17
BAB I PENDAHULUAN Scabies yang juga dikenal dengan sebutan itch, gudik, budukan, gatal agogo merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya yang ditandai keluhan utama gatal terutama pada malam hari. 2,4,5,6 Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, super family Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var hominis yang berkembangbiak hanya pada kulit manusia. Dikenal juga Sarcoptes scabiei var animalis yang kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak memelihara binatang peliharaan misalnya anjing. 4,6 Prevalensi penyakit skabies di Indonesia adalah sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada anak dan remaja (Sungkar, 1997). Diperkirakan sanitasi lingkungan yang buruk di pondok pesantren (ponpes) merupakan faktor dominan yang berperan dalam penularan dan tingginya angka prevalensi skabies diantara santri di ponpes (dinkes prov. Jatim, 1997). Faktor paling dominan adalah kemiskinan dan higien perseorangan yang jelek di negara berkembang merupakan kelompok masyarakat yang banyak menderita penyakit skabies. 8 Penyakit ini menular secara langsung (kontak kulit dengan kulit) misalnya dengan berjabat tangan dari orang ke orang lain (teman atau anggota keluarga), tidur bersama dan pada orang dewasa dapat menular melalui kontak seksual. Dapat pula 1

Skabies Case

Embed Size (px)

DESCRIPTION

skabies adalah

Citation preview

Page 1: Skabies Case

BAB I

PENDAHULUAN

Scabies yang juga dikenal dengan sebutan itch, gudik, budukan, gatal agogo

merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap

sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya yang ditandai keluhan utama gatal terutama

pada malam hari.2,4,5,6 Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo

Ackarima, super family Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var hominis yang

berkembangbiak hanya pada kulit manusia. Dikenal juga Sarcoptes scabiei var animalis yang

kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak memelihara

binatang peliharaan misalnya anjing.4,6

Prevalensi penyakit skabies di Indonesia adalah sekitar 6-27% dari populasi umum

dan cenderung lebih tinggi pada anak dan remaja (Sungkar, 1997). Diperkirakan sanitasi

lingkungan yang buruk di pondok pesantren (ponpes) merupakan faktor dominan yang

berperan dalam penularan dan tingginya angka prevalensi skabies diantara santri di ponpes

(dinkes prov. Jatim, 1997). Faktor paling dominan adalah kemiskinan dan higien

perseorangan yang jelek di negara berkembang merupakan kelompok masyarakat yang

banyak menderita penyakit skabies.8

Penyakit ini menular secara langsung (kontak kulit dengan kulit) misalnya dengan

berjabat tangan dari orang ke orang lain (teman atau anggota keluarga), tidur bersama dan

pada orang dewasa dapat menular melalui kontak seksual. Dapat pula menular secara tak

langsung (melalui benda) misalnya melalui alas tempat tidur, handuk, bantal, pakaian dan

lain-lain.4 Gatal yang timbul disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta

tungau. Sensitisasi dalam beberapa minggu akan timbul gatal dalam 24jam. Kelainan kulit

dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau scabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat

garukan.4,6

Scabies memiliki 4 tanda cardinal, yakni pruritus nokturna (gatal pada malam hari),

penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, adanya terowongan (kanalikulus) pada

tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, dan menemukan tungau.4

Ada beberapa jenis dari skabies, misalnya skabies pada orang bersih, skabies nodularis,

skabies bulosa, skabies dan AIDS, skabies norwegia, skabies incognito, skabies pada bayi

1

Page 2: Skabies Case

dan usia lanjut, skabies terbaring di tempat tidur (Bed Ridden), skabies yang ditularkan oleh

hewan.3,6

Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemic scabies. Banyak faktor

yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: social ekonomi yang rendah, higien

yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan

perkembangan dermografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam PMS

(Penyakit Menular Seksual).4

Kami mengambil kasus skabies sebagai laporan kasus karena masih sering ditemukan

di masyarakat. Mulai dari kalangan social ekonomi rendah sampai kalangan social ekonomi

menengah ke atas. Dan sering kali ditemukan kasus skabies yang disertai dengan infeksi

sekunder karena tidak diketahui penyebabnya dari awal.

2

Page 3: Skabies Case

BAB II

KASUS

2.1. IDENTITAS

Nama penderita : Sdr. Abdul Alim

No. RM : 167045

Umur : 16 Tahun

Alamat : Jln. Kramat Agung – bantaran - probolinggo

Tanggal pemeriksaan : 21 februari 2013

Pekerjaan : Pelajar

Status : Belum menikah

2.2 ANAMNESA

Keluhan utama: Gatal di seluruh badan

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien datang dengan keluhan gatal di seluruh badan sejak 1 bulan yang lalu. Awalnya

timbul bintil-bintil kemerahan dan terasa gatal di seluruh badan, terutama di bagian

kemaluan, tangan dan kedua kaki. Pasien merasa sangat gatal pada malam hari dan

sangat mengganggu waktu tidur. Gatal tersebut diatasi pasien dengan menggaruk terus

menerus sampai bintil yang kemerahan menjadi kehitaman. Setelah digaruk, bintil

terasa panas. 1 minggu kemudian muncul luka seperti disulut rokok yang berisi nanah

pada bagian tubuh, kemaluan, dan telapak tangan. Luka yang berisi nanah tersebut

pecah dengan sendirinya dan terasa nyeri.

Riwayat penyakit dahulu:

Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat penyakit keluarga:

Anggota keluarga tidak ada yang mengalami seperti ini.

3

Page 4: Skabies Case

Riwayat social:

- Pasien tidur sendiri.

- Teman-teman pasien di masjid menderita seperti ini, tetapi hanya pada daerah

kemaluan saja.

Riwayat obat:

Pasien pernah periksa ke bidan dua kali dan diberi obat minum (pil warna kuning,

putih) dan salep, tetapi tidak kunjung sembuh.

2.2 PEMERIKSAAN KLINIS

Lokasi (1) : lengan, telapak tangan dan sela-sela jari

Distribusi (1) : tersebar

Ruam (1) :

- Papul eritematous dengan ø 2-5mm batas tegas multiple disertai krusta berwarna

hitam.

- Papul milier hiperpigmentasi ø 2-3mm multiple dengan ekskoriasi

- Pustul eritematous dengan ø 1cm bentuk regular multiple disertai erosi, krusta

berwarna hitam dan skuama tipis berwarna putih.

- Vesikel ø 2-3mm multiple batas tegas.

- Erosi dengan skuama warna putih.

4

Page 5: Skabies Case

Lokasi (2) : badan

Distribusi (2) : tersebar

Ruam (2) :

- Papul eritematous hiperpigmentasi milier ø 2-3mm dengan erosi, ekskoriasi, dan

krusta kehitaman.

- Plak hiperpigmentasi ø 1-2 cm batas tegas multiple dengan ekskoriasi, erosi, dan

skuama tipis.

5

Page 6: Skabies Case

Lokasi (3) : Penis

Distribusi (3) : lokalisir

Ruam (3) :

- Pustule eritematous multiple ø 1 cm, batas tegas dengan krusta kuning dan

ekskoriasi

- Papul eritematous multiple ø 3-5 mm dengan krusta coklat dan erosi.

Lokasi (4) : kaki dan lutut

Distribusi (4) : tersebar

Ruam (4) :

- Papul hiperpigmentasi multiple ø 3-5 mm batas tegas dengan krusta coklat.

- Bula dengan dasar eritematous multiple ø 0,5-2 cm batas tegas dengan krusta kuning

kecoklatan dengan ekskoriasi dan erosi.

6

Page 7: Skabies Case

2.4 DIAGNOSIS BANDING

- Skabies dengan infeksi sekunder

- Prurigo Hebra

2.5 PEMERIKSAAN LAB

Kerokan pada terowongan dan dilihat dengan mikroskop cahaya untuk melihat telur

atau tungaunya.

2.6 DIAGNOSIS

Skabies dengan infeksi sekunder

2.7 TERAPI

- oral : kapsul Dicloxacilline 3x250 mg (selama 5 hari)

- topical : salep 2-4 zalf tube 15 gram (dioleskan ke selurh tubuh kecuali wajah setelah

mandi dan sebelum tidur selama 3-4 hari, tidak boleh kurang dari 3 hari )

7

Page 8: Skabies Case

- luka yang basah dikompres dengan air bersih sampai luka kering.

2.8 SARAN

- Jaga kebersihan badan (mandi 2x sehari dengan sabun)

- Baju, seprei, selimut, handuk selama pemakaian 2-3 hari terakhir di rendam dengan

air panas dan dicuci dengan sabun yang bersih.

- Jika luka terasa gatal jangan digaruk menggunakan kuku untuk menghindari infeksi

sekunder.

BAB III

PEMBAHASAN

Skabies merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan

sensitisasi terhadap sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya yang ditandai keluhan

utama gatal terutama pada malam hari.2,4,5,6 Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda,

kelas Arachnida, ordo Ackarima, super family Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes

scabiei var hominis yang secara morfologik merupakan tungau kecil, translusen, berwarna

putih kotor, tidak memiliki mata, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian

perutnya rata.2

Prevalensi penyakit skabies di Indonesia adalah sekitar 6-27% dari populasi umum

dan cenderung lebih tinggi pada anak dan remaja (Sungkar, 1997). Diperkirakan sanitasi

lingkungan yang buruk di pondok pesantren (ponpes) merupakan faktor dominan yang

berperan dalam penularan dan tingginya angka prevalensi skabies diantara santri di ponpes

(dinkes prov. Jatim, 1997). Faktor paling dominan adalah kemiskinan dan higien

perseorangan yang jelek di negara berkembang merupakan kelompok masyarakat yang

banyak menderita penyakit skabies.8 Pada kasus ini, penderita tertular tungau skabies dari

teman-temannya di mushola yang juga mengalami penyakit yang sama.

Gambaran klinis dari skabies dikenal dengan 4 tanda cardinal, yakni:

1. Pruritus nocturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas

tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. Sehingga dapat

mengganggu penderita.1,4,5

8

Page 9: Skabies Case

2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga

biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah

perkampungan yang padat penduduknya. Dikenal juga keadaan hiposensitisasi, yakni

seluruh anggota keluarga yang terkena infeksi. Dan juga dikenal pembawa, yakni

walaupun mengalami infestasi tungau tetapi tidak memberikan gejala.1,4,5

3. Adanya terowongan (kanalikulus) pada tempat predileksi yang berwarna putih atau

keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok-kelok (bila belum ada infeksi

sekunder) panjangnya kurang lebih 10mm. Pada ujung terowongan berupa papula

atau vesikula, bila timbul infeksi sekunder terdapat pustule, ekskoriasi, urtikari dan

lain-lain yang dapat mengaburkan lesi primernya. Tempat-tempat predileksinya pada

sela-sela jari tangan, telapak tangan, pergelangan tangan sebelah dalam, siku, ketiak,

daerah mammae (pada wanita), daerah pusar dan perut bagian bawah, daerah genitalis

eksterna (pada pria) dan pantat. Pada anak-anak terutama bayi dapat mengenai bagian

lain seperti telapak tangan, telapak kaki, sela-sela jari kaki dan juga muka (pipi).1,4,5

4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostic. Dapat ditemukan satu

atau lebih stadium hidup tungau ini.1,4,5

Pada kasus ini tanda kardinal yang didapatkan adalah pasien yang merasa sangat gatal

pada malam hari sampai mengganggu tidurnya, pasien tertular tungau skabies dari teman-

teman mushollanya yang sering main bersama dan mengalami penyakit yang sama, lesi yang

didapatkan berupa papul, vesikel, erosi dan infeksi sekunder berupa pustul, bula, ekskoriasi

dan krusta. predileksi lesi pada pasien ini terdapat di kemaluan, paha, tungkai, badan, telapak

tangan, sela-sela jari tangan, dan lengan.

Penyakit ini menular secara langsung (kontak kulit dengan kulit) misalnya dengan

berjabat tangan dari orang ke orang lain (teman atau anggota keluarga), tidur bersama dan

pada orang dewasa dapat menular melalui kontak seksual. Dapat pula menular secara tak

langsung (melalui benda) misalnya melalui alas tempat tidur, handuk, bantal, pakaian dan

lain-lain.2,4,7 Pada kasus ini pasien tertular secara langsung (berjabat tangan dengan temannya

dan tidur bersama temannya di musholla) serta secara tidak langsung melalui pakaian dan

alas tidur.

Diagnosa banding dari kasus ini adalah skabies dan prurigo, berikut ini adalah

perbandingan skabies dengan prurigo:

skabies:

9

Page 10: Skabies Case

Penyebabnya Sarcoptes scabiei. Insiden pada semua usia tanpa memandang jenis

kelamin, ras, dan umur. Kelainan kulit berupa papula atau vesikula, bila timbul infeksi

sekunder terdapat pustule, ekskoriasi, urtikari dan lain-lain yang dapat mengaburkan

lesi primernya. Lokasinya sela-sela jari tangan, telapak tangan, pergelangan tangan

sebelah dalam, siku, ketiak, daerah mammae (pada wanita), daerah pusar dan perut

bagian bawah, daerah genitalis eksterna (pada pria) dan pantat. Pada anak-anak

terutama bayi dapat mengenai bagian lain seperti telapak tangan, telapak kaki, sela-

sela jari kaki dan juga muka (pipi). Penularan secara kontak langsung dan tak

langsung. Lesi gatal terasa semakin berat saat malam hari.

Prurigo:

Penyebabnya belum diketahui. Insidennya Banyak pada anak, lebih banyak pada

penderita wanita daripada laki-laki. Kelainan kulit berupa papul-papul milier tidak

berwarna, berbentuk kubah, lebih mudah diraba daripada dilihat. Terdapat erosi,

krusta, ekskoriasi, hiperpigmentasi dan likenifikasi, serta sering terjadi infeksi

sekunder.1,4,5 Lokasi pada ekstremitas bagian ekstensor dan simetrik, dapat meluas ke

bokong dan perut, wajah, bagian distal lengan dan tungkai lebih parah dibandingkan

bagian proksimal. Tungkai lebih parah daripada lengan. Cara penularannya tidak

diketahui, diduga secara herediter (diturunkan). Lesi terasa gatal tidak melihat waktu,

bisa saat beraktivitas ataupun istirahat.

Yang ditemukan pada pasien:

Penyebabnya diduga Sarcoptes scabiei. Kelainan kulit berupa papula, vesikula,

dengan infeksi sekunder berupa pustule, bula berisi nanah, ekskoriasi, dan krusta

berwarna kekuningan, kecoklatan, dan kehitaman yang dapat mengaburkan lesi

primernya. Lokasinya lesi pada pasien di sela-sela jari tangan, telapak tangan, lengan,

genitalia eksterna, paha, tungkai dan kaki. Penularan pada pasien ini secara kontak

langsung berjabat tangan dengan temannya dan tak langsung. Lesi gatal terasa

semakin berat saat malam hari sampai mengganggu tidur pasien.

Diagnosa kasus ini ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan perjalanan

penyakitnya yaitu menjelaskan awalnya muncul satu bintil di kemaluan, beberapa minggu

kemudian bekas garukan berubah menjadi pustule dan terasa nyeri. Pada skabies berupa

papula atau vesikula, bila timbul infeksi sekunder terdapat pustule, bula dengan nanah,

ekskoriasi, krusta yang dapat mengaburkan lesi primernya.

10

Page 11: Skabies Case

Pengobatan untuk penyakit skabies bisa diberikan:

1. Salep yang mengandung asam salisilat dan sulfur selama 3-4 hari, kemudian dapat

diulang setelah satu minggu.

2. Salep yang mengandung Benzoas benzilicus selama 3 malam, kemudian dapat

diulang setelah satu minggu kemudian.

3. Salep yang mengandung Gamma benzene hexachloride selama 1 malam,

kemudian diulang setelah satu minggu.

4. Malathion 0,5% dalam basis air yang berfungsi sebagai skabisid dioleskan pada

kulit dalam 24 jam. Aplikasi kedua bisa diulang beberapa hari kemudian.

5. Krim permetrin 5%, dioleskan pada seluruh tubuh dari leher ke bawah dan dicuci

setelah 8-14 jam.

Cara pengobatannya ialah seluruh anggota keluarga harus diobati (termasuk penderita

yang hiposensitisasi).4

Pada kasus ini, penderita mengalami infeksi sekunder. Maka pengobatan pertama kali

diberikan antibiotic sistemik kapsul Dicloxacilline 3 x 250 mg selama 5 hari, serta luka

dikompres menggunakan air bersih terlebih dahulu sampai luka kering. Setelah luka

mengering, baru dilakukan pengobatan untuk skabiesnya serentak seluruh keluarga tanpa

terkecuali. Pemberian obat anti skabies pada pasien ini dipilih salep 2-4 zalf yang

mengandung asam salisilat 2% dan precipitatum 4%. Salep diberikan selama 3-4 hari pada

malam hari setelah mandi, dioleskan seluruh badan kecuali wajah dan di diamkan sampai

pagi. Pemilihan salep 2-4 zalf pada pasien ini dikarenakan harga yang terjangkau, karena

harus diberikan untuk seluruh anggota keluarga yang berjumlah 7 orang.

Pada pasien ini prognosisnya baik, namun membutuhkan waktu untuk mengatasi

infeksi sekunder yang sudah timbul. Baru dilakukan pengobatan skabiesnya.

11

Page 12: Skabies Case

DAFTAR PUSTAKA

1. Arnorld, H.L.; Odom, R.B., James, W.D.: Andrew’s Diseases of the skin. Clinical

Dermatology; 8 th ed., pp. 513-527 (W.B. Saunders Company, Philadelphia, London,

Toronto 1990).

2. Atlas penyakit kulit & kelamin / Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Edisi II

– cetakan 4. Surabaya: Airlangga University Press, 2012. Hal. 61-63.

3. Fritzpatrick TB. Scabies, dalam: Fritzpatrick TB, editor. Colour Atlas and Synopsis of

Clinical Dermatology. Edisi III. United States of America: McGraw-Hill; 1997. 842-9.

4. Handoko RP. Penyakit Parasit Hewan.2007. In : Djuanda A, editor. Ilmu penyakit kulit

dan kelamin. Edisi kelima. Jakarta: Badan penerbit FKUI: hal.122-125, 272-275.

5. Moh. Usman Atmaprawira : Penelitian Skabies pada sebuah pesantren di Jakarta. Skripsi

(FKUI Bag. 1. Penyakit kulit dan kelamin, Jakarta 1982).

6. Soedarto M. Skabies. Dalam: Daili SF, Makes WIB, Zubier F, Judanarso J, editor.

Penyakit Menular Seksual. Edisi II. Jakarta: FKUI; 2001. 1: 162-7.

7. Zulkarnain, iskandar dkk. Pedoman diagnosis dan terapi SMF ilmu penyakit kulit dan

kelamin. Edisi III. Surabaya: Badan penerbit FK Airlangga dan RS dr. Soetomo : hal 49-

52.

8. http://journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-2-1-02.pdf

12