280
Seni Pedhalangan WAYANG PURWA DR. PURWADI, M.HUM JAKARTA 2007

Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

  • Upload
    llgld

  • View
    595

  • Download
    16

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Seni Pedhalangan Wayang Purwa

Citation preview

Page 1: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Seni Pedhalangan

WAYANG PURWA

DR. PURWADI, M.HUM

JAKARTA

2007

Page 2: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I

DALANG SEBAGAI GURU MASYARAKAT

A. Pengetahuan Tentang Kehidupan

B. Dalang Terkenal Jaman Mataram

C. Waton Pedalangan Kuna

D. Babading Pandawa

E. Wukir Gandamana

F. Aji Darma Batara Surya

G. Pustakaraja Purwa

BAB II

PERLENGKAPAN DAN PIRANTI PERTUNJUKAN

A. Menyimpan Kotak Wayang

B. Tata Cara Simpingan

C. Menjaga Kebersihan Wayang

D. Susunan Lapisan Eblek

E. Mustika Bambang Manungkara

BAB III

WANDA WAYANG PURWA

A. Sumpingan Sebelah Kanan

B. Sumpingan Sebelah Kiri

C. Wayang Dudahan

D. Para Jawata

E. Para Ratu Sabrang

F. Wayang Ricikan

Page 3: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

BAB IV

NEGARA, KAHYANGAN DAN KASATRIYAN

A. Para Narendra dan Negara

B. Negara Sabrang

C. Kediaman Para Satriya

D. Pertapaan Para Pandita

E. Kahyangan para Jawata

BAB V

BENTUK WAYANG PURWA

A. Gambaran Tentang Watak

B. Macam-macam Wayang

C. Wayang Kulit di Jaman Islam

D. Candra Sangkala Memet

E. Golongan-Golongan Bentuk Wayang

F. Tentang Mata Wayang

G. Bentuk Hidung Wayang

BAB VI

JENIS-JENIS PEMENTASAN WAYANG

A. Wayang Panggungan

B. Wayang Dugangan dan Ricikan

C. Wayang Buta Prepatan

D. Wayang Sangkuk

E. Ukuran Wayang

F. Wayang Dolanan

BAB VII

PENJELASAN SERAT SASTRAMIRUDA

A. Wayang Ron Tal

Page 4: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

B. Wayang Beber

C. Serat Dasanamajarwa

D. Nama Sebutan Pandita

E. Wayang Srambahan

F. Penggolongan Dudahan Wayang

BAB VIII

MENATA WAYANG PURWA

A. Digunakan dalam Hajatan

B. Sumping Sekar Melati

C. Menyumping Cara Pedesaan

D. Menyumping Cara Pesisir

E. Memajang Wayang

BAB IX

PAKEM RADYA PUSTAKA

A. Tata Letak Sebelah Kanan

B. Tata Letak Sebelah Kiri

C. Golongan para Kurawa

D. Golongan Putran

E. Golongan Para Tapa

F. Golongan Patih dan Punggawa

G. Golongan para Danawa

BAB X

PENGETAHUAN TENTANG RICIKAN WAYANG

A. Wayang Ricikan

B. Macam-macam senjata

C. Wayang Katongan

D. Penyumping atau Paniti

Page 5: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

E. Posisi Penyumping

F. Sabetan Wayang

BAB XI

DASAR-DASAR ETIKA PEDHALANGAN

A. Keindahan Adiluhung

B. Gapit Wayang

C. Gending untuk Pewayangan

D. Dalang Sejati, Purba Wasesa

E. Pakem Blangkon

BAB XII

LAKON KANOMAN DAN KASEPUHAN

A. Lakon Wetanan

B. Lakon Jejer

C. Bahasa Pedalangan

D. Bahasa Kedaton

E. Bahasa Kasar

F. Kitab-Kitab Pewayangan

G. Lakon-Lakon Pasemon

BAB XIII

PAKEM WAYANG SEBAGAI TUNTUNAN PEDHALANGAN

A. Gelar Ratu Jaman Purwa

B. Silsilah para Pandawa

C. Wayang Jaman Kartasura

D. Wayang Punakawan

E. Wayang dan Kehidupan Manusia

F. Sama, Beda, Dana, Denda

G. Pulung, Wahyu dan Andaru

H. Awal Mula Adanya Wayang Kulit

Page 6: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

BAB XV

PEMENTASAN BERBAGAI JENIS WAYANG

A. Wayang Beber Majapahit

B. Wayang Angkrok Sarapada

C. Wayang Geculan Gentong Lodong

D. Wayang Geculan Gonjing Miring

E. Wayang Dagelan Cenguris

F. Tembung dan Tembang Kawi

G. Upacara Keprabon

BAB XVI

PATI BASA DHALANG PURBA

A. Basa Isbat

B. Delapan Golongan Manusia

C. Wayang Sebagai Tontonan

D. Gambaran Wayang Semar

E. Wayang Kyai Jimat

F. Wayang Kyai Kadung

G. Wayang Kyai Dewa Katong

H. Makuta Topong

DAFTAR PUSTAKABIOGRAFI PENULIS

Page 7: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

BAB I

DALANG SEBAGAI GURU MASYARAKAT

A. Pengetahuan Tentang Kehidupan

Dalang hanyalah menggambarkan keadaan lelakon saja meskipun kadang

juga melagukannya, tapi intinya adalah harus bisa melestarikan. Dalang itu seperti

guru, semakin banyak pengetahuannya tentang kehidupan, kesusilaan, dan

keutamaan maka akan semakin baik. Kebanyakan dalang itu hanya keturunan.

Yang diperhatikan hanya yang berhubungan dengan pekerjaan. Seperti dagangan,

hanya menuruti keinginan pasar sehingga sering berubah-ubah. Kalau dalang itu

memberi ilmu dan wejangan yang jadi tuntunan. Padahal sesungguhnya dalang itu

adalah guru kesusilaan, tatakrama, keluhuran watak dan budi.

Kewajiban dalang itu harus bisa menerangkan pentingnya pengetahuan

pedalangan yang berhubungan dengan kehidupan serta bagaimana menjalaninya.

Harus bisa mengetahui bermacam-macam pengetahuan pedalangan bab bahasa,

gending, gendeng, kesusilaan, tatakrama, dan subasita. Para dalang harus

mengetahui bermacam-macam cara menghargai pada sesama dalang karena

sangat perlu untuk menumbuhkan rasa persaudaraan. Perbedaan cara memainkan

wayang jangan sampai menjadi kendala, tidak perlu saling menjelekkan cara

masing-masing. Yang lebih penting, pedalangan itu bisa hidup, bisa terasa dalam

hati, jelas dalam memainkan lakon dan dalam menjalankannya agar bisa menjadi

contoh yang baik.

Page 8: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

B. Dalang Terkenal Jaman Mataram

Nama-nama para Dalang yang terkenal di Mataram ketika jaman Kanjeng

Susuhunan Sultan Agung Anyakrakusuma ada empat: Ki Widiguna, dalang dari

Bantul, menantu Ki Lebdapura keturunan dalang daleman, dari desa Jodog

Giripura, adalah dalang wayang purwa.

Ki Cermanasa, orang asli dari desa Wanamarta sebelah selatan Majakerta,

Jawa Timur, dalang wayang purwa. Ki Widileksana, orang asli dari desa Bahrawa,

aslinya orang dari Pajang, anak dari Ki Redilata keturunan Ki Citralata, pada

waktu itu kondang sebagai dalang bagong. Ki Tur Krucil, orang asli Kediri,

sebenarnya orang dari Blambangan keturunan dalang Krucil yang bernama Ki

Etur, dalang wayang klitik (wayang kayu).

C. Waton Pedalangan Kuna

Setelah itu Ki Dalang Sandiguna mulai memainkan wayang dengan lakon

Makukuhan, suluknya sesuai, ceritanya jelas, baik dalam memainkan wayang

seirama dengan laras gending, iramanya runtut tidak ada yang salah. Tabuhan

wayang yang tanpa gending, artinya hanya dengan gending playon, yaitu sampak,

srepegan, ayak-ayakan, itu dinamakan beber bango mati.

Cerita jaman para Kurawa itu mungkin cerita yang tersebut dalam serat

Mahabarata yang masih asli, yang tidak terlalu menjelek-jelekkan para Kurawa.

Cerita-cerita kuna tersebut nantinya terbalik 180 derajat, hanya untuk memuji-

muji pada Pandawa padahal sebenarnya Pandawalah yang jelek, Pandawa selalu

dibuat unggul, Kurawa dibuat kalah. Tapi pembalikan tersebut tidak bisa

Page 9: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

sempurna seratus persen, masih kelihatan aslinya. Makanya dalam serat

Mahabarta, kalau sedang menceritakan kemenangan Kurawa jadi kelihatan aneh.

Dalam pedalangan, keunggulan para Kurawa itu diceritakan dalam lakon

Caluntang.

Lakon Caluntang Gendrehkemasan rara Temon. Negara Amarta

ditundukkan oleh Sang Hadipati Karna, Pandawa melarikan diri ke negara Wirata.

Negara Dwarawati ditundukkan Prabu Baladewa, lalu sang Prabu Anom

Wisnubrata (Samba) mengungsi ke negara Wirata.

D. Babading Pandawa

Nama para ratu yang membantu Pandawa dalam perang Baratayuda.

1. Prabu Matswapati ratu negara Wirata

2. Prabu Drupada ratu negara Pancalareja

3. Prabu Kresna ratu negara Dwarawati

4. Prabu Kuntiboja ratu negara Mandura

5. Prabu Drestaketu ratu negara Cedi

6. Prabu Pandya ratu negara Mandura Kidul

7. Prabu Rukmi (Bismaka) ratu negara Kumbina

8. Prabu Hiranjawarma ratu negara Dasarna

9. Prabu Setyaki ratu negara Nglesanpura dan bangsa Satwata

10. Prabu Jarasanda ratu negara Manggada dan putranya Jayatsena

11. Ratu negara Kasi mertua Raden Werkudara

Page 10: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Nama para ratu yang membantu para Kurawa dalam perang Baratayuda

1. Prabu Karna ratu negara Wangga (Ngawonggo)

2. Prabu Salya ratu negara Madras (Mandaraka)

3. Prabu Sumarma ratu negara Trigarta

4. Prabu Citranggada ratu negara Kalingga

5. Prabu Bagadatta ratu negara Pradyatista (Sriwantipura)

6. Prabu Burisrawa ratu negara Bahlika, putranya prabu Samadatta

7. Prabu Sinduraja (Jayadrata) ratu negara Sindu

Sedangkan yang menjadi gegedug perang di negara Astina yaitu:

1. Resi Bisma di Tulkanda

2. Resi Durna di Sokalima

3. Haswatama di Sokalima

4. Harya Sangkuni di Plasajenar

5. Prabu Salya di negara Mandaraka

6. Prabu Karna di negara Wangga (Ngawonggo)

7. Prabu Sinduraja (Jayadrata) di negara Sindu tanah Keling.

Sedangkan yang bukan gegedug, artinya perangnya hanya keroyokan saja:

1. Prabu Gardapati ratu negara Kasapta

2. Prabu Wresaya ratu negara Lokapura

Prabu Pratipeya, Prabu Pratipa, Prabu Santyswara dan prabu Hardawalika

raja ular, mereka berperang keroyokan.

Page 11: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Nama tetabuhan yang digunakan sebagai tanda perang di jaman kuna:

1. Gurnang

2. Gubar

3. Puksur

4. Teteg

5. Kendang

6. Bende

7. Gong beri

8. Tong-tonggrit

Kurusetra atau Tegal Kuru

Kurusetra atau Tegalkuru artinya adalah tanah di tengah desa, yaitu tempat

yang dijadikan sebagai ajang perang para Kurawa melawan dan Pandawa.

Nama gelar perang ketika jaman purwa

1. Mangkabyuha yaitu yang dinamakan gelar Supit urang

2. Kagapati yaitu yang dinamakan gelar Garuda nglayang

3. Hardacandra yaitu yang dinamakan gelar Bulan tumanggal

4. Drihanjala yaitu yang dinamakan gelar Emprit aneba

5. Limbungan yaitu yang dinamakan gelar Lulumbungan

6. Diradhameta yaitu yang dinamakan gelar Liman angrok

7. Bajratikna yaitu yang dinamakan gelar Hanggada lungit

Page 12: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

8. Padmanaba yaitu yang dinamakan gelar Tunjung Karoban

9. Dumuk angun-angun, yaitu yang dinamakan gelar Banteng ngamuk

10. Naga mangangkang yaitu yang dinamakan gelar naga ngakak

11. Cakraswandana yaitu yang dinamakan gelar Gilingan rata

12. Wukir jaladri yaitu yang dinamakan gelar seganten ardi

13. Samodra pasang yaitu yang dinamakan gelar saganten banjir

14. Durga marusit yaitu yang dinamakan gelar Jurang shidung

Kalasangka (terompet di jaman kuna) dinamakan Dewadata, milik Raden

Harjuna dan ditiup sebagai tanda perang Baratayuda. Ratagotaka, artinya kereta

Gerobak yang ditarik oleh gajah, tunggangan pasukan raseksa (buta).

Nama busana yang dipakai para nata di jaman purwa

1. Makuta ganduwara

2. Bukasri marcukundo

3. Cacantang hendrakala

4. Jajamang hendrakala

5. Dawala talipraba

6. Karawista hendrabajra

7. Calumpring pujangkara

8. Sumping tambara

9. Sangsangan triujung

10. Tebahjaja sulardi

11. Praba kutibajra

Page 13: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

12. Kawaca gardawari

13. Padaka gandawari

14. Sengkang bama

15. Binggel walmembuat

16. Gelang bauwarna

17. Karoncong karawali

Itu semua menurut serat Pustakaraja Purwa.

Nama Rasa

1. Sarkara : manis

2. Madura : manis

3. Dura : asin

4. Lawana : asin

5. Lona : pedas

6. Katuka : pedas

7. Kayasa : sepet

8. Amla : kecut

9. Tikta : pahit

E. Wukir Gandamana

Raden Wibisana setelah menjadi ratu di Ngalengkadiraja atau

Ngalengkapura, lalu bergelar bergelar Prabu Wibisana. Negara Ngalengka lalu

diganti namanya menjadi negara Singgelapura. Sang prabu Wibisana memiliki

Page 14: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

dua putra, yang tua adalah seorang wanita bernama Dewi Trijata, yang muda laki-

laki bernama raden Bisawarna. Setelah menggantikan menjadi ratu bergelar Prabu

Bisawarna, juga di negara Singgelapura. Dewi Trijata sampai tua ikut dengan kapi

Jembawan atau resi kapi Jembawan yang berpadepokan di wukir Gandamana.

Sang Dewi selalu memohon pada sang Resi untuk mendapat keturunan.

Permohonan sang Resi pada Jawata tulus dari dalam hati, siang dan malam selalu

berdoa supaya segera diberi keturunan. Atas kekuasaan Dewa, permintaan sang

dewi bisa dilaksanakan tetapi dengan syarat harus mengabdi ke negara Astina.

Dewa memerintahkan agar meminta petunjuk pada raja di Astina. Setelah

menghadap ke negara Astina, Sang prabu Pandudewayana melihat sang Retna

Trijata, seketika kasmaran sampai ke dalam hati dan setelah itu terlaksanalah apa

yang menjadi permintaan sang dewi. Setelah mengandung tiga bulan lalu dibawa

kembali ke Gandamadana oleh resi Kapi Jembawan. Setelah tiba saatnya, sang

dewi melahirkan seorang putri perempuan diberi nama dewi Jembawati atau

Endang Jembawati.

Dewi Jembawati masih bersaudara dengan para Pandwa, tapi lain ibu satu

ayah. Dewi Jembawati menikah dengan Kresna yang masih bersaudara, dengan

Wara Sumbadra adalah kakak ipar. Dewi Jembawati itu masih keponakan

Pandudewanata yang merupakan kakak ipar Prabu Bisawarna di Singgelapura.

Makanya dalam lakon Partakrama, permintaan Wara Sumbadra pada prabu

Yudistira, arak-arakan pengantin laki-laki dari Amarta ke Dwarawati, pengantin

laki-laki harus naik Rata Kancana, yaitu kereta keprabon serta panggih panganten

dalam dari domas bale kancana. Sang Prabu Yudistira setelah mendengar

Page 15: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

permintaan pengantin putri seperti itu, merasa tidak bisa melaksanakan karena

dirasa kalau negaranya kecil, tidak akan sanggup mewujudkan permintaan

tersebut. Seketika hatinya menjadi putus asa, lalu akan mengurungkan niatnya.

Sang resi Habyasa setelah mengetahui kalau cucunya merasa putus asa tidak

sanggup melaksanakan, ia lalu mencabut perkataan sang cucu tersebut, dalam hati

ia berharap jangan sampai pernikahan itu dibatalkan, bagaimanapun harus

dilaksanakan. Sang resi lalu mengambil alih keinginan cucunya, Prabu Yudistira.

Seketika yang punya hajat mantu negara Amarta, adalah Sang Resi Habyasa,

bekas ratu di Astina yang sudah turun tahta lalu meninggalkan kekuasaan menjadi

pandita di Saptarga, dialah yang yang menyanggupi semua yang jadi bebana

keinginan ratu Dwarawati.

Karena Sang Resi sudah bisa melihat pada apa yang akan terjadi, sang resi

teringat kalau memiliki cucu dewi Jembawati yang sudah diperistri ratu

Dwarawati yaitu yang lahir dari pasangan Prabu Pandudeyana dan Dewi Trujata.

Padahal Dewi Trijata itu adalah kakak Prabu Bisawarna di Ngalengka atau

Singgelapura, negara kaya raya luas jajahannya. Karena terlalu kaya bisa

diibaratkan mempunyai gunung emas, di puncaknya ada perhiasan yang bersinar

seperti sinar Ywang Rawi, negara itu adalah peninggalan paman prabu Dasamuka

dahulu. Makanya sang Eyang Resi Habyasa lalu mengutus cucunya, Harya Sena

(Werkudara) untuk meminjam kereta keprabon bekas tunggangan Prabu Wibisana

ketika menjadi ratu Ngalengka, serta meminjam domas bale kancana, yaitu bale

(rumah besar) bekas untuk penobatan atau kepyakan ketika Raden Wibisana

Page 16: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

menjadi ratu Nata oleh Prabu Ramawijaya setelah perang Ngalengka dan bergelar

Prabu Wibisana.

Setelah Prabu Bisawarna mendengar perkataan Harya Sena yang akan

meminjam tunggangan Kaprabon dan Bale kancana dari domas, seketika sang

Prabu menyambut gembira dan mempersilakan Sang Harya Sena segera kembali.

Bale kancana dari domas dibongkar lalu dikirimkan bersama tukang-tukangnya

yang bisa merakitnya kembali dan akan mendirikan bale tadi di Dwarawati.

Perjalanannya dinaikkan perahu baita besar bersama dengan kereta Keprabon,

berjajar-jajar sampai ada banyak perahu dari di Singgelapura ke Dwarawati.

Domas bale kancana itu kalau sudah dirakit atau dipasang akan menjadi

rumah gedung yang besar, rumah yang tiangnya berjumlah 800 buah, mulai dari

blandar dan pangeret diukir dengan warna emas. Rumah yang tiangnya sampai

800 buah itu pasti kalau digambarkan seperti rumah gedung yang sangat besar.

Makanya ratu Dwarawati menginginkannya supaya bisa cukup untuk menerima

para tamu ratu negara manca yang akan menghadiri pernikahan tersebut.

Prabu Pandudewanata masih ipar Prabu Bisawarna, makanya ketka putra

kaponkannya jadi pengantin dan meminjam kereta keprabon, maka segera

diberikan. Sedangkan yang ada di Dwarawati, Dewi Jembawati sebagai pengantin

putri, juga masih keponakan Prabu Bisawarna sendiri, yaitu putra dewi Trijata

dengan Prabu Pandudewanata di Astina.

F. Aji Darma Batara Surya

Page 17: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Dewi Kunti memiliki Aji Darma pemberian Batara Surya. Aji tersebut

kalau dipakai bisa mendatangkan para Dewa yang ada. Dewi Prita putranya

empat, yang tertua bernama raden Suryaputra, ketika akan mengandung, yang

tercipta Batara Surya, maka putranya diberi nama Suryaputra, artinya putra Batara

Surya. Setelah mengandung lagi yang kedua, yang tercipta Batara Darma, maka

setelah lahir diberi nama Darmaputra, artinya putra Batara Darma. Setelah

mengandung lagi yang ketiga, yang tercipta Batara Bayu, maka setelah lahir diberi

nama Bayuputra, artinya putra Batara Bayu. Pada kehamilan yang ke empat, yang

tercipta Batara Hendra, maka putranya yang bungsu diberi nama Hendratanaya,

artinya putra Batara Hendra. Jadi keempat putra tersebut adalah putra dewa-dewa

di Suralaya, jadi besar kekuasaannya. Hendratanaya atau raden Harjuna itu

sebenarnya putra raja dari para dewa, yang bernama Batara Hendra di Suralaya.

Maka ketika akan menikah, keinginan Nata di Dwarawati, yaitu bebana

sebagai sarana upacara panganten yang berbentuk apa saja, yang berasal dari

Suralaya, langsung disanggupi, seperti gamelan Lokononto yang ditabuh para

dewa, bergema di langit, kayu kalpu dewadaru jayadaru, memainkan wayang

diiringi para Bidadari serta seserahan Kerbau Danu berjumlah empat puluh, semua

itu dapat dilaksanakan dengan mudah.

Sang eyang adalah seorang pandita yang waskita sidik ing paningal, sudah

bisa melihat asal mula kejadian dan apa yang akan terjadi. Makanya ia segera

memerintahkan cucunya Raden Harjuna, untuk menghadap ke Kayangan

Cakrakembang untuk meminjam upacara keprabon Kahendran, serta semua

pakaian yang akan dipakai temanten. Sanghyang Hendra setelah mendengar

Page 18: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

penuturan kakaknya, Batara Kumajaya, kalau sang putra Harjuna akan menikah

dengan putri Dwarawati yaitu Rara Ireng (Bratajaya) dan meminjam upcara

keprabon, maka segera diberikan karena yang meminta itu adalah sang putra

sendiri.

Akhirnya Sang Parta bisa terlaksana menikah dengan putri Dwarawati,

dewi Wara Sumbadra yang merupakan sepupu tua karena dewi Wara Sumbadra

itu putra Prabu Basudewa di Mandura. Harjuna putra dewi Kunti, dewi Kunti itu

adik Prabu Basudewa.

Bebana Bumi yang memberi adalah paman sendiri, yaitu prabu Bisawarna

dan juga paman dewi Jembawati, istri tua Prabu Kresna di Dwarawati. Bebana

yang dari Kahendran, yang memberikan adalah ayahnya sendiri, karena raden

Hendratanaya atau sang Harjuna itu adalah putra Batara Hendra dengan Dewi

Kunti.

Apalagi Harjuna dan Sembadra itu masih sama-sama titisan dewa, Janaka

itu titisan Batara Wisnu, Batara Wisnu itu prajurit dewa yang kesaktiannya tinggi

tanpa tanding. Dewi Sumbadra titisan Batari Sri Widawati, bidadari di Suralaya.

Makanya sudah pasti kalau Wara Sumbadra itu jadi jodoh sang Harjuna.

Begitulah jika sudah bisa mencari dan mengurutkan, akhirnya bertemu dengan

turunan sendiri, sudah jadi maklum dan tidak mengherankan.

G. Pustakaraja Purwa

Raden Kakrasana ketika datang ke Hargasonya lalu kedatangan Hyang

Brahma, diberi wisik aji balarama yang memiliki daya kekuatan tidak merasa lesu

Page 19: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

lupa lapar serta tidak kelelahan selamanya, semua wisik sudah bisa diterima

dalam hatinya. Ia lalu diberi senjata berupa angkus yang mempunyai daya

kekuatan dan diberi senjata alagadara. Alagadara itu berupa bajak yang

menandakan kemakmuran, makanya Prabu Baladewa jadi ratu para petani.

Angkus memiliki daya kekuatan, kekuatannya menyamai gajah ada di

telapak tangan kanan. Kalau sedang digunakan, tangannya lalu terasa berat,

telapak tangannya panas seperti keluar apinya. Makanya Harya Kangsa setelah

ditampar mukanya langsung pecah kepalanya, lalu mati seketika. Senjata

nanggala, bentuknya seperti tombak, seperti gretel cis tapi kecil dan tangkainya

lebih pendek, kalau sekarang seperti stok Komando. Raden Narayana ketika

berguru pada Resi Padmanaba di Padepokan Nguntarayana, Pandita keturunan

Batara Wisnu, adalah seorang pandita yang tinggi ilmunya.

Raden Narayana atau raden Kresna masih putra Narendra, yaitu seorang

pemuda yang hitam mulus perawakannya. Sanghyang Wisnu memberi nasehat

kepada Raden Kresna supaya bisa triwikrama menjadi Kalamercu, buta besar

yang menakutkan dan sangat besar. Pesannya agar menghindari hal-hal tersebut di

bawah ini. Tidak boleh makan segala sesuatu yang tumbuh di bumi. Tidak boleh

memakai busana dari sesuatu yang tumbuh di bumi. Tidak boleh tinggal atau

mnegambil segala sesuatu yang tumbuh di bumi. Kalau bisa mencegah selamanya

maka akan kuat untuk menerima aji balasrewu yang bisa membuat triwikrama.

Lalu diberi sekar Wijayakusuma, kegunaannya adalah bisa menghidupkan

orang mati yang belum sampai waktunya, namun kalau sudah kepastian dari

Pangeran tetap tidak bisa hidup lagi. Diberi senjata Cakra, yaitu Cakra kang bisa

Page 20: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

mengeluarkan bermacam-macam pangabaran. Diberi senjata Narayanagopa, bisa

mendatangkan pasukan makhluk halus satu juta banyaknya. Setelah ketiga macam

pusaka itu sudah diterima, lalu diletakkan pada tempatnya sendiri-sendiri. Sekar

Wijayakusuma diletakkan di dalam kepala, keluar dari lesan (bicara/mulut).

Senjata Cakra di dalam dada, keluar dari tangan. Sanata Narayanagopa, di dalam

guwa garba keluar dari di kaki

Setelah raden Kresna sudah bisa menerima semua wejangan sang Resi dan

sudah menerima semua pusaka tadi, sang Resi lalu muksa, menjadi satu jiwa

dengan Raden Kresna. Raden Narayana lalu memakai nama Sri Padmanaba.

Menjelmanya Batara Wisnu terbelah jadi dua, misalnya bunga dan harumnya,

bunganya adalah Sanghyang Wisnu, harumnya memiliki watak seperti Batara

Wisnu. Begitulah cerita dongeng raden Kresna dan resi Padmanaba.

Mustika Air

1. Tirta Mertakamandanu, artinya tempat air kehidupan yang keluar dari

mustika mendung, siapa yang minum tidak akan mati selamanya.

2. Tirta Kaskaya, artinya air hujan yang pertama, bisa digunakan untuk jamu

kuat badan, diminum setiap tengah malam.

Mustika Manik

Cupu Manik Astagina, artinya cupu perhiasan atau cupu berlian yang

mempunyai kegunaan delapan macam, gunanya adalah barang yang dimasukkan

dalam cupu tadi tidak akan habis selamanya. Makanya lalu diisi dengan air

Page 21: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

kehidupan, tirta Mertakamandanu. Cupu Retna Linggamanik, adalah cupu yang

digenggam di tangan Sanghyang Kanekaputra sebagai jimat, dinamakan mustika

Linggamanik.

Retna Dumilah berupa perhiasan, yaitu intan atau berlian yang besar

bentuknya, memiliki cahaya seperti nyala lentera. Perhiasan tadi kalau digunakan

bisa menunjukkan keadaan surga dan neraka. Sedangkan kesaktiannya adalah

segala yang diinginkan akan datang serta tidak bisa lapar, yang punya adalah

Sanghyang Nurcahya.

Wit wana Umarewan, atau dinamakan wit Rewan, yaitu pohon ngarang

yang tidak ada daunnya, akarnya jadi sumber kehidupan di bumi, semua isi bumi

yang mati sabelum saatnya, kalau diberi akar pohon Rewan tadi lalu hidup lagi.

Kalau dalam cerita pedalangan dinamakan Latamausadi, yang jadi pusaka para

Dewa. Cupu manik Astagina, tirta Mertakamandanu, serta Latamausadi adalah

sumber kehidupan orang di bumi. Pustaka Darya, yaitu serat yang berisi cerita

sejarah kisah Sanghyang Nurcahya sampai Sanghyang Tunggal yang jadi pusaka

Batara Guru (Manikmaya).

Mustika jamus, berbentuk rontal yang ditulisi, berisi segala kejadian. Resi

Abyasa menjadikan mustika Jamus sebagai pustaka (layang) yang dinamakan

Kalimasada, sebagai tumbak kesengsaraan putra Prabu Pandudewayana nantinya,

lalu diberikan pada cucunya dan diminta untuk mempelajari serta diberitahu

kesaktian pustaka itu, kalau dipakai oleh orang sadu (suci) bisa jadi warastra atau

warahastra, artinya senjata yang sangat sakti.

Page 22: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Sadu artinya sareh atau Pandita. Padahal Prabu Yudistira itu ratu berjiwa

pandhita dan sabar hatinya, makanya Prabu Yudistira ketika perang melawan

prabu Salya pada saat Baratyuda, pustaka Jamus digunakan dan seketika berubah

menjadi senjata berbentuk panah sakti. Setelah Prabu Salya terkena senjata itu lalu

sirna seketika. Candrabirawa, sebuah ajian yang kalau digunakan berbentuk panah

yang memiliki kekuatan bisa mendatangkan bermacam-macam buta yang

berwajah menakutkan. Candrabirawa itu salah satu dari delapan rupa, yaitu dari

kata candra artinya keras atau panas. Bairawa adalah nama Sanghyang Siwah,

yaitu ketika Sanghyang Siwah berganti rupa sampai yang ke delapan yang

berbentuk sangat menakutkan.

Page 23: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

BAB II

PERLENGKAPAN DAN PIRANTI PERTUNJUKAN

A. Menyimpan Kotak Wayang

Cara menyimpan wayang kulit agar tetap baik dan kuat sampai bertahun-

tahun adalah sebagai berikut: Mulai dari petinya, yaitu kotak tempat wayang.

Penyimpanannya harus di tempat yang baik. Kotak wayang diberi ganjalan dari

bangku kayu kecil (dingklik) 2 buah tingginya 50 cm, panjangnya sesuai dengan

lebar kotak lalu diletakkan berdampingan untuk mengganjal kotak tadi. Jadi kotak

tidak diletakkan di ubin atau tanah di dalam rumah, kotak tersebut bisa pas di atas

dingklik. Dan lagi, kotak jangan sampai menempel pada tembok atau gebyog di

dalam rumah agar jangan sampai terkena hawa dingin dan menjadi lembab atau

kemasukan hewan-hewan kecil. Tembok atau gebyog itu kalau terkena air hujan

bisa menjadi lembab sehingga hewan-hewan kecil pun menyukainya. Kelembaban

juga menyebabkan jamur sedangkang hewan kecil bisa merusakkan eblek atau

wayang. Maka kotak harus diberi jarak 30 cm, jangan sampai menempel tembok

atau gebyog. Di atas kotak yang sudah tertutup rapat lalu diberi tutup dari kain

perlak yang rapat mengelilingi kotak sesuai dengan besarnya kotak agar bila

terkena air hujan dari atas tidak bisa masuk ke dalam kotak.

Cara mengangin-anginkan wayang kulit adalah sebgai berikut. Sebelum

kotak diambil dari tempat penyimpanan, terlebih dahulu disiapkan tempat untuk

mengangin-anginkan wayang tersebut, jangan sampai tempatnya terlalu panas

Page 24: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

atau dingin. Carilah tempat yang kering, sebisa-bisanya tempat tersebut dekat

rumah yang agak tengah jangan sampai terkena sinar matahari langsung. Lalu

rentangkan tali dadung kecil yang kuat, diikatkan pada dua buah saka. Kalau

punya alat untuk menancapkan (tanceban) dari kayu jati, biasanya digunakan

untuk alat nyumping wayang bersama dengan gawangan plangkan kelir. Tempat

menancapkan sumpingan tadi adalah dari kayu jati yang diberi lubang. Lubangnya

mulai dari besar sampai kecil, diurutkan menurut besar kecilnya gapit wayang

yang akan disumping. Semua itu dipersiapkan di dalam jadi bisa mengurangi tali

yang direntangkan dari satu dari dengan dari yang lain tadi. Kalau sudah selesai,

lantai atau mester disapu yang bersih jangan sampai basah atau lembab lalu

digelari tikar pasir yang bersih atau tikar pacar (mendong). Kotak lalu mulai

dibawa ke tempat yang sudah diatur dengan baik tadi, diletakkan yang enak

jangan sampai mengganggu dalam mengangin-anginkan wayang.

Kain perlak penutup kotak diambil lebih dulu, lalu ditaruh di tempat yang

sesuai jangan sampai terkena panas matahari, selain cepat rusak, juga membuatya

menjadi lembab yang tidak baik untuk wayang. Kalau sudah selesai, gembok

kotak lalu dibuka dilanjutkan dengan membuka tutup kotak diletakkan di tempat

yang enak serta jangan sampai mengganggu. Lalu eblek tutup wayang yang paling

atas dibuka, ditumpuk di atas tutup kotak tadi untuk alas wayang yang tidak

memakai tanganan. Kelir diangin-anginkan lebih dulu, dijemur sebentar di terik

matahari tapi jangan sampai terlalu lama. Kalau sudah hangat lalu diangkat serta

dikibaskan lalu dilipat dan digantungkan di tempat yang sejuk dalam teras atau

rumah.

Page 25: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

B. Tata Cara Simpingan

Sekarang mulai mengeluarkan wayang. Biasanya yang paling atas adalah

kayon (gunungan), diambil lalu ditumpuk di emblek yang ada di atas tutup kotak

tadi, atau di tempat tanceban kayu yang sudah disediakan tadi. Lalu wayang

bagian sumpingan sebelah kanan mulai dari prabu Tuhuwasesa (Sena jadi ratu

diambil lebih dulu. Tangan wayang yang depan dikaitkan di tali yang

direntangkan tadi, begitu seterusnya sampai sumpingan bagian kanan habis

sampai wayang putran anak kecil (bayen) serta dewa ruci. Kalau sudah sampai

wayang estren diberi sela dari agar kelihatan batas bagian besar dan kecil. Kalau

sudah penuh lalu ke tali di bawahnya, tapi pemasangannya dibuat saling

membelakangi, jadi wayang yang paling kecil bisa berada di bawah Prabu

Tuhuwasesa, wayang sumpingan yang paling besar bagian kanan.

Setelah itu lalu sumpingan bagian kiri, mulai dari danawa Raton

(Kumbakarna) atau prabu Niwatakawaca. Lalu raja danawa muda Buta Ngore

(gendong) Prabu Rahwana (Dasaka) dan seterusnya sampai Pinten Tansen atau

Nangkula dan Sadewa sampai sumpingan kiri habis, penataannya sama seperti

sumpingan kanan yang sudah diangin-anginkan tadi, emblek dikumpulkan jadi

satu lebih dulu.

Selanjutnya wayang dudahan. Diberi nama wayang dudahan artinya

wayang yang tidak pernah disumping, hanya di dalam kotak atau di atas tutup

kotak. sedangkan kalau wayang pedalangan yang pasti ada di atas, di bawah

wayang sumpingan, biasanya adalah wayang ricikan yaitu senjata-senjata wayang,

Page 26: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

prampokan, kereta kencana, kuda, gajah, lalu para tapa serta dagelan, serta ada

beberapa yang mencampur dengan sebangsa hewan buruan. Sedangkan wayang

yang mempunyai tangan hidup, mengangin-anginkannya dengan cara dikaitkan

seperti wayang sumpingan di atas tadi.

Setelah itu lalu ambil wayang dugangan, yaitu para Kurawa, para putra

Ngalengka, para punggawa serta patih, semua itu mengangin-anginkannya jadi

satu juga digantung seperti tadi. Para danawa, tumeten, para jawata, para wanara,

cara mengangin-anginkan juga sama. Tumeten sebangsa wayang hewan buruan

yang jarang dipakai seperti babi, harimau, banteng, kerbaudanu, kijang, rusa,

garuda, nagaraja, taksaka, burung, brajut jantan dan betina serta bajubarat

(setanan) penataannya hanya untuk dasar, mengangin-anginkannya hanya cukup

di eblek di atau kayu tanceban tadi. sedangkan wajang yang tangannya mati

seperti Batara Guru, Kayon Gunungan, setanan, brajut, mengangin-anginkannya

cukup ditancapkan di tempat tanceban kayu sampai semua wayang habis

dikeluarkan.

Sekarang membersihkan kotak. Semua alat wayang yang disimpan di

dalam anakan kotak, seperti kepyak, cempala besar dan kecil, sapit blencong,

plintur tali kelir, benang jarum, kain lap, sikat halus, alat untuk membersihkan

kalau ada wayang yang terkena jamur. Kalau wayang di pedesaan biasanya

mempunyai golek, (taledek kayu) untuk penutup cerita, tancep kayon, sebagai

tambahan gambyongan. Semua dibersihkan dan dikeluarkan dari kotak terlebih

dulu.

Page 27: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Kalau semua barang sudah dikeluarkan, kotak wayang baru dibersihkan

sampai bersih, jangan sampai ada hewan merayap yang masuk di dalam kotak

tadi, kotak jangan sampai terkena hawa panas atau dingin. Kalau kotak sudah

bersih lalu diberi alas kardus atau kertas yang tebal agar bisa hangat. Kalau punya

atau bisa mencari, lebih baik kalau diberi bulu laring merak (burung cohong), bulu

tersebut bisa menghangatkan dan semua hewan merayap tidak mau mendatangi.

Kalau tidak ada cukup diberi kapur barus (kamper). Kalau semua alas sudah diatur

dengan baik lalu ditutupi eblek yang sudah dibersihkan, semua alat wayang yang

disimpan di anakan kotak tadi, kalau sudah dibersihkan semua lalu dikembalikan

ke tempatnya jangan sampai ada yang tertinggal. Begitulah cara mengangin-

anginkan wayang kulit agar bisa tetap bagus. Kalau sedang membersihkan

wayang jangan sambil merokok karena abunya bisa jatuh dan mengotori wayang

sehingga wayang menjadi kurang bagus.

C. Menjaga Kebersihan Wayang

Semua wayang yang sudah diangin-anginkan tadi sebelum dimasukkan dalam

kotak sebaiknya diteliti satu persatu, wayang yang gapitnya longgar atau talinya

kurang kuat, dikumpulkan lebih dulu jadi satu. Kalau sudah, tali yang kendor itu

diberi tali lagi dengan benang piser merah yang kuat. Benang dirangkap dua kali

agar kuat jangan sampai kendor. Semua wayang yang kendor talinya harus

diperkuat karena kendornya tali itu sering membuat patahnya gapit, lagi pula

kalau gapit tidak kuat, memegang wayang juga rasanya tidak enak, untuk sabetan

tidak terasa enak serta gerakan benang yang tertarik serta longgarnya gapit itu

Page 28: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

akan membuat putusnya tatahan. Apalagi kalau wayang yang ukirannya rumit

seperti ukiran dodot limaran, parang, lapis, dan seterusnya itu mudah putus.

Semua tatahan itu kalau sudah putus akan sulit miripbaikinya, bisanya hanya

diikat benang yang kuat dan lembut atau dari serat sabut kelapa.

Kalau kurang lembut harus dihaluskan, ditambal sambung dengan kulit baru

lalu ditatah lagi menurut tatahan yang lama. Wayang yang ditambal namanya

wayang kasopak. Kalau sudah selesai memberi tali lalu dikembalikan ke

tempatnya lagi urut seperti semula. Selanjutnya ganti memilih wayang yang

terkena jamur, dikumpulkan jadi satu seperti tadi. Wayang yang terkena jamur itu

dibersihkan dengan sikat yang halus dengan pelan-pelan, jangan sampai merusak

cat wayang yang sudah tua. Duluat sampai bersih dan hilang jamurnya. Biasanya

yang terkena jamur itu adalah cat wayang yang berwarna hitam dan merah

sehingga kelihatan bintik-bintik putih. Kalau dilihat dari kejauhan warna wayang

kelihatan lusuh, apalagi kalau didekati kelihatan kotor. Biasanya yang terkena

adalah bagian rambut masuk ke tatahan rambut. Kalau menyikat dan

membersihkan rambut para satria harus lebih hati-hati, jangan sampai

memutuskan seritan rambut atau molor keluar karena tatahan seritan itu untuk

rambut para satria atau putran adalah alusan, bentuknya seperti pir jam yang

panjang. Kalau sampai molor maka akan mudah putus, apalagi kalau yang gelung,

lebih susah lagi. Makanya harus hati-hati. Rambut seritan kalau sampai putus lalu

bolong akan jadi cacat dan kelihatan kurang bagus. Makanya cara perawatan dan

membersihkan harus hati-hati tidak boleh sembarangan.

Page 29: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Kalau jamur itu sudah kelihatan tebal sampai kelihatan hampir putih semua,

cara membersihkannya dengan kain lap yang empuk, dibasahi dengan air hangat

lalu diperas. Setelah itu digunakan untuk mengusap wayang, ditutulkan ke atas cat

yang terkena jamur, kalau sudah kering catnya akan kelihatan memudar, kalau

catnya masih baru akan bersih lagi seperti semula sedangkan kalau catnya sudah

lama tentu kelihatan tergores, lalu dimandikan lagi dengan ancur lempeng (ancur

kripik). Ancur direbus dengan air landa jangkang, memandikannya cukup sekali

saja, sedangkan praos atau pradanya jangan sampai terkena ancur nanti tergores.

Kalau sudah kering wayang akan kelihatan baru dan kembali bersinar. Kalau ada

wayang yang catnya mengelupas sampai banyak sebaiknya digebal, artinya dicuci

dihilangkan catnya, dicuci dengan air dan duluat sampai bersih catnya lalu

ditumpuk dengan barang yang rata, misalnya papan yang rata. Jika wayang kering

jangan sampai kelihatan bergelombang, usahakan agar kerinng dan rata. Kalau

sudah lalu dicat lagi sehingga kelihatan seperti baru. Jadi wayang gebalan itu

artinya wayang lama yang dicat kembali sampai jadi wayang baru lagi.

Selain itu, kalau ada wayang yang terkena minyak blencong, misalnya terkena

tetesan seperti hampir terbakar, jangan sampai dicampur dengan wayang lainnya,

harus disendirikan Karena wayang yang terkena minyak klentik itu selain

kelihatannya kotor juga mudah menumbuhkan jamur dan bisa menjalar ke wayang

lainnya. Cara untuk menghilangkan daerah yang terkena minyak tadi adalah

dengan diusap apu (injet). Kalau sudah sekitar sehari semalam lalu diusap. Catnya

tentu sudah mengelupas lalu dibersihkan, kalau sudah bersih ditambal cat lagi

sesuai dengan yang sudah ada. Kalau yang terkena wajahnya jangan sampai diberi

Page 30: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

warna cat wajah nanti kelihatan berbeda dan tidak kurang harmonis. Kalau cat

untuk badan terserah menurut kesesuaian wayang yang rusak tadi. Makanya

dalang serta panyumping itu harus hati-hati dalam merawat wayang karena

wayang yang terkena minyak blencong itu bisanya pulih lagi harus ditambal

catnya lagi.

Ada lagi, sering dalang kalau akan mengeluarkan wayang dengan diambang,

diusapkan di pipi atau di hidung, biasanya wayang yang wajahnya hitam

makasudnya agar kelihatan hitam bersih. Bagi mereka yang belum mengerti

mengatakan kalau dalang itu sedang memberikan kasihnya pada wayang yang

sedang dipegang. Tetapi malah sebaliknya jadi keliru. Wajah orang itu tentu

berminyak, jadi wayang itu seperti diminyaki. Kalau tidak diperhatikan, nanti

kalau sewaktu-waktu ada hawa dingin wajah wayang itu tentu tumbuh jamurnya

berwarna putih. Menurut ahli wayang dan sungging, wajah wayang yang

diusapkan di pipi atau hidung itu tidak baik. Kalau ada wajah wayang yang

kelihatan tergores padahal akan dikeluarkan di kelir, membersihkannya cukup

diusap dengan sapu tangan yang kering sehingga bisa bersih.

Mengangin-anginkan wayang itu kalau musim hujan banyak hawa dingin

yang baik satengah bulan sekali, syukur bisa sepuluh malam sekali itu lebih baik,

sedangkan kalau musim kemarau bisa dua bulan atau sebulan sekali. Semua

wayang yang rusak terkena jamur atau putus tatahannya itu kalau sudah dirawat

atau diperbaiki akan jadi pulih lagi, lalu dikembalikan ke tempat semula seperti

ketika mengambil tadi. Habis sudah bab cara dalam merawat dan membersihkan

wayang yang terkena jamur serta yang putus atau rusak tatahannya.

Page 31: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

D. Susunan Lapisan Eblek

Setelah kotak bersih lalu diberi alas kertas yang tebal atau karton, lalu diberi

laring burung merak atau kapur barus sebagai pengusir hewan merayap. Kalau

sudah baik lalu ditumpangi eblek, eblek adalah alas wayang untuk pembatas agar

wayangnya bisa baik penataannya.

Eblek itu dibuat dari deling tipis dan halus lalu dianyam yang lembut, lalu

dibungkus kain atau mori putih. Itulah yang disebut eblek, alat pembatas untuk

menata wayang. Pemasangan eblek dasar yang paling bawah diatur jangan sampai

tidak seimbang, (bawah atas) agar kalau ditumpuk dengan wayang yang lain

jangan sampai bergeser.

Mulai memasukkan wayang dasar. Yang dimaksud wayang dasar itu seperti

hewan buruan (hewan) setanan, brayut laki-laki perempuan beserta anaknya,

wayang yang jarang dipakai, hanya dipakai kalau akan lakon saja baru mengambil

mana yang dibutuhkan. Adapun wayang yang untuk dasar itu karena tatahannya

gayaman dan catnya awak-awakan, kulitnya kebanyakan tebal. Selain agak mudah

pembuatannya, juga termasuk murah harganya, jadi bila rusak tidak kebanyakan

biaya.

Cara penataannya beradu muka, jangan sampai wajah wayang terkena kotak,

nanti bisa melengkung jadi cacat. Apalagi kalau sampai pada wayang yang

hidungnya kecil, kalau sampai bengkok, patah atau mengelupas catnya, wajahnya

kalau dipandang akan jadi jelek, namanya wayang cacat.

Page 32: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Kalau pegangan hewan buruan kelihatan mengganjal lebih baik diambil saja

dari wayang hewan buruan tadi, tapi jangan sampai dicopot pisah dari wayangnya,

hanya dilepas dari palemahan saja lalu diputar sampai bisa rata menumpuknya,

jangan sampai cembung tengah atau miring, nanti wayangnya bergeser. Kalau

sudah rata penataannya lalu ditumpangi dengan wayang para wanara, seperti kera

kacangan, Subali dan Sugriwa beserta para punggawa. Kera yang kecil-kecil ada

di bawah, yang besar untuk tutup ada di atas. Wayang yang kecil disusun

melintang. Kalau sudah habis wayang buruan dan para wanara dan sudah diatur

dengan baik lalu ditutup dengan eblek No. 2.

Selanjutnya ambil wayang para jawata dan para danawa. Penataannya

dicampur jadi satu eblek tetapi dipilih, para jawata yang kecil-kecil lebih dulu,

lalu danawa yang kecil-kecil. Yang kecil penataannya juga melintang, yang besar

sama besar penataannya lurus. Jadi semua wayang yang kecil penataannya harus

ada di bawah, sedangkan yang besar ada di atas sekalian untuk tutup. Penataannya

lurus beradu muka (aben ajeng), penataannya harus rata jangan sampai anggigir

sapi (tinggi di tengah). Penataannya digeser jangan sampai gapitnya menumpang.

Kalau sudah sampai akhir, eblek akan mengenai kotak lalu ditarik mundur sedikit

lalu ditumpangi wayang lagi jadi beradu muka, begitu seterusnya sampai habis.

Menata wayang tangan depan diletakakkan maju, siku depan ditekuk mundur,

telapak tangan diletakkan di atas cetik, sejajar dengan kaki belakang. Tangan

belakang ditekuk maju sejajar pundak, siku ditekuk agak ke bawah, telapak tangan

diletakan di atas cetik kaki belakang. Pegangan tangan disejajarkan dengan gapit

wayang. Begitu seterusnya untuk semua wayang yang memiliki tanganan.

Page 33: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Kalau sudah habis menata wayang para jawata dan para danawa dan sudah

rata penataannya lalu ditumpuk dengan eblek No. 3, sebagai pembatas. Setelah

itu ganti menata wayang para punggawa patih patihan, patih Jawa dan patih

Sabrangan, putra Ngalengkan, serta para kurawa. Penataannya sama seperti yang

disebutkan di atas tadi, yang kecil diatur melintang, yang besar lurus beradu

muka, kalau sudah selesai lalu ditutup eblek lagi, eblek No.4.

Selanjutnya wayang Dagelan, para Tapa serta Ricikan dijadikan satu. Wayang

ricikan yang penataannya selalu ada di atas itu misalnya prampogan Jawa dan

prampogan Danawa, kereta, Kuda tunggangan, gajah, kayon (gunungan) gapuran,

serta senjata, karena itu adalah wayang yang biasanya dipakai dalam setiap lakon.

sedangkan wayang Dagelan yang biasanya ada yaitu Semar, Gareng, Petruk,

Bagong, Togog, Belung, Jantrik, Jangik, Limbuk, Parekan, Emban, Inya. Para

tapa seperti, Pandita Srambahan, Resi Abyasa, dan Pandita Sepuh.

Kalau sudah selesai penataannya sama seperti tadi, yang paling atas yaitu

prampogan, sekalian untuk tutup. Kalau wayang yang gapitnya prempak,

sebaiknya dilepas dari wayang saja agar jangan sampai mengganjal nanti akan

membuat cembung tidak bisa rata. Kalau sudah selesai lalu ditutup eblek lagi,

eblek No. 5. Itu semua yang dimaksud wayang dudahan, artinya wayang yang

tidak disumping atau ditata di panggung.

Selanjutnya wayang panggungan atau sumpingan. Yang diatur lebih dulu

adalah bagian sumpingan sebelah kiri. Penataannya dimulai dari wayang yang

paling kecil lebih dulu, yaitu Pinten Tansen, Caranggana, Wisanggeni dan

seterusnya. Bagian wayang kecil itu semua diatur melintang, diurutkan menurut

Page 34: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

urutan sumpingannya, kalau sudah sampai wayang raden Setyaki berhenti dulu,

lalu ditutupi eblek No. 6 sebagai pembatas. Kalau diteruskan kurang sesuai nanti

terlalu banyak, biasanya mudah mematahkan gapit. Makanya wayang sumpingan

itu sebaiknya penataannya dibagi dua agar wayang bisa rata tidak bergelombang,

lalu ditutup eblek. Mulai wayang raden Setyaki naik diatur dengan lurus dua sap,

dari atas lebih dulu empat buah diatur dengan beradu muka, lalu di bawahnya

ditumpuk dengan empat buah lagi, sama penataannya juga beradu muka. Kalau

wayang semakin besar, penataannya dikurangi menjadi tiga-tiga. Kalau sudah

sampai prabu Dasamuka penataannya lalu mulai dua-dua, karena kalau tiga sudah

tidak cukup tempatnya. Begitu sampai wayang Danawa Raton (Kumbakarna)

ditumpuk paling atas. Itu hanya cukup dua beradu muka danawa Raton neneman

ngore rambut gimbal (gendong). Kalau sudah rata penataannya lalu ditutup eblek.

Sekarang ganti wayang panggungan yang sebelah kanan atau wayang

sumpingan sebelah kanan. Dimulai dari wayang putran bayen atau anal kecil yang

ada paling belakang, lalu dewa Ruci atau Bodanpaksadanu, lalu wayang putren,

artinya wayang wanita; para putri, para bidadari, para prameswari istri ratu,

Sarpakanaka sampai batari Durga. Setelah habis wayang putren lalu para putran,

yaitu raden Nangkula dan Sadewa, Kuntadewa, Suryaputra, Pamadi, sampai prabu

Kresna, Ramawijaya, Sanghyang Guru, lalu diberi batas eblek lebih dulu. semua

wayang tadi penataannya melintang sedangkan yang agak kelebihan dimiringkan

sedikit biar rata. Setelah itu mulai wayang raden Hanoman, penataannya lurus dari

di atas berjajar empat atau tiga menurut besar kecilnya kotak. Penataannya semua

beradu muka, lalu di bawahnya ditumpangi lagi, juga beradu muka dan seterusnya

Page 35: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

sampai prabu Tuhuwasesa., Haryasena jadi ratu, lalu gunungan (kayon) diletakkan

paling atas.

Setelah selesai menata wayang, semua wayang sudah masuk kotak, kelir

wayang yang sudah dilipat sesuai dengan bear-kecilnya eblek lalu ditutupkan

sampai rata jangan sampai naik turun, sekalian untuk tutup agar empuk. Setelah

itu baru ditutup eblek yang paling atas. Di dalam eblek diberi kapur barus untuk

mengusir rengat atau rayap. Kalau sudah semua, baru kotak ditutup rapat dan

disimpan. Sedangkan alat tanceban dan tali yang dipakai tadi disimpan dengan

baik lagi, agar jika sewaktu-waktu akan mengangin-anginkan wayang lagi bisa

digunakan lagi.

Untuk wayang satu kotak, biasanya cukup 11 buah eblek, sedikitnya

disediakan 9 buah saja sudah cukup. Menyimpan wayang itu kalau kurang

ebleknya akan merusakkan wayang. Biasanya lalu banyak wayang yang

melengkung tidak bisa rata, juga sering merusakkan gapit. Kotak itu lalu dibawa

ke tempat penyimpanan, diletakkan di atas dingklik lagi. Maka selesailah sudah,

kotak sudah kembali ke tempat penyimpanan lagi.

E. Mustika Bambang Manungkara

1. Mustika Manihara, kesaktiannya kalau digunakan untuk mengusap semua

makhluk hidup maka akan menjadi berlian, kalau yang diusap adalah

sebangsa tumbuhan akan menjadi kencana (emas), tetapi kalau diusapkan

pada bangsa tumitah maka akan jadi arca batu.

Page 36: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

2. Minyak musala, dimasukkan dalam cublak, kesaktiannya kalau diusapkan

pada apa saja akan menjadi arca, atau akan mendapat kemalangan.

3. Batu Marcujiwa, kesaktiannya adalah sebagai kehidupan bangsa siluman

(makhluk halus), kalau ada bangsa siluman yang pingsan lalu diusap

dengan batu Marcujiwa maka akan sembuh.

4. Kantong Karumba, kesaktiannya siapa saja yang membawa kantong

tersebut jadi tidak kelihatan, bisa menghilang.

5. Minyak Pranawa, kesaktiannya kalau diusapkan di mata bisa melihat

segala sesuatu yang tidak tampak, kalau diteteskan di telinga jadi

mendengar pembicaraan yang tidak kelihatan, tapi yang tidak diusap

dengan minyak Pranawa tidak akan bisa melihat.

6. Pecut akar Bayura, yang tumbuh di dunia gelap, kesaktiannya kalau ayun-

ayunkan atau disabetkan pada bangsa siluman, yang kena sabet pasti

kembali jadi manusia.

7. Air akar Bayura, dimasukkan dalam impes seperti tembolok ayam,

kesaktiannya kalau diusapkan di tangan, semua yang dipegang akan jadi

usada (obat) menyembuhkan penyakit.

8. Candu Sakti, jadi kesaktian sebangsa makhluk halus, kesaktiannya bisa

berpindah seketika.

Nama senjata (panah), yang dipakai para perwira unggul ketika jaman purwa

1. Hendrasara, panah yang dipakai raden Lesmanawidagda

Page 37: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

2. Harda dadali, yang benar Roda dadali, roda artinya galak, dadali artinya

burung, jadi panah itu berbentuk burung yang galak, makanya dalam

pawayangan digambarkan berbentuk burung terbang, paruhnya setajam

mata panah, dipakai raden Harjuna.

3. Harya Sangkali, yang benar Haryas Sangkali, haryas artinya perhiasan,

Sangkali artinya rantai, jadi mustika panah rantai. Dalam Pustakaraja

disebutkan bahwa panah itu dipakai Raden Harjuna.

4. Saratama atau Sara utama, sara artinya tajam, utama artinya unggul,

maksudnya panah yang sangat tajam, yaitu panah yang dipakai Raden

Harjuna.

5. Mercujiwa, panah yang dipakai raden Janaka

6. Pasopati, panah yang dipakai raden Dananjaya

7. Kunta Druwasa, panah yang dipakai Sang Hadipati Basusena atau sang

Karna. Wijayacapa atau Wijayadanu, biasanya dinamakan panah,

sebenarnya itu bukan panah tetapi nama gandewa yaitu gandewa Kunta

Druwasa tersebut, Hal itu disebutkan dalam layang Pustakaraja.

8. Surawijaya, panah yang dipakai Raden Lesmanawidagda

9. Guwawijaya, panah yang dipakai raden Hindrajit

10. Wimanasara, panah yang dipakai raden Raden Hindrajit

11. Nagapasa, panah yang dipakai raden Hindrajit

12. Kuntabaskara, panah yang dipakai Prabu Danapati

13. Ekaboma, panah yang dipakai Harya Setyaki

14. Narayanagopa, panah yang dipakai Prabu Kresna

Page 38: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

15. Cundamani, panah yang dipakai raden Haswatama

16. Bargawarstra, panah yang dipakai raden Werkudara

17. Senjata Barla panah yang dipakai Raden Dursasana

18. Panah Bargawa, panah yang dipakai Ramabargawa, Resi Parasu

19. Panah wulan tumanggil, nama Harjacandra

20. Panah Pangabaran, nama Naracabala, atau panah seribu tanpa gandewa

21. Panah api, bernama Bramastra

22. Panah Garuda, bernama Winanteyastra

23. Panah Bulat, bernama Cakrasaradha

24. Panah Banyu, bernama Sagarahru

25. Lohita artinya berlumur darah atau Lohitamuka artinya bermulut darah,

yaitu Gada yang dipakai raden Hariya Werkudara.

26. Gada Rujakpolo, yang dipakai Harya Setyaki

27. Saratalpa artinya kasur panah, sara artinya panah, talpa artinya kasur, resi

Bisma tidur di atas kasur panah ketika Baratayuda, terkena senjata

pamungkas, tubuhnya sampai berlumur darah.

Arti senjata dibya menurut Serat ‘Babading Pandawa’. Yang disebut senjata

Dibya pemberian Jawata, yang sering disebutkan dalam dalam serat orang Hindu

itu kira-kira hanya berupa daya atau kekuatannya yang bisa mendatangkan apa

yang diinginkan oleh pemiliknya seperti Kapusti saat marah atau saat redanya.

Jadi tidak berupa seperti senjata misalnya panah, keris, pedang dan sebagainya.

Senjata tadi juga bisa diberikan atau dipinjamkan pada orang lain, artinya yang

Page 39: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

diberi atau dipinjami diajari cara memakainya atau diberi tahu mantrannya agar

bisa digunakan seperti keinginannya.

Senjata Brahma juga dinamakan Brahmastra itu yang paling sakti,

digambarkan berbentuk panah-panah yang melihat keluar dari gandewanya,

terkadang panah-panah tadi kalau sudah dilepaskan bisa kembali sendiri ke

tempatnya.

Senjata Dibya itu meskipun lebih besar kesaktiannya, sebenarnya tidak

terlalu berguna bagi yang mempunyai karena sangat dilarang digunakan di dunia,

yang kedua, keluarnya hanya untuk meramaikan perang saja, supaya tambah

menakutkan. Jadi bukan senjata pamungkas, kadang-kadang senjata dibya

digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan. Tapi yang lumrah senjata itu adalah

untuk memusnahkan musuh. Selain dari itu, misalnya senjata Dibya benar-benar

memiliki pangaribawa seperti yang diceritakan dalam serat-serat kuna, di dunia ini

tidak ada peperangan sebab siapa yang lebih dulu melepaskan senjata Dibya bisa

memberantas musuh berjuta-juta. Sanghyang Narada memerintahkan sang

Harjuna, semua senjata pemberian Jawata tidak boleh digunakan untuk sehari-

hari, untuk sehari-hari cukup senjata yang biasa saja.

Page 40: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

BAB III

WANDA WAYANG PURWA

A. Sumpingan Sebelah Kanan

Nama wayang Nama wanda

1. Prabu Tuhuwasesa

2. Raden Werkudara Mimis

3. Raden Werkudara Lindupanon

4. Raden Werkudara Gurnat

5. Raden Werkudara Lintang

6. Raden Bratasena Mimis

7. Raden Bratasena Gurnat

8. Jagabilawa

9. Raden Gandamana

10. Raden Antareja

11. Raden Gatutkaca Kilat

12. Raden Gatutkaca Tatit

13. Raden Gatutkaca Guntur

14. Raden Gatutkaca Gelap

15. Raden Antasena

16. Raden Hanoman

17. Batara Guru Arca

Page 41: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

18. Batara Guru Karna

19. Prabu Kresna Rondon

20. Prabu Kresna Gendreh

21. Prabu Kresna Mawur

22. Prabu Ramawijaya

23. Prabu Parikesit

24. Prabu Yudistira Putut

25. Prabu Yudistira Panukma

26. Raden Harjuna Kancut

27. Raden Harjuna Malatsih

28. Raden Harjuna Kunanti

29. Raden Harjuna Jimat

30. Raden Harjuna Renteng

31. Raden Harjuna Mangu

32. Harjuna brongsong slendangan (srambahan)

33. Raden Pandu

34. Raden Suryaputra

35. Raden Puntadewa Malatsih

36. Raden Puntadewa Kunanti

37. Raden Premadi Panmembuat

38. Raden Premadi Pangasih

39. Raden Premadi Kunanti

40. Premadi sampir slendangan (srambahan)

Page 42: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

41. Dewi Jembawati makutan

42. Dewi Sarpakanaka

43. Dewi Arimbi

44. Dewi Banowati Golek

45. Dewi Banowati Berok

46. Dewi Kunti

47. Dewi Hanggendari

48. Dewi Drupadi

49. Dewi Herawati

50. Dewi Banowati nem slendangan

51. Dewi Banowati rimong kasmekan

52. Dewi Sembadra Rangkung

53. Dewi Sembadra Lentreng

54. Dewi Rukmini

55. Dewi Setyobomo

56. Dewi Srikandi Goleng

57. Dewi Srikandi Patrem

58. Dewi Surtikanthi

59. Dewi Jembawati. nem

60. Dewi Dursilawati

61. Dewi Pergiwa

62. Dewi Sitisendari Gandes

63. Dewi Untari

Page 43: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

64. Dewi Leskalauti

65. Dewi Rara Ireng Lanceng

66. Dewi Hanjani

67. Dewi Ratih. lanyapan (endel) memakai baju

68. Estren lanyapan 2 buah. Slendangan 1 buah

69. Estren longok 2 buah. Slendangan 1 buah.

70. Estren luruh 2 buah, slendangan 1 buah

71. Bondanpaksadanu (Dewa Ruci)

72. Putran Baji (anak kecil)

B. Sumpingan Sebelah Kiri

No.

1. Buta raton. Makutan Barong

2. Buta raton. Harya Kumbakarna Macan

3. Buta neneman. Pogogan Mendung

4. Buta neneman. Ngore (gendong) Kopek

5. Prabu Dasamuka Bugis

6. Prabu Rahwana Belis

7. Harya Kongso

8. Prabu Bomantara

9. Prabu Bomanarakasura

10. Prabu Baladewa Geger

11. Prabu Baladewa Sembada

Page 44: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

12. Prabu Baladewa Kaget

13. Prabu Baladewa Peripeksa

14. Prabu Druyudana Jangkup

15. Prabu Druyudana Jaka

16. Raden Kurupati

17. Raden Kakrasana Kilat

18. Raden Krakasana Sembada

19. Raden Kencaka

20. Raden Penuhenca

21. Raden Seta

22. Raden Utara

23. Raden Wratsangka

24. Raden Hugrasena

25. Prabu Kuntibojo

26. Prabu Basudewa (di Mandura)

27. Prabu Matswapati (di Wirata)

28. Prabu Drestarastra (di Astina)

29. Prabu Drupada (di Pancalareja)

30. Prabu Setyajit (di Ngalesanpura)

31. Prabu Salya (di Mandraka)

32. Prabu Bismaka (di Kumbina)

33. Prabu Radeya (di Petapralaya)

34. Prabu Karna (di Ngowonggo) Lontang

Page 45: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

35. Prabu Karna (di Ngowonggo) Bedru

36. Raden Setyaki Mimis

37. Raden Setyaki Akik

38. Raden Setyaki Wisuna

39. Raden Lesmana Mandrakusuma

40. Raden Jadengandura

41. Raden Narayana Geblag

42. Raden Narayana Sembada

43. Raden Narasoma

44. Ratu Sabrang Wok

45. Ratu Sabrang Bagus

46. Patih Suwanda

47. Harya Wibisana

48. Harya Praburukma

49. Raden Rukmarata

50. Raden Rukmara

51. Raden Drestajumna

52. Raden Sombo Banjet

53. Raden Sombo Sebada

54. Raden Sombo Buntit

55. Raden Warsakusuma

56. Raden Partadyumna

57. Raden Pancawala

Page 46: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

58. Raden Ongkowijaya Rangkung

59. Raden Ongkowijaya Buntit

60. Raden Sumitra

61. Raden Irawan

62. Raden Wijanarka (bambangan

srambahan)

Miling

63. Bambangan Pengasih

64. Bambangan sampir slendangan.

Srambahan

65. Raden Setyaka

66. Raden Nangkula

67. Raden Sahadewa

68. Raden Wisanggeni

69. Raden Pinten

70. Raden Tansen

71. Raden Tiaranggana

C. Wayang Dudahan

Setelah habis wayang sumpingan kiri serta kanan dilanjutkan dengan

wayang dudahan yang hanya ada dalam kotak. Nama Wayang Putran :

1. Raden Trisirah

2. Raden Trikaya

3. Raden Jaksadewa

Page 47: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

4. Raden Dewantaka

5. Raden Narantaka

6. Raden Wilmuka

7. Raden Wisata

8. Raden Rajamala

9. Radem Kartawiyoga

10. Raden Sanga sanga

11. Raden Jujudsuh

12. Raden Hindrajit wanda pantat

Raden Hindrajit wanda cawet

Nama para Kurawa

1. Pandita Druna

2. Patih Harya Sengkuni

3. Raden Dursasana

4. Raden Durmuka

5. Raden Kartamarma

6. Raden Surtayu

7. Raden Surtayuda

8. Raden Citraksa

9. Raden Citraksi

10. Raden Jayadrata

11. Raden Krepa

Page 48: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

12. Raden Haswatama

13. Raden Burisrawa wanda pantat

14. Raden Burisrawa wanda cawet

15. Raden Durmagati wanda pocol

16. Raden Durmagati wanda cantuk

Para Patih dan Punggawa

1. Patih Hudawa wanda tandhang

2. Patih Hudawa wanda jaran

3. Patih Pragota (dengan ketu merah) wanda pocol

4. Patih Prabowo (dengan ketu merah) wanda pocol

5. Patih Pragota (dengan rapekan merah) wanda bundel

6. Patih Prabowo (dengan rapekan merah) wanda gembel

7. Patih Tuhayata

8. Patih Hadimanggala

9. Patih Tambakganggeng

10. Patih Handakasumeler

11. Patih Saragupita

12. Patih Nirbita

13. Patih Sucitra

14. Patih Jalasengara

15. Patih Sabrangan memakai baju

16. Patih Sabrangan tanpa baju

Page 49: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

17. Punggawa sabrangan gecul memakai baju

18. Punggawa sabrangan tatagan memakai baju

19. Punggawa sabrangan tatagan tanpa baju

20. Punggawa Jodipati Gagakblorok

21. Punggawa Jodipati Dandang minangsi

22. Punggawa Jodipati Podangbinorehan

23. Punggawa Jodipati Jangetinelon

Nama para Tapa dan Pandita

1. Resi Abyasa

2. Resi Santanu

3. Resi Kanwa

4. Resi Bisma

5. Resi Bagaspati

6. Resi Wiraswa

7. Resi Ramabargawa

8. Resi Manumayasa

9. Resi Sakutrem

10. Resi Palasara (8, 9, 10 itu wayangnya cukup dengan wayang srambahan

Harjuna slendangan)

11. Resi Jebawan

12. Cekel Hendralaya

13. Ciptaning (Mintaraga)

Page 50: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

14. Putut Jayasemedi

15. Pandita Sepuh (putut)

16. Demang Ontogopo

17. Jagalwakas

Nama para Danawa

1. Buta Panyareng (Cakil) wanda. Kikik (tlakup)

2. Buta Panyareng (Cakil) wanda batang

3. Buta Panyareng (Cakil) wanda naga

4. Buta Panyareng (Cakil) udalan mata kadondongan

5. Buta Pragalba rambut jebolan tiga.

6. Buta Pragalba rambut udalan dengan gruda

7. Buta Pragalba mondolan danawa kuna.

8. Buta Galiyuk (kobis). Semua itu danawa srambahan untuk persiapan

perang kembang menurut lakon.

9. Danawa Terong (congklok)

10. Danawa endog

11. Danawa Rambutgeni

12. Danawa Kenyawandu

13. Danawa gundul, Taliawuk

14. Danawa kepala Babi, Mamangmurka

15. Danawa Alasan laki-laki (raseksa)

16. Danawa Alasan perempuan (raseksi)

Page 51: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Danawa Setragandamayu

1. Danawa Jarameya

2. Danawa Jurumaya (catnya awak awakan loreng seperti harimau)

3. Danawa Rendumaja

4. Danawa Palasiya

5. Taliawuk, juga buta Setragandamayu

Danawa Kiskenda

1. Prabu Maesasura, danawa raton kepala kerbau

2. Patih Lembusura, danawa kepala sapi

3. Jatasura, Badan kerbau kepala danawa.

Dengan punggawa tiga bisa meminjam Danawa Srambahan tadi.

Danawa Pringgadani

1. Raden Prabakesa

2. Raden Brajadenta

3. Raden Brajamusti

4. Raden Brajamingkalpa

5. Raden Brajalamadan (seperti cakil mata kadondongan rambutnya udalan)

6. Kalabendana (seperti danawa endog gundul memakai baju)

Page 52: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Nama Danawa Ngalengka

1. Patih Prahasta

2. Raden Aswanikumba

3. Raden Kumba kumba

4. Wirupaksa

5. Jambumangli

6. Wilkampana

7. Marica

8. Mintragna

9. Sukasrana

10. Wikataksini

11. Tatakaksini

12. Karadusana

13. Wilohitaksa

14. Wiroda

D. Para Jawata

1. Batari Durga, wanda Gidrah (mata satu kadondongan)

2. Batari Durga, wanda Gedrug (mata dua bulat)

3. Batara Narada

4. Batara Brahma

5. Batara Hendra

6. Batara Sambu

Page 53: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

7. Batara Bayu

8. Batara Surya

9. Batara Jamadipati

10. Batara Patuk

11. Batara Tamboro

12. Batara Kamajaya

13. Batara Pbaruikan

14. Batara Antaboga

15. Batara Basuki

16. Batara Baruna

17. Batara Gana

18. Batara Singawongsa

19. Batara Cingkarabala

20. Batara Balaupata

Para Wanara

1. Prabu Subali

2. Rabu Sugriwa

3. Raden Jayahanggada

4. Raden Jembawan

5. Kapi Hanila

6. Hapi Hanala

7. Kapi Hendranyanu

Page 54: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

8. Kapi Wreksaba

9. Kapi Saraba

10. Kapi Satabali

11. Kapi Gawaksa

12. Kapi Darimuka

Sebangsa Dagelan

1. Semar, wanda ginuk

2. Semar, wanda Dukun

3. Semar, wanda Brebes

4. Semar, wanda Mega (temannya Bagong)

5. Nala Gareng wanda Kancil

6. Nala Gareng wanda Wregul

7. Petruk, wanda Jamblang

8. Petruk, wanda Mesem

9. Petruk, wanda Jlegong

10. Bagong wanda Gembor

11. Bagong wanda Gilut

12. Bagong wanda Ngengkel

13. Togog wanda Burung

14. Togog wanda Goprak

15. Semar – Gareng – Petruk (dengan pakaian seperti dewa, untuk lakon

Lintang Prekacuk)

Page 55: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

16. Petruk jadi ratu. Prabu Durginadur

17. Gareng jadi ratu. Prabu Pandubragola

18. Bagong jadi ratu. Prabu Patokol

19. Cantrik Janaloka (cantrik mrabot)

20. Cantrik lumrah

21. Belung (Sarawita)

22. Parekan (Nyai Tumenggung dua buah)

23. Inya wungkuk, gelung melintang

24. Embah, pawongan

25. Cangik

26. Limbuk

27. Paranyai (parekan danawa dua buah)

28. Dewi Clakutana

29. Dewi Retnajuwita

30. Sokasrana

31. Kera kacangan tiga buah

32. Setanan warna-warni 10 buah.

E. Para Ratu Sabrang

1. Prabu Jarasadda

2. Prabu Supala

3. Prabu Supali

4. Prabu Gandarpati

Page 56: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

5. Prabu Sridenta

6. Prabu Bagadenta

7. Prabu Kalinggapati

8. Prabu Pratipa

9. Prabu Citradarma

10. Prabu Dasarata

11. Prabu Barata

12. Prabu Janaka

13. Prabu Kartadarma

14. Prabu Danapati

15. Prabu Suryaketu

16. Prabu Candraketu

17. Prabu Banaputra

Para ratu Sabrang cukup 10 buah saja. Para ratu sabrang itu bisa

diwujudkan misalnya seperti di bawah ini.

1. Seperti Gatutkaca dengan makuta.

2. Seperti Gatutkaca dengan makuta topong Karna.

3. Seperti Boma dengan makuta topong Karna.

4. Seperti Baladewa gusen dengan baju.

5. Seperti Boma rapekan pogogan.

6. Seperti Hadipatikarna rapekan mata kadelen.

7. Seperti Druyudana rapekan memakai baju.

8. Seperti Salya rapekan memakai baju.

Page 57: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

9. Seperti Drupada rapekan.

10. Seperti Bismaka rapekan makutan.

Semua itu sudah bisa luwes untuk srambahan.

F. Wayang Ricikan

1. Gunungan (kayon)

2. Prampogan prajurit Jawa

3. Prampogan prajurit buta

4. Kuda (tunggangan) – 3 buah

5. Kereta tunggangan ratu

6. Gajah (tunggangan)

7. Gajah alasan

8. Naga raja

9. Sawer tanpa jamang

10. Banteng

11. Maesa – dua buah

12. Harimau putih

13. Harimau kuning – gembong

14. Garuda, burung jamangan

15. Burung jawata

16. Babi

17. Wilmana (raksasa dengan sayap)

18. Rusa

Page 58: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

19. Kijang

20. Sawung – 2 buah

21. Brajut laki-laki dan perempuan

22. Kenti hergelek – 2 buah

23. Gelas inuman – 4 buah

24. Serat Kalimasada

25. Rangka duwung

26. Cupu manik

Macam-macam Senjata

1. Keris lurus besar kecil – 4 buah

2. Keris luk besar kecil – 4 buah

3. Panah besar kecil – 4 buah

4. Sarutama, panah kepala burung

5. Nagapasa, panah kepala naga

6. Panah rantai

7. Nanggala 1 buah

8. Cakra 1 buah

9. Gada Rujakpolo 1 buah

10. Bindi 2 buah

11. Patrem, keris kecil 2 buah

12. Denda 1 buah

13. Gandi 1 buah

Page 59: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

14. Musala 1 buah

15. Palu 1 buah

16. Paling 1 buah

17. Limpung 1 buah

18. Badama 1 buah

19. Alugara 1 buah

20. Candrasa 1 buah

21. Samoga 1 buah

22. Trisula 1 buah

23. Cis 1 buah

24. Cundrik 1 buah

Nama Senjata Yang dipakai para Linangkung

1. Pulanggeni, keris yang dipakai raden Harjuna

2. Kalanadah, keris yang dipakai raden Harjuna

3. Sarutama, panah yang dipakai raden Harjuna

4. Pasupati, panah yang dipakai raden Harjuna

5. Harjasangkali, panah yang dipakai raden Harjuna

6. Hardadatali, panah yang dipakai raden Harjuna

7. Cundamani, panah milik danghyang Druna diberikan pada putra

Haswatama, selanjutnya dimiliki raden Harjuna setelah selesai perang

baratayuda.

8. Senjata cakra yang dipakai prabu Kresna

Page 60: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

9. Cakrabaskara yang dipakai patih Suwanda

10. Senjata Kunta yang dipakai Hadipati Karna

11. Wijayadanu yang dipakai Hadipati Karna (Wijayajapa)

12. Kyai Jalak sangupati, keris yang dipakai Hadipati Karna

13. Kuntabaskara panah yang dipakai Prabu Danapati

14. Bargawastra panah yang dipakai Resi Parasu (Bargawa)

15. Bargawastra panah yang dipakai Harya Sena

16. Gada Rujakpolo yang dipakai Harya Sena

17. Gada Lukitasari yang dipakai Harya Setyaki

18. Nanggala yang dipakai Rabu Baladewa

19. Alugara yang dipakai Prabu Baladewa

20. Nagapasa panah yang dipakai raden Hindrajit

21. Senjata Barla panah yang dipakai Rabu Ramawijaya

22. Hendrasara panah yang dipakai Raden Laksmana

23. Surawijaya panah yang dipakai raden Laksmana

Page 61: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

BAB IV

NEGARA, KAHYANGAN DAN KASATRIYAN

A. Para Narendra dan Negara

1. Prabu Danaraja negaranya di Lokapala

2. Prabu Wisrawa negaranya di Lokapala

3. Prabu Sumali negaranya di Ngalengka

4. Prabu Dasamuka negaranya di Ngalengka

5. Prabu Kartawirya negaranya di Maespati

6. Prabu Harjunasasra negaranya di Maespati

7. Prabu Citradarma negaranya di Manggada

8. Prabu Banaputra negaranya di Ngayodyapala

9. Prabu Dasarata negaranya di Ngayodyapala

10. Prabu Barata negaranya di Ngayodyapala

11. Prabu Ramawijaya negaranya di Ngayodyapala

12. Prabu Janaka negaranya di Mantilireja

13. Prabu Maesasura negaranya di Kiskenda

14. Prabu Subali negaranya di Kiskenda

15. Prabu Sugriwa negaranya di Kiskenda

16. Prabu Basumurti negaranya di Wirata

17. Prabu Basukiswara negaranya di Wirata

18. Prabu Matswapati negaranya di Wirata

Page 62: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

19. Prabu Partawijaya negaranya di Tabelasuket

20. Prabu Palasara negaranya di Astina

21. Prabu Kresnadipayana negaranya di Astina

22. Prabu Pandudewanata negaranya di Astina

23. Prabu Drestarastra negaranya di Astina

24. Prabu Druyudana negaranya di Astina

25. Prabu Yudistira negaranya di Astina

26. Prabu Parikesit negaranya di Astina

27. Prabu Basukesti negaranya di Mandura

28. Prabu Kuntiboja negaranya di Mandura

29. Prabu Basudewa negaranya di Mandura

30. Prabu Baladewa negaranya di Mandura

31. Prabu Bismaka negaranya di Kumbina

32. Prabu Setyajit negaranya di Ngalesanpura

33. Prabu Kresna negaranya di Dwarawati

34. Prabu Mandratpati negaranya di Mandraka

35. Prabu Salya negaranya di Mandraka

36. Prabu Gandabayu negaranya di Pancalareja

37. Prabu Drupada negaranya di Pancalareja

38. Prabu Karna negaranya di Ngawangga

39. Prabu Yudistira negaranya di Amarta

40. Prabu Bomaranakasura negaranya di Trajustrisna

41. Prabu Arimbamuka negaranya di Pringgadani

Page 63: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

42. Prabu Gatutkaca negaranya di Pringgadani

43. Prabu Tuhuwasesa negaranya di Gilingwesi

44. Prabu Niwatakawaca negaranya di Ngimaimantaka

45. Prabu Biswarna negaranya di Singgela

46. Prabu Rajeda negaranya di Petaprelaya

47. Prabu Dewasrani negaranya di Tunggulmalaya

48. Prabu Srimahapunggung negaranya di Mendangkmulan

49. Prabu Palgunadi negaranya di Paranggelung

50. Prabu Jungkugmardeya negaranya di Paranggubarja

51. Prabu Wibisana negaranya di Ngalengka

Kekurangannya tinggal sedikit bisa mencari sendiri, yang disebutkan itu sudah

cukup untuk ancer-ancer.

B. Negara Sabrang

1. negara Jongbarang

2. negara Jongbiraji

3. negara Paranggumiwang

4. negara Di atasangin

5. negara Giyantipura

6. negara Simbarmanyura

7. negara Manimantaka

8. negara Tirtakandasan

9. negara Girikadasar

Page 64: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

10. negara Tasikmadu

11. negara Jurangparang

12. negara Garbaruci

13. negara Ngracangkancana

14. negara Cedipura

15. negara Parangkancana

16. negara Tawmenggantungan

17. negara Ngendrapura

18. negara Pulorajapeti

19. negara Pudaksategal

20. negara Selahuma

21. negara Timbultahunan

22. negara Bulukatiga

23. negara Selabentar

24. negara Widarba

25. negara Kandabumi

26. negara Sindula

27. negara Ngawu-awejanganit

28. negara Guwabarong

29. negara Ngmengamenin

30. negara Sriwedari

31. negara Tabelaretna

Selanjutnya bisa mencari sendiri kekurangannya.

Page 65: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

C. Kediaman Para Satriya

Nama kediaman Para Kurawa

1. Raden Lesmana Mandrakumara di Suryabinangun.

2. Patih Harya Sengkuni di Plasajenar.

3. Pandita Durna di Sokalima.

4. Dursasana Banjarjungut.

5. Durmuka di Sekarcinde.

6. Durmagati di Sobrahlambangan.

7. Jayadrata di Banakeling.

8. Kartawarna di Banyutinalang.

Nama kediaman para Satria

1. Raden Harjuna di Madukara.

2. Raden Werkudara di Jadipati (Pamenang)

3. Raden Nangkula di Tanjunganom

4. Raden Sahadewa di Bumiratawu

5. Raden Setyaki di Suwalabumi (Nglesanpura)

6. Raden Setyaka di Tambakmas

7. Raden Samba di Paranggaruda

8. Raden Gandamdalam Sawojajar

9. Raden Gatutkaca di Pringgadani

10. Raden Angkawijaya di Plangkawati

Page 66: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

11. Raden Antasena di Saptapratala

12. Raden Kencakarupa di itutulan

13. Raden Haryapraburukma di itutulan

14. Raden Kumbakarna di Pangleburgangsa

15. Raden Rukmarata di Cindekembang

16. Raden Burisrawa di Pambutulan

Yang lainnya cukup disebut satria di kadipaten sesuai nama negaranya.

D. Pertapaan Para Pandita

1. Resi Kanumayasa di pertapaan Saptarga (Wukiratawu)

2. Resi Sakutrem di pertapaan Saptarga

3. Resi Palasara di pertapaan Saptarga

4. Resi Abyasa di pertapaan Saptarga

5. Resi Bagaspati di pertapaan Hargabelah

6. Resi Kanwa (Jayawilapa) di pertapaan Yasarata

7. Rsi Hanoman di pertapaan Kendalisada

8. Resi Jembawan di pertapaan Gandamadana

9. Resi Ciptaning di pertapaan Indrakila

10. Resi Sidikwacdalam pertapaan Candipura

11. Resi Santanu di pertapaan Tulkanda

12. Resi Bisma di pertapaan Tulkanda

13. Wasi Jaladara di pertapaan Hargasonya

14. Resi Subali di pertapaan Sonyabambuga

Page 67: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

15. Resi Maruta di pertapaan Duksina

Kekurangannya bisa mencari sendiri.

E. Kahyangan para Jawata

1. Sanghyang Guru di Jonggringsalaka

2. Sanghyang Brahma di Hargadhahana

3. Sanghyang Hendra di Kahendran

4. Sanghyang Yamadipati di Hargadumilah

5. Sanghyang Kumajaya di Cakrakembang

6. Sanghyang Wisnu di Nguntarasagara

7. Sanghyang Antaboga di Saptapratala

8. Batara Kala di Nusakambangan

9. Batari durga di Setragandamayit

10. Batara Narada di Sudukmangudal-udal

11. Batari Wilutama di Bulatan.

Nama taman yang ada namanya

1. Taman Sriwedari kepunyaan Prabu Harjunasasra

2. Taman Hargasoka kepunyaan Prabu Dasamuka

3. Taman Maduganda kepunyaan Raden Harjuna

4. Tamn Kadilengeng kepunyaan Prabu Druyudana

5. Taman Merakaca kepunyaan Dewi Srikandi

6. Taman Hargasonya kepunyaan Raden Kakrasana

Page 68: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

7. Di Randugumbala pesanggrahan milik Prabu Baladewa

8. Di Glagahtinunu kesatrian milik Raden Brajadenta

9. Di Klampisireng padukuhan milik Kyai Semar

10. Di Petruk di Pecukpacukilan

11. Buta Bregeduwak di Karang Kabutan

12. Para bidadari di Karang Kawidadaren

13. Batara Guru di Balemarcukunda

14. Tempat menghadap para dewa di Balemarakata

15. Alun-alunnya bernama Repatkapanasan

16. Prajurit Dewa namanya Wadra Durandara

17. Kahyangan milik Prabu Kiriti di Tinjomaya

Taman-taman para ratu yang tidak ada namanya cukup disebut di Tamansari

(taman yang asri).

Page 69: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

BAB V

BENTUK WAYANG PURWA

A. Gambaran Tentang Watak

Wayang kulit purwa itu menunjukkan gambaran tentang watak jiwa

manusia. Karena kepiawaian para linangkung di jaman kuna dalam mengotak-

atiknya sehingga bisa menunjukkan bentuk yang melebihi pikiran kita, kalau

dilihat akan sangat terasa dalam hati.

Coba kalau akan membuktikan, lihatlah salah satu wayang purwa,

misalnya Janaka atau Gatutkaca, maka tidak akan mirip dengan bentuk corak

manusia. Mulai kepala sampai kaki semua serba panjang, ada yang pantatnya

bulat atau lonjong. Kalau dicat wajah wayang ada yang hitam, merah, merah

muda, putih, biru telur bebek, kuning brom atau prada. Kalau dirasa-rasakan

seperti memakai topeng (kedok). Badan dan wajahnya yang sama dengan yang

tidak sama hampir separuh. Tapi kok kelihatan bagus, bisa kelihatan hidup sampai

dan mempunyai jatmika, seperti mempunyai jiwa.

Dibuat oleh kagum adalah dalam membuat bentuk wayang lalu menjadi

mudah dimengerti oleh setiap orang sampai semua merasa senang. Coba kalau

melihat wayang Kresna, Janaka, Gatutkaca, Werkudara, serta dagelannya Semar,

Gareng, Petruk, kalau wayang keluar dlam lakon apa saja, kalau sedang mendapat

kesusahan para pamirsa juga akan ikut merasa susah, sedangkan kalau sedang

mendapat kemuliaan atau mendapat kanugrahan, para pamirsa akan ikut senang,

Page 70: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

rasanya para pamirsa semua ikut mendapat kemuliaan dan keberuntungan. Sampai

begitu dalam masuk ke dalam hati sanubari manusia. Jadi sudah jelas kalau

wayang itu tidak menggambarkan bentuk belaka, di sana hanya menunjukkan

watak tinggi rindahnya budi, yang kasar serta yang halus.

Awal mula wayang kulit bisa jadi bentuk yang indah itu ketika jaman para

wali di Demak, ketika jaman itu sedang gencar-gencarnya agama Islam. Padahal

semua orang yang telah masuk agama Islam itu kalau melihat bentuk berwujud

orang apalagi dipasang untuk keindahan atau disimpan, itu menurut orang

beragama tidak boleh, itu diharamkan. Tontonan wayang itu bagi bangsa Jawa

sudah sangat tertanam sampai ambalung sungsum masuk ke dalam hati, lagipula

tontonan itu bisa untuk alat pendidikan atau penerangan (propaganda) pada rakyat

agar bisa menerima ajaran dan tuntunan yang baik sesuai yang dibutuhkan.

Karena kepandaian para Wali dan para Linangkung di jaman kuna, di

setiap tahun diganti-ganti bentuknya sampai baik sehingga bisa sempurna bentuk

wayang purwa itu sampai bisa hilang sifat manusianya, jadi bisa berujud sampai

sekarang ini. Pada jaman Majapait, wayang purwa bentuknya seperti wayang kulit

di Bali, mengambil gambar bentuk relief di Candi Panataran yang ada di Blitar

(Kediri). Wayang purwa nantinya setelah sempurna pangarang serta

pembuatannya, sudah tidak bisa diubah bentuknya lagi karena namanya sudah

sempurna, artinya sudah tetap pembuatannya.

Kalau kurang percaya cobalah membuktikan sendiri, coba diubah

bentuknya atau badannya, atau kedua-duanya sekalian, bisa memilih sesukanya

mana yang disenangi. Misalnya yang diganti pakaiannya dengan cara orang

Page 71: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

sekarang, misalnya Gatutkaca diberi kupluk atau topi pet, memakai celana

(pantalon) dan memakai keris, nanti kalau sudah jadi bentuknya akan jadi

kelihatan lucu. Hanya Dagelan yang bisa luwes digonta-ganti, sedangkan yang

lainnya semua kelihatan kaku.

Misalnya yang diganti adalah Harjuna, wajahnya diganti dengan topeng

miring, jadi hidungnya kelihatan dekat seperti orang tapi leher, pundak dan

tangannya masih kelihatan panjang, nanti akan kelihatan semakin lucu. Kalau

tangan dan pundak belakang tidak dibuat serba panjang tidak enak untuk sabetan,

kalau dibuat serba pendek seperti bentuk manusia miring, tidak bisa dipakai

sabetan, kelihatan kaku tidak bisa lincah.

Jadi sudah jelas barang yang sudah sempurna pembuatannya itu kalau

diubah-ubah malah jadi bubrah, sudah seperti itu itu bentuk wayang purwa sampai

turun-temurun anak cucu kita semua sampai akhir jaman nanti. Kalau ingin

membuat wayang yang berbeda bentuknya jangan merubah bentuk wayang purwa

yang sudah baik dan sudah sempurna pembuatannya tadi, nanti ditertawai orang

banyak dan disebut orang royal, hanya menuruti keinginannya sendiri.

Semua wayang karangan baru itu bisa eksis hanya sesaat saja, setelah

seelsai tidak bisa diceritakan lagi. Begitulah bedanya dengan buatan para

linangkung di jaman kuna. Kalau akan membuat wayang sesuai dengan keadaan

jaman saja, menurut suasana yang sedang terjadi sebaiknya membuat bentuk

sendiri, jangan mengubah barang kuna yang sudah jadi. Lebih baik dibuat

gambaran manusia saja, digambar miring semua, jadi nanti seperti wujud orang.

Kalau dilihat jelas berbeda, tidak akan kacau menamainya. Jadi tidak mengubah

Page 72: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

barang yang sudah jadi, yang sudah sempurna tadi. Wayang itu lalu bisa

dinamakan wayang perjuangan, untuk cerita babad perjuangan atau wayang Suluh

untuk penerangan.

B. Macam-macam Wayang

Macam-macam wayang di Surakarta seperti yang ada di bawah ini.

Wayang purwa, menurut cerita serat yang dibuat sejak Prabu Jayabaya

narendra di Kadiri, masih berbentuk ron tal (daun tal), yang dibuat dan digambar

dengan kalam, dimasukkan dalam kandaga (bokor besar). Setiap hari digunakan

sang prabu untuk menceritakan kisah para leluhur pada jaman perang Baratayuda,

para Pandawa melawan Kurawa, perang sesama saudara. Wayang Gedog,

mengambil dari kata kedok (topeng), dipakai untuk menamai wayang yang dibuat

oleh kanjeng Sunan Giri. Itu digunakan untuk menceritakan para ratu Jenggala

sampai di negara Pajajaran habis.

Wayang Madiya, dibuat oleh adalah Kanjeng Gusti Mangkunagara yang

ke IV di Surakarta, untuk menceritakan kisah para ratu setelah perang Baratayuda.

Yaitu jaman Prabu Gendrayana sampai negara Jenggala habis. Wayang Klitik atau

wayang Krucil, klitik artinya kalotakan (mengeluarkan bunyi kayu beradu).

Wayang tersebut dibuat dari kayu krucil mempunyai arti kecil bentuknya, dibuat

oleh Kanjeng Sunan Kudus, jumlahnya hanya 70 buah untuk cerita lakon babad

Pajajaran sampai Majapahit terakhir. Sunan Kudus juga membuat wayang Golek,

dibuat dari kayu diberi badan seperti manusia, jumlahnya juga hanya 70 buah.

Kebanyakan di Cepu dan Bojonagoro dengan memakai cerita lakon menak babad

Page 73: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

tanah Arab, misalnya orang Agung Menak dan Marmaya dan seterusnya. Di Jawa

barat juga banyak wayang golek, tapi didandani seperti wayang orang (wayang

orang), untuk cerita lakon jaman purwa. Dagelannya Petruk diganti namannya

menjadi Cepot, kebanyakan terdapat di tanah Priyangan Bandung.

Wayang Dupara, dibuat oleh Danuatmajan juga orang di Solo. Sekarang

wayang diambil di Musium Radyapustaka juga di Solo. Itu wayang untuk cerita

jaman para ratu di Demak sampai di Mataram habis. Wayang Jawa dibuat oleh

Dutadiprajan juga orang Solo. Wayang itu juga untuk cerita babad Demak sampai

Mataram habis, tapi juga dipakai untuk cerita lakon Menak babad negara Arab.

Wayang Menak, dibuat oleh bapak Trunadipa, kyai dukun di kampung Baturana

juga di Solo. Wayang itu hanya untuk cerita Menak anak sampai lakat habis.

Wayangnya ada 350 buah.

Wayang kancil, dibuat oleh orang Tionghoa bernama Bah Bo Liem, ketika

tahun 1925. Wayang kancil digunakan untuk menceritakan kisah dongeng hewan.

Itu baik bagi anak-anak untuk memberi pendidikan dengan cerita dongeng hewan.

Kalau untuk orang tua dongengnya memakai cerita Kancil Krida Martana, isinya

ilmu tentang hidup. Wayang kancil itu sangat bagus banyak leluconnya, itu kalau

dalangnya bisa menjalankannya. Kalau dalangnya belum bisa, artinya belum

pernah melihat dan mempelajari cara-caranya lalu dipaksa saja memainkan

dengan caranya sendiri, biasanya lalu kelihatan tidak bagus karena wayangnya

tanpa tangan, kalau belum bisa akan kelihatan kaku.

Wayang perjuangan, dibuat oleh R.M. Sayid, pada tahun 1944. dinamakan

wayang Sandiwara untuk cerita dongeng yang mengandung ajaran yang baik.

Page 74: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Misalnya cerita dongeng Isin Ngaku Bapa (Malu mengaku Bapak) dan seterusnya.

Setelah tahun 1945 lalu diganti namanya menjadi wayang perjuangan untuk

memperingati jaman perjuangan, jaman Proklamasi kemerdekaan negara kita

Indonesia. Lalu dipakai untuk cerita babad Indonesia mulai jaman penjajahan

Belanda 350 tahun, jaman Jepang 3½ tahun, sampai sekarang.

Sebagian ada yang menyebutnya wayang Suluh karena bentuknya hampir

sama, memang sangat mirip. Bedanya wayang Suluh itu yang memainkan hanya

para pegawai jawatan penerangan saja karena hanya ditujukan untuk alat memberi

penyuluhan kepada rakyat agar mengerti kejadian di dalam negara. Wayang

kancil dan wayang perjuangan lalu dijadikan satu kotak, jumlahnya semua ada

200 buah.

Wayang Purwa itu ketika masih jaman Prabu Jayabaya di Kediri,

bentuknya mengambil pola gambaran relief candi Panataran di dekat Blitar.

Digambar miring di daun tal, yang digunakan untuk itutkisnya adalah tulang daun

aren yang diruncingkan, kalau daun itu sudah kering coretannya akan kelihatan

jelas, begitu sampai sampai jaman Majapahit. Setelah jaman Majapahit lalu

digambar lagi di kertas dialasi dengan kain, digambar satu adegan menurut

lakonnya. Jika sudah satu lakon lalu digulung dan diberi warna. Juru sunggingnya

adalah putranya sendiri bernama raden Sungging Prabangkara, lalu dinamakan

wayang beber. Caya memainkannya yaitu digelar ditancapkan pada pohon pisang

atau deling yang didiberi lubang. Gambar yang digulung itu di kiri kanannya

diberi kayu untuk merentangkannya, panjangnya kira-kira satu depa. Kalau sudah

digelar, Kyai dalang lalu bercerita menurut isi lakon gambar itu. Tapi wayang itu

Page 75: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

tidak bisa dipegang karena menempel jadi satu berbentuk gambar, hanya dilihat

saja sambil bercerita, begitu cara memainkan wayang beber pada jaman itu.

Setelah sampai jaman Demak keislaman, bentuk wayang diganti corak

miring serba panjang, sampai hilang bentuk manusianya, hanya tinggal berbentuk

gambar seperti berbentuk manusia. Yang pertama membuat seperti itu adalah Jeng

Sunan Giri. Lalu yang jadi pemimpin wayang adalah Batara Guru diberi sebutan

Girinata, mempunyai maksud Sunan Giri yang nata. Begitu banyak orang yang

mempunyai keinginan untuk mengotak-atik pengetahuan tentang wayang tadi.

Makanya wayang itu bisa jadi barang yang indah, baik dan sangat sesuai untuk

suguhan dalam pertemuan atau untuk pameran. Terlebih lagi kalau dalangnya

memiliki wawasan yang luas, para pamirsa akan merasa mendapatkan ilmu yang

diinginkan, rasanya seperti memasuki sebuah jaman baru. Wayang menurut

tulisan tuan Dr. G. A. J. Hazeu, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa oleh R.

M. Mangkudimedja.

C. Wayang Kulit di Jaman Islam

Pada mulanya wayang yang dibuat dari kulit kerbau adalah ketika

bertahtanya Raden Patah menjadi Sultan Demak pada tahun Jawa 1437 – pada

awalnya bentuk wayang purwa itu seperti wujud manusia, yang digunakan sebagai

contoh adalah gambar relief candi Panataran. Karena dalam agama Islam dilarang

(haram), padahal sang sultan suka sekali pada wayang, makanya para wali lalu

membantu membuat bentuk wayang kulit purwa tadi. Pada waktu itu wayang kulit

belum diukir bagian dalamnya, hanya dihaluskan di bagian luarnya saja. Tangan

Page 76: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

wayang masih irisan (kalau sekarang disebut kapangan). Setelah itu lalu diberi cat

dasar dengan tumbukan tulang dicampur dengan ancur agar kelihatan putih, lalu

diberi cat hitam. Yang dipakai adalah warna hitam dari asap jadi lampu baru

berbentuk putih digambari dengan warna hitam lalu diberi tangkai untuk

menancapkan di gadebog atau pada kayu yang diberi lubang.

Wayang yang dibuat miring mengambil bentuk bayangan manusia. Setelah

berbentuk jadi, wayang kelihatan menjadi serba panjang sampai hilang sifat

manusianya. Wayang purwa mulai dibuat dengan wajah, yaitu mulai dengan

mata, telinga, mulut, ketika bertahtanya Raden Trenggana yang bergelar Kanjeng

Sultan Sah Ngalam Akbar yang ke III di Demak ketika tahun Jawa 1477.

Yang memberi perhiasan wayang seperti kelat bau, gelang, karoncong,

anting-anting, badong, jamang, gelung atau ngore, dengan praba serta perhiasan

wayang dengan diwarnai emas, serta pakem lakon wayang serta suluknya. Yang

menambahi adalah Hyang sinuwun Ratu Tunggul di Giri ketika mewakili kraton

Demak, pada tahun Jawa 1478. Mulainya wayang purwa atau wayang kulit purwa

dipahat dengan gayaman ketika Raden Jakatingkir menjadi Sultan di Pajang

bergelar Sultan Hadiwijaya, wayang sudah berpakaian dan hiasan lengkap atau

diatur dengan gayaman tapi tangannya masih irasan, pada tahun Jawa 1505.

Yang menambahi alat memainkan wayang kulit dengan kelir, gedebog

serta blencong itu adalah Kanjeng Sunan Kalijaga.Yang menambah dengan

wayang kera (wanara) adalah Sunan Giri. Yang menambah dengan wayang

ricikan, gajah, kuda, serta prajurit prampokan adalah Sunan Benang.

Page 77: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Kanjeng Sultan Demak (Raden Patah), wayang kayon (Gunungan)

ditancapkan di tengah kelir serta sebagai alat untuk memenggal cerita dan untuk

mengatur sumpingan wayang agar bisa baik enak untuk ditonton. Awal mula

wayang purwa dipahat dengan gempuran, dipahat rambutnya serta dodot kainnya

serta awalnya wayang diberi wanda tapi tangannya masih irasan, yang membuat

adalah kanjeng Panembahan Senapati Ngalaga di Mataram, ketika tahun Jawa

1541.

Awalnya wayang purwa lengannya di-sopak bau dengan cara dikancing

dengan gegel tulang bahu lengan depan belakang, sedangkan para danawa tangan

yang belakang masih irasan, juga wayang Batara Guru sampai sampai sekarang

masih dibuat irasan untuk mengingat buatan Mataram yang pertama kali. Awalnya

ada wayang danawa kedua tangannya di-sopak bau lengan depan belakang itu

yang membuat adalah sinuhun Kanjeng Susuhunan Prabu Hanyakrawati yang

meninggal di Krapyak ketika tahun 1552, yang membuat danawa Panyareng

(Cakil) untuk titimangsa candra sangkala memet Tangan jaksa tinata manusia,

yaitu tahun Jawa 1552.

Hubungan wayang kulit dengan candrasangkala memet adalah menjadi

peringatan titimangsa tahun Jawa ketika membuat dan menambahi bentuk wayang

purwa. Itu diambil dari tulisan peringatan ketika para Nata tanah Jawa ingin

membuat bentuk wayang purwa agar luwes, baik serta lincah jika dimainkan.

D. Candra Sangkala Memet

Ini adalah petikan dari serat asal usul wayang purwa.

Page 78: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

1. Wayang Batara Guru dibuat oleh Senapati Mataram yang pertama, setelah

selesai dalam membuat wayang lalu diberi candra sangkala. Dewa dadi

ngecis bumi, ini menunjukkan candrasangkala tahun Jawa 1541 – jadi

sekarang sudah ada 1888 – 1541 = 347 tahun. Atau Ywang Guru dadi

ngecis bumi.

2. Wayang Buta Panyareng (Cakil) dibuat oleh Kanjeng Susuhunan

Anyakrawati seda Krapyak. Setelah selesai dalam membuat wayang lalu

diberi candra sangkala Tangan yaksa satataning janma, menunjukkan

candrasengkala tahun 1552 – jadi sekarang sudah ada 1888 kapendet 1552

= 336 tahun.

3. Wayang Buta Rambutgeni bernama kala Dahdalambuat oleh Sinuhun

Sultan Agung Hanyakrakusuma di Mataram. Setelah selesai dalam

membuat wayang lalu diberi candra sangkala, urubing wayang gumuling

tunggal, menunjukkan candrasangkala tahun 1563 – jadi sekarang sudah

ada 1888 – 1563 = 325.

4. Wayang Batara Guru mengendarai sapi, memakai dodod dengan celana

tanpa slendang, membawa cis, yang membuat Kanjeng Susuhunan

Mangkurat. setelah selesai dalam membuat wayang lalu diberi candra

sangkala Hestining pandita marganing dewa, menunjukkan tahun 1578,

jadi sekarang sudah ada 1888 – 1578 = 310 tahun.

5. Wayang Buta Endog, buta Prepatan, dibuat oleh kanjeng Susuhunan

Mangkurat di Kartasura. Setelah selesai dalam membuat wayang lalu

Page 79: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

diberi candra sangkala, buta sirna wayanging janma, menunjukkan tahun

Jawa 1605, jadi sekarang sudah ada 1888 – 1605 = 283 tahun.

6. Wayang Batari Durga bermata satu serta memegang bendera yang

berkibar, dibuat oleh kanjeng Susuhunan Mangkurat pertama di Kartasura.

Setelah selesai dalam membuat wayang lalu diberi candra sangkala warna

ngasta benderaning dewa, yang menunjukkan candrasengkala tahun 1621

– jadi sekarang sudah ada 1888 – 1625 = 267 tahun.

7. Wayang danawa perempuan Kenyawandu, dibuat oleh Kangjeng Pangeran

Hadipati Puger di Kartasura. Setelah selesai dalam membuat wayang lalu

diberi candra sangkala, buta nembah rarasing nata, menunjukkan

candrasangkala tahun 1625 – jadi sekarang sudah ada 1888 – 1625 sudah

ada 263 tahun.

8. Wayang danawa Congklok, yang dimaksud adalah Buta Terong, dibuat

oleh Kangjeng Susuhunan P.B. yang ke II di Kartasura. Setelah selesai

dalam membuat wayang lalu diberi candra sangkala buta lima mangsa

manusia, menunjukkan candrasangkala tahun 1655 – jadi sekarang sudah

ada 1888 – 1655 sudah ada 233 tahun.

Ada lagi candrasangkala Buta Rambut Geni yang dinamakan Jalu buta

tinata ing ratu, tahun 1553 – karena buta Rambut Geni itu tangan dan kakinya

diberi jalu (taji). Ada lagi candrasangkala buta Alasan memegang badana hanya

memakai cawat saja (artinya tanpa badan) menunjukkan candrasangkala wayang

buta ing wana tunggal, tahun 1556.

Page 80: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Ada lagi candrasangkala Batari Durga memakai baju dan sepatu memakai

keris yang dirambati oleh tumbuh-tumbuhan di hutan, candrasangkala Wayang

misik rasaning bidadari, tahun 1965 – dibuat oleh P.B. yang ke II. Ada lagi R.M.

Sayid, juga membuat candrasangkala memet berbentuk gambar wajah wayang

satu kotak dibuat jadi satu berwujud satu gambar. Ini berbeda candrasangkala tapi

suryasangkala artinya tahun masehi, dinamakan obahing tatanan gambar kang

urip, menunjukkan tahun suryasangkala 1956 – yaitu tahun masehi. Itu

menggambarkan berbagai macam kebangsaan yang memiliki satu tekad, seperti

ada yang memerintah lalu berkumpul jadi satu, mari bergotong royong, hidup

rukun di dunia supaya tentram (Persatuan bangsa dapat mencapai perdamaian

dunia). Itulah maksud dari gambar wajah wayang purwa tadi.

E. Golongan-Golongan Bentuk Wayang

Wayang Bokongan

Yang dimaksud wayang bokongan itu wayang yang bentuk pantat dibuat

bulat atau lonjong seperti misalnya Harjuna, Kresna, pantatnya bulat. Kalau

Yudistira dan Drupada pantatnya lonjong.

Wayang Jangkahan

Wayang jangkahan itu ada dua macam, yaitu jangkah wiyar dan jangkah

ciyut. Jangkah wiyar misalnya Gatutkaca, Baladewa, kalau Ongkawijaya dan

Bambangan termasuk jangkah ciyut.

Page 81: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Wayang Dugangan dan Bapangan

Wayang dugangan dan bapangan itu kebanyakan adalah gecul serta gusen,

seperti Pragota, Dursasana, patih Juwalgita, Durmagati, dan seterusnya sejenis

wayang gecul.

Wayang brongsong

Wayang brongsong adalah semua wayang yang wajahnya diwarnai prada

atau dibrom.

Wayang Gendong

Wayang yang rambutnya terurai sampai di punggung, itu yang dimaksud

wayang gendong.

Wayang sampir

Wayang yang memakai slendangan disebut wayang sampir.

Wayang Lanyapan

Wayang lanyapan adalah semua wayang yang nglangak/andangak

(menengadahkan kepala) seperti Samba, Narayana dan sebagainya.

Wayang Longok

Wayang longok seperti Nangkula, Sahadewa, Kresna, semua wayang yang

tidak begitu mendo’ak, itulah yang dimaksud wayang longok.

Wayang Luruh

Wayang luruh adalah semua wayang yang menunduk (tumungkul) seperti

Harjuna, Yudistira, Ongkawijaya dan semua wayang yang menunduk dinamakan

wayang luruh.

Page 82: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Wayang Oyi

Wayang estren (wanita) luruh disebut Oyi.

Wayang Endel

Estren lanyapan disebut Endel.

Wayang Gusen

Wayang gusen, yaitu wayang yang kelihatan gusi dan taringnya.

F. Tentang Mata Wayang

Mata Wayang itu ada tujuh macam:

1. Mata nggabah

Seperti Harjuna, Kresna, Karna, itu matanya gabahan, bentuk mata seperti

gabah (butir padi)

2. Mata kadelen seperti Baladewa, Setyaki, patih Hudawa, bentuk mata

seperti kedelai.

3. Mata kadondongan seperti Kartawarna, Sengkuni, emban Kenyawandu,

bentuk matanya seperti buah kedondong.

4. Mata pananggalan seperti buta Cakil, Batara Narada, Pandita Durna,

bentuk matanya seperti rembulan tanggal satu.

5. Mata kelipan, seperti buta Alasan, Semar, Buta Galiyuk, matanya kelihatan

hanya bulat separuh.

6. Mata telengan, seperti Gatotkaca, Gandamana, Werkudara, Duryudana,

bentuk mata bulat tidak kelihatan kelopaknya.

Page 83: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

7. Mata plelengan, seperti Buta Raton, sejenis buta yang kelihatan bulat

matanya, Burisrawa, Hindrajit, bentuk mata bulat kelihatan kelopaknya.

Kalau Togog, Bagong, matanya bernama plolon (artinya mlolo, melotot)

kelihatan bulat besar.

Bedahan Mata Ada Tiga macam:

1. Jaitan

2. Blarak Ngirit

3. Brebes

Bentuk Mata

Bentuk mata itu bisa untuk mengetahui watak wayang.

1. Misalnya wayang yang matanya gabahan luruh seperti Janaka, Bambangan

dan sebagainya, tingkah lakunya halus, tajam, tangguh trampil dalam

berperang.

2. Wayang lanyapan mata gabahan seperti Narayana, Narasoma, Hadipati

Karna dan sebagainya perilakunya tangguh, trengginas, tangkas dalam

perang.

3. Yang matanya kadelen seperti Baladewa, Setyaki, Seta, dan sebagainya

perilakunya tangguh, trengginas.

4. Yang bermata kadondongan seperti Citraksa, Citraksi, Kartawarma dan

sebagainya tindakannya lincah tapi sering berbuat tidak baik.

Page 84: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

5. Yang matanya telengan seperti Harya Sena, Antareja, Gatutkaca,

Gandamana perilakunya tangguh, kalau marah menakutkan, kalau sedang

marah sangat berbahaya.

6. Sedangkan wayang bapangan dugangan mempunyai watak sendiri seperti

Dursasana, Pragota, Burisrawa, Darmagati, dan sejenisnya perilakunya suka

memaksa, senangnya gegeculan dan sembrana.

7. Wayang sejenis buta, wataknya menakutkan seperti polah tingkah macan,

mengaum-aum, menubruk kesana-kemari, berani tapi kurang perhitungan.

Wayang Budren

Wayang budren itu wayang yang wajahnya diukir dengan corak modangan

yang menunjukkan corak gambar bulu tubuh atau kumis kelihatan bagus. Wayang

budren itu wajahnya pasti hitam, bentuk hidungnya bentulan, seperti: Gatutkaca,

Bima muda dan tua, Druyudana, Jayadrata, Gandamana, Antasena, Antareja, dan

sebagainya. Wayang budren yang ada hanya di Surakarta, selain wayang

Surakarta hanya diberi kumis dengan cat merah saja.

Wayang Rapekan

Wayang rapekan kebanyakan adalah sebangsa patih dan punggawa seperti

Patih Hudawa, Patih Sangkuni, buta Cakil, buta Pragalba, ada lagi para ratu

sabrangan yang rapekan. Kalau wayangnya lengkap maka ditambah dengan para

Pandawa rapekan sebagai persiapan untuk lakon Cakranagara.

Page 85: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Wayang Bajujag

Wayang bajujag adalah wayang yang tidak bisa diatur besar kecilnya.

Pembuatannya tidak memakai pola, kebanyakan dikumpulkan satu dua, mencicil

dari sedikit asal berwujud wayang, jadi wayangnya campuran sehingga kelihatan

berbeda-beda, hanya mencari sedapatnya asal bisa lengkap. Jadi kalau diatur atau

disumping kelihatan naik turun tidak bisa urut bahunya mulai dari sumpingan

depan sampai belakang, atau palemahanya juga tidak bisa urut.

Wayang Ribig

Kalau wayang ribig berkebalikan dengan wayang bajujag. Wayang ribig

itu wayang yang baik urut, kalau disumping tidak kelihatan naik turun, bisa bagus

urutannya, pundak dan palemahannya.

Wayang Murgan

Ada lagi wayang murgan, aarti mengambil dari kata mirunggan, jadi aarti

wayang tambahan, berbeda wayang yang baku, atau wayang susulan perlu untuk

sambutan, dimaksud wayang murgan.

Wayang Kanteb

Wayang kanteb, semua wayang yang kasutangen artinya kakinya

kepanjangan kurang sesuai dengan badannya.

Page 86: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Wayang Jujudan

Wayang jujudan, semua wayang yang ditambahi ukurannya, jadi lebih

besar dari polanya.

G. Bentuk Hidung Wayang

1. Hidung bentuk Wali Miring, bentuk hidungnya seperti pangot kecil alat

untuk mengukir warangka keris, misalnya wayang Bambangan Janaka,

Kresna, Samba dan lainnya.

2. Hidung bentuk bentulan, bentuk hidungnya seperti pangot kecil, misalnya

Gatutkaca, Gandamana, Werkudara, dan sebagainya

3. Hidung pangotan, bentuknya hidungnya seperti sedangkan pangot,

misalnya Boma, Kangsa, Hindrajit semua yang gusen dan sebagainya.

4. Hidung palokan, bentuk hidungnya seperti isi mangga, misalnya Buta

Raton, Pragalba yang pasti adalah jenis buta.

5. Hidung Bruton, bentuk hidungnya seperti brutu (pantat ayam), misalnya

Bagong, Tumenggung Jolowok, Batara Patuk.

6. Hidung Sumpel, bentuk hidungnya kelihatan menyumpal misalnya Semar,

Limbuk.

7. Hidung Terong Glatik, bentuk hidungnya seperti terong glatik bulat,

misalnya Gareng.

8. Hidung Cempaluk, bentuk hidungnya seperti buah asam yang masih muda,

misalnya Petruk.

Page 87: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

9. Hidung Terong Kopek, bentuk hidungnya seperti buha terong, misalnya

Buta Congklok, sampai dinamai Buta Terong karena terbawa bentuk

hidungnya yang seperti buah terong kopek.

10. Hidung pisekan, bentuk hidung kelihatan pesek, misalnya, Togog, Belung,

serta sebangsa Kera.

Page 88: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

BAB VI

JENIS-JENIS PEMENTASAN WAYANG

A. Wayang Panggungan

Yang dimaksud wayang panggungan adalah wayang yang ditata

ditancapkan di gadebog sebelah kiri dan kanan tempat duduk dalang kalau sedang

memainkan wayang, atau di sebelah kanan biasanya ditancapkan di gadebog yang

ada di atas tutup kotak wayang, juga diatur dengan bentuk barisan mulai dari yang

besar sampai kecil, sebagai penyeimbang yang sebelah kanan. Sedangkan tempat

kosong yang ada di tengah hanya untuk menancapkan satu buah kayon

(gunungan), gunanya untuk menancapkan wayang yang akan keluar dalam lakon.

Kalau wayangnya banyak kadang-kadang sampai di gadebog yang ada di bawah.

Cara penataannya, wayang itu diurutkan menurut wayang yang sudah

ditentukan penataannya, sedangkan urutan menata wayang panggungan tadi

disebut nyumping, karena bentuk penataannya kalau dilihat dari kejauhan

kelihatan seperti sumping, jadi semua wayang yang keluar ditancapkan di

gadebog dekat dengan kelir tadi disebut wayang panggungan. Kebanyakan adalah

wayang katongan, para ratu atau para satria dengan para putri dan putran,

ditancapkan untuk memperindah kelir, ditempatkan di sebelah kiri dan kanan agar

kelihatan edi peni dan indah jika dilihat.

Page 89: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

B. Wayang Dugangan dan Ricikan

Semua wayang punggawa kera dan buta yang tidak ikut disumping disebut

wayang dugangan, kata dugangan diambil dari tingkah laku wayang kalau sedang

dimainkan. Mereka tidak berperang dengan senjata, tapi pasti saling menendang,

saling meninju, dan saling buang. Kalau sudah kalah, yang kalah baru sesumbar

akan menggunakan senjatannya. Itu semua disebut wayang dugangan.

Yang dimaksud wayang ricikan seperti Gunungan (kayon), prampogan,

kereta, senjata (gaman) dan sebangsa buruan. Disebut ricikan karena mengambil

dari kata angracik, sebagai pelengkap untuk memainkan suatu lakon. Wayang

ricikan itu pasti dipakai. Misalnya wayang satu kotak wayang ricikannya kurang

satu seperti Gunungan, Prampogan, Kuda, dan senjata (gaman), tentu tidak akan

bisa untuk dimainkan. Tersebut manfaat wayang ricikan yang sudah pasti dipakai.

C. Wayang Buta Prepatan

Yang dimaksud wayang buta Prepatan itu kebanyakan adalah wayang

Murgan, yaitu wayang susulan, jadi berbeda dengan wayang baku. Kebanyakan

wayang danawa Sangkalan atau wayang buta Cadra sangkala seperti Buta Cakil

(Panyareng), buta Rambutgeni, danawa Emban Kenyawandu, buta Endog, buta

Terong (Cungklok), kalau sekarang ditambahi buta Gombak (Galiyuk atau kobis).

Wayang danawa Prepatan tadi untuk melengkapi lakon ketika ada adegan para

ratu sabrangan. Buta Prepatan tadi dijadikan sebagai utusan, tiga danawa tadi sami

diutus untuk pergi ke tanah Jawa. Wayang danawa yang diperlukan adalah Togog

Page 90: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

dan Sarahita sebagai cucuk lampah. Atau diperlukan dalam perang gagal atau

perang kembang, perang kembang artinya perang yang tidak ada yang mati.

Dinamakan danawa Prepatan karena dalam perang, tiga danawa berperang

empat kali, yang pertama buta Cakil perang lalu melarikan diri mencari bantuan.

Yang kedua buta Rambutgeni atau Pragalba, terserah yang mana yang disenangi,

membantu perang sampai mati. Perang yang ketiga buta Galiyuk atau buta Endog

atau buta Terong, salah satu mana yang disenangi, melanjutkan perang sampai

mati. Sedangkan perang yang keempat, buta Cakil kembali lagi maju perang terus

sampai mati. Tersebut yang dimaksud wayang danawa Prepatan.

D. Wayang Sangkuk

Yang dimaksud wayang sangkuk adalah semua wayang yang tidak lurus

bentuknya, jadi mulai pinggang naik agak dibuat maju sedikit, jadi wayangnya

kelihatan agak maju sedikit seperti orang agak bungkuk, jadi kata sangkuk di sini

mempunyai maksud, mulai di pinggang atau naik dibuat agak maju seperti orang

yang agak bungkuk, maksudnya adalah untuk menunjukkan rasa tatakrama, begitu

maksud wayang dibuat sangkuk.

Wayang sangkuk dibuat ketika jaman Sinuhun Sultan Agung

Anyakrakusuma di Mataram, dengan maksud mempunyai rasa kesusilaan dan

tatakrama hanoraga (hanoraga artinya merindahkan diri), ketika tahun candra

1553 – tahun Jawa. Wayang wungkuk kebanyakan adalah wayang kuna, awalnya

wayang dibuang sangkuknya ketika jaman Sinuhun Kanjeng Susuhunan P.B. yang

ke II di Surakarta, yang mengubah bentuknya Kanjeng Gusti Pangeran Hadipati

Page 91: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Anom yang ke II, bentuk wayang dibuang sangkuknya, ditatah oleh Ki

Cermopangrawit dengan Kyai Gondo. Ketika tahun 1697 wayang sangkuk adalah

kebalikan dari wayang andeteng, wayang andeteng nantinya masih lazim dipakai.

Tentunya tidak terlalu andeteng, hanya sedikit saja. Dibandingkan dengan lainnya,

wayang yang agak andeteng itu kebanyakan logok mempunyai tindak tanduk yang

kelihatan gaib, misalnya; Suryoputro, Hadipati Karna, Ratu Sabrang Bagus,

Bambangan yang tanpa celana panjang. Andeteng maksudnya mempunyai rasa

gaib.

E. Ukuran Wayang

Wayang kaper

Yang dimaksud wayang Kaper itu adalah wayang Purwa tapi dibuat

ukuran kecil. Wayang kaper yang ukurannya besar sendiri, misalnya wayang Buta

Raton atau Werkudara, besarnya hampir sama dengan Kresna atau Harjuna dalam

wayang pedalangan yang umum. Jika diurutkan ke bawah, wayang bambangan

kira-kira sebesar putren kecil, biasanya hanya untuk mainan anak kecil yang

senang dan mempunyai dasar pengetahuan pedalangan.

Yang suka membuat wayang kaper itu biasanya orang yang kaya serta

suka pada tontonan wayang kulit sekalian untuk mendidik putranya. Jadi hanya

karena senang pada wayang kulit sampai tidak terasa mengeluarkan banyak biaya,

hanya untuk menyenangkan hati. Makanya wayang kaper itu kebanyakan komplit

lengkap sampai wayangnya sisa, rangkap-rangkap sampai lebih dari 300an buah

Page 92: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

karena tidak mengerti tentang peran masing-masing wayang, hanya menuruti

keinginannya saja.

Wayang Kijangkencanan

Wayang Kijangkencana itu juga termasuk wayang purwa. Yang dimaksud

Kijangkecanan itu adalah nama ukuran wayang atau wayang kencanan, artinya

ukuran sedang, tidak kecil tidak besar, jadi mengambil ukuran tengah. Biasanya

yang besar sendiri dalam wayang kencanan tadi, msialnya wayang Buta Raton

atau Tuhuwasesa yang disumping paling depan, ukuran wayang mengambil

ukuran wayang Gatutkaca dalam pedalangan umum. Begitu seterusnya, disebut

wayang ukuran kencana atau wayang tanggung. Yang suka pada wayang

tanggung itu kebanyakan hanya orang yang kaya serta senang memiliki wayang

purwa.

Maksudnya agar bisa ringan jika dimainkan kyai dalang kalau sedang

memainakn wayang, jangan sampai kelihatan ngoyo dalam memegang wayang

kalau dilihat orang banyak. Begitu maksud dibuatnya wayang tanggung yang

diberi nama Kijangkencanan tadi. Adapun wayang bernama Kijangkencanan

ketika jaman Sinuhun Ratu Tunggul di Giri, ketika tahun candra 1478 tahun Jawa,

diberi candra sangkala memet berupa wayang Dewa Batara Guru mengendarai

sapi andini, salira dwija jadi raja. Itu adalah tahun 1478.

Page 93: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Wayang Pedalangan

Wayang pedalangan artinya ukuran umum (normal biasa) ukuran lumrah

bagi pawayangan pada umumnya yang umum dipakai para dalang kalau akan

memainkan wayang. Jadi yang dimaksud wayang pedalangan adalah wayang

dengan ukuran lumrah, dimana-mana bisa urut ukurannya.

Wayang besar (Gede)

Wayang besar biasanya disebut Jujudan, ditambahi ukurannya menurut

lebarnya palemahan, menurut wayang yang dijujud. Misalnya wayang buta Raton,

yaitu menurut berapa lebarnya palemahan Buta Raton tadi, begitu seterusnya.

Wayang besar itu kalau untuk umum tidak biasa, selain kebesaran juga

kelihatan terlalu besar memenuhi tempat, tidak seimbang dengan keadaan tempat.

Bagi yang memainkan, yaitu dalangnya, juga kelihatan susah keberatan wayang,

makanya tidak lumrah menurut umum. Wayang besar biasanya hanya digunakan

di Kraton, bisa kelihatan komplit selaras dengan keadaan tempat. Kalau sudah

dipajang kelihatan indah. Yang masih ada sekarang hanya tinggal untuk tontonan

di museum Radyapustaka di Surakarta. Jadi wayang besar itu biasanya hanya

untuk di Kraton, agar jika untuk digelar tidak kelihatan kecil dan seimbang

dengan keadaan tempat.

Wayang-wayangan

Yang dimaksud wayang-wayangan itu adalah tiruan wayang, artinya

wayang yang tidak mempunyai wanda. Jadi wayang yang hanya sekedar berwujud

Page 94: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

wayang sebagai alat untuk mencari pekerjaan. Wayan-wayangan itu kebanyakan

bajujag tidak bisa rata karena wayang satu kotak isinya bermacam-macam

asalnya, dikumpulkan dari satu dua dan lagi membelinya dari tukang penatah

yang berbeda-beda. Jadi garapannya tentu saja tidak bisa sama, kelihatannya jadi

berwarna-warni. Kebanyakan tatahannya tidak luwes karena tercampur panatah

yang sedang belajar, sedangkan kulitnya juga hanya sedapatnya, tidak mencari

mana yang baik. Artinya, yang tebal kadang terlalu tebal, yang tipis kadang

sampai seperti kertas. Pewarnaannya juga begitu, hanya sekedar kelihatan

gemerlap, catnya hanya memakai ancur kulit bukan ancur lempeng (kripik).

Makanya kalau terkena hawa dingin lalu lengket mudah luntur, tidak bisa

dimandikan, makanya kelihatannya lusuh.

Gapitnya ada yang hitam, ada yang lugasan, tapi kadang ada satu dua yang

diberi gapit tanduk hitam. Adapun wayang yang biasa dipakai itu jumlahnya tidak

banyak, kira-kira hanya 125 buah, juga ada yang kurang dari 110 buah. Sudah

biasa bagi wayang di pedesaan, kadang ada yang menamakan wayang gunung,

karena wayang itu biasanya digunakan untuk mengamen di pedesaan sampai

sampai di pegunungan. Wayang-wayang itu kadang-kadang tercampur dengan

wayang yang baik, artinya wayang yang memang baik yang dibuat oleh para luhur

atau orang di kota yang suka wayang.

Wayang di pedesaan itu malah lebih banyak tersebar, hampir sepanjang

pesisir utara dan selatan yang suka wayang membeli wayang itu. Selain harganya

murah, juga sudah bisa mencukupi untuk mencari penghasilan, sudah bisa untuk

menyangga hidup. Para dalang di pedesaan atau para dalang di pesisir kalau

Page 95: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

mengumpulkan wayang hanya dengan membeli dari satu dua mencicil dari

sedikit. Pembayarannya dengan uang sisa jika ada tanggapan, berapa sisanya

menurut kekuatannya sendiri. Tanggapan di pedesaan biasanya harganya murah.

Wayang-wayangan tadi kadang ada yang menatah sendiri untuk segera

melengkapi wayang yang untuk mencari uang. Ada pula yang memakai cara

tukar-menukar wayang segala. Yang kalah bagus menambah uang, makanya

wayangnya kebanyakan tidak bisa runtut, campuran, jadi garis besarnya hanya

mencari lengkap saja.

F. Wayang Dolanan

Wayang dolanan itu wujud dan coraknya hanya sekedar bersifat wayang,

tanpa ukuran. Artinya di sini, besar kecilnya tidak bisa ditentukan sebab tidak ada

polanya, dalam membuat gambar hanya sedapatnya saja asal bisa jadi wayang.

Biasanya dibuat dari kertas karton atau kertas dilem rangkap tiga atau mencari

kertas yang kuat. Pembuatannya ditatah tapi cara panatahnya dirangkap, kalau

kertasnya tipis sering sampai rangkap 10 lembar, jadi setengah kodi. Penjualannya

dengan cara kodian seperti kain. Wayangnya juga dicat tapi hanya empat macam

yaitu merah, hitam, kuning, dan hijau. Pengecatannya ada yang hanya sebelah,

ada yang bolak-balik (kiri kanan), kadang ada yang tangannya masih irasan, juga

sudah ada yang sopakan. Yang tangannya masih irasan wayangnya bertolak

pinggang atau malangkadak, sedangkan yang tangannya sopakan dijahit dengan

benang agal, jadi bisa lebih hidup. Bagian alusan dicat dengan cat pudar, cat ancur

lin (atau ancur lem kayu) ada yang dibrom, diberi gapit seperti tusuk sate,

Page 96: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

pegangannya dari bambu yang dibelah terus dipakai menggapit diikat dengan tali

benang, terus diruncingkan dan ditancapkan di gadebog, lurus tanpa lengkung.

Biasanya dijual ke pasar kalau hari pasaran atau di Pasarmalam serta di

Sekaten, begitu seterusnya. Biasanya yang membeli adalah anak dari pedesaan.

Selain harganya murah juga sudah kelihatan bagus. Yang dimaksud wayang

pasaran artinya penjualannya hanya di pasar. Kebanyakan tentu di pasar pedesaan

karena yang senang bermain wayang seperti itu kebanyakan hanya anak di

pedesaan saja.

Wayang bocah angon (anak gembala) itu dibuat dari batang rumput

dondoman yang kuat. Rumput itu dibuat seperti wayang dengan cara yang

bermacam-macam. Kalau sudah jadi lalu dikumpulkan biasnya sebanyak 10 buah,

kalau lebih dari 10 tentu sudah bosan, lalu diguankan sebagai sebagai selingan

waktu menggembala kerbau atau sapi di padang rumput. Ada yang membuat

sambil bercerita, yang sudah jadi lalu dimainkan seperti dalang memainkan

wayang, diberi musik dari mulut saja, ramai terlihat senang bercanda bersama

teman.

Yang dimaksud di sini adalah wayang ketika jaman Kartasura sampai

jaman Demak ketika Raden Patah menjadi ratu di Demak, tapi sudah tidak ada

buktinya. Jadi wayang kuna itu jelas sudah hilang tidak ada wujudnya lagi, hanya

tinggal dalam cerita dongeng saja yang sudah ditulis dalam serat-serat

pengetahuan tentang wayang. Yang masih ada sekarang hanya tinggal wayang

jaman Surakarta, yang bisa tersebar sampai ke seluruh dunia.

Page 97: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Dimana-mana, setiap Kasultanan biasanya mempunyai wayang sendiri.

Bentuk berbeda-beda, disesuaikan dengan daerahnya sendiri. Misalnya wayang

Cirebon, wayang Yogyakarta, wayang Surakarta, semua itu wayang kulit tapi

bentuknya berbeda-beda, mempunyai bentuk sendiri. Makanya wayang di

sepanjang pasisir itu sabagian besar bentuknya tidak beraturan karena tercampur

wayang dari mana-mana, jadi tidak bisa itutlu mengambil bentuk yang sama.

Wayang campuran yaitu wayang dari bermacam-macam tempat dikumpulkan lalu

dicampur jadi satu.

Page 98: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

BAB VII

PENJELASAN SERAT SASTRAMIRUDA

A. Wayang Ron Tal

Pohon tal itu bentuknya seperti pohon mangga, daunnya agak kuat serta

panjang dan lebar. Daun itu biasanya digunakan untuk tempat menulis pada jaman

kuna, juga bisa digambari. Daun tersebut kuat disimpan lama. Itulah guna daun tal

ketika jaman kuna sebelum ada kertas. Wayang Ron Tal itu, wayang yang dibuat

dari daun tal, digambar dengan alat berbentuk barang seperti paku besar

diruncingkan atau kalam aren yang gagagnnya diruncingkan. Yang digunakan

untuk pola gambar adalah gambar dari candi Panataran, disalin satu-satu

disamakan dengan bentuk gambar-gambar yang dibutuhkan. Tapi setelah jadi

gambarnya tidak ditatah keluar seperti wayang kulit sekarang. Jadi tidak dicat,

hanya berwujud gambar saja lalu disimpan di kandaga (kotak berukir) sebagai

tempat untuk penyimpanannya. Kalau diambil dan dikeluarkan satu-satu lalu

diceritakan menurut lakonnya, tanpa kelir gadebog kepyak serta blencong, hanya

dengan duduk menghadap kotak sambil melihat gambaran yang keluar dari kotak,

hanya mengambil cerita dongengan babad saja tanpa suluk. Kalau sudah merasa

capek lalu bubar. Adanya wayang Ron Tal ketika jaman Prabu Jayabaya di negara

Mamenang ketika tahun surya 861.

Wayang itu hanya sampai jaman Prabu Suryahamilihur di negara Jenggala.

Setelah pindah kraton ke Pajajaran lalu ada wayang beber, ketika tahun surya

Page 99: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

1166 – sedangkan wujud gambar wayang sama seperti manusia, hanya sampai

jaman Majapahit terakhir. Setelah sampai jaman Demak, bentuk wayang diubah

semua menjadi miring, hidung, badan, tangannya serba panjang. Wayang Ron Tal

sekarang sudah tidak ada.

B. Wayang Beber

Wayang beber berbeda dengan wayang yang dipakai mengamen, lalu

beber beber di jalan-jalan itu. Kata beber di sini maksudnya mempunyai digelar,

karena wayang tersebut kalau akan keluar diceritakan lalu digelar agar bisa dilihat

orang banyak, menurut cerita lakon wayang tadi.

Wayang Beber itu hanya berbentuk gambaran wayang purwa atau wayang

Gedog yang digambar di atas kertas. Panjangnya hanya sadepa lebarnya 70 cm, di

kiri kanan diberi alat kayu bulat sebagai untuk merentangkan, lalu ditancapkan di

deling yang dilubangi sebagai gadebognya. Kalau sudah digelar di situ ada

gambaran apa, Ki Dalang lalu menceritakan kisah wayang itu. Kalau Dalangnya

bisa membanyol, meskipun wayangnya tidak bisa digerakkan, yang menonton

akan tetap tertawa karena kelucuan sang dalang.

Wayang beber biasanya hanya untuk ruwatan (Murwakala). Adanya

wayang beber ketika jaman Pajajaran tahun 1166 – tahun surya, sampai Majapahit

terakhir. Setelah jaman Raden Patah menjadi ratu Ratu di Demak tahun 1440 –

tahun candra, wayang beber lalu diganti kulit sampai sekarang ini. Ketika jaman

Demak sampai Mataram, wayang Beber masih dimainkan tapi hanya di kota

pinggiran dan di pedesaan saja.

Page 100: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Wayang beber dibuat dari kertas Jawa (kertas Ponorogo) yang kuat,

warnanya seperti kertas layang-layang. Setelah sudah banyak lawon (kain mori)

lalu diganti semua agar kuat disimpan serta awet. Wayang beber sekarang sudah

tidak dimainkan untuk di umum. Jadi sudah mati, tidak ada, dan lagi tidak setiap

orang punya punya wayang beber tadi. Kebanyakan hanya menyimpan wayang

kulit saja sampai dua atau tiga kotak, jadi terang wayang beber sudah mati tidak

dimainkan lagi.

C. Serat Dasanamajarwa

1. Arti Nama Buta

Buta : artinya besar atau mamak, serta sering mengeroyok dan

merebut.

Danawa : artinya dekat dengan napsu, keturunan Batara Danu

Ditya : artinya orang pilihan, serba bisa.

Raksasa : artinya sebangsa bregasakan (beringas)

Raseksa : artinya Buta laki-laki.

Raseksi : artinya buta wanita atau Diyu.

Wil : artinya angarad atau angeret.

2. Arti Nama Kera

Kera : artinya kaya suara

WRE : artinya bisa anjelih

Kapi : artinya kaya bulu

Wanara : artinya hewan berwujud manusia

Page 101: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Palwaga : artinya serba trampil

Palgasa : artinya serba mengerti

Palwaga : artinya serba cepat

Rewanda : artinya pemimpin suara

Kutila : artinya buruk bentuknya

Kencung : artinya kera wanita

D. Nama Sebutan Pandita

Pandita : artinya pepunden, dijunjung tinggi dimana saja berada.

Dwija : artinya angesti terus lahir batin

Dwijajawara : artinya melakukan dua perkara, yang pertama memuja dewa, yang

kedua meminta keselamatan.

Resi : artinya suci.

Wasista : artinya lebih awas, mengetahui sebelum terjadi

Sayuti : artinya mesu cipta

Pandita : artinya guru besar yang serba putus, wajib disebut panembahan.

Rerehan pandita

1. Ajar : artinya wajib mengajari, juru ajar

2. Wasi : artinya juru pangadilan, menyelesaikan perkara

3. Janggan : artinya yang menjadi juru tulis

4. Manguyu : artinya yang bertugas menabuh genta ketika dalam acara

pemujaan

Page 102: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

5. Putut : artinya tukang merawat sanggar palaggatan, atau

bertugas memasang alat sesaji pemujaan.

6. Cekel : artinya tukang juru taneman, atau jagi rumeksa pategilan,

awon baik ada tetanggelanipun cekel.

7. Cantrik : artinya yang bertugas melayani sebarang pekerjaan, atau

suruhan.

8. Uluguntung : artinya lurah kampung, yang bertugas mengatur

semuanya

9. Geluntung : artinya orang sudah memiliki rumah bertiang empat,

pekerjaannya mencari rumut, mengambil kayu atau air.

10. Indung-indung : artinya orang yang sedang mondok, tugasnya mencari

rumput di hutan di sekitar gunung.

Rerehan pandita perempuan

1. dungik : artinya orang pingitan yang akan jadi istri kyai Ajar,

tugasnya bercerita tentang lakon jaman kuna yang bisa

menjadi teladan bagi para perempuan, yang biasanya

cerita dongeng.

2. Mentrik : artinya juru rawat sebarang pakaian, makanan dan

sebagainya.

3. Sontrang : artinya dukun, menghilangkan penyakit atau merawat

putra dan cucu Ki Ajar.

4. Dayang : artinya tukang menebar bunga di sanggar palanggaran.

Page 103: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

5. Bidang : artinya menjadi inya yang menyusui putra dan cucu Ki

Ajar.

6. Endang : artinya pesuruh.

7. Kaka-kaka : artinya perempuan yang memasak (koki)

8. Abon-abon : artinya tukang sapu atau tukang cuci, membersihkan

segala sesuatu.

9. Abet-tabet : artinya tukang mengambil air atau mencari sayuran

10.Obatan : artinya perempuan yang menyiapkan sasajen atau

membeli ke pasar.

11.Wiku : artinya petunjuk ilmu pengetahuan.

E. Wayang Srambahan

Jumlah wayang purwa yang umumnya digunakan dalam pedalangan di

Surakarta. Wayang purwa pedalangan yang penting harus memilih wayang yang

luwes untuk srambahan, artinya bisa sumrambah, wayang srambahan bisa

mempunyai nama tiga atau empat. Misalnya wayang Harjuna slendangan bisa

bernama Sakutrem, Kumajaya, Rama Regawa, bisa jadi Palasara. Itulah tujuan

dalang dalam membuat wayang srambahan sampai bermacam-macam beberapa

wayang agar bisa untuk mengurangi jumlah wayang. Sedikit sudah bisa

mencukupi, begitu maksudnya para dalang.

Jumlah pemilihan wayang oleh dalang seperti di bawah itu:

Sumpingan kanan:

1. Kayon (Gunungan)

Page 104: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

2. Prabu Tuhuwasesa

3. Raden Wrekudara (kuning)

4. Raden Wrekudara (hitam)

5. Raden Bratasena (kuning)

6. Raden Bratasena (hitam)

7. Raden Gandamana

8. Raden Antareja

9. Raden Gatutkaca (kuning)

10. Raden Gatutkaca (hitam)

11. Raden Antasena

12. Raden Hanoman

13. Batara Guru

14. Prabu Rama (srambahan)

15. Prabu Kresna (kuning)

16. Prabu Kresna (hitam)

17. Prabu Yudistira. Amarta

18. Raden Sakutrem (srambahan)

19. Raden Harjuna

20. Raden Harjuna

21. Raden Harjuna

22. Raden Suryaputra

23. Raden Kuntadewa Amarta

24. Raden Premadi

Page 105: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

25. Raden Premadi

26. Kumajaya (Premadi slendangan srambahan)

27. Raden Nangkula

28. Raden Sahadewa

29. Batari Durga

30. Dewi Sarpakanaka (srambahan)

31. Dewi Banowati

32. Dewi Jembawati

33. Dewi Kunti

34. Dewi Dropadi

35. Dewi Sembadra

36. Dewi Srikandi

37. Dewi Setyawati (srambahan)

38. Dewi Ratih (srambahan)

39. Dewi Setyaboma (srambahan)

40. Dewi Pregiwa (srambahan)

41. Dewi Pregiwati (srambahan)

42. Dewi Leskalauti (srambahan)

43. Dewi Anjani

44. Dewi Rara Ireng – Bratajaya

45. Bondanpaksadanu (Dewa ruci)

46. Putran (Bayen)

Page 106: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Sumpingan kiri:

1. Buta Raton makutan (Kumbakarna) srambahan

2. Buta Raton pagogon (Niwatakawaca) srambahan

3. Buta Raton muda ngore (srambahan)

4. Prabu Dasamuka

5. Harya Kangsa (srambahan)

6. Prabu Bomanarakasura (srambahan)

7. Prabu Baladewa

8. Prabu Baladewa

9. Ratu Sewu negara (srambahan)

10. Boma muda pagogon (srambahan)

11. Prabu Druyudanan

12. Raden Kurupati

13. Harya Kencaka

14. Harya Rupakenya

15. Harya Kakrasana

16. Harya Seta

17. Harya Utara

18. Harya Wratsangka (srambahan)

19. Harya Setyaki

20. Prabu Basudewa di Mandura

21. Prabu Kuntiboja (srambahan)

22. Rpabu Matswapati di Wirata

Page 107: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

23. Prabu Drupada di Pancalareja (srambahan)

24. Prabu Salya di Mandraka

25. Prabu Bismaka di Kumbina

26. Prabu Setyajit di Nglesanpura (srambahan)

27. Prabu Karna di Ngawangga

28. Ratu Sabrang wok rapekan (srambahan)

29. Prabu Palgunadi (srambahan)

30. Dewa Srani (sabrang bagus srambahan)

31. Raden Haryaprabu Rukma (srambahan)

32. Raden Nayarana

33. Raden Drestajumna (srambahan)

34. Raden Samba

35. Raden Rukmarata

36. Raden Lesmana Mandrakumara

37. Raden Pancawala (srambahan)

38. Raden Wijanarka (srambahan) Bambangan

39. Raden Irawan

40. Raden Ongkawijaya

41. Raden Ongkawijaya

42. Raden Setyaka

43. Raden Pinten

44. Raden Tansen

45. Raden Wisanggeni

Page 108: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

46. Raden Caranggana (srambahan)

F. Penggolongan Dudahan Wayang

Para Kurawa

1. Pandita Durna

2. Patih harya Sangkuni

3. Raden Dursasana

4. Raden Durmagati

5. Raden Jayadrata

6. Raden Citraksa

7. Raden Citraksi

8. Raden Kartawarma

9. Raden Burisrawa

10. Wasi Haswatama

Para Jawata dan para tapa

1. Batara Narada

2. Batara Brahma

3. Batara Hendra

4. Batara Yamadipati

5. Batara Patuk

6. Batara Tamboro

7. Batara Surya (srambahan)

Page 109: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

8. Pandita Bagus (srambahan)

9. Pandita tua (srambahan)

10. Resi Bisma (srambahan)

11. Resi Abyasa

12. Resi Jembawan

Putran patih dan punggawa

1. Raden Hindrajit

2. Raden Trisirah (srambahan)

3. Raden Rajamala tidak rapekan (srambahan)

4. Patih Hudawa

5. Patih Tuhayata (srambahan)

6. patih Tambakganggeng (srambahan)

7. Patih Pragota rapekan (srambahan)

8. Patih Prabawa rapekan (srambahan)

9. Patih Sabrangan tanpa pakaian (srambahan)

10. Patih Sabrangan dengan pakaian (srambahan)

11. Punggawa Tatagan dengan pakaian (srambahan)

12. Punggawa Geculan Suramendem.

Para danawa

1. Danawa Pragalba

2. Danawa Cakil

Page 110: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

3. Danawa Cakil mata kadondongan, ngore

4. Danawa Terong (Congklok)

5. Danawa Galiyuk (gombak)

6. Danawa Rambutgeni

7. Danawa Mondol buta kuna (srambahan)

8. Danawa Kenyawandu, emban

9. Danawa Wanan Laki-laki

10. Danawa Wanan perempuan

11. Danawa Wahmuka (srambahan)

12. Danawa Harimuka (srambahan)

Para wanara

1. Narpati Subali

2. Narpati Sugriwa

3. Raden Jaya Hanggada

4. Kapi Jembawan

5. Kapi Hanila

6. Kapi Hanala

7. Kapi Susena

Sebangsa dagelan

1. Semar

2. Gareng

Page 111: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

3. Petruk

4. Bagong

5. Togog

6. Belung

7. Cantrik

8. Cangik

9. Limbuk

10. emban

11. Parekan (nyai tumenggung)

12. Parekan (nyai tumenggung)

13. Oemang Ontagopa

Wayang ricikan

1. Sokosrono (srambahan)

2. Lelepah

3. Ilu-ilu

4. Kepala besar mata lebar

5. Wedon

Wayang ricikan

1. Prampogan (jawa)

2. Prampogan (danawa)

3. Kereta

Page 112: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

4. Kuda (Putih)

5. Kuda (hitam)

6. Gajah (Diponggo)

7. Macan

8. Naga (sawer)

9. Banteng

10. Kerbau

11. Burung Garuda

12. Babi

13. Burung Jawata

senjata

1. Gada rujakpolo

2. Bindi

3. Gada

4. Cakra

5. Nawala

6. Cupu

7. Cis

8. Trisula

9. Candrarasa

10. Alu gara

11. Badama

Page 113: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

12. Bendo

13. Arit

14. Keris besar

15. Keris luk, Cakil

16. Keris luk

17. Keris lurus Satria

18. Keris lurus

19. Panah luk

20. Panah lurus

21. Panah lurus

Jumlah wayang semua ada 176 buah senjatanya ada 21 buah. Jadi itu jumlah

wayang yang biasanya digunakan dalam pedalangan. Dene jumlah wayang yang

sudah biasanya disebut di depan bisa lebih banyak jumlahnya, semua sampai

berjumlah 370, ini ditambah senjata dan peralatannya 30 buah, semua ada 400

buah, itu belum ditambah yang lain-lain, kalau ditambah kadang-kadang sampai

500 buah. Artinya kalau ditambah misalnya gapura kraton, pohon-pohonan,

bunga-bunugaan di taman, buruan yang kecil-kecil begitu seterusnya. Biasanya

orang membuat wayang itu kalau sudah suka kadang sampai lupa, sampai barang

yang tidak biasanya ada dalam pedalangan pun dibuat wayang. Makanya

wayangnya sampai banyak sekali.

Jika orang sedang suka membuat wayang. Membuat wayang purwa sampai

lengkap serta wandanya semua, yang kuat membuat hanya orang yang kaya serta

Page 114: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

sedang suka wayang dan ceritanya. Biasanya malah tidak bisa menjadi dalang,

hanya orang yang sedang suka cerita lakon wayang dan bisa terwujud

keinginannya bisa memainkan wayang. Sedangkan para dalang kebanyakan hanya

secukupnya saja yang penting bisa dimainkan untuk mendalang. Itu bedanya

wayang yang dibuat pedalangan dengan yang dibuat oleh para hartawan yang suka

dengan cerita pedalangan.

Page 115: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

BAB VIII

MENATA WAYANG PURWA

A. Digunakan dalam Hajatan

Carannya, yang lebih dulu dipasang yaitu gedebognya, tapakdara

berjumlah empat buah diatur berjajar empat sesuai dengan panjang pendeknya

kelir dilebihkan kurang lebih satu meter. Pada bagian yang dipasang gedebog

yang panjang dulu sebagai tempat untuk para ratu (Katongan). Panjangnya

gadebog kurang lebih ada 6 meteran, kalau kurang bisa disambung disatukan di

tengah pucuk dengan pucuk. sedangkan pangkal gadebog ada di ujung kelir kiri

dan kanan. Lalu ambil gadebog yang satu lagi yang berukuran pendek sekitar lima

meteran, dipasang agak rindah sedikit untuk tempat para patih dan punggawa

yang pada menghadap ratunya. Yang ini agak pendek beda antara 6 cm, lalu

ditancapi tapakdara yang lancip agak pendek. Gadebog lalu dijajar dua, yang

panjang di atas, yang pendek di bawah. Kedua gadebog tadi lalu diikat dengan tali

kecil supaya bisa rapat, rata dan bisa kuat jangan sampai bergoyang. Lalu mulai

menggelar kelir yang akan dipasang, lubang kelir yang akan dipasang kiri dan

kanan lalu dimasuki sligi.

Sligi itu terbuat dari kayu jati yang dibuat bulat panjangnya menurut lebar

kelir yang sebelah dilebihkan 25 cm. Yang di bawah diruncingkan supaya

gampang menancap di gadebog sedangkan yang di atas rata. Yang rata

dimasukkan pada blandar kelir. Blandar itu dibuat dari bambu wulung dilubangi

Page 116: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

kiri kanan. Panjangnya menurut panjang kelir dilebihkan 40 cm di satu sisi. Cara

merentangkan kelir itu harus dua orang, memegangi sligi kiri kanan. Sligi yang

rata dimasukkan ke lubang blandar kiri dan kanan, lalu diangkat bersama-sama

dan ditumpangkan di gadebog atas, lalu direntangkan yang sama kencang. Sligi

yang lancip di kiri dan kanan lalu ditancapkan ke gadebog secara bersama-sama.

Kelir sudah kelihatan terbentang menancap di gadebog, lalu blandar kelir diikat

dengan tali kecil pada tiang rumah kiri dan kanan, yang kuat jangan sampai rubuh

kalau tersenggol-senggol orang atau bocah. Karena kalau nanggap wayang pasti

banyak bocah yang menonton di sana. Makanya pemasangan kelir harus kuat.

sekarang kelir bagian palemahan di bawah ditancapkan di gadebog

paseban yang sebelah atas mulai dari kanan ke kiri. Cara menancapkannya adalah

dengan diselipkan supaya kalau tertarik ke atas jangan sampai gampang copot.

Lalu ganti platet kelir yang ada di atas ditarik dengan tali pluntur atau tali kecil

yang kuat jangan sampai gampang putus. Tapi pluntur itu diikat di blandar kelir

yang pas ditancapkan sligi, lalu ditarik ke bawah dimasukkan dalam platet mulai

dari sebelah kanan dahulu. Pluntur lalu dikaitkan di blandar kelir lalu ditarik ke

bawah dimasukkan di platet lagi, ditarik ke atas diikatkan pada blandar, ditarik ke

bawah. Begitu berulang-ulang sampai di platet yang terakhir di sebelah kiri lalu

diikat yang kencang. Merentangkan kelir harus kencang dan rata, jangan sampai

kendor kelihatan bergelayut. Kelir jika kendor pemasangannya, untuk memainkan

wayang tidak enak. Bagi yang menonton kurang bagus. Makanya pemasangan

kelir itu sebisa mungkin kelihatan terentang bersih dan kelihatan rata, serta agat

sedikit mayat. Sekarang pemasangan kelir sudah selesai. Kotak tempat wayang

Page 117: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

segera diletakkan di sebelah kiri, dirapatkan dengan gadebog tempat wayang yang

di bawah, kotak lalu dibuka tutupnya diletakkan di sebelah kanan, bersebelahan

dengan kotak yang ada di sebelah kiri tadi.

Sekarang ganti memasang tali atau rantai yang akan digunakan untuk

menggantung blencong lampu wayang. Tali atau rantai itu diikat di blandar

rumah. Blencong lalu digantungkan. Untuk mengukur jauh dekatnya dengan kelir

kira-kira dua jengkal lebih 45 cm dengan nyala blencong sedangkan dari atas

blencong digantungkan antara dua jengkal, diukur dari atas kepala dalang kalau

sudah duduk dibawah kelir. Duduknya dalang itu tidak berada persis di bawah

blencong tapi agak mundur sedikit agar wajah Ki dalang jangan sampai tersorot

oleh nyala blencong itu karena kalau sampai tersorot nyala blencong maka akan

silau penglihatannya pada wayang wayang.

B. Sumping Sekar Melati

Meyumping wayang kulit dengan benar tidak gampang. Nyumping artinya

dari kata sumping misalnya asesumping sekar melati, yaitu sepasang kembang

melati diselipkan di telinga (daun telinga kiri dan kanan), harus memilih bunga

yang besarnya sama dan sesuai dengan telinga. Tersebut arti kata sumping,

membuat agar agar bisa kelihatan seimbang jiia dilihat dari tengah-tengah.

Begitu juga menyumping wayang, yaitu menjajarkan wayang yang

ditancapkan di gadebog urut dari yang besar sampai yang kecil, pemasangan

wayang yang besar agak jauh dari kelir sedangkan wayang yang ukuran sedang

menempel di kelir, ditancapkan di gadebog atas, kiri dan kanan. Cara

Page 118: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

mengaturnya harus dibuat sama supaya kalau dilihat bisa kelihatan timbang,

jangan sampai kelihatan berat sebelah. Jika wayangnya banyak yang tersisa,

disumping pada gadebog yang sebelah bawah, juga diurutkan seperti yang sudah

selesai disumping di sebelah atas tadi. Cara penataan kiri dan kanan dibuat sama,

jangan sampai kelihatan tidak seimbang jika dilihat. Jadi intinya kembali pada

kata sumping tersebut, harus imbang kiri dan kanan. Penataannya supaya

kelihatan rapi, urut bahu wayang yang besar terus diurutkan sampai wayang yang

kecil. Di sebelah kiri dan kanan wayang yang disumping tersebut di tengah diberi

sela untuk tempat wayang jika dalang sudah mulai memainkan wayang. Sela

tempat tadi lebarnya antara 180 cm, lebih lebar yang sebelah kiri. Sebelum

wayang mulai main, kayon (gunungan) ditancapkan di tengah kelir dulu. Cara

menancapkan wayang semua harus pas dengan palemahan kelir, kalau terlalu

dalam menancapkannya disebut kungkum, kalau terlalu ke atas disebut terbang,

makanya palemahan wayang harus bisa menumpang pas dengan palemahan kelir.

Cara penataan wayang itu yang paling atas pasti gunungan (kayon), lalu

wayang sumpingan sebelah kanan. Wayang yang paling besar yaitu Prabu

Tuhuwasesa (Werkudara jadi ratu) ditata sebagai wayang sumpingan sebelah

kanan. Kayon diambil dulu lalu ditancapkan di gadebog paseban atas di tengah

kelir pas dengan palemahan kelir. Kalau belum untuk menancapkan rapat dengan

kelir supaya kelihatan rajin. Lalu wayang bagian sumpingan kanan diambil

sekaligus dengan ebleknya keluar dari kotak lalu ditumpuk di atas tutup kotak

yang ada di sebelah kanan tempat duduk tempat duduk dalang, lalu diambil satu-

satu urut dari atas, Wayang yang paling besar pada sumpingan kanan yaitu Prabu

Page 119: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Tuhuwasesa (Werkudara jadi ratu) ditancapkan di dagebog atas. Terakhir, kelir

sebelah kanan agak keluar sedikit, lalu Wrekudara yang badannya gemblengan

(prada kuning), lalu Wrekudara yang badannya hitam. Begitu seterusnya sampai

putran dan putren, sampai Dewa Ruci dan putran bocah kecil habis. Cara

penataannya jangan sampai ditancapkan miring lurus, yang ada di depan sendiri

agak miring sedikit. Kalau sudah ada lima wayang yang ditancapkan, baru dibuat

agak miring lurus sampai habis. Semua wajah wayang diatur supaya kelihatan

jelas satu-persatu, supaya gampang memilih wayang jika sewaktu-waktu

dibutuhkan oleh dalang, serta bahu wayang dibuat urut mulai dari depan sampai

habis. Palemahan wayang menumpang di palemahan kelir, diurutkan yang rapi

jangan sampai kelihatan naik turun. Maksudnya agar wajah wayang terlihat jelas

sehingga memudahkan memilih wayang. Menancapkan wayang harus dikira-kira

agar bisa kuat jangan sampai terlalu dalam atau terlalu dangkal. Kalau terlalu

dalam menancapkannya nanti sewaktu-waktu dibutuhkan susah diambil, kalau

terlalu dangkal, kalau kelir itu tersenggol bergerak karena sabetan wayang atau

tersenggol bocah, wayangnya bisa ambruk sehingga kurang baik atau bisa

merusakkan wayang.

Kalau menyumping wayang sebelah kanan sudah selesai, ganti yang

sebelah kiri. Cara penataannya juga sama seperti sebelah kanan. Bedanya kalau

yang sebelah kiri yang ada paling depan adalah buta Raton yang biasa dinamakan

Kumbakarna terus disambung buta Raton muda, lalu Dasamuka seterusnya

sampai wayang yang kecil yaitu Caranggana atau Pinten dan Tansen. Semua

tangan wayang diatur ngapurancang agar jangan sampai kelihatan terlalu panjang

Page 120: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

pegangan tangannya. Cara menancapkan wayang disusun agar kelihatan rapi asri

dipandang. Kiri dan kanan kalau dipandang kelihatan timbang, itulah yang

dinamakan nyumping wayang. Tinggi rindahnya pemasangan gadebog paseban

yang bawah hampir sama dengan bibir kotak wayang, kalau sampai terlalu ke atas

nanti nyangklak, tidak enak untuk sabetan wayang, kalau terlalu rindah wayang

kelihatan amblas juga kurang bagus. Maka agar pas, yang dipakai untuk

mengukur adalah bibir kotak wayang.

C. Menyumping Cara Pedesaan

Tata cara menyumping wayang cara pedesaan sama saja, hanya bedanya

yang pasti, kadang terselip wayang yang tidak pantas disumping ikut disumping

sehingga mengotori yang ditonton. Biasanya wayang di pedesaan itu kalau

wayangnya lengkap, kadang-kadang ada wayang buta Raton kepala Kerbau

(Maesasura) dan buta kepala sapi (Lembusura) dan ada lagi dewa kepala Gajah

(Batara Ganesa) dan buta Balasrewu (Triwikrama) serta Petruk jadi ratu (Prabu

Gurdinadur). Itu semua digolongkan wayang katongan sedangkan wayang yang

besar-besar itu ikut disumping sehingga membuat kacau dan kurang pantas.

Sehabis melihat wayang yang bagus di sumpingan sebelah kanan, setelah ganti

melihat sumpingan sebelah kiri lalu melihat bentuk kang menyolok mata yaitu

bentuk kepala hewan kelihatan menyembul bercampur dengan wayang yang

berwujud manusia di sumpingan. Apalagi melihat hidung Petruk menutupi mulut

Dasamuka. Itu namanya tidak bisa timbang dengan yang ditonton. Memang benar

menurut waton wayang, yang disumping itu golongan wayang katongan dan

Page 121: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

putran. Tapi kalau wayang tersebut tidak pantas dan kurang sesuai maka tidak

perlu diikutkan dalam sumpingan, nanti malah merusak pandangan. Dan lagi ada

wayang kera Sugriwa dan Subali yang juga sering diikutkan dalam sumpingan, itu

juga kurang bagus.

Intinya harus dipilihi mana wayang yang sekira pantas dan sesuai jadi

tontonan dalam sumpingan tersebut. Kalau hanya menuruti wayang wayang

katongan dan putran yang harus disumping, nanti akan ada wayang Kurawa ikut

dalam sumpingan. Kurawa yang ikut dalam sumpingan itu hanya Prabu

Duryudana dan putranya Lesmana Mandrakumara. Sedangkan wayang kera yang

pantas ikut disumping itu hanya satu Hanoman, diletakkan di sumpingan kanan.

Resi Parasu wayangnya besar sama dengan Jagal Bilawa, juga kurang pantas jika

diikutkan dalam sumpingan karena rambutnya mengembang dan kelihatan

pahanya yang tanpa celana. Itulah yang membuat kurang pantas menjadi tontonan.

Jadi semua wayang yang kelihatan aneh jangan sampai diikutkan dalam

sumpingan, sebaiknya dicampur dengan wayang dudahan saja. Urutan tatanan

menyumping wayang purwa bisa dilihat dalam serat Bau Warna Wayang jilid

satu, di sana sudah ada keterangan jelas dengan wanda-wanda wayang purwa

lengkap.

D. Menyumping Cara Pesisir

Caranya sama dengan sumpingan cara pedesaan, bedanya, ada yang sangat

menyimpang sehingga membuat kurang enak ditonton yaitu setelah menyumping

wayang kiri dan kanan lalu di atas kepala wayang sumpingan yang sebelah kanan

Page 122: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

disisipi wayang Batara Guru, sumpingan sebelah kiri disisipi Batari Durga. Semua

seperti berada di atas kepala wayang yang disumping di sebelah kiri dan kanan

tadi. Kalau menurut kesesuaian dan keindahan kurang baik karena menbuat kotor

tontonan. Barang yang sudah diatur dengan rapi dan kelihatan bersih, malah

ditambahi barang yang aneh di atas kepala wayang sumpingan, terlebih lagi

Batara Guru yang mengendarai sapi, jadi kelihatan ada sapi di atas kepala. Yang

seperti tersebut harus dipikirkan jangan hanya dipikir bahwa itu adalah wayang

yang ada dalam satu kotak ternyata malah menghilangkan keindahan tontonan

Begitulah jika orang tidak mengerti pada keindahan tontonan, terlebih jika

wayangnya banyak dan lebih lengkap, kadang-kadang mempunyai wayang

Sanghyang Wenang dan Sanghyang Tunggal, lalu kelihatan sumpingannya terlihat

tidak rata. Wayang yang digunakan dalam pasamuan apa saja, itu sebenarnya

hanya untuk meramaikan suasana, jadi tontonan yang kelihatan indah dan menarik

hati.

Maka di sini disampaikan bahwa tidak gampang menata wayang

sumpingan, harus bisa membuat tontonan yang rapi dan bisa memperlihatkan

keindahan wayang, bisa memilih mana wayang yang patut jadi tontonan dalam

sumpingan agar kelihatan enak dipandang karena wayang ketika dipakai main

oleh Ki Dalang atau sebelumnya akan jadi tontonan para priyayi yang hadir dan

menyaksikan permainan Ki Dalang tersebut. Selain melihat kepiawaian Ki Dalang

juga melihat keindahan tontonan wayang yang dijajar di kelir sebagai pemanis

acara tadi. Kalau ada tamu yang senang pada bentuk wayang tadi malah kadang-

kadang sampai lama bertanya pada penyumping. Kadang bertanya ini wayang dari

Page 123: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

mana, milik siapa kok kelihatan bagus, pastinya yang punya tahu dan suka pada

keindahan kagunan Jawa sehingga bisa menyesuaikan bentuk dengan

keindahannya. Sebaliknya jika penataannya kurang baik, kelihatan naik turun dan

banyak wayang yang tidak patut diikutkan dalam sumpingan, lalu kelihatan aneh

dilihat, wayangnya lalu kelihatan remeh. Dalam seni kebudayaan lalu tidak ada

harganya karena kurang bisa menempatkan wayang jika akan digunakan untuk

hajatan. Ada lagi menyumping wayang kayonnya ada tiga (gunungan) yaitu yang

ditancapkan di tengah satu, sedangkan yang dua ditancapkan di sebelah kiri satu,

di sebelah kanan satu, ini memperlihatkan jika yang punya wayang sedang senang

pada bentuk ukiran wayang yang kelihatan rumit, lalu ingin membuat gunungan

sampai tiga jumlahnya. Setelah wayang digunakan lalu diikutkan semua sekalian

dipamerkan pada para tamu, supaya bisa dilihat oleh para tamu.

Gunungan tiga dibuat tiga macam, ada yang bentuk kolaman dan ada yang

bentuk gapuran, di sebaliknya dicat berbeda-beda, jadi tiga macam. Ada yang

merah menggambarkan nyala api, ada yang dicat abu-abu menggambarkan awan

dan ada yang dicat biru muda bergaris putih menggambarkan air atau angin.

Begtersebut maksud yang punya wayang. Ada lagi wayang gunungan yang dicat

bolak-balok sama, tanpa dicat nyala api. Itu adalah gunungan yang hanya untuk

wayang kayu, yaitu wayang klitik atau wayang golek di tanah Pasundan, karena

wayang kayu itu tanpa kelir jadi jika dilihat dari depan atau dari belakang bisa

kelihatan sama.

Kalau sumpingan wayang kayonnya ada dua, yang satu pasti ditancapkan

di tengah sedangkan satunnya lagi ditancapkan di sebelah kiri. Itu akan membuat

Page 124: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

tontonan kelihatan berat sebelah, setelah melihat tontonan besar sampai yang

kecil, kiri dan kanan sudah kelihatan timbang, di tengah lalu ada bentuk cembung

satu yaitu gunungan, itu sudah baik malah ditambah di sebelah kiri ada gunungan

satu lagi sehingga menjadi kurang enak dilihat.

Repotnya memasang sumpingan kayon tiga atau dua yaitu kalau akan

gapuran. Srinata kembali ke istana dan berhenti di depan bangsal Srimanganti.

Kayon yang ada di tengah tadi akan susah mau ditancapkan di mana. Kalau

ditumpuk jadi satu akan kelihatan berjejal, tidak enak dilihat. Sedangkan jika ada

dua gunungan, susahnya adalah ketika perang ampyak, perang prajurit prampogan

yang akan meratakan jalan, yang digunakan untuk menggambarkan hutan dan

semak-semak juga gunungan itu lagi. Kayon yang ada di tengah akan lalu

ditancapkan di sumpingan yang sebelah kanan. sedangkan yang kiri pasti yang

akan dijadikan hutan dan semak tadi. Kalau sudah ditancapkan semua, prampogan

akan kelihatan ada di tengah-tengah seperti diapit gunungan, jadi seperti ada

dalam jurang di tengah-tengah gunung. Kalau sudah dimainkan akan kelihatan

goncang, menghilangkan keindahan tontonan dan memenuhi tempat, kelir jadi

kurang luas karena penuh dengan wayang yang besar-besar menutupi tontonan

yang lain. Sebaiknya kayon (gunungan) itu cukup satu saja sudah cukup, jadi

tidak kelihatan memenuhi tempat.

E. Memajang Wayang

Menurut pedalangan di Surakarta, menata wayang sumpingan itu sudah

ditentukan karena wayangnya hanya mengambil wayang yang bisa digunakan

Page 125: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

untuk lakon apa saja. Jadi tidak perlu terlalu banyak memajang wayang. Kalau

kebanyakan lebih baik dijadikan dua kotak sedangkan yang sudah-sudah, biasanya

wayang gunungan cukup hanya satu saja serta dicat seperti pada umumnya, yaitu

di sebaliknya digambar nyala api. Karena itu biasanya dalam cerita pedalangan

kalau sedang terjadi kebakaran atau menggambarkan kawah Candradimuka, yang

digunakan adalah bentuk gambar nyala api tersebut.

Adanya gunungan atau yang dinamakan Kayon itu ketika sabelum jaman

Kartasura, kebanyakan adalah bentuk kolaman yang hanya menggambarkan

bentuk seisi hutan, pepohonan yang mempunyai buah dan bunga, sampai dengan

hewan buruan, yaitu buruan darat, ari dan burung. Yang seperti itu dinamakan

kayon Kolaman. Setelah jaman Kartasura, Kanjeng Susuhunan P.B. II membuat

wayang klitik yang terbuat dari kayu mirit, dibuat oleh Pangeran Ratu Pekik.

Setelah jadi disebut wayang krucil, oleh orang banyak disebut wayang klitik, lalu

diberi candra sangkala memet berupa wayang gunungan, di tengah digambar pintu

gapura, di kiri kanannya dijaga raksasa yang membawa gada. Diberi candra

sangkala Gapura Lima Retuning Bumi, yaitu tahun 1659.

Jadi wayang gunungan yang memakai gambaran gapura itu adanya ketika

jaman Kartasura dan digunakan dalam wayang Krucil. Bolak-balik gambarnya

sama karena wayang kayu itu tanpa kelir dan banyak dimainkan pada waktu siang

hari. Sampai sekarang banyak wayang purwa pada dengan Kayon (gunungan)

berbentuk gapuran, sedangkan yang bentuk kolaman semakin berkurang.

Page 126: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

BAB IX

PAKEM RADYA PUSTAKA

A. Tata Letak Sebelah Kanan

1. Prabu Tuhuwasesa

2. Raden Wrekudara wanda mimis, hitam

3. Raden Wrekudara wanda lindupanon

4. Raden Wrekudara wanda gurnat

5. Raden Wrekudara wanda lintang, hitam

6. Raden Bratasena wanda mimis, hitam

7. Raden Bratasena wanda gurnat

8. Jagal Abilawa (Balawa)

9. Raden Gatutkaca wanda kilat

10. Raden Gatutkaca wanda guntur

11. Raden Gatutkaca wanda tatit, hitam

12. Raden Gatutkaca wanda gelap, hitam

13. Raden Antareja

14. Raden Antasena

15. Raden Hanoman

16. Prabu Kresna wanda rondon

17. Prabu Kresna wanda mawur

18. Prabu Kresna wanda wanda gendreh

Page 127: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

19. Prabu Harjunasasrabau

20. Prabu Ramawijaya

21. Prabu Pandudewanata

22. Prabu Parikesit (Dipayana)

23. Bagawan Palasara

24. Prabu Yudistira, wanda putut

25. Prabu Yudistira wanda panuksma

26. Raden Harjuna wanda kanyut

27. Raden Harjuna wanda jimat

28. Raden Harjuna wanda kunanti

29. Raden Harjuna wanda malatasih

30. Raden Harjuna wanda renteng

31. Raden Harjuna brongsong, wajahnya prada srambahan

32. Raden Harjuna sampir (slendangan) srambahan

33. Raden Puntadewa wanda malatsih

34. Raden Puntadewa wanda kunanti

35. Raden Suryaputra

36. Raden Madubranta

37. Raden Pandu

38. Raden Ramabadra

39. Raden Ramalesmana

40. Raden Premadi, wanda panmembuat

41. Raden Premadi, wanda pengasih

Page 128: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

42. Raden Premadi wanda kunanti

43. Raden Premadi, sampir (slendangan) srambahan

44. Raden Nangkula

45. Raden Sahadewa

46. Dewi Jembawati, makutan

47. Dewi Sarpakanaka

48. Dewi Arimbi

49. Dewi Banowati, wanda berok

50. Dewi Banowati wanda golek

51. Dewi Kunti

52. Dewi Anggendari

53. Dewi Drupadi

54. Dewi Herawati

55. Dewi Banowati, muda rimong kasemekan (kemben)

56. Dewi Banowati muda slendangan

57. Dewi Sembodro, wanda rangkung

58. Dewi Sembodro, lentreng

59. Dewi Rukmini

60. Dewi Setyaboma

61. Dewi Srikandi, wanda goleng

62. Dewi Srikandi, wanda patrem

63. Dewi Pregiwa

64. Dewi Surtikanthi

Page 129: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

65. Dew Jembawati gelung ukel

66. Dewi Dursilawati

67. Dewi Sitisendari wanda gandes

68. Dewi Utari

69. Dewi Laksakalauti

70. Dewi Laraireng wanda lanceng

71. Estren endel lanyapan untuk silihan

72. Estren Endel slendangan untuk silihan

73. Estren longok untuk silihan

74. Estren Luruh (oyi) untuk silihan

75. Estren Luruh (oyi) Selendangan untuk silihan

76. Estren Longok slendangan untuk silihan

77. Dewi Rukmini nom

78. Dewi Setyaboma nom

79. Dewi Hanjani

80. Dewi Mustakaweni

81. Bondan Paksajandu (Dewa Ruci)

82. Putran bocah kecil.

B. Tata Letak Sebelah Kiri

1. Buta Raton srambahan (Kumbakarna) wanda barong

2. Buta Raton srambahan (Kumbakarna) wanda macan

3. Prabu Niwatakawaca wanda mendung

Page 130: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

4. Buta raton jamang gruda pogogan wanda kopek

5. Prabu Dasamuka (Rahwana) wanda bugis

6. Prabu Dasamuka (Rahwana) wanda bengis

7. Prabu bomantara Boma kuna sepuh

8. Prabu Bomanarakasura

9. Prabu Baladewa, wanda paripeksa

10. Prabu Baladewa, wanda sembada

11. Prabu Baladewa, wanda kaget

12. Prabu Baladewa, wanda geger

13. Prabu Sridenta

14. Prabu Duryudana wanda jangkung

15. Prabu Duryudana wanda jaka

16. Raden Kurupati

17. Raden Kakrasana, wanda kilat

18. Raden Kakrasana, wanda sembada

19. Prabu Basuketi

20. Prabu Kuntiboja

21. Prabu Basudewa

22. Prabu Matswapati

23. Prabu Drestarata

24. Prabu Drupada

25. Prabu Salya

26. Prabu Bismaka

Page 131: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

27. Prabu Setyajit

28. Prabu Radeya

29. Prabu Karna, wanda bedru

30. Prabu Karna, wanda lontang

31. Raden Yadengandura

32. Raden Hugrasena

33. Raden Durgandana

34. Raden Sodo, Basudewa ketika muda

35. Raden Sucira, Drupada ketika muda

36. Harya Setyaki wanda mimis

37. Harya Setyaki wanda wisuna

38. Harya Setyaki wanda kakik

39. Ratu Sabrang Wok Prabu Partasudarma

40. Ratu Sabrang bagus (Prabu Dewasrani)

41. Harya Wibisana

42. Harya Prabu Rukma

43. Patih Suwanda

44. Raden Rukmarata

45. Raden Rukmara

46. Raden Drestajumna

47. Raden Gunadewa

48. Raden Warsakusuma

49. Raden Narasoma

Page 132: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

50. Raden Narayana, wanda geblag

51. Raden Narayana, wanda sembada

52. Raden Samba wanda buntit

53. Raden Samba wanda sembada

54. Raden Samba wanda geblag

55. Raden Partajumna

56. Raden Pancawala

57. Raden Lesmana Mandrakumara

58. Raden Ongkawijaya wanda bangkung

59. Raden Ongkawijaya wanda buntit

60. Raden Sumitra

61. Raden Irawan

62. Raden Dewabrata

63. Raden Kresnadipayana

64. Raden Wijanarka wanda pengasih

65. Raden Wijanarka wanda miling

66. Raden Bisdengancara

67. Raden Wisanggeni

68. Raden Setyaka

69. Raden Caranggana

70. Raden Pinten

71. Raden Tansen

Page 133: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Wayang yang namanya tidak disebutkan dalam sumpingan kiri dan kanan di atas,

hanya digolongkan wayang dudahan meskipun wayang tadi katongan atau putran,

hanya termasuk golongan wayang dudahan saja.

C. Golongan para Kurawa

1. Pandita Druna, ada dua, yang satu keton, satunnya rambut gondel

2. Patih Sengkuni, ada dua, yang satu ketu batik, satunya ketu Karna

3. Raden Dursasana

4. Raden Durjana

5. Raden Durmuka

6. Raden Jayawikata

7. Raden Jayadrata

8. Raden Durmagari, wanda pocol ketu udeng batik

9. Raden Durmagati, wanda cawet pogog udalan

10. Raden Citraksa

11. Raden Citraksi

12. Raden Carucitra

13. Raden Surtayu

14. Raden Surtayuda

15. Raden Kartamarma

16. Raden Haswatama

17. Raden Burisrawa wanda pantat rapekan

18. Raden Burisrawa wanda cantuk kampuh jangkahan

Page 134: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

19. Resi Krepa

D. Golongan Putran

1. Raden Harya Kincaka

2. Raden Rupakinca

3. Raden Seta

4. Raden Wratsangka

5. Raden Utara

6. Raden Gandamana

7. Raden Rajamaka artinya juru (jago) berkelahi

8. Raden Kangsa

9. Raden Ulmuka

10. Raden Yuyutsuh

11. Raden Danurwenda

12. Raden Sangasanga

13. Raden Dwara

14. Raden Kartapiyoga

15. Raden Hindrajit, wanda cawet

16. Raden Hindrajit, wanda pantat

17. Raden Trisirah

18. Raden Trikaya

19. Raden Dewantaka

20. Raden Yaksadewa

Page 135: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

21. Raden Narantaka

E. Golongan Para Tapa

1. Resi Kanwa

2. Resi Habiyasa

3. Resi Bisma

4. Resi Santanu

5. Resi Sapwani

6. Resi Ramabargawa

7. Resi Bagaspati

8. Resi Wiraswa

9. Resi Kanumayasa

10. Sri Bagawan Baladewa

11. Bagawan Sumali

12. Bagawan Dupara

13. Bagawan Ciptaning (Mintaraga)

14. Bagawan Kapi Jembawan

15. Cekel Hendralaya

16. Putut Jayasemedi

17. Pandita Sepuh (Tuwa)

18. Demang Ontogopa

19. Jagal Walakas

Keterangan:

Page 136: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Mulai Raden Kaniyasa (Kanumayasa) sampai Harjuna (Janaka) semua adalah

wayang bokongan. Makanya kalau wayangnya kurang bisa meminjam wayang

Janaka dan Premadi. Lebih baik lagi kalau punya Janaka slendang dan Premadi

sampir atau Harjuna brongsong wajah kuning prada, itu yang bisa digunakan

untuk menggambarkan Resi Kanumayasa dan Sakutrem serta Sakri, jika cerita

pedalangan sampai sampai Janaka yang berwenang memiliki minyak

jayengkatong. Makanya kalau sedang bersedih hati lalu membuat gara-gara.

Setelah selesai perang kembang dan mulai akan berjalan dengan patet sendon

abimanyon. Kalau para putran raden Janaka semua, wayangnya jangkahan dan

tidak mempunyai minyak jayengkatong, tidak bisa memakai gara-gara, lagi pula

patetnya jingking. Setelah tiba cucunya raden Janaka yaitu raden Parikesit,

wayangnya kembali bokongan lagi.

F. Golongan Patih dan Punggawa

1. Patih Hudawa wanda tandhang

2. Patih Hudawa wanda jaran

3. Patih Pragota wanda pacel ketu merah

4. Patih Pragota wanda bundel rapekan

5. Patih Prabawa wanda pancol ketu merah

6. Patih Prabawa wanda gembel rapekan

7. Patih Saragupita (Yadawangsa)

8. Patih Tuhayata

9. Patih Nirbita

Page 137: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

10. Patih Drastaketu

11. Patih Hadimanggala

12. Patih Handakasumeler

13. Patih Jayayatna

14. Patih Tambakganggeng

15. Patih Sucitra patih Madukara

16. Patih Jalasengara

17. Patih Sabrangan dengan baju

18. Patih Sabrangan tanpa baju

19. Punggawa tatagan dengan baju

20. Punggawa tatagan tanpa baju

21. Punggawa geculan dengan baju

22. Punggawa geculan tanpa baju

23. Patih Baratkatiga bala Jadipati

24. Raden Gagakblorok karan bala biti

25. Raden Dandangminangsi, bala biti

26. Raden Podangbinorehan, bala biti

27. Raden Jangetkinencang bala biti

28. Harya Bimana, jaman Wirata tua

29. Harya Bisana jaman Wirata tua

30. Harya Bilawa Patih santana Astina pada jamannya

31. Harya Basgawa, Palasara sampai prabu Pandudewanata

32. Harya Banduwangka

Page 138: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

G. Golongan Para Dewa

1. Batara Guru wanda karna

2. Batara Guru wanda arca

3. Batari Durga wanda gedrug

4. Batari Durga wanda gidrah

5. Batara Narada

6. Batara Sambu

7. Batara Brahma

8. Batara Hendra

9. Batara Bayu

10. Batara Wisnu

11. Batara Mahadewa

12. Batara Yamadipati

13. Batara Kumajaya

14. Batara Surya

15. Batara Antaboga

16. Batara Kuwera

17. Batara Patuk

18. Batara Tamboro

19. Batara Basuki

20. Batara Pbaruikan (Srita)

21. Batara Cingkaralaba (buta)

Page 139: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

22. Batara Balaupata (buta)

23. Batara Citrasena

24. Batara Citrarata

25. Sanghyang Baruna badannya gajah

26. Sanghyang Ganesa kepala gajah

27. Sanghyang Bandawangganala badannya penyu

G. Golongan para Danawa

1. Buta Raton muda gendong (Suratimantra), wanda mendung

2. Buta Raton muda gendong (Suratimantra), wanda kopek

3. Buta Panyareng (Cakil), wanda manyore

4. Buta Panyareng (Cakil), wanda batang

5. Buta Panyareng (Cakil), wanda naga mata kadondongan

6. Buta Punggawa mondol rambut bundel

7. Buta Punggawa Pragalba rambut jebolan

8. Buta Punggawa Pragalba jamang gruda

9. Buta Punggawa Galiyuk (Kobis) gombak

10. Buta Punggawa Endog buta gundul hidungnya bulat

11. Buta Punggawa Congklok (buta Terong)

12. Buta Punggawa Yuyurumping

13. Buta Mamangmurka, kepala babi

14. Buta Punuk dengan kuku seperti Bima

15. Buta Alasan laki-laki, Kala Raseksa

Page 140: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

16. Buta Alasan perempuan, Kala Raseksi

17. Buta Emban Kenyawandu

18. Buta Rambutgeni Kala Dahana

Golongan buta Pringgodani

1. Raden Prabakesa

2. Raden Brajadenta

3. Raden Brajamusti

4. Raden Brajalamadan

5. Raden Brajamingkalpa

6. Raden Kalabendana

7. Raden Trembaka

8. Raden Trembuku

Golongan buta Setragandamayit

1. Buta Taliawuk, buta pangon

2. Buta Jarameya semua buta gundul, badan loreng

3. Buta Rindumaya seperti macan

4. Buta Niramaya

5. Buta Pulasiya, badannya putih loreng seperti macan

Golongan buta Kiskenda

1. Prabu Maesasura, semua berwujud buta, kepalanya bertanduk

Page 141: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

2. Harya Jatasura besar taringnya

3. Patih Lembusura

4. Buta Punggawa kepala macan

5. Buta punggawa kepala gajah

Golongan buta Ngalengka

Yang harus ada jumlahnya 8, sedangkan yang lain cukup meminjam buta

punggawa srambahan saja.

1. Patih Prahasta

2. Raden Aswanikumba

3. Raden Kumbakumba

4. Dewi Sarpakanaka

5. Buta Punggawa Wirupaksa

6. Buta punggawa Mintrakna

7. Buta punggawa Sukasrana

8. Buta punggawa Wikataksini

Para ratu sabrangan cukup ada 10 macam saja yaitu yang dinamakan

wayang murgan srambahan, wayang ini biasanya ikut disumping. Bentuk wayang

yang digunakan untuk mewujudkan para ratu Sabrangan yaitu wayang murgan,

misalnya seperti disebutkan di bawah ini.

1. Wajahnya seperti Gatutkaca dengan makuta, hitam, jengkar

2. Wajahnya seperti Gatutkaca dengan topong Karna

3. Wajahnya seperti Boma dengan topong gusen

Page 142: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

4. Wajahnya seperti Baladewa gusen dengan baju

5. Wajahnya seperti Boma rapekan dengan topong Karna praban

6. Wajahnya seperti Hadipatikarna rapekan mata kadelen

7. Wajahnya seperti Druyudana rapekan memakai baju, yang dinamakan

Prabu Sridenta

8. Wajahnya seperti Salya rapekan memakai baju

9. Wajahnya seperti Drupada rapekan praban

10. Wajahnya seperti Bismaka rapekan memakai baju

Nama-nama Ratu Sabrang

1. Prabu Jarasadda

2. Prabu Supala

3. Prabu Supali

4. Prabu Gardapati

5. Prabu Bagadenta

6. Prabu Sridenta

7. Prabu Kalinggapati

8. Prabu Pratipa

9. Prabu Citradarma

10. Prabu Dasarata

11. Prabu Barata

12. Prabu Janaka

13. Prabu Kartadarma

Page 143: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

14. Prabu Danapati

15. Prabu Suryaketu

16. Prabu Candraketu

17. Prabu Banaputra

18. Prabu Bisawarna

Para Wanara cukup 15 buah

1. Prabu Subali

2. Prabu Sugriwa

3. Dewi Anjani

4. Raden Subali

5. Raden Sugriwa

6. Raden Jaya Hanggada

7. Raden Hanila

8. Kapi Jembawan

9. Kapi Hanala

10. Kapi Susena

11. Kapi Satabali

12. Kapi Saraba

13. Kapi Winata

14. Kapi Menda

15. Kapi Hedrajanu

Page 144: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Golongan dagelan

1. Semar wanda ginuk

2. Semar wanda dukun

3. Semar wanda brebes

4. Semar wanda mega temannya Bagong

5. Semar memakai cara wanita

6. Semar memakai cara dewa, lakon lintang prekacuk

7. Nala Gareng wanda wregul

8. Nala Gareng wanda kancil

9. Nala Gareng memakai cara wanita

10. Nala Gareng memakai cara dewa

11. Nala Gareng memakai cara ratu lakon Pandupragola

12. Petruk wanda mesem

13. Petruk wanda dlegong (jlegong)

14. Petruk wanda jamblang

15. Petruk memakai cara wanita

16. Petruk memakai cara dewa

17. Petruk memakai cara ratu, Prabu Gurdinadur

18. Bagong wanda gembor

19. Bagong wanda gilut

20. Bagong wanda ngengkel

21. Bagong memakai cara ratu, Prabu Patokol

22. Togog wanda goprak

Page 145: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

23. Togog wanda burung

24. Saraita

25. Cantrik

26. Cantrik Janaloka

27. Cangik

28. Limbuk

29. Dewi Clekutana

30. Retna Juwita

31. Pawongan Emban gemuk

32. Pawongan inya gelung melintang

33. Parekan nyai tumenggung

34. Parekan nyai tumenggung, 2 buah

35. Pawongan, ceti

36. Pawongan, ceti, jumlah 2 buah

37. Parekan buta

38. Parekan buta, 2 buah

39. Emban Wungkuk

40. Kera kacangan kecil-kecil 8 buah

41. Macam-macam Setanan jumlahnya 9 buah.

Wayang yang tidak bisa diwujudkan itu hanya mulai Sanghyang Tunggal ke atas

sampai Sanghyang Nurcahya karena Sanghyang Tunggal sidah memberi perintah

pada Manikmaya (Batara Guru) begini katanya, “He Manikmaya ketahuilah,

Page 146: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

adanya aku ini adalah adamu.” Batara Guru sendiri tidak bisa melihat wujud

bapaknya, maka cukup berbentuk suara Kyai Dalang saja.

Page 147: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

BAB X

PENGETAHUAN TENTANG RICIKAN WAYANG

A. Wayang Ricikan

1. Gunungan, kayon, menggambarkan nyala api

2. Kayon gurda pepohonan gede

3. Prampogan pasukan manusia

4. Prampogan pasukan buta (yaksa)

5. Kereta, jumlah 2 buah

6. Kuda hitam besar1, kuda putih ukuran sedang 1, kuda kecil 1, kuda

geculan kepala sopakan 1, jumlahnya jadi 4 buah.

7. Gajah putih dan gajah klawu (abu-abu) jumlahnya 2 buah

8. Naga Raja makutan Ywang Antaboga

9. Naga Geni jamang pogogan gruda kecil (perempuan)

10. Sawer Ula besar

11. Macan Gembong dan macan putih 2 buah

12. Burung Garuda, Wilmuka buta dengan sayap Wilmana burung besar

tunggangan Boma 3 buah.

13. Banteng

14. Kerbau 2 buah

15. Kijang 2 buah

16. Rusa 2 buah

Page 148: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

17. Babi

18. Burung Dewata

19. Burung kecil jumlah 4 buah

20. Minarda ikan besar

21. Kepiting besar 2 buah

22. Tikus 2 buah

23. Kodok 2 buah

24. Kelelawar 2 buah

25. Kendela 2 buah

26. Kalajengking 2 buah

27. Ayam Jago 2 buah

28. Brayut laki-laki dan wanita ditemani anak kecil jadi jumlahnya 3 buah

29. Nyamuk 2 buah

30. Serat kalimasada

31. Surat iber-iber

32. Ergelek (kenti) 2 buah

33. Kendi pratala 2 buah

34. Gelas minuman 4 buah

35. Rangka keris

36. Sumbul

Buah-buahan yang dijadikan bentuk wayang untuk pedalangan

1. Nanas

Page 149: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

2. Ketimun

3. Semangka

4. Jeruk gulung

5. Manggis

6. Jeruk kecil

7. Kelapa

8. Jambu seikat

9. Blimbing

B. Macam-macam senjata

1. Keris lurus kecil bagus bentuknya, ada 2 buah

2. Keris besar kecil, ada 4 buah

3. Keris luk kecil bagus bentuknya, ada 2 buah

4. Keris luk besar kecil bentuknya, ada 4 buah

5. Panah kecil untuk perempuan, ada 2 buah

6. Panah kecil untuk laki-laki, ada 2 buah

7. Panah kepala burung, Sarotama, ada 1 buah

8. Panah Nagapasa ada 1 buah

9. Panah rantai ada 1 buah

10. Nanggala, seperti cis kecil pendek

11. Alugara (alu besar)

12. Denda

13. Cakra dengan deder (cakra baswara)

Page 150: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

14. Gada Lukitasari gada besar

15. Gada Rujak polo gada sedang

16. Bindi gada lumrah jumlah 2 buah

17. Limpung musala

18. Candrasa

19. Badama

20. Cakra

21. Cis

22. Cundrik

23. Tlempak

24. Kudi

25. Arit

26. Petel

C. Wayang Katongan

Wayang Panggungan. Yaitu wayang Yang dijajar di kiri dan kanan paseban,

ditancapkan di gadebog atas, di tengah ditancapkan wayang gunungan yang

dinamakan wayang panggungan, sedangkan penataannya dinamakan

menyumping.

Wayang katongan. Yang disebut wayang katongan yaitu wayang para ratu

yang di panggung sumpingan kiri dan kanan, sedangkan yang dinamakan wayang

pranakan yaitu semua wayang putra ratu atau putra satria, yang ikut dijajar di

sumpingan kiri dan kanan paseban tersebut.

Page 151: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Wayang Dugangan. Semua wayang punggawa kera dan buta yang tidak ikut

disumping, termasuk wayang dugangan. Wayang Ricikan. yang dinamakan

wayang ricikan yaitu wayang kayon (gunungan), prampogan, kereta, kuda gajah

serta senjata. Wayang Dagelan. Yang dinamakan wayang dagelan yaitu wayang

yang berwujud buta kecil tanpa badan, orang banyak menamakannya wayang

setanan. kalau sedang memainkan lakon wayang dengan wadubarat anggoda.

Pengambilan kata wayang dagelan tadi artinya buta tanggung. Tapi ada sejeis

wayang pembantu dinamakan punakwan (wulucumbu) Semar, Gareng Petruk, dan

ada lagi Cantrik, Cangik, Limbuk, Togog, Sarahita termasuk golongan wayang

dagelan.

Wayang gusen. Yang dinamakan wayang gusen yaitu wayang yang terbuka

mulutnya seperti Dursasana, Hindrajit dan lain sebagainya. Sedangkan Sengkuni,

Pandita Durna, Kartawarma dan sebagainya itu dinamakan gusen tanggung,

artinya wayang gusen tadi wayang yang kelihatan gusinya, kelihatan meringis.

Wayang Liyepan. Yang dinamakan wayang liyepan dan wayang lanyapan,

wayang pantelengan, menurut pada bentuk mata. Satu mata liyepan, dua mata

pantelengan. Wayang yang matanya liyepan untuk wayang nglangak dinamakan

lanyapan. Wayang yang matanya pantelengan dibuat jadi mata kadondongan,

menurut kebutuhannya sendiri. Kata liyep artinya ruruh, seperti Harjuna dan lain-

lain sesama wayang tumungkul. Kata lanyapan yaitu wayang kebanyakan, seperti:

Samba, Rukmarata, Wisanggeni dan wayang yang nglangak.

Wayang kantep. Semua wayang yang bertangan dan kaki kepanjangan

kurang seimbang dengan badannya dinamakan kanteb, dari kata orang jatuh

Page 152: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

terduduk disebut kanteb, pasti kakinya selonjor. Wayang kanteb itu kebanyakan

tanpa pola. Wayang murgan. Wayang yang dibuat tanpa pola misalnya Harjuna

tua, wandanya tidak menurut Jimat, Mangu, Kancut, maka dinamakan murgan.

Diambil dari kata mirunggan artinya menyendiri keluar dari adat yang sudah

kaprah. Misalnya orang membatik tanpa pola dinamakan ngrujag.

Wayang Srambahan. Yaitu semua wayang yang luwes lincah untuk

pinjaman dalam lakon apa saja, seperti wayang Gatutkaca dengan makuta bisa

digunakan untuk ratu Sabrangan; wayang Harjuna ditambah dengan slendang,

bisa dipinjam jadi Sakutrem, Palasara, Partadewa dan lain-lain, ada lagi Premadi

sampir, wayang baku ditambah sandang jadi kelihatan berubah dari pola wayang

yang pertama. Wayang srambahan itu banyak sasahnya. Sebangsa wayang

dudahan punggawa dan patih-patihan itu hampir semua bisa dinamakan wayang

srambahan. Tapi ada wayang buta prepatan, yaitu wayang candra sangkala memet

yang juga dinamakan wayang srambahan yaitu wayang buta punggawa yang bisa

luwes untuk pinjaman dalam cerita lakon apa saja, pasti jadi punggawa para ratu

Sabrangan apa saja untuk dijadikan utusan.

Wayang buta prepatan. Yaitu wayang buta candra sangkala tersebut,

pertama buta Panyareng umumnya disebut Buta Cakil, kedua buta rambut geni,

ketiga buta endog, keempat buta gombak (buta galiyuk) untuk melengkapi jika

ada lakon ratu Buta atau ratu Sabrang, sebagai utusan (caraka). Teman Togog dan

Sarahita. Atau digunakan untuk perang kembang, arti perang kembang adalah

perang kebanyakan orang terbunuh, hanya sebagai cara kematian caraka.

Page 153: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Wayang jujudan. Yang dinamakan wayang jujudan yaitu semua wayang

yang ditambah ukurannya jadi lebih besar dari polanya. Wayang pedalangan.

Yang dinamakan wayang pedalangan itu adalah wayang-wayang yang pasti

digunakan para dalang sedangkan ukuran wayang tidak besar atau tidak kecil,

ukurannya sedang enak dipakai semalam suntuk tidak merasa lelah. Jadi sudah

termasuk ukuran umum, diakai oleh para dalang. Wayang ribig. Yang dinamakan

wayang ribig yaitu wayang yang bentuknya turut-runtut, kalau disumping tidak

kelihatan naik turun, bahu dan palemahannya bisa rajin. Dari wayang yang besar

sampai yang kecil kelihatan enak dipandang. Wayang bajujag. Yang dinamakan

wayang bajujag yaitu wayang yang tidak ukurannya tidak tetap ukurannya.

Wayang dibuat tanpa pola atau meninggalkan pola.

Ketika bertahtanya Sinuwun Kanjeng Susuhunan P.B. IX di Surakarta,

waktu itu Kanjeng Pangeran Hadipati Harya Mangkunagara yang ke IV,

meminjam wayang purwa pada kraton lalu diberi wayang purwa Kyai Kadung

yaitu wayang yang hanya untuk lakon Rama, akan digunakan untuk wayangan.

Ketika itu banyak para dalang yang merasa terlalu berat karena wayangnya

kebesaran lalu menumbuhkan keinginan kanjeng pangeran untuk membuat

wayang, kebetulan di Mangkunagaran belum punya wayang purwa. Wandanya

seperti Kyai Kadung, ukurannya diperkecil serta badannya disesuaikan. Dewa-

dewanya hampir semua memakai makuta dan topong, bajunya dibuat pendek, jadi

tidak memakai jubah, bawahannya memakai kain rapekan pingirnya sembulihan.

Sedangkan Batara Kumajaya masiha tetap dengan gelung seperti Premadi, hanya

Batara Surya dan Patuk Tamboro yang masih tetap tidak berubah bentuknya.

Page 154: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Wayang itu dibuat dua perangkat yaitu jadi dua kotak, lengkap wandanya.

Dagelan yang satu golongan disebut Kyai Sebet pangkat I, cirinya ada di

palemahan yang diberi warna bendera Belanda, merah putih biru M.N.I.

sedangkan sisa wayang disebut jadi Kyai Sebet pangkat II, dasarnya cat M.N. II

prada. Ketika itu tahun 1793 dengan candrasangkala Mantri Trusta Mumuji di

Gusti, menunjukkan tahun 1793. Jadi menurut ukuran besar kecilnya wayang,

Kyai Sebet itu masih lebih besar dibandingkan dengan wayang pedalangan pada

umumnya.

D. Penyumping atau Paniti

Panyumping itu pekerjaannya menata wayang kulit jika akan dimainkan

Ki dalang dalam suatu hajatan, misalnya dalam pernikahan dan lain-lain.

Tugasnya mengatur wayang dalam tarub (rumah atau gedung). Menatanya harus

diatur agar serasi ditonton karena wayang kulit kalau digunakan untuk

memperindah acara harus bisa kelihatan rapi asri jika dipandang membuat senang.

Karena wayang kulit itu kalau sudah selesai ditata akan mewujudkan seni

keindahan kebudayaan Jawa asli, cara menata gamelan juga harus di tempat yang

tepat jangan sampai menutupi yang lain.

Kewajiban panyumping wayang kulit itu jika sudah selesai penataannya

harus bisa memasang blencong lampu wayang. Jika sudah dibersihkan lalu

dipasangi sumbu tali (uceng-uceng). Pemasangan sumbu jangan sampai terlalu

kuat karena jika sudah diisi minyak akan medok, kalau ditarik dengan sapit jadi

susah sehingga nyala apinya tidak bagus, tidak bisa terang, lebih sering surut

Page 155: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

nyalanya, yang terbakar hanya sumbunya saja, minyaknya tidak. Makanya jadi

sering kelihatan hitam.

Sebaliknya jika sampai terlalu longgar juga tidak baik, serignkali sampai

kehabisan sumbu, jika ditarik sumbunya terlalu mudah lepas, mintaknya akan

menetes ke bawah membuat susah dalang karena sering terkena tetesan minyak.

Apa lagi jika minyak itu sampai menetesi wayang akan menjadi cacat dan meruak

wayang. Wayang kulit kalau sampai terkena minyak akan rusak catnya, lau

gampang terkena jamur, wayangnya lalu kelihatan lusuh catnya. Makanya harus

bisa mengira-ira agar pemasangan sumbu blencong tadi baik. Mempersiapkan

wayang yang akan dipakai oleh Ki dalang dalam lakon yang akan dimainkan.

Sebelum wayang dipakai, panyumping harus meminta keterangan dulu pada Kyai

dalang tentang lakon apa yang akan dimainkan dan apa wayang yang akan keluar

nanti.

Jika sudah mendapat keterangan tentang wayang yang dibutuhkan oleh

dalang, panyumping lalu mulai menata wayang dan mulai dirakit, dipilih wayang

yang akan digunakan diletakkan di tempat yang tepat supaya gampang dilihat oleh

Ki dalang. Sedangkan wayang katongan (yaitu ratu) yang akan keluar pertama

diletakkan dalam sumpingan kanan ditancapkan dalam gadebog paseban sebelah

bawah misalnya Prabu Kresna atau Prabu Yudistira, disesuaikan dengan lakonnya.

Katongan di sebelah kiri juga ditancapkan sekalian, misalnya Prabu Baladewa

atau sang adipati Karna ditancapkan di sebelah kiri di paseban bawah. Kalau

sudah lalu patih-patihan punggawa dan putran yang akan dipakai cukup

diletakkan dalam eblek di atas tutup kotak, sedangkan yang ada dalam kotak yaitu

Page 156: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

para punggawa patih dan buta prepat atau para putran yang tidak termasuk dalam

sumpingan diatur dengan urut. Buta dengan buta, punggawa manusia dengan

manusia, jangan dicampur agar tidak bingung kalau akan mengambil wayang

yang dibutuhkan. Tersebut yang dinamakan ndapuk yaitu menyiapkan wayang

yang dibutuhkan oleh Ki dalang menurut lakonnya. Wayang yang tidak

dibutuhkan diletakkan dalam kotak bawah diberi pembatas eblek, karena wayang

itu tidak akan keluar untuk lakon, tidak perlu diubah nanti malah rusak dan

kelihatan berserakan.

E. Posisi Penyumping

Jika dalang sudah mulai memainkan wayang, panyumping lalu duduk di

sebelah kiri satu, di sebelah kanan satu. Panyumping itu sebaiknya dua orang,

yang kiri duduk di kiri dalang dibatasi kotak untuk membantu Ki dalang kalau

membutuhkan wayang yang ada di sumpingan sebelah kiri dan jauh dari si dalang,

sedangkan yang ada sebelah kanan dalang duduk di kanan dalang dibatasi tutup

kotak, tugasnya membantu mengambilkan wayang yang ada di sumpingan sebelah

kanan yang kira-kira Ki dalang tidak sampai mengambilnya.

Cara mengambil wayang dalam sumpingan itu harus hati-hati jangan

sembarangan. Wayang mana yang dibutuhkan, misalnya wayang Premadi.

Dimana tempat wayang putran Premadi tadi, cara mengambilnya yang benar yang

harus dibuka dulu belakangnya baru mengambil gapit wayang Premadi dengan

tangannya diringkas jangan sampai menyangkut wayang yang lain lalu ditarik

pelan-pelan dengan memperhatikan bahunya, menyangkut atau tidak. Jika

Page 157: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

sekiranya sudah tidak menyangkut maka mulai ditarik lagi. Begitu seterusnya cara

mengambil wayang dalam sumpingan, jadi jangan dipaksa asal mengambil saja.

Ada dalang yang tidak mengerti cara jadi panyumping wayang padahal

dalang itu sudah kondang dan laris, lincah memegang dan menyabet wayang tapi

tidak bisa mengambil wayang dalam sumpingan dengan benar, mengambilnya

hanya sembarangan saja. Wayang diambil dengan berjongkok lalu dipegang

kepalanya ditarik ke atas. Cara seperti itu salah, belum tahu apesnya wayang.

Semua kepala wayang yang ada di sumpingan itu semua mudah rusak, ada

wayang yang makutan (topongan), ada yang gelung. Ukirannya seritan

melengkung bulat dan ada yang jungkungan (pogogan) gruda atas, ada yang

gelung keling. Itu semua ukirannya serba rumit dan kulitnya pasti tipis rata, gapit

yang paling atas yang jatuh di kepala wayang itu pasti tipis, sampai ada yang sama

dengan lidi, tarkadang kalau kurang ada ada yang disambung. Tersebut kalau cara

mengambil wayang ditarik dari atas kurang baik. Kadang bisa mematahkan gapit

bagian kepala atau memutuskan tatahan wayang yang rumti rumit tadi. Terlebih

lagi jika sampai pada wayang yang gelungnya ditatah seritan, itu yang paling

rapuh. Misalnya wayang Janaka atau Gatutkaca rambutnya ditatah seritan, kalau

wayang baru kultinya masih kuat, tapi kalau wayang lama atau wayang kuna pasti

sudah rapuh karena sudah sangat kering, kulitnya jadi getas gampang putus,

begitu juga gapitnya.

Panyumping yang mengambil wayang dengan berdiri atau berkongkok itu

dinamakan diksura (tidak tahu tatakrama). Itu kurang baik, tidak bisa menghargai

pada wayangnya, hanyadianggap seperti barang remeh saja, padahal wayang yang

Page 158: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

ada di sumpingan itu adalah bentuk para ratu dan para satria. Kalau cara

mengambil sesuka hati maka seperti menghina.

Makanya panyumping yang mengambil wayang dengan berdiri atau

jongkok dinamakan diksura. Wayang jikia sudah digelar dalam keramaian pasti

banyak para tamu yang hadir, duduk melihat wayang yang sudah dipasang rapi

beserta gamelannya sekaligus. Setelah itu melihat Ki dalang memainkan wayang.

Padahal tamu tersebut bermacam-macam pangkatnya ada yang tinggi ada yang

rendah, sampai penonton yang ada di luar juga datang menonton. Jika melihat

panyumping yang sembarangan akan membuat kurang baik dipandang dan

mengganggu tontonan yang adi luhung tersebut. Sebaiknya mengambil wayang

itu dengan duduk saja, apa wayang yang dibutuhkan oleh Ki dalang.

Jika panyumping yang ada kanan dalang, meletakkan wayang di atas tutup

kotak kanan dalang, gapitnya diaturkan pada Ki dalang. Jadi kalau dalang akan

mengambil jangan sampai memegang kepala wayang. Panyumping yang ada

sebelah kiri, meletakkan wayang dalam kotak jangan sampai terbalik, begitu

seterusnya.

Jadi dalam wayang itu jika sudah mulai main jangan sampai ada orang

yang kelihatan bersliweran di depan pagelaran tersebut, jadi panyumping boleh

berdiri di belakang dalang itu hanya jika akan menambah minyak lampu blencong

saja (lampu wayang).

Page 159: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

F. Sabetan Wayang

Ada lagi jika dalang akan memainkan wayang, di atas kotak diletakkan

eblek melintang di atas kotak, lalu diletakkan wayang sampai kelihatan

menumpuk. Itu tidak baik, jika dilihat jadi kotor. Kebanyakan melakukannya

adalah dalang di pedesaan yang meniru cara pesisir. Sedangkan di Yogyakarta

caranya juga seperti itu. Wayang yang berada di atas eblek itu akan digunakan

dalang dalam sabetan wayang yang akan perang dilempar-lemparkan, biasanya

lalu menyangkut dengan yang ada di atas eblek tersebut. Malah ada yang kadang

terkena siku sehingga mematahkan pegangan tangan wayang. Jadi panyumping

dalam melayani dalang semalam harus bisa hafal wayang apa saja yang pasti ada

dalam lakon dan harus bisa mengetahui apa wayang yang dibutuhkan oleh Ki

Dalang menurut lakon juga harus ingat pada wayang yang sudah tidak akan keluar

lagi dan segera disingkirkan jangan sampai mengganggu wayang yang masih

digunakan dalam lakon, cerita wayang semalam tersebut diletakkan dicampur

dengan wayang dudahan yang tidak termasuk dalam lakon tadi.

Meletakkan senjata wayang yang jelas satu-persatu, jangan hanya asal

diletakkan saja. Perlu dipilih senjata yang pasti digunakan, disiapkan di tempat

yang gampang mengambil sewaktu-waktu dalang membutuhkan. Jadi

panyumping harus bisa mengatur wayang pada saat acara karena itu adalah untuk

pameran, harus kelihatan rapi rajin dan bisa menimbulkan kaindahan yang adi

luhung, jangan sampai mengecewakan. Begtersebut pekerjaan panyumping. Kalau

di kraton Surakarta yang punya kewajiban adalah abdi dalem Lembisana, yaitu

Page 160: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

abdi dalem yang pekerjaannya merawat bermacam-macam wayang kulit, ia

tinggal dalam gedung Lembisana.

Page 161: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

BAB XI

DASAR-DASAR ETIKA PEDHALANGAN

A. Keindahan Adiluhung

Cara dalang dalam memainkan wayang sabisa-bisanya ingat pada

keindahan yang adi luhung, hati-hati memegang wayang dan bisa menghargai seni

wayang, jangan terburu-buru nanti malah bisa dianggap meremehkan seni

kebudayaan kita sudah dianggap adi luhung. Dalang harus bisa menghargai

wayang karena sandang pangan dalang itu adalah karena bermain wayang dengan

tetabuhan semalam suntuk. Jadi kalau memperlakukan wayang-wayang dengan

seenaknya sendiri itu kurang baik, kadang-kadang ada dalang yang menmainkan

wayang dengan dilempar-lemparkan ke udara, ada yang sampai dijungkirbalikkan

supaya dianggap sabetan gaya baru, sehingga banyak anak kecil yang melihat

bersorka-sorak dan merasa baik permainannya. Yang seperti itu masih termasuk

dalang bocah, masih suka disoraki anak kecil, masih belum bisa menghargai

budaya yang adi luhung. Kalau caranya seperti tersebut, dalam semalam

memainkan wayang, pasti ada satu atau dua wayang yang gapitnya patah karena

gapit dari tanduk itu rapuh, kalau wayang yang gapitnya dari bilah bambu itu kuat.

Kebanyakan wayang dengan gapit seperti itu hanya wayang di pedesaan dan

pesisir, yang biasanya dinamakan wayang barangan, hanya untuk sekedar untuk

mencari nafkah. Jadi tidak memikirkan tentang seni keindahan, hanya untuk

mencukupi kebutuhan.

Page 162: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Kalau yang dimainakan adalah wayang yang bagus dan rumit ukirannya

dengan dipoles prada emas, dengan gapit dari tanduk putih dan pilihan, yang

punya teliti pada garapan, wayang yang nantinya akan banyak dimiliki oleh

priyayi yang kaya dan senang pada wayang maka siallah mereka jika dalang

dalang yang memainkan hanya seenaknya saja, memakai cara memainkan wayang

di pedesaan tersebut, tidak bisa membedakan baik buruk barang, semua dianggap

sama.

Begitulah model dalang gaya baru sekarang ini, banyak yang merusakkan

wayang dan belum bisa menghargai seni karya juru tatah wayang dan juru

panyungging. Makanya jadi dalang itu tidak gampang, harus cinta pada wayang

siapa saja dan bisa menghargai, sopan santun dalam memainkan wayang, jangan

meremehkan wayang. Jika terjebak memainkan wayang di tempat yang biasanya

hanya seadanya, jangan merasa kecewa hatinya, harus bisa memainkan sama

dengan wayangnya orang kaya yang serba baik. Jadi jika ada dalang memainkan

wayang dengan dijungkirbalikkan atau dilempar-lemparkan supaya bisa kelihatan

berpindah tempat atau kelihatan melompat, itu bukan cara dalang memainkan

wayang.

Dalang seperti itu jika tidak punya wayang sendiri, biasanya kalau mencari

sewaan wayang jadi sulit, para priyayi yang punya wayang tidak akan

menyewakannya karena pasti ada wayang yang rusak, yang pasti gapitnya akan

putus pas di pinggang wayang. Makanya banyak yang tidak mau menyewakan

wayang pada dalang yang seperti itu.

Page 163: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Tatacara dalang mengambil dan menancapkan wayang harus dengan

tangan kanan, tangan kiri hanya diam saja. Jika tangan kiri ikut menancapkan

dinamakan diksura dan lagi jika tiba wayang yang besar biasanya kurang dalam

menancapkannya, wayangnya kadang masih bergoyang akan rubuh karena kurang

dalam menancapkannya. Jika sampai terlalu dalam juga kurang baik, susah

mencabutnya. Maka kalau tangan kanan harus bisa mengira-ira dangkal atau

dalamnya dalam menancapkan wayang. Kalau mengeluarkan wayang dalam

pakeliran harus bisa mengira-ira lebar sempitnya paseban, jangan sampai

kelihatan memenuhi tempat dan jelas penataannya, muka wayang supaya bisa

kelihatan satu-satu, jadi bisa menyebutkan nama wayang satu persatu.

Menata wayang dalam paseban harus ingat pada besar kecilnya wayang.

Misalnya menata wayang Kraton Ngalengka yang besar-besar, cukup 6 buah saja.

Penataannya yang baik, kalau butuh agak banyak boleh sampai 8 buah, misalnya

wayang yang besar dikurangi Kumbakarna. Jika sampai pada wayang yang

ukurannya sedang misalnya sabrangan Boma beserta pasukan manusia, itu cukup

8 buah. Jika wayangnya kecil bisa dikira-kira sendiri bagaimana agar baik dilihat.

Selama dalang memainkan wayang itu sabisa mungkin sambil menata dan

mempersiapkan wayang yang akan keluar selanjutnya. Caranya sambil

menceritakan suatu adegan wayang apa saja, bisa sambil mempersiapkan wayang

yang akan dibutuhkan, jangan hanya mengandalkan pada panyumping (pembantu)

saja.

Dalang juga harus tahu tentang keapesan wayang. Kalau menumpuk

wayang jangan melintang nanti bisa mematahkan gapit, meletakkan wayang diatur

Page 164: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

agar rata kelihatan tergelar rapi. Kalau sampai wayang tadi asal meletakkannya

akan bingung mengambilnya. Mengambil wayang jangan sampai diseret nanti

tangannya tersangkut dan kadang-kadang membuat putusnya sambungan tangan

atau lepas dari sambungan. Kadang kala ada yang sampai memutuskan pegangan

tanganan, lepas talinya dari telapak tangan wayang. Cara mengambilnya harus

dibuka satu-satu. Kalau sudah ketemu wayang yang dibutuhkan lalu dipegang

gapitnya, ditarik ke bawah sambil maju dan diringkas tangannya dengan

memperhatikan wajah wayang jangan sampai ada yang tertekuk hidungnya nanti

bisa membuat cacat wayang.

B. Gapit Wayang

Wayang yang wajahnya dicat hitam kalau terlipat tidak terlalu kelihatan

cacatnya, tapi kalau yang wajahnya merah muda (puru) atau putih, brom (prada)

dan wayang yang sejenisnya biasanya kelihatan jelas bergaris atau rusak catnya.

Itulah sebabnya mengapa memainkan wayang jangan sampai gapitnya

melengkung, begitu juga menancapkan jangan sampai gapit tadi terlipat.

Pegangan dari tanduk itu mudah patah karena rapuh, berbeda dengan gapit bambu

atau penjalinPatahnya gapit itu biasanya di bagian pinggang wayang karena disitu

adalah tempat gubahan gapit.

Jika menancapkan wayang jangan sampai terlalu dekat dengan kelir, nanti

kalau dilihat dari belakang kelir akan kelihatan seperti patung (arca) diam tidak

bergerak, hitam dan tidak hidup. Wayang ditancapkan agak miring sedikit, yang

menempel di kelir hanya wajah wayang sampai telapak kaki yang depan. Jadi

Page 165: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

kalau tersorot sinar lampu blencong, bayangannya bisa kelihatan bergerak, kalau

dipandang dari belakang kelir kelihatan seperti punya nyawa. Kalau menancapkan

wayang terlalu tinggi dinamakan wayangnya dinamakan mabur karena tidak

menyentuh tanah. Kalau terlalu dalam menancapkannya dinamakan kungkum,

kalau menancapkan wayang yang di depan jangan sampai terlalu menunduk, nanti

dinamakan nlosor, bagaimana sebaiknya saja. Menancapkan wayang yang di

depan, kepuh dodot yang pas pinggang diatur supaya jatuh di atas palemahan agak

ke atas sedikit. Jadi seperti orang yang sedang duduk bersila duduk menghadap

ratunya, atau pada wayang kang ada di depannya.

Kalau menyabet wayang jangan sampai bersangkutan, seperlunya saja

jangan sampai diulang-ulang malah jadi ruwet. Kalau sampai ruwet yang melihat

dari belakang kelir akan merasa pusing kepala karena melihat kelebat sana kelebat

sini tanpa arti. Memang tidak gampang memainkan wayang dalam pakeliran tadi.

Makanya harus lincah memegang wayang, jangan sampai terlepas pegangannya.

Begitulah cara merawat wayang yang dinamakan anggulawentah wayang, jadi

harus senang dan cinta pada wayang apa saja. Memainkannya harus teliti hati-hati,

dan bagi orang asing agar bisa menghargai pada kagunan yang adi luhung tadi.

Dalam memainkan wayang, kalau menceritakan lakon wayang jangan

sampai keluar dari kelir, harus apa adanya watak wayang yang ada dalam lakon

sesuai lakon yang dimainkan yaitu cerita wayang purwa ketika jaman dahulu.

Jangan sampai dibelokkan dengan lelakon jaman sekarang, nanti akan membuat

kacau anggapan para tamu dan para penonton, sehingga dinamakan tanpa waton.

Jangan suka membicarakan wayang sampai memakai nama para tamu dan

Page 166: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

penonton. Ya kalau hatinya berkenan, kalau tidak nanti malah membuat salah

paham tidak baik jadinya. Jangan suka membicarakan keadaan keadaan jaman

sekarang. Benar atau salah itu bukan kewajiban dalang memainkan wayang.

Jangan sampai mau menerima kalau ada priyayi yang titip rembug apa saja supaya

dimasukkan dalam pembicaraan wayang yang dirasa bisa pas. Itu tidak baik, nanti

dinamakan dalang corong (trompet) jadi tukang propaganda dan bisa jadi cacat

membuat isi cerita pedalangan tidak cocok dengan cerita lakon ketika jaman

purwa. Intinya adalah dalang memainkan wayang semalam itu yang dibicarakan

hanya cerita lakon wayang ketika jaman purwa saja dan sesuai wayangnya. Kalau

wayangnya madya, ya jamannya jaman madya, kalau wayang gedog ya jaman

Jenggala dan seterusnya. Karena umumnya kebanyakan digunakan untuk

memainkan wayang itu adalah wayang purwa, jadi jangan sampai melenceng dari

bentuk barang yang sudah ada. lagi pula kalau bicara jangan sampai rusuh atau

saru, kalau sampai terdengar para putra-putri yang melihat di belakang kelir

kurang baik.

Kalau memukul kotak jangan terlalu sering, kalau membuat jarak

pemukulan yang jelas mengikuti ucapan wayang atau kalau wayang yang lain

perlu menyahut untuk menjawab pertanyaan atau ucapannya tadi jadi ada sela

tidak membuat bingung teman-teman niyaga yang menabuh gamelan. Pernah ada

kejadian, niyaga ingin meminta singgetan patet. Sudah mengambil rebab dan

digesek ternyata wayang masih berbicara dan diselingi suara ketukan kotak. Yang

mendengarkan jadi bingung, tidak mengerti ucapan wayang malah bising dengan

Page 167: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

suara kotak dipukul tanpa arti. Intinya harus bisa menerapkan, memukul kotak

yang tepat jangan sampai mengganggu ucapan wayang dan keinginan niyaga.

Kalau cerita harus yang jelas jadi bisa dirasakan, jangan hanya asal bicara

seperti menghafal dan jangan sampai diulang-ulang, malah ada yang salah ucap.

Begitulah, apa yan dirasa baik malah sebaliknya, tidak ada orang yang

memperhatikan, hanya dianggap seperti burung mengoceh saja. Makanya harus

hati-hati, kalau cerita yang jelas dan turut jadi enak didengarkan dan tidak perlu

terburu-buru. Kalau tidak mengerti bahasa dan kata jangan berani memberi arti,

nanit keliru maknanya. Kalau ada kata yang sudah jadi jangan berani mengubah

atau ngotak atik, nanti malah berbeda maknanya. Lebih baik dibaca apa bunyinya

saja dan jangan sampai berganti kalimat. Makanya dalang harus hawicitra, Mardi

basa, Mardi kawi itulah modal untuk jadi dalang.

C. Gending untuk Pewayangan

Dalam memainkan wayang jangan sampai menoleh kesana kemari kalau

tidak ada perlu yang penting dan jangan sampai sok pintar. Lebih tumungkul

(menunduk). Yang dimaksud tumungkul di sini bukan menundukkan muka

melihat ke bawah, tapi menundukkan hati, menjadi satu dengan permainan

wayang. Satu lagi, jangan sampai bersandar pada kotak, duduk yang tegak jangan

membungkuk, kalau bersuara nanti tidak bisa kuat napasnya. Kalau sedang

ngepyak (memukul kepyak) duduknya agak miring ke kiri sedikit. Ada dalang

yang memukul kepyak dengan tungkai kaki, maksudnya supaya bisa terasa

mantap keras suaranya sampai kotaknya bergeser dari tempatnya. Yang seperti itu

Page 168: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

salah karena kelihatan kasar, cara seperti itu dinamakan kepyakan cara pedesaan,

hanya asal suaranya keras saja sampai mengalahkan gamelan, itu kurang baik.

Harus disesuaikan dengan laras gamelan, jadi bisa enak didengarkan. Intinya

harus bisa menerapkan pada dirinya sendiri jangan sampai kelihatan kurang baik,

nanti dinamakan diksura, tidak mengerti udanagara. Dalang dalam memainkan

wayang pasti banyak tamu-tamu yang hadir untuk melihat dan memperhatikan

cerita serta piwulang dalang dalam memainkan wayang semalam suntuk itu. Tamu

kebanyakan itu ada bermacam-macam, ada orang asing yang punya pengetahuan

luas melebihi si dalang, malah ada dalang yang datang untuk melihat cara

memainkan wayang. Makanya tidak gampang jadi dalang.

Kalau sudah laris dan kondang jangan sombong meremehkan temannya

mencari makan, lalu kurang menghormati niyaga. Apa ada dalang memainkan

wayang tanpa tabuhan, jadinya tidak bagus. Tersebut semua ajaran yang menjadi

wewaler dalang. Kalau memainkan gending untuk pewayangan itu harus ingat

pada bentuk wayang, wayang dugangan, alusan, bapangan, atau wayang dagelan,

juga sedang memainkan adegan apa dan dimana tempatnya. Misalnya kalau di

Dwarawati gendingnya karawitan, kalau di Astina Kabor. Itu sudah ada

ketentuannya sendiri-sendiri. Jengkar dari di pasewaan atau cukup ayak-ayakan

saja, kalau sudah sampai depan gapura terus dilagukan pangjangmas. Itu sudah

menjadi ketentuan, jangan sampai gendingnya diganti gleyong karena gending

Gleyong itu gending yang digunakan dalam bubaran resepsi, jadi bukan gending

wayangan. Kalau kadatonan gendingnya Titipati atau Damarkeli itu sudah baik,

Page 169: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

jangan Semaradana atau Pangkur kebar, itu gending untuk tari kiprahan yaitu tari

Gambyong.

Jadi tidak tepat kalau diterapkan dalam pakeliran wayang serta jangan

memainkan gending Bedayan dalam pakeliran, itu tidak selaras dengan

pewayangan, hanya untuk digunakan ketika Limbuk dan Cangik menari saja. Lagi

pula kalau masih sore memainkan gending gobyog itu kurang baik. Itulah yang

dinamakan tidak bisa menerapkan karawitan untuk wayang purwa. Gending-

gending untuk pewayangan itu sudah ada sendiri, sudah diciptakan oleh empu-

empu yang ahli gending pewayangan. Jadi kita itu hanya cukup melestarikan saja

jangan sampai diganti dengan gending baru yang sedang in sekarang ini. Itu tidak

cocok dalam pewayangan karena ini wayangan, bukan klenengan mana suka.

Jangan sampai dicampur aduk, nanti membuat kacau, sudha ada ketentuannya

sendiri-sendiri. Kalau sampai berlarut-larut namanya merusak seni kebudayaan

kita.

D. Dalang Sejati, Purba Wasesa

Macam-macam dalang sudah ada namanya sendiri-sendiri, yaitu lima

macam:

1. Dalang Sejati.

Kalau memainkan wayang, semua lakon pewayangan berisi pendidikan yang

baik untuk contoh para penonton. Yang diceritakan dalam lakon wayang

berisi ilmu kebatinan, wejangan sangkan pnama dumadi sampai kesejatian.

Jadi memberi terang pada para penonton yang masih hatinya masih merasa

Page 170: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

gelap, memberi wejangan tentang hidup manusia agar bisa menuju

kasempurnan. Jadi lahir dan batin itu bisa seia sekata, luar dan dalam menuju

pada tindakan yang baik, jangan sampai manusia itu melenceng menuruti

keinginan sendiri. Itulh yang dinamakan Dalang sejati.

2. Dalang Purba

Dalang ini kalau memainkan wayang dengan cerita yang isinya bermacam-

macam, yaitu cerita lakon wayang yang bisa digunakan untuk bekal hidup

manusia sehari-hari. Lahir dan batin mneuju kesempurnaan. Makanya cara

memberi petunjuk hanya dengan kata yang halus-halus, sebagai wejangan

pada para penonton sampai masuk ke dalam hati, meskipun sudah selesai

wayangnya tapi merasa masih menerima wejangan Ki Dalang tersebut. Itulah

yang dinamakan dalang purba, artinya dalang yang sudah bisa merasakan

rasa kasar halusnya manusia.

3. Dalang Wasesa

Dalang wasesa kalau memainkan wayang sudah mahir, cara menceritakan

wayang sampai bisa seperti hidup karena pandainya membuat kata-kata,

sampai bisa membuat para penonton ikut merasa prihatin kalau wayang

sedang prihatin, seperti benar-benar ikut susah. Begitu seterusnya, karena

kepandaian memainkan dan melagukan segala tingkah laku wayang, seperti

itulah yang dinamakan dalang wasesa, artinya sudah bisa menguasai

pakeliran.

4. Dalang Guna

Page 171: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Kepandaiannya menjalankan pakeliran hanya menurut pada cerita yang pasti

disenangi oleh penonton saja. Ceritanya kosong, tidak ada wejangan hanya

sekedar ramai saja dan kelihatan pandai memainkan wayang, jadi bisanya

baru memainkan wayang sambil diiringi tetabuhan semalam suntuk, sekalian

menunggu rumah. Caranya hanya seperti orang bermain wayang lugu,

ceritanya tanpa isi, kalau memilih lakon pasti mencari lakon kebanyakan

perangnya, sedikit gending dan ceritanya. Memilih lakon kebanyakan

perangnya jadi gamelannya kebanyakan hanya gending sampak srepegan dan

ayak-ayakan. Semalam hanya isi tiga gending, bisa dinamakan beber bango

mati. Makanya memilih kebanyakan keluar wayang, dalam semalam jangan

sampai kehabisan lakon.

5. Dalang Wikalpa

Cara memainkan wayang hanya menurut isi pakem, semua pengetahuan bab

pedalangan. Ceritanya hanya pas apa adanya saja, menurut ajaran ketika

belajar jadi dalang ketika sekolah dalam sekolah pedalangan. Jadi hanya

seperti meniru saja, itu yang dinamakan latihan mendalang, menirukan cara

dalang memainkan wayang semalam. Itu yang dinamakan dalang wikalpa.

E. Pakem Blangkon

Yang dinamakan pakem blangkon itu seperti ini.

Pakem artinya ketentuan, yaitu wewaton; Blangkon artinya tetap, tidak

berubah. Jadi pakem blangkon itu adalah ketentuan pedalangan yang sudah

Page 172: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

ditetapkan serta diatur menurut adat tatacara di kerajaan jawa, sebagai pedoman

para dalang jika memainkan wayang.

Jadi cara menata pakeliran menurut pada adat tatacara kraton Jawa, dan

disesuaikan dengan caranya sendiri-sendiri. Sebagai contoh, misalnya kalau

menurut pedalangan cara Surakarta, setiap lakon pertama Kraton Jawa, dimana

negaranya dan siapa ratunya, ucapan cerita janturan pasti dengan cara praja

Surakarta yaitu keadaan negara dan kemakmuran negara disampaikan dalam

cerita. negara panjang-punjung pasir wukir loh jinawi: begitu seterusnya, dan

pasti disesuaikan dengan upakarti Surakarta, lalu gapuran, sang nata keluar dari

istana dan berhenti di Srimanganti. Terus kadatonan, sang nata duduh bersama

prameswari. Terus disambung di Paseban jaba, di Pagelaran, bubaran,

membubarkan pasukan, begitu seterusnya.

Kalau cara Yogyakarta hampir sama, hanya bedanya kalau sampai laras

sanga pasti diselingi gara-gara sebagai banyolan, mengeluarkan dagelan. Jadi

yang disebut di atas tadi yang dinamakan pakem blangkon, aturan dalang kalau

memainkan wayang. Makanya kalau ada dalang memainkan wayang sampai

keluar dari pakem, artinya meninggalkan pakem, meskipun laris dan banyak orang

yang suka, tetap saja kurang baik karena tidak menurut pakem dan meninggalkan

waton pedalangan.

Pedalangan itu sudah dibagi, ada wewaton sendiri-sendiri. Kalau dalang

wayang purwa yang dimainkan wayang purwa, wayangnya juga purwa,

gamelannya slendro, gending suluk patet slendro, begitu seterusnya.

Page 173: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

BAB XII

LAKON KANOMAN DAN KASEPUHAN

A. Lakon Wetanan

Yang dinamakan lakon wetanan itu adanya di Kanoman, yaitu di kadipaten

sedangkan yang dinamakan kulonan itu adanya di dalam Kasepuhan, kraton.

Bedanya lakon wetanan dan kulonan itu sebenarnya masih menjadi satu,

sedangkan grebanya lebih banyak lakon wetanan karena banyak lakon carangan

(anggitan). Adanya lakon seperti itu karena lakon wetanan itu ketika jaman

Mataram ditundukkan, Nyai Panjangmas melarikan diri ke timur.

Memainkan wayangnya menggunakan dagelan Semar ditemani Bagong,

sedangkan lakonnya dibuat ramai, banyak keluarnya wayang dan banyak

perangnya (sabetan) supaya kelihatan panjang ceritanya, cerita dan ucapan

wayang dikurangi jangan sampai kehabisan cerita dalam memainkan wayang

semalam itu karena yang memainkan adalah wanita, yang sudah terbiasa

menunggui suaminya memainkan wayang kalau sedang mendalang, yaitu Kyai

Panjangmas.

Jadi memainkan wayang hanya karena terbiasa menunggui dan melihat

kalau suaminya bekerja memainkan wayang. Sedangkan lakon kulonan untuk di

kasepuhan dimainkan oleh Kyai Panjangmas setelah runtuhnya Negara Mataram.

Di Kedu ke barat sampai batas Cirebon sampai tanah Pasundan. Cara Kyai

Panjangmas memainkan wayang dengan menggunakan dagelan Semar, Gareng

dan Petruk. Makanya sampai sekarang kalau Yogyakarta ke barat sampai

Banyumas, dagelannya kebanyakan hanya Semar, Gareng dan Petruk. Setelah

Page 174: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

sampai jaman baru ini lalu ditambah dengan Bagong, sedangkan kalau Pacitan ke

timur sampai Pasuruhan, orang-orang di sana kebanyakan sudah terbiasa dengan

Semar dan Bagong, sedangkan Bagong kalau di daerah wetanan dinamakan

Mangundiwangsa.

B. Lakon Jejer

Lakon jejer itu cerita yang dimainkan di rumah beberapa malam. Misalnya

memainkan wayang tiga malam, lakon yang dimainkan masih kelanjutan dari

lakon yang sudah dimainkan pada malam sebelumnya, misalnya lakon

Partakrama, selanjutnya lakon Srikandi Maguru Manah, lalu Sembadra Larung,

begitu seterusnya. Jadi seperti cerita seri. Itulah yang dinamakan lakon jejer.

Lakon carang kadapur yaitu lakon jejer satu lakon, lalu disambung lakon

carangan yaitu lakon jejer yang pendek. Lalu disambung carangan tapi masih satu

cerita, bisa selesai dalam semalam. Artinya masih satu cerita, itu yang dinamakan

lakon carang kadapur. Lakon carangan, terpisah dengan lakon jejer serta tidak

ada lakon selanjutnya lagi jadi sudah habis. Dimainkan di rumah semalam sudah

bisa tamat.

Gamelan yang digunakan dalam pedalangan wayang kulit. Pada umumnya

gamelan untuk pedalangan itu hanya mengambil seperlunya untuk tetabuhan

wayang yaitu hanya mengambil sebagian klenengan lengkap sesuai wayangnya.

Kalau wayang purwa gamelannya laras slendro, kalau wayang Madya atau gedog,

gamelannya laras pelog dan barang, hanya mengambil sebagian klenengan

lengkap jadi tidak memakai bonangan serta tanpa gong besar. Gongnya hanya

Page 175: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

cukup dengan gong suwukan saja, saron dua buah sebagai ganti bonang. Hanya

dibuat seperti itu sudah dipikirkan oleh para ahli karawitan yang sudah mumpuni

dalam pedalangan serta gending-gendingnya sekalian sudah disesuaikan dengan

bentuknya wayangnya. Jadi tidak hanya asal gending, asal gending baru kelihatan

bagus lalu dimainkan dalam pakeliran karena dianggap baik. Tidak tahunya malah

merusak pewayangan. Kalau gamelan tadi didengar dari kejauhan atau didengar

suaranya dalam radio dinamakan tetabuhan tarian (tari-tarian) atau tabuhan

wayang orang. Meskipun sama-sama tetabuhan wayang tapi ada bedanya, yaitu

tetabuhan wayang yang berhubungan dengan tarian karena wayang orang

dimainkan dengan tarian serta gendingnya tidak genap, hanya diambil yang cocok

dengan tariannya, gamelannya slendro dan pelog genap (komplit) bonangan, kalau

tari Langendriyan gamelannya hanya slendro, slendro lengkap bonangan

(komplit). Jadi kalau wayang kulit diberi cara begitu tidak pantas, namanya tidak

bisa menempatkan pada keluhuran kebudayaan kita.

C. Bahasa Pedalangan

Bahasa dalam pedalangan itu sudah diatur dan diracik oleh para ahli

bahasa yang sudah mumpuni dalam bahasa dan kasusastraan dan disesuaikan

dengan isi cerita pedalangan. Meskipun bahasa pedalangan itu campuran tapi

sudah diolah oleh para ahli bahasa supaya bahasa tadi bisa hidup dan enak

pengucapan kata-katanya. Kalau diterapkan dalam pedalangan bisa gampang

dimengerti oleh umum yang mendengarkan.

Page 176: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Para dalang yang belum mengerti pada bahasa dan kata-kata yang sudah

disusun dalam pedalangan, yang dinamakan tembung dadi, itu jangan sekali-kali

merubah, menambahi atau mengurangi, terlebih lagi sampai memberi arti kalau

belum bisa melebihi pengetahuan para pujangga yang disebut di atas tadi. Lebih

baik dibaca atau dihafalkan sampai hapal di luar kepala, diucapkan apa adanya

saja.

Kata-kata tadi kalau diotak-atik lalu diartikan dengan kata jarwa dosok

tidak bisa cocok, malah membingungkan, artinya berbeda dengan yang

diinginkan. Kebanyakan dalang sekarang senang mengubah dan mengganti,

mengartikan kata-kata pedalangan yang sudah dinamakan tembung dadi atau

hidup tersebut. Mengartikannya diputus-putus, maksudnya supaya benar

mengartikannya, tapi pada akhirnya malah membuat bingung. Lagi pula semua

nama negara, tempat dan pedesaan, pagunungan, pertapaan, kayangan, di jaman

purwa itu tidak bisa dibuat dengan bahasa inggil, nanti malah ucapannya berbeda.

Dalam pedalangan sudah ada artinya sendiri, yang sudah cocok dengan keinginan.

Misalnya di negara Astina, di Gajahoyo; mengapa dinamakan Astina, maksudnya

Dwipangga sirna ing Gajahoyo, yaitu kerajaan Dwipangga, begitu seterusnya.

Lagi pula kalau sedang membahasakan wayang supaya dengan bahasa Jawa yang

murni jangan sampai dicampuri bahasa Indonesia atau bahasa asing.

D. Bahasa Kedaton

Bahasa kadaton Krama Ngoko Bahasa Indonesia

hulun sampeyan Aku Aku

Page 177: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Henggeh Inggih Hiya Ya

Neda Sumangga Ayo, mara Ayo

Rereh Kendel Leren Istirahat

Roboyo Mengko Pantes, aku Pantas, aku

Kadimana Kados pundi Kapriye Bagaimana

Kapatedan Diberi Diwenehi Diberi

Memiliki Memiliki Duwe Punya

Wenten Wonten Ana Ada

Warahen Sampeyan

sanjangi

Tuturana Dinasehati

Wawi Suwawi Ayo Ayo

Punapi Punapa Apa Apa

Para Sampeyan Kowe Kamu, engkau

Pakenira Sampeyan Kowe Kamu, engkau

Manira Kula Aku dak Aku

Meninga Melihat Weruh Melihat

Meksih Taksih Isih Masih

Beneh Sanes Bedha seje Berbeda

Benten Sanes Beda Berbeda

Boja Boten Ora Tidak

Contohnya:

Prabu Druyudana berkata pada patih Sangkuni:

Page 178: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

“Paman harya, boja jadi guguping ati pakenira, manira timbali maring

pasewakan, paman.” Sanghyang Guru ke Batara Narada: “Henggeh, marma

handika ulun piji, robojo kang mawa gara-gara palibaya kalimput.” Begitu

seterusnya.

Bahasa madya

1. Prehpun Priye Bagaimana

2. Wikana Embuh (kilap) Entah

3. Makoten mangkene Seperti ini

4. Melih Maneh Lagi

5. Mengke Mengko Nanti

6. Mawon Bae Saja

7. Ngrika Kana Di sana

8. Nika Ika Itu

9. Ture Jarene Katanya

10. Gale Nika Itu

11. Samang Kowe Kamu, engkau

12. Siyen Biyen Dulu

13. Dawek Ayo, enya Ayo

14. Empun Uwis Sudah

15. Engga Enya Ini

16. Onten Ana Ada

17. Ndika Kowe Kamu, engkau

Page 179: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

18. Kriyin Disik Dulu

Contohnya:

Semar: “Ndika niku keprehpun ndara, wong butane galak ngoten kok diumbar

mawon, mboknggih empun enggal di uwisi.”

Kala Pragalba: “Neda adi sambung-sambung obor, pada budal.”

Sinauran: “Enggeh, ndaweg-ndaweg.”

Begitu seterusnya.

E. Bahasa Kasar

Basa kasar

1. Ambadog Mangan Makan

2. Anyaplok Mangan Makan

3. Anguntal Mangan Makan

4. Endas Sirah Kepala

5. Gundul Sirah Kepala

6. Andublong Ngising Buang air besar

7. Andodol Susuker

8. Kaplak Tuwa Tua

9. Gerang Tuwa Tua

10. Daplok Tuwa Tua

11. Congor Cangkem Mulut

12. Cocot cangkem Mulut

Page 180: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

13. Cokor Tangan Tangan

14. Nracak Kurang ajar Kurang ajar

15. Edan Gingsir owah Gila

16. Pecus Bisa, saged Bisa

17. Jengos Bisa, saged Bisa

18. Anjibus Cumbana

19. Nyilit Cumbana

20. Gedohan Wateg

21. Anjejeli Aweh pangan Memberi makan

22. Inding Pipih, kempitan

23. Cendeng Sanak

24. Gobog Kuping Telinga

25. Ngecipris Calatu Cerewet

26. Ngokop Minum Minum

27. Waduk Perut Perut

28. Cungkur Irung Hidung

29. Micek Turu Tidur

30. Ngringkel Turu Tidur

31. Anjintel Turu Tidur

32. Mleding Turu Tidur

33. Modar Mati Mati

34. Anjelag Ngapusi Bohong

35. Pelus Planangan Alat vital laki-laki

Page 181: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

36. Cemimik pawadonan Alat vital wanita

37. Andableg Ora ngrewes Kepala batu

38. Andableg Ora dirasakake Tidak dirasakan

Contohnya

Orang marah: “E, bocah dituturi wong tuwa ora ngrewes, mung ndableg

bae.”

Orang bertengkar: “O, wong nracak kurang ajar nyandak gundul tanpa

amit, wong edan ane.” Begitu seterusnya. Yang lainnya cukup dengan bahasa

krama inggil dan bahasa lumrah tapi jangan sampai tercampur dengan bahasa

Indonesia atau bahasa asing. Pujian untuk ratu atau negara banyak jenisnya. Dari

yang lengkap sampai yang hanya untuk kesenangan, sering digunakan dalam

cerita pedalangan. Contohnya seperti ini: Pujian untuk Negara.

Swuh rep data tita ana: Anenggih wau kocapa, nagari pundi ingkang

kaeka adi dasa purwa. Eka: sawiji, adi: linuwih, dasa: sapuluh, purwa: kawitan.

Sanajan kathah titahing Dewa kang kasangga pratiwi, kaungkulan ing akasa,

kapit ing samodra, kathah kang anggana raras, boten wonten kados nagari ing

Mandraka. Mila kinarya bebuka, kocap ngari satus tan angsal kekalih, sewu tan

antuk sadasa. Dasar nagari panjang apunjung, pasir wukir, loh jinawi, gemah

ripah, karta raharja, panjang dwa pocapane, punjung luhur kawibawane, Pasir

samodra, awukir gunung dasar nagari angungkuraken pagunungan,

angeringaken pasabinan, anengenaken bengawan, angajengaken bandaran

ageng, loh: tulus kang sarwa tinandur, ajinawi: murah ingkang tinuku, gemah:

Page 182: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

katandha ingkang laku dagang rinten dalu lumampah tan ana pedote, datan

wonten sangsayanireng margi, aripah: katandha ingkang tepung cukit adu taritis

sking gemah harjaning nagari. Karta: Katandha kawula ing padhusunan ingkang

lampah tetanen, angingu kebo, sapi, bebek, ayam tana cinancangan yen rina sami

aglar aneng pangonan, wancining dalu wngsul marang kandang asowang-

sowang, sangking kalising durjana juti. Raharja: dening tebih parang muka,

tuwin abdi Mantri Bupati tan wonten lampah cecengilan atut rukun anggonira

ngangkat ngangkat karyaning ratu, mila nagari ing Mandraka keringan ing

ngatmaja praja, dasar negara Mandraka gede obore, padang jagade, duwur

kukuse adoh kuncnama, boten ing tanah Jawi kemawon, sameskipun tanah sbrang

kathah ingkang asuwita.

Contoh pujian untuk ratu: Wenang dipun ucapaken jejuluking Narendra

ing Mandraka. Prabu Narasoma: ratu sareh marang dasih Salya: ratu wiyar

cecawanganing panggalih, Mandradipa: Ratu linuwih, Mandrakeswara,

langkung luhur, Somadenta: tutut ing gading. Pranyata Sri Bupati ing Mandraka

ambeg pinandita. Mila katah praja nungkul arais tanpa pinukul ing yuda,

sangking kungkulan pambekaning ratu. Dene Sri Bupati ing Mandraka agung

danane, paring sandang wong kawudan, suka teken wong kalunyon, asung

kudung ing kapanasen, paring pangan ing janma kaluwen, karya sukaning

prihatin. Tuhu tan kena winanti danane Sinuhun ing Mandraka, yen ta

ginunggunga wiyaring jajahan luhuring keprabon tuwin pambekaning ratu,

sadalu tan wonten pedote. Pinunggel ingkang murweng kawi Sinigeg. Yang

Page 183: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

disebut di atas tadi dinamakan bahasa dan tembung jadi, yaitu sudah diatur dengan

baik kata-katanya sehingga enak didengarkan.

F. Kitab-Kitab Pewayangan

Serat Mahabarata itu berisi sejarah yang berisi 18 cerita lakon, yaitu yang

dinamakan Parwa. Di tanah Hindu dan di tanah Jawa, untuk kasusastran Jawa

kuna, sampai sekarang bisa menemukan sembilan parwa: 1. Adiparwa, 2.

Soboparwa, 3. Wirataparwa, 4. Udyagaparwa, 5. Bhismoparwa. sedangkan yang

empat atau empat parwa itu adalah Parwa-parwa kecil yang terakhir.

Parwa-parwa Jawa kuna ditulis dengan cara disalin untuk naskah atau

karangan pendek, sedangkan bahasa kawinya disalin dengan teliti, tapi parwa-

parwa tersebut bisa diringkas isinya, kebanyakan untuk mengisi dalam

pedalangan, seperti cerita Mahabarata ada dalam cerita pedalangan dengan cerita

lakon.

Parwa-parwa Jawa kuna terkenal ketika abad yang ke 11. semua parwa-

parwa tadi diambil dari naskah Mahabarata asli, masih ditulis dengan bahasa

Kawi yang ditulis sabelum tahun 1000 Masehi, sehingga tidak diketahui siapa

pengarang parwa-parwa tersebut. Literatur yang berasal dari Hindia berisi cerita

Mahabarata yang serupa, isinya empat parwa, yaitu:

1. Adiparwa

2. Soboparwa

3. Wirataparwa

4. Bhismoparwa

Page 184: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Selain keempat parwa besar tersebut, juga ada empat parwa kecil yang

terakhir. Kakawin yang perlu diketahui ada dua, yaitu: Cerita Harjuna Wiwaha,

karangan Empu Kanwa tahun 1030. Cerita Baratayuda, karangan dua bersaudara,

yaitu Empu Sedah dengan Empu Panuluh, ketika tahun 1157, isi cerita buku itu

dengan dilagukan tembang macapat sesuai cerita lakon. Isi cerita dengan tembang

macapat tersebut memuji ratu-ratu yaitu Prabu Jayabaya dan Erlangga, yang

ketika itu berkeraton di tanah Jawa Timur.

Empu Sedah dan Empu Panuluh itu pujangga kasusastran Jawa kuna.

Empu Panuluh itu yang menyelesaikan tulisan Baratayuda yang dimulai oleh

Empu Sedah. Kakawin itu menggambarkan perang saudara antara dua negara,

yaitu Kediri dan Jenggala. Juga menulis Gatutkaca Sraya dan Hariwangsa, pada

jaman Prabu Jayabaya. Dalam serat kawi Smaradahana ditulis pada abad yang ke

12, serat itu menceritakan lakon Prabu Kameswara. Sutasoma adalah buku tulisan

Budha yang sudah ditemukan dalam kasusastran Jawa, yaitu serat yang berisi

cerita Gatutkaca Sraya, Kresnayana dan Hariwangsa.

Serat cerita Ramayana itu karangan Empu Yogiswara, kemungkinan

berasal dari Jawa Tengah ketika tahun 925, isi cerita Harjunawijaya dan

Sumanasantaka. Cerita Ramayana karangan Jayadipuran tidak mengambil dari

Ramayana Kawi karangan pujangga Walmiki, juga tidak mengambil dari Harjuna-

Sasrabahu. Itulah tulisan baku serat kuna yang sering diambil untuk cerita lakon

wayang purwa ada dalam cerita pedalangan, yang digunakan sebagai dasar cerita

lakon wayang.

Page 185: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

G. Lakon-Lakon Pasemon

1. Lakon Swargabandang. Dibuat oleh Panembahan Senapati Mataram,

sebagai peringatan ketika Mangir runtuh (Babad Mangir)

2. Lakon Rajamala, dibuat oleh Panembahan Senapati Mataram, sebagai

peringatan matinya Harja Panangsang, di Jipangpanolan.

3. Lakon Mustakaweni sampai Petruk Dadi Ratu, sebagai peringatan PBI

sinuhun Pakubuwana yang ke satu.

4. Lakon Gilingwesi, Werkudara Dadi Ratu, dibuat P.B. yang ke III, sebagai

peringatan runtuhnya Kraton Kartasura.

5. Lakon Wijanarka, dibuat P.B. yang ke III sebagai peringatan P.B. yang ke

II kembali dari Panaraga setelah diambil menantu oleh Anom Besari.

6. Lakon Suryaputra Maling, dibuat oleh P.B. yang ke III sebagai peringatan

pencuriannya pangeran Singasari.

7. Lakon Kresna Kembang, dibuat P.B. yang ke IV pasemon ratu Pambayun

bersama dengan R.M.H Natawijaya.

Cerita lakon-lakon wayang tersebut di atas, itulah yang dinamakan lakon

pasemon, peringatan keadaan kehidupan, digambarkan dalam pawayangan untuk

dimainkan dalam pakeliran. Jadi asal ceritanya memang dari kenyataan kehidupan

manusia yang sebenarnya, jadi bukan dongeng yang digambarkan dalam

pakeliran. Makanya lalu dinamakan cerita lakon pasemon. Cerita lakon wayang

purwa, kebanyakan adalah karya para empu ahli kasusastran jaman kuna, yaitu

ketika jaman Prabu Jayabaya di Kedhiri.

Page 186: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

1. Lakon Wahanapurwa, yaitu pertemuan Dewi Gandawati atau Dewi Lara

Amis, karangan Empu Tapawangkeng di Mamenang.

2. Lakon Suktinawyasa, bertahtanya Prabu Kresnadipayana sampai menjadi

begawan di Saptarga dengan julukan sang Maharsi Begawan Abyasa. Cerita

karangan Empu Wijayaka di Mamenang.

3. Lakon Gorowongso, cerita karangan Empu Barandang.

4. Lakon Kumbayana, cerita karangan Empu Braradya.

5. Lakon Bimabungkus, cerita karangan Empu Ragarunti

6. Lakon Muksane Prabu Pandu, cerita karangan Empu Mayangga

7. Lakon Drestanagara (Drestarasta) menjadi ratu sampai turun tahta, cerita

karangan Empu Widyatmaka.

8. Lakon Kurumaka, alap-alapan Dursilawati, cerita karangan Empu Mujwa.

9. Lakon Bale Sagala-gala cerita karangan Empu Salukat Karmajaya.

10. Lakon Hambaralaya sampai Jaladara rabi Werdiningsih, cerita karangan

Empu Purusaka.

11. Lakon Krida Kresna, cerita karangan Empu Jaruwaya.

12. Lakon Alap-alapan Surtikanthi, cerita karangan Empu Mudra.

13. Lakon Dewa Budha, Sanghyang Guru jadi ratu di Medangkamulan awal,

sampai berpindah kota ke Wukir Mahendra (Gunung Lawu) dan membuat

kraton Kaswargan, cerita karangan Empu Padma di Mamenang.

Lakon-lakon tersebut kebanyakan karangan para Empu ahli kasusastran di

Mamenang ketika jaman Prabu Jayabaya di Kediri. Ceritanya bagus sampai

masuk ke dalam hati, tidak berbeda jauh dengan lakon Dewa Ruci dan Harjuna

Page 187: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Wiwaha. Serat Jitabsara isinya menceritakan awal mula terjadinya dunia dan

seisinya, sampai kesempurnaan hidup lalu disambung dengan serat Paramayoga

yang sudah disiapkan, diurutkan oleh Raden Ngabehi Ranggawarsita, pujangga

ahli kasusastran di Surakarta.

Serat Paramayoga, isinya kisah Sanghyang Nurcahya sampai kisah para

dewa-dewa sejak di tanah Hindu sampai mengungsi ke pulau Jawa, lamanya

sampai 25 tahun, lalu pada kembali lagi ke tanah Hindia. Ketika berada di pulau

Jawa membuat kerajaan, makanya sampai sekarang orang-orang di pulau Jawa

masih banyak menceritakan ceritanya, dan masih percaya pada dewa-dewa

tersebut sampai bisa memindah cerita-cerita tadi sebagai isi dalam lakon wayang

purwa sampai jaman sekarang, sekaligus sebagai pengingat pada para leluhur

jaman dahulu.

Serat Pustaka Raja purwa, sebagai kelanjutan dari Serat Paramayoga

tersebut di atas. Isi Serat Pustaka Raja Purwa tersebut semua adalah para empu-

empu ahli kasusastran ketika jaman Prabu Jayabaya menjadi raja di negara Kediri

ketika tahun surya 853, tahun candra 879. Serat Pustaka Raja bagian ke 4,

bernama serat Gorowongso karangan empu Barandang, pada tahun surya 853,

tahun candra 879. Serat Pustaka Raja bagian ke 6 bernama serat Wandalaksana,

karangan empu Ragarunting di Mamenang atas perintah Sang Prabu Jayabaya

pada tahun surya 853, tahun candra 879. Serat Pustaka Raja bab yang ke 6, bagian

ke 4, bernama serat Hariwanda karangan empu Panuluh di Mamenang pada tahun

surya 853, tahun candra 879. Serat Pustaka Raja bab yang ke 6 bagian ke 5

bernama serat Parapatra karangan empu Yogiswara di Mamenang pada tahun

Page 188: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

surya 853, tahun candra 879. Serat Pustaka Raja bab yang ke 7 bernama serat

Suktinawyasa karangan empu Wijayaka ketika tahun 853, tahun candra 879. Serat

Pustaka Raja bab yang ke 7 adalah penjelasan serat Mahapatra, dibagi dalam 8

lakon, bagian ke satu dinamakan serat Wahanyapurwa, karangan empu

Tapawangkeng di Mamenang, ketika tahun surya 853, tahun candra 879. Ada lagi

serat Mahadarma, juga serat karangan para empu kasusastran Jawa ketika jaman

Prabu Jayabaya di Kediri, isi serat-serat tersebut menceritakan kisah para dewa

ketika ngejawantah menjadi ratu di bumi sampai bisa menurunkan manusia yang

menjadi ratu sampai di jaman sekarang.

Isi serat Pustaka Raja itu hanya seperti cerita dongeng ketika jaman dulu,

yang berisi wejangan-wejangan yang bisa dijadikan contoh tentang baik dan

buruk kehidupan manusia di dunia ini. Jadi kalau hanya dilihat isi dongengnya

saja itu tidak bisa dijadikan cerita dalam pakeliran wayang purwa. Raja purwa

sudah diurutkan oleh seorang Pujangga ahli kasusastran di negara Surakarta

Hadiningrat, diurutkan mulai dari jilid 1 sampai jilid 15. sedangkan yang sudah

pernah dicetak menjadi buku baru sampai jilid 10 sedangkan sisanya kebanyakan

masih dalam bentuk tulisan tangan, bisa dinamakan carikan.

Page 189: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

BAB XIII

PAKEM WAYANG SEBAGAI TUNTUNAN PEDHALANGAN

A. Gelar Ratu Jaman Purwa

Di Campalareja:

1. Prabu Gandabayu

2. Prabu Drupada (Sucitra)

Di Mandaraka:

1. Prabu Mandukumara

2. Prabu Madrakiswara

3. Prabu Naradatta

4. Prabu Salya, Narasoma, Somadanta, Mandradipa, Mandrakeswara

5. Prabu Nangkula dan Sahadewa menjadi ratu setelah mempunyai putra raden

Keswara

6. Prabu Kesrawa sudah jaman Madya

Di Kumbina:

1. Prabu Bismana (Hiraniyaka) atau prabu Rukmana

Di Lesanpura:

1. Prabu Setyajit (Hekawama), atau prabu Hugrasena

Page 190: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

2. Prabu Wresniwira (Setyaki), Bimakunting, Sarayuda, Sinisuta, Ekaboma,

Yaduwresni.

3. Prabu Sangasanga

Di Mandura:

1. Prabu Kuntiboja

2. Prabu Basudewa (Balarama)

3. Prabu Baladewa, Kakrasana, Basukiyana Wasi Jaladara, Kusumawalikita

4. Prabu Hudara, jaman madya

Di Ngawangga (Wangga):

1. Prabu Dhasta

2. Prabu Turila

3. Prabu Hadirata

4. Prabu Karna, Basusena, Suryaputra, Radeya, Kuntibojanata

Di Dwarawati:

1. Prabu Kresna, Wisnumurti, Sribatara Harimurti, Narayana, Janardana,

Danardana, Narayana, Basudewa putra.

Di Amarta:

1. Prabu Yudistira, Darmakusuma, Darmawangsa, Darmakusuma,

Darmawangsa, Darmaraja, Kuntadewa, Gunatalikrama, Dwijakangka

Page 191: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Di Trajutisna:

1. Prabu Bomantara

2. Prabu Bomanarakaswara

3. Rpabu Satija Mahija, Mahitalasuta

4. Prabu Hantariya

Di Wirata:

1. Prabu Basurata

2. Prabu Basupati

3. Prabu Basumurti

4. Prabu Basukesti

5. Prabu Basukeswara

6. Prabu Basuketi (Wasupati)

7. Prabu Matswapati, Durgandana, Wirateswara, Matswanata, Baswendra

Di Astina:

1. Prabu Hastimurti, Basusena, Hastima

2. Prabu Wasanta, Dewamurti

3. Prabu Pratipa

4. Prabu Dwipakiswara, Palasara

5. Prabu Santanumurti raja pandita bagawan

6. Prabu Citranggada

Page 192: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

7. Prabu Citrawirya

8. Prabu Kresna Dwipayana, Abyasa, Dewayana, Rancakaprawa,

Sutiknaprawa, Wijasa

9. Prabu Pandudewanata, Dewayana, Gandawastra, Darmaraja

10. Prabu Drestarata, Drestanagara, Drestarastra.

11. Prabu Suyudana, Druyudana, Duryudana, Kurupati, Jayapitana,

Hanggendarisuta

12. Prabu Yudistira, Darmakusuma, Gunatalikrama, Darmawangsa,

Dwijakangka, Darmaputra.

13. Prabu Parikesit, Dipayana, Darmasarana, Mahabarata, jaman Purwa akhir

14. Prabu Yugiswara, Yudayana, Baswara, jaman Madya.

Di Lokapala:

1. Prabu Deradhana, Deroddana

2. Prabu Danurdana

3. Prabu Karda

4. Prabu Lokawana

5. Prabu Wisrawa

6. Prabu Wisrawana, Danaraja, Danapati

Di Maespati:

1. Prabu Heriya

2. Prabu Kartawirya

Page 193: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

3. Prabu Harjunasasrabahu

Prabu Harjunawijaya

4. Prabu Rurya

5. Prabu Partawirya

Di Manggada:

1. Prabu Jisis

2. Prabu Citradarma

3. Prabu Citranggada

Di Ngayodyapala:

1. Prabu Banapati

2. Prabu Banaputra

3. Prabu Dasarata

4. Prabu Ramawijaya, Ramabadra, Ramaregawa, Dasarati

5. Prabu Barata

6. Prabu Ramawijaya

7. Prabu Ramabatlawa

Di Mantih:

1. Prabu Danuja

2. Prabu Danupati

3. Prabu Janaka

Page 194: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Di Ngalengka, Raja Ditya:

1. Prabu Brahmanaraja

2. Prabu Banjarjali

3. Prabu Jatimurti

4. Prabu Brahmanakanda

5. Prabu Getahbankuda

6. Prabu Brahmanatama

7. Prabu Puksara

8. Prabu Malyawan

9. Prabu Sumali

10. Prabu Dasamuka, Rahwana

11. Prabu Wibisana, manusia

Di Ngima-Imantaka, Raja Yaksa

1. Prabu Niwatakawaca, Nirbita

2. Prabu Niladatikawaca

3. Prabu Niraddakawaca

4. Prabu Drawakawaca (Hardawalika)

5. Prabu Druwayana, jaman madya

6. Prabu Sarsihawa

7. Prabu Merusupadma

8. Prabu Martiki

Page 195: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Nama Arah dan Tempat

1. Purwa = timur

2. Narasunya = barat daya

3. Untara = utara

4. Nurwitri = timur laut

5. Pracima = barat

6. Byabya = tenggara

7. Raksira = selatan

8. Kaneya = barat laut

9. Gagana = atas

10. Patala = bawah

Cahaya Matahari

1. Arkasuta = sinar matahari

2. Harjamaya = cahaya matahari

3. Kastuba = merahnya matahari

4. Suryaja = terbitnya matahari

Nama Sitinggil

1. Siti luhur

2. Siti bentar

3. Sewayana

Page 196: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

4. Mangunturtangkil

5. Manguntaraya

6. Balerungga

7. Lemah duwur

8. Bacira

9. Baciraja

10. Birasana

Nama Kahyangan

1. Jonggringsalaka kayangan Batara Guru

2. Parewarna kayangan Batara Guru

3. Giriloka kayangan Batara Guru

4. Suduk udal-udal kayangan Batara Naradda

5. Nusakambangan kayangan Batara Kala (Berawa)

6. Setragandamayu kayangan Batari Durga, hyang Pramoni

7. Semaralaya kayangan Batari Durga, hyang Pramuni

8. Semarapada kayangan Batari Durga, hyang Pramoni

9. Swargaloka kayangan Batari Durga, hyang Pramoni

10. Janaloka kayangan Batari Durga, hyang Pramoni

Nama kahyangan para Jawata

11. Hendraloka kayangan Batara Hendra

12. Hendrabawana kayangan Batara Hendra

Page 197: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

13. Hariloka kayangan Batara Hendra

14. Harbawana kayangan Batara Hendra

15. Hariwanda kayangan Batara Hendra

16. Hamaraloka kayangan Batara Hendra

17. Nirayapada kayangan Batara Hendra

18. Suranadi kayangan Batara Hendra

19. Suralaya kayangan Batara Hendra

20. Surabawana kayangan Batara Kumajaya

21. Cakrakembang kayangan Batara Kumajaya

22. Cakrapura kayangan Batara Kumajaya

23. Kadewatan kayangan Batara Kumajaya

24. Kamuksapada kayangan Batara Kumajaya

25. Triloka kayangan Batara Kumajaya

26. Sunyapuri kayangan Batara Kumajaya

27. Gargadhahana kayangan Batara Brahma

28. Hargadumilah kayangan Batara Yamadipati

29. Nguntasagara kayangan Batara Wisnu

30. Saptapratala kayangan Batara Antaboga

31. Bulatan kayangan Batari Wilutama

B. Silsilah para Pandawa

1. Prabu Yudistira menikah dengan Raja putri di negara Pancalareja bernama

Dewi Dropadi, memiliki putra satu laki-laki bernama raden Pancawala, itu

Page 198: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

yang disebutkan dalam pedalangan. Dewi Dropadi itu sebenarnya seorang

putri yan diperistri lima orang, yaitu Pandawa. Dari kelima orang tersebut,

dewi Drupadi bisa memiliki anak lima jumlahnya dinamakan pancaputra,

artinya jejaka lima, tapi dalam pedalangan yang sering disebut hanya satu

bernama raden Pancawala, sedangkan putra yang empat tidak disebutkan

dalam pedalangan.

2. Prabu Yudistira menikah dengan Raja putri di negara Sibi bernama dewi

Dewika, berputra satu laki-laki dengan nama Raden Yodeya, itu juga

jarang disebutkan dalam pedalangan.

3. Harya Sena menikah dengan putra Batara Antaboga di Sapta pratala yang

bernama Dewi Nagagini, memiliki seorang putra laki-laki bernama Raden

Antasena (Antareja).

4. Harya Sena menikah dengan saudara Raden Ditya Arimbamuka di negara

Pringgadani bernama Detyaksi Arimbi atau dewi Arimbi, berputra satu

laki-laki bernama Raden Tutuka atau raden Gatutkaca.

5. Harya Sena menikah dengan putra Raja di negara Kasi bernama Dewi

Balandara, berputra satu laki-laki bernama Raden Serbaga, dalam

pedalangan jaran diceritakan, hanya kalau memainkan lakon Irawan

Maling, dia menjadi teman raden Irawan di taman Kadilengeng Astina, itu

yang dinamakan lakon Irawan bakna.

Bentuk wayang Harya Serbaga itu seperti Antasena rambutnya ngore

udhal tiga.

Page 199: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Raden Harjuna memiliki tujuh orang putra:

1. Harya Sumitra, dari istri paminggir (selir) bernama Niken Rarasati

2. Harya Abimanyu dari istri padmi bernama Dewi Sumbadra

3. Harya Irawan dari istri padmi bernama Dewi Hulupi

4. Harya Wijanarka dari istri padmi bernama Dewi Gandawati

5. Dewi Pregiwa dari istri padmi bernama Dewi Manohara

6. Harya Wilogata dari istri padmi bernama Endang Manikara

7. Harya Caranggana dari istri padmi bernama Endang Maeswara

Ketujuh putra tersebut sudah termasuk dalam sejarah, sedangkan kalau ada

Bambangan dan putri atau endang lagi yang termasuk dalam cerita pedalangan, itu

hanya pinjaman saja untuk menggenapkan cerita lakon tambahan yaitu yang

dinamakan lakon carangan.

Harya Nangkula menikah dengan putri dari negara Cedhi bernama dewi

Karenuwati, berputra satu laki-laki bernama raden Niramitra, tidak diceritakan

dalam pedalangan.

Harya Sahadewa menikah dengan putri dari negara Madras putra Prabu

Jutiman, bernama dewi Wijaya, berputra satu dengan nama raden Suharta, tidak

diceritakan dalam Pedalangan.

C. Wayang Jaman Kartasura

Sebelum jaman Kartasura, wayang Gatutkaca itu hanya cukup berbentuk

wayang buta kecil. Hanya berbentuk seperti itu karena disesuaikan menurut

sejarahnya. Ketika dewi Arimbi sudah menjadi istri Sang Harya Sena lalu

Page 200: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

memiliki satu anak berbentuk buta kecil, Harya Sena lalu memerintahkan pada

sang istri agar sang putra segera dibawa pulang ke Pringgadani. Putranya diberi

nama jaka Tutuka. Kalau ada keperluan, para Pandawa baru akan dipanggil. Dewi

Arimbi merestuinya. Sang bagus segera dibawa pulang ke kerajaannya. Raden

tutuka ketika masih kecil senang berkumpul dengan buta-buta (raksasa) makanya

dia bisa terbang karena buta Pringgadani itu besar maupun kecil semua bisa

terbang. Lagi pula sang bagus itu lincah sekali kalau perang pada waktu malam,

kekuatannya menakutkan melebihi semua Raksasa, juga memiliki taring. Kalau

sudah mau menggigit musuhnya tidak tanggung-tanggung, pasti sampai mati.

Siang dan malam selalu diajari oleh paman-pamannya, duajari bermacam-macam

aji-jayakawijayan, dinamakan disiram dengan banyu gege.

Setelah hampir perang Baratayuda sang bagus dipanggil. Waktu itu

umutnya baru 15 tahun tapi badannya sudah kelihatan besar seperti bapaknya, jadi

bisa mengimbangi musuh. Akhirnya, ketika sang bagus berhadapan dengan Sang

Hadipati Karna, ia lalu tiwas terkena senjata dibya kyai Kuntadruwasa. Wayang

buta kecil yang menggambarkan jaka Tutuka tersebut setelah jaman Kartasura,

atas ijin dalem sinuhun Kanjeng Susuhunan, wayang Jaka Tutuka tersebut lalu

diganti, disesuaikan dengan bentuk Sang Harya Sena, jadi supaya bisa mirip

dengan si bapak, tapi agak kecil sedikit. Sebagai polanya mengambil wayang

Antareja, lalu ditambahi pakaiannya yaitu ditambah dengan praba, wanda tatit,

karena kalau perang gerakannya lincah dan diberi nama Gatutkaca, artinya tempat

keteguhan, sejak lahir sudah tidak mempan tapak paluning pandhe sisaning

gurenda atau kebal.

Page 201: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Wayang Gatutkaca lalu bisa berbentuk bagus dan bregas dilihat, serta

lengkap badannya seperti ratu. Makanya dalam satu kotak kelihatan paling bregas,

seperti wayang Baladewa, genap badan dan tatahannya. Wayang Gatutkaca itu

diwarnai hitam bagus, apa lagi kalau digembleng, badannya diwarnai prada emas

akan semakin bagus. Sedangkan wayang dewa-dewa diberi pakaian panjag

memakai keris, kakinya memakai sepatu. Hanya Batara Guru dan Batari Durga

yang tidak boleh diganti karena merupakan wayang candra sangkala memet, kalau

sampai ditambahi atau dikurangi arti tahunnya akan berubah. Begitu lah yang

menjadi keinginan dalem Ingkang sinuhun Kanjeng Susuhunan di Kartasura

ketika tahun candra 1621)

D. Wayang Punakawan

Ketika jaman Mataram yang menjadi ratu adalah Hingkang sinuhun

Kanjeng Susuhunan Prabu Hanyakrawati yang wafat di Krapyak. Beliau punya

keinginan untuk membuat bentuk wayang purwa ditambah dengan wayang

dagelan untuk melengkapi, agar para dalang kalau sedang memainkan wayang

tidak kekurangan lalucon (banyolan). Yang pertama adalah adanya Semar,

Bagong, dan cantrik pawongan (emban).

Sedangkan yang dibuat baru sebagai tambahan, yaitu berwujud wayang:

1. Petruk

2. Gareng

3. Cenguris

4. Togog

Page 202: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

5. Sarawita

6. Limbuk

7. Cangik

8. Dewi Clekutana

9. Retna Juwita

10. Parekan Buta

11. Cantrik Janaloka

12. Semar Gareng, Petruk berpakaian perempuan

13. Pawongan gelung melintang

14. Gareng, Petruk, Bagong, memakai cara ratu.

15. Kethek kacangan, ketika tahun candra 1552.

Wayang Bagong

Bagong itu terjadi dari bayangan Batara Ismaya, yaitu Ywang Ismaya

ketika diperintahkan oleh sang rama Sanghyang Tunggal untuk jadi pengurus

keturunan Resi Kanumanasa sampai Sang Harjuna. Dia lalu diberi teman yang

diciptakan dari bayangan Sang Ismaya. Bayangan tersebut lalu berbentuk wujud

bulat gemuk matanya lebar, mulut juga lebar, bibirnya menggantung memakai

gombak. Bisa menjadi wujud seperti itu memang sudah kehendak Ywang Kang

Murbeng Pasthi, sebagai teman Batara Manik Maya (Batara Guru).

Bagong itu artinya dengan gombak, ketika jaman dahulu, setiap bocah

kecil banyak yang digombak supaya awet muda seperti bocah kecil. Begitu arti

diadakannya wayang Bagong, asalnya dari kata bagong atau gombak.

Page 203: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Wayang Semar

Semar itu dewa yang berbadan manusia, berbentuk semamar

membingungkan, laki-laki bukan, wanita pun bukan, cebol badannya hitam

gemuk bulat, tidak muda tidak tua, di kepalanya ada kuncung jadi kelihatan

seperti bocah, makanya dia punya ciri seebntar-sebentar pasti menangis, senang

menangis, susah juga menangis karena selamanya tidak tahu senang dan tidak

tahu susah. Jadi sudah tidak ada bedanya. Warnanya hitam berarti tetap tidak

berubah (langgeng), menjadi ratu di jagad Sunyaruri, yaitu di alam sunyi. Kalau

memperlihatkan diri di bumi hanya jadi tuwagana, yaitu jadi pamong keturunan

Sang Manik Maya.

Munculnya Semar di bumi itu ketika jaman raden Kaniyasa atau Resi

Kanumanasa, pandita yang ada di Saptarga. Pada waktu itu, di sana ada orang

cebol yang sedang berlari karena dikejar dua ekor macan akan memangsanya,

orang tersebut bernama Semarasanta, lalu ditolong oleh sang resi. Macan diruwat

dengan senjata lalu berubah menjadi dua bidadari, yang tua bernama Dewi

Kanastren jadi jodoh Semarasanta, sedangkan yang muda bernama Dewi

Retnawati, jadi istri Sang Resi Kanumayasa. Semarasanta lalu nyantrik pada sang

resi dan dipanggil Janggan Semarasanta. Sang Janggan Semarasanta itu lalu jadi

pamong keturunan sang resi Kanumayasa, hanya sampai para Pandawa Raden

Harjuna. Sedangkan kalau ada putra raden Janaka dan diikuti oleh Semar itu

hanya silihan saja sebagai teman supaya bisa meramaikan pakeliran.

Page 204: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Kalau menurut sejarah, para satria yang boleh dirawat oleh Semar itu

hanya satria yang kuat tapanya, sering didatangi para Dewa serta yang besar

baktinya pada Dewa dan sering dimintai bantuan kalau para dewa mendapat

keruwetan, didatangi musuh dari mercapada dan merusak Kayangan, yaitu hanya

para satria yang kuat tapanya tersebut yang bisa menolong para Dewa.

Makanya dalam pedalangan, wayang yang boleh memakai gara-gara itu

hanya Resi Kanumayasa sampai Sang Harjuna, semua wayang berwujud

bokongan. Kalau sudah selesai perang kembang suluknya sendon Abimanyon,

sedangkan cakepan apalan dengan Elayana. Kalau para Bambangan putra siapa

saja, itu tidak boleh dengan gara-gara karena sudah kurang kuat tapannya, kalau

sudah selesai perang kembang suluknya patet jengking sedangkan cakepan apalan

dengan Tunjung bang trate. Jadi kalau begitu, seharuasnya ada dagelan sendiri

untuk teman Bambangan putra Sang Harjuna tadi. Kalau wayang gedog cerita

Panji sudah ada sendiri-sendiri, kalau Panji tua, yaitu raden Hinokartapati, yang

jadi temannya adalah dagelan Bancak dan Doyok. Sedangkan kalau Panji muda,

yaitu raden Sinombredapa, yang jadi temannya dagelan Sebul dan Palet.

Gelar Semar di kayangan:

1. Batara Ismaya

2. Batara Tejamaya

3. Batara Jagadwungku

4. Sanghyang Jatiwasesa

5. Sanghyang Suryakanta

Page 205: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Dalam pertapaan:

1. Kaki Janggan Semarasanta

2. Kaki Badranaya

3. Kaki Nayantaka

Dalam kraton atau di kasatrian:

1. Kyai Lurah Semar

2. Kyai Lurah Badranaya

Di Klampisireng:

Disebut Kyai Dudha Manangmunung

Ywang Wisesa memberikan manik astagina pada Danghyang Semarasanta, kang

memiliki delapan kesaktian:

1. Tidak merasa lapar

2. Tidak merasa ngantuk

3. Tidak merasa jatuh cinta

4. Tidak merasa sedih

5. Tidak merasa lelah

6. Tidak merasa sakit

7. Tidak merasa panas

8. Tidak merasa dingin

Manik astagina disuruh mengikatkan di rambut yang ada di kuncung.

Page 206: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Wejangan Sanghyang Tunggal

Nantinya akan ada 3 macam orang seperti dulu yaitu:

1. Wong biksu, artinya tanpa pusar dan tanpa ubun-ubun

2. Wong Bibima, artinya satu hati tanpa ketinggalan (Werkudara)

3. Wong Tibawarna, artinya orang yang tidak mempan senjata, yaitu selamat

dari senjata tajam, gecul marucul kuwarisan, sluman slumun slamet.

Ketahuilah itu semua sebenarnya adalah wujud diriku, itu hanya jika aku

bertemu denganmu, engkau aku beri ilham sebagai pertanda paesan ini,

perhatikanlah sela antara alisku. Dan lagi pesanku padamu, kalau ada orang yang

ubun-ubunanya bercahaya seperti cahaya matahari dan bulan, itulah wujud

kakakmu si Ismaya, meskipun orang tadi jelek, janganlah engkau ragu, semua

keinginannya laksanakanlah, karena keinginan itu pasti sudah diketahui.

E. Wayang dan Kehidupan Manusia

Wayang itu sangat disukai orang, peribahasanya sampai ambalung

sungsum, apa lagi yang merasa memiliki seperti bangsa kita sendiri di Indonesia.

Kalau wayang bangsa Tionghoa bernama wayang Potehi, kalau bangsa Eropa ada

wayang Boneka dinamakan Popenkas. Jadi kalau begitu bangsa-bangsa itu

memiliki wayang sendiri-sendiri.

Wayang itu merupakan buatan manusia, sesuai dengan keadaan yang

membuat sendiri-sendiri sebagai gambaran kehidupan manusia atau leluhurnya,

gambar yang menjelaskan adanya tingkatan kehidupan yaitu nista, madya, utama,

Page 207: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

agar bisa menjadi contoh yang baik. Jadi wayang itu digunakan untuk memberi

gambaran dalam menerapkan bermacam-macam lakon tadi, karena lakon manusia

itu memang bermacam-macam. Intinya untuk memperjelas adanya dasar waton

nista madya utama agar bisa terang, supaya jangan sampai keliru

menempatkannya, tempat kenistaan bisa digambarkan wujudnya, juga untuk

menunjukkan dan memperjelas tentang kebaikan, karena kalau keburukan tidak

ditunjukkan, hanya disimpan saja jadi tidak bisa seimbang adanya buruk dan baik,

yaitu nistha madya utama. Semua itu sudah tergelar atas kehendak sang Maha

kuasa sebagai penyeimbang budi, pikiran, supaya bisa mengerti keadaan yang

sebenarnya. Mana yang harus dipilih dan yang bakal dilakoni itu diserahkan pada

yang bakal menjalani.

Untuk yang akan menjalani, pasti sebisanya memilih yang baik, yaitu

utama, kalau tidak bisa samadya, pilihan kanistan sebisan mungkin dihindari.

Manusia pada umumnya ingin pada kebaikan, maka kisah wayang itu banyak

yang bisa masuk sampai ke hati yang terdalam.

Pekerjaan praktek (teknik), serta pengetahuan pedalangan yang digunakan

utnuk memperjelas gambaran lakon tersebut yang baku adalah: satu, janturan

(cerita), dua, gendhing kakawin, tiga, banyol (lelucon), empat, sabetan. Meskipun

hanya empat tapi cakupannya sangat luas. Seperti janturan dalam sebuah cerita itu

sudah mencakup parama basa serta hawi crita, mengku basa, serta cerita para

leluhur itu jadi kebudayaan bangsa yang juga sangat penting. Kalau bisa jelas dan

tepat dalam menerapkannya, pasti bisa menghidupkan rasa kemuliaan. Makanya

Page 208: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

dalam wayang, kata-kata dan isi itu lebih penting, kalau kata-katanya kosong

tanpa isi rasa atau keliru dalam menerapkan maka akan kurang baik.

1. Menceritakan itu intinya juga dalam bahasa, meskipun bisa dengan

menhafalkan kata-kata dan kalimat semua cerita, kalau mengerti unggah-

ungguh dalam kata pasti akan lebih meresap dalam.

2. Gending kekawin itu intinya adalah lagu suara, tembang atau gendeng,

sedangkan gendhing itu perpaduan suara gamelan, untuk menggambarkan

keadaan lahir batin, serta keadaan kebudayaan. Yang lebih penting adalah

untuk merekatkan tali persaudaraan, jadi wayang itu hanya jadi alat untuk

menghidupkan pakeliran. Tapi sebenarnya gendhing, gendheng itu memang

memiliki nilai kebudayaan sendiri dan perlu dilestarikan.

3. Banyolan itu intinya untuk menyenangkan hati agar gembira, jangan

sampai tegagn atau susah. Jangan sampai hanya senang-senang, atau susah

saja. Kalau keadaan tanpa banyolan, kesenangan, hanya tegang melulu

tentu akan cepat putus asa, tidak kuat menjalani kehidupan. Jadi banyolan

itu bukan hanya lelucon tanpa arti, intinya adalah guyonan untuk

menyenangkan hati. Makanya wayang alusan, kasaran, atau dalam lakon

apa saja bisa membuat tertawa, asal bisa menerapkan sopan santun.

Wayang dagelan dibuat hanya untuk melengkapi aneka warna wujud

wayang lalu diselaraskan dengan wayang yang lain, hanya untuk banyolan.

4. Sabetan itu kelincahan memainkan wayang, supaya kelihatan asri, edi, peni,

bisa menghidupkan wayang seperti benar-benar hidup. Jadi wayang serta

Page 209: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

kawruh pedalangan itu berisi beberapa kebudayaan. Yang lebih penting,

perlu sekali dirawat dan dilestarikan.

Janggan Semarasanta

Batara Ismaya berputra Batara Wungku atau Wungkuam (Bongkokan),

Batara Wungkuam berputra bentuk manusia cebol gemuk pendek hitam kulitnya

dinamakan Semarasanta, yang tinggal di Padepokan Pujangkara, Desa Padukuhan

Ki Semarasanta tersebut, manusia cebol hitam gemuk pendek yang raganya sering

dimasuki eyangnya, Batara Ismaya, batara Semar, yaitu Dewa yang merasuk

dalam raga orang yang bernama Semarasanta tersebut untuk menjadi pamong trah

resi Kanumanasa sampai raden Harjuna. Jadi sampai enam keturunan sampai

udeg-udeg dari sang resi Kanumanasa. Orang bernama Semarasanta itu lalu

diperintahkan ngenger (ikut) nyantrik di Saptarga lalu diberi sebutan Janggan dan

bernama Janggan Semarasanta. Kalau sedang marah pada para dewa lalu dirasuki

oleh eyangnya, Batara Semar (Ismaya). Makanya wayang yang menggambarkan

Batara Ismaya atau Semar itu tidak ada, yang kelihatan di Bumi itu hanya badan

wadag manusia bernama Janggan Semarasanta tersebut. Setelah lama lalu dinamai

Semar, Semarasanta lalu hilang tidak pernah diceritakan. Manusia yang berbentuk

cebol hitam gemuk pendek tersebut lalu katelah jadi disebut Kyai lurah Semar.

Ismaya itu artinya cahaya hitam, makanya dalam pewayangan, wayang

Semar itu kebanyakan badannya dicat hitam, itu sudah cocok dengan dongengan,

kalau Ismaya itu artinya cahaya hitam. Kalau ada wayang Semar badannya tidak

Page 210: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

hitam itu meskipun bagaimana tetap kurang sesuai dengan keadaan Ismaya

tersebut.

Ketika nyantrik di Saptarga, yang jadi teman Semarasanta adalah Putut

Supawala, Putut Supawala itu berwujud kera putih seperti Raden Senggana

(Hanoman), keduanya sangat dekat dengan Sang Resi dan diberi tugas menjaga

keselamatan di Pertapaan.

Nama-nama Gajah

1. Brajamuka = gajah untuk perang

2. Gajaksa = gajah besar

3. Gajah Hendra = ratu gajah

4. Gajah pati = ratu gajah

5. Gajah Hendriya = gajah ngamuk

6. Rajamuka = gajah yang ditunggangi ratu

7. Hesti = gajah yang ditunggangi ratu

8. Hanjana = gajah yang ditunggangi ratu

9. Diponggo = gajah yang ditunggangi ratu

10. Dirada = gajah yang ditunggangi ratu

11. Dwipo = gajah yang ditunggangi ratu

12. Dwiratyana = gajah yang ditunggangi ratu

13. Helawana = gajah yang ditunggangi ratu

14. Samaja = gajah yang ditunggangi ratu

15. Liman = gajah yang ditunggangi ratu

Page 211: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

16. Matengga = gajah yang ditunggangi ratu

17. Gatamuka = gajah yang ditunggangi ratu

Nama-nama Macan

1. Kiswari atau Kesari = macan

2. Durma atau Durga = macan

3. Saradula atau Sardula = macan

4. Salimba atau Harimau = macan

5. Singa atau Singha = macan

6. Bragalba atau Pragalba = macan

7. Mregapati atau Mregadipa = macan

8. Mong atau monga = macan

9. Macan mengaum bernama Singanabda

10. Anak Macan bernama Wikridita

11. Ratu macan bernama Singapati atau Singantaka

12. Macan yang terjadi dari manusia bernama Narasinga

13. Harimba = macan

14. Harima atau harimong atau Rimong artinya macan

Nama-nama Ular

1. Antaboga = dewa ular

2. Nagabendana = pembesar ular

3. Nagaraja = ratu ular

Page 212: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

4. Nagapati Ratu ular

5. Nagabasuki = ratu ula

6. Nagabanda = ular besar

7. Bujangga = ular besar

8. Hardiwalika = ular besar

9. Anta = ular besar

10. Naga = ular besar

11. Taksaka = ular

12. Sarpa = ular

13. Sawer = ular

14. Haliman = ular

Nama Kuda

1. Undakan

2. Haswa

3. Kuda

4. Kudaka

5. Kalengki

6. Kapal

7. Wajik

8. Turangga

9. Gedong

10. Swaninda

Page 213: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

11. Prasita

12. Kuda

Nama Babi

1. Andapan

2. Durgangsa

3. Uweg

4. Wraha

5. Demalung

6. Jantaka

7. Sungkara

8. Jubris

9. Wijung

10. Wegang

11. Bagkwi

Nama Banteng

1. Handaka

2. Angun-angun

3. Sarawa

4. Jawida

5. Gurisa

6. Gawaksa

Page 214: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

7. Gawindra

8. Grendaka

Nama Anjing

1. Segawon

2. Anjing

3. Wreka

4. Bugel

5. Srenggala

6. Cika

7. Kuwaka

Nama kuda

1. Undakan = tunggangan

2. Gedog = gegedug, sesama hewan yang paling unggul

3. Swa = kuda kinasih, yaitu tunggangan

4. Kapal = lanteh bisa mengerti pada ajaran

5. Kuda = bisa berputar

6. Jaran = unjaran, dalam gedog sendirian tanpa teman

7. Turangga, tuhurangga, tura artinya halus, angga badan, artinya lemah

badanya.

8. Wajik artinya wijik.

Page 215: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Nama gajah

1. Gajah = banyak tingkah, tempatnya dalam hutan

2. Hasti (Hesti) = kalau ditunggangi

3. Dirada = kalau sedang marah atau gajah meta

4. Dwirada = memiliki taring dua, dwi dua, radda gigi yaitu memiliki dua

gading.

5. Waniti = kalau diberi pakaian

6. Matengga = kalau sedang bercengkrama

7. Samaja = kalau dibawa perang

8. Gajamuka = gajah mengamuk, atau gajah kalau ditunggangi oleh buta,

atau gajah pengarep

9. Brajamuka = gajah mengamuk dengan senjata, atau kalau bertarung

10. Gatamuka = kalau akan kawin karena gantha kelihatan besar.

11. Liman = Seperti memiliki lima kaki, karena belalainya bisa menyentuh

tanah

Nama babi

1. Babi = warnanya hitam

2. Waraha = saronggot, babi itu senjatanya adalah saronggot, yaitu dua buah

taring

3. Sungkara = senangnya merapat, sung artinya merapat, kara artinya

membuat, kalau sudah berani hanya modal tekat.

Page 216: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

4. Genjik = babi kecil, cara berjalannya tangkas karena badannya belum

besar jadi masih serba trampil.

Nama macan

1. Singa = bisa mengaong

2. Singha = bisa mengaong

3. Mong = bisa mengaong

4. Jagur = macan yang sedang mendekam

5. Margapati = rinaket ratu

6. Macan, yang benar matyan = mancia, yaitu mengaum

7. Keswari = serba bulu

8. Harimong = meramong, warnanya merah dengan loreng

9. Saradula = semuanya tajam, seperti gigi dan siungnya, lidahnya seperti

parut, cakar kukunya lancip.

Nama banteng

1. Banteng = benting

2. Gardaka = kaya napsu

3. Handaka = badannya seperti sapi

4. Angun-angun = banteng yang kuat

5. Sikandana = banteng jantan

6. Sikandini = banteng betina

Page 217: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

7. Griksa = getapan, karena sangat berani tanpa rasa takut, kalau marah harus

mengamuk.

8. Garaksa = menakutkan, setiap melihat segala sesuatu harus mengejar dan

mengamuk, apa lagi kalau terluka akan keluar keberaniannya sampai mati.

Nama bedati (Gerobak)

Untuk membawa barang atau tunggangan pasukan yang membawa alat perang

dan makanan prajurit.

1. Bedati = gerobak yang ditarik sapi betina

2. Senang = gerobak yang ditarik sapi jantan

3. Manggra = gerobak yang ditarik Banteng

4. Salamuka = gerobak yang ditarik kerbau jantan dan betina

5. Hastapada = gerobak yang ditarik kerbau jantan

6. Sambira = gerobak yang ditarik banteng bersuara

7. Westi = gerobak yang ditarik banteng betina (jawa)

8. Camakantu = gerobak yang ditarik orang laki-laki dan wanita

9. Dudula = gerobak kalau ditarik Kuda betina

10. Sisikunwaninda = gerobak yang ditarik dua ekor kuda

11. Sisirat ancak anda = gerobak yang ditarik empat kuda

12. Gegendik = gerobak yang ditarik kambing besar

13. Sekutuk = gerobak yang ditarik anjing besar

14. Calita = gerobak yang ditarik kijang ujung

15. Salikna = gerobak yang ditarik kuda tutul

Page 218: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

16. Gabrata = gerobak yang ditarik macan, jadi tunggangan buta

17. Gotaka = gerobak yang diberi gerbong, biasanya ditarik gajah karena lebih

berat.

Nama sungai

1. Banawi (Banawe) = kumpulan air

2. Bangawan, yang benar banawan = jalan air, Ban = air, awan = jalan

3. Kali = dialiri, dialiri air

4. Lepen, yang benar lepwen, lep = aliran, wen = tempat air

5. Ci artinya tempat bersuci

6. Narmada, yang benar naharmodho = berisi air

Nama bunga

1. sekar = yang sedang mekar

2. kembang = kalau sedang dihisap madunya oleh kumbang

3. kusuma = kalau sedang harum baunya

4. padma = bunga yang sedang harum baunya masih berisi madu

5. puspa = dirangkai, diatur ditarik-tarik dan diselang-seling tempatnya.

6. sari = serba baik, yaitu ketika sedang mekar dan berbau harum

7. puspita = bunga yang sedang berwarna kuning, yaitu ketika akan mekar

Nama daun

1. Ron = untuk kerimbunan pohonnya

Page 219: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

2. rodohon = daun yang subur

3. Godhong = sebagai peneduh, yaitu peneduh pada pohonnya

4. patra = sahantara, daun jadi tanda hidupnya pohon, pohonnya gemuk dan

kurus dilihat dari daunnya

5. ujungan, itu kata krama desa, ingin membahasakan ujo (hijau) dari wujud

daun yang hijau.

Nama tunjung bunga teratai

1. pakaja = kalau bunganya mekar dalam air

2. kumuda = kalau bunganya mekar dalam air

3. kamuda = kalau kehabisan air

4. terate = kalau mekar di balekambang

5. saroja = kalau berada di daratan

6. sadengan = kalau tumbuh di batu

7. tunjung = kalau sudah berwujud pohonnya

8. midemah = kalau bunganya mekar pada waktu malam

9. singli = kalau bunganya akan rontok

10. saroparuka = kalau rontok, gugur

11. sarasidiya = kalau bunganya medem

Nama Hewan yang dipakai sebagai Nama Para Petinggi di Jaman Kuna

1. Matswapati = ratu ikan

2. Basudewa = tokek unggul atau Bidho linuwih

Page 220: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

3. Bisawarna = tokek

4. Narasinga = orang berbadan macan

5. Jayadimurti = kesaktian cicak

6. Handakawulung = banteng liar

7. Hayamwuruk = kokok ayam

8. Hundhakan Sastramiruda = kuda melompat menghindari panah

9. Kidangwalakas = kijang yang larinya cepat

10. Kebokanigara = kembang hewan aduan

11. Kebokenanga = kembang hewan aduan

12. Kebomenggah = kerbau kanggeg

13. Sawunggaling = jago emas, atau jago patohan

14. Siungwanara = taring kera

15. Singaprana = watak macan

16. Lembuhamiluhur = yang asalnya luhur

17. Lembuhamijaya = hewan yang kuat

18. Lembumangarang = hewan yang membuat tertarik

19. Lembugelap = pasemon untuk putra yang dilupakan

20. Kudapanolih = kuda yang patut ditonton

21. Maesatandreman = kerbau palen

22. Mundingsari = kembang kerbau

23. Mundingwangi = kembang kerbau

24. Gajahmada = gelar gajah

25. Gatayu = tempatnya kabaikan

Page 221: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

26. Gagakbahni = berbadan geni

27. Gagakpranala = panas hati

28. Gagakpranawa = terang hati

29. Banyakwide = banyak (angsa) dikurung

30. Bondankejawan = berbadan kadal

31. Bankudasari = kerbau pelen

32. Kijangwiracapa = kijang dipanah gandewa bisa lolos

33. Kudalaleyan = kuda = kuda, laleyan = pagar bata

F. Sama, Beda, Dana, Denda

1. Sama, maksudnya: kalau memberi sesuatu dalam suatu acara jangan

sampai menjadikan iri hati

2. Beda, maksudnya: kalau memerintah pasukannya, yang senang dengan

cara keras jangan dengan cara halus, sedangkan yang senang cara halus

jangan dengan cara kasar, nanti bisa mengecewakan.

3. Dana, maksudnya: kalau ada pasukan yang baik berilah penghargaan

supaya mempengaruhi teman-temannya

4. Denda, maksudnya: kalau menjatuhkan hukuman harus adil, meskipun

sentana, warga, kalau salah harus dihukum supaya orang lain jadi takut.

Ambeg patih: Guna, Kaya, Sura

1. Guna = kaya ilmu

2. Kaya = bisa mengeluarkan hasil, memperluas jajahan

Page 222: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

3. Sura = berani

Tentang kaluwihan (kelebihan)

1. Kaluwihan, lebih dari rata-rata, berada di depan, bisa mancala putra

mancala putri.

2. Kasekten, sakti mandraguna

3. Kasantika, olah kekuatan badan

4. Kasudiran, berani tiada tara

5. Kaprawiran, menjalankan tugas prajurit, menang dan utama

6. Kadigdayan, lebih unggul dari sesamanya, orang digdaya yang tidak

mempan senjata tapak paluning pandhe sisaning gurenda.

7. Kanuragan, honorogro (hanaraga) seperti satria Dananjaya

8. Kasunyatan, kuat bertapa seperti tapa pandita

9. Kasempurnan, ilmu yang tinggi, melihat hidup mati.

G. Pulung, Wahyu dan Andaru

Pulung, warnanya biru bersinar hijau, terbuat dari campuran cahaya manik-

manik emas dan tembaga. Pulung itu akan membuat daya kehidupan, tapi yang

dijatuhi adalah orang yang welas asih. Untuk menjadi welas asih harus dilakukan

dengan tapabrata, yang seperti tiu disebut mempercepat jatuhnya pulung. Jika

memilikinya akan disenangi orang banyak.

Page 223: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Wahyu, warnanya putih bersinar hijau, dari campuran manik-manik emas

dan salaka. Wahyu itu akan membuat daya kehidupan, tapi yang dicari adalah

orang yang Rila, Legawa, Temen, Narima.

Karilan tariman, legawan, katemenan itu harus dilakukan dengan tapabrata,

yang seperti tiu disebut mempercepat jatuhnya wahyu. Jika memilikinya akan

disenangi orang banyak.

Andaru, Warnanya kuning bersinar amarakata, terjadi dari campuran

maning-manik emas, tembaga dan timah. Andaru akan membuat kehidupan, tapi

yang dicari adalah bangsa yang amardi brana (kekayaan).

Datangnya cipta marta, Mardi brana, akan terjad dengan tapabrata, yang

seperti itu akan mempercepat jatuhnya Andaru. Jika memilikinya akan disenangi

orang banyak.

Teluhbraja, warnanya merah bersinar biru, terjadi dari campuran cahaya

besi, timah, tembaga dan belerang. Teluhbraja akan membuat kehidupan, tetapi

yang diikuti adalah bangsa yang dengki, jahil, iri. Untuk mendapatkannya dengan

tapabrata. Hal tersebut akan mempercepat jatuhnya Teluhbraja. Jika memilikinya

akan dimusuhi orang banyak.

Guntur, warnanya ungu sirat dadu, terjadi dari campuran cahaya besi,

tembaga, garam dan belerang. Guntur akan jadi daya kehidupan tapi yang diikuti

adalah yang angkaramurka. Untuk mempercepat jatuhnya dengan cara tapabrata.

Yang memiliki akan dibenci oleh sesamanya.

Kelima bab tersebut di atas, kalau dalam bahasa arab dinamakan Darajat,

sedangkan kalau dalam bahasa Belanda dinamakan Meteor. Wahyu memiliki

Page 224: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

watak dan kadudukan sendiri-sendiri serta memiliki daya kekuatan sendiri-sendiri,

semua wahyu tersebut, wujudnya hanya berupa warna cahaya bersinar, sedangkan

nama wahyu sesuai dengan warna cahaya kang bersinar tersebut.

Agar cepat menurunkan wahyu harus disertai dengan tapabrata. Tapi

semua wahyu tersebut memiliki daya kekuatan dan watak sendiri-sendiri, jadi

kalau daya watak tersebut tidak sesuai tidak bisa jatuh pada orang itu, jadi wahyu

tersebut akan emncari dimana bisa manunggal dan selaras.

Jadi kalau ada manusia yang memiliki dasar watak kelakuan baik serta

budinya baik, tambah lagi ia adalah orang yang Rila, Legawa, Temen, Anarima,

dan menjalankan tapabrata, pasti segera menerima wahyu karena sudah sesuai

dengan watak wahyu tersebut, wahyunya lalu ikut karena merasa cocok. Begitu

seterusnya, menurut dasar watak si wahyu tersebut. Jadi sebenarnya sama-sama

saling mencari, mencari yang sama watak dan dasarnya.

Mungkin cerita di bawah ini bisa dijadikan contoh, bisa untuk

membedakan mana yang dinamakan derajat baik dan yang buruk, karena baik dan

buruk itu memiliki wahyu sendiri-sendiri. Makanya keadaan dunia ini, kehidupan

manusia tidak ada yang tentram, wahyu berjalan mengelilingi bumi, entah dimana

jatuhnya mencari orang yang sama wataknya. Itulah sebabnya paperangan di

dunia ini berganti-ganti tempat, berebut tempat dan pangan, menuruti angkara

murka wahyu Guntur, yang menyusup pada manusia yang memiliki dasar watak

yang cocok dan sesuai dengan si wahyu Guntur tersebut.

Page 225: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Salah satu wahyu tersebut kalau sudah menyatu pada manusia, terlihat

hanya melalui kata-kata, siapa orangnya yang sudah dijatuhi wahyu semua kata-

katanya pasti dituruti orang lain.

Pengetahuan tentang wahyu tersebut agar bisa digunakan sebagai contoh, agar

bisa melihat perbedaan watak-watak si wahyu tersebut, bahwa mereka memiliki

daya sendiri-sendiri serta bisa digunakan sebagai pedoman kalau akan membuat

atau mengarang lakon yang berisi cerita tentang wahyu. Misalnya yang sudah ada

saja, yaitu lakon Wahyu Cakraningrat, itu artinya wahyu mengelilingi jagad,

Cakra artinya bulat, rat artinya jagad, jadi isi cerita tentang mengelilingi jagad,

yaitu jaman purwa yang akan berganti dengan jaman madya. Sebenarnya cerita itu

berisi tentang penitisan Batara Cakraningrat pada raden Ongkawijaya serta Batari

Widayat pada batari Untari, lalu memiliki putra Raden Parikesit. Jadi sebenarnya

adalah tentang penitisan batara dan batari tersebut, lalu dinamai lakon Wahyu

Cakraningrat atau Wahyu Widayat.

Ada lagi lakon yang dinamakan Wahyu Makutarama yaitu ajaran Prabu Rama

pada Raden Wibisana tentang kewajiban-kewajiban menjadi ratu, harus memiliki

watak delapan perkara yang dinamakan wulang Hastabrata, hasta artinya

delapan, brata artinya laku, jadi harus bisa melakukan watak delapan perkara

yang dinamakan laku Hastabrata tersebut. Dinamakan wahyu, sebenarnya karena

ketika raden Harjuna berada dalam hutan Kutarunggu tapabrata, lalu menerima

wangsit dari dewa, kalau ia akan menerima ajaran yang dipakai Sri Batara Rama,

yang dinamakan Hastabrata atau ajaran yang menjadi makuta Sri Batara Rama

Page 226: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

ketika menjadi ratu nata di negara Ngayodyapala, sedangkan yang kuat untuk

menerima ajaran itu hanya Sang Parta.

Makanya ketika sang Hanoman terkena siku Sang Maharasi dan membuat

susah Sang Hadipati Karna, lalu diperintahkan oleh sang Maharsi supaya

menemui sang tapa yang ada di tengah hutan Kutarunggu untuk datang ke

pertapaan. Dialah satria yang bisa menghilangkan kegelapan hati Sang Prabu

Karna. Sang Harjuna lalu digendong sang Hanoman, dibawa terbang ke atas

menuju pertapaan Swelagiri. Setelah diberi wejangan oleh sang Maharsi lalu

diberi senjata kuntadruwasa milik Sang Karna. Setelah menerima senjata, senjata

itu akan dikembalikan pada Sang Karna. Jadi keinginan Sang Harjuna itu hanya

ingin memberi pertolongan pada orang yang sedang kesusahan hatinya.

Ada lagi lakon tentang wahyu yang agak mirip dengan keadaan tentang

wahyu, yaitu lakon lahirnya Abimanyu. Ketika itu sang Harya Bima (Werkudara)

sedang bertapa meminta pada Dewa supaya diberi wahyu keraton. Setelah sudah

waktunya maka doa itu diterima Dewa, pada waktu malam ketika sudah sepi

orang, ada sebuah warna cahya bersinar dari langit berbentuk bulat besarnya

seperti buah waluh bokor, cahayanya terang lalu jatuh di depan Sang Harya Bima.

Ketika ditubruk ternyata cahsya tersebut meloncat lalu berkari. Ketika dikejar

cahaya yang bersinar tersebut lari menuju kasatrian Madukara. Ketika itu, sang

dewi Wara Sumbadra sedang hamil tua, sudah saatnya melahirkan. Cahaya yang

melompat itu jatuh di kamar Sang Dewi Wara Sembadra, seketika itu jabang bayi

lalu lahir laki-laki. Ketika Sang Bima sampai di dekat rumah itu ia kaget

mendengar suara bayi lahir, Sang Bima merasa kecewa. Singkat kata, Sang Bima

Page 227: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

lalu menggugat sang Harjuna. Sri Kresna lalu memberi tahu bahwa wahyu kraton

jatuh pada si jabang bayi, sedangkan yang bisa melihat hanya sang Harya Bima

sendiri, yaitu sebagai saksinya. Jabang bayi lalu diambil putra oleh Sang Bima

dan diberi nama Abimanyu, yaitu mengambil dari nama Sang Bima sedikit,

karena yang bisa melihat wahyu danbisa segera turun, kang melakukan tapabrata

adalah Sang Harya Bima. Jabang bayi lalu digendong Sang Bima, dipeluk

langsung diam tidak menangis. Itu yang dinmakan lakon Bima kopek, lakon itu

tadi banyak miripnya dengan bab wahyu tersebut. Abimanyu, Abi artinya tidak

memiliki rasa takut, Manyu artinya galak, jadi maksudnya adalah orang yang

galak tanpa takut.

Jadi kalau ada dalang yang membuat lakon dengan nama cerita wahyu,

lalu diwujudkan dengan bentuk barang atau hewan atau wujud manusia, itu salah

karena yang dinamakan wahyu itu hanya berupa warna cahaya bersinar, jadi tidak

bisa dipegang dengan tangan, lagi pula tidak bisa untuk rebutan.

Orang yang menonton wayang ada yang menangis serta prihatin hatinya

meskipun sudah tahu kalau yang ditonton itu hanya bentuk kulit yang diukir

menjadi bentuk manusia, bisa bergerak dan berbicara. Yang menonton wayang

hanya seperti manusia yang mengagungkan keduniawian yang serba nikmat, lalu

tiba-tiba tersadar bahwa semua itu hanyalah bayangan yang datang seperti

siluman dan pergi seperti bermain sulap saja.

Tindakan manusia yang seperti itu bisa dimisalkan seperti orang yang

menonton wayang. Sudah tahu kalau wayang itu kulit yang dipahat dan diukir

seperti manusia dan dijalankan oleh dalang, ada yang berkata-kata ada yang

Page 228: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

tertawa senang dan ada yang menangis, gerakannya menurut pada keinginan Ki

dalang. Meskipun begitu tetap dianggap sebagai kanyatan. Begitulah manusia

yang masih terlena oleh keinginan-keinginan dunia. Sebenarnya yang tampak di

jagad ini bisa dinamakan siluman.

Prabu Basumurti berputra Raden Basusena, lalu dijadikan ratu di Gajahoya

diberi nama prabu Hastimurti atau prabu Jatimurti. ‘Desa Gajahoya itu asalnya

dulu adalah bekas eyangnya kanjeng ibu ketika akan dinikahi oleh gajah putih,

lalu meminta untuk dibuatkan rumah kencana sembilan buah. Gajah putih

menyanggupinya, tapi sang eyang lari dan bertemu dengan sang eyang dan

dijadikn istri, lalu memiliki putra dirimu. Jadi engkau ini yang mewarisinya.’

Prabu Hastimurti (Jatimurti) berputra raden Wasanta. Setelah menjadi ratu

bergelar Prabu Pratipa atau Prabu Ewamurti, negara Gajahoya diganti namanya

menjadi negara Astina atau Hastinapura, begitulah awal mulanya ada negara

bernama Astina.

Hasti, artinya gajah, julukan salah seorang ratu keturunan Barata yaitu

Prabu Hasti yang membuat negara Hastinapura.

H. Awal Mula Adanya Wayang Kulit

Tentang awal mula adanya wayang kulit sebenarnya ketika jaman Prabu

Jayabaya menjadi ratu di Kediri, sudah ditatah berwujud wayang jadi bukan pada

jaman Demak. Para wali membuat wayang berbentuk-rupa warnanya, sebenarnya

ada yang ditiru sebagai polanya karena ada yang dijadikan dasar sebagai saksi. Itu

Page 229: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

menurut serat Harjuna Wiwaha karangan Empu Kanwa di Mamenang Kediri, ada

kalimat yang bunyinya seperti tertulis di bawah ini:

Tiyang aningali ringgit punika lajeng wonten ingkang nangis,

sumlengeren sarta prihatos ing manahipun, sanajan sampun sumerep eyn ingkang

tinonton wau wantahipun namung wacucal ingukir tinatah kadapur tiyang saged

solah bawa sarta wicanten, ingkang ningali ringgit wau upaminipun namung

kados dene tiyang ingkang angangsa-angsa dhateng kadonyan ingkang sarwa

kanikmatan, temahan ing sakala kataliweng ing manah, mboten sumerep manawi

punika wayang ingkang wedalipun kados siluman, utawi lugunipun namung

kadoas sulapan kemawon. Sejatosipun wayang punika mobah mosik wicanten,

gumujeng, suka, wonten ingkang nangis lan prihatos, ebahipun manut

pikajengipun Ki dhalang ingkang nglampahaken wayang punika wau.

Artinya:

‘Orang melihat wayang lalu ada yang menangis serta ikut prihatin dalam

hati meskipun sudah tahu kalau yang ditonton itu hanyalah berwujud kulit diukir

dan ditatah dibentuk seperti orang, bisa bergerak dan berbicara. Yang menonton

wayang hanya seperti manusia yang mengagungkan keduniawian yang serba

nikmat, lalu tiba-tiba tersadar bahwa semua itu hanyalah bayangan yang datang

seperti siluman dan pergi seperti bermain sulap saja. Sebenarnya wayang itu

bergerak dan berbicara, tertawa, suka, ada yang menangis, bergerak menurut

kehendak Ki dalang yang menjalankan wayang tadi.’

Jadi kalau begitu sudah jelas, adanya wayang kulit itu ketika jaman Sang

Prabu Jayabaya di Kediri (Jawa Timur).

Page 230: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Wayang kayu berasal dari Jawa Timur, umumnya yang memiliki adalah

rakyat di pedesaan dan di pagunungan, sedangkan jumlah wayangnya tidak

banyak, hanya mengambil seperlunya saja, asal cukup untuk memainkan wayang,

kurang lebih hanya ada 40 buah. Gunanya untuk mencari pangan ketika masa

paceklik, ketika orang tani tidak menggarap sawahnya karena krisis air dan belum

ada hujan. Jadi kebanyakan mencari pekerjaan lain, ada yang menjadi buruh ke

kota, sedangkan yang punya gamelan, tetabuhan, jogedan, reyok, serta ada yang

mengamen wayang, mereka pergi ke kota untuk mengamen mencari uang untuk

menyambung umur. Makanya mencari wayang yang lincah mudah dibawa, yang

cocok hanya wayang kayu tersebut karena wayang kayu itu tanpa kelir,

membawanya ringan serta gamelannya hanya berupa: 1. kendang, 2. saron wilah

sembilan, 3. kempul laras enam, 4. ketuk, 5. kenong laras enam, laras slendro.

Cukup dilakukan oleh lima atau orang enam orang, dan lagi kotaknya kecil enteng

dibawa karena wayang kayu itu wayangnya kecil-kecil tidak seperti wayang kulit

purwa yang wayangnya besar. Makanya wayang kayu sampai dinamakan wayang

krucil karena kelihatan kecil-kecil bentuknya. Dinamakan juga wayang klitik

karena dibuat dari kayu, jadi kalau sedang disusun berbunyi kelotakan.

Membuat wayang kayu harus memilih kayu yang kuat padat seratnya, dan

yang empuk jika kena alat tukang, yang baik yaitu mentaos dan kayu kemiri, dan

harus bisa memilih kayu yang tidak gampang dimkan rayap, jadi bisa kuat

disimpan selama-lamanya tidak rusak dimakan rayap tersebut.

Page 231: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Wayang kayu itu banyak macam serta golong-golongannya, ada wayang

kayu purwa dan juga wayang kayu gedog, jadi bukan hanya wayang kayu untuk

cerita Damarwulan babad Majapahit saja.

Wayang golek dibuat dari kayu, sedangkan pembuatannya direka wujud

manusia, maka dinamakan wayang Boneka, jadi tidak dibuat gepeng seperti

wayang Krucil. Wayang tersebut lalu diberi pakaian seperti manusia, wayangnya

diberi pakaian, laki-laki wanita hampir sama, mulai dari pinggang ke bawah diberi

kain batik yang dibuat seperti sarung sebesar ukuran tangan orang agar bisa

masuk untuk memegang tangkai wayang tersebut. Ki dalam dalam memegang

wayang tangannya tidak kelihatankarena tertutup oleh kain sarung wayang

tersebut. Wayang tersebut kepala dan badannya dipisah, lalu disambung dengan

tangkai wayang, ditancapkan di leher yang menjadi satu dengan kepala wayang,

lalu dimasukkan ke badann wayang yang sampai pantat dilebihkan sepanjang satu

genggaman tangan orang sebagai pegangan. Kalau sudah selesai lalu ditancapkan

di gadebog sehingga kelihatan seperti banyak orang yang sedang duduk berjajar.

Maka lalu dinamakan wayang Tengul, dari bentuknya yang kelihatan pating

pantungul. Wayang golek itu kebanyakan dibuat lebih besar kepalanya, tidak

seimbang dengan badannya dan tanpa kaki, kalau ditancapkan kelihatan seperti

orang duduk kelihatan pendek tidak ada pantatnya, jadi seperti orang jatuh

terduduk.

Wayang Tengul itu kebanyakan dari daerah Kudus, Pati sampai Rembang

dan Cepu. Yang dimainkan cerita orang Agung di Kuparman, bernama cerita

Menak, sedangkan kalau wayang Golek kebanyakan di daerah Jawa Barat

Page 232: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

(Priyangan), diberi busana seperti wayang orang dan ceritanya juga dengan lakon

wayang purwa. Kalau dimainkan tanpa kelir, sebaiknya dimainkan pada waktu

siang, kalau malam wayangnya kelihatan silau terkena cahaya lampu, karena

kebanyakan wayang dicat minyak. Maka sebaiknya dimainkan hanya pada waktu

siang saja.

Yang dinamakan wayang candra sangkala itu adalah wayang yang

digunakan sebagai tanda waktu ketika pembuatan wayang kulit.

Wayang berupa Gunungan di sebaliknya bergambar nyala api, itu jadi

candra sangkala yang berbunyi: Geni jadi Sucining Jagad. Jadi menunjukkan

tahun candra 1443 ketika jaman Demak pertama, yang menambahi Sunan

Kalijaga.

Wayang berbentuk Batara Guru, naik lembu Handini, yang membuat

Kangjeng Susuhunan Ratu Tunggul di Giri ketika menjadi wakil di Demak.

Candrasangkala yang berbunyi: Salira Dwija jadi Raja, menunjukkan tahun

candra 1478, digunakan dalam wayang purwa kijangkencanan.

Wayang berbentuk Batara Guru, membawa cis tangkainya dililit naga, yang

membuat juga Kangjeng susuhunan Ratu Tunggul di Giri, sebagai tanda ketika

membuat wayang Gedog. Candrasangkala yang berbunyi: Gegamaning Naga

Kanaryeng Dewa, menunjukkan tahun candra 1485, dalam wayang gedog batara

Guru tidak naik sapi.

Wayang berbentuk Batara Guru, menapak di tanah, dodotnya seperti

memakai sarung membawa cis, yang membuat kangjeng Panembahan Senapati di

Page 233: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Ngalaga, di negara Mataram, jadi candra sangkala yang berbunyi: Dewa jadi

ngecis bumi, menunjukkan tahun candra 1541, digunakan dalam wayang purwa.

Wayang berbentuk Buta Panyareng (buta Cakil) artinya buta murgan

(mirunggan), yang membuat Ingkang sinuhun Prabu Anyakrawati di Mataram,

jadi candra sangkala yang berbunyi: Tangan yaksa satataning janma,

menunjukkan tahun candra 1552.

Wayang berbentuk Buta Prepatan, di kakinya ada taji, rambutnya gimbal

diurai, kebanyakan orang menyebutknya buta Rambutgeni sebab dicat merah

muda dengan warna merah sampai rambutnya. Yang membuat kangjeng Sinuhun

Sultan Agung Anyakra Kusuma di Mataram, jadi candra sangkala yang berbunyi:

Jalu buta tinata di ratu, menunjukkan tahun candra 1553.

Wayang berbentuk buta alasan, hanya memakai cawat dan memegang

badama, badannya dicat abu-abu, yang membuat Kangjeng Susuhunan Mangkurat

di Mataram yang dimakamkan di Tegalarum, jadi candra sangkala yang berbunyi:

Wayang buta ing wana tunggal, menunjukkan tahun candra 1556.

Wayang berbentuk batari Durga naik batu gilang, ditumbuhi tumbuhan

merambat, juga dibuat oeh Kangjeng Susuhunan Mangkurat yang dimakamkan di

Tegalarum, sebagai tanda ketika membuat wayang gedog, jadi tidak bisa

digunakan dalam wayang purwa, jadi candra sangkala yang berbunyi: Watu

Tunggangane buta Bidadari, menunjukkan tahun candra 1571.

Wayang berbentuk buta gundul, lehernya pendek hidungnya bulat seperti

terong glatik, matanya hanya satu. Badan buta tanpa leher jadi gemuk kelihatan

bulat, dalam pedalangan dinamakan Buta Endog. Yang membuat Kangjeng

Page 234: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Susuhunan Mangkurat putra sinuhun di Tegalarum, jadi candra sangkala yang

berbunyi: Marga sirna wayanging raja, menunjukkan tahun candra: 1605.

Wayang berbentuk buta wanita memakai pakaian buta wayang laki-laki,

matanya satu tangannya dua, dinamakan buta Kenyawandu. Yang membuat

Kangjeng Pangeran Puger di Kartasura, jadi candra sangkala yang berbunyi: Buta

nembah rasa Tunggal yaitu menunjukkan tahun candra 1625.

Wayang berbentuk buta mata satu hidungnya seperti terong kopek dan

membawa keris. Dalam pedalangan dinamakan buta Congklok atau yang lumrah

disebut Buta Terong. Yang membuat adalah Kanjeng Susuhunan P.B. II di

Kartasura, jadi candra sangkala yang berbunyi, Buto lima ngoyag Durga,

menunjukkan tahun candra 1655.

Wayang berbentuk Batari Durga, memakai baju dan sepatu dan membawa

keris, dirambati tumbuh-tumbuhan hutan, yang membuat Kanjeng susuhunan

P.B.II ketika membuat wayang gedog dan diberi nama Kyai Banjet, jadi candra

sangkala yang berbunyi: Wayang Misik Rasaning Bidadari, menunjukkan tahun

candra 1656. Digunakan dalam wayang gedog, tidak boleh digunakan untuk

wayang purwa.

Wayang berbentuk Gunungan, di bagian tengah bawah bergambar pintu

gapura, di kiri dan kanan ada gambar buta memanggul gada, yang membuat

Kanjeng Susuhunan P.B.II di Kartasura ketika membuat wayang klitik (Krucil)

yang dibuat dari kayu, milik Pangeran Ratu Pekik di Surabaya untuk lakon

Damarwulan. Setelah jadi disebut wayang Krucil atau kyai Krucil, wayang itu

sampai sekarang masih ada di kraton Surakarta tapi wayang tersebut sudah rusak

Page 235: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

tidak bisa dimainkan lagi. Wayang gunungan yang tersebut di atas jadi candra

sangkala yang berbunyi: Gapura lima retuning bumi, yaitu menunjukkan tahun

candra 1659. Gunungan tersebut digambar gapura, yang ditiru adalah bentuk

gapura Candi Bajang Ratu di Trowulan Majaagung, sebagai pengingat kalau

wayang Krucil itu ceritanya adalah Damarwulan ketika jaman Majapahit, jadi

cocok dengan sejarah. Gunungan tersebut hanya digunakan dalam wayang krucil,

bukan untuk wayang purwa karena asal wayang krucil itu dari Jawa Timur. Pada

waktu itu yang punya adalah Pangeran Ratu Pekik di Surabaya, jadi asalnya pola

wayang tadi yang tiniru dari Jawa Timur.

Jadi wayang-wayang yang digunakan dalam candra sangkala itu jangan

sampai diubah nanti jadi berbeda maksudnya. Bentuk gambar yang sudah jadi

tersebut jangan sampai ditambahi atau dikurangi karena merupakan penanda

waktu ketika para linangkung yang membuatnya. Untuk menyempurnakan bentuk

wayang-wayang kulit, sejak masih berbentuk sederhana sampai sekarang.

Kesempurnaan manusia sama seperti cacat Sanghyang Guru. Sanghyang

Guru memiliki empat cacat sebagai jadi perlambang hidup. Yang pertama adalah

putih belang, yang kedua memiliki taring seperti raksasa, yang ketiga kakinya

apus pepes, yang keempat tangannya siwah. Jadi ada empat arti agar orang dalam

lengkap dalam menjalankan perintah. Diberi empat macam kegelapan hati, yaitu

Apes, Rusak, Lali, Murka, itu tidak bisa dihindari, sudah jadi ketentuan orang

hidup di dunia ini, akan hilang kalau sudah sampai waktunya. Orang yang berilmu

akan bisa mengatasi keempat perkara yang merusak budi tersebut, dikembalikan

pada asalnya supaya bisa sempurna seperti dulu.

Page 236: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

BAB XV

PEMENTASAN BERBAGAI JENIS WAYANG

A. Wayang Beber Majapahit

Wayang beber itu bisa dinamakan gambar wayang yang terbuat dari kertas

atau mori (kain putih), digambar wayang sesuai lakonnya. Bentuk cerita lakon

wayang hanya satu cerita atau satu adegan. Sedangkan yang paling pertama

dinamakan satu jejeran, jadi dalam satu lakon sampai ada sekitar enambelas

adegan yang dibagi empat, empat adegan digulung jadi satu. Jadi satu lakon ada

empat gulung dimasukkan peti panjang yang menjadi kotak Wayang beber

tersebut. Contohnya adalah lakon Tumenggungan, Kyai Tumenggung Conacani

kedatangan Dewi Sekartaji serta gambar keadaan pasar gede di Tumenggungan,

ada orang mengamen terbang (kentrung) sampai membuat kagum orang satu

pasar, yang mengamen yaitu Jaka Kembang Kuning lalu pingsan di atas sang

Dewi. Ada gambar yang menjadi titimangsa tahun candra berupa gambar seorang

wanita menyalakan api untuk memasak kue serabi, lalu didekati oleh seorang laki-

laki, yaitu tukang juru menangkap ikan yang akan menjual ikannya di pasar itu.

Karena masih pagi dan udaranya dingin, dia lalu mendekati sekalian ikut

menghangatkan diri. Karena masih sepi belum banyak orang, yang ada hanya

penjual serabi yang sedang memasak serabi tersebut, lalu bersenda gurau sampai

kebablasan. Makanya lalu digunakan untuk candra sangkala tahun candra yang

berbunyi: Gawe srabi jinamah ing wong, menunjukkan tahun candra 1614.

Page 237: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Asal mula wayang beber yang berisi lakon Jaka Kembang Kuning itu dari

desa Karangtalun, Kaluhuran, Bangunsari, kacamatan Danareja, kabupaten

Pacitan, Jawa Timur. Sekarang, yang memiliki wayang beber tersebut bernama

Pak Sarnen yang berdukuh di desa Karangtalun, yaitu yang jadi dalang wayang

beber, yang bisa memainkan cerita wayang kang lakon Jaka Kembang Kuning

tersebut. Menurut dongeng Pak Sarnen, sesuai cerita kakek neneknya yang

menceritakannya sendiri, sejak ada orang bernama Ki Naladrema, yaitu orang dari

desa Gedompol di bawah Pring Kuku, menerima anugerah dari ratu Majapahit,

Prabu Brawijaya karena bisa menyembuhkan sakit putri Sang Prabu lalu diberi

anugerah berupa gulungan kertas yang berisi gambar wayang satu lakon, turun-

temurun bisa mencukupi dalam mencari sandang pangan. Ki Naladrema lalu

didongengi isi kisah Jaka Kembang Kuning itu supaya diperhatikan, bisa untuk

mengamen di pedesaan dengan membawa gambar wayang yang berisi cerita kisah

Jaka Kembang Kuning tersebut. Lama-lama lalu bisa baik menceritakan, lalu

sampai bisa jadi dalang wayang Beber yang kondang di pedesaan. Lalu terus

bersambung sampai keturunanya bisa menjadi dalang wayang beber tersebut.

Ketika sampai Pak Sarnen sekarang, sudah ada sembilan turunan dari Ki

Naladrema tersebut. Dalam cerita gambar dongeng Jaka Kembang Kuning

tersebut, ada punakawan pengikut Ki Jaka dua orang yang satu bernama

Naladrema, satunya bernama Tawangalun, mengambil nama orang yang

menerima anugerah tersebut, orang yang bernama Naladrema dari desa

Karangtalun untuk nama kedua punakawan itu. Naladrema dan Tawangalun.

Nama desa Karangtalun dijadikan nama manusia mnejadi Tawangalun, adalah

Page 238: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

sebagai peringatan. Kalau menurut cerita Panji, kedua panakawan tersebut

bernama Jarodeh dan Prasanta.

Kalau menurut tahun candrasangkala memet seperti yang disebut di atas,

tidak bisa cocok dengan tahun candra ketika jaman Majapahit. Cocoknya dengan

wayang candrasangkala yang lain, yaitu ditemukan ketika jaman Kartasura saja,

ketika Kangjeng Susuhunan Mangkurat pertama berada di Kartasura membuat

wayang Buta Endog yang jadi candra sangkala berbunyi Buta sirna wayanging

janma, tahun candra 1605. Jadi hanya termasuk semasa dengan wayang Buta

Endog tersebut, malah masih lebih tua Buta Endog beda sembilan tahun.

Wayang beber yang diceritakan oleh Pak Sarnen, kalau memang

pemberian dari Prabu Brawijaya di Majapahit yang diberikan pada Ki Naladrema

sebagai anugerah karena bisa menyembuhkan sakit putrinya, itu salah, karena

tidak cocok dengan candra-sangkala yang ada dalam gambar wayang tersebut.

Wayang beber lakon Jaka Kembang Kuning itu dibuat pada tahun jawa 1614,

sudah masuk jaman Kartasura, yang menjadi ratu adalah Kangjeng Susuhunan

Mangkurat. Pada waktu itu ia membuat wayang beber pada tahun 1614, jadi beda

9 tahun, lebih tua buta Endog. Jadi wayang beber Jaka Kembang Kuning itu yang

benar dibuat di Kartasura, bukan berasal dari jaman Majapahit.

B. Wayang Angkrok Sarapada

Dinamakan wayang angkro karena yang diniru sebagai pola adalah dari

mainan anak yang terbuat dari kardus atau kertas tebal, digunting seperti gambar

Page 239: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

manusia, kepala sampai leher dipisah dibuat sendiri, badannya dibuat sendiri,

bahu dan tangannya dibuat sendiri, paha dan kakinya juga dipisah sendiri-sendiri.

Kalau sudah selesai dicat dengan wenter atau tinta merah dan hitam atau

hijau, terserah pada pembuatnya. Lalu disambung-sambung digandeng menjadi

satu menjadi bentuk manusia, badannya diberi bilah bambu, leher, bahu dan paha

disambung dengan benang. Kalau benangnya ditarik, kepala sampai tangan dan

kaki bisa bergerak seperti manusia. Mainan bocah berupa angkrok itu kebanyakan

dijual kalau sedang ada keramaian di pedesaan atau kalau ada wayang yang

sedang ditanggap di pedesaan. Lama-lama ada seorang dalang yang

memperhatikan dolanan angkrok tersebut lalu ditiru dibuat wayang. Cara

pemisahannya sama, hanya bedanya adalah cara dalam memasang pegangan.

Kalau wayang Sarapada kakinya depan dan belakang diberi pegangan sendiri-

sendiri untuk ditancapkan di gadebog sendiri-sendiri, tangannya juga diberi

pegangan sendiri. Tangan depan bertangkai satu sedangkan tangan belakang

bertangkai dua agar bisa digunakan untuk menjepit tombak, karena Sarapada

adalah seorang prajurit panumbak, kalau menombak sangat tepat, setiap keluar

pasti memegang tumbak. Kepalanya diberi tangkai panjang sampai di bawah sama

seperti tangkai tangan untuk menggerakkan supaya kalau sedang menombak bisa

bergerak mengangguk-angguk. Wayang ini terbuat dari kulit yang ditatah serta

dicat tidak berbeda dengan wayang lainnya.

Wayang Sarapada itu keluar ketika perang ampyak, yaitu prajurit

prampogan yang sedang meratakan jalan masuk sampai ke hutan di pinggir

pedesaan, banyak tanah yang tinggi atau jurang yang tidak terlalu dalam diratakan

Page 240: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

oleh prajurit prampogan dan dibuat jalan, makanya seringkali ada macan yang

keluar lalu mengamuk atau babi yang berani menerobos barisan, yaitu babi

warokan yang tebal kulitnya dan berani mati sehingga bisa membubarkan para

prajurit. Dalam cerita pedalangan itu lalu ada seorang abdi dalem gamel bernama

Mas lurah Sarapada, di desanya ber nama Ki Cekruktruna. Karena kepandaiannya

memanah lalu dinaikkan pangkatnya dan bernama Kyai Demang Matangyuda,

sudah tua dan agak aneh, memakai ikat kepala batik kawung, sumping kembang

regulo merah, di ikat kelapanya diberi dicunduki bunga ceplok piring putih,

alisnya pinidih anjait, kumis tipis, sudah ompong agak kempot, janggutnya

ditumbuhi jenggot yang jarang-jarang, berkalung sapu tangan, bajunya bergaris

gandariya, lengan pendek sampai bau kalinting, kainnya ceplok berikat pinggang

lurik, membawa keris dengan rangka gayaman kayu timaha dengan sonder sutra

merah. Lipatan kain diselempangkan di warangka sehingga kelihatan singset,

celananya mekao berwarna hitam, dipotong berbentuk tapak belo. Seperti itulah

wujud Ki lurah Sarapada kalau sedang ikut dalam lakon pajang pesisir, dengan

pakaian keprajuritan.

Sarapada kalau keluar dalam peperangan yang pasti musuhnya hanya babi,

kalau musuh macan agak jarang, karena hutan yang dekat dengan desa itu

kebanyakan hanya babi yang merusak tanaman petani. Kalau mulai perang

gendingnya godril, jadi cocok dengan lagu geculan.

Sarapada kalau perang yang pasti menombak babi memiliki arti hanya

untuk selingan untuk menyenangkan anak-anak yang menonton wayang pada

waktu sore sekitar jam sebelas malam. Wayangan itu kalau masih sore

Page 241: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

kebanyakan dipenuhi anak-anak, mereka ramai sekali sampai tidak bisa

mendengarkan cerita Ki dalang. Makanya ketika sudah agak malam dimainkan

lakon perang wayang geculan untuk melayani bocah-bocah tersebut, kalau sudah

selesai perang ampyak, Sarapada membunuh babi lalu berhenti ganti adegan di

negara sabrang siapa ratunya dan di mana kerajaannya sesuai lakon. Bocah-bocah

lalu bubar pulang karena sudah banyak yang mengantuk.

Makanya dalang itu biasa melakukannya karena kalau kebanyakan bocah,

sang dalang akan merasa sedih, ceritanya tidak bisa didengarkan. Saparada

menombak babi itu maksudnya untuk membuang jengkel, untuk membuang sebel

Ki dalang karena terganggu ramainya bocah-bocah tersebut. Setelah Sarapada

keluar, bocah-bocah lalu bubaran, hanya tinggal orang-orang tua yang

memperhatikan ceritanya Ki Dalang. Wayang Sarapada itu, kebanyakan

dimainkan di pedesaan, kalau sekarang sudah merata di desa atau di kota sama

saja.

C. Wayang Geculan Gentong Lodong

Wayang geculan digunakna hanya untuk perang gagal, untuk di pedesaan

untuk menyenangkan bocah-bocah dan para muda yang belum terlalu senang

memperhatikan wayang. Hanya senang melihat lelucon dalang dalam memainkan

wayang dan mengeluarkan wayang geculan untuk selingan dalam perang gagal,

sebagai lelucon untuk menyenangkan bocah-bocah.

Untuk menyenangkan bocah-bocah tersebut diambilkan wayang geculan

berupa wayang Punggawa Sabrangan berpangkat Tumenggung dengan nama

Page 242: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Tumenggung Surumedem atau Patratholo. Ada lagi yang bernama

Murtijetemirun, kalau kurang panjang namanya ditambahi Rumrumarum

Retnahilawa, agar bocah-bocah banyak yang tertawa. Lalu barisan dari Jawa,

umumnya yang jadi silihan adalah para punggawa pangkat Tumenggung, wayang

kang pasti jadi silihan adalah patih Pragota, namun kalau wayangnya lengkap

sudah ada wayangnya sendiri.

Biasanya, menurut dalang cara pedesaan yang digunakan untuk perang

gagal itu adalah pasukan manusia melawan pasukan manusia untuk mengeluarkan

geculan tersebut. Sampai ada lakon Sabrangan Ratu Buta, juga dibuat dengan

pasukan manusia. Pasukan buta hanya untuk persediaan perang kembang. Yang

seperti itu sebenarnya keliru, tapi sudah jadi umum dan tidak bisa diubah. Dalang

kalau kurang bisa membuat anak-anak senang lalu kurang laku di pedesaan.

Wayang geculan berupa wayang bapangan pocol sebagai geculan lelucon bocah,

mereka menamainya Gentonglodong. Wujud wayangnya gemuk matanya besar,

wataknya sok tampan, percaya diri, senang dipuji, tidak merasa kalau wajahnya

jelek.

Tapi ada baiknya juga, kalau digoda wanita gampang kelaur uangnya,

kalau berjalan tangannya memegang lipatan kain, tangan kanan membawa sapu

tangan sutra, harumnya mneyebar jika sering dikibaskan, kalau bicara seperti

mengguman, senang bercanda, berdiri bertolak pinggang, sering berkaca, tidak

berpisah dengan cermin kecil di tangan kiri, sebentar-sebentar bercermin melihat

kalau-kalau wajahnya ada cacat. Begitulah watak wayang geculan

Gentonglodong. Sedangkan bentuk wayang yang digunakan sebagai pola

Page 243: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

mengambil dari wayang Gedog wadyabala Bugis, yang agak banyak miripnya

dengan Srengganisura. Dalam wayang purwa tidak ada wayang yang berbentuk

seperti itu, kebanyakan hanya ditemukna hanya dalam wayang Gedog, jadi

termasuk wayang tambahan saja untuk wayang geculan.

D. Wayang Geculan Gonjing Miring

Wayang geculan bala rucah, bernama Ki Bekel Gonjingmiring, kalau

bocah-bocah di pedesaan menamainya Pakcepok atau Bambng Pakcepok. Wujud

wayangnya senang menghina, matanya sipit hidung pesek, ikat kepala jebehan

gadung mlati warna hijau, mondolan besar, jadi abdi dalem gamel, juru tunggu

kuda tunggangan patih Hudawa. Bentuk wayang yang seperti itu tidak ada dalam

wayang purwa, ini hanya termasuk wayang tambahan lagi untuk geculan kalau

sedang perang gagal saja. Hanya untuk perang musuh lawan Tumenggung

Suramedem (Gentonglodong), sehingga bisa timbang sama-sama wayang geculan.

Perangnya mulanya hanya saling mengejek, terus jadi berkelahi, dibanting jatuh

terlentang lalu geculan Sabrang kalah dan mundur. Bentuk wayang Pakcepok itu

yang digunakan sebagai pola adalah wayang wadyabala Bugis pasukan Prabu

Klana, wayang Gedog, Daeng Markising.

Ketika jaman Kangjeng Susuhunan P.B. yang ke-sepuluh di Surakarta,

banyak abdi dalem dalang dan para dalang yang tinggal di kota. Datang murid-

murid di sekolah pedalangan yang sudah pandai-pandai memainkan wayang.

Kalau memainkan wayang di dalam kota Sala, tidak ada yang menjalankan perang

gagalan dan mengeluarkan wayang geculan tersebut. Setiap ada yang menjalankan

Page 244: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

pasti dalang dari di pedesaan yang ditanggap di kota, kebanyakan memainkan

wayang di pecinan. Wayang geculan tersebut leluconya kebanyakan blangkon,

berulang kali dimainkan tetap sama, gonta ganti dalang tetap sama cara

memainkannya. Awalnya pasti saling mengejek, itu tidak berubah. Makanya

sampai banyak bocah-bocah yang sering melihat sampai hafal dan bisa

menirukan.

Wayang Semar wanda mega itu ditemani Bagong wanda gembor, lalu

ditambahi Cenguris. Jadi ada tiga macam. Cara seperti ini sudah ditetapkan

menurut tatanan kawruh pedalangan di Surakarta. Semula wajib menjalankan

lakon wetanan, tapi lama-lama lalu tanpa Cenguris, hanya tinggal Semar dan

Bagong saja, makanya wayang Cenguris lalu jadi tenggelam, jarang dilihat oleh

orang banyak.

Bentuk Wayang Semar wanda mega itu kecil kelihatan bulat badannya,

dahinya berlipat agak nonong, kelopak mata kelihatan tebal, mata menyipit karena

sering menangis, hidung sumpel, mulut kecil, wajah bulat, kumis tipis, wajah

bulatnya diberi bedak putih kelihatan menor, daun telunganya agak lebar

cocoknya memakai giwang lombok, cebol gemuk badannya, hitam kulitnya,

tangan menunjuk, wataknya kaya pitutur, tangan yang satu terbuka. Kainnya

ceplok dikapai agak tersingkap sehingga kelihatan pantatnya sedikit agar kalau

berjalan jangan sampai ribet, ikat pinggang tampar dililitkan bersama dengan sutra

merah kembang kuncung agak menunduk, menandakan kalau wataknya masih

seperti bocah kecil yang masih suka menangis. Kalau tidak seperti itu bukan

Page 245: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Semar wanda mega, mulut kecil mungil kalau berbicara dengan suara kecil agak

panjang, senang memerintah dan senang memberi petuah.

Wayang Semar wanda brebes itu ditemani oleh Bagong wanda gilut, lalu

ditambah dengan Cenguris, jadi ada tiga. Yang wajib menjalankan adalah abdi

dalem dalang Kanoman Kadipaten yang memainkan lakon wetanan yang sudah

menjadi kawruh tatanan pedalangan di Surakarta.

Bentuk Semar wanda brebes kepalanya dempak agak setengah kuncung

naik ke atas, wataknya kagetan karena agak kurang pendengarannya, dahinya

berlipat nonong pereng, mata rembes sering keluar air matanya, alisnya turun,

hidung sumpel, mulut terbuka agak lebar dengan bibir tebal, wajah bulat lebar di

bawah, dicat prada kuning (brom), badannya hitam gemuk pendek, jalannya maju

mundur sambil mengusap air matanya, kalau sudah mau jalan dengan cepat lalu

menabrak temannya karena matanya silau terhalang oleh air mata yang keluar,

kalau berbicara keras agak mendo’ak kepalanya, suka marah, banyak barang yang

tidak sesuai keinginannya. Kebiasaannya adalah sebentar-sebentar mengusap

mata, suka marah, lebih pantas kalau tangannya memegang sapu tangan, tangan

yang menunjuk, yang kiri terbuka dari kesukaannya marah dan banyak yang tidak

sesuai hatinya. Karena Bagong wanda gilut itu suka membangkang dan selalu

mengomel, kain ceplok kotak-kotak dipakai agak ketat, makanya jalannya megol-

megol maju mundur, ikat pinggang tali sonder sutra jingga dengan kembang

dilingkarkan di cetik. Kalau tidak seperti itu bukan Semar wanda brebes.

Page 246: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Wayang Bagong wanda gembor adalah teman Semar wanda mega,

wayang Semar dan Bagong itu termasuk wayang yang paling tua diantara para

wayang dagelan. Dalam layang Pustakaraja jilid enam, sudah disebutkan ketika

Janggan Semarasanta diperintahkan jadi pamong keturunan Kanumayasa dan

Wisnu pada akhir jaman purwa, yaitu hanya sampai Raden Harjuna. Oleh eyang

buyut Sanghyang Tunggal diberi teman yang dicipta dari bayangan Janggan

Semarasanta sendiri, lalu menjadi bocah gombak, yang dinamakan Bagong.

Begitulah yang disebutkan dalam cerita layang kuna. Serat Pustakaraja itu

tidak menceritakan adanya Gareng dan Petruk, jadi wayang Gareng dan Petruk

tersebut diciptakan ketika jaman Mataram saja.

Bagong wanda Gembor itu bentuknya paling besar dibanding dengan

Bagong yang lainnya, kepalanya besar memakai gombak, dahinya lebar agak

cunong, matanya bulat besar, hidung besar seperti pantat ayam, mulut lebar, bibir

memble sampai menutupi setengah janggutnya, giginya kelihatan satu

menyembul, mukanya lebar dicat warna prada emas, tubuhnya pendek, badan

gemuk, suara dalam tenggorokan, kalau berkata keras. Dia punya kebiasaan hak-

hek, wataknya kurang ajar. Kain kawung tanpa lipatan dipakai seperti sarung

dengan ikat pinggang sutra jingga, kaitnya dari kuningan, keris dengan rangka

gayaman, kalau berjalan megal-megol, senang meloncat-loncat membuat kaget

temannya, menandakan bahwa orang itu kurang ajar, kalau dimarahi tidak

memperhatikan, kiri kanan tangannya tebakan, kukunya panjang senang

menggaruk-garuk, makanya sudah pantas jadi teman Semar wanda mega. Yang

Page 247: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

seperti itu sudah jadi watak Bagong wanda Gembor, senang berteriak-teriak

dengan suara keras. Kalau tidak begitu bukan Bagong wanda Gembor.

Wayang Bagong wanda gilut memiliki kepala dempak dengan gombak,

meskipun sudah tua kelihatan seperti bocah, sebab yang disenangi hanya bergaul

dengan bocah-bocah satu desa. Dahinya lebar mata bulat besar, kalau berjongkok

seperti kerbau, alis sebaris kumis tipis, hidung kecil seperti pantat ayam, mulut

lebar, bibir tebal menggantung sampai menutupi separuh janggut, kalau bersuara

di tenggorokan, kalau bicara menggerundel seperti orang yang sedang makan ikan

yang alot, giginya satu menyembul di depan kalau bicara ikut bergerak tidak bisa

lepas, kalau dilihat seperti sedang memakan permen. Lehernya pendek,

kebiasaannya howak-howek, daun telinga lebar, kalau dinasehati tidak pernah

memperhatikan. Badannya gemuk pendek, memakai kain batik ngombak banyu,

dipakai seperti sarung tanpa lipatan. Kalau berjalan megal-megol seperti orang

tersandung, kalau mengikuti temannya lalu kainnya diangkat dan berjalan dengan

cepat. Ikat pinggangnya sutra jingga membawa wedhung, tangan kiri kanan

terbuka kelihatan kukunya yang panjang-panjang, kalau berkelahi mencakar-

cakar. Wayang Bagong wanda Gilut itu besarnya sama dengan Togog, pantasnya

kalau badannya dicat sawo matang, wajahnya dicat prada emas (brom).

Bagong wanda gilut paling baik dipasangkan dengan Semar wanda brebes,

karena Semar wanda brebes itu selain agak kurang pendengaran, juga senang

marah-marah, kalau bicara keras, sedangkan Bagong gilut tidak pernah

memperhatikan perkataan orang, kalau bicara kebiasaannya sambil menepuk

temannya. Kalau tidak begitu bukan Bagong wanda gilut.

Page 248: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Wayang Bagong wanda ngengkel itu bentuk wayangnya agak kecil karena

biasanya digunakan untuk menambahi keluarnya dagelan Semar, Gareng dan

Petruk. Jaman sekarang sudah jadi kebiasaan dalang senang memainkan dagelan

sampai empat macam. Pada mulanya yang ditiru adalah dalang pesisir Tegal,

Pekalongan ke timur sampai Semarang, lama-lama jadi semakin banyak. Kalau

dalam kraton Surakarta sudah dibagi sendiri-sendiri, kalau abdi dalem dalang di

kasepuhan kraton memainkan dagelan Semar, Gareng dan Petruk, sedangkan

kalau dalang Kanoman Kadipaten memainkan Semar Bagong dan Cenguris.

Hal tersebut sudah diatur oleh para ahli seni pada jaman Mataram sampai

jaman Surakarta, karena menjadi titimangsa runtuhnya Mantarm, berpisahnya

Nyai Panjangmas dengan Kyai Panjangmas, menjadi peringatan sejarah kraton

Surakarta.

Bagong wanda ngengkel kepalanya agak kecil, rambut sedikit digombak

kelihatan naik ke atas, dahinya lebar, alis tipis mata lebar hidung seperti pantat

ayam. Mulutnya lebar seperti tersenyum, bibir menggantung menutupi separuh

janggut, mukanya lebar daun telinga agak kecil, lehernya pendek seperti bayi,

janggut hampir menempel di dada, di punggungnya kelihatan ada punuk,

badannya gemuk bulat, memakai kalung gobog. Wataknya keras kepala tidak mau

kalah bicara, maunya dibilang pandai tapi kalau bicara sering keliru kalimatnya,

makanya malah jadi salah bunyinya membuat bingung yang mendengarkan

kecuali temannya yang sudah biasa. Kainnya batik bermotif ngombak banyu

melengkung-lengkung, sesuai dengan watak dan gayanya. Kalau berjalan

melenggak-lenggok. Kainnya yang tidak lebar dililitkan tanpa lipatan, kalau

Page 249: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

berjongkok lalu kelihatan pantatnya. Memakai ikat pinggang sutra jingga,

membawa keris dengan rangka gayaman kalawija sampai pundhak, tangan kiri

kanan terbuka dengan kuku kelihatan panjang-panjang. Kalau tidak begitu bukan

Bagong wanda ngengkel.

Bagong itu kalau di Banyumas namanya Bawor, sedangkan kalau di tanah

timur namanya Mangundiwangsa.

Bagong yang yang seperti itu pada jaman sekarang jadi teman Semar,

Gareng dan Petruk, tapi yang pasti kalah adalah Gareng karena tidak mendapat

tempat, habis untuk bersahut-sahutan lelucon antara Bagong dengan Petruk.

Menurut pedalangan cara Kraton Surakarta, keluarnya dagelan itu dibatasi hanya

mulai keluarnya Bambangan prepatan sampai kerajaan yang dituju saja, setelah itu

tidak diceritakan lagi, artinya sudah habis tidak keluar lagi, hanya tinggal

meneruskan lakon yang sampai bubar. Kalau ada dagelan ikut keluar padahal

tidak sesuai dengan lakon lalu ikut menyela dalam paperangan, itu dinamakan

ngrusuhi. Dagelan itu tidak boleh berpisah dengan orang yang diikuti, kalau pisah

tidak akan diceritakan lagijangan sampai meninggalkan cerita lakon yang sudah

ditentukan.

E. Wayang Dagelan Cenguris

Wayang dagelan Cenguris pada jaman sekarang sudah tidak ada, banyak

dalang yang belum pernah melihat bentuknya. Padahal sebenarnya wayang ini

adalah wayang yang menjadi teman Semar dan Bagong, yang punya kewajiban

menjadi abdi dalem dalang Kanoman Kadipaten.

Page 250: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Yang diambil sebagai pola adalah dagelan dalam wayang Gedog untuk

melengkapi sebagai teman Semar Bagong tersebut, sedangkan ukurannya sama

dengan Belung (Saraita). Wajah wayang Cenguris itu kepalanya kecil rambut

keriting dahi cunong hidung sumpel, mulutnya lebar, bibir atas tebal, alis tipis

mata mendelik kumisnya sedikit, memelihara jenggot tapi jarang, jakunnya

menonjol nyangga tenggok, daun telinga lebar memakai sumping kembang,

lehernya panjang bahu brojol, badan kecil tapi perutnya besar seperti anak

cacingan, pantatnya besar melintang, paha pendek kaki besar, tangan kanannya

menunjuk, yang kiri menggenggam kelihatan kukunya seperti tangan Bima. Kain

ceplok kawung kembangan dipakai tanpa lipatan, ikat pinggang sutra kembang

dengan sonder sutra jingga diselempangkan di rangka ladrang, membawa wedung

pertanda kalau abdi punakawan satria tanah Jawa, memakai kalung gobog diikat

dengan merjan merah. Badannya kelihatan seperti angsa, kalau bicara gagap

seperti Gareng, kebiasaannya wak-wek seperti bebek, kalau tertawa dengan

menutup mulutnya. Tapi ada kelebihannya juga, kalau menyanyikan tembang

suaranya bagus. Kalau berjalan megal-megol seperti angsa, wataknya mengalah

tapi kata-katanya benar. Pasangannya adalah Bagong wanda gembor atau gilut

dan Bagong wanda ngengkel, mana salah satu yang disenangi.

Wayang dagelan Cenguris ada dua macam, mana yang disenangi bisa

memilih sesukanya. Bentuk kepalanya kecil bulat dengan iket kembangan

berwarna hijau dengan mondolan besar menggantung, memakai sumping

kembang warna putih seperti bunganya pengantin baru, dahi kelihatan lebar, mata

sipit seperti sebutir padi, alisnya kelihatan sebaris, hidung mancung panjang,

Page 251: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

bibirnya tebal mulut menganga seperti tersenyum, kumis tipis janggut

menggantung ditumbuhi jenggot, daun telinga sedang, jakun nyangga tenggok,

leher panjang bahu brojol memakai kalung gobog diikat merjan merah, kopek

menggantung di atas perut yang buncit seperti bocah cacingan, pantat besar

melintang pahanya pendek dan kaki besar. Kalau berjalan seperti angsa, tangan

kanan menunjuk yang kiri terbuka. Kain batik ceplok jambangan dipakai tanpa

lipatan, dengan ikat pinggang sutra hijau, sonder merah motif bunga, membwa

keris rangka ladrang serta pedang sabet rangka kayu trembalo, pantas kalau jadi

abdi kalawija yang menjadi kelangenan satria di tanah Jawa sebagai wulucumbu

teman dalam perjalanan, sebagai slamuran (penyamaran), teman bernyanyi

sepanjang jalan karena memang suaranya bagus, lagunya berisi bermacam-macam

ajaran yang bisa menjadi contoh. Wataknya suka membelok tapi pandai berbicara,

kalau tertawa ahjis hih hih hih hih, kebiasaannya menutupi mulut, suaranya seperti

Petruk.

Yang dipakai sebagai pola adalah dagelan wayang Gedog yang dibuat

untuk melengkapi adanya Semar Bagong tersebut, kalau ada wayang gedhog yang

bernama Jangkung, artinya luk telu (tiga lekukan), wayang tersebut kalau

ditelungkupkan ada tiga bagian yang cembung, yaitu pantat, pundak dan kepala,

sedangkan keris yang berbentuk jangkung itu luknya hanya tiga. Begitulah

wayang Cenguris yang berbentuk wanda jangkung sedangkan yang satunya

bentuk wanda mentog.

Page 252: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

F. Tembung dan Tembang Kawi

Swuh rep data pitana, itu bukan tembang japa atau do’a, itu hanya

tembang bituwah yaitu pipiridan dari isi Serat Mahabarata, pada bagian Adiparwa,

purwaka itu lengkapnya adalah: Sawise sirep. Sidem mung awang uwung. Nuli

ana jaman tumitah kahanan wiwitaning sarwa tumutuh yaiku ing donya iki,

kalimat itu lalu oleh para dalang diringkas menjadi: Swuh rep data pitana

tersebut, tapi sebenarnya berbunyi Swuh rep ndata atita ana. Swuh artinya sirna,

sunyi sepi tidak ada apa-apa, rep artinya dingin. Ndata artinya Lah, Ta artinya

begitu. Atita artinya setelah. Ana artinya ada, keadaan serba tumbuh. Kata ini

sebagai awal pembuka cerita wayang purwa karena cerita ini mengambil dari

Serat Adiparwa.

Dan ada lagi, Swuh rep data pitana, anenggih wau kang kaeka adi dasa

purwa. Swuh = sirna atau lebur, rep = sirep, Swuh rep = sirna sirep. Itu adalah

mantra, yaitu mantra dalang yang memiliki arti Sirna semua tidak ada apa-apa,

yang ada hanya aku, hidup dalang sejati, atau si dalang itu sendiri. Data pitana =

sigegan, anenggih wau = tadi, atau yaitu. Kang kaeka adi dasa parwa, artinya

ringkasan yang digunakan sebagai permulaan cerita. Eka =satu, adi = baik, dasa =

sepuluh, purwa = awal. Yaitu sebagai permulaan cerita tersebut, misalnya

jumlahnya sepuluh tapi hanya satu yang adi atau baik, yaitu yang paling baik

untuk cerita, maka dipilih untuk membuka cerita wayang purwa. Sebetbyar, yang

benar Seg Pet Byar = Rep Pet Byar, yaitu keadaan yang menggambarkan suasana

sunyi sepi lalu muncul dunia.

Kata-kata kawi yang dipakai dalam pedalangan

Page 253: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Antawacana : adalah suara dalang yang bisa membedakan suara

wayang satu-persatu, jangan sampai ada yang sama

suaranya seperti misalnya suara Bima harus berbeda

dengan Gatutkaca, Harjuna jangan seperti Bambangan,

begitu seterusnya.

Hawicarita : orang yang hafal pada cerita, sejarah, atau lakon

wayang yang sudah disebutkan dalam pakem apa

adanya bisa disebutkan.

Bandawala : Perang sendirian, keinginan untuk perang satu lawan

satu tanpa bantuan

Bandawalapati : perang sendirian sampai mati

Bandayuda : perang, berkelahi satu lawan satu

Barduwak : nama senjata pada jaman kuna

Buta Barduwak : buta yang memakai senjata Barduwak

Bregedaba : nama neraka

Bukur pangarip-arip : nama surga

Bala Kusawa : pasukan darat, Wadyabala daratan

Bagna : tidak ada, Irawan bagna, Irawan hilang tidak ada

Badawangganala : dewa para penyu

Bajobarat : buta, makhluk halus pasukan Batari Durga

Bayudanda : pengiring senjata, pasukan yang menjaga senjata

Brajatiksna : satu gelar, bahasa sanskerta Wadjra

Page 254: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Baledeg, tiksna : Panas atau tajam, jadi maksudnya gelar tadi tajam

seperti baledeg.

Baratayuda, yudabrata : perang para keturunan Barata

Gandareya : putra Dewi Gandari yaitu Duryudana

Gandari : Gendari atau Hanggendari, istri prabu Destarata ibu

para korawa, putri prabu Subala ratu di Gandara, prabu

Subala atau prabu Tisnawa ratu di Plasajenar, dewi

Gendari saudara tua Sangkuni, Adipati di Gendara yaitu

Sangkuni.

Naracabala : Buta bala yang kecil atau Bala Danawa Arahan, Bala

Brakasakan, jumlahnya ribuan bisa dinamakan panah

pangabaran.

Subadra : Sembadra = nikmat linuwih, istri sang Harjuna

Wijayakusuma : bunga sang pemenang, nama salah satu bunga yang

memiliki kekuasaan lebih besar. Ada yang menyebut

bahwa Wijayakusuma tadi berupa Serat atau Jimat yang

tertulis milik prabu Sri Batara Kresna di Dwarawati.

Punjul ing apapak : lebih dari orang kebanyakan

Kajugilan : hatinya tidak baik

Bengis, wengis : gampang berkata-kata buruk dan ringan tangan, bisa

dinamakan mara mulut mara tangan.

Kata tersebut yang pasti untuk janturan ketika Gapuran, yaitu yang

berbunyi irung jinara trusing kuping den ingoni Bremara lan Bremari, yaiku

Page 255: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

kombang lanang lan kombang wadon. Kalau sampai keliru menjadi Bremana

Bremani itu salah, makanya harus teliti dalam mengartikan kata-kata bahasa kawi.

G. Upacara Keprabon

Ketika jaman kraton Jenggala, yang menjadi ratu adalah Prabu Lembu

Amiluhur yang menambahi alat keprabon yang akan digunakan pada hari

pasewakan, dipinjam oleh para ceti yaitu berbentuk barang yang berbentuk hewan

yang terbuat dari kancana (emas).

Hardawalika, bulubekti dari kerajaan di Makasar, yaitu Angsa emas,

tubuh angsa kepala Sarag. Kijang Kancana, bulubekti dari kerajaan di Wandan.

Sawunggaling, bulubekti dari kerajaan Aceh, bentuknya seperti ayam hutan yang

terbuat dari emas. Rusa Mas, yang terbuat dari emas murni. Gajah mas, bulubekti

dari kerajaan Palembang. Banyakdalang, bulubekti dari kerajaan Siyem. Kutuk

Kancana, bulubekti dari kerajaan Banjarmas Borneo. Kacu mas, modangan,

berupa bumbung emas dan tutup emas. Kebut lar badak, atau Laring Merak,

sepasang. Kebut lar burung Dewata satu.

Semua barang upacara yang berbentuk hewan yang terbuat dari emas itu

gunanya hanya untuk tempat anggi-anggi, yaitu berupa mustika (mesail) seperti

akik dan lain sebagainya. Makanya semua bulubekti terbuat dari emas untuk

menghias keraton, sebagai tanda kalau sang prabu membawahi kraton-kraton di

tanah sabrang. Itu ada sampai sekarang.

Page 256: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

BAB XVI

PATI BASA DHALANG PURBA

A. Basa Isbat

Menurut serat Pati bahasa halaman 39

1. Rangka manjing curiga = rangka masuk ke dalam keris: raga menutupi hawa

2. Kodok ngemuli lenge = katak menutupi sarangnya: badan menutupi hawa

3. Kayu gurda rumambat ing wit sembukan = kayu gurda merambat pada

pohon sembukan: hidupnya raga dari nyawa

4. Lumpuh ngideri jagad = lumpuh mengelilingi bumi: Baleatma, tempatnya di

hati

5. Kuda ngrap ing pandengan = Baleatma, tempatnya di hati

6. Cebol anggayuh lintang = orang cebol menggapai bintang: Baleatma,

tempatnya di hati

7. Senteg pisan anigasi = Baleatma, tempatnya di hati

8. Gigiring punglu = Baleatma, tempatnya di hati

9. Tanggal pisan kapurnaman = purnama tanggal satu: Baleatma, tempatnya di

hati

10. Wuta tuduh marga = orang buta menunjukkan jalan: Baleatma, tempatnya di

hati

11. Galihing kangkung = kosong atau hawa

12. Isine wuluh wong-wang = kosong atau hawa

Page 257: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

13. Tapake kuntul ngalayang = jejak burung kuntul yang terbang: udara

14. Susuh angin dimana enggone = dimanakah sarang angin?: min kibaril warit

15. Kusuma Hanjrah di tawang = sumusuping atma

16. Pinda kombang mangajap tawang sepi = sumusuping atma

17. Bumi pinetak = isbat

18. Amek geni adedamar = isbat

19. Wong ngangsu pikulan warih = isbat

20. Banyu kinum = isbat

21. Srengenge pine = isbat

22. Dahana murup binakar = isbat

23. Pawana tiniyup = isbat

24. Miyarsa tanpa karna = mendengar tanpa telinga: Allah

25. Berkata tanpa lathi = berkata tanpa lidah: Allah

26. Tumingal tanpa netra = melihat tanpa mata: Allah

27. Angganda tanpa grana = mencium tanpa hidung: Allah

28. Eka kuda ngrap di pandengan = kuda berderap di depan mata: Bale atma

29. Dwi kombang angeleng di tawang = kumbang bersarang di langit:

sumusuping atma

30. Tri sapi nusu mring pedete = sapi menyusu pada anaknya: raga hidup dari

nyawa

31. Catur warjita sumengkeng arga = raga hidup dari nyawa

32. Panca baita amot samodra = kapal membawa samudra: raga hidup dari

nyawa

Page 258: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

33. Sat welut ngeleng aneng tawang = belut bersarang di langit: raga hidup dari

nyawa

34. Sapta wong ngangsu pikulan warih = orang mencari air dengan pikulan

warih: isbat

35. Hasta apek geni adedamar = isbat

36. Nawa jroning gelap ada padang = di dalam gelap ada terang: sekarat

37. Dasa usume wastra gumelar = mati

38. Kebo gerang anyabrang segara asat = kerbau besar menyeberang lautan

kering

39. Kayu sidaguri growong ambane sapagagan = kayu sidaguri berlubang

sebesar pegagan

40. Waluh pugag (pogog) = menyentuh langit

41. Wit bamban kang ana tambine

42. Tuntut sagoci gedene = bunga pisang sebesar goci

Selanjutnya kumpulan isbat tersebut bisa digunakan untuk cangkriman.

Cangkriman:

Ada beduk yang bunyinya nguwung sampai setahun lamanya, bahan yang

digunakan untuk beduk adalah kayu sidaguri yang berlubang sepegagan, kulitnya

adalah kulit kerbau gerang yang menyeberang lautan kering, talinya adalah akar

wuluh pogog yang sampai langit, pasaknya adalah tambi pohon bamban,

pemukulnya dari tuntut yang besarnya satu goci.

Jawi Kanda 1909 no. 129, katandhan: Bocah ladak.

Page 259: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

B. Delapan Golongan Manusia

1. Candala = orang yang mempunyai penyakit parah (barah) atau miskin

sekali, kalau dalam bahasa kawi Candala = bengis, kalau dalam bahasa

Jawa candala = ala, buruk, seperti Hasta Sabda, Basa, Candala.

2. Reksasa atau raseksa, yaitu kuli, kalau dalam bahasa kawi reseksa = buta

3. Kriya = tukang

4. Sudra = masyarakat bawah atau petani

5. Daniswara = saudagar, dalam bahasa kawi daniswara = kaya

6. Danuja = prajurit, dalam bahasa kawi danuja = satria unggul

7. Satria = priyayi

8. Brahmana = pujangga atau dukun = pandita laki-laki

Ilmu, artinya petunjuk, wejangan dari ilmu yang bisa menerangi segalanya.

Ilham, artinya petunjuk atau wejangan baik yang tidak melalui perantara guru,

langsung dari Gusti Allah sendiri. Kalimpadan, artinya pandai karena budinya

Kalantipan, artinya tajamnya hati untuk berbuat baik. Kagunan, dalam pekerjaan,

seperti kagunan itu tidak hanya untuk mencukupi nafkah saja, juga bisa untuk

mengangkat derajat. Putus, pandai karena ajaran dari guru Gupit mandragini atau

mandragini, artinya Tlaga kolaman, yang benar mandakini, jadi anggupit

mandakini, artinya rumah = gedung di bale kambang. Jadi kalau begitu artinya

Rumah gedung yang berada di tengah kolam. Maka sebaiknya tidak usah

diucapkan dengan kata: ing dalem Prabasuyasa kalurus pananggap ler wetan,

Page 260: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Sang Dayintaji lenggah ingadep para ceti sami ampil-ampil upacaranng

keprabon.

C. Wayang Sebagai Tontonan

Kalau begitu sudah jelas dalam lempengan-lempengan tembaga yang

sering menyebutkan kata (H) Aringgit, tapi kata tadi tidak berhubungan dengan

yang lain, belum jelas untuk disesuaikan dengan keadaan wayang tersebut.

Meskipun kalau melihat dalam serat-serat kuna seperti yang sudah dijelaskan di

atas, sudah jelas sekali kalau adanya wayang di tanah Jawa adalah ketika abad

yang ke-9 pada tahun Belanda, meskipun pada waktu itu keadaan wayang masih

sangat sederhana.

Selain yang tersebut dalam lempengan tembaga yang belum begitu jelas

tersebut, kalau yang disebutkan dalam serat-serat kuna yang sudah dijelaskan di

atas dihimpun menjadi satu seperti tersebut di bawah ini.

1. Pertama, ketika jaman Prabu Erlangga, tahun isaka 950, sama dengan

mulai abad yang ke-11 tahun Belanda, di Kraton Kedhiri pada waktu itu

sedang makmur, sudah ada tontonan wayang.

2. Yang ke-2, wayang tersebut terbuat dari kulit yang ditatah (kulit diukir)

serta dimainkan di balik layar, yang menceritakan lakon dan berkata-kata

adalah orang yang memainkan wayang itu.

3. Yang yang ke-3, pada waktu itu adanya wayang memang sudah kuna, yang

menulis serat Tantupanggelaran sampai bisa mengatakan kalau adanya

wayang tadi adalah ketika para Dewa masih ngejawantah di bumi.

Page 261: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

4. Yang yang ke-4, pada waktu itu wayang sudah biasa jadi tontonan serta

kesenangan orang banyak, sampai para pangarang menyanjungnya dalam

serat-serat yang mereka buat.

5. Yang yang ke-5, mungkin pada waktu itu, tapi yang pasti pada tahun

Belanda kang yang ke-12, tontonan wayang tersebut sudah memakai

tetabuhan yang bernama tudung saron kemanak dan lain sebagainya.

6. Yang yang ke-6, cerita wayang bisa menyentuh hati para penonton,

makanya kemungkinan pada jaman dulu sudah ada bermacam-macam

wayang.

Kalau dilihat dari segi kelumrahan, tontonan wayang pada jaman itu, kalau

memang benar merupakan kemajuan orang-orang Jawa pada waktu itu, juga

misalnya wayang tadi belum terlalu lama, sudah pasti belum bisa seperti sekarang.

Jadi sudah jelas kalau adanya wayang sudah sabelum tahun isaka 950. Selain

orang Jawa, di seluruh tanah Nusantara (Indonesia) banyak orang yang senang

pada wayang kulit, ada uga di beberapa tempat seperti: Bali, Sumatera, Borneo,

tapi semua memiliki nama sendiri tapi masih merupakan pengaruh dari Jawa.

Awalnya orang-orang Jawa yang membawa ke sana, apa lagi pasti tidak ada yang

menentang kalau ada yang mengatakan bahwa yang membuat wayang kulit

terlebih dahulu adalah orang Jawa. Mungkin orang-orang jawa melihat wayang itu

dari bangsa Hindu. Pada jaman kuna, bangsa-bangsa itu sudah bergaul dengan

bangsa Jawa yaitu Cina dan bangsa Siam, sedangkan kedua bangsa tersebut

mempunyai tontonan wayang.

Page 262: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Perintah Sanghyang Wisesa pada Maya

Heh, Maya, jangan khawatir dalam hatimu.

Maya: itu artinya hitam. Wujudmu hitam itu sebenarnya adalah samaran,

artinya:

Yang ada itu sebenarnya tidak ada

Yang sebenarnya ada ternyata bukan

Yang bukan ternyata iya

Yang berani hatinya hilang keberaninannya karena takut keliru

Maya, kau kujuluki Batara Semar atau Batara Ismaya, turunlah ke bumi,

berkraton di bumi ketujuh. Kau kuberi mustika manik asta-gina yang memiliki

delapan kelebihan yaitu:

1. Tan kenaning luwe = tidak pernah merasa lapar selamanya

2. Tan kenaning arip = tidak pernah merasa ngantuk selamanya

3. Tan kenaning asmara = tidak pernah merasa jatuh cinta selamanya

4. Tan kenaning sungkawa = senang susah sama saja (tentram)

5. Tan kenaning sayah = tidak pernah merasa capai

6. Tan kenaning lara = sehat selamanya

7. Tan kenaning panas = tidak pernah merasa panas

8. Tan kenaning atis = tidak pernah merasa dingin

Manik astagina letakkanlah dalam ikatan rambut yang ada di ubun-ubun

(kuncung). Kata-kata Sanghyang Tunggal pada putranya, Ismaya: He, putraku,

Ismaya, engkau adalah penyamaran atas kekuasaanku, jadi engkau tidak kuijinkan

menjadi ratu manusia di dunia, engkau hanya aku perbolehkan menjadi ratu di

Page 263: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

jagad sunyaruri saja, (alam kosong), kalau engkau memperlihatkan diri di dunia

hanya aku ijinkan menjadi orang tua yang merawat keturunan adikmu si

Manikmaya.

Sebenarnya tidak ada bedanya di dunia dan di jagad sunyaruri, aku akan

menuruti apa saja yang engkau minta. Engkau aku beri sebutan Batara Ismaya

atau Batara Iswara atau Batara Samara atau Batara Semar atau Sanghyang Jagad

Wungku atau Sanghyang Jatiwisesa, atau Sanghang Suryakanta.

Sanghyang Tunggal lalu menciptakan jodoh Batara Ismaya, seketika itu

diperbolehkan oleh Gusti Allah, tidak berapa lama ada perempuan ayu wajahnya

datang bernama Dewi Sanggani, putra Sanghyang Hening (Wening). Sanghyang

Hening itu adalah kakak Sanghyang Tunggal, Sanghyang Tunggal bergelar

Sanghyang Wenang. Sanghyang Tunggal berkata pada Dewi Sanggani kalau akan

dijodohkan dengan saudara sepupunya sendiri yang bernama Batara Ismaya yang

hitam dan jelek wajahnya, sang dewi hanya berkata terserah.

Sanghyang Wenang berkata pada Batara Ismaya, He, putraku Ismaya,

Sanggani itu aku jadikan jodohmu, jadi dia itu adalah kakakmu sepupu, dan

engkau tetap menjadi ratu di jagad sunyaruri.

Batara Ismaya lalu diberi wejangan kasantikan lalu diperintahkan

berangkat dengan istrinya. Batara Ismaya berkata mengiyakan lalu melesat

dengan sang istri tidak kelihatan lagi. (Serat Paramayoga halaman 47).

Batara Ismaya berputra sepuluh yang lahir dari dewi Sanggani

Putra Batara Ismaya seperti yang disebut di bawah ini.

Page 264: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

1. Batara Wungkuam atau Sanghyang Bongkokan

2. Batara Siwah

3. Batara Wrahaspati

4. Batara Yamadipati

5. Batara Surya

6. Batara Candra

7. Batara Kuwera

8. Batara Tamburu

9. Batara Kamajaya

10. Dewi Sarmanasiti

Putra yang pertama yang bernama Batara Wungkuam atau Sanghyang

Bongkokan, berputra berbentuk manusia cebol gemuk pendek bulat hitam

kulitnya, manusia tersebut diturunkan ke dunia bernama Semarasanta, jadi

merupakan cucunya sendiri. Semarasanta itu manusia yang menjadi wujud Batara

Ismaya atau Batara Samara atau Batara Semar untuk menyamar ketika turun ke

bumi. Semarasanta ikut dengan Resi Manumanasa di Saptarga, selain menjadi ipar

sang Resi juga sekalian menjadi pamong keturunan sang Resi. Semarasnata

memiliki jodoh bidadari bernama Dewi Kanastren. Karena Semarasanta sering

didatangi sang eyang, Batara Semar, dan menjadi satu jiwa, lalu oleh orang

banyak dinamai Kyai Lurah Semar atau kaki Badranaya.

Semarasanta dalam pawayangan bentuknya seperti wayang Semar,

padahal sebenarnya wujud tersebut adalah cucu Batara Semar atau Batara Ismaya

yang bernama Semarasanta tersebut. Jadi kalau begitu di bumi itu sebenarnya

Page 265: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

tidak bentuk Batara Ismaya, yang ada adalah manusia yang jadi tempat menitis

Batara Ismaya kalau sedang turun ke bumi, lalu jadi dinamai Kyai Lurah Semar.

Makanya Batara Ismaya wujud sebenarnya dalam pewayangan tidak ada,

yang berwujud manusia bernama Semarasanta itu adalah bentuk jasmani Batara

Ismaya atau Batara Semar. Karena Batara Ismaya itu manusia halus yang

berbentuk cahaya hitam, maka tidak bisa diwujudkan dalam pawayangan. Hitam

artinya gelap tidak kelihatan. Seperti disebutkan di depan, yang ada sebenarnya

tidak ada, yang sebenarnya ada ternyata bukan, yang bukan ternyata iya, yang

berani hatinya hilang keberaniannya takut kalau keliru.

Putra Batara Ismaya yang ke-9 menjadi kakak anak bungsu bernama

Batara Kamajaya. Menurut ceritanya, batara Kamajaya itu ketampanannya

mnegalahkan semua Dewa di Kayangan, tidak ada yang menyamai. Dalam sejarah

Kenabian, sebagai perbandingannya adalah Nabi Yusup, tidak ada yang

menyamai.

Batara Resi Soma putranya yang pertama seorang putri bernama Dewi

Ratih. Menurut ceritanya, dewi Ratih itu adalah seorang putri yang paling cantik,

sampai mengalahkan semua bidadari di Kayangan, tidak ada yang bisa menyamai

kecantikannya. Batari Ratih tersebut menjadi istri Batara Kamajaya.

D. Gambaran Wayang Semar

Kalau menurut cerita sejarah, Batara Ismaya atau Batara Semar itu hanya

berbentuk manusia halus yang bercahaya hitam serta mempunyai daya manik

astagina yang memiliki khasiat delapan perkara yang diikatkan dalam kuncung

Page 266: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

yang merupakan pemberian sang ayah Sanghyang Wenang atau Sanghyang

Tunggal.

Tapi kalau menurut sejarahnya, seharusnya tidak bisa diwujudkan dalam

gambar karena itu hanya berbentuk cahaya yang berwarna hitam, artinya tidak

kelihatan. Kalau akan turun ke bumi lalu menitis pada cucunya yang bernama

Semarasanta yaitu seorang manusia yang berbadan cebol gemuk pendek bulat

hitam kulitnya. Jadi hanya manusia yang bernama Semarasanta inilah yang bisa

kelihatan oleh para manusia di bumi ini.

Jadi kalau membuat gambar wayang Semar dengan bentuk orang cebol

gemuk pendek bulat hitam kulitnya, itu sudah bisa mirip dengan ceritanya. Tapi

kalau ada wayang Semar dibuat dengan sakit mata, hidungnya pilek kelihatan ada

ingusnya, itu sebenarnya salah karena Semar sudah terkena daya khasiat mustika

manik astagina yang membuatnya terbebas dari segala jenis penyakit. Jadi harus

digambarkan dengan wujud sehat, tidak kena penyakit meskipun yang berbentuk

Semar itu adalah Semarasanta, tapi ia sudah kena daya khasiat manik astagina,

jadi harus bebas dari penyakit. Begitulah seperti yang disebutkan dalam sejarah.

Jadi memang benar para linuwih sarjana pada waktu itu, dalam

menggambarkan wayang dengan diberi wanda, sebagai pasemon wayang. Semar

wanda brebes, kata brebes di sini maksudnya bukan sakit brebes (selalu keluar air

dari mata), jadi kalau diwujudkan dengan penyakit rembes itu salah, yang

dimaksudkan brebes di sini artinya selalu mengeluarkan air mata karena kurang

tidur, makanya matanya sampai mengeluarkan air mata mengalir sampai pipi.

Page 267: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Sedangkan hidung sumpel itu jangan sampai ditambahi ingus nanti jadi

kelihatan kotor serta di pucuk kuncung dibuat agak cembung karena itu adalah

tempat menyimpan manik astagina. Jadi kalau dibuat nantinya bisa cocok dengan

sejarah, menurut cerita Batara Ismaya.

Dewa dan pandita dibuat memakai baju

Wayang dewa dengan baju, sepatu serta slendangan. Wayang pandita

dengan baju dan slendangan tanpa sepatu. Ketika panjenenganipun kanjeng

Susuhunan Mangkurat di Kartasura membuat wayang purwa, polanya dibuat di

Mataram atas keinginan dalem susuhunan, ia ingin membuat wayang para dewa

yang memakai baju panjang dinamakan baju jubah, serta memakai sepatu dan

slendangan.

Mengapa wayang para dewa-dewa dibuat begitu? Sebab menurut cerita,

wayang dewa itu menggambarkan wujud manusia halus, artinya antara bumi dan

langit. Jadi Dewa itu tidak menapak di bumi ini, hanya melayang berwujud

bayangan saja yang ada di antara bumi dan langit. Jadi kalau akan menemui para

manusia di bumi tidak bisa bersentuhan karena dewa itu hanya kelihatan seperti

bayangan saja.

Maka atas pemikiran dalem kang Sinuhun Kangjeng Susuhunan, wayang

para dewa tersebut lalu diwujudkan memakai sepatu, baju jubah, dan slendangan.

Dengan sepatu itu artinya sudah tidak menapak tanah karena sudah terhalang

sepatu tersebut, baju jubah slendangan maksudnya di sini untuk membedakan

dewa dengan manusia jangan sampai kelihatan sama.

Page 268: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Hanya ada dua dewa yang tidak boleh diubah bentuknya yaitu wayang

Dewa Batara Guru dan wayang bidadari Batari Durga karena wayang itu

merupakan peringatan asal mulanya. Wayang dewa tersebut tidak memakai baju

dan sepatu, tetap seperti aslinya berbentuk Batara Guru dan Batari Durga.

Wayang pandita dengan baju jubah, slendangan tanpa sepatu, dibuat

seperti itu karena wayang para pandita itu masih mewujudkan gambaran manusia

yaitu manusia yang telah diterima tapanya, jadi masih berwujud manusia yang

hidupnya menapak di bumi ini, bisa bersentuhan dengan sesama manusia.

Makanya digambarkan tanpa sepatu, artinya masih pada menyentuh tanah seperti

lumrahnya manusia.

Wayang pandita jaman itu bajunya jubah dibuat lurus, jadi tidak dibuat

terbuka dan terbalik seperti baju jubah para dewa, untuk membedakan dewa dan

manusia karena wayang dewa dan pandita itu kelihatan hampir sama rupanya.

Makanya para linuwih pada waktu itu memikirkan bagaimana supaya bisa

kelihatan berbeda rupanya, kalau wayang pandita terbuat tanpa sepatu, baju

jubahnya melambai seperti tertiup angin karena semua yang berwujud halus itu

dianggap seperti angin. Begitulah keinginan para linuwih pada jaman itu, adanya

wayang tersebut pada tahun candra 1605 jaman Kartasura.

Ketika kanjeng Pangeran Hadipati Puger di Kartasura membuat wayang

purwa yang menjadi pola wayang di Mataram, membuat bentuk wayang

sabrangan liyepan dan telengan yang memakai baju, wayang katongan yang

liyepan memakai gelung supit urang dan kancing garuda sinangga praba, hanya

Page 269: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

wajahnya ditambahi brewok memakai baju sikepan gedog. Baju sikepan gedog itu

baju panjang sampai menutupi pantat, membawa keris rangka ladrang yang dikait

dengan baju yang seharusnya menutup pantat tersebut sehingga kelihatan bajunya

tersibak di bagian belakang disangkutkan pada rangka keris. Masih tetap kelihatan

wayang bokongan dengan memakai keris rangka gayaman, celana cinde panjang

dengan kroncong kaki, orang banyak menamai wayang tersebut Ratu Sabrang

wok, karena bentuknya bagus tapi emmiliki brewok yang memenuhi janggut.

Wayang tersebut termasuk wayang tambahan atau srambahan untuk melengkapi

lakon.

Wayang katongan telengan memakai makuta topong ketu serta jamang

gruda sinangga praba, memakai baju sikepan, sisa baju dikaitkan di kepuh

sehingga kelihatan terbalik, wujud wayang tersebut dugangan, celana panjng

dikancing dengan kroncong. Wayang itu termasuk wayang tambahan untuk

srambahan melengkapi cerita lakon. Begitu seterusnya, sampai patih dan anak

buahnya. Kalau wayang patihan dibuat memakai jamang gruda, rambut terurai,

memakai baju membawa keris rangka ladrang untuk mengaitkan sisa baju sikepan

jadi kelihatan terbalik, rapekan, celana panjang. Patih dan punggawa hampir

sama, bedanya kalau punggawa celananya pendek. Semuanya itu tidak memakai

uncal badong.

Kalau wayang buta prepatan bentuknya sama apa adanya, hanya ditambah

memakai baju. Wayang ini adanya hanya di kraton. Wayang di luar kraton pada

umumnya tidak mempunyai wayang Buta Prepatan yang memakai baju tersebut.

Makanya wayang bagian Sabrangan mulai katongan sampai prajuritnya dibuat

Page 270: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

dengan baju, atau memakai baju untuk membedakan para katongan di tanah Jawa

bersama seluruh prajuritnya, wayangnya tidak memakai baju. Ada lagi wayang

yang memakai baju tapi lengannya pendek hanya sampai di bahu, memakai kelat

bau. Itu adalah wayang dari Pesisir, lalu ditiru untuk melengkapi. Pada awalnya,

wayang seperti itu dibuat di Pugeran ketika jaman Kartasura dengan titimangsa

tahun candra 1625.

E. Wayang Kyai Jimat

Kang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakubuwana yang ke IV di Surakarta,

yang disebut Ingkang Sinuhun Bagus atau P.B. IV di Surakarta, ingin membuat

wayang purwa dengan pola menurut kyai mangu. Wayang Kyai Mangu yang

dijadikan pola itu dibuat oleh Kangjeng Gusti Pangeran Hadipati Anom yang ke

II di Surakarta.

Ketika membuatnya, wayang purwa dijadikan dua lakon atau dua

perangkat, yang selesai lebih dulu diberi nama Kyai Mangu, sedangkan yang

selesai belakangan diberi nama Kyai Kanyut, ketika tahun candra 1697. Setelah

sampai jaman ingkang Sinuwun P.B. yang ke IV di Surakarta membuat wayang

purwa dengan pola mengambil wayang Kyai Mangu tersebut, busana para putri

dibuat indah serta dijujud satu palemahan, wanda wayang rangkap-rangkap,

wayang katongan diberi busana dengan makuta, yang menata Cemapangrawit dan

Kyai Gondo bersama temannya. Setelah selesai jadi satu kotak, diberi nama Kyai

Jimat. Candrasangkalanya berbunyi, Yaksa sikara angrik panggah, menunjukkan

angka tahun candra 1725.

Page 271: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

F. Wayang Kyai Kadung

Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan P.B. yang ke IV lalu punya

keinginan membuat wayang purwa lagi. Yang dijadikan pola (contoh) adalah

wayang Kyai Kanyut. Kalau wayang Kyai Jimat, polanya mengambil dari Kyai

Mangu, ketika membuat wayang Kyai Kadung polanya mengambil Kyai Kanyut.

Wayang itu dibuat dijujud palemahannya, badanya seperti Kyai Jimat, wayang

wanitanya ditambah sehingga besarnya pantas. Wayang putren katongan ada yang

memakai makuta topong serta makuta topong ketu, dibuat kelihatan pantas dan

selaras. Wanda wayang juga rangkap-rangkap, yang menatah Cremapangrawit

bersama teman-temannya. Setelah selesai diberi nama Kyai Kadung.

Wayang Kyai Kadung itu yang ditambah besar dan tingginya itu hanya

wayang wanita, yaitu para putri dan semua wayang wanita, sedangkan wayang

lainnya semua masih tetap tidak berubah seperti polanya. Wayang Kyai Kadung

milik kanjeng susuhunan tersebut membuat kagum banyak orang, wayang yang

sudah ditambah ukurannya itu masih kelihatan lincah seperti ketika belum

ditambah. Dibuat candrasangkala Wayang loro sabdaning Nata, menunjukkan

tahun candra 1726.

Wayang tersebut sebagai pengingat, di sana ada wayang berbentuk Buta

Raton tangannya disopak depan belakang jadi hidup semua, memakai makuta

topong ketu, badannya merah muda, sedangkan besarnya wayang langkah ukur

(luar biasa), jadi hanya untuk sumpingan kiri saja. Candra sangkala pada wayang

Kyai Jimat yang berbunyi, Yaksa sikara angrik panggah, kalau disesuaikan

Page 272: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

dengan bentuk Buta Raton, memang ada banyak miripnya, malah bisa jadi

wayang buta candra sangkala. Tapi hanya ada untuk wayang Kyai Jimat, tidak ada

wayang kyai Kadung karena beda tahunnya atau karena keliru meletakkan saja

lalu keliru sampai sekarang.

Di Kraton Surakarta ada wayang purwa milik dalem sinuhun jumlahnya

ada tiga kotak yang diberi nama Kyai Jimat, Kyai Kadung serta Kyai Kanyut.

Wayang tiga kotak tersebut besar kecilnya wayang semua sama, jadi kalau tidak

mengerti dan teliti pada wanda dan pasemon wayang akan susah membedakannya.

Misalnya sampai tercampur akan susah mnegembalikannya karena wayang

tersebut mengambil polanya sama, yaitu dari pola Kyai Mangu dan Kyai Kanyut.

Wayang kyai kanyut itu dari pecahan pola Kyai Mangu, jadi bentuk dan

besar kecilnya wayang tidak ada bedanya. Setelah dipisah jadi dua kotak lalu

diberi nama sendiri-sendiri, tidak berbeda dengan wayang yang tersebut di atas

tadi. Setelah jadi tiga kotak, lalu diberi nama sendiri-sendiri yaitu Kyai Jimat,

Kyai Kadung serta Kyai Kanyut. Hanya ada beda sedikit, kalau wayang Kyai

Kadung, wayang wanitanya agak besar dan sedikit lebih tinggi dibandingkan

dengan wayang wanita lainnya. Tapi kalau masih sulit membedakannya, maka

untuk memudahkan lalu dibuat tanda dengan diberi wayang kang berbentuk

manjila, yaitu berupa wayang Buta Raton dengan makuta topong ketu, disopak

tangannya depan dan belakang, besarnya luar biasa. Itu digunakan sebagai tanda

kalau wayang tersebut adalah Kyai Kadung, maka lalu diberi candra sangkala

Wayang loro sabdaning nata, selesai dibuat pada tahun candra 1726.

Page 273: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

Diberi candra sangkala Wayang loro sabdaning nata, itu cocok dengan

pembuatan wayang purwa, karena ingkang Sinuwuh P.B. yang ke IV itu dalam

membuat wayang purwa hanya bisa jadi dua kotak, yang selesai dulu diberi nama

Kyai Jimat, lalu yang selesai setelahnya diberi nama Kyai Kadung.

G. Wayang Kyai Dewa Katong

Ingkang sinuhun Kangjeng Susuhunan P.B. yang ke IV di Surakarta, lalu

membuat lagi wayang kulit gedog untuk cerita Panji. Polanya dibuat dari

Kartasura yang bernama Kyai Banjet, bentuk wayang dan busana wayang ketika

itu dibuat bagus, penatahnya Cremapangrawit beserta teman-temannya serta ada

panatah bernama Sodongso di Desa Pala, dipanggil dan diperintahkan untuk

menatah Batara Guru wanda Krena (Karna). Atas kehendak dalem ingkang

Sinuhun lalu membuat wayang ricikan dan wayang dagelan, setelah selesai jadi

satu kotak. Wayang ricikan satu kotak tersebut untuk melengkapi wayang kyai-

kyai empat kotak sebelunya, jika sewaktu-waktu digunakan untuk wayangan

tinggal memilih saja apa yang dibutuhkan, di sana sudah sisa lengkap campur jadi

satu.

Dalam membuat wayang gedog tadi, wandanya wayang purwa rangkap-

rangkap, setelah selesai jadi satu kotak diberi nama Kyai Dewakatong,

candrasangkala Tanpa guna pandita di praja, menunjukkan tahun candra 1730

dibuat oleh P.B yang ke IV di Surakarta.

Page 274: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

H. Makuta Topong

Makuta itu artinya topong, sedangkan topong itu artinya makuta. Jadi

sama, hanya beda katanya saja. Kalau makuta topong ketu, artinya makutanya

seperti Ketu, contoh misalnya wayang yang memakai makuta Topong Ketu yaitu

Sang Hadipati Karna sedangkan wayang yang memakai Makuta Topong yaitu

Prabu Kresna. Kalau yang belum mengerti, lebih mudahnya sering dinamakan

makuta papak atau pendek. Yang dinamakan karawista, adalah berbentuk makuta

kanigara atau kuluk kanigara yang sudah biasa dipakai oleh pengantin laki-laki

jaman sekarang.

Yang dinamakan karawista, yaitu emas pipih lebarnya sekitar 8 mili yang

dilingkarkan pada kuluk melingkar tepung gelang, yang jatuh di atas ditarik ke

atas dikancing dengan nyamat kuluk, jadi bentuk kuluk kelihatan ada perhiasan

emas melingkar, itu yang dinamakan karawista. Kalau ketu polos tanpa apa-apa.

Adanya wayang-wayang Kyai yang diceritakan dalam serat Sastramiruda

tersebut adalah seperti ini. Keadaan wayang-wayang itu, bentuk wayang-wayang

Kyai tersebut semua sama Hanya saja wayang-wayang Kyai tersebut diangin-

anginannya dengan hitungan hari yang sudah ditentukan yaitu hari Anggara kasih

(selasa kliwon) Wuku Dukut atau Mandasiya. Hari itulah saat untuk mengangin-

anginkan wayang Kyai tersebut, mengambil salah satun wayang Kyai, yang mana

yang tiba gilirsn untuk diangin-anginkan lalu dikeluarkan dari gedung Lembisana,

dibawa ke sasana Indrawina, dan diangin-anginkan di sana.

Sebelum di sasana Indrawina, wayang-wayang kyai tersebut diangin-

anginkan di teras Metelan. Itu hanya disesuaikan dari asal pembuatan wayang-

Page 275: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

wayang tersebut. Ketika membuat pada waktu itu, karena panjenengan Ingkang

sinuhun dalam membuat wayang-wayang tersebut di teras Metelan, menatah dan

menyungging juga di teras Metelan, maka kalau setiap saat ingkang sinuhun

dalem akan melihat atau punya keinginan untuk mengubahnya bisa mendekat dan

seringkali panjenengan ingkang sinuhun menunggui pembuatannya. Begitulah

menurut cerita para sepuh yang ada di gedung Lembisana.

Wayang gunungan artinya tiruan gunung, bentuknya kelihatan lancip

seperti tumpeng, makanya orang banyak menamainya gunungan karena bentuknya

mirip gunung. Di dalam wayang gunungan kelihatan ada gambar pohon besar

hanya satu, di bawahnya kelihatan ada akarnya yang menacap dalam ke tanah

menandakan kekuatan gunung jangan sampai membuat tanah longsor. Dibawa

akar pohon besar tadi ada gambar berbentuk kolam kelihatan ada airnya yang

bening, di dalam air kelihatan ikan yang berenang tiga ekor, maksudnya adalah

kehidupan itu adalah dari trimurti, yaitu terjadi dari sari-sarin kehidupan api, air

dan angin. Di kanan kiri kolam kelihatan ada gambar seperti sayap burung yang

sedang mengepak, menggambarkan wujud tumbuhan sebangsa pandan yang

tumbuh kelihatan segar hidup disekitar kolam tersebut. Di bawah kolam kelihatan

gambar naik turun, yang mewujudkan gambar gunung-gunung dan jurang

kelihatan seperti berada di bawah gunung tersebut.

Makanya dinamai kayon, di dalam wayang gunungan ditatah gambar

pepohonan besar yang kelihatan subur daunnya, di cabangnya yang atas

dihinggapi sebangsa burung seperti: yang pasti tergambar adalah burung merak

dan ayam hutan, lalu hewan sebangsa monyet (lutung) lalu di bawahnya sebangsa

Page 276: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

hewan kaki empat yang ada di daratan. Di sana ada gambaran yang wajahnya

seperti kijang berhadap-hadapan, atau sering digambar macan berhadap-hadapan

dengan banteng, serta pohonnya dililit ular. Di tengah-tengah pohon ada bentuk

gambar banaspati, yaitu yang menggambarkan hutan besar kelihatan angker, tidak

bisa dimasuki manusia. Maka wayang gunungan yang berisi gambar seperti itu

lalu dinamakan Kayon Blumbangan, karena yang ada di gambar itu kelihatan ada

bentuk pepohonan besar yang menaungi kolam, atau bisa juga dinamakan kayon

alas-alasan.

Wayang gunungan dicat dua warna, yang sebelah menggambarkan bentuk

hutan sedangkan yang sebelah berupa gambar nyala api. Yang digambar berupa

nyala api itu merupakan titimangsa pembuatan wayang gunungan tersebut, yang

membuat adalah Sunan Kalijaga pada jaman Demak pertama, menunjukkan

candra sangkala memet yang berbunyi, Geni dadi sucining jagad, menunjukkan

tahun candra 1443.

Wayang gunungan disebut kayon, sedangkan isi wayang gunungan ditatah

gambar pohon besar yang subur daunnya. Karena berbentuk seperti itu maka lalu

dinamakan kayon.

Kayun artinya karep, kehendak, yaitu menggambarkan kalau kehendak

manusia itu tidak tetap, sesuai dengan kebutuhan. Wayang gunungan itu

bentuknya ada satu, isinya diganti-ganti, namnya masih tetap wayang gunungan.

Tapi kalau sudah dipegang oleh dalang maka akan menggambarkan macam-

macam menurut keinginan dalang dalam memainkan wayang. Kalau masih

tertancap di tengah kelir sabelum dalang memulai memainkan wayang, misalnya

Page 277: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

kalau orang akan membaca pasti melihat sampulnya dulu, itulah yang dinamakan

purwa pada, artinya bagian awal. Kayon masih tertancap tegak dalam gadebog di

tengah kelir. Setelah itu yang ditancapkan sekitar jam satu malam, sebagai tanda

untuk meminta ganti laras sanga, itu yang dinamakan madya pada (bagian

tengah), kayon ditancapkan pada gadebog bawah tidak terlalu tegak. Lalu kayon

yang ditancapkan di tengah-tengah wayang berdiri tegak di sebelah kiri seperti

ketika belum mulai, ditancapkan di gadebog atas, itu dinamakan wasana pada,

artinya bagian terakhir jam enam pagi dinamakan tanceb kayon, untuk memberi

tanda kalau sudah selesai memainkan wayang.

Ada lagi yang digunakan untuk pemenggal cerita, dinamakan saksana

pada, artinya memainkan cerita yang berbeda tapi masih satu lakon, yaitu ganti

adegan beda nagara. Selain itu ada lagi wayang gunungan yang dimainkan oleh

dalang, juga dengan maksud kalau digerak-gerakkan dari kanan ke kiri itu

menunjukkan kalau ada angin, sedangkan kalau hanya ujung kayon saja yang

ditempelkan di kelir lalu diangkat dan ditempelkan di tengah-tengah kelir agak ke

kiri sedikit, jangan sampai tertutup blencong, itu memberi tanda pada para niyaga

meminta berhenti menabuh gamelan. Dalang lalu suluk patet kedhu, kalau sudah

tiba selesai patet tersebut, kayon baru ditancapkan. Cara menancapkannya agak

serong ke kanan, itu yang dinamakan Saksana Pada, lalu ganti adegan tapi masih

satu lakon.

Kalau ditancapkan di sebelah kanan tegak dekat dengan wayang

sumpingan kanan, wayang katongan ditancapkan di sebelah kiri menghadap ke

kanan di belakang ada wayang parekan ngapurancang, itu menunjukkan gapura

Page 278: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

kraton Srimanganti, artinya pintu untuk metunggu, dalam pedalangan disebut

gapuran. Kalau ditancapkan di sebelah kiri dekat dengan wayang sumpingan

sebelah kiri berhadap-hadapan dengan wayang prampogan, itu menunjukkan

tempat yang jarang dijamah manusia, kelihatan rimbun naik turun, maka lalu

diratakan, dalam pedalangan dinamakan perang ampyak.

Yen digerakkan meliuk-liuk dari kanan ke kiri, kalau kencang menujukkan

angin besar, kalau diputar berarti angin kencang dengan topan, kalau pelan

jalannya menunjukkan angin, ketika memutar kayon tidak boleh menempel kelir.

Kalau dirubuhkan menunjukkan aliran air, kalau hanya rubuh saja menunjukkan

tanah longsor, kalau rubuh disertai berputar menunjukkan pepohonan besar

ambruk.

Yang pasti, gerkan-gerakan kayon yang dimainkan oleh dalang itu semua

memiliki makna menurut kebutuhan dalang dalam memainkan wayang. Maka

wayang gunungan lalu dinamakan kayun, artinya kehendak, untuk melengkapi

kebutuhan dalang dalam menceritakan lakon wayang. Tapi menggerak-gerakan

kayon tidak boleh sekehendak sendiri, harus menurut tatacara yang sudah

ditetapkan dalam pedalangan. Begitulah Filsafat wayang gunungan yang

dinamakan Kayun.

Ada lagi wayang gunungan, di bawah pohon besar diberi gambar rumah

sebagai gapura, di kiri dan kanannya digambar buta mambawa gada atau pedang

dan tameng, itu menunjukkan reca gupala sebagai pemanis gapura, menunjukkan

Batara Cingkarabala dan Balaupata yang sedang menjaga pintu Selamatangkep.

Mulut buta menganga, ukir-ukiran tatahan gapura sebagai batas tontonan, kalau

Page 279: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

wayang gunungan itu menunjukkan gambar dua rupa, yang sebelah atas

menunjukkan gambar negara dan kratonnya. Begitulah maksud wayang gunungan

kang menggunakan gambar rumah dan gapura, maka lalu dinamakan kayon

Gapuran.

Wayang gunungan dengan gambar gapura itu dibuat oleh kanjeng

susuhunan P.B. yang ke II di Kartasura, ketika membuat wayang Krucil yang

terbuat dari kayu, sedangkan wayang ricikan yaitu gunungan sebangsa buruan dan

senjata yang dibuat masih kulit, setelah selesai wayang gunungan yang

menggunakan gambar gapura itu sebagai tanda, jadi titimangsa pembuatan

wayang krucil yaitu candra sangkala memet yang berbunyi, Gapura lima retuning

bumi, menunjukkan tahun Jawa 1659.

Jadi wayang gunungan ada dua macam, yang dulu berwujud kayon

Blumbangan, juga bisa dinamakan kayon alas-alasan dibuat pada jaman Demak

pertama serta memakai gambar nyala api sehingga menjadi candra sangkala tahun

jawa 1443. Sedangkan yang terakhir berbentuk kayon Gapuran, dibuat pada jaman

Kartasura, jadi candra sangkala tahun Jawa 1659.

Setelah dilihat orang banyak, wayang gunungan dengan gambar gapura

diapit dua buta membawa gada atau pedang tameng itu kelihatan bagus, lalu

sampai sekarang banyak wayang purwa memakai kayon Gapuran, sedangkan

yang berbentuk Blumbangan berkurang, sudah jarang ada.

Wayang gunungan pada waktu itu mengambil pola meniru gambar

pepohonan yang dinambar dalam wayang beber. Dalam wayang beber, di kiri dan

kanan gambar tersebut pasti ada gambar pepohonan yang kelihatan seperti

Page 280: Seni Pedhalangan Wayang Purwa_0

bertumpuk-tumpuk, dedaunan pohon itu digambar melingkar seperti pembatas,

sebagai batas jangan sampai kelihatan bertumpuk dengan pohon lainnya. Kalau

dipandang supaya kelihatan pisah, bisa berbeda dengan gambar lainnya. Itulah

yang menjadi pola wayang gunungan, gambar pepohonan besar di bawahnya

disambung gambar air dengan pembatas seperti gambar kolam, di dalamnya

digambar ikan berenang, jelas kalau itu isi air karena dihuni ikan. Di kiri dan

kanan kelihatan gunug-gunung dengan pepohonan yang menunjukkan naik

turunnya pagunungan, lalu dibatasi melingkar tepung gelang, jadi seperti bentuk

gunung. Maka lalu dinamakan wayang gunungan blumbangan karena di tengah-

tengah ada gambar kolam yang ada di bawah pohon besar.

Gunanya untuk menandai pergantian cerita yang akan dimainkan oleh Ki

Dalang. Akhirnya selesai sudah penulisan buku ini, semoga bisa menjadi

tambahan dalam seni kebudayaan kita Jawa Kanthi seneng trusing ati, titimangsa

30 Mei 1972.