Upload
duongdien
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGANGKATAN ANAK DALAM ADAT LAMPUNG PEPADUN DAN
SAIBATIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN POSITIF
(Kec.Banjar Margo & Kec.Kedondong)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
SARY WIDIASTUTI
NIM. 11140440000002
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/1440 H
iv
ABSTRAK
Sary Widiastuti NIM 11140440000002. Pengangkatan anak dalam adat
Lampung Pepadun dan Saibatin dalam perspektif hukum Islam dan positif
(Kec.Banjar Margo & Kec.Kedondong). Skripsi Program Studi Hukum Keluarga,
Fakultas Syariah dan Hukum. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, 1440 H/ 2018 M. ( 71 halaman, dan halaman lampiran).
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana praktek pengangkatan
anak adat Lampung Pepadun dan Saibatin, dan bagaimana kedudukan anak yang
diangkat adat Lampung Pepadun dan Saibatin, untuk mengetahui bagaimana
pengangkatan anak adat Lampung Pepadun dan Saibatin dalam perspektif hukum
Islam dan positif.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian lapangan (field research),
dan merupakan jenis penilitan kualitatif. Penelitian ini bersifat analitik merupakan
kelanjutan dari penelitian deskriptif yang bertujuan bukan hanya sekedar
memaparkan karakteristik tertentu, tetapi juga menganalisa dan menjelaskan
mengapa dan bagaimana hal itu terjadi. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan Normatif empiris. Kriteria data yang
digunakan adalah wawancara, studi pustaka, dan studi dokumentasi.
Pengangkatan anak adat Lampung Pepadun dan Saibatin dilakukan apabila
terjadinya pernikahan beda suku dan dilaksanakan sebelum pernikahan dan
dilakukan secara terang dan tunai yakni dengan cara musyawarah dan
menghadirkan pihak yang bersangkutan dengan bantuan Tokoh adat setempat.
Dan kedudukan anak yang diangkat dalam adat Lampung Pepadun dan Saibatin
tersebut disamakan dengan anak kandung, dalam artian hal pemeliharaan dan
kasih sayang nya disamakan dengan anak kandung dengan tidak memutuskan
hubungan nasab anak angkat dengan orang tua kandungnya. Pengangkatan anak
adat Lampung Pepadun dan Saibatin dilakukan hanya untuk seseorang yang
berasal dari luar suku Lampung agar mendapat pengakuan dari warga suku
Lampung tersebut dan agar suku Lampung itu sendiri tidak hilang statusnya
dalam adat sebagai warga adat Lampung.
Kata kunci : Adat Pengangkatan anak, Adat Lampung Pepadun dan
Saibatin.
Pembimbing : Hj. Rosdiana, M.A.
Daftar Pustaka : 1972-2018
v
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرحمن الرحيم
Alhamdu Lillahi Rabbi al-‘Alamin, segala puji hanya bagi Allah Swt, yang
senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia nikmat-Nya kepada hamba-Nya.
Shalawat beriring salam tak luput selalu tercurahkan kepada Rasulullah yakni
Baginda Nabi Besar Muhammad SAW.
Menuntut ilmu adalahan suatu kewajiban yang harus dijalankan untuk
setiap manusia, karena menuntut ilmu dapat menghantarkan manusia menuju
gerbang masa depan yang cerah. Disebabkan hal itu penulis mencoba untuk
menyelesaikan suatu karangan ilmiah yang merupakan salah satu syarat demi
menggapai masa depan tersebut dengan cara menyelesaikan skripsi ini. Namun
penulis sadar dalam menulis skripsi ini masih banyak kekurangan didalamnya,
akan tetapi penulis berharap hasil tulian ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan umumnya bagi orang banyak. Perlu diketahui penulis tidaklah
dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.
Penulis mengucapakan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. selaku Ketua Program Studi Hukum Keluarga
yang selama ini telah memberikan pelayanannya kepada penulis.
3. Indra Rahmatullah, S.HI., M.H. selaku sekretaris Program Studi Hukum
Keluarga, terimakasih atas pelayanan yang sangat memuaskan dan bantuan
yang tidak terlupakan.
4. Hotnida Nasution, M.A. selaku dosen pembimbing akademik yang telah
banyak meluangkan waktu dan arahnya dalam menyelesaikan skripsi ini.
semoga beliau senantiasa diberikan kesehatan oleh Allah SWT.
5. Hj. Rosdiana, M.A dosen pembimbing skripsi yang telah banyak
meluangkan waktu dan arahannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
semoga beliau senantiasa diberikan kesehatan oleh Allah SWT.
vi
6. Dr. KH. A. Juaini Syukri Shofia, Drs. BA. Lcs, M.A dan Dr. Ahmad
Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. selaku penguji skripsi, yang telah
memberikan arahan serta kritik dalam penulisan skripsi, semoga beliau
senantiasa diberikan kesehatan oleh Allah SWT.
7. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, khususnya Program Studi Hukum Keluarga tanpa megurangi rasa
hormat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak
memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama dibangku
kuliah, semoga senantiasa dimudahkana segala urusannya.
8. Yang tercinta dan selalu penulis sayangi sepanjang masa, ibunda Endang
Werdiningsih,dan ayahanda Mrajak selaku orangtua penulis. Serta adik
tercinta Dyah Ayu Ningsih dan Isthafa Rafif Anugrah. Terimakasih yang
tak terhingga atas do’a, semangat, kasih sayang, pengorbanan dan
ketulusan dalam mendampingi penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga
senantiasa dalam lindungan Allah SWT.
9. Khususnya teruntuk Sayyidah, Istiqomah,Siti Afifah dan M.Ridlo Cholif
Zulfian yang selalu memberi semangat, motivasi, bantuan serta dukungan
disaat sedang menulis skripsi ini. semoga kelak kita semua menjadi orang-
orang yang berguna bagi bangsa dan negara amiin.
10. Keluarga besar Mahasiswa Prodi Hukum Keluarga angkatan 2014,
khususnya SAS A 2014 serta kawan-kawan Kosan Cempaka, terimakasih
atas semangat motivasi,bantuan dan support yang telah kalian berikan
disaat sedang menulis skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaaat bagi
yang membacanya khususnya untuk mahasiswa/i Fakultas Syariah dan
Hukum.
Jakarta, Agustus 2018
Penulis
vii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................................. ii
SURAT PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................................... iii
ABSTRAK ......................................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................................. 4
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................................ 4
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian.................................................................. 5
E. Metode Penelitian ...................................................................................... 6
F. Kajian Pustaka ........................................................................................... 9
G. Sistematika Penulisan ............................................................................... 10
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKATAN ANAK
A. Pengertian Pengangkatan Anak ................................................................. 12
B. Sejarah Pengangkatan Anak Dalam Hukum Islam .................................... 14
C. Pengangkatan Anak dalam Hukum Positif ................................................ 16
D. Pengangkatan Anak dalam Hukum Islam .................................................. 19
1. Syarat Pengangkatan Anak .................................................................. 21
2. Tujuan Pengangkatan Anak ................................................................. 22
3. Akibat Hukum Pengangkatan Anak ..................................................... 23
E. Pengangkatan Anak dalam Hukum Adat ................................................... 24
1. Kedudukan Anak dalam Hukum Adat ................................................. 27
2. Akibat Hukum Pengangkatan Anak dalam Hukum Adat .................... 30
viii
BAB III TATA CARA PENGANGKATAN ANAK DALAM ADAT
LAMPUNG
A. Adat Lampung Pepadun ............................................................................. 31
1. Gambaran Umum Lokasi Tempat ........................................................ 31
2. Struktur Masyarakat Lampung Pepadun .............................................. 38
3. Proses Pengangkatan Anak Adat Lampung Pepadun .......................... 40
4. Hak dan Kedudukan Anak yang diangkat Adat Lampung
Pepadun ................................................................................................ 43
B. Adat Lampung Saibatin ............................................................................. 46
1. Gambaran Umum Lokasi Tempat ........................................................ 46
2. Struktur Masyarakat Lampung Saibatin .............................................. 49
3. Proses Pengangkatan Anak Adat Lampung Saibatin ........................... 51
4. Hak dan Kedudukan Anak yang diangkat Adat Lampung
Saibatin ................................................................................................. 53
BAB IV PENGANGKATAN ANAK PADA ADAT LAMPUNG
PEPADUN DAN SAIBATIN
A. Pengangkatan Anak dalam Adat Lampung Pepadun ................................. 55
B. Pengangkatan Anak dalam Adat Lampung Saibatin .................................. 57
C. Pengangkatan Anak dalam Adat Lampung Pepadun dan Saibatin
dalam Hukum Islam dan Positif ................................................................. 59
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................. 67
B. Saran-saran .................................................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 70
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah suatu Negara yang terdiri beberapa Provinsi yang terdiri
dari berbagai macam suku. Suku di Indonesia sangat beraneka ragam seperti suku
Lampung, Baduy, Betawi, Jawa, Batak, Padang, Palembang, Sunda, Bugis,
Dayak, Ambon dan masih banyak lagi lainnya. Dari banyaknya aneka ragam
bentuk suku diatas, maka Indonesia dapat dikatakan bangsa yang majemuk yang
didukung oleh keanekaragaman perilaku budaya yang berbeda pula. Salah satu
keanekaragaman budaya yang berbeda tersebut dapat kita lihat salah satunya pada
masyarakat adat Lampung.
Budaya masyarakat Lampung dapat dibedakan menjadi dua kelompok
besar yaitu masyarakat yang menganut Adat Pepadun dan masyarakat Adat
Saibatin.
1. Masyarakat adat Pepadun terdiri dari :
Abung Siwo Migo, Pubian Telu Suku, Mego pak, Waykanan,Tulang
Bawang, Sungkai Bunga Mayang dan Melinting.
2. Dan sedangkan masyarakat Adat pesisir beradat Saibatin yang terdiri
secara garis besar yaitu : Buai Parnong, Buai nyerupai, Buai Bujalan, Buai
Belunguh.1
Adat pengangkatan anak misalnya dalam adat Lampung, Mahmud syaltut
menyatakan bahwa pengangkatan anak dalam konteks mengangkat orang lain
yang diperlakukan seperti memperlakukan anak sendiri dalam hal kasih sayang,
nafkah sehari-hari,pendidikan dan lain-lain, tanpa harus menyamakan sebagai
anak kandung, maka pengangkatan seperti ini dalam islam dibenarkan.2 Sebelum
islam datang pengangkatan anak dikalangan bangsa Arab telah menjadi tradisi
1Bambang Irawan, “Perkawinan Adat Lampung Pepadun” Lampung 2010. Hal 2.
2Andi Syamsu Alam dan Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, Kencana,
Jakarta, 2008 ,hlm.21.
2
turun menurun yang dikenal dengan Tabanni yang artinya mengambil anak atau
mengambil anak orang lain untuk diberi status anak kandung, sehingga ia berhak
memakai nasab orangtua angkatnya dan mewarisi harta peninggalan dan hak
lainnya sebagai hubungan anak dengan orangtua.3Pengangkatan anak bertujuan
untuk kepentingan kebaikan anak angkat tersebut dalam rangka melindungi
kesejahteraan anak dan perlindungan anak tersebut.4
Pengangkatan anak secara umum dilakukan dengan motif yang berbeda-
beda, diantaranya adalah keinginan untuk mempunyai anak, adanya harapan atau
kepercayaan akan mendapatkan anak, adanya keinginan memiliki anak lagi yang
diharapkan dapat menjadi teman bagi anak yang telah dimilikinya, sebagai
harapan untuk menjadi meneruskan keturunan, sebagai rasa belas kasihan
terhadap anak terlantar, dan juga terhadap anak yatim piatu.
Masyarakat adat Lampung, pengangkatan anak di zaman sekarang
mengalami perbedaan proses pengangkatan anak antara masyarakat adat lampung
pepadun dan saibatin. Dalam adat lampung pepadun kalangan masyarakat dapat
mengangkat anak apabila terjadinya pernikahan beda suku baik adat Lampung
Pepadun maupun Adat Lampung Saibatin. Pengangkatan anak pada masyarakat
adat Lampung Pepadun Tulang Bawang dan Saibatin Kedondong hampir sama
dengan pengangkatan marga di Sumatra Utara.
Keluarga yang tidak mempunyai anak, mereka akan melakukan
pengangkatan anak atau yang disebut dengan adopsi. Pengangkatan anak
merupakan suatu pengangkatan anak orang lain sebagai anak sendiri, anak yang
diadopsi disebut anak angkat dan peristiwa hukumnya disebut dengan
pengangkatan anak.5 Pada masyarakat Lampung Pepadun seseorang dapat
mengangkat anak jika terdapat anak laki-laki beda suku akan menikahi wanita
suku Lampung itu sendiri atau memang dari suku Lampung itu sendiri yang sudah
3Ahmad Kamil dan Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010 ,hal.98. 4Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007.
5Ahmad Kamil dan Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hal.96.
3
diangkat dari kecil, namun mayoritas masyarakat Lampung Pepadun Tulang
Bawang melakukan pengangkatan anak dengan motif apabila terjadi pernikahan
beda suku. Dan seseorang yang mengangkat nya boleh siapa saja yang terpenting
termasuk dari golongan Lampung, karena bagi masyarakat lampung tidak
diperbolehkan perkawinan beda suku.
Adat Lampung Saibatin juga memiliki kesamaan, apabila terjadi
pernikahan beda suku maka seseorang yang berasal dari luar suku Saibatin harus
mengambil gelar atau pengangkatan anak terlebih dahulu. Masyarakat Lampung
Saibatin menerima pernikahan dari kalangan suku mana saja, hanya saja proses
pengangkatan anak nya yang berbeda dengan adat Lampung Pepadun. Oleh sebab
itu pengangkatan anak dalam adat Lampung saibatin dan pepadun mengalami
perbedaan.
Pengangkatan di Indonesia anak telah menjadi kebudayaan masyarakat dan
menjadi bagian dari sistem kekeluargaan, karena menyangkut kepentingan per
orang dalam keluarga. Oleh karena itu lembaga pengangkatan anak yang telah
menjadi bagian budaya masyarakat, akan mengikuti perkembangan situasi dan
kondisi seiring dengan tingkat kecerdasan serta perkembangan masyarakat itu
sendiri.
Hal yang perlu digaris bawahi adalah pengangkatan anak harus dilakukan
dengan proses hukum dengan produk penetapan pengadilan. Apabila hukum
berfungsi sebagai payung hukum, penjaga ketertiban dan sebagai rekayasa sosial,
maka pengangkatan anak yang harus dilakukan melalui penetapan pengadilan
tersebut merupakan kemajuan ke arah penertiban praktik hukum pengangkatan
anak yang hidup di tengah-tengah masyarakat, agar peristiwa pengangkatan anak
tersebut di kemudian hari memiliki kepastian hukum bagi anak angkat maupun
bagi orang tuang angkat tersebut. Praktik pengangkatan anak yang dilakukan
melalui pengadilan tersebut, telah berkembang baik di lingkungan Pengadilan
4
Negeri maupun dalam lingkungan Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama
Islam.6
Berdasarkan apa yang dikemukakan, maka jelaslah bahwa pengangkatan
anak yang sesuai dengan aturan Indonesia adalah pengangkatan anak yang
ditetapkan oleh Pengadilan, baik Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri.
Namun masih banyak kalangan masyarakat yang tidak mengindahkan aturan
tersebut seperti halnya masyarakat Adat Lampung Pepadun dan Saibatin. Adat
Lampung Pepadun dan Saibatin Penngangkatan anak terjadi apabila terjadinya
pernikahan beda suku dan dilakukan dengan upacara adat tertentu namun dengan
proses yang berbeda atau upacara adat yang berbeda.
Berdasarkan pengamatan penulis diatas, maka penulis tertarik untuk
menelaah lebih jauh mengenai pengangkatan anak pada masyarakat adat
Lampung dengan judul : Pengangkatan Anak Dalam Adat Lampung Pepadun
Dan Saibatin Dalam Prespektif Hukum Islam dan Positif (kec.Tulang
Bawang & kec.Kedondong)
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dapat di identifikasi beberapa masalah
dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1. Apa akibatnya jika pengangkatan anak dalam masyarakat adat
pepadun dan saibatin tidak di laksanakan ?
2. Apa dampak negatif dan postif pengangkatan anak dalam masyarakat
lampung pepadun dan saibatin ?
3. Bagaimana pandangan tokoh adat dalam pengangkatan anak
masyarakat lampung pepadun dan saibatin ?
6Ahmad Kamil dan M.Fauzan, Hukum perlindungan dan Pengangkatan Anak di
Indonesia, (Jakarta:PT. Raja.Grafindo Persada,2008),h.12.
5
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dari beberapa persoalan diatas, dan yang perlu terus diperhatikan, menjadi
fokus dalam pembahasan skripsi kali ini, agar lebih terarah dan tidak melebur
mengenai masalah yang akan dibahas, adalah mengenai Pengangkatan anak
dalam Adat Lampung Pepadun dan Saibatin
2. Perumusan Masalah
Pengangkatan anak dalam masyarakat Lampung, terdapat dua sistem
pengangkatan seperti halnya Lampung Pepadun dan Saibatin mengenal sistem
pengangkatan anak yang harus dilaksanakan apabila terjadi sebuah perkawinan
beda suku,. Namun realitanya saat ini banyak orang Lampung Pepadun dan
Saibatin yang menikah dengan suku lain, maka dari itu harus dilaksanakan
pengangkatan anak terlebih dahulu sebelum menikah. Dan Adat Lampung
Saibatin melakukan pengangkatan gelar dengan tujuan untuk menjadi penerus
dalam suatu keluarga.
Berdasarkan rumusan diatas, penulis rinci dalam bentuk pertanyaan
sebagai berikut :
a. Bagaimana praktek pengangkatan anak dalam masyarakat adat
Lampung Pepadun dan Saibatin ?
b. Bagaimana kedudukan anak yang di angkat dalam masyarakat adat
Lampung Pepadun dan Saibatin ?
c. Bagaiman pola pengangkatan anak dalam hukum adat lampung
pepadun dan saibatin secara hukum islam dan hukum positif ?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sesuai dengan latarbelakang dan rumusan masalah diatas maka yang
menjadi tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
6
1. Untuk mengetahui bagaimana praktek pengangkatan anak pada
masyarakat adat Lampung Pepadun dan Saibatin.
2. Untuk mengetahui bagaimana Hak-Hak Anak yang di Angkat dalam
masyarakat adat Lampung Pepadun dan Saibatin.
3. Untuk mengetahui pola pengangkatan anak dalam hukum islam dan
positif.
4. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan anak angkat dalam adat
lampung pepadun dan saibatin.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi konstribusi pemikiran dalam
masyarakat Indonesia terkait dengan melaksanakan upacara adat khususnya adat
pengangkatan anak Lampung Pepadun dan Saibatin. Sehingga manfaat yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk menjadi pembelajaran serta pertimbangan baik buruknya bagi
seseorang yang ingin melakukan pengangkatan anak.
2. Mengetahui pengangkatan anak ini apa mungkinkah sudah tepat
dalam prespektif hukum islam dan positif.
3. Masyarakat indonesia mengetahui adat pengangkatan anak Lampung
ini dapat di kenal luas oleh masyarakat di luar Lampung.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian berarti cara yang dipakai untuk mencari, mencatat,
menemukan dan menganalisis sampai menyusun laporan guna mencapai tujuan.
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian ini
diuraikan sebagai berikut :
1. Jenis penelitian
Penelitian ini termasuk pada jenis penelitian kualitatif, penelitian kualitatif
merupakan salah satu cara dalam penelitian yang bertujuan untuk memahami
masyarakat,masalah atau gejala dalam masyarakat dengan mengumpulkan
7
sebanyak mungkin fakta secara mendalam. Dan data disajikan dalam bentuk
verbal bukan dalam bentuk angka.7
2. Pendekatan penelitian
Dalam pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan empiris.
Pendekatan empiris adalah pengetahuan didasarkan atas berbagai fakta yang
diperoleh dari hasil penelitian penelitian.8
Selain itu metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini juga
menggunakan pendekatan sosiologi empiris, pendekatan sosiologi empiris
merupakan penelitian non doktrinal yang bertititik tolak pada data primer yaitu
data yang diperoleh langsung dari objek penelitian, seperti masyarakat sebagai
sumber pertama dalam satu penelitian, dengan kata lain ini menekankan pada
pencarian jawaban terhadap fenomena sosial yang terjadi terhadap
pemberlakuan hukum sehingga akan menjawab pertanyaan signifikan atau
efektifitas hukum.9
3. Sifat penelitian
Penelitian ini bersifat analitik, merupakan kelanjutan dari penelitian
deskriptif yang bertujuan bukan hanya sekedar memaparkan karakteristik
tertentu. Tetapi juga menganalisa dan menjelaskan mengapa dan bagaimana hal
itu terjadi.10
4. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di 2 (dua) tempat yakni di Kecamatan Banjar
Margo Kabupaten Tulang Bawang Provinsi Lampung dan di Kecamatan
Kedondong.
7Neong Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, ( Yogyakarta:Pilar Media,1996),
cet3,hal.2. 8Yayan Sopyan, Metode Penelitian Hukum, ( Jakarta: Buku Ajar,2009),h.19.
9 Yayan Sopyan, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:Buku Ajar,2009), h.32
10Yayan Sopyan, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Buku Ajar,2009),h.24.
8
5. Sumber Data
a. Sumber Primer
Sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tokoh adat
masyarakat Lampung Pepadun dan Saibatin dan Masyarakat Pepadun dan
Saibatin.
b. Sumber Sekunder
Adapun sumber sekunder yang penulis gunakan adalah buku-buku, karya
ilmiah, jurnal dan literatur lain yang terkait dengan tema penelitian ini.
6. Pengumpulan Data
Adapun pengumpulan data penelitian ini penulis menggunakan metode :
a. Wawancara : wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara
tanya jawab, disini penulis mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan-
pertanyaan yang akan diajukan melalui wawancara (pedoman
wawancara). Selanjutnya penulis melakukan wawancara kepada orang
yang dapat dipercaya, dalam hal ini penulis melakukan wawancara
kepada tokoh adat Lampung Pepadun dan Saibatin untuk mendapatkan
bukti yang kuat sebagai penguat argumentasi.
b. Studi pustaka : kajian pustaka yang digunakan untuk mencapai
pemahaman. Bahan yang digunakan untuk kajian pustaka ini yaitu
buku-buku yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, jurnal,
artikel-artikel yang berkaitan dengan pengangkatan anak.
7. Metode Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah metode analisis deskrptif
kualitatif. Dimana dalam penelitian ini penulis akan menggambarkan,
menguraikan kemudian menganalisis data sehingga akan terungkat jelas,
kemudian penulis akan menyimpulkan hasil penelitian dengan logika induktif.
9
Dimana masalah-masalah yang bersifat khusus akan ditarik menjadi suatu
kesimpulan yang bersifat umum.
8. Pengelolahan Data
Dalam mengelola data yang penulis dapatkan baik berbentuk wawancara
maupun data tertulis dari berbagai studi perpustakaan penulis melakukan
analisis terhadap data tersebut dengan analisis secara deskriptif maupun
analisis komparatif.
F. Kajian Pustaka
Sejauh ini peneliti baru menemukan karya ilmiah yang berbentuk skripsi,
jurnal atau tesis yang bisa menjadi acuan peneliti dalam pembuatan karya ilmiah
skripsi tentang pengangkatan anak sebagai berikut:
Pertama, skripsi yang ditulis oleh Zakia Al Farhani dalam skripsinya yang
berjudul Proses Pengangkatan Anak (Adopsi) Dalam Perspektif Hukum Islam
(Studi Kasus Yayasan Siran Malik Pesantren Al-Falah Parung Benying ).11
Skripsi menyimpulkan bahwa proses pengangkatan anak di Yayasan Siran Malik
Pesantren Al-Falah Prung Benying pada umumnya tidak ditetapkan di pengadilan,
serta menjelaskan apa akibat hukum dari proses pengangkatan anak yang tidak
sesuai dengan aturan hukum Indonesia, sedangkan penulis melakukan penelitian
pengangkatan anak dalam adat Lampung Pepadun dan Saibatin tata cara serta hak-
hak anak yang diangkat, apakah sudah sesuai dengan hukum islam maupun
hukum positif.
Kedua, Tesis yang ditulis oleh Annisa Tanjung Sari dalam tesisnya yang
berjudul Kedudukan anak Laki-Laki Tertua Dari Hasil Perkawinan Leviraat
Dalam Hukum Waris Adat Masyarakat Lampung Pepadun (Studi Kasus di
Kampung Terbanggi Besar Kecamatan Terbanggi Besar Lampung Pemerintah
11
Zakia Al-Farhani, skripsi: “Proses Pengangkatan Anak Menurut Hukum Islam Studi
Kasus Yayasan Siran Malik Pesantren Al-Falah Parung Benying, “(Jakarta: UIN Jakarta,2011).
10
Kabupaten Lampung Tengah).12
Skripsi ini membahas tentang kedudukan anak
Laki-laki tertua dari hasil perkawinan leviraat dalam hukum waris adat
masyarakat lampung pepadun , dalam tesis ini juga membahas adat lampung
pepadun, yang mana penulis akan meneliti tentang adat Lampung Pepadu juga
yang membedakan adalah dalam tesis ini tentang kedudukan waris anak laki-laki
sedangkan penulis akan meneliti pengangkatan anak dalam adat Lampung
pepadun dan saibatin.
Ketiga, Jurnal yang ditulis oleh Gusti Yanti, Adelina Hasyim dan Yunisca
Nurmalisa yang berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengangkatan Anak
Dalam Adat Perkawinan Lampung Pepadun.13
Dalam jurnal ini membahas
mengenai faktor apa saja yang mempengaruhi dalam pengangkatan anak dalam
adat perkawinan adat lampung pepadun, jurnal ini membahas juga tentang
pengangkatan anak namun hanya sekedar faktor-faktor yang mempengaruhi
pengangkatann anak tersebut, sedangkan penulis akan membahas lebih dalam
mengenai praktek, hak-hak apa saja yang didapat oleh anak angkat tersebut.
Keempat, skripsi yang ditulis oleh Fadly Khairuzzadhi yang berjudul
Pengangkonan dalam Pernikahan Beda Suku Pada Masyarakat Lampung14
. Dalam
skripsi ini membahas mengenai praktek Pengangkonan, pandangan tokoh adat
mengenai pengangkonan tersebut namun yang membedakan disini penulis lebih
mengupas dua adat Lampung yakni Pepadun dan Saibatin praktek serta
kedudukan dan hak anak angkat tersebut.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam pembahasan skripsi ini agar lebih jelas dan tertata rapih,
maka disusun dalam berbagai bab dari bab satu hingga bab lima.
12
Annisa Tanjung, “Kedudukan Anak Laki-laki Tertua Dari Hasil Perkawinan Leviraat
Dalam Hukum Waris Adat Masyarakat Lampung Pepadun Studi Kasus di Kampung Terbanggi
Besar Kecamatan Terbanggi Besar Lampung Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah,
“(Semarang: UNDIP, 2005). 13
GustiYanti, Adelina Hasyim dan Yunisca Nurmalisa, Faktor-faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan pengangkatan dalam Adat Perkawinan Lampung Pepadun, (Lampung:Unila 2014). 14
Fadly Khairuzzadhi, Pengangkonan Dalam Pernikahan Beda Suku, (Jakarta:UIN
Jakarta 2015).
11
Pada bab kesatu, dimana bab ini merupakan awal dari pembukaan pokok
permasalahan yang akan dibahas. Dengan dituliskan latar belakang, pembahasan
dan perumusan masalah, manfaat, metode penulisan dari pembahasan ini sebagai
pengantar untuk pembaca agar mengetahui hal apa yang akan dibahas dalam
skripsi ini.
Pada bab kedua, disajikan data-data hasil penelitian yang akan
dikumpulkan secara akurat, berupa gambaran umum tentang pengertian
pengangkatan anak, syarat pengangkatan anak, dan tujuan pengangkatan anak,
pengertian pengangkatan anak dalam hukum adat, serta sejarah pengangkatan
anak.
Pada bab ketiga, disajikan gambaran lokasi penelitian ,praktek
pengangkatan anak dalam adat Lampung Pepadun dan saibatin, hak dan
kedudukan anak yang di angkat pada masyarakat lampung pepadun dan saibatin
Pada bab keempat berisi analisa pola pengangkatan anak dalam hukum
islam dan hukum positif Indonesia serta pengangkatan anak dalam adat lampung
pepadun dan saibatin.
Pada bab kelima merupakan kesimpulan dari pengangkatan anak dalam
adat Lampung Pepadun dan saibatin, saran dari penulis tentang hal yang menjadi
beban pembahasan dari Pengangkatan Anak dalam Adat Lampung Pepadun dan
Saibatin.
12
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKATAN ANAK
A. Pengertian pengangkatan anak
Istilah “pengangkatan anak” berkembang di Indonesia sebagai terjemahan
dari bahasa inggris Adoption,1 mengangkat seorang anak yang berarti mengangkat
anak orang lain untuk dijadikan sebagai anak sendiri dan mempunyai hak yang
sama dengan anak kandung.2 Dalam kamus populer, adopsi memiliki arti
mengambila anak orang lain untuk dijadikan anak sendiri sehingga memutuskan
hubungan anatara anak dengan orang tua kandungnya, serta segala urusan
perwalian dan waris jatuh kepada orang tua angkat tersebut.3
Dalam kamus bahasa Arab, adopsi berasal dari kata بى(بىي ي ), secara
etimologis kata tabanni berarti اتخزي ابىآ yang artinya mengambil anak orang lain
untuk diangkat.4 Dari pengertian menurut bahasa, dapat diambil kesimpulan
bahwa anak angkat adalah anak orang lain yang diangkat untuk dijadikan anak
sendiri. Jadi penekanannya pada persamaan status anak angkat hasil
pengangkatannya sebagai anak kandung.
Secara terminologis ada beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian
pengangkatan anak atau adopsi, antara lain sebagai berikut :
Menurut Wahbah AZ-Zuhaili pengangkatan anak (tabani) artinya
pengambilan anak yang dilakukan oleh seseorang terhadap anak yang jelas
nasabnya, kemudian anak itu di nasabkan kepada dirinya. Dalam pengertian lain,
tabanni adalah seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang dengan sengaja
menasabkan seorang anak kepada dirinya padahal anak tersebut sudah punya
1Jhon.M. Echols dan Hasan Sadly, Kamus Inggris Indonesia,(Jakarta:PT.Gramedia
Pustaka Utama, 2004), cet. XXV, h. 13. 2 Ahmad Kamil dan Fauzan, Hukum perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia
(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2010) h. 95. 3 Chuzaimah Tahido Yanggo, Problematika Hukum Islam Kontemporer,(Jakarta:Pustaka
Firdaus 1996) , h. 130. 4Andi Syamsu dan Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Hukum Islam
(Jakarta:Kencana,2008), cet 1, hal.19.
13
nasab yang jelas pada orang tua kandungnya. Pengertian anak seperti demikian
jelas bertentangan dengan hukum islam, maka unsur menasabkan seorang anak
kepada orang lain yang bukan nasabnya harus dibatalkan.5
Selanjutnya menurut Mahmud Syaltut. Beliau mengemukakan bahwa
pengangkatan anak setidaknya memiliki ada dua pengertian. Pengertian pertama,
mengambil anak orang lain untuk diasuh dididik dengan penuh perhatian dan
kasih sayang, tanpa diberikan status anak kandung keopadanya, kemudian ia
perlakukan anak tersebut sama dengan anak kandungnya. Pengertian kedua,
pengangkatan anak adalah mengambil anak orang lain sebagai anak sendiri dan ia
diberi status sebagai anak kandung sehingga ia berhak memakai nama keturunan
orang tua angkatnya dan saling mewarisi harta peninggalan, serta hak-hak lain
sebagai akibat hukum antara anak angkat dan orang tua angkatnya tersebut.6
Selanjutnya menurut Busyar Muhammad, pengertian adopsi, ambil anak
maupun anak angkat adalah suatu perbuatan hukum dalam hukum adat, dimana
seseorang di angkat atau di dudukkan dan di terima dalam suatu posisi, baik
biologis maupun sosial, yang semula hal tersebut tidak ada padanya.7
Menurut Prof.H Hilman Hadikusuma menyebutkan anak angkat adalah
anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orangtua angkat dengan resmi
menurut hukum adat setempat dikarenakannya tujuannya untuk melangsungkan
keturunan dan atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga.8
Sedangkan menurut Surojo Wignjodipuro berpendapat bahwa
pengangkatan anak adalah suatu perbuatan mengambil anak orang lain kedalam
keluarga sendiri sedemikian rupa, sehingga antara orang yang memungut anak
5 Wahbah al-Zuhaili, Al Fiqih Al-Islami Wa Al-Adilatuhu, juz 9, (Bairut,Dar al Fikr al-
Ma’ashir),h.271 6 Mahmud Syaltut, Al-Fatawa, (Mesir:Daar al-Syuruk, 1991), h.321
7 Bushar Muhammad, Pokok-pokok Hukum Adat, (Jakarta :Pradnya Paramita, 1985),
hal.33 8 Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia, (Bandung : Penerbit Alfabeta, 2013), cet
ke 3, h. 215.
14
dan anak yang di pungut itu timbul hubungan kekeluargaan yang sama seperti
yang ada antara orang tua dengan anak kandungnya sendiri.9
Berdasarkan dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan diatas dapat
disimpulkan bahwa pengangkatan anak adalah tindakan mengambil anak orang
lain untuk dipelihara, dididik, disayangi, dilindungi dan dipenuhi kebutuhannya,
agar tumbuh menjadi pribadi yang berguna bagi bangsa dan negara.
Yang dimaksud pengangkatan anak dalam skripsi ini adalah pengangkatan
anak yang dilakukan ketika terjadinya pernikahan beda suku dan dilakukan
sebelum pernikahan.
B. Sejarah Pengangkatan Anak dalam Hukum Islam
Secara historis, pengangkatan anak (adopsi) sudah dikenal dan
berkembang sebelum kerasulan Nabi Muhammad Saw. Mahmud Syaltut
menjelaskan, bahwa tradisi pengangkatan anak sebenarnya dan dipraktikkan oleh
masyarakat bangsa-bangsa lain sebelum kedatangan islam, seperti yang
dipraktikkan oleh bangsa Yunani, Romawi, India dan beberapa bangsa zaman
kuno.10
Dikalangan bangsa Arab sebelum Islam (masa jahiliyah) istilah
pengangkatan anak dikenal dengan at-tabanni, dan sudah ditradisikan secara turun
menurun.
Imam Al-Qurtubi menyatakan bahwa sebelum kenabian, Rasulullah SAW
sendiri pernah mengangkat Zaid bin Haritsh menjadi anak angkatnya, bahkan
tidak lagi memanggil Zaid berdasarkan nama ayahnya (Haritsah), tetapi ditukar
oleh Rasulullah Muhammad SAW. Di depan kaum Quraisy Nabi Muhammad
juga menyatakan bahwa dirinya dan Zaid saling mewarisi. Zaid kemudian
dikawinkan dengan Zainab binti Jahsy, putri Aminah binti Abdul Muthalib, bibi
9Musthofa, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama (Jakarta:Kencana
2008), cet 1 h. 14. 10
Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum (Jakarta:Sinar Grafika,
2002), h.53.
15
Nabi Muhammad Saw. Oleh karena Nabi Saw, telah meanggapnya sebagai anak,
maka para sahabat pun kemudian memanggilnya Zaid bin Muhammad.11
Setelah Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul, turunlah surat al-
Ahzab ayat 4 dan 5 yang berbunyi :
ف ه قهبيه في ج ا جعم انهة نشجم م تكم م ن مىه أم ش اجكم انئ تظ ما جعم اص
ماجعم آدع ياء ذ انسبيم )آبىاء كم رنكم ق كم ي ل انحق للا يق كم نكم بآف 4 )
أقسط عىذللا م م ألبآء ني ادع نيكم م يه وكم في انذ ا ءابآءم فؤ فؤن نم تعهم
نكه طؤتم ب حيما عهيكم جىاح فيمآ أ كان للا غفساس ذت قهبكم اتعم (5-4)انالحضاب م
Artinya :” Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam
rongganya, dan dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai
ibumu, dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu
(sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulut saja. Dan Allah
mengatakan yang sebenarnya dan dia menunjukan jalan yang benar.Panggillah
mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama bapak-bapak
mereka;itulah yang lebih adil pada sisi Allah dan jika kamu tidak mengetahui
bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka) sebagai saudara-saudarmu
seagama dan maula-maula mu, dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang
kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatim.
Dan adalah Allah maha pengampun lagi maha penyayang.(QS:Al-ahzab:4-5)
Salah satu intinya dari ayat diatas yakni melarang pengangkatan anak
dengan akibat hukum seperti diatas (saling mewarisi) dan memanggilnya sebagai
anak kandung. Imam Al-Qurtubi menyatakan bahwa kisah di atas menjadi latar
belakang turunnya ayat tersebut.
Adapun pengangkatan anak di negara-negara Barat, berkembang setelah
berakhirnya perang Dunia II. Saat itu banyak anak-anak yang kehilangan orang
tua kandungnya karena gugur dalam medan pertempuran, di samping banyak pula
anak-anak yang lahir di luar perkawinan yang sah. Pengangkatan anak di
Indonesia mulanya dijalankan berdasarkan Staatsblad (Lembaran Negara) Tahun
1917 No.129, dalam ketentuan ini pengangkatan anak tidak saja berasal dari anak
11
Ahmad Kamil dan Fauzan, Hukum perlindungan dan Pengangkatan Anak di
Indonesia,(Jakarta: Raja Grafindo, 2010), cet 2, h. 99.
16
yang jelas asal usulnya, tetapi juga anak yang lahir di luar perkawinan yang sah
(tidak jelas asal-usulnya).12
C. Pengangkatan Anak dalam Hukum Positif
Untuk mengetahui pengertian pengangkatan anak menurut perundang-
undang an terlebih dahulu melihat Undang-Undang perkawinan, karena
pengangkatan anak termasuk dalam hukum keluarga bidang perkawinan. Undang-
undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang mengatur tentang perkawinan
dalam pasal-pasalnya tidak menyinggung anak angkat atau pengangkatan anak.
Pengertian anak angkat dalam Perundang-undangan dapat ditemukan
dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan
atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Undang-undang tersebut memberikan pengertian bahwa yang dimaksud anak
angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga
orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan,
pendidikan dan membesarkan anak tersebut, kedalam lingkungan keluarga orang
tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.13
Sedangkan dalam Pasal 1 butir 2 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun
2007 memberikan definisi Pengangkatan anak bahwa pengangkatan anak adalah
suatu perbuatan hukum, yang mengalihkan seseorang anak dan lingkungan
kekuasaan orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas
perawatan,pendidikan dan membesarkan anak tersebut kedalam lingkungan
keluarga orang tua angkat.14
Dari definisi tersebut dapat kita ketahui pengangkatan anak haruslah
mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1. Merupakan suatu perbuatan hukum
12
Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum, ( Jakarta:Sinar
Grafika,2002), h.61. 13
Musthofa, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, (Jakarta:Kencana
2008), cet 1, h.16. 14
Peraturan Pemerintan Nomor 54 Tahun 2007.
17
2. Dimana perbuatan hukum tersebut harus mengalihkan seorang anak.
3. Mengalihkan seorang anak tersebut dari lingkungan kekuasaan orang
tua wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas
perawatan,pendidikan dan membesarkan anak tersebut.
4. Anak tersebut harus tinggal kedalam keluarga orang tua angkat.
Pengaturan pengangkatan anak dalam perundang-undangan telah
mengalami kemajuan dibandingkan keberadaan lembaga pengangkatan anak
sebelumnya. Ketentuan anak tidak mengenal sistem diskriminasi laki-laki ataupun
perempuan bagi calon orang tua angkat maupun calon anak angkat. Pengaturan
lembaga pengangkatan anak merupakan upaya agar setiap anak mendapat
kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal,
baik fisik,mental maupun sosial dan berakhlak mulia.15
Ada beberapa hal penting
mengenai pengaturan pengangkatan anak dalam perundang-undangan yang patut
diketengahkan, yaitu:16
1. Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang
terbaik bagi anak yang dan dilakukan berdasarkana adat kebiasaan
setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara antara
anak yang diangkat dan orang tua kandungnya.
3. Pengangkatan anak wajib dicatatkan dalam akta kelahiran,dengan
tidak menghilangkan identitas awal anak.
4. Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut
olehcalon anak angkat.
5. Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan
sebagai upaya terakhir.
6. Dalam hal anak yang tidak diketahui asal-usulnya, orang yang akan
mengangkat anak tersebut harus menyertakan identitas anak.
15
Musthofa, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, (Jakarta:Kencana
2008),cet 1,h. 17. 16
Pasal 39 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak.
18
7. Dalam hal asal usul anak diketahui, agama anak disesuaikan dengan
agama mayoritas penduduk setempat.
Kompilasi hukum islam sebagai pedoman hukum materiil peradilan agama
memberikan pengertian anak angkat dalam pasal 171 huruf h bahwa anak angkat
adalah anak yang dalam hal pemeliharaan hidupnya sehari-hari,biaya pendidikan
dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua
angkatnya berdasarkan putusan pengadilan.17
Ketentuan pasal tersebut secara implisit menegaskan bahwa terjadinya
pengangkatan anak berakibat pada beralihnya tanggung jawab dari orang tua asal
kepada orang tua ngkatnya dalam hal pemeliharaan untuk hidup sehari-hari,biaya
pendidikan dan sebagainya,sedangkan hubungan nasab,wali nikah bagi anak
perempuan,dan hak saling mewarisi dengan orang tua kandungnya tidak terputus.
Akibat hukum pengangkatan anak berdasarkan hukum islam berbeda
dengan akibat hukum pengangkatan anak menurut konsepsi staatsblad 1917
nomor 129 dan pengangkatan anak menurut sebagian hukum adat di indonesia.
Status anak angkat menurut hukum islam tidak sama dengan anak kandung, akibat
hukumnya tidak memutuskan hubungan nasab, wali nikah bagi anak angkat
perempuan, dan hak saling mewarisi dengan orang tua kandungnya.demikian pula
dalam hubungan mahram, anak angkat tetap bukan sebagai mahram orang tua
angkatnya. Dalam hal kewarisan, anak angkat bukan ahli waris, tetapi anak angkat
dapat menerima wasiat yang kemudian dalam Kompilasi Hukum Islam diatur
bahwa anatara anak angkat dengan orang tua angkat atau sebaliknya terjadi
hubungan wasiat wajibah sebagaimana ketentuan pasal 209 Kompilasi Hukum
Islam.18
17
Musthofa, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, (Jakarta:Kencana
2008), cet 1, h.21. 18
Musthofa, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, (Jakarta:Kencana
2008), cet 1, h.22.
19
D. Pengangkatan Anak dalam Hukum Islam
Pada hakikatnya Islam mendukung adanya usaha perlindungan anak yang
salah satunya dengan cara melakukan pengangkatan anak. Adapun pengangkatan
anak yang diperbolehkan dalam islam tentu saja yang memiliki arti mengangkat
anak semata-mata ingin membantu dalam hal mensejahterakan dan melindungi
anak tersebut tanpa menjadikannya anak kandung.
Agama Islam menganjurkan agar umat manusia dapat saling tolong
menolong terhadap sesama manusia. Pengangkatan anak atau adopsi merupakan
salah satu cara untuk menolong sesama manusia, karena adopsi dengan pengertian
mengangkat anak orang lain untuk diperlakukan sebagai anak sendiri tanpa
mengubah status anak tersebut menjadi anak kandung adalah adopsi yang
diperbolehkan dalam Islam.
Selanjutnya yang perlu diperhatikan dalam pengangkatan anak adalah
posisi anak angkat dalam sebuah keluarga tidak sama dengan anak kandung.
Maka dari itu tidak ada nya hubungan khusus antara anak angkat dengan orangtua
angkat mengenai masalah keperdataan seperti perwalian dan kewarisan.karena
apabila kita melihat kembali apa tujuan pengangkatan anak tersebut maka, tujuan
pengangkatan anak yakni tolong menolong sesama manusia.
Menurut hukum islam pengangkatan anak hanya dapat dibenarkan apabila
memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1. Tidak memutuskan hubungan darah anatara anak yang diangkat
dengan orang tua biologis dan keluarga
2. Anak angkat tidak berkedudukan sebagai pewaris dari orang tua
angkat, melainkan tetap sebagai pewaris dari orang tua kandungnya,
demikian juga orang tua angkat tidak berkedudukan sebagai pewaris
dari anak angkatnya.
3. Anak angkat tidak boleh mempergunakan nama orang tua angkatnya
secara langsung kecuali sekedar sebagai tanda pengenal/ alamat.
20
4. Orang tua angkat tidaka dapat bertindak sebagai wali dalam
perkawinanterhadap anak angkatnya.19
Dari ketentuan tersebut diatas dapat diketahui bahwa prinsip pengangkatan
anak menurut hukum islam adalah bersifat pengasuhan anak dengan tujuan agar
seorang anak tidak sampai terlantar atau menderita dalam pertumbuhan dan
perkembangannya.
Berdasarkan prinsip dasar yang termaksud maka hukum islam tidak
melarang memberikan berbagai bentuk bantuan atau jaminan penghidupan oleh
orang tua terhadap anak angkatnya, antara lain berupa:20
1. Pemberian hibah kepada anak angkat untuk bekal hidupnya di
kemudian hari
2. Pemberian wasiat kepada anak angkat dengan ketentuan tidak boleh
lebih dari sepertiga harta kekayaan orang tua angkat yang kelak akan
diwariskan kepada ahli warisnya yang berhak.
Tata cara pengangkatan anak, menurut ulama fikih, untuk mengangkat
anak atas dasar ingin mendidik dan membantu orang tua kandungnya agar anak
tersebut dapat mandiri dimasa datang. Secara hukum tidak dikenal perpindahan
nasab dari ayah kandungnya ke ayah angkatnya.21
maksudnya ia tetap menjadi
salah seorang mahram dari kalangan keluarga ayah kandungnya, dalam arti
berlaku larangan kawin dan tetap saling mewarisi dengan ayah kandungnya. Jika
ia melangsungkan perkawinan setelah dewasa, maka walinya tetap ayah
kandungnya. Adapun pada pengangkatan anak yang diiringi oleh akibat hukum
lainnya terjadi perpindahan nasab dari ayah kandungnya ke ayah angkatnya.
Konsekuensinya, antara dirinya dengan ayah angkatnya dan keluarga kandung
ayah angkatnya berlaku larangan kawin serta kedua bealah pihak saling mewarisi.
19
Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum, ( Jakarta : Sinar
Grafika,2002), h. 54. 20
M.Budiarto, Pengangkatan Anak Ditinjau dari Segi Hukum, (Jakarta : Akademika
Pressindo,1985), cet 1, h.25. 21
Ahmad Kamil dan M Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di
Indonesia, ( Jakarta:Raja Grafindo, 2010), cet 2, h.101.
21
Jika ia akan melangsungkan perkawinan nantinya, maka yang berhak menjadi
walinya adalah ayah angkatnya tersebut, bukan ayah kandungnya. Ada dua hal
yang terkait dengan status hukum anak angkat, yaitu dalam hal kewarisan dan
dalam hal perkawinan.
1. Syarat Pengangkatan Anak
Dalam hal pengangkatan anak, kita harus mengetahui apa saja yang boleh
dan Tidak boleh dilakukan oleh orang tua angkat. Untuk menghindari dari hal-
hal yang tidak diinginkan, oleh karenanya islam telah mengatur tentang syarat-
syarat pengangkatan anak tersebut. Adapun syarat-syarat pengangkatan anak
yang sesuai dengan hukum islam sebagai berikut22
:
a. Tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan
orangtua kandung dan keluarganya
b. Anak angkat tidak berkedudukan sebagai ahli waris dari orang tua
angkat, melainkan tetap sebagai ahli waris dari orang tua kandungnya,
demikian juga orang tua angkat tidak berkedudukan sebagai ahli waris
dari anak angkatnya.
c. Hubungan keharta bendaan antara anak angkat dengan orang tua
angkatnya hanya diperbolehkan dalam hubungan wasiat dan hibah.
d. Orang tua angkat tidak dapat bertindak sebagai wali dalam perkawinan
terhadap anak angkatnya.
e. Anak angkat tidak boleh mempergunakan nama orang tua angkatnya
secara langsung kecuali sekedar sebagai tanda pengenal atau alamat
f. Antara anak yang diangkat dengan orang tua angkat seharusnya sama-
sama orang yang beragama islam, agar si anak tetap pada agama yang
dianutnya.
22
MuderisZaini, Adopsi Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum, (Jakarta:Sinar Grafika,2002),
h.54.
22
2. Tujuan Pengangkatan Anak
Pengangkatan anak dilakukan oleh keluarga untuk melanjutkan dan
mempertahankan garis keturunan dalam suatu keluarga yang tidak memiliki
anak kandung. Oleh karena itu keluarga mempunyai peranan penting dalam
kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan masyarakat terkecil
yang terdiri dari seorang ayah, ibu. Akan tetapi tidak selalu ketiga unsur ini
terpenuhi,karena ada keluarga yang tidak mempunyai atau belum memiliki
seorang anak.
Seseorang dalam mengangkat anak pasti memiliki tujuan yang ingin
dicapai karena pada dasarnya banyak faktor yang mendukung seseorang
melakukan pengangkatan anak, namun lazimnya latar belakang pengangkatan
anak dilakukan oleh orang yang tidak diberi keturunan . pengangkatan anak
dilakukan guna memenuhi keinginan manusia untuk menyalurkan kasih
sayangnya kepada anak yang dirasakan akan merupakan kelanjutan hidupnya.23
Tujuan pengangkatan anak antara lain adalah untuk meneruskan keturunan
suatu keluarga, dalam hal suatu perkawinan suami isteri tidak memperoleh
keturunan. Hal ini merupakan suatu solusi bagi pasangan suami istri yang
kebanyakan belum atau di vonis dokter tidak mungkin untuk mempunyai anak,
sebagai penerus perjuangan keluarga, yang diharapkan dapat mendoakan di
kala orang tua angkat telah meninggal dunia.24
Dapat disimpulkan tujuan utama pengangkatan anak menurut hukum islam
adalah untuk kepentingan kesejahteraan anak. Hal ini sejalan dengan isi dan
semangat pasal 12 menenai pengangkatan anak dalam Undang-Undang No.4
Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Dan jika dikaitkan dengan Undang-
Undang Dasar 1945 pasal 34 dan nilai-nilai luhur pancasila sebagaimana
diketengahkan diatas serta isi dan semangat Undang-Undang No.4Tahun 1979
23
Ahmad Azhar Basyir, Kawin Campur, Adopsi, Wasiat Menurut Islam, ( Bandung: PT
Al-Ma’rif,1972), h.19. 24
Ahmad Kamil dan M Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di
Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2010), cet 2, h.106.
23
tentang kesejahteraan anak maka dapat disimpulkan tujuan pengangkatan anak
secara nasional terutama adalah untuk kesejahteraan anak baik rohani,jasmani
maupun sosial.25
3. Akibat Hukum Pengangkatan anak
Pengangkatan anak sudah dikenal pada zaman Jahiliyah yaitu zaman
sebelum kerasulan Nabi Muhammad SAW, pada zaman tersebut bahwa apabila
seseorang mengangkat anak maka nasabnya disambungkan kepada ayah
angkatnya, dan nasab kedua orang tua nya terputus. Selain dari pada itu anak
angkat mendapatkan hak waris layaknya seperti anak kandung.
Berbeda dengan pengangkatan anak menurut hukum Islam , seperti yang
telah penulis sebutkan dalam syarat-syarat pengangkatan anak dikemukakan
bahwa pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang
di angkat dengan orang tua biologis dan keluarga, dan anak angkat tidak
berkedudukan sebagai pewaris dari orang tua angkat, melainkan tetap sebagai
pewaris dari orang tua kandungnya demikian juga orang tua angkat tidak
berkedudukan sebagai pewaris dari anak angkatnya, dan anak angkat tidak
boleh mempergunakan nama orang tua angkatnya secara langsung kecuali
sekadar sebagai tanda pengenal atau alamat.26
Akibat hukum pengangkatan
anak berdasarkan hukum islam berbeda dengan akibat hukum pengangkatan
anak menurut konsepsi staatblad 1917 Nomor 129 dan pengangkatan anak
menurut sebagian hukum adat di Indonesia. Akibat hukumnya dalam islam
tidak memutuskan hubungan nasab, wali nikah bagi anak angkat perempuan,
dan hak saling mewarisi dengan orang tua kandungnya, demikian pula dalam
hal mahram orang tua angkatnya, dalam hal kewarisan anak angkat bukan ahli
waris, tetapi anak angkat dapat menerima wasiat yang kemudian dalam
Kompilasi Hukum Islam diatur bahwa antara anak angkat dengan orang tua
25
M Budiarto, Pengangkatan Anak DiTinjau dari Segi Hukum, (Jakarta: Akademika
Pressindo, 1985), cet 1, h.26 26
Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, (Jakarta: Sinar
Grafika), h.54
24
angkat atau sebaliknya terjadi hubungan wasiat wajibah sebagaimana pasal 209
Kompilasi Hukum Islam.27
Adapun mengenai nasab dan mahram, apabila antara calon mempelai laki-
laki dan perempuan terdapat hubungan nasab, maka dalam banyak hal
diharamkan kawin antara keduanya. Nasab yang diharamkan untuk di kawini
dijelaskan dalam Al-Quran surat an-Nisa ayat 23, yaitu :
a. Ibu, nenek dari bapak atau dari ibu, dan seterusnya keatas
b. Anak perempuan, cucu perempuan, dan seterusnya ke bawah
c. Saudara perempuan sekandung, sebapak, seibu
d. Anak perempuan saudara laki-laki (sekandung, sebapak, dan seibu)
e. Anak perempuan saudara perempuan (sekandung, sebapak dan seibu)
f. Saudara perempuan bapak, kakek dan seterusnya keatas dan
g. Saudara perempuan ibu, nenek dan seterusnya keatas.
Dalam kaitan ini, nasab yang haram dikawini disebut mahram. Mengenai
hubungan persusuan, dapat dianalogikan (qiyas) pada hubungan nasab
sebagaimana ketentuan surat an-Nisa ayat 23 tersebut, yaitu ibu dan saudara
perempuan sepersusuan kedua orang ini diharamkan untuk dikawini oleh anak
atau saudara sepersusuannya.28
E. Pengangkatan Anak dalam Hukum Adat
Pengangkatan anak bukanlah masalah baru di negara Indonesia,
pengangkatan anak sudah ada pada zaman dahulu dan berkembang mengikuti
perubahan zaman serta mengangkat anak dengan motivasi yang berbeda-beda dan
motif berbeda-beda, sesuai dengan daerah tersebut. Pengangkatan menurut hukum
adat sering dikenal sebagai usaha untuk mengambil anak bukan keturunan sendiri
dengan maksud untuk memelihara dan memperlakukannya sebagai anak sendiri.
27
Musthofa, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, ( Jakarta: Kencana
2008),cet 1, h.22. 28
Musthofa, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, ( Jakarta: Kencana
2008),cet 1, h. 23.
25
Sebenarnya banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengangkat ini,
terutama di Indonesia sendiri yang juga mempunyai aneka ragam sistem
peradatannya. Di seluruh lapisan masyarakat pengangkatan anak ini lebih banyak
atas pertalian darah, sehingga kelanjutan keluarga tersebut tergantung kepadanya,
adapun harta kekayaan anak tersebut juga bergantung apakah pengangkatan anak
tersebut berdasarkan hukum pertalian darah atau tidak. Demikian juga kedudukan
anak tersebut dalam masyarakat, masih dipengaruhi oleh perlakuan dan
pertimbangan tertentu.29
Ambil anak,kukut anak, anak angkat adalah suatu perbuatan hukum dalam
konteks hukum adat kekeluargaan (keturunan). Apabila seseorang anak telah
dikukut, dipupon, diangkat, sebagai anak angkat, maka dia akan didudukan dan
diterima dalam suatu posisi yang dipersamakan baik biologis maupun sosial yang
sebelumnya tidak melekat pada anak tersebut.30
Menurut ilmu Antropologi
budaya adopsi memiliki arti yang lebih luas sebagaimana yang dikatakan oleh
Dr.H.TH.Fischer yang dalam bahasa indonesianya adalah memasukkan
sepenuhnya dalam lingkungan penduduk inti dilakukan dengan adopsi atau
dengan upacara sehingga dapat diterima dalam masyarakat keluarga.31
Prinsip
hukum adat dalam suatu perbuatan hukum adat adalah terang dan tunai. Terang
ialah suatu prinsip legalitas, yang berarti suatu perbuatan hukum itu dilakukan
dihadapan dan diumumkan di depan orang banyak, dengan resmi secara formal,
dan dianggap semua orang mengetahuinya. Sedangkan kata tunai, berarti
perbuatan itu akan selesai seketika pada saat itu juga, tidak mungkin ditarik
kembali.32
Surojo Wignjodipuro menyebutkan bahwa adopsi dalam hal ini harus
terang, artinya wajib dilakukan dengan upacara adat serta dengan bantuan Kepala
29
Muheris Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, (Jakarta: Sinar
Grafika), h.38. 30
Ahmad Kamil dan M Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di
Indonesia,( Jakarta: PT Raja Grafindo,2010), cet 2, h.31. 31
B.Bastian Tafal, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat, (Jakarta: RajaWali
Press,1989), cet 2, h.38. 32
Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1981),
h.29.
26
Adat. Kedudukan hukum anak yang diangkat demikian ini adalah sama dengan
anak kandung daripada suami istri yang mengangkatnya, sedangkan hubungan
kekeluargaan dengan orang tua sendiri secara adat menjadi putus, seperti yang
terdapat di daerah Gayo, Lampung, Pulau Nias dan Kalimantan.33
Dilihat dari sudut anak yang di angkat, maka dapat dicatat adanya
pengangkatan-pengangkatan anak sebagai berikut:34
1. Mengangkat anak bukan warga keluarga
Anak itu diambil dari lingkungan asalnya dan dimasukkan dalam keluarga
orang yang mengangkat ia menjadi anak angkat. Lazimnya tindakan ini disertai
dengan penyerahan barang-barang magis atau sejumlah uang kepada keluarga
anak semula. Kedudukan hukum daripada anak yang diangkat demikian ini
adalah sama dengan anak kandung sedangkan hubungan kekeluargaan dengan
orang tua sendiri secara adat putus. Adopsi harus terang artinya wajib
dilakukan dengan upacara adat, adopsi demikian ini terjadi di daerah Lampung,
Pulau Nias dan Kalimantan.
2. Mengangkat anak dari kalangan keluarga.
Anak lazimnya diambil dari salah satu clan yang ada hubungan
tradisionalnya, yaitu disebut purusa. Dalam keluarga dengan selir-selir
(gundik) maka apabila isteri tidak mempunyai anak, biasanya anak-anak dari
selir-selir itu diangkat dijadikan anak-anak isterinya. Adopsi demikian terdapat
di daerah Bali.
3. Mengangkat anak dari kalangan keponakan-keponakan
Perbuatan ini banyak terdapat di Jawa, Sulawesi, dan beberapa daerah
lainnya. Mengangkat keponakan menjadi anak itu sesungguhnhya merupakan
pergeseran hubungan kekeluargaan dalam lingkungan keluarga. Lazimnya
33
Ahmad Kamil dan M Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di
Indonesia,( Jakarta: PT Raja Grafindo, 2010), cet 2, h.33. 34
Soerojo Wignjodipoero, Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat, (Jakarta: PT Gunung
Agung, 1989), cet ke 8, h. 118.
27
mengangkat keponakan ini tanpa disertai dengan pembayaran-pembayaran
uang ataupun penyerahan-penyerahan sesuatu barang kepada orang tua anak
yang bersangkutan yang pada hakikatnya masih saudara sendiri dari orang
yang memungut anak. Selain daripada pengangkatan-pengangkatan anak
seperti tersebut, masih dikenal juga pemungutan-pemungutan anak yang
maksud serta tujuannya bukan semata-mata untuk memperoleh keturunan,
melainkan lebih maksudkan untuk memberikan kedudukan hukum kepada anak
yang di pungut itu yang lebih baik dan menguntungkan daripada yang dimiliki
semula.
1. Kedudukan Anak dalam Hukum Adat
Beberapa putusan Pengadilan Negeri, misalnya putusan pengadilan Negeri
Pangkalan Bun Kalimantan Tengah dalam salah satu poin pertimbangan
hukumnya menyatakan bahwa pengangkatan anak secara adat belum disahkan
oleh pengadilan.itulah sebabnya kasus perdata yang sifatnya sengketa
(Contentiosa) gugatan waris, biasanya ada petitum permohonan pengesahan
pengangkatan anak yang telah berlangsung lama dan dilakukan berdasarkan
hukum adat setempat, guna untuk mendapatkan bagian watisan dari harta
peninggalan orang tua angkatnya.35
R.Soepomo ,menjelaskan perihal kedudukan dan akibat hukum
pengangkatan anak yang dilakukan secara hukum adat terutama yang terjadi di
beberapa daerah di pulau Jawa, dan Sunda bahwa kedudukan anak angkat yang
dilakukan daerah-daerah, dimana sistem keluarga berdasarkan keturunan dari
pihak laki-laki, seperti di Bali misalnya dimana perbuatan mengangkat anak
adalah perbuatan hukum yang melepaskan anak angkat dari pertalian
keluarganya dengan orang tua nya sendiri dengan memasukkan anak angkat
tersebut ke dalam keluarga pihak bapak angkat, sehingga anak itu
35
Ahmad Kamil dan M Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di
Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo,2010), cet 1, h.43.
28
berkedudukan sebagai anak kandung, untuk meneruskan keturunan bapak
angkatnya.36
Status anak angkat dalam hukum adat masyarakat Bali seperti tersebut,
hampir sama dengan pengertian anak angkat dalam hukum Barat yang juga
memutuskan, dan memasukkan anak angkat dalam keluarga orang tua
angkatnya sebagai anak kandung yang diberi hak-hak yang sama status sah
atau anak kandung.37
Berbeda dengan kedudukan status anak angkat dalam sistem hukum adat
jawa. Di Jawa, pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan pertalian darah
dengan orang tua kandung anak tersebut, hanya anak angkat didudukkan
sebagai anak kandung untuk meneruskan keturunan bapak angkatnya, dan
sama sekali tidak memutuskan hak-haknya dengan orang tua kandungnya
sehingga hukum adat Jawa memberikan pepatah bagi anak angkat dalam hak
waris di kemudian hari dengan istilah anak angkat memperoleh warisan dari
dua sumber air sumur.38
Maksudnya anak angkat tetap memporoleh harta
warisan dari orang tua kandung, juga mendapatkan warisan dari orang tua
angkatnya.
Hak kewarisan anak angkat baik terhadap orang tua kandung maupun
orang tua angkat, terdapat beberapa perbedaan praktik adatnya. Di daerah
Lampung Utara, adat menyatakan dengan tegas bahwa anak angkat tidak
memperoleh harta warisan dari orang tua kandungnya. Dengan demikian,
secara akontrario dapat dipahami bahwa logika adam masyarakat Lampung
Utara memandang bahwa anak angkat harus memperoleh warisan dari orang
tua angkatnya. Berbeda dengan halnya di daerah Gresik yang hukum adatnya
menyatakan bahwa anak angkat memperoleh hak warisan dari orang tua angkat
dan hak warisan dari orang tua kandungnya sendiri.39
36
Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, (Jakarta: Pustaka Rakyat, 1976),h. 118 37
Ahmad Kamil dan M Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di
Indonesia, ( Jakarta: PT Raja Grafindo, 2010), cet 1, h. 44. 38
Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, (Jakarta: Pustaka Rakyat, 1976), h. 118 39
Ahmad Kamil dan M Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di
Indonesia, ( Jakarta: PT Raja Grafindo, 2010), cet 1, h. 45.
29
Muderis Zaini, meyakini bahwa sebetulnya banyak di daerah-daerah di
Indonesia yang hukum adatnya menyatakan bahwa anak angkat bukanlah
sebagai ahli waris, seperti di daerah Lahat (Palembang), Pasemah, Kabupaten
Batanghari, Kecamatan Bontomaranu Kabupaten Goa daerah Tidore. Beberapa
daerah tersebut secara umum menyatakan bahwa anak angkatbukanlah ahli
waris dari orang tua angkatnya, anak angkat adalah ahli waris dari orang tua
nya sendiri. Anak angkat memperoleh harta warisan dari peninggalan orang tua
angkatnya melalui hibah atau pemberian atau wasiat (sebelum orang tua
angkatnya meninggal dunia).40
Secara adat kebiasaan masyarakat yang mengakui adanya hukum adat
anak angkat,bagi mereka adalah suatu hal tidak etis dan akan mendapatkan
celaan dari masyarakat apabila anak angkat yang telah diketahui masyarakat
tersebut kemudian dibatalkan oleh anak atau keluarga orang tua angkat.
Kecuali anak angkat tersebut nyata-nyata telah melakukan
penghianatan,pembunuhan, percobaan pembunuhan terhadap orang tua
angkatnya.41
Kesadaran masyarakat muslim tentang kewajibannya untuk menjalankan
hukum islam (syariat islam)secara konsisten dalam kehidupan berbangsa dan
bermasyarakat semakin menguat. Penguatan kesadaran pelaksanaan hukum
islam tersebut telah secara riil terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Di lembaga eksekutif, legislatif dan di kalangan akademik dan semuanya
bermuara pada menguatnya desakan dibentuknya peraturan perundang-
undangan yang bernuansa islami. Hukum adat yang telah sesuai dengan
semangat dan prinsip-prinsip hukum islam dikembangkan sebagai bahan
hukum yang diakui eksistensinya oleh hukum islam, tetapi bentuk-bentuk
praktik adat yang menyimpang akan diluruskan secara politis dan bertahap
melalui proses pembentukan hukum Indonesia yang islami.42
40
Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, (Jakarta: Sinar
Grafika), h.50. 41
Ahmad Kamil dan M Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di
Indonesia. (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2010),cet 1, h. 46. 42
Ahmad Kamil dan M Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di
Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2010), cet 1, h. 47.
30
2. Akibat hukum Pengangkatan Anak dalam Hukum Adat
Dilihat dari aspek akibat hukum, pengangkatan anak menurut hukum adat
tersebut, memiliki segi persamaan dengan hukum adopsi yang dikenal dengan
hukum Barat, yaitu masuknya anak angkat kedalam keluarga orang tua yang
mengangkatnya dan terputusnya hubungan keluarga dengan keluarga atau
orang tua kandung anak angkat. Perbedaannya dalam hukum adat
disyaratkannya suatu imbalan sebagai pengganti kepada orang tua kandung
anak angkat, biasanya berupa benda-benda yang dikeramatkan atau dipandang
memiliki kekuatan magis.43
Dilihat dari segi motivasi pengangkatan anak,berbeda dengan motivasi
pengangkatan anak yang terdapat dalam Undag-undang perlindungan anak
yang menekankan bahwa perbuatan hukum pengangkatan anak harus di dorong
oleh motivasi semata-mata untuk kepentingan yang terbaik untuk anak yang
diangkat. Dalam hukum adat, lebih ditekankan kepada kekhawatiran (calon
orang tua nagkta )akan kepunahan,maka calon orangtua angkat (keluarga yang
tidak mempunyai anak) mengambil anak dari lingkungan kekuasaan
kekerabatnya yang dilakukan secara kekerabatan,maka anak yang diangkat itu
kemudian menduduki seluruh kedudukan anak kandung ibu dan bapak yang
mengangkatnya dan ia terlepas dari golongan sanak saudaranya semula.44
Pengangkatan anak tersebut dilakukan dengan upacara-upacara dengan
bantuan pemuka-pemuka rakyat atau penghulu-penghulu yang dilakukan
secara terang karena dihadiri dan disaksikan oleh hadirin undangan dan
khalayak ramai.
43
Ahmad Kamil dan M Fauzan, Hukum Pengangkatan dan Pengangkatan Anak di
Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo,2010), cet 1, h. 34. 44
Ahmad Kamil dan M Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di
Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2010), cet 1, h. 35.
31
BAB III
TATA CARA PENGANGKATAN ANAK DALAM ADAT LAMPUNG
A. Adat Lampung Pepadun
1. Gambaran Umum Lokasi Tempat
a. Geografi
Kecamatan Banjar Margo adalah salah satu kecamatan di
Kabupaten Tulamg Bawang yang merupakan pemekaran dari
Kecamatan Banjar Agung sejak Oktober 2005 membawahi tujuh
kampung, yaitu kampung Agung Dalem,Bujuk Agung,Penawar Jaya,
Purwajaya, Catur Karya Buana Jaya, Ringin Sari, dan Suka maju.
Berdasarkan Perda No. 03 Tahun 2008, kecamatan Banjar Margo
menjadi 10 kampung karena adanya pemekaran kampung. Tiga
kampung yang mekar adalah Sumber Makmur, Tri Tunggal Jaya, dan
Agung Jaya. Kemudian pada tahun 2011 mekar kembali menjadi 12
kampung, dua kampung yang mekar adalah kampung Penawar Rejo
dan Mekar Jaya.1
Luas wilayah Kecamatan Banjar Margo 132,95 km dengan
jumlah penduduk sebesar 36.614 jiwa, terdiri 274 RT dan terdapat 12
kampung dalam Kecamatan Banjar Margo. Untuk lebih terinci penulis
akan memaparkan gambaran Kecamatan Banjar Margo dalam bentuk
tabel sebagai berikut:
Tabel.3.1
Luas Daerah Kecamatan Banjar Margo
NO Nama Kampung/ Kelurahan Luas (km)
1 Ringin Sari 17,68
2 Catur Karya Buana Jaya 7,46
3 Bujuk Agung 6,16
1 Badan Pusat Statistik Kabupaten Tulang Bawang
32
4 Suka Maju 8,22
5 Penawar Jaya 20,09
6 Purwajaya 18,78
7 Agung Dalem 13,83
8 Sumber Makmur 7,81
9 Tri Tunggal Jaya 8,68
10 Agung Jaya 6,17
11 Penawar Rejo 7,91
12 Mekar Jaya 10,16
Jumlah Luas Kecamatan 132,95
b. Pemerintahan
Administrasi pemerintah Kecamatan Banjar Margo terdiri atas
12 kampung definitif. Secara total Kecamatan Banjar Margo terdiri
dari 274 RT (Rukun Tetangga).
Tabel.3.2
Data Rukun Tetangga Kecamatan Banjar Margo
No Nama Kampung/ Kelurahan Rukun Tetangga
1 Ringin Sari 32
2 Catur Karya Buana Jaya 22
3 Bujuk Agung 28
4 Suka Maju 15
5 Penawar Jaya 27
6 Purwajaya 31
7 Agung Dalem 23
8 Sumber Makmur 16
9 Tri Tunggal Jaya 16
10 Agung Jaya 30
33
11 Penawar Rejo 22
12 Mekar Jaya 12
Jumlah 274
c. Kependudukan
Berdasarkan hasil sensus penduduk 2017, jumlah rumah
tangga di Kecamatan Banjar Margo sebesar 9.511 dan jumlah
penduduknya sebesar 36.614 jiwa.
Dengan luas wilayah 132,95 km berarti kepadatan
penduduknya mencapai 275 jiwa perkm.
Banyaknya Rumah Tangga menurut Kampung/ Kelurahan di
Kecamatan Banjar Margo.
Tabel3.3
Jumlah Rumah Tangga Kecamatan Banjar Margo
NO Nama Kampung/Kelurahan Jumlah Rumah
Tangga
1 Ringin sari 1021
2 Catur Karya Buana Jaya 513
3 Bujuk Agung 1921
4 Suka Maju 629
5 Penawar Jaya 936
6 Purwajaya 778
7 Agung Dalem 624
8 Sumber Makmur 396
9 Tri Tunggal Jaya 578
10 Agung Jaya 883
11 Penawar Rejo 829
34
12 Mekar Jaya 385
JUMLAH 9.511
Banyaknya Penduduk menurut Kampung/Kelurahan di
Kecamatan Banjar Margo sebagai berikut:
Tabel.3.4
Jumlah Pendududuk Kecamatan Banjar Margo
NO Nama
Kampung/Kelurahan
Jumlah
penduduk
laki-laki
Jumlah
Penduduk
Perempuan
Jumlah
laki-laki +
perempuan
1 Ringin Sari 2035 1.874 3.909
2 Catur Karya Buana
Jaya
917 963 1.934
3 Bujuk Agung 3762 3.200 6.962
4 Suka Maju 1434 1.314 2.748
5 Penawar Jaya 1881 1.766 3.647
6 Purwajaya 1578 1.428 3.006
7 Agung Dalem 1318 1.244 2.562
8 Sumber Makmur 811 730 1.540
9 Tri Tunggal Jaya 1194 1.093 2.287
10 Agung Jaya 1807 1.723 3.530
11 Penawar Rejo 1671 1.511 3.182
12 Mekar Jaya 664 644 1.308
JUMLAH 19.125 17.489 36.614
Berdasarkan hasil dari tabel diatas maka dapat disimpulkan
maka kependudukan Kecamatan Banjar Margo memiliki jumlah
rumah tangga 9.511, dan dilihat dari segi jumlah penduduk laki-laki
dan perempuan, pada Kecamatan Banjar Margo lebih dominan laki-
35
laki yakni dengan jumlah 19.125 sedangkan perempuan 17.489 dan
jumlah keduanya antara penduduk laki-laki dan perempuan berjumlah
36.614 penduduk.
d. Sosial
Salah satu faktor utama keberhasilan pembangunan di suatu
negara adalah tersedianya cukup sumber daya manusia yang
berkualitas. Peningkatan SDM sekarang ini lebih difokuskan pada
pemberian kesempatan seluas-luasnya kepada penduduk untuk
mengecap pendidikan, terutama penduduk kelompok usia sekolah
(umur 7- 24 tahun ).
Di Kecamatan Banjar Margo, fasilitas SD sampai SLTA sudah
lengkap. Untuk fasilitas SD terdapat 16 unit, SLTP 9 unit dan SLTA 3
unit, namun demikian untuk jumlah fasilitas dan kualitas dari sekolah
tersebut tetap harus ditingkatkan.
Berikut penulis akan memaparkan banyaknya sarana
pendidikan SD, SLTP, SLTA menurut Kampung atau Kelurahan
berdasarkan tabel berikut:
Tabel.3.5
Jumlah Sarana Pendidikan Kecamatan Banjar Margo
NO Nama
Kampung/Kelurahan
SD
(sederajat)
SLTP
(sederajat)
SLTA
(sederajat)
1 Ringin Sari 2 1 -
2 Catur Karya Buana
Jaya
1 - -
3 Bujuk Agung 2 1 1
4 Suka Maju 1 - -
5 Penawar Jaya 2 - -
36
6 Purwajaya 1 2 -
7 Agung Dalem 1 - -
8 Sumber Makmur 1 1 1
9 Tri Tunggal Jaya 1 1 -
10 Agung Jaya 2 1 -
11 Penawar Rejo 1 2 1
12 Mekar Jaya 1 - -
JUMLAH 16 9 3
Banyaknya penduduk dirinci menurut agama yang dianut dari
kampung/kelurahan di Kecamatan Banjar Margo .
Tabel.3.6
Data Penduduk Berdasarkan Agama Yang Dianut.
NO Nama
Kampung/Kelurahan
Pemeluk Agama
Islam Kristen Katolik Hindu Budha Jumlah
1 Ringin Sari 3.611 47 101 - - 3.759
2 Catur Karya Buana
Jaya
1.692 9 13 33 6 1.752
3 Bujuk Agung 3.631 64 19 63 - 3.776
4 Suka Maju 3.446 18 14 1 - 3.478
5 Penawar Jaya 3.105 107 43 - - 3.254
6 Purwa Jaya 2.283 129 183 - - 2.595
7 Agung Dalem 2.653 30 - 5 - 2.688
8 Sumber Makmur 1.196 71 - 5 87 1.359
9 Tri Tunggal Jaya 2.141 11 38 1 10 2.200
10 Agung Jaya 3.068 78 37 - - 3.184
11 Penawar Rejo 2.113 44 18 - - 2.175
12 Mekar Jaya 1.175 13 5 - - 1.193
37
13 JUMLAH 30.11
4
620 471 108 102 31.415
Dari hasil tabel diatas pada Kecamatan Banjar Margo dilihat
dari segi sosial, Kecamatan Banjar memiliki fasilitas 16 unit SD, 9
unit SLTP dan 3 unit SLTA. Dan sedangkan dilihat dari keagamaan
pada Kecamatan Banjar Margo mayoritas penduduk tersebut
beragama islam dengan jumlah 30.114 dan terdapat pula beragama
Kristen dengan jumlah 620, Katolik 471, Hindu 108 dan Budha 102
penduduk.
e. Jumlah Pengangkatan anak adat Lampung Pepadun.
Kecamatan Banjar Margo merupakan salah satu Kecamatan
yang beradatkan Lampung Pepadun. Kecamatan Banjar Margo
terdiri dari 12 kampung yaitu: Ringin Sari, Catur Karya Buana
Jaya, Bujuk Agung, Suka Maju, Penawar Jaya, Purwajaya, Agung
Dalem, Sumber makmur, Tri Tunggal Jaya, Agung Jaya, Penawar
Rejo dan Mekar Jaya.
Tabel 3.7
Jumlah Pengangkatan anak adat Lampung Pepadun
Kecamatan Banjar Margo
NO Nama Kampung Jumlah Pengangkatan anak
1 Ringin sari 8
2 Catur Karya Buana 6
3 Bujuk Agung 8
4 Suka Maju 7
5 Penawar Jaya 8
6 Purwajaya 5
7 Agung Dalem 9
38
8 Sumber Makmur 5
9 Tri Tunggal Jaya 6
10 Agung Jaya 5
11 Penawar Rejo 4
12 Mekar Jaya 4
Sumber:Kecamatan Banjar Margo
2. Struktur Masyarakat Lampung Pepadun
Masyarakat Lampung Pepadun memegang teguh teguh norma-
norma adat setegguh mereka memeluk agama islam, sehingga pada
masyarakat Lampung Pepadun adat dan agama jalin menjalin
seimbang kuatnya.
Adat Lampung Pepadun dibentuk dan dilaksanakan dengan
cara perundingan (berpadu) kesepakatan dan kebulatan kata dalam
suasana kekeluargaan yang penuh keakraban. Dalam adat Lampung
Pepadun ada 3 bagian yaitu:
a. Adat cepalo, berupa larangan-larangan guna membentuk
akhlak yang baik sehingga menimbulkan nilai-nilai harga
diri dan norma-norma kehormatan pribadi maupun
keluarga, yang di dalam bahasa Lampung dinamakan Pi’il
Pesenggrei.
b. Adat Ngejuk-Ngukuk, merupakan sumber utama
penjelmaan adat karena keharusan manusia yang normal
untuk kawin guna melanjutkan generasi dan ini perlu diatur
dalam tata cara yang sebaik-baiknya.
c. Adat Kebumian, dimaksukdkan disini untuk memastikan
tempat kedudukan dan sekaligus hak dan kewajiban
seseorang dalam struktur masyarakat adat.
39
Masyarakat Lampung beradat pepadun ditandai dengan
upacara adat pengambilan gelar kedudukan adat dengan upacara yang
disebut Pepadun. Pepadun merupakan singgasana yang dipergunakan
dalam setiap upacara pengambilan gelar adat, oleh karena itu upacara
ini disebut Cakak Pepadun.
Kelompok masyarakat ini pada umumnya mendiami daratan
wilayah Lampung yang jauh dari pantai laut seperti daerah Abung,
Way Kanan, Sungkai, Tulang Bawang dan Gunung Sugih. Dan secara
kekerabatan masyarakat Lampung Pepadun terdiri dari empat clan
besar yang masing-masing di bagi-bagi kedalam kelompok kerabat
yang disebut Buay.dengan uraian rincian sebagai berikut:2
a. Abung Siwo Megeo, yang wilayahnya meliputi way abung,
way rarem, way pengubuan dan way seputih. Terdiri dari
Buay-buay nunyai,unyi, belituk,kunang,aji selagi dan
nuwat. Kebudayaan nuwat masuk ikatan adat Abung Siwo
megeo akan tetapi marga nuwat adalah kesatuan teritorial.
b. Tulang Bawang Mego, meliputi tanah Tulang Bwaang ilir.
c. Way Kanan Buwai Lima(lima keturunan) dan sngkai,
meliputi wilayah tanah di daerah Way Kanan (Tulang
Bawang Ulu, Way Umpu dan Way Besai) dan Way
Sungkai , mencakup buay-buay semenjuk.
d. Pubian Telu Suku ( Pubian Tiga Suku), meliputi wilayah di
daerah Way sekampung dan Way sekampung Ulu.
Umunya masyarakat adat suku Lampung Pepadun menganut
prinsip garis keturunan Bapak, dimana anak laki-laki tertua dari
keturunan tertua memegang kekuasaan adat. Setiap anak laki-laki
adalah Penyeimbang, yaitu anak yang mewarisi kepemimpinan ayah
sebagai kepala keluarga atau kepala kerabat seketurunan. Hal ini
2 Muhammad Jelham, Tokoh Adat Lampung Pepadun, Interview Pribadi,Tulang Bawang
29 Juni 2018.
40
tercermin dalam sistem dan bentuk perkawinan adat serta upacara-
upacara adat yang berlaku. Dan kedudukan penyeimbang begitu
dihormati dan istimewa karena merupakan pusat pemerintahan
kekerabatan, baik yang berasal dari satu keturunan pertakian darah ,
satu pertalian adat atau satu pertalian karena perkawinan.
3. Proses Pengangkatan Anak Adat Lampung Pepadun
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan Bapak
Muhammad Jelham selaku Tokoh Adat Lampung Pepadun Tulang
Bawang dengan Gelar Sultan menjelaskan bahwa pengangkatan anak
ini dilakukan sebelum menikah, bagi calon mempelai yang berbeda
suku atau berasal dari luar suku Lampung Pepadun dan pengangkatan
anak ini terjadi karena terjadinya pernikahan beda suku. Apabila
pernikahan antara sesama suku Lampung Pepadun maka tidak perlu
melakukan pengangkatan anak.3
Sebelum melaksanakan perkawinan, menurut adat Lampung
Pepadun harus dilakukan pengangkatan anak terlebih dahulu yang
diawali dengan melakukan pertemuan keluarga untuk membahas
upacara pengangkatan anak tersebut. Dan setelah diadakan
peretemuan yang didalamnya diikuti kedua keluarga dan para tetua
adat, maka mereka akan membahas siapakah yang akan mengangkat
calon mempelai yang berbeda suku tersebut.
Setelah mendapatkan titik temu siapakah yang akan
mengangkat calon mempelai yang beda suku tersebut, maka mempelai
yang berbeda suku tersebut dipertemukan oleh calon orang tua
angkatnya. Dan baiasanya calon orang tua angkat tersebut dicarikan
dari kerabat atau tetangga dari masyarakat adat setempat, hal ini
3 Muhammad Jelham, Tokoh Adat Lampung Pepadun, Interview Pribadi,Tulang Bawang
29 Juni 2018
41
bertujuan bahwa apabila terjadi sesuatu maka akan mudah untuk
memusyawarahkan nya.
Di dalam pengangkatan anak ini , ada tiga keluarga yang saling
berkaitan yaitu, keluarga mempelai asli suku Lampung Pepadun, calon
mempelai yang berbeda suku dan keluarga calon orang tua yang akan
mengangkat. Apabila sudah terjadi kesepakatan antara ketiga keluarga
tersebut maka baru bisa di laksanakan upacara pengangkatan anak
antara kedua belah pihak tersebut.
Pengangkatan anak ini dipimpin oleh Tokoh Adat setempat
dan biasanya pelaksanaan pengangkatan anak ini di laksanakan
dirumah salah satu mempelai atau di balai desa setempat. Dalam hal
ini upacara pengangkatan anak adalah pembacaan bahwa sahnya
keluarga mempelai yang akan menikah dengan mempelai bersuku
Lampung meminta kepada calon keluarga angkat untuk mengangkat
anak nya agar dapat menikah secara Adat Lampung Pepadun. Karena
pada dasarnya masyarakat adat Lampung Pepadun memiliki aturan
berdasarkan aturan adat yang berlaku bahwa barang siapa berada di
lingkungan rumah bukan bagian dari kerabat merupakan suatu
pelanggaran adat dan akan dikenakan sanksi, sehingga untuk mereka
yang akan bebeas keluar masuk dari rumah masyarakat adat Lampung
Pepadun tersebut makalah perlu dilaksanakan pengangkatan anak
secara adat , agar mereka diakui keberadaannya dan merupakan
bagian dari masyarakat Lampung Pepadun.
Adapun proses upacara pengangkatan anak dalam perkawinan
beda suku adalah sebagai berikut:4
a. Pemandai Kampung (memberitahukan kepada Tokoh
adat)
4 Sayuti Ibrahim, Buku Handak II Mengenal Adat Lampung, ( Bandar Lampung: Gunung
Pesagi, 1900), 1005, H.87.
42
Upacara pengangkatan anak diawali dengan orang yang
bersangkutan datang kepada rukun tetangga untuk
memberitahukan perihal pengangkatan anak dan dipilih
calon orang tua angkat, setelah keluarga yang akan
mengangkat mengetahui latar belakang anak yang akan
diangkat, maka keluarga yang akan mengangkat
tersebut memberitahukan kepada majelis perwatin,
sekertaris adat dan anggota adat atas maksud dan tujuan
untuk mengangkat dan meminta sekertaris adat agar
dibuatkan konsep pengangkatan anak atas keputusan
perwatin (hadirin) dan mengumpulkan tokoh-tokoh adat
yang berkepentingan.
b. Sidang Adat Perwatin
Setelah pemberitahuan dilakukan oleh orang yang akan
mengangkat kepada majelis perwatin dan masyarakat
adat, mereka dikumpulkan dalam rapat perwatin
diruang yang telah ditentukan oleh orang yang akan
mengangkat atau dapat juga dilakukan disalah satu
rumah orang yang bersangkutan atau pun balai
musyawarah. Acara ini pada umunya dapat dihadiri
oleh seluruh masyarakat adat dan majelis perwatin yang
ada ditempat tersebut. Jalannya rapat dalam
pengangkatan anak ini dimulai dengan tuan rumah
menunjuk salah seorang tokoh adat untuk menjadi juru
bicara atas perihal tersebut. Selanjutnya juru bicara dari
tuan rumah bertanya kepada perwatin, kepada lawan
bicaranya dan dilanjutkan dengan pertanyaan dari juru
bicara tuan rumah atas kedatangan mereka kepada
majelis perwatin serta menanyakan apakah perwatin
setuju dengan maksud tersebut.setelah itu dilanjutkan
dengan penandatanganan keputusan perwatin.
43
c. Penurunan Uno atau Daw adat (dana anggaran wajib
adat)
Selanjutnya setelah pengesahan surat keputusan
perwatin dan telah dianggap resmi oleh majelis
perwatin maka acara selanjutnya adalah penurunan Uno
atau Daw adat (dana anggaran wajib adat) yang
merupakan syarat sah dalam pelaksanaan pengangkatan
anak yang harus dipenuhi serta dijalankan oleh keluarga
yang hendak melakukan pengangkatan anak secara adat
tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak
Muhammad Jelham selaku Tokoh Adat Lampung Pepadun Tulang
Bawang dengan gelar Sultan, bahwa besarnya Daw adat (uang
adat)yang harus dipenuhi oleh pelaku yang akan diangkat berupa
kelipatan yang dimulai dari nilai yang tertinggi yakni 24 kemudian 12
dan 6 hal ini tergantung kesepakatan kemampuan si pelaku yang akan
diangkat tersebut. Persyaratan ini disiapkan sebelum upacara
pengangkatan anak dilaksanakan, setelah terpenuhi kemudian Daw
adat tersebut dibagikan kepada majelis perwatin. Tujuan Daw adat ini
adalah agar semua perwatin yang ada mengakui akan keberadaan
orang yang diangkat. Dengan diterimanya syarat-syarat tersebut oleh
majelis perwattin maka secara otomatis otrang yang berasal dari luar
suku Lampung telah sah menjadi warga adat Lampung Pepadun.5
4. Hak dan Kedudukan Anak yang Diangkat Adat Lampung
Pepadun
Kedudukan anak yang telah diangkat oleh orang tua angkat
yang berasal dari suku Lampung berdasarkan penjelasan diatas dengan
kesepakatan kedua belah pihak baik laki-laki maupun perempuan
5 Muhammad Jelham, Tokoh Adat Lampung Pepadun, Interview Pribadi,Tulang Bawang
29 juni 2018
44
yakni kedudukan nya disamakan dengan anak kandung, dan posisi
kedudukan anak yang telah diangkat tersebut menjadi bungsu selain
dari pada itu gelar yang diambil menjadi bagian keluarga yang
mengangkat tersebut. akan terapi mengenai perwalian dan warisan
tidak ada hak mutlak atas perwalian dan warisan tersebut.
Penulis telah melakukan wawancara dengan salah satu pelaku
yang melakukan pengangkatan anak karena pernikahan beda suku,
informan mengatakan bahwa pengangkatan anak ini, mengenai
warisan anak angkat tidak mendapatkan nya akan tetapi jika ingin
memberi dan menerima atas dasar suka sama suka di perbolehkan.6
Kemudian Bapak Muhammad Jelham menjelaskan kedudukan
anak yang telah diangkat dalam tmasyarakat adat sebagai berikut:7
a. Kedudukan laki-laki yang telah diangkat
Kedudukan sesorang laki-laki yang telah diangkat yakni
disamakan dengan anak kandung dari seseorang yang
telah mengangkatnya dan posisinya dijadikan anak
bungsu, namun beliau menjelaskan lebih lanjut apabila
pada saat orang tua atau ayah dari orang tua angkat laki-
laki tersebut meninggal dunia, namun anak kandung
dari orang tuangkat tersebut belum menikah atau dapat
dikatakan masih bujang, maka anak kandung tersebut
belum berhak menggantikan posisi ayahnya dalam
mengikuti berbagai prosesi adat atau upacara adat.
Namun dalam hal ini anak angkat dari luar suku
Lampung tersebut berhak menggantikan posisi ayah
angkatnya dalam berbagai hal prosesi adat, karena anak
angkat tersebut dianggap telah mengikuti upacara
pengangkatan anak dan sudah sah menjadi bagian dari
6 Muhammad Lilik, Pelaku Pengangkatan Anak Adat Lampung Pepadun, Interview
Pribadi,Tulang Bawang 27 Juni 2018. 7 Muhammad Jelham, Tokoh Adat Lampung Pepadun, Interview Pribadi, Tulang
Bawang 29 Juni 2018.
45
suku Lampung Pepadun tersebut. Oleh karena itu anak
angkat berhak menggantikan ayah angkatnya apabila
anak kandung dari ayah angkat tersebut masih bujang
atau belum menikah.
b. Kedudukan perempuan yang telah diangkat
Anak perempuan yang telah diangkat oleh suku
Lampung ini disebut mirul karena sudah menikah dan
apabila belum menikah maka disebut muli. kedudukan
anak perempuan yang telah diangkat tersebut menjadi
anak atau adik perempuan kandung dari seorang yang
telah mengangkatnya.
Dengan adanya pengangkatan anak ini maka adanya
pengakuan juga dari mayarakat Lampung Pepadun itu
sendiri. Oleh karena itu seseorang yang bersuku asli
Lampung pepadun jika menikahi dengan seseorang
yang berasal dari luar suku Lampung maka tidak akan
hilang statusnya dalam adat tersebut.
Kemudian dalam hal waris mewarisi,anak yang telah di
angkat tersebut tidak berhak mendapatkan warisan dari
orang tua angkatnya ataupun sebaliknhya karena pada
dasarnya pengangkatan anak ini hanya untuk mendapat
pengakuan saja dari masyarakat Lampung Pepadun jika
terjadinya pernikahan beda suku.
46
B. Adat Lampung Saibatin
1. Gambaran Umum Lokasi Tempat
a. Geografi
Kecamatan Kedondong adalah salah satu Kecamatan yang
berada di Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung yang sudah lama
terbentuk dari kecamatan yang wilayahnya termasuk pemekaran
kecamatan way lima dan kecamatan way khilau Luas wilayah
Kecamatan Kedondong 73,337 km dengan jumlah penduduk 44288
jiwa . Kecamatan Kedondong terdiri dari 12 Desa yaitu Desa Pasar
Baru, Kedondong, Teba Jawa, Pesawaran, Kerta Sana, Way
Kepayang, Gunung Sugih, Tempel Rejo dan Sinar Harapan.8
Berikut penulis akan memaparkan gambaran Kecamatan
Kedondong dalam bentuk tabel.9
Tabel.3,7
Luas Kecamatan Kedondong
NO Nama Kampung/Kelurahan Luas (Km2)
1 Suka Maju 7,36
2 Way Kepayang 8,27
3 Kedondong 8,53
4 Sinar Harapan 4,39
5 Tempel Rejo 8,90
6 Pasar Baru 3,46
7 Kertasana 4,45
8 Gunung Sugih 6,00
9 Babakan Loa 5,35
8 Marzuki, Kepala Camat, Interview Pribadi, Kedondong 4 Juni 2018
9 Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesawaran .
47
10 Pesawaran 7,26
11 Teba Jawa 6,20
12 Harapan Jaya 6,20
JUMLAH 73,37
b. Pemerintahan
Administrasi pemerintahan Kecamatan Kedondong terdiri
atas 12 kampung definitif. Secara total Kecamatan Kedondong
terdiri dari 217 RT (Rukun Tetangga).
Tabel.3.8
Jumlah Rukun Tetangga Kecamatan Kedondong
NO Nama Kampung/Kelurahan Rukun Tetangga
1 Suka Maju 15
2 Way Kepayang 16
3 Kedondong 16
4 Sinar Harapan 24
5 Tempel Rejo 28
6 Pasar Baru 25
7 Kertasana 12
8 Gunung Sugih 18
9 Babakan Loa 19
10 Pesawaran 20
11 Teba Jawa 12
12 Harapan Jaya 12
JUMLAH 217
Sumber: Kantor Kecamatan Kedondong
48
c. Kependudukan
Berdasarkan hasil sensus penduduk 2017 Kecamatan
Kedondong , jumlah penduduknya sebesar 33.952 jiwa.
Dengan luas wilayah 73,37 km berarti kepadatan penduduknya
mencapai 275 jiwa perkm.
Kepadatan Penduduk menurut Desa atau Kelurahan di Kecamatan
Kedondong.
Tabel.3.9.
Jumlah Kepadatan Penduduk Kecamatan Kedondong
NO Nama
Desa/Kelurahan
Luas Penduduk Kepadatan
Penduduk
1 Suka Maju 7,36 2359 320,52
2 Way Kepayang 8,27 1516 183,31
3 Kedondong 8,53 4813 564,24
4 Sinar Harapan 4,39 4080 929,38
5 Tempel Rejo 8,9 4381 492,25
6 Pasar Baru 3,46 3883 1122,25
7 Kertasana 4,45 1665 374,16
8 Gunung Sugih 6 3150 525,00
9 Babakan Loa 5,35 2193 409,91
10 Pesawaran 7,26 3462 476,86
11 TebaJawa 6,2 1186 191,29
12 Harapan Jaya 3,2 1264 395,00
13 JUMLAH 73,37 33952 5984,17
Jumlah Penduduk Kecamatan Kedondong berdasarkan jenis
kelamin10
10
Badan Statistik Kecamatan Kedondong
49
Tabel.3.10
Data Penduduk Kecamatan Kedondong Berdasarkan Jenis
Kelamin
NO Nama
Desa/Kelurahan
Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Suka Maju 1.243 1.116 2.359
2 Way Kepayang 788 728 1.516
3 Kedondong 2.461 2.352 4.813
4 Sinar Harapan 2.120 1.960 4.080
5 Tempel Rejo 2.278 2.103 4.381
6 Pasar Baru 1.967 1.916 3.883
7 Kertasana 845 820 1.665
8 Gunung Sugih 1.618 1.532 3,150
9 Babakan Loa 1.135 1.058 2.193
10 Pesawaran 1.781 1.681 3.462
11 Teba Jawa 605 581 1.186
12 Harapan Jaya 658 606 1.264
13 JUMLAH 17.499 16.453 33952
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa penduduk
Kecamatan Kedondong berjumlah sebesar 33.952 jiwa dengan luas
73,37. Dan lihat dari segi jumlah penduduk berdasarkan jenis
kelamin pada Kecamatan Kedondong maka laki-laki lebih
dominan dibanding perempuan dengan jumlah laki-laki 17.499
sedangkan perempuan 16.453 dan jika di jumlah keduanya maka
jumlah penduduk tersebut berjumlah 33952 penduduk.
d. Sosial
Banyaknya sarana pendidikan TK,SD,SLTP,SLTA dan SMK di
Kecamatan Kedondong. Penulis akan memaparkan dengan bentuk
tabel sebagai berikut:
50
Tabel.3.11
Jumlah Sarana Pendidikan Kecamatan Kedondong
NO Desa/Kelurahan TK SD SLTP SLTA SMK
1 Suka Maju - 2 - - -
2 Way Kepayang - 2 1 1 -
3 Kedondong 1 7 1 1 2
4 Sinar Harapan - 5 1 - -
5 Tempel Rejo - 3 - -- -
6 Pasar Baru 2 2 - - -
7 Kertasana - 1 - - -
8 Gunung Sugih - 1 - - -
9 Babakan Loa - 1 - - -
10 Pesawaran 1 3 1 - -
11 Teba Jawa - - - - -
12 Harapan Jaya - - - - -
13 JUMLAH 4 30 4 2 2
Di lihat dari segi sosial pada Kecamatan Kedondong maka
sarana pendidikan terdapat TK,SD,SLTP,SLTA dan SMK dengan
fasilitas 4 unit TK, 30 unit SD,4 unit SLTP,2 unit SLTA dan 2 unit
SMK. Dan lihat dari segi keaagmaan mayoritas penduduk
Kecamatan Kedondong beragama Islam.11
2. Struktur Masyarakat Lampung Saibatin
Masyarakat adat Lampung Saibatin merupakan masyarakat
yang selalu menjaga kemurnian daerah dalam menduduki seseorang
11
Marzuki, Kepala Camat, Interview Pribadi, Kedondong 04 Juni 2018
51
pada jabatan yang oleh sekelompok masyarakat Lampung Saibatin
disebut dengan kepenyumbingan.
Saibatin sesungguhnya diartikan sebagai status yang ada dalam
adat untuk membina kerukunan dalam bermasyarakat yang mengikat
hubungan persaudaraan sehingga berkembang menjadi suatu
kedudukan dengan adanya penyimbang Saibatin.
Masyarakat adat Lampung Saibatin mendiami wilayah adat :
Labuhan Maringgai, Pugung, Jabung, Way Jepara, Kalianda, Raja
Basa, Teluk Betung, Padang Cermin, Cukuh Balak, Way Lima,
Talang Padang, Kota Agung, Semaka, Suoh, Sekincau, Batu Brak,
Belalau,Liwa, Pesisir Krui, Ranau, Martapura, Muara Dua Kayu
Agung, empat kota ini ada di Provinsi Selatan.12
Masyarakat adat Lampung Saibatin dalam sistem
kekerabatannya menganut prinsip patrilineal dan patriloka. Dalam
prinsip patrilineal berarti pihak laki-laki yang melamar perempuan dan
kemudian menetap di rumah pihak keluarga atau kerabat laki-laki.
Bagi perempuan yang telah menikah secara patrilokal menetap di
rumah keluarga luas suaminya. Apabila keluarga hanya mempunyai
anak perempuan, maka untuk meneruskan keturunannya dapat diatasi
dengan cara ngakuk ragah (menganmbil suami), dengan ketentuan
bahwa suami bukan anak pertama bagi keluarganya sendiri.
3. Proses Pengangkatan Anak Adat Lampung Saibatin
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan Tokoh
adat Lampung Saibatin dengan Bapak Husni bahwa proses
pengangkatan anak dengan terjadinya pernikahan beda suku ini
dilakukan bisa sebelum menikah atau setelah menikah, karena pada
dasarnya adat Lampung Saibatin berbeda dengan adat Lampung
12
Suhendra, Tradisi Sebambangan Dalam Adat Lampung Menurut Hukum Islam dan
Hukum Positif, (UIN Jakarta 2014)
52
Pepadun, yang mana adat Lampung Saibatin, dahulunya adat
Lampung Saibatin dan Pepadun sama-sama tidak memperbolehkan
pernikahan beda suku bahkan Adat Lampung Saibatin dahulu apabila
terjadi nya pernikahan beda suku maka haruslah melakukan
perceraian. Dan seiring perubahan zaman adat Lampung saibatin ini
tidak melarang terjadinya pernikahan suku, maka barang siapa yang
melakukan pernikahan suku saat ini di perbolehkan akan tetapi
haruslah melakukan pengangkatan anak terlebih dahulu.13
Yang dimaksud Pengangkatan anak dalam adat Lampung
Saibatin ini adalah Pengangkatan anak dengan pengambilan gelar
untuk melanjutkan suatu generasi dalam suatu keluarga. Oleh
karenanya tidak ada sanksi apabila tidak melakukan pengangkatan
anak tersebut. Biasanya seseorang yang melakukan pernikahan beda
suku ini bisa melakukan pengangkatan anak dengan pengambilan
gelar sebelum menikah atau setelah menikah.14
Adapun peneliti juga melakukan wawancara dengan pelaku
yang melakukan pengangkatan anak yang berasal dari luar suku
Lampung Saibatin, bahwa pengangkatan anak ini harus dilakukan
ketika sebelum menikah guna untuk mendapatkan gelar karena pada
dasarnya laki-laki lah yang akan menjadi pemimpin dalam suatu
keluarga.
Mengenai proses pengangkatan anak adat Lampung Saibatin
ini, dilakukan dengan cara musyawarah apabila dilakukan nya
sebelum menikah maka proses tersebut dilakukan dengan cara arak-
arakan (acara besar-besaran) dengan mengundang minimal 12
Saibatin atau Tokoh Adat, kemudian memberi tahu bahwa seseorang
tersebut yang berasal dari luar suku Lampung Saibatin akan
melaksanakan Pengangkatan anak. Setelah memberi pengumuman
13
Husni, Tokoh Adat Lampung Saibatin, Interview Pribadi, Kedondong 02 Juni 2018. 14
Husni, Tokoh Adat Lampung Saibatin, Interview Pribadi, Kedondong 02 Juni 2018.
53
kepada 12 Saibatin atau tokoh adat, maka dilakukannya musyawarah
terlebih dahulu maka selanjutnya dilakukan dengan pemotongan
kerbau, karena pada dasarnya bagi masyarakat Saibatin pemotongan
kerbau adalah menjadi keabsahan seseorang tersebut menjadi bagian
dari Saibatin tersebut, setelah itu seseorang yang berasal dari luar suku
Lampung resmi menjadi bagian dari Saibatin dan mendapoatkan gelar.
Adapun urutan gelar-gelar dalam adat Lampung Saibatin dari
yang tertinggi hingga yang terbawah sebagai berikut:15
a. Temenggung
b. Pangeran
c. Dalom
d. Saibatin
e. Raja
f. Raden
Untuk mendapatkan gelar tersebut maka haruslah berurutan
sesuai urutan gelar dari yang terendah hingga tertinggi.
4. Hak dan Kedudukan Anak yang Diangkat Adat Lampung
Saibatin
Kedudukan anak yang diangkat dalam adat Lampung Saibatin
berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Husni selaku
Tokoh Adat Lampung Saibatin, yakni disamakan dengan anak
kandung baik laki-laki ataupun perempuan.16
Untuk hal waris mewarisi pengangkatan anak dalam adat
Lampung Saibatin berdasarkan hasil wawancara informaan
mengatakan bahwa anak yang telah diangkat dalam adat Lampung
Saibatin tersebut apabila laki-laki yang telah diangkat maka anak laki-
15
Husni, Tokoh Adat Lampung Saibatin, Interview Pribadi, Kedondong 02 Juni 2018. 16
Husni, Tokoh Adat Lampung Saibatin, Interview Pribadi, Kedondong 02 Juni 2018.
54
laki yang diangkat tersebut mendapatkan warisan dari keluarga bapak
istrinya. Karena pada dasarnya laki-laki merupakan kepala rumah
tangga atau pemimpin dalam suatu keluarga, maka dari itu laki-laki
lah yang berhak mendapatkan warisan dari mertua nya.
Dalam hal perwalian tidak ada hak mutlak anak yang diangkat
dalam adat Lampung Saibatin untuk menjadi wali nikah apabila orang
tua bapak yg mengangkatnya telah meninggal, ia hanya berhak
menjadi wali atas anak nya sendiri kelak.
Kemudian kedudukan anak yang telah diangkat dalam adat
Lampung Saibatin, anak yang telah diangkat tersebut berhak
menggantikan bapak angkatnya atau mertuanya apabila bapak tersebut
tidak mempunyai anak laki-laki, dalam menghadiri acara-acara
tertentu atau upaca adat khusus karena anak tersebut telah dianggap
sudah sah menjadi orang Lampung Saibatin dan telah mendapatkan
gelar nya.
55
BAB IV
PENGANGKATAN ANAK
PADA ADAT LAMPUNG PEPADUN DAN SAIBATIN
A. Pengangkatan Anak Dalam Adat Lampung Pepadun
Seperti yang dibahas pada pembahasan sebelumnya bahwa pengangkatan
anak dalam adat Lampung Pepadun ini diawali dengan pertemuan dan persetujuan
untuk melakukan pengangkatan ketika terjadinya pernikahan beda suku. Dan
setelah kesepakatan telah terjadi lalu orang tua yang akan mengangkat
mengundang ketua-ketua kampung serta tokoh adat dan memberitahu bahwa
calon orang tua angkat akan mengangkat anak dari luar suku Lampung Pepadun
karena terjadinya pernikahan beda suku.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Jelham selaku Tokoh adat
Lampung Pepadun bahwa tujuan dilakukannya pengangkatan anak karena
terjadinya beda pernikahan beda suku yakni untuk menjaga suku Pepadun karena
pada hakikatnya orang yang bersuku Lampung Pepadun tidak boleh lepas dari
suku tersebut dan masih memegang teguh Lampung Pepadun tersebut. Oleh sebab
itu barang siapa yang akan menikah dengan suku Lampung Pepadun namun calon
suami atau istri tersebut berasal dari luar suku Lampung harus diangkat menjadi
anak adat Lampung Pepadun terlebih dahulu.1
Anak angkat karena terjadinya pernikahan beda suku ini dilakukan hanya
untuk memenuhi syarat perkawinan adat. Pengangkatan anak tersebut tidak
menyebabkan anak tersebut menjadi ahli waris dalam keluarga angkatnya,
melainkan hanya akan mendapatkan kedudukan kewargaan adat dalam kesatuan
kekerabatan yang bersangkutan.
Adapun kedudukan anak yang diangkat pada masyarakat adat Lampung
Pepadun berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh adat yakni disamakan
dengan anak kandung dan kedudukan anak tersebut menjadi anak bungsu bagi
1 Muhammad Jelham, Tokoh Adat Lampung Pepadun, Interview Pribadi, Tulang
Bawang 29 Juni 2018
56
orang tua angkat dalam suatu keluarga tersebut. Dan kedudukan anak tersebut
bisa menggantikan posisi ayahnya untuk mengikuti acara adat tertentu jika dalam
suatu keluarga orang tua angkat meninggal dunia dan anak kandung dari orang tua
angkat dikatakan masih bujang belum menikah maka yang berhak menggantikan
ayahnya dalam mengikuti upacara-upacara adat tertentu ialah anak angkat yang
berasal dari luar suku Lampung, karena pada dasarnya anak angkat yang berasal
dari luar suku Lampung tersebut sudah sah dianggap menjadi bagian dari orang
Lampung Pepadun tersebut dengan mengikuti upacara pengangkatan anak
tersebut.2
Kedudukan anak adat ini hanya merupakan suatu pengakuan dan
pengesyahan sebagai warga adat persekutuan, jadi yang bersangkutan bukan
sebagai waris dari orang tua yang mengangkatnya, melainkan dikarenakan
pengangkatan itu si anak mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai
warga adat perseketuan lainnya.3
Pengangkatan anak dalam adat Lampung Pepadun dilihat dari segi ushul
fiqh, termasuk dalam kategori U‟rf. Kata Urf berasal dari kata „arafa, ya‟rifu
sering diartikan dengan kata “al-ma‟ruf dengan arti “ sesuatu yang dikenal”. Kata
„urf juga terdapar dalam Al-Qur‟an dengan arti “ma‟ruf” yang artinya kebajikan
(berbuat baik), seperti dalam surat al-A‟raf (7):199.4
(911)األعساف:وأمسبهمعسوفخرانعفى
Artinya:”Maafkanlah dia dan suruhlah berbuat ma‟ruf”.
Pengangkatan anak adat Lampung Pepadun dilihat dari segi Urf ditinjau
dari segi ruang lingkup penggunaannya termasuk dalam Adat atau U‟rf khusus ,
yaitu kebiasaan yang dilakukan sekelompok orang di tempat tertentu atau waktu
tertentu seperti halnya Pengangkatan anak adat Lampung Pepadun yang mana
2 Muhammad Jelham, Tokoh Adat Lampung Pepadun, Interview Pribadi, Tulang Bawang
29 Juni 2018 3Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, (Bandung: CitraAdtya Bakti, 1977),
h.149.
4 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, (Jakarta:Kencana,2008), h.363.
57
dilakukan oleh masyarakat Lampung Pepadun saja dengan waktu tertentu yakni
pengangkatan anak tersebut dilakukan jika terjadinya pernikahan beda suku.
Dilihat dari segi materi yang dilakukan maka pengangkatan anak adat Lampung
Pepadun ini termasuk dalam urf fi‟li yakni kebiasaan yang berlaku dalam
perbuatan, seperti halnya pengangkatan anak adat Lampung karena terjadinya
pernikahan beda suku sudah menjadi kebiasaan masyarak adat Lampung Pepadun.
Kemudian dilihat dari segi penilaian baik buruknya pengangkatan anak
adat Lampung Pepadun ini termasuk dalam urf shahih yaitu adat yang berulang-
ulang dilakukan, diterima oleh orang banyak, tidak bertentangan dengan
agama,sopan santun dan budaya luhur.5
Penulis melihat bahwa upacara adat pengangkatan anak adat Lampung
Pepadun karena terjadinya pernikahan beda suku patut dilestarikan meskipun
tidak ada dalam syarat dalam pernikahan hukum Islam, karena ada hal positif
didalamnya salah satunya yakni sebagai perekat tali kekerabatan antara suku asli
Lampung dengan suku lainnya selain itu juga bisa sebagai pelestarian ragam
budaya di Indonesia.
Berdasarkan analisis data-data yang ada, peneliti berpendapat bahawa
pengangkatan anak adat Lampung Pepadun karena terjadinya pernikahan beda
suku merupakan usaha untuk mempertahankan tali kekerabatan adat yang ada
tidak terputus walaupun menikah dengan orang yang berlainan suku, karena
pengangkatan anak ini merupakan ketentuan yang harus dipenuhi bagi mereka
yang akan menikah dengan lain suku lain guna untuk mengikuti tata tertib adat
untuk mendapatkan legalitas perkawinan yang dilaksanakan tersebut.
B. Pengangkatan Anak Dalam Adat Lampung Saibatin
Pengangkatan anak dalam adat Lampung Saibatin, seperti penjelasan
pembahasan sebelumnya, bahwa pengangkatan anak dalam adat Lampung
Saibatin dilakukan karena terjadinya pernikahan beda suku ini dilaksanakan
dengan cara arak-arakan (acara besar-besaran) dan musyawarah para tokoh adat
5 Muhammad Abu Zahrah, Ushul fiqh, (Jakarta:Pustaka Firdaus, 2014), h. 443.
58
dan pemberitahuan dari calon orang tua angkat bahwa akan melaksanakan
pengangkatan, namun yang membedakan dengan adat Lampung Pepadun disini
pengangkatan anak dalam adat Lampung Saibatin diangkat oleh bapak dari calon
istri atau calon suaminya, sedangkan adat Lampung Pepadun diangkat oleh
kerabat dari kalangan Lampung itu sendiri yang bersedia mengangkat anak
tersebut sebelum pernikahan itu terjadi.
Masyarakat adat Lampung Saibatin lebih mengartikan pengangkatan anak
dalam terjadinya pernikahan beda suku ini sebagai pengambilan gelar sebagai
penerus keluarga nantinya, agar suku Lampung Saibatin yang ada pada diri orang
Lampung asli yang menikah dengan berlainan suku tidak hilang begitu saja.6
Kedudukan anak yang telah diangkat pada masyarakat adat Lampung
Saibatin yakni, disamakan dengan anak kandung, untuk perwalian dalam anak
kandung tersebut tidak ada hak mutlak dan warisan dalam masyarakat adat
Lampung Saibatin anak angkat tersebut mendapatkan warisan dari orang tua
angkatnya.
Dilihat dari segi ushul fiqh, pengangkatan anak dalam adat Lampung
Saibatin termasuk dalam Urf. Dan apabila ditinjau lebih dalam pengangkatan
anaak adat Lampung Saibatin ditinjau dari segi materi yang biasa dilakukan
termasuk dalam u‟rf fi‟li yaitu kebiasaan yang berlaku dalam perbuatan seperti
pengangkatan anak adat Lampung Saibatin terjadi apabila terjadinya pernikahan,
dan apabila dilihat dari segi ruang lingkuppenggunaannya maka termasuk
kedalam urf khusus,yaitu kebiasaan yang dilakukan sekelompok orang di tempat
tertentu atau pada waktu tertentu seperti halnya pengangkatan anak adat Lampung
Saibatin, hanya dilakukan oleh kalangan luar suku Lampung apabila ingin
menikah dengan Lampung Saibatin dan dilaksanakan di waktu tertentu seperti
pengangkatan anak tersebut dilakukan apabila terjadinya pernikahab beda suku
dan dilihat dari segi baik buruknya maka pengangkatan anak adat Lampung
saibatin termasuk dalam urf shahih, yaitu adat yang berulang-ulang dilakukan dan
diterima oleh banyak orang.7
6Husni, Tokoh Adat Lampung Saibatin, Interview Pribadi, Kedondong 02 Juni 2018
7Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2,(Jakarta:Kencana, 2008), h.363.
59
Pengangkatan adat Lampung Saibatin dilakukan dengan cara arak-arakan
(acara besar-besaran) dengan mengundang para tokoh adat setempat serta
bermusyawarh bahwa akan melakukan pengangkatan anak serta dengan
pemotongan kerbau. Kedudukan anak yang diangkat dalam adat Lampung
Saibatin posisinya menjadi anak bungsu serta disamakan dengan anak kandung
dan bagi anak laki-laki akan mendapatkan warisan dari orang tua angkatnya
(mertuanya), serta anak angkat ini berhak menggantikan ayah angkatnya apabila
ayah angkatnya tidak mempunyai anak laki-laki untuk mengikuti acara adat atau
upacara adat tertentu.
Kedudukan anak adat Lampung Saibatin ini disamakan dengan anak
kandung dalam artian pemeliharaan serta kasih sayang nya sama seperti anak
kandung akan tetapi anak angkat tersebut tidak terputus nasabnya oleh orang tua
kandung tersebut.
C. Pengangkatan Anak Dalam Adat Lampung Pepadun dan Saibatin Dalam
Hukum Islam dan Positif
Pengangkatan anak dilakukan guna untuk memenuhi kebutuhan dalam
masyarakat khususnya pasangan suami istri yang telah lama menikah tetapi belum
mempunyai keturunan.8 Masyarakat Indonesia terdiri dari bermacam-macam
suku, agama, budaya dan etnis yang menyebabkan bermacam-macam pula
motivasi, tata cara pengangkatan anak yang dilakukan oleh masing-masing
suku,agama dan etnis tersebut.
Pengangkatan anak dalam adat Lampung Pepadun dan Saibatin misalnya,
dalam kalangan masyarakat Lampung Pepadun Saibatin terjadinya pengangkatan
anak karena terjadinya pernikahan beda suku, yang mana dalam kalangan yang
berasal dari luar suku Lampung harus yang hendak menikah dengan suku
Lampung harus diangkat menjadi anak oleh kalangan masyarakat Lampung
tersebut, agar pernikahan mereka diakui oleh adat setempat.
8Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, Hukum Pengangkatan anak Perspektif Hukun Islam,
(Jakarta: Kencana Pernada Media Group, 2007), h.3.
60
Dalam segi pelaksanaan adat pengangkatan anak adat Lampung Pepadun
dan Saibatin mengalami perbedaan yang mana adat Lampung Pepadun diangkat
oleh kalangan kerabat atau orang suku Lampung itu sendiri tidak di angkat oleh
bapak calon istrinya, sedangkan dalam adat Lampung Saibatin bapak calon
istrinya lah yang mengangkat sendiri.
Berdasarkan hukum Islam para ulama fikih sepakat menyatakan bahwa
hukum Islam tidak mengakui lembaga pengangkatan anak yang mempunyai
akibat hukum seperti yang pernah dipraktikkan masyarakat jahiliyah, dalam artian
terlepasnya ia dari hukum kekerabatan orang tua kandungnya dan masuknya ia ke
dalam hukum kekerabatan orang tua angkatnya.9 Hukum Islam hanya mengakui
bahkan menganjurkan pengangkatan anak dalam artian status kekerabatannya
tetap berada di luar lingkungan keluarga orang tua angkatnya dan dengan
sendirinya tidak mempunyai akibat hukum apa-apa. Ia tetap anak dan kerabat
orang tua kandungnya.
Larangan pengangkatan anak dalam artian benar-benar dijadikan anak
kandung berdasarkan firman Allah SWT, dalam Surat al-Ahzab (33) ayat 4-5
sebagai berikut:
هقه هتكموماجعمبيهفيجىفهوماجعمأشواجكمان ماجعمللانسجمم أم ئتظهسونمىهه
وهى (4)االحصاب:انسبيميهديأدعياءكمأبىاءكمذنكمقىنكمبأفىهكموللايقىلانحق
Artinya: “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam
rongganya, dan dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai
ibumu, dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu
sendiri. Yang demikian itulah hanyalah perkataan mu dimulutmusaja, dan Allah
mengatakan yang sebenarnya dan dia menunjukkan jalan yang benar”.
(QS.Al-Ahzab:4)
عى أقسط ألباءهمهى ن مادعىهم فإن نديدللا فيا فإخىوكم ونيسهومىنيكمتعهمىاءاباءهم
غفى للا وكان قهىبكم دت تعم ما ونكه به أخطأتم فيما جىاح حيماعهيكم (4)االحصاب:زاز
9 Andi Syamsu Alam dan M.Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Hukum
Islam, (Jakarta: Kencana Permada Media Group,2007), hal. 43.
61
Artinya:”Panggillah mereka (anak-anak angkat ini) dengan memakai nama
bapak bapak mereka, itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak
mengetahui bapak-bapak mereka, maka panggillah mereka sebagai saudara-
saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap
apa yang kamu khilaf padanyta, tetapi yang ada dosanya apa yang disengaja oleh
hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.10
(QS.Al-Ahzab:5).
Ayat diatas menjelaskan bahwa dalam mengangkat anak hendaklah tidak
mengubah status (nasab) dan agamanya, misalnya dengan menyematkan nama
orang tua angkat dibelakang nama si anak, sebagaimana Rasullah telah
mencotohkan, beliau tetap mempertahankan nama ayah kandung Zaid, yakni
Harisah di belakang namanya dan tidak lantas mengubahnya dengan bin
Muhammad.
Yang perlu diperhatikam dalam pengangkatan anak dalam adat Lampung
Pepadun posisi anak angkat disamakan dengan anak kandung , akan tetapi tidak
ada hubungan khusus di dalam nya dan tidak memutuskan hubungan anak angkat
dengan orang tua kandung nya sehingga untuk permasalahan wali dan warisan
tidak bertentangan dengan hukum Islam, dalam hal ini hanya disamakan
perlakuan nya dengan anak kandung sedangkan adat Lampung Saibatin
kedudukan anak angkat juga disamakan dengan anak kandung untuk perihal
warisan anak angkat mendapatkan warisan dari orang tua angkat, dan untuk
perwalian anak angkat mutlak tidak ada hak untuk itu dan pada dasarnya orang
tua angkat dari luar suku Lampung Saibatin itu sendiri adalah mertua dari calon
istri nya.
Menurut analisis penulis bahwa pengangkatan anak dalam adat Lampung
Pepadun Saibatin terjadi karena pernikahan beda suku merupakan upacara adat
yang harus dilaksanakan oleh masyarakat adat Lampung Pepadun dan Saibatin
apabila ingin menikahi seseorang yang berasal dari luar suku Lampung Pepadun
dan Saibatin. Dilihat dari proses upacara pengangkatan anak dalam adat Lampung
dan Saibatin tidak ada unsur yang dilarang dalam agama Islam. Pengangkatan
10
Musthofa, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2008), h. 19.
62
anak dalam adat Lampung Saibatin dalam pelaksanaan proses upacara adat nya
tidak ada yang bertentangan dengan agama Islam akan tetapi hak dan kedudukan
anak tersebut jelas bertentangan dengan ajaran agama Islam yang mana pada adat
Lampung Saibatin tersebut anak angkat mendapatkan warisan dari mertua nya
atau orang tua angkat nya.
Pengangktan anak dalam hukum Islam boleh saja dilakukan asal tidak
mengubah nasab dan anak yang diangkat tidak mendapatkan warisan dari bapak
angkatnya, namun yang perlu dicermati saat terjadinya proses pengangkatan anak
tersebut, anak yang diangkat mulai masuk dan hidup bersama dalam satu rumah
dengan orang tua angkatnya secara adat, tetap yang perlu digaris bawahi anak
hasil pengangkatan adat tersebut tetap orang lain seperti pendapat Yusuf
Qardhawi.
Sedangakan menurut Kompilasi Hukum Islam, sebagai pedoman hukum
materil peradilan agama memberikan pengertian anak angkat dalam pasal 171
huruf h, bahwa anak angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan hidupnya
sehari-hari,biaya pendidikan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua
asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan.11
Praktek Pengangkatan anak adat Lampung Pepadun dan Saibatin, dalam
Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 171 huruf h, pada dasarnya tidak sesuai
karena untuk hal pemeliharaan hidup yang beralih dari orang tua kandung kepada
orang tua angkat tersebut tidak ada yang ada hanya pemberian atas dasar suka
sama suka tau pemeliharaan hidupnya tetap tanggung jawab masing-masing,
karena pada dasarnya pengangkatan anak ini hanya suatu kewajiban adat yang
harus dilakukan apabila terjadinya pernikahan beda suku. Dalam sebab akibat
pengangkatan anak ini juga tidak ada hak mutlak bagi anak angkat dalam hal
waris mewarisi dan hak perwalian apabila orang tua angkatnya sudah meninggal
11
Musthofa, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2008), h. 21.
63
Sedangkan adat Lampung Saibatin hasil wawancara dengan Tokoh adat
Lampung Saibatin, pengangkatan anak ini yang menjadi orang tua angkat nya
sendiri ialah mertua atau bapak dari istri nya tersebut, dan dalam adat Lampung
Saibatin ini anak yang telah diangkat tersebut mendapatkan warisan karena pada
hakikatnya anak laki-laki adalah sebagai penerus suatu keluarga tersebut.12
Pengangkatan anak dan anak angkat termasuk dalam hukum perlindungan
anak yang telahmenjadi bagian dari hukum yang hidup dan berkembang sesuai
adat istiadat dan motivasi yang berbeda-beda serta perasaan hukumyang hidup
dan berkembang di masing-masing daerah.
Di Indonesia pengangkatan anak telah menjadi kebutuhan masyarakat dan
menjadi bagian dari sistem hukum kekeluargaan, karena pada dasarnya
menyangkut kepentingan orang perorang dalam suatu keluarga. Secara faktual
diakui pengangkatan anak telah menjadi bagian dari adat kebiasaan masyarakat
muslim di Indonesia, pengertian anak angkat dalam Kompilasi Hukum Islam pada
pasal 171 huruf h jika dibandingkan dengan pengertian anak angkat dalam
Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada pasal 1 angka 9 memiliki
substansi yang sama disebutkan bahwa “anak angkat adalah anak yang dalam hal
pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan lain sebagainya
beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya
berdasarkan keputusan pengadilan.13
Dalam Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas
Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak pada pasal 39 ayat
1 menjelaskan bahwa pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk
kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat istiadat
setempat dan Ketentuan peraturan perundang-undangan.14
Pengangkatan anak
12
Husni, Tokoh Adat Lampung Saibatin, Interview Pribadi, Kedondong 02 Juni 2018. 13
Kompilasi Hukum Islam, Pasal 171 huruf h. 14
Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No 23
Tahun 2002.
64
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) tidak memutuskan hubungan darah
antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya.
Seperti halnya pengangkatan anak dalam adat Lampung Pepadun dan
Saibatin bahwa pengangkatan dilakukan berdasarkan adat istiadat setempat dan
pengangkatan anak adat Lampung Pepadun dan Saibatin tidak memutuskan
hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya sendiri.
Sedangkan dalam pasal 39 ayat (2a) Undang-Undang No 35 Tahun 2014
menjelaskan bahwa pengangkatan anak yang dimaksud pada ayat (1) wajib
dicatatkan dalam akta kelahiran, dengan tidak menghilangkan identitas awal
anak.15
Sedangkan yang dimaksud pengangkatan anak dalam skripsi ini bahwa
pengangkatan anak yang harus dilakukan apabila terjadinya pernikahan beda suku
oleh sebab itu tidak perlu adanya akta kelahiran karena pengangkatan anak adat
Lampung Pepadun dan Saibatin ini dilakukan pada berkisar usia pernikahan,
karena pada dasarnya pengangkatan anak ini dilakukan apabila terjadinya
pernikahan beda suku.
Hal yang perlu digaris bawahi bahwa pengangkatan anak harus dilakukan
dengan proses hukum dengan produk penetapan pengadilan agama. Agar sebab
akibat dari pengangkatan anak tersebut agar peristiwa pengangkatan anak tersebut
dikemudian hari memiliki kepastian hukum baik bagi anak angkat maupun bagi
orang tua angkat tersebut.
Suatu perbuatan hukum akan selalu menimbulkan akibat hukum di
kemudian hari. Seperti halnya perbuatan hukum berupa pengangkatan anak, perlu
adanya suatu bukti tertulis berupa penetapan pengadilan. Pengangkatan anak
dengan tanpa suatu bukti tertulis akan menimbulkan permasalahan terutama
mengenai beban pembuktian di kemudian hari apabila terjadi suatu sengketa.
Pengangkatan anak tanpa penetapan pengadilan tidak sah menurut Negara,
namun dalam hukum Islam pengangkatan anak seperti ini sah karena pada
15
Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002.
65
dasarnya pengangkatan anak dalam hukum Islam menggariskan bahwa hubungan
hukum antara orang tua angkat dengan anak angkat terbatas sebagai hubungan.
Akibat hukum dari pengangkatan anak dalam Islam hanyalah terciptanya
hubungan kasih dan sayang dan hubungan tanggung jawab sebagai sesama
manusia. Karena tidak ada hubungan nasab, maka konsekuensi hukum lainnya
adalah orang tua angkat dengan anak angkat harus menjaga mahram, dan tidak
ada hubungan nasab.
Seperti halnya pengangktan anak dalam adat Lampung Pepadun dan
Saibatin, proses pengangkatan anak tersebut dilakukan secara adat di bantu oleh
kepala adat setempat dan secara terbuka disaksikan oleh kedua belah pihak
keluarga dan di sepakati kedua belah pihak dan tanpa penetapan pengadilan.
Sebenarnya penetapan pengangkatan anak dari pengadilan tidak perlukan lagi
apabila keluarga orang tua angkat dan anak angkat masing-masing sepakat dan
mempunyai itikad baik.
Berdasarkan jenis pengangkatan anak, ada dua jenis pengangkatan anak
yang terlampir dalam PP RI No 54 Tahun 2007, yaitu pengangkatan anak antar
Warga Negara Indonesia dan pengangkatan anak antar Warga Negara Asing.
Pengangkatan anak antar Warga Indonesia meliputi pengangkatan anak
berdasarkan adat istiadat setempat dan berdasarkan peraturan perundang-
undangan.16
Maksud dari pengangkatan anak berdasarkan adat setempat yakni
pengangkatan anak yang dilakukan dengan terang tunai, maksudnya wajib
dilakukan dengan upacara adat serta dengan bantuan kepala adat dan juga
pengangkatan anak ini dilakukan dalam satu komunitas yang nyata-nyata masih
melakukan adat kebiasaan dalam kehidupan masyarakat.
Dari pernyataan diatas tentang pengangkatan anak antar Warga Negara
Indonesia berdasarkan adat istiadat setempat, penulis memaparkan bahwa upacara
pengangkatan anak dalam adat Lampung Pepadun dan Saibatin secara hukum
Indonesia sah karena pada dasarnya pengangkatan anak adat Lampung Pepadun
16
PP RI No 54 Tahun 2007, pasal 7 dan 8.
66
dan Saibatin karena terjadinya pernikahan beda suku adalah suatu adat kebiasaan
yang dilakukan dengan upacara adat serta dengan bantuan kepala adat yang
nyatanya masih dilakukan secara turun menurun dalam kehidpan masyarakat adat
Lampung Pepadun dan Saibatin.
67
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagaimana yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka
penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Proses pengangkatan anak adat Lampung Pepadun dan Saibatin
dilakukan dengan upacara adat masing-masing yakni dilakukan dengan
cara musyawarah dan melalui Tokoh adat setempat. Sistem yang di
pakai dalam adat Lampung Pepadun dan Saibatin terang dan tunai,
dimana dalam pelaksanaannya pengangkatan anak ini dilakukan secara
musyawarah, menghadirkan pihak keluarga yang bersangkutan dan
dihadiri oleh para Tokoh adat setempat dan diumumkan kepada
masyarakat bahwa terjadinya pengangkatan anak karena pernikahan
beda suku daan dengan pembayaran uang adat.
2. Kedudukan anak angkat dalam adat Lampung Pepadun dan Saibatin
yakni disamakan dengan anak kandung, yang di maksud disamakan
dengan anak kandung tersebut pemeliharan kasih sayang nya sama
disamakan dengan anak kandung dan tidak memutuskan hubungan
nasab dari orang tua kandungnya tersebut. Selain dari pada itu
kedudukan anak angkat karena pernikahan beda suku dalam adat
Lampung Pepadun dan Saibatin yakni dapat diakui dalam adat dan sah
menjadi warga adat Lampung, sehingga orang Lampung yang menikah
dengan orang yang berlainan suku tidak hilang dalam adat sebagai
warga adat Lampung.
3. Dalam perspektif hukum Islam, Pengangkatan anak dalam adat
Lampung Pepadun dan Saibatin merupakan pengangkatan anak yang
hanya berkenaan hukum adat untuk tidak menghilangkan sifat
kesukuan, dalam hal waris pengangkatan anak adat Lampung Saibatin
bahwa anak angkat mendapat harta warisan dari orang tua angkat nya
sedangkan dalam hukum Islam menjelaskan bahwa anak angkat tidak
68
mendapatkan warisan akan tetapi anak angkat tersebut mendapatkan
wasiat wajibah. Dalam persfektif Undang-Undang bahwa
pengangkatan anak adat Lampung Pepadun dan Saibatin dianggap sah
berdasarkan PP RI No 54 Tahun 2007 yang mana pengangkatan anak
di Indonesia memiliki dua jenis yakni pengangkatan anak warga
negara Indonesia dan pengangkatan anak warga negara Asing,
pengangkatan anak dalam warga Indonesia meliputi pengangkatan
anak berdasarkan adat istiadat setempat dan pengangkatan anak
berdasarkan Undang-Undang. Maksud Pengangkatan anak adat istiadat
setempat yakni pengangkatan anak wajib dilakukan sesuai adat
tersebut dengan terang dan tunai serta dengan bantuan kepala adat
setempat, dari penjelasan tersebut pengangkatan anak adat Lampung
Pepadun dan Saibatin sah menurut hukum karena telah dilakukan
secara terang dan tunai berdasarkan aturan adat setempat serta dengan
bantuan kepala adat setempat berdasarkan PP RI No 54 Tahun 2007.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan diatas maka penulis
memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Diharapkan dengan pengangkatan anak adat Lampung Pepadun dan
Saibatin ini dapat mempertahankan tali kekerabatan ukhuwah
Islamiyah adat tidak terputus walaupun terjadinya pernikahan beda
suku, karena pengangkatan anak merupakan ketentuan yang harus
dipenuhi bagi mereka yang akan menikah beda suku, serta upacara
adat Lampung Pepadun dapat dilakukan dengan sederhana tanpa
meninggalkan kesakralan ketentuan adat yang berlaku sesuai dengan
perkembangan zaman tanpa merubah nilai dan isi budaya itu sendiri.
2. Diharapkan pengangkatan anak adat Lampung khususnya
pengangkatan anak adat Lampung Saibatin karena terjadinya
pernikahan beda suku dapat dipertahankan dengan mengubah atau
69
tidak bertentangan dengan hukum Islam seperti halnya dalam masalah
kewarisan.
3. Kepala adat diharapkan dapat melakukan sosialisasi dan pengetahuan
khususnya mengenai perkawinan serta pengangkatan anak secara adat
dengan muda-mudi atau penerus masyarakat adat Lampung Pepadun
dan Saibatin, agar kedepannya masyarakat adat Lampung Pepadun dan
Saibatin tidak melupakan dan meninggalkan tradisi dan adat istiadat
tersebut.
70
DAFTAR PUSTAKA
A. Sumber Buku
Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, 2014.
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Akademikka
Pressindo, 1992.
Badan Pusat Statistik, Kecamatan Banjar Margo dalam Angka 2017.Tulang
Bawang: Badan Pusat Statistik,2017.
Badan Pusat Statistik, Kecamatan Kedondong dalam Angka 2017. Pesawaran:
Badan Pusat Statistik, 2017.
Basyir,Ahmad Azhar. Kawin Campur,Adopsi,Wasiat Menurut Islam, Bandung:
PT Al-Ma’rif, 1972.
Budiarto,M. Pengangkatan anak ditinjau dari segi hukum. Jakarata: Akademika
Pressindo,1985.
Bushar, Muhammad. Pokok-Pokok Hukum Adat, Jakarta : Pradnya Paramita,1985.
Echols, Jhon. M. dan Hasan Sadly. Kamus Inggris Indonesia,cet. XXV, Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 2004.
Hadikusuma, Hilman. Hukum Perkawinan Adat, Jakarta: Fajar Agung, 1987.
Hadikusuma, Hilman. Antropologi Hukum Indonesia, Bandung: PT Alumni,2010
Irawan Bambang. Perkawinan Adat Lampung Pepadun, Lampung, 2010.
Ibrahim, Sayuti. Buku Handak II Mengenal Adat Lampung, Bandar Lampung:
Gunung Pesagi 1900.
Kamil, Ahmad dan Fauzan,H.M. Hukum Perlindungan Dan Pengangkatan Anak
Di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, Jakarta: Bulan Bintang, 1998.
Muhadjir, Neong. Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Pilar Media, 1996.
Musthofa, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, Jakarta:
Kencana, 2008.
Qardhawi, Yusuf. Halal dan Haram Dalam Islam, Surakarta: Era Intermedia,
2005.
Setiady.Tolib, Intisari Hukum Adat Indonesia,Bandung: Penerbit Alfabeta, 2013.
71
Soekanto. Soerjono, Hukum Adat Indonesia.Jakarta:PT Raja Grafindo, 2001.
Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Jakarta: Pustaka Rakyat,1976.
Sopyan.Yayan, Metode Penelitian Hukum,Jakarta: Buku Ajar, 2009.
Sudiyat. Imam,Hukum Adat Sketsa Asas,cet II, Yogyakarta: Liberti Yogyakarta,
1981.
Syarifuddin.Amir, Ushul Fiqh Jilid II, Jakarta: Kencana, 2008.
Syamsu Alam, Andi dan Fauzan.Hukum Pengangkatan Anak Perspektif
Islam,Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.
Tafal, B. Bastian. Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Serta Akibat-Akibat
Hukumnya Di Kemudian Hari,cet.II,edisi I, Jakarta: CV.Rajawali,1989.
Wignjodipoero.Soerojo, Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta: PT
Gunung Agung,1989.
Yanggo,Chuzaimah Tahido. Problematika Hukum Islam Kontemporer,cet I,
Jakarta: Pustaka Firdaus,1996.
Zahrah,Abu.Muhammad, Ushul Fiqh,Jakarta: Pustaka Firdaus, 2014.
Zaini, Muderis. Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, cet.IV, Jakarta:
Sinar Grafika,2002.
A. Sumber Skripsi dan Thesis
Al Farhani.Zakia.Proses Pengangkatan Anak Menurut Hukum Islam Studi Kasus
Yayasan Siran Malik Pesantren Al-Falah Parung Benying.Jakarta:UIN
Jakarta.2011.
Khairuzzadhi.Fadly,Pengangkonan Dalam Pernikahan Beda Suku, Jakarta:UIN
Jakarta.2015.
Tanjung Annisa, Kedudukan Anak Laki-laki Tertua Dari Hasil Perkawinan
Leverrat Dalam Hukum Waris Adat Lampung Pepadun Studi Kasus
Terbanggi Besar, Semarang: UNDIP.2005.
B. Sumber Jurnal
Yanti.Gusti, Hasyim Adelina dan Nurmalisa Yunisca, Faktor-faktor yang
mempengaruhi Pelaksanaan Pengangkatan Dalam Adat Lampung
Pepadun,Lampung:Unila 2014.
72
C. Peraturan Perundang-Undangan
Kompilasi Hukum Islam
Peraturan Pemerintah RI No.54 Tahun 2007
Undang-Undang No 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
D. Sumber Wawancara
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Jelham, Tokoh Adat Lampung Pepadun,
Tulang Bawang, 29 Juni 2018.
Wawancara Pribadi dengan Bapak Husni, Tokoh Adat Lampung Saibatin,
Kedondong, 02 Juni 2018.
Wawancara dengan Bapak Marzuki, Kepala Camat Kedondong, Kedondong, 04
Juni 2018.
Hasil Wawancara Kepada Tokoh Adat Lampung Pepadun
Muhammad Jelham
Glr. Sultan Pangeran ke 3
Soal : Bagaimana aturan adat Lampung Pepadun dalam Pengangkatan
anak ?
Jawab: Masyarakat adat Lampung pepadun memiliki aturan berdasarkan
adat yangberlaku bahwa pengangkatan anak ini bisa terjadi karena
terjadinya pernikahan beda suku atau mengangkat anak secara
tegak tegi. Berdasarkan adat yang berlaku barang siapa berada di
lingkungan rumah dan bukan bagian dari kerabat merupakan suatu
pelanggaran adat dan akan dikenakan sanksi, sehingga untk mereka
yang bukan anggota kerabat agar dapat bebas keluar masuk dalam
rumah masyarakat adat Lampung Pepadun maka perlu dilakukan
pengangkatan anak apabila terjadinya pernikahan beda suku , agar
keberadaan mereka diakui sebagai bagian dari kerabat masyarakat
Lampung Pepadun. Dan pengangkatan anak disini hanya
diperuntukan bagi mereka yang bukan suku asli Lampung
Pepadun. Dan apabila pengangkatan anak tegak tegi yakni
mengangkat anak dari saudara nya sendiri dalam hal ini jarang
sekali terjadi karena mayoritas masyarakat Lampung Pepadun
Tulang Bawang mempunyai penerus atau keturunan bagi
keluarganya.
Soal : Apakah ada sanksi apabila tidak melakukan pengangkatan anak
tersebut ?
Jawab : untuk mengenai sanksi apabila tidak melakukan pengangkatan
anak terhadap terjadinya pernikahan beda suku tidak ada sanksi
denda apapun hanya saja pernikahan nya dianggap tidak sah secara
adat walaupun sah menurut islam namun tidak sah dimata hukum
adat Lampung Pepadun, dalam hal lain mereka dianggap belum
menikah. Konsekuensinya tidak bisa mengikuti acara adat-adat
suku Lampung Pepadun.
Soal : Bagaimana Praktek Pengangkatan Anak tersebut ?
Jawab: Praktek pengangkatan anak terjadinya pernikahan beda suku
dilakukan dengan cara musyawarah pepung adat para penyeimbang
dan harus diangkat secara terang, agar bisa diakui oleh masyarakat
Lampung Pepadun Tulang Bawang. Dan pengangkatan anak ini
dilakukan sebelum terjadinya pernikahan harus diselesaikan
terlebih dahulu dan dengan menggunakan biaya biaya khusus agar
bisa di Pepadunkan.
Soal : Apa faktor terjadinya pengangkatan anak ?
Jawab : pada dasarnya dulu masyarakat Lampung Pepadun Tulang
Bawang ini hanya mengenal pernikahan satu suku saja, namun
dengan perkembangan zaman maka mulai sedikit-demi sedikit
terjadinya pernikahan anatara beda suku, karena kedua belah saling
mencintai tidak mungkin untuk dilarang maka pengangkatan anak
ini terjadi apabila terjadinya pernikahan beda suku agar suku lain
di pepadunkan dan diakui keberadaan nya oleh suku Lampung
Pepadun.
Soal: Bagaimana Pengaruh Pengangkatan anak ini dalam perwalian dan
waris?
Jawab: Menurut Tokoh Adat Tulang Bawang tidak merupakan mutlak/hak
perwalian atas orang tua angkat dalam adat, akan tetapi tetap
kepada orang tua kandung nya. Begitu pula dalam hal warisan pun
anak angkat dalam adat hanya akan mendapatkan hibah saja
apabila seandainya ada harta yang ditinggalkan .
Soal : Bagaimana kedudukan anak yang diangkat tersebut:
Jawab: Menurut Tokoh Adat kedudukan anak yang diangkat disamakan
dengan anak kandung dan masuk dalam urutan keluarga yang
mengangkatnya,biasanya urutan nya menjadi yang bungsu, sesuai
dengan pangkat panggung kedudukan adat dalam rumah/ keluarga
tersebut.
Tulang Bawang, 29 Juni 2018.
Hasil Wawancara Dengan Pelaku Pengangkatan Anak Adat Lampung
Pepadun
Muhammad Lilik
Soal : Bagaimana aturan adat Lampung Pepadun dalam pengangkatan anak?
Jawab: mengenai aturan adat Lampung Pepadun dalam Pengangkatan anak dalam
pernikahan beda suku ini yang jelas harus adanya pengangkatan terlebih
dahulu sebelum melaksanakan pernikahan guna agar diakui keberadaan
kita oleh masyarakat Lampung Pepadun. Karena jika tidak maka
pernikahan nya dianggap tidak sah dimata adat dan dianggap belum
menikah
Soal : Apakah ada sanksi apabila tidak melakukan pengangkatan anak tersebut ?
Jawab: Sanksi denda sih tidak ada tetapi ya itu tadi hanya saja keberadaan kita
tidak akan diakui oleh masyarakat lampung Pepadun dan dianggap belum
menikah, dan jika ada acara-acara tidak boleh mengikuti acara tersebut .
Soal : Bagaimana praktek pengangkatan anak tersebut ?
Jawab: Prakteknya dilakukan sebelum pernikahan berlangsung dan dengan cara
mengundang para tokoh adat dan orang tertentu seperti sesepuh, dan
setelah itu pembacaan bahwa mohon izin untuk mengangkat anak dari
orang tua angkat untuk orang tua kandung, serta dilanjutkan dengan
pemotongan kerbau dan pesok (calon anak angkat di suap makanan dan
minuman ) setelah itu diberi gelar dan dimasukan kedalam keluarga orang
tua angkat.
Soal : Apa faktor terjadinya pengangkatan anak tersebut ?
Jawab: faktornya ya karena memang sudah aturan nya ada pengangkatan anak jika
tidak diangkat maka tidak diakui oleh masyarakat Lampung Pepadun.
Soal : Bagaimana pengaruh pengangkatan anak ini dalam perwalian dan warisan ?
Jawab: perwaliaan dan pewarisan tidak ada hak mutlak bagi anak angkat, karena
pada dasarnya saya hanya formalitas membantu agar anak angkat saya dari
luar suku Lampung ini bisa menikah dan dianggap sah di mata Adat serta
diakui keberadaanya oleh masyarakat Adat Lampung Pepadun ini.
Soal : Bagaimana Kedudukan anak yang diangkat ini ?
Jawab: kedudukan anak ya anak angkat , dan kedudukan nya menjadi anak
bungsu, tetapi menenai warisan anak angkat saya tidak dapat hanya
sebatas memberi seperlunya saja untuk mempererat tali persaudaraan.
Tulang Bawanng,29 Juni 2018
TOHIRIN
Glr.Minak Pagar Alam
Soal : Bagaimana aturan adat Lampung Pepadun dalam Pengangkatan
anak ?
Jawab: Berdasarkan adat yang berlaku barang siapa berada di lingkungan
rumah dan bukan bagian dari kerabat merupakan suatu pelanggaran
adat dan akan dikenakan sanksi, sehingga untk mereka yang bukan
anggota kerabat agar dapat bebas keluar masuk dalam rumah
masyarakat adat Lampung Pepadun maka perlu dilakukan
pengangkatan anak apabila terjadinya pernikahan beda suku , agar
keberadaan mereka diakui sebagai bagian dari kerabat masyarakat
Lampung Pepadun. Dan pengangkatan anak disini hanya
diperuntukan bagi mereka yang bukan suku asli Lampung
Pepadun. Dan apabila pengangkatan anak tegak tegi yakni
mengangkat anak dari saudara nya sendiri dalam hal ini jarang
sekali terjadi karena mayoritas masyarakat Lampung Pepadun
Tulang Bawang mempunyai penerus atau keturunan bagi
keluarganya.
Soal : Apakah ada sanksi apabila tidak melakukan pengangkatan anak
tersebut ?
Jawab : untuk mengenai sanksi apabila tidak melakukan pengangkatan
anak terhadap terjadinya pernikahan beda suku tidak ada sanksi
denda, tapi ya itu tadi keberadaan seseorang yang tidak melakukan
pengangkatan anak dianggap tidak ada keberadaan nya di
lingkungan Lampung.
Soal : Bagaimana Praktek Pengangkatan Anak tersebut ?
Jawab: Praktek pengangkatan anak terjadinya pernikahan beda suku
dilakukan dengan cara musyawarah pepung adat para penyeimbang
dan harus diangkat secara terang, agar bisa diakui oleh masyarakat
Lampung Pepadun Tulang Bawang. Dan pengangkatan anak ini
dilakukan sebelum terjadinya pernikahan harus diselesaikan
terlebih dahulu dan dengan menggunakan biaya biaya khusus agar
bisa di Pepadunkan.
Soal : Apa faktor terjadinya pengangkatan anak ?
Jawab : Faktornya karna orang Lampung itu tetep ingin mempertahankan
darah Lampungnya, tujuan nya pengangkatan anak ini supaya
orang yang berasal dari luar Lampung bisa mengikuti dan menjadi
orang Lampung juga.
Soal: Bagaimana Pengaruh Pengangkatan anak ini dalam perwalian dan
waris?
Jawab: warisan ya tidak dapat, karena pengangkatan anak ini hanya
sebagai mempepadunkan supaya orang yg bearsal dari Lampung
diakui keberadaan nya, dan pengangkatan anak ini enggak
memutuskan hubungan dengan orang tua kandungnya.
Soal : Bagaimana kedudukan anak yang diangkat tersebut:
Jawab: kedudukannya ya disamakan sama anak kandung gak ada pilih
kasihkasihan, tetap dianggap seperti anak kandung tapi kan tetep
tidak memutuskan hubungan anak angkat dengan orang tua
kandungnya.
Tulang Bawang,29 Juni 2018
HUSNI
Hasil Wawancara Kepada Tokoh Adat Lampung Saibatin
Soal : Bagaimana aturan adat Lampung Saibatin dalam Pengangkatan
Anak?
Jawab: Aturan pengangkatan anak dalam adat Lampung Saibatin ini
sebagai penerus dalam keluarga dan untuk mendapatkan gelar
dalam Lampung Saibatin tersebut. Pengangkatan anak dalam
pernikahan beda suku dalamLampung saibatin ini hanya untuk
mengambil gelar saibatin saja tidak ada orang tua angkat.
Soal: Apakah ada sanksi apabila tidak melakukan pengangkatan anak
tersebut ?
Jawab: Tidak ada sanksi apapapun.
Soal: Bagaimana praktek pengangkatan anak tersebut ?
Jawab: pengangkatan anak ini dilakukan dengan arak-arakan (acara besar-
besaran), dan melalui musyawarah peyeimbang adat dan
menghadirkan seluruh para penyeimbang adat serta dilakukan
dengan pemotongan kerbau, karena dengan pemotongan kerbau
pengangkatan anak ini dianggap sah. Dan hasil pemotongan kerbau
itu di masak dan dibagi-bagikan kepada masyarakat yang hadir
dalam acara arak-arakan ( besar-besaran ).
Soal: Apa Faktor terjadinya pengangkatan anak ?
Jawab: pengangkatan anak dalam adat lampung saibatin ini, hanya untuk
pengambilan gelar saja sebagai penerus dalam suatu keluarga
tersebut. Karena pada dasarnya setelah menikah beda suku maka
untuk melanjutkan keluarga baru agar saibatin nya tidak hilang
maka harus diambil gelar dahulu.
Soal : Bagaimana pengaruh pengangkatan anak ini dalam hal perwalian
dan warisan?
Jawab: Menurut Tokoh Adat setempat, mengenai warisan seseorang yang
dari luar suku Saibatin mendapatkan warisan dari istri dan mertua
tersebut, namun mengenai perwalian tidak ada hak mutlak atas
perwalian tersebut.
Soal : Bagaimana Kedudukan anak yang diangkat tersebut?
Jawab: Menurut Tokoh Adat setempat adat Lampung Saibatin, kedudukan
anak yang di angkat dari luar suku Lampung Saibatin disamakan
dengan dengan anak kandung. Akan tetapi tidak berhak atas
perwalian namun warisan mengikuti dari suku saibatin.
Kedondong, 04 Juni 2018.
Hasil Wawancara Dengan Pelaku Pengangkatan Anak Adat Lampung
Saibatin
Nama: Sanuriyah
Soal: Bagaimana aturan Adat Lampung Saibatin dalam pengangkatan anak?
Jawab: Aturan adat Lampung Saibatin ini tidak ada paksaan atas pengangkatan
anak, akan tetapi setelah dia menikah dan mempunyai anak, jika laki-laki
nya berasal dari luar suku Saibatin maka haruslah mengambil gelar dalam
Saibatin tersebut, karena gunanya ketika anak itu lahir maka dia akan
punya gelar saibatin juga.
Soal: Apakah ada sanksi jika tidak melakukan pengangkatan anak ?
Jawab : tidak ada sanksinya
Soal: Bagaimana Praktek Pengangkatan anak Adat Lampung Saibatin ini?
Jawab: prakteknya ya dengan mendatngkan para tokoh adat, terkadang ya juga
pak camat dengan upacara arak-arakan (acara besar-besaran), dengan
pemotongan kerbau dan setelah itu pembrian gelar Saibatin .
Soal: Apa faktor terjadinya pengangkatan anak tersebut?
Jawab: faktornya ya biasanya karena daia harus mengambil gelar Saibatin, supaya
nanti anak dari orang Saibatin asli ini juga mempunyai gelar.
Soal: Bagaimana pengaruh perwalian dan warisan?
Jawab: mengenai perwalian dan warisan ini ya sesuai dengan hukum islam yang
ada.
Soal: Bagaimana kedudukan anak yang diangkat tersebut?
Jawab: kedudukan nya ya disamakan dengan anak kandung.
Kedondong,04 Juni 2018.