21
SHOLAT FARDHU DAN SUJUD SAHWI Oleh : Angger Rakhmatulhuda (08110070) Mulyo Dianto (08110092) M. Lutfil Hakim (08110084) Effendi M. Hasan (06110003) Thoriq Al-Aqorib (06110228) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Abstrak Shalat Fardhu adalah shalat yang wajib dilakukan oleh setiap Muslim di seluruh dunia, jika ditinggalkan maka hukumnya adalah dosa. Perintah shalat wajib diterima oleh Nabi Muhammad saw ketika mi’raj. Shalat fardhu sendiri terbagi menjadi 2, yakni: Shalat Fardu 'Ain, shalat wajib yang dilakukan setiap hari, dalam 5 waktu sebanyak 17 rakaat. Dan Shalat Fardu Kifayah, yaitu shalat wajib yang apabila sudah dikerjakan oleh sebagian umat Islam, maka umat islam yang lainnya terbebas dari kewajiban tersebut. Sujud sahwi artinya sujud kerana terlupa mengerjakan sesuatu yang sunnah atau hal yang salah lainnya tanpa sengaja 1.2 Keyword : Shalat Fardhu, Shalat Fardu Kifayah, Shalat Fardu Kifayah, dan Sujud sahwi BAB II PEMBAHASAN 2.1. SHALAT FARDHU

shalat Fardhu Dan Sujud Sahwi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: shalat Fardhu Dan Sujud Sahwi

SHOLAT FARDHU DAN SUJUD SAHWI

Oleh :

Angger Rakhmatulhuda (08110070)

Mulyo Dianto (08110092)

M. Lutfil Hakim (08110084)

Effendi M. Hasan (06110003)

Thoriq Al-Aqorib (06110228)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Abstrak

Shalat Fardhu adalah shalat yang wajib dilakukan oleh setiap Muslim di seluruh

dunia, jika ditinggalkan maka hukumnya adalah dosa. Perintah shalat wajib diterima oleh

Nabi Muhammad saw ketika mi’raj. Shalat fardhu sendiri terbagi menjadi 2, yakni: Shalat

Fardu 'Ain, shalat wajib yang dilakukan setiap hari, dalam 5 waktu sebanyak 17 rakaat.

Dan Shalat Fardu Kifayah, yaitu shalat wajib yang apabila sudah dikerjakan oleh sebagian

umat Islam, maka umat islam yang lainnya terbebas dari kewajiban tersebut. Sujud sahwi

artinya sujud kerana terlupa mengerjakan sesuatu yang sunnah atau hal yang salah lainnya

tanpa sengaja

1.2 Keyword : Shalat Fardhu, Shalat Fardu Kifayah, Shalat Fardu Kifayah, dan Sujud

sahwi

BAB II PEMBAHASAN

2.1. SHALAT FARDHU

2.1.1. Pengertian Shalat Fardhu

Asal makna shalat menurut bahasa Arab ialah “doa”, tetapi yang dimaksud di sini

ialah ibadah yang terdiri dari perkataan dan perbuatan tertentu, yang dimulai dengan

takbir dan diakhiri dengan membaca salam. shalat yang diwajibkan bagi tiap-tiap orang

dewasa dan berakal ialah lima kali sehari-semalam. Mula-mula turunnya perintah wajib

shalat itu ialah pada malam isra’, setahun sebelum tahun hijriah. (Rasjid, 2005. Hal 53).

Page 2: shalat Fardhu Dan Sujud Sahwi

2.1.2. Syarat-syarat Wajib Menjalankan Shalat Fardhu

Shalat tidak wajib dikerjakan kecuali oleh mereka yang memenuhi syarat-

syarat berikut: (abd Qadir, 2007: 169)

a. Islam. Maka, tidak diwajibkan atas orang-orang kafir sekalipun ia disiksa

dengan siksaan yang berat karena tidak mengerjakannya. (abd Qadir, 2007: 169)

b. Berakal sehat. Tidak diwajibkan atas orang gila dan pingsan. Jika gila atau

pingsannya itu berlangsung terus selama dua waktu shalat yang bias dijama’.

Ulama’ Syafi’iyah berpendapat bahwa, jika seseorang gila atau pingsan selama

satu waktu shalat penuh, gugurlah kewajiban shalatnya. Sedangkan menurut

hanafiah, kewajiban shalat tidak gugur dari seseorang kecuali jika ia gila atau

pingsan selama enam waktu, maka ketika itu gugur pula kewajibannya untuk

shalat. (abd Qadir, 2007: 169)

c. Balig atau dewasa. Maka shalat tidak diwajibkan bagi anak kecil yang belum

balig. Tetapi bagi walinya hendaklah menyuruhnya mengerjakan salat bila anak

itu telah menginjak umur tujuh tahun, dan boleh memukulnya jika tidak

mengerjakannya ketika berusia sepuluh tahun. Hal ini agar setelah balig nanti ia

terbiasa atau sudah terlatih mengerjakannya. (abd Qadir, 2007: 169)

d. Sampai dakwah atau seruan dari Nabi, sesuai firman Allah dalam surat Al Isra

ayat 15 (abd Qadir, 2007: 169)

e. Suci dari haid dan nifas. Hal ini karena wanita yang sedang haid atau nifas tidak

diwajibkan melakukan salat, baik secara ada’(dikerjakan pada waktunya)

maupun qada’. Berbeda dengan puasa, mereka wajib mengqada’nya. (abd

Qadir, 2007: 169)

f. Sehat jasmani dan rohani. Karena itu bagi orang yang dilahirkan dan dibesarkan

dalam keadaan buta tuli tidak diwajibkan shalat. (abd Qadir, 2007: 169)

2.1.3. Macam-macam Shalat Fardhu

Shalat fardhu sendiri terbagi menjadi 2, yakni:

A. Shalat Fardu 'Ain, shalat wajib yang dilakukan setiap hari, dalam 5 waktu sebanyak

17 rakaat, ke lima shalat 5 waktu tersebut adalah; Shalat Shubuh, Shalat Dzuhur,

Page 3: shalat Fardhu Dan Sujud Sahwi

Shalat 'Ashar, Shalat Maghrib, Shalat Isya' dan juga Shalat Jum'at (hanya

diwajibkan untuk kaum laki-laki, dilakukan setiap hari jumat, pada waktu adzan

dzuhur). (Rasjid, 2005: hal 60)

B. Fardu Kifayah, yaitu shalat wajib yang apabila sudah dikerjakan oleh sebagian umat

Islam, maka umat islam yang lainnya terbebas dari kewajiban tersebut. Di antaranya

adalah Shalat Jenazah dan Shalat Ghaib. (Rasjid, 2005: hal 60)

2.1.4. Waktu Shalat

Salat fardu memiliki waktu-waktu tertentu, saat kapan salat itu harus dikerjakan,

berdasarka firman Allah:

Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu

berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah

merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya

shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang

beriman. (Q. S. an-Nisa’, 103)

Maksudnya, suatu kewajiban yang sangat penting dan pasti seperti Kitab Suci.

Qur’an telah mengisyaratkan waktu-waktu salat ini, sesuai dengan firman-Nya:

Dan Dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan

pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-

perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang

buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat. (Q.S. Hud, 114)

Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan

(dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh

malaikat). (al-Isra’, 78)

Page 4: shalat Fardhu Dan Sujud Sahwi

Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan

memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan

bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di

siang hari, supaya kamu merasa senang, (Taha, 130)

Inilah waktu-waktu salat yang diisyaratkan Qur’an. Sedangkan mengenai

batas ketentuannya ditetapkan oleh sunnah. Untuk ini dapat dikutip pada sebuah

hadist oleh Bukhari yang dinilai sebaai hadis yang paling sahih. Hadis tersebut

bersumber dari Jabir, yang artinya: (abd Qadir, 2007: 169)

“Jibril dating kepada Nabi lalu berkata: ‘Bangun dan salatlah!’ Maka Nabi

mengerjakan salat zuhur disaat matahari tergelincir. Kemudian ia dating lagi

diwaktu asar, katanya: ‘bangun dan salatlah!’ beliaupun mengerjakan salat asar

ketika baying-bayang sesuatu sama panjang dengan bendanya. Lalu ia dating lagi

diwaktu magrib dan katanya: ‘bangun dan salatlah!’ Nabipun mengerjakan salat

magrib saat matahari terbenam. Kemudian ia dating pula pada waktu isya dan

berkata: ‘bangun dan salatlah!’ maka nabi segera salat isya ketika mega merah

telah lenyap. Akhirnya ia dating lagi di waktu fajar ketika fajar telah bercahaya…”

(Hadis Ahmad, Nasa’I dan Tirmizi)

Waktu-waktu yang dijelaskan dalam hadist di aas adalah waktu-waktu

jawaz, yakni waktu salat dalam situasi normal. Sedang dalam keadaan darurat atau

ada halngan, maka waktu-waktu tersebut menjadi lebih panjang dari itu. Setiap

waktu meluas panjang sampai dengan waktu berikutnya, kecuali suuh yang berakhir

dengan terbitnya matahari. Hal ini berdasarkan hadis Abdullah bi ‘Amr bi ‘As,

Bahwa Rasulullah bersabda, yang artinya: (abd Qadir, 2007: 169)

“Waktu zuhur ialah bila matahari tergelincir hingga bayang-bayang seseorang

sama panjang dengan badannya selama waktu asar belum tiba.; waktu asar ialah

selama belum menguning sinar matahari; waktu salat magrib ialah selama mega

merah belum lenyap; dan waktu salat isya ialah sampaitengah malam kedua;

sedangkan waktu salat subuh mulai sejak terbit fajar sampai matahari terbit. Jika

matahari telah terbit maka hentikanlah salat, karena ia terbit di antara dua tanduk

setan.” (Hadis Muslim)

Page 5: shalat Fardhu Dan Sujud Sahwi

2.1.5. Syarat-syarat sah Shalat

Shalat mempunyai beberapa syarat, jika tidak terpenuhi, shalat itu tidak sah,

kecuali karena ada sesuatu halangan syar’i. syarat-syarat tersebut yaitu:

1. Mengetahui masuknya waktu shalat

2. Suci dari hadas kecil dan hadas besar, berdasarkan firman Allah surat al-Maidah:6

Atinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak

mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai

dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan

kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah”, (al-maidah: 6).

3. Suci pakaian, badan, tempat shalat dari najis

4. Menutup aurat, batas aurat laki-laki ialah bagian tubuh yang terletak diantara pusar

dengan lutut, adapun batasan aurat wanita merdeka ialah seluruh tubuhnya, kecuali

muka. Dalam hal ini golongan Syafi’i dan Hambali menambahkan kecuali kedua

telapak tangan, maka keduanya itu bukan aurat. Demikian juga menurut golongan

Hanafi punggung telapak kaki bukanlah aurat. Hal ini berdasarkan firman Allah

surat an-Nur: 31

Artinya: “dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya,

kecuali yang (biasa) nampak dari padanya”. (an-nur: 31)

5. Menghadap kiblat, berdasarkan firman Allah

Artinya: dan dari mana saja kamu keluar (datang), Maka

Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil haram, (al-Baqarah: 149)

6. Niat, menurut golongan Hanafi dan Hambali, niat adalah syarat.

Sedang menurut golongan Maliki dan Syafi’i, niat adalah rukun.

Perbedaan antara syarat dengan rukun ialah, bahwa syarat boleh

dilakukan sebelum amal, sehingga seandainya seseorang keluar

Page 6: shalat Fardhu Dan Sujud Sahwi

dari rumah atau tokonya sambil niat hendak shalat dan antara niat

dengan shalatnya itu tidak terselang oleh jarak lama atau

pekerjaan lain, maka sahlah shalatnya itu. Sedang rukun adalah

bagian dari amal sendiri. Karena itu tidak boleh dilakukan sebelum

amal, meskipun dengan tenggang waktu yang relative sangat

singkat. Karena itulah niat shalat harus dikerjakan bersama

dengan membaca takbiratul ihram. (ar-Rahbawi, 2008: hal 195-

203)

2.1.6. Salat Menurut Empat Mazhab

A. Rukun Shalat menurut Empat Mazhab

a. Mazhab Hanafi

1. Takbiratul Ihram

2. Berdiri

3. Membaca Al-Fatihah

4. Ruku’ (Sunnah membaca tasbih)

5. Sujud

6. Duduk Tasyahud Akhir

b. Mazhab Maliki

1. Niat

2. Takbiratul Ihram

3. Berdiri

4. Membaca Al-Fatihah

5. Ruku’ (Sunnah membaca tasbih)

6. I’tidal/Bangun dari ruku’

7. Sujud

8. Duduk antara dua sujud

9. Duduk Tasyahud Akhir

10. Membaca Tasyahud Akhir

11. Membaca Shalawat Nabi

12. Salam

13. Tertib

14. Tuma’ninah

Page 7: shalat Fardhu Dan Sujud Sahwi

c. Mazhab Hambali

1. Takbiratul Ihram

2. Berdiri

3. Membaca Al-Fatihah

4. Ruku’ (Sunnah membaca tasbih)

5. I’tidal/Bangun dari ruku’

6. Sujud

7. Duduk antara dua sujud

8. Duduk Tasyahud Akhir

9. Membaca Tasyahud Akhir

10. Membaca Shalawat Nabi

11. Salam

12. Tertib

13. Tuma’ninah

d. Mazhab Syafi’i

1. Niat

2. Takbiratul Ihram

3. Berdiri

4. Membaca Al-Fatihah

5. Ruku’ (Sunnah membaca tasbih)

6. I’tidal/Bangun dari ruku’

7. Sujud

8. Duduk antara dua sujud

9. Duduk Tasyahud Akhir

10. Membaca Tasyahud Akhir

11. Membaca Shalawat Nabi

12. Salam

13. Tertib

Sesuai dengan uraian rukun Shalat menurut empat mazhab, maka agar lebih mudah

dipahami dapat dibuat secara bagan sebagai berikut:

No Rukun Hanafi Maliki Hambali Syafi’i

Page 8: shalat Fardhu Dan Sujud Sahwi

1 Niat √ √

2 Takbiratul Ihram √ √ √ √

3 Berdiri √ √ √ √

4 Membaca Al-Fatihah √ √ √ √

5 Ruku’ √ √ √ √

6 I’tidal/Bangun dari

ruku’√ √ √

7 Sujud √ √ √ √

8 Duduk antara dua

sujud√ √ √

9 Duduk Tasyahud

Akhir√ √ √ √

10 Membaca Tsyhud

Akhir√ √ √

11 Membaca Shalawat

Nabi√ √ √

12 Salam √ √ √

13 Tertib √ √ √

14 Tuma’ninah √ √

Total 6 14 13 13

B. Hukum Melafalkan Niat Untuk Sholat

a. Mazhab Hanafi :

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa niat sholat adalah bermaksud untuk

melaksanakan sholat karena Allah dan letaknya dalam hati, namun tidak disyaratkan

melafadhkannya dengan lisan. Adapun melafadhkan niat dengan lisan sunah hukumnya,

sebagai pembantu kesempurnaan niat dalam hati. Dan menentukan jenis sholat dalam

niat adalah lebih afdlal. (al-Badai’ I/127. Ad-Durru al-Muhtar I/406. Fathu al-Qadir

I/185 dan al-lubabI/66)

b. Mazhab Maliki :

Page 9: shalat Fardhu Dan Sujud Sahwi

Ulama Malikiyah berpendapat bahwa niat adalah bermaksud untuk melaksanakan

sesuatu dan letaknya dalam hati. Niat dalam sholat adalah syarat sahnya sholat, dan

sebaiknya tidak melafadzkan niat, agar hilang keragu-raguannya. Niat sholat wajib

bersama Takbiratul Ihram, dan wajib menentukan jenis sholat yang dilakukan (al-

Syarhu al-Shaghir wa- Hasyiyah ash-Shawy I/303-305. al-Syarhu al-Kabir ma’ad-

Dasuqy I/233 dan 520).

c. Mazhab Hambali :

Ulama Hanabilah berpendapat bahwa niat adalah bermaksud untuk melakukan

ibadah, yang bertujuan untuk mendekatkan dirikepada Allah. Sholat tidak sah tanpa

niat, letaknya dalam hati, dan sunnah melafadzkan dengan lisan, disyaratkan pula

menentukan jenis sholat serta tujuan mengerjakannya. (al-Mughny I/464-469, dan

II/231. Kasy-Syaaf al-Qona’ I364-370).

d. Syafi’i :

Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa niat adalah bermaksud melaksanakan

sesuatu yang disertai dengan perbuatan. Letaknya dalam hati. Niat sholat disunnahkan

melafadzkan menjelang Takbiratul Ihram dan wajib menentukan jenis sholat yang

dilakukan. (Hasyiyah al-Bajury I/149. Mughny al-Muhtaj I/148-150. 252-253)

B. Hukum Membaca Basmalah Dalam Fatihah Sholat

a. Maliki: Tidak memakai Bismillah karena Bismillah bukan ayat dari Surat Al-

Fatihah. Dari Aisyah r.a : “Sesungguhnya Rosulullah memulai sholat dengan takbir

dan membaca alhamdulillahi robbil’alamin (Riwayat Muslim). (Subulus Salam I/333).

b. Hanafi: Membaca Basmalah dalam Fatihah sholat itu hukumnya wajib namun

dengan suara pelan. Dalam riwayat lain bagi Ibnu Huzaimah : “Mereka membaca

Bismillahirrahmaanir-raahiim”membacanya dengan pelan”. (Subulus Salam I/333).

c. Hambali Membaca Basmallah dengan pelan dan tidak sunat untuk dikeraskan.

d. Syafi’i : Wajib membaca Basmallaha. Abu Hurairoh r.a, Nabi Muhammad SAW:

Sesungguhnya rosulluloh telahbersabda “Jika kalian membaca alhamdulillahi

robbil’alamin, makabacalah bismillaahir rohmaanir rohiim. Sesungguhnya itu ummul

Qur’an, ummul kitab, dan sab’ul matsani (tujuh ayat yang dibaca berulangulang), dan

bismillaahir rohmaanir rohiim termasuk salah satu ayat surat Al-Fatihah. (Riwayat

Page 10: shalat Fardhu Dan Sujud Sahwi

Daruqutni dari Hadits Abdul Hamid bin Za’far dari Nuh bin Abi Bilal dari Sa’id bin

Sa’id Al-Maqburi dari Abu Hurairoh r.a)

Hadits Anas r.a, sesungguhnya ia ditanya tentang bacaan rosululloh SAW dalam sholat,

jawab Anas “Sesungguhnya rosululloh memanjangkan bacaannya... seterusnya beliau

membaca bismillaahir rohmaanir rohiim alhamdulillahir robbil’alamiin maaliki

yaumid diin…” (riwayat Bukhori)

C. Hukum Membaca Surat Al-Fatihah Bagi Makmum

a. Ulama Hanafiyah melarang makmum membaca fatihah secara mutlaq Dengan alasan:

(http://AnneAhira.blogspot.com)

1. Nash Al-Qur’an yaitu firman Allah SWT :“Dan apabila dibacakan Al-Qur’an,

maka dengarlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat

rahmat.” (QS. Al-A’raf (7) : 204)

2. . Hadits yang diriwayatkan oleh abu Hanifah dari Abdullah bin Syaddaad dari Jabir

bin Abdullah r.a, bahwa rosululloh SAW, bersabda : Man sholla kholfa imaamin fa

inna qiroo’atal imaami lahu qiroo’atun.

Artinya :“Barangsiapa yang mengerjakan sholat dibelakang imam (bermakmum),

maka sesungguhnya bacaan imam adalah menjadi bacaannya.”

b. Syafi’iyah mewajibkan secara mutlaq. (http://AnneAhira.blogspot.com)

1. . Firman Allah SWT :“Bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Qur’an.” (QS. Al-

Muzzammil (83) : 20)

2. . Al-Hadits

a. Sesungguhnya rosululloh SAW, bersabda :

“Laa sholaata illa biqiroo’atin“

Artinya : “Tidaklah sah sholat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul

Kitab.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

b. Rosululloh SAW, bersabda:

“Laa sholaata liman lam yaqro bifaatihatil kitaab “

Artinya :“Tidak ada sholat (tidak sah), kecuali dengan bacaan Fatihah”(HR. Al-

Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tarmidzi, An-Nasa’I, Ibnu Majah, dan Imam

Ahmad dari ‘Ubaadah bin Shamit). (http://AnneAhira.blogspot.com)

Page 11: shalat Fardhu Dan Sujud Sahwi

c. Juga ulama Syafi’iyah yang berpegang lagi dengan Hadits Abu Hurairoh, yang

diangkatnya : “Barangsiapa yang sholat yang didalamnya tanpa membaca

ummul kitab (fatihah), maka sholat itu kurang, tegasnya tidak

sempurna.”Perawi Hadits itu berkata : “Wahai Abu Hurairoh! Sungguh

kadangkadang aku sholat dibelakang imam.” Lalu Abu Hurairoh memegang

lenganku dan berkata, “Wahai Farisy, bacalah fatihah untuk dirimu.”Hadits ini

diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Abu Dawud.

d. Hadits ‘Ubaadah bin Shamit, ia berkata “Rasululloh SAW. Sholatsubuh dan

beliau mengeraskan bacaannya. Setelah selesai sholat, beliau bersabda “Saya

melihat kalian membaca dibelakang imam?” kami menjawab, “Benar, demi

Allah , wahai rosululloh.” Kemudian rosululloh SAW, bersabda : “ Laa taf’aluu

illa biummil qur’ani fainnahu laa sholaata liman lam yaqro’biha “

Artinya :“Janganlah kamu semua lakukan, kecuali dengan ummul Qur’an (S.Alfatihah,

karena sesungguhnya tidak ada sholat bagi orang yang tidak membacanya.” (HR. Abu

Dawud dan At-Tirmidzi). Hadits-Hadits ini khusus mengenai bacaan makmum, dan

semuanya tegas tentang fardu membaca fatihah. Menurut Syafi’iyah berpendapat

bahwa membaca fatihah itu merupakan salah satu rukun sholat, maka ia tidak dapat

gugur dari makmum sebagaimana rukun-rukun lainnya.

(http://AnneAhira.blogspot.com)

c. Malikiyah tidak mewajibkan dan tidak juga melarang. Hanya pada sholat sir

disunatkan membacanya. (http://AnneAhira.blogspot.com)

d. Ulama Hanabilah tidak mewajibkan dan tidak melarang pada saat tidak terdengar

bacaan imam, maka sunat membaca bagi makmum. (http://AnneAhira.blogspot.com)

D. Qunut Subuh

Maliki berpendapat, bahwa qunut subuh itu mustahab (sesuatu perbuatan yang disukai

nabi, tetapi tidak dibiasakannya). Adapun dalil bagi orang yang mengatakan, bahwa

qunut subuh itu tidak ada ialah : (http://AnneAhira.blogspot.com)

Dari Abu Hurairoh r.a bahwasannya Nabi SAW pernah qunut disembahyang

subuh, hingga katanya : “Kemudian sampai kabar kepada kami, bahwa qunut itu telah

ditinggalkannya tatkala turun ayat “Laisalaka minal amri syaiun au yatuubu ‘alaihim

wa yu’adzdzibahum fa innahum dhoolimuun” yang artinya “Itu bukan urusan engkau

Page 12: shalat Fardhu Dan Sujud Sahwi

hai Muhammad apa Allah memberi taubat mereka, atau mengazab mereka sebab

mereka orang yang aniaya.” (HR. Muslim).

Juga hadits : ‘An anasin rodliyallohu ‘anhu anna nabiyyu sholallahu ‘alaihi was

salama qonata syahron ba’dar rukuuyad’uu ‘alaa ahyaai minal ‘arobi tsumma tarkahu

.( rowahu bukhori muslim )

Dari Anas r.a, “Bahwasannya Nabi SAW pernah qunut sebulan lamanya

sesudah rukuk, yang mendoakan suku-suku Arab, kemudian meninggalkannya.” ( HR.

Bukhori dan muslim )

Tentang Hadits-Hadits diatas dijawab oleh Ulama Syafi’iyah. “Bahwa qunut

yang ditinggalkan oleh Nabi itu, hanyalah qunut Nazilah yang sifatnya mengutuk,

berdasarkan Hadits-Hadits diatas. Adapun qunut yang sifatnya tidak mengutuk tidak

ada keterangan yang jelas bahwa Nabi meninggalkannya, terutama sekali qunut subuh.

Hadits Anas r.a : ‘An anasin rodliyallohu ‘anhu qoola: maa zaala rosuulullohi

sholallohi‘alaihi wasallam yaqnutu fish shubhi hatta faaroqod dunya. (HR oleh

Jama’atul huffaz ).

“Senantiasalah rosululloh SAW melakukan qunut dalam sembahyang subuh

sehingga beliau meninggal dunia”. (diriwayatkan oleh Jama’atul Huffadz).

Dan ditambah pula dengan hadits dengan sanad yang shahih sebagai berikut :

Dari Anas r.a “Bahwasannya Nabi SAW pernah qunut sebulan lamanya yang

mendoakan suku-suku Arab, kemudian ditinggalkannya. Adapun qunut subuh

senantiasa dilakukannya sampai meninggal dunia.” (riwayat HR. Hakim, Baehaqi dan

Darulqutni)

2.2. SUJUD SAHWI

Sujud sahwi hukumnya wajib menurut pendapat Hanafi, dan jika

ditinggalkan berdosa tetapi tidak membatalkan shalat. Dikecualikan

sujud sahwi dalam shalat jum’at dan shalat dua hari raya, maka yang

lebih utama tidak dilakukan dalam shalat-shalat ini. Ulama mazhab

Syafi’i dan Hanbali sependapat dengan mereka mengenai makmum

yang imamnya melakukan sujud. Maka dalam keadaan demikian ia wajib

Page 13: shalat Fardhu Dan Sujud Sahwi

sujud sahwi karena mengikuti imam. Dan selain ini hukumnya adalah

sunah. (Abd. Qadir, 2008. Hal 370).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : “Kapan wajibnya sujud

sahwi, sebelum atau sesudah salam ..?Sujud sahwi adalah dua kali sujud yang dilakukan

orang shalat untuk menambali kekurang sempurnaan shalatnya lantaran kena lupa. Sebab

kelupaan ada 3 yaitu ; kelebihan, kekurangan dan keraguan. (Abd. Qadir, 2008. Hal

370).

Kelebihan (tambah) : Jika yang shalat sengaja menambahkan berdiri, duduk, ruku’

atau sujud, batallah shalatnya. Jika ia lupa akan kelebihannya dan baru sadar ketika sudah

selesai, maka ia wajib sujud sahwi. Jika sadarnya itu terjadi di tengah-tengah shalat,

hendaklah ia kembali ke shalatnya lalu sujud sahwi. Contohnya, jika ia lupa shalat Zuhur

lima raka’at dan baru ingat sedang tasyahud, hendaklah ia sujud sahwi dan salam. Jika

ingatnya itu di tengah-tengah raka’at kelima, hendaklah langsung duduk tasyahud dan

salam. setelah itu sujud sahwi dan salam. (Abd. Qadir, 2008. Hal 370).

Cara di atas bersumber kepada hadits dari Abdullah bin Mas’ud yang menerangkan

bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah shalat Zhuhur lima rakaat. Lalu ditanyakan

apakah ia menambahkan raka’at shalat .? Maka setelah para sahabat menjelaskan bahwa

beliau shalat lima raka’at, beliau langsung bersujud dua kali setelah salam (shalat). Riwayat

lain menjelaskan bahwa ketika itu beliau berdiri membelahkan kedua kakinya sambil

menghadap kiblat lalu sujud dua kali dan salam. (Abd. Qadir, 2008. Hal 370).

Sujud sahwi terkadang dilakukan sebelum salam dalam dua tempat.

Pertama. Jika seseorang kekurangan dalam shalatnya, berdasarkan hadits Abdullah

bin Buhainah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud sahwi

sebelum salam ketika lupa tasyahud awal. Kedua. Ketika yang shalat ragu-ragu atas dua

hal dan tak mampu mengambil yang lebih diyakininya, seperti yang dijelaskan oleh hadits

Abi Sa’id al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu tentang orang yang ragu-ragu dalam shalatnya,

apakah tiga atau empat raka’at. Ketika itu, orang tersebut disuruh Nabi Shallallahu ‘alaihi

wa sallam agar sujud dua kali sebelum salam. Hadits-hadits yang barusan telah

dikemukakan lafaznya dalam bahasan sebelumnya. (Abd. Qadir, 2008. Hal 371).

Sedangkan sujud sahwi sesudah salam, dilakukan dalam dua hal :

Pertama. Ketika kelebihan sesuatu dalam shalat sebagaimana yang terdapat dalam

hadits Abdullah bin Mas’ud tentang shalat Zuhur lima raka’at yang dialami Nabi

Page 14: shalat Fardhu Dan Sujud Sahwi

Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau sujud sahwi dua kali ketika sudah diberitahu oleh para

sahabat. Ketika itu beliau tidak menjelaskan bahwa sujud sahwinya dilakukan setelah salam

(selesai) karena beliau tidak tahu kelebihan. Maka hal ini menunjukkan bahwa sujud sahwi

karena kelebihan dalam shalat dilaksanakan setelah salam shalat, baik kelebihannya itu

diketahui sebelum atau sesudah salam. (Abd. Qadir, 2008. Hal 371).

Contoh lain, jika orang lupa membaca salam padahal shalatnya belum sempurna,

lalu ia sadar dan menyempurnakannya, berarti ia telah menambahkan salam di tengah-

tengah shalatnya. Karena itu, ia wajib sujud sahwi setelah salam berdasarkan hadits Abu

Hurairah yang menerangkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat Zuhur

atau Ashar sebanyak dua raka’at. Maka setelah diberitahukan, beliau menyempurnakan

shalatnya dan salam. Dan setelah itu sujud sahwi dan salam. (Abd. Qadir, 2008. Hal

371).

Kedua. Jika ragu-ragu atas dua hal namun salah satunya diyakini. Hal ini telah

dicontohkan dalam hadits Ibnu Mas’ud sebelumnya. Jika terjadi dua kelupaan, yang satu

terjadi sebelum salam dan yang kedua sesudah salam, maka menurut ulama yang terjadi

sebelum salamlah yang diperhatikan lalu sujud sahwi sebelum salam. Contohnya,

umpamanya seseorang shalat Zuhur lalu berdiri menuju raka’at ketiga tanpa tasyahud awal.

Kemudian pada raka’at ketiga itu ia duduk tasyahud karena dikiranya raka’at kedua dan

ketika itu ia baru ingat bahwa ia berada pada raka’at ketiga, maka hendaklah ia bediri

menambah satu rakaat lagi, lalu sujud sahwi serta salam. Yakni dari contoh di atas

diketahui bahwa lelaki tersebut telah tertinggal tasyahud awal dan sujud sebelum salam. Ia-

pun kelebihan duduk pada raka’at ketiga dan hendaknya sujud (sahwi) sesudah salam. Oleh

sebab itu, apa yang terjadi sebelum salam diunggulkan. Wallahu ‘alam (Abd. Qadir,

2008. Hal 371).

DAFTAR PUSTAKA

Page 15: shalat Fardhu Dan Sujud Sahwi

Abdul Qadir ar-Rahbawi, 2007, Salat Empat Mazhab, Pustaka Litera AntarNusa- Halim

Jaya, Bogor.

Anne Ahira, Shalat Fardhu, Rabu 11 Agustus 2010, [tersedia] http://AnneAhira.blogspot.com, (online) Jum’at , 24 September 2010.

Rasjid, sulaiman. 2008. Fiqih islam. Sinar baru Algensindo : Bandung