92
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman sulit bagi hampir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk yang akan membahayakan bagi pasien bisa saja terjadi sehingga diperlukan peran penting perawat dalam setiap tindakan pembedahan dengan melakukan intervensi keperawatan yang tepat untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis (Rondhianto, 2008) Sebelum pemulangan pasien dan keluarganya harus mengetahui bagaimana cara memanejemen pemberian perawatan di rumah dan apa yang diharapakan di dalam memperhatikan masalah fisik yang berkelanjutan karena kegagalan untuk mengerti pembatasan atau implikasi masalah kesehatan (tidak siap menghadapi pemulangan) dapat menyebabkan

Skripsi Alya Abay

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Skripsi Alya Abay

1

BAB 1

PENDAHULUAN

 

1.1 Latar Belakang

Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman sulit

bagi hampir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk yang akan

membahayakan bagi pasien bisa saja terjadi sehingga diperlukan peran penting

perawat dalam setiap tindakan pembedahan dengan melakukan intervensi

keperawatan yang tepat untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun

psikis (Rondhianto, 2008)

Sebelum pemulangan pasien dan keluarganya harus mengetahui

bagaimana cara memanejemen pemberian perawatan di rumah dan apa yang

diharapakan  di dalam memperhatikan masalah fisik yang berkelanjutan

karena kegagalan untuk mengerti pembatasan atau implikasi masalah

kesehatan (tidak siap menghadapi pemulangan) dapat menyebabkan

peningkatan komplikasi pada pasien (Perry & Potter, 2006). Ketidaksiapan

pasien menghadapi pemulangan juga dapat terjadi karena pasien terlalu cepat

dipulangkan sehingga hal ini juga beresiko terhadap terjadinya komplikasi

pasca bedah setelah di rumah dan juga dikarenakan pemulangan yang tidak

direncanakan yang dapat berakibat kepada hospitalisasi ulang (Torrance,

1997)

Page 2: Skripsi Alya Abay

2

Ada berbagai macam jenis pembedahan, salah satunya

Appendictomy. Pembedahan untuk mengambil apendic disebut apendictomy,

dan ini dilakukan jika peradangan tanpa adanya rupture (Reeves, 1999).

Apendictomy dilakukan segera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi

(Smeltzer, 2001).  Setelah tindakan pembedahan, abdomen memiliki resiko

untuk terjadinya infeksi akibat terjadinya stres yang sangat serius kepada

tubuh. Sistem imun tubuh menjadi lemah dan fungsi gastrointestinal berubah

sehingga menyebabkan status nutrisi insuffiensien (Noname, 2004). Andra

(2007) menyatakan pasca pembedahan abdomen dengan etiologi non infeksi

insiden terjadinya kurang dari 2% pasca pembedahan untuk penyakit

inflamasi tanpa perforasi (misalnya Appendicytis, diverticulitis, kolesistitis).

Oleh karena itu perlu diberikan informasi kepada pasien agar mampu

mengenali tanda bahaya untuk dilaporkan kepada tenaga medis. Data tentang

kasus appendic dari tahun ke tahun meningkat di RSUD Syamrabu

Bangkalan. Tahun 2010 angka kejadian Post op Apendictomy 315 pasien

sedangkan tahun 2011 Meningkat mencapai 415 pasien. Idealnya pasien siap

dalam menghadapi pemulangan, tetapi berdasarkan studi pendahuluan yang

telah dilakukan peneliti dari 15 pasien post op appendictomy terdapat 66%

pasien yang tidak siap menghadapi pemulangan (tanpa dilakukan discharge

planning). Hal ini menunjukkan masih tingginya angka ketidaksiapan pasien

post op Appendictomy menghadapi pemulangan.

Hal tersebut di atas sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Willams (2006) bahwa mayoritas pasien yang menerima informasi

tentang nyeri dan manajemen luka, aktivitas, nutrisi, dan komplikasi pada

Page 3: Skripsi Alya Abay

3

umumnya merasakan bahwa tidak mengalami perasaan khawatir yang

membuat mereka akan mengadakan kunjungan tidak rutin ke fasilitas

kesehatan setelah dipulangkan. Sedangkan pasien yang tidak mendapat

informasi tentang nyeri dan manajemen luka menurut William (2006)

mengalami kekhawatiran yang memaksa mereka untuk melakukan kunjungan

tidak rutin kepada suatu fasilitas kesehatan setelah dipulangkan. Vaughan dan

Taylor (1988 dalam Torrance 1997) dalam penelitian juga menemukan bahwa

pasien post op appendictomy mengalami defisiensi dalam hal mandi,

berpakaian, diet, buang air besar, serta dalam hal aktifitas seksual setelah

mereka dipulangkan.

Oleh karena itu pasien perlu dipersiapkan untuk menghadapi

pemulangan Orem (1985 dalam Alligood & Tomey, 2006) mengatakan

bahwa intervensi keperawatan diri sebagai akibat dari adanya keterbatasan.

Salah satu bentuk intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah

discharge planning (perencanaan pemulangan pasien) untuk mempromosikan

tahap kemandirian tertinggi kepada pasien, teman-teman, dan keluarga

dengan menyediakan, memandirikan aktivitas perawatan diri ( The Royal

Marsden Hospital 2004).

Discharge planning yang tidak baik dapat menjadi salah satu

faktor yang memperlama proses penyembuhan di rumah (Wilson-Barnett dan

Fordham, 1982 dalam Torrace, 1997. Kesuksesan tindakan discharge

planning menjamin pasien mampu melakukan tindakan perawatan lanjutan

yang aman dan realistis setelah meninggalkan Rumah Sakit (Hou, 2001 dalam

Perry & Potter, 2006).

Page 4: Skripsi Alya Abay

4

Mengingat pentingnya dilakukan discharge planning terhadap

pasien post op appendictomy, peneliti merasa tertarik untuk menyelidiki

bagaimana perbedaan kesiapan Post Op Appendictomy menghadapi

pemulangan sebelum dan sesudah dilakukan Discharge Planning. Secara

khusus dalam hal ini peneliti ingin meneliti Perbedaan Kesiapan Post Op

Appendictomy menghadapi pemulangan sebelum dan sesudah dilakukan

Discharge Planning di RSUD Syamrabu Bangkalan. Mengingat rumah sakit

ini merupakan rumah sakit rujukan sehingga kemungkinan banyak ditemukan

kasus Post Op Appendictomy.

1.2 Identifikasi Penyebab Masalah

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ketidaksiapan pasien

Post Op Appendictomy dalam menghadapi pemulangan yaitu :

__--

Gambar 1.1 Identifikasi Masalah

Faktor Internal :- Pendidikan- Pengetahuan- Pengalaman- Perawatan diri yang Kurang

Masih tingginya angka kejadian ketidaksiapan pasien post op appendictomy menghadapi pemulangan

Faktor Eksternal :- Lingkungan- Informasi yang kurang - Sistem Keperawatan

Page 5: Skripsi Alya Abay

5

1.2.1 Faktor Internal :

a. Pendidikan

Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti,

pikiran, serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan

hidup. Ki Hajar Dewantara dalam Hasbullah (2005). Sehinga semakin

tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi pula tingkat Kesiapan Pasien

menghadapi Pemulangan.

b. Pengetahuan.

Pendapat dari WHO (1992) bahwa pengetahuan diperoleh dari

pengalaman, selain itu juga dari guru, orang tua, buku, dan media

masa. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan

merupakan hasil dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan

terhadap suatu obyek tertentu. Tingkat pengatahuan yang luas akan

mempengaruhi Kesiapan Pasien menghadapi Pemulangan.

c. Pengalaman

Pengalaman adalah kejadian yang pernah dialami (dijalani, dirasai,

ditanggung dsb) baik yang sudah lama atau baru saja terjadi. Jadi jika

ada pasien berpengalaman riwayat post operasi, maka pasien akan

lebih siap menghadapi pemulangan.

d. Perawatan Diri yang kurang

Orem (2001, dalam Alligood dan Tomey, 2006) mengatakan

bahwa defisiensi perawatan diri merupakan bagian penting dalam

perawatan secara umum di mana segala perencanaan keperawatan

diberikan pada saat perawatan dibutuhkan. Keperawatan dibutuhkan

Page 6: Skripsi Alya Abay

6

seseorang pada saat tidak mampu atau terbatas untuk melakukan self

carenya secara terus menerus.

1.2.2 Faktor Eksternal :

a. Lingkungan

Lingkungan adalah sesuatu yang berada di luar atau sekitar mahluk

hidup. Lingkungan yang kurang nyaman akan menyebabkan

ketidaksiapan pasien post op appendectomy menghadapi pemulangan.

b. Informasi yang kurang.

Dengan kurangnya informasi tentang penting personal hygine,

keluarga pasien dan pasien mengangap remeh kebersihan, sehingga

menyebabkan luka infeksi. Sehingga menyebabkan ketidaksiapan pasien

post op appendictomy menghadapi pemulangan.

c. Sistem Keperawatan

Orem (1985 dalam Basford, 2006) menjelaskan system

keperawatan sebagai “Serangkaian tindakan kontinu yang dihasilkan

ketika perawat menghubungkan satu sejumlah cara membantu pasien

dengan tindakannya sendiri atau tindakan seseorang dibawah perawatan

yang di arahkan untuk memenuhi tuntutan perawatan diri terpeutik orang

tersebut atau untuk mengatur perawatan diri mereka”

1.3 Batasan Masalah

Apakah ada Perbedaan Kesiapan Pasien Post Op Appendictomy

menghadapi pemulangan sebelum dan sesudah dilakukan Discharge Planning

di RSUD Syamrabu Bangkalan.

Page 7: Skripsi Alya Abay

7

1.4 Rumusan Masalah

Apakah ada Perbedaan Kesiapan Pasien Post Op Appendictomy

menghadapi pemulangan sebelum dan sesudah dilakukan Discharge Planning

di RSUD Syamrabu Bangkalan?

1.5 Tujuan Penelitian

1.5.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Perbedaan Kesiapan

Pasien Post Op Appendictomy menghadapi pemulangan sebelum dan

sesudah dilakukan Discharge Planning di RSUD Syamrabu Bangkalan.

1.5.2 Tujuan Khusus

 Penelitian ini memiliki tujuan khusus untuk :

a. Mengidentifikasi Tingkat Kesiapan Pasien Post Op Appendictomy

menghadapi pemulangan sebelum dilakukan Discharge Planning di

RSUD Syamrabu Bangkalan.

b. Mengidentifikasi Tingkat kesiapan Pasien Post Op Appendictomy

menghadapi pemulangan sesudah dilakukan Discharge Planning di RSUD

Syamrabu Bangkalan.

c. Untuk menganalisis tingkat Perbedaan Kesiapan Pasien Post Op

Appendictomy menghadapi pemulangan sebelum dan sesudah dilakukan

Discharge Planning di RSUD Syamrabu Bangkalan.

Page 8: Skripsi Alya Abay

8

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Bagi Responden

Dapat membantu pasien terutama pasien post op appendictomy

dalam menghadapi pemulangan. Sehingga mempercepat proses

penyembuhan luka post op appendictomy.

1.6.2 Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dipergunakan sebagai bahan

pertimbangan untuk RSUD Syamrabu dalam meningkatkan asuhan

keperawatan khususnya pemberian discharge Planning yang dilakukan

perawat terhadap kesiapan pasien post op appendictomy menghadapi pasien

pulang.

1.6.3 Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan akan digunakan oleh institusi

pendidikan dalam pemberian materi Perbedaan Kesiapan Post Op

Appendictomy menghadapi pemulangan sebelum dan sesudah dilakukan

Discharge Planning.

1.6.4 Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai masukan untuk meningkatkan pemahaman tentang

Kesiapan Pasien Post Op Appendictomy menghadapi pemulangan sebelum

dan sesudah dilakukan Discharge Planning di RSUD Syarifah Ambami

Rato Ebu Bangkalan.

Page 9: Skripsi Alya Abay

9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Teori

2.1.1 Konsep Dasar Appendicytis Akut

Pada pembahasan konsep dasar appendicytis akut ini akan

membahas tentang anatomi appendicytis, etiologi appendicytis, insiden

appendicytis, patofisiologi terjadinya appendicytis , tanda dan gejala

appendicytis, komplikasi appendicytis, penatalaksanaan appendicytis akut,

apendictomy, perawatan Post Op Appendictomy

a. Anatomi Appendic

Appendic vermiformis merupakan sisa apeks sekum yang pada

manusia fungsinya tidak diketahui. Appendic merupakan tabung yang

panjang dan sempit (sekitar 6 sampai 9). Pada Appendic ini terdapat

arteria apendikularis yang merupakan end-artery (Price, 2005).

Appendic panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum

tepat dibawah katub ileosekal (Smeltzer, 2001). Pada posisinya yang

normal, Appendic terletak pada dinding abdomen dibawah titik Mc.

Burney. Titik Mc. Burney dicari dengan menarik garis dari spina iliaka

superior kanan ke umbilicus. Titik tengah garis ini merupakan pangkal

apendiks (Price, 2005)

Page 10: Skripsi Alya Abay

10

b. Etiologi

Penyebab utama apendiks adalah obstruksi yang dapat disebabkan

oleh hyperplasia dari folikel limfoid merupakaan penyebab terbanyak,

selain itu penyebab apendisitis yang lain yaitu:

Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya (Mansjoer,

2005).

1) Keganasan (karsinoma atau karsinoid) (Sjamsuhidayat, 2005)

2) Cacing

Cacing arkaris dapat pula menyebabkan sumbatan lumen apendisk

sehingga terjadi radang karena infeksi dari cacing askaris

(Sjamsuhidayat, 2005).

3) Bakteri.

Bakteri yang dapat menimbulkn terjadinya apendisitis adalah E.Coli

dan Streptococcus, bakteri ini sering di temukan dalam apendisk yang

meradang. Bakteri ini terdapat dalam usus yang normal tetapi karena

ada di dalam apendisk bakteri ini dapat menyebabkan kebocoran yang

akan menyebabkan perforasi (Schwartz, 1999).

4) Makanan rendah serat.

Kebiasaan makan makanan yang rendah serat dan pengaruh konstipasi

dapat menyebabkan apendisitis dimana serat dapat di temukan dalam

biji-bijian, sayur-sayuran, kacang merah dan buah-buahan yang kurang

di konsumsidalam menu makanan sehari-hari. Makanan rendah serat

dapat menyebabkan konstipasi yang akan menaikkan tekanan

instrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendisk dan

Page 11: Skripsi Alya Abay

11

meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Makanan rendah

serat menghasilkan feses yang keras dan kering yang di sebut fekolit

(Ganong, 2002).

5) Parasit.

Parasit golongan Entamoeba Hystolitica mengorosi mukosa apendiks

kemudian  menyebabkam peradangan apendiks (Sjasuhidayat, 2005).

6) Virus.

Cytomegalovirus juga berhubungan dengan apendisitis telah di

laporkan pada pasien AIDS (Schwartz, 1999).

c. Insiden

Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering

terjadi. Walapun apendisitis dapat terjadi pada semua usia, namun

paling sering pada orang dewasa muda (Price, 2005). Insiden

apendisitis akut de Negara maju adalah tinggi dari pada di Negara

berkembang, namun dalam tiga dawarsa trakhir menurun secara

bermakna. Kejadian ini diduga disebabkan oleh meningkatnya

penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari suatu penurunan

dari 100 kasur per 100.000populasi menjadi 52 kasur per 100.000

populasi dari tahun 1975-1991 (Schwartz, 1999). Insiden pada laki-laki

dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30

tahuninsiden laki-laki lebih tinggi. Apendisitis dapat ditemukan pada

semua umur, hanya pada anak kurang dari satu jarang dilaporkan,

mungkin karena tidak diduga . insiden tertinggi pada umur 20-30 tahun,

setelah itu menurun (Sjansuhidayat, 2005).

Page 12: Skripsi Alya Abay

12

d. Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen

apendiks oleh hiperplasia folikel infloid, fekalit, benda asing, striktur

karena fibrosisakibat peradangan sebelimnya atau neoplasma. Obstruksi

menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan,

makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding

apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan

tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan

menghambataliran life yang mengakibatkanedema, diapedesisbakteri

dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang

di tandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut,

tekanan akan terus meningkat sehingga akan menyebabkan obstruksi

vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding.

Peradangan yang timbul luas mengenai peritoneum setempat sehingga

menimbulakn nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan

apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran ateri terganggu akan

terjadi infrak dinding apendiks yang diikuti dengan ganggrene, stadium

ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah

rapuh itu pecah akan terjadi apendisitis perforasi bila proses semua

diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan

bergerak kearah apendiks hingga timbul satu massa local yang disebut

infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi

abses atau menghilang (Mansjouer, 2000).

Page 13: Skripsi Alya Abay

13

e. Tanda dan gejala apendisitis

Gejala awal berupa nyeri abdominal jenis visceral yang disebabkan

oleh peningkatan tekanan didalam lumen apendiks biasanya menetap

dan kontinyu, tetapi tidak parah dan sering pasien menganggap masalah

ini sebagai “salah cerna” (Marllrath, 1994). Nyeri ini terpusat dalam

umbilikus, tidak menyebar dan tidak bertambah berat bila pasien

melakukan pegantian posisi makan, kencing, atau buang air besar.sifat

nyeri adalah konstan. Muntah selalu terjadi pada pasien usia muda

sedangkan pada pasien usia dewasa biasanya tidak ada keluhan ini.

Pada umumnya apendisitis akan melaporkan adanya mual dan

hilangnya nafsu makan (Norton et al, 2000). Anoreksia begitu sering

timbul sehingga ada rasa lapar hendaknya menimbulakan kecurigaan

besar pada diagnosis pada apendisitis akut. Mual dan munta terjadi pada

50 sampai 60 persen kasus. Urutan gejala khas (lokasi nyeri

perlumbilikus disertai dengan mual dan muntah dengan pengalihan

nyeri secara berangsur pada kuandran kanan bawah) terjadi hanya pada

50 sampai 60 persen pasien. Tanda-tanda yang terjadi suhu badan

biasanya normal atau ringan 37,2 ˚C sampai 38˚C (99˚C sampai

100,5˚F), namun suhu badan diatas 38,3˚C (101˚F) hendaknya selalu

memberi kesan timbulnya perforasi. Pemeriksaan laboratorium tidak

menegakkan diagnosis karena yang terakhir didasarkan pada alas an

klinis. Meskipun leukositosis sedang dengan jumlah sel 10.000 sampai

18.000 permikoliter sering didapat (seiring dengan pergeseran kearah

sel imatur), tidak terdapatnya leukositosis tidak meniadakan

Page 14: Skripsi Alya Abay

14

kemungkinan apendisitis akut (Isselbaacher, 2000). Rovsing’s sign

positif bila kita berikan tekanan pada kuandran bawah kiri abdomen

akan memberikan nyeri pada sisi kanan dari perut (Sjamsuhidayat,

2005).

f. Pemeriksaan

Temuan fisik klasik adalah adanya nyeri tekan setempat

disekeliling titik Mc. Burney. Pemeriksaan laboratorium minimal

(hitung darah lengkap dengan hitung jenis, analisis unire) atau

pemeriksan radiografis (radiogram dada dan atau abdomen) diperlukan

untuk mendukung menyingkirkan diagnosis apendisitis akut. Pada

pasien pada riwayat atau temuan fisik yang atypical dan dan pada

pasien dengan penyulit penyakit sitemik, pemeriksaan diagnostik lebih

lanjut seperti sonografi abdomen, enema barium atau tomografi

kompter (CT) abdomen dapat membuktikan adanya peradangan atu

abses.

g. Penatalaksanaan Apendisitis Akut

Bila dicurigai apendisitis, hindari pemakaian katartik atau enema

dan antibiotik sebaiknya jangan diberikan bila diagnosis masih

diragukan karena antibiotik akan menutupi tanda-tanda berkembangnya

perforasi. Pengobatannya adalah operasi sedini mungkin dan

apendektomi segera setelah pasien dipersiapkan (Isselbaacher, 2000).

Hidrasi yang adekuat harus dipastikan, abnormalitas elektrolit harus

dikoreksi serta data tentang kondisi jantung, paru-paru dan ginjal

sebelumnya harus dipastikan (Schwartz, 1999). Apendektomi

Page 15: Skripsi Alya Abay

15

(pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan segera mungkin

untuk menurunkan resiko perforasi. Apendektomi dapat dilakukan

dibawah anestesi naming atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau

dengan laparoskopik, yang merupakan metode terbaru yang sangat

efektif (Smeltzer, 2001). Ada tiga alsan untuk mengambil apendiks

meskipun terlihat normal, pertama adalah adanya skar (bekas luka

operasi) dan riwayat eksplorasi untuk diagnosis dapat digunakan

sebagai petunjuk kepada pemberi pelayanan dimasa datang bawah

apendiks sudah diambil, keedua jika nyeri timbul lagi, maka

pengambilan apendiksw mengalami kesalahan diagnosis dan yang

ketiga yaitu meskipun apendiks terlihat normal, perubahan infeksi dini

intramural atau serosal (dapat disebut periapendisitis telah terbukti

terjadi 25%-50% pada evaluasi mikroskopik atau terjadi pembentukan

sitokin infeksi) (Norton et al, 2000).

h. Appendictomy

Pembedahan untuk mengambil apendiks disebut apendicktomy, ini

dilakukan jika peradangan tanpa adanya rupture (Reeves, 1999).

Apendektomi dilakukan segera mungkinuntuk mennurunkan resiko

perforasi (Smeltzer, 2001). Indikasi apendektomi antara lain apendisitis

akut, apendisitis sub akut, massa periapendikuler, apendisitis perforata,

apendisitis kronis (Wibowo, 1993).

Page 16: Skripsi Alya Abay

16

Ada beberapa persiapan yang harus dilakukan sebelum dilakukan

pembedahan antara lain (Wibowo, 1993).

a. Pasien harus dipuasakan selama 4 atau 5 jam sebelum operasi.

b. Pemberian antibiotika (spectrum luas). Jika ada peritonitis, perlu

kateter.

c. Pemberian premedikasi anestesi.

d. Mempersiapkan lapangan pembedahan dengan membersihkan

(mencuci) dan jika perlu dicukur.

e. Ada beberapa cara apendektomi yang secara teknik operatif

mempnyai keuntungan dan kerugian, namun teknik yang sering

digunakan adalah inisi pada Mc Burney melalui sreat ototoblige

internal, kemudian memisahkan serat otot abdominis trasversa

masuk kedalam abdomen melalui peritoneum parietal. Ketika

apendiks dapat diidentifikasi maka apendiks dipotong mendekati

dasar dan sisa apendiks dimasukkan kedalam lumen sekum ( Norton

etal,2000).Teknik ini paling sering digunakan karena

keuntungannyatidak terjadi benjolan dan tidak mungkin terjadi

herniasi, trauma operasi minimum pada alat-alat tubuh dan masa

istirahat pasca bedah yang lebih pendek karena penyembuhan lebih

cepat. Kerugiannya adalah lapengan operasi terbatas, sulit dperluas

dan waktu operasi lebih lama. Lapangan operasi dapat diperluas

dengan memotongotot secara tajam (Mansjoer, 2000).

Page 17: Skripsi Alya Abay

17

i. Perawatan Pasca Appendictomy.

Pada pasca operasi, pasien ditempatkan pada posisi semi fowler,

posisi ini mengurangi tegangan pada insisi dan organ abdomen yang

membantu mengurangi nyeri. Opioid, biasanya sulfat morfin, diberikan

untuk menghilangkan nyeri. Cairan per oral biasanya diberikan bila

mereka dapat mentoleransi, pasien yang mengalami dehidrasi sebelum

penbedahan diberikan cairan secara intravena. Makanan dapat diberikan

secara bertahap dari mulai bentuk cair,saring, lunak, dan biasa. Apabila

apendektomi tidak mengalami komplikasi, pasien dapat dipulangkan

pada hari itu juga bila suhu dalam batas normal dan area operasi terasa

nyaman (Smeltzer, 2000). Pada kasus yang tidak ada komplikasi, pasien

dapat minum cairan dan kemudian makan makanan yang padat

secepatnya jika pasien merasa bisa makan dan rencana pemulangan dapat

dilakukan dalam 24 sampai 48 jam (Norton et al, 2000). Intervensi

keperawatan setelah operasi, pasien harus dimonitor adanya distensi

abdomen dan kembalinya bising usus.

2.1.2 Konsep Dasar Discharge Planning

Kozier (2004) mendefinisikan disharge planning sebagai proses

mempersiapkan pasien untuk meninggalkan suatu unit pelayanan kepada

unit yang lain di dalam atau diluar suatu agen pelayanan kesehatan umum.

Sedangkan Jackson (1994, dalam The Royal Marsden Hospital, 2004)

menyatakan bahwa discharge planning merupakan proses mendifisikasi

kebutuhan pasien dan perencanaannya dituliskan untuk memfasilitasi

Page 18: Skripsi Alya Abay

18

keberlanjutan suatu lingkungan ke lingkungan lain. Rondhianto (2008)

mendefinisikan discharge planning sebagai merencanakan kepulangan

pasien dan memberkan informasi kepada klien dan keluarganya tentang

hal –hal yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan dengan kondisi

penyakit pasca bedah.

Discharge planning sebaiknya dilakukan sejak pasien diterima

disatu agen pelayanan kesehatan, terkhusus dirumah sakit dimana tentang

waktu pasien untuk menginap semakin diperpendek. Discharge planning

yang efektif seharusnya mencakup pengkajian berkelanjutan untuk

mendapatkan informasi yang komprehensif tentang kebutuhan pasien yang

berubah-ubah, peryataan diagnose keperawatan, perencanaan untuk

memastikan kebutuhan pasien sesuai dengan apa yang dilakukan oleh

pemberi layanan kesehatan (Kozier, 2004).

a. Pemberi Layanan Discharge planning

Proses discharge planning harus dilakukan secara komprehensif

dan melibatkan multidisplin, mencakup semua pemberi layanan

kesehatan yang terlibat dalam memberi layanan kesehatan kepada

pasien (Perry & Potter, 2006). Discharge planning tidak hanya

melibatkan pasien tapi juga keluarga, temen-temen, serta pemberi

layanan kesehatan dengan catatan bahwa pelayanan kesehatan dan

social bekerjasama (Nixon et al, 1998 dalam The Royal Marsden

Hospital, 2004). Seseorang yang merencanakan pemulangan atau

koodinator asuhan berkelanjutan (continuning care coordinator) adalah

staf rumah sakit yang berfungsi sebagai konsultan untuk proses

Page 19: Skripsi Alya Abay

19

discharge planning bersama dengan fasilitas kesehatan, menyediakan

pendidikan kesehatan, dan memotivasi staf rumah sakit untuk

merencanakan dan mengimplementasikan discharge planning

(Discharge Planning association, 2008).

b. Penerima Discharge planning

Semua pasien yang di hospitalisasi memerlukan discharge

planning (Discharge Planning association, 2008).

c. Tujuan Discharge Planning

Discharge planning bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan

spesifik untuk mempertahankan atau mencapai fungsi maksimal setelah

pulang (Capernito,1999). Juga bertujuan memberikan pelayanan terbaik

untuk menjamin keberlanjutan asuhan berkualitas antara rumah sakit

dan komunitas dengan memfasilitasi komunikasi yang efektif

(Discharge planning association, 2008).

The Royal Marsden Hospital (2004) menyatakan bahwa tujuan

dilakukannya discharge planning antara lain untuk mempersiapkan

pasien dan keluarga secara fisik dan psikologis untuk di transfer ke

rumah atau ke suatu lingkungan yang dapat disetujui, menyediakan

informasi tertulis dan verbal kepada pasien dan pelayanan kesehatan

untuk mempertemukan kebutuhan mereka dalam proses pemulangan,

memfasilitasi proses perpindahan yang nyanan dengan mestinya semua

fasilitas pelayanan kasehatan yang diperlukan telah dipersiapkan untuk

menerima pasien, mempromosikan tahap kemandirian yang tertinggi

Page 20: Skripsi Alya Abay

20

kepada pasien, teman-teman, dan keluarga dengan menyediakan,

memandirikan aktifitas perawatan diri.

d. Prinsip Discharge Planning

Ketika melakukan discharge planning dari suatu lingkungan ke

lingkungan yang lain, ada beberapa prinsip yang harus

diikuti/diperhatikan. Berikut ini adalah beberapa prinsip yang dilakukan

oleh The Royal Marsden Hespital (2004), yaitu:

1) Discharge Planning harus merupakan proses multidisiplin, dimana

sumber-sumber untuk mempertemukan kebutuhan pasien dengan

pelayanan kesehatan ditempatkan pada satu tempat.

2) Prosedur discharge planning harus dilakukan secara konsisten

dengan kualitas tinggi pada semua pasien. Kebutuhan pemberi

asuhan (care giver) juga harus dikaji. Pasien harus dipulangkan

kepada suatu lingkungan yang aman dan akurat.

3) Keberlanjutan perawatan antar lingkungan harus merupakan hal

yang terutama.

4) Informasi tentang penyusunan pemulangan harus diinformasikan

antar tim kesehatan dengan pasien/care giver, dan kemampuan

terakhir disediakan dalam bentuk tertulis tentang perawatan

berkelanjutan.

5) Kebutuhan atas kepercayaan dan budaya pasien harus

dipertimbangkan ketika menyusun discharge planning.

Page 21: Skripsi Alya Abay

21

e. Proses Pelaksanaan Discharge Planning

Perry dan Potter (2005) menyusun format discharge planning

sebagai berikut:

1. Pengkajian

a) Sejak pasien masuk, kaji kebutuhan pemulangan pasien dengan

menggunakan Riwayat keperawatan, berdiskusi dengan pasien care

giver, fokus pada pengkajian berkelanjutan terhadap kesehatan

fisik pasien, status fungsional, system pendukung social,sumber

finasial , nilai kesehatan, latar belakang budaya dan etnis, tingkat

pendidikan, serta rintangan terhadap perawatan.

b) Kaji kebutuhan pasien dan keluarga terhadap pendidikan kesehatan

berhubung dengan bagaimana menciptakan terapi di rumah,

pengunaan alat-alat medis di rumah, larangan sebagai akibat

ganguan kesehatan, dan kemungkinan terjadinya komplikasi. Kaji

cara pembelajaran yang lebih diminati pasien (seperti membaca,

menonton video, mendengarkan petunjuk-petunjuk). Jika materi

pendidikan yang berbeda-beda dapat mengefektifkan cara

pembelajaran yang berbeda pada pasien.

c) Kaji bersama-sama dengan pasien dan keluarga terdapat setiap

faktor Lingkungan di dalam rumah yang mungkin menghalangi

dalam perawatan diri seperti dalam ukuran ruangan, kebersihan

jalan menuju pintu, lebar jalan, fasilitas kamar mandi, ketersediaan

alat-alat yang berguna (seorang perawat perawatan di rumah dapat

di rujuk untuk membantu dalam pengkajian).

Page 22: Skripsi Alya Abay

22

d) Berkolaborasi dengan dokter dan staf pada profesi lain (seperti

dokter pemberi terapi) dalam mengkaji kebutuhan untuk rujukan

kepada pelayanan perawatan rumah yang terlatih atau fasilitas

perawatan yang lebih luas.

e) Kaji persepsi pasien dan keluarga terhadap keberlanjutan

perawatan kesehatan di luar rumah sakit. Mencakup pengkajian

terhadap kemampuan keluarga untuk mengamati care giver dalam

memberikan perawatan kepada pasien. Dalam hal ini sebelum

mengambil keputusan, mungkin perlu berbicara secara terpisah

dengan pasien dan keluarga untuk mengetahui kekhawatiran yang

sebenarnya atau keraguan diantara keduanya.

f) Kaji penerimaan pasien terhadap masalah kesehatan berhubungan

dengan pembatasan.

g) Konsultasikan tim pemberi layanan kesehatan yang lain tetang

kebutuhan setelah pemulangan (seperti ahli gizi, pekerja sosial,

perawat klinik spesialis, perawat pemberi perawatan kesehatan di

rumah) tentukan kebutuhan rujukan pada waktu yang berbeda.

2. Diagnosa keperawatan

Penentuan diagnosa keperawatan secara khusus bersifat individual

berdasarkan kondisi atau kebutuhan pasien. Adapun diagnosa

keperawatan yang dapat di tegakkan antara lain :

1). Kecemasan

Hal ini dapat menginterupsi proses keluarga.

Page 23: Skripsi Alya Abay

23

2). Tekanan terhadap care giver.

Hal yang menyebabkannya adalah ketakutan.

3).Kurang pengetahuan terhadap pembatasan perawatan di rumah.

Pasien mengalami defisit perawatan dari dalam hal makan, toileting

berpakain, mandi dan kebersihan.

4). Stres sindrom akibat perpindahan.

Hal ini berhubungan dengan upaya meningkatkan pertahan/pemiharaan

di rumah.

3. Perencanaan

Hasil yang diharapkan jika seluruh prosedur telah lengkap dilakukan

adalah sebagai berikut :

a) Pasien atau keluarga sebagai care giver mampu menjelaskan

bagaimana keberlangsungan pelayanan kesehatan di rumah

(fasilitas lain), penatalaksanaan atau pengobatan apa yang

dibutuhkan, dan kapan mencari pengobatan akibat masalah yang di

timbul.

b) Pasien mampu mendemonstrasikan aktivitas perawatan diri (atau

anggota keluarga mampu melakukan aturan perawatan ).

c) Rintangan kepada pergerakan pasien dan ambulasi telah diubah

dalam setting rumah. Hal-hal yang dapat membahanyakan pasien

akibat kondisi kesehatannya telah diubah.

Page 24: Skripsi Alya Abay

24

4. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dapat dibedakan dalam dua bagian, yaitu

penatalaksanaan yang dilakukan sebelum hari pemulangan, dan

penatalaksanaan yang dilakukan pada hari pemulangan.

1) Persiapan sebelum hari pemulangan pasien

a. Menganjurkan cara untuk merubah keadaan rumah demi memenuhi

kebutuhan pasien.

b. Mempersiapkan pasien dan keluarga dengan memberikan informasi

tentang sumber-sumber pelayanan kesehatan komunitas. Rujukan

dapat dilakukan sekalipun pasien masih di rumah.

c. Setelah menentukan segala hambatan untuk belajar serta kemauan

untuk belajar, mengadakan sesi pengajaran dengan pasien dan

keluarga secepat mungkin selama dirawat di rumah sakit (seperti

tanda dan gejala terjadinya komplikasi, kepatuhan terhadap

pengobatan, kegunaan alat-alat medis, perawat lanjutan, diet,

latihan pembatasan yang disebabkan oleh penyakit atau

pembedahan).

d. Komunikasikan respon pasien dan keluarga terhadap penyuluhan

dan usulan perencanaan pulang kepada anggota tim kesehatan lain

yang terlibat dalam perawatan pasien.

2) Penatalaksanaan pada hari pemulangan

Jika beberapa aktifitas berikut ini dapat dilakukan sedelum hari

pemulangan,perencanaan yang dilakukan akan lebih efektif. Adapun

aktifitas yang dilakukan pada hari pemulangan antara lain :

Page 25: Skripsi Alya Abay

25

a. Biarkan pasien dan keluarga bertanya dan diskusikan isu-isu yang

berhubungan dengan perawat di rumah. Kesempatan terakhir untuk

mendemonstrasikan kemampuan juga bermanfaat.

b. Periksa instruksi pemulangan dokter, masukkan ke dalam terapi,

atau kebutuhan akan alat-alat medis yang khusus. (Instruksi harus

ditulis sedini mungkin) Persiapkan kebutihan dalam perjalanan dan

sediakan alat-alat yang dibutuhkan sebelum pasien sampai di

rumah (seperti tempat tidur rumah sakit, oksigen, feeding pump).

c. Tentukan apakah pasien dan keluarga telah dipersiapkan dalam

kebutuhan transportasi menuju ke rumah. Tawarkan bantuan untuk

memakaikan baju pasien dan mengepak semua barang milik pasien.

Jaga privasi pasien sesuai kebutuhan. Periksa seluruh ruang dan

laci untuk memastikan barang- barang pasien.

d. Dapatkan daftar pertinggal barang-barang berharga yang telah

ditandatangan oleh pasien, dan instruksikan penjaga atau

administrator yang tersedia untuk menyampaikan barang-barang

berharga kepada pasien.

e. Persiapkan pasien dengan prescription atau resep pengobatan

pasien sesuai dengan yang diinstuksikan oleh dokter. Lakukan

pemeriksaan terakhir untuk kebutuhan informasi atau fasilitas

pengobatan yang aman untuk administrasi diri.

f. Berikan informasi tentang petunjuk untuk janji follow up ke kantor

dokter. Hubungi kantor agen bisnis untuk menentukan apakah

Page 26: Skripsi Alya Abay

26

pasien membutuhkan daftar pengeluaran untuk kebutuhan

pembayaran. Anjurkan pasien dan keluarga mengujungi kantornya.

g. Dapatkan kotak untuk memindahkan barang-barang pasien. Kursi

roda untuk pasien yang tindak mampu ke mobil ambulans. Pasien

yang pulang dengan menggunakan ambulans.

h. Bantuan pasien menuju kursi roda digunakan sikap tubuh dan

teknik pemindahan yang sopan. Dampingi pasien memasuki unit

dimana transportasi yang dibutuhkan sedang menunggu. Kunci

roda dari kursi roda. Bantu pasien pindah ke mobil pridadi atau

kendaraan untuk trasportasi. Bantu keluarga menempatkan barang-

barang pribadi pasien ke dalam kendaraan. Kembali ke bagian, dan

laporan waktu pemulangan kepada departemen pendaftaran /

penerimaan. Ingatkan bagian kebersihan untuk membersihkan

ruangan pasien.

5. Evaluasi

Minta pasien dan anggota kelurga menjelaskan tentang penyakit,

pengobatan yang dibutuhkan, tanda-tanda fisik atau gejala yang harus

dilaporkan oleh dokter Minta pasien atau anggota keluarga

mendemonstrasikan setiap pengobatan yang akan dilanjutkan di rumah.

Perawat yang melakukan perawatan rumah memperhatikan keadaan

rumah, mengidentifikasi rintangan yang dapat membahayakan bagi

pasien, dan menganjurkan perbaikan.

Page 27: Skripsi Alya Abay

27

f. Unsur-Unsur Discharge Planning

Discharge Planning Association (2008) mengatakan bahwa unsur-unsur

yang harus ada pada sebuah formulir perencanaan pemulangan antara

lain:

1) Pengobatan di rumah, mencakup resep baru, pengobatan yang sangat

di butuhkan, dan pengobatan yang harus di hentikan.

2) Daftar nama obat harus mencakup nama, dosis, frekuensi, dan efek

samping yang umum terjadi.

3) Kebutuhan akan hasil test laboratorium yang dianjurkan, dan

pemeriksaan lain, dengan petunjuk bagaimana memperoleh atau

bilamana waktu akan diadakan.

4) Bagaimana melakukan pilihan hidup dan tentang perubahan aktifitas,

latihan, diet makanan yang dianjurkan dan pembatasannya.

5) Petunjuk perawatan diri (perawatan luka, perawatan colostomy,

ketentuan insulin, dan lain-lain).

6) Kapan dan bagaimana perawatan atau pengobatan selanjutnya yang

dihadapi setelah dipulangkan. Nama pemberi layanan, waktu,

tanggal, dan lokasi setiap janji untuk control.

7) Apa yang harus dilakukan dalam keadaan darurat dan nomor telepon

yang dihubungi untuk melakukan peninjauan ulang petunjuk

pemulangan.

8) Bagaimana pengaturan perawatan lanjutan (jadwal pelayanan

dirumah, perawat yang menjenguk, penolong, pembantu jalan walker,

Page 28: Skripsi Alya Abay

28

kanul, oksigen, dan lain-lain) beserta nama dan nomor telepon setiap

institusi yang bertanggung jawab untuk menyediakan pelayanan.

Swearingen (2000) menyatakan bahwa informasi yang harus diketahui

oleh pasien post op appendictomy dan orang terdekat sebelum

pemulangan antara lain :

1) Obat-obatan, meliputi nama obat, tujuan, dosis, jadwal, tindakan

pencegahan, interaksi obat/obat dan makanan/obat, dan potensial efek

samping.

2) Pentingnya penatalaksaan diet untuk meningkatkan pemeliharaan

nutrisi dan cairan. Diet yang dianjurkan antara lain : diet normal yang

mengikuti semua empat kelompok makanan (daging, telur, dan ikan;

buah dan sayuran: susu dan keju; serial dan roti) dan minum cairan

yang adekuat (setidaknya 2-3 L/hari). Ingatkan pasien untuk

menghindarkan kacang-kacangan, buah beri dan makan dengan biji.

3) Perawatan insisi, penggantian balutan, dan izin untuk mandi atau

mandi pancuran jika jahitan sudah diangkat.

4) Pembatasan aktivitas pasca bedah sesuai petunjuk : biasanya

mengangkat benda yang berat( > 4 kg), mendorong, menarik, dan

mengedan mengontraidikasikan kira-kira 6 minggu untuk mencegah

terjadinya herniasi insisi. Antisipasi kembalali dalam 2 minggu untuk

pekerja kantor, dan 6 minggu untuk pekerja buruh. Waspadalah

terhadap dan istirahat setelah gejala kelelahan, beristirahatlah

semaksimal mungkin, meningkatkan aktivitas secara terhadap sesuai

toleransi.

Page 29: Skripsi Alya Abay

29

5) Pentingnya melaporkan tanda dan gejala terjadinnya infeksi luka :

kemerahan menetap, dan bengkak, drainaser perulen, hangat lokal,

bau busuk, dan nyeri.

6) Pentingnya perawatan lanjutan dengan dokter atau perawat, pastikan

jadwal dan waktu perjanjian berikutnya.

g. Cara Mengukur Discharge Planning

Sebuah discharge planning dikatakan baik apabila pasien telah

dipersiapkan untuk pulang, pasien telah mendapatkan penjelasan-

penjelasan yang diperlukan, serta-serta instruksi-instruksi yang harus

dilakukan, serta apabila pasien diantarkan pulang sampai ke mobil atau

alat trasportasi lainnya (The Royal Marsden Hospital, 2004).

Kesuksesan discharge planning menjamin pasien melakukan tindakan

perawatan lanjutan yang aman dan realistis setelah meninggalkan

rumah sakit (Hou, 2001 dalam Perry & Potter, 2006). Hal ini dapat

dilihat dari kesiapan pasien untuk menghadapi pemulangan, yang

diukur dengan kuesioner.

h. Kesiapan Pasien Menghadapi Pemulangan

Menurut Martisusilo (2007), ada dua komponen dari kesiapan yaitu

kemampuan dan keinginan. Kemampuan adalah pengetahuan, dan

keterampilan yang dimiliki seorang ataupun kelompok untuk

melakukan kegiatan atau tugas tertentu. Sedangkan keinginan berkaitan

dengan keyakinan, komitmen, dan motivasi untuk menyelesaikan tugas

atau kegiatan tertentu. Kesiapan merupakan kombinasi dari kemampuan

dan keinginan yang berbeda yang ditunjukkan seseorang pada tiap-tiap

Page 30: Skripsi Alya Abay

30

yang diberikan. Berdasarkan hal di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

kesiapan pasien menghadapi pemulangan adalah kemampuan yang

mencakup pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan serta keinginan

yang mencakup keyakinan, komitmen, dan motivasi pasien pasca bedah

akut abdomen untuk melkukan aktifitas atau kegiatan yang diajarkan

serta dianjurkan oleh perawat dan klinisi lain.Pasien siap menghadapi

pemulangan apabila pesien mengetahui pengobatan, tanda-tanda

bahaya, aktifitas yang dilakukan, serta perawatan lanjutan dirumah (The

Royal Marsden Hospital, 2004).

i. Kriteria pemulangan

Carpenito (1999) mengatakan bahwa sebelum pulang pasien pasca

bedah dan keluarga akan mampu menggambarkan pembatasan aktifitas

dirumah, menggambarkan penatalaksaan luka dan nyeri dirumah,

mendiskusikan kebutuha cairan dan nutrisi untuk pemulihan luka,

menyebutkan tanda dan gejala yang harus dilakukan pada tenaga

kesehatan, serta menggambarkan perawatan lanjutan yang diperlukan.

Sedangkan Perry dan Potter (2005) mengatakan bahwa pada saat pulang,

pasien harus mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan sumberyang di

butuhkan untuk memenuhiperawatan dirinya.

Kesuksesan tindakan discharge planning menjamin pasien

melakukan tindakan perawatan lanjutan yang aman dan realitis setelah

meninggalkan rumah sakit (Hou, 2001 dalam prry dan Potter, 2006). Oleh

karena itu pasien siap menghadapi pemulangan apabila pasien mengetahui

pengobatan, tanda-tanda bahaya, aktivitas yang dilakukan, serta perawatan

Page 31: Skripsi Alya Abay

31

lanjutan dirumah (The Royal Marsden Hospital, 2004). Pasien dan

keluarga memahami diagnosa, antisipasi tingkat fungsi, obat-obatan dan

tindakan pengobatan untuk kepulangan, antisipasi perawatan tindaklanjut,

dan respons yang diambil pada kondisi kedaruratan (Perry & Potter, 2005)

j. Tingkat Kesiapan

Martisusilo (2007) membagi tingkat kesiapan berdasarkan

kuantitas keinginan dan kemampuan bervariasi dari sangat tinggi hingga

sangat rendah, antara lain :

1) Tingkat kesiapan 1 (R1)

a) Tidak mampu dan tidak ingin, yaitu tingkatan dan tidak mampu

dan hanya memiliki sedikit komitmen dan motivasi.

b) Tidak mampu dan takut, yaitu tingkatan yidak mampu dan hanya

dan hanya memiliki sedikit keyakinan.

2) Tingkat kesiapan 2 (R2)

a) Tidak mampu tapi berkeinginan, yaitu tingkatan yang memiliki

sedikit kemampuan tetapi termotivasi dan berusaha.

b) Tidak mampu tetapi percaya diri, yaitu tingkatan yang hanya

memiliki sedikit kemampuan tetapi tetap merasa yakin.

3) Tingkat kesiapan 3 (R3)

a) Mampu tetapi ragu, yaitu tingkatan yang memiliki kemampuan

untuk melaksanakan suatu tugas tetapi tidak yakin dan khawatir

untuk melakukannya sendiri.

Page 32: Skripsi Alya Abay

32

b) Mampu tetapi tidak ingin, tingkatan yang memiliki kemampuan

untuk melakukan suatu tugas tetapi tidak ingi menggunakan

kemampuan tersebut.

4) Tingkat kesiapan 4 (R4)

a) Mampu dan ingin, yaitu tingkatan yang memiliki kemampuan

untuk melakukan tugas sering kali menyukai tugas tersebut.

b) Mampu dan yakin, yaitu tingkatan yang memiliki kemampuan

untuk melaksanakan tugas dan yakin melakukannya seseorang diri.

k. Model Keperawatan Dorothea Orem

Model konseptual Dorothea orem (2001, dalam Alligood &

Tomey, 2006) terdiri dari tiga teori yang saling berhubungan, yaitu teori

perawatan diri yang menggambarkan mengapa dan bagaimana manusia

merawat dirinya sendiri, teori defisit perawatan diri yang

menggambarkan dan menjelaskan mengapa manusia dapat di Bantu

melalui keperawatan, dan teori system keperawatan yang

menggambarkan dan menjelaskan hubungan yang harus dibawa dan

dipertahankan agar keperawatan dapat dihasilkan.

1) Teori Perawatan Diri

Perawatan diri sendiri adalah prilaku yang diperlukan secara pribaadi

dan berorientasi pada tujuan yang berfokus pada kapasitas individu

yang bersangkutan untuk mengatur dirinya dan lingkungan dengan

cara sedemikian rupa sehingga ia tetap hidup, menikmati kesehatan

dan kesejahteraan, dan berkontribusi dalam perkembangannya

(Orem, 19985 dalam Basford, 2006) perawatan diri sendiri

Page 33: Skripsi Alya Abay

33

dibutuhkan oleh setiap manusia, baik laki-laki, perempuan, maupun

anak-anak. Ketika keperawatan diri tidak dapat dipertahankan, akan

terjadi kesakitan atau kematian.

2) Teori Defisit Perawatan Diri

Orem (2001, dalam Alligood dan Tomey, 2006) mengatakan bahwa

defisiensi perawatan diri adalah kesenjangan antara kebutuhan

perawatan diri terapautik individu dan kekuatan mereka sebagai agen

perawat diri yang mana unsure pokok perkembangan kemampuan

keperawatan diri tidak berjajan atau tidak adekuat untuk

mengetahuai atau mempertemukan sebagian atau smua komponen

yang ada atau membangun kebutuhan semua perawatan diri

terapaitik. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa jika seseorang

tidak cukup mampu untuk merawat dirinya sendiri berkaitan dengan

kesehatannya ia dikatakan menderita defisit perawatan diri (Orem,

1985 dalam Basford, 2006).Oleh karena itu dibutuhkan perawat

yang bertindak sebagai agen keperawatan yang berhak membangun

hubungan interdersonal untuk melakukan, mencari tahu, dan

membantu pasien untuk mempertemukan kebutuhan perawatan diri

terapautik mereka dan mengulasi perkembangan atau melatih

kemampuan mereka sebagai agen perawatan diri sendiri (Orem,

2001 dalam Alligood & Tomey, 2006).

3) Teori Sistem Keperawatan

Orem (1985 dalam Basford, 2006) menjelaskan system

keperawatan sebagai “Serangkaian tindakan kontinu yang dihasilkan

Page 34: Skripsi Alya Abay

34

ketika perawat menghubungkan satu sejumlah cara membantu pasien

dengan tindakannya sendiri atau tindakan seseorang dibawah

perawatan yang di arahkan untuk memenuhi tuntutan perawatan diri

terpeutik orang tersebut atau untuk mengatur perawatan diri

mereka”Sebagai agen keperawatan, perawat menerapkan system

keperawatan yang merupakan tindakan praktek keperawatan yang

dilakukan secara berkesinambungan dan bertahap dengan

berkoordinasi dengan pasien untuk mengetahui dan memenuhi

komponen kebutuhan perawatan diri terapeutik pasien mereka dan

melindungi dan meregulasi latihan atau perkembangan kemampuan

pasien sebagai agen perawat diri sendiri (Orem, 2001 dalam

Alligood & Tomey, 2006).

Untuk mengetahui apakah pasien dapat berkontribusi dan

kontribusi pasien yang harus diberikan perawat, Orem (1985, dalam

Basford, 2006) membedakan tiga system keperawatan, yaitu :

1) Suportif-edukatif, yaitu jika pasien mampu melakukan atau

belajar tentang perawatan diri, maka intervensi keperawatan

harus dibatasi, misalnya hanya pada pemberian dukungan dan

pendidikan.

2) Kompensasi parsial, yaitu pasien memiliki beberapa kemampuan

untuk melakukan perawatn diri tetapi tidak mencapai perawatan

diri total jika tidak dibantu, dan perawat harus membantu pasien

dalam melakukan tugas-tugas tersebut.

Page 35: Skripsi Alya Abay

35

3) Kompensasi total, yaitu yaitu jika pasien secara total tidak dapat

melakukan perawatan diri sendiri, dan perawat harus melkukan

semua tugas-tugas tersebut untuk pasien, bahkan dalam hal

kebutuhan perawatn diri umum seperti memandikan dan

memberi makan pasien.

2.1.3 Faktor yang mempengaruhi Ketidaksiapan Pasien Post Op Appendictomy

Menghadapi Pemulangan:

a. Faktor Internal:

1) Pendidikan

Pendidikan adalah proses menumbuh kembangkan seluruh

kemampuan perilaku melalui pengajaran. Pendidikan merupakan

segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik

individu, keluarga atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa

yang diharapkan masyarakat oleh pelaku pendidikan

(Notoadmojo,2003), sehingga semakin tinggi pendidikan semakin

mudah dalam menerima informasi sehingga makin banyak pula

pengetahuan yang dimiliki, demikian sebaliknya rendahnya pendidikan

menjadi faktor penyebab ketidaksiapan pasien menghadapi

pemulangan.

2) Pengetahuan

Pengetahuan adalah suatu kemampuan seseorang untuk mengingat

fakta, simbul, prosedur tehnik dan teori. Seseorang yang

pengetahuannya rendah maka akan mempengaruhi pada kesiapan

menghadapi pemulangan pada pasien post op appendictomy.

Page 36: Skripsi Alya Abay

36

3) Pengalaman

Pengalaman adalah kejadian yang pernah dialami (dijalani, dirasai,

ditanggung dsb) baik yang sudah lama atau baru saja terjadi. Jadi jika

ada pasien berpengalaman riwayat post operasi, maka pasien akan

lebih siap menghadapi pemulangan.

4) Perawatan Diri yang kurang

Orem (2001, dalam Alligood dan Tomey, 2006) mengatakan bahwa

defisiensi perawatan diri merupakan bagian penting dalam perawatan

secara umum di mana segala perencanaan keperawatan diberikan pada

saat perawatan dibutuhkan. Keperawatan dibutuhkan seseorang pada

saat tidak mampu atau terbatas untuk melakukan self carenya secara

terus menerus.

b. Faktor Eksternal :

1) Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar area, lingkungan

ini berpengaruh terhadap perkembangan dari seseorang atau kelompok

(Nursalam,2011). Lingkungan yang kurang nyaman karena tempat

terbuka membuat pasien kurang menjaga kebersihan dirinya.

2) Informasi yang kurang.

Dengan kurangnya informasi tentang penting personal hygine,

keluarga pasien dan pasien mengangap remeh kebersihan, sehingga

menyebabkan luka infeksi.

Page 37: Skripsi Alya Abay

37

3) Sistem Keperawatan

Orem (1985 dalam Basford, 2006) menjelaskan system keperawatan

sebagai “Serangkaian tindakan kontinu yang dihasilkan ketika perawat

menghubungkan satu sejumlah cara membantu pasien dengan

tindakannya sendiri atau tindakan seseorang dibawah perawatan yang

di arahkan untuk memenuhi tuntutan perawatan diri terpeutik orang

tersebut atau untuk mengatur perawatan diri mereka”

Page 38: Skripsi Alya Abay

38

2.2 Kerangka Konsep

Ket: ------ : Yang tidak diteliti

: Yang diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Perbedaan Kesiapan Pasien Post Op

Appendictomy menghadapi pemulangan sebelum dan

sesudah di Discharge Planning.

InputPasien Post op Appendictomy

Internal:- Pendidikan- Pengetahuan- Pengalaman- Perawatan diri yang

Kurang

Eksternal :- Lingkungan- Informasi yang kurang- Sistem Keperawatan

Proses

Output

Intervensi Keperawatan

Discharge Planning

Kesiapan Pasien Menghadapi

Pemulangan ↑

Page 39: Skripsi Alya Abay

39

Pasien post op appendictomy yang menghadapi kesiapan pulang di pengaruhi

oleh dua hal yaitu:

1. Internal

Dalam hal ini yang lebih banyak berperan yaitu diri sendiri dimana

pendidikan, pengetahuan serta pengalaman serta Perawatan diri yang

kurang menjadi hal penting pada pasien post op appendictomy

menghadapi kesiapan pulang.

2. Eksternal

Pada faktor eksternal bisa dipengaruhi oleh Lingkungan, Informasi

yang kurang dari perawat serta Sistem Keperawatan dukungan. Maka

dalam hal ini Peneliti meneliti Intervensi Keperawatan salah satunya

yaitu Pemberian Discharge Planning yang diberikan oleh Perawat.

Dengan harapan pemberian Discharge Planning yang baik yang

dilakukan perawat pada pasien post op Appendictomy akan meningkatkan

Kesiapan pulang.

2.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu pernyataan asumsi tentang hubungan antara 2

(dua) atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu pernyataan

dalam penelitian. (Nursalam, 2008).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah

”Ada Perbedaan Kesiapan Post Op Appendictomy menghadapi pemulangan

sebelum dan sesudah dilakukan Discharge Planning di RSUD Syamrabu

Bangkalan”

Page 40: Skripsi Alya Abay

40

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara bagaimana penelitian

keperawatan dilakukan meliputi desainnya apa, kerangka kerjanya

bagaimana, bagaimana populasinya, sampelnya berapa,bagaimana teknik

samplingnya, bagaimana identifikasi variabel dan definisi operasionalnya,

bagaimana cara pengumpulan data, bagaimana analisa datanya, apa

keterbatasannya dan apa masalah etiknya ( Hidayat, 2003).

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

desain One group pra-post test design yaitu mengungkapkan hubungan sebab

akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek

diobservasi sebelum dilakukan intervensi kemudian diobservasi lagi setelah

di intervensi. Dalam hal ini Discharge Planning.

Subjek Pre Perlakuan Post Tes

K O I OI

Waktu 1 Waktu 2 Waktu 3

Keterangan :K-A : Subyek O : Observasi Kesiapan Post Op Appendictomy menghadapi pemulangan

sebelum dilakukan Discharge Planning.I : Intervensi (Discharge planning)OI : Observasi Kesiapan Post Op Appendictomy menghadapi pemulangan

sesudah dilakukan Discharge Planning.

Page 41: Skripsi Alya Abay

41

3.2 Kerangka Kerja

Populasi :

Gambar 3.1 Kerangka Kerja Perbedaan Kesiapan Post Op Appendictomy

menghadapi pemulangan sebelum dan sesudah dilakukan

Discharge Planning.

Populasi :Selama Bulan Januari 2012 estimasi

Sejumlah 40 pasien post op appendictomy

Sampel 15 orang dengan tehnik non

probability Purposive sampling

Kesiapan Post Op Appendictomy

menghadapi pemulangan sebelum Discharge Planning.

Kesiapan Post Op Appendictomy menghadapi

pemulangan sesudah Discharge Planning

Pengumpulan Data

Analisa Data uji Wilcoxon

Penyajian Hasil Penelitian

Dilakukan Discharge Planning

Page 42: Skripsi Alya Abay

42

3.3 Identifikasi Variabel

Variabel penelitian adalah karakteristik/kondisi oleh yang peneliti di

manipulasi, dikontrol atau diobservasi dalam suatu penelitian (Narbukodan

Achmadi, 1999). Pada penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu :

a. Variabel Independen adalah variabel yang dalam penelitian nilainya

menentukan variabel lain (Nursalam, 2008). Dalam penelitian ini variable

independennya adalah Discharge Planning.

b. Variabel Dependen adalah variabel yang dalam penelitian nilainya

ditentukan oleh variabel lainnya/variabel yang dipengaruhi oleh variabel

independen (Nursalam, 2008). Dalam penelitian ini variable dependennya

adalah Kesiapan Pasien Pulang.

3.4 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan dari semua variabel dan

istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga

mempermudah dalam mengartikan penelitian ( Nursalam, 2008)

Page 43: Skripsi Alya Abay

43

Variabel Definisi Operasional

Alat Ukur Skala Hasil Ukur

Variabel IndependenDischarge Planning

Semua tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam mempersiapkan pasien menghadapi pemulangan berkaitan dengan pengetahuan pasien tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dan dipatuhi pasien setelah berada dirumah dimna tindakan Discharge Planning diberikan mulai dari pasien MRS s.d KRS

Standar OperasionalDischarge Planning

- -

VariebelDependenKesiapan pasien Menghadapi Pemulangan sebelum Discharge Planning

Kemampuan pasien post op appendictomy untuk menyebutkan pengetahuan (tindakan pengobatan dirumah, tanda-tanda bahaya, perwatan luka, aktivitas dirumah, diet dirumah, serta perawatan lanjutan) sebelum pasien dipulangkan pada pasien yang sebelumDischarge Planning

Kuesioner Ordinal -Kesiapan 1 (R1) jika skornya 24-44-Tingkat kesiapan 2 (R2) jika skornya 45-65-Tingkat kesiapan 3 (R3) jika skornya 65-85-Tingkat kesiapan 4 (R4) jika skornya 86-108.

VariabelDependenKesiapan pasien Menghadapi Pemulangan sesudahdischarge planning

Kemampuan pasien post op appendictomy untuk menyebutkan pengetahuan (tindakan pengobatan dirumah, tanda-tanda bahaya, perwatan luka, aktivitas dirumah,

Kuesioner Ordinal -Kesiapan 1 (R1) jika skornya 24-44-Tingkat kesiapan 2 (R2) jika skornya 45-65-Tingkat kesiapan 3 (R3) jika skornya 66-85

Page 44: Skripsi Alya Abay

44

diet dirumah, serta perawatan lanjutan) sesudahDischarge Planning

-Tingkat kesiapan 4 (R4) jika skornya 86-108.(Skala menurut Martisusilo, 2007)

Tabel 3.2 Definisi Operasional Perbedaan Kesiapan Post Op Appendictomy

menghadapi pemulangan sebelum dan sesudah dilakukan

Discharge Planning.

3.5 Populasi dan Sampel

3.5.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006).

Populasi dalam penelitian ini adalah estimasi seluruh pasien post op

apendictomy yang menjalani rawat inap di RSUD Syamrabu Bangkalan

sejumlah 40 pasien. Pada tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Januari

2011.

3.5.2 Besar Sampel

Besar Sampel dalam penelitian ini dihitung mengunakan rumus

dari Federer sebagai berikut:

N= (T-1)(R-1) ≥ 15

Keterangan :

N = Besar sampel

T = Jumlah kelompok

R = Repitasi ( Jumlah Intervensi yang diberikan)

Besar Sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

N = ( T-1) (R-1) ≥ 15

= (2-1) (1-1) ≥ 15

Page 45: Skripsi Alya Abay

45

= 1 ≥ 15

Karena jumlah sampel ≥ 15, maka diambil sampel minimal sebesar 15 orang

pada masing-masing kelompok (kelompok control dalam kelompok

perlakuan)

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode non probability purposive

sampling.

Kriteria sampel:

a. Bersedia menjadi responden penelitian

b. Pasien yang tidak mengalami komplikasi penyakit.

c. Pasien post op apendictomy yang telah menjalani perawatan di ruang

rawat inap lebih dari 2 hari

d. Px yang tidak mengalami her opname

e. Pria/wanita berusia 18-50 tahun

3.5.3 Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi (Nursalam, 2003). Sampling pada penelitian ini

menggunakan Purposive Sampling yaitu suatu tehnik penetapan sampel

dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang

dikehendaki peneliti,sehingga sampel tersebut mewakili karakteristik

populasi.

3.6 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RSUD Syamrabu Bangkalan, mengingat

rumah sakit pemerintah, dan merupakan rumah sakit pendidikan yang

Page 46: Skripsi Alya Abay

46

memungkinkan peneliti mendapatkan jumlah sampel yang dibutuhkan

dalam penelitian ini dan dilaksanakan selama bulan Februari 2012.

3.7 Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu

penelitian. Dalam penelitian ini pengumpulan data menggunakan kuesioner.

3.8 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek

dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu

penelitian (Nursalam, 2008).

Langkah-langkah dalam pengumpulan data tergantung dari desain

penelitian dan tehnik instrumen yang digunakan. Pengumpulan data

berupa kuesioner dengan pengisian soal oleh masing-masing orang yang

sebelumnya sudah dijelaskan terlebih dahulu.

Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Permohonan izin pelaksanaan penelitian didapatkan dari institusi

pendidikan (PSIK-Ngudia Husada Madura).

b. Permohonan izin yang diperoleh dikirim ke tempat penelitian (RSUD

Syamrabu Bangkalan).

c. Peneliti menghubungi perawat ruangan untuk memperkenalkan calon

responden kepada peneliti setelah mendapat izin dari pihak RSUD

Syamrabu Bangkalan.

Page 47: Skripsi Alya Abay

47

Peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat

penelitian, dan prosedur pengumpulan data.

d. Peneliti meminta calon responden menandatangani Informed consent

sebagai bentuk persetujuan bersedia menjadi responden.

e. Pada Pre Test, peneliti mengukur tingkat kesiapan pasien menghadapi

pemulangan dengan membacakan pernyataan-pernyataan yang terdapat di

dalam kuesioner untuk dijawab oleh responden. Kemudian peneliti

melakukan pengakajian, dan setelah itu peneliti menentukan perencanaan

bersama-sama dengan responden dan keluarga. Tindakan pada hari 1 ini

dilakukan selama 30 menit.

f. Pada hari ke-2, peneliti melakukan intervensi Discharge planning dengan

penatalaksanaan yaitu mengadakan sesi pengajaran dengan responden dan

keluarga tentang : obat-obatan, tanda-tanda bahaya, perawatan luka di

rumah, dan aktivitas di rumah, diet di rumah dan perawatn lanjutan.

Tindakan ini dilakukan selama 45 menit.

g. Pada Post test, peneliti melakukan evaluasi dan mengukur tingkat kesiapan

pasien menghadapi pemulangan dengan membacakan kembvali

pernyataan-pernyataan yang terdapat di dalam kuesioner untuk dijawab

responden (post test). Tindakan ini dilakukan selama 35 menit.

h. Peneliti mengolah /menganalisa data yang terkumpul.

3.9 Pengolahan Data

Setelah angket dari responden terkumpul, selanjutnya dilakukan

pengolahan data dengan cara berikut:

Page 48: Skripsi Alya Abay

48

3.9.1 Editing

Memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para

pengumpul data (Setiadi, 2007).

3.9.2 Coding

Mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para responden

kedalam kategori. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberi

tanda atau kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban (Setiadi,

2007). Martisusilo (2007) membagi tingkat kesiapan berdasarkan kuantitas

keinginan dan kemampuan bervariasi dari sangat tinggi hingga sangat

rendah, antara lain :

Tingkat kesiapan 1 (R1), Tingkat kesiapan 2 (R2), Tingkat kesiapan 3

(R3), Tingkat kesiapan 4 (R4).

3.9.3 Scoring

Adalah penentuan jumlah skor, dalam penelitian ini menggunakan

skala ordinal. Kode -Kesiapan 1 (R1) jika skornya 24 - 44, Tingkat

kesiapan 2 (R2) jika skornya 45 - 65, Tingkat kesiapan 3 (R3) jika skornya

65 – 85, Tingkat kesiapan 4 (R4) jika skornya 86 - 108.

3.9.4 Tabulating

Mengelompokkan data kedalam suatu tabel tertentu menurut sifat-

sifat yang dimiliki. Pada saat dianggap bahwa data telah diproses sehingga

harus segera disusun dalam suatu pola format yang telah dirancang

(Nursalam, 2008).

Page 49: Skripsi Alya Abay

49

3.10 Analisa Data

Data yang sudah didapat kemudian di lakukan analisa secara bertahap

sesuai tujuan penelitian meliputi:

a. Analisa Univariat

Analisa ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi tiap-

tiap variabel yang akan di teliti dengan menggunakan distribusi frekuensi.

Penulisan prosentase hasil penelitian mengacu pada Nursalam (2008) yang

dikelompokkan menjadi mayoritas = apabila hasil menunjukkan 90-100%,

sebagian besar = 66-89%, lebih dari 50% (51-69).

b. Analisa Bivariat (Tabulasi Silang)

Analisa bivariat ini menggunakan tabulasi silang untuk memudahkan

menentukan distribusi antar dua atau lebih variabel dengan skala data

ordinal sehingga mampu digunakan sebagai indikasi awal adanya

hubungan asosiasi. Untuk mengetahui Perbedaan Kesiapan pasien post op

Appendictomy menghadapi pemulangan sebelum dan sesudah di

Discharge Planning. Setelah itu disajikan ke dalam tabel ke dalam tabel

tabulasi silang, kemudian dilakukan uji statistik Sign Rank test (Wilcoxon

test) dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 dengan ketentuan apabila p value

< α, maka H0 ditolak.

3.11 Etika Penelitian

Masalah etika penelitian merupakan masalah yang sangat penting

dalam penelitian, mengingat penelitian berhubungan langsung dengan

manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan. Masalah etika

yang harus diperhatikan meliputi :

Page 50: Skripsi Alya Abay

50

3.11.1 Right to full disclosure

Peneliti akan memberikan penjelasan secara rinci tentang

penelitian yang akan di lakukan serta akan bertanggung jawab terhadap

subjek penelitian jika ada sesuatu yang terjadi akibat penelitian yang di

lakukan.

3.11.2 Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Setelah responden mengetahui maksud dan tujuan riset, serta

dampak yang akan terjadi selama dalam pengumpulan data dan responden

bersedia diteliti, mereka harus menandatangani lembar persetujuan

menjadi responden, jika subjek menolak peneliti harus menghormati hak-

hak klien.

3.11.3 Tanpa Nama (Anonymity)

Masalah etika merupakan masalah yang memberikan jaminan

dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang

disajikan (Nursalam, 2008).

3.11.4 Kerahasiaan (Confidentiality)

Informasi yang telah dikumpulkan dari subjek dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti.

Page 51: Skripsi Alya Abay

51

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Data Umum

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rawat Inap RSUD Syamrabu

Bangkalan. RSUD Syamrabu Bangkalan merupakan Rumah Sakit dengan

klasifikasi tipe B yang beralamatkan di jalan Pemuda Kaffa No.09

Bangkalan. RSUD Syamrabu terdiri dari instalasi rawat jalan, instalasi

gawat darurat, dan instalasi rawat inap. Instalansi rawat inap terdiri dari Irna

A, Irna B, Irna C, Irna D, Irna E, Irna F, Irna G dan Paviliun Kartini. Jumlah

staff di masini-masing setiap ruangan 18 orang (6 S1 Keperawatan, 12 D3

Keperawatan). 2 orang administrasi, dan 4 orang cleaning service.

4.1.2 Karakteristik Responden

a. Karakteristik responden berdasarkan usia

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Pasien Post Op Appendictomy Berdasarkan Usia di RSUD Syamrabu Bangkalan Tanggal 27 Februari 2012 – 3 Maret 2012

No Usia Anak Frekuensi Prosentase

1.

2.

3.

18 - 30 tahun

31 - 40 tahun

40 - 50 tahun

9

4

2

60

26,6

13.4

Jumlah 15 100

Sumber: Perolehan Data Dari Lapangan

Page 52: Skripsi Alya Abay

52

Berdasarkan tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar

responden berusia 18 – 30 tahun, sebanyak 9 responden (60 %)

b. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Pasien Post Op Appendictomy Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD Syamrabu Bangkalan Tanggal 27 Februari – 3 Maret 2012

No Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase

1.

2.

Laki-laki

Perempuan

8

7

53,3

46,7

Jumlah 15 100

Sumber: Perolehan Data Dari Lapangan

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa lebih dari 50%

responden berjenis kelamin laki-laki, sebanyak 8 responden (53,3%)

c. Karakteristik responden berdasarkan tingkat Pendidikan

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Pasien Post Op Appendictomy Berdasarkan Tingkat Pendididkan di RSUD Syamrabu Bangkalan Tanggal 27 Februari – 3 Maret 2012

No Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase

1.

2.

3.

4.

SD

SMP

SMA

Lain-Lain

2

3

8

2

13,4

20

53,3

13,3

Jumlah 15 100

Sumber: Perolehan Data Dari Lapangan

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa lebih dari 50%

responden yang tingkat pendidikan SMA, sebanyak 8 responden (53,3%)

Page 53: Skripsi Alya Abay

53

4.2 Data Khusus

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kesiapan Pulang Pasien Post Op Appendictomy Sebelum dilakukan Discharge Planning Di RSUD Syamrabu Bangkalan Tanggal 27 Februari – 3 Maret 2012

No Kesiapan Pulang Frekuensi Prosentase

1. R1 1 6,7

2. R2 3 20

3. R3 9 60

4. R4 2 13,3

Jumlah 15 100

Sumber: Perolehan Data Dari Lapangan

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa sebagian besar

responden mengalami Ketidaksiapan Pasien Post Op Appendictomy

menghadapi Pemulangan sebanyak 9 responden (60%).

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kesiapan Pulang Pasien Post Op Appendictomy Sesudah Dilakukan Discharge Planning Di RSUD Syamrabu Bangkalan Tanggal 27 Februari – 3 Maret 2012

No Kesiapan Pulang Frekuensi Prosentase

1. R1 - -

2. R2 - -

3. R3 2 13,3

4. R4 13 86,7

Jumlah 15 100

Sumber: Perolehan Data Dari Lapangan

Page 54: Skripsi Alya Abay

54

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa sebagian besar

responden mengalami Kesiapan Pasien Post Op Appendictomy

menghadapi Pemulangan sebanyak 13 responden (66,7%).

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kesiapan Pasien Post Op Appendictomy sebelum dan sesudah dilakukan Discharge Planning di RSUD Syamrabu Bangkalan Tanggal 27 Februari – 3 Maret 2012

No

Kesiapan

Pulang

Sebelum Dilakukan

Discharge Planning

Sesudah Dilakukan

Discharge Planning

Frekuensi Prosentase Frekuensi Prosentase

1. R1 1 6,7 - -

2. R2 3 20 - -

3. R3 9 60 2 13,3

4. R4 2 13,3 13 86,7

Jumlah 15 100 15 100

α = 0,05

p value < 0,05

Sumber: Perolehan Data Dari Lapangan

Berdasarkan tabel di atas diperoleh hasil analisa bivariat dengan

menggunakan uji statistik Uji wilcoxon, diperoleh significancy 0,008

(p < 0,05) maka Ho ditolak, yang berarti ada Perbedaan Kesiapan Pasien

Post Op Appendictomy menghadapi pemulangan sebelum dan sesudah

dilakukan Discharge Planning di RSUD Syamrabu Bangkalan.

Page 55: Skripsi Alya Abay

55

BAB 5

PEMBAHASAN

5.1 Kesiapan Pulang Sebelum dilakukan Discharge Planning

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa dari keseluruhan

responden Kesiapan Pulang pada Pasien Post Op Appendictomy Sebelum

dilakukan Discharge Planning sebagian besar dari responden, sebanyak 9

responden (60%) mengalami Ketidaksiapan Pasien Post Op Appendictomy

menghadapi Pemulangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh responden (60%)

sebelum dilakukan discharge planning sudah memiliki tingkat kesiapan yang

cukup baik, dan masuk kategori tingkat kesiapan ke 3 dimana Mampu tapi

ragu dan Mampu tapi tidak ingin, pada pembagian tingkat kesiapan menurut

Martinsusilo (2007) . Jadi pemberian Discharge Planning yang baik untuk

mengetahui pengobatan, tanda-tanda bahaya, aktivitas yang dilakukan, serta

perawatan lanjutan dirumah.

Menurut William (1996) menyatakan salah satu bentuk manajemen

informasi pada Discharge Planning melalaui tahapan yang jelas, dimana

pelayanan akan baik apabila diberikan oleh tim multi disiplin. Dalam hal ini

diantaranya perawat, dokter, ahli gizi, fisiotherapi dan anggota tim kesehatan

lainnya, untuk saling membagi informasi dalam rangka menyusun Discharge

Planning.

Page 56: Skripsi Alya Abay

56

Berdasarkan model konseptual Orem (1985, dalam Basford, 2006)

tentang sistem keperawatan, maka tingkat Ketidaksiapan Pasien Post Op

Appendictomy menghadapi Pemulangan dalam penelitian ini sebelum

dilakukan Discharge Planning termasuk katagori system kompensasi parsial

dimana pasien memiliki beberapa kemampuan untuk melakukan perawatan

diri tetapi tidak dapat mencapai perawatan mandiri jika tidak dibantu.

Kemampuan yang sudah dimiliki responden dalam penelitian ini

antara lain informasi melalui tahapan yang jelas untuk melakukan perawatan

diri setelah berada di rumah, baik dalam hal tindakan pengobatan di rumah,

tanda-tanda bahaya, perawatan luka, aktivitas di rumah, diet di rumah,

maupun dalam hal perawatan lanjutan. Menurut Orem (1985, dalam Basford

2006) dalam keadaaan ini pasien dan perawat bekerjasama untuk melakukan

perawatan diri, dimana perawat selalu meningkatkan dan mendorong

keterlibatan pasien untuk mencapai perawatan mandiri.

5.1 Kesiapan Pulang Sesudah dilakukan Discharge Planning

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa dari keseluruhan

responden Kesiapan Pulang pada Pasien Post Op Appendictomy Sesudah

dilakukan Discharge Planning , sebagian besar sebanyak 13 responden

(86,7%) mengalami Kesiapan pasien Post Op Appendictomy menghadapi

Pemulangan.

Dimana memiliki tingkat 4 dalam katagori tingkat kesiapan yang

dirumuskan oleh Martinsusilo (2007) dalam menghadapi pemulangan yaitu

Page 57: Skripsi Alya Abay

57

mampu dan ingin atau mampu dan yakin melakukan kegiatan yang diajarkan

setelah berada di rumah.

Berdasarkan model konseptual Orem (1985, dalam Basford, 2006)

tentang sistem keperawatan, maka tingkat kesiapan pasien dalam penelitian

ini setelah dilakukan Discharge Planning termasuk katagori sistem suportif-

edukatif, yaitu pasien mampu melakukan atau belajar tentang perawatan diri

dan intervensi keperawatan yang perlu dilakukan perawat lebih kepada

memotivasi responden untuk melakukan pengetahuan yang sudah diterima.

Hal ini didukung oleh hasil penelitian Galloway, et al (1993, dalam

Nursingcenter.com,2009) bahwa pasien mampu memprediksikan kebutuhan

mereka akan informasi berhubungan dengan proses penyembuhan, dan

mereka menginginkan informasi yang mudah dimengerti sebanyak mungkin

sebelum mereka menghadapi pemulangan dan kebutuhan akan informasi ini

tidak dipengaruhi usia dan pendidikan. Informasi yang diberikan dalam

Discharge Planning bagaimana cara mengetahui pengobatan, tanda-tanda

bahaya, aktivitas yang dilakukan, serta perawatan lanjutan dirumah sehingga

meningkatkan pasien dalam menghadapi pemulangan.

5.3 Perbedaan Kesiapan Pulang sebelum dan sesudah dilakukan Discharge

Planning

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa dari keseluruhan

responden Kesiapan Pulang pada Pasien Post Op Appendictomy Sebelum

dilakukan Discharge Planning responden, sebagian besar 9 responden (60%)

Page 58: Skripsi Alya Abay

58

mengalami Ketidaksiapan Pasien Post Op Appendictomy menghadapi

Pemulangan.

Sedangkan pada kelompok perlakukan berdasarkan tabel 4.4

didapatkan data bahwa dari keseluruhan responden Kesiapan Pulang pada

Pasien Post Op Appendictomy Sesudah dilakukan Discharge Planning

sebagian besar 13 responden (86,7%) mengalami Kesiapan pasien Post Op

Appendictomy menghadapi Pemulangan.

Berdasarkan data dari lapangan diperoleh, maka peneliti menggunakan

uji non-parametrik sign rank test (Wilcoxon) untuk mengindentifikasi

perbedaan kesiapan pada pasien Post Op Appendictomy menghadapi

pemulangan Sebelum dan Sesudah dilakukan Discharge Planning.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil analisa bivariat dengan

menggunakan uji statistik Uji wilcoxon, diperoleh significancy 0,008 (p <

0,05) maka Ho ditolak, yang berarti ada Perbedaan Kesiapan Pasien Post Op

Appendictomy menghadapi pemulangan sebelum dan sesudah dilakukan

Discharge Planning di RSUD Syamrabu Bangkalan. Hasil penelitian juga

menunjukkan terjadi Peningkatan Kesiapan pasien menghadapi pemulangan

setelah dilakukan Discharge Planning.

Hal ini sejalan dengan penelitian Williams (2006) yang mendapati

adanya hubungan antara pemberi informasi dengan dilakukannya kunjungan

ulang yang tidak rutin ke fasilitas kesehatan. Dalam penelitian tersebut

Williams mendapati bahwa mayoritas pasien yang menerima informasi

tentang nyeri dan menejemen luka, aktivitas, nutrisi, dan komplikasi pada

umumnya merasakan bahwa tidak mengalami perasaan khawatir yang

Page 59: Skripsi Alya Abay

59

membuat mereka akan mengadakan kunjungan tidak rutin ke fasilitas

kesehatan setelah dipulangkan, dalam artian bahwa mereka telah siap

menghadapi pemulangan. Sedangkan pasien yang tidak mendapat informasi

tentang nyeri dan manajemen luka mengalami kekhawatiran yang memaksa

mereka untuk melakukan kunjungan tidak rutin kepada suatu fasilitas

kesehatan setelah dipulangkan.

Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa semakin baik Discharge

Planning, semakin baik pula pemahaman pasien atau keluarga tentang hal-hal

yang harus diwaspadai. Maka tepat Supartini (2000) menyatakan Discharge

Planning yang baik dapat membantu pasien dan keluarganya untuk

memahami langkah-langkah pencegahan yang harus dicapai.

Page 60: Skripsi Alya Abay

60

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan tujuan penelitian, hasil penelitian, analisa data, dan

pembahasan yang telah diuraikan maka peneliti mendapatkan beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

a. Kesiapan Pasien Post Op Appendictomy menghadapi pemulangan

Sebelum dilakukan Discharge Planning sebagian besar 9 responden

dengan Tingkat Kesiapan 3 Mampu tapi ragu dan Mampu tapi tidak ingin

melakukan di rumah.

b. Kesiapan Pasien Post Op Appendictomy menghadapi pemulangan

Sesudah dilakukan Discharge Planning sebagian besar 13 responden

dengan Tingkat Kesiapan 4 yaitu mampu dan ingin atau mampu dan yakin

melakukan kegiatan yang diajarkan setelah berada di rumah.

c. Ada perbedaan Kesiapan Pasien Post Op Appendictomy menghadapi

pemulangan sebelum dan sesudah dilakukan Discharge Planning.

6.2 Saran

6.2.1 Bagi rumah sakit dan tenaga kesehatan

a. Dari hasil penelitian menunjukkan adanya Perbedaan Kesiapan pasien

Post op Apendictomy menghadapi Pemulangan Sebelum dan Sesudah

dilakukan Discharge Planning. Oleh karena itu, sebaiknya perawat di

ruangan melakukan Discharge Planning sesuai Prosedur kepada semua

pasien dengan tujuan untuk mempersiapkan pasien menghadapi

Page 61: Skripsi Alya Abay

61

pemulangan dimana pasien mampu melakukan perawatan berkelanjutan di

rumah.

b. Discharge Planning dilakukan sebaiknya sejak pasien diterima di suatu

agen pelayanan kesehatan dengan melakukan pengkajian berkelanjutan

untuk mendapatkan informasi yang komprehensif tentang kebutuhan

pasien yang berubah-ubah.

c. Mensosialisasikan standar atau prosedur tetap tentang Discharge Planning

secara bertahap dan kontinyu, sehingga pelaksanaannya bisa berjalan

secara efektif dan optimal.

d. Perawat terus meningkatkan pengetahuannya baik dalam bidang Asuhan

Keperawatan maupun manajemen keperawatan melalui pelatiha-pelatihan.

6.2.3 Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan

a. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada Perbedaan Kesiapan pasien Post

Op Appendictomy menghadapi Pemulangan, oleh karena itu diharapkan

pendidikan keperawatan tetap menekankan pemberian materi tentang

Discharge Planning.

b. Pada penelitian selanjutnya diharapkan mengembangkan penelitian dengan

jumlah responden dan variabel yang lebih banyak sehingga memperoleh

hasil yang optimal.