Sengketa International

Embed Size (px)

Citation preview

TUGAS PKN

OLEH RHYKO IRAWAN W 18

XI IPA 4

DAFTAR ISIDaftar Isi ..........................................................................................................................................1 Sengketa Sipadan dan Ligitan ..........................................................................................................2 Analisa .............................................................................................................................................5 Babak Baru Sengketa Batas Maritim di Teluk Bengal ....................................................................6 Analisa .............................................................................................................................................9 Nada Baru Cina dalam Sengketa Barunya dengan AS ..................................................................10 Analisa Konflik Thailand dan Kamboja ..................................................................................12 ..................................................................................13

Analisa ...........................................................................................................................................15 Sengketa Pulau Miangas ................................................................................................................17 Analisa ...........................................................................................................................................19

1

Sengketa Sipadan dan LigitanSengketa Sipadan dan Ligitan adalah persengketaan Indonesia dan Malaysia atas pemilikan terhadap kedua pulau yang berada di Selat Makassar yaitu pulau Sipadan (luas: 50.000 meter) dengan koordinat: meter) dengan koordinat: 4652.86N 1183743.52E dan pulau Ligitan (luas: 18.000 49N 11853E. Sikap Indonesia semula ingin membawa

masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN namun akhirnya sepakat untuk menyelesaikan sengketa ini melalui jalur hukum Mahkamah Internasional Kronologi sengketa Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan status status quo akan tetapi ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia membangun resor parawisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia karena Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati/diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai. karena kita taat pada hukum internasional yang melarang mengunjungi daerah status quo, ketika anggota kita pulang dari sana membawa laporan, malah dimarahi. Sedangkan Malaysia malah membangun resort di sana SIPADAN dan Ligitan tiba-tiba menjadi berita, awal bulan lalu. Ini, gara-gara di dua pulau kecil yang terletak di Laut Sulawesi itu dibangun cottage. Di atas Sipadan, pulau yang luasnya hanya 4 km2 itu, kini, siap menanti wisatawan. Pengusaha Malaysia telah menambah jumlah penginapan menjadi hampir 20 buah. Dari jumlahnya, fasilitas pariwisata itu memang belum bisa disebut memadai. Tapi pemerintah Indonesia, yang juga merasa memiliki pulau-pulau itu, segera mengirim protes ke Kuala Lumpur, minta agar pembangunan di sana disetop dahulu. Alasannya, Sipadan dan Ligitan itu masih dalam sengketa, belum diputus siapa pemiliknya.Pada tahun 1969 pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya

2

Pada tahun 1976, Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara atau TAC (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia) dalam KTT pertama ASEAN di pulau Bali ini antara lain menyebutkan bahwa akan membentuk Dewan Tinggi ASEAN untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota ASEAN akan tetapi pihak Malaysia menolak beralasan karena terlibat pula sengketa dengan Singapura untuk klaim pulau Batu Puteh, sengketa kepemilikan Sabah dengan Filipina serta sengketa kepulauan Spratley di Laut Cina Selatan dengan Brunei Darussalam, Filipina, Vietnam, Cina, dan Taiwan. Pihak Malaysia pada tahun 1991 lalu menempatkan sepasukan polisi hutan (setara Brimob) melakukan pengusiran semua warga negara Indonesia serta meminta pihak Indonesia untuk mencabut klaim atas kedua pulau. Sikap pihak Indonesia yang ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN dan selalu menolak membawa masalah ini ke ICJ kemudian melunak. Dalam kunjungannya ke Kuala Lumpur pada tanggal 7 Oktober 1996, Presiden Soeharto akhirnya menyetujui usulan PM Mahathir tersebut yang pernah diusulkan pula oleh Mensesneg Moerdiono dan Wakil PM Anwar Ibrahim, dibuatkan kesepakatan "Final and Binding," pada tanggal 31 Mei 1997, kedua negara menandatangani persetujuan tersebut. Indonesia meratifikasi pada tanggal 29 Desember 1997 dengan Keppres Nomor 49 Tahun 1997 demikian pula Malaysia meratifikasi pada 19 November 1997.

Keputusan Mahkamah Internasional

Pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa ke ICJ,[1] [2] kemudian pada hari Selasa 17 Desember 2002 ICJ mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung,3

pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatan pariwisata yang dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan, serta penolakan berdasarkan chain of title (rangkaian kepemilikan dari Sultan Sulu) akan tetapi gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di selat Makassar. [3][4] [5]

4

Analisa :Sengketa antara Indonesia dan Malaysia dalam perebutan pulau Sipadan dan Ligitan memang cukup lama. Tetapi saat status kedua pulau itu dalam status quo, status dimana kedua pulau tersebut tidak boleh untuk ditinggali oleh kedua belah Negara selama sengketa masih berlangsung. Indonesia mematuhi peraturan tersebut dengan tidak mendekati pulau itu, tetapi pihak Malaysia justru mengartikan status quo pulau tersebut masih berada dibawah kekuasaan Malaysia. Sehingga Malaysia malah membangun resort pariwisata di pulau tersebut. Tetapi, saat anggota Indonesia pulang dari pulau tersebut untuk memberikan laporan malah dimarahi. Hal ini terjadi karena salah pengertian di kedua belah pihak. Sehingga semakin memperpanas konflik antara Indonesia dan Malaysia. Konflik sengketa ini sudah berlangsung cukup lama dan sudah dicoba untuk menyelesaikannya dengan banyak cara, tetapi baru 17 Desember 2002 lalu konflik ini sudah terselesaikan, dengan kemenangan oleh pihak Malaysia. Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim).

5

Babak Baru Sengketa Batas Maritim di Teluk Bengal

Pada tanggal 16 Desember 2009, the International Tribunal for the Law of the Sea-ITLOS (selanjutnya disebut Tribunal) mengumumkan bahwa baru saja menerima berkas sengketa batas maritim antar negara untuk diselesaikan. Sengketa tersebut melibatkan dua negara bertetangga di perairan Teluk Bengal, yaitu Banglades dan Myanmar. Di luar itu, perlu dicatat bahwa Banglades juga sedang mempersiapkan pengajuan sengketa batas maritimnya dengan India ke Mahkamah Internasional. Ada beberapa hal menarik yang bisa dicermati dari sengketa-sengketa ini. Pertama, kasus antara Banglades dan Myanmar menjadi kasus delimitasi batas maritim pertama yang ditangani oleh Tribunal. Sebelumnya Tribunal telah menerima dan menyelesaikan 15 kasus di bidang hukum laut internasional. Sebagai latar belakang, Tribunal dibentuk sebagai bagian dari tindak lanjut lahirnya Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982) yang mana

6

Tribunal memiliki kompetensi untuk menyelesaikan berbagai sengketa terkait hukum laut internasional. Kedua, Myanmar menjadi negara anggota ASEAN pertama yang sepakat dan memilih untuk menyelesaikan sengketa batas maritimnya melalui jalur mahkamah internasional. Sebagai catatan, beberapa negara ASEAN pernah bersengketa di mahkamah Internasional terkait masalah kelautan dan kedaulatan, namun tidak pernah terkait batas maritim. Sebagai contoh adalah Malaysia dan Singapura yang pernah bersengketa di Tribunal tentang reklamasi pantai Singapura dan di Mahkamah terkait kedaulatan beberapa karang dan elevasi surut di Selat Singapura. Ketiga, sengketa antara Banglades, India dan Myanmar pada dasarnya bermula dari usaha kedua negara untuk menguasai sebagian perairan di Teluk Bengal yang sangat kaya dengan cadangan minyak dan gas. Kedua negara telah menetapkan beberapa zona blok konsesi migas di perairan yang mereka klaim, yang tentunya tidak diakui oleh pihak lainnya. Lebih jauh lagi, juga dalam rangka mengamankan cadangan gas dan minyak di perairan tersebut, para pihak juga melakukannya melalui forum internasional. Sebagai contoh adalah India telah menyampaikan hak berdaulatnya terhadap wilayah dasar laut (landas kontinen) di luar 200 mil laut dari garis pangkal kepada PBB. Hal ini tentunya menuai keberatan dari Banglades yang langsung menyampaikan keberatannya kepada PBB. Myanmar juga telah menyampaikan hal yang sama atas landas kontinen ke PBB yang juga telah menuai keberatan dari Banglades. Banglades sendiri pada saat ini sedang mempersiapkan pengajuannya kepada PBB dengan melakukan survey dasar laut di Teluk Bengal dengan dana sampai dengan 11,77 juta dollar Amerika. Banglades berencana menyampaikan pengajuannya ke PBB pada tahun 2011 yang kemungkinan juga akan diprotes oleh India dan Myanmar bila sengketa belum terselesaikan. Keempat, dari sisi konfigurasi geografis Teluk Bengal, hal ini mengingatkan para praktisi dan pengamat masalah batas maritim terhadap sengketa batas yang terjadi pada 1969 antara Jerman, Belanda dan Denmark. Kasus ini lebih terkenal disebut sebagai North Sea Case. Dalam kasus tersebut, para pihak meminta mahkamah untuk memutuskan apakah prinsip penarikan garis batas melalui metode sama jarak mutlak harus dilakukan. Jerman yang posisi geografisnya terjepit di antara Belanda dan Denmark melihat bahwa prinsip tersebut sangat tidak menguntungkan baginya. Hal ini karena apabila prinsip tersebut diberlakukan, maka wilayah perairan Jerman7

akan sangat sempit dan tertutup tanpa akses ke laut bebas oleh perairan Belanda dan Denmark. Pada keputusannya, mahkamah merestui pendapat Jerman dan menyatakan bahwa metode sama jarak tidak mutlak dilakukan. Keputusan ini menjadi tonggak lahirnya prinsip solusi yang adil atau equitable solution di dalam hukum delimitasi batas laut internasional. Terlepas bahwa setiap wilayah maritim memiliki karakteristik yang berbeda, posisi geografis Banglades yang terjepit diantara India dan Myanmar tentunya hampir sama dengan apa yang dihadapi Jerman pada 1969. Hal ini pula yang memberi gambaran secara teknis rumitnya perundingan antara Banglades dengan India dan Myanmar. Mencari solusi yang adil tentunya jauh lebih sulit daripada menentukan garis tengah sebagai batas karena definisi dan standar adil tentunya berbeda bagi para pihak yang terlibat. Hal ini yang menjadi tantangan berat bagi Tribunal. Akan sangat menarik melihat bagaimana Tribunal mengaplikasikan equitable solution pada kasus ini. Kelima, Myanmar dan Banglades telah melakukan perundingan bilateral untuk menetapkan batas diantara mereka selama lebih kurang 35 tahun. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa perundingan batas maritim antar negara adakalanya dapat memakan waktu yang cukup lama dan belum tentu menghasilkan garis batas yang diterima para pihak. Sangat mungkin satu-satunya kesepakatan yang dicapai adalah kesepakatan untuk mencari penyelesaian melalui pihak ketiga, termasuk melalui Tribunal atau mahkamah internasional lainnya.

8

Analisa :Yang perlu digaris bawahi adalah keputusan untuk menyelesaikan sengketa batas maritim melalui jalur pihak ketiga, seperti apa yang dilakukan Banglades dan Myanmar, seyogyanya tidak dilihat sebagai rusaknya hubungan persahabatan antara para pihak yang bersengketa. Hal ini haruslah dilihat sebagai salah satu cara penyelesaian sengketa dengan cara-cara damai sebagaimana yang diamanatkan oleh Piagam PBB demi menjaga perdamaian antara para pihak secara khusus dan dunia secara umum.

9

Nada Baru Cina dalam Sengketa Barunya dengan ASSengketa yang kembali melanda hubungan Amerika Serikat dan Cina menjadi sorotan media cetak internasional.

Meskipun kunjungan Presiden AS Obama ke Cina November lalu, hubungan kedua negara tetap diwarnai ketegangan

Harian Perancis Le Figaro menulis Untuk pertama kalinya Cina mengancam dengan sanksi terhadap perusahaan Amerika Serikat, yang terlibat dalam penjualan sistem persenjataan kepada Taiwan. Reaksi Cina tentu saja dapat diduga. Tapi tingkat reaksinya mengejutkan. Pertama karena keputusan Amerika adalah pelaksanaan bisnis yang sudah diputuskan dalam masa Bush. Selain itu senjata yang dipersengketakan, pesawat jet tempur F-16 dan kapal selam tidak masuk dalam paket kesepakatan penjualan. Harus ditunggu apakah ancaman terhadap perusahaan Amerika Serikat itu akan menjadi kenyataan. Termasuk diantaranya perusahaan Lockheed Martin, Raytheon dan United Technologies tapi juga Boeing, yang melakukan proses akhir roket Harpoon. Meski demikian Cina adalah pasar penting untuk perusahaan pesawat itu, dan pembelian pesawat oleh perusahaan Cina diatur oleh pemerintah pusat di Beijing. Dalam hal ini latar belakang politik makin penting. Reaksi Cina atas pengumuman penjualan senjata Amerika Serikat kepada Taiwan dikomentari Harian Luksemburg Luxemburger Wort10

Kembalinya Cina ke kelompok negara adidaya dunia adalah sebuah proses yang paling lambat dimulai dengan reformasi di masa Deng Xiaoping. Tanpa ragu perkembangan ini membawa perubahan hubungan geopolitik di kawasan utara Asia Timur. Jika sekitar akhir perang dunia kedua banyak hal yang ditentukan oleh Amerika Serikat, status quo ini sudah lama tidak berlaku. Pembagian Korea membebani seluruh kawasan. Setelah kembalinya Hongkong dan Makao ke Cina, hanya Formosa yang belum dikuasai Beijing. Taipei akan setuju untuk bergabung dengan Cina, jika Beijing sesuai pengalaman Republik Cina kembali bertindak sebagai katalisator untuk modernisasi politik masyarakat. Jepang, yang akibat letak kepulauannya yang terpisah, sampai kini masih sulit melupakan masa lalunya, sulit ditenangkan dengan adanya kombinasi ekspansi Cina dan masalah perekonomian Amerika Serikat yang semakin besar. Dalam situasi yang rumit ini Cina tampil berani, karena dalam jangka menengah ia akan mengambil alih kekuasaan di Asia Timur dari Amerika Serikat. Titik puncak kejayaan pengaruh Washington di kawasan ini sudah berlalu. Sementara harian Spanyol El Pais mengomentari hasil forum ekonomi dunia di Davos Laporan terakhir Badan Moneter Internasional IMF menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi sangat tidak merata, masih sangat lemah dan sebagian berlangsung karena subsidi negara-negara industri. Negara-negara berkembang terpaksa mengatasi dampak sosial krisis keuangan dengan dana pajak. Kini muncul ketakutan masalah hutang negara berlebihan, seperti di Yunani, dapat merambah ke negara-negara lainnya. Pemerintahan di Eropa harus menyatakan dengan jelas bahwa mereka akan membantu Athena dalam upayanya mengatasi krisis keuangan. Negara-negara Uni Eropa yang memiliki hutang tinggi harus mengusulkan strategi untuk mereformasi keuangannya dalam jangka menengah. Upaya ini harus lebih dapat dipercaya dibanding pernyataan bersemangat yang disepakati Dewan Menteri Eropa pekan lalu.

11

Analisa :Cina dan Amerika Serikat mengalami konflik mengenai penjualan system persenjataan oleh perusahaan Amerika Serikat kepada Taiwan. Cina menanggapi hal itu dengan melakukan ancaman berupa sanksi kepada perusahaan Amerika Serikat itu. Jenis senjata yang dipersengketakan oleh kedua belah Negara adalah Pesawat Jet tempur F-16 dan kapal selam yang tidak termasuk dalam perjanjian penjualan persenjataan. Cina merupakan pasar penting bagi perusahaan Amerika Serikat itu. Tetapi perusahaan Cina yang sedang dalam Sengketa dengan perusahaan Amerika Serikat ini tidak bias mngembil keputusan sendiri karena segala keputusan di putuskan oleh pusat pemerintah Cina di Beijing.

12

Konflik Thailand dan KambojaVIVAnews - Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa hari ini bertolak ke Kamboja dan, esoknya, ke Thailand untuk membujuk pemerintah kedua negara agar menghentikan baku tembak di perbatasan, yang telah berlangsung beberapa hari. Sebagai Ketua ASEAN, Indonesia siap mendamaikan kedua anggotanya yang tengah bertikai. Sesuai instruksi presiden, pagi ini kami akan ke Kamboja dan tiba di Phnom Penh pukul 5 sore waktu setempat, dan akan langsung bertemu menlu Kamboja, Hor Namhong. Keesokannya pada pukul 10 kami bertolak ke Bangkok, pertemuan dengan menlu Thailand, ujar Natalegawa di Jakarta pada Senin, 7 Februari 2011.

Militer Thailand dan Kamboja baku tembak di perbatasan kedua negara sejak Jumat, 4 Februari 2011. Menurut kantor berita Associated Press, sedikitnya lima orang tewas. Sekjen PBB dan ASEAN masing-masing telah menyatakan keprihatinan atas konflik kedua negara di Asia Tenggara itu.

Sebagai Ketua ASEAN tahun ini, Indonesia merasa turut memikul beban atas konflik ThailandKamboja. Maka, pemerintah Indonesia mengirim Natalegawa ke Kamboja dan Thailand untuk mencari duduk permasalahan dan menyelesaikannya secara bersama.

Natalegawa mengatakan bahwa pembicaraan mengenai hal ini telah dilakukan sepanjang Sabtu dan Minggu di Kementerian Luar Negeri. Sebagai ketua ASEAN, ujarnya, Indonesia telah menyampaikan keprihatinan terkait insiden yang terjadi di kedua perbatasan kepada kedua menlu.

13

Kami menawarkan kesiapan kami untuk mendengar apa yang menjadi permasalahan dan mencoba menstabilkan situasi, kita akan melihat kontribusi apa yang dapat diberikan oleh ASEAN, ujar Natalegawa lagi.

Namun, Natalegawa menegaskan, kedatangannya sebagai wakil dari Indonesia dan ASEAN bukanlah untuk mencampuri hubungan dalam negeri dan masalah bilateral kedua negara. Dia mengatakan bahwa ASEAN tidak akan memaksakan kehendak dan pilihannya dalam penyelesaian masalah. ASEAN hanya akan memberikan kontribusi untuk menciptakan iklim yang kondusif untuk menyelesaikan masalah secara bilateral agar kedua belah pihak dapat duduk bersama, ujar Natalegawa.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal ASEAN, Surin Pitsuwan, prihatin atas kembali pecahnya konflik perbatasan antara Thailand dan Kamboja. Baku tembak yang terjadi sejak Jumat pekan lalu itu bisa mengancam kepercayaan ASEAN dan mengganggu pemulihan ekonomi, pariwisata dan prospek investasi di kawasan.

Konflik perbatasan sejak lama selalu menjadi ganjalan bagi hubungan Thailand dan Kamboja. Krisis itu menyangkut lokasi suatu kompleks kuil kuno. Dibangun lebih dari 900 tahun lalu, kuil Preah Vihear berdasarkan keputusan Pengadilan Internasional 1962 menjadi milik Kamboja, namun tetap dipersengketakan oleh Thailand.

14

Analisa :1) Walaupun masing-masing pihak (Thailand maupun Kamboja) mengklaim bahwa tembakan dimulai dari pihak lawan (Thailand menuduh Kamboja lah yg memulai tembakan, dan begitu pula sebaliknya), saya yakin tembakan ini dimulai oleh Thailand. (Alasan-alasan di balik ini saya paparkan di bawah) 2) Kuil Hindu Kuno (Preah Vihear) yang diperebutkan sebenarnya sudah diakui sebagai milik Kamboja oleh PBB. Ini terbukti dengan terdaftarnya kuil ini sebagai World Heritage atas nama Kamboja beberapa tahun lalu. Bahkan, pada tahun 1962, International Court Justice juga sudah mengakui bahwa kuil ini berada dalam wilayah Kamboja. Jadi, sebenarnya masalah ini sudah selesai secara hukum internasional dan Kamboja tentunya tidak memiliki kepentingan untuk memperebutkan kembali permasalahan kepemilikan kuil ini. 3) Di sisi lain, Thailand secara politik mengalami instabilitas. PM Samak baru saja diturunkan secara paksa oleh kekuatan rakyat (walaupun kemudian penurunan ini dilegitimasi dengan tuduhan lain). PM Somchai yang baru naik pun sepertinya tidak akan bertahan lama, karena masih kerabat mantan PM Thaksin. Padahal, jelas sekali bahwa massa sebelumnya menuntut penurunan PM Samak karena menuduh Samak sebagai antek Thaksin, apatah lagi bila yang menjadi PM adalah kerabat Thaksin sendiri. Jadi, masalahnya belum selesai dan konflik dalam negeri ini diperkirakan akan terus berkepanjangan. 4) Untuk menghadapi instabilitas dan konflik horizontal dalam negeri ini, obat yang paling ampuh adalah mengalihkan perhatian rakyat, antara lain dengan cara "memiliki musuh bersama". Terkait ini, sangat mungkin Thailand lah yang mengharapkan adanya konflik ini, karena jelas Kamboja tidak akan pernah bisa diuntungkan dengan adanya konflik ini. Secara hukum internasional, posisi Kamboja atas kuil ini sudah jelas. Secara politik, Kamboja relatif stabil. Secara ekonomi, mereka sedang giat-giatnya bangkit dari keterpurukan akibat perang saudara berkepanjangan pada dekade-dekade yang telah lalu. Secara militer, di atas kertas mereka jauh kalah dibanding Thailand sehingga tidak mungkin Kamboja sengaja menantang Thailand untuk sebuah konflik terbuka.

15

5) Saya yakin, konflik ini akan berlanjut dalam bentuk provokasi-provokasi kecil secara sporadis oleh militer Thailand, dan bila Kamboja terpancing dengan provokasi tsb, bukan tidak mungkin konflik ini akan membesar. 6) Keberanian Thailand untuk menantang Kamboja ke dalam konflik terbuka itu sendiri kemungkinan didorong oleh fakta perimbangan kekuatan, bahwa kekuatan militer Kamboja sendiri secara alutsista kalah jauh dibanding Thailand. Kelemahan militer suatu negara selalu bisa menjadi salah satu pendorong / motivasi bagi terjadinya agresi oleh negara lain ke negara tersebut. Pelajaran bagi Indonesia yang bisa dipetik dari konflik ini adalah: 1) Setiap perselisihan tentang perbatasan maupun masalah lainnya antar negara hendaknya diupayakan dengan jalan negosiasi. 2) Bila negosiasi bilateral menjadi buntu, maka perlu dilibatkan pihak ketiga, apakah itu PBB, negara perantara, dsb. 3) Perlunya kekuatan militer yang signifikan agar menjadi daya penggetar bagi negara tetangga maupun negara manapun untuk tidak memulai konflik dengan negara kita.

16

Sengketa Pulau MiangasKondisi geografi Indonesia sebagai negara kepulauan yang dipersatukan oleh lautan dengan Pancasila sebagai ideologi bangsa telah melahirkan suatu budaya politik persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam usaha mencapai kepentingan, tujuan dan citacita nasional, bangsa Indonesia dihadapkan pada tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan yang harus ditanggulangi. Salah satu bentuk ancaman tersebut adalah masalah perbatasan NKRI yang mencuat beberapa pekan terakhir ini yaitu klaim Negara Philipina atas pulau Miangas yang secara posisi geografis kedudukannya lebih dekat dengan negara tetangga yang diindikasikan memiliki keinginan memperluas wilayah. Pulau Miangas ini adalah salah satu pulau terluar Indonesia yang memiliki luas 3, 15 km2 dan masuk dalam desa Miangas, Kecamatan Nanusa Kabupaten Talaud Propinsi Sulawesi Utara. Pulau Miangas dan Pulau Manoreh berdasarkan peta Spanyol 300 tahun lalu dan Trakat Paris tahun 1989, merupakan wilayah Philiphina. Pernyataan Konsulat Jenderal RI untuk Davao City Philipina yang mengejutkan bahwa Pulau Miangas dan Pulau Manoreh berdasarkan peta Spanyol 300 tahun lalu merupakan wilayah Philiphina, bahkan masalah ini dengan UU pemerintah Philipina yang baru, kedua pulau ini telah masuk pada peta pariwisata Philipina. Pemerintah Philipina mengakui keberadaan pulau Miangas sebagai miliknya berdasarkan Trakat Paris tahun 1989, Trakat Paris tersebut memuat batas-batas Demarkasi Amerika serikat (AS) setelah menang perang atas Spanyol yang menjajah Philipina hingga ke Miangas atau La Palmas. Trakat itu sudah dikomunikasikan Amerika Serikat ke Pemerintah Hindia Belanda, tetapi tidak ada reservasi formal yang diajukan pemerintah hindia Belanda terhadap Trakat itu. Hingga kini Indonesia dan Philipina belum mengikat perjanjian batas wilayah tersebut. Putusan Mahkamah Internasional/MI,International Court of Justice (ICJ) tanggal 17-12-2002 yang telah mengakhiri rangkaian persidangan sengketa kepemilikan P. Sipadan dan P. Ligitan antara Indonesia dan Malaysia mengejutkan berbagai kalangan. Betapa tidak, karena keputusan ICJ mengatakan kedua pulau tersebut resmi menjadi milik Malaysia. Disebutkan dari 17 orang juri yang bersidang hanya satu orang yang berpihak kepada Indonesia. Hal ini telah memancing suara-suara sumbang yang menyudutkan pemerintah khususnya Deplu dan pihak-pihak yang terkait lainnya. Dapat dipahami munculnya kekecewaan di tengah-tengah masyarakat, hal ini17

sebagai cermin rasa cinta dan kepedulian terhadap tanah air. Sengketa Indonesia dengan Filipina adalah perairan laut antara P. Miangas (Indonesia) dengan pantai Mindanao (Filipina) serta dasar laut antara P. Balut (Filipina) dengan pantai Laut Sulawesi yang jaraknya kurang dari 400 mil. Disamping itu letak P. Miangas (Indonesia) di dekat perairan Filipina, dimana kepemilikan P. Miangas oleh Indonesia berdasarkan Keputusan Peradilan Arbitrage di Den Haag tahun 1928. Di Kecamatan Nanusa, Kabupaten Talaud, Pulau Miangas merupakan titik terluar yang paling jauh dan berbatasan dengan Filipina. Dalam adat Nanusa, Miangas disebut Tinonda. Konon, pulau ini sering menjadi sasaran bajak laut. Selain merebut harta benda, perompak ini membawa warga Miangas untuk dijadikan budak di Filipina. Di masa Filipina dikuasai penjajah Spanyol, Miangas dikenal dengan sebutan Poilaten yang memiliki arti: Lihat pulau di sana. Karena di Miangas banyak ditumbuhi palm mulailah disebut Las Palmas. Lambat laun pulau ini disebut Miangas. Miangas bukan hanya menjadi sasaran perompakan. Pulau ini memiliki sejarah panjang karena menjadi rebutan antara Belanda dan Amerika. Amerika mengklaim Miangas sebagai jajahannya setelah Spanyol yang menduduki Filipina digeser Amerika. Tapi, Belanda keberatan. Sengketa berkepanjangan terjadi, kasus klaim Pulau Miangas ini diusung ke Mahkamah Internasional. Secara geografis, penjajah Amerika Serikat mulai bersentuhan dengan Sulawesi bagian utara sejak akhir abad ke 19. Di tahun 1898 itu, Amerika baru saja menguasai Filipina, setelah memerangi Spanyol yang ratusan tahun menduduki negara kepulauan itu. Setelah Spanyol ditaklukkan, muncul sengketa antara Amerika dengan Hindia Belanda. Sejumlah warga Karatung mempertahankan pulau itu sebagai bagian dari gugusan Kepulauan Nanusa. Saat penentuan demarkasi antara Amerika dan Belanda, wakil raja Sangihe dan Talaud, serta tokoh adat Nanusa dihadirkan di Miangas. Dalam pertemuan untuk menentukan pulau itu masuk jajahan Belanda atau Spanyol, salah seorang tokoh adat Petrus Lantaa Liunsanda mengucapkan kata-kata adat bahwa Miangas merupakan bagian Nanusa. Gugusan Nanusa mulai dari Pulau Malo atau disebut tanggeng kawawitan (yang pertama terlihat) hingga Miangas. Setelah Indonesia merdeka, kehidupan di Kepulauan Nanusa ini tidak berubah. Di masa Soekarno menjadi Presiden, hampir tak ada pembangunan di daerah itu. Terutama untuk fasilitas umum, seperti sekolah. Sekolah di pulau-pulau ini paling banyak dijalankan Yayasan Pendidikan Kristen. daerah perbatasan tampaknya selalu berarti wilayah terisolasi, tertinggal. Ini merupakan dampak kebijakan pembangunan nasional di masa lalu. Potensi sumber daya laut yang dapat18

menjadi sumber kemakmuran masyarakat kepulauan, tidak mendapat perhatian. Sebanyak 16 pulau di Talaud sendiri telah membentuk kabupaten. Dari jumlah itu, sembilan pulau belum didiami dan tujuh pulau lainnya sudah berpenghuni. Pembentukan kabupaten ini tidak lepas lantaran rendahnya tingkat pengembangan daerah perbatasan selama ini.

Analisa :Persengketaan antara Indonesia dengan Filiphina dalam perebutan pulau Miangas ini, dimulai oelh pihak Filiphina yang mengaku bahwa pulau Miangas ini merupakan pulau milik kekuasaan Filiphina. Filiphina menggunakan acuan peta buatan Spanyol 300 tahun yang lalu, dan dalam peta itu pulau Miangas masuk kedalam wilayah Filiphina saat Spanyol menguasai Filiphina. Sengketa Indonesia dengan Filipina adalah perairan laut antara P. Miangas (Indonesia) dengan pantai Mindanao (Filipina) serta dasar laut antara P. Balut (Filipina) dengan pantai Laut Sulawesi yang jaraknya kurang dari 400 mil. Disamping itu letak P. Miangas (Indonesia) di dekat perairan Filipina, dimana kepemilikan P. Miangas oleh Indonesia berdasarkan Keputusan Peradilan Arbitrage di Den Haag tahun 1928. Di Kecamatan Nanusa, Kabupaten Talaud, Pulau Miangas merupakan titik terluar yang paling jauh dan berbatasan dengan Filipina.

19