Upload
nutnutchan
View
177
Download
10
Embed Size (px)
DESCRIPTION
referat
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah gawat abdomen atau gawat perut menggambarkan keadaan klinis
akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri
sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang
sering berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan
masif di rongga perut maupun saluran cerna. Infeksi, obstruksi atau strangulasi
saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi
rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. 1
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan dokter. Di Indonesia
ileus obstruksi paling sering disebabkan oleh hernia inkarserata, sedangkan ileus
paralitik sering disebabkan oleh peritonitis. Keduanya membutuhkan tindakan
operatif. 1
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Di
Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 orang menderita ileus setiap
tahunnya. Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif
tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004
menurut bank data Departemen Kesehatan Indonesia. 2
1
Dalam beberapa penelitian juga ditemukan ileus paralitik merupakan
komplikasi terbesar yang sering terjadi pasca operasi arteri koronaria yaitu
mencapai 23% dari 65 kasus dan 1% pada setelah pembedahan ginekologi. 3,4
Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus besar.
Keduanya memiliki cara penanganan yang agak berbeda dengan tujuan yang
berbeda pula. Obstruksi usus halus yang dibiarkan dapat menyebabkan gangguan
vaskularisasi usus dan memicu iskemia, nekrosis, perforasi dan kematian,
sehingga penanganan obstruksi usus halus lebih ditujukan pada dekompresi dan
menghilangkan penyebab untuk mencegah kematian. 2
Mengingat penanganan ileus dibedakan menjadi operatif dan konservatif,
maka hal ini sangat berpengaruh pada mortalitas ileus. Operasi juga sangat
ditentukan oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang sesuai, skills, dan
kemampuan ekonomi pasien. Hal-hal yang dapat berpengaruh pada faktor-faktor
tersebut juga akan mempengaruhi pola manajemen pasien ileus yang akhirnya
berpengaruh pada mortalitas ileus. Faktor-faktor tersebut juga berpengaruh
dengan sangat berbeda dari satu daerah terhadap daerah lainnya sehingga menarik
untuk diteliti mortalitas ileus pada pasien yang mengalami operasi dengan pasien
yang ditangani secara konservatif. 2
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah diharapkan dapat menjadi salah satu
referensi khasanah kepustakaan mengenai ileus paralitik baik dari segi definisi,
2
etiologi, patogenesis maupun penatalaksanaan yang digunakan, dengan
menitikberatkan pada aspek kefarmasian termasuk penulisan resep.
1.3 Definisi
Ileus paralitik adalah istilah gawat abdomen yang biasanya timbul
mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Menurut Frost ileus didefinisikan
sebagai hambatan fungsional dari aktivitas usus sebagai pendorong. 5
1.4 Etiologi
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya ileus paralitik
antara lain adalah2:
1) Neurogenik : pasca operasi, kerusakan medulla spinalis, keracunan timbal,
kolik ureter,iritasi persarafan splanknikus, dan pankreatitis
2) Tumor abdomen
Tumor yang ada dalam dinding usus meluas ke lumen usus atau tumor di luar
usus yang menyebaban tekanan pada dinding usus.
3) Infeksi: pneumonia, empiema, urosepsis, peritonitis, appendisitis,
diverticulitis, sepsis, infeksi berat lainnya.
4) Metabolik: ketidakseimbangan elektrolit, khususnya kalium (hipokalemia),
uremia, komplikasi DM, penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multipel.
5) Obat-obatan: narkotika, antikolinergik,katekolamin, fenotiazin, dan
antihistamin
6) Iskemia usus
3
1.5 Patogenesis
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama,
tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik
atau fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik dimana peristaltik
dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-
mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Perubahan
patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah lumen usus yang tersumbat secara
progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat
peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium
dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam
saluran cerna setiap hari ke sepuluh. Tidak adanya absorbsi dapat mengakibatkan
penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah
pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolik.
Pengaruh atas kehilangan ini adalah penyempitan ruang cairan ekstrasel yang
mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi
jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus
mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorbsi cairan dan peningkatan sekresi
cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi
dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorbsi toksin-toksin
bakteri kedalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan
bakteriemia. Pada obstruksi mekanik simple, hambatan pasase muncul tanpa
disertai gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan,
sekresi usus, dan udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya
4
komplit. Bagian usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi sekresi
dan absorbsi membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi edema
dan kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus
menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa
dan meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan
kematian. 2
1.6 Gejala Klinis
1) Obstruksi usus halus awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah
seperti kram yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya
obstruksi dan bersifat hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan
mucus, tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus. Pada obstruksi
komplet, gelombang peristaltik pada awalnya menjadi sangat keras dan
akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan mulut. Apabila
obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin
kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas adanya
distensi abdomen. Jika berlanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi
syok hipovolemia akibat dehdrasi dan kehilangan volume plasma. Pada
pemeriksaa fisik didapatkan adanya distensi abdomen. 6,7.
2) Obstruksi usus besar nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama
dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah.
Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien
dengan obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-
5
satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi,
loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen,
dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen bawah. 8,9,10
1. 7. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang ditemukan pada pasien ileus paralitik, adalah :
Dapat terlihat perut nampak membesar
Keadaan umum sakit biasa ringan atau bahkan berat
Pada palpasi,pasien hanya merasakan perasaan tidak enak pada perutnya.Tidak
ditemukan adanya reaksi peritoneal ( nyeri tekan dan nyeri lepas negatif ). 11,12
Distensi abdomen
Pada perkusi didapatkan suara hipertimfani/ timfani
Bising usus menurun atau bahkan menghilang13,14,15
1.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa
penyakit. Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan yaitu leukosit darah, kadar
elektrolit, ureum, glukosa darah, dan amilase. Foto polos abdomen sangat
membantu menegakkan diagnosis. Pada ileus paralitik akan ditemukan distensi
lambung usus halus dan usus besar memberikan gambaran herring bone, selain itu
bila ditemukan air fluid level biasanya berupa suatu gambaran line up (segaris).
Hal ini berbeda dengan air fluid level pada ileus obstruktif yang memberikan
gambaran stepladder (seperti anak tangga). Apabila dengan pemeriksaan foto
6
polos abdomen masih meragukan adanya suatu obstruksi, dapat dilakukan
pemeriksaan foto abdomen dengan mempergunakan kontras kontras yang larut
air. Pemeriksaan penunjang lainnya yang harus dilakukan adalah pemeriksaan
darah rutin (Hb, lekosit,hitung jenis dan trombosit), elektrolit, BUN dan kreatinin,
sakar darah, foto dada, EKG, bila diangap perlu dapat dilakukan pemeriksaan
lainnya atas indikasi seperti amilase, lipase, analisa gas darah, ultrasonografi
abdomen bahkan CT scan 16,17.
1.9 Penatalaksanaan
1. Konservatif 17,18
Penderita dirawat di rumah sakit.
- Penderita dipuasakan
- Kontrol status airway, breathing and circulation.
- Dekompresi dengan nasogastric tube.
- Intravenous fluids : RL 20 tpm
- Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
2. Farmakologis 19,20
- Prostigmin 3x1
- Metoklopramid 3x1 (jika muntah)
1.10 Komplikasi 21,22
- Nekrosis usus
- Perforasi usus
7
- Sepsis
- Syok-dehidrasi
- Abses
- Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
- Pneumonia aspirasi dari proses muntah
- Gangguan elektrolit
-Meninggal
8
BAB II
SIMULASI KASUS
2.1 Kasus
Tn. Ardi, 30 tahun, Seorang pedagang di pasar Banjarbaru dibawa ke UGD
sebuah rumah sakit oleh istrinya karena mengeluhkan kembung. Keluhan
dirasakan sejak 2 hari terakhir. Pasien mengeluhkan juga tidak bisa buang
angin. Setiap kali makan penderita mengeluhkan muntah. 3 hari sebelumnya
pasien mengeluhkan terkena diare. Tinja yang dikeluarkan sangat encer dan
dalam sehari bisa sampai 6 kali. Keluhan ini juga disertai dengan muntah-
muntah. Muntah sangat banyak. Penderita hanya mengkonsumsi obat yang
dibeli di warung dan sudah tidak ada keluhan muntah dan berak cair lagi. Ini
penderita tinggal di Jalan Lanan 60 Banjarbaru.
Pemeriksaan fisik
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 100 kali/menit
Suhu : 360C
Respirasi : 24 kali/menit
Kepala, thorax, abdomen : dalam batas normal
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : Inspeksi : Perut tampak cembung
Palpasi : Hepar dan lien sulit dievaluasi
Perkusi : hipertimpani
9
Auskultasi: Bising usus menghilang
Ekstremitas : dalam batas normal
Diagnosa : Ileus Paralitik Pasca Diare
2.2. Tujuan Pengobatan dan Alasannya
1. untuk mengembalikan motilitias usus
2. untuk menghilangkan mual dan muntah
2.3. Daftar kelompok obat beserta jenisnya yang berkhasiat pada kasus ini
Kelompok Obat Nama ObatAntikolinesterase Prostigmin, MiostatAntiemetik Metoklopramid HCl, Domperidon,
Sisaprid
2.4. Perbandingan kelompok obat atau jenis obat menurut khasiat, keamanan dan kecocokan
Kelompok jenis obat Khasiat Keamanan BSO (efek samping)
Kecocokan (Kontraindikasi BSO)
Neostigmin
Miostat
Antikolinesterase
Antikolinesterase
Nyeri abdomen, mual,muntah, diare, miosis dan diaphoresis
Efek sampingnya lebih ringan dan jarang terjadi pada dosis biasa.
Wanita hamil dan menyusui, myasthenia krisis, hipersensitivitas
Wanita hamil dan menyusui, myasthenia krisis, hipersensitivitas
Metoklopramide HCl
Antiemetik Kelemahan, insomnia, perubahan koordinasi
Obstruksi mekanik, perdarahan saluran cerna,
10
Domperidon
Sisaprid
Antiemetik
Antiemetik, Kolinomimetik
motorik, parkinson, reaksi distonia akut, galaktore, gangguan mensturasi.
Meningkatkan sekresi prolaktin, galaktore, gejala ekstrapiramidal lebih jarang terjadi dibanding metoklopramid.
Nyeri perut, borborismi, diare, pusing, sakit kepala, somnolen, kelelahan. Gejala peningkatan prolaktin dan gejala ekstrapiramidal lebih jarang terjadi dibanding metoklopramid.
perforasi, penderita yang mendapat pengobatan dengan obat-obat yang dapat menimbulkan gangguan ekstrapiramidal, kanker payudara.
Depresi SSP, hipersensitivitas, hati-hati jika diberikan pada penderita dengan penyakit hati, reaksi diskinesia, hipokalemia, dan penyakit jantung.
Obstruksi mekanik, perdaraha saluran cerna, perforasi, wanita hamil dan menyusui, penyakit jantung
2.5. Pilihan Obat dan Alternatif Obat yang Digunakan
1. Antikolinesterase
No. Uraian Obat Pilihan Obat Alternatif
11
1. Nama obat Prostigmin Miostat2. BSO (Generik,
Generik Bermerek, Kekuatan)
Generik : -Generik Bermerek : Prostigmin Inj. 0,5mg/ ml, tab 15 mg
Generik : -Generik Bermerek: oral miostat tab 4mg
3. BSO yang diberikan dan alasannya
Injeksi, absorpsi kurang jika diberikan melalui oral, dibutuhkan dosis 30 kali lebih besar dibanding pemberian secara injeksi. Selain itu, karena pasien dirawat di rumah sakit dan memakai infus, sehingga pemberian secara injeksi lebih efektif.
BSO yang tersedia oral
4. Dosis Injeksi : 3 x 0,5mgOral : 3-4x 15mg perhari
Oral : 1-3 x 4 mg
5. Dosis pada kasus tersebut dan alasannya
0,5 mg/kali alasannya diharapkan dengan dosis tersebut telah mampu membantu mengembalikan motilitas usus
4 mg/ kalialasannya diharapkan dengan dosis tersebut telah mampu membantu mengembalikan motilitas usus
6. Frekuensi pemberian 3 kali sehari karena waktu paruhnya 8 jam
3 kali sehari karena waktu paruhnya 8 jam
7. Cara pemberian dan alasannya
Intravena, karena pasien memakai infus, sehingga lebih mudah diberikan secara intravena
Tersedia bso oral
8. Saat pemberian Sebelum makan Sebelum makan9. Lama pemberian 5 hari 5 hari
b. Antiemetik
No. Uraian Obat Pilihan Obat Alternatif1. Nama Obat Metoklopramid Cisaprid2. BSO (Generik,
Generik Bermerek, Kekuatan)
Generik : Metoklopramid HCLBSO : tablet 5 mg, 10 mg, Injeksi : 5mg/ml
Generik : CisapridBSO : tablet 5 mgGenerik Bermerek: Acpulsif tab 5 mg, Disflux tab 5 mg
12
Generik Bermerek : Clopramel tab 10 mg, Inj. 5 mg/ml
3. BSO yang diberikan dan alasannya
Injeksi karena pasien masih mengeluh adanya muntah, sehingga pasien akan merasa lebih nyaman dan lebih efektif jika diberikan secara injeksi. Selain itu, pasien juga dipuasakan untuk sementara.
Sediaan yang tersedia hanya tablet
4. Dosis 10 mg/kali diberikan 30 menit sebelum makan dan menjelang tidur malam
2 x 10 mg/ hari
5. Dosis kasus tersebut dan alasannya
10 mg/kali alasannya diharapkan dengan dosis tersebut mampu mengurangi gejala berupa mual dan muntah.
10 mg/kali alasannya diharapkan dengan dosis tersebut mampu mengurangi gejala berupa mual dan muntah.
6. Frekuensi pemberian Jika muntah masih sering terjadi dapat diberikan 3 kali sehari.
Jika muntah masih sering terjadi dapat diberikan 3 kali sehari.
7. Cara pemberian dan alasannya
Intravena karena pasien dipuasakan untuk sementara.
Sediaan yang tersedia hanya tablet
8. Saat pemberian dan alasannya
Sebelum makan karena absorbsi lebih baik
Sebelum makan karena absorbsi lebih baik
9. Lama pemberian 3 hari selama masih ada gejala
3 hari selama masih ada gejala
13
2.6. Resep yang benar dan rasional untuk kasus tersebut
PEMERINTAH PROVINSI DAERAH TINGKAT IKALIMANTAN SELATAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANJARBARU
Nama Dokter : dr. Gudeyu Tanda Tangan Dokter :NIP : 19891209UPF/Bagian : IGD
Banjarbaru, 22 Maret 2013
R/ Prostigmin amp No III Metoklopramid HCl amp No II RL No II D10 No II S i.m.m
R/ NGT 16 No I Infussion Set makro No I Surflo 18 No I Spuit 3 cc No III Spuit 5 cc No III S i.m.m
14
Pro : Tn. ArdiUmur : 30 tahunAlamat : Jl. Lanan No. 60 Banjarbaru
2.7. Resep alternatif untuk kasus tersebut
PEMERINTAH PROVINSI DAERAH TINGKAT IKALIMANTAN SELATAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANJARBARU
Nama Dokter : dr. Gudeyu Tanda Tangan Dokter :NIP : 19891209UPF/Bagian : IGD
Banjarbaru, 22 Maret 2013
R/ Miostat tab 4 mg No XV S t.dd tab I ac
R/ Cisaprid tab 5 mg No X S prn b.dd tab II
R/ RL Flash 500 ml No II D10 Flash 500 ml No II S i.m.m
R/ NGT 16 No I Infussion Set makro No I Surflo 20 No I Spuit 3 cc No III Spuit 5 cc No III S i.m.m
15
Pro : Tn. ArdiUmur : 30 tahunAlamat : Jl. Lanan No. 60 Banjarbaru
2.8. Pengendalian Obat
Pengendalian obat dilakukan bertujuan agar pasien benar-benar
memperoleh hasil terapi yang optimal dengan efek samping yang minimal dengan
cara memperhatikan dosis, frekuensi pemberian, cara pemberian, lama pemberian,
dan efek samping. Bila timbul efek samping, obat dapat dihentikan dan diganti
dengan obat lain yang khasiatnya sama.
Suatu aturan dosis yang dirancang dengan tepat merupakan usaha untuk :
1. Mencapai konsentrasi obat optimum pada reseptor
2. Menghasilkan respons terapeutik optimum
3. Menghasilkan efek merugikan yang minimum
Pilihan obat yang digunakan pada kasus ini ada 2 macam yaitu
antikolinesterase untuk mengembalikan motilitas usus yang diduga mengalami
kelumpuhan akibat pemberian obat antidiare sebelumnya dan antiemetik yang
diberikan jika pasien masih mengalami mual dan muntah. Pasien juga diberikan
asupan cairan intravena untuk mencegah timbulnya syok dan gangguan
keseimbangan elektrolit akibat hilangnya cairan baik melalui muntah maupun
penurunan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah akibat peningkatan
tekanan intralumen.
16
Pemilihan obat injeksi untuk terapi pada pasien ini selain karena pasien
dipuasakan untuk sementara juga karena pada pasien ini terpasang infus, sehingga
pemberian obat melalui intravena cukup efektif. Selain itu obat seperti prostigmin
diabsorpsi kurang baik melalui saluran cerna, sehingga pemberian melalui
intravena lebih baik.
Neostigmin (prostigmin) merupakan senyawa aluminium kwartener yang
merupakan penghambat kolinestrase reversible yang dapat mengantagonis
hambatan kompetitif pada sambungan saraf otot melalui preservasi asetikolin
endogen maupun efek langsungnya. Neostigmin memiliki khasiat muskarin agak
kuat, yang jauh melebihi efek nikotinnya yang sangat ringan, sehingga dapat
diindikasikan pada kasus-kasus atonia otot polos, termasuk saluran cerna23.
Pada pasien ini pemilihan neostigmin sebagai antikolinesterase untuk
mengembalikan motilitas usus dikarenakan untuk obat miostat (kharbacol) tidak
bisa diberikan secara intravena, sedangkan pasien masih dipuasakan untuk
sementara sehingga pemberian secara intravena dirasa lebih efektif dibanding
pemberian melalui saluran cerna24.
Sebagai antiemetik diberikan metoklopramid yang diberikan jika pasien
masih mengeluhkan mual dan muntah. Metoklopramid memiliki efek
antidopaminergik di chemoreceptor trigger zone (CTZ) dan juga dapat
meningkatkan motilitas saluran cerna. Obat ini merangsang motilitas saluran
cerna bagian atas tanpa merangsang sekresi lambung, empedu, dan pankreas. Hal
ini diduga karena peningkatan pembebasan asetilkolin dan tidak bergantung pada
inervasi vagal. Selain itu, metoklopramid juga meningkatkan tekanan sfingter
17
esofagus bagian bawah dan meningkatkan kecepatan pengosongan lambung
Metoklopramid secara cepat diabsorpsi dengan baik di saluran cerna. Konsentrasi
puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral. Waktu paruh
eliminasi obat adalah 5-6 jam. Metabolisme obat di hati sedikit sekali dan
diekskresikan melalui ginjal serta ditemukan di urin kurang lebih 20% dari total
bersihan dalam bentuk utuh. Adanya gangguan ginjal mempengaruhi bersihan
obat ini. Berdasarkan beberapa penelitian diketahui bahwa penurunan bersihan
kreatinin erat kaitannya dengan penurunan bersihan plasma dan ginjal serta
meningkatkan waktu paruh eliminasi24.
Selain metoklopramid dapat diberikan antiemetik lain yaitu cisaprid
ataupun domperidon. Pada pasien ini pemilihan metoklopramid sebagai
antiemetik dikarenakan untuk obat cisaprid dan domperidon tidak bisa diberikan
secara intravena, sedangkan pasien masih dipuasakan untuk sementara sehingga
pemberian secara intravena dirasa lebih efektif dibanding pemberian melalui
saluran cerna.
18
Daftar pustaka
1. Sjamsuhidajat R, Dahlan M, Jusi D. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003.
2. Simade brata dkk. Gastro Enterologi dalam Pedoman Dignosis dan Terapi Dibidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FK UI, 1999 : 32,33
3. Fanning James, DO Rod Hojat, MD. Safety and Efficacy of Immediate Postoperative Feeding and Bowel Stimulation to Prevent Ileus After Major Gynecologic Surgical Procedures. J Am Osteopath Assoc. 2011;111(8):469-472.
4. Vohra Hunaid A, Shakil Farid, Toufan Bahrami and Jullien AR Gaer. Predictors of survival after gastrointestinal complications in bypass grafting. Asian Cardiovascular & Thoracic Annals, 2011;19(1) 27–32.
5. Frost EAM. Preventing paralytic ileus: can the anesthesiologist help. M.E.J. Anesth,2009; 20(2): 159-165.
6. Johnson Michael D.,MD, R. Matthewwalsh, MD.Current therapies to shorten postoperative ileus. Clevand Clinic Jornal Of Medicine.2009;76 (1): 641-648
7. Trice and filson. Usus Kecil Dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4 alih bahasa dr. Peter anugerah. Jakarta : EGC, 1995 : 402,405
8. Grace and boeley. Obstruksi Usus dalam at a glance Ilmu Bedah edisi 3. Jakrta : EMS,2005 : 116-117
9. Fiedberg B, Antillon M. Small-Bowel Obstruction. Editor: Vargas J, Windle WL, Li BUK, Schwarz S, and Altschuler S. http://www.emedicine.com. Diakses pada tanggal 20 Maret 2013.
19
10. Basson, MD. Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, JB, Talavera F, Mechaber AJ, and Katz J. http://www.emedicine.com. Diakses pada tanggal 20 Maret 2013.
11. Anonymous. Mechanical Intestinal Obstruction. http://www.Merck.com. Diakses pada tanggal 20 Maret 2013.
12. Anonymous. Ileus. http://www.Merck.com. Diakses pada tanggal 20 Maret 2013.
13. Leaper DJ, Peel ALG, McLatchie GR, and Kurup V. Oxford handbook of clinical surgery. Editor: McLatchie GR, Leape D. 2nd Edition. London: Oxford University Press, 2002.
14. Hebra A, Miller M. Intestinal Volvulus. Editor: DuBois JJ, Konop R, Li BUK, Schwarz S and Altschuler S. http://www.emedicine.com. Diakses pada tanggal 20 Maret 2013.
15. Chahine AA. Intussusception. Editor: Nazer H, Windle ML, Li BUK, Schwarz S and Altschuler S. http://www.emedicine.com. Diakses pada tanggal 20 Maret 2013.
16. Shukia PC. Volvulus. Editor: DuBois JJ, Konop R, Piccoli D, Schwarz S and Altschuler S. http://www.emedicine.com. Diakses pada tanggal 20 Maret 2013.
17. Levine BA, Aust JB. Buku Ajar Bedah Sabiston’s essentials surgery. Editor: Sabiston DC. Alih bahasa: Andrianto P, Timan IS. Editor bahasa: Oswari J. Jakarta: EGC, 1992.
18. Trice and filson. Usus Kecil Dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Alih bahasa: Anugerah P. Jakarta: EGC, 1995.
19. Syarif A, Estuningtyas A, Setiawati A, dkk. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2008.
20. Price SA. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor: Price SA, McCarty L, Wilson. Editor: Wijaya C. Jakarta: EGC, 1994.
21. Browse, Norman L. An Introduction to the Symptoms and Signs of Surgical Disease. 3rd Edition. London: Arnold, 1997.
22. Anonym. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Lab/UPF Ilmu Bedah. Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. Surabaya, 1994
20
23. Tjay TH, Rahardja K. Obat-obatan Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya Edisi 6. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2008.
24. Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK Universitas Sriwijaya. Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2. Editor: Raharjo R. Jakarta: EGC, 2004
21