sk 1 respi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

respi

Citation preview

LI 1 MEMPELAJARI ANATOMI SALURAN NAPAS ATASLO 1.1 Memahami dan Menjelaskan Makroskopik HidungMerupakan organ yang pertama berfungsi dalam saluran pernapasan. Ada 2 bagian dari hidung, yaitu :1. Eksternal: menonjol dari wajah, disangga oleh Os. Nasi dan tulang rawan kartilago

2. Internal: permukaan yang bermukosa berupa rongga (vestibulum nasi) yang disekat antara kanan-kiri oleh septum nasi

Pada vestibulum nasi terdapat cilia yang kasar berfungsi untuk menyaring udara. Bagian dalam rongga hidung yang berbentuk terowongan (cavum nasi) dimulai dari lubang hidung depan (nares anterior) sampai lubang hidung belakang (nares posterior), dibagian ini ada 3 concha nasalis , yaitu: Concha nasalis superior Concha nasalis media Concha nasalis inferior

Ada 4 buah sinus yang berhubungan dengan cavum nasi, yaitu: Sinus sphenoidalis Sinus frontalis Sinus maxillaris Sinus eithmoidalis

Bagian depan dan atas cavum nasi dipersarafi oleh N. Opthalmicus. Mucusa hidung dan lainnya dipersarafi oleh ganglion sphenopalatinum. Nasofaring dan concha nasalis dipersarafi oleh cabang dari ganglion pterygopalatinum.Sedangkan N. Olfaktorius untuk penciuman.

FaringMerupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: Nasofaring Orofaring Laringofaringeal

Berfungsi untuk menyediakan saluran pada traktus repiratorius dan traktus digestivus.LaringDaerahnya dimulai dari aditus laringis (pintu laring) sampai batas bawah cartilago cricoid. Terbentuk oleh tulang dan tulang rawan. Tulangnya adalah Os. Hyoid. Tulang rawannya: Epiglotis: tulang rawan berbentuk sendok. Pada saat ekspirasi inspirasi biasa, epiglotis terbuka. Pada waktu menelan, epiglotis menutup aditus laringis agar makanan tidak masuk ke laring. Cartilago tyroid (adams apple): jaringan ikatnya adalah membrane thyrohyoid. Cartilago arytenoid: ada 2. Digunakan dalam gerakan pita suara dengan cartilago thyroid. Cartilago cricoid: adalah batas bawah laring.

Dalam cavum laringis terdapat pita suara asli (plica vocalis) dan pita suara palsu (plica vestibularis).

1.2 Memahami dan Menjelaskan MikroskopikSistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi O2 dan mengeluarkan CO2 dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan homeostasis. Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari rongga hidung/mulut hingga ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dengan pembuluh darah.Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:1. Bagian konduksi: meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus,bronkiolus dan bronkiolus terminalis

2. Bagian respirasi: meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris danalveolus.Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkatsilindris bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapatdilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa,sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil.Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkatsilindris bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapatdilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa,sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil

Rongga hidungRongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum disekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel didalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis.Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garismedial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dindinglateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkankonka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsimenghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/selsustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar dipermukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor danmemiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel basal(berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. KelenjarBowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktoriussehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa,konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udarayang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelummasuk lebih jauh.

Ket: epitel olfaktori

Sinus paranasalisTerdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinussphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandungsel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikitkelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitassilia mendorong mukus ke rongga hidung.FaringNasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak denganpalatum mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.LaringLaring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Padalamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsisebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasilsuara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring,meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagianlingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkanpermukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.

Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalamlumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plikavestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta dilipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapisgepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka).Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensiyang berbeda-beda.

LI 2 MEMPELAJARI MEKANISME PERNAPASAN Pernafasan atau respirasi adalah menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen (O2) kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Sisa respirasi berperan untuk menukar udara ke permukaan dalam paru-paru. Udara masuk dan menetap dalam sistem pernafasan dan masuk dalam pernafasan otot sehingga trakea dapat melakukan penyaringan, penghangatan dan melembabkan udara yang masuk, juga melindungi organ lembut. penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.Saluran Pernafasan Secara fungsional (faal) saluran pernafasan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :1. ZONA KONDUKSI Zona konduksi berperan sebagai saluran tempat lewatnya udara pernapasan, serta membersihkan, melembabkan dan menyamakan suhu udara pernapasan dengan suhu tubuh. Disamping itu zona konduksi juga berperan pada proses pembentukan suara. Zona konduksi terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus, serta bronkioli terminalis.

I. Hidung Rambut, zat mucus serta silia yang bergerak kearah faring berperan sebagai system pembersih pada hidung. Fungsi pembersih udara ini juga ditunjang oleh konka nasalis yang menimbulkan turbulensi aliran udara sehingga dapat mengendapkan partikel-partikel dari udara yang seterusnya akan diikat oleh zat mucus. System turbulensi udara ini dapat mengendapkan partikel-partikel yang berukuran lebih besar dari 4 mikron.

II. Faring Faring merupakan bagian kedua dan terakhir dari saluran pernapasan bagian atas. Faring terbagi atas tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, serta laringofaring.

III. Trakea Trakea berarti pipa udara. Trakea dapat juga dijuluki sebagai eskalator-muko-siliaris karena silia pada trakea dapat mendorong benda asing yang terikat zat mucus kearah faring yang kemudian dapat ditelan atau dikeluarkan. Silia dapat dirusak oleh bahan-bahan beracun yang terkandung dalam asap rokok.

IV. Bronki atau bronkioli Struktur bronki primer masih serupa dengan struktur trakea. Akan tetapi mulai bronki sekunder, perubahan struktur mulai terjadi. Pada bagian akhir dari bronki, cincin tulang rawan yang utuh berubah menjadi lempengan-lempengan. Pada bronkioli terminalis struktur tulang rawan menghilang dan saluran udara pada daerah ini hanya dilingkari oleh otot polos. Struktur semacam ini menyebabkan bronkioli lebih rentan terhadap penyimpatan yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Bronkioli mempunyai silia dan zat mucus sehingga berfungsi sebagai pembersih udara. Bahan-bahan debris di alveoli ditangkap oleh sel makrofag yang terdapat pada alveoli, kemudian dibawa oleh lapisan mukosa dan selanjutnya dibuang.

2. ZONA RESPIRATORIK Zona respiratorik terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran gas antara udara dan darah terjadi dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat pula struktur yang lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang penting untuk menyaring partikel-partikel yang masuk. Sistem pernafasan memiliki sistem pertahanan tersendiri dalam melawan setiap bahan yang masuk yang dapat merusak.

Fungsi Pernapasan : 1. Mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya) untuk mengadakan pembakaran 2. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran, kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh) 3. Melembabkan udara. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan udara berlangsung di alveolus paru-paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan di dalamnya aliran udara timbal balik (pernapasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah kapiler dinding alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas dan uap yang dihirup. Paru-paru merupakan jalur masuk terpenting dari bahan-bahan berbahaya lewat udara pada paparan kerja. Proses dari sistem pernapasan atau sistem respirasi berlangsung beberapa tahap, yaitu :1. Ventilasi, yaitu pergerakan udara ke dalam dan keluar paru2. Pertukaran gas di dalam alveoli dan darah. Proses ini disebut pernapasan luar 3. Transportasi gas melalui darah 4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan. Proses ini disebut pernapasan dalam 5. Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang disebut juga pernapasan seluler. Mekanika PernapasanProses terjadinya pernapasan terbagi 2 bagian, yaitu : 1. Menarik napas (inspirasi) 2. Menghembus napas (ekspirasi) Bernapas berarti melakukan inspirasi dan ekspirasi secara bergantian, teratur, berirama dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak reflek yang terjadi pada otot-otot pernapasan. Reflek bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh karena seseorang dapat menahan, memperlambat atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa reflex napas juga di bawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka terhadap kelebihan kadar CO2 dalam darah dan kekurangan O2 dalam darah. Inspirasi : merupakan proses aktif, disini kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan tekanan di dalam ruang antara paru-paru dan dinding dada (tekanan intraktorakal). Inspirasi terjadi bila mulkulus diafragma telah dapat rangsangan dari nervus prenikus lalu mengkerut datar. Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah dapat dapat rangsangan kemudian mengkerut datar. Dengan demikian jarak antara stenum (tulang dada) dan vertebrata semakin luas dan lebar. Rongga dada membesar maka pleura akan tertarik, dengan demikian menarik paru-paru maka tekanan udara di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar. Ekspirasi : merupakan proses pasif yang tidak memerlukan konstraksi otot untuk menurunkan intratorakal. Ekspirasi terjadi apabila pada suatu saat otot-otot akan kendur lagi (diafragma akan menjadi cekung, muskulus interkoatalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar. Jadi proses respirasi.

LI 3 MEMPELAJARI RHINITIS ALERGILO 3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Rhinitis Alergi Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 1986). Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.

LO 3.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Rhinitis AlergiRhinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rhinitis alergi (Adams, Boies, Higler, 1997). Penyebab rhinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak-anak. Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain, seperti urtikaria dan gangguan pencernaan. Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi. Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen. Alergen yang menyebabkan rhinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur. Rhinitis alergi perenial (sepanjang tahun) diantaranya debu tungau, terdapat dua spesies utama tungau yaitu Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus, jamur, binatang peliharaan seperti kecoa dan binatang pengerat. Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur, suhu yang tinggi, dan faktor kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca (Becker, 1994). Berdasarkan cara masuknya, alergen dibagi atas: Alergen Inhalan : masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur. Alergen Ingestan : masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang. Alergen Injektan : masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah. Alergen Kontaktan : masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan (Kaplan, 2003).

LO 3.3 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Rhinitis AlergiPathogenesis :Histamin merupakan mediator penting pada gejala alergi di hidung. Histamin bekerja langsung pada reseptor histamin selular, dan secara tidak langsung melalui refleks yang berperan pada bersin dan hipersekresi. Melalui sistem saraf otonom, histamin menimbulkan gejala bersin dan gatal, serta vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler yang menimbulkan gejala beringus encer (watery rhinorrhoe) dan edema lokal. Reaksi ini timbul setelah beberapa menit pasca pajanan alergi. Refleks bersin dan hipersekresi adalah refleks fisiologik yang berfungsi protektif terhadap antigen yang masuk melalui hidung. Iritasi sedikit pada daerah mukosa hidung menimbulkan respons hebat di seluruh mukosa hidung. Setelah mediator histamin dilepas muncul mediator yang lain misalnya leukotrin (LTB4, LTC), prostaglandin (PGD2). Efek mediator ini menyebabkan vasodilatasi dan meningkatnya permeabilitas vaskular sehingga menyebabkan gejala hidung tersumbat (nasal blockage),meningkatnya sekresi kelenjar sehingga menimbulkan gejala beringus kental (mucous rhinorrhoe).

Patofisiologi

Patofisiologi :

Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13. IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Performed Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC). Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamin merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1).Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung. Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten) sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal. Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri dari: 1. Respon primer Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder. 2. Respon sekunder Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier. 3. Respon tersier Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh. Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe, yaitu tipe 1, atau reaksi anafilaksis (immediate hypersensitivity), tipe 2 atau reaksi sitotoksik, tipe 3 atau reaksi kompleks imun dan tipe 4 atau reaksi tuberculin (delayed hypersensitivity). Manifestasi klinis kerusakan jaringan yang banyak dijumpai di bidang THT adalah tipe 1, yaitu rinitis alergi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).

LO 4. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Rhinitis Alergi Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu: 1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis) : Alergi terjadi pada musim-musim tertentuAlergen berupa serbuk sari bunga, kayu, rumput

2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial) :Terjadi sepanjang tahun, allergen yang memicu terutama : debu , bulu binatan, tungau, bahan-bahan kimia. Alergen ini ditemukan sepanjang tahunGejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya (Irawati, Kasakeyan, Rusmono, 2008). Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi : 1. Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu. Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi: 1. Ringan : bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu. 2. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas (Bousquet et al, 2001). LO 3.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Rhinitis AlergiManifestasi Rhinitis Alergi adalah :1. Serangan bersin berulang > 5 kali setiap serangan (khas!)-> akibat dilepasnya histamin2. Keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak3. Hidung tersumbat4. Hidung dan mata gatal, ksdang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi)5. Konjungtivitis alergi

Tanda-tanda alergi juga terlihat di : Hidung : lipatan hidung melintang garis hitam melintang pada tengah punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic salute), pucat dan edema mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan. Lubang hidung bengkak. Disertai dengan sekret mukoid atau cair.Mata : edema kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingkar hitam dibawah mata (allergic shiner)Telinga : retraksi membran timpani atau otitis media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba eustachiifaring : faringitis granuler akibat hiperplasia submukosa jaringan limfoid laring : suara serak dan edema pita suaraGejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur.LO 3.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Rhinitis AlergiDiagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan: 1. AnamnesisAnamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang.

Perlu ditanyakan pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi karena faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan. Rinitis alergi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, bila terdapat 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin lebih 5 kali setiap serangan, hidung dan mata gatal, ingus encer lebih dari satu jam, hidung tersumbat, dan mata merah serta berair maka dinyatakan positif (Rusmono, Kasakayan, 1990).

2. Pemeriksaan FisikPada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung (Irawati, 2002). Selain itu, dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh punggung tangan (allergic salute).

Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak. Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media (Irawati, 2002).

3. Pemeriksaan Penunjanga. In vitro Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test). Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri (Irawati, 2002). b. In vivo Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui (Sumarman, 2000). Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat diandalkan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi (Challenge Test). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan (Irawati, 2002).

LO 3.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding Rhinitis AlergiPenyakit-penyakit yang perlu dibedakan dengan rinitis alergi diantaranya adalah :1. Drug induced rhinitis2. Rinitis hormonal3. Rinitis infeksi (virus, bakteri atau penyebab lainnya)4. Rinitis karena pekerjaan5. Non Allergic Rhinitis with Eosinophilic Syndrome (NARES)6. Rinitis karena iritan7. Rinitis vasomotor8. Rinitis atropi9. Rinitis idiopatikLO 3.8 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Rhinitis Alergi1. Antihistamin Antihistamin merupakan pilihan pertama untuk pengobatan rinitis alergi. Secara garis besar dibedakan atas antihistamin H1 klasik dan antihistamin H1 golongan baru. Antihistamin H1 klasik seperti Diphenhydramine, Tripolidine, Chlorpheniramine dan lain-lain. Sedangkan antihistamine generasi baru seperti Terfenadine, Loratadine, Desloratadine dan lain-lain. Desloratadine memiliki efektifitas yang sama dengan montelukast dalam mengurangi gejala rinitis yang disertai dengan asma. Levocetirizine yang diberikan selama 6 bulan terbukti mengurangi gejala rinitis alergi persisten dan meningkatkan kualitas hidup pasien rinitis alergi dengan asma.

2. Dekongestan hidung Obat-obatan dekongestan hidung menyebabkan vasokonstriksi karena efeknya pada reseptor-reseptor -adrenergik. Efek vasokonstriksi terjadi dalam 10 menit, berlangsung selama 1 sampai 12 jam.

Pemakaian topikal sangat efektif menghilangkan sumbatan hidung, tetapi tidak efektif untuk keluhan bersin dan rinore. Pemakaiannya terbatas selama 10 hari. Kombinasi antihistamin dan dekongestan oral dimaksud untuk mengatasi obstruksi hidung yang tidak dipengaruhi oleh antihistamin.

3. Kortikosteroid Pemakaian sistemik kadang diberikan peroral atau suntikan sebagai depo steroid intramuskuler. Data ilmiah yang mendukung relatif sedikit dan tidak ada penelitian komparatif mengenai cara mana yang lebih baik dan hubungannya dengan dose response. Kortikosteroid oral sangat efektif dalam mengurangi gejala rinitis alergi terutama dalam episode akut. Efek samping sistemik dari pemakaian jangka panjang kortikosteroid sistemik baik peroral atau parenteral dapat berupa osteoporosis, hipertensi, memperberat diabetes, supresi dari hypothalamic-pituitary-adrenal axis, obesitas, katarak, glukoma, cutaneous striae. Efek samping lain yang jarang terjadi diantaranya sindrom Churg-Strauss. Pemberian kortikosteroid sistemik dengan pengawasan diberikan pada kasus asma yang disertai tuberkulosis, infeksi parasit, depresi yang berat dan ulkus peptikus.

Pemakaian kortikosteroid topikal (intranasal) untuk rinitis alergi seperti Beclomethason dipropionat, Budesonide, Flunisonide acetate fluticasone dan Triamcinolone acetonide dinilai lebih baik karena mempunyai efek antiinflamasi yang kuat dan mempunyai afinitas yangtinggi pada reseptornya, serta memiliki efek samping sitemik yang lebih kecil. Tapi pemakaian dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan mukosa hidung menjadi atropi dan dapat memicu tumbuhnya jamur.

4. Antikolinergik

Perangsangan saraf parasimpatis menyebabkan vasodilatasi dan sekresi kelenjar. Antikolinergik menghambat aksi asetilkolin pada reseptor muskarinik sehingga mengurangi volume sekresi kelenjar dan vasodilatasi. Ipratropium bromida, yang merupakan turunan atropin secara topikal dapat mengurangi hidung tersumbat atau bersin.

5. Natrium Kromolin

Digolongkan pada obat-obatan antialergi yang baru. Mekanisme kerja belum diketahui secara pasti. Mungkin dengan cara menghambat penglepasan mediator dari sel mastosit, atau mungkin melalui efek terhadap saluran ion kalsium dan klorida.

6. Imunoterapi

Imunoterapi dengan alergen spesifik digunakan bila upaya penghindaran alergen dan terapi medikamentosa gagal dalam mengatasi gejala klinis rinitis alergi. Terdapat beberapa cara pemberian imunoterapi seperti injeksi subkutan, pernasal, sub lingual, oral dan lokal.

Pemberian imunoterapi dengan menggunakan ekstrak alergen standar selama 3 tahun, terbukti memiliki efek preventif pada anak penderita asma yang disertai seasonal rhinoconjunctivitis mencapai 7 tahun setelah imunoterapi dihentikan.

LO 3.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Rhinitis AlergiKomplikasi rinitis alergi yang sering ialah: 1. Polip hidung : memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous glands, akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa.

2. Otitis media : yang sering residif, terutama pada anak-anak.

3. Sinusitis paranasal : merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal. Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah (Durham, 2006).

LO 3.10 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Rhinitis AlergiCara terbaik untuk mencegah timbulnya alergi adalah dengan menghindari alergen. Cara ini murah dan rasional tapi sulit diterapkan. Ada 3 tipepencegahan yaitu :1. Pencegahan primer : ditujukan untuk mencegah terjadinya tahap sensitisasi. Hal yang dapat dilakukan adalah menghindari paparan terhadap alergen inhalan maupun ingestan selama hamil, menunda pemberian susu formula dan makananpadat sehingga pemberian ASI lebih lama.2. Pencegahan sekunder : mencegah gejala timbul dengan cara menghindari alergen dan terapi medikamentosa. 3. Pencegahan tersier : bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasiatau berlanjutnya penyakitBanyak penelitian yang telah membuktikan adanya hubungan antara rhinitis alergi dengan penurunan kualitas hidup penderitanya. Olehkarena itu, pencegahan melalui edukasi menjadi hal yang tak boleh dilupakan.Pasien perlu dimotivasi dan diberi pemahaman bahwa anti histamin dan kortikosteroid topikal perlu digunakan secara teratur dan tidak hanya saat diperlukan. Tujuannya adalah mengurangi terjadinya minimal persistantinflammation (inflamasi minimal yang menetap) serta komplikasi rinitis alergi. Penderita juga diberitahu mengenai efek samping obat yang mungkin timbul, apa yang harus dilakukan bila gejala itu timbul, dan komplikasi apa saja yang dapat terjadi pada rinitis alergi. Tanpa edukasi, mustahil dapat dicapai efek terapi yang optimal.

LO 3.11 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Rhinitis AlergiPrognosis baik jika penderita tidak terpajan dengan alergen dan belum terjadikomplikasi serta tidak memiliki predisposisi seperti asma dan riwayat keluarga.LI 4. MEMPELAJARI FARMAKODINAMIK TERAPI RHINITISAntihistamin (AH-1)Farmakodinamik AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macamotot polos; selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas/keadaan yangdisertai penglepasan histamin endogen berlebihan Peninggian permeabilitas kapiler dan edema akibat hisatmin, dapat di hambat denganefektif oleh AH1. AH1 dapat menhambat sekresi saliva dan sekresi kelenjar eksokrin lain akibat histaminFarmakokinetik Setelah pemberian oral atau parental, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya maksimaltimbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulitkadarnya lebih rendah. Tempat utama Biotransformasi AH1 adalah hati, tetapi dapat juga pada paru-paru danginjal. AH1 diekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.Indikasi AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi dan mencegah ataumengobati mabuk perjalanan. Penyakit alergi : AH1 berguna untuk mengobati alergi tipe eksudatif akut misalnya pada polinosis dan urtikaria. Efeknya bersifat paliatif, membatasi dan menghambat efek histamin yangdilepaskan sewaktu reaksi alergen-antibodi terjadi. AH1 dapat juga menghilangkan bersin,rinore,dan gatal pada mata,hidung dan tenggorokan pada pasien seasonal hay fever Mabuk perjalan dan keadaan lain. AH1 efektif untuk dua pertiga kasus vertigo,mual danmuntah. AH1 efektif sebagai antimuntah, pascabedah, mual dan muntah waktu hamil dan setelahradiasi. AH1 juga dapat digunakan untuk mengobati penyakit Menieredan gangguan Vestibular lain.Efek samping Efek yang paling sering ialah sedasi, yang justru menguntungkan pasien yang di rawat diRS atau pasien yang perlu banyak tidur. Efek samping yang berhubungan dengan efek sentral AH1 ialah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euforia, gelisah, insomia, dan tremor. Efek samping yang paling sering juga di temukan ialah nafsu makan berkurang, mual,muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi, atau diare; efek ini akan berkurang bila AH1diberikan sewaktu makan. Efek samping lain yang mungkin timbul oleh AH1 ialah mulut kering, disuria, palpitasi,hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan lemah pada tangan .

Nasal dekongestan agonis banyak digunakan sebagai dekongestan nasal pada pasien rinitis alergika atau rinitisvasomotor dan pada pasien ispa dengan rinitis akut. Obat ini menyebabkan venokontriksi dalammukosa hidung melalui reseptor 1 sehingga mengurangi volume mukosa dan dengan demikianmengurangi penyumbatan hidung.

Pengobatan dengan dekongestan nasal dapat menyebabkan hilangnya efektivitas reboundhiperimia dan memburuknya gejala pda pemberian kronik atau bila obat dihentikan.

Dalam praktek, dekongestan dapat digunakan secara sistemik (oral), yakni efedrin, fenil propanolamin dan pseudo-efedrin atau secara topikal dalam betuk tetes hidung maupun semprothidung yakni fenileprin, efedrin dan semua derivat imidazolin. Dekongestan topikal terutama berguna untuk rinitis akut karena tempat kerjanya yang lebih selektif. Penggunaan dekongestan jenis ini hanya sedikit atau sama sekali tidak diabsorbsi secara sistemik. Penggunaan secara topikallebih cepat dalam mengatasi penyumbatan hidung dibandingkan dengan penggunaan sistemik.

Indikasinya per oral atau secara topikal. Eferdin oral sering menimbulkan efek sntral Pseudoeferdrin. Selain itu efek samping yang dapat ditimbulkan topical dekongestan antara lain rasaterbakar, bersin, dan kering pada mukosa hidung. Untuk itu penggunaan obat ini memerlukankonseling bagi pasien.

Fenilpropanolamin obat ini harus digunakan secara hati2 pada pasien hipertensi dan priadengan hipertrofi prostat .

Pemberian dekongestan oral tidak dianjurkan untuk jangka panjang, terutama karenamemepunyai efek samping stimulan SSP sehingga menyebabkan peningkatan denyut jantung dantekanan darah. Obat ini tidak boleh diberikan kepada penderita hipertensi, penyakit jantung,koroner, hipertiroid, dan hipertropi prostat. Dekongestan oral pada umumnya terdapat dalam bentuk kombinasi dengan antihistamin atau dengan obat lain seperti antipiretik dan antitusif yangdijual sebagai obat bebas.

c. KortikosteroidKortikosteroid adalah obat antiinflamasi yang kuat dan berperan penting dalam pengobatan RA. Penggunaan secara sistemik dapat dengan cepat mengatasi inflamasi yang akut sehingga dianjurkan hanya untuk penggunaan jangka pendek yakni pada gejala buntu hidung yang berat.

Gejala buntu hidung merupakan gejala utama yang paling sering mengganggu penderitaRA yang berat. Pada kondisi akut kortikosteroid oral diberikan dalam jangka pendek 7-14 haridengan tapering off, tergantung dari respon pengobatan.

Kortikosteroid meskipun mempunyai khasiat antiinflamasi yang tinggi, namun juga mempunyaiefek sistemik yang tidak menguntungkan. Pemakaian intranasal akan memaksimalkan efek topikal pada mukosa hidung dan mengurangi efek sistematik. Berbagai produk kortikosteroid intranasaldipasarkan dengan menggunakan berbagai karakteristik.

Untuk meningkatkan keamanan kortikosteroid intranasal digunakan obat yang mempunyaiefek topikal yang kuat dan efek sistemik yang rendah. Kepraktisan dalam pemakaian serta rasa bauobat akan mempengaruhi kepatuhan penderita dalam menggunakan obat jangka panjang. Dosissekali sehari lebih disukai daripada dua kali sehari karena lebih praktis sehingga meningkatkankepatuhan.

Beberapa kortikosteroid intranasal yang banyak digunakan adalah beklometason,flutikason, mometason, dan triamisolon. Keempat obat tersebut mempunyai efektifitas dankeamanan yang tidak berbeda. Obat yang biasa digunakan lainnya antara lain sodium kromolin,dan ipatropium bromida.

Mekanisme kerjaBekerja mempengaruhi kecepatan sintesis protein, molekul hormon memasuki sel melewatimembran plasma secara difusi pasif, mensintesis protein yg sifatnya menghambat atau toksik terhadap sel limfoid.mempengaruhi metabolisme karbohidrat,protein,dan lemak,dan sebagaiantiinflamasi kuat.

Pemberian glucocorticoid (eg, prednisone, dexamethasone) mengurangi ukuran dan isilymphoid dari limfonodi dan limpa, tdk memiliki efek toksik pada mieloid yg sdg berproliferasiatau stem sel erythroid dalam sumsum tulang.

Glucocorticoid menghambat produksi mediator inflamasi, termasuk PAF, leukotrien, prostaglandin, histamin, dan bradikinin

Toksisitas berat dpt tjd pd penggunaan glukokortikoid dosis tinggi, jangka panjangd.Antagonis LeukotrienLeukotrien adalah asam lemak tak jenuh yang mengandung karbon yang dilepaskan selama proses inflamasi. Leukotrien, prostaglandin dan tromboksan merupakan bagian dari grup asamlemak yang disebut eikosanoid. Senyawa ini diturunkan melalui aktivasi berbagi tipe sel olehlipooksigenasi asam arakhidonat yang dibebaskan oleh fosfolipase A2 di membran perinuklear yang memisahkan nukleus dari sitoplasma. Asam arakhidonat sendiri merupakan substrat darisiklooksigenase yang aktivitasnya menghasilkan prostglandin dan tromboksan. Dengan kata lain,leukotrien juga merupakan mediator yang penting dalam terjadinya buntu hidung pada rinitisalergi.Dewasa ini telah berkembang obat antileukotrien yang dinilai cukup besar manfaatnya bagi pengobatan RA. Ada dua macam antileukotrien yakni inhibitor sintesis leukotrien dan antagonisreseptor leukotrien. Yang terbaru dapat satu inhibitor sintesis leukotrien dan tiga antagonisreseptor leukotrien, yakni CysLT1 dan CYsLT2. Yang pertama merupakan reseptor yang sensitif terhadap antagonis leukotrien yang dipakai pada pengobatan RA.Pada dasarnya antileukotrien bertujuan untuk menghambat kerja leukotrien sebagai mediator inflamasi yakni dengan cara memblokade reseptor leukotrien atau menghambat sintesis leukotrien.Dengan demikian diharapkan gejala akibat proses inflamasi pada RA maupun asma dapat ditekan.Tiga obat antileukotrien yang pernah dilaporkan penggunaannya yakni dua nataginis reseptor (zafirlukast dan montelukast), serta satu inhibitor lipooksigenase (zileuton). Laporan hasil penggunaan obat tersebut pada RA belum secara luas dipublikasikan sehingga efektifitasnya belum banyak diketahui.Penanganan Rhinitis alergi yang terakhir adalah dengan imunoterapi. Terapi ini disebut jugasebagai terapi desensitisasi. Imunoterapi merupakan proses yang panjang dan bertahap dengancara menginjeksikan antigen dengan dosis yang ditingkatkan. Imunoterapi memiliki biaya yangmahal serta risiko yang besar, serta memerlukan komitmen yang besar dari pasien.

LI 5. MEMPELAJARI PANDANGAN ISLAM TENTANG ANATOMI PERNAPASANSaat berwudhu disunnahkan menghirup air ke dalam hidung (istinsyaq) dan mengeluarkannya (istinsyar) sebanyak tiga kali agar kebersihan dan kesehatan hidung terjaga. Hidung manusia terbebas dari kotoran selama 4-5 jam, kemudian hidung manusia menjadi kotor karena udara yang terhirup. Dengan istinsyaq dan istinsyarmembuat hidung dalam keadaan sehat dan bersih.Selain itu, penelitian ilmiah yang dilakukan oleh Muhammad Salim membuktikan bahwa orang-orang yang tidak berwudhu lebih rentan terkena ISPA daripada orang-orang yang berwudhu. Dari penelitian didapatkan bahwa dengan menghirup air ke hidung sebanyak 3 kali dapat membersihkan mikroba yang menempel pada rongga hidung, sehingga hidung benar-benar bersih dari mikroba penyebab ISPA, radang paru-paru, demam rematik dan alergi rongga hidung.