SINDROMA GUILLAIN27

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/22/2019 SINDROMA GUILLAIN27

    1/21

    1

    fafaSINDROMA GUILLAIN BARRE

    ETIOLOGI

    Sampai saat ini penyebab pasti Sindrom Guillain Barre masih menjadi bahan

    perdebatan. Dengan melihat keadaan klinis yang mendahului penyakit ini

    banyak teori yang dikaitkan dengan penyakit ini seperti:

    1. Infeksi:

    50% dari penderita mengalami infeksi dalam waktu 10-14 hari sebelum

    timbulnya gejala, biasanya pasien mengalami infeksi traktus

    respiratorius bagian atas atau gangguan gastrointestinal yang

    umumnya disebabkan oleh virus. Bisa juga terjadi pada pasien

    pasien yang terinfeksi measles, mumps, rubella, varicella, Cytomegalo

    virus , Coxsackie virus, Echo virus, Ebstein barr virus, herpes

    simpleks, adeno virus, virus Influenza, hepatitis B, Mycoplasma,

    Salmonella, Campylobacter.1,2,3,4,5,6)

    2. Tindakan bedah:

    5-10% kasus terjadi setelah tindakan pembedahan, juga setelah

    anestesi spinal atau epidural.2,3,5,6)

    Gangguan otonom, terlihat pada 25% kasus, biasanya terjadi retensio urin

    dengan distensi vesica urinaria, takikardi, tekanan darah yang tidak

    beraturan.1,5)

    Gejala sensoris biasanya tidak begitu berat bila dibanding dengan gejala

    motorik, dan biasanya terdiri dari paresthesia pada kedua tungkai yang

    kemudian menyebar ke ekstremitas atas. Juga dijumpai adanya rasa nyeri

    tekan otot dan sensitivitas saraf terhadap tekanan.1,5)

  • 7/22/2019 SINDROMA GUILLAIN27

    2/21

    2

    Pada keadaan yang berat, bisa terjadi kegagalan respirasi sebagai

    komplikasi yang utama, yang memerlukan tracheostomi dan bantuan

    pernafasan.1,3,4,5)

    Pada perjalanan penyakitnya terdapat 3 periode yaitu:

    DIAGNOSIS

    Kriteria diagnosa GBS yang ditetapkan oleh ad hoc committee of the National

    Institute of Neurological and Communicative Disorders and Stroke (NINCDS)

    pada tahun 1978 yaitu:

    1. Kelemahan progresif motorik ekstremitas atas dan atau bawah.

    Kelemahan mungkin didahului oleh timbulnya kelemahan reflekstendon dalam.

    2. Tidak ada atau berkurangnya refleks tendon dalam.6)

    Keadaan yang meragukan diagnosa yaitu:

    1. Kelemahan yang tidak simetris dan menetap.

    2. Disfungsi vesica urinaria dan usus yang menetap.

    3. Didahului oleh timbulnya disfungsi vesica urinaria dan usus.

    4. Pada LCS ditemukan leukosit mononuclear lebih dari 50 per mm3.

    5. Adanya leukosit PMN pada LCS.

    6. Adanya gejala neurologi yang nyata.6)

    1. Paralisis periodic hipokalemia

    Kelemahan otot pada pagi hari sehabis bangun tidur. Tidak ada

    keluhan sensorik yang diakibatkan oleh kadar kalium serum yang

    rendah. Dengan infuse KCl dalam larutan elektrolit akan membaik

    gejalanya.2)

    2. Transverse Myelitis

  • 7/22/2019 SINDROMA GUILLAIN27

    3/21

    3

    Kelemahan otot terjadi setinggi lesi ke bawah dan tidak pernah

    mengenai otot wajah dan orofaring. Biasanya refleks menghilang bila

    terjadi spinal shock. Gejala sensoris biasanya segmental sesuai

    dengan lesi. Terjadi inkontineasia urin yang persisten. Tetapi jarang

    terjadi gangguan pernafasan.8)

    3. Antibiotic induced paralysis

    Terjadi beberapa jam sampai beberapa hari setelah minum obat.

    Ganguan pernafasan terjadi sebelum timbulnya kelemahan otot. Juga

    sering terjadi ptosis dan internal ophthalmoplegia. Protein LCS

    biasanya normal.8)

    4. Polymyositis

    Sering terjadi kelemahan pada leher dan tubuh,namun tidak dijumpai

    adanya gangguan sensorik. Refleks biasanya normal tapi bisa sedikit

    menurun. Tidak ditemukannya disfungsi otonom juga jarang

    melibatkan saraf cranial. Sering dijumpai fenomena Raynauds dan

    terjadi rash. Tidak ada kenaikan protein LCS. Pada EMG ditemukan

    fibrilasi.8)

    5. Vasculitis Neuropathy

    Terjadi demam, gejala sensoris yang terjadi asimetris begitu juga

    kelemahan yang terjadi asimetris. Jarang mengenai saraf cranial, tapi

    bila mengenai saraf tersebut biasanya asimetris. Tidak ada kenaikan

    protein dalam LCS.8)

    6. Poliomyelitis

    Kelemahan otot tidak simetris dan sering terdapat atrofi otot. Dijumpai

    adanya demam tapi jarang terjadi gangguan sensorik. Pada LCS

    ditemukan pleositosis.8)

  • 7/22/2019 SINDROMA GUILLAIN27

    4/21

    4

    7. Rabies

    Ada demam dan gangguan sensoris biasanya unilateral. Otot kaki

    lemas tetapi asimetris. Refleks pada tangan normal. Paresis bulbar

    tipe spasme, asimetris dan terjadi hydrophobia. Sering terjadi

    gangguan pernafasan dengan tipe pernafasan periodic, irregular. Pada

    LCS ditemukan pleositosis.8)

    PEMERIKSAAN PENUNJANG

    1. Jumlah sel darah putih dan kecepatan sedimentasi dalam batas

    normal, kadang kadang meningkat akibat efek penyakit terdahulu.1)

    2. Ditemukannya peningkatan jumlah protein dalam LCS setelah 10 haritimbul gejala neurologist, tetapi hitung jenis sel normal atau meningkat

    sedikit, tetapi kurang dari 50/mm3. sel yang dominant yaitu

    mononuclear (limfosit).

    3. Pemeriksaan EMG menunjukkan penurunan kecepatan hantar saraf

    dan gelombang F yang abnormal.1,2,6)

    TATALAKSANA PERAWATAN DAN PENGOBATANA. Perawatan

    Perawatan yang baik dan intensif adalah hal yang paling penting dan

    perlu mendapat perhatian khusus, sebab dengan perawatan yang

    intensif dan fisioterapi yang baik, maka komplikasi dapat dikurangi

    serta cacat dapat dibatasi dan kesembuhan diusahakan cepat

    terjadi.1,2,3)

    Perawatan umum:

    Penderita mempunyai keterbatasan dalam pergerakan dan terpaksa

    berada dalam posisi tidur yang lama, yang harus diperhatikan adalah:

    - Mencegah timbulnya luka baring / bed sores dengan perubahan

    posisi tidur.

  • 7/22/2019 SINDROMA GUILLAIN27

    5/21

    5

    - Pengamatan terhadap kemungkinan deep veins trombosis.

    - Pengeluaran secret dari saluran nafas.

    - Pergerakan sendi sendi secara pasif.

    - Pemberian cairan dan elektrolit terutama natrium karena

    penderita sering mengalami retensi cairan dan hiponatremi

    disebabkan sekresi hormone ADH berlebihan.1,2,6)

    Perawatan khusus:

    1. Pernafasan:

    Walaupun pasien masih bernafas spontan, monitoring fungsi

    respirasi dengan mengukur kapasitas vital secara regular sangat

    penting untuk mengetahui progresivitas penyakit, kapasitas vital

    lebih akurat memprediksi gagal nafas daripada analisa gas darah.

    Pasien dengan kapasitas vital ,15ml/kg BB disertai peningkatan

    PCO2 > 60%, penurunan PO2 < 70% mutlak perlu alat Bantu

    nafas. Pasien ini harus dirawat di ICU.1,2,6)

    2. Kardiovaskuler:

    Monitoring yang ketat terhadap tekanan darah dan EKG sangat

    penting karena gangguan fungsi otonom dapat mengakibatkan

    timbulnya hipotensi atau hipertensi yang mendadak serta

    gangguan irama jantung. Hipotensi dan hipertensi yang

    berlangsung sementara tidak perlu diobati, tetapi hipotensi yang

    menetap dan mengganggu perfusi ginjal dan otak harus diatasi

    dengan pemberian cairan. Hipertensi yang diakibatkan oleh

    peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat diberikan propanolol.

    Gangguan irama jantung bisa berupa sinus takikardi, sinus

    bradikardi, atrial flutter, atrial fibrilasi, bahkan sinus arrest.2,6)

    3. Cairan, elektrolit, nutrisi:

  • 7/22/2019 SINDROMA GUILLAIN27

    6/21

    6

    Ileus paralitik tekadang ditemukan terutama pada fase akut

    sehingga parenteral nutrisi perlu diberikan pada keadaan ini. Pada

    sindrom ini juga sering terjadi gangguan sekresi ADH sehingga

    perlu diperhatikan pemberian cairan dan elektrolit.2,

    4. Sedativa dan analgesic:

    Pada penderita yang tidak memakai alat Bantu nafas, obat obat

    sedative harus dihindari karena akan memperburuk fungsi

    pernafasan.1,2) Untuk mengatasi nyeri sering digunakan obat

    golongan NSAID.2)

    5. Antibiotika:

    Pada pasien yang berbaring lama dan menggunakan alat bantu

    nafas, frekwensi timbulnya pneumonia cukup tinggi, sehingga

    dibutuhkan antibiotika yang disesuaikan dengan hasil kultur dan

    resistensi kuman.2)

    B. PENGOBATAN

    Pengobatan meliputi:

    1. Pengobatan dengan steroidKortikosteroid mungkin mempercepat waktu untuk mulainya

    perbaikan tetapi tidak untuk mengurangi beratnya penyakit.1,2)

    Dosis tinggi steroid belakangan ini banyak digunakan pada

    pasien yang tidak bisa melakukan pergantian plasma, misalnya

    pada kelainan kardiovaskuler yang berat. Dapat digunakan

    methylprednisolone 500mg per hari untuk 5 hari tanpa adanya

    efek samping.9)

    2. Pengobatan dengan imunosupresan

    Imunosupresan adalah obat yang bekerja pada supresi

    sensitisasi sel limfosit yang tidak normal yang mengakibatkan

    reaktivitas imunologik yang merugikan. Obat yang digunakan

    azatioprin, siklopospamid, klorambusil, anti limfosit globulin

  • 7/22/2019 SINDROMA GUILLAIN27

    7/21

    7

    (ALG). Azatioprin bekerja melalui hambatan resepator humoral

    dan seluler sedangkan siklofosfamid menghambat replikasi sel

    terutama limfosit B. klorambusil bekerja pada tempat yang sama

    dengan ALG, berperan dalam menghambat secara kuat respon

    imunologik seluler.2)

    3. Plasma peresis

    Digunakan pada fase akut. Prinsipnya yaitu pertukaran plasma

    dan pemisahan komponen plasma yang mengandung antibodi

    antigen, kompleks immune secara kontinu dengan teknik

    limfositoferesis. Hasil plasma peresis berhasil memperbaiki

    gejala klinis secara cepat. Sebelum dilakukan plasma peresis

    perlu dipertimbangkan derajat penyakit, umur, kondisi umum

    pasien. Keberhasilan plasma peresis terutama pada usia muda

    dan dilakukan pada fase progresif awal sebelum terjadi

    kerusakan saraf tepi, yaitu pada awal 2 minggu timbulnya onset

    dilakukan tiap hari selama 5 hari berturut-turut.2,9) Pergantian

    plasma ini juga aman untuk anak anak dan tanpa komplikasi

    pada kehamilan. Kontra indikasi relatif tindakan ini adalah pada

    penderita gagal hati, kelainan elektrolit yang berat, dan

    perdarahan yang aktif.

  • 7/22/2019 SINDROMA GUILLAIN27

    8/21

    8

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan

    oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

    berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga

    merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya

    berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber

    air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang

    masih rendah. . Gambaran klinis demam tifoid seringkali tidak spesifik sehingga

    dalam penegakan diagnosis diperlukan konfirmasi pemeriksaan laboratorium.

    Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan

    karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat

    luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat

    sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus

    kematian tiap tahun. Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai

    penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang

    sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di

    Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di

    daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000

    penduduk/ tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita

    yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.

  • 7/22/2019 SINDROMA GUILLAIN27

    9/21

    9

    BAB II

    DEMAM TIFOID

    A. Definisi Demam Tifoid

    Demam tifoid ( enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat

    pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, khususnya sore

    hingga malam hari yang disebabkan oleh Salmonella typhi atau Salmonella

    paratyphi.1

    B. Epidemiologi Demam Tifoid

    Demam tifoid dan demam paratifoid endemik di Indonesia. Penyakit

    ini termasuk penyakit menular. Demam tifoid pada umumnya menyerang

    penderita kelompok umur 5 30 tahun, laki laki sama dengan wanita resikonya

    terinfeksi. Jarang pada umur dibawah 2 tahun maupun diatas 60. Kelompok

    penyaki t menu la r in i merupak an penyaki t-pen yaki t yang mudah

    menular dan dapat menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan

    wabah.2,3

    Di I ndones i a demam t i f o i d j a r ang d i j umpa i s eca r a

    ep id em ik , te tap i le bih se rin g bersifat sporadik, terpencar-pencar

    disuatu daerah, dan jarang menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang-

    orang serumah. Sumber penularannya biasanya tidak dapat ditemukan.2,3

    Ada dua sumber penularan S. Typhi yaitu pasien dengan demam tifoid

    dan yang lebih sering adalah pasien karier (pasien karier adalah orang yang

    sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekskresi S. typhi d a l a m t i n j a

    da n a i r k em i h s e l a m a l e b i h d a r i s a t u t a h u n ) . Di daerah endemik

    transmisi terjadi melalui air yang tercemar. D i d e r a h n o n e n d e m i k

    p e n y e b a r a n t e r j a d i m e l a l u i t i n j a .2 , 3

    C. Etiologi Demam Tifoid

  • 7/22/2019 SINDROMA GUILLAIN27

    10/21

    10

    Demam tifoid merupakan infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh

    Salmonella typhi, atau jenis yang virulensinya lebih rendah yaitu Salmonella

    paratyphi. Salmonella adalah kuman gram negatif yang berflagela, tidak membentuk

    spora, dan merupakan bakteri anaerob fakultatif yang memfermentasikan glukosa dan

    mereduksi nitrat menjadi nitrit. S.typhi memiliki antigen H yang terletak pada flagela,

    O yang terletak pada badan, dan K yang terletak pada envelope, serta komponen

    endotoksin yang membentuk bagian luar dari dinding sel.2

    Gambar 1. Bakteri Salmonella Typhi

  • 7/22/2019 SINDROMA GUILLAIN27

    11/21

    11

    Gambar 2. Daur hidup Salmonella Typhi dalam menginfeksi tubuh manusia4

    D. Patogenesis Demam Tifoid

    Masuknya kuman Salmonella typhi (S.Typhi) dan Salmonella parathypi

    (S.Parathypi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui mekanisme makanan yang

    terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos

    masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas

    humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel epitel

    (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman

    berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman

    dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak

    Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.3

  • 7/22/2019 SINDROMA GUILLAIN27

    12/21

    12

    Gambar 2. Patogenesis Demam Tifoid

    Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat pada makrofag ini

    masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang

    asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikulo endothelial tubuh terutama di

    hati dan limfa. Di organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian

    berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam

    sirkulasi darah lagi sehingga mengakibatkan bakterimia kedua kalinya dengan disertai

    tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.3

    Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan

    bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke lumen usus. Sebagian

    kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah

    menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah

    teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan

    beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi

    inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,

    instabilitas vaskuler, gangguan mental, dan koagulasi.3

    Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia

    jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar

    plak Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel

    mononuklear di dinding usus. Proses patologi jaringan limfoid ini dapat berkembang

    hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat menghasilkan perforasi. Endotoksin

    dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi

    seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernafasan, dan gangguan organ

    lainnya.3

    E. Diagnosis Demam Tifoid

  • 7/22/2019 SINDROMA GUILLAIN27

    13/21

    13

    Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bias diberikan terapi

    yang tepat dan meminimalkan komplikasi. Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini

    sangat penting untuk membantu mendeteksi secara dini. Walaupun pada kasus

    tertentu dibutuhkan pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakkan diagnosis.

    4,5

    Diagnosis tifoid karier dapat ditegakkan berdasarkan ditemukannya kuman

    S.typhi pada biakan feses ataupun urin pada seseorang tanpa tanda klinis infeksi atau

    pada seseorang yang telah satu tahun paska demam tifoid. Saat ini, kultur

    darah langsung yang diikuti dengan identifikasi mikrobiologi adalah standar emas

    untuk mendiagnosa demam tifoid. 4,5

    F. Manifestasi klinis Demam Tifoid

    Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang

    timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimptomatik hingga

    gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi hingga kematian.3,5

    Secara umum gejala klinis penyakit ini pada minggu pertama ditemukan keluhan

    dan ge j a l a s e r upa dengan penyak i t i n f eks i aku t pada umumnya ,

    ya i t u d em am , nye r i k ep a l a , pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,

    obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Padapemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah

    meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hari hingga malam hari. Dalam

    minggu kedu a ge ja la -geja l a menjad i l eb ih j e l as berupa demam,

    b r ad ik a r di a r e l a t i f ( b r ad i k ar di r e a l t i f ad a l ah p en in gk at a n s uh u

    1C t i dak d i i ku t i pen i ngka t an denyu t nad i 8 ka l i pe r men i t ) ,

    l id ah yan g berselaput ( kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor ) ,

    hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen,

    stupor, koma, delirium, atau psikosis.3,5,6

    Sekitar 10-15% pasien menjadi demam tifoid berat. Faktor yang mempengaruhi

    keparahan meliputi durasi penyakit sebelum terapi, pilihan terapi antimikroba, tingkat

    virulensi, ukuran inokulum, paparan sebelumnya atau vaksinasi, dan factor host

  • 7/22/2019 SINDROMA GUILLAIN27

    14/21

    14

    lain seperti jenis HLA, AIDS atau penekanan kekebalan lain, atau

    konsumsi antasida.7

    Pada pengidap tifoid (karier) tidak menimbulkan gejala klinis dan 25% kasus

    menyangkal bahwa pernah ada riwayat sakit demam tifoid. Pada beberapa penelitian

    menyebutkan bahwa tifoid karier disertai dengan infeksi kronik traktus urinarius serta

    terdapat peningkatan terjadinya karsinoma kandung empedu, karsinoma kolorektal

    dan lain-lain. Sedangkan patofisiologi tifoid karier belum sepenuhnya diketahui.3

    G. Pemeriksaan Labortorium

    Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid

    dibagi dalam empat kelompok, yaitu : (1) pemeriksaan darah perifer; (2) pemeriksaan

    bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman; (3) uji serologis; dan (4) pemeriksaan

    kuman secara molekuler.

    (1)Pemeriksaan darah perifer

    Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap dapat ditemukan

    leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis.

    Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi s e k u n d e r . S e l a i n

    i t u p u l a d a p a t d i t e m u k a n a n e m i a r i n g a n

    d a n t r o m b o s i t o p e n i a . P a d a pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat

    terjadi aneosinofilia maupun limfepenia. Laju endap darah pada demam tifoid

    dapat meningkat.Pemeriksaan SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan

    kembali menjadi normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak

    memerlukan penanganan khusus.3

    (2)Pemeriksaan bakteriologis

    Kultur darah

    Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi

    dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari

  • 7/22/2019 SINDROMA GUILLAIN27

    15/21

    15

    rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih

    mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit,

    sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses.3

    Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan

    tetapi hasi l negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin

    disebabkan beberapa hal sebagai berikut :3

    Tel ah mendapa t t e r ap i an t i b i o t i k . B i l a pas i en s ebe l um

    di l akuk an kul tur dar ah tela h mendapat ant ibiotik,

    per tumbuhan kuman dal am media biakan terhambat dan has il

    mungkin negatif.

    Volume darah yang kurang ( diperlukan kurang lebih 5

    cc darah ), bila darah yang dibiak terlalu sedikit hasil biakan

    bisa negati f. Darah yang di ambi l sebaikn ya secar a b e d s i d e

    l a n g s u n g d i m a s u k k a n k e d a l a m m e d i a c a i r e m p e d u

    ( o x g a l l ) u n t u k pertumbuhan kuman.

    Ri waya t vaks i nas i . Vaks i nas i d i mas a l ampau

    m en im bu lk an an ti bo d y d al am d ar ah pasien. Antibodi ( agluinin )

    ini dapat menekan bakteremia hingga biakan darah dapat negatif.

    S a a t p e n g a m b i l a n d a r a h s e t e l a h m i n g g u p e r t a m a ,

    d i m a n a p a d a s a a t i t u a g g l u t i n i n semakin meningkat.

    Kegagalan dalam isolasi/biakan dapat disebabkan oleh keterbatasan media

    yang digunakan, adanya penggunaan antibiotika, jumlah bakteri yang sangat

    minimal dalam darah, volume spesimen yang tidak mencukupi, dan waktu

    pengambilan spesimen yang tidak tepat.7

    Walaupun spesifisitasnya tinggi, pemeriksaan kultur mempunyai sensitivitas

    yang rendah dan adanya kendala berupa lamanya waktu yang dibutuhkan (5-7

    hari) serta peralatan yang lebih canggih untuk identifikasi bakteri sehingga tidak

    praktis dan tidak tepat untuk dipakai sebagai metode diagnosis baku dalam

    pelayanan penderita.7

  • 7/22/2019 SINDROMA GUILLAIN27

    16/21

    16

    (3)Uji serologi

    UJI WIDAL

    Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.typhi.

    Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi

    dengan antibodi yang disebut aglutinin.Antigen yang digunakan pada uji widal

    adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.

    Maksud uji widal adalah menentukan adanya aglutinin dalam

    serum penderita tersangka demam tifoid. Akibat infeksi oleh S.typhi,

    pas ien membuat an ti bod i( aglutinin ) yaitu:3

    Aglutinin O, yaitu dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari

    tubuh kuman)

    Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela

    kuman )

    Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai

    kuman)

    Dar i ke t i ga agg l u t i n i n t e r s ebu t hanya ag l u t i n i n O dan H

    yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Makin tinggi titernya

    makin besar kemungkinan menderita demam tifoid. P e m b e n t u k a n

    a g g l u t i n i n m u l a i t e r j a d i p a d a a k h i r m i n g g u

    p e r t a m a d e m a m k e m u d i a n meningkat secara cepat dan mencapai

    puncak pada minggu ke empat dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pad a

    fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan

    aglutinin H. Pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih tetap

    dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara

    9-12 bulan. Oleh karena itu uji widal bukanlah pemeriksaan untuk menentukan

    kesembuhan penyakit.3

    Faktor-faktor yang mempengaruhi uji widal, yaitu:

  • 7/22/2019 SINDROMA GUILLAIN27

    17/21

    17

    Pengobatan dini dengan antibiotik, pemberian kortikosteroid

    Gangguan pemben t ukan an t i bod i .

    S a a t p e n g a m b i l a n d a r a h

    Daer ah endemi k a t au non- endemi k

    R i w a y a t v a k s i n a s i

    Reaks i anamnes t i k , ya i t u pen i ngka t an t i t e r ag l u t i n i n

    p ad a in f ek s i buk an de mam tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu

    atau vaksinasi.

    Faktor teknik , a k i b a t a g l u t i n a s i s i l a n g , s train salmonella yang

    digunakan untuk suspensi antigen

    TES TUBEX

    Tes TUBEX

    merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana

    dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna

    untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan

    antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella

    serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya

    mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktubeberapa menit.

    8

    METODE ENZYME IMMUNOASSAY (EIA) DOT

    Uji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik IgM

    dan IgG terhadap antigen OMP (outer membrane protein) S. typhi. Deteksi

    terhadap IgM menunjukkan fase awal infeksi pada demam tifoid akut sedangkan

    deteksi terhadap IgM dan IgG menunjukkan demam tifoid pada fase pertengahan

    infeksi. Pada daerah endemis dimana didapatkan tingkat transmisi demam tifoid

    yang tinggi akan terjadi peningkatan deteksi IgG spesifik akan tetapi tidak dapat

    membedakan antara kasus akut, konvalesen dan reinfeksi. Pada metode Typhidot-

    M

    yang merupakan modifikasi dari metode Typhidot

    telah dilakukan inaktivasi

    dari IgG total sehingga menghilangkan pengikatan kompetitif dan memungkinkan

    pengikatan antigen terhadap Ig M spesifik.7,14

  • 7/22/2019 SINDROMA GUILLAIN27

    18/21

    18

    Uji dot EIA tidak mengadakan reaksi silang dengan salmonellosis non-tifoid

    bila dibandingkan dengan Widal. Dengan demikian bila dibandingkan dengan uji

    Widal, sensitivitas uji dot EIA lebih tinggi oleh karena kultur positif yang

    bermakna tidak selalu diikuti dengan uji Widal positif.

    Dikatakan bahwa

    Typhidot-M

    ini dapat menggantikan uji Widal bila digunakan bersama dengan

    kultur untuk mendapatkan diagnosis demam tifoid akut yang cepat dan akurat.7,14

    METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA)

    Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk melacak

    antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG terhadap

    antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi. Uji ELISA yang

    sering dipakai untuk mendeteksi adanya antigen S. typhi dalam spesimen klinis

    adalah double antibody sandwich ELISA.2

    PEMERIKSAAN DIPSTIK

    Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda dimana

    dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S. typhi dengan

    menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung antigen S. typhi sebagai

    pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-humanimmobilized sebagai reagen kontrol.

    Pemeriksaan ini menggunakan komponen yang sudah distabilkan, tidak

    memerlukan alat yang spesifik dan dapat digunakan di tempat yang tidak

    mempunyai fasilitas laboratorium yang lengkap. Pemeriksaan ini juga sangat

    dipengaruhi hasilnya oleh penggunaan antibiotik.7,9

    (4)Pemeriksaan kuman secara molekuler

    Metode lain untuk identifikasi bakteri S. typhiyang akurat adalah mendeteksi

    DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam darah dengan teknik

    hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain

    reaction(PCR) melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. typhi.

    7

    Kendala yang sering dihadapi pada penggunaan metode PCR ini meliputi

    risiko kontaminasi yang menyebabkan hasil positif palsu yang terjadi bila

    prosedur teknis tidak dilakukan secara cermat, adanya bahan-bahan dalam

    spesimen yang bisa menghambat proses PCR (hemoglobin dan heparin dalam

    spesimen darah serta bilirubin dan garam empedu dalam spesimen feses), biaya

  • 7/22/2019 SINDROMA GUILLAIN27

    19/21

    19

    yang cukup tinggi dan teknis yang relatif rumit. Usaha untuk melacak DNA dari

    spesimen klinis masih belum memberikan hasil yang memuaskan sehingga saat

    ini penggunaannya masih terbatas dalam laboratorium penelitian.7

    Tifoid Karier

    Pemantauan bakteri di dalam feses adalah salah satu pilihan untuk mendeteksi

    adanya kuman S.Typhi. Selanjutnya, pengambilan sampel tinja secara rutin pasti akan

    memakan biaya yang besar, memakan waktu yang lama, walaupun perkembangan

    bakteri di dalam feses dapat menjadi salah satu cara pemantauan pemulihan demam

    tifoid. Namun, salah studi mengatakan bahwa pada tifoid karie akan menghasilakan

    antibody Vi yang lebih tinggi dalam waktu lama dibandingkan pasien demam tifoid

    akut.4

    H. Diagnosis Banding Demam Tifoid

    Paratifoid A, B, dan C, Infeksi virus dengue, malaria, influenza.10,11

    I. Komplikasi Demam tifoid

    Komplikasi intestinal

    perda rahan in tes tinal

    Pada plak peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum

    terminalis) dapat terbentuk tukak / luka berbentuk lonjong dan memanjang

    terhadap sumbu usus. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai

    pembuluh darah maka terjadi perdarahan. Selan jutnya bil a tu kak

    menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi. Selain karena

    faktor luka perdarahan juga dapat terjadi karena gangguan

    koagulasi darah (KID) a tau gabun gan kedua faktor . Seki t a r

    25% p ender i t a demam t i f o i d dapa t menga l ami pe r da r ahan

    mi nor yang t i dak membu t uhkan t r ans f us i da r ah . Pe r da r ahan

    heba t dapa t t e r j ad i h i ngga pas i en menga l ami s yok .3 , 1 0

    Perforasi usus

  • 7/22/2019 SINDROMA GUILLAIN27

    20/21

    20

    Terjadi pada sekitar 3 % dari penderita yang dirawat. Biasanya

    timbul padaminggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu

    pert ama. Se la in gejal a umum d em am t i fo id yan g b i as a t e r j ad i

    maka pender i t a demam t i f o i d denga pe r o r as i menge l uh nye r i

    pe ru t ya ng h eb a t t e r u t am a d i da e rah k uadr an k an an b awah

    yangkemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan

    tanda-tanda ileus. Bisingusus melemah pada 50 % penderita dan pekak

    hati terkadang tidak ditemukan karenaadanya udara bebas di abdomen.

    Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat,tekanan darah turun,

    dan bahkan dapat syok. Leukositosis dengan pergeseran ke kiridapat

    menyokong adanya perforasi.3

    Bi l a pada gambar an f o t o po l os abdomen 3 pos i s i

    d i t em uk an uda ra pad a r o n g g a p e r i t o n e u m , m a k a h a l

    i n i m e r u p a k a n n i l a i y a n g c u k u p u n t u k

    m e n e n t u k a n terdapatnya perforasi usus pada demam tifoid. Beberapa

    factor yang dapat meningkatkan kejadian perforasi adalah umur, lama

    pengobatan, modalitas pengobatan, bertanya penyakit, dam mobilitas

    penderita.3

    Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk mengobati kuman

    S.typhi tetapi juga untuk mengatasi kuman yang bersifat fakultatif dan

    anaerobik pada f l o r a u s u s . U m u m n y a d i b e r i k a n

    a n t i b i o t i k s p e k t r u m l u a s d e n g a n k o m b i n a s i

    kloramfenikol dan ampisilin intravena. Untuk kontaminasi usus dapat

    diberikan gentamisin / metronidazol. Cairan harus diberikan dalam

    jumlah yang cukup sert a penderita dipuasakan dan dipasang nasogastrictube. Transfusi darah dapat diberikan bila terdapat kehilangan darah akibat

    perdarahan intestinal.3

    ileus paralitik

    pankreat it is

  • 7/22/2019 SINDROMA GUILLAIN27

    21/21

    Komplikasi ekstra-intestinal

    K a r d i o v a s k u l a r : m i o k a r d i t i s

    Hepatitis tifosa: dapat terjadi pada pasien dengan system imun yang kuarang

    dan malnutrisi. Biasanya pada demam tifoid kenaikanenzim tranaminasse

    tidak relevan dengan kenaikan serum bilirubin (untuk membandaingkan

    dengan hepatitis akibat virus)

    T i f o i d t o k s i k

    J. Tatalaksana Demam Tifoid Dan Tifoid Karier

    Tatalakasana Demam Tifoid

    Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid yaitu :3

    Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercep

    at penyem uhan.

    D i e t d a n t e r a p i p e n u n j a n g

    ( s i m p t o m a t i k d a n s u p o r t i f ) d e n g a n t u j u a n

    mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal.

    Pemberian antimikroba, dengan tujuan menghentikan dan mencegah

    penyebaran kuman.