30
RESUME KASUS 2 Hanifah Shalihah A 220110120107 Tutor 3 Anatomi dan Fisiologi Glomerulus Glomerulus merupakan filter utama dari nefron dan terletak dalam Bowman'scapsule. Glomerulus dan seluruh Bowman's capsule membentuk renal corpuscle, unitfiltrasi dasar dari ginjal. Dari Bowman capsule, keluar pembuluh sempit, disebutproximal convoluted tubule. Tubule ini berkelok-kelok sampai berakhir pada saluran pengumpul yang menyalurkan urin ke renal pelvis. Darah melewati glomerulus/ kapiler tersebut dan disaring sehingga terbentukfiltrat (urin yang masih encer) yang berjumlah kira-kira 170 L/hari, kemudian dialirkan melalui pipa/saluran yang disebut Tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran ureter,kandung kencing, kemudian ke luar melalui uretra.

sindrom nefrotik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sindrom nefrotik

Citation preview

Page 1: sindrom nefrotik

RESUME KASUS 2

Hanifah Shalihah A

220110120107

Tutor 3

Anatomi dan Fisiologi Glomerulus

Glomerulus merupakan filter utama dari nefron dan terletak dalam Bowman'scapsule.

Glomerulus dan seluruh Bowman's capsule membentuk renal corpuscle, unitfiltrasi dasar dari

ginjal. Dari Bowman capsule, keluar pembuluh sempit, disebutproximal convoluted tubule. Tubule

ini berkelok-kelok sampai berakhir pada saluran pengumpul yang menyalurkan urin ke renal pelvis.

Darah melewati glomerulus/ kapiler tersebut dan disaring sehingga terbentukfiltrat (urin

yang masih encer) yang berjumlah kira-kira 170 L/hari, kemudian dialirkan melalui pipa/saluran

yang disebut Tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran ureter,kandung kencing, kemudian ke

luar melalui uretra.

Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh disebut glomerulafiltration rate

(GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaantubuh). GFR normal umur 2-12

thn : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.

Glomeruli mengandung kapiler-kapiler arteri yang tekanan hidrostatiknya lebihtinggi

daripada tekanan hidrostatik pada kapiler-kapiler lain. Tekanan ini sekitar 75mmHg. Filtrasi

glomerulus dibentuk akibat tekanan hidrostatik darah dimana gaya-gayayang melawan tekanan

hidrostatik yaitu: tekanan osmotik koloid plasma (30 mm Hg),tekanan cairan yang terdapat dalam

Page 2: sindrom nefrotik

bagian tubulus nefron (10 mm Hg), tekananinterstitial didalam parenkin ginjal (10 mm Hg), yang

bekerja pada kapsul bowman yangditeruskan ke cairan kapsuler.

Tekanan hidrostatik adalah 75 mm Hg dan jumlah total gaya-gaya yang melawannya adalah

50 mm Hg. Gaya filtrasi yang dihasilkan kira-kira 25 mm Hg.

Ginjal mempertahankan keasaman (pH) plasma darah pada kisaran 7,4 melalui pertukaran

ion hidronium dan hidroksil. Akibatnya, urin yang dihasilkan dapat bersifat asam pada pH 5 atau

alkalis pada pH 8. Kadar ion natrium dikendalikan melalui proses homeostasis yang melibatkan

aldosteron untuk meningkatkan penyerapan ion natriumpada tubulus konvulasi. Kenaikan atau

penurunan tekanan osmotik darah karenakelebihan atau kekurangan air akan segera dideteksi oleh

hipotalamus yang akanmemberi sinyal pada kelenjar pituitari dengan umpan balik negatif. Kelenjar

pituitarimensekresi hormon antidiuretik (vasopresin) untuk menekan sekresi air sehingga

terjadiperubahan tingkat absorpsi air pada tubulus ginjal. Akibatnya konsentrasi cairan jaringan

akan kembali menjadi 98%.

Kedua ginjal menghasilkan sekitar 125 mL filtrat per menit. 125 mL diabsorsi danyang 1

mL dikeluarkan kedalam kaliks sebagai urin. Setiap 24 jam dibentuk sekitar 1500mL urin

(Nursalam, 2008).

A. Definisi

Sindrom nefrotik merupakan tanda dan gejala yang ditandai dengan proteinuria (terurama

albuminuria) lebih dari 1 g/ m2/ 24 jam, dengan hipoproteinemia (terutama albumin) dengan

protein total kurang dari 5,5 g/dL dan albumin serum kurang dari 2,5 g/dL, dengan

hiperkolesterolemia (>250 mg/dL), dan dengan edema (Behrman, 2010).

Menurut Baughman (2000), nefrotik syndrom merupakan kelainan klinik yang ditandai

dengan proteinuria, hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesterolemia. Sedangkan menurut

Sowden (2002) nefrotik syndrom adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan

permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma yang menimbulkan proteinuria,

hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suharyanto, 2009).

B. Etiologi

Penyebab nefrotik syndrom dibagi mejadi 2, yaitu:

a. Primer, dikenal dengan nama nefrosis idiopatikdan relatif sering dijumpai pada

anak.Kebanyakan (90%) anak yang menderita sindrom nefrotik mempunyai beberapa

bentuk sindrom nefrotik idiopatik, diantaranya ; sindrom nefrotik perubahan minimalsekitar

85%, proliferasi mesangium 5%, dan sklerosis setempat 10%. Pada 10% anak sisanya

Page 3: sindrom nefrotik

menderita nefrosis. Sindrom nefrotik sebagian besar diperantarai oleh beberapa bentuk

glomerulonefritis dan yang tersering adalah membranosa dan membranoproliferatif.

b. Sekunder, terjadi sebagai manifestsi klinis setelah atau menyerta kerusakan glomerulus

yang disebabkan oleh etiologi yang diketahui. Misalnya, akibat diabetes mellitus, lupus

eritematosus sistemik, sifilis, dan lain-lain.

c. Kongenital, yang diturunkan sebagai kelainan autosomal-resesif.

(Suharyanto, 2009 dan Wong, 2003).

C. Faktor Resiko

1. Jenis kelaminPada ana, NS mempunyai predominasi laki-laki sebesar hampir 2:1. Data

ISKDC (International Study of Kidney Disease inChildren) menunjukkan bahwa 66%

pasien sindrom nefrotik adalah laki-laki.Sementara untuk orang dewasa perbandingannya

sama antaralaki-laki dan perempuan.

2. Usia Biasanya banyak terjadi di usia 2-6 tahun.

3. Gangguan pertumbuhan dalam rahimatau intrauterine growth retardation (IUGR) dan berat

lahir rendah cukup bulanDiet rendah protein selama kehamilan menyebabkanterjadinya

penurunan pembentukan nefron dan supresisistem renin-angiotensin yang menyetuskan

peningkatantekanan darah dan penurunan laju filtrasi. Pada bayi IUGR,pertumbuhan ginjal

tidak sebaik pertumbuhan organ tubuhlainnya, sehingga ukuran ginjal tampak lebih kecil

saat lahir.Jumlah penelitian yang dipublikasikan mengenai fungsi ginjalsetelah kelahiran

masih sedikit, tetapi data yang adamemperlihatkan bahwa ginjal pada bayi berat lahir

rendahberukuran lebih kecil dibandingkan dengan ginjal padabayi berat lahir sesuai masa

kehamilan (SMK). Berkurangnya jumlah nefron pada bayi berat lahirrendah diduga

merupakan dasar mekanisme etiopatogenesiskelainan ginjal tersebut.

4. Seseorang yang menderita penyakit imun (Smeltzer, 2001 dan Wong, 2003).

D. Klasifikasi

Ada beberapa macam pembagian klasifikasi pada sindrom nefrotik. Menurut berbagai penelitian,

respon terhadap pengobatan steroid lebih sering dipakai untuk menentukan prognosis

dibandingkan gambaran patologi anatomi.5 Berdasarkan hal tersebut, saat ini klasifikasi SN

lebih sering didasarkan pada respon klinik, yaitu :

1) Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS) : Sindrom nefrotikdimana terjadi remisi pada

pengobatan prednison dosis penuh 2 mg/kgBB/hari dalam4 minggu.

2) Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) : Sindrom nefrotik dimana tak terjadi remisi pada

pengobatan prednisondosis penuh 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu. (

Page 4: sindrom nefrotik

Catatan :

Beberapa definisi/batasan yang dipakai pada SN adalah:

Remisi : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) 3

hari berturut-turut dalam 1 minggu.

Relaps : proteinuria ≥ 2+ (proteinuria ≥ 40 mg/m2 LPB/jam) 3 hariberturut-turut dalam

1 minggu.

Relaps jarang : relaps terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan pertamasetelah respons

awal atau kurang dari 4 kali per tahunpengamatan.

Relaps sering (frequent relaps) : relaps terjadi ≥ 2 kali dalam 6 bulan pertama

setelah respons awal atau ≥ 4 kali dalam periode 1 tahun.

Dependen steroid : relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan ataudalam 14 hari

setelah pengobatan dihentikan, dan hal ini terjadi 2kali berturut-turut.

Resisten steroid : tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosispenuh (full dose)

2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu (Hidayat, 2008).

E. Manifestasi

Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari bentuk

ringan sampai berat (anasarka). Edema umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan

berlanjut ke area abdomen, daerah genitalia,dan ekstermitas bawah.

Gejala lain yang muncul pada sindroma nefrotik meliputi : menurunnya nafsu makan,

malaise,produksi urin dapat menurun dan renal faillure dapat terjadi jika terjadi kebocoran cairan

dari dalam pembuluh darah ke jaringan sehingga suplai darah ke ginjal berkurang.

Abdomen mungkin membesar karena adanya akumulasi cairan (asites), dan sesak napas

dapat terjadi karena adanya cairan pada rongga pleura (efusi pleura) ataupun akibat tekanan

abdominal yang meningkat akibat asites. Pada keadaan asites berat dapat terjadi hernia

umbilikasis.

Defisiensi zat gizi dapat terjadi karena hilangnya nutrien dalam urin serta anoreksia, dapat

terjadi gagal tumbuh serta hilangnya kalsium tulang. Diare sering dialami oleh pasien dalam

keadaan edema, keadaan ini rupanya bukan berkaitang dengan adanya infeksi, namun diduga

penyebabnya adalah edema di mukosa usus (Alpers, 2006).

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisikdilakukan melalui inspeksi, palpasi, dan auskultasi. Pada inspeksi kita

perhatikan adanya edema. Abdomen mungkin membesar karena adanya akumulasi cairan di

Page 5: sindrom nefrotik

intraperitoneal (asites), dan sesak napas dapat terjadi karena adanya cairan pada rongga

pleura (efusi pleura) ataupun akibat tekanan abdominal yang meningkat akibat asites. Pada

pasien terlihat penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi dinding dada karena adanya sesak

nafas. Kemudian kita palpasi daerah yang mengalami edema untuk mengetahui derajat

edema. Derajat edema yaitu :

Derajat I : kedalamannya 1- 3 mm dengan waktu kembali 3 detik

Derajat I I : kedalamannya 3-5 mm dengan waktu kembali 5 detik

Derajat III : kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali 7 detik

Derajat IV : kedalamannya 7 mm atau lebih dengan waktu kembali 7 detik

Auskultasi suara nafas dan kaji adanya suara nafas tambahan.

2. Urinalisis dan bila perlu biakan urin

Pada analisa urin didapatkan proteinuria +3 atau +4, mungkin terdapat hematuria

mikroskopis, tetapi jarang ditemukan hematuria makroskopis.Pada NS, hasil pemeriksaan

urin didapatkan :

Protein urin – meningkat

Berat jenis urin – meningkat

Biakan urin dilakukan apabila terdapat gejala klinik yang mengarah pada infeksi saluran

kemih (ISK).

3. Pemeriksaan darah

Pada pasien NS, hasil pemeriksaan darah didapatkan :

Albumin serum – menurun

Kolesterol serum – meningkat

Hemoglobin danhematokrit – meningkat

Laju endap darah (LED) – meningkat

Elektrolit serum – bervariasi tergantung keadaan penyakit perorangan

4. Ultrasonografi (USG)

      Pemeriksaan USG sering dilakukan sebagai pilihan utama karena pemeriksaan ini jauh

lebih cepat, aman dan bebas dari zat-zat yang berbahaya (zat kontras dan radiasi ion), dan

tak bergantung kepada keadaan fungsi ginjal. Resolusi ultrasound berkisar 1-2 cm dapat

dipergunakan untuk memeriksa korteks, medula, piramid ginjal dan area ureter. Namun

USG ini tidak dapat menilai gangguan fungsi akibat obsrtuksi.

5. Tomografi Komputer (CT)

      Pemeriksaan CT berguna untuk memeriksa lebih lanjut kelainan-kelainan yang terdapat

pada USG. CT dilakukan dengan memakai kontras kecuali jika yang ingin dilihat hanya

terbatas untuk kelainan perdarahan atau kalsifikasi. Media kontras ini akan difiltrasi oleh

Page 6: sindrom nefrotik

glomeruli dan dikonsentrasikan di tubulus sehingga dapat memperhatikan kelainan pada

pemeriksaan ginjal dan neopalsma atau kista. Pembuluh darah ginjal dan ureter juga dapat

dilihat. CT juga berguna untuk mengevaluasi lesi massa atau penumpukan cairan pada ginjal

atau rongga retroperitoneal teruama sekali bila dengan pemeriksaan USG terhalang oleh

adanya gas atau pasiennya gemuk.

6. Pemeriksaan Biopsi Ginjal

      Biopsi ginjal dilakukan dengan menusukkan jarum biopsi melalui kulit ke dalam

jaringan renal atau dengan melakukan biopsi terbuka melalui luka insisi yang kecil didaerah

pinggang. Pemeriksaan ini berguna untuk mengevaluasi perjalanan penyakit ginjal dan

mendapatkan spesimen bagi pemeriksaan mikroskopik. Khususnya bagi penyakit

glomerulus. Sebelum biopsi dilakukan, pemeriksaan koagulasi perlu dilakukan lebih dahulu

untuk mengidentifikasi resiko terjadinya perdarahan pascabiopsi (Muttaqin, 2011 dan

Suharyanto, 2009).

G. Penatalaksanaan

1. Terapeutik

Obat yang digunakan dalam penatalaksan nefrotik sindrom mencakup kortikosteroid,

levamisone, cyclosphospamid, dan cyclosporine. Respon terhadap pengobatan dengan

kortikosteroid berhubungan dengan tipe histopatologi sindrom nefrotik.

Pengobatan kortistreroid (prednison) dimulai dengan dosis 60 mg/m2/24jam atau 2

mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/hari), dibagi menjadi tiga atau empat dosis. Waktu yang

dibutuhkan untuk berespon dengan prednison dosis penuh sekitar 4 minggu, responnya

ditetapkan pada saat urin bebas protein 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu. Apabila dalam

empat minggu pertama telah terjadi remisi, dosis prednison diturunkan menjadi 40

mg/m2LPB/hari atau 1,5 mg/kgBB/hari, diberikan selang satu hari, dan diberikan satu hari

sekali setelah makan pagi.Jika anak berlanjut menderita proteinuria (+2 atau lebih) setelah

satu bulan pemberian prednison dosis penuh, maka disebut resisten steroid dan terindikasi

melakukan biopsi ginjal untuk menentukan penyebab penyakit yang tepat.

Setiap relaps nefrosis diobati dengan cara yang sama. Kekambuhan didefinisikan

sebagai berulangnya edema dan bukan hanya proteinuria. Karena pada anak dengan keadaan

ini menderita proteinuria intermiten yang menyembuh spontan. Sejumlah kecil pasien yang

berespon terhadap terapi dosis terbagi setiap hari, akan mengalami kekambuhan segera

setelah perubahan ke atau setelah penghentian terapi selang sehari, penderita demikian

disebut tergantung steroid.Bila ada kekambuhan berulang dan terutama jika anak menderita

Page 7: sindrom nefrotik

toksisitas steroid (muka cushingoid, hipertensi, gagal tumbuh) harus dipikirkan terapi

immunosupresif lain.

- Siklofosfamid, dosis siklofosfamid 3 mg/kg/24jam sebagai dosis tunggal, selama total

pemberian 12 minggu (8 minggu). Terapi prednison tetap diteruskan selama pemberian

siklosfosfamid. Selama terapi dengan siklofosfamid, leukosit harus dimonitor setiap

minggu dan obatnya dihentikan jika jumlah leukosit menurun dibawah 5000/mm3.

komplikasi lain berupa supresi sumsum tulang,hair loss, azoospremia, hemorrhagic

cystitis, keganasan, mutasi dan infertilitas.

- Levamison, adalah imunosimultan dengan efek steroid-sparing yang lemah sehingga

perlu penghentian terapi prednison. Dosis yang dipakai adalah 2,5 mg/kg selama 4-12

bulan. Efek samping jarang ditemukan, tetapi dilaporkan dapat terjadi neutropenia dan

encelopathy. Obat ini tidak umum digunakan.

- Cyclosporin, adalah inhibitor fungsi limfosit T dan diindikasikan bila terjadi relaps

setelah terapi dengan cyclosfosfamid. Cyclosporin lebih disukai digunakan pada anak

laki-laki dalam masa pubertas yang beresiko menjadi azoospermia akibat induksi

siklosfosfamid. Cyclosporin dapat bersifat nefrotoksik, dan dapat menyebabkan

hisurtism, hipertensi dan hipertropi ginggiva.

2. Pengobatan supotif

Dalam penanganan pasien sindrom nefrotik harus diperhatikan tidak saja pendekatan

farmakologis terhadap penyakit glomerular yang mendasarinya. Pengobatan suportif sangat

penting bagi pasien yang tidak memberi respon terhadap pengobatan imunosupresif dan

karena itu mudah mendapat komplikasi sindrom nefrotik yang berkepanjangan.

a. Terapi diet

- Masukan garam dibatasi ± 2gram/hari untuk mengurangi keseimbangan natrium

yang positif.

- Diet tinggi kalori, protein dibatasi ± 2 gram/kgBB/hari.

- Diet vegetarian yang mengandung kedelai lebih efektif menurunkan

hiperlipidemia.

b. Pengobatan terhadap edema.

Dengan pemberian diuretik tiazid ditambah dengan obat penahan kalium

(spirinolakton, triamteren). Bila tidak ada respon dapat digunakan furosemid,

asam etekrinat atau bumetamid. Dosis furosemid 25-1000mg/ hari dan paling

sering dipakai karena toleransinya baik walau dengan dosis tinggi.

c. Antibiotik profilaksis

Page 8: sindrom nefrotik

Di beberapa negara, pasien SN dengan edema dan asites diberikan

antibiotikprofilaksis dengan penisilin oral 125-250 mg, 2 kali sehari, sampai

edemaberkurang.Di Indonesia tidak dianjurkan pemberian antibiotik

profilaksis,tetapi perlu dipantau secara berkala, dan bila ditemukan tanda-tanda

infeksisegera diberikan antibiotik. Biasanya diberikan antibiotik jenis

amoksisilin,eritromisin, atau sefaleksin.

d. Proteinuria dan hipoalbuminemia

ACE inhibitor mempunyai efek antiproteinuria, efek bergantung pada dosis,

lama pengobatan dan masukan natrium. Pengobatan ACE inhibitor dimulai

dengan dosis rendah dan secara progresif ditingkatkan sampai dosis toleransi

maksimal.

Obat-obat anti inflamasi nonsteroid dapat menurunkan protreinuia sampai 50%,

efek ini disebabkan karena menurunnya permeabilitas kapiler terhadap protein,

nenurunnya tekanan kapiler intraglomerural dan atau karena menurunnya luas

permukaan filtrasi. Indometasin (150mg/hari) dan meklofenamat

(200-300mg/hari) merupakan obat yang sering dipakai.

n-3 asam lemak takjenuh (polyunsaturated fatty acid) dapat mengurangi

proteinuria sebanyak 30% tanpa efek samping yang berarti.

e. Hiperlipidemia

Pada saat ini penghambat HMG-CoA, seperti lovastatin, pravastatin dan

simvastatin merupakan obat pilihan untuk mengobati hiperlipidemia pada sindrom

nefrotik.

f. Hiperkoagulabilitas

Pemakaian obat anti koaagulan terbatas pada keadaan terjadinya resiko

tromboemboli seperti; tirah baring lama, pembedahan, saat dehidrasi, atau saat

pemberian kortikosteroid IV dosis tinggi (Behrman, 2010 dan Axton, 2013).

H. Prognosis

Prognosis pasien nefrotik sindrom bervariasi bergantung tipe kelainan histopatologi.

Prognosis untuk nefrotik sindrom kongenital adalah buruk, pada banyak kasus dalam 2-18 bulan

akan terjadi kematian karena gagal ginjal. Sedangkan prognosis untuk anak dengan kelainan

minimal glomerulus sangat baik. Karena pada kebanyakan anak respon tehadap terapi steroid;

sekitar 50% mengalami 1-2 kali relaps dalam 5 tahun dan 20% dapat relaps dalam kurun waktu

10 tahun setelah didiagnosis. Hanya 30 % anak yang tidak pernah relaps setelah inisial episode.

Setidaknya sekitar 3% anak yang respon terhadap steroid menjadi steroid resisten. Progresif

Page 9: sindrom nefrotik

renal insufisiensi terjadi pada kurang dari 1% pasien, dan kematian pada pasien kelainan

minimal biasanya disebabkan oleh infeksi dan komplikasi ekstra renal.

Hanya sekitar 20% pasien sindrom nefrotik dengan fokal segmental glomerulonefritis

sklerosis, yang mengalami remisi derajat protenurianya, banyak pasien yang mengalamai relaps

menjadi steroid dependen atau resisten. Penyakit renal stadium akhir terjadi pada 25-30% pasien

dalam lima tahun, dan 30-40% dalam sepuluh tahun.

Lima puluh persen pasien dengan difuse mesangial proliferation mengalami remisi komplit

dari proteinuria dengan steroid terapi, sekitar 20% terjadi delayed remisi. Dua puluh persen

menjadi proteinuria yang berlanjut dan sekitar 6% menjadi renal isufisiensi yang progresif.

Prognosis pada pasien dengan membranoproliferatif glomerulonephropaty umumnya kurang

baik, dan keuntungan terapi steroid tidak begitu jelas. Pada beberapa study dinyatakan, tidak ada

perbedaan evidence hasil antara pemberian pengobatan dengan tanpa pengobatan pada pasien

ini, karena sekitar 30% pasien akan menjadi penyakit renal stadium akhir dalam 5 tahun

(Behrman, 2010).

I. Komplikasi

1. Infeksi

Pada SN mudah terjadi infeksi dan yang paling sering adalah selulitis danperitonitis.

Hal ini disebabkan karena terjadi kebocoran IgG dan komplemenfaktor B dan D di urin.

Pemakaian obat imunosupresif menambah risikoterjadinya infeksi. Bila terjadi

peritonitis primer (biasanya disebabkan olehkuman Gram negatif dan Streptococcus

pneumoniae) perlu diberikan pengobatanpenisilin parenteral, dikombinasikan dengan

sefalosporin generasi ketiga yaitusefotaksim atau seftriakson, selama 10-14 hari.

2. Tromboemboli

Pada SN dapat terjadi trombosis karena adanya hiperkoagulasi, peningkatankadar

fibrinogen, faktor VIII, dan penurunan konsentrasi antitrombin III.Trombosis dapat

terjadi di dalam vena maupun arteri. Adanya dehidrasimeningkatkan kemungkinan

terjadinya trombosis.

Pencegahan tromboemboli dapat dilakukan dengan pemberian aspirindosis rendah

(80 mg) dan dipiridamol, tetapi sampai saat ini belum ada studiterkontrol terhadap

efektivitas pengobatan ini.9 Heparin diberikan bila sudahterjadi trombosis.

3. Hiperlipidemia

Pada SN relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar kolesterol LDLdan

VLDL, trigliserida, dan lipoprotein (a) (Lpa), sedangkan kolesterol HDLmenurun atau

normal. Zat-zat tersebut bersifat aterogenik dan trombogenik.

Page 10: sindrom nefrotik

Pada SN sensitif steroid, karena peningkatan zat-zat tersebut bersifatsementara,

cukup dengan pengurangan diet lemak. Pada SN resisten steroiddapat dipertimbangan

pemberian obat penurun lipid seperti questran, derivatfibrat dan inhibitor HMgCoA

reduktasia (statin), karena biasanya peningkatankadar lemak tersebut berlangsung lama,

tetapi manfaat pemberian obat tersebutmasih diperdebatkan.

4. Hipokalsemia

Pada SN dapat terjadi hipokalsemia karena:

1. Penggunaan steroid jangka panjang yang menimbulkan osteoporosis danosteopenia

2. Kebocoran metabolit vitamin D

Oleh karena itu pada SN relaps sering dan SN resisten steroid

dianjurkanpemberian suplementasi kalsium 500 mg/hari dan vitamin D. Bila telah

terjaditetani, diobati dengan kalsium glukonas 50 mg/kgBB intravena.

5. HipovolemiaPemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan SN relaps

dapatmengakibatkan hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia,

ekstremitasdingin, dan sering disertai sakit perut. Pasien harus segera diberi infus

NaClfisiologik dan disusul dengan albumin 1 g/kgBB atau plasma 20 ml/kgBB(tetesan

lambat 10 per menit).Bila hipovolemia telah teratasi dan pasien tetapoliguria, diberikan

furosemid 1-2 mg/kgBB intravena.

6. Malnutrisi

7. Gagal ginjal (Alpers, 2006 dan Behrman, 2010).

Page 11: sindrom nefrotik

Etiologi primer dan sekunder

Kerusakan glomerulus

Perubahan permeabilitas membran glomerulus

Protein terfiltrasi

Hipoalbuminemia

Penurunan tekanan onkotik

Peningkatan tekanan hidrostatik

Perpindahan cairan dari intrasel ke intertisial

Peningkatan sintesa protein di hati

Pemecahan lemak & protein

Peningkatan kolestrol darah

Hiperlipidemia

Penurunan sist. imun

Risiko tinggi infeksi

EdemaPenurunan volume intravaskuler

Kelebihan volume cairan

HipovolemiaParu-paru

Efusi pleura

Asites

Menekan saraf vagus

Persepsi kenyang

Gangguan pemenuhan Nutrisi

Sekresi reninangiotensin

Sekresi ADH dan AldosteronPeningkatan

tekanan abdominal

Penurunan compliance paru

Penurunan O2

Reabsobsi Na Reabsobsi air

Hipoksia

Iskemia

Nekrosis

Kelemahan

Gangguan Mobilitas Fisik

Peningkatan volume plasma

Peningkatan tekanan darah

Gangguan integritas kulit

Page 12: sindrom nefrotik

Beban jantung meningkat

Ekspansi paru tdk adekuat

Perubahan perfusi jaringan

Gangguan pola nafas tidak efektif

Page 13: sindrom nefrotik

Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian 1. Biodata

Nama : An. X

Usia : 4 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : -

Pekerjaan : -

Diagnosa medis : Sindrom Nefrotik

2. Keluhan utama :Edema anasarka

3. Riwayat kesehatan:Menurut ibunya, 1 bulan yang lalu anakya mengalami bengkak

pada periorbita terutama saat bangun tidur, muka sembab dan pusing. Kemudian 1

tahun yang lalu, anaknya mengalami bengkak-bengkak diseluruh tubuh dan kelopak

mata. Ketika dibawa ke RS Majalaya dikatakan bocor ginjal. Pasien kontrol 3 bulan

tidak ada perbaikan. Dibawa ke RS Al Ihsan sejak 2012 dan diberi tablet berwarna

hijau 3x2 selama 2 bulan selanjutnya 4 tablet per hari selang sehari keluhan tidak

berubah.

4. Riwayat kesehatan keluarga:-

5. Hasil pengkajian fisik

1. Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi : edema anasarka, rasio inspirasi: ekspirasi (1:1)

b. Palpasi : asites (+)

c. Perkusi : -

d. Auskultasi : -

2. TTV

a. Tekanan darah :130/90 mmHg

b. HR : 112x/menit

c. RR : 30x/menit

d. Suhu : 36oC

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah

Hb : 13 mg/dl

Hematoktit : 44%

Protein total :6,0

Page 14: sindrom nefrotik

Albumin : 2,1

Kolesterol total : 345

Trigliserida : 172

BUN : 30 mg%

Serum kreatinin : 0.9 mg %

Pemeriksaan urin

Albumin urin : (+)

Warna urin : kuning

Kejernihan : keruh

Ph : 6.5

BJ : 1,010

Glukosa urin : -

Keton : +

Nitrit : -

Urobilinogen : 0,1

*Catatan nilai normal :

a. Protein urin

Penilaian:

- : tidak ada kekeruhan

+ : kekeruhan ringan tanpa butir-butir (0,01 – 0,05%)

++ : kekeruhan mudah dilihat dan Nampak butir-butir dalam kekeruhan tersebut (0,05

– 0,2%)

+++ : urin jelas keruh dan kekeruhan berkeping-keping (0,2 – 0,5%)

++++ : sangat keruh bahkan bergumpal/memadat (> 0,5%)

b. Serum kolesterol

Anak :

Normal : < 170 mg/dL

Border line : 170 – 199 mg/dL

Tinggi : >200 mg/dL

c. Serum kreatinin: sampah metabolisme yang dilakukan oleh aktivitas otot.

Laki-laki dewasa : 0,8 – 1,4 mg/dL

Wanita dewasa : 0,6 – 1,1 mg/dL

Anak : BBL : 0,8 – 1,4 mg/dL

Bayi : 0,7 – 1,4 mg/dL

2 – 6 tahun : 0,2 – 1,0 mg/dL

Page 15: sindrom nefrotik

6 – 12 tahun : 0,4 – 1,2 mg/dL

d. BUN (Blood Urea Nitrogen): sampah metabolisme yang mengandung nitrogen.

Dewasa : 10 – 20 mg/dL

Anak : 5 – 18 mg/dL

e. Serum albumin: protein yang mengatur keseimbangan dalam sel, memberi gizi sel,

mengeluarkan produk sisa, dan mempertahankan pengaturan cairan dalam tubuh.

Dewasa : 3,5 – 5 g/dL

Anak : 2,9 – 5,5 g/dL

f. Nilai normal urin (24 jam)

Usia : 1 – 2 hari : 30 – 60 ml

3 – 10 hari : 100 – 300 ml

10 hari – 2 bln : 250 – 450 ml

2 bln – 1 tahun: 400 – 500 ml

1 – 3 tahun : 500 – 600 ml

3 – 5 tahun : 600 – 700 ml

5 – 8 tahun : 650 – 800 ml

8 – 14 tahun : 800 – 1400 ml

g. Hb

Dewasa laki-laki : 14 - 18 g/dL

Dewasa perempuan : 12 - 16 g/dL

Remaja : 11,5 – 14,8 g/dL

Anak 3 -5 tahun : 9,5 – 12,5 g/dL

BBL : 13,6 – 19,6 g/dL

h. Ht

Dewasa laki-laki : 40 – 54 %

Dewasa perempuan : 37 – 47 %

Anak : 33 – 38 %

i. Nilai normal hasil laboratorium lainnya :

Kolesterol total 150-200 mg/dL

HDL 45-65 mg/dL

LDL 35-55 mg/dL

Trigliserida 120-190 mg/dL

Kadar natrium dalam air kemih adalah rendah, normalnya :

Dalam serum

Page 16: sindrom nefrotik

1. dewasa 135-145 mEq/L

2. anak 135-145 mEq/L

3. bayi 135-150 mEq/L

Dalam urin : 40-220 mEq/L/24 jam

Kadar kalium dalam air kemih adalah tinggi :

Dalam darah

1. dewasa 3,5-5,0 mEq/L

2. anak 3,6-5,8 mEq/L

3. bayi 3,6-5,8 mEq/L

Dalam urin : 25-120 mEq/L/24 jam

Kadar urobilinogen : 0,1-1,0 EU/dl

Berat jenis urin : 1,001-1,040

Pemeriksaan darah lainnya pada anak usia 4 tahun

Leukosit : 6.000-17.500

Trombosit : 150.000-450.00 sel/mm3

2. Analisis Data

No. Data Etiologi Masalah

1. DO : Ascites (+) TD 130/90, HR

112x/menit, RR 30x/menit, Rasio

inspirasi&ekspirasi 1:1, Antropometri BB

30, TB 121,5 cm, Lingkar Kepala 68cm.

DS : Menurut ibunya sekitar sebulan yang

lalu klien mengalami bengkak pada

periorbita terutama pada saat bangun

tidur, muka sembab, mengeluh pusing.

Etiologi primer dan sekunder

Kerusakan glomerulus

Perubahan permeabilitas

membran glomerulus

Protein terfiltrasi

Hipoalbuminemia

Penurunan tekanan onkotik

Kelebihan volume cairan

Page 17: sindrom nefrotik

Peningkatan tekanan hidrostatik

Perpindahan cairan dari intrasel ke

intertisial

Edema

Kelebihan volume cairan

2. DO : Dari pemeriksaan fisik didapatkan

ascites (+) TD 130/90, HR 112x/menit,

RR 30x/menit, Rasio inspirasi&ekspirasi

1:1.

DS :

Etiologi primer dan sekunder

Kerusakan glomerulus

Perubahan permeabilitas

membran glomerulus

Protein terfiltrasi

Hipoalbuminemia

Penurunan tekanan onkotik

Peningkatan tekanan hidrostatik

Perpindahan cairan dari intrasel ke

intertisial

Edema

Asites

Gangguan pola nafas tidak efektif

Page 18: sindrom nefrotik

Peningkatan tekanan abdominal

Penurunan compliance paru

Ekspansi paru tdk adekuat

Gangguan pola nafas tidak efektif

3. Diagnosa Keperawatan

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan dalam jaringan dan

retensi natrium serta air

Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemik.Kriteria evaluasi:

- Edema berkurang atau teratasi.- Penurunan keluhan sesak napas- Produksi urin >600 ml/hari

intervensi RasionalKaji adanya edema Mengetahui lokasi dan derajat edema, dan bila

terjadi edema ekstremitas dapat diindikasikan terjadinya gagal kongestif.

Istirahatkan atau tirah baring klien pada saat edema masih terjadi.

Menjaga klien dalam keadaan tirah baring selama beberapa hari diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema.

Pantau tekanan darah. Merupakan salah satu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah cairan yang dapat diketahui dengan meningkatnya beban kerja jantung dan dapat dilihat dari hasil pengukuran tekana darah.

Pantau intake dan output. Penurunan curah jantung, mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium dan air, dan penurunan urine output.

Timbang berat badan Perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan cairan.

Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai dengan indikasi.

Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard berguna untuk melawanefek hipoksia/iskemia.

Kolaborasi : Berikan diet tanpa garam

Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma.

Kolaborasi : Berikan diet rendah protein tinggi

Diet rendah protein membantu menurunkan insufisiensi renal dan retensi nitrogen yang akan

Page 19: sindrom nefrotik

kalori. meningkatkan BUN. Diet tinggi kalori membantu menyimpan cadangan energi dan mengurangi katabolisme protein.

Kolaborasi : Berikan diuretik, contoh : Furosemide.

Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan risiko terjadinya edema paru.

Kolaborasi : Kortikosteroid, contoh : Prednison.

Kortikosteroid dapat membantu mengatasi peradangan pada glomerulus yang membantu menurunkan permeabilitas kapiler glomerulus sehingga dapat menurunkan proteinuria.

Kolaborasi : Pantau data laboratorium elektrolit

kalium.

Pasien yang mendapat terapi diuretik mempunyai risiko terjadi hipokalemia sehingga perlu dipantau.

Sumber : (Alpers, 2006, Doenges, 2000, dan Muttaqin, 2011).

LO

1. Tumbuh kembang anak usia 4 tahun !Jawab :

Page 20: sindrom nefrotik

Mampu berjalan sendiri

Belajar berpakaian dan membuka pakaian

Menggambar garis silang

Menggambar orang hanya kepala dan badan

Mengenal 2 – 3 warna

Bicara dengan baik

Menyebut namanya, jenis kelamin dan umurnya

Banyak bertanya

Bertanya bagaimana anak dilahirkan

Mengenal sisi atas, bawah, muka dan belakang

Bermain dengan anak lain dan menunjukan rasa sayang kepada saudaranya

Dapat melaksanakan tugas sederhana

Dari 4 – 5 tahun

Melompat dan menari

Mengganbar orang terdiri dari kepala, lengan, badan

Menggambar segi empat dan segi tiga

Pandai bicara

Dapat menghitung jari - jarinya

Dapat menyebut hari – hari dalam seminggu

Mendengar dan mengulang hal – hal penting dan cerita 

Minat kepada kata baru dan artinya

Memprotes bila dilarang apa yang diingininya

Mengenal 4 warna

Memperkirakan bentuk dan besarnya benda, membedakan    besar dan kecil

Menaruh minat kepada aktifitas orang dewasa (Wong, 2003).

DAFTAR PUSTAKA

Alpers, Ann. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph, Ed. 20, Vol. 2. Jakarta : EGC.

Axton, Sharon. 2013. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik, Ed. 3. Jakarta : EGC.

Page 21: sindrom nefrotik

Baradero, Mary,SPC,MN & Dayrit, Mary Wilfrid, SPC, MAN, dkk.(2008). Seri Asuhan

Keperawatan Klien Gangguan Ginjal.Jakarta:EGC.

Basuki B. Purnomo. 2000. Dasar-Dasar Urologi. Malang. Fakultas kedokteran

Brawijaya.

Behrman, Richard E. 2010. Esensi Pediatri Nelson, Ed. 4. Jakarta : EGC.

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan keperawatan : Pedoman Untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba

Medika.

Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:

Salemba Medika.

Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem

Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth, Ed.8, Vol. 2. Jakarta : EGC.

Suharyanto, Toto. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem

Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Ed. 4. Jakarta : EGC.