan
internet. Akses internet merupakan penghubung dalam pembelian secara E-
purchasing, menurut Evaluasi yang dilakukan oleh Direktorat Bina Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan pada tahun 2014 dan 2015 diketahui bahwa akses
jaringan internet masih menjadi kendala di beberapa daerah (Direktorat Bina Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2016). Kendala internet ini tidak ditemukan di
Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan, karena akses internet yang ada di
rumah sakit stabil, hal ini dilihat dari hasil wawancara dan observasi yang
dilakukan peneliti. Selain itu menurut Sumarni, Dkk (2015) di dalam
penelitiannya menyebutkan bahwa kemudahan akses internet berhubungan
dengan proses pengadaan.
Sarana dan prasarana yang lengkap akan membantu kelancaran proses
kegiatan di Farmasi yaitu berupa proses pengadaan obat secara E-purchasing.
Berdasarkan observasi dan wawancara mendalam serta telaah dokumen yang
dilakukan di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan diketahui bahwa untuk
kegiatan pengadaan telah mempunyai satu ruangan khusus pengadaan. Peralatan
104
yang ada diruangan ini seperti meja, kursi, lemari buku/rak, komputer/mesin tik,
alat tulis kantor, telepon, serta dilengkapi dengan akses internet yang cepat.
Berdasarkan penjelasan diatas diketahui bahwa Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang Selatan telah memiliki sarana dan prasarana yang telah menunjang
kegiatan proses pengadaan obat secara E-purchasing yaitu berupa satu ruangan
yang dilengkapi dengan meja, kursi, lemari buku/rak, komputer, alat tulis kantor,
telepon, serta akses internet yang stabil.
6.4. Proses Pengadaan Obat Berdasarkan secara E-purchasing
Berdasarkan Permenkes No 63 tentang Pengadaan obat berdasarkan E-
catalogue diketahui terdapat bebrapa proses yaitu ; proses perencanan kebutuhan
obat, proses pemesanan obat secara E-purchasing, proses pembuatan perjanjian
kontrak, dan proses pengiriman atau distribusi.
6.4.1. Proses Perencanaan Kebutuhan Obat
Perencanaan akan kebutuhan obat merupakan awal yang menentukan dalam
perencanaan obat. Tujuan perencanaan obat dan perbekalan farmasi yaitu untuk
menetapkan jenis serta jumlah obat dan perbekalan farmasi yang tepat, sesuai
dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk obat program kesehatan
yang telah ditetapkan (Irmawati,2014). Dalam proses pengadaan obat secara E-
purchasing perencanaan kebutuhan obat merupakan proses pertama yang
dilakukan untuk memperoleh obat (Permenkes RI No. 63 Tahun 2014).
Berdasarkan Permenkes RI No 58 tentang Standar pelayanan Farmasi di
rumah sakit tahun 2014, perencanan kebutuhan dilakukan untuk menghindari
kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
105
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara
lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan
disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Pedoman perencanaan juga harus
mempertimbangkan anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, sisa persediaan,
data pemakaian periode yang lalu, waktu tunggu pemesanan, dan rencana
pengembangan.
Berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan serta hasil dari telaah
dokumen Prosedur kerja perencanaan kebutuhan obat di Rumah Sakit Umum
Kota Tangerang Selatan diketahui bahwa RSU Kota Tangsel menggunakan
metode Konsumsi dalam menentukan Rencana kebutuhan obat di Farmasi.
Metode Konsumsi adalah metode yang diadasarkan atas analisa data konsumsi
obat tahun sebelumnya sehingga nanti hasilnya akan mendapatkan jumlah obat
yang diperlukan. Untuk memperoleh data kebutuhan obat yang mendekati
ketepatan, perlu dilakukan analisa trend pemakaian obat 3 (tiga) tahun sebelunya
atau lebih. Selain itu juga diperlukan data seperti daftar obat, sok awal,
penerimaan, pengeluaran, sisa stok, obat hilang/rusak ,kadaluarsa, kekosongan
obat, pemakaian rata-rata, waktu tunggu, stok pengaman, dan perkembangan pola
kunjungan. Data ini deperlukan untuk melakukan perhitungan dengan metode
konsumsi.
Untuk perencanaan pengadaan obat secara E-purchasing, dilakukan
dengan memisahkan pembelian secara E-purchasing dan non E-purchasing pada
saat perencanaan dilakukan petugas akan melihat ke website untuk menentukan
jumlah obat yang masuk di dalam E-catalogue . Setelah mengetahui berapa
jumlah obat yang harus dibeli, maka petugas bisa membuat paket pembelian
106
setelah melihat di E-catalogue obat apa saja yang ada, lalu dipisahkan obat yang
akan dibeli secara E-purchasing dan non E-purchasing.. Hal ini juga telah sesuai
dengan PMK No. 63 tahun 2014 bahwa sebelum melakukan pemesanan obat,
pejabat pengadaan akan melihat daftar obat di E-catalogue sehingga bisa
menentukan daftar paket pembelian obat berdasrkan E-catalogue secara E-
purchasing.
Berdasarkan penjelasan diatas diketahui bahwa Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang Selatan telah menerapkan perencanana kebutuhan obat sesuai dengan
PMK No. 63 tahun 2014 dan Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit yaitu
dengan menggunakan salah satu metode antara Konsumsi, Epidemiologi,
kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran
yang disediakan. Metode perencanan ini juga digunakan untuk semua cara
pembelian baik E-purchasing ataupun Non E-purchasing.
Perencanaan dengan menggunakan metode Konsumsi memang merupakan
salah satu cara dalam standar pelayanan Farmasi, tetapi untuk tujuan dari
perencanaan sendiri metode ini masih belum tepat digunakan, karena masih
ditemukan kekosongan obat di rumah sakit. Hal ini juga ditemukan dalam
penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2015) dan Badarudin (2015) bahwa
perencanaan pengadaan obat menggunakan metode konsumsi kurang sesuai
dengan kebutuhan serta tidak dapat dijadikan dasar pengkajian penggunaan obat
sehingga sering terjadi kekurangan stok obat pada gudang Farmasi .
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Istinganah (2006) menunjukkan
bahwa kegagalan dalam melakukan perencanaan kebutuhan obat dapat
107
mengakibatkan kekosongan stok obat di rumah sakit. Hal ini juga sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Yulistiani (2014) mengenai analisis kebutuhan
obat di RSUD Pahuwato menyebutkan bahwa ketidaktepatan dalam menentukan
jenis obat dan kekosongan stok disebabkan karena lemahnya proses perencanaan
kebutuhan obat di Rumah sakit tersebut. Hal ini menunjukkan pentingnya proses
perencanaan kebutuhan obat dalam menunjang ketersedian jumlah obat dalam
kesehatan.
Berdasarkan penjelasan diatas diketahui bahwa Rumah sakit Umum Kota
Tangerang Selatan telah melakukan perencanaan kebutuhan obat dengan
menggunakan salah satu metode yang ada pada Standar Pelayanan Kefarmasian
2014 tetapi Perencanaan yang dilakukan oleh petugas perencanaan masih belum
sesuai dengan tujuan perencanaan kebutuhan obat yaitu menghindari kekosongan
obat.
6.4.2. Proses Pemesanan Obat
Proses pemesanan obat merupakan langkah dalam pembelian obat setelah
dilakukan perencanaan obat sebelumnya, dalam melakukan proses pemesanan
petugas pengadaan juga harus mempertimbangkan aspek distributor/penjual, serta
lokasi penjual, sehingga dapat menghindari waktu tunggu yang lama dan
mendapatkan obat yang berkualitas. (Irmawati, 2014)
Setelah dikeluarkannya kebijakan pengadaan obat berdasarkan E-catalogue
oleh pemerintah, proses pemesanan ob
108
at sekarang bisa dilakukan dengan cara E-purchasing yaitu tata cara
pembelian Barang/jasa dalam hal ini obat melalui sistem katalog elektronik (PMK
No. 63 tahun 2014).
Pada awal di keluarkannya kebijakan pengadan obat berdasarkan E-catalogue,
rumah sakit Umum Kota tangerang Selatan telah menerapkan peraturan tersebut
yaitu pada tahun 2013 sampai dengan sekarang. Proses pemesanan obat
berdasarkan E-catalogue secara E-purchasing di rumah sakit umum kota Tangsel
dilakukan oleh beberapa pihak, berawal dari pihak perencanaan yang mengajukan
ke kepala Instalasi Farmasi untuk di tandatangani. Setelah itu diteruskan ke kabid
penunjang dalam hal ini sebgai PPK , maka kabid penunjang akan memberikan
nota dinas ke pejabat pengadaan untuk melakukan pembelian secara E-purchasing
ataupun non E-purchasing.
Proses pemesanan obat yang dilakukan oleh Rumah Sakit Umum Kota
Tangsel dilakukan dengan menggunakan cara E-purchasing tetapi jika
mengahadapi beberapa kendala maka akan dilakukan pembelian di luar E-
purchasing. Pemebelian diluar E-purchasing bisa dilakukan dengan metode lelang
ataupun penunjukan langsung. Penggunaaan metode luar E-purchasing dilakukan
karena petugas pengadaan mendapatkan kendala berupa kekosongan obat di E-
catalogue sehingga tidak bisa dilakukan pembelian secara E-purchasing. Lalu
tidak mendapatkan konfirmasi dari penyedia obat terhadap pemesanan yang
dilakukan, serta pengiriman yang lama dari distributor obat sehingga petugas
membeli obat diluar E-purchasing untuk memenuhi kebutuhan obat di rumah
sakit.
109
Pembelian obat dengan menggunakan cara di luar E-purchasing ini telah
sesuai dengan Permenkes RI No 63 tentang Pengadaan obat berdasarkan E-
catalogue secara E-purchasing tahun 2014 dan Implementasi Pengadaan obat
berdasarkan E-catalogue tahun 2016 dan evaluasi implementasi tahun 2014 dan
2015 (Direktorat bina obat publik dan perbekalan kesehatan, 2016) bahwa jika
ditemukan kendala dalam tidak terdapatnya item obat di portal E-catalogue
sehingga tidak bisa melakukan proses pembelian secara E-purchasing, serta
kendala lain yang tidak memungkinkan melakukan pemeblian secara E-
purchasing bisa dilakukan pembelian yang sesuai dengan peraturan presiden No.
70 tahun 2012, pembelian ini bisa menggunakan metode lelang dan penunjukan
langsung serta dengan metode lainnya.
Sehingga berdasarkan penjelasan diatas Rumah Sakit Umum Kota Tangerang
Selatan telah melakukan pembelian diluar E-purchasing sesuai dengan keadaan
yang ditentukan oleh Permenkes RI No 63 tahun 2014 dan Direktorat bina obat
publik dan perbekalan kesehatan 2016.
Pembelian dengan menggunakan prosedur E-purchasing di Rumah Sakit
Umum Kota Tangerang Selatan melewati berapa tahapan, Berdasarkan pedoman
teknis Pengadaan Obat berdasarkan E-catalogue Berawal dari PPK membuat
rencana pelaksanaan pengadaan (perencanaan ini berawal dari perencanaan
farmasi di gudang) , lalu pejabat pengadaan login pada website dan memilih
aplikasi E-procrument dan E-purchasing untuk membuat paket, lalu input dan
kirim data pembelian permintaan pembeliaan, setelah mengirimkan permintaan
pembeliaan maka akan dirimkan persetujuan pembeliannya dari penyedia bisa
berupa penolakan atau penerimaan setelah itu barulah dilakukan perjanjian
110
kontrak dan pelaksanaan kontrak. Berdasarkan penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan telah
menerapkan petunjuk teknis dari pemerintah dalam pemesanan obat dengan cara
E-purchasing dan mengacu kepada Permenkes RI No 58 tahun 2014
Pada proses pemesanan secara E-purchasing, pihak rumah sakit sering
menemukan kendala dalam prosesnya sehingga mengganggu dalam pelaksanaan
pembelian obat. Kendala itu berupa pada saat menunggu persetujuan dari pihak
penjual, sehingga petugas pengadaan harus menunggu lama sedangkan kebutuhan
rumah sakit harus diselesaikan segera. Masalah ini juga ditemukan dalam hasil
evaluasi rutin Direktorat Bina Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan pada tahun
2014-2015 pada laporan keluhan dari Satker (satuan kerja) bahwa masih ada
kendala dalam lambatnya respon penyedia terhadap pemesanan dan sulit dalam
menghubungi penyedia obat (Direktorat bina obat publik dan perbekalahan
kesehatan, 2016)
Respon penyedia terhadap pesanan melalui E-purchasing telah di tetapkan
dalm kontrak payung baru bahwa lamanya respon menanggapi pesanan melalui E-
purchasing paling lambat 7 hari Kalender (Sosialiane, 2015). Pada proses
pemesanan yang dilakukan oleh pihak RSU Kota Tangsel diketahui bahwa pihak
pengadaan sering mendapatkan respon yang lambat dari penyedia, terkadang
dalam satu pembelian bisa menunggu respon dari penyedia lebih dari waktu 7
hari. Terlambatnya respon dari pihak penyedia sebenarnya bisa dikenakan sanksi
karena tidak menggapi pesananan melalui E-purchasing, sanksi ini bisa berupa
peringatan tertulis (SP1, SP2). Dan apabila SP ini tidak ditindaklanjut, penyedia
barang/jasa dikenakan 5% dari totoal nilai pesanan/transaksi (Hukomas Setdijen,
111
2015). Penerapan sanksi ini masih belum diterapkan karena belum ada tindak
lanjut akan ketidakpatuhan penyedia obat ini di rumah sakit. Respon yang lama
dari penyedia ini ini membuat pihak rumah sakit harus melakukan pembelian obat
di luar E-catalogue agar bisa memenuhi kebutuhan di rumah sakit.
Kepatuhan penyedia atau distributor obat dalam peraturan pengadaan obat
berdasrkan E-catalogue ini memang masih sangat rendah, hal ini dilihat dengan
seringnya pihak distributor tidak menerapkan aturan yang telah ditetapkan. Hal ini
juga ditemukan di dalam evaluasi Implementasi pengadaan obat berdasarkan E-
catalogue pada tahun 2014 dan 2015 oleh Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan kesehatan, yaitu masih ditemukan keluhan dari pihak rumah sakit
terhadap lambatnya respon dari penyedia obat tak hanya itu terdapat juga keluhan
terhadap pemenuhan obat yang tidak sesuai oleh penyedia obat (Direktorat bina
obat publik dan perbekalahan kesehatan, 2016)
Selain kendala diatas juga ditemukan kendala dalam waktu pemesanan yang
dilakukan petugas pengadaan. Menurut standar pelayanan kefarmasian tahun 2014
salah satu faktor yang harus diperhatiakan dalam pembelian obat adalah
penentuan waktu pengadaan atau pemesanan. Diketahui bahwa pada tahun 2016
petugas pengadaan sering melakukan pembelian pada saat stok obat hampir habis
dan stok obat kosong. Hal ini tidak sesuai dengan standar pelayanan kefaramasian
bahwa waktu pemesanan obat harus memperhatikan safety stok obat di rumah
sakit sehingga menghindari dari kekosongan obat.
Menurut Heizer dan Render (2010) pemesanan yang dilakukan pada waktu
yang tepat akan menghindari kehabisan persedian atau stok kosong. Waktu
112
pemesanan yang tepat akan menghindari kekosongan obat di rumah sakit, hal ini
juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amiati (2009) di Rumah Sakit
Islam Cempaka Putih diketahui salah satu faktor yang mempengaruhi kekosongan
obat adalah keterlambatan pemesanan obat yang dilakukan oleh petugas.
Keterlambatan pemesanan yang dilakukan oleh petugas pengadaan
dikarenakan pengajuan dari gudang yang terlambat hal ini dikarenakan pihak
gudang masih menggunakan sistem manual, sehingga pengajuan sering dilakukan
ketika stok obat habis. Belum terdapat sistem yang terhubung di gudang obat
menyebabkan tidak adanya warning jika stok sudah memasuki jumlah yang
minimum atau sedikit. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Anindito (2011)
Dengan sistem informasi di gudang pencarian yang sebelumnya membutuhkan
waktu lama menjadi lebih cepat karena lokasi setiap obat terdata dengan rapi dan
dengan adanya sistem informasi ini semua data mengenai obat dapat terdata,
sehingga memudahkan pegawai gudang dalam mengontrol kondisi kadaluarsa
obat.
Selain itu menurut penelitian yang dilakukan oleh (Anumerta dan
Mahendrawathi, 2013) dengan adanya sistem informasi yang terprogram dapat
memberikan informasi yang up to date tentang persediaan yang tersisa dan
permintaan kebutuhan dari waktu ke waktu sehingga membantu dalam evaluasi
dan pengambilan keputusan yang lebih baik. Selain itu dengan menerapkan sistem
warning (Alert ROP) akan memberi peringatan jika terjadi kehabisan obat
sehingga bisa menyiapkan pasokan lebih awal sehingga pelayanan pasokan dan
pelayanan ke pasien lebih terjamin.
113
Berdasarkan penjelasan diatas diketahui bahwa pihak rumah sakit telah
menerapkan proses pemesanan obat secara E-purchasing dan Non E-purchasing
sesuai dengan PMK No. 63 tentang Pengadaan obat berdasarkan E-catalogue
secara E-purchasing, Tetapi waktu pemesanan obat yang dilakukan sering
terlambat dikarenakan belum terdapat sistem informasi yang memberikan
peringatan jika obat telah memasuki jumlah yang minimum.
6.4.3. Proses Perjanjian Kontrak secara E-Purchasing
Kontrak atau juga sering disebut surat perjanjian merupakan perjanjian antara
berbagai pihak yang akan terkena dampak hukum (Abrams, 2008). Bentuk suatu
perjanjian yang dibuat secara tertulis (kontrak), salah satunya adalah adanya
pembubuhan tanda tangan dari pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian
tersebut. tanda tangan, selain berfungsi sebagai wujud kesepakatan, juga sebagai
wujud persetujuan atas tempat, waktu, dan isi perjanjian yang dibuat (Wicaksono,
Frans Satrio. 2008).
Perjanjian Kontrak dalam pengadaan E-catalogue secara E-purchasing adalah
perjanjian tertulis antara pembeli dan penjual dalam hal ini antara PPK dengan
Penyedia barang/jasa atau pelaksana swakelola. Perjanjian kontrak dilakukan
untuk membuat kesepakatan antara kedua belah pihak sehingga antara kedua
belah pihak harus menaati kesepakatan yang telah dibuat bersama. Perjanjian
kontrak dalam pengadaan Farmasi dilakukan untuk (PMK No. 63 Tahun 2014).
Proses perjanjian kontrak yang dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen di
Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan dimulai dari proses E-purchasing
yang dilakukan sebelumnya, setelah itu PPK (pembeli) mengunduh format
114
kontrak pengadaan dan melakukan kontrak dengan distributor/pelaksana
pekerjaan yang ditunjuk oleh penyedia. Kesepakatan yang sudah ada dalam
contoh format kontrak dapat ditambah maupun dikurangi sesuai dengan perjanjian
yang disepakati antara PPK (pembeli) dengan distributor/pelaksana pekerjaan
tersebut.
Berdasarkan penjelasan diatas diketahui bahwa proses perjanjian kontrak yang
dilakukan di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan telah sesuai dengan
petunjuk teknis dan mengacu pada Permenkes RI No. 58 tahun 2014 tentang
pengadaan obat berdasarkan E-catalogue.
6.4.4. Proses Pengiriman atau ditribusi obat
Proses pengiriman atau distribusi obat adalah proses dimana penyedia atau
distributor mengirimkan pesanan obat berdasarkan perjanjian kontrak yang
ditetapkan. Pengiriman ini harus sesuai dengan kontrak yang dibuat, kontrak yang
dibuat berisikan jumlah obat, keterangan obat, ukuran obat, masa kadaluarsa obat,
serta waktu tunggu obat.
Proses pengiriman dari distributor akan diterima di Rumah sakit, bagian ini
disebut penerimaan barang/jasa yaitu berupa obat. Menurut Standar Pelayanan
Farmasi di rumah sakit penerimaan merupakan kegiatan menjemanin kesesuaian
jenis, spesifikasi, jumlah mutu, waktu penyerahan dan harga uang tertera dalam
kontrak atau surat pesanana dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen
terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik. Berdasarkan hasil Telaah
dokumen di RSU Kota Tangerang Selatan diketahui bahwa proses penerimaan
obat dari distributor di RSU Kota Tangsel dengan mengikuti prosedur yang telah
115
ditetapkan, ketika obat datang maka obat akan diterima oleh pihak penerima hasil
pekerjaan (PPHP) untuk di cek jumlah, fisik barang, dan nomor batchnya sesuai
dengan perjanjian pembelian secara E-purchasing sebelumnya.
Berdasarkan hasil dari laporan pembelian obat berdasarkan E-catalogue secara
E-purchasing diketahui semua jenis obat yang dipesan telah seusuai dengan yang
diterima tetapi untuk realisasi kontrak pada saat pengriman obat tidak sampai
100% yaitu hanya sebesar 98,29%. Hal ini menunjukkan bahwa ada
ketidaksesuaian antara kesepakatan yang dibuat oleh pihak rumah sakit dengan
pihak distributor. Ketidaksesuaian ini akan merugikan pihak rumah sakit dalam
memenuhi kebutuhannya di Rumah Sakit. Ketidaksesuaian ini juga terjadi pada
penelitain Adyaksa (2014) yang dilakukan di Dinkes Kota Denpasar bahwa
distribusi obat pernah mengalami keterlambatan dan realisasi obat tidak mencapai
100%. Selain itu hal ini juga ditemukan di dalam hasil Evaluasi Implementasi
pengadaan obat berdasarkan E-catalogue bahwa terdapat keluhan dari Satker
(Satuan Kerja) bahwa masih ada industri farmasi yang sampai saaat ini belum
memenuhi semua pesanan dari Satker.
Selain itu sering dilakukan perpanjangan waktu atau addendum (perubahan
kontrak). Perpanjangan waktu ini menjadikan pihak gudang harus mengajukan
usulan permintaan lagi karena untuk mengatisipasi kekosongan obat di gudang,
serta dengan keterlambatan waktu ini mengakibatkan ketidakasesuaian dengan
perencanaan yang dibuat. Kendala dalam waktu tunggu yang lama ini juga di
dapatkan pada salah satu kendala dalam ketersediaan obat di era JKN : E-
catalogue obat pada tahun 2013-2015 salah satu kendalanya adalah waktu tunggu
yang lama (Engko, 2016). Menurut Anshari (2009) keterlambatan mengantarkan
116
barang oleh supplier merupakan salah satu masalah yang sering timbul dalam
proses pengadaan obat yang berakibat pada kekosongan obat. Hal ini juga sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Adyaksa di kota Denpasar bahwa distribusi
obat pernah mengalami keterlambatan dan realisasi obat tidak mencapai 100%.
Ketidaksanggupan distributor dalam memenuhi kontrak yang telah dibuat
ini menyebabkan petugas pengadaan harus membeli lagi obat yang kurang serta
obat yang belum datang sehingga kebutuhan obat di rumah sakit terpenuhi.
Pembelian obat diluar E-purchasing memiliki perbedaan dengan jumlah harga
yang terkadang sebagian besar lebih mahal dari pembelian dengan menggunakan
E-purchasing, selain itu proses pembelian obat yang tidak sebentar membuat stok
yang ada di rumah sakit menjadi sedikit dan terkadang kosong. Hal ini juga
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2011) menyebutkan bahwa
salah satu faktor yang menyebabkan ketidaksesuaian Perencanaan dan Pengadaan
obat adalah waktu tunggu obat. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Pujawati
di Rumah sakit Panti Yogyakarta tahun 2015 menunjukkan bahwa waktu tunggu
obat (lead time) sangat mempengaruhi safety stok di gudang.
Berdasarkan penjelasan diatas diketahui bahwa Penerapan Permenkes RI No.
63 tahun 2014 tentang pengadaan obat berdasarkan E-catalogue telah diterapkan
dengan baik oleh RSU Kota Tangerang Selatan, tetapi dalam penerapan ini juga
terdapat kendala, dalam hal penerimaan obat yaitu jumlah obat yang dipesan tidak
sesuai dengan pesanan serta perpanjangan waktu pelaksanaan yang di ubah
(addendum) sehingga mempengaruhi ketersediaan obat di Rumah Sakit Umum
Kota Tangerang Selatan.
117
6.5. Output pengadaan obat secara E-purchasing
Output dari pengadaan obat secara E-purchasing adalah ketersediaan obat
yang ada di gudang. Ketersediaan obat merupakan salah satu aspek yang sangat
penting pada suatu pelayanan kesehatan karena penanganan dan pencegahan
berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat atau
farmakoterapi. Sehingga keberadaan obat di rumah sakit menjadi penting dan
harus selalu tersedia, sebab jika rumah sakit tidak dapat menyediakan obat maka
proses pelayanan di rumah sakit akan terhambat. Karena obat merupakan barang
penting yang harus tersedia di rumah sakit, maka setiap rumah sakit harus
berupaya untuk melakukan pengelolaan obat termasuk kegiatan pengawasan atau
pengendalian persediaan yang berfungsi untuk menciptakan keseimbangan antara
persediaan dan permintaan (Aditama, 2000).
Ketersediaan obat di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan pada
tahun 2016 sering di temukan stok yang kosong di gudang selain itu juga terdapat
obat yang memiliki jumlah yang hampir habis. Diketahui bahwa terdapat
sebanyak 30 macam obat dan 35 macam obat yang mempunyai stok yang hampir
habis di gudang RSU Kota Tangsel dan dari 65 jenis obat yang kosong dan
hampir habis 32.30% dari jumlah tersebut adalah obat yang dibeli secara E-
purchasing . hal ini tidak sejalan dengan indikator yang telah ditetapkan oleh
Dirjend Bina Kefarmasian dan alat kesehatan 2010 bahwa persentase stok mati
seharusnya 0% atau tidak sama sekali ada kekosongan obat.
Berdasarkan hasil diatas diketahui bahwa gudang farmasi RSU Kota
Tangerang Selatan belum mempunyai ketersediaan obat yang cukup untuk
kebutuhan rumah sakit. Kekosongan dan kekurangan obat di gudang menjadi
118
salah satu masalah dalam ketersedian obat di gudang. Penyebab kekosongan dan
kekurangan jumlah obat di gudang RSU Kota Tangerang Selatan disebabkan oleh
keterlambatan pengajuan pemesanan yang dilakukan dikarenakan belum terdapat
sistem informasi yang bisa memberikan peringatan jika obat telah memasuki
minimum stok selain itu juga kendala dari tidak terpenuhinya jumlah obat secara
E-purchasing oleh distributor, perpanjangan waktu pengiriman obat, serta pernah
terdapat kekosongan obat secara nasional.
Pemesanan obat harus memperhatikan stok aman di rumah sakit serta
mempertimbangkan lead time obat. Menurut Menurut Heizer dan Render (2010)
pemesanan yang dilakukan pada waktu yang tepat akan menghindari kehabisan
persedian atau stok kosong. Waktu pemesanan yang tepat akan menghindari
kekosongan obat di rumah sakit, hal ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Amiati (2009) di Rumah Sakit Islam Cempaka Putih diketahui
salah satu faktor yang mempengaruhi kekosongan obat adalah keterlambatan
pemesanan obat yang dilakukan oleh petugas.
Dengan memperhatikan lead time pihak rumah sakit bisa mengantisipasi
keterlambatan kedatangan obat yang telah di pesan baik secara E-purchasing dan
Non E-purchasing. Berdasarkan pedoman teknis pengadaan obat Publik dan
kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar (2008) petugas pengadaan harus
memperhatikan lead time obat sehingga bisa mengantisipasi kekosongan obat,
secara umum waktu tunggu berkisari 3 sampai dengan 6 bulan sehingga pada
jenjang waktu ini petugas pengadaan seharusnya telah melakukan pemesanan. Hal
ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pujawati (2015) bahwa
119
waktu tunggu obat (lead time) sangat mempengaruhi safety stok obat di rumah
sakit
Berbagai penyebab kekosongan tersebut mengakibatkan gudang farmasi
melakukan pemesanan obat lagi dan memakan waktu lebih lama, yang
mengakibatkan kekosongan obat di gudang. Kekosongan obat ini dapat
menghambat pelayanan farmasi di rumah sakit. Hal ini sejlaan dengan pernyataan
Aditama (2000) yang menyatakan bahwa masalah kekosongan yang kekurangan
jumlah obat yang terjadi di rumah sakit tentu saja dapat menghambat proses
penyediaan barang yang di butuhkan untuk kegiatan operasional instansi pada
waktu yang tepat.
Salah satu upaya dari yang dilakukan jika terjadi kekosongan obat di
gudang adalah dengan melakukan pembelian obat diluar E-catalogue. Pihak
gudang melakukan pembelian secara cito ke distributor obat, dan bisa juga
pembelian ke Apotek luar rumah sakit. Pembelian cito atau pembelian kecil-
kecilan ini tidak sejalan dengan tujuan pengawasan persediaan yang dinyatakan
oleh Rangkuti (1996) yaitu salah satunya untuk menghindari pembelian kecil-
kecilan. Selain itu menurut Prawirosentono (2007) yang menyatakan bahwa
pembelian cito berakibat pada kerugian berupa tidak efisien biaya dan terputusnya
hubungan dengan pelanggan. Hal ini juga tidak sejalan dengan tujuan
diadakannya kebijakan pembelian obat secara elektronik yaitu PMK No. 63 tahun
2014.
Berdasarkan Penjelasan diatas diketahui bahwa ketersediaan obat di
Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan belum sesuai dengan indikator
120
yang telah ditetapkan oleh Dirjend Bina Kefarmasian dan alat kesehatan 2010.
Penyebab kekosongan ini adalah keterlambatan pengajuan pemesanan yang
dilakukan dikarenakan belum terdapat sistem informasi yang bisa memberikan
peringatan jika obat telah memasuki minimum stok selain itu juga kendala dari
tidak terpenuhinya jumlah obat secara E-purchasing oleh distributor,
perpanjangan waktu pengiriman obat, serta pernah terdapat kekosongan obat
secara nasional.
121
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. SIMPULAN
1. Input pengadaan obat secara E-purchasing :
a. Sumber daya Manusia yang di Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang Selatan secara jumlah belum mencukupi namun untuk
kualitas atau latar belakang telah menucukupi untuk melakukan
proses pengadaan obat secara E-purchasing.
b. Anggaran yang disediakan oleh Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang Selatan untuk proses pengadaan obat secara E-
purchasing sudah menucukupi.
c. Petunjuk teknis Kebijakan pengadaan obat secara E-purchasing
telah di pahami oleh petugas pengadaan.
d. Ketersediaan Sarana dan Prasaran telah cukup untuk mendukung
proses pengadaan obat secara E-purchasing.
2. Proses pengadaan obat berdasarkan secara E-purchasing
a. Proses perencanaan kebutuhan obat berdasarkan E-catalogue
secara E-purchasing telah sesuai dengan PMK No. 63 tahun 2014
dan Standar Pelayanan Kefarmasian No. 58 tahun 2014 tetapi
masih belum bisa menghindari kekosongan obat.
b. Proses Pemesanan obat secara E-purchasing dan Non E-
purchasing di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan telah
sesuai dengan PMK No. 63 tahun 2014, Tetapi waktu pemesanan
tidak sesuai dengan Standar Pelayanan Kefarmasian 2014.
122
c. Proses Perjanjian Kontrak obat secara E-purchasing di Rumah
Sakit Umum Kota Tangerang Selatan telah sesuai dengan PMK
No. 63 tahun 2014.
d. Proses Distribusi atau pengirman obat secara E-purchasing di
Rumah sakit Umum Kota Tangerang selatan berdasarkan jumlah,
jenis dan waktu pengiriman, telah sesuai dengan kontrak yang
dibuat. Terdapat kendala berupa perubahan kontrak (addendum)
terkait waktu pengiriman.
3. Output pengadaan obat berdasarkan E-catalogue secara E-purchasing.
Ketersediaan obat digudang tidak sesuai dengan dengan indikator yang
telah ditetapkan oleh Dirjend Bina Kefarmasian dan alat kesehatan 2010
yaitu persentase stok mati seharusnya 0% dan terdapat sebanyak 30
macam obat dan 35 macam obat yang mempunyai stok yang hampir habis
di Rumah Sakit Umum Kota Tangsel. Kekosongan obat ini disebabkan
oleh jumlah obat yang tidak semuanya terealisasi, waktu pengiriman obat
oleh distributor, pernah terjadi kekosongan obat secara nasional, serta
belum terdapatnya sistem informasi yang bisa memberikan peringatan
jumlah obat yang memasuki stok minimum, sehingga pengajuan
pemesanan dilakukan tidak terlambat.
123
7.2. SARAN
1. Sebaiknya pihak rumah sakit menerapkan sistem informasi yang
tersambung dari gudang obat sehingga bisa melihat kuota obat di gudang
dan dapat memberikan peringatan jika persediaan telah memasuki
minimum stok.
2. Sebaiknya pihak gudang melakukan pengajuan pemesanan dengan
memperthatikan stok minimum obat.
3. Perlu diterapkan metode analisis metode EOQ dan ROP untuk
menentukan jumlah dan waktu yang tepat dalam pemesanan obat sehingga
menghindari kekosongan obat.
4. Perlu dilakukan penentuan lead time setiap obat di rumah sakit, sehingga
bisa mengetahui waktu tunggu obat tersebut.
5. Pihak rumah sakit bisa memberikan laporan kepada LKPP terhadap pihak
distributor yang tidak sesuai dengan peraturan, sehingga pihak penyedia
bisa diberikan sanksi atas kerugian yang di alami oleh pihak rumah sakit.
6. Untuk Produsen/Principal harus lebih selektif dalam memilih distributor
sehingga pihak yang ditunjuk sebagai penyedia obat dapat melayani
seluruh kebutuhan obat.
124
Daftar Pustaka :
Abrams, Rhonda. Dan La plante Alice. 2008. Passion to profit business succes for
New Entrepreneurs. Tangerang: Azkia Publisher
Aditama, Tjandra Yoga. 2000. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Edisi 1.
Jakarta: UI Press.
Adiyaksa, Ida Bagus. 2015. Evaluasi implementasi Pengadaan Obat berdasarkan
katalog elektonik (E-catalogue) di Kota Denpasar. Skripsi. Universitas
Udayana, Bali.
Afriadi. 2005. Evaluasi Manajemen Obat Di Gudang Farmasi Dinas Kesehatan
Kabupaten Lampung Tengah. UGM : Tesis
Ali, M. 2008. Perencanaan Obat Antibiotik Berdasarkann Kombinasi Metode
Konsumsi Dengan Analisis ABC Dan Reorder Point Terhadap Nilai
Persediaan Dan Turn Over Ratio Di Instalasi Farmasi RS Darul
Istiqomah Kaliwungu Kendal. Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang.
Anindito, Adi Prasetyo. 2011. Perencanaan Tata Letak Dan Sistem Informasi
Gudang Obat (studi kasus di PT Sapta Sari Tama). Universita
Diponogoro: Tesis.
Anumerta, Lea dan Er, Mahendrawathi. 2013. Pengembangan Sistem Manajemen
Persediaan Obat Terintegrasi Antar Gudang Farmasi Kesehatan Dan
Puskesmas Di Kabupaten Siduarjo. Institut Teknologi Sepuluh November
: Prosiding Seminar Nasional Mnajemen Teknologi XVII
125
Anshari, M. 2009. Aplikasi Manajemen Pengelolaan Obat Dan Makanan. Nuha
Medika, Yogyakarta.
Badarudin, Muhammad. 2015. Gambaran Pengelolaan Persediaan Obat
Digudang Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sekayu Kabpaten
Musi Banyuasin Palembang Tahun 2015. UIN Syarif Hidayatllah Jakarta :
Skripsi.
Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus
Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Calipinar, H. dan Soysal, M. 2012. e-Procurement : A Case Study about the
Health Sector in Turkey. International Journal of Business and Social
Science, 3 No. 7: p 232–244.
Clark, Helena. 2004. Theories of change and Logic Models: Telling Them Apart.
Research Associate, Aspen Institute Roundatable on Community Change.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alkes. Evaluasi & Implementasi E-
catalogue obat. 2014.
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 2016. Implementasi
Pengadaan Obat Berdasarkan E-Catalogue Tahun 2016 & Evaluasi
Implementasi Tahun 2014 & 2015.
Djuhaeni, Henny . 1989. Pendekatan Sistem. Program Studi S2 Administrasi
Rumah Sakit.: Fakultas Kesehatan Masyarakat.
126
Endraswara, Suwardi. 2006. Metode, Teori, Teknik, Penelitian Kebudayaan.
Tangerang: Pustaka Widyatama.
Engko, Sosialine. M. 2016. Ketersediaan obat di era JKN : E-catalogue obat.
Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan.
Febriawati. 2003. Gambaran Sistem Perencanaan Dan Pengadaan Persediaan
Obat Di Sub Bagian Gudang Farmasi RS Medika Permata Hijau. Program
Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Febriawat, Henny. 2013. Manajemen Logistik Rumah Sakit. Jakarta: Gosyen
Publishing.
Fudholi, Acmad., Dkk. 2015. Hubungan Penerapan Elektronik Katalog Terhadap
Efisiensi Pengadaan Dan Ketersediaan Obat. Jurnal Manajemen dan
Pelayanan Farmasi : Yogyakarta.
Gale, Nicola K., Dkk. 2013. Using The Frmawork Method For The Analysis Of
Qualitative Data In Multidisciplinary Health Research. Jurnal BMC
Medical Research Methodology.
Griffin, Ricky. 2004. Manajemen. Jakarta: Erlangga
Hamid, Sanusi. 2014. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:
Deepublish
Hani, Tri Muhammad. 2016. Extra-ordinary Problem Program JKN: obat. RSUD
Bayu asih Purwakarta : Jawa barat. (artikel)
127
Harsono,Mugi., Dkk. 2012. Analisis Efisiensi Pengelolaan Obat Pada Tahp
Distribusi Dan Penggunaan Di Puskesmas. Jurnal Manajemen Dan
Pelayanan Farmasi: UGM
Heizer, Jay dan Render, Barry. 2010. Manajemen Operasi. Jakarta: Salemba
Empat
Hukomas Setdijen. 2015. Pertemuan Rutin & Rapat Evaluasi Penggunaan e-
katalog Direktorat Bina Obat Publik dengan Industri Farmasi dan
Distributor. Kementerian Kesehatan RI.
Irmawati. 2014. Manajemen Logistik di rumah Sakit. Institute ilmu kesehatan:
university press.
Iskandar. 2009. METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF (Aplikasi untuk
Penelitian Pendidikan, Hukum, Ekonomi & Manajemen, Sosial, Humaniora,
Politik, Agama dan Filsafat). Jakarta: Gaung Persada (GP Press) Jakarta.
Istinganah, dkk. 2006. Evaluasi Sistem Pengadaan Obat dar Dana APBD Tahun
2001-2003 terhadap Ketersediaan dan efisiensi Obat. Jurnal manjemen
pelayanan kesehatan. 09.31-41
Kemenkes RI .2013. Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan dalam
Persiapan Pelaksanaan JKN. Badan PPSDM Kemenkes RI, Jakarta
Kellog Foundation. 2004. Logic Model Development Guide. Michigan. Diakses
dari www.wkkf.org.
Keputusan Menteri Kesehatan tahun 2008 tentang Pedoman Teknis pengadaan
obat publik dan perbeklana kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar.
128
Kusuma, Hendra. 2009. Manajemen Produksi: Perencanaan dan Pengendalian
Produksi. Edisi 4. Yogyakarta : Penerbit Andi.
Laksito, Budhi. 2014. Perencanaan & Perancangan Arsitektur. Jakarta: Griya
Kreasi.
Lembaga kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah 2015. Implementasi
perpres No. 4 tahun 2015 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah.
Ukai, Magdalena. 2009. Evaluasi Manajemen Obat Di Gudang Farmasi Dinas
Kesehatan Kabupaten Raja Ampat Irian Jaya Barat. UGM : Tesis
Moeloeng, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Moonti, Roy Marten. 2012. Pengaruh Internet dan Implikasinya terhadap
perjanjian jual beli : Artikel. Diakses dari :
download.portalgaruda.org/article.php?article=40552&val=3585
Nedialita, Ayu. 2014. Kinerja Panitia Pengadaan Barang Dan Jasa Secara
Elektronik (E-Procrument) Di Unit Layanan Pengadaan (Ulp) Pemerintah
Kota Surabaya. Jurnal Kebijakan Manjamen Publik.
Ningsih, Kori Puspita. 2013. Hubungan Beban Kerja dan Kepuasan Kerja
Dengan Kinerja Karyawan Di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Mata
Dr. YAP Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta : Skripsi
129
Ningsih, Andriyani 2015. Hubungan Penerapan Elektronik Katalog Terhadap
Efisiensi Pengadaan Dan Ketersediaan Obat Di RSUD Kelas B
Yogyakarta. Universitas gajah mada Yogyakarta. Tesis.
Nova, Rahadi Fitra. 2010. Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan
Pasien rawat Inap pada rumah sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.
Skripsi.
Nugroho, A. 2012. Cost Effectiveness Analysis Pengadaan Obat Antibiotik
Kelompok A Dengan Cara RSUD Dokter Soedarso Pontianak Dan Metode
EOQ Di RSUD Dokter Soedarso Pontianak . Depok: Universitas
Indonesia.
Nuraida, Ida 2008. Manjemen Administrasi Perkantoran. Yogyakarta: Kanisius.
Octadevi, Okky Mareta,. Dan Sasongko, Heru. 2016. Gambaran pengelolaan obat
pada indikataor procrument di RSUD Sukoharjo. Journal Of
Pharmaceutical Science And Clinical Research.
Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk
Pelayanan Kesehatan dasar tahun 2008
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2014. Standar
Pelayaan Kefarmasian di rumah sakit.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 63 tahun 2014 tentang
pengadaan obat berdasarkan kataog elektronik.
130
Pratiwi, Fitri. 2011. Evaluasi perencanaan dan pengadaan obat di Instalasi
Farmasi Dinas Kesehatan Kota Semarang. UGM : Tesis.
Prawirosentono, Suryadi. 2007. Manajemen Operasi : Analisis Dan Studi Kasus.
Jakarta: Bumi Aksara
Pujawati, Helena. 2015. Analisis Sistem Pengadaan Obat Dengan Metode ABC
Indeks Kritis (Studi Nasional kasus pengadaan obat jaminan kesehatan
Nasional di rumah sakit panti rapih Yogyakarta). Universitas Sanata
Dharma : Tesis
Quick,J.1997. The Selection, P, Distribution and use of pharmaceuticals. In
Managing Drug Supply. Second Edition. Kumarian Press Book on
International Development.
Rahmawati, Erni. Dan Santosa, Stefanus. 2015. Informasi perencanaan
pengadaan obat kesehatan kabupaten boyolali. Politeknis Negeri
Semarang : Jurnal Pseudocode.
Ramli, Samsul. Ambardi, Muhammad Ide. 2015. Bacaaan wajib menyusun
Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta: Visemedia
Pustaka.
Rangkuti, Freddy. 1996. Manajemen Persediaan : Aplikasi di Bidang Bisnis. Edisi
1. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Sa’adah, Evi., Dkk. 2014. Faktor yang mempengaruhi efisiensi perbekalan
farmasi di instalasi bedah sentral rumah sakit umum daerah gambiran
Kediri. Jurnal Kedokteran Brawijaya : Vol 28
131
Siraitu, T. Justine. 2006. Anggaran sebagai alat bantu manajemen. Jakarta:
Gramedia Widiasarana
Sosialine, Engko M. 2015. Tata kelola dan perbekalan kesehatan terpadu. Rapat
koordinasi Nasional Ditjen Bina Kefarmasian & Alat Kesehatan.
Stefanus, Bedjo. 2014. Evaluasi tentang implementasi program e katalog obat
2013 dan 2014. Diakses melalui http://binfar.depkes.go.id/v2/wp-
content/uploads/2014/11/EVALUASI-TENTANG-IMPLEMENTASI-
PROGRAM-E-CATALOGUE-OBAT-2013-2014.ppt.
Suciati, Suci dan Adisasmito, Wiku B.B. 2006. Analisis Perencanan Obat
Berdasarkan ABC Indeks Kritis Di Instlasi Farmasi. Jurnal manajemen
Pelayanan Kesehatan.
Sugiyono 2013. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, R&D. Bandung:
Alfabeta.
Supriyanto, Makmur. 2014. Tentang Ilmu Pertahanan. Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia.
Suriatmoko 2015. Analisis penerapan e-procument obat dengan prosedur e-
purchasing berdasar E-catalogue di dinas kesehatan kabupaten/kota di
jawa tengah. Universitas gajah mada yogyakarta. Tesis.
Suryaningrum, Sri. 2015. Pengaruh beban kerja dan dukungan sosial terhadap
stress kerja pada perawat RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Universitas egeri Yogyakarta: Skripsi.
132
Suryoningrat, Dewanto. 2015. Analisis pengadaan obat berbasis pareto dan VEN
dengan economic order quantity terhadapa efisiensi biaya di instalasi
farmasi RS PKU Muhammadiyah Bantul. Naskah Publikasi. Universitas
Muhammadiyah.
Suseno, Wahyu Hanggoro. 2008. Kontrak Perdagaan Melalui Internet (Electronic
Commerce) ditinjau dari hukum perjanjian. Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret : Skripsi
Syamsuni. 2006. Farmasetika dasar dan hitungan farmasi. Jakarta: EGC
Wardana 2008. Membuat Aplikasi Berbasis Pendekatan Sistem Denan Visual
Basic Net 2008. Jakarta: Pt Elex Media Komputindo.
Wasir, Riswandi. 2011. Evaluasi Dan Ketersediaan Obat, Rumah Sakit Wahidin
Sudirohusoda Makasar. Universitas gajah mada: imu Kesehtan
masyarakat. –tesis.
Wicaksono, Frans Satriyo. 2008. Panduan lengka membuat surat-surat kontrak.
Jakarta: Transmedia Pustaka.
Yuliastini. 2014. Studi perencanaan dan penyimpanan obat di instalasi farmasi
Rumah Sakit Umum Daerah Pohuwato. Universitas Negeri Gorontalo:
Tesis.
133
Lampiran
134
Lampiran 1 Inform Concent
“Gambaran Penerapan Pengadaan Obat Berdasarkan E-catalogue
Di Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang Selatan Tahun 2016 ”
Assalamu’alaikum wr. wb.
Saya Muhammad Luqman, mahasiswa Peminatan Manajemen Pelayanan
Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian sebagai
tugas akhir yang berjudul “Gamabran Penerapan Pengadaan secara E-purchasing
di Rumah Sakit Daerah Tangerang Selatan tahun 2016”.
Dengan ini peneliti memohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini untuk menjadi informan yang memberikan
keterangan secara luas, bebas, mendalam, benar dan jujur. Hasil informasi dan
keterangan yang diberikan nantinya akan dijadikan bahan masukan untuk
perencanaan pengadaan obat selanjutnya di instalasi Farmasi RSU Kota Tangsel.
Peneliti juga memohon untuk merekam pembicaraan selama proses wawancara
berlangsung dan peneliti akan menjamin kerahasiaan isi informasi yang diberikan
dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian.
Terima kasih atas perhatian dan bantuan Bapak/Ibu/Saudara/I yang telah
bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Peneliti,
Muhammad Luqman
135
Lampiran 2 Izin Penelitian
136
137
138
Lampiran 3 Pedoman Penelitian
a. Identitas Informan
Nama Informan :
Pendidikan :
Jabatan/Pekerjaan :
Hari/Tanggal Wawancara :
Dengan ini saya bersedia untuk menjadi informan dalam penelitian yang berjudul
“Gambaran Penerapan Pengadaan Obat berdasarkan E-catalogue di Rumah Sakit
Umum Daerah Tangerang Selatan tahun 2016”.
Tangerang, __________2016
(……………………………….)
139
b. Pedoman Observasi
No Nama barang Jumlah
1. Komputer
2. Scanner
3. Printer
4. Komputer LCD 18”
5. Laptop
6. Penghancur kertas
7. Meja kerja
8. Ac 1 PK
9. Meja kerja ½ biro
10. Meja unitrend
11 Dan lain-lain
140
c. Pedoman Telaah Dokumen
No. Substansi Jenis dokumen Deskripsi
1 Prosedur Kerja Petugas
Pengadaan
Standar Operasional
Prosedur
2 Prosedur Kerja Kepala
Instalasi Farmasi
Standar Operasional
Prosedur
3 Prosedur Kerja
Logistik Farmasi
Standar Operasional
Prosedur
4 Petunjuk Teknis e-
purchasing obat
Pedoman
5 Lembar
Kontrak/perjanjian
pemesanan obat anatara
penyedia dan pembeli
-
6 Lembar realisasi
penerimaan obat
-
7 Pelaporan terhadap
pembelian secara e-
purchasing
-
8 Peraturan Menteri
Kesehatan No. 63
Tentang Pengadaan
obat Berdasarkan E-
catalogue
Peraturan Pemerintah
9 Daftar obat yang ada di
RSU Tangerang
-
141
Selatan
10 Buku Pengeluaran obat -
142
d. Pedoman Wawancara
SDM
1 Bagaimanakah menurut pendapat bapak/ibu dengan jumlah
petugas pengadaan sekarang ?
2 Bagaimanakah menurut pendapat bapak/ibu terhadap kinerja
atau kemampuan tugas pengadaan sekarang?
3 Siapa sajakah yang terlibat dalam proses pengadaan obat
berdasarkan E-catalogue secara E-purchasing?
4 Bagaimanakah menurut bapak/ibu masalah SDM apa yang
paling sering terjadi dalam kegiatan Pengadaan obat?
Anggaran
1 Bagaimanakah anggaran yang disediakan untuk pengadaan
obat berdasarkan E-catalogue?
2 Berapa proporsi anggaran yang disediakan untuk pengadaan
obat E-catalogue?
3 Bagaimanakah penggunaan anggaran yang disediakan untuk
pengadaan obat secara E-purchasing apakah telah digunakan
dengan baik?
Kebijakan
1 Bagaimanakah kebijakan yang di rumah sakit terkait teknis
143
proses pengadaan obat secara E-purchasing?
2 Bagaimanakah sosialisasi Kebijakan proses Pengadaan Secara
E-purchasing di rumah sakit?
3 Bagaimanakah penerapan pelaksanaan Kebijakan Pengadaan
obat secara E-purchasing?
Sarana Dan Prasarana
1 Sarana dan prasana apa saja yang tersedia untuk proses
pengadaan obat secara E-purchasing?
2 Bagaimana ketersediaan sarana dan prasarana dalam
menunjang proses pengadaan obat secara E-purchasing?
Perencanaan Kebutuhan
1 Bagaimanakah proses perencanaan kebutuhan obat secara E-
purchasing (Jika ada sebutkan masing-masing proses)
2 Berdasarkan apa rencana kebutuhan obat dibuat?
3 Bagaimanakah kendala-kendala dalam pembuatan
perencanaan kebutuhan obat?
Pemesanan
1 Bagaimanakah proses pemesanan obat pada sistem pengadaan
obat secara E-purchasing dan Non E-purchasing ?
144
- Jelaskan kapan menggunakan E-purchasing dan
Non E-purchasing
2 Bagaimanakah kendala-kendala dalam proses pengajuaan
pemesanan obat pada sistem pengadaan obat secara E-
purchasing?
3 Bagaimana jika obat yang mau dipesan di katalog tidak
tersedia?
Perjanjian Kontrak
1 Bagaimanakah proses yang dilakukan untuk membuat
perjanjian kontrak pengadaan obat secara E-purchasing?
2 Bagaimanakah kendala atau masalah saat akan melakukan
perjanjian kontrak pengadaan obat secara E-purchasing?
Distribusi Obat
1 Bagaimanakah distribusi/pengiriman obat apakah telah sesuai
dengan kontrak yang telah dijanjikan?
2 Bagaimanakah jika obat yang diterima tidak sesuai dengan
obat yang dipesan?
Persediaan Obat
1 Bagaimanakah tingakat persediaan obat pada tahun ini?
145
2 Bagaimanakah tingkat persediaan obat apasaja yang
mempengaruhi tingkat persediaan obat di rumah sakit?
146
Lampiran 4 hasil observasi
148
149
150
c. Contoh Surat perjanjian
151
152
d. Laporan obat kosong
153
154
Lampiran 6 matriks Wawancara
No Pertanyaan Jawaban
Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4 Informan 5 Simpulan
1 Apakah posisi/jabatan
bapak/ibu saat ini
Kepala Instalasi
Farmasi
Pejanggung jawab
perencanaan dan
pelaporan
Staff
pengadaan
Petugas
PPHP
Kepala Gudang
Instalasi
Farmasi
SDM
1 Bagaimanakah
menurut pendapat
bapak/ibu dengan
jumlah petugas
pengadaan sekarang ?
jumlah petugas
pengadaan masih
kekurangan orang.
Terdapat dua
petugas pengadaan
E-purchasig
dengan dibantu
oleh 1 staff
Dari segi jumlah
petugas pengadan
masih kurang
Terdapat dua
petugas
pengadaan E-
purchasig dengan
dibantu oleh 1
staff
Dari segi
jumlah petugas
pengadaan
masih kurang .
Terdapat dua
petugas
pengadaan E-
purchasig
dengan dibantu
oleh saya
(staff)
Ada 2 orang
petugas
pengadaan
APBD 1 orang
petugas
pengadaan
BLUD. Untuk
pengadaan
farmasi terdapat
2 orang dengan
dibantu oleh
satu staff. Dari
pendapat
sebagian besar
155
menyatakan
bahwa jumlah
sdm telah cukup
2 Bagaimanakah
menurut pendapat
bapak/ibu terhadap
kinerja atau
kemampuan tugas
pengadaan sekarang?
Kinerja petugas
pengadaan selama
ini baik tidak dapat
kendala terkait
petugas pengadaan
Kinerja petugas
pengadaan selama
ini baik-baik saja,
belum terdapat
masalah.
Selama ini
kinerja petugas
baik-baik saja
Belum
ditemukan
kendala petugas
pengadaan
sehingga
prosesnya
berjalan dengan
baik
3 Bagaimanakah
menurut bapak/ibu
masalah SDM apa
yang paling sering
terjadi dalam kegiatan
Pengadaan obat?
Belum ditemukan
kendala terkait
SDM pengadaan
Selama ini belum
ditemukan
masalah terkait
SDM Pengadaan
Belum ada
masalah terkait
SDM
Pengadaan
Belum terdapat
maslah terkait
sumber daya
manusia yang
ada di
pengadaan
farmasi
156
Anggaran
1 Bagaimanakah
anggaran yang
disediakan untuk
pengadaan obat
berdasarkan E-
catalogue?
Anggaran kita
berasal dari APBD
dan BLUD.
untuk E-catalogue
dari APBD dan
jika ada
kekurangan
dibantu dana dari
BLUD
Anggaran yang
ada berasala
dari APBD dan
BLUD
Angggaran
berasala dari
APBD dan
BLUD
2 Bagaimanakah
penggunaan anggaran
yang disediakan
untuk pengadaan obat
E-catalogue apakah
telah digunakan
dengan baik?
Anngaran
digunakan dengan
baik, tidak terdapat
dana yang bersisa.
Obat yang
direncanakan
sudah terbeli
sepenuhnya.
Anggaran
digubakan dengan
baik, tidak ada
dana yang bersisa.
Tidak ditemukan
juga kendala
kekurangan dana
Anngaran yang
digunakan telah
maksimal
dengan tidak
menyisakan
anggaran. Tidak
ditemukan juga
kekurangan
anggaran karena
terdapat dua
sumber
anggaran
157
Kebijakan
1 Bagaimanakah
Kebijakan Pengadaan
obat secara E-
purchasing di rumah
sakit?
Terdapat
Kebijakan
pengadaan Obat
berdasarkan E-
catalogue secara E-
purchasing, selain
itu mengikuti
Perpres. Dan juga
terdapat juknis dan
prosedur terkait
pengadaan obat.
Mengacu pada
PMK no 63
pengadaan obat
berdasarkan E-
catalogue secara
E-purchasing.
Dan Perpres 04
tahun 2015
tentang
pengadaan barang
dan jasa. Dan
terdapat prosedur
pengadaan, serta
juknis.
Kebijakan di
dampingi oleh
keluarnya
juknis dan
prosedur di
rumah sakit.
Mengacu
terpada PMK
No 63 tentang
pengadan obat
berdasarkan E-
catalogue secara
E-purchasing.
Perpres 04 tahun
2015 tentang
pengadaan
barang dan jasa.
Serta prosedur
yang telah
ditetapkan di
Rumah sakit.
2 Bagaimanakah
sosialisasi kebijakan
terkait pengadan obat
secara E-purchasing
di rumah sakit?
Dilkukan
sosialisasi setahun
sekali.
Sosialisasi
prosedur e-
purchasing
biasanya
dilakukan dengan
berbarengan
bimbingan dari
LKPP.
Sosialisasi
prosedur E-
purchasing
dilakukan saat
kebijakan itu
pertama kali
dikeluarkan dan
setiap tahun
dilakukan
158
bimbingan
3 Bagaimanakah
penerapan
pelaksanaan
Kebijakan terkait
pengadaan secara E-
purchasing?
Kebijakan telah
diterapkan dengan
baik dikarenakan
telah dipahami dan
memberikan
kemudahan bagi
pengguna.
Pengadaan obat
secara E-
purchasing telah
diterapkan sesuai
dengan kebijakan
yang ada.
Kebijakan
mudah
dipahami
sehingga
mudah untuk
diterapkan.
Proses
pengadaan
secara E-
purchasing telah
diterapkan
sesuai dengan
kebijakan yang
telah ditentukan
.
Sarana dan Prasarana
1 Sarana dan prasana
apa saja yang tersedia
untuk proses
pengadaan obat
secara E-purchasing
Sarana terdiri dari
laptop, internet,
alat tulis kantor,
meja, lemari,
printer, kursi.
Prasarana terdiri
dari ruangan kerja
Sarana terdiri dari
meja, kursi,
laptop/komputer,
akses internet,
lemari, printer,
dan alat tulis
kantor.
Prasarana terdiri
dari ruang kerja.
Sarana terdiri
dari laptop,
internet, alat
tulis kantor,
meja, lemari,
printer, kursi.
Prasarana
terdiri dari
ruangan kerja
Saran dan
prasarana yang
diperlukan
untuk proses
pengadaan
secara E-
purchasing
berupa meja,
printer,
lemari,kursi,
alat tulis kantor,
laptop atau
159
komputer ,akses
internet serta
ruang kerja.
2 Bagaimana
ketersediaan sarana
dan prasarana dalam
menunjang proses
pengadaan obat
secara E-purchasing.
Sarana dan
prasarana telah
cukup tersedia
untuk menjalankan
proses pengadaan
Sarana dan
prasarana sudah
tersedia lebih dari
cukup untuk
menjalankan
proses pengadaan
Sarana dan
prasarana disini
sudah cukup
untuk
menjalankan
proses
pengadaan.
Sarana dan
prasarana yang
ada telah
mencukupi
untuk
mendukung
proses
pengadaan
secara E-
purchasing
Perencanaan Kebutuhan Obat
1 Bagaimanakah proses
perencanaan
kebutuhan obat secara
E-purchasing? (Jika
ada sebutkan masing-
Perencanaan yang
digunakan
menggunakan
metode konsumsi
dengan melihat
trend pemakaian
selama tiga tahun
terakhir.
Setalah itu
Perencanaan yang
digunakan adalah
metode konsumsi
dengan melihat
jumlah obat
selama tiga tahun
terakhir.
Lalu pemesanan
obat akan dibagi
Perencanaan
obat
menggunakan
metode
konsumsi.
Setelah itu
pemebelian obat
akan di bagi ke
obat E-
catalogue dan
160
masing proses) pembelian akan
dibagi ke obat E-
catalogue dan non
E-catalogue
sesuai
ketersediaan obat
di E-catalogue.
Non E-
catalogue sesuai
dengan
ketersediaanobat
di E-catalogue.
2 Berdasarkan apa
rencana kebutuhan
obat dibuat?
Perencanaan dibuat
berdasarkan
pemakaian obat
selama tiga tahun
terakhir dan
ketersediaan obat
di portal E-
catalogue
Perencanaan
dibau berdasarkan
jumlah pemakaian
obat selama tiga
tahun terakhir dan
ketersediaan obat
yang ada di E-
catalogue
Perencanan
dibuat dengan
memperhatikan
penggunaan
obat selam tiga
tahun terakhir
dan ketersediaan
obat di E-
catalogue.
3 Bagaimanakah
kendala-kendala
dalam pembuatan
perencanaan
kebutuhan obat?
Kendala dalam
perencanaan adalah
beluam ada
panduan resep
untuk dokter
sehingga obat yang
dipakai di tahun
sebelumnya belum
tentu sama dengan
tahun ke depan.
Kendala dalam
perencanaan
adalah metode
yang dipakai tidak
bisa mencegah
kekosongan obat.
Karena metode ini
melihat
pemakaian tahun-
tahun sebelumnya
jadi jika pada
Kendala dalam
perencanaan
adalah metode
yang kita pakai
adalah
konsumsi, jadi
jika ada
perubahan trend
penyakit maka
ketersediaan
obat kita sulit
161
tahun ini ada
perubhan trend
penyakit atau
penggantian
dokter maka obat
yang dibutuhkan
juga berubah dan
ketersediaan obat
di gudang tidak
siap mengahadapi
itu.
untuk mengatasi
permintaan obat
yang baru.
Pemesanan obat
1 Bagaimanakah proses
pemesanan obat pada
sistem pengadaan
obat secara E-
purchasing? Prosedur
secara E-purchasing.
Prosedur Non E-
dari farmasi terus
ke kabid penunjang
terus ke PP terus
pemebliaan secara
E-purcahasing.
pembelian diluar
E-catalogue jika
obat yang mau kita
beli tidak ada di E-
catalogue selain itu
juga melihat
kebutuhan kita jika
Dari gudang ke
kepala farmasinya
lalu ke pak
surdjana, pak
surdjana nota
dinas ke pejabat
pengadaan untuk
Dari gudang
menajukan ke
kepala instalasi
farmasi, lalu
diteruskan ke
kabid
penunjang dan
Proses
pengajuan
pemesanan obat
dimulai dari
perencanaan
mengajukan ke
kepala instalasi
farmasi untuk
ditandatangani
dan akan
dilanjutkan ke
kabid penunjang
dan diteruskan
162
purchasing kita sudah mesan
obat di E-catalogue
tetapi tidak
dikirimkan
sedangkan obat
sudah mau habis
atau kosong.
melakukan
pemesanan obat.
Untuk kendala
dalam pemesanan
secara E-
purchasing, bisa
melakukan
pemeblian diluar
E-purchasing
selanjutnya
dilihat oleh
ppk. Setelah itu
baru akan
keluar nota
dinas untuk
melakukan
pemesana obat.
ke PPK.
Jika tidak
terdapat kendala
maka akan
melakukan
proses
pemesanan obat
dengan prosedur
E-purchasing,
dan jika
mengalami
kendala seperti
tidak
terdapatnya item
obat di E-
catalogue, tidak
disetujui
penyedia, serta
barang yang
dikirim tidak
sampai maka
akan dilakukan
pemebelian
diluar E-
catalogue
163
2 Bagaimanakah
kendala-kendala
dalam proses
pengajuaan
pemesanan obat pada
sistem pengadaan
obat berdasarkan E-
catalogue secara E-
purchasing?
Kendala utama itu
pengajuan
pemesanan obat
sering telat, selain
itu juga pengiriman
obat pernah telat,
serta terkadang
respon penyedia
lama.
Kendala yang
sering dihadapi
adalah respon
penyedia yang
lama, pengiriman
yang kadang
terlambat. Dan
kendala lain
pengajuan yang
kita lakukan
sering terlambat
sehingga obat
yang dipesan
belum sampai
tetapi stok obat
digudang sudah
habis.
Kendala tahun
ini sering
terlambatnya
pengiriman
dari distributor
obat, selain itu
juga pengajuan
yang kita
lakukan sering
terlambat.
Karena gudang
maish
menggunakan
sitem manual
yang belum
terdapat sistem
yang
menginatkan
jika obat mau
habis.
Kendala dalam
pemesanan obat
adalah waktu
pemesanan obat
yang sering
terlambat,
pemesanan
dilakukan pada
saat stok obat
sudah mau habis
dan kosong, hal
ini
menyebabkan
kekosongan di
gudang obat,
selian itu juga
ditemukan
kendala
terkadang
peneydia lama
merespon
pemesanan
melalui E-
purchasing, dan
untuk pembelian
diluar e-
164
catalogue masih
sedikit obat
yang harganya
hampir sama
dengan harga
yang ada di E-
catalogue.
3 Bagaimana jika obat
yang mau dipesan di
katalog tidak
tersedia?
Pembelian
dilakukan dengan
menggunakan
metode selaian E-
purchasing
Kita biasanya
melakukan lelang
Pemeblian bisa
dilakukan
dengan lelang
Pemeblian
dilakukan
dengan metode
diluar E-
purchasing
yaitu lelang
Perjanjian Kontrak
1 Bagaimanakah proses
yang dilakukan untuk
membuat perjanjian
kontrak pengadaan
obat secara E-
Perjanjian
dilakukan dengan
mengupload surat
perjanjian di E-
catalogue.
Terdapat dua
perjanjian yaitu SP
(dibawah 50 juta)
dan SPK (diatas 50
Surat perjanjain di
buat oleh PPK,
setelah PPK buat
nanti diberikan
satu ke pejabat
pengadan dan ada
yang di upload
untuk penyedia.
Selain itu surat
Perjanjian
dilakukan
melalui media
online dengan
cara PPK
mengupload
surat perjanjian
di E-catalogue.
Surat perjanjian
165
purchasing? juta).
perjanjian ada dua
yaitu SP dan SPK
terbagi dua yaitu
SP (diabawah
50 juta) SPK
(diatas 50 juta)
2 Bagaimanakah
kendala atau masalah
saat akan melakukan
perjanjian kontrak
pengadaan obat
secara E-purchasing?
Jarang terjadi
kendala.
Jarang terjadi
kendala,
terkadang
ditributor seusah
dihubungi tapi
sangat jarang.
Jarang terdapat
kendala.
Distribusi/pengiriman obat
1 Bagaimanakah
distribusi/pengiriman
obat apakah telah
sesuai dengan kontrak
Ada beberapa
ketidaksesuaian
yaitu jumlah obat
dan waktu
pengiriman obat.
Pihak distributor
sering melakukan
addendum untuk
merubah waktu
Jumlah obat
sering tidak
sesuai serta
pengiriman
obat sering
terlambat.
Pengiriman
sering
terlambat dan
jumlah obat
sering tidak
sesuai serta
ditributor
sering
memberikan
Ada
ketidaksesuaian
dalam jumlah
obat, distributor
memberikan
surat kosong
menandakan
obat habis.
Pengiriman
166
yang telah dijanjikan? pengiriman
sehingga sesuai
kontrak.
surat kosong. sering terlambat
tetapi pihak
distributor
mengubah
perjanjian waktu
pengiriman.
2 Bagaimanakah jika
obat yang diterima
tidak sesuai dengan
obat yang dipesan?
Jika tidak sesuai
distirbutor akan
mengirimkan surat
kosong dan sering
melakukan
perubahan
perjanjian
addendum
Terkadang
distributor
sering
mencicil
obat, jika
tidak
menyanggupi
jumlahnya
maka meraka
akan
mengirimkan
surat kosong.
Jika tidak
sesuai ada
perubahan
kontrak. Kita
juga sering
melakukan
pemebelian
diluar untuk
mencegah
kekosongan
obat
Jika ada
ketdiaksesuaian
maka akan ada
surat kosong
atau perubhan
kontrak. Selain
itu rumah sakit
sering
melakukan
pembelian
diluar untuk
mencegah
kekosongan
obat.
Ketersediaan Obat
1 Bagaimanakah
tingakat persediaan
Tingkat persediaan
tahun ini cukup.
Terdapat beberapa
obat kosong,
sehingga belum
Belum terlalu
bagus karena
ada beberapa
Dari sebagian
besar informan
menyatakan
167
obat pada tahun ini? baik. obat yang
kosong
ketersediaan
obat belum
bagus karna
terdapat
kekosongan
obat.
2 Bagaimanakah
tingkat persediaan
obat apasaja yang
mempengaruhi
tingkat persediaan
obat di rumah sakit?
Tingkat persedian
di pengaruhi oleh
keterlamabatan
pemesanan obat
dari gudang dan
keterlamabatan
pengiriman dari
distributor.
Pembelian
secara E-
purchasing
sering menjadi
kendala karena
keterlambatan
pengiriman,
tetapi kendala
utama adalah
keterlamabatan
pengajuan
pemesanan
yang
dilakukan.
Ada faktor dari
pembelian
secara E-
purchasing
yaitu
keterlambatan
dan serta
jumlah obat
yang tidak
sesuai. Dan
terdapat
kendala lain
yaitu
terlambatnya
pengajuan
pemesanan.
Ada dua faktor
yang
mempengaruhi
yaitu
keterlambatan
dalam
pengajuan
pemesanan serta
kendala dalam
pembelian obat
secara E-
purchasing.
168
Lampiran 7 Triangulasi Data
No Domain Wawancara mendalam Observasi Telaah Dokumen
1 Sumber Daya Manusia Terdapat 3(tiga) petugas untuk
pengadaan E-catalogue kedua
petugas adalah Apoteker dan
satunya adalah staff pengadaan
umum.
- Tidak dokumen terkait
jumlah petugas, tetapi
fungsi petugas pengadaan
adalah mengajukan usulan
pembelian dan melakukan
pembelian obat.
2 Anggaran Sumber anggaran berasal dari
APBD dan BLUD, anggaran yang
ada telah mencukupi untuk
melakukan pengadaan serta telah
dimanfaatkan secara optimal
dengan tidak ada sisa anggaran
yang digunakan.
- -
3 Kebijakan Terdapat kebijakan Permenkes No.
63 tentang pengadaan obat
berdasarkan E-catalogue secara E-
purchasing. Perpres No 04 tahun
2015 tentang pengadaan barang
dan jasa. Serta terdapat prosedur
dan juknis.
- Terdapat peraturan
pemerintah No 63 tentang
pengadaan obat secara E-
catalogue dan Perpres No
04 tahun 2015 tentang
pengadaan barang dan jasa
serta prosedur pembelian
secara E-purchasing,
prosedur perencanaan,
169
prosedur pengadaan obat,
prosedur penerimaa, dan
4 Sarana dan Prasarana Sarana yaitu berupa meja, kursi,
lemari buku/rak, komputer/mesin
tik, alat tulis kantor, telepon, serta
dilengkapi dengan akses internet
yang cepat.
Prasarana satu ruangan pengadaan
yaang berisikan pejabat pengadaan
dan staff
Meja, kursi,printer, scanner,
lemari buku/rak, komputer,
alat tulis kantor, telepon,
serta internet yang stabil.
Komputer, scanner, printer,
laptop, penghancur kertas,
AC, dan meja.
5 Proses perencanaan
kebutuhuan
perencanaan dibuat berdasarkan
metode konsumsi untuk
menentukan jumlah obat yang
dibeli, untuk pembelian obat E-
catalogue dilakukan pemeblian
dengan cara memisahkan obat
yang ada di E-catalogue dan non
E-catalogue
- Di dalam prosedur
perencanan belum
dijelaskan metode apa yang
dipakai tetapi dijelaskan
bahwa proses perencanaan
melibatkan koordinator
perbekalan di gudang serta
kepala gudang dan kepala
instalasi farmasi.
6 Proses pemesanan Proses pemesanan obat dilakukan
oleh beberapa pihak. Prosesnya
dimulai dari pihak perencanaan
yang mengajukan ke kepala
instalasi farmasi untuk di
Berawal dari PPK membuat
rencana pelaksanaan
pengadaan (perencanaan ini
berawal dari perencanaan
farmasi di gudang) , lalu
170
tandatangani. Setelah itu
diteruskan ke kabid penunjang
dalam hal ini sebagai PPK dengan
persetujuan kepala seksi
penunjang medis , maka kabid
penunjang akan memberikan nota
dinas ke pejabat pengadaan untuk
melakukan pembelian secara E-
purchasing. Setelah mengklik atau
mengirimkan permintaan maka
selanjutnya menunggu respon dari
pihak penyedia
pejabat pengadaan login
pada website dan memilih
aplikasi e-procrument dan
E-purchasing untuk
membuat paket, lalu input
dan kirim data pembelian
permintaan pembeliaan,
setelah mengirimkan
permintaan pembeliaan
maka akan dirimkan
persetujuan pembeliannya
dari penyedia bisa berupa
penolakan atau penerimaan
setelah itu barulah
dilakukan perjanjian
kontrak dan pelaksanaan
kontrak
7 Proses perjanjian kontrak perjanjian kontrak pengadaan obat
di RSU Kota Tangerang Selatan,
sering disebut SP atau surat
perjanjian. Pembeliaan dalam
jumah nominal 50 (lima puluh)
juta lebih maka akan dibuat Surat
perjanjian kontrak (SPK) dan jika
diabwah 50 (lima puluh) juta
hanya dibuat Surat perjanjian biasa
- PPK (pembeli) mengunduh
format kontrak pengadaan
dan melakukan kontrak
dengan
distributor/pelaksana
pekerjaan yang ditunjuk
oleh penyedia. Kesepakatan
yang sudah ada dalam
contoh format kontrak dapat
171
(SP). Selain itu Khusus untuk obat
narkotika / psikotropika /
prekursor harus ditambah surat
keterangan khusus dari pihak
farmasi dan tandatangan kepala
instalasi farmasi.
ditambah maupun dikurangi
sesuai dengan perjanjian
yang disepakati antara PPK
(pembeli) dengan
distributor/pelaksana
pekerjaan tersebut.
8 Proses distribusi atau
pengiriman
Petugas PPHP yang menyatakan
bahwa penerimaan obat dari tim
PPHP sering mendapatkan jumlah
obat yang tidak sesuai dengan
perjanjian yang telah ditetapkan,
terkadang jumlah obat yang
dikirim kurang dan dikirim dengan
menyicil, dan terlebih lagi waktu
pengiriman yang sering telat dari
distributor, selain itu distrbutor
juga pernah tidak memenuhi
jumlah obat yang dipesan mereka
memberikan surat kosong sebagai
alasan bahwa pihak distrbutor
tidak bisa memenuhi
pesananKesesuaian jenis obat
yang dibeli dengan prosedur E-
purchasing di rumah sakit umum
kota Tangsel telah sesuai. Semua
obat yang dikirimkan di rumah
Jumlah obat yang sesuai
dengan pemesanan bisa
dilihat dari Laporan
Pembelian obat berdasarkan
E-catalogue secara E-
purchasing di Rumah Sakit
Umum Kota Tangerang
selatan pada tahun 2016.
Berdasarkan laporan
tersebut diketahui bahwa
rumah sakit telah
melakukan proses
pembelian obat sebanyak
293 jenis obat dengan 23
jenis obat yang tidak
terealisasi atau tidak sesuai
kontrak pada saat
pemesanaan sebelumnya.
Realisasi pengadaan obat
berdasarkan E-catalogue
172
sakit telah sesuai dengan pesanan
atau kontrak yang telah disepakati
bersama. Berdasarkan telaah
dokumen diketahui ada 316 jenis
obat dan semuanya teah sesuai
dengan pesanan atau perjanjian
kontrak
Kesesuaian waktu pengiriman obat
berdasarkan E-purchasing obat
diketahui bahwa waktu
pengiriman obat dari distributor
sering terlambat, tetapi pihak
distributor mengajukan adendum
atau perpanjangan waktu kerja
sehingga pihak distributor tidak
mendapati denda atau melanggar
kontrak. Dokumen terkait dengan
waktu pengiriman obat tidak bisa
didapatkan oleh peniliti
dikarenakan keterbatasan data
yang bisa diakses, sehingga hanya
didapatkan data dari wawancara
mendalam
secara E-purchasing pada
tahun 2016 tidak mencapai
100% yaitu sebesar 87,26%.
9 Ketersediaan obat Ketersediaan obat di gudang
belum bagus dikarenakan ada
Berdasarkan buku kosong di
gudang farmasi stok kosong
173
beberapa obat yang kosong, salah
satu faktornya adalah waktu
tunggu obat di E-catalogue lalu
ketidakmampuan distributor dalam
mencukupi jumlah obat.
yang pernah terjadi pada
tahun 2016 adalah sebanyak
127 macam obat dan 62
macam obat yang
mempunyai stok yang
hampir habis.