108
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan kemajuan teknologi konstruksi dewasa ini, penggunaan beton sebagai salah satu pilihan konstruksi bangunan sipil lebih dikenal luas dibandingkan dengan bahan konstruksi lain seperti kayu dan baja. Pilihan penggunaan beton sebagai bahan konstruksi ini dikarenakan beton mempunyai beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh bahan lain, diantaranya beton relatif murah karena bahan penyusunnya didapat dari bahan lokal, mudah dalam pengerjaan dan perawatannya, mudah dibentuk sesuai kebutuhan, tahan terhadap perubahan cuaca, lebih tahan terhadap api dan korosi (Krisbiyantoro, 2005). Selain itu kelebihan beton yang menonjol dibandingkan bahan lain adalah beton memiliki kuat desak tinggi yang dapat diperoleh dengan cara pemilihan, perencanaan dan pengawasan yang teliti terhadap bahan penyusunnya. Salah satu penggunaan beton pada bangunan teknik sipil yaitu perkerasan jalan beton atau yang biasa disebut perkerasan kaku (rigid pavement) yang terdiri dari plat 1

Skripsi Fix New Repaired) Update

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Skripsi Fix New Repaired) Update

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dengan kemajuan teknologi konstruksi dewasa ini, penggunaan beton sebagai

salah satu pilihan konstruksi bangunan sipil lebih dikenal luas dibandingkan

dengan bahan konstruksi lain seperti kayu dan baja. Pilihan penggunaan beton

sebagai bahan konstruksi ini dikarenakan beton mempunyai beberapa kelebihan

yang tidak dimiliki oleh bahan lain, diantaranya beton relatif murah karena bahan

penyusunnya didapat dari bahan lokal, mudah dalam pengerjaan dan

perawatannya, mudah dibentuk sesuai kebutuhan, tahan terhadap perubahan

cuaca, lebih tahan terhadap api dan korosi (Krisbiyantoro, 2005). Selain itu

kelebihan beton yang menonjol dibandingkan bahan lain adalah beton memiliki

kuat desak tinggi yang dapat diperoleh dengan cara pemilihan, perencanaan dan

pengawasan yang teliti terhadap bahan penyusunnya.

Salah satu penggunaan beton pada bangunan teknik sipil yaitu perkerasan jalan

beton atau yang biasa disebut perkerasan kaku (rigid pavement) yang terdiri dari

plat beton semen portland dan lapis pondasi diatas tanah dasar. Perkerasan beton

yang kaku dan memiliki modulus elastisitas yang tinggi, akan mendistribusikan

beban terhadap bidang area tanah yang cukup luas, sehingga bagian terbesar dari

kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari slab beton sendiri. Hal ini berbeda

dengan perkerasan lentur dimana kekuatan perkerasan diperoleh dari lapisan tebal

pondasi bawah, pondasi dan lapisan permukaan. Karena yang paling penting

adalah mengetahui kapasitas struktur yang menanggung beban, maka faktor yang

paling diperhatikan dalam perancangan perkerasan kaku (rigid pavement) adalah

kekuatan beton itu sendiri, sedangkan kekuatan tanah dasar atau pondasi hanya

berpengaruh kecil terhadap kapasitas struktural perkerasannya (tanah dasar)

1

Page 2: Skripsi Fix New Repaired) Update

2

Kondisi Indonesia yang berada di daerah khatulistiwa yang beriklim tropis

menyebabkan curah hujan, kelembaban, serta intensitas cahaya matahari yang

tinggi. Kondisi ekstrim tersebut dapat menyebabkan potensi korosi pada tulangan

baja pada beton sehingga mengakibatkan berkurangnya ikatan antara baja dan

beton, yang dapat mengakibatkan berkurangnya kekuatan struktur beton

(Kolokium Pustitbang Jalan dan Jembatan).

Pasta semen yang mengeras memiliki struktur yang berpori (Kardiyono, 1996).

Dengan adanya pori-pori tersebut masih ada celah-celah kecil yang belum terisi

oleh agregat dan semen yang berpengaruh terhadap kekuatan dan ketahanan beton

tersebut. Saat celah-celah tersebut terisi akan diperoleh kekedapan dan kepadatan

yang tinggi, yang memiliki koefisien permeabilitas yang kecil. Kondisi tersebut

bisa menambah kekuatan beton tersebut karena kekedapan beton itu akan

melindungi tulangan yang ada pada beton dari reaksi perkaratan karena rembesan

senyawa kimia yang terkandung dalam air dan komponen beton akan terhindar

dari kerusakan karena bereaksi dengan garam maupun sulfat yang ada dalam air.

Untuk itu perlu adanya penelitian mengenai mengetahui hal tersebut, salah

satunya dengan menggunakan bahan tambah yang dapat menambah kekuatan

beton tersebut.

Bahan tambah mineral pembantu saat ini banyak ditambahkan ke dalam campuran

beton dengan berbagai tujuan, antara lain untuk mengurangi pemakaian semen,

mengurangi temperatur akibat reaksi hidrasi, mengurangi bleeding atau

menambah kelecakan pada beton. Mineral pembantu yang digunakan umumnya

mempunyai sifat pozzolanik, yaitu dapat bereaksi dengan kapur bebas yang

dilepaskan semen pada proses hidrasi dan membentuk senyawa yang bersifat

mengikat pada temperatur normal dengan adanya air. Material pozzolan dapat

berupa material alam ataupun yang didapat dari sisa industri.

Dalam penelitian ini digunakan salah satu bahan mineral tambahan pozzolan

berupa abu terbang (fly ash). Peneliti ingin mengetahui pengaruh tambahan abu

Page 3: Skripsi Fix New Repaired) Update

3

terbang (fly ash) terhadap kuat tekan dan kuat lentur beton sebagai bahan

perkerasan kaku (rigid pavement).

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar balakang yang disebutkan di atas dapat diambil rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh penambahan fly ash pada campuran beton terhadap

kekuatan (kuat tekan dan kuat lentur) beton pada perkerasan kaku (rigid

pavement)?

2. Berapa komposisi campuran beton dengan abu terbang fly ash yang tepat

untuk mendapatkan kekuatan (kuat tekan dan kuat lentur) beton yang optimum

pada perkerasan kaku (rigid pavement)?

1.3. Batasan Masalah

Untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini, maka diperlukan batasan-batasan

masalah sebagai berikut:

1. Semen yang digunakan adalah semen portland tipe 1.

2. Fly ash yang digunakan adalah fly ash tipe F berasal dari sisa hasil sisa bakar

batu bara pada PLTU Tanjung Jati, Jepara, Indonesia yang diperoleh dari PT.

Jaya Readymix Solo Plant.

3. Kadar Fly ash yang digunakan 0%, 15%, 20%, dan 25%.

4. Penelitian ini meninjau kekuatan (kuat tekan dan kuat lentur) untuk

perkerasan kaku (rigid pavement) dengan bahan tambah fly ash.

5. Agregat halus yang digunakan berupa pasir dan agregat kasar berupa batu

pecah.

6. Pengujian kuat tekan dan kuat lentur dilakukan pada umur 7, 28, dan 54 hari.

7. Pencampuran bahan dengan molen dan pembuatan sampel menggunakan

cetakan dengan Ø 15 cm dan tinggi 30 cm untuk benda uji kuat tekan dan

cetakan ukuran 100x100x500 mm untuk benda uji kuat lentur.

Page 4: Skripsi Fix New Repaired) Update

4

8. Jumlah benda uji yang digunakan 72 buah terdiri dari 36 buah untuk uji kuat

tekan dan 36 buah untuk uji kuat lentur.

9. Pengujian kuat tekan menggunakan alat uji kuat tekan yang berupa mesin

hidrolik yang ada pada Laboratorium Bahan Teknik Jurusan Teknik Sipil

UNS.

10. Pengujian kuat lentur menggunakan alat uji kuat lentur yang berupa mesin

hidrolik yang ada pada Laboratorium Bahan Teknik Jurusan Teknik Sipil

UNS.

11. Tidak dibahas reaksi kimia yang terjadi pada campuran tehadap bahan-bahan

yang digunakan.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan fly ash pada campuran beton

terhadap kuat tekan pada perkerasan kaku (rigid pavement).

2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan fly ash pada campuran beton

terhadap kuat lentur pada perkerasan kaku (rigid pavement).

3. Untuk mengetahui berapa persentase penambahan fly ash pada campuran

beton yang memiliki kuat tekan dan kuat lentur yang optimum pada

perkerasan kaku (rigid pavement).

Page 5: Skripsi Fix New Repaired) Update

5

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan wawasan pada masyarakat pada umumnya dan dunia teknik sipil

pada khususnya tentang penambahan bahan tambah fly ash dalam campuran

beton sebagai bahan perkerasan kaku (rigid pavement).

1.5.2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat mengetahui kuat tekan dan kuat lentur beton dengan bahan tambah fly

ash sebagai bahan perkerasan kaku (rigid pavement).

2. Dapat memberikan alternatif proporsi dan komposisi campuran beton fly ash

sebagai bahan perkerasan kaku (rigid pavement) yang tepat untuk

mendapatkan kuat tekan dan kuat lentur optimum.

Page 6: Skripsi Fix New Repaired) Update

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Perkerasan jalan beton semen portland atau lebih sering disebut perkerasan kaku

atau juga disebut rigid pavement, terdiri dari pelat beton semen portland dan

lapisan pondasi (bisa juga tidak ada) diatas tanah dasar (Suryawan, 2005).

Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah atau

agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari

semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan. Kadang, satu atau lebih

bahan aditif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu,

seperti kemudahan pengerjaan (workability), durabilitas, dan waktu pengerasan.

(Mc Cormac, 2003).

Beton banyak dipakai secara luas sebagai bahan bangunan. Dalam adukan beton,

air, dan semen membentuk pasta yang disebut pasta semen. Pasta semen ini selain

mengisi pori-pori diantara butiran-butiran agregat halus juga bersifat sebagai

perekat/pengikat dalam proses pengerasan, sehingga butiran-butiran agregat saling

terekat dengan kuat dan terbentuklah suatu massa yang kompak/padat

(Tjokrodimuljo, 1996).

Nilai banding berat air dan semen untuk suatu adukan beton dinamakan faktor air

semen. Agar terjadi proses hidrasi yang sempurna dalam adukan beton, pada

umumnya dipakai nilai faktor air semen (f.a.s) 0,4-0,6 tergantung mutu beton dan

hendak dicapai. Semakin tinggi mutu beton yang ingin dicapai umumnya

menggunakan nilai f.a.s rendah, sedangkan dilain pihak, untuk menambah daya

workability (kelecakan, sifat mudah dikerjakan) diperlukan nilai f.a.s yang lebih

tinggi (Istimawan, 1990).

Page 7: Skripsi Fix New Repaired) Update

7

Kekuatan semen yang telah mengeras tergantung pada jumlah air yang diperlukan

waktu proses hidrasi berlangsung. Pada dasarnya jumlah air yang diperlukan

untuk proses hidrasi hanya kira-kira 25 persen dari berat semennya, penambahan

jumlah air akan mengurangi kekuatan setelah mengeras. Kelebihan air dari yang

diperlukan untuk proses hidrasi pada umumnya memang diperlukan pada

pembuatan beton, agar adukan beton dapat dicampur dengan baik, diangkut

dengan mudah dan dapat dicetak tanpa rongga-rongga yang besar (tidak keropos).

Akan tetapi hendaknya selalu diusahakan jumlah air sesedikit mungkin, agar

kekuatan beton tidak terlalu rendah. Kuat tekan beton sangat dipengaruhi oleh

besarnya pori-pori pada beton. Kelebihan air akan mengakibatkan beton berpori

banyak, sehingga hasilnya kurang kuat dan juga lebih berpori (porous)

(Tjokrodimuljo, 1996).

Bahan campuran tambahan (admixtures) adalah bahan yang bukan air, agregat

maupun semen yang ditambahkan ke dalam campuran sesaat atau selama

pencampuran. Fungsi dari bahan ini adalah untuk mengubah sifat-sifat beton atau

pasta semen agar menjadi cocok untuk pekerjaan tertentu, atau ekonomis untuk

tujuan lain seperti menghemat energi (Nawi, 1996).

Menurut Kardiyono Tjokrodimulyo (1996) bahan tambah adalah bahan selain

unsur pokok beton (air, semen, agregat) yang ditambahkan pada adukan beton,

sebelum, segera atau selama pengadukan beton. Tujuannya ialah mengubah satu

atau lebih sifat-sifat beton sewaktu masih dalam keadaan segar atau setelah

mengeras, misalnya mempercepat pengerasan, menambah encer adukan,

menambah kuat tekan, menambah daktilitas, mengurangi sifat getas, mengurangi

retak-retak pengerasan dan sebagainya.

Pozzolan adalah bahan alam buatan yang sebagian besar terdiri dari unsur-unsur

silikat dan aluminat yang reaktif (Persyaratan Umum Bahan Bangunan di

Indonesia PUBI, 1982). Pozzolan sendiri tidak memiliki sifat semen, tetapi dalam

keadaan halus (lolos ayakan 0,21 mm) bereaksi dengan air kapur pada suhu

normal (24o-27oC) menjadi suatu massa padat yang tidak larut dalam air. Jumlah

Page 8: Skripsi Fix New Repaired) Update

8

pemakaian bahan pozzolan sebagai pengganti semen umumnya berkisar antara

10% sampai dengan 35% berat semen (Tjokrodimuljo, 1996).

Fly ash sebagai material silika adalah material pozzolan yang paling banyak

digunakan sebagai bahan tambah material semen. Dalam industri konstruksi

pengembangan dan penggunaan semen campuran semakin meningkat dan fly ash

mendapat perhatian lebih karena penggunaannya dapat meningkatkan properti

dari semen, menghemat biaya, dan mengurangi dampak negatif pada lingkungan.

(Sumrerng R dan Prinya C, 2008).

Menurut ASTM C616-86, terdapat dua jenis abu terbang (fly ash), kelas F dan C.

Kelas F dihasilkan dari pembakaran batu bara jenis antrasit dan bituminous,

sedangkan kelas C dari batu bara jenis lignite dan subituminous. Kelas C memiliki

kadar kapur tinggi. Dalam campuran beton, untuk fly ash tipe C digunakan

sebanyak 15 %- 35 % dari total berat semen, sedangkan untuk fly ash tipe F

digunakan sebanyak 15% - 25% dari total berat semen. (Antoni, Paul Nugraha,

2007)

Fly ash biasanya digunakan dalam beton dalam penggantian berkisar antara 0 %

sampai 30 % dari massa total semen. Namun, dalam berbagai penelitian telah

menunjukkan bahwa penggunaan fly ash 50 persen atau lebih dapat memiliki

berbagai manfaat. Fly ash merupakan limbah, karena itu lebih murah dari semen

portland, namun juga dikenal bisa meningkatkan workability dan menurunkan

temperatur reaksi pada beton.

( Mindness Sidney, Young J dan Darwin David, 2002)

HVFA ( High Volume Fly Ash) atau penggunaan fly ash volume tinggi baru-baru

ini mendapatkan popularitas yang tinggi sebagai sumber daya yang efisien, tahan

lama, hemat biaya, berkelanjutan untuk berbagai jenis berbagai jenis aplikasi

beton semen portland. Setiap beton berisi konten fly ash yang lebih dari 50 persen

dari total massa semen dianggap sebagai beton HVFA.

(Mehta, P. dan Monteiro, P, 2006)

Page 9: Skripsi Fix New Repaired) Update

9

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

Peruntukan prasarana jalan atau jalan raya adalah melayani lalu-lintas kendaraan

baik bermotor maupun tidak bermotor dengan beban lalu-lintas mulai dari yang

ringan sampai yang berat, tentunya ini tergantung pada hirarki fungsional jalan

tersebut yang berada baik di luar maupun di dalam kota. Secara umum konstruksi

perkerasan jalan terdiri atas dua jenis, yaitu perkerasan lentur yang bahan

pengikatnya adalah aspal dan perkerasan kaku dengan semen sebagai bahan

pengikatnya yang jalannya biasa juga disebut jalan beton.

Jalan beton biasanya digunakan untuk ruas jalan dengan hirarki fungsional arteri

yang berada di kawasan baik luar maupun dalam kota untuk melayani beban lalu-

lintas yang berat dan padat. Selain itu karena biaya pemeliharaan jalan beton

dapat dikatakan nihil walaupun biaya awalnya lebih tinggi dibandingkan dengan

jalan aspal yang selalu memerlukan pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala,

dan peningkatan jalan (tentunya ini akan memakan biaya yang tidak sedikit pula),

maka sangatlah tepat jika jalan beton digunakan pada ruas-ruas jalan yang sangat

sibuk karena sesedikit apapun, perbaikan jalan yang dilakukan akan mengundang

kemacetan (kasus bottle neck) yang tentunya akan berdampak sangat luas.

(Peter L. Barnabas, 2005)

Pada awal mula teknik jalan raya, pelat perkerasan kaku dibangun langsung di

atas tanah dasar tanpa memperhatikan sama sekali jenis tanah dasar dan kondisi

drainasenya. Pada umumnya dibangun slab setebal 6-7 inchi. Dengan

bertambahnya beban lalu lintas, mulai diperhatikan bahwa jenis tanah dasar

berperan penting terhadap perkerasan, terutama terjadinya pengaruh pumping

pada perkerasan. Pumping adalah proses keluarnya air dan butiran-butiran tanah

dasar atau pondasi bawah melalui sambungan dan retakan atau pada bagian

pinggir perkerasan, akibat lendutan atau gerakan vertikal pelat karena beban lalu

lintas, setelah adanya air bebas yang terakumulasi di bawah plat (Suryawan,

Page 10: Skripsi Fix New Repaired) Update

10

2005). Oleh karena itu perancangan untuk mengatasi pumping adalah faktor yang

sangat penting untuk diperhatikan.

Lapis perkerasan beton dapat diklasifikasikan atas 2 tipe sebagai berikut:

1. Perkerasan beton dengan tulangan dowel dan tie bar. Jika diperlukan untuk

kendali retak dapat digunakan wire mesh, penggunaannya independent

terhadap adanya tulangan dowel.

2. Perkerasan beton bertulang menerus terdiri dari prosentase besi yang relatif

cukup banyak dan tidak ada siar kecuali untuk keperluan pelaksanaan

konstruksi dan beberapa siar murni.

Nilai tegangan yang dapat dihitung berdasarkan teori adalah untuk beban statis.

Untuk perencanaan, nilai tegangan harus di-modifikasi terhadap perhitungan

repetisi beban lalu-lintas. Jika beton dapat tahan terhadap perubahan berulang,

yaitu sebanyak repetisi beban, maka akan dapat bertahan, tergantung besaran

beban (Suryawan, 2005).

Metode perencanaan perkerasan kaku yang umum digunakan di Indonesia adalah :

1. PCA (Portland CementAssociation)

PCA menawarkan metode perencanaan perkerasan kaku berdasarkan teknik

analisa tegangan yang dikembangkan oleh WESTERGAARD. Dalam metode

rancangan ini, ketebalan tergantung pada besaran dan jumlah beban berulang,

modulus of rupture dan modulus reaksi tanah dasar. Modulus of rupture pada

hari ke 28 digunakan untuk perencanaan. Ketebalan perkerasan beton relatif

tidak sensitif terhadap modulus tanah dasar, kecuali jika membandingkan

antara tanah dasar yang sangat lunak dengan yang sangat kuat.

Untuk perhitungan fatigue digunakan rasio antara tegangan aktual pada

perkerasan dengan modulus of rupture. Jika rasio bernilai < 0.51 uji dan

peformance di lapangan menunjukkan bahwa beton akan tahan tanpa menjadi

rusak terhadap repetisi tegangan tidak terbatas.

Pada metode ini beban kendaraan aktual diaplikasikan pada perancangan

perkerasan beton sebesar 20% lebih besar sebagai faktor keamanan.

Page 11: Skripsi Fix New Repaired) Update

11

2. AASHTO ( American Association of State Highway and Transportation

Officials )

Cara AASHTO dalam perencanaan tebal perkerasan kaku dikembangkan

berdasarkan hasil dari jalan uji AASHO (American Association of State

Highway Officials) seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Persamaan

yang digunakan untuk menghitung data AASHO dengan memperhitungkan

beban pada ujung pelat. Kemudian Poisson’s ratio diasumsikan 0,2 dan dari

jarak ujung ke pusat beban diambil 10 inchi. Campuran jenis kendaraan dapat

dikonversikan dalam bentuk beban ekivalen satu sumbu. Cara ini

menunjukkan bahwa ketebalan pelat beton relatif sensitif terhadap beban

lalu-lintas. Dan agak sensitif terhadap tegangan yang terjadi pada pelat beton.

Namun modulus yang terjadi akibat reaksi tanah dasar pengaruhnya amat

kecil.

Parameter-parameter perencanaan perkerasan kaku ( rigid pavement ) mengacu

cara AASHTO ( American Association of State Highway and Transportation

Officials ) 1993 secara praktis diberikan sebagai berikut dibawah ini.

Parameter perencanaan terdiri :

Analisi lalu-lintas : mencakup umur rencana, lalu-lintas harian rata-rata,

pertumbuhan lalu-lintas tahunan, vehicle damage factor, equivalent single

axle load

Terminal serviceability index

Initial serviceability

Serviceability loss

Reliability

Standar normal deviasi

Standar deviasi

CBR dan Modulus reaksi tanah dasar

Modulus elastisitas beton, fungsi kuat tekan beton

Flexural strength

Drainage coefficient

Load transfer coefficient

Page 12: Skripsi Fix New Repaired) Update

12

Bagan alir prosedur perencanaan diperlihatkan seperti pada Gambar 2.1. berikut.

Gambar 2.1 Bagan alir Perencanaan Perkerasan Kaku Mengacu cara AASHTO 1993

Flexural strength

Traffic

Reliability

Serviceability

CBR

Kuat tekan beton

Drainage coefficient

Load transfer coefficient

Modulus reaksi tanah dasar

Modulus elastisitas beton

Serviceability loss

Umur rencanaFaktor distribusi arahFaktor distribusi lajurLHR pada thn dibukaPertumb. Lalin tahunanVehicle damage factor

Standard normal deviationStandard deviation

Terminal serviceabilityInitial serviceability

Desain ESAL

Coba tebal plat

Check equation

Tebal pelat rencana

Page 13: Skripsi Fix New Repaired) Update

13

Berdasarkan Gambar 2.1 diatas, kuat tekan dan flexural strength faktor yang

sangat penting dalam perencanaan perkerasan kaku ( rigid pavement ) yang

mengacu cara AASHTO ( American Association of State Highway and

Transportation Officials ) 1993. Hal ini didasari oleh perkerasan beton yang kaku

dan memiliki modulus elastisitas yang tinggi, akan mendistribusikan beban

terhadap bidang area tanah yang cukup luas, sehingga bagian terbesar dari

kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari slab beton sendiri. Hal ini berbeda

dengan perkerasan lentur dimana kekuatan perkerasan diperoleh dari lapisan tebal

pondasi bawah, pondasi dan lapisan permukaan. Karena yang paling penting

adalah mengetahui kapasitas struktur yang menanggung beban, maka faktor yang

paling diperhatikan dalam perancangan perkerasan kaku (rigid pavement) adalah

kekuatan beton itu sendiri, kekuatan tanah dasar atau pondasi hanya berpengaruh

kecil terhadap kapasitas struktural perkerasannya (tebal pelat betonnya). Maka

Kuat tekan dan flexural strength merupakan parameter fisik yang sangat penting

dan tidak boleh diabaikan dalam perencanaan perkerasan kaku ( rigid pavement ).

2.2.2. Pengertian Beton

Beton diperoleh dengan cara mencampurkan semen, air dan agregat dengan atau

tanpa bahan tambahan (admixture) tertentu. Material pembentuk beton tersebut

dicampur dengan merata dengan komposisi tertentu menghasilkan suatu campuran

yang plastis sehingga dapat dituang dalam cetakan untuk dibentuk sesuai

keinginan. Campuran tersebut bila dibiarkan akan mengalami pengerasan sebagai

akibat reaksi kimia antara semen dan air yang berlangsung selama jangka waktu

yang panjang atau dengan kata lain campuran beton akan bertambah keras sejalan

dengan umurnya. (Wicaksono, 2005)

Bahan penyusun beton dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bahan aktif dan

pasif. Kelompok bahan aktif yaitu semen dan air, sedangkan bahan yang pasif

yaitu pasir dan kerikil (disebut agregat halus dan agregat kasar). Kelompok bahan

pasif disebut pengisi sedangkan yang aktif disebut perekat/pengikat

(Tjokrodimuljo, 1996).

Page 14: Skripsi Fix New Repaired) Update

14

Beton normal merupakan salah satu bahan konstruksi teknik yang cukup berat,

dengan berat sekitar 2400 kg/m3 dan dapat menghantarkan panas karena

kepadatannya. Pada beton yang baik, setiap butir agregat seluruhnya terbungkus

dengan mortar. Demikian halnya dengan ruang antar agregat, harus terisi oleh

mortar. Jadi kualitas pasta atau mortar menentukan kualitas beton. Semen adalah

unsur kunci dalam beton, meskipun jumlahnya hanya 7-15% dari campuran.

Beton dengan jumlah semen sedikit (sampai 7%) disebut beton kurus (lean

concrete), sedangkan beton dengan jumlah semen yang banyak (sampai 15%)

disebut dengan beton gemuk (rich concrete). Sifat masing-masing bahan juga

berbeda dalam hal perilaku beton segar maupun pada saat sudah mengeras, selain

faktor biaya yang perlu diperhatikan. Di lain pihak, secara volumetris beton diisi

oleh agregat sebanyak 70-75%, jadi agregat juga mempunyai peran yang sama

pentingnya sebagai material pengisi beton.

Sebagai material komposit, keberhasilan penggunaan beton tergantung pada

perencanaan yang baik, pemilihan dan pengadaan masing-masing material yang

baik, proses penanganan, dan proses produksinya.

Beton memiliki kelebihan dibanding material lain, diantaranya:

1. Beton termasuk bahan yang mempunyai kuat tekan yang tinggi, serta

mempunyai sifat tahan terhadap pengkaratan atau pembusukan dan tahan

terhadap kebakaran.

2. Harga relatif murah karena menggunakan bahan dasar dari lokal, kecuali

semen portland.

3. Beton segar dapat dengan mudah diangkut maupun dicetak dalam bentuk

yang sesuai keinginan.

4. Kuat tekan yang tinggi, apabila dikombinasikan dengan baja tulangan dapt

digunakan untuk sruktur berat.

5. Beton segar dapat disemprotkan pada permukaan beton lama yang retak,

maupun diisikan ke dalam cetakan beton pada saat perbaikan, dan

memungkinkan untuk dituang pada tempat-tempat yang posisinya sulit.

Page 15: Skripsi Fix New Repaired) Update

15

6. Beton segar dapat dipompakan sehingga memungkinkan untuk dituang pada

tempat-tempat yang posisinya sulit.

7. Beton termasuk tahan aus dan kebakaran, sehingga biaya perawatannya relatif

rendah.

Adapun kekurangan beton adalah sebagai berikut:

1. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak.

2. Beton segar mengalami susut pada saat pengeringan, dan beton segar

mengembang jika basah.

3. Beton keras mengeras dan menyusut apabila terjadi perubahan suhu.

4. Beton sulit kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air,

dan air yang membawa kandungan garam dapat merusak tulangan beton.

5. Beton bersifat getas sehingga harus dihitung dan didetail secara seksama agar

setelah dikombinasikan dengan baja tulangan menjadi bersifat daktail.

2.2.3. Bahan Susun Beton

Kualitas beton dapat ditentukan antara lain dengan pemilihan bahan-bahan

pembentuk beton yang baik, perhitungan proporsi yang tepat, cara pengerjaan dan

perawatan beton yang baik, serta pemilihan bahan tambah yang sesuai dengan

dosis optimum yang diperlukan. Bahan pembentuk beton terdiri atas semen,

agregat halus, agregat kasar, air dan bahan tambah (admixture) jika diperlukan.

Untuk pembuatan beton yang baik, material-material tersebut harus melalui tahap

penelitian yang sesuai standar penelitian yang baku sehingga didapat material

yang berkualitas baik.

2.2.3.1. Semen Portland

Fungsi semen adalah untuk merekatkan butiran-butiran agregat agar menjadi

suatu massa yang kompak, padat dan kuat. Selain itu semen juga berfungsi untuk

mengisi rongga-rongga diantara butiran agregat. Semen yang dimaksud dalam

konstruksi beton adalah bahan yang mengeras jika bereaksi dengan air dan lazim

Page 16: Skripsi Fix New Repaired) Update

16

dikenal dengan semen hidraulik (hydraulic cement). Salah satu jenis semen yang

biasa dipakai dalam pembuatan beton ialah semen portland (portland cement).

Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan menghaluskan

klinker terutama terdiri dari atas silikat calsium yang bersifat hidrolis, dengan gips

sebagai bahan tambahnya. Semen portland diperoleh dengan membakar secara

bersamaan suatu campuran dari calcareous (yang mengandung kalsium karbonat

atau batu gamping) dan argillaceous (yang mengandung alumina) dengan

perbandingan tertentu. Secara mudahnya kandungan semen portland adalah

kapur, silika, dan alumina. Ketiga bahan tadi dicampur dan dibakar dengan suhu

1550oC dan menjadi klinker. Setelah itu kemudian dikeluarkan, didinginkan, dan

dihaluskan sampai halus seperti bubuk. Biasanya lalu klinker digiling halus secara

mekanis sambil ditambahkan gips atau kalsium sulfat (CaSO4) kira-kira 2-4%

sebagai bahan pengontrol waktu pengikatan. Bahan tambah lain kadang

ditambahkan untuk membentuk semen khusus (Tjokrodimuljo, 1996).

Material-material utama dari semen portland adalah batu kapur yang mengandung

komponen-pomponen utama CaO (kapur) dan tanah liat yang mengandung

komponen-komponen SiO2 (silica), Al2O3 (alumina), Fe2O3 (oksida besi), MgO

(magnesium), SO3 (sulfur) serta Na2+K2O (soda/potash). Komposisi dari bahan

utama pembuatan semen dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Komposisi Bahan Utama Semen

Komposisi Persentase (%)

Kapur (CaO)

Silika (SiO2)

Alumina (Al2O3)

Besi (Fe2O3)

Magnesia (MgO)

Sulfur (SO3)

Potash (Na2O + K2O)

60 – 65

17 – 25

3 – 8

0,5 – 6

0,5 – 4

1 – 2

0,5 – 1

Sumber: Kardiyono Tjokrodimulyo (1996)

Page 17: Skripsi Fix New Repaired) Update

17

Walaupun demikian pada dasarnya ada 4 unsur yang paling utama dari semen,

yaitu:

1. Trikalsium silikat (C3S) atau 3CaO.SiO2

Senyawa ini mengalami hidrasi sangat cepat disertai pelepasan sejumlah

besar panas, berpengaruh besar pada pengerasan semen sebelum umur 14

hari, kurang ketahanan terhadap agresi kimiawi, paling menonjol mengalami

disintegrasi oleh sulfat air tanah dan kemungkinan sangat besar untuk retak-

retak oleh perubahan volume.

2. Dikalsium silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2

Formasi senyawa ini berlangsung perlahan dengan pelepasan panas lambat.

Senyawa ini berpengaruh terhadap proses peningkatan kekuatan yang terjadi

dari umur 14 hari sampai dengan 28 hari dan seterusnya. Dengan kadar C2S

banyak maka akan memiliki ketahanan tehadap agresi kimiawi yang relatif

tinggi, pengerasan yang lambat, dan panas hidrasi yang rendah.

3. Trikalsium aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3

Senyawa ini mengeras dalam beberapa jam dengan melepas sejumlah panas.

Jika kandungan unsur ini lebih besar dari 10% akan menyebabkan kurang

tahan terhadap asam sulfat. Kuantitas yang terbentuk dalam ikatan

menentukan pengaruhnya terhadap kekuatan beton pada awal umurnya

terutama dalam 14 hari.

4. Tetrakalsium aluminoferit (C4AF) atau 4CaO.Al2O3.Fe2O3

Senyawa ini kurang penting karena tidak begitu besar pengaruhnya terhadap

kekuatan dan kekerasan semen. C4AF hanya berfungsi untuk

menyempurnakan reaksi pada dapur pembakaran pembentukan semen.

Dua unsur pertama (1 dan 2) biasanya merupakan 70-80% dan kandungan berat

semen sehingga merupakan bagian yang paling dominan dalam memberikan sifat

semen (Tjokrodimuljo, 1996)

Selanjutnya dalam proses setting dan hardening akibat reaksi antara semen dan

air, senyawa-senyawa C3S, C2S, C3A, dan C4AF mengalami hidrasi yang

mekanismenya dapat digambarkan sebagai berikut :

Page 18: Skripsi Fix New Repaired) Update

18

1. Hidrasi kalsium silikat (C3S dan C2S)

Kalsium silikat akan terhidrasi menjadi kalsium hidroksida dan kalsium silikat

hidrat

2(3CaO.SiO2)+6H2O→3CaO.2SiO2.3H2O+Ca(OH)2

2(2CaO.SiO2)+4H2O→3CaO.2SiO2.2H2O+Ca(OH)2

Terbentuknya kalsium hidroksida pada proses hidrasi diatas menyebabkan

pasta semen bersifat basa, hal ini dapat mencegah korosi pada baja akan tetapi

menyebabkan pasta semen cukup reaktif terhadap asam.

2. Hidrasi Kalsium Aluminat (C3A)

Proses hidrasi C3A akan menghasilkan kalsium aluminat hidrat setelah semua

kandungan gypsum (CaO.SO3.2H2O) habis bereaksi.

3CaO.Al2O3+CaO.SO3.2H2O+10H2O→4CaO.Al2O3.SO3.12H2O (kalsium

sulpho aluminat)

3CaO.Al2O3+Ca(OH)2+12H2O→4CaO.Al2O3.13H2O (kalsium aluminat hidrat)

3. Hidrasi Kalsium Aluminat Ferrite (C4AF)

4CaO.Al2O3.Fe2O3+2CaO.SO3.2H2O+18H2O→8CaO.Al2O3.Fe2O3.2SO3.24HO

Sesuai dengan tujuan dari penggunaannya, semen portland di Indonesia dibagi

menjadi 5 jenis berdasarkan ASTM C-150, yaitu :

1. Tipe I adalah semen portland untuk tujuan umum. Jenis ini paling banyak

diproduksi karena digunakan untuk hampir semua jenis konstruksi.

2. Tipe II adalah semen portland modifikasi, adalah tipe yang sifatnya setengah

tipe IV dan setengah tipe V (moderat).

3. Tipe III adalah semen portland dengan kekuatan awal tinggi. Kekuatan 28

hari umumnya dapat dicapai dalam 1 minggu. Semen jenis ini umum dipakai

ketika acuan harus dibongkar secepat mungkin atau ketika struktur harus

dapat cepat dipakai.

4. Tipe IV adalah semen portland dengan panas hidrasi rendah, yang dipakai

untuk kondisi dimana kecepatan dan jumlah panas yang timbul harus

minimum. Misalnya pada bangunan masif seperti bendungan gravitasi yang

besar. Pertumbuhan kekuatannya lebih lambat daripada semen tipe I.

Page 19: Skripsi Fix New Repaired) Update

19

5. Tipe V adalah semen portland tahan sulfat, yang dipakai untuk menghadapi

aksi sulfat yang ganas. Umumnya dipakai di daerah dimana tanah atau airnya

memiliki kandungan sulfat yang tinggi.

Tabel 2.2. Jenis-jenis Semen Portland dengan Sifat-sifatnya.

Tipe semen

Sifat pemakaian

Kadar senyawa (%) Kehalusan blaine

(m2/kg)

Kuat1 hari

(kg/cm3)

Panas hidrasi (J/kg)

C3S C2S C3A C4AF

I Umum 50 24 11 8 350 1000 330

II Modifikasi 42 33 5 13 350 900 250

III

Kekuatan

awal

tinggi

60 13 9 8 450 2000 500

IV

Panas

hidrasi

rendah

25 50 5 12 300 450 210

VTahan

sulfat40 40 9 9 350 900 250

Sumber: Antoni, Paul Nugraha (2007)

2.2.3.2. Agregat

Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam

campuran beton. Agregat menempati 70-75% dari total volume beton, maka

kualitas agregat akan sangat mempengaruhi kualitas beton, tetapi sifat-sifat ini

lebih bergantung pada faktor-faktor seperti bentuk, dan ukuran butiran pada jenis

batuannya. Berdasarkan butiran, agregat dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu

agregat halus dan agregat kasar.

a. Agregat Halus

Agregat halus merupakan agregat yang lolos ayakan 4,75 mm. Agregat halus pada

beton dapat berupa pasir alam atau pasir buatan. Pasir alam didapatkan dari hasil

disintegrasi alami dari batu-batuan (pasir gunung atau pasir sungai). Pasir buatan

Page 20: Skripsi Fix New Repaired) Update

20

adalah pasir yang dihasilkan oleh alat-alat pemecah batu atau diperoleh dari hasil

sampingan dari stone crusher. Pasir (fine aggregate) berfungsi sebagai pengisi

pori-pori yang ditimbulkan oleh agregat yang lebih besar (agregat kasar/coarse

aggregate). Kualitas pasir sangat mempengaruhi kualitas beton yang dihasilkan.

Oleh karena itu, sifat-sifat pasir harus diteliti terlebih dahulu sebelum pasir

tersebut digunakan dan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Persyaratan agregat halus (pasir) menurut PBI 1971 Bab 3.3. adalah:

1. Terdiri dari butir-butir tajam dan keras. Butir-butirnya harus bersifat kekal,

artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca, seperti terik

matahari dan hujan

2. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan terhadap berat

kering). Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian-bagian yang dapat

melalui ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur melampaui 5% maka agregat

halus harus dicuci.

3. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak

yang harus dibuktikan dengan percobaan warna dari Abram-Harder (dengan

larutan NaOH).

4. Agregat halus harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya dan

apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan dalam pasal 3.5 ayat

(1), harus memenuhi syarat-syarat berikut:

- Sisa diatas ayakan 4mm harus minimal 2% berat.

- Sisa diatas ayakan 1mm harus minimal 10% berat.

- Sisa diatas ayakan 0,25 mm harus berkisar antara 80% dan 90% berat.

5. Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk semua mutu beton,

kecuali dengan petunjuk-petunjuk dari lembaga pemeriksaan bahan-bahan

yang diakui.

Page 21: Skripsi Fix New Repaired) Update

21

b. Agregat Kasar

Agregat kasar adalah agregat yang mempunyai ukuran lebih dari 4,75 mm dan

ukuran maksimumnya 40 mm. Agregat ini harus memenuhi syarat kekuatan,

bentuk, tekstur maupun ukuran. Agregat kasar yang baik bentuknya bersudut dan

pipih (tidak bulat/blondos).

Menurut PBI 1971 Bab 3.4. agregat kasar/split harus memenuhi syarat sebagai

berikut:

1. Terdiri dari butir-buti keras dan tidak berpori. Kerikil yang berpori akan

menghasilkan beton yang mudah ditembus air. Agregat kasar yang

mengandung butir-butir pipih hanya dapat dipakai jika jumlah butirannya

tidak melebihi 20% berat agregat seluruhnya. Butir-butir agregat kasar

tersebut harus bersifat kekal artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh

cuaca.

2. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% apabila lebih dari 1% maka

agregat harus dicuci terlebih dahulu.

3. Tidak mengandung zat-zat yang merusak beton, seperti zat-zat yang reaktif

dengan alkali.

4. Kekerasan dari butir- butir agregat diperiksa dengan bejana penguji dari

Rudellof, atau dengan mesin pengaus Los Angeles dimana tidak boleh

kehilangan berat lebih dari 50%.

5. Terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya atau bergradasi baik.

6. Besar butiran maksimum tidak boleh lebih dari 1/5 jarak terkecil antara

bidang-bidang samping cetakan, 1/3 tebal pelat, atau 3/4 dari jarak bersih

minimum antar tulangan yang ada.

2.2.2.3. Air

Air merupakan bahan dasar pembuatan beton yang penting namun harganya

murah. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen, serta untuk menjadi bahan

pelumas antara butir-butir agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Sifat

Page 22: Skripsi Fix New Repaired) Update

22

dan kualitas air yang digunakan dalam campuran beton akan sangat

mempengaruhi proses, sifat serta mutu beton yang dihasilkan.

Menurut Kardiyono Tjokrodimulyo (1996) untuk bereaksi dengan semen, air yang

diperlukan hanya sekitar 25% dari berat semen, namun dalam kenyataanya nilai

f.a.s yang dipakai sulit kurang dari 0,35 karena beton yang mempunyai proporsi

air yang sangat kecil menjadi kering dan sukar dipadatkan. Oleh kerena itu

dibutuhkan tambahan air untuk menjadi pelumas campuran agar mudah

dikerjakan. Akan tetapi penembahan air harus memperhatikan proporsi karena air

akan menguap ketika beton mengering dan meninggalkan rongga pada beton.

Syarat-syarat air untuk campuran beton sesuai standar PBI 1971 Bab 3.6.

Syarat-syarat air untuk pekerjaan beton menurut PBI 1971 Bab 3.6. adalah:

1. Air untuk perawatan dan pembuatan beton tidak boleh mengandung minyak,

asam, alkali, garam-garam, bahan-bahan organis atau bahan-bahan lain yang

merusak beton dan/atau baja tulangan. Dalam hal ini sebaiknya dipakai air

bersih yang dapat diminum.

2. Apabila terdapat keragu-raguan mengenai air, dianjurkan untuk mengirimkan

contoh air itu ke lembaga pemeriksaan bahan-bahan yang diakui untuk di

selidiki sampai seberapa jauh air itu mengandung zat-zat yang dapat merusak

beton dan/atau tulangan.

3. Apabila pemeriksaan contoh air seperti disebut dalam ayat (2) itu tidak dapat

dilakukan, maka dalam hal adanya keragu-raguan mengenai air harus

diadakan percobaan perbandingan antara kekuatan tekan campuran semen+air

dengan air tersebiut dan dengan air suling. Air tersebut dapat dipakai apabila

kekuatan tekan pada umur 7-28 hari paling sedikit adalah 90% dengan

kekuatan tekan dengan menggunakan air suling pada umur yang sama.

4. Jumlah air yang digunakan untuk membuat adukan beton dapat ditentukan

dengan ukuran isi atau ukuran berat dan harus dilakukan setepat-tepatnya.

Page 23: Skripsi Fix New Repaired) Update

23

2.2.3.4. Bahan Tambah

a. Pengertian Bahan Tambah

Bahan campuran tambahan (admixtures) adalah bahan yang bukan air, agregat

maupun semen yang ditambahkan ke dalam campuran sesaat atau selama

pencampuran. Fungsi dari bahan ini adalah untuk mengubah sifat-sifat beton atau

pasta semen agar menjadi cocok untuk pekerjaan tertentu, atau ekonomis untuk

tujuan lain seperti menghemat energi (Nawy, 1996).

Suatu bahan tambah pada umumnya dimasukkan ke dalam campuran beton

dengan jumlah sedikit, sehingga tingkat kontrolnya harus lebih besar daripada

pekerjaan beton biasa. Oleh sebab itu, kontrol terhadap bahan tambah perlu

dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa pemberian bahan tambah

pada beton tidak menimbulkan efek samping seperti kenaikan penyusutan kering,

pengurangan elastisitas (L.J. Murdock dan K.M. Brook, 1991)

b. Jenis dan Pengaruh Bahan Tambah Mineral Pembantu

Bahan mineral pembantu saat ini banyak ditambahkan ke dalam campuran beton

dengan berbagai tujuan, antara lain untuk mengurangi pemakaian semen,

mengurangi temperatur akibat reaksi hidrasi, mengurangi atau menambah

kelecakan beton segar. Cara pemakaiannya pun berbeda-beda, sebagai bahan

pengganti sebagian semen atau sebagai tambahan pada campuran untuk

mengurangi pemakaian agregat. Pembuatan beton dengan menggunakan bahan

tambah akan memberikan kualitas beton yang baik apabila pemilihan kualitas

bahannya baik, komposisi campurannya sesuai dan metode pelaksanaan

pengecoran, pemeliharaan serta perawatannya baik.

Mineral pembantu yang digunakan umumnya mempunyai komponen aktif yang

bersifat pozzolanik (disebut juga mineral pozzolan). Pozzolan adalah bahan alam

atau buatan yang sebagaian besar terdiri dari unsur-unsur silikat dan aluminat

yang reaktif (Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia, PUBI-1982).

Page 24: Skripsi Fix New Repaired) Update

AirGel kalsium silikat hidrat

Kalsium hidroksida

Kalsium hidroksida

Air Gel kalsium silikat hidrat

24

Pozzolan sendiri tidak memiliki sifat semen, tetapi dalam keadaan halus (lolos

ayakan 0,21 mm) bereaksi dengan air dan kapur padam pada suhu normal 24-27oC

menjadi suatu massa padat yang tidak larut dalam air.

Pozzolan dapat dipakai sebagai bahan tambah atau pengganti sebagai semen

portland. Bila pozzolan dipakai sebagai bahan tambah akan menjadikan beton

lebih mudah diaduk, lebih rapat air, dan lebih tahan terhadap serangan kimia.

Beberapa pozzolan dapat mengurangi pemuaian akibat proses reaksi alkali-

agregat (reaksi alkali dalam semen dengan silika dalam agregat), dengan demikian

mengurangi retak-retak beton akibat reaksi tersebut. Pada pembuatan beton massa

pemakaian pozzolan sangat menguntungkan karena menghemat semen, dan

mengurangi panas hidrasi (Kardiyono, 1996)

Perbedaan reaksi hidrasi dan reaksi pozzolanik adalah sebagai berikut:

Semen Portland

C3S + H C-S-H + CH

Material Pozzolan

Pozzolan + CH + H C-S-H

Berlawanan dengan reaksi hidrasi dari semen dengan air yang berlangsung cepat

dan kemudian membentuk gel kalsium silikat hidrat dan kalsium hidroksida,

reaksi pozzolanik ini berlangsung dengan lambat sehingga pengaruhnya lebih

kepada kekuatan akhir dari beton. Panas hidrasi yang dihasilkan juga jauh lebih

kecil daripada semen portland sehingga efektif untuk pengecoran pada cuaca

panas atau beton masif.

Material pozzolan dapat berupa material yang sudah terjadi secara alami ataupun

yang didapat dari sisa industri. Masing-masing mempunyai komponen aktif yang

berbeda. Tabel 2.3. menunjukkan komponen aktif mineral pembantu yang berasal

dari material alami dan material sisa proses industri. Umumnya material pozzolan

Semen

cepat

lambat

Page 25: Skripsi Fix New Repaired) Update

25

ini lebih murah daripada semen portland sehingga biasanya digunakan sebagai

pengganti sebagian semen. Persentase maksimum pengantian ini harus

diperhatikan karena dapat menyebabkan penurunan kekuatan beton.

Tabel 2.3. Material Pozzolan Umumnya

Kategori Material umum Komponen aktif

Material alami

Abu fulkanis murni Aluminosilicate glassAbu vulkanis terkena cuaca (tuff, trass, dll)

Aluminosilicate glassZeolite

Batu apung (pumice) Aluminosilicate glassFosil kerang (diatomaceus earth)

Amorphous hydrated silica

Opaline chert dan shales (batu sedimen)

Hydated silica gel

Material sisa industri

Fly ash – tipe F Aluminosilicate glassFly ash – tipe C Calcium aluminosilicate glassSilika fume Amorphous silicaRice husk ash Amorphous silicaCalcined clay Amorphous alumino silicate (metakaolin)

Sumber: Antoni, Paul Nugraha (2007)

Kebutuhan air pada beton dapat meningkat untuk kelecakan yang sama karena

ukuran partikel meterial pozzolan yang halus. Namun bentuk partikel material ini

akan mempengaruhi kebutuhan akan airnya. Ukuran dan bentuk partikel material

pozzolan dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Karakteristik Fisik dari Material Pozzolan

MaterialUkuran

rata-rata(µm)

Luas permukaan

(m2/kg)Bentuk partikel

Massa jenis(specific gravity)

Semen portland 10-15 <1 Angular, irregular 3,2Pozzolan alamiah 10-15* <1 Angular, irregular bervariasiFly ash (F dan C) 10-15 1-2 Mostly spherical 2,2-2,4

Silica fume 0,1-0,3 15-25 Spherical 2,2Rice husk ash 10-20 50-100 Cellular, irregular <2,0Calcined clay (metakaolin)

1-2 15 Platey 2,4

*setelah dihaluskan, Sumber: Antoni, Paul Nugraha (2007)

Page 26: Skripsi Fix New Repaired) Update

26

Bentuk seperti bola (spherical) menghasilkan kelecakan yang lebih baik daripada

bentuk yang bersudut (angular) karena luas permukaan yang lebih kecil. Bentuk

bola juga mempunyai efek ball-bearing yang dapat meningkatkan kelecakan

campuran beton segar. Material pozzolan dengan bentuk bersudut, berongga

(cellular) ataupun bentuk tak tentu (irregular) membutuhkan penggunaan bahan

kimia pembantu (superplasticizer) agar didapat kelecakan yang baik.

Sifat-sifat umum dari pozzolan antara lain:

1. Tidak mempunyai sifat mengikat bila berdiri sendiri.

2. Terdiri dari sebagian besar unsur-unsur silika dan atau alumina (75%-80%).

3. Bila berbentuk bahan halus dan bersama-sama kapur padam akan mempunyai

sifat mengikat.

4. Kekuatannya bila dicampur dengan kapur sangat tergantung dari susunan

kimianya, terutama kandungan silica aktifnya.

5. Kehalusannya akan mempengaruhi kekuatannya.

Menurut Paulus Nugraha dan Mustofa (2008) pengaruh penggunaan pozzolan di

dalam campuran beton adalah sebagai berikut:

1. Menghemat biaya karena dapat digunakan sebagai pengganti semen dengan

konsekuensi memperlambat pengerasan sehingga kekuatan awal beton rendah.

2. Mengurangi retak akibat panas hidrasi yang rendah karena adanya bahan

pozzolan tersebut, kandungan C3A dalam semen berkurang sehingga

temperatur awal dapat diturunkan.

3. Mengurangi muai akibat reaksi alkali-agregat sehingga retak-retak pada beton

dapat dikurangi.

4. Meningkatkan ketahanan beton terhadap garam, sulfat dan air asam.

Akan tetapi sebagai pengganti semen, pozzolan memiliki kekurangan yaitu

pozzolan akan sangat mengurangi kekuatan 28 hari. Karena lambatnya aksi

pozzolanik maka dibutuhkan perawatan untuk waktu yang lebih lama. (Paul

Nugraha, Antoni, 2007). Tabel 2.5. menunjukkan unsur-unsur bahan pozzolan

dibanding semen portland berdasarkan jenisnya.

Page 27: Skripsi Fix New Repaired) Update

27

Tabel 2.5. Unsur Bahan-bahan Pozzolan

UnsurSemen

PortlandAbu Terbang (fly

ash)Kerak (slag) Silika fume

SiO2 20 50 38 92Fe2O3 3,5 10,4 0,3 1,2Al2O3 5 28 11 0,7CaO 65 3 40 0,2MgO 0,1 2 7,5 0,2Na2O 0,1 0,7 0,4 1,0K2O 0,7 2,5 0,8 1,5

Kehalusan (m2/kg) 300-400 400-700 350-600 20000

Sumber: Antoni, Paul Nugraha (2007)

Dengan semakin banyaknya pemakaian beton di dalam industri konstruksi

termasuk jalan beton maka semakin banyak pula usaha untuk membuatnya

semakin canggih dan semakin ekonomis. Namun, seiring meningkatnya industri

beton juga berdampak pada lingkungan karena meningkatnya pemakaian energi

untuk produksi beton.

Salah satu usaha untuk mereduksi pengaruh buruk terhadap lingkungan akibat

industri beton adalah penggunaan fly ash dan slag sebagai bahan tambah.

Penggantian sebagian semen dengan fly ash selain dapat menambah workability

karena peningkatan gradasi (karena ukuran fly ash sangat halus), juga mengurangi

dampak negatif terhadap lingkungan dengan mengurangi lahan pembuangan

limbah dan mengurangi penggunaan energi untuk produksi semen. Keuntungan

lain adalah peningkatan durabilitas beton. (Michael D Lepech, et al. 2008)

c. Abu Terbang (Fly Ash)

Abu terbang adalah abu sisa pembakaran batu bara, berupa butiran halus ringan,

tidak porous, dan bersifat pozzolanik. Abu terbang tidak memiliki kemampuan

mengikat seperti semen tapi dengan adanya air dan partikel ukuran halus, oksida

silica yang terkandung di dalamnya akan bereaksi secara kimia dengan kalsium

hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan menghasilkan zat yang

memiliki kemampuan mengikat (Krisbiyantoro, 2005). Pembakaran batu bara

Page 28: Skripsi Fix New Repaired) Update

28

kebanyakan digunakan pada pembangkit listrik tenaga uap. Produk limbah PLTU

tersebut mencapai 1 juta ton per tahun.

PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) uang menghasilkan abu terbang ini

misalnya PLTU Suralaya, PLTU Paiton dan PLTU Tanjung Jati. Abu terbang juga

dihasilkan oleh pabrik kertas maupun pabrik kimia. Sekitar 75-90% abu yang

keluar dari cerobong asap dapat ditangkap oleh sistem elektrostatik precipitator.

Sisa yang lain didapat di dasar tungku (disebut bottom ash). Mutu fly ash

tergantung pada kesempurnaan proses pembakarannya.

Material ini mempunyai kadar bahan semen yang tinggi dan mempunyai sifat

pozzolanik. Kandungan fly ash sebagian besar terdiri dari silikat dioksida (SiO2),

aluminium (Al2O3), besi (Fe2O3) dan kalsium (CaO), serta magnesium, potasium,

sodium, titanium, dan sulfur dalam jumlah yang lebih sedikit. (Antoni, Paul

Nugraha, 2007)

Sebagai sebuah campuran, abu terbang (fly ash) berfungsi baik sebagai pengganti

atau tambahan untuk semen portland dan bisa ditambahkan langsung ke dalam

campuran beton di batching plant. (E. Aydin, 2009)

Sebagian besar komposisi kimia dari abu terbang tergantung tipe batu bara,

menurut ASTM C618-86, terdapat dua jenis abu terbang, kelas F dan C. kelas F

dihasilkan dari pembakaran batu bara jenis antrasit dan bituminous, sedangkan

kelas C dari batu bara jenis lignite dan subituminous. Kelas C memiliki kadar

kapur tinggi. Fly ash dapat dibedakan menjadi 3 jenis (ACI Manual of Practice

1993 Parts 1 226.3R-3) yaitu:

1. Kelas C

Fly ash yang mengandung CaO di atas 10% yang dihasilkan dari pembakaran

lignite atau sub-bitumen batu bara (batu bara muda).

a. Kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 50%

b. Kadar CaO mencapai 10%

Dalam campuran beton digunakan sebanyak 15%-35% dari total berat semen.

Page 29: Skripsi Fix New Repaired) Update

29

2. Kelas F

Fly ash yang mengandung CaO lebih kecil 10% yang dihasilkan dari

pembakaran anthracite atau bitumen batu bara.

c. Kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 70%

d. Kadar CaO < 5%

Dalam campuran beton digunakan sebanyak 15%-25% dari total berat semen.

3. Kelas N

Pozzolan alam atau hasil pembakaran yang dapat digolongkan antara lain

tanah diatomic, opaline chertz dan shales, tuff dan abu vulkanik, yang mana

biasa diproses melalui pembakaran atau tidak melalui proses pembakaran.

Selain itu juga mempunyai sifat pozzolan yang baik

Secara umum sifat-sifat abu terbang adalah mempunyai partikel yang berbentuk

seperti bola dengan diameter antara 0,1-0,3µm, memiliki permukaan spesifik

(specific surface) antara 0,2-0,6 m2/gram, kehalusan partikelnya sebesar 70-80%

lolos saringan 200 (75µm), dan berwarna abu-abu hingga coklat muda serta

memiliki kandungan silika yang tinggi.

c. Sifat-sifat Fisika Abu Terbang (Fly Ash)

Sifat-sifat fisika abu terbang meliputi bentuk partikel, kehalusan dan berat

jenisnya adalah sebagai berikut:

1. Bentuk Partikel

Ukuran dan bentuk partikel abu terbang tergantung pada asal lokasi

pengambilan dan keseragaman batu baranya, derajat kehancuran pada saat

dibakar, temperatur dan suplai oksigen pada saat pembakaran, keseragaman

sistem pembakaran, pengumpulan dan pemisahan abu terbang pada saat

pembakaran, dan saringannya. Abu terbang berbentuk bulat seperti bola kecil

yang amorf, dan bergerombol yang saling terkait.

2. Kehalusan

Ukuran abu terbang adalah antara 1µm hingga 1mm. Semakin baik peralatan

yang digunakan untuk penyaringan dan penangkapan (electrostatic

Page 30: Skripsi Fix New Repaired) Update

30

precipitator) abu terbang, semakin baik dan halus pula abu terbang yang

dihasilkan. Kehalusan abu terbang akan mempengaruhi kinerja beton, yaitu

pada kekuatan, ketahanan terhadap abrasi, dan kepadatan beton.

3. Berat Jenis

Berat jenis abu terbang umumnya berkisar antara 1,97 hingga 3,02. Besar

kecilnya berat jenis dipengaruhi oleh lokasi asal batu bara.

d. Komposisi Kimia Abu Terbang (Fly Ash)

Sifat kimiawi abu terbang sangat kompleks tergantung pada asal lokasi batu bara,

jenis batu baranya, heterogenitas dan tingkat kristalisasinya. Sifat kimia ini akan

sangat berpengaruh pada reaksi kimia di dalam beton dan ikatan antar mortar

dengan agregat kasarnya. Ikatan ini yang menyebabkan mutu dan kekuatan beton

meningkat. Abu terbang mengandung unsur-unsur kimia antara lain: SiO2, Al2O3,

MgO, CaO, Fe2O3, Na2O dan So3. Dari unsur-unsur tersebut yang paling efektif

adalah silikat (SiO2) dan aluminat (Al2O3) dan merupakan unsur kimia penyusun

abu terbang.

Abu terbang memiliki sifat pozolan yang terdiri dari unsur-unsur silikat dan atau

aluminat yang reaktif. Komposisi kimia masing-masing jenis abu terbang

sedikit berbeda dengan komposisi kimia semen. Tabel 2.6. menjelaskan komposisi

kimia abu terbang dan semen menurut Ratmaya Urip (2003).

Tabel 2.6. Komposisi Kimia Berbagai Jenis Abu Terbang dan Semen Portland

No Komposisi KimiaJenis Abu Terbang

SemenJenis F Jenis C Jenis N

1 SiO2 51.9 50.9 58.2 22.62 Al2O3 25.8 15.7 18.4 4.33 Fe2O3 6.98 5.8 9.3 2.44 CaO 8.7 24.3 3.3 64.45 MgO 1.8 4.6 3.9 2.16 SO2 0.6 3.3 1.1 2.37 Na2O dan K2O 0.6 1.3 1.1 0.6

Sumber: Ratmaya Urip, 2003

Page 31: Skripsi Fix New Repaired) Update

31

e. Pengaruh Sifat Fisika dan Komposisi Kimia Abu Terbang (Fly Ash)

Terhadap Beton

Kandungan kimia dalam abu terbang akan mempengaruhi pada saat beton

mengalami reaksi hidrasi antara air, semen portland dan abu terbang. Dalam

proses hidrasi, air dalam campuran beton segar akan mengikat dikalsium silikat

(C2S) dan trikalsium silikat (C3S) yang kemudian menjadi kalsium silikat hidrat

gel (3CaO.2SiO2.3H2O atau CSH) dan membebaskan kalsium hidroksida

(Ca(OH)2). Tambahan abu terbang yang mengandung silika (SiO2) akan bereaksi

dengan Ca(OH)2 yang dibebaskan dari proses hidrasi dan akan membentuk CSH

kembali sehingga beton yang dibentuknya akan lebih padat dan kuat atau mutunya

bertambah. Reaksi ini sering disebut reaksi sekunder dan reaksi ini berlangsung

lebih lambat dan berlaku lebih lama, sehingga mutu beton diatas 28 hari masih

meningkat. Dengan demikian waktu pengerasan (setting time) beton abu terbang

menjadi lebih lama bila dibandingkan dengan beton tanpa abu terbang. Reaksi

kimia pasta semen dengan abu terbang dapat dituliskan sebagai berikut:

Ca(OH )2+SiO2+H 2O → 3CaO .2SiO2 .3 H 2O atauCSH

Dengan ukuran butir abu terbang yang halus, memberikan suatu keuntungan, yaitu

partikel abu terbang dapat menerobos ke dalam bidang temu (Interface Transition

Zone/ITZ) antara mortar dan agregat kasarnya. Lapisan ITZ tersebut terbentuk

karena adanya air di permukaan agregat kasar (absorbed water) dan ditambah

dengan air yang merembih (bleeding water) dari matrik/mortar yang berkumpul di

sekitar agregat kasar khususnya di bagian bawah. Air tersebut kemudian

memberikan tempat untuk bertumbuhnya kristal Ca(OH)2 yang relatif lemah dan

menghasilkan ruang keropos yang penuh mengandung retak mikro (microcrack),

sehingga akan mengurangi kepadatan dan kekuatan beton. Dengan adanya abu

terbang di dalam beton, maka kristal Ca(OH)2 tersebut juga akan membentuk

reaksi sekunder kembali membentuk CSH dan partikel abu terbang yang

berukuran kecil tersebut juga berfungsi untuk mengisi rongga-rongga di daerah

ITZ. Dengan demikian, beton tersebut menjadi lebih padat dan kuat serta ikatan di

daerah ITZ akan bertambah.

(kalsium silikat hidrat)

Page 32: Skripsi Fix New Repaired) Update

32

Menurut I Made Alit Karyawan Salain (2007), dengan bertambahnya waktu dan

dalam kondisi perawatan yang memadai, kuantitas dari produk hidrasi, terutama

CSH yang dihasilkan dari reaksi trikalsium silikat (C3S) dan dikalsium silikat

(C2S) yang ada dalam semen dengan air (H2O) semakin meningkat. Meningkatnya

kuantitas CSH, senyawa utama yang bertanggung jawab terhadap perkembangan

properti semen, mengakibatkan ikatan yang dihasilkan oleh semen dengan agregat

semakin kuat dan ruang-ruang kosong yang awalnya terisi oleh air dan partikel-

partikel semen larut diganti dengan CSH sehingga porositas beton berkurang.

Peristiwa inilah yang akhirnya memberikan kontribusi utama bagi peningkatan

kuat tekan sejalan dengan berkurangnya permeabilitas beton dengan

bertambahnya umur hidrasi

2.2.4 . Uji Kuat Desak (Unconfined Compressive Strength Test)

Unconfined Compressive Strength Test ini bertujuan untuk mengetahui seberapa

besar kuat desak atau tekan yang mampu diterima oleh benda uji. Pengujian ini

menggunakan mesin hidrolik yang ada pada Laboratorium Bahan Teknik Jurusan

Teknik Sipil UNS. Pencatatan yang dilakukan pada saat pengujian adalah

besarnya beban P pada saat benda uji hancur. Untuk mendapatkan besarnya

tegangan hancur dari benda uji tersebut dilakukan dengan perhitungan seperti

pada persamaan berikut.

f’c = PA

dimana : f’c = nilai Unconfined Compressive Strength Test

P = beban maksimum (KN)

A = luas permukaan benda uji tertekan (mm2)

2.2.4. Uji Kuat Lentur (Flexural Strength Test)

Pengujian kuat lentur secara normal digunakan untk menentukan karakteristik

perkerasan beton dan hasilnya dinyatakan dalam modulus of rupture. Kuat lentur

adalah kemampuan suatu balok atau plat benda uji untuk melawan kegagalan

Page 33: Skripsi Fix New Repaired) Update

A C D B

33

patah (bending), yang mana secara spesifik diuji dengan pembebanan terhadap

suatu benda uji (berbentuk balok) dengan perletakan beban menggunakan jarak

sepertiga dari panjang benda uji. Apakah suatu benda uji plat beton patah

dibawah tegangan tarik yang diterapkan tergantung daripada modulus of rupture

beton tersebut. Hal ini ditentukan oleh unsur beton yang terkandung didalamnya,

umur beton dan sejarah tekanan yang berhubungan dengan kelelahan / fatigue.

British Standard menetapkan ukuran benda uji 150 mm x 150 mm x 750 mm (6 x

6 x 30 in). Tetapi jika ukuran maksimum agregat < 25 mm, ukuran benda uji

adalah 100 mm x 100 mm x 500 mm (4 x 4 x 20 in). Karena ukuran maksimum

agregat dalam penelitian ini < 25 mm, maka di gunakan benda uji dengan ukuran

100 mm x 100 mm x 500 mm (4 x 4 x 20 in).

Pengujian kuat lentur dilakukan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2.

(+)

(-)

(+) (+) (+)

Mmax = MC = MD = 1/2 P x 1/3 L=1/6 PL

Gambar 2.2 Skema Uji Kuat Lentur untuk Benda Uji Balok

½ P½ P

1/3 L 1/3 L 1/3 L

Page 34: Skripsi Fix New Repaired) Update

34

Secara umum tegangan lentur nominal dinyatakan,

σn = Fr = M . y

I

dengan

M : Momen = 16

PL (Nmm)

I : Momen Inersia (mm4)

Y : Jarak titik tinjauan dari garis netral penampang (mm)

Dari Gambar 2.2, rumus tersebut kemudian bisa didapat,

Fr = ( 1

6Pl ).( 1

2h)

112

b .h3

Maka dari persamaan di atas didapat rumus empiris nilai kuat lentur (fr) untuk

benda uji balok, sebagai berikut :

fr = P .l

(b . d2 )

dengan :

f r : kuat tarik beton (kg/cm2 atau N/mm2)

P : gaya tekan yang bekerja (kg atau N)

l : Panjang Balok (cm atau mm)

d : Tebal Balok (cm atau mm)

b : Tinggi Balok (cm atau mm)

Page 35: Skripsi Fix New Repaired) Update

35

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Agar tujuan yang diinginkan dalam suatu penelitian dapat tercapai dengan baik,

maka diperlukan adanya suatu metode penelitian. Metode penelitian berisikan

langkah-langkah penelitian suatu masalah, kasus, gejala atau fenomena dengan

jalan ilmiah untuk menghasilkan jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan.

Metode yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental

untuk mendapatkan hasil ataupun data-data yang akan menegaskan hubungan

antara variabel-variabel yang diselidiki. Metode ini dapat dilaksanakan di dalam

laboratorium ataupun di luar laboratorium. Dalam penelitian ini eksperimen

dilaksanakan di dalam laboratorium

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan dari tanggal 8 Februari 2010 sampai dengan 12 Mei 2010 di

Laboratorium Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Sebelas Meret Surakarta.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilaksanakan dengan metode eksperimen terhadap

beberapa benda uji dari berbagai kondisi perlakuan yang diuji di laboratorium.

Untuk beberapa hal pada pengujian bahan, digunakan data sekunder yang

dikarenakan penggunaan bahan dan sumber yang sama.

Page 36: Skripsi Fix New Repaired) Update

36

3.4. Bahan dan Peralatan Penelitian

3.4.1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Agregat kasar dan halus

Agregat yang digunakan berasal dari Laboratorium Bahan Bangunan Jurusan

Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Meret Surakarta.

2. Air

Air yang digunakan berasal dari Laboratorium Bahan Bangunan Jurusan

Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Meret Surakarta.

3. Fly Ash

Fly Ash yang digunakan berasal dari hasil sisa bakar batu bara PLTU Tanjung

Jati, Jepara, Indonesia yang diperoleh dari PT. Jaya Readymix Solo Plant.

4. Semen

Semen yang digunakan adalah semen portland tipe 1 (Ordinary Portland

Cement)

3.4.2. Peralatan

Penelitian ini menggunakan peralatan yang berada di Laboratorium Bahan

Bangunan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Meret

Surakarta, peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Satu set saringan (sieve) standar ASTM beserta alat penggetar (sieve shaker).

2. Oven lengkap dengan pengatur suhu.

3. Gelas ukur.

4. Timbangan tripple beam dengan ketelitian 0,1 gram.

5. Timbangan digital dengan ketelitian 0,001 gram.

Page 37: Skripsi Fix New Repaired) Update

37

6. Conical mould untuk mengukur keadaan SSD agregat halus.

7. Mesin Los Angeles dan bola baja untuk pengujian abrasi agregat kasar.

8. Panci kecil untuk wadah air.

9. Mixer untuk mencampur.

10. Satu set cetakan (mould) dengan ukuran 100 x 100 x 500 mm untuk uji kuat

lentur dan d:150 mm t:300 mm untuk uji kuat tekan.

11. Alat penggetar (vibrator).

12. Kerucut Abrams untuk pengujian slump.

13. Satu set alat uji kuat tekan beton.

14. Satu set alat uji kuat lentur beton.

15. Peralatan penunjang seperti kaos tangan, masker, kunci pas dan obeng.

3.5. Benda Uji

Benda uji pada penelitian ini berbentuk silinder dan balok dengan 3 buah benda

uji untuk masing-masing perlakuan yaitu dengan bahan tambah fly ash sebanyak

15%, 20% dan 25% untuk pengujian kuat tekan dan kuat lentur pada umur 7, 28,

dan 54 hari.

Tabel 3.1. Sampel Benda Uji beton dengan Bahan Tambah Fly Ash

Bahan

Tambah Fly

Ash

Ukuran

(cm)Jenis Pengujian

Jumlah

(buah)Keterangan

0%

15%

20%

25%

d: 15, t: 30 Uji Kuat Tekan 9

9

9

9

Pengujian umur 7,

28, 54 hari.

Masing-masing

sebanyak 3 buah.

0%

15%

20%

25%

10x10x50 Uji Kuat Lentur 9

9

9

9

Pengujian umur 7,

28, 54 hari

Masing-masing

sebanyak 3 buah.

Jumlah total 72

Page 38: Skripsi Fix New Repaired) Update

38

3.6. Standar Penelitian dan Spesifikasi Material Penyusun Beton

Untuk mengetahui sifat dan karakteristik dari meterial penyusun beton maka

diperlukan pengujian terhadap material yang digunakan. Pengujian dilakukan

dengan standar ASTM untuk pengujian agregat halus dan agregat kasar serta PBI

1971 Bab 3.6. untuk standar pengujian air.

Tabel 3.2. Standar Penelitian dan Spesifikasi Bahan Dasar Penyusun Beton

No. Bahan Penelitian Standar Terpakai

1. Semen Spesifikasi Pabrik2. Agregat Halus

a. Standar Pengujian

b. Spesifikasi

1. ASTM C-40, standar penelitian untuk pengujian kandungan zat organik.

2. ASTM C-117, standar penelitian untuk pengujian agregat yang lolos saringan no.200 dengan pencucian (tes kandungan lumpur).

3. ASTM C-128, standar penelitian untuk menentukan specific gravity.

4. ASTM C-136, standar penelitian untuk analisis saringan.

1. ASTM C-33, spesifikasi standar agregat halus.2. PBI 1971, spesifikasi standar agregat halus (Bab

3.3.)3. Agregat Kasar

a. Standar Pengujian

b. Spesifikasi

1. ASTM C-127, standar penelitian untuk pengujian spesific gravity.

2. ASTM C-131, standar penelitian untuk pengujian keausan.

3. ASTM C-136, standar penelitian untuk analisis ayakan.

4. ASTM C-566, standar penelitian untuk pengujian kada air.

1. ASTM C-330, spesifikasi standar untuk agregat kasar berbobot ringan.

2. PBI 1971, spesifikasi standar agregat kasar (Bab 3.4.)

4. Air Spesifikasi standar PBI 1971 Bab 3.6.

Page 39: Skripsi Fix New Repaired) Update

39

3.7. Tahapan dan Prosedur Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan beberapa tahap penelitian mulai dari

pemilihan material beton, pengujian material, pembuatan benda uji, pengujian

benda uji, analisis data dan penarikan kesimpulan dari hasil penelitian.

Sebagai penelitian ilmiah, maka penelitian ini harus dilaksanakan dalam

sistematika dan urutan yang jelas dan teratur sehingga nantinya diperoleh hasil

yang memuaskan dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, pelaksanaan

penelitian dibagi dalam bebarapa tahap, yaitu:

1. Tahap I

Disebut tahap persiapan. Pada tahap ini seluruh bahan dan peralatan yang

dibutuhkan dalam penelitian dipersiapkan terlebih dahulu agar penelitian

dapat berjalan dengan lancar.

2. Tahap II

Disebut tahap uji bahan. Pada tahap ini dilakukan penelitian terhadap material

penyusun beton. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sifat dan karakteristik

bahan tersebut. Selain itu untuk mengetahui apakah material tersebut

memenuhi persyaratan atau tidak.

3. Tahap III

Disebut tahap pembuatan benda uji. Pada tahap ini dilakukan pekerjaan

sebagai berikut:

a. Penetapan rancang campur (mix design) adukan beton.

b. Pembuatan adukan beton.

c. Pemeriksaan nilai slump.

d. Pembuatan benda uji.

4. Tahap IV

Disebut tahap perawatan (curing). Pada tahap ini dilakukan perawatan

terhadap benda uji yang telah dibuat pada tahap III. Perawatan dilakukan

dengan merandam benda uji setelah dilepas dari cetakannya.

5. Tahap V

Page 40: Skripsi Fix New Repaired) Update

40

Disebut tahap pengujian. Pada tahap ini dilakukan pengujian kuat tekan dan

kuat lentur. Pengujian kuat lentur dilakukan terhadap sampel balok beton

berukuran 100x100x500 mm, sedangkan pengujian kuat tekan dilakukan

dengan sampel silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm.

6. Tahap VI

Disebut tahap analisa data. Pada tahap ini, data yang diperoleh dari hasil

pengujian dianalisa untuk mendapatkan suatu kesimpulan hubungan antara

variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian.

7. Tahap VII

Disebut tahap pengambilan kesimpulan. Pada tahap ini, data yang telah

dianalisis dibuat suatu kesimpulan yang berhubungan dengan tujuan

penelitian.

Page 41: Skripsi Fix New Repaired) Update

Persiapan Bahan

Semen Agregat kasardan

Agregat Halus

Fly Ash Air

Uji Bahan:Kandungan Zat OrganikKadar Lumpur PasirGradasi Pasir dan SplitKeausan SplitSpecific Gravity Pasir dan SplitAbsorbsi Pasir dan Kerikil

Pembuatan Benda Uji:Rancang CampurPembuatan Campuran AdukanSlump TestPembuatan benda Uji

Perawatan (curing)

Analisis Data dan Pembahasan

Aplikasi pada Perkerasan Jalan

41

TAHAP I

TAHAP II

TAHAP III

TAHAP IV

TAHAP V

TAHAP VI

TAHAP VIIKesimpulan

Pengujian Benda Uji (Uji Kuat Tekan dan Kuat Lentur)

Page 42: Skripsi Fix New Repaired) Update

42

Gambar 3.1. Diagram Alir Metodologi Penelitian

3.8. Pengujian Material Penyusun Beton

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dan karakteristik dari material

pembentuk beton. pengujian dilakukan sesuai dengan standar yang ada. Dalam

penelitian ini hanya dilakukan pengujian terhadap agregat halus dan kasar,

sedangkan terhadap semen tidak dilakukan pengujian.

3.8.1. Pengujian Agregat Halus (pasir)

a. Pengujian Kadar Zat Organik

Pasir yang digunakan biasanya diambil dari sungai sehingga kemungkinan kotor

akibat tercampur lumpur atau zat organik sangat besar. Pasir sebagai agregat halus

tidak boleh mengandung terlalu banyak zat organik, hal ini dapai dilihat dari

percobaan warna Abram Harder dengan menggunakan larutan NaOH 3% sesuai

standar ASTM C-40. Hasil pengujian dibandingkan dengan Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Pengaruh Kandungan Zat Organik Terhadap Penurunan Kekuatan

Beton

No Warna Persentase ( % )

1 Jernih 0

2 Kuning muda 0 - 10

3 Kuning tua 10 - 20

4 Kuning kemerahan 20 - 30

5 Coklat kemerahan 30 - 50

6 Coklat tua 50 - 100

Sumber : Prof. Ir. Rooseno (1954)

b. Pengujian Kadar Lumpur

Page 43: Skripsi Fix New Repaired) Update

43

Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui kadar lumpur agregat halus. Kadar

lumpur agregat halus tidak boleh lebih dari 5% dari berat keringnya. Apabila

lumpur lebih dari 5% maka pasir harus dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan.

Kadar lumpur = G1−G2

G2.100%

Dimana : G1: berat kering awal

G2: berat kering akhir

c. Pengujian Gradasi

Tujuan pengujian gradasi adalah untuk mengetahui susunan diameter butiran pasir

dan persentase modulus kehalusan butir.

Modulus kehalusan butir = A−100

B

Dimana : A: ∑ prosentase berat pasir yang tertinggal kumulatif tanpa berat pasir

dalam pan.

B: ∑ prosentase berat pasir yang tertinggal.

d. Pengujian Specific Gravity

Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui nilai:

1. Apparent specific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir kering

dengan volume butir pasir.

Rumus = A

B−A−C

2. Bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir kering dengan

volume pasir total.

Rumus = A

B−500−C

3. Bulk specific gravity SSD, yaitu perbandingan antara berat pasir jenuh dengan

kondisi kering permukaan dengan volume pasir total.

Rumus = 500

B−500−C

Page 44: Skripsi Fix New Repaired) Update

44

4. Absorbsi, yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan pasir

kering sehingga dapat menunjukkan banyaknya air yang dapat diserap oleh

pasir.

Rumus = 500−A

A.100%

Dimana : berat sampel awal 500 gram

A: Berat kering akhir

B: Berat volumetric flash + air

C: Berat volume volumetric flash + air + pasir

e. Pengujian Kadar Air

Dalam campuran beton bila agregatnya tidak jenuh maka agregat akan menyerap

air campuran beton. Air bebas pada permukaan agregat akan menjadi bagian dari

campuran beton. Dengan mengetahui kadar air suatu agregat dapat ditaksir

penambahan air dalam adukan sehingga kadar total adukan tersebut sesuai dengan

perhitungan.

Kadar air = A−B

B.100%

Dimana : A: Berat awal pasir + cawan

B: Berat akhir pasir + cawan

3.8.2. Pengujian Agregat Kasar

a. Pengujian Kadar Lumpur

Kadar lumpur agregat kasar yang akan digunakan harus memenuhi syarat yang

ditetapkan yaitu tidak boleh melebihi 1% dari berat keringnya. Tujuan dari

pengujian ini adalah untuk mengetahui prosentase kadar lumpur dalam agregat

kasar.

Kadar lumpur = G1−G2

G2.100%

Page 45: Skripsi Fix New Repaired) Update

45

Dimana : G1: berat kering awal

G2: berat kering akhir

b. Pengujian Abrasi

Agregat kasar sebagai bahan dasar campuran beton harus memenuhi standar

tertentu pada daya tahan keausan akibat beban gesekan. Agregat kasar harus tahan

terhadap daya aus dan diisyaratkan kehilangan bagian karena gesekan dan

prosentase jumlah berat agregat yang hancur selama pengujian harus kurang dari

50% dari berat awal. Abrasi agregat kasar merupakan ukuran dari sifat agregat

yang meliputi keuletan, kekerasan dan ketahanan aus. Untuk mengetahui daya

tahan agregat kasar terhadap gesekan dapat dipakai penujian dengan mesin Los

Angeles. Mesin dilengkapi dengan 12 bola baja yang terdiri dari 6 buah pengaus

ukuran besar dan pengaus ukuran kecil.

c. Pengujian Specific Gravity

Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui nilai:

1. Apparent specific gravity, yaitu perbandingan antara berat agregat kasar

kering dengan volume agregat kasar.

2. Bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat agregat kasar kering

dengan volume agregat kasar total.

3. Bulk specific gravity SSD, yaitu perbandingan antara berat agregat kasar

jenuh dengan kondisi kering permukaan dengan volume agregat kasar total.

4. Absorbsi, yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan agregat

kasar kering sehingga dapat menunjukkan banyaknya air yang dapat diserap

oleh agregat kasar.

d. Pengujian Gradasi

Agregat kasar sebagai bahan campuran pembuatan beton, sangat mempengaruhi

mutu beton. Gradasi dan keseragaman diameter agregat kasar lebih

Page 46: Skripsi Fix New Repaired) Update

46

diperhitungkan daripada agregat halus, karena menentukan sifat pengerjaan dan

sifat kohesif campuran adukan beton. selain itu, gradasi agregat kasar

mementukan jumlah pemakaian semen dalam campuran beton. tujuan dari

pengujian ini adalah untuk mengetahui susunan variasi diameter agregat kasar dan

modulus kekasarannya.

3.9. Rancang Campur (Mix Design)

Rencana campuran beton antara semen, air dan agregat-agregat sangat penting

untuk mendapatkan kekuatan beton mutu tinggi yang sesuai dengan yang

diharapkan. Perancangan campuran adukan beton yang bertujuan untuk

memperoleh kualitas beton mutu tinggi yang seragam. Dalam penelitian ini

rencana campuran beton mutu tinggi menggunakan rencana mix design metode

Dinas Bina Marga (Studi kasus proyek peningkatan jalan Krendetan-Namengan)

dengan kekuatan yang direncanakan pada umur 28 hari adalah 473,4 kg/cm2

Besarnya persentase pergantian semen dengan fly ash pada setiap benda uji adalah

15%, 20% dan 25%. Untuk mempermudah dalam pencampuran maka setiap

kelompok benda uji pada setiap variasi dibuat hitungan jumlah bahan yang

dibutuhkan. Rencana campuran beton (mix design) dan jumlah kebutuhan bahan

dalam adukan beton dapat dilihat pada lampiran B.

3.10. Pembuatan Benda Uji

Langkah-langkah pembuatan benda uji dalam penelitian ini dapat diuraikan

sebagai berikut :

1. Menyiapkan material (semen, fly ash, agregat halus, agregat kasar, dan air)

dan peralatan yang akan digunakan untuk campuran beton.

2. Menyiapkan cetakan beton.

3. Menimbang masing-masing material berdasarkan perhitungan mix design

beton.

4. Membuat adukan beton dengan molen pengaduk.

Page 47: Skripsi Fix New Repaired) Update

47

5. Memeriksa nilai slump dari adukan beton tersebut.

6. Selanjutnya dilakukan pengecoran dengan menuangkan adukan beton ke

dalam cetakan.

7. Kemudian dilakukan pemadatan. Setelah cetakan terisi penuh maka

permukaan diratakan dan dibiarkan selama 24 jam.

8. Melepas benda uji dari cetakan dan diberi tanda untuk masing-masing

sampel.

9. Merawat beton dengan cara merendam dalam air sampai waktu pengujian.

3.11. Pengujian Nilai Slump

Slump beton adalah besaran kekentalan ( viscocity ) atau plastisitas dan kohesif

beton segar. Menurut SK SNI M-12-1989-F, cara pengujian nilai slump adalah

sebagai berikut :

1. Membasahi cetakan dan pelat dengan kain basah

2. Meletakkan cetakan diatas pelat dengan kokoh

3. Mengisi cetakan sampai penuh dalam 3 lapisan dimana tiap lapisan berisi kira-

kira ⅓ isi cetakan, kemudian setiap lapis ditusuk dengan tongkat pemadat

sebanyak 25 x tusukan

4. Segera setelah selesai penusukan, ratakan permukaan benda uji dengan

tongkat dan semua sisa benda uji yang ada di sekitar cetakan harus

disingkirkan

5. Mengangkat cetakan perlahan-lahan tegak lurus keatas

6. Mengukur nilai slump yang terjadi

3.12. Pengujian Kuat Tekan (Compressive Strength Test)

Kekuatan tekan secara rutin digunakan untuk mengenali material beton, pengujian

jenis ini dijadikan indikator utama untuk menetukan kualitas beton. Pada desain

perkerasan kaku, regangan dan kuat lentur adalah sifat yang lemah. Material ini

mempunyai kekuatan tekan yang lebih tinggi dan dalam kondisi alami akan

menciptakan kegagalan pada sifat regang sebelum kegagalan pada sifat desak.

Page 48: Skripsi Fix New Repaired) Update

48

Bagaimanapun, kuat desak adalah kekuatan yang paling umum untuk menguji

perkerasan kaku karena relatif lebih mudah untuk dibandingkan dan dihubungkan

ke pengujian sifat yang lain dan mempunyai banyak korelasi dengan sifat-sifat

bahan yang lain yang berdasar pada kekuatan tekan / desak.

Pengujian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai kuat tekan atau kuat desak dari

beton dengan bahan tambah fly ash, dengan sampel berbentuk silinder ukuran

diameter 15 cm dan tinggi 30 cm.

Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut :

1. Memasang benda uji pada mesin Uji Kuat Tekan.

2. Menghidupkan mesin, dan menurunkan pendesak (bagian atas) sehingga dekat

pada permukaan benda uji. Setelah itu mulai mendesak benda uji, terlihat

jarum penunjuk pada manometer mesin desak bergerak sesuai dengan

besarnya pembebanan.

3. Pada saat beban telah mencapai maksimum, maka salah satu dari jarum

petunjuk (jarum hitam) akan kembali ke posisi semula (nol). Sedangkan jarum

yang lain (merah) tetap menunjukkan angka pembebanan maksimum.

4. Mencatat beban maksimum.

3.13 Pengujian Kuat lentur (modulus of rupture)

Pengujian dilakukan bertujuan untuk mengetahui nilai modulus of rupture pada

benda uji beton dengan bahan tambah fly ash dengan ukuran 100 x 100 x 500 mm

dengan panjang bentang digunakan ASTM C-78, yaitu metode pengujian kuat

lentur (modulus of rupture) beton dengan bentang tumpuan terbagi dua akibat

adanya tumpuan yang bekerja pada tiap jarak 1/3 bentang (Third Point Loading).

Pada pengujian ini pembebanan dilakukan menggunakan suatu mesin pengujian

compressive, beban telah diterapkan pada suatu tingkat tetap 0.2 kN/sec.

Adapun langkah-langkah pengujian kuat lentur dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Balok beton yang akan di uji diambil dari tempat perawatan kemudian diukur

dimensinya.

Page 49: Skripsi Fix New Repaired) Update

49

2. Mesin diatur jarak perletakannya yaitu 300mm dan balok beton diletakkan di

tumpuan.

3. Meletakkan sebuah alat pembagi beton berupa plat baja yang mempunyai dua

buah roda dengan jarak antar as roda pembagi 100 mm.

4. Mesin dijalankan secara elektrik dengan peningakatan beban konstan.

5. Pembebanan dilakukan hingga balok beton patah dan dicatatnya besarnya

beban tertinggi yang telah mematahkan balok benda uji dengan cara membaca di

manometer (dial).

6. Menghitung besarnya modulus of rupture

3.14. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih

mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam proses ini dipakai Microsoft Excel

untuk menyajikan data menjadi informasi yang lebih sederhana. Setelah itu

dilakukan pembahasan terhadap hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut

untuk kemudian ditarik kesimpulan.

Page 50: Skripsi Fix New Repaired) Update

50

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengujian Agregat

4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus

Pengujian-pengujian yang dilakukan terhadap agregat halus dalam penelitian ini

meliputi pengujian kandungan zat organik, kandungan lumpur, berat jenis, dan

gradasi pasir. Setelah dilakukan pengujian didapat hasil pengujian yang disajikan

dalam Tabel 4.1. Untuk perhitungan dan data-data pengujian secara lengkap

terdapat pada lampiran A.

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Agregat Halus

Jenis Pengujian Hasil Pengujian Standar Kesimpulan

Kandungan Zat

Organik

Larutan NaOH 3%

berwarna kuning

muda

Jernih atau kuning

muda

Memenuhi Syarat

Kandungan

Lumpur

5% Maksimum 5% Memenuhi Syarat

Bulk Spesific

Gravity

2,45 - -

Bulk Spesific

Gravity SSD

2,50 2,5 - 2,7 Memenuhi Syarat

Apparent Spesific

Gravity

2,58 - -

Absorption 2,04 % - -

Modulus Halus

Butir

2,68 2,3 - 3,1 Memenuhi Syarat

Page 51: Skripsi Fix New Repaired) Update

51

Untuk hasil pengujian agregat halus serta persyaratan batas dari ASTM C-136

dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Gradasi Agregat Halus

NoDiameter Ayakan (mm)

Berat TertahanBerat Lolos

Kumulatif (%)ASTM C-33

Gram % Kumulatif (%)

1 9,5 0 0,00 0 100,00 1002 4,75 65 3,27 3,27 96,73 95 - 1003 2,36 185 9,32 12,59 87,41 80 - 1004 1,18 275 13,85 26,45 73,55 50 - 855 0,85 270 13,60 40,05 59,95 25 - 606 0,3 970 48,87 88,92 11,08 10 - 307 0,15 150 7,56 96,47 3,53 2 - 108 0 70 3,53 100,00 0,00 0

Jumlah 1985,00 100,00 367,76 - -

Dari Tabel 4.2. gradasi agregat halus di atas dapat digambarkan grafik gradasi

beserta batas gradasi yang disyaratkan oleh ASTM C-136 pada Gambar 4.1.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 100.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

Hasil pengujian ASTM batas bawah ASTM batas atas

Diameter saringan (mm)

Kum

ulati

f lol

os (%

)

Gambar 4.1 Grafik Gradasi Agregat Halus

Page 52: Skripsi Fix New Repaired) Update

52

4.1.2. Hasil Pengujian Agregat Kasar

Pengujian terhadap agregat kasar split (batu pecah) yang dipakai dalam penelitian

ini meliputi pengujian berat jenis (spesific gravity), gradasi agregat kasar, dan

keausan (abrasi). Hasil-hasil pengujian tersebut disajikan dalam Tabel 4.3,

sedangkan data hasil pengujian secara lengkap disajikan dalam lampiran B.

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Agregat Kasar

Jenis Pengujian Hasil

Pengujian

Standar Kesimpulan

Bulk Spesific Gravity 2,54 - -

Bulk Spesific Gravity SSD 2,58 - -

Apparent Spesific Gravity 2,65 - -

Absorption 1,67 % - -

Modulus Halus Butir 7,15 5 - 8 Memenuhi Syarat

Abrasi 39,30% Maksimum

50%

Memenuhi Syarat

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Gradasi Agregat Kasar

NoDiameter Ayakan (mm)

Berat TertahanBerat Lolos

Kumulatif (%)ASTM C-33

Gram % Kumulatif (%)

1 38,00 0 0,00 0,00 100,00 1002 25,00 25 0,83 0,83 99,17 1003 19,00 40 1,34 2,17 97,83 90 – 100 4 12,50 1243 41,50 43,67 56,33 -5 9,50 925 30,88 74,56 25,44 20 – 55 6 4,75 637 21,27 95,83 4,17 0 – 10 7 2,36 65 2,17 98,00 2,00 0 – 5 8 1,18 60 2,00 100,00 0,00 -9 0,85 0 0,00 100,00 0,00 - 10 0,30 0 0,00 100,00 0,00 -11 0,15 0 0,00 100,00 0,00 -12 0,00 0 0,00 100,00 0,00 -

Jumlah 2995 100,00 815,06 - -

Page 53: Skripsi Fix New Repaired) Update

53

Dari Tabel 4.4 gradasi agregat kasar di atas dapat digambarkan grafik gradasi

beserta batas gradasi yang disyaratkan oleh ASTM C-136 pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Grafik Gradasi Agregat Kasar

4.2. Hasil Pengujian Fly Ash

Fly ash yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari PT. Jaya Readymix Solo

Plant yang merupakan sisa bakar batu bara pada PLTU Tanjung Jati Jepara.

Pengujian terhadap fly ash dilakukan untuk mengetahui kandungan kimia dari fly

ash.

Dalam penelitian ini data pengujian fly ash sudah tersedia dan diperoleh dari PT.

Jaya Readymix dimana pengujian fly ash dilakukan oleh Sucofindo. Dari hasil

pengujian tersebut menunjukkan bahwa fly ash tersebut termasuk fly ash tipe F.

Hasil pengujian yang telah didapat dapat dilihat pada Tabel 4.5. dan hasil secara

lengkap dapat dilihat pada Lampiran A.

Page 54: Skripsi Fix New Repaired) Update

54

Tabel 4.5. Hasil Pengujian Kandungan Kimia Fly Ash

No

.Komposisi Kimia Persentase (%)

1. SiO2 45,27

2. Al2O3 20,07

3. Fe2O3 10,59

4. TiO2 0,82

5. CaO 13,32

6. MgO 2,83

7. K2O 1,59

8. Na2O 0,98

9. P2O5 0,41

10. SO3 1,00

11. MnO2 0,07

Sumber : PT. Jaya Readymix

4.3. Perhitungan Rancang Campur Beton

Perhitungan rencana campuran beton normal (mix design) menggunakan standar

Dinas Pekerjaan Umum (SK SNI T-15-1990-03), dari perhitungan tersebut

didapat kebutuhan bahan per m³ yaitu :

Air = 304.2 liter

Semen = 188.49 kg

Pasir = 715 kg

Kerikil = 1106 kg

Dari hasil tersebut maka dapat dihitung kebutuhan bahan satu kali adukan untuk

uji kust tekan yang terdiri dari 9 buah benda uji silinder Ø 15 cm dan tinggi 30 cm

sebesar 0.0477 m³. Sedangkan kebutuhan bahan satu kali adukan untuk uji kuat

lentur dengan ukuran 100x100x500 mm yang terdiri dari 9 benda uji untuk tiap

variasi sebesar 0,045 m³. Kebutuhan bahan tiap adukan disajikan dalam Tabel 4.6.

dan Tabel 4.7. Untuk perhitungan secara lengkap rancang campur beton (mix

design) dapat dilihat pada Lampiran B.

Page 55: Skripsi Fix New Repaired) Update

55

Tabel 4.6. Kebutuhan Bahan untuk Satu Kali Adukan Benda Uji Kuat Tekan

Kadar Penggantian Berat terpakai SF 20%

(m3) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg)

0% 0.0477 132.44 17.40 7.66 42.14 65.24 0.00

15% 0.0477 132.44 14.79 7.66 42.14 65.24 2.61

20% 0.0477 132.44 13.92 7.66 42.14 65.24 3.48

25% 0.0477 132.44 13.05 7.66 42.14 65.24 4.35

Jumlah 0.191 529.76 59.15 30.64 168.58 260.96 10.44

semen dengan fly ash

KerikilPasirAir Fly AshTotal Volume Semen

Tabel 4.7. Kebutuhan Bahan Untuk Satu Kali Adukan Benda Uji Kuat Lentur

Kadar Penggantian Berat terpakai SF 20%

(m3) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg)

0% 0.0450 124.97 16.42 7.23 39.77 61.56 0.00

15% 0.0450 124.97 13.95 7.23 39.77 61.56 2.46

20% 0.0450 124.97 13.13 7.23 39.77 61.56 3.28

25% 0.0450 124.97 12.31 7.23 39.77 61.56 4.10

Jumlah 0.180 499.89 55.82 28.91 159.07 246.24 9.85

Fly Ash

semen dengan fly ash

Total Volume Semen Air Pasir Kerikil

4.4. Hasil Pengujian Slump

Dari masing-masing campuran adukan beton tersebut dilakukan pengujian slump.

Nilai slump diperlukan untuk mengetahui tingkat workabilitas dari campuran

beton. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Hasil Pengujian Nilai Slump

Kadar Fly Ash (%) 0% 15% 20% 25%

Nilai Slump ( cm ) 5 6 5,5 5

Page 56: Skripsi Fix New Repaired) Update

56

4.5. Hasil Pengujian Benda Uji

4.5.1. Pengujian Agregat Halus

4.5.1.1. Pemeriksaan Kandungan Zat Organik

Agregat yang mengandung bahan organik dapat dipakai, asal kekuatan tekan pada

umur 7 hari dan 28 hari tidak kurang dari 95% dari kekuatan adukan yang sama

tetapi dicuci dalam larutan NaOH 3% sesuai dengan Peraturan Beton Bertulang

Indonesia (PBI NI-2, 1971). Kemudian dicuci hingga bersih dengan air pada umur

yang sama. Penurunan yang diperbolehkan maksimum 5% sesuai standar

Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971.

Warna larutan hasil pengamatan adalah kuning muda. Hal ini menunjukkan

bahwa pasir mengandung zat organik yang dapat menurunkan kekuatan beton,

akan tetapi karena masih dalam batas warna yang diperbolehkan sehingga pasir

tidak perlu dicuci bila digunakan.

4.5.1.2. Pemeriksaan Kandungan Lumpur

Kandungan lumpur dalam agregat halus tidak boleh lebih dari 5% sesuai dengan

PBI NI-2, 1971. Dari hasil pengujian dan perhitungan diperoleh kandungan

lumpur dalam pasir 6,2% sehingga pasir perlu dicuci bila akan digunakan sebagai

agregat halus dalam campuran adukan beton.

4.5.1.3. Pengujian Gradasi Agregat Halus

Modulus agregat halus berkisar antara 2,3-3,1 (Tjokrodimuljo, 1996). Dari hasil

perhitungan modulus halus agregat halus sebesar 2,68 sehingga masih memenuhi

syarat sebagai agregat halus.

Page 57: Skripsi Fix New Repaired) Update

57

Dari Tabel 4.2. dan Gambar 4.1. tentang hasil pengujian gradasi agregat halus bisa

diketahui pula bahwa pasir yang digunakan masih memenuhi syarat sebagai

agregat halus untuk beton kedap air menurut SK-SNI S-36-1990-03.

4.5.2. Pengujian Agregat Kasar

4.5.2.1. Pengujian Abrasi Agregat Kasar

Kehilangan berat tidak boleh lebih dari 50% (PBI 1971 Pasal 3.4 ayat 5). Dari

hasil perhitungan didapat keausan kerikil sebesar 39,30% (kurang dari 50%)

sehingga kerikil tersebut memenuhi syarat sebagai agregat kasar.

4.5.2.2. Pengujian Gradasi Agregat Kasar

Modulus halus agregat kasar berkisar antara 5-8 (Tjokrodimuljo, 1996). Dari hasil

perhitungan didapat nilai modulus halus agregat kasar sebesar 7,15. Karena masih

berada dalam batasan yang seharusnya sehingga memenuhi syarat sebagai agregat

kasar.

Dari Tabel 4.4. tentang hasil pengujian gradasi agregat kasar dapat diketahui pula

bahwa agregat kasar yang digunakan masih memnuhi syarat sebagai agregat kasar

untuk beton kedap air menurut SK SNI S-36-1990-03.

4.5.3. Kandungan Pasir Tiap 1 m3 Beton

Berdasarkan SK SNI S-36-1990-03 tentang ketentuan minimum beton kedap air

ditetapkan bahwa minimum kandungan butir halus dalam 1 m3 beton sebesar 450

kg/m3 untuk ukuran nominal maksimum butir agregat sebesar 20 mm. dari hasil

rancang campur diketahui bahwa pasir yang digunakan untuk beton sebesar 740

kg/m3, sehingga masih memenuhi syarat sebagai agregat halus untuk beton kedap

air.

Page 58: Skripsi Fix New Repaired) Update

58

4.5.4. Kandungan Semen Tiap 1 m3 Beton

Berdasarkan SK SNI S-36-1990-03 tentang ketentuan minimum beton bertulang

kedap air telah ditetapkan bahwa kandungan semen minimum dalam 1 m3 beton

untuk ukuran nominal maksimum agregat sebesar 20 mm dan kondisi lingkungan

yang berhubungan dengan air tawar adalah sebesar 300 kg.

Dari hasil rancang campur diketahui bahwa semen yang digunakan untuk beton

rigid pavement dalam penelitian ini adalah 305 kg, sehingga masih memenuhi

syarat untuk beton kedap air.

4.5.5. Hasil Pengujian Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan dilakukan pada saat benda uji berumur 7, 28, dan 54 hari

dengan menggunakan Compression Testing Machine untuk mendapatkan beban

maksimum yaitu beban pada saat beton hancur ketika menerima beban

tersebut (Pmax). Proses pengujian kuat tekan beton dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Proses Pengujian Kuat Tekan Beton

Dari data pengujian kuat tekan beton pada benda uji silinder dengan diameter 15

cm dan tinggi 30 cm dapat diperoleh kuat tekan maksimum beton. Sebagai contoh

perhitungan kuat tekan diambil data dari benda uji beton normal no.1 pada umur 7

hari. Dari hasil pengujian didapat :

Page 59: Skripsi Fix New Repaired) Update

59

f’c = PA

Pmax = 350 kN = 350000 N

A = 0,25 x π x D2 = 0,25 x π x 1502 mm2

= 17678,571 mm2

Maka fc’

¿350000 N

17678,571 mm2=19 . 82 MPa

Hasil pengujian kuat tekan beton pada benda uji silinder dengan diameter 15 cm

dan tinggi 30 cm pada umur 7, 28, dan 54 hari selengkapnya disajikan pada Tabel

4.9.

Tabel 4.9. Hasil Pengujian Kuat Tekan

No Kadar FA

7 Hari 28 Hari 54 HariKN Mpa KN Mpa KN Mpa

1 Beton Normal ( 0 %)

350.00 19.82 515.00 29.16 560.00 31.712 345.00 19.53 575.00 32.55 550.00 31.143 380.00 21.51 535.00 30.29 570.00 32.27

Rata-rata 358.33 20.29 541.67 30.67 573.33 31.711

FA 15%150.00 8.49 250.00 14.15 360.00 20.38

2 180.00 10.19 260.00 14.72 350.00 19.823 140.00 7.93 280.00 15.85 390.00 22.08

Rata-rata 156.67 8.87 263.33 14.91 366.67 20.761

FA 20%220.00 12.46 310.00 17.55 400.00 22.65

2 155.00 8.78 300.00 16.99 420.00 23.783 165.00 9.34 290.00 16.42 470.00 26.61

Rata-rata 180.00 10.19 300.00 16.99 430.00 24.351

FA 25%220.00 12.46 360.00 20.38 440.00 24.91

2 240.00 13.59 310.00 17.55 400.00 22.653 240.00 13.59 320.00 18.12 470.00 26.61

Rata-rata 233.33 13.21 330.00 18.68 436.67 24.72

Dari Tabel 4.9. diperoleh grafik yang menggambarkan hasil pengujian kuat tekan

dengan variasi penggunaan fly ash pada beton dilihat pada Gambar 4.4.

Page 60: Skripsi Fix New Repaired) Update

60

Gambar 4.4. Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton

4.5.6. Hasil Pengujian Kuat Lentur

Pengujian kuat lentur dilakukan pada saat benda uji berumur 7, 28, dan 54 hari

dengan menggunakan Alat Uji Kuat Lentur untuk mendapatkan kuat lentur

maksimum yaitu beban pada saat beton patah ketika menerima beban

tersebut. Proses pengujian kuat lentur beton dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5. Proses Pengujian Kuat Lentur Beton

Kuat

Tek

an (M

Pa)

Page 61: Skripsi Fix New Repaired) Update

61

Dari data pengujian kuat lentur beton pada benda uji balok dengan ukuran

100x100x500 mm dapat diperoleh kuat lentur maksimum beton. Sebagai contoh

perhitungan kuat lentur diambil data dari benda uji beton normal no.1 pada umur

7 hari.

Dari hasil pengujian didapat:

fr = P .l

(b . d2 )

Pmax = 5 kN = 5000 N

b = 100 mm

d = 100 mm

Maka fr = 5000.500

(100 .1002 ) = 2.5 Mpa

Hasil pengujian pengujian kuat lentur beton pada benda uji balok dengan ukuran

100x100x500 mm pada umur 7, 28, dan 54 hari selengkapnya disajikan pada

Tabel 4.10.

Tabel 4.10. Hasil Pengujian Kuat Lentur

No Kadar FA

7 Hari 28 Hari 54 HariKN Mpa KN Mpa KN Mpa

1 Beton Normal ( 0 %)

5.00 2.50 12.00 6.00 15.00 7.502 7.00 3.50 13.00 6.50 14.00 7.003 8.00 4.00 13.00 6.50 12.00 6.00Rata-rata 6.67 3.33 12.67 6.33 13.67 6.83

1FA 15%

7.00 3.50 10.00 5.00 15.00 7.502 6.00 3.00 11.00 5.50 15.00 7.503 5.00 2.50 12.00 6.00 16.00 8.00Rata-rata 6.00 3.00 11.00 5.50 15.33 7.67

1FA 20%

5.00 2.50 13.00 6.50 18.00 9.002 8.00 4.00 13.00 6.50 18.00 9.003 8.00 4.00 10.00 5.00 16.00 8.00Rata-rata 7.00 3.50 12.00 6.00 17.33 8.67

1FA 25%

8.50 4.25 14.00 7.00 19.00 9.502 8.00 4.00 15.00 7.50 18.00 9.003 7.00 3.50 11.00 5.50 18.00 9.00Rata-rata 7.83 3.92 13.33 6.67 18.33 9.17

Page 62: Skripsi Fix New Repaired) Update

62

Dari Tabel 4.10. diperoleh grafik yang menggambarkan hasil pengujian kuat

lentur dengan variasi penggunaan fly ash pada beton yang dapat dilihat pada

Gambar 4.6

7 28 540

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

NormalFA 15%FA 20%FA 25%

Gambar 4.6. Hasil Pengujian Kuat Lentur Beton

Hari

Kuat

Len

tur (

MPa

)

Page 63: Skripsi Fix New Repaired) Update

63

4.6. Pembahasan

4.6.1. Kuat Tekan

Dari Tabel 4.9. diperoleh grafik yang menggambarkan perbandingan pengaruh fly

ash terhadap kuat tekan yang dapat dilihat pada Gambar 4.7

Gambar 4.7. Pengaruh Fly Ash terhadap Kuat Tekan

Dari Tabel 4.9. dan Gambar 4.7 diatas menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan

fly ash terhadap kuat tekan betonnya. Kuat tekan beton yang memakai campuran

fly ash masih lebih rendah daripada beton normal yang tidak memakai fly ash

pada saat umur 7, 28 dan 54 hari. Disini terlihat terjadi penambahan kekuatan

pada beton yang memakai fly ash pada saat umur 7, 28 dan 54 hari, tetapi selalu

masih dibawah daripada beton normal. Gambar 4.7 juga menunjukkan garis

strength development beton dengan bahan tambah fly ash 15%, 20%, 25%

memiliki kemiringan yang lebih besar dari pada garis strength development yang

menunjukkan beton normal ( fly ash 0% ). Dengan demikan, di perkirakan pada

umur tertentu beton dengan kuat tekan bahan tambah fly ash 15%, 20%, 25% akan

melebihi kuat tekan beton normal ( fly ash 0% ).

Page 64: Skripsi Fix New Repaired) Update

64

Hal ini dikarenakan bahan tambah fly ash mengalami pengikatan yang lambat dan

baru dapat mencapai kuat tekan optimal pada umur sekitar 90 hari. Hal ini

terjadi karena Calsium Silicat Hidrat (CSH) yang dihasilkan melalui reaksi

Pozzolanik akan bertambah keras dan kuat seiring berjalannya waktu

(Tjokrodimulyo, 1996).

Beton yang memakai fly ash 25% masih lebih baik daripada beton dengan

kandungan fly ash 15% dan 20%. Hal ini sesuai dengan pendapat Ratmaya

Urip (2003) yang mensyaratkan penggunaan fly ash sebagai bahan tambah yang

paling baik adalah 20%-30%. Namun pada Gambar 4.8. belum bisa di tentukan

berapa kadar fly ash yang digunakan untuk bisa mendapatkan kuat tekan

optimum, namun sebatas dalam penelitian ini, beton yang memakai fly ash 25%

yang memiliki kuat tekan tertinggi daripada beton dengan kandungan fly ash 15%

dan 20%.

Gambar 4.8. Perbandingan Kuat Tekan dengan Variasi Kadar Fly Ash

% FA

Kuat

Tek

an (M

Pa)

Page 65: Skripsi Fix New Repaired) Update

65

4.6.2. Kuat Lentur

Dari Tabel 4.10. diperoleh grafik yang menggambarkan perbandingan pengaruh

fly ash terhadap kuat lentur yang dapat dilihat pada Gambar 4.9.

Gambar 4.9. Pengaruh Fly Ash terhadap Kuat Lentur

Dari Tabel 4.10. dan Tambar 4.9 diatas menunjukkan pengaruh penggunaan fly

ash terhadap kuat lentur betonnya. Kuat lentur beton yang memakai campuran fly

ash 15% dan 20% masih lebih rendah daripada beton normal yang tidak memakai

bahan tambah fly ash pada umur 7, dan 28 hari. Namun pada umur 54 hari, beton

dengan bahan tambah fly ash 15%, 20%, 25% mempunyai kuat lentur yang lebih

tinggi daripada beton normal tanpa campuran fly ash dengan kuat lentur tertinggi

9.17 MPa pada beton dengan kandungan fly ash 25 %. Hal itu juga terlihat garis

regresi yang menunjukkan beton dengan bahan tambah fly ash 15%, 20%, 25%

memiliki kemiringan yang lebih besar dari pada garis regresi yang menunjukkan

beton normal ( fly ash 0% ). Berikut ini adalah persamaan garis regresi dan R2

yang didapat dari Gambar 4.9

a. Beton normal (fly ash 0%): y = 3.308 ln(x) +3.523 ; R2 =0.943

b. Beton fly ash 15%: y = 4.178 ln(x) +2.893 ; R2 =0.988

c. Beton fly ash 20%: y = 4.584 ln(x) +3.317 ; R2 =0.971

d. Beton fly ash 25%: y = 4.691 ln(x) +3.781 ; R2 =0.985

Page 66: Skripsi Fix New Repaired) Update

66

Menurut pendapat Suryawan (2005) kuat lentur (flexural strength) tidak boleh

kurang dari 45 kg/cm2 (menurut SNI 1991 sebesar 3,78 MPa) pada umur 28 hari,

dan kuat lentur beton minimum pada umur 7 hari disyaratkan 80% dari kuat lentur

(flexural strength) minimum.

Kuat lentur pada umur 7 hari, memenuhi persyaratan kuat lentur minimum 80%,

bahkan beton dengan fly ash 25% dengan kuat lentur 3,92 MPa bisa melebihi

kekuatan rencana pada umur 28 hari sebesar 3,78 MPa.

Beton yang memakai fly ash 25% masih lebih baik daripada beton dengan

kandungan fly ash 15% dan 20%. Hal ini sesuai dengan pendapat Ratmaya

Urip (2003) yang mensyaratkan penggunaan fly ash sebagai bahan bangunan

yang paling baik adalah 20%-30%. Namun pada Gambar 4.10. belum bisa di

tentukan berapa kadar fly ash yang digunakan untuk bisa mendapatkan kuat lentur

optimum, namun sebatas dalam penelitian ini, beton yang memakai fly ash 25%

yang memiliki kuat lentur tertinggi daripada beton dengan kandungan fly ash 15%

dan 20%.

Gambar 4.10. Perbandingan Kuat Lentur dengan Variasi Penggunaan Fly Ash

Kuat

Len

tur (

MPa

)

Page 67: Skripsi Fix New Repaired) Update

67

4.6.3. Analisis Hubungan Kuat Tekan dan Kuat Lentur

Di Indonesia yang menjadi ketentuan adalah flexural strength (modulus of

rupture) yaitu sebesar : fr = 45 kg/cm2, maka perlu dicari nilai kuat tekan beton

karena kuat tekan tersebut dibutuhkan untuk mendapatkan modulus elastisitas

beton yang diperlukan dalam penentuan tebal pelat beton perkerasan kaku (rigid

pavement).

Ada beberapa pendekatan yang dilakukan untuk mencari hubungan antara kuat

tekan dan kuat lentur beton yaitu menurut SNI T-15-1991-03 Tata Cara

Perhitungan Struktur Beton dan ACI ( American Concrete Institute ) commite 318

atau disingkat ACI 318

Pendekatan tersebut dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

fr = 0,70 √ f ' c Menurut SNI T-15-1991-03

fr = 0,62 √ f ' c Menurut ACI 318

dimana :

fr = Flexural strength (modulus of rupture), dalam Mpa

f’c = Kuat tekan beton (benda uji silinder 15 x 30 cm), dalam Mpa

Nilai kuat tekan dan kuat lentur dari beton dengan kadar fly ash 0% (beton

normal), 15%, 20%, dan 25% akan di plot dalam grafik dimana nilai kuat lentur

(fr) akan diplot pada sumbu y, dan pada sumbu x akan diplot nilai dari f’c, lalu

akan dicari persamaan garis yang didapat yang merupakan pendekatan dari

hubungan antara kuat lentur dan kuat tekan pada penelitian ini. Persamaan

pendekatan hubungan dari kuat tekan dan kuat lentur menurut SNI T-15-1991-03

dan ACI 318 akan diplot juga sebagai pembanding. Berikut adalah hasil pengujian

kuat tekan dan kuat lentur pada penelitian ini.

Page 68: Skripsi Fix New Repaired) Update

68

Tabel 4.11. Nilai Kuat Tekan dan Kuat Lentur

Kadar FA Umur

Kuat tekan Kuat lenturKN MPa KN Mpa

Beton Normal ( 0 %)

7 358.33 20.29 6.67 3.3328 541.67 30.67 12.67 6.33

54 573.33 31.71 13.67 6.83

Beton Fly Ash

7 142.50 10.76 5.21 3.4728 223.33 16.86 9.08 6.0654 308.33 23.28 12.75 8.50

Dari Tabel 4.11. diperoleh grafik yang menggambarkan pendekatan hubungan

kuat tekan dan kuat lentur yang dapat dilihat pada Gambar 4.11.

Gambar 4.11. Pendekatan Hubungan Kuat Tekan dan Kuat Lentur Beton

Dari Gambar 4.11 didapat persamaan hubungan dari kuat tekan dan kuat lentur

sebagai berikut:

a. Beton normal : fr = 0.357f’c ; R2 = 0.977

b. Beton fly ash : fr = 0.203f’c ; R2 = 0.890

Dari Gambar 4.11 menunjukkan bahwa garis persamaan dari beton normal, FA

15%, FA 20%, FA 25% berada diatas dan mempunyai kemiringan yang lebih

Page 69: Skripsi Fix New Repaired) Update

69

besar dari garis persamaan menurut SNI 1991 dan ACI 318 . Hal ini dikarenakan

pada penelitian fly ash berpengaruh lebih efektif meningkatkan kuat lentur

daripada kuat tekan beton. Gambar 4.11 juga menunjukkan persamaan menurut

SNI 1991 lebih mendekati garis regresi dari beton normal dan beton dengan fly

ash.

4.7. Aplikasi pada Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

Faktor yang paling diperhatikan dalam perancangan perkerasan kaku (rigid

pavement) adalah kekuatan beton itu sendiri, karena kekuatan tanah dasar atau

pondasi hanya berpengaruh kecil terhadap kapasitas struktural perkerasannya

((tebal pelat betonnya). Oleh karena itu Kuat tekan dan kuat lentur (flexural

strength) merupakan parameter fisik yang sangat penting dan tidak boleh

diabaikan dalam perencanaan perkerasan kaku (rigid pavement ).

Di Indonesia parameter yang sering dipakai dalam mengidentifikasi mutu atau

kualitas beton untuk perkerasan kaku (rigid pavement ) adalah flexural strength

(modulus of rupture) yaitu sebesar : fr = 45 kg/cm2 (menurut SNI 1991 sebesar

3,78 Mpa), sedangkan kuat tekan beton dibutuhkan untuk mendapatkan modulus

elastisitas beton yang diperlukan dalam penentuan tebal pelat beton perkerasan

kaku (rigid pavement). Oleh sebab itu dalam industri beton siap pakai (readymix

concrete), biasanya mutu produk beton untuk perkerasan kaku dibedakan

berdasarkan kuat lenturnya, contohnya beton FS 45 yang artinya beton yang

mempunyai flexural strength sebesar 45 kg/cm2.

Pada penelitian ini, penggunaan fly ash terbukti mampu meningkatkan kuat lentur

beton dibanding dengan beton normal seperti yang terlihat pada Tabel 4.10 dan

Gambar 4.9 diatas dimana kuat lentur maksimum dicapai oleh beton dengan

campuran fly ash 25% pada umur 54 hari dengan kuat lentur mencapai 9.17 Mpa.

Penggunaan fly ash juga menguntungkan bisa menghemat penggunaan semen

sehingga bisa meningkatkan efiensi biaya karena fly ash merupakan limbah yang

sangat murah harganya dibanding semen.

Page 70: Skripsi Fix New Repaired) Update

70

Namun demikian penggunaan fly ash juga mempunyai kekurangan, yaitu fly ash

mengalami pengikatan yang lambat dan baru dapat mencapai kekuatan optimal

pada sekitar umur 90 hari. Hal ini terjadi karena Calsium Silicat Hidrat

(CSH) yang dihasilkan melalui reaksi Pozzolanik akan bertambah keras dan

kuat seiring berjalannya waktu (Tjokrodimulyo, 1996). Sementara itu dalam

proyek jalan, dibutuhkan waktu yang singkat karena pembangunan jalan harus

secepatnya bisa selesai agar bisa langsung digunakan. Oleh karena itu diperlukan

penelitian lebih lanjut untuk mempercepat aktifasi fly ash agar bisa mencapai

kekuatan maksimum dalam waktu yang lebih cepat.

Page 71: Skripsi Fix New Repaired) Update

71

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :

1. Kuat tekan beton yang memakai campuran fly ash masih lebih rendah

daripada beton normal yang tidak memakai fly ash pada saat umur 7, 28 dan

54 hari. Terjadi penambahan kekuatan pada beton dengan campuran fly ash

15%, 20%, 25% saat umur 7, 28 dan 54 hari, namun kuat tekannya selalu

masih dibawah daripada beton normal pada umur 7, 28 , dan 54 hari. Pengaruh

penggunaan fly ash terlihat dari garis strength development, garis strength

development yang menunjukkan beton dengan bahan tambah fly ash 15%,

20%, 25% memiliki kemiringan yang lebih besar dari pada garis strength

development yang menunjukkan beton normal ( fly ash 0% ). Dengan

demikan, di perkirakan pada umur tertentu beton dengan kuat tekan bahan

tambah fly ash 15%, 20%, 25% akan melebihi kuat tekan beton normal ( fly

ash 0% ).

2. Kuat lentur beton yang memakai campuran fly ash 15% dan 20% masih lebih

rendah daripada beton normal yang tidak memakai bahan tambah fly ash pada

umur 7, dan 28 hari. Namun pada umur 54 hari, beton dengan campuran fly

ash 15%, 20%, 25% mempunyai kuat lentur yang lebih tinggi daripada beton

normal tanpa campuran fly ash dengan kuat lentur tertinggi 9.17 MPa pada

beton dengan kandungan fly ash 25 %. Pengaruh penggunaan fly ash terlihat

dari persamaan garis regresinya, garis regresi yang menunjukkan beton

dengan bahan tambah fly ash 15%, 20%, 25% memiliki kemiringan yang lebih

besar dari pada garis regresi yang menunjukkan beton normal ( fly ash 0% ).

Berikut ini adalah persamaan garis regresi dan R2 yang didapat dari hasil

analisis :

Page 72: Skripsi Fix New Repaired) Update

72

a. Beton normal (fly ash 0%): y = 3.308 ln(x) +3.523 ; R2 =0.943

b. Beton fly ash 15%: y = 4.178 ln(x) +2.893 ; R2 =0.988

c. Beton fly ash 20%: y = 4.584 ln(x) +3.317 ; R2 =0.971

d. Beton fly ash 25%: y = 4.691 ln(x) +3.781 ; R2 =0.985

3. Beton yang memakai fly ash 25% yang memiliki kuat tekan dan kuat lentur

tertinggi daripada beton dengan kandungan fly ash 15% dan 20% baik pada

umur 7, 28, dan 54 hari. Namun penentuan komposisi fly ash yang tepat untuk

mendapatkan kuat tekan dan kuat lentur optimum belum tercapai.

5.2. Saran

Untuk menindaklanjuti penelitian ini kiranya perlu dilakukan beberapa koreksi

agar penelitian-penelitian selanjutnya dapat lebih baik. Adapun saran-saran untuk

penelitian selanjutnya antara lain :

1. Perlu dilakukan penelitian tentang kadar penambahan fly ash yang optimum

pada berbagai variasi fas baik dengan atau tanpa penambahan zat kimia

tambahan

2. Perlu dilakukan perlakuan yang lebih teliti pada saat perawatan (curing) benda

uji.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk bahan aktifasi fly ash agar fly ash

dapat beraksi dalam waktu yang lebih singkat.