Upload
teus-fatamorgana
View
72
Download
11
Embed Size (px)
DESCRIPTION
nervus
Citation preview
PENUNTUN SKILL LAB-IIIPEMERIKSAAN NERVUS KRANIALIS
BLOK NERVOUS SYSTEM (NS)DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UHKBPN
Disusun Oleh :dr. L.B.M Sitorus, Sp.S
dr. Laura Octavina Siagian, M.Ked(Neu), Sp.S
Nervus I (Olfaktorius)
Maksud pemeriksaan nervus olfaktorius adalah untuk memeriksa fungsi pembauan / penghiduan.a. Persiapan pemeriksaan :
Yakinkan bahwa jalan nafas melalui hidung baik, tidak ada sumbatan Yakinkan tidak ada atrofi mukosa hidung
b. Cara pemeriksaan: Kedua mata mata ditutup Satu persatu kedua lubang hidung diperiksa, lubang yang sedang tidak diperiksa
ditutup. Pasien diminta untuk mengidentifikasi bahan yang dipakai untuk tes (kopi, teh,
tembakau, kulit jeruk, dll) Terciumnya bau dengan tepat berarti susunan olfaktorik berfungsi dengan baik
c. Interpretasi pemeriksaan klinis: Anosmia = hilangnya daya pembauan yang dapat dijumpai pada trauma kapitis di
mana berkas n.I terpotong oleh o skribriformis atau oleh fraktur os ethmoidalis atau terendam oleh perdarahan di fossa serebri anterior. Dapat juga merupakan komplikasi meningitis, penekanan oleh meningioma, dll.
Hiposmia = daya pembauan yang kurang tajam, misalnya pada manifestasi rinitis, terutama rinitis vasomotor. Hiposmia yang menetap terjadi pada usia lanjut.
Hiperosmia = daya pembauan yang teramat peka, misalnya pada histeria konversi. Parosmia = bila tercium yang tidak sesuai dengan bahan yang disium, misalnya
pada trauma kapitis. Kakosmia = parosmia yang tidak menyenangkan, misalnya mencium bau pesing,
bacin, kakus. Dapat dijumpai pada truma kapitis atau pada histeria konversi.
Nervus II (Optikus)
a. Daya penglihatan Persiapan pemeriksaan
o Ruang harus cukup terango Yakinkan bahwa tidak ada katarak, radang parut di kornea atau nebula, iritis,
uveitis, glaukoma atau korpus alienum Cara pemeriksaan
o Dengan memakai kartu Snelleno Secara kasar, pemeriksaan visus ini dapat dilakukan tanpa menggunakan
kartu, yaitu dengan membaca telunjuk pemeriksa. Orang normal dapat membaca hitungan jari pada jarak maksimal 60 m. Bila pasien hanya dapat membaca pada jarak 1 m saja, berarti visusnya adalah 1/60.
b. Penglihatan warna Persiapan pemeriksaan:o Disiapkan kartu tes Ischihara dan Stilling, atauo Disiapkan benang wol berbagai warna
Cara pemeriksaan:o Pasien diminta untuk mengambil atau menunjuk warna sesuai dengan perin-
tah pada kartu tes Ischikharac. Medan penglihatan
Persiapan pemeriksaan :
o Untuk pemeriksaan medan penglihatan yang sederhana, tanpa menggunakan alat khusus adalah tes konfrontasi, dengan tangan. Sedangkan yang lainnya menggunakan alat khusus yaitu perimeter dan kampimeter.
Cara pemeriksaan o Dalam klinik dikenal 3 metode tes medan penglihatan:
tes dengan perimeter tes dengan kampimeter tes konfrontasi dengan tangan
- pasien diminta koperatif untuk memandang satu titik fiksasi di tengah.
- pemeriksa dengan medan penglihatan yang normal berhadapan sejajar dengan jarak antara mata pemeriksa dan mata pasien sejauh 30 – 40 cm.
- satu persatu mata pasien diperiksa. Bila mata kanan yang diperiksa, mata kiri ditutup. Begitu pula sebaliknya.
- pemeriksa menggerakkan jarinya dari perifer ke tengah (jarak jari terhadap kedua pihak harus sama).
- bila pemeriksa telah melihat, sementara pasien belum, berarti medan penglihatan pasien menyempit.
Interpretasi hasil pemeriksaano Dengan metode ini lesi dapat dideteksi. Misalnya ditemukan hemianopsia
bitemporal berarti ada lesi di garis tengah khiasma optikum. Hemianopsia binasale berarti ada lesi di khiasma optikum bagian luar.
d. Pemeriksaan fundus okuli Pemeriksaan papil, retina, arteri/vena, perdarahan dilakukan dengan menggunakan
oftalmoskope. Pemeriksaan pupil: lihat pemeriksaan fungsi batang otakf. Marcus Gunn: lihat modul neuro-oftalmologi
Nervus III (Okulomotorius)
Kelumpuhan N. III menimbulkan ptosis, oftalmoplegia dan midriasis (pada kelumpuhan total)a. Ptosis: penyempitan fisura palpebra karena turunnya kelopak mata akibat kelemahan/kelumpuhan otot elevator palpebra dan/atau tarsalis superior.
Cara meyakinkan adanya ptosis:o Pasien disuruh mengangkat kelopak mata atas secara volunter. Jika ptosis
tetap terlihat dan dahi menunjukkan adanya lipatan kulit maka terbukti ada ptosis tulen.
o Lipatan dahi menunjukkan kontraksi otot frontalis yang selamanya akan tim-bul bila kelopak mata diangkat sekuat-kuatnya.
b. Pemeriksaan gerakan bola mata:N III menginervasi m. rektus superior dan inferior dan m. obliquus inferior, yang
menyebabkan bola mata bergerak ke atas, nasal dan ke bawah. Cara pemeriksaan:o pasien disuruh untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa ke atas, medial dan
ke bawah.o bila terjadi paresis, pasien tidak dapat mengikutinya. Bola mata akan tetap ke
temporal.a. Strabismus divergen
Karena n. III mempersarafi m. rektus superior, inferior dan medial, maka adanya lesi pada n. III akan menyebabkan bola mata menyimpang ke sisi lateral/temporal. Jadi, bila tidak didapatkan bola mata yang menyimpang ke temporal berarti strabismus divergen positif. Tetapi, adanya strabismus belumlah berarti satu otot okuler lumpuh. Mungkin saja ada kelainan kongenital pada panjang otot okular. e. Diplopia
Bila seseorang mengeluh tentang diplopia tapi tidak memperlihatkan strabismus, mungkin sekali terdapat paresis ringan. Cara meyakinkan paresis ringan: adalah sebagai berikut:
Cover–uncover test
o Bila satu mata yang mengalami kelemahan otot okuler yang sedang menatap satu obyek secara binokuler pada satu obyek ditutup, maka mata ter5sebut akan bergerak menyimpang menjauhi otot okuler yang lemah.
o Bila mata yang sehat ganti ditutup, maka bola mata itu tersebut akan memutar ke arah yang berlawanan dengan arah penyimpangan otot yang paretik.
Nervus IV (troklearis)
Nervus IV mempersarafi m. obliquus superior yang mengatur gerakan bola mata ke bawah sedikit temporal. Paralisis n. IV akan melumpuhkan gerakan bola ke bawah lateral, menyebabkan penyimpangan ke arah nasal sedikit ke atas.
a. Cara pemeriksaan: Pasien disuruh mengikuti gerakan jari pemeriksa ke bawah lateral. Bila bola mata pasien tidak mampu mengikuti gerakan tersebut berarti ada
paralisis n. IV. b. Strabismus konvergen
Perhatikan sikap bola mata penderita apakah ada penyimpangan ke nasal.c. Diplopia
Cara pemeriksaan sama dengan pada pemeriksaan n. III.
Nervus V (trigemius)
Nervus trigeminus mempunyai fungsi motorik dan sensorik, terbagi atas 3 (tiga) cabang. Pemeriksaan fungsi N.V adalah sebagai berikut:a. Menggigit
Serabut motorik n. V hanya mengikuti cabang ke-3 (n. mandibularis). Otot yang dipersarafi adalah m. masseter, m. temporalis, m. pterigoideus eksternus dan internus.
Cara pemeriksaan:a. Pasien disuruh menggigit sekuat-kuatnyab. Selama pasien menggigit, pemeriksa melakukan palpasi pada m. masseter dan
temporalis untuk memeriksa adakah kontraksic. Bila ada kelumpuhan unilateral, maka serabut motorik n. V yang ipsilateral
tak mampu mengontraksikan m. masseter dan temporalis. b. Membuka mulut
Cara pemeriksaano Pemeriksa berdiri di depan pasien dan mengawasi rahang bawah pasien:
apakah simetris atau menyimpang. o Pada kelumpuhan unilateral, rahang bawah akan menyimpang ke ipsilateral
saat mulut dibuka karena m. pterigoideus eksternus yang sehat akan mendorong mandibula ke depan tanpa diimbangi oleh sisi yang lain.
c. Sensibilitas Sensibilitas wajah diperiksa di 3 daerah berbeda, yaitu atas, tengah dan bawah,
karena masing-masing diinervasi oleh cabang yang berbeda yaitu cabang oftalmikus, maksilaris dan mandibularis.
Alat yang digunakan:o untuk sensasi nyeri superfisial, gunakan jarumo untuk sensasi halus, gunakan kapas/buluo untuk sensasi termis, gunakan air panas/dingin.
Cara pemeriksaan:o pasien harus kooperatifo selama pemeriksaan sensibilitas kedua mata harus ditutup agar pasien tidak
tahu bagian tubuh yang diperiksao untuk mempermudah penilaian maka perangsangan dimulai dari proksimal
dan distal sehingga mudah teridentifikasi daerah dengan defisit sensorik dan daerah yang normal
o selanjutnya perangsangan berjalan terus maju saling mendekat dari yang normal ke daerah yang defisit dan sebaliknya
o intensitas perangsangan harus diubah-ubah untuk mengetahui ketepatan penilaian pasien
o mintalah respons yang tegas dari pasien; bila pasien merasa ditusuk/digores maka pasien harus bilang “ya”
o buatlah peta manifestasi sensorik setelah pemeriksaan selesai.d. Refleks bersin
Alat yang digunakano Kapas yang sudah dipilin
Cara pemeriksaan:o mukosa hidung dirangsang / digelitik dengan kapas yang sudah tersedia o positif: bila timbul bersin secara reflektorik
e. Refleks maseter/ refleks rahang bawah Alat yang digunakano Palu refleks
Cara periksaan:o Pasien diminta membuka mulutnya dengan santai, dengan cara selama
membuka mulut mengeluarkan suara “aaaaaa,” sementara itu pemeriksa menempatkan jari telunjuk tangan kirinya di garis tengah dagu, kemudian dengan palu refleks jari tersebut diketuk
o Jawaban positif berupa kontraksi m. masseter dan m. temporalis bagian depan yang mengakibatkan penutupan mulut secara tiba-tiba/ berlebihan.
f. Refleks zigomatikus Alat yang digunakano Palu refleks
Cara periksaan:o Dilakukan pengetukan pada os. zigomatikus dengan palu refleko Pada orang sehat tidak akan didapatkan respons, juga pada lesi nuklearis dan
infranukleariso Pada orang dengan lesi supranuklearis n. V akan muncul gerak berupa
gerakan rahang bawah ipsilateral.g. Trismus
Amati apakah terdapat spasme otot-otot rahang.
h. Refleks kornea (lihat pemeriksaan refleks batang otak) Komponen aferen dan eferen busur refleks kornea disusun oleh serabut sensorik n.
V cabang oftalmik dan serabut eferen n. VII yang mensarafi m. orbicularis okuli. Cara periksa:
d. Pasien diminta melirik ke atas atau ke samping supaya mata jangan berkedip bila kornea hendak disentuh
e. Goreskan seutas kapas pada kornea (jangan pada konjungtiva bulbi) pada satu sisi untuk membangkitkan gerakan reflektorik
Nervus VI (abdusen)
Nervus VI menginervasi m. rektus lateralis yang mengatur gerakan bola mata ke lateral. Paralisis nervus VI akan melumpuhkan gerakan bola mata ke lateral, menyebabkan penyimpangan ke medial/nasal. a. Cara pemeriksaan:
Mata penderita disuruh mengikuti gerakan jari pemeriksa ke lateral Bila tidak mampu berarti ada paralisis n. VI
b. Strabismus konvergen Perhatikan sikap bola mata penderita. Apakah ada penyimpangan ke arah nasal
atau tidak. c. Diplopia
Sama dengan pemeriksaan n. III
Nervus VII (Fasialis) Pada pemeriksaan n. VII yang umum diperiksa adalah:
o Pemeriksaan motorik: inspeksi wajah yaitu pada kerutan dahi, kedipan mata, lipatan nasolabial, dan sudut mulut serta beberapa gerakan volunter dan involunter reflektorik
o Pemeriksaan vasomotor: misal lakrimasio Pemeriksaan sensorik: cita rasa (kecap) lidah.
a. Kerutan kulit dahi Perhatikan kulit dahi pasien apakah tampak kerutan kulit dahi atau tidako Pada kelumpuhan n. VII perifer (hemifasialis), kerutan kulit dahi pada sisi
sakit akan hilango Pada kelumpuhan n. VII sentral (hemifasialis), kerutan kulit dahi masih akan
tampak.
b. Kedipan mata Perhatikan apakah masih tampak kedipan matao Pada sisi yang lumpuh kedipan mata lambat, tidak gesit dan tidak kuat,.
disebut lagoftalmoso Pada kelumpuhan sentral kedipan mata masih baik.
c. Lipatan nasolabial Lipatan nasolabial pada sisi yang lumpuh tampak mendatar.
d. Sudut mulut Sudut mulut pada sisi yang lumpuh tampak lebih rendah.
e. Mengerutkan dahi Pasien disuruh mengerutkan dahi unilateral dan bilateral. Pada kelumpuhan n. VII
perifer pasien tidak mampu mengerutkan dahinya unilateral dan bilateral Pada kelumpuhan n. VII sentral pasien masih mampu mengerutkan dahinya.
Dalam hal ini pemeriksa hendaknya melakukan palpasi antara kanan dan kiri dan bandingkan sisi mana yang terkuat, akan didapatkan perbedaan tonus.
f. Mengerutkan alis Cara kerjanya sama dengan mengerutkan dahi.
g. Menutup mata Pasien disuruh menutup mata Pada kelumpuhan perifer mata tidak dapat menutup Pada kelumpuhan sentral unilateral mata masih bisa menutup. Dalam hal ini
pasien disuruh menutup mata kuat-kuat, kemudian pemeriksa mencoba membuka mata pasien yang sedang dipejamkan tersebut, akan didapatkan perbedaan tonus kanan – kiri.
h. Meringis Pasien disuruh meringis Baik kelumpuhan sentral maupun perifer pada sisi yang lumpuh tidak dapat
diangkat.i. Bersiul
Pasien disuruh bersiul Adanya kelumpuhan n. VII baik unilateral maupun bilateral menyebabkan pasien
tidak dapat bersiul.j. Tik fasialis (spasmus klonik fasialis)
Adanya gerakan involunter di mana sudut mulut terangkat dan kelopak mata terpejam beberapa kali, berlebihan
Tik fasialis tidak punya dasar organik, tetapi mungkin diduga adanya iritasi di gln. genikulatum.
k. Lakrimasi Dapat dinilai dari anamnesis maupun observasi langsung Adanya paralisis fasialis perifer menyebabkan hiperlakrimasi, tampak nerocos.
l. Daya kecap lidah 2/3 depan Diperlukan 4 rasa pokok: manis, asin, asam, pahit. Bahan rangsang sebaiknya
cairan. Pasien diminta menjulurkan lidahnya keluar, satu persatu rasa diteteskan Penyebut tidak boleh menyebut rasa dengan bicara, melainkan dengan memberi
kode berupa tulisan yang sudah disiapkan. Hal ini akan mencegah kacaunya identifikasi.
m. Gerakan fasial reflektorik Reflek visuopalpebra
o Ancaman colokan pada salah satu mata akan menimbulkan pejaman pada kedua mata
o Hal ini terjadi pada orang normal. Refleks glabela
o Pada orang normal setiap kali glabela diketuk akan menyebabkan kedua mata berkedip
o Akan tetapi setelah berturut-turut diketuk (3 – 4 kali) kedipan mata tidak akan timbul lagi
o Sebaliknya pada orang dengan demensia, mata akan berkedip terus seiring dengan ketukan berturut-turut pada glabela itu.
Reflek aurikulopalpebrao Gerak reflek berupa mata, jika terdengar suara keras dan tak terdugao Dapat dihasilkan melalui tepuk tangan yang keras dan tiba-tiba.
Tanda Myersono Pada orang normal ketukan pada pangkal hidung menyebabkan kedipan mata
hanya sekali sajao Pada penderita Parkinson menyebabkan kedipan yang gencar.
Tanda Chovsteko Dengan palu atau ujung jari tangan, cabang-cabang n. fasialis di depan lubang
telinga kita ketuko Tanda Chovstek positif bila timbul reflek berupa kontraksi otot-otot rasialis
sebagai jawaban atas pengetukan pangkal cabang-cabang n. fasialiso Tanda Chovstek positif khas untuk tetani.
Nervus VIII (akustikus)
Karena fungsi n. VIII terbagi atas fungsi pendengaran (n. koklearis) dan fungsi keseimbangan (n. vestibularis) maka gangguan yang terjadi dapat berupa gangguan koklearis saja atau vestibularis atau keduanya. Cara Pemeriksaan daya pendengaran (n. koklearis) adalah sebagai berikut:a. Mendengarkan suara berbisik
Tes ini kurang akurat tapi cukup informatif Kedua telinga dites satu persatu, salah satu telinga harus ditutup Pasien diberitahu dulu bahwa dia harus mengucapkan kata yang dikatakan
pemeriksa. Pasien harus menutup matanya agar dia tidak dapat membaca gerakan bibir pemeriksa. Yang dikatakan pemeriksa adalah kata dan angka secara berselingan, intensitas suara harus sekeras bisikan sejauh 30 cm dari telinga.
b. Mendengarkan detik arloji Tes ini kurang akurat Apalagi pada saat ini kebanyakan arloji yang dipakai tidak berdetik Arloji yang sesuai untuk tes ini adalah arloji yang mempunyai detik suara jelas.
c. Tes Rinne Tes Rinne prinsipnya membandingkan hantaran sura lewat udara dan tulang Pada orang normal hantaran suara lewat udara adalah lebih baik dibandingkan
lewat tulang (tes ini positif juga pada tuli sensory neural hearing loss, meskipun perbandingannya lebih kecil).
Garpu tala yang sudah digetarkan diletakkan dengan kaki menempel os. Mas-toideum salah satu pasien
Pasien diminta memberi tanda bila bunyi garpu tala sudah tidak terdengar lagi. Pada saat itu juga garpu tala dipindahkan ke depan liang telinga pasien
Bila normal/hantaran udara baik maka bunyi garpu tala masih terdengar minimal 2 kali lebih lama daripada yang terdengar lewat tulang mastoideum tadi
Bila masih terdengar berarti tes Rinne (+) pada tulang tersebut. Terdapat telinga normal atau tuli saraf (sensory neural hearing loss).
Bila sudah tak terdengar lagi alias suar garpu tala lebih baik jika lewat os. mastoideum daripada lewat lubang telinga berarti tes Rinne (-), yang ditemui pada tuli hantaran
d. Tes Weber Prinsipnya adalah membandingkan antara tulang antara telinga kiri dan kanan,
dimana getaran akan terdengar lebih keras pada tuli hantaran dibandingkan pada telinga normal dan atau tuli saraf.
Pasien diminta menggigit garpu tala yang sudah digetarkan atau bisa juga garpu tala tersebut diletakkan di verteks
Bila suara terdengar sama keras berarti kedua telinga normal Bila salah satu sisi terdengar lebih keras (terjadi lateralisasi) berarti kemungkinan: Sisi tersebut merupakan telinga yang sakit pada pasien tuli hantaran/tuli konduktif
sebab hantaran tulang sisi yang sakit diperpanjang Sisi tersebut merupakan telinga yang sehat pada pasien tuli unilateral; sebab
tulang sisi yang sakit diperpendek.e. Tes Schwabach
Prinsipnya adalah membandingkan hantaran tulang telinga pasien terhadap hantaran tulang telinga pemeriksa. Dengan catatan hantaran tulang pemeriksa dianggap normal (standar).
Garpu tala yang bergetar langsung diletakkan pada planum mastoideum pemeriksa, sampai tak terdengar lagi, lalu segera dipindah ke planum mastoideum pasien
Dapat juga dilakukan sebaliknya pasien duluan Bila pasien masih mampu mendengar dibandingkan pemeriksa, berarti
Schwabach diperpanjang, terdapat tuli hantaran Jika garpu tala diletakkan lebih dulu pada planum mastiodeum penderita baru
setelah tak terdengar olehnya ke telinga pemeriksa; dan bila pemeriksa masih mendengar berarti Schwabach diperpendek, maka berarti terdapat tuli saraf (SNHL).
Nervus IX (glossofaringeus)
Secara klinis pemeriksaan n. IX tidak dapat dipisahkan dengan pemeriksaan n. X, keduanya mempunyai fungsi yang bersamaan. Gangguan fungsi kedua saraf dalam klinik sering diungkap lewat anamnesis.a. Arkus faring
Pasien diminta membuka mulut lebar-lebar dan lidah dikeluarkan sejauh-jauhnya Bila tidak bisa maka kita bantu menggunakan spatula lidah untuk menekan lidah;
dengan demikian arkus faring, uvula, dinding belakang faring dapat terlihat jelas Adanya paresis/paralisis ipsilateral n. IX dan atau n. X menyebabkan asimetri dan
tampak melengkung ke sisi yang sehat Asimetri dapat diperjelas dengan menyuruh pasien bersuara, ujung uvula
menunjuk ke arah yang sehat.b. Daya kecap lidah (1/3 belakang lidah)
Cara pemeriksaan sama dengan pengecapan lidah depan.c. Reflek muntah
Pembangkitan reflek ini merupakan pemeriksaan penting untuk menilai fungsi kedua saraf ini
Sewaktu mulut masih terbuka lebar, sensibilitas orofaring kita periksa dengan menyentuh dinding posterior faring dengan spatula lidah; akan timbul reflek muntah.
d. Sengau Suara yang sengau menunjukkan adanya kelumpuhan unilateral/bilateral n. IX
dan atau n. X.e. Tersedak
Merupakan gejala kesukaran menelan yang berat Karena epiglotis mengalami paresis sehingga tidak dapat menutup baik, akibatnya
makanan masuk ke laring dan menimbulkan reflek batuk (tersedak).
Nervus X (vagus)
Pemeriksaan fungsi nervus vagus meliputi hal-hal sebagai berikut:a. Denyut nadi
Cara pemeriksaan sama seperti fisik diagnostik biasa, yaitu palpasi a. radialis.b. Arkus faring
Sama dengan pemeriksaan n. IX.c. Bersuara (fonasi)
Perhatikan adakah suara serak/lemah Bila ya, kemungkinan terdapat paralisis laring yang dipersarafi n. X (n. laringeus
superior dan rekuren).d. Menelan
Gangguan menelan merupakan manifestasi gabungan dari gangguan n. IX, X, dan VII. Karena mekanisme menelan merupakan hasil kerja integral saraf tersebut.
Nervus XI (Aksesorius)
Karena n. XI mensarafi m. sternokleidomastiodeus dan m. trapezius, maka yang diperiksa adalah fungsi muskuli tersebut.a. Memalingkan kepala
Pasien disuruh memalingkan kepala, sementara pemeriksa memegang rahang pasien untuk menahan gerakan tersebut
Bila fungsi muskulusnya baik akan tampak konsistensinya yang keras Bila terdapat parese akan nampak kontur yang tidak menonjol;tampak konsistensi
yang keras dan kontur otot yang menonjol tegas Tetapi bila terdapat parese kontur otot tidak begitu jelas dan konsistensi otot pun
lemah, timbul asimetri/tortikolis Jika terdapat kelumpuhan bilateral, posisi kepala akan anterofleksi (menunduk).
b. Sikap bahu Kelumpuhan m. trapezius unilateral dapat diperlihatkan sikap bahu dan skapula Bahu sisi yang lumpuh akan lebih rendah dan bagian bawah skapula terletak lebih
dekat ke garis tengah daripada bagian atasnya. Pasien diminta mengangkat kedua bahunya, sedangkan pemeriksa menahan
elevasi bahu tersebut; jika gerakan elevasi tersebut lemah dan kontur otot tidak ada berarti terdapat paresis
Perhatikan kontur otot bahu, jelas atau tidak; apakah adan gangguan retraksi bahu dan elevasi humerus.
Nervus XII (hipoglosus)
Lesi n. hipoglosus dapat terjadi di perifer atau sentral. Ciri khas kelumpuhan perifer adalah atrofi otot yang cepat terjadi, garis tengah menjadi cekung, bagian lidah yang lumpuh menjadi tipis dan berkeriput, bila lesinya unilateral lidah akan menyimpang ke sisi yang sehat. Berbeda dengan kelumpuhan sentral, dimana kita ingat lidah mempunyai intervasi kortikal yang bilateral, maka pada kelumpuhan unilateral bersifat hanya sementara dan atrofi lidah tidak tampak. Bila lidah dijulurkan tak akan lurus ke garis tengah, tetapi secara volunter lidah dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri. Pada kelumpuhan bilateral lidah tidak bisa dikeluarkan.a. Sikap lidah
Perhatikan sikap lidah apakah ada penyimpangan.b. Artikulasi
Pemeriksa dapat memerhatikan / mendengarkan pasien berbicara, apakah ada disartria. Pada kelumpuhan unilateral disartria lebih jelas terlihat.
c. Tremor/Mioklonus Pasien diminta mengeluarkan lidahnya Perhatikan adanya gerakan ritmis bolak-balik yang tidak bertujuan; dapat disertai
bunyi gerakan lidah Dapat dijumpai pada degenerasi olivoserebelar.
d. Menjulurkan lidah Pasien diminta menjulurkan lidahnya secara lupus Pada kelumpuhan unilateral lidah tidak dapat dikeluarkan secara lurus, tetapi
menyimpang ke sisi yang lumpuh karena terdorong oleh otot yang sehat Bila kelumpuhan sentral lidah tersebut masih dapat digerakkan ke kanan dan ke
kiri. Bila kelumpuhan perifer maka lidah tetap menyimpang ke sisi yang lumpuh dan tak dapat bergerak ke sisi yang sehat.
e. Kekuatan lidah Penderita disuruh menekankan lidahnya ke salah satu pipi Kemudian pemeriksa melakukan pelpasi dari luar, lalu kita nilai kekuatannya
(bisa atau tidak bisa menahan desakan tangan pemeriksa).f. Trofi otot lidah
Pada kelumpuhan perifer, atrofi otot lebih cepat terjadi, tidak tampak lumpuh, tipis dan berkeringat
Pada kelumpuhan sentral atrofi otot tidak tampak (yang unilateral).g. Fasikulasi lidah
Fasikulasi merupakan kontraksi otot setempat yang halus, cepat, spontan dan sejenak.
LEMBAR PENGAMATAN
No. PEMERIKSAANSkor Keterangan
0 1 21 Nervus 1
a. Persiapan pemeriksaan : Yakinkan bahwa jalan nafas melalui hidung baik, tidak ada
sumbatan Yakinkan tidak ada atrofi mukosa hidung
b. Cara pemeriksaan: Kedua mata mata ditutup Satu persatu kedua lubang hidung diperiksa, lubang yang sedang
tidak diperiksa ditutup. Pasien diminta untuk mengidentifikasi bahan yang dipakai untuk
tes (kopi, teh, tembakau, kulit jeruk, dll) Terciumnya bau dengan tepat berarti susunan olfaktorik berfungsi
dengan baikc. Mampu menginterpretasi pemeriksaan klinis
2. Nervus II :a. Daya penglihatan
Persiapan pemeriksaano Ruang harus cukup terango Yakinkan bahwa tidak ada katarak, radang parut di kornea
atau nebula, iritis, uveitis, glaukoma atau korpus alienum Cara pemeriksaan
o Dengan memakai kartu Snelleno Secara kasar, pemeriksaan visus ini dapat dilakukan tanpa
menggunakankartu, yaitu dengan membaca telunjuk pemeriksa. Orang normal dapat membaca hitungan jari pada jarak maksimal 60 m. Bila pasien hanya dapat membaca pada jarak 1 m saja, berarti visusnya adalah 1/60.
b. Penglihatan warna Persiapan pemeriksaan:o Disiapkan kartu tes Ischihara dan Stilling, atauo Disiapkan benang wol berbagai warna
Cara pemeriksaan:o Pasien diminta untuk mengambil atau menunjuk warna sesuai
dengan perintah pada kartu tes Ischikharac. Medan penglihatan
tes konfrontasi dengan tangana. pasien diminta koperatif untuk memandang satu titik fiksasi di
tengah.b. pemeriksa dengan medan penglihatan yang normal berhadapan
sejajar dengan jarak antara mata pemeriksa dan mata pasien sejauh 30 – 40 cm.
c. satu persatu mata pasien diperiksa. Bila mata kanan yang diperiksa, mata kiri ditutup. Begitu pula sebaliknya.
d. pemeriksa menggerakkan jarinya dari perifer ke tengah (jarak jari terhadap kedua pihak harus sama).
e. bila pemeriksa telah melihat, sementara pasien belum, berarti medan penglihatan pasien menyempit.
3. Nervus III :a. pasien disuruh untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa ke
atas, medial dan ke bawah.b. bila terjadi paresis, pasien tidak dapat mengikutinya. Bola mata
akan tetap ke temporal.
4. Nervus IV :a. Pasien disuruh mengikuti gerakan jari pemeriksa ke bawah
lateral.b. Bila bola mata pasien tidak mampu mengikuti gerakan tersebut
berarti ada paralisis n. IV.
5. Nervus V :a. Menggigit
Cara pemeriksaan:a. Pasien disuruh menggigit sekuat-kuatnyab. Selama pasien menggigit, pemeriksa melakukan palpasi
pada m. masseter dan temporalis untuk memeriksa adakah kontraksi
c. Bila ada kelumpuhan unilateral, maka serabut motorik n. V yang ipsilateral tak mampu mengontraksikan m. masseter dan temporalis.
b. Membuka mulut Cara pemeriksaan
a. Pemeriksa berdiri di depan pasien dan mengawasi rahang bawah pasien: apakah simetris atau menyimpang.
b. Pada kelumpuhan unilateral, rahang bawah akan menyimpang ke ipsilateral saat mulut dibuka karena m. pterigoideus eksternus yang sehat akan mendorong mandibula ke depan tanpa diimbangi oleh sisi yang lain.
c. Sensibilitas i. Alat yang digunakan:
o untuk sensasi nyeri superfisial, gunakan jarumo untuk sensasi halus, gunakan kapas/buluo untuk sensasi termis, gunakan air panas/dingin.
ii. Cara pemeriksaan:o pasien harus kooperatifo selama pemeriksaan sensibilitas kedua mata harus ditutup
agar pasien tidak tahu bagian tubuh yang diperiksao untuk mempermudah penilaian maka perangsangan dimulai
dari proksimal dan distal sehingga mudah teridentifikasi daerah dengan defisit sensorik dan daerah yang normal
o selanjutnya perangsangan berjalan terus maju saling mendekat dari yang normal ke daerah yang defisit dan sebaliknya
o intensitas perangsangan harus diubah-ubah untuk mengetahui ketepatan penilaian pasien
o mintalah respons yang tegas dari pasien; bila pasien merasa ditusuk/digores maka pasien harus bilang “ya”
o buatlah peta manifestasi sensorik setelah pemeriksaan selesai.c. Refleks kornea
Cara periksa:a. Pasien diminta melirik ke atas atau ke samping supaya mata
jangan berkedip bila kornea hendak disentuhb. Goreskan seutas kapas pada kornea (jangan pada konjungtiva
bulbi) pada satu sisi untuk membangkitkan gerakan reflektorik
6. N VI Mata penderita disuruh mengikuti gerakan jari pemeriksa ke
lateral Bila tidak mampu berarti ada paralisis n. VI
7. N VII : Fasialis1. Fungsi motorik N.Fasialis
- Perhatikan wajah pasien kiri dan kanan apakah simetris atau tidak- Perhatikan juga lipatan dahi, tinggi alis, lebarnya celah mata,
lipatan kulit naso labial dan sudut mulut- Kemudian pasien diminta untuk menggerakan wajahnya antara
lain:
Mengerutkan dahi, dibagian yang lumpuh lipatannya tidakdalam.
Mengangkat alis Menutup mata dengan rapat dan coba buka dengan tangan
pemeriksa. Mengucapkan huruf i.. Suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung
tekan kiri dan kanan apakah sama kuat. Bila ada kelumpuhan maka anginakan keluar ke bagian sisi yang lumpuh.
2. Fungsi sensorik N.Fasialis- Dilakukan pada 2/3 bagian lidah depan- Pasien disuruh untuk menjulurkan lidah , kemudian pada sisi
kanan dan kiri diletakkan gula, asam, garam atau sesuatu yang pahit
Pasien cukup menuliskan apa yang terasa diatas secarik kertas.8. Nervus VIII
a. Mendengarkan suara berbisik Kedua telinga dites satu persatu, salah satu telinga harus ditutup Pasien diberitahu dulu bahwa dia harus mengucapkan kata yang
dikatakan pemeriksa. Pasien harus menutup matanya agar dia tidak dapat membaca gerakan bibir pemeriksa. Yang dikatakan pemeriksa adalah kata dan angka secara berselingan, intensitas suara harus sekeras bisikan sejauh 30 cm dari telinga.
b. Tes Rinne Tes Rinne prinsipnya membandingkan hantaran sura lewat udara
dan tulang Pada orang normal hantaran suara lewat udara adalah lebih baik
dibandingkan lewat tulang (tes ini positif juga pada tuli sensory neural hearing loss, meskipun perbandingannya lebih kecil).
Garpu tala yang sudah digetarkan diletakkan dengan kaki menempel os. Mastoideum salah satu pasien
Pasien diminta memberi tanda bila bunyi garpu tala sudah tidak terdengar lagi. Pada saat itu juga garpu tala dipindahkan ke depan liang telinga pasien
Bila normal/hantaran udara baik maka bunyi garpu tala masih ter-dengar minimal 2 kali lebih lama daripada yang terdengar lewat tulang mastoideum tadi
Bila masih terdengar berarti tes Rinne (+) pada tulang tersebut. Terdapat telinga normal atau tuli saraf (sensory neural hearing loss).
Bila sudah tak terdengar lagi alias suar garpu tala lebih baik jika lewat os. mastoideum daripada lewat lubang telinga berarti tes Rinne (-), yang ditemui pada tuli hantaran
d. Tes Weber Prinsipnya adalah membandingkan antara tulang antara telinga
kiri dan kanan, dimana getaran akan terdengar lebih keras pada tuli hantaran dibandingkan pada telinga normal dan atau tuli saraf.
Garpu tala yang sudah digetarkan diletakkan di verteks Bila suara terdengar sama keras berarti kedua telinga normal Bila salah satu sisi terdengar lebih keras (terjadi lateralisasi)
berarti kemungkinan: Sisi tersebut merupakan telinga yang sakit pada pasien tuli
hantaran/tuli konduktif sebab hantaran tulang sisi yang sakit diperpanjang
Sisi tersebut merupakan telinga yang sehat pada pasien tuli unilateral; sebab tulang sisi yang sakit diperpendek.
e. Tes Schwabach Prinsipnya adalah membandingkan hantaran tulang telinga pasien
terhadap hantaran tulang telinga pemeriksa. Dengan catatan hantaran tulang pemeriksa dianggap normal (standar).
Garpu tala yang bergetar langsung diletakkan pada planum
mastoideum pemeriksa, sampai tak terdengar lagi, lalu segera dipindah ke planum mastoideum pasien
Dapat juga dilakukan sebaliknya pasien duluan Bila pasien masih mampu mendengar dibandingkan pemeriksa,
berarti Schwabach diperpanjang, terdapat tuli hantaran Jika garpu tala diletakkan lebih dulu pada planum mastiodeum
penderita baru setelah tak terdengar olehnya ke telinga pemeriksa; dan bila pemeriksa masih mendengar berarti Schwabach diperpendek, maka berarti terdapat tuli saraf (SNHL).
9. Nervus IX :a. Arkus faring
Pasien diminta membuka mulut lebar-lebar dan lidah dikeluarkan sejauh-jauhnya
Bila tidak bisa maka kita bantu menggunakan spatula lidah untuk menekan lidah; dengan demikian arkus faring, uvula, dinding belakang faring dapat terlihat jelas
Adanya paresis/paralisis ipsilateral n. IX dan atau n. X menyebabkan asimetri dan tampak melengkung ke sisi yang sehat
Asimetri dapat diperjelas dengan menyuruh pasien bersuara, ujung uvula menunjuk ke arah yang sehat.
b. Daya kecap lidah (1/3 belakang lidah) Cara pemeriksaan sama dengan pengecapan lidah depan.
c. Reflek muntah Sewaktu mulut masih terbuka lebar, sensibilitas orofaring kita
periksa dengan menyentuh dinding posterior faring dengan spatula lidah; akan timbul reflek muntah.
10. Nervus X. Pemeriksaan fungsi nervus vagus meliputi hal-hal sebagai berikut:a. Denyut nadi
Cara pemeriksaan sama seperti fisik diagnostik biasa, yaitu palpasi a. radialis.
b. Arkus faring Sama dengan pemeriksaan n. IX.
c. Bersuara (fonasi) Perhatikan adakah suara serak/lemah Bila ya, kemungkinan terdapat paralisis laring yang dipersarafi n.
X (n. laringeus superior dan rekuren).
d. Menelan Gangguan menelan merupakan manifestasi gabungan dari
gangguan n. IX, X, dan VII. Karena mekanisme menelan merupakan hasil kerja integral saraf tersebut.
11. Nervus XIa. Memalingkan kepala
Pasien disuruh memalingkan kepala, sementara pemeriksa memegang rahang pasien untuk menahan gerakan tersebut
Bila fungsi muskulusnya baik akan tampak konsistensinya yang keras
Bila terdapat parese akan nampak kontur yang tidak menonjol;tampak konsistensi yang keras dan kontur otot yang menonjol tegas
Tetapi bila terdapat parese kontur otot tidak begitu jelas dan konsistensi otot pun lemah, timbul asimetri/tortikolis
Jika terdapat kelumpuhan bilateral, posisi kepala akan anterofleksi (menunduk).
b. Sikap bahu Kelumpuhan m. trapezius unilateral dapat diperlihatkan sikap
bahu dan skapula Bahu sisi yang lumpuh akan lebih rendah dan bagian bawah
skapula terletak lebih dekat ke garis tengah daripada bagian
atasnya. Pasien diminta mengangkat kedua bahunya, sedangkan pemeriksa
menahan elevasi bahu tersebut; jika gerakan elevasi tersebut lemah dan kontur otot tidak ada berarti terdapat paresis
Perhatikan kontur otot bahu, jelas atau tidak; apakah adan gangguan retraksi bahu dan elevasi humerus.
12. Nervus XIIa. Sikap lidah
Perhatikan sikap lidah apakah ada penyimpangan.b. Artikulasi
Pemeriksa dapat memerhatikan / mendengarkan pasien berbicara, apakah ada disartria. Pada kelumpuhan unilateral disartria lebih jelas terlihat.
c. Tremor/Mioklonus Pasien diminta mengeluarkan lidahnya Perhatikan adanya gerakan ritmis bolak-balik yang tidak
bertujuan; dapat disertai bunyi gerakan lidah Dapat dijumpai pada degenerasi olivoserebelar.
d. Menjulurkan lidah Pasien diminta menjulurkan lidahnya secara lupus Pada kelumpuhan unilateral lidah tidak dapat dikeluarkan secara
lurus, tetapi menyimpang ke sisi yang lumpuh karena terdorong oleh otot yang sehat
Bila kelumpuhan sentral lidah tersebut masih dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri. Bila kelumpuhan perifer maka lidah tetap menyimpang ke sisi yang lumpuh dan tak dapat bergerak ke sisi yang sehat.
e. Kekuatan lidah Penderita disuruh menekankan lidahnya ke salah satu pipi Kemudian pemeriksa melakukan pelpasi dari luar, lalu kita nilai
kekuatannya (bisa atau tidak bisa menahan desakan tangan pemeriksa).
f. Memperhatikan Trofi otot lidahg. Memperhatikan Fasikulasi lidah
Fasikulasi merupakan kontraksi otot setempat yang halus, cepat, spontan dan sejenak.
Note :2 = mahasiswa melakukan dengan sempurna 1 = mahasiswa melakukan tidak sempurna
0 = mahasiswa tidak melakukan
Instruktur
(……………………..)