133
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERWAWASAN MULTIKULTURAL DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2 BATU SKRIPSI OLEH MIFTA CHOLIN NIM: 05110093 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG April, 2009

skipsi multikultural

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: skipsi multikultural

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERWAWASAN MULTIKULTURAL

DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2 BATU

SKRIPSI

OLEH MIFTA CHOLIN NIM: 05110093

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

April, 2009

Page 2: skipsi multikultural

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BERWAWASAN MULTIKULTURAL

DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2 BATU

SKRIPSI

OLEH:

MIFTA CHOLIN NIM: 05110093

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

April, 2009

Page 3: skipsi multikultural

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BERWAWASAN MULTIKULTURAL

DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2 BATU

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar

Strata Satu Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd.I)

OLEH:

MIFTA CHOLIN NIM: 05110093

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

April, 2009

Page 4: skipsi multikultural

HALAMAN PERSETUJUAN

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BERWAWASAN MULTIKULTURAL

DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2 BATU

SKRIPSI

OLEH

MIFTA CHOLIN NIM: 05110093

Telah Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing

Dr. M. Zainuddin, MA NIP. 150 275 502

Tanggal, 04 April 2009

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

Drs. Moh. Padil, M. Pd.I NIP. 150 267 235

Page 5: skipsi multikultural

HALAMAN PENGESAHAN

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERWAWASAN MULTIKULTURAL

DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2 BATU

SKRIPSI dipersiapkan dan disusun oleh

Mifta Cholin (05110093) telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal

14 April 2009 dengan nilai: A dan telah dinyatakan diterima sebagai salah satu persyaratan

untuk memperoleh gelar strata satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada tanggal: 14 April 2009.

Panitia Ujian, Tanda Tangan Ketua Sidang, Dr. M. Zainuddin, MA : NIP. 150 275 502 Sekretaris Sidang, Marno, M. Ag : NIP. 150 321 639 Pembimbing, Dr. M. Zainuddin, MA : NIP. 150 275 502 Penguji Utama, Drs. HM. Padil, M. PdI : NIP. 150 267 235

Mengesahkan, Dekan Fakultas Tarbiyah

UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Prof. Dr. H. M. Djunaidi Ghony

NIP. 150 042 031

Page 6: skipsi multikultural

PERSEMBAHAN

Almarhum Bapak (Chariri) dan Ibu (Tamsirah) yang Tercinta,

dengan segala jerih payah menyayangiku, mendo’akanku, dan

menguatkanku setiap waktu sampai pada terselesaikannya karya ini,

tetapi tidak akan putus dan selesai sampai di sini pengabdian dan

do’aku selalu hingga akhir hayat hidupku.

Adik-adikku (Charist Fuadi dan Himatul Aliyah),

atas motivasi untuk menjadikan diri lebih dewasa, legowo, dan

bijaksana. Untuk kehangatan persaudaraan yang kalian bina untukku

selama ini dan akan selalu kurindukan dimanapun aku berada nanti.

Tholib Ali Masduqi,

semua pengertian dan kesabarannya selama ini dalam mendampingiku

dan semoga tetap adanya serta Ridho-Nya untuk kasih kita bersama.

Guru-guruku,

segala petuah, bimbingan, penghargaan, dan hukuman yang diberikan

adalah pelita bagiku dalam menjalani hidup. Engkaulah cahaya yang

takkan redup oleh waktu dan takkan usang oleh masa.

Wahai Dzat Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,

jadikanlah karya ini amal ibadahku

Amin...

Page 7: skipsi multikultural

MOTTO 

Artinya:

”Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari

seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu

berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-

mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu

disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.

(Q.S. Al-Hujurat: 13)1

1 Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: PT Syaamil Cipta Media, 2005), hlm. 517.

Page 8: skipsi multikultural

Dr. M. Zainuddin, MA Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang NOTA DINAS PEMBIMBING

Malang, 04 April 2009 Hal : Skripsi Mifta Cholin Lamp : 5 (Lima) Eksemplar Kepada Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Di Malang Assalamu ’alaikum Wr. Wb. Sesudah melakukan beberapa kali bimbingan, baik dari segi isi, bahasa maupun teknik penulisan, dan setelah membaca skripsi tersebut di bawah ini: Nama : Mifta Cholin NIM : 05110093 Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi :”Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural di SMA Negeri 2 Batu”

maka selaku Pembimbing, kami berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah layak diajukan untuk diujikan. Demikian, mohon dimaklumi adanya. Wassalamu ’alaikum Wr. Wb.

Pembimbing,

Dr. M. Zainuddin, MA NIP. 150 275 502

Page 9: skipsi multikultural

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan, bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat

karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu

perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara

tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Malang, 03 April 2009

Mifta Cholin

Page 10: skipsi multikultural

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT

yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul PEMBELAJARAN

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERWAWASAN MULTIKULTURAL DI

SMA NEGERI 2 BATU tepat waktu.

Shalawat serta Salam, barokah yang seindah-indahnya, mudah-

mudahan tetap terlimpahkan kepada baginda Rasulullah SAW yang telah

membawa kita dari alam kegelapan dan kebodohan menuju alam ilmiah yaitu

Dinul Islam.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu

persyaratan dalam menyelesaikan program Sarjana Pendidikan Islam Universitas

Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dan sebagai wujud serta partisipasi

penulis dalam mengembangkan dan mengaktualisasikan ilmu-ilmu yang telah

penulis peroleh selama di bangku kuliah.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi

ini. Oleh karena itu, perkenankan penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Almarhum Bapak Chariri dan Ibu Tamsirah tercinta, yang telah banyak

memberikan pengorbanan yang tidak terhingga nilainya baik materiil maupun

spirituil, semoga Allah SWT selalu menyayangi beliau berdua. Amin.

Page 11: skipsi multikultural

2. Bapak Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, selaku Rektor Universitas Islam Negeri

Maulana Malik Ibrahim Malang.

3. Bapak Prof. Dr. H. M. Djunaidi Ghony, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

4. Bapak Drs. Moh. Padil, M. PdI, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama

Islam Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

5. Bapak Dr. H. M. Zainuddin, MA, selaku dosen pembimbing yang dengan

sabar mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini dari awal sampai

akhir.

6. Bapak Drs. Suprayitno, M. Pd, selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Batu

yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di

lembaga yang beliau pimpin.

7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, yang telah banyak

memberikan bimbingan ilmu dan pengalaman belajar yang hebat kepada

penulis.

8. Kawan-kawan lama yang selalu di hati (Nietha Puniaty, Indah Hardiny, dan

Amin Tri Wibowo) atas do’a dan semangat yang tak henti-henti.

9. Sahabat Ma’had Khodijah Al-Kubro kamar 19 & 39 (Mbak Luth, Manar, Nia,

Nisa’, Yudha, Lia, Ika, Irma, Nuri, Nuha, Za’im, Lely, dan Neni) atas

kebersamaan yang hangat serta keceriaan yang selalu kurindukan.

10. Teman seperjuanganku (Elok Stya, Syifa’ Nudiyah, Vitros, Putri, Junaidah,

Ulul, Indrajed, Cupink, dan Kelompok 2 PKLI Belung Poncokusumo) dengan

Page 12: skipsi multikultural

kisah suka dan duka serta motivasi tak henti untuk selalu bertahan dan terus

berjuang sampai titik darah penghabisan.

11. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yang tidak dapat

penulis sebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita

semua. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dunia ini tidak ada yang

sempurna. Begitu juga dalam penulisan skripsi ini, yang tidak luput dari

kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan

kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat

konstruktif demi penyempurnaan skripsi ini.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga

dengan rahmat dan izin-Nya mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi penulis

khususnya dan bagi pihak-pihak yang bersangkutan. Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Malang, 03 April 2009

Penulis,

Page 13: skipsi multikultural

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Bimbingan Skripsi

Lampiran 2 : Bukti Konsultasi

Lampiran 3 : Surat Izin Penelitian dari Fakultas Tarbiyah

Lampiran 4 : Surat Keterangan Penelitian dari SMA Negeri 2 Batu

Lampiran 5 : Struktur Organisasi SMA Negeri 2 Batu

Lampiran 6 : Denah Ruang SMU Negeri 2 Batu

Lampiran 7 : Silabus PAI SMA Negeri 2 Batu

Lampiran 8 : Pedoman Wawancara

Lampiran 9 : Daftar Riwayat Hidup

Page 14: skipsi multikultural

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PENGAJUAN ........................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... v

HALAMAN MOTTO .................................................................................... vi

HALAMAN NOTA DINAS ........................................................................... vii

HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ viii

KATA PENGANTAR .................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii

DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii

HALAMAN ABSTRAK ................................................................................ xvii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 9

C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 9

D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 9

E. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 10

F. Sistematika Pembahasan ................................................................ 11

Page 15: skipsi multikultural

BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................ 13

A. Konsep Pembelajaran ............................................................... 13

1. Pengertian Pembelajaran ....................................................... 13

2. Tujuan Pembelajaran ............................................................. 15

3. Tahap-tahap Proses dalam Pembelajaran .............................. 16

B. Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMA ................................. 26

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam .................................... 26

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam .......................................... 29

3. Fungsi Pendidikan Agama Islam .......................................... 32

4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam ............................ 38

5. Kedudukan Pembelajaran PAI di Sekolah ............................ 42

C. Konsep Multikultural ............................................................... 44

1. Pengertian Multikultural ....................................................... 44

2. Multikulturalisme dalam Pendidikan .................................... 47

3. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Multikultural ....................... 51

4. Strategi dan Manajemen Pendidikan Multikultural .............. 55

D. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan

Multikultural di SMA ............................................................... 59

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 67

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian .............................................. 67

B. Kehadiran Peneliti .................................................................... 68

C. Lokasi Penelitian ...................................................................... 69

Page 16: skipsi multikultural

D. Sumber Data ............................................................................. 70

E. Prosedur Pengumpulan Data .................................................... 71

F. Teknik Analisa Data ................................................................. 73

G. Pengecekan Keabsahan Temuan .............................................. 74

H. Tahap-tahap Penelitian ............................................................. 77

BAB IV HASIL PENELITIAN .................................................................... 78

A. Latar Belakang Objek .............................................................. 78

1. Sejarah Singkat SMA Negeri 2 Batu .................................... 78

2. Visi dan Misi SMA Negeri 2 Batu ........................................ 80

3. Struktur Organisasi SMA Negeri 2 Batu .............................. 82

B. Paparan Hasil Penelitian .......................................................... 83

1. Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Berwawasan Multikultural di SMA Negeri 2 Batu ............... 83

2. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Berwawasan Multikultural di SMA Negeri 2 Batu ............... 89

3. Hasil Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Berwawasan Multikultural di SMA Negeri 2 Batu ............... 92

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ........................................ 96

Page 17: skipsi multikultural

BAB VI PENUTUP ....................................................................................... 101

A. Kesimpulan ................................................................................. 101

B. Saran ............................................................................................ 102

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 18: skipsi multikultural

ABSTRAK

Mifta Cholin, 2009. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural di SMA Negeri 2 Batu. Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, Dr. M. Zainuddin, MA.

Secara umum pendidikan agama Islam merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam agama Islam. Ajaran-ajaran tersebut terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk kepentingan pendidikan, dengan melalui proses ijtihad para ulama mengembangkan materi pendidikan agama Islam pada tingkat yang lebih rinci. Mata pelajaran pendidikan agama Islam tidak hanya mengantarkan peserta didik untuk menguasai berbagai ajaran Islam. Tetapi yang terpenting adalah bagaimana peserta didik dapat mengamalkan ajaran-ajaran itu dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural adalah salah satu model pembelajaran pendidikan agama Islam yang dikaitkan pada keragaman yang ada, entah itu keragaman agama, etnis, bahasa dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan karena banyak kita jumpai di sekolah-sekolah umum (bukan bercirikan Islam) di dalam satu kelas saja terdiri dari berbagai siswa yang sangat beragam sekali, ada yang berbeda agama, etnis, bahasa, suku, dan lain sebagainya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perencanaan pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di SMA Negeri 2 Batu, untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di SMA Negeri 2 Batu, dan untuk mengetahui hasil dari pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di SMA Negeri 2 Batu.

Pengumpulan data dilakukan melalui metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Informannya adalah Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Batu, wakil Kepala Sekolah bagian kurikulum SMA Negeri 2 Batu, Guru pendidikan agama Islam SMA Negeri 2 Batu, dan beberapa murid SMA Negeri 2 Batu. Sedangkan untuk menganalisis data menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yang mendeskripsikan dan menginterpretasikan data yang telah didapat sehingga menggambarkan realitas yang sebenarnya sesuai dengan fenomena yang ada.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam perencanaan pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di SMA Negeri 2 Batu ini adalah setiap siswa yang beragama non Islam diberi kebebasan untuk mengikuti pelajaran di dalam kelas sebagai peserta pasif atau meninggalkan kelas dan diarahkan ke ruang perpustakaan, dan guru pendidikan agama Islam yang ada juga membuat perencanaan pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang dipakai dan juga sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural telah sesuai dengan apa yang telah direncanakan oleh guru pendidikan agama Islam yang ada, dan siswa yang beragama non Islam tersebut ternyata lebih memilih untuk mengikuti

Page 19: skipsi multikultural

pembelajaran PAI di dalam kelas daripada harus meninggalkan kelas meskipun sudah ada kebijakan dari sekolah ia boleh di luar kelas. Hasil yang diperoleh dalam pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di SMA Negeri 2 Batu adalah terciptanya lingkungan belajar yang kondusif di dalam kelas dan terwujud pula suasana kekeluargaan yang erat di antara siswa maupun guru di SMA Negeri 2 Batu. Seluruh civitas akademik di SMA Negeri 2 Batu harus saling mendukung adanya pembelajaran multikultural ini karena dengan hal ini pembelajaran yang lain selain materi PAI pun dapat berjalan dengan baik, dan siswa-siswa semakin terbuka dan kerjasama pun akan semakin kompak. Hasil lain yang di dapat di dalam pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di SMA Negeri 2 Batu adalah membekali seluruh siswa untuk siap menghadapi lingkungan masyarakat yang heterogen baik di lingkungan masyarakatnya yang sekarang maupun di lingkungan masyarakat yang akan datang jika siswa tersebut telah lulus ataupun bekerja. Maka guru pendidikan agama Islam dan guru-guru lainnya harus senantiasa bekerja sama untuk menerapkan pembelajaran yang berwawasan multikultural, di samping pula peran orang tua dalam membina akhlak anak di lingkungan rumah.

Kata Kunci: Pembelajaran, Pendidikan Agama Islam, Multikultural

Page 20: skipsi multikultural

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia.

Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural, agama maupun geografis

yang begitu beragam dan luas.2 Kemajemukan tersebut pada satu sisi

merupakan kekuatan sosial dan keragaman yang indah apabila satu sama lain

bersinergi dan saling bekerja sama untuk membangun bangsa. Namun, pada

sisi lain, kemajemukan tersebut apabila tidak dikelola dan dibina dengan tepat

dan baik akan menjadi pemicu dan penyulut konflik dan kekerasan yang

dapat menggoyahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa. Peristiwa Ambon dan

Poso, misalnya, merupakan contoh kekerasan dan konflik horizontal yang

telah menguras energi dan merugikan tidak saja jiwa dan materi tetapi juga

mengorbankan keharmonisan antar sesama masyarakat Indonesia.

Jika dilacak, akar penyebab konflik antara satu wilayah dengan wilayah

lainnya memang cukup beragam. Ada faktor kesenjangan ekonomi,

perseteruan politik, perebutan kekuasaan, atau persaingan antaragama.

Namun demikian, dari sebagian besar konflik dan kekerasan yang ada,

”agama” dinilai menjadi salah satu faktor yang ikut andil sebagai pemicu.3

2 Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural, Cross Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan (Jogyakarta: Pilar Media, 2005), hlm. 3 Ngainun Naim dan Ahmad Syauqi, Pendidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hlm. 15.

Page 21: skipsi multikultural

Maka, disinilah diskursus dan implementasi multikulturalisme menemukan

tempatnya yang berarti dan tentu saja pendidikan menjadi satu faktor penting.

Sebagai sebuah ide, multikulturalisme terserap dalam berbagai interaksi

yang ada dalam berbagai struktur sosial masyarakat yang tercakup dalam

kehidupan sosial, kehidupan ekonomi dan bisnis, kehidupan politik, dan

berbagai kegiatan lainnya dalam masyarakat yang bersangkutan.

Multikulturalisme juga harus menjelaskan hak persamaan dalam berbagai

permasalahan masyarakat, melingkupi politik dan demokrasi, pendidikan,

keadilan dan penegakan hukum (law enforcement) kesempatan kerja dan

berusaha, HAM, hak budaya komuniti dan golongan minoritas, prinsip-

prinsip etika dan moral, dan tingkat serta mutu produktivitas.

Multikulturalisme dalam praktek merupakan suatu strategi dari integrasi

sosial di mana keanekaragaman budaya benar-benar diakui dan dihormati,

sehingga dapat difungsikan secara efektif dalam menengarai setiap isu

separatisme dan disintegrasi sosial. Pengalaman mengajarkan, bukan

semangat kemanunggalan atau ketunggalan (tunggal ika) yang paling

potensial yang bisa melahirkan persatuan kuat, tetapi justru pengakuan

terhadap adanya pluralitas (kebhinnekaan) budaya bangsa inilah yang lebih

menjamin persatuan bangsa menuju pembaruan sosial yang demokratis.

Pengalaman konflik yang cukup frekuentif yang terjadi pada beberapa

tempat4 dapat dijadikan tolok ukur bahwa negeri ini masih merangkak dalam

memahami subtansi multikulturalisme.

4 Seperti separatisme Aceh yang menghasilkan status bumi serambi Mekah ini sebagai daerah istimewa (khusus), dengan penerapan syariat Islamnya, terlepasnya Timor Leste –terlepas dari debat tentang ketidak

Page 22: skipsi multikultural

Pengembangan faham multikultural dalam masyarakat tidak akan pernah

terbentuk dengan sendirinya. Dibutuhkan proses yang panjang dan sistematis.

Paham multikultural sebagai entitas yang paling asasi dalam membentuk

hubungan harmonis kemasyarakatan ini harus tertanam semenjak dini, dan

salah satu lembaga yang tepat untuk menanamkan dan mengembangkannya

adalah lembaga sekolah, melalui kurikulum pendidikan yang akomodatif

terhadap kepentingan ini. Dalam konteks ini, tentu saja pengajaran agama

Islam yang diajarkan di sekolah-sekolah harus memuat kurikulum berbasis

keanekaragaman (multikultur).

Pendidikan merupakan interaksi antara orang dewasa dengan orang yang

belum dapat menunjang perkembangan manusia yang berorientasikan pada

nilai-nilai dan pelestarian serta perkembangan kebudayaan yang berhubungan

dengan usaha pengembangan kehidupan manusia. Tujuan pendidikan yang

ditentukan oleh negara merupakan kesepakatan bersama yang patut

dihormati. Sebagai suatu kesepakatan, tujuan pendidikan bukanlah

merupakan suatu dogma yang tidak berubah bahkan merupakan patokan yang

terus bergerak ke depan untuk lebih menyempurnakan upaya memerdekakan

warganya.5

Dunia pendidikan dewasa ini berkembang semakin pesat dan semakin

kompleksnya persoalan pendidikan yang dihadapi bukanlah tantangan yang

dibiarkan begitu saja, tetapi memerlukan pemikiran yang konstruktif demi

fairan bergabungnya negeri "Timor Manise" ini sebelumnya, Jaya Pura (Irian Jaya), dan daerah konflik lainnya adalah wujud ketidak harmonisan pemahaman pluralitas berbangsa kita. 5 H.A.R Tilaar, Manifesto Pendidikan Nasional, Tinjauan dari Perspektif Postmodernisme dan Studi Kultural (Jakarta: Kompas, 2006), hlm. 112.

Page 23: skipsi multikultural

tercapainya kualitas yang baik. Persoalan yang dimaksud diantaranya adalah

kompetensi mengajar guru. Karena guru sebagai tenaga pendidik yang paling

banyak berhubungan dengan peserta didik diharuskan mempunyai

kompetensi yang baik dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran.

Sehubungan dengan hal tersebut Ametembun seperti yang dikutip oleh

Syaiful Bahri Djamarah menyatakan bahwa:

“Guru sebagai orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap

pendidikan siswa, baik secara individual maupun secara klasikal baik di

sekolah maupun diluar sekolah minimal harus memiliki dasar-dasar

kompetensi sebagai wewenang dalam menjalankan tugasnya”.6

Untuk itu seorang guru perlu memiliki kepribadian, menguasai bahan

pelajaran dan menguasai cara-cara mengajar sebagai kompetensinya. Tanpa

hal tersebut guru akan gagal dalam melaksanakan tugasnya. Karena

kompetensi mengajar harus dimiliki oleh seorang guru yang merupakan

kecakapan atau keterampilan dalam mengelola kegiatan pendidikan.

Dalam kenyataan guru yang mempunyai kompetensi mengajar yang baik

dalam proses pembelajaran tidaklah mudah ditemukan, disamping itu

kompetensi mengajar guru bukanlah persoalan yang berdiri sendiri tetapi

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor latar belakang

pendidikan, pengalaman mengajar dan training keguruan yang pernah diikuti.

Dengan demikian guru yang mempunyai kompetensi mengajar akan mampu

menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan menyenangkan serta akan

6 Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Mengajar (Surabaya: Usaha Nasional, 1991), hlm. 33.

Page 24: skipsi multikultural

lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada

tingkat optimal. Disamping hal tersebut di atas, “kompetensi dalam proses

interaksi belajar mengajar dapat pula menjadi alat motivasi ekstrinsik, guna

memberikan dorongan dari luar diri siswa”.7

Sebagai dasar dari adanya kompetensi guru ini, penulis nukilkan firman

Allah SWT. Surat Al-An’am: 135 sebagai berikut:

⌧ ☺ 8

Berdasarkan ayat di atas, kompetensi merupakan suatu kemampuan yang

mutlak dimiliki guru agar tugasnya sebagai pendidik dapat terlaksana dengan

baik, sebab dalam mengelola proses belajar mengajar yang dilaksanakan guru

yang tidak menguasai kompetensi guru, maka akan sulit untuk mencapai

tujuan pembelajaran yang diinginkan.

Pendidikan agama Islam diberikan kepada siswa tidak dalam bentuk

kurikulum yang tunggal, melainkan kurikulum pendidikan yang dapat

menunjang proses siswa menjadi manusia yang demokratis, pluralis dan

menekankan penghayatan hidup serta refleksi untuk menjadi manusia yang

utuh. Kurikulumnya bisa meliputi beberapa subjek pelajaran, seperi toleransi,

Aqidah Inklusif, Fiqih Muqarran dan perbandingan agama serta tema-tema

tentang perbedaan ethno-kultural dan agama. Dengan materi itulah kemudian

7 Ibid., hlm. 17. 8 Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: PT Syaamil Cipta Media, 2005), hlm. 145.

Page 25: skipsi multikultural

pendidikan agama Islam berwawasan multikultural dapat diajarkan kepada

siswa.

Disinilah letak urgensi pengajaran multikultural dan multi etnik di dalam

pendidikan yakni dengan mendidik siswa agar tidak melakukan tindakan

kejahatan terhadap siswa dari suku lain, khususnya di dalam lingkungan

pendidikan agama. Demikian pula pengajaran multi etnik itu lebih heterogen

lagi pada sekolah umum.

Gagasan dan Rancangan memasukan wawasan multikultural di sekolah

patut disahuti, sepanjang tidak terjadi pengaburan kesejatian idiologi dari

pendidikan Islam itu sendiri.9 Pendidikan Islam memiliki ke unikan dan

khasnya sendiri sesuai dengan visi dan misinya. Adapun visi dari pendidikan

agama Islam adalah terwujudnya manusia yang bertaqwa, berakhlak mulia,

berkepribadian, berilmu, terampil dan mampu mengaktualisasikan diri dalam

kehidupan bermasyarakat. Sedangkan misinya adalah menciptakan lembaga

yang Islami dan berkualitas, menjabarkan kurikulum yang mampu memahami

kebutuhan anak didik dan masyarakat, menyediakan tenaga kependidikan

yang profesional dan memiliki kompetensi dalam bidangnya dan

menyelenggarakan proses pembelajaran yang menghasilkan lulusan yang

berprestasi.10

9 Ahmadi, Idiologi Pendidikan Islam Paradigma Humanisme Teosentris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 10 10 Abdul Rahman Shaleh, Pendidikan agama dan Keagamaan Visi, Misi dan Aksi, (Jakarta: PT Gemawindu Pancaperkasa, 2000), hlm. 20.

Page 26: skipsi multikultural

Sebagaimana yang terdapat di SMA Negeri 2 Batu, pembelajaran

Pendidikan Agama Islam yang berlangsung telah terlihat adanya wawasan

multikultural baik dari pemahaman Guru Agama Islam maupun dari berbagai

materi yang diajarkan yang kemudian diintegrasikan dengan perilaku-perilaku

multikultural. Penegasan dari Kepala Sekolah dari SMA Negeri 2 Batu bahwa

di sekolah tersebut terdapat siswa-siswi yang memiliki agama yang

bermacam-macam yakni Islam, Kristen, Katholik, Hindu, dan Buddha. Tidak

hanya itu, mereka (siswa minoritas) ada yang berasal dari daerah luar wilayah

Batu bahkan dari daerah luar Jawa yang tentunya memiliki berbagai

perbedaan dengan siswa-siswa yang mayoritas dari daerah Batu, baik dari

bahasa, adat, kebiasaan, pola hidup dan lain sebagainya.

Oleh karena itu dimungkinkan bahwa Pendidikan Agama Islam

berwawasan multikultural telah berlangsung di sekolah tersebut karena

melihat fenomena-fenomena yang telah ada. Guru Pendidikan Agama Islam

memberi kesempatan pada para siswa yang berbeda agama untuk tetap berada

di ruang kelas pada saat proses belajar mengajar Agama Islam berlangsung,

walaupun sebenarnya sekolah telah menyediakan guru agama sesuai dengan

agama mereka masing-masing. Guru Pendidikan Agama Islam juga mampu

untuk menanamkan pada diri siswa bahwa toleransi antar umat beragama

dapat menjadikan suatu kerjasama yang baik antara mereka dan

menghilangkan prasangka-prasangka yang salah sehingga mengikis adanya

ketegangan antar siswa yang berlainan agama. Usaha tersebut akan dapat

membuahkan hasil yakni terciptanya kerukunan antar umat beragama dan

Page 27: skipsi multikultural

meminimalkan terjadinya konflik lahir maupun batin dari diri siswa selaku

komunitas terbesar di SMA Negeri 2 Batu.

Untuk memperbaiki pendidikan terlebih dahulu harus mengetahui

bagaimana manusia belajar dan bagaimana cara mengajarnya. Kedua kegiatan

tersebut dalam rangka memahami cara manusia mengkonstruksi

pengetahuannya tentang objek-objek dan peristiwa-peristiwa yang dijumpai

selama kehidupannya. Manusia akan mencari dan menggunakan hal-hal atau

peralatan yang dapat membantu memahami pengalamannya.11

Agar dapat memfungsikan dan merealisasikan hal tersebut, diperlukan

suatu cara yang sistematis, terencana, berdasarkan pendekatan interdisipliner

serta mensintensiskan pendidikan islam dengan disiplin atau konsep

paradigma lain. Karena perkembangan masyarakat semakin kompleks dan

tentunya akan mengarahkan potensi yang ada pada diri manusia dengan cepat

berdasarkan pengalaman-pengalaman yang didapat dari kompleksitas sosial

masyarakat itu sendiri.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka dalam skripsi ini peneliti

mengambil judul: PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BERWAWASAN MULTIKULTURAL DI SEKOLAH MENENGAH

ATAS NEGERI 2 BATU dengan mencoba mengetahui sejauh mana

pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural telah

diterapkan, serta bagaimana pembelajaran pendidikan agama Islam

berwawasan multikultural menawarkan satu alternatif melalui penerapan

11 C. Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 56.

Page 28: skipsi multikultural

strategi dan konsep pembelajaran pendidikan agama Islam yang berbasis pada

pemanfaatan keragaman yang ada pada masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, maka peneliti mengambil

rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Berwawasan Multikultural di SMA Negeri 2 Batu?

2. Bagaimanakah Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Berwawasan Multikultural di SMA Negeri 2 Batu?

3. Bagaimanakah Hasil dari Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Berwawasan Multikultural di SMA Negeri 2 Batu?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mendeskripsikan perencanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Berwawasan Multikultural di SMA Negeri 2 Batu.

2. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Berwawasan Multikultural di SMA Negeri 2 Batu.

3. Untuk mendeskripsikan hasil dari Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Berwawasan Multikultural di SMA Negeri 2 Batu.

Page 29: skipsi multikultural

D. Manfaat Penelitian

Setelah menentukan tujuan, selanjutnya menentukan kegunaan

penelitian atau manfaat dari dilaksanakannya suatu penelitian, baik untuk

pengembangan teori, bagi peneliti, lembaga pendidikan maupun khalayak

umum. Karena secara rinci guna penelitian adalah dijadikan peta yang

menggambarkan tentang suatu keadaan, sarana diagnosis mencari sebab

akibat, menyusun kebijakan, melukiskan kemampuan dalam pembiayaan,

pembekalan tenaga kerja dan lain-lain.

Adapun dalam penelitian ini memiliki kegunaan, yakni sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti, adalah sebagai pengetahuan dalam dunia pendidikan,

khususnya tentang pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan

multikultural.

2. Bagi Lembaga Pendidikan, adalah sebagai pengetahuan dalam

mengembangkan kualitas pendidikan Islam, khususnya dalam

pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural yang

diterapkan di lembaga pendidikan.

3. Bagi khalayak umum adalah sebagai pengetahuan atau informasi untuk

menambah partisipasi dan kepedulian terhadap pendidikan.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Pendidikan memiliki beberapa aspek, diantaranya adalah:

1. kurikulum dan pembelajaran,

2. ketenagaan,

Page 30: skipsi multikultural

3. kesiswaan,

4. keuangan,

5. sarana dan prasarana, serta

6. kerjasama atau humas.

Atas dasar inilah peneliti lebih menitikberatkan pada aspek pembelajaran.

Adapun dalam penelitian ini, fokus penelitiannya adalah pembelajaran

pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di SMA Negeri 2 Batu.

F. Sistematika Pembahasan

Dalam tulisan ilmiah unsur yang paling penting adalah bagaimana tulisan

tersebut disusun dengan sistematis dan mempunyai hubungan antara masalah

yang di atas dengan yang di bawahnya. Sistematika isi penelitian yang telah

dideskripsikan dalam skripsi ini sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, meliputi: Latar Belakang Masalah, Rumusan

Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Ruang Lingkup Penelitian,

dan Sistematika Pembahasan.

Bab II Kajian Pustaka, meliputi: a. Konsep Pembelajaran: pengertian

pembelajaran, tujuan pembelajaran, tahap-tahap proses dalam pembelajaran.

b. Pendidikan Agama Islam di SMA: pengertian pendidikan agama Islam,

tujuan pendidikan agama Islam, fungsi pendidikan agama Islam, ruang

lingkup pendidikan agama Islam, kedudukan pembelajaran pendidikan agama

Islam di sekolah. c. Konsep Multikultural: pengertian multikultural,

multikulturalisme dalam pendidikan, tujuan dan fungsi pendidikan

Page 31: skipsi multikultural

multikultural, strategi dan manajemen pendidikan multikultural. d.

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural di SMA.

Bab III Metodologi Penelitian: pendekatan dan jenis penelitian,

kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan

data, teknik analisis data, pengecekan keabsahan temuan, dan tahap-tahap

penelitian.

Bab IV Hasil Penelitian, meliputi: a. Latar Belakang Objek: sejarah

singkat SMA Negeri 2 Batu, visi dan misi SMA Negeri 2 Batu, struktur

organisasi SMA Negeri 2 Batu. b. Penyajian Data: 1. perencanaan

pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di SMA

Negeri 2 Batu. 2. pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam

berwawasan multikultural di SMA Negeri 2 Batu. 3. hasil pembelajaran

pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di SMA Negeri 2 Batu.

Bab V Pembahasan Hasil Penelitian.

Bab VI Penutup, meliputi: kesimpulan dan saran.

Page 32: skipsi multikultural

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Pembelajaran

1. Pengertian Pembelajaran

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran

merupakan aktivitas yang paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan

pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung pada proses

pembelajaran yang baik.

Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas

pendidikan maupun teori belajar, yang merupakan penentu utama

keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua

arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan

belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Sedangkan menurut

Corey, pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang

secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam

tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan

respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus

dari pendidikan.12

12 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran (Bandung: Alfabeta, 2003), hlm. 61.

Page 33: skipsi multikultural

Dalam pengertian demikian dapat dikatakan bahwa pembelajaran

adalah upaya membelajarkan siswa untuk belajar. Kegiatan ini akan

mengakibatkan siswa mempelajari sesuatu dengan cara lebih efektif dan

efisien.

Pembelajaran terkait dengan bagaimana (how to) membelajarkan

siswa atau bagaimana membuat siswa dapat belajar dengan mudah dan

terdorong oleh kemauannya sendiri untuk mempelajari apa (what to) yang

teraktualisasikan dalam kurikulum sebagai kebutuhan (needs). Karena itu,

pembelajaran berupaya menjabarkan nilai-nilai yang terkandung di dalam

kurikulum dengan menganalisis tujuan pembelajaran dan karakteristik isi

bidang studi pendidikan agama yang terkandung di dalam kurikulum.

Selanjutnya, dilakukan kegiatan untuk memiliki, menetapkan, dan

mengembangkan, cara-cara atau strategi pembelajaran yang tepat untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan sesuai kondisi yang ada,

agar kurikulum dapat diaktualisasikan dalam proses pembelajaran

sehingga hasil belajar terwujud dalam diri peserta didik.

Pembelajaran merupakan upaya pengembangan sumber daya manusia

yang harus dilakukan secara terus menerus selama manusia hidup. Isi dan

proses pembelajaran perlu terus dimutakhirkan sesuai kemajuan ilmu

pengetahuan dan kebudayaan masyarakat. Implikasinya jika masyarakat

Indonesia dan dunia menghendaki tersedianya sumber daya manusia yang

memiliki kompetensi yang berstandar nasional dan internasional, maka isi

Page 34: skipsi multikultural

dan proses pembelajaran harus diarahkan pada pencapaian kompetensi

tersebut.13

Sering dikatakan mengajar adalah mengorganisasikan aktivitas siswa

dalam arti luas. Peranan guru bukan semata-mata memberikan informasi,

melainkan juga mengarahkan dan memberi fasilitas belajar (directing and

facilitating the learning) agar proses belajar lebih memadai. Pembelajaran

mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu

seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru.

Pembelajaran merupakan perbuatan yang kompleks. Artinya, kegiatan

pembelajaran melibatkan banyak komponen faktor yang perlu

dipertimbangkan. Untuk itu perencanaan maupun pelaksanaan kegiatannya

membutuhkan pertimbangan-pertimbangan yang arif dan bijak. Seorang

guru dituntut untuk bisa menyesuaikan karakteristik siswa, kurikulum

yang sedang berlaku, kondisi kultural, fasilitas yang tersedia dengan

strategi pembelajaran yang akan disampaikan kepada siswa agar tujuan

dapat dicapai. Strategi pembelajaran sangat penting bagi guru karena

sangat berkaitan dengan efektivitas dan efisiensi dalam proses

pembelajaran.

2. Tujuan Pembelajaran

Pada dasarnya belajar itu mempunyai tujuan agar peserta didik dapat

meningkatkan kualitas hidupnya sebagai individu maupun sebagai

13 Siti Kusrini, dkk. Ketrampilan Dasar Mengajar (PPL 1), Berorientasi pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (Malang: Fakultas Tarbiyah UIN Malang, 2008), hlm. 137.

Page 35: skipsi multikultural

makhluk sosial. Sebagai individu seseorang diharapkan dapat

meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan inovatif menghadapi

persaingan global, kreatif dan tekun mencari peluang untuk memperoleh

kehidupan layak dan halal, namun dapat menerima dengan tabah apabila

menghadapi kegagalan setelah berusaha. Oleh karenanya, setiap lembaga

pendidikan dan tenaga kependidikan disamping membekali lulusannya

dengan penguasaan materi subyek dari bidang studi yang akan dikaji dan

pedagogi bahan kajian atau materi subyek tersebut, diharapkan juga

memberikan pemahaman tentang kaitan antara materi pelajaran dengan

dunia nyata atau kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai anggota

masyarakat. Dengan demikian, pembelajaran baik formal, informal

maupun non formal diharapkan dapat memberi pengalaman bagi peserta

didik melalui “learning to know, learning to do, learning to be and

learning to live together” sesuai anjuran yang dicanangkan oleh

UNESCO.14

Tujuan pembelajaran merupakan salah satu aspek yang perlu

dipertimbangkan dalam merencanakan pembelajaran. Sebab segala

kegiatan pembelajaran muaranya pada tercapainya tujuan tersebut.

Tujuan pembelajaran adalah pernyataan tentang hasil pembelajaran

atau apa yang diharapkan. Tujuan ini bisa sangat umum, sangat khusus,

atau dimana saja dalam kontinum umum-khusus. Karakteristik bidang

studi adalah aspek-aspek suatu bidang studi yang dapat memberikan 14 Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat: Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya dan Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, 2005), hlm. 97-98.

Page 36: skipsi multikultural

landasan yang berguna sekali dalam mendeskripsikan strategi

pembelajaran, seperti misalnya, waktu, media, personalia, dan dana/uang.

Selanjutnya, karakteristik si belajar adalah aspek-aspek atau kualitas

perseorangan si belajar, seperti misalnya: bakat, motivasi, dan hasil yang

telah dimilikinya.

3. Tahap-tahap Proses dalam Pembelajaran

Pembelajaran sebagai suatu proses kegiatan, terdiri atas tiga fase

atau tahapan. Fase-fase proses pembelajaran yang dimaksud meliputi:

tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi. Adapun dari

ketiganya ini akan dibahas sebagaimana berikut:

3.1 Tahap Perencanaan

Kegiatan pembelajaran yang baik senantiasa berawal dari

rencana yang matang. Perencanaan yang matang akan menunjukkan

hasil yang optimal dalam pembelajaran.

Perencanaan merupakan proses penyusunan sesuatu yang akan

dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Pelaksanaan perencanaan tersebut dapat disusun berdasarkan

kebutuhan dalam jangka tertentu sesuai dengan keinginan pembuat

perencanaan. Namun yang lebih utama adalah perencanaan yang

dibuat harus dapat dilaksanakan dengan mudah dan tepat sasaran.

Begitu pula dengan perencanaan pembelajaran, yang

direncanakan harus sesuai dengan target pendidikan. Guru sebagai

Page 37: skipsi multikultural

subjek dalam membuat perencanaan pembelajaran harus dapat

menyusun berbagai program pengajaran sesuai pendekatan dan

metode yang akan digunakan.15

Dalam konteks desentralisasi pendidikan sering perwujudan

pemerataan hasil pendidikan yang bermutu, diperlukan standar

kompetensi mata pelajaran yang dapat dipertanggungjawabkan dalam

konteks lokal, nasional, dan global.

Secara umum, guru harus memenuhi dua kategori, yaitu

memiliki capability dan loyality, yakni guru itu harus memiliki

kemampuan dalam bidang ilmu yang diajarkannya, memiliki

kemampuan teoritik tentang mengajar yang baik, dari mulai

perencanaan, implementasi sampai dengan evaluasi, dan memiliki

loyalitas keguruan, yakni loyal terhadap tugas-tugas keguruan yang

tidak semata di dalam kelas, tetapi sebelum dan sesudah kelas.16

Agama Islam sebagai bidang studi, sebenarnya dapat diajarkan

sebagaimana mata pelajaran lainnya. Harus dikatakan memang ada

sedikit perbedaannya dengan bidang studi lain. Perbedaan itu ialah

adanya bagian-bagian yang sangat sulit diajarkan dan sangat sulit

dievaluasi. Jadi, perbedaan itu hanyalah perbedaan gradual, bukan

perbedaan esensial.

15 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004 (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 93. 16 Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 112.

Page 38: skipsi multikultural

Beberapa prinsip yang perlu diterapkan dalam membuat persiapan

mengajar:

1. memahami tujuan pendidikan,

2. menguasai bahan ajar,

3. memahami teori-teori pendidikan selain teori pengajaran,

4. memahami prinsip-prinsip mengajar,

5. memahami metode-metode mengajar,

6. memahami teori-teori belajar,

7. memahami beberapa model pengajaran yang penting,

8. memahami prinsip-prinsip evaluasi, dan

9. memahami langkah-langkah membuat lesson plan.

Langkah-langkah yang harus dipersiapkan dalam pembelajaran adalah

sebagai berikut:

a. Analisis Hari Efektif dan Analisis Program Pembelajaran.

Untuk mengawali kegiatan penyusunan program pembelajaran,

seorang guru perlu membuat analisis hari efektif selama satu semester.

Dari hasil analisis hari efektif akan diketahui jumlah hari efektif dan

hari libur tiap pekan atau tiap bulan sehingga memudahkan

penyusunan program pembelajaran selama satu semester. Dasar

pembuatan analisis hari efektif adalah kalender pendidikan dan

kalender umum.

Page 39: skipsi multikultural

b. Membuat Program Tahunan, Program Semester dan Program Tagihan.

Program Tahunan

Penyusunan program pembelajaran selama tahun pelajaran

dimaksudkan agar keutuhan dan kesinambungan program

pembelajaran atau topik pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam

dua semester tetap terjaga.

Program Semester

Penyusunan program semester didasarkan pada hasil analisis hari

efektif dan program pembelajaran tahunan.

Program Tagihan

Sebagai bagian dari kegiatan pembelajaran, tagihan merupakan

tuntutan kegiatan yang harus dilakukan atau ditampilkan siswa. Jenis

tagihan dapat berbentuk ujian lisan, tulis, dan penampilan yang berupa

kuis, tes lisan, tugas individu, tugas kelompok, unjuk kerja, praktek,

penampilan, dan portofolio.

c. Menyusun Silabus.

Silabus diartikan sebagai garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok-

pokok isi atau materi pelajaran. Silabus merupakan penjabaran dari

standart kompetensi, kompetensi dasar yang ingin dicapai, dan pokok-

pokok serta uraian materi yang perlu dipelajari siswa dalam rangka

mencapai standart kompetensi dan kompetensi dasar.

Page 40: skipsi multikultural

d. Menyusun Rencana Pembelajaran.

Seperti penyusunan silabus, rencana pembelajaran sebaiknya disusun

oleh guru sebelum melakukan kegiatan pembelajaran. Rencana

pembelajaran bersifat khusus dan kondisional, dimana setiap sekolah

tidak sama kondisi siswa dan sarana prasarana sumber belajarnya.

Karena itu, penyusunan rencana pembelajaran didasarkan pada silabus

dan kondisi pembelajaran agar kegiatan pembelajaran dapat

berlangsung sesuai harapan.

e. Penilaian Pembelajaran.

Penilaian merupakan tindakan atau proses untuk menentukan nilai

terhadap sesuatu. Penilaian merupakan proses yang harus dilakukan

oleh guru dalam rangkaian kegiatan pembelajaran. Prinsip penilaian

antara lain valid, mendidik, berorientasi pada kompetensi, adil dan

objektif, terbuka, berkesinambungan, menyeluruh, dan bermakna.17

Kegiatan yang harus dilakukan perancang pembelajaran Pendidikan

Agama Islam yang mengikuti model Kemp adalah sebagai berikut:

a. Perkiraan kebutuhan PAI (learning needs) untuk merancang program

pembelajaran; nyatakan tujuan, kendala, dan prioritas yang harus

dipelajari.

b. Pilih dan tetapkan pokok bahasan atau tugas-tugas pembelajaran PAI

untuk dilaksanakan dan tujuan umum PAI yang akan dicapai.

c. Teliti dan identifikasi karakteristik peserta didik yang perlu mendapat

17 Siti Kusrini, dkk. op.cit., hlm. 139-148.

Page 41: skipsi multikultural

perhatian selama perencanaan pengembangan pembelajaran PAI.

d. Tentukan isi pembelajaran PAI dan uraikan unsur tugas yang berkaitan

dengan tujuan PAI.

e. Nyatakan tugas khusus belajar PAI yang akan dicapai dari segi isi

pelajaran dan unsur tugas.

f. Rancanglah kegiatan-kegiatan belajar mengajar PAI untuk mencapai

tujuan PAI yang sudah dinyatakan.

g. Pilihlah sejumlah media untuk mendukung kegiatan pengajaran PAI.

h. Rincikan pelayanan penunjang yang diperlukan untuk

mengembangkan dan melaksanakan semua kegiatan dan untuk

memperoleh atau membuat bahan ajar PAI.

i. Kembangkan alat evaluasi hasil belajar PAI dan hasil program

pengajaran PAI.

j. Lakukan uji awal kepada peserta didik untuk mempelajari produk

pembelajaran PAI yang anda kembangkan.18

3.2 Tahap Pelaksanaan

Tahap ini merupakan tahap implementasi atau tahap penerapan

atas desain perencanaan yang telah dibuat guru. Hakikat dari tahap

pelaksanaan adalah kegiatan operasional pembelajaran itu sendiri.

Dalam tahap ini, guru melakukan interaksi belajar-mengajar melalui

penerapan berbagai strategi metode dan teknik pembelajaran, serta

pemanfaatan seperangkat media.

18 Muhaimin, dkk. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 223-224.

Page 42: skipsi multikultural

Dalam proses ini, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan

oleh seorang guru, diantaranya ialah:

a. Aspek pendekatan dalam pembelajaran.

Pendekatan pembelajaran terbentuk oleh konsepsi, wawasan

teoritik dan asumsi-asumsi teoritik yang dikuasai guru tentang

hakikat pembelajaran. Mengingat pendekatan pembelajaran

bertumpu pada aspek-aspek dari masing-masing komponen

pembelajaran, maka dalam setiap pembelajaran akan tercakup

penggunaan sejumlah pendekatan secara serempak. Oleh karena

itu, pendekatan-pendekatan dalam setiap satuan pembelajaran akan

bersifat multi pendekatan.

b. Aspek strategi dan taktik dalam pembelajaran.

Pembelajaran sebagai proses, aktualisasinya mengimplisitkan

adanya strategi. Strategi berkaitan dengan perwujudan proses

pembelajaran itu sendiri. Strategi pembelajaran berwujud sejumlah

tindakan pembelajaran yang dilakukan guru yang dinilai strategis

untuk mengaktualisasikan proses pembelajaran.

Terkait dengan pelaksanaan strategi adalah taktik pembelajaran.

Taktik pembelajaran berhubungan dengan tindakan teknis untuk

menjalankan strategi. Untuk melaksanakan strategi diperlukan kiat-

kiat teknis, agar nilai strategis setiap aktivitas yang dilakukan guru-

murid di kelas dapat terwujudkan. Kiat-kiat teknis tertentu terbentuk

dalam tindakan prosedural. Kiat teknis prosedural dari setiap aktivitas

Page 43: skipsi multikultural

guru-murid di kelas tersebut dinamakan taktik pembelajaran. Dengan

perkataan lain, taktik pembelajaran adalah kiat-kiat teknis yang

bersifat prosedural dari suatu tindakan guru dan siswa dalam

pembelajaran aktual di kelas.

c. Aspek metode dan teknik dalam pembelajaran.

Aktualisasi pembelajaran berbentuk serangkaian interaksi dinamis

antara guru-murid atau murid dengan lingkungan belajarnya. Interaksi

guru-murid atau murid dengan lingkungan belajarnya tersebut dapat

mengambil berbagai cara. Cara-cara interaksi guru-murid dengan

lingkungan belajarnya tersebut lazimnya dinamakan metode.

Metode merupakan bagian dari sejumlah tindakan strategis yang

menyangkut tentang cara bagaimana interaksi pembelajaran dilakukan.

Metode dilihat dari fungsinya merupakan seperangkat cara untuk

melakukan aktivitas pembelajaran. Ada beberapa cara dalam

melakukan aktivitas pembelajaran, misalnya dengan berceramah,

berdiskusi, bekerja kelompok, bersimulasi, dan lain-lain. Setiap

metode memiliki aspek teknis dalam penggunaannya. Aspek teknis

yang dimaksud adalah gaya dan variasi dari setiap pelaksanaan metode

pembelajaran.

d. Prosedur pembelajaran.

Pembelajaran dari sisi proses keberlangsungannya, terjadi dalam

bentuk serangkaian kegiatan yang berjalan secara bertahap. Kegiatan

pembelajaran berlangsung dari satu tahap ke tahap selanjutnya,

Page 44: skipsi multikultural

sehingga terbentuk alur konsisten. Tahapan pembelajaran yang

konsisten yang terbentuk alur peristiwa pembelajaran tersebut

merupakan prosedur pembelajaran.

3.3 Tahap Evaluasi

Pada hakikatnya evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk

mengukur perubahan perilaku yang telah terjadi. Pada umumnya hasil

belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk:

1. peserta akan mempunyai perspektif terhadap kekuatan dan

kelemahannya atas perilaku yang diinginkan;

2. mereka mendapatkan bahwa perilaku yang diinginkan itu telah

meningkat baik setahap atau dua tahap, sehingga sekarang akan

timbul lagi kesenjangan antara penampilan perilaku yang sekarang

dengan tingkah laku yang diinginkan.19

Pada tahap ini kegiatan guru adalah melakukan penilaian atas

proses pembelajaran yang telah dilakukan. Evaluasi adalah alat untuk

mengukur ketercapaian tujuan. Sebaliknya, oleh karena evaluasi

sebagai alat ukur ketercapaian tujuan, maka tolak ukur perencanaan

dan pengembangannya adalah tujuan pembelajaran. Peranan evaluasi

kebijaksanaan dalam kurikulum khususnya pendidikan umumnya

minimal berkenaan dengan tiga hal, yaitu: evaluasi sebagai moral

judgement, evaluasi dan penentuan keputusan, evaluasi dan konsensus

19 E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 169.

Page 45: skipsi multikultural

nilai.20

Dalam kaitannya dengan pembelajaran, Moekijat yang dikutip

oleh Mulyasa mengemukakan teknik evaluasi belajar pengetahuan,

ketrampilan, dan sikap sebagai berikut:

(1) Evaluasi belajar pengetahuan, dapat dilakukan dengan ujian

tulis, lisan, dan daftar isian pertanyaan; (2) Evaluasi belajar

ketrampilan, dapat dilakukan dengan ujian praktik, analisis

ketrampilan dan analisis tugas serta evaluasi oleh peserta didik

sendiri; (3) Evaluasi belajar sikap, dapat dilakukan dengan daftar

sikap isian dari diri sendiri, daftar isian sikap yang disesuaikan dengan

tujuan program, dan skala deferensial sematik (SDS).21

Apapun bentuk tes yang diberikan kepada peserta didik, tetap

harus sesuai dengan persyaratan yang baku, yakni tes itu harus:

1. memiliki validitas (mengukur atau menilai apa yang hendak diukur

atau dinilai, terutama menyangkut kompetensi dasar dan materi

standar yang telah dikaji);

2. mempunyai reabilitas (keajegan, artinya ketetapan hasil yang

diperoleh seorang peserta didik, bila dites kembali dengan tes yang

sama);

3. menunjukkan objektivitas (dapat mengukur apa yang sedang

diukur, disamping perintah pelaksanaannya jelas dan tegas

sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang tidak ada 20 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 179. 21 E. Mulyasa, op.cit., hlm. 223.

Page 46: skipsi multikultural

hubungannya dengan maksud tes); dan

4. pelaksanaan evaluasi harus efisien dan praktis.22

B. Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMA

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam (PAI)

Di dalam Kurikulum PAI 2004 sebagaimana dikutip oleh Ramayulis

disebutkan bahwa Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah upaya sadar dan

terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,

menghayati, mengimani, bertakwa, beakhlak mulia, mengamalkan ajaran

agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Qur’an dan Al-Hadits

melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan

pengalaman.23

Menurut Zakiyah Daradjat sebagaimana dikutip oleh Abdul Majid

dan Dian Andayani, ”pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk

membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami

ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada

akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan

hidup”.24

Di dalam GBPP Pendidikan Agama Islam di sekolah umum,

dijelaskan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk

menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan

mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan 22 Nana Syaodih Sukmadinata, op.cit., hlm. 171. 23 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), hlm. 21. 24 Abdul Majid dan Dian Andayani, op.cit., hlm. 130.

Page 47: skipsi multikultural

atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama

lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat

untuk mewujudkan persatuan nasional.

Esensi dari pendidikan adalah adanya proses transfer nilai,

pengetahuan, dan ketrampilan dari generasi tua kepada generasi muda agar

generasi muda mampu hidup. Oleh karena itu ketika kita menyebut

pendidikan agama Islam, maka akan mencakup dua hal, yaitu: (a)

mendidik siswa untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak

Islam; (b) mendidik siswa untuk mempelajari materi ajaran agama Islam.25

Dari pengertian tersebut dapat ditemukan beberapa hal yang perlu

diperhatikan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam yaitu:

a. Pendidikan Agama Islam sebagai usaha sadar, yakni suatu kegiatan

bimbingan, pengajaran dan atau latihan yang dilakukan secara

berencana dan sadar atas tujuan yang hendak dicapai.

b. Peserta didik yang hendak disiapkan untuk mencapai tujuan; dalam

arti ada yang dibimbing, diajari dan atau dilatih dalam peningkatan

keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran

agama Islam.

c. Pendidik atau Guru Pendidikan Agama Islam yang melakukan

kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan secara sadar terhadap

peserta didiknya untuk mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam.

d. Kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam diarahkan untuk

25 Muhaimin, dkk. op.cit. hlm. 75-76.

Page 48: skipsi multikultural

meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan

ajaran agama Islam dari peserta didik, yang disamping untuk

membentuk kesalehan-kesalehan atau kualitas pribadi, juga sekaligus

untuk membentuk kesalehan sosial. Dalam arti, kualitas atau

kesalehan pribadi itu diharapkan mampu memancar keluar dalam

hubungan keseharian dengan manusia lainnya (bermasyarakat), baik

yang seagama (sesama Muslim) atau yang tidak seagama (hubungan

dengan non Muslim), serta dalam berbangsa dan bernegara sehingga

dapat terwujud persatuan dan kesatuan nasional (ukhuwah

wathoniyah) dan bahkan ukhuwah insaniyah (persatuan dan kesatuan

antar sesama manusia).26

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Di dalam GBPP PAI 1994 sebagaimana dikutip oleh Muhaimin

disebutkan bahwa secara umum, Pendidikan Agama Islam (PAI) bertujuan

untuk “meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan

pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia

muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak

mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara”.27

Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa tujuan pendidikan

agama Islam adalah sama dengan tujuan manusia diciptakan, yakni untuk

berbakti kepada Allah SWT sebenar-benarnya bakti atau dengan kata lain

26 Ibid., hlm. 76. 27 Ibid., hlm. 78.

Page 49: skipsi multikultural

untuk membentuk manusia yang bertakwa, berbudi luhur, serta

memahami, meyakini, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama, yang

menurut istilah marimba disebut terbentuknya kepribadian muslim.

Dari tujuan tersebut dapat ditarik beberapa dimensi yang hendak

ditingkatkan dan dituju oleh kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama

Islam (PAI), yaitu:

a. dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama Islam,

b. dimensi pemahaman atau penalaran (intelektual) serta keilmuan

peserta didik terhadap ajaran agama Islam,

c. dimensi penghayatan atau pengalaman batin yang dirasakan peserta

didik dalam menjalankan ajaran agama Islam,

d. dimensi pengalamannya, dalam arti bagaimana ajaran Islam yang telah

diimani, dipahami dan dihayati atau diinternalisasi oleh peserta didik

itu mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya untuk

menggerakkan, mengamalkan, dan menaati ajaran agama dan nilai-

nilainya dalam kehidupan pribadi, sebagai manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Allah SWT serta mengaktualisasikan dan

merealisasikannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara.

Masing-masing dimensi itu membentuk kaitan yang terpadu dalam

usaha membentuk manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada

Allah SWT serta berakhlak mulia, dalam arti bagaimana Islam yang

Page 50: skipsi multikultural

diimani kebenarannya itu mampu dipahami, dihayati, dan diamalkan

dalam kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa dan bernegara.

Di dalam GBPP mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)

kurikulum 1999, tujuan Pendidikan Agama Islam (PAI) tersebut lebih

dipersingkat lagi, yaitu: “agar siswa memahami, menghayati, meyakini,

dan mengamalkan ajaran Islam sehingga menjadi manusia muslim yang

beriman, bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia”.28 Rumusan

tujuan Pendidikan Agama Islam (PAI) ini mengandung pengertian bahwa

proses Pendidikan Agama Islam yang dilalui dan dialami oleh siswa di

sekolah dimulai dari tahapan kognisi, yakni pengetahuan dan pemahaman

siswa terhadap ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam,

untuk selanjutnya menuju ke tahapan afeksi, yakni terjadinya proses

internalisasi ajaran dan nilai agama ke dalam diri siswa, dalam arti

menghayati dan meyakininya. Tahapan afeksi ini terkait dengan kognisi,

dalam arti penghayatan dan keyakinan siswa menjadi kokoh jika dilandasi

oleh pengetahuan dan pemahamannya terhadap ajaran dan nilai agama

Islam. Melalui tahapan afeksi tersebut diharapkan dapat tumbuh motivasi

dalam diri siswa dan tergerak untuk mengamalkan dan menaati ajaran

Islam (tahapan psikomotorik) yang telah diinternalisasi dalam dirinya.

Dengan demikian, akan terbentuk manusia Muslim yang beriman,

bertakwa dan berakhlak mulia.

28 Ibid., hlm. 78-79.

Page 51: skipsi multikultural

Di dalam Peraturan Menteri (PERMEN) Nomor 22 Tahun 2006

tentang Standar Isi/Kompetensi Dasar dijelaskan bahwa Pendidikan

Agama Islam di SMA/MA bertujuan untuk:

1. Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan

pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan,

serta pengalaman peserta didik tentang Agama Islam sehingga

menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan

ketakwaannya kepada Allah SWT.

2. Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak

mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas,

produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh),

menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta

mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.29

Oleh karena itu berbicara Pendidikan Agama Islam (PAI), baik

makna maupun tujuannya haruslah mengacu pada penanaman nilai-nilai

Islam dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial atau moralitas sosial.

Penanaman nilai-nilai ini juga dalam rangka menuai keberhasilan hidup di

dunia bagi anak didik yang kemudian akan mampu membuahkan kebaikan

(hasanah) di akhirat kelak.30

29 Lihat Permen No. 22 Tahun 2006, Tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SMA-MA-SMK-MAK (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 81. 30 Abdul Majid dan Dian Andayani, op.cit., hlm. 136.

Page 52: skipsi multikultural

3. Fungsi Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam (PAI) untuk sekolah/madrasah berfungsi

sebagai berikut:

a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta

didik pada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan

keluarga. Pada dasarnya dan pertama-tama kewajiban menanamkan

keimanan dan ketakwaan dilakukan oleh setiap orang tua dalam

keluarga. Sekolah berfungsi untuk menumbuhkembangkan lebih lanjut

dalam diri anak melalui bimbingan, pengajaran dan pelatihan agar

keimanan dan ketakwaan tersebut dapat berkembang secara optimal

sesuai dengan tingkat perkembangannya.31

Dengan melalui proses belajar-mengajar pendidikan agama diharapkan

terjadinya perubahan dalam diri anak baik aspek kognitif, afektif

maupun psikomotor. Dan dengan adanya perubahan dalam tiga aspek

tersebut diharapkan akan berpengaruh terhadap tingkah laku anak

didik, dimana pada akhirnya cara berfikir, merasa dan melakukan

sesuatu itu akan menjadi relatif menetap dan membentuk kebiasaan

bertingkah laku pada dirinya, perubahan yang terjadi harus merupakan

perubahan tingkah laku yang mengarah ke tingkah laku yang lebih

baik dalam arti berdasarkan pada pendidikan agama.

Di samping pendidikan agama disampaikan secara empiric

problematic, juga disampaikan dengan pola homeostatika, yaitu

31 Ibid., hlm. 134.

Page 53: skipsi multikultural

keselarasan antara akal kecerdasan dan perasaan yang melahirkan

perilaku akhlaqul karimah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pola ini menuntut upaya lebih menekankan pada faktor kemampuan

berfikir dan berperasaan moralis yang merentang ke arah Tuhannya,

dan ke arah masyarakatnya, dimana iman dan takwa menjadi

rujukannya.

b. Penanaman Nilai, sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan

hidup di dunia dan akhirat.32

Sering terjadi kesalahpahaman di antara kita karena menganggap

bahwa pendidikan agama Islam hanya memuat pelajaran yang

berkaitan dengan akhirat atau kehidupan setelah mati. Bahkan ada

yang berlebihan kesalahannya karena menganggap bahwa madrasah

hanya mendidik anak untuk siap meninggal dunia.

Dengan konsekuensi negatif, anggapan seperti itu adalah salah, yang

benar adalah bahwa madrasah atau lebih umum lagi pendidikan agama

Islam dilaksanakan untuk memberi bekal siswa dalam mengarungi

kehidupan di dunia yang hasilnya nanti mempunyai konsekuensi di

akhirat.

Seperti firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah: 201:

⌧ . 33 32 Ibid., hlm. 134. 33 Al-Qur’an dan Terjemahnya, op.cit., hlm. 31.

Page 54: skipsi multikultural

Artinya: “Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka".

c. Penyesuaian Mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan

lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan social dan

dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.34

Dapat dikatakan bahwa Pendidikan Agama Islam merupakan suatu hal

yang dijadikan sandaran ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Jadi, pendidikan agama Islam adalah ikhtiar manusia dengan jalan

bimbingan dan pimpinan untuk membantu dan mengarahkan fitrah

agama peserta didik menuju terbentuknya kepribadian utama sesuai

dengan ajaran agama.

d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan,

kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik

dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran agama dalam

kehidupan sehari-hari.35

Semua manusia dalam hidupnya di dunia ini, selalu membutuhkan

adanya suatu pegangan hidup yang disebut agama. Mereka merasakan

bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya Dzat

Yang Maha Kuasa, tempat mereka berlindung dan tempat mereka

meminta pertolongan. Itulah sebabnya bagi orang-orang Muslim

diperlukan adanya pendidikan agama Islam, agar dapat mengarahkan

34 Abdul Majid dan Dian Andayani, op.cit., hlm. 134. 35 Ibid., hlm. 134.

Page 55: skipsi multikultural

fitrah mereka tersebut ke arah yang benar sehingga mereka akan dapat

mengabdi dan beribadah sesuai dengan ajaran Islam.

e. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari

lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan

dirinya dan menghambat perkembangannya menjadi manusia

Indonesia seutuhnya.36

Maksudnya adalah bahwa Pendidikan Agama Islam mempunyai peran

dalam mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang

tidak dapat dipecahkan secara empiris karena adanya keterbatasan

kemampuan dan ketidakpastian.

Oleh karena itu, diharapkan Pendidikan Agama Islam menjalankan

fungsinya sehingga masyarakat merasa sejahtera, aman, stabil, dan

sebagainya. Untuk itu, Pendidikan Agama Islam hendaknya

ditanamkan sejak kecil, sebab pendidikan pada masa kanak-kanak

merupakan dasar yang menentukan untuk pendidikan selanjutnya.

Orang tua dalam hal ini berperan sangat penting terhadap pembentukan

watak anak khususnya pada masa pra sekolah, karena yang dapat

dilakukan anak pada masa itu adalah meniru tindakan orang yang

berada disekitarnya.

Oleh sebab itu berbicara pendidikan agama Islam, baik makna

maupun tujuannya haruslah mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam

dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial atau moralitas sosial.

36 Ibid., hlm 134.

Page 56: skipsi multikultural

Sebagaimana tercermin dalam Al-Qur’an Surat Luqman ayat 17 yang

berbunyi:

☺ ☺

37 Artinya: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)

mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”.

f. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum,

sistem dan fungsionalnya.38

Dapat dikatakan bahwa betapa pentingnya kedudukan pendidikan

agama dalam pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, dapat

dibuktikan dengan ditempatkannya unsur agama dalam sendi-sendi

kehidupan berbangsa dan bernegara. Sila pertama dalam Pancasila

adalah Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yang memberikan makna

bahwa bangsa kita adalah bangsa yang beragama. Untuk membina

bangsa yang beragama, pendidikan agama ditempatkan pada posisi

strategis yang tidak dapat dipisahkan dalam sistem pendidikan

nasional.

g. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat

khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang

37 Al-Qur’an dan Terjemahnya, op.cit., hlm. 412. 38 Abdul Majid dan Dian Andayani, op.cit., hlm. 134.

Page 57: skipsi multikultural

secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya dan bagi

orang lain.39

Karena itulah pendidikan Islam memiliki beban yang multi paradigma,

sebab berusaha memadukan unsur profan dan imanen, dimana dengan

pemaduan ini, akan membuka kemungkinan terwujudnya tujuan inti

pendidikan Islam yaitu melahirkan manusia-manusia yang beriman dan

berilmu pengetahuan, yang satu sama lainnya saling menunjang. Di

samping itu, pendidikan agama Islam memberikan bimbingan jasmani-

rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya

kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.

4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam

Ruang lingkup materi PAI di dalam kurikulum 1994 sebagaimana

dikutip oleh Muhaimin pada dasarnya mencakup tujuh unsur pokok, yaitu:

Al-Qur’an-Hadits, keimanan, syari’ah, ibadah, muamalah, akhlak, dan

tarikh. Pada kurikulum tahun 1999 dipadatkan menjadi lima unsur pokok,

yaitu: Al-Qur’an, keimanan, akhlak, fikih dan bimbingan ibadah serta

tarikh yang lebih menekankan pada perkembangan ajaran agama, ilmu

pengetahuan dan kebudayaan.

Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam itu secara keseluruhannya

dalam lingkup: Al-Qur’an dan al-hadits, keimanan, akhlak, fiqih atau

ibadah, dan sejarah, sekaligus menggambarkan bahwa ruang lingkup

39 Ibid., hlm. 134.

Page 58: skipsi multikultural

pendidikan agama Islam mencakup perwujudan keserasian, keselarasan,

dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, diri sendiri,

sesama manusia, makhluk lainnya maupun lingkungannya.40

Mengenai lingkup maupun urutan sajian materi pokok pendidikan

agama itu sebenarnya telah dicontohkan oleh Luqman ketika mendidik

putranya.

Unsur-unsur pokok materi kurikulum Pendidikan Agama Islam yang

tersebut di atas masih terkesan bersifat umum dan luas. Perlu ditata

kembali menurut kemampuan siswa dan jenjang pendidikannya. Dalam

arti, kemampuan-kemampuan apa yang diharapkan dari lulusan jenjang

pendidikan tertentu sebagai hasil dari pembelajaran Pendidikan Agama

Islam.

Dalam GBPP mata pelajaran Pendidikan Agama Islam kurikulum

1994 sebagaimana diikuti oleh Muhaimin, dijelaskan bahwa pada jenjang

Pendidikan Menengah, kemampuan-kemampuan dasar yang diharapkan

dari lulusannya adalah dengan landasan iman yang benar, siswa:

a. Taat beribadah, mampu berdzikir dan berdo’a serta mampu menjadi

imam; anak pada usia SMA dapat menjalankan rukun Islam, terutama

sahadat, shalat, zakat, dan puasa. Anak diharapkan juga mampu

mengagungkan asma Allah SWT, serta mampu memimpin shalat.

b. Mampu membaca Al-Qur’an dan menulisnya dengan benar serta

berusaha memahami kandungan maknanya terutama yang berkaitan

40 Ibid., hlm. 131.

Page 59: skipsi multikultural

dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama yang relevan

dengan apa yang diketahui di lingkungan sekitarnya.

c. Memiliki kepribadian Muslim, artinya di dalam diri anak selalu

terpancar kesalehan pribadi dengan selalu menampakkan kebajikan

yang patut dipertahankan dan diteladani untuk ukuran sebaya.

d. Memahami, menghayati dan mengambil manfaat sejarah dan

perkembangan agama Islam, dalam hal ini disesuaikan dengan

kemampuannya.

e. Mampu menerapkan prinsip-prinsip muamalah dan syari’at Islam

dengan baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dalam arti

mampu menerapkan hubungan sesama makhluk dengan

memperhatikan hukum Islam dan pengetahuan tentang agama Islam

yang dimiliki anak usia SMA.41

Agar kemampuan-kemampuan lulusan atau out put yang diharapkan

itu dapat tercapai, maka tugas guru pendidikan agama Islam adalah

berusaha secara sadar untuk membimbing, mengajar, dan melatih siswa

sebagai siswa agar dapat: (1) meningkatkan keimanan dan ketaqwaan

kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga; (2)

menyalurkan bakat dan minatnya dalam mendalami bidang agama serta

mengembangkannya secara optimal, sehingga dapat dimanfaatkan untuk

dirinya sendiri dan dapat pula bermanfaat bagi orang lain; (3) memperbaiki

41 Muhaimin, dkk. op.cit., hlm. 81.

Page 60: skipsi multikultural

kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-

kelemahannya dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran Islam

dalam kehidupan sehari-hari; (4) menangkal dan mencegah pengaruh

negatif dari kepercayaan, paham atau budaya lain yang membahayakan

dan menghambat perkembangan keyakinan siswa; (5) menyesuaikan diri

dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial

yang sesuai dengan ajaran Islam; (6) menjadikan ajaran Islam sebagai

pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat;

dan (7) mampu memahami, mengilmui pengetahuan agama Islam secara

menyeluruh sesuai dengan daya serap siswa dan keterbatasan waktu yang

tersedia.42

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya

ruang lingkup Pendidikan Agama Islam berpusat pada sumber utama

ajaran Islam, yakni Al-Qur’an dan Sunnah.

Sebagaimana Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 2 dan surat

Al-Isra’ ayat 9:

☺ ☺

⌧ 43

Artinya: “Sesungguhnya Al Quran Ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi

42 Ibid., hlm. 83. 43 Al-Qur’an dan Terjemahannya, op.cit., hlm. 283.

Page 61: skipsi multikultural

mereka ada pahala yang besar”.

Seringkali manusia menemui kesulitan dalam memahami Al-Qur’an

dan hal ini juga dialami oleh para sahabat Rasulullah SAW sebagai

generasi pertama penerima Al-Qur’an. Oleh karena itu, mereka meminta

penjelasan kepada Rasulullah SAW, yang memang diberi otoritas oleh

Allah SWT, hal ini dinyatakan dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 44:

44

Artinya: “Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang Telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”.

Dengan demikian, as-Sunnah berfungsi sebagai penjelas terhadap

Al-Qur’an dan sekaligus dijadikan sebagai sumber pokok ajaran Islam

serta dijadikan pijakan atau landasan dalam lapangan pembahasan

Pendidikan Agama Islam.

Dari kedua sumber tersebut, baik pada jenjang dasar maupun

menengah kemampuan yang diharapkan adalah sosok siswa yang beriman

dan berakhlak. Hal tersebut tentunya selaras dengan tujuan pendidikan

agama Islam seperti tersebut di atas, yaitu sosok siswa yang secara terus

44 Ibid., hlm. 272.

Page 62: skipsi multikultural

menerus membangun pengalaman belajarnya, baik pada ranah kognitif,

afektif, maupun psikomotor.

5. Kedudukan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah

Di dalam UUSPN No. 21/1989 pasal 39 ayat 2 ditegaskan bahwa isi

kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat antara

lain Pendidikan Agama. Dan dalam penjelasannya dinyatakan bahwa

Pendidikan Agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan

ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang

dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan

tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar

umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan

nasional.45

Pendidikan agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual

dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak

mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari

pendidikan agama. Peningkatan potensi spiritual mencakup pengamalan,

pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan

nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif

kemasyarakatan. Peningkatan potensi spiritual tersebut pada akhirnya

bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang

45 Muhaimin, dkk. op.cit., hlm. 75.

Page 63: skipsi multikultural

aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk

Tuhan.

Pendidikan Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan

bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan

manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta

bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti,

etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal

maupun sosial. Tuntutan visi ini mendorong dikembangkannya standar

kompetensi sesuai dengan jenjang persekolahan yang secara nasional

ditandai dengan ciri-ciri:

a. Lebih menitik beratkan pencapaian kompetensi secara utuh selain

penguasaan materi.

b. Mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan

yang tersedia.

c. Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pendidik di lapangan

untuk mengembangkan strategi dan program pembelajaran sesuai

dengan kebutuhan dan ketersediaan sumber daya pendidikan.

Pendidikan Agama Islam diharapkan menghasilkan manusia yang

selalu berupaya menyempurnakan iman, takwa, dan akhlak, serta aktif

membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam

memajukan peradaban bangsa yang bermartabat. Manusia seperti itu

diharapkan tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan

Page 64: skipsi multikultural

perubahan yang muncul dalam pergaulan masyarakat baik dalam lingkup

lokal, nasional, regional maupun global.

Pendidik diharapkan dapat mengembangkan metode pembelajaran

sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pencapaian

seluruh kompetensi dasar perilaku terpuji dapat dilakukan tidak beraturan.

Peran semua unsur sekolah, orang tua siswa dan masyarakat sangat

penting dalam mendukung keberhasilan pencapaian tujuan Pendidikan

Agama Islam.46

C. Konsep Multikultural

1. Pengertian Multikultural

Multikulturalisme secara etimologis marak pada tahun 1950-an di

Kanada. Menurut Longer Oxford Dictionary istilah multiculturalism

berasal dari kata multicultural. Kamus ini menyitir kalimat dari surat kabar

Kanada, Montreal Times yang menggambarkan masyarakat Montreal

sebagai masyarakat ”multicultural and multilingual”.47

Multikultural berarti beraneka ragam kebudayaan. Menurut Parsudi

Suparlan akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu

kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan

manusia.48 Dalam konteks pembangunan bangsa, istilah multikultural ini

46 Permen No. 22 Tahun 2006, op.cit., hlm. 1. 47 Tobroni, dkk, Pendidikan Kewarganegaraan; Demokrasi, HAM, Civil Society, dan Multikulturalisme (Malang: Pusat Studi Agama, Politik, dan Masyarakat, 2007), hlm. 281. 48 Suparlan, Parsudi. 2002. Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural. (http://www.scripp.ohiou.edu/news/cmdd/artikel-ps.htm, diakses 24 September 2008. Dalam

Page 65: skipsi multikultural

telah membentuk suatu ideologi yang disebut multikulturalisme. Konsep

multikulturalisme tidaklah dapat disamakan dengan konsep

keanekaragaman secara suku bangsa atau kebudayaan suku bangsa yang

menjadi ciri masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan

keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Ulasan mengenai

multikulturalisme akan menyinggung pula berbagai permasalahan yang

mendukung ideologi ini, yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan

penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya

komuniti dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, dan

tingkat serta mutu produktivitas.

Multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan sebuah alat untuk

meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya. Untuk dapat

memahami multikulturalisme diperlukan landasan pengetahuan yang

berupa bangunan konsep-konsep yang relevan dan mendukung keberadaan

serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia. Bangunan

konsep-konsep ini harus dikomunikasikan di antara para ahli yang

mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang multikulturalisme

sehingga terdapat kesamaan pemahaman dan saling mendukung dalam

memperjuangkan ideologi ini. Berbagai konsep yang relevan dengan

multikulturalisme antara lain adalah, demokrasi, keadilan dan hukum,

nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat,

sukubangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakinan

Makalah yang diseminarkan pada Simposium Internasional ke-3, Jurnal Antropologi Indonesia, Denpasar Bali, 16-21 Juli).

Page 66: skipsi multikultural

keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM,

hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang relevan.

Mengingat pentingnya pemahaman mengenai multikulturalisme

dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara terutama bagi

negara-negara yang mempunyai aneka ragam budaya masyarakat seperti

Indonesia, maka pendidikan multikulturalisme ini perlu dikembangkan.

Melalui pendidikan multikulturalisme ini diharapkan akan dicapai suatu

kehidupan masyarakat yang damai, harmonis, dan menjunjung tinggi

nilai-nilai kemanusiaan sebagaimana yang telah diamanatkan dalam

undang-undang dasar.49

Multikultural secara sederhana dapat dipahami sebagai pengakuan,

bahwa sebuah negara atau masyarakat adalah beragam dan majemuk.

Sebaliknya, tidak ada satu negara pun yang mengandung hanya

kebudayaan nasional tunggal. Dengan demikian, multikultural merupakan

sunnatullah yang tidak dapat ditolak bagi setiap negara atau bangsa di

dunia ini.

Multikultural ternyata bukanlah suatu pengertian yang mudah. Di

dalamnya mengandung dua pengertian yang sangat kompleks yaitu ”multi”

yang berarti plural, ”kultural” berisi pengertian kultur atau budaya. Istilah

plural mengandung arti yang berjenis-jenis, karena plural bukan berarti

sekedar pengakuan akan adanya hal-hal yang berjenis-jenis tetapi juga

pengakuan tersebut mempunyai implikasi-implikasi politis, sosial, dan

49 Malik Fajar. 2004. Mendiknas: Kembangkan Pendidikan Multikulturalisme (http://www.gatra.com/2004-08-11/artikel.php?id=43305, diakses 24 September 2008).

Page 67: skipsi multikultural

ekonomi. Oleh sebab itu pluralisme berkaitan dengan prinsip-prinsip

demokrasi.50

Multikultural secara sederhana dapat dikatakan pengakuan atas

pluralisme budaya. Pluralisme budaya bukanlah suatu yang ”given” tetapi

merupakan suatu proses internalisasi nilai-nilai di dalam suatu

komunitas.51

2. Multikulturalisme dalam Pendidikan

Sebagai sebuah cara pandang sekaligus gaya hidup,

multikulturalisme menjadi gagasan yang cukup kontekstual dengan realitas

masyarakat kontemporer saat ini. Prinsip mendasar tentang kesetaraan,

keadilan, keterbukaan, pengakuan terhadap perbedaan adalah prinsip nilai

yang dibutuhkan manusia di tengah himpitan budaya global. Oleh karena

itu, sebagai sebuah gerakan budaya, multikulturalisme adalah bagian

integral dalam berbagai sistem budaya dalam masyarakat yang salah

satunya dalam pendidikan, yaitu melalui pendidikan yang berwawasan

multikultural.

Pendidikan dengan wawasan multikultural dalam rumusan James A.

Bank adalah konsep, ide atau falsafah sebagai suatu rangkaian

kepercayaan (set of believe) dan penjelasan yang mengakui dan menilai

pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam membentuk membentuk

gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan-kesempatan 50 Tilaar, Multikulturalisme, Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional (Jakarta: Grasindo, 2004), hlm. 82. 51 Ibid., hlm. 179.

Page 68: skipsi multikultural

pendidikan dari individu, kelompok maupun negara.52 Jenis pendidikan ini

menentang bentuk rasisme dan segala bentuk diskriminasi di sekolah,

masyarakat dengan menerima serta memahami pluralitas (etnik, ras,

bahasa, agama, ekonomi, gender dan lain sebagainya) yang terefleksikan

diantara peserta didik, komunitas mereka, dan guru-guru. Menurutnya,

pendidikan multikultural ini harus melekat dalam kurikulum dan strategi

pengajaran, termasuk juga dalam setiap interaksi yang dilakukan diantara

para guru, murid dan keluarga serta keseluruhan suasana belajar mengajar.

Karena jenis pendidikan ini merupakan pedagogi kritis, refleksi dan

menjadi basis aksi perubahan dalam masyarakat, pendidikan multikultural

mengembangkan prisip-prinsip demokrasi dalam berkeadilan sosial.13

Sementara itu, Bikhu Parekh mendefinisikan pendidikan multikultur

sebagai “an education in freedom, both in the sense of freedom from

ethnocentric prejudices and biases, and freedom to explore and learn from

other cultures and perpectives”.53

Dari beberapa dua defini diatas, hal yang harus digarisbawahi dari

diskursus multikulturalisme dalam pendidikan adalah identitas,

keterbukaan, diversitas budaya dan transformasi sosial. Identitas sebagai

salah satu element dalam pendidikan mengandaikan bahwa peserta didik

dan guru merupakan satu individu atau kelompok yang merepresentasikan

satu kultur tertentu dalam masyarakat. Identitas pada dasarnya inheren

52 James A. Bank. Handbook of Research on Multicultural Education (http://www.education world.com, diakses tanggal 12 Januari 2009). 53 Bikhu Parekh. Rethingking Multiculturalism: Cultural Diversity and Political Theory (http://www.educationworld.com. Diakses tanggal 12 Januari 2009).

Page 69: skipsi multikultural

dengan sikap pribadi ataupun kelompok masyarakat, karena dengan

identitas tersebutlah, mereka berinteraksi dan saling mempengaruhi satu

sama lain, termasuk pula dalam interaksi antar budaya yang berbeda.

Dengan demikian dalam pendidikan multikultur, identitas-identitas

tersebut diasah melalui interaksi, baik internal budaya (self critic) maupun

eksternal budaya. Oleh karena itu, identitas lokal atau budaya lokal

merupakan muatan yang harus ada dalam pendidikan multikultur.

Dalam masyarakat ditemukan pelbagai individu atau kelompok yang

berasal dari budaya berbeda, demikian pula dalam pendidikan, diversitas

tersebut tidak bias dielakkan. Diversitas budaya itu bisa ditemukan di

kalangan peserta didik maupun para guru yang terlibat -secara langsung

atau tidak- dalam satu proses pendidikan. Diversitas itu juga bisa

ditemukan melalui pengkayaan budaya-budaya lain yang ada dan

berkembang dalam konstelasi budaya, lokal, nasional dan global. Oleh

karena itu, pendidikan multikultur bukan merupakan satu bentuk

pendidikan monokultur, akan tetapi model pendidikan yang berjalan di

atas rel keragaman. Diversitas budaya ini akan mungkin tercapai dalam

pendidikan jika pendidikan itu sendiri mengakui keragaman yang ada,

bersikap terbuka (openess) dan memberi ruang kepada setiap perbedaan

yang ada untuk terlibat dalam satu proses pendidikan.

Dalam pelaksanaannya, Banks menjelaskan lima dimensi yang harus

ada yaitu, pertama, adanya integrasi pendidikan dalam kurikulum (content

integration) yang didalamnya melibatkan keragaman dalam satu kultur

Page 70: skipsi multikultural

pendidikan yang tujuan utamanya adalah menghapus prasangka. Kedua,

konstruksi ilmu pengetahuan (knowledge construction) yang diwujudkan

dengan mengetahui dan memahami secara komperhensif keragaman yang

ada. Ketiga, pengurangan prasangka (prejudice reduction) yang lahir dari

interaksi antar keragaman dalam kultur pendidikan. Keempat, pedagogik

kesetaraan manusia (equity pedagogy) yang memberi ruang dan

kesempatan yang sama kepada setiap element yang beragam. Kelima,

pemberdayaan kebudayaan sekolah (empowering school culture).

Sementara itu, H.A.R. Tilaar menggariswahi bahwa model

pendidikan yang dibutuhkan di Indonesia harus memperhatikan enam hal,

yaitu, pertama, pendidikan multikultural haruslah berdismensi “right to

culture” dan identitas lokal. Kedua, kebudayaan Indonesia yang menjadi,

artinya kebudayaan Indonesia merupakan Weltanshauung yang terus

berproses dan merupakan bagian integral dari proses kebudayaan mikro.

Oleh karena itu, perlu sekali untuk mengoptimalisasikan budaya lokal

yang beriringan dengan apresiasi terhadap budaya nasional. Ketiga,

pendidikan multikultural normatif yaitu model pendidikan yang

memperkuat identitas nasional yang terus menjadi tanpa harus

menghilangkan identitas budaya lokal yang ada. Keempat, pendidikan

multikultural merupakan suatu rekonstruksi sosial, artinya pendidikan

multikultural tidak boleh terjebak pada xenophobia, fanatisme dan

fundamentalisme, baik etnik, suku, ataupun agama. Kelima, pendidikan

multikultural merupakan pedagogic pemberdayaan (pedagogy of

Page 71: skipsi multikultural

empowerment) dan pedagogik kesetaraan dalam kebudayaan yang

beragam (pedagogy of equity). Pedagogik pembedayaan pertama-tama

berarti, seseorang diajak mengenal budayanya sendiri dan selanjutnya

digunakan untuk mengembangkan budaya Indonesia di dalam bingkai

negara-bangsa Indonesia. Dalam upaya tersebut diperlukan suatu

pedagogik kesetaraan antar-individu, antar suku, antar agama dan beragam

perbedaan yang ada. Keenam, pendidikan multikultural bertujuan

mewujudkan visi Indonesia masa depan serta etika bangsa. Pendidikan ini

perlu dilakukan untuk mengembangkan prinsip-prinsip etis (moral)

masyarakat Indonesia yang dipahami oleh keseluruhan komponen sosial-

budaya yang plural.54

3. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural adalah pendidikan yang menghargai

perbedaan dan mewadahi beragam perspektif dari berbagai kelompok

kultural. Tujuan penting dari pendidikan multikultural adalah pemerataan

kesempatan bagi semua murid.55 Sehingga sekolah menjadi element

pengentas sosial dari struktur masyarakat yang timpang kepada struktur

yang berkeadilan.

Peran pendidikan di dalam multikulturalisme hanya dapat dimengerti

di dalam kaitannya dengan falsafah hidup, kenyataan sosial, yang akan

meliputi disiplin-disiplin ilmu yang lain seperti ilmu politik, filsafat,

54 H.A.R. Tilaar, op. cit., hlm. 185-190. 55 John W. Santrock, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada, 2007), hlm. 184.

Page 72: skipsi multikultural

khususnya falsafah posmoderenisme, antropologi, dan sosiologi. Dalam

hal ini dimaksudkan agar dalam perjalanan sejarah pendidikan

multikultural nantinya tidak kehilangan arah atau bahkan berlawanan

dengan nilai-nilai dasar multikulturalisme. Oreintasi yang seharusnya

dibangun dan diperhatikan antara lain meliputi:

1. Orientasi kemanusiaan. Kemanusian atau humanisme merupakan

sebuah nilai kodrati yang menjadi landasan sekaligus tujuan

pendidikan. Kemanusian besifat universal, global, di atas semua suku,

aliran, ras, golongan dan agama.

2. Orientasi kebersamaan. Kebersamaan atau kooperativisme merupakan

sebuah nilai yang sangat mulia dalam masyarakat yang plural dan

heterogen. Kebersamaan yang hakiki juga akan membawa kepada

kedamaian yang tidak ada batasannya. Tentunya kebersamaan yang

dibangun disini adalah kebersamaan yang sama sekali terlepas dari

unsur kolutif maupun koruptif. Kebersamaan yang dibangun adalah

kebersamaan yang masing-masing pihak tidak merasa dirugikan

dirinya sendiri, orang lain, lingkungan, serta negara.

3. Orientasi kesejahteraan. Kesejahteraan atau welvarisme merupakan

suatu kondisi sosial yang menjadi harapan semua orang.

Kesejahteraan selama ini hanya dijadikan sebagai slogan kosong.

Kesejahteraan sering diucapkan, akan tetapi tidak pernah dijadikan

orientasi oleh siapapun. Konsistensi terhadap sebuah orientasi harus

Page 73: skipsi multikultural

dibuktikan dengan perilaku menuju pada terciptanya kesejahteraan

masyarakat.

4. Orientasi propesional. Propesional merupakan sebuah nilai yang

dipandang dari aspek apapun adalah sangat tepat. Tepat landasan,

tepat proses, tepat pelaku, tepat ruang, tepat waktu, tepat anggaran,

tepat kualitatif, tepat kuantitatif, dan tepat tujuan.

5. Orientasi mengakui pluralitas dan heterogenitas. pluralitas dan

heterogenitas merupakan sebuah kenyataan yang tidak mungkin

ditindas secara fasis dengan memunculkan sikap fanatisme terhadap

sebuah kebenaran yang diyakini oleh orang banyak.

6. Orientasi anti hegemoni dan anti dominasi. hegemoni dan dominasi

hegemoni adalah dua istilah yang sangat populer bagi kaum tertindas.

Hanya saja kedua istilah tersebut tidak pernah digunakan atau bahkan

dihindari jauh-jauh oleh para pengikut paham liberalis, kapitalis,

globalis, dan neo-liberalis. Karena hegemoni bukan hanya di bidang

politik, melainkan juga di bidang pelayanan terhadap masyarakat.

Dengan demikian multikulturalisme dan pendidikan bukanlah

masalah teknis pendidikan belaka, tetapi memerlukan suatu konsep

pemikiran serta pengembangan yang meminta partisipasi antardisiplin.

Pembelajaran berbasis multikultural berusaha memberdayakan siswa

untuk mengembangkan rasa hormat kepada orang yang berbeda budaya,

memberi kesempatan untuk bekerja bersama dengan orang atau kelompok

orang yang berbeda etnis atau rasnya secara langsung. Pendidikan

Page 74: skipsi multikultural

multikultural juga membantu siswa untuk mengakui ketepatan dari

pandangan-pandangan budaya yang beragam, membantu siswa dalam

mengembangkan kebanggaan terhadap warisan budaya mereka,

menyadarkan siswa bahwa konflik nilai sering menjadi penyebab konflik

antar kelompok masyarakat. Pendidikan multikultural lebih lanjut

diselenggarakan dalam upaya mengembangkan kemampuan siswa dalam

memandang kehidupan dari berbagai perspektif budaya yang berbeda

dengan budaya yang mereka miliki, dan bersikap positif terhadap

perbedaan budaya, ras, dan etnis.

Tujuan pendidikan dengan berbasis multikultural dapat

diidentifikasi: (1) untuk memfungsikan peranan sekolah dalam

memandang keberadaan siswa yang beraneka ragam; (2) untuk membantu

siswa dalam membangun perlakuan yang positif terhadap perbedaan

kultural, ras, etnik, kelompok keagamaan; (3) memberikan ketahanan

siswa dengan cara mengajar mereka dalam mengambil keputusan dan

keterampilan sosialnya; (4) untuk membantu peserta didik dalam

membangun ketergantungan lintas budaya dan memberi gambaran positif

kepada mereka mengenai perbedaan kelompok. Pendidikan multikultural

(multicultural education) adalah proses penanaman cara hidup

menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang

hidup di tengah-tengah masyarakat plural. Dengan pendidikan

multikultural, diharapkan adanya kekenyalan dan kelenturan mental

Page 75: skipsi multikultural

bangsa menghadapi benturan konflik sosial, sehingga persatuan bangsa

tidak mudah patah dan retak.56

4. Strategi dan Manajemen Pendidikan Multikultural

Dari aspek metodik, strategi dan manajemen pembelajaran

merupakan aspek penting dalam pendidikan multikultural. Manajemen

merupakan suatu usaha atau tindakan ke arah pencapaian tujuan melalui

sebuah proses.57 Harry K. Wong, penulis buku How to be an Active

Teacher the First Days of School, mendefinisikan manajemen

pembelajaran sebagai “praktik dan prosedur yang memungkinkan guru

mengajar dan siswa belajar”. Terkait dengan praktik dan prosedur ini ada 3

(tiga) faktor dalam manajemen pembelajaran, yaitu: (a) lingkungan fisik

(physical environment), (b) lingkungan sosial (human environment), dan

(c) gaya pengajaran guru (teaching style). Dalam pembelajaran siswa

memerlukan lingkungan fisik dan sosial yang aman dan nyaman. Untuk

menciptakan lingkungan fisik yang aman dan nyaman, guru dapat

mempertimbangkan aspek pencahayaan, warna, pengaturan meja dan

kursi, tanaman, dan musik. Guru yang memiliki pemahaman terhadap latar

belakang budaya siswanya, akan menciptakan lingkungan fisik yang

kondusif untuk belajar. Sementara itu, lingkungan sosial yang aman dan

nyaman dapat diciptakan oleh guru melalui bahasa yang dipilih, hubungan 56 Chairul Mahfud, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 57 Marno, M. PdI, Islam by Management and Leadership Tinjauan Teoritis dan Empiris Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam (Jakarta: Lintas Pustaka, 2007), hlm. 2.

Page 76: skipsi multikultural

simpatik antar siswa, dan perlakuan adil terhadap siswa yang beragam

budayanya.58

Selain lingkungan fisik dan sosial, siswa juga memerlukan gaya

pengajaran guru yang menggembirakan. Gaya pengajaran guru merupakan

gaya kepemimpinan atau teknik pengawalan yang digunakan guru dalam

proses pembelajaran (the kind of leadership or governance techniques a

teacher uses). Dalam proses pembelajaran, gaya kepemimpinan guru

sangat berpengaruh bagi ada-tidaknya peluang siswa untuk berbagi

pendapat dan membuat keputusan. Gaya kepemimpinan guru berkisar pada

otoriter, demokratis, dan bebas (laizzes faire). Gaya kepemimpinan otoriter

tidak memberikan peluang kepada siswa untuk saling berbagi pendapat.

Apa yang diajarkan guru kepada siswa ditentukan sendiri oleh sang guru.

Sebaliknya, gaya kepemimpinan guru yang demokratis memberikan

peluang kepada siswa untuk menentukan materi yang perlu dipelajari

siswa. Selanjutnya, guru yang menggunakan gaya kepemimpinan bebas

(laizzes faire) menyerahkan sepenuhnya kepada siswa untuk menentukan

materi pembelajaran di kelas. Untuk kelas yang beragam latar belakang

budaya siswanya, agaknya, lebih cocok dengan gaya kepemimpinan guru

yang demokratis.59

58 Starr, Linda. 2004. Creating a Climate for Learning: Effective Classroom Management Technique (http://www.educationworld.com/a_curr/curr155.shtml, diakses 11 Nopember 2008). 59 Styles, Donna. 2004. Class Meetings: A Democratic Approach to Classroom Management (http://www.educationworld.com/a_curr/profdev012.shtml, diakses 11 Nopember 2008).

Page 77: skipsi multikultural

Melalui pendekatan demokratis ini, para guru dapat menggunakan

beragam strategi pembelajaran, seperti dialog, simulasi, bermain peran,

observasi, dan penanganan kasus.60 Melalui dialog para guru, misalnya,

mendiskusikan sumbangan aneka budaya dan orang dari suku lain dalam

hidup bersama sebagai bangsa. Selain itu, melalui dialog para guru juga

dapat mendiskusikan bahwa semua orang dari budaya apapun ternyata

juga menggunakan hasil kerja orang lain dari budaya lain. Sementara itu,

melalui simulasi dan bermain peran, para siswa difasilitasi untuk

memerankan diri sebagai orang-orang yang memiliki agama, budaya, dan

etnik tertentu dalam pergaulan sehari-hari. Dalam situasi tertentu, diadakan

proyek dan kepanitiaan bersama, dengan melibatkan aneka macam siswa

dari berbagai agama, etnik, budaya, dan bahasa yang beragam. Sedangkan

melalui observasi dan penanganan kasus, siswa dan guru difasilitasi untuk

tinggal beberapa hari di masyarakat multikultural. Mereka diminta untuk

mengamati proses sosial yang terjadi di antara individu dan kelompok

yang ada, sekaligus untuk melakukan mediasi bila ada konflik di antara

mereka.

Dengan strategi pembelajaran tersebut para siswa diasumsikan akan

memiliki wawasan dan pemahaman yang mendalam tentang adanya

keragaman dalam kehidupan sosial. Bahkan, mereka akan memiliki

pengalaman nyata untuk melibatkan diri dalam mempraktikkan nilai-nilai

60 Abdullah Aly. Pendidikan Multikultural dalam Tinjauan Pedagogik (http://psbps.org/, diakses 22 Desember 2008, dalam Makalah Seminar Pendidikan Multikultural sebagai Seni Mengelola Keragaman pada hari Sabtu, 8 Januari 2005 di Surakarta: PSB-PS UMS).

Page 78: skipsi multikultural

dari pendidikan multikultural dalam kehidupan sehari-hari. Sikap dan

perilaku yang toleran, simpatik, dan empati pun pada gilirannya akan

tumbuh pada diri masing-masing siswa. Dengan demikian, proses

pembelajaran yang difasilitasi guru tidak sekadar berorientasi pada ranah

kognitif, melainkan pada ranah afektif dan psikomotorik sekaligus.

Selanjutnya, pendekatan demokratis dalam proses pembelajaran

dengan beragam strategi pembelajaran tersebut menempatkan guru dan

siswa memiliki status yang setara (equal status), karena masing-masing

dari mereka merupakan anggota komunitas kelas yang setara juga. Setiap

anggota memiliki hak dan kewajiban yang absolut. Perilaku guru dan

siswa harus diarahkan oleh kepentingan individu dan kelompok secara

seimbang. Aturan-aturan dalam kelas harus dibagi untuk melindungi hak-

hak guru dan siswa. Adapun hak-hak guru dalam proses pembelajaran

meliputi: (a) guru berhak menilai para siswa sebagai manusia dan hak

mereka sebagai manusia, (b) guru berhak mengetahui kapan menerapkan

gaya pengajaran yang berbeda—otoriter, demokratis, dan bebas—untuk

meningkatkan hak-hak siswa, (c) guru berhak mengetahui kapan dan

bagaimana menerapkan ketidakpatuhan sipil, dan (d) guru berhak

memahami kompleksitas aturan bagi mayoritas dan melindungi hak-hak

minoritas. Di pihak lain, para siswa memiliki hak-hak sebagai berikut: (a)

siswa berhak mengetahui hak sipil dan kewajibannya, dan (b) siswa berhak

mengetahui bagaimana menggunakan hak dan kewajibannya.

Page 79: skipsi multikultural

Lebih jauh, pendekatan demokratis dalam pembelajaran ini menuntut

guru memiliki kompetensi multikultural. Terdapat 6 (enam) kompetensi

multikultural guru, yaitu: (a) memiliki nilai dan hubungan sosial yang luas,

(b) terbuka dan fleksibel dalam mengelola keragaman siswa, (c) siap

menerima perbedaan disiplin ilmu, latar belakang, ras, dan gender; (d)

memfasilitasi pendatang baru dan siswa yang minoritas, (e) mau

berkolaborasi dan koalisi dengan pihak mana pun, dan (f) berorientasi

pada program dan masa depan. Sedangkan kompetensi multikultural lain

yang harus dimiliki oleh guru, yaitu: (a) sensitif terhadap perilaku etnik

para siswa, (b) sensitif terhadap kemungkinan adanya kontroversi tentang

materi ajar, dan (c) menggunakan teknik pembelajaran kelompok untuk

mempromosikan integrasi etnik dalam pembelajaran.

D. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural di

SMA

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 12 ayat 1 (a) disebutkan bahwa:

”setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan

pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh

pendidik yang seagama”.61

61 Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: Fokus Media, 2005), hlm. 101.

Page 80: skipsi multikultural

Maka dari itu di dalam penyelenggaraan Pembelajaran Pendidikan

Agama Islam yang ada di sekolah-sekolah umum, meskipun sudah ada

kebijakan dari pihak sekolah bahwa siswa yang beragama non Islam boleh

ikut di dalam pelaksanaan pelajaran Pendidikan Agama Islam yang ada, tetapi

pihak sekolah masih tetap menyediakan guru agama yang seagama dengan

mereka.

Pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di

SMA adalah salah satu model pembelajaran pendidikan agama Islam yang

dikaitkan pada keragaman yang ada, entah itu keragaman agama, etnis,

bahasa dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan karena banyak kita jumpai di

sekolah-sekolah (SMA) umum yang bukan bercirikan Islam di dalam satu

kelas saja terdiri dari berbagai siswa yang sangat beragam sekali, ada yang

berbeda etnis, agama, bahasa, suku, dan lain sebagainya.

Dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan

multikultural, ada tiga fase yang harus betul-betul diperhatikan oleh seorang

pendidik, diantaranya ialah:

a. Perencanaan

Perencanaan merupakan proses penyusunan sesuatu yang akan

dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pelaksanaan

perencanaan tersebut dapat disusun berdasarkan kebutuhan dalam jangka

tertentu sesuai dengan keinginan pembuat perencanaan. Namun yang lebih

utama adalah perencanaan yang dibuat harus dapat dilaksanakan dengan

mudah dan tepat sasaran. Mulai dari kompetensi dasar, standar

Page 81: skipsi multikultural

kompetensi, maupun silabi yang dibuat harus mencerminkan nilai-nilai

multikultural.

b. Pelaksanaan

Tahap ini merupakan tahap implementasi atau tahap penerapan atas

desain perencanaan yang telah dibuat guru. Hakikat dari tahap pelaksanaan

adalah kegiatan operasional pembelajaran itu sendiri. Dalam proses ini,

ada beberapa aspek yang harus diperhatikan oleh seorang pendidik,

diantaranya ialah: aspek pendekatan dalam pembelajaran PAI berwawasan

multikultural, aspek strategi dan metode dalam pembelajaran PAI

berwawasan multikultural, dan prosedur pembelajaran PAI berwawasan

multikultural.

c. Evaluasi

Evaluasi adalah alat untuk mengukur sampai dimana penguasaan

murid terhadap pendidikan yang telah diberikan.62 Dengan evaluasi, dapat

diukur kuantitas dan kualitas pencapaian tujuan pembelajaran. Pada

hakikatnya evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan

perilaku yang telah terjadi, termasuk setelah proses pelaksanaan

pembelajaran PAI berwawasan multikultural.

Untuk merancang strategi hubungan multikultural dan etnik dalam

SMA dapat digolongkan kepada dua yakni pengalaman pribadi dan

pengajaran yang dilakukan oleh guru. Dalam pengalaman pribadi dengan

62 Zuhairini dan Abdul Ghofir, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Malang: UM Press, 2004), hlm. 122.

Page 82: skipsi multikultural

menciptakan pertama, siswa etnik minoritas dan mayoritas mempunyai status

yang sama; kedua, mempunyai tugas yang sama; ketiga, bergaul,

berhubungan, berkelanjutan dan berkembang bersama; keempat, berhubungan

dengan fasilitas, gaya belajar guru, dan norma kelas tersebut.

Adapun dalam bentuk pengajaran adalah sebagai berikut: pertama guru

harus sadar akan keragaman etnik siswa; kedua, bahan kurikulum dan

pengajaran seharusnya refleksi keragaman etnik; dan ketiga, bahan kurikulum

dituliskan dalam bahasa daerah atau etnik yang berbeda.

Jelasnya, apabila pengajaran multikultural dapat dilakukan dalam

sekolah baik umum maupun agama hasilnya akan melahirkan peradaban yang

juga melahirkan toleransi, demokrasi, kebajikan, tolong menolong, tenggang

rasa, keadilan, keindahan, keharmonisan dan nilai-nilai kemanusiaan lainnya.

Intinya gagasan dan rancangan sekolah yang berbasis multikultural adalah

sebuah keniscayaan dengan catatan bahwa kehadirannya tidak mengaburkan

dan atau menciptakan ketidakpastian jati diri para kelompok yang ada.63

Sebagai langkah praktis, menurut Samsul Ma’arif, kurikulum

pendidikan agama Islam di SMA setidaknya harus berisi beberapa muatan

multikultural. Samsul mendeskripsikan solusinya ke dalam lima pokok

muatan kurikulum, yakni:

a. Pendidikan agama seperti fiqih, tafsir tidak harus bersifat linier, namun

menggunakan pendekatan muqaron. Ini menjadi sangat penting, karena

63 Z. Arifin Nurdin, Gagasan dan Rancangan Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural di Sekolah Agama dan Madrasah (http://www.dirjen.depag.ri.or.id, diakses 22 Desember 2008).

Page 83: skipsi multikultural

anak tidak hanya dibekali pengetahuan atau pemahaman tentang ketentuan

hukum dalam fiqih atau makna ayat yang tunggal, namun juga diberikan

pandangan yang berbeda. Tentunya, bukan sekedar mengetahui yang

berbeda, namun juga diberikan pengetahuan tentang mengapa bisa

berbeda.

b. Untuk mengembangkan kecerdasan sosial, siswa juga harus diberikan

pendidikan lintas agama. Hal ini dapat dilakukan dengan program dialog

antar agama yang perlu diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Islam.

Sebagai contoh, dialog tentang “puasa” yang bisa menghadirkan para

bikhsu atau agamawan dari agama lain. Program ini menjadi sangat

strategis, khususnya untuk memberikan pemahaman kepada siswa bahwa

ternyata puasa itu juga menjadi ajaran saudara-saudara kita yang beragama

Budha. Dengan dialog seperti ini, peserta didik diharapkan akan

mempunyai pemahaman khususnya dalam menilai keyakinan saudara-

saudara kita yang berbeda agama.

c. Untuk memahami realitas perbedaan dalam beragama, lembaga-lembaga

pendidikan Islam bukan hanya sekedar menyelenggarakan dialog antar

agama, namun juga menyelenggarakan program road show lintas agama.

Program road show lintas agama ini adalah program nyata untuk

menanamkan kepedulian dan solidaritas terhadap komunitas agama lain.

Hal ini dengan cara mengirimkan siswa-siswa untuk ikut kerja bakti

membersihkan gereja, wihara ataupun tempat suci lainnya. Kesadaran

pluralitas bukan sekedar hanya memahami keberbedaan, namun juga harus

Page 84: skipsi multikultural

ditunjukkan dengan sikap konkrit bahwa diantara kita sekalipun berbeda

keyakinan, namun saudara dan saling membantu antar sesama.

d. Untuk menanamkan kesadaran spiritual, pendidikan Islam perlu

menyelenggarakan program seperti Spiritual Work Camp (SWC), hal ini

bisa dilakukan dengan cara mengirimkan siswa untuk ikut dalam sebuah

keluarga selama beberapa hari, termasuk kemungkinan ikut pada keluarga

yang berbeda agama. Siswa harus melebur dalam keluarga tersebut. Ia

juga harus melakukan aktivitas sebagaimana aktivitas keseharian dari

keluarga tersebut. Jika keluarga tersebut petani, maka ia harus pula

membantu keluarga tersebut bertani dan sebagainya. Ini adalah suatu

program yang sangat strategis untuk meningkatkan kepekaan serta

solidaritas sosial. Pelajaran penting lainnya, adalah siswa dapat belajar

bagaimana memahami kehidupan yang beragam. Dengan demikian, siswa

akan mempunyai kesadaran dan kepekaan untuk menghargai dan

menghormati orang lain.

e. Pada bulan Ramadhan, adalah bulan yang sangat strategis untuk

menumbuhkan kepekaaan sosial pada anak didik. Dengan

menyelenggarakan “program sahur on the road”, misalnya. Karena

dengan program ini, dapat dirancang sahur bersama antara siswa dengan

anak-anak jalanan. Program ini juga memberikan manfaat langsung

kepada siswa untuk menumbuhkan sikap kepekaan sosial, terutama pada

orang-orang di sekitarnya yang kurang mampu.

Page 85: skipsi multikultural

Dalam lingkungan pendidikan SMA, metode asimilasi ini dapat

diturunkan ke dalam model pembelajaran kontekstual, karena didasarkan

adanya kenyataan bahwa sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan

antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pemanfaatannya dalam

kehidupan nyata.64 Mengingat cakupan kurikulum pendidikan agama Islam

dengan muatan materi yang mencakup hampir pada semua nilai

kemasyarakatan, pendidikannya pun dapat langsung diajarkan dengan

berinteraksi dan memahami kondisi masyarakat yang ada di sekitar sekolah,

tentunya yang ada kaitannya dengan materi pendidikan agama Islam.

Analisis faktor yang dipandang penting dijadikan pertimbangan dalam

mengembangkan model pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan

multikultural di SMA, yang meliputi: (a) tuntutan kompetensi mata pelajaran

yang harus dibekalkan kepada peserta didik berupa pengetahuan (knowledge),

keterampilan (skills), dan etika atau karakter (ethic atau disposition); (b)

tuntutan belajar dan pembelajaran, terutama terfokus membuat orang untuk

belajar dan menjadikan kegiatan belajar adalah proses kehidupan; (c)

kompetensi guru pendidikan agama Islam dalam menerapkan pendekatan

multikultural. GPAI sebaiknya menggunakan metode mengajar yang efektif,

dengan memperhatikan referensi latar budaya siswanya. GPAI harus bertanya

terlebih dahulu kepada diri sendiri, apakah ia sudah menampilkan perilaku

dan sikap yang mencerminkan jiwa multikultural; (d) analisis terhadap latar

kondisi siswa. Secara alamiah siswa sudah menggambarkan masyarakat

64 Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 40.

Page 86: skipsi multikultural

belajar yang multikultural. Latar belakang kultural siswa akan mempengaruhi

gaya belajarnya. Agama, suku, ras/etnis dan golongan serta latar ekonomi

orang tua, dapat menjadi stereotipe siswa ketika merespon stimulus di

kelasnya, baik berupa pesan pembelajaran maupun pesan lain yang

disampaikan oleh teman di kelasnya. Siswa bisa dipastikan memiliki pilihan

menarik terhadap potensi budaya yang ada di daerah masing-masing: (e)

karakteristik materi pembelajaran pendidikan agama Islam yang bernuansa

multikultural.

Analisis materi potensial yang relevan dengan pembelajaran yang

berwawasan multikultural yang juga dapat diterapkan dalam pembelajaran

pendidikan agama Islam, antara lain meliputi: (1) menghormati perbedaan

antar teman (gaya pakaian, mata pencaharian, suku, agama, etnis dan

budaya); (2) menampilkan perilaku yang didasari oleh keyakinan ajaran

agama masing-masing; (3) kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara; (4) membangun kehidupan atas dasar kerjasama umat beragama

untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan; (5) mengembangkan sikap

kekeluargaan antar suku bangsa dan antar bangsa-bangsa; (6) tanggung jawab

daerah (lokal) dan nasional; (7) menjaga kehormatan diri dan bangsa; (8)

mengembangkan sikap disiplin diri, sosial dan nasional; (9) mengembangkan

kesadaran budaya daerah dan nasional; (10) mengembangkan perilaku adil

dalam kehidupan; (11) membangun kerukunan hidup; (12) menyelenggarakan

‘proyek budaya’ dengan cara pemahaman dan sosialisasi terhadap simbol-

simbol identitas nasional, seperti bahasa Indonesia, lagu Indonesia Raya,

Page 87: skipsi multikultural

bendera Merah Putih, lambang negara Garuda Pancasila, bahkan budaya

nasional yang menggambarkan puncak-pucak budaya di daerah; dan

sebagainya.65

65 Wiriaatmadja, R. 1996. “Perspektif Multikultural dalam Pengajaran Sejarah”. (http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/10/pembelajaran-berbasis-multikultural/, dalam Mimbar Pendidikan. Bandung. Jurnal Pendidikan No. 4 Tahun XV 1996, diakses tanggal 12 Januari 2009).

Page 88: skipsi multikultural

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Tujuan penelitian dalam bidang pendidikan secara umum adalah untuk

meningkatkan daya imajinasi mengenai masalah-masalah pendidikan. Kemudian

meningkatnya daya nalar untuk mencari jawaban permasalahan itu melalui

penelitian.

Penelitian dapat didefinisikan sebagai usaha seseorang yang dilakukan

secara sistematis mengikuti aturan-aturan metodologi misalnya observasi secara

sistematis, dikontrol, dan mendasarkan pada teori yang ada dan diperkuat dengan

gejala yang ada.66

Sistematika penulisan dalam metodologi penelitian karya ilmiah yang

diambil oleh penulis memuat hal-hal sebagai berikut:

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian Kualitatif.

Bogdan dan Taylor mendefinisikan “Metodologi Kualitatif” sebagai prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka,

pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik

(utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi

66 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hlm. 4.

Page 89: skipsi multikultural

ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian

dari sesuatu keutuhan.67

Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan

angka-angka. Hal itu disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif.

Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap

apa yang diteliti.68

Deskriptif Kualitatif adalah penelitian yang data-datanya berupa kata-

kata (bukan angka-angka, yang berasal dari wawancara, catatan laporan,

dokumen, dan lain-lain) atau penelitian yang di dalamnya mengutamakan

untuk pendeskripsian secara analisis sesuatu peristiwa atau proses

sebagaimana adanya dalam lingkungan yang alami untuk memperoleh makna

yang mendalam dari hakikat proses tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan realitas empiris sesuai

fenomena secara rinci dan tuntas, serta untuk mengungkapkan gejala secara

holistic kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan

memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci.

B. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang

lain merupakan instrumen sekaligus pengumpul data utama.69 Dalam hal ini,

sebagaimana dinyatakan oleh Lexy J. Moeloeng, kedudukan peneliti dalam

67 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 4. 68 Ibid., hlm. 11. 69 M. Zainuddin dan Muhammad Walid, Pedoman Penulisan Skripsi (Malang: Fakultas Tarbiyah UIN Malang, 2009), hlm. 23.

Page 90: skipsi multikultural

penelitian kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus merupakan perencana,

pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia

menjadi pelopor hasil penelitiannya. Pengertian instrumen atau alat penelitian

di sini tepat karena ia menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian.70

Berdasarkan pada pandangan di atas, maka pada dasarnya kehadiran

peneliti di sini di samping sebagai instrumen juga menjadi faktor penting

dalam seluruh kegiatan penelitian ini.

C. Lokasi Penelitian

Penelitian skripsi ini diadakan di SMA Negeri 2 Batu yang beralamatkan

di Jalan Hasanudin, kecamatan Junrejo, kota Batu yang merupakan salah satu

SMA Negeri unggulan di Kota Batu Provinsi Jawa Timur. Peta (denah) lokasi

SMA Negeri 2 Batu memperjelas lokasi penelitian sebagaimana terdapat

dalam lampiran 1.

Dalam rangka mewujudkan SMA Negeri 2 Batu sebagai lembaga

pendidikan yang professional, maka dalam aktivitas sehari-hari gerak langkah

komponen-komponen pendukung SMA Negeri 2 Batu dibingkai dalam

sebuah tata kerja yang harmonis mulai dari pimpinan sekolah, dewan sekolah,

guru-karyawan hingga siswa dengan struktur organisasi. Dalam upaya

melayani siswa dengan sebaik-baiknya, guru-guru di SMA Negeri 2 Batu

telah memiliki kelayakan dan profesionalisme yang cukup memadai sesuai

dengan bidang mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.

70 Lexy J. Moeloeng, op.cit., hlm. 168.

Page 91: skipsi multikultural

D. Sumber Data

Yang dimaksud sumber data dalam penelitian, menurut Suharsimi

Arikunto adalah subjek dimana data diperoleh.71 Sedangkan menurut Lofland,

yang dikutip oleh Moeloeng, sumber data utama dalam penelitian kualitatif

ialah kata-kata atau tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti

dokumen dan lain-lain.72

Adapun sumber data ada dua macam:

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data

kepada pengumpul data.73

Dalam penelitian ini, sumber data primer yang diperoleh oleh peneliti

adalah: hasil observasi di kelas, wawancara mendalam (depth interview)

dengan Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Batu, Waka Kurikulum SMA

Negeri 2 Batu, Guru Pendidikan Agama Islam SMA Negeri 2 Batu, dan

beberapa murid SMA Negeri 2 Batu.

2. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber yang secara tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau

dokumen.74 Sumber data sekunder yang diperoleh peneliti adalah data

71 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek: Edisi Revisi VI (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 107. 72 Lexy J. Moeloeng, Op.cit., hlm. 157. 73 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung : Alfabeta, 2006), hlm. 253. 74 Ibid., hlm. 253.

Page 92: skipsi multikultural

yang diperoleh langsung dari pihak-pihak yang berkaitan berupa data-data

sekolah dan berbagai literatur yang relevan dengan pembahasan.

E. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan tiga macam teknik

pengumpulan data, yaitu:

1. Metode Observasi atau Pengamatan

Suharsimi Arikunto mengemukakan bahwa observasi atau disebut juga

dengan pengamatan meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu

objek dengan menggunakan segala indera.75 Berdasarkan definisi di atas

maka yang dimaksud dengan metode observasi adalah suatu cara

pengumpulan data melalui pengamatan panca indera yang kemudian

diadakan pencatatan-pencatatan. Penulis menggunakan metode ini untuk

mengamati secara langsung di lapangan, terutama data tentang:

a) Letak geografis dan keadaan fisik SMA Negeri 2 Batu.

b) Manajemen Pengelolaan Sekolah yang dipakai di SMA Negeri 2 Batu.

c) Kurikulum (terutama kurikulum Pendidikan Agama Islam) yang ada di

SMA Negeri 2 Batu.

d) Kegiatan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 2

Batu.

e) Fasilitas/sarana prasarana Pendidikan yang ada di SMA Negeri 2 Batu.

75 Suharsimi Arikunto, op.cit., hlm. 204.

Page 93: skipsi multikultural

2. Metode Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang

mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan

jawaban atas pertanyaan itu.76

Metode wawancara (interview) dipergunakan apabila seseorang untuk

tujuan suatu tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan atau

pendirian secara lisan dari seorang responden, dengan bercakap-cakap

berhadapan muka dengan orang itu (face to face).77

Metode wawancara ini peneliti gunakan dengan tujuan untuk memperoleh

data yang berkaitan dengan proses pelaksanaan pembelajaran Pendidikan

Agama Islam berwawasan multikultural. Adapun sumber informasi

(informan) adalah Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Batu, Waka Kurikulum

SMA Negeri 2 Batu, Guru Pendidikan Agama Islam SMA Negeri 2 Batu,

dan beberapa murid SMA Negeri 2 Batu.

3. Metode Dokumentasi

Tidak kalah penting dari metode-metode lain, adalah metode dokumentasi,

yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,

transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan

sebagainya.

Dibandingkan dengan metode lain, maka metode ini agak tidak begitu

sulit, dalam arti apabila ada kekeliruan sumber datanya masih tetap dan 76 Lexy J. Moeloeng, op.cit., hlm. 186. 77 Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm. 129.

Page 94: skipsi multikultural

tidak berubah. Dengan metode dokumentasi yang diamati bukan benda

hidup tetapi benda mati.78

Dari definisi di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa

dokumentasi yang penulis gunakan adalah dengan mengambil kumpulan

data yang ada di kantor SMA Negeri 2 Batu baik berupa tulisan, papan

nama, brosur dan profil SMA Negeri 2 Batu.

F. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul dilakukan pemilahan secara selektif disesuaikan

dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Setelah itu, dilakukan

pengolahan dengan proses editing, yaitu dengan meneliti kembali data-data

yang didapat, apakah data tersebut sudah cukup baik dan dapat segera

dipersiapkan untuk proses berikutnya. Secara sistematis dan konsisten bahwa

data yang diperoleh, dituangkan dalam bentuk suatu rancangan konsep yang

kemudian dijadikan dasar utama dalam memberikan analisis.

Analisis data menurut Patton yang dikutip oleh Moeloeng adalah proses

mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori

dan satuan uraian dasar. Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor, analisa data

adalah proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan

merumuskan ide seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk

memberikan bantuan pada tema dan ide itu.79

78 Suharsimi Arikunto, op.cit., hlm. 206. 79 Lexy J. Moeloeng. op.cit., hlm. 280.

Page 95: skipsi multikultural

Dalam penelitian ini yang digunakan dalam menganalisa data yang

sudah diperoleh adalah dengan cara deskriptif (non statistik), yaitu penelitian

yang dilakukan dengan menggambarkan data yang diperoleh dengan kata-

kata atau kalimat yang dipisahkan untuk kategori memperoleh kesimpulan.

Hal itu dimaksudkan untuk mengetahui keadaan sesuatu mengenai apa dan

bagaimana, berapa banyak, sejauh mana, dan sebagainya.

Pada umumnya penelitian deskriptif merupakan penelitian non

hipotesis. Penelitian deskriptif dibedakan dalam dua jenis penelitian menurut

sifat-sifat analisa datanya, yaitu riset deskriptif yang bersifat eksploratif dan

riset deskriptif yang bersifat developmental.80

Dalam hal ini penulis menggunakan deskriptif yang bersifat eksploratif,

yaitu dengan menggambarkan keadaan atau status fenomena.81 Peneliti hanya

ingin mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan keadaan sesuatu yang

ingin diteliti. Dengan berusaha memecahkan persoalan-persoalan yang ada

dalam rumusan masalah dan menganalisa data-data yang diperoleh dengan

menggunakan pendekatan sosiologis.

G. Pengecekan Keabsahan Temuan

Pemeriksaan keabshan data didasarkan atas kriteria tertentu. Kriteria itu

terdiri atas derajat kepercayaan (kredibilitas), keteralihan, kebergantungan,

dan kepastian. Masing-masing kriteria tersebut menggunakan teknik

80 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis, (Jakarta: PT. Bima Karya, 1987), hlm. 195. 81 Ibid., hlm. 195.

Page 96: skipsi multikultural

pemeriksaan sendiri-sendiri. Kriteria derajat kepercayaan pemeriksaan

datanya dilakukan dengan:

1. Teknik perpanjangan keikutsertaan, ialah untuk memungkinkan peneliti

terbuka terhadap pengaruh ganda, yaitu faktor-faktor kontekstual dan

pengaruh bersama pada peneliti dan subjek yang akhirnya mempengaruhi

fenomena yang diteliti.

2. Ketekunan/keajegan pengamatan, bermaksud menemukan ciri-ciri dan

unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu-

isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal

tersebut secara rinci.

3. Triangulasi, adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding dan penguat terhadap data tersebut.

Teknik triangulasi yang paling penting banyak digunakan ialah

pemeriksaan melalui sumber lainnya. Denzin membedakan empat macam

triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan

sumber, metode, penyidik, maupun teori yang ada.

4. Pemeriksaan sejawat melalui diskusi, dilakukan dengan cara mengekspos

hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi

analitik dengan rekan-rekan sejawat.

5. Kecukupan refensial, alat untuk menampung dan menyesuaikan dengan

kritik tertulis untuk keperluan evaluasi. Film atau video-tape misalnya,

dapat digunakan sebagai alat perekam yang pada saat senggang dapat

Page 97: skipsi multikultural

dimanfaatkan untuk membandingkan hasil yang diperoleh dengan kritik

yang telah terkumpul.

6. Kajian kasus negatif, dilakukan dengan jalan mengumpulkan contoh dan

kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan informasi yang

telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding.

7. Pengecekan anggota, yang dicek dengan anggota yang terlibat meliputi

data, kategori analisis, penafsiran, dan kesimpulan. Yaitu salah satunya

seperti ikhtisar wawancara dapat diperlihatkan untuk dipelajari oleh satu

atau beberapa anggota yang terlibat, dan mereka diminta pendapatnya.

Kriteria kebergantungan dan kepastian pemeriksaan dilakukan dengan

teknik auditing, yaitu untuk memeriksa kebergantungan dan kepastian

data.82

Demikian halnya dalam penelitian ini, secara tidak langsung peneliti

telah menggunakan beberapa kriteria pemeriksan keabsahan data dengan

menggunakan teknik pemeriksaan sebagaimana yang telah tersebut di atas,

untuk membuktikan kepastian data. Yakni dengan kehadiran peneliti sebagai

instrumen itu sendiri, mencari tema atau penjelasan pembanding atau

penyaing, membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil

wawancara, mengadakan wawancara dari beberapa orang yang berbeda

dengan tema yang sama kemudian dilakukan kroscek agar informasi menjadi

lebih kuat hasilnya, menyediakan data deskriptif secukupnya, dan diskusi

dengan teman-teman sejawat.

82 Lexy J. Moeloeng, op.cit., hlm. 326-338.

Page 98: skipsi multikultural

H. Tahap-tahap Penelitian

Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan penelitian:

1. Tahap pra lapangan

a) Memilih lapangan, dengan pertimbangan bahwa SMA Negeri 2 Batu

adalah salah satu SMA unggulan yang menerapkan Pembelajaran

Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural.

b) Mengurus perizinan secara informal ke pihak sekolah yakni SMA

Negeri 2 Batu.

c) Melakukan penjajakan lapangan, dalam rangka penyesuaian dengan

SMA Negeri 2 Batu selaku objek penelitian.

2. Tahap pekerjaan lapangan

a) Mengadakan observasi langsung ke SMA Negeri 2 Batu terhadap

tahap-tahap proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Berwawasan Multukultural yang dilakukan oleh Guru Pendidikan

Agama Islam, dengan melibatkan beberapa informan untuk

memperoleh data.

b) Memasuki lapangan, dengan mengamati berbagai fenomena proses

pembelajaran dan wawancara dengan beberapa pihak yang

bersangkutan.

c) Berperan serta sambil mengumpulkan data.

3. Penyusunan laporan penelitian, berdasarkan hasil data yang diperoleh.

Page 99: skipsi multikultural

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Latar Belakang Objek

1. Sejarah Singkat SMA Negeri 2 Batu

SMA Negeri 2 BATU berdiri pada tanggal 1 Mei 1997 dengan Surat

Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

tanggal 5 Januari 1999 Nomor 0012/0/1999 tentang pembukaan dan

pendirian sekolah tahun pelajaran 1997/1998 dan berlaku surat pada

tanggal 1 Mei 1997.

Selama menunggu gedung belum selesai dibangun sementara

menempati gedung SMA Negeri 1 Batu kurang lebih selama satu tahun

ajaran sesudah itu pindah ke gedung sendiri. Pimpinan sekolah yang

pernah bertugas di SMA Negeri 2 sejak awal berdirinya (1997) adalah:

NAMA PERIODE TUGAS

1. Dra. Mistin, M. Pd Tahun 1997 s/d 2002

2. Drs. Abu Sufyan, MM Tahun 2002 s/d 2003

3. Drs. Suprayitno, M. Pd Tahun 2003 s/d sekarang

Kemudian berdasarkan surat keputusan Bupati Kepala Daerah

Tingkat II Kabupaten Malang Nomor 460.135.30.190.12.1-8-1998 tentang

penetapan lokasi untuk SMU tanggal 20 April 1998, mulailah dibangun

gedung baru di atas tanah seluas 10.000 m3, di Jalan Hasanuddin

Page 100: skipsi multikultural

kecamatan Junrejo kota Batu, dan selesai pada bulan Juni 1998 sehingga

pada tanggal 1 Juni 1998 tahun pelajaran 1998/1999, secara resmi SMA

Negeri 2 Batu menempati gedung baru. Dengan dipimpin Ibu Dra. Mistin

selaku Kepala Sekolah dan baru memiliki 4 (empat) orang guru pegawai

negeri, serta 18 (delapan belas) orang guru GTT.

Sekarang jumlah seluruh personil sekolah tahun pelajaran

2008/2009 ada sebanyak 71 orang, terdiri atas guru 51 orang, karyawan

tata usaha 20 orang terdiri dari 12 orang staf administrasi, 1 orang

penjaga koperasi, 4 orang petugas kebersihan, 1 orang satpam dan 2 orang

penjaga sekolah. Dari sejumlah guru, hanya 50 % yang berstatus guru

PNS. Sisanya 20 % GTT/ PTT dan 30 % sebagai tenaga honorer.83

Sementara itu jumlah siswa tahun pelajaran 2008-2009 adalah

sebagaimana terdapat dalam Tabel 1 berikut ini:

Siswa SMA Negeri 2 Batu

No Kelas Jenis Kelamin Jumlah

Lk Pr

1. X (Sepuluh) 88 196 284

2. XI (Sebelas) 96 203 299

3. XII (Dua Belas) 82 212 294

Jumlah 266 611 877

83 Buku Pedoman SMA Negeri 2 Batu Tahun Pelajaran 2007/2008, hlm. 5-7.

Page 101: skipsi multikultural

Demikianlah paparan sejarah singkat berdirinya SMA Negeri 2

Batu, sehingga dapat digunakan oleh peneliti sebagai pengetahuan awal

dalam proses penelitian selanjutnya.

2. Visi dan Misi SMA Negeri 2 Batu

Perkembangan dan tantangan masa depan seperti: perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi; globalisasi yang sangat cepat; era

informasi; dan berubahnya kesadaran masyarakat dan orang tua terhadap

pendidikan memicu sekolah untuk merespon tantangan sekaligus peluang

itu. SMA Negeri 2 Batu memiliki citra moral yang menggambarkan profil

sekolah yang diinginkan di masa datang yang diwujudkan dalam visi

sekolah berikut:

Visi SMA Negeri 2 Batu

“Mewujudkan SMA Negeri 2 Batu yang unggul dalam prestasi,

terampil, beretika, peduli lingkungan, profesional dan kompetitif

berdasarkan IMTAQ dan IPTEK”

Visi tersebut di atas mencerminkan cita-cita sekolah yang

berorientasi ke depan dengan memperhatikan potensi kekikinian, sesuai

dengan norma dan harapan masyarakat.

Untuk mewujudkannya, Sekolah menentukan langkah-langkah

strategis yang dinyatakan dalam Misi berikut:

Page 102: skipsi multikultural

Misi SMA Negeri 2 Batu

1. Terlaksananya pembelajaran yang efektif, efisien, profesional, dan

kompetitif.

2. Terwujudnya lulusan yang ber-IMTAQ dan menguasai IPTEKS serta

mampu bersaing di era globalisasi.

3. Terwujudnya pengembangan wawasan guru dan karyawan dalam

mengikuti kemajuan IPTEKS.

4. Terwujudnya budaya jujur, ikhlas, salam, senyum dan santun.

5. Terciptanya budaya disiplin, beretos kerja tinggi, dan bertanggung

jawab.

6. Terciptanya suasana kerja yang demokratis, dinamis, dan

kekeluargaan.

7. Terwujudnya kesejahteraan lahir dan batin bagi warga sekolah.

8. Terciptanya budaya bersih dan peduli terhadap kelestarian lingkungan.

Tujuan SMA Negeri 2 Batu

Berdasar pada visi dan misi di atas, maka tujuan SMA Negeri 2 Batu

dinyatakan dalam tujuan berikut:

a. Mempersiapkan peserta didik yang bertakwa kepada Allah Tuhan

Yang Maha Esa dan berakhlak mulia.

b. Mempersiapkan peserta didik agar menjadi manusia yang

berkpribadian, cerdas, berkualitas dan berprestasi dalam bidang

akademis, olahraga dan seni.

Page 103: skipsi multikultural

c. Membekali peserta didik agar memiliki ketrampilan teknologi

informasi dan komunikasi serta mampu mengembangkan diri secara

mandiri.

d. Menanamkan kepada peserta didik sikap ulet dan gigih dalam

berkompetisi dan beradaptasi dengan lingkungan dan

mengembangkan sikap sportivitas.

e. Membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan dan teknologi agar

mampu bersaing dan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih

tinggi.

f. Terciptanya budaya disiplin, demokratis dan beretos kerja tinggi.

g. Terlaksananya pembelajaran yang efektif dan efisien.

h. Terwujudnya lulusan yang ber-IMTAQ dan menguasai IPTEK serta

mampu bersaing di era globalisasi.

i. Terwujudnya sarana prasarana sekolah yang memadai.

j. Terwujudnya manajemen sekolah yang partisipatif, transparan dan

akuntable.

k. Terwujudnya pengembangan wawasan guru dan karyawan dalam

mengikuti kemajuan IPTEK.

l. Terwujudnya kesejahteraan lahir dan batin bagi warga sekolah.84

84 Ibid., hlm. 7-9.

Page 104: skipsi multikultural

3. Struktur Organisasi SMA Negeri 2 Batu

Dalam rangka mewujudkan SMA Negeri 2 Batu sebagai lembaga

pendidikan yang professional, maka dalam aktivitas sehari-hari gerak

langkah komponen-komponen pendukung SMA Negeri 2 Batu dibingkai

dalam sebuah tata kerja yang harmonis mulai dari pimpinan sekolah,

dewan sekolah, guru-karyawan sampai siswa-siswinya. Adapun bagan

struktur organisasi SMA Negeri 2 Batu sebagaimana terdapat dalam

lampiran 2.85

B. Paparan Hasil Penelitian

1. Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan

Multikultural di SMA Negeri 2 Batu.

Di dalam sebuah lembaga sekolah segala program kegiatan harus

sepengetahuan Kepala Sekolah, karena Kepala Sekolah adalah sebagai

leader pada lembaga tersebut.

Di dalam peran Kepala Sekolah ini peneliti melakukan wawancara

dengan Kepala Sekolah dan hasilnya adalah sebagai berikut:

”........Peran Kepala Sekolah adalah mengkoordinasikan seluruh Guru agama untuk merumuskan program pembelajaran PAI baik dari sisi perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasinya..........”86

Di dalam pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan

multikultural di SMA Negeri 2 Batu, ada beberapa langkah-langkah yang

diambil Kepala Sekolah di dalam menggerakkan GPAI yang ada di 85 Ibid., hlm. 15. 86 Wawancara dengan Drs. Suprayitno, M. Pd, Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Batu, tanggal 3 Maret 2009, pukul 09.00-09.40.

Page 105: skipsi multikultural

sekolah tersebut. Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara dengan

Kepala Sekolah, dan hasilnya adalah sebagai berikut:

”.........langkah-langkah yang diambil dalam menggerakkan GPAI adalah: GPAI harus menjadi contoh yang baik bagi guru agama selain Islam baik konsep dasar dan etos kerjanya, dan juga tidak diskriminasi dalam memberikan bimbingan terhadap siswa yang beragama Islam maupun non Islam...........”87

Artinya guru pendidikan agama Islam yang ada harus menjadi suri

tauladan yang baik bagi yang lain, baik dari konsep dasar dan etos

kerjanya, dan juga tidak mendiskriminasikan siswa (baik itu siswa yang

beragama Islam maupun non Islam) di dalam memberikan bimbingan.

Perencanaan merupakan proses penyusunan sesuatu yang akan

dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pelaksanaan

perencanaan tersebut dapat disusun berdasarkan kebutuhan dalam jangka

waktu tertentu sesuai dengan keinginan pembuat perencanaan. Namun

yang lebih diutamakan adalah perencanaan yang dibuat harus dapat

dilaksanakan dengan mudah dan tepat sasaran.

Begitu pula dengan perencanaan pembelajaran, yang direncanakan

harus sesuai dengan target pendidikan. Guru sebagai subjek dalam

membuat perencanaan pembelajaran harus dapat menyusun berbagai

program pengajaran sesuai dengan materi yang akan disampaikan.

87 Wawancara dengan Drs. Suprayitno, M. Pd, Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Batu, tanggal 3 Maret 2009, pukul 09.00-09.40.

Page 106: skipsi multikultural

Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara dengan 3 (tiga) guru

pendidikan agama Islam, dan hasilnya adalah:

”.........kita membuat perencanaan sesuai dengan bab atau sub bab yang akan disampaikan, dan juga memberi kebebasan kepada siswa yang non Islam, artinya mereka diperbolehkan mengikuti di dalam kelas dengan syarat tidak mengganggu yang lain (sebagai peserta pasif), atau keluar dari kelas dan diarahkan ke ruang perpustakaan untuk belajar mandiri.......”88 ”............dalam perencanaan pembelajaran PAI yang siswanya ada selain Muslim adalah membuat rencana pembelajaran sesuai dengan materi yang akan disampaikan, dan memberikan kebebasan bagi siswa yang non Muslim untuk mengikuti atau berada di luar kelas.........”89 ”.........membuat perencanaan pembelajaran sesuai dengan materi yang disampaikan dan juga sesuai dengan kurikulum yang ada dan mengenai siswa yang non Islam, karena sekolah ini sekolah umum yang bahkan terdapat lima agama sekaligus disini, sehingga kita memberikan kesempatan kepada siswa tadi untuk ikut belajar atau keluar ke perpustakaan, lebih-lebih pada jam pelajaran terakhir..........”90

Semua guru agama yang ada ketika akan mengajar membuat

perencanaan pembelajaran sesuai dengan materi yang akan disampaikan

dan sesuai dengan kurikulum yang dipakai, sehingga nanti apa yang akan

menjadi tujuan pembelajaran dapat tercapai. Bagi siswa yang beragama

non Islam, diberi kebebasan untuk mengikuti pelajaran yang ada dengan

syarat tidak mengganggu yang lain (sebagai peserta pasif) atau

maninggalkan kelas dan diarahkan untuk belajar di perpustakaan.

88 Wawancara dengan Machfud Effendi, S. Ag, Guru Pendidikan Agama Islam SMA Negeri 2 Batu, tanggal 13 Februari 2009, pukul 10.30-11.20. 89 Wawancara dengan Fiatin Ainiyah, S. Ag, Guru Pendidikan Agama Islam SMA Negeri 2 Batu, tanggal 16 Februari 2009, pukul 08.10-08.30. 90 Wawancara dengan Djamari, BA, Guru Pendidikan Agama Islam SMA Negeri 2 Batu, tanggal 16 Februari 2009, pukul 11.00-11.30.

Page 107: skipsi multikultural

Berikut peneliti paparkan pula mengenai Standar Kompetensi,

Kompetensi Dasar, Indikator, dan Materi Pokok PAI di SMA Negeri 2

Batu yang memiliki unsur atau nilai-nilai multikultural yang menjadi tolak

ukur perumusan RPP (Rencana Program Pembelajaran) GPAI selama

semester genap tahun pelajaran 2008/2009:

KELAS: X (Sepuluh)

ASPEK AKHLAK

Standar Kompetensi: Menerapkan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-

hari91

Kompetensi

Dasar

Indikator Materi Pokok

Membiasakan

diri berperilaku

dengan sifat-sifat

terpuji dan

menghindari

sifat tercela

Siswa dapat:

o Menjelaskan pengertian

husnuzzan kepada Allah dan

sesama

o Menunjukkan sikap baik sangka

kepada Allah dan sesama

o Menunjukkan perilaku gigih

o Menunjukkan perilaku

berinisiatif

o Menunjukkan rela berkorban

o Mendiskusikan manfaat sikap

gigih, berinisiatif dan rela

berkorban

o Menunjukkan kebiasaan

berpakaian dan berhias sesuai

dengan ajaran Islam

o Husnuzzan

kepada Allah

dan sesama

o Akhlak

karimah

terhadap diri

sendiri

o Adab

berpakaian

o Adab

91 Drs. H. Syamsuri. Pendidikan Agama Islam SMA Jilid 1 Untuk Kelas X Berdasarkan Kurikulum 2004 Berbasis Kompetensi (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004), hlm. xi.

Page 108: skipsi multikultural

o Menunjukkan kebiasaan

bertamu dan menerima tamu

sesuai dengan ajaran Islam

bertamu dan

menerima

tamu

Menerapkan

tatakrama dalam

kehidupan

sehari-hari

Siswa dapat:

o Menunjukkan sikap menjauhi

sifat hasud

o Menunjukkan sikap menjauhi

sifat riya’

o Menunjukkan sikap menjauhi

sifat aniaya

o Hasud,

Riya’, dan

Aniaya

Melalui komponen-komponen materi akhlak yang tersebut di atas,

peserta didik akan mengetahui bagaimana berakhlak yang baik terhadap

Allah SWT, diri sendiri, maupun orang lain terkait dengan tata cara (adab)

berpakaian, bertamu, dan menerima tamu. Dengan memahami bagaimana

adab bertamu dan menerima tamu, seorang peserta didik akan mampu

bersikap sopan santun dan bijaksana terhadap orang lain meskipun berbeda

agama, suku, maupun bahasa dengan mereka. Tentang adab berpakaian,

seorang peserta didik akan lebih mengerti bagaimana menghormati dan

tenggang rasa dengan orang lain yang mungkin status sosialnya ada di

bawah mereka sehingga dapat berpenampilan sederhana tidak berlebih-

lebihan, sehingga dapat menghapus kesenjangan sosial di antara mereka

dan umumnya di lingkungan masyarakat.

Materi akhlak yang selanjutnya adalah dapat menjauhi sifat hasud,

riya’, dan aniaya. GPAI memberikan contoh dan teladan mengenai sikap

terpuji dengan melarang keras dan peringatan tegas terhadap anak didik

Page 109: skipsi multikultural

yang memiliki sifat hasud, riya’, dan aniaya terhadap teman-temannya

yang berbeda agama ataupun suku budaya dengannya, dengan cara itu

maka pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural

dapat dilaksanakan dengan baik. Pembiasaan sikap toleransi oleh peserta

didik di lingkungan kelas khususnya dan di lingkungan luar kelas

(masyarakat) umumnya dapat menjadi modal dasar terbentuknya

masyarakat Indonesia yang demokratis sehingga mewujudkan tatanan

masyarakat yang makmur, rukun, aman, dan sejahtera.

KELAS: XI (Sebelas)

ASPEK AKHLAK DAN AL-QUR’AN

Standar Kompetensi: Menerapkan kesetiakawanan dalam kehidupan

sehari-hari dan menampilkan kerukunan umat

beragama dalam kehidupan sehari-hari92

Kompetensi

Dasar

Indikator Materi Pokok

Menerapkan

sikap

kesetiakawanan

sosial dalam

kehidupan

sehari-hari

Siswa dapat:

o Menjelaskan pengertian

kesetiakawanan

o Menunjukkan sikap

kesetiakawanan

o Mendiskusikan peranan

kesetiakawanan sosial dalam

kehidupan seorang muslim

dalam masyarakat

o Kesetiakawanan

sosial

o Peranan

kesetiakawanan

sosial

92 Drs. Syamsuri dan Drs. Mohamad Yunus, MA. Pendidikan Agama Islam Jilid 2 Untuk SMU Kelas 2 Berdasarkan Kurikulum 1994 Suplemen GBPP 1999 Program Semester (Jakarta: Erlangga, 2003), hlm. 2.

Page 110: skipsi multikultural

Menerapkan

kerukunan umat

beragama dalam

kehidupan

sehari-hari

Siswa dapat:

o Menjelaskan pengertian

kerukunan intern umat

beragama, antar umat

beragama dan kerukunan

umat beragama dengan

pemerintah

o Menyimak dan membahas

Al-Qur’an surat Al-Hujurat:

13 dan Al-Imran: 103

tentang kerukunan intern

umat beragama

o Mengkaji dan memahami

Al-Qur’an surat Al-Baqarah:

256 dan Al-Kafirun:1-6

tentang kerukunan antar

umat beragama

o Mendiskusikan Al-Qur’an

surat An-Nisa’: 59 tentang

kerukunan umat beragama

dengan pemerintah

o Kerukunan umat

beragama

o QS. Al-Hujurat:

13

o QS. Al-Imran:

103

o QS. Al-Baqarah:

256

o QS. Al-Kafirun:

1-6

o QS. An-Nisa’: 59

Siswa mengetahui dan dapat menerapkan sikap kesetiakawanan

sosial dan kerukunan umat beragama dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-

nilai multikultural yang terkandung adalah siswa di bina dalam lingkungan

sekolah khususnya di dalam pembelajaran PAI dengan melakukan

kerjasama dengan siswa-siswa yang berbeda latar belakang, suku, status

sosial, maupun agama. Hal ini dengan memupuk sejak dini melalui materi

PAI yang mengandung indikator belajar tentang kerukunan umat

Page 111: skipsi multikultural

beragama, pertama, kerukunan antar umat beragama, kedua, kerukunan

intern umat beragama, dan ketiga, kerukunan antar umat beragama dengan

pemerintah. Siswa membaca dan memahami kandungan ayat-ayat Al-

Qur’an mengenai kerukunan umat beragama sehingga diharapkan siswa

dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, serta menjadi modal

dasar dalam berperilaku di kehidupan masyarakat yang heterogen.

Siswa tidak hanya mampu untuk melakukan kerjasama dengan

orang-orang yang seagama dengan mereka, tetapi juga memiliki toleransi

yang tinggi dengan orang-orang yang berbeda agama dengan mereka,

contohnya adalah adanya kelas jigsaw, guru mengelompokkan anak yang

berbeda-beda latar belakang ke dalam satu kelompok kemudian guru

memberikan tugas untuk dikerjakan bersama untuk mencapai tujuan

bersama. Selain kelas jigsaw, juga dapat dilakukan kerjasama dalam tim

olahraga, teater, pentas musik, dan lain sebagainya. Maka disini sikap

kesetiakawanan sosial mendapatkan tempat yang baik diantara mereka

untuk mempererat kerjasama dan kekeluargaan diantara mereka, tidak

hanya di dalam tim tetapi juga di luar tim.

Dari sini kita dapat melihat bahwasanya pembelajaran Pendidikan

Agama Islam berwawasan multikultural mewujudkan dampak positif bagi

semua siswa dan menjadi acuan semua guru untuk proses pembelajaran.

Page 112: skipsi multikultural

KELAS: XII (Dua Belas)

ASPEK AKHLAK DAN AL-QUR’AN

Standar Kompetensi: Menerapkan sikap/perilaku orang beriman kepada

Allah SWT dan Rasul-Nya dalam kehidupan

sehari-hari93

Kompetensi

Dasar

Indikator Materi Pokok

Menerapkan

sikap terpuji

kepada kedua

orang tua dalam

kehidupan

sehari-hari

Siswa dapat:

o Menunjukkan cara-cara

berbuat baik kepada kedua

orang tua, baik kedua orang

tua masih hidup maupun

sudah meninggal dunia

o Berbuat baik

kepada kedua

orang tua

Menerapkan

sikap terpuji

kepada sesama

manusia dalam

kehidupan

sehari-hari

Siswa dapat:

o Menunjukkan cara-cara

berbuat baik kepada sesama

manusia

o Menyimak dan membahas

Al-Qur’an surat An-Nisaa:

36 dan surat Al-Hujurat: 10,

11, 12, dan 13 tentang

berbuat baik pada sesama

manusia

o Kerukunan umat

beragama

o QS. An-Nisaa:

36

o QS. Al-Hujurat:

10, 11, 12, dan

13

Berbuat baik terhadap orang tua dan sesama manusia merupakan

salah satu indikator demi meningkatkan wawasan multikultural pada

siswa, GPAI memberi pengertian, contoh, serta teladan pada siswa untuk

93 Drs. Syamsuri dan Drs. Mohamad Yunus, MA. Pendidikan Agama Islam SMU Jilid 3 Untuk Kelas 3 Berdasarkan Kurikulum 1994 Suplemen GBPP 1999 Program Semester (Jakarta: Erlangga, 2003), hlm. 94.

Page 113: skipsi multikultural

meningkatkan akhlak yang baik di kehidupan sehari-hari tanpa melihat

perbedaan status sosial, suku, etnis, bahasa, maupun agama orang yang

dihadapinya. Pendidikan berwawasan multikultural itu sendiri ingin

mewujudkan manusia budaya sehingga menciptakan masyarakat

berbudaya (berperadaban). Sebagai warga negara yang baik maka kita

harus ikut mendukung adanya era reformasi yang memiliki cita-cita

mewujudkan manusia yang demokratis, menghapus KKN, mengurangi

tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosial, maka dengan adanya

pembelajaran PAI berwawasan multikultural maka dapat mempercepat

proses terbentuknya masyarakat yang demokratis. Hal ini membuat siswa

tidak kehilangan jati diri budaya asalnya tetapi juga tidak terhanyut atau

fanatik terhadap budaya-budaya baru yang datang di lingkungannya

sehingga tetap memiliki respon positif terhadapnya dan mampu mereduksi

konflik-konflik yang diakibatkan benturan budaya yang ada.

Untuk lebih memperjelas perencanaan yang digunakan, data yang

terdapat dalam silabus pendidikan agama Islam SMA Negeri 2 Batu dapat

dilihat dalam lampiran 3.

Dari paparan data di atas, dapat dilihat bahwa standar kompetensi

maupun indikator dari materi yang diajarkan dalam pembuatan

perencanaan pembelajaran PAI di SMA Negeri 2 Batu telah mengandung

unsur atau nilai-nilai multikultural yang menjadi pokok ajaran dari GPAI

untuk mengembangkan sikap toleransi antar siswa dan menerapkan lebih

lanjut pendidikan multikultural di lingkungan SMA Negeri 2 Batu.

Page 114: skipsi multikultural

2. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan

Multikultural di SMA Negeri 2 Batu.

Proses pembelajaran dalam pendidikan agama Islam selalu

memperhatikan individu peserta didik serta menghormati harkat, martabat

dan kebebasan berpikir, mengeluarkan pendapat, dan menetapkan

pendiriannya, sehingga bagi peserta didik belajar merupakan hal yang

menyenangkan dan sekaligus mendorong kepribadiannya berkembang

secara optimal. Sedangkan bagi guru, proses pembelajaran merupakan

kewajiban yang bernilai ibadah, yang harus dipertanggungjawabkan di

hadapan Allah SWT.

Mengenai pelaksanaan pembelajaran PAI ini, peneliti melakukan

wawancara dengan Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Batu, dan hasilnya

adalah:

”..........dan telah disepakati bila proses pembelajaran PAI berlangsung siswa yang beragama selain Islam, diperkenankan mengikuti atau meninggalkan kelas dan belajar atau baca-baca buku di ruang perpustakaan.........”94

Peneliti juga melakukan wawancara dengan Wakasek Bagian

Kurikulum SMA Negeri 2 Batu, dan hasilnya adalah sebagai berikut:

”...........dalam pembelajaran pendidikan agama Islam yang siswanya ada selain Islam, boleh ikut di dalam kelas asal tidak mengganggu yang lain atau tidak ikut dan di suruh belajar di perpustakaan, pendidikan agama Kristen dan Katholik dilaksanakan pada hari Jum’at sedangkan pendidikan agama Hindu dan Budha dilaksanakan pada hari Sabtu..........”95

94 Wawancara dengan Drs. Suprayitno, M. Pd, Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Batu, tanggal 3 Maret 2009, pukul 09.00-09.40. 95 Wawancara dengan Anto Dwi Cahyono, S. Pd., MM, Wakasek Bagian Kurikulum SMA Negeri 2 Batu, tanggal 28 Februari 2009, pukul 10.00-10.20.

Page 115: skipsi multikultural

Artinya telah ada kesepakatan atau ketetapan dari Kepala Sekolah

dan guru pendidikan agama Islam yang ada, bahwa dalam pelaksanaan

pembelajaran pendidikan agama Islam yang siswanya ada non Muslim

maka siswa tersebut diperkenankan mengikuti atau meninggalkan kelas

dan belajar atau baca-baca buku di ruang perpustakaan.

Dalam hal ini peneliti juga melakukan wawancara dengan 3 (tiga)

guru pendidikan agama Islam di SMA Negeri 2 Batu, dan hasilnya adalah

sebagai berikut:

”.........dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam yang siswanya ada selain non Islam, biasanya materi yang disampaikan dikaitkan dengan kondisi lingkungan/kejadian/fenomena yang ada dan berhati-hati dalam pengucapan/penyampaian materi agar murid yang non Islam tidak tersinggung. Kalau di kelas saya, yang ikut di dalam kelas biasanya hanya satu atau dua murid non Islam, dan karena seringnya ikut di dalam pelajaran, sehingga terkadang saya lupa kalau ia beragama non Islam.........”96 ”...........dalam pembelajaran pendidikan agama Islam yang siswanya ada selain Islam berjalan sebagaimana biasanya, apa yang telah direncanakan kita sampaikan apa adanya, dan siswa yang non Islam ternyata mereka lebih memilih ikut di dalam kelas meskipun sebagai peserta pasif.........”97 ”...........pembelajaran pendidikan agama Islam terkadang dilakukan di dalam kelas atau mushola, sedangkan untuk siswa yang beragama non Islam mayoritas mereka ikut di dalam pembelajaran yang ada meskipun sebagai peserta pasif...........”98

96 Wawancara dengan Machfud Effendi, S. Ag, Guru Pendidikan Agama Islam SMA Negeri 2 Batu, tanggal 13 Februari 2009, pukul 10.30-11.20. 97 Wawancara dengan Fiatin Ainiyah, S. Ag, Guru Pendidikan Agama Islam SMA Negeri 2 Batu, tanggal 16 Februari 2009, pukul 08.10-08.30. 98 Wawancara dengan Djamari, BA, Guru Pendidikan Agama Islam SMA Negeri 2 Batu, tanggal 16 Februari 2009, pukul 11.00-11.30.

Page 116: skipsi multikultural

Peneliti juga melakukan wawancara dengan salah satu murid SMA

Negeri 2 Batu, hasilnya adalah sebagaimana berikut:

”...........pembelajaran pendidikan agama Islam yang ada sangat menyenangkan sekali, karena dengan adanya pelajaran agama di sekolah dapat menambah dan mempertebal keimanan saya. Pesertanya yang ada di dalam kelas bukan hanya siswa yang beragama Islam saja akan tetapi siswa yang beragama non Islam boleh ikut, sehingga dengan adanya pembelajaran seperti ini dapat menambah rasa toleransi dan sikap saling menghargai sesama antar pemeluk agama yang berbeda..........”99

Selain itu peneliti juga melakukan wawancara dengan salah satu

murid yang beragama Katholik, dan hasilnya adalah sebagai berikut:

”...........Guru pendidikan agama Islam memberi saya kebebasan untuk mengikuti pelajarannya atau tidak dan saya kemarin juga sempat minta bimbingan secara individu kepada beliau karena permasalahan yang terjadi pada diri saya, dan beliau membimbing dan menerima kedatangan saya dengan baik tidak pilih kasih dan penuh kekeluargaan...........”100

Dari hasil wawancara di atas ternyata menunjukkan bahwa di dalam

pembelajaran pendidikan agama Islam di SMA Negeri 2 Batu berjalan

seperti apa yang telah direncanakan oleh GPAI yang ada, tempat

pelaksanaan pembelajaran biasanya dilakukan di dalam kelas atau

mushola, GPAI menerapkan nilai-nilai multikultural dalam metode

pembelajarannya dan di dalam menyampaikan materi selalu dikaitkan

dengan kejadian/fenomena yang ada sehingga murid dapat lebih peduli

terhadap lingkungan di sekitarnya. Selanjutnya siswa yang beragama non

Islam ternyata mereka lebih memilih ikut dalam pelaksanaan pembelajaran

99 Wawancara dengan Rifki Nur Ardian Firmansyah, Murid SMA Negeri 2 Batu Kelas X-5, tanggal 16 Maret 2009, pukul 10.00-10.10. 100 Wawancara dengan Leonardus Andri Himawan, Murid SMA Negeri 2 Batu Kelas X-3, tanggal 16 Maret 2009, pukul 11.45-12.00.

Page 117: skipsi multikultural

PAI yang ada meskipun hanya sebagai peserta pasif, dari sinilah muncul

pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural.

3. Hasil Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berwawasan

Multikultural di SMA Negeri 2 Batu.

Hasil pembelajaran ialah perubahan perilaku individu. Individu akan

memperoleh perilaku baru, menetap, fungsional, positif, disadari, dan

sebagainya. Perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran ialah perilaku

secara keseluruhan yang mencakup aspek kognitif, afektif, konatif, dan

motorik.101

Mengenai hasil pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan

multikultural di SMA Negeri 2 Batu ini, peneliti melakukan wawancara

dengan Kepala Sekolah. Adapun hasil dari wawancara tersebut adalah

sebagai berikut:

”.........seperti diketahui bahwa di sekolah ini terdapat lima agama sekaligus yang juga diajar oleh guru agama masing-masing, saya melihat para guru telah melaksanakan pembelajaran masing-masing dengan baik yang tentunya dengan berwawasan multikultural yang mereka miliki, hasilnya adalah bahwa selama beberapa tahun belakangan ini sekolah disini tidak pernah terlibat konflik antar siswanya hanya karena perbedaan agama atau daerah asal masing-masing..........”102

Kepala Sekolah sejak awal telah mengkoordinir para guru

pendidikan Agama Islam dalam perencanaan maupun pelaksanaan dalam

pembelajaran PAI, selain itu juga di dalam evaluasinya yang telah sesuai

101 Prof. Dr. H. Mohamad Surya, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), hlm. 16-17. 102 Wawancara dengan Drs. Suprayitno, M. Pd, Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Batu, tanggal 13 Maret 2009, pukul 08.10-08.25.

Page 118: skipsi multikultural

dengan prosedur yang ada, akan tetapi peneliti disini tidak memaparkan

hasil evaluasi pembelajaran PAI secara detail, karena yang ingin diketahui

hanyalah hasil dari proses pembelajaran PAI berwawasan multikultural

yang telah dilaksanakan di SMA Negeri 2 Batu.

Peneliti juga melakukan wawancara dengan 3 (tiga) guru pendidikan

agama Islam di SMA Negeri 2 Batu, dan hasilnya adalah sebagai berikut:

”..........saya mengamati bahwa semua siswa baik yang beragama Islam maupun non Islam saat mengikuti pembelajaran PAI semua bersikap biasa dalam artian tidak ada perubahan sikap (fanatik) dari setiap siswa, saling menghormati dan yang beragama non Islam juga menghargai siswa yang Islam dalam mengikuti pelajaran PAI.........” 103 ”.........hasil yang diperoleh adalah keadaan kelas yang kondusif penuh kekeluargaan, baik pada saat guru menyampaikan materi atau pada saat mengerjakan tugas yang diberikan guru. Mereka (siswa non Islam) tidak mengganggu proses pembelajaran PAI di kelas, tetapi mereka juga dapat membaca di ruang perpustakaan sehingga waktu mereka juga tidak terbuang sia-sia, mereka memiliki hak untuk memilih. Mengenai evaluasi kami sebagai GPAI memakai prosedur yang telah ada dan sampai saat ini tidak memiliki kendala yang berarti........” 104 ”.........pada saat saya melakukan proses pelaksanaan pembelajaran PAI di kelas, ada beberapa anak non Islam yang mengikuti pelajaran saya, terkadang malah saya juga mengajak komunikasi dengan mereka terlepas dari materi agama Islam yang saya ajarkan, nah kemudian hasilnya adalah pada saat waktu senggang (jam istirahat) di sekolah, ada anak yang kebetulan beragama non Islam datang kepada saya dan mengungkapkan apa yang menjadi permasalahan hidupnya, dari sini saya dapat melihat bahwasanya anak-anak yang beragama non Islam pun merasa nyaman kepada saya yang bukan guru agamanya, dan nyaman pula berada di lingkungan sekolah yang mayoritas agama yang di anut siswanya bukan agama yang di anutnya (Islam), jadi hasilnya terlihat dari perilaku mereka yang tidak fanatik dan menghormati terhadap perbedaan.........” 105

103 Wawancara dengan Machfud Effendi, S. Ag, Guru Pendidikan Agama Islam SMA Negeri 2 Batu, tanggal 13 Februari 2009, pukul 10.30-11.20. 104 Wawancara dengan Fiatin Ainiyah, S. Ag, Guru Pendidikan Agama Islam SMA Negeri 2 Batu, tanggal 16 Februari 2009, pukul 08.10-08.30. 105 Wawancara dengan Djamari, BA, Guru Pendidikan Agama Islam SMA Negeri 2 Batu, tanggal 16 Februari 2009, pukul 11.00-11.30.

Page 119: skipsi multikultural

Sehingga dari sini, peneliti dapat melihat bahwasanya peran dari

guru pendidikan agama Islam sangat penting bagi pelaksanaan

pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural di kelas,

karena dengan sikap terbuka dan adil oleh guru yang bersangkutan dapat

membuka pula komunikasi yang baik dengan siswa-siswanya walaupun

dari agama yang berbeda. Sehingga tujuan dari pendidikan agama Islam

berwawasan multikultural dapat tercapai dengan baik.

Mengenai hasil pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan

multikultural ini, peneliti juga melakukan wawancara dengan salah satu

murid SMA Negeri 2 Batu, dan hasilnya adalah sebagai berikut:

”..........saya sebagai Ketua OSIS di sekolah ini banyak mengamati keadaan teman-teman saya yang berasal dari bermacam-macam daerah asal, bahasa, dan agama yang dianut, melalui pembelajaran PAI berwawasan multikultural ini, kita semakin rukun dan bergaul pun tidak memandang status, karena kita harus bekerja sama misalnya dalam menyelesaikan tugas kelompok dari guru, sehingga hubungan kami tidak kaku dan saling menghormati.........” 106

Demikian paparan hasil dari pembelajaran pendidikan agama Islam

berwawasan multikultural di SMA Negeri 2 Batu yang secara langsung

dapat diamati oleh peneliti. Sehingga dapat diketahui bahwa di sekolah

tersebut telah terlihat toleransi antar pemeluk agama dan antar berbagai

suku atau bahasa yang digunakan sehari-hari oleh siswa-siswanya.

106 Wawancara dengan Kiki Wahidatul Awaliyah, Murid SMA Negeri 2 Batu Kelas XI IPA 1, tanggal 3 Maret 2009, pukul 10.00-10.15.

Page 120: skipsi multikultural

BAB V

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural

adalah salah satu model pembelajaran pendidikan agama Islam yang dikaitkan

pada keragaman yang ada, entah itu keragaman agama, etnis, bahasa, dan lain

sebagainya. Hal ini dilakukan karena banyak kita jumpai di sekolah-sekolah

umum (bukan bercirikan Islam) di dalam satu kelas saja terdiri dari berbagai latar

belakang siswa yang sangat beragam, ada yang berbeda agama, etnis, bahasa,

suku, dan lain sebagainya.

Begitu juga halnya apa yang ada di SMA Negeri 2 Batu, siswa yang

ada sangat beragam sekali, tapi yang paling menarik untuk di jadikan bahan kajian

adalah di dalam pembelajaran agama Islam yakni dimana siswa yang ada di dalam

satu kelas tadi tidak hanya beragama Islam saja, akan tetapi ada juga yang

beragama non Islam.

Sebagaimana data yang diperoleh di lapangan, kebijakan yang ada di

SMA Negeri 2 Batu ini adalah dalam pembelajaran pendidikan agama Islam yang

siswanya ada yang beragama non Islam, maka oleh guru pendidikan agama Islam

siswa tadi diberi kebebasan untuk mengikuti pelajaran agama Islam di dalam kelas

sebagai peserta pasif atau di luar kelas dan diarahkan untuk belajar di

perpustakaan sekolah.

Page 121: skipsi multikultural

A. Perencanaan Pembelajaran PAI Berwawasan Multikultural

Dari data yang diperoleh di lapangan, di dalam membuat perencanaan

pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural, tidak ada

perencanaan yang bersifat khusus yang dipersiapkan untuk pembelajaran

tersebut, akan tetapi guru pendidikan agama Islam hanya membuat

perencanaan yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan dan sesuai

dengan kurikulum yang digunakan. Perencanaan tersebut hanya khusus

dipersiapkan bagi siswa yang beragama Islam, hal ini disebabkan karena

siswa yang beragama non Islam di SMA Negeri 2 Batu telah memiliki guru

mata pelajaran agama yang di anut masing-masing. Sehingga dalam

perencanaan pembelajaran pendidikan agama selain Islam telah diatur oleh

guru agama masing-masing yang bersangkutan. Akan tetapi meskipun

demikian siswa yang beragama non Islam tersebut tetap diperbolehkan

mengikuti kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam di kelas meskipun

hanya sebagai peserta pasif.

Perencanaan merupakan proses penyusunan sesuatu yang akan

dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pelaksanaan

perencanaan tersebut dapat disusun berdasarkan kebutuhan dalam jangka

tertentu sesuai dengan keinginan pembuat perencanaan. Namun yang lebih

utama adalah perencanaan yang dibuat harus dapat dilaksanakan dengan

mudah dan tepat sasaran.

Page 122: skipsi multikultural

Begitu pula dengan perencanaan pembelajaran, yang direncanakan harus

sesuai dengan target pendidikan. Guru sebagai subjek dalam membuat

perencanaan pembelajaran harus dapat menyusun berbagai program

pengajaran sesuai dengan pendekatan dan metode yang akan digunakan.

B. Pelaksanaan Pembelajaran PAI Berwawasan Multikultural

Dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan

multikultural di SMA Negeri 2 Batu ini berjalan sebagaimana yang telah

direncanakan oleh guru yang bersangkutan. Dari data yang diperoleh di

lapangan ternyata siswa banyak yang merasa senang terhadap pembelajaran

yang ada, karena di samping pelajaran agama yang ada dapat menambah dan

mempertebal keimanan siswa yang ada juga tambah mempererat hubungan

antara siswa yang berbeda agama. Karena siswa yang beragama non Islam

tadi meskipun sudah ada kebijakan bahwa mereka diperbolehkan untuk tidak

mengikuti pelajaran, tetapi pada kenyataannya mereka lebih memilih ikut di

dalam kelas mereka hanya sebagai peserta pasif.

Di dalam penyampaian materi pendidikan agama Islam, guru pendidikan

agama Islam yang ada selalu mengaitkan dengan fenomena/kejadian yang

ada. Hal ini dilakukan dalam ragka mengarahkan peserta didik agar peduli

terhadap lingkungan sekitarnya.

Salah seorang informan mengatakan, apabila materi yang disampaikan

ada yang berkaitan dengan masalah Aqidah (keyakinan), mereka sangat

berhati-hati di dalam menyampaikannya karena ditakutkan ada siswa yang

Page 123: skipsi multikultural

beragama non Islam yang tersinggung. Hal ini menunjukkan bahwa ternyata

di dalam pembelajaran yang ada masih dapat dikatakan kurang mengenal

tentang wawasan multikultural, sehingga nantinya seorang guru pendidikan

agama Islam harus dapat member pemahaman terhadap murid agar tidak

terjadi kesalahpahaman.

Dan juga dari hasil data yang diperoleh di lapangan ada sebagian guru

yang menyampaikan materi tentang Aqidah (keyakinan) ini dengan apa

adanya (blak-blakan), akan tetapi sebelumnya sang guru tersebut sudah

memberikan penjelasan bahwa di dalam setiap agama itu terdapat persamaan

dan perbedaan. Persamaannya adalah setiap agama selalu ingin menuju

terhadap kebahagiaan dan kesejahteraan bagi penganutnya, dan mungkin

perbedaannya adalah pada tata cara peribadatan yang dilakukan atau jalan

yang digunakan untuk mencapai tujuan masing-masing.

Dari salah seorang informan menyebutkan bahwa di dalam pembelajaran

pendidikan agama Islam berwawasan multikultural yang ada, terkadang sang

guru ada yang lupa kalau muridnya tersebut ada yang beragama non Islam,

hal ini disebabkan karena intensitas seringnya sang murid tersebut dalam

mengikuti proses pembelajaran pendidikan agama Islam yang ada di sekolah

tersebut.

Akan tetapi perlu kita pahami bahwasanya multikultural bukan berarti

paham yang hendak menyeragamkan perbedaan/keanekaan, paham ini justru

menjunjung tinggi keragaman dan menghargai perbedaan. Titik temu

multikultural bukan pada bentuk peleburan untuk menyatu, akan tetapi pada

Page 124: skipsi multikultural

sikap toleransi terhadap keragaman itu sendiri. Inilah peranan pendidikan

agama yang perlu diutamakan, di masa kini dan di masa yang akan datang, di

samping peran-peran lainnya dalam meningkatkan kualitas keberagaman para

pemeluk agama.

C. Hasil Pembelajaran PAI Berwawasan Multikultural

Seorang guru untuk mengetahui hasil yang telah diperoleh terkait dengan

apa yang telah ditransformasikan kepada anak didiknya, serta untuk

mengetahui apakah tujuan yang direncanakan telah tercapai atau belum, dan

juga berapa persen tercapainya. Guru tadi telah membuat cara mengevaluasi,

yaitu cara mengukur kemampuan murid setelah proses belajar mengajar

selesai.

Sikap toleransi dan saling menghormati tercermin di dalam perilaku

siswa-siswa yang berlatar belakang heterogen, baik di dalam kelas maupun di

luar kelas. Seorang guru, baik guru bidang pelajaran pendidikan agama Islam

maupun guru bidang pelajaran lainnya memiliki tanggung jawab untuk

memberikan bimbingan dan pemahaman kepada peserta didik tentang

wawasan multikultural. Hal ini dikarenakan hasil yang nantinya akan

diperoleh adalah perubahan sikap yang positif dari peserta didik tentang tata

cara berhubungan yang baik dengan komunitas yang heterogen (agama,

bahasa, suku, dan etnis) baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan

masyarakat yang mereka diami sekarang atau lingkungan masyarakat setelah

mereka lulus nanti.

Page 125: skipsi multikultural

Sebagai warga negara yang baik maka penduduk Indonesia harus ikut

mendukung adanya era reformasi yang memiliki cita-cita mewujudkan

manusia yang demokratis, menghapus KKN, mengurangi tingkat kemiskinan

dan kesenjangan sosial, memberantas pengangguran, dan bersikap adil dan

bijaksana, maka dengan adanya pembelajaran PAI berwawasan multikultural

maka dapat mempercepat proses terbentuknya masyarakat yang demokratis.

Hal ini membuat siswa tidak kehilangan jati diri budaya asalnya tetapi juga

tidak terhanyut atau fanatik terhadap budaya-budaya baru yang datang di

lingkungannya sehingga tetap memiliki respon positif terhadapnya dan

mampu mereduksi konflik-konflik yang diakibatkan benturan budaya yang

ada. Guru memiliki peran dalam meningkatkan wawasan multikultural karena

pendidikan menjadi wadah yang tepat untuk melaksanakan pembelajaran

yang berwawasan multikultural, selain itu juga peran orang tua dalam

mendukung pembelajaran tersebut, maka setiap sekolah khususnya guru

untuk membuka atau melaksanakan diskusi tentang wawasan multikultural

agar dapat mengurangi bias dan meningkatkan toleransi antar peserta didik.

Dalam mengemukakan hasil pembelajaran pendidikan agama Islam

berwawasan multikultural, tidak lepas dari peranan seluruh civitas akademik

SMA Negeri 2 Batu, baik Kepala Sekolah ,guru pendidikan agama Islam, dan

siswa-siswanya dalam usaha mensukseskan pendidikan multikultural. Secara

keseluruhan dapat dilihat adanya kerukunan dan sikap kekeluargaan yang

ditunjukkan oleh setiap siswa yang ada, sehingga kegiatan belajar mengajar

Page 126: skipsi multikultural

yang terjadi menjadi lebih kondusif, tanpa pilih kasih dengan tetap

menghargai perbedaan yang ada.

Page 127: skipsi multikultural

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari pendidikan agama Islam

berwawasan multikultural ini adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan

multikultural di SMA Negeri 2 Batu adalah setiap guru pendidikan agama

Islam membuat silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran sesuai

kurikulum yang digunakan dan sesuai dengan materi atau bab yang akan

disampaikan kepada siswa. Kemudian, siswa yang beragama non Islam

diberi kebebasan untuk ikut dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas

sebagai peserta pasif atau meninggalkan kelas dan diarahkan ke

perpustakaan untuk belajar secara mandiri.

2. Pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan

multikultural di SMA Negeri 2 Batu berjalan sesuai dengan apa yang telah

direncanakan oleh guru pendidikan agama Islam dengan macam-macam

metode yang mereka gunakan. Cara GPAI menyampaikan materi telah

terselipkan nilai-nilai multikultural baik dalam tutur kata maupun dalam

sikap sehari-hari. Siswa yang beragam non Islam ternyata dalam

pelaksanaan pembelajaran PAI lebih memilih untuk mengikuti sebagai

peserta pasif di dalam kelas daripada meninggalkan kelas meskipun telah

ada kebijakan dari sekolah untuk berada di luar kelas.

Page 128: skipsi multikultural

3. Hasil yang dicapai dalam pembelajaran pendidikan agama Islam

berwawasan multikultural di SMA Negeri 2 Batu adalah keterbukaan antar

siswa baik yang Islam maupun non Islam di dalam penyelesaian masalah

yang ada baik masalah internal maupun eksternal siswa. Terdapat

kerjasama yang baik antar siswa yang berbeda-beda dalam menyelesaikan

tugas-tugas kelompok yang diberikan guru. Sehingga terlihat kondisi kelas

yang kondusif dan penuh kekeluargaan. Di kalangan guru juga tercipta

suasana kerja yang nyaman tanpa adanya konflik-konflik yang dapat

merenggangkan tali silaturahmi antar civitas akademika SMA Negeri 2

Batu. Kerukunan terbina karena adanya sikap saling menghargai antar

perbedaan yang ada, baik agama, bahasa, maupun daerah asal dari setiap

guru dan siswa.

B. Saran

1. Dalam pembelajaran pendidikan agama Islam berwawasan multikultural

diperlukan dukungan dari berbagai pihak, khususnya orang tua siswa dan

para guru mata pelajaran umum agar tercipta sikap toleransi di kalangan

civitas akademika SMA Negeri 2 Batu.

2. Perlu adanya peningkatan kerjasama antara Guru Pendidikan Agama Islam

dengan guru mata pelajaran lainnya serta lembaga-lembaga keagamaan

guna meningkatkan toleransi antar umat beragama terutama di kalangan

guru dan siswa.

Page 129: skipsi multikultural

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi. 2005. Idiologi Pendidikan Islam Paradigma Humanisme Teosentris.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Al-Qur’an dan Terjemahnya. 2005. Bandung: PT Syaamil Cipta Media.

Aly, Abdullah. 2005. Pendidikan Multikultural dalam Tinjauan Pedagogik

(http://psbps.org/).

Arikunto, Suharsimi. 1987. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis.

Jakarta: PT. Bima Karya.

-------------, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek: Edisi Revisi VI.

Jakarta: Rineka Cipta.

Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri. 1991. Prestasi Belajar dan Kompetensi Mengajar.

Surabaya: Usaha Nasional.

Fajar, Malik. 2004. Mendiknas: Kembangkan Pendidikan Multikulturalisme

(http://www.gatra.com/2004-08-11/artikel.php?id=43305).

Koentjaraningrat. 1997. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama.

Kusrini, Siti., dkk. 2008. Ketrampilan Dasar Mengajar (PPL 1), Berorientasi

pada Kurikulum Berbasis Kompetensi. Malang: Fakultas Tarbiyah UIN

Malang.

Mahfud, Chairul. 2007. Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Page 130: skipsi multikultural

Majid, Abdul. Andayani, Dian. 2004. Pendidikan Agama Islam Berbasis

Kompetensi, Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Marno. 2007. Islam by Management and Leadership Tinjauan Teoritis dan

Empiris Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam. Jakarta: Lintas

Pustaka.

Moleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Muhaimin, dkk. 2001. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan

Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E. 2004. Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK.

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Muslich, Masnur. 2008. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan

Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.

Naim, Ngainun. Syauqi, Ahmad. 2008. Pendidikan Multikultural: Konsep dan

Aplikasi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Nurdin, Z. Arifin. 2008. Gagasan dan Rancangan Pendidikan Agama

Berwawasan Multikultural di Sekolah Agama dan Madrasah

(http://www.dirjen.depag.ri.or.id).

Permen No. 22 Tahun 2006, Tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Tingkat SMA-MA-SMK-MAK. 2006. Jakarta: Sinar Grafika.

Page 131: skipsi multikultural

Poedjiadi, Anna. 2005. Sains Teknologi Masyarakat: Model Pembelajaran

Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya dan

Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Ramayulis, 2005. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Rosyada, Dede. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model

Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta:

Kencana.

Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Santrock, John W. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada.

Shaleh, Abdul Rahman. 2000. Pendidikan agama dan Keagamaan Visi, Misi dan

Aksi. Jakarta: PT Gemawindu Pancaperkasa.

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :

Alfabeta.

Sukardi. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya.

Jakarta: Rineka Cipta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2008. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek.

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Suparlan, Parsudi. 2002. Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural.

(http://www.scripp.ohiou.edu/news/cmdd/artikel-ps.htm).

Surya, Mohamad. 2004. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung:

Pustaka Bani Quraisy.

Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2005. Bandung: Fokus Media.

Page 132: skipsi multikultural

Starr, Linda. 2004. Creating a Climate for Learning: Effective Classroom

Management Technique

(http://www.educationworld.com/a_curr/curr155.shtml).

Styles, Donna. 2004. Class Meetings: A Democratic Approach to Classroom

Management (http://www.educationworld.com/a_curr/profdev012.shtml).

Syamsuri, dkk. 2003. Pendidikan Agama Islam SMU Jilid 3 Untuk Kelas 3

Berdasarkan Kurikulum 1994 Suplemen GBPP 1999 Program Semester.

Jakarta: Erlangga.

----------------, 2003. Pendidikan Agama Islam Jilid 2 Untuk SMU Kelas 2

Berdasarkan Kurikulum 1994 Suplemen GBPP 1999 Program Semester.

Jakarta: Erlangga.

---------------, 2004. Pendidikan Agama Islam SMA Jilid 1 Untuk Kelas X

Berdasarkan Kurikulum 2004 Berbasis Kompetensi. Jakarta: Penerbit

Erlangga.

Tilaar, H.A.R., 2004. Multikulturalisme, Tantangan-tantangan Global Masa

Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo.

-----------------, 2006. Manifesto Pendidikan Nasional, Tinjauan dari Perspektif

Postmodernisme dan Studi Kultural. Jakarta: Kompas.

Tobroni, dkk. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan; Demokrasi, HAM, Civil

Society, dan Multikulturalisme. Malang: Pusat Studi Agama, Politik, dan

Masyarakat.

Yaqin, Ainul. 2005. Pendidikan Multikultural, Cross Cultural Understanding

untuk Demokrasi dan Keadilan. Jogyakarta: Pilar Media.

Page 133: skipsi multikultural

Zainuddin, M.. Walid, Muhammad. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi. Malang:

Fakultas Tarbiyah UIN Malang.

Zuhairini. Ghofir, Abdul. 2004. Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama

Islam. Malang: UM Press.