Upload
zebri-yandi
View
219
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pbl
Citation preview
Penyakit Akibat Kerja (PAK) Dehidrasi Ringan
Sedang
Zebriyandi
102010102
Kelompok C6
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Kampus II Jalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510
Email: [email protected]
Pendahuluan
Penyakit akibat kerja disebabkan oleh paparan terhadap bahan kimia dan biologis,
serta bahaya fisik di tempat kerja. Meskipun angka kejadiannya tampak lebih kecil
dibandingkan dengan penyakit penyakit utama penyebab cacat lain, terdapat bukti bahwa
penyakit ini mengenai cukup banyak orang, khususnya di negara negara yang sedang giat
mengembangkan industri.
Pada banyak kasus, penyakit akibat kerja ini bersifat berat dan mengakibatkan
kecacatan. Akan tetapi ada dua faktor yang membuat penyakit penyakit ini mudah dicegah.
Pertama, bahan penyebab penyakit dapat diidentifikasi, diukur dan dikontrol. Kedua, populasi
yang berisiko biasanya mudah didatangi dan dapat diawasi secara teratur serta diobati. Selain
itu, perubahan perubahan awal seringkali dapat pulih dengan penanganan yang tepat.
Oleh karena itu, deteksi dini penyakit akibat kerja sangatlah penting. Dengan
demikian, tenaga kerja yang sakit dapat segera diobati sehingga penyakitnya tidak
berkembang dan dapat sembuh dangan segera. Selain itu juga dapat dilakukan pencegahan
agar tenaga kerja lainnya dapat terlindung dari penyakit.
Skenario 7
Seorang laki-laki, 45 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan nyeri bila buang air kecil
sejak tadi pagi.
Anamnesis
Identitas Pasien : nama, alamat, usia, tempat tanggal lahir, tempat tinggal, pekerjaan, agama,
pendidikan terakhir.
Status keluarga.
Keluhan Utama : sering pusing, mengantuk dan lemas
RPD : (-)
RPK :
PF: tampak sakit ringan, ttv normal, lidah tampak kering
PP : kristal di urin ++
Penyakit akibat kerja
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan
kerja. Penyakit akibat kerja timbul akibat terpajan faktor fisik, kimiawi, biologis, ergonomis
atau psikososial di tempat kerja (tabel 1.1). Faktor tersebut didalam lingkungan kerja
merupakan penyebab yang pokok dan menentukan terjadinya penyakit akibat kerja. Namun,
perlu diketahui bahwa faktor lain seperti kerentanan individual dapat berperan berbeda-beda
terhadap perkembangan penyakit diantara para pekerja yang terpajan.1
Tabel 1.1. Penyebab penyakit akibat kerja
Fisik Suara
Radiasi, rontgen
Infra merah
Ultraviolet
Suhu panas
Dingin
Cahaya
Ketulian
Penyakit darah
Katarak
konjungtivitis fotoelektrik
Heat stroke, heat cramps.
Frostbite
Silau, asthenopia, myopia
Kimia Debu Silikosis, pneumoconosis, asbestosis
Uap
Gas
Larutan
Metal fume fever, dermatitis
H2S, CO
Dermatitis
Biologis Virus, bakteri, jamur VIH, anthrax, legionaire
Ergonomi Konstruksi mesin
Tata letak/tata ruang
Sikap badan
Psikologis Monotoni
Hubungan kerja (stress psikis)
Ketidakpuasan dalam pekerjaan
Semangat padam, muram
Identifikasi Penyakit Akibat Kerja
1. Pendekatan epidemiologis (komunitas)
Untuk identifikasi hubungan kausal antara pajanan dan penyakit: Kekuatan asosiasi,
konsistensi, spesifisitas, hubungan waktu, hubungan dosis.
2. Pendekatan klinis (individu)
Untuk mendiagnosis penyakit akibat kerja: diagnosis klinis, pajanan yang dialami,
hubungan pajanan dengan penyakit, pajanan yang dialami cukup besar, peranan faktor
individu, faktor lain di luar pekerjaan, diagnosis PAK atau bukan PAK.2
Langkah-langkah diagnosis penyakit akibat kerja:
1. Tentukan diagnosis klinis :
a. Anamnesis
Riwayat penyakit :
- Riwayat penyakit sekarang : deskrispsikan keluhan dengan perjalanan
penyakit
- Riwayat penyakit dahulu
Riwayat pekerjaan:
- Sudah berapa lama bekerja sekarang
- Riwayat pekerjaan sebelumnya
- Alat kerja, bahan kerja, proses kerja
- Apa barang yang diproduksi atau dihasilkan
- Lamanya bekerja perhari
- Kemungkinan pajanan yang dialami
- APD (alat pelindung diri) yang dipakai
- Hubungan gejala dan waktu kerja
- Pekerja lain ada mengalami hal yang sama
b. Pemeriksaan fisik : umum dan khusus
c. Pemeriksaan penunjang : laboratorium(darah, urin, feses), spirometer, audiometer,
rontgen untuk paru-paru, dsb.3
d. Pemeriksaan tempat kerja : penerangan, kebisingan, kelembapan.
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan fasilitas-
fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu
penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah
penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.
2. Tentukan pajanan yang dialami :
a. Pajanan saat ini dan sebelumnya
b. Didapat terutama dari anamnesis
c. Lebih baik jika ada pengukuran lingkungan
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial
untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu
dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti.
3. Apa ada hubungan antara pajanan dengan penyakit :
a. Identifikasi pajanan yang ada
b. Evidence based : apakah pajanan menyebabkan penyakit
c. Hubungan gejala dengan waktu kerja
d. Pendapaat pekerja ditanyakan : apakah keluhan atau gejala ada hubungan dengan
pekerjaan.
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa
pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak
ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat
ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung,
perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat
menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).
4. Apa jumlah pajanan cukup besar :
a. Perlu mengetahui patofisiologi penyakit
b. Adanya bukti epidemiologis
c. Kualitatif : cara/proses kerja, lama kerja, lingkungan kerja
d. Observasi tempat dan lingkungan kerja
e. Pemakaian APD
f. Jumlah pajanan : data lingkungan, data monitoring biologis, hasil surveilans.
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka
pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut
dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis
penyakit akibat kerja.4
5. Apa ada faktor-faktor individu yang berpengaruh :
a. Status kesehatan fisik : atopi/alergi, riwayat penyakit dalam keluarga, kebiasaan
berolahraga
b. Status kesehatan mental
c. Hygiene perorangan
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat
mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan
serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat
kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif
terhadap pajanan yang dialami.4
6. Apa ada faktor-faktor lain di luar pekerjaan yang berpengaruh
a. Hobi : main games, nonton TV
b. Kebiasaan : merokok
c. Pajanan dirumah
d. Pekerjaan sambilan
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita
mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun
demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan
penyebab di tempat kerja.
7. Diagnosis okupasi
a. Kaji langakah 1-6
b. Bukti/referensi ilmiah
c. Apakah hubungan kausal pajanan dan penyakit :
PAK atau PAHK (penyakit akibat hubungan kerja)
Penyakit yang diperberat pajanan di tempat kerja
Belum dapat ditegakkan sehingga perlu informasi tambahan
Bukan PAK.
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan
informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan
sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit,
kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya.
Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan
dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau
tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat
ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah
ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi
pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit.3,4
Dehidrasi
Dehidrasi adalah gangguan dalam keseimbangan cairan atau air pada tubuh. Hal ini
terjadi karena pengeluaran air lebih banyak daripada pemasukan (misalnya minum).
Gangguan kehilangan cairan tubuh ini disertai dengan gangguan keseimbangan zat elektrolit
tubuh. Dehidarasi dapat terjadi karena :
Kekurangan zat natrium
Kekurangan air
Kekurangan natrium dan air
Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa hilangnya air lebih
banyak dari natrium (dehidrasi hipertonik), atau hilangnya air dan natrium dalam jumlah
yang sama (dehidrasi isotonik), atau hilangnya natrium lebih banyak daripada air (dehidrasi
hipotonik). Dehidrasi hipotonik ditandai dengan tingginya kadar natrium serum (lebih dari
145 mEq/L) dan peningkatan osmolalitas efektif serum (lebih dari 285 mosmol/liter).
Dehidrasi isotonik ditandai dengan normalnya kadar natrium serum (135-145 mEq/L) dan
osmolalitas efektif serum (270-285 mosmol/liter). Dehidrasi hipotonik ditandai dengan
rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135 mEq/L) dan osmolalitas efektif serum
(kurang dari 270 mosmol/liter).5
Penyebab Dehidrasi
Dehidrasi terjadi bila kehilangan cairan sangat besar sementara pemasukan cairan
sangat kurang. Beberapa kondisi yang sering menyebabkan dehidrasi antara lain :
1. Diare merupakan keadaan yang paling sering menyebabkan kehilangan cairan
dalam jumlah besar. Di seluruh dunia, 4 juta anak-anak meninggal setiap
tahun karena dehidrasi akibat diare.
2. Muntah sering menyebabkan dehidrasi karena sangat sulit untuk
menggantikan cairan yang keluar dengan cara minum.
3. Tubuh kehilangan banyak cairan saat berkeringat. Kondisi lingkungan yang
panas akan menyebabkan tubuh berusaha mengatur suhu tubuh dengan
mengeluarkan keringat. Bila keadaan ini berlangsung lama sementara
pemasukan cairan kurang maka tubuh dapat jatuh ke dalam kondisi dehidrasi.
4. Peningkatan kadar gula darah pada penderita diabetes atau kencing manis akan
menyebabkan banyak gula dan air yang dikeluarkan melalui kencing sehingga
penderita diabetes akan mengeluh sering kebelakang untuk kencing.
5. Penderita luka bakar dapat mengalami dehidrasi akibat keluarnya cairan
berlebihan pada kulit yang rusak oleh luka bakar.
6. Orang yang mengalami kesulitan minum oleh karena suatu sebab rentan untuk
jatuh ke kondisi dehidrasi.
Gejala dan Tanda-Tanda dehidrasi
Respon awal tubuh terhadap dehidrasi antara lain berupa rasa haus untuk
meningkatkan pemasukan cairan hingga dengan penurunan produksi kencing untuk
mengurangi seminimal mungkin cairan yang keluar. Air seni akan tampak lebih pekat dan
berwarna gelap. Jika kondisi awal ini tidak tertanggulangi maka tubuh akan masuk ke kondisi
selanjutnya yaitu :
Mulut kering.
Berkurangnya air mata.
Berkurangnya keringat.
Kekakuan otot.
Mual dan muntah.
Kepala terasa ringan terutama saat berdiri.
Selanjutnya tubuh dapat jatuh ke kondisi dehidrasi berat yang gejalanya berupa
gelisah dan lemah lalu koma dan kegagalan multi organ. Bila ini terjadi maka akan sangat
sulit untuk menyembuhkan dan dapat berakibat fatal.5
Cara Mengatasi dan Mengobati Dehidrasi
Dehidrasi dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Dehidrasi sangat mudah dikenali
saat awal kejadian sehingga makin cepat dilakukan koreksi maka akan semakin baik hasil
yang didapatkan. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
dehidrasi antara lain :
1. Penderita diare dan muntah muntah dapat diberikan pengobatan awal untuk mencegah
kehilangan cairan yang lebih lanjut. Obat obatan ini terutama untuk mengurangi gejala
yang terjadi.
2. Obat penurun panas dapat diberikan untuk menurunkan suhu tubuh.
3. Penderita diberikan minum sebanyak mungkin dengan cara bertahap namun frekuensinya
ditingkatkan.
Prinsip utama pengobatan dehidrasi adalah penggantian cairan. Penggantian cairan ini
dapat berupa banyak minum, bila minum gagal maka dilakukan pemasukan cairan melalui
infus. Tapi yang utama disini adalah penggantian cairan sedapat mungkin dari minuman.
Keputusan menggunakan cairan infus sangat terggantung dari kondisi pasien berdasarkan
pemeriksaan dokter. Keberhasilan penanganan dehidrasi dapat dilihat dari produksi kencing.
Penggunaan obat-obatan diperlukan untuk mengobati penyakit-penyakit yang merupakan
penyebab dari dehidrasi seperti diare, muntah dan lain-lain.
Pencegahan Dehidrasi
Dehidrasi dapat dicegah dengan melakukan beberapa upaya berikut :
1. Lingkungan
Dehidrasi yang disebabkan oleh faktor lingkungan sangat mungkin untuk dilakukan
pencegahan. Jika memungkinkan, aturlah jadual kegiatan atau aktifitas fisik yang sesuai
dengan kondisi lingkungan. Jangan melakukan aktifitas berlebihan pada siang hari.
2. Olah raga
Orang yang berolah raga pada kondisi cuaca yang panas harus minum lebih banyak cairan.
3. Umur
Umur uda dan tua sama beresikonya untuk mengalami dehidrasi.
Dehidrasi bukan kondisi yang tidak dapat dicegah namun bila terjadi dan tertangani
dengan baik maka kondisi yang tidak diinginkan bisa dihindari.
Dehidrasi kerap kali menyebabkan kulit jadi tipis dan lebih cepat kelihatan berkerut.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah dehidrasi pada kulit, yaitu dengan
minum banyak cairan, normalnya disarankan untuk mengkonsumsi paling sedikit 8 gelas
cairan sehari, minum minuman berenergi dapat mendorong orang-orang aktif, lebih banyak
minum cairan karena kandungan rasa dan sodium tinggi di dalamnya, hindari minuman
berkafein dan yang mengandung alkohol, keduanya sama-sama dapat menyebabkan
dehidrasi, hindari minuman yang mengandung carbonat karena pembakaran bisa
menyebabkan penggelembungan atau perasaan penuh dan mencegah pemenuhan konsumsi
cairan, mengenakan pakaian berwarna terang, yang menyerap dan berukuran pas, usahakan
berada di tempat yang sejuk, terlindungi dari matahari dan lindungi kulit dengan sunblock
kapan saja selebihnya, menyadari dan mempersiapkan adalah cara termudah untuk mencegah
terjadinya dehidrasi. Di hari yang panas, untuk orang yang sedang beraktivitas bisa
mengalami dehidrasi hanya dalam waktu 15 menit.5
Jika Anda mengalami pertanda ini, segeralah hentikan aktivitas dan beristirahatlah di tempat
yang sejuk. Minum cairan sebanyak mungkin untuk menggantikan air yang hilang dari tubuh
Anda. Jenis cairan kristaloid yang digunakan untuk rehidrasi tergantung dari jenis
dehidrasinya. Pada dehidrasi isotonik dapat diberikan cairan NaCl 0,9% atau dekstrosa 5%
dengan kecepatan 25-30% dari defisit cairan total per hari. Pada dehidrasi hipertonik
digunakan cairan NaCl 0,45%. Dehidrasi hipotonik ditatalaksana dengan mengatasi penyebab
yang mendasari, penambahan diet natrium, dan bila perlu pemberian cairan hipertonik.
Pencegahan
Pengurus perusahaan harus selalu mewaspadai adanya ancaman akibat kerja terhadap
pekerjaannya.
Kewaspadaan tersebut bisa berupa :
1. Melakukan pencegahan terhadap timbulnya penyakit
2. Melakukan deteksi dini terhadap ganguan kesehatan
3. Melindungi tenaga kerja dengan mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja
seperti yang di atur oleh UU RI No.3 Tahun 1992.
Mengetahui keadaan pekerjaan dan kondisinya dapat menjadi salah satu pencegahan terhadap
PAK. Beberapa tips dalam mencegah PAK, diantaranya:
1. Pakailah APD secara benar dan teratur
2. Kenali risiko pekerjaan dan cegah supaya tidak terjadi lebih lanjut.
3. Segera akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang berkelanjutan.
Selain itu terdapat juga beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh agar bekerja bukan
menjadi lahan untuk menuai penyakit. Hal tersebut berdasarkan Buku Pengantar Penyakit
Akibat Kerja, diantaranya:6
Pencegahan Primer – Health Promotion
1. Perilaku Kesehatan
2. Faktor bahaya di tempat kerja
3. Perilaku kerja yang baik
4. Olahraga
5. Gizi seimbang
Pencegahan Sekunder – Specifict Protection
1. Pengendalian melalui perundang-undangan
2. Pengendalian administrative/organisasi: rotasi/pembatasan jam kerja
3. Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, ventilasi, alat pelindung diri (APD)
4. Pengendalian jalur kesehatan: imunisasi
Pencegahan Tersier
Early Diagnosis and Prompt Treatment
1. Pemeriksaan kesehatan pra-kerja
2. Pemeriksaan kesehatan berkala
3. Surveilans
4. Pemeriksaan lingkungan secara berkala
5. Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja
6. Pengendalian segera di tempat kerja
Kondisi fisik sehat dan kuat sangat dibutuhkan dalam bekerja, namun dengan bekerja benar
teratur bukan berarti dapat mencegah kesehatan kita terganggu. Kepedulian dan kesadaran
akan jenis pekerjaan juga kondisi pekerjaan dapat menghalau sumber penyakit menyerang.
Dengan didukung perusahaan yang sadar kesehatan, maka kantor pun akan benar-benar
menjadi lahan menuai hasil bukanlah penyakit.7
Perawatan dan pengobatan8
Dalam melakukan penanganan terhadap penyakit akibat kerja, dapat dilakukan duamacam
terapi, yaitu:
Terapi medikamentosa Yaitu terapi dengan obat obatan :
1. Terhadap kausal (bila mungkin)
2. Pada umumnya penyakit kerja ini bersifat irreversibel, sehingga terapi sering
kali hanya secara simptomatis saja. Misalnya pada penyakit silikosis
(irreversibel), terapi hanya mengatasi sesak nafas, nyeri dada2.
Terapi okupasia
1. Pindah ke bagian yang tidak terpapar
2. Lakukan cara kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik
Daftar Pustaka
1. Jeyaratnam J, Koh D. Pekerjaan dan kesehatan. Praktik dan kedokteran kerja. Jakarta:
EGC; 2009.h.1-28.
2. Isfaniy. Diagnosis terhadap penyakit akibat kerja.16 Oktober 2009. Diunduh dari : www.
tuloe.wordpress.com, 14 Oktober 2015.
3. Lee HS, Wang YT. Gangguan respirasi. Praktik dan kedokteran kerja. Jakarta: EGC;
2009.h.65-94.
4. Cara diagnosis penyakit akibat kerja. Juli 2011. Diunduh dari : www.anekanews.com, 11
Oktober 2012.
5. Anonim.2012.Dehidrasi.http://smadapalapare.com/dehidrasi.html diakses tanggal 14
oktober 2015.
6. Barry S. Levy, David H. Wegman. Occupational Health : Recognizing and Preventing
Work Related Disease. Edisi ke-3,2006. hal18-24.
7. Direktorat Bina Kesehatan Kerja. Pedoman Tata Laksana Penyakit Akibat Kerja bagi
Petugas Kesehatan, Departemen Kesehatan, 2008. hal. 44-6.
8. Suma’mur. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes). Jakarta: Sagung Seto;
2009. hal. 57-62.