28
LI. 1 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MENGENAI ANATOMI SALURAN PERNAPASAN ATAS LO.1.1 MAKROSKOPIS SALURAN PERNAPASAN ATAS 1. HIDUNG Organ pertama yang berfungsi dalam saluran napas. Terdapat vestibulum nasi yang terdapat cilia kasar yang berfungsi sebagai saringan udara. Bagian dalam rongga hidung ada terbentuk terowongan yang disebut cavum nasi mulai dari nares anterior sampai ke nares posterior lalu ke nasofaring. Sekat antara kedua rongga hidung dibatasi dinding yang berasal dari tulang dan mucusa yaitu septum nasi yang dibentuk oleh : a. Cartilago septi naso b. Os vomer c.Lamina perpendicularis os ethmoidalis Dinding superior rongga hidung sempit, dibentuk lamina cribroformis ethmoidalis yang memisahkan rongga tengkorak dengan rongga hidung. Dinding inferior dibentuk os maxilla dan os palatinum. Ukuran Partikel Disaring Oleh > 10 µm Vestibulum nasi (bulu hidung) 2 - 10 µm Bronkus dan percabangannya (cilia escalatory) < 2 µm Paru-paru (sel leukosit dan endothelial paru) Ada 2 cara pemeriksaan hidung yaitu rhinoscopy anterior dan posterior. Pada anterior, di cavum nasi di sisi lateral terdapat concha nasalis yang terbentuk dari tulang tipis dan ditutupi mukosa yang mengeluarkan lendir dan di medial terlihat dinding septum nasi. Pada posterior, dapat terlihat nasofaring, choanae, bagian ujung belakang conchae nasalis media dan inferior, juga terlihat OPTA yang berhubungan dengan telinga. Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal : Dihangatkan Disaring Dilembabkan Ketiga hal di atas merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi, yang terdiri atas Psedostrafied Ciliated Columnar Epitelium yang berfungsi menggerakkan partikel-partikel halus ke arah faring sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara. Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha. Terdapat 3 buah concha nasalis, yaitu : a. Concha nasalis superior b. Concha nasalis inferior c. Concha nasalis media Di antara concha nasalis superior dan media terdapat meatus nasalis superior. Antara concha media dan inferior terdapat meatus nasalis media. Antara concha nasalis

sk 1 respi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

respi

Citation preview

Page 1: sk 1 respi

LI. 1 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MENGENAI ANATOMI SALURAN PERNAPASAN ATAS

LO.1.1 MAKROSKOPIS SALURAN PERNAPASAN ATAS

1. HIDUNG

Organ pertama yang berfungsi dalam saluran napas. Terdapat vestibulum nasi yang terdapat cilia kasar yang berfungsi sebagai saringan udara. Bagian dalam rongga hidung ada terbentuk terowongan yang disebut cavum nasi mulai dari nares anterior sampai ke nares posterior lalu ke nasofaring.

Sekat antara kedua rongga hidung dibatasi dinding yang berasal dari tulang dan mucusa yaitu septum nasi yang dibentuk oleh : a. Cartilago septi naso b. Os vomer c.Lamina perpendicularis os ethmoidalis

Dinding superior rongga hidung sempit, dibentuk lamina cribroformis ethmoidalis yang memisahkan rongga tengkorak dengan rongga hidung. Dinding inferior dibentuk os maxilla dan os palatinum.

Ukuran Partikel Disaring Oleh> 10 µm Vestibulum nasi (bulu hidung)2 - 10 µm Bronkus dan percabangannya (cilia escalatory)< 2 µm Paru-paru (sel leukosit dan endothelial paru)

Ada 2 cara pemeriksaan hidung yaitu rhinoscopy anterior dan posterior. Pada anterior, di cavum nasi di sisi lateral terdapat concha nasalis yang terbentuk dari tulang tipis dan ditutupi mukosa yang mengeluarkan lendir dan di medial terlihat dinding septum nasi. Pada posterior, dapat terlihat nasofaring, choanae, bagian ujung belakang conchae nasalis media dan inferior, juga terlihat OPTA yang berhubungan dengan telinga. Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal :

Dihangatkan Disaring Dilembabkan

Ketiga hal di atas merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi, yang terdiri atas Psedostrafied Ciliated Columnar Epitelium yang berfungsi menggerakkan partikel-partikel halus ke arah faring sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara. Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha. Terdapat 3 buah concha nasalis, yaitu : a. Concha nasalis superior b. Concha nasalis inferior c. Concha nasalis media

Di antara concha nasalis superior dan media terdapat meatus nasalis superior. Antara concha media dan inferior terdapat meatus nasalis media. Antara concha nasalis inferior dan dinding atas maxilla terdapat meatus nasalis inferior. Sinus-sinus yang berhubungan dengan cavum nasi disebut sinus paranasalis :

a. Sinus sphenoidalis mengeluarkan sekresinya melalui meatus superior b. Sinus frontalis ke meatus media c. Sinus maxillaris ke meatus media d. Sinus ethmoidalis ke meatus superior dan media.

Di sudut mata terdapat hubungan antara hidung dan mata melalui ductus nasolacrimalis tempat keluarnya air mata ke hidung melalui meatus inferior. Di nasofaring terdapat hubungan antara hidung dan rongga telinga melalui OPTA (Osteum Pharyngeum Tuba Auditiva) eustachii. Alurnya bernama torus tobarius.

Persarafan hidung Persarafan sensorik dan sekremotorik hidung : 1. Depan dan atas cavum nasi mendapat persarafan sensoris dari cabang nervus opthalmicus 2. Bagian lainnya termasuk mucusa hidung cavum nasi dipersarafi ganglion sfenopalatinum. Nasofaring dan concha nasalis mendapat persarafan sensorik dari cabang ganglion pterygopalatinum.

Page 2: sk 1 respi

Nervus olfactorius memberikan sel-sel reseptor untuk penciuman. Proses penciuman : pusat penciuman pada gyrus frontalis, menembus lamina cribrosa ethmoidalis ke traktus olfactorius, bulbus olfactorius, serabut n. olfactorius pada mucusa atas depan cavum nasi. 1. Arteri ethmoidalis dengan cabang-cabang : arteri nasalis externa dan lateralis, arteri septalis anterior 2. Arteri ethmoidalis posterior dengan cabang-cabang : arteri nasalis posterior, lateralis dan septal, arteri palatinus majus 3. Arteri sphenopalatinum cabang arteri maxillaris interna. Ketiga pembuluh tersebut membentuk anyaman kapiler pembuluh darah yang dinamakan Plexus Kisselbach. Plexus ini mudah pecah oleh trauma/infeksi sehingga sering menjadi sumber epistaxis pada anak. Bila Plexus Kisselbach pecah, maka akan terjadi epistaxis.

Epistaksis ada 2 macam, yaitu : a. Epistaksis anterior

Dapat berasal dari flexus Kisselbach, yang merupakan sumber perdarahan paling sering dijumpai anak-anak. Dapat juga berasal dari arteri ethmoidalis anterior. Perdarahan dapat berhenti sendiri atau spontan dan dapat dikendalikan dengan tindakan sederhana.

b. Epistaksis posterior Berasal dari arteri sphenopalatina, dan a.ethmoidalis posterior. Perdarahan cenderung lebih berat dan jarang berhenti sendiri, sehingga dapat menyebabkan anemia, hipovolemia, dan syok. Sering ditemukan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular.

2. FARING Pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan Krikoid. Maka letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal). Faring terbagi menjadi 3, yaitu a. Nasofaring terdapat Pharyngeal Tonsil dan Tuba Eustachius , b. Orofaring merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring, terdapat pangkal lidah, gabungan sistem respirasi dan pencernaan c. Laringofaring terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan.

3. LARING

Daerah yang dimulai dari aditus laryngis sampai batas bawah cartilago cricoid. Rangka laring terbentuk dari tulang rawan dan tulang. Laring adalah bagian terbawah dari saluran napas atas.

1. Berbentuk tulang adalah os hyoid 2. Berbentuk tulang rawan adalah : tyroid 1 buah, arytenoid 2 buah, epiglotis 1 buah. Pada arytenoid bagian ujung ada tulang rawan kecil cartilago cornuculata dan cuneiforme. 3. Tulang rawan dan ototnya berasal dari mesenkim lengkung faring ke – 4 dan

ke – 6. Mesenkin berproliferasi dengan cepat, aditus laringis berubah bentuk dari celah sagital menjadi lubang bentuk T. mesenkin kedua lengkung faring menjadi kartilago tiroidea, krikoidea serta antenoidea. Epitel laring berproliferasi dengan cepat. Vakuolisasi dan rekanalisasi terbentuk sepasang resesus lateral, berdiferensiasi menjadi pita suara palsu dan sejati.Os hyoid Mempunyai 2 buah cornu, cornu majus dan minus. Berfungsi untuk perlekatan otot mulut dan cartilago thyroid Cartilago thyroid Terletak di bagian depan dan dapat diraba tonjolan yang disebut promines’s laryngis atau lebih disebut jakun pada laki-laki. Jaringan ikatnya adalah membrana thyrohyoid. Mempunyai cornu superior dan inferior. Pendarahan dari a. Thyroidea superior dan inferior. Cartilago arytenoid Mempunyai bentuk seperti burung penguin. Ada cartilago corniculata dan cuneiforme. Kedua arytenoid dihubungkan m.arytenoideus transversus. EpiglotisTulang rawan berbentuk sendok. Melekat di antara cartilago arytenoid. Berfungsi untuk membuka dan menutup aditus laryngis. Saat menelan epiglotis menutup aditus laryngis supaya makanan tidak masuk ke laring. Cartilago cricoid

Page 3: sk 1 respi

Batas bawah adalah cincin pertama trakea. Berhubungan dengan thyroid dengan ligamentum cricothyroid dan m.cricothyroid medial lateral. Otot-otot laring : a. Otot extrinsik laring

M.cricothyroid M. thyroepigloticus

b. Otot intrinsik laring M.cricoarytenoid posterior yang membuka plica vocalis. Jika terdapat gangguan pada otot ini maka bisa menyebabkan

orang tercekik dan meninggal karena rima glottidis tertutup. Otot ini disebut juga safety muscle of larynx. M. cricoarytenoid lateralis yang menutup plica vocalis dan menutup rima glottdis M. arytenoid transversus dan obliq M.vocalis M. aryepiglotica M. thyroarytenoid

Dalam cavum laryngis terdapat : Plica vocalis, yaitu pita suara asli sedangkan plica vestibularis adalah pita suara palsu. Antara plica vocalis kiri dan kanan terdapat rima glottidis sedangkan antara plica vestibularis terdapat rima vestibuli. Persyarafan daerah laring adalah serabut nervus vagus dengan cabang ke laring sebagai n.laryngis superior dan n. recurrent.

LO.1.2 MIKROSKOPIS SALURAN PERNAPASAN ATAS

Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama: 1. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminalis 2. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.

Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil.

HIDUNG

Bagian dalam hidung dilapisi 4 epitel. Pada bagian luar hidung akan ditutupi oleh kulit dengan epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk banyak terdapat kelenjar sebasea yang akan meluas hingga bagian depan dari vestibulum nasi.

Rambut kaku dan besar menonjol ke luar berfungsi sebagai penyaring. Beberapa mililiter ke dalam vestibulum, epitel berlapis gepeng menjadi epitel kuboid tanpa cilia lalu menjadi epitel bertingkat kolumna (torak) bercilia. Epitel hidung terdiri dari sel-sel kolumnar bercilia, sel goblet dan sel-sel basofilik kecil pada dasar epitel yang dianggap sebagai sel-sel induk bagi penggantian jenis sel yang lebih berkembang. Selain mukus, epitel juga mensekresi cairan yang membentuk lapisan di antara bantalan mukus dan permukaan epitel. Di bawah epitel terdapat lamina propria tebal mengandung kelenjar submukosa terdiri dari sel-sel mukosa dan serosa. Di lamina propria juga terdapat sel plasma, sel mast, dan kelompok jaringan limfoid.

Di atas konka nasalis superior serta di bagian sekat hidung di dekatnya terdapat daerah berwarna coklat kekuningan berbeda dengan daerah respirasi lain yang berwarna merah jambu mengandung reseptor penghidu yaitu daerah olfaktoria atau mukosa olfaktoria. Di bawah epitel chonca inferior terdapat swell bodies, merupakan fleksus vonosus untuk menghangatkan udara inspirasi Fungsi chonca :

Meningkatkan luas permukaan epitel respirasi Turbulensi udara dimana udara lebih banyak kontak dengan permukaan mukosa

Epitel olfaktoria bertingkat silindris tanpa sel goblet, lamina basal tidak jelas. Epitel disusun tiga jenis sel : a. Sel penyokong, atau disebut juga sel sustenakular. Berbentuk silindris, tinggi ramping dan realtif lebar di bagian puncaknya dan menyempit di bagian dasarnya. Inti sel lonjong di tengah dan terletak lebih superficial dibandingkan inti sel sensorik. Di

Page 4: sk 1 respi

apical terlihat terminal web yang tersusun dari bahan berbentuk filament yang berhubungan dengan junctional complex di antara sel penyokong dan sel sensoris yang berdekatan. b. Sel basal, berbentuk kerucut, kecil, inti lonjong, : gelap dan tonjolan sitoplasma bercabang. c. Sel olfaktorius, atau sel olfaktoria. Tersebar di antara sel-sel penyokong dan modifikasi sel bipolar dengan sebuah badan sel, sebuah dendrit yang menonjol ke permukaan dan akson yang masuk lebih dalam ke lamina propria. Inti sel bulat, lebih ke basal dari inti sel penyokong. Dendrit-dendrit di bagian apical langsing dan berjalan ke permukaan di antara sel-sel penyokong dan akan berakhir sebagai bangunan mirip bola kecil disebut vesikula olfaktoria. Masing-masing vesikula keluar enam sampai sepuluh helai rambut atau silia yang disebut silia olfaktoria. Silia-silia ini berfungsi sebagai unsur penerima rangsang yang sebenarnya.

Di lamina propria, serabut saraf olfaktoria yang berjalan ke atas melalui saluran halus dari lamina kribrosa tulang etmoid masuk ke bulbus olfaktorius di otak. Dalam lamina propria juga terdapat kelenjar serosa tubuloasinosa bercabang (kelenjar bowman) yang mengeluarkan sekret berupa cairan yang dikeluarkan ke permukaan melalui saluran sempit. Secret kelenjar bowman membasahi permukaan epitel olfaktoris dan berperan melarutkan bahan-bahan berbau. Kelenjar ini berfungsi memperbarui lapisan cairan di permukaan yang mencegah pengulangan rangsangan rambut-rambut olfaktoria oleh satu bau tunggal. Sel goblet dan kelenjar campur di lamina propria mnghasilkan sekret, untuk menjaga kelembaban hidung dan menangkap partikel debu halus.

Sinus Paranasalis Ruangan dalam tulang : os frontal, os maxilla, os ethmoid, os sphenoid Dilapisi epitel bertingkat torak dengan sedikit sel goblet Lamina propria tipis, melekat erat pada periostium Lendir yang dihasilkan dialirkan ke cavum nasi oleh silia

FARING Faring terbagi menjadi tiga, yaitu : a. Nasofaring yang terletak di bawah dasar tengkorak (epitel bertingkat torak bersilia, dengan sel goblet). b. Orofaring, belakang rongga mulut dan permukaan belakang lidah (epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk) c. Laringofaring, belakang laring (epitel bervariasi) Epitel yang membatasi nasofaring bisa merupakan epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet atau epitel berlapis gepeng. Di dalam lamina propria terdapat kelenjar, terutama kelenjar mukosa. Tapi dapat juga terdapat kelenjar serosa dan kelenjar campur.

LARING Laring adalah saluran napas yang menghubungkan faring dengan trakea. Laring berfungsi untuk bagian system konduksi pernapasan juga pita suara. Pita suara sejati dan pita suara palsu masing-masing merupakan tepi bebas atas selaput krikovokal (krikotiroid) dan tepi bebas bawah selaput kuadratus (aryepiglotica). Di antara pita suara palsu dan pita suara sejati terdapat sinus dan kantung laring. Lipatan aryepiglotica dan pita suara mempunyai epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Laring juga mempunyai epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet. Pada pita suara, lamina propria di bawah epitel berlapis gepeng padat dan terikat erat dengan jaringan ikat ligamentum vokalis di bawahnya. Dalam laring tidak ada submukosa tapi lamina propria dari membrane mukosanya tebal dan mengandung banyak serat elastin. Epiglottis

Menjulur keluar dari tepian larynx lalu meluas ke dalam faryng Memiliki permukaan lingual dan laryngeal Seluruh permukaan laringeal ditutupi oleh epitel berlapis gepeng, mendekati

basis epiglottis pada sisi laringeal, epitel ini mengalami peralihan menjadi epitel bertingkat silindris bersilia

LI.2 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MENGENAI FISIOLOGI SALURAN NAPAS ATAS

Page 5: sk 1 respi

Pernapasan atau respirasi adalah menghirup udara dari luar yang mengandung O2 kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa dari oksidasi yang keluar dari tubuh. Proses penghirupan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi

Fungsi utama pernapasan: Menjamin tersedianya O2 untuk kelangsungan metabolisme sel sel tubuh. Mengeluarkan CO2 sebagai hasil metabolisme sel secara terus menerus.

Fungsi tambahan pernapasan: Mengeluarkan air dan panas dari tubuh Proses berbicara, menyanyi dan vokalisasi Meningkatkan aliran balik vena Mengeluarkan, memodifikasikan, mengaktifkan dan menginaktifkan bahan yang melewati sirkulasi pulmonal seperti

prostaglandin

Fungsi saluran pernapasan: Pertahanan benda asing yang masuk saluran nafas.

Partikel ukuran lebih 10 um akan dihambat bulu bulu hidung. Partikel ukuran 2-10 um ditangkap oleh silia.Ciliary escalator mendorong keluar dgn kecepatan 16 mm/menit

Menurunkan suhu udara pernafasan sesuai dengan suhu tubuh oleh pembuluh darah pada mukosa hidung dan saluran udara. Hidung sebagai organ penghidu. Melembabkan udara pernafasan

Hal ini bertujuan untuk mencegah mengeringnya permukaan membran alveoli. Fungsi ini dilakukan oleh mukus yg dihasilkan kel sebasea dan sel goblet pada mukosa hidung dan faring.

Proses pernapasan dibagi menjadi 2,yaitu:1. Pernapasan luar (eksternal)

Proses pertukaran O2 dan CO2 antar sel-sel tubuh dengan udara luar/pertukaran gas antara darah dan atmosfer.

2. Pernapasan dalam (internal)Pertukaran gas antara darah sirkulasi dengan sel jaringan. Tterjadi penggunaan O2 untuk proses metabolisme intrasel dalam mitokondria dan pembentukan CO2 serta pertukaran gas antara sel-sel tubuh dengan media cair sekitarnya.

Secara fungsional (faal) saluran pernafasan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Zona Konduksi Zona konduksi berperan sebagai saluran tempat lewatnya udara pernapasan, serta membersihkan, melembabkan dan menyamakan suhu udara pernapasan dengan suhu tubuh. Disamping itu zona konduksi juga berperan pada proses pembentukan suara. Zona konduksi terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus, serta bronkioli terminalis. Trakea dapat juga dijuluki sebagai eskalator-muko-siliaris karena silia pada trakea dapat mendorong benda asing yang terikat zat mucus ke arah faring yang kemudian dapat ditelan atau dikeluarkan. Silia dapat dirusak oleh bahan-bahan beracun yang terkandung dalam asap rokok. Struktur bronki primer masih serupa dengan struktur trakea. Pada bagian akhir dari bronki, cincin tulang rawan yang utuh berubah menjadi lempengan-lempengan. Pada bronkioli terminalis struktur tulang rawan menghilang dan saluran udara pada daerah ini hanya dilingkari oleh otot polos. Struktur semacam ini menyebabkan bronkioli lebih rentan terhadap penyimpatan yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Bronkioli mempunyai silia dan zat mucus.

Bahan-bahan debris di alveoli ditangkap oleh sel makrofag yang terdapat pada alveoli, kemudian dibawa oleh lapisan mukosa dan selanjutnya dibuang.

2. Zona Respiratorik Zona respiratorik terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran gas antara udara dan darah terjadi di dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat pula struktur yang lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang penting untuk menyaring partikel-partikel yang masuk. Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 bagian, yaitu :

1. Menarik napas (inspirasi)

Page 6: sk 1 respi

Inspirasi merupakan proses aktif, disini kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan tekanan di dalam ruang antara paru-paru dan dinding dada (tekanan intraktorakal). Inspirasi terjadi bila muskulus diafragma telah dapat rangsangan dari nervus prenikus lalu mengkerut datar. Muskulus interkostalis kontraksi. Dengan demikian jarak antara sternum dan vertebrata semakin luas dan lebar. Rongga dada membesar maka pleura akan tertarik, dengan demikian menarik paru-paru maka tekanan udara di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar.

2. Menghembus napas (ekspirasi) Ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan konstraksi otot untuk menurunkan intratorakal. Ekspirasi terjadi apabila pada suatu saat otot-otot akan kendur lagi (diafragma akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar. Tetapi setelah ekspirasi normal, kitapun masih bisa menghembuskan nafas dalam-dalam karena adanya kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu muskulus interkostalis internus dan muskulus abdominis.

Sistem respirasi bekerja melalui 3 tahapan yaitu :

1. Ventilasi Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada saat inspirasi tekanan intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari atmosfer akan terhisap ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan intrapulmonal menjadi lebih tinggi dari atmosfer sehingga udara akan tertiup keluar dari paru-paru. Perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume thorax akibat kerja dari otot-otot pernafasan dan diafragma. Ventilasi dipengaruhi oleh : 1. Kadar oksigen pada atmosfer 2. Kebersihan jalan nafas 3. Daya recoil & complience (kembang kempis) dari paru-paru 4. Pusat pernafasan

Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru dijaga oleh surfaktan. Surfaktan merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan sel sekretori alveoli pada bagian epitel alveolus dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan alveolus yang disebabkan karena daya tarik menarik molekul air & mencegah kolaps alveoli dengan cara membentuk lapisan monomolekuler antara lapisan cairan dan udara.

2. Difusi Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah pada kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial. Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap perbedaan tekanan sebesar 1 mmHg disebut kapasitas difusi. Kapasitas difusi oksigen dalam keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit.

Difusi dipengaruhi oleh : 1. Ketebalan membran respirasi 2. Koefisien difusi 3. Luas permukaan membran respirasi 4. Perbedaan tekanan parsial 5. Transportasi

3. Transfortasi Transportasi oksigen ke sel-sel yang membutuhkan melalui darah dan pengangkutan karbondioksida sebagai sisa metabolisme ke kapiler paru. Transportasi gas dipengaruhi oleh : 1. Cardiac Output 2. Jumlah eritrosit 3. Aktivitas 4. Hematokrit darah

4. Regulasi Mekanisme adaptasi sistem respirasi terhadap perubahan kebutuhan oksigen tubuh sangat penting untuk menjaga homeostastis dengan mekanisme sebagai berikut : Sistem respirasi diatur oleh pusat pernafasan pada otak yaitu medula oblongata. Pusat nafas terdiri dari daerah berirama medulla (medulla rithmicity) dan pons. Daerah berirama medula terdiri dari area inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan pons terdiri dari pneumotaxic area dan apneustic area. Pneumotaxic area menginhibisi sirkuit inspirasi dan meningkatkan irama respirasi. Sedangkan apneustic area mengeksitasi sirkuit inspirasi.

Pengaturan respirasi dipengaruhi oleh :

Page 7: sk 1 respi

1. Korteks serebri yang dapat mempengaruhi pola respirasi. 2. Zat-zat kimiawi : dalam tubuh terdapat kemoresptor yang sensitif terhadap perubahan konsentrasi O2, CO2 dan H+ di aorta, arkus aorta dan arteri karotis. 3. Gerakan : perubahan gerakan diterima oleh proprioseptor. 4. Refleks Heuring Breur : menjaga pengembangan dan pengempisan paru agar optimal. 5. Faktor lain : tekanan darah, emosi, suhu, nyeri, aktivitas spinkter ani dan iritasi saluran napas.

Volume statis paru - paru

1. Volume tidal (VT) = jumlah udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali bernafas pada saat istirahat. Volume tidal normal bagi 350-400 ml.

2. Volume residu (RV) = jumlah gas yang tersisa di paru-paru setelah menghembuskan nafas secara maksimal atau ekspirasi paksa. Nilai normalnya adalah 1200 ml.

3. Kapasitas vital (VC) = jumlah gas yang dapat diekspirasi setelah inspirasi secara maksimal. VC = VT + IRV + ERV (seharusnya 80% TLC). Besarnya adalah 4800 ml.

4. Kapasitas total paru-paru (TLC) = yaitu jumlah total udara yang dapat dimasukkan ke dalam paru-paru setelah inspirasi maksimal. TLC= VT + IRV + ERV + RV. Besarnya adalah 6000 ml.

5. Kapasitas residu fungsional (FRC) = jumlah gas yang tertinggal di paru-paru setelah ekspirasi volume tidak normal. FRC = ERV + RV. Besarnya berkisar 2400 ml.

6. Kapasitas inspirasi (IC) = jumlah udara maksimal yang dapat diinspirasi setelah ekspirasi normal. IC = VT + IRT. Nilai normalnya sekitar 3600 ml.

7. Volume cadangan inspirasi (IRV) = jumlah udara yang dapat diinspirasi secara paksa sesudah inspirasi volume tidak normal.

8. Volume cadangan ekspirasi (ERV) = jumlah udara yang dapat diekspirasi secara paksa sesudah ekspirasi volume tidak normal.

LI.3 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MENGENAI RHINITIS

LO.3.1 DEFINISI

Rhinitis secara luas didefinisikan sebagai peradangan mukosa hidung. Rhinitis merupakan gangguan umum yang mempengaruhi hingga 40% dari populasi

Digolongkan rhinitis jika terdapat satu atau lebih dari gejala berikut : hidung tersumbat, rhinorrhea anterior posterior, bersin, gatal. Rhinitis biasanya dikaitkan dengan inflamasi. Rhinitis sering dibarangi dengan gejala yang berhubungan dengan mata, telinga, dan tenggorokan.

(Peter, 2011)

LO.3.2 KLASIFIKASI

Rhinitis berdasarkan sifatnya dapat dibedakan menjadi dua:

a. Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.

b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.

Table Klasifikasi Rhinitis berdasarkan etiologi

Jenis Rhinitis PenjelasanAlergin (diperantarai oleh IgE) Inflamasi yang diperantarai oleh IgE pada mukosa

hidung, berakibat pada infiltrasi dari sel eosinophil dan sel Th2 pada lapisan hidung

Diklasifikasikan sebagai intermiten atau persistan

Autonomic • rhinitis medicamentosa• Hypothyroidism

Page 8: sk 1 respi

• Hormonal•Non-allergic rhinitis with eosinophilia syndrome (NARES)

Infectious • disebabkan oleh virus (tersering), bacterial, atau infeksi jamur

Idiopathic • penyebab tidak jelas(Peter,2011)

Rhinitis Non Alergi

Disebabkan oleh infeksi saluran napas (rhinitis viral dan rhinitis bakterial, masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas struktural, neoplasma, dan massa, penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti hipertensif.

Berdasarkan penyebabnya, rhinitis non alergi di golongkan sebagai berikut:

1. Rinitis Infeksiosa

Rinitis infeksiosa biasanya disebabkan oleh infeksi pada saluran pernafasan Bagian atas, baik oleh bakteri maupun virus. Ciri khas dari rinitis infeksiosa adalah lendir hidung yang bernanah, yang disertai dengan nyeri dan tekanan pada wajah, penurunan fungsi indera penciuman serta batuk.

2. Rinitis Non-Alergika Dengan Sindroma Eosinofilia

Penyakit ini diduga berhubungan dengan kelainan metabolisme prostaglandin. Pada hasil pemeriksaan apus hidung penderitanya, ditemukan eosinofil sebanyak 10-20%. Gejalanya berupa hidung tersumbat, bersin, hidung meler, hidung terasa gatal dan penurunan fungsi indera penciuman (hiposmia).

3. Rinitis Okupasional

Gejala-gejala rinitis hanya timbul di tempat penderita bekerja. Gejala-gejala rinitis biasanya terjadi akibat menghirup bahan-bahan iritan (misalnya debu kayu, bahan kimia). Penderita juga sering mengalami asma karena pekerjaan.

4. Rinitis Hormonal

Beberapa penderita mengalami gejala rinitis pada saat terjadi gangguan keseimbangan hormon (misalnya selama kehamilan, hipotiroid, pubertas, pemakaian pil KB). Estrogen diduga menyebabkan peningkatan kadar asam hialuronat di selaput hidung. Gejala rinitis pada kehamilan biasanya mulai timbul pada bulan kedua, terus berlangsung selama kehamilan dan akan menghilang pada saat persalinan tiba. Gejala utamanya adalah hidung tersumbat dan hidung berair.

5. Rinitis Karena Obat-obatan (rinitis medikamentosa)

Rinitis Medikamentosa merupakan akibat pemakaian vasokonstriktor topical (obat tetes hidung atau obat semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. Dapat dikatakan hal ini disebabkan oleh pemakaian obat yang berlebihan (Drug Abuse).

Obat-obatan yang berhubungan dengan terjadinya rinitis adalah dekongestan topikal, ACE inhibitor, reserpin, guanetidin, fentolamin, metildopa, beta-bloker, klorpromazin,gabapentin, penisilamin, aspirin, NSAID, kokain, estrogen eksogen, pil KB.

6. Rinitis Gustatorius

Rinitis gustatorius terjadi setelah mengkonsumsi makanan tertentu, terutama makanan yang panas dan pedas.

7. Rinitis Vasomotor

Rinitis vasomotor diyakini merupakan akibat dari terganggunya keseimbangan sistem parasimpatis dan simpatis. Parasimpatis menjadi lebih dominan sehingga terjadi pelebaran dan pembengkakan pembuluh darah di hidung. Gejala yang timbul berupa hidung tersumbat, bersin-bersin dan hidung berair. Gangguan vasomotor hidung adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis. Rinitis vasomotor adalah gangguan pada mukosa hidung yang ditandai dengan adanya edema yang persisten dan hipersekresi kelenjar pada mukosa hidung apabila terpapar oleh iritan spesifik. Etiologi yang pasti belum diketahui, tetapi diduga sebagai akibat gangguan keseimbangan fungsi vasomotor dimana sistem saraf parasimpatis relatif lebih dominan. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berlangsung temporer, seperti emosi, posisi tubuh, kelembaban udara, perubahan suhu luar, latihan jasmani dan sebagainya, yang pada keadaan normal faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai

Page 9: sk 1 respi

gangguan oleh individu tersebut. Merupakan respon non spesifik terhadap perubahan perubahan lingkungannya, berbeda dengan rinitis alergi yang mana merupakan respon terhadap protein spesifik pada zat allergennya. Faktor pemicunya antara lain alkohol, perubahan temperatur / kelembapan, makanan yang panas dan pedas, bau – bauan yang menyengat ( strong odor ), asap rokok atau polusi udara lainnya, faktor – faktor psikis seperti : stress, ansietas, penyakit – penyakit endokrin, obat-obatan seperti anti hipertensi, kontrasepsi oral.

8. Rinitis Atrofi

Belum jelas, beberapa hal yang dianggap sebagai penyebabnya seperti infeksi oleh kuman spesifik, yaitu spesies Klebsiella, yang sering Klebsiella ozanae, kemudian stafilokok, sreptokok, Pseudomonas aeruginosa, defisiensi Fe, defisiensi vitamin A, sinusitis kronik, kelainan hormonal, dan penyakit kolagen. Mungkin berhubungan dengan trauma atau terapi radiasi.

LI.3 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MENGENAI RHINITIS ALERGI

3.1 DEFINISI

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 1986).

Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.

3.2 ETIOLOGI

Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelas memiliki peran penting. Pada 20 – 30 % semua populasi dan pada 10 – 15 % anak semuanya atopi. Apabila kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai 50 %. Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat di seluruh lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki kecenderungan alergi.

Adapun alergen yang biasa dijumpai berupa alergen inhalan yang masuk bersama udara pernapasan yaitu debu rumah, tungau, kotoran serangga, kutu binatang, jamur, serbuk sari, dan lain-lain.

Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap sensitisasi yang diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :

Immediate Phase Allergic Reaction, Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam setelahnya Late Phase Allergic Reaction, Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam.

3.3 KLASIFIKASI

Rhinitis alergi dikategorikan sebagai musiman ( terjadi selama musim tertentu ) atau abadi(terjadi sepanjang tahun ) . Namun, tidak semua pasien masuk ke dalam skema klasifikasi ini. Sebagai contoh, beberapa pemicu alergi , seperti serbuk sari , mungkin musiman di iklim dingin , tapi abadi di iklim hangat , dan beberapa pasien dengan " alergi musiman " mungkin memiliki gejala sepanjang sebagian besar tahun.

a. Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :

· Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur

· Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang

· Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah

· Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan.

b. Berdasarkan dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi dibagi menjadi tiga tahap besar :

1. Respon Primer, terjadi eliminasi dan pemakanan antigen, reaksi non spesifik

Page 10: sk 1 respi

2. Respon Sekunder, reaksi yang terjadi spesifik, yang membangkitkan system humoral, system selular saja atau bisa membangkitkan kedua system terebut, jika antigen berhasil dihilangkan maka berhenti pada tahap ini, jika antigen masih ada, karena defek dari ketiga mekanisme system tersebut maka berlanjut ke respon tersier

3. Respon Tersier , Reaksi imunologik yang tidak meguntungkan

c. Sedangkan klasifikasi yang lebih baru menurut guideline dari ARIA, 2001 (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) disdasarkan pada waktu terjadinya gejala dan keparahannya adalah:

1. Rhinitis intermiten : ketika total durasi episode peradangan kurang dari 6 minggu

2. Rhinitis persisten : bila gejala terus berlangsung sepanjang tahun .

3. Rhinitis ringan : ketika pasien umumnya bisa tidur normal dan melakukan kegiatan yang normal (termasuk kerja atau sekolah ) ; gejala ringan biasanya bersifat intermiten.

4. Rhinitis moderat /parah : jika gejalanya secara signifikan mempengaruhi atau mengganggu tidur dan kegiatan hidup sehari-hari

Penting untuk mengklasifikasikan tingkat keparahan dan durasi gejala karena hal ini akan memandu manajemen pendekatan untuk setiap pasien. (Harold, 2011)

3.4 PATOFISIOLOGI

Pada rhinitis alergi , banyak sel inflamasi , termasuk sel mast , sel T CD4 - positif , sel B , makrofag ,dan eosinofil , melakukan infiltrasi ke lapisan hidung pada paparan terhadap allergen. Mayoritas Alergen yang terlibat dalam rhinitis alergi adalah protein yang berasal dari partikel udara termasuk serbuk sari , tungau debu partikel kotoran , residu kecoa , dan bulu binatang .Setelah menghirup partikel alergi , alergen dielusi dalam lendir hidung dan kemudian menyebar ke jaringan hidung .

. Sel-sel T infiltrasi mukosa hidung sebagian besar adalah T helper ( Th 2) melepaskan sitokin ( misalnya interleukin IL -3 , IL - 4 , IL - 5 , dan IL - 13 ) yang menstimulasi produksi immunoglobulin E ( IgE ) oleh sel plasma . Produksi IgE , pada gilirannya , memicu pelepasan mediator , seperti histamin dan leukotrien , yang bertanggung jawab untuk pelebaran arteriol , peningkatan permeabilitas pembuluh darah , gatal-gatal , rhinorrhea ( hidung meler ) , sekresi mukosa , dan kontraksi otot polos.

(Peter dan Harold,2011) .

Para mediator dan sitokin dilepaskan selama fase awal dari suatu respon kekebalan tubuh terhadap paparan alergen selanjutnya memicu respon inflamasi seluler selama 4 sampai 8 jam berikutnya ( respon inflamasi fase lambat) menyebabkan gejala berulang (biasanya hidung tersumbat). (Peter,2011)

Page 11: sk 1 respi

(Sin dan Togias, 2011)

GAMBAR 1. Proses sensitisasi dan reaksi alergi pada mukosa hidung yang mengarah ke perkembangan gejala dan perubahan fungsional seperti hiperresponsif hidung. CGRP : calcitonin gene-related peptide; ECP : eosinophil cationic protein; EPO : eosinophil peroxidase; FceR1 : high-affinity Fc receptor for IgE; GMCSF: granulocyte-macrophage colony-stimulating factor; ICAM-1 : intercellular adhesion molecule-1; LFA-1 : lymphocyte function–associated antigen-1; MBP : major basic protein; MCP-1, -3, -4 : monocyte chemotactic protein-1, -3, -4, respectively; MHC : major histocompatibility complex; MIP-1a : macrophage inflammatory protein-1a; NKA : neurokinin A; PAF : platelet-activating factor; RANTES : regulated on activation, normal T-cell expressed and secreted; sLT : sulfidoleukotriene; TARC : thymus and activation-regulated chemokine; TGF-b : transforming growth factor-b; Th1, Th2 : helper T type 1 and type 2 cells, respectively; TNF-a : tumor necrosis factor-a; Treg : regulatory T cell; TxA2 : thromboxane A2; VCAM-1 : vascular cell adhesion molecule-1; VLA-4 : very late antigen-4.

Proses sensitisasi

Dimulai di jaringan hidung saat antigen-presenting sel ( APC ) , yang terutama sel dendritik , menelan alergen , kemudian allergen tersebut diubah menjadi antigen peptide , kemudian makrofag bermigrasi ke kelenjar getah bening , di mana makrofrag menyajikan antigen peptide ini melalui MHC class II kepada sel Limfosit T CD41 ( sel T ) naif. Keduanya berhubungan melalui reseptor sel T spesifik (TCR). Kemudian sel T naif ini berdiffferensiasi menjadi sel Th1 dan sel Th2, namun dalam kasus alergi sel Th2 yang memainkan peranan penting yang dalam perkembangannya IL-4 merupakan stimulus bagi perubahan sel T naif menjadi sel Th2.

Sel dendritik ( DC ) terlokalisir dalam epitel dan submukosa dari seluruh mukosa pernafasan, termasuk mukosa hidung. Jumlah DC dan sel T pada permukaan epitel hidung meningkat pada pasien rhinitis . Selain mengekspresikan antigen , DC dapat mempolarisasi sel T naif menjadi sel Th1 atau Th2 sesuai dengan fenotip mereka sendiri dan dengan sinyal yang diterima dari antigen serta dari lingkungan mikro jaringan selama presentasi antigen.

Page 12: sk 1 respi

IgE , seperti semua immunoglobulin , disintesis oleh limfosit B ( Sel B ) di bawah regulasi sitokin yang berasal dari Limfosit Th2 . Dua sinyal yang diperlukan (IL - 4 atau IL – 13) menyediakan sinyal penting pertama yang mendorong sel-sel B memproduksi IgE. Dalam kasus IgE -sel memori B , sitokin ini menyebabkan klonal ekspansi . Sinyal yang kedua adalah interaksi costimulatory antara ligan CD40 pada permukaan sel T dan Permukaan sel -B . Sinyal ini mendorong aktivasi sel - B dan beralih rekombinasi untuk produksi IgE.

Setelah diproduksi oleh sel B , antibodi IgE menempel pada permukaan sel mast dan basofil , membuat mereka ''tersensitisasi ''.

Reaksi alergi dan inflamasi di Hidung

Reaksi alergi pada hidung memiliki komponen awal dan akhir ( fase awal dan fase akhir ) , yang keduanya berkontribusi pada presentasi klinis rhinitis alergi . Tahap awal melibatkan aktivasi akut sel efektor alergi melalui interaksi IgE -alergen dan menghasilkan seluruh spektrum gejala rhinitis alergi . Tahap akhir ini ditandai dengan perekrutan dan aktivasi sel-sel inflamasi dan pengembangan dari hyperresponsiveness hidung dengan gejala yang lebih indolen .

Dalam beberapa menit dari kontak individu peka dengan alergen , interaksi IgE - alergen berlangsung , menyebabkan sel mast dan basofil degranulasi dan melepas mediator preformed seperti histamine, tryptase, leukotrien sisteinil ( LTC4 , LTD4 , LTE4 ) dan prostaglandin ( primarilyPGD2 ). Sasaran dari mediator ini bervariasi , misalnya ,

1. Histamin mengaktifkan reseptor H1 pada sensorik ujung saraf dan menyebabkan bersin , gatal-gatal , dan sekresi reflex tanggapan , tetapi juga berinteraksi dengan reseptoH1 dan H2 pada pembuluh darah mukosa, yang menyebabkan pembengkakan pembuluh darah ( hidung tersumbat) dan kebocoran plasma.

2. Sulfidopeptide leukotrienes , di sisi lain , bertindak langsung pada reseptor CysLT1 dan CysLT2 pada pembuluh darah dan kelenjar , dan dapat menyebabkan hidung tersumbat dan , pada tingkat lebih rendah , sekresi lendir.

3. Zat seperti protease ( tryptase ) dan sitokin ( tumor necrosis factor - a) yang dirilis pada tahap awal dari reaksi alergi , tetapi peran mereka dalam generasi akut gejala tidak jelas . Mediator lain yang dihasilkan melalui jalur tidak langsung , misalnya ,

4. Bradikinin dihasilkan ketika terjadi kebocoran kininogen ke dalam jaringan dari sirkulasi perifer dan dibelah oleh kallikrein jaringan yang dihasilkan oleh kelenja serosa.

Paparan alergen juga menghasilkan peradangan mukosa hidung ditandai dengan masuknya dan aktivasi berbagai inflamasi sel serta perubahan dalam fisiologi hidung , yaitu priming dan hiperresponsif . Sel yang bermigrasi ke mukosa hidung termasuk sel T , eosinofil , basofil , neutrofil , dan monosit juga , sel mast meningkat dalam submukosa dan menyusup ke epitel setelah paparan alergen atau selama musim serbuk sari.

Setelah hidung terprovokasi alergen pada individu dengan rhinitis alergi pada biopsy diperoleh sel T mendominasi untuk menyusup ke jaringan . Dalam sekret hidung , jumlah leukosit meningkat beberapa kali lipat selama beberapa jam dan mayoritas leukosit adalah neutrofil dan eosinophil. Sangat mungkin bahwa migrasi sel ini disebabkan oleh kemokin dan sitokin yang dikeluarkan oleh sel efektor primer, sel mast , dan basofil , akut dan selama beberapa jam setelah terpapar allergen.

Sitokin Th2 mungkin memainkan peran sentral dalam pengembangan peradangan mukosa setelah terpapar alergen . Sebagai contoh, IL - 5 adalah sentral dalam perekrutan eosinofil dan IL - 4 adalah penting dalam perekrutan eosinofil dan basofil. IL - 13 (berasal dari basophil) , sel mast , dan sel Th2 , menginduksi ekspresi beberapa kemokin yang diperkirakan selektif merekrut sel Th2 , yaitu TARC dan monosit yang diturunkan kemokin. IL - 13 juga dapat merekrut sel dendritic ke situs paparan alergen melalui induksi matriks metaloproteinase - 9 dan TARC. Sitokin Th2 yang berasal dari sel-sel T dan sel lainnya mengabadikan alergi dengan mempromosikan produksi IgE terus menerus oleh sel B.

Eosinofil tiba dengan cepat di mukosa hidung setelah terpapar alergen . Eosinofil menghasilkan beberapa sitokin penting seperti IL - 5 , yang memiliki sifat kemoatraktan yang kuat dan bertindak dalam mode autokrin untuk mempromosikan kelangsungan hidup eosinofil danaktivasinya. Yang paling penting , eosinofil berfungsi sebagai sumber utama mediator lipid seperti LTC4 , tromboksan A2 , dan plateletactivating Faktor. Masuknya eosinofil adalah diaktifkannya granul beracun : protein ( MBP ) , protein kationik eosinofil ( ECP ) , dan eosinophil peroksidase ( EPO ) , yang dapat merusak sel-sel epitel hidung. Bahkan pada konsentrasi rendah , MBP dapat mengurangi ciliary beat frekuensi in vitro . MBP juga telah ditunjukkan pada hewan untuk mengubah fungsi saraf dengan mengganggu muscarinic ( M2 ) reseptor , memungkinkan peningkatan pelepasan asetilkolin pada saraf persimpatik atau. Efek ini dapat berkontribusi pada fitur inflamasi respon fase akhir dan hyperresponsiveness hidung.

Pada asma , diyakini bahwa peradangan kronis menyebabkan remodeling saluran napas. Faktor pertumbuhan yang telah terlibat di saluran napas juga telah terdeteksi di mukosa hidung individu dengan rhinitis alergi . Orang mungkin bisa berspekulasi bahwa mukosa hidung memiliki kapasitas yang jauh lebih tinggi untuk regenerasi epitel dan perbaikan , mungkin karena embrio yang berbeda asal, namun kenyataannya bahwa perubahan elemen struktur mukosa jauh lebih sedikit di mukosa hidung dibandingkan dengan saluran napas bawah, meskipun mukosa hidung lebih terkena alergen dan racun lingkungan .(Sin dan Togias, 2011)

Page 13: sk 1 respi

3.5 MANIFESTASI KLINIS

1) Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin lebih dari 6 kali).

2) Berdasarkan gejala yang menonjol, dibedakan atas golongan yang obstruksi dan rinorea. Pemeriksaan rinoskopi anterior menunjukkan gambaran klasik berupa edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua, dapat pula pucat. Permukaanya dapat licin atau berbenjol. Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit, namun pada golongan rinorea, sekret yang ditemukan biasanya serosa dan dalam jumlah banyak.

3) Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus.

4) Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.

5) Badan menjadi lemah dan tak bersemangat.

6) Gejala memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur karena perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, juga karena asap rokok dan sebagainya.

7) Keluhan subyektif yang sering ditemukan pada pasien biasanya napas berbau (sementara pasien sendiri menderita anosmia), ingus kental hijau, krusta hijau, gangguan penciuman, sakit kepala, dan hidung tersumbat.

8) Pada penderita THT ditemukan ronnga hidung sangat lapang, kinka inferiordan media hipotrofi atau atrofi, sekret purulen hijau, dan krusta berwarna hijau

Gejala klinis yang khas adalah bersin yang berulang. Bersin biasanya pada pagi hari dan karena debu. Bersin lebih dari lima kali sudah dianggap patologik dan perlu dicurigai adanya rinitis alergi dan ini menandakan reaksi alergi fase cepat.Gejala lain berupa keluarnya ingus yang encer dan banyak, hidung tersumbat, mata gatal dan banyak air mata. Pada anak-anak sering gejala tidak khas dan yang sering dikeluhkan adalah hidung tersumbat.

Pada anak-anak, akan ditemukan tanda yang khas seperti:

1.Allergic salute: adalah gerakan pasien menggosok hidung dengan tangannya karenagatal.

2.Allergic crease: adalah alur yang melintang di sepertiga bawah dorsum nasiakibat sering menggosok hidung

3.Allergic shiner: adalah bayangan gelap di bawahmata yang terjadi akibat stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung.

4."Bunny rabbit" sound: adalah suara yang dihasilkan karena lidah menggosok palatum yang gatal dangerakannya seperti kelinci mengunyah.

3.6 Pemeriksaan

Pasien yang menderita gangguan ini sering gagal untuk mengenali dampak gangguan terhadap kualitas hidup selain itu, selama kunjungan rutin dokter gagal untuk secara teratur bertanya tentang gangguan pasien. Oleh karena itu , skrining untuk rhinitis dianjurkan, terutama pada pasien asma karena studi telah menunjukkan bahwa rhinitis hadir pada sampai dengan 95 % dari pasien dengan asma.

anamnesis menyeluruh dan pemeriksaan fisik adalah pilar penegakan diagnosis rinitis alergi. Tes alergi juga penting untuk mengkonfirmasikan bahwa alergi yang mendasari menyebabkan rhinitis. Rujukan ke seorang ahli alergi harus dipertimbangkan jika diagnosis rinitis alergi dipertanyakan .

Anamnesis

Selama anamnesis, pasien sering akan menjelaskan hal berikut

Gejala klasik rhinitis alergi : hidung tersumbat ,gatal hidung , rhinorrhea dan bersin . alergik konjungtivitis ( peradangan selaput yang menutupi bagian putih mata ) juga sering dikaitkan dengan rhinitis alergi dan gejala umumnya termasuk kemerahan dan gatal pada mata

Evaluasi rumah pasien dan pekerjaan / sekolah : lingkungan yang berpotensi potensimemicu rhinitis alergi . Sejarah lingkungan harus fokus pada alergen umum dan berpotensi relevan termasuk serbuk sari , hewan berbulu , lantai tekstil /jok , asap tembakau , tingkat kelembaban di rumah ,serta potensi zat berbahaya lain yang pasien mungkin terkena di tempat kerja atau di rumah .

Page 14: sk 1 respi

Penggunaan obat tertentu ( misalnya , beta - blocker , asetilsalisilat acid [ ASA ] , non steroid anti-inflammatory drugs[ NSAID ] , angiotensin-converting enzyme [ ACE ] inhibitor , dan terapi hormon ) serta penggunaan kokain berlebihan dapat menyebabkan gejala rhinitis . Oleh karena itu , pasien harus ditanya tentang saat ini atau obat baru dan penggunaan narkoba.

riwayat penyakit keluarga (atopik) dampak gejala terhadap kualitas hidup dan adanya komorbiditas seperti asma , pernapasan mulut , mendengkur , sleep apnea , keterlibatan sinus , otitis media

(radang polip telinga tengah atau hidung) . pasien mungkin mendokumentasikan frekuensi dan durasi " pilek "

Sebelum mencari perhatian medis , pasien sering mencoba menggunakan over-the -counter atau obat lain untuk mengelola gejala mereka . Menilai respon pasien terhadap Perawatan tersebut dapat memberikan informasi yang dapat membantu dalam diagnosis dan manajemen rhinitis alergi berikutnya. Misalnya, adanya perbaikan gejala antihistamin generasi kedua ( misalnya , desloratadine[ AERIUS ] , fexofenadine [ Allegra ] , loratadine [ Claritin ] )sangat sugestif dari etiologi alergi .

Namun , penting untuk dicatat bahwa respon terhadap antihistamin generasi pertama ( misalnya , brompheniramine maleat[ Dimetane ] , chlorpheniramine maleate [ Chlor - Tripolon ] ,clemastine [ Tavist - 1 ] ) tidak menyiratkan etiologi alergi karena sifat antikolinergik dan obat penenang agen ini mengurangi rhinorrhea dan dapat meningkatkan kualitas tidur terlepas dari apakah rhinitis pasien merupakan peradangan alergi .

Respon terhadap kortikosteroid intranasal sebelumnya mungkin juga sugestif dari etiologi alergi , dan kemungkinan menunjukkan bahwa pengobatan tersebut akan terus menguntungkan di masa yang akan dating.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pasien dengan dugaan rhinitis alergi harus mencakup penilaian tanda-tanda luar, hidung , telinga , sinus , posterior orofaring( daerah tenggorokan yang berada di bagian belakang mulut ) , dada dan kulit.

Tanda-tanda lahiriah yang mungkin sugestif dari rhinitis alergi meliputi : Sering bernapas melalui mulut , menggosok-gosok hidung atau terlihat jelas lipatan nasal melintang , sering pilek atau kliring tenggorokan , dan alergi shiners ( lingkaran hitam di bawah mata yang disebabkan oleh hidung tersumbat ) .

pemeriksaan hidung : biasanya mengungkapkan pembengkakan mukosa hidung dan pucat , sekresi tipis. Pemeriksaan hidung dengan endoskopi internal juga harus dipertimbangkan untuk menilai kelainan struktural dan polip hidung.

Telinga umumnya tampak normal pada pasien dengan rhinitis alergi , namun , penilaian untuk disfungsi tuba Eustachian menggunakan otoscope pneumatik harus dipertimbangkan. Manuver Valsava itu ( meningkatkan tekanan dalam rongga hidung dengan mencoba untuk meniup melalui hidung sambil menutup telinga dan mulut ) juga dapat digunakan untuk menilain cairan di belakang gendang telinga.

Pemeriksaan sinus harus mencakup palpasi sinus bukti kelembutan atau penyadapan dari gigi rahang atas dengan lidah depressor untuk bukti sensitivitas . Posterior orofaring juga harus diperiksa untuk tanda-tanda pasca nasal drip ( akumulasi lender di belakang hidung dan tenggorokan ) , dan dada serta kulit harus diperiksa dengan hati-hati untuk tanda-tanda asma ( misalnya , mengi ) atau dermatitis.

Pemeriksaan Penunjang

Meskipun anamnesis menyeluruh dan pemeriksaan fisik diperlukan untuk menegakkan diagnosis klinis rhinitis , tes diagnostik lebih lanjut biasanya diperlukan untuk mengkonfirmasi bahwa alergi yang mendasari menyebabkan rhinitis tersebut .

Skin prict test dianggap sebagai metode utama untuk mengidentifikasi pemicu rhinitis alergi tertentu . Pengujian skin prick melibatkan setetes ekstrak komersial spesifik allergen pada kulit lengan bawah atau punggung , kemudian menusuk kulit untuk memperkenalkan ekstrak ke dalam epidermis . Dalam 15-20 menit , sebuah respon wheal - dan - suar ( sebuah wheal pucat tidak teratur dikelilingi oleh daerah kemerahan) akan terjadi jika tes positif . Pengujian biasanya dilakukan dengan menggunakan allergen relevan dengan lingkungan pasien ( misalnya , serbuk sari , bulu binatang , jamur dan tungau debu rumah ) .

Pengujian skin prick menggunakan alergen - tes IgE spesifik ( misalnya , tes radioallergosorbent) yang memberikan ukuran in vitro dari kadar IgE spesifik pasien terhadap alergen tertentu . Namun, Tes tusuk kulit umumnya dianggap lebih sensitif dan hemat biaya daripada tes IgE spesifik alergen tertentu , dan memiliki keuntungan lebih lanjut.

(Harold,2011)

3.7 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

Page 15: sk 1 respi

Perbedaan Etiologi Gejala Sekret Lain-lain

R. Alergi Respon imun yg dimediasi IgE

Bersin” yg didahului gatal pada mata dan hidung.

Jernih, cair Uji cukit kulit +

R. Vasomotor Aktifitas parasimpatis > simpatis

----*Hiposmia*

---- Sembuh bila diberi penggiat simpatis.

R. Hormonal Gangguan keseimbangan estrogen

Dominasi oleh rinore dan obstruksi hidung

---- Sembuh sendiri atau dg terapi hormon

R. Infeksiosa Agen infeksius (bakteri, virus)

Demam, nyeri tekan wajah, hiposmia

Kental, kekuningan/hijau.

Sembuh dengan antivirus atau antibiotik

R. Non-Alergi dengan sindrom eosinofilia

Kelainan metabolisme prostaglandin

----Hiposmia

---- Eosinofil 10-20% pada nasal swab.

R. Medikamentosa Efek samping obat tertentu

---- ---- Menghilang bila obat dihentikan

3.8 PENCEGAHAN

Pada dasarnya penyakit alergi dapat dicegah dan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:

a. Pencegahan primer

Untuk mencegah sensitisasi atau proses pengenalan dini terhadap alergen. Tindakan pertama adalah mengidentifikasi bayi yang mempunyai risiko atopi. Pada ibu hamil diberikan diet restriksi (tanpa susu, ikan laut, dan kacang) mulai trimester 3 dan selama menyusui, dan bayi mendapat ASI eksklusif selama 5-6 bulan. Selain itu kontrol lingkungan dilakukan untuk mencegah pajanan terhadap alergen dan polutan.

b. Pencegahan sekunder

Untuk mencegah manifestasi klinis alergi pada anak berupa asma dan pilek alergi yang sudah tersensitisasi dengan gejala alergi tahap awal berupaalergi makanan dan kulit. Tindakan yang dilakukan dengan penghindaran terhadap pajanan alergen inhalan dan makanan yang dapat diketahui dengan uji kulit.

c. Pencegahan tersier

Untuk mengurangi gejala klinis dan derajat beratnya penyakitalergi dengan penghindaran alergen dan pengobatan.

3.9 PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan untuk rhinitis alergi adalah menghilangkan gejala . Pilihan terapi yang tersedia untuk mencapai tujuan ini mencakup 2 langkah , yang pertama terapi non farmakologi dan kedua terapi farmakologi (antihistamin oral, intranasal kortikosteroid , antagonis reseptor leukotrien ,dan imunoterapi alergen. Terapi lain yang mungkin berguna pada pasien tertentu termasuk dekongestan dan kortikosteroid oral) . Jika gejala pasien terus berlangsung meskipun pengobatan telah tepat ,pertimbangkan adanya reaksi alergi. Rhinitis alergi dan asma mewakili penyakit kombinasikan radang saluran napas dan , oleh karena itu, pengobatan asma juga merupakan pertimbangan penting pada pasien dengan rhinitis alergi .

I. Non Farmakologis

1. menghindari alergen

Pengobatan lini pertama rinitis alergi melibatkan menghindari alergen yang relevan ( misalnya, tungau debu rumah, hewan peliharaan , serbuk sari ) dan iritan ( misalnya , tembakau rokok ) . Pasien alergi terhadap tungau debu rumah harus diinstruksikan untuk menggunakan penutup alergen - kedap untuk tempat tidur dan untuk menjaga kelembaban relatif di rumah di bawah 50 % ( untuk menghambat pertumbuhan tungau ) . Eksposur Pollen dapat dikurangi dengan menjaga jendela tertutup , menggunakan udara conditioner , dan membatasi jumlah waktu yang dihabiskan di luar rumah selama musim serbuk sari

Page 16: sk 1 respi

puncak . Untuk pasien alergi bulu binatang, dianjurkan untuk berhenti memeliharanya dan biasanya menghasilkan pengurangan gejala signifikan dalam waktu 4-6 bulan .

Langkah-langkah untuk mengurangi eksposur terhadap alergen termasuk membersihkan dengan fungisida, dehumidification, dan filtrasi HEPA.

Strategi penghindaran ini dapat secara efektif mengurangi gejala rhinitis alergi, dan pasien harus disarankan untuk menggunakan kombinasi dari langkah-langkah tersebut untuk hasil yang optimal.

2. olah raga pagi untuk meninggatkan kondisi tubuh3. makan makanan yang bergizi

Terapi farmakologis

Sumber: http://aaia.ca/learnthelink/images/ARIA_07_At_A_Glance_1st_Edition_July_07.pdf Anti histaminAnti Histamin dibedakan menjadi 2, yaitu AH1 dan AH2. Kedua jenis antihisamin ini bekerja secara kompetitif, yaitu dengan menghambat antihistamin dan reseptor hisamin A1 atau A2.

Antagonis Reseptor H1( AH1)

FARMAKODINAMIK: Antagonisme terhadap AH1. AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah ; bronkus dan bermacam-macam otot

polos. Selain itu AH1 berfungsi untuk mengobati reaksi hipersensivitas atau keadaan lain disertai penglepasan histamin endogen berlebihan.

Reaksi anafilaksis dan alergi reaksi anafilaksis dan beberapa reaksin alergi refrakter terhadap pemberian AH1. Efektifitas AH1 melawan beratnya reaksi hipersensivitas berbeda-beda, tergantung beratnya gejala akibat histamin.

Page 17: sk 1 respi

Susunan Saraf Pusat AH1 dapat merangsang maupun menghambat SSP. Efek lainnya adalah insomnia, gelisah dan eksitasi. Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan penghambatan SSP dengan gejala kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat

FARMAKOKINETIK:

Setelah pemberian oral atau perentral, AH1 diabsorbsi secara baik. Efeknya timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam, lama kerja AH1 generasi 1 setelah pemberian dosis tunggal umumnya 4-6 jam, sedangkan beberapa derivat piperizin seperti meklizin dan hidroksizin memiliki masa kerja yang lebih panjang. AH 1 disekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.

INDIKASI: penyakit alergi, mengatasi asma bronkial ringan,menghilangkan bersin, rinore dan gatal pada mata dan hidung. AH1 juga efektif terhadapa alergi yang disebaban oleh debu. juga digunakan untuk mengatasi mabuk perjalanan , yaitu golongan obat difenhidrami.

Antagonis Reseptor H2 (AH2)Antagonis reseptor H2 bekerja mengahambat sekresi asam la,bung. Contoh obat dari AH2 adalah simetidin, ranitifin,

famotidin, dan nizatidin.

FARMAKODINAMIKSimetidin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang

sekresi asam lambung, sehingga pada pemberian simetidin dan ranitidin sekresi asam lambung akan dihambat. Simetidin dan Ranitidin juga menggangu volume dan kadat pepsin dalam lambung.

FARMAKOKINETIKBioavailitas Simetidin dan Ranitidin sekitar 70% sama dengan setelah pemberian IV atau IM. Ikatan protein plasmanya

hanya 205. Absrobsi simetidin diperlambat oleh makanan. Sehingga simetidin diberikan secara bersamaan atau sesudah makan dengan maksud memperpanjang efek pada priode pasca makan.

Biovaibilitas Ratidin yang diberikan secara oral sekitar 50& dan meningkat pada pasien penyakit hati. Masa paruhnya kira-kira 1,7-3 jam pada orang dewasa, dan memanjang pada orang tua dan pada pasien gagal ginjal. Ranitidin mengalami metabolisme lintas pertama di dalam hati cukup besar pada pemberian oral. Antagonis H2 juga melalui asi dan dapat mempengaruhi fetus.

INDIKASISimetidin, ranitidin dan antagonis respetor H2 lainnya efektif untuk mengatasi gejala akut tukak duodenum dan

mempercepat penyembuhannya. Antagonis reseptor H2 satu kali sehari diberikan pada malam hari sangat efektif untuk mengatasi gejala tukak duodenum. (Sumber: GaniswaraSG, Setiabudy R,Suyatna ED, dkk 2006. Farmakologi dan terapi Edisi 5, Jakarta: Gaya Baru)

KortikosteroidKortikosteroid dikenal mempunyai efek kuat sebagai antiinflamasi pada penyakit arthritis rhematoid, asma berat, asma

kronik, penyakit inflamasi kronik dan berbagai kelaianan imunlogik, oleh karena efek anti inflamasi dan sebagai immunoregulator, kortikosteroid memegang peranan penting pada pengobatan penyakit alergi baik yang akut maupun kronik

INDIKASIIndikasi utama adalah untuk reaksi alergi akut berat yang dapat membahayakan kehidupan seperti status asmatikusm

anafilaksis dan dermalitis exfoliativa, selain itu juga untuk reaksi alergi berat yang tidak membahayakankehidupan tetapi sangat mengganggu. Misalnya dermatitis kontak berat, serum sickness dan asma akut yang berat. Indikasi lain adalah untuk penyakit alergi kronik berat sambil menunggu hasil pengobatan konvensional, atau untuk mengatasi keadaan ekserbasi akut.

Kortikosteroid inhalasi tidak dapat menyembuhkan asma. Pada kebanyakan pasien, asma akan kembali kambuh beberapa minggu setelah berhenti menggunakan kortikosteroid inhalasi, walaupun pasien telah menggunakan kortikosteroid inhalasi dengan dosis tinggi selama 2 tahun atau lebih. Kortikosteroid inhalasi tunggal juga tidak efektif untuk pertolongan pertama pada serangan akut yang parah.

Nasal DekongestanDekongestan Nasal digunakan sebagai terapi simptomatik pada berbagai kasus infeksi saluran nafas karena efeknya terhadap

nasal yang meradang , sinus serta mukosa tuba eustachius. Ada beberapa agen yang digunakan untuk tujuan tersebut yang memiliki stimulasi terhadapat cardiovaskular serta SPP minimal yaitu : pseudoefedrin, fenilpropanolamin,serta oxymetazolin.

Page 18: sk 1 respi

Dekongestan oral bekerja dengan cara meningkatkan pelepasan noradrenalin dari ujung neuron. Preparat ini mempunyai efek samping sistemik berupa takikardi, palipitasi, gelisahm tumor,insomnia serta hipertensi terhadap pasien.

Agen topikal bekerja pada reseptor alfa pada permukaam otot polos pembuluh darahdengan menyebabkan vasokontriksi sehingga mengurangi oedema mukosa hidung. Dekongstan nasal efektif, namun hendaknya dibatasi maksimum 7 hari karena kemampunnya untuk menimbulkan kongesti berulang. Kongesti berulang disebabkan oleh vasodilasi sekunder dari pembuluh darah di mukosa hidung yang berdampak pada kongesti.

Tetes hidung efedrin merupakan preparat simptomatik yang paling aman dan dapat memberikan efek dekongesti selama beberapa jam. Semua preparat topikal dapat menyebabkan ‘hipertensive crisis’ bila digunakan bersamaa dengan obat penghamabat mono amine-oksidase. Obat Dekongestan Oral

1. Efedrin - Adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan efedra. Efektif pada pemberian oral, masa kerja panjang, efek

sentralnya kuat. Bekerja pada reseptor alfa, beta 1 dan beta - Efek kardiovaskular : tekanan sistolik dan diastolik meningkat, tekanan nadi membesar. Terjadi peningkatan

tekanan darah karena vasokontriksi dan stimulasi jantung. Terjadi bronkorelaksasi yang relatif lama.- Efek sentral : insomnia, sering terjadi pada pengobatan kronik yanf dapat diatasi dengan pemberian sedatif.- Dosis:

Dewasa : 60 mg/4-6 jamAnak-anak 6-12 tahun : 30 mg/4-6 jamAnak-anak 2-5 tahun : 15 mg/4-6 jam

2. FenilpropanolaminDekongestan nasal yang efektif pada pemberian oral. Selain menimbulkan konstriksi pembuluh darah mukosa

hidung, juga menimbulkan konstriksi pembuluh darah lain sehingga dapat meningkatkan tekanan darah dan menimbulkan stimulasi jantung.

Efek farmakodinamiknya menyerupai efedrin tapi kurang menimbulkan efek SSP. Harus digunakan sangat hati-hati pada pasien hipertensi dan pada pria dengan hipertrofi prostat.

Kombinasi obat ini dengan penghambat MAO adalah kontraindikasi. Obat ini jika digunakan dalam dosis besar (>75 mg/hari) pada orang yang obesitas akan meningkatkan kejadian stroke, sehingga hanya boleh digunakan dalam dosis maksimal 75 mg/hari sebagai dekongestan.Dosis:Dewasa : 25 mg/4 jamAnak-anak 6-12 tahun : 12,5 mg/4 jamAnak-anak 2-5 tahun : 6,25 mg/4 jam

3. FenilefrinAdalah agonis selektif reseptor alfa 1 dan hanya sedikit mempengaruhi reseptor beta. Hanya sedikit

mempengaruhi jantung secara langsung dan tidak merelaksasi bronkus. Menyebabkan konstriksi pembuluh darah kulit dan daerah splanknikus sehingga menaikkantekanan darah.

Obat Dekongestan TopikalMerupakan derivat imidazolin (nafazolin, tetrahidrozolin, oksimetazolin, dan xilometazolin). Dalam bentuk spray atau

inhalan. Terutama untuk rinitis akut, karena tempat kerjanya lebih selektif. Tapi jika digunakan secara berlebihan akan menimbulkan penyumbatan berlebihan disebut rebound congestion. Bila terlalu banyak terabsorpsi dapat menimbulkan depresi Sistem Saraf Pusat dengan akibatkoma dan penurunan suhu tubuh yang hebat, terutama pada bayi. Maka tidak boleh diberikan pada bayi dan anak kecil.

3.10 KOMPLIKASI

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah:

a. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis:

inspisited mucous glands,akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan limfosit TCD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa. Poliphidung, terdapat tumbuhan benigna yang lembut terjadi pada lapisan hidung atausinus disebabkan radangan kronik. Polyps yang kecil tidak menyebabkan masalahtetapi yang besar akan menyekat peredaran udara melalui hidung dan susah untukbernafas

Page 19: sk 1 respi

b.Otitis  media yang sering residif, terutama pada anak-anak.

c. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal.Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yangmenyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekananudara rongga sinus. Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutamabakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lainakibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (MBP)dengan akibat sinusitis akan semakin parah (Durham, 2006).

d. Disfungsi tuba, dalam derajat yang bervariasi merupakan komplikasi yang tersering.Disfungsi tuba pada rhinitis alergi disebabkan oleh terjadinya sumbatan tuba.Sumbatan inilah yang menyebabkan proteksi, drainase dan ventilasi/aeresi telingatengah (kavum timpani) terganggu. Gangguan ini akan menimbulkan berbagaibentuk kelainan telinga tengah, baik anatomis maupun fisiologig, dari ringan hinggayang berat, tergantung dari waktu/lama dan beratnya rhinitis alergi serta factor-faktor lain. (http://eprints.undip.ac.id/29135/1/Halaman_Judul.pdf   )

3.11 PROGNOSIS

Secara umum,pasien dengan rinitis alergi tanpa komplikasi yang respon dengan pengobatan memiliki prognosis baik. Pada pasien yang diketahui alergi terhadap serbuk sari, maka kemungkinan rinitis pasien ini dapat terjadi musiman. Prognosis sulit diprediksi pada anak-anak dengan penyakit sinusitis dan telinga yang berulang. Prognosis yang terjadi dapat dipengaruhi banyak faktor termasuk status kekebalan tubuh maupun anomali anatomi. Perjalanan penyakit rinitis alergi dapat bertambah berat pada usia dewasa muda dan tetap bertahan hingga dekade lima dan enam. Setelah masa tersebut, gejala klinik akan jarang ditemukan karena menurunnya sistem kekebalan tubuh.

3.12 EPIDEMIOLOGI

Rinitis tersebar di seluruh dunia, baik bersifat endemis maupun muncul sebagai KLB. Di daerah beriklim sedang, insidensi penyakit ini meningkat di musim gugur, musim dingin, dan musim semi. Di daerah tropis, insidensi penyakit tinggi pada musim hujan. Sebagian besar orang, kecuali mereka yang tinggal di daerah dengan jumlah penduduk sedikit dan terisolasi, bisa terserang satu hingga 6 kali setiap tahunnya. Insidensi penyakit tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dan akan menurun secara bertahap sesuai dengan bertambahnya umur.

Rinitis merupakan salah satu penyakit paling umum yang terdapat di amerika Serikat, mempengaruhi lebih dari 50 juta orang. Keadaan ini sering berhubungan dengan kelainan pernapasan lainnya, seperti asma. Rhinitis memberikan pengaruh yang signifikan pada kualitas hidup. Pada beberapa kasus, dapat menyebabkan kondisi lainnya seperti masalah pada sinus, masalah pada telinga, gangguan tidur, dan gangguan untuk belajar. Pada pasien dengan asma, rinitis yg tidak terkontrol dapat memperburuk kondisi asmanya.

Karena rinitis alergik ditimbulkan oleh tepung sari atau kapang (mold) yang terbawa angin, keadaan ini dditandai oleh insiden musiman di Negara empat musim :

· Awal musim semi- teung sari ( pollen) pohon (oak, elm,poplar)

· Awal musim panas (rose fever) – tepung sari rerumputan(Timothy, red-top)

· Awal musim gugur – tepung sari gulma (ragweed)

· Setiap tahunya, serangan dimulai dan berakhir pada waktu yang kurang-lebih sama.

Spora kapang yang hangat dan lembab. Meskipun pola musiman yang kaku tidak terdapat, spora ini muncul pada awal musim semi, bertambah banyak selama musim panas dan berkurang serta menghilang menjelang turunnya salju yang pertama.

5.ADAB BERSIN DAN BATUK DALAM ISLAM

Etika bersinSeperti yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah

bersabda:“Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan benci terhadap menguap. Maka apabila ia bersin, hendaklah ia memuji Allah (dengan mengucapkan ‘Alhamdullillah’). Dan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mendengarnya untuk mendoakannya. Adapun menguap, maka ia berasal dari setan. Hendaklah setiap muslim berusaha untuk menahannya sebisa mungkin, dan apabila mengeluarkan suara ‘ha’, maka saat itu setan menertawakannya.” (HR Bukhari)

Page 20: sk 1 respi

Salah satu hak yang harus ditunaikan oleh seorang muslim dan muslimah kepada muslim dan muslimah yang lain adalah ber-tasymit (mendoakan orang yang bersin) ketika ada seorang dari saudara atau saudari kita yang muslim bersin dan ia mengucapkan ‘alhamdullillah’. Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:“Hak seorang muslim atas muslim yang lain ada enam: jika engkau bertemu dengannya maka ucapkanlah salam, jika ia mengundangmu maka datanglah, jika ia meminta nasihat kepadamu maka berilah nasihat, jika ia bersin lalu ia mengucapkan alhamdullilah maka doakanlah, jika ia sakit maka jenguklah, jika ia meninggal maka iringilah jenazahnya.” (HR Muslim)

Ketika ada seorang muslim bersin di dekat kita, lalu dia mengucapkan “alhamdullillah,” maka kita wajib mendoakannya dengan membaca “yarhamukallah” (semoga Allah merahmatimu). Hukum tasymit ini adalah wajib bagi setiap orang yang mendengar seorang muslim yang bersin kemudian mengucapkan “alhamdullillah.” Setelah orang lain mendoakannya, orang yang bersin tadi dianjurkan untuk mengucapkan salah satu doa sebagai berikut: Yahdikumullah wa yushlih baalakum (mudah-mudahan Allah memberikan hidayah kepada kalian dan memperbaiki keadaan

kalian). Yaghfirulahu lanaa wa lakum (mudah-mudahan Alah mengampuni kita dan kalian semua). Yaghfirullaah lakum (semoga Allah mengampuni kalian semua). Yarhamunnallah wa iyyaakum wa yaghfirullaahu wa lakum (semoga Allah memberi rahmat kepada kami dan kamu

sekalian, serta mengampuni kami dan mengampuni kalian). Aafaanallah wa iyyaakum minan naari yarhamukumullaah (semoga Allah menyelamatkan kami dan kamu sekalian dari api

neraka, serta memberi rahmat kepada kamu sekalian). Yarhamunnallah wa iyyaakum (semoga Allah memberi rahmat kepada kami dan kepada kalian semua).Kita tidak perlu bertasymit ketika:1. Ada seseorang yang bersin, dan dia tidak mengucapkan hamdalah.2. Ada seseorang yang bersin lebih dari tiga kali. Jika seseorang bersin lebih dari tiga kali, maka orang tersebut dikategorikan

terserang influenza. Kita pun tidak disyariatkan untuk mendoakannya, kecuali doa kesembuhan.3. Ada seseorang membenci tasymit.4. Seseorang yang bersin itu bukan beragama Islam. Walaupun orang tersebut mengucapkan hamdalah, kita tetap tidak

diperbolehkan untuk ber-tasymit, karena seorang muslim tidak diperbolehkan mendoakan orang kafir. Jika orang kafir tersebut mengucapkan alhamdulillah, kita jawab “Yahdikumullah wa yushlih baalakum“

5. Seseorang yang bersin bertepatan dengan khutbah jumat. Cukup bagi yang bersin saja untuk mengucapkan hamdalah tanpa ada yang ber-tasymit, karena ketika khutbah jum’at seorang muslim wajib untuk diam. Begitu pula ketika shalat wajib (shalat fardhu) sedang didirikan, tidak ada keharusan bagi kita untuk ber-tasymit.

6. Kita berada ditempat yang terlarang untuk mengucapkan kalamullah, seperti di dalam toilet.