Upload
tikazein
View
25
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
sistem akuntansi pemerintahan
Citation preview
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi akuntansi menurut The Committee on Technology of The
American Institute of Accountants (AICPA) tahun 1941 yang dikutip oleh Indra
Bastian (2001:117) adalah sebagai berikut :
“Akuntansi adalah seni mencatat, mengklasifikasi dan mengumpulkan dalam sebuah cara yang signifikan dan dalam suatu moneter, transaksi dan kejadian yang dalam bagian terkecil dari karakter dan mengartikan hasilnya”.
Definisi akuntansi yang banyak diterima saat ini adalah definisi yang
diberikan oleh AICPA, termuat dalam Statement of The Accounting Principles
Board No. 4 (APB No. 4) yang dikutip oleh Indra Bastian (2001:117) menyatakan
bahwa :
“Akuntansi adalah suatu kegiatan jasa yang berfungsi untuk menjelaskan informasi kuantitatif terutama yang bersifat keuangan dalam suatu entitas (kesatuan) usaha yang diharapkan dapat digunakan untuk pengambilan keputusan ekonomi dalam menetapkan pilihan yang tepat diantara berbagai alternatif tindakan”.
Dengan demikian akuntansi bukan hanya merupakan pembukuan pencatatan
transaksi semata, melainkan sebagai wahana pelayanan jasa yang berfungsi
mempersiapkan informasi keuangan untuk pengambilan keputusan bagi pemakai
laporan keuangan. Penerapan akuntansi itu sendiri dapat di organisasi bisnis
(profit oriented) maupun organisasi sektor publik (public sector organization)
seperti di Pemerintahan Daerah
Sehingga akuntansi sektor public menurut Indra Bastian (2001:6) dapat
didefinisikan sebagai berikut :
4
“Mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga tinggi Negara dan departemen-departemen di bawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM, dan yayasan social, maupun pada proyek-proyek kerja sama sektor publik dan swasta”.
Dari definisi di atas perlu diartikan dana masyarakat sebagai dana yang
dimiliki oleh masyarakat, bukan individual, yang biasanya dikelola oleh
organisasi-organisasi sektor publik dan swasta.
2.1 Sistem Akuntansi Pemerintahan
2.1.1 Definisi Akuntansi Pemerintahan
Akuntansi pemerintahan menurut Kustadi (1993:11) adalah: “Aplikasi
akuntansi dibidang keuangan Negara khususnya pada tahapan pelaksanaan
anggaran termasuk segala pengaruh yang ditimbulkannya, baik yang bersifat
seketika maupun yang lebih permanen pada semua tingkat dan unit
pemerintahan”.
Di Indonesia, perangkat hukum yang mendasari diterapkannya akuntansi
pemerintahan, yaitu:
1. UUD 1945 pasal 23 ayat 1,2,3,4,5
2. UUPI (Undang-undang Perbendaharaan Negara Indonesia) atau
Indonesche Compatibilities lebih dikenal dengan ICW Pasal 1 yang
menyatakan bahwa: “Keuangan Negara Republik Indonesia harus
dipertanggungjawabkan menurut ketentuan undang-undang ini”.
3. UU APBN, setiap tahun diterapkan dan apabila APBN mengalami
perubahan maka perlu ditetapkan dengan UU TP APBN.
5
4. Undang-undang atau peraturan-peraturan terkait lainnya, dapat
berbentuk UU, Peraturan Pemerintah, Kepres, Surat Keputusan
Menteri, Keuangan atau Surat Edaran dari Instansi yang berwenang
atas keuangan Negara. Berdasarkan SK Men.Keu.RI 337/KMK
012/2003, maka diimplementasikan Sistem Akuntansi Pemerintahan
Pusat (SAPP) adalah: “Sistem akuntansi yang mengolah semua
transaksi keuangan, asset, kewajiban dan ekuitas dana pemerintah
pusat yang tercakup dalam APBN yaitu Lembaga Tertinggi Negara,
Lembaga Tinggi Negara, Departemen atau Lembaga Non
Departemen, Bagian Anggaran 16”.
Namun penerapan SAPP tidak mencakup unit-unit organisasi pemerintah seperti,
Pemerintah Daerah, BUMN/BUMD, Bank Pemerintah, Lembaga Keuangan
Pemerintah. SAPP mencakup :
1. Basis akuntansi yaitu untuk aset, kewajiban dan ekuitas dengan basis
accrual Pendapatan dan Belanja dicatat berdasar basis kas
2. Adanya sistem pembukuan berpasangan (double entry)
3. Adanya sistem terpadu yaitu digunakan untuk pendekatan bahwa
keseluruhan pemerintahan pusat merupakan suatu kesatuan akuntansi dan
ekonomi tinggal dengan presiden sebagai pengelola utama serta DPR
sebagai lembaga yang mengevaluasi pelaksanaannya
4. Desentralisasi pelaksanaan akuntansi, dimana system dirancang secara
berjenjang dan dimulai pada sumber data di Daerah/Propinsi
5. Perkiraan/Bagan standard yang seragam, dengan tujuan :
6
Memastikan bahwa anggaran dan realisasinya menggunakan istilah
yang sama
Memudahkan pengawasan dan ketaatan dengan pagu yang sudah
ditentukan UU APBN dan dalam dokumen Allotment
(DIP/DIK/SKO)
Memungkinkan perbandingan data dan laporan keuangan, baik
dalam satu laporan maupun antar laporan.
2.1.2 Tujuan Akuntansi Pemerintahan
Sistem akuntansi yang diterapkan sekarang di Indonesia adalah Sistem
Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) berdasarkan SK Men.Keu RI 337/KMK
012/2003 mempunyai tujuan yaitu:
1. Menjaga aset pemerintah dan instansinya melalui pencatatan,
pemrosesan dan pelaporan transaksi keuangan yang konsisten, sesuai
dengan standard dan praktek akuntansi yang diterima secara umum
2. Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang
anggaran dan kegiatan atau keuangan pemerintah pusat baik secara
nasional maupun instansi yang berguna sebagai dasar penilaian
kinerja, untuk menentukan ketaatan otonomi anggaran dan untuk
tujuan akuntabilitas
3. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang posisi
keuangan suatu instansi dan pemerintah pusat secara keseluruhan
7
4. Menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan,
pengelolaan, dan pengendalian kegiatan dan keuangan pemerintah
secara efisien
2.1.3 Ciri-ciri Akuntansi Pemerintahan
BAKUN (Badan Akuntansi Negara) Departemen Keuangan RI
mengemukakan ciri-ciri Sistem Akuntansi Pemerintah (2003:3):
1. Basis akuntansi yaitu pendapatan diakui pada saat kas diterima oleh
Kas Umum Negara (KUN) dan belanja diakui dan dicatat pada saat
kas dikeluarkan dari KUN. Aset, kewajiban dan ekuitas dana diakui
dan dicatat pada saat terjadinya transaksi atau apada saat kejadian
atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah
bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar
2. Adanya sistem pembukaan berpasangan (double entry), yang
didasarkan atas persamaan dasar akuntansi yaitu : aset = Kewajiban
Ekuitas Dana. Setiap transaksi dibukuan dengan men-debit sebuah
perkiraan dan mengkreditkan perkiraan yang terkait
3. Adanya sistem terpadu dan komputerisasi. SAPP terdiri dari
beberapa subsistem yang saling berhubungan dan merupakan suatu
kesatuan yang tidak terpisahkan dan proses pembukuan dan
pelaporannya sudah dikomputerisasi.
8
Sistem Pengelolaan Laporan Keuangan terbagi dua yaitu, Negara dan
Daerah. Sistem ini melibatkan SAPP (Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat) dan
SAPD (Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah). Tujuan SAPP dan SAPD adalah
untuk menyediakan informasi keuangan yang diperlukan dalam hal perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pengendalian anggaran, perumusan
kebijaksanaan, pengambil keputusan dan penilaian kinerja pernerintah, sebagai
upaya untuk mempercepat penyajian Perhitungan Anggaran Negara (PAN) dan
Daerah, serta memudahkan pemeriksaan oleh aparat pengawasan fungsional
secara efektif clan efisien.
Adapun Proses Perencanaan Keuangan Daerah dan Negara adalah proses
penciptaan tujuan organisasi oganisasi yang sukses mengkoordinasikan jangka
panjang dan pendek. Hal ini terkait dengan tujuan organisasi dan arah tujuan
Sistem Pengelolaan Laporan Keuangan.
2.1.4 SAPP (Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat)
SAPP adalah sistem akuntansi yang mengolah semua transaksi keuangan,
aset, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah pusat, yang menghasilkan
informasi akuntansi da n laporan keuangan yang tepat waktu dengan mutu
yang dapat diandalkan, baik yang diperlukan oleh badan-badan di luar
pemerintah pusat seperti DPR, maupun oleh berbagai tingkat manajemen pada
pemerintah pusat.
9
2.1.4.1 Kerangka Umum Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat disampaikan kepada DPR sebagai
pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN. Sebelum disampaikan kepada DPR,
laporan keuangan pemerintah pusat tersebut diaudit terlebih dahulu oleh pihak
BPK. Laporan keuangan pemerintah pusat terdiri dari:
A. Laporan Realisasi Anggaran
Konsolidasi Laporan Realisasi Anggaran dari seluruh Kementerian
Negara/Lembaga yang telah direkonsiliasi. Laporan ini menyajikan
informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan
pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-
masing diperbandingkan dengan anggaran dalam satu periode.
B. Neraca Pemerintah
Neraca Pemerintah Pusat merupakan konsolidasi Neraca SAI dan
Neraca SAKUN (Sistem Akuntansi Kas Umum Negara). Laporan in
menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah pusat berkaitan
dengan aset, utang dan ekuitas dana pada tanggal/tahun anggaran
tertentu.
C. Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat merupakan konsolidasi
Laporan Arus Kas dari seluruh Kanwil Ditjen PBN. Laporan ini
menyajikan informasi arus masuk dan keluar kas selama periode
tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi,
investasi aset non keuangan, pembiayaan dan non anggaran.
10
D. Catatan atas Laporan Keuangan
Merupakan penjelasan atau perincian atau analisis atas nilai suatu
pos yang tersaji di dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca
Pemerintah dan Laporan Arus Kas dalam rangka pengungkapan
yang memadai.
2.1.4.2 Tujuan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
Tujuan SAPP adalah untuk menyediakan informasi keuangan yang
diperlukan dalam hal perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan,
pengendalian anggaran, perumusan kebijaksanaan, pengambil keputusan dan
penilaian kinerja pernerintah dan sebagai upaya untuk mempercepat penyajian
Perhitungan Anggaran Negara (PAN), serta memudahkan pemeriksaan oleh
aparat pengawasan fungsional secara efektif clan efisien.
Di samping itu, SAPP juga dirancang untuk mendukung transparansi
Laporan Keuangan Pemerintah dan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah dalam
mencapai pemerintahan yang baik, yang meliputi Akuntabilitas, Manajerial dan
Transparansi.Akuntabilitas yang dimaksud adalah meningkatkan kualitas
akuntabilitas (pertanggungjawaban) pemerintah atas pelaksanaan anggaran.
Dalam hal manajerial adalah menyediakan informasi keuangan yang diperlukan
untuk perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pengendalian
anggaran, perumusan kebijaksanaan, pengambilan keputusan dan penilaian
kinerja pemerintah. Sedangkan menyangkut transparansi adalah memberikan
11
keterbukaan pelaksanaan kegiatan pemerintah kepada rakyat untuk mewujudkan
pemerintahan yang baik.
Menurut United Station/PBB dalam bukunya A Manual forgoverment
accounting, yang dikutip oleh Sonny Loho dan Sugyanto (2008:35), antara lain
disebutkan bahwa Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat terdiri dari :
1. Sistem Akuntansi Pusat yang diselenggarakan oleh BAKUN
2. Sistem Akuntansi Instansi yang diselenggarakan oleh Departemen,
Lembaga Non Departemen, yang terdiri dari 4 sistem yaitu : tingkat
departemen, tingkat eselon I, tingkat wilayah dan tingkat
kantor/proyek
2.1.4.3 Ciri-ciri Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
Ciri-ciri Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat yaitu:
1. Sistem yang terpadu. Dalam penyusunan sistem digunakan
pendekatan bahwa keseluruhan.Pernerintah Pusat merupakan
kesatuan akuntansi dan ekonomi tunggal. Presiden sebagai pengelola
utama dan DPR sebagai badan yang bertugas menelaah dan
mengevaluasi pelaksanaannya.
2. Akuntansi Anggaran dan Akuntansi Dana. Undang-Undang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara digunakan sebagai
landasan operasional keuangan tahunan Pemerintah dan dengan
disahkannya UU-APBN maka pelaksanaan anggaran dapat
dilaksanakan
3. Sistem tata buku berpasangan
4. Basis kas untuk pendapatan dan belanja. Penggunaan basis kas ini
sesuai dengan Undang-Undang Perbendarahaan Indonesia dan
Keppres Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
12
5. Standard dan prinsip akuntansi. Standar dan prinsip akuntansi adalah
norma atau aturan dalam praktek yang dapat diterima oleh profesi,
dunia usaha, dan departemen/lembaga pemerintah yang
berkcpentingan dengan laporan keuangan.
6. Desentralisasi pelaksanaan akuntansi. Sistem dirancang agar
pelaksanaan akuntansi dilakukan secara ber,jenjang dan dimulai
pada sumber data di daerah atau propinsi dan digunakan sebagai
pedoman penyusunan unit-unit akuntansi baik di tingkat wilayah
maupun tingkat pusat.
7. Perkiraan standar yang seragam. Perkiraan yang digunakan unit
akuntansi dan mata anggaran pada unit operasional anggaran dan
pelaksanaan anggaran sama, baik klasifikasi maupun istilahnya agar
dapat memastikan bahwa anggaran dan laporan realisasinya
menggunakan istilah yang sama, serta meningkatkan kemampuan
sistem akuntansi untuk memberikan informasi/laporan yang relevan,
berarti, dan dapat diandalkan. Selain itu dapat digunakan untuk
memudahkan pengawasan atas ketaatan dengan pagu yang
ditentukan dalam UU-APBN dan dalam dokumen allotment
(DIK/DIP/SKO), serta memungkinkan perbandingan data laporan
keuangan, baik dalam satu laporan maupun antar laporan.
2.1.5 SAPD (Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah)
Pedoman SAKD disusun dengan tujuan sebagai berikut:
1. Menyediakan pedoman akuntansi yang diharapkan dapat diterapkan bagi
pencatatan transaksi keuangan pemerintah daerah yang berlaku dewasa ini,
terutama dengan diberlakukannya otonomi daerah yang baru.
2. Menyediakan pedoman akuntansi yang dilengkapi dengan klasifikasi
rekening dan prosedur pencatatan serta jurnal standar yang telah
13
disesuaikan dengan siklus kegiatan pemerintah daerah yang mencakup
penganggaran, perbendaharaan, dan pelaporannya
SAPD adalah serangkaian prosedur mulai dari proses pengumpulan data,
pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan dalam rangka
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual atau
menggunakan aplikasi komputer.
2.1.5.1. Basis akuntansi
SAPD menggunakan basis kas untuk Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
dan basis akrual untuk neraca. Dengan basis kas, pendapatan diakui dan dicatat
pada saat kas diterima oleh rekening Kas Daerah serta belanja diakui dan dicatat
pada saat kas dikeluarkan dari rekening kas daerah. Aset, kewajiban, dan ekuitas
dana dicatat pada saat terjadinya transaksi atau pada saat kejadian atau kondisi
lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah.
2.1.5.2. Sistem pembukuan berpasangan
Sistem pembukuan berpasangan (double entry system) didasarkan atas
persamaan dasar akuntansi, yaitu: Aset = Kewajiban+Modal setiap transaksi
dibukukan dengan mendebet suatu perkiraan dan mengkredit suatu perkiraan yang
lain.
14
1) Subsistem
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah: dilaksanakan oleh PPKD (Pejabat
Pengelola Keuangan Daerah) yang akan mencatat transaksi-transaksi yang
dilakukan oleh level pemda
Sistem Akuntansi Satuan Kerja Perangkat Daerah: dilaksanakan oleh
Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) SKPD. Transaksi-transaksi yang
terjadi dilingkungan satuan kerja harus dicatat dan dilaporkan oleh PPK
SKPD.
2.1.5.3. Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah (SKPKD)
Dalam konstruksi keuangan negara, terdapat dua jenis satuan kerja, yaitu
SKPD dan SKPKD. Dalam pelaksanaan anggaran, transaksi terjadi di SKPD
dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
1. Transaksi-transaksi yang dilakukan oleh SKPKD sebagai satuan
kerja
2. Transaksi-transaksi yang dilakukan oleh SKPKD pada level pemda
15
Pendapatan Belanja Pembiayaan
Satuan Kerja Pendapatan pajak Belanja pegawai
Reteribusi Belanja baran
dan jasa
Lain-lain
pendapatan yang
sah
Belanja Modal
Pemda Dana
perimbangan
Belanja bunga,
subsidi, hibah,
bansos, bagi
hasil, bantuan
keuangan
Penerimaan
pembiayaan
Lain-lain
pendapatan yang
sah
Belanja ridak
terduga
Pengeluaran
pembiayaan
Sistem akuntansi SKPD meliputi:
1. Akuntansi pendapatan
2. Akuntansi belanja
3. Akuntansi asset
4. Akuntansi selain kas
16
Laporan keuangan yang harus dibuat oleh SKPD adalah:
1. LRA
2. Neraca
3. Catatan atas laporan keuangan
2.1.5.4. Akuntansi PPKD
Akuntansi PPKD adalah sebuah entitas akuntansi yang dijalankan oleh
fungsi akuntansi di SKPD, yang mencatat transaksi-transaksi yang dilakukan oleh
SKPKD dalam kapasitas sebagai pemda. Sistem akuntansi PPKD meliputi:
1. Akuntansi pendapatan PPKD
2. Akuntansi belanja PPKD
3. Akuntansi pembiayaan
4. Akuntansi Aset (investasi jangka panjang)
5. Akuntasi Utang
2.1.5.5. Penyusunan Laporan Keuangan PPKD
Laporan keuangan PPKD adalah laporan keuangan yang dikeluarkan oleh
SKPKD dalam kapasitas sebagai pemda. SKPKD sebagai satuan kerja akan
mengeluarkan laporan keuangan SKPD seperti SKPD yang lain.
Dengan demikian, yang akan muncul dalam laporan keuangan PPKD
adalah transaksi-transaksi pendapatan PPKD, belanja PPKD, dan pembiayaan.
Format dan prosedur penyusunannya sama dengan laporan keuangan SKPD.
Laporan keuangan PPKD ini nantinya akan dikonsolidasikan bersama laporan
17
keuangan semua SKPD menjadi Laporan Keuangan Pemerintah
Provinsi/kota/kabupaten.
2.1.5.6. Penyusunan Laporan Keuangan Pemda
Laporan Keuangan Pemerintah daerah adalah laporan keuangan
konsolidasi dari laporan keuangan SKPD dan Laporan keuangan PPKD.
Laporan keuangan pemerintah provinsi/kota/kabupaten tediri atas:
a. LRA
b. Neraca
c. Laporan Arus Kas
d. Catatan atas laporan keuangan
2.2. Proses Perencanaan Keuangan Daerah dan Negara
Perencanaan adalah proses penciptaan tujuan organisasi. Organisasi yang
sukses mengkoordinasikan jangka panjang dan pendek. Hal ini terkait dengan
tujuan organisasi dan arah tujuan. Perencanaan merupakan hal yang penting
karena jenis, kuantitas dan kualitas kinerja jasa dan pengadaan pemerintah tidak
dievaluasi dan disesuaikan melalui mekanisme pasar terbuka dan mereka cukup
peka kepada kepentingan umum. Lebih lanjnut, perencanaan dan keputusan
pemerintah merupakan proses gabungan yang melibatkan warga negara, badan
legislatif dan eksekutif.
18
2.2.1 Proses Perencanaan Keuangan Daerah
Aspek perencanaan keuangan daerah diarahkan agar seluruh proses
penyusunan APBD semaksimal mungkin dapat menunjukkan latar belakang
pengambilan keputusan dalam penetapan arah kebijakan umum, skala prioritas
dan penetapan alokasi serta distribusi sumber daya dengan melibatkan partisipasi
masayarakat.
Perencanaan anggaran keuangan daerah secara keseluruhan mencakup
penyusunan Kebijakan Umum APBD sampai dengan disusunnya Rancangan
APBD terdiri dari beberapa tahapan proses perencanaan anggaran daerah (5).
Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 serta Undang-Undang No. 32
dan 33 Tahun 2004, tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
1) Pemerintah daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun
anggaran berikutnya sebagai landasan penyusunan rancangan APBD
paling lambat pada pertengahan bulan Juni tahun berjalan. Kebijakan
umum APBD tersebut berpedoman pada RKPD. Proses penyusunan
RKPD tersebut dilakukan antara lain dengan melaksanakan
musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) yang selain
diikuti oleh unsur-unsur pemerintahan juga mengikutsertakan dan/atau
menyerap aspirasi masyarakat terkait, antara lain asosiasi profesi,
perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), pemuka adat,
pemuka agama, dan kalangan dunia usaha.
19
2) DPRD kemudian membahas kebijakan umum APBD yang
disampaikan oleh pemerintah daerah dalam pembicaraan pendahuluan
RAPBD tahun anggaran berikutnya.
3) Berdasarkan Kebijakan Umum APBD yang telah disepakati dengan
DPRD, pemerintah daerah bersama DPRD membahas prioritas dan
plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap SKPD.
4) Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun RKA-SKPD
tahun berikutnya dengan mengacu pada prioritas dan plafon anggaran
sementara yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah bersama
DPRD.
5) RKA-SKPD tersebut kemudian disampaikan kepada DPRD untuk
dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.
6) Hasil pembahasan RKA-SKPD disampaikan kepada pejabat pengelola
keuangan daerah sebagai bahan penyusunan rancangan perda tentang
APBD tahun berikutnya.
7) Pemerintah daerah mengajukan rancangan perda tentang APBD
disertai dengan penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya
kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya.
8) Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai rancangan perda
tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum
tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan
20
2.2.2. Proses Perencanaan Keuangan Negara
Untuk menjamin agar kegiatan pembangunan berjalan efektif, efisien, dan
bersasaran maka diperlukan Perencanaan Pembangunan Nasional serta
keseragaman peraturan yang berlaku guna tercapainya tujuan bernegara dan
menghindarkan dari ketimpangan antar wilayah. Ketentuan mengenai sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, yang mencakup penyelenggaraan
perencanaan makro atau perencanaan yang berada pada tataran kebijakan nasional
atas semua fungsi pemerintahan dan meliputi semua bidang kehidupan secara
terpadu dalam Wilayah Negara Republik Indonesia diatur dalam UU No. 25
Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara
perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam
jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur
penyelenggara pemerintahan di pusat dan Daerah dengan melibatkan masyarakat,
yang mana antara lain bertujuan untuk: mendukung koordinasi antarpelaku
pembangunan; menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar
Daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara Pusat
dan Daerah; Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; Mengoptimalkan partisipasi
masyarakat; dan Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien,
efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam UU No. 25 Tahun 2004
didefenisikan bahwa Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan
21
masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber
daya yang tersedia. Setidaknya terdapat dua arahan yang tercakup dalam sistem
perencanaan pembangunan nasional, yaitu:
1. Arahan dan bimbingan bagi seluruh elemen bangsa untuk
mencapai tujuan bernegara seperti tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945. Arahan ini dituangkan dalam rencana pembangunan
nasional sebagai penjabaran langkah-langkah untuk mencapai
masyarakat yang terlindungi, sejahtera, cerdas dan berkeadilan dan
dituangkan dalam bidang-bidang kehidupan bangsa: politik, sosial,
ekonomi, budaya, serta pertahanan dan keamanan.
2. Arahan bagi pemerintah dalam menjalankan fungsinya untuk
mencapai tujuan pembangunan nasional baik melalui intervensi
langsung maupun melalui pengaturan masyarakat/pasar, yang
mana mencakup landasan hukum di bidang perencanaan
pembangunan baik pada Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah.
Selain dua arahan yang tercakup dalam sistem perencanaan pembangunan
nasional diatas, pada pasal 8 UU No. 25 Tahun 2004 juga dijelaskan empat
tahapan perencanaan pembangunan, yaitu terdiri dari:
1) Penyusunan rencana
Tahap penyusunan rencana dilaksanakan untuk menghasilkan
rancangan lengkap dari suatu rencana yang siap untuk ditetapkan, yang
terdiri dari 4 (empat) langkah, yaitu:
22
a) Penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat
teknokratik, menyeluruh, dan terukur.
b) Masing-masing instansi pemerintah menyiapkan rancangan
rencana kerja dengan berpedoman pada rancangan rencana
pembangunan yang telah disiapkan.
c) Melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan
rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang
pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan.
d) Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.
2) Penetapan rencana
Penetapan rencana menjadi produk hukum sehingga mengikat semua
pihak untuk melaksanakannya. Menurut Undang-Undang ini, rencana
pembangunan jangka panjang Nasional/Daerah ditetapkan sebagai
Undang-Undang/Peraturan Daerah, sedangkan rencana pembangunan
jangka menengah Nasional/Daerah dan rencana pembangunan tahunan
Nasional/ Daerah ditetapkan sebagai Peraturan Presiden/Kepala
Daerah.
3) Pengendalian pelaksanaan rencana
Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk
menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang
dalam rencana melalui kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian
selama pelaksanaan rencana tersebut oleh pimpinan
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah. Selanjutnya
23
Menteri Negara Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS) dan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan
Daerah (BAPPEDA) menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan
pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-masing pimpinan
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sesuai
dengan tugas dan kewenangannya.
4) Evaluasi pelaksanaan rencana
Evaluasi pelaksanaan rencana adalah bagian dari kegiatan perencanaan
pembangunan yang secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis
data dan inforrnasi untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan dan
kinerja pembangunan. Evaluasi ini dilaksanakan berdasarkan indikator
dan sasaran kinerja yang tercantum dalam dokumen rencana
pembangunan. Indikator dan sasaran kinerja mencakup masukan
(input), keluaran (output), hasil (result), manfaat (benefit) dan dampak
(impact). Dalam rangka perencanaan pembangunan, pemerintah, baik
Pusat maupun daerah, berkewajiban untuk melaksanakan evaluasi
kinerja pembangunan yang merupakan dan atau terkait dengan fungsi
dan tanggungjawabnya. Dalam melaksanakan evaluasi kinerja proyek
pembangunan, mengikuti pedoman dan petunjuk pelaksanaan evaluasi
kinerja untuk menjamin keseragaman metode, materi, dan ukuran yang
sesuai untuk masing-masing jangka waktu sebuah rencana.
24
Keempat tahapan tersebut harus diselenggarakan secara sistematis, terarah,
terpadu, menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan, sehingga dapat
membentuk suatu siklus perencanaan pembangunan nasional yang utuh.
Perencanaan Pembangunan baik tingkat Nasional maupun tingkat daerah
menghasilkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), Rencana Strategis (Renstra), Rencana
Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja (Renja). Berdasarkan UU No. 25
tahun 2004, ruang lingkup perencanaan pembangunan Nasional dan Daerah
tersebut dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
RPJP Nasional merupakan penjabaran tujuan Nasional kedalam Visi, misi
dan Arah pembangunan Nasional. Sedangkan RPJP Daerah mengacu pada
RPJP Nasional dan memuat tentang visi, misi dan arah dalam
pembangunan Daerah.
2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program
Presiden. Penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional, yang memuat
strategi pembangunan Nasional, kebijakan umum, program
Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan
lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup
gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan
fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka
pendanaan yang bersifat indikatif. Sedangkan RPJM Daerah merupakan
25
penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang
penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM
Nasional, memuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi pembangunan
Daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah,
lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai
dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka
pendanaan yang bersifat indikatif.
3. Rencana Strategis (Renstra)
Renstra Kementerian/Lembaga pada tingkat nasional memuat visi, misi,
tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai
dengan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang disusun dengan
berpedoman pada RPJM Nasional dan bersifat indikatif. Sedangkan
Renstra-Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pada tingkat daerah
memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi Satuan Kerja
Perangkat Daerah serta berpedoman kepada RPJM Daerah dan bersifat
indikatif.
4. Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
RKP merupakan penjabaran dari RPJM Nasional, memuat prioritas
pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro yang mencakup
gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan
fiskal, serta program Kementerian/Lembaga, lintas Kementerian/Lembaga,
kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaan
26
yang bersifat indikatif. Sedangkan RKP Daerah merupakan penjabaran
dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP, memuat rancangan kerangka
ekonomi Daerah, prioritas pembangunan Daerah, rencana kerja, dan
pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun
yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
5. Rencana Kerja (Renja)
Renja Kementerian/Lembaga pada tingkat nasional disusun dengan
berpedoman pada Renstra Kementerian/Lembaga dan mengacu pada
prioritas pembangunan Nasional dan pagu indikatif, serta memuat
kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan
langsung oleh Pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong
partisipasi masyarakat. Sedangkan Renja-SKPD disusun dengan
berpedoman kepada Renstra SKPD dan mengacu kepada RKP, memuat
kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan
langsung oleh Pemerintah Daerah maupun yang ditempuh dengan
mendorong partisipasi masyarakat.
Perencanaan pembangunan Nasional dan Daerah diatas harus dilakukan secara
terpadu, dengan memperhitungkan kebutuhan rakyat dan memanfaatkan
ketersediaan sumber daya, informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
perkembangan dunia global, yang semata-mata ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
27
2.3. Pelaksanaan Anggaran Keuangan Daerah dan Negara
Setelah APBDN ditetapkan secara terperinci dengan undang-
undang,maka pelaksanaan di atur lebih lanjut dengan keputusan presiden sebagai
pedoman bagi kementrian negara/lembaga dalam pelaksanaan
anggaran.Pengaturan dalam keputusan presiden tersebut terutama dalam hal-hal
yang belum di perincidi dalam Undang-Undang APBDN, seperti ,alokasi
anggaran untuk kantor daerah kementrian Negara/lembaga, pembayaran gaji
dalam belanja pegawai, pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban
kementerian Negara/lembaga, dan alokasi dana perimbangan untuk
provinsi/kabupaten/kota dan alokasi subsidi sesuai dengan keperluan
perusahaan/badan yang menerima.
Pemerintahan pusat dan pemerintah pusat dan pemirintah daerah
menyampaikanl laporan realisi semester pertama kepada DPR/DPRD pada akhir
juli tahun anggran yang bersangkutan untuk memberi informasi mengenai
perkembangan pelaksanaan APBN/APBD. Laporan realisasi tersebut menjadi
bahan evaluasi pelaksanaan APBN/APBD semester pertama dan
penyesuain/perubahan APBN/APBD pada semester berikutnya.Ketentuan
megenai pegelolaan keuangan Negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD
ditetapkan tersendiri dalam Undang-Undang yang mengatur perbendaharaan
negara mengingat lebih banyak menyangkut hubung administrative antar-
kementerian negara/lembaga di linkungan pemerintah.
28
2.3.1.Pelaksanaan Anggaran Keuangan Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana
keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Tatacara tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 yang dijabarkan lebih rinci dalam
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan
Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 dan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011.
Dengan berpedoman kepada Permendagri tersebut, pemerintah daerah menyusun
mekanisme dan prosedur pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang
ditetapkan dengan Peraturan/Keputusan Kepala Daerah yang bersangkutan.
Secara garis besar mekanisme dan prosedur pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD mencakup: (a) Laporan Realisasi Semester Pertama Anggaran
Pendapatan dan Belanja; (b) Laporan Tahunan; (c) Penetapan Raperda
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD; dan (d) Evaluasi Raperda tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD.
Laporan realisasi semester pertama APBD yang disertai dengan perkiraan
realisasi semester berikutnya disiapkan oleh setiap pejabat penatausahaan
keuangan SKPD dan disampaikan kepada kepala SKPD yang bersangkutan untuk
diteruskan kepada PPKD. Selanjutnya melalui Sekretaris daerah (selaku
29
koordinator pengelolaan keuangan daerah), laporan ini disampaikan kepada
kepala daerah untuk akhirnya dilakukan pembahasan bersama DPRD.
Laporan tahunan merupakan penggabungan dari laporan semester pertama
dan laporan semester kedua yang disiapkan oleh setiap SKPD kepada PPKD dan
digunakan sebagai dasar penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah.
Laporan tahunan tersebut terdiri dari: (a) laporan realisasi anggaran; (b) neraca;
(c) laporan arus kas; dan (d) catatan atas laporan keuangan. Tahap akhir dari
proses pertanggungjawaban pelaksanaan APBD adalah menyerahkan laporan
tahunan tersebut kepada Badan Pemeriksa Keuangan.
Setelah mendapat persetujuan dari BPK, kepala daerah menyusun Raperda
tentang pertanggungjawaban APBD dan mengirimkannya kepada DPRD untuk
proses pembahasan. Selanjutnya kepala daerah menyampaikan raperda tesebut
kepada gubernur yang bersangkutan untuk dievaluasi apakah sudah sesuai dengan
kepentingan umum dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi. Persetujuan gubernur tentang evaluasi raperda merupakan
faktor penentu bagi bupati/walikota untuk menetapkan raperda tersebut menjadi
perda.
2.3.2. Pelaksanaan Anggaran Keuangan Negara
Tahun anggaran meliputi masa satu tahun mulai dari tanggal 1 Januari
sampai dengan 31 Desember tahun yang bersangkutan. APBN dalam satu tahun
anggaran meliputi:
30
1. Hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan
bersih;
2. Kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih;
3. Penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan
diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun
pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Semua penerimaan dan
pengeluaran negara dilakukan melalui Rekening Kas Umum Negara
dengan menggunakan sistem giral.
Secara garis besar, tahap-tahap siklus anggaran dapat digambarkan sebagai
berikut:
1. Penyusunan RAPBN oleh pemerintah;
2. Penyampaian RAPBN kepada DPR/pengesahannya;
3. Pelaksanaan APBN oleh pemerintah;
4. Pengawasan pelaksanaan APBN oleh BPK;
5. Pertanggungjawaban/Perhitungan Anggaran Negara (PAN);
6. Persetujuan RUU PAN menjadi UU PAN oleh DPR.
Berdasarkan fungsinya, penganggaran pemerintah mempunyai tiga fungsi
utama yaitu:
1. Stabilitas fiskal makro,
2. Alokasi sumber daya sesuai prioritas, dan
31
3. Pemanfaatan anggaran secara efektif dan efisien.
Untuk mencapai tujuan penganggaran ini, dilakukan dengan tiga
pendekatan baru dalam penyusunan sistem penganggaran yaitu:
1. Penerapan kerangka pengeluaran jangka menengah. Kerangka
pengeluaran jangka menengah digunakan untuk mencapai disiplin
fiskal secara berkelanjutan. Kementerian negara/lembaga mengajukan
usulan anggaran untuk membiayai program dan kegiatan dalam tahun
anggaran yang direncanakan dan menyampaikan prakiraan maju yang
merupakan implikasi kebutuhan dana untuk pelaksanaan program dan
kegiatan tersebut pada tahun berikutnya. Prakiraan maju yang
diusulkan kementerian negara/lembaga disetujui oleh presiden dalam
keputusan presiden tentang rincian APBN untuk menjadi dasar bagi
penyusunan usulan anggaran kementerian negara/lembaga pada tahun
anggaran berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun.
2. Penerapan penganggaran terpadu. Penyusunan anggaran terpadu
dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan
penganggaran di lingkungan kementerian negara/lembaga untuk
menghasilkan dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga (RKA-KL) dengan klasifikasi anggaran belanja
menurut organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
3. Penerapan penganggaran berbasis kinerja (ABK). Penerapan
penyusunan anggaran berbasis kinerja menekankan pada ketersediaan
rencana kerja yang benar-benar mencerminkan komitmen kementerian
32
negara/lembaga sebagai bagian dari proses penganggaran. Penyusunan
Anggaran Berbasis Kinerja dilakukan dengan memperhatikan
keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang
diharapkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran
tersebut. Dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja diperlukan
indikator kinerja, standar biaya, dan evaluasi kinerja dari setiap
program dan jenis kegiatan. Tingkat kegiatan yang direncanakan dan
standar biaya yang ditetapkan pada awal siklus tahunan penyusunan
anggaran menjadi dasar dalam menentukan anggaran untuk tahun
anggaran yang direncanakan dan prakiraan maju bagi program yang
bersangkutan. Standar biaya, baik yang bersifat umum maupun yang
bersifat khusus bagi pemerintah pusat, ditetapkan oleh menteri
keuangan setelah berkoordinasi dengan kementerian negara/lembaga
terkait. Pengaturan mengenai pengukuran kinerja, evaluasi kinerja
kegiatan, dan evaluasi kinerja program adalah sebagai berikut:
a. Dalam rangka penerapan anggaran berbasis kinerja, kementerian
negara/lembaga melaksanakan pengukuran kinerja.
b. Kementerian negara/lembaga melakukan evaluasi kinerja kegiatan
satuan kerja kementerian negara/lembaga setiap tahun berdasarkan
sasaran dan/atau standar kinerja kegiatan yang telah ditetapkan
sebagai umpan balik bagi penyusunan RKA-KL tahun berikutnya.
33
c. Kementerian negara/lembaga melakukan evaluasi kinerja program
sekurang-kurangnya sekali dalam 5 (lima) tahun berdasarkan
sasaran dan/atau standar kinerja yang telah ditetapkan.
Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis
kinerja di sektor publik, perlu dilakukan perubahan klasifikasi anggaran agar
sesuai dengan klasifikasi yang digunakan secara internasional. Perubahan dalam
pengelompokan transaksi pemerintah tersebut dimaksudkan untuk memudahkan
pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, memberikan gambaran yang objektif dan
proporsional mengenai kegiatan pemerintah, menjaga konsistensi dengan standar
akuntansi sektor publik, dan memudahkan penyajian dan meningkatkan
kredibilitas statistik keuangan pemerintah.
2.4. Pelaporan dan Evaluasi Anggaran
Setelah anggaran selesai disusun, organisasi sektor publik melaksanakan
apa yang dianggarkan dalam kegiatan-kegiatan tahun berjalan. Pelaksanaan
anggaran kinerja tidak bisa dilepaskan dari proses pelaporan dan evaluasi atas
aktivitas yang telah dilaksanakan. Hal ini menjadi sangat penting karena salah
satu ukuran keberhasilan anggaran kinerja adalah kemampuannya untuk diukur
dan dievaluasi guna mendapatkan umpan balik.
Untuk itu, setiap organisasi sektor publik harus melaporkan pada tingkat di
mana mereka telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Artinya, setiap
organisasi harus menyediakan informasi mengenai aktivitas yang telah dilakukan.
Informasi ini seharusnya meliputi input, output, dan outcome, dan berbagai
34
indikator kualitatif lainnya yang dirasakan perlu. Hal ini berbeda dengan
pelaksanaan anggaran tradisional yang hanya menekankan pada pelaporan
kuantitatif.
Service Efforts and Accomplisment (SEA) mengukur keberhasilan
organisasi dalam 3 indikator:
1. Indikator usaha, yakni sumber daya yang digunakan untuk pelayanan
(inpust)
2. Indikator pencapaian, yakni pelayanan apa yang dapat disediakan dan
dicapai dengan input yang tersedia (output dan outcome)
3. Indikator yang menghubungkan usaha dan pencapaian, indikator ini dibagi
lagi menjadi 2, yaitu:
Indikator efisiensi, perbandingan input dan output
Indikator efektivitas, perbandingan input dan outcome
Anggaran merupakan rencana operasional keuangan yang mencakup suatu
estimasi pengeluaran untuk suatu jangka waktu tertentu dan rencana penerimaan
pendapatan untuk membiayai. Selain itu anggaran dapat juga didefinisikan
sebagai proses alokasi sumber daya yang terbatas terhadap permintaan yang tidak
terbatas dan satuan mata uang dalam perencanaan operasi untuk periode tertentu.
Perencanaan harus berisi informasi mengenai jenis dan jumlah pengeluaran yang
direncanakan, tujuan yang dibuat dan alat tujuan keuangan.
Anggaran untuk organisasi sektor publik berasal secara umum dari
penggunaan tingkat pajak atau jumlah yang digunakan untuk jasa. Peran
35
perencanaan dicapai dengan ukuran moneter (seperti materi, pekerja dan
perlengkapan) diperlukan untuk mencapai aktivitas yang direncanakan dalam
periode anggaran. Peran pengendalian dicapai dengan mempersiapkan anggaran
yang menunjukkan masukan dan rencana yang dicapai. Varian antara anggaran
dan aktual menunjukkan divergensi sumber daya yang jelas dalam alokasi
organisasi pemerintah untuk membolehkan melakukan tugas yang
bertanggungjawab. Pengendalian dapat dilakukan dengan membandingkan hasil
anggaran dengan aktual untuk meyakinkan tingkat pengeluaran tidak melebihi dan
aktivitas dari rencana yang terjadi. Kecuali alasan untuk varian yang dianalisa dan
langkah perbaikan menghantarkan anggaran dan kembali ke aktual sesuai garis,
keseluruhan sistem akan diluar pengendalian. Oleh karena itu, kondisi relevan,
akurat dan laporan yang tepat waktu posisi aktual dan anggaran diperlukan pada
setiap level menajemen untuk dapat dimonitor sesuai anggaran.
Laporan keuangan yang membandingkan antara pendapatan dan
pengeluaran yang dianggarkan dan aktual utnuk periode tertentu sebagai basis
untuk evaluasi terhadap standar yang ada. Anggaran juga menyediakan tujuan
yang jelas untuk evaluasi kinerja pada tiap level tanggung jawab.
36