36
CASE SCIENCE SESSION REFERAT SINDROM GAWAT NAFAS NEONATUS Oleh : Idha Kurniasih Pembimbing : dr. Galuh Ramaningrum, SpA

SGNN REFRAT

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SGNN REFRAT

CASE SCIENCE SESSION

REFERAT

SINDROM GAWAT NAFAS NEONATUS

Oleh :

Idha Kurniasih

Pembimbing :

dr. Galuh Ramaningrum, SpA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH SEMARANG

2012

Page 2: SGNN REFRAT

BAB I

PENDAHULUAN

Sindrome gawat nafas (respiratory distress syndrome) adalah istilah yang

digunakan unyuk disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan

penyakit yang berhubungan dengan keerlambatan perkembangan maturitas paru.

Gangguan ini biasanya juga di kenal denga nama Hyaline Membrane Disease (HMD)

atau penyakit membrane hyaline, karena pada penyakit ini selalu ditemukan membran

hialin yang melapisi alveoli.

Respiratory Distress Syndrome sering ditemukan pada bayi premature. Insidens

berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan, artinya semakin muda usia

kehamilan ibu semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya, semakin

tua usia kehamilan semakin rendah kejadian RDS. Penyakit ini terjadi pada kira-kira

10% seluruh bayi prematur dengan insidensi terbesar pada bayi-bayi yang memiliki

berat badan kurang dari 1500 gram. Kejadian penyakit akan meningkat pada bayi lahir

kurang bulan (terutama bayi dengan masa gestasi kurang dari 34 minggu. Penyakit ini

dapat ditemukan pada sekitar 60 % bayi yang berumur kurang dari 28 minggu

kehamilan, pada sekitar 15-20 % bayi yang berusia kehamilan antara 32-36 minggu dan

sekitar 5 % bayi yang berusia lebih dari 37 minggu kehamilan dan penyakit ini jarang

ditemukan pada bayi aterm. Diperkirakan bahwa 50 % dari semua kematian neonatus

disebabkan oleh HMD atau komplikasinya dan penyakit ini bertanggung jawab atas

10.000-40.000 kematian setiap tahun.

Sampai saat ini SGNN masih merupakan salah satu faktor penyebab mortalitas

dan morbiditas yang tinggi. Hal ini terutama disebabkan kompleknya faktor etiologi

serta adanya keterbatasan dalam penatalaksanaan penderita. Akan tetapi dalam dekade

akhir ini tampak kemajuan yang sangat berarti, baik dalam cara diagnostik dini maupun

dalam penatalaksanaan penderita. Sehingga angka kesakitan dan angka kematian

penyakit terutama di negara berkembang telah memperlihatkan penurunan yang cukup

bermakna.

Page 3: SGNN REFRAT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi :

Kumpulan gejala yang terdiri dari frekuensi nafas bayi lebih dari 60 kali per menit

atau kurang dari 30 kali per menit (normal laju nafas 40 kali per menit) dan

mungkin menunjukan satu atau lebih dari gejala tambahan gangguan nafas sebagai

berikut, bayi dengan sianosis sentral ( biru pada lidah dan bibir ) pada suhu kamar,

retraksi (cekungan pada sternum dan costa pada saat insprirasi, grunting (suara

merintih saat inspirasi, apnea ( nafas berhenti lebih dari 20 detik ).

Menurut Petty dan Asbaugh (1971) definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak

nafas berat (dyspnea), frekuensi nafas meningkat (takipnea), sianosis yang menetap

dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru, adanya gambaran

infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti

vascular, perdarahan, edema paru dan adanya hyalin membran pada saat otopsi.

Sedangkat menurut Bernard et al (1994) bila onset akut, ada infiltrat bilateral pada

foto thorak, tekanan arteri pulmonal ≤ 18 mmHg dan tidak ada bukti secara klinik

adanya hipertensi atrium kiri, adanya kerusakan paru akut dengan PaO2 : FiO2

kurang atau sama dengan 200.

B. Etiologi :

Medikal : Surgikal :

Respiratory distress syndrom (RDS)

atau penyakit membran hyalin

Sindroma aspirasi mekonium

Transient Tachypnea of Newborn

(TTNB)

Pneumonia

Aspirasi

Hipertensi pulmonal

Adaptasi yang terlambat

Asfiksia dan asidosis

Pneumothorak

Hernia diaphragmatika

Fistula trakeoesofagal

Sindroma Pierre Robin (saluran

nafas atas tertutup karena posisi

lidah yang jatuh ke belakang)

Atresia koana

Emfisema lobaris

Page 4: SGNN REFRAT

Penyebab gawat nafas juga dapat dibedakan menjadi 2, yaitu yang berasal dari paru

dan yang berasal dari luar paru.

Pulmoner Non Pulmoner

Penyakit membran hyalin

Wet lung syndrome

Aspirasi mekonium

Pneumonia

Pneumothorak

Gagal jantung

Hipotermia

Asidosis metabolik

Anemia

Polisitemia

C. Faktor Risiko

SGNN bisa diramalkan dengan mengenali fakotr-faktor risiko terjadinya SGNN

pada kehamilan, kelahiran dan pada bayi. Faktor risiko utama adalah prematuritas

Secara umum dapat kita ketahui bahwa faktor risikonya adalah sebagai berikut :

Faktor pada kehamilan :

1. Kehamilan kurang bulan.

2. Kehamilan dengan penyakit Diabetes Melitus.

3. Kehamilan dengan gawat janin.

4. Kehamilan dengan hipertensi, preeklampsi.

5. Kehamilan dengan insufisiensi uteroplasental yang menyebabkan IUGR.

6. Kehamilan lebih bulan.

7. Panggul sempit

8. Uterus bikornis

Faktor pada partus :

1. Partus dengan infeksi intra partum.

2. Partus dengan tindakan

3. Partus dengan penggunaan obat sedatif.

4. Partus dengan kehilangan darah yang berlebihan: plasenta previa, aburptio

plasenta

Page 5: SGNN REFRAT

Faktor pada bayi :

1. Skor apgar yang rendah.

2. Bayi berat lahir rendah.

3. Bayi kurang bulan.

4. Berat lahir lebih dari 4000 gram.

5. Cacat bawaan.

6. Defisiensi surfaktan

D. Manifestasi Klinis

Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh

tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin

berat gejala klinis yang ditujukan.

Menurut Surasmi, dkk (2003) tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut :

1) Takhipneu (> 60 kali/menit)

2) Pernafasan dangkal

3) Mendengkur

4) Sianosis

5) Pucat

6) Kelelahan

7) Apneu dan pernafasan tidak teratur

8) Penurunan suhu tubuh

9) Retraksi suprasternal dan substernal

10) Pernafasan cuping hidung

E. Klasifikasi

Secara klinis gangguan nafas dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:

a. Gangguan nafas berat

b. Gangguan nafas sedang

c. Gangguan nafas ringan

Page 6: SGNN REFRAT

Klasifikasi Gangguan Nafas

Klasifikasi Frekuensi nafas Gejala tambahan

Gangguan nafas berat 60 kali/ menit

90 kali/ menit

<>

Dengan sianosis sentral dan

tarikan dinding dada atau

merintih saat ekspirasi

Dengan sianosis sentral atau

tarikan dinding dada atau

merintih saat ekspirasi

Dengan atau tanpa gejala

lain dari gangguan nafas

Gangguan nafas sedang 60-90 kali/ menit

> 90 kali/ menit

Dengan tarikan dinding

dada atau merintih saat

ekspirasi tetapi tanpa

sianosis sentral

Tanpa tarikan dinding dada

atau merintih saat ekspirasi

atau sianosis sentral

Gangguan nafas ringan 60-90 kali/ menit Tanpa tarikan dinding dada

atau merintih saat ekspirasi

atau sianosis sentral

Berdasarkan skoring downes, gawat nafas diklasifikasikan menjadi 3 sesak nafas

ringan, sesak nafas sedang dan sesak nafas berat.

pemeriksaanSkor

0 1 2

Frekuensi nafas

Retraksi

Sianosis

Air entry

<60 x/ menit

Tidak ada

Tidak ada

Udara masuk

60-80 x/menit

Retraksi ringan

Sianosis hilang

dengan oksigen

Penurunan ringan

udara masuk

>80 x / menit

Retraksi berat

Sianosis menetap

walaupun

diberikan oksigen

Tidak ada udara

masuk

Page 7: SGNN REFRAT

Merintih Tidak merintih Dapat didengar

dengan stetoskop

Dapat didengar

tanpa alat bantu

Interpretasi : 1-3 sesak nafas ringan; 4-5 sesak nafas sedang, ≥6 sesak nafas berat

Skor Silverman-Anderson lebih sesuai digunakan untuk bayi prematur

yang menderita hyaline membrane disease (HMD), sedangkan skor Downes

merupakan sistem skoring yang lebih komprehensif dan dapat digunakan pada

semua usia kehamilan. Penilaian dengan sistem skoring ini sebaiknya dilakukan tiap

setengah jam untuk menilai progresivitasnya

Skor Silverman-anderson

F. Patofisiologi

Sampai saat ini teori terjadinya RDS yang paling banyak diterima ialah

karena kurangnya surfaktan pada paru. Surfaktan diproduksi oleh sel epitel saluran

nafas yang disebut pneumocyt tipe II. Unsur surfaktan yang terpenting adalah

dipalmitil fosfatidilkolin (lesitin), fosfatidilgliserol, dua apoprotein dan kolesterol.

Bahan-bahan aktif tersebut memegang peranan utama dalam stabilisasi pertukaran

udara perifer dan berfungsi sebagai faktor antiatelektasis yang menolong

Page 8: SGNN REFRAT

METABOLISME PARU COMPLIANCE

PARU

ALIRAN DARAHPULMONAL

VENTILASIALVEOLAR

SURFAKTAN

pengendalian ekspansi alveolus pada tekanan fisiologik, yaitu dengan merendahkan

tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan

sisa udara fungsional pada akhir ekspirasi.

Pneumocyt tipe II ini mulai tumbuh pada gestasi 22-24 minggu dan mulai

mengeluarkan surface active lipids pada gestasi 24-26 minggu dan mulai berfungsi

pada masa gestasi 32-36 minggu. Sel ini sangat peka dan berkurang dalam jumlah

pada keadaan asfiksia selama masa perinatal. Kematangan sel ini terpengaruh oleh

adanya keadaan fetal hiperinsulinemia, stress intra uteri yang kronik, seperti

hipertensi pada kehamilan, IUGR (Intra Uterine Growth Retardation) dan kehamilan

kembar.

Perubahan atau tidak adanya surfaktan pulmonal akan menyebabkan

serangkaian peristiwa yang ditunjukkan pada gambar berikut ini:

Peranan surfaktan adalah untuk merendahkan tegangan permukaan

alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu untuk menahan sisa udara

fungsional pada akhir ekspirasi. Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya daya

kembang paru (paru-paru kaku). Alveolus akan kembali kolaps setiap akhir

ekspirasi, sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif

intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Kerja

tambahan ini akan melelahkan bayi dan menimbulkan penurunan ventilasi alveoler,

atelektasis dan hipoperfusi alveolar. Asfiksasi akan menimbulkan vasokonstriksi

pulmonal, dimana darah akan melewati paru-paru melalui jalan pintas janin (Paten

Ductus Arteriosus atau Foramen Ovale) sehingga mengurangi aliran darah

Page 9: SGNN REFRAT

Surfaktanyang menurun

Gangguan Metabolisme sel

Atelektasisprogresif

Seksi-C

Asfiksia intrapartum

Predisposisi familail

Asidosis

Prematuritas

pulmonal. Terjadinya iskemia merupakan suatu gangguan tambahan sehingga akan

makin mengurangi metabolisme paru-paru dan produksi surfaktan.

Defisiensi substansi surfaktan yang ditemukan pada PMH menyebabkan

kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitasnya terganggu. Hal ini

mengakibatkan terganggunya fungsi paru bayi setelah lahir. Pada keadaan defisiensi

ini paru bayi akan gagal mempertahankan kestabilan alveolus pada akhir ekspirasi,

sehingga pada saat inspirasi berikutnya dibutuhkan tekanan yang lebih besar untuk

mengembangkan alveolus yang mengalami kolaps. Dan pada setiap ekspirasi

terjadinya atelektasis menjadi bertambah. Kolaps paru ini akan menyebabkan

terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Hipoksia

akan menimbulkan : Oksigeniasi jaringan menurun, sehingga akan terjadi

metabolisme anaerobik dengan penimbunan asam laktat dan asam organik lainnya

yang menyebabkan terjadinya asidosis metabolik pada bayi. Kerusakan endotel

kapiler dan epitel duktus alveolaris yang akan menyebabkan terjadinya transudasi ke

dalam alveoli dan terbentuknya fibrin dan selanjutnya fibrin bersama-sama dengan

jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran

hialin.

Faktor-faktor yang berperan dalam patogenesis PMH dapat diterangkan dari

gambar berikut ini :

Page 10: SGNN REFRAT

Defisiensi sintesis atau pengeluaran surfaktan, bersama-sama dengan unit

pernafasan yang kecil dan dinding rongga dada yang lunak, mengakibatkan

atelektasis, frekwensi pernafasan meningkat, compliance paru berkurang, kerja

pernafasan semakin meningkat dan akhirnya ventilasi alveolar tidak mencukupi.

Akibat yang ditimbulkan adalah terjadinya hiperkarbia, hipoksia dan asidosis yang

mengakibatkan terjadinya penyempitan pembuluh darah paru. Vasokonstriksi

pembuluh darah paru yang disebabkan oleh hipoksia menyebabkan terjadinya

peninggian tahanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan foramen ovale. Terjadinya

hipoperfusi alveolar akibat dari vasokonstriksi pembuluh darah paru akan

menyebabkan terganggunya metabolisme sel-sel paru dan pada akhirnya akan

menurunkan produksi surfaktan.

Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran

setan yang terdiri dari : atelektasis hipoksia asidosis transudasi penurunan

Page 11: SGNN REFRAT

aliran darah paru hambatan pembentukan substansi surfaktan atelektasis. Hal

ini akan berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian bayi.

G. Diagnosis

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit),

pernafasan mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung,

sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan

sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan

menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.

Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat

dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian

fungsi respirasi meliputi:

1) Frekuensi nafas

Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu

tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap

terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis,

diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang

sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP

yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.

2) Mekanika usaha pernafasan

Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi

dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit alveolar.

Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan

terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.

3) Warna kulit/membran mukosa

Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbercak

(mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.

Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi:

1) Frekuensi jantung dan tekanan darah

Page 12: SGNN REFRAT

Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress, ansietas,

nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.

2) Kualitas nadi

Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan

aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat dan tidak teraba pada satu sisi

menandakan berkurangnya aliran darah atau tersumbatnya aliran darah pada daerah

tersebut. Perfusi kulit kulit yang memburuk dapat dilihat dengan adanya bercak,

pucat dan sianosis. Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan

cara:

(1) Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)

(2) Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit

ekstremitas dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut

selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat

akan menghilang 2-3 detik.

3) Perfusi pada otak dan respirasi

Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah diselingi agitasi dan letargi.

Pada iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan kesadaran juga terjadi

kelemahan otot, kejang dan dilatasi pupil.

Diagnosis klinis SGNN kita tegakkan kalau kita tegakkan kalau kita telah

menemukan sindrom sebagai berikut :

- Dispnea.

- Merintih (grunting).

- Takipne.

- Pernafasan cuping hidung.

- Retraksi dinding toraks.

- Sianosis.

Namun bila pada bayi terdapat faktor risiko terjadinya PMH maka bila

dalam 2 kali observasi frekuensi pernafasan selalu di atas 60 per menit dalam

keadaan bayi tidak menangis maka harus dibuat foto polos. Toraks anteroposterior

untuk menegakkan diagnostik dan untuk menentukan sikap selanjutnya.

Page 13: SGNN REFRAT

Di rumah sakit rujukan tindakan diagnostik dikerjakan untuk mengetahui

diagnosis anatomik dan fungsional pada suatu saat. Prosedur diagnostik yang

dilakukan tergantung pada keadaan penderita kemampuan penderita dan fasilitas

yang tersedia.

Tindakan diagnostik yang disebut di bawah ini disusun menurut prioritas

berdasarkan keadaan penderita :

1. Radiologi toraks.

2. Analisa gas darah.

3. Glukosa darah.

4. Elektrolit darah.

5. Darah tepi lengkap.

6. EKG.

7. USG otak.

Khusus untuk PMH suatu cara yang sederhana yang dapat meramalkan

terjadinya penyakit ini dan untuk membantu penegakkan diagnosis adalah dengan

Shake test, caranya adalah sebagai berikut:

1. Ambil 0,5 ml aspirat lambung yang bersih, masukkan ke dalam tabung reaksi.

2. Ke dalam cairan ini dituangkan 0,5 garam fisiologi.

3. Kemudian tambahkan 1 ml larutan etanol 95 %.

4. Dikocok selama 15 detik dan dibiarkan diam dalam rak dalam posisi tegak

lurus selama 15 menit.

Interpretasi :

Positif : Bila terdapat gelembung-gelembung yang membentuk cincin. Artinya

surfaktan terdapat pada paru dalam jumlah yang cukup (gelembung >

2/3 permukaan).

Negatif : Bila tidak terdapat gelembung. Artinya tidak ada surfaktan dan

kemungkinan akan terjadi PMH besar (gelembung ½ permukaan.

Risiko PMH adalah 60 %.

Ragu : Bila terdapat gelembung tetapi tidak membentuk cincin. Artinya

waspada terhadap kemungkinan terjadinya PMH (gelembung 1/3-

2/3 permukaan. Risiko PMH 20-50 %.

Page 14: SGNN REFRAT

Deteksi dini yang lain ialah melakukan pemeriksaan rasio L/S (Lecithin

Sphingomyelin Ratio), pada air ketuban yang diperoleh dengan amniosentesis,

atau dari aspirasi trakea dan lambung. Rasio L/S kurang dari 2 biasanya

berasosiasi dengan PMH. Deteksi adanya Phosphatidyl glycerol (PG)

menunjukkan kematangan paru sehingga bila PG positif, PMH kejadiannya

rendah sedang bila PG negatif kejadiannya tinggi.

Analisis gas darah merupakan indikator definitif dari pertukaran gas untuk

menilai pernafasan. Meskipun manifestasi klinis yang ada memerlukan tindakan

intubasi segera dan penggunaan ventilasi mekanis, pengambilan sampel darah

arterial diperlukan untuk menganalisis tekanan gas darah (PaO2, PaCO2, dan pH)

sambil melakukan monitoring dengan pulse oxymetri. Hipoksemia berat ditandai

dengan PaO2 < 50-60 mmHg dengan FiO2 60% atau PaO2 < 60 mmHg dengan

FiO2 > 40% pada bayi < 1250 g, Hiperkapnik berat dengan PaCO2 > 55-60

mmHg dengan pH <7,2-7,25.10-12,16

Nilai Analisis gas Darah

Nilai

0 1 2 3

PaO2 (mmHg) > 60 50-60 < 50 < 50

pH > 7,3 7,2-7,29 7,1-7,19 < 7,1

PaCO2 (mmHg) < 50 50-60 61-70 > 70

Skor > 3: memerlukan ventilator

Sumber: Mathai

Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress Pernafasan

Pemeriksaan Kegunaan

Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia

Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan asam basa

Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia dapat

Page 15: SGNN REFRAT

menyebabkan atau memperberat takipnea

Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas

Darah rutin dan hitung jenis Leukositosis menunjukkan adanya infeksi

Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri

Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis

Pulse oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen

Sumber: Hermansen18

H. Penatalaksanaan

Dasar tindakan pada penderita adalah mempertahankan penderita dalam suasana

fisiologik yang sebaik-baiknya, agar bayi mampu melanjutkan perkembangan

paru dan organ lain, sehingga ia dapat mengadakan adaptasi sendiri terhadap

sekitarnya (5). Penatalaksanaan penderita PMH tergantung dari berat ringannya

penyakit, sehingga penatalaksanaan yang dapat dilakukan terdiri dari tindakan

umum dan tindakan khusus (5). Tujuan penatalaksanaan umum ini ialah

mengusahakan agar (1) :

- Kebutuhan konsumsi O2 dapat diusahakan seminimal mungkin sehingga

fungsi pernafasan dapat berlangsung optimal.

- Kebutuhan makanan bayi dapat terpenuhi.

- Keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dipertahankan dengan baik.

- Perjalanan penyakit dapat dipantau dengan baik dan kalau perlu intervensi

dapat dilakukan sedini mungkin (Usha Raj, 1988).

Page 16: SGNN REFRAT

Neonatus dengan distress nafas

Berat(PCH, grunting, apneu,

sianosisResusitasi:Bersihkan jalan nafas, hisap lendir (suction)Pemberian oksigen , pasang OGTPasang akses intra vena :D10% 60 ml/kgBBCa-Gukonas 10% 6-8 ml/kgBBMonitor temperaturMonitor saturasiRontgen toraks (Bila memungkinkan)

Algoritma diagnosis dan Tatalaksana Gagal nafas pada Neonatus

Ringan(Takipneu ringan)

Disesuaikan menurut

usia

Evaluasi menggunakan skor Downes

Perbaikan klinis YA

TIDAK

Evaluasi menggunakan skor

Downes

Perawatan bayi rutin

Observasi 30 menit

Membaik

YA

Perawatan di NICU

Pemberian O2 dilanjutkanMonitoring saturasiRontgen toraks

IntubasiPemberian antibiotik spektrum luas: Ampicillin & Gentamicin (inisial)Pemeriksaan penunjang:

Darah rutin & hitung jenis, AGD, GDS, elektrolit, rontgen toraks

Konsul NICU/rujuk ke RS yang memiliki NICU

Hasil AGD:Asidosis metabolik/respiratorikBila pH ≤ 7,25 Na-Bikarbonat 1-2 mEq/kgBB dlm 30 menit

TIDAK ( Ancaman gagal nafas/DS≥6)

Hipoglikemi bolus D10% 2cc/kgBB, dilanjutkan infus kontinyu kec 6-8 mg/kgBB/mntHiperglikemi kuranngi konsentrasi infus glukosa (D5%)

Page 17: SGNN REFRAT

Tindakan umum terutama dilakukan pada penderita ringan atau sebagai

tindakan penunjang pada penderita berat. Tindakan umum yang perlu dikerjakan

ialah :

1. Memberikan lingkungan yang optimal. Suhu tubuh bayi harus selalu

diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5 C-37 C) dengan meletakan

bayi dalam inkubator. Humiditas ruangan juga harus adekuat (70-80 %).

2. Makan peroral sebaiknya tidak diberikan dan bayi diberi cairan intravena yang

disesuaikan dengan kebutuhan kalorinya. Adapun pemberian cairan ini

bertujuan untuk memberikan kalori yang cukup, menjaga agar bayi tidak

mengalami dehidrasi, mempertahankan pengeluaran cairan melalui ginjal dan

mempertahankan keseimbangan asam basa tubuh. Dalam 48 jam pertama

biasanya cairan yang diberikan terdiri dari glukosa/dekstrose 10% dalam

jumlah 100 ml/KgBB/hr. Dengan pemberian secara ini diharapkan kalori

yang dibutuhkan (40 kkal/KgBB/hr) untuk mencegah katabolisme tubuh

dapat dipenuhi.

Tindakan khusus meliputi :

1. Pemberian O2

Setiap penderita PMH hampir selalu membutuhkan O2 tambahan.

Pemberian O2 ini perlu dilakukan secara hati-hati, karena O2 punya pengaruh

yang kompleks terhadap bayi baru lahir.

Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi

yang tidak diinginkan seperti fibrosis paru, kerusakan retina (fibroplasi

retrolental) dan lain-lain. Untuk mencegah komplikasi ini, pemberian O2

sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan tekanan O2 arterial (PaO2) secara

teratur. Konsentrasi O2 yang diberikan harus dijaga agar cukup untuk

mempertahankan PaO2 antara 80-100 mgHg. Bila fasilitas untuk pemeriksaan

tekanan gas arterial tidak ada,O2 dapat diberikan sampai gejala sianosis

hilang. Untuk mencapai tekanan, O2 ini kadang-kadang diperlukan

konsentrasi O2 sampai 100 %. Konsentrasi demikian biasanya hanya dapat

dicapai apabila O2 diberikan dengan sungkup dan tidak mungkin dicapai

Page 18: SGNN REFRAT

dengan cara pemberian O2 melalui kateter hidung biasa. Pada penderita yang

sangat berat kadang-kadang diperlukan ventilasi mekanis dimana O2

diberikan dengan respirator. Tindakan ini dilakukan apabila bayi yang telah

mendapatkan O2 dengan konsentrasi 100% masih memperlihatkan PaO2

kurang dari 40 mmHg, PCO2 > 70 mmHg, PH darah < 7,2 atau masih adanya

serangan apneu berulang. Dasar ventilasi mekanis adalah mengusahakan agar

O2 yang diberikan dapat memperbaiki pertukaran gas tubuh. Beberapa cara

pemberian ventilasi mekanis ini adalah :

a. Pemberian O2 dengan secara tekanan positif yang konstan Constant

positive airway pressure = CPAP). Cara ini dapat dicapai dengan

memberikan tekanan positif terhadap udara yang masuk atau

mengadakan tekanan negatif yang konstans terhadap dinding toraks.

Pemberian secara ini akan mengurangi terjadinya atelektasis alveolus

disertai perbaikan PaO2 darah.

b. Pemberian O2 dengan ventilasi tekanan positif yang intermiten

(Intermittent Positive Pressure Ventilation = IPPV). Dengan cara ini

keseimbangan pertukaran gas tubuh dapat diatur.

c. Pemberian O2 dengan ventilasi aktif ini dapat dilakukan pula dengan

bermacam cara, misalnya pemberian O2 secara hiperbasik, intermittent

negative pressure ventilation, dan lain-lain.

2. Pemberian Antibiotika

Setiap penderita PMH perlu mendapat antibiotika untuk menegah terjadinya

infeksi sekunder yang dapat memperberat penyakit. Antibiotik diberikan

selama bayi mendapat cairan intravena sampai gejala gangguan nafas tidak

ditemukan lagi. Sebaiknya antibiotik yang dipilih adalah yang mempunyai

spektrum luas. Antibiotik yang biasa diberikan adalah penisilin (50.000 U-

100.000 U/KgBB/hr) atau ampicilin (100 mg/KgBB/hr) dengan gentamicin

(3-5 mg/KgBB/hr). Bila pemeriksaan kultur tidak memungkinkan, antibiotik

dapat diberikan 5-7 hari. Antibiotik yang dipilih bisa juga kombinasi

ampisilin/sefalosporin dengan aminoglikosid/kemisitin.

Page 19: SGNN REFRAT

3. Pemberian NaHCO3

Asidosis metabolik yang selalu terdapat pada penderita, harus segera

diperbaiki dengan pemberian NaHCO3 secara intravena. Pemeriksaan

keseimbangan asam basa tubuh harus diperiksa secara teratur agar NaHCO3

dapat disesuaikan dengan rumus :

Konsentrasi NaHCO3 yang diberikan biasanya antara 7,5-8,4 % dan kebutuhan

yang diperlukan sebagian dapat diberikan langsung intravena dan sisanya

diberikan secara tetesan. Tujuan pemberian NaHCO3 adalah untuk

mempertahankan PH darah antara 7,35-7,45. Bila fasilitas untuk pemeriksaan

keseimbangan asam basa tidak ada, NaHCO3 dapat diberikan dengan tetesan.

Cairan yang digunakan berupa campuran larutan glukosa 5-10 % dengan

NaHCO3 1,5 % dalam perbandingan. 4 : 1. Pada asidosis yang berat penilaian

klinis yang teliti harus dikerjakan untuk menilai apakah basa yang diberikan

sudah cukup adekuat.

4. Pemberian Surfaktan Buatan

Penemuan surfaktan buatan untuk terapi PMH termasuk salah satu kemajuan

di bidang kedokteran. Dengan demikian dapat mengurangi kebutuhan tekanan

tinggi dari ventilator dan konsentrasi O2 yang tinggi. Surfaktan artifisial yang

dibuat dari dipalmitoil fosfatidilkolin dan fosfatidil gliserol dengan

perbandingan 7 : 3 telah dapat mengobati penderita penyakit tersebut. Bayi

tersebut diberi surfaktan artifisial sebanyak 25 mg dosis tunggal dengan

menyemprotkan ke dalam trakea penderita. Akhir-akhir ini telah dapat dibuat

surfaktan endogen yang berasal dari cairan amnion manusia. Surfaktan ini

disemprotkan ke dalam trakea dengan dosis 60 mg/KgBB. Walaupun cara

pengobatan ini masih dalam taraf penelitian, tetapi hasilnya telah memberikan

harapan baru.

Kebutuhan NaHCO3 = Defisit basa x 0,3 x BB(Kg)

Page 20: SGNN REFRAT

I. Pencegahan

Usaha pokok penanganan PMH ini harus dipusatkan pada usaha

pencegahan. Yang paling penting adalah mencegah terjadinya prematuritas,

termasuk menghindari faktor risiko untuk terjadinya PMH. Pencegahan yang bisa

dilakukan diantaranya :

1. Antenatal ultrasound untuk lebih dapat menentukan gestasi secara akurat dan

mendeteksi keadaan fetus

2. Fetal monitoring yang berkelanjutan untuk mendeteksi keadaan fetus dan

mengetahui perlunya intervensi segera bila terjadi fetal distress

3. Menentukan pematangan paru sebelum persalinan dengan pemeriksaan L/S

rasio

4. Pengendalian kadar gula ibu hamil yang menderita DM

5. Optimalisasi kesehatan ibu hamil

6. Prevensi dan intervensi persalinan prematur dengan tokolitik dan

glukokortikoid untuk merangsang pematangan paru

Pemberian kortikosteroid pada wanita hamil 48-72 jam sebelum

persalinan dengan janin masa gestasi 34 minggu menurunkan insidens dan

mortalitas akibat PMH. Dengan demikian layak memberikan 1-2 dosis

betametason atau deksametason secara IM kepada wanita hamil yang lesitinnya

dalam cairan ketuban memberi petunjuk adanya imaturitas paru janin dan yang

kemungkinan besar akan melahirkan bayi antara 48-72 jam atau yang

persalinannya dapat ditunda selama 48 jam atau lebih.

Di samping kortikosteroid telah banyak dilaporkan beberapa obat yang

dinyatakan dapat merangsang maturitas paru. Salah satu obat yang dianggap

lebih baik dari kortikosteroid adalah ambroxol. Pemberian sebanyak 1000 mg/hr

selama 5 hari berturut-turut pada persalinan prematur yang mempunyai risiko

menderita PMH, dapat menurunkan angka kematian bayi. Selanjutnya terdapat

obat lain seperti aminofilin, tiroksin, isoxsuprine, dan lain-lain.

J. Komplikasi

Komplikasi jangka pendek yang dapat terjadi adalah :

Page 21: SGNN REFRAT

1. Ruptur alveoli : bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,

pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema interstisial) pada bayi

dengan RDS yang tiba tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea,

atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.

2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk

dan adanya perubahan jumlah leukosit dan trombositopeni, infeksi dapat

timbul karena tindakan invasif seperti pemasangan jarum vena, kateter dan

alat-alat respirasi.

3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular: perdarahan

intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi

terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.

4. Pactent Ductus Arteriosus dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan

merupakan komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan

terapi surfaktannya.

Komplikasi jangka panjang dapat disebbakan oleh toksisitas oksigen, tekanan

yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang

menuju ke otak dan organ lain, yaitu :

1. Bronchopulmonary displasia (BPD) adalah penyakit paru kronik yang

disebbakan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu.

BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan

pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi dan

defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa

gestasi.

2. Retinopaty premature adalah kegagalan fungsi neurology yang terjadi

sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya

hipoksia, komplikasi intrakranial dan adanya infeksi.

Page 22: SGNN REFRAT

K. Prognosis

Prognosis PMH tergantung dari tingkat prematuritas dan beratnya

penyakit. Pada penderita yang ringan penyembuhan dapat terjadi pada hari ke-3

atau ke-4 dan pada hari ke-7 terjadi penyembuhan sempurna. Pada penderita

yang lanjut mortalitas diperkirakan 20-40 %. Dengan perawatan yang intensif

dan cara pengobatan terbaru mortalitas ini dapat menurun. Prognosis jangka

panjang sulit diramalkan. Kelainan yang timbul dikemudian hari lebih

cenderung disebabkan komplikasi pengobatan yang diberikan dan bukan akibat

penyakitnya sendiri. Pada fungsi paru yang normal pada kebanyakan bayi yang

dapat hidup dari PMH, prognosisnya sangat baik.

Page 23: SGNN REFRAT

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Respiratory distress syndrom merupakan penyebab terbanyak dari angka

kesakitan dan kematian pada bayi prematur. Hal ini disebabkan adanya defisiensi

surfaktan yang menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara,

sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang

menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.

Page 24: SGNN REFRAT

DAFTAR PUSTAKA

1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Editor : Rusepno Hassan & Husein Alatas, Bagian IKA FKUI, Jakarta 1985, hal.

2. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, Bagian I, Edisi 12, Alih Bahasa : Siregar, M.R, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1988, hal. 622-627.

3. Khosim, M. Sholeh. 2010. Deteksi Dini dan Manajemen Gangguan Nafas pada neonatus sebagai Aplikasi PONEK. SMF IKA FK UNDIP

4. Nur A, Risa Etika dkk. 2009. Pemberian Surfaktan pada Bayi Prematur dengan Respiratory Distress Syndrome. SMF IKA FK UNAIR

5. Arif Masjoer, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Edisi 3, Media Aesculapius FKUI, Jakarta, 2000, hal. 507-508.

6. Christian L Hermansen dan Kevin Lorah. Repiratory Distress in Newborns American Academy of Family Physician. Am Fam Physician. 2007 Oct 1;76(7):987-994. (http://www.aafp.org/afp/2007/1001/p987.html)