91
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Respirasi merupakan proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas di dalam jaringan (penafasan dalam) dan yang terjadi di dalam paru-paru (pernafasan luar). Dengan bernafas setiap sel dalam tubuh menerima persediaan oksigennya dan pada saat yang sama melepaskan produk oksidasinya. Oksigen yang bersenyawa dengan karbon dan hidrogen dari jaringan, memungkinkan setiap sel sendiri-sendiri melangsungkan proses metabolismenya, yang berarti pekerjaan selesai dan hasil buangan dalam bentuk karbon dioksida dan air dihilangkan (Pearce, 2008). System respirasi pada manusia terdiri dari jaringan dan organ tubuh yang merupakan parameter kesehatan manusia. Jika salah satu system respirasi terganggu maka secara system lain yang bekerja dalam tubuh akan terganggu. Hal ini dapat menimbulkan terganggunya proses homeostasis tubuh dan dalam jangka panjang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit. Gangguan sistem respirasi merupakan gangguan yang menjadi masalah besar di dunia khususnya Indonesia diantaranya adalah penyakit pneumonia, TBC, dan asma. Menurut laporan WHO pada tahun 2006, Indonesia merupakan negara dengan tingkat kejadian pneumonia tertinggi ke-6 di seluruh dunia. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2001, pneumonia merupakan urutan terbesar penyebab kematian pada balita. Pneumonia dapat mengenai anak di seluruh dunia, bila diumpamakan kematian anak-anak di seluruh dunia akibat pneumonia, maka setiap jam, anak-anak sebanyak 1 pesawat jet penuh (230 anak) meninggal akibat pneumonia, yang mencapai hampir 1 dari 5 kematian balita di seluruh dunia. Insiden pneumonia di negara berkembang adalah 10- 20 kasus/100 anak/tahun (10-20%).

Sistem Pernafasan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sistem Pernafasan

BAB 1

PENDAHULUAN

 

1.1        Latar Belakang

Respirasi merupakan proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas di dalam jaringan (penafasan dalam) dan yang terjadi di dalam paru-paru (pernafasan luar). Dengan bernafas setiap sel dalam tubuh menerima persediaan oksigennya dan pada saat yang sama melepaskan produk oksidasinya. Oksigen yang bersenyawa dengan karbon dan hidrogen dari jaringan, memungkinkan setiap sel sendiri-sendiri melangsungkan proses metabolismenya, yang berarti pekerjaan selesai dan hasil buangan dalam bentuk karbon dioksida dan air dihilangkan (Pearce, 2008).

System respirasi pada manusia terdiri dari jaringan dan organ tubuh yang merupakan parameter kesehatan manusia. Jika salah satu system respirasi terganggu maka secara system lain yang bekerja dalam tubuh akan terganggu. Hal ini dapat menimbulkan terganggunya proses homeostasis tubuh dan dalam jangka panjang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.

Gangguan sistem respirasi merupakan gangguan yang menjadi masalah besar di dunia khususnya Indonesia diantaranya adalah penyakit pneumonia, TBC, dan asma. Menurut laporan WHO pada tahun 2006, Indonesia merupakan negara dengan tingkat kejadian pneumonia tertinggi ke-6 di seluruh dunia. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2001, pneumonia merupakan urutan terbesar penyebab kematian pada balita. Pneumonia dapat mengenai anak di seluruh dunia, bila diumpamakan kematian anak-anak di seluruh dunia akibat pneumonia, maka setiap jam, anak-anak sebanyak 1 pesawat jet penuh (230 anak) meninggal akibat pneumonia, yang mencapai hampir 1 dari 5 kematian balita di seluruh dunia. Insiden pneumonia di negara berkembang adalah 10-20 kasus/100 anak/tahun (10-20%).

Sedangkan insiden TBC, WHO mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia (WHO Global Tuberculosis Control, 2010). Dan insiden asma menurut WHO, sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah penyandang Asma. Jumlah ini terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap tahunnya. Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan 2 – 5 %5 (3-8%2 dan 5-7%7) penduduk Indonesia menderita asma.

Perawat sebagai tenaga kesehatan yang bertugas untuk memenuhi kebutuhan dasar klien secara holistic memiliki tanggung jawab untuk membantu pemenuhan kebutuhan oksigen klien yang tidak adekuat.

Dalam tindakannya, seorang perawat sebelum memberikan asuhan keperawatan harus melakukan metode keperawatan berupa pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi, dan

Page 2: Sistem Pernafasan

evaluasi. Diagnosa keperawatan adalah suatu bagian integral dari proses keperawatan. Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian keperawatan klien. Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan terjadi, dimana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat.

Diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan sistem respirasi dapat berupa ketidakefektifan bersihan jalan nafas, ketidakefektifan pola nafas, gangguan pertukaran gas, disfungsi respon penyapihan ventilator, dan gangguan ventilasi spontan.

 

1.2        Tujuan

1.2.1        Tujuan Umum

Setelah proses pembelajaran ini diharapkan mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system respirasi secara benar.

 

1.2.2    Tujuan Khusus

1. Memahami pengakajian pada klien dengan gangguan sistem respirasi.2. Memahami diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan sistem respirasi.3. Memahami intervensi dan implementasi pada klien dengan gangguan sistem respirasi.4. Memahami evaluasi pada klien dengan gangguan sistem respirasi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 3: Sistem Pernafasan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB 2

PEMBAHASAN

 

2.1    Sistem Respirasi

Secara garis besar pernapasan dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut:

1. Pernapasan dalam (internal)

Pertukaran gas antara organel sel (mitokondria) dan medium cairnya. Hal tersebut menggambarkan proses metabolism intraseluler yang meliputi konsumsi O2 (digunakan untuk oksidasi bahan nutrisi) dan pengeluaran CO2 (terdapat dalam sitoplasma) sampai menghasilkan energy.

Page 4: Sistem Pernafasan

1. Pernapasan luar (eksternal)

Absorpsi O2 dan pembuangan CO2 dari tubuh secara keseluruhan ke lingkungan luar. Urutan proses pernapasan eksternal adalah:

1)   Pertukaran udara luar ke dalam alveoli melalui aksi mekanik pernapasan yaitu melalui proses ventilasi.

2)   Pertukaran O2 dan CO2 yang terjadi di antara alveolus dan darah pada pembuluh kapiler paru-paru melalui proses difusi.

3)   Pengangkutan O2 dan CO2 oleh system peredaran darah dari paru-paru ke jaringan dan sebaliknya yang disebut proses transportasi.

4)   Pertukaran O2 dan CO2 darah dalam pembuluh darah kapilerjaringan dengan sel-sel jaringan melalui proses difusi.

 

Gambar 1. Saluran nafas manusia

Saluran pernapasan digolongkan menjadi dua berdasarkan letaknya, yaitu :

1. Saluran nafas bagian atas

Pada bagian ini memiliki fungsi utama yaitu :

1)   Air conduction (penyalur udara) sebagai saluran yang meneruskan udara menuju saluran napas bagian bawah untuk pertukaran gas. 

2)   Protection (perlindungan) sebagai pelindung saluran napas bagian bawah agar terhindar dari masuknya benda asing. 

3)    Warming, filtrasi,dan humidifikasi sebagai bagian yang menghangatkan, manyaring, dan member kelembapan udara yang dihirup. 

1. Saluran nafas bagian bawah

Secara umum terbagi menjadi dua komponen ditinjau dari fungsinya yaitu:

1)   Saluran udara konduktif, yang biasa disebut sebagai percabangan trakheobronkhialis yang terdiri atas trakea, bronkus, dan bronkiolus.

2)   Saluran respiratorius terminal, yang biasa disebut dengan acini yang berfungsi sebagai penyalur (konduksi) gas masuk dan keluar dari saluran respiratorius terminal yang merupakan tempat pertukaran gas yang sesungguhnya.

Page 5: Sistem Pernafasan

 

2.2    Mekanisme Pernafasan

Agar terjadi pertukaran sejumlah gas untuk metabolisme tubuh diperlukan usahakeras pernafasan yang tergantung pada:

1. Tekanan intrapleural

Dinding dada merupakan suatu kompartemen tertutup melingkupi paru. Dalamkeadaan normal paru seakan melekat pada dinding dada, hal ini disebabkan karenaada perbedaan tekanan atau selisih tekanan atmosfir ( 760 mmHg) dan tekanan intrapleural (755 mmHg). Sewaktu inspirasi diafrgama berkontraksi, volume rongga dada meningkat, tekanan intra pleural dan intra alveolar turun dibawah tekanan atmosfir sehingga udara masuk Sedangkan waktu ekspirasi volum rongga dada mengecilmengakibatkan tekanan intra pleural dan tekanan intra alveolar meningkat diatas atmosfir sehingga udara mengalir keluar.

1. Compliance

Hubungan antara perubahan tekanan dengan perubahan volume dan aliran dikenal sebagai compliance. Ada dua bentuk compliance yaitu:

1)      Static compliance, perubahan volum paru persatuan perubahan tekanansaluran nafas (airway pressure) sewaktu paru tidak bergerak. Pada orangdewasa muda normal : 100 ml/cm H2O

2)      Effective Compliance: (tidal volume/peak pressure) selama fasepernafasan. Normal ±50 ml/cm H2O

Penurunan compliance akan mengakibatkan meningkatnya usaha nafas. Compliance dapat menurun disebabkan oleh:

1)      Pulmonary stiffes : atelektasis, pneumonia, edema paru, fibrosis paru

2)      Space occupying prosess: effuse pleura, pneumothorak

3)      Chestwall undistensibility: kifoskoliosis, obesitas, distensi abdomen

1. Airway resistance (tahanan saluran nafas)

Resistensi saluran napas adalah oposisi terhadap mengalir disebabkan oleh kekuatan gesekan. Hal ini didefinisikan sebagai rasio dari tekanan mengemudi dengan laju aliran udara. Perlawanan mengalir di saluran udara tergantung pada apakah aliran adalah laminar atau turbulen, pada dimensi jalan napas, dan pada viskositas gas.

 

Page 6: Sistem Pernafasan

 

Untuk aliran laminar, resistensi cukup rendah. Artinya, tekanan mengemudi relatif kecil dibutuhkan untuk menghasilkan laju aliran tertentu. Perlawanan selama arus laminer dapat dihitung melalui penataan ulang Hukum Poiseuille ini:

 

 

 

 

Variabel yang paling penting di sini adalah jari-jari, yang, berdasarkan elevasi dengan kekuatan keempat, memiliki dampak luar biasa pada perlawanan.Jadi, jika diameter tabung adalah dua kali lipat, ketahanan akan turun dengan faktor enam belas.

Untuk aliran turbulen, resistensi relatif besar. Artinya, dibandingkan dengan aliran laminar, tekanan mengemudi jauh lebih besar akan diperlukan untuk menghasilkan laju alir yang sama. Karena hubungan tekanan-aliran berhenti menjadi linier selama aliran turbulen, tidak ada persamaan untuk menghitung rapi ada hambatannya. 

 

2.3    Proses Keperawatan

Proses keperawatan adalah suatu pendekatan untuk pemecahan masalah yang memampukan perawat untuk mengatur dan memberikan asuhan keperawatan (Potter & Perry, 2005). Bandman dan Bandman (1995) menguraikan seluruh proses keperawatan sebagai suatu rangkai hubungan cara-hasil (means-ends). Cara adalah keakuratan perawat dalam mengkaji, mendiagnosis, menangani klien, dan hasil adalah peningkatan fungsi dan kesejahteraan klien.

Dalam proses keperawatan terdapat empat tahapan yaitu:

2.3.1        Pengkajian

Pada dasarnya tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan subjektif dari klien.Adapun data yang terkumpul mencakup klien, keluarga, masyarakat, lingkungan, atau kebudayaan. (Mc Farland & mc Farlane, 1997)

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan selama pengkajian antara lain:

1. Memahami secara keseluruhan situasi yang sedang dihadapi oleh klien dengan cara memperhatikan kondisi fisik, psikologi, emosi, social kultural, dan spiritual yang bisa mempengaruhi status kesehatannya.

Page 7: Sistem Pernafasan

2. Mengumpulkan semua informasi yang bersangkutan dengan masa lalu, saat ini bahkan bahkan sesuatu yang berpotensi menjadi masalah bagi klien guna membuat suatu database yang lengkap. Data yang terkumpul berasal dari perawat-klien selama berinteraksi dan sumber yang lain. (Gordon, 1994)

3. Memahami bahwa klien adalah sumber informasi primer.4. Sumber informasi sekunder meliputi anggota keluarga, orang yang berperan penting dan

catatan kesehatan klien.

Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi data tentang klien. Fase proses keperawatan ini mencakup dua langkah yaitu pengumpulan data dari sumber primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga, tenaga kesehatan), dan analisis data sebagai dasar untuk diagnosa keperawatan (Bandman dan Bandman, 1995). Metode pengumpulan data meliputi berikut ini :

1. Melakukan wawancara.2. Riwayat kesehatan/keperawatan.3. Pemeriksaan fisik.4. Mengumpulkan data penunjang hasil laboratorium dan diagnostik lain serta catatan

kesehatan (rekam medik).

 

Pada pasien dengan gangguan system respirasi yaitu sebagai berikut :

1. a.      Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan yang telah lalu.Perawat juga mengkaji keadaan pasien dan keluarganya.Kajian tersebut berfokus kepada manifestasi klinik keluhan utama, kejadian yang membuat kondisi sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, dan riwayat psikososial.Riwayat kesehatan dimulai dari biografi pasien. Aspek yang sangat erat hubungannya dengan gangguan sistem pernapasan adalah usia, jenis kelamin, pekerjaan, tempat kerja dan tempat tinggal.

1)      Keluhan Utama

Keluhan utama akan mentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan pasien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul antara lain :

a)      Batuk (Cough)

Batuk merupakan gejala utama pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan. Tanyakan berapa lama pasien mengalami batuk dan bagaimana hal tersebut timbul dengan waktu yang spesifik atau hubungannya dengan aktifitas fisik. Tentukan apakah batuk produktif atau non produktif.

b)      Peningkatan Produksi Sputum

Page 8: Sistem Pernafasan

Sputum merupakan suatu substansi yang keluar bersama dengan batuk atau bersihan tenggorokan. Percabangan trakheobronkial secara normal memproduksi sekitar 3ons mukus setiap hari sebagai bagian dari mekanisme pembersihan normal. Produksi sputum akibat batuk adalah tidak normal. Tanyakan dan catat warna, konsistensi, bau, dan jumlah dari sputum. Jika terjadi infeksi, sputum dapat berwarna kuning atau hijau, putih atau kelabu dan jernih. Pada keadaan edema paru-paru, sputum berwarna merah muda karena mengandung darah dengan jumlah yang banyak.

c)      Dispnea

Dispnea merupakan suatu persepsi kesulitan bernapas/napas pendek dan merupakan perasaan subjektif pasien.Perawat mengkaji tentang kemampuan pasien saat melakukan aktivitas.

d)     Hemoptisis

Hemoptisis adalah darah yang keluar dari mulut saat batuk. Perawat mengkaji apakah darah tersebut  berasal dari paru-paru, perdarahan hidung atau perut. Darah yang berasal dari paru-paru biasanya berwarna merah terang karena darah dalam paru-paru distimulasi segera oleh reflek batuk.

e)      Chest Pain

Nyeri dada dapat berhubungan dengan dengan masalah jantung dan paru-paru.Gambaran lengkap dari nyeri dada dapat menolong perawat untuk membedakan nyeri pada pleura, muskuloskeletal, kardiak dan gastrointestinal.

2)      Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Yang perlu ditanyakan perawat kepada pasien tentang riwayat penyakit pernapasan adalah:

a)      Riwayat merokok

Merokok merupakan penyebab utama kanker paru-paru, emfisemia, dan bronkitis kronis.Semua keadaan itu sangat jarang menimpa. Anamnesis harus mencangkup usia mulainya merokok secara rutin, rata-rata jumlah rokok yang dihisap per hari, dan usia menghentikan kebiasaan merokok.

b)      Pengobatan saat ini dan masa lalu

c)      Alergi

d)     Tempat tinggal

3)      Riwayat Kesehatan Keluarga

Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru ada tiga hal yaitu:

Page 9: Sistem Pernafasan

a)      Penyakit infeksi

      Khususnya tuberkulosis paru ditularkan melalui satu orang ke orang lain. Manfaat menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi akan dapat diketahui sumber penularannya.

b)      Kelainan alergi

      Contohnya asma bronkial

c)      Pasien bronkitis kronis

 

1. b.      Kajian Sistem (Review of System)

1)      Inspeksi

Prosedur inspeksi yang dilakukan oleh perawat adalah:

a)      Pemeriksaan dada dimulai dari dada posterior dan pasien harus dalam keadaan duduk.

b)      Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang lainnya.

c)      Tindakan dilakukan dari atas sampai ke bawah.

d)     Inspeksi dada posterior terhadap warna kulit dan kondisinya (skar, lesi dan massa) dan gangguan tulang belakang (kifosis, skoliosis dan lordosis).

e)      Catat jumlah (frekuensi napas), irama (reguler/irreguler), kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan pergerakan dada.

f)       Observasi tipe pernapasan seperti: pernapasan hidung atau pernapasan diafragma serta penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi intercostae.

g)      Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase ekspirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya adalah 1 : 2. Fase ekspirasi yang memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan napas dan sering ditemukan pada pasien dengan Chronic Airflow Limititation (CAL) / Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).

h)      Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior (AP) dengan diameter lateral/transversal (T). Rasio normal berkisar antara 1:2 sampai 5:7, tergantung dari kondisi cairan tubuh pasien.

i)        Kelainan pada bentuk dada adalah:

1)      Barrel chest

Page 10: Sistem Pernafasan

Timbul akibat terjadinya over inflation paru-paru. Terdapat peningkatan diameter AP:T (1:1), sering terjadi pada pasien emfisemia.

2)      Funnel chest (pectus excavatum)

Timbul jika terjadi depresi pada bagian bawah dari sternum. Hal ini akan menekan jantung dan pembuluh darah besar yang mengakibatkan murmur. Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia, marfan’s syndrome atau akibat kecelakaan kerja.

3)      Pigeon chest (pectus carinatum)

Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan sternum yang mengakibatkan terjadi peningkatan diameter AP. Terjadi pada pasien dengan kifoskoliosis berat.

4)      Kyphoscoliosis (kifoskoliosis) 

Terlihat dengan adanya elevasi scapula yang akan mengganggu pergerakan paru-paru. Kelainan ini dapat timbul pada pasien dengan osteoporosis dan kelainan musculoskeletal lain yang mempengaruhi toraks. Kifosis adalah meningkatnya kelengkungan normal columna vertebrae thoracalis menyebabkan pasien tampak bongkok. Sedangkan skoliosis adalah melengkungnya vertebrae thoracalis ke samping, disertai rotasi vertebrae.

i)        Observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru-paru atau pleura.

j)        Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat mengindikasikan obstruksi jalan napas.

2)      Palpasi

Palpasi dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit, dan mengetahui vocal/tactile premitus (vibrasi). Palpasi toraks berguna untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti massa, lesi, dan bengak. Perlu dikaji juga kelembutan kulit terutama jika pasien mengeluh nyeri.Perhatikan adanya getaran dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara (vocal premitus).

3)      Perkusi

Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada di sekitarnya, dan pengembangan (ekskursi) diafragma. Jenis suara perkusi ada dua jenis yaitu:

a)      Suara perkusi normal

1)      Resonan (sonor): dihasilkan pada jaringan paru-paru dan normalnya bergaung dan bersuara rendah.

Page 11: Sistem Pernafasan

2)      Dullness: dihasilkan di atas bagian jantung atau paru-paru

3)      Tympany: dihasilkan di atas perut yang berisi udara umumnya bersifat musical.

b)       Suara perkusi abnormal

1)      Hiperresonan: bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan timbul pada bagian paru-paru yang abnormal berisi udara.

2)      Flatness: nadanya lebih tinggi dari dullness dan dapat didengar pada perkusi daerah paha, dimana seluruh areanya berisi jaringan.

4)      Auskultasi

Auskultasi merupakan pengkajian yang sangat bermakna mencangkup mendengar suara napas normal dan suara tambahan (abnormal).Suara napas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan napas dari laring ke alveoli dan bersifat bersih.

a)      Jenis suara napas normal adalah:

1)       Bronchial: sering juga disebut tubular sound karena suara ini dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya terdngar keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut. Fase ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi dan tidak ada jeda di antara kedua fase tersebut (E > I). Normal terdengar di atas trachea atau daerah lekuk suprasternal.

2)       Bronkovesikular: merupakan gabungan dari suara napas bronkhial dan vesikular. Suaranya terdengar nyaring dengan intensitas sedang. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi (E = I). Suara ini terdengar di daerah dada dimana bronkus tertutupoleh dinding dada.

3)       Vesikular: terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan (E < I).

b)      Jenis suara napas tambahan adalah:

1)       Wheezing: terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter suara nyaring, musical, suara terus-menerus yang disebabkan aliran udara melalui jalan napas yang menyempit.

2)       Ronchi: terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter suara terdengar perlahan, nyaring, dan suara mengorok terus-menerus. Berhubungan dengan sekresi kental dan peningkatan produksi sputum.

3)       Pleural fiction rub: terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara kasar, berciut, dan suara seperti gesekan akibat dari inflamasi pada daerah pleura. Sering kali pasien mengalami nyeri saat bernapas dalam.

4)       Crackles, dibagi menjadi dua jenis yaitu:

Page 12: Sistem Pernafasan

1. Fine crackles: setiap fase lebih sering terdengar saat inspirasi. Karakter suara meletup, terpatah-patah akibat udara melewati daerah yang lembab di alveoli atau bronkhiolus. Suara seperti rambut yang digesekkan.

2. Coarse crackles: lebih menonjol saat ekspirasi. Karakter suara lemah, kasar, suara gesekan terpotong akibat terdapatnya cairan atau sekresi pada jalan napas yang besar. Mungkin akan berubah ketika pasien batuk.

 

1. c.       Pengkajian psikososial

Pengkajian psikososial meliputi kajian tentang aspek kebiasaan hidup pasien yang secara signifikan berpengaruh terhadap fungsi respirasi.Beberapa kondisi respiratori timbul akibat stres. Penyakit pernapasan kronis dapat menyebabkan perubahan dalam peran keluarga dan hubungan dengan orang lain, isolasi sosial, masalah keuangan, pekerjaan, atau ketidakmampuan. Dengan mendiskusikan mekanisme pengobatan, perawat dapat mengkaji reaksi pasien terhadap masalah stres psikososial dan mencari jalan keluar.

 

 

2.3.2    Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif untuk membuat diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses berpikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medik, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain.

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respons aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya (Carlson et al, 1991; Carpenito, 1995). Setelah merumuskan diagnosa keperawatan spesifik, perawat menggunakan keterampilan berpikir kritis untuk menetapkan prioritas diagnosa dengan membuat peringkat dalam urutan kepentingannya.Prioritas ditegakkan untuk mengidentifikasi urutan intervensi keperawatan ketika klien mempunyai masalah atau perubahan multiple (Carpenito, 1995).

Proses diagnosa keperawatan dibagi menjadi kelompok interpretasi dan menjamin keakuratan diagnosa dari proses keperawatan itu sendiri. Perumusan pernyataan diagnosa keperawatan memiliki beberapa syarat yaitu mempunyai pengetahuan yang dapat membedakan antara sesuatu yang aktual, risiko, dan potensial dalam diagnosa keperawatan.

 

            Pada pasien dengan gangguan system respirasi yaitu sebagai berikut :

1. a.      Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas

Page 13: Sistem Pernafasan

1)      Definisi

Yaitu ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi saluran pernapasan guna mempertahankan jalan napas yang bersih.

2)      Batasan Karakteristik

a)        Subjektif

1)         Dispnea.

b)      Objektif

1)         Bunyi napas tambahan (misalnya Ronkhi basah halus, ronchi basah kasar, dan ronkhi kering).

2)         Perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan.

3)         Batuk tidak ada atau tidak efektif.

4)         Sianosis.

5)         Kesulitan untuk bersuara.

6)         Penurunan bunyi napas.

7)         Orthopnea merupakan kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk atau berdiri dan sering ditemukan pada seseorang yang mengalami kongestif paru.

8)         Kegelisahan

9)         Sputum.

10)     Mata terbelalak (melihat).

3)        Faktor yang berhubungan

a)        Lingkungan

Merokok, menghirup asap rokok, dan perokok pasif.

b)        Obstruksi Jalan Napas

Spasme jalan napas, pengumpulan sekresi, mucus berlebih, adanya jalan napas buatan, terdapat benda asing dari jalan napas, sekresi pada bronchi, dan eksudat pada alveoli.

Page 14: Sistem Pernafasan

 

 

c)        Fisiologis

Disfungsi neuromuskuler, hiperplasi dinding bronchial, PPOK, Infeksi, asma, alergi jalan napas, dan trauma.

4)        Hasil yang Disarankan NOC

a)        Status Pernapasan ; Pertukaran Gas.

Yaitu pertukaran CO2 atau O2 di alveolar untuk mempertahankan konsentrasi gas darah arteri.

b)        Status Pernapasan ; Ventilasi.

Yaitu perpindahan udara masuk dan dan keluar dari paru-paru.

c)        Perilaku Mengontrol Gejala

Yaitu tindakan seseorang untuk meminimalkan perubahan sampingan yang didapat pada fungsi fisik dan emosi.

d)       Perilaku Perawatan : Penyakit atau Cidera

Yaitu tindakan seseorang untuk mengurangi atau menghilangkan patologi.

 

1. b.      Ketidakefektifan Pola Nafas1. Definisi

Ketidakefektifan pola nafas merupakan kondisi ketika individu mengalami penurunan ventilasi yang adekuat, actual atau potensial, karena perubahan pola nafas.

1. Batasan karakteristik

a)      Mayor (harus ada):

1)      Perubahan frekuensi dan pola pernafasan (dari nilai dasar)

2)      Perubahan nadi (frekuensi, irama, kualitas)

b)      Minor (mungkin ada):

Page 15: Sistem Pernafasan

1)      Ortopnea

2)      Takipnea, hiperpnea, hiperventilasi

3)      Pernafasan disritmik

4)      Pernafasan yang hati-hati

1. Faktor yang berhubungan

a)      Patofisiologis

1)      Berhubungan dengan sekresi yang berlebihan atau kental ,sekunder akibat: infeksi, inflamasi, alergi, merokok, penyakit jantung atau paru.

2)      Berhubungan dengan immobilitas, sekresi yang statis, dan batuk tak efektif, sekunder akibat:

2.1  Penyakit system persarafan, misal: miastenia gravis

2.2  Depresi system saraf pusat (SSP)/ trauma kepala

2.3  Cedera serebrovaskular (stroke)

2.4  Kuadriplegia

b)      Terkait Pengobatan

1)  Berhubungan dengan immobilitas, sekunder akibat:

1.1 Efek sedative obat (sebutkan)

1.2 Anestesia, umum atau spinal

1.3 Berhubungan dengan penekanan reflek batuk, sekunder akibat (sebutkan)

1.4 Berhubungan efek trakeostomi  (perubahan sekresi)

c)      Situasional (Personal, Lingkungan)

1)      Berhubungan dengan immobilitas, sekunder akibat:

1.1  Pembedahan atau trauma

1.2  Nyeri, takut, ansietas

Page 16: Sistem Pernafasan

1.3  Kelelahan

1.4  Gangguan persepsi/kognitif

2)      Berhubungan dengan kelembaban yang sangat tinggi atau rendah

3)      Untuk bayi, yang berhubungan dengan tidur pada posisi tengkurap

4)      Pajanan terhadap udara dingin, tertawa, menangis, allergen, asap.

 

1. c.       Gangguan Pertukaran Gas2. Definisi

Kelebihan dan kekurangan oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida dimembrane kapiler-alveolar.Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi saluran pernapasan guna mempertahankan jalan napas yang bersih.

1. Batasan Karakteristik1. Subjektif

1)      Dispnea.

2)      Sakit kepala pada saat bangun.

3)             Gangguan penglihatan.

1. Objektif

1)      Gas darah arteri yang tidak normal.

2)      pH arteri tidak normal.

3)      Ketidaknormalan frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan.

4)      Warna kulit tidak normal (misalnya pucat atau kehitaman).

5)      Konfusi.

6)      Cianosis (hanya pada neonates).

7)      Karbondioksida menurun.

8)      Diaphoresis

Page 17: Sistem Pernafasan

9)      Hiperkapnia.

10)  Hiperkarbia.

11)  Hipoksia.

12)  Hipoksemia.

13)  Iritabilitas.

14)  Cuping hidung mengembang.

15)  Gelisah.

16)  Sputum.

17)  Takhikardia.

18)  Mata terbelalak.

1. Faktor  yang berhubungan

a)      Lingkungan

Merokok, menghirupasap rokok, dan perokok pasif.

b)      Obstruksi jalan napas

Spasme jalan napas, pengumpulan sekresi, mucus berlebih, adanya jalan napas bantuan, sekresi pada bronki, eksundat pada alveoli.

c)      Fisiologis  

Disfungsi neuro miskular, PPOK, hyperplasmia dinding bronchial, infeksi asma, alergi jalan naps, dan trauma.

1. Hasil yang Disarankan NOC

a)      Status Pernapasan: pertukaran gas, yaitu CO2 atau O2 di alveolar untuk mempertahankan konsentrasi gas darah arteri.

b)             Status Pernapasan Ventilasi, yaitu perpindahan udara masuk dan dan keluar dari paru-paru.

c)              Perilaku mengontrol gejala: tindakan seseorang yang yang meminimalkan perubahan sampingan yang di dapat pada fungsi fisik dan emosi.

Page 18: Sistem Pernafasan

d)            Perilaku perawatan: penyakit atau cidera tindakanseseorang untuk mengurangi atau menghilangkan patologi.

 

1. d.      Fungsi Pernafasan, Resiko Ketidakefektifan1. Definisi

Risiko ketidakefektifan pernapasan (ARF) merupakan kondisi ketika individu berisiko mengalami ancaman pada jalan masuk udara menuju saluran pernapasan dan/ ancaman pada pertukaran gas (O2-CO2) antara paru-paru dan system vaskuler.

1. Faktor resiko

Adanya faktor risiko yang dapat mengubah fungsi pernapasan (lihat faktor yang berhubungan)

1. Faktor yang berhubungan 

a)      Patofisiologis

1)      Berhubungan dengan sekresi yang berlebihan atau kental ,sekunder akibat: infeksi, inflamasi, alergi, merokok, penyakit jantung atau paru.

2)      Berhubungan dengan immobilitas, sekresi yang statis, dan batuk tidak efektif, sekunder akibat:

2.1  Penyakit system persarafan, missal: miastenia gravis

2.2  Depresi system saraf pusat (SSP)/ trauma kepala

2.3  Cedera serebrovaskular (stroke)

2.4  Kuadriplegia

b)      Terkait Pengobatan

1)  Berhubungan dengan immobilitas, sekunder akibat:

1.1 Efek sedative obat (sebutkan)

1.2 Anestesia, umum atau spinal

1.3 Berhubungan dengan penekanan reflek batuk, sekunder akibat (sebutkan)

1.4 Berhubungan efek trakeostomi  (perubahan sekresi)

Page 19: Sistem Pernafasan

c)      Situasional (Personal, Lingkungan)

1)      Berhubungan dengan immobilitas, sekunder akibat:

1.5  Pembedahan atau trauma

1.6  Nyeri, takut, ansietas

1.7  Kelelahan

1.8  Gangguan persepsi/kognitif

2)      Berhubungan dengan kelembaban yang sangat tinggi atau rendah

3)      Untuk bayi, yang berhubungan dengan tidur pada posisi tengkurap

4)      Pajanan terhadap udara dingin, tertawa, menangis, allergen, asap.

 

1. e.       Disfungsi Respon Penyapihan Ventilator2. Definisi:

Disfungsi respon penyapihan ventilator (DRPV) merupakan suatu keadaan ketika individu tidak dapat menyesuaikan terhadap tingkat terendah dukungan ventilator mekanik sehingga mengganggu dan memeperpanjang proses penyapihan.

1. Batasan karateristik:1. a.      Ringan

Mayor

1)      Gelisah

2)      Frekuensi pernapasan sedikit meningkat dari nilai dasar

Minor

1)      Mengekspresikan perasaan tentang peningkatan kebutuhan oksigen, pernapasan tidak nyaman, keletihan, dan hangat

1. b.      Sedang

Mayor

1)      Tekanan darah meningkat <20 mmHg dari nilai dasar

Page 20: Sistem Pernafasan

2)      Frekuensi jantung meningkat <20 denyut/menit dari nilai dasar

3)      Frekuensi pernapasan meningkat <5 kali/menit dari nilai dasar

Minor

1)      Ketakutan

2)      Berkeringat

3)      Mata melebar

4)      Perubahan warna kulit: pucat,agak sianosis

5)      Sedikit menggunakan otot aksesoris pernapasan

1. c.       Berat

Mayor

1)      Agitasi

2)      Penyimpangan yang signifikan dalam gas-gas darah arteri dari nilai dasar

3)      Peningkatan tekanan darah > 20 mmHg dari nilai dasar

4)      Peningkatan frekuensi jantung > 20 kali/menit dari nilai dasar

5)      Pernapasan cepat, dangkal > 25 kali/menit

Minor

1)      Penggunaan sempurna otot aksesoris pernapasan

2)      Pernapasa abdomen paradoksikal

3)      Bunyi napas tambahan

4)      Sianosis

5)      Banyak berkeringat

6)      Pernapasan tidak terkoordinasi dengan ventilator

7)      Penurunan tingkat kesadaran

Page 21: Sistem Pernafasan

1. Faktor yang berhubungan1. Patofisiologis

1)      Berhubungan dengan kelemahan dan keletihan sekunder akibat:

1.1           Status hemodinamik tidak stabil

1.2           Penurunan tingkat kesadaran

1.3           Anemia

1.4           Infeksi

1.5           Abnormalitas metabolic atau keseimbangan asam basa

1.6           Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

1.7           Proses penyakit berat

1.8           Penyakit pernapasan kronis

1.9           Ketidakmampuan neuromuscular kronis

1.10       Penyakit multisystem

1.11       Kurang nutrisi kronis

1.12       Kondisi yang melemah

2)      Berhubungan dengan ketidakefektifan bersihan jalan napas

1. Tindakan yang Berhubungan

1)      Berhubungan dengan obstruksi jalan napas

2)      Berhubungan dengan kelemahan dan keletihan otot sekunder akibat:

2.1  Sedasi berlebihan

2.2  Nyeri tidak terkontrol

3)      Berhubungan dengan ketidakadekuatan nutrisi (deficit kalori, kelebihan karbohidrat, ketidakadekuatan asupan lemak dan protein)

4)      Berhubungan dengan ketergantungan ventilator jangka panjang (> 1 minggu)

Page 22: Sistem Pernafasan

5)      Berhubungan dengan ketidakberhasilan upaya penyapihan ventilator sebelumnya

6)      Berhubungan dengan langkah yang terlalu cepat dalam proses penyapihan

1. Situasional (Personal, Lingkungan)

1)      Berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang proses penyapihan

2)      Berhubungan dengan kebutuhan energy yang sangat berlebihan (aktivitas perawatan diri, prosedur diagnostic dan pengobatan, pengunjung)

3)      Berhubungan dengan ketidakadekuatan dukungan social

4)      Berhubungan dengan lingkungan tidak aman (bising, kejadian yang membingungkan, ruangan sibuk)

5)      Berhubungan dengan keletihan sekunder akibat gangguan pola tidur

6)      Berhubungan dengan kemanjuran diri tidak adekuat

7)      Berhubungan dengan ansietas sedang sampai berat yang berkaitan dengan upaya pernapasan

8)      Berhubungan dengan ketakutan akan perpisahan dari ventilator

9)      Berhubungan dengan perasaan ketidakberdayaan

10)  Berhubungan dengan perasaan keputusasaan

 

1. f.       Resiko Disfungsi Respon Penyapihan Ventilator2. Definisi

Risiko Disfungsi Respon Penyapihan Ventilator adalah keadaan ketika individu beresiko untuk mengalami suatu ketidakmampuan penyesuaian terhadap dukungan ventilator mekanik tingkat rendah selama proses penyapihan, yang berhubungan dengan ketidaksiapan fisik dan atau psikologis terhadap penyapihan.

1. Faktor Resiko

a)      Patofisiologis

1)      Berhubungan dengan obstruksi jalan napas

2)      Berhubungan dengan kelemahan otot dan keletihan sekunder akibat :

Page 23: Sistem Pernafasan

2.1        Gangguan fungsi pernapasan

2.2        anemia

2.3        penurunan tingkat kesadaran

2.4        Infeksi

2.5        Abnormalitas metabolic dan asam basa

2.6        Ketidakseimbangan cairan / elektrolit

2.7        Status hemodinamik yang tidak stabil

2.8        Disritmia

2.9        Kekacaun mental

2.10    Demam

2.11    Proses penyakit yang berat

2.12    Penyakit multisystem

b)   Tindakan yang berhubungan

1)      Dengan ketidakefektifan bersihan jalan napas

2)      Dengan sedasi yang berlebihan, analgesia

3)      Dengan nyeri tak terkontrol dan keletihan

4)      Dengan ketidakadekuatan nutrisi

5)      Dengan ketergantungan pada ventilator jangka panjang lebih dari 1 minggu

6)      Dengan ketidakberhasilan upaya penyapihan sebelumnya dan terlalu cepat melakukan proses penyapihan

c)   Personal/ Lingkungan

1)      Berhubungan dengan kelemahan otot dan keletihan sekunder

2)      Berhubungan dengan deficit pengetahuan tentang proses penyapihan

3)      Berhubungan dengan ansietas

Page 24: Sistem Pernafasan

4)      Berhubungan dengan perasaan ketidakberdayaan dan putus asa

5)      Berhubungan dengan dukungan sosial yang tidak memadai

6)      Berhubungan dengan ketidakpastian lingkungan ( bising, ruangan sibuk, dll)

7)      Berhubungan dengan ketakutan terlepas dari ventilator

 

1. g.      Gangguan Ventilasi Spontan2. Definisi

Suatu keadaan ketika individu tidak dapat memepertahankan pernapasan yang adekuat untuk mendukung kehidupannya.Ini dilakukan karena penurunan gas darah arteri, peningkatan kerja pernapasan dan penurunan energy.

1. Batasan Karakteristik

MAYOR  Dispnea Peningkatan laju metabolicMINOR  Peningkatan kegelisahan ketakutan Peningkatan penggunaan otot-ototPenurunan volume tidal Aksesori pernapasanPeningkatan frekuensi jantung Penurunan PO2Penurunan kerjasama ,

Peningkatan PCO2

Penurunan SaO2

 

2.3.3        Intervensi

Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat.Intervensi dilakukan untuk membantu pasien dalam mencapai hasil yang diharapkan.Intervensi disebut juga implementasi yang merupakan kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan (Griffith & Christensen, 1986).

Intervensi keperawatan harus spesifik dan dinyatakan dengan jelas.Pengkualifikasian seperti bagaimana, kapan, di mana, frekuensi, dan besarnya memberikan isi dari aktivitas yang direncanakan.Intervensi keperawatan dapat dibagi menjadi dua yaitu mandiri yaitu dilakukan oleh perawat dan kolaboratif yaitu yang dilakukan oleh pemberi perawatan lainnya.

Page 25: Sistem Pernafasan

 

            Pada pasien dengan gangguan system respirasi yaitu sebagai berikut :

1. 1.      Intervensi Pernafasan, Resiko Gangguan 2. Intervansi Generik

1)      Kaji adanya penurunan nyeri yang optimal dengan periode keletihan atau depresi pernapasan yang minimal

2)      Beri semangat untuk melakukan ambulasi segera setelah konsisten dengan rencana perawatan medis

3)      Jika tidak dapat berjalan, tetapkan suatu aturan untuk turun dari tempat tidur duduk di kursi beberapa kali sehari (misalnya, 1 jam setelah makan dan 1 jam sebelum tidur)

4)      Tingkatkan aktivitas secara bertahap, jelaskan bahwa fungsi pernapasan akan meningkat dan dispnea akan menurun dengan melakukan latihan

5)      Bantu untuk reposisi, mengubah posisitubuh dengan sering dari satu sisi ke sisi yang lainnya, (setiap jam jika mungkin)

6)      Beri semangat untuk melakukan latihan napas dalam dan latihan batuk yang terkontrol lima kali setiap jam

7)      Ajarkan individu untuk menggunakan botol tiup atau spidometer intensif setiap jam saat bangun (pada kerusakan neuromuskular berat, ada baiknya individu dibangunkan selama malam hari)

8)      Auskultasi bidang paru setiap 8 jam, tingkatkan frekuensi jika ada gangguan bunyi napas

1. Intervensi Pediatrik

1)      Observasi terhadap pernapasan cuping hidung, retraksi, atau sianosis

2)      Izinkan anak untuk memilih warna air dalam botol tiup

3)      Pantau masukan, keluaran, dan berta jenis urine

4)      Beri penjelasan sesuai usia untuk latihan napas dalam

 

1. 2.      Intervensi Disfungsi Respons Penyapihan Ventilator2. Intervensi Generik

Page 26: Sistem Pernafasan

1)      Jika memungkinkan, kaji faktor penyebab ketidakberhasilan upaya penyapihan sebelumnya

a)      Ketidakadekutan substrat energi: oksigen nutrisi dan istirahat

b)      Status kenyamanan takadekuat

c)      Kebutuhan aktivitas berlebihan

d)     Penurunan harga diri, rasa percaya diri, kontrol pernapasan

e)      Kurangnya pengetahuan tentang perannya

f)       Kurangnya hubungan saling percaya dengan staf

g)      Keadaan emosional negatif

h)      Lingkungan penyapihan yang merugikan

2)      Tetapkan kesiapan penyapihan (Geisman, 1989)

a)      Konsentrasi oksigen pada ventilator 50% atau kurang

b)      Tekanan ekspirasi-akhir positif kurang dari 5 cm tekanan air

c)      Frekuensi pernapasan kurang dari 30 kali permenit

d)     Ventilasi menit kurang dari 10 liter per menit

e)      Tekanan dinamik dan statik rendah, dengan komplains sedikitnya 35 cm tekanan air

f)       Kekuatan otot pernapasan adekuat

g)      Istirahatkan, kontrol rasa tak nyaman

h)      Keinginan untuk mencoba penyapihan

3)      Jika kesiapan penyapihan ditetapkan ada, libatkan klien dalam penetapan rencana

a)      Jelaskan proses penyapihan

b)      Bekerja sama dalam negosiasi tujuan penyapihan progresif

c)      Jelaskan bahwa tujuan akan ditelaan kembali setiap hari bersama individu

4)      Rujuk ke protokol unit untuk prosedur penyapihan yang khusus

Page 27: Sistem Pernafasan

5)      Jelaskan perannya dalam proses penyapihan

a)      Perkuat perasaan harga diri, kemanjuran diri dan kontrol diri

b)      Perlihatkan kepercayaan pada kemampuan pasien untuk penyapihan

c)      Pertahankan kepercayaan pasien dengan mengadopsi langkah penyapihan (membutuhkan intruksi dokter) yang akan menjamin keberhasilan dan meminimalkan kemunduran

d)     Tingkatkan kepercayaan dalam staf dan lingkungan.

6)      Kurangi pengaruh negatif dari ansietas dan keletihan

a)      Pantau status dengan teratur untuk menghindari keletihan dan ansietas yang tidak semestinya

b)      Beri periode istirahat yang teratur sebelum keletihan berlanjut

c)      Jika individu mulai gelisah, bicaralah padanya untuk menennagkan sementara tetap di samping tempat tidur

d)     Jika percobaan penyapihan dihentikan, arahkan persepsi pasien pada kegagalan penyapihan. Yakinkan pasien bahwa percobaan adalah latihan yang baik dan bentuk latihan yang sangat berguna.

7)      Ciptakan lingkungan penyapihan yang positif, yang meningkatkan perasaan aman individu.

8)      Koordinasikan aktivitas yang perlu untuk meningkatkan waktu istirahat atau relaksaai yang adekuat.

9)      Koordinasikan jadwal analgesik dengan jadwal penyapihan.

10)  Mulai percobaan penyapihan saat individu cukup istirahat, biasanya pada pagi hari setelah tidur malam.

11)  Diskusikan elemen proses penyapihan dengna petugas kesehatan lain untuk memaksimalkan kemungkinan keberhasilan penyapihan.

1. Intervensi pediatrik

Tunda pemberian makan per oral 2 jam sebelum upaya penyapihan dan setelah ekstubasi.

 

1. 3.      Intervensi Resiko Disfungsi Respons Penyapihan Ventilator 2. Intervensi Generik

Page 28: Sistem Pernafasan

1)      Kaji faktor penyebab dan penunjang dari ketidakadekuatan keefektifan diri tentang diri tentang kesiapan penyapihan

a)   Ungkapkan kebutuhan lanjut untuk dukungan ventilator

b)   Meminta untuk menunda dimulainya penyapihan

c)   Merasa prihatin tentang kemempuan penyesuaian terhadap dukungan ventilator derajat rendah atau tentang kemungkinan keberhasilan penyapihan

d)  Agitasi ketika penyapihan dibicarakan

e)   Peningkatan tekanan darah, nadi dan pernapasan ketika membicarakan penyapihan.

2)      Kurangi faktor risiko

Negosiasikan dengan staf medis untuk menunda dimulainya penyapihan dan rencana penyapihan dengan langkah perlahan sehingga dapat memastikan keberhasilan setiap langkah.

 

1. 4.      Intervensi Ketidakefektifan Pola Pernafasan 2. Intervensi Generik

Untuk Hiperventilasi

1)      Pastikan individu bahwa tindakan tersebut dilakukan  untuk menjamin keamanan

2)      Alihkan perhatian individu dari memikirkan tentang keadaan ansietas dengan meminta individu mempertahankan kontak mata dengan anda. Katakan, “Sekarang perhatikan Saya dan bernapaslah perlahan-lahan bersama Saya seperti ini”

3)      Pertimbangkan penggunaan kantong kertas jika bermaksud mengeluarkan kembali ekspirasi udara

4)      Tetap bersama individu dan latih untuk bernapas perlahan-lahan, bernapas lebih efektif

5)      Jelaskan seorang dapat belajar untuk mengatasi hiperventilasi melalui kontrol pernapasan secar sadar apabila penyebabnya tidak diketahui

6)      Mendiskusikan kemungkinan penyebab, fisik dan emosional dan metoda penanganan yang efektif

1. Intervensi Pediatrik

Jika anak cenderung bronkospasme, obat-obatan dapat diindikasikan

Page 29: Sistem Pernafasan

 

1. 5.      Intervensi Gangguan Pertukaran Gas 2. Aktivitas Utama

1)      Kaji bunyi paru, frekuensi napas,kedalaman dan usaha napas serta produksi sputum

2)      Pantau saturasi O2 dengan oksimeter nadi

3)      Pantau hasil gas darah (misal PaO2 yang rendah, PaCO2 yang meningkat, kemunduran tingkat respirasi)

4)      Pantau kadar elektrolit

5)      Pantau status mental

6)      Peningkatan frekuensi pemantauan pada saat pasien tampak somnolen

7)      Observasi terhadap sianosis, terutama membran mukosa mulut

8)      Identifikasi kebutuhan pasien akan insersi jalan napas aktual/potensial

9)      Auskultasi bunyi napas, tandai area penurunan atau hilangnya ventilasi dan adanya bunyi tambahan

10)  Pantau status pernapasan dan oksigenasi

11)  Jelaskan penggunaan alat bantu yang diperlukan (oksigen, pengisap,spirometer)

12)  Ajarkan teknik bernapas dan relaksasi

13)  Jelaskan pada pasien dan keluarga alasan suatu tindakan dilakukan misal: terapi oksigen

14)  Ajarkan teknik perawatan di rumah (pengobatan, aktivitas, alat bantu, tanda dan gejala yang perlu dilaporkan)

15)  Ajarkan batuk efektif

1. Aktivitas Kolaboratif

1)      Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan akan pemeriksaan gas darah arteri dan penggunaan alat bantu yang dianjurkan sesuai dengan adanya perubahan kondisi pasien

2)      Laporkan perubahan sehubungan dengan pengkajian data (misal: bunyi napas, pola napas, analisa gas darah arteri,sputum,efek dari pengobatan)

Page 30: Sistem Pernafasan

3)      Berikan obat yang diresepkan (misal: natrium bikarbonat) untuk mempertahankan kesiembangan asam-basa

4)      Siapkan pasien untuk ventilasi mekanis

5)      Berikan oksigen sesuai dengan keperluan

6)      Berikan bronkodilator, aerosol, nebulasi

1. Aktivitas Lain

1)      Jelaskan kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan prosedur untuk menurunkan ansietas dan meningkatkan rasa kendali

2)      Beri jaminan kepada pasien selama periode disstres atau cemas

3)      Lakukan higiene mulut secara teratur

4)      Lakukan tindakan untuk menurunkan konsumsi oksigen (misal mengurangi kecemasan, pengendalian demam dan nyeri)

5)      Atur posisi untuk memaksimalkan potensial ventilasi dan mengurangi dispnea

6)      Masukkan jalan napas buatan melalui hidung atau nasofaring

7)      Lakukan fisioterapi dada sesuai kebutuhan

8)      Bersihkan sekret dengan suctioning atau batuk efektif

9)      Rencanakan perawatan pasien yang menggunakan ventilator:

a)      Meyakinkan keadekuatan pemberian oksigen dengan melaporkan ketidaknormalan gas darah arteri, menggunakan ambubeg yang dilekatkan pada sumber oksigen di sisi bed dan melakukan hiperoksigenasi sebelum melakukan pengisapan

b)      Meyakinkan keefektifan pola napas dengan megkaji sinkronisasi dan kemungkinan kebutuhan sedasi

c)      Memertahankan kepatenan jalan napas dengan melakukan pengisapan dan memertahankan selang endotrakea atau pindahkan ke sisi tempat tidur

d)     Memantau komplikasi (pneumotoraks)

e)      Memastikan ketepatan penempatan selang ET

2.3.4        Evaluasi

Page 31: Sistem Pernafasan

Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap ini perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil atau gagal. (Alfaro-LeFevre, 1994).Evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya (Griffith & Christensen, 1986).

Perawat menemukan reaksi klien terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan dan menetapkan apa yang menjadi sasaran dari rencana keperawatan dapat diterima. Perencanaan merupakan dasar yang mendukung suatu evaluasi. Menetapkan kembali informasi baru yang diberikan kepada klien untuk mengganti atau menghapus diagnosa keperawatan, tujuan, atau intervensi keperawatan. Menentukan target dari suatu hasil yang ingin dicapai adalah keputusan bersama antara perawat dan klien (Yura & Walsh, 1988).

Evaluasi berfokus pada individu klien dan kelompok dari klien itu sendiri. Proses evaluasi memerlukan beberapa keterampilan dalam menetapkan rencana asuhan keperawatan, termasuk pengetahuan mengenai standar asuhan keperawatan, respon klien yang normal terhadap tindakan keperawatan, dan pengetahuan konsep teladan dari keperawatan.

Evaluasi disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria hasil, sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil.

Pasien mempertahankan patensi jalan napas yang ditunjukkan dengan:

1. Peningkatan jalan napas2. Frekuaensi dan kedalaman napas sesuai3. Gas-gas darah dalam batasan normal

Pasien mempertahankan pola pernapasan yang efektif, frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal, penurunan dispnea, gas-gas darah batas normal.

 

 

 Posted by riz liz Posted on 4:50 PM with No comments

Asma Bronkhial   1.      Definisi Asma

Asma adalah kondisi jangka panjang yang mempengaruhi saluran napas-saluran kecil yang

mengalirkan udara masuk ke dan keluar dari paru-paru. Asma adalah penyakit inflamasi

(peradangan). Saluran napas penyandang asma biasanya menjadi merah dan meradang. Asma

sangat terkait dengan alergi. Alergi dapat memperparah asma. Namun demikian, tidak semua

Page 32: Sistem Pernafasan

penyandang asma mempunyai alergi, dan tidak semua orang yang mempunyai alergi

menyandang asma (Bull & Price, 2007).

Pada penderita asma, saluran napas menjadi sempit dan hal ini membuat sulit bernapas.

Terjadi beberapa perubahan pada saluran napas penyandang asma, yaitu dinding saluran napas

membengkak; adanya sekumpulan lendir dan sel-sel yang rusak menutupi sebagian saluran

napas; hidung mengalami iritasi dan mungkin menjadi tersumbat; dan otot-otot saluran napas

mengencang tetapi semuanya dapat dipulihkan ke kondisi semula dengan terapi yang tepat.

Selama terjadi serangan asma, perubahan dalam paru-paru secara tiba-tiba menjadi jauh lebih

buruk, ujung saluran napas mengecil, dan aliran udara yang melaluinya sangat jauh berkurang

sehingga bernapas menjadi sangat sulit (Bull & Price, 2007).

2.      Klasifikasi Asma

Berkaitan dengan gangguan saluran pernapasan yang berupa peradangan dan

bronkokonstriksi, beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar, seperti yang dianut

banyak dokter ahli pulmonologi (penyakit paru-paru) dari Inggris, yakni:

a)      Asma Ekstrinsik

Asma ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling umum, dan disebabkan karena reaksi alergi

penderitanya terhadap hal-hal tertentu (alergen), yang tidak membawa pengaruh apa-apa

terhadap mereka yang sehat. Kecenderungan alergi ini adalah “kelemahan keturunan”. Setiap

orang dari lahir memiliki sistem imunitas alami yang melindungi tubuhnya terhadap serangan

dari luar. Sistem ini bekerja dengan memproduksi antibodi.

Pada saat datang serangan, misalnya dari virus yang memasuki tubuh, sistem ini akan

menghimpun antibodi untuk menghadapi dan berusaha menumpas sang penyerang. Dalam

proses mempertahankan diri ini, gejala-gejala permukaan yang mudah tampak adalah naiknya

temperatur tubuh, demam, perubahan warna kulit hingga timbul bercak-bercak, jaringan-jaringan

tertentu memproduksi lendir, dan sebagainya (Hadibroto & Alam, 2006).

b)      Asma Intrinsik

Asma intrinsik tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari alergen. Asma jenis ini

disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi lingkungan seperti cuaca, kelembapan dan suhu

tubuh. Asma intrinsik biasanya berhubungan dengan menurunnya kondisi ketahanan tubuh,

terutama pada mereka yang memiliki riwayat kesehatan paru-paru yang kurang baik, misalnya

karena bronkitis dan radang paru-paru (pneumonia). Penderita diabetes mellitus golongan lansia

Page 33: Sistem Pernafasan

juga mudah terkena asma intrinsik. Penderita asma jenis ini kebanyakan berusia di atas 30 tahun

(Hadibroto & Alam, 2006).

Namun penting dicatat, bahwa dalam prakteknya, asma adalah penyakit yang kompleks,

sehingga tidak selalu dimungkinkan untuk menentukan secara tegas, golongan asma yang

diderita seseorang. Sering indikasi asma ekstrinsik dan intrinsik bersama-sama dideteksi ada

pada satu orang.

Sebagai contoh, dalam kasus asma bronkial (termasuk jenis ekstrinsik) yang kronis, pada saat

menangani terjadinya serangan, dokter akan sering mendiagnosa hadirnya faktor-faktor

kecemasan dan rasa panik. Keduanya adalah emosi yang sifatnya naluriah pada saat seseorang

harus berjuang agar bisa bernapas. Selanjutnya rasa cemas dan panik ini meneruskan lingkaran

setan dan memperparah gejala serangan. Juga akan tercatat, bahwa bahan-bahan iritan

(pengganggu) dari luar seperti asap rokok dan hairspray akan memperparah kondisi penderita.

Kesimpulannya adalah, dari asal asma bronkial (termasuk asma ekstrinsik) akan terlihat juga

hadirnya faktor asma intrinsik.

Demikian pula, seseorang yang punya sejarah bronkitis di masa kanak-kanak sering tumbuh

menjadi orang dewasa yang cenderung menderita asma yang alergik, sebagai akibat kelemahan

bawaan dari masa kanak-kanaknya (Hadibroto & Alam, 2006).

Klasifikasi tingkat penyakit asma dapat dibagi berdasarkan frekuensi kemunculan gejala

(Hadibroto & Alam, 2006).

1.      Intermitten, yaitu sering tanpa gejala atau munculnya kurang dari 1 kali dalam seminggu dan

gejala asma malam kurang dari 2 kali dalam sebulan. Jika seperti itu yang terjadi, berarti faal

(fungsi) paru masih baik.

2.      Persisten ringan, yaitu gejala asma lebih dari 1 kali dalam seminggu dan serangannya sampai

mengganggu aktivitas, termasuk tidur. Gejala asma malam lebih dari 2 kali dalam sebulan.

Semua ini membuat faal paru realatif menurun.

3.      Persisten sedang, yaitu asma terjadi setiap hari dan serangan sudah mengganggu aktivitas, serta

terjadinya 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1-2 kali seminggu. Gejala asma

malam lebih dari 1 kali dalam seminggu. Faal paru menurun.

4.      Persisten berat, gejala asma terjadi terus-menerus dan serangan sering terjadi. Gejala asma

malam terjadi hampir setiap malam. Akibatnya faal paru sangat menurun.

Page 34: Sistem Pernafasan

Klasifikasi tingkat penyakit asma berdasarkan berat ringannya gejala (Hadibroto & Alam,

2006):

1.      Asma akut ringan, dengan gejala: rasa berat di dada, batuk kering ataupun berdahak, gangguan

tidur malam karena batuk atau sesak napas, mengi tidak ada atau mengi ringan, APE (Arus

Puncak Aspirasi) kurang dari 80%.

2.      Serangan asma akut sedang, dengan gejala: sesak dengan mengi agak nyaring, batuk

kering/berdahak, aktivitas terganggu, APE antara 50-80%.

3.      Serangan asma akut berat, dengan gejala: sesak sekali, sukar berbicara dan kalimat terputus-

putus, tidak bisa barbaring, posisi harus setengan duduk agar dapat bernapas, APE kurang dari

50%.

     3.      Etiologi

Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma

(Hadibroto & Alam, 2006):

1.    Pemicu (trigger) yang mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan

(bronkokonstriksi). Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi termasuk stimulus

sehari-hari seperti perubahan cuaca dan suhu udara dimana cuaca lembab dan hawa pegunungan

yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor

pemicu terjadinya serangan asma. Serangan asma kadang-kadang berhubungan dengan musim,

seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari beterbangan). Selain itu polusi

udara dari luar dan dalam ruang serta asap rokok yang terhirup oleh penderita asma dapat juga

memicu terjadinya serangan asma. Ditambah lagi penderita asma yang memiliki riwayat infeksi

saluran pernapasan misalnya sinusitis dapat mengakibatkan eksaserbasi serangan asma. Penderita

asma harus menjaga kestabilitas dari emosi/stresnya, karena gangguan emosi/stres dapat menjadi

pencetus serangan asma, selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada.

Selain itu, jangan berolahraga secara berlebihan. Bagi beberapa orang, jenis olahraga tertentu

dapat menyebabkan udara terperangkap di dalam saluran napas dan membuat sulit bernapas.

Kadang-kadang olahraga dapat menyebabkan serangan asma (Bull & Price, 2007).

2.    Penyebab (inducer) yang mengakibatkan peradangan (inflammation) pada saluran pernapasan.

Umumnya penyebab (inducer) asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan dimana

alergen masuk ke tubuh melalui mulut (dimakan/diminum) terutama makanan dan obat-obatan.

Selain itu, bisa juga dalam bentuk inhalan yaitu alergen yang masuk ke tubuh melalui hidung

Page 35: Sistem Pernafasan

atau mulut. Jenis alergen inhalan yang utama adalah tepung sari (serbuk) bunga, tanaman, pohon,

tungau, serpihan dan kotoran binatang, serta jamur. Bentuk lainnya yaitu kontak langsung

dengan kulit seperti memakai perhiasan, logam dan jam tangan.

Beberapa faktor orang memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk menyandang asma

dibandingkan orang lain (Bull & Price, 2007), di antaranya memiliki riwayat asma atau alergi

lainnya dalam keluarga (keturunan) karena asma dapat diwariskan-diturunkan dari satu anggota

keluarga ke anggota keluarga berikutnya. Beberapa faktor genetik (keturunan) dapat

mempengaruhi perkembangan asma. Jika salah satu orangtua menyandang asma, peluang

berkembangnya asma pada anak-anaknya sekitar dua kali dibandingkan anak-anak yang

orangtuanya tidak menyandang asma. Merokok ketika hamil dimana asap rokok berhubungan

dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok, sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan

dengan efek berbahaya yang dapat diukur seperti meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa

asma pada usia dini. Baik perokok aktif maupun pasif semasa kanak-kanan. Selain itu pilek atau

infeksi virus dan terpapar iritan di tempat kerja juga dapat mengakibatkan peradangan

(inflammation) pada saluran pernapasan yang berakibat pada terjadinya serangan asma (Ayres,

2003).

Aspek-aspek potensi risiko kemunculan penyakit asma (Widjadja, 2009), antara lain aspek

genetik, kemungkinan alergi dan saluran napas yang memang mudah terserang.

 

4.      Patofisiologi

Berkaitan dengan gangguan saluran pernapasan yang berupa peradangan dan

bronkokonstriksi, beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar yakni asma ekstriksi dan

asma intrinsik (Hadibroto & Alam, 2006). Berdasarkan klasifikasi tersebut akan dijabarkan

masing-masing dari patofisiologinya.

a)      Asma Ekstrinsik

Pada asma ekstrinsik alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa bronkus yang

mengakibatkan konstriksi otot polos, hiperemia serta sekresi lendir putih yang tebal. Mekanisme

terjadinya reaksi ini telah diketahui dengan baik, tetapi sangat rumit. Penderita yang telah

disensitisasi terhadap satu bentuk alergen yang spesifik, akan membuat antibodi terhadap alergen

yang dihirup itu. Antibodi ini merupakan imunoglobin jenis IgE. Antibodi ini melekat pada

permukaan sel mast pada mukosa bronkus. Sel mast tersebut tidak lain daripada basofil yang kita

Page 36: Sistem Pernafasan

kenal pada hitung jenis leukosit. Bila satu molekul IgE yang terdapat pada permukaan sel mast

menangkap satu molekul alergen, sel mast tersebut akan memisahkan diri dan melepaskan

sejumlah bahan yang menyebabkan konstriksi bronkus. Salah satu contoh yaitu histamin, contoh

lain ialah prostaglandin. Pada permukaan sel mast juga terdapat reseptor beta-2 adrenergik. Bila

reseptor beta-2 dirangsang dengan obat anti asma Salbutamol (beta-2 mimetik), maka pelepasan

histamin akan terhalang.

Pada mukosa bronkus dan darah tepi terdapat sangat banyak eosinofil. Adanya eosinofil

dalam sputum dapat dengan mudah diperlihatkan. Dulu fungsi eosinofil di dalam sputum tidak

diketahui, tetapi baru-baru ini diketahui bahwa dalam butir-butir granula eosinofil terdapat enzim

yang menghancurkan histamin dan prostaglandin. Jadi eosinofil memberikan perlindungan

terhadap serangan asma. Dengan demikian jelas bahwa kadar IgE akan meninggi dalam darah

tepi (Herdinsibuae dkk, 2005).

b)      Asma Intrinsik

Terjadinya asma intrinsik sangat berbeda dengan asma ekstrinsik. Mungkin mula-mula akibat

kepekaan yang berlebihan (hipersensitivitas) dari serabut-serabut nervus vagus yang akan

merangsang bahan-bahan iritan di dalam bronkus dan menimbulkan batuk dan sekresi lendir

melalui satu refleks. Serabut-serabut vagus, demikian hipersensitifnya sehingga langsung

menimbulkan refleks konstriksi bronkus. Atropin bahan yang menghambat vagus, sering dapat

menolong kasus-kasus seperti ini. Selain itu lendir yang sangat lengket akan disekresikan

sehingga pada kasus-kasus berat dapat menimbulkan sumbatan saluran napas yang hampir total,

sehingga berakibat timbulnya status asmatikus, kegagalan pernapasan dan akhirnya kematian.

Rangsangan yang paling penting untuk refleks ini ialah infeksi saluran pernapasan oleh flu

(common cold), adenovirus dan juga oleh bakteri seperti hemophilus influenzae. Polusi udara

oleh gas iritatif asal industri, asap, serta udara dingin juga berperan, dengan demikian merokok

juga sangat merugikan (Herdinsibuae dkk, 2005).

5.      Sel Inflamasi

Sel-sel inflamasi yang terlibat dalam patofisiologi asma terutama adalah sel mast, limfosit,

dan eosinofil.

a)      Sel mast

Sel ini sudah lama dikaitkan dengan penyakit asma dan alergi, karena ia dapat melepaskan

berbagai mediator inflamasi, baik yang sudah tersimpan atau baru disintesis, yang bertanggung-

Page 37: Sistem Pernafasan

jawab terhadap beberapa tanda asma dan alergi. Berbagai mediator tersebut antara lain adalah

histamine (yang disintesis dan disimpan di dalam granul sel dan dilepas secara cepat ketika sel

mast teraktivasi), prostaglandin PGD2 dan leukotrien LTC4 (yang baru disintesis setelah ada

aktivasi), dan sitokin (yang disintesis dalam waktu yang lebih lambat dan berperan dalam reaksi

fase lambat). Sel mast diaktivasi oleh alergen melalui ikatan suatu alergen dengan IgE yang telah

melekat pada reseptornya (Fcereceptor) di permukaan sel mast. Adanya ikatan cross-linking

antara alergen dengan IgE tersebut memicu serangkaian biokimia didalam Sel yang kemudian

menyebabkan terjadinya degranulasi sel mast. Degranulasi adalah peristiwa pecahnya sel mast

yang menyebabkan pelepasan berbagai mediator inflamasi.

Sel mast terdapat pada lapisan epithelial saluran nafas, dan karenanya dapat berespon

terhadap allergen yang terhirup. Terdapatnya peningkatan jumlah sel mast pada cairan

bronkoalveolar pasien asma mengindasikan bahwa sel ini terlibat dalam patofisiologi asma.

Selain itu, pada pasien asma yang dijumpai penigkatan kadar histamine dan triptase pada cairan

bronkoalveolarnya, yang diduga kuat berasal dari sel mast yang terdegranulasi. Beberapa obat

telah dikembangkan untuk menstabilkan sel mast agar tidak mudah terdegranulasi. Peran sel

mast pada reaksi alergi fase lambat masih belum diketahui secara pasti. Namun,sel mast juga

mengandung faktor kemotatik yang dapat menarik eosinofil dan neutrofil ke saluran nafas.

b)      Limfosit

Peran limfosit dalam asma semakin banyak mendapat dukungan fakta, antara lain dengan

terdapatnya produk-produk limfosit yaitu sitokin pada biopsy bronchial pasien asma. Selain itu,

sel-sel limfosit juga dijumpai pada cairan bronkoalveolar pasien asma pada reaksi fase lambat.

Limfosit sendiri terdiri dari dua tipe yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T masih terbagi

lagi menjadi dua subtipe yaitu Th1 dan Th2 (T helper 1 dan T helper 2). Sel Th2 memproduksi

berbagai sitokin yang berperan dalam reaksi inflamasi sehingga disebut sitokin prainflamasi,

seperti IL-3, IL-4, IL-6, IL-9, dan IL-13. Sitokin-sitokin ini nampaknya berfungsi dalam

pertahanan tubuh terhadap pathogen ekstrasel. IL-4 dan IL-13 misalnya, dia bekerja

mengaktivasi sel limfosit B untuk memproduksi IgE, yang nantinya akan menempel pada sel-sel

inflamasi sehingga terjadi pelepasan berbagai mediator inflamasi.

c)      Eosinofil

Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa eosinofil berkontribusi terhadap patofisiologi

penyakit alergi pada saluran nafas. Dijumpai adanya kaitan yang erat antara keparahan asma

Page 38: Sistem Pernafasan

dengan keberadaan eosinofil di saluran nafas yang terinflamasi, sehiingga inflamasi pada asma

atau alergi sering disebut juga inflamasi eosinofilia. Eosinofil mengandung berbagai protein

granul seperti: major inflamasi eosinifilia (MBP), eosinophil peroxidase(EPO), dan eosinophil

cationic probasic protein (ECP), yang dapat menyebabkan kerusakan epitelium saluran nafas,

menyebabkan hiperresponsivitas bronkus, sekresi mediatorbdari sel mast dan basofil, serta secara

langsung menyebabkan kontraksi otot polos saluran nafas (Bussed an Reed, 1993). Selain itu,

beberapa produk eosinofil seperti LCT4, PAF, dan metabolit oksigen toksik dapat menambah

keparahn asma.

6.      Manifestasi Klinis

a)      Tanda

Sebelum muncul suatu episode serangan asma pada penderita, biasanya akan ditemukan

tanda-tanda awal datangnya asma. Tanda-tanda awal datangnya asma memiliki sifat-sifat sebagai

berikut, yaitu sifatnya unik untuk setiap individu, pada individu yang sama, tanda-tanda

peringatan awal bisa sama, hampir sama, atau sama sekali berbeda pada setiap episode serangan

dan tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah penurunan dari angka prestasi

penggunaan “Preak Flow Meter”.

Beberapa contoh tanda peringatan awal (Hadibroto & Alam, 2006) adalah perubahan dalam

pola pernapasan, bersin-bersin, perubahan suasana hati (moodiness), hidung mampat, batuk,

gatal-gatal pada tenggorokan, merasa capai, lingkaran hitam dibawah mata, susah tidur, turunnya

toleransi tubuh terhadap kegiatan olahraga dan kecenderungan penurunan prestasi dalam

penggunaan Preak Flow Meter.

b)      Gejala

(1)   Gejala Asma Umum

Perubahan saluran napas yang terjadi pada asma menyebabkan dibutuhkannya usaha yang

jauh lebih keras untuk memasukkan dan mengeluarkan udara dari paru-paru. Hal tersebut dapat

memunculkan gejala berupa sesak napas/sulit bernapas, sesak dada, mengi/napas berbunyi

(wheezing) dan batuk (lebih sering terjadi pada anak daripada orang dewasa).

Tidak semua orang akan mengalami gejala-gelaja tersebut. Beberapa orang dapat

mengalaminya dari waktu ke waktu, dan beberapa orang lainya selalu mengalaminya sepanjang

hidupnya. Gelaja asma seringkali memburuk pada malam hari atau setelah mengalami kontak

dengan pemicu asma (Bull & Price, 2007). Selain itu, angka performa penggunaan Preak Flow

Page 39: Sistem Pernafasan

Meter menunjukkan rating yang termasuk “hati-hati” atau “bahaya” (biasanya antara 50%

sampai 80% dari penunjuk performa terbaik individu) (Hadibroto & Alam, 2006).

(2)   Gejala Asma Berat

Gejala asma berat (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut yaitu serangan batuk

yang hebat, napas berat “ngik-ngik”, tersengal-sengal, sesak dada, susah bicara dan

berkonsentrasi, jalan sedikit menyebabkan napas tersengal-sengal, napas menjadi dangkal dan

cepat atau lambat dibanding biasanya, pundak membungkuk, lubang hidung mengembang

dengan setiap tarikan napas, daerah leher dan di antara atau di bawah tulang rusuk melesak ke

dalam, bersama tarikan napas, bayangan abu-abu atau membiru pada kulit, bermula dari daerah

sekitar mulut (sianosis), serta angka performa penggunaan Preak Flow Meter dalam wilayah

berbahaya (biasanya di bawah 50% dari performa terbaik individu).

7.      Komplikasi Asma

Penyakit asma yang tidak ditangani dengan baik lambat-laun akan berakibat pada terjadinya

komplikasi (Mansjoer, 2008) dimana dapat menyebabkan beberapa penyakit sebagai berikut

yaitu, terjadinya pneumotorak, pneumomediastinum, emfisema subkutis, aspergilosis,

atelektasis, gagal napas, bronkitis, fraktur iga, dan bronkopulmonar alergik.

8.      Pemeriksaan Diagnostik

a)      Pemeriksaan Laboratorium

(1)   Pemeriksaan Sputum

Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena hanya

reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah

sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk melibat adanya

bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik

(Muttaqin, 2008).

(2)   Pemeriksaan Darah (Analisa Gas Darah/AGD/astrub)

                                      (a) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi

hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.

                                      (b) Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

                                      (c) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana

menandakan terdapatnya suatu infeksi.

(3)   Sel Eosinofil

Page 40: Sistem Pernafasan

Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm3 baik asma

intrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm3.

Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan

telah tepat (Muttaqin, 2008).

b)      Pemeriksaan Penunjang

(1)   Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan

gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga

intercostalis, serta diafragma yang menurun.

(2)   Pemeriksaan Tes Kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan

reaksi yang positif pada asma.

(3)   Scanning Paru

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama

serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

(4)   Spirometer

Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga untuk menilai

beratnya obstruksi dan efek pengobatan.

(5)   Peak Flow Meter/PFM

Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat tersebut digunakan untuk

mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat normal,

dalam menegakkan diagnosis asma diperlukan pemeriksaan obyektif (spirometer/FEV1 atau

PFM). Spirometer lebih diutamakan dibanding PFM karena PFM tidak begitu sensitif dibanding

FEV. Untuk diagnosis obstruksi saluran napas, PFM mengukur terutama saluran napas besar,

PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat diagnostik, APE dapat digunakan dalam

diagnosis untuk penderita yang tidak dapat melakukan pemeriksaan FEV1.

(6)   X-ray Dada/Thorax

Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma.

(7)   Pemeriksaan IgE

Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik pada kulit.

Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji alergen yang positif

Page 41: Sistem Pernafasan

tidak selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan dengan cara

radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan (pada

dermographism).

(8)   Petanda Inflamasi

Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak berdasarkan atas

penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis dan spirometri bukan merupakan

petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran napas dapat dilakukan

melalui biopsi paru, pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang

dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan antara

jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat berat

asma. Biopsi endobronkial dan transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi

jarang atau sulit dilakukan di luar riset.

9.      Web of Caution (WOC) secara Teorits

10.  Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

a)    Penatalaksanaan Medis

(1)   Terapi Obat

Penatalaksanaan medis pada penderita asma bisa dilakukan dengan pengguaan obat-obatan

asma dengan tujuan penyakit asma dapat dikontrol dan dikendalikan. Karena belum terlalu lama

ini, yakni baru sejak pertengahan tahun 1990-an mulai mengental keyakinan di kalangan

kedokteran bahwa asma yang tidak terkendali dalam jangka panjang bisa menyebabkan

kerusakan pada saluran pernapasan dan paru-paru.

Cara menangani asma yang reaktif, yakni hanya pada saat datangnya serangan sudah

ketinggalan zaman. Hasil penelitian medis menunjukkan bahwa para penderita asma yang

terutama menggantungkan diri pada obat-obatan pelega (reliever/bronkodilator) secara umum

memiliki kondisi yang buruk dibandingkan penderita asma umumnya. Selanjutnya prosentase

keharusan kunjungan ke unit gawat daruat (UGD), keharusan mengalami rawat inap, dan risiko

kematiannya karena asma juga lebih tinggi.

Hal ini membuktikan bahwa pasa asma ekstrinsik, penyebab asma yang mereka derita adalah

karena peradangan (inflamasi), dan bukan karena bronkokonstriksi. Dengan demikian, dokter

masa kini menggunakan obat peradangan sebagai senjata utama, sedang obat-obatan pelega

Page 42: Sistem Pernafasan

sebagai pendukung. Keyakinan ini sangat disokong oleh penemuan obat-obatan pencegah

peradangan saluran pernapasan, yang aman untuk digunakan dalam jangka panjang.

Menurut AAAI (Amerika Academy of Allergy, Asthma & Immunology) penggolongan obat

asma (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut:

a)        Obat-obat anti peradangan (preventer)

(1)   Usaha pengendalian asma dalam jangka panjang

(2)   Golongan obat ini mencegah dan mengurangi peradangan, pembengkakan saluran napas, dan

produksi lendir

(3)   Cara kerjanya adalah dengan mengurangi sensitivitas saluran pernapasan terhadap pemicu asma

yang berupa alergen.

(4)   Penggunaannya harus teratur dalam jangka panjang

(5)   Daya kerja lambat/gradual, biasanya mengambil waktu sekitar dua minggu baru terlihat

efektivitasnya ayang terukur.

Contoh obat anti peradangan adalah beclometasone [Becotide®], budesonide [Pulmicort®],

fluticasone [Flixotide®], mometasone [Asmanex®], dan montelukast [Singulair®] secara

bertahap mengurangi peradangan saluran napas dan (jika digunakan secara teratur) akan

mengontrol penyakit asma. Obat pencegah biasanya tersedia dalam bentuk inhaler berwarna

cokelat, putih, merah, atau oranye, meskipun beberapa (misalnya montelukast) tersedia dalam

tablet.

b)      Obat-obat pelega gejala berjangka panjang

Obat-obat pelega gejala berjangka panjang dalam nama generik yang ada di pasaran adalah

salmeterol hidroksi naftoat (salmeterol xinafoate) dan teofilin (theophylline).

(1)   Salmeterol

Obat ini adalah bronkodilator yang bekerja perlahan dimana obat ini bekerja dengan

mengendurkan oto-otot yang mengelilingi saluran pernapasan. Obat ini paling efektif bila

dikombinasikan dengan suatu obat kortikosteroid hirup, dan tidak dapat berfungsi sebagai pelega

seketika dalam hal terjadi serangan asma.

Obat ini umumnya bekerja setelah setengah jam dan daya kerjanya bertahan hingga 12 jam.

Obat ini disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukut dan obat hirup bubuk kering. Obat ini

tidak dapat digunakan untuk anak-anak di bawah 12 tahun.

(2)   Teofilin

Page 43: Sistem Pernafasan

Obat ini termasuk satu golongan dengan kafein (zat aktif yang terdapat dalam secangkir

kopi) dan termasuk bronkodilator yang lama daya kerjanya. Efek samping obat ini sama seperti

kafein sehingga tidak dianturkan untuk pasien hiperaktif.

(3)     Albuterol Sulfat atau Salbutamol.

Bronkolidarot yang paling populer dan disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukur, obat

hirup bubuk kering, larutan untuk alat nebulizer, sirup, tablet biasa, tablet lepas-tunda (extended-

reliase). Bentuk hirup bekerja lebih karena langsung menuju saluran pernapasan yang

bermasalah, ketimbang harus lewat lambung dulu. Efek samping obat ini dapat menyebabkan

stimulasi, jantung berdebar, dan pusing.

Merek yang paling populer adalah Ventolin dan Proventil yang disajikan sebagai obat hirup

dosis terukur. Proventil HFA sebagai obat hirup bubuk kering. Ventolin terdaftar di Indonesia

dalam bentuk sediaan tablet, sirup, nebulizer, dan spray. Merek lain adalah Ascolen.

c)      Obat-obat pelega gejala asma (reliever/bronkodilator)

Misalnya salbutamol [Ventolin®], terbutaline [Bricanyl®], formoterol [Foradil®, Oxis®],

dan salmeterol [Serevent®] secara cepat mengembalikan saluran napas yang menyempit yang

terjadi selama serangan asma ke kondisi semula. Obat pereda/pelega biasanya tersedia dalam

bentuk inhaler berwarna biru atau abu-abu.

d)     Obat-obatan kortikosteroid oral

Kortikosteroid oral adalah obat yang ampuh untuk mengatasi pembengkakan dan peradangan

yang mencetuskan serangan asma. Obat ini membutuhkan enam hingga delapan jam untuk

bekerja, sehingga makin cepat digunakan makin cepat pula daya kerja yang dirasakan.

Malam hari termasuk waktu dimana serangan asma paling sering terjadi, karena fungsi paru-

paru berada pada titik yang paling rendah di tengan malam. Dari hasil penelitian terbukti bahwa

dosis kortikosteroid oral yang diberikan di siang hari bisa membantu mereka yang mengalami

serangan asma untuk tidur pada malam harinya.

Di sisi lain, efek samping penggunaan kortikosteroid oral juga cukup nyata, seperti

perubahan suasana hati (mood changes), meningkatnya selera makan, perubahan berat badan,

dan gejala demam yang ditekan. Akan tetapi, efek samping dari penggunaan kortikosteroid ini

tidak perlu dikhawatirkan jika penggunaannya hanya dalam jangka pendek dan kadangkala saja.

(1)   Prednison (Prednisone)

Page 44: Sistem Pernafasan

Prednison adalah preparat kortikosteroid oral yang paling umum digunakan. Obat ini

disajikan dalam bentuk pil maupun sirup.

(2)   Prednisolon (Prednisolone)

Prednisolon adalah kortikosteroid oral yang sangat mirip prednisone, dengan kelebihan

rasanya yang lebih bisa diterima anak-anak. Dengan merek Prelone disajikan sebagai sirup 15

mg per 5 ml. Prediaped disajikan sebagai sirup 5 mg per 5 ml.

(3)   Metilprednisolon (Methylprednisolone)

Sangat mirip dengan prednisolon, tetapi harganya lebih mahal. Biasanya digunakan di rumah

sakit dengan cara intravenuous.

(4)   Deksametason (Dexamethasone)

Dengan merek Decadron, satu dosis tunggalnya berdaya kerja dua hingga tiga kali lebih lama

dibandingkan preparat kortikosteroid yang lain. Cocok untuk pasien anak-anak yang sulit minum

obat.

(2)   Alat-alat hirup

Alat hirup dosis terukur atau Metered Dose Inhaler (MDI) disebut juga inhaler atau puffer

adalah alat yang paling banyak digunakan untuk menghantar obat-obatan ke saluran pernapasan

atau paru-paru pemakainnya. Alat ini menyandang sebutan dosis terukur (metered-dose) karena

memang menghantar suatu jumlah obat yang konsisten/terukur dengan setiap semprotan.

Sebagai hasil teknologi mutakhir, alat hirup dosis terukur kini bisa digunakan oleh segala

tingkatan usia, mulai dari balita hingga lansia. Alat hirup dosis terukur memuat obat-obatan dan

cairan tekan (pressurized liquid), biasanya chlorofluorocerbous/CFC, yang mengembang

menjadi gas ketika melewati moncongnya. Cairan yang sebutan populernya adalah propelan

tersebut memecah obat-obatan yang dikandung menjadi butiran-butiran atau kabut halus, dan

mendorongnya keluar dari moncong masuk ke saluran pernapasan atau paru-paru pemakainya.

b)      Penatalaksanaan Keperawatan

Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan pada penderita asma adalah sebagai

berikut, yaitu memberikan penyuluhan (pendidikan kesehatan), pemberian cairan, fisiotherapy,

dan beri O2 bila perlu.

11.  Kemungkinan Diagnosa Keperawatan

a)      Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen

(bronkospasme), penumpukan sekret, sekret kental.

Page 45: Sistem Pernafasan

b)      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (bronkospasme).

c)      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (bronkuspasme).

d)     Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat imunitas.

NoDiagnosa

Keperawatan

Tujuan/

Kriteria HasilIntervensi Rasional

1 Tidak

efektifnya

bersihan

jalan nafas

berhubungan

dengan

gangguan

suplai

oksigen

(bronkospas

me),

penumpukan

sekret, sekret

kental

Pencapaian

bersihan jalan

napas dengan

kriteria hasil

sebagai berikut:

1.     

Mempertahanka

n jalan napas

paten dengan

bunyi napas

bersih atau

jelas.

2.      Menunjukan

perilaku untuk

memperbaiki

bersihan jalan

nafas misalnya

batuk efektif

dan

mengeluarkan

sekret.

Mandiri

1.      Auskultasi bunyi

nafas, catat

adanya bunyi

nafas, ex: mengi

2.      Kaji/pantau

frekuensi

pernafasan, catat

rasio

inspirasi/ekspirasi

.

3.      Catat adanya

derajat dispnea,

ansietas, distress

pernafasan,

penggunaan obat

bantu.

4.      Tempatkan posisi

yang nyaman

pada pasien,

contoh:

meninggikan

kepala tempat

tidur, duduk pada

sandara tempat

tidur.

1.      Beberapa derajat

spasme bronkus

terjadi dengan

obstruksi jalan nafas

dan dapat/tidak

dimanifestasikan

adanya nafas

advertisius.

2.      Tachipnea biasanya

ada pada beberapa

derajat dan dapat

ditemukan pada

penerimaan atau

selama

stress/adanya proses

infeksi akut.

3.      Disfungsi

pernafasan adalah

variable yang

tergantung pada

tahap proses akut

yang menimbulkan

perawatan di rumah

sakit.

4.      Peninggian kepala

tempat tidur

Page 46: Sistem Pernafasan

5.      Pertahankan

polusi lingkungan

minimum,

contoh: debu,

asap dll.

6.      Tingkatkan

masukan cairan

sampai dengan

3000 ml/ hari

sesuai toleransi

jantung

memberikan air

hangat.

Kolaborasi

7.      Berikan obat

sesuai indikasi

bronkodilator.

memudahkan fungsi

pernafasan dengan

menggunakan

gravitasi.

5.      Pencetus tipe alergi

pernafasan dapat

mentriger episode

akut.

6.      Hidrasi membantu

menurunkan

kekentalan sekret,

penggunaan cairan

hangat dapat

menurunkan

kekentalan sekret,

penggunaan cairan

hangat dapat

menurunkan spasme

bronkus.

7.      Merelaksasikan otot

halus dan

menurunkan spasme

jalan nafas, mengi,

dan produksi

mukosa.

2 Pola nafas

tidak efektif

berhubungan

dengan

gangguan

suplai

Perbaikan pola

nafas dengan

kriteria hasil

sebagai berikut:

1.     

Mempertahanka

Mandiri

1.      Ajarkan pasien

pernapasan

dalam.

2.      Tinggikan kepala

dan bantu

1.      Membantu pasien

memperpanjang

waktu ekspirasi

sehingga pasien

akan bernapas lebih

efektif dan efisien.

Page 47: Sistem Pernafasan

oksigen

(bronkospas

me)

n ventilasi

adekuat dengan

menunjukan

RR:16-20

x/menit dan

irama napas

teratur.

2.      Tidak

mengalami

sianosis atau

tanda hipoksia

lain.

3.      Pasien dapat

melakukan

pernafasan

dalam.

mengubah posisi.

Berikan posisi

semi fowler.

Kolaborasi

3.      Berikan oksigen

tambahan.

2.      Duduk tinggi

memungkinkan

ekspansi paru dan

memudahkan

pernapasan.

3.      Memaksimalkan

bernapas dan

menurunkan kerja

napas.

3 Gangguan

pertukaran

gas

berhubungan

dengan

gangguan

suplai

oksigen

(bronkuspas

me)

Perbaikan

pertukaran gas

dengan kriteria

hasil sebagai

berikut:

1.      Perbaikan

ventilasi.

2.      Perbaikan

oksigen

jaringan

adekuat.

Mandiri

1.      Kaji/awasi secara

rutin kulit dan

membrane

mukosa.

2.      Palpasi fremitus.

3.      Awasi tanda-

tanda vital dan

irama jantung.

Kolaborasi

4.      Berikan oksigen

tambahan sesuai

dengan indikasi

hasil AGDA dan

toleransi pasien.

1.      Sianosis mungkin

perifer atau sentral

keabu-abuan dan

sianosis sentral

mengindikasikan

beratnya

hipoksemia.

2.      Penurunan getaran

vibrasi diduga

adanya pengumplan

cairan/udara.

3.      Tachicardi,

disritmia, dan

perubahan tekanan

darah dapat

Page 48: Sistem Pernafasan

menunjukan efek

hipoksemia sistemik

pada fungsi jantung.

4.      Dapat memperbaiki

atau mencegah

memburuknya

hipoksia.

4 Risiko tinggi

terhadap

infeksi

berhubungan

dengan tidak

adekuat

imunitas

Tidak terjadinya

infeksi dengan

kriteria hasil

sebagai berikut:

1.     

Mengidentifikas

ikan intervensi

untuk mencegah

atau

menurunkan

resiko infeksi.

2.      Perubahan pola

hidup untuk

meningkatkan

lingkungan

yang nyaman.

Mandiri

1.      Awasi suhu.

2.      Diskusikan

adekuat

kebutuhan nutrisi.

Kolaborasi

3.      Dapatkan

specimen sputum

dengan batuk atau

pengisapan untuk

pewarnaan gram,

kultur/sensitifitas.

1.      Demam dapat

terjadi karena

infeksi dan atau

dehidrasi.

2.      Malnutrisi dapat

mempengaruhi

kesehatan umum

dan menurunkan

tahanan terhadap

infeksi.

3.      Untuk

mengidentifikasi

organisme penyabab

dan kerentanan

terhadap berbagai

anti microbial.

BAB III

KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN Nn. G

DENGAN DIAGNOSA ASMA BRONKHIAL

DI RUMAH SAKIT UMUM ARIFIN AHMAD

A.    Uraian Kasus

Nn. G 23 tahun suku minang datang dengan keluhan napasnya sesak sewaktu bangun pagi dan

semakin meningkat ketika beraktivitas, klien juga batuk berdahak. Dari hasil pengkajian klien

Page 49: Sistem Pernafasan

mengeluh sesak, batuk berdahak dengan dahak berwarna putih, dan klien merasa sesaknya

berkurang setelah dilakukan pengasapan (nebulizer). Klien juga mengatakan mempunyai riwayat

asma sejak kelas 6 SD dan klien mengatakan bahwa ada salah satu anggota keluarganya yang

memiliki riwayat asma, yaitu ibunya. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil: rongga dada

simetris, retraksi dinding dada (+), taktil fremitus simetris antara kiri dan kanan, suara napas

klien terdengar wheezing, resonan pada perkusi dinding dada, dan sputum berwarna putih kental.

Dari hasil observasi didapatkan hasil: tingkat kesadaran: kompos mentis, dan hasil TTV: TD =

130/70 mmHg, RR = 36x/menit, HR = 76x/menit, suhu = 37o C. Dari hasil pemeriksaan

laboratorium didapatkan hasil: Hb = 15,5 gr%, leukosit = 17.000/mm3, trombosit 260.000/mm3,

Ht = 47vol%. Klien saat ini mendapatkan terapi: IVFD RL 20 tts/i, Pulmicort, Ventolin,

Bisolvon dan O2 dengan nasal kanul 2 L. Pada pemeriksaan penunjang X-ray dada/thorax,

didapatkan hasil paru dalam batas normal.

B.     Pengkajian

1.      Anamnesa

         Identitas Klien

Nama : Nn. G

Umur : 23 tahun

         Alasan Masuk (Keluhan Utama)

Klien masuk rumah sakit dengan keluhan napasnya sesak sewaktu bangun pagi dan semakin

meningkat ketika beraktivitas, serta batuk berdahak.

         Riwayat Penyakit Dahulu

Klien mengatakan mempunyai riwayat asma sejak kelas 6 SD

         Riwayat penyakit Sekarang

Klien mengeluh sesak, batuk berdahak dengan dahak berwarna putih.

         Riwayat Penyakit Keluarga

Klien mengatakan bahwa ada salah satu anggota keluarganya yang memiliki riwayat asma, yaitu

ibunya.

2.      Pemeriksaan Fisik

a)      Tingkat Kesadaran: Compos mentis

b)      TTV:

(1)   BP : 130/70 mmHg

Page 50: Sistem Pernafasan

(2)   RR: 36 x/menit

(3)   HR: 76 x/menit

(4)   T : 37oC

c)      Hasil pengkajian:

      Inspeksi

Rongga dada simetris, retraksi dinding dada (+), dan sputum berwarna putih kental.

      Palpasi

Taktil fremitus simetris antara kiri dan kanan.

      Perkusi

Resonan dikedua lapang paru.

      Auskultasi

Suara napas klien terdengar wheezing.

3.      Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium

         Pada pemeriksaan penunjang

X-ray dada/thorax, didapatkan hasil paru dalam batas normal.

         Pemeriksaan laboratorium

-    Hb = 15,5 gr%

-    Leukosit = 17.000/mm3

-    Trombosit 260.000/mm3

-    Ht = 47vol%.

4.      Terapi Pengobatan Saat Ini

IVFD RL 20 tts/i, Pulmicort, Ventolin, Bisolvon dan O2 dengan nasal kanul 2 L.

C.    Analisa Data

No Data EtiologiMasalah

Keperawatan

1 DS:

1.      Klien

mengatakan

batuk berdahak

dengan dahak

berwarna putih.

Pencetus serangan

(alergen)

Reaksi antigen & antibodi

Dikeluarkannya substansi

Tidak

efektifnya

bersihan jalan

nafas

Page 51: Sistem Pernafasan

2.      Klien merasa

sesak.

DO:

1.      Tanda-tanda

vital:

BP=130/70

mmHg

RR=36 x/menit

HR=76x/menit

T=37oC

2.      Klien tampak

sesak nafas

disertai batuk

berdahak,

berwarna putih

agak kental.

3.      Suara napas

klien terdengar

wheezing.

4.      Terapi yang

diberikan:

oksigen 2L,

IVFD RL 20 tts/i,

Pulmicort,

Ventolin,

Bisolvon.

vasoaktif (histamin,

bradikinin, & anafilaksin)

↑ permeabilitas kapiler

Kontraksi otot polos

Edema mukosa

Hipersekresi

Obstruksi jalan nafas

Tidak efektifnya bersihan

jalan nafas

2 DS:

1.      Klien merasa

sesak

DO:

1.      Tanda-tanda

Pencetus serangan

(alergen)

Reaksi antigen & antibodi

Pola nafas tidak

efektif

Page 52: Sistem Pernafasan

vital:

BP=130/70

mmHg

RR=36 x/menit

HR=76x/menit

T=37oC

2.      Klien tampak

sesak nafas

disertai batuk

berdahak,

berwarna putih

agak kental.

3.      Suara napas

klien terdengar

wheezing.

4.      Terapi yang

diberikan:

oksigen 2L,

IVFD RL 20 tts/i,

Pulmicort,

Ventolin,

Bisolvon.

Dikeluarkannya substansi

vasoaktif (histamin,

bradikinin, & anafilaksin)

Kontraksi otot polos

Bronkospasme

Suplai O2 menurun

Merangsang kemoreseptor

sentral (spons dan medulla

oblongata)

Hiperventilasi

Sesak

Pola nafas tidak efektif

D.    Web of Caution (WOC)

E.     Asuhan Keperawatan

Page 53: Sistem Pernafasan

NoDiagnosa

Keperawatan

Tujuan/

Kriteria HasilIntervensi Rasional

1. Tidak

efektifnya

bersihan jalan

nafas

berhubungan

dengan

gangguan

suplai oksigen

(bronkospasm

e),

penumpukan

sekret, sekret

kental.

Pencapaian

bersihan jalan

napas dengan

kriteria hasil

sebagai berikut:

1.     

Mempertahanka

n jalan napas

paten dengan

bunyi napas

bersih atau

jelas.

2.      Menunjukan

perilaku untuk

memperbaiki

bersihan jalan

nafas misalnya

batuk efektif

dan

mengeluarkan

sekret.

Mandiri

1.      Auskultasi

bunyi nafas,

catat adanya

bunyi nafas,

ex: mengi

2.      Kaji/pantau

frekuensi

pernafasan,

catat rasio

inspirasi/ekspi

rasi.

3.      Catat adanya

derajat

dispnea,

ansietas,

distress

pernafasan,

penggunaan

obat bantu.

4.      Tempatkan

posisi yang

nyaman pada

pasien,

contoh:

meninggikan

kepala tempat

tidur, duduk

pada sandara

1.      Beberapa

derajat spasme

bronkus terjadi

dengan

obstruksi jalan

nafas dan

dapat/tidak

dimanifestasika

n adanya nafas

advertisius.

2.      Tachipnea

biasanya ada

pada beberapa

derajat dan

dapat

ditemukan pada

penerimaan atau

selama

stress/adanya

proses infeksi

akut.

3.      Disfungsi

pernafasan

adalah variable

yang tergantung

pada tahap

proses akut

yang

menimbulkan

Page 54: Sistem Pernafasan

tempat tidur.

5.      Pertahankan

polusi

lingkungan

minimum,

contoh: debu,

asap dll.

6.      Tingkatkan

masukan

cairan sampai

dengan 3000

ml/ hari sesuai

toleransi

jantung

memberikan

air hangat.

Kolaborasi

7.      Berikan obat

sesuai

indikasi

bronkodilator.

perawatan di

rumah sakit.

4.      Peninggian

kepala tempat

tidur

memudahkan

fungsi

pernafasan

dengan

menggunakan

gravitasi.

5.      Pencetus tipe

alergi

pernafasan

dapat mentriger

episode akut.

6.      Hidrasi

membantu

menurunkan

kekentalan

sekret,

penggunaan

cairan hangat

dapat

menurunkan

kekentalan

sekret,

penggunaan

cairan hangat

dapat

menurunkan

Page 55: Sistem Pernafasan

spasme

bronkus.

7.      Merelaksasikan

otot halus dan

menurunkan

spasme jalan

nafas, mengi,

dan produksi

mukosa.

2 Pola nafas

tidak efektif

berhubungan

dengan suplai

oksigen

berkurang

(bronkospasm

e)

Perbaikan pola

nafas dengan

kriteria hasil

sebagai berikut:

1.     

Mempertahanka

n ventilasi

adekuat dengan

menunjukan

RR=16-20

x/menit dan

irama napas

teratur.

2.      Tidak

mengalami

sianosis atau

tanda hipoksia

lain.

3.      Pasien dapat

melakukan

pernafasan

dalam.

Mandiri

1.      Tinggikan

kepala dan

bantu

mengubah

posisi.

Berikan posisi

semi fowler.

2.      Ajarkan

pasien

pernapasan

dalam.

Kolaborasi

3.      Berikan

oksigen

tambahan.

1.      Duduk tinggi

memungkinkan

ekspansi paru

dan

memudahkan

pernapasan.

2.      Membantu

pasien

memperpanjang

waktu ekspirasi

sehingga pasien

akan bernapas

lebih efektif dan

efisien.

3.     

Memaksimalka

n bernapas dan

menurunkan

kerja napas

Page 56: Sistem Pernafasan

F.     Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi

1.      Penatalaksanan Farmakologi

Belum terlalu lama, yakni baru sejak pertengahan tahun 1990-an mulai mengental keyakinan

di kalangan kedokteran bahwa asma yang tidak terkendali dalam jangka panjang bisa

menyebabkan kerusakan pada saluran pernapasan dan paru-paru. Cara menangani asma yang

reaktif, yakni hanya pada saat datangnya serangan sudah ketinggalan zaman. Hasil penelitian

medis menunjukkan bahwa para penderita asma yang terutama menggantungkan diri pada obat-

obatan pelega (reliever/bronkodilator) secara umum memiliki kondisi yang buruk dibandingkan

penderita asma umumnya. Selanjutnya prosentase keharusan kunjungan ke unit gawat daruat

(UGD), keharusan mengalami rawat inap, dan risiko kematiannya karena asma juga lebih tinggi.

Hal ini membuktikan bahwa pasa asma ekstrinsik, penyebab asma yang mereka derita adalah

karena peradangan (inflamasi), dan bukan karena bronkokonstriksi. Dengan demikian, dokter

masa kini menggunakan obat peradangan sebagai senjata utama, sedang obat-obatan pelega

sebagai pendukung. Keyakinan ini sangat disokong oleh penemuan obat-obatan pencegah

peradangan saluran pernapasan, yang aman untuk digunakan dalam jangka panjang.

Menurut AAAI (Amerika Academy of Allergy, Asthma & Immunology) penggolongan obat

asma (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut:

a)      Obat-obat anti peradangan (preventer)

(1)   Usaha pengendalian asma dalam jangka panjang

(2)   Golongan obat ini mencegah dan mengurangi peradangan, pembengkakan saluran napas, dan

produksi lendir

(3)   Cara kerjanya adalah dengan mengurangi sensitivitas saluran pernapasan terhadap pemicu asma

yang berupa alergen.

(4)   Penggunaannya harus teratur dalam jangka panjang

(5)   Daya kerja lambat/gradual, biasanya mengambil waktu sekitar dua minggu baru terlihat

efektivitasnya ayang terukur.

Contoh obat anti peradangan adalah beclometasone [Becotide®], budesonide [Pulmicort®],

fluticasone [Flixotide®], mometasone [Asmanex®], dan montelukast [Singulair®] secara

bertahap mengurangi peradangan saluran napas dan (jika digunakan secara teratur) akan

mengontrol penyakit asma. Obat pencegah biasanya tersedia dalam bentuk inhaler berwarna

Page 57: Sistem Pernafasan

cokelat, putih, merah, atau oranye, meskipun beberapa (misalnya montelukast) tersedia dalam

tablet.

b)      Obat-obat pelega gejala berjangka panjang

Obat-obat pelega gejala berjangka panjang dalam nama generik yang ada di pasaran adalah

salmeterol hidroksi naftoat (salmeterol xinafoate) dan teofilin (theophylline).

(1)   Salmeterol

Obat ini adalah bronkodilator yang bekerja perlahan dimana obat ini bekerja dengan

mengendurkan oto-otot yang mengelilingi saluran pernapasan. Obat ini paling efektif bila

dikombinasikan dengan suatu obat kortikosteroid hirup, dan tidak dapat berfungsi sebagai pelega

seketika dalam hal terjadi serangan asma.

Obat ini umumnya bekerja setelah setengah jam dan daya kerjanya bertahan hingga 12 jam.

Obat ini disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukut dan obat hirup bubuk kering. Obat ini

tidak dapat digunakan untuk anak-anak di bawah 12 tahun.

(2)   Teofilin

Obat ini termasuk satu golongan dengan kafein (zat aktif yang terdapat dalam secangkir

kopi) dan termasuk bronkodilator yang lama daya kerjanya. Efek samping obat ini sama seperti

kafein sehingga tidak dianturkan untuk pasien hiperaktif.

(3)   Albuterol Sulfat atau Salbutamol.

Bronkolidarot yang paling populer dan disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukur, obat

hirup bubuk kering, larutan untuk alat nebulizer, sirup, tablet biasa, tablet lepas-tunda (extended-

reliase). Bentuk hirup bekerja lebih karena langsung menuju saluran pernapasan yang

bermasalah, ketimbang harus lewat lambung dulu. Efek samping obat ini dapat menyebabkan

stimulasi, jantung berdebar, dan pusing.

Merek yang paling populer adalah Ventolin dan Proventil yang disajikan sebagai obat hirup

dosis terukur. Proventil HFA sebagai obat hirup bubuk kering. Ventolin terdaftar di Indonesia

dalam bentuk sediaan tablet, sirup, nebulizer, dan spray. Merek lain adalah Ascolen.

c)      Obat-obat pelega gejala asma (reliever/bronkodilator)

Misalnya salbutamol [Ventolin®], terbutaline [Bricanyl®], formoterol [Foradil®, Oxis®],

dan salmeterol [Serevent®] secara cepat mengembalikan saluran napas yang menyempit yang

terjadi selama serangan asma ke kondisi semula. Obat pereda/pelega biasanya tersedia dalam

bentuk inhaler berwarna biru atau abu-abu.

Page 58: Sistem Pernafasan

         d)    Obat-obatan kortikosteroid oral

Kortikosteroid oral adalah obat yang ampuh untuk mengatasi pembengkakan dan peradangan

yang mencetuskan serangan asma. Obat ini membutuhkan enam hingga delapan jam untuk

bekerja, sehingga makin cepat digunakan makin cepat pula daya kerja yang dirasakan.

Malam hari termasuk waktu dimana serangan asma paling sering terjadi, karena fungsi paru-

paru berada pada titik yang paling rendah di tengan malam. Dari hasil penelitian terbukti bahwa

dosis kortikosteroid oral yang diberikan di siang hari bisa membantu mereka yang mengalami

serangan asma untuk tidur pada malam harinya.

Di sisi lain, efek samping penggunaan kortikosteroid oral juga cukup nyata, seperti

perubahan suasana hati (mood changes), meningkatnya selera makan, perubahan berat badan,

dan gejala demam yang ditekan. Akan tetapi, efek samping dari penggunaan kortikosteroid ini

tidak perlu dikhawatirkan jika penggunaannya hanya dalam jangka pendek dan kadangkala saja.

(1)   Prednison (Prednisone)

Prednison adalah preparat kortikosteroid oral yang paling umum digunakan. Obat ini

disajikan dalam bentuk pil maupun sirup.

(2)   Prednisolon (Prednisolone)

Prednisolon adalah kortikosteroid oral yang sangat mirip prednisone, dengan kelebihan

rasanya yang lebih bisa diterima anak-anak. Dengan merek Prelone disajikan sebagai sirup 15

mg per 5 ml. Prediaped disajikan sebagai sirup 5 mg per 5 ml.

(3)   Metilprednisolon (Methylprednisolone)

Sangat mirip dengan prednisolon, tetapi harganya lebih mahal. Biasanya digunakan di rumah

sakit dengan cara intravenuous.

(4)   Deksametason (Dexamethasone)

Dengan merek Decadron, satu dosis tunggalnya berdaya kerja dua hingga tiga kali lebih lama

dibandingkan preparat kortikosteroid yang lain. Cocok untuk pasien anak-anak yang sulit minum

obat.

e)      Alat-alat hirup

Alat hirup dosis terukur atau Metered Dose Inhaler (MDI) disebut juga inhaler atau puffer

adalah alat yang paling banyak digunakan untuk menghantar obat-obatan ke saluran pernapasan

atau paru-paru pemakainnya. Alat ini menyandang sebutan dosis terukur (metered-dose) karena

memang menghantar suatu jumlah obat yang konsisten/terukur dengan setiap semprotan.

Page 59: Sistem Pernafasan

Sebagai hasil teknologi mutakhir, alat hirup dosis terukur kini bisa digunakan oleh segala

tingkatan usia, mulai dari balita hingga lansia. Alat hirup dosis terukur memuat obat-obatan dan

cairan tekan (pressurized liquid), biasanya chlorofluorocerbous/CFC, yang mengembang

menjadi gas ketika melewati moncongnya. Cairan yang sebutan populernya adalah propelan

tersebut memecah obat-obatan yang dikandung menjadi butiran-butiran atau kabut halus, dan

mendorongnya keluar dari moncong masuk ke saluran pernapasan atau paru-paru pemakainya.

f)       Peak Flow Meter

Alat ini memegang peranan yang sangat penting dalam usaha dan program pengendalian

asma, terutama untuk mendeteksi gejala akan datangnya serangan asma. Berpegang pada prinsip

bahwa untuk menatalaksana segala sesuatu dengan baik harus ada tolok ukurnya, maka orangtua

anak penderita asma, maupun anak-anak dan orang dewasa penderita asma sendiri harus

menguasai cara mengukur fungsi paru-paru mereka. Tindakan selanjutnya kemudian adalah

mengambil langkah yang sesuai dengan hasil pengukuran tersebut.

Peak Flow Meter adalah alat sederhana yang bisa digunakan di rumah, termasuk oleh anak-

anak berumur lima tahun ke atas. Alat ini mengukur kekuatan embusan napas pemakainya. Ada

tiga hal yang mempengaruhi kekuatan embusan napas seseorang, yaitu ukuran paru-parunya,

besar usahanya dalam mengembus; dan bukaan (lebar atau sempitnya) saluran pernapasannya.

Untuk menggunakannya, si pemakai menarik napas dan mengisi paru-parunya sepenuh mungkin,

kemudian meniup ke dalam Peak Flow Meter secepatnya dengan sekuat-kuatnya. Seseorang

yang saluran pernapasannya menyempit, tidak akan bisa meniup sekuat bila saluran

pernapasannya terbuka sempurna. Pertanda pertama dari datangnya serangan asma bisanya

terlihat dari menurunnya ukuran catatan Peak Flow Meter seseorang. Ini bahkan sebelum muncul

gejala-gejala yang lain seperti batuk, lendir yang berlebihan, atau sesak napas.

Untuk mengetahui kondisi bukaan saluran pernapasan seseorang, kita membandingkan hasil

pengukuran sesaat dengan patokan ukuran terbaik dari orang tersebut. Untuk memperoleh

patokan terbaik seseorang, lakukan pengukuran dengan Peak Flow Meter pada waktu orang

tersebut berada dalam kondisi asmanya terkendali dengan baik, dan catat hasilnya.

Kondisi asma seseorang dianggap terkendali baik jika hasil pengukuran sesaat ada dalam

rentang 80-100% dari kondisi terbaiknya (masuk zona hijau); antara 60-80% dari kondisi terbaik

ia memasuki zona kuning, yang berarti harus waspada karena terlihat tanda-tanda akan

datangnya serangan asma. Pengukuran di bawah 60% kondisi terbaik memasuki zona merah,

Page 60: Sistem Pernafasan

berarti bahaya, dan orang yang bersangkutan harus segera ke dokter untuk menghindari

keharusan dirawat di UGD.

2.      Penatalaksanan Non Farmakologi

Penatalaksanaan secara non farmakologi dapat memanfaatkan tanaman-tanaman herbal

dalam penyembuhan berbagai penyakit pasien. Pengobatan yang menggunakan tanaman herbal

sebagai medianya biasa disebut sebagai pengobatan secara tradisional atau pengobatan

menggunakan ramuan herbal. Berikut ini beberapa ramuan herbal yang dapat dimanfaatkan

dalam penanganan asma, yaitu:

a)      Resep 1

15 g kulit jeruk mandarin kering

(1)     Cuci bersih semua bahan, iris-iris, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, lalu saring.

(2)     Minum selagi hangat.

(3)     Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).

b)      Resep 2

5  g adas

5 batang serai

20 jari kayu manis

20 g jahe merah

30 g pegagan segar (15 g keringi)

Gula aren secukupnya

(1)   Cuci bersih semua bahan, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, lalu saring.

(2)   Minum selagi hangat.

(3)   Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).

c)      Resep 3

3 g bunga melati kering (10 g segar)

6  lembar daun jinten

(1)   Cuci bersih, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, lalu saring.

Page 61: Sistem Pernafasan

(2)   Minum selagi hangat.

(3)   Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).

d)     Resep 4

200 g lobak putih

3 siung bawang putih

30    kencur

(1)   Cuci bersih semua bahan, lalu jus atau blender dan saring.

(2)   Panaskan airnya dengan api kecil hingga mendidih. Minum hangat-hangat.

(3)   Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).

e)      Resep 5 (pemakaian luar)

Jahe secukupnya, iris dengan ketebalan 3-5 mm

(1)   Tempelkan jahe dengan menggunakan koyo hangat pada titik dazhui, yaitu ruas tulang paling

menonjol yang terletak antara ruas tulang belakang leher ketujuh dan ruas tulang belakang dada

yang pertama.

(2)   Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).

f)       Resep 6

         6 buah biji cermai merah

         8 butir buah lengkeng

         4 potong akar kara

         8 butir bawang merah

(1)   Ditumbuk semua bahan dan direbus dengan 2 gelas air hingga satu setengah gelas.

(2)   Diminum satu hari 2 kali minum (Widjadja, 2009).

Selain mengunakan ramuan herbal kita juga bisa menggunakan terapi. Salah satu terapi yang

dapat dilakukan adalah terapi pijat (Hartanti, 2003).

G.    Health Education (Pendidikan Kesehatan)

Pendidikan bagi pasien adalah suatu bagian yang penting dalam usaha meningkatkan cara

penanganan asma. Dasar pemikirannya, asma adalah suatu penyakit biasa yang bisa

dikendalikan. Namun, asma juga penyakit yang bersifat Variabel, dalam arti gejala-gejalanya

bisa membaik dan memburuk dari waktu ke waktu. Karena variabilitas ini, sering

Page 62: Sistem Pernafasan

penanganannya harus ditinjau ulang dan diubah. Untuk itu dibutuhkan komunikasi yang efektif

antara sang pasien dengan dokternya (Hadibroto & Alam, 2006). Dalam hal ini sebaiknya sang

pasien mempunyai referensi atau pengetahuan tentang:

1.      Apakah asma itu, beserta faktor-faktor pemicunya, terutama yang menyangkut dirinya sendiri.

2.      Seluk beluk pengobatan asma, dan kemungkinan akibat sampingan dari masing-masing obat.

3.      Cara menggunakan alat-alat pengobatan asma secara benar.

4.      Tujuan pengobatan dan penatalaksanaan.

5.      Pengenalan tanda-tanda dan gejala awal datangnya serangan.

6.      Penulisan rencana tindakan (Action Plan).

Page 63: Sistem Pernafasan

Rencana tindakan adalah suatu rencana mengatasi kondisi asma yang memburuk, dan rencana

ini harus dimiliki oleh setiap penderita asma. Rencana tindakan menyesuaikan dengan tingakat

keparahan gejala, sehingga si penderita punya pegangan dalam usaha mengendalikan asmanya

(Hadibroto & Alam, 2006). Lengkapnya rencana ini bisa:

a)   Memberi pengarahan kapan waktunya untuk mengubah, meningkatkan atau mengurangi, dan

menambah obat-obatan yang digunakan.

b)   Memberitahukan apa yang harus dilakukan, juka kondisi sang pasien tidak membaik.

c)   Memberikan kesempaatan bagi penderita asma untuk segera dan lebih awal memulai

penanganan, menghadapi gejala asma yang memburuk, untuk mencegah serangan yang lebih

gawat.

Memberi arahan akan kapan dan bagaimana usaha mengurangi penggunaan obat-obatan

hingga dosis seminimal mungkin, begitu asma sudah terkendali.

7.      Pengisian Buku Harian asma.

Buku harian asma adalah sarana yang sangat penting untuk mencatat gejala-gejala asma,

obat-obatan yang digunakan, dan catatan prestasi Peak Flow Meter. Jika gejala-gejala semuanya

tercatat, sang pasien akan lebih sadar akan perubahan-perubahan yang mengindikasikan bahwa

asmanya mulai lepas kendali. Dengan demikian ia bisa menyesuaikan pengobatannya

berdasarkan Rencana Tindakan. Buku Harian asma digunakan bersama dengan Rencana

Tindakan, yang disiapkan di bawah pengawasan dan persetujuan dokter yang merawat.

DAFTAR PUSTAKAAsih, Niluh Gede Yasmin. (2003). Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan Gangguan Sistem

Pernapasan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Ayres, Jon. (2003). Asma. Jakarta: PT Dian Rakyat

Bull, Eleanor & David Price. (2007). Simple Guide Asma. Jakarta: Penerbit Erlangga

Hadibroto, Iwan & Syamsir Alam. (2006). Asma. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama

Hartanti, Vien. (2003). Jadi Dokter di Rumah Sendiri dengan Terapi Herbal dan Pijat. Jakarta: Pustaka Anggrek

Herdinsibuae, W dkk. (2005). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: PT Rineka Cipta

Mansjoer, Arif dkk. (2008). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Page 64: Sistem Pernafasan

Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika

Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Widjadja, Rafelina. (2009). Penyakit Kronis: Tindakan, Pencegahan, & Pengobatan secara Medis maupun Tradisional. Jakarta: Bee Media Indonesia.

Wijayakusuma, Hembing. (2008). Ramuan Lengkap Herbal Taklukkan Penyakit. Jakarta: Pustaka Bunda.