23
PENDAHULUAN Sindroma lobus frontalis adalah gejala ketidakmampuan mengatur perilaku seperti impulsif, apati, disorganisasi, defisit memori dan atensi, disfungsi eksekutif, dan mengatur mood. (1) Insiden neoplasma primer dan metastasis pada sistem saraf pusat adalah 15/100.000 per tahun. Sekitar 85% dari semua neoplasma sistem saraf pusat terjadi di intrakranial dan sisanya di intraspinal. Dari semua neoplasma intrakranial, meningioma terhitung sekitar 40%, sebagian mempunyai lokasi di lobus frontalis dan menimbulkan gejala sindroma lobus frontalis. Tumor lobus frontal menyebabkan perubahan status mental dan personaliti pada 90% kasus.Meningioma sering tidak diketahui oleh si penderita, dan baru diketahui setelah otopsi. (1) Trauma, neoplasma, infeksi, gangguan demielinisasi, lesi vaskular, dapat menyebabkan suatu sindroma lobus frontalis tergantung dari lokasi dan kelainan di daerah serebral dengan manifestasi yang berbeda-beda. Kejadian meningioma pada wanita dua kali lebih tinggi daripada pria. Sekitar 20% terletak di lobus frontalis dapat menyebabkan sindroma lobus frontal. (2) Selanjutnya akan dibahas suatu kasus sindroma lobus frontalis pada meningioma. ILUSTRASI KASUS Seorang wanita 44 tahun dengan keluhan utama nyeri kepala terutama di puncak kepala hilang timbul sejak 6 bulan yang lalu.

Sindroma lobus frontalis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

a

Citation preview

Page 1: Sindroma lobus frontalis

PENDAHULUAN

Sindroma lobus frontalis adalah gejala ketidakmampuan mengatur perilaku seperti

impulsif, apati, disorganisasi, defisit memori dan atensi, disfungsi eksekutif, dan mengatur mood.(1)

Insiden neoplasma primer dan metastasis pada sistem saraf pusat adalah 15/100.000 per

tahun. Sekitar 85% dari semua neoplasma sistem saraf pusat terjadi di intrakranial dan sisanya di

intraspinal. Dari semua neoplasma intrakranial, meningioma terhitung sekitar 40%, sebagian

mempunyai lokasi di lobus frontalis dan menimbulkan gejala sindroma lobus frontalis. Tumor

lobus frontal menyebabkan perubahan status mental dan personaliti pada 90%

kasus.Meningioma sering tidak diketahui oleh si penderita, dan baru diketahui setelah otopsi.(1)

Trauma, neoplasma, infeksi, gangguan demielinisasi, lesi vaskular, dapat menyebabkan

suatu sindroma lobus frontalis tergantung dari lokasi dan kelainan di daerah serebral dengan

manifestasi yang berbeda-beda. Kejadian meningioma pada wanita dua kali lebih tinggi daripada

pria. Sekitar 20% terletak di lobus frontalis dapat menyebabkan sindroma lobus frontal.(2)

Selanjutnya akan dibahas suatu kasus sindroma lobus frontalis pada meningioma.

 

ILUSTRASI KASUS

Seorang wanita 44 tahun dengan keluhan utama nyeri kepala terutama di puncak kepala

hilang timbul sejak 6 bulan yang lalu.

Dari anamnesis (auto & alloanamnesis): Sejak 6 bulan yang lalu pasien mengeluh nyeri

berdenyut di puncak kepala. Nyeri kepala dirasakan saat bangun tidur pagi. Berkurang bila

istirahat dan minum obat sakit kepala.

Sekitar tiga bulan SMRS keluhan nyeri kepala semakin berat diikuti perubahan perilaku

seperti berbicara lebih lamban, menjadi pendiam, sering marah, dalam keadaan sedih atau marah

pasien mengungkapkan dengan menangis kemudian tertawa.

Satu bulan SMRS pasien mengalami kelemahan tubuh sebelah kanan. Kelemahan

dirasakan bersamaan dan beratnya kelemahan lengan dan tungkai kanan sama, sehingga bila

berjalan harus diseret disertai kesemutan sisi tubuh kanan. Nyeri kepala semakin memberat,

sering (setiap saat) , jangka waktu semakin lama, dan bertambah berat. Muntah 3 kali selama

sebulan, menyemprot, berisi cairan makanan tidak disertai dengan mual. Keluhan kejang,

demam, gangguan penciuman, gangguan penglihatan, mulut mencong, gangguan makan dan

Page 2: Sindroma lobus frontalis

minum, bicara pelo tidak ada. Riwayat penurunan kesadaran disangkal. Riwayat penurunan berat

badan disangkal

Pasien tidak mempunyai riwayat trauma. Riwayat darah tinggi dan kencing manis

disangkal.

Pada pemeriksaan fisik, kesadaran komposmentis. Tekanan darah 120/80 mmHg,

frekuensi nadi 80 x/menit, frekuensi nafas 18 x/menit, suhu afebris.

Dari pemeriksaan neurologis, GCS : E4M6V5 = 15, pupil bulat isokor, diameter 4 mm,

RCL/RCTL +/+. Tidak ditemukan tanda rangsang meningeal, tidak ditemukan paresis saraf

kranial, motorik 4444/5555 untuk ekstremitas atas dan 4444/5555 untuk ekstremitas bawah.

Refleks fisiologis +++/++. Tidak ditemukan refleks patologis, sensibilitas hemihipestesi dekstra,

fungsi koordinasi baik, otonom baik. Funduskopi ODS : papil batas kabur, hiperemis, cupping

tidak ada, A:V = 1:3, terdapat perdarahan dan eksudat.

Pemeriksaan penunjang didapatkan Laboratorium : Hb 12.4 g/dL, Ht 35,3 %, eritrosit

4,11 juta/uL, leukosit 10.200/uL, trombosit 360.000/uL, gula darah sewaktu 174 mg/dL, ureum

30 mg/dL, kreatinin 0,4 mg/dL, natrium 137 mEq/L, kalium 3,8 mEq/L. Foto thorax :

kardomegali (CTR = 56%). CT sken kepala dengan kontras : tampak lesi isodens kiri di

frontoparietal yang menyangat setelah pemberian kontras, batas relatif tegas dengan perifokal

edema berbentuk finger print disekitarnya, mengobliterasi ventrikel lateralis kiri, kanan, dan

ventrikel III. Sulci menyempit, gyri mendatar. Tampak pergeseran garis tengah ke kanan. Kesan

: massa frontoparietal kiri sangat mungkin meningioma.

 

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis kerja tumor intrakranial.

Penatalaksanaan pada penderita dilakukan secara umum berupa KIE kepada pasien & keluarga

tentang penyakit pasien, direncanakan konsul neuroophtalmologi, fungsi luhur, bagian

pulmonologi, kardiologi, bedah saraf. Neurorestorasi/rehabilitasi medik paska operasi.

Hasil konsul Neuro-ophtalmologi didapatkan visus ODS = 6/7, RCL/RCTL +/+, Marcus

Gunn -/-, Funduskopi ODS : papil batas kabur, cupping -/-, hiperemis, A:V = 1 :3, perdarahan

+/+, eksudat +/+, dengan kesimpulan papiledema bilateral ec. tekanan intrakranial meningkat

SOL intrakranial.

Page 3: Sindroma lobus frontalis

Pada pemeriksaan Fungsi luhur menggunakan Strubb & Black tgl 1/2/2005 didapatkan

gangguan konsentrasi, bahasa (transkortikal sensorik), fungsi visuospasial, memori baru

auditorik dan visual, fungsi eksekutif, dengan gangguan neuropsikiatri disinhibisi, (forced

crying, forced laughing).

Selain itu dilakukan juga konsul pulmonologi dan kardiologi untuk persiapan operasi

dengan hasil : pulmonologi kesan tumor serebri frontal parasagital dan tidak ada kontraindikasi

untuk operasi (resiko operasi sedang).

Pada konsul kardiologi didapatkan masalah tumor frontal parasagital kiri V1-V4, old

infark, CAD aterior dan menyarankan ISDN 3 x 5 mg, Aspilet 1 x 80 mg, resiko operasi sedang.

Bedah Saraf : alih rawat untuk direncanakan operasi dan tanggal 7/2/2005 dilakukan

operasi kraniotomi removal tumor dan ligasi arteri Carotis eksterna kiri.

Follow up pasien pada hari ke 2, kesadaran CM, TD 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit,

nafas 24 x/menit, suhu afebris.Diberikan terapi Ceftriaxone 2 x 1 gr, fenitoin 3 x 1 ampul,

dexamethason 3 x 5 mg, ranitidin 2 x 1 ampul, ketoprofen 3 x 1 ampul. Pada hari ke-3 – 15 tidak

ada nyeri kepala,muntah,dan kesemutan, kekuatan tubuh sisi kanan bertambah, perbaikan

perubahan perilaku, kesadaran CM, tanda vital stabil. Terapi tetap diteruskan, dilakukan

mobilisasi dari ½ duduk – berjalan, selanjutnya direncanakan konsul radioterapi. Pada hari ke

16-20 didapatkan kesadaran CM dan tanda vital stabil.Kekuatan anggota gerak tubuh sisi kanan

semakin membaik, nyeri kepala tidak ada. Pasien telah menjalani radioterapi yang ke 5 dan

diperbolehkan untuk pulang.

Pada konsul radioterapi akan dilakukan sinar tgl 22/2/05 untuk sklerosing pembuluh

darah.

Dari pemeriksaan Patologi Anatomi ditemukan meningioma angiomatosa dengan bercak-

bercak sel bersifat “chordoid”/ “clear cells”.

Unit Rehabilitasi Medik menyarankan konsul psikiatri untuk ekspresif terapi, post op

chest therapy (chest expansi exercise, deep breathing exercise, abdominal breathing exrcise),

latihan LGS keempat ekstremitas secara volunter strengthening bertahap terutama utuk trisep,

eksternal/internal strengthening, pronator / supinator, wrist extensor, strengthening otot

abdominal upper / lower, gluteal setting exercise.

Evaluasi ulang fungsi luhur tgl 28/2/2005 menunjukkan perbaikan pada atensi,

konsentrasi dan visual memori setelah 27 hari. Modalitas kognitif lainnya belum jelas perbaikan.

Page 4: Sindroma lobus frontalis

 

DIAGNOSIS

Diagnosis klinis: perubahan perilaku disertai nyeri kepala, muntah, hemiparesis dan

hemihipestesi kanan, papiledema bilateral.

Diagnosis Topis: lobus frontalis kiri bagian dorsolateral-prefrontal, orbitofrontal –

prefrontal, dan cingulatum anterior

Diagnosis Etiologi: tumor ekstraparenkim

Diagnosis Patologis: meningioma

 

 

PROGNOSIS

Ad vitam ad bonam, ad functionam ad bonam, ad sanationam ad bonam

 

DISKUSI

Sindroma lobus frontalis terjadi bila terdapat gangguan pada daerah korteks prefrontal

lobus frontalis yang terdiri dari 3 regio yaitu dorsolateral, orbitofrontal, dan singulatum anterior.(1,2,4)

Pada penderita terdapat gejala gangguan perubahan perilaku seperti berbicara lamban,

menjadi pendiam, sering marah, dalam keadaan sedih atau marah pasien mengungkapkan dengan

menangis kemudian tertawa. Hal ini sesuai dengan gejala sindroma lobus frontalis yang sering

ditemukan pada penderita meningioma.(1) Sindroma lobus frontalis yang terjadi disebabkan oleh

karena penekanan progresif dari meningioma itu sendiri ataupun oleh edema yang berhubungan

dengan efek massa tumor yang terletak di lobus frontalis.(1,5)

Pada anamnesis pasien menderita nyeri kepala berdenyut di puncak kepala sejak 6 bulan

yang lalu, disusul 3 bulan penderita mengalami gangguan perilaku seperti berbicara lamban,

menjadi pendiam, dan sering marah. Sebelumnya pasien tidak pernah seperti ini. Satu bulan

kemudian didapatkan tekanan intrakranial yang meningkat ( nyeri kepala yang memberat,

semakin sering dan jangka waktu semakin lama, muntah proyektil, dan terdapat papil edema

bilateral).

Page 5: Sindroma lobus frontalis

Pada pemeriksaan umum dan neurologis terdapat tanda fokal hemiparesis dekstra disertai

papil edema bilateral. Adanya hemiparesis dekstra sesuai dengan kerusakan pada area motorik

korteks primer lobus frontalis.

Gangguan neurobehavioral dan defisit motorik yang ditemukan pada pasien

menunjukkan luasnya daerah yang terlibat yaitu seluruh regio di korteks prefrontal sampai

korteks motor primer.

Hasil pemeriksaan neurobehavioral Strub & Black sebelum dilakukan tindakan operatif

menunjukkan gangguan konsentrasi, bahasa (transkortikal sensorik), fungsi visuospasial, memori

baru auditorik dan visual, fungsi eksekutif. Hal ini sesuai dengan kerusakan pada regio

dorsolateral prefrontal. Pada pasien juga terlihat adanya gangguan neuropsikiatri yang sesuai

dengan letak kerusakan di regio orbitofrontal prefrontal. Sedangkan perubahan perilaku pasien

menjadi pendiam menunjukkan adanya gangguan pada regio cingulatum anterior. Perbaikan

neurobehavioral terlihat setelah dilakukan tindakan operatif, dengan asumsi proses penekanan

oleh meningioma sudah tidak ada.

Secara anatomis, setiap bagian lobus frontalis dibagi menjadi 3 daerah, yaitu kortek

motor primer , kortek premotor dan kortek prefrontal . Limbik terletak medial dalam lobus

frontalis.(3,4)

Kortek motor primer terutama untuk gerakan gerakan volunter . Kerusakan pada daerah

ini akan menyebabkan kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan . Kortek premotor

berhubungan dengan kortek motor primer dan penting untuk integrasi dan program gerakan yang

berurutan . Korteks pre frontal dibagi menjadi 3 regio yaitu , regio orbito-frontal ( anterior lobus

frontal ) , regio dorsolateral, serta cingulum anterior. Kerusakan pada masing- masing sirkuit

dapat menimbulkan gejala neuropsikiatri.

Setiap sirkuit mempunyai serabut proyeksi ke struktur striata ( nucleus caudatus,

putamen, dan striatum anterior ) , dan dari striata berhubungan ke globus pallidus dan substansia

nigra , proyeksi ke nucleus thalamus dan kembali ke lobus frontal .

Sirkuit dorsolateral dimulai dari korteks pre frontal dorsolateral nucleus kaudatus

dorsolateral globus pallidus dorsomedial lateral nucleus thalamus dorsomedial dan

anteroventral regio dorsolateral pre frontal . Kerusakan pada sirkuit ini menyebabkan

gangguan fungsi eksekutif , diantaranya kesulitan mempelajari informasi baru , gangguan

program gerakan motor, gangguan kelancaran verbal dan non verbal , gangguan untuk menyusun

Page 6: Sindroma lobus frontalis

kembali bentukyang kompleks . Sirkuit ini menerima impuls dari serabut afferent area prefrontal

4,6 dan area parietal 7a yang berperan dalam proses penglihatan. Serabut aferen dari sistim

limbic diterima melalui proyeksi dopamine dari substansia nigra.

Sirkuit orbitofrontal dimulai dari kortek orbitolateral nucleus caudatus ventromedial

globus pallidus dorsomedial medial nucleus thalamus ventroanterior dan mediodorsal

kortek orbitolateral . Kerusakan pada sirkuit ini menyebabkan gangguan disinhibisi , berupa

gangguan perilaku berupa mudah marah , emosi yang labil

dan obsesif kompulsif . Sirkuit ini menerima serabut aferen dari area temporal 22 dan orbito

frontal 12 yang terdiri dari bagian sensorik heteromodal dan para limbik .

Sirkuit cingulatum anterior dimulai dari kortek cingulatum anterior nucleus akumbens

globus pallidus rostrolateral thalamus medio dorsal kortek cingulatum anterior .

Kerusakan pada sirkuit ini ditandai dengan apati, penurunan kemauan dan tidak adanya emosi .

Sirkuit ini menerima serabut afferent hipokampus , area enttorhinal 28 dan area perirhinal 35.

Selain sirkuit sirkuit diatas , juga terdapat jalur langsung dan jalur tidak langsung yang

turut berperan dalam fungsi lobus frontalis .(1)

 

Tabel 1. Jalur langsung dan tak langsung sirkuit neuron ganglia basalis

 

Sindroma lobus frontal menyebabkan perubahan personaliti dan status mental pada 90%

kasus, juga menunjukkan penemuan beberapa neurologi fokal. Apatis, disinhibisi atau impulsif

merupakan tanda keterlibatan regio frontal. Eforia atau depresi, irritabilitas, gangguan

konsentrasi, poor adjusment, disorientasi, dan gangguan atensi merupakan tambahan awal yang

sering ditemukan. Pasien dengan tumor frontal kanan menunjukkan lebih eforia, sedangkan

pasien dengan tumor frontal kiri menunjukkan lebih depresi. (5,6,7,8,9,10)

Pasien dengan gangguan lobus frontal sering memperlihatkan kombinasi dari gejala

kognitif, psikiatri, dan perilaku. Neoplasma sistem saraf pusat banyak merubah fungsi otak.

Invasi dan kompresi langsung akan menyebabkan defisit fokal neurologis seperti afasia,

hemiparesis, amnesia, atau defisit lapang pandang. Edema vasogenik pada otak dihasilkan pada

banyak neoplasma yang merupakan sekunder dari kebocoran kapiler melaui defek blood –brain

barrier. Edema ini berhubungan dengan efek massa tumor yang sering menyebabkan tekanan

intrakranial. Gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial adalah nyeri kepala, mual,

muntah, papiledema, palsi nervus enam, dan perubahan status mental. Evaluasi neuropsikiatri

Page 7: Sindroma lobus frontalis

sering menunjukkan gangguan atensi, gangguan kognisi, irritabilitas, emosi yang labil, dan

retardasi psikomotor. Suatu saat, peningkatan tekanan intrakranial dapat menyebabkan

bradikardia, hipertensi, dan sindrom herniasi.(1,5)

Neoplasma intrakranial terdiri dari sel tumor yang berkembang cepat, tumor yang

berhubungan dengan pembuluh darah, dan jaringan nekrotik. Meningioma berasal dari sel

arachnoid, piamater, dan duramater otak.(2)

Lumbal pungsi umumnya dihindari karena resiko herniasi bila terdapat massa pada otak.

Tetapi apabila LCS dapat diambil, biasanya akan menggambarkan pleositosis ringan,

peningkatan protein dan glukosa yang normal. EEG pada pasien tumor otak biasanya abnormal.

Angiografi pada meningioma sering menunjukkan suplai darah meningen dan pembuluh darah

tertentu. MRI dan CT menggambarkan kejadian proses massa, edema, pergeseran garis tengah,

hidrosefalus, dan perdarahan.(2)

Penanganan neoplasma otak ditentukan oleh lokasi dan tipe neoplasma. Korikosteroid

berguna untuk mengurangi edema sekunder neoplasma sistem saraf pusat karena itu bertujuan

untuk mengurangi tekanan intrakranial yang meningkat. Antikonvulsan diberikan untuk

mencegah kejang. Penanganan gejala neuropsikiatri sebaiknya dihindari yang dapat

memperberat defisit kognitif. Meningioma dapat diangkat secara komplit pada hampir 90%

kasus tetapi mempunyai rata-rata kejadian berulang yang tinggi. Rata-rata kejadian meningioma

dalam lima tahun adalah 60%.(2)

Terapi pada suatu sindroma lobus frontalis adalah dengan mengatasi gejala - gejala yang

timbul sesuai dengan penyakit yang mendasarinya, dan kemudian dilakukan terapi konvensional

ataupun tindakan pembedahan. Beberapa penulis selain mengatakan bahwa terapi dari keadaan

ini adalah tidak spesifik , namun yang harus diperhatikan adalah konselling terhadap keluarga

pasien , karena keluarga mereka yang sekarang mengalami sindroma ini sifat, perilaku, bahkan

keseharian mereka, sedikit banyak telah berubah.(1,7,8,9,10)

 

 

KESIMPULAN

Sindroma lobus frontalis yang disebabkan oleh karena proses penekanan oleh

meningioma pada daerah korteks prefrontal lobus frontalis setelah dilakukan tindakan kraniotomi

Page 8: Sindroma lobus frontalis

didapatkan adanya perbaikan pada pemeriksaan neurobehavioral. Hal ini diasumsikan bahwa

proses penekanan oleh meningioma sudah tidak ada.

 

DAFTAR PUSTAKA

1. Miller BL,Cummings JL.The Human Frontal Lobes.In:Nakawatase,editor.Frontal Lobe

Tumors.New York:The Guilford Press;1999.p.436-445.

2. Miller BL,Cummings JL.The Human Frontal Lobes.In:Kaufer DI,Lewis DA,

editors.Frontal lobe anatomy and cortical connectivity.New York:The Guilford

Press;1999.p.27-44.

3. Wen PY,Black PM. Neurologic Clinics. In:Black PM,editor. Benign Brain Tumors.

Philadelphia:W.B.Saunders company;1995.p.927-952.

4. Waxmann SG. Clinical Neuroanatomy. 25thed. Connecticut: McGraw-Hill,2003.p.267.

5. Coffey CE,Cummings JL.Textbook of Geriatric Neuropsychiatry.2thed.In:Scharre

DW,editor. Neoplastic, Demyelinating, Infectious, and Inflammatory Brain

Disorders.Washington,DC:American Psychiatric Press;2000.p.669-697.

6. Coffey CE, Cummings JL. Textbook of Geriatric Neuropsychiatry.2thed. In:D’Esposito

M,editor.Neurobehavioral Syndrome.Washington,DC:American Psychiatric

Press;2000.p.729-745.

7. Manes F,Sahakian B,Clark L,Rogers R,Antoun N,Aitken M,et al.Decision- making

processes following damage to the prefrontal cortex.Brain 2002;125:624-639.

8. Phillips LE,Frankenfeld CL,drangsholt M,Koepsell TD,Belle GV,Longstreth

WT.Intracranial meningioma and ionizing radiation in medical and occupational

settings.Neurology 2005;64:350-352.

9. Rowe AD,Bullock PR,Polkey CE,Morris RG.’Theory of mind’ impairments and their

relationship to executive functioning following frontal lobe excisions.Brain

2001;124:600-616.

10. Bechara A,Tranel D,Damasio H.Characterization of the decision making deficit of

patients with ventromedial prefrontal cortex lesions.Brain 2000;123:2189-2202.

11. Schmidtke K,Manner H,Kaufmann R,Schmolk H.Cognitive Procedural Learning in

Patients With Fronto-Striatal Lesions.Learning&Memory 2002;9:419-429.

Page 9: Sindroma lobus frontalis

Sindroma Lobus Frontalis  

Fritz Sumantri Usman Sr

Neurologist & Interventional Neurologist

 

 

Abstrak : 

Lobus frontalis merupakan lobus terbesar dari otak kita yang berhubungan dengan aspek tingkah laku . 

Sindroma   lobus   frontalis adalah suatu perubahan pola perilaku, emosi dan personality yang terjadi 

akibat  kerusakan  otak  bagian  depan   .  Kejadian  yang  dapat  menyebabkan   sindroma  ini  diantaranya 

adalah   cedera kepala, sindroma vascular, tumor, dementia frontotemporal,  dan akibat pembedahan 

karena aneurisma. Manifestasi klinis yang timbul amat beragam  namun berinti pada ketidakmampuan 

untuk mengatur perilaku . Terapi yang kita lakukan sampai saat ini adalah   mengobati penyakit yang 

mendasari dari terjadinya sindroma lobus frontalis tersebut , konselling keluarga , dan pembedahan bila 

diperlukan .

Kata kunci : sindroma lobus frontalis  - penatalaksanaan

Abstract :

Frontal lobe is the biggest lobe from our brain , and related to behavior aspect . Frontal lobe syndrome 

is behavioral changes, emotion, and personality, caused by frontal lobe damage . Several caused could 

make frontal lobe syndrome like a traumatic brain injury, tumours, fronto temporal dementia, or post 

surgery aneurism. Clinical manifestation have various type, but  based on unable to manage behavioral. 

Therapy for this syndrome stress on its underlying desease, family councelling, and surgery .

Keywords : Frontal lobe syndrome – management

Page 10: Sindroma lobus frontalis

 

Pendahuluan 

Fungsi     lobus     frontalis  berhubungan  dengan  aspek  tingkah    laku  dan  berpengaruh    dalam 

mewujudkan  kepribadian dan adaptasi  sosial . Suatu  trauma kepala sering kali menimbulkan  sindroma 

lobus   frontalis   dan  memberikan  manifestasi     klinis   yang   bermacam  macam   sehingga   sulit   untuk 

membuat diagnosa klinis .(1,3) Gejala yang ditimbulkan sering dikacaukan dengan gejala psikiatrik . Pasien 

dengan   lesi   lobus   frontal   yang   timbul   perlahan   lahan     sering  menimbulkan   gejala   yang   samar   ; 

diperlukan pemahaman  tentang fungsi  lobus  frontalis dan sindroma yang terjadi untuk mengevaluasi 

suatu  keadaan sindroma  lobus   frontalis,  karena  gangguan  status  mental  berupa  gangguan  memori, 

gangguan atensi, perubahan tingkah laku, gangguan fungsi control dan eksekusi , merupakan gejala yang 

penting pada lobus frontalis, selain gangguan akibat kenaikan tekanan intracranial.(1,2,3,4,5) 

 

Etiologi dan patofisiologi

Sindroma   lobus   frontalis adalah suatu perubahan pola perilaku, emosi dan personality yang 

terjadi   akibat   kerusakan   otak   bagian   depan   .   Kejadian   yang   dapat   menyebabkan   sindroma   ini 

diantaranya adalah   cedera kepala,   sindroma vascular,   tumor,  dementia frontotemporal,  dan akibat 

pembedahan karena aneurisma .(1)

Faktor penyebab utama dari  sindroma  lobus  frontalis  sampai saat  ini  masih cedera kepala  . 

Walaupun   angka   insidens   yang   pasti   sulit   didapat   ,   namun   para   penulis   cukup   sepakat   akan   hal 

tersebut .(1,3,4)

.

Page 11: Sindroma lobus frontalis

Lobus   frontalis   merupakan sepertiga   bagian   dari   kortek serebri manusia . Setiap   bagian 

lobus   frontalis   dibagi   menjadi   3 daerah, yaitu   kortek motor primer , kortek premotor   dan   kortek 

prefrontal .(1,2,6)

Kortek  motor   primer   terutama  untuk   gerakan   gerakan   voluntary   .   Kerusakan  pda  daerah   ini   akan 

menyebabkan kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan . Kortek premotor berhubungan dengan 

kortek motor primer dan penting untuk integrasi dan program program gerakan yang berurutan . Kortek 

pre   frontal   dibagi  menjadi   3   regio   yaitu   ,   region   orbito-frontal   (   anterior   lobus   frontal   )   ,   region 

dorsolateral, serta cingulum anterior .

Terdapat   lima   sirkuit   yang   diketahui   ,   yaitu   :   sirkuit   motorik   pada   area   motorik,   sirkuit 

okulomotor pada lapangan penglihatan frontal, dan tiga sirkuit pada daerah kortek pre frontal ; yaitu 

sirkuit dorsolateral pre frontal, sirkuit orbitofrontal pre frontal,  serta cingulatum anterior . Setiap sirkuit 

mempunyai serabut proyeksi ke struktur striata ( nucleus caudatus, putamen, dan striatum anterior ) , 

dan dari striata berhubungan ke globus pallidus dan substansia nigra , proyeksi ke nucleus thalamus  dan 

kembali ke lobus frontal . 

Sirkuit   dorsolateral     dimulai   dari   korteks   pre   frontal   dorsolateral   -  nucleus   kaudatus 

dorsolateral   -  globus   pallidus   dorsomedial   lateral   -  nucleus   thalamus   dorsomedial   dan 

anteroventral   -  regio dorsolateral  pre frontal   .  Kerusakan pada sirkuit   ini  menyebabkan gangguan 

fungsi eksekutif , diantaranya kesulitan mempelajari informasi baru , gangguan program gerakan motor, 

gangguan kelancaran verbal dan non verbal , gangguan untuk menyusun kembali bentukyang kompleks . 

Sirkuit ini menerima inpuls dari serabut afferent area prefrontal 4,6 dan area parietal 7a yang berperan 

dalam proses penglihatan. Serabut aferen dari sistim limbic diterima melalui proyeksi dopamine dari 

substansia nigra.

Page 12: Sindroma lobus frontalis

Sirkuit  orbitofrontal  dimulai  dari  kortek  orbitolateral   -  nucleus  caudatus  ventromedial   -

globus pallidus dorsomedial medial -  nucleus thalamus ventroanterior dan mediodorsal -  kortek 

orbitolateral . Kerusakan pada sirkuit ini menyebabkan gangguan disinhibisi , berupa gangguan perilaku 

berupa mudah , emosi yang labil dan obsesif kompulsif . Sirkuit ini  menerima serabut aferen dari area 

temporal 22 dan orbito frontal 12 yang terdiri dari bagian sensorik  heteromodal dan para limbic .

Sirkuit cingulatum anterior dimulai dari kortek cingulatum anterior -  nucleus akumbens -

globus pallidus rostrolateral - thalamus medio dorsal - kortek cingulatum anterior . Kerusakan pada 

sirkuit ini ditandai dengan apati, penurunan kemauan dan tidak adanya emosi . Sirkuit ini menerima 

serabut afferent hipokampus , area enttorhinal 28 dan area perirhinal 35.(1)

Selain sirkuit  sirkuit  diatas ,   juga terdapat jalur  langsung dan jalur tidak langsung yang turut 

berperan dalam fungsi lobus frontalis .(1)

Manifestasi klinis

Sindroma lobus frontalis adalah berupa gejala gejala ketidakmampuan untuk mengatur perilaku seperti 

impulsive,   tidak   ada  motivasi,   apati,   disorganisasi,   deficit  memori   dan   atensi   ,   disfungsi   eksekutif, 

ketidakmampuan mengatur mood-nya, mudah lupa, perkataan yang sering menyakitkan hati ataupun 

kotor, malas / tidak mau mengerjakan aktivitas apapun juga , sulit diatur, selalu merasa paling benar  .

(1,2,3)

 

 

Pemeriksaan klinis

Page 13: Sindroma lobus frontalis

Diagnosa klinis  suatu sindroma lobus frontalis cukup sulit   ;  karena disfungsi   lobus prefrontal 

sering tidak terdeksi pada pemeriksaan neurology standar, maupun pemeriksaan status mental serta tes 

neuropsikologi     konvensional   .   Ada   beberapa   pemeriksaan   klinis   ,   tes   status   mental   dan   skala 

neurobehavior yang harus digunakan pada keadaan ini (1)

1. kontrol dan program gerakan motor :

a.       penekanan pada impuls motorik dan reflek :

-          reflek menggenggam

-          tes go / no go

b.      gerakan motorik cepat: rhytm tapping

c.       gerakan serial yang kompleks 

-          Luria’s hand sequences

-          Alternating pattern

2. kontrol mental :

a. trial making test

b. kemampuan mengulang secara terbalik kata, hari, bulan

3. kelancaran dan kreativitas dengan five point test

4. memori dengan rentang digit dan word list learning

5. tingkah laku dan emosi ; 12 items  dari neurobehavioral rating yang meliputi : gangguan emosi, 

depresi, gerakan yang lambat , afek tumpul, mood yang labil,  disinhibisi,  tidak dapat bekerja 

sama,   kegembiraan     yang  berlebihan   ,   perhatian   yang   kurang   ,   perencanaan   yang   kurang, 

penilaian diri sendiri yang kurang tepat .

Page 14: Sindroma lobus frontalis

 

Terapi

Terapi pada suatu sindroma lobus frontalis , adalah dengan mengatasi gejala gejala yang timbul 

sesuai dengan underlying desease yang diketahui, dan kemudian dilakukan terapi konvensional ataupun 

tindakan pembedahan. Beberapa penulis selain mengatakan bahwa terapi dari keadaan ini adalah tidak 

spesifik , namun yang harus diperhatikan adalah konselling terhadap keluarga pasien , karena keluarga 

mereka yang sekarang mengalami sindroma ini bukanlah keluarga mereka yang dahulu, dalam artikata 

sifat, perilaku, bahkan keseharian mereka, sedikit banyak telah berubah.(1,2,3,4,5)

.

Kesimpulan

Sindroma lobus frontalis merupakan suatu sindroma yang diakibatkan oleh terganggunya fungsi 

lobus frontal . Banyak macam kejadian yang dapat menyebabkan hal tersebut , namun faktor tersering 

adalah trauma kepala  .  Diperlukan anamnesa dan pemeriksaan klinis  khususnya pemeriksaan fungsi 

luhur yang sangat teliti agar kasus kasus seperti ini dapat dideteksi . Terapi yang dilakukan pada saat ini 

masih membutuhkan kesabaran dan kerjasama yang baik antara pasien, dokter , dan keluarga pasien 

agar didapatkan hasil pengobatan yang optimal . 

 

Daftar Pustaka

 

1. Cummings JL, Miller BL . The human Frontal  Lobe ; function and disorder 1st ed. 

Page 15: Sindroma lobus frontalis

    New York :  The Guilford Press : 1999.

2. Cummings JL, Vinters H, Felix J. The neuropsychiatry of Alzheimer disease and 

     related dementia .1st ed. United Kingdom : Martin Dunitz Press: 2003 p 217-20

3. Thimble MH. Psychopathology of frontal lobe syndrome . Seminars in Meurology  ; 

    vol.10,  No.3 Benraska : September 1990

4.  Frontal loce syndrome  .Available at : htt;://rickets.unl.edu/tbi/frontal/

5.  Davies S. Frontal lobe syndrome – a behavioral problem . Seminars in Neurology : 

     Pittsburg : vol 5, No. 8 Februari 2001 .

6.  Waxman SG. Correlative neuroanatomy.23 ed.New York:  Lange Med. Publ: 1996 p 

     195-200