54
Laporan tutorial modul 1 Sistem kardiovaskuler MODUL JANTUNG BERDEBAR-DEBAR ( Tutor : dr. Mario Polo Widjaya , Sp.OT . M.kes ) DISUSUN OLEH : KELOMPOK IV FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

Sistem Kardiovaskuler

Embed Size (px)

DESCRIPTION

good

Citation preview

Laporan tutorial modul 1

Sistem kardiovaskuler

MODUL JANTUNG BERDEBAR-DEBAR

( Tutor : dr. Mario Polo Widjaya , Sp.OT . M.kes )

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK IV

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2015

KELOMPOK IV

I GEDE ANUGRAH A ( K1A1A 13 022)

LILIS SURIANI (K1A1A 13 029)

PIPIT LAYAKHARISMA (K1A1A 13 046)

SITI ISRAWATI (K1A1A 13 055)

SRI WAHYUNISA BUDIMAN (K1A1A 13 059)

CHRISTIANA N TEBAI (K1A1A 13 079)

I PUTU WIRA PUTRA S (K1A1A 13 081)

TESA RISTANTI (K1A1A 13 092)

SHOLA SHOBRINA S (K1A1A 13 102)

MEYLIA PRATIWI S (K1A1A 13 120)

DEWI FATMA S (K1A1A 13 125)

SITTI NUR JANNA (K1A1A 13 132)

TRI WULANDARI ISKANDAR (K1A1A 13 147)

SKENARIO 2

S

Kata sulit:

1. Irreguler : tidak teratur

2. Tekanan darah : gaya yang ditimbulkan oleh tekanan yang di berikan pada dinding pembuluh

darah

Kalimat kunci:

1. wanita 45 tahun

2. jantung berdebar

3. mengeluh pusing

4. TD : 130/30

5. Frekuensi Nadi : 160x/menita ,ireguler

Seorang wanita berusia 45 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan jantung berdebar-debar

dan mengeluh pusing. Pemeriksaan fisik di dapatkan TD : 130/30 nadi 160x/menit ,ireguler

Pertanyaan:

1. Bagaimana anatomi,histologi dan fisiologi jantunng?

2. Jelaskan patomekanisme dari gejala-gejala!

3. Faktor apa saja yang mencetuskan timbulnya gejala?

4. Bagaimana langkah-langkah untuk menentukan diagnosis pada scenario?

5. Apa DD dan DS dari scenario?

6. Bagaimana penatalaksanaan dari diagnosis tersebut?

7. Bagaimana prognosis dan komplikasi dari diagnosis tersebut?

Jawaban:

1. Anatomi,histologi dan fisiologi

MORFOLOGI / ANATOMI

organ muscular, bentuk conus

basis cordis : dibentuk oleh : atrium sinistrum + atrium dextrum + bag.prox.pembuluh drh

besar

apex cordis : dibentuk oleh ujung ventriculus sinister

letak caudo-ventral sinister, ruang intercostal 5 sinister, kira-kira 9 cm dari linea mediana

atau 2 jari di medial linea medioclavicularis sinister

ukuran p = 12 cm , l = 8 – 9 cm, tebal = 6 cm

atrium dextrum et sinistrum

ventriculus dexter et sinister

Ruang – Ruang Jantung

Jantung mempunyai 4 ruangan yaitu : atrium dextra, atrium sinistra, ventrikel dextra, dan

ventrikel sinistra.Atrum dextra terletak anterior terhadap atrium sinistra dan ventrikel dextra

anterior terhadap ventrikel sinistra.

1) Atrium Dextra

Terdiri atas rongga utama dan sebuah kantong kecil, auricula. Atrium kanan dipisah dengan

atrium kiri oleh : septum atriorum ( septum interarteriale ). Bagian dari dinding atrium disebut

Auricula terdapatcristae uang disebabkan oleh m.m. pectinati

2) Ventrikel Dextra

Atrium kanan dengan ventricle kanan dihubungkan oleh ostium atrioventriculare dextrum

(ostium venosum dextrum ). Ostium ini dibatasi oleh annulus fibrosus ( suatu lingkaran serabut –

serabut jaringan pengikat ).Ia dapat ditutup oleh tiga katup ialah :

- cuspis anterior

- cuspis inferior ( posterior )

- cuspis medialis ( cuspis septalis )

Ketiga cuspis ini berpangkal pada annulus fibrosus ; karena ada tiga cuspis maka disebut :

valvula tricuspidalis. Tepi dari cuspis dihubungkan oleh : chordae tendineae.

3) Atrium kiri

Ke dalam atrium kiri bermuara : empat v. pulmonales :

- dua v. pulmonalis kanan

- dua v. pulmonalis kiri pada atrium juga terdapat auricular

4) Ventriculus sinister :

Disini hanya berpangkal dua cuspis yaitu :

- cuspis anterior

- cuspis posterior

Yang merupakan : valvula bicuspidalis ( valvula mitralis )

Pada ventriculus sinister berpangkal : aorta.Di sini terdapat juga valvula semilunare

Vaskularisasi jantung

Efisiensi jantung sebagai pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenisasi otot jantung.

Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung, membawa oksigen dan nutrisi ke

miokardium melalui cabang-cabang intramiokardial yang kecil-kecil. Arteri koronaria adalah

cabang pertama dari sirkulasi sistemik. Muara arteri koronaria ini terdapat di dalam sinus valsava

dalam aorta, tepat di atas katup aorta. Sirkulasi koroner terdiri dari arteria koronaria kanan dan

kiri. Arteria koronaria sinister mempunyai dua cabang besar, arteria desendens anterior kiri dan

arteria sirkumfleksa kiri. Arteri koronaria dexter bercabang menjadi ramus marginalis, ramus

transverses, ramus descendens posterior, serta cabang-cabang kecil yang mensuplai conus

arteriosus dan SA node.

Innervasi jantung

Innervasi jantung dibagi menjadi innervasi intrinsic, yaitu system penghantar rangsang

dan innervasi ekstrinsik, yaitu dibentuk oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis. Serabut-

serabut simpatis berasal dari dua sumber, yaitu secara langsung berasal dari ganglion

paravertebrale thoracale 1-5, disebut rami mediastinales dan secara tidak langsung dari ganglion

cervical. Ganglion cervical adalah ganglion paravertebrale yang merupakan bagian dari truncus

sympathicus, terdiri dari ganglion cervical superior, ganglion cervical medium dan ganglion

cervical inferius (ganglion cervicothoracicum=ganglion stellatum).

Serabut-serabut saraf parasimpatis berasal dari Nervus vagus, sebagai berikut :

(1) Ramus cardiacus superius yang dipercabangkan tepat setelah n.vagus mempercabangkan

nervus laringeus superior.

(2) Ramus cardiacus inferius yang dipercabangkan sewaktu n.vagus mempercabangkan

nervus recurrens.

(3) Ramus cardiothoracalis yang dipercabangkan di sebelah kaudal nervus recurrens di dalam

cavitas thoracis.

HISTOLOGI

Jantung terdiri dari tiga lapisan:

Endokardium:

Atrium tebal, ventrikel tipis

Susunan dari dalam keluar :

Lapisan endotel,Lapisan subendotel,Lapisan elasitko muskuler, Lapisan Subendokardial

Pada Ventrikel terdapat serat purkinje

Pada lapisan subendokardial di ventrikel terdapat serat purkinje

Serat purkinje merupakan modifikasi dar sel-sel jantung, memiliki diskus interkalaris,

diameternya lenih besar dari otot jantung, memiliki sedikit myofibril yang letaknya di

perifer dan sitoplasma memiliki butir glikogen.

Meliputi bagian lain:

Katup atrioventrikular.

Muskularis papillaris, yang meliputi tonjolan dari apeks otot jantung.

Chordae tendinae, terdiri dari serat-serat kolagen yang menghubungkan M. papillaris

dengan katup jantung sehingga katup-katup ini tidak terdorong ke atrium pada saat

ventrikel berkontraksi, hal ini untuk mencegah darah mengalir kembali ke atrium.

Miokardium

Bagian paling tebal dari dinding jantung

Atrium tipis, ventrikel tebal.

Ventrikel kanan < ventrikel kiri,

Terdapat diskus interkalaris (glanz streinfen): Fascia adheren Gap junction

Epikardium

Merupakan lapisan luar jantung:

Jaringan ikat fibroelastis, Mesotel

Epikardium, pericardium kavum pericardium

Pericardium viseralis,Perikardium parietalis.

Epikardium terdapat:

Pembuluh darah, Potongan saraf, Pembuluh limfe, Jaringan lemak.

Arteri Kecil

(Arteriole)

Terdiri dari 3 lapisan Tunica Intima

Selapis endotel

Membrane

elastika

interna

Tunica media

Otot polos

Tunica Adventisia

Serat elastic

Serat kolagen

Serat fibreus

Arteri Sedang

Tunica Intima

Selapis endotel

Sub endothelial

Membrane

elastika interna

Tunica media

Otot polos tebal

Serat elastic tipis

Membrane

elastika eksterna

Tunica

Adventisia

Serat elastic

Serat kolagen

Serat fibrous

Vasa vasorum

Arteri Besar

Tunica Intima

Selapis endotel

Subendotelial

Tidak memiliki

membrana

elastika interna

Tunica media

Otot polos

Banyak serat

elastic

+- membrane

elastika eksterna

Tunica

Adventisia

Tipis

Vasa vasorum,

sel saraf, sel

lemak.

Kapiler

Pembuluh

darah paling

kecil

Didalam

lumen

umumnya

terdapat sel

darah merah

Dinding :

selapis

endotel

Memiliki

lamina basalis

Pembagian

kapiler

berdasarkan

struktur

endoel:

Kapiler

kintinu

Kapiler

fenestra

Kapiler

sinusoid

Vena

Pembuluh

darah yang

Venulae

Tunica

Intima

Vena sedang

Tunica Intima

Sel endotel

Vena besar

Tunica

Intima

mengalirkan

darah

kembalin ke

jantung

Makin dekat

ke jantung

dindingnya

akan

semakin

tebal

Vasa

vasorum

pada vena

lebih banyak

dari arteri

Selapis

endotel

Tunica media

Otot polos

sirkuler

Tunica

Adventisia

Serat elastic

tipis

Serat kolagen

Serat fibrous

Serat elastic

tipis

Tunica media

Otot polos

sirkuler

Serat kolagen

<< fibroblast

Tunica

Adventisia

Lebih tebal dari

tunica media

Serat kolagen

Serat fibroblast

Serat elastic

Selapis

endotel

Jaringan ikat

Tunica

media

Otot polos

sedikit

Tunica

Adventisia

Serat elastic

Serat

kolagen

Serat fibrous

Otot polos

FISIOLOGI

Darah dipompakan oleh jantung ke dalam pembuluh darah dan akan disebarkan ke seluruh

tubuh dan kemudian kembali lagi ke jantung sebagai suatu sirkulasi. Sistem transportasi yang

membawa berbagai zat misalnya zat gizi, O2, CO2, zat-zat sisa, elektrolit dan hormon dari satu

bagian tubuh ke bagian lainnya.

SIRKULASI PARU-PARU

Mulai dari ventrikel kananà arteri pulmonalis à arterioleà kapiler à venule à vena

pulmonalis à atrium kiri

SIRKULASI SISTEMIK

Mulai dari ventrikel kiri à Aorta à arteri besar àarteriole à kapiler à venule à vena

besar à vena cava superior & inferior à atrium kanan

SIKLUS JANTUNG :

Fase Pengisian

• Dimulai pada akhir diastol

• Tekanan pada atria lebih tinggi dari pada tekanan ventrikel, katup mitral dan trikuspidal

terbuka, katup aorta dan pulmonal tertutup

• Terjadi pengisian cepat, disusul oleh pengisian lambat (diastasis) pada ventrikel

• Aktifitas nodus SA dimulai pada pengisian lambat yang disebarkan pada otot atria,

gelombang P pada EKG

Fase Kontraksi Isovolumetrik

• Tekanan di ventrikel melebihi tekanan atria, katup mitral dan trikuspidal tertutu → suara

jantung 1 (S1)

• Penekanan katup mitral dan trikuspidal secara tiba-tiba kearah atrium → gelombang c

• Volume ventrikel tidak berubah walaupun tekanan meningkat (isovolumetrik)

• Depolarisasi ventrikel → kompleks QRS pada EKG

Fase Ejeksi

• Dimulai pada saat tekanan ventrikel menyebabkan terbukanya katup aorta dan pulmonal

• Terdiri dari fase ejeksi cepat dan lambat

• Jumlah darah yang dipompa selama fase ini 70 ml (stroke volume)

• Akhir dari fase ini terjadi repolarisasi ventrikel → gelombang T pada EKG

Fase Relaksasi Isovolumetik

• Tekanan ventrikel menurun dengan cepat, tekanan arteri besar meningkat sehingga katup

aorta dan pulmonal menutup → suara jantung 2 (S2)

• Volume ventrikel tidak berubah walaupun otot ventrikel relaksasi (relaksasi

isovolumetrik)

• Fase ini berakhir bila tekanan dalam ventrikel lebih rendah dari tekanan atrium

Fase mekanis dalam proses kontraksi jantung :

·         Fase 0 (upstroke, fast depolarization)

Fase depolarisasi cepat ini terjadi karena adanya arus ion Na+kedalam sel (INa) melalui activation

gate (m gate). Pada saat potensial membran (Vm) mencapai 30 mV-40 mV terjadi proses

inaktifasi saluran Na+, inactivation gate (h gate) mulai tertutup. Proses inaktifasi saluran Na+ ini

mendasari terjadinya masa refrakter.

·         Fase 1 (early repolarization)

Fase ini merupakan repolarisasi awal yang berlangsung singkat. Fase ini terjadi akibat inaktifasi

saluran Na+ dan aktifasi saluran K+. Akifasi saluran K+ menyebabkan terjadinya pergerakan

K+ keluar sel yang berlangsung singkat (Ito, transient outward current). Fase ini sangat menonjol

pada potensial aksi di serabut Purkinje

·         Fase 2 (plateau)

Fase ini merupakan fase yang paling panjang. Fase ini terjadi

akibat INa, ICa dan IK, IK1 dan Ito. ICa masuk melalui saluran Ca2+tipe L dan T. ICa berperan dalam

proses kontraksi jantung dengan memicu pelepasan Ca2+ intrasel di retikulum sarkoplasma (Ca2+-

induced Ca2+ release). Modifikasi ICa melalui saluran Ca2+ dengan obat-obatan dapat mengurangi

atau meningkatkan kontraksi jantung

·         Fase 3 (fast repolarization)

Fase ini terjadi bila arus K+ keluar sel melebihi masuknya arus Ca2+ (ICa). Ito menentukan lamanya

fase 2 atau awal fase 3, terutama pada atria. IK1 (inwardly rectified), memegang peranan paling

penting pada proses repolarisasi.

·         Fase 4 (resting membrane potential)

Pada fase ini potensial aksi kembali ke potensial membran istirahat berkisar antara -80 mV

sampai -90 mV pada otot ventrikel, lebih positif pada otot atrium, nodus AV dan nodus SA. Fase

ini ditentukan oleh pergerakan ion K+ keluar sel, dan aktifitas pompa Na+-K+ (Na+-K+ pump).

2. patomekanisme jantung berdebar

Abnormalitas kelistrikan jantung

Kontraktilitas miokard

PalpitasiNadi 160x/menit

Cardiac Output

Hipoksia

PusingPusing

3. Faktor pencetus yang bisa menimbulkan gejala pada skenario?

Jawab:

Pengisian Ventrikel tidak

memadai

Perfusi otak

Aritmia atau gangguan irama jantung bisa terjadi karena hal-hal yang mempengaruhi

kelompok sel-sel yang mempunyai automatisasi dan sistem penghantarannya, sebagai berikut:

- Persarafan autonom dan obat-obatan yang mempengaruhinya.

- Lingkungan sekitarnya seperti beratnya iskemia, pH dan berbagai elektrolit dalam serum,

obat-obatan.

- Kelainan jantung seperti fibrotis dan sikatriks, inflamasi, metabolit-metabolit dan jaringan-

jaringan abnormal/degenerative dalam jantung seperti amiloidosis, kalsifikasi, dan lain-

lain.

- Rangsangan dari luar jantung seperti pace maker.

Sementara itu khususnya fibrilasi atrium (AF) memiliki asosiasi yang kuat dengan

penyakit kardiovaskular lainnya, seperti gagal jantung, penyakit arteri koroner (CAD), penyakit

jantung katup, diabetes mellitus, dan hipertensi. Hal ini ditandai dengan detak jantung tidak

teratur dan sering cepat. Katekolamin berlebih, stress hemodinamik, iskemia atrium, peradangan

atrium, stress metabolic, dan aktivasi kaskade neurohormonal semua dapat mencetuskan fibrilasi

atrium.

4. cara mendiagnosa

Anamnesis

Anamnesis harus mencangkup penilaian gaya hidup seseorang. Riwayat penyakit juga

harus mencakup riwayat sebelumnya dan riwayat keluarga. Pada penyakit jantung biasanya

menimbulkan tanda dan gejala seperti :

1. Angina (nyeri dada) akibat kekurangan oksigen atau iskemia miokardium.

2. Dispnea (kesulitan bernapas) akibat meningkatnya usaha bernapas akibat kongesti

pembuluh darah paru dan perubahan perubahan kemampuan pengembangan paru.

3. Palpitasi (merasakan denyut jantung sendiri)

4. Edema perifer (pebengkakan akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial)

5. Sinkop, atau kehilangan kesadaran sesaat akibat aliran darah otak yang tidak adekuat.

6. Kelelahan dan kelemahan

Dari masing-masing gejala harus menentukan faktor pencetus gejala dan faktor yang dapat

menanggulanginya harus ditentukan.

Pemeriksaan fisik

Inspeksi dan palpasi: untuk melihat dan meraba ada/tidaknya pulsasi dan iktus

kordis. Iktus cordis, yaitu denyutan dinding thorax karena pukulan ventrikel kiri

pada dinding thorax. Bila normal akan berada di ICS-5 pada linea

medioclavikularis kiri selebar 1 cm saja. Inspeksi ictus cordis sulit didapat pada

pasien-pasien yang gemuk, berotot besar atau kelenjar mammaeyang besar.

Dengan mengetahui letak ictus, secara tidak langsung bisa diperoleh gambaran

tentang ada tidaknya pembesaran jantung (pembesaran jantung ictus cordis bias

sampe berada di linea axilaris anterior). Ictus cordis yang sangat nyata/=kuat

sesuai juga dengan meningkatkan kerja ventrikel kiri seperi pada seorang yang

sedang sangat berdebar ketakutan atau hipertensi sistolik.

Perkusi: meraba batas-batas jantung, adakah cardiomegali

Auskultasi: mendengar bunyi jantung, ada tidaknya bunyi tambahan

Pemeriksaan tanda vital

1. Nadi

2. Tekanan darah

3. Pernapasan

4. Suhu

Pemeriksaan penunjang

a) Prosedur diagnostik nonivarsif

Elektrokardiogram (EKG) merupakan alat pencatat grafis aktifitas listrik jantung

Ekokardiografi merupakan prosedur pemeriksaan menggunakan gelombang

ultrasinik sebagai media pemeriksaan

Ekokardiografi Model-M memberikan gambaran “terpotong”mengenai dimensi

dan gerakan jaringan yang berada didalam jalur gelombang ultrasonik

Ekokardiografi Duan Dimensi

Ekokardiografi Doppler

Ekokardiografi Transesofageal

Pemeriksaan MRI

b) Prosedur Diagnostik Invasif

Studi Elektrofisiologi, memungkinkan analisi mekanisme pembentukan impuls

dan konduksi jantung yang lebih rinci dibandingkan pencatatan elektrokardiografi

standar.

Kateterisasi jantung merupakan suatu pemeriksaan jantung dengan memasukkan

kateter ke dalam sistem kardiovaskular untuk memeriksa keadaan anatomi dan

fungsi jantung.

Kateterisasi pada penyakit Aterosklerotik Arteri Koronaria

Kateterisasi pada penyakit katup jantung

Pemantauan hemodinamik

5. Diagnosis banding dan diagnosis sementara

GEJALA REGURGITASI

AORTA

STENOSIS MITRAL ATRIAL FIBRILASI

Jantung berdebar-

debar

+ + +

Pusing + + +

TD 130/30 + +/- -

Nadi 160x/menit + - +

Nadi irregular + - +

Wanita + + +

45 tahun + + +

INSUFISIENSI AORTA

1. Definisi :

Gangguan fungsi katup aorta, disertai dengan penutupan tidak sempurna yang

menimbulkan regurgitasi aorta.

2. Etiologi :

Penyebab insufisiensi atau regurgitasi darah dari aorta ke ventrikel kiri dapat terjadi

dalam 2 macam kelainan artifisial yaitu :

Dilatasi pangkal aorta seperti yang ditemuka pada :

Penyakit kolagen

Aortitis sifilitika

Diseksi aorta

Penyakit katup artifisial :

Penyakit jantung reumatik

Endokarditis bakterialis

Aorta artificial congenital

Ventricular septal defect (VSD)

Ruptur traumatik

Aortic left ventricular tunnel

Genetik :

Sindrom marfan

Mukopolisakaridosis

3. Patofisiologi :

Dilatasi ventrikel merupakan kompensasi utama pada regurgitasi aorta, bertujuan

untuk mempertahankan curah jantung disertai peninggian tekanan artifisial ventrikel kiri.

Pada saat aktivits, denyut jantung dan resistensi vaskular perifer menurun sehingga curah

jantung bisa terpenuhi.

Pada tahap lanjut, tekanan atrium kiri, pulmonary wedge pressure, arteri pulmonal,

ventrikel kanan dan atrium kanan meningkat sedangkan curah jantung menurun walaupun

pada waktu istirahat.

4. Diagnosis :

Gejala-gejala awal adalah rasa lelah, sesak napas saat beraktivitas, dan palpitasi.

Mungkin juga terdapat angina dengan hipertrofi venrtrikel kiri dan tekanan diastolik yang

rendah, yang berturut-turut meningkatkan kebutuhan oksigen dan menurunkn suplai oksigen.

Namun nyeri substernum yang tidak berhubungan dengan iskemia miokardium juga sering

terjadi. Gagal jantung mencetuskan perjalanan klinis yang makin buruk dengan menurunnya

curah jantung dan meningkatkan volume ventrikel, disertai aliran retrrogad atrium kiri dan

kongesti paru-paru.

5. Pemeriksaan :

Tanda-tanda berikut ini berkaitan dengan regurgitasi aorta kronis :

a. Auskultasi :

Bising diastolik; bising Austin Flint yang khas atau bising diastolik yang

kasar; systolicejection clickdisebabkan oleh peningkatan volume ejeksi.

b. Elektrokardiogram :

Hipertrofi ventrikel kiri

c. Radiografi Dada :

Pembesaran ventrikel kiri; dilatasi aorta proksimal

d. Temuan Hemodinamik :

Pengisian dan pengosongan denyut arteri yang cepat; tekanan nadi melebar disertai

penungkatan tekanan sistemik dan penurunan tekanan diastolik,

e. Kateterisasi jantung :

Ventrikel kiri tampak opak selama penyuntikan bahan kontras ke dalam pangkal aorta.

6. Terapi :

Harus diberikan terap profilaksis untuk endokarditis bakterialis. Gagal jantung diobati

dengan digitalis, diuretik, serta vasodilator seperti hidralasin, penghambat ACE atau dan

nitrat, untuk menurunkan beban akhir.

Indikasi Operasi :

Penderita insufisiensi kronik berat dengan gejala dianjurkan untuk operasi.

Penderita tanpa gejala tetapi dengan disfungsi ventrikel kiri yang jelas saat istirahat pada

pemeriksaan ventrikulografi Tc 99 m, ekokardiografi dan angiografi harus dianjurkan

untuk operasi. Penderita dengan ejeksi fraksi tidak meningkat saat kerja juga masuk

kategori yang sama dan biasanya butuh operasi walaupun bisa ditunda operasinya.

Insufisiensi akut biasanya timbul akibat endokarditis bakterialis, diseksi aorta,

atau ruptur katup miksomatosa. Tindakan operatif biasanya perlu dilakukan untuk

mencegah kematian akibat edem paru. Walaupun destruksi daun-daun katup biasanya

merupakan masalah utama pada endokarditis yang menjadi penyebab insufisiensi akut.

Pembentukan fistel juga dapat timbul akibat infeksi di aorta. Kadang-kadang pada

diseksi, katup buatan tidak diperlukan saat aorta diperbaiki.

Tindakan Bedah :

Pilihan untuk katup buatan ditentukan berdasarkan umur, kebutuhan,

indikasikontra untuk koagulan, serta lamanya umur katup. Penderita dengan katup

jaringan, baik porsin atau miokardial, mungkin tidak membutuhkan penggunaan

antikoagulan jangka panjang.

Bagaimanapun juga, umur katup ini barangkli lebih pendek daripada katup

buatan. Risiko operasi kurang lebih 2% pada penderita insufisiensi kronik sedang dengan

arteri koroner normal. Sedangkan risiko operasi pada penderita insufisiensi berat dengan

gagal jantung, dan pada penderita penyakit arteri, bervariasi antara 4-10%. Dapat juga

lebih besar, tergantung keadaan klinis penderita tersebut. Hasil akhir tergantung pada

fungsi ventrikel kiri saat operasi, tetapi juga tergantung dari etiologi penyakit. Penderita

harus dianjurkan untuk mendapat antibiotik profilaksis untuk endokarditis setelah operasi.

Penderita dengan katup buatan mekanis harus mendapat terapi antikogulan jangka

panjang. Pasien harus dipantau secara berkala untuk mendeteksi kemunduran diri dari

fungsi katup.

7. Prognosis :

Tujuh puluh persen penderita dengan insufisiensi aorta kronis mampu bertahan 5

tahun, sedang 50% mampu bertahan 10 tahun setelah diagnosis ditegakkan. Penderita dengan

insufisiensi aorta yang jelas mampu hidup secara normal, tetapi mudah terkena endokarditis

infektif. Jika timbul gagal jantung, bisa bertahan 2 tahun, dan setelah timbul angina biasanya

bertahan 5 tahun.

Penderita dengan fraksi ejeksi prabedah 45% dan indeks jantung lebih besar dari 2,5

liter/menit/m2 mampu bertahan hidup lebih lama setelah operasi daripada penderita dengan

fraksi ejeksi kurang dari 45% dan indeks jantung kurang dari 2,5 liter/menit/m2. Penderita

dengan insufisiensi aorta akut dan edema paru, prognosisnya buruk, biasanya harus dilakukan

operasi.

8. Komplikasi

a) Kardiomegali

Pada insufisiensi katup aorta, darah mengalir kembali ke ventrikel dari aorta tepat

setalah ventrikel memompakan darah ke aorta. Pada issufisiensi aorta otot ventrikel kiri

mengalami hypertropi akibat peningkatan beban kerja. Massa otot ventrikel kiri juga

bertambah empat sampai lima kali lipat sehingga membuat jantung kiri sangat besar.

b) Gagal Ventrikel Kiri

Pada stadium awal, kemampuan intrinsik ventrikel kiri untuk beradaptasi terhadap

peningkatan beban dapat menghindari gangguan yang berarti pada fungsi sirkulasi selama

beristirahat, diluar peningkatan hasil kerja yang dibutuhkan oleh ventrikel kiri.

c) Edema paru

Diatas tingkat kritis kelainan katup aorta, ventrikel kiri akhirnya tidak dapat

menyesuaikan dengan beban kerja. Akibatnya ventrikel kiri melebar dan curah jantung

mulai menurun pada saat yang bersamaan darah tertimbun di atrium kiri dan di paru-paru

di belakang ventrikel kiri yang kepayahan. Tekanan atrium kiri meningkat secara

progresif dan muncul edema di pari-paru.

d) Hipoksia Jaringan

Efek lain yang membantu mengompensasi penurunan hasil bersih pemopaan

ventrikel kiri ialah peningkatan volume darah. Hal ini adalah akibat dari penurunan awal

dari tekanan arteri ditambah refleks sirkulasi perifer yang menurunkan induksi tekanan.

Peningkatan volume darah cenderung meningkatkan aliran balik vena ke jantung, hal ini

selanjutnya menyebabkan ventrikel kiri memompakan darah dengan takanan ekstra yang

dibutuhkan untuk mengimbangi dinamika pemompaan yang abnormal.

STENOSIS MITRAL

1. Definisi

Stenosis Katup Mitral merupakan penyempitan pada lubang katup mitral yang akan

menyebabkan meningkatnya tahanan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri.

Kemungkinan diakibatkan karena adanya perubahan struktur mitral leaflets, yang

menyebabkan tidak membukanya katup mitral secara sempurna pada saat diastolic.

2. Etiologi

Stenosis katup mitral hampir selalu disebabkan oleh demam rematik, yang pada saat

ini sudah jarang ditemukan di Amerika Utara dan Eropa Barat. Karena itu di wilayah tersebut,

stenosis katup mitral terjadi terutama pada orang tua yang pernah menderita demam rematik

pada masa kanak-kanak dan mereka tidak mendapatkan antibiotik. Di bagian dunia lainnya,

demam rematik sering terjadi dan menyebabkan stenosis katup mitral pada dewasa, remaja

dan kadang pada anak-anak. Yang khas adalah jika penyebabnya demam rematik, daun katup

mitral sebagian bergabung menjadi satu.

Di samping atas dasar penyakit jantung rematik, masih ada beberapa keadaan yang

dapat memperlihatkan gejala-gejala seperti stenosis mitral, misalnya miksoma atrium kiri

bersamaan dengan ASD (atrium septal defek) seperti pada sindrom Lutembacher, ball valve

thrombi pada atrium kiri. Stenosis katup mitral juga bisa merupakan suatu kelainan bawaan.

Bayi yang lahir dengan kelainan ini jarang bisa bertahan hidup lebih dari 2 tahun, kecuali jika

telah menjalani pembedahan. Miksoma (tumor jinak di atrium kiri) atau bekuan darah dapat

menyumbat aliran darah ketika melewati katup mitral dan menyebabkan efek yang sama

seperti stenosis katup mitral.

Perubahan Anatomis pada stenosis mitral dapat terjadi pada:

1. Komisura, menyebabkan saling mendekat satu sama lain dan bentuknya akan berubah.

2. Cups, daun katup, menjadi menebal serta berubah ke arah jaringan fibrosa.

3. Chordae tendinea menebal, memendek serta dapat salng melekat.

Perubahan anatomis ini dapat berdiri sendiri namun juga bisa dalam kombinasi, sekitar 50%

stenosis mitral merupakan kelaianan struktur campuran, misalnya pada komisura dan cups.

Komisura saja 30%. Cups menebal 15% dan chordate 10%.

3. Patofisiologi

Dalam keadaan normal, luas pembukaan katup mitral berkisar antara 4-6 cm2. Apabila

luas pembukaannya ternyata hanya 2 cm2 (mild stenosis), maka sudah mulai timbul

perubahan hemodinamik, di mana daerah dari atrium kiri hanya dapat masuk ke ventrikel kiri,

apabila didorong oleh pressure gradient yang abnormal. Apabila kurang dari 1 cm2, maka

sudah termasuk dalam kategori stenosis berat dan diperlukan pressure gradient sebesar 20

mmHg agar dapat mempertahankan aliran darah sehingga curah jantung tetap adekuat pada

saat istirahat. Peninggian tekanan atrium kiri tentu akan diteruskan ke vena pulmonal,

sehingga tekanan pada vena pulmonal juga akan ikut meninggi yang bisa berakibat terjadinya

edema pulmo.

Karena peninggian tekanan ini, lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya

penebalan lapisan intima dan media arteriol. Hal ini dapat berakibat peninggian tahanan paru

yang menyebabkan beban pernafasan akan bertambah. Peninggian tekanan pada vena

pulmonal dan kapiler secara pasif juga akan diteruskan ke system arteri pumonal, yang dapat

menimbulkan hipertensi pulmonal, hipertrofi ventrikel kanan dan dilatasi ventrikel kanan.

4. Gejala Klinis

Jika stenosisnya berat, tekanan darah di dalam atrium kiri dan tekanan darah di dalam

vena paru-paru meningkat, sehingga terjadi gagal jantung, dimana cairan tertimbun di dalam

paru-paru (edema pulmoner). Jika seorang wanita dengan stenosis katup mitral yang berat

hamil, gagal jantung akan berkembang dengan cepat. Penderita yang mengalami gagal

jantung akan mudah merasakan lelah dan sesak nafas. Pada awalnya, sesak nafas terjadi hanya

sewaktu melakukan aktivitas, tetapi lama-lama sesak juga akan timbul dalam keadaan

istirahat. Sebagian penderita akan merasa lebih nyaman jika berbaring dengan disangga oleh

beberapa buah bantal atau duduk tegak. Warna semu kemerahan di pipi menunjukkan bahwa

seseorang menderita stenosis katup mitral. Tekanan tinggi pada vena paru-paru dapat

menyebabkan vena atau kapiler pecah dan terjadi perdarahan ringan atau berat ke dalam paru-

paru. Pembesaran atrium kiri bisa mengakibatkan fibrilasi atrium, dimana denyut jantung

menjadi cepat dan tidak teratur

5. Pemeriksaan Dan Diagnosis

Dengan menggunakan stetoskop, akan terdengar murmur jantung yang khas ketika

darah mengalir/menyembur melalui katup yang menyempit dari atrium kiri. Tidak seperti

katup normal yang membuka tanpa suara, pada kelainan ini katup sering menimbulkan bunyi

gemertak ketika membuka untuk mengalirkan darah ke dalam ventrikel kiri. Diagnosis

biasanya diperkuat dengan pemeriksaan:

Elektrokardiografi

rontgen dada (menunjukkan pembesaran atrium)

ekokardiografi (teknik penggambaran jantung dengan menggunakan gelombang ultrasonik).

Kadang perlu dilakukan kateterisasi jantung untuk menentukan luas dan jenis penyumbatannya.

6. Penatalaksanaan Dan Terapi

Obat-obat seperti beta-blocker, digoxin dan verapamil dapat memperlambat denyut

jantung dan membantu mengendalikan fibrilasi atrium. Jika terjadi gagal jantung, digoxin

juga akan memperkuat denyut jantung. Diuretik dapat mengurangi tekanan darah dalam paru-

paru dengan cara mengurangi volume sirkulasi darah. Jika terapi obat tidak dapat mengurangi

gejala secara memuaskan, mungkin perlu dilakukan perbaikan atau penggantian katup. Pada

prosedur valvuloplasti balon, lubang katup diregangkan. Kateter yang pada ujungnya

terpasang balon, dimasukkan melalui vena menuju ke jantung. Ketika berada di dalam katup,

balon digelembungkan dan akan memisahkan daun katup yang menyatu. Pemisahan daun

katup yang menyatu juga bisa dilakukan melalui pembedahan. Jika kerusakan katupnya

terlalu parah, bisa diganti dengan katup mekanik atau katup yang sebagian dibuat dari katup

babi. Sebelum menjalani berbagai tindakan operasi atau pembedahan, kepada penderita

diberikan antibiotik pencegahan untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi katup jantung

mengkonsumsi antibiotik sebelum menjalani tindakan pembedahan.

ATRIAL FIBRILASI

1. DEFINISI

Adanya irregularitas kompleks QRS dan gambaran gelombang “f” dengan frekuensi

antara 350-650 permenit. Fibrilasi atrium dapat timbul dari fokus ektopik ganda atau daerah

reentri multiple. Aktivitas atrium sangat cepat, namun setiap rangsangan listrik itu hanya

mampu mendepolarisasi sangat sedikit miokardium atrium, sehingga sebenarnya tidak ada

kontraksi atrium secara menyeluruh. Karena tidak ada depolarisasi uniform, tidak terbentuk

gambaran gelombang P, melainkan defleksi yang disebut gelombang “f” yang bentuk dan

iramanya sangat tidak teratur. Hantaran melalui nodus AV berlangsung sangat acak dan

sebagian tidak dapat melalui nodus AV sehingga irama QRS tidak teratur.

2. PREVALENSI

Prevalensi AF semakin meningkat bersamaan dengan peningkatan populasi usia lanjut

dan insiden penyakit kardiovaskular. Saat ini AF mengenai 2,2 juta individu di Amerika

Serikat, setiap tahun ditemukan 160.000 kasus baru dan diperkirakan akan meningkat 2,5 kali

pada tahun 2050. Jumlah tersebut dibawah angka sesungguhnya karena banyak kasus yang

asimptomatik . Pada umur dibawah 50 tahun prevalensi AF kurang dari 1% dan meningkat

lebih dari 9% pada usia 80 tahun. Lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan wanita.

Di Inggris lebih dari 46 ribu kasus baru didiagnosa setiap tahunnya. Terjadinya 5 kali

peningkatan kejadian tromboemboli, gagal jantung, penurunan kualitas hidup , penurunan

produktivitas kerja, hospitalisasi dan tingginya biaya perawatan kesehatan 2,4. Berkisar 36%

dari seluruh penderita stroke usia 80-89 tahun disebabkan oleh AF.

AF merupakan faktor resiko independen yang kuat terhadap kejadian stroke emboli.

Kejadian stroke iskemik pada pasien AF non valvular ditemukan sebanyak 5% per tahun, 2-7

kali lebih banyak dibanding pasien tanpa AF. Pada studi Framingham resiko terjadinya stroke

emboli 5,6 kali lebih banyak pada AF non valvular dan 17,6 kali lebih banyak pada AF

valvular dibandingkan dengan kontrol.

2. 1 Mortalitas dan morbiditas

AF berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Penyakit

tromboemboli pada AF berhubungan dengan faktor-faktor resikonya. Kerusakan pada fungsi

elektromekanik atrium yang normal pada kasus AF menyebabkan kelainan darah yang dapat

menyebabkan terbentuknya trombus biasanya terjadi di atrium kiri. Lepasnya trombus

tersebut dapat menyebabkan fenomena emboli termasuk stroke. Salah satu tujuan

penatalaksanaan AF dan flutter atrium adalah mempertimbangan resiko stroke dan terapi

antikoagulan yang tepat pada pasien dengan resiko rendah, sedang dan tinggi. Tiap

antikoagulan harus dipertimbangkan keuntungan dalam menurunkan resiko stroke

dibandingkan dengan resiko terjadinya perdarahan serius. Banyak dokter yang setuju bahwa

rasio antara keuntungan dan kerugian penggunaan warfarin pada pasien dengan resiko rendah

AF adalah kurang baik. Terapi warfarin telah menunjukan keuntungan pada pasien-pasien

dengan faktor resiko yang tinggi. Target INR (International Normalized Ratio) sebesar 2-3

pada penelitian Cohort itu digunakan sebagai ambang batas pada resiko perdarahan saat

menyediakan perlidungan pada pembetukan trombus. Terapi yang cukup pada pasien dengan

resiko AF sedang masih kontroversial. Pada populasi ini para peneliti harus

mempertimbangkan faktor resiko tromboemboli dengan resiko terjadinya perdarahan juga

dengan resiko terjatuh atau trauma. Walfarin merupakan terapi yang lebih dipilih atau

kombinasi antara klopidogrel dana aspirin pada pencegahan terjadinya emboli pada pasien-

pasien resiko tinggi. Golongan baru dari trombin inhibitor masih dalam penelitian keefektifan

dan keamanannya seperti warfarin pada pasien dengan resiko tinggi AF non valvular.

Beberapa faktor resiko telah dikembangkan untuk membantu para dokter dalam mengambil

keputusan penggunaan antikoagulan pada kasus AF. Indeks CHADS2 (gagal jantung,

diabetes, stroke atau S2 = TIA) adalah yang paling sering digunakan. Indeks CHADS2

menggunakan sistem point untuk menentukan resiko tahunan kejadian tromboemboli. 2 point

bila terdapat riwayat stroke atau TIA. 1 point untuk seseorang berusia > 75 atau mempunyai

riwayat hipertensi, diabetes atau gagal jantung. Prediksi scoring system tersebut dilakuakn

pada 1733 pasien dengan nonvalvular AF berusia antara 65-95 yang tidak diberikan warfarin

dalam pengobatan di rumah sakit. Tidak hanya yang mendapatkan skor tinggi diyakini

meningkatkan resiko stroke, juga berlaku pada beberapa pasien yang medapat skor lebih

rendah 5-0.

AF mempunyai hubungan yang bermakna dengan kelainan struktural akibat penyakit

jantung. Diketahui bahwa sekitar 25% pasien AF juga menderita penyakit jantung koroner.

Walaupun hanya ±10% dari seluruh kejadian infark miokard akut yang mengalami AF, tetapi

kejadian tersebut akan meningkatkan angka mortalitas sampai 40%. Pada pasien yang

menjalani operasi pintas koroner, sepertiganya mengalami episode AF terutama pada tiga hari

pasca operasi. Walaupun sering menghilang secara spontan, AF pasca operatif tersebut akan

memperpanjang lama tinggal di rumah sakit.

Sedangkan hubungan AF dengan penyakit kelainan katup sudah lama diketahui.

Penyakit katup reumatik meningkatkan kemungkinan terjadinya AF dan mempunyai resiko

empat kali lipat untuk terjadinya komplikasi tromboemboli. Pada pasien dengan disfungsi

ventrikel kiri, kejadian AF ditemukan pada satu diantara lima pasien. AF juga dapat

merupakan tampilan awal dari perikarditis akut dan jarang pada tumor jantung seperti

miksoma atrial. Aritmia jantung lain seperti sindroma Wolff Parkinson White dapat

berhubungan dengan AF. Hal yang menguntungkan adalah apabila dilakukan tindakan ablasi

pada jalur aksesori ekstranodal yang menjadi penyebab pada sindroma ini, akan

mengeliminasi AF pada 90% kasus. Aritmia lain yang berhubungan dengan AF misalnya

takikardia atrial, AVNRT (Atrio Ventricular Nodal Reentrant Tachycardia) dan bradiaritmia

seperti sick sinus syndrome dan gangguan fungsi sinus node lainnya.

AF juga dapat timbut sehubungan dengan penyakit sistemik nonkardiak. Misalnya pada

hipertensi sistemik nonkardiak pada hipertensi sistemik ditemukan 45% dan diabetes melitus

10% dari pasien AF. Demikian pula pada beberapa keadaan lain seperti penyakit paru

obstruksif kronik dan emboli paru akut. Tetapi pada sekitar 3% pasien AF tidak dapat

ditemukan penyebabnya, atau disebut dengan lone AF. Lone AF ini dikatakan tidak

berhubungan dengan resiko tromboemboli yang tinggi pada kelompok usia muda, tetapi bila

terjadi pada kelompok usia lanjut resiko ini tetap akan meningkat.

Untuk mengetahui kondisi yang kemungkinan berhubungan dengan kejadian AF tersebut

harus dicari kondisi yang berhubungan dengan kelainan jantung maupun kelainan diluar

jantung. Kondisi-kondisi yang berhubungan dengan kejadian AF dibagi bersadarkan :

A. Penyakit Jantung yang Berhubungan dengan AF :

Penyakit Jantung Koroner

Kardiomiopati Dilatasi

Kardiomiopati Hipertrofik

Penyakit Katup Jantung : reumatik maupun non-reumatik

Aritmia jantung : takikardia atrial, fluter atrial, AVNRT, sindrom WPW, sick sinus

syndrome

Perikarditis

B. Penyakit di luar Jantung yang Berhubungan dengan AF :

Hipertensi sistemik

Diabetes mellitus

Hipertiroidisme

Penyakit paru : penyakit paru obstruktif kronik, hipertensi pulmonal primer, emboli

paru akut

Neurogenik : sistem saraf autonom dapat mencetuskan AF pada pasien yang

sensitive melalui peniggian tonus vagal atau adrenergik.

3.KLASIFIKASI

Berdasarkan ada tidaknya penyakit jantung yang mendasari :

Primer : Bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung dan kelainan sistemik yang

dapat menimbulkan aritmia

Sekunder : Bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung tetapi ada kelainan

sitemik yang dapat menimbulkan aritmia.

Berdasarkan waktu timbulnya AF serta kemungkinan keberhasilan usaha konversi ke

irama sinus :

Paroksismal : Bila AF berlangsung kurang dari 7 hari, berhenti dengan sendirinya

tanpa intervensi pengobatan atau tindakan apapun.

Persisten : Bila AF menetap lebih dari 48 jam, hanya dapat berhenti dengan

intervensi pengobatan atau tindakan.

Permanen : Bila AF berlangsung lebih dari 7 hari, dengan intervensi pengobatan

AF tetap tidak berubah.

Dapat pula dibagi sebagai :

Akut, bila timbul kurang dari 48 jam

Kronik bila timbul lebih dari 48 jam

4. PATOFISIOLOGI

- Aktivasi fokal, fokus diawali biasanya dari daerah vena pulmonalis.

- Multiple wavelet reentry, timbulnya gelombang yang menetap dari depolarisasi atrial

atau wavelets yang dipicu oleh depolarisasi atrial premature atau aktivitas aritmogenik

dari fokus yang tercetus secara cepat.

Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Tahun 2006

Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan mekanisme fibrilasi ventrikel kecuali bila prosesnya

ternyata hanya di massa otot atrium dan bukan di massa otot ventrikel. Penyebab yang sering

menimbulkan fibrilasi atrium adalah pembesaran atrium akibat lesi katup jantung yang

mencegah atrium mengosongkan isinya secara adekuat ke dalam ventrikel, atau akibat

kegagalan ventrikel dengan pembendungan darah yang banyak di dalam atrium. Dinding atrium

yang berdilatasi akan menyediakan kondisi yang tepat untuk sebuah jalur konduksi yang

panjang demikian juga konduksi lambat, yang keduanya merupakan faktor predisposisi bagi

fibrilasi atrium.

- Karakteristik Pemompaan Atrium Selama Fibrilasi Atrium.

Atrium tidak akan memompa darah selama AF berlangsung. Oleh karena itu atrium

tidak berguna sebagai pompa primer bagi ventrikel. Walaupun demikian, darah akan mengalir

secara pasif melalui atrium ke dalam ventrikel, dan efisiensi pompa ventrikel akan menurun

hanya sebanyak 20 – 30 %. Oleh karena itu, dibanding dengan sifat yang mematikan dari

fibrilasi ventrikel, orang dapat hidup selama beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan

fibrilasi atrium, walaupun timbul penurunan efisiensi dari seluruh daya pompa jantung.

- Patofisiologi Pembentukan Trombus pada AF

Pada AF aktivitas sitolik pada atrium kiri tidak teratur, terjadi penurunan atrial flow

velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan memudahkan terbentuknya trombus.

Pada pemeriksaan TEE, trombus pada atrium kiri lebih banyak dijumpai pada pasien AF

dengan stroke emboli dibandingkan dengan AF tanpa stroke emboli. 2/3 sampai ¾ stroke

iskemik yang terjadi pada pasien dengan AF non valvular karena stroke emboli. Beberapa

penelitian menghubungkan AF dengan gangguan hemostasis dan thrombosis. Kelainan tersebut

mungkin akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga sebgai kofaktor terjadinya tromboemboli

pada AF. Kelainan-kelainan tersebut adalah peningkatan faktor von Willebrand ( faktor VII ),

fibrinogen, D-dimer, dan fragmen protrombin 1,2. Sohaya melaporkan AF akan meningkatkan

agregasi trombosit, koagulasi dan hal ini dipengaruhi oleh lamanya AF.gbvb46

II.6 DIAGNOSIS

AF dapat simptomatik dapat pula asimptomatik. Gejala-gejala AF sangat bervariasi tergantung

dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya AF, penyakti yang mendasarinya. Sebagian

mengeluh berdebar-debar, sakit dada terutama saat beraktivitas, sesak npas, cepat lelah, sinkop

atau gejala tromboemboli. AF dapat mencetuskan gejala iskemik pada AF dengan dasar

penyakit jantung koroner. Fungsi kontraksi atrial yang sangat berkurangpada AF akan

menurunkan curah jantung dan dapat menyebabkan terjadi gagal jantung kongestif pada pasien

dengan disfungsi ventrikel kiri.

Evaluasi klinik pada pasien AF meliputi :

• Anamnesis :

Dapat diketahui tipe AF dengan mengetahui lamanyatimbulnya ( episode pertama,

paroksismal, persisten, permanen )

Menentukan beratnya gejala yang menyertai : berdebar-debar, lemah, sesak nafas terutama

saat beraktivitas, pusing, gejala yang menunjukkan adanya iskemia atau gagal jantung kongestif

Penyakit jantung yang mendasari, penyebab lain dari AF misalnya hipertiroid.

• Pemeriksaan Fisik :

Tanda vital : denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya, tekanan darah

Tekanan vena jugularis

Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif

Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukan kemungkinan terdapat gagal jantung

kongestif, terdapat bising pada auskultasi kemungkinan adanya penyakit katup jantung

Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan

Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif

• Laboratorium : hematokrit ( anemia ), TSH ( penyakit gondok ), enzim jantung bila dicurigai

terdapat iskemia jantung.

• Pemeriksaan EKG : dapat diketahui antara lain irama ( verifikasi AF ), hipertrofi ventrikel kiri.

Pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-eksitasi ( sindroma WPW ), identifikasi adanya iskemia.

• Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOK, kor pulmonal.

• Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium dan ventrikel,

hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow dan TEE ( Trans Esophago

Echocardiography ) untuk melihat trombus di atrium kiri.

• Pemeriksaan Fungsi Tiroid. Tirotoksikosis. Pada AF episode pertama bila laju irama ventrikel

sulit dikontrol.

• Uji latih : identifikasi iskemia jantung, menentukan adekuasi dari kontrol laju irama jantung.

• Pemeriksaan lain yang mungkin diperlukan adalah holter monitoring studi elektrofisiolagi.

II.7 PENATALAKSAAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan AF adalah mengembalikan ke irama sinus,

mengontrol laju irama ventrikel dan pencegahan komplikasi tromboemboli. Dalam

penatalaksanaan AF perlu diperhatikan apakah pada pasien tersebut dapat dilakukan konversi ke

irama sinus atau cukup dengan pengontrolan laju irama ventrikel. Pada pasien yang masih dapat

dikembalikan ke irama sinus perlu segera dilakukan konversi, sedangkan pada AF permanen

sedikit sekali kemungkinan atau tidak mungkin dikembalikan ke irama sinus, alternatif

pengobatan dengan menurunkan laju irama ventrikel harus dipertimbangkan.

II.7.1 Kardioversi

Pengembalian ke irama sinus pada AF akan mengurangi gejala, memperbaiki hemodinamik,

menigkatkan kemampuan latihan, mencegah remodeling elektroanatomi dan memperbaiki fungsi

atrium. Kardioversi dapat dilakukan secara elektrik atau farmakologis. Kardioversi farmakologis

kurang efektif dibandingkan dengan kardioversi elektrik. Resiko tromboemboli atau stroke

emboli tidak berbeda antar kardioversi elektrik dan farmakologi sehingga rekomendasi

pemberian antikoagulan sama pada keduanya.

Kardioversi farmakologis

Kardioversi farmakologis paling efektif bila dilakukan dalam 7 hari setelah terjadinya AF.

Klasifikasi obat aritmia dan obat-obatan yang dianjurkan :

Tabel 4. Klasifikasi Vaughan Williams Kerja Obat Aritmia

Tipe IA Disopiramid, Prokainamid, Kuinidin

Tipe IB Lidokain, Meksiletin

Tipe IC Flekainid, Moricizin, Propafenon

Tipe II Penyekat beta ( contoh : Propanolol )

Tipe III Amiodaron, Bretilium, Dofetilid, Ibutilid, Sotalol

Tipe IV Antagonis kalsium ( contoh : Verapamil dan Diltiazem )

Sumber : Buku Ajar Penyakit Dalam. 2006

Dalam pemberian obat anti aritmia efek samping obat-obat tersebut harus diperhatikan. Salah

satu efek samping obat anti aritmia adalah pro aritmia. Untuk mengurangi timbulnya pro aritmia

maka dalam memilih obat perlu diperhatikan keadaan pasien.

Tabel 5. Dosis Obat yang Direkomendasikan Efektif untuk Kardioversi Farmakologis pada FA1

Obat Cara Pemeberian Dosis Efek Samping

Amiodaron • Oral

• IV Rawat Inap : 1,2-1,8 g/hr dalam dosis terbagi sampai 10 g, kemudian 200-400 mg/hr

sebagai dosis pemeliharaan atau 30 mg/kg sebagai dosis tunggal

Rawat Jalan : 600-800 mg/hr dalam dosis terbagi sampai 10 g, kemudian 200-400 mg/hr

sebagai dosis pemeliharaan Hipotensi, bradikardia, pemanjangan interval QT, torsade de pontes

(jarang), ggn sal cerna, konstipasi, flebitis (IV)

Dofetilide • Oral CCT (ml/mn) Dosis (ug BID)

>60 500

40-60 250

20-40 125

<20> 65 tahun

Hipertensi

Penyakit Jantung Reumatik

Riwayat stroke sebelumnya atau TIA ( Transient Ischemic Attack )

Diabetes melitus

Gagal Jantung Kongestif

Karakteristik gambaran TEE :

Terdapat gambaran kontras echo spontan di atrium kiri

Left atrial appendage vilowcity < 20 cm/dt

Atheroma aortic kompleks

Pengobatan Antitrombotik Untuk Mencegah Komplikasi Stroke Emboli

Banyak laporan mengenai efektivitas anti trombik dalam pencegahan komplikasi pada AF. Pada

Atrial Fibrillation Investigator ( AFI ), didapatkan bahwa warfarin secara bermakna menurunkan

resiko stroke dari 4,5% per tahun menjadi 1,4%. Terdapat penurunan resiko besar 68%. Warfarin

menurunkan resiko stroke pada wanita 89% dan laki-laki 68%. Pada studi AFASAK pemberian

aspirin 75 mg akan menurunkan resiko 18 ( 95% CI 60-58% ) sedangkan pada SPAF pemberian

aspirin 325mg menurunkan resiko 44% ( 95% CI 7-66% ). Kombinasi dari kedua studi tersebut

menurunkan resiko 36 % ( 95% CI 48- 72% ) penurunan resiko absolut 2,7% per tahun pada

pencegahan primer dan 8,4% per tahun pada pencagahan sekunder. Warfarin lebih baik dari pada

aspirin dengan penurunan resiko relative 36 % ( CI 14-52 % ). Warfarin dan aspirin menurunkan

menurunkan kejadian stroke pada pasien dengan AF dan warfarin jauh lebih baik dibanding

aspirin. Dosis optimal yang efektif dan aman untuk pencegahan komplikasi tromboemboli pada

AF adalah INR 2,5 dengan rentang anatar 2-3. Pada pasien dengan usia lebih dari 75 tahun target

INR 2 dengan rentan antara 1,6-2. 1

Kardioversi dan Tromboemboli

Tromboemboli merupakan komplikasi yang dapat terjadi setalah kardioversi baik kardioversi

elektrik, farmakologis, maupun kardioversi spontan. Kejadian tromboemboli setelah kardioversi

pada pasien AF tanpa pemberian antikoagulan anatar 1,5-3%. Byerkeland dan Orning

melaporkan insiden tromboemboli pasca kardioversi tanpa pemberian antikoagulan 5,3 %

sedangkan yang mendapat antikoagulan 0,8%.

Setelah kardioversi kontraksi mekanik atrium kiri masih belum pulih ( atrial stunning ) sampai 2-

4 minggu setalah kardioversi sehingga ada kemungkinan terbentuknya trombus baru yang dapat

lepas pada periode pasca kardioversi. Oleh karena itu antikoagulan diberikan sampai 4 minggu

pasca kardioversi untuk mencegah pembentukan trombus baru selama periode atrial stunning dan

mencegah pembentukan trombus apabila setelah kardioversi, AF timbul kembali. Trombus yang

terbentuk di atrium kiri memerlukan waktu kurang lebih 2 minggu untuk mengalami organisasi

dan melekat erat pada dinding atrium sehingga tidak mudah lepas bila atrium berkontraksi

setelah kembali ke irama sinus. Pemberian warfarin akan mempercepat proses organisasi

trombus, penempelan pada dinding atrium dan resolusi trombus.

Pada pasien AF yang timbul lebih dari 48 jam atau tidak diketahui lamanya dianjurkan

pemberian warfarin dengan target INR 2-3 diberikan 3 minggu sebelum kardioversi dan

dilanjtkan 4 minggu pasca kardioversi. Pasien diberikan heparin bila tidak ditemukan trombus,

dilakukan kardioversi dan diberikan antikoagulan sampai 4 minggu pasca kardioversi. Pada studi

multisenter Assesment of Cardioversion Using Transesophageal Echocardiography ( ACUTE )

kejadian tromboemboli 0,8 % pada stategi dengan pemeriksaan TEE, sedangkan oada strategi

konvensional 0,5% tidak ada perubahan bermakna. Waktu yang diperlukan untuk kardioversi

lebih pendek dengan pemeriksaan TEE. Pada AF yang berlangsung kurang dari 48 jam

kemungkinan terjadinya tromboemboli pasca kardioversi sangat rendah ( 0,8% ). Pada beberapa

kasus pembentukan trombus dapat terjadi pada AF yang kurang dari 48 jam diajurkan pemberian

antikoagulan selama periode peri kardioversi.

II.10PROGNOSIS

Penelitian epidemiologi telah menunjukan bahwa pasien dengan irama sinus hidup lebih lama

dibandingkan dengan seseorang kelainan atrium. Penelitian juga menunjukkan penggunaan

antikoagulan dan pengontrolan secara rutin bertuuan untuk asimtomatik pada pasien usia lanjut.

Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa terapi medis yang ditujukan untuk mengendalikan

irama jantung tidak menghasilkan keuntungan keberhasilan dibandingkan dengan terapi kontrol

rate dan antikoagulan.

Terapi AF secara keseluruhan memberikan prognosis yang lebih baik pada kejadian

tromboemboli terutama stroke. AF dapat mencetuskan takikardi cardiomiopati bila tidak

terkontrol dengan baik. Terbentuknya AF dapat menyebabkan gagal jantung pada individu yang

bergantung pada komponen atrium dari cardiac output dimana pasien dengan penyakit jantung

hipertensi dan pada pasien dengan penyakit katup jantung termasuk dalam resiko tingi akan

terjadinya gagal jantung saat terjadi AF.

6. penatalaksanaan

Harus diberikan terapi profilaksis untuk endokarditis bakterialis. Gagal jantung diobati dengan

digitalis, diuretik, serta vasodilator seperti hidralasin, penghambat ACE atau dan nitrat, untuk

menurunkan beban akhir.

Ø Indikasi Operasi :

Penderita insufisiensi kronik berat dengan gejala dianjurkan untuk operasi. Penderita tanpa gejala

tetapi dengan disfungsi ventrikel kiri yang jelas saat istirahat pada pemeriksaan ventrikulografi

Tc 99 m, ekokardiografi dan angiografi harus dianjurkan untuk operasi. Penderita dengan ejeksi

fraksi tidak meningkat saat kerja juga masuk kategori yang sama dan biasanya butuh operasi

walaupun bisa ditunda operasinya.

Insufisiensi akut biasanya timbul akibat endokarditis bakterialis, diseksi aorta, atau ruptur katup

miksomatosa. Tindakan operatif biasanya perlu dilakukan untuk mencegah kematian akibat

edem paru. Walaupun destruksi daun-daun katup biasanya merupakan masalah utama pada

endokarditis yang menjadi penyebab insufisiensi akut. Pembentukan fistel juga dapat timbul

akibat infeksi di aorta. Kadang-kadang pada diseksi, katup buatan tidak diperlukan saat aorta

diperbaiki.

Ø Tindakan Bedah:

Pilihan untuk katup buatan ditentukan berdasarkan umur, kebutuhan, indikasikontra untuk

koagulan, serta lamanya umur katup. Penderita dengan katup jaringan, baik porsin atau

miokardial, mungkin tidak membutuhkan penggunaan antikoagulan jangka panjang.

Bagaimanapun juga, umur katup ini barangkli lebih pendek daripada katup buatan. Risiko

operasi kurang lebih 2% pada penderita insufisiensi kronik sedang dengan arteri koroner normal.

Sedangkan risiko operasi pada penderita insufisiensi berat dengan gagal jantung, dan pada

penderita penyakit arteri, bervariasi antara 4-10%. Dapat juga lebih besar, tergantung keadaan

klinis penderita tersebut. Hasil akhir tergantung pada fungsi ventrikel kiri saat operasi, tetapi

juga tergantung dari etiologi penyakit.

Penderita harus dianjurkan untuk mendapat antibiotik profilaksis untuk endokarditis setelah

operasi.

Penderita dengan katup buatan mekanis harus mendapat terapi antikogulan jangka panjang.

Pasien harus dipantau secara berkala untuk mendeteksi kemunduran diri dari fungsi katup.

7. Prognosis :

Tujuh puluh persen penderita dengan insufisiensi aorta kronis mampu bertahan 5 tahun, sedang

50% mampu bertahan 10 tahun setelah diagnosis ditegakkan. Penderita dengan insufisiensi aorta

yang jelas mampu hidup secara normal, tetapi mudah terkena endokarditis infektif. Jika timbul

gagal jantung, bisa bertahan 2 tahun, dan setelah timbul angina biasanya bertahan 5 tahun.

Penderita dengan fraksi ejeksi prabedah 45% dan indeks jantung lebih besar dari 2,5

liter/menit/m2 mampu bertahan hidup lebih lama setelah operasi daripada penderita dengan fraksi

ejeksi kurang dari 45% dan indeks jantung kurang dari 2,5 liter/menit/m2.

Penderita dengan insufisiensi aorta akut dan edema paru, prognosisnya buruk, biasanya harus

dilakukan operasi.

 Komplikasi

1.      Kardiomegali

Pada insufisiensi katup aorta, darah mengalir kembali ke ventrikel dari aorta tepat setalah

ventrikel memompakan darah ke aorta. Pada issufisiensi aorta otot ventrikel kiri mengalami

hypertropi akibat peningkatan beban kerja. Massa otot ventrikel kiri juga bertambah empat

sampai lima kali lipat sehingga membuat jantung kiri sangat besar.

2.      Gagal Ventrikel Kiri

Pada stadium awal, kemampuan intrinsik ventrikel kiri untuk beradaptasi terhadap peningkatan

beban dapat menghindari gangguan yang berarti pada fungsi sirkulasi selama beristirahat, diluar

peningkatan hasil kerja yang dibutuhkan oleh ventrikel kiri.

3.      Edema paru

Diatas tingkat kritis kelainan katup aorta, ventrikel kiri akhirnya tidak dapat menyesuaikan

dengan beban kerja. Akibatnya ventrikel kiri melebar dan curah jantung mulai menurun pada

saat yang bersamaan darah tertimbun di atrium kiri dan di paru-paru di belakang ventrikel kiri

yang kepayahan. Tekanan atrium kiri meningkat secara progresif dan muncul edema di pari-paru.

4.      Hipoksia Jaringan

Efek lain yang membantu mengompensasi penurunan hasil bersih pemopaan ventrikel kiri

ialah peningkatan volume darah. Hal ini adalah akibat dari penurunan awal dari

tekanan arteri ditambah refleks sirkulasi perifer yang menurunkan induksi

tekanan. Peningkatan volume darah cenderung meningkatkan aliran balik vena ke

jantung, hal ini selanjutnya menyebabkan ventrikel kiri memompakan darah

dengan takanan ekstra yang dibutuhkan untuk mengimbangi dinamika

pemompaan yang abnormal

Daftar pustaka

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2004. Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Jakarta : FKUI.

Sherwood. 2003. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kabo,peter.2014. bagaimana menggunakan obat-obat kardiovaskular secara rasional. Jakarta: FKUI