10
159 SIKAP GENERASI MUDA TERHADAP BAHASA BALI DI DESTINASI WISATA INTERNASIONAL BALI Ni Luh Nyoman Seri Malini, Ida Bagus Putra Yadnya, Ni Luh Putu Laksminy, dan I Gst Ngurah Kt Sulibra Universitas Udayana Abstract :This writing aims at investigating language attitude of Balinese young generation toward Balinesse, their mother tongue in tourist destination. Qualitative approach is applied in this research. The data were in the form of spoken data, written data, and researcher’s language instuition. Through participative observation the data were collected from young generation at tourist destination such as Kuta, Sanur and Ubud by using questionnaire and observation sheet. The respondents were given 10 items of questions related to cognitive, affective, and behavioral (connative) aspects. Data collected were then analyzed by the theory of language attitude. The study reveals that there are positive attitudes towards Balinese language by young generation in international tourist destination in Bali. Key words : young generation, tourist destination, positive attitude. Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengalisis sikap bahasa generasi muda Bali terhadap Bahasa Bali sebagai bahasa ibu di daerah destinasi wisata. Pendekatan yang di- gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Data penelitian ini adalah data .lisan dan data tulis mengenai sikap bahasa bahasa generasi muda Bali terhadap ba-hasa Bali. Dengan metode observasi partisipasi data di kumpulkan dari generasi muda di daerah wisata Kuta, Sanur dan Ubud dengan menggunakan kuesioner dan lembar pe- ngamatan.Responden diberikan 10 pertanyaan terkait dengan aspek kognitif, afektif dan konatif. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teori sikap bahasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa generasi muda Bali di daerah destinasi wisata memiliki sikap positif terhadap bahasa Bali. Kata-kata kunci: generasi muda, daerah wisata, sikap positif. Situasi kebahasaan pada komunitas tutur yang dwibahasawan atau multibahasawan menimbulkan kemungkinan pilihan baha- sa bagi masing-masing komunitas tutur. Sebagai konsekuensi pilihan bahasa terse- but adalah pola penggunaan bahasa. Pola penggunaan bahasa yang mantap menye- babkan adanya kebertahanan bahasa (lan- guage maintenance), sedangkan pola yang goyah menyebabkan pergeseran bahasa (language shift). Pembahasan tentang pe- mertahanan bahasa tidak bisa berdiri sen- diri karena aspek ini berada dalam ruang lingkup kedwibahasaan, sikap bahasa, per- geseran bahasa, pilihan bahasa, dan peru- bahan bahasa. Salah satu isu yaitu me- ngenai sikap bahasa di bahas dalam tuli-san ini. Suhardi (1996:14) menjelaskan bahwa sikap sebagai kesiagaan saraf dan mental, yang tersusun melalui pengalaman, yang memberikan arah atau pengaruh dinamis kepada tanggapan seseorang terhadap se- mua benda dan situasi yang berhubungan

SIKAP GENERASI MUDA TERHADAP BAHASA BALI DI DESTINASI

  • Upload
    danganh

  • View
    219

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

159

SIKAP GENERASI MUDA TERHADAP BAHASA BALIDI DESTINASI WISATA INTERNASIONAL BALI

Ni Luh Nyoman Seri Malini, Ida Bagus Putra Yadnya, Ni Luh Putu Laksminy,dan I Gst Ngurah Kt Sulibra

Universitas Udayana

Abstract:This writing aims at investigating language attitude of Balinese young generationtoward Balinesse, their mother tongue in tourist destination. Qualitative approach isapplied in this research. The data were in the form of spoken data, written data, andresearcher’s language instuition. Through participative observation the data were collectedfrom young generation at tourist destination such as Kuta, Sanur and Ubud by usingquestionnaire and observation sheet. The respondents were given 10 items of questionsrelated to cognitive, affective, and behavioral (connative) aspects. Data collected werethen analyzed by the theory of language attitude. The study reveals that there are positiveattitudes towards Balinese language by young generation in international touristdestination in Bali.

Key words : young generation, tourist destination, positive attitude.

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengalisis sikap bahasa generasi muda Baliterhadap Bahasa Bali sebagai bahasa ibu di daerah destinasi wisata. Pendekatan yang di-gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Data penelitian ini adalah data.lisan dan data tulis mengenai sikap bahasa bahasa generasi muda Bali terhadap ba-hasaBali. Dengan metode observasi partisipasi data di kumpulkan dari generasi muda di daerahwisata Kuta, Sanur dan Ubud dengan menggunakan kuesioner dan lembar pe-ngamatan.Responden diberikan 10 pertanyaan terkait dengan aspek kognitif, afektif dankonatif. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teori sikap bahasa. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa generasi muda Bali di daerah destinasi wisata memilikisikap positif terhadap bahasa Bali.

Kata-kata kunci: generasi muda, daerah wisata, sikap positif.

Situasi kebahasaan pada komunitas tuturyang dwibahasawan atau multibahasawanmenimbulkan kemungkinan pilihan baha-sa bagi masing-masing komunitas tutur.Sebagai konsekuensi pilihan bahasa terse-but adalah pola penggunaan bahasa. Polapenggunaan bahasa yang mantap menye-babkan adanya kebertahanan bahasa (lan-guage maintenance), sedangkan pola yanggoyah menyebabkan pergeseran bahasa(language shift). Pembahasan tentang pe-mertahanan bahasa tidak bisa berdiri sen-

diri karena aspek ini berada dalam ruanglingkup kedwibahasaan, sikap bahasa, per-geseran bahasa, pilihan bahasa, dan peru-bahan bahasa. Salah satu isu yaitu me-ngenai sikap bahasa di bahas dalam tuli-sanini.

Suhardi (1996:14) menjelaskan bahwasikap sebagai kesiagaan saraf dan mental,yang tersusun melalui pengalaman, yangmemberikan arah atau pengaruh dinamiskepada tanggapan seseorang terhadap se-mua benda dan situasi yang berhubungan

160│ BAHASA DAN SENI, Tahun 41, Nomor 2, Agustus 2013

dengan kesiagaan itu. Dari pengertian itutersirat bahwa sikap tidak dapat diamatisecara langsung, tetapi harus disimpulkanmelalui introspeksi diri seorang subjek.Sementara itu, Rokeach (1972) danAnderson (1974) menjelaskan sikap seba-gai tata kepercayaan (organization of be-liefs) yang secara relatif berlangsung lamaterkait suatu objek atau situasi yang men-dorong seseorang untuk menanggapinyadengan cara tertentu yang disukainya.Rokeach beranggapan bahwa setiap keper-cayaan terdiri atas tiga bagian atau kom-ponen, yakni komponen kognitif, kompo-nen afektif, dan komponen perilaku. Kom-ponen kognitif merujuk kepada pengeta-huan seseorang pada apa yang benar atausalah, baik atau buruk, diinginkan atau ti-dak diinginkan. Komponen afektif berhu-bungan dengan penilaian seseorang me-ngenai suatu objek, apakah ia suka atautidak suka akan objek itu. Komponen peri-laku berhubungan dengan kecenderunganseseorang untuk bertindak.

Kecenderungan tersebut sangat eratkaitannya dengan ruang dan waktu penu-tur seperti halnya fenomena sikap terha-dap bahasa Bali (BB) di kalangan generasimuda Bali terhadap bahasa Bali. Seiringdengan perkembangan jaman dan muncul-nya berbagai destinasi wisata internasionaldi Bali, menuntut masyarakat sekitar des-tinasi wisata mampu berbahasa asing uta-manya bahasa Inggris dengan baik. Ma-syarakat sekitar destinasi wisata padaakhirnya cenderung menjadi bilingualbahkan multilingual khususnya kalangangenerasi muda. Mengingat kondisi terse-but, timbul pertanyaan sejauh manakahkebertahanan generasi muda terhadap BBsebagai bahasa ibunya yang tercermin darisikapnya terhadap bahasa Bali.

Berdasarkan fenomena empiris di de-pan maka tulisan ini bertujuan untuk me-ngetahui dan menganalisis sikap bahasagenerasi muda terhadap bahasa Bali di da-erah destinasi wisata internasional di Bali.Sikap Bahasa yang dibahas ditinjau daritiga aspek, yaitu aspek kognitif, aspekafektif dan aspek konatif. Kajian menge-

nai sikap bahasa sangat signifikan dilaku-kan karena merupakan salah satu landasanpikir dalam mengetahui model pemerta-hanan bahasa Bali di daerah destinasi wi-sata internasional.

METODE

Penelitian ini berdasarkan filosofi fe-nomenologis. Paradigma tersebut mem-buat penelitian ini menggunakan pende-katan kualitatif. Penelitian ini dilakukan didaerah-daerah destinasi wisata internasio-nal di Bali. Penelitian dilakukan di Balibagian Selatan, Tengah dan Timur. Re-presentasi Bali bagian timur dipilih Kabu-paten Gianyar, Kecamatan Ubud yaitu diDesa Padang Tegal Tengah dan di DesaSambahan. Bali bagian tengah diwakilioleh Kota Denpasar, Kecamatan Sanuryaitu di Desa Sanur Kauh. Sedangkan un-tuk Bali bagian Selatan diwakili oleh ka-bupaten Badung, Kecamatan Kuta yaitu diDesa Abianbase dan desa Ungasan. Loka-si tersebut dipilih karena daerah tersebutmerupakan destinasi wisata internasionalyang mana terjadi kontak bahasa yangtinggi antara wisatawan dan masyarakatlokal yang menggunakan bahasa Bali se-bagai bahasa ibunya.

Jenis data dalam penelitian ini adalahdata lisan. Data primer penelitian ini yaitukata-kata, kalimat-kalimat, atau wacanayang dituturkan antar generasi muda Balidalam ranah keluarga, kekariban, pendi-dikan dan religi. Responden kegiatan iniadalah generasi muda Bali usia 14—25tahun dan belum menikah berjumlah 81orang yang berasal dari ketiga lokasi pe-nelitian. Para pemuda ini rata-rata memili-ki orang tua yang berkecimpung di duniapariwisata, seperti memiliki art shop, gal-lery, atau penyedia layanan pariwisatalainnya. Data yang diambil dari respondenberupa data lisan berupa teks pada kehi-dupan sosial generasi muda Bali. Data se-kunder penelitian ini adalah (a) hasil sur-vei sosiolinguistik dan (b) informasi me-ngenai situasi kebahasaan, kebudayaan dantradisi masyarakat Bali.

Malini, Sikap Generasi Muda terhadap Bahasa Bali │161

Untuk mengumpulkan data dalamsuatu penelitian diperlukan beberapa in-strumen, yang terdiri dari instrumen utamayaitu peneliti sendiri (human instrument)dan instrumen tambahan berupa kuesionersurvei linguistik. Daftar pertanyaan disusundengan membuat pertanyaan yang khusus,kongkret, dan sesuai dengan konteks. Daf-tarpertanyaan yang diajukan dalam kuesio-nermeliputi pilihan bahasa, kemampuan bahasadan sikap bahasa generasi muda yangberbahasa ibu bahasa Bali di lokasipenelitian. Selain kuesioner, disiapkan jugapanduan pedoman wawancara dan lembarpengamatan yang berkaitan dengan situasikebahasaan dan sosial budaya masyarakat dilokasi penelitian.

Penelitian ini menggunakan ancangankualitatif dengan menggunakan metodeobservasi partisipatif, metode wawancara,dan metode survei. Observasi partisipasiyaitu pengamatan secara langsung padalokasi penelitian untuk mendapatkan gam-baran yang sejelas-jelasnya tentang objekpenelitian. Dengan melakukan observasisecara langsung, peneliti dapat mengeta-hui bagaimana kegiatan generasi mudaBali sesungguhnya pada kehidupan sosial-nya. Dalam praktiknya metode observasipartisipatif dilakukan dengan cara berpar-tisipasi sambil menyimak, berpartisipasidalam pembicaraan, dan menyimak pem-bicaraan. Selain itu, peneliti juga melaku-kan wawancara dengan menggunakan pe-doman lembar wawancara yang sistematisdan lengkap melainkan hanya berdasarkangaris besar permasalahan (tidak terstruk-tur) (Sugiyono, 2006:157). Selanjutnya di-lakukan metode survei adalah metode pe-nyediaan data yang dilakukan melalui pe-nyebaran kuesioner atau daftar tanyaanyang terstruktur dan rinci untuk mempero-leh informasi dari sejumlah besar infor-man yang dipandang representatif mewa-kili populasi penelitian.

Mengacu kepada paradigma peneliti-an, analisis data penelitian ini mengguna-kan dua teknik, yaitu teknik analisis datasecara kualitatif dan secara kuantitatif.Analisis data dilakukan secara berkelan-

jutan selama melakukan penelitian untukmemberi peluang pengumpulan data yanglebih berkualitas dan menguji asumsi yangmuncul selama analisis data sehingga da-pat menjamin validitas temuan (Miles danHuberman, 1992:73). Selain itu, bias yangmuncul baik dari pihak peneliti maupundari pihak informan juga dapat dikurangi.

Analisis data dilakukan dengan lang-kah-langkah berikut. Data rekaman kegi-atan generasi muda Bali ditranskripsikandalam bentuk teks utuh. Dari data yangsudah ditranskripsikan dan data yang di-peroleh melalui angket kemudian diidenti-fikasi data-data yang relevan, baik dalambentuk kata-kata, kalimat-kalimat, mau-pun dalam bentuk wacana/teks yang utuh.Setelah data ditranskripsi, peneliti mela-kukan reduksi atau eliminasi (penyortiran)data yang tidak relevan dengan permasa-lahan (data elimination). Penyortiran datadilakukan berdasarkan keterpakaian data.Pemilahan berdasarkan keterpakaian datadilakukan mengingat sumber data cukupbanyak, sehingga tidak menutup kemung-kinan data yang sama muncul pada kon-teks yang sama atau data yang sama mun-cul pada konteks berbeda. Dalam peneliti-an ini, data dikelompokkan sesuai perma-salahan penelitian. Berikutnya diberikanpenomoran/pengkodeaan data. Data yangtidak diperlukan dibuang yang kemudiandilanjutkan mengorganisasi data sesuaidengan kebutuhan analisis.

Selanjutnya, peneliti menyajikan data(data display), yaitu (a) data bahasa yangsudah dipilih menjadi satuan-satuan dalambentuk kata, frase, klausa, kalimat, dan pa-ragraf diberi nomor urut dan (b) data yangsudah diberi nomor tersebut diklasifikasi-kan. Penyajian data dalam penelitian inidilakukan dengan berbagai tabel dan ba-gan. Langkah selanjutnya adalah penela-ahan data (data analysis). Data dianalisissesuai dengan teori yang dikembangkan.Hasil análisis data diharapkan dapat me-menuhi prinsip pokok penelitian kualitatifyaitu menemukan teori dari data. Langkahterakhir adalah pengambilan simpulan me-ngenai sikap generasi muda Bali di daerah

162│ BAHASA DAN SENI, Tahun 41, Nomor 2, Agustus 2013

destinasi wisata. Kesimpulan diverifikasiselama penelitian. Seluruh hal-hal yangmuncul dari data diuji kebenarannya, ke-kokohannya, dan kecocokannya melaluivalidisi data.

Brannen (1997:15) mengemukakanbahwa kajian kuantitatif tidak selalu me-nguji hipotesis dan tujuannya seringkalibersifat deskriptif. Selaras dengan hal ter-

sebut, penelitian ini hanya bersifat des-kriptif dan tidak menerapkan perhitunganstatistik inferensial karena tujuannya ha-nya untuk mendeskripsikan sikap bahasagenerasi muda Bali. Untuk itu, kajian se-cara kuantitatif dalam menentukan jumlahpersentase pemilih sikap bahasa tertentumenggunakan rumus yang ditunjukkanpada gambar 1.

Gambar 1 Rumus Penentuan Jumlah Persentase Pemilih Sikap Bahasa

HASIL

Terdapat tiga temuan terkait denganpenelitian sikap bahasa ini, yakni aspekkognitif, afektif, dan konatif. Berkenaandengan aspek kognitif, generasi muda Balidiberikan pertanyaan berkenaan dengan

persepsi mereka terhadap bahasa Bali.Pertanyaan tersebut adalah (a) bahasa Baliadalah bahasa yang indah dan merdu dan(b) bahasa Bali adalah pengemban budayayang tinggi.

Persentase jawaban yang diberikanoleh responden terlihat pada grafik 1.

Grafik 1 Sikap Kognitif Generasi Muda Bali

Grafik 1 menunjukkan bahwa 90% sa-ngat setuju bahwa bahasa Bali adalah pe-ngemban kebudayaan dan di atas 50% se-tuju bahwa bahasa Bali merupakan bahasayang indah dan merdu.

Sikap afektif generasi muda Bali da-pat dilihat dari tiga pernyataan, yaitu (a)

sebagai orang Bali, saya bangga dapatberbahasa Bali, (b) saya senang bila orangberbahasa Bali dengan saya, dan (c) sayasenang berbahasa Bali dengan orang Balilainnya. Hasil jawaban responden terlihatpada grafik 2.

0

10

20

30

40

50

60

70

SS S RR TS STS

PERS

ENTA

SE

ASPEK KOGNITIF

BB indah dan merdu

BB pengemban budaya

Malini, Sikap Generasi Muda terhadap Bahasa Bali │163

Grafik 2 Sikap Afektif Generasi Muda Bali

Grafik 2 menunjukkan bahwa persen-tase untuk pernyataan yang berkaitan de-ngan komponen afektif, rata-rata 90%responden menyatakan setuju terhadappertanyaan mengenai rasa bangga bisaberbahasa Bali dan senang bila ada orangberbahasa Bali dengan responden.

Berkaitan dengan aspek perilaku ge-nerasi muda Bali terhadap Bahasa Bali,terdapat lima butir pernyataan, yaitu (a)segala upaya perlu dilakukan untuk meles-

tarikan bahasa Bali, (b) bahasa Bali perluterus dikembangkan (misalnya kosakata-nya ditambah), (c) bahasa bali harus di-ajarkan di sekolah meskipun di daerahyang minoritas berbahasa Bali, (d) peme-rintah harus lebih aktif membina dan me-ngembangkan bahasa Bali dan (e) perluadanya kampanye untuk menggunakanbahasa bali di antara anggota keluarga Ba-li. Jawaban dari responden ditunjukkanpada grafik 3.

Grafik 3. Sikap Konatif Generasi Muda Bali

Pada grafik 3 terlihat kecendrunganbahwa jawaban responden antara setujudan sangat setuju terhadap upaya pembi-naan dan pengembangan bahasa Bali. Ha-nya terdapat kurang lebih 1.2% respon-dentidak setuju akan pernyataan (b) ba-hasaBali perlu terus dikembangkan (mi-salnya,kosakatanya ditambah). Menurut

responden tidak perlu ada upaya khususuntuk itu tetapi biarkan bahasa Bali yangsaat ini mereka pergunakan seperti apaadanya. Demikian juga dengan pernyataan(c) mengenai pentingnya BB diajarkan disekolah. 3.7% generasi muda menyata-kanagar BB tidak diajarkan di sekolah

0

20

40

60

80

SS S RR TS STS

PRO

SEN

TASE

ASPEK AFEKTIFBangga menggunakanBB

Senang bila orangmenggunakan BB

Senang menggunakanBB dg orang Balilainnya

164│ BAHASA DAN SENI, Tahun 41, Nomor 2, Agustus 2013

PEMBAHASANAspek Kognitif Sikap Bahasa

Komponen kognitif merupakan ga-gasan pada umumnya berupa kategori ter-tentu yang dipakai oleh manusia untukberpikir. Kategori itu diperoleh sebagaihasil kesimpulan dari ketaatasasan di da-lam menanggapi berbagai rangsangan yangberbeda. Mann (dalam Azwar, 2008:24)menjelaskan bahwa komponen kognitifberisi persepsi, kepercayaan, dan stereotipeyang dimiliki individu menge-nai sesuatu.

Terkait dengan aspek kognitif gene-rasi muda Bali ditemukan hasil sebagai-mana yang tergambar pada grafik 1. Gra-fik tiap-tiap komponen sikap bahasa terse-but menunjukkan bahwa persentase pi-lihan sangat setuju dan setuju sangat do-minan untuk pernyataaan bahwa BB me-rupakan bahasa yang indah dan merdu.Begitu pula bila dikaitkan dengan per-nyataan (b), hampir 95% responden me-nyatakan sangat setuju dengan bahasa Balisecara simbolis merupakan pe-ngembankebudayaan yang tinggi dan merupakanbahasa yang indah dan merdu.Kecenderungan persentase yang tinggi inidapat ditafsirkan sebagai penga-kuanmereka terhadap bahasa Bali, dalam hal iniberkaitan dengan keberadaan bahasa se-bagai alatpengembangan kebudayaan, jalur pe-neruskebudayaan, dan inventaris ciri-ciri kebu-dayaan. Oleh karena itu, bahasa juga meru-pakan faktor penting dalam membentukidentitas kultural dan identitas sosial, termasukdi dalamnya identitas etnis anggota masyara-kat.

Weinreich (1985) menyebutkan bah-wa identitas sosial, termasuk identitas et-nik merupakan penggabungan ide-ide, pe-rilaku, sikap, dan simbol-simbol bahasayang ditransfer dari generasi ke generasimelalui sosialisasi. Jadi, identitas etnik se-seorang tidak berhenti ketika orang ditah-biskan sebagai anggota etnik tertentu me-lalui bukti ‘darah’. Akan tetapi identitas ituterbentuk melalui sosialisasi dalam ke-luarga dan masyarakat lingkungannya. Se-orang yang terlahir sebagai etnis Bali mi-salnya, tidak akan merasa memiliki iden-

titas etnis Bali apabila tidak ada sosialisasiidentitas terhadapnya. Selain bahasa, iden-titas etnik Bali sangat erat kaitannya de-ngan adat dan budaya Bali yang berkaitandengan agama Hindu. Kedudukan agamaHindu dalam kaitannya dengan budayaBali merupakan jiwa dan nafas kebudaya-an Bali. Agama Hindu dapat disebut seba-gai isi dan budaya Bali sebagai gerak danaktifitasnya.Dalam hubungannya dengankebudayaan Bali, agama Hindu yang me-rupakan jiwa, inti, atau fokus budaya Bali,memancar pada (1) pandangan hidup ma-syarakat Bali, (2) seni budaya Bali, (3) adatistiadat dan hukum adat yang meru-pakanpengejawantahan dari hukum Hin-du, dan(4) organisasi kemasyarakatan tra-disional,seperti desa adat, subak, dan lain-lain(Titib, 1999:159—165).

Identitas generasi muda Bali terkaitdengan komponen kognitif sikap pemudaBali terhadap bahasa Bali adalah me-nyangkut apa saja yang mereka percayaiterhadap bahasa Bali itu sendiri. Sepertipernyataan di atas, mengukur kepercayaanmereka atas keindahan dan kemerduan ba-hasa Bali serta fungsi bahasa Bali sebagaipengemban budaya yang tinggi. MenurutAzwar (2008:24—25), sering apa yang di-percayai seseorang itu merupakan stereo-type atau sesuatu yang telah terpolakandalam pikirannya. Jadi, apabila telah ter-polakan dalam pikiran generasi muda bah-wa bahasa Bali merupakan sesuatu yangnegatif atau tidak baik, maka segala yangdilakukan terkait usaha pelestarian bahasaBali akan membawa asosiasi pola pikiranitu, terlepas daripada maksud dan tujuandilakukannya pelestarian terhadap bahasaBali itu sendiri. Apabila demikian ke-nyataannya, apa pun juga yang menyang-kut bahasa Bali akan membawa maknanegatif dan mereka menjadi percaya bah-wa usaha pelestarian pun membawa artiyang kurang baik itu.

Namun tidaklah demikian faktanyaterhadap persepsi penutur Bali terhadapbahasa Bali. Kesadaran adanya norma ba-hasa (awareness of language norms) yangmendorong orang untuk menggunakan ba-

Malini, Sikap Generasi Muda terhadap Bahasa Bali │165

hasanya dengan cermat dan santun meru-pakan faktor yang sangat besar berpenga-ruh terhadap perbuatan yaitu kegiatanmenggunakan bahasa (language use)(Garvin dan Mathiot, 1968). Demikian ju-ga halnya dengan generasi muda Bali. Ke-sadaran yang telah dimilikinya merupakansikap positif yang dimiliki generasi mudaBali untuk mempertahankan bahasa Bali.

Aspek Afektif Sikap Bahasa

Komponen afektif merupakan emosiyang mengisi gagasan. Apabila seseorang‘merasa senang’ atau ‘merasa tidak se-nang’ kepada seseorang, sekelompokorang, sesuatu, atau suatu keadaan, diamemiliki sikap positif atau negatif kepadaseseorang atau kepada hal yang lain. Si-kappositif atau negatif ini biasanya diten-tukanoleh hubungan objek sikap dengan keadaanyang menyenangkan atau tidakmenyenangkan. Dengan demikian, dapatdikatakan bahwa komponen afektif meru-pakan perasaan individu terhadap objeksikap dan menyangkut masalah emosi(Suhardi, 1996:23). Aspek emosional ini-lah yang biasanya berakar paling bertahanterhadap pengaruh-pengaruh yang mung-kin akan mengubah sikap seseorang.

Seperti yang terlihat pada grafik 2, hal ter-sebut mengindikasikan sikap positif para gene-rasi muda. Kebanggaan bahasa (languagepride), yang mendorong orang mengem-bangkan bahasanya dan menggunakannyasebagai lambang identitas dan kesatuanmasyarakat. Bahasa Bali merupakan pe-nanda identitas etnik dan pengemban ke-budayaan Bali yang adiluhung maka sa-ngatlah mungkin terbentuk sikap afektifyang positif (Azwar, 2008).

Kebanggaan dan kemampuan generasimuda Bali terlihat dari kemampuan merekaberbahasa Bali. Fenomena tingkat kemam-puan generasi muda Bali dalam menggu-nakan bahasa Bali sebagai bahasa ibu da-pat dilihat dari indikator pemahaman danpemakaian terhadap BB. Pada indikatorpemahaman di pakai dua parameter, yaitu(a) tahu dan (b) tidak tahu. Sedangkan pa-

da indikator pemakaian digunakan para-meter (a) pernah memakai dan (b) tidakpernah memakai pada kelompok Kosa Ka-ta Dasar Swadesh dan kosa kata budayadasar berdasarkan medan makna yaitu ka-ta yang berkaitan dengan kehidupan orga-nisasi sosial, kehidupan religi, kesenian,mata pencaharian, frase, kalimat dan slo-gan/peribahasa. Hasil penelitian di Ubud,Kuta dan Sanur menunjukkan bahwa kisa-ran rentangan 71%—100% responden ta-hu dan memakai tujuh kelompok kata ter-sebut seperti contoh kata uyah/tasik ‘ga-ram’, kata-kata bilangan selae ‘dua puluhlima’, sasur ‘tiga puluh lima’, dan telungbenang ‘tujuh puluh lima’kata-kata bi-langan selae ‘duapuluh lima’, sasur ‘tigapuluh lima’, dan telung benang ‘tujuhpuluh lima’pianak/oka ‘anak, kenken/sa-punapi ‘bagaimana, labuh/ulung/runtuh‘jatuh’, ubad/tamba ‘obat, dan luung/becik‘baik. Hal menggembirakan juga tampakpada penggunaan speech level (Aras tutur)atau dikenal dengan istilah Sor Singgih.Suastra (2002:131) menyatakan bahwa pa-da dasarnya Sor Singgih bahasa Bali ter-diri atas dua kategori, yakni bentuk Alusdan Andap.

Bentuk Alus kemudian dapat disub-klasifikasikan atas Alus Singgih, Alus Sor,dan Alus Madia, sedangkan bentuk Andapterdiri dari subkategori Biasa dan Kasar.Kelima jenis aras tutur tersebut diasosiasi-kan dengan nilai sosial tertentu. Kaitanantara nilai-nilai tersebut utamanya diten-tukan oleh sistem kasta atau wangsa, pe-kerjaan, dan derajat formalitas. Berkaitandengan Sor Singgih dalam penelitian initerdapat kecenderungan bentuk alus seper-ti kata wilis ’hijau’ lebih sedikit diketahuidaripada jenis kata yang lain. Hal tersebutdapat dimaklumi karena umumnya dalamproses komunikasi berbahasa Bali, peng-gunaan bentuk-bentuk alus memang lebihrumit dibandingkan dengan bentuk-bentukbiasa/andap. Penggunaan bentuk-bentukalus sangat dipengaruhi oleh dimensiwaktu, tempat, dan siapa lawan bicara,serta hal apa yang dibicarakan. Pengguna-an ragam alus juga memperhitungkan fak-

166│ BAHASA DAN SENI, Tahun 41, Nomor 2, Agustus 2013

tor intimitas, yakni semakin dikenal danakrab lawan bicara maka bahasanya punsemakin biasa/andap dan sebaliknya,orang harus menggunakan bentuk alus bi-la lawan bicara belum dikenal/belum ak-rab. Secara filosofis, penggunaan bentukalus didasari oleh penghormatan kepadalawan bicara, lebih-lebih lawan bicara be-lum diketahui/belum dikenal, intinya bah-wa dalam berbicara menggunakan bahasaBali maka pembicara tidak boleh me-ninggikan dirinya sendiri, lawan bicaraadalah orang yang harus dihormati. Pema-kaian dan penguasaan generasi muda Baliatas bahasa Bali termasuk penggunaan SorSinggih yang cenderung positif perlu di-tanggapi sebagai sesuatu yang prospektifbagi pelestrian bahasa Bali di daerah des-tinasi wisata.

Temuan berbeda terhadap kemampu-an generasi muda terhadap penguasaanbahasa daerahnya di kemukakan olehAdisaputera (2010). Adisaputera (2010)melakukan penelitian mengenai keberta-hanan bahasa Melayu Langkat di Stabat,Kabupaten Langkat. Menurutnya, keber-tahanan bahasa Melayu Langkat dapat di-lihat dari proses regenerasi penuturnya.Dalam proses regenerasi penutur bahasaMelayu Langkat, ada indikasi tidak diku-asainya lagi sejumlah kosakata oleh penu-tur remaja karena hilangnya sebagian un-sur sosial-budaya dan sosial-ekologi da-lam komunitas Melayu di Stabat.

Aspek Konatif Sikap Bahasa

Seseorang menanggapi rangsangan-rangsangan di sekitarnya pertama-tamadengan membuat kategori dan kemudianmenghubungkan kategori yang satu de-ngan yang lainnya. Komponen perilakudalam struktur sikap menunjukkan ba-gaimana perilaku atau kecenderungan ber-perilaku yang ada dalam diri seseorangberkaitan dengan objek sikap yang diha-dapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsibahwa kepercayaan dan perasaan banyakmempengaruhi perilaku. Azwar (2008:27)menyampaikan bahwa kecenderunganberperilaku secara konsisten, selaras de-

ngan kepercayaan dan perasaan memben-tuk sikap individual. Oleh karena itu, ada-lah logis untuk mengharapkan bahwa si-kap seseorang akan dicerminkannya da-lam bentuk tendensi perilaku terhadap ob-jek. Sebagai contoh, apabila generasi mu-da tidak percaya bahasa Bali mampumengakomodasi kehidupan pergaulan mo-dern dan mereka merasa tidak suka padabahasa Bali, maka wajarlah apabila mere-ka tidak mau berbahasa Bali.

Grafik 3 yang menunjukkan kesetujuangenerasi muda terhadap upaya pembinaan danpengembangan bahasa Bali. Menurut respon-den tidak perlu ada upaya khusus untuk itutetapi biarkan bahasa Bali yang saat inimereka pergunakan seperti apa adanya.Terkait dengan jawaban responden yangmenyatakan agar BB tidak diajarkan disekolah. Hal ini dapat dimaklumi karenamateri pelajaran BB di sekolah memilikitingkat kesulitan yang tinggi. Namun de-mikian secara umum dari data di atas ter-gambar bahwa pemuda Bali memiliki si-kap positif terhadap upaya pembinaan danpengembangan terhadap Bahasa Bali.

Berkenaan dengan pernyataan tentangkomponen perilaku (konatif) kebahasaan un-tuk pernyataan butir (a) sampai (e), dapat di-gambarkan bahwa sikap responden cenderungpositif, meskipun bila dikaitkan secara ber-urutan antara masing-masing pertanyaan me-nunjukkan penurunan secara kontinum tingkatkesetujuan antara pernyataan butir (b), (c), kebutir (d). Namun, hal ini tidak serta merta bisadikaitkan dengan penurunan sikap positif res-ponden pada tataran perilaku mengingat per-sentase jawaban mereka masih cenderung ber-nilai positif. Jadi, bila dilihat dari tataran kom-ponen perilaku, para generasi muda pada da-sarnya merespon positif terhadap upaya-upayapembinaan dan pengembangan bahasa Bali didaerah destinasi wisata.

Terkait dengan pembinaan dan pengem-bangan bahasa daerah pemerintah telah me-ngeluarkan Peraturan Menteri DalamNegeri (Permendagri) No 40 Tahun 2007tentang Pedoman Bagi Kepala Daerah da-lam Pelestarian dan Pengembangan Baha-sa Negara dan Bahasa Daerah. Permen-

Malini, Sikap Generasi Muda terhadap Bahasa Bali │167

dagri itu diterbitkan sebagai pedoman bagipara pejabat pemerintah daerah dan selu-ruh pemangku peran yang terkait di da-erahuntuk melestarikan dan mengutama-kanpenggunaan bahasa Indonesia, sertamelestarikan dan mengembangkan bahasadaerah sebagai aset budaya bangsa danpilar penopang bahasa Indonesia. Selainmengenai tugas kepala daerah, dalam Per-mendagri tersebut juga tertuang mengenaiperan kepala daerah dalam pelaksanaandan pembinaan kegiatan, memantau danmengevaluasi, dan mendanai kegiatan pe-lestarian bahasa.

Terkait dengan Permendagri tersebutbahasa Bali sebagai bahasa ibu dan bahasadaerah memiliki kedudukan yang kuat se-cara hukum. Bahasa Bali telah memilikistatus hukum lokal yaitu Peraturan Da-erahProvinsi Tingkat I Bali Nomor 3 Tahun1992 tentang Bahasa, Aksara dan SastraBali. Berdasarkan hal tersebut, upaya-upaya pelestarian dan pengembang-anbahasa Bali juga sejatinya telah dilak-sanakan oleh pemerintah. Namun demi-kian, implementasi di lapangan masih me-merlukan sinergisitas antar lembaga se-perti lembaga pendidikan, pemerintah danlembaga non formal seperti desa pekra-man, sekaha teruna-teruni dan lembagaadat lain.

SIMPULAN DAN SARANSimpulan

Kebanggaan bahasa (language pride)mendorong generasi muda mengembang-kan bahasanya dan menggunakannya se-bagai lambang identitas dan kesatuan ma-syarakat. Terkait dengan sikap bahasa dariaspek kognitif, afektif dan konatif gene-rasi muda memiliki kecenderungan bersi-kap positif. Hal tersebut ditunjukkan de-ngan pemahaman bahwa Bahasa Bali me-rupakan penanda identitas etnik dan pe-ngemban kebudayaan Bali yang adilu-hung.

Saran

Sikap positif ini merupakan modal da-sar yang harus dimiliki dalam upaya pe-mertahanan bahasa. Sikap tersebut hen-daknya dimaknai secara positif oleh se-mua pihak baik pemerintah, peneliti danpengguna bahasa itu sendiri. Upaya kong-krit perlu dilakukan oleh pihak terkait da-lam rangka pemberdayaan generasi mudaBali dalam upaya melestarikan bahasa Ba-li seperti misalnya mengikuti lomba-lom-ba berbahasa Bali dan utamanya menggu-nakan bahasa Bali dalam kehidupan seha-ri-hari dengan disesuaikan dengan kon-teksnya.

DAFTAR RUJUKAN

Adisaputera, A. 2010. KebertahananBahasa Melayu Langkat: Studi terha-dap Komunitas Remaja di StabatKabupaten Langkat Disertasi TidakDiterbitkan. Denpasar: UniversitasUdayana.

Anderson, E.A. 1974. LanguageAttitude,Belief, and Values: A Study inLinguistic Cognitive Frameworks. Di-sertasi Tidak Diterbitkan. United States:Georgetown University.

Azwar. 2008. Sikap Manusia : Teori danPengukurannya (edisi kedua). Yogya-karta: Pustaka Pelajar.

Brannen, J. 1997. Memadu MetodePenelitian Kualitatif dan Kuantitatif.Diterjemahkan oleh H. Nuktah Arfawiedkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Garvin, P.L. & Mathiot, M. 1968. TheUrbaization of Guarani Language. Pro-blem in Language and Culture, dalamFishman, J.A. (Ed) Reading in TesSosiology of Language. Mounton: Paris–The Hague.

Miles, M. & Huberman, A.M. 1992.Analisis Data Kualitatif . Diterjemah-kan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi.Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Rokeach, M. 1972.Beliefs, Attitudes, andValues:A Theory of Organization andChange. San Fransisco: Jossey-Bass.

168│ BAHASA DAN SENI, Tahun 41, Nomor 2, Agustus 2013

Suastra, I.M. 2002. “Categorisation ofBalinese Speech Levels” dalam Bawa, IWayan dan Pastika, I Wayan (ed).Austronesia: Bahasa, Budaya, danSastra. Hlm 131—156. Denpasar: CV.Bali Media Adhikarsa.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pen-didikan: pendekatan kuantitatif, kuali-tatif, dan R&D (cetakan ke delapan).Bandung: CV. Alfabeta.

Suhardi, B. 1996. Sikap Bahasa: SuatuTelaah Eksploratif atas SekelompokSarjana dan Mahasiswa di Jakarta.Depok: Fakultas Sastra UI.

Titib, I.M. 1999. “Desa Adat dalam EraGlobalisasi” dalam Supartha, I. W. (ed). Balidan Masa Depannya. Hlm 57—172.Denpasar: PT. Bali Post.

Weinreich, U. 1968. Language and Contact:Findings and Problems. Paris: Mouton.