Sinusitis Maksilaris Farmasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Sinusitis Maksilaris Farmasi

Citation preview

Referat

DISKUSI KASUS

SINUSITIS MAKSILARIS

Oleh :Kurniawan Adi PutrantoG99121025

KEPANITERAAN KLINIK UPF / LABORATORIUM FARMASI KLINIKFAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDISURAKARTA2013

BAB I PENDAHULUAN

Sinus paranasalis (maksilaris, frontalis, etmoidalis, dan sfenoid) adalah rongga di sekitar hidung yang selalu terisi udara dan berhubungan dengan saluran hidung melalui ostium yang kecil.1 Sinus paranasalis mempunyai fungsi yang penting yaitu untuk melembabkan, menyaring dan mengatur suhu udara yang akan masuk ke paru-paru.2 Kondisi inflamasi dari sinus paranasalis mempunyai dampak sosial ekonomi yang signifikan setiap tahunya, berhubungan dengan biaya kesehatan dan berkurangnya jam kerja akibat sakit.3 Sinusitis mewakili salah satu dari penyakit yang paling sering yang membutuhkan pengobatan dengan antibiotika pada populasi dewasa.3 Tantangan bagi para klinisi dalam mengevaluasi pasien dengan kemungkinan sinusitis adalah untuk mencoba membedakan infeksi virus saluran nafas atas atau rinitis alergika, yang tidak membutuhkan pengobatan dengan antibiotika, dengan sinusitis kronis atau akut yang memberikan respon dengan pengobatan dengan antibiotika.3 Kebanyakan infeksi bakteri terjadi pada keadaan dimana terjadi gangguan fungsi, obstruksi anatomi, inflamasi, drainase yang terganggu, dan perkembangan bakteri yang berlebihan. Kemudian sinus akan dipenuhi dengan cairan purulen.1 Hal tersebut terjadi karena proses inflamasi menyebabkan peningkatan sekresi dan edema pada mukosa sinonasal.2 Dengan progresifnya komponen inflamasi, sekret tersebut tertahan di dalam sinus paranasal yang dapat terjadi karena gangguan fungsi silia dan obstruksi dari ostium sinus yang relatif kecil. Posisi ostium yang melawan gravitasi secara tidak langsung juga menyebabkan buruknya drainase.2,4 Obstruksi tersebut menyebabkan pengurangan tekanan parsial oksigen di dalam sinus dan menyebabkan kondisi anaerobik di dalam sinus.2 Faktor-faktor inilah menyebabkan kondisi yang ideal dalam pertumbuhan bakteri patogen, dan menyebabkan sinusitis.2 Rinitis alergi dan infeksi virus pada saluran nafas atas yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya sinusitis.3,5 Sinus maksilaris adalah sinus yang paling sering terkena infeksi.4 Sinusitis khususnya sinusitis maksilaris adalah penyakit yang sering sekali terjadi di masyarakat, sehingga perlu sekali untuk mempelajari penyakit ini sehingga dapat menjadi bekal dalam melakukan praktek sebagai general practitioner.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI Sinusitis adalah kondisi klinis yang karakteristiknya adalah radang pada mukosa sinus paranasalis.3,4,6,7 Sinusitis maksilaris adalah peradangan atau inflamasi pada mukosa sinus maksilaris. Sinusitis maksilaris diklasifikasikan menjadi akut, sub akut dan kronik.3,4 Sinusitis akut bila gejalanya berlangsung beberapa hari sampai 4 minggu, sinusitis subakut bila berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan, dan sinusitis kronis bila berlangsung lebih dari 3 bulan.4 Dalam menentukan secara pasti apakah sinusitis tersebut akut, sub akut atau kronis, harus menggunakan pemeriksaan histopatologis.4 Sinusitis akut bila terdapat tanda-tanda radang akut, sinusitis subakut bila tanda-tanda radang akut sudah reda, dan sinusitis kronik bila terjadi perubahan histologis mukosa sinus yang irreversible.4 Diagnosis sinusitis digunakan sebagai diagnosis infeksi sinus oleh bakteri.3

B. ETIOLOGI Penyebab tersering dari Sinusitis maksilaris adalah infeksi saluran nafas atas karena virus, seperti rinitis akut, campak, dan batuk rejan.7,8 Hanya 10% diakibatkan oleh radang pada gigi molar atau premolar.8 Penyebab lain yang jarang adalah karena menyelam dan fraktur tulang maksila dan tulang frontal.8,9 Sinusitis yang terjadi karena menyelam disebabkan menyelam dengan kaki yang masuk air terlebih dahulu tanpa menjepit hidung.9

C. EPIDEMIOLOGI Prevalensi Sinusitis tinggi di masyarakat. Di bagian THT Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM Jakarta, pada tahun 1999 didapatkan data sekitar 25 % anak-anak dengan ISPA menderita sinusitis maksila akut.7 Sedang pada Departemen Telinga Hidung dan Tenggorok sub bagian Rinologi didapatkan data dari sekitar 496 penderita rawat jalan, 249 orang terkena sinusitis (50%). Di Amerika Serikat diperkirakan 0,5% dari infeksi saluran nafas atas karena virus dapat menyebabkan sinusitis akut. Sinusitis kronis mengenai hampir 31 juta rakyat Amerika Serikat.6

D. PATOGENESISStreptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae telah disepakati sebagai patogen primer pada sinusitis bakterial, selain itu M. Catarrhalis juga didapatkan pada sinusitis maksilaris (40% pada anak-anak).2,7 Faktor faktor predisposisi sinusitis maksilaris adalah obstruksi mekanik, rinitis kronis, serta rinitis alergi, polusi, udara dingin dan kering, riwayat trauma, menyelam, renang, naik pesawat, riwayat infeksi pada gigi, infeksi pada faring.4 Rinitis adalah faktor predisposisi yang paling penting dalam terbentuknya sinusitis.3 Pada saat terjadi infeksi, akan terjadi reaksi radang yang salah satunya berupa edema, edema tersebut terjadi di daerah kompleks ostiomeatal yang sempit. Mukosa yang saling berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi di dalam sinus, lendir yang diproduksi oleh mukosa sinus menjadi kental. Lendir yang kental tersebut menjadi media yang baik bagi pertumbuhan bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus menerus, akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob.2,3,4,5

E. DIAGNOSISSubjektif 1. Rhinorrhea yang kental dan bewarna agak hijau dan kadang berbau 7 hari hingga 14 hari 2,4,102. Sakit pada wajah 3. Hidung buntu

Gejala yang disebutkan di atas ini adalah gejala klasik dari sinusitis akut, gejala klasik tersebut sering juga disertai dengan gejala lain seperti yang tersebut di bawah ini: 4. Sakit pada pipi dan dapat juga pada kepala 5. Demam dan rasa lesu 6. Batuk 7. Nyeri pada telinga 8. Penurunan atau gangguan penciuman (decreased or altered sense of smell)

Bila telah menjadi kronik dapat juga terdapat komplikasi di paru-paru berupa bronkitis atau bronkiektasis atau asma bronkiale sehingga terjadi penyakit sinobronkitis.4 Objektif Pemeriksaan fisik 1. Tampak pembengkakan di daerah pipi dan kelopak mata bawah sisi yang terkena. 2. Pada rinoskopi anterior, mukosa konka tempak hiperemi dan edema, selain itu tampak mukopus atau nanah di meatus media. 3. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring. Pemeriksaan penunjang 1. Dengan pemeriksaan tranluminasi, sinus yang sakit akan terlihat suram atau gelap.4,8 Akan lebih bermakna hasilnya bila hanya salah satu sisi sinus saja yang sakit, sehingga terlihat sekali perbedaanya antara yang suram atau sakit dengan yang normal.4,8 2. Pemeriksaan radiologi, yaitu foto Waters, PA, dan lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau air- fluid level pada sinus yang sakit.4,8 CT scan merupakan tes yang paling sensitive dalam mengungkapkan kelainan anatomis selain melihat adanya cairan dalam sinus, tetapi karena mahal, CT scan tidak dipakai sebagai skrining dalam mendiagnosis sinusitis.1 3. Pemeriksaan kultur, sample diambil dari sekret dari meatus medius atau meatus superior.4,8 Pasien harus dirujuk ke otolaringologis untuk aspirasi maksila dan kultur, bila tidak sembuh dengan pengobatan antibiotika yang sesuai dan adekuat

F. DIAGNOSIS BANDING Vakum sinus Infeksi gigi geraham atas Benda asing dalam rongga hidung (corpus alienum)

G. TERAPI Prinsip penatalaksanaan dari sinusitis adalah: mengembalikan fungsi silia mukosa, memperbaiki drainase, eradikasi bakteri, dan menghilangkan keluhan nyeri.3Medikamentosa Antibiotika selama 10-14 hari: Clarithromycin 2x500mg Amoksisilin 3x500mg Kotrimoksasol 2x1tablet Doksisiklin 2x100mg/hari diikuti 100 mg/hari hari ke 2 dan berikutnya. Vasokonstriktor lokal dan dekongestan lokal untuk memperlancar drainase sinus Solusio efedrin 1-2% tetes hidung Solusio Oksimetasolin HCl 0,05% semprot hidung (untuk anak-anak memakai 0,025%) Tablet pseudoefedrin 3x60mg (dewasa) Analgetika untuk menghilangkan rasa nyeri Parasetamol 3x500mg Metampiron 3x500mg Antihistamin baik lokal ataupun oral bila terjadi sinusitis kronis akibat alergiBila dengan pengobatan medikamentosa gagal, maka harus konsultasi dengan ahli THT.3 Tindakan pembedahan Dilakukan bila pengobatan konservatif gagal, yaitu dengan mengangkat mukosa yang patologis dan membuat drainase sinus yang terkena.

H. PROGNOSIS Terapi yang cocok, terutama jika pasien perlu dirawat secara medis pada stadium dini, sangat berhasil.

BAB III ILUSTRASI KASUS A. IDENTITAS PENDERITA Nama : Tn. TUmur : 41 tahun Jenis Kelamin: Laki-laki Pekerjaan : SwastaAlamat : Sukoharjo Agama: Islam No CM: 01212030Tanggal Masuk: 9 Mei 2008

B. ANAMNESIS 1. Keluhan Utama :Nyeri di sekitar hidung

2. Riwayat Penyakit Sekarang : Sejak 1 minggu sebelum datang ke rumah sakit, pasien mengeluh nyeri di sekitar hidung. Nyeri dirasakan terus menerus, tidak berkurang dengan beristirahat. Sebelumnya pasien sering menderita pilek, kira-kira sejak 2 bulan yang lalu. Pilek dirasakan sering kambuh terutama bila pagi hari, pasien sering bersin-bersin dan keluar ingus dari kedua hidungnya. Batuk berdahak (+), warna putih kental. Pasien juga mengeluh sakit kepala sejak 1 minggu yang lalu, bertambah berat dan tidak berkurang dengan istirahat. Pasien tidak ada keluhan mengenai telinga.

3. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat hipertensi : disangkal Riwayat mondok : disangkal Riwayat asma / alergi: disangkal4. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit serupa: disangkal Riwayat asma: disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum : sakit sedang, compos mentis, gizi kesan cukup2. Tanda Vital : T : 120/70 mmHgRr : 20 x / mnt N : 80x / mntS : 36,80 C3. Mata : CA ( -/- ), SI ( -/- )4. Telinga : pendengaran baik, NT tragus ( -/- ), secret ( -/- )5. Hidung : NT ( +/+ ), secret ( +/+ ), epistaksis ( -/- )6. Mulut : bibir kering ( - ), mucosa pucat ( -)7. Tenggorokan : tonsil hiperemi ( -/- ), faring hiperemi ( -/- )8. Leher : JVP tidak menigkat9. ThoraxCor: I : Ictus cordis tidak tampak P: Ictus cordis tidak kuat angkat P: Batas jantung kesan tidak melebar A: Bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-) Pulmo : I : Pengembangan dada kanan = kiri P : Fremitus raba kanan = kiri P : Sonor / sonor A : Suara dasar vesikuler ( +/+ ), suara tambahan ( -/- )10. Abdomen: I : Dinding perut sejajar dinding dada P : Supel, nyeri tekan ( - ), hepar dan lien tak teraba P : Tymphani A : Peristaltik ( + )11. Ekstremitas: Oedem Akral dingin

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG : Foto Waters: Kesan: sinusitis maksilaris dextra dan sinistra.

E. DIAGNOSISSinusitis Maksilaris Bilateral

F. PENATALAKSANAANMedikamentosa Clarithromycin 2x500mg Pseudoefedrin 3x60mg Parasetamol 3x500mg

Penulisan Resepdr. KurniawanAlamat : Jl. Raya III/1 SoloTelp : 678910SIP : 09876/12432

R /Clarithromycin cap mg 500No. XIV 2 dd cap I R /Metampiron tab mg 500No. XXI 3 dd tab I p.c. R /Pseudoefedrin tab mg 60No. XXI 3 dd tab I

Pro : Tn. T ( 41 th )

BAB IV PEMBAHASAN

A. Terapi Antibiotik Meskipun tidak memegang peran penting, antibiotika dapat diberikan sebagai terapi awal. Pilihan antibiotika harus mencakup -laktamase seperti pada terapi sinusitis akut lini ke II, yaitu golongan penisilin (amoksisillin klavulanat atau ampisillin sulbaktam), makrolid, tetrasiklin. Jika ada perbaikan antibiotik diteruskan mencukupi 10 14 atau lebih jika diperlukan.7,11 Jika tidak ada perbaikan dapat dipilih antibiotika alternatif seperti siprofloksasin, golongan kuinolon atau yang sesuai dengan kultur. Jika diduga ada bakteri anaerob, dapat diberi metronidazole.7Jika dengan antibiotika alternatif tidak ada perbaikan, maka eveluasi kembali apakah ada faktor predisposisi yang belum terdiagnosis dengan pemeriksaan nasoendoskopi maupun CT-Scan.7

B. Terapi TambahanDekongestan, Dekongestan berperan penting sebagai terapi awal mendampingi antibiotik. Dekongestan oral menstimulasi reseptor -adrenergik dimukosa hidung dengan efek vasokontriksi yang dapat mengurang keluhan sumbatan hidung, meningkatkan diameter ostium dan meningkatkan ventilasi.7,11Preparat yang umum adalah pseudoefedrine dan phenyl-propanolamine. Karena efek peningkatan tekanan darah tinggi dan penyakit jantung harus dilakukan dengan hati-hati.7Dekongestan topikal mempunyai efek yang lebih cepat terhadap sumbatan hidung, namun efeknya ini sebetulnya tidak fisiologik dan pemakaian jangka lama (lebih dari 7 hari) akan menyebabkan rinitis medika mentosa.7

C. Pembahasan Obat Obat yang dipilih sebagai antibiotik pada kasus di atas adalah Clarithromycin. Seperti obat golongan makrolida lain, clarithromycin mengikat ribosom subunit 50 S subunit pada ribosom 70 S, hal ini akan menghambat RNA sehingga sintesa protein bakteri akan terganggu. Clarithromycin dapat bersifat bakteriostatik ataupun bakterisidal, tergantung pada konsentrasinya. Pada kondisi alkali, akan mempermudah masuk ke sel bakteri, yang pada kondisi ini clarithromycin ada dalam bentuk tak terionkan. Clarithromycin juga dapat masuk sel fagosit dan makrofag, sehingga efektif terhadap organisme yang menginfeksi saluran napas, seperti: tonsilitis, faringitis maupun sinusitis. Efek samping lain yang umum terjadi adalah diare, mual, nyeri & rasa tidak enak pada perut, pengecapan abnormal, dispepsia, sakit kepala.Interaksi dengan obat lain : Alfentanil: Antibiotika Makrolida dapat menurunkan metabolisme Alfentanil. Alosetron: Penghambat CYP3A4 (kuat) mungkin dapat meningkatkan konsentrasi Alosetron. Obat Antifungal: Antibiotika Makrolida dapat menurunkan metabolisme obat antifungal. Benzodiazepin: Antibiotika Makrolida dapat menurunkan metabolisme benzodiazepin. Buspirone: Antibiotika Makrolida dapat menurunkan metabolisme Buspirone. Calcium Channel Blockers: Antibiotika Makrolida dapat menurunkan metabolisme Calcium Channel Blockers. Carbamazepine: Antibiotika Marolida dapat menurunkan metabolisme Carbamazepine. Glikosida jantung: Antibiotika Makrolida dapat meningkatkan konsentrasi glikosida jantung. Clopidogrel: antibiotika Makrolida mengurangi efek terapi Clopidogrel. Clozapine: Antibiotika Makrolida dapat menurunkan metabolisme Clozapine. Colchicine: Antibiotika Makrolida dapat menurunkan metabolisme Colchicine. Kortikosteroid (Sistemik): Antibiotika Makrolida dapat menurunkan metabolisme Kortikosteroid (Sistemik). Cilostazol: Antibiotika Makrolida dapat menurunkan metabolisme Cilostazol. Ciprofloxacin: Dapat meningkatkan efek perpanjangan QT. Cisapride: Antibiotika Makrolida dapat menurunkan metabolisme Cisapride. Derivat akumarin: Antibiotika Makrolida dapat menurunkan metabolisme Derivat Kumarin. Disopyramide: Antibiotika Makrolida dapat meningkatkan efek perpanjangan QT Disopyramide. Antibiotika Makrolida dapat menurunkan metabolisme Disopyramide. Cyclosporine : antibiotika makrolida dapat menurunkan metabolisme cycklosporine.

Clarithromycin sedapat mungkin tidak diberikan pada wanita hamil kecuali tidak ada alternatif terapi yang lain. Pasien harus diberitahu risiko terhadap kehamilannya.; FDA mengelompokkan obat ini dalam kategori C.D. Antibiotika alternatif untuk kasus ini1. Golongan PenicillinNama obatAmoxicillin Mempengaruhi sintesis dinding sel mucopeptides selama multiplikasi aktif,menghasilkan aktivitas bakterisidal pada bakteri yang sensitif. Kurang efektif dibandingkan dengan Ampicillin. Biasanya diberikan per oral 3-4 kali dengan dosis harian 350-500 mg per hari.

Dosis dewasa1 g PO per 8 jam

Dosis anak20-50 mg/kg/hari PO dibagi setiap 8 jam selama 14 hari.

Kontra indikasiRiwayat hipersensitivitas terhadap golongan penicillin

Interaksi obatMengurangi kemanjuran kontrasepsi oral

PerhatianPenyesuaian dosis pada pasien dengan kerusakan ginjal; dapat meningkatkan kemungkinan candidiasis

Kelebihan Banyak dan mudah didapatkan

Kekurangan Lebih banyak resistensi dibandingkan antibiotik yang lain

2. KotrimoksasolNama obatTrimethoprim and sulfamethoxazole Menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis dari asam dihidrofolik. Aktivitas antibakteri dari TMP SMZ meliputi bakteri patogen saluran kemih kecuali Pseudomonas aeruginosa. Trimethoprim sendiri digunakan pada kelompok pasien yang alergi terhadap golongan penicillin.

Dosis Dewasa6.5-10 mg/kgBB/hari PO bid/tid; dapat diberikan per IV bila diperlukan; 160 mg TMP/800 mg SMZ PO setiap 12 jam selama 12-14 hari.

Dosis anak2 bulan: 15-20 mg/kgBB/hari, berdasarkan pada TMP, PO tid/qid untuk 14 hari

KontraindikasiPasien dengan riwayat hipersensitif terhadap obat ini; anemia megaloblastik pada pasien dengan defisiensi folat.

Interaksi ObatDapat meningkatkan Prothrombin Time ada pemberian bersama dengan heparin (lakukan tes koagulasi dan penyesuaian dosis bila diberikan bersamaan);pemberian dengan dapsone dapat meningkatkan kadar serum kedua obat; pemberian bersama dengan diuretik meningkatkan insiden trombositopenia purpura pada pasien geriatri; kadar serum phenytoin dapat meningkat pada pemberian bersama; dapat mempotensiasi efek dari methotrexate pada depresi sumsum tulang; respon hipoglikemik terhadap sulfonylureas dapat meningkat pada pemberian secara bersamaan; dapat meningkatkan kadar zidovudine.

PerhatianHentikan pada timbulnya rash kulit pertama kali atau tanda reaksi adverse: lakukan kotrol keadaan darah dengan pemeriksaan Hitung Datrah lengkap secara rutin, hentikan terapi jika timbul perubahan hematologis yang signifikan; goiter, diuresis, and hipoglikemia dapat terjadi pada terapi dengan sulfonamides; pemberian per IvV yang berkepanjangan atau dosis yang tinggi dapat menyebabkan depresi sumsum tulang (jika tanda- tanda muncul berikan leucovorin 5-15 mg/hari); perhatian pada defisiensi folat (contoh pada pasien alkoholisme, geriatri, pasien yang mendapat terapi antikonvulsan, atau pada pasien dengan sindroma malabsorbsi); hemoloisis dapat terjadi pada pasien dengan defisiensi G-6-PD; pasien dengan AIDS dapat tidak toleran atau merespon pemberian TMP-SMZ; perhatian pada pasien dengan kerusakan ginjal atau hepar (lakukan urinanalysis dan tes fungsi renal selama terapi); pemberian cairan untuk mencegah terbentuknya kristaluria dan batu saluran kemih.

Kelebihan Dapat digunakan pada pasien yang alergi terhadap golongan Penicillin ataupun makrolid

Kekurangan Efek samping obat cukup banyak

3. Golongan TetrasiklinNama obatDoksisiklin -- Doksisiklin adalah antibiotik golongan tetrasiklin. Doksisiklin bekerja secara bakteriostatik dengan cara mencegah sintesa protein mikroorganisame. Doksisiklin mempunyai spektrum kerja yang luas terhadap bakteri gram positif dan gram negatif.

Dosis Dewasa100 mg setiap 12 jam selama hari pertama dilanjutkan dengan 100 mg sekali sehari. Pengobatan harus dilanjutkan minimal 1-2 hari setelah tanda-tanda dan gejala infeksi menghilang.Infeksi berat : 200 mg sehari.

Dosis anakAnak > 8 tahun dengan berat badan > 45 kg: 100 mg setiap 12 jam selama hari pertama dilanjutkan dengan 100 mg sekali sehari. Anak-anak berusia > 8 tahun dengan berat badan < 45 kg: 4,4 mg/kgBB/hari dengan selang waktu 12 jam selama hari pertama dilanjutkan dengan 2,2 mg/kgBB sekali sehari. Pengobatan harus dilanjutkan minimal 1-2 hari setelah tanda-tanda dan gejala infeksi menghilang.

KontraindikasiPasien dengan riwayat hipersensitivitas

Interaksi Obatabsorpsi terganggu oleh antasida yang mengandung Aluminium, Kalsium, atau Magnesium

PerhatianGangguan fungsi hati, kontrol fungsi hati dan ginjal.Menyusui.Miastenia gravis.

KelebihanDapat digunakan pada pasien yang alergi terhadap golongan Penicillin ataupun makrolid

Kekurangan Harga relatif mahal

BAB V KESIMPULAN Sinusitis maksilaris adalah peradangan atau inflamasi pada mukosa sinus maksilaris. Sinusitis maksilaris diklasifikasikan menjadi akut, sub akut dan kronik.3,4 Sinusitis akut bila gejalanya berlangsung beberapa hari sampai 4 minggu, sinusitis subakut bila berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan, dan sinusitis kronis bila berlangsung lebih dari 3 bulan. Pada kasus diatas diberikan terapi yang meliputi: 1. Meskipun tidak memegang peran penting, antibiotika dapat diberikan sebagai terapi awal. Pilihan antibiotika harus mencakup -laktamase seperti pada terapi sinusitis akut lini ke II, yaitu golongan penisilin (amoksisillin klavulanat atau ampisillin sulbaktam), makrolid, tetrasiklin. Jika ada perbaikan antibiotik diteruskan mencukupi 10 14 atau lebih jika diperlukan. 2. Dekongestan berperan penting sebagai terapi awal mendampingi antibiotik. Dekongestan oral menstimulasi reseptor -adrenergik dimukosa hidung dengan efek vasokontriksi yang dapat mengurang keluhan sumbatan hidung, meningkatkan diameter ostium dan meningkatkan ventilasi.3. Pemberian analgetik untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien.

Penanganan dengan medikamentosa yang tepat maka risiko terjadinya komplikasi dapat diminimalkan pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Van David C. ENT Emergencies Disorders of The Ear, Nose, Sinuses, Oropharynx, & Mouth. in: Stone C, Humprhries R, editors. Current Emergency diagnosis and treatment 4th editions (Lange current series). Mc Graw Hill, Philadelphia, 2004, p 348-350. 2. Johnson Jonas T, Ferguson Berylin J. Paranasal Sinuses. in: Cummings CW, Frederickson JM, Harker LA, Krause CJ, Richardson M, editors. Otolaryngology-Head and Neck Surgery. Mosby, St Luois-Missouri, 1998, p 1059-1118. 3. Handley John G, Tobin Evan, Tagge bryan. The Nose and Paranasal Sinuses. in: Rakel Robert E, editors. Textbook of family practice 6th editions. WB Saunders Company, Philadelphia, 2001, p 446-453. 4. Mangunkusumo Endang, Rifki nusjirwan. Sinusitis. in: Soepardi Efiaty A, Iskandar Nurbaiti, editor. Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok edisi 4. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2000, p 121-125. 5. Shames Richard S, Kishiyama Jeffrey L. Disorders of The Immune System. in: McPhee Stephen J, Lingappa Vishwanath R, Ganong William F, editors. Pathophysiology of Disease: An Introduction to Clinical Medicine 4th editions. Mc Graw Hill, Philadelphia, 2003, p 31-57. 6. Dykewicz Mark S, Corren Jonathan. Rhinitis, Nasal Polyps, Sinusitis, and Otitis Media. in: Adelman Daniel C, Casale Thomas B, Corren Jonathan, editors. Manual of Allergy and Immunology: diagnosis and therapy 4th editions. Lippincott Williams & Wilkins Publishers, New York, 2002, p 316-324. 7. Soetjipto Damayanti. Patogenesis, Diagnosis dan Penatalaksanaan Medik Sinusitis. disampaikan dalam: Simposium Penatalaksanaan Otitis Media Supuratifa Kronik, Sinusitis, dan Demo Operasi timpanoplasti 22-23 Maret 2003, Denpasar, Bali. 8. Suardana W, et al. Rhinologi. in: Suardana W, Bakta M, editor. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Komite Medik RSUP Sanglah, Denpasar, 2000. 9. Pracy R, Siegler J, Stell PM. Sinusitis Akuta. in: Pelajaran Ringkas Telinga, Hidung, Tenggorok. Gramedia, Jakarta, 1985, p 81-91. 10. Sadovsky R. Antibiotic Therapy for Severe Acute Maxillary Sinusitis. Journal of American Academy of Family Physicians, June 15th 2004. 11. Dubin MG dan Liu C. American Rhinologic Society member survey on "maximal medical therapy" for chronic rhinosinusitis. Am J Rhinol. 2007 Jul-Aug;21(4):483-8.

21