17
Pengantar Gadis Arivia Kumpulan Puisi Jurnal Perempuan: Perempuan dan Pertarungannya

SETARA - files.constantcontact.com · Kata “Aku” bagi Chairil Anwar adalah manusia yang individualistik, penuh vitalitas dan universal. ... dihakimi. Bila “Aku” di puisi Chairil

  • Upload
    buihanh

  • View
    221

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

www.jurnalperempuan.org

PRESS

2017

PengantarGadis Arivia

Kum

pulan Puisi Jurnal Perempuan: Perem

puan dan Pertarungannya

SETARA

Satu-satunya kata sifat yang layak kita suarakan untuk perempuan adalah SETARA. Setara layak ditulis dengan huruf besar karena begitu besarnya kepentingan kita untuk mewujudkannya.

Jurnal Perempuan menjadi langka dan perlu karena tujuannya adalah bertanya, menulis, mengabarkan dan mencari SETARA. Buku puisi ini adalah sebuah niat mulia Jurnal Perempuan untuk mengingatkan kembali bahwa puisi-puisi yang terangkum di sini adalah tentang SETARA yang masih jauh untuk direngkuh.

Puisi-puisi dalam buku ini adalah kumpulan puisi yang pernah diterbitkan oleh Jurnal Perempuan dari tahun 1996-2016. Semoga Jurnal Perempuan akan terus memberi ruang untuk kata-kata yang direka menjadi suara yang memanggil SETARA.

Sangatlah penting untuk menerima bahwa perempuan yang disuarakan dalam puisi-puisi dalam buku ini tidak pernah menjadi perempuan yang terlepas dan terpisah dari apa-apa yang ada disekitarnya. Ada fajar, hukum, politik, tubuh, kopi dan teknologi. Ada doa, presiden, walikota, Ibu Bumi dan tanah yang dijarah. Ada buruh, dapur dan pemilu yang lebih sering menjadi pilu. Ada bra, anjing, kelelawar dan bajang-bajang. Ada kematian kejam menikam anak perempuan yang disebut pernikahan. Ada buruh Omih, Sri, Ki narsih, Sayekti yang melawan dan menjadi pahlawan.

Puisi-puisi yang ada dalam buku ini berbicara secara sederhana dan apa adanya tentang perempuan dan segala yang menimpanya yang tak pernah sederhana.

Semua penulis dalam buku ini ingin berbisik, memekik, mengingat, menggugat dan menghujat kelupaan kita akan SETARA.

Selamat membaca dan mengingat tugas kita untuk meraih SETARA

Selamat memahami, merenungi buku puisi ini dan menolak lupa bahwa kita masih jauh dari SETARA

Yacinta KurniasihDosen Kajian Indonesia Monash University

Kumpulan Puisi Jurnal Perempuan:

Perempuan dan Pertarungannya

ISBN 978-979-3520-26-1

Kumpulan Puisi

Jurnal Perempuan:

Perempuan dan Pertarungannya

PengantarGadis Arivia

YJP Press

2017

Kumpulan Puisi Jurnal Perempuan: Perempuan dan Pertarungannya

Pengantar: Gadis AriviaDesain sampul: Zsa Zsa Syahlia (The Displayed Frames)Ilustrasi isi : Zsa Zsa SyahliaEditor: Naufaludin IsmailDesain layout isi: Dina Yulianti

Cetakan Pertama: Agustus 2017

© Yayasan Jurnal Perempuan

Yayasan Jurnal PerempuanJl. Karang Pola Dalam II No. 9A, Jatipadang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 12540Tlp/Fax: 021-22701689Email:[email protected]: www.jurnalperempuan.org

Diterbitkan olehYayasan Jurnal Perempuan Press (YJP Press)

ISBN 978-979-3520-26-1

Undang-Undang RI No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Pasal 72 Ketentuan Pidana sanksi pelanggaran

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan dan memberikan ijin untuk itu, dipidana dengan penjara paling singkat 1(satu) bulan atau denda paling sedikit Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000-, (lima miliar rupiah)

2. Barangsiapa dengan sengaja menyerahkan, menyiarkan, mengedarkan, menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau dengan paling banyak Rp 5.00.000.000-,(lima ratus juta rupiah).

3

Kumpulan Puisi Jurnal Perempuan

Daftar Isi

Pengantar Penerbit .............................................................. 5Sekapur Sirih ....................................................................... 7

Manifesto ............................................................................ 18Toeti Heraty

Oh Women Oh Why ............................................................. 21Debra H. Yatim

Maafkan Ibu, Anakku ......................................................... 27Laora

Apa kabar, tanah kelahiran? ................................................. 30Embun Kenyowati

Kerja adalah Darma ............................................................. 31Oka Rusmini

Lautan Cinta ....................................................................... 33Eka Budianta

Pamrih ................................................................................ 35Soe Tjen Marching

Jouissance ............................................................................ 38Fierenziana G. Junus

Lidah Anjing, Kelelawar Kisut dan Manekin ....................... 39Yenti Nurhidayat

Tutur Inong Aceh ................................................................ 41Dewi Nova

Di Negri Tujuh Ribu Rok, Aku Terhenti ............................. 46Zubaidah Djohar

4

Perempuan dan Pertarungannya

Aborsi.................................................................................. 50Gadis Arivia

Jangan Bohongi Kami, Tuan,,, ............................................. 53Indah Darmastuti

Dewi Teknologi Bersabda ................................................... 54Yacinta Kurniasih

Pemilu ................................................................................. 56Sulis Bambang

Efek Mesin Patriarki ............................................................ 57Fitri Nganthi Wani

Doa Seorang Presiden .......................................................... 59Joko Pinurbo

Adil Rasa, Rasa Adil ............................................................ 60Neny Isharyanti

Pada Buruh Perempuan yang Melawan ................................ 63Luviana

Perempuankah? ................................................................... 65Dizz Traksi

Malam Pengantin ................................................................ 67Nissa Rengganis

Buku Harian ....................................................................... 70Fanny Chotimah

Kluwung (Pelangi) ............................................................... 75Gunretno

Dapur ................................................................................. 77Olen Saddha

7

Kumpulan Puisi Jurnal Perempuan

Sekapur Sirih

Suara Feminisme Dalam PuisiGadis Arivia

(Pendiri Jurnal Perempuan)

Tentu ada kesengajaan mengapa saya menggunakan kata “suara feminisme” dan bukan “suara perempuan” di judul

pengantar antologi puisi ini. Sebab sebagian besar puisi-puisi ini lahir dari Jurnal Perempuan, jurnal feminis pertama di Indonesia yang diterbitkan pertama kalinya pada 1996. Sebagai jurnal feminis, suara “feminis” menjadi lebih penting daripada Sekadar suara “perempuan” sebab perjuangan feminisme yang utama yaitu perjuangan keadilan gender. Jadi, puisi yang bersifat feminis boleh dikatakan muncul setelah Reformasi. Bagi saya di saat itulah lahir sejarah puisi feminis di Indonesia

Sejarah puisi di Indonesia sendiri bisa dikatakan masih muda dimulai pada awal abad 20 ketika bahasa Indonesia (bahasa Melayu) mulai digunakan.1 Misalnya, puisi-puisi awal yang dikenal adalah puisi Muhammad Yamin (1903-1962), Sanoesi Pane (1905-1968), Roestam Effendi (1902-1979), mereka berbicara tentang nasionalisme, sintesa budaya Timur dan Barat serta penyair yang terakhir disebut menggunakan perpaduan kosa kata dari berbagai daerah misalnya Jawa, Sunda dan Minangkabau. Setelah itu, dikenal penyair-penyair yang dipengaruhi majalah Poedjangga Baroe seperti 1 Sebelumnya telah ada puisi-puisi yang menggunakan bahasa daerah seperti Centhini (abad 18) dalam bahasa Jawa dan I la Galigo dalam bahasa Bugis (diyakini abad 15) . Tetapi puisi yang menggunakan bahasa Indonesia (bahasa Melayu) baru mulai awal abad 20.

8

Perempuan dan Pertarungannya

Sutan Takdir Alisjahbana (1908-1994) yang mengeritik pemikiran tradisional, Amir Hamzah (1911-1946) yang dikenal dengan pendekatan tradisi mistik atau sufisme. Penyair-penyair yang dapat dianggap masuk dalam karya-karya modern adalah Chairil Anwar (1922-1949), Asrul Sani (1926-2004) dan Rivai Apin (1927-1995), mereka mengangkat persoalan eksistensi manusia, jiwa pemberontakan, dan makna menjadi manusia yang mendunia. Setelah puisi-puisi Chairil Anwar lahir, muncul suara-suara baru yang unik seperti Sitor Situmorang (1924), Subagio Sastrowardoyo (1924-1995) dan Rendra (1935-2009). Pada tahun 1970-an muncul sastra avant garde seperti Sutardji Calzoum Bachri (1941) dan era 1980-an seperti Afrizal Malna (1957). Dua penyair yang sangat berpengaruh di abad kontemporer adalah Sapardi Djoko Damono (1940) dan Gunawan Muhammad (1941).2

Sudah saya nyatakan di awal paragraf tulisan ini, bahwa sejarah puisi di Indonesia tergolong masih muda. Akan tetapi yang menjengkelkan selama kurang lebih delapan dasawarsa itu tak ada penyebutan penyair perempuan yang berpengaruh.3 Padahal kita mengetahui paling tidak ada dua penyair perempuan, Toeti Heraty dan Dorothea Rosa Herliany, yang telah mengeluarkan puisi-puisi fenomenal di era tahun 1980-an. Toeti Heraty menelurkan karya berjudul “Manifesto” tetapi luput dari pengamat puisi.4 Peminggiran perempuan dalam sejarah puisi tidak eksklusif terjadi di Indonesia tetapi juga di dunia. Ada semacam pemikiran seksis

2 Amini, Hasif, A Brief Introduction to Indonesian Poetry, 2010, poetryinternationalweb.net, diakses pada 13 Juli 2017.3 Juga tidak saya temukan penyair perempuan dalam karya Burton Raffel, Anthology of Modern Indonesian Poetry, 1964, University of California Press. 4 Tulisan Drs. Puji Santosa, “Puisi-Puisi 1980an dan Kecendrungannya”, Berita Buana, 28 November, 5 dan 12 Desember 1989, menyinggung nama Toeti Heraty dan Dorothea Rosa Herliany tetapi tidak mengulas karya mereka.

9

Kumpulan Puisi Jurnal Perempuan

bahwa perempuan bukan seorang penyair yang serius sehingga di dalam direktori puisi pun selalu didominasi oleh penyair laki-laki.5

Peminggiran karya-karya puisi perempuan terjadi karena puisi-puisi mereka dianggap berbicara soal yang partikular dan bukan yang universal, persoalan domestik dan bukan persoalan dunia. Diktum feminisme menyatakan bahwa “yang privat adalah yang politis”, artinya, isu-isu personal memengaruhi ruang publik. Karena itu, puisi Toeti Heraty yang berbicara soal eksistensi sebetulnya sama nilainya dengan puisi Chairil Anwar berjudul “Aku Ini Binatang Jalang”. Kata “Aku” bagi Chairil Anwar adalah manusia yang individualistik, penuh vitalitas dan universal. Sedangkan kata “Aku” bagi Toeti Heraty adalah manusia perempuan yang terlumpuhkan oleh sistem ketidakadilan, dipojokkan dan dihakimi. Bila “Aku” di puisi Chairil Anwar menjadi aku pemenang yang hidup seribu tahun lagi, “Aku” di puisi Toeti Heraty adalah aku yang “kompromi”, menunda kemenangan, demi anaknya yang laki-laki juga.

Dan aku akan lebih tidak peduli Tapi demi anakku laki-lakiAku mau hidup seribu tahun lagi Tuntutan aku tarik kembali(Chairil Anwar) Dan jadi pengkhianat atau memang karena sudah terlambat

(Toeti Heraty)

Definisi manusia yang otonom melekat pada laki-laki (memungkinkan ia tidak peduli) sedangkan pada perempuan terjadi interkonektivitas, ikatan dengan anaknya (menjadikannya peduli).

5 Lihat direktori edisi 26, The Directory of Poetry Publishers, hanya dua perempuan yang masuk sebagai penyair dari 11 orang.

10

Perempuan dan Pertarungannya

Bahkan segala sejarah perjuangan yang gagal pun dibebankan kepada perempuan, karena perempuan merasa keberlangsungan peradaban adalah tanggung jawabnya. Puisi “Maafkan Ibu, Anakku” karya Laora menggambarkan ketidakberdayaan seorang ibu menghadapi kekalahan hidup. Sang ibu pun meminta maaf; apa yang kau katakan jika anakmu bertanya tentang waktu/bertanya mengapa moyangnya dibinasakan dengan hina/mengapa sejarah Memerkosa leluhur kita. Perbedaan pendefinisian manusia Chairil Anwar dan manusia Toeti Heraty memang terasa di seluruh kumpulan puisi ini. Golongan manusia Toeti Heraty selalu ribet, melayani dan mengurus anak juga suami. Oka Rusmini menggambarkan hal ini lewat puisinya “Kerja adalah Darma”, Enam mulut yang harus disuapinya, termasuk mulut lelakinya/ Suaminya, ‘bayi lelakiku’ yang paling besar…Definisi perempuan sebagai makhluk yang dikutuk untuk peduli, merawat, menumbuhkan, tak bisa melepaskan diri sebagai individu yang sendiri dan otonom, ia selalu terlilit dengan kebutuhan manusia-manusia lainnya. Debra Yatim lewat puisinya “Oh Women Oh Why”, sampai pada kesimpulan yang mengigit; women thy name is torture and frailty thy name is women.

Terdapat 24 puisi yang diseleksi dari terbitan Jurnal Perempuan dalam rentang 1996-2016. Keduapuluh empat puisi ini menggambarkan isu-isu feminisme tentang ketubuhan dan seksualitas perempuan, keadilan, kekerasan, relasi anak dan ibu, eksistensi perempuan, buruh perempuan, politik, ekofeminisme dan makna teknologi informasi bagi perempuan. Terdapat tiga laki-laki yang berkontribusi yaitu Eka Budianta, Joko Pinurbo dan Gunretno. Catatan untuk Gunretno, ia menyajikan persoalan menarik tentang keberanian ibu-ibu Kendeng yang mempertahankan tanah mereka melawan PT. Semen Indonesia.

11

Kumpulan Puisi Jurnal Perempuan

Di dalam studi ekofeminisme terdapat dua aliran mengental tentang penghambaan pada alam dan glorifikasi feminitas (ibu bumi) di satu sisi, serta perlawanan ketidakadilan yang menjadi basis perjuangan dengan mengidentifikasi diri sebagai feminis di sisi lain. Puisi Embun Kenyowati, “Apa Kabar Tanah Kelahiran?”, menggarisbawahi ketidakadilan yang terjadi, mengaktifkan suara dengan menggugat kesenjangan pendapatan, eksploitasi dan aparat yang brutal. Sedangkan Gunretno bersembunyi dalam kemasan kata-kata spiritualitas alam dan keeksotisan sekaligus kepasrahan dan viktimisasi ibu-ibu. Kedua posisi di dalam studi ekofeminisme menjadi menarik untuk diperdebatkan dan terekspresi di dalam puisi-puisi Jurnal Perempuan.

Pada dasarnya kumpulan puisi Jurnal Perempuan memperlihatkan bagaimana kritisisme puisi feminis bekerja. Puisi feminis bertujuan untuk menantang kekuasaan patriarki dan menganalisis kompleksitas subyektifitas bergender. Puisi feminis dan sastra feminis di dalam teori berkembang dalam pemikiran feminisme gelombang kedua,6 yang mengangkat kesadaran feminis tentang realitasnya, tubuhnya, pikirannya, seni dan ekspresinya. Kritisisme puisi feminis memperlihatkan bagaimana perempuan melihat dirinya dan mengafirmasi sekaligus mempertanyakan pikirannya, lingkungannya. Sejarah representasi perempuan melalui tulisan-tulisannya menunjukkan kekompleksitasan hidup perempuan yang menurut saya bersumber pada diskursus tubuh dan seksualitasnya. Karya Soe Tjen Marching berjudul “Pamrih”, karya Fierenziana G. Junus berjudul “Jouissance”, dan karya

6 Teori feminisme terdiri dari tiga gelombang. Feminisme gelombang pertama: Feminisme Liberal, Radikal dan Marxis/Sosialis; feminisme gelombang kedua: Eksistensialisme dan Psikoanalisa; feminisme gelombang ketiga: Postmodernisme, Multikulturalisme, Globalisme, dan Ekofeminisme.

12

Perempuan dan Pertarungannya

Yenti Nurhidayat berjudul “Lidah Anjing, Kelelawar Kisut dan Manekin.” Yenti mempertanyakan; Kau ada di mana ketika ribuan spermamu mengeroyok sebutir telor di tubuhku?”

Puisi feminis tidak bisa dilepaskan dari diskursus tubuh perempuan. Kata-kata yang pernah ditabukan seperti payudara, pantat, vagina, dan sebagainya, digunakan dengan kecerdasan hermeneutis, penuh refleksi, dan bukan berbentuk sanjungan atau picisan. Puisi feminis menulis yang tak dapat diucapkan karena dianggap tabu, tak pantas dan menggerahkan. Termasuk yang membuat orang tak nyaman seperti kekerasan seksual dan aborsi. Nisa Rengganis dalam puisinya berjudul “Malam Pengantin”, mengungkapkan persoalan perkawinan anak yang memang faktanya meningkat.7 Lelaki asing itu menyeretku ke kamar gelap/Menidurkanku di ranjang besi berkarat/Aku gemetar. Saya sendiri melalui puisi berjudul “Aborsi” geram dengan Undang-Undang kesehatan yang masih belum melihat persoalan aborsi dari kerangka perspektif feminisme yang menyakini hak perempuan atas tubuhnya sendiri. Tidak adanya paradigma feminisme dalam menyusun kebijakan kesehatan dan hak reproduksi perempuan berkontribusi atas peningkatan tindakan aborsi yang tidak aman dan menyumbang pada angka kematian ibu.8

Hal lain yang menarik dari kumpulan puisi di Jurnal Perempuan adalah bentuk penulisan puisi-puisinya seperti ditujukan pada diri

7 Lebih dari seperenam anak perempuan di Indonesia menikah sebelum mencapai usia dewasa (usia 18 tahun) atau sekitar 340,000 anak perempuan setiap tahunnya. Baca laporan UNICEF, 2016, https://www.unicef.org/indonesia/id/Laporan_Perkawinan_Usia_Anak.pdf8 Studi menunjukkan terjadi 37 aborsi untuk 1000 perempuan usia reproduktif (15-49 tahun) di Indonesia termasuk tertinggi di Asia Tenggara. Sebagian besar aborsi dilakukan oleh perempuan yang telah menikah. Lihat laporan https://www.guttmacher.org/sites/default/files/report_pdf/ib_abortion_indonesia_0.pdf

13

Kumpulan Puisi Jurnal Perempuan

sendiri bukan untuk pemuas pembaca surat kabar atau majalah komersial maupun untuk mendapatkan pelabelan karya sastra. Beberapa puisi-puisi yang dibahas di sini menunjukkan adanya tujuan katarsis atau yang lazimnya disebut terapi diri. Karya “Perempuankah?” oleh Dizz Traksi, menurut saya menggambarkan pengalaman diri. Ada nada protes, menggugat ketidakadilan serta mempertanyakan definisi jenis kelamin yang mengenal hanya dua gender, laki-laki dan perempuan.

Tentang aku, terus bertanya-tanya…Perempuankah perempuan hanya:Karena ia bervagina?Perempuankah perempuan karena:Nama itu diletakan padanya?

Dizz Traksi mengedepankan perdebatan orientasi seksual yang memang akhir-akhir ini di dalam situasi kultur dan politik di Indonesia dicaci maki. Diskursus heteroseksual di masyarakat yang konservatif diunggulkan dan mendominasi serta menghujat yang memiliki orientasi seksual lainnya. Puisi Dizz Traksi yang awalnya ditujukan untuk mengungkapkan isi hati pada diri sendiri menjadi kekuatan kreatifitas yang pada akhirnya berbicara pada pembaca yang lebih luas. Demikian pula puisi-puisi lainnya yang berbicara soal keadilan seperti puisi karya Zubaidah Djohar, Dewi Nova, Neny Isharyanti dan Luviana, mengangkat persoalan-persoalan yang lebih besar dari diri mereka. Mereka berbicara dari kebeningan hati mereka untuk menggugat kekeruhan situasi disekeliling mereka.

Kekeruhan termasuk juga dalam hal politik dan ekonomi di Indonesia yang memengaruhi kehidupan perempuan. Oleh

14

Perempuan dan Pertarungannya

sebab itu, puisi-puisi tentang politik di Jurnal Perempuan menjadi penting. Bait puisi dari Indah Darmastuti berbunyi:

Jangan bohongi kami, tuan…Sebab kami tak akan pernah berhenti bicaraDengan bahasa mata yang telah sembab oleh tangis nusantaraYang sudah tuan gadaikan dalam waktu tak terhingga

Reformasi telah berjalan 19 tahun lamanya. Indonesia yang demokratis dan menghormati Hak-hak Azazi Manusia (HAM)belum tercapai. Keadaan akhir-akhir ini di tanah air semakin mengkhawatirkan. Keadilan semakin jauh dari harapan. Saya ingat benar ketika para politikus mengumbar janji untuk menegakkan HAM. Presiden Joko Widodo saat itu salah satu kandidat presiden 2014, masih terngiang ucapannya untuk mengungkap 13 orang yang hilang di tahun 19989. Salah satunya yang hilang adalah penyair Wiji Thukul. Janji itu tak ditepati. Satu penyair hilang, namun alangkah senangnya hati saya bahwa semangat Wiji Thukul terus hidup. Fitri Nganthi Wani, putri Wiji Thukul, menyumbangkan puisinya yang memekik, mempermasalahkan budaya patriarki. Kita patut bersyukur ada generasi muda yang bertumbuh, tetapi sosok Fitri Nganthi Wani juga mengingatkan kita pada janji yang belum tuntas.

Saya bangga bahwa Jurnal Perempuan, sebagai jurnal feminis satu-satunya di Indonesia telah menyediakan ruang untuk puisi-puisi yang fokus pada identitas perempuan dan pertarungannya. Ruang puisi di Jurnal Perempuan menampilkan para penyair

9 Lihat pemberitaan Tribun News, Rabu 11 Juni 2014, http://www.tribunnews.com/nasional/2014/06/11/jokowi-wiji-thukul-harus-ditemukan-hidup-atau-mati

15

Kumpulan Puisi Jurnal Perempuan

yang kuat akan subyektifitas perempuan, representasi diri, dan kreatifitas yang luar biasa. Penyair perempuan selalu sulit untuk menghadirkan dirinya di dalam puisi, sebab perempuan memahami risiko yang dihadapi ketika mengungkapkan perasaan dan pendapat mereka akan ketidakadilan yang mengungkung hidup mereka. Maka, di dalam kumpulan puisi ini terdapat nama-nama samaran. Meskipun demikian, memiliki ruang untuk mencurahkan kreatifitas perempuan merupakan kemewahan. Puisi-puisi ini memberikan banyak pelajaran kepada kita terutama bagaimana penyair-penyair feminis mengungkapkan realitas perempuan, tubuh dan seksualitasnya serta ekspresi politik, ekonomi dan budaya yang mereka dambakan. Melalui puisi-puisi ini kita dapat menghubungkan bahasa-bahasa feminis dengan diskursus yang ada di masyarakat, bahwa puisi-puisi feminis selalu terlibat dalam diskursus-diskursus lainnya dan bahkan berupaya melakukan transformasi diskursus agar tercapai keadilan gender.

Karya lain yang ingin saya berikan apresiasi adalah karya Zsa Zsa yang menuangkan puisinya dalam bentuk ilustrasinya. Terdapat enam karya yang ia sumbangkan untuk terbitan kumpulan puisi Jurnal Perempuan, yang kesemuanya membangun jembatan komunikasi antara karya dan penikmat karya gambarnya. Karya-karyanya tak terlepas dari perspektif perempuan yang menantang penikmat visual untuk mempertanyakan lanskap sosial dan politik kesetaraan. Karya “101 Cara Buat Semua Bahagia”, mempertanyakan tuntutan-tuntutan masyarakat terhadap pe-rempuan, karya “Lupa” mempertanyakan apakah masyarakat telah lupa dengan apa yang disebut kemanusiaan, karya “Si (Bukan) Ibu yang Menangis”, mengkritik standar moral yang dibebankan pada

16

Perempuan dan Pertarungannya

perempuan. Zsa Zsa menegaskan pada pembaca, Mendengar lebih baik daripada menakar kadar moral seseorang.

Karya seni feminis menurut Suzanne Lacy10 memengaruhi perilaku kultural dan transformasi stereotip. Berusaha mengubah keadaannya dan memiliki gairah terhadap karya-karya mereka yang berangkat dari pengalaman perempuan. Karya-karya mereka cenderung bersifat realistis ketimbang abstrak, mengekspresikan seni dalam bentuk-bentuk yang non-tradisional. Zsa Zsa lewat karya ilustrasinya memberikan makna baru pada karya-karya puisi feminis.

Menulis puisi tentang kehidupan perempuan tidak mudah. Banyak pengalaman hidup yang sarat dengan keputusasaan, sedih, gembira maupun mati rasa. Seringkali bait-bait puisi yang dituangkan terasa perih karena hidup penuh ketidakadilan. Namun puisi menuntut kita untuk menulis dan dengan menulis kita bebas berimajinasi akan kehidupan yang berbeda dan harapan yang lebih baik. Jadi, tunggu apa lagi? Ayo tumpahkan hidupmu pada selembar kertas dan nikmatilah.

Jakarta, 25 Juli 2017

10 Suzanne Lacy adalah artis Amerika terkenal yang mengombinasikan seni pertunjukkan dan aktivisme sosial. Karya-karyanya yang terkenal antara lain The Crystal Quilt (1987). Dalam karya ini, dia melibatkan 430 perempuan yang mengekspresikan cerita-cerita mereka.

www.jurnalperempuan.org

PRESS

2017

PengantarGadis Arivia

Kum

pulan Puisi Jurnal Perempuan: Perem

puan dan Pertarungannya

SETARA

Satu-satunya kata sifat yang layak kita suarakan untuk perempuan adalah SETARA. Setara layak ditulis dengan huruf besar karena begitu besarnya kepentingan kita untuk mewujudkannya.

Jurnal Perempuan menjadi langka dan perlu karena tujuannya adalah bertanya, menulis, mengabarkan dan mencari SETARA. Buku puisi ini adalah sebuah niat mulia Jurnal Perempuan untuk mengingatkan kembali bahwa puisi-puisi yang terangkum di sini adalah tentang SETARA yang masih jauh untuk direngkuh.

Puisi-puisi dalam buku ini adalah kumpulan puisi yang pernah diterbitkan oleh Jurnal Perempuan dari tahun 1996-2016. Semoga Jurnal Perempuan akan terus memberi ruang untuk kata-kata yang direka menjadi suara yang memanggil SETARA.

Sangatlah penting untuk menerima bahwa perempuan yang disuarakan dalam puisi-puisi dalam buku ini tidak pernah menjadi perempuan yang terlepas dan terpisah dari apa-apa yang ada disekitarnya. Ada fajar, hukum, politik, tubuh, kopi dan teknologi. Ada doa, presiden, walikota, Ibu Bumi dan tanah yang dijarah. Ada buruh, dapur dan pemilu yang lebih sering menjadi pilu. Ada bra, anjing, kelelawar dan bajang-bajang. Ada kematian kejam menikam anak perempuan yang disebut pernikahan. Ada buruh Omih, Sri, Ki narsih, Sayekti yang melawan dan menjadi pahlawan.

Puisi-puisi yang ada dalam buku ini berbicara secara sederhana dan apa adanya tentang perempuan dan segala yang menimpanya yang tak pernah sederhana.

Semua penulis dalam buku ini ingin berbisik, memekik, mengingat, menggugat dan menghujat kelupaan kita akan SETARA.

Selamat membaca dan mengingat tugas kita untuk meraih SETARA

Selamat memahami, merenungi buku puisi ini dan menolak lupa bahwa kita masih jauh dari SETARA

Yacinta KurniasihDosen Kajian Indonesia Monash University

Kumpulan Puisi Jurnal Perempuan:

Perempuan dan Pertarungannya

ISBN 978-979-3520-26-1